Pembuatan Aspirin
-
Upload
kay-x-anwar -
Category
Documents
-
view
131 -
download
5
description
Transcript of Pembuatan Aspirin
Pembuatan Aspirin
DASAR TEORI
PEMBUATAN ASPIRIN
Metil salisilat merupakan bahan dasar dalam sintesis senyawa azo, pengawet bahan
makanan dan bahan dasar pembuatan aspirin.
Hidrolisiis metil salisilat dengan NaOH akan menghasilkan asam salisilat.
Reaksi:
Beberapa sifat fisik asam salisilat diantaranya memiliki titik leleh 159”C, berat jenis
1.443, larut dalam amoniak cair, mudah menyublim, dan pada suhu tinggi terurai menjadi
fenol dan CO2.
Asam salisilat (o-hidroksi asam benzoate) merupakan senyawa bifungsional yang
mengandung gugus fungsi hidroksi dan karboksil. Dengan demikian asam salisilat dapat
berfungsi sebagai fenol (hidroksibenzena) dan juga berfungsi sebagai asam benzoate. Baik
sebagai asam maupun sebagai fenol, asam salisilat dapat mengalami reaksi esterifikasi. Bila
direaksikan dengan anhidrida asam, akan mengalami reaksi esterifikasi menghasilkan asam
asetil salisilat (aspirin). Dan apabila direaksikan dengan methanol (alcohol), juga mengalalmi
reaksi esterifikasi menghasilkan ester metal salisilat (minyak gandapura).
Banyak turunan dari asam salisilat yang digunakan sebagai obat seperti asetil
salisilat atau aspirin. Aspirin atau asam asetil salisilat merupakan senyawa derivatif dari
asam salisilat. Aspirin berupa kristal putih dan berbentuk seperti jarum. Dalam pembuatan
aspirin tidak akan dihasilkan produk yang baik jika suasananya berair, karena asam salisilat
yang terbentuk akan terhidrolisa menjadi asam salisilat berair. Aspirin diperoleh dengan
proses asetilasi terhadap asam salisilat dengan katalisator H2SO4 pekat.
Asetilasi adalah terjadinya pergantian atom H pada gugus –OH dan asam salisilat
dengan gugus asetil dari asam asetil anhidrat. Karena asam salisilat adalah desalat phenol,
maka reaksinya adalah asetilasi destilat phenol. Asetilasi ini tidak melibatkan ikatan C-O
yang kuat dari phenol, tetapi tergantung pada pemakaian, pemisahan ikatan –OH. Jika
dipakai asam karboksilat untuk asetilasi biasanya rendemen rendah. Hasil yang diperoleh
akan lebih baik. Jika digunakan suatu derivat yang lebih reaktif menghasilkan ester asetat.
Nama lain aspirin adalah metil ester asetanol (karena doperoleh dari esterifikasi asam
salisilat sehingga merupakan asam asetat dan fenilsalisilat).
Struktur Aspirin:
Sifat Fisik dan Sifat Kimia dari aspirin adalah sebagai berikut:1.Sifat Fisik
Bentuk kristal seperti jarum Berwarna putih mengkilat Dalam alkohol panas larut Titik leleh 135-136 o C Bilangan molekul: 180 g/mol
2. Sifat Kimia · Dengan NaOH 10% terhidrolisa menjadi asam salisilat bebas· Dengan air terhidrolisis menjadi asam salisilat bebas dan asam asetat· Tidak terhidrolisis dalam asam lemak, karena dalam lambung tidak diserap dahulu. Setelah
dalam usus halus, dalam suasana basa dapat terhidrolisis menghasilkan asam salisilat bebas.
Reaksi esterifikasi yang terjadi pada pembuatan aspirin adalah sebagai berikut:
Dalam hal ini asam salisilat berperan sebagai alkohol karena mempunyai gugus –OH ,
sedangkan anhidrida asam asetat tentu saja sebagai anhidrida asam. Ester yang terbentuk
adalah asam asetil salisilat (aspirin). Gugus asetil (CH3CO-) berasal dari anhidrida asam
asetat sedangkan hasil samping reaksi ini adalah asam asetat.
