PEMEKARAN WILAYAH KABUPATEN SUNGKAI BUNGA MAYANG …digilib.unila.ac.id/55729/3/SKRIPSI TANPA BAB...
Transcript of PEMEKARAN WILAYAH KABUPATEN SUNGKAI BUNGA MAYANG …digilib.unila.ac.id/55729/3/SKRIPSI TANPA BAB...
PEMEKARAN WILAYAH KABUPATEN SUNGKAI BUNGA MAYANG
DITINJAU DARI SEGI HUKUM ADMINISTRASI NEGARA
(Skripsi)
Oleh
AHMAD MEDIKA YUSTISI
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2018
ABSTRAK
PEMEKARAN WILAYAH KABUPATEN SUNGKAI BUNGA MAYANG
DITINJAU DARI SEGI HUKUM ADMINISTRASI NEGARA
Oleh
AHMAD MEDIKA YUSTISI
Pemerintahan daerah memiliki kewenangan dalam rangka mengelola dan
mengoptimalkan sumber daya yang dimiliki oleh daerahnya sendiri, salah satunya
melalui pemekaran daerah. Pemekaran daerah dalam UU 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah adalah pemecahan provinsi atau daerah kabupaten/kota
untuk menjadi dua atau lebih daerah baru. Pemerintahan daerah Kabupaten
Lampung Utara saat ini melakukan pembentukan kabupaten baru yaitu Kabupaten
Sungkai Bunga Mayang. Permasalahan yang dikaji penulis dalam penelitian ini
adalah bagaimana proses pememekaran Kabupaten Sungkai Bunga Mayang dari
segi Hukum Administrasi Negara dan apa saja faktor penghambat dalam proses
pembentukannya. Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif dan
pendekatan yuridis empiris.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa proses pemekaran Kabupaten Sungkai
Bunga Mayang terdiri dari Proses penjaringan aspirasi dari masyarakat,
persetujuan bupati/walikota dan DPRD kabupaten/kota serta Persetujuan
Gubernur dan Rekomendasi Menteri. Syarat pemekaran calon Kabupaten Sungkai
Bunga Mayang secara admintratif dan teknis sudah terpenuhi tetapi secara fisik
terdapat dua indikator yang tidak terpenuhi yaitu lokasi calon ibukota yang belum
ditetapkan dan tidak adanya perencanaan sarana dan prasarana pusat
pemerintahan. Faktor penghambat pemekaran Kabupaten Sungkai Bunga Mayang
diantaranya faktor sosial yaitu adanya masyarakat yang tidak menyetujui
pemekaran, faktor dana yang kurang, faktor lokasi pusat pemerintahan yang
belum tetap dan moratorium sehingga proses pemekaran Kabupaten Sungkai
Bunga Mayang belum selesai. Saran yang dapat diberikan adalah diharapkan
pemerintah Lampung Utara dapat melaksanakan seluruh prosedur dan syarat
pemekaran sesuai dengan peraturan yang ada dan melakukan sosialisasi mengenai
pemekaran daerah untuk menghindari kesalahpahaman dalam masyarakat.
Kata kunci: Faktor penghambat pemekaran, Kabupaten Sungkai Bunga Mayang
Pemekaran Daerah, Prosedur dan Syarat-Syarat Pemekaran.
PEMEKARAN WILAYAH KABUPATEN SUNGKAI BUNGA MAYANG
DITINJAU DARI SEGI HUKUM ADMINISTRASI NEGARA
Oleh:
Ahmad Medika Yustisi
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar
SARJANA HUKUM
Pada
Bagian Hukum Administrasi Negara
Fakultas Hukum Universitas Lampung
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2018
RIWAYAT HIDUP
Dengan rahmat Allah SWT. Penulis dilahirkan di Kotabumi,
Kabupaten Lampung Utara, Provinsi Lampung, pada tanggal 11
Juni 1995. Penulis adalah anak pertama dari tiga bersaudara dari
pasangan Bapak Hj. Ahmad Yani, S.H. dan Ibu Hj. Dra Tina
Riyanti, M.pd. Penulis memiliki dua orang adik yang bernama Muhammad
Farhan Aufa dan Nabil Fahri Yafi.
Penulis menyelesaikan pendidikan TK di TK Bhayangkari Kotabumi pada tahun
2001, Pendidikan SD di SD Negeri 4 Kotabumi pada tahun 2007, Pendidikan
SMP di SMP Negeri 1 Kotabumi pada tahun 2010, dan SMA di SMA Negeri 3
Kotabumi pada tahun 2013. Penulis diterima di Universitas Lampung pada tahun
2013 melalui jalur SBMPTN sebagai mahasiswa Program Studi Ilmu Hukum,
Fakultas Hukum. Penulis melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Kampung
Gedung Karya Jitu, Kecamatan Rawajitu Selatan, Kabupaten Tulang Bawang.
Penulis selama menjalani studi mengikuti beberapa organisasi kampus yaitu
FOSSI FH Unila 2013, Himpunan Mahasiswa Hukum Administrasi Negara
(HIMA HAN) 2013, Pusat Studi Bantuan Hukum (PSBH) sebagai anggota muda
2014 dan organisasi luar kampus yaitu Gerakan Pelajar & Mahasiswa
Pembaharuan (GPMP) 2017 sampai saat ini.
Motto
“Jangan berhenti sebelum berhasil”
PERSEMBAHAN
Bissmilahirrahmannirahim
Dengan segenap rasa syukur kepada Allah SWT, Penulis mempersembahka karya
ini kepada:
Kedua orang tuaku yang senantiasa memberikan limpahan cinta kasih, nasihat,
dukungan dan doa yang selaluenjadi kekuatan bagi Penulisuntuk menyelesaikan
skripsi ini. Adik adikku tersayang yang senantiasa memberikan limpahan kasih
sayang, dukungan, serta mendoakan Penulis
Dan Almamaterkku tercinta…Universitas Lampung
SANWACANA
Puji Syukur penulis panjatkan kehadiran Allah SWT, shalawat serta salam kepada
junjungan Rasulullah Muhamad SAW, atas rahmat dan karunia-Nya skripsi ini
dapat diselesaikan. Skripsi dengan judul “Pemekaran Wilayah Kabupaten
Sungkai Bunga Mayang Ditinjau Dari Segi Hukum Administrasi Negara”
adalah salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Hukum di Universitas
Lampung. Penulis berharap skripsi ini akan bermanfaat bagi pembaca.
Terwujudnya skripsi ini tidak lepas dari bantuan dan saran berbagai pihak, untuk
itu penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Kedua orang tua, Bapak Ahmad Yani S.H dan Ibu Dra Tina Riyanti Mpd
yang penulis cintai, Adik Muhammad Farhan Aufa, Nabil Fahri Yafi, yang
selalu memberikan doa dan dukungan kepada Penulis;
2. Ibu Nurmayani, S.H,. M.H , selaku Pembimbing Utama atas kesediaannya
meluangkan waktu, tenaga, dan pikirannya untuk memberikan bimbingan
(bimbingan skripsi) saran dan kritik dalam proses penyelesaian skripsi ini;
3. Ibu Upik Hamidah, S.H,. M.H, sebagai pembimbing kedua atas kesediaannya
meluangkan waktu, tenaga dan pikirannya untuk emberikan bimbingan, saran
dan kritik dalam proses penyelesaian skripsi ini;
iv
4. Bapak Elman Eddy Patra, S.H,. M.H, selaku Penguji Utama, atas
kesediaannya meluangkan waktu, tenaga dan pikirannya untuk memberikan
saran dan kritik dalam proses penyelesaian skripsi ini;
5. Ibu Sri Sulastuti, S.H,.M.H, Selaku Ketua Bagian Hukum Administrasi
Negara dan sebagai Penguji Kedua atas kesediaannya meluangkan waktu,
tenaga dan pikirannya untuk memberikan saran dan kritik dalam proses
penyelesaian skripsi ini;
6. Bapak Prof. Dr. Maroni, S.H,.M.Hum. selaku Dekan Fakultas Hukum
Universitas Lampung.
7. Miss Rehulina, S.H,.M.H, selaku Pembimbing Akademik, yang telah
membimbing penulis selama kuliah;
8. Segenap Dosen Pengajar dan Staff Bagian Hukum Administrasi Negara
Fakultas Hukum Universitas Lampung yang telah memberikan ilmu selama
proses perkuliahan;
9. Anggota Naga Hitam (Abdul Rahman Pn, Achmad Fachrur, Ade Oktariatas
Ky, Agus Pidarta, Andi Kurniawan, Dimas Abimayu, Edius Pratama, Erik
Budi Darmawan, Ferdi Arianto, Firdaus Pardede, Ahmad Sawal, Andre
Rinaldy) yang sudah membantu dan menemani penulis sejak awal kuliah;
10. Teman-teman KKN (Gita Bahana Simarmata, Chairunissa, Nurul Desfajaya,
Abdillah E. Kurniaji, Wardatul Aini Putri) atas pengalaman yang kalian
berikan. Akan selalu mengingat hari dimana kita bersama di Desa Gedung
Karya Jitu;
11. Teman-teman FH angkatan tahun 2013 untuk cinta kasi, tawa, dan dukungan
dan kebersamaannya selama ini;
v
12. Keluarga besar Ikatan Keluarga Silat Putra Indonesia dan Kushin Ryu M
Karate-do Indonesia untuk persaudaraannya selama ini;
13. Kepada semua pihak yang terlibat namun tidak dapat disebutkan satu persatu,
Penulis Mengucapkan terima kasih atas dukungan dan bantuannya dalam
menyelesaikan skripsi ini.
