Pembangunan Politik Indonesia
-
Upload
novi-hendra -
Category
News & Politics
-
view
5.108 -
download
0
description
Transcript of Pembangunan Politik Indonesia
Oleh Novi Hendra, S. IP
PENDAHULUAN
Secara konseptual, komponen-komponen pokok yang ada di dalam
pembangunan politik adalah bahwa pemerintah kita harus selalu mampu
menanggapi setiap perubahan yang ada dalam masyarakat, sebab suprastruktur
dan infrastruktur politik yang ada memang efektif dan berfungsi secara
optimal, yang kesemuanya didukung oleh warganegara yang dinamis dan
berada dalam naungan persamaan hukum dan perundang-undangan.
Pencapaian hal-hal tersebut biasanya selalu akan menimbulkan
permasalahan yang menyangkut identitas (jati diri) bangsa, legitimasi
kekuasaan, partisipasi anggota masyarakat, serta menyangkut pemerataan
hasil-hasil pembangunan melalui sistem yang efektif yang menjangkau
keseluruh lapisan masyarakat. Setiap kali kita berhasil mengatasi suatu
permasalahan tersebut maka berarti kita “maju” di dalam melakukan
pembangunan politik di dalam mengembangkan sistem demokrasi. Sejak awal
Indonesia berdiri, kehidupan politik dan hukum diwarnai begitu rupa, tidak
dalam pengertian hingar bingarnya demokrasi, tetapi justru secara mencolok
dapat dikatakan oleh sentralisasi kekuasaan pada satu tangan, meskipun
sebenarnya konstitusi telah memberi peluang yang cukup besar kepada
hukum.(1)
Secara umum proses perjalanan bangsa dapat dibagi dalam dua bagian
yaitu, periode Orde Lama dan periode Orde Baru. Orde Lama telah dikenal
prestasinya dalam memberi identitas, kebanggaan nasional dan mempersatukan
bangsa Indonesia. Namun demikian, Orde Lama pula yang memberikan
peluang bagi kemungkinan kaburnya identitas tersebut (Pancasila dan Undang-
Undang Dasar 1945). Beberapa peristiwa pada Orde Lama yang mengaburkan
identitas nasional kita adalah; Pemberontakan PKI pada tahun 1948,
Demokrasi Terpimpin, Pelaksanaan UUD Sementara 1950, Nasakom dan
Pemberontakan PKI 1965. Namun sejarah juga menunjukkan rezim Orde Baru
yang dianggap memberikan perbaikan dan menyelamatkan keadaan bangsa
saat itu selama masa pemerintahannya melakukan pemasungan terhadap hak-
(1) Budiardjo, Miriam. Pengantar Ilmu Politik. Jakarta: Gramedia, 2000.
Oleh Novi Hendra, S. IP
hak politik warga negara, pembangunan memang dapat berjalan dengan cukup
baik dimana tingkat pertumbuhan ekonomi bahkan pernah mencapai 7 % (tujuh
persen) namun keberhasilan itu hanya bersifat semu karena semua
pembangunan dibiayai dari hutang luar negeri yang berakibat timbulnya krisis
moneter dan tumbuh sehatnya Korupsi, Kolusi dan Nepotisme.(2)
PEMBAHASAN
Sejak proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945 bangsa Indonesia
masuk dalam suatu babak kehidupan baru sebagai bangsa yang merdeka dan
berdaulat penuh. Dalam perjalanan sejarahnya bangsa Indonesia mengalami
berbagai perubahan asas, paham, ideologi dan doktrin dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara dan melalui berbagai hambatan dan
ancaman yang membahayakan perjuangan bangsa indonesia dalam
mempertahankan serta mengisi kemerdekaan. Wujud berbagai hambatan
adalah disintegrasi dan instabilisasi nasional sejak periode orde lama yang
berpuncak pada pemberontakan PKI 30 September 1945 sampai lahirlah
Supersemar sebagai titik balik lahirnya tonggak pemerintahan era Orde Baru
yang merupakan koreksi total terhadap budaya dan sistem politik Orde Lama
dimana masih terlihat kentalnya mekanisme, fungsi dan struktur politik yang
tradisional berlandaskan ideoligi sosialisme komunisme.
