PEMBINAAN NARAPIDANA...

84

Transcript of PEMBINAAN NARAPIDANA...

Page 1: PEMBINAAN NARAPIDANA PEMASYARAKATANjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A02.pdf · Pasal 1 (1) Hak Cipta adalah hak eksklusif pencipta yang timbul secara otomatis
Page 2: PEMBINAAN NARAPIDANA PEMASYARAKATANjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A02.pdf · Pasal 1 (1) Hak Cipta adalah hak eksklusif pencipta yang timbul secara otomatis
Page 3: PEMBINAAN NARAPIDANA PEMASYARAKATANjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A02.pdf · Pasal 1 (1) Hak Cipta adalah hak eksklusif pencipta yang timbul secara otomatis

PEMBINAAN NARAPIDANA TERORIS DALAM UPAYA

DERADIKALISASI DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN

Page 4: PEMBINAAN NARAPIDANA PEMASYARAKATANjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A02.pdf · Pasal 1 (1) Hak Cipta adalah hak eksklusif pencipta yang timbul secara otomatis

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2014TENTANG HAK CIPTA

Pasal 1(1) Hak Cipta adalah hak eksklusif pencipta yang timbul secara otomatis

berdasarkan prinsip deklaratif setelah suatu ciptaan diwujudkan dalam bentuk nyata tanpa mengurangi pembatasan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 113

(1) Setiap Orang yang dengan tanpa hak melakukan pelanggaran hak ekonomi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf i untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp100.000.000 (seratus juta rupiah).

(2) Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta atau pemegang Hak Cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf c, huruf d, huruf f, dan/atau huruf h untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

(3) Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta atau pemegang Hak Cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf e, dan/atau huruf g untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

(4) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yang dilakukan dalam bentuk pembajakan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah).

Page 5: PEMBINAAN NARAPIDANA PEMASYARAKATANjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A02.pdf · Pasal 1 (1) Hak Cipta adalah hak eksklusif pencipta yang timbul secara otomatis

PEMBINAAN NARAPIDANA TERORIS DALAM UPAYA

DERADIKALISASI DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN

Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan HAMKementerian Hukum dan HAM Republik Indonesia

2016

Page 6: PEMBINAAN NARAPIDANA PEMASYARAKATANjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A02.pdf · Pasal 1 (1) Hak Cipta adalah hak eksklusif pencipta yang timbul secara otomatis

PEMBINAAN NARAPIDANA TERORIS DALAM UPAYA DERADIKALISASI DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN

BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA

KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA RIJl. HR Rasuna Said Kav. 4-5 Kuningan, Jakarta Selatan

Website: www.balitbangham.go.id

Tim Penyusun:Y. Ambeg Paramarta, S.H., M.Si.Djoko Pudjihardjo, S.H., M.Hum.

Moch. Ridwan, S.H., M.Si.Hakki Fajriando, S.Sos, M.Si.

Taufik H Simatupang, S.H., M.H.Ahmad Jazuli, S.Ag

Victorio Hariara Abraham Situmorang, S.H.Bintang M. Tambunan, S.E., M.M., M.Si.

Susena, S.SosEdy Sumarsono, S.H., M.H.

Rosita, S.SosEmmy Taurina Adriani, S.H.

Cetakan Pertama – November 2016

Penata Letak: PanjibudiDesain Sampul: Panjibudi

ISBN: 978-602-6952-06-6

Hak Cipta dilindungi oleh Undang-Undang.Dilarang mengutip atau memperbanyak sebagian atau seluruh

isi buku ini tanpa izin tertulis dari Pemegang Hak Cipta.

Pracetak oleh:Tim Pohon Cahaya

Dicetak oleh:Percetakan Pohon Cahaya

Pembinaan Narapidana Teroris dalam Upaya Deradikalisasi di Lembaga Pemasyarakatan

Page 7: PEMBINAAN NARAPIDANA PEMASYARAKATANjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A02.pdf · Pasal 1 (1) Hak Cipta adalah hak eksklusif pencipta yang timbul secara otomatis

ABSTRAK

Pengkajian “Pembinaan Narapidana Teroris dalam Kerangka Deradikalisasi di Lapas” bertujuan untuk menggambarkan implementasi pembinaan yang diselenggarakan di Lembaga Pemasyarakatan terhadap pelaku tindak pidana terorisme; menggambarkan koordinasi antar stakeholder dalam rangka pembinaan terhadap narapidana terorisme; serta mengidentifikasi hal-hal apa saja yang perlu dilakukan untuk meningkatkan kualitas pembinaan bagi narapidana teroris di lembaga pemasyarakatan. Kajian dilaksanakan pada tahun 2016 dengan lokus di Provinsi DKI Jakarta, Banten, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Sulawesi Tengah. Metode yang dipergunakan dalam kajian ini adalah metode kualitatif. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan studi pustaka dan wawancara mendalam (in-depth interview).

Hasil pengkajian menunjukkan belum efektifnya pembinaan terhadap narapidana dalam pemasyarakatan disebabkan oleh hal-hal berikut: belum adanya penjara khusus terhadap narapidana terorisme, belum terintegrasinya penanganan terhadap pelaku kejahatan terorisme, konsep

Pembinaan Narapidana Teroris dalam Upaya Deradikalisasi di Lembaga Pemasyarakatan

v

Page 8: PEMBINAAN NARAPIDANA PEMASYARAKATANjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A02.pdf · Pasal 1 (1) Hak Cipta adalah hak eksklusif pencipta yang timbul secara otomatis

pembinaan napi teroris belum dibedakan dengan narapidana non teroris, belum optimalnya pelaksanaan standar pembinaan yang telah ada, minimnya sarana dan prasarana yang ada, pasifnya narapidana teroris itu sendiri, belum terintegrasinya penanganan terhadap pelaku kejahatan terorisme, kurangnya pelatihan bagi petugas Lapas, serta budaya masyarakat yang terkadang masih relatif sulit menerima mantan teroris setelah mereka keluar dari Lapas. Koordinasi antar stakeholder dalam pembinaan narapidana teroris di dalam maupun di luar lapas juga masih perlu untuk terus ditingkatkan.

Saran yang dapat diberikan antara lain adalah agar pemerintah, khususnya Direktorat Jenderal Pemasyarakatan dan BNPT membangun Lapas Khusus teroris yang memiliki tingkat pengamanan super maksimal dan program pembinaan yang dikhususkan bagi narapidana teroris. Kedua instansi tersebut juga perlu menyusun model pembinaan khususbagi narapidana teroris yang sistematis, komprehensif, humanis, dan berkesinambungan. BNPT, Direktorat Jenderal Pemasyarakatan, serta stakeholder terkait sebaiknya meningkatkan upaya untuk membangun pendataan narapidana teroris yang bersifat lengkap dan detil. Selain itu, BNPT dan Ditjen Pemasyarakatan perlu meningkatkan pelatihan bagi petugas pemasyarakatan untuk meningkatkan pemahaman mereka terhadap berbagai aspek khusus dari pembinaan narapidana terorisme. Kecukupan kuantitas dan kualitas sarana prasarana serta anggaran yang mendukung program pembinaan narapidana teroris juga perlu mendapatkan perhatian. Instansi pemerintah, baik di pusat maupun di daerah, serta elemen kemasyarakatan lainnya juga

Pembinaan Narapidana Teroris dalam Upaya Deradikalisasi di Lembaga Pemasyarakatan

Badan Penelitian dan Pengembangan Hak Asasi Manusia Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia

vi

Page 9: PEMBINAAN NARAPIDANA PEMASYARAKATANjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A02.pdf · Pasal 1 (1) Hak Cipta adalah hak eksklusif pencipta yang timbul secara otomatis

perlu meningkatkan dukungan terhadap upaya deradikalisasi napi teroris, baik di dalam maupun di luar lapas.

Kata Kunci : Deradikalisasi, Teroris, Lembaga Pemasyarakatan.

Pembinaan Narapidana Teroris dalam Upaya Deradikalisasi di Lembaga Pemasyarakatan

vii

Page 10: PEMBINAAN NARAPIDANA PEMASYARAKATANjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A02.pdf · Pasal 1 (1) Hak Cipta adalah hak eksklusif pencipta yang timbul secara otomatis

viii Badan Penelitian dan Pengembangan Hak Asasi Manusia Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia

Pembinaan Narapidana Teroris dalam Upaya Deradikalisasi di Lembaga Pemasyarakatan

Page 11: PEMBINAAN NARAPIDANA PEMASYARAKATANjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A02.pdf · Pasal 1 (1) Hak Cipta adalah hak eksklusif pencipta yang timbul secara otomatis

KATA SAMBUTAN

Radikalisme keagamaan sebenarnya merupakan sebuah fenomena yang bisa muncul dalam agama manapun. Radikalisme sangat berkaitan dengan fundamentalisme yang ditandai oleh kembalinya masyarakat kepada dasar-dasar agama. Fundamentalisme adalah semacam ideologi yang menjadikan agama sebagai pegangan hidup oleh masyarakat dan individu. Fundamentalisme dapat saja diekspresikan melalui radikalisme dan kekerasan, dimana salah satu bentuk kekerasan tersebut adalah tindakan terorisme. Terorisme hakekatnya merupakan suatu kata yang memiliki banyak makna dan gambaran bentuk yang beraneka ragam, namum semuanya berkisar pada makna menakut-nakuti atau sengaja mengganggu atau mengancam stabilitas keamanan.

Permasalahan yang dihadapi saat ini khususnya dalam menangani narapidana tindak pidana terorisme adalah belum terintegrasinya penanganan terhadap pelaku kejahatan terorisme, dalam arti bahwa penanganan terhadap pelaku terorisme seakan berhenti pada saat mereka tertangkap atau dijatuhi pidana. Padahal, narapidana teroris lahir dari rahim radikalisme dan terorisme, sehingga pembinaan terhadap

Pembinaan Narapidana Teroris dalam Upaya Deradikalisasi di Lembaga Pemasyarakatan

ix

Page 12: PEMBINAAN NARAPIDANA PEMASYARAKATANjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A02.pdf · Pasal 1 (1) Hak Cipta adalah hak eksklusif pencipta yang timbul secara otomatis

mereka tidak bisa disamakan dengan narapidana lainnya, misalnya pelaku tindak pidana korupsi atau narkotika. Perlakuan terhadap narapidana terorisme sedapat mungkin ditujukan agar secara perlahan mereka dapat melepaskan diri dari ikatan dan pengaruh ideologis gerakan mereka (disengagement).

Pengkajian ini adalah bagian dari kontribusi kami, untuk mendiagnosa ragam persoalan yang berkaitan dengan pembinaan narapidana terorisme. Optimalnya pembinaan terhadap narapidana teroris diharapkan akan dapat mendukung rehabilitasi dan reintegrasi mereka kembali ke masyarakat serta mengurangi tingkat residivisme para pelaku terorisme tersebut. Semangat dari pengkajian ini adalah bukan untuk mencari kesalahan dan persoalan dari pembinaan narapidana terorisme, namun lebih dari itu, pengkajian ini merupakan bagian dari kontribusi kami terhadap perbaikan pembinaan para pelaku tindak terorisme tersebut.

Akhir kata, kami mengucapkan terimakasih kepada sege-nap pihak yang telah mendukung penelitian ini, diantaranya tim pengkajian, Petugas Lembaga Pemasyarakatan dan Balai Pemasyaraktan yang bersedia memberikan informasi dan masukan, para narapidana terorisme yang bersedia diwawancarai dan berbagi pengalaman serta pendapat mereka, jajaran Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM serta Direktorat Jenderal Pemasyarakatan selaku regulator sistem pemasyarakatan di Indonesia. Tidak lupa kami juga mengucapkan terimakasih kepada jajaran aparat penegak hukum, khususnya Kepolisian RI dan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme yang telah memberikan saran,

Pembinaan Narapidana Teroris dalam Upaya Deradikalisasi di Lembaga Pemasyarakatan

Badan Penelitian dan Pengembangan Hak Asasi Manusia Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia

x

Page 13: PEMBINAAN NARAPIDANA PEMASYARAKATANjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A02.pdf · Pasal 1 (1) Hak Cipta adalah hak eksklusif pencipta yang timbul secara otomatis

informasi dan kritik dalam pengkajian ini. Diharapkan pengkajian ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang hendak merumuskan kebijakan terkait upaya merehabilitasi dan mengintegrasikan kembali para pelaku tindak pidana terorisme agar mereka menyadari kesalahan, memperbaiki diri, dan tidak mengulangi tindak pidana sehingga dapat diterima kembali oleh lingkungan masyarakat, agar dapat berperan aktif dalam pembangunan sebagai warga negara yang baik dan bertanggung jawab.

Jakarta, September 2016Kepala Badan

Penelitian dan Pengembangan Hukum dan HAM,

Y. Ambeg Paramarta, SH., M.SiNIP. 19650322 198703 1 002

Pembinaan Narapidana Teroris dalam Upaya Deradikalisasi di Lembaga Pemasyarakatan

xi

Page 14: PEMBINAAN NARAPIDANA PEMASYARAKATANjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A02.pdf · Pasal 1 (1) Hak Cipta adalah hak eksklusif pencipta yang timbul secara otomatis

xii Badan Penelitian dan Pengembangan Hak Asasi Manusia Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia

Pembinaan Narapidana Teroris dalam Upaya Deradikalisasi di Lembaga Pemasyarakatan

Page 15: PEMBINAAN NARAPIDANA PEMASYARAKATANjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A02.pdf · Pasal 1 (1) Hak Cipta adalah hak eksklusif pencipta yang timbul secara otomatis

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat-Nya sehingga laporan hasil kajian “Pembinaan Narapidana Teroris Dalam Upaya Deradikalisasi Di Lembaga Pemasyarakatan” dapat selesai. Laporan hasil kajian Pembinaan Narapidana Teroris Dalam Upaya Deradikalisasi Di Lembaga Pemasyarakatan mungkin kurang sempurna, namun harapan kami hasil kajian ini dapat digunakan sebagai bahan referensi bagi pihak-pihak terkait khususnya dalam mengambil kebijakan terkait upaya deradikalisasi narapidana teroris.

Akhirnya kami atas nama Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan Hak Asasi Manusia, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan dukungan dan partisipasinya secara langsung maupun tidak langsung

Pembinaan Narapidana Teroris dalam Upaya Deradikalisasi di Lembaga Pemasyarakatan

xiii

Page 16: PEMBINAAN NARAPIDANA PEMASYARAKATANjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A02.pdf · Pasal 1 (1) Hak Cipta adalah hak eksklusif pencipta yang timbul secara otomatis

sehingga dapat terpenuhinya data yang diperlukan untuk menyelesaikan pengkajian ini.

Jakarta, September 2016Kepala Pusat

Pengkajian dan Pengembangan Kebijakan

Djoko Pudjirahardjo, S.H., M.HumNIP. 19620926 198903 1 001

Pembinaan Narapidana Teroris dalam Upaya Deradikalisasi di Lembaga Pemasyarakatan

Badan Penelitian dan Pengembangan Hak Asasi Manusia Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia

xiv

Page 17: PEMBINAAN NARAPIDANA PEMASYARAKATANjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A02.pdf · Pasal 1 (1) Hak Cipta adalah hak eksklusif pencipta yang timbul secara otomatis

DAFTAR ISI

Abstrak ................................................................................................vKata Sambutan .................................................................................. ixKata Pengantar ................................................................................ xiiiDaftar Isi ............................................................................................xv

BAB I PENDAHULUAN .......................................................... 1A. Latar Belakang ............................................................... 1B. Rumusan Masalah ........................................................ 9C. Tujuan, Manfaat dan Outcome .................................. 10D. Ruang Lingkup ..............................................................11E. Metode Pengkajian .......................................................11

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ..................................................13A. Pengertian, Tipologi, dan Kedudukan Tindak

Pidana Terorisme ......................................................... 13B. Beberapa Fakta Tentang Pola Pembinaan

Narapidana Terorisme ................................................. 16C. Program Deradikalisasi Di Indonesia ......................... 18D. Efektivitas Program Deradikalisasi di Indonesia .......23

Pembinaan Narapidana Teroris dalam Upaya Deradikalisasi di Lembaga Pemasyarakatan

xv

Page 18: PEMBINAAN NARAPIDANA PEMASYARAKATANjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A02.pdf · Pasal 1 (1) Hak Cipta adalah hak eksklusif pencipta yang timbul secara otomatis

BAB III HASIL PENELITIAN ................................................... 25A. Implementasi Pembinaan Narapidana Terorisme

di Lembaga Pemasyarakatan dalam Kerangka Deradikalisasi ...............................................................25

B. Koordinasi Antar Stakeholder Dalam Rangka Pembinaan Terhadap Narapidana Terorisme ............ 45

C. Upaya Peningkatan Kualitas Pembinaan Narapidana Teroris Di Lembaga Pemasyarakatan ..... 51

BAB IV PENUTUP .................................................................. 55A. Kesimpulan .................................................................55B. Saran ............................................................................ 56

DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................61

Pembinaan Narapidana Teroris dalam Upaya Deradikalisasi di Lembaga Pemasyarakatan

Badan Penelitian dan Pengembangan Hak Asasi Manusia Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia

xvi

Page 19: PEMBINAAN NARAPIDANA PEMASYARAKATANjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A02.pdf · Pasal 1 (1) Hak Cipta adalah hak eksklusif pencipta yang timbul secara otomatis

BAB IPENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Penanganan perkara kejahatan luar biasa (extra ordinary crimes) berbanding lurus dengan usaha ekstra keras (extra ordinary efforts) yang harus dilakukan semua unsur. Instansi pemerintah maupun swasta harus fokus dengan perannya masing-masing dalam penanganan terorisme dan peningkatan kerja sama yang sangat luas dengan seluruh lapisan masyarakat. Ketika pelaku tindak pidana teroris tertangkap dan harus melalui tahapan penyidikan/penyelidikan, penuntutan dan peradilan yang berakhir dengan memperoleh vonis Hakim, maka institusi yang menjalankan fungsi pembinaan adalah Kementerian Hukum dan HAM-Direktorat Jenderal Pemasyarakatan, Cq. Lembaga Pemasyarakatan.

Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (Ditjen Pas) memiliki peran yang sangat strategis dalam pemberantasan tindak pidana terorisme. Ditjen Pas memiliki fungsi untuk membina napi, termasuk napi teroris agar pada saat bebas nanti, napi tidak mengulangi lagi tindak pidananya dan menjadi warga negara

Pembinaan Narapidana Teroris dalam Upaya Deradikalisasi di Lembaga Pemasyarakatan

1

Page 20: PEMBINAAN NARAPIDANA PEMASYARAKATANjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A02.pdf · Pasal 1 (1) Hak Cipta adalah hak eksklusif pencipta yang timbul secara otomatis

yang berperilaku sesuai dengan norma dan peraturan yang berlaku serta menjadi pribadi yang bertanggungjawab. Upaya Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (Ditjen PAS) terhadap narapidana terorisme antara lain adalah dilakukannya profiling, assessment dan Penelitian Kemasyarakatan untuk menentukan penempatan serta penentuan program pembinaan yang tepat bagi narapidana terorisme. Selain itu, Ditjen PAS juga telah melakukan pemisahan narapidana teroris di blok khusus serta melakukan program deradikalisasi, yang mencakup penyuluhan agama, dialog agama, conflict management trainning, life skill, serta pembinaan nasionalisme.

Berikut adalah infomasi yang dikutip dalam satu situs, yang menjelaskan, upaya pembinaan yang dilakukan pihak Lapas terhadap Narapidana Terorisme.

Melansir Republika.co.id, Imam menyatakan, “Strateginya memecah kekuatan mereka, pengalaman kami kalau mereka terpusat hal itu menjadi kekuatan mereka. Jadi kalau ada hal yang tidak sesuai keinginannya, mereka akan melakukan hal yang bersifat radikal,” ujarnya setelah acara Seminar Optimalisasi Penanganan Perkara Tindak Pidana Terorisme, di Balaikota Malang, Selasa (25/8). Total napi teroris di seluruh Indonesia ada 220 orang yang tersebar di 26 lapas di sembilan provinsi. Paling banyak di Jawa Tengah dengan 105 napi sedangkan di Jawa Timur ada 28 napi. Imam melanjutkan, selain menyebarkan para napi teroris ke sejumlah Lapas program deradikalisasi tetap terus laksanakan baik

Pembinaan Narapidana Teroris dalam Upaya Deradikalisasi di Lembaga Pemasyarakatan

Badan Penelitian dan Pengembangan Hak Asasi Manusia Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia

2

Page 21: PEMBINAAN NARAPIDANA PEMASYARAKATANjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A02.pdf · Pasal 1 (1) Hak Cipta adalah hak eksklusif pencipta yang timbul secara otomatis

melalui kegiatan dalam rangka pembinaan kepribadian melalui konseling atau pembinaan keagamaan. Semua kegiatan yang dilakukan sifatnya life skill manajerial agar menumbuhkan sisi kemandirian para napi teroris ketika sudah berhubungan dengan masyarakat. (http://sketsanews.com/533655/kemenpolhukam-buat-strategi-baru-hadapi-terpidana-teroris/diakses 19 Januari 2016

Mengenai pembentukan warga Negara, terutama yang bermasalah dengan hukum, pada Undang-Undang Pemasyarakatan Nomor 12 Tahun 1995, diamanahkan, bahwa:

Sistem pemasyarakatan diselenggarakan dalam rangka membentuk Warga Binaan Pemasyarakatan agar menjadi manusia seutuhnya, menyadari kesalahan, memperbaiki diri, dan tidak mengulangi tindak pidana sehingga dapat diterima kembali oleh lingkungan masyarakat, dapat aktif berperan dalam pembangunan, dan dapat hidup secara wajar sebagai warga yang baik dan bertanggung jawab. (Pasal 2)

Sistem pemasyarakatan berfungsi menyiapkan Warga Binaan Pemasyarakatan agar dapat berintegrasi secara sehat dengan masyarakat, sehingga dapat berperan kembali sebagai anggota masyarakat yang bebas dan bertanggung jawab. (Pasal 3)

Pembinaan Narapidana Teroris dalam Upaya Deradikalisasi di Lembaga Pemasyarakatan

3

Page 22: PEMBINAAN NARAPIDANA PEMASYARAKATANjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A02.pdf · Pasal 1 (1) Hak Cipta adalah hak eksklusif pencipta yang timbul secara otomatis

Kasus-kasus yang terjadi dimasyarakat yang menjadi kunci dan pemeran utamanya adalah manusia walaupun orang yang terlibat tersebut beberapa gelintir orang saja namun menimbulkan permasalahan antara satu dengan yang lainnya dan secara langsung atau tidak langsung berdampak pada bidang ekonomi, politik, pariwisata, industri dan lain sebagainya. Hal tersebut tentunya sangat mengkhawatirkan keberlangsungan dan keberadaan suatu Negara.

Pengurusan, pengelolaan, penanganan manusia yang bermasalah dengan hukum merupakan bagian dari masalah manusia itu sendiri dan telah menjadi penelaahan, penelitian, pemikiran manusia sejak manusia itu sadar dengan eksistensinya sebagai manusia. Oleh karena itu penanganan manusia yang bermasalah dengan hukum juga harus mempunyai spesifikasi tersendiri, mengingat prosesnya juga spesifik.

Seseorang yang melanggar hukum pidana akan berhadapan dengan negara melalui aparatur penegak hukumnya. Sebagai sebuah instrumen pengawasan sosial, hukum pidana menyandarkan diri pada sanksi karena fungsinya memang mencabut hak orang atas kehidupan, kebebasan, atau hak milik mereka. Invasi terhadap hak dasar ini dibenarkan demi melestarikan masyarakat dan melindungi hak-hak fundamental dari gangguan orang lain. Pencabutan kebebasan seseorang dalam doktrin Hukum Hak Asasi Manusia Internasional termasuk rumpun Hak Sipil dan Hak Politik, karena menyangkut pemajuan dan

Pembinaan Narapidana Teroris dalam Upaya Deradikalisasi di Lembaga Pemasyarakatan

Badan Penelitian dan Pengembangan Hak Asasi Manusia Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia

4

Page 23: PEMBINAAN NARAPIDANA PEMASYARAKATANjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A02.pdf · Pasal 1 (1) Hak Cipta adalah hak eksklusif pencipta yang timbul secara otomatis

perlindungan martabat dan keutuhan manusia secara individual. (Haji N.A. Noor Muhammad. 2001:180)

Mengacu pada uraian di atas maka lembaga-lembaga yang terkait dalam sistem peradilan pidana terpadu di Indonesia termasuk bagian dari pendidikan kemanusiaan sebagai warga negara, untuk melindungi hak dan kewajiban warga negaranya. Hal ini dimulai dari lembaga yang bertugas dalam proses penyelidikan hingga pada lembaga yang bertugas dalam tahap pelaksanaan putusan, yakni pada institusi kepolisian, institusi kejaksaan, institusi peradilan, serta institusi pemasyarakatan (Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia). Dengan demikian rangkaian proses hukum bagi orang yang dituduh melakukan tindak pidana akan melalui tahapan penyelidikan, tahapan penyidikan, tahapan penuntutan, tahapan persidangan, dan tahapan menjalani eksekusi/menjalani pidana.

Lembaga Pemasyarakatan sebagai lembaga eksekusi pemidanaan dan/atau pembinaan, bagi publik lebih identik dengan “penjara”. Dalam implementasinya, tugas pokok dan fungsi dalam Sistem Pemasyarakatan mencakup pelayanan terhadap tahanan, perawatan terhadap barang sitaan, pengamanan serta pembimbingan terhadap warga binaan pemasyarakatan dan klien pemasyarakatan. Oleh karenanya, sub-sub sistem dari Sistem Pemasyarakatan (yang kemudian disebut Unit Pelaksana Teknis Pemasyarakatan) tidak hanya Lembaga Pemasyarakatan yang melakukan pembinaan, namun juga Rumah Tahanan Negara untuk pelayanan tahanan, Rumah Penyimpanan Barang Sitaan Negara untuk perawatan

Pembinaan Narapidana Teroris dalam Upaya Deradikalisasi di Lembaga Pemasyarakatan

5

Page 24: PEMBINAAN NARAPIDANA PEMASYARAKATANjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A02.pdf · Pasal 1 (1) Hak Cipta adalah hak eksklusif pencipta yang timbul secara otomatis

barang-barang milik warga binaan atau yang menjadi barang bukti, serta Balai Pemasyarakatan untuk pembimbingan warga binaan dan klien pemasyarakatan.

Dalam perkembangan tahun 1980 hingga kini memberikan indikasi jelas adanya kompleksitas hambatan dalam pelaksanaan (eksekusi) Pemasyarakatan atau pelaksanaan pembinaannya. Hal ini tentunya sangat terbuka dalam pencarian dan usaha-usaha memadukan sistem, pola dan program-program pelaksanaannya terhadap tahanan dan narapidana dengan wacana-wacana baru dalam pemidanaan yang lebih berkualitas, terutama dengan pelaku tindak pidana yang masuk katagori kejahatan luar biasa (extra ordinary crimes).

Dalam sebuah laporan hasil penelitian yang disusun oleh Australian Strategic Policy Institute yang bertajuk “Jihadist in Jail; Radicalisation and the Indonesian Prison Experience”, salah satu pertanyaan yang dikemukakan adalah apakah penjara telah menjadi tempat yang subur dalam mengembangkan terorisme? Menurut catatan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), setidaknya ada 15 persen dari 600 narapidana tindak pidana terorisme yang sudah bebas kembali menjadi teroris dengan kualifikasi yang meningkat. Terkait dengan aktifitas para pelaku terorisme yang berada di dalam penjara, Laporan Australian Strategic Policy Institute tersebut menggambarkan bahwa ternyata penjara telah memberikan kesempatan bagi mereka untuk dapat menjaga atau membangun jaringan terorisme. Hal ini bisa terjadi karena manajemen penjara di Indonesia dianggap belum mempunyai pengalaman dalam memberikan perlakuan terhadap narapidana terorisme.

Pembinaan Narapidana Teroris dalam Upaya Deradikalisasi di Lembaga Pemasyarakatan

Badan Penelitian dan Pengembangan Hak Asasi Manusia Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia

6

Page 25: PEMBINAAN NARAPIDANA PEMASYARAKATANjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A02.pdf · Pasal 1 (1) Hak Cipta adalah hak eksklusif pencipta yang timbul secara otomatis

Narapidana terorisme mendapatkan perlakuan yang sama dengan narapidana kasus lainnya; mereka ditempatkan dalam kamar/blok yang memungkingkan mereka untuk tetap dapat bergaul dengan sesama narapidana kasus terorisme serta narapidana kasus lainnya. Bahkan mereka pun tetap dapat menjalin komunikasi dengan jaringan terorisme yang berada di luar penjara. Tidak ada perlakuan khusus yang dianggap dapat mencegah/mengurangi paham radikal yang mereka anut selama ini.

Pembinaan narapidana kasus terorisme di Indonesia memang dihadapkan pada banyak tantangan mulai dari over kapasitas sampai dengan permasalahan Sumber Daya Manusia (SDM). Masalah over kapasitas dengan tempat hunian yang sangat terbatas mempersulit penempatan sekaligus meningkatkan ketegangan. Implikasi lainnya adalah pemenuhan layanan kesehatan yang kurang. Penempatan narapidana teroris di Lapas yang sama dengan narapidana lainnya juga beresiko menimbulkan gesekan dengan antar narapidana, sebagaimana terjadi pada kericuhan yang melibatkan narapidana kasus terorisme di Lapas Lowokwaru Malang pada 8 Agustus 2015. Ada indikasi bahwa narapidana teroris yang ditempatkan di Lapas Lowokwaru tak mau bersosialisasi dengan narapidana lain selama menghuni lapas tersebut.Tantangan selanjutnya adalah permasalahan kurangnya kualitas maupun kuantitas SDM di LAPAS. Untuk membina narapidana kasus biasa saja petugas masih kurang baik kualitas maupun kuantitasnya, apalagi untuk narapidana khusus seperti terorisme, narkoba, dan korupsi. Tantangan lainnya adalah belum adanya program pembinaan khusus,

Pembinaan Narapidana Teroris dalam Upaya Deradikalisasi di Lembaga Pemasyarakatan

7

Page 26: PEMBINAAN NARAPIDANA PEMASYARAKATANjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A02.pdf · Pasal 1 (1) Hak Cipta adalah hak eksklusif pencipta yang timbul secara otomatis

keterbatasan data, dan informasi tentang terpidana terorisme. serta sarana dan prasarana yang kurang memadai.

Kondisi tersebut memberikan satu pemikiran bagi kita bahwa narapidana kasus terorisme harus mendapatkan perlakuan yang bersifat khusus, dalam arti bahwa perlakuan terhadap narapidana kasus terorisme tidak dapat disamakan dengan perlakuan terhadap narapidana kasus lainnya. Perlakuan terhadap mereka harus sedapat mungkin menghilangkan kesempatan bagi mereka untuk terlibat dalam aktifitas terorisme baik di dalam maupun di luar penjara. Bahkan, pada tataran ideal, perlakuan terhadap narapidana terorisme sedapat mungkin dapat mengubah paham radikal yang mereka anut (deradikalisasi). Deradikalisasi terorisme mencakup inti, militan, pendukung, dan simpatisan. Deradikalisasi dilakukan di dalam dan di luar lembaga pemasyakatan (lapas). Khusus di dalam lapas, jumlah sasarannya sebanyak 243 napi teroris yang tersebar di 27 lapas pada 10 propinsi. Tahapan deradikalisasi di dalam lapas terdiri dari identifikasi, rehabilitasi, reedukasi, dan resosialisasi.

Penanganan terorisme sebagai kejahatan luar biasa (extra ordinary crimes) memerlukan usaha ekstra keras (extra ordinary efforts). Semua instansi, baik pemerintah maupun swasta harus fokus dengan perannya masing-masing dalam penanganan terorisme dan peningkatan kerja sama yang sangat luas dari seluruh lapisan masyarakat. Setiap instansi penegak hukum memiliki informasi yang bervariasi sesuai dengan bidang tugasnya masing-masing. Membangun mekanisme sharing information untuk disampaikan kepada instansi terkait yang membutuhkan. Kerjasama antar instansi terkait akan sangat

Pembinaan Narapidana Teroris dalam Upaya Deradikalisasi di Lembaga Pemasyarakatan

Badan Penelitian dan Pengembangan Hak Asasi Manusia Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia

8

Page 27: PEMBINAAN NARAPIDANA PEMASYARAKATANjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A02.pdf · Pasal 1 (1) Hak Cipta adalah hak eksklusif pencipta yang timbul secara otomatis

mendukung keberhasilan pemasyarakatan. Kerja sama semua pihak terkait mutlak diperlukan agar terorisme di Indonesia maupun di negara manapun dapat segera diberantas. Sejak tahun 2015, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) misalnya telah berupaya mengadakan kerjasama dengan Kementerian Hukum dan HAM R.I melalui penandatanganan MoU dengan Direktorat Jenderal Pemasyarakatan. Kerjasama antara BNPT dengan Ditjen Pemasyarakatan difokuskan pada upaya, deradikalisasi di dalam lapas, deradikaliasi di luar lapas, pembinaan kemampuan petugas lapas, dan perlindungan terhadap aparat penegak hukum. Menjadi menarik untuk dilihat sejauh mana kerjasama antar stakeholder semacam ini mampu mendukung upaya deradikalisasi narapidana teroris yang ditempatkan di lembaga pemasyarakatan.

B. Rumusan Masalah

Kajian ini, menghimpun data dan informasi mengenai pembinaan warga binaan pemasyarakatan di Lapas saat ini terhadap tindak pidana terorisme, sehingga memunculkan pertanyaan; a. Bagaimana implementasi pembinaan yang diselenggarakan

di Lembaga Pemasyarakatan terhadap pelaku tindak pidana terorisme?

b. Bagaimana koordinasi antar stakeholder dalam rangka pembinaan terhadap narapidana terorisme?

c. Hal-hal apa saja yang perlu dilakukan untuk meningkatkan kualitas pembinaan bagi narapidana teroris di lembaga pemasyarakatan?

