PEMETAAN SEBARAN DAN POTENSI BIJIH BESI BERDASARKAN …
Transcript of PEMETAAN SEBARAN DAN POTENSI BIJIH BESI BERDASARKAN …
Prosiding Seminar Nasional dan Call for Papers ”Pengembangan Sumber Daya Perdesaan dan Kearifan Lokal Berkelanjutan VII” 17-18 November 2017 Purwokerto
212
“Tema: 2 pengelolaan wilayah kelautan, pesisir dan pedalaman”
PEMETAAN SEBARAN DAN POTENSI BIJIH BESI
BERDASARKAN DATA ANOMALI MAGNETIK DAN DATA RESISTIVITAS DI PESISIR TIMUR KECAMATAN BINANGUN
KABUPATEN CILACAP
Oleh
Sehah, Sukmaji Anom Raharjo, dan Sri Muntiqoh
Program Studi Fisika, Fakultas MIPA, UNSOED Jalan Dr. Suparno No.61 Purwokerto
ABSTRAK
Eksplorasi geofisika untuk memetakan sebaran dan potensi bijih besi di pesisir timur Kecamatan Binangun Kabupaten Cilacap telah dilaksanakan pada bulan April – Oktober 2017. Eksplorasi ini dilakukan dengan dua metode yaitu metode magnetik dan metode geolistrik. Hasil yang diperoleh dari survei magnetik adalah peta kontur anomali magnetik lokal, dengan nilai berkisar -314,08 – 356,42 nT. Berdasarkan peta kontur tersebut diperoleh beberapa closure anomali yang cukup kuat di bagian utara, yang mengindikasikan kemungkinan adanya endapan bijih besi. Survei geolistrik dilakukan di area tersebut untuk memperkirakan kedalaman endapan bijih besi dan potensinya. Berdasarkan hasil interpretasi data resistivitas diperoleh endapan bijih besi dalam bentuk lapisan pasir besi yang berselingan dengan lanau dan lempung dari formasi alluvium. Lapisan pasir besi tersebut tersebar dari titik sounding Sch-2 pada posisi 109,276906 BT dan 7,687275 LS hingga titik sounding Sch-4 pada posisi 109,290344 BT dan 7,689886 LS; dengan kedalaman berkisar 7,48 – 22,20 meter. Selain itu bijih besi ditemukan dalam lapisan alluvium yang lain yang tersusun atas lanau, pasir, lempung, dan kerikil. Berdasarkan hasil eksplorasi geofisika, potensi bijih besi di kawasan pesisir timur Kecamatan Binangun Kabupaten Cilacap diperkirakan relatif tinggi. Kata Kunci: eksplorasi geofisika, magnetik, geolistrik, bijih besi, pesisir timur Binangun
ABSTRACT
Geophysical exploration to investigate distribution and potential of iron ore on the eastern coastal of District of Binangun Regency of Cilacap was implemented in April – October 2017. Exploration was carried out by two methods, i.e. magnetic method and geoelectric method. The results obtained from the magnetic method survey is a contour map of the local magnetic anomaly, with values of - 314.08 – 356.42 nT. Based on the contour map, then obtained some closures that enough strong in the north which show the possible of subsurface iron ore deposit. Geoelectric survey was done in the area to estimate the depth of iron ore deposit and it potency. Based on the interpretation results to resistivity data, then obtained iron ore in the iron sand deposits which intermittent with silt and clay from the alluvium formation. That iron sand deposits is distributed from the sounding point of Sch-2 at position of 109.276906W and 7.687275S to the point of Sch-4 at position of 109.290344E and 7.689886S; with the depth of 7.48 – 22.20 meters. In addition, iron ore found
Prosiding Seminar Nasional dan Call for Papers ”Pengembangan Sumber Daya Perdesaan dan Kearifan Lokal Berkelanjutan VII” 17-18 November 2017 Purwokerto
213
in the other alluvium formation that consist of silt, clay, sand, and gravel. Based on the geophysical exploration results, the potency of iron ore in the eastern coastal area of District of Binangun, Regency of Cilacap is estimated to be relatively high. Keyword: geophysics exploration, magnetic, geoelectric, iron sand, eastern coastal of Binangun
PENDAHULUAN
Kawasan pesisir selatan Kabupaten Cilacap mempunyai potensi bahan tambang bijih besi
yang melimpah. Kegiatan penambangan di kawasan ini telah menghasilkan kurang lebih 300.000
ton konsentrat bijih besi per tahun (Herman, 2005). Penambangan bijih besi yang dilakukan selama
bertahun-tahun mengakibatkan cadangan bijih besi di sepanjang pantai selatan Kabupaten Cilacap
mengalami penurunan sehingga tidak ada lagi penambangan secara besar-besaran. Menurut Dinas
Pertambangan dan Energi Kabupaten Cilacap, saat ini jumlah bijih besi yang tersisa diperkirakan
sekitar 600 ribu ton dengan kandungan besi (Fe) di bawah 50% sehingga kurang ekonomis. Meski
penambangan dalam skala besar telah ditutup dan bekas wilayah penambangan direklamasi, namun
penambangan dalam skala kecil masih terus berjalan (Burhani, 2007).