Bandar Lampung, Desember 2018
Ahmad Medika Yustisi
DAFTAR ISI
Halaman
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ..................................................................................... 1
1.2 Permasalahan dan Ruang Lingkup ....................................................... 7
1.2.1 Rumusan Masalah ....................................................................... 7
1.2.2 Ruang Lingkup Penelitian ........................................................... 7
1.3 Tujuan Penelitian dan Kegunaan Penelitian ......................................... 7
1.3.1 Tujuan Penelitian ......................................................................... 7
1.3.2 Kegunaan Penelitian .................................................................... 8
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Otonomi Daerah ................................................................................... 9
2.1.1 Pengertian Otonomi Daerah ....................................................... 9
2.1.2 Pengertian Otonomi Daerah Menurut Ahli ................................ 10
2.1.3 Pengertian dan Konsep Desentralisasi ........................................ 11
2.2 Pemekaran Daerah ............................................................................... 13
2.2.1 Konsep Pemekaran Wilayah ....................................................... 13
2.2.2 Alasan Pemekaran ...................................................................... 17
2.2.3 Tujuan Pemekaran Wilayah ....................................................... 19
2.2.4 Prosedur Pelaksanaan Pemekaran Daerah . ................................. 20
2.2.5 Syarat-Syarat Pemekaran ............................................................ 22
2.2.5.1 Syarat Pemekaran Sesuai UU No. 23 Tahun 2014 ......... 22
2.2.5.2 Syarat Pemekaran Sesuai PP No. 78 Tahun 2007 .......... 24
2.2.6 Dampak Pemekaran .................................................................... 27
2.2.7 Perkembangan Wilayah .............................................................. 30
2.2.8 Permasalahan Pemekaran ........................................................... 32
2.3 Dasar Hukum Pembentukan Daerah ................................................... 35
III. METODE PENELITIAN
3.1 Pendekatan Masalah ............................................................................ 36
3.2 Sumber Data ........................................................................................ 36
3.3 Penentuan Narasumber ........................................................................ 37
3.4 Karakteristik Responden ...................................................................... 38
3.5 Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data ..................................... 39
3.5.1 Prosedur Pengumpulan Data ...................................................... 39
3.5.2 Prosedur Pengolahan Data .......................................................... 40
3.6 Analisis Data ....................................................................................... 40
vii
Halaman
IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Daerah Lampung Utara dan Calon Daerah
Otonomi Baru Sungkai Bunga Mayang ............................................. 41
4.1.1 Kecamatan Bunga Mayang........................................................ 43
4.1.2 Kecamatan Muara Sungkai........................................................ 43
4.1.3 Kecamatan Sungkai Jaya .......................................................... 44
4.1.4 Kecamatan Sungkai Utara ......................................................... 44
4.1.5 Kecamatan Hulu Sungkai ......................................................... 44
4.1.6 Kecamatan Sungkai Tengah ..................................................... 45
4.1.7 Kecamatan Sungkai Selatan ..................................................... 45
4.1.8 Kecamatan Sungkai Barat ........................................................ 46
4.2.Proses Pembentukan Kabupaten Sungkai Bunga Mayang ................. 47
4.2.1 Syarat-Syarat Pemekaran Kabupaten Sungkai Bunga Mayang 47
4.2.1.1 Syarat Pemekaran Sesuai UU No. 23 Tahun 2014 ....... 47
4.2.1.2 Syarat Pemekaran Sesuai PP No. 78 Tahun 2007 ........ 48
4.2.2 Proses Penjaringan aspirasi, Persetujuan Bupati/DPRD
Lampung Utara, Persetujuan Gubernur dan Rekomendasi
Menteri ...................................................................................... 51
4.2.2.1 Proses Penjaringan Aspirasi Masyarakat ...................... 51
4.2.2.2 Proses Persetujuan Bupati/Walikota danPersetujuan
DPRD Kabupaten/Kota ................................................ 52
4.2.2.3 Proses Penyetujuan Gubernur........................................ 53
4.2.2.4 Rekomendasi Menteri .................................................... 54
4.3.Faktor Penghambat ............................................................................ 55
4.3.1 Faktor Internal ........................................................................... 55
4.3.2 Faktor Eksternal......................................................................... 57
V. PENUTUP
5.1 Kesimpulan ........................................................................................ 58
5.2 Saran .................................................................................................. 59
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 60
LAMPIRAN Gambar ............................................................................................................. 63
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah untuk mengatur
dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat
dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.1 Tujuan pemberian otonomi
daerah adalah untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui
peningkatan pelayanan, pemberdayaan, dan peran serta masyarakat. Daerah
diharapkan mampu meningkatkan daya saing berdasarkan prinsip demokrasi,
pemerataan, keadilan, keistimewaan dan kekhususan serta potensi dan
keanekaragaman daerah.
Otonomi daerah di Indonesia dapat terlaksana dengan adanya kebijakan
desentralisasi. Pelaksanaan kebijakan desentralisasi adalah adanya perubahan pola
perkembangan wilayah. Sejak keluarnya UU Otonomi Daerah tahun 1999 dan PP
Pemekaran Daerah tahun 2000, jumlah daerah otonom hampir dua kali lipat dari
jumlah daerah awal. Sebelum UU berlaku jumlah daerah otonom sebanyak 249
kabupaten, diakhir tahun 2007 jumlahnya menjadi 370 kabupaten.
1 Nordiawan, Deddi, Iswahyudi SP dan Maulidah Rahmawati, 2007, Akuntansi Pemerintahan,
Salemba Empat, Jakarta. Hlm.284
2
Pemekaran daerah di Indonesia pada tahun 1999 ditentukan oleh pemerintah
pusat, sementara setelah berlakunya UU Nomor 22 tahun 1999 pemerintah daerah
dapat mengusulkan pemekaran wilayah asalkan memenuhi kriteria kemampuan
ekonomi, potensi daerah, sosial-budaya, sosial-politik, jumlah penduduk, luas
daerah, dan pertimbangan lain yang memungkinkan terselenggaranya pemekaran
wilayah.2Setiap daerah dituntut untuk memajukan daerahnya sendiri dengan
melihat potensi yang ada pada daerah tersebut. 3
Pada tahun 2014 pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi di Indonesia
mengalami perubahan setelah ditetapkannya Undang-Undang nomor 23 Tahun
2014 Tentang Pemerintahan Daerah. Undang-Undang ini mengatur tentang tata
cara, mekanisme, dan syarat-syarat dari pemekaran itu sendiri, dimana setelah
disahkannya UU No 23 Tahun 2014 membuat UU No 23 Tahun 2007 tidak sah
karena tidak lagi sesuai dengan ketatanegaraan, dan tuntutan penyelenggaraan
pemerintahan daerah. Hal ini dilakukan karena banyaknya daerah yang ingin
memekarkan daerahnya sehingga pemekaran suatu daerah diperketat dengan UU
No 23 Tahun 2014.4
Hal yang diperbarui pada UU No 23 Tahun 2014 ini dari UU sebelumnya adalah
pengetatan prosedur pemekaran daerah baru. Prosedur pemekaran tersebut antara
lain usulan pemekaran itu harus melewati pemerintah pusat, setelah mendapat
2Layla Sabeita El Fitri, Irwan Noor, Suwondo. 2013. Pemekaran Kecamatan Dalam Peningkatan
Pelayanan Kependudukan. Jurnal Administrasi Publik. 1 (3). Hlm 1 3Himawan Hariyoga, 2008, Studi Evaluasi (Impact) Penataan Daerah Otonom Baru Tahun 2008,
Direktorat Otonomi Daerah Deputi Bidang Pengembangan Regional dan Otonomi Daerah, Jakarta. Hlm 4 4 NiLuh Putu Suartami Dewi dan Ni Made Ari Yuliartini Griadhi, 2015, Analisis Yuridis Terkait
Pemekaran Daerah Berdasarkan Prinsip Otonomi Daerah, http://ojs.unud.ac.id/index.php/Kerthanegara/article/viewFile/15236/10092, diakses tanggal 10 Maret, pukul 14:39
3
usulan pemerintah melakukan kajian menggunakan Peraturan Pemerintah (PP).
PP yang digunakan adalah PP Nomor 78 Tahun 2007 sebagai payung hukum dari
pembentukan daerah persiapan atau daerah administrative. Menurut PP Nomor 78
Tahun 2007 dalam pembentukan daerah kabupaten/kota berupa pemekaran
kabupaten/kota dan penggabungan beberapa kecamatan yang bersandingan pada
wilayah kabupaten/kota yang berbeda harus memenuhi syarat administratif,
teknis, dan fisik kewilayahan.
1. Persyaratan Administratif
a. Keputusan DPRD kabupaten/kota induk tentang persetujuan pembentukan
calon kabupaten/kota;
b. Keputusan bupati/walikota induk tentang persetujuan pembentukan calon
kabupaten/kota
c. Keputusan DPRD provinsi tentang persetujuan pembentukan calon
kabupaten /kota
d. Keputusan gubernur tentang persetujuan pembentukan calon
kabupaten/kota; dan
e. Rekomendasi Menteri.
2. Persyaratan Teknis
Syarat teknis pembentukan wilayah kabupaten/kota meliputi faktor kemampuan
ekonomi, potensi daerah, sosial budaya, sosial politik, kependudukan, luas daerah,
pertahanan, kemanan, kemampuan keuangan, tingkat kesejahteraan masyarakat,
dan rentang kendali penyelenggaraan pemerintahan daerah. Suatu calon daerah
otonom direkomendasikan menjadi daerah otonom baru apabila calon daerah
otonom dan daerah induknhya mempunyai total nilai seluruh indikator dan
4
perolehan nilai seluruh indikator dan perolehan nilai indikator faktor
kependudukan, faktor kemapanan ekononomi, faktor potensi daerah, dan faktor
kemampuan keuangan dengan kategori sangat mampu dan mampu.
3. Syarat Fisik
Syarat fisik kewilayahan meliputi cakupan wilayah, lokasi calon ibukota, sarana
dan prasarana pemerintahan. Cakupan wilayah tersebut dimaksudkan untuk;
a. Pembentukan provinsi paling sedikit 5 kabupaten/kota;
b. Pembentukan kabupaten paling sedikit 5 kecamatan; dan
c. Pembentukan kota paling sedikit 4 kecamatan.
Daerah persiapan otonomi ini diberi waktu tiga tahun untuk menjalankan
administrasi pemerintahannya, termasuk mengurus sumber keuangan daerahnya.
Jika dalam waktu tiga tahun daerah persiapan itu dapat memenuhi persyaratan,
maka daerah itu akan ditetapkan menjadi Daerah Otonomi Baru.
Salah satu daerah yang rencananya akan dimekarkan sebagai Kabupaten adalah
Kabupaten Sungkai Bunga Mayang, yang terletak di Lampung Utara. Calon
Kabupaten Sungkai Bunga Mayang terdiri dari delapan kecamatan, diantaranya
adalah Kecamatan Bunga Mayang, Kecamatan Muara Sungkai, Kecamatan
Sungkai Jaya, Kecamatan Sungkai Utara, Kecamatan Hulu Sungkai, Kecamatan
Sungkai Tengah, Kecamatan Sungkai Selatan, dan Kecamatan Sungkai Barat.
