PEMBELAJARAN NAḤWU DENGAN M ALF YAH (Studi Kasus...
Transcript of PEMBELAJARAN NAḤWU DENGAN M ALF YAH (Studi Kasus...
PEMBELAJARAN NAḤWU
DENGAN NAẒĀM ALFĪYAH IBN MĀLIK
(Studi Kasus Pondok Pesantren Baitul Hikmah Haurkuning Tasikmalaya)
Disertasi
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Memperoleh
Gelar Doktor dalam Bidang Pendidikan Bahasa Arab
Promotor:
Prof. Dr. H. D. Hidayat, MA
Prof. Dr. Sukron Kamil, MA
Oleh:
PAHRI
11.3.00.1.09.01.0076
KONSENTRASI PENDIDIKAN BAHASA ARAB
PROGRAM STUDI PENGKAJIAN ISLAM
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)
SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
2015
SURAT PERNYATAAN
Saya yang bertandatangandibawahini:
Nama : Pahri
NIM : 11.3.00.1.09.01.0076
Jenjangpendidikan : Doktoral
Konsentrasi : Pendidikan Bahasa Arab
Tempat/tanggallahir : HajoranJulu (Sumatera Utara),
6 Juli 1968
Alamat : Jalan STM Walang Jaya Gg Sepakat,
RT. 08, RW. 5, No. 53,Tugu Selatan
Koja, Jakarta Utara
Menyatakan dengan sebenarnya, bahwa disertasi berjudul
“Pembelajaran Naḥwu dengan Naẓām Alfīah Ibn Mālik studi kasus
pesantren Baitul Hikmah Haurkuning Tasikmalaya” adalah karya asli
penulis, kecuali kutipan-kutipan yang jelas sumbernya. Apabila terdapat
kesalahan dan kekeliruan di dalamnya, sepenuhnya menjadi tanggung jawab
penulis. Jika dikemudian hari terbukti karya ini bukan hasil karya penulis
dan merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka penulis bersedia
menerima sanksi yang berlaku di UIN SyarifHidayatullah Jakarta.
Demikian Surat penyataan ini saya buat dengan sebenarnya tanpa
paksaan siapapun.
Jakarta, 12 Oktober 2015
Yang membuat pernyataan
PAHRI
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Disertasi dengan judul: “PEMBELAJARAN NAḤWU DENGAN
NAẒĀM ALFĪAH IBN MĀLIK: Studi Kasus Pesantren Baitul Hikmah
Haurkuning Tasikmalaya” yang ditulis oleh Pahri, Konsentrasi Pendidikan
Bahasa Arab dengan NIM: 11.3.00.1.09.01.0076, telah disetujui untuk
diajukan pada sidang Ujian Pendahuluan.
Ciputat, 12 Oktober 2015
Pembimbing I
Prof. Dr. H. D. HIdayat, MA
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Disertasi dengan judul: “PEMBELAJARAN NAḤWU DENGAN
NAẒĀM ALFĪAH IBN MĀLIK: Studi Kasus Pesantren Baitul Hikmah
Haurkuning Tasikmalaya” yang ditulis oleh Pahri, Konsentrasi Pendidikan
Bahasa Arab dengan NIM: 11.3.00.1.09.01.0076, telah disetujui untuk
diajukan pada sidang Ujian Pendahuluan.
Ciputat, 12 Oktober 2015
Pembimbing II
Prof. Dr. Sukron Kamil, MA
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Disertasi dengan judul: “PEMBELAJARAN NAḤWU DENGAN
NAẒĀM ALFĪAH IBN MĀLIK: Studi Kasus Pesantren Baitul Hikmah
Haurkuning Tasikmalaya” yang ditulis oleh Pahri, Konsentrasi Pendidikan
Bahasa Arab dengan NIM: 11.3.00.1.09.01.0076, telah disetujui untuk
diajukan pada sidang Ujian Pendahuluan.
Ciputat, 12 Oktober 2015
Pembimbing I
Prof. Dr. H. D. HIdayat, MA
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Disertasi dengan judul: “PEMBELAJARAN NAḤWU DENGAN
NAẒĀM ALFĪAH IBN MĀLIK: Studi Kasus Pesantren Baitul Hikmah
Haurkuning Tasikmalaya” yang ditulis oleh Pahri, Konsentrasi Pendidikan
Bahasa Arab dengan NIM: 11.3.00.1.09.01.0076, telah disetujui untuk
diajukan pada sidang Ujian Pendahuluan.
Ciputat, 12 Oktober 2015
Pembimbing II
Prof. Dr. Sukron Kamil, MA
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Disertasi dengan judul: “PEMBELAJARAN NAḤWU DENGAN
NAẒĀM ALFĪAH IBN MĀLIK: Studi Kasus Pesantren Baitul Hikmah
Haurkuning Tasikmalaya” yang ditulis oleh Pahri, Konsentrasi Pendidikan
Bahasa Arab dengan NIM: 11.3.00.1.09.01.0076, telah disetujui untuk
diajukan pada sidang Ujian Pendahuluan.
Ciputat, 12 Oktober 2015
Pembimbing I
Prof. Dr. H. D. HIdayat, MA
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Disertasi dengan judul: “PEMBELAJARAN NAḤWU DENGAN
NAẒĀM ALFĪAH IBN MĀLIK: Studi Kasus Pesantren Baitul Hikmah
Haurkuning Tasikmalaya” yang ditulis oleh Pahri, Konsentrasi Pendidikan
Bahasa Arab dengan NIM: 11.3.00.1.09.01.0076, telah disetujui untuk
diajukan pada sidang Ujian Pendahuluan.
Ciputat, 12 Oktober 2015
Pembimbing II
Prof. Dr. Sukron Kamil, MA
PERSETUJUAN PENGUJI
Disertasi dengan judul: “Pembelajran Naḥwu dengan Naẓam Alfīah Ibn
Mālik: Studi Kasus Pondok Pesantren Baitul Hikmah Haurkuning Tasikmalaya”
yang ditulis oleh Pahri, Konsentrasi Pendidikan Bahasa dengan NIM:
11.3.00.1.09.01.0076, telah lulus dan diperbaiki sesuai saran dan masukan Tim
Penguji pada Ujian Pendahuluan Disertasi hari Selasa, 29 September 2015, dan
disetujui untuk diajukan pada sidang Ujian Terbuka (Promosi).
TIM PENGUJI
No
Nama Penguji Keterangan/
Tanda tangan
1
Prof. Dr. Masykuri Abdillah, MA.
(Ketua sidang/ merangkap Penguji)
Tanggal ………………
2
Prof. Dr. H. D. Hidayat, MA
(Pembimbing/ merangkap Penguji)
Tanggal ………………
3
Prof. Dr. Sukron Kamil, MA.
(Pembimbing/ merangkap Penguji)
Tanggal ………………
3
Prof. Dr. Ahmad Thib Raya, MA.
(Penguji 1)
Tanggal ………………
4
Prof. Dr. Moh. Matsna, HS, MA.
(Penguji 2)
Tanggal ………………
5
Prof. Dr. Zainal Rafli, M.Pd.
(Penguji 3)
Tanggal .......................
iii
KATA PENGANTAR
Segala puji dan puja hanya kepada Allah Subhanahu Wata‘ala yang
telah memberikan rahmat dan karunia kepada hambaNya,sehingga penulisan
disertasi ini dapat terlaksana sesuai rencana ditengah kesibukan penulis
dengan pekerjaan, meniti karir kehidupan yang lebih baik, Shalawat teriring
Salam disampaikan kepada junjungan Nabi Muhammad SAW, keluarga,
sahabat, dan pengikutnya sampai akhir zaman.
Keinginan penulis untuk melakukan penelitan tentang gramatika dan
pembelajaran bahasa Arab, tidak terlepas dari kegiatan penulis sebagai
pemerhati bahasa Arab dan sebagai tenaga pengajar bahasa Arab di Madrasah
dan Perguruan Tinggi Agama Islam. Penulis juga ingin mengetahui model
atau teknik pembelajaran yang tepat untuk di terapkan pada lembaga
pendidikan seperti metode Amtsilati metode reformatif menggunakan rumus
dan diagram. Objek penelitian dalam penulisan disetasi ini adalah Pondok
Pesantren Baitul Hikmah Haurkuning Tasikmalaya, Karena dipesantren
tersebut Alfiyah IbnMālik dipelajari secara intensif, dan dijadikan sebagai
mata pelajaran unggulan.
Ibn Mālik menguasai berbagai disiplin ilmu antara lain ilmu qirā’at,
Hadis, balāghah, tafsir, fiqh, dan qasīdah, tapi dia mengkhususkan diri
mendalami bahasa Arab terutama yang berkaitan dengan masalah Naḥwu.
Dia dijuluki salah seorang al-Imam al-fadhfi al lughahal ‘Arabiyah gelar
kehormatan yang di amanahkan kepadanya, Ibn Mālik sudah menjadi
kebiasaan baginya menggubah naẓam dalam pembelajaran bahasa Arab,
karena naẓam (puisi)itu lebih mudah baginya daripada Nathar (prosa).
Penulis membaca riwayat hidupnya hanya empat hal dia tidak pernah dilihat
kecuali dalam keadaan membaca al-Qur’ān, baca buku, mengarang buku, dan
melaksanakan shalat.
اليرىإال وهويتلو ويقرأ ويصنف ويصلى
Penyelesaian penelitian ini tentunya melibatkan bantuan banyak
pihak, baik secara moril maupun materil. Oleh karena itu penulis
menyampaikan terimakasih kepada Prof.Dr. Dede Rosyada, MA, Rektor
Universitas Islam Negri Syarif Hidayatullah Jakarta. Terimakasih juga
kepada Unsur pimpinan Sekolah Pasca sarjana, Prof. Dr. Masykuri Abdillah,
MA, Sebagai Direktur, Prof. Dr. Didin Saefuddin, sebagai ketua program
iv
Doktor, Dr J.M. Muslimin, M.A, ketua program Magister, yang memberi
arahan dan bimbingan kepada penulis dalam penulisan disertasi ini.
Terimakasih dan apresiasi, juga ditujukan kepada dosen yang
memberi ilmu kepada penulis Prof. Dr. Azyumardi Azra, MA, Prof. Dr.
Suwito, Dr. Yusuf Rahman, MA, Prof. Dr. Moh Matsna, Prof. Dr. Salman
Harun, MA, Prof. Dr. Said Agil Husein Almunawwar, MA, Prof. Dr. Ahmad
Rodoni, MM, Prof. Dr. Abdul Mujib, M.Si, Prof. Dr. Ahmad Tib Raya, MA,
Prof. Dr Chuzaimah Tahido Yanggo, MA, Prof. Dr. MK Tajuddin, Sp. And,
Prof. Dr. Oman Fathurrahman, M. Hum., Prof. Dr. Ato Muzhar, M.SPD,
Prof. Dr. Abuddin Nata, MA, Prof. Dr. Amany Burhanuddin Lubis, MA, Dr.
Muchlis Hanafi, MA, Dr. Ali Munhanif, MA, Dr. Asep Jaharuddin, MA, Dr.
Fuad Jabali, MA, Prof. Dr. Murodi, MA, Prof. Dr. Yunan Yusuf, MA, Dr.
Dardiri, MA, Dr. Muhbib Abdul Wahab, MA, Prof. Dr. Zainun Kamal, MA,
Dr. H. Ahmad Luthfi Fathullah, MA, Dr. Muhaimin AG, dan Dr. Akhyar
Yusuf Lubis.
Ucapan terima kasih kepada Prof. Dr. H.D. Hidayat, MA dan Prof. Dr.
Sukron Kamil, MA, ditengah kesibukan mereka berdua masih bersedia untuk
menjadi promotor, dan dengan ikhlas selalu bersedia memberikan motivasi,
arahan, dan bimbingan dalam penulisan disertasi ini sampai selesai.
Ucapan terima kasih kepada pimpinan Sekolah Tinggi Agama Islam
Shalahuddin Al-Ayyubi Jakarta, Drs. H. Eno Safruddin, M.Si, Dra Hj Siti
Ma‘rifah, MM, MH ketua senat STAISA, H. Ahsin Abdul Wahab, puket I,
Dra. Hj. Siti Nur Azizah, M.Hum puket II, Drs H. Rusdin MSi, puket III, dan
rekan dosen STAISA Jakarta. Juga Ketua Sekolah Tinggi Manajemen
Industri, Drs. H. Ahmad Zawawi, MM, MA, Dr. Sadar Sukma, MPd mantan
ketua STMI, serta rekan dosen STMI. Dan Juga kepada kepala MAN 3
Jakarta, Drs H. Barkat Guna Harahap, Wakil kepala bidang kurikulum Drs.
H. Adam Soleh Siregar, MM, Wakil Humas Aan Harinurdin MPFis, Wakil
Sarana dan prasarana Sugiartana, SPd, wakil kesiswaan Arif Panani S.Ag.
Dan rekan seperjuangan guru dan karyawan MAN 3 Jakarta, Pengasuh
pesantren Baitul Hikmah KH Saifuddin Zuhri Allah Yarham, KH. Busyrol
Karim, KH. Ismail, guru dan karyawan serta seluruh civitas akademik
Pondok Pesantren Baitul Hikmah Haurkuning Tasikmalaya.
Kedua Orang Tua Penulis H.Kullal Lubis dan Hj. Siti Mour Hasibuan
Semoga Kesehatan selalu menghiasi keduanya. Istri tercinta Hj Putrini
Siregar, S.Pd yang telah mendampingi penulis baik dalam keadaan suka
maupun duka, Ananda Mawaddatun Niswah saat ini duduk di bangku kuliah
v
di UI dan Husnia Warda mahasiswa Politeknik STMI Jakarta penyejuk hati
dan belahan jiwa.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa apa yang tertuang dalam
disertasi ini masih memiliki beberapa kekurangan, namun di balik
kekurangan itu penulis berharap semoga karya ini memberikan manfa‘at
yang besar bagi umat manusia, khususnya kalangan pemerhati bahasa dan
Al-Qur’ān. Tulisan ini kiranya sebagai langkah awal bagi penulis untuk dapat
menuangkan berbagai pikiran, ide serta penafsiran yang masih dalam dunia
khayal dalam bentuk kata-kata yang terbungkus secara rapih yang kemudian
menghiasi berbagai perpustakaan dunia akademik.
Jakarta, Oktober 2015
Penulis,
H. Pahri Lubis.
vii
ABSTRAK
Disertasi ini membuktikan bahwa pembelajaran nah}wu dengannaz}am Alfīyah Ibn Ma>lik merupakan pembelajaran efektif yang memungkinkan
pembelajarnya menguasai naḥwu bagi para santri dipondok pesantren Baitul
Hikmah HaurkuningCisalopa Tasikmalaya.Peneliti memilih objek penelitian
dipesantren Baitul Hikmah, karena pesantren tersebut menjadikan Alfīyah
Ibn Mālik sebagai mata pelajaran unggulan dan materi wajib bagi para
santri, sehingga posisi Alfiyah di pesantren tersebut sangat penting dan
dipelajari secara intensif.
Penelitian ini menolak pandangan Ramona Naddaf (1981) dan
Barbara Johnstone Koch (1983) yang memandang bahwa karya seni
sepertinaẓam (puisi)hanya menyenangkan dan mudah dihafal namun tidak
punya nilai sama sekali. Hal ini sekaligus menguatkan pendapat para linguis
yang berpandangan bahwa tujuan Nāẓimdalam menulis naẓam (puisi),
adalah memberi nikmat dan berguna. Untuk mendapatkan hikmah dari
sebuah naẓam penulis tidak terlepas dari penggunaan naḥwu, ṣarf, dan
kaidah-kaidah bahasa Arab. Husein SulaimanQurah (2001) menyatakan
bahwa ilmu naḥwu adalah sebuah aspek terpenting dalam memahami bahasa
Arab. Penelitian ini juga memperkuat pendapatal-Ghunaiman (2003) yang
mengatakan bahwa manẓumah naḥwiyah sangat berpengaruh dalam
mengajarkan naḥwu. Temuan penelitian ini menyimpulkan bahwa pembelajaran gramatika
bahasa Arab melalui naẓam Alfiyah Ibn Ma>lik di pesantren Baitul Hikmah
Haurkuning Salopa Tasikmalaya sejak berdirinya tahun 1964 sampai dengan
sekarang tahun ajaran 2014/2015, telah mengalami perkembangan dan
perubahan yang sangat signifikan kearah yang lebih baik dan lebih maju.
Keunggulan yang dimiliki dalam aspek pengetahuan tentang gramatika
bahasa Arab, hal ini dapat dibuktikan dengan banyaknya penghargaan yang
diraih dalam bidang yang berkaitan dengan aplikasi ilmu naḥwu dalam
membaca bahasa Arab tanpa harakah (Shakal), fahm al-maqru’, dan
Musābaqah Qirā’ah al-kutub, syarḥ al-kutub dan bahth al-kutub (membahas
tafsir Ibn kasir), Khusus ḥifẓ Alfiyah Pesantren Baitul Hikmah meraih juara
satu sampai tiga kali berturut-turut menghafal Alfīyah pada tingkat
nasional, sehingga pesantren tersebut dijuluki dengan pesantren alat yang
menerapkan metode tatalaran disertai empat pilar narkib, negerab, tastifan, dan ngasalkeum.
