Pemeriksaan Autopsi Haseo

22
4. Pemeriksaan Autopsi 2,3,4 Terdapat tiga pemeriksaan untuk jenazah autopsi, yaitu a. Pemeriksaan luar b. Pemeriksaan dalam c. Pemeriksaan penunjang Algoritma Pemeriksaan

description

forensik

Transcript of Pemeriksaan Autopsi Haseo

Page 1: Pemeriksaan Autopsi Haseo

4. Pemeriksaan Autopsi 2,3,4

Terdapat tiga pemeriksaan untuk jenazah autopsi, yaitu

a. Pemeriksaan luar

b. Pemeriksaan dalam

c. Pemeriksaan penunjang

Algoritma  Pemeriksaan

Page 2: Pemeriksaan Autopsi Haseo

7.a. Pemeriksaan Luar1,2

Bagian pertama dari teknik otopsi adalah pemeriksaan luar. Sistematika

pemeriksaan luar adalah :

1. Memeriksa label mayat (dari pihak kepolisian) yang biasanya diikatkan

pada jempol kaki mayat. Gunting pada tali pengikat, simpan bersama

berkas pemeriksaan. Catat warna, bahan, dan isi label selengkap

mungkin. Sedangkan label rumah sakit, untuk identifikasi di kamar

jenazah, harus tetap ada pada tubuh mayat.

2. Mencatat jenis/bahan, warna, corak, serta kondisi (ada tidaknya

bercak/pengotoran) dari penutup mayat.

3. Mencatat jenis/bahan, warna, corak, serta kondisi (ada tidaknya

bercak/pengotoran) dari bungkus mayat. Catat tali pengikatnya bila ada

4. Mencatat pakaian mayat dengan teliti mulai dari yang dikenakan di atas

sampai di bawah, dari yang terluar sampai terdalam. Pencatatan meliputi

bahan, warna dasar, warna dan corak tekstil, bentuk/model pakaian,

ukuran, merk penjahit, cap binatu, monogram/inisial, dan

tambalan/tisikan bila ada. Catat juga letak dan ukuran pakaian bila ada

tidaknya bercak/pengotoran atau robekan. Saku diperiksa dan dicatat

isinya.

5. Mencatat perhiasan mayat, meliputi jenis, bahan, warna, merek, bentuk

serta ukiran nama/inisial pada benda perhiasan tersebut.

6. Mencatat benda di samping mayat.

7. Mencatat perubahan tanatologi :

o Lebam mayat; letak/distribusi, warna, dan intensitas lebam.

Page 3: Pemeriksaan Autopsi Haseo

o Kaku mayat; distribusi, derajat kekakuan pada beberapa sendi,

dan ada tidaknya spasme kadaverik.

o Suhu tubuh mayat; memakai termometer rektal dam dicatat juga

suhu ruangan pada saat tersebut.

o Pembusukan.

o Lain-lain; misalnya mumifikasi atau adiposera.

8. Mencatat identitas mayat, seperti jenis kelamin, bangsa/ras, perkiraan

umur, warna kulit, status gizi, tinggi badan, berat badan, disirkumsisi/

tidak, striae albicantes pada dinding perut.

9. Mencatat segala sesuatu yang dapat dipakai untuk penentuan identitas

khusus, meliputi rajah/tatoo, jaringan parut, kapalan, kelainan kulit,

anomali dan cacat pada tubuh.

10. Memeriksa distribusi, warna, keadaan tumbuh, dan sifat dari rambut.

Rambut kepala harus diperiksa, contoh rambut diperoleh dengan cara

memotong dan mencabut sampai ke akarnya, paling sedikit dari 6 lokasi

kulit kepala yang berbeda. Potongan rambut ini disimpan dalam kantun-

gan yang telah ditandai sesuai tempat pengambilannya.

11. Memeriksa mata, seperti apakah kelopak terbuka atau tertutup, tanda

kekerasan, kelainan. Periksa selaput lendir kelopak mata dan bola mata,

warna, cari pembuluh darah yang melebar, bintik perdarahan, atau bercak

perdarahan. Kornea jernih/tidak, adanya kelainan fisiologik atau pa-

tologik. Catat keadaan dan warna iris serta kelainan lensa mata. Catat

ukuran pupil, bandingkan kiri dan kanan.

