PEMBERDAYAAN EKONOMI GEREJA...Untuk dapat bergerak keluar dari kemiskinan dan keterpurukan maka...

21
BAB II PEMBERDAYAAN EKONOMI GEREJA 1. Gereja Berbisnis Untuk melakukan pemberdayaan ekonomi gereja, gereja perlu terlibat dalam praktek bisnis. Bisnis adalah kegiatan ekonomi dan yang terjadi dalam kegiatan ini adalah tukar menukar, jual beli, memproduksi, memasarkan, bekerja mempekerjakan, dan interaksi manusia lainnya. Bisnis dilukiskan sebagai kegiatan ekonomi yang terstruktur atau terorganisasi untuk menghasilkan untung sehingga ketika berbicara mengenai bisnis menjadi amat kompleks 1 . Sejak awal kebanyakan orang memandang bisnis sebagai sesuatu yang berhubungan dengan duniawi dan kotor serta lekat dengan tipu daya dan moral jahat. (Citra negative ini terbentuk sejak awal perkembangan bisnis akibat perilaku buruk dari banyak pedagang yang menjalankan strategi dagangnya seringkali melakukan penipuan dan kurang bertanggung jawab atas mutu dagangan yang mereka jual. Dari penjelasan tentang citra bisnis ini dapat disimpulkan bahwa pada hakekatnya kotor tidaknya bisnis tergantung bagaimana orang memandang dan bersikap terhadap bisnis itu). Bisnis menjadi kotor bila orang berperilaku tamak dan tidak bertanggung jawab dalam melakukan kegiatan bisnisnya, dan sebaiknya bisnis menjadi baik bila orang berperilaku secara bertanggung jawab dalam menjalankan kegiatan bisnisnya 2 . 1.1 Keterlibatan Gereja dalam Ekonomi/Berbisnis 1 Kees Berteens, Pengantar Etika Bisnis, (Kanisius: Yogyakarta, 2000),18. 2 Made Gunaraksawati Mastra, Teologi Kewirausahaan: Konsep dan Praktik Bisnis gereja Kristen Prostenstan di Bali, (Taman pustaka Kristen: 2009),123.

Transcript of PEMBERDAYAAN EKONOMI GEREJA...Untuk dapat bergerak keluar dari kemiskinan dan keterpurukan maka...

  • BAB II

    PEMBERDAYAAN EKONOMI GEREJA

    1. Gereja Berbisnis

    Untuk melakukan pemberdayaan ekonomi gereja, gereja perlu terlibat dalam praktek

    bisnis. Bisnis adalah kegiatan ekonomi dan yang terjadi dalam kegiatan ini adalah tukar menukar,

    jual beli, memproduksi, memasarkan, bekerja mempekerjakan, dan interaksi manusia lainnya.

    Bisnis dilukiskan sebagai kegiatan ekonomi yang terstruktur atau terorganisasi untuk

    menghasilkan untung sehingga ketika berbicara mengenai bisnis menjadi amat kompleks1.

    Sejak awal kebanyakan orang memandang bisnis sebagai sesuatu yang berhubungan

    dengan duniawi dan kotor serta lekat dengan tipu daya dan moral jahat. (Citra negative ini

    terbentuk sejak awal perkembangan bisnis akibat perilaku buruk dari banyak pedagang yang

    menjalankan strategi dagangnya seringkali melakukan penipuan dan kurang bertanggung jawab

    atas mutu dagangan yang mereka jual. Dari penjelasan tentang citra bisnis ini dapat disimpulkan

    bahwa pada hakekatnya kotor tidaknya bisnis tergantung bagaimana orang memandang dan

    bersikap terhadap bisnis itu). Bisnis menjadi kotor bila orang berperilaku tamak dan tidak

    bertanggung jawab dalam melakukan kegiatan bisnisnya, dan sebaiknya bisnis menjadi baik bila

    orang berperilaku secara bertanggung jawab dalam menjalankan kegiatan bisnisnya2.

    1.1 Keterlibatan Gereja dalam Ekonomi/Berbisnis

    1 Kees Berteens, Pengantar Etika Bisnis, (Kanisius: Yogyakarta, 2000),18. 2 Made Gunaraksawati Mastra, Teologi Kewirausahaan: Konsep dan Praktik Bisnis gereja Kristen

    Prostenstan di Bali, (Taman pustaka Kristen: 2009),123.

  • Gereja terpanggil untuk bertanggung jawab memikirkan kehidupannya sebagai organisasi

    pada kehidupan masyarakat luas3. Secara khusus gereja terpanggil untuk kesejahteraan masyarakat

    sejahtera dan adil. Oleh karena itu, gereja dan kehidupan anggotanya tidak dapat dilepaskan dari

    kehidupan ekonomi4.

    Hal itu disebabkan karena orang percaya dan yang menjadi pengikut Kristus tidak dapat

    melepaskan dirinya dari konteks produksi, distribusi pendapatan, pembagian kerja, kemiskinan,

    alokasi dan pemeliharaan sumber daya, pengembangan sumber daya manusia, dan masalah

    keuntungan.

    Sudah sejak abad pertengahan gereja terlibat aktif dalam masalah ekonomi dan sosial,

    bukan hanya dalam aspek dan aras teologis saja, tetapi juga melakukan secara langsung kegiatan

    ekonomi. Gereja pada masa reformasi juga melanjutkan langkah-langkah tersebut5. Ini adalah

    perwujudan konsep panggilan ilahi untuk menjadi setia di setiap tempat dan waktu, karena melalui

    kegiatan ekonomi yang dilakukan gereja, jemaat Tuhan dan manusia pada umumnya dapat

    memuliakan nama Tuhan.

    Diakonia, Marturia dan Koinonia merupakan tugas panggilan gereja yang pada hakekatnya

    mengungkapkan pengakuan tentang hubungan manusia dengan Tuhan, dan gereja terpanggil untuk

    menyatakan, memelihara dan meningkatkan hubungan tersebut. Dalam konteks perwujudan tri

    tugas panggilan gereja tersebut, keterlibatan gereja di dalam bidang ekonomi sangat diperlukan.

