PEMETAAN SPASIAL KONDISI RADIOAKTIVITAS ALAM …batan.go.id/ptlr/08id/files/u1/sntpl8/proceeding/26...

8
Prosiding Seminar Nasional Teknologi Pengelolaan Limbah VIII Pusat Teknologi Limbah Radioaktif-BATAN ISSN 1410-6086 Pusat Penelitian Ilmu Pengetahuan dan Teknologi-RISTEK *) Pusat Pengembangan Energi Nuklir-BATAN 227 **) Pusat Pengembangan Teknologi Keselamatan Nuklir-BATAN PEMETAAN SPASIAL KONDISI RADIOAKTIVITAS ALAM TERESTRIAL DI SEMENANJUNG MURIA, JAWA TENGAH Heni Susiati *) dan Pande Made Udiyani **) ABSTRAK PEMETAAN SPASIAL KONDISI RADIOAKTIVITAS ALAM TERESTRIAL DI SEMENANJUNG MURIA, JAWA TENGAH. Pemetaan spasial radioaktivitas alam terestrial telah dilakukan di Semenanjung Muria. Tujuan dari pemetaan ini adalah membangun data tingkat radiasi latar terrestrial Semenanjung Muria, Jawa Tengah, pada radius 80 km dari Ujung Lemah Abang. Lemah Abang adalah lokasi yang diusulkan untuk PLTN pertama di Indonesia. Pemetaan radioaktivitas alam terestrial di Semenanjung Muria diolah dengan menggunakan aplikasi SIG dengan menggunakan program "Arc View". Hal ini berdasarkan data yang dikumpulkan dari pengukuran yang menggunakan detektor survey meter sintilasi NaI (Tl). Hasil analisis yang diperoleh menunjukkan bahwa paparan radiasi Rerata adalah 3,3688 - 11,8772 mikro Rontgen / jam, dosis individu 3. 10 -4 - 9.10 -4 mSv orang /tahun, dan dosis kolektif adalah 0,8584 - 4,9415 Org.Sv /tahun. Kata kunci: spasial, radioaktivitas, terestrial, SIG. ABSTRACT SPATIAL MAPPING OF TERRESTRIAL NATURAL RADIOACTIVITY AT MURIA PENINSULA, CENTRAL JAVA. Spatial mapping of terrestrial natural radioactivity has been carried out at Muria Peninsula. The objective of this mapping is establishing base line data on the background radiation level of terrestrial Muria Peninsula , Central Java, in the area of 80 km radius from Ujung Lemah Abang. Lemah Abang is the proposed site of the first Indonesian Nuclear Power Plant. Mapping of terrestrial natural radioactivity in Semenanjung Muria was drawn by using the GIS application “Arc View”. This was based on data collected using a NaI(Tl) scintillation detector survey meter. The analysis result showed that averaged radiation exposure was 3,3688 - 11,8772 mikro Rontgen/ hour , individual doses was 3E-4 – 9E-4 mSv/ year, and collective doses was 0,8584 - 4,9415 Man.Sv/ year. Key words : spatial, radioactivity, terrestrial, GIS. PENDAHULUAN Penggunaan data spasial dirasakan semakin diperlukan untuk berbagai keperluan seperti penelitian, pengembangan dan perencanaan wilayah, dan manajemen sumberdaya alam. Pengguna data spasial merasakan minimnya informasi mengenai keberadaan dan ketersediaan data spasial yang dibutuhkan. Penyebaran (diseminasi) data spasial yang selama ini dilakukan menggunakan media yang telah ada yang meliputi media cetak (peta), cd-rom, dan media penyimpanan lainnya dirasakan kurang mencukupi kebutuhan pengguna. Pengguna diharuskan datang dan melihat langsung data tersebut pada tempatnya (data provider). Hal ini mengurangi mobilitas dan kecepatan dalam memperoleh informasi mengenai data tersebut Berkaitan dengan setiap pelaksanaan pembangunan nasional di segala bidang harus berwawasan budaya, sosial ekonomi dan lingkungan diperlukan perencanaan yang mantap dengan dukungan data dari berbagal sumber terkait. Untuk itu diperlukan pengolahan dan analisis data yang handal, cepat dan akurat, sehingga dapat dihasilkan informasi sebagai masukan dalam pengambilan keputusan pelaksanaan pembangunan itu sendiri. Penanganan pengelolaan data untuk keperluan ini diperlukan suatu sistem yang dapat mengelola sekaligus data yang menerangkan lokasi (spatial data) dan juga data yang menerangkan lokasi itu sendiri (attribute data). Teknologi Sistem Informasi Geografis dibuat dan dirancang untuk memecahkan permasalahan ini [1] .