Salah satu wilayah pesisir Kabupaten Cilacap yang diperkirakan masih menyimpan
potensi bijih besi adalah Pesisir Binangun, yang berlokasi sekitar 35 kilometer dari timur Kota
Cilacap. Cadangan bijih besi di wilayah ini termasuk yang belum ditambang dengan luas area lebih
dari 500 hektar, derajat kemagnetan (MD) sekitar 12.2% dan kandungan besi di atas 53%.
Cadangan bijih besi di kawasan ini tersebar dari pesisir Desa Welahan Wetan Kecamatan Binangun
hingga Desa Jetis Kecamatan Nusawungu dengan perkiraan potensi kurang lebih 744.678,85 ton
(KBCC, 2015). Penelitian ini merupakan lanjutan dari penelitian sebelumnya yang dilakukan di
pesisir Kecamatan Binangun bagian barat (Sehah et.al. 2016). Hasil penelitian menunjukkan
adanya lapisan bijih besi yang berselingan dengan lanau, lempung, pasir dan kerikil dari formasi
alluvium. Lapisan bijih besi tersebut ditemukan pada kedalaman 1,709 – 11,966 meter dengan
panjang 1.576,7 meter.
Untuk menginvestigasi potensi bijih besi di pesisir timur Kecamatan Binangun
Kabupaten Cilacap, maka perlu dilakukan survei geofisika. Survei geofisika merupakan
pengukuran besaran-besaran fisika di permukaan bumi yang dapat digunakan untuk mengetahui
model struktur geologi, batuan bawah permukaan, dan fenomena fisika yang terjadi di bawah
permukaan. Adapun metode survei geofisika yang diterapkan adalah metode magnetik dan metode
geolistrik. Metode magnetik didasarkan terhadap pengukuran variasi medan magnetik di
permukaan bumi yang muncul akibat distribusi batuan maupun mineral yang termagnetisasi secara
tidak homogen di bawah permukaan bumi. Prinsip kerjanya adalah dengan memanfaatkan variasi
Prosiding Seminar Nasional dan Call for Papers ”Pengembangan Sumber Daya Perdesaan dan Kearifan Lokal Berkelanjutan VII” 17-18 November 2017 Purwokerto
214
medan magnetik yang terukur untuk memodelkan benda-benda anomali bawah permukaan
berdasarkan nilai suseptibilitas magnetiknya (Mariita, 2007). Adapun metode geolistrik adalah
metode survei geofisika yang dapat digunakan untuk merekonstruksi struktur atau batuan bawah
permukaan berdasarkan distribusi nilai tahanan jenis atau resistivitasnya (Agodzo et.al. 2003).
Teknik akuisisi data geolistrik resistivitas dapat dilakukan dengan mengalirkan arus
listrik searah (DC) ke dalam lapisan batuan kerak bumi melalui dua buah elektroda arus, C1 dan C2.