Adapun sumber primerdalam penelitian ini merupakan gabungan dari
library reseacrch dan field research. Data yang bersifat library peneliti
viii
melakukan dialog teks yang terdapat dalam karya-karya Ibn Mālik dan
buku-buku yang berhubungan dengan gramatika pembelajaran bahasa Arab,
serta menggunakan internet reseach. Penelitian ini menggunakan
metodeetnografi (penelitian kualitatif deskriptis) yang terfokus pada proses
pembelajaran gramatika bahasa Arab dengan naẓam Alfiyah Ibn Ma>lik di
Pondok pesantren Baitul Hikmah Haurkunig Salopa Tasikmalaya. Adapun
data yang bersumber dari lapangan adalah data yang
diperolehmelaluiwawancara, observasi langsung dan dokumen administrasi.
ix
ABSTRACT
The dissertation elaborates the Arabic structure (naḥwu) learning
with naẓam Alfīah Ibn Ma>lik in Baitulhikmah Haurkuning islamic
boarding schoolMandalaguna Salopa Tasikmalaya. The Researcher selects
research object in the school of that Islamic boarding school that designs
matanAlfīah Ibn mālik as a core subject for the students.
The study opposes negative opinion on literary works such as
Ramona Naddap suggesting that the artwork is duplication of realities
while reality is artificial from other realities. This also supports views
of some litterateurs stating that objectives of the poets writing
poetry, prose and verse are to entertain and to be beneficial. In order
to obtaining wisdom from poem, prose and verse, the writers must
apply naḥwu, sharaf and principles of the Arabic language. Sulaiman
Qurah (2001) argues that naḥwu science is the most essential aspect in
understanding the Arabic language. The study also espouses al -
Ghunaiman’s (2003) view that points out that man Clumah nahwiyah
is quite influential in teaching naḥwu at the same time favors the
prophet’s tradition. ‚there is a ḥikmah in a poem as a matter of fact‛.
The study utilizes ethnography method focusing on the Arabic
grammatical learning processes through naẓam Alfīah Ibn Ma>lik in
Baitulhikmah Haurkuning islamic boarding schoolMandalaguna
Salopa Tasikmalaya
Results of the study are in the conclusion of the researcher that the
Arabic grammatical learning through naẓam Alfiīah Ibn Ma>lik in
Baitulhikmah Haurkuning islamic boarding schoolMandalaguna
Salopa Tasikmalaya since established in 1964 until now, academic Year
2014/15, it has developed and transformed significantly into better
progress and advanced, not to mention excellence belongs to this
learning type in the Arabic language. This clearly seen from a number
of awards attained in relevant competitions due to the application of
Naḥwu science in reading Islamic heritages or Arabic traditional text
(fahm al maqru’) and competition of Alfīah memorization in the
regency, provincial and national level.
The sources of this research are a combination between library
research and field research. For the library data, the researcher analyzes
textual dialogues in Ibn Mālik ’s works and references related to the
Arabic language learning. The data obtained from the field is the data
taken from Baitul hikmah Haurkuning Islamic Boarding School
Mandalaguna Salopa Tasikmalaya through interview, direct observation and
administration documents.
x
xi
:ملخص الرسالة
تشرح ىذه الرسالة تعليم النحو عن طريق نظم ألفية ابن مالك مبعهد بيت احلكمة ىاور كونينج مانداالجونا . Haur Kuning Mandalaguna, Salopa, Tasik Malaya سالوبا تاسيك مااليا
.وسبب اختيار الباحث املعهد موضوع البحث ألن املعهد جعل منت ألفية ابن مالك مادة إجبارية لطالبو
الذي Ramona Naddapوترفض ىذه الرسالة رأيا سلبيا حنو العمل األديب كرامونا نداب ويف الوقت . يرى أن العمل الفين اصطناع من الواقعية يف حني أن الواقعية اصطناع من الواقعية املوجودة
نفسو تؤكد ىذه الرسالة ما ذىب إليو األدباء أن من أغراض األدباء يف صناعة الشعر والنظم والنثر النفع . (القواعد العربية)و من خالل شعر أو نظم أو نثر أخذ الباحث احلكم مستخدما النحو والصرف . والتلذذ
وتؤكد . إن النحو أىم األبعاد يف فهم اللغة العربيةSulaiman Qurah( 2001)قال سليمان قورة أن املنظومة النحوية هلا أثر كبري يف تعليم al-Ghunaiman (2003)ىذه الرسالة رأي الغنيمان
". إن من الشعر حكمة"وذلك باإلضافة إىل أن حديث النيب أكده بقولو . النحواألنثروبولوجيا الوصفية الذي يتمحور يف عملية تعليم القواعد العربية ىذه الرسالة تستخدم منهج
. من خالل نظم ألفية ابن مالك يف معهد بيت احلكمة ىاور كونينج مانداالجونا سالوبا تاسيك ماالياوأتت ىذه الرسالة بالنتيجة أن تعليم القواعد العربية باستخدام نظم ألفية ابن مالك يف املعهد منذ
وذلك . قد تطور وتغري تغريا ىاما وإىل تقدم أفضل2015\2014 إىل ىذه السنة 1964تأسيسو سنة وشاىد ذلك أن للمعهد شهادات تشهد أن لو إجنازات يف . أن لو قدرة ومعرفة قواعدية عربية متفوقة
مسابقة قراءة الكتب العربية غري مضبوطة بالشكل ويف مسابقة حفظ األلفية سواء أكان على مستوى . احملافظة أم الوطن
. وأما املراجع املعتمد عليها يف ىذه الرسالة فهي اجلمع بني البحث املكتيب والبحث امليداينواستخدم الباحث املراجع املكتبية لقراءة النصوص املوجودة يف كتب ابن مالك والكتب املتعلقة بتعليم
واملراجع امليدانية أخذىا الباحث مبعهد بيت احلكمة ىاور كونينج مانداالجونا سالوبا . القواعد العربية. تاسيك مااليا عن طريق املقابلة واملالحظة املباشرة وتوثيق األوراق اإلدارية
xii
PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB-LATIN
Konsonan
b = ب Z = ز F = ف
t = ت S = س Q = ق
th = ث Sh = ش K = ك
j = ج ṣ = ص L = ل
ḥ = ح ḍ = ض M = م
kh = خ ṭ = ط N = ن
d = د ẓ = ظ H = ه
dh = ع = ‘ ذ W = و
r = ر Gh = غ Y = ى
Vokal Pendek : a = ‘ i = u =
Vokal Panjang : ā = ا ī = ى ū = و
Diftong : ay = اى aw = او
xv
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL........................ ................................................. i
KATA PENGANTAR .................................................................... iii
ABSTRAK .................................................................................... vii
ABSTRACT ................................................................................... ix
xi ........................................................................................ تجريد البحث
PEDOMAN TRANSLITERASI ..................................................... xiii
DAFTAR ISI .................................................................................. xv
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ................................................... 1
B. Permasalahan .................................................................... 17
1. Identifikasi Masalah ................................................... 17
2. Pembatasan Masalah .................................................. 18
3. Perumusan Masalah .................................................... 18
C. Tujuan dan Signifikansi Penelitian .................................. 19
D. Tinjauan Kepustakaan ...................................................... 19
E. Metodologi Penelitian ...................................................... 22
F. Sistematika Penulisan ...................................................... 28
BAB II DISKURSUS MODEL PEMBELAJARAN
BAHASA
A. Teori-teori Pembelajaran Naḥwu ..................................... 31
B. Metode Pembelajaran Naḥwu .......................................... 51
C. Keterampilan Bahasa ....................................................... 74
D. Pengajaran Bahasa ............................................................ 89
BAB III DESKRIPSI ALFĪAH IBN MĀLIK DAN
PENGGUNAANNYA DI INDONESIA
A. Dinamika Intelektual Ibn Mālik ...................................... 99
1. Riwayat Hidup Ibn Mālik .......................................... 99
2. Karya Tulis Ibn Mālik ............................................... 105
3. Kajian Alfīah Ibn Mālik di Indonesia ....................... 107
B. Deskripsi Alfīah sebagai Naẓam ...................................... 109
xvi
BAB IV PEMBELAJARAN NAḤWUDI PONDOK
PESANTREN BAITUL HIKMAH
A. Pondok Pesantren Baitul Hikmah Tasikmalaya .............. 145
B. Pengajaran Naḥwu di PesantrenBaitul Hikmah ............... 164
C. Tahapan-tahapan Pembelajaran Naḥwu di
Pesantren Baitul Hikmah ................................................. 186
BAB V PEMBELAJARAN ALFĪAH IBN MĀLIK DI
PESANTREN BAITUL HIKMAH
A. Naẓam Alfīahdan Tahapan Pembelajaran
Gramatikal Bahasa Arab di PesantrenBaitul
Hikmah ............................................................................. 199
B. Metode Pembelajaran Alfīah Ibn Ma>lik di Pesantren
Baitul Hikmah .................................................................... 215
C. Kegiatan Pembelajaran Nah{wudi Pesantren Baitul
Hikmah .............................................................................. 237
D. Efektifitas Pembelajaran Alfīah Ibn Mālikdi
Pesantren Baitul Hikmah ................................................. 288
BAB VI. PENUTUP
A. Kesimpulan ....................................................................... 293
B. Saran ................................................................................. 294
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................... 297
GLOSARIUM ................................................................................ 319
INDEKS ......................................................................................... 325
LAMPIRAN ................................................................................... 329
BIODATA PENULIS .................................................................... 337
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Karya seni sebagai tiruan dari realitas yang ada, realitas adalah tiruan
dari sesuatu yang asli. Hal tersebut adalah pendapat yang dikemukakan oleh
Ramona Naddaff, mengikuti pemikiran Plato.1 Pernyataan ini, secara
implisit menunjukkan bahwa karya seni seperti naẓam, (puisi) berfungsi
sebagai pelipur lara, menyenangkan pendengar, memudahkan sesuatu untuk
dihapal, sekaligus tidak memiliki nilai tersendiri. Penelitian ini sejak awal
penting untuk ditegaskanberbeda dengan pernyataan tadi, justru ingin
membuktikan bahwa karya seni memiliki nilai yang kompleks, nilai yang
ingin ditemukan adalah terkait metodologi pembelajaran bahasa Arab
yangdipuitisasikan dalam bentuk naẓamnaḥwu.Secara kasuistik dan
praktikal, penelitian ini diilhami oleh luasnya penggunaan matan AlfīahIbn
Mālik sebagai sumber belajar kaidah bahasa Arab di Indonesia, muatan
matan Alfīah Ibn Mālik memiliki waẓan sebagaimana layaknya puisi yang
selama ini dianggap hanya sebagai sumber belajar semata.2
Penelitian ini menolak pandangan negatif terhadap karya seni,3
sekaligus menguatkan pendapat para linguis yang berpandangan bahwa
tujuan Nāẓim ketika menulis naẓam, (puisi) adalah memberi nikmat dan
berguna. Sesuatu dikatakan memberi nikmat atau kenikmatan berarti
sesuatu itu dapat memberikan hiburan, menyenangkan, menenteramkan dan
menyejukkan hati yang susah. Karya linguistik dengan segala jenisnya
1Ramona Naddaff, Exiling the Poets (Chicago: Chicago University Press, 2002), 68.
Lihat juga, Allan H. Gilbert, Literary Criticism: Plato to Dryden (Chicago: State University
Press, 1962), 361. Benjamin Acosta-Hughes dan Susan A. Stephens, Callimachus in Context: From Plato to the Augustan Poets (New York: Cambridge University Press, 1960),
53. Mohit. K. Ray, AComparative Study ofThe Indian Potics and The Western Poetics
(New Delhi: Darya Ganj, 2008), 171. Mudji Sutrisno dan Christ Verhaak, Teks-Teks Kunci Filsafat Seni (Yogyakarta: Kanisius, 2005), 281. Fuad Hassan, Pusat Heteromoni Renungan Budaya (Jakarta: Balai Pustaka Nasional, 1988), 7. William Chase Green, ‚Plato’s View of
Poetry‛ JSTOR,http://www.jstor.org/stable/310558, 1. 2Dinamakan أنفيــح karena kitab ini memuat kaidah-kaidah bahasa Arab baik naḥw
maupun ṣarf dalam seribu bait syair. Jamāl al-Dīn Abū ‘Abdullāh Muḥammad bin
‘Abdullāh bin Mālik, Alfīah Ibn Mālik fī al-Naḥw wa al-Ṣarf (Beirūt: al-Maktabah al-
‘Aṣrīah Ṣaidan, 1990). 3Seni adalah karya tulis yang memiliki karakteristik keunggulan dalam orisinalitas dan
keindahan dalam isi dan kemampuan ungkapannya. Pramasastra adalah tata bahasa,
gramatika atau ilmu ṣarf. Komaruddin, Kamus Istilah Karya Tulis ilmiah (Jakarta: Bumi
Aksara, 2000), 236. Lebih lanjut lihat, Jonathan Culler, ‚What is Literature Now?‛New Literary History, Vol. 38, No.1 (Winter, 2007): 231-237.
2
dikatakan berguna dan memberi manfaat, dan kehikmahan.4 Pernyataan
yang sama juga diungkapkan Effendi bahwa karya seni memiliki
kenikmatan, karena ia memberikan hiburan yang menyenangkan, dan karya
seni memiliki kehikmahan, karena arti seni sastra mengandung suatu nilai
yang berguna bagi kehidupan.5
Sastra sebagaimana diungkapkan oleh Rene Wellek (w. 1994) dan
Austin Warren (w.1986), adalah institusi sosial yang menggunakan medium
bahasa.6 Para sastrawan itu sendiri, baik penyair maupun prosais, merupakan
bagian yang tidak terpisahkan dari struktur masyarakat. Ia memiliki peranan
yang tidak bisa dipungkiri dalam kehidupan masyarakatnya. Bahkan dalam
tradisi masyarakat Arab jāhiliyah misalnya, para penyair memiliki status
sosial yang sangat tinggi dalam sebuah komunitas masyarakat.7
Penerimaan masyarakat pesantren terhadap karya keagamaan,
terutama kitab yang bercorak sastra8, khususnya kitab pujian kepada nabi
yang berbentuk puisi sangat baik, hal ini didasarkan pada hadis nabi
Muhammad SAW yang artinya ‚Sesungguhnya di dalam syair itu ada hikmah‛. Hadis ini, disadari atau tidak, mendasari masyarakat pesantren
dalam membaca naẓamatau syair keagamaan yang diyakini akan
mendatangkan hikmah.9
Masyarakat Arab sangat akrab dengan ungkapan populer yaitu
Muhbib Abdul Wahab .(al-shi‘r di>wa>n al-‘Arab) انشعشديا انعشب
menterjemahkan دياانعشب kumpulan referensi dalam syair jāhiliyah,
ungkapan ini juga bermakna bahwa syair merupakan ensiklopedi bangsa
Arab.10
Ini menunjukkan betapa pentingnya syair dalam kehidupan
4A. Teeuw,Sastra dan Ilmu Sastra (Jakarta: Pustaka Jaya, 1984), 183.
5S. Effendi, Bimbingan Apresiasi Puisi(Jakarta: Tangga Mustika Alam, 1982), 232-238.
Lihat Katerina Deligiorgi, ‚Literature and Moral Vision: Autonimism Reconsidered‛, Philosophical Inquiry 29, (2007) : 1.
6Rene Wellek dan Austin Warren, Teori Kesusastraan (Jakarta: PT Gramedia
Pustaka Utama, 1995), 23. Lihat juga, James W. Tuttleton, ‚Henry James and Edith
Wharton: Fiction as the House of Fame‛, Midcontinent American Studies Journal, 1. 7Wildana Wargadinata dan Laily Fitriani, Sastra Arab dan Lintas Budaya (Malang:
UIN Malang Press, 2008), cet I, 87. 8 Secara umum karya sastra terdiri atas tiga bagian yakni karya sastra berbentuk prosa,
karyasastra berbentuk puisi, dan karya sastra berbentuk drama. Lihat Atmazaki, Ilmu Sastra: Teori dan Terapan, (Padang: Yayasan Citra Budaya, 2005 ), 28. 9 Fadil Munawwar Manshur, Perkembangan Sastra Arab dan Teori SastraIslam
(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2011), 137.Khalifah Umar Ibn al-khattāb menyatakan أسة
Sebutlah nasabmu, maka kamu akan menyambung فسك ذصم سحك احفظ يحاس انشعش يحس أدتك
kerabatmu, dan peliharalah syair yang baik, maka akan menjadi baik pendidikanmu.
