PEMBELAJARAN TIK DENGAN MENGGUNAKAN...

23
PEMBELAJARAN TIK DENGAN MENGGUNAKAN METODE IMPROVE UNTUK MELATIH KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF SISWA Artikel Ilmiah Oleh: Hemi Kusnawan NIM: 702011043 Program Studi Pendidikan Teknik Informatika Dan Komputer Fakultas Teknologi Informasi Universitas Kristen Satya Wacana Agustus 2016

Transcript of PEMBELAJARAN TIK DENGAN MENGGUNAKAN...

PEMBELAJARAN TIK DENGAN MENGGUNAKAN METODE

IMPROVE UNTUK MELATIH KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF

SISWA

Artikel Ilmiah

Oleh:

Hemi Kusnawan

NIM: 702011043

Program Studi Pendidikan Teknik Informatika Dan Komputer

Fakultas Teknologi Informasi

Universitas Kristen Satya Wacana

Agustus 2016

1

PEMBELAJARAN TIK DENGAN MENGGUNAKAN METODE

IMPROVE UNTUK MELATIH KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF

SISWA

1.)Hemi kusnawan,

2.)Adriyanto Juliastomo GundoS.Si., M.Pd

Fakultas Teknologi Informasi

Universitas Kristen Satya Wacana

Jl. Diponegoro 52-60, Salatiga 50711, Indonesia 1.)

[email protected] , 2.)

[email protected]

Abstract

The problem of this research was about the passive reaction and

students’ dependency upon the teacher in resolving their problems so that the

students could not develop their creativities. The purpose of this study is to

train students’ creative way of thinking in Information and Communication

Technology subject matter. This study was done using pre-experiment method

and one-shot case study design. The approach used was called improve

learning method. After applying improve learning method, the average of

students’ creative thinking skill reached 75.38%, about 4 students begin to

appear, 9 students began to be improved and 12 students already accustomed

to think creatively. The use of improve method achieved a good reaction from

the students. This conclusion is proved by 86,56% from the total percentage of

student’s response was on 81% - 100% of the total score. It was categorized

as a very good category. In the end, the application of Improve method is able

to train student’s creative thinking skill.

Keyword: Improve, Creative Thinking

Abstrak

Masalah dalam penelitian ini adalah pasif dan ketergantungan siswa

terhadap guru untuk menyelesaikan masalah sehingga siswa sulit mengali

kreatifitas yang ada pada siswa. Penelitian ini bertujuan untuk melatih

kemampuan berfikir kreatif siswa pada mata pelajaran TIK. Penelitian ini

dilakukan dengan menggunakan metode pre-experiment dengan one-shot

case study design. Metode pembelajaran yang digunakan adalah improve.

Setelah melakukan treatment metode pembelajaran improve, rata-rata

kemampuan berfikir kreatif siswa menjadi hasil 75,38%, dan sebanyak 4

siswa mulai tampak, 9 siswa mulai berkembang dan 12 siswa membudaya

dalam befikir kreatif. Penggunaan metode improve mendapat tanggapan yang

baik dari siswa, hal ini dibuktikan dengan nilai Tanggapan siswa 86,56% yang

berada pada 81% - 100% dengan kategori sangat baik. Penerapan metode

improve mampu untuk melatih kemampuan befikir kreatif siswa.

Kata Kunci :improve, berfikir kreatif

1. Mahasiswa Fakultas Teknologi Informatika Jurusan Pendidikan Teknik Informatika

dan Komputer Universitas Kristen Satya Wacana 2. Staff Pengajar Fakultas Teknologi Informasi Universitas Kristen Satya Wacana

2

1. Pendahuluan

Peningkatan kemampuan berfikir siswa merupakan sesuatu hal yang

sangat vital dalam dunia pendidikan. Karena dengan meningkatnya pola

berfikir siswa yang kreatif maka akan berdampak pada hasil belajar siswa baik

kognitif maupun afektif. Santrock (2008:366) kreativitas ialah kemampuan

berpikir tentang sesuatu dengan cara baru dan tak biasa dan menghasilkan

solusi yang unik atas suatu problem. Sedangkan Berpikir kreatif dapat

dipandang sebagai suatu proses yang digunakan ketika seorang individu

mendatangkan atau memunculkan suatu ide baru. Ide baru tersebut merupakan

gabungan ide-ide sebelumnya yang belum pernah diwujudkan (Infinite

Innovation Ltd, 2001).

Berdasarkan hasil wawancara pada saat observasi awal dengan guru

mata pelajaran sejarah kelas XI MIA 1 SMA islam Sudirman Ambarawa,

guru masih banyak menggunakan model pembelajaran konvensional yaitu

model pembelajaran dengan menerapkan metode ceramah. Guru lebih aktif

dan siswa menjadi pasif dalam pembelajaran TIK dikelas dan suasana belajar

terkesan kaku yang mengakibatkan proses belajar mengajar tidak berjalan

secara optimal. Pelajaran TIK sangatlah menarik tetapi kadang siswa

cenderung pasif dan bergantung kepada guru. Mereka malas mengali ide-ide

yang sebenarnya mampu membuat atau menemukan hal baru. Selama proses

pembelajaran TIK aktivitas siswa sangat beragam, seperti siswa kurang

memperhatikan atau kurang serius mendengarkan pejelasan materi ajar dari

guru, kurang mampu memikirkan cara untuk menyelesaikan persoalan,

seperti beberapa siswa tidak mengerjakan tugas dari guru secara tepat waktu.