Hasil samping ini akan terhidrasi membentuk anhidrida asam asetat. Anhidrida asam
asetat akan kembali bereaksi dengan asam salisilat membentuk aspirin dan tentu saja
dengan hasil samping berupa asam asetat. Jadi, dapat dikatakan reaksi akan berhenti
setelah asam salisilat habis karena adanya asam sulfat pekat ini.
PEMBAHASANPada percobaan ini, pembuatan asam aspirin dilakukan dengan menggunakan reaksi
esterifikasi. Reaksi esterifikasi adalah reaksi pembentukan ester dari suatu senyawa yang
mengandung ester dengan suatu alcohol.
Percobaan ini diawali dengan mereaksikan 10 gram asam salisilat, 2 mL asam sulfat
dan 15 gram asam asetat glacial. Pada reaksi ini, asam salisilat akan berperan sebagai
alkohol karena mempunyai gugus –OH , sedangkan asam asetat glacial akan berperan
sebagai asam. Dimana katasis yang digunakan dal percobaan ini adalah asam sulfat yang
dapat mempercepat laju reaksi pembentukan ester dengan menurunkan energi aktifasi
sehingga pembentukan produk berupa ester dapat dengan mudah terbentuk .
Reaksi esterifikasi tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
Penambahan asam sulfat pekat juga berfungsi sebagai zat penghidrasi. Diman hasil
samping dari reaksi asam salisilat dan anhidrida asam asetat yakni asam asetat akan
terhidrasi membentuk anhidrida asam asetat. Anhidrida asam asetat ini akan kembali
bereaksi dengan asam salisilat membentuk aspirin dan tentu saja dengan hasil samping
berupa asam asetat. Sehingga reaksi akan berhenti setelah asam salisilat habis bereaksi
dengan asam sulfat pekat ini.
Oleh sebab itu, setelah pencampuran ketiganya maka dilakukan dipanaskan untuk
memastikan bahwa asam salisilat benar-benar telah habis bereaksi. Reaksi baru akan
berlangsung dengan baik pada suhu 50-60°C yakni setelah pemanasan 1 jam. Hal ini terlihat
dengan terbentuknya endapan atau Kristal putih (aspirin) seperti terlihat pada gambar 1.2.
Selanjutnya dilakukan pemurnian terhadap kristal aspirin untuk memperoleh aspirin
yang murni. Pemurnian ini diawali dengan melarutkan kristal aspirin yang telah dingin dalam
100 ml air sambil diaduk-aduk. Maka kristal aspirin tersebut tidak larut di dalam air
sedangkan hasil sampingnya berupa pengotor-pengotor akan larut dalam pencampuran ini,
sehingga ketika disaring akan diperoleh filtrat air dan pengotor-pengotor serta Kristal
aspirin yang tidak tersaring pada kertas saring. Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut :
+ H20 à
Kristal aspirin yang tidak larut tadi kemudian dicuci dengan 50 ml aquades dan 30
ml alkohol, funginya adalah untuk melihat sifat dari kristal aspirin dan menghilangkan zat
pengotor yang tidak ikut tersaring. Dari hasil percobaan terlihat bahwa kristal aspirin larut
dalam alkohol yag bersifat nonpolar dan tidak larut dalam air yag bersifat polar. Sehingga
dapat dikatakan bahwa aspirin bersifat nonpolar.
Selanjutnya, dilakukan pemanasan untuk menghilangkan molekul-molekul air dan
menguapkan alkohol sebab alkohol tadi telah terikat pada aspirin sehingga melalui
pemanasan maka alkohol mudah menguap dan diperoleh kristal murni. Hal ini ditandai
dengan timbulnya bau seperti obat.
Setelah itu, kristal dilarutkan lagi dalam air dan di saring untuk memastikan
bahwa kristal benar-benar terbebas dari air sehingga diperoleh kristal hasil penyaringan
sebesar 26,01gram dengan rendamen sebesar 38,44 %.
