PEMERIKSAAN ABERASI KROMOSOM STABIL DENGAN TEHNIK ...

14
PEMERIKSAAN ABERASI KROMOSOM STABIL DENGAN TEHNIK FLUORESENCE IN SITU HYBRIDIZATION Zubaidah Alatas, Yanti Lusiyanti dan Iwiq Indrawati Pusat Teknologi Keselamatan dan Metrologi Radiasi – BATAN ABSTRAK PEMERIKSAAN ABERASI KROMOSOM STABIL DENGAN TEHNIK FLUORESENCE IN SITU HYBRIDIZATION. Pemeriksaan translokasi sebagai aberasi kromosom yang bersifat stabil menjadi sarana yang sangat penting untuk mendeteksi kerusakan sitogenetik pada sel limfosit akibat radiasi dalam memprediksi dan mengkaji efek radiasi segera dan tertunda. Translokasi juga dianggap sebagai parameter optimum sitogenetik untuk biodosimetri retrospektif dalam waktu yang lama. Tujuan penelitian ini untuk melakukan pemeriksaan terhadap kromosom translokasi pada sel limfosit pekerja radiasi dengan tehnik Fluoresence in situ hybridization (FISH). Sampel darah tepi yang diperoleh dari 11 pekerja radiasi dibiakkan dan dipanen setelah diinkubasi pada suhu 37 o C selama 72 jam. Larutan sel diteteskan pada gelas preparat dan diwarnai dengan chromosome painting FISH. Kromosom dicat dengan whole chromosome probe nomor 1, 4, 5, atau 8 yang berlabel FITC dan diamati dengan mikroskop epifluoresen. Hasil yang diperoleh menunjukkan tidak dijumpai translokasi pada semua kromosom sel limfosit pekerja radiasi yang dilabel. Masih perlu dilakukan peningkatan penguasaan dan kualitas tehnik FISH untuk pemeriksaan aberasi kromosom stabil. Kata kunci : Sel limfosit, aberasi kromosom stabil, translokasi, FISH, chromosome painting. ABSTRACT MEASUREMENT OF STABLE CHROMOSOME ABERRATIONS BY FLUORESENCE IN SITU HYBRIDIZATION TECHNIQUE. Measurement of translocation as stable chromosome aberrations becomes a very important tool to detect cytogenetic damages in lymphocytes due to radiation exposure in prediction and assessment of immediate and late radiation effects. Translocation is also considered as optimum cytogeneric parameter for long-term retrospective biodosimetry. The aim of this study is to carry out examination of translocation in lymphocytes of radiation workers using Fluoresence in situ hybridization (FISH) technique. Blood samples obtained from 11 radiation workers were cultured in enriched media and harvested after being incubated at 37 o C for 72 hours. The cell suspension was dropped onto slides and stained by chromosome painting FISH. The chromosome painted with FITC-labeled whole chromosome probe no. 1, 4, 5, or 8 and observed with a fluorescence microscope. None translocation was found on the painted chromosome of all radiation workers lymphocytes. Further study of stable chormosome aberrations measurement using FISH technique require to be conducted regarding technical issues. Key words : lymphocytes, stable chromosome aberrations, translocation, FISH, chromosome painting. 1

Transcript of PEMERIKSAAN ABERASI KROMOSOM STABIL DENGAN TEHNIK ...

Page 1: PEMERIKSAAN ABERASI KROMOSOM STABIL DENGAN TEHNIK ...

PEMERIKSAAN ABERASI KROMOSOM STABIL DENGAN TEHNIK FLUORESENCE IN SITU HYBRIDIZATION

Zubaidah Alatas, Yanti Lusiyanti dan Iwiq IndrawatiPusat Teknologi Keselamatan dan Metrologi Radiasi – BATAN

ABSTRAKPEMERIKSAAN ABERASI KROMOSOM STABIL DENGAN TEHNIK FLUORESENCE IN SITU HYBRIDIZATION. Pemeriksaan translokasi sebagai aberasi kromosom yang bersifat stabil menjadi sarana yang sangat penting untuk mendeteksi kerusakan sitogenetik pada sel limfosit akibat radiasi dalam memprediksi dan mengkaji efek radiasi segera dan tertunda. Translokasi juga dianggap sebagai parameter optimum sitogenetik untuk biodosimetri retrospektif dalam waktu yang lama. Tujuan penelitian ini untuk melakukan pemeriksaan terhadap kromosom translokasi pada sel limfosit pekerja radiasi dengan tehnik Fluoresence in situ hybridization (FISH). Sampel darah tepi yang diperoleh dari 11 pekerja radiasi dibiakkan dan dipanen setelah diinkubasi pada suhu 37oC selama 72 jam. Larutan sel diteteskan pada gelas preparat dan diwarnai dengan chromosome painting FISH. Kromosom dicat dengan whole chromosome probe nomor 1, 4, 5, atau 8 yang berlabel FITC dan diamati dengan mikroskop epifluoresen. Hasil yang diperoleh menunjukkan tidak dijumpai translokasi pada semua kromosom sel limfosit pekerja radiasi yang dilabel. Masih perlu dilakukan peningkatan penguasaan dan kualitas tehnik FISH untuk pemeriksaan aberasi kromosom stabil.

