PEMBELAJARAN NAḤWU DENGAN M ALF YAH (Studi Kasus...

50
PEMBELAJARAN NAḤWU DENGAN NAẒĀM ALFĪYAH IBN MĀLIK (Studi Kasus Pondok Pesantren Baitul Hikmah Haurkuning Tasikmalaya) Disertasi Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Memperoleh Gelar Doktor dalam Bidang Pendidikan Bahasa Arab Promotor: Prof. Dr. H. D. Hidayat, MA Prof. Dr. Sukron Kamil, MA Oleh: PAHRI 11.3.00.1.09.01.0076 KONSENTRASI PENDIDIKAN BAHASA ARAB PROGRAM STUDI PENGKAJIAN ISLAM SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2015

Transcript of PEMBELAJARAN NAḤWU DENGAN M ALF YAH (Studi Kasus...

Page 1: PEMBELAJARAN NAḤWU DENGAN M ALF YAH (Studi Kasus …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39709/1/PAHRI... · Keinginan penulis untuk melakukan penelitan tentang gramatika

PEMBELAJARAN NAḤWU

DENGAN NAẒĀM ALFĪYAH IBN MĀLIK

(Studi Kasus Pondok Pesantren Baitul Hikmah Haurkuning Tasikmalaya)

Disertasi

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Memperoleh

Gelar Doktor dalam Bidang Pendidikan Bahasa Arab

Promotor:

Prof. Dr. H. D. Hidayat, MA

Prof. Dr. Sukron Kamil, MA

Oleh:

PAHRI

11.3.00.1.09.01.0076

KONSENTRASI PENDIDIKAN BAHASA ARAB

PROGRAM STUDI PENGKAJIAN ISLAM

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)

SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

2015

Page 2: PEMBELAJARAN NAḤWU DENGAN M ALF YAH (Studi Kasus …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39709/1/PAHRI... · Keinginan penulis untuk melakukan penelitan tentang gramatika

SURAT PERNYATAAN

Saya yang bertandatangandibawahini:

Nama : Pahri

NIM : 11.3.00.1.09.01.0076

Jenjangpendidikan : Doktoral

Konsentrasi : Pendidikan Bahasa Arab

Tempat/tanggallahir : HajoranJulu (Sumatera Utara),

6 Juli 1968

Alamat : Jalan STM Walang Jaya Gg Sepakat,

RT. 08, RW. 5, No. 53,Tugu Selatan

Koja, Jakarta Utara

Menyatakan dengan sebenarnya, bahwa disertasi berjudul

“Pembelajaran Naḥwu dengan Naẓām Alfīah Ibn Mālik studi kasus

pesantren Baitul Hikmah Haurkuning Tasikmalaya” adalah karya asli

penulis, kecuali kutipan-kutipan yang jelas sumbernya. Apabila terdapat

kesalahan dan kekeliruan di dalamnya, sepenuhnya menjadi tanggung jawab

penulis. Jika dikemudian hari terbukti karya ini bukan hasil karya penulis

dan merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka penulis bersedia

menerima sanksi yang berlaku di UIN SyarifHidayatullah Jakarta.

Demikian Surat penyataan ini saya buat dengan sebenarnya tanpa

paksaan siapapun.

Jakarta, 12 Oktober 2015

Yang membuat pernyataan

PAHRI

Page 3: PEMBELAJARAN NAḤWU DENGAN M ALF YAH (Studi Kasus …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39709/1/PAHRI... · Keinginan penulis untuk melakukan penelitan tentang gramatika

PERSETUJUAN PEMBIMBING

Disertasi dengan judul: “PEMBELAJARAN NAḤWU DENGAN

NAẒĀM ALFĪAH IBN MĀLIK: Studi Kasus Pesantren Baitul Hikmah

Haurkuning Tasikmalaya” yang ditulis oleh Pahri, Konsentrasi Pendidikan

Bahasa Arab dengan NIM: 11.3.00.1.09.01.0076, telah disetujui untuk

diajukan pada sidang Ujian Pendahuluan.

Ciputat, 12 Oktober 2015

Pembimbing I

Prof. Dr. H. D. HIdayat, MA

Page 4: PEMBELAJARAN NAḤWU DENGAN M ALF YAH (Studi Kasus …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39709/1/PAHRI... · Keinginan penulis untuk melakukan penelitan tentang gramatika

PERSETUJUAN PEMBIMBING

Disertasi dengan judul: “PEMBELAJARAN NAḤWU DENGAN

NAẒĀM ALFĪAH IBN MĀLIK: Studi Kasus Pesantren Baitul Hikmah

Haurkuning Tasikmalaya” yang ditulis oleh Pahri, Konsentrasi Pendidikan

Bahasa Arab dengan NIM: 11.3.00.1.09.01.0076, telah disetujui untuk

diajukan pada sidang Ujian Pendahuluan.

Ciputat, 12 Oktober 2015

Pembimbing II

Prof. Dr. Sukron Kamil, MA

Page 5: PEMBELAJARAN NAḤWU DENGAN M ALF YAH (Studi Kasus …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39709/1/PAHRI... · Keinginan penulis untuk melakukan penelitan tentang gramatika

PERSETUJUAN PEMBIMBING

Disertasi dengan judul: “PEMBELAJARAN NAḤWU DENGAN

NAẒĀM ALFĪAH IBN MĀLIK: Studi Kasus Pesantren Baitul Hikmah

Haurkuning Tasikmalaya” yang ditulis oleh Pahri, Konsentrasi Pendidikan

Bahasa Arab dengan NIM: 11.3.00.1.09.01.0076, telah disetujui untuk

diajukan pada sidang Ujian Pendahuluan.

Ciputat, 12 Oktober 2015

Pembimbing I

Prof. Dr. H. D. HIdayat, MA

Page 6: PEMBELAJARAN NAḤWU DENGAN M ALF YAH (Studi Kasus …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39709/1/PAHRI... · Keinginan penulis untuk melakukan penelitan tentang gramatika

PERSETUJUAN PEMBIMBING

Disertasi dengan judul: “PEMBELAJARAN NAḤWU DENGAN

NAẒĀM ALFĪAH IBN MĀLIK: Studi Kasus Pesantren Baitul Hikmah

Haurkuning Tasikmalaya” yang ditulis oleh Pahri, Konsentrasi Pendidikan

Bahasa Arab dengan NIM: 11.3.00.1.09.01.0076, telah disetujui untuk

diajukan pada sidang Ujian Pendahuluan.

Ciputat, 12 Oktober 2015

Pembimbing II

Prof. Dr. Sukron Kamil, MA

Page 7: PEMBELAJARAN NAḤWU DENGAN M ALF YAH (Studi Kasus …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39709/1/PAHRI... · Keinginan penulis untuk melakukan penelitan tentang gramatika

PERSETUJUAN PEMBIMBING

Disertasi dengan judul: “PEMBELAJARAN NAḤWU DENGAN

NAẒĀM ALFĪAH IBN MĀLIK: Studi Kasus Pesantren Baitul Hikmah

Haurkuning Tasikmalaya” yang ditulis oleh Pahri, Konsentrasi Pendidikan

Bahasa Arab dengan NIM: 11.3.00.1.09.01.0076, telah disetujui untuk

diajukan pada sidang Ujian Pendahuluan.

Ciputat, 12 Oktober 2015

Pembimbing I

Prof. Dr. H. D. HIdayat, MA

Page 8: PEMBELAJARAN NAḤWU DENGAN M ALF YAH (Studi Kasus …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39709/1/PAHRI... · Keinginan penulis untuk melakukan penelitan tentang gramatika

PERSETUJUAN PEMBIMBING

Disertasi dengan judul: “PEMBELAJARAN NAḤWU DENGAN

NAẒĀM ALFĪAH IBN MĀLIK: Studi Kasus Pesantren Baitul Hikmah

Haurkuning Tasikmalaya” yang ditulis oleh Pahri, Konsentrasi Pendidikan

Bahasa Arab dengan NIM: 11.3.00.1.09.01.0076, telah disetujui untuk

diajukan pada sidang Ujian Pendahuluan.

Ciputat, 12 Oktober 2015

Pembimbing II

Prof. Dr. Sukron Kamil, MA

Page 9: PEMBELAJARAN NAḤWU DENGAN M ALF YAH (Studi Kasus …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39709/1/PAHRI... · Keinginan penulis untuk melakukan penelitan tentang gramatika

PERSETUJUAN PENGUJI

Disertasi dengan judul: “Pembelajran Naḥwu dengan Naẓam Alfīah Ibn

Mālik: Studi Kasus Pondok Pesantren Baitul Hikmah Haurkuning Tasikmalaya”

yang ditulis oleh Pahri, Konsentrasi Pendidikan Bahasa dengan NIM:

11.3.00.1.09.01.0076, telah lulus dan diperbaiki sesuai saran dan masukan Tim

Penguji pada Ujian Pendahuluan Disertasi hari Selasa, 29 September 2015, dan

disetujui untuk diajukan pada sidang Ujian Terbuka (Promosi).

TIM PENGUJI

No

Nama Penguji Keterangan/

Tanda tangan

1

Prof. Dr. Masykuri Abdillah, MA.

(Ketua sidang/ merangkap Penguji)

Tanggal ………………

2

Prof. Dr. H. D. Hidayat, MA

(Pembimbing/ merangkap Penguji)

Tanggal ………………

3

Prof. Dr. Sukron Kamil, MA.

(Pembimbing/ merangkap Penguji)

Tanggal ………………

3

Prof. Dr. Ahmad Thib Raya, MA.

(Penguji 1)

Tanggal ………………

4

Prof. Dr. Moh. Matsna, HS, MA.

(Penguji 2)

Tanggal ………………

5

Prof. Dr. Zainal Rafli, M.Pd.

(Penguji 3)

Tanggal .......................

Page 10: PEMBELAJARAN NAḤWU DENGAN M ALF YAH (Studi Kasus …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39709/1/PAHRI... · Keinginan penulis untuk melakukan penelitan tentang gramatika

iii

KATA PENGANTAR

Segala puji dan puja hanya kepada Allah Subhanahu Wata‘ala yang

telah memberikan rahmat dan karunia kepada hambaNya,sehingga penulisan

disertasi ini dapat terlaksana sesuai rencana ditengah kesibukan penulis

dengan pekerjaan, meniti karir kehidupan yang lebih baik, Shalawat teriring

Salam disampaikan kepada junjungan Nabi Muhammad SAW, keluarga,

sahabat, dan pengikutnya sampai akhir zaman.

Keinginan penulis untuk melakukan penelitan tentang gramatika dan

pembelajaran bahasa Arab, tidak terlepas dari kegiatan penulis sebagai

pemerhati bahasa Arab dan sebagai tenaga pengajar bahasa Arab di Madrasah

dan Perguruan Tinggi Agama Islam. Penulis juga ingin mengetahui model

atau teknik pembelajaran yang tepat untuk di terapkan pada lembaga

pendidikan seperti metode Amtsilati metode reformatif menggunakan rumus

dan diagram. Objek penelitian dalam penulisan disetasi ini adalah Pondok

Pesantren Baitul Hikmah Haurkuning Tasikmalaya, Karena dipesantren

tersebut Alfiyah IbnMālik dipelajari secara intensif, dan dijadikan sebagai

mata pelajaran unggulan.

Ibn Mālik menguasai berbagai disiplin ilmu antara lain ilmu qirā’at,

Hadis, balāghah, tafsir, fiqh, dan qasīdah, tapi dia mengkhususkan diri

mendalami bahasa Arab terutama yang berkaitan dengan masalah Naḥwu.

Dia dijuluki salah seorang al-Imam al-fadhfi al lughahal ‘Arabiyah gelar

kehormatan yang di amanahkan kepadanya, Ibn Mālik sudah menjadi

kebiasaan baginya menggubah naẓam dalam pembelajaran bahasa Arab,

karena naẓam (puisi)itu lebih mudah baginya daripada Nathar (prosa).

Penulis membaca riwayat hidupnya hanya empat hal dia tidak pernah dilihat

kecuali dalam keadaan membaca al-Qur’ān, baca buku, mengarang buku, dan

melaksanakan shalat.

اليرىإال وهويتلو ويقرأ ويصنف ويصلى

Penyelesaian penelitian ini tentunya melibatkan bantuan banyak

pihak, baik secara moril maupun materil. Oleh karena itu penulis

menyampaikan terimakasih kepada Prof.Dr. Dede Rosyada, MA, Rektor

Universitas Islam Negri Syarif Hidayatullah Jakarta. Terimakasih juga

kepada Unsur pimpinan Sekolah Pasca sarjana, Prof. Dr. Masykuri Abdillah,

MA, Sebagai Direktur, Prof. Dr. Didin Saefuddin, sebagai ketua program

Page 11: PEMBELAJARAN NAḤWU DENGAN M ALF YAH (Studi Kasus …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39709/1/PAHRI... · Keinginan penulis untuk melakukan penelitan tentang gramatika

iv

Doktor, Dr J.M. Muslimin, M.A, ketua program Magister, yang memberi

arahan dan bimbingan kepada penulis dalam penulisan disertasi ini.

Terimakasih dan apresiasi, juga ditujukan kepada dosen yang

memberi ilmu kepada penulis Prof. Dr. Azyumardi Azra, MA, Prof. Dr.

Suwito, Dr. Yusuf Rahman, MA, Prof. Dr. Moh Matsna, Prof. Dr. Salman

Harun, MA, Prof. Dr. Said Agil Husein Almunawwar, MA, Prof. Dr. Ahmad

Rodoni, MM, Prof. Dr. Abdul Mujib, M.Si, Prof. Dr. Ahmad Tib Raya, MA,

Prof. Dr Chuzaimah Tahido Yanggo, MA, Prof. Dr. MK Tajuddin, Sp. And,

Prof. Dr. Oman Fathurrahman, M. Hum., Prof. Dr. Ato Muzhar, M.SPD,

Prof. Dr. Abuddin Nata, MA, Prof. Dr. Amany Burhanuddin Lubis, MA, Dr.

Muchlis Hanafi, MA, Dr. Ali Munhanif, MA, Dr. Asep Jaharuddin, MA, Dr.

Fuad Jabali, MA, Prof. Dr. Murodi, MA, Prof. Dr. Yunan Yusuf, MA, Dr.

Dardiri, MA, Dr. Muhbib Abdul Wahab, MA, Prof. Dr. Zainun Kamal, MA,

Dr. H. Ahmad Luthfi Fathullah, MA, Dr. Muhaimin AG, dan Dr. Akhyar

Yusuf Lubis.

Ucapan terima kasih kepada Prof. Dr. H.D. Hidayat, MA dan Prof. Dr.

Sukron Kamil, MA, ditengah kesibukan mereka berdua masih bersedia untuk

menjadi promotor, dan dengan ikhlas selalu bersedia memberikan motivasi,

arahan, dan bimbingan dalam penulisan disertasi ini sampai selesai.

Ucapan terima kasih kepada pimpinan Sekolah Tinggi Agama Islam

Shalahuddin Al-Ayyubi Jakarta, Drs. H. Eno Safruddin, M.Si, Dra Hj Siti

Ma‘rifah, MM, MH ketua senat STAISA, H. Ahsin Abdul Wahab, puket I,

Dra. Hj. Siti Nur Azizah, M.Hum puket II, Drs H. Rusdin MSi, puket III, dan

rekan dosen STAISA Jakarta. Juga Ketua Sekolah Tinggi Manajemen

Industri, Drs. H. Ahmad Zawawi, MM, MA, Dr. Sadar Sukma, MPd mantan

ketua STMI, serta rekan dosen STMI. Dan Juga kepada kepala MAN 3

Jakarta, Drs H. Barkat Guna Harahap, Wakil kepala bidang kurikulum Drs.

H. Adam Soleh Siregar, MM, Wakil Humas Aan Harinurdin MPFis, Wakil

Sarana dan prasarana Sugiartana, SPd, wakil kesiswaan Arif Panani S.Ag.

Dan rekan seperjuangan guru dan karyawan MAN 3 Jakarta, Pengasuh

pesantren Baitul Hikmah KH Saifuddin Zuhri Allah Yarham, KH. Busyrol

Karim, KH. Ismail, guru dan karyawan serta seluruh civitas akademik

Pondok Pesantren Baitul Hikmah Haurkuning Tasikmalaya.

Kedua Orang Tua Penulis H.Kullal Lubis dan Hj. Siti Mour Hasibuan

Semoga Kesehatan selalu menghiasi keduanya. Istri tercinta Hj Putrini

Siregar, S.Pd yang telah mendampingi penulis baik dalam keadaan suka

maupun duka, Ananda Mawaddatun Niswah saat ini duduk di bangku kuliah

Page 12: PEMBELAJARAN NAḤWU DENGAN M ALF YAH (Studi Kasus …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39709/1/PAHRI... · Keinginan penulis untuk melakukan penelitan tentang gramatika

v

di UI dan Husnia Warda mahasiswa Politeknik STMI Jakarta penyejuk hati

dan belahan jiwa.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa apa yang tertuang dalam

disertasi ini masih memiliki beberapa kekurangan, namun di balik

kekurangan itu penulis berharap semoga karya ini memberikan manfa‘at

yang besar bagi umat manusia, khususnya kalangan pemerhati bahasa dan

Al-Qur’ān. Tulisan ini kiranya sebagai langkah awal bagi penulis untuk dapat

menuangkan berbagai pikiran, ide serta penafsiran yang masih dalam dunia

khayal dalam bentuk kata-kata yang terbungkus secara rapih yang kemudian

menghiasi berbagai perpustakaan dunia akademik.

Jakarta, Oktober 2015

Penulis,

H. Pahri Lubis.

Page 13: PEMBELAJARAN NAḤWU DENGAN M ALF YAH (Studi Kasus …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39709/1/PAHRI... · Keinginan penulis untuk melakukan penelitan tentang gramatika

vii

ABSTRAK

Disertasi ini membuktikan bahwa pembelajaran nah}wu dengannaz}am Alfīyah Ibn Ma>lik merupakan pembelajaran efektif yang memungkinkan

pembelajarnya menguasai naḥwu bagi para santri dipondok pesantren Baitul

Hikmah HaurkuningCisalopa Tasikmalaya.Peneliti memilih objek penelitian

dipesantren Baitul Hikmah, karena pesantren tersebut menjadikan Alfīyah

Ibn Mālik sebagai mata pelajaran unggulan dan materi wajib bagi para

santri, sehingga posisi Alfiyah di pesantren tersebut sangat penting dan

dipelajari secara intensif.