KESIMPULAN
Adapun kesimpulan dari percobaan ini adalah sebagai berikut:
· Aspirin dapat dibuat dengan mereaksikan asam salisilat dengan asam asetat glasial
dengan menggunakan katalis H2SO4 melalui reaksi esterifikasi. Persamaan reaksi:
· Dari hasil percobaan diperoleh kristal aspirin sebanyak 26,01 gram dengan rendamen
sebesar 38,44 %.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2003. Encyclopedia Aspirin. http://www.statemaster.com/encyclopedia/Aspirin.Diakses tanggal 2 Juni 2012 Pukul 16.30.
Fieser, Louis. F. 1987. Experiment in Organic Chemistry, 3nd edition, Revised, D. C. Heath and Company : Boston.Mulyono. 2005. Kamus Kimia. Bandung: P.T Genersindo.
Ralp J. Fessenden, Joan S. Fessenden, 1990, Kimia Organik 3rd Edition, Penerbit Erlangga :
Jakarta.
Tim penyusun. 2012. Penuntun Praktikum Kimia Organik II. Laboratorium kimia. FST KIMIA
UNDANA: Kupang.
MINYAK GANDAPURA
Risky Patria Sari
1. Klasifikasi Tanaman
Tanaman gandapura dalam ilmu taksonomi diklasifikasikan sebagai berikut:
Kingdom : Plantae (Tumbuhan)
Subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)
Super Divisi : Spermatophyta (Menghasilkan biji)
Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)
Kelas : Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil)
Sub Kelas : Dilleniidae
Ordo : Ericales
Famili : Ericaceae
Genus : Gaultheria
Spesies : Gaultheria fragrantissima
Tanaman gandapura banyak dikenal di Jawa dengan sebutan kakapasan, kaworo, regula,
rewulow, waron, kastore, atau bukal, sedangkan di Sumatera orang menyebutnya sebagai
gandapura. Kesturi merupakan tanaman semak berumur panjang yang tumbuh tegak, bercabang
sedikit dan memiliki tinggi 0,5 m – 2,5 m dengan batang bulat berambut kasar. Kapasan dapat
ditemukan tumbuh liar di tempat-tempat terbuka, tanah kososng atau tersebar di kebun-kebun
sampai ketinggian 650 m di atas permukaan laut. Daunnya tunggal bertangkai panjang, helaian
daun berbagai lima yang sangat dalam dengan panjang 6 cm – 22 cm, kedua permukaan
berambut kasar, bertulang menjari, tepi bergerigi, berujung rincing dan berwarna hijau.
Gandapura merupakan salah satu tanaman penghasil minyak atsiri yang cukup potensial.
Tanaman ini dapat tumbuh pada dataran tinggi, 1.300 – 3.300 m dpl., (Oyen dan Dung, 1999)
dan belum dikembangkan secara ekonomis karena belum tersedia teknologi budidayanya yang
tepat. Selama ini, daun dipanen dari tumbuhan di daerah pegunungan yang ada di Jawa Tengah,
terutama dari gunung Lawu, Tawangmangu.
Secara tradisional, tanaman ini dimanfaatkan untuk analgesik, karminatif, diuretik,
mengobati rematik, mencegah kerontokan rambut, antiseptik dan antelmintik. Dalam industri,
digunakan sebagai campuran untuk pewangi dalam pembuatan minuman, parfum, obat, permen
dan pasta gigi (Oyen dan Dung, 1999). Bahkan daun yang telah difermentasi dapat dibuat
sebagai teh herbal (Oyen et al., 1999). Daun yang masih segar mempunyai bau yang sangat
aromatis sehingga tanaman aromatis yang mengandung atsiri bisa dimanfaatkan dalam bidang
aromaterapi, farmasi, kosmetik dan parfum (Shiva et al., 1996).