Konfigurasi politik, menurut Dr. Moh. Mahfud MD, SH, mengandung
arti sebagai susunan atau konstelasi kekuatan politik yang secara dikotomis
dibagi atas dua konsep yang bertentangan secara diametral, yaitu konfigurasi
politik demokratis dan konfigurasi politik otoriter. (3)
Dibawah kepemimpinan rezim Orde Baru yang mengakhiri tahapan
tradisional tersebut pembangunan politik hukum memasuki era lepas landas
lewat proses Rencana Pembangunan Lima Tahun yang berkesinambungan
dengan pengharapan Indonesia dapat menuju tahap kedewasaan (maturing
society) dan selanjutnya berkembang menuju bangsa yang adil dan makmur.
(2) www.jurnal-ekonomi.org(3) . Politik Hukum Diktat Tahun 1998/1999
Oleh Novi Hendra, S. IP
ERA ORDE BARU
Orde Baru berlangsung dari tahun 1968 hingga 1998. Dalam jangka
waktu tersebut, ekonomi Indonesia berkembang pesat meski hal ini dibarengi
praktek korupsi yang merajalela di negara ini. Selain itu, kesenjangan antara
rakyat yang kaya dan miskin juga semakin melebar. Gerakan 30
September/Partai Komunis Indonesia (G30S/PKI) menandai pergantian orde
dari Orde Lama ke Orde Baru. Pada tanggal 1 Maret 1966 Presiden Soekarno
dituntut untuk menandatangani sebuah surat yang memerintahkan pada
Jenderal Soeharto untuk mengambil segala tindakan yang perlu untuk
keselamatan negara dan melindungi Soekarno sebagai Presiden. Surat yang
kemudian dikenal dengan sebutan Surat Perintah Sebelas Maret (Supersemar)
itu diartikan sebagai media pemberian wewenang kepada Soeharto secara
penuh.
Orde Baru dikukuhkan dalam sebuah sidang MPRS yang berlangsung
pada Juni-Juli 1966. , MPR secara resmi melantik Soeharto untuk masa jabatan
5 tahun sebagai presiden, dan dia kemudian dilantik kembali secara berturut-
turut pada tahun 1973, 1978, 1983, 1988, 1993, dan 1998.6 Diantara ketetapan
yang dihasilkan sidang tersebut adalah mengukuhkan Supersemar dan
melarang PKI berikut ideologinya tubuh dan berkembang di Indonesia.
Menyusul PKI sebagai partai terlarang, setiap orang yang pernah terlibat dalam
aktivitas PKI ditahan. Sebagian diadili dan dieksekusi, sebagian besar lainnya
diasingkan ke pulau Buru. Pada masa Orde Baru pula pemerintahan
menekankan stabilitas nasional dalam program politiknya dan untuk mencapai
stabilitas nasional terlebih dahulu diawali dengan apa yang disebut dengan
konsensus nasional. Ada dua macam konsensus nasional, yaitu :
1. Pertama berwujud kebulatan tekad pemerintah dan masyarakat untuk
melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen.
Konsensus pertama ini disebut juga dengan konsensus utama.
2. Sedangkan konsensus kedua adalah konsensus mengenai cara-cara
melaksanakan konsensus utama. Artinya, konsensus kedua lahir sebagai
lanjutan dari konsensus utama dan merupakan bagian yang tidak
6 Pemilu dan Partai Politik di Indonesia. Jakarta: Pusat Studi HTN FHUI, 2005.
Oleh Novi Hendra, S. IP
terpisahkan. Konsensus kedua lahir antara pemerintah dan partai-partai
politik dan masyarakat.