Penelitian ini menolak pandangan Ramona Naddaf (1981) dan

Barbara Johnstone Koch (1983) yang memandang bahwa karya seni

sepertinaẓam (puisi)hanya menyenangkan dan mudah dihafal namun tidak

punya nilai sama sekali. Hal ini sekaligus menguatkan pendapat para linguis

yang berpandangan bahwa tujuan Nāẓimdalam menulis naẓam (puisi),

adalah memberi nikmat dan berguna. Untuk mendapatkan hikmah dari

sebuah naẓam penulis tidak terlepas dari penggunaan naḥwu, ṣarf, dan

kaidah-kaidah bahasa Arab. Husein SulaimanQurah (2001) menyatakan

bahwa ilmu naḥwu adalah sebuah aspek terpenting dalam memahami bahasa

Arab. Penelitian ini juga memperkuat pendapatal-Ghunaiman (2003) yang

mengatakan bahwa manẓumah naḥwiyah sangat berpengaruh dalam

mengajarkan naḥwu. Temuan penelitian ini menyimpulkan bahwa pembelajaran gramatika

bahasa Arab melalui naẓam Alfiyah Ibn Ma>lik di pesantren Baitul Hikmah

Haurkuning Salopa Tasikmalaya sejak berdirinya tahun 1964 sampai dengan

sekarang tahun ajaran 2014/2015, telah mengalami perkembangan dan

perubahan yang sangat signifikan kearah yang lebih baik dan lebih maju.

Keunggulan yang dimiliki dalam aspek pengetahuan tentang gramatika

bahasa Arab, hal ini dapat dibuktikan dengan banyaknya penghargaan yang

diraih dalam bidang yang berkaitan dengan aplikasi ilmu naḥwu dalam

membaca bahasa Arab tanpa harakah (Shakal), fahm al-maqru’, dan

Musābaqah Qirā’ah al-kutub, syarḥ al-kutub dan bahth al-kutub (membahas

tafsir Ibn kasir), Khusus ḥifẓ Alfiyah Pesantren Baitul Hikmah meraih juara

satu sampai tiga kali berturut-turut menghafal Alfīyah pada tingkat

nasional, sehingga pesantren tersebut dijuluki dengan pesantren alat yang

menerapkan metode tatalaran disertai empat pilar narkib, negerab, tastifan, dan ngasalkeum.

Adapun sumber primerdalam penelitian ini merupakan gabungan dari

library reseacrch dan field research. Data yang bersifat library peneliti

Page 14: PEMBELAJARAN NAḤWU DENGAN M ALF YAH (Studi Kasus …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39709/1/PAHRI... · Keinginan penulis untuk melakukan penelitan tentang gramatika

viii

melakukan dialog teks yang terdapat dalam karya-karya Ibn Mālik dan

buku-buku yang berhubungan dengan gramatika pembelajaran bahasa Arab,

serta menggunakan internet reseach. Penelitian ini menggunakan

metodeetnografi (penelitian kualitatif deskriptis) yang terfokus pada proses

pembelajaran gramatika bahasa Arab dengan naẓam Alfiyah Ibn Ma>lik di

Pondok pesantren Baitul Hikmah Haurkunig Salopa Tasikmalaya. Adapun

data yang bersumber dari lapangan adalah data yang

diperolehmelaluiwawancara, observasi langsung dan dokumen administrasi.

Page 15: PEMBELAJARAN NAḤWU DENGAN M ALF YAH (Studi Kasus …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39709/1/PAHRI... · Keinginan penulis untuk melakukan penelitan tentang gramatika

ix

ABSTRACT

The dissertation elaborates the Arabic structure (naḥwu) learning

with naẓam Alfīah Ibn Ma>lik in Baitulhikmah Haurkuning islamic

boarding schoolMandalaguna Salopa Tasikmalaya. The Researcher selects

research object in the school of that Islamic boarding school that designs

matanAlfīah Ibn mālik as a core subject for the students.

The study opposes negative opinion on literary works such as

Ramona Naddap suggesting that the artwork is duplication of realities

while reality is artificial from other realities. This also supports views

of some litterateurs stating that objectives of the poets writing

poetry, prose and verse are to entertain and to be beneficial. In order

to obtaining wisdom from poem, prose and verse, the writers must

apply naḥwu, sharaf and principles of the Arabic language. Sulaiman

Qurah (2001) argues that naḥwu science is the most essential aspect in

understanding the Arabic language. The study also espouses al -

Ghunaiman’s (2003) view that points out that man Clumah nahwiyah

is quite influential in teaching naḥwu at the same time favors the

prophet’s tradition. ‚there is a ḥikmah in a poem as a matter of fact‛.

The study utilizes ethnography method focusing on the Arabic

grammatical learning processes through naẓam Alfīah Ibn Ma>lik in

Baitulhikmah Haurkuning islamic boarding schoolMandalaguna

Salopa Tasikmalaya

Results of the study are in the conclusion of the researcher that the

Arabic grammatical learning through naẓam Alfiīah Ibn Ma>lik in

Baitulhikmah Haurkuning islamic boarding schoolMandalaguna

Salopa Tasikmalaya since established in 1964 until now, academic Year

2014/15, it has developed and transformed significantly into better

progress and advanced, not to mention excellence belongs to this

learning type in the Arabic language. This clearly seen from a number

of awards attained in relevant competitions due to the application of

Naḥwu science in reading Islamic heritages or Arabic traditional text

(fahm al maqru’) and competition of Alfīah memorization in the

regency, provincial and national level.

The sources of this research are a combination between library

research and field research. For the library data, the researcher analyzes

textual dialogues in Ibn Mālik ’s works and references related to the

Arabic language learning. The data obtained from the field is the data

taken from Baitul hikmah Haurkuning Islamic Boarding School

Mandalaguna Salopa Tasikmalaya through interview, direct observation and

administration documents.

Page 16: PEMBELAJARAN NAḤWU DENGAN M ALF YAH (Studi Kasus …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39709/1/PAHRI... · Keinginan penulis untuk melakukan penelitan tentang gramatika

x

Page 17: PEMBELAJARAN NAḤWU DENGAN M ALF YAH (Studi Kasus …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39709/1/PAHRI... · Keinginan penulis untuk melakukan penelitan tentang gramatika

xi

:ملخص الرسالة

تشرح ىذه الرسالة تعليم النحو عن طريق نظم ألفية ابن مالك مبعهد بيت احلكمة ىاور كونينج مانداالجونا . Haur Kuning Mandalaguna, Salopa, Tasik Malaya سالوبا تاسيك مااليا

.وسبب اختيار الباحث املعهد موضوع البحث ألن املعهد جعل منت ألفية ابن مالك مادة إجبارية لطالبو

الذي Ramona Naddapوترفض ىذه الرسالة رأيا سلبيا حنو العمل األديب كرامونا نداب ويف الوقت . يرى أن العمل الفين اصطناع من الواقعية يف حني أن الواقعية اصطناع من الواقعية املوجودة

نفسو تؤكد ىذه الرسالة ما ذىب إليو األدباء أن من أغراض األدباء يف صناعة الشعر والنظم والنثر النفع . (القواعد العربية)و من خالل شعر أو نظم أو نثر أخذ الباحث احلكم مستخدما النحو والصرف . والتلذذ

وتؤكد . إن النحو أىم األبعاد يف فهم اللغة العربيةSulaiman Qurah( 2001)قال سليمان قورة أن املنظومة النحوية هلا أثر كبري يف تعليم al-Ghunaiman (2003)ىذه الرسالة رأي الغنيمان

". إن من الشعر حكمة"وذلك باإلضافة إىل أن حديث النيب أكده بقولو . النحواألنثروبولوجيا الوصفية الذي يتمحور يف عملية تعليم القواعد العربية ىذه الرسالة تستخدم منهج

. من خالل نظم ألفية ابن مالك يف معهد بيت احلكمة ىاور كونينج مانداالجونا سالوبا تاسيك ماالياوأتت ىذه الرسالة بالنتيجة أن تعليم القواعد العربية باستخدام نظم ألفية ابن مالك يف املعهد منذ

وذلك . قد تطور وتغري تغريا ىاما وإىل تقدم أفضل2015\2014 إىل ىذه السنة 1964تأسيسو سنة وشاىد ذلك أن للمعهد شهادات تشهد أن لو إجنازات يف . أن لو قدرة ومعرفة قواعدية عربية متفوقة

مسابقة قراءة الكتب العربية غري مضبوطة بالشكل ويف مسابقة حفظ األلفية سواء أكان على مستوى . احملافظة أم الوطن

. وأما املراجع املعتمد عليها يف ىذه الرسالة فهي اجلمع بني البحث املكتيب والبحث امليداينواستخدم الباحث املراجع املكتبية لقراءة النصوص املوجودة يف كتب ابن مالك والكتب املتعلقة بتعليم

واملراجع امليدانية أخذىا الباحث مبعهد بيت احلكمة ىاور كونينج مانداالجونا سالوبا . القواعد العربية. تاسيك مااليا عن طريق املقابلة واملالحظة املباشرة وتوثيق األوراق اإلدارية

Page 18: PEMBELAJARAN NAḤWU DENGAN M ALF YAH (Studi Kasus …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39709/1/PAHRI... · Keinginan penulis untuk melakukan penelitan tentang gramatika

xii

PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB-LATIN

Konsonan

b = ب Z = ز F = ف

t = ت S = س Q = ق

th = ث Sh = ش K = ك

j = ج ṣ = ص L = ل

ḥ = ح ḍ = ض M = م

kh = خ ṭ = ط N = ن

d = د ẓ = ظ H = ه

dh = ع = ‘ ذ W = و

r = ر Gh = غ Y = ى

Vokal Pendek : a = ‘ i = u =

Vokal Panjang : ā = ا ī = ى ū = و

Diftong : ay = اى aw = او

Page 19: PEMBELAJARAN NAḤWU DENGAN M ALF YAH (Studi Kasus …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39709/1/PAHRI... · Keinginan penulis untuk melakukan penelitan tentang gramatika

xv

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL........................ ................................................. i

KATA PENGANTAR .................................................................... iii

ABSTRAK .................................................................................... vii

ABSTRACT ................................................................................... ix

xi ........................................................................................ تجريد البحث

PEDOMAN TRANSLITERASI ..................................................... xiii

DAFTAR ISI .................................................................................. xv

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ................................................... 1

B. Permasalahan .................................................................... 17

1. Identifikasi Masalah ................................................... 17

2. Pembatasan Masalah .................................................. 18

3. Perumusan Masalah .................................................... 18

C. Tujuan dan Signifikansi Penelitian .................................. 19

D. Tinjauan Kepustakaan ...................................................... 19

E. Metodologi Penelitian ...................................................... 22

F. Sistematika Penulisan ...................................................... 28

BAB II DISKURSUS MODEL PEMBELAJARAN

BAHASA

A. Teori-teori Pembelajaran Naḥwu ..................................... 31

B. Metode Pembelajaran Naḥwu .......................................... 51

C. Keterampilan Bahasa ....................................................... 74

D. Pengajaran Bahasa ............................................................ 89

BAB III DESKRIPSI ALFĪAH IBN MĀLIK DAN

PENGGUNAANNYA DI INDONESIA

A. Dinamika Intelektual Ibn Mālik ...................................... 99

1. Riwayat Hidup Ibn Mālik .......................................... 99

2. Karya Tulis Ibn Mālik ............................................... 105

3. Kajian Alfīah Ibn Mālik di Indonesia ....................... 107

B. Deskripsi Alfīah sebagai Naẓam ...................................... 109

Page 20: PEMBELAJARAN NAḤWU DENGAN M ALF YAH (Studi Kasus …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39709/1/PAHRI... · Keinginan penulis untuk melakukan penelitan tentang gramatika

xvi

BAB IV PEMBELAJARAN NAḤWUDI PONDOK

PESANTREN BAITUL HIKMAH

A. Pondok Pesantren Baitul Hikmah Tasikmalaya .............. 145

B. Pengajaran Naḥwu di PesantrenBaitul Hikmah ............... 164

C. Tahapan-tahapan Pembelajaran Naḥwu di

Pesantren Baitul Hikmah ................................................. 186

BAB V PEMBELAJARAN ALFĪAH IBN MĀLIK DI

PESANTREN BAITUL HIKMAH

A. Naẓam Alfīahdan Tahapan Pembelajaran

Gramatikal Bahasa Arab di PesantrenBaitul

Hikmah ............................................................................. 199

B. Metode Pembelajaran Alfīah Ibn Ma>lik di Pesantren

Baitul Hikmah .................................................................... 215

C. Kegiatan Pembelajaran Nah{wudi Pesantren Baitul

Hikmah .............................................................................. 237

D. Efektifitas Pembelajaran Alfīah Ibn Mālikdi

Pesantren Baitul Hikmah ................................................. 288

BAB VI. PENUTUP

A. Kesimpulan ....................................................................... 293

B. Saran ................................................................................. 294

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................... 297

GLOSARIUM ................................................................................ 319

INDEKS ......................................................................................... 325

LAMPIRAN ................................................................................... 329

BIODATA PENULIS .................................................................... 337

Page 21: PEMBELAJARAN NAḤWU DENGAN M ALF YAH (Studi Kasus …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39709/1/PAHRI... · Keinginan penulis untuk melakukan penelitan tentang gramatika

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Karya seni sebagai tiruan dari realitas yang ada, realitas adalah tiruan

dari sesuatu yang asli. Hal tersebut adalah pendapat yang dikemukakan oleh

Ramona Naddaff, mengikuti pemikiran Plato.1 Pernyataan ini, secara

implisit menunjukkan bahwa karya seni seperti naẓam, (puisi) berfungsi

sebagai pelipur lara, menyenangkan pendengar, memudahkan sesuatu untuk

dihapal, sekaligus tidak memiliki nilai tersendiri. Penelitian ini sejak awal

penting untuk ditegaskanberbeda dengan pernyataan tadi, justru ingin

membuktikan bahwa karya seni memiliki nilai yang kompleks, nilai yang

ingin ditemukan adalah terkait metodologi pembelajaran bahasa Arab

yangdipuitisasikan dalam bentuk naẓamnaḥwu.Secara kasuistik dan

praktikal, penelitian ini diilhami oleh luasnya penggunaan matan AlfīahIbn

Mālik sebagai sumber belajar kaidah bahasa Arab di Indonesia, muatan

matan Alfīah Ibn Mālik memiliki waẓan sebagaimana layaknya puisi yang

selama ini dianggap hanya sebagai sumber belajar semata.2

Penelitian ini menolak pandangan negatif terhadap karya seni,3

sekaligus menguatkan pendapat para linguis yang berpandangan bahwa

tujuan Nāẓim ketika menulis naẓam, (puisi) adalah memberi nikmat dan

berguna. Sesuatu dikatakan memberi nikmat atau kenikmatan berarti

sesuatu itu dapat memberikan hiburan, menyenangkan, menenteramkan dan

menyejukkan hati yang susah. Karya linguistik dengan segala jenisnya

1Ramona Naddaff, Exiling the Poets (Chicago: Chicago University Press, 2002), 68.

Lihat juga, Allan H. Gilbert, Literary Criticism: Plato to Dryden (Chicago: State University

Press, 1962), 361. Benjamin Acosta-Hughes dan Susan A. Stephens, Callimachus in Context: From Plato to the Augustan Poets (New York: Cambridge University Press, 1960),

53. Mohit. K. Ray, AComparative Study ofThe Indian Potics and The Western Poetics

(New Delhi: Darya Ganj, 2008), 171. Mudji Sutrisno dan Christ Verhaak, Teks-Teks Kunci Filsafat Seni (Yogyakarta: Kanisius, 2005), 281. Fuad Hassan, Pusat Heteromoni Renungan Budaya (Jakarta: Balai Pustaka Nasional, 1988), 7. William Chase Green, ‚Plato’s View of

Poetry‛ JSTOR,http://www.jstor.org/stable/310558, 1. 2Dinamakan أنفيــح karena kitab ini memuat kaidah-kaidah bahasa Arab baik naḥw

maupun ṣarf dalam seribu bait syair. Jamāl al-Dīn Abū ‘Abdullāh Muḥammad bin

‘Abdullāh bin Mālik, Alfīah Ibn Mālik fī al-Naḥw wa al-Ṣarf (Beirūt: al-Maktabah al-

‘Aṣrīah Ṣaidan, 1990). 3Seni adalah karya tulis yang memiliki karakteristik keunggulan dalam orisinalitas dan

keindahan dalam isi dan kemampuan ungkapannya. Pramasastra adalah tata bahasa,

gramatika atau ilmu ṣarf. Komaruddin, Kamus Istilah Karya Tulis ilmiah (Jakarta: Bumi

Aksara, 2000), 236. Lebih lanjut lihat, Jonathan Culler, ‚What is Literature Now?‛New Literary History, Vol. 38, No.1 (Winter, 2007): 231-237.

Page 22: PEMBELAJARAN NAḤWU DENGAN M ALF YAH (Studi Kasus …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39709/1/PAHRI... · Keinginan penulis untuk melakukan penelitan tentang gramatika

2

dikatakan berguna dan memberi manfaat, dan kehikmahan.4 Pernyataan

yang sama juga diungkapkan Effendi bahwa karya seni memiliki

kenikmatan, karena ia memberikan hiburan yang menyenangkan, dan karya

seni memiliki kehikmahan, karena arti seni sastra mengandung suatu nilai

yang berguna bagi kehidupan.5

Sastra sebagaimana diungkapkan oleh Rene Wellek (w. 1994) dan

Austin Warren (w.1986), adalah institusi sosial yang menggunakan medium

bahasa.6 Para sastrawan itu sendiri, baik penyair maupun prosais, merupakan

bagian yang tidak terpisahkan dari struktur masyarakat. Ia memiliki peranan

yang tidak bisa dipungkiri dalam kehidupan masyarakatnya. Bahkan dalam

tradisi masyarakat Arab jāhiliyah misalnya, para penyair memiliki status

sosial yang sangat tinggi dalam sebuah komunitas masyarakat.7

Penerimaan masyarakat pesantren terhadap karya keagamaan,

terutama kitab yang bercorak sastra8, khususnya kitab pujian kepada nabi

yang berbentuk puisi sangat baik, hal ini didasarkan pada hadis nabi

Muhammad SAW yang artinya ‚Sesungguhnya di dalam syair itu ada hikmah‛. Hadis ini, disadari atau tidak, mendasari masyarakat pesantren

dalam membaca naẓamatau syair keagamaan yang diyakini akan

mendatangkan hikmah.9

Masyarakat Arab sangat akrab dengan ungkapan populer yaitu

Muhbib Abdul Wahab .(al-shi‘r di>wa>n al-‘Arab) انشعشديا انعشب

menterjemahkan دياانعشب kumpulan referensi dalam syair jāhiliyah,

ungkapan ini juga bermakna bahwa syair merupakan ensiklopedi bangsa

Arab.10

Ini menunjukkan betapa pentingnya syair dalam kehidupan

4A. Teeuw,Sastra dan Ilmu Sastra (Jakarta: Pustaka Jaya, 1984), 183.