Transcript of PEMETAAN SPASIAL KONDISI RADIOAKTIVITAS ALAM …batan.go.id/ptlr/08id/files/u1/sntpl8/proceeding/26...

  • Prosiding Seminar Nasional Teknologi Pengelolaan Limbah VIII

    Pusat Teknologi Limbah Radioaktif-BATAN ISSN 1410-6086

    Pusat Penelitian Ilmu Pengetahuan dan Teknologi-RISTEK

    *) Pusat Pengembangan Energi Nuklir-BATAN 227

    **)Pusat Pengembangan Teknologi Keselamatan Nuklir-BATAN

    PEMETAAN SPASIAL KONDISI RADIOAKTIVITAS ALAM

    TERESTRIAL DI SEMENANJUNG MURIA, JAWA TENGAH

    Heni Susiati

    *) dan Pande Made Udiyani

    **)

    ABSTRAK

    PEMETAAN SPASIAL KONDISI RADIOAKTIVITAS ALAM TERESTRIAL DI SEMENANJUNG MURIA, JAWA TENGAH. Pemetaan spasial radioaktivitas alam terestrial

    telah dilakukan di Semenanjung Muria. Tujuan dari pemetaan ini adalah membangun data tingkat

    radiasi latar terrestrial Semenanjung Muria, Jawa Tengah, pada radius 80 km dari Ujung Lemah

    Abang. Lemah Abang adalah lokasi yang diusulkan untuk PLTN pertama di Indonesia. Pemetaan

    radioaktivitas alam terestrial di Semenanjung Muria diolah dengan menggunakan aplikasi SIG

    dengan menggunakan program "Arc View". Hal ini berdasarkan data yang dikumpulkan dari

    pengukuran yang menggunakan detektor survey meter sintilasi NaI (Tl). Hasil analisis yang

    diperoleh menunjukkan bahwa paparan radiasi Rerata adalah 3,3688 - 11,8772 mikro Rontgen /

    jam, dosis individu 3. 10-4

    - 9.10-4

    mSv orang /tahun, dan dosis kolektif adalah 0,8584 - 4,9415

    Org.Sv /tahun.

    Kata kunci: spasial, radioaktivitas, terestrial, SIG.

    ABSTRACT

    SPATIAL MAPPING OF TERRESTRIAL NATURAL RADIOACTIVITY AT MURIA

    PENINSULA, CENTRAL JAVA. Spatial mapping of terrestrial natural radioactivity has been

    carried out at Muria Peninsula. The objective of this mapping is establishing base line data on the

    background radiation level of terrestrial Muria Peninsula , Central Java, in the area of 80 km

    radius from Ujung Lemah Abang. Lemah Abang is the proposed site of the first Indonesian

    Nuclear Power Plant. Mapping of terrestrial natural radioactivity in Semenanjung Muria was

    drawn by using the GIS application “Arc View”. This was based on data collected using a NaI(Tl)

    scintillation detector survey meter. The analysis result showed that averaged radiation exposure

    was 3,3688 - 11,8772 mikro Rontgen/ hour , individual doses was 3E-4 – 9E-4 mSv/ year, and

    collective doses was 0,8584 - 4,9415 Man.Sv/ year.

    Key words : spatial, radioactivity, terrestrial, GIS.

    PENDAHULUAN

    Penggunaan data spasial dirasakan

    semakin diperlukan untuk berbagai

    keperluan seperti penelitian, pengembangan

    dan perencanaan wilayah, dan manajemen

    sumberdaya alam. Pengguna data spasial

    merasakan minimnya informasi mengenai

    keberadaan dan ketersediaan data spasial

    yang dibutuhkan. Penyebaran (diseminasi)

    data spasial yang selama ini dilakukan

    menggunakan media yang telah ada yang

    meliputi media cetak (peta), cd-rom, dan

    media penyimpanan lainnya dirasakan

    kurang mencukupi kebutuhan pengguna.