12. Mencatat bentuk dan kelainan/anomali pada daun telinga dan hidung.

13. Memeriksa bibir, lidah, rongga mulut, dan gigi geligi. Catat gigi geligi

dengan lengkap, termasuk jumlah, hilang/patah/tambalan, gigi palsu, ke-

lainan letak, pewarnaan, dan sebagainya.

14. Bagian leher diperiksa jika ada memar, bekas pencekikan atau pelebaran

pembuluh darah. Kelenjar tiroid dan getah bening juga diperiksa secara

menyeluruh.

Page 4: Pemeriksaan Autopsi Haseo

15. Pemeriksaan alat kelamin dan lubang pelepasan. Pada pria dicatat ke-

lainan bawaan yang ditemukan, keluarnya cairan, kelainan lainnya. Pada

wanita dicatat keadaan selaput darah dan komisura posterior, periksa

sekret liang sanggama. Perhatikan bentuk lubang pelepasan, perhatikan

adanya luka, benda asing, darah dan lain-lain.

16. Perlu diperhatikan kemungkinan terdapatnya tanda perbendungan, ik-

terus, sianosis, edema, bekas pengobatan, bercak lumpur atau pengotoran

lain pada tubuh.

17. Bila terdapat tanda-tanda kekerasan/luka harus dicatat lengkap. Setiap

luka pada tubuh harus diperinci dengan lengkap, yaitu perkiraan penye-

bab luka, lokasi, ukuran, dll. Dalam luka diukur dan panjang luka diukur

setelah kedua tepi ditautkan. Lokalisasi luka dilukis dengan mengambil

beberapa patokan, antara lain : garis tengah melalui tulang dada, garis

tengah melalui tulang belakang, garis mendatar melalui kedua puting

susu, dan garis mendatar melalui pusat.

Contoh :

Luka panjang dua setengah sentimeter dan masuk ke dalam dada. Ujung yang

satu letaknya dua sentimeter sebelah kiri dari garis tengah melalui tulang dada dan dua

sentimeter di atas garis mendatar melalui kedua puting susu. Sedangkan ujung yang lain

lima sentimeter sebelah kiri dari garis tengah melalui tulang dada dan empat sentimeter

di atas garis mendatar melalui kedua puting susu. Saluran tusuk dilukis di bagian

pemeriksaan dalam, ditulis organ apa saja yang tertusuk.

7.b. Pemeriksaan Organ Dalam

Pemeriksaan dalam bisa dilakukan dengan beberapa cara berikut ini :

Insisi I dimulai di bawah tulang rawan krikoid di garis tengah sampai prosesus

xifoideus kemudian 2 jari paramedian kiri dari puat sampai simfisis, dengan

demikian tidak perlu melingkari pusat.

Insisi Y, merupakan salah satu tehnik khusus otopsi dan akan dijelaskan kemu-

dian.

Page 5: Pemeriksaan Autopsi Haseo

Insisi melalui lekukan suprastenal menuju simfisis pubis, lalu dari lekukan

suprasternal ini dibuat sayatan melingkari bagian leher.

Pada pemeriksaan dalam, organ tubuh diambil satu persatu dengan hati-hati dan dicatat :

1. Ukuran : Pengukuran secara langsung adalah dengan menggunakan pita pen-

gukur. Secara tidak langsung dilihat adanya penumpulan pada batas inferior or-

gan. Organ hati yang mengeras juga menunjukkan adanya pembesaran.

2. Bentuk.

3. Permukaan : Pada umumnya organ tubuh mempunyai permukaan yang lembut,

berkilat dengan kapsul pembungkus yang bening. Carilah jika terdapat

penebalan, permukaan yang kasar , penumpulan atau kekeruhan.

4. Konsistensi: Diperkirakan dengan cara menekan jari ke organ tubuh tersebut.

5. Kohesi: Merupakan kekuatan daya regang anatar jaringan pada organ itu.

Caranya dengan memperkirakan kekuatan daya regang organ tubuh pada saat di-

tarik. Jaringan yang mudah teregang (robek) menunjukkan kohesi yang rendah

sedangkan jaringan yang susah menunjukkan kohesi yang kuat.