Kondisi ini menunjukan bahwa kurangnya berfikir kreatif siswa dalam belajar

mengajar rendah serta. Data tersebut didapat dari salah satu pengajar mata

pelajaran TIK di SMA Islam Sudirman Ambarawa. Penerapan metode

pembelajaran improve diharapkan sebagai solusi.

Mengacu pada latar belakang masalah dapat diidentifikasikan sebagai

berikut: Apakah pembelajaran metode IMPROVE dapat melatih kemampuan

berfikir siswa utuk meningkatkan hasil belajar siswa?. Tujuan penelitian ini

untuk melatih pemahaman serta akan menggali potensi berfikir mereka

sendiri dan dengan metode improve di harapkan kreatifitas dari siswa akan

senantiasa terasah hari demi hari. karena disini guru memancing dan tidak

membatasi kreatifitas dari siswa untuk berfikir secara kritis, di harapkan

dengan metode maka akan tercipta suasana yang menyenangkan dalam proses

belajar mengajar.

2. Tinjauan Pustaka

Penelitian ini memiliki persamaan dan perbedaan dengan dua penelitian

yang revelan. Penelitian pertama yang dilakukan oleh Librani Livia P dkk

“Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Trigonometri Dengan Menggunakan

Metode Improve di SMAN 50 Jakarta”.

3

Penelitian yang dilakukan Anton David Prasetiyo dkk “ Berfikir Kreatif

Siswa Dalam Penerapan Model Pembelajaran Berdasarkan Masalah

Matematika. ”.

Persamaan dalam penelitian ini dengan penelitian terdahulu yaitu secara

umum penelitian yang dilakukan oleh Librani Livia P, Sri Utami, Wardani

Rahayu dan Anton David Prasetiyo dan Lailatul Mubarokah dengan

penelitian ini adalah penelitian ini menggunakan metode pembelajaran yang

sama yaitu improve. serta penelitian ini menggunakan indikator yang sama

seperti yang digunakan oleh Anton David Prasetiyo dan Lailatul Mubarokah

yaitu berfikir kreatif.

Perbedaan dalam penelitian ini dengan penelitian yang terdahulu yaitu

dalam penelitian yang dilakukan oleh Librani Livia P, Sri Utami, Wardani

Rahayu dan Anton David Prasetiyo adalah pada metode penelitian yang

dipakai yaitu metode penelitian tindakan kelas sedangkan penelitian ini

menggunakan metode eksperimen. Penelitian Anton David Prasetiyo dan

Lailatul Mubarokah, pelajaran yang diambil adalah matematika sedangkan

dalam penelitian ini kompetensi yang diambil adalah TIK. Sedangakan

penelitian yang dilakukan oleh Anton David Prasetiyo dan Lailatul

Mubarokah menggunakan model pembelajaran berdasarkan masalah

sedangkan penelitian ini menggunakan metode improve.

Berfikir kreatif sangat memungkinkan siswa untuk memecahkan sebuah

masalah dengan lebih baik. Karena akan mengali kemampuan siswa dalam

berfikir. Hal ini juga akan meningkatkan hasil belajar siswa. Menurut

Munandar (1990) berpikir kreatif adalah kemampuan berdasarkan data atau

informasi yang tersedia dalam menemukan banyak kemungkinan jawaban

terhadap suatu masalah, dimana penekanannya adalah pada kuantitas, ketepat

gunaan, dan keragaman jawaban. Untuk menilai kemampuan berpikir kreatif

menggunakan acuan yang dibuat, Munandar (2009:192) yang mengemukakan

bahwa kemampuan berpikir kreatif dirumuskan sebagai kemampuan yang

mencerminkan aspek – aspek sebagai berikut: “(1) Berpikir lancar (Fluent

thinking; (2) Berpikir luwes (Flexible thinking); (3) Berpikir Orisinil

(Original thinking); (4 Keterampilan mengelaborasi (Elaboration ability);.”

Ciri-ciri kemampuan berpikir kreatif antara lain meliputi :

1. Keterampilan berpikir lancar

a. Menghasilkan banyak gagasan/jawaban yang relevan

b. Menghasilkan motivasi belajar

c. Arus pemikiran lancar

2. Keterampilan berpikir lentur (fleksibel)

a. Menghasilkan gagasan-gagasan yang seragam

b. Mampu mengubah cara atau pendekatan

c. Arah pemikiran yang berbeda

3. Keterampilan berpikir orisinil

a. Meberikan jawaban yang tidak lazim

b. Memberkan jawaban yang lain daripada yang lain

c. Memberikan jawaban yang jarang diberikan kebanyakan orang

4

4. Keterampilan berpikir terperinci(elaborasi)

a. Mengembangkan, menambah, memperkaya suatu gagasan

b. Memperinci detail-detail

c. Memperluas suatu gagasan [9]

Improve Metode ini didesain oleh ilmuwan bernama Mevarech dan

Kramarski. Aktivitas pembelajaran dengan metode IMPROVE ini dilakukan

terhadap kelompok–kelompok kecil pada kelas yang heterogen.

IMPROVE merupakan sebuah akronim dari Introducing the new

concepts, Metacognitive questioning, Practicing, Reviewing and reducing

difficulties, Obtaining mastery, Verification and Enrichment. Penjabaran dari

akronim di atas mendeskripsikan tentang tahapan-tahapan yang harus

dilakukan dalam kegiatan pembelajarannya.

1. Introducing the New Concept. Siswa diberikan suatu konsep baru oleh

guru tanpa memberikan hasil akhir atau bentuk jadinya saja. Konsep ini

diberikan dengan menggunakan pertanyaan-pertanyaan yang membuat siswa

terlibat secara aktif dan dapat menggali kemampuan diri mereka sendiri.