Partai Politik dalam Era Orde Baru
Dalam masa Orde Baru yang ditandai dengan dibubarkannya PKI pada
tanggal 12 Maret 1966 maka dimulai suatu usaha pembinaan terhadap partai-
partai politik. Pada tanggal 20 Pebruari 1968 sebagai langkah peleburan dan
penggabungan ormas-ormas Islam yang sudah ada tetapi belum tersalurkan
aspirasinya maka didirikannyalah Partai Muslimin Indonesia (PARMUSI)
dengan massa pendukung dari Muhammadiyah, HMI, PII, Al Wasliyah, HSBI,
Gasbindo, PUI dan IPM.
Selanjutnya pada tanggal 9 Maret 1970, terjadi pengelompokan partai
dengan terbentuknya Kelompok Demokrasi Pembangunan yang terdiri dari
PNI, Partai Katholik, Parkindo, IPKI dan Murba. Kemudian tanggal 13 Maret
1970 terbentuk kelompok Persatuan Pembangunan yang terdiri atas NU,
PARMUSI, PSII, dan Perti. Serta ada suatu kelompok fungsional yang
dimasukkan dalam salah satu kelompok tersendiri yang kemudian disebut
Golongan Karya. Dengan adanya pembinaan terhadap parpol-parpol dalam
masa Orde Baru maka terjadilah perampingan parpol sebagai wadah aspirasi
warga masyarakat kala itu, sehingga pada akhirnya dalam Pemilihan Umum
1977 terdapat 3 kontestan, yaitu Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dan
Partai Demokrasi Indonesia (PDI) serta satu Golongan Karya.7
Hingga Pemilihan Umum 1977, pada masa ini peserta pemilu hanya terdiri
sebagaimana disebutkan diatas, yakni 2 parpol dan 1 Golkar. Dan selama masa
pemerintahan Orde Baru, Golkar selalu memenangkan Pemilu. Hal ini
mengingat Golkar dijadikan mesin poli C. Era Orde Baru
Pembangunan Masyarakat Dalam era ini dikenal sebagai era pembangunan nasional. Dalam
bidang pembangunan pendidikan, khususnya pendidikan dasar terjadi suatu
loncatan yang sangat signifikan dengan adanya INPRES Pendidikan Dasar.
Tetapi sayang sekali INPRES Pendidikan Dasar belum ditindaklanjuti dengan
7 Pemilu dan Partai Politik di Indonesia. Jakarta: Pusat Studi HTN FHUI, 2005.
Oleh Novi Hendra, S. IP
peningkatan kualitas tetapi baru kuantitas. Selain itu sistem ujian negara
(EBTANAS) telah berubah menjadi bumerang yaitu penentuan kelulusan siswa
menurut rumus-rumus tertentu. Akhirnya di tiap-tiap lembaga pendidikan
sekolah berusaha untuk meluluskan siswanya 100%. Hal ini berakibat pada
suatu pembohongan publik dan dirinya sendiri dalam masyarakat. Oleh sebab
itu era Orde Baru pendidikan telah dijadikan sebagai indikator palsu mengenai
keberhasilan pemerintah dalam pembangunan.
Dalam era pembangunan nasional selama lima REPELITA yang
ditekankan ialah pembangunan ekonomi sebagai salah satu dari TRILOGI
pembangunan. Maka kemerosotan pendidikan nasional telah berlangsung. Dari
hasil manipulasi ujian nasional sekolah dasar kemudian meningkat ke sekolah
menengah dan kemudian meningkat ke sekolah menengah tingkat atas dan
selanjutnya berpengaruh pada mutu pendidikan tinggi. Walaupun pada waktu
itu pendidikan tinggi memiliki otonomi dengan mengadakan ujian masuk
melalui UMPTN, tetapi hal tersebut tidak menolong. Pada akhirnya hasil
EBTANAS juga dijadikan indikator penerimaan di perguruan tinggi. Untuk
meningkatkan mutu pendidikan tinggi maka pendidikan tinggi negeri mulai
mengadakan penelusuran minat dari para siswa SMA yang berpotensi. Cara
tersebut kemudian diikuti oleh pendidikan tinggi lainnya.