Kata kunci : Sel limfosit, aberasi kromosom stabil, translokasi, FISH, chromosome painting. ABSTRACTMEASUREMENT OF STABLE CHROMOSOME ABERRATIONS BY FLUORESENCE IN SITU HYBRIDIZATION TECHNIQUE. Measurement of translocation as stable chromosome aberrations becomes a very important tool to detect cytogenetic damages in lymphocytes due to radiation exposure in prediction and assessment of immediate and late radiation effects. Translocation is also considered as optimum cytogeneric parameter for long-term retrospective biodosimetry. The aim of this study is to carry out examination of translocation in lymphocytes of radiation workers using Fluoresence in situ hybridization (FISH) technique. Blood samples obtained from 11 radiation workers were cultured in enriched media and harvested after being incubated at 37oC for 72 hours. The cell suspension was dropped onto slides and stained by chromosome painting FISH. The chromosome painted with FITC-labeled whole chromosome probe no. 1, 4, 5, or 8 and observed with a fluorescence microscope. None translocation was found on the painted chromosome of all radiation workers lymphocytes. Further study of stable chormosome aberrations measurement using FISH technique require to be conducted regarding technical issues.

Key words : lymphocytes, stable chromosome aberrations, translocation, FISH, chromosome painting.

1

Page 2: PEMERIKSAAN ABERASI KROMOSOM STABIL DENGAN TEHNIK ...

I. PENDAHULUAN

Perkembangan dan pemanfaatan iptek nuklir di bidang industri, kesehatan, pertanian

dan lainnya tidak lepas dari risiko timbulnya dampak atau efek radiasi pengion pada tubuh

manusia. Ketika tubuh terpapar radiasi pengion, dipastikan akan terjadi perubahan pada

materi biologik tubuh, paling tidak pada tingkat molekuler khususnya materi genetik sel dan

pada tingkat seluler. Sejumlah perubahan atau kerusakan yang timbul dapat digunakan untuk

memprediksi kemungkinan risiko akibat radiasi pada kesehatan tubuh, antara lain kerusakan

pada kromosom sel tubuh.

Kromosom manusia yang berjumlah 23 pasang mengandung ribuan gen yang

merupakan suatu rantai pendek dari DNA yang membawa kode informasi genetik tertentu dan

spesifik. Kerusakan pada kromosom merupakan indikator penting adanya kerusakan pada

DNA dan ketidakstabilan genom. Setelah terjadi kerusakan double strand breaks (DSB) pada

DNA yang diinduksi oleh radiasi pengion, akan terjadi rekombinasi antara DSB dalam proses

perbaikan kerusakan DNA melalui mekanisme penggabungan kembali, tetapi yang dihasilkan

adalah kromosom yang mengalami perubahan struktur [1,2].

Limfosit, salah satu jenis sel darah putih, merupakan sel yang paling sensitif terhadap

radiasi sehingga mudah mengalami kerusakan atau aberasi kromosom. Frekuensi terjadinya

aberasi kromosom bergantung antara lain pada dosis, energi dan jenis radiasi yang diterima.

Aberasi kromosom merupakan indikator kerusakan akibat paparan radiasi pada tubuh yang

sangat dapat diandalkan. Pemeriksaan aberasi kromosom, selain untuk memperkirakan tingkat

keparahan efek radiasi dan risiko pada kesehatan, juga dapat digunakan sebagai dosimeter

biologi. Terdapat 2 kelompok utama aberasi kromosom yang diinduksi oleh radiasi pengion

pada sel limfosit darah yaitu aberasi kromosom tidak stabil, seperti kromosom disentrik

(kromosom dengan dua sentromer) dan kromosom bentuk cincin; dan aberasi kromosom

stabil seperti translokasi (terjadi perpindahan atau pertukaran fragmen dari dua atau lebih

kromosom) [1,3].

Perubahan struktur kromosom dapat merupakan hasil dari pertukaran atau

penggabungan patahan atau fragmen lengan kromosom. Aberasi jenis pertukaran ini dapat

terjadi interkromosom (seperti kromosom disentrik dan translokasi) atau intrakromosom

(seperti kromosom cincin dan inversi parasentrik). Aberasi interkromosom merupakan hasil

penggabungan DSB pada dua kromosom yang berbeda, sedangkan intrakromosom terjadi jika

penggabungan DSB terjadi pada satu kromosom yang sama baik pada lengan kromosom yang

berbeda (interlengan) maupun pada lengan kromosom yang sama (intralengan) [4].

2

Page 3: PEMERIKSAAN ABERASI KROMOSOM STABIL DENGAN TEHNIK ...

Pengamatan aberasi kromosom pada sel limfosit darah tepi digunakan untuk mengkaji

efek genotoksik paparan radiasi. Analisis dilakukan terhadap kromosom yang mengalami

perubahan struktur seperti kromosom disentrik, cincin dan translokasi. Jumlah disentrik dan

cincin digunakan untuk memperkirakan dosis radiasi tidak lama setelah paparan radiasi.

Jumlah sel limfosit yang mengandung aberasi kromosom dengan multisentrik atau asentrik

(yaitu aberasi tak stabil) diketahui akan menurun dalam sirkulasi darah bersama dengan waktu

pasca irradiasi.Sedangkan data translokasi digunakan untuk kuantifikasi paparan radiasi

kronik dan masa lalu. Jenis aberasi yang lain seperti chromatid breaks, chromatid exchanges,

dan asentrik pada individu terpapar dapat memberikan informasi tentang status genom

individu akibat paparan radiasi di masa lalu [5,6].