6. Potongan penampang melintang: Disini dicatat warna dan struktur permukaan

penampang organ yang dipotong. Pada umumnya warna organ tubuh adalah ke-

abu-abuan, tapi hal ini juga dipengaruhi oleh jumlah darah yang terdapat pada

organ tersebut. Warna kekuningan, infiltrasi lemak, lipofisi, hemosiferin atau ba-

han pigmen bisa merubah warna organ. Warna yang pucat merupakan tanda ane-

mia.

Struktur organ juga bisa berubah dengan adanya penyakit. Pemeriksaan khusus juga

bisa dilakukan terhadap sistem organ tertentu, tergantung dari dugaan penyebab

kematian. (4)

Insisi pada masing-masing bagian-bagian tubuh yaitu :

1. Dada :

Jantung :

Page 6: Pemeriksaan Autopsi Haseo

Jantung dibuka menurut aliran darah : pisau dimasukkan ke vena kava

inferior sampai keluar di vena superior dan bagian ini dipotong. Ujung pisau di-

masukkan melalui katup trikuspidalis keluar di insisi bilik kanan dan bagian ini

dipotong. Ujung pisau lalu dimasukkan arteri pulmonalis dan otot jantung mulai

dari apeks dipotong sejajar dengan septum interventrikulorum.

Ujung pisau dimasukkan ke vena pulmonalis kanan keluar ke vena pul-

monalis kiri dan bagian ini dipotong. Ujung pisau dimasukkan melalui katup mi-

tral keluar di insisi bilik kiri dan bagian ini dipotong. Ujung pisau kemudian di-

masukkan melalui katup aorta dan otot jantung dari apeks dipotong sejajar den-

gan septum inetrventrikulorum. Jantung sekarang sudah terbuka, diperiksa

katup, otot kapiler, chorda tendinea, foramen ovale, septum interventrikulorum.

Arteri koronaria diiris dengan pisau yang tajam sepanjang 4-5 mm mulai

dari lubang dikatup aorta. Otot jantung bilik kiri diiris di pertengahan sejajar

dengan epikardium dan endokardium, demikian pula dengan septum interven-

trikulorum.

Paru-paru :

Paru-paru kanan dan kiri dilepaskan dengan memotong bronkhi dan

pembuluh darah di hilus, setelah perkardium diambil. Vena pulmonalis dibuka

dengan gunting, kemudian bronkhi dan terakhir arteri pulmonalis. Paru-paru di-

iris longitudinal dari apeks ke basis.

Tulang dada diangkat dengan memotong tulang rawan iga 1 cm dari

sambungannya dengan cara pisau dipegang dengan tangan kanan dengan bagian

tajam horizontal diarahkan pada tulang rawan iga dan dengan tangan yang lain

menekan pada punggung pisau. Pemotongan dimulai dari tulang rawan iga no. 2.

Tulang dada diangkat dan dilepaskan dari diafragma kanan dan kiri kemudian

dilepaskan mediastinum anterior. Rongga paru-paru diperiksa adanya perlengke-

tan, darah, pus atau cairan lain kemudian diukur.

Kemudian pisau dengan tangan kanan dimasukkan dalam rongga paru-

paru, bagian tajam tegak lurus diarahkan ke tulang rawan no.1 dan tulang rawan

dipotong sedikit ke lateral, kemudian bagian tajam pisau diarahkan ke sendi ster-

Page 7: Pemeriksaan Autopsi Haseo

noklavikularis dengan menggerak-gerakkan sternum, sendi dipisahkan. Prosedur

diulang untuk sendi yang lainnya.

Mediastinum anterior diperiksa adanya timus persistens. Perikardium

dibuka dengan Y terbalik, diperiksa cairan perikardium, normal sebanyak ku-

rang lebih 50 cc dengan warna agak kuning. Apeks jantung diangkat, dibuat in-

sisi di bilik dan serambi kanan diperiksa adanya embolus yang menutup arteri

pulmonalis. Kemudian dibuat insisi di bilik dan serambi kiri. Jantung dilepaskan

dengan memotong pembuluh besar dekat perikardium.