Pembinaan Narapidana Teroris dalam Upaya Deradikalisasi di Lembaga Pemasyarakatan

9

Page 28: PEMBINAAN NARAPIDANA PEMASYARAKATANjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A02.pdf · Pasal 1 (1) Hak Cipta adalah hak eksklusif pencipta yang timbul secara otomatis

C. Tujuan, Manfaat dan Outcome

Tujuan

Tujuan pengkajian ini, adalah untuk menyusun strategi pembinaan yang diselenggarakan di Lembaga Pemasyarakatan terhadap Narapidana Terorisme yang melibatkan berbagai stakeholder dalam kerangka kerjasama lintas instansi.

Manfaat Pengkajian

1. Hasil dan rekomendasi pengkajian ini diharapkan bermanfaat sebagai bahan masukan dalam menyusun kebijakan pada Kementerian Hukum dan HAM R.I, Cq. Direktorat Jenderal Pemasyarakatan;

2. Terjadinya suatu perubahan sistem penyelenggaraan pelayanan publik dilingkungan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia, khususnya Ditjen Pemasyarakatan dalam meningkatkan kualitas pembinaan warga binaan pemasyarakatan pelaku terorisme;

3. Meningkatnya koordinasi dan kerjasama lintas instansi dalam pembinaan terhadap narapidana terorisme.

Outcome

Melalui kajian ini, outcome yang diharapkan adalah terwujudnya program pembinaan narapidana teroris yang efektif dalam deradikalisasi dan mengintegrasikan mereka ke masyarakat sehingga dapat berperan aktif dalam pembangunan.

Pembinaan Narapidana Teroris dalam Upaya Deradikalisasi di Lembaga Pemasyarakatan

Badan Penelitian dan Pengembangan Hak Asasi Manusia Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia

10

Page 29: PEMBINAAN NARAPIDANA PEMASYARAKATANjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A02.pdf · Pasal 1 (1) Hak Cipta adalah hak eksklusif pencipta yang timbul secara otomatis

D. Ruang Lingkup

Penelitian ini dibatasi pada Pembinaan Narapidana dalam Upaya Deradikalisassi di Lembaga Pemasyarkatan di lingkungan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia R.I. Lokasi pengambilan data dan informasi dilaksanakan pada Unit Pelaksana Teknis Pemasyarakatan (Lembaga Pemasyarakatan dan Balai Pemasyarakatan) di wilayah DKI Jakarta, Banten, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Sulawesi Tengah. UPT Pemasyarakatan di wilayah tersebut telah memiliki pengalamanan dalam penanganan narapidana pelaku tindak pidana terorisme.

E. Metode Pengkajian

Pengkajian ini memadukan pendekatan metode kualitatif dan kuantitatif yang bersifat deskriptif, sehingga diharapkan dapat menemukan makna dari dimensi yang ada, yakni Strategi pembinaan, berupa pembinaan Narapidana pelaku terorisme di Lapas. Dengan demikian analisis yang dilakukan diharapkan menemukan bukti-bukti untuk mendukung persoalan pengkajian yang dihadapi.

Pengkajian ini menyangkut data maka dengan sendirinya merupakan penelitian empiris. Pengkajian ini mengarah pada implementasi konsep pembinaan bagi narapidana teroris di lembaga pemasyarakatan bagi narapidana teroris. Sifat pengkajian ini adalah penelitian deskriptif (menggambarkan) analisis. Data merupakan sumber dalam penelitian empiris. Data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang

Pembinaan Narapidana Teroris dalam Upaya Deradikalisasi di Lembaga Pemasyarakatan

11

Page 30: PEMBINAAN NARAPIDANA PEMASYARAKATANjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A02.pdf · Pasal 1 (1) Hak Cipta adalah hak eksklusif pencipta yang timbul secara otomatis

langsung diperoleh dan dihimpun oleh peneliti. Data primer yang digunakan bersumber dari wawancara dan observasi. Data sekunder adalah data yang bersumber dari peneliti lain baik dalam bentuk bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder.

Dalam penelitian ini digunakan teknik non-probability sampling yakni dengan teknik purposive sampling dilakukan berdasarkan tujuan tertentu melalui pertimbangan bahwa sampel telah memenuhi kriteria dan karakteristik tertentu yang merupakan ciri utama atau menunjukkan kharakteristik dari populasinya.

Pembinaan Narapidana Teroris dalam Upaya Deradikalisasi di Lembaga Pemasyarakatan

Badan Penelitian dan Pengembangan Hak Asasi Manusia Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia

12

Page 31: PEMBINAAN NARAPIDANA PEMASYARAKATANjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A02.pdf · Pasal 1 (1) Hak Cipta adalah hak eksklusif pencipta yang timbul secara otomatis

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian, Tipologi, dan Kedudukan Tindak Pidana Terorisme

Terorisme secara simplifikasi dan epistemologi, dapat dibedakan menjadi kata “teror” dan “isme” (paham). Kata teror dalam kamus Bahasa Indonesia berarti kekejaman tindak kekerasan dan kengerian. Sementara itu dalam Besar Bahasa Indonesia W.J.S. Prwadarminta dikatakan bahwa terorisme adalah praktek-praktek tindakan teror, penggunaan kekerasan untuk menimbulkan ketakutan dalam usaha mencapai sesuatu (terutama tujuan politik).1

Dasar hukum yang dipakai dalam menanggulangi tindak pidana terorisme di Indonesia terutama adalah Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 yang menetapkan Perpu Nomor

1 King Faisal Sulaiman, Who is The Real Terrorist? (Menguak Mitos Kejahatan Terorisme), Cetakan Pertama, (Yogyakarta: elMATERA Publishing, 2007), hlm. 5.

Pembinaan Narapidana Teroris dalam Upaya Deradikalisasi di Lembaga Pemasyarakatan

13

Page 32: PEMBINAAN NARAPIDANA PEMASYARAKATANjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A02.pdf · Pasal 1 (1) Hak Cipta adalah hak eksklusif pencipta yang timbul secara otomatis

1 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Terorisme menjadi UU.2 Pengertian mengenai terorisme, dapat dijumpai dalam Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme. Pengertian terorisme secara umum dalam UU tersebut ditegaskan dalam pasal 6, yaitu:3

Setiap orang dengan sengaja menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan menimbulkan suasana teror atau rasa takut terhadap orang secara meluas atau menimbulkan korban yang bersifat massal, dengan cara merampas kemerdekaan atau hilangnya nyawa dan harta benda orang lain, atau mengakibatkan kerusakan atau kehancuran terhadap obyek-obyek vital yang strategis atau lingkungan hidup atau fasilitas publik atau internasional.

Terdapat tiga bentuk atau tipologi kejahatan terorisme berdasarkan motif yang melatar belakanginya ataupun tujuan yang hendak dicapai oleh para teroris yaitu:4

1. Political Terrorism, merupakan terorisme yang bersifat politik dimana perilaku atau tindakan yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang secara sistematik,

2 Moh. Hatta, Kebijakan Politik Kriminal (Kebijakan Hukum Dalam Rangka Penanggulangan Kejahtan), Cetakan I, (Yogyakarta: Pustaka Pelajara, 2010), hlm. 118.

3 Lihat Undang-undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.

4 King Faisal Sulaiman, op. Cit., hlm. 15.

Pembinaan Narapidana Teroris dalam Upaya Deradikalisasi di Lembaga Pemasyarakatan

Badan Penelitian dan Pengembangan Hak Asasi Manusia Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia

14

Page 33: PEMBINAAN NARAPIDANA PEMASYARAKATANjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A02.pdf · Pasal 1 (1) Hak Cipta adalah hak eksklusif pencipta yang timbul secara otomatis

menggunakan pola-pola kekerasan, intimidasi, dan ditujukan terutama untuk menumbuhkan ketakutan dalam suatu masyarakat demi mencapai tujuan-tujuan yang bersifat politik.

2. Criminal Terrorism, yaitu terorisme yang tidak diarahkan untuk tujuan-tujuan politik tetapi dilakukan berdasarkan kepentingan suatu kelompok atau komunitas tertentu dalam memperjuangkan tujuan kelompok atau organisasinya. Kelompok yang termasuk dalam pengertian ini adalah kelompok yang bermotif idiologi, agama, aliran atau mempunyai paham-paham tertentu.

3. State Terrorism, merupakan kegiatan terorisme yang disponsori oleh negara atau dilakukan atas nama negara yaitu aksi teror yang dilakukan oleh negara terhadap individu atau kelompok-kelompok masyarakat teretntu ataupun terhadap bangsa-bangsa atau negara-negara tertentu.

Dalam sistem peradilan pidana internasional, tindak pidana teroris menjadi materi diskusi yang cukup menarik. Hampir semua ahli hukum pidana dan kriminolog mengatakan bahwa tindak pidana terorisme merupakan extra ordinary crime dan proses peradilannya pun berbeda dengan tindak pidana biasa.

Bertalian dengan tindak pidana terorisme sebagai tindak pidana luar biasa (extra ordinary crime), maka kejahatan terorisme patut diatur sebagai tindak pidana yang bersifat

Pembinaan Narapidana Teroris dalam Upaya Deradikalisasi di Lembaga Pemasyarakatan

15

Page 34: PEMBINAAN NARAPIDANA PEMASYARAKATANjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A02.pdf · Pasal 1 (1) Hak Cipta adalah hak eksklusif pencipta yang timbul secara otomatis

khusus. Kejahatan terorisme sebagai bentuk tindak pidana luar biasa nampak dari beberapa indikator:5

1. Membahayakan nilai-nilai hak asasi manusia yang absolut (nyawa, bebas dari rasa takut dan sebagainya).

2. Serangan terorisme bersifat “random, indistricminate, and non selective” yang kemungkinan menimpa orang-orang yang tidak bersalah.

3. Selalu mengandung unsur-unsur kekerasan, ancaman kekerasan, koresif dan intimidasi pada penduduk sipil dan menimbulkan rasa takut yang bersifat luas.

4. Kemungkinan keterkaitannya dengan kejahatan terorganisasi, bahkan kejahatan transnasional terorganisasi.

5. Kemungkinan digunakan teknologi canggih seperti senjata kimia, biologi, bahkan nuklir.

B. Beberapa Fakta Tentang Pola Pembinaan Narapidana Terorisme

Jika merujuk pada pengertian, tipologi, dan tindak pidana terorisme sebagai sebuah kejahatan luar biasa karena berbeda dengan tindak pidana lainnya, maka perlakuan terhadap narapidana terorisme pun harus berbeda pula. Perlindungan hukum atas hak-hak narapidana di Indonesia sebenarnya telah diatur dalam UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, dan UU No 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan. Inti perlindungan narapidana adalah terwujudnya pembinaan

5 Ibid.

Pembinaan Narapidana Teroris dalam Upaya Deradikalisasi di Lembaga Pemasyarakatan

Badan Penelitian dan Pengembangan Hak Asasi Manusia Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia

16

Page 35: PEMBINAAN NARAPIDANA PEMASYARAKATANjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A02.pdf · Pasal 1 (1) Hak Cipta adalah hak eksklusif pencipta yang timbul secara otomatis

narapidana sesuai dengan sistem pemasyarakatan yang diberlakukan dalam UU Pemasyarakatan.

Ide dan tujuan dari pemasyarakatan itu sendiri adalah untuk rehabilitasi dan resosialisasi narapidana melalui tindakan-tindakan yang edukatif, korektif dan defensif, dan bukan bertujuan untuk sekedar menghukum. Para narapidana itu ibarat orang sakit harus disembuhkan dan dibina agar tidak mengulangi lagi perbuatannya, dan bukan karena dia telah melakukan tindak pidana.

Akan tetapi, pada faktanya ide dan tujuan dari pema-sya rakatan sebagai bentuk pembinaan bagi narapidana kasus terorisme yang tersebar di beberapa penjara di seluruh Indonesia belum efektif. Tersebarnya keberadaan narapidana kasus terorisme ini tidak terlepas dari locus delicti peristiwa terorisme yang memang berbeda. Pada sisi yang lain, belum adanya penjara khusus yang disediakan untuk menampung narapidana kasus terorisme. Diakui atau tidak, selama ini, pola perlakuan terhadap narapidana terorisme memang belum bersifat spesifik. Pola perlakuan terhadap mereka masih dipersamakan dengan pola perlakuan terhadap narapidana kasus yang lain, walaupun sebenarnya Menteri Hukum dan HAM R.I telah menetapkan standar perlakuan (prosedur tetap) terhadap narapidana resiko tinggi (termasuk di dalamnya narapidana kasus terorisme). Namun, prosedur tetap ini memang belum dapat diimplementasikan secara efektif karena beberapa kendala, seperti kurangnya sosialisasi, belum adanya pelatihan bagi petugas tentang prosedur tetap ini, dan belum memadainya sarana pendukung. Yang kedua, belum terintegrasinya penanganan terhadap pelaku kejahatan

Pembinaan Narapidana Teroris dalam Upaya Deradikalisasi di Lembaga Pemasyarakatan

17

Page 36: PEMBINAAN NARAPIDANA PEMASYARAKATANjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A02.pdf · Pasal 1 (1) Hak Cipta adalah hak eksklusif pencipta yang timbul secara otomatis

terorisme, dalam arti bahwa penanganan terhadap pelaku terorisme seakan berhenti pada saat mereka telah tertangkap atau dijatuhi pidana. Perhatian terhadap bagaimana memperlakukan pelaku kejahatan terorisme yang telah dijatuhi pidana (berada di dalam penjara) sering terabaikan. Dan seakan-akan penanganan terhadap mereka semata-mata menjadi tanggung jawab petugas pemasyarakatan. Keterlibatan tokoh masyarakat/agama dalam penanganan terhadap narapidana terorisme belum maksimal. Ketiga, pembelajaran kejahatan merupakan satu hal yang sangat mungkin terjadi di penjara. Adanya proses komunikasi dan interaksi antar narapidana dalam durasi waktu yang cukup lama dan intensitas yang cukup sering di dalam penjara merupakan hal yang memungkinkan terjadi proses pembelajaran kejahatan tersebut. Dalam tataran akademis, inilah yang disebut dengan differentiational association yang dikemukakan oleh Sutherland.

C. Program Deradikalisasi Di Indonesia

Secara sederhana deradikalisasi dapat dimaknai suatu proses atau upaya untuk menghilangkan radikalisme. Secara lebih luas, deradikalisasi merupakan segala upaya untuk menetralisir paham-paham radikal melalui pendekatan interdisipliner, seperti hukum, psikologi, agama dan sosial budaya bagi mereka yang dipengaruhi paham radikal dan/atau pro kekerasan.