2. Meta-cognitive Questioning. Pertanyaan yang dapat diajukan guru

kepada siswa meliputi pertanyaan pemahaman misalnya seorang guru

memberikan permasalahan kepada siswa mengenai suatu materi, setelah itu

guru bertanya kepada siswa, “Apa masalah ini?”, pertanyaan koneksi

merupakan pertanyaan mengenai apa yang siswa dapat sekarang dengan apa

yang telah didapatnya dahulu, misalnya, “Apakah masalah sekarang sama

atau berbeda dari pemecahan masalah yang telah Anda lakukan dimasa

lalu?”, Pertanyaan strategi berkaitan dengan solusi-solusi yang akan diajukan

siswa untuk memecahkan permasalahan yang dihadapinya seperti “Strategi

apa yang cocok untuk memecahkan masalah tersebut?”dan pertanyaan

refleksi yang mendorong siswa untuk mempertimbangkan cara atau strategi

yang telah diajukannya seperti “Apakah strategi itu merupakan solusi yang

masuk akal untuk memecahkan masalah ini?”.

3. Practicing. Siswa diajak untuk berlatih memecahkan masalah secara

langsung. Hal ini sangat bermanfaat untuk meningkatkan penguasaan materi

dan mengasah kemampuan serta keterampilan siswa.

4. Reviewing and Reducing Difficulties. Biasanya pada saat latihan langsung,

siswa banyak mengalami kesulitan. Pada tahap ini guru mencoba untuk

melakukan review terhadap kesalahan-kesalahan yang dihadapi siswa dalam

memahami materi dan memecahkan permasalahan.

5. Obtaining Mastery. Siswa diberikan tes yang bertujuan untuk mengetahui

penguasaan materi siswa.

6. Verification. Pada tahap ini, dilakukan identifikasi siswa mana yang telah

mencapai batas kelulusan yang dikategorikan sebagai siswa yang sudah

5

menguasai materi dan siswa mana yang belum mencapai batas kelulusan yang

dikategorikan sebagai siswa yang belum menguasai materi.

7. Enrichment. Pada tahap ini dilakukan pengayaan terhadap siswa yang

belum menguasai materi dengan kegiatan remedial. [3]

Pengaplikasian improve dalam kegiatan belajar mengajar di sekolah ada 7

tahap yang harus dilakukan secara step by step [3],yaitu :

Pada tahap pertama, guru memberikan konsep baru (Introducing the

New Concept) terkait materi yang akan disampaikan menggunakan media

pembelajaran dan pertanyaan-pertanyaan yang dapat menggali kemampuan

siswa sendiri seperti; tools-tools apa sajakah yang kalian ketahui utuk

membuat logo?, bagaimana penggunaan tools tersebut? dan lain sebagainya.

Selanjutnya, siswa dihadapkan pada suatu kasus mengenai materi yang

terkait. Setelah itu guru memberikan pertanyaan-pertanyaan metakognitif

(Meta-cognitive Questioning) terkait materi pembelajaran seperti; (1)

Mengenai apa keseluruhan masalah yang di hadapi untuk menentukan

pembuatan logo?, (2) Bagaimana cara untuk menyelesaikan pembuatan logo

tersebut?, (3) apa perbedaan kasus ini dengan kasus yang telah dijelaskan

sebelumnya? (Mevarech dan Kramarski)

Kemudian siswa berlatih (Practicing) untuk menyelesaikan beberapa

permasalahan yang diberikan oleh guru. Pada tahap ini guru berkeliling untuk

memantau latihan yang dilakukan siswa serta memberikan bimbingan serta

bantuan terhadap siswa yang mengalami kesulitan (Reviewing and Reducing

Difficulties). Setelah latihan, siswa mencatat semua kegiatan yang telah

dilakukan terkait materi pembelajaran. Terakhir siswa mengisi jurnal harian

yang telah disiapkan oleh guru.

Setelah melakukan pembelajaran, pada pertemuan berikutnya siswa

diberikan tes (Obtaining Mastery) untuk mengetahui penguasaan materi siswa

terhadap pembelajaran yang telah dilakukan.

Dari hasil tes tersebut guru melakukan verifikasi (Verification) untuk

mengetahui siswa mana yang telah mencapai batas kelulusan dan siswa mana

yang belum. Langkah selanjutnya adalah pengayaan (Enrichment) yang

ditujukan jika ada siswa yang tuntas dalam proses pembelajaran.

3. Metode Penelitian

Jenis penelitian ini menggunakan metode penelitian kuantitatif

deskriptif, yaitu penelitian yang menjelaskan dan menceritakan berupa

diskripsi tentang data kuantitatif yg telah dibuat, dengan kata lain

mendiskripsikan data yang berupa angka menjadi kata-kata. Populasi dari

penelitian ini adalah siswa kelas XI SMA Islam Sudirman Ambarawa tahun

ajaran 2015/16. Sampel yang diambil adalah satu kelas dimana dari jumlah

keseluruhan kelas X yang berjumlah 4 kelas. Pemilihan sampel penelitian

berdasarkan rekomendasi guru TIK di SMA Islam Sudirman Ambarawa.

Sampel penelitian adalah sebagian populasi yang diambil sebagai sumber

6

data dan dapat mewakili seluruh poulasi, teknik pengambilan sampel yang

digunakan adalah metode pre-experiment. Dalam penelitian ini kelas XI

MIA 1 sebagai kelas eksperimen. Pemilihan kelas eksperimen dipilih atas

rekomendasi guru TIK.