5S. Effendi, Bimbingan Apresiasi Puisi(Jakarta: Tangga Mustika Alam, 1982), 232-238.

Lihat Katerina Deligiorgi, ‚Literature and Moral Vision: Autonimism Reconsidered‛, Philosophical Inquiry 29, (2007) : 1.

6Rene Wellek dan Austin Warren, Teori Kesusastraan (Jakarta: PT Gramedia

Pustaka Utama, 1995), 23. Lihat juga, James W. Tuttleton, ‚Henry James and Edith

Wharton: Fiction as the House of Fame‛, Midcontinent American Studies Journal, 1. 7Wildana Wargadinata dan Laily Fitriani, Sastra Arab dan Lintas Budaya (Malang:

UIN Malang Press, 2008), cet I, 87. 8 Secara umum karya sastra terdiri atas tiga bagian yakni karya sastra berbentuk prosa,

karyasastra berbentuk puisi, dan karya sastra berbentuk drama. Lihat Atmazaki, Ilmu Sastra: Teori dan Terapan, (Padang: Yayasan Citra Budaya, 2005 ), 28. 9 Fadil Munawwar Manshur, Perkembangan Sastra Arab dan Teori SastraIslam

(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2011), 137.Khalifah Umar Ibn al-khattāb menyatakan أسة

Sebutlah nasabmu, maka kamu akan menyambung فسك ذصم سحك احفظ يحاس انشعش يحس أدتك

kerabatmu, dan peliharalah syair yang baik, maka akan menjadi baik pendidikanmu.

Lihat,Akhmad Muzakki Kesusasatraan Arab Pengantar teori dan Terapan, (Yogyakarta: Ar-

Ruzz Media, 2006), cet1, 30. 10

Al-Suyu>t}i> mengatakan puisi Arab itu adalah Di>wa>n al-‘Arab. Apabila terdapat kata

dalam Al-Qur’an yang tidak dimengerti, maka maknanya dicari dalam di>wa>n tersebut. ‘Abd

Page 23: PEMBELAJARAN NAḤWU DENGAN M ALF YAH (Studi Kasus …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39709/1/PAHRI... · Keinginan penulis untuk melakukan penelitan tentang gramatika

3

masyarakat Arab. Para peneliti yang ingin meneliti salah satu dimensi

kehidupan masyarakat Arab Jahiliyah baik bahasa, sastra, budaya, sosiologi,

agama, antropologi dan lain sebagainya, rujukan utama yang digunakan

adalah kumpulan-kumpulan syair yang pernah ditulis pada masa tersebut.11

Puisi dan syair bagi masyarakat Arab adalah media untuk mengungkapkan

kemuliaan perangai, kenangan hari indah, pujian pada negeri, patriotisme,

kebanggaan pada suku, elegi, cinta, pembalasan dendam dan seruan untuk

berbuat baik.12

Para peneliti bahasa Arab kontemporer memuat batasan fase bahasa

Arab fus}ḥa> ke dalam dua fase, pertama, bahasa Arab yang diucapkan oleh

masyarakat Arab pedalaman jazirah Arab sampai dengan pertengahan abad

ke 4 hijriyah, kedua, bahasa Arab yang diucapkan oleh masyarakat kota

sampai dengan akhir abad ke-2 hijriyah.13

Kesukaan dan kecintaan mereka

terhadap syair dan kesusastraan lainnya begitu terlihat. Dengan kecintaan

mereka terhadap berbagai karya sastra terutama dalam bentuk prosa dan

puisi, karya yang memuat tentang berbagai permasalahan kehidupan pun

ditulis dalam bentuk syair yang memiliki naz}am tersendiri.14

Seorang sastrawan sejatinya memposisikan karya sastra sesuai dengan

konteks pembicaraan. Nah}wu danṣarf serta kaidah-kaidah bahasa lainnya

adalah sesuatu yang harus dipelajari, selain tentu saja seorang sastrawan

yang menyusun puisi dalam bidang ini tidak dapat memisahkan diri dari

aspek-aspek pendidikan, baik materi maupun metode dan hal terkait lainnya.

al-Rah}ma>n Jala>l al-Di>n al-Suyu>t}i>, al-Itqa>n fi> ‘Ulu>m al-Qura>n (Beiru>t: Da>r al-Fikr,t.th), 121.

Lebih jauh dari itu, para ulama nah{wu juga menggunakan syair sebagai sumber rujukan

dalam menetapkan qawa>’id bahasa Arab terutama syair jahiliyah dan kalam Arab

pedalaman. Ibn Ma>lik mengatakan bahwa mereka hanya mengambil perkataan Arab pada

masa jahiliyah, sementara syair diseleksi sesuai dengan tingkatan keabsahannya. Kha>lid

Sa‘d Muh}ammad Shu‘ba>n, Us}u>l al-Nah}w ‘Inda Ibn Ma>lik (Kairo: Maktabah al-Ada>b, 2006

M), 110. 11

Munib Mu>sa>, Fi> al-Shi‘r wa al-Naqd (Libanon: Da>r al-Fikr al-Lubna>ni>, 1985), 16. 12

Taufik Abdullah (Ed), Ensiklopedi Tematis Dunia Islam (Jakarta: Ichtiar Baru, 2002),

343. Lebih lengkap lihat, Ratna Roshida Abd Razak, ‚Arabic Poet Al-Mutanabbi: A

Maslovianm

HumanisticApproach‛,http://www.psyartjournal.com/article/show/roshida_abd_razak-

Arabic_poet_al_mutanabbi_a_maslovian_hum. Acses oktober, 2014. 13

Moh Matsna HS, Orientasi Semantik Al-Zamakhsari (Jakarta: Anglo Media, 2006), 55. 14

Al-Suyu>t}i> mengelompokkan syair Arab kepada empat tingkatan, yaitu: 1) طثقحانجـــاهيي

(t}abaqah al-Ja>hiliyyi>n), dikenal dengan masa sebelum Islam. Penyair paling terkenal dan

yang dijadikan sebagai rujukan adalah syair Imri> al-Qi>s dan A’sha>. 2) طثقحانخضشيي (t}abaqah al-mukhad}ramain, yaitu yang hidup pada masa jahiliyah sampai datangnya Islam, penyair

yang terkenal adalah Lubaid dan H}ass>an. 3) طثقحاإلسالييح (t}abaqah al-isla>miyyah), penyair

pada masa Islam seperti Ibn Haramah, dan 4) طثقحاننذيــ (t}abaqah al-muwalladi>n, penyair

kontemporer seperti Basha>r dan Abu> Nuwa>s. ‘Abd al-Rah}ma>n Jala>l al-Di>n al-Suyu>t}i>, al-Muz}hir fi> ‘Ulu>m al-Lughah (Beiru>t: Da>r al-Fikr, 1982), juz 2, 301.

Page 24: PEMBELAJARAN NAḤWU DENGAN M ALF YAH (Studi Kasus …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39709/1/PAHRI... · Keinginan penulis untuk melakukan penelitan tentang gramatika

4

Hal ini pernah dikemukakan secara tegas oleh Shawqi>D}aif, menurutnya

seorang linguis tidak boleh memisahkan dirinya dari komunitas masyarakat,

karena ia juga merupakan bagian dari masyarakat itu sendiri.15

Dengan

demikian, maka pembaca karya seni sastra akan menemukan adanya tema-

tema yang berkaitan dengan persoalan hidup manusia di dalam karya sastra.

Ibn Ma>lik (w.672 H) sebagai seorang tokoh nah{wu melahirkan sebuah

karya dalam bidang kaidah bahasa disusun dalam bentuk al-manz}u>mah al-nah}wiyyah.

16Ia terinspirasi dari para nāzim sebelumnya yang

mengungkapkan dan menuangkan pemikirannya dalam bentuk naẓam.

Kehadiran nah{wu dengan bentuk naẓamdipandang sebagai suatu upaya

untuk mewariskan nah{wu kepada pecinta dan pemerhati bahasa Arab yang

berbeda dengan karya-karya tokoh sebelumnya yang disajikan dalam bentuk

prosa (nathar). Diketahui perhatian terhadap kaidah bahasa Arab di kalangan Arab

cukup besar, dibuktikan dengan kemunculan inovasi terhadap materi-materi

nah{wu sejak awal sampai pada masa penyebarannya.17

Dalam perkembangan

15

Shawqi> D}aif, al-Bah}th al-Adabi (Kairo: Da>r al-Ma‘a>rif, 1972), 13. 16Naz}a>m kira-kira sejumlah 1000 bait, di bidang nah{w{u. Ada tiga al- manz}u>ma>h al-nah}wiyyah yang populer di kalangan ahli nah{wu yakni Alfīah Ibn Ma>lik, Alfīah Ibn Mu’t}i>

dan Alfīah al-Suyu>t}i>. Pemakaian istilah kata al-manz}u>ma>h tersebut tidak diperuntukkan

hanya khusus naz{amnah{wu saja, melainkan ada juga di bidang lain, seperti Alfīah al-‘Iraqi> di bidang hadis, Alfiyahal-H{ala>bi> di bidang Fara>id}, Al-Barmāwi> di bidang usu>l-al-fiqh,

dibidang tafsir Alfiyyah al-Tafsir Husein Ali Dahli, dan Al-Qibaqbi> dalam bidang bala>ghah. Naz}a>m Ibn Mālik seluruhnya berpola bah{ar rajaz {. Lihat, Mamdu>h ‘Abd al-Rah}ma>n,

Almanz}u>ma>h al-Nah}wiyyah: Dira>sah Tah{li>liyah (Mesir: Da>r al-Ma‘arif al- Ja>mi‘ah, tt), 6. 17

Perumusan tata bahasa Arab dilatari oleh dua faktor, yaitu: 1) faktor agama (al-di>ni>y). Adanya keinginan yang kuat di kalangan ulama melafalkan ayat Al-Qur’ān secara

fasih dan benar. Hal ini disebabkan semakin banyak terjadi lah}n dalam bacaan-bacaan yang

menyangkut ritual keagamaan. Tamma>m Hassa>n juga memandang faktor agama sebagai

pendorong kelahiran nah{wu di samping dua faktor lainnya, yaitu nasionalisme Arab dan

politik. Terkait dengan faktor agama, Tamma>m Hassa>n memberi alasan bahwa karena Al-

Qur’ān merupakan aturan perundang-undangan yang menyangkut berbagai aspek kehidupan

umat Islam, seperti ibadah, mu‘amalah, etika, hubungan individu dan masyarakat, baik

untuk sekarang, masa lampau maupun masa yang akan datang, maka adalah suatu

kemestian untuk mengetahui apa yang terkandung di dalam Al-Qur’ān.Tamma>m Hassa>n,

al-Us}u>l: Dira>sah Efistimulujiyyah li al-Fikr al-Lughawi> ‘ind al-‘Arab (Mesir: al-Hai’ah al-

Mis}riyyah al-‘A<mmah li-al-Kitab, 1979), 21-22. Permasalahan lah}n sebenarnya telah terjadi

sejak masa Nabi, dan periode khalifah meskipun dalam jumlah yang relatif sedikit. Seiring

dengan perkembangan penyebaran Islam, kasus lah}n pun semakin meluas. Pada masa Rasul

misalnya, pernah terjadi lah}n dalam melafalkan azān (ashhadu anna muh}ammad rasu>lalla>h)

dengan me-nasa}b-kan kata rasu>l menjadi rasu>la yang seharusnya dibaca rafa’. Rasul

mengatakan ‚ ,<Muh}ammad al-T}ant}a>wi (arshidu> akha>kum faqad d}alla) ‛اسشذاأخاكى فقذضمNash’ah al-Nah}w wa Ta>ri>kh Ashhar al-Nuh}a>t (Kairo: Da>r al-Manna>r, 1412 H/1991 M), 7;

Muh}ammad ‘Ali> Ya>sin, Al-Dira>sah al-Lughawiyyah ‘Ind al-‘Arab ila> Niha>yah al-Qarn al-Tha>lith (Beiru>t: Da>r Maktabah al-Nayah, 1980), 34-37, lihat juga: Sa‘i>d al-Afgha>ni>, Fi> Us}u>l

Page 25: PEMBELAJARAN NAḤWU DENGAN M ALF YAH (Studi Kasus …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39709/1/PAHRI... · Keinginan penulis untuk melakukan penelitan tentang gramatika

5

ilmu nah{wu, setidaknya dikenal ada empat fase yaitu: 1) طسانضع انركيــ

(t}awr al-wad}‘i wa al-takwi>n) ‚peletakan dasar dan pembentukan‛; 2)

fase pertumbuhan dan‚ (t}awr al-nushu>i wa al-numu>i) طسانشءان

perkembangan‛; 3) طسانضج انكال (t}awr al-nud}u>j wa al-kama>l) ‚fase

kematangan dan penyempurnaan‛; dan 4) طسانرشجيح انثسيظ في انرصيف (t}awr al-tarji>h} wa al-basi>t} fi> al-tas}ni>f).18

Pada fase pertama atau peletakan dasar dan pembentukan

nah{wu19sebagaimana dikatakan Ya‘qu>b, kajian nah{wu terfokus hanya pada

al-Nah}w (Beiru>t: al-Maktabah al-Isla>mi>, 1987), 7-11. Dalam sebuah riwayat disebutkan

Abu> al-Aswad al-Dua>li> (w. 688) sebagai pemerhati bahasa Arab yang tinggal di Basrah

menemukan seorang qa>ri> membaca kata سسنـ (rasu>lahu) yang berbaris fath}ah dengan

baris kasrah, tujuannya adalah untuk meng-’at}af-kan kata tersebut dengan (rasu>lihi) سســن

kata انششكيــ (al-mushriki>n) yang terdapat pada kata sebelumnya. Al-Sayyid Raza>q al-

T}awi>l, al-Khila>f baina al-Nah}wi>yyi>n (Makkah: al-Fais}aliyyah, 1984), 16. 2) Faktor non

teologis (ghair al-di>ni>y). Keinginan para ulama untuk merumuskan gramatika bahasa Arab

tidak hanya didorong oleh faktor agama, tetapi factor non teologis juga turut mengilhami

penyusunan aturan baku bahasa Arab. Secara umum faktor ini dapat dikelompokkan kepada

dua hal, yaitu: pertama, nasionalisme Arab, maksudnya bahwa orang-orang Arab sangat

menghargai bahasa mereka, sehingga mereka khawatir bahasa Arab akan rusak dan

mengalami distorsi ketika bercampur dengan bahasa asing, kedua, sosiologis, artinya

bangsa-bangsa yang telah menjadi bangsa Arab memiliki kebutuhan yang sangat tinggi

terhadap bahasa Arab dengan semua gramatikanya. Kedua faktor utama di atas sebenarnya

saling terkait, artinya bahwa orang Arab butuh merumuskan kaedah bahasa untuk

melanggengkan bahasa mereka sehingga terbebas dari pengaruh asing. Melalui bahasa Arab

isu-isu nasionalisme Arab terangkat dan menempati posisi yang kuat. Di sisi lain, orang dari

luar Arab membutuhkan pembakuan itu agar mereka dapat menggunakan bahasa Arab

secara baik dan benar sehingga keberadaan mereka diakui. 18

Muh}ammad al-T}ant}a>wi>, Nash’ah al-Nah}wi, 20-26. Lihat juga Aang Saiful Milah, Ilmunaḥwu sumber penetapan dan Aliran pemikirannya, Al-Ittijah Jurnal keilmuan dan

kependidikan bahasa Arab, Jurnal on line, IAIN Maulana Hasanuddin Banten, Vol.3, No.1,

2011, 3-4. Mengkaji pemikiran Naḥwu sebelum masa Ibnu Mâlik (w 672 H), akan

ditemukan adanya pergolakan pemikiran Naḥwu di kalangan ahli Naḥwu, baik dari

perbedaan perangkat ushûl al-Naḥwi yang digunakan, maupun dari perlakukan ulama

Naḥwu terhadap dalil-dalil bahasa. Singkatnya pergolakan pemikiran dalam ilmu ini tidak

jauh berbeda dengan apa yang terjadi pada disiplin ilmu lainnya seperti tafsîr, hadîts dan

fiqih. Itu sebabnya dalam ilmu Naḥwu dikenal juga aliran atau mazhab pemikiran Naḥwu,

hanya saja aliran pemikiran ini diwakili oleh kota-kota tertentu dimana para ulama Naḥwu

tinggal, Aang Saiful Millah, Ilmunaḥwu sumber penetapan dan Aliran pemikirannya, 2. 19

Dalam sejarah perkembangan lingustik Arab, ilmu naḥwu merupakan ilmu yang pertama

sekali mendapat perhatian serius dari khalifah ‘Ali ibn ‘Abi Ṭalib. Pertama dibuktikan

dengan ditugaskannya Abū-al-Aswad al-Dua’lī untuk memperhatikan kesalahan orang Arab

dalam berbahasa Arab, khususnya bacaan Qur’an dan mencari solusinya agar kesalahan

tersebut itu tidak terulang kembali. Dan yang kedua para linguis Arab pasca mereka

menjadikan ilmu naḥwu mencapai kematangan secara etimologis. Kematangan ilmu naḥwu

itu berawal dari apa yang tersirat dari kisah singkat ini. Abū al-Aswad al-Du’alī memberikan tinta dan pena kepada seorang dari abdi al-Qais, agar ia memberi kode apa

yang dibacanya. Ketika Abū al-Aswad al-Du’alī membaca huruf yang berharakat fathah,

Page 26: PEMBELAJARAN NAḤWU DENGAN M ALF YAH (Studi Kasus …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39709/1/PAHRI... · Keinginan penulis untuk melakukan penelitan tentang gramatika