    Pengguna diharuskan datang dan melihat

    langsung data tersebut pada tempatnya (data

    provider). Hal ini mengurangi mobilitas dan

    kecepatan dalam memperoleh informasi

    mengenai data tersebut

    Berkaitan dengan setiap pelaksanaan

    pembangunan nasional di segala bidang

    harus berwawasan budaya, sosial ekonomi

    dan lingkungan diperlukan perencanaan

    yang mantap dengan dukungan data dari

    berbagal sumber terkait. Untuk itu

    diperlukan pengolahan dan analisis data

    yang handal, cepat dan akurat, sehingga

    dapat dihasilkan informasi sebagai masukan

    dalam pengambilan keputusan pelaksanaan

    pembangunan itu sendiri. Penanganan

    pengelolaan data untuk keperluan ini

    diperlukan suatu sistem yang dapat

    mengelola sekaligus data yang menerangkan

    lokasi (spatial data) dan juga data yang

    menerangkan lokasi itu sendiri (attribute

    data). Teknologi Sistem Informasi Geografis

    dibuat dan dirancang untuk memecahkan

    permasalahan ini[1]

    .

  • Prosiding Seminar Nasional Teknologi Pengelolaan Limbah VIII

    Pusat Teknologi Limbah Radioaktif-BATAN ISSN 1410-6086

    Pusat Penelitian Ilmu Pengetahuan dan Teknologi-RISTEK

    228

    Keputusan Pemerintah Indonesia

    untuk memasukkan PLTN ke dalam

    Kebijakan Energi Nasional (KEN) 2005 –

    2025 sebagai energi alternatif untuk

    memenuhi kebutuhan listrik di Pulau Jawa,

    Bali dan Madura dapat dipahami karena

    selain Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir

    (PLTN) menghasilkan daya listrik yang

    berlimpah dibandingkan sumber energi

    lainnya, PLTN adalah juga penghasil energi

    yang bersih karena tidak mengeluarkan

    emisi gas-gas beracun ke lingkungan

    disamping kebutuhan lahan dan pemakaian

    bahan bakar yang relatif sedikit

    dibandingkan sumber energi yang lain untuk

    daya yang sama.

    Rencana pembangunan PLTN

    pertama di Indonesia diharapkan dapat

    bermanfaat besar bagi masyarakat dan

    prosesnya dapat berlangsung secara

    berkelanjutan (sustainable development).

    Pembangunan PLTN maupun instalasi

    pendukungnya tidak boleh lepas dari

    kebijakan nasional di bidang lingkungan

    hidup yakni pelestarian lingkungan

    dilaksanakan berdasarkan konsep

    pembangunan berkelanjutan dengan visi

    pembangunan yang dapat memenuhi aspirasi

    dan kebutuhan masyarakat generasi saat ini

    tanpa mengurangi potensi pemenuhan

    aspirasi dan kebutuhan generasi mendatang.

    Telah banyak dilakukan penelitian

    sehubungan dengan material yang

    digunakan atau limbah yang dihasilkan

    mengandung zat radioaktif. Material yang

    digunakan ataupun limbah yang dihasilkan

    dari kegiatan tersebut dapat digolongkan

    sebagai TENORM (Technologically

    Enhanced Naturally Occuring Radioactive

    Materials). Radionuklida yang terkandung

    di dalam TENORM adalah U-238, Th-232,

    Th-228 bersama dengan anak luruhnya Ra-

    226, Ra-228, Rn-222, Rn-220, Pb-210, Po-

    210, dan K-40. Pemakaian sandblasting

    pada beberapa industri dan limbah dari

    industri non nuklir seperti PLT Batubara,

    Pupuk, ataupun Industri penambangan pasir

    besi ataupun minyak dll. akan meningkatkan

    paparan radioaktivitas lingkungan sehingga

    dapat menimbulkan potensi bahaya paparan

    baik bagi pekerja, masyarakat sekitar dan

    lingkungan. Untuk melindungi para pekerja

    dan anggota masyarakat maka paparannya

    harus dikontrol[3]

    .

