Pembahasan Ginjal
-
Upload
khairina-fadhilawati -
Category
Documents
-
view
35 -
download
0
description
Transcript of Pembahasan Ginjal
Pada praktikum kali ini memiliki tujuan melakukan fungsi ginjal dengan test urea
secara kinetika enzimatis dan menginterpretasikan hasil pemeriksaan yang diperoleh. Untuk
menetapkan kadar urea dalam serum pasien digunakan metode kinetika enzimatis. Prinsip
pengukurannya adalah urea diukur setelah mengalami hidrolisis yang akan menghasilkan
ammonia dan karbon dioksida. Ammonia yang dihasilakan selanjutnya akan mengalami
reaksi kombinasi dengan 2-α-oxoglutarate menghasilkan glutamate. Glutamate sebagai
produk akhir atau indikator akan dihitung dengan menggunakan spektrofotometri UV-Vis.
Hampir seluruh ureum dibentuk di dalam hati, dari metabolisme protein (asam
amino). Urea berdifusi bebas masuk ke dalam cairan intra sel dan ekstrasel. Zat ini
dipekatkan dalam urin untuk diekskresikan. Pada keseimbangan nitrogen yang stabil, sekitar
25 gram urea diekskresikan setiap hari. Kadar dalam darah mencerminkan keseimbangan
antara produksi dan ekskresi urea.
Ureum berasal dari penguraian protein, terutama yang berasal dari makanan. Pada
orang sehat yang makanannya banyak mengandung protein, ureum biasanya berada di atas
rentang normal. Kadar rendah biasanya tidak dianggap abnormal karena mencerminkan
rendahnya protein dalam makanan atau ekspansi volume plasma. Namun, bila kadarnya
sangat rendah bisa mengindikasikan penyakit hati berat. Kadar urea bertambah dengan
bertambahnya usia, juga walaupun tanpa penyakit ginjal.
Ginjal merupakan organ yang berbentuk seperti kacang, terletak retroperitoneal, di
kedua sisi kolumna vertebralis daerah lumbal. Ginjal kanan sedikit lebih rendah
dibandingkan dengan ginjal kiri karena tertekan ke bawah oleh hati. Kutub atasnya terletak
setinggi kosta 12, sedangkan kutub atas ginjal kiri terletak setinggi kosta 11. Setiap ginjal
terdiri dari 600.000 nefron. Nefron terdiri atas glomerulus dengan sebuah kapiler yang
berfungsi sebagai filter. Penyaringan terjadi di dalam sel-sel epitelial yang menghubungkan
setiap glomerulus.
Ginjal merupakan organ terpenting dari tubuh manusia maka dari itu ginjal
mempunyai beberapa fungsi seperti : mengatur keseimbangan cairan tubuh dan elektrolit dan
asam basa dengan cara menyaring darah yang melalui ginjal, reabsorpsi selektif air, elektrolit
dan non elektrolit, serta mengekskresikan kelebihannya sebagai kemih. Ginjal juga
mengeluarkan sampah metabolisme (seperti urea, kreatinin, dan asam urat) dan zat kimia
asing. Akhirnya selain regulasi dan ekskresi, ginjal juga mensekresi renin yang penting untuk
mengatur tekanan darah, juga bentuk aktif vitamin D yaitu penting untuk mengatur kalsium,
serta eritropoeitin yang penting untuk sintesis darah.
Jika ginjal gagal, baik akut maupun kronik, produk akhir dari metabolisme nitrogen
terakumulasi, menaikan kadar nitrogen non-protein (NPN). Hal ini tampak dari menaiknya
nitrogen urea darah (BUN) dan kreatin serum. Kenaikan nitrogen akan menyebabkan
azotemia. Azotemia adalah uremia, yaitu ginjal gagal membuang waste product dari
metabolisme.
Prinsip dari percobaan praktikum kali ini adalah kadar urium berbanding lurus
dengan laju filtrasi glomerulus (GFR). Apabila kadar ureum dalam urin rendah berarti terjai
kerusakan ginjal, karena laju filtrasi glomerulus rendah sehingga ureum tertahan di peredaran
darah.
Reaksinya adalah sebagai berikut :
Urea + H2O urease 2NH3 + CO2
NH3 + - ketoglutarat + NADH 6LDH L-Glutamat + NAD+
Prosedur percobaan kali ini pertama-tama dibuat terlebih dahulu reagen enzim dan
larutan standar serta buffer. Kemudian dibuat larutan standar yaitu standar dipipet sebanyak
10 l dan reagen sebanyak 1000 l dipipet ke dalam kuvet. Setelah serum didapat, diambil
sebanyak 10 µL dan ditambahkan reagen sebanyak 1000 µL dan dikocok dengan tujuan agar
serum dan reagen homogen. Larutan direplikasi sebanyak 2 (duplo), sehingga masing-masing
tabung berisi 10 µL serum dan 1000 µL reagen. Tujuan dari pembuatan larutan blanko
adalah untuk membuktikan bahwa pelarut yang digunakan tidak memiliki daya absorbansi
(sama dengan nol) sehingga ketika kita mengukur sampel, hanya kadar yang ingin kita ukur
saja (kadar ureum) saja yang terbaca. Kemudian dibuat juga larutan standar yang berisi 1000
µL reagen dan 10 µL larutan standar ureum. Larutan standar ini sebagai pembanding ketiga
sampel yang ada. Kemudian campuran tersebut didiamkan selama 30 detik (operating time).