Arus listrik yang diinjeksikan ke dalam lapisan batuan akan menyebar secara merata ke seluruh
medium batuan seperti Gambar 1. Selanjutnya polarisasi listrik yang terjadi pada medium batuan
diukur nilai beda potensialnya melalui dua buah elektroda potensial, P1 dan P2. Setelah diketahui
nilai arus dan beda potensialnya, maka nilai resistivitas semu (apparent resistivity) batuan bawah
permukaan dapat dihitung dengan persamaan (Telford et.al., 1990):
I
VKa
(1)
dimana: a adalah resistivitas semu, K adalah faktor geometri yang tergantung terhadap
konfigurasi elektroda, V adalah beda potensial, dan I adalah kuat arus listrik. Faktor geometri (K)
tergantung dari konfigurasi atau model susunan jarak bentangan elektroda yang digunakan. Untuk
konfigurasi Schlumberger, konfigurasi dan jarak antar elektroda didesain seperti Gambar 1 dengan
nilai faktor geometri dapat dinyatakan dengan persamaan (Telford et.al., 1990):
(2)
b
ba
CPPCCPPC
KSch21111
2 22
22212111
Prosiding Seminar Nasional dan Call for Papers ”Pengembangan Sumber Daya Perdesaan dan Kearifan Lokal Berkelanjutan VII” 17-18 November 2017 Purwokerto
215
Gambar 1. Skema akuisisi data geolistrik resistivitas dengan konfigurasi Schlumberger.
METODE PENELITIAN
Akuisisi data penelitian survei magnetik dan geolistrik telah dilakukan di kawasan pesisir
timur Kecamatan Binangun, Kabupaten Cilacap seperti terlihat pada Gambar 2 pada bulan April –
Oktober 2017. Pengolahan, pemodelan dan interpretasi data dilakukan di Laboratorium Elektronika
Instrumentasi dan Geofisika, Fakultas MIPA, UNSOED Purwokerto. Peralatan yang digunakan di
dalam survei magnetik terdiri atas Proton Precession Magnetometers (PPM), Global Positioning
System (GPS), kompas, perangkat lunak Surfer, dan beberapa peralatan pendukung lain. Sedangkan
peralatan survei geolistrik adalah Resistivitymeter tipe Naniura model NRD-22S lengkap dengan
kabel-kabel, elektroda, perangkat lunak, dan komponen pendukung yang lain. Data yang diperoleh
dari akuisisi di lapangan meliputi intensitas magnetik total, posisi geografis dan elevasi titik ukur,
serta data resistivitas listrik batuan bawah permukaan.
Gambar 2. Lokasi survei magnetik di pesisir timur Kecamatan Binangun Kabupaten
Cilacap (dalam kotak)
Penelitian ini diawali dengan akuisisi data survei magnetik. Setelah diperoleh data medan
magnetik total, selanjutnya dilakukan koreksi-koreksi data anomali magnetik yang meliputi koreksi
harian dan koreksi medan magnetik utama bumi, sehingga diperoleh data anomali magnetik total.
Data anomali magnetik total yang terdistribusi pada permukaan topografi, selanjutnya direduksi ke
bidang datar dan dikoreksi efek magnetik regional sehingga diperoleh data anomali magnetik lokal.
Berdasarkan analisis visual terhadap peta kontur anomali magnetik lokal, maka dilakukan plotting
Pesisir Kecamatan Binangun
Prosiding Seminar Nasional dan Call for Papers ”Pengembangan Sumber Daya Perdesaan dan Kearifan Lokal Berkelanjutan VII” 17-18 November 2017 Purwokerto
216
titik-titik sounding pada peta kontur untuk akuisisi data geolistrik. Plotting titik-titik sounding ini
dilakukan di atas zona-zona yang diestimasi prospek mengandung bijih besi berdasarkan distribusi
anomali magnetik. Akuisisi data geolistrik satu dimensi (1D) dilakukan pada masing-masing titik
sounding sehingga diperoleh data resistivitas batuan bawah permukaan.
Teknik akuisisi data geolistrik menggunakan konfigurasi Schlumberger dilakukan dengan
memvariasi jarak elektroda C1 terhadap P1 dan C2 terhadap P2 seperti Gambar 1. Pemvariasian
jarak elektroda dilakukan untuk memperoleh informasi struktur geologi dan litologi batuan bawah
permukaan berdasarkan nilai resistivitas secara vertikal 1D. Oleh karena itu adanya perbedaan nilai
resistivitas batuan bawah permukaan, akan terlihat jelas ketika penentuan kedalaman lapisan batuan
yang mempunyai nilai resistivitas berlainan. Jarak bentangan elektroda potensial (P1 dan P2) dibuat
berubah secara perlahan, sedangkan elektroda arus (C1 dan C2) digerakkan mengikuti penambahan
jarak bentangan elektroda, seperti Gambar 3. Semakin lebar jarak bentangan elektroda, informasi
litologi (batuan) bawah permukaan yang diperoleh juga semakin dalam (Bernard, 2003).