Sehubungan dengan itu, proses pembentukan calon Kabupaten Sungkai Bunga
Mayang dimulai dari tahun 2015 dengan tujuan untuk mempercepat pelaksanaaan
pembangunan perekonomian daerah, memperpendek rentang kendali
pemerintahan Panitia Khusus Pemekaran Kabupaten Sungkai Bunga Mayang
5
telah terbentuk oleh DPRD Lampung Utara.5 Tujuan dibentukknya Panitia Khusus
Pembentukan adalah untuk menilai kelengkapan syarat-syarat pembentukan
wilayah. Dengan demikian dapat mengurangi masalah-masalah pembentukan
daerah yang terjadi saat ini. Salah satu cara untuk mengurangi masalah
pembentukan adalah dengan dikeluarkannya moratorium pembentukan yang
dikeluarkan oleh pemerintah pusat, yang bertujuan untuk membatasi dibentuknya
daerah baru karena anggaran pemerintahan yang terbatas. Hal ini disebabkan
karena dalam menjalankan pembentukan daerah baru membutuhkan biaya yang
sangat banyak sementara kondisi keuangan negara terbatas.
Pembentukan daerah baru dikhawatirkan akan menimbulkan dampak buruk atau
merugikan daerah lain, karena anggaran untuk daerah induk akan dikurangi untuk
membiayai daerah yang baru. Rencana pemnbentukan daerah baru bisa
mematikan ekonomi, sumber daya kabupaten induk yaitu Lampung Utara jika
tidak didukung dengan kesiapan yang matang. Karena Kabupaten Lampung Utara
terdiri dari kecamatan yang menjadi sumber Pendapatan Asli Daerah dimana
wilayah yang terletak di kecamatan-kecamatan sumber PAD berada dalam
wilayah pembentukan daerah baru. Maka dari itu PAD kabupaten induk akan
tertarik pada kabupaten baru karena daya dukung dari kabupaten induk akan
dipergunakan untuk membangun daerah baru. Daerah yang akan diambil alih oleh
daerah baru tersebut adalah sumber perekonomian, pertanian, industri, ternak, dari
daerah induk yaitu Kabupaten Lampung Utara. Pada wilayah tersebut terdapat
jumlah penduduk yang cukup besar. Berdasarkan hasil observasi di lapangan yang
5http://www. lampungekspres-plus.com/2016/11/28/pemekaran-sungkai-bunga-mayang-DPRD-
lampura-rencanakan-persetujuan-bersama/ diakses tanggal 8 Maret 2017 Pukul 20.00
6
peneliti lakukan dengan mewawancarai narasumber Bapak Haikal selaku tokoh
masyarakat, ditemukan adanya beberapa hal sebagai berikut:
1. Rencana penempatan letak ibukota yang tidak tepat yaitu terlalu jauh dari
pusat kabupaten;
2. Penempatan calon ibukota yang berubah-ubah/belum memiliki kepastian,
adanya tarik ulur antara pihak-pihak yang berkepentingan;
3. Rentang kendali pemerintahan yang tidak efektif, karena pusat
pemerintahan terlalu jauh berada di ujung batas wilayah dan tidak berada
di tengah kabupaten Bunga Mayang;
4. Distribusi barang dan jasa dapat terganggu karena jauhnya lokasi ibukota
dengan wilayah pendukung.
5. Percepatan pembangunan wilayah pembentukan menjadi tidak optimal,
karena daya dukung pertumbuhsan ekonomi belum memadai.
Berdasarkan fakta di atas membuat peneliti tertarik mengadakan penelitian di
Kecamatan Sungkai Bunga Mayang dengan judul “Pemekaran Wilayah
Kabupaten Sungkai Bunga Mayang Ditinjau Dari Segi Hukum Administrasi
Negara” untuk mengkaji apakah persyaratan pembentukan daerah ini sudah
sesuai dengan Undang-Undang atau tidak, untuk dijadikan kabupaten baru.
7
1.2 Permasalahan Dan Ruang Lingkup
1.2.1 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang dan memperhatikan pokok-pokok pikiran di
atas, maka yang menjadi pokok permasalahan dalam penelitian ini adalah:
1. Bagaimanakah proses pembentukan Kabupaten Sungkai Bunga Mayang dari
segi Hukum Administrasi Negara.
2. Apa saja faktor penghambat dalam proses pembentukan Kabupaten Sungkai
Bunga Mayang?
1.2.2 Ruang Lingkup Penelitian
Ruang Lingkup dalam penelitian ini adalah Hukum Administrasi Negara dengan
kajian mengenai syarat untuk pembentukan suatu Kabupaten, dan Persiapan dari
Masyarakat kecamatan Bunga Mayang, Sungkai Selatan, Sungkai Utara, Sungkai
Barat, Hulu Sungkai dan Sungkai Tengah untuk mendukung terbentuknya
kabupaten baru.
1.3 Tujuan dan Kegunaan Penelitian
1.3.1 Tujuan Penelitian
Berdasarkan permasalahan yang diajukan maka tujuan penelitian ini adalah
sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui proses pembentukan Kabupaten Sungkai Bunga Mayang
dalam memenuhi syarat menjadi kabupaten.
8
2. Untuk mengetahui faktor penghambat dalam pembentukan Kabupaten
Sungkai Bunga Mayang.
1.3.2 Kegunaan Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada beberapa
pihak, antara lain:
1. Kegunaan bagi Peneliti
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat berupa tambahan
wawasan dan kemampuan berfikir mengenai penerapan teori dan praktik yang
telah didapat dari mata kuliah yang telah diterima ke dalam penelitian yang
sebenarnya.
2. Kegunaan bagi dunia akademik
Hasil penelitian ini diharapkan berguna dalam pengembangan Ilmu Hukum
Administrasi Negara, khususnya yang mengkaji masalah Pembentukan daerah
khususnya Pembentukan Kabupaten.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Otonomi Daerah
2.1.1 Pengertian Otonomi Daerah
Secara etimologis, pengertian otonomi berasal dari bahasa latin yaitu “ autos
“yang mempunyai arti “sendiri” dan “nomos” yang dapat diartikan sebagai aturan.
Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk
mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat
setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.6
Otonomi Daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk
mengatur dan mengurus sendiri Urusan Pemerintahan dan Kepentingan masyaraat
setempat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pemberian otonomi
yang seluas luasnya kepada Daerah diarahkan untuk mempercepat terwujudnya
kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan dan
peran serta masyarakat.7
6 Ibid hlm 36
7 Pemda Lampung Utara, Kajian Pembentukan Daerah Persiapan Kabupaten Sungkai Bunga
Mayang, 2015, hlm 1-1
10
2.1.2 Pengertian Otonomi Daerah Menurut Ahli
Otonomi Daerah menurut F. Sugeng Istianto, adalah “Hak dan wewenang untuk
mengatur dan mengurus rumah tangga daerah”. Menurut Ateng Syarifuddin,
“Otonomi mempunyai makna kebebasan atau kemandirian tetapi bukan
kemerdekaan melainkan kebebasan yang terbatas atau kemandirian itu terwujud
pemberian kesempatan yang harus dapat dipertanggung jawabkan”. Syarif Saleh,
mendefinisikan Otonomi Daerah sebagai “Hak mengatur dan memerintah daerah
sendiri dimana hak tersebut merupakan hak yang diperoleh dari pemerintah
pusat”.8
Selain dari pendapat para pakar diatas, ada juga beberapa pendapat ahli lain yang
memberikan pengertian yang berbeda mengenai otonomi daerah. Menurut
Benyamin Hoesein, otonomi daerah adalah “Pemerintahan oleh dan untuk rakyat
di bagian wilayah nasional suatu Negara secara informal berada di luar
pemerintah pusat”. Menurut Phillip Mahwood, otonomi daerah adalah “Suatu
pemerintah daerah yang memiliki kewenangan sendiri dimana keberadaannya
terpisah dengan otoritas yang disrahkan oleh pemerintah guna mengalokasikan
sumber material yang bersifat substansial mengenai fungsi yang berbeda”.
Pengertian otonomi daerah menurut Mariun, adalah “Kebebasan (kewenangan)
yang dimiliki oleh pemerintah daerah yang memungkinkan mereka untuk
membuat inisiatif sendiri dalam rangka mengelola dan mengoptimalkan sumber
daya yang dimiliki oleh daerahnya sendiri. Otonomi daerah merupakan kebebasan
untuk dapat berbuat sesuai dengan kebutuhan masyarakat setempat”. Pengertian
8 Ibid hlm 2-1
11
Otonomi daerah menurut Vincent Lemius, adalah “Kebebasan (kewenangan)
untuk megambil atau membuat suatu keputusann politik maupun administrasi
sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Di dalam otonomi daerah terdapat
kebebasan yang dimiliki oleh pemerintah daerah untuk menentukan apa yang
menjadi kebutuhan daerah namun apa yang menjadi kebutuhan daerah tersebut
senantiasa harus disesuaikan dengan kepentingan nasional sebagaimana yang
telah diatur dalam peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi”.
2.1.3 Pengertian dan Konsep Desentralisasi
Desentralisasi adalah asas yang menyatakan penyerahan sejumlah urusan
pemerintahan dari Pemerintah Pusat atau dari pemerintah daerah tingkat yang
lebih tinggi kepada pemerintah daerah tingkat yang lebih rendah sehingga menjadi
urusan rumah tangga daerah itu. Dengan demikian, prakarsa, wewenang, dan
tanggung jawab mengenai urusan-urusan yang diserahkan tadi sepenuhnya
menjadi tanggung jawab daerah itu, baik mengenai politik, kebijaksanaan,
perencanan, dan pelaksanaannya maupun mengenai segi-segi pembiayannya.
Perangkat pelaksanaannya adalah perangkat daerah sendiri.9
Desentralisasi merupakan suatu alat untuk mencapai salah satu tujuan bernegara,
khususnya dalam rangka memberikan pelayanan umum yang lebih baik dan
menciptakan proses pengambilan keputusan publik yang lebih demokratis.