    Sehubungan dengan rencana

    pembangunan PLTN Muria di Jepara dan

    telah beroperasinya PLTU Batubara

    Tanjungjati yang lokasinya tidak jauh (6

    km) dari tapak PLTN), base line

    radioaktivitas lingkungan terestrial di daerah

    tersebut perlu diketahui. Kondisi

    radioaktivitas lingkungan ini sangat

    diperlukan sebelum PLTN dibangun, apalagi

    saat ini PLTU Batubara Tanjungjati telah

    beroperasi[2]

    .

    Secara umum, kegiatan-kegiatan

    yang berkaitan dengan pembangunan dan

    penggunaan teknologi nuklir selalu memiliki

    potensi dampak dan risiko radiasi. Sesuai

    dengan Kepmen Lingkungan Hidup No. 11

    Tahun 2006 tentang jenis rencana usaha dan/

    atau kegiatan yang wajib dilengkapi dengan

    analisis mengenai dampak lingkungan hidup

    pada bidang pengembangan Nuklir maka

    untuk pembangunan instalasi nuklir yang

    masuk dalam daftar lampiran keputusan

    tersebut seperti reaktor daya/ PLTN adalah

    termasuk jenis usaha yang harus dilengkapi

    dengan AMDAL[4]

    .

    Dalam studi AMDAL rencana

    pembangunan PLTN di Jepara telah banyak

    dilakukan penelitian untuk mendukung

    penyusunan database yang berkaitan dengan

    kondisi rona awal daerah tapak tersebut

    sebelum proyek PLTN beroperasi. Data

    yang diperoleh dilakukan evaluasi dengan

    sistem informasi geografis sehingga

    informasi yang diperoleh akan lebih

    sistematis dan informatif karena meliputi

    cakupan wilayah studi yang cukup luas[2]

    .

    Dalam makalah ini disajikan peta

    radioaktivitas lingkungan terestrial di

    kabupaten Jepara dan sekitarnya. Dari

    makalah ini diharapkan dapat diperoleh

    gambaran tingkat radioaktivitas terestrial.

    Aplikasi SIG untuk pemetaan radioaktivitas

    lingkungan akan memberikan informasi

    yang cukup baik. SIG dengan cakupan lahan

    yang cukup luas sangat membantu pekerjaan

    yang erat kaitannya dengan bidang-bidang

    spasial dan geo-informasi. Dalam kaitannya

    dengan rencana pembangunan PLTN di

    Muria maka kondisi radioaktivitas

    lingkungan perlu dipetakan sejak sebelum

    proyek PLTN mulai konstruksi. Tujuan dari

    makalah adalah menyajikan peta tingkat

    radioaktivitas terestrial berbasis SIG dan

    dapat digunakan sebagai data pembanding

    (awal) guna mengetahui dampak

    pembangunan di masa depan.

  • Prosiding Seminar Nasional Teknologi Pengelolaan Limbah VIII

    Pusat Teknologi Limbah Radioaktif-BATAN ISSN 1410-6086

    Pusat Penelitian Ilmu Pengetahuan dan Teknologi-RISTEK

    229

    Gambar 1. Daerah Penelitian[7]

    METODOLOGI

    Metode yang digunakan dalam studi

    ini adalah berbasis Sistem Informasi

    Geografis (SIG) untuk mengolah data

    spasial daerah penelitian. Daerah penelitian

    meliputi daerah Jepara dalam radius 80 km

    dari calon tapak PLTN Muria seperti pada

    Gambar 1. Wilayah penelitian mencakup 9

    kabupaten yaitu: Kabupaten Jepara,

    Grobongan, Blora, Rembang, Pati, Kudus,

    Demak, Semarang, dan Kendal. Jarak radius

    paling dekat dari tapak adalah Jepara, ke

    arah timur tapak Kabupaten Rembang dan

    Blora, ke arah Barat adalah Kabupaten

    Semarang dan Kendal, dan ke arah Selatan

    Kabupaten Demak, Kudus dan Pati.

    Data dasar yang dimasukkan dalam

    SIG diperoleh dari 2 (dua) sumber, yaitu

    data lapangan berupa data dasar paparan

    radioaktivitas alam pada terestrial dari

    pengukuran lapangan secara langsung

    (insitu) menggunakan Carbon Survey

    dengan detektor NaI(Tl) [5][6]

    dan data peta

    khususnya Peta Rupa Bumi Indonesia (RBI)

    untuk daerah Jawa Tengah[7]

    .

