Pembagian Anmal gapenting

30
Assalamualaikum WR WB, berkut peraturannya 1. Gak ada yang dituntut buat pas jam ngirim yang penting ngirim jangan lewat dari Jam 19.30 Tanggal 31 Maret 2015 2. Kalau lewat jam nya nge print laporan akhir 3. Kalau gak ngirim sama sekali namanya gak ada di laporan 4. Mohon laporan udah rapi dan jangan ada yang gak jelas 5. Terima kasih Pembagian Tugas 1. Sista 2. Diah 3. Zena 4. Dara 5. Rafenia 6. Sintong 7. Nia 8. fakhri 9. Intan 10. Ivan I. SKENARIO Bram, laki-laki , usia 8 bulan, dibawa ke RSMH karena belum tengkuranp. Bram baru bisa memiringkan-miringkan badannya pada

description

a

Transcript of Pembagian Anmal gapenting

Page 1: Pembagian Anmal gapenting

Assalamualaikum WR WB, berkut peraturannya

1. Gak ada yang dituntut buat pas jam ngirim yang penting ngirim jangan lewat dari Jam

19.30 Tanggal 31 Maret 2015

2. Kalau lewat jam nya nge print laporan akhir

3. Kalau gak ngirim sama sekali namanya gak ada di laporan

4. Mohon laporan udah rapi dan jangan ada yang gak jelas

5. Terima kasih

Pembagian Tugas

1. Sista

2. Diah

3. Zena

4. Dara

5. Rafenia

6. Sintong

7. Nia

8. fakhri

9. Intan

10. Ivan

I. SKENARIO

Bram, laki-laki , usia 8 bulan, dibawa ke RSMH karena belum tengkuranp. Bram baru bisa

memiringkan-miringkan badannya pada usia 6 bulan. Sampai saat inibelum bisa makan bubur,

sehingga masih diberi susu formula. Bram juga belum bisa makan biskuit sendiri. Bram belum

bisa mengoceh dan meraih benda.

Bram adalah anak kelima dari ibu usia 36 tahun. Lahir spontan dengan bidan pada kehamilan 37

minggu dengan berat badan waktu lahir 2.400 gram. Selama hamil ibu tidak ada keluhan dan

Page 2: Pembagian Anmal gapenting

periksa kehamilan ke bidan 3 kali. Segera setelah lahir bayi tidak menangis, skor APGAR 1

menit 3, dan menit kelima 5. Dirawat di RS selama 10 hari karena susah bernafas.

Pemeriksaan fisik :

Berat badan 6,2 kg, panjang bdan 68 cm, lingkaran kepala 38 cm.

Tidak ada gambaran dismorfik. Anak sadar, kontak mata baik, mau melihat tapi tidak

mau tersenyum kepada pemeriksa. Menoleh ketika dipanggil namanya dengan keras.

Tidak terdapat gerakan yang tidak terkontrol.

Pada posisi ditengkurapkan dapat mengangkat dan menahan kepala beberapa detik.

Refleks Moro dan refleks menggenggam masih ditemukan. Kekuatan kedua lengan dan

tungkai 3, lengan dan tungkai kaku dan susah untuk ditekuk, refleks tendon meningkat,

refleks Babinsky (+). Tidak ada kelainan anatomi pada kedua tungkai dan kaki.