Desain penelitian yang akan digunakan dalam penelitian ini yaitu one-

shot case study design. One-shot case study design dimaksudkan untuk

menunjukkan kekuatan pengukuran dan nilai ilmiah suatu desain penelitian.

[4] terdapat suatu kelompok yang diberi perlakuan, dan selanjutnya

diobservasi hasilnya. Rancangan penelitian sebagai berikut:

Tabel 3.1 One-shot case study design

X O

Perlakuan terhadap variabel

independen

(Treatment of independent variable)

Pengamatan atau pengukuran

terhadap

variabel dependen

(Observation or

measurement of dependent variable)

Keterangan :

X : Kelompok yang akan diberi stimulus dalam

eksperimen

O : Kejadian pengukuran atau pengamatan.

Dalam penelitian ini, teknik yang digunakan dalam Prakikum adalah

untuk mendapatkan nilai kemampuan berfikir kreatif siswa.

Tahapan Penelitian, Penelitian ini dilakasanakan melalui tiga tahap, yaitu (1)

Tahap persiapan, (2) Tahap pelaksanaan, (3) Tahap ahkir.

Tabel 3.2. Tahapan penelitian [5]

No Tahapan Penelitian Keterangan

1 Tahap persiapan - Studi pendahuluan

- Perumusan masalah

2 Tahap pelaksanaan - Pemilihan desain penelitian

- Penyusunan instrumen

- Pengumpulan data

3 Pengolahan akhir - Analisis data

- Perumusan kesimpulan

- Penyusunan laporan

Tahap pertama yaitu tahap persiapan terdiri dari beberapa proses, yaitu

studi pendahuluan dan perumusan masalah. Studi pendahuluan merupakan

kegiatan observasi proses pembelajaran TIK di sekolah (fenomena yang

terjadi, serta penyebab masalah sehubungan dengan proses pembelajaran

TIK). Gaya mengajar, serta kemampuan kreatif siswa juga menjadi bagian

7

dari studi pendahuluan ini. Pemahaman teori didapat dari studi pustaka

berupa jurnal, dan buku (baik cetak maupun elektronik). Perumusan masalah

penelitian menjadi kegiatan berikutnya setelah studi pendahuluan.

Tahapan kedua yaitu pelaksanaan, terdiri dari pemilihan desain

penelitian, penyusunan instrumen, dan pengumpulan data. Penelitian ini

menggunakan metode penelitian eksperimen. Desain penelitian eksperimen

yang digunakan adalah metode pre-experiment, menurut Sugiyono, 2011

dengan bentuk one-shot case study design.

Penelitian dilakukan di SMA Islam Sudirman Ambarawa pada

semester pertama tahun ajaran 2014/2015, dengan menggunakan satu. Subyek

penelitian ini adalah siswa kelas XI MIA SMA Islam Sudirman Ambarawa,

yaitu kelas XI MIA 1 sebagai kelas eksperimen.

Penerapannya dilakukan pada mata pelajaran TIK, dengan standar

kompetensi ”menggunakan perangkat lunak pembuat desain grafis”.

Kompetensi dasar yang dipelajari adalah ” membuat logo dengan perangkat

lunak pembuat grafis”. Penelitian difokuskan pada nilai kemampuan brfikir

kreatif siswa dengan lembar penilaian praktikum. Lembar metode observasi

bertujuan untuk mengamati proses pembelajaran TIK, serta perilaku kreatif

siswa siswa selama mengikuti proses pembelajaran.

Metode lembar angket digunakan sebagai bukti pendukung

keberhasilan penerapan gaya mengajar improve. Persepsi siswa tentang

penggunaan gaya mengajar improve dapat diketahui dari hasil lembar angket.

Aspek penilaian dalam lembar penilaian ketrampilan., dan penugasan yang

diberikan oleh guru.

Tahap terakhir adalah penyusunan laporan. Laporan disusun berdasarkan

hasil dari kegiatan penelitian yang telah dilakukan. Pembuktian teori dan

konsep, penarikan kesimpulan, serta pemberian saran untuk penelitian

selanjutnya menjadi bagian dari tahap ini.

Sampel merupakan yaitu sebagian populasi yang akan di jadikan

penelitian. Sampel adalah sebagian dari jumlah karakteristik yang dimiliki

populasi. Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan teknik

purposive sampling atau sampel bertujuan.Sampel yang digunakan adalah XI

MIA 1 dengan jumlah siswa 26 orang.

Penelitian ini dilakukan selama tiga pertemuan pada mata pelajaran TIK

dengan materi teknik shaping. Penerapan metode improve di kelas mengikuti

tahapan yang di aplikasikan oleh Ni Nengah Dwi dan apriani [6] sebagai

berikut:

Tabel 3.3. Penerapan Metode improve [6]

Guru memberikan konsep baru melalui pertanyaan-pertanyaan yang membangun

pengetahuan siswa

8

Metode ini didesain oleh ilmuwan bernama Mevarech dan Kramarski.

Aktivitas pembelajaran dengan metode IMPROVE ini dilakukan terhadap

kelompok–kelompok kecil pada kelas yang heterogen.

IMPROVE merupakan sebuah akronim dari Introducing the new

concepts, Metacognitive questioning, Practicing, Reviewing and reducing

difficulties, Obtaining mastery, Verification and Enrichment. Penjabaran dari

akronim di atas mendeskripsikan tentang tahapan-tahapan yang harus

dilakukan dalam kegiatan pembelajarannya.

Improve Guru Siswa

Introducing Memberikan peta

konsep tentang

logo logo. tools-tools apa

sajakah yang

kalian ketahui

utuk membuat

logo?, bagaimana

Bertanya tentang

bagaimana cara

membuat logo dan

berfikir bagaimana

cara-cara baru

untuk

menyelsaikan

pembuatan logo.