Resistivitas batuan yang terukur sesuai persamaan (1) bukan nilai resistivitas
sesungguhnya tetapi resistivitas semu (apparent resistivity). Nilai resistivitas semu tergantung dari
jarak elektroda dan heterogenitas medium batuan. Hal ini menunjukkan bahwa pada setiap lapisan
batuan di dalam kerak bumi mempunyai nilai resistivitas yang berlainan, tergantung dari beberapa
parameter seperti kandungan logam, air, suhu, komposisi mineral, tekstur, permeabilitas, dan umur
geologi. Hasil akuisisi data geolistrik dengan konfigurasi Schlumberger menghasilkan kurva
resistivitas semu (a) versus jarak ½AB. Kurva resistivitas semu tersebut dimanfaatkan sebagai
dasar untuk menghitung nilai resistivitas sesungguhnya lapisan-lapisan batuan bawah permukaan
melalui suatu pemodelan. Hasil pemodelan adalah kurva resistivitas sesungguhnya (true resistivity)
versus jarak ½AB dan log resistivitas batuan bawah permukaan versus kedalaman masing-masing
lapisan. Interpretasi litologi dilakukan terhadap log resistivitas batuan, sehingga diperoleh tabel
berbagai lapisan batuan bawah permukaan lengkap dengan formasi batuan, nilai resistivitas, dan
kedalamannya.
Prosiding Seminar Nasional dan Call for Papers ”Pengembangan Sumber Daya Perdesaan dan Kearifan Lokal Berkelanjutan VII” 17-18 November 2017 Purwokerto
217
Gambar 3. Pergerakan elektroda arus dalam survei geolistrik resistivitas menggunakan
konfigurasi Schlumberger (Aizebeokhai, 2010).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil Akuisisi dan Pengolahan Data Medan Magnetik
Akuisisi data medan magnetik total telah dilaksanakan di 146 buah titik yang tersebar
pada posisi geografis 109,2699 – 109,2982BT dan 7,6851 – 7,7019LS. Hasil yang diperoleh
adalah data intensitas medan magnetik total di setiap titik dengan nilai berkisar 44.621,42 –
45.537,00 nT. Untuk memperoleh nilai anomali magnetik total, maka dilakukan koreksi harian dan
koreksi medan magnetik utama bumi. Berdasarkan hasil perhitungan online dari National
Geophysical Data Center (1999), nilai medan magnetik utama bumi daerah penelitian diperoleh
sebesar 44.999,0 nT. Setelah dilakukan koreksi-koreksi tersebut, maka diperoleh data anomali
magnetik total yang terdistribusi pada topografi dengan nilai berkisar -374,34 – 552,82 nT. Peta
kontur anomali magnetik total yang terdistribusi pada permukaan topografi ditunjukkan pada
Gambar 4(a).
Selanjutnya data anomali magnetik total ini direduksi dari bidang topografi ke bidang
datar yaitu ketinggian topografi rata-rata sebesar 25,63 meter di atas sferoida referensi,
menggunakan perhitungan Deret Taylor (Blakely, 1995). Data anomali magnetik yang diperoleh
memiliki nilai berkisar -274,44 – 396,07 nT dengan peta kontur ditunjukkan pada Gambar 4(b).
Target penelitian adalah batuan bawah permukaan yang bersifat lokal dan dangkal yaitu endapan
pasir besi, sehingga pengaruh dari anomali magnetik regional harus dibersihkan. Data anomali
magnetik regional dapat diperoleh melalui pengangkatan ke atas (upward continuation) terhadap
data anomali magnetik total yang telah terdistribusi di bidang datar hingga ketinggian tertentu,
sedemikian hingga interval data anomali menunjukkan nilai yang sangat kecil dan closure yang
cenderung tetap. Data anomali magnetik regional yang diperoleh, selanjutnya dikoreksikan
terhadap data anomali magnetik total, sehingga diperoleh data anomali magnetik lokal dengan peta
kontur anomali seperti ditunjukkan pada Gambar 5(a).