Desentralisasi dapat diwujudkan dengan pelimpahan kewenangan kepada tingkat
pemerintahan di bawahnya untuk melakukan pembelanjaan, kewenangan untuk
9 Kansil C.S.T dan Christine Kansil, Pemerintahan Daerah Di Indonesia Hukum Administrasi Daerah
Jakarta: Sinar Grafika, 2004 hlm 3 h
12
memungut pajak (taxing power), terbentuknya Dewan yang dipilih oleh rakyat,
Kepala Daerah yang dipilih oleh DPRD, dan adanya bentuan dalam bentuk
transfer dari Pemerintah Pusat.
Asas dekonsentrasi adalah asas yang menyatakan pelimpahan wewenang dari
Pemerintah Pusat atau kepada wilayah atau kepala instansi vertikal tingkat yang
lebih tinggi kepada pejabat-pejabatnya di daerah. Tanggung jawab tetap ada pada
Pemerintah Pusat. Baik perencanaan dan pelaksanaannya maupun pembiayayaan
menjadi tanggung jawab Pemerintah Pusat. Unsur pelaksanaannya dikoordinasian
oleh kepala daerah dalam kedudukannya selaku wakil Pemerintah Pusat.
Latar belakang diadakannya sistem dekonsentrasi ialah bahwa tidak semua urusan
Pemerintah Pusat dapat diserahkan kepana Pemerintah Daerah menurut asas
desentralisasi.10
Konsekuensi dari pelaksanaan kebijakan desentralisasi (otonomi
daerah) adalah adanya perubahan pola perkembangan wilayah. Dalam waktu lima
belas tahun sejak diterbitkannya UU Otonomi Daerah tahun 1999 dan PP
Pemekaran Daerah tahun 2000, jumlah daerah otonom hampir berlipat ganda.
Sebelum UU tersebut berlaku, jumlah daerah otonom berjumlah 249 kabupaten,
65 kota dan 27 provinsi. Di akhir Desember tahun 2007, jumlahnya menjadi 370
kabupaten, 95 kota dan 33 provinsi. Hingga Akhir Desember tahun 2013 telah
terdapat 413 kabupaten, 98 kota dan 34 provinsi.
Pemekaran wilayah di Indonesia sebelum tahun 1999 ditentukan oleh pemerintah
pusat dengan tahap persiapan yang cukup lama. Tahapan persiapan ini
10
Ibid hlm 4
13
menyangkut penyiapan infrastruktur pemerintahan, aparatru pemerintah daerah
hingga terbangunnya fasilitas-fasitas umum. Munculnya wilayah pertumbuhan
ekonomi, pemukiman maupun dinamik nya kehidupan sosial politik menjadi
penilaian sebelum. Daerah tersebut ditetapkan sebagai daerah otonom.
Kewenangan pemerintah pusat yang tinggi justru tidak banyak menimbulkan
gejolah sosial politik yang berat di daerah.
2.2 Pemekaran Daerah
2.2.1 Konsep Pemekaran Wilayah
Pemekaran daerah adalah pemecahan provinsi atau kabupaten/kota menjadi dua
daerah atau lebih.11
Pembentukan daerah pada dasarnya dimaksudkan untuk
meningkatkan pelayanan publik guna mempercepat terwujudnya kesejahteraan
masyarakat di samping sebagai sarana pendidikan politik di tingkat local. Untuk
itu pembentukan daerah harus memperhatikan berbagai faktor, seperti
kemampuan ekonomi, potensi daerah, luas wilayah, kependudukan , dan
pertimbangan dari aspek sosial politik, sosial budaya, pertahanan dan keamanan,
serta pertimbangan dan syarat lain yang memungkinkan daerah itu dapat
menyelenggarakan dan mewujudkan tujuan dibentuknya daerah dan diberikannya
otonomi daerah12
.
PP Nomor 78 Tahun 2007 juga menjadi landasan dalam Pemekaran daerah, yang
didalam PP tersebut berisikan tata cara pemekaran, pembentukan, penghapusan,
11
Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2007 Pasal 1. 12
Sunarno, Siswanto, 2006 Hukum Pemerintahan Daerah di Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, hlm. 15
14
dan Penggabungan Daerah.Berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) No. 78 Tahun
2007 Tentang Tata Cara Pembentukan, Penghapusan, dan Penggabungan Daerah,
Pemekaran Daerah merupakan pemecahan Provinsi atau Kabupaten/kota menjadi
dua daerah atau lebih. Dalam hal pemekaran ini dapat berupa pembentukan daerah
yaitu pemberian status pada wilayah tertentu sebagai daerah provinsi atau daerah
Kabupaten/kota. Penghapusan daerah yaitu pencabutan status sebagai daerah
Provinsi atau daerah Kabupaten/kota. Penggabungan daerah yang merupakan
penyatuan daerah yang dihapus ke dalam daerah lain yang bersandingan. 13
Pemekaran wilayah merupakan pembagian kewenangan administratif dari satu
wilayah menjadi dua atau beberapa wilayah. Pembagian tersebut juga menyangkut
las wilayah maupun jumlah penduduk sehingga lebih mengecil. Pada level
provinsi menghasilkan satu pola yakni dari satu provinsi menjadi provinsi baru
dan provinsi induk. Sementara pada level kabupaten terdiri dari beberapa pola
yakni, pertama, dari satu kabupaten menjadi satu kabupaten baru (Daerah Otonom
Baru) dan kabupaten induk. Kedua, dari satu kabupaten menjadi satu kota baru
dan kabupaten induk. Ketiga, dari satu kabupaten menjadi dua kabupaten baru dan
satu kabupaten induk (Bappenas, 2010).
Secara teoritis, pemekaran wilayah pertama kali di ungkapkan oleh Charles Tibout
(1956) dalam Nurkholis (2005) dengan pendekatan public choice school. Dalam
artikelnya “A Pure Theory of Local Expenditure”, ia mengemukakan bahwa
pemekaran wilayah dianalogikan sebagai model ekonomi persaingan sempurna,
dimana pemerintahan daerah memiliki kekuatan untuk mempertahankan tingkat
13
PP No 78 tahun 2007
15
pajak yang rendah, menyediakan pelayanan yang efisien, dan mengijinkan setiap
individu masyarakatnya untuk mengekspresikan preferensinya untuk setiap jenis
pelayanan dari berbagai tingkat pemerintahan yang berbeda dengan “vote witch
their feet” (Bappenas, 2010).
Selain itu, Swianiewicz (2002) dalam Nurkholis (2005) juga mengungkapkan
bahwa komunitas lokal yang kecil lebih homogeni, dan lebih mudah untuk
mengimplementasikan kebijakan yang sesuai dengan preferensi sebagian besar
masyarakatnya. Kesempatan masyarakat untuk berpartisipasi dalam komunitas
yang kecil memiliki peluang lebih besar. Lalu pemerintahan daerah yang kecil
memiliki birokrasi yang rendah, contohnya fungsi administrasinya. Pemekaran
juga mendukung adanya persaingan antar pemerintahan darah dalam
mendatangkan modal ke daerahnya masing-masing, dimana pada hal ini dapat
meningkatkan produktifitas. Terakhir, pemekaran mendukung berbagai
eksperimen dan inovasi (Bappenas, 2010).
Pemekaran wilayah di Indonesia sebelum tahun 1999 ditentukan oleh pemerintah
pusat dengan tahap persiapan yang cukup lama. Tahapan persiapan tersebut
menyangkut persiapan infrastruktur pemerintahan, aparatur pemerintahan daerah
hingga terbangunnya fasilitas-fasilitas umum. Munculnya wilayah pertumbuhan
ekonomi, pemukiman dan juga dinamisnya kehidupan sosial politik menjadi
penilaian sebelum daerah tersebut dapat ditetapkan menjadi daerah otonom.
Kewenangan pemerintah pusat yang tinggi justru tidak banyak menimbulkan
gejolak sosial politik yang berarti di daerah (Bappenas, 2010).
16
Sementara sejak UU No. 23 Tahun 2014 berlaku, pemerintahan daerah dapat
mengusulkan pemekaran wilayah asalkan memenuhi kriteria kemampuan
ekonomi, potensi darah, sosial-budaya, sosial-politik, jumlah penduduk, luas
daerah, dan pertimbangan lain yang memungkinkan terselenggaranya otonomi
darah. Kriteria lebih lanjut diatur dalam PP No. 78 Tahun 2007 yang diperinci
dalam 19 indikator dan 43 sub indikator. Suatu daerah dinyatakan “lulus: menjadi
daerah otonom apabila darah induk maupun calon daerah yang akan dibentuk
mempunyai total skor sama atau lebih besar dari skor minimal kelulusan, dan
“ditolak” apabila sebagian besar (lebih dari separuh) skor sub indikator bernilai 1
(skor terendah).
Aturan diatas menegaskan bahwa darah akan memiliki kecenderungan untuk
dimekarkan apabila daerah tersebut, a) terletak di luar jawa dan Bali; b) daerah
berstatus Kabupaten; c) memiliki rasio Pendapatan Daerah Sendiri terhadap
pengeluaran total yang besar; d) bukan daerah baru hasil pemekaran; e) memiliki
PDRB yang berkontribusi dominan terhadap PDRB total (atas dasar harga
berlakku) seluruh Kabupaten/Kota dalam satu Provinsi; f) mempunyai jumlah
penduduk yang besar; g) mempunyai wilayah yang cukup luas; h) mendapatkan
alokasi DAU yang besar; dan i) memiliki nilai PDRB yang relatif kecil
(Bappenas,2010).
Setelah UU No 22 Tahun 1999 direvisi dengan UU No. 23 Tahun 2014, maka
pengaturan teknis pemekaran wilayah diatur dalam PP No 78 Tahun 2007 tentang
tata cara pembentukan , penghapusan, dan penggabungan daerah yang memiliki
persyaratan pemekaran wilayah yang lebih ketat dibandingkan PP No. 129 Tahun
17
2000. Walaupun PP ini telah berlaku namun dampaknya belum cukup kuat
membuat pemekaran berjalan lebih baik.
2.2.2 Alasan Pemekaran
Secara umum terdapat perbedaan persepsi antara pemerintah pusat dan pemerintah
daerah. Bagi pemerintah pusat, ketika merumuskan PP 129 Tahun 2000
berkeinginan untuk mencari daerah otonom baru yang dapat berdiri sendiri dan
mandiri. Di lain pihak, ternyata pemerintah daerah yang memiliki pendapat yang
berbeda. Pemerintahan daerah melihat pemekaran wilaya sebagai upaya untuk
secara cepat keluar dari keterpurukan (David Jackson et.al. 2008).