Sedangkan dalam konteks terorisme yang muncul akibat paham keberagamaan radikal, deradikalisasi dimaknai sebagai proses untuk meluruskan pemahaman keagamaan yang

Pembinaan Narapidana Teroris dalam Upaya Deradikalisasi di Lembaga Pemasyarakatan

Badan Penelitian dan Pengembangan Hak Asasi Manusia Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia

18

Page 37: PEMBINAAN NARAPIDANA PEMASYARAKATANjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A02.pdf · Pasal 1 (1) Hak Cipta adalah hak eksklusif pencipta yang timbul secara otomatis

sempit, mendasar, menjadi moderat, luas dan komprehensif. Deradikalisasi secara bahasa berasal dari kata ”radikal” yang mendapat imbuhan ”de” dan akhiran ”sasi”. Kata deradikalisasi di ambil dari istilah bahasa Inggris “deradicalization” dan kata dasarnya radical. Radikal sendiri berasal dari kata ”radix” dalam bahasa Latin artinya ”akar”. Maka yang dimaksud ”deradikalisasi” adalah sebuah langkah untuk merubah sikap dan cara pandang yang dianggap keras menjadi lunak; toleran, pluralis, moderat dan liberal. Deradicalization dengan imbuhan awal “de” dalam bahasa Inggris memiliki arti, “opposite, reverse, remove, reduce, get off” (kebalikan atau membalik), kemudian imbuhan akhir yang dilekatkan pada kata “radikal” menjadi radicalize, akhiran “ize”, berarti, “cause to be or resemble, adopt or spread the manner of activity or the teaching of” (suatu sebab untuk menjadi atau menyerupai, memakai atau penyebaran cara mengajari). Sehingga dalam imbuhan “de”- tidak mengalami perubahan bentuk. Sedangkan imbuhan akhir “ize” menjadi “isasi”, yang memberikan makna proses atau upaya untuk menghilangkan radikalisme. Deradicalization or Disengagement, telah dibuat oleh Journal of the Terrorism Research Initiative. Isi karya tersebut telah memperlihatkan adanya perbedaan penggunaan istilah deradikalisasi (bahasa Indonesia) atau kata deradicalization yang telah digunakan oleh Counter-Terrorism Implementation Task Force (CTITF), menurut Horgan istilah yang sebaiknya digunakan adalah deradicalize. Istilah deradicalize dimaksudkan sebagai suatu perpaduan dari dua istilah yang memiliki pengertian saling berbeda, tetapi tujuan akhirnya sama, yaitu membuat para teroris mau meninggalkan atau melepaskan aksi terorisme

Pembinaan Narapidana Teroris dalam Upaya Deradikalisasi di Lembaga Pemasyarakatan

19

Page 38: PEMBINAAN NARAPIDANA PEMASYARAKATANjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A02.pdf · Pasal 1 (1) Hak Cipta adalah hak eksklusif pencipta yang timbul secara otomatis

berbentuk kekerasan. Deradikalisasi adalah segala upaya untuk menetralisir paham-paham radikal melalui pendekatan interdisipliner, seperti hukum, psikologi, agama, dan sosial-budaya bagi mereka yang dipengaruhi atau terekspose paham radikal dan/atau prokekerasan. Deradikalisasi terorisme diwujudkan dengan program reorientasi motivasi, re-edukasi, resosialisasi, serta mengupayakan kesejahteraan sosial dan kesetaraan dengan masyarakat lain bagi mereka yang pernah terlibat terorisme maupun bagi simpatisan, sehingga timbul rasa nasionalisme dan mau berpartisipasi dengan baik sebagai Warga Negara Indonesia. Deradikalisasi yang diwujudkan melalui suatu program memiliki kesamaan karakteristik di beberapa Negara. Persamaan program tersebut diketahui oleh Counter-Terrorism Implementation Task Force (CTITF) ada sebelas jenis, yakni: (a) pelibatan dan kerja sama dengan masyarakat umum, (b) pelaksanaan program khusus dalam penjara, (c) program pendidikan, (d) pengembangan dialog lintas budaya, (e) pengupayaan keadilan sosial dan ekonomi, (f) kerja sama global dalam penanggulangan terorisme, (g) pengawasan terhadap cyber terorisme, (h) perbaikan perangkat perundang-undangan, (i) program rehabilitasi, (j) pengembangan dan penyebaran informasi baik regional, dan (k) pelatihan serta kualifikasi para agen yang terlibat di dalam melaksanakan kebijakan kontra radikalisasi. Program deradikalisasi memiliki multi tujuan bagi penanggulangan masalah terorisme secara keseluruhan, seperti: (a) melakukan counter terrorism, (b) mencegah proses radikalisme, (c) mencegah provokasi, penyebaran kebencian, permusuhan antar umat beragama, (d) mencegah masyarakat dari indoktrinasi,

Pembinaan Narapidana Teroris dalam Upaya Deradikalisasi di Lembaga Pemasyarakatan

Badan Penelitian dan Pengembangan Hak Asasi Manusia Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia

20

Page 39: PEMBINAAN NARAPIDANA PEMASYARAKATANjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A02.pdf · Pasal 1 (1) Hak Cipta adalah hak eksklusif pencipta yang timbul secara otomatis

(e) meningkatkan pengetahuan masyarakat untuk menolak paham terror (terorisme), dan (f) memperkaya khazanah atas perbandingan paham. Upaya pelaksanaan program tersebut ditujukan kepada: narapidana terorisme, tersangka terorisme, keluarga napi terorisme dan tersangka, anggota organisasi teroris yang belum terlibat aksi terror, para simpatisan, dan masyarakat luas.

Program deradikalisasi bagi narapidana terorisme di Indonesia di pilih sebagai strategi soft approach yakni pendekatan yang komprehensif, persuasive, penuh kelembutan dan kasih sayang. Menurut Prof Irfan Idris, Direktur Deradikalisasi BNPT, program deradikalisasi ditujukan sebagai usaha “harm reduction” yang ditujukan bagi segelintir anak bangsa yang telah terpapar dan tergabung secara aktif (kelompok inti dan militan) dalam melakukan aksi terorisme baik secara individu maupun kelompok dan mengatasnamakan agama. Pelaksanaan program deradikalisasi ini secara khusus dimaksudkan untuk membuka dan merubah cakrawala berpikir yang semula fanatis sempit menjadi elegan dan berwawasan luas serta dapat menerima perbedaan. Deradikalisasi dilakukan karena didasari pemahaman bahwa salah satu akar atau sebab terorisme adalah faham radikalisme yang diwujudkan dalam bentuk tindakan radikal yang memaksakan kehendak. Desain Program Deradikalisasi memiliki empat komponen yaitu reedukasi, rehabilitasi, resosialisasi, dan reintegrasi.

Program deradikalisasi di Indonesia dilaksanakan oleh BNPT bekerjasama dengan berbagai pihak seperti polisi, Lembaga Pemasyarakatan, Kementerian Agama, Kemenkokesra, ormas, dan lain sebagainya. Program deradikalisasi ini terdiri dari:

Pembinaan Narapidana Teroris dalam Upaya Deradikalisasi di Lembaga Pemasyarakatan

21

Page 40: PEMBINAAN NARAPIDANA PEMASYARAKATANjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A02.pdf · Pasal 1 (1) Hak Cipta adalah hak eksklusif pencipta yang timbul secara otomatis

• Reedukasi adalah penangkalan dengan mengajarkan pencerahan kepada masyarakat tentang paham radikal sehingga tidak terjadi pembiaran berkembangnya paham tersebut. Bagi para terpidana kasus terorisme, reedukasi dilakukan dengan memberikan pencerahan terkait dengan doktrin-doktrin menyimpang yang mengajarkan kekerasan sehingga mereka sadar bahwa melakukan kekerasan seperti bom bunuh diri bukanlah jihad yang diidentikkan dengan aksi terorisme.

• Rehabilitasi memiliki dua makna yaitu pembinaan kemandirian dan pembinaan kepribadian, pembinaan kemandirian adalah melatih dan membina para mantan napi mempersiapkan keterampilan dan keahlian, gunanya adalah agar setelah mereka keluar dari lembaga pemasyarakatan, mereka sudah memiliki keahlian dan bisa membuka lapangan pekerjaan. Sedangkan pembinaan kepribadian adalah melakukan pendekatan dengan berdialog kepada para napi teroris agar mindset mereka bisa diluruskan serta memiliki pemahaman yang komprehensif serta dapat menerima pihak yang berbeda dengan mereka. Namun hal ini sangatlah berat dilakukan, membutuhkan banyak ahli dan strategi dalam menjalankannya. Proses rehabilitasi dilakukan dengan bekerjasama dengan berbagai pihak seperti polisi, Lembaga Pemasyarakatan, Kementerian Agama, Kemenkokesra, ormas, dan lain sebagainya.

• Kemudian, untuk memudahkan mantan narapidana dan narapidana teroris kembali dan berbaur ke tengah masyarakat, BNPT juga membimbing mereka dalam bersosialisasi dan menyatu kembali dengan masyarakat

Pembinaan Narapidana Teroris dalam Upaya Deradikalisasi di Lembaga Pemasyarakatan

Badan Penelitian dan Pengembangan Hak Asasi Manusia Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia

22

Page 41: PEMBINAAN NARAPIDANA PEMASYARAKATANjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A02.pdf · Pasal 1 (1) Hak Cipta adalah hak eksklusif pencipta yang timbul secara otomatis

(resosialisasi dan reintegrasi). Tentu saja, hal ini tidak mudah dilakukan karena para teroris pada umumnya kurang berbaur dengan masyarakat. Di sisi lain, masyarakat terkadang juga masih sulit menerima kembali para mantan teroris di tengah-tengah mereka.

D. Efektivitas Program Deradikalisasi di Indonesia

Efektivitas semua program pembinaan di Lembaga Pemasyarakatan dapat dievaluasi dari tingkat residivisme. Dorpat (2007) mengatakan bahwa jika tingkat residivisme tinggi, hal ini menandakan kegagalan suatu program pembinaan dan begitu juga sebaliknya.

Istilah “residivis” digunakan cukup longgar di Indonesia yang mengacu pada setiap penjahat kambuhan, namun perbandingan definisi sangat lah penting. Menurut Departemen Kehakiman AS:

“Residivisme diukur dari tindak pidana yang mengakibatkan penangkapan ulang atau penjatuhan hukuman ulang, atau pemenjaraan ulang dengan atau tanpa hukuman baru selama periode tiga bulan setelah tahanan dibebaskan.”

Jika kita menggunakan periode 5 tahun sebagai acuan tingkat residivisme dan menggunakan vonis hukuman sebelumnya dibandingkan pemenjaraan sebagai dasar perhitungan – dan melibatkan jumlah tersangka teroris yang terbunuh dalam operasi penangkapan oleh polisi sebelum diadili untuk kedua kalinya, maka dapat disimpulkan bahwa

Pembinaan Narapidana Teroris dalam Upaya Deradikalisasi di Lembaga Pemasyarakatan

23

Page 42: PEMBINAAN NARAPIDANA PEMASYARAKATANjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A02.pdf · Pasal 1 (1) Hak Cipta adalah hak eksklusif pencipta yang timbul secara otomatis

tingkat residivisme tahanan teroris sekitar 10 persen6. Sejak kasus bom Bali tahun 2002, polisi Indonesia telah menahan dan mengadili sekitar 700 tersangka teroris, kebanyakan dari mereka diadili karena terbukti bersalah dan terlibat seratus persen dalam kasus terorisme. Dari 270 narapidana yang dibebaskan setelah menjalani masa hukuman mereka, 28 diantaranya kembali ditangkap atau ditembak mati dalam operasi polisi. Angka 10 persen ini sebenarnya masih dapat terus meningkat jika kita menyertakan kelompok besar residivis terkait dengan terorisme yang terdiri 21 tersangka yang kejahatan pertamanya malah berkaitan dengan terorisme, 8 diantaranya direkrut di saat mereka di penjara. Dan 3 residivis lainnya yang merupakan pengedar narkotik yang direkrut oleh Imam Samudra dan Amrozi di Lapas Kerobokan Bali pada tahun 2004 yang kemudian pada tahun 2012 ditangkap dalam kasus perencanaan bom Bali 3.

6 Institute for Policy Analysis Of Conflict (IPAC)“Prison Problems: Planned and Unplanned Releases of Convicted Extremists in Indonesia”, Jakarta, 2013.

Pembinaan Narapidana Teroris dalam Upaya Deradikalisasi di Lembaga Pemasyarakatan

Badan Penelitian dan Pengembangan Hak Asasi Manusia Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia

24

Page 43: PEMBINAAN NARAPIDANA PEMASYARAKATANjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A02.pdf · Pasal 1 (1) Hak Cipta adalah hak eksklusif pencipta yang timbul secara otomatis

BAB IIIHASIL PENELITIAN

A. Implementasi Pembinaan Narapidana Terorisme di Lembaga Pemasyarakatan dalam Kerangka Deradikalisasi

Ketentuan Pasal 1 ke 3 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan, menyatakan bahwa: “…..Lembaga Pemasyarakatan yang selanjutnya disebut LAPAS adalah tempat untuk melaksanakan pembinaan Narapidana dan Anak Didik Pemasyarakatan….”. Pengertian tentang Pemasyarakatan seperti yang telah disebutkan dalam Pasal 1 ke 3 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 1995 adalah suatu kegiatan untuk melakukan pembinaan warga binaan Pemasyarakatan berdasarkan sistem, kelembagaan, dan cara pembinaan yang merupakan bagian akhir dari sistem pemidanaan dalam tata peradilan pidana.

Tujuan sistem pemasyarakatan sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 2 Undang-undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan dinyatakan bahwa “sistem pemasyarakatan diselenggarakan dalam rangka membentuk Warga Binaan

Pembinaan Narapidana Teroris dalam Upaya Deradikalisasi di Lembaga Pemasyarakatan

25

Page 44: PEMBINAAN NARAPIDANA PEMASYARAKATANjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A02.pdf · Pasal 1 (1) Hak Cipta adalah hak eksklusif pencipta yang timbul secara otomatis

Pemasyarakatan agar menjadi manusia seutuhnya, menyadari kesalahan, memperbaiki diri, dan tidak mengulangi tindak pidana sehingga dapat diterima oleh lingkungan masyarakat, dapat aktif berperan dalam pembangunan, dapat hidup secara wajar sebagai warga negara yang baik dan bertanggungjawab. Ini berarti bahwa tujuan akhir dari sistem pemasyarakatan adalah bersatunya kembali Warga Binaan Pemasyarakatan dengan masyarakat, sebagai warga negara yang baik dan bertanggung jawab, sehingga keberadaan mantan Warga Binaan di masyarakat nantinya diharapkan mau dan mampu untuk ikut membangun masyarakat dan bukan sebaliknya justru menjadi penghambat dalam pembangunan.

Berdasarkan maksud dan tujuan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan, sangat jelas adanya keinginan penyelenggara negara menciptakan kondisi yang lebih baik dalam membina para narapidana agar kelak dapat berguna di masyarakat serta tetap terlindunginya hak asasi manusia.

Kebijakan dan manajemen lapas berada di bawah Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia. Direktorat Jenderal Pemasyarakatan memiliki wewenang dalam manajemen lembaga pemasyarakatan, rumah-rumah tahanan dan balai pemasyarakatan (BAPAS). Kepala lembaga pemasyarakatan atau kalapas adalah pegawai negeri, yang bertugas melaksanakan program perawatan dan rehabilitasi tahanan, mengatur tata tertib, menjatuhkan dan memberikan hukuman disiplin bagi tahanan yang melanggar peraturan tata tertib dan menjaga agar tahanan tak melarikan diri. BAPAS mengatur persiapan

Pembinaan Narapidana Teroris dalam Upaya Deradikalisasi di Lembaga Pemasyarakatan

Badan Penelitian dan Pengembangan Hak Asasi Manusia Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia

26

Page 45: PEMBINAAN NARAPIDANA PEMASYARAKATANjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A02.pdf · Pasal 1 (1) Hak Cipta adalah hak eksklusif pencipta yang timbul secara otomatis

dan program-program asimilasi (proses pembinaan napi yang dilaksanakan dengan membaurkan napi dalam kehidupan masyarakat); mengawasi cuti menjelang pembebasan (CMP); pembebasan bersyarat (PB); dan pembebasan penuh.

Berkembangnya pola dan jenis kejahatan seperti terorisme, narkotika, korupsi dan kejahatan lainnya pada dasarnya secara langsung memengaruhi pelaksanaan sistem Pemasyarakatan di Indonesia. Kondisi tersebut diantisipasi oleh Direktorat Jenderal Pemasyarakatan dengan melakukan langkah strategis, teknis dan sistematis, yakni dengan membuat Prosedur Tetap (Protap)7 Narapidana Resiko Tinggi. Narapidana yang diidentifikasi sebagai Narapidana Resiko Tinggi dalam Protap tersebut adalah narapidana yang dipidana karena kejahatan terorisme, narkotika, dan korupsi atau berdasarkan penetapan dari Direktur Jenderal Pemasyarakatan. Identifikasi ini dimaksudkan untuk mempermudah perlakuan pembinaan dan pengamanan yang akan diterapkan, termasuk bagaimana merumuskan tindakan yang perlu dilakukan apabila ada indikasi Narapidana Resiko Tinggi tersebut akan melarikan diri, melakukan pelanggaran dan/atau mengidap penyakit menular. Subtansi yang diatur dalam protap tersebut secara umum berpedoman pada Keputusan Direktur Jenderal Pemasyarakatan Nomor: E.22.PR.08.03 Tahun 2001 tentang Prosedur Tetap Pelaksanaan Tugas Pemasyarakatan. Oleh karena itu, hal-hal yang diatur dalam Protap ini bersifat khusus

7 Protap diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pemasyarakatan No.PAS-58.OT.03.01 Tahun 2010 Tanggal 23 April tentang Prosedur Tetap Perlakuan Narapidana Resiko Tinggi

Pembinaan Narapidana Teroris dalam Upaya Deradikalisasi di Lembaga Pemasyarakatan

27

Page 46: PEMBINAAN NARAPIDANA PEMASYARAKATANjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A02.pdf · Pasal 1 (1) Hak Cipta adalah hak eksklusif pencipta yang timbul secara otomatis

terkait dengan Narapidana Resiko Tinggi, sedangkan hal-hal yang sudah diatur tetap berlaku.

Ketentuan umum didalam prosedur tetap terhadap perlakuan Narapidana Resiko Tinggi Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Nomor PAS-58 .OT.03.01 Tahun 2010 tanggal 23 April 2010 menyatakan:• Narapidana adalah terpidana yang menjalani hilang

kemerdekaan di Lembaga Pemasyarakatan.• Narapidana Resiko Tinggi adalah Narapidana yang melalui

penilaian memenuhi kualifikasi A dan kualifikasi B.• Kualifikasi A adalah penilaian terhadap narapidana

tertentu yang memuat penilaian memenuhi salah satu hal yang berhubungan dengan jaringan yang masih aktif, kemampuan mengakses senjata dan bahan peledak, memiliki catatan melarikan diri, memiliki akses dan pengaruh didalam Lembaga Pemasyarakatan.

• Pembinaan adalah semua usaha yang ditujukan untuk memperbaiki dan meningkatkan kepribadian dan kemandirian narapidana.

• Perawatan adalah semua usaha yang ditujukan untuk memberikan pelayanan yang berhubungan dengan kesehatan narapidana.

• Pengamanan adalah segala usaha dan kegiatan dalam rangka memberikan perlakuan, perlindungan dan pengayoman kepada narapidana serta penegak hukum terhadap setiap ancaman dan gangguan.