2. Perut :

Esofagus-Lambung-Doudenum-Hati :

Semua organ tersebut di atas dikeluarkan sebagai satu unit. Esofagus di-

ikat ganda dan dipotong. Diafragma dilepaskan dari hati dan esofagus dan unit

tadi dapat diangkat. Sebelum diangkat, anak ginjal kanan yang biasanya melekat

pada hati dilepaskan terlebih dahulu.

Esofagus dibuka terus ke kurvatura mayor, terus ke duodenum. Per-

hatikan isi lambung, dapat membantu penentuan saat kematian. Kandung

empedu ditekan, bulu empedu akan menonjol kemudian dibuka dengan gunting

ke arah papila Vater, kemudian dibuka ke arah hati, lalu kandung empedu

dibuka. Perhatikan mukosa dan adanya batu.

Buluh kelenjar ludah diperut dibuka dari papila Vater ke pankreas.

Pankreas dilepaskan dari duodenum dan dipotong-potong transversal.

Hati : perhatikan tepi hati, permukaan hati, perlekatan, kemudian dipo-

tong longitudinal.

Usus halus dan usus besar dibuka dengan gunting ujung tumpul, per-

hatikan mukosa dan isinya, cacing.

Ginjal, Ureter, Rektum, dan Kandung Urine:

Organ tersebut di atas dikeluarkan sebagai satu unit. Ginjal dengan suatu

insisi lateral dapat diangkat dan dilepaskan dengan memotong pembuluh darah

di hilus, kemudian ureter dilepaskan sampai panggul kecil. Kandung urine dan

rektum dilepaskan dengan cara memasukkan jari telunjuk lateral dari kandung

Page 8: Pemeriksaan Autopsi Haseo

urine dan dengan cara tumpul membuat jalan sampai ke belakang rektum. Ke-

mudian dilakukan sama pada bagian sebelahnya. Tempat bertemunya kedua jari

telunjuk dibesarkan sehingga 4 jari kanan dan kiri dapat bertemu, kemudian jari

kelingking dinaikkan ke atas dengan demikian rektum lepas dari sakrum. Rek-

tum dan kandung urine dipotong sejauh dekat diafragma pelvis.

Anak ginjal dipotong transversal. Ginjal dibuka dengan irisan longitudi-

nal dari lateral ke hilus. Ureter dibuka dengan gunting sampai kandung urine,

kapsul ginjal dilepas dan perhatikan permukaannya. Pada laki-laki rektum

dibuka dari belakang dan kandung urine melalui uretra dari muka. Rektum

dilepaskan dari prostat dan dengan demikian terlihat vesika seminalis. Prostat

dipotong transversal, perhatikan besarnya penampang.

Testis dikeluarkan melalui kanalis spermatikus dan diiris longitudinal,

perhatikan besarnya, konsistensi, infeksi, normal, tubuli semineferi dapat ditarik

seperti benang.

Urogenital Perempuan :

Kandung urine dibuka dan dilepaskan dari vagina. Vagina dan uterus

dibuka dengan insisi longitudinal dan dari pertengahan uterus insisi ke kanan

dan ke kiri. Ke kornu. Tuba diperiksa dengan mengiris tegak lurus pada jarak 1-

1,5 cm. Ovarium diinsisi longitudinal.

Pada abortus provokatus kriminalis yang dilakukan dengan menusuk ke

dalam uterus, seluruhnya : kandung urine, uterus dan vagina, rektum difiksasi

dalam formalin 10% selama 7 hari, setelah itu dibuat irisan tegak lurus pada

sumbu rektum setebal 1,25 cm, kemudian semuanya direndam dalam alkohol se-

lama 24 jam. Saluran tusuk akan terlihat sebagai noda merah, hiperemis. Dari

noda merah ini dibuat sediaan histopatologi.

Pada beberapa keadaan tertentu, diperlukan berbagai prosedur khusus dalam

tindakan otopsi, antara lain : insisi ”Y”, insisi pada kasus dengan kelainan leher, tes

emboli udara, tes apung paru, tes pada pneumothorax, dan tes alphanaphthylamine.

Insisi ”Y”

Page 9: Pemeriksaan Autopsi Haseo

1. Insisi yang dilakukan dangkal (shallow incision) yang dilakukan pada

tubuh pria.