    Oleh karena itu, dalam mengkaji peluang yang dapat dimanfaatkan gereja dalam kegiatan ekonomi

    serta prospeknya, gereja harus berpedoman kepada nila-nilai yang ada di dalam tri tugas tersebut.

    3 Damanik Konta, Gereja dan kegiatan Ekonomi bisnis, (Bina Darma no. 48, tahun ke 13, 1995), 89. 4 Ibid, 86. 5 Wijaya Yahya, Kesalehan Pasar, (Grafika Kreasindo: Jakarta, 2010)

  • Terkait hal tersebut setiap warga gereja terpanggil untuk terlibat di dalam usaha yang

    dilakukan gereja di bidang ekonomi, baik ekonomi masyarakat ataupun ekonomi gereja. Salah satu

    hal yang dilakukan oleh setiap warga gereja di bidang ekonomi gereja adalah berpartisipasi di

    dalam memberi persembahan kepada gereja sebagai rasa syukur atas karunia dan berkat Tuhan

    yang mereka terima. Hal lain yang dapat dilakukan oleh warga gereja di bidang ekonomi gereja

    adalah mengelola persembahan yang ada dan mengelola harta benda yang dimiliki gereja secara

    khusus perkebunan sawit yang dimiliki oleh jemaat Ora et Labora.

    Keterlibatan gereja di bidang ekonomi adalah suatu bentuk keterlibatan gereja di bidang

    bisnis. Bisnis bukan suatu bidang ekonomi yang berdiri sendiri atau terisolasi dari unsur-unsur lain

    yang ada di dalam masyarakat. Oleh karena itu, bisnis berhubungan dengan unsur-unsur lain

    tersebut, termasuk gereja6.

    Marthin Luther berpendapat bahwa Allah memanggil setiap orang ke dalam pekerjaannya

    masing-masing untuk menyatakan kebaikan dan kesejahteraan. Oleh karena itu, bekerja adalah

    suatu partisipasi di dalam karya pemeliharaan Allah atas ciptaannya7. Di tempat lain, Calvin

    menyatakan bahwa pendapat Luther tersebut adalah suatu cara yang luhur dan mulia untuk memuji

    Allah melalui ciptaanNya8. Dengan demikian, keterlibatan gereja di bisnis adalah bagian dari

    menyatakan kebaikan dan kesejahteraan di bidang ekonomi sebagai wujud partisipasi di dalam

    karya pemeliharan Allah atas ciptaanNya atas dunia ini tentunya dengan motivasi yang tidak

    merugikan orang lain. Calvin juga menandaskan bahwa berbicara tentang keterpanggilan maka

    kita berbicara tentang keterpanggilan yang harus dijalani dengan laku hati dan nurani yang bersih9.

    6Ibid, 89. 7Mcgee dan Delbeck, Vocation as a critical factor in a spirituality for executive leadership in business

    (University of Notre Dame Press: 2003), 103. 8 Julianto Simon, Kewirausahaan Jemaat: sebuah Alternatif Berteologi,159. 9 Ibid, 160.

  • Menurutnya, kegiatan ekonomi/bisnis adalah kegiatan yang sah sejauh dilakukan untuk memenuhi

    panggilan Allah10

    Menurut Wayan Mastra, beberapa hal yang harus dilakukan untuk menangani situasi

    keterpurukan yaitu dengan menggerakkan jemaat untuk melakukan bisnis/ kegiatan ekonomi11.

    Ketika melakukan hal itu, tentunya banyak kendala tetapi untuk melewati kendala tersebut, hal

    yang diperlukan adalah merubah paradigm jemaat tentang bisnis/ kegiatan ekonomi dengan

    melakukan konstruksi teologi berbasis teologi lokal yaitu menjadi berkat bagi sesama12. Teologi

    ini mendorong jemaat untuk tidak bermalas-malasan menunggu bantuan dari pihak lain yang

    prihatin dengan kelaparannya, namun berani bangkit dari kelaparan menuju kebangkitan semangat

    untuk bekerja.13 Ketika berproses menjadi sejahtera bersama maka pendekatan itu berupa

    pendekatan yang berimbang berbasis pada diakonia reformatif yaitu pendekatan diakonia yang

    mementingkan karya penguatan kapasitas masyarakat yang didampingi, praktik pada pendekatan

    ini adalah membina hubungan yang baik dengan yayasan untuk memberikan pemodalan, pinjaman

    dan pendampingan yang bertujuan membantu.14

    Dalam melakukan bisnis/kegiatan ekonomi di dalam gereja diupayakan untuk kemandirian

    dan upaya kemandirian tersebut dilandasi sikap saling menopang dan saling membutuhkan atau

    saling ketergantungan15. Kesalingtergantungan yang juga menjadi kewajiban warga gereja.

    Kegiatan ekonomi bagi gereja sangat diperlukan tetapi tidak boleh mengabaikan sisi lain

    dari tugas pelayanan gereja. Kegiatan ekonomi/bisnis dimanfaatkan untuk pelayanan gereja dan

    10 Ibid hal, 160 11 Gunarasakti Made, Op.cit. Teologi Kewirausahaan: Konsep dan Praktek Bisnis Gereja Kristen Protestan

    di Bali (Taman Pustaka Kristen: Yogyakarta, 2009), 58. 12Ibid 59 13 Julianto Simon, Kewirausahaan Jemaat: Sebuah Alternatif Berteologi,161 14 Ibid, hal 164 15Mastra Gunaraksawati Made, Teologi Kewirausahaan: Konsep dan Praktik Bisnis gereja Kristen

    Prostenstan di Bali” (Taman Pustaka Kristen: 2009), 47-48.

  • tidak disalahgunakan untuk kepentingan diri sendiri atau untuk berfoya-foya. Baik tidaknya

    melakukan kegiatan ekonomi tergantung kepada pemakaian kegiatan ekonomi/bisnis itu yakni

    tujuan pemakaian kegiatan ekonomi itu untuk apa. Kegiatan ekonomi/bisnis mendatangkan

    kebaikan bila dipakai untuk meningkatkan kesejahteraan karyawan gereja, diakonia gereja,

    memperhatikan orang miskin, orang sakit, dan menciptakan lapangan kerja16 .