II. Klarifikasi Istilah

1. Tengkurap : Posisi ketika bayi berhasil bertumpu pada perutnya dan bertahan

pada posisi tersebut pada beberapa saat

2. Lahir Spontan : Proses lahirnya bayi pada letak belakang kepala yang dapat hidup

dengan tenaga ibu sendiri tanpa bantuan alat serta tidak melukai ibu dan bayiyang

umumnya berlangsung kurang lebih 24 jam melalui jalan lahir

3. APGAR : sebuah pengukuran respon bayi terhadap kelahiran dan

kehidupan diluar Rahim. Penilaian APGAR didasarkan pada Appearance. Pulse,

Grimace, Activity, dan Respiration. Penilaian yang diambil pada 1 dan 5 menit setelah

kelahiran ini berkisar antara 1-10, dimana 10 nilai tertinggi dan 1 nilai terendah

4. Susah bernapas : Pernapasan yang sukar atau sesak (Dispnea)

5. Gambaran Dismorfik : kejiwaan dimana seseorang merasa risau secara berlebihan dan

disibukan dengan cacat atau kekurangan yang dirasakan dalam ciri fisiknya

6. Refleks Morrow : Fleksi paha dan lutut bayi, jari-jari tangan membuka

lebara kemudian menggempal, disertai kedua lengan direntangkan kemudia ditarik

kedalam seperti hendak memeluk sesuatu, ditimbulkan oleh rangsangan yang tiba-tiba

dan normal ditemukan pada bayi

Page 3: Pembagian Anmal gapenting

7. Refleks menggenggam : Grasp / Mengepalnya jari tangan atau jari kaki pada

perangsang telapak tangan atau telapak kaki, keadaan ini normal hanya pada bayi.

8. Refleks Tendon : Refleks yang ditimbulkan oleh ketukan tajam oleh tendon

atau otot ditempat yang tepat untuk meregangkan otot tersebut sesaat, yang kemudia

diikuti oleh kontraksi otot tersebut

9. Refleks Babinsky : Dorsofleksi ibu jari kaki pada rangsangan telapak kaki timbul bila

terdapat lesi pada traktus piramidalis walaupun merupakan refleks normal pada bayi

10. Cerebral palsy :

III. Identifikasi Masalah

1. Bram, laki-laki , usia 8 bulan, dibawa ke RSMH karena belum tengkuranp.. Bram belum

bisa mengoceh dan meraih benda.Bram baru bisa memiringkan-miringkan badannya pada

usia 6 bulan.

2. Bram juga belum bisa makan biskuit sendiri . Sampai saat inibelum bisa makan bubur,

sehingga masih diberi susu formula.

3. Bram adalah anak kelima dari ibu usia 36 tahun. Lahir spontan dengan bidan pada

kehamilan 37 minggu dengan berat badan waktu lahir 2.400 gram. Selama hamil ibu

tidak ada keluhan dan periksa kehamilan ke bidan 3 kali.

4. Segera setelah lahir bayi tidak menangis, skor APGAR 1 menit 3, dan menit kelima 5.

Dirawat di RS selama 10 hari karena susah bernafas.

5. Pemeriksaan Fisik :

Berat badan 6,2 kg, panjang bdan 68 cm, lingkaran kepala 38 cm.

Tidak ada gambaran dismorfik. Anak sadar, kontak mata baik, mau melihat tapi tidak

mau tersenyum kepada pemeriksa. Menoleh ketika dipanggil namanya dengan keras.

Tidak terdapat gerakan yang tidak terkontrol.

Pada posisi ditengkurapkan dapat mengangkat dan menahan kepala beberapa detik.

Refleks Moro dan refleks menggenggam masih ditemukan. Kekuatan kedua lengan

dan tungkai 3, lengan dan tungkai kaku dan susah untuk ditekuk, refleks tendon

meningkat, refleks Babinsky (+). Tidak ada kelainan anatomi pada kedua tungkai dan

kaki.

Page 4: Pembagian Anmal gapenting

IV. Analisis Masalah

1. Bram, laki-laki , usia 8 bulan, dibawa ke RSMH karena belum tengkurap. Bram belum

bisa mengoceh dan meraih benda.Bram baru bisa memiringkan-miringkan badannya pada

usia 6 bulan.

1.1. Apa saja faktor resiko yang dialami bram ? 4,6,8

2. Bram juga belum bisa makan biskuit sendiri . Sampai saat inibelum bisa makan bubur,

sehingga masih diberi susu formula.