Sebagai panduan bagi UPT Pemasyarakatan dalam menyelenggarakan pembinaan narapidana teroris, pada tahun

Pembinaan Narapidana Teroris dalam Upaya Deradikalisasi di Lembaga Pemasyarakatan

Badan Penelitian dan Pengembangan Hak Asasi Manusia Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia

28

Page 47: PEMBINAAN NARAPIDANA PEMASYARAKATANjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A02.pdf · Pasal 1 (1) Hak Cipta adalah hak eksklusif pencipta yang timbul secara otomatis

2015 Direktur Jenderal Pemasyarakatan telah mengeluarkan Keputusan Dirjen Pemasyarakatan Nomor: Pas-172.PK.01.06.01 Tahun 2015 Tentang Standar Pembinaan Narapidana Teroris. Standar Pembinaan Narapidana teroris tersebut secara umum terdiri dari sejumlah program yaitu:• Program Masa Pengenalan Lingkungan• Program Profiling• Program Assesment Resiko• Program Litmas Bapas• Program Kesadaran Beragama• Program Kesadaran Hukum• Program Kemampuan Intelektual• Program Kesadaran Berbangsa dan Bernergara• Program Konseling• Program Kesehatan Jasmani• Program Pembinaan Kemandirian

Proses pemasyarakatan bagi narapidana teroris bertujuan untuk membina dan mendidik mereka menjadi orang yang lebih baik. Pemidanaan terhadap para pelaku terorisme merupakan kajian penting dalam menjaga stabilitas keamanan di kemudian hari. Hal ini menjadikan lembaga pemasyarakatan sebagai tempat yang sangat memiliki peranan dalam melakukan pembinaan terhadap narapidana teroris untuk tidak mengulangi perbuatannya. Dalam kerangka pembinaan terhadap narapidana, lembaga pemasyarakatan memiliki dua peranan penting yakni sebagai tempat dan sarana atas reedukasi dan resosialisasi. Lembaga Pemasyarakatan sebagai ujung tombak pelaksanaan asas pengayoman yang merupakan

Pembinaan Narapidana Teroris dalam Upaya Deradikalisasi di Lembaga Pemasyarakatan

29

Page 48: PEMBINAAN NARAPIDANA PEMASYARAKATANjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A02.pdf · Pasal 1 (1) Hak Cipta adalah hak eksklusif pencipta yang timbul secara otomatis

tempat untuk mencapai tujuan sistem pemasyarakatan melalui rehabilitasi dan reintegrasi8. Pembinaan di lembaga pemasyarakatan bertumpu pada konsep rehabilitasi dan reintegrasi sosial. Rehabilitasi wajib dilakukan di lembaga pemasyarakatan sedangkan reintegrasi dapat dilakukan di dalam lembaga pemasyarakatan maupun di luar lembaga pemasyarakatan. Program rehabilitasi dan reintegrasi sosial bagi napi teroris bertujuan untuk memutus mata rantai kejahatan melalui internalisasi nilai-nilai yang dilakukan di dalam lembaga pemasyarakatan. Sehingga ketika kembali ke masyarakat, mantan narapidana teroris tidak lagi tergabung dalam jaringannya dan melakukan aksi-aksi terorisme kembali. Pembinaan bagi narapidana terorisme juga bertujuan untuk menghilangkan unsur-unsur radikal dari ajaran yang dianut oleh teroris.

Pembinaan narapidana terorisme bertujuan agar narapidana sadar akan perbuatannya sehingga pada saat kembali ke dalam masyarakat ia akan menjadi baik, baik dari segi keagamaan, sosial budaya maupun moral sehingga akan tercipta keserasian dan keseimbangan di tengah-tengah masyarakat. Pembinaan secara umum tetap mengacu kepada 10 prinsip pemasyarakatan. Ruang lingkup pembinaan juga tetap mengacu kepada PP Nomor 31 Tahun 1999 tentang pembinaan dan pembimbingan Warga binaan pemasyarakatan, yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas ketakwaan,

8 Dwidja Priyatno, 2006, Sistem Pelaksanaan Pidana Penjara di Indonesia, PT. Refika Aditama, Bandung, 103.

Pembinaan Narapidana Teroris dalam Upaya Deradikalisasi di Lembaga Pemasyarakatan

Badan Penelitian dan Pengembangan Hak Asasi Manusia Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia

30

Page 49: PEMBINAAN NARAPIDANA PEMASYARAKATANjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A02.pdf · Pasal 1 (1) Hak Cipta adalah hak eksklusif pencipta yang timbul secara otomatis

intelektual, sikap dan perilaku, professional, kesehatan jasmani dan rohani Warga Binaan Pemasyarakatan. Adapun pembinaan yang dilakukan meliputi:• Pembinaan kepribadian• Pembinaan kemandirian• Pembinaan kesadaran berbangsa dan bernegara.

Sebagaimana umumnya pembinaan narapidana di Indonesia, pembinaan napi teroris bertumpu pada sejumlah pilar yaitu: • Pembinaan kesehatan • Pembinaan kerohanian • Pembinaan olah raga • Pembinaan kesenian • Pembinaan kewarganegaraan dan persatuan • Kebersihan dan estetika • Pembinaan sadar hukum

Untuk pembinaan napi teroris petugas harus paham bahwa perlakuan terhadap mereka juga ada perlakuan khusus baik dalam pengawasan maupun pembinaan Perlakuan terhadap mereka lebih bersifat persuasif namun tidak mengesampingkan kewaspadaan pengamanan. Pembinaan dilakukan sesuai dengan pembinaan terhadap narapidana lain. Hanya saja pembinaan bagi narapidana terorisme diikuti dengan pengetatan dan pembatasan hak sebagai narapidana. Dalam pelaksanaan program pembinaan di lembaga pemasyarakatan, terdapat perlakuan khusus bagi narapidana terorisme. Perlakuan khusus tersebut antara lain meliputi:

Pembinaan Narapidana Teroris dalam Upaya Deradikalisasi di Lembaga Pemasyarakatan

31

Page 50: PEMBINAAN NARAPIDANA PEMASYARAKATANjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A02.pdf · Pasal 1 (1) Hak Cipta adalah hak eksklusif pencipta yang timbul secara otomatis

• Mendapatkan pengawasan langsung dari petugas. • Ditempatkan dalam sel/kamar khusus yang terpisah dari

narapidana yang lain. • Mendapatkan bantuan secara khusus dari BNN.• Relatif sulit mendapatkan remisi dan pembebasan

bersyarat.

Di Indonesia, proses pembinaan terhadap di lembaga pemasyarakatan narapidana terorisme dilaksanakan sebagai bagian dari upaya deradikalisasi narapidana terorisme. Secara sederhana deradikalisasi dapat dimaknai suatu proses atau upaya untuk menghilangkan radikalisme. Secara lebih luas, deradikalisasi merupakan segala upaya untuk menetralisir paham-paham radikal melalui pendekatan interdisipliner, seperti hukum, psikologi, agama dan sosial budaya bagi mereka yang dipengaruhi paham radikal dan/atau pro kekerasan9.Sedangkan dalam konteks terorisme yang muncul akibat paham keberagamaan radikal, deradikalisasi dimaknai sebagai proses untuk meluruskan pemahaman keagamaan yang sempit, mendasar, menjadi moderat, luas dan komprehensif10.

Sebagai lembaga non kementerian yang bertanggung jawab dalam penanggulangan terorisme di Indonesia, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) pun menggunakan

9 Petrus Reindhard Golose.. Deradikalisasi Terorisme, Humanis, Soul Approach dan Menyentuh Akar Rumput. (Jakarta: 2009), Yayasan Pengembangan Kajian Ilmu Kepolisian:

10 Amirsyah.. Meluruskan Salah Paham Terhadap Deradikalisasi: Pemikiran, Konsep dan Strategi Pelaksanaan. (Jakarta: 2012), Grafindo Khazanah Ilmu.

Pembinaan Narapidana Teroris dalam Upaya Deradikalisasi di Lembaga Pemasyarakatan

Badan Penelitian dan Pengembangan Hak Asasi Manusia Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia

32

Page 51: PEMBINAAN NARAPIDANA PEMASYARAKATANjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A02.pdf · Pasal 1 (1) Hak Cipta adalah hak eksklusif pencipta yang timbul secara otomatis

strategi deradikalisasi tersebut dalam melaksanakan tugasnya. Program deradikalisasi bagi narapidana terorisme di Indonesia di pilih sebagai strategi soft approach yakni pendekatan yang komprehensif, persuasive, penuh kelembutan dan kasih sayang. Program deradikalisasi ditujukan sebagai usaha “harm reduction” yang ditujukan bagi segelintir anak bangsa yang telah terpapar dan tergabung secara aktif (kelompok inti dan militan) dalam melakukan aksi terorisme baik secara individu maupun kelompok dan mengatasnamakan agama.

Pelaksanaan program deradikalisasi ini secara khusus dimaksudkan untuk membuka dan merubah cakrawala berpikir yang semula fanatis sempit menjadi elegan dan berwawasan luas serta dapat menerima perbedaan. Deradikalisasi dilakukan karena didasari pemahaman bahwa salah satu akar atau sebab terorisme adalah faham radikalisme yang diwujudkan dalam bentuk tindakan radikal yang memaksakan kehendak. Desain Program Deradikalisasi memiliki empat komponen yaitu reedukasi, rehabilitasi, resosialisasi, dan reintegrasi.

Program deradikalisasi di Indonesia dilaksanakan oleh BNPT bekerjasama dengan berbagai pihak seperti polisi, Lembaga Pemasyarakatan, Kementerian Agama, Kemenkokesra, Ormas, dan lain sebagainya. Program deradikalisasi ini terdiri dari: • Reedukasi adalah penangkalan dengan mengajarkan

pencerahan kepada masyarakat tentang paham radikal sehingga tidak terjadi pembiaran berkembangnya paham tersebut. Bagi para terpidana kasus terorisme, reedukasi dilakukan dengan memberikan pencerahan terkait dengan doktrin-doktrin menyimpang yang mengajarkan kekerasan sehingga mereka sadar bahwa melakukan

Pembinaan Narapidana Teroris dalam Upaya Deradikalisasi di Lembaga Pemasyarakatan

33

Page 52: PEMBINAAN NARAPIDANA PEMASYARAKATANjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A02.pdf · Pasal 1 (1) Hak Cipta adalah hak eksklusif pencipta yang timbul secara otomatis

kekerasan seperti bom bunuh diri bukanlah jihad yang diidentikkan dengan aksi terorisme.

• Rehabilitasi memiliki dua makna yaitu pembinaan kemandirian dan pembinaan kepribadian, pembinaan kemandirian adalah melatih dan membina para mantan napi mempersiapkan keterampilan dan keahlian, gunanya adalah agar setelah mereka keluar dari lembaga pemasyarakatan, mereka sudah memiliki keahlian dan bisa membuka lapangan pekerjaan. Sedangkan pembinaan kepribadian adalah melakukan pendekatan dengan berdialog kepada para napi teroris agar mindset mereka bisa diluruskan serta memiliki pemahaman yang komprehensif serta dapat menerima pihak yang berbeda dengan mereka. Namun hal ini sangatlah berat dilakukan, membutuhkan banyak ahli dan strategi dalam menjalankannya. Proses rehabilitasi dilakukan dengan bekerjasama dengan berbagai pihak seperti polisi, Lembaga Pemasyarakatan, Kementerian Agama, Kemenkokesra, ormas, dan lain sebagainya.

• Kemudian, untuk memudahkan mantan narapidana dan narapidana teroris kembali dan berbaur ke tengah masyarakat, BNPT juga membimbing mereka dalam bersosialisasi dan menyatu kembali dengan masyarakat (resosialisasi dan reintegrasi).

Sayangnya implementasi konsep pembinaan berbasis rehabilitasi dan reintegrasi sosial hingga saat ini belum menunjukkan hasil yang optimal. Ketidakberhasilan pembinaan terhadap para narapidana teroris dapat dilihat pada banyak residivis yang mengulangi kembali perbuatannya.

Pembinaan Narapidana Teroris dalam Upaya Deradikalisasi di Lembaga Pemasyarakatan

Badan Penelitian dan Pengembangan Hak Asasi Manusia Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia

34

Page 53: PEMBINAAN NARAPIDANA PEMASYARAKATANjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A02.pdf · Pasal 1 (1) Hak Cipta adalah hak eksklusif pencipta yang timbul secara otomatis

Doktrin yang dianut oleh narapidana terorisme sulit dihilangkan meskipun ia telah menjalani pembinaan di dalam lembaga pemasyarakatan. Sejak kasus bom Bali tahun 2002, polisi Indonesia telah menahan dan mengadili sekitar 700 tersangka teroris, kebanyakan dari mereka diadili karena terbukti bersalah dan terlibat dalam kasus terorisme. Dari 270 narapidana yang dibebaskan setelah menjalani masa hukuman mereka, 28 diantaranya kembali ditangkap atau ditembak mati dalam operasi polisi11. Angka 10 persen ini sebenarnya masih dapat terus meningkat jika kita menyertakan kelompok besar residivis terkait dengan terorisme yang terdiri 21 tersangka yang kejahatan pertamanya malah sama sekali tidak berkaitan dengan terorisme, 8 diantaranya direkrut di saat mereka di penjara. Dan 3 residivis lainnya yang merupakan pengedar narkotik yang direkrut oleh Imam Samudra dan Amrozi di Lapas Kerobokan Bali pada tahun 2004 yang kemudian pada tahun 2012 ditangkap dalam kasus perencanaan bom Bali 3.

Meski terdapat sejumlah inovasi (seperti misalnya Progressive Treatment Program di Lapas Klas 1 Semarang yang berusaha untuk mengkuantifikasikan penilaian terhadap pembinaan narapidana), secara umum, pola perlakuan terhadap narapidana terorisme selama ini memang belum bersifat spesifik. Pola perlakuan terhadap mereka masih dipersamakan dengan pola perlakuan terhadap narapidana kasus yang lain. Deradikalisasi dalam konteks pembinaan

11 Institute for Policy Analysis 0f Conflict (IPAC)“Prison Problems: Planned and Unplanned Releases of Convicted Extremists in Indonesia”, Jakarta, 2013.

Pembinaan Narapidana Teroris dalam Upaya Deradikalisasi di Lembaga Pemasyarakatan

35

Page 54: PEMBINAAN NARAPIDANA PEMASYARAKATANjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A02.pdf · Pasal 1 (1) Hak Cipta adalah hak eksklusif pencipta yang timbul secara otomatis

bagi narapidana terorisme di lembaga pemasyarakatan selama ini memang belum memiliki format yang baku. Misalnya saja, program deradikalisasi yang tampaknya baru hanya sebatas ikrar tertulis untuk tidak mengulangi perbuatan dan mengakui NKRI sebagai negaranya. Pernyataan-pernyataan tersebut biasanya hanya disampaikan sebatas persyaratan administrasi untuk mengajukan remisi. Ikrar ini hanya memiliki kekuatan moral tanpa ada kekuatan hukum yang mengikat bagi mereka. Selain itu, masih ada ketidaksamaan kebijakan di setiap lembaga pemasyarakatan yang membina narapidana terorisme. Walaupun sebenarnya Direktorat Jenderal Pemasyarakatan telah menetapkan standar perlakuan (prosedur tetap) terhadap narapidana resiko tinggi (termasuk di dalamnya narapidana kasus terorisme). Namun, prosedur tetap ini memang belum dapat diimplementasikan secara efektif karena beberapa kendala, seperti kurangnya sosialisasi, belum adanya pelatihan bagi petugas tentang prosedur tetap ini, dan belum memadainya sarana pendukung.

Yang kedua, belum terintegrasinya penanganan terhadap pelaku kejahatan terorisme, dalam arti bahwa penanganan terhadap pelaku terorisme seakan berhenti pada saat mereka telah tertangkap atau dijatuhi pidana. Perhatian terhadap bagaimana memperlakukan pelaku kejahatan terorisme yang telah dijatuhi pidana (berada didalam penjara) sering terabaikan. Dan seakan-akan penanganan terhadap mereka semata-mata menjadi tanggung jawab petugas pemasyarakatan.

Hal lain yang harus menjadi perhatian adalah belum adanya petugas khusus untuk membina narapidana terorisme. Petugas khusus sangat diperlukan untuk memaksimalkan

Pembinaan Narapidana Teroris dalam Upaya Deradikalisasi di Lembaga Pemasyarakatan

Badan Penelitian dan Pengembangan Hak Asasi Manusia Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia

36

Page 55: PEMBINAAN NARAPIDANA PEMASYARAKATANjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A02.pdf · Pasal 1 (1) Hak Cipta adalah hak eksklusif pencipta yang timbul secara otomatis

pembinaan bagi narapidana terorisme. Petugas khusus harus memenuhi syarat berupa kecakapan untuk memimpin dan membina narapidana terorisme dan kelebihan di bidang agama. Kelebihan di bidang agama khususnya agama Islam bertujuan untuk menyamakan persepsi tentang Islam sebagai ajaran yang damai dan menurunkan akidah dari narapidana terorisme. Petugas juga dapat mendiskusikan kembali ayat-ayat yang keras dengan narapidana terorisme. Sayangnya, pelatihan terhadap petugas lembaga pemasyarakatan untuk meningkatkan kemampuan mereka dalam membina narapidana terorisme tampaknya masih minim. Padahal, pembinaan bagi narapidana terorisme memang memerlukan perhatian khusus. Mengingat karakteristik kejahatan terorisme itu sendiri, diperlukan pelatihan deradikalisasi secara khusus bagi petugas lembaga pemasyarakatan yang menjadi garis depan dalam pembinaan narapidana terorisme.

