Pemberdayaan Masyarakat Kampung Batik Laweyan

9
Tugas Pengabdian Masyarakat Oleh : Ainun Dita Febriyanti 3609 100 019 Program Pemberdayaan Masyarakat Kampung Batik Studi Kasus : Kampoeng Batik Laweyan, Surakarta Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya 2011

Transcript of Pemberdayaan Masyarakat Kampung Batik Laweyan

Page 1: Pemberdayaan Masyarakat Kampung Batik Laweyan

Tugas Pengabdian Masyarakat

Oleh :

Ainun Dita Febriyanti 3609 100 019

Program Pemberdayaan Masyarakat Kampung Batik Studi Kasus : Kampoeng Batik Laweyan, Surakarta

Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota

Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan

Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya

2011

Page 2: Pemberdayaan Masyarakat Kampung Batik Laweyan

Tugas Individu Pengabdian Masyarakat (RP09-1316) | 1

Pemberdayaan Masyarakat Kampoeng Batik Laweyan Surakarta

Pemberdayaan Masyarakat Kampung Batik

Studi Kasus : Kampoeng Batik Laweyan, Surakarta

Surakarta sebagai salah satu pioneer kota batik di Indonesia, memiliki kurang

lebih 60 buah industri batik yang dikelola, dan hampir 90% batik tersebut mengandalkan

kualitas sebagai produk intinya. Suatu industri batik biasanya berawal dari sebuah

komunitas minoritas yang pada akhirnya memiliki kesamaan visi dan misi yang

menyatukan mereka. Salah satu industri batik yang ada di Surakarta yang cukup memiliki

eksistensi, keunikan, dan nilai historis tinggi adalah Kampoeng Batik Laweyan. Laweyan

sendiri jika dilihat dari segi sejarah sudah ada sebelum tahun 1500 M.

Kehadiran industri batik ini menjadikan Kampung Laweyan sebagai kampong

perdagangan yang maju di daerah Surakarta sehingga bermunculan juragan-juragan

batik yang kaya. Selain itu, Kampung Laweyan juga memiliki peranan penting dalam

kehidupan politik di Indonesia, terutama pada masa pertumbuhan pergerakan nasional.

Pada tahun 1911, di kampung ini berdiri organisasi Serikat Dagang Islam (SDI) yang

diprakrasai oleh K.H. Samanhudi. Tujuan asosiasi dagang pertama ini didirikan adalah

untuk menentang penjajah Belanda yang semakin kuat pengaruhnya di dalam Keraton

Surakarta. Pada tahun 1935, para saudagar batik di kampung ini juga merintis sebuah

pergerakan koperasi yang dikenal dengan “Persatoean Peroesahaan Batik Boemi

Putera Soerakarta”. Kampung Laweyan sebagai sentra industri batik kemudian

mengalami masa kejayaan pada periode tahun 1990 hingga akhir 1970-an.

Gambar 1

Peta Perletakan Kawasan Laweyan Terhadap Kota Surakarta

(Sumber: Kal. Laweyan, tahun 1993)

Page 3: Pemberdayaan Masyarakat Kampung Batik Laweyan

Tugas Individu Pengabdian Masyarakat (RP09-1316) | 2

Pemberdayaan Masyarakat Kampoeng Batik Laweyan Surakarta

Pada tahun 1745 setelah kerajaan Surakarta Hadiningrat muncul, keberadaan

Laweyan sebagai salah satu sentra industri batik mulai menurun eksistensinya. Pada awal

abad ke-20, Laweyan kembali tenar. Industri batik pun tumbuh dengan pesat hingga

melahirkan para saudagar yang kekayaannya melebihi kaum bangsawan kraton.

Memasuki tahun 1970 industri batik tulis dan cap terkikis oleh perkembangan teknologi

modern yang melahirkan industri batik printing. Banyak pengusaha dan pabrik-pabrik di

luar kawasan Laweyan yang mulai mengembangkan batik dengan teknologi printing.