6

materi-materi yang mudah saja.20

Fase ini berlangsung semenjak masa Abu>

al-Aswad al-Dua>li> (w. 69 H) sampai pada al-Khali>l bin Ah}mad al-Fara>hidi>

(w. 175 H) berakhir pada masa dinasti Umayyah.21

Fase pertumbuhan dan

perkembangan dikenal dengan sinerginya ulama Basrah dan Kufah dalam

mempromosikan nah{wu, meski di sisi lain mulai terlihat rivalitas mereka

dalam mempertahankan argumentasi masing-masing. Periode ini berawal

pada masa di Basrah dan al-Rua>si>di Kufah. Perdebatan yang berujung pada

perbedaan cara pandang terhadap masalah gramatika bahasa Arab mulai

terlihat pada periode ini.22

Periode selanjutnya dimulai pada masa al-Ma>zini>

(w. 249 H) tokoh Basrah dan Ya’qu>b bin al-Sikki>t tokoh Kufah dan berakhir

pada masa al-Mubarrad (w. 285 H) di Basrah dan Tha‘lab (w. 291 H) di

Kufah.23

Adapun fase penyebarluasan dikenal dengan lahirnya tokoh-tokoh

dari kalangan Baghdad.24

Upaya untuk mewariskan pemikiran nah{wu oleh para ahli di setiap

periode pun tampak dengan kesungguhan mereka melahirkan karya-karya

nah{wu, misalnya كراب انعيــ (kita>b al-‘Ain) karya al-Khali>l bin Ah}mad al-

Fara>hidi>, انكراب (al-Kita>b) karya ‘Amr ibn ‘Uthma>n Ibn Qa>nba>r Abi> Bashr

atau yang lebih dikenal dengan Shibawaih.25

Kemunculan berbagai karya tentang ilmu nah{wu merupakan indikasi

adanya keinginan yang kuat dari para tokoh untuk mewariskan ilmu nah{wu

tersebut kepada umat manusia khususnya umat Islam yang mencurahkan

perhatian dan kecintaannya terhadap kajian bahasa Arab. Hal ini

maka ia akan memberikan titik merah di atas huruf itu. Ketika ada huruf yang dibaca

dengan kasrah, maka huruf itu akan diberi tanda titik merah di bawahnya; dan jika ada huruf

dibaca dengan ḍammah maka huruf itu akan diberi tanda merah di antara huruf itu dan

sesudahnya‛, Dolla Sabri, Priodesasi tokoh ilmu Naḥwu Aliran Basrah, Tamaddun, Jurnal

Sastra dan Kebudayaan Islam, UIN Raden Fatah, Vol. 14, no.2, 2014, 96-97. 20

Ami>l Badi>’ Ya’qu>b, Fiqh al-Lughah al-‘Arabiyyah wa Khas}a>is}uha> (Beiru>t: Da>r al-

Thaqa>fah al-Isla>miyyah, 1982), 19-24. 21

Kontribusi dan peran ulama Basrah pada periode ini dianggap lebih dominan

dibandingkan ulama dari kalangan Kufah. Banyak di antara ulama yang berpendapat bahwa

dalam perumusan dan pembentukan ilmu nah{wu, Ulama Basrah dipandang sebagai orang

yang paling berjasa. Mus}t}afa> ‘Abd al-‘Azi>z al-Sinjari>, al-Madha>hib al-Nah}wiyyah (Jeddah:

al-Maktabah al-Fais}a>liyyah, 1884), 19-21. 22

Muh}ammad al-T}ant}a>wi>, Nash’at al-Nah}wi, 22-25. 23

Muh}ammad al-T}ant}a>wi>, Nash’at al-Nah}wi, 26-27. 24

Ulama Baghdad merupakan murid dari ulama nah{wu Basrah dan Kufah, oleh sebab

itu, corak pemikiran mereka diistilahkan ‘jalan tengah’, di mana mereka mencoba untuk

menyaring terhadap pemikiran ulama sebelumnya, baik dari kalangan Basrah maupun

Kufah. Muh}ammad al-T}ant}a>wi>, Nash’ah al-Nah}wi, 28. 25

Abi> ‘Abd al-Rah}ma>n al-Khali>l bin Ah}mad al-Fara>hidi>, Kita>b al-‘Ain, diedit oleh

Mahdi> al-Makhzu>mi> dan Ibra>hi>m al-Sa>mira>’i> (t.tp: al-Maktabah al-Sha>milah, t.t). ‘Amr Ibn

‘Uthma>n ibn Qanba>r Abu> Bashr Sibawaih, Al-Kita>b. Diedit oleh ‘Abd al-Sala>m Muh}ammad

Ha>ru>n (Kairo: Maktabah al-Khanji>, 1988).

Page 27: PEMBELAJARAN NAḤWU DENGAN M ALF YAH (Studi Kasus …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39709/1/PAHRI... · Keinginan penulis untuk melakukan penelitan tentang gramatika

7

dikarenakan bahasa Arab dan Islam adalah dua hal yang tidak dapat

dipisahkan. Mengutip istilah Dahlan keberadaan bahasa Arab di kalangan

umat Islam adalah seperti dua sisi mata uang yang tak bisa dipisahkan.26

Kitab Alfīyah Ibn Ma>lik merupakan satu dari berbagai kitab nah{wu

yang diwariskan Ibn Ma>lik kepada umat manusia. Kitab ini tidak hanya

dikenal di tanah kelahirannya, namun juga dipelajari di seluruh penjuru

dunia baik di Timur maupun di Barat, di Barat Alfiyah di kenal dengan

sebutan the thousundverses. Di Indonesia, kitab ini merupakan salah satu

sumber rujukan dalam mengkajinah{wu maupun ṣarf pada berbagai lembaga

pendidikan terutama di kalangan pondok pesantren.

Posisi kitab Alfīyah di pondok pesantren merupakan kitab penting

untuk dihafalkan santri selain Al-Qur’ān, meski wujudnya kecil tapi seolah

menjadi kitab suci di pesantren, fakta bahwa kitab ini familiar di kalangan

mereka. Para santri gemar mempelajarinya meski belum memahami

substansi makna yang terkandung di dalamnya. Pada tahap awal mereka

menghafalnya sebagai materi mah}fu>z}ah27 pada tahap berikutnya, ustaz atau

Kyai menguraikan maksudnya. Mayoritas pesantren di Indonesia, khususnya

pesantren tradisional dan juga sebagian pesantren modern mengkaji dan

26

Juwairiyah Dahlan, Metode Belajar Mengajar Bahasa Arab (Surabaya: Al-Ikhlas,

1992), 19. Pernyataan yang tidak berlebihan bila melihat bahwa Islam sebagai wahyu yang

diturunkan Allah kepada Muhammad Saw, wahyu yang diturunkan itu dihimpun menjadi

kitab suci Al-Qur’an yang berbahasa Arab sebagaimana disebutkan dalam QS: Yu>suf, 2.

Demikian pula hadis Nabi yang merupakan penjelasan dan penafsiran terhadap Al-Qur’an,

ditulis dengan berbahasa Arab. Nabi mengatakan ‚cintailah bahasa Arab karena tiga hal,

karena saya orang Arab, Al-Qur’an berbahasa Arab dan bahasa penduduk surga adalah

bahasa Arab.‛ Al-Manna>wi>, Fa>id al-Qadi>r fi> Sharh} al-Ja>mi‘ al-S}aghi>r (Beiru>t: Da>r al-Jail,

1976), 178. Intinya adalah untuk dapat mendalami ajaran Islam seseorang harus memiliki

kemampuan dalam bahasa Arab. 27Mahfu>z{ah adalah rangkaian kalimat yang dihafalkan, diajarkan di dunia pesantren guna

mengajarkan tatanan, gaya bahasa, dan susunan-susunan kalimat(us{lu>b ) yang indah kepada

santri seraya memberikan asupan yang bermutu untuk jiwa-jiwa mereka, boleh dikatakan

mah}fu>z}ah adalah hasil kreasi pengolahan kata, rasa, jiwa, dan makna, meski ia bukan

sekedar hapalan biasa. Setelah dihafal, makna mah}fu>z}ah mampu melahirkan energi luar

biasa untuk kehidupan yang baik. Fuad Syaifuddin Nur, Mahfu>z{ah: Bunga Rampai Pribahasa Arab (Jakarta:Rene Asia Pustaka, 2011), 7.Mah}fu>z}ah adalah hapalan-hapalan,

merupakan penyajian materi pelajaran dengan cara menyuruh siswa menghapal kalimat-

kalimat berupa syair, cerita, kata-kata hikmah dan lain-lain yang menarik hati mereka, sarat

nilai-nilai kehidupan. Contoh materi mah}fu>z}ah yang menarik:

نك انفرى ي يقل اأارا # نيس انفرى ي يقل زا أتي

‚Yang dikatakan pemuda adalah yang berkata: inilah aku, bukanlah seorang pemuda kalau Ia berkata bapakku si Anu.‛ Demikian juga syair yang berbunyi;

إااالخالق ياتقيد إ رثد أخالقى رثا

‚Suatu bangsa itu tetap hidup selama akhlaknya tetap baik, bila akhlak mereka rusak, maka rusaklah bangsa itu.‛Lihat, Ahmad Izzan, Metodologi Pembelajaran Bahasa Arab (Bandung:

Humaniora, 2011) cet. IV, 127.

Page 28: PEMBELAJARAN NAḤWU DENGAN M ALF YAH (Studi Kasus …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39709/1/PAHRI... · Keinginan penulis untuk melakukan penelitan tentang gramatika

8

mendalami kitab ini bahkan dijadikan sebagai rujukan utama yang paling

dominan dalam studi gramatika dan morfologi bahasa Arab. Demi gengsi,

beberapa pesantren mengadakan lomba berupa musa>baqah hifz> al-Alfīah ,

dan juga khatam Alfīyah,seperti di Pondok Pesantren Darul ‘Amal

Lampung, Pesantren Manba‘ul-‘Ulūm Pamekasan Madura, Pesantren

Riya>ḍul Alfīyah Pandeglang Banten, pesantren Darul Alfīyah Garut dan

Pesantren Baitul Hikmah haurkuning Tasikmalaya Jawa Barat sebagai objek

penelitian.

Fungsi syair bagi masyarakat santri terdiri dari tiga unsur yang berkait

erat, yaitu fungsi spiritual (kekeramatan, keimanan), fungsi sosial

(pendidikan, pembelajaran, manajemen), dan fungsi hiburan (musikalisasi,

nyanyian). Ketiga fungsi tersebut menyatu dalam kerangka pembelajaran

materi keagamaan dan keilmuan di pesantren. Karena syi‘ir cukup efektif

dalam pembelajaran, maka syair mempunyai potensi untuk dijadikan media

pembelajaran alternatif bagi santri di pesantren28

KH. Ujang Bushrol Karim, pimpinan Pondok Pesantren Baitul Hikmah

Haurkuning Salopa Tasikmalaya Jawa Barat menyebutkan, paling tidak ada

lima point terpenting untuk mengantarkan seseorang mencapai derajat yang

tinggi dalam menuntut ‘ilmu,29

terkait ini Alfīyah menjelaskan dalam bait

kesepuluh yang berbunyi:

يسذنإلسرييزحصم تانجشانريانذاأل 30

Artiya, ‚Dengan jar, tanwi>n, nida>’, al, dan musnad, isim dapat dibedakan dari yang lainnya‛.31

28

Muzakka, Puisi Jawa sebagai Media Pembelajaran aternatif di Pesantren (Kajian Fungsi

terhadap Puisi Singir), Makalah Kongres Bahasa Jawa IV Tahun 2006 di Semarang. 29

Pernyataan ini disampaikan oleh KH. Bushrol Karim pada 23 Oktober 2014 di Masjid

pesantren Baitul Hikmah saat mengisi acara naẓaman mingguan bagi para santri yang

mengikuti pembelajaran Alfīah Ibn Mālik. Menurut beliau naz}am Alfīah tidak terbatas

hanya sekedar mata pelajaran pokok di pesantren, yang isinya padat dengan sastra yang

tinggi, lebih dari itu ia juga merupakan salah satu materi untuk menyampaikan dakwah

Islāmiyah, dengan cara makna semantik menterjemahkan secara tekstual maupun

kontekstual matan Alfīah, ternyata di balik itu tersirat makna yang dalam yang menyangkut

unsur pendidikan, nilai filosofis, dan keadilan dalam kehidupan masyarakat. Mata pelajaran

Alfīah Ibn Mālik, walaupun para santri belum memahami isinya secara utuh pada tahap

awal mereka menghafal sebagai materi mahfu>z}ah yang memuat kata-kata hikmah. Setelah

mereka hafal, tidak lama kemudian Kyai atau guru men-syarah-kan (menjelaskan) dan

meng-ḥāshiah-kan (memberi catatan pinggir) maksud naẓamAlfīahIbn Ma>lik tersebut

dengan mudah, sesuai rumus dan keahlian guru dalam menjelaskan. Hal yang sama

disampaikan oleh KH.Taufiqul Hakim, penemu metode membaca kitab kuning Amtsilati dari pesantren Darul falah Jepara Jawa Tengah. Menurutnya derajat yang tinggi disisi Allah

diperoleh dengan jar, harus tunduk dan tawādu‘, tanwi>n niat yang benar mencari riḍa Allah,

nida>’ berzikir, dan musnad ilaihi beramal nyata, lihat Taufiqul Hakim, Metode praktis mendalami kitab al-Qur’ān dan kitab kuning, (Jepara: Al Falah, 2003), cover.

30Ibn Mālik, Matan Alfīah Ibn Mālik, 9.

Page 29: PEMBELAJARAN NAḤWU DENGAN M ALF YAH (Studi Kasus …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39709/1/PAHRI... · Keinginan penulis untuk melakukan penelitan tentang gramatika

9

Melalui naẓamAlfiyah Ibn Mālik yang ke sepuluh ini, KH. Bushrol

Karim tidak hanya melihat sisi pembelajaran tata bahasa Arab saja, tapi dia

menemukan lima nilai pendidikan akhlak yang terdapat dalam bait tersebut,

kelima point tersebut adalah: Pertama, bil jarri, artinya; seorang santri harus

mempunyai sifat jar, yaitu tunduk dan tawādu‘ terhadap semua perintah

Allah, Rasul, dan pemerintah, sesuai firman Allah dalam surat al-Nisa>’ (4):

59 yang artinya: ‚Wahai orang-orang yang beriman, ta‘atilah Allah dan ta‘ati Rasul(Nya) dan ulil amri di antara kamu‛.32Kedua, tanwi>n, artinya;

seorang santri menanamkan niat dan kemampuan yang tinggi untuk mencari

rid{a Allah. Dengan motivasi yang tinggi dan semangat belajar yang kuat

akan tercapai yang dicita-citakan seperti sabda Rasul yang diriwayatkan

oleh ‘Umar Ibn Khat}t}a>b ‚Sesungguhnya segala amalan itu tergantung pada niatnya. Setiap orang akan mendapatkan sesuai apa yang diniatkan‛.33Ketiga, nida>’, artinya; zikir. Setelah ada niat yang baik untuk

mencapai derajat yang tinggi, santri diharapkan selalu berzikir kepada Allah,

seraya berdoa dengan menyebut asma-Nya34

. Keempat al, yang berarti;

berfikir.35

Karena berfikir adalah kelebihan yang diberikan Allah kepada

manusia dari makhluk Allah lainnya, sehingga ia dapat merenungi ciptaan-

Nya, dan mengkaji ayat ayat-Nya. Kelima, musnad ilaih, artinya; ikhlas

menyandarkan perkataan dan perbuatannya hanya kepada Allah, dan tidak

kepada yang lain.

Ibn Ma>lik sendiri dalam naẓamnya mengatakan bahwa kitab Alfīyah dapat mendekatkan masalah yang sulit melalui uraian yang

singkat.36

Pernyataan ini terdapat dalam bait naz{am dalam mukaddimah bait

keempat dan kelima yaitu:

31

Ibn ‘Aqil, Terjemah Alfīah Sharah Ibn ‘Aqil (Bandung: Sinar Baru Algesindo, 2014), cet

ke-11, 3. 32

Departemen Agama RI, Al-Qur’an Terjemah Perkata (Bandung: Syamil Qur’an,

2007), 87. 33

Ima>m Nawawi>, Riyad} al-S{a>lih}i>n (Bandung: Shirkah al-Ma‘arif, tt), 6. 34

Mengenal asma>’ al-husna> dilakukan melalui tiga tahapan, yaitu pertama, menghafal lafal

dan jumlahnya, kedua, memahami maknanya, dan ketiga, berdoa kepada Allah dengan

menyebut nama-nama tersebut, baik dalam konteks pujian dan ibadah maupun permohonan.