Lihat,Akhmad Muzakki Kesusasatraan Arab Pengantar teori dan Terapan, (Yogyakarta: Ar-
Ruzz Media, 2006), cet1, 30. 10
Al-Suyu>t}i> mengatakan puisi Arab itu adalah Di>wa>n al-‘Arab. Apabila terdapat kata
dalam Al-Qur’an yang tidak dimengerti, maka maknanya dicari dalam di>wa>n tersebut. ‘Abd
3
masyarakat Arab. Para peneliti yang ingin meneliti salah satu dimensi
kehidupan masyarakat Arab Jahiliyah baik bahasa, sastra, budaya, sosiologi,
agama, antropologi dan lain sebagainya, rujukan utama yang digunakan
adalah kumpulan-kumpulan syair yang pernah ditulis pada masa tersebut.11
Puisi dan syair bagi masyarakat Arab adalah media untuk mengungkapkan
kemuliaan perangai, kenangan hari indah, pujian pada negeri, patriotisme,
kebanggaan pada suku, elegi, cinta, pembalasan dendam dan seruan untuk
berbuat baik.12
Para peneliti bahasa Arab kontemporer memuat batasan fase bahasa
Arab fus}ḥa> ke dalam dua fase, pertama, bahasa Arab yang diucapkan oleh
masyarakat Arab pedalaman jazirah Arab sampai dengan pertengahan abad
ke 4 hijriyah, kedua, bahasa Arab yang diucapkan oleh masyarakat kota
sampai dengan akhir abad ke-2 hijriyah.13
Kesukaan dan kecintaan mereka
terhadap syair dan kesusastraan lainnya begitu terlihat. Dengan kecintaan
mereka terhadap berbagai karya sastra terutama dalam bentuk prosa dan
puisi, karya yang memuat tentang berbagai permasalahan kehidupan pun
ditulis dalam bentuk syair yang memiliki naz}am tersendiri.14
Seorang sastrawan sejatinya memposisikan karya sastra sesuai dengan
konteks pembicaraan. Nah}wu danṣarf serta kaidah-kaidah bahasa lainnya
adalah sesuatu yang harus dipelajari, selain tentu saja seorang sastrawan
yang menyusun puisi dalam bidang ini tidak dapat memisahkan diri dari
aspek-aspek pendidikan, baik materi maupun metode dan hal terkait lainnya.
al-Rah}ma>n Jala>l al-Di>n al-Suyu>t}i>, al-Itqa>n fi> ‘Ulu>m al-Qura>n (Beiru>t: Da>r al-Fikr,t.th), 121.
Lebih jauh dari itu, para ulama nah{wu juga menggunakan syair sebagai sumber rujukan
dalam menetapkan qawa>’id bahasa Arab terutama syair jahiliyah dan kalam Arab
pedalaman. Ibn Ma>lik mengatakan bahwa mereka hanya mengambil perkataan Arab pada
masa jahiliyah, sementara syair diseleksi sesuai dengan tingkatan keabsahannya. Kha>lid
Sa‘d Muh}ammad Shu‘ba>n, Us}u>l al-Nah}w ‘Inda Ibn Ma>lik (Kairo: Maktabah al-Ada>b, 2006
M), 110. 11
Munib Mu>sa>, Fi> al-Shi‘r wa al-Naqd (Libanon: Da>r al-Fikr al-Lubna>ni>, 1985), 16. 12
Taufik Abdullah (Ed), Ensiklopedi Tematis Dunia Islam (Jakarta: Ichtiar Baru, 2002),
343. Lebih lengkap lihat, Ratna Roshida Abd Razak, ‚Arabic Poet Al-Mutanabbi: A
Maslovianm
HumanisticApproach‛,http://www.psyartjournal.com/article/show/roshida_abd_razak-
Arabic_poet_al_mutanabbi_a_maslovian_hum. Acses oktober, 2014. 13
Moh Matsna HS, Orientasi Semantik Al-Zamakhsari (Jakarta: Anglo Media, 2006), 55. 14
Al-Suyu>t}i> mengelompokkan syair Arab kepada empat tingkatan, yaitu: 1) طثقحانجـــاهيي
(t}abaqah al-Ja>hiliyyi>n), dikenal dengan masa sebelum Islam. Penyair paling terkenal dan
yang dijadikan sebagai rujukan adalah syair Imri> al-Qi>s dan A’sha>. 2) طثقحانخضشيي (t}abaqah al-mukhad}ramain, yaitu yang hidup pada masa jahiliyah sampai datangnya Islam, penyair
yang terkenal adalah Lubaid dan H}ass>an. 3) طثقحاإلسالييح (t}abaqah al-isla>miyyah), penyair
pada masa Islam seperti Ibn Haramah, dan 4) طثقحاننذيــ (t}abaqah al-muwalladi>n, penyair
kontemporer seperti Basha>r dan Abu> Nuwa>s. ‘Abd al-Rah}ma>n Jala>l al-Di>n al-Suyu>t}i>, al-Muz}hir fi> ‘Ulu>m al-Lughah (Beiru>t: Da>r al-Fikr, 1982), juz 2, 301.
4
Hal ini pernah dikemukakan secara tegas oleh Shawqi>D}aif, menurutnya
seorang linguis tidak boleh memisahkan dirinya dari komunitas masyarakat,
karena ia juga merupakan bagian dari masyarakat itu sendiri.15
Dengan
demikian, maka pembaca karya seni sastra akan menemukan adanya tema-
tema yang berkaitan dengan persoalan hidup manusia di dalam karya sastra.
Ibn Ma>lik (w.672 H) sebagai seorang tokoh nah{wu melahirkan sebuah
karya dalam bidang kaidah bahasa disusun dalam bentuk al-manz}u>mah al-nah}wiyyah.
16Ia terinspirasi dari para nāzim sebelumnya yang
mengungkapkan dan menuangkan pemikirannya dalam bentuk naẓam.
Kehadiran nah{wu dengan bentuk naẓamdipandang sebagai suatu upaya
untuk mewariskan nah{wu kepada pecinta dan pemerhati bahasa Arab yang
berbeda dengan karya-karya tokoh sebelumnya yang disajikan dalam bentuk
prosa (nathar). Diketahui perhatian terhadap kaidah bahasa Arab di kalangan Arab
cukup besar, dibuktikan dengan kemunculan inovasi terhadap materi-materi
nah{wu sejak awal sampai pada masa penyebarannya.17
Dalam perkembangan
15
Shawqi> D}aif, al-Bah}th al-Adabi (Kairo: Da>r al-Ma‘a>rif, 1972), 13. 16Naz}a>m kira-kira sejumlah 1000 bait, di bidang nah{w{u. Ada tiga al- manz}u>ma>h al-nah}wiyyah yang populer di kalangan ahli nah{wu yakni Alfīah Ibn Ma>lik, Alfīah Ibn Mu’t}i>
dan Alfīah al-Suyu>t}i>. Pemakaian istilah kata al-manz}u>ma>h tersebut tidak diperuntukkan
hanya khusus naz{amnah{wu saja, melainkan ada juga di bidang lain, seperti Alfīah al-‘Iraqi> di bidang hadis, Alfiyahal-H{ala>bi> di bidang Fara>id}, Al-Barmāwi> di bidang usu>l-al-fiqh,
dibidang tafsir Alfiyyah al-Tafsir Husein Ali Dahli, dan Al-Qibaqbi> dalam bidang bala>ghah. Naz}a>m Ibn Mālik seluruhnya berpola bah{ar rajaz {. Lihat, Mamdu>h ‘Abd al-Rah}ma>n,
Almanz}u>ma>h al-Nah}wiyyah: Dira>sah Tah{li>liyah (Mesir: Da>r al-Ma‘arif al- Ja>mi‘ah, tt), 6. 17
Perumusan tata bahasa Arab dilatari oleh dua faktor, yaitu: 1) faktor agama (al-di>ni>y). Adanya keinginan yang kuat di kalangan ulama melafalkan ayat Al-Qur’ān secara
fasih dan benar. Hal ini disebabkan semakin banyak terjadi lah}n dalam bacaan-bacaan yang
menyangkut ritual keagamaan. Tamma>m Hassa>n juga memandang faktor agama sebagai
pendorong kelahiran nah{wu di samping dua faktor lainnya, yaitu nasionalisme Arab dan
politik. Terkait dengan faktor agama, Tamma>m Hassa>n memberi alasan bahwa karena Al-
Qur’ān merupakan aturan perundang-undangan yang menyangkut berbagai aspek kehidupan
umat Islam, seperti ibadah, mu‘amalah, etika, hubungan individu dan masyarakat, baik
untuk sekarang, masa lampau maupun masa yang akan datang, maka adalah suatu
kemestian untuk mengetahui apa yang terkandung di dalam Al-Qur’ān.Tamma>m Hassa>n,
al-Us}u>l: Dira>sah Efistimulujiyyah li al-Fikr al-Lughawi> ‘ind al-‘Arab (Mesir: al-Hai’ah al-
Mis}riyyah al-‘A<mmah li-al-Kitab, 1979), 21-22. Permasalahan lah}n sebenarnya telah terjadi
sejak masa Nabi, dan periode khalifah meskipun dalam jumlah yang relatif sedikit. Seiring
dengan perkembangan penyebaran Islam, kasus lah}n pun semakin meluas. Pada masa Rasul
misalnya, pernah terjadi lah}n dalam melafalkan azān (ashhadu anna muh}ammad rasu>lalla>h)
dengan me-nasa}b-kan kata rasu>l menjadi rasu>la yang seharusnya dibaca rafa’. Rasul
mengatakan ‚ ,<Muh}ammad al-T}ant}a>wi (arshidu> akha>kum faqad d}alla) ‛اسشذاأخاكى فقذضمNash’ah al-Nah}w wa Ta>ri>kh Ashhar al-Nuh}a>t (Kairo: Da>r al-Manna>r, 1412 H/1991 M), 7;
Muh}ammad ‘Ali> Ya>sin, Al-Dira>sah al-Lughawiyyah ‘Ind al-‘Arab ila> Niha>yah al-Qarn al-Tha>lith (Beiru>t: Da>r Maktabah al-Nayah, 1980), 34-37, lihat juga: Sa‘i>d al-Afgha>ni>, Fi> Us}u>l
5
ilmu nah{wu, setidaknya dikenal ada empat fase yaitu: 1) طسانضع انركيــ
(t}awr al-wad}‘i wa al-takwi>n) ‚peletakan dasar dan pembentukan‛; 2)
fase pertumbuhan dan‚ (t}awr al-nushu>i wa al-numu>i) طسانشءان
perkembangan‛; 3) طسانضج انكال (t}awr al-nud}u>j wa al-kama>l) ‚fase
kematangan dan penyempurnaan‛; dan 4) طسانرشجيح انثسيظ في انرصيف (t}awr al-tarji>h} wa al-basi>t} fi> al-tas}ni>f).18
Pada fase pertama atau peletakan dasar dan pembentukan
nah{wu19sebagaimana dikatakan Ya‘qu>b, kajian nah{wu terfokus hanya pada
al-Nah}w (Beiru>t: al-Maktabah al-Isla>mi>, 1987), 7-11. Dalam sebuah riwayat disebutkan
Abu> al-Aswad al-Dua>li> (w. 688) sebagai pemerhati bahasa Arab yang tinggal di Basrah
menemukan seorang qa>ri> membaca kata سسنـ (rasu>lahu) yang berbaris fath}ah dengan
baris kasrah, tujuannya adalah untuk meng-’at}af-kan kata tersebut dengan (rasu>lihi) سســن
kata انششكيــ (al-mushriki>n) yang terdapat pada kata sebelumnya. Al-Sayyid Raza>q al-
T}awi>l, al-Khila>f baina al-Nah}wi>yyi>n (Makkah: al-Fais}aliyyah, 1984), 16. 2) Faktor non
teologis (ghair al-di>ni>y). Keinginan para ulama untuk merumuskan gramatika bahasa Arab
tidak hanya didorong oleh faktor agama, tetapi factor non teologis juga turut mengilhami
penyusunan aturan baku bahasa Arab. Secara umum faktor ini dapat dikelompokkan kepada
dua hal, yaitu: pertama, nasionalisme Arab, maksudnya bahwa orang-orang Arab sangat
menghargai bahasa mereka, sehingga mereka khawatir bahasa Arab akan rusak dan
mengalami distorsi ketika bercampur dengan bahasa asing, kedua, sosiologis, artinya
bangsa-bangsa yang telah menjadi bangsa Arab memiliki kebutuhan yang sangat tinggi
terhadap bahasa Arab dengan semua gramatikanya. Kedua faktor utama di atas sebenarnya
saling terkait, artinya bahwa orang Arab butuh merumuskan kaedah bahasa untuk
melanggengkan bahasa mereka sehingga terbebas dari pengaruh asing. Melalui bahasa Arab
isu-isu nasionalisme Arab terangkat dan menempati posisi yang kuat. Di sisi lain, orang dari
luar Arab membutuhkan pembakuan itu agar mereka dapat menggunakan bahasa Arab
secara baik dan benar sehingga keberadaan mereka diakui. 18
Muh}ammad al-T}ant}a>wi>, Nash’ah al-Nah}wi, 20-26. Lihat juga Aang Saiful Milah, Ilmunaḥwu sumber penetapan dan Aliran pemikirannya, Al-Ittijah Jurnal keilmuan dan
kependidikan bahasa Arab, Jurnal on line, IAIN Maulana Hasanuddin Banten, Vol.3, No.1,
2011, 3-4. Mengkaji pemikiran Naḥwu sebelum masa Ibnu Mâlik (w 672 H), akan
ditemukan adanya pergolakan pemikiran Naḥwu di kalangan ahli Naḥwu, baik dari
perbedaan perangkat ushûl al-Naḥwi yang digunakan, maupun dari perlakukan ulama
Naḥwu terhadap dalil-dalil bahasa. Singkatnya pergolakan pemikiran dalam ilmu ini tidak
jauh berbeda dengan apa yang terjadi pada disiplin ilmu lainnya seperti tafsîr, hadîts dan
fiqih. Itu sebabnya dalam ilmu Naḥwu dikenal juga aliran atau mazhab pemikiran Naḥwu,
hanya saja aliran pemikiran ini diwakili oleh kota-kota tertentu dimana para ulama Naḥwu
tinggal, Aang Saiful Millah, Ilmunaḥwu sumber penetapan dan Aliran pemikirannya, 2. 19
Dalam sejarah perkembangan lingustik Arab, ilmu naḥwu merupakan ilmu yang pertama
sekali mendapat perhatian serius dari khalifah ‘Ali ibn ‘Abi Ṭalib. Pertama dibuktikan
dengan ditugaskannya Abū-al-Aswad al-Dua’lī untuk memperhatikan kesalahan orang Arab
dalam berbahasa Arab, khususnya bacaan Qur’an dan mencari solusinya agar kesalahan
tersebut itu tidak terulang kembali. Dan yang kedua para linguis Arab pasca mereka
menjadikan ilmu naḥwu mencapai kematangan secara etimologis. Kematangan ilmu naḥwu
itu berawal dari apa yang tersirat dari kisah singkat ini. Abū al-Aswad al-Du’alī memberikan tinta dan pena kepada seorang dari abdi al-Qais, agar ia memberi kode apa
yang dibacanya. Ketika Abū al-Aswad al-Du’alī membaca huruf yang berharakat fathah,
6
materi-materi yang mudah saja.20
Fase ini berlangsung semenjak masa Abu>
al-Aswad al-Dua>li> (w. 69 H) sampai pada al-Khali>l bin Ah}mad al-Fara>hidi>
(w. 175 H) berakhir pada masa dinasti Umayyah.21
Fase pertumbuhan dan
perkembangan dikenal dengan sinerginya ulama Basrah dan Kufah dalam
mempromosikan nah{wu, meski di sisi lain mulai terlihat rivalitas mereka
dalam mempertahankan argumentasi masing-masing. Periode ini berawal
pada masa di Basrah dan al-Rua>si>di Kufah. Perdebatan yang berujung pada
perbedaan cara pandang terhadap masalah gramatika bahasa Arab mulai
terlihat pada periode ini.22
Periode selanjutnya dimulai pada masa al-Ma>zini>
(w. 249 H) tokoh Basrah dan Ya’qu>b bin al-Sikki>t tokoh Kufah dan berakhir
pada masa al-Mubarrad (w. 285 H) di Basrah dan Tha‘lab (w. 291 H) di
Kufah.23
Adapun fase penyebarluasan dikenal dengan lahirnya tokoh-tokoh
dari kalangan Baghdad.24
Upaya untuk mewariskan pemikiran nah{wu oleh para ahli di setiap
periode pun tampak dengan kesungguhan mereka melahirkan karya-karya
nah{wu, misalnya كراب انعيــ (kita>b al-‘Ain) karya al-Khali>l bin Ah}mad al-
Fara>hidi>, انكراب (al-Kita>b) karya ‘Amr ibn ‘Uthma>n Ibn Qa>nba>r Abi> Bashr
atau yang lebih dikenal dengan Shibawaih.25
Kemunculan berbagai karya tentang ilmu nah{wu merupakan indikasi
adanya keinginan yang kuat dari para tokoh untuk mewariskan ilmu nah{wu
tersebut kepada umat manusia khususnya umat Islam yang mencurahkan
perhatian dan kecintaannya terhadap kajian bahasa Arab. Hal ini
maka ia akan memberikan titik merah di atas huruf itu. Ketika ada huruf yang dibaca
dengan kasrah, maka huruf itu akan diberi tanda titik merah di bawahnya; dan jika ada huruf
dibaca dengan ḍammah maka huruf itu akan diberi tanda merah di antara huruf itu dan
sesudahnya‛, Dolla Sabri, Priodesasi tokoh ilmu Naḥwu Aliran Basrah, Tamaddun, Jurnal
Sastra dan Kebudayaan Islam, UIN Raden Fatah, Vol. 14, no.2, 2014, 96-97. 20
Ami>l Badi>’ Ya’qu>b, Fiqh al-Lughah al-‘Arabiyyah wa Khas}a>is}uha> (Beiru>t: Da>r al-
Thaqa>fah al-Isla>miyyah, 1982), 19-24. 21
Kontribusi dan peran ulama Basrah pada periode ini dianggap lebih dominan
dibandingkan ulama dari kalangan Kufah. Banyak di antara ulama yang berpendapat bahwa
dalam perumusan dan pembentukan ilmu nah{wu, Ulama Basrah dipandang sebagai orang
yang paling berjasa. Mus}t}afa> ‘Abd al-‘Azi>z al-Sinjari>, al-Madha>hib al-Nah}wiyyah (Jeddah:
al-Maktabah al-Fais}a>liyyah, 1884), 19-21. 22
Muh}ammad al-T}ant}a>wi>, Nash’at al-Nah}wi, 22-25. 23
Muh}ammad al-T}ant}a>wi>, Nash’at al-Nah}wi, 26-27. 24
Ulama Baghdad merupakan murid dari ulama nah{wu Basrah dan Kufah, oleh sebab
itu, corak pemikiran mereka diistilahkan ‘jalan tengah’, di mana mereka mencoba untuk
menyaring terhadap pemikiran ulama sebelumnya, baik dari kalangan Basrah maupun
Kufah. Muh}ammad al-T}ant}a>wi>, Nash’ah al-Nah}wi, 28. 25
Abi> ‘Abd al-Rah}ma>n al-Khali>l bin Ah}mad al-Fara>hidi>, Kita>b al-‘Ain, diedit oleh
Mahdi> al-Makhzu>mi> dan Ibra>hi>m al-Sa>mira>’i> (t.tp: al-Maktabah al-Sha>milah, t.t). ‘Amr Ibn
‘Uthma>n ibn Qanba>r Abu> Bashr Sibawaih, Al-Kita>b. Diedit oleh ‘Abd al-Sala>m Muh}ammad
Ha>ru>n (Kairo: Maktabah al-Khanji>, 1988).