Daerah melakukan pemekaran wilayah didasari atas berbagai macam alasan,
pertama, dasar preference for homogeneity (kesamaan kelompok) atau historical
etnic memungkinkan ikatan sosial dalam suatu etnik yang sama dan itu perlu
diwujudkan didalam satu wilahyah yang sama pula. Keinginan untuk membuat
wilayah baru seiring dengan semakin menguatnya kecenderungan pengelompokan
etnis pada wilayah lama. Hal ini muncul karena mengingat dalam wilayah lama,
mereka tidak banyak mendapat kesempatan ekonomi dan politik yang bisa
dimanfaatkan dengan baik oleh kelompok masyarakat tersebut. Disamping faktor
sejarah etnik tersebut di masa lalu, Fitriani et. Al., (2005) membuktikan bahwa
historikal etnik menjadi alasan dalam pemekaran wilayah melalui model
ekonometrik dan hasilnya secara statistik signifikan.
Alasan kedua adalah, fiscal spoil (insentif fiscal untuk memekarkan diri, didapat
dari DAU/DAK), adanya jaminan transfer dana, khususnya Dana Alokasi Umum,
18
dari pemerintahan pusat ke pemerintahan daerah, yang menghasilkan keyakinan
bahwa daerah tersebut akan dibiayai. Pembiayaan itu melalui alokasi untuk
Pegawai Negeri Sipil Daerah maupun peluang kesempatan kerja melalui
peningkatan jumlah staf pemerintah daerah. Jaminan itu diharap dapat berampak
terhadap meningkatnya aktivitas perekonomian, baik melalui belanja langsung
pegawai meupun pembelanjaan barang dan jasa dari aktivitas pemerintahan.
Dalam halnya ini, akumulasi aktivitas ekonomi diharapkan ber-implikasi positif
terhadap kesejahteraan masyarakat secara umum.
Alasan Ketiga adalah, beaurocratic and political rent seeking (alasan politik, dan
untuk mencari jabatan penting/mobilitas vertikal). Alasan politik dimana dengan
adanya wilayah baru akan memunculkan suatu wilayah kekuasaan politik baru,
sehingga aspirasi politik masyarakat menjadi lebih dekat. Pada level daerah tentu
saja kesempatan tersebut akan muncul melalui kekuasaaan eksekutif maupun
legislatif. Pada level nasional, muncul nya wilayah baru bisa dimanfaatkan
sebagai peluang untuk dukungan yang lebih besar pada kekuatan politik tertentu.
Pada akhirnya keberadaan wilayah akan muncul dalam kalkulasi politik yang
lebih representatif.
Alasan keempat adalah, administrative dispersion, untuk mengatasi rentang
kendali dalam pemerintahan. Alasan ini semakin kuat mengingat daerah-daerah
pemekaran merupakan daerah yang cukup luas, sementara pusat pemerintahan dan
pelayanan masyarakat sulit untuk dijangkau. Posisi Ibukota pemerintahan menjadi
faktorpenentu. Hal ini juga nyata terbukti bahwa daerah-daerah pemekeran
19
merupakan daerah tertinggal dan miskin yang dukungan pelayanan publik nya
maupun infrastruktur pendukungnya sangat minim14
2.2.3 Tujuan Pemekaran Wilayah
Berdasarkan UU No. 23 Tahun 2014 tentang penataan daerah yang terdiri dari
pembentukan daerah dan penyesuaian daerah, penataan daerah di Indonesia
ditujukan untuk:
a. Mewujudkan efektifitas penyelenggaraan pemerintahan daerah
b. Mempercepat peningkatan kesejahteraan masyarakat
c. Mempercepat peningkatan kualitas pelayanan publik
d. Meningkatkan kualitas tata kelola pemerintahan
e. Meningkatkan daya saing nasional dan daya saing daerah
f. Memelihara keunikan adat istiadat, tradisi dan budaya daerah
Berdasarkan PP No. 78 Tahun 2007, menyebutkan bahwa yang menjadi tujuan
dari pemekaran daerah yaitu,
1. Peningkatan pelayanan publik kepada masyarakat
2. Percepatan kehidupan pertumbuhan kehidupan demokrasi
3. Percepatan pelaksanaan pembangunan perekonomian daerah
4. Percepatan pengelolaan potensi daerah
5. Peningkatan keamanan dan ketertiban
6. Peningkatan hubungan yang serasi antara pusat dan daerah
14
Andik Wahyun Mukhoyyidin. 2013. Pemekaran wilayah dan otonomi daerah pasca reformasi di Indonesia: konsep, fakta empiris dan rekomendasi ke depan. Jurnal Kostitusi, 10(2). 23 hlm.
20
2.2.4 Prosedur Pelaksanaan Pemekaran Daerah
Adapun tata cara pembentukan daerah Kabupaten/kotasebagaimana dimaksud
dalam PP No. 78 Tahun 2007 Pasal 1615
tentang Tata Cara Pembentukan,
Penghapusan, dan Penggabungan Daerah adalah sebagai berikut:
1. Aspirasi sebagian besar masyarakat setempat dalam bentuk Keputusan BPD
untuk Desa dan Forum Komunikasi Kelurahan atau nama lain untuk
Kelurahan diwilayah yang menjadi calon cakupan wilayah Kabupaten/kota
yang akan dimekarkan;
2. DPRD Kabupaten/kota dapat memutuskan untuk menyetujui atau menolak
aspirasi tersebut dalam bentuk Keputusan DPRD berdasarkan aspirasi
sebagian besar masyarakat setempat yang diwakili oleh BPD untuk desa atau
nama lain dan Forum Komunikasi Kelurahan untuk kelurahan atau nama lain;
3. Bupati/Walikota memutuskan untuk menyetujui atau menolak aspirasi dalam
bentuk Keputusan Bupati/Walikota berdasarkan hasil kajian daerah;
4. Bupati/Walikota mengusulkan pembentukan kabupaten/kotakepada Gubernur
untuk mendapatkan persetujuan dengan melampirkan:
a. Dokumen aspirasi masyarakat calon Kabupaten/kota;
b. Hasil kajian daerah;
c. Peta wilayah calon Kabupaten/kota; dan
d. Keputusan DPRD Kabupaten/kota dan Keputusan Bupati/Walikota (syarat
administratif).
15
Peraturan Pemerintah No 78 Tahun 2007 Pasal 16
21
5. Gubernur memutuskan untuk menyetujui atau menolak usulan pembentukan
Kabupaten/kota berdasarkan evaluasi terhadap kajian daerah
6. Gubernur menyampaikan usulan pembentukan calon Kabupaten/kota kepada
DPRD Provinsi
7. DPRD memutuskan untuk menyetujui atau menolak usulan pembentukan
Kabupaten/kota; dan
8. Dalam hal Gubernur menyetujui usulan pembentukan Kabupaten/kota,
Gubernur mengusulkan pembentukan Kabupaten/kota kepada Presiden
melalui Menteri dengan melampirkan:
a. Dokumen aspirasi masyarakat di calon Kabupaten/kota;
b. Hasil kajian daerah;
c. Peta wilayah calon Kabupaten/kota;
d. Keputusan DPRD Kabupaten/kotadan keputusan Bupati/Walikota (syarat
administratif); dan
e. Keputusan DPRD Provinsi dan Keputusan Gubernur (syarat administratif).
Dengan demikian usul pembentukan suatu daerah tidak dapat diproses apabila
hanya memenuhi sebagian persyaratan saja, seperti halnya sebagian besar usul-
usul pembentukan daerah sebelumnya hanya didasarkan pada pertimbangan faktor
politis atau faktor sejarah saja. Pembentukan daerah harus bermanfaat bagi
pembangunan nasional pada umumnya dan pembangunan daerah pada khususnya
denga tujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang secara tidak langsung
diharapkan dapat meningkatkan pendapatan daerah16
.
16
Sunarno Siswanto, 2006, Hukum Pemerintahan di Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, hlm. 17
22
2.2.5 Syarat-Syarat Pemekaran
2.2.5.1 Syarat Pemekaran Sesuai UU No. 23 Tahun 2014
Pemekaran daerah dilakukan melalui tahapan daerah persiapan provinsi atau
daerah persiapan kabupaten/kota. Pembentukan daetah persiapan tersebut harus
memenuhi persyaratan dasar dan persyaratan administratif.
a. Persyaratan dasar; meliputi persyaratan dasar kewilayahan dan persyaratan
dasar kapasitas daerah.
1. Persyaratan dasar kewilayahan meliputi:
a. Luas wilayah minimal dan jumlah penduduk minimal ditentukan
berdasarkan pengelompokan pulau atau kepulauan.
b. Jumlah penduduk minimal ditentukan berdasarkan pengelompokan pulau
atau kepulauan.
c. Batas wilayah sebagaimana dimaksud dalam dibuktikan dengan titik
koordinat pada peta dasar. Cakupan Wilayah sebagaimana dimaksud
meliputi:
a. paling sedikit 5 (lima) Daerah kabupaten/kota untuk pembentukan
Daerah provinsi;
b. Paling sedikit 5 (lima) Kecamatan untuk pembentukan Daerah
kabupaten; dan
c. paling sedikit 4 (empat) Kecamatan untuk pembentukan Daerah kota.
d. Cakupan Wilayah untuk Daerah Persiapan yang wilayahnya terdiri atas
pulau-pulau memuat Cakupan Wilayah dan rincian nama pulau yang
berada dalam wilayahnya.
23
e. Batas usia minimal meliputi:
a. batas usia minimal Daerah provinsi 10 (sepuluh) tahun dan Daerah
kabupaten/kota 7 (tujuh) tahun terhitung sejak pembentukan; dan
b. batas usia minimal Kecamatan yang menjadi Cakupan Wilayah Daerah
kabupaten/kota 5 (lima) tahun terhitung sejak pembentukan.
2. Persyaratan dasar kapasitas daerah didasarkan pada: geografi, demografi,
keamanan, sosial politik adat dan tradisi, potensi ekonomi , keuangan
daerah dan kemampuan penyelenggaraan pemerintahan.
b. Persyaratan administratif disusun sebagai berikut:
1. Daerah provinsi meliputi: persetujuan bersama DPRD kabupaten/kota
dengan bupati/walikota yang akan menjadi cakupan wilayah persiapan
provinsi dan persetujuan anggota DPR induk dengan gubernur daerah
provinsi induk.