Sementara karakteristik dari bahan baku yang akan diproses untuk menghasilkan minyak
adalah seperti yang ditunjukkan dalam table berikut:
2. Sentra Budidaya
Negara penghasil wintergreen adalah Kanada dan Amerika Serikat, yang tumbuh tersebar
di daerah Newfounland, Manitoba, Minnesito sampai George dan Alabama. Sedangkan di
Indonesia tanaman gandapura banyak ditemukan di sekitar hutan seperti gunung Dieng / gunung
Lawu, Jawa Tengah.
3. Syarat Tumbuh
Tanaman wintergreen lebih sesuai tmbuh di daerah yang berhawa dingin dan tanah
berpasir, terutama bila dinaungi belukar dan pohon. Seperti telah dijelaskan di atas bahwa
tumbuhan gandapura dapat hidup atau tumbuh di tempat-tempat terbuka, tanah kososng atau
tersebar di kebun-kebun sampai ketinggian 650 m di atas permukaan laut.
4. Pemanenan dan pasca panen
Terna gandapura diperoleh dengan cara mencari di sekitar hutan, (banyak di gunung Dieng
/ gunung Lawu, Jawa Tengah) secara selektif artinya memetik daun dan ranting yang sudah tua
(hijau kecoklatan) dengan meninggalkan bagian tanaman yang masih muda (daun dan ranting
berwarna merah kehijauan). Pada satu tanaman diambil 2/3 bagian tanaman, dan sisanya
dibiarkan untuk tumbuh berkembang lebih lanjut.
Musim pencarian terna gandapura dilakukan hanya 8 bulan dalam setiap tahun, yakni pada
akhir musim hujan sampai awal musim hujan (Februari-September). Dengan demikian tanaman
gandapura dapat berkembang biak atau setidaknya tanaman gandapura yang sudah diambil
sebagian ternanya dapat bertunas kembali selama musim penghujan (4 bulan).
Pengeringan terna gandapura dilakukan selama 2-3 hari. Kemudian terna dicacah dan
disuling pada hari ke-4. Waktu penyulingan pada umumnya dilakukan sore hari sampai dini hari
(± 8-10 jam).
5. Teknik Pengambilan Minyak Atsiri
Beberapa metode yang dikemukakan dalam pengambilan minyak atsiri tanaman gandapura
adalah sebagai berikut:
a. Dengan maserasi kemudian disteam destilasi dari daun Gaultheria procumbens Linne (familia :
Ericaceae) atau dari kulit pohon Belula lenta Linne (familia : Betulaceae).
b. Destilasi dari Wintergreen (familia : G. procumbens) dipotong kecil-kecil biarkan 12 jam dalam
air lalu minyak dipisahkan dengan steam.
Minyak gandapura dihasilkan dari daun dan gagang tanaman gandapura (Gaultheria sp.)
melalui proses penyulingan. Sementara penyulingan minyak gandapura lokal masih dilakukan
secara kecil-kecilan menggunakan alat yang sangat sederhana. Dalam percobaan ini, Pembuatan
ekstrak menggunakan 3 jenis pelarut, yaitu metanol, etil asetat dan heksan. Daun gandapura
mengandung minyak atsiri sekitar 1,2%, bila disuling dalam keadaan segar kadar minyaknya
hanya 0,5 – 0,8%, tetapi bila telah dikeringkan dapat mencapai 1% (Heyne, 1987).
Hasil ekstraksi dari masing-masing pelarut juga menunjukkan adanya perbedaan, yaitu
rendemen ekstrak tertinggi dihasilkan oleh ekstrak methanol (12,50%) yang bersifat polar,
diikuti oleh ekstrak etil asetat (3,76%) dan heksan (1,99%).
Penyulingan dilakukan secara uap dan air dengan lama penyulingan 6 jam. Mutu bahan
baku dianalisis, sesuai ketentuan Materia Medika Indonesia (Depkes, 1989) terutama dalam
penentuan kadar air, kadar abu, kadar abu tak larut asam, kadar sari yang larut dalam air dan
alkohol.