Lihat Said ibn Ali Ibn Wahf al- Qahthan, Sejarah Asma al-Husna (Jakarta: Pustaka Imam

Shafi ‘i, 2009), 3. 35

Menumbuhkan kehendak untuk tafakur (memikirkan) alam semesta berupa

penciptaan langit dan bumi, berbagai jenis makhluk yang ada di dalamnya, dan memikirkan

apa yang ada pada manusia, sifat yang ada padanya, semua itu pendorong untuk

memperkuat iman. lihat Said ibn Ali Ibn Wahf al- Qahthan, Sejarah Asma al-Husna, 3. 36

Maksudnya lafaẓyang singkat padat makna, Qalīl al hurūf kaṣīr al ma‘na, lihat Jalāluddin

al- Sayūṭi, Sharah Ibn ‘Aqil, (Surabaya: Pustaka Hidayah, tt), 2. Dan secara takdiri bait

tersebut berarti Kitab Alfiyah dapat membumikan makna yang jauh dengan lafaẓ yang

ringkas, lihat Shaikh Khalid, I‘rāb alfiyah, 4. Ada empat Sifat yang dimiliki kitab Alfiyah

Page 30: PEMBELAJARAN NAḤWU DENGAN M ALF YAH (Studi Kasus …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39709/1/PAHRI... · Keinginan penulis untuk melakukan penelitan tentang gramatika

10

ذثسظ انثزل تعذ يجز ذقشتاألقصى تهفظ يــجز

فائـــقح أنفيح ات يعظذقرضي سضا تغيشسخظ 37

Artinya: ‚Alfiyah ini dapat mendekatkan pengertian yang jauh dengan ungkapan yang diringkas, kepadatan materinya dapat menjabarkan pengertian yang luas. Gaya bahasanya tidaklah sulit, mudah dicerna, dan lebih unggul daripada Alfīah karya Ibn Mu‘ti.38

Selain berisi tentang ilmu nah}wu dan ilmu s}arf, Alfīyah secara

eksplisit dengan makna dilālah juga mengandung nilai akhlak, nasehat,

pedoman, dan filsafat hidup untuk diaplikasikan dalam kehidupan sehari-

hari. Sebagai contoh, bisa dilihat pada matan Alfīyah Ibn Ma>lik tentang

mu‘rab dan mabni> pada bait ke 25 dan 26 sebagai berikut:

شر جج ا رصث فررحح ا فعر تضىم شج عثرذج يسجشر فاسر اكزكر شح كسر

يارجكشر يرشج ن كير زو ترسر اجر تير ش ر جاأخج ج بج حر ر يجArtinya: ‚Rafa‘kanlah dengan harakat d}ammah, dan nasabkanlah dengan harkatfath}ah,

serta jarkanlah dengan harakat kasrah seperti dalam lafaz ‚dhikrullahi ‘abdahu> yasur‛Jazamkanlah dengan sukun, dan selain yang telah disebutkan ada penggantinya seperti kata ja-’a akhu> bani> namir‛.39 Bait tersebut jika diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, maknanya

dapat ditangkap memuat pesan filsafat hidup bagi masyarakat pada

umumnya dan masyarakat Islam pada khususnya, arti frase pertama ; فاسفع ,maka angkatlah, selesaikan problematika kehidupan dengan persatuanتضى Kedua; اصث فرحا tegakkan (keadilan) dengan keterbukaan, Ketiga; جشكسشا : Bersikap rendah diri dan membuang penyakit hati yang menjadi sumber Ibn Mālik yang pertama mendekatkan pengertian yang jauh atau sukar maknanya, yang kedua Kitab Alfiyah berisi lafaẓ yang ringkas yang tidak melelahkan akal manusia

memikirkannya, yang ketiga luas wawasan pengarangnya, dan yang keempat disiplin

menunaikan janji dan selalu tepat waktu, lihat: Abdul Muḥsin Ahmad, Talkhis sharhal-Alfiyahli-al‘Uthaiminbiṭarīqahsu’ālwa-al-jawāb,lihat

http://www.ansaaar.com/showthread.php?t=32563, acses 23 Maret 2014.

Dalammuqaddimahnya,kitab puisi yang memakai Bahar Rajaz ini disusun dengan

maksud:1) menghimpun semua permasalahan naḥwiyah dan ṣarfiyyah yang dianggap

penting, 2) menerangkan hal-hal yang rumit dengan bahasa yang singkat, tetapi sanggup

menghimpun kaidah yang berbeda-beda, atau dengan sebuah contoh yang bisa

menggambarkan satu persyaratan yang diperlukan oleh kaidah itu,dan yang ke 3)

membangkitkan perasaan senang bagi orang yang ingin mempelajari isinya. 37

Perbedaan antara Alfīah Ibn Ma>lik dengan Alfīah Ibn Mu‘ti >adalah: Pertama, bentuk

baḥar, matan Alfīah Ibn Ma>lik memiliki satu bahar saja yaitu bah{ar rajaz, matan Alfīah Ibn

Mu‘ti> terdiri dari dua baḥar yaitu bah{ar rajaz dan sari>‘; Kedua dari sisi matan, matan Alfīah Ibn Ma>lik cenderung lebih ringkas dan padat, sedangkan matan Alfīah Ibn Mu‘ti >sebaliknya

memperluas dan mengembangkan matan; Ketiga, pembagian bab, Alfīah Ibn Mu‘ti> berusaha

menghimpun Bab yang masih berhubungan menjadi satu bab, sedangkan Alfīah Ibn Ma>lik

lebih rinci dalam pengaturan Bab. 38

Ibn ‘Aqil, Terjemah Alfīah Syarah Ibn ‘Aqil, viii. 39

Ibn ‘Aqil, Terjemah Alfīah Syarah Ibn ‘Aqil, 19.

Page 31: PEMBELAJARAN NAḤWU DENGAN M ALF YAH (Studi Kasus …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39709/1/PAHRI... · Keinginan penulis untuk melakukan penelitan tentang gramatika

11

perpecahan, dan keempat; اجزو ترسكي laksanakan semua itu dengan

ketenangan.

Alfīyah dapat mendekatkan masalah yang susah dengan uraian yang

singkat, dan melapangkan anugerah dengan janji pasti. Alfīyah dapat meraih

kepuasan tanpa kebencian. Alfīyah ini lebih baik dari Alfīah -nya Ibn

Mu‘ti>.40Naz}am ini menunjukkan bahwa kitab Alfīyah Ibn Ma>lik memuat

kajian tentang nah{wu yang dipandang lebih mudah untuk dipahami dan

dihapal. Melalui pernyataannya memberikan kepuasan tanpa ‚kebencian‛,

kitab ini juga dipandang mengandung metode yang efektif dan efisien dalam

memberikan pemahaman kaidah-kaidah bahasa Arab. Dengan kata lain,

kitab Alfīyah tidak hanya memuat materi-materi na{ḥwu, namun dengan

artikulasi khasnya berupa naẓam.

Kitab ini memiliki metode dan pendekatan pembelajaran bahasa Arab

khususnya pembelajarannah{wu.41

Dengan naẓam berbentuk pantun ini,

pelajaran akan mudah dihafal dan dipahami oleh para santri. Metode inilah

yang kemudian diadopsi dan dikembangkan pada masyarakat yang

menggunakan berbalas pantun khususnya di Sumatera Barat, Jambi, dan

Riau.42

Melihat kenyataan ini dapat dikatakan syair dapat dijadikan sebagai

metode pembelajaran termasuk di dalamnya naz}amAlfīyah Ibn Ma>lik.

Melihat begitu massifnya upaya untuk mewariskan dan membelajarkan

nah{wu oleh para linguis serta pentingnya pengetahuan terhadap nah{wu dan

bahasa Arab untuk umat Islam, sudah seharusnya pembelajaran Bahasa Arab

berbasis naẓam menjadi perhatian semua pihak khususnya para akademisi.

Sampai saat ini pembelajaran bahasa Arab di banyak lembaga pendidikan

masih tertinggal bila dibandingkan dengan pembelajaran bahasa asing

lainnya, misalnya bahasa Inggris. Pembelajaran bahasa Arab dengan

berbagai aspeknya serta motivasi mempelajarinya di kalangan masyarakat

non Arab, tetap saja memiliki banyak kendala dan problematika, bahasa

Arab tetap bukanlah bahasa yang mudah untuk dikuasai secara total.43

Pelaksanaan pendidikan bahasa Arab di Indonesia, masih di hadapkan pada

sejumlah tantangan dan hambatan yang bermunculan. Diantaranya adalah

tujuan dan orientasi pengajaran bahasa Arab, problem profesionalisme guru,

40

Al-Shaikh Kha>lid bin ‘Abd Alla>h al-Azhari>, I’ra>b al-Alfīah (Beiru>t: Maktabah al-

Sha’biyyah, tt), 4. 41

Ahmad Muhammad Abdul kodir, ṭuruq ta ‘lim al lughah al-‘Arabiyyah, ( Kairo:

Maktabah al-Nahdah al-Misriyyah, 1984),191. 42

Hilmi, ‘Arud Syukur. Dalam Kontekstualita, Jurnal Penelitian Sosial Keagamaan, vol xx,

no 2, (Desember 2005): 119. 43

Acep Hermawan, Metodologi Pembelajaran Bahasa Arab (Bandung: PT Remaja

Rosdakarya, 2013), cet III, 99. Sadeg Ali Saad al-Yaari, ‚Written Grammatical Error of

Arabic as Second Languange (ASL) Learners: An Evaluative Study‛, International Journal of English Language Education, Vol 1, No. 2 (2013): 143.

Page 32: PEMBELAJARAN NAḤWU DENGAN M ALF YAH (Studi Kasus …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39709/1/PAHRI... · Keinginan penulis untuk melakukan penelitan tentang gramatika

12

materi, metode, kreatifitas, kurikulum, dan kelembagaan bahasa Arab secara

umum. Sehingga, diperlukan formulasi baru melalui pengembangan model,

kaidah, teknik, metode, kreatifitas, dan peikiran lainnya44

Dalam rangka

membantu mengatasi kesulitan mempelajari Bahasa Arab, para pemerhati

bahasa Arab melakukan upaya meningkatan model pembelajaran dengan

pendekatan, teknik dan metode, yang akhir-akhir ini banyak bermunculan

seperti metode Al-‘Ankabu>t, metode Tari>kah, metode Assasaky, Arabindo, metode al-Fath45 , metode al-Sya>fi‘i, metode al-Asra’i, metode 2 Jam bisa Baca Kitab Gundul, metode Mudah Belajar Bahasa Arab, metode al-Muyassar,46dan metode Amtsilati. Intinya semua metode tersebut bermuara

pada tujuan yang sama yakni mengantar para santri mudah mempelajari

bahasa Arab (taisi>r al-nah}wu)47dengan efisien dan praktis.

Penulis cenderung dan lebih fokus mempelajari yang disebut terakhir

(metode Amtsilati), karena metode ini berkaitan dengan pembahasan yang

akan diteliti penulis, dimana metode ini khusus dirancang untuk

pembelajaran yang berhubungan dengan Alfīyah Ibn Ma>lik yang selama ini

dianggap sulit bagi pemula, dengan menggunakan rumus sistematis,

akselaratif, skematis, serta contoh langsung dari Al-Qur’an untuk mengupas

tuntas dan membedah matan Alfīyah Ibn Ma>lik, sebagaimana

disebutkanoleh penulisnya, Taufiqul Hakim dengan Khula>sah Alfīyah Ibn

Ma>lik, terdiri atas 1002 bait matan Alfīyah Ibn Ma>lik. Taufiqul Hakim

meringkas Alfīyah menjadi 184 bait inti, sedangkan 808 bait lainnya

merupakan penyempurna. Hal yang sama juga dikemukakan oleh D.

Hidayat, guru besar bahasa Arab UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, memilih

333 bait pokok, dan 59 tema penting dari 1002 bait yang terdapat dalam

kitab Alfīyah, sedangkan 669 bait-bait lainnya tidak dihimpun karena

44

Fathul Mujib dan Nailul Rahmawati, Permainan Edukatif pndukung bahasa Arab II (Yogyakarta: Diva Press, 2012), cet.I, 5. 45

Metode al-fath adalah Bimbingan Cepat Membaca Kitab Tulisan Gundul, yang isinya

adalah pelajaran naḥwu. Secara jelas terealisasikan bahwa ilmu naḥwu itu difungsikan

untuk dapat membaca kitab. Dalam pengantarnya disebutkan bahwa pada saat kaedah

pertama diajarkan, para pelajar langsung dapat membaca tulisan gundul sederhana, lihat,

Saidun Fiddaroin, Fungsi, Guna, dan Penyalah gunaan Ilmu Naḥwu dan ṣarf, Jurnal Bahasa

dan Sastra Arab, Fakultas Adab IAIN Sunan Ampel Surabaya,Vol. XI, No.01, 201 46

Buku mudah belajar bahasa Arab ini menawarkan metode pembelajaran baru dan mudah

dalam mempelajari bahasa Arab, penulis mencoba menyesuaikan sistematika

pembahasannya sesuai pembelajaran bahasa Indonesia. Dimulai dari pengenalan kata sesuai

dengan jenis fungsi penggunaanya, bagaimana cara membentuk kata (morfologi),

menggabungkan kata (frasa), kemudian menyusunnya jadi kalimat (klausa), lihat Nurul

Huda, Mudah Belajar Bahasa Arab (Jakarta: Amzah, 2012), cet ke-II, vi. 47

Makna mempermudah ( taisi>r al-nah}wu ) menjadi terbatas pada bagaimana mengajarkan

ilmu naḥwu, bukan mempermudah ilmu naḥwu itu sendiri. Arif Rahman Hakim,

Mempermudah pembelajaran Naḥwu, Jurnal al-Maqoyis, vol.1, no.1, Januari-Juli.

Page 33: PEMBELAJARAN NAḤWU DENGAN M ALF YAH (Studi Kasus …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39709/1/PAHRI... · Keinginan penulis untuk melakukan penelitan tentang gramatika

13

pembahasan tentang bunyi akan lebih sistimatis dan terinci jika dipelajari

melalui kitab tajwi>d atau ilmu al-lughah. Masalah-masalah nah{wu yang

jarang ditemui kecuali dalam syair-syair Arab, khususnya syair Arab klasik

dan jāhiliyah, dan masalah-masalah ṣarf yang akan efektif jika dipelajari

melalui pelajaran ṣarf yang disajikan dalam bentuk nathar (bukan naz>am),

ringkasan itu disebut oleh D. Hidayat dengan Jawa>hir-Alfīyah li-Ibn

Ma>lik.48

Dalam metode Amtsilati, menghafal dan praktik merupakan kegiatan

mutlak dalam proses pembelajaran. Dengan kegiatan tersebut para santri

akan dapat dengan mudah mengingat dan memahami kaidah-kaidah bahasa

Arab yang merupakan inti dari kitab Amtsilati.49

Pembelajaran bahasa Arab di Indonesia selama ini dianggap lamban

dan kurang berhasil bila dibandingkan dengan pembelajaran bahasa Inggris.

Siswa maupun mahasiswa menghabiskan waktu lama belajar bahasa Arab,

mulai dari Ibtidaiyah sampai Perguruan Tinggi, namun mereka belum

mampu menguasai standar kompetensi bahasa Arab yang telah ditetapkan.

Azyumardi Azra melihat kegagalan ini ditandai dengan semakin langkanya

cendekiawan Muslim yang mampu berbahasa Arab dengan baik, minat para

pelajar agama untuk mempelajari bahasa Arab pun semakin menurun.50

Pernyataan serupa disampaikan Azyumardi Azra dalam kata pengantar

bahasa Arab untuk mahasiswa Perguruan Tinggi Agama Islam, bahwa salah

satu kekurangan perguruan tinggi Islam baik negeri atau swasta adalah

bidang bahasa khususnya bahasa Arab. Bagi lembaga pendidikan tinggi

Islam seharusnya bahasa Arab sudah dapat dipergunakan untuk memahami

dan mendalami bidang ilmu yang ditulis dalam bahasa Arab. Tetapi dalam

kenyataannya bahasa Arab tersebut di perguruan tinggi ternyata masih

merupakan beban berat yang harus dipikul mahasiswa, dan harus diatasi oleh

tenaga pengajar. Padahal para mahasiswa umumnya telah mempelajari

bahasa Arab sejak belajar di Madrasah Ibtidaiyyah.51

Sementara, pengetahuan dan pemahaman Islam bagi seseorang di

kalangan masyarakat tertentu sering kali diukur dengan ukuran yang

sederhana, yaitu sejauh mana mereka menguasai bahasa Arab. Jika seseorang

diketahui mampu berbahasa Arab, apalagi bisa membaca kitab kuning, maka

orang tersebut dianggap memiliki pengetahuan Islam secara baik. Jala>ludi>n

al-Suyūti> (w. 849 H) mengungkapkan dalam Alfīyah nyasebagaimana 48

D. Hidayat, Jawa>hir al-Alfīah , pendahuluan. 49

Taufiqul Hakim, Amtsilati Program Pemula Kitab Kuning (Jepara: Al-Falah Offset,

2004), 40-41. 50

Azyumardi Azra, Esei-Esei Intelektual Muslim dan Pendidikan Islam (Jakarta:

Logos Wacana Ilmu, 1998), 139. 51

Ridlo Masduki dan Tim Penyusun, Bahasa Arab untuk Mahasiswa Perguruan Tinggi (Jakarta: Darul Ulum Prees, 2007), cet VII, jilid 2, iii.

Page 34: PEMBELAJARAN NAḤWU DENGAN M ALF YAH (Studi Kasus …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39709/1/PAHRI... · Keinginan penulis untuk melakukan penelitan tentang gramatika

14

dikutip oleh Sultan Syahril dalam Internasional Journal of Studies bahwa

ulama sepakat membutuhkan qawa>‘id al-‘Arabiyah pada setiap ilmu

terutama tafsir dan hadis karena seyogianya seseorang yang membicarakan

Al-Qur’ān cenderung menguasi bahasa Arab, karena al-Qur’ān sendiri

berbahasa Arab, tidak bisa memahami maksudnya dengan baik tanpa

mengetahui kaidah-kaidahnya.52

Hal yang sama diungkapkan Ibn Taimiyah

(w. 728), mengetahui Bahasa Arab fard}u ‘ain, karena memahami Al-Qur’an

dan Al-Sunnah wajib hukumnya tidak ada jalan lain melainkan dapat

memahaminya dengan baik,53

karena mengetahui kaidah bahasa Arab

merupakan kebutuhan umat Islam untuk dapat membaca dan memahami

kitab sucinya.54

Pembenahan terhadap pembelajaran bahasa Arab merupakan suatu

keharusan, baik dari segi manajemen, kurikulum, proses, ataupun

evaluasinya, tanpa melalui rekonstruksi pembelajaran bahasa Arab,

pengetahuan bahasa Arab yang mempengaruhi pengetahuan keislaman para

pelajar akan semakin mengkhawatirkan.55

Problematika yang biasanya

muncul dalam pembelajaran bahasa Arab bagi non Arab terbagi ke dalam

dua problem; problem linguistik dan non linguistik.56

Tata bahasa Arab dipahami sebagai cabang ilmu bahasa yang mengkaji

tentang kaidah-kaidah struktur kalimat yang meliputi jumlah ismiyah,

52

Sultan Syahril, Internasional Journal of Pesantren Studies, vol II, No 2. 2008,

224. 53

Sulaima>n Ibn ‘Abdurrah}ma>n Al-Haqi>l, Ahda>f wa T{uru>q al-Tadri>s al-Qawa>id al-nah{wu

(Riya>d}: Ja>mi‘ah Ibn Su‘ud,1992, ), cet ke-I,14. 54

Soraya Usman dan Hudaya. Jurnal Pendidikan Islam, UIJ, vol xiii, no2. Juli-

desember 2011, 241. 55

Sebagian lembaga pendidikan Islam di Indonesia seperti pesantren telah dapat

menjawab kesulitan pembelajaran bahasa Arab, pesantren dapat meminimalisir kesulitan

tersebut dengan menciptakan lingkungan bahasa asing yang kondusif. Di antara pesantren

yang telah menetapkan dan mempertahankan dan terus meningkatkan kualitas lingkungan

bahasa asing adalah pesantren Gontor Ponorogo Jawa Timur dan LIPIA, MAN Insan

Cendikia Serpong. Muhbib Abdul Wahab, Epistemologi & Metodologi Pembelajaran Bahasa Arab (Jakarta: Lembaga Penelitian Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah

Jakarta, 2008), Cet. I, 308. 56

Kesulitan aspek linguistik dalam hal ini mencakup al-As}wa>h, al-Nah{wu, al-s}arf, maupun al-dala>lah. Berkenaan dengan kesulitan nah{wu dan ṣarf, ibn Mad}a> mengatakan

bahwa ada empat faktor yang menyebabkan sulitnya belajar nah{wu, yaitu: 1) ‘A>mil, 2) ‘Illat thawa>ni> wa thawa>lith, 3) qiya>s dan 4) al-tama>rin al-muftarid}ah. Ibn Mad}a>, Al-Radd ‘Ala> al-Nuh}a>t, tah}qi>q Muh}ammad Ibra>hi>m al-Banna> (Kairo: Da>r al-I’tis}a>m, 1979), 64-69.