    Gereja juga harus selektif dalam memilih usaha yang mengkompromikan moral. Oleh

    karena itu, gereja melakukan kegiatan ekonomi itu tidak boleh tabu asal dijalankan dalam koridor

    nilai-nilai iman Kristen dan visi dan misi17. Kaitannya dengan misi, peran gereja dilihat sebagai

    transformasi pembebasan sehingga peran gereja tidak diartikan sebagai gedung yang statis dan

    yang sarat dengan ritual, melainkan sebagai suatu gerakan yang terbuka dan yang membawa

    pembaharuan dalam rangka mewujudkan visi kerajaan Allah18

    Wayan Mastra menekankan pentingnya mengusahakan kemandirian gereja dengan

    kepemilikan sumber daya yang memadai yang seharusnya dapat dikembangkan untuk mencukupi

    kebutuhan gereja dan warga gereja. Konteks dari penekanan ini adalah mengembangkan sumber

    daya lokal yang tersedia19. Untuk dapat bergerak keluar dari kemiskinan dan keterpurukan maka

    harus dapat mendorong semangat melakukan kegiatan ekonomi secara kreatif di dalam warga

    gereja20.

    Wayan Mastra menyakini bahwa, semangat melakukan kegiatan ekonomi harus di

    kembangkan di gereja, dengan cara mengubah paradigma masyarakat dari masyarakat tradisional

    dengan pola pikir masyarakat pertanian menjadi masyarakat modern dengan pola pikir kegiatan

    16Ibid, 76-77. 17Ibid, 89. 18Ibid, 80-81. 19Ibid, 71. 20Ibid, 72-73.

  • ekonomi/bisnis. Ia menilai tidaklah salah bila gereja terlibat di dalam bisnis yang menciptakan

    lapangan kerja bagi anggota gerejanya. Keuntungan dari kegiatan ekonomi/bisnis dapat menjadi

    dana pelayanan gereja21.

    Menurut Joseph Schumpeter, program-program pengembangan ekonomi jemaat diarahkan

    untuk mengembangkan kegiatan ekonomi tujuannya untuk memperoleh keuntungan dan

    pertumbuhan, memerlukan praktek-praktek inovatif yang strategis22 Sedgwick Claims

    mengemukakan atribut-atribut yang diperlukan untuk keberhasilan kegiatan ekonomi/bisnis,

    seperti: kreativitas, inovasi, inisiatif, kemampuan meyakinkan orang, kepemimpinan, kemandirian

    yang tinggi, motivasi untuk berhasil, imajinasi, pengambilan resiko dan kebebasan yang

    bertanggung jawab, kemampuan menganalisa dan berjejaring yang menuntut kepekaan terhadap

    orang yang diajak berinteraksi, yang tidak bertentangan dengan nilai-nilai dinamis

    berkesinambungan yang ada pada karya Tuhan dalam Kristus23

    2. Konsep Kerja

    2.1 Kerja menurut Gereja

    Di dalam melakukan kegiatan ekonomi/bisnis diperlukan kerja dan untuk Kerja dibutuhkan

    sikap semangat yang ada pada individu atau kelompok dan dalam melakukan suatu pekerjaan perlu

    adanya pengabdian atau dedikasi terhadap pekerjaan sebagai nilai yang sangat berharga. Luther

    mengatakan bahwa kerja itu adalah panggilan dan dalam bekerja dibutuhkan sumber daya manusia

    yaitu warga gereja sebab itu dibutuhkan pengabdian yang tulus untuk bekerja bagi Tuhan24.

    21Ibid, 76-77. 22Ibid, Op.cit.,83. 23Ibid, 84. 24Ibid, 212.

  • Sedgwick Claims berpendapat bahwa, kerja adalah bagian yang amat penting sebagai umat

    ciptaan Tuhan25. Kerja adalah bagian penting yang diperlukan oleh gereja terkait dengan bisnis,

    sebab di dalam kerja itu dapat diungkapkan nilai-nilai iman Kristen yang baik, dan melalui kerja

    dapat diciptakan suatu tatanan masyarakat yang baru yang sesuai dengan tatanan ideal dalam

    kerajaan Allah 26.

    Miroslav Volf berkata, kerja diperlukan untuk melangsungkan kehidupan dan untuk

    melangsungkan kehidupan dituntut untuk bekerja keras bahwa bekerja dalam kaitannya dengan

    gereja itu merupakan tugas dan tanggung jawab orang kristen sebab mereka terikat dengan Roh

    Allah dan Allah telah memanggil, memberi dan memperlengkapi setiap orang kristen untuk

    bekerja dalam panggilan mereka27. Miroslav Volf juga memahami bahwa Roh Allah telah

    memanggil dan menganugerahkan semua umat Allah dengan berbagai macam karunia untuk

    bermacam-macam tugas, seperti kecerdasan, keterampilan, keterampilan pertukangan, bakat seni,

    dan pengetahuan untuk mengurus berbagai hal28 dengan demikian Miroslav Volf hendak

    mengatakan bahwa gereja adalah Tubuh Kristus, Yesus Kristus sebagai kepala gereja dan Tubuh

    Kristus adalah warga gereja, yaitu anggota-anggota yang memiliki karunia dan talenta yang

    berbeda-beda. Oleh sebab itu, karunia dan talenta tersebut harus diberdayakan untuk pekerjaan

    Tuhan. Kemudian pendapat itu dilengkapi oleh James Childs yang mengartikan bahwa Tuhan

    bekerja terus untuk memenuhi kebutuhan dari ciptaanNya dan bahwa karyaNya terus berlangsung

    hingga sekarang, James Childs secara tidak langsung mau berkata bahwa Tuhan telah bekerja

    25Ibid, 123. 26 Ibid, 144. 27 Ibid, 144. 28Ibid, 145.