Proses lama pelayuan
ternyata berpengaruh terhadap kadar minyak atsiri yang dihasilkan (Tabel 2). Hal ini
menunjukkan bahwa proses pelayuan akan menguapkan air dan minyak secara bersamaan,
sehingga semakin lama waktu pelayuan akan menurunkan kadar air dan minyak yang dihasilkan.
Hal ini berarti bahwa sebaiknya daun dilayukan tidak terlalu lama. Bila daun disuling dalam
keadaan segar maka kadar minyak yang dihasilkan terlalu kecil, yaitu hanya 0,1% (Heyne,
1987). Selain itu, lama pelayuan juga akan berpengaruh terhadap kadar metil salisilat. Kualitas
minyak atsiri sangat ditentukan oleh kandungan metil salisilatnya sebagai komponen utama,
semakin tinggi kadarnya akan semakin baik kualitas minyak tersebut.
6. Nama Dagang dan Kegunaan
Nama dagang minyak yang dihasilkan dari penyulingan daun gandapura adalah
wintergreen, : Methyl Salicylate / Wintergreen oil / minyak gandapura / Gaultheria oil / Betula
oil / Oleum betulae.
Kegunaan dari minyak gandapura adalah dalam produk makanan, penambahannya tidak
boleh terlalu berlebihan, karena minyak bersifat sangat toksik. Persyaratan yang dianjurkan
adalah 0,04% atau untuk campuran permen sekitar 0,2 – 0,5 mg/100 mg (Oyen dan Dung, 1999).
Produk-produk obat gosok, terutama untuk pegal-pegal dan rematik yang menggunakan minyak
gandapura sebagai bahan campuran utama telah banyak beredar (Anonim, 2002).
Cara penggunaan minyak atsiri bisa dalam bentuk kompres (4 – 5 tetes atau 0,20 – 0,25 ml
dicampur dengan air hangat atau dingin sebanyak sekitar 200 ml), minyak untuk pijat (12 – 15
tetes atau 0,60 – 0,75 ml) dalam 30 ml minyak almon) dan lotion (25 tetes atau 0,25 ml minyak
dalam 60 g lotion netral (Anonim, 2003). Selain itu, minyak atsiri gandapura bisa dimanfaatkan
juga sebagai insektisida atau insek repellent. Metode ekstraksi terhadap minyak atsiri akan
berpengaruh terhadap rasa, aroma, kenampakan dan komposisi kimia dari produk, seperti minyak
hasil penyulingan mempunyai bau dan aroma yang berbeda dengan minyak hasil ekstraksi
dengan menggunakan pelarut organik (Ravid et al., 1983).
DAFTAR PUSTAKA
Hawley, G.G., 1981. The condensed chemical dictionary. 10th Ed. Van Nostrand Reinhold Co.,
New York. 1135 hal.
Hener, U.; P. Kreis and A. Mosandl, 1990. Enantiomeric distribution of α-pinen, β-pinen and
limonene in essential oils and extracts. Part 2. Oils, perfumes and cosmetics. Flavor and
fragrance jounal. 5 : 201-204.
Heyne, K., 1987.Tumbuhan berguna Indonesia. Jilid II. Litbang Kehutanan, Jakarta : 1553-1554.
Lydon. J and S.O.Duke, 1987. Progress toward natural herbicides from plants. The herb, spice
and medicinal plant digest. 5 (4) : 1 – 5.
Miliszkiez, D; P. Wieczorek; B. Lejezak; E. Kowalik and P. Kafarski, 1992. Herbicidal activity
of phosphonic and analogues and aspartic acid. Pestic.Sci. 34
Nezu, Y; M. Miyazaki; K. Sugiyama; N. Wada; I. Kajiwara and Miyazama, 1996.
Dimethoxypirimidines as novel herbicides. Part 2. Synthesia and herbicidal activity of O-
pirimidines salycilates and analogues. Pestic. Sci. 47
Oyen, L.P.A and Nguyen Xuan Dung, 1999. Plants resources of South-East Asia : Essential Oil
No19. Prosea, Bogor, Indonesia .