Batik printing tersebut memiliki beberapa keunggulan, diantaranya adalah harga yang

lebih murah serta proses produksi yang lebih singkat jika dibandingkan dengan batik

tulis. Keadaan ini semakin diperparah ketika pihak keraton mengambil alih dan

menggunakan batik sebagai simbol legitimasi kekuasaan, yaitu dengan munculnya motif-

motif batik tertentu, seperti motif Kawung dan Parang yang hanya boleh dikenakan oleh

raja, dan motif Wahyu Tumurun, Sidodadi, Sidoluhur untuk para bangsawan. Sejak

itulah, esksistensi pengusaha batik tulis dan cap mulai surut. Hampir tidak ada lagi

generasi muda Laweyan yang melanjutkan usaha batik milik keluarganya. Mereka

memilih menempuh studi hingga jenjang yang tinggi, merantau, dan bekerja di

perusahaan-perusahaan swasta atau instansi pemerintah. Kondisi ini berlangsung hingga

beberapa dekade.

Sekitar tahun 2004, seorang pemuda bernama Alpha Febela Priyatmono yang

menikah dengan seorang wanita dari keturunan pembatik Laweyan, menulis sebuah tesis

untuk program S-2 Arsitektur UGM tentang kampung Laweyan. Setelah menulis tesis,

Alpha semakin jatuh cinta dengan kampung Laweyan. Ia kemudian berupaya

menghidupkan kembali gairah kampung Laweyan seperti jaman kejayaannya dulu.

Bersama dengan warga Laweyan, Alpha membentuk lembaga kepeloporan non profit

bernama Forum Pengembangan Kampoeng Batik Laweyan (FPKBL) pada 25

September 2004. Pengurus FPKBL terdiri dari berbagai unsur masyarakat Laweyan baik

dari para pengusaha batik, para pemuda dan para wirausaha sektor lainnya. Adapun

tujuan dibentuknya forum ini adalah membangun serta mengoptimalkan seluruh potensi

Kampung Laweyan untuk bangkit kembali dan menyiapkan diri dalam menghadapi

tantangan globalisasi.

Usaha penyelamatan kawasan Laweyan tersebut mendapat dukungan dari

Pemerintah Kota Surakarta dan membuahkan hasil yang sangat baik. Ekonomi di

Laweyan mulai meningkat dan jumlah pengusaha batik Laweyan bertambah menjadi 63

pengusaha batik. Selain itu, sejak tahun 2004 secara resmi Laweyan ditetapkan oleh

Walikota Solo pada saat itu, yakni Slamet Suryanto, sebagai daerah tujuan wisata dan

Page 4: Pemberdayaan Masyarakat Kampung Batik Laweyan

Tugas Individu Pengabdian Masyarakat (RP09-1316) | 3

Pemberdayaan Masyarakat Kampoeng Batik Laweyan Surakarta

kawasan urban heritage dengan nama Kampoeng Batik Laweyan. Berikut merupakan

grafik pertumbuhan pendapatan rata-rata pengusaha batik Laweyan.

Grafik 1

Pertumbuhan Pendapatan Rata-Rata Pengusaha Batik per Bulan

dalam Juta Rupiah

(Sumber : FPKBL, 2010)

Lewat FPKBL ini, kawasan Laweyan ditata kembali menjadi kawasan yang lebih

„apik‟. Hal ini tentunya membuat warga Laweyan semakin mempunyai rasa memiliki akan

kawasan itu, mengingat pentingnya menjaga Laweyan dari kepunahan. Pihak FPKBL

sendiri juga membuat semacam grand desain untuk menentukan wilayah mana yang

dapat diubah maupun yang tetap dipertahankan keutuhannya.