Sementara menurut Ah}mad kesulitan-kesulitan tersebut lebih dikarenakan kajian nah{wu

tersebut memiliki tema-tema yang banyak, namun antara satu tema dengan tema lainnya

hanya sedikit perbedaan. Misalnya maf‘u>l mut}laq, maf‘u>l ma‘ah, maf‘u>l li ajlih. Di samping

itu, terkadang para pengajar memberikan contoh-contoh tidak sesuai dengan situasi dan

pengalaman peserta didik. Muh}ammad ‘Abd al-Shahi>d Ah}mad, T}uruq Ta‘li>m Qawa>‘id al-Lughah al-‘Arabiyyah (Kairo: Maktabah al-Nahd}ah al-Mis}riyyah, 1987), 13.

Page 35: PEMBELAJARAN NAḤWU DENGAN M ALF YAH (Studi Kasus …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39709/1/PAHRI... · Keinginan penulis untuk melakukan penelitan tentang gramatika

15

jumlah fi‘liyah dan sebagainya, jabatan komponen kalimat misalnya sebagai

fa>‘il, maf‘u>l, atau yang lainnya. Kemampuan mengetahui tata bahasa

merupakan sesuatu yang sangat penting, karena dengan mengetahui posisi

jabatan sebuah kata di dalam kalimat, apakah marfu>‘, mans}u>b atau makhfu>d}, pihak penerima pesan pun dapat mengetahui makna yang terdapat di dalam

pesan yang diterimanya. Berkenaan dengan urgensi nah{wu dan ṣarf dalam

memahami bahasa Arab, dikenal ungkapan نهقشاءج الانقشاءج نهفأنفى Al-fah{m li al-qira>ah wala> al qira>ah li al-fah{m ‚paham dahulu baru membaca‛.

57

Para ahli bahasa Arab sendiri mengakui mereka mengalami kesulitan

ketika membaca teks Arab. Salah satu pengakuannya demikian adalah pada

kebanyakan bahasa-bahasa Eropa, orang membaca dengan benar apa yang

dilihatnya, dan menjadikan kemampuan membaca sebagai sarana untuk

memahami. Seseorang tidak mampu membaca dengan benar kecuali jika

sudah memahami terlebih dahulu apa yang hendak dibaca.58

Aziz Fakhrurrazi menyampaikan ada tiga hal pokok yang mendasar

membantu dalam memahami teks Arab (al-Nus{us-al-‘Arabi ) yaitu: Pertama,

mengetahui makna mufradāh atau kosa kata Arab, baik melalui mu‘jam

(kamus) maupun menangkap makna kontekstual suatu kalimat(siyāqi), dengan mengetahui makna kosa kata dapat membedakan bentuk kata apakah

is{im atau fi‘il. Kedua, mengetahui struktur kalimat(Ṣarf) yang meliputi isim, fi‘il, isim fa>‘il, isim maf‘u>l, mas}dar, dan sifah mushabbahah, dan ketiga, mengetahui jabatan i‘rāb (naḥwu), yang meliputi mubtada’, khabar, fa>‘il, maf‘u>l bih, maf‘u>l mut}lak, maf‘u>l li ajlih, ha>l, tamyi>z{, isim ka>na dan khabar inna.59

Pernyataan di atas menunjukkan bahwa nah{wu dan ṣarf merupakan dua

cabang linguistik Arab yang tidak dapat dihilangkan dan dilepaskan dari

pembelajaran bahasa Arab, nah{wu dan ṣarf merupakan ruh dan ciri tersendiri

bahasa Arab. Ketiadaan qawa>‘id berarti menghilangkan makna, karena

dalam tataran qawa>‘id baik nah{wu maupun s{arf mengandung makna dan

maksud tersendiri. Dalam hal ini berbeda dengan gagasan Ibn Mad}a> yang

menyarankan untuk membuang beberapa topik bahasan nah{wu yang bersifat

57

Banyak pembaca tulisan bahasa Arab mengalami kesulitan untuk membacanya

dengan benar, mereka harus memikirkan teks sebelum membacanya, bahkan sering kali

harus memahami lebih dulu maksud teks agar benar bacaannya. Muh}ammad H{asan Bakalla>,

Abh}a>s al-Nadwah al-‘A <lamiyah al-U<la> li-Ta‘li>m al-‘Arabiyah li-Ghair al-Na>tiqi>n Biha>(Riya>d}: University of Riya>d}, 1980), 115. 58

‘Ali> ‘Abdul Wa>h}id Wa>fi>, Fiqh Lughah al-‘Arabiyyah (Kairo: Da>r al-Nahd}ah Mis}r li al-

T}iba>‘ wa al-Nashr, 1995), 254. 59

Makalah (tidak diterbitkan) ‚Materi Penyajian Keterampilan Membaca (fahm al maqru’)‛.

Disampaikan Aziz Fachrurrazi pada diklat pembelajaran Bahasa Arab Tingkat Mahir di

Pusat Pendidikan dan Latihan Tenaga Teknis Keagamaan Kementrian AgamaRepublik

Indonesia,Ciputat, pada tanggal 10 Agustus 2010.

Page 36: PEMBELAJARAN NAḤWU DENGAN M ALF YAH (Studi Kasus …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39709/1/PAHRI... · Keinginan penulis untuk melakukan penelitan tentang gramatika

16

filosofis.60

Asumsi dasar dari penulis adalah banyak cara dalam memberikan

pemahaman kepada para pembelajar untuk dapat memahami nah{wutanpa

membuang beberapa kajian nah{wu. Salah satu upaya untuk memberikan

kemudahan dalam memahami kajian nah{wu ialah seperti yang dilakukan

oleh Ibn Ma>lik dengan menyajikan materi nah{wu dalam bentuk naẓam.

Sebagaimana dijelaskan di atas, bahwa penggunaan karya Ibn Ma>lik sebagai

rujukan dalam masalahnah{wu dan s{arf di kalangan pemerhati bahasa cukup

luas, namun, para pengkaji bahasa belum mengungkap metode yang

dikandungnya secara komprehensif, tampaknya keberadaan naz}am-naz}am nah}wi dalam Alfīyah dianggap hanya sebatas materi nah{wu yang harus

dipelajarai dan dihapal saja.

Kompleksitas kajian gramatika Bahasa Arab dan efektifitas

pembelajarannya di pesantren tradisional dan modern menantang kajian

serius, untuk menemukan metode baru yang efektif. Bagaimanapun, di

pesantren tradisional, kajian Naḥwu, terutama sekali dilaksanakan secara

gradual sejak sumber ajar dasar hingga level tinggi dengan variasi penyajian

antara prosa (nathar) atau puisi (manz}u>mah). Penggunaan naz}amAlfīyah Ibn

Ma>lik sebagai bahan ajar di level atas, disinyalir lebih mudah dipahami oleh

pembelajar karena terdiri dari bait-bait syair dengan ritma tertentu dan padat

makna. Kreasi pengkaji Alfīyah yang menyederhanakan kajian Alfīah menjadi Bab tertentu, meniadakan Bab lainnya karena dianggap terlalu luas

dan memang bisa dipelajari oleh disiplin ilmu lainnya, adalah respon

pembelajar dan pengajar Naḥwu, agar belajar gramatika bahasa Arab efektif.

Menemukan metode pembelajaan Naḥwu yang efektif di tengah mandegnya

strategi belajar gramatika Bahasa Arab selama ini akan sangat bermanfaat

dalam konteks pedagogik.

Berdasarkan uraian di atas, penelitian tentang bagaimana bentuk dan

metode pembelajaran nah}wu penting untuk dilakukan. Penelitian ini akan

dapat mengungkapkan kandungan Alfīah yang selama ini dipandang banyak

ahli hanya sebatas materi pembelajaran qawa>‘id semata. Dalam rangka

melengkapi data penelitian, di samping analisis terhadap kitab Alfīyah peneliti juga melakukan penelitian langsung kepada salah satu pesantren

tradisional yang mengajarkan Alfīyah sebagai salah satu materi wajib dalam

proses pembelajaran untuk mengetahui secara langsung dan praktis

bagaimana kitab tersebut dipelajari oleh santri.

Pesantren yang menjadi objek penelitian ini adalah Pondok Pesantren

Baitul Hikmah Dusun Haurkuning Mandalaguna Salopa Kabupaten

Tasikmalaya Jawa Barat. Pemilihan lembaga ini disebabkan pesantren

tersebut mengajarkan Alfīyah dengan pola yang berbeda dibandingkan

60

Ibn Mad}a>, al-Radd ‘Ala> al-Nuh}a>t, Tah}qi>q Muh}ammad Ibra>hi>m al-Banna>, 64.

Page 37: PEMBELAJARAN NAḤWU DENGAN M ALF YAH (Studi Kasus …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39709/1/PAHRI... · Keinginan penulis untuk melakukan penelitan tentang gramatika

17

pesantren lain sejenis dan lebih konferhensif. Pondok Pesantren Baitul

Hikmah menjadikan Alfīyah Ibn Ma>lik sebagai salah satu materi pokok dan

mata pelajaran unggulan dalam proses pembelajaran. Pembelajaran

dikhususkan kepada para santri yang menimba ilmu pada lembaga tersebut

sehingga menurut KH. Saefudin Zuhri, pimpinan pesantren, beberapa

prestasi yang diraih pesantren Baitul Hikmah berkaitan dengan pengajaran

Alfīyah cukup memuaskan.61

Selain alasan-alasan teoretis seperti diungkapkan sebelumnya, terkait

pembelajaran kaidah Bahasa Arab, utamanya kenyataan kitab Alfīyah Ibn Ma>lik dijadikan rujukan utama oleh pesantren di Indonesia dalam

mempelajari nah}wu dan ṣarf, secara spesifik keberhasilan Pesantren Baitul

Hikmah dalam mengajarkan kitab ini kepada santrinya, penulis tertarik lebih

dalam untuk mengetahuinya, dan mengangkatnya ke dalam penelitian

disertasi, dengan judul: Pembelajaran Nah{wu dengan Naz}amAlfīyah Ibn Ma>lik: Studi kasus Pesantren Baitul Hikmah Haurkuning Tasikmalaya.62

61

KH Saefudin Zuhri, Sesepuh Pesantren Baitul Hikmah (Wawancara: 27 Juli

2013).Dari hasil observasi yang dilakukan, setidaknya 12 (dua belas) prestasi diraih

pesantren ini semenjak tahun 2002 sampai tahun 2011, yaitu: a) Juara kebersihan pondok

pesantren se- Kabupaten Tasikmalaya 2002, 2004, 2006, 2010, 2012, b) Juara III Tingkat

Nasional Bahtsul Kutub Tafsir Ibn Kasir tahun 2002, c) Juara I lomba pidato tingkat

Kabupaten 2004, d) Juara I Musābaqah Qiraāh Kutub Tingkat Nasional bidang lughah

Putra kitab Imriti 2006, e) Juara I Musābaqah Qirāah Kitab Tingkat Nasional bidang

lughah Putri kitab Alfīah 2006, f) Juara I Musābaqah Qirāah Kitab Tingkat Nasional

bidang lughah Putra kitab Alfīah 2006, g) Juara II lomba Marāwis se Kabupaten 2006, h) 2

santri masuk beasantri Kementrian Agama 2005/2006, i) 1 santri masuk beasantri

Kementrian Agama 2006/2007, 4 orang santri meraih juara II Musābaqah Qirāah Kitab

tingkat Nasional di Kalimantan 2008, k) Juara I Fahmil Qurān Provinsi Jawa Barat 2010, l)

Juara umum Musābaqah Qirāah Kitab Tingkat Kabupaten 2011. (Observasi dan

dokumentasi: 27 juli 2013). 62

Penelitian ini menggunakan etnografi artinya penelitan kualitatif bersifat

deskriptis, data terurai dalam bentuk kata-kata atau gambar, bukan dalam bentuk angka-

angka, data pada umunya berupa pencatatan, foto-foto, rekaman, dokumen, memorandum,

dan catatan- catatan resmi lainnya, lihat M Atar Semi, Metode Penelitian Sastra, 28.

Menurut Jhonson sebagaimana dikutip Emzir etnografi pendidikan adalah studi tentang

proses pendidikan dan proses enkulturatif yang berhubungan dengan sekolah dan

persekolahan intensional, termasuk aspek-aspek sekolah yang berhubungan dengan

kehidupan seperti peer groups. Karena tradisi penelitian ini memberikan informasi kepada

kita tentang proses akulturasi, yang penting dalam memperoleh pemahaman yang lebih

mendalam tentang semua yang terlibat dalam memahami cara-cara untuk membuat

pengalaman dalam pendidikan secara kultural lebih peka dan lebih layak, lihat Emzir, Metodologi Penelitian Pendidikan Kuantitatif dan Kualitatif (Jakarta: Rajawali Press,

2011), 176; lihat Phiona Stanley, ‚Writing the Ph.D Journey(s): An Autoethnography of

Zine-Writing Angst, Embodiment, and Backpacker Travels‛, Journal of Contemporary Ethnography, 44 (2) (April, 2015): 143-168.

Page 38: PEMBELAJARAN NAḤWU DENGAN M ALF YAH (Studi Kasus …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39709/1/PAHRI... · Keinginan penulis untuk melakukan penelitan tentang gramatika

18

B. Permasalahan

1. Identifikasi Masalah

Ibn Ma>lik merupakan tokoh bahasa Arab dalam berbagai aspeknya,

seperti ilmu lughah, fiqh al-lughah, al-nah}w, al-s}arf, al-Qura>n, al-qira>’ah al-Sab‘ah, fiqh, hadis, qāsidah.

63 Dengan ketokohannya dalam bidang bahasa

pada beberapa aspek tadi, besar kemungkinan disinggung oleh penelitian ini.

Namun perlu ditegaskan, bahwa penulis hanya fokus mengkaji Alfīyah sebagai aspek metode pembelajaran nah}wu.

Cakupan kajian naz}am (puitisasi) nah{wu dan metodologi pembelajaran

bahasa mencakup banyak persoalan yang sangat komplek, bahkan secara

mendasar kedua kajian tersebut memiliki pembahasan topik dan pokok

bahasannya masing-masing. Dengan kata lain, nah{wu yang dimuat dalam

bentuk puisi memiliki bentuk kajian tersendiri, demikian juga metodologi

pembelajaran bahasa Arab memiliki permasalahan dan pokok kajian

tersendiri. Dalam penelitian ini, materi nah{wu akan dilihat sebagai sebuah

materi pembelajaran dan penyajiannya dalam bentuk naz}am tidak dalam

bentuk nathar, akan dikaji secara mendalam dengan memposisikannya

sebagai metode pembelajaran.

2. Pembatasan Masalah

Dari latar belakang dan identifikasi masalah yang dijelaskan di atas,

penelitian tentang pembelajaran Alfīyah yang difokuskan pada kajian

metodologi pembelajaran bahasa Arab akan dibatasi pada kajian

pembelajaranAlfīyah Ibn Ma>lik serta pelaksanaannya di Pondok Pesantren

Baitul Hikmah Haurkuning Salopa Tasikmalaya. Aspek yang akan dikaji

dalam penelitian ini ialah pertama, Naz}am Alfīyah Ibn Ma>lik dalam

perspektif pembelajaran gramatika bahasa Arab; kedua, metode penyajian

pembelajaran Alfīyah Ibn Ma>lik di Pesantren Baitul Hikmah Haurkuning

Salopa Tasikmalaya.

63

Ibn Mālik adalah seorang tokoh yang banyak menguasai berbagai disiplin ilmu, dia

menguasai ilmu Hadis karena terbukti muridnya yang bernama Imam Nawāwi salah seorang

ahli hadis ternama dengan bukunya al-Arba‘in al-Nawāwiyah dan Riyāḍ al-Sālihin dan

menguasai juga dalam bidang fiqh dengan bukunya yang terkenal syarah al-Muhadhdhab,

dan murid Ibn Mālik yang lain adalah Ibn Jama‘ah dikenal seorang ahli fiqh yang dijuluki

dengan quḍāh al-quḍāh(hakim Agung) dengan karya terkenal taẓkirah al-sāmi‘ wa al- mutakallim, dan Ibn Mālik dikenal juga dengan suara yang indah, hal ini terbukti karena ia

menguasai ilmu qirā’ah al sab‘I dan qāsidah sehingga ia menyusun buku yang diberi nama

Qāsidah dālliah, dimana pada suatu saat terjadi bagi para makmum ṣalat farḍu yang di

imami oleh Ibn Mālik mereka terharu bahkan menangis berjamaah menyimak indahnya

bacaan Ibn Mālik.

Page 39: PEMBELAJARAN NAḤWU DENGAN M ALF YAH (Studi Kasus …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39709/1/PAHRI... · Keinginan penulis untuk melakukan penelitan tentang gramatika

19

3. Perumusan Masalah

Dari pembatasan masalah diatas penulis dapat merumuskan penelitian ini

dalam dua pertanyaan berikut ini:

1. Bagaimanakah Naz}am Alfīyah Ibn Mālikdalam perspektif pembelajaran

gramatika bahasa Arab memberikan implikasi efektif kepada para santri

di Pondok Pesantren Baitul Hikmah Haurkuning Salopa Tasikmalaya?