2. Untuk daerah kabupaten/kota meliputi: keputusan musyawarah desa yang
akan menjadi cakupan wilayah daerah kabupaten/kota, persetujuan
bersama DPRD kabupaten/kota induk dengan bupati/walikota daerah
iinduk dan persetujuan bersama DPRD provinsi dengan gubernur dari
daerah provinsi yang mencakupi daerah persiapan kabupaten/kota yang
akan dibentuk.
24
2.2.5.2 Syarat Pemekaran Sesuai PP No.78 Tahun 2007
Menurut PP Nomor 78 Tahun 2007 Dalam pembentukan daerah kabupaten/kota
berupa pemekaran kabupaten/kota dan penggabungan beberapa kecamatan yang
bersandingan pada wilayah kabupaten/kota yang berbeda harus memenuhi syarat
administratif, teknis, dan fisik kewilayahan.
1. Persyaratan Administratif
a. Keputusan DPRD kabupaten/kota induk tentang persetujuan pembentukan
calon kabupaten/kota;
b. Keputusan bupati/walikota induk tentang persetujuan pembentukan calon
kabupaten/kota
c. Keputusan DPRD provinsi tentang persetujuan pembentukan calon
kabupaten /kota
d. Keputusan gubernur tentang persetujuan pembentukan calon
kabupaten/kota; dan
e. Rekomendasi Menteri.
2. Persyaratan Teknis
Syarat teknis pembentukan wilayah kabupaten/kota meliputi faktor kemampuan
ekonomi, potensi daerah, sosial budaya, sosial politik, kependudukan, luas daerah,
pertahanan, kemanan, kemampuan keuangan, tingkat kesejahteraan masyarakat,
dan rentang kendali penyelenggaraan pemerintahan daerah. Suatu calon daerah
otonom direkomendasikan menjadi daerah otonom baru apabila calon daerah
otonom dan daerah induknhya mempunyai total nilai seluruh indikator dan
perolehan nilai seluruh indikator dan perolehan nilai indikator faktor
25
kependudukan, faktor kemapanan ekononomi, faktor potensi daerah, dan faktor
kemampuan keuangan dengan kategori sangat mampu dan mampu.
Suatu calon daerah otonom direkomendasikan menjadi daerah otonom baru
apabila calon daerah otonom dan daerah induknya mempunyai total nilai seluruh
indikator dan perolehan nilai indikator kependudukan, faktor kemampuan
ekonomi, faktor potensi daerah dan faktor kemampuan keuagan dengan kategori
sangat mampu atau mampu.
Daerah otonom direkomendasikan menjadi daerah otonom baru apabila
mempunyai total nilai seluruh indikator dengan kategori sangat mampu (420-
500) atau mampu (340-419) serta perolehan total nilai indikator faktor
kependudukan (80-100), fakor kemampuan ekonomi (60-75), faktor potensi
daerah (60-75) dan faktor kemampuan keuangan (60-75).
Tabel 1. Kriteria kelulusan daerah otonomi baru berdasarkan PP No 78 2007
Kategori Total Seluruh Indikator Keterangan
Sangat mampu 420 s/d 500 Rekomendasi
Mampu 340 s/d 419 Rekomendasi
Kurang Mampu 260 s/d 339 Ditolak
Tidak Mampu 180 s/d 259 Ditolak
Sangat Tidak Mampu 100 s/d 179 Ditolak
Sumber: PP No 78 Tahun 2007
Usulan pembentukan daerah otonom baru ditolak apabila calon daerah otonom
baru atau daerah induknya (setelah pemekaran) mempunyai total nilai seluruh
indikator dengan kategori kurang mampu, tidak mampu dan sangat tidak mampu
dalam melakukan otonomi daerah.
26
3. Syarat Fisik
Syarat fisik kewilayahan meliputi cakupan wilayah, lokasi calon ibukota, sarana
dan prasarana pemerintahan.
a. Cakupan wilayah tersebut dimaksudkan untuk;
1) Pembentukan provinsi paling sedikit 5 kabupaten/kota;
2) Pembentukan kabupaten paling sedikit 5 kecamatan; dan
3) Pembentukan kota paling sedikit 4 kecamatan.
b. Lokasi calon ibukota ditetapkan dengan keputusan gubernur dan keputusan
DPRD Provinsi untuk ibukota Provinsi, keputusan Bupati dan keputusan
DPRD kabupaten untuk Ibukota Kabupaten. Penetapan lokasi calon ibukota
hanya dilakukan untuk satu lokasi ibukota setelah adanya kajian daerah.
c. Sarana dan prasarana meliputi bangunan dan lahan untuk kantor kepala
daerah, kantor DPRD dan kantor perangkat daerah yang dapat digunakan
untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat. Bangungan dan lahan
sebagaimana dimaksud berada dalam wilayah calon daerah baru. Lahan yang
dimaksud adalah lahan yang dimiliki pemerintah daerah dengan bukti
kepemilikan yang sah.
27
2.2.6 Dampak Pemekaran
David Jackson et. Al (2008) melalui suatu studi kerjasama Bappenas dan UNDP,
menjelaskan tentang hasil-hasil pemekaran dimana Daerah Otonom Baru (DOB)
sepanjang tahun 2000 hingga 2005 secara umum menunjukkan keadaan yang
tidak lebih baik dibandingkan dengan darah induknya. Pada aspek ekonomi,
pertumbuhan ekonomi nya masih relatif belum stabil, disamping perannya juga
masih lebih kecil dibandingkan dengan wilayah lainnya. Kemiskinan juga
relatiflebih tinggi meskipun terjadi trend penurunan. Apalagi tingkat kesejahteraan
yang diukur dengan PDRB per Kapita juga masih ketinggalan dibanding dengan
daerah induk.
Pada aspek pelayanan publik, khususnya pendidikan pun juga penunjukan DOB
belum berkembang. Hal ini dilihat dari ketersediaan pendidik tingkat menengah
maupun infrastruktur pendukung. Kondisi yang sama juga dengan jumlah tenaga
kesehatan. Pelayanan publik yang juga tak kalah penting, yaitu jalan dimana DOB
memiliki kualitas jalan yang lebih rendah disbanding daerah induknya. Studi
Bappenas-UNDP (2008) menegaskan kesimpulan yang diperoleh sebelumnya
oleh LAN (2005) dimana rasio penjang jalan keseluruhan dengan luas wilayah
juga menunjukan penurunan kualitas. Studi Qibthiyah (2008) melaporkan bahwa
tingkat kematian bayi jauh lebih sering dijumpai di daerah pemekaran daripada di
daerah bukan pemekaran, begitu pula dengan tingkat kelulusan siswa. Sedangkan
untuk aparatur pemerintah daerah menunjukan secara kuantitas, aparatur
fungsional pendidikan dan kesehatan jumlahanya juga terbatas. Bahkan, kualitas
pendidikan aparatur DOB juga lebih rendah dibandingkan dengan daerah induk.
28
Temuan ini juga mempertegas studi Bappenas sebelumnya (2004) bahwa
kapasitas aparatur di DOB perlu banyak perbaikan dan perubahan.
Pada aspek keuangan daerah terlihat jjumlah daerah secara aggregat yang
bertambah meningkatkan kebutuhan belanja daerah pemerintah pusat. SEjak
ditetapkannya PP Nomor 129 Tahun 2000, alokasi belanja pemerintah untuk
belanja daerah terus mengalami peningkatan baik secara nominal maupun secara
proporsional. Pada tahun 2002 saja, alokasi belanja daerah mengalami
peningkatan dari Rp.81.054 Miliar di tahun 2001 menjadi Rp.97.809 Miliar di
tahun 2002, atau mengalami peningkatan sebesar 20,67%. Empat tahun kemudian
ketika untuk kabupaten dan kota secara administratif bertambah sekitar 86 daerah,
alokasi belanja daerah mencapai Rp.219,380 Miliar atau meningkat lebih dari
126% dibandingkan tahun 2002.
Sejatinya, alokasi belanja darah ini dapat lebih dioptimalkan, baik sebagai sumber
pembiayaan pembangunan darah ataupun pembiayaan pembangunan secara
nasional. Disisi lain, dengan berbagai upaya dalam otonomi dan desentralisasi
fiscal salah satunya pemekaran daerah; kapasitas fiscal pemerintah darah dapat
ditingkatkan. Namun pada kenyatannya pemerintah daerah masih memiliki
ketergantungan yang cukup besar terhadap alokasi anggaran pemerintah pusat
untuk membiayai pembangunan di daerah. Untuk pemerintah provinsi sekitar 70-
80% APBD berasal dari pemerintah pusat, sedangkan untuk kabupaten/kota
sekitar 80-90% APBD juga berasal dari pemerintah pusat (Studi Pemearan
Bappenas, 2008).
29
Secara khusus, daerah otonom baru menunjukan depensdensi fiscal yang lebih
tinggi meskipun terdapat kecenderungan penurunan. Hal ini menunjukan kapasitas
pemerintah nya belum dapat secara cepat mengambil alih fungsi penerimaan
daerah. Anggaran pemerintah juga kurang optimal mendorong pusat-pusat
perekonomian. Hal ini juga tercermin porsi alokasi belanja modal dari pemerintah
darah yang rendah. Fenomena yang menarik adalah adanya “kebocoran” anggaran
belanja modal ke daerah lain yang justru menghambat kemajuan daerah otonom
baru tersebut17
.
Dengan demikian, tak dapat dipungkiri bahwa pemekaran pemerintah daerah ini
telah menimbulkan tekanan terhadap APBN akibat adanya sejumlah dana yang
harus di transfer kepada pemerintah daerah baru. Komponen terbesar dalam dana
transfer pemerintah pusat kepada pemerintah daerah adalah DAU. Dampak dari
adanya pemekaran daerah terhadap alokasi DAU dan akhirnya membebani APBN
sebenarnya lebih bersifat tidak langsung. Hal ini disebabkan DAU yang
dialokasikan didasarkan pada perhitungan daerah induk dan baru kemudian
dibagikan berdasarkan proporsi tertentu antara daerah induk dan daerah
pemekaran.