  • untuk umat ciptaanNya oleh sebab itu sebagai umat Allah dipanggil untuk bekerja kepada Tuhan

    melalui gerejanya29.

    Dalam kaitannya dengan sesama, Miroslav Volf memaknai kerja sebagai panggilan untuk

    melayani30. Pemaknaan ini disadari pemahaman bahwa Roh Tuhan memanggil dan

    memperlengkapi orang-orang secara tepat untuk melayani Tuhan dan sesama, sebagaimana yang

    dinyatakan dalam Perjanjian Baru bahwa karunia-karunia untuk saling melengkapi dan saling

    melayani (1 Kor 2:12) dan untuk membangun komunitas bukan untuk kemegahan diri sendiri31.

    Dengan demikian, sebagai Tubuh Kristus yang telah dipanggil keluar dari kegelapan

    menuju terang yang ajaib, hal itu harus dimaknai oleh warga gereja bahwa sebagai warga Allah,

    mereka harus menyadari peran mereka sebagai warga gereja yaitu bekerja bukan untuk manusia

    melainkan untuk Tuhan. Bekerja untuk Tuhan bukan karena suatu keterpaksaan melainkan karena

    kewajiban dan tanggung jawab sebagai warga Kerajaan Allah. Sebagai warga Allah yang

    merupakan satu kesatuan di dalam Tubuh Kristus maka ketika kepala sakit tentunya tubuh juga

    akan terasa sakit dan dalam hal ini dituntut tidak mementingkan kepentingan diri tetapi juga harus

    saling memperhatikan satu dengan yang lainnya. Bekerja untuk Tuhan harus menuntut adanya

    kekompakkan, kerja sama dan gotong royong itu semua merupakan wujud dari partisipasi dengan

    begitu semua kendala akan terselesaikan dan keterpurukan akan dapat diselesaikan jika bekerja

    bersama-sama.

    Sebagai Tubuh Kristus Yesus Kristus sebagai kepala gereja dan Ia lah yang menjadi raja

    bagi gereja maka sebagai warga gereja harus dapat memberikan dorongan dan memotivasi warga

    gereja oleh sebab itu warga gereja harus diberdayakan.

    29 Ibid, 45. 30Ibid, 145. 31Ibid, 155.

  • Didalam dunia banyak menawarkan tentang konsep kerja, namun kerja yang dimaksudkan

    disini adalah kerja menurut gereja dan gereja harus terlibat dalam memberdayakan warga gereja.

    2.1.2 Kerja yang memberdayakan komunitas

    Dalam memahami makna pemberdayaan ekonomi, hal itu harus dipahami sebagai suatu

    pembangunan ekonomi. Pembangunan ekonomi adalah proses mewujudkan masyarakat sejahtera

    adil dan merata. Masyarakat sejahtera ditandai dengan adanya kemakmuran32. Pembangunan

    ekonomi adalah suatu pertumbuhan ekonomi yang membawa perubahan. Pembangunan ekonomi

    tidak hanya berorientasi pada produksi barang dan jasa tetapi juga dalam berbagai aspek kegiatan

    ekonomi seperti perkembangan pendidikan, perkembangan teknologi, peningkatan pendapatan

    dan kemakmuran masyarakat33.

    Menurud Whitman Rostow, suatu pembangunan merupakan proses yang bergerak dalam

    sebuah garis lurus yakni dari masyarakat yang terbelakang ke masyarakat yang maju. Dalam

    bidang Ekonomi, pemberdayaan dapat diartikan sebagai suatu upaya agar suatu komunitas mampu

    memajukan dan mengembangkan usahanya, sehingga memperoleh perbaikan pendapatan serta

    perluasan kesempatan kerja demi perbaikan kehidupan dan kesejahteraan34.

    Pemberdayaan ekonomi harus bisa memberikan kebebasan bagi masyarakat dalam

    mengekspresikan potensi mereka dalam memanfaatkan sumber daya alam untuk peningkatan

    kesejahteraan. Dalam hal ini masyarakat diberdayakan agar berpartisipasi dalam proses

    pembangunan.

    32Gunawan, Sumidiningrat, Pemberdayaan Sosial: Kajian ringkas tentang pembangunan manusia

    Indonesia, (Jakarta: Buku Kompas, 2007), 18. 33Sadono, Sukirno, Ekonomi pembangunan: proses, masalah dan dasar kebijakan (Jakarta: Kencana,

    2006),10-11. 34Totok Mardikanto, Yesus Fasilitator Pemberdayaan Masyarakat ( Solo, Prima Theresia Presindo,

    2005),11.

  • Tujuan pemberdayaan di bidang ekonomi adalah agar kelompok sasaran dapat mengelola

    usahanya, memasarkan dan membentuk siklus pemasaran yang relative stabil. Melalui kegiatan

    pemberdayaan ekonomi, diharapkan tingkat pendapatan masyarakat tetap stabil bahkan

    meningkat, sehingga berdampak pada peningkatan pertumbuhan ekonomi.

    Terkait hal itu, Triyono menawarkan model pemahaman tentang pembangunan sebagai

    perdamaian, yang didasarkan pada tiga asumsi, (1) pembangunan dimaksud untuk memenuhi

    kebutuhan dasar dan hak asasi manusia untuk membebaskan manusia dari berbagai bentuk

    kekerasan, kemiskinan, represi, ketidakamanan, dan alianasi politik; (2) pembangunan dijalankan

    oleh struktur dan kelembagaan ekonomi dan politik, negara dan pasar, tidak menekan, sebaliknya

    membebaskan dan meningkatkan kapasitas manusia untuk memenuhi kebutuhan dasar untuk

    terwujudnya perdamaian; (3) strategi, perencanaan dan kebijakan pembangunan harus peka

    konflik dan mampu mendorong perdamaian. Pembangunan sebagai perdamaian merumuskan

    kebutuhan hidup manusia secara holistik, menempatkan manusia dengan segala dimensi

    kebutuhan dasarnya yang harus terpenuhi kesejahteraan, kebebasan, keamanan, pengembangan

    identitas kultural35.