Agar pembinaan warga binaan pemasyarakatan dapat dilaksanakan dengan lancar, tertib dan mencapai tujuan yang diharapkan, maka diperlukan sarana yang memadai baik fisik maupun non fisik. Sarana fisik antara lain berupa gedung atau bangunan berikut: komponen-komponen penunjang berupa peralatan pembinaan atau bimbingan. Sedangkan sarana non fisik berupa disiplin yang dimiliki oleh semua petugas Lapas. Selain itu ada pula sarana berupa bahan-bahan untuk mendukung semua kegiatan pembinaan. Bahan-bahan pendukung itu meliputi buku-buku pelajaran, alat-alat bantu pengajaran, perlengkapan latihan keterampilan, buku-buku pegangan atau petunjuk, dan lain sebagainya yang sesuai

Pembinaan Narapidana Teroris dalam Upaya Deradikalisasi di Lembaga Pemasyarakatan

37

Page 56: PEMBINAAN NARAPIDANA PEMASYARAKATANjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A02.pdf · Pasal 1 (1) Hak Cipta adalah hak eksklusif pencipta yang timbul secara otomatis

dengan jenis kegiatan yang dilaksanakan oleh Lembaga Pemasyarakatan.

Lembaga Pemasyarakatan mempunyai tugas pembinaan dan pembimbingan terhadap Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) agar menyadari kesalahannya dan tidak lagi melakukan perbuatan melanggar hukum serta dapat aktif dan produktif dalam pembangunan. Dalam hal sarana fisik berupa gedung bangunan, overkapasitas antara daya tampung bangunan lapas dengan jumlah aktual penghuni lapas merupakan persoalan yang umum ditemui di Indonesia. Ditambah dengan relatif kurangnya jumlah petugas lapas, hal ini menjadikan kondisi pembinaan narapidana di Indonesia, termasuk bagi narapidana teroris, masih belum dapat dikatakan ideal.

Fenomena penyebaran pemahaman radikal di dalam penjara (Lapas) tidak terlepas dari kondisi Lapas itu sendiri. Penjara merupakan tempat yang rentan (vulnerable) bagi terjadinya radikalisasi. Radikalisasi yang dimaksud adalah proses dimana narapidana “biasa” terekrut dan terlibat dalam kelompok ekstrim di dalam penjara atau proses dimana narapidana yang memang sudah terlibat dalam kelompok ekstrim menjadi lebih radikal dan menyebarkan pemahaman radikalnya ke narapidana lain. Namun, pada saat yang sama sebenarnya penjara juga memiliki banyak kesempatan untuk menjadi inkubator transformasi positif bagi narapidana di dalamnya. Hal ini tentunya berkaitan erat dengan sistem dan pendekatan yang digunakan oleh penjara dalam melakukan pembinaan terhadap narapidananya. Bagaimanapun, Lapas dengan segala kondisinya berpotensi menjadi wadah penyemaian faham radikal yang dibawa oleh narapidana terorisme. Oleh

Pembinaan Narapidana Teroris dalam Upaya Deradikalisasi di Lembaga Pemasyarakatan

Badan Penelitian dan Pengembangan Hak Asasi Manusia Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia

38

Page 57: PEMBINAAN NARAPIDANA PEMASYARAKATANjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A02.pdf · Pasal 1 (1) Hak Cipta adalah hak eksklusif pencipta yang timbul secara otomatis

karena itu dibutuhkan keseriusan Lapas dalam melakukan pembinaan terhadap narapidana terorisme. Sebagaimana dikemukakan oleh Ashour12, kondisi penghukuman di penjara sangat menentukan proses individu menjadi lebih radikal atau malah sebaliknya, ter-deradikalisasi. Hal tersebut tentu sangat tergantung pada bagaimana kondisi dan pola pembinaan narapidana di dalam penjara.

Harus diakui, bahwa program deradikalisasi yang selama ini dilakukan oleh Ditjen PAS dalam membina napi teroris masih belum mampu menjalanan prosedur yang sesuai bagi pembinaan narapidana teroris, khususnya narapidana yang digolongkan sebagai “garis keras” dengan derajat pemikiran radikal yang relatif tinggi. Misalnya saja proses penilaian (assessment) napi terorisme yang baru masuk ke lapas. Proses penilaian tersebut sesungguhnya menjadi kunci awal untuk mengenali sekaligus menggali profil dari napi teroris itu. Hal ini sesuai dengan Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor 12 Tahun 2013 tentang Assessment Risiko dan Assessment Kebutuhan Bagi Narapidana dan Klien Pemasyarakatan yang menjadi panduan bagi pegawai lapas. Masalahnya, petugas pemasyarakatan yang terlatih dalam melakukan assessment bagi narapidana teroris jumlahnya relatif masih terbatas.

Sementara itu, seperti dikemukakan oleh Frank J. Cilluffo, et al13, kerentanan narapidana untuk mengalamai

12 Ashour, Omar, “De-Radicalization in Egypt, Algeria, and Libya”, [online] <http://www.carnegieendowment.org/ events/?fa=eventDetail&id=1325 >

13 Cilluffo, Frank J. Cardash, Sharon L. and Whitehead, Andrew J. (2007). Radicalization: Behind Bars and Beyond Borders:, The Brown Journal Of

Pembinaan Narapidana Teroris dalam Upaya Deradikalisasi di Lembaga Pemasyarakatan

39

Page 58: PEMBINAAN NARAPIDANA PEMASYARAKATANjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A02.pdf · Pasal 1 (1) Hak Cipta adalah hak eksklusif pencipta yang timbul secara otomatis

radikalisasi tidak berhenti setelah mereka keluar dari penjara. Setelah menjalani hukuman, mereka sering meninggalkan penjara dengan kondisi finansial yang tidak mencukupi, emosional, dan tidak mendapat dukungan keluarga. Ketika dukungan tersebut tidak ada seringkali mereka didekati oleh kelompok atau komunitas religius, yakni kelompok ekstrim yang menyamar dan mengaku sebagai organisasi legal yang membantu narapidana yang baru keluar dari penjara.

Ketidakberhasilan pembinaan bagi narapidana terorisme juga disebabkan karena budaya hukum masyarakat yang menolak adanya pembinaan narapidana di lembaga pemasyarakatan. Masyarakat mengharapkan agar setiap orang yang tergabung dengan jaringan terorisme divonis dengan hukum mati. Dalam hal ini rehabilitasi tidak akan berlangsung baik. Di dalam lembaga pemasyaratan sendiri, keberadaan narapidana teroris tidak diharapkan. Saat menjalani reintegrasi sosial melalui program asimilasi, kehadiran narapidana terorisme masih menimbulkan persoalan di masyarakat.

Proses reintegrasi sosial bagi narapidana teroris masih sering mengalami kendala. Masyarakat telah melabelisasi mantan narapidana teroris sebagai teroris. Masyarakat merasa terancam dengan kembalinya teroris ke masyarakat. Salah satu respon dari masyarakat yang merasa terancam ketenangan lingkungan dan ketertiban masyarakat kemudian menimbulkan stigmatisasi terhadap individu yang melakukan

World Affairs, Spring/Summer 2007 volume xiii, issue 2, Homeland Security Policy Institute The George Washington University. Diunduh dari http://www.jstor.org/stable/30046987

Pembinaan Narapidana Teroris dalam Upaya Deradikalisasi di Lembaga Pemasyarakatan

Badan Penelitian dan Pengembangan Hak Asasi Manusia Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia

40

Page 59: PEMBINAAN NARAPIDANA PEMASYARAKATANjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A02.pdf · Pasal 1 (1) Hak Cipta adalah hak eksklusif pencipta yang timbul secara otomatis

perilaku yang menyimpang tersebut. Stigmatisasi sebagai mana yang telah dijelaskan sebelumnya merupakan proses pemberian cap oleh masyarakat melalui tindakan-tindakan yang dilakukan dalam proses peradilan bahwa ia adalah orang yang jahat. Tidak sedikit eks napi yang kesulitan mendapatkan pekerjaan atau membuka usaha ketika mereka telah dibebaskan dari Lapas. Terkadang aparat penegak hukum pun juga turut berperan dalam mengembangkan stigmatisasi bagi narapidana teroris, misalnya ketika polisi atau aparat intelejen mendatangi rumah atau tempat kerja mantan teroris sehingga membuat tetangga dan lingkungan kerja mereka menjadi tidak nyaman, bahkan menyebabkan mereka harus pindah tempat tinggal atau berganti pekerjaan. Kondisi ekonomi yang morat-marit, kemudian dicemooh lingkungan sekitar ketika keluar dari penjara, adalah kombinasi yang membuat sebagian eks napi teroris kembali ke jalan sesat: Mengulangi aksi terornya. Sehingga, tidaklah mengherankan bila tidak sedikit mantan napi teroris yang mengharapkan peran serta pemerintah agar membantu mereka dalam memberikan pelatihan, pendidikan, serta modal usaha kepada mereka untuk menghidupi dirinya dan keluarga. Mereka mengaku membutuhkan bimbingan keterampilan berupa latihan kerja life skill dan bimbingan motivasi untuk pengembangan bisnis yang sudah mereka lakukan. Selain itu, Mereka juga berharap agar pihak kepolisian membantu klien kasus teroris dalam pengurusan dokumen kependudukan.

Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan HAM R.I (Ditjen PAS) bersama dengan Badan Nasional Penanggulangan Teroris (BNPT) mulai mengembangkan

Pembinaan Narapidana Teroris dalam Upaya Deradikalisasi di Lembaga Pemasyarakatan

41

Page 60: PEMBINAAN NARAPIDANA PEMASYARAKATANjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A02.pdf · Pasal 1 (1) Hak Cipta adalah hak eksklusif pencipta yang timbul secara otomatis

strategi baru untuk memisahkan napi terorisme dengan napi-napi lainnya. Khususnya setelah terjadi kasus kericuhan di Lapas Lowokwaru Kelas I, Kota Malang, yang dilakukan oleh napi teroris, Ditjen Pemasyarakatan berupaya untuk memecah para napi teroris dengan menyebar mereka ke lebih banyak Lapas. Berdasarkan data dari Direktorat Jenderal Pemasyarakatan, per 4 Februari 2016 terdapat 207 Narapidana Teroris yang ditempatkan di 49 Lapas dan Rutan yang ada di seluruh wilayah Indonesia. Bandingkan dengan data tahun 2014 yang mencatat total napi teroris di seluruh Indonesia sebanyak 220 orang yang tersebar di 26 lapas di sembilan provinsi. Karena bila napi teroris disatukan dalam satu lapas seringkali mereka membuat kericuhan dan memicu konflik dalam lapas. Penyebaran narapidana teroris ini dilakukan karena Kemenkumham belum memiliki lapas yang memadai untuk secara khusus membina khusus narapidana teroris, baik dari segi sarana fisik bangunan lapas maupun sumberdaya manusia yang nantinya akan mengelola Lapas tersebut. Namun, di sisi lain, penyebaran narapidana teroris juga meningkatkan kebutuhan akan adanya pelatihan bagi petugas lapas terhadap berbagai teknik deradikalisasi, profiling, assesement agar mereka memiliki kemampuan untuk melakukan pembinaan terhadap narapidana teroris.

Masalah yang umumnya harus dihadapi aparat penegak hukum dalam penanganan pelaku terorisme adalah apakah sebaiknya memperlakukan napi teroris secara berbeda dan terpisah dari napi lain, atau membolehkan mereka berbaur dengan yang lain (pilihan antara integrasi dan segregasi). Meskipun pembinaan narapidan di Indonesia tidak bergantung

Pembinaan Narapidana Teroris dalam Upaya Deradikalisasi di Lembaga Pemasyarakatan

Badan Penelitian dan Pengembangan Hak Asasi Manusia Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia

42

Page 61: PEMBINAAN NARAPIDANA PEMASYARAKATANjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A02.pdf · Pasal 1 (1) Hak Cipta adalah hak eksklusif pencipta yang timbul secara otomatis

pada satu strategi semata, terdapat kebijakan umum bahwa para napi yang menjadi ancaman bagi keamanan dalam penjara sebaiknya dipisahkan dari yang lain; ini termasuk para pelaku kejahatan narkoba dan mereka yang dituduh terlibat terorisme. Menyadari keterbatasan sarana dan prasarana lembaga pemasyarakatan dalam membina pelaku tindak pidana terorisme, meski masih menimbulkan sejumlah kontroversi, pemerintah berupaya mengatasi hal tersebut dengan membangun sebuah lapas khusus bagi narapidana teroris. Lapas khusus terorisme tersebut yang berlokasi di daerah Sentul, Bogor, Jawa Barat itu akan segera dikebut proses pelaksanaannya. Lapas khusus teroris yang rencananya akan dibangun di kawasan Sentul tersebut berada di kawasan kantor BNPT sekarang, yang terletak di kompleks International Peace and Security Center (IPSC). Di kawasan IPSC inilah tengah disiapkan semacam “penjara” untuk napi yang tengah menjalani deradikalisasi. Terdapat sekitar 40-an kamar, masing-masing bisa menampung 3 orang. Rencananya Lapas Khusus Teroris ini akan beroperasi pada tahun 2016 ini. Ditjen Pemasyarakatan dan BNPT meyakini bahwa penyatuan napi teroris dalam satu lapas merupakan solusi terbaik yang bisa dilakukan pemerintah untuk menangani permasalahan pembinaan narapidana teroris saat ini. Berdasarkan kajian antara Ditjen PAS dan BNPT, tersebarnya napi teroris saat ini menyulitkan pembinaan dan proses deradikalisasi yang dilakukan. Dari sisi pengawasan dan pengamanan pun, penyatuan akan memudahkan mengawasi seperti siapa saja yang datang berkunjung hingga bagaimana interaksi napi teroris satu dengan yang lainnya.

Pembinaan Narapidana Teroris dalam Upaya Deradikalisasi di Lembaga Pemasyarakatan

43

Page 62: PEMBINAAN NARAPIDANA PEMASYARAKATANjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A02.pdf · Pasal 1 (1) Hak Cipta adalah hak eksklusif pencipta yang timbul secara otomatis

Meski direncanakan akan dioperasikan di tahun 2016 ini, tampaknya masih ada sejumlah persoalan yang harus menjadi perhatian agar Lapas tersebut bisa menjalankan fungsinya secara maksimal dalam pembinaan narapidana teroris. Dari segi sarana bangunan Lapas misalnya, masih harus disesuaikan dengan standar lapas super maksimum yang memiliki kemampuan untuk menangani narapidana beresiko tinggi seperti narapidana teroris. Berkaitan dengan kondisi bangunan lapas, hal yang harus menjadi perhatian antara lain adalah pintu gerbang, serta pagar pembatas Lapas. BNPT, Ditjen Pemasyarakatan, serta TNI Polri tampaknya juga masih harus berkoordinasi dalam memastikan bahwa standar pengamanan bagi Lapas Khusus Teroris tersebut memiliki kemampuan yang memadai dalam mengamankan narapidana beresiko tinggi seperti pelaku tindak pidana terorisme. Selain masalah ketersediaan sarana dan prasarana pendukung Lapas yang diperuntukkan khusus bagi narapidana teroris, terdapat beberapa hal lain yang masih harus diselesaikan, misalnya menyeleksi siapa saja napi teroris yang mesti dipindahkan lebih dulu. SDM petugas lapas yang nantinya akan membina para napi teroris di Lapas khusus narapidana teroris tersebut pun masih harus diperhatikan kecukupan jumlah dan kualitas kemampuannya dalam melakukan pembinaan bagi narapidana terorisme tersebut. Pegawai lapas khusus tentunya, masih memerlukan pelatihan dan pendidikan, khususnya dalam teknik deradikalisasi, agar nantinya dapat menjalankan tugasnya di Lapas Khusus Teroris tersebut dengan baik.

Pembinaan Narapidana Teroris dalam Upaya Deradikalisasi di Lembaga Pemasyarakatan

Badan Penelitian dan Pengembangan Hak Asasi Manusia Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia

44

Page 63: PEMBINAAN NARAPIDANA PEMASYARAKATANjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A02.pdf · Pasal 1 (1) Hak Cipta adalah hak eksklusif pencipta yang timbul secara otomatis

B. Koordinasi Antar Stakeholder Dalam Rangka Pembinaan Terhadap Narapidana Terorisme

Dalam rangka menjalankan mandat presiden sebagai lembaga untuk penanggulangan terorisme, telah banyak program dilakukan BNPT. Beberapa program yang telah dan akan dilaksanakan BNPT selama tahun 2012 di antaranya adalah:• Resosialisasi mantan terorisme dan keluarga. Yaitu

kegiatan untuk mensosialisasikan kembali mantan teroris dan keluarga di tengah masyarakat melalui pendekatan-pendekatan khusus kepada tokoh masyarakat, agama, pendidikan, budaya, pemuda, pejabat pemerintahan dan lain sebagainya agar mereka dapat diterima dengan baik oleh masyarakat. Pentingnya kegiatan ini didasarkan pada kenyataan bahwa sebagian besar masyarakat menolak kehadiran mantan teroris walaupun kondisinya meninggal dunia.