2. Bagaimanakah metode penyajian pembelajaranAlfīyah Ibn Ma>lik di

Pondok Pesantren Baitul Hikmah Haurkuning Salopa Tasikmalaya?

C. Tujuan dan Signifikansi Penelitian.

Sejalan dengan rumusan masalah di atas, penelitian ini bertujuan untuk

mengungkapkan secara komprehensif dan mendalam tentangpembelajaran

Alfīah. Dari hasil penelitian diketahui penggunaan unsurnaz}am dalam nah{wu

sebagai metode pembelajaran qawa>‘id al-lughah al-‘Arabiyyah. Secara

terperinci penulis akan menjelaskan tujuan dan signifikansi penelitian ini

sebagai berikut:

1. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengungkapkan secara komprehensif

tentang:

1) Mengetahui Metode penyajian pembelajaranAlfīah Ibn Ma>lik yang

digunakan di Pesantren Baitul Hikmah Haurkuning Tasikmalaya.

2) Mengetahui perspektif pembelajaran gramatika bahasa Arab yang

efektif di Pesantren Baitul Hikmah denganNaz}amAlfīyah Ibn Ma>lik.

2. Signifikansi Penelitian

Penelitian ini memiliki kegunaan baik secara teoritis maupun secara

praktis. Secara teoritis penelitian ini diharapkan dapat berguna baik untuk

kalangan pemerhati sastra Arab maupun bagi para pemerhati pendidikan

bahasa. Dikatakan demikian karena penelitian ini memuat berbagai teori

tentang kedua bidang tersebut. Dalam bidang sastra penelitian ini

setidaknya dapat dijadikan sebagai referensi dalam masalah puisi yang

berbentuk naẓam. Teori-teori tersebut kemudian dikaitkan dengan teori

yang digunakan Ibn Ma>lik dalam melahirkan انظياخ انـــــحيح (al-manz}u>ma>h al-nah}wiyyah).

Kajian ini memiliki signifikansi untuk para pemerhati pendidikan

bahasa, karena dalam penelitian ini dijelaskan tentang metode pembelajaran

khususnya dalam bidang pengajaran qawa>‘id al-lughah al-‘Arabiyyah. Para

pemerhati pembelajaran bahasa Arab selama ini, tanpa dipungkiri telah

mengenal berbagai metode pembelajaran, namun dalam penelitian ini akan

lebih menonjolkan bagaimana mengajarkan gramatika Bahasa Arab dengan

Page 40: PEMBELAJARAN NAḤWU DENGAN M ALF YAH (Studi Kasus …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39709/1/PAHRI... · Keinginan penulis untuk melakukan penelitan tentang gramatika

20

menggunakan kitab Alfīyah sebagai sumber belajar. Hal ini diharapkan

tidak hanya bersifat teoritis, namun juga dapat diaplikasikan oleh para

pendidik di dalam proses pembelajaran bahasa Arab khususnya dalam aspek

gramatika, sehingga fungsi gramatika bahasa Arab dapat diterapkan para

pemelajar baik dalam berkomunikasi lisan maupun dalam membaca.

D. Tinjauan Kepustakaan

Sampai saat ini, penelitian terhadap pemikiran Ibn Ma>lik,

pembelajaran qawa>’id khususnya yang berhubungan dengan kajian nah{wu

telah banyak dilakukan oleh para peminat kajian bahasa. Dari beberapa

penelitian yang ditemukan dan memiliki relevansi dengan tulisan ini ialah

terdiri dari karya tulis yang berhubungan dengan kajian terhadap pemikiran

Ibn Ma>lik dan pembelajaran qawa>’id, di antara penelitian yang dimaksud

adalah:

Muh}}ammad ‘Abd al-Shahi>d Ah}mad, pada 1987 melakukan penelitian,

dituangkan dalam karya tulis berjudul ‚T}uruq Ta‘li>m Qawa>‘id al-Lughah al-‘Arabiyyah‛. Berdasarkan kajiannya dia mengungkapkan berbagai metode

yang dapat digunakan untuk mengajarkan Qawa>‘id al-lughah al-‘Arabiyyah.

Sementara dari aspek kesulitan-kesulitan yang biasa dihadapi para

pembelajar bahasa dari aspek ini ialah dikarenakan kajian nah{wu tersebut

memiliki tema-tema yang banyak, namun antara satu tema dengan tema

lainnya hanya sedikit perbedaan. Misalnya maf‘u>l mut}laq, maf‘u>l ma‘ah, maf‘u>l li ajlih. Di samping itu, terkadang para pengajar memberikan contoh

tidak sesuai dengan situasi dan pengalaman peserta didik.64

Pada tahun 2001, H}usain Sulaima>n Qu>rah menulis buku berjudul ‚ Dira>sa>h Tah}li>liyah wa Mawa>qif Tat}bi>qiyyah fi> Ta‘li>m al-Lughah al-‘Arabiyyah wa al-Di>n al-Isla>m‛. Fokus kajian yang dilakukan Qura>t adalah

berkaitan peranan ilmu nah{wu dalam memahami bahasa Arab dan

penerapannya dalam pembelajaran bahasa Arab. Dia juga melakukan kajian

tentang peranan nah{wu dan penerapannya dalam memahami ajaran Islam.65

Pada tahun 2008, Muhbib Abdul Wahab melakukan penelitian berjudul

‚Metode Penelitian dan Pembelajaran Nah{wu: Studi Teori Linguistik Tamma>m H}assan‛. Dalam penelitian tersebut dia menyimpulkan, yaitu: a)

Penelitian nah{wu perlu direvitalisasi, b) Pengembangan materi nah{wu perlu

dilandasi epistemologi nah{wu (us}u>l al-nah}w), c) Metode penelitian nah{wu

adalah basis keilmuan yang bisa dikembangkan dalam pembelajaran nah{wu,

64

Muh}ammad ‘Abd al-Shahi>d Ah}mad, T}uruq Ta‘li>m Qawa>‘id al-Lughah al-‘Arabiyyah (Kairo: Maktabah al-Nahd}ah al-Mis}riyyah, 1987).

65H}usain Sulaima>n Qu>rat, Al-Manz}u>ma>t al-Nah}wiyyah: Dira>sa>t Tah}li>liyyah wa

Mawa>qif Tat}bi>qiyyah fi> Ta‘li>m al-Lughah al-‘Arabiyyah wa al-Di>n al-Isla>m (Kairo: al-

Anjlu>, 2001).

Page 41: PEMBELAJARAN NAḤWU DENGAN M ALF YAH (Studi Kasus …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39709/1/PAHRI... · Keinginan penulis untuk melakukan penelitan tentang gramatika

21

d) Nah{wu yang dikonstruksi secara ilmiah, berbasis epistemologi yang

kokoh dan verifikatif dapat menentukan rancang bangun sistematika materi

nah{wu, e) Pemikiran linguistikTamma>m H}assa>n, terutama pemikiran

nah{wunya merupakan hasil ijtihad pribadinya yang memadukan antara

warisan khazanah pemikiran klasik, terutama pemikiran al-Jurja>ni>, Ibn Jinni>,

dan pemikiran modern, baik strukturalisme de Sausure dan

Bloomfield,maupun aliran London JR. Frirth, dan gramatika generatif-

transformatif Noam Chomsky. Muara kajian penelitian nah{wuH}assa>n pada

akhirnya sangat signifikan sebagai pendekatan dalam memahami,

memaknai, dan menafsirkan Al-Qur’ān.66

Ketiga penelitian di atas setidaknya memiliki relevansi dengan

penelitian ini, ketiga penelitian di atas mengkaji metode pengajaran nah{wu

dengan berbagai fokus kajiannya. Namun, penelitian di atas juga memiliki

titik perbedaan dengan penelitian ini, fokus dalam penelitian ini adalah

efektivitas pembelajaran Alfīyah dan metode pengajarannya di Pesantren

tradisional.

Di samping beberapa penelitian di atas, para pemerhati kajian bahasa

juga telah banyak melakukan studi tentang pemikiran Ibn Ma>lik. Di antara

penelitan yang dijadikan sebagai kajian terdahulu dan memiliki relevansi

dengan penelitian ini adalah, misalnya pada tahun 1998, D. Hidayat, dalam

rangka menyelesaikan studi doktoral di IAIN Syarif Hidayatullah,

melakukan penelitian tentang metode nah{wu Ibn Ma>lik dituangkan dalam

judul ‚al-Manhaj al-Nah}wi> li Ibn Ma>lik‛. Tujuan dilakukannya penelitian ini

adalah: a) mengungkapkan posisi Ibn Ma>lik dalam masalah penggunaan

dalil-dalil nah{wu, seperti sima>‘, qiya>s, ijma>‘ dan istis}h}a>b, b) mengungkapkan

kelebihan metode nah{wu Ibn Ma>lik baik dari segi penggunaan adillah al-nah}wiyah maupun teori nah{wu-nya, c) memberikan gambaran secara umum

tentang kelebihan metode nah{wu Ibn Ma>lik dan kegunaannya dalam

pembelajaran qawa>‘id dan pengembangannya.67

Dalam rangka menyelesaikan studinya pada program Doktor di

Universitas Ima>m Muh}ammad bin Sa’u>d Riya>d}, H}assa>n bin ‘Abdulla>h bin

Muh}ammad al-Ghunaima>n pada tahun 2003 melakukan penelitian

dituangkan dalam disertasi berjudul Al-Manz}u>ma>h al-Nah}wiyyah wa Atharuha> fi> Ta‘li>m al-Nah}wi. Penelitian ini menggunakan berbagai sumber

kajian nah{wu yang dimuat dalam syair termasuk di dalamnya karya Ibn

Ma>lik. Fokus kajiannya adalah pengaruh manz}u>ma>h nah}wiyah dalam

66

Muhbib Abdul Wahab, ‚Metode Penelitian dan Pembelajaran Nah{wu : Studi Teori

Linguistik Tamam Hassan‛ (Disertasi Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta, 2008). 67

D.Hidayat, ‚Al-Manhaj al-Nah}wi> li Ibn Mālik ‛ (Disertasi IAIN Syarif

Hidayatullah, 1419 H/1998 M).

Page 42: PEMBELAJARAN NAḤWU DENGAN M ALF YAH (Studi Kasus …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39709/1/PAHRI... · Keinginan penulis untuk melakukan penelitan tentang gramatika

22

memberikan dan menyajikan pembelajaran nah{wu.68

Perbedaan dengan

penelitian yang dilakukannya adalah di mana fokus penelitian ini pada aspek

metode pembelajaran qawa>‘id al-lughah al-‘Arabiyyah.

Kha>lid Sa‘ad Muh}ammad Shu‘ba>n, pada tahun 2006 melakukan kajian

terhadap us}u>l al-nah}wi Ibn Ma>lik yang kemudian dituangkan dalam buku

dengan judul Us}u>l al-Nah}wi ‘Ind Ibn Ma>lik. Sesuai dengan judulnya, fokus

penelitiannya ini berkaitan dengan penggunaan dalil nah{wu oleh Ibn

Ma>lik.69

Ketiga penelitian di atas setidaknya memiliki sisi persamaan dengan

penelitian penulis ini, di mana kedua penelitian di atas sama-sama mengkaji

penggunaan dasar-dasar nah{wu oleh Ibn Ma>lik. Penelitian ini juga akan

melihat dan mengungkap sisi tersebut, khususnya dalam masalah

penggunaan naẓam Arab sebagai metode nah{wu, karena penulis berasumsi

Ibn Ma>lik terinspirasi melahirkan materi nah{wu dalam bentuk puisi karena

dia sendiri merupakan seorang penyair, namun di samping penelitian ini

memiliki relevansi dengan kedua penelitian di atas, sisi perbedaan yang

paling menonjol adalah di mana penelitian ini akan melihat syair atau puisi

tidak hanya sebatas materi nah{wu dan karya sastra semata, tetapi juga

mengungkap sisi metodologis di dalamnya.

E. Metodologi Penelitian

1. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan perpaduan kajian kepustakaan dan lapangan

(library research and field research), yakni mengacu kepada data-data karya

ilmiah yang berkaitan dengan permasalahan penelitian. Library research

diharapkan dapat memberikan analisis terhadap pokok pikiran Ibn Ma>lik

dalam memunculkan sebuah karya yang membahas tentang qawa>’id dalam

bentuk Naz}am sementara data dari lapangan akan dianalisis bagaimana

implementasi pemikiran Ibn Ma>lik tersebut pada lembaga pendidikan yang

mengajarkan Alfīyah sebagai sumber belajar gramatika bahasa Arab.

Penelitian ini menggunakan metode kualitatif naturalistik berdasarkan

pertimbangan bahwa penelitian ini bermaksud meneliti dan mengkaji secara

lebih mendalam tentang gejala-gejala dan peristiwa-peristiwa yang terjadi

dalam setting lingkungan yang alami sebagaimana adanya, tanpa

dipengaruhi dengan sengaja, penelitian ini berlokasi di pesantren Baitul

Hikmh Haurkuning Salopa Tasikmalaya. Penelitian kualitatif sering disebut

naturalistik karena si peneliti menempatkan peristiwa-peristiwa yang

68

H}assa>n bin ‘Abdulla>h bin Muh}ammad al-Ghunaima>n, Al-Manz}u>ma>t al-Nah}wiyyah wa Atharuha> fi> Ta‘li>m al-Nah}w (Riya>d}: Universitas Imam Muhammad bin Sa‘u>d, 2003).

69Kha>lid Sa‘ad Muh}ammad Shu‘ba>n, Us}u>l al-Nah}wi ‘ind Ibn Ma>lik (Kairo:

Maktabah al-Ada>b, 2006). 72.

Page 43: PEMBELAJARAN NAḤWU DENGAN M ALF YAH (Studi Kasus …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39709/1/PAHRI... · Keinginan penulis untuk melakukan penelitan tentang gramatika

23

menjadi minatnya dalam kejadian alami.70

Peneliti lain menyatakan bahwa

penelitian kualitataif adalah tradisi tertentu dalam ilmu pengetahuan sosial

yang secara fundamental bergantung pada pengamatan atas manusia dalam

kawasannya sendiri dan berhubungan dengan orang-orang tersebut dalam

bahasanya dan dalam peristilahannya.71

Dalam hal ini peneliti akan melakukan obsevasi, pengamatan lapangan

terkait pembelajaran bahasa di lingkungan pesantren tersebut.

2. Instrumen Penelitian

Khas penelitian kualitatif adalah manusia atau peneliti sendiri sebagai

alat pengumpul data utama, di samping itu peneliti dibantu oleh beberapa

siswa yang dianggap mampu membantu mengumpulkan data. Dalam

pengumpulan data peneliti menggunakan berbagai bantuan seperti pedoman

wawancara, buku catatan, alat perekam dan kamera.

3. Sumber Data

Data penelitian yang dikumpulkan dalam penelitian ini berupa

informasi dalam bentuk kata-kata (kalimat dan atau paragraf). Informasi

tersebut digali dari tiga sumber sebagai berikut:

1) Peristiwa, yaitu proses belajar mengajar bahasa Arab di dalam kelas dan

pada saat tutorial.

2) Informan, yaitu guru atau ustaz yang menjadi penjaga asrama berjumlah 4

orang, dan beberapa siswa dari kelas IX Tingkat MTs karena pada kelas

ini Alfīyah mulai di ajarkan, dan Madrasah Aliyah Klas X, XI dan kelas

XII tingkat Aliyah yang dipilih berdasarkan petunjuk dari para ustaz dan

siswa lain yang dipilih secara acak.

Dalam penelitian kualitatif yang akan dicari adalah masalah alami

(natural). Untuk keperluan penelitian kualitatif yang menjadi sumber

utama adalah informan penelitian yang dipilih dari beberapa orang di

antara mereka yang diperkirakan memiliki atau pernah memiliki

kedekatan dengan masalah yang sedang diteliti. Jumlah informan tersebut

kemungkinan akan berkembang seperti bergulingnya ‚bola salju‛, dan

suatu saat berakhir ketika tidak ada lagi indikasi munculnya informasi

baru. Yang dimaksud dengan informan adalah orang dalam yang

mengetahui para individu dan politik yang dianut untuk memberi nasihat

kepada anda dalam pembuatan keputusan.

3) Dokumen, yaitu informasi tertulis yang berkenaan dengan pelaksanaan

pembelajaran bahasa Arab di Pesantren.

70

Robert C. Bogdan and Sari Knopp Biklen, Qualitative Research for Education: An Introduction to Theory and Methods, 3.

71Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung: Rosdakarya, 2010), 4.

Page 44: PEMBELAJARAN NAḤWU DENGAN M ALF YAH (Studi Kasus …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39709/1/PAHRI... · Keinginan penulis untuk melakukan penelitan tentang gramatika

24

4. Tahap-tahap Penelitian

Proses kegiatan penelitian ini banyak dikemukakan oleh beberapa ahli

yang berlainan cara pandang, namun untuk keperluan penelitian ini

menggunakan anjuran Lincoln & Guba bahwa langkah-langkah penelitian

pada prinsipnya mengikuti siklus yang secara garis besarnya dibedakan atas

tiga tahapan: orientasi, eksplorasi dan validasi,72

yang dapat dijelaskan

sebagai berikut;

a. Tahap Orientasi

Mula-mula dilakukan pra survei untuk mengenali pihak-pihak terkait

di mana lokasi penelitian berada dengan maksud untuk memperoleh

gambaran yang lebih jelas tentang lokasi dan permasalahan, sehingga

memudahkan upaya untuk mengklasifikasi fokus penelitian. Pada tahap ini

dilakukan pengamatan umum (grand tour observation) dan wawancara awal

dengan beberapa responden. Pengamatan ini masih bersifat umum, dilakukan

dengan maksud untuk memperoleh informasi sebanyak mungkin. Sementara

itu, desain penelitian dikembangkan berdasarkan hasil pengamatan dan

wawancara yang disertai analisis untuk menemukan hal-hal yang khas,

penting dan sangat berguna untuk diteliti lebih lanjut sebagai fokus

penelitian yang sesungguhnya.

b. Tahap Eksplorasi

Berdasarkan temuan-temuan diatas, selanjutnya peneliti melanjutkan

penelitian ke tahap eksplorasi(penelitian sesungguhnya).Pada tahap

eksplorasi ini, peneliti melakukan pengamatan, wawancara, studi

dokumentasi dan kepustakaan secara mendalam yang didasarkan pada desain

penelitian yang sudah ditentukan sebelumnya. Selanjutnya hasilnya

dianalisis, yang dilakukan melalui proses analisis domain, taksonomik,

komponen dan analisis tema.