    Oleh karena itu, pembangunan ekonomi yang telah disebutkan di atas dipahami sebagai

    suatu pemberdayaan masyarakat yang berfokus kepada pengembangan komunitas. Menurut

    Christenson dan Robinson, Community Development adalah proses dimana masyarakat yang

    tinggal pada lokasi tertentu dan mengembangkan prakarsa untuk melaksanakan suatu tindakan

    social (dengan dan tanpa intervensi) untuk mengubah situasi politik, social, kultural atau

    lingkungan mereka36. Dalam Community Development, intervensi bukanlah merupakan hal yang

    35Ibid, 44. 36Christenson, james A & Jerry Robinson, Community Development in Perspective, dalam Soetomo,

    strategi-strategi pembangunan masyarakat, 82.

  • mutlak, tetapi yang lebih penting adalah prakarsa dan partisipasi masyarakat yang berlangsung.

    Prinsip-prinsip tersebut diterjemahkan ke langkah-langkah berikut : (1) fokus perhatian ditujukan

    pada komunitas sebagai suatu kebulatan (2) berorientasi pada kebutuhan dan permasalahan

    komunitas (3) mengutamakan prakarsa, partisipasi dan swadaya masyarakat37.

    Community Development merupakan ruang gerak yang membutuhkan kemandirian

    masyarakat yang berinisiatif untuk pengembangan diri dan peningkatan kesejahteraan. Faktor

    eksternal seperti pemerintah hanya bertindak sebagai stimulus yang membantu masyarakat untuk

    mengembangkan cita rasa tersendiri dalam melaksanakan dan menikmati sejumlah program

    pemberdayaan. Pembangunan ekonomi tanpa pembangunan aspek manusianya tidak dapat disebut

    Community Development38.

    Community Development adalah Community Organization yang yang mengandung unsur

    pembangunan ekonomi atau Community Development adalah pembangunan ekonomi yang juga

    mempunyai watak social atau watak sebagai pembangunan manusia. Community Development

    adalah proses untuk meningkatkan kondisi yang memberikan fokus perhatian pada komunitas

    sebagai suatu kesatuan kehidupan masyarakat.dalam merealisasikan tujuan tersebut, cenderung

    lebih difokuskan pada pemanfaatan dan pendayagunaan energi yang ada dalam kehidupan

    komunitas itu sendiri39. Community Development yang dipaparkan merupakan suatu metode yang

    mencakup pelaksanaan pemberdayaan ekonomi dan pemberdayaan sosial.

    Community Development digunakan sebagai pendekatan dalam menjalin proses kerja sama

    dengan masyarakat dalam rangka meningkatkan motivasi, percaya diri, skill, dan kemampuan

    identifikasi kebutuhan. Dalam jangka panjang, masyarakat dapat mengelola proses pembangunan

    37Ibid, 82. 38Ibid, 82-84. 39 Ibid, 85-86.

  • pada tingkat komunitas secara lebih mandiri, mulai mengidentifikasi kebutuhan, perencanaan,

    pelaksanaan dan evaluasi hasil. Melalui berkembangnya kapasitas masyarakat dalam mengelola

    pembangunan di lingkungan komunitasnya secara mandiri, diharapkan dapat dinikmati

    masyarakat, walaupun proyek telah berakhir40.

    Menurut Biddle, Community Development adalah suatu proses yang bergerak dari suatu

    event ke event berikutnya untuk mendorong agar masyarakat menjadi lebih kompeten dalam

    menanggapi masalah-masalah kehidupannya serta dalam menanggapi berbagai aspek lokal dan

    perubahan yang terjadi di sekitarnya. Pernyataan tersebut mengandung makna bahwa muara dari

    proses Community Development adalah tumbuhnya kompetensi dan tanggung jawab sosial yang

    teraktualisasi dalam bentuk prakarsa lokal dalam melakukan perubahan dan pembaharuan,

    walaupun pada awalnya mungkin harus didorong oleh intervensi dari luar. Biddle

    merekomendasikan enam tahap untuk mendorong tumbuhnya kompetensi masyarakat 41.

    1. Explanatory, tahap ini berisi kegiatan-kegiatan untuk memahami kondisi, situasi dan

    potensi masyarakatnya. Dalam tahap ini juga diusahakan memperoleh informasi yang

    dapat digunakan untuk berkomunikasi dengan masyarakat pada tahap selanjutnya.

    2. Organizational: tahap ini berisi kegiatan untuk menentukan media yang dapat digunakan

    sebagai sarana pertemuan dan diskusi antara petugas dengan masyarakat maupun antar

    sesama warga masyarakat.

    3. Discusional: tahap ini beirsi kegiatan diskusi antar warga masyarakat tentang

    interventarisasi masalah serta kemungkinan pemecahannya, memilih alternative yang

    pantas memperoleh prioritas dalam penanganannya, membuat keputusan mengenai

    kegiatan bersama yang akan dilaksanakan dan membuat rencana pelaksanaannya.

    40Ibid, 192. 41Ibid, 153-155.

  • 4. Action: tahap ini berisi pelaksanaan kegiatan yang sudah diputuskan bersama, serta

    melaporkan dan mengevaluasi hasilnya.

    5. New Project: tahap ini mengulang kegiatan diskusi untuk menentukan masalah apa yang

    sebaiknya digarap pada prioritas berikutnya, kemudian membuat rencana dan

    melaksanakannya dengan memperhatikan pengalaman pelaksanaan sebelumnya.

    6. Continuation: dalam tahap ini mekanisme pelaksanaan pembangungan berdasar prakarsa

    masyarakat dianggap sudah melembaga. Walaupun intervensi dari luar sudah dihentikan,

    kesinambungan proses pembangunan diharapkan tetap berjalan.