7
dikarenakan bahasa Arab dan Islam adalah dua hal yang tidak dapat
dipisahkan. Mengutip istilah Dahlan keberadaan bahasa Arab di kalangan
umat Islam adalah seperti dua sisi mata uang yang tak bisa dipisahkan.26
Kitab Alfīyah Ibn Ma>lik merupakan satu dari berbagai kitab nah{wu
yang diwariskan Ibn Ma>lik kepada umat manusia. Kitab ini tidak hanya
dikenal di tanah kelahirannya, namun juga dipelajari di seluruh penjuru
dunia baik di Timur maupun di Barat, di Barat Alfiyah di kenal dengan
sebutan the thousundverses. Di Indonesia, kitab ini merupakan salah satu
sumber rujukan dalam mengkajinah{wu maupun ṣarf pada berbagai lembaga
pendidikan terutama di kalangan pondok pesantren.
Posisi kitab Alfīyah di pondok pesantren merupakan kitab penting
untuk dihafalkan santri selain Al-Qur’ān, meski wujudnya kecil tapi seolah
menjadi kitab suci di pesantren, fakta bahwa kitab ini familiar di kalangan
mereka. Para santri gemar mempelajarinya meski belum memahami
substansi makna yang terkandung di dalamnya. Pada tahap awal mereka
menghafalnya sebagai materi mah}fu>z}ah27 pada tahap berikutnya, ustaz atau
Kyai menguraikan maksudnya. Mayoritas pesantren di Indonesia, khususnya
pesantren tradisional dan juga sebagian pesantren modern mengkaji dan
26
Juwairiyah Dahlan, Metode Belajar Mengajar Bahasa Arab (Surabaya: Al-Ikhlas,
1992), 19. Pernyataan yang tidak berlebihan bila melihat bahwa Islam sebagai wahyu yang
diturunkan Allah kepada Muhammad Saw, wahyu yang diturunkan itu dihimpun menjadi
kitab suci Al-Qur’an yang berbahasa Arab sebagaimana disebutkan dalam QS: Yu>suf, 2.
Demikian pula hadis Nabi yang merupakan penjelasan dan penafsiran terhadap Al-Qur’an,
ditulis dengan berbahasa Arab. Nabi mengatakan ‚cintailah bahasa Arab karena tiga hal,
karena saya orang Arab, Al-Qur’an berbahasa Arab dan bahasa penduduk surga adalah
bahasa Arab.‛ Al-Manna>wi>, Fa>id al-Qadi>r fi> Sharh} al-Ja>mi‘ al-S}aghi>r (Beiru>t: Da>r al-Jail,
1976), 178. Intinya adalah untuk dapat mendalami ajaran Islam seseorang harus memiliki
kemampuan dalam bahasa Arab. 27Mahfu>z{ah adalah rangkaian kalimat yang dihafalkan, diajarkan di dunia pesantren guna
mengajarkan tatanan, gaya bahasa, dan susunan-susunan kalimat(us{lu>b ) yang indah kepada
santri seraya memberikan asupan yang bermutu untuk jiwa-jiwa mereka, boleh dikatakan
mah}fu>z}ah adalah hasil kreasi pengolahan kata, rasa, jiwa, dan makna, meski ia bukan
sekedar hapalan biasa. Setelah dihafal, makna mah}fu>z}ah mampu melahirkan energi luar
biasa untuk kehidupan yang baik. Fuad Syaifuddin Nur, Mahfu>z{ah: Bunga Rampai Pribahasa Arab (Jakarta:Rene Asia Pustaka, 2011), 7.Mah}fu>z}ah adalah hapalan-hapalan,
merupakan penyajian materi pelajaran dengan cara menyuruh siswa menghapal kalimat-
kalimat berupa syair, cerita, kata-kata hikmah dan lain-lain yang menarik hati mereka, sarat
nilai-nilai kehidupan. Contoh materi mah}fu>z}ah yang menarik:
نك انفرى ي يقل اأارا # نيس انفرى ي يقل زا أتي
‚Yang dikatakan pemuda adalah yang berkata: inilah aku, bukanlah seorang pemuda kalau Ia berkata bapakku si Anu.‛ Demikian juga syair yang berbunyi;
إااالخالق ياتقيد إ رثد أخالقى رثا
‚Suatu bangsa itu tetap hidup selama akhlaknya tetap baik, bila akhlak mereka rusak, maka rusaklah bangsa itu.‛Lihat, Ahmad Izzan, Metodologi Pembelajaran Bahasa Arab (Bandung:
Humaniora, 2011) cet. IV, 127.
8
mendalami kitab ini bahkan dijadikan sebagai rujukan utama yang paling
dominan dalam studi gramatika dan morfologi bahasa Arab. Demi gengsi,
beberapa pesantren mengadakan lomba berupa musa>baqah hifz> al-Alfīah ,
dan juga khatam Alfīyah,seperti di Pondok Pesantren Darul ‘Amal
Lampung, Pesantren Manba‘ul-‘Ulūm Pamekasan Madura, Pesantren
Riya>ḍul Alfīyah Pandeglang Banten, pesantren Darul Alfīyah Garut dan
Pesantren Baitul Hikmah haurkuning Tasikmalaya Jawa Barat sebagai objek
penelitian.
Fungsi syair bagi masyarakat santri terdiri dari tiga unsur yang berkait
erat, yaitu fungsi spiritual (kekeramatan, keimanan), fungsi sosial
(pendidikan, pembelajaran, manajemen), dan fungsi hiburan (musikalisasi,
nyanyian). Ketiga fungsi tersebut menyatu dalam kerangka pembelajaran
materi keagamaan dan keilmuan di pesantren. Karena syi‘ir cukup efektif
dalam pembelajaran, maka syair mempunyai potensi untuk dijadikan media
pembelajaran alternatif bagi santri di pesantren28
KH. Ujang Bushrol Karim, pimpinan Pondok Pesantren Baitul Hikmah
Haurkuning Salopa Tasikmalaya Jawa Barat menyebutkan, paling tidak ada
lima point terpenting untuk mengantarkan seseorang mencapai derajat yang
tinggi dalam menuntut ‘ilmu,29
terkait ini Alfīyah menjelaskan dalam bait
kesepuluh yang berbunyi:
يسذنإلسرييزحصم تانجشانريانذاأل 30
Artiya, ‚Dengan jar, tanwi>n, nida>’, al, dan musnad, isim dapat dibedakan dari yang lainnya‛.31
28
Muzakka, Puisi Jawa sebagai Media Pembelajaran aternatif di Pesantren (Kajian Fungsi
terhadap Puisi Singir), Makalah Kongres Bahasa Jawa IV Tahun 2006 di Semarang. 29
Pernyataan ini disampaikan oleh KH. Bushrol Karim pada 23 Oktober 2014 di Masjid
pesantren Baitul Hikmah saat mengisi acara naẓaman mingguan bagi para santri yang
mengikuti pembelajaran Alfīah Ibn Mālik. Menurut beliau naz}am Alfīah tidak terbatas
hanya sekedar mata pelajaran pokok di pesantren, yang isinya padat dengan sastra yang
tinggi, lebih dari itu ia juga merupakan salah satu materi untuk menyampaikan dakwah
Islāmiyah, dengan cara makna semantik menterjemahkan secara tekstual maupun
kontekstual matan Alfīah, ternyata di balik itu tersirat makna yang dalam yang menyangkut
unsur pendidikan, nilai filosofis, dan keadilan dalam kehidupan masyarakat. Mata pelajaran
Alfīah Ibn Mālik, walaupun para santri belum memahami isinya secara utuh pada tahap
awal mereka menghafal sebagai materi mahfu>z}ah yang memuat kata-kata hikmah. Setelah
mereka hafal, tidak lama kemudian Kyai atau guru men-syarah-kan (menjelaskan) dan
meng-ḥāshiah-kan (memberi catatan pinggir) maksud naẓamAlfīahIbn Ma>lik tersebut
dengan mudah, sesuai rumus dan keahlian guru dalam menjelaskan. Hal yang sama
disampaikan oleh KH.Taufiqul Hakim, penemu metode membaca kitab kuning Amtsilati dari pesantren Darul falah Jepara Jawa Tengah. Menurutnya derajat yang tinggi disisi Allah
diperoleh dengan jar, harus tunduk dan tawādu‘, tanwi>n niat yang benar mencari riḍa Allah,
nida>’ berzikir, dan musnad ilaihi beramal nyata, lihat Taufiqul Hakim, Metode praktis mendalami kitab al-Qur’ān dan kitab kuning, (Jepara: Al Falah, 2003), cover.
30Ibn Mālik, Matan Alfīah Ibn Mālik, 9.
9
Melalui naẓamAlfiyah Ibn Mālik yang ke sepuluh ini, KH. Bushrol
Karim tidak hanya melihat sisi pembelajaran tata bahasa Arab saja, tapi dia
menemukan lima nilai pendidikan akhlak yang terdapat dalam bait tersebut,
kelima point tersebut adalah: Pertama, bil jarri, artinya; seorang santri harus
mempunyai sifat jar, yaitu tunduk dan tawādu‘ terhadap semua perintah
Allah, Rasul, dan pemerintah, sesuai firman Allah dalam surat al-Nisa>’ (4):
59 yang artinya: ‚Wahai orang-orang yang beriman, ta‘atilah Allah dan ta‘ati Rasul(Nya) dan ulil amri di antara kamu‛.32Kedua, tanwi>n, artinya;
seorang santri menanamkan niat dan kemampuan yang tinggi untuk mencari
rid{a Allah. Dengan motivasi yang tinggi dan semangat belajar yang kuat
akan tercapai yang dicita-citakan seperti sabda Rasul yang diriwayatkan
oleh ‘Umar Ibn Khat}t}a>b ‚Sesungguhnya segala amalan itu tergantung pada niatnya. Setiap orang akan mendapatkan sesuai apa yang diniatkan‛.33Ketiga, nida>’, artinya; zikir. Setelah ada niat yang baik untuk
mencapai derajat yang tinggi, santri diharapkan selalu berzikir kepada Allah,
seraya berdoa dengan menyebut asma-Nya34
. Keempat al, yang berarti;
berfikir.35
Karena berfikir adalah kelebihan yang diberikan Allah kepada
manusia dari makhluk Allah lainnya, sehingga ia dapat merenungi ciptaan-
Nya, dan mengkaji ayat ayat-Nya. Kelima, musnad ilaih, artinya; ikhlas
menyandarkan perkataan dan perbuatannya hanya kepada Allah, dan tidak
kepada yang lain.
Ibn Ma>lik sendiri dalam naẓamnya mengatakan bahwa kitab Alfīyah dapat mendekatkan masalah yang sulit melalui uraian yang
singkat.36
Pernyataan ini terdapat dalam bait naz{am dalam mukaddimah bait
keempat dan kelima yaitu:
31
Ibn ‘Aqil, Terjemah Alfīah Sharah Ibn ‘Aqil (Bandung: Sinar Baru Algesindo, 2014), cet
ke-11, 3. 32
Departemen Agama RI, Al-Qur’an Terjemah Perkata (Bandung: Syamil Qur’an,
2007), 87. 33
Ima>m Nawawi>, Riyad} al-S{a>lih}i>n (Bandung: Shirkah al-Ma‘arif, tt), 6. 34
Mengenal asma>’ al-husna> dilakukan melalui tiga tahapan, yaitu pertama, menghafal lafal
dan jumlahnya, kedua, memahami maknanya, dan ketiga, berdoa kepada Allah dengan
menyebut nama-nama tersebut, baik dalam konteks pujian dan ibadah maupun permohonan.
Lihat Said ibn Ali Ibn Wahf al- Qahthan, Sejarah Asma al-Husna (Jakarta: Pustaka Imam
Shafi ‘i, 2009), 3. 35
Menumbuhkan kehendak untuk tafakur (memikirkan) alam semesta berupa
penciptaan langit dan bumi, berbagai jenis makhluk yang ada di dalamnya, dan memikirkan
apa yang ada pada manusia, sifat yang ada padanya, semua itu pendorong untuk
memperkuat iman. lihat Said ibn Ali Ibn Wahf al- Qahthan, Sejarah Asma al-Husna, 3. 36
Maksudnya lafaẓyang singkat padat makna, Qalīl al hurūf kaṣīr al ma‘na, lihat Jalāluddin
al- Sayūṭi, Sharah Ibn ‘Aqil, (Surabaya: Pustaka Hidayah, tt), 2. Dan secara takdiri bait
tersebut berarti Kitab Alfiyah dapat membumikan makna yang jauh dengan lafaẓ yang
ringkas, lihat Shaikh Khalid, I‘rāb alfiyah, 4. Ada empat Sifat yang dimiliki kitab Alfiyah
10
ذثسظ انثزل تعذ يجز ذقشتاألقصى تهفظ يــجز
فائـــقح أنفيح ات يعظذقرضي سضا تغيشسخظ 37
Artinya: ‚Alfiyah ini dapat mendekatkan pengertian yang jauh dengan ungkapan yang diringkas, kepadatan materinya dapat menjabarkan pengertian yang luas. Gaya bahasanya tidaklah sulit, mudah dicerna, dan lebih unggul daripada Alfīah karya Ibn Mu‘ti.38
Selain berisi tentang ilmu nah}wu dan ilmu s}arf, Alfīyah secara
eksplisit dengan makna dilālah juga mengandung nilai akhlak, nasehat,
pedoman, dan filsafat hidup untuk diaplikasikan dalam kehidupan sehari-
hari. Sebagai contoh, bisa dilihat pada matan Alfīyah Ibn Ma>lik tentang
mu‘rab dan mabni> pada bait ke 25 dan 26 sebagai berikut:
شر جج ا رصث فررحح ا فعر تضىم شج عثرذج يسجشر فاسر اكزكر شح كسر
يارجكشر يرشج ن كير زو ترسر اجر تير ش ر جاأخج ج بج حر ر يجArtinya: ‚Rafa‘kanlah dengan harakat d}ammah, dan nasabkanlah dengan harkatfath}ah,
serta jarkanlah dengan harakat kasrah seperti dalam lafaz ‚dhikrullahi ‘abdahu> yasur‛Jazamkanlah dengan sukun, dan selain yang telah disebutkan ada penggantinya seperti kata ja-’a akhu> bani> namir‛.39 Bait tersebut jika diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, maknanya
dapat ditangkap memuat pesan filsafat hidup bagi masyarakat pada
umumnya dan masyarakat Islam pada khususnya, arti frase pertama ; فاسفع ,maka angkatlah, selesaikan problematika kehidupan dengan persatuanتضى Kedua; اصث فرحا tegakkan (keadilan) dengan keterbukaan, Ketiga; جشكسشا : Bersikap rendah diri dan membuang penyakit hati yang menjadi sumber Ibn Mālik yang pertama mendekatkan pengertian yang jauh atau sukar maknanya, yang kedua Kitab Alfiyah berisi lafaẓ yang ringkas yang tidak melelahkan akal manusia
memikirkannya, yang ketiga luas wawasan pengarangnya, dan yang keempat disiplin
menunaikan janji dan selalu tepat waktu, lihat: Abdul Muḥsin Ahmad, Talkhis sharhal-Alfiyahli-al‘Uthaiminbiṭarīqahsu’ālwa-al-jawāb,lihat
http://www.ansaaar.com/showthread.php?t=32563, acses 23 Maret 2014.