Semua kegiatan yang dilakukan oleh Forum Pengembangan Kampoeng Batik

dalam upaya menghidupkan kembali Laweyan ini mengalir melalui pendekatan partisipatif

dan kerelaan warganya. Mereka bergerak dengan hati untuk mengupayakan masyarakat

kian berdaya secara ekonomi. Seperti yang kita ketahui bahwa anggota dari FPKBL ini

juga berasal dari masyarakat Laweyan baik dari para pengusaha batik, para pemuda dan

para wirausaha sektor lainnya. Alpha melibatkan semua elemen dalam hal ini warga

Laweyan sendiri untuk menghidupkan kembali kawasan ini.

Page 5: Pemberdayaan Masyarakat Kampung Batik Laweyan

Tugas Individu Pengabdian Masyarakat (RP09-1316) | 4

Pemberdayaan Masyarakat Kampoeng Batik Laweyan Surakarta

Hal pertama yang dilakukan adalah memperbaiki bangunan (konservasi

bangunan) sebanyak 30 buah yang ada di Laweyan. Revitalisasi bangunan ini didasarkan

pada kondisi bangunan dan pemilik bangunan yang dinilai kurang mampu memperbaiki

bangunan sendiri, padahal bangunan tersebut masih layak untuk dipertahankan. Berkat

usaha dan kegigihan Alpha, pemerintah memberikan bantuan dana sebesar 20 juta.

Konservasi bangunan itu ternyata menumbuhkan stimulus pada warga. Mereka

yang sempat vakum membatik mulai tergerak untuk kembali menggeluti industri batik.

Pihak FPKBL selain dengan pemerintah juga bersinergi dengan berbagai pihak terkait

seperti LSM, NGO, dan badan swasta. Sampai saat ini, beberapa pemerintah mulai

mengadakan berbagai program pembangunan fisik maupun non-fisik di Kampung

Laweyan. Selanjutnya, setelah melakukan konservasi bangunan, berkat bantuan dari

pemerintah Jerman, dibangun pula Instalasi Pengolah Air Limbah (IPAL) yang berfungsi

untuk mengolah air limbah industri sehingga layak untuk dialirkan kembali ke sungai

tanpa polutan. Adapun program non-fisik yang telah dilakukan pemerintah yaitu kegiatan

pelatihan keterampilan dan ilmu pengetahuan seperti pelatihan kewirausahaan, web

design, ekspor-impor, perpajakan, desain grafis, handycraft, batik warna alam, dan

sebagainya.

Pada dasarnya kunci untuk menghidupkan Laweyan kembali adalah melalui

proses pemasaran. Konsep pemasarannya sendiri yaitu dengan mendorong orang untuk

mendatangi kawasan Laweyan sebagai sebuah pengalaman bagi mereka (berwisata).

Konsep selanjutnya adalah dengan melestarikan bangunan yang terkait dengan aspek

ekonomi (nguri-uri), dalam hal ini memanfaatkan rumah pusaka yang ada untuk dijadikan

showroom pada bagian pendapanya sesuai dengan konsep pengelolaan kampung

Laweyan, yaitu “Rumahku adalah Galeriku”, yang berarti rumah memiliki fungsi ganda,

yaitu sebagai showroom sekaligus rumah produksi. Tidak hanya melalui kain batik atau

baju, industri batik di kampung ini juga berkembang menjadi industri handicraft dan

souvenir.

Program-program yang dilakukan oleh FPKBL dalam menghidupkan kembali

Laweyan ini pada dasarnya sudah berjalan dengan baik. Namun ada beberapa kendala

yang menghambat dalam pengembangan kawasan Laweyan ini, diantaranya adalah

mengenai bantuan modal. Berdasarkan sumber, yakni PPBS (Persatuan Pengusaha Batik

Surakarta) disebutkan bahwa dalam kepemilikan modal, masyarakat Laweyan masih

menggunakan modal pribadi sebanyak 100%, bank 10%, dan JPS 5%. Dari 60 anggota

masyarakat Laweyan yang masih aktif di PPBS hanya 10 orang. Alasan ketidak aktifan

pengusaha batik lainnya adalah karena tidak adanya keuntungan bagi anggota, misalnya:

Page 6: Pemberdayaan Masyarakat Kampung Batik Laweyan

Tugas Individu Pengabdian Masyarakat (RP09-1316) | 5

Pemberdayaan Masyarakat Kampoeng Batik Laweyan Surakarta

bahan baku batik yang ada di PPBS harganya sama dengan di pasaran dan sistem

pelayanan lebih menarik di pasaran. PPBS yang seharusnya dapat membantu pengusaha

batik Laweyan dalam melestarikan usaha batiknya justru dinilai merugikan bagi mereka.