Hal ini dimaksudkan agar supaya didapatkan hasil optimal di mana reagen dan serum
bereaksi optimal. Setelah itu dibuat larutan sampel yaitu sampel sebanyak 10 l dan reagen
1000 l dipipet ke dalam kuvet.
Reagensia yang telah disiapkan diinkubasikan dengan alat pemanas hingga suhunya
mencapai 37°C. Alasan digunakan suhu 37°C adalah karena suhu ini merupakan suhu yang
optimal untuk reaksi antara reagensia dan larutan sampel sesuai dengan prinsip reaksi di atas.
Setelah suhunya mencapai suhu 37°C, sebanyak 1 ml reagensia dipipetkan ke dalam kuvet
yang sebelumnya telah diisi larutan standar. Tiga puluh detik setelah pencampuran reagensia
dan larutan standar dilakukan pengukuran absorbansi larutan standar menggunakan
spektrofotometer. Dari hasil percobaan didapatkan nilai Absorbansi standar adalah 0,02.
Selanjutnya, dilakukan penyiapan dan pengukuran absorbansi larutan sampel dengan
prosedur yang sama seperti pengukuran absorbansi. Dari hasil percobaan didapatkan nilai A1
sampel adalah sebesar 0,123; 0,134 dan A2 sampel sebesar 0,138;0,140.
Setelah itu data dimasukkan ke dalam perhitungan dengan rumus:
Curea sampel 1 = X Cstandar
= x 50 mg/100ml
= 25 mg/100ml
Curea sampel 2 = X Cstandar
= x 50 mg/100ml
= 15 mg/100ml
Hasil kadar ureum yang didapat masih dalam batas normal karena masih jauh di
bawah nilai standarnya. Sehingga pasien dapat dikatakan tidak mengalami gangguan ginjal.
Pemeriksaan kadar ureum dan kreatinin dalam darah dapat menjadi acuan untuk
mengetahui adanya Gagal ginjal akut (GGA) yaitu suatu sindrom klinis yang ditandai dengan
penurunan mendadak (dalam beberapa jam sampai beberapa hari) kecepatan penyaringan
ginjal, disertai dengan penumpukan sisa metabolisme ginjal (ureum dan kreatinin).
Salah satu hasil metabolisme yang akan dibuang oleh ginjal yaitu ureum dan kreatinin
adalah sebagai indikator derajat kesehatan pada ginjal. Apabila keduanya meningkat, hal ini
menunjukkan fungsi ginjal yang tidak baik.
Ureum adalah hasil akhir metabolisme protein. Berasal dari asam amino yang telah
dipindah amonianya di dalam hati dan mencapai ginjal, dan diekskresikan rata-rata 30 gram
sehari. Kadar ureum darah yang normal adalah 20 mg – 40 mg setiap 100 ccm darah (20 – 40
mg/dl), tetapi hal ini tergantung dari jumlah normal protein yang dimakan dan fungsi hati
dalam pembentukan ureum.
Hampir seluruh ureum dibentuk di dalam hati, dari metabolisme protein (asam
amino). Urea berdifusi bebas masuk ke dalam cairan intra sel dan ekstrasel. Zat ini
dipekatkan dalam urin untuk diekskresikan. Pada keseimbangan nitrogen yang stabil, sekitar
25 gram urea diekskresikan setiap hari. Kadar dalam darah mencerminkan keseimbangan
antara produksi dan ekskresi urea.
Ureum dapat digunakan untuk mendeteksi adanya kerusakan pada ginjal karena
ureum merupakan hasil metabolisme protein di hati menjadi NH3. Bila NH3 bereaksi dengan
CO2 hasil respirasi sel dalam tubuh, dia akan menghasilkan urea/ ureum. Ureum ini harus
diekskresikan oleh ginjal dan dikeluarkan bersama urin. Jika terdapat kerusakan pada ginjal
dan Glomerulus Filtration Rate (Kecepatan Filtrasi Glomerulus) menurun, maka ureum tidak
dapat dikeluarkan bersama urin, serta tertahan lebih lama di dalam darah. Hal ini akan
menyebabkan kadar urem dalam darah meningkat. Pemeriksaan kadar ureum ini sangat
dipengaruhi oleh diet makanan (protein).