Dalammuqaddimahnya,kitab puisi yang memakai Bahar Rajaz ini disusun dengan
maksud:1) menghimpun semua permasalahan naḥwiyah dan ṣarfiyyah yang dianggap
penting, 2) menerangkan hal-hal yang rumit dengan bahasa yang singkat, tetapi sanggup
menghimpun kaidah yang berbeda-beda, atau dengan sebuah contoh yang bisa
menggambarkan satu persyaratan yang diperlukan oleh kaidah itu,dan yang ke 3)
membangkitkan perasaan senang bagi orang yang ingin mempelajari isinya. 37
Perbedaan antara Alfīah Ibn Ma>lik dengan Alfīah Ibn Mu‘ti >adalah: Pertama, bentuk
baḥar, matan Alfīah Ibn Ma>lik memiliki satu bahar saja yaitu bah{ar rajaz, matan Alfīah Ibn
Mu‘ti> terdiri dari dua baḥar yaitu bah{ar rajaz dan sari>‘; Kedua dari sisi matan, matan Alfīah Ibn Ma>lik cenderung lebih ringkas dan padat, sedangkan matan Alfīah Ibn Mu‘ti >sebaliknya
memperluas dan mengembangkan matan; Ketiga, pembagian bab, Alfīah Ibn Mu‘ti> berusaha
menghimpun Bab yang masih berhubungan menjadi satu bab, sedangkan Alfīah Ibn Ma>lik
lebih rinci dalam pengaturan Bab. 38
Ibn ‘Aqil, Terjemah Alfīah Syarah Ibn ‘Aqil, viii. 39
Ibn ‘Aqil, Terjemah Alfīah Syarah Ibn ‘Aqil, 19.
11
perpecahan, dan keempat; اجزو ترسكي laksanakan semua itu dengan
ketenangan.
Alfīyah dapat mendekatkan masalah yang susah dengan uraian yang
singkat, dan melapangkan anugerah dengan janji pasti. Alfīyah dapat meraih
kepuasan tanpa kebencian. Alfīyah ini lebih baik dari Alfīah -nya Ibn
Mu‘ti>.40Naz}am ini menunjukkan bahwa kitab Alfīyah Ibn Ma>lik memuat
kajian tentang nah{wu yang dipandang lebih mudah untuk dipahami dan
dihapal. Melalui pernyataannya memberikan kepuasan tanpa ‚kebencian‛,
kitab ini juga dipandang mengandung metode yang efektif dan efisien dalam
memberikan pemahaman kaidah-kaidah bahasa Arab. Dengan kata lain,
kitab Alfīyah tidak hanya memuat materi-materi na{ḥwu, namun dengan
artikulasi khasnya berupa naẓam.
Kitab ini memiliki metode dan pendekatan pembelajaran bahasa Arab
khususnya pembelajarannah{wu.41
Dengan naẓam berbentuk pantun ini,
pelajaran akan mudah dihafal dan dipahami oleh para santri. Metode inilah
yang kemudian diadopsi dan dikembangkan pada masyarakat yang
menggunakan berbalas pantun khususnya di Sumatera Barat, Jambi, dan
Riau.42
Melihat kenyataan ini dapat dikatakan syair dapat dijadikan sebagai
metode pembelajaran termasuk di dalamnya naz}amAlfīyah Ibn Ma>lik.
Melihat begitu massifnya upaya untuk mewariskan dan membelajarkan
nah{wu oleh para linguis serta pentingnya pengetahuan terhadap nah{wu dan
bahasa Arab untuk umat Islam, sudah seharusnya pembelajaran Bahasa Arab
berbasis naẓam menjadi perhatian semua pihak khususnya para akademisi.
Sampai saat ini pembelajaran bahasa Arab di banyak lembaga pendidikan
masih tertinggal bila dibandingkan dengan pembelajaran bahasa asing
lainnya, misalnya bahasa Inggris. Pembelajaran bahasa Arab dengan
berbagai aspeknya serta motivasi mempelajarinya di kalangan masyarakat
non Arab, tetap saja memiliki banyak kendala dan problematika, bahasa
Arab tetap bukanlah bahasa yang mudah untuk dikuasai secara total.43
Pelaksanaan pendidikan bahasa Arab di Indonesia, masih di hadapkan pada
sejumlah tantangan dan hambatan yang bermunculan. Diantaranya adalah
tujuan dan orientasi pengajaran bahasa Arab, problem profesionalisme guru,
40
Al-Shaikh Kha>lid bin ‘Abd Alla>h al-Azhari>, I’ra>b al-Alfīah (Beiru>t: Maktabah al-
Sha’biyyah, tt), 4. 41
Ahmad Muhammad Abdul kodir, ṭuruq ta ‘lim al lughah al-‘Arabiyyah, ( Kairo:
Maktabah al-Nahdah al-Misriyyah, 1984),191. 42
Hilmi, ‘Arud Syukur. Dalam Kontekstualita, Jurnal Penelitian Sosial Keagamaan, vol xx,
no 2, (Desember 2005): 119. 43
Acep Hermawan, Metodologi Pembelajaran Bahasa Arab (Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2013), cet III, 99. Sadeg Ali Saad al-Yaari, ‚Written Grammatical Error of
Arabic as Second Languange (ASL) Learners: An Evaluative Study‛, International Journal of English Language Education, Vol 1, No. 2 (2013): 143.
12
materi, metode, kreatifitas, kurikulum, dan kelembagaan bahasa Arab secara
umum. Sehingga, diperlukan formulasi baru melalui pengembangan model,
kaidah, teknik, metode, kreatifitas, dan peikiran lainnya44
Dalam rangka
membantu mengatasi kesulitan mempelajari Bahasa Arab, para pemerhati
bahasa Arab melakukan upaya meningkatan model pembelajaran dengan
pendekatan, teknik dan metode, yang akhir-akhir ini banyak bermunculan
seperti metode Al-‘Ankabu>t, metode Tari>kah, metode Assasaky, Arabindo, metode al-Fath45 , metode al-Sya>fi‘i, metode al-Asra’i, metode 2 Jam bisa Baca Kitab Gundul, metode Mudah Belajar Bahasa Arab, metode al-Muyassar,46dan metode Amtsilati. Intinya semua metode tersebut bermuara
pada tujuan yang sama yakni mengantar para santri mudah mempelajari
bahasa Arab (taisi>r al-nah}wu)47dengan efisien dan praktis.
Penulis cenderung dan lebih fokus mempelajari yang disebut terakhir
(metode Amtsilati), karena metode ini berkaitan dengan pembahasan yang
akan diteliti penulis, dimana metode ini khusus dirancang untuk
pembelajaran yang berhubungan dengan Alfīyah Ibn Ma>lik yang selama ini
dianggap sulit bagi pemula, dengan menggunakan rumus sistematis,
akselaratif, skematis, serta contoh langsung dari Al-Qur’an untuk mengupas
tuntas dan membedah matan Alfīyah Ibn Ma>lik, sebagaimana
disebutkanoleh penulisnya, Taufiqul Hakim dengan Khula>sah Alfīyah Ibn
Ma>lik, terdiri atas 1002 bait matan Alfīyah Ibn Ma>lik. Taufiqul Hakim
meringkas Alfīyah menjadi 184 bait inti, sedangkan 808 bait lainnya
merupakan penyempurna. Hal yang sama juga dikemukakan oleh D.
Hidayat, guru besar bahasa Arab UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, memilih
333 bait pokok, dan 59 tema penting dari 1002 bait yang terdapat dalam
kitab Alfīyah, sedangkan 669 bait-bait lainnya tidak dihimpun karena
44
Fathul Mujib dan Nailul Rahmawati, Permainan Edukatif pndukung bahasa Arab II (Yogyakarta: Diva Press, 2012), cet.I, 5. 45
Metode al-fath adalah Bimbingan Cepat Membaca Kitab Tulisan Gundul, yang isinya
adalah pelajaran naḥwu. Secara jelas terealisasikan bahwa ilmu naḥwu itu difungsikan
untuk dapat membaca kitab. Dalam pengantarnya disebutkan bahwa pada saat kaedah
pertama diajarkan, para pelajar langsung dapat membaca tulisan gundul sederhana, lihat,
Saidun Fiddaroin, Fungsi, Guna, dan Penyalah gunaan Ilmu Naḥwu dan ṣarf, Jurnal Bahasa
dan Sastra Arab, Fakultas Adab IAIN Sunan Ampel Surabaya,Vol. XI, No.01, 201 46
Buku mudah belajar bahasa Arab ini menawarkan metode pembelajaran baru dan mudah
dalam mempelajari bahasa Arab, penulis mencoba menyesuaikan sistematika
pembahasannya sesuai pembelajaran bahasa Indonesia. Dimulai dari pengenalan kata sesuai
dengan jenis fungsi penggunaanya, bagaimana cara membentuk kata (morfologi),
menggabungkan kata (frasa), kemudian menyusunnya jadi kalimat (klausa), lihat Nurul
Huda, Mudah Belajar Bahasa Arab (Jakarta: Amzah, 2012), cet ke-II, vi. 47
Makna mempermudah ( taisi>r al-nah}wu ) menjadi terbatas pada bagaimana mengajarkan
ilmu naḥwu, bukan mempermudah ilmu naḥwu itu sendiri. Arif Rahman Hakim,
Mempermudah pembelajaran Naḥwu, Jurnal al-Maqoyis, vol.1, no.1, Januari-Juli.
13
pembahasan tentang bunyi akan lebih sistimatis dan terinci jika dipelajari
melalui kitab tajwi>d atau ilmu al-lughah. Masalah-masalah nah{wu yang
jarang ditemui kecuali dalam syair-syair Arab, khususnya syair Arab klasik
dan jāhiliyah, dan masalah-masalah ṣarf yang akan efektif jika dipelajari
melalui pelajaran ṣarf yang disajikan dalam bentuk nathar (bukan naz>am),
ringkasan itu disebut oleh D. Hidayat dengan Jawa>hir-Alfīyah li-Ibn
Ma>lik.48
Dalam metode Amtsilati, menghafal dan praktik merupakan kegiatan
mutlak dalam proses pembelajaran. Dengan kegiatan tersebut para santri
akan dapat dengan mudah mengingat dan memahami kaidah-kaidah bahasa
Arab yang merupakan inti dari kitab Amtsilati.49
Pembelajaran bahasa Arab di Indonesia selama ini dianggap lamban
dan kurang berhasil bila dibandingkan dengan pembelajaran bahasa Inggris.
Siswa maupun mahasiswa menghabiskan waktu lama belajar bahasa Arab,
mulai dari Ibtidaiyah sampai Perguruan Tinggi, namun mereka belum
mampu menguasai standar kompetensi bahasa Arab yang telah ditetapkan.
Azyumardi Azra melihat kegagalan ini ditandai dengan semakin langkanya
cendekiawan Muslim yang mampu berbahasa Arab dengan baik, minat para
pelajar agama untuk mempelajari bahasa Arab pun semakin menurun.50
Pernyataan serupa disampaikan Azyumardi Azra dalam kata pengantar
bahasa Arab untuk mahasiswa Perguruan Tinggi Agama Islam, bahwa salah
satu kekurangan perguruan tinggi Islam baik negeri atau swasta adalah
bidang bahasa khususnya bahasa Arab. Bagi lembaga pendidikan tinggi
Islam seharusnya bahasa Arab sudah dapat dipergunakan untuk memahami
dan mendalami bidang ilmu yang ditulis dalam bahasa Arab. Tetapi dalam
kenyataannya bahasa Arab tersebut di perguruan tinggi ternyata masih
merupakan beban berat yang harus dipikul mahasiswa, dan harus diatasi oleh
tenaga pengajar. Padahal para mahasiswa umumnya telah mempelajari
bahasa Arab sejak belajar di Madrasah Ibtidaiyyah.51
Sementara, pengetahuan dan pemahaman Islam bagi seseorang di
kalangan masyarakat tertentu sering kali diukur dengan ukuran yang
sederhana, yaitu sejauh mana mereka menguasai bahasa Arab. Jika seseorang
diketahui mampu berbahasa Arab, apalagi bisa membaca kitab kuning, maka
orang tersebut dianggap memiliki pengetahuan Islam secara baik. Jala>ludi>n
al-Suyūti> (w. 849 H) mengungkapkan dalam Alfīyah nyasebagaimana 48
D. Hidayat, Jawa>hir al-Alfīah , pendahuluan. 49
Taufiqul Hakim, Amtsilati Program Pemula Kitab Kuning (Jepara: Al-Falah Offset,
2004), 40-41. 50
Azyumardi Azra, Esei-Esei Intelektual Muslim dan Pendidikan Islam (Jakarta:
Logos Wacana Ilmu, 1998), 139. 51
Ridlo Masduki dan Tim Penyusun, Bahasa Arab untuk Mahasiswa Perguruan Tinggi (Jakarta: Darul Ulum Prees, 2007), cet VII, jilid 2, iii.
14
dikutip oleh Sultan Syahril dalam Internasional Journal of Studies bahwa
ulama sepakat membutuhkan qawa>‘id al-‘Arabiyah pada setiap ilmu
terutama tafsir dan hadis karena seyogianya seseorang yang membicarakan
Al-Qur’ān cenderung menguasi bahasa Arab, karena al-Qur’ān sendiri
berbahasa Arab, tidak bisa memahami maksudnya dengan baik tanpa
mengetahui kaidah-kaidahnya.52
Hal yang sama diungkapkan Ibn Taimiyah
(w. 728), mengetahui Bahasa Arab fard}u ‘ain, karena memahami Al-Qur’an
dan Al-Sunnah wajib hukumnya tidak ada jalan lain melainkan dapat
memahaminya dengan baik,53
karena mengetahui kaidah bahasa Arab
merupakan kebutuhan umat Islam untuk dapat membaca dan memahami
kitab sucinya.54
Pembenahan terhadap pembelajaran bahasa Arab merupakan suatu
keharusan, baik dari segi manajemen, kurikulum, proses, ataupun
evaluasinya, tanpa melalui rekonstruksi pembelajaran bahasa Arab,
pengetahuan bahasa Arab yang mempengaruhi pengetahuan keislaman para
pelajar akan semakin mengkhawatirkan.55
Problematika yang biasanya
muncul dalam pembelajaran bahasa Arab bagi non Arab terbagi ke dalam
dua problem; problem linguistik dan non linguistik.56
Tata bahasa Arab dipahami sebagai cabang ilmu bahasa yang mengkaji
tentang kaidah-kaidah struktur kalimat yang meliputi jumlah ismiyah,
52
Sultan Syahril, Internasional Journal of Pesantren Studies, vol II, No 2. 2008,
224. 53
Sulaima>n Ibn ‘Abdurrah}ma>n Al-Haqi>l, Ahda>f wa T{uru>q al-Tadri>s al-Qawa>id al-nah{wu
(Riya>d}: Ja>mi‘ah Ibn Su‘ud,1992, ), cet ke-I,14. 54
Soraya Usman dan Hudaya. Jurnal Pendidikan Islam, UIJ, vol xiii, no2. Juli-
desember 2011, 241. 55
Sebagian lembaga pendidikan Islam di Indonesia seperti pesantren telah dapat
menjawab kesulitan pembelajaran bahasa Arab, pesantren dapat meminimalisir kesulitan
tersebut dengan menciptakan lingkungan bahasa asing yang kondusif. Di antara pesantren
yang telah menetapkan dan mempertahankan dan terus meningkatkan kualitas lingkungan
bahasa asing adalah pesantren Gontor Ponorogo Jawa Timur dan LIPIA, MAN Insan
Cendikia Serpong. Muhbib Abdul Wahab, Epistemologi & Metodologi Pembelajaran Bahasa Arab (Jakarta: Lembaga Penelitian Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta, 2008), Cet. I, 308. 56
Kesulitan aspek linguistik dalam hal ini mencakup al-As}wa>h, al-Nah{wu, al-s}arf, maupun al-dala>lah. Berkenaan dengan kesulitan nah{wu dan ṣarf, ibn Mad}a> mengatakan
bahwa ada empat faktor yang menyebabkan sulitnya belajar nah{wu, yaitu: 1) ‘A>mil, 2) ‘Illat thawa>ni> wa thawa>lith, 3) qiya>s dan 4) al-tama>rin al-muftarid}ah. Ibn Mad}a>, Al-Radd ‘Ala> al-Nuh}a>t, tah}qi>q Muh}ammad Ibra>hi>m al-Banna> (Kairo: Da>r al-I’tis}a>m, 1979), 64-69.