Analisis frekuensi kromosom disentrik khususnya digunakan pada individu yang

terpajan secara akut akibat kerja atau dalam kasus kecelakaan radiasi yang harus dilakukan

dalam waktu secepatnya. Dengan demikian pemeriksaan kromosom disentrik tidak dapat

dilakukan pada individu yang terpajan radiasi secara kronik, seperti pekerja radiasi, atau

individu yang terpajan beberapa bulan atau tahun yang lalu [1,3].

Translokasi sebagai aberasi kromosom yang stabil, tidak hilang dengan bertambahnya

waktu karena sel yang mengandung kromosom bentuk ini tidak mati ketika melakukan

pembelahan. Analisis frekuensi translokasi lebih sesuai bila digunakan untuk pemeriksaan

paparan radiasi akut atau kronik yang dapat dilakukan beberapa tahun kemudian setelah

terpajan radiasi. Translokasi juga berperan dalam perkembangan kelainan atau penyakit

genetik dan dalam karsinogenesis termasuk proses aktivasi onkogen yang menyebabkan sel

normal berkembang menjadi sel malignan. Dengan demikian pemeriksaan kromosom

translokasi menjadi sangat penting dalam mendeteksi kerusakan sitogenetik akibat radiasi

dalam memprediksi dan mengkaji efek radiasi segera dan tertunda [7,8]. Translokasi dianggap

sebagai parameter optimum dari sitogenetik untuk digunakan sebagai biodosimetri

retrospektif dalam waktu yang lama [9].

Telah dikembangkan suatu tehnik untuk mendeteksi adanya translokasi pada kromosom

yang dikenal dengan Fluorescence in situ hybridization (FISH). Tehnik ini merupakan suatu

tehnik pengecatan yang spesifik pada pasangan kromosom dengan bahan berpendar

(fluorescent) untuk memvisualisasi terjadinya translokasi kromosom secara individual.

Tehnik Chromosome Painting ini dilakukan dengan menggunakan whole chromosome probe

berlabel pada sebagian atau semua kromosom sehingga adanya perpindahan fragmen antar

3

Page 4: PEMERIKSAAN ABERASI KROMOSOM STABIL DENGAN TEHNIK ...

kromosom dapat dilihat dengan mikroskop epifluorescence. Setelah dibuat kariotip

kromosom, akan dapat diidentifikasi kromosom yang mengalami translokasi [2,3].

Aberasi kromosom merupakan prediktor paling efektif terhadap risiko kanker yang

diketahui dengan peningkatan frekuensi aberasi kromosom pada sel limfosit darah tepi yang

berhubungan dengan peningkatan frekuensi kanker pada populasi tertentu. Metode FISH

untuk mengkaji translokasi pada individu terpajan meningkatkan kemampuan untuk

memprediksi kanker karena aberasi ini dapat ditransmisikan yang merupakan hallmark dari

induksi kanker. Dengan demikian semakin tegas bahwa pengukuran translokasi dengan FISH

menjadi test yang paling akurat dan sensitif untuk paparan dengan dosis relatif rendah pada

masa lampau untuk digunakan sebagai biomarker prediksi menggantikan metode sitogenetik

yang lebih klasik [7,8]. Beberapa hasil penelitian telah menunjukkan keandalan tehnik FISH

chromosome painting dalam mendeteksi berbagai perubahan struktur kromosom manusia

dengan presisi yang tinggi pada beberapa kasus kecelakaan radiasi [10-14].

Sampai saat ini belum ada laboratorium yang melakukan pemeriksaan kerusakan pada

kromosom sel darah limfosit yang diinduksi oleh radiasi menggunakan tehnik FISH. Pada

makalah ini akan disampaikan hasil penguasaan dan pemantapan tehnik FISH yang dilakukan

di laboratorium Biomedika, Pusat Teknologi Keselamatan Radiasi dan Metrologi – BATAN

untuk memeriksa kromosom pada sel limfosit para pekerja radiasi. Tehnik ini diharapkan

akan dapat dikuasai dengan baik dan dikembangkan lebih lanjut sehingga dapat digunakan

untuk memprediksi risiko kesehatan para pekerja radiasi dan masyarakat yang terpapar

radiasi.

II. TATA KERJA

II. 1. Subjek Penelitian

Sampel darah diperoleh dari 11 pekerja radiasi dengan rentang usia sekitar 23 – 59

tahun dan masa kerja 1 – 47 tahun. Data setiap pekerja radiasi, meliputi usia, masa kerja serta

sumber radiasi yang digunakan ditunjukkan pada Tabel 1.

Tabel 1. Data pekerja radiasi sebagai donor sampel darah

NomorPekerja Radiasi

Umur(tahun)

Masa Kerja(tahun)

Sumber Radiasi

1 59 47 192Ir, 131I, Mo, Hasil fisi 235U2 54 22 192Ir, 131I, Mo3 32 4 192Ir, 131I,Mo 4 25 5 192Ir, 131I, Mo5 30 6 192Ir, 131I,Hasil fisi 235U, Mo, 32P6 32 5 192Ir, 131I, 32P,Mo, 99Tc

4

Page 5: PEMERIKSAAN ABERASI KROMOSOM STABIL DENGAN TEHNIK ...