Prosiding Seminar Nasional dan Call for Papers ”Pengembangan Sumber Daya Perdesaan dan Kearifan Lokal Berkelanjutan VII” 17-18 November 2017 Purwokerto
218
109.270 109.275 109.280 109.285 109.290 109.295
Bujur Timur
-7.700
-7.695
-7.690
Lin
tang S
ela
tan
Interval Kontur 50 nT
(a)
109.270 109.275 109.280 109.285 109.290 109.295
Bujur Timur
-7.700
-7.695
-7.690
Lin
tang S
ela
tan
Interval Kontur 50 nT
(b)
Gambar 4. Peta kontur anomali medan magnetik total daerah penelitian (a) yang
terdistribusi pada topografi (b) yang telah terdistribusi pada bidang datar
Berdasarkan peta kontur anomali magnetik lokal daerah penelitian, terlihat bahwa trend
anomali magnetik lebih cenderung terkonsentrasi di bagian utara. Menurut Herman (2005), batuan
yang mengandung butiran bijih besi adalah endapan pantai. Informasi tersebut tidak bertentangan
dengan peta kontur anomali magnetik lokal, karena secara keseluruhan daerah penelitian terletak di
kawasan pesisir Kabupaten Cilacap yang tertutup oleh formasi alluvium termasuk endapan pantai
(Asikin dkk., 1992). Keberadaan endapan pasir besi diperkirakan terdistribusi pada zona anomali
magnetik rapat, yaitu di sekitar titik-titik Sch-1 hingga Sch-5 yang dibuat pada peta kontur anomali
magnetik lokal dan peta wilayah dari google earth, seperti Gambar 5.
109.270 109.275 109.280 109.285 109.290 109.295
Bujur Timur
-7.700
-7.695
-7.690
Lin
tan
g S
ela
tan
Interval Kontur 50 nT
Sch-1 Sch-2 Sch-3
Sch-4Sch-5
(a)
(b)
Gambar 5. Plotting titik-titik survei geolistrik di atas (a) peta kontur anomali magnetik
lokal (b) peta lokasi daerah penelitian dari google earth
Hasil Akuisisi dan Pengolahan Data Geolistrik
Prosiding Seminar Nasional dan Call for Papers ”Pengembangan Sumber Daya Perdesaan dan Kearifan Lokal Berkelanjutan VII” 17-18 November 2017 Purwokerto
219
Akuisisi data geolistrik dilakukan di atas zona yang diestimasi berpotensi mengandung
bijih besi berdasarkan peta kontur anomali magnetik lokal. Oleh karena itu sebelum proses akuisisi
data, dilakukan plotting posisi titik sounding geolistrik di atas peta kontur dan peta wilayah yang
diakses melalui google earth seperti telah diperlihatkan pada Gambar 5. Jumlah titik sounding
yang dipilih adalah lima titik yang tersebar di bagian utara daerah penelitian. Resistivitas semu
masing-masing lapisan batuan bawah permukaan pada setiap titik sounding dihitung menggunakan
persamaan (1). Hasil perhitungan ini digunakan untuk memodelkan nilai resistivitas sesungguhnya
masing-masing lapisan batuan bawah permukaan menggunakan perangkat lunak Progress versi
3.0.
Berdasarkan Gambar 6, diperoleh hasil pemodelan resistivitas batuan bawah permukaan
pada titik sounding Sch-1 berupa kurva dan log resistivitas yang terdiri atas lima lapisan batuan
yang diperkirakan berasal dari formasi alluvium. Berdasarkan nilai resistivitas yang diperoleh yang
didukung informasi geologi daerah penelitian, dilakukan interpretasi litologi (jenis batuan) untuk
masing-masing lapisan. Secara lengkap hasil interpretasi litologi masing-masing lapisan batuan
ditunjukkan pada Tabel 1. Selanjutnya hasil-hasil pemodelan resistivitas batuan bawah permukaan
pada titik sounding Sch-2 hingga Sch-5 ditunjukkan pada Gambar 7 hingga Gambar 10, dan hasil
interpretasi litologinya ditunjukkan pada Tabel 2 hingga Tabel 5.