    Manfaat dari intervensi melalui strategi Community Development adalah42:

    1. Mempercepat proses perubahan dan pembaharuan pada tingkat komunitas lokal.

    2. Mendorong integrasi masyarakat lokal dalam masyarakat nasional melalui kontribusi

    timbal balik antara masyarakat lokal dan masyarakat nasional

    3. Memberikan iklim yang kondusif bagi masyarakat pada tingkat komunitas untuk

    menciptakan, mengembangkan dan memanfaatkan peluang bagi peningkatan taraf

    hidupnya.

    Pemberdayaan merupakan proses di mana individu dan kelompok memperoleh kekuatan

    dan mempunyai akses dengan berbagai sumber agar mereka memiliki kontrol atas kehidupan

    mereka. Dalam upaya ini, kelompok masyarakat memperoleh kemampuan untuk mencapai

    aspirasi dan tujuan yang diharapkan43. Pemberdayaan juga merupakan tindakan memberi

    kekuasaan atau otoritas, memberikan kemampuan pada masyarakat, memungkinkan usaha

    masyarakat, menguatkan dan mengabsahkan, proses memperoleh kekuatan, mengembangkan

    42Ibid, 143. 43Chatterjee, Robbins & Canda, Contemporary Human Behavior Theory: Empowerment Teheory, (Boston:

    Allyin & Baccon, 1998), 91.

  • kekuatan dan mengatur kekuatan tersebut, sehingga berdampak pada pengembangan kehidupan

    dari komunitas masyarakat itu sendiri44

    Pemberdayaan ditujukan untuk membantu klien memperoleh daya untuk mengambil

    keputusan dan menentukan tindakan yang akan ia lakukan yang terkait dengan diri mereka,

    termasuk mengurangi efek hambatan pribadi dan sosial dalam melakukan tindakan. Hal ini

    dilakukan melalui peningkatan kemampuan dan rasa percaya diri untuk menggunakan daya yang

    ia miliki antara lain melalui transfer daya dari lingkungannya. Pemberdayaan pada intinya

    membahas bagaimana individu, kelompok atau komunitas berusaha mengkontrol kehidupan

    mereka sendiri dan mengusahakan untuk membentuk masa depan sesuai dengan keinginan

    mereka45. Dalam proses pembangunan yang bersifat pemberdayaan, faktor manusia adalah

    penentu yang menggerakkan arah pembangunan itu sendiri46.

    Dalam suatu kegiatan pemberdayaan, selalu ada kerja sama dari kedua pihak, baik pihak

    eksternal sebagai pemberdayaan maupun komunitas masyarakat yang diberdayakan. Dalam

    menguatkan basis dari suatu program pemberdayaan, maka peran maksimal dari pihak

    pemberdaya maupun pihak yang diberdayakan harus dilihat dalam kapasitas yang seimbang.

    Upaya untuk mengoptimalkan kapasitas masyarakat dalam memberdayakan mereka tidak terlepas

    dari peran pihak eksternal. Dalam hal ini kita harus melihat peran-peran yang harus dilakukan oleh

    pihak pemberdaya, yaitu: 47

    1. Peran sebagai konsultan, mencakup upaya untuk membangun hubungan antara klien dengan

    sumber yang tersedia agar mereka mampu meningkatkan rasa percaya diri dan memiliki

    44Ibid, 144. 45 Adi, Rukimanto Isbandi, Pemikiran-pemikiran Dalam Pembangunan Kesejahteraan Sosial, (Jakarta:

    Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 2002), 162. 46Ibid, 163. 47J.A.B, Lee, The Empowerment Approach to social work Practise: Buiding a Beloved Community

    (2ed)(New York: Columbia University Press,2001).

  • ketrampilan untuk menyelesaikan masalah, tantangan yang ada. Upaya ini juga bertujuan untuk

    meningkatkan kemandirian klien sehingga memiliki kontrol atas kehidupan.

    2. Peran sebagai pemberdaya yang memiliki kepekaan, mencakup upaya untuk membantu

    klien dalam memperoleh pengetahuan yang diperlukan dalam mengontrol kehidupan mereka

    sendiri. Tindakan ini juga berkaitan erat dengan upaya memberdayakan setiap orang untuk

    mengakui dan mengidentifikasikan kekuatan mereka sendiri dan kekuatan orang lain.

    3. Peran sebagai guru pelatih, dimana dapat bertindak sebagai petugas lapangan bertindak

    maupun pekerja sosial yang mengatur proses belajar klien untuk menemukan solusi atas

    permasalahan mereka. Petugas lapangan bertugas untuk mengajarkan komunitas untuk berjuang

    dalam menghadapi rintangan dan ketidakmampuan yang mereka hadapi.

    4. Peran sebagai penghubung atau penghubung jaringan kerja. Hal ini mengacu pada

    pemahaman bahwa klien adalah seseorang yang memiliki keinginan kuat dalam mencapai suatu

    tujuan dalam kegiatan pemberdayaan. Oleh karena itu, pihak pemberdayaan harus mampu

    menghubungkan orang-orang yang diberdayakan dengan pihak lain yang mampu berbagi sejarah,

    masalah –masalah maupun rintangan-rintangan yang sama, sehingga menjadi referensi bagi

    komunitas yang sedang diberdayakan.

    Pemberdayaan sebagai suatu proses adalah proses yang berkesinambungan sepanjang

    hidup seseorang (on going process). Pemberdayaan masyarakat sebagai suatu proses adalah suatu

    proses yang berkesinambungan sepanjang komunitas itu masih ingin melakukan perubahan dan

    perbaikan dan tidak hanya terpaku pada suatu program saja48.

    Lima tahapan utama dari siklus proses pemberdayaan49:

    1. Menghadirkan kembali pengalaman yang memberdayakan dan tidak memberdayakan

    48Ibid, 172. 49Ibid, 173-174.

  • 2. Mendiskusikan alasan mengapa terjadi pemberdayaan dan ketidakberdayaan .