7 26 1 192Ir, 131I, Mo, hasil fisi 235U 8 29 8 192Ir, 131I, 99Tc, Mo9 47 19 192Ir, 131I, Mo, 99Tc10 31 6 60Co11 29 11 60Co

II.2. Pembiakan dan Pemanenan Sel Darah Limfosit

Dari setiap pekerja radiasi diambil sekitar 5 ml darah tepi menggunakan syringe dan

segera diberi 0,003 ml heparin sebagai anti koagulan. Sampel darah ini dibiakkan secara

duplo. Ke dalam sebuah flask, dimasukkan media pertumbuhan 7,5 ml RPMI-1640, 0,1 ml L-

Glutamin, 1 ml Fetal Bovine Serum, 0,2 ml Penicillin Streptomycin, 1 ml darah dan 0,06 ml

Phytohaemaglutinin. Flash kemudian ditutup rapat dan disimpan dalam inkubator 37oC

selama 72 jam. Pada 3 jam sebelum pemanenan, pada biakan ditambahkan 0,1 ml kolhisin

untuk menghentikan proses pembelahan agar sel berada pada tahap metafase.

Darah yang telah dibiakkan, disentrifus dengan kecepatan 1300 rpm selama 10 menit.

Pada endapan darah ditambahkan 10 ml KCl 0,56%, diaduk dengan pipet Pasteur dan

disimpan pada waterbath 37º C selama 13 menit. Larutan selanjutnya disentrifuse kembali

dengan kecepatan yang sama selama 5 menit. Pada endapan ditambahkan 4 ml larutan carnoy

(metanol : asam asetat = 3 : 1), divortex, dan kemudian ditambahkan lagi larutan carnoy

sampai volume total mencapai 10 ml. Larutan tersebut disentrifus kembali beberapa kali

sampai diperoleh endapan sel limfosit yang berwarna putih.

II.3. Pembuatan Preparat dan Pengecatan Kromosom dengan Tehnik FISH

Endapan sel limfosit diteteskan di atas gelas preparat pada tiga tempat yang berbeda

dan dikeringkan di atas hot plate 65º C selama 1 ½ jam. Dengan mikroskop, dilakukan seleksi

terhadap preparat yang mempunyai sebaran kromosom yang baik pada sel limfosit tahap

metafase. Preparat tersebut didehidrasi dengan dimasukkan ke dalam seri coplin jar yang

berisi etanol 70% sebanyak 2x masing-masing selama 2 menit, etanol 90% 2x selama 2 menit

dan etanol 100% sebanyak 1x selama 5 menit. Preparat kemudian dikeringkan di atas hot

plate 65ºC selama 1½ jam. Kromosom pada preparat selanjutnya di denaturasi dengan

dimasukkan ke dalam larutan formamida dan diinkubasi pada waterbarh 65ºC selama 1½

menit. Preparat dicuci secara berturutan dengan alkohol 70% dingin selama 4 menit, 70%

selama 2 menit, 90% sebanyak 2 x masing-masing selama 2 menit dan 100% selama 5 menit.

Kromosom pada preparat telah siap untuk dilakukan hibridisasi dengan whole chromosome

5

Page 6: PEMERIKSAAN ABERASI KROMOSOM STABIL DENGAN TEHNIK ...

probe (WCP) nomor 1, 4, 5, atau 8. WCP yang digunakan merupakan produksi ID Labs.

USA.

Dibuat campuran 1 µl WPC berlabel Fluorescent isothiocyanate (FITC) dengan 4 µl

buffer, disentrifus selama 1-3 detik, didenaturasi pada suhu 65º C selama 10 menit, dan

kemudian diinkubasi pada waterbath 37 ºC selama 45 menit. Proses hibridisasi (pengecatan)

dilakukan dengan meneteskan larutan probe pada preparat yang telah di denaturasi,

kemudian ditutup dengan coverslip dan dilem untuk mencegah terjadi penguapan. Preparat

diletakkan dalam wadah plastik dan diinkubasi pada suhu 37 ºC selama 16 jam. Setelah proses

hibridisasi coverslip dibuka, secara berturutan preparat direndam dalam seri coplin jar yang

berisi larutan pencuci stringency 45 ºC sebanyak 2x masing-masing selama 5 menit, larutan 1

x SSC sebanyak 2 x selama 5 menit, dan larutan detergen sebanyak 1x selama 4 menit.

Preparat dikeringkan, diteteskan 10 µl 4,6 diamidino-2-phenylindole (DAPI), ditutup, dan

didiamkan selama 10 menit. DAPI yang merupakan counterstain terhadap kromosom yang

tidak dihibridisasi dengan WCP, diperoleh dari VYSIS (VX-32804830). Preparat segera

diamati dengan mikroskop epi-fluorescent yang dilengkapi dengan filter biru, dan dilakukan

pemotretan terhadap kromosom yang memiliki pendaran probe kromosom.