Sementara menurut Ah}mad kesulitan-kesulitan tersebut lebih dikarenakan kajian nah{wu
tersebut memiliki tema-tema yang banyak, namun antara satu tema dengan tema lainnya
hanya sedikit perbedaan. Misalnya maf‘u>l mut}laq, maf‘u>l ma‘ah, maf‘u>l li ajlih. Di samping
itu, terkadang para pengajar memberikan contoh-contoh tidak sesuai dengan situasi dan
pengalaman peserta didik. Muh}ammad ‘Abd al-Shahi>d Ah}mad, T}uruq Ta‘li>m Qawa>‘id al-Lughah al-‘Arabiyyah (Kairo: Maktabah al-Nahd}ah al-Mis}riyyah, 1987), 13.
15
jumlah fi‘liyah dan sebagainya, jabatan komponen kalimat misalnya sebagai
fa>‘il, maf‘u>l, atau yang lainnya. Kemampuan mengetahui tata bahasa
merupakan sesuatu yang sangat penting, karena dengan mengetahui posisi
jabatan sebuah kata di dalam kalimat, apakah marfu>‘, mans}u>b atau makhfu>d}, pihak penerima pesan pun dapat mengetahui makna yang terdapat di dalam
pesan yang diterimanya. Berkenaan dengan urgensi nah{wu dan ṣarf dalam
memahami bahasa Arab, dikenal ungkapan نهقشاءج الانقشاءج نهفأنفى Al-fah{m li al-qira>ah wala> al qira>ah li al-fah{m ‚paham dahulu baru membaca‛.
57
Para ahli bahasa Arab sendiri mengakui mereka mengalami kesulitan
ketika membaca teks Arab. Salah satu pengakuannya demikian adalah pada
kebanyakan bahasa-bahasa Eropa, orang membaca dengan benar apa yang
dilihatnya, dan menjadikan kemampuan membaca sebagai sarana untuk
memahami. Seseorang tidak mampu membaca dengan benar kecuali jika
sudah memahami terlebih dahulu apa yang hendak dibaca.58
Aziz Fakhrurrazi menyampaikan ada tiga hal pokok yang mendasar
membantu dalam memahami teks Arab (al-Nus{us-al-‘Arabi ) yaitu: Pertama,
mengetahui makna mufradāh atau kosa kata Arab, baik melalui mu‘jam
(kamus) maupun menangkap makna kontekstual suatu kalimat(siyāqi), dengan mengetahui makna kosa kata dapat membedakan bentuk kata apakah
is{im atau fi‘il. Kedua, mengetahui struktur kalimat(Ṣarf) yang meliputi isim, fi‘il, isim fa>‘il, isim maf‘u>l, mas}dar, dan sifah mushabbahah, dan ketiga, mengetahui jabatan i‘rāb (naḥwu), yang meliputi mubtada’, khabar, fa>‘il, maf‘u>l bih, maf‘u>l mut}lak, maf‘u>l li ajlih, ha>l, tamyi>z{, isim ka>na dan khabar inna.59
Pernyataan di atas menunjukkan bahwa nah{wu dan ṣarf merupakan dua
cabang linguistik Arab yang tidak dapat dihilangkan dan dilepaskan dari
pembelajaran bahasa Arab, nah{wu dan ṣarf merupakan ruh dan ciri tersendiri
bahasa Arab. Ketiadaan qawa>‘id berarti menghilangkan makna, karena
dalam tataran qawa>‘id baik nah{wu maupun s{arf mengandung makna dan
maksud tersendiri. Dalam hal ini berbeda dengan gagasan Ibn Mad}a> yang
menyarankan untuk membuang beberapa topik bahasan nah{wu yang bersifat
57
Banyak pembaca tulisan bahasa Arab mengalami kesulitan untuk membacanya
dengan benar, mereka harus memikirkan teks sebelum membacanya, bahkan sering kali
harus memahami lebih dulu maksud teks agar benar bacaannya. Muh}ammad H{asan Bakalla>,
Abh}a>s al-Nadwah al-‘A <lamiyah al-U<la> li-Ta‘li>m al-‘Arabiyah li-Ghair al-Na>tiqi>n Biha>(Riya>d}: University of Riya>d}, 1980), 115. 58
‘Ali> ‘Abdul Wa>h}id Wa>fi>, Fiqh Lughah al-‘Arabiyyah (Kairo: Da>r al-Nahd}ah Mis}r li al-
T}iba>‘ wa al-Nashr, 1995), 254. 59
Makalah (tidak diterbitkan) ‚Materi Penyajian Keterampilan Membaca (fahm al maqru’)‛.
Disampaikan Aziz Fachrurrazi pada diklat pembelajaran Bahasa Arab Tingkat Mahir di
Pusat Pendidikan dan Latihan Tenaga Teknis Keagamaan Kementrian AgamaRepublik
Indonesia,Ciputat, pada tanggal 10 Agustus 2010.
16
filosofis.60
Asumsi dasar dari penulis adalah banyak cara dalam memberikan
pemahaman kepada para pembelajar untuk dapat memahami nah{wutanpa
membuang beberapa kajian nah{wu. Salah satu upaya untuk memberikan
kemudahan dalam memahami kajian nah{wu ialah seperti yang dilakukan
oleh Ibn Ma>lik dengan menyajikan materi nah{wu dalam bentuk naẓam.
Sebagaimana dijelaskan di atas, bahwa penggunaan karya Ibn Ma>lik sebagai
rujukan dalam masalahnah{wu dan s{arf di kalangan pemerhati bahasa cukup
luas, namun, para pengkaji bahasa belum mengungkap metode yang
dikandungnya secara komprehensif, tampaknya keberadaan naz}am-naz}am nah}wi dalam Alfīyah dianggap hanya sebatas materi nah{wu yang harus
dipelajarai dan dihapal saja.
Kompleksitas kajian gramatika Bahasa Arab dan efektifitas
pembelajarannya di pesantren tradisional dan modern menantang kajian
serius, untuk menemukan metode baru yang efektif. Bagaimanapun, di
pesantren tradisional, kajian Naḥwu, terutama sekali dilaksanakan secara
gradual sejak sumber ajar dasar hingga level tinggi dengan variasi penyajian
antara prosa (nathar) atau puisi (manz}u>mah). Penggunaan naz}amAlfīyah Ibn
Ma>lik sebagai bahan ajar di level atas, disinyalir lebih mudah dipahami oleh
pembelajar karena terdiri dari bait-bait syair dengan ritma tertentu dan padat
makna. Kreasi pengkaji Alfīyah yang menyederhanakan kajian Alfīah menjadi Bab tertentu, meniadakan Bab lainnya karena dianggap terlalu luas
dan memang bisa dipelajari oleh disiplin ilmu lainnya, adalah respon
pembelajar dan pengajar Naḥwu, agar belajar gramatika bahasa Arab efektif.
Menemukan metode pembelajaan Naḥwu yang efektif di tengah mandegnya
strategi belajar gramatika Bahasa Arab selama ini akan sangat bermanfaat
dalam konteks pedagogik.
Berdasarkan uraian di atas, penelitian tentang bagaimana bentuk dan
metode pembelajaran nah}wu penting untuk dilakukan. Penelitian ini akan
dapat mengungkapkan kandungan Alfīah yang selama ini dipandang banyak
ahli hanya sebatas materi pembelajaran qawa>‘id semata. Dalam rangka
melengkapi data penelitian, di samping analisis terhadap kitab Alfīyah peneliti juga melakukan penelitian langsung kepada salah satu pesantren
tradisional yang mengajarkan Alfīyah sebagai salah satu materi wajib dalam
proses pembelajaran untuk mengetahui secara langsung dan praktis
bagaimana kitab tersebut dipelajari oleh santri.
Pesantren yang menjadi objek penelitian ini adalah Pondok Pesantren
Baitul Hikmah Dusun Haurkuning Mandalaguna Salopa Kabupaten
Tasikmalaya Jawa Barat. Pemilihan lembaga ini disebabkan pesantren
tersebut mengajarkan Alfīyah dengan pola yang berbeda dibandingkan
60
Ibn Mad}a>, al-Radd ‘Ala> al-Nuh}a>t, Tah}qi>q Muh}ammad Ibra>hi>m al-Banna>, 64.
17
pesantren lain sejenis dan lebih konferhensif. Pondok Pesantren Baitul
Hikmah menjadikan Alfīyah Ibn Ma>lik sebagai salah satu materi pokok dan
mata pelajaran unggulan dalam proses pembelajaran. Pembelajaran
dikhususkan kepada para santri yang menimba ilmu pada lembaga tersebut
sehingga menurut KH. Saefudin Zuhri, pimpinan pesantren, beberapa
prestasi yang diraih pesantren Baitul Hikmah berkaitan dengan pengajaran
Alfīyah cukup memuaskan.61
Selain alasan-alasan teoretis seperti diungkapkan sebelumnya, terkait
pembelajaran kaidah Bahasa Arab, utamanya kenyataan kitab Alfīyah Ibn Ma>lik dijadikan rujukan utama oleh pesantren di Indonesia dalam
mempelajari nah}wu dan ṣarf, secara spesifik keberhasilan Pesantren Baitul
Hikmah dalam mengajarkan kitab ini kepada santrinya, penulis tertarik lebih
dalam untuk mengetahuinya, dan mengangkatnya ke dalam penelitian
disertasi, dengan judul: Pembelajaran Nah{wu dengan Naz}amAlfīyah Ibn Ma>lik: Studi kasus Pesantren Baitul Hikmah Haurkuning Tasikmalaya.62
61
KH Saefudin Zuhri, Sesepuh Pesantren Baitul Hikmah (Wawancara: 27 Juli
2013).Dari hasil observasi yang dilakukan, setidaknya 12 (dua belas) prestasi diraih
pesantren ini semenjak tahun 2002 sampai tahun 2011, yaitu: a) Juara kebersihan pondok
pesantren se- Kabupaten Tasikmalaya 2002, 2004, 2006, 2010, 2012, b) Juara III Tingkat
Nasional Bahtsul Kutub Tafsir Ibn Kasir tahun 2002, c) Juara I lomba pidato tingkat
Kabupaten 2004, d) Juara I Musābaqah Qiraāh Kutub Tingkat Nasional bidang lughah
Putra kitab Imriti 2006, e) Juara I Musābaqah Qirāah Kitab Tingkat Nasional bidang
lughah Putri kitab Alfīah 2006, f) Juara I Musābaqah Qirāah Kitab Tingkat Nasional
bidang lughah Putra kitab Alfīah 2006, g) Juara II lomba Marāwis se Kabupaten 2006, h) 2
santri masuk beasantri Kementrian Agama 2005/2006, i) 1 santri masuk beasantri
Kementrian Agama 2006/2007, 4 orang santri meraih juara II Musābaqah Qirāah Kitab
tingkat Nasional di Kalimantan 2008, k) Juara I Fahmil Qurān Provinsi Jawa Barat 2010, l)
Juara umum Musābaqah Qirāah Kitab Tingkat Kabupaten 2011. (Observasi dan
dokumentasi: 27 juli 2013). 62
Penelitian ini menggunakan etnografi artinya penelitan kualitatif bersifat
deskriptis, data terurai dalam bentuk kata-kata atau gambar, bukan dalam bentuk angka-
angka, data pada umunya berupa pencatatan, foto-foto, rekaman, dokumen, memorandum,
dan catatan- catatan resmi lainnya, lihat M Atar Semi, Metode Penelitian Sastra, 28.
Menurut Jhonson sebagaimana dikutip Emzir etnografi pendidikan adalah studi tentang
proses pendidikan dan proses enkulturatif yang berhubungan dengan sekolah dan
persekolahan intensional, termasuk aspek-aspek sekolah yang berhubungan dengan
kehidupan seperti peer groups. Karena tradisi penelitian ini memberikan informasi kepada
kita tentang proses akulturasi, yang penting dalam memperoleh pemahaman yang lebih
mendalam tentang semua yang terlibat dalam memahami cara-cara untuk membuat
pengalaman dalam pendidikan secara kultural lebih peka dan lebih layak, lihat Emzir, Metodologi Penelitian Pendidikan Kuantitatif dan Kualitatif (Jakarta: Rajawali Press,
2011), 176; lihat Phiona Stanley, ‚Writing the Ph.D Journey(s): An Autoethnography of
Zine-Writing Angst, Embodiment, and Backpacker Travels‛, Journal of Contemporary Ethnography, 44 (2) (April, 2015): 143-168.
18
B. Permasalahan
1. Identifikasi Masalah
Ibn Ma>lik merupakan tokoh bahasa Arab dalam berbagai aspeknya,
seperti ilmu lughah, fiqh al-lughah, al-nah}w, al-s}arf, al-Qura>n, al-qira>’ah al-Sab‘ah, fiqh, hadis, qāsidah.
63 Dengan ketokohannya dalam bidang bahasa
pada beberapa aspek tadi, besar kemungkinan disinggung oleh penelitian ini.
Namun perlu ditegaskan, bahwa penulis hanya fokus mengkaji Alfīyah sebagai aspek metode pembelajaran nah}wu.
Cakupan kajian naz}am (puitisasi) nah{wu dan metodologi pembelajaran
bahasa mencakup banyak persoalan yang sangat komplek, bahkan secara
mendasar kedua kajian tersebut memiliki pembahasan topik dan pokok
bahasannya masing-masing. Dengan kata lain, nah{wu yang dimuat dalam
bentuk puisi memiliki bentuk kajian tersendiri, demikian juga metodologi
pembelajaran bahasa Arab memiliki permasalahan dan pokok kajian
tersendiri. Dalam penelitian ini, materi nah{wu akan dilihat sebagai sebuah
materi pembelajaran dan penyajiannya dalam bentuk naz}am tidak dalam
bentuk nathar, akan dikaji secara mendalam dengan memposisikannya
sebagai metode pembelajaran.
2. Pembatasan Masalah
Dari latar belakang dan identifikasi masalah yang dijelaskan di atas,
penelitian tentang pembelajaran Alfīyah yang difokuskan pada kajian
metodologi pembelajaran bahasa Arab akan dibatasi pada kajian
pembelajaranAlfīyah Ibn Ma>lik serta pelaksanaannya di Pondok Pesantren
Baitul Hikmah Haurkuning Salopa Tasikmalaya. Aspek yang akan dikaji
dalam penelitian ini ialah pertama, Naz}am Alfīyah Ibn Ma>lik dalam
perspektif pembelajaran gramatika bahasa Arab; kedua, metode penyajian
pembelajaran Alfīyah Ibn Ma>lik di Pesantren Baitul Hikmah Haurkuning
Salopa Tasikmalaya.
63
Ibn Mālik adalah seorang tokoh yang banyak menguasai berbagai disiplin ilmu, dia
menguasai ilmu Hadis karena terbukti muridnya yang bernama Imam Nawāwi salah seorang
ahli hadis ternama dengan bukunya al-Arba‘in al-Nawāwiyah dan Riyāḍ al-Sālihin dan
menguasai juga dalam bidang fiqh dengan bukunya yang terkenal syarah al-Muhadhdhab,
dan murid Ibn Mālik yang lain adalah Ibn Jama‘ah dikenal seorang ahli fiqh yang dijuluki
dengan quḍāh al-quḍāh(hakim Agung) dengan karya terkenal taẓkirah al-sāmi‘ wa al- mutakallim, dan Ibn Mālik dikenal juga dengan suara yang indah, hal ini terbukti karena ia
menguasai ilmu qirā’ah al sab‘I dan qāsidah sehingga ia menyusun buku yang diberi nama
Qāsidah dālliah, dimana pada suatu saat terjadi bagi para makmum ṣalat farḍu yang di
imami oleh Ibn Mālik mereka terharu bahkan menangis berjamaah menyimak indahnya
bacaan Ibn Mālik.
19
3. Perumusan Masalah
Dari pembatasan masalah diatas penulis dapat merumuskan penelitian ini
dalam dua pertanyaan berikut ini:
1. Bagaimanakah Naz}am Alfīyah Ibn Mālikdalam perspektif pembelajaran
gramatika bahasa Arab memberikan implikasi efektif kepada para santri
di Pondok Pesantren Baitul Hikmah Haurkuning Salopa Tasikmalaya?
2. Bagaimanakah metode penyajian pembelajaranAlfīyah Ibn Ma>lik di
Pondok Pesantren Baitul Hikmah Haurkuning Salopa Tasikmalaya?