Aspek yang di nilai

Guru memberikan pertanyaan-pertanyaan metakognitif kepada siswa terkait

materi pembelajaran

Siswa berlatih memecahkan permasalahan yang diberikan oleh guru

Guru memberikan review terhadap kesalahan-kesalahan yang dihadapi siswa

pada saat latihan

Melakukan tes pada pertemuan berikutnya untuk mengetahui penguasaan materi

siswa

Melakukan verifikasi untuk mengetahui siswa mana yang mencapai batas

kelulusan dan siswa mana yang belum mencapai batas kelulusan

Pengayaan terhadap siswa yang belum mencapai batas kelulusan

9

penggunaan tools

tersebut? yaitu berfikir

orisinil pada

indikator Pro-aktif Meta-cognitive Memberikan

pertanyaan

pemahaman

kepada peserta

didik berkaitan

dengan contoh

logo yng telah di

berikan (1) apa

keseluruhan

masalah yang di

hadapi untuk

menentukan

pembuatan logo?, (2) Bagaimana

cara untuk

menyelesaikan

pembuatan logo

tersebut?,

(3) apa

perbedaan kasus

ini dengan kasus

yang telah

dijelaskan

sebelumnya?

Menjawab

pertanyaan

pemahaman yang

diajukan oleh guru

dengan

mengembangkan

dan memperkaya

gagasan tentang

pembuatan logo Aspek yang dinilai

kemampuan

mengelaborasi dengan indikator

pro-aktif

Practicing Mengajak peserta

didik berlatih

memecahkan

masalah tentang

pembuatan logo

dengan corel

draw guru berkeliling

untuk memantau

latihan yang

dilakukan siswa

serta memberikan

bimbingan serta

bantuan terhadap

siswa yang

mengalami

kesulitan

peserta didik

berlatih

memecahkan

masalah tentang

pembuatan logo

dengan corel draw

dengan memikirkan

cara-cara yang

berbeda.

aspek yang dinilai

yaitu berfikir luwes

dengan indikator

pro-aktif

Reviewing Memberikan

review terhadap

kesalahan-

kesalahan yang

Bertanya jika ada

materi yang belum

bisa di pecahkan

suatu masalah yang

di dapat

10

dihadapi siswa.

Obtaining

mastery Memberikan

kesempatan

peserta didik

untuk

mempraktekan

pembuatan logo

pada coreldraw

untuk membuat

logo diri sendiri

atau logo

perusahaan.

Mempraktekan

pembuatan logo

objek pada corel

draw untuk

membuat logo

nama sendiri atau

perusahaan aspek yag dinilai

berfikir lancar dengan indikator

tanggung jawab ( siswa dengan

cepat melihat

kesalahan dan

memperbaiki

kesalahan tersebut)

aspek yang dinilai

berfikir lancar

dengan indikator

disiplin

(siswa

menyelasaikan

tugas yang di dapat

tepat waktu)

aspek yang dinilai

berfikir lancar dengan indikator

jujur (siswa membuat

logo dengan

kemampuan diri

sendiri)

Verification Melakukan

penilaian kepada

peserta didik

yang

berpartisipasi

dalam

pembelajaran

Menunujukan hasil

pembuatan logo

Enrichment Mengadakan

remidial kepada

peserta didik

yang belum

menguasai

materi.

Mengikuti remidial

bagi peserrta didik

yang belum

menguasai.

11

4. Hasil dan Pembahasan

Perhitungan penilaian siswa untuk mengetahui perilaku kreatif siswa

selama mengikuti proses pembelajaran TIK. Hal ini dilakukan dengan

mengamati aktivitas belajar siswa melalui lembar observasi. Mengacu

pada indikator berfikir kreatif siswa. Pengamatan dilakukan dengan cara

memberi nilai pada lembar observasi yang telah disediakan. Pengisian

lembar observasi dilakukan oleh guru mata pelajaran yang sudah

mengetahui dan hafal dengan peserta didiknya supaya hasil yang

diperoleh akurat. Pengamatan dilakukan pada saat proses pembelajaran

berlangsung. Pengamatan aktivitas belajar siswa dilakukan pada kelas

eksperimen. Hasil perhitungan lembar observasi akan dibandingkan

antara pengunaan metode konvensional dengan metode improve.

Tabel 4.1. lembar aspek penilaian siswa Aspek berpikir kreatif Pertemuan

pertama

Pertemuan

kedua

Aspek berpikir lancar dengan indikator relijius

dengan kemampuan membaca dan mengikuti

kegiatan doa bersama dengan baik dan benar pada

pertemuan pertama dan pertemuan kedua setelah

treatment mendapatkan nilai 96 % di karenakan

setiap awal pelajaran di mulai dengan bacaan doa.

96%

96%

Aspek berpikir Lancar dan berfikir luwes pada

indikator Tanggung jawab dengan kemampuan cepat

melihat kesalahan dan kelemahan dari suatu objek

atau situasi serta menghasilkan gagasan, jawaban

atau pertanyaan yang bervariasi mendapatkan nilai

59,60 % secara keseluruhan kemudian pada

pertemuan kedua mendapatkan nilai 76,90 % setelah

treatment.

59,60%

76,90%

Aspek berpikir lancar dengan indikator disiplin

dengan kemampuan siswa mampu menyelesaikan

tugas tepat waktu mendapatkan nilai keseluruhan

59,60 % pada pertemuan pertama dan 78,80 % pada

pertemuan kedua setelah treatment.