Orde Baru memilih perbaikan dan perkembangan ekonomi sebagai
tujuan utamanya dan menempuh kebijakannya melalui struktur administratif
yang didominasi militer namun dengan nasehat dari ahli ekonomi didikan
Barat. DPR dan MPR tidak berfungsi secara efektif. Anggotanya bahkan
seringkali dipilih dari kalangan militer, khususnya mereka yang dekat dengan
Cendana. Hal ini mengakibatkan aspirasi rakyat sering kurang didengar oleh
pusat. Pembagian PAD juga kurang adil karena 70% dari PAD tiap provinsi
tiap tahunnya harus disetor kepada Jakarta, sehingga melebarkan jurang
pembangunan antara pusat dan daerah.8
Selama masa pemerintahannya, kebijakan-kebijakan ini, dan
pengeksploitasian sumber daya alam secara besar-besaran menghasilkan
pertumbuhan ekonomi yang besar namun tidak merata di Indonesia.
8 www.jurnal-ekonomi.org
Oleh Novi Hendra, S. IP
Contohnya, jumlah orang yang kelaparan dikurangi dengan besar pada tahun
1970-an dan 1980-an.
Politik
Presiden Soeharto memulai "Orde Baru" dalam dunia politik Indonesia
dan secara dramatis mengubah kebijakan luar negeri dan dalam negeri dari
jalan yang ditempuh Soekarno pada akhir masa jabatannya. Orde Baru memilih
perbaikan dan perkembangan ekonomi sebagai tujuan utamanya dan
menempuh kebijakannya melalui struktur administratif yang didominasi militer
namun dengan nasehat dari ahli ekonomi didikan Barat. DPR dan MPR tidak
berfungsi secara efektif. Anggotanya bahkan seringkali dipilih dari kalangan
militer, khususnya mereka yang dekat dengan Cendana. Hal ini mengakibatkan
aspirasi rakyat sering kurang didengar oleh pusat.
WARGA TIONGHOA
Warga keturunan Tionghoa juga dilarang berekspresi. Sejak tahun
1967, warga keturunan dianggap sebagai warga negara asing di Indonesia dan
kedudukannya berada di bawah warga pribumi, yang secara tidak langsung
juga menghapus hak-hak asasi mereka. Kesenian barongsai secara terbuka,
perayaan hari raya Imlek, dan pemakaian Bahasa Mandarin dilarang, meski
kemudian hal ini diperjuangkan oleh komunitas china indonesia terutama dari
komunitas pengobatan china tradisional karena pelarangan sama sekali akan
berdampak pada resep obat yang mereka buat yang hanya bisa di tulis dengan
bahasa mandarin. Mereka pergi hingga ke Makhamah Agung dan akhirnya
Jaksa Agung indonesia waktu itu memberi izin dengan catatan bahwa china
indonesia bejanji tidak menghimpun kekuatan untuk memberontak dan
menggulingkan pemerintahan Indonesia. Untuk keberhasilan ini kita mesti
memberi penghormatan bagi Ikatan Naturopatis Indonesia ( I.N.I ) yang
anggota dan pengurus nya pada waktu itu memperjuangkan hal ini demi
masyarakat china indonesia dan kesehatan rakyat indonesia. Hingga china
Oleh Novi Hendra, S. IP
indonesia mempunyai sedikit kebebasan dalam menggunakan bahasa
Mandarin.
Satu-satunya surat kabar berbahasa Mandarin yang diizinkan terbit
adalah Harian Indonesia yang sebagian artikelnya ditulis dalam bahasa
Indonesia. Harian ini dikelola dan diawasi oleh militer indonesia dalam hal ini
adalah ABRI meski beberapa orang china indonesia bekerja juga di sana.
Agama tradisional Tionghoa dilarang.