Pengusaha batik di Laweyan sendiri menginginkan sebuah badan organisasi/koperasi

yang baru (diluar yang telah dipunyai yaitu PPBS) yang fungsinya dapat memberikan

kemudahan dalam pengadaan bahan baku baik obat batik maupun kain mori serta

peminjaman uang dengan bungan rendah untuk operasional pabrik, serta bantuan dalam

penjualan produk.

Selain itu, upaya untuk mempromosikan batik-batik di Laweyan selain dengan

mendorong orang untuk berwisata ke Laweyan dapat juga dilakukan dengan

mengadakan Laweyan Fashion Carnival, seperti Jember Fashion Carnival. Di dalam

Laweyan Fashion Carnival tersebut dapat diperkenalkan batik-batik asli yang

mencerminkan Kampung Batik Laweyan sehingga akan menarik orang untuk lebih

mengenal Laweyan. Jadi, selain adanya Tour De Laweyan, yaitu keliling Kampung Batik

Laweyan dengan menggunakan becak, serta berbelanja dan melihat proses pembuatan

batik dengan durasi kurang lebih 3 jam dengan penambahan biaya becak, program

Laweyan Fashion Carnival ini nantinya mampu untuk mengangkat citra Laweyan di

kancah Indonesia bahkan sampai ke luar negeri, mengingat batik merupakan pusaka asli

bangsa Indonesia.

Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa Kampung Batik

Laweyan memiliki potensi yang sangat tinggi. Tanpa adanya lembaga non profit, dalam

hal ini Forum Pengembangan Kampoeng Batik Laweyan (FBKPL) dan pemerintah, usaha

untuk menghidupkan Laweyan ini tidak dapat berjalan dengan lancar. Adapun program

kerja pembangunan yang partisipatif berpedoman pada: (1) Pelaksanaan pedoman

perencanaan yang selalu dimantapkan sesuai perkembangan dan aspirasi masyarakat;

(2) Dirumuskan dalam pedoman pembangunan yang benar; (3) Dimantapkan

pelaksanaannya dalam program tahunan sesuai 20 sektor pembangunan yang tertuang

dalam APBN; (4) Mekanisme penyaluran dilakukan melalui bantuan yang disalurkan

langsung kepada masyarakat, dan (5) Setiap bantuan dapat dikelola dalam wadah

kelompok masyarakat swadaya masyarakat (pokmas). Di dalam pelaksanaan

pemberdayaan masyarakat Laweyan dilakukan 3 (tiga) tahapan besar baik secara non

fisik maupun fisik yang dibagi menjadi tahapan-tahapan kecil yang lebih terinci. Hal ini

dapat dilihat pada tabel berikut.