59,60%

78,80%

Aspek berpikir Orisinil, Kemampuan mengelaborasi,

Berfikir luwes, Berpikir lancar yang terdapat pada

indikator pro aktif dengan kemampuan

mempertanyakan cara-cara lama dan berusaha

memikirkan cara-cara baru dalam membuat gambar

atau desain, mengembangkan/memperkaya gagasan

orang lain. menyelesaikan suatu masalah dengan

memikirkan macam-macam cara yang berbeda-beda

untuk menyelesaikannya dan bekerja lebih cepat dan

melakukan lebih banyak daripada siswa lain.

53,80%

62,50%

12

Mendapat nilai keseluruhan sebanyak 53,80 % pada

pertemuan pertama dan 62,50% pada pertemuan

kedua setelah treatment.

Aspek berpikir lancar pada indikator jujur dengan

kemampuan mencetuskan banyak gagasan, jawaban,

penyelesaian masalah atau pertanyaan, mendapatkan

nilai keseluruhan sebesar 96% dan 96% pada

pertemuan kedua setelah treatment.

96%

96%

Prosentase keseluruhan 66,54% 75,38%

Hasil lembar observasi ini didukung dengan lembar penilian sikap siswa

terkait berfikir keatif yang didapat dari pihak sekolah dan di modifikasi

dengan guru terkait aspek berfikir kreatif. Terdiri dari 5 indikator yang setiap

indikator terdapat beberapa aspek berfikir kreatif siswa. Hasil yang diperoleh

adalah sebagai berikut sebelum metode improve di terapkan nilai berfikir

kreatif didapat hasil 66,54% sedangkan setelah treatment dilakukan di dapat

hasil 75,38%

Perhitungan melalui praktikum digunakan untuk mendapatkan nilai

kemampuan berfikir kreatif siswa. Hal ini dilakukan untuk melihat hasil

praktikum siswa untuk mengisi lembar kreatifitas yang dari SMA Islam

Sudirman Ambarawa yang telah di modifikasi bersama pihak guru mata

pelajaran TIK dan menggunakan indikator berfkir kreatif. Pengamatan

dilakukan dengan cara mengisi checklist lembar penilaian praktikum yang

telah disediakan. Pengisian lembar praktikum dilakukan oleh guru mata

pelajaran yang sudah mengetahui dan hafal dengan peserta didiknya supaya

hasil yang diperoleh akurat. Pengamatan dilakukan pada saat proses

pembelajaran berlangsung.

Tabel 4.2 Lembar Penilaian Observasi

Pertemuan

Kreatifitas

BT MT MB MK

Pertemuan 1 12 siswa 10 siswa 2 siswa 1 siswa

Pertemuan 2 0 siswa 4 siswa 9 siswa 12 siswa

Data yang di dapat dari checklist lembar penilaian ketrampilan siswa di

SMA ISLAM SUDIRMAN AMBARAWA untuk mengetahui tingkat

kreatifitas siswa dalam menyelesaikan tugas praktikum. Hasil ini diperoleh

dari tugas membuat logo, dimana BT menunjukan belum tampak, MT

menunjukan mulai tampak, MB menunjukan mulai berkembang dan MK

menunjukan membudaya. Hasil yang diperoleh sebagai berikut:

13

Tabel 4.3 Lembar Penilaian Ketrampilan

Pertemuan pertama Pertemuan kedua

Amar Amrullah

Amar amrulah mendapakan

checklist pada kolom belum

tampak (BT) dikarenakan

siswa hanya menggunakan 1

indikator berfikir kreatif yaitu

berfikir lancar yaitu dengan

menggunakan hanya teknik

shaping dalam pembuatan

logo yang dibuat. Dan terlihat

siswa masih terpaku pada apa

yang guru ajarkan.

- Selanjutnya pada pertemuan kedua dengan

menggunakan metode improve siswa

mendapatkan checklist pada kolom mulai

berkembang (MB) hal ini diperoleh dari

siswa yang menggunakan 3 indikator

berfikir kreatif siswa. yaitu berfikir lancar

dengan menggunakan teknik shaping

dalam pembuatan logo dan tidak terpaku

lagi dari contoh yang diberikan oleh guru.

Berfikir luwes karena siswa menggunakan

tool lain selain shaping yaitu menggunakan

drop shadow tool. Serta berfikir orisinil

yaitu desain logo ini dibuat untuk

pembuatan gambar pada kaos

Hendra Mustika

Hendra mustika mendapakan

checklist pada kolom mulai

tampak (MT) dikarenakan

siswa menggunakan 2 indikator

berfikir kreatif yaitu berfikir

lancar dengan menggunakan

teknik shaping dalam

pembuatan logo yang dibuat.

Berfikir luwes karena siswa

menggunakan tool lain selain

Selanjutnya pada pertemuan kedua dengan

menggunakan metode improve siswa

mendapatkan checklist pada kolom

membudaya (MK) hal ini diperoleh dari

siswa yang menggunakan 4 indikator

berfikir kreatif siswa yaitu berfikir lancar

dengan menggunakan teknik shaping dalam

pembuatan logo yang dibuat. Berfikir luwes

karena siswa menggunakan tool lain selain

shaping yaitu menggunakan menggunakan

fix text to path untuk membuat huruf

14

shaping yaitu menggunakan fix

text to path untuk membuat

huruf menjadi melengkung

menjadi melengkung dan menggunakan

powerclip untuk memasukan sebuah

gambar. Berfikir orisinil logo yango yang

dibuat ini akan digunakan untuk memberi

identitas dari kelompoknya. Kemampuan

mengelaborasi dengan memberi jawaban

bahwa arti dari logo tersebut baster

merupakan arti dari barisan siswa terminal,

maho merupakan nama dari organisasi. 58

merupakan nomor identitas organisasi. Dan

gambar tanggan mengengam piston artinya

mereka gemar memodifikasi motor mereka.