Buat sayatan yang letaknya tepat di bawah tulang selangka dan

sejajar dengan tulang tersebut, kiri dan kanan, sehingga bertemu

pada bagian tengah (incisura jugularis).

Lanjutkan sayatan, dimulai dari incisura jugularis ke arah bawah

tepat di garis pertengahan sampai ke sympisis os pubis menghin-

dari daerah umbilikus.

Kulit daerah leher dilepaskan secara hati-hati sampai ke rahang

bawah; tindakan ini dimulai dari sayatan yang telah dibuat per-

tama kali.

Dengan kulit daerah leher dan dada bagian atas tetap utuh, alat-

alat dalam rongga mulut dan leher dikeluarkan.

Tindakan selanjutnya sama dengan tindakan pada bedah mayat

yang biasa.

2. Insisi yang lebih dalam (deep incision), yang dilakukan untuk kaum

wanita.

Buat sayatan yang letaknya tepat di bawah buah dada, dimulai

dari bagian lateral menuju bagaian medial (proc. Xiphoideus);

bagian lateral disini dapat dimulai dari ketiak, ke arah bawah

sesuai dengan arah garis ketiak depan (linea axillaris anterior),

hal yang sama juga dilakukan untuk sisi yang lain (kiri dan

kanan).

Lanjutkan sayatan ke arah bawah seperti biasa, sampai simphisis

os pubis, dengan demikian pengeluaran dan pemeriksaan alat-alat

yang berada dalam rongga mulut, leher, dan rongga dada lebih

sulit bila dibandingkan dengan insisi ”Y” yang dangkal.

Page 10: Pemeriksaan Autopsi Haseo

Insisi ”Y”, dilakukan semata-mata untuk alasan kosmetik, sehingga jenazah

yang sudah diberi pakaian, tidak memperlihatkan adanya jahitan setelah dilakukan

bedah mayat. Ada dua macam insisi ”Y”, yaitu :

Insisi pada Kasus dengan Kelainan di Daerah Leher

o Buat insisi ”I”, yang dimulai dari incisura jugularis, ke arah bawah

seperti biasa, sampai ke simpisis os pubis.

o Buka rongga dada, dengan jalan memotong tulang dada dan iga-iga.

o Keluarkan jantung, dengan menggunting mulai dari v.cava inferior,

vv.pulmonalis, a.pulmonalis, v.cava superior dan terakhir aorta.

o Buka rongga tengkorak, dan keluarkan organ otaknya.

o Dengan adanya bantalan kayu pada daerah punggung, maka daerah leher

akan bersih dari darah, oleh karena darah telah mengalir ke atas ke arah

tengkorak dan ke bawah, ke arah rongga dada; dengan demikian pe-

meriksaan dapat dimulai.

Insisi ini dimaksudkan agar daerah leher dapat bersih dari darah, sehingga

kelainan yang minimalpun dapat terlihat; misalnya pada kasus pencekikan, penjeratan,

dan penggantungan. Prinsip dari teknik ini adalah pemeriksaan daerah dilakukan paling

akhir.