II.4. Pembuatan Preparat dan Pewarnaan Kromosom dengan Giemsa

Endapan sel limfosit diteteskan di atas gelas objek pada tiga tempat berbeda. Setelah

kering, pada preparat diberi pewarnaan Giemsa 4% selama 5 menit. Setelah dicuci dan

dikeringkan, preparat ditutup dan siap untuk dilakukan pengamatan dengan mikroskop

terhadap jenis aberasi kromosom tak stabil. Penghitungan dilakukan terhadap jumlah

kromosom pada setiap sel metafase. Bila kromosom berjumlah 45 atau 46, maka dilakukan

penghitungan dan pencatatan jumlah kromosom disentrik, cincin dan fragmen/potongan

kromosom terhadap 200 – 500 sel metafase.

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

Telah dilakukan pemeriksaan sitogenetik terhadap sampel darah 11 pekerja radiasi.

Selain dilakukan pemeriksaan terhadap aberasi kromosom stabil dengan tehnik FISH, juga

dilakukan analisis aberasi kromosom tak stabil dengan pewarnaan Giemsa. Hasil pemeriksaan

aberasi kromosom translokasi dan aberasi kromosom tak stabil yaitu kromosom disentrik,

kromosom cincin dan fragmen asentrik terhadap 11 sampel darah pekerja radiasi ditampilkan

pada Tabel 2.

6

Page 7: PEMERIKSAAN ABERASI KROMOSOM STABIL DENGAN TEHNIK ...

Tabel 2. Data hasil pemeriksaan aberasi kromosom stabil dan tidak stabil pada 11 pekerja radiasi.

Pekerja radiasi

Aberasi kromosom stabil(translokasi)

Aberasi kromosom tidak stabil

No. WPC TranslokasiJumlah selmetafase

DisentrikFragemt asentrik

cincin

1 1 dan 4 - 250 1 1 -2 5 - 250 - - -3 1 dan 4 - 1000 3 3 -4 5 - 100 - - -5 5 - 250 - - -6 1 dan 4 - 169 - - -7 1 dan 4 - 90 - - -8 5 - 500 - - -9 5 - 250 - 4 -

10 4 dan 8 - 500 - - -11 1 dan 8 - 500 - - -

Tehnik FISH menggunakan perpustakaan spesifik kromosom yang dilabel dengan

fluorochrome sebagai probe untuk mencat kromosom spesifik, sementara kromosom yang

lain diberi pewarna DNA berpendar yang tidak selektif (nonselective fluorescent DNA dye)

seperti DAPI atau propidium iodine. Oleh karena itu pertukaran antara kromosom dicat dan

kromosom counterstained dapat dideteksi dengan kombinasi warna yang dapat diamati.

Dibandingkan dengan metode kromosom banding, deteksi translokasi reciprocal dengan

pengecatan relatif lebih langsung. Berdasarkan pada pengamatan pada pola kromosom yang

dicat, juga menjadi jelas bahwa pertukaran kompleks terjadi dengan frekuensi yang nyata [8].

Pada penelitian ini, pengamatan terhadap translokasi pada sel limfosit para pekerja

radiasi hanya dilakukan dengan pengecatan terhadap satu pasang kromosom saja untuk setiap

preparat. Sebagian sampel darah pekerja radiasi dihibridisasi dengan whole chromosome

probe (WCP) nomor 1 dan sebagain lainya dengan WCP nomor 4, 5 atau 8 yang berlabel

FITC. Sebagian dari hasil pemeriksaan yang diperoleh terhadap adanya aberasi translokasi

pada sampel darah 11 pekerja radiasi dengan tehnik FISH ditunjukkan pada Gambar 1.

7

Page 8: PEMERIKSAAN ABERASI KROMOSOM STABIL DENGAN TEHNIK ...

A B

C D

E F

Gambar 1. Hasil Chromosome painting FISH pada sel limfosit pekerja radiasi yang dihibridisasi dengan WCP yang berbeda. (A) Kromosom pekerja radiasi 1 dengan WCP no. 5; (B) Kromosom pekerja radiasi 2 dengan WCP no. 4; (C) Kromosom pekerja radiasi 3 dengan WCP no. 5; (D) Kromosom pekerja radiasi 4 dengan WCP no. 1; (E) Kromosom pekerja radiasi 5 dengan WCP no. 4; dan (F) Kromosom pekerja radiasi 9 dengan WCP no. 8.

Sel metafase yang terdeteksi adalah sel dengan kromosom yang menunjukkan sinyal

warna terang berpendar. Kromosom dengan dua warna dan satu sentromer diklasifikasikan

sebagai translokasi. Penggunaan perwarna FITC pada kromosom dan filter biru pada

mikroskop epifluoresent menyebabkan warna pada sepasang kromosom yang dicat yaitu

kromosom 1, 4, 5 atau 8 menjadi hijau. Dari hasil pengecatan yang hanya dilakukan pada

kromosom nomor 1, 4, 5 atau 8, ternyata tidak dijumpai adanya translokasi pada kromosom

karena kromosom tersebut mempunyai warna hijau berpendar yang homogen. Hasil ini tidak

dapat diasumsikan bahwa tidak ada kromosom translokasi pada kromosom sel limfosit para

8

Page 9: PEMERIKSAAN ABERASI KROMOSOM STABIL DENGAN TEHNIK ...

pekerja radiasi. Kemungkinan translokasi terjadi pada kromosom yang tidak dilabel sehingga

tidak dapat dideteksi keberadaannya.