Rika Fitriani

Rika fitriani mendapakan

checklist pada kolom mulai

berkembang (MB)

dikarenakan siswa

menggunakan 3 indikator

berfikir kreatif yaitu berfikir

lancar dengan menggunakan

teknik shaping dalam

pembuatan logo yang dibuat.

Berfikir luwes dengan

menggunakan tool lain yaitu

drop shadow tool untuk

memberi efek bayangan pada

logo bayangan. Serta berfiki

orisinil logo yang dibuat F

untuk mengambarkan nama

dari rika fitriani dengan artian

warna hijau yang

menggambarkan pribadi yang

memiliki sebuah keinginan

dan huruf balok yang

menandakan keteguhan.

Selanjutnya pada pertemuan kedua dengan

menggunakan metode improve siswa

mendapatkan checklist pada kolom

membudaya (MK) hal ini diperoleh dari

siswa yang menggunakan 4 indikator

berfikir kreatif siswa yaitu berfikir lancar

dengan menggunakan teknik shaping dalam

pembuatan logo yang dibuat. Berfikir luwes

mampu menggunakan tool lain yaitu artistic

media tool untuk menambah brush bunga.

Berfikir orisinil logo yang dibuat untuk

memberi logo pada toko bunga. Serta

kemampuan mengelaborasi dengan

memberi jawaban arti dari logo tersebut F

mewakili nama Fitriani, tulisan flower dan

gambar bunga merupakan apa yang di jual

dalam toko tersebut. Warna orange

mengambarkan keramahan. Selanjutnya

pada pertemuan kedua dengan

menggunakan metode improve siswa

mendapatkan checklist pada kolom

membudaya (MK) hal ini diperoleh dari

siswa yang menggunakan 4 indikator

berfikir kreatif siswa yaitu berfikir lancar

dengan menggunakan teknik shaping dalam

15

pembuatan logo yang dibuat. Berfikir luwes

mampu menggunakan tool lain yaitu artistic

media tool untuk menambah brush bunga.

Berfikir orisinil logo yang dibuat untuk

memberi logo pada toko bunga. Serta

kemampuan mengelaborasi dengan

memberi jawaban arti dari logo tersebut F

mewakili nama Fitriani, tulisan flower dan

gambar bunga merupakan apa yang di jual

dalam toko tersebut. Warna orange

mengambarkan keramahan.

Eny Widiyastutik

Eny widiyastutik

mendapakan checklist pada

kolom mulai berkembang

(MB) dikarenakan siswa

menggunakan 3 indikator

berfikir kreatif yaitu berfikir

lancar dengan menggunakan

teknik shaping dalam

pembuatan logo yang dibuat.

Berfikir luwes dengan

menggunakan tool lain yaitu

menggunakan powerclip

untuk memasukan huruf E

kedalam lingkaran. Berfikir

orisinil logo yang dibuat

untuk memberi logo pada

outlet miliknya. Kemampuan

mengelaborasi dengan

memberi jawaban arti dari

logo tersebut E mewakili

inisial nama eny, warna biru

menggambarkan wawasan

yang luas dan kesuksesan.

Selanjutnya pada pertemuan kedua dengan

menggunakan metode improve siswa

mendapatkan checklist pada kolom

membudaya (MK) hal ini diperoleh dari

siswa yang menggunakan 4 indikator

berfikir kreatif siswa yaitu berfikir lancar

dengan menggunakan teknik shaping dalam

pembuatan logo yang dibuat. Berfikir luwes

mampu menggunakan tool lain yaitu artistic

media tool untuk menambah brush bunga.

Berfikir orisinil logo yang dibuat

menggambarkan sosok dari eny. Serta

kemampuan mengelaborasi dengan

memberi jawaban arti dari logo tersebut

enny w dengan huruf N ganda dan berwarna

hitam menunjukan ketangguhan dan

kekuatan. Sedangkan warna biru muda

mengambarkan kepercayaan diri dan

kesetiaan. Warna ungu mengambarkan

harapan yang penuh. Bunga-bunga yang

melambangkan keindahan.

16

Dilihat dari tingkat berfikir kreatif siswa, untuk mengetahui

pengaruh pembelajaran yang telah diberikan, Jumlah siswa pada kelas

eksperimen sejumlah 26 siswa. Pada kelas eksperimen setelah metode

improve diterapkan kreatifitas siswa meningkat dengan 4 siswa mulai

tampak kreatifitasnya, 9 siswa mulai berkembang kreatifitasnya dan 12

siswa membudaya kreatifitasnya. Dapat disimpulkan bahwa pada kelas

eksperimen yang menggunakan model pembelajar menggunakan metode

improve meningkat dari pembelajaran yang menggunakan metode

konvensional yang biasa digunakan oleh guru yang berupa ceramah dan

menggunakan media power point.

Penelitian ini juga didukung oleh angket tanggapan siswa untuk

mengetahui tanggapan siswa mengenai pembelajaran menggunakan

metode improve pada kelas eksperimen XI MIA 1. Skala pernyataan

positif dan negatif mengacu pada skala likert[7]. Ada 10 pertanyaan, untuk

pertanyaan positif pada nomor satu sampai lima dan pertanyaan negatif

enam sampai sepuluh. Hasil yang diperoleh adalah sebagai berikut, dapat

dilihat pada tabel 4.2 Tabel 4.2. Hasil angket tanggapan siswa

No. Pernyataan Prosentase

1. Materi pembelajaran TIK dapat saya pelajari dan dipahami dengan lebih

mudah melalui belajar dengan metode improve .