• Rehabilitasi mantan teroris di lapas. Rehabilitasi ini diisi dengan berbagai kegiatan pembinaan, yaitu dengan pendekatan keagamaan, mental/psikologis/budaya, pendidikan, ekonomi,/wirausaha/kesejahteraan, dan lain sebagainya. Pentingnya kegiatan ini untuk memantau perkembangan pemahaman baik tentang agama, maupun negara dan aktivitas mereka sekaligus untuk membekali narapidana terorisme dengan berbagai pemahaman dan keterampilan sehingga ketika mereka keluar dari lapas, dapat menjadi warga negara yang baik.

Pembinaan Narapidana Teroris dalam Upaya Deradikalisasi di Lembaga Pemasyarakatan

45

Page 64: PEMBINAAN NARAPIDANA PEMASYARAKATANjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A02.pdf · Pasal 1 (1) Hak Cipta adalah hak eksklusif pencipta yang timbul secara otomatis

• Rehabilitasi mantan terorisme dan keluarga Kegiatan ini diarahkan bukan hanya kepada nara pidana

terorisme, melainkan juga kepada keluarganya, yaitu dengan pendekatan keagamaan, mental/psikologis/budaya, pendidikan, ekonomi, wirausaha/kesejahteraan, dan lain sebagainya. Pentingnya kegiatan ini untuk memantau perkembangan pemahaman baik tentang agama maupun negara dan aktifitas mereka sekaligus untuk membekali nara pidana terorisme dan keluarganya dengan berbagai pemahaman dan keterampilan agar menjadi warga yang baik.

• Pelatihan anti radikalisme dan terorisme kepada ormas Kegiatan ini diarahkan untuk membekali para pimpinan

ormas yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia dan mengakar di masyarakat dengan pemahaman-pemahaman kontra radikalisme dan terorisme. Kegiatan ini juga sekaligus sebagai upaya penggalangan langkah bersama di kalangan ormas untuk secara bersama melakukan penanggulangan terhadap radikalisme dan terorisme. Pentingnya kegiatan ini karena keberadaan ormas yang langsung di masyarakat dan ormas-ormas tersebut dapat melakukan pembinaan kepada masyarakat sehingga akan terselenggara proses pembinaan kontra radikalisme dan terorisme setiap saat kepada seluruh masyarakat Indonesia.

• Koordinasi penangkalan dan rehabilitasi di bidang deradikalisasi

Kegiatan ini merupakan upaya pengkoordinasian kepada komponenkomponen bangsa baik instansi pemerintahan, pendidikan, organisasi keagamaan, kepemudaan, sosial dan

Pembinaan Narapidana Teroris dalam Upaya Deradikalisasi di Lembaga Pemasyarakatan

Badan Penelitian dan Pengembangan Hak Asasi Manusia Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia

46

Page 65: PEMBINAAN NARAPIDANA PEMASYARAKATANjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A02.pdf · Pasal 1 (1) Hak Cipta adalah hak eksklusif pencipta yang timbul secara otomatis

politik, badan usaha, seni dan budaya, dan lain sebagainya yang tersebar di wilayah Indonesia. Akan tetapi untuk tahun 2012 dilakukan pada 15 provinsi. Pentingnya kegiatan ini juga sebagai upaya untuk memantapkan sekaligus mensinergikan kegiatan-kegiatan penangkalan terhadap gerakan radikalisme dan terorisme dan rehabilitasi kepada mantan narapidana terorisme dan keluarga mereka.

• TOT Anti Radikalisme dan Terorisme. Kegiatan ini secara khusus dimaksudkan agar terwujudnya trainer-trainer anti radikalisme dan terorisme yang dapat disebar di seluruh wilayah Indonesia untuk melakukan pembinaan dan pelatihan kepada masyarakat tentang anti radikalisme dan terorisme. Pentingnya kegiatan ini dikarenakan minimnya orang-orang yang dapat dijadikan trainer anti radikalisme dan terorisme.

• Pendirian pusat kajian deradikalisasai di perguruan tinggi. Kegiatan ini dimaksudkan untuk memasyarakatkan kegiatan-kegiatan deradikalisasi di kalangan dosen, mahasiswa dan civitas akademika perguruan tinggi. Pusat-pusat ini didirikan untuk mengkoordinasikan gerakan-gerakan deradikalisasi di perguruan tinggi. Dengan adanya pusat-pusat deradikalisasi tersebut, diharapkan kalangan perguruan tinggi dapat berperan aktif dalam gerakan deradikalisasi secara lebih luas.

• Penyusunan dan sosialisasi buku pedoman deradikalisasi. Kegiatan ini diarahkan untuk membuat pedoman dalam rangka deradikalisasi di masyarakat agar pelaksanaan deradikalisasi di masyarakat dapat berjalan dengan lancar, efektif, efisien dan tepat sasaran. Setelah pedoman tersebut

Pembinaan Narapidana Teroris dalam Upaya Deradikalisasi di Lembaga Pemasyarakatan

47

Page 66: PEMBINAAN NARAPIDANA PEMASYARAKATANjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A02.pdf · Pasal 1 (1) Hak Cipta adalah hak eksklusif pencipta yang timbul secara otomatis

disusun, maka disosialisasikan ke seluruh komponen masyarakat agar mereka mengetahui dan mempedomani buku tersebut agar terwujud sinergisitas langkah-langkah dalam rangka deradikalisasi.

• Penelitian anatomi kelompok radikal. Penelitian ini memperoleh data-data akurat di lapangan tentang apa dan bagaimana kerja kelompok-kelompok radikal, mulai dari jati diri dari kelompok, doktrin kelompok, rekrutmen anggota, proses pemantapan menjadi anggota, transformasi faham-faham radikal, jejaring kelompok radikal, dan dukungan-dukungan kelompok terhadap kelompok-kelompok radikal.

Proses deradikalisasi memerlukan sebuah program yang bersifat komprehensif untuk meningkatkan kemungkinan keberhasilannya. Tidak mengherankan bila keberhasilan program deradikalisasi memerlukan dukungan dan kerjasama dari berbagai pihak. Berkaitan dengan program deradikalisasi bagi narapidana teroris, BNPT, sebagai leading sector dalam upaya penanganan masalah terorisme di Indonesia, sudah sewajarnya membangun kerjasama dan koordinasi dengan berbagai pihak, mulai dari Polri, TNI, Lembaga Pemasyarakatan, Kementerian Agama, Kementerian Kordinator Bidang Ekonomi dan Kesejahteran Rakya (Kemenkokesra), Kementerian Pendidikan, Organisasi Masyarakat (ormas), dan lain sebagainya.

Terkait pembinaan bagi narapidana terorisme, BNPT telah berupaya membangun kerjasama yang erat dengan Direktorat Jenderal Pemasyarakatan. Selama beberapa tahun

Pembinaan Narapidana Teroris dalam Upaya Deradikalisasi di Lembaga Pemasyarakatan

Badan Penelitian dan Pengembangan Hak Asasi Manusia Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia

48

Page 67: PEMBINAAN NARAPIDANA PEMASYARAKATANjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A02.pdf · Pasal 1 (1) Hak Cipta adalah hak eksklusif pencipta yang timbul secara otomatis

belakangan, BNPT telah memberikan pelatihan bagi pegawai lembaga pemasyarakatan, melakukan dialog dan diskusi dengan napi teroris dan petugas lapas, mendukung pembinaan keagamaan narapidana teroris dengan menghadirkan ulama asing, mengadakan pelatihan life skill bagi narapidana teroris dan keluarga mereka, pemberian bantuan dana serta sarana prasarana untuk kegiatan re-edukasi dan resosialisasi narapidana dan mantan narapidana teroris. Kerjasama antar kedua instansi tersebut juga dapat dilihat dalam upaya pendirian lapas khusus teroris di Sentul yang pelaksanaannya ke depan dilaksanakan secara bersama-sama antara BNPT, Ditjen Pas, dan TNI Polri. Meskipun demikian, tampaknya masih ada peluang untuk meningkatkan kerjasama di antara kedua instansi ini. Misalnya saja, jumlah petugas pemasyarakatan yang mendapatkan pelatihan deradikalisasi, profiling dan assessment narapidana teroris masih perlu ditingkatkan, khususnya bagi petugas Pembimbing Kemasyarakatan (PK) di Bapas yang sesungguhnya memiliki peranan penting dalam pembinaan narapidana terorisme, terutama ketika mereka sudah keluar Lapas pasca mendapatkan pembebasan bersyarat.

Pembinaan narapidana teroris, baik selama mereka menjalani hukuman di lapas maupun setelah mereka dibebaskan dan kembali ke masyarakat tentu saja tidak bisa diserahkan sepenuhnya kepada petugas pemasyarakatan, baik petugas Lembaga Pemasyarakatan maupun Balai Pemasyarakatan (BAPAS). Koordinasi antar stakeholder tentunya diperlukan untuk mendukung proses deradikalisasi narapidana terorisme baik di dalam maupun di luar lapas. BNPT juga perlu memperhatikan kebutuhan mantan narapidana

Pembinaan Narapidana Teroris dalam Upaya Deradikalisasi di Lembaga Pemasyarakatan

49

Page 68: PEMBINAAN NARAPIDANA PEMASYARAKATANjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A02.pdf · Pasal 1 (1) Hak Cipta adalah hak eksklusif pencipta yang timbul secara otomatis

teroris terhadap pelatihan life skill selama menjalani hukuman di lapas dan bantuan modal usaha untuk membangun kehidupan ekonomi mereka setelah mereka dibebaskan dari Lapas. Stakeholder lainnya, seperti Kementerian Sosial dan Kementerian Agama diharapkan juga dapat meningkatkan kerjasama dan dukungan dalam pembinaan narapidana pada umumnya, serta narapidana teroris khususnya, baik selama mereka menjalani hukuman di lapas maupun setelah mereka dibebaskan dari Lembaga Pemasyarakatan. Aparat keamanan, baik kepolisian maupun intelejen, juga perlu menyadari adanya dampak negatif pengawasan melekat terhadap mantan narapidana teroris, yaitu munculnya stigma negatif yang dapat menghalangi upaya napi teroris dalam membangun kehidupan mereka setelah dibebaskan dari lembaga pemasyarakatan. Dalam hal pembinaan terhadap napi teroris ini, sudah seyogyanya pihak lapas juga aktif dalam melakukan berbagai kerjasama ke seluruh pihak terkait dalam menyukseskan pembinaan narapidana terorisme dalam rangka deradikalisasi. Kerjasama yang selama ini sudah terjalin dengan MUI, PGI Kementerian Agama, Kementerian Sosial, serta instansi pemerintah dan elemen masyarakat lainnya yang memiliki concern terhadap permasalahan terorisme (seperti misalnya Yayasan Prasasti Perdamaian dan Lazuardi Biru).

Pembinaan Narapidana Teroris dalam Upaya Deradikalisasi di Lembaga Pemasyarakatan

Badan Penelitian dan Pengembangan Hak Asasi Manusia Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia

50

Page 69: PEMBINAAN NARAPIDANA PEMASYARAKATANjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A02.pdf · Pasal 1 (1) Hak Cipta adalah hak eksklusif pencipta yang timbul secara otomatis

C. Upaya Peningkatan Kualitas Pembinaan Narapidana Teroris Di Lembaga Pemasyarakatan

Konsep individualisasi perlakuan ini sejatinya bukan satu hal yang baru. Dalam UU Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan telah mengatur tentang hal ini. Pada pasal 12 ayat (1) huruf d disebutkan bahwa dalam rangka pembinaan, salah satu dasar dalam melakukan penggolongan terhadap narapidana di dalam lapas adalah berdasarkan jenis kejahatan.14

Adanya penggolongan atas dasar jenis kejahatan ini sebenarnya mengandung makna bahwa jenis kejahatan (tindak pidana) yang dilakukan oleh narapidana akan berpengaruh pada pola perlakuan (pembinaan) yang seharusnya mereka jalani selama berada di dalam penjara. Dengan kata lain, seorang narapidana kasus terorisme tentu saja harus mendapatkan pembinaan yang berbeda dengan narapidana kasus korupsi atau kasus lainnya. Karena, alasan dilakukannya kejahatannya pun sangat berbeda. Seorang teroris melakukan tindak kejahatannya mungkin saja karena konsep radikal yang membelenggu pemikirannya. Sedangkan seseorang berperilaku koruptif mungkin saja karena adanya paham konsumerisme atau materialisme yang membelenggu kehidupan pribadi maupun keluarga atau lingkungannya.

Bahkan pada setiap narapidana kasus terorisme pun perlu dilakukan penggolongan dalam perlakuannya. Karena, peran dari setiap narapidana kasus terorisme dalam jaringan

14 Lihat Undang-undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatn.

Pembinaan Narapidana Teroris dalam Upaya Deradikalisasi di Lembaga Pemasyarakatan

51

Page 70: PEMBINAAN NARAPIDANA PEMASYARAKATANjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A02.pdf · Pasal 1 (1) Hak Cipta adalah hak eksklusif pencipta yang timbul secara otomatis

terorismenya pun berbeda. Seorang narapidana teroris yang mempunyai peran sebagai pemimpin jaringan tentu saja harus mendapatkan perlakuan yang berbeda dengan narapidana teroris yang hanya berperan sebagai pengikut atau lainnya.

Implementasi dari konsep Individualisasi perlakuan terhadap narapidana kasus terorisme setidaknya meliputi beberapa hal sebagai berikut:

Adanya pendataan yang bersifat lengkap dan detil; pendataan ini selain berfungsi untuk membangun database narapidana juga berfungsi sebagai bahan untuk mengetahui latar belakang narapidana tersebut, seperti latar belakang pendidikan, pekerjaan, atktifitas sosial kemasyarakatan, keluarga, riwayat kejahatan, dan lainnya. Pendataan ini dilakukan tidak hanya dari surat atau dokumen selama proses peradilan, tetapi juga dengan melakukan wawancara mendalam baik dengan terpidana maupun keluarga atau masyarakat, serta melakukan pengamatan yang berkesinambungan terhadap mereka selama berada di dalam penjara. Pendataan yang bersifat lengkap dan detil tersebut akan bermanfaat dalam menentukan tingkat resiko dan jenis kebutuhan bagi mereka. Tingkat resiko atau jenis kebutuhan ini dapat dihubungkan dengan peran mereka dalam jaringan terorisme atau kemampuan spesifik yang mereka miliki (seperti kemampuan menggunakan atau merakit senjata, kemampuan menyebarkan paham radikalisme, kemampuan mempengaruhi orang lain, dan lain-lain). Berkaitan dengan hal tersebut, BNPT dan Detasemen Khusus 88 Kepolisian RI diharapkan dapat bekerja sama dalam melakukan profiling dan assessment

Pembinaan Narapidana Teroris dalam Upaya Deradikalisasi di Lembaga Pemasyarakatan

Badan Penelitian dan Pengembangan Hak Asasi Manusia Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia

52

Page 71: PEMBINAAN NARAPIDANA PEMASYARAKATANjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A02.pdf · Pasal 1 (1) Hak Cipta adalah hak eksklusif pencipta yang timbul secara otomatis

terhadap pelaku tindak pidana terorisme sejak mereka masih ditahan di Rutan Brimob Kelapa Dua. Hasil profiling dan assessment tersebut nantinya akan menentukan kebutuhan pembinaan masing-masing individu pelaku terorisme serta tempat yang paling cocok untuk membina mereka.

Adanya standard operational procedures (SOP) yang lengkap, tepat, terintegrasi, dan tersosialiasi dengan baik. SOP ini berguna untuk memperjelas proses atau mekanisme yang harus dijalankan oleh petugas dalam memberikan perlakuan terhadap narapidana terorisme serta mempermudah dalam menentukan garis pertanggungjawaban dalam setiap aktifitas.

Selain itu, perlu kiranya membekali petugas dengan pengetahuan tentang kejahatan terorisme dan upaya deradikalisasi terhadap narapidana terorisme. Adanya pembekalan terhadap petugas ini juga bertujuan untuk menghindarkan terpengaruhinya petugas dengan paham radikalisme yang dianut narapidana terorisme.

Perlu juga dipikirkan tentang penempatan secara khusus terhadap narapidana terorisme. Lapas khusus teroris yang tengah dibangun sebaiknya diarahkan sebagai lapas yang memiliki derajat keamanan super maksimum dan sebaiknya diperuntukkan bagi narapidana teroris yang digolongkan sebagai “garis keras” (hardliner) Penempatan secara khusus ini bertujuan untuk mengeliminir kemungkinan keterlibatan mereka dalam aktifitas jaringan terorisme di luar penjara serta mencegah

Pembinaan Narapidana Teroris dalam Upaya Deradikalisasi di Lembaga Pemasyarakatan

53

Page 72: PEMBINAAN NARAPIDANA PEMASYARAKATANjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A02.pdf · Pasal 1 (1) Hak Cipta adalah hak eksklusif pencipta yang timbul secara otomatis

terjadinya proses radikalisasi jika mereka ditempatkan secara bersama dengan narapidana kasus lainnya. Adanya penempatan secara khusus ini juga menjadi prasyarat terimplementasinya SOP secara benar, karena SOP tidak akan dapat diimplementasikan secara benar jika pada saat yang bersamaan petugas yang bersangkutan juga menangani narapidana yang bukan teroris.