3. Tahap Validasi

Dalam tahap ini hasil pengamatan umum yang telah dianalisis sejak

awal penelitian, dituliskan dalam bentuk laporan keseluruhan dan

dikonfirmasikan dengan para informan yang bersangkutan. Jika dipandang

perlu untuk melengkapi data yang ada, peneliti akan melakukan pencarian

data tambahan sebagaimana yang diperlukan. Untuk memastikan

diperolehnya hasil penelitian yang baik dan efisien, peneliti melakukan

pengecekan bersamaan waktunya dengan kegiatan-kegiatan yang dilakukan

pada tahap eksplorasi, yakni dengan cara membuat catatan lapangan yang

hasilnya dimintakan koreksi dari responden bersangkutan beberapa hari

72

Egon G. Guba and Yvonna Lincoln, Naturalistic Inquiry, 36.

Page 45: PEMBELAJARAN NAḤWU DENGAN M ALF YAH (Studi Kasus …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39709/1/PAHRI... · Keinginan penulis untuk melakukan penelitan tentang gramatika

25

kemudian. Peneliti melakukan revisi seperlunya,kemudian

membandingkannya dengan teori. Berdasarkan hasil perbandingan tersebut,

selanjutnya akan ditemukan kesimpulan akhir penelitian.

5. Teknik Pengumpulan Data

Kategori yang paling lazim dalam strategi pengumpulan data yang

digunakan oleh para peneliti kualitatif adalah pengamatan, wawancara, dan

instrumen yang dirancang oleh peneliti, dan analisis isi tentang manusia.73

Penulis memilih cara yang senada sebagaimana yang dikemukakan oleh

Moleong, yakni pengamatan, wawancara, catatan lapangan dan studi

dokumentasi.74

Semuanya dilakukan dengan maksud untuk memperoleh data

dan informasi yang saling menunjang tentang proses peningkatan

pembelajaran bahasa Arab dan bagaimana proses itu berlangsung. Alat

pengumpul data adalah peneliti sendiri.

a. Pengamatan

Dalam pengamatan atau observasi, peneliti ikut berperan serta dalam

kelompok yang diteliti, misalnya turut serta dalam kegiatan belajar di luar

kelas, seperti di masjid, membaur dengan sasaran penelitian. Dalam

hubungan ini dicatat hal-hal yang sesuai dengan fokus penelitian. Dalam hal

tertentu untuk mengurangi terjadinya perubahan yang manipulatif karena

kehadiran peneliti, peneliti juga dibantu oleh seorang siswa yang mencatat

peristiwa-peristiwa pembelajaran bahasa Arab.

b. Wawancara

Mewawancarai informan sebagai narasumber dilakukan dengan

maksud untuk menggali informasi yang berkenaan dengan fokus penelitian.

Dalam wawancara, peneliti menggunakan pedoman wawancara yang telah

dipersiapkan sebelumnya, dan dengan cara mengajukan sejumlah pertanyaan

terbuka. Jika wawancara dilakukan secara formal, maka peneliti mengajukan

pertanyaan-pertanyaan yang sudah terstrukur. Sementara itu, untuk

keperluan wawancara tidak formal peneliti mengajukan pertanyaan-

pertanyaan yang tidak terstruktur.

Wawancara dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan tidak

terstruktur dilakukan dengan maksud untuk melihat dan menyesuaikan

dengan situasi pada saat dimulai wawancara. Proses wawancara dilakukan

secara wajar dan tidak tergesa-gesa. Untuk melengkapi informasi dari hasil

wawancara tersebut sebagai upaya melakukan pengecekan ulang atau

73

Judith Preissle Goetz and Margaret Diane LeCompte, Ethnography and Qualitative Design in Educational Research, 107.

74 Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, 125-163.

Page 46: PEMBELAJARAN NAḤWU DENGAN M ALF YAH (Studi Kasus …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39709/1/PAHRI... · Keinginan penulis untuk melakukan penelitan tentang gramatika

26

triangulasi, dilakukan pengamatan dan studi dokumentasi dengan melihat

peristiwa-peristiwa dan catatan-catatan atau laporan pelaksanaan.

c. Kajian Dokumentasi dan Pustaka

Kajian dokumentasi dimaksudkan untuk mempelajari berbagai aspek,

misalnya yang berkenaan dengan struktur organisasi, peraturan perundangan

yang mengatur peran dan fungsi suatu lembaga, dan sebagainya. Kajian pustaka

bertujuan untuk memperoleh informasi sehubungan dengan publikasi yang

berkaitan dengan penelitian.

d. Membuat Catatan Lapangan

Selama melakukan pengamatan, peneliti membuat berbagai catatan

lapangan (field notes) tentang segala sesuatu yang dilihat, didengar, dialami

dan dipikirkan oleh para aktor dengan memperhatikan tiga prinsip pokok

yang meliputi (a) bentuk bahasa yang diucapkan; (b) semua ucapan atau

kalimat sebagaimana yang dikemukakan oleh informan; dan (c)

menggunakan bahasa secara konkrit. Setelah dilakukan pengamatan dan

hasil interkasi dengan subjek yang diteliti, selanjutnya peneliti menyusun

semua catatan lapangan ini.

Catatan lapangan dibuat dalam dua bentuk, yakni catatan deskriptif

yang merupakan catatan yang terinci dan akurat mengenai apa yang dilihat

dan didengar serta dialami, dan catatan reflektif yaitu catatan yang dibuat

berdasarkan catatan deskriptif, yang berisi kerangka berpikir, gagasan atau

kepedulian peneliti. Catatan reflektif dibuat setelah dilakukan pengamatan,

wawancara dan studi dokumentasi atau mencatat peristiwa yang terjadi di

lapangan. Hal seperti ini berguna untuk menjabarkan penjelasan-penjelasan

dan membandingkannya dengan keadaan yang seharusnya. Catatan reflektif

dibuat dengan maksud untuk memberi kerangka kontekstual dalam upaya

menginterpretasikan catatan-catatan deskriptif dan untuk menetapkan

rencana kegiatan selanjutnya.

e. Membuat Rekaman Data

Kegiatan merekam data di lapangan dilakukan melalui langkah-

langkah sebagai berikut: (a) merekam data di lokasi dalam arti mencatat

dengan menggunakan alat tulis-menulis, termasuk menggunakan HP atau

tape recorder. Diusahakan agar semua data di lapangan dapat

menggambarkan latar-belakang, proses, peristiwa yang merupakan

keseluruhan kegiatan pengumpulan data; (b) melakukan rekonstruksi dan

penyusunan ulang semua data yang dapat direkam dari lapangan; (c)

mencatat dan memberi kode pada formulir pengamatan pada bagian dari

Page 47: PEMBELAJARAN NAḤWU DENGAN M ALF YAH (Studi Kasus …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39709/1/PAHRI... · Keinginan penulis untuk melakukan penelitan tentang gramatika

27

halaman yang tersedia; (d) memeriksa dan mengelompokkan ulang semua

hasil wawancara sesuai dengan format yang telah disusun.

Selanjutnya, dilakukan beberapa langkah kegiatan dalam upaya

mengingat kembali data yang telah dikumpulkan, antara lain melalui cara-

cara: (a) mencari kata-kata kunci; (b) berkonsentrasi pada kata-kata yang

pertama dan terakhir diucapkan pada setiap pembicaraan; (c) meninggalkan

lokasi sesegera mungkin setelah selesai dilakukan pengamatan, sehingga

peneliti dapat mengingat kembali data sebanyak mungkin dan akurat; (d)

mencatat sesegera mungkin setelah dilakukan pengamatan; (e) menyimpan

setiap informasi secara teliti sampai kegiatan pencatatan selesai dilakukan;

(f) menggambarkan peta dan melacak kembali peristiwa-peristiwa khusus

dalam pembicaraan yang terjadi di setiap lokasi dan waktu sebelum menulis

catatan lapangan; dan (g) melengkapi bagian-bagian data yang hilang

setelah membuat catatan awal.

6. Teknik Analisis Data

a. Analisis data kepustakaan.

Karena tokoh yang akan diteliti telah wafat dengan meninggalkan

karya-karya ilmiah, maka dalam mengelaborasi pemikiran tokoh tersebut

peneliti menggunakan metode struktural. Hal ini dikarenakan untuk

memahami teks penulis dituntut untuk memahami struktur-struktur intrinsik

yang digunakan pada matan Alfīyah , serta naz}amNaḥwu Ibn Ma>lik. Dengan

menggunakan metode strukturalis, peneliti berupaya untuk mencari makna

pada setiap unsur yang terdapat pada Alfīyah Ibn Ma>lik untuk kemudian

diinterpretasikan sebagai sebuah metode pembelajaran bahasa Arab.

Penggunaan metode struktural dalam memberikan interpretasi

terhadap teks telah banyak dipakai oleh para tokoh. Metode ini berawal dari

seorang filosof sekaligus linguis yaitu Ferdinand de Saussure (1875-1913).

Dalam kajiannya terhadap bahasa, Saussure menyimpulkan bahwa bahasa

tertentu tidak diikat oleh kata dan benda melainkan oleh hubungan antara

struktur yang membentuk totalitas dari bahasa tersebut. Adapun kelebihan

serta cara kerja metode strukturalis yang akan digunakan dalam operasional

penelitian ini ialah mengikuti pola struktural yang ditawarkan oleh Noth

yang mengatakan bahwa analisis struktural pada dasarnya mengikuti

sebagian atau keseluruhan dari ketujuh kaidah yaitu:75

Pertama, imanensiyaitu melihat struktur dalam rangkaian sistem dan

dalam perspektif sinkronis. Jadi, struktur adalah suatu bangun yang abstrak

yang komponen-komponennya terikat dalam suatu jaringan relasi, baik di

dalam struktur secara sintagmatis maupun keluar struktur secara asosiatif.

75

Winfried North, Handbook of Semiotics (Bloomington: Indiana University Press,

1995), 295-197.

Page 48: PEMBELAJARAN NAḤWU DENGAN M ALF YAH (Studi Kasus …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39709/1/PAHRI... · Keinginan penulis untuk melakukan penelitan tentang gramatika

28

Kedua, petinensiyaitu melihat makna suatu komponen struktur dengan

mengidentifikasi ciri pembeda di antara komponen tersebut dengan

komponen-komponen yang lain dalam rangka suatu sistem. Akhirnya, ciri

pembeda itu sendiri menjadi lebih dipentingkan dari pada komponennya

sendiri.

Ketiga, komutasiyaitu menggunakan tes komutasi, yakni tes oposisi

pasangan minimal untuk mengindektifikasi ciri pembeda antara komponen

dalam suatu sistem.

Keempat, kompabilitasyaitu melihat komponen-komponen struktur

dalam rangka kombinasi dan kesesuaian antar komponen atau relasi

sintagmatis.

Kelima, integrasiyaitu melihat struktur sebagai suatu kesatuan

totalitas dalam suatu sistem.

Keenam, diakronikdan sinkroniksebagai dasar analisis.Analisis

diakronis adalah analisis berdasarkan poros waktu memperlihatkan

perkembangan, sedangkan analisis sinkronis adalah analisis pada satu

lapisan waktu dan ruang dalam poros waktu. Dalam melakukan kajian

diakronis, analisis struktural bertumpu pada lapisan-lapisan analisis

sinkronis.76

Ketujuh, fungsimelihat komponen-komponen struktur dalam suatu

sistem sebagai pemilik fungsi tertentu. Dengan menggunakan metode

strukturalis dengan berbagai rangkaian kerjanya diharapkan makna yang

dikandung Alfīah dalam aspek metode pembelajaran qawa>‘id al-lughah al-‘Arabiyyah dapat diungkapkan secara komprehensif.

b. Analisis Data Lapangan

Analisis data penelitian ini dilakukan berdasarkan analisis deskriptif

kualitatif, yaitu menggambarkan permasalahan yang terjadi di lapangan

sesuai apa adanya. Analisis data dilakukan secara berkesinambungan, sejak

awal penelitian, dibuat secara narasi kemudian diklasifikasikan kepada

kategori-kategori tertentu. Langkah awal dilakukan dengan memilah dan

mengklasifikasikan data tersebut menggambarkannya secara narasi. Artinya

data yang diperoleh melalui observasi, wawancara dan dokumentasi

selanjutnya dijabarkan dalam bentuk kalimat yang relevan dengan keadaan

di lapangan tanpa bermaksud membandingkan atau mengkomparasikan.

76

Dalam bahasa Indonesia istilah tersebut dikenal dengan awalan sisipan dan akhiran, Lihat,

JWM. Verhaar, Asa-asas Linguistik Umum (Yogyakarta: Gajah Mada University Press,

2008), 15. Demikian juga dalam bahasa Arab digunakan berdasarkan bina (struktur) seperti

kata jalasa artinya duduk, kalau di tambah tashdi>d jallasa artinya berobah menjadi

mendudukkan, nazala artinya turun, anzala menurunkan, dan nazzala artinya banyak turun,

bertahap atau berangsur-angsur.

Page 49: PEMBELAJARAN NAḤWU DENGAN M ALF YAH (Studi Kasus …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39709/1/PAHRI... · Keinginan penulis untuk melakukan penelitan tentang gramatika

29

Analisa sebagai usaha pembuktian akan kebenaran dari hasil

penelitian, hal ini penulis lakukan dengan mengambil langkah-langkah

analisa data sebagai berikut:

1) Reduksi data, merupakan proses menyeleksi, memfokuskan,

menyederhanakan, mengabstrakkan dan memindahkan data mentah

yang diperoleh dari pencatatan pengamatan lapangan. Kemudian

hasilnya dirangkum untuk menemukan hal-hal penting yang dapat

mengungkapkan permasalahan penelitian.

2) Display data, yaitu menyajikan data dalam bentuk matrik, kelompok,

organisasi, atau penyajian lainnya dengan demikian data dapat lebih

dikuasai.

3) Pengambilan kesimpulan dengan verifikasi data. Kegiatan ini dilakukan

simultan dengan kegiatan pengumpulan data dan mereduksi data. Setiap

data dan informasi yang diperoleh segera diverifikasi dengan cara

membandingkannya dengan informasi lain, sehingga ditemukan satu

pemahaman tentang suatu objek pengamatan.

F. Sistematika Penulisan

Untuk mendapatkan karya tulis yang sistematis, gambaran yang jelas,

terarah, logis dan saling berhubungan antara satu Bab dengan Bab yang lain,

antara sub dengan sub yang lain, penulis mengklasifikasikannya menjadi

lima bab dengan beberapa sub bab, antara satu bab dengan bab yang lain

tidak bisa dipisahkan. Satu Bab pendahuluan, empat Bab pembahasan dan

satu Bab kesimpulan.

Bab pertama, merupakan landasan umum dari penelitian disertasi. Bab

ini berisi pendahulan yang terdiri dari latar belakang masalah, permasalahan

yang mencakup identifikasi, batasan dan perumusan masalah, tujuan dan

signifikansi penelitian, penelitian yang relevan, metodologi penelitian dan

sistematika pembahasan. Bab ini merupakan pendahuluan serta miniatur

dalam melakukan penelitian ini, karena landasan, alasan, serta metode yang

Akan penulis gunakan dalam melakukan penelitian akan mengacu pada bab

ini.

Pada Bab kedua, penelitian ini berisikan perdebatan teoritik tentang

diskursus teori-teori pembelajaran bahasa Arab, metode pembelajaran

naḥwu, keterampilan bahasa, dan pengajaran bahasa. Keempat sub bab ini

dijelaskan untuk melihat teori, metode dan pola pembelajaran bahasa Arab

yang dijelaskan oleh para linguis dalam konteks pembelajaran bahasa.

Pada bab tiga, memuat tentang deskripsiAlfīyah IbnMālik dan

penggunaannya dalam konteks keindonesiaan. Dalam sub bab yang pertama,

penulis menjelaskan tentang dinamika intelektual Ibn Mālik, yang

mencakup riwayat hidup Ibn Mālik, karya tulis Ibn Mālik, kajian Alfīah Ibn

Page 50: PEMBELAJARAN NAḤWU DENGAN M ALF YAH (Studi Kasus …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39709/1/PAHRI... · Keinginan penulis untuk melakukan penelitan tentang gramatika

30

Mālik di Indonesia. Pada sub bab kedua, penulis mendeskripsikan tentang

kitab Alfīyah sebagai Naẓam.

Pada bab keempat ialah akan mengungkapkan pola pembelajaran

naḥwu di pondok pesantren. Dalam konteks penelitian ini, penulis

menjelaskan tiga sub bab yang menerangkan tentang pola pembelajaran

naḥwu pondok pesantren Baitul Hikmah Tasikmalaya, pengajaran naḥwu di

pesantren, tahapan-tahapan pembelajaran bahasa Arab yang dikembangkan

di sana.

Pada Bab lima ialah memberikan analisis secara mendalam tentang

bagaimana efektivitas naẓam Alfīyah Ibn Ma>lik sebagai bahan ajar. Untuk

itu, pembahasan pada Bab ini akan difokuskan tentang metode penyajian

Alfīyah Ibn Ma>lik di pesantren Baitul Hikmah Haurkuning Tasikmalaya.

Selanjutnya pada bab ini juga diuraikan tentang efektivitas penggunaan

Alfīyah Ibn Ma>lik dalam pembelajaran nah}wu. Untuk melihat efektifitas

tersebut dalam Bab ini juga akan diuraikan tentang ketrampilan berbahasa

yang dimiliki siswa di pondok pesantren Baitul Hikmah. Analisis terhadap

ketrampilan siswa tersebut dipandang sebagai langkah untuk mengetahui

seberapa efektif penggunaan Alfīyah dalam mengajarkan ketrampilan

berbahasa.

Bab terakhir, uraian dari bab awal sampai pada bab lima ini akan dapat

menjawab tujuan dilaksanakannya penelitian, yang kemudian hasilnya akan

disimpulkan pada bab enam. Pada Bab enam ini penulis akan menyajikan

kesimpulan dari hasil temuan penelitian di lapangan, selain itu akan

disajikan pula beberapa saran dan rekomendasi dari penelitian ini bagi

beberapa pihak terkait dengan fenomena pendidikan bahasa maupun sastra

Arab di Indonesia.