88,80%

2. Saya lebih senang belajar dengan menggunakan metode improve

dibandingkan dengan cara belajar yang sebelumnya.

82,40%

3. Belajar dengan menggunakan metode improve, ternyata belajar corel

draw itu menyenangkan.

90,40%

4. Metode improve yang digunakan guru dalam mengajar sangat

membantu saya dalam melatih berfikir.

83,20%

5. Saya ingin dalam setiap mengajar , guru menggunakan metode improve. 88%

6. Saya tidak paham materi corel draw pada pembelajaran dengan metode

improve.

44,80%

7. Saya lebih suka cara belajar yang sebelumnya dari pada menggunakan

metode improve.

47,20%

8. Belajar dengan metode improve.tidak menyenangkan. 48%

9. Metode improve.yang digunakan guru dalam mengajar tidak membantu

saya memahami materi.

49,60%

10. Saya tidak menginginkan metode improve digunakan pada saat

pelajaran.

43%

Angket tanggapan siswa memperoleh total skor sebesar 829 dari skor

maksimal 1250, terdapat dua tanggapan yaitu tanggapan positif dan

negatif. Tanggapan positif terdapat pada tanggapan nomor satu sampai

nomor lima dengan jumlah presentase sebesar 86,56% . Tanggapan negatif

terdapat pada nomor enam sampai sepuluh dengan presentase sebesar

46,56%. Tanggapan positif dengan jumlah presentase 86,56 % terdapat

pada kriteria sangat baik yaitu 81%-100%. Hal ini disebabkan karena

siswa merasa senang jika pembelajaran TIK menggunakan metode

pembelajaran improve. Berdasarkan pengamatan siswa lebih antusias dan

aktif dalam mengikuti pembelajaran TIK. Selanjutnya Tanggapan Negatif

dengan jumlah presentase 46,56% terdapat pada kriteria cukup/netral yaitu

41%-60%. Hal ini disebabkan siswa mendukung digunakanya model

17

pembelajaran improve. Sesuai dengan hasil tanggapan siswa tersebut maka

dapat disimpulkan bahwa penggunaan model pembelajaran improve

berbantuan memperoleh tanggapan yang baik dari siswa sesuai dengan

kategori dan kriteria skor angket.

Diskusi yang perlu di perhatikan dalam penggunaan metode

IMPROVE ini adalah faktor kerja sama antar siswa yang saling membantu

terhadap siswa yang malas berfikir.

5. Simpulan dan Saran

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penerapan metode

pembelajaran improve dapat meningkatkan kemampuan berfikir kreatif

siswa dalam mata pelajaran TIK. Tingkat berfikir kreatif siswa pada kelas

eksperimen setelah diberikan treatment mengalami peningkatan. Angket

tanggapan siswa mendapatkan persentase sebesar 86,56% dan berada pada

kategori sangat baik, itu berarti sesuai dengan tujuan penelitian yaitu

penerapan metode improve dapat meningkatkan kemampuan berfikir

kreatif siswa dalam mata pelajaran TIK.

Bagi Peneliti selanjutnya, peneliti yang ingin meneliti dengan tema

yang sama diharapkan dapat menerapkan pada mata pelajaran lain, apakah

dengan menerapkan pada mata pelajaran lain dapat improve dapat

digunakan secara efektif dan maksimal. Untuk mencoba membadingkan

disarankan peneliti menggunakan penelitian tindakan kelas(PTK) karena

dalam penelitian ini menggunakan metode eksperimen.

6. Daftar Pustaka

[1] Anton David Prasetiyo, Lailatul Mubarokah. BERPIKIR KREATIF

SISWA DALAM PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN

BERDASAR MASALAH MATEMATIKA. Vol.2, No.1, Maret 2014.

[2]Librani Livia P, Sri Utami, Wardani Rahayu, UPAYA

MENINGKATKAN HASIL BELAJAR TRIGONOMETRI

DENGAN MENGGUNAKAN METODE IMPROVE DI SMAN 50

JAKARTA. Vol.9 No.2 2010.

[3] Mevarech, Z. R & Kramarski, B. Mathematical Modeling and Meta-

cognitive Instruction. Bar-Ilan University, Ramat-Gan 52900

Israel. [Online]. Tersedia di: http://www.icme-

organisers.dk/tsg18/S32MevarechKramarski.pdf (13 April 2015)

[4] Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan

Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D). Bandung: Alfabeta.

[5] Dawson, Catherine. 2010. Metode Penelitian Praktis Sebuah

Panduan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

[6] Apriani, Ni Nengah Dwi. 2012. Penerapan Model Pembelajaran

IMPROVE Pada Mata Pelajaran Teknologi Informasi dan

18

Komunikasi Untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis dan

Hasil Belajar Siswa. Vol. 1 No. 4. Budiningsih, Asri. 2005. Belajar

dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta.

[7] Solihatin, Entin & Raharjo, 2011, Cooperative Learning: Analisis

Model Pembelajaran IPS, Jakarta: PT Bumi Aksara.

[8] Uno, H. B. 2008. Model Pembelajaran Menciptakan Proses

Belajar Menjaga yang Kreatif dan Efektif. Jakarta: Bumi Aksara.

[9] Munandar, Utami. 2009. Pengembangan Kreatifitas Anak

Berbakat.Jakarta : Rineka Cipta.