    3. Mengidentifikasikan suatu masalah ataupun proyek

    4. Mengidentifikasikan basis daya yang bermakna.

    5. Mengembangkan rencana–rencana aksi dan mengimplementasikannya.

    Proses pemberdayaan dalam model Community Development juga tidak terlepas dari

    pemahaman ekonomi politik. Dalam wacana ekonomi makro dan ekonomi pembangunan, istilah

    ekonomi politik (political economy) biasa diartikan sebagai paradigma pembangunan ekonomi

    yang lebih menekankan pada the nature of process, hakekat atau sifat proses, yaitu jalur yang

    dilalui oleh suatu pertumbuhan ekonomi. Paradigma ini muncul sebagai reaksi atas kegagalan dua

    paradigma sebelumnya,yakni paradigma pembangunan (development paradigm) dan paradigma

    pertumbuhan dengan persamaan (growth-with-equity paradigm)50. Ahli ekonomi politik

    berpendapat bahwa tujuan utama pembangunan bukanlah pertumbuhan, tetapi “to enhance

    people’s core values” (meningkatkan, menguatkan nilai-nilai inti dari suatu masyarakat). Oleh

    karena itu, pembangunan bukanlah tujuan, tetapi sarana. Pembangunan atau pertumbuhan hanya

    akan bermakna, bermanfaat dan diinginkan, apabila sejalan atau memperkuat nilai-nilai terpenting,

    nilai-nilai fundamental dari suatu masyarakat. Pembangunan adalah sebuah proses pembebasan51.

    Pembangunan masyarakat sebagai proses perubahan. Secara teoritik, perubahan dalam

    kehidupan masyarakat dapat berdampak kemunduran (regress) maupun kemajuan (progress).

    Perubahan dalam pembangunan diharapkan berdampak kemajuan. Salah satu indikasi perubahan

    kemajuan dapat dilihat dari peningkatan taraf hidup atau kesejahteraan masyarakat. Gambaran

    paling sederhana untuk mengetahui peningkatan kesejahteraan adalah dengan melihat apakah

    50 Mulholland, Catherine (peny.), Ecumenical Reflections Political Economy (Geneve: WCC Publications, 1988) 51Heddy Shri Ahimsa, dkk, Ekonomi Moral, Rasional dan Politik dalam Industry kecil di Jawa: esai-esai

    Antropogi Ekonomi, (Yogyakarta: KEPEL Press,2003), 43-44.

  • hubungan tersebut berdampak pada semakin banyak terpenuhinya kebutuhan masyarakat.

    Semakin kebutuhan yang dapat terpenuhi merupakan indikasi semakin meningkat kesejahteraan

    atau taraf hidup masyarakatnya. Kebutuhan yang dipenuhi tidak hanya bersifat fisik, tetapi juga

    mencakup mental dan sosial52.

    Pemberdayaan masyarakat berarti meningkatkan kemampuan atau meningkatkan

    kemandirian masyarakat. Dalam kerangka pembangunan nasional, upaya pemberdayaan

    masyarakat dapat dilihat dari sisi: pertama, menciptakan suasana atau iklim yang memungkinkan

    masyarakat berkembang: kedua, meningkatkan kemampuan masyarakat dalam membangun

    melalui berbagai bantuan dana, pelatihan, pembangunan prasarana dan sarana baik fisik maupun

    sosial, serta pengembangan kelembagaan di daerah, ketiga melindungi atau memihak yang lemah

    untuk mencegah persaingan yang tidak seimbang dan menciptakan kemitraan saling

    menguntungkan. Pembangunan masyarakat dipahami sebagai strategi yang tepat untuk

    menggalang kemampuan ekonomi nasional guna meningkatkan ekonomi dan kesejahteraan

    rakyat.53

    Pembangunan melalui pendekatan pemberdayaan dan pemihakan pada hakikatnya

    mempuyai prinsip concern, consistent dan continuous sebagai berikut54.

    1. Concern, pembangunan harus dipahami sebagai proses perubahan struktur sosial ekonomi

    masyarakat untuk mewujudkan sebagai proses prubahan struktur sosial ekonomi

    masyarakat untuk mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur dengan mengingat

    sasaran dan prioritas pembanguan, yakni meningkatkan kualitas sumber daya manusia,

    perubahan struktur ekonomi, penanggulangan dan stabilitas ekonomi.

    52 Ibid, 14. 53Ibid, 108-109. 54 Ibid, 109.

  • 2. Consistent. Kerangka kebijakan pembangunan nasional yang temanifestasi dalam

    program-program pembangunan harus diselenggarakan secara terpadu, terarah, tepat

    sasaran, bermanfaat bagi segenap lapisan masyarakat, transparan dapat

    dipertanggungjawabkan.

    3. Continuous. Semua warga masyarakat dapat mengambil manfaat pembangunan secara

    berkelanjutan.

    Proses pembangunan yang menekankan pada proses pemberdayaan juga merupakan model

    yang diterapkan dalam pendekatan proses55. Pendekatan proses lebih memungkinkan pelaksanaan

    pembangunan yang memanusiakan manusia, karena yang lebih penting bukan bagaimana hasilnya

    secara material, melainkan bagaimana prosesnya sehingga hasil diperoleh, apakah sudah

    melibatkan masyarakat dalam keseluruhan proses yang mengambarkan pengakuan terhadap

    kapasitas masyarakat bersangkutan.

    Dalam pandangan ini, keterlibatan masyarakat dalam proses pembangunan bukan karena

    mobilisasi, melainkan sebagai bentuk partisipasi yang dilandasi oleh determonasi dan kesadaran.

    Dalam proses pembangunan, masyarakat tidak semata-mata diperlakukan sebagai objek, tetapi

    lebih sebagai subjek dan aktor atau laku. Prinsip yang menempatkan masyarakat lebih sebagai

    subjek dibandingkan sebagai objek, seharusnya menjiwai dan mewarnai setiap tahap dari proses

    pelaksanaan pembangunan masyarakat. Salah satu bentuknya adalah pelibatan dalam pengertian

    partisipasi bukan mobilisasi masyarakat dalam keseluruhan proses pembangunan yang berjalan

    sejak tahap identifikasi masalah, perumusan program, evaluasi serta menikmati hasil program.