Walaupun ada kenaikan transfer pemerintah ke daerah namun jumlah dana
transfer.perimbangan ke masing-masing daerah akan semakin kecil karena harus
dibagi ke daerah yang jumlahnya semakin banyak karena peningkatan jumlah
DOB secara drastis. Untuk membuktikan hal tersebut dapa tmenggunakan proksi
17
Rozali Abdullah, 2007, Pelaksanaan Otonomi Luas Dengan Pemilihan Kepala Daerah Secara Langsung, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, hlm. 11-12
30
rasio belanja daerah (rasio belanja daerah terhadap total penerimaan APBN) dan
belanja per daerah.
Dampak makro diungkapkan oleh LAN (2005), yakni kesenjangan pembangunan
manusia antara wilayah Indonesia Bagian Barat dan Indonesia Bagian Timur
semakin membesar. Studi-studi lainnya juga melaporkan bahwa biaya pemekaran
terhitung mahal, sedangkan manfaatnya relatif terbatas (DSF, 2007). Pandangan
lain tentang dampak pemekaran juga bernilai positif, meskipun dari sisi jumlah
belumlah terlalu banyak. Ciri khas daerah yang dinilai lebih baik dibandingkan
daerah induknya yaitu, pertama, merupakan daerah yang secara administratif
adalah kota; kedua, daerah dengan sumberdaya alamnya melimpah, khususnya
migas, untuk menopang sumber keuangan daerahnya; ketiga, banyak nya inovasi
dibidang tata pemerintahan yang memungkinkan pelayanan publik jauh lebih baik
dibandingkan sebelumnya.
2.2.7 Perkembangan Wilayah
Wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur
terkait yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek administrasif
dan/atau aspek fungsional18
, ditinjau dari fungsional, wilayah merupakan suatu
sistem kompleks yang terdiri dari sistem ekonomi, system ekologi, sistem sosial
politik (Blair dalam Abdurrahman, 2005). Miraza (2005) wilayah memiliki
sumber daya alam dan sumber daya manusia serta posisi geografis yang dapat
18
Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, Sinar Grafika, Jakarta, hlm 4.
31
diolah dan dimanfaatkan secara efisien dan efektif melalui perencanaan yang
komprehensif.
Secara normatif, wilayah juga didefinisikan sebagai ruang yang merupakan
kesatuan geografis beserta segenap unsur terkait padanya yang batas dan
sistemnya ditentukan berdasarkan aspek administrasi atau aspek fungsional
(Undang-Undang Penataan Ruang No.26, 2007). Adapun pemekaran wilayah
merupakan wujud implementasi otonomi daerah dalam mengakomodasi aspirasi
masyarakat untuk membentuk suatu kabupaten/kota yang baru, yang terpisah dan
tidak berhierarki dengan kabupaten induk, sedangkan wilayah kecamatan
merupakan wilayah kerja perangkat daerah kabupaten dan daerah kota yang
dipimpin oleh kepala kecamatan (Undang-Undang Otonomi Daerah No.32, 2004).
Dalam hal ini, kabupaten merupakan daerah otonom yang terdiri dari beberapa
kecamatan sebagai perangkat perwilayahan. Perkembangan ekonomi adalah
perbaikan terhadap kesejahteraan material yang terus menerus dan berjangka
panjang yang dapat dilihat dari lancarnya distribusi barang dan jasa (Okun dan
Richardson dalam Jhingan, 2010), sedangkan perkembangan suatu wilayah
merupakan integral pertumbuhan setiap sistem yang terdiri dari sosial, ekonomi,
infrastruktur, berkurangnya kesenjangan antarwilayah, serta terjaganya kelestarian
lingkungan hidup pada suatu wilayah (Riyadi, 2002).
Perkembangan wilayah menurut Schumpiter dalam (Jhingan, 2010) adalah
perubahan spontan dan terputus-putus dalam keadaan stasioner yang senantiasa
mengubah dan mengganti situasi keseimbangan yang ada sebelumnya, dimana
dapat diasumsikan bahwa indikator perkembangan wilayah dapat ditinjau dari
32
perkembangan aspak ekonomi, sosial dan infrastruktur. Kriteria yang dipilih
untuk menyatakan tingkat perkembangan suatu daerah adalah tingkat kemudahan
bagi masyarakat dalam mendapatkan kebutuhan kehidupannya, baik berupa
kebutuhan hidup maupun kebutuhan untuk melakukan kegiatan usaha.
Pemakaian kriteria pendapatan daerah perkapita sangat sulit untuk mencari
keterkaitannya dengan mekanisme pengembangan wilayah, karena belum dapat
memberikan gambaran yang memadai tentang kebutuhan sebenarnya dari
masyarakat, dimana pendapatan tinggi belum berarti merupakan suatu jaminan
bagi masyarakat dalam memperoleh kebutuhannya. Menurut Hill dan Williams
dalam (Huzain, 2008), untuk memberikan gambaran yang lengkap tentang
perkembangan wilayah, diperlukan variabel yang cukup banyak macamnya yang
berfungsi untuk menilai suatu daerah. Berkaitan dengan analisis variabel-variabel
ekonomi perlu ditambahkan indikator-indikator yang mengacu pada Kebutuhan
Fisik Minimum (Minimum Physical Needs), yang terdiri dari tiga area kunci
indikator-indikator sosial yang mempengaruhi nilai perkembangan suatu daerah
yaitu kesehatan, kemiskinan dan pendidikan.
2.2.8 Permasalahan Pemekaran
Syafarudin (2010: 50-55) menyebutkan faktor penyebab langsung maupun tidak
langsung munculnya persoalan pasca pembentukan daerah baru dapat
diidentifikasi dalam 3 (tiga) aspek sebagai berikut:
Pertama, manipulasi data awal dan proses pembentukan. Apabila daerah
pemekaran baru benar-benar memenuhi syarat dan memenuhi semua prosedur
33
substantif maka problem pasca pemekaran bisa dihindari. Kuat dugaan bahwa
selama ini ada pemaksaan dan manipulasi syarat-syarat teknis, administrasi, dan
kewilayahan. Politik uang (money politics) di tingkat lokal dan nasional, meski
sulit untuk dibuktikan, nampaknya kuat sekali menjadi faktor memuluskan
persyaratan dan memenuhi prosedur formal. Kedua, nafsu politik elit lokal dan
nasional memberangus kesadaran kolektif. Walaupun daerah tidak layak
dimekarkan, namun kenyataannya hampir semua riset kampus dan lembaga
penelitian menyatakan layak 179 daerah untuk dimekarkan. Nafsu elit lokal dan
nasional memekarkan wilayah demi motif ekonomi dan politik ini didukung pula
dengan sikap DPR dan DPD sebagai penyambung aspirasi rakyat. Akibatnya
kesadaran kolektif hilang, tenggelam oleh histeria/euforia politisi dan massa yang
ikut-ikutan terbuai bayang-bayang kenikmatan pemekaran daerah.
Ketiga, kemanjaan fiskal yang dijamin UU bagi daerah-daerah pemekaran seperti
DAU, bagi hasil dari SDA, PAD, dll. Salah satu sebab terjadinya gelombang
pemekaran daerah karena adanya jaminan dalam UU 32/2004, PP 129/2000, dan
PP 78/2007 bahwa daerah baru hasil pemekaran akan memperoleh DAU (dana
alokasi umum) dari pusat. DAU pusat diharapkan turun sebanyak-banyaknya ke
daerah yang akan dipergunakan untuk membangun. Kenyataan ini semakin ironis
mengingat PAD daerah minim dan banyak mengandalkan pembiayan
pembangunan dari pusat. Akibatnya daerah makin banyak bergantung ke pusat
dan APBN pusat kini mengalami “blooding”.
34
Badan Perencanaan dan pembangunan Nasional dalam penelitian mengenai Studi
Evaluasi Pemekaran Daerah, menyebutkan dua masalah utama yang diidentifikasi
dalam pemekaran daerah, yaitu:
1. Pembagian Potensi Ekonomi Tidak Merata. Dari perkembangan data yang ada
menunjukkan bahwa dari aspek ekonomi, daerah-daerah DOB menunjukkan
potensi ekonomi yang lebih rendah daripada daerah induk. Hal ini ditunjukkan
oleh nilai PDRB daerah DOB yang lima tahun terakhir masih di bawah daerah
induk meskipun PP 129/2000 mensyaratkan adanya kemampuan yang relatif
tidak jauh berbeda antara daerah induk dengan calon daerah DOB. Secara riil
potensi yang dimaksud yakni kawasan industri, daerah pertanian dan
perkebunan yang produktif, tambak, pertambangan, maupun fasilitas
penunjang perekonomian.
2. Beban Penduduk Miskin Lebih Tinggi. Terdapat suatu kesimpulan bahwa
daerah pemekaran umumnya memiliki jumlah penduduk miskin yang relatif
lebih besar, khususnya daerah DOB. Hal ini membawa implikasi bahwa untuk
menggerakkan perekonomian daerah sehingga terjadi peningkatan pendapatan
masyarakat memerlukan upaya yang jauh lebih berat. Penduduk miskin
umumnya memiliki keterbatasan sumberdaya manusia, baik pendidikan,
pengetahuan maupun kemampuan dalam rangka menghasilkan pendapatan. Di
samping itu, sumberdaya alam di kantungkantung kemiskinan umumnya juga
sangat terbatas, misalnya hanya dapat ditanami tanaman pangan dengan
produktivitas rendah.
35
2.3 Dasar Hukum Pembentukan Daerah
Dasar-dasar Hukum dalam pembentukan wilayah terdapat dalam:
1. UUD 1945 Bab VI Pemerintahan Daerah Pasal 18;
Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi
dan daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota, yang tiap-tiap
provinsi, kabupaten, dan kota itu mempunyai pemerintahan daerah, yang
diatur dengan undang-undang.
2. UU Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah;
3. PP Nomor 78 Tahun 2007 Tentang Tata Cara Pembentukan, Penghapusan,
dan Penggabungan Daerah
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Pendekatan Masalah
Pendekatan masalah yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif
dan pendekatan yuridis empiris.
a. Pendekatan yuridis normatif, yaitu pendekatan dengan cara melihat dan
mempelajari buku-buku dan dokumen-dokumen serta peraturan-peraturan
lainnya yang berlaku dan berhubungan dengan judul dan pokok bahasan yang
akan diteliti.
b. Pendekatan yuridis empiris adalah upaya untuk memperoleh kejelasan dan
pemahaman dari permasalahan berdasarkan realitas yang ada melalui
wawancara kepada para responden di lokasi penelitian.