Gambar 6. Hasil pemodelan resistivitas lapisan batuan permukaan pada titik sounding Sch-1
Tabel 1. Hasil interpretasi litologi batuan bawah permukaan pada titik sounding Sch-1
No. Posisi Titik Lapisan Resistivitas Kedalaman Interpretasi Litologi
Prosiding Seminar Nasional dan Call for Papers ”Pengembangan Sumber Daya Perdesaan dan Kearifan Lokal Berkelanjutan VII” 17-18 November 2017 Purwokerto
220
Sounding Batuan (m) (meter)
1 Bujur:
109,271844
BT
Lintang:
7,687275 LS
Lapisan 1 53,23 0 – 2,88 Tanah permukaan (top soil)
2 Lapisan 2 84,07 2,88 – 16,76 Lanau, pasir, lempung, dan
kerikil berselingan dengan
bijih besi
3 Lapisan 3 11,73 16,76 – 31,79 Pasir lempungan
4 Lapisan 4 3,65 31,79 – 61,93 Pasir (terintrusi air laut)
5 Lapisan 5 1,43 > 61,93 Tidak diinterpretasi
Gambar 7. Hasil pemodelan resistivitas lapisan batuan permukaan pada titik sounding Sch-2
Tabel 2. Hasil interpretasi litologi batuan bawah permukaan pada titik sounding Sch-2
No. Posisi Titik
Sounding
Lapisan
Batuan
Resistivitas
(m)
Kedalaman
(meter) Interpretasi Litologi
1 Bujur:
109,276906
BT
Lintang:
7,687275 LS
Lapisan 1 44,51 0 – 1,52 Tanah permukaan (top soil)
2 Lapisan 2 87,57 1,52 – 9,42 Lanau, pasir, lempung, dan
kerikil berselingan dengan
bijih besi
3 Lapisan 3 52,99 9,42 – 19,48 Pasir besi berselingan
dengan lanau dan lempung
4 Lapisan 4 11,43 19,48 – Pasir lempungan
Prosiding Seminar Nasional dan Call for Papers ”Pengembangan Sumber Daya Perdesaan dan Kearifan Lokal Berkelanjutan VII” 17-18 November 2017 Purwokerto
221
33,70
5 Lapisan 5 1,80 > 33,70 Pasir (terintrusi air laut)
Gambar 8. Hasil pemodelan resistivitas lapisan batuan permukaan pada titik sounding Sch-3
Tabel 3. Hasil interpretasi litologi batuan bawah permukaan pada titik sounding Sch-3
No. Posisi Titik
Sounding
Lapisan
Batuan
Resistivitas
(m)
Kedalaman
(meter) Interpretasi Litologi
1
Bujur :
109,282469
BT
Lintang :
7,687269 LS
Lapisan 1 63,99 0 – 1,35 Tanah permukaan (top
soil)
2 Lapisan 2 113,86 1,35 – 7,48 Perselingan antara pasir,
lempung, kerikil, dan
kerakal
3 Lapisan 3 55,50 7,48 – 16,10 Pasir besi berselingan
dengan lanau dan
lempung
4 Lapisan 4 21,67 16,10 – 36,52 Pasir lempungan
5 Lapisan 5 3,80 > 36,52 Pasir (terintrusi air laut)
Prosiding Seminar Nasional dan Call for Papers ”Pengembangan Sumber Daya Perdesaan dan Kearifan Lokal Berkelanjutan VII” 17-18 November 2017 Purwokerto
222
Pada titik sounding Sch-4, lapisan yang diinterpretasi sebagai pasir besi berselingan
dengan lempung, pasir, dan kerikil diestimasi ditemukan pada kedalaman 10,56 – 22,20 meter.
Khusus titik sounding Sch-4 keberadaan bijih besi diestimasi juga ditemukan pada lapisan tanah
permukaan (top soil) yang memiliki nilai resistivitas sebesar 25,65 m dan kedalaman berkisar 0 –
1,33 meter. Hal ini dibuktikan dengan ditemukannya butiran-butiran bijih besi pada permukaan
tanah di sekitar titik sounding tersebut dan nilai resistivitas yang relatif kecil.