Pada kegiatan penelitian ini, pengecatan masih dilakukan pada tahap penguasaan dan

pemantapan tehnik dasar FISH menggunakan fasilitas yang sangat terbatas khususnya

mikroskop yang digunakan. Fasilitas mikroskop yang digunakan saat ini adalah mikroskop

Nikon-Labophot yang hanya dilengkapi dengan satu buah filter warna biru. Kondisi ini

menyebabkan chromosome painting hanya dapat dilakukan dengan menggunakan FITC,

Immunofluorescence, atau auramine. Penggunaan pewarna berpendar lain harus disertai

dengan penggunaan filter yang sesuai. Kondisi ideal untuk pengamatan kromosom adalah

dengan menggunakan sistem automated fluorescence metafase finder yang dapat mendeteksi

dan melokalisir sel metafase secara otomatis dan cepat. Gambar sel yang mengandung aberasi

kromosom akan segera dapat diidentifikasi, didigitasi dan disimpan dengan menggunakan

ISIS System (MetaSystems) [15].

Aspek penting dari analisis aberasi kromosom dengan FISH adalah seleksi kromosom

yang akan dianalisis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sejumlah kromosom tertentu

ternyata lebih sensitif terhadap radiasi sehingga lebih sering terinduksi kerusakan pertukaran

fragmen kromosom dibandingkan dengan kromosom lain. Distribusi patahan kromosom

ternyata bersifat tidak random pada genom manusia [15]. Berdasarkan ukuran panjang fisik

kromosom pada genom manusia, kromosom nomor 1, 4, 5 dan 8 masing-masing mempunyai

panjang sekitar 8,29%, 6,28%, 5,97%, dan 4,75% dari genom [16]. Kromosom 1 dan 4

mempunyai lebih banyak patahan pada bagian tengah lengan p dan q, sementara patahan

relatif merata sepanjang kromosom nomor 2 [15].

Dengan demikian terdapat kemungkinan tidak ada kromosom yang mengalami

translokasi karena dosis radiasi yang mengenai kromosom tidak cukup besar untuk dapat

menimbulkan patahan. Dosis ambang radiasi secara akut yang dibutuhkan untuk dapat

menginduksi aberasi kromosom termasuk translokasi sekitar 0,25 Gy [1]. Berdasarkan data

terakhir yang diperoleh dari hasil pembacaan dosimeter fisik yang digunakan para pekerja,

dosis ekivalen seluruh tubuh (Hp10 per Juni 2005) yang diterima berkisar antara 5,58 - 545,68

mSv yang merupakan akumulasi dosis dari paparan radiasi yang diterima dalam waktu sekitar

3 bulan. Nilai Batas Dosis per tahun untuk Hp(10) adalah 50 mSv. Waktu paro translokasi

bervariasi pada setiap individu. Dilaporkan bahwa waktu paro translokasi berkisar 3 – 11

tahun akibat paparan radiasi secara parsial pada tubuh dengan dosis tinggi [6].

Aberasi kromosom tak stabil yaitu kromosom disentrik, kromosom cincin dan

fragmen asentrik hanya terdapat pada 3 sampel darah pekerja radiasi (Tabel 2). Hal ini

9

Page 10: PEMERIKSAAN ABERASI KROMOSOM STABIL DENGAN TEHNIK ...

kemungkinan disebabkan karena paparan radiasi yang diterima tidak cukup besar untuk

menginduksi terbentuknya aberasi kromosom. Terdapat kemungkinan pula bahwa memang

telah terinduksi aberasi kromosom tak stabil tetapi sel limfosit yang membawa aberasi

kromosom tersebut telah mengalami kematian dan diganti dengan sel limfosit yang baru

karena pengambilan darah dilakukan beberapa waktu kemudian. Selain itu, jumlah sel

metafase yang berhasil diamati sangat sedikit yang disebabkan kondisi sel darah yang tidak

baik sehingga proses pembiakan tidak berhasil dengan baik pula. Untuk pemeriksaan aberasi

kromosom tak stabil yang baik, dibutuhkan sekitar 1000 sel limfosit tahap metafase. Paparan

radiasi latar dari alam dapat menginduksi kromosom disentrik sekitar 1/1000 sel dan

kromosom translokasi sekitar 4/1000 sel [17].

Secara umum aberasi kromosom merupakan gabungan semua perubahan pada kriotip

normal. Semua aberasi kromosom tipe pertukaran dapat terjadi paling tidak bila terdapat 2

patahan yang akan disambung kembali dengan mekanisme yang bervariasi. Ini berarti tidak

selalu ada informasi genetik yang hilang, tetapi hanya ditranslokasi ke posisi yang berbeda.

Lokasi patahan pada tempat yang baru akan mengarah pada terjadinya perubahan ekspresi gen

yang berpotensi menimbulkan perubahan fenotip. Contoh yang paling baik adalah

Philadelphia chromosome (translokasi resiprokal antara kromosom 9 dan 21), yang umum

ditemukan pada pasien leukemia dimana onkogen yang dalam kondisi normal bersifat silent

menjadi teraktivasi dan berekspresi [17].