    Kegiatan aplikasi menggunakan

    beberapa perangkat lunak, yaitu:

    - Arc View sebagai alat bantu untuk proses analisis aplikasi spasial (ruang)

    - Microsoft Word dan Excel sebagai alat dalam penyusunan laporan dan

    proses perhitungan data atribut.

    Tahapan kerja dari proses SIG adalah

    sebagai berikut:

    - Pengumpulan dan pemasukan data - Penyusunan data base - Analisis - Penerapan aplikasi dan produk

    keluaran.

    HASIL DAN PEMBAHASAN

    Hasil penelitian diperoleh data

    paparan radioaktivitas alam total yang

    ditampilkan pada Tabel 1. Dari data Tabel 1,

    paparan radiasi terbesar dari 9 kabupaten

    daerah penelitian adalah Jepara, dan paparan

    radiasi kabupaten lainnya dengan urutan dari

    terbesar ke terkecil sebagai berikut: Jepara >

    Pati > Demak > Kudus > Rembang > Blora

    > Grobogan > Semarang > Kendal.

  • Prosiding Seminar Nasional Teknologi Pengelolaan Limbah VIII

    Pusat Teknologi Limbah Radioaktif-BATAN ISSN 1410-6086

    Pusat Penelitian Ilmu Pengetahuan dan Teknologi-RISTEK

    230

    Tabel 1. Paparan Radioaktivitas Alam di Kabupaten Jepara dan Radius 80 km

    Kabupaten

    Paparan

    (µR/ jam)

    Dosis Individu

    (Sv/ tahun)

    Dosis Kolektif

    (mSv orang/ tahun)

    Min. Maks. Rerata Min Maks Rerata Min. Maks. Rerata

    Jepara 8,259 14,211 11,877 0,6 1,1 0,9 0,318 15,139 4,941

    Kudus 5,283 11,634 9,193 0,4 0,9 0,7 0,318 10,093 3,880

    Pati 4,162 13,878 9,202 0,3 1,1 0,7 0,329 8,945 2,081

    Rembang 5,162 9,891 7,513 0,4 0,8 0,6 0,114 4,899 1,181

    Grobogan 3,121 8,955 6,244 0,2 0,7 0,5 0,507 10,222 2,018

    Blora 3,191 8,994 5,149 0,2 0,7 0,4 0,141 2,349 0,858

    Demak 4,717 11,971 7,207 0,4 0,9 0,6 0,634 12,164 2,237

    Kendal 2,899 4,117 3,368 0,2 0,3 0,3 0,266 1,914 0,946

    Semarang 4,524 6,914 5,411 0,3 0,5 0,4 0,238 14,803 3,653

    Radiasi alamiah memberikan

    sumbangan yang terbesar pada penerimaan

    radiasi oleh manusia. Unscear 1988

    melaporkan bahwa Rerata setiap orang di

    dunia menerima dosis radiasi alamiah

    sebesar 2,4 mSv/ tahun (setara dengan 4

    µR/jam). Penerimaan dari radiasi alam

    mencapai ± 76,58 % dari penerimaan total

    radiasi yang diterima manusia. Dosis

    serapan Rerata yang berasal dari bumi akibat

    penyinaran radiasi alam adalah sebesar 4

    µR/jam untuk paparan radiasi gamma[8][9]

    .

    Paparan radiasi tertinggi 14,2110 µR/ jam

    setara dengan 1,09052 mSv/ tahun di daerah

    Sekuro, Srobyong, Sumawal, Kecamatan

    Mlonggo, dan Kecamatan Batealit di

    Kabupaten Jepara, dan paparan yang hampir

    sama terdapat di kabupaten Kudus, Demak,

    dan Pati. Paparan radiasi terendah 2,1428

    µR/ jam setara dengan 0,16443 mSv/ tahun.

    Paparan Rerata 7.9414 ± 2.6941 µR/ jam

    setara dengan 0,6094 mSv/ tahun, lebih

    rendah dari batasan paparan yang ditetapkan

    untuk masyarakat umum sebesar 5 mSv/

    tahun (BAPETEN, 1999)[10]

    .