Gambar 9. Hasil pemodelan resistivitas lapisan batuan permukaan pada titik sounding Sch-4
Tabel 4. Hasil interpretasi litologi batuan bawah permukaan pada titik sounding Sch-4
No. Posisi Titik
Sounding
Lapisan
Batuan
Resistivitas
(m)
Kedalaman
(meter) Interpretasi Litologi
1
Bujur :
109,290344
BT
Lintang :
7,689886 LS
Lapisan 1 25,65 0 – 1,33 Tanah permukaan (top soil)
2 Lapisan 2 75,50 1,33 – 10,56 Lanau, pasir, lempung, dan
kerikil berselingan dengan
bijih besi
3 Lapisan 3 49,03 10,56 –
22,20
Pasir besi berselingan
dengan lempung, pasir, dan
kerikil
4 Lapisan 4 13,63 22,20 –
40,28
Pasir lempungan
Prosiding Seminar Nasional dan Call for Papers ”Pengembangan Sumber Daya Perdesaan dan Kearifan Lokal Berkelanjutan VII” 17-18 November 2017 Purwokerto
223
5 Lapisan
5
2,28 > 40,28 Pasir (terintrusi air laut)
Gambar 10. Hasil pemodelan resistivitas lapisan batuan permukaan pada titik sounding Sch-5
Tabel 5. Hasil interpretasi litologi batuan bawah permukaan terhadap log resistivitas hasil
pemodelan pada titik sounding Sch-5
No. Posisi Titik
Sounding
Lapisan
Batuan
Resistivitas
(m)
Kedalaman
(meter) Interpretasi Litologi
1
Bujur :
109,293218
BT
Lintang :
7,688772 LS
Lapisan 1 44,10 0 – 1,50 Tanah permukaan (top soil)
2 Lapisan 2 84,02 1,50 – 4,97 Lanau, pasir, lempung, dan
kerikil berselingan dengan
bijih besi
3 Lapisan 3 109,94 4,97 – 16,59 Perselingan antara pasir,
lempung, kerikil, dan
kerakal
4 Lapisan 4 12,59 16,59 –
26,75
Pasir lempungan
5 Lapisan 5 1,30 > 26,75 Pasir (terintrusi air laut)
Prosiding Seminar Nasional dan Call for Papers ”Pengembangan Sumber Daya Perdesaan dan Kearifan Lokal Berkelanjutan VII” 17-18 November 2017 Purwokerto
224
Berdasarkan hasil pemodelan dan interpretasi pada lima titik sounding, lapisan pasir besi
yang berselingan dengan lanau dan lempung ditemukan pada titik sounding Sch-2, Sch-3, dan Sch-
4 pada kedalaman rata-rata 7,48 – 22,20 meter dengan resistivitas berkisar 49,03 – 55,50 Ωm. Oleh
karena itu, area yang terletak pada titik sounding Sch-2 hingga Sch-4 diinterpretasi berpotensi besar
mengandung endapan pasir atau bijih besi. Secara umum berdasarkan hasil eksplorasi geofisika ini,
potensi pasir atau bijih besi di pesisir timur Kecamatan Binangun Kabupaten Cilacap diperkirakan
cukup besar, sehingga prospek dieksploitasi, terutama untuk memenuhi kebutuhan pasir besi lokal.
Namun eksploitasi pasir besi yang dilakukan harus mempertimbangkan faktor kelestarian alam dan
lingkungan di kawasan pesisir serta dampak negatif yang mungkin terjadi seperti abrasi, intrusi air
laut, dan rusaknya sistem akuifer pantai. Bagaimanapun juga formasi batuan alluvium yang kaya
akan bijih besi ini mempunyai peran penting untuk mempertahankan kawasan pantai dari ancaman
abrasi dan intrusi air laut. Hasil pemetaan sebaran dan potensi pasir besi berdasarkan peta anomali
magnetik dan data resistivitas di daerah penelitian dapat dilihat pada Gambar 11.
Gambar 11. Peta sebaran dan potensi bijih besi di kawasan Pesisir Timur Kecamatan Binangun
KESIMPULAN
Prosiding Seminar Nasional dan Call for Papers ”Pengembangan Sumber Daya Perdesaan dan Kearifan Lokal Berkelanjutan VII” 17-18 November 2017 Purwokerto
225
Eksplorasi geofisika untuk menginvestigasi potensi bijih besi di pesisir timur Kecamatan
Binangun Kabupaten Cilacap telah dilaksanakan pada bulan April – Oktober 2017. Eksplorasi telah
dilakukan dalam dua tahap yaitu tahap survei magnetik dan survei geolistrik. Hasil yang diperoleh
dari survei magnetik adalah peta kontur anomali magnetik lokal, dengan nilai berkisar -314,08 –
356,42 nT. Berdasarkan peta anomali magnetik lokal diperoleh beberapa pasang closure anomali
magnetik yang cukup kuat di bagian utara daerah penelitian. Hal ini mengindikasikan kemungkinan
adanya endapan bijih besi yang cukup potensial di kawasan tersebut sesuai informasi geologi. Oleh
karena itu survei geolistrik dilakukan di kawasan ini untuk mengestimasi kedalaman lapisan bijih
besi tersebut. Hasil yang diperoleh dari survei geolistrik adalah data resistivitas masing-masing
lapisan batuan bawah permukaan. Berdasarkan hasil pemodelan data resistivitas, diperoleh lapisan
batuan yang diinterpretasi sebagai pasir besi (mengandung bijih besi) yang berselingan dengan
lanau dan lempung yang diperkirakan cukup potensial. Pasir besi diestimasi tersebar dari titik
sounding Sch-2 pada posisi 109,276906 BT dan 7,687275 LS hingga titik Sch-4 pada posisi
109,290344 BT dan 7,689886 LS dengan kedalaman berkisar 7,48 – 22,20 meter dan nilai
resistivitas berkisar 49,03 – 55,50 Ωm. Hasil interpretasi juga menunjukkan adanya bijih besi
dalam bentuk perselingan dengan endapan alluvium seperti lanau, pasir, lempung, dan kerikil.