    55M.Francis Abraham, Modernisasi di dunia ketiga: suatu teori umum pembangunan (Yogyakarta: tiara

    wacana, 1991), 125-158.

  • Program pembangunan juga harus dirumuskan sesuai dengan persoalan kebutuhan aktual

    masyarakat yang bersangkutan56.

    Partisipasi masyarakat dalam perumusan program membuat masyarakat tidak semata-mata

    berkedudukan sebagai konsumen program, tetapi juga sebagai produsen karena telah terlibat dalam

    proses pembuatan atau perumusannya. Hal itu mengakibatkan masyarakat merasa ikut memiliki

    program tersebut, sehingga mempunyai tanggung jawab bagi keberhasilannya. Oleh karena itu,

    masyarakat juga lebih memiliki motivasi bagi partisipasi pada tahap-tahap berikutnya. Dengan

    demikian, keterlibatan masyarakat dalam pelaksanaan program akan terbentuk karena kesadaran

    dan determinasinya bukan karena dimobilisasi oleh oleh pihak eksternal57.

    Partisipasi aktif dari masyarakat dalam proses pemberdayaan merupakan tolak ukur bagi

    keberhasilan pembangunan yang diterapkan dalam model pemberdayaan. Keterlibatan masyarakat

    dalam tahap pelaksanaan dan pengelolaan program akan membawa dampak positif dalam periode

    jangka panjang. Kemandirian masyarakat akan lebih cepat terwujud karena masyarakat menjadi

    terbiasa untuk mengelola program-program tersebut pada tingkat lokal. Apabila hal tersebut

    dilakukan dan terjadi berulang-ulang maka akan memacu semakin terwujudnya proses

    institusional atau terlembagakannya perilaku dalam membangun masyarakat.

    Partisipasi masyarakat dalam tahap evaluasi akan membawa dampak positif bagi

    penyempurnaan dan pencarian alternative terus menerus. Hasil evaluasi yang dilakukan akan dapat

    menjadi umpan balik bagi perbaikan dan penyempurnaan program-program berikutnya. Melalui

    partisipasi masyarakat akan tejadi proses bekerja sambil belajar secara berkesinambungan. Melalui

    proses ini, diharapkan akan terjadi penguatan.

    56Soetomo, op.cit, (Yogyakarta pustaka belajar 2006), 7-8. 57Ibid, 9-8.

  • Kelembagaan pembangunan dalam masyarakat lokal, sehingga institusi pembangunan

    yang ada bukan semata-mata dalam bentuk wadah organisasi, melainkan terutama adalah sistem

    dan pola aktivitas yang sudah terintegrasi dalam kehidupan masyarakatnya58. Yang terakhir adalah

    partisipasi dalam menikmati hasil. Melalui bentuk partisipasi ini, hasil-hasil pembangunan dapat

    dinikmati secara lebih merata oleh seluruh lapisan masyarakat secara proposional. Partisipasi

    dalam identifikasi masalah dan perumusan program akan membuat berbagai lapisan masyarakat

    yang ada mempunyai akses dalam pengambilan keputusan, sehingga aspirasi dan kepentingannya

    akan lebih terakomodasi. Apabila keterlibatan masyarakat dalam memikul beban pembangunan

    diberi makna sebagai bentuk kewajiban dan tanggung jawabnya, maka partisipasi dalam

    menikmati hasil dapat dilihat sebagai hak warga masyarakat59.

    Perubahan yang terjadi dalam proses pembangunan dapat merupakan perubahan sebagai

    proses evolusi, perubahan karena hasil interaksi dalam lingkup yang lebih luas atau perubahan

    karena hasil tindakan. Dalam pembangunan masyarakat, prioritas utama diberikan pada upaya

    untuk membangun aspek masyarakat yang juga berarti aspek manusianya. Salah satu indikasi

    bahwa sudah ada pembangunan pada aspek masyarakat dan aspek manusia tersebut adalah upaya

    adanya peningkatan kapasitas, termasuk kapasitas untuk membangun dirinya sendiri. Pada

    kenyataannya, proses perubahan dalam pembangunan seringkali disebabkan oleh dominasi faktor

    eksternal60.

    Pembangunan masyarakat bukan merupakan tindakan yang dilakukan hari ini dan berakhir

    keesokan harinya harus ada pembangunan yang berkelanjutan, terkandung paling tidak tiga

    58Ibid, 10-11. 59Ibid, 11. 60Ibid, 24.

  • dimensi yang saling mendukung: keberlanjutan sumber daya manusia, sumber daya alam,

    keberlajutan ekonomi dan keberlanjutan sosial.

    Proses pemberdayaan masyarakat diharapkan menjadi proses yang memberi kebebasan

    bagi masyarakat untuk mengekspresikan diri dan potensi mereka dalam memberdayakan diri

    sendiri. Proses pengembangan kapasitas masyarakat untuk membangun secara mandiri

    didalamnya juga terkandung proses belajar yang terus menerus, atau lebih tepatnya disebut proses.

    Pemberdayaan ekonomi tanpa pemberdayaan manusia akan menjadi tindakan kosong yang

    tidak memberi dampak dalam perubahan masyarakat. Di dalam pemberdayaan ekonomi, akan

    terdapat pemberdayaan manusia untuk menjadi manusia yang mandiri dalam proses

    pembangunan. Sebagai suatu proses, pemberdayaan ekonomi akan memberi peran pada manusia

    sebagai manusia yang bebas dan utuh untuk menjadi aktor pembangunan. Dalam proses

    pemberdayaan ekonomi, manusia dapat menentukan strategi-strategi dalam pencapaian hasil

    pembangunan. Proses pemberdayaan ekonomi harus sejalan dengan proses pemberdayaan sosial.

    Hal ini berarti bahwa proses pemberdayaan ekonomi yang dilakukan harus mengacu pada nilai-

    nilai luhur kemanusiaan yang menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia sebagai mahkluk

    yang bebas. Proses pemberdayaan ekonomi dan sosial juga merupakan interaksi antara model

    pembangunan yang bersifat top down dan bottom up.