    Data dosis kolektif Rerata yang

    diperoleh dari perhitungan dari banyaknya

    paparan radiasi yang dikalikan dengan data

    penduduk, diperoleh data dengan urutan dari

    terbesar ke terkecil dengan urutan sebagai

    berikut: Jepara > Kudus > Semarang >

    Demak > Pati > Grobogan > Rembang >

    Kendal > Blora. Jadi besarnya dosis kolektif

    selain tergantung pada besarnya paparan

    radiasi, besarnya jumlah penduduk juga

    sangat menentukan. Dari hasil pengukuran

    paparan radiasi, Semarang menempati

    urutan ke delapan namun karena jumlah

    penduduknya cukup besar, besarnya dosis

    kolektif menempati urutan ke tiga.

    Berdasarkan pengolahan data

    berbasis SIG seperti yang tercantum di atas

    maka diperoleh hasil daerah dengan

    konsentrasi radioaktif dalam bentuk peta

    distribusi paparan yang dapat ditampilkan

    Gambar 2. sebagai berikut:

    Secara visual berdasarkan peta

    spasial dari pengolahan data paparan

    radioaktivitas terestrial menunjukkan bahwa

    Rerata konsentrasi radioaktivitas terestrial di

    daerah sebelah Utara Gunung Muria adalah

    lebih tinggi daripada kondisi radioaktivitas

    terestrial di daerah sebelah Selatannya.

    Namun demikian hasil pengukuran dan

    analisis terhadap radioaktivitas lingkungan

    di daerah calon tapak PLTN Jepara (sampai

    radius 80 km), yang meliputi sembilan

    Kabupaten di Jawa Tengah menghasilkan

    tingkat radioaktivitas di bawah batas yang

    diijinkan oleh BAPETEN sebagai badan

    regulator tenaga nuklir di Indonesia[10]

    .

    Hasil pemetaan distribusi

    konsentrasi paparan radioaktivitas

    lingkungan terestrial tersebut dapat

    menghasilkan informasi yang dapat

    digunakan sebagai acuan dalam

    pengambilan keputusan dalam program

    pembangunan PLTN di Indonesia.

  • Prosiding Seminar Nasional Teknologi Pengelolaan Limbah VIII

    Pusat Teknologi Limbah Radioaktif-BATAN ISSN 1410-6086

    Pusat Penelitian Ilmu Pengetahuan dan Teknologi-RISTEK

    231

    Gambar 2.a

    Gambar 2. b.

    Paparan (mikro R/ jam)0 - 55 - 99 - 1111 - 1313 - 1414 - 15

    Jumlah Penduduk (orang)

    0 - 50005000 - 70007000 - 80008000 - 10000

    10000 - 1500015000 - 2000020000 - 2700027000 - 34000

    U

    U

  • Prosiding Seminar Nasional Teknologi Pengelolaan Limbah VIII

    Pusat Teknologi Limbah Radioaktif-BATAN ISSN 1410-6086

    Pusat Penelitian Ilmu Pengetahuan dan Teknologi-RISTEK

    232

    Gambar 2.c

    Gambar 2.d

    Gambar 2. Peta Tingkat Radioaktivitas Alam dan Distribusi Penduduk

    di Daerah Kabupaten Jepara dan sekitarnya

    Dosis Individu (mSv/ tahun)0 - 0.00070.0007 - 0.00080.0008 - 0.00090.0009 - 0.0010.001 - 0.00150.0015 - 0.002

    Dosis Kolektif (mSv/ tahun)0 - 44 - 77 - 1010 - 1212 - 1414 - 16

    U

    U

  • Prosiding Seminar Nasional Teknologi Pengelolaan Limbah VIII

    Pusat Teknologi Limbah Radioaktif-BATAN ISSN 1410-6086

    Pusat Penelitian Ilmu Pengetahuan dan Teknologi-RISTEK

    233

    Pengukuran radioaktivitas

    lingkungan meliputi konsentrasi zat

    radioaktif alam yang terdapat di suatu

    daerah, yang mencakup sinar kosmik dan

    bahan radioaktif yang dikandung kerak

    bumi. Pencemaran yang berasal dari sumber

    alami ini, juga akibat kegiatan manusia yang

    menyebabkan terlepasnya ke lingkungan.