Sejumlah studi pada kromosom manusia menunjukkan suseptibilitas kromosom yang

berbeda terhadap patahan akibat paparan radiasi in vitro. Ini mengindikasikan bahwa

terjadinya translokasi pada kromosom tidak berhubungan dengan kandungan DNA

[17,18,19]. Hasil penelitian lain juga menunjukkan bahwa perubahan struktur kromosom

nomor 1, 3 dan 10 yang diinduksi oleh sinar-X dengan dosis 0,25 – 1 Gy terdistribusi secara

tidak random [20]. Fraksi aberasi kromosom pada kromosom nomor 10 secara nyata lebih

besar bila dibandingkan dengan kromosom nomor 1 atau 3. Data ini menunjukkan bahwa, bila

dibandingkan dengan kromososm 1 dan 3, keterlibatan kromosom 10 dalam pembentukan

aberasi kromosom ternyata lebih besar dari yang diperkirakan berdasarkan kandungan

DNAnya. Studi lain dengan tehnik FISH mengindikasikan keterlibatan berbagai kromosom

dalam pembentukan aberasi tidak selalu berhubungan dengan kandungan DNA dari setiap

kromosom [21,22,23]. Semua ini membuktikan bahwa probabilitas induksi patahan pada

kromosom oleh radiasi tidak terdistribusi secara random dan tidak bergantung pada

kandungan DNA kromosom.

10

Page 11: PEMERIKSAAN ABERASI KROMOSOM STABIL DENGAN TEHNIK ...

IV. KESIMPULAN

Introduksi teknik pengecatan kromosom FISH secara radikal meningkatkan

penghitungan aberasi monosentrik, atau disebut aberasi stabil seperti translokasi. Aberasi

kromosom stabil secara umum diyakini tetap ada pada sel darah tepi untuk beberapa tahun,

sehingga dapat digunakan secara retrospektif untuk mengkaji dosis radiasi atau paparan

kronik. Tidak terdeteksinya kerusakan pada kromosom sel limfosit pekerja radiasi

dimungkinkan karena translokasi terjadi pada kromosom yang tidak dilabel sehingga tidak

terdeteksi, atau dosis yang diterima sel limfosit para pekerja radiasi tidak cukup untuk

menginduksi aberasi kromosom (stabil dan tidak stabil) yang merupakan efek deterministik,

atau sel darah tepi yang mengandung aberasi kromosom tak stabil telah mati dan diganti

dengan sel limfosit yang baru.

FISH adalah metode yang sangat sesuai untuk mendeteksi perubahan susunan

kromosom, khususnya translokasi, yang merupakan biomarker penting untuk pengkajian efek,

risiko dan dosis pada kasus paparan radiasi pada manusia. Hal ini dapat dicapai dengan

penguasaan tehnik FISH yang sangat baik dan dengan pengembangan terhadap kualitas tehnik

ini diharapkan mampu untuk melakukan pengecatan dengan warna berbeda pada setiap

pasang kromosom dalam waktu yang bersamaan. Dengan demikian akan dapat

divisualisasikan kemungkinan adanya aberasi kromosom stabil dan tidak stabil pada semua

kromosom genom manusia. Tahapan ini akan dilakukan pada lanjutan dari penelitian ini dan

merupakan sasaran akhir kegiatan penelitian yang diharapkan dapat dicapai dalam waktu yang

tidak lama.

DAFTAR PUSTAKA

1. HALL, E. J. Radiobiology for the Radiobiologist. JB Lippincott Company.

Philadelphia, 5th Edition, 2000.

2. CAMPAROTO, M.L., RAMALHO, A.T., NATARAJAN, A.T., CURADO, M.P., and

SAKAMOTO-HOJO, E.T. Translocation Analysis by the FISH-Painting Methode for

Retrospective Dose Construction in Individuals Exposed to Ionizing Radiation 10 Years

After Exposure. Mutation Research 530, 1-7, 2003.

3. INTERNATIONAL ATOMIC ENERGY AGENCY. Cytogenetic Analysis For Radiation

Dose Assessment. A Manual Series No. 405, IAEA-Vienna, 2001.

4. BRENNER, D.J., OKLADNIKOVA, N., HANDE, P. BURAK, L., GEARD, C.R. and AZIZOVA,

T. Biomarkers Specific to Densely-Ionizing (High LET) Radiations. Radiation Protection

Dosimetry. 97(1), 69-73. 2001.

11

Page 12: PEMERIKSAAN ABERASI KROMOSOM STABIL DENGAN TEHNIK ...

5. NERONOVA,E., SLOZINA,N., and NIKIFOROV,A. Chromosome Alterations in

Cleanup Workers Sampled Years after the Chernobyl Accident. Radiation Research

160,46-51, 2003.

6. GEORGE, K. WILLINGHAM, V., and CUCINOTTA, F.A. Stability of Chromosome

Aberrations in the Blood Lymphocytes of Astronauts Measured after Space Flight by

FISH Chromosome Painting. Radiation Research 164,474-480, 2005.

7. LUCAS, J.N., HILL, F., BURK, C., FESTER, T. and STRAUME, T. Dose-Response

Curve for Chromosome Translocations Measured in Human Lymphocytes Exposed to 60Co Gamma Rays. Health Physics 68(6), 761-765, 1995.