Page 7: Pemberdayaan Masyarakat Kampung Batik Laweyan

Tugas Individu Pengabdian Masyarakat (RP09-1316) | 6

Pemberdayaan Masyarakat Kampoeng Batik Laweyan Surakarta

a. Non Fisik

Tahapan Kegiatan Uraian Kegiatan Pemrakarsa

I Training

a. Kekerabatan

b. Ketrampilan

c. Kesenian

● Penataan warga

● Penggunaan sarana dan

prasarana

● Pengenalan teknologi

● Kreatifitas

● Menghidupkan kembali

keroncong Kramat dan

keroncong Canting Putro

● Pemerintah

● Partisipasi

masyarakat

secara

keseluruhan

II Training

a. Desain

b. Manajemen

c. Disiplin

● Motif batik

● Jenis kain

● Pengaturan warna

● Sistem pengolahan usaha

● Penataan pembukuan

● Peningkatan kualitas kerja

● Pengaturan struktur

pekerja

● Pengusaha

● Pemerintah

● Sistem kerja

● Kebersihan

● Ketepatan waktu

● Cara kerja

● Kerja sama

● Keselamatan kerja

● Buruh

● Pemerintah

III Training Kesadaran

Lingkungan

● Kebersihan

● Pemeliharaan/perawatan

● Pemanfataan

● Pengembangan kreatifitas

● Peningkatan sistem

keamanan lingkungan

● Gotong royong

● Pemerintah

● Partisipasi

masyarakat

secara

keseluruhan

Training Organisasi ● Koperasi

● Arisan

● Pengajian

● Organisasi pemuda

● Kesadaran hukum

● Pemerintah

● Partisipasi

masyarakat

secara

keseluruhan

Sumber: Jurnal Teknik Arsitektur Universitas Tarumanegara Vol. 28, No. 2, Desember 2000: 88 –

97

Page 8: Pemberdayaan Masyarakat Kampung Batik Laweyan

Tugas Individu Pengabdian Masyarakat (RP09-1316) | 7

Pemberdayaan Masyarakat Kampoeng Batik Laweyan Surakarta

b. Fisik

Tahapan Kegiatan Uraian Kegiatan Pemrakarsa

I Penataan tepian

sungai

● Pembersihan tepian sungai

● Penebangan pohon

● Perataan tanah

● Pemerintah

● Partisipasi

masyarakat

secara

keseluruhan

Pemasangan lampu

jalan

● Penentuan penempatan

● Pemasangan lampu dengan

tiang

● Pemasangan lampu dengan

beugel

Penataan

Lingkungan

● Penataan jalan lingkungan

● Pembuatan jalan setapak

pada tepian sungai

● Pembuatan pos jaga

● Penyediaan tempat

pembuangan sampah

● Penyediaan sarana olah

raga dan taman

● Penempatan home stay

● Penempatan craft centre

● Penempatan rumah makan

● Penempatan café

● Penentuan workshop

● Penetapan kios-kios

Penataan Tembok ● Perapihan tembok

● Pembersihan tembok

● Pengecatan tembok

● Penanaman tanaman yang

menempel pada tembok

II Saluran ● Penataan dan pembuatan

saluran air sepanjang jalan

lingkungan

● Pengadaan selokan pada

sepanjang jalan setapak

● Pemerintah

● Partisipasi

masyarakat

setempat

Treatment Pabrik ● Penataan saluran

pembuangan limbah pabrik

● Penentuan lokasi treatment

Pembuatan Culdesac ● Pembebasan tanah Pemerintah

Page 9: Pemberdayaan Masyarakat Kampung Batik Laweyan

Tugas Individu Pengabdian Masyarakat (RP09-1316) | 8

Pemberdayaan Masyarakat Kampoeng Batik Laweyan Surakarta

● Perkerasan jalan

● Penetrasi/aspal

III Pembuatan Jalan

Keliling di Pinggir

Sungai

● Pembebasan tanah

● Pengadaan bahan

● Penggalian tanah

● Pemasangan turap

● Pemerataan tanah

● Pemadatan tanah

● Pengaspalan

Pemerintah

Sumber: Jurnal Teknik Arsitektur Universitas Tarumanegara Vol. 28, No. 2, Desember 2000: 88 –

97

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa dalam melakukan kegiatan, khusunya

kegiatan pemberdayaan masyarakat dalam hal ini masyarakat di Kampung Laweyan,

antara pemerintah dan masyarakat harus menjadi satu kesatuan, sehingga masyarakat

tidak menjadi asing dalam mengelola kawasannya sendiri. Pada kawasan Laweyan

diusahakan tidak ada penambahan bangunan baru sama. Bangunan yang ada sesedikit

mungkin dirubah, tidak semua bangunan, sehingga karakter dari kawasan tersebut masih

terjaga kelestariannya dan masih kental dengan corak bangunan yang kuno.