Pelibatan tokoh masyarakat/tokoh agama dalam melakukan pembinaan dan rehabilitasi terhadap narapidana kasus terorisme adalah satu hal yang juga harus dilakukan. Pelibatan tokoh agama/masyarakat (misalnya tokoh dari organisasi keagamaan seperti MUI dan PGI) ini dalam rangka deradikalisasi pemikiran para narapidana terorisme melalui proses dialog. Upaya deradikalisasi membutuhkan proses yang panjang dan berkesinambungan, oleh kare-nanya keterlibatan tokoh masyarakat/agama ini pun harus dilakukan secara berkesinambungan.

Individualisasi perlakuan merupakan satu hal yang harus dilakukan tidak hanya terhadap narapidana terorisme tetapi juga terhadap narapidana kasus lainnya. Karena, kebutuhan setiap narapidana adalah berbeda (dan tentu tidak dapat dipersamakan/digeneralisasikan). Sebuah metode perlakuan akan dapat secara efektif menangani seorang narapidana, tetapi akan menjadi tidak berfungsi sama sekali ketika diterapkan pada narapidana yang lain. Dengan kata lain, tidak ada obat yang dapat menyembuhkan semua jenis penyakit

Pembinaan Narapidana Teroris dalam Upaya Deradikalisasi di Lembaga Pemasyarakatan

Badan Penelitian dan Pengembangan Hak Asasi Manusia Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia

54

Page 73: PEMBINAAN NARAPIDANA PEMASYARAKATANjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A02.pdf · Pasal 1 (1) Hak Cipta adalah hak eksklusif pencipta yang timbul secara otomatis

BAB IVPENUTUP

A. Kesimpulan

• Secara umum, pelaksanaan pembinaan narapidana terorisme di sejumlah Lembaga Pemasyarakatan yang menjadi lokus penelitian belum bersifat khusus, dalam artian belum dibedakan dengan narapidana non teroris. Meski demikian, di sejumlah lapas ternyata terdapat pelakuan khusus bagi narapidana terorisme misalnya berupa penempatan blok khusus. Pembinaan terhadap para narapidana tindak pidana terorisme tidak berjalan optimal karena adanya konsep pembinaan yang umumnya tidak dibedakan dengan narapidana non teroris, belum optimalnya pelaksanaan standar pembinaan yang telah ada, minimnya sarana dan prasarana yang ada, pasifnya narapidana teroris itu sendiri, belum terintegrasinya penanganan terhadap pelaku kejahatan terorisme, kurangnya pelatihan bagi petugas Lapas, serta budaya masyarakat yang terkadang masih relatif sulit menerima mantan teroris setelah mereka keluar dari Lapas.

Pembinaan Narapidana Teroris dalam Upaya Deradikalisasi di Lembaga Pemasyarakatan

55

Page 74: PEMBINAAN NARAPIDANA PEMASYARAKATANjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A02.pdf · Pasal 1 (1) Hak Cipta adalah hak eksklusif pencipta yang timbul secara otomatis

• Secara umum, telah ada koordinasi antara berbagai stakeholder yang terlibat dalam proses pembinaan bagi narapidana terorisme bagi di dalam maupun di luar lembaga pemasyarakatan. Meskipun demikian, masih ada ruang untuk peningkatan koordinasi antar stakeholder tersebut, misalnya dalam meningkatkan pelatihan deradikalisasi bagi petugas pemasyarakatan.

B. Saran

Agar Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) dan Direktorat Jenderal Pemasyarakatan meningkatkan upaya untuk membangun pendataan narapidana teroris yang bersifat lengkap dan detil. Pendataan ini selain berfungsi untuk membangun database narapidana juga berfungsi sebagai bahan untuk mengetahui latar belakang narapidana tersebut, seperti latar belakang pendidikan, pekerjaan, aktifitas sosial kemasyarakatan, keluarga, riwayat kejahatan, dan lainnya. Pendataan ini dilakukan tidak hanya dari surat atau dokumen selama proses peradilan, tetapi juga dengan melakukan wawancara mendalam baik dengan terpidana maupun keluarga atau masyarakat, serta melakukan pengamatan yang berkesinambungan terhadap mereka selama berada di dalam penjara. Pendataan yang bersifat lengkap dan detil tersebut akan bermanfaat dalam menentukan tingkat resiko dan jenis kebutuhan bagi mereka. Tingkat resiko atau jenis kebutuhan ini dapat dihubungkan dengan peran mereka dalam jaringan terorisme atau kemampuan spesifik

Pembinaan Narapidana Teroris dalam Upaya Deradikalisasi di Lembaga Pemasyarakatan

Badan Penelitian dan Pengembangan Hak Asasi Manusia Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia

56

Page 75: PEMBINAAN NARAPIDANA PEMASYARAKATANjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A02.pdf · Pasal 1 (1) Hak Cipta adalah hak eksklusif pencipta yang timbul secara otomatis

yang mereka miliki (seperti kemampuan menggunakan atau merakit senjata, kemampuan menyebarkan paham radikalisme, kemampuan mempengaruhi orang lain, dan lain-lain).

Agar BNPT dan Direktorat Jenderal Pemasyarakan menyusun model pembinaan khusus bagi narapidana teroris yang sistematis, komprehensif, humanis, dan berkesinambungan. Model pembinaan narapidana teroris tersebut sebaiknya didukung dengan penyusunan standard operational procedures (SOP) pembinaan narapidana teroris yang lengkap, tepat, terintegrasi, dan tersosialiasi dengan baik. SOP ini berguna untuk memperjelas proses atau mekanisme yang harus dijalankan oleh petugas dalam memberikan perlakuan terhadap narapidana terorisme serta mempermudah dalam menentukan garis pertanggungjawaban dalam setiap aktifitas.

Agar BNPT dan Direktorat Jenderal Pemasyarakan meningkatkan pengetahuan petugas pemasyarakatan (baik di Lapas maupun BAPAS) dengan pengetahuan tentang kejahatan terorisme dan upaya deradikalisasi terhadap narapidana terorisme. Adanya pembekalan terhadap petugas ini juga bertujuan untuk menghindarkan terpengaruhinya petugas dengan paham radikalisme yang dianut narapidana terorisme.

Agar BNPT dan Ditjen Pemasyarakatan meningkatkan kuantitas dan kualitas sarana prasarana serta anggaran untuk mendukung program pembinaan narapidana teroris.

Pembinaan Narapidana Teroris dalam Upaya Deradikalisasi di Lembaga Pemasyarakatan

57

Page 76: PEMBINAAN NARAPIDANA PEMASYARAKATANjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A02.pdf · Pasal 1 (1) Hak Cipta adalah hak eksklusif pencipta yang timbul secara otomatis

Perlu pemikiran tentang penempatan secara khusus terhadap narapidana terorisme. Untuk itu, BNPT dan Direktorat Jenderal Pemasyarakatan sebaiknya mengupayakan agar Lapas khusus teroris yang tengah dibangun diarahkan sebagai lapas yang memiliki derajat keamanan super maksimum dan sebaiknya diperuntukkan bagi narapidana teroris yang digolongkan sebagai “garis keras” (hardliner). Penempatan secara khusus ini bertujuan untuk mengeliminir kemungkinan keterlibatan mereka dalam aktifitas jaringan terorisme di luar penjara serta mencegah terjadinya proses radikalisasi jika mereka ditempatkan secara bersama dengan narapidana kasus lainnya. Adanya penempatan secara khusus ini juga menjadi prasyarat terimplementasinya model dan program pembinaan teroris yang dilaksanakan secara khusus dan sesuai kebutuhan dari narapidana teroris itu sendiri.

Agar Kementerian Sosial dan Dinas Sosial di daerah meningkatkan kerjasama dengan Direktorat Jenderal Pemasyarakatan dalam upaya mendukung pembinaan narapidana pada umumnya, khususnya narapidana teroris. Kementerian Sosial dan Dinas Sosial diharapkan dapat mendukung pembinaan narapidana melalui pemberian pelatihan life skill dan pelatihan kemampuan wirausaha, termasuk dengan memberikan bantuan permodalan kepada mantan narapidana yang membutuhkannya.

Agar Detasemen Khusus 88 Kepolisian RI diharapkan dapat meningkatkan koordinasi dengan BNPT dan Ditjen pemasyarakatan, terutama dalam proses profiling dan assessment terhadap pelaku terorisme, khususnya ketika

Pembinaan Narapidana Teroris dalam Upaya Deradikalisasi di Lembaga Pemasyarakatan

Badan Penelitian dan Pengembangan Hak Asasi Manusia Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia

58

Page 77: PEMBINAAN NARAPIDANA PEMASYARAKATANjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A02.pdf · Pasal 1 (1) Hak Cipta adalah hak eksklusif pencipta yang timbul secara otomatis

mereka masih berada di Rutan Brimob Kelapa Dua. Dengan profiling dan assessment yang tepat diharapkan akan mampu mengidentifikasikan kebutuhan pembinaan narapidana terorisme serta tempat yang tepat untuk melakukan pembinaan tersebut (apakah itu di Lapas biasa atau di Lapas Khusus Terorisme).

Kementerian Agama bekerjasama dengan Direktorat Jenderal Pemasyarakatan dalam hal menyediakan pembimbing keagamaan yang berkualitas dan memiliki pemahaman keagamaan yang relatif tinggi, disamping itu Kementerian Agama diharapkan juga dapat memberikan masukan terhadap model dan kurikulum pembinaan rohani yang khusus diperuntukkan bagi narapidana teroris.

Organisasi keagamaan seperti MUI dan PGI perlu mendukung upaya deradikalisasi. Selain menyediakan pembimbing keagamaan yang berkualitas dan memiliki pemahaman keagamaan yang relatif tinggi, Organisasi Keagamaan seperti MUI dan PGI diharapkan juga dapat memberikan masukan terhadap model dan kurikulum pembinaan rohani yang khusus diperuntukkan bagi narapidana teroris.

Pembinaan Narapidana Teroris dalam Upaya Deradikalisasi di Lembaga Pemasyarakatan

59

Page 78: PEMBINAAN NARAPIDANA PEMASYARAKATANjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A02.pdf · Pasal 1 (1) Hak Cipta adalah hak eksklusif pencipta yang timbul secara otomatis

60 Badan Penelitian dan Pengembangan Hak Asasi Manusia Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia

Pembinaan Narapidana Teroris dalam Upaya Deradikalisasi di Lembaga Pemasyarakatan

Page 79: PEMBINAAN NARAPIDANA PEMASYARAKATANjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A02.pdf · Pasal 1 (1) Hak Cipta adalah hak eksklusif pencipta yang timbul secara otomatis

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku-buku

Amanda K, Johnston, Assesing The Effectiveness of Deradicalization Programs on Islamist Extrimists, Thesis, Naval Postgraduate School Monterey, California, 2009

Amirsyah. Meluruskan Salah Paham Terhadap Deradikalisasi: Pemikiran, Konsep dan Strategi Pelaksanaan. Jakarta: Grafindo Khazanah Ilmu, 2012.

Andrie, Taufik. Paper: Kehidupan di Balik Jeruji: Terorisme dan Kehidupan Penjara di Indonesia. Yayasan Prasasti Perdamaian. 2011.

Angel Rabasa, Stacie L, Pettyjohn, Jeremy J. Ghez, Christoper Boucek, Deradicalizing Islamist Extrimist, RAND Corporation, Santa Monica, 2010.

Bambang Poernomo, Pelaksanaan Pidana Penjara dengan Sistem Pemasyarakatan. Yogyakarta: Liberty, 1986.

Burhan Ashshofa. Metode Penelitian Hukum. Rineka Cipta. Jakarta. 2004.

Burhan Bungim, Metodologi penelitian Kualitatif, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2001.

Pembinaan Narapidana Teroris dalam Upaya Deradikalisasi di Lembaga Pemasyarakatan

61

Page 80: PEMBINAAN NARAPIDANA PEMASYARAKATANjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A02.pdf · Pasal 1 (1) Hak Cipta adalah hak eksklusif pencipta yang timbul secara otomatis

Milda Istiqomah dan Muktiono, Evaluasi Program De-radikalisasi di Indonesia, Joint Research Fakultas Hukum Universitas Brawijaya, 2012.

Nazir, Moh., Metode Penelitian. Jakarta: Penerbit Ghalia Indonesia, 1985.

Ronny Hanitijo Soemitro, Metodologi Penelitian Hukum, Penerbit Ghalia Indonesia, 1988.

Soema diPradja, R. Acmad S. dan Romli Atmasasmita. Sistem Pemasyarakatan Di Indonesia, Bandung: Badan Pembinaan Hukum Nasional, Departemen Kehakiman, Penerbit Binacipta, Percetakan Ekonomi, Cetakan pertama Oktober 1979.

Sarwono, Sarlito Wirawan. Terorisme di Indonesia. PT. Pustaka Alvabet, Jakarta. 2012.

B. Jurnal/Situs Internet/Sumber Lain

http://hukum.kompasiana.com/2013/08/20/paradigma-baru-pembinaan-napi-di-Lapas-584987.html/diakses, Senin, 26 Januari 2015.

UNCJIN - UN Standards, Guidelines, and International Instruments. http://www.ifs.univie.ac.at/~uncjin/unrulind.html [1999-07-01 10:05:12]/diakses, Februari 2015.

Adam Lankford dan Khaterine Gillespie, ―Rehabilitating Terrorists through Counter-Indroctination: Lesson Learned from the Saudi Arabian Program. InternationalCriminal Justice Review vol. 21 no. 2 118-133, Sage Journals, June 2011.

Farid Septian, Pelaksanaan Deradikalisasi Narapidana Terorisme Di LembagaPemasyarakatan 1 Cipinang, Jurnal

Pembinaan Narapidana Teroris dalam Upaya Deradikalisasi di Lembaga Pemasyarakatan

Badan Penelitian dan Pengembangan Hak Asasi Manusia Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia

62

Page 81: PEMBINAAN NARAPIDANA PEMASYARAKATANjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A02.pdf · Pasal 1 (1) Hak Cipta adalah hak eksklusif pencipta yang timbul secara otomatis

Kriminologi Indonesia, Volume 7, Universitas Indonesia, 2010.

Golose, Petrus Reindhard Deradikalisasi Terorisme, Humanis, Soul Approach dan Menyentuh Akar Rumput. Jakarta: Yayasan Pengembangan Kajian Ilmu Kepolisian, (2009).

Iqrak Sulhin dan Yogo Tri Hendiarto.Identifikasi Faktor Determinan Residivisme.Jurnal Kriminologi Indonesia Vol. 7 No.III Desember 2011

C. Peraturan Perundang-undangan

Undang-Undang Dasar R.I. Tahun 1945.Undang-Undang Pemasyarakatan Nomor 12 Tahun 1995,

Diundangkan di Jakarta, pada tanggal 30 Desember 1995, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 77, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3614.

Undang-Undang Hukum Acara Pidana Nomor 8 Tahun 1981Undang-Undang Pembentukkan Peraturan Perundang-

undangan, No. 12 Tahun 2011, diundangkan di Jakarta tgl. 12 Agustus 2011, Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 2011 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5234.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 57 Tahun 1999 tentang Kerjasama Penyelenggaraan Pembinaan dan Pembimbingan Warga Binaan Pemasyarakatan, Diundangkan di Jakarta pada tanggal 22 Juni 1999 Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor

Pembinaan Narapidana Teroris dalam Upaya Deradikalisasi di Lembaga Pemasyarakatan

63

Page 82: PEMBINAAN NARAPIDANA PEMASYARAKATANjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A02.pdf · Pasal 1 (1) Hak Cipta adalah hak eksklusif pencipta yang timbul secara otomatis

16. Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3857.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 31 tahun 1999 tentang pembinaan dan pembimbingan warga binaan pemasyarakatan, Diundangkan di Jakarta pada tanggal 19 Mei 1999 Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 68. Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3842.

Keputusaan Menteri Kehakiman Nomor M. 02-PK.04.10 Tahun 1990 Tentang Pola Pembinaan Narapidana/Tahanan. Ditetapkan di Jakarta, pada tanggal 10 April 1990.

Badan Penelitian dan Pengembangan Hak Asasi Manusia Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia

64

Page 83: PEMBINAAN NARAPIDANA PEMASYARAKATANjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A02.pdf · Pasal 1 (1) Hak Cipta adalah hak eksklusif pencipta yang timbul secara otomatis
Page 84: PEMBINAAN NARAPIDANA PEMASYARAKATANjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A02.pdf · Pasal 1 (1) Hak Cipta adalah hak eksklusif pencipta yang timbul secara otomatis