C. Tujuan dan Signifikansi Penelitian.
Sejalan dengan rumusan masalah di atas, penelitian ini bertujuan untuk
mengungkapkan secara komprehensif dan mendalam tentangpembelajaran
Alfīah. Dari hasil penelitian diketahui penggunaan unsurnaz}am dalam nah{wu
sebagai metode pembelajaran qawa>‘id al-lughah al-‘Arabiyyah. Secara
terperinci penulis akan menjelaskan tujuan dan signifikansi penelitian ini
sebagai berikut:
1. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengungkapkan secara komprehensif
tentang:
1) Mengetahui Metode penyajian pembelajaranAlfīah Ibn Ma>lik yang
digunakan di Pesantren Baitul Hikmah Haurkuning Tasikmalaya.
2) Mengetahui perspektif pembelajaran gramatika bahasa Arab yang
efektif di Pesantren Baitul Hikmah denganNaz}amAlfīyah Ibn Ma>lik.
2. Signifikansi Penelitian
Penelitian ini memiliki kegunaan baik secara teoritis maupun secara
praktis. Secara teoritis penelitian ini diharapkan dapat berguna baik untuk
kalangan pemerhati sastra Arab maupun bagi para pemerhati pendidikan
bahasa. Dikatakan demikian karena penelitian ini memuat berbagai teori
tentang kedua bidang tersebut. Dalam bidang sastra penelitian ini
setidaknya dapat dijadikan sebagai referensi dalam masalah puisi yang
berbentuk naẓam. Teori-teori tersebut kemudian dikaitkan dengan teori
yang digunakan Ibn Ma>lik dalam melahirkan انظياخ انـــــحيح (al-manz}u>ma>h al-nah}wiyyah).
Kajian ini memiliki signifikansi untuk para pemerhati pendidikan
bahasa, karena dalam penelitian ini dijelaskan tentang metode pembelajaran
khususnya dalam bidang pengajaran qawa>‘id al-lughah al-‘Arabiyyah. Para
pemerhati pembelajaran bahasa Arab selama ini, tanpa dipungkiri telah
mengenal berbagai metode pembelajaran, namun dalam penelitian ini akan
lebih menonjolkan bagaimana mengajarkan gramatika Bahasa Arab dengan
20
menggunakan kitab Alfīyah sebagai sumber belajar. Hal ini diharapkan
tidak hanya bersifat teoritis, namun juga dapat diaplikasikan oleh para
pendidik di dalam proses pembelajaran bahasa Arab khususnya dalam aspek
gramatika, sehingga fungsi gramatika bahasa Arab dapat diterapkan para
pemelajar baik dalam berkomunikasi lisan maupun dalam membaca.
D. Tinjauan Kepustakaan
Sampai saat ini, penelitian terhadap pemikiran Ibn Ma>lik,
pembelajaran qawa>’id khususnya yang berhubungan dengan kajian nah{wu
telah banyak dilakukan oleh para peminat kajian bahasa. Dari beberapa
penelitian yang ditemukan dan memiliki relevansi dengan tulisan ini ialah
terdiri dari karya tulis yang berhubungan dengan kajian terhadap pemikiran
Ibn Ma>lik dan pembelajaran qawa>’id, di antara penelitian yang dimaksud
adalah:
Muh}}ammad ‘Abd al-Shahi>d Ah}mad, pada 1987 melakukan penelitian,
dituangkan dalam karya tulis berjudul ‚T}uruq Ta‘li>m Qawa>‘id al-Lughah al-‘Arabiyyah‛. Berdasarkan kajiannya dia mengungkapkan berbagai metode
yang dapat digunakan untuk mengajarkan Qawa>‘id al-lughah al-‘Arabiyyah.
Sementara dari aspek kesulitan-kesulitan yang biasa dihadapi para
pembelajar bahasa dari aspek ini ialah dikarenakan kajian nah{wu tersebut
memiliki tema-tema yang banyak, namun antara satu tema dengan tema
lainnya hanya sedikit perbedaan. Misalnya maf‘u>l mut}laq, maf‘u>l ma‘ah, maf‘u>l li ajlih. Di samping itu, terkadang para pengajar memberikan contoh
tidak sesuai dengan situasi dan pengalaman peserta didik.64
Pada tahun 2001, H}usain Sulaima>n Qu>rah menulis buku berjudul ‚ Dira>sa>h Tah}li>liyah wa Mawa>qif Tat}bi>qiyyah fi> Ta‘li>m al-Lughah al-‘Arabiyyah wa al-Di>n al-Isla>m‛. Fokus kajian yang dilakukan Qura>t adalah
berkaitan peranan ilmu nah{wu dalam memahami bahasa Arab dan
penerapannya dalam pembelajaran bahasa Arab. Dia juga melakukan kajian
tentang peranan nah{wu dan penerapannya dalam memahami ajaran Islam.65
Pada tahun 2008, Muhbib Abdul Wahab melakukan penelitian berjudul
‚Metode Penelitian dan Pembelajaran Nah{wu: Studi Teori Linguistik Tamma>m H}assan‛. Dalam penelitian tersebut dia menyimpulkan, yaitu: a)
Penelitian nah{wu perlu direvitalisasi, b) Pengembangan materi nah{wu perlu
dilandasi epistemologi nah{wu (us}u>l al-nah}w), c) Metode penelitian nah{wu
adalah basis keilmuan yang bisa dikembangkan dalam pembelajaran nah{wu,
64
Muh}ammad ‘Abd al-Shahi>d Ah}mad, T}uruq Ta‘li>m Qawa>‘id al-Lughah al-‘Arabiyyah (Kairo: Maktabah al-Nahd}ah al-Mis}riyyah, 1987).
65H}usain Sulaima>n Qu>rat, Al-Manz}u>ma>t al-Nah}wiyyah: Dira>sa>t Tah}li>liyyah wa
Mawa>qif Tat}bi>qiyyah fi> Ta‘li>m al-Lughah al-‘Arabiyyah wa al-Di>n al-Isla>m (Kairo: al-
Anjlu>, 2001).
21
d) Nah{wu yang dikonstruksi secara ilmiah, berbasis epistemologi yang
kokoh dan verifikatif dapat menentukan rancang bangun sistematika materi
nah{wu, e) Pemikiran linguistikTamma>m H}assa>n, terutama pemikiran
nah{wunya merupakan hasil ijtihad pribadinya yang memadukan antara
warisan khazanah pemikiran klasik, terutama pemikiran al-Jurja>ni>, Ibn Jinni>,
dan pemikiran modern, baik strukturalisme de Sausure dan
Bloomfield,maupun aliran London JR. Frirth, dan gramatika generatif-
transformatif Noam Chomsky. Muara kajian penelitian nah{wuH}assa>n pada
akhirnya sangat signifikan sebagai pendekatan dalam memahami,
memaknai, dan menafsirkan Al-Qur’ān.66
Ketiga penelitian di atas setidaknya memiliki relevansi dengan
penelitian ini, ketiga penelitian di atas mengkaji metode pengajaran nah{wu
dengan berbagai fokus kajiannya. Namun, penelitian di atas juga memiliki
titik perbedaan dengan penelitian ini, fokus dalam penelitian ini adalah
efektivitas pembelajaran Alfīyah dan metode pengajarannya di Pesantren
tradisional.
Di samping beberapa penelitian di atas, para pemerhati kajian bahasa
juga telah banyak melakukan studi tentang pemikiran Ibn Ma>lik. Di antara
penelitan yang dijadikan sebagai kajian terdahulu dan memiliki relevansi
dengan penelitian ini adalah, misalnya pada tahun 1998, D. Hidayat, dalam
rangka menyelesaikan studi doktoral di IAIN Syarif Hidayatullah,
melakukan penelitian tentang metode nah{wu Ibn Ma>lik dituangkan dalam
judul ‚al-Manhaj al-Nah}wi> li Ibn Ma>lik‛. Tujuan dilakukannya penelitian ini
adalah: a) mengungkapkan posisi Ibn Ma>lik dalam masalah penggunaan
dalil-dalil nah{wu, seperti sima>‘, qiya>s, ijma>‘ dan istis}h}a>b, b) mengungkapkan
kelebihan metode nah{wu Ibn Ma>lik baik dari segi penggunaan adillah al-nah}wiyah maupun teori nah{wu-nya, c) memberikan gambaran secara umum
tentang kelebihan metode nah{wu Ibn Ma>lik dan kegunaannya dalam
pembelajaran qawa>‘id dan pengembangannya.67
Dalam rangka menyelesaikan studinya pada program Doktor di
Universitas Ima>m Muh}ammad bin Sa’u>d Riya>d}, H}assa>n bin ‘Abdulla>h bin
Muh}ammad al-Ghunaima>n pada tahun 2003 melakukan penelitian
dituangkan dalam disertasi berjudul Al-Manz}u>ma>h al-Nah}wiyyah wa Atharuha> fi> Ta‘li>m al-Nah}wi. Penelitian ini menggunakan berbagai sumber
kajian nah{wu yang dimuat dalam syair termasuk di dalamnya karya Ibn
Ma>lik. Fokus kajiannya adalah pengaruh manz}u>ma>h nah}wiyah dalam
66
Muhbib Abdul Wahab, ‚Metode Penelitian dan Pembelajaran Nah{wu : Studi Teori
Linguistik Tamam Hassan‛ (Disertasi Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta, 2008). 67
D.Hidayat, ‚Al-Manhaj al-Nah}wi> li Ibn Mālik ‛ (Disertasi IAIN Syarif
Hidayatullah, 1419 H/1998 M).
22
memberikan dan menyajikan pembelajaran nah{wu.68
Perbedaan dengan
penelitian yang dilakukannya adalah di mana fokus penelitian ini pada aspek
metode pembelajaran qawa>‘id al-lughah al-‘Arabiyyah.
Kha>lid Sa‘ad Muh}ammad Shu‘ba>n, pada tahun 2006 melakukan kajian
terhadap us}u>l al-nah}wi Ibn Ma>lik yang kemudian dituangkan dalam buku
dengan judul Us}u>l al-Nah}wi ‘Ind Ibn Ma>lik. Sesuai dengan judulnya, fokus
penelitiannya ini berkaitan dengan penggunaan dalil nah{wu oleh Ibn
Ma>lik.69
Ketiga penelitian di atas setidaknya memiliki sisi persamaan dengan
penelitian penulis ini, di mana kedua penelitian di atas sama-sama mengkaji
penggunaan dasar-dasar nah{wu oleh Ibn Ma>lik. Penelitian ini juga akan
melihat dan mengungkap sisi tersebut, khususnya dalam masalah
penggunaan naẓam Arab sebagai metode nah{wu, karena penulis berasumsi
Ibn Ma>lik terinspirasi melahirkan materi nah{wu dalam bentuk puisi karena
dia sendiri merupakan seorang penyair, namun di samping penelitian ini
memiliki relevansi dengan kedua penelitian di atas, sisi perbedaan yang
paling menonjol adalah di mana penelitian ini akan melihat syair atau puisi
tidak hanya sebatas materi nah{wu dan karya sastra semata, tetapi juga
mengungkap sisi metodologis di dalamnya.
E. Metodologi Penelitian
1. Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan perpaduan kajian kepustakaan dan lapangan
(library research and field research), yakni mengacu kepada data-data karya
ilmiah yang berkaitan dengan permasalahan penelitian. Library research
diharapkan dapat memberikan analisis terhadap pokok pikiran Ibn Ma>lik
dalam memunculkan sebuah karya yang membahas tentang qawa>’id dalam
bentuk Naz}am sementara data dari lapangan akan dianalisis bagaimana
implementasi pemikiran Ibn Ma>lik tersebut pada lembaga pendidikan yang
mengajarkan Alfīyah sebagai sumber belajar gramatika bahasa Arab.
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif naturalistik berdasarkan
pertimbangan bahwa penelitian ini bermaksud meneliti dan mengkaji secara
lebih mendalam tentang gejala-gejala dan peristiwa-peristiwa yang terjadi
dalam setting lingkungan yang alami sebagaimana adanya, tanpa
dipengaruhi dengan sengaja, penelitian ini berlokasi di pesantren Baitul
Hikmh Haurkuning Salopa Tasikmalaya. Penelitian kualitatif sering disebut
naturalistik karena si peneliti menempatkan peristiwa-peristiwa yang
68
H}assa>n bin ‘Abdulla>h bin Muh}ammad al-Ghunaima>n, Al-Manz}u>ma>t al-Nah}wiyyah wa Atharuha> fi> Ta‘li>m al-Nah}w (Riya>d}: Universitas Imam Muhammad bin Sa‘u>d, 2003).
69Kha>lid Sa‘ad Muh}ammad Shu‘ba>n, Us}u>l al-Nah}wi ‘ind Ibn Ma>lik (Kairo:
Maktabah al-Ada>b, 2006). 72.
23
menjadi minatnya dalam kejadian alami.70
Peneliti lain menyatakan bahwa
penelitian kualitataif adalah tradisi tertentu dalam ilmu pengetahuan sosial
yang secara fundamental bergantung pada pengamatan atas manusia dalam
kawasannya sendiri dan berhubungan dengan orang-orang tersebut dalam
bahasanya dan dalam peristilahannya.71
Dalam hal ini peneliti akan melakukan obsevasi, pengamatan lapangan
terkait pembelajaran bahasa di lingkungan pesantren tersebut.
2. Instrumen Penelitian
Khas penelitian kualitatif adalah manusia atau peneliti sendiri sebagai
alat pengumpul data utama, di samping itu peneliti dibantu oleh beberapa
siswa yang dianggap mampu membantu mengumpulkan data. Dalam
pengumpulan data peneliti menggunakan berbagai bantuan seperti pedoman
wawancara, buku catatan, alat perekam dan kamera.
3. Sumber Data
Data penelitian yang dikumpulkan dalam penelitian ini berupa
informasi dalam bentuk kata-kata (kalimat dan atau paragraf). Informasi
tersebut digali dari tiga sumber sebagai berikut:
1) Peristiwa, yaitu proses belajar mengajar bahasa Arab di dalam kelas dan
pada saat tutorial.
2) Informan, yaitu guru atau ustaz yang menjadi penjaga asrama berjumlah 4
orang, dan beberapa siswa dari kelas IX Tingkat MTs karena pada kelas
ini Alfīyah mulai di ajarkan, dan Madrasah Aliyah Klas X, XI dan kelas
XII tingkat Aliyah yang dipilih berdasarkan petunjuk dari para ustaz dan
siswa lain yang dipilih secara acak.
Dalam penelitian kualitatif yang akan dicari adalah masalah alami
(natural). Untuk keperluan penelitian kualitatif yang menjadi sumber
utama adalah informan penelitian yang dipilih dari beberapa orang di
antara mereka yang diperkirakan memiliki atau pernah memiliki
kedekatan dengan masalah yang sedang diteliti. Jumlah informan tersebut
kemungkinan akan berkembang seperti bergulingnya ‚bola salju‛, dan
suatu saat berakhir ketika tidak ada lagi indikasi munculnya informasi
baru. Yang dimaksud dengan informan adalah orang dalam yang
mengetahui para individu dan politik yang dianut untuk memberi nasihat
kepada anda dalam pembuatan keputusan.
3) Dokumen, yaitu informasi tertulis yang berkenaan dengan pelaksanaan
pembelajaran bahasa Arab di Pesantren.
70
Robert C. Bogdan and Sari Knopp Biklen, Qualitative Research for Education: An Introduction to Theory and Methods, 3.
71Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung: Rosdakarya, 2010), 4.
24
4. Tahap-tahap Penelitian
Proses kegiatan penelitian ini banyak dikemukakan oleh beberapa ahli
yang berlainan cara pandang, namun untuk keperluan penelitian ini
menggunakan anjuran Lincoln & Guba bahwa langkah-langkah penelitian
pada prinsipnya mengikuti siklus yang secara garis besarnya dibedakan atas
tiga tahapan: orientasi, eksplorasi dan validasi,72
yang dapat dijelaskan
sebagai berikut;
a. Tahap Orientasi
Mula-mula dilakukan pra survei untuk mengenali pihak-pihak terkait
di mana lokasi penelitian berada dengan maksud untuk memperoleh
gambaran yang lebih jelas tentang lokasi dan permasalahan, sehingga
memudahkan upaya untuk mengklasifikasi fokus penelitian. Pada tahap ini
dilakukan pengamatan umum (grand tour observation) dan wawancara awal
dengan beberapa responden. Pengamatan ini masih bersifat umum, dilakukan
dengan maksud untuk memperoleh informasi sebanyak mungkin. Sementara
itu, desain penelitian dikembangkan berdasarkan hasil pengamatan dan
wawancara yang disertai analisis untuk menemukan hal-hal yang khas,
penting dan sangat berguna untuk diteliti lebih lanjut sebagai fokus
penelitian yang sesungguhnya.
b. Tahap Eksplorasi
Berdasarkan temuan-temuan diatas, selanjutnya peneliti melanjutkan
penelitian ke tahap eksplorasi(penelitian sesungguhnya).Pada tahap
eksplorasi ini, peneliti melakukan pengamatan, wawancara, studi
dokumentasi dan kepustakaan secara mendalam yang didasarkan pada desain
penelitian yang sudah ditentukan sebelumnya. Selanjutnya hasilnya
dianalisis, yang dilakukan melalui proses analisis domain, taksonomik,
komponen dan analisis tema.