Tes emboli udara

o buat sayatan ”I”, dimulai dari incisura jugularis, ke arah bawah sampai

ke symphisis pubis,

o potong rawan iga mulai dari iga ke-3 kiri dan kanan, pisahkan rawan iga

dan tulang dada keatas sampai ke perbatasan antara iga ke-2 dan iga ke-

3,

o potong tulang dada setinggi perbatasan antara tulang iga ke-2 dan ke-3,

o setelah kandung jantung tampak, buat insisi pada bagian depan kandung

jantung dengan insisi ”I”, sepanjang kira-kira 5-7 sentimeter; kedua

Page 11: Pemeriksaan Autopsi Haseo

ujung sayatan tersebut dijepit dan diangkat dengan pinset (untuk mence-

gah air yang keluar),

o masukkan air ke dalam kandung jantung, melalui insisi yang telah dibuat

tadi, sampai jantung terbenam; akan tetapi bila jantung tetap terapung,

maka hal ini merupakan pertanda adanya udara dalam bilik jantung,

o tusuk dengan pisau organ yang runcing, tepat di daerah bilik jantung

kanan, yang berbatasan dengan pangkal a. Pulmonalis, kemudian putar

pisau itu 90 derajat; gelembung-gelembung udara yang keluar menan-

dakan tes emboli hasilnya positif,

o bila tidak jelas atau ragu-ragu, lakukan pengurutan pada a. Pulmonalis,

ke arah bilik jantung, untuk melihat keluarnya gelembung udara,

o bila kasus yang dihadapi adalah kasus abortus, maka pemeriksaan den-

gan prinsip yang sama, dilakukan mulai dari rahim dan berakhir pada

jantung,

o semua yang disebut di atas adalah untuk melakukan tes emboli pulmoner,

untuk tes emboli sistemik, pada prinsipnya sama, letak perbedaannya

adalah : pada tes emboli sistemik tidak dilakukan penusukan ventrikel,

tetapi sayatan melintang pada a. Coronaria sinistra ramus desenden, se-

cara serial beberapa tempat, dan diadakan pengurutan atas nadi tersebut,

agar tampak gelembung kecil yang keluar,

o dosis fatal untuk emboli udara pulmoner 150-130 ml, sedangkan untuk

emboli sistemik hanya beberapa ml.

Emboli udara, baik yang sistemik maupun emboli udara pulmoner, tidak jarang

terjadi. Pada emboli sistemik udara masuk melalui pembuluh vena yang ada di

paru-paru, misalnya pada trauma dada dan trauma daerah mediastinum yang

merobek paru-paru dan merobek pembuluh venanya.

Emboli pulmoner adalah emboli yang tersering, udara masuk melalui

pembuluh-pembuluh vena besar yang terfiksasi, misalnya pada daerah leher

bagian bawah, lipat paha atau daerah sekitar rahim (yang sedang hamil); dapat

pula pada daerah lain, misalnya pembuluh vena pergelangan tangan sewaktu

diinfus, dan udara masuk melalui jarum infus tadi. Fiksasi ini penting,

Page 12: Pemeriksaan Autopsi Haseo

mengingat bahwa tekanan vena lebih kecil dari tekanan udara luar, sehingga jika

ada robekan pada vena, vena tersebut akan menguncup, hal ini ditambah lagi

dengan pergerakan pernapasan, yang ”menyedot”.

Tes Apung Paru-paru

o Keluarkan alat-alat dalam rongga mulut, leher dan rongga dada dalam

satu kesatuan, pangkal dari esophagus dan trakea boleh diikat.

o Apungkan seluruh alat-alat tersebut pada bak yang berisi air.

o Bila terapung lepaskan organ paru-paru, baik yang kiri maupun yang

kanan.

o Apungkan kedua organ paru-paru tadi, bila terapung lanjutkan dengan

pemisahan masing-masing lobus, kanan terdapat lima lobus dan kiri dua

lobus.

o Apungkan semua lobus tersebut, catat yang mana yang tenggelam dan

mana yang terapung.

o Lobus yang terapung diambil sebagian, yaitu tiap-tiap lobus 5 potong

dengan ukuran 5 mm x 5 mm, dari tempat yang terpisah dan perifer.

o Apungkan ke 25 potongan kecil-kecil tersebut, bila terapung, letakkan

potongan tersebu pada dua karton, dan lakukan penginjakan dengan

menggunakan berat badan, kemudian dimasukkan kembali ke dalam air.

o Bila terapung berarti tes apung paru positif, paru-paru mengandung

udara, bayi tersebut pernah dilahirkan hidup.

o Bila hanya sebagian yang terapung, kemungkinan terjadi pernafasan par-

tial, bayi tetap pernah dilahirkan hidup.

Tes apung paru-paru dikerjakan untuk mengtahui apakah bayi yang

diperiksa itu pernah hidup. Untuk melaksanakan test ini, persyaratannya sama

dengan test emboli udara, yakni mayatnya harus segar. Cara melakukan tes

apung paru-paru:

Tes Pada Pneumothoraks

Page 13: Pemeriksaan Autopsi Haseo

o Buka kulit dinding dada pada bagian yang tertinggi dari dada, yaitu seki-

tar iga ke 4 dan 5 ( udara akan berada pada tempat yang tertinggi ),

o Buat ”kantung” dari kulit dada tersebut mengelilingi separuhnya dari

daerah iga 4 dan 5 ( sekitar 10 x 5 cm )

o Pada kantung tersebut kemudian diisi air, dan selanjutnya tusuk dengan

pisau, adanya gelembung udara yang keluar berarti ada pneumothorax;

dan bila diperiksa paru-parunya, paru-paru tersebut tampak kollaps,

o Cara lain; setelah dibuat kantung , kantung ditusuk dengan spuit besar

dengan jarum besar yang berisi air separuhnya pada spuit tersebut; bila

ada pneumothorax, tampak gelembung-gelembung udara pada spuit tadi.