Orang Tionghoa dijauhkan dari kehidupan politik praktis. Sebagian lagi
memilih untuk menghindari dunia politik karena khawatir akan keselamatan
dirinya.Kelebihan sistem Pemerintahan Orde Baru adalah
1. Perkembangan GDP per kapita Indonesia yang pada tahun 1968 hanya
AS$70.
2. Pada 1996 telah mencapai lebih dari AS$1.000 sukses transmigrasi.
3. Sukses KB.
4. Sukses memerangi buta huruf.
5. ukses Gerakan Nasional Orang-Tua Asuh
6. sukses keamanan dalam negeri
7. Investor asing mau menanamkan modal di Indonesia
8. sukses menumbuhkan rasa nasionalisme dan cinta produk dalam negeri
Kekurangan Sistem Pemerintahan Orde Baru
1. Semaraknya korupsi, kolusi, nepotisme.
2. Pembangunan Indonesia yang tidak merata.
3. Bertambahnya kesenjangan sosial (perbedaan pendapatan yang tidak
merata bagi si kaya dan si miskin)
4. Kritik dibungkam dan oposisi diharamkan
5. Kebebasan pers sangat terbatas, diwarnai oleh banyak koran dan
majalah yang dibreidel
Pada pertengahan 1997, Indonesia diserang krisis keuangan dan
ekonomi Asia (untuk lebih jelas lihat: Krisis finansial Asia), disertai kemarau
terburuk dalam 50 tahun terakhir dan harga minyak, gas dan komoditas ekspor
lainnya yang semakin jatuh. Rupiah jatuh, inflasi meningkat tajam, dan
Oleh Novi Hendra, S. IP
perpindahan modal dipercepat. Para demonstran, yang awalnya dipimpin para
mahasiswa, meminta pengunduran diri Soeharto. Di tengah gejolak kemarahan
massa yang meluas, Soeharto mengundurkan diri pada 21 Mei 1998, tiga bulan
setelah MPR melantiknya untuk masa bakti ketujuh. Soeharto kemudian
memilih sang Wakil Presiden, B. J. Habibie, untuk menjadi presiden ketiga
Indonesia.
Mundurnya Soeharto dari jabatannya pada tahun 1998 dapat dikatakan
sebagai tanda akhirnya Orde Baru, untuk kemudian digantikan "Era
Reformasi".
Masih adanya tokoh-tokoh penting pada masa Orde Baru di jajaran
pemerintahan pada masa Reformasi ini sering membuat beberapa orang
mengatakan bahwa Orde Baru masih belum berakhir. Oleh karena itu Era
Reformasi atau Orde Reformasi sering disebut sebagai "Era Pasca Orde Baru"..
.
Salah satu kebijakan pertama yang dilakukannya adalah mendaftarkan
Indonesia menjadi anggota PBB lagi. Indonesia pada tanggal 19 September
1966 mengumumkan bahwa Indonesia "bermaksud untuk melanjutkan
kerjasama dengan PBB dan melanjutkan partisipasi dalam kegiatan-kegiatan
PBB", dan menjadi anggota PBB kembali pada tanggal 28 September 1966,
tepat 16 tahun setelah Indonesia diterima pertama kalinya.
Pada tahap awal, Soeharto menarik garis yang sangat tegas. Orde Lama
atau Orde Baru. Pengucilan politik — di Eropa Timur sering disebut lustrasi —
dilakukan terhadap orang-orang yang terkait dengan Partai Komunis Indonesia.
Sanksi kriminal dilakukan dengan menggelar Mahkamah Militer Luar Biasa
untuk mengadili pihak yang dikonstruksikan Soeharto sebagai pemberontak.
Pengadilan digelar dan sebagian dari mereka yang terlibat "dibuang" ke Pulau
Buru.