3.2 Sumber Data
Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data
sekunder.
a. Data Primer
Data primer yang digunakan adalah data yang diperoleh dari studi
lapangan melalui metode wawancara dengan pihak yang terkait dalam
pemekaran wilayah Sungkai Bunga Mayang.
37
b. Data Sekunder
Datasekunder adalah data yang diperoleh melalui studi kepustakaan,
terdiridari:
a. Bahan Hukum Primer, merupakan bahan hukum yang bersifat
mengingat berupa peraturan perundang-undangan Yaitu Undang-
Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
b. Bahan Hukum Sekunder, bahan hukum sekunder dalam penelitian
bersumber dari bahan-bahan hukumyang dapat membantu pemahaman
dalam menganalisa serta memahamipermasalahan, terdiri dari
berbagai buku atau literatur hukum.
c. Bahan Hukum Tersier, bahan hukum tersier dalam penelitian
bersumber dari bahan-bahan penujanglainyya seperti arsip, dokumen
atau sumber dari internet.
3.3 Penentuan Narasumber
Narasumber adalah pihak-pihak yang dijadikan sumberin formasi di dalam suatu
penelitian dan memiliki pengetahuan sertain formasi yang dibutuhkan sesuai
dengan permasalahan yang dibahas. Narasumber dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut:
1. Wakil Ketua DPRD Lampung Utara : 1 Ora ng
2. Kepala Kesatuan Bangsa dan Politik Lampung Utara : 1 Orang
3. Ketua Badan Perencanaan Pembangunan Daerah : 1 Orang
4. Tokoh Pemuda : 1 Orang
Total jumlah responden : 4 Orang
38
3.4 Karakteristik Responden
Responden penelitian ini adalah berbagai pihak atau subjek hukum yang terkait
dengan analisis proses pembentukan kabupaten baru sungkai bunga mayang
1. Responden Kesatuan Bangsa dan Politik Provinsi Lampung Utara
a. Nama : HJ Firmansyah. SPd. MM
NIP : 196411221991031004
Pangkat : Pembina Tk 1
Pekerjaan : Kepala Kesbangpol Provinsi Lampung
Alamat : Kotabumi Lampung Utara
2. Responden Tokoh Masyarakat
a. Nama : Haikal
Pangkat :-
Pekerjaan : PNS
Alamat : Sungkai Selatan
3. Responden dari Badan Perencana Pembangunan Daerah Lampung Utara
a. Nama : Drs Syahrizal Adhar MM
NIP : 19640220 199103 1 010
Pangkat : Pembina Utama Muda (IV/c)
Pekerjaan : Kepala Badan Perencanaan Pembangunan
Daerah Lampung Utara
Alamat : Kotabumi Lampung Utara
39
4. Responden dari Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Lampung Utara
a. Nama : Nurdin Habim SE
Pekerjaan : Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah Lampung Utara
Alamat : Kotabumi Lampung Utara
3.5 Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data
3.5.1 Prosedur Pengumpulan Data
Prosedur pengumpulan data dilakukan dengan:
1) Studi pustaka (library research), adalah pengumpulan data dengan melakukan
serangkaian kegiatan membaca, menelaah dan mengutip dari bahan
kepustakaan serta melakukan pengkajian terhadap ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berkaitan dengan pokok bahasan.
2) Studi lapangan (field research), dilakukan sebagai usaha mengumpulkan data
secara langsung di lapangan penelitian guna memperoleh data yang
dibutuhkan. Studi lapangan ini dilaksanakan dengan cara:
(a) Observasi (observation), yaitu melakukan pengamatan dan pencatatan
terhadap data dan fakta yang ada di lokasi penelitian.
(b) Wawancara (interview), yaitu mengajukan tanya jawab kepada informan
penelitian dengan menggunakan pedoman wawancara yang telah
dipersiapkan sebelumnya dan akan dikembangkan pada saat wawancara
berlangsung. Wawancara dilakukan pada Pemerintah Daerah Kecamatan
Sungkai.
40
3.5.2 Prosedur Pengolahan Data
Setelah melakukan pengumpulan data, selanjutnya pengolahan sehingga data yang
didapan dipergunakan untuk menganalisis permasalahan yang diteliti yang pada
umumnya dilakukan dengan cara19
:
1. Identifikasi data (editing)
Yaitu melakukan pemeriksaan data yang terkummpul apakah sudah cukup
lengkap, sudah cukup benar, dan sudah sesuai dengan permasalahan.
2. Klasifikasi Data (reconstructing)
Yaitu menusun ulang data secara teratur, berurutan, logis, sehingga mudah
dipahami dan diinterpretasikan.
3. Sistemasi data (systematizing)
Yaitu menempatkan data menurut kerangka sistematika bahasan berdasarkan
uraian masalah.
3.6 Analisis Data
Setelah pengolahan data selesai, maka dilakukan analisis data, sehingga diperoleh
kesimpulan berdasarkan deskriptif kualitatif, artinya hasil penelitian ini
dideskripsikan dalam bentuk penjelasan dan uraian kalimat yang mudah dibaca
dan dimengerti untuk diinterprestasikan dan ditarik kesimpulan secara umum
yang didasarkan fakta-fakta yang bersifat khusus terhadap pokok bahasan yang
diteliti.
19
Ibid
V. PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang didapatkan maka dapat disimpulkan beberapa
hal:
1. Proses pemekaran calon Kabupaten Sungkai Bunga Mayang terdiri dari:
Proses penjaringan aspirasi dari masyarakat, persetujuan bupati/walikota dan
persetujuan DPRD kabupaten/kota serta Persetujuan Gubernur dan
Rekomendasi Menteri, sementara syarat pemekaran calon Kabupaten Sungkai
Bunga Mayang secara admintratif dan teknis sudah terpenuhi tetapi secara
fisik terdapat dua indikator yang tidak terpenuhi yaitu lokasi calon ibukota
serta sarana dan prasarana pusat pemerintahan.
2. Faktor Penghambat Pemekaran Kabupaten Sungkai Bunga Mayang
Proses pemekaran calon Kabupaten Sungkai Bunga Mayang sudah berjalan
dan memenuhi syarat, namun terhalang beberapa kendala yang terdiri dari
faktor internal dan eksternal:
a. Faktor internal diantaranya yaitu faktor sosial pada masyarakat yang tidak
menyetujui adanya kegiatan pemekaran karena akan menyulitkan
masyarakat dalam melaksanakan kegiatan administrasi, faktor dana yaitu
kurangnya hibah dana untuk melakukan proses pemekaran Kabupaten
59
Sungkai Bunga Mayang dan faktor lokasi calon ibukota karena belum
jelasnya hibah tanah untuk dijadikan sebagai lokasi pusat pemerintahan
calon ibukota Kabupaten Sungkai Bunga Mayang.
b. Faktor eksternal yaitu adanya moratorium yang menyebabkan proses
pemekaran ditunda untuk masa yang belum ditentukan artinya Kabupaten
Sungkai Bunga Mayang belum dimekarkan.
5.2 Saran
Pemerintah Provinsi Lampung Utara seharusnya memperhatikan berbagai
permasalahan yang ada dalam proses pemekaran calon Kabupaten Sungkai Bunga
Mayang yang diantaranya adalah menetapkan satu lokasi pusat pemerintahan dan
membuat perencanaan sarana dan prasarana pemerintahan, mencari sumber donasi
yang tepat seperti tanah donasi utuk mendirikan lokasi pusat pemerintahan
kabupaten yang baru, mensosialisasikan kepada masyarakat awam tentang apa itu
pemekaran dan keuntungan yang didapatkan daerahnya setelah daerahnya
dimekarkan.
DAFTAR PUSTAKA
Literatur
Abdullah, R. 2007. Pelaksanaan Otonomi Luas Dengan Pemilihan Kepala
Daerah Secara Langsung. PT RajaGrafindo Persada. Jakarta.
Fitri, L.S.E., Noor, I dan Suwondo. 2013. Pemekaran Kecamatan Dalam
Peningkatan Pelayanan Kependudukan. Jurnal Administrasi Publik. 1 (3).
Hariyoga, H 2008. Studi Evaluasi (Impact) Penataan Daerah Otonom Baru
Tahun 2008. Direktorat Otonomi Daerah Deputi Bidang Pengembangan
Regional dan Otonomi Daerah. Jakarta.
Ida, L. 2005. Permasalahan Pemekaran Daerah di Indonesia. Media Indonesia.
Jakarta.
Kansil, C.S.T dan Kansil, X. 2004 Pemerintahan Daerah Di Indonesia Hukum
Administrasi Daerah. Sinar Grafika. Jakarta.
Mukhoyyidin, A. W. 2013. Pemekaran wilayah dan otonomi daerah pasca
reformasi di Indonesia: konsep, fakta empiris dan rekomendasi ke depan.
Jurnal Kostitusi, 10(2).
Nordiawan., Deddi., Iswahyudi dan Rahmawati, M. 2007.Akuntansi
Pemerintahan.Salemba Empat. Jakarta.
Rudy. 2012. Hukum Pemerintahan Daerah Perspektif Konstitusionalisme
Indonesia. Indepth Publishing. Bandar Lampung.
Sakti, H. S. 2011. Gubernur Kedudukan, peran, dan Kewenangannya. Graha
Ilmu.Yogyakarta.
Siswanto, S. 2006 Hukum Pemerintahan Daerah di Indonesia. Sinar
Grafika.Jakarta.
61
Perundang-Undangan
Undang-Undang No 1 Tahun 1945 tentang Peraturan Mengenai Kedudukan
Komite Nasional Daerah.
Undang-Undang No 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
Peraturan-Pemerintah No 129 Tahun 2009 tentang Tata Cara Pembentukan
Penghapusan dan Penggabungan Daerah
Peraturan-Pemerintah No 78 Tahun 2007 tentang Tata Cara Pembentukan
Penghapusan dan Penggabungan Daerah
Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang
Website
http: //ojs.unud.ac.id/index.php/Kerthanegara/article/viewFile/15236/10092,
http://www. lampungekspres-plus.com/2016/11/28/pemekaran-sungkai-bunga-
mayang-dprd-lampura-rencanakan-persetujuan-bersama