Pada trauma di daerah dada, ada kemungkinan jaringan paru robek,

sedemikian rupa sehingga terjadi mekanisme ”ventil” di mana udara yang masuk

ke paru-paru akan diteruskan ke dalam rongga dada, dan tidak dapat keluar

kembali, sehingga terjadi kumulasi udara, dengan akibat paru-paru akan kolaps

dan korban akan mati.

Diagnosa pneumothorax yang fatal semata-mata atas dasar test ini, bila

test ini tidak dilakukan, diagnosa sifatnya hanya dugaan. Cara melakukan test ini

adalah sebagai berikut:

Tes Alpha Naphthylamine

o kertas saring Whatman direndam dalam larutan alpha-naphthylamine,

dan keringkan dalamoven, hindari jangan sampai terkena sinar matahari,

o pakaian yang akan diperiksa, yaitu yang diduga mengandung butir-butir

mesiu, dipotong dan di atasnya diletakkan kertas saring yang telah diberi

alpha-naphthylamine,

o di atas kertas saring yang mengandung alpha-naphthylamine tadi ditaruh

lagi kertas saring yang dibasahi oleh aquadest,

o keringkan dengan cara menyeterika tumpukan tersebut, yaitu kain yang

akan diperiksa, kertas yang mengandung alpha-naphthylamine dan kertas

saring yang basah,

Page 14: Pemeriksaan Autopsi Haseo

o test yang positif akan terbentuk warna merah jambu (pink colour), pada

kertas saring yang mengandung alpha-naphthylamine; bintik-bintik

merah jambu tadi sesuai dengan penyebaran butir-butir mesiu pada paka-

ian. (5)

Test ini dilakukan untuk mengetahui adanya butir-butir mesin khususnya

pada pakaian korban penembakan.            Setelah otopsi selesai, semua organ

tubuh dimasukkan kembali ke dalam rongga tubuh. Lidah dikembalikan ke

dalam rongga mulut sedangkan jaringan otak dikembalikan ke dalam rongga

tengkorak. Jahitkan kembali tulang dada dan iga yang dilepaskan pada saat

membuka rongga dada. Jahitkan kulit dengan rapi menggunakan benang yang

kuat, mulai dari dagu sampai ke daerah simfisis. Atap tengkorak diletakkan

kembali pada tempatnya dan difiksasi dengan menjahit otot temporalis, baru

kemudian kulit kepala dijahit dengan rapi. Bersihkan tubuh mayat dari darah

sebelum mayat diserahkan kembali pada pihak keluarga.

7.c. Pemeriksaan Penunjang2

Pada otopsi juga dilakukan prosedur laboratorium yaitu :

1. Sediaan histopatologi dari masing-masing organ.

Dari tiap organ diambil sediaan sebesar 2 x 2 x1 cm kubik dan difiksasi dalam formalin

10%.Organ yang diambil adalah: paru-paru, hati, limpa, pankreas, otot jantung, arteri

koronaria, kelenjar gondok, ginjal, prostat, uterus, korteks otak, basal ganglia dan dari

bagian lain yang menunjukkan adanya kelainan.

2. Pemeriksaan toksikologi.

1. Lambung dan isinya.

2. Seluruh usus dan isinya dengan membuat sekat dengan ikatan-ikatan

pada pada usus setiap jarak sekitar 60 cm.

3. Darah, yang berasal dari sentral (jantung) dan yang berasal dari perifer

(v,jugularis; a.femoralis, dan sebagainya), masing-masing 50 ml dan

Page 15: Pemeriksaan Autopsi Haseo

dibagi dua, yang satu diberi bahan pengawet dan yang lain tidak diberi

bahan pengawet.