Sanksi nonkriminal diberlakukan dengan pengucilan politik melalui
pembuatan aturan administratif. Instrumen penelitian khusus diterapkan untuk
menyeleksi kekuatan lama ikut dalam gerbong Orde Baru. KTP ditandai ET
(eks tapol)
Oleh Novi Hendra, S. IP
Soeharto siap dengan konsep pembangunan yang diadopsi dari seminar
Seskoad II 1966 dan konsep akselerasi pembangunan II yang diusung Ali
Moertopo. Soeharto merestrukturisasi politik dan ekonomi dengan dwitujuan,
bisa tercapainya stabilitas politik pada satu sisi dan pertumbuhan ekonomi di
pihak lain. Dengan ditopang kekuatan Golkar, TNI, dan lembaga pemikir serta
dukungan kapital internasional, Soeharto mampu menciptakan sistem politik
dengan tingkat kestabilan politik yang tinggi.
Perpecahan bangsa
Di masa Orde Baru pemerintah sangat mengutamakan persatuan bangsa
Indonesia. Setiap hari media massa seperti radio dan televisi mendengungkan
slogan "persatuan dan kesatuan bangsa". Salah satu cara yang dilakukan oleh
pemerintah adalah meningkatkan transmigrasi dari daerah yang padat
penduduknya seperti Jawa, Bali dan Madura ke luar Jawa, terutama ke
Kalimantan, Sulawesi, Timor Timur, dan Irian Jaya. Namun dampak negatif
yang tidak diperhitungkan dari program ini adalah terjadinya marjinalisasi
terhadap penduduk setempat dan kecemburuan terhadap penduduk pendatang
yang banyak mendapatkan bantuan pemerintah. Muncul tuduhan bahwa
program transmigrasi sama dengan jawanisasi yang disertai sentimen anti-Jawa
di berbagai daerah, meskipun tidak semua transmigran itu orang Jawa.
Pada awal Era Reformasi konflik laten ini meledak menjadi terbuka
antara lain dalam bentuk konflik Ambon dan konflik Madura-Dayak di
Kalimantan.[1] Sementara itu gejolak di Papua yang dipicu oleh rasa
diperlakukan tidak adil dalam pembagian keuntungan pengelolaan sumber
alamnya, juga diperkuat oleh ketidaksukaan terhadap para transmigran.
sukses Gerakan Nasional Orang-Tua Asuh
sukses keamanan dalam negeri
Investor asing mau menanamkan modal di Indonesia
sukses menumbuhkan rasa nasionalisme dan cinta produk dalam negeri
munculnya rasa ketidakpuasan di sejumlah daerah karena kesenjangan
pembangunan, terutama di Aceh dan Papua
Oleh Novi Hendra, S. IP
kecemburuan antara penduduk setempat dengan para transmigran yang
memperoleh tunjangan pemerintah yang cukup besar pada tahun-tahun
pertamanya
bertambahnya kesenjangan sosial (perbedaan pendapatan yang tidak
merata bagi si kaya dan si miskin)
kritik dibungkam dan oposisi diharamkan
kebebasan pers sangat terbatas, diwarnai oleh banyak koran dan
majalah yang dibreidel
penggunaan kekerasan untuk menciptakan keamanan, antara lain
dengan program "Penembakan Misterius" (petrus)
tidak ada rencana suksesi
[sunting] Krisis finansial Asia
Pada pertengahan 1997, Indonesia diserang krisis keuangan dan
ekonomi Asia (untuk lebih jelas lihat: Krisis finansial Asia), disertai kemarau
terburuk dalam 50 tahun terakhir dan harga minyak, gas dan komoditas ekspor
lainnya yang semakin jatuh. Rupiah jatuh, inflasi meningkat tajam, dan
perpindahan modal dipercepat. Para demonstran, yang awalnya dipimpin para
mahasiswa, meminta pengunduran diri Soeharto. Di tengah gejolak kemarahan
massa yang meluas, Soeharto mengundurkan diri pada 21 Mei 1998, tiga bulan
setelah MPR melantiknya untuk masa bakti ketujuh. Soeharto kemudian
memilih sang Wakil Presiden, B. J. Habibie, untuk menjadi presiden ketiga
Indonesia.