Berdasarkan hasil eksplorasi geofisika, potensi bijih besi di kawasan pesisir timur Kecamatan
Binangun Kabupaten Cilacap diperkirakan masih cukup tinggi.
UCAPAN TERIMA KASIH
Terima kasih disampaikan kepada Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Kementerian
Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Republik Indonesia, Rektor Universitas Jenderal
Soedirman, dan Ketua Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat UNSOED atas dana yang
telah disediakan. Terima kasih juga disampaikan untuk seluruh crew peneliti yang terdiri atas dosen
dan mahasiswa yang telah bekerja keras, bahu-membahu, dan semangat melakukan akuisisi data di
lapangan.
DAFTAR PUSTAKA
Agodzo, S.K., Okyere, and P.Y., Kussi-Apiah, K., 2003. The Use of Wenner Configuration to Monitor Soil Water Content. School of Engineering. Kwame. Nkrumah University of Science and Technology. Kumasi (KNUST). Ghana.
Asikin, S., Handoyo, A., Prastistho, B., 1992. Peta Geologi Lembar Banyumas, Jawa. Pusat
Penelitian dan Pengembangan Geologi. Bandung.
Prosiding Seminar Nasional dan Call for Papers ”Pengembangan Sumber Daya Perdesaan dan Kearifan Lokal Berkelanjutan VII” 17-18 November 2017 Purwokerto
226
Aizebeokhai, A.P., 2010. 2D and 3D Geoelectrical Resistivity Imaging: Theory and Field Design. Scientific Research and Essays. Vol. 5(23): 3592 – 3605.
Bernard, J., 2003. Short Note on The Depth of Investigation of Electrical Methods; Parameters
Controlling The Depth of Investigation. www.HeritageGeophysics.com. Diakses tanggal 20 Oktober 2017.
Blakely, R.J., 1995. Potential Theory in Gravity and Magnetic Applications, Cambridge University
Press, New York. Burhani, R., 2007. Cadangan Pasir Besi di Cilacap Menurun. www.antaranews.com. Diakses pada
27 September 2017. Herman, D. Z., 2005. Kegiatan Pemantauan dan Evaluasi Konservasi Sumberdaya Mineral Daerah
Kabupaten Cilacap, Provinsi Jawa Tengah. Kolokium Hasil Lapangan. Bandung. KADIN Bussines Center Cilacap (KBBC), 2005. Potensi Energi dan Sumberdaya Mineral.
http://kadincilacap.or.id/tentang-cilacap/potensi/energi-sdm.html. Diakses pada tanggal 09 November 2015.
Mariita, N.O. “The Magnetic Method”. Paper. Presented at Short Course II on Surface Exploration
for Geothermal Resources. UNU-GTP and KenGen at Lake Naivasha, Kenya, 2 – 17 November 2007.
National Geophysical Data Center, 1999. Magnetic Field Calculators; Estimated Value Magnetic
Field. http://www.w3.org. Diakses pada tanggal 07 Juni 2017. Telford, W.M., Gedaart, L.P., Sheriff, R.E. 1990. Applied Geophysics. Cambridge. New York. Sehah, S. A. Raharjo, dan A. Kurniawan, 2016. Distribution of Iron Sand in the Widarapayung
Coast Area at Regency of Cilacap Based on Magnetic Anomaly Data. Indonesian Journal of Applied Physics (IJAP). 06 (02): 97 – 106.