8. LOUCAS, B.D. and CORNFORTH, M.N. Complex Chromosome Exchanges Induced by

Gamma Rays in Human Lymphocytes: An mFISH Study. Radiation Research

155,660-671, 2001.

9. BOUCHINGER, M., SCHMID, E., and BRASELMANN, H. Time-Course of

Translocation and Dicentric Frequencies in A Radiation Accident Case. International

Journal of Radiation Biology 77(5), 553-557, 2001.

10. SALASSIDIS, K., GEORGIADOU-SCHUMACHER, V., BRASEL-MANN, H.,

MILLER, P., PETER, R.U, and BAUCHINGER, M. Chromosome Painting in Highly

IrradiatednChernobyl Victims: A Follow-up Study to Evaluatemthe Stability of

Symmetrical Translocations and the Influence of Clonal Aberrations for Retrospective

Dose Estimation. International Journal of Radiation Biology 68, 257-262, 1995.

11. SNIGIRYOVA, G., BRASELMANN, H., SALASSIDIS, H., SHEVCHENKO, V. and

BAUCHINGER, M. Retrospective Biodosimetry of Chernobyl Clean-up Workers Using

Chromosome painting and Conventional Chromosome Analysis.International Journal of

Radiation Biology 71, 119-127,1997.

12. TUCKER, J.D., TAWN, E.J., HOLDAWORTH, D. MORRIS, D., LANGLOIS, R.

RAMSEY, M.J., KATO, P. BOICE, J.D., JR, TARONE, R.E., and JENSEN, R.H.

Biological Dosimetry of Radiation Workers at the Sellafield Nuclear Facility. Radiation

Research 148, 216-226, 1997.

13. LLOYD, D.C., MOQUET, J.E., ORAM, S., EDWARDS, A.A., and LUCAS, J.N.

Accidental Intake of Tritiated Water: A Cytogenetic Follow-up on Translocation Stability

and Dose Reconstruction. International Journal of Radiation Biology 73, 543-547, 1998.

14. NAKAMURA, N., MIYAZAWA, SAWADA, S., AKIYAMA, M., and AWA, A.A. A

Close Correlation between Electron Spin Resonance (ESR) Dosimetry from Tooth

12

Page 13: PEMERIKSAAN ABERASI KROMOSOM STABIL DENGAN TEHNIK ...

Enamel and Cytogenetic Dosimetry from Lymphocytes of Hiroshima Atomic-Bomb

Survivors. International Journal of Radiation Biology 73,619-627, 1998.

15. LUOHAMAARA, S., LINDHOLM, C., MUSTONEN,R. and SLOMAA, S. Distribusi of

Radiation-Induced Exchange Aberrations in Human Chromosome 1,2 and 4. International

Journal of Radiation Biology 75(12), 1551-1556, 1999.

16. MORTON, N.E. Parameters of the Human Genome. Procceeding of National Academy

Science USA 88, 7474-7476, 1991.

17. STEPHAN, G. and PRESSL, S. Chromosome Aberrations in Human Lymphocytes

Analised by Fluoresence in situ Hybridization after in vitro Irradiation, and in Radiation

Workers, 11 Years after an Accidental Radiation Exposure. International Journal of

Radiation Biology 71, 293-299, 1997.

18. KNEHR, S., ZITZELSBERGER, H., BRASELMANN, H., and BAUCHINGER, M.

Analysis for DNA-Proportional Distribution of Radiation-Induced Chromosome

Aberrations in Various Triple Combinations of Human Chromosomes using Fluoresence

in situ Hybridization. International Journal of Radiation Biology 65,683-690, 1994.

19. GRANATH, F., GRIGOREVA, M. and NATARAJAN, A.T. DNA Content

Proportionality and Persistence of Radiation-Induced Chromosome Aberrations Studied

by FISH. Mutation Research, 366,145-152, 1996.

20. SCARPATO,R., LORI,A., TOMEI,A., CIPOLLINI,M., and BARALE,R. High

Prevalence of Chromosome 10 Rearrengements in Human Lymphocytes after in vitro X-

ray Irradiation. International Journal of Radiation Biology 76(5), 661-666, 2000.

21. BARQUINERO, J.F., KNHER, S., BRASELMANN, H., FIGEL, M., and

BAUCHINGER, M. DNA-Proportional Distribution of Radiation-Induced Chromosome

Aberrations Analysed by Fluoresence in situ Hybridization Painting of All chromosomes

of A Human Female Karyotype. International Journal of Radiation Biology 74,315-323,

1998.

22. KNEHR, S., ZITZELSBERGER, H., BRASELMANN, H., NAHRSTEDT, U., and

BAUCHINGER, M. Chromosome Analysis by Fluorescence in situ Hybridization:

Further Indications for A Non-DNA-Proportional Involvement of Single Chromosomes in

Radiation-Induced Structural Aberrations. International Journal of Radiation Biology 70,

385-392, 1996.

23. BOEL, J.J.W.A., VERMEULEN, S., and NATARAJAN, A.T. Differential Involvement

of chromosomes 1 and 4 in the Formation of Chromosome Aberrations in Human

13

Page 14: PEMERIKSAAN ABERASI KROMOSOM STABIL DENGAN TEHNIK ...

Lymphocytes After X-Irradiation. International Journal of Radiation Biology 72,139-145,

1997.

14