    Radioaktivitas alam di lingkungan

    dipengaruhi oleh tiga nuklida radioaktif

    alam yang terkandung di kerak bumi yaitu

    Th-232 dan U-238 beserta nuklida

    turunannya, serta nuklida K-40. Waktu

    paruh nuklida ini sangat panjang, sehingga

    akan selalu ada di muka bumi.

    Penggunaan lahan untuk hutan

    mempunyai konsentrasi dan paparan radiasi

    terendah, karena dari sektor ini paparan dan

    konsentrasi hanya berasal dari alam[11]

    .

    Kegiatan industri menghasilkan paparan

    radiasi tergantung dari jenis industri dan

    penggunaan bahan bakarnya. Pemakaian

    sandblasting pada beberapa industri dan

    limbah dari industri non nuklir seperti PLT

    Batubara, pupuk, ataupun industri

    penambangan pasir besi ataupun minyak dll.

    akan meningkatkan paparan radioaktif

    lingkungan sehingga dapat menimbulkan

    potensi bahaya paparan baik bagi pekerja,

    masyarakat sekitar dan lingkungan.

    Berdasarkan penelitian yang telah

    dilakukan oleh beberapa peneliti, yang salah

    satunya menyimpulkan bahwa radioaktivitas

    alam mempunyai korelasi yang erat dengan

    keadaan geologi setempat, dan penggunaan

    lahan oleh manusia[11]

    , maka data paparan

    radioaktivitas ini dapat digunakan sebagai

    dasar untuk mengetahui aspek-aspek rona

    lingkungan awal dalam rencana

    pembangunan PLTN di Muria. Data ini juga

    dapat digunakan sebagai data pembanding

    dalam melakukan evaluasi terhadap kondisi

    radioaktivitas lingkungan di kemudian hari.

    Secara visual berdasarkan peta

    spasial dari pengolahan data paparan

    radioaktivitas terestrial menunjukkan bahwa

    Rerata konsentrasi radioaktivitas terestrial di

    daerah sebelah Utara Gunung Muria adalah

    lebih tinggi daripada kondisi radioaktivitas

    terestrial di daerah sebelah Selatannya.

    Namun demikian hasil pengukuran dan

    analisis terhadap radioaktivitas lingkungan

    di daerah calon tapak PLTN Jepara (sampai

    radius 80 km), yang meliputi sembilan

    Kabupaten di Jawa Tengah menghasilkan

    tingkat radioaktivitas di bawah batas yang

    diijinkan oleh BAPETEN sebagai badan

    regulator tenaga nuklir di Indonesia[10]

    .

    Hasil pemetaan distribusi konsentrasi

    paparan radioaktivitas lingkungan terestrial

    tersebut dapat menghasilkan informasi yang

    dapat digunakan sebagai acuan dalam

    pengambilan keputusan dalam program

    pembangunan PLTN di Indonesia.

    Pengukuran radioaktivitas

    lingkungan meliputi konsentrasi zat

    radioaktif alam yang terdapat di suatu

    daerah, yang mencakup sinar kosmik dan

    bahan radioaktif yang dikandung kerak

    bumi. Pencemaran yang berasal dari sumber

    alami ini, juga akibat kegiatan manusia yang

    menyebabkan terlepasnya ke lingkungan.

    Radioaktivitas alam di lingkungan

    dipengaruhi oleh tiga nuklida radioaktif

    alam yang terkandung di kerak bumi yaitu

    Th-232 dan U-238 beserta nuklida

    turunannya, serta nuklida K-40. Waktu

    paruh nuklida ini sangat panjang, sehingga

    akan selalu ada di muka bumi.

    Penggunaan lahan untuk hutan

    mempunyai konsentrasi dan paparan radiasi

    terendah, karena dari sektor ini paparan dan

    konsentrasi hanya berasal dari alam[11]

    .

    Kegiatan industri menghasilkan paparan

    radiasi tergantung dari jenis industri dan

    penggunaan bahan bakarnya. Pemakaian

    sandblasting pada beberapa industri dan

    limbah dari industri non nuklir seperti PLT

    Batubara, pupuk, ataupun industri

    penambangan pasir besi ataupun minyak dll.

    akan meningkatkan paparan radioaktif

    lingkungan sehingga dapat menimbulkan

    potensi bahaya paparan baik bagi pekerja,

    masyarakat sekitar dan lingkungan.

    Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan

    oleh beberapa peneliti, yang salah satunya

    menyimpulkan bahwa radioaktivitas alam

    mempunyai korelasi yang erat dengan

    keadaan geologi setempat, dan penggunaan

    lahan oleh manusia[11]

    , maka data paparan

    radioaktivitas ini dapat digunakan sebagai

    dasar untuk mengetahui aspek-aspek rona

    lingkungan awal dalam rencana

    pembangunan PLTN di Muria. Data ini juga

    dapat digunakan sebagai data pembanding

    dalam melakukan evaluasi terhadap kondisi

    radioaktivitas lingkungan di kemudian hari.

  • Prosiding Seminar Nasional Teknologi Pengelolaan Limbah VIII

    Pusat Teknologi Limbah Radioaktif-BATAN ISSN 1410-6086

    Pusat Penelitian Ilmu Pengetahuan dan Teknologi-RISTEK

    234

    KESIMPULAN

    Berdasarkan hasil pengolahan data dan

    analisis aplikasi Sistem Informasi Geografis,

    maka dapat disimpulkan:

    - Teknologi SIG merupakan alat bantu penting dalam pelaksanaan pemetaan

    secara spasial hasil penelitian yang

    mencakup daerah yang sangat luas.

    - Tingkat radioaktivitas di daerah sebelah Utara Gunung Muria memiliki tingkat

    konsentrasi lebih besar dibanding

    wilayah sebelah Selatan Gunung Muria.

    - Data spasial kondisi radioaktivitas ini sangat penting sebagai instrumen dalam

    melakukan monitoring kondisi

    lingkungan dan membantu pengambilan

    keputusan dalam merencanakan

    DAFTAR PUSTAKA

    1. WIJARNAKO, A., Aplikasi SIG, BAKOSURTANAL, 2005.

    2. SUSIATI, H., YARIANTO SBS., MAURITZ LT., Aplikasi SIG dalam

    Evaluasi Dampak Lingkungan Rencana

    Pembangunan PLTN di Ujung

    Lemahabang, Muria Jepara, Prosiding

    Seminar Nasional Diversifikasi Sumber

    Energi untuk Mendukung Kemajuan

    Industri dan Sistem Kelistrikan

    Nasional, Jurusan Teknik UNS, ISBN

    979-498-333-0, Surakarta, 2007.

    3. FIRNANDUS, D., FITRIA SANDRA, dan VERONIKA TUKA, Penentuan

    Risko Radiologik dari Kegiatan

    Sandblasting, Prosiding Seminar

    Keselamatan 2007 BAPETEN, ISSN

    ANONIM, Kepmen Lingkungan Hidup

    No. 11 Tahun 2006.

    4. PANDE, M. U., Sebaran Zat Radioaktif di Lingkungan dan

    Hubungannya dengan perilaku petani

    dalam penggunaan pupuk di Pulau

    jawa, Disertasi, IPB, Bogor, 2002.

    5. AHMAD, TR., Environmental Terresterial Gamma Radiation Dose

    and Its Relationship with Soil

    6. Type and Underlying Geological Formations in Perufian District,

    Malaya, J Appl. Radiat. Isot., 1997.

    7. ANONIM. Peta Rupa Bumi Jawa Tengah (Bakosurtanal), 2002.

    8. EISENBUD M., The Natural Radiation Environment. Health Physic.

    Rad. Protect. J. , 1993.

    9. THAYIB, M.H., Radioekologi, Pusat Pendidikan dan Latihan, Badan Tenaga

    Atom Nasional, Jakarta, 1992.

    10. ANONIM, Ketentuan Keselamatan Kerja, SK No.1/ 1999 Ka. BAPETEN,

    Jakarta, 1999.

    11. PANDE, M. U., Analisis Cluster Terhadap Radioaktivitas Alam Tapak

    Reaktor dan Instalai Nuklir di Pulau

    Jawa, Prosiding Seminar Nasional ke –

    13 Teknologi dan Keselamatan PLTN

    serta Fasilitas Nuklir, ISSN: 0854-

    2910, Jakarta, 2007.