4. Hati, sebagai tempat detoksifikasi , diambil sebanyak 500 gram.

5. Ginjal, diambil keduanya yaitu pada kasus keracunan logam berat

khususnya atau bila urine tidak tersedia.

6. Otak, diambil 500 gram. Khusus untuk keracunan chloroform dan sian-

ida, dimungkinkan karena otak terdiri dari jaringan lipoid yang mempun-

yai kemampuan untuk meretensi racun walaupun telah mengalami pem-

bususkan.

7. Urine, diambil seluruhnya. Karena pada umunya racun akan diekskre-

sikan melalui urine, khususnya pada test penyaring untuk keracunan

narkotika, alkohol dan stimulan.

8. Empedu, diambil karena tempat ekskresi berbagai racun.

9. Pada kasus khusus dapat diambil: jaringan sekitar suntikan, jaringan otot,

lemak di bawah kulit dinding perut, rambut, kuku dan cairan otak.

Prinsip pengambilan sampel pada kasus keracunan adalah diambil

sebanyak-banyaknya setelah kita sisihkan untuk cadangan dan untuk

pemeriksaan histopatolgik. Secara umum sampel yang harus diambil adalah:

Pada pemeriksaan intoksikasi, digunakan alkohol dan larutan garam

jenuh pada sampel padat atau organ. NaF 1% dan campuran NaF dan Na sitrat

digunakan untuk sampel cair. Sedangkan natrium benzoate dan phenyl mercuric

nitrate khusus untuk pengawet urine.

3. Pemeriksaan bakteriologi.

Dalam hal ada dugaan sepsis diambil darah dari jantung dan sediaan

limpa untuk pembiakan kuman. Permukaan jantung dibakar dengan menem-

pelkan spatel yang dipanaskan sampai merah, kemudiaan darah jantung diambil

dengan tabung injeksi yang steril dan dipindah dalam tabung reagen yang steril.

Permukaan limpa dibakar dengan cara tersebut di atas dan dengan pinset dan

Page 16: Pemeriksaan Autopsi Haseo

gunting yang steril diambil sepotong limpa dan dimasukkan dalam tabung

reagen yang steril dan kedua tabung dikirim ke laboratorium bakteriologi.

Dapus

1. Apuranto, Hariadi., dkk.  2009. Ilmu Kedokteran Forensik & Medikolegal (hal.205-

208). Surabaya: Departemen Ilmu Kedokteran Forensik & Medikolegal FK UNAIR

2. Bambang P, Kunthi Y, Arista H, Petunjuk Teknik Otopsi, Badan Penerbit

Univeristas Diponegoro, Semarang, 2009.

ILUNI FK’83. Undang-Undang Republik Indonesia No. 36 Tahun 2009 tentang

kesehatan. http://webcache.googleusercontent.com/search?

q=cache:VRZRhHMNK2EJ:www.ilunifk83.com/peraturan-dan-perijinan-f16/uu-ri-

no-36-tahun-2009-tentang-

kesehatan t262.htm+UU+RI+36+no+119&cd=3&hl=id&ct=clnk&gl=id . Diakses

tanggal 30 November 2014

3. Panduan Belajar Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal

http://gamel.fk.ugm.ac.id/pluginfile.php?file=%2F23879%2Fmod_resource

%2Fcontent%2F0%2FBab%202%20Pemeriksaan%20Jenazah%20Forensik

%20%20Medikolegal.pdf Diakses tanggal 30 November 2014

4. Prameng BL, Yulianti K, Hardinisa A. Petunjuk Teknik Otopsi. 2012. Semarang:

Badan Penerbit Universitas Diponegoro Semarang

5. Chadha, PV. Otopsi Mediko-Legal. Dalam: Ilmu Forensik dan Toksikologi. Edisi

Kelima.

6. Idries, AM. Prosedur Khusus. Dalam: Pedoman Ilmu Kedokteran Forensik. Edisi

Pertama. Binarupa Aksara. Jakarta. 1997 : 354-61.

7. Mansjoer A, Suprohaita, Wardhani WI, Setiowulan W. Autopsi. Dalam: Kapita Se-

lekta Kedokteran. Edisi Ketiga Jilid Kedua. Media Aesculapius. Jakarta. 2000: 187-