3. Tahap Validasi
Dalam tahap ini hasil pengamatan umum yang telah dianalisis sejak
awal penelitian, dituliskan dalam bentuk laporan keseluruhan dan
dikonfirmasikan dengan para informan yang bersangkutan. Jika dipandang
perlu untuk melengkapi data yang ada, peneliti akan melakukan pencarian
data tambahan sebagaimana yang diperlukan. Untuk memastikan
diperolehnya hasil penelitian yang baik dan efisien, peneliti melakukan
pengecekan bersamaan waktunya dengan kegiatan-kegiatan yang dilakukan
pada tahap eksplorasi, yakni dengan cara membuat catatan lapangan yang
hasilnya dimintakan koreksi dari responden bersangkutan beberapa hari
72
Egon G. Guba and Yvonna Lincoln, Naturalistic Inquiry, 36.
25
kemudian. Peneliti melakukan revisi seperlunya,kemudian
membandingkannya dengan teori. Berdasarkan hasil perbandingan tersebut,
selanjutnya akan ditemukan kesimpulan akhir penelitian.
5. Teknik Pengumpulan Data
Kategori yang paling lazim dalam strategi pengumpulan data yang
digunakan oleh para peneliti kualitatif adalah pengamatan, wawancara, dan
instrumen yang dirancang oleh peneliti, dan analisis isi tentang manusia.73
Penulis memilih cara yang senada sebagaimana yang dikemukakan oleh
Moleong, yakni pengamatan, wawancara, catatan lapangan dan studi
dokumentasi.74
Semuanya dilakukan dengan maksud untuk memperoleh data
dan informasi yang saling menunjang tentang proses peningkatan
pembelajaran bahasa Arab dan bagaimana proses itu berlangsung. Alat
pengumpul data adalah peneliti sendiri.
a. Pengamatan
Dalam pengamatan atau observasi, peneliti ikut berperan serta dalam
kelompok yang diteliti, misalnya turut serta dalam kegiatan belajar di luar
kelas, seperti di masjid, membaur dengan sasaran penelitian. Dalam
hubungan ini dicatat hal-hal yang sesuai dengan fokus penelitian. Dalam hal
tertentu untuk mengurangi terjadinya perubahan yang manipulatif karena
kehadiran peneliti, peneliti juga dibantu oleh seorang siswa yang mencatat
peristiwa-peristiwa pembelajaran bahasa Arab.
b. Wawancara
Mewawancarai informan sebagai narasumber dilakukan dengan
maksud untuk menggali informasi yang berkenaan dengan fokus penelitian.
Dalam wawancara, peneliti menggunakan pedoman wawancara yang telah
dipersiapkan sebelumnya, dan dengan cara mengajukan sejumlah pertanyaan
terbuka. Jika wawancara dilakukan secara formal, maka peneliti mengajukan
pertanyaan-pertanyaan yang sudah terstrukur. Sementara itu, untuk
keperluan wawancara tidak formal peneliti mengajukan pertanyaan-
pertanyaan yang tidak terstruktur.
Wawancara dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan tidak
terstruktur dilakukan dengan maksud untuk melihat dan menyesuaikan
dengan situasi pada saat dimulai wawancara. Proses wawancara dilakukan
secara wajar dan tidak tergesa-gesa. Untuk melengkapi informasi dari hasil
wawancara tersebut sebagai upaya melakukan pengecekan ulang atau
73
Judith Preissle Goetz and Margaret Diane LeCompte, Ethnography and Qualitative Design in Educational Research, 107.
74 Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, 125-163.
26
triangulasi, dilakukan pengamatan dan studi dokumentasi dengan melihat
peristiwa-peristiwa dan catatan-catatan atau laporan pelaksanaan.
c. Kajian Dokumentasi dan Pustaka
Kajian dokumentasi dimaksudkan untuk mempelajari berbagai aspek,
misalnya yang berkenaan dengan struktur organisasi, peraturan perundangan
yang mengatur peran dan fungsi suatu lembaga, dan sebagainya. Kajian pustaka
bertujuan untuk memperoleh informasi sehubungan dengan publikasi yang
berkaitan dengan penelitian.
d. Membuat Catatan Lapangan
Selama melakukan pengamatan, peneliti membuat berbagai catatan
lapangan (field notes) tentang segala sesuatu yang dilihat, didengar, dialami
dan dipikirkan oleh para aktor dengan memperhatikan tiga prinsip pokok
yang meliputi (a) bentuk bahasa yang diucapkan; (b) semua ucapan atau
kalimat sebagaimana yang dikemukakan oleh informan; dan (c)
menggunakan bahasa secara konkrit. Setelah dilakukan pengamatan dan
hasil interkasi dengan subjek yang diteliti, selanjutnya peneliti menyusun
semua catatan lapangan ini.
Catatan lapangan dibuat dalam dua bentuk, yakni catatan deskriptif
yang merupakan catatan yang terinci dan akurat mengenai apa yang dilihat
dan didengar serta dialami, dan catatan reflektif yaitu catatan yang dibuat
berdasarkan catatan deskriptif, yang berisi kerangka berpikir, gagasan atau
kepedulian peneliti. Catatan reflektif dibuat setelah dilakukan pengamatan,
wawancara dan studi dokumentasi atau mencatat peristiwa yang terjadi di
lapangan. Hal seperti ini berguna untuk menjabarkan penjelasan-penjelasan
dan membandingkannya dengan keadaan yang seharusnya. Catatan reflektif
dibuat dengan maksud untuk memberi kerangka kontekstual dalam upaya
menginterpretasikan catatan-catatan deskriptif dan untuk menetapkan
rencana kegiatan selanjutnya.
e. Membuat Rekaman Data
Kegiatan merekam data di lapangan dilakukan melalui langkah-
langkah sebagai berikut: (a) merekam data di lokasi dalam arti mencatat
dengan menggunakan alat tulis-menulis, termasuk menggunakan HP atau
tape recorder. Diusahakan agar semua data di lapangan dapat
menggambarkan latar-belakang, proses, peristiwa yang merupakan
keseluruhan kegiatan pengumpulan data; (b) melakukan rekonstruksi dan
penyusunan ulang semua data yang dapat direkam dari lapangan; (c)
mencatat dan memberi kode pada formulir pengamatan pada bagian dari
27
halaman yang tersedia; (d) memeriksa dan mengelompokkan ulang semua
hasil wawancara sesuai dengan format yang telah disusun.
Selanjutnya, dilakukan beberapa langkah kegiatan dalam upaya
mengingat kembali data yang telah dikumpulkan, antara lain melalui cara-
cara: (a) mencari kata-kata kunci; (b) berkonsentrasi pada kata-kata yang
pertama dan terakhir diucapkan pada setiap pembicaraan; (c) meninggalkan
lokasi sesegera mungkin setelah selesai dilakukan pengamatan, sehingga
peneliti dapat mengingat kembali data sebanyak mungkin dan akurat; (d)
mencatat sesegera mungkin setelah dilakukan pengamatan; (e) menyimpan
setiap informasi secara teliti sampai kegiatan pencatatan selesai dilakukan;
(f) menggambarkan peta dan melacak kembali peristiwa-peristiwa khusus
dalam pembicaraan yang terjadi di setiap lokasi dan waktu sebelum menulis
catatan lapangan; dan (g) melengkapi bagian-bagian data yang hilang
setelah membuat catatan awal.
6. Teknik Analisis Data
a. Analisis data kepustakaan.
Karena tokoh yang akan diteliti telah wafat dengan meninggalkan
karya-karya ilmiah, maka dalam mengelaborasi pemikiran tokoh tersebut
peneliti menggunakan metode struktural. Hal ini dikarenakan untuk
memahami teks penulis dituntut untuk memahami struktur-struktur intrinsik
yang digunakan pada matan Alfīyah , serta naz}amNaḥwu Ibn Ma>lik. Dengan
menggunakan metode strukturalis, peneliti berupaya untuk mencari makna
pada setiap unsur yang terdapat pada Alfīyah Ibn Ma>lik untuk kemudian
diinterpretasikan sebagai sebuah metode pembelajaran bahasa Arab.
Penggunaan metode struktural dalam memberikan interpretasi
terhadap teks telah banyak dipakai oleh para tokoh. Metode ini berawal dari
seorang filosof sekaligus linguis yaitu Ferdinand de Saussure (1875-1913).
Dalam kajiannya terhadap bahasa, Saussure menyimpulkan bahwa bahasa
tertentu tidak diikat oleh kata dan benda melainkan oleh hubungan antara
struktur yang membentuk totalitas dari bahasa tersebut. Adapun kelebihan
serta cara kerja metode strukturalis yang akan digunakan dalam operasional
penelitian ini ialah mengikuti pola struktural yang ditawarkan oleh Noth
yang mengatakan bahwa analisis struktural pada dasarnya mengikuti
sebagian atau keseluruhan dari ketujuh kaidah yaitu:75
Pertama, imanensiyaitu melihat struktur dalam rangkaian sistem dan
dalam perspektif sinkronis. Jadi, struktur adalah suatu bangun yang abstrak
yang komponen-komponennya terikat dalam suatu jaringan relasi, baik di
dalam struktur secara sintagmatis maupun keluar struktur secara asosiatif.
75
Winfried North, Handbook of Semiotics (Bloomington: Indiana University Press,
1995), 295-197.
28
Kedua, petinensiyaitu melihat makna suatu komponen struktur dengan
mengidentifikasi ciri pembeda di antara komponen tersebut dengan
komponen-komponen yang lain dalam rangka suatu sistem. Akhirnya, ciri
pembeda itu sendiri menjadi lebih dipentingkan dari pada komponennya
sendiri.
Ketiga, komutasiyaitu menggunakan tes komutasi, yakni tes oposisi
pasangan minimal untuk mengindektifikasi ciri pembeda antara komponen
dalam suatu sistem.
Keempat, kompabilitasyaitu melihat komponen-komponen struktur
dalam rangka kombinasi dan kesesuaian antar komponen atau relasi
sintagmatis.
Kelima, integrasiyaitu melihat struktur sebagai suatu kesatuan
totalitas dalam suatu sistem.
Keenam, diakronikdan sinkroniksebagai dasar analisis.Analisis
diakronis adalah analisis berdasarkan poros waktu memperlihatkan
perkembangan, sedangkan analisis sinkronis adalah analisis pada satu
lapisan waktu dan ruang dalam poros waktu. Dalam melakukan kajian
diakronis, analisis struktural bertumpu pada lapisan-lapisan analisis
sinkronis.76
Ketujuh, fungsimelihat komponen-komponen struktur dalam suatu
sistem sebagai pemilik fungsi tertentu. Dengan menggunakan metode
strukturalis dengan berbagai rangkaian kerjanya diharapkan makna yang
dikandung Alfīah dalam aspek metode pembelajaran qawa>‘id al-lughah al-‘Arabiyyah dapat diungkapkan secara komprehensif.
b. Analisis Data Lapangan
Analisis data penelitian ini dilakukan berdasarkan analisis deskriptif
kualitatif, yaitu menggambarkan permasalahan yang terjadi di lapangan
sesuai apa adanya. Analisis data dilakukan secara berkesinambungan, sejak
awal penelitian, dibuat secara narasi kemudian diklasifikasikan kepada
kategori-kategori tertentu. Langkah awal dilakukan dengan memilah dan
mengklasifikasikan data tersebut menggambarkannya secara narasi. Artinya
data yang diperoleh melalui observasi, wawancara dan dokumentasi
selanjutnya dijabarkan dalam bentuk kalimat yang relevan dengan keadaan
di lapangan tanpa bermaksud membandingkan atau mengkomparasikan.
76
Dalam bahasa Indonesia istilah tersebut dikenal dengan awalan sisipan dan akhiran, Lihat,
JWM. Verhaar, Asa-asas Linguistik Umum (Yogyakarta: Gajah Mada University Press,
2008), 15. Demikian juga dalam bahasa Arab digunakan berdasarkan bina (struktur) seperti
kata jalasa artinya duduk, kalau di tambah tashdi>d jallasa artinya berobah menjadi
mendudukkan, nazala artinya turun, anzala menurunkan, dan nazzala artinya banyak turun,
bertahap atau berangsur-angsur.
29
Analisa sebagai usaha pembuktian akan kebenaran dari hasil
penelitian, hal ini penulis lakukan dengan mengambil langkah-langkah
analisa data sebagai berikut:
1) Reduksi data, merupakan proses menyeleksi, memfokuskan,
menyederhanakan, mengabstrakkan dan memindahkan data mentah
yang diperoleh dari pencatatan pengamatan lapangan. Kemudian
hasilnya dirangkum untuk menemukan hal-hal penting yang dapat
mengungkapkan permasalahan penelitian.
2) Display data, yaitu menyajikan data dalam bentuk matrik, kelompok,
organisasi, atau penyajian lainnya dengan demikian data dapat lebih
dikuasai.
3) Pengambilan kesimpulan dengan verifikasi data. Kegiatan ini dilakukan
simultan dengan kegiatan pengumpulan data dan mereduksi data. Setiap
data dan informasi yang diperoleh segera diverifikasi dengan cara
membandingkannya dengan informasi lain, sehingga ditemukan satu
pemahaman tentang suatu objek pengamatan.
F. Sistematika Penulisan
Untuk mendapatkan karya tulis yang sistematis, gambaran yang jelas,
terarah, logis dan saling berhubungan antara satu Bab dengan Bab yang lain,
antara sub dengan sub yang lain, penulis mengklasifikasikannya menjadi
lima bab dengan beberapa sub bab, antara satu bab dengan bab yang lain
tidak bisa dipisahkan. Satu Bab pendahuluan, empat Bab pembahasan dan
satu Bab kesimpulan.
Bab pertama, merupakan landasan umum dari penelitian disertasi. Bab
ini berisi pendahulan yang terdiri dari latar belakang masalah, permasalahan
yang mencakup identifikasi, batasan dan perumusan masalah, tujuan dan
signifikansi penelitian, penelitian yang relevan, metodologi penelitian dan
sistematika pembahasan. Bab ini merupakan pendahuluan serta miniatur
dalam melakukan penelitian ini, karena landasan, alasan, serta metode yang
Akan penulis gunakan dalam melakukan penelitian akan mengacu pada bab
ini.
Pada Bab kedua, penelitian ini berisikan perdebatan teoritik tentang
diskursus teori-teori pembelajaran bahasa Arab, metode pembelajaran
naḥwu, keterampilan bahasa, dan pengajaran bahasa. Keempat sub bab ini
dijelaskan untuk melihat teori, metode dan pola pembelajaran bahasa Arab
yang dijelaskan oleh para linguis dalam konteks pembelajaran bahasa.
Pada bab tiga, memuat tentang deskripsiAlfīyah IbnMālik dan
penggunaannya dalam konteks keindonesiaan. Dalam sub bab yang pertama,
penulis menjelaskan tentang dinamika intelektual Ibn Mālik, yang
mencakup riwayat hidup Ibn Mālik, karya tulis Ibn Mālik, kajian Alfīah Ibn
30
Mālik di Indonesia. Pada sub bab kedua, penulis mendeskripsikan tentang
kitab Alfīyah sebagai Naẓam.
Pada bab keempat ialah akan mengungkapkan pola pembelajaran
naḥwu di pondok pesantren. Dalam konteks penelitian ini, penulis
menjelaskan tiga sub bab yang menerangkan tentang pola pembelajaran
naḥwu pondok pesantren Baitul Hikmah Tasikmalaya, pengajaran naḥwu di
pesantren, tahapan-tahapan pembelajaran bahasa Arab yang dikembangkan
di sana.
Pada Bab lima ialah memberikan analisis secara mendalam tentang
bagaimana efektivitas naẓam Alfīyah Ibn Ma>lik sebagai bahan ajar. Untuk
itu, pembahasan pada Bab ini akan difokuskan tentang metode penyajian
Alfīyah Ibn Ma>lik di pesantren Baitul Hikmah Haurkuning Tasikmalaya.
Selanjutnya pada bab ini juga diuraikan tentang efektivitas penggunaan
Alfīyah Ibn Ma>lik dalam pembelajaran nah}wu. Untuk melihat efektifitas
tersebut dalam Bab ini juga akan diuraikan tentang ketrampilan berbahasa
yang dimiliki siswa di pondok pesantren Baitul Hikmah. Analisis terhadap
ketrampilan siswa tersebut dipandang sebagai langkah untuk mengetahui
seberapa efektif penggunaan Alfīyah dalam mengajarkan ketrampilan
berbahasa.
Bab terakhir, uraian dari bab awal sampai pada bab lima ini akan dapat
menjawab tujuan dilaksanakannya penelitian, yang kemudian hasilnya akan
disimpulkan pada bab enam. Pada Bab enam ini penulis akan menyajikan
kesimpulan dari hasil temuan penelitian di lapangan, selain itu akan
disajikan pula beberapa saran dan rekomendasi dari penelitian ini bagi
beberapa pihak terkait dengan fenomena pendidikan bahasa maupun sastra
Arab di Indonesia.