2.1. Apa makna klinis dari gejala yang dialami bram ? 6,8,10

Jawab:

Belum bisa makan bubur dan mengoceh gangguan oromotorik. (Hendy dan

Soetjiningsih, 2013)

Belum bisa makan biscuit sendiri, dan meraih benda gangguan motorik

halus. (Sugitha Adnyana IGAN, 2013)

Mengoceh gangguan bahasa. (Soetjiningsih, 2013)

Belum bisa makan bubur dan mengoceh, terjadi akibat kekakuan oromotor.

Respiratory Distress Syndrome (RDS) perfusi oksigen ke otak menurun

hipoksia serebri iskemik serebri Reactive oxygen species, Reactive

nitrogen species, nekrosis serebri kerusakan sel otak (oligodendrosit, dll)

perlambatan proses mielinisasi dan kerusakan jaringan otak (di area

presentralis (korteks motorik), dan traktus piramidalis) hilangnya inhibisi

sentral desendens (tractus piramidalis → tractus kortikonuklearis (cabang

tractus piramidalis yang bercabang di otak tengah menuju nuclei nervi

kranialis motorik) → nervus kranialis motorik (N. trigeminus devisi

mandibularis, N. glossopharyngeus, N. hypoglosus)) pada sel-sel fusimotor

(neuron motor ɤ) yang mempersarafi spindel otot pengunyah, menelan dan

lidah hipersensitivitas spindel otot hiperaktif kontraksi otot kekakuan

otot-otot pengunyah, m. stylopharyngeus (membantu menelan) dan otot-otot

lidah disfungsi oromotor gangguan menelan dan gangguan bicara

belum bisa makan bubur dan belum bisa mengoceh.

Page 5: Pembagian Anmal gapenting

(Hendy dan Soetjiningsih, 2013)

(Mathias Baaehr dan Michael Frotscher, 2010)

(Richard E. Behrman, Robert M. Kliegman, Ann M. Arvin, 1999)

Belum bisa makan biscuit sendiri (ia belum bisa memegang makanan tersebut

sendiri) dan belum bisa meraih benda, terjadi akibat kerusakan sel otak dan

perlambatan proses meilinisasi serta kekakuan pada otot tangan.

Respiratory Distress Syndrome (RDS) perfusi oksigen ke otak menurun

hipoksia serebri iskemik serebri Reactive oxygen species, Reactive

nitrogen species, nekrosis serebri kerusakan sel otak (oligodendrosit, dll)

perlambatan proses mielinisasi dan kerusakan jaringan otak (di area

presentralis (korteks motorik)) perlambatan maturasi area motorik dan

gangguan implus di area motorik perkembangan respon postural

melambat perlambatan motorik halus belum bisa makan biscuit sendiri

dan belum bisa meraih benda

(Hendy dan Soetjiningsih, 2013)

(Mathias Baaehr dan Michael Frotscher, 2010)

Akibat kekakuan otot ekstemitas superior gerakan ekstremitas terbatas

belum bisa makan biscuit sendiri dan belum bisa meraih benda.

(Mathias Baaehr dan Michael Frotscher, 2010)

2.2. Bagaimana tahapan pemberian makan pada bayi usia 0-8 bulan ? 8,10,2

Jawab:

1. Usia 0 – 6 Bulan

Diberikan hanya air susu saja sesuai keinginan anak, paling sedikit 8 kali sehari

pagi, siang maupun malam.

2. Usia 6 – 9 bulan

- Teruskan pemberian ASI.

- Mulai memberikan MP ASI, seperti bubur susu, pisang, pepaya lumat halus, air

jeruk, air tomat saring, dll. secara bertahap sesuai pertambahan umur .

Page 6: Pembagian Anmal gapenting

- Berikan bubur tim lumat ditambah kuning telur / ayam / ikan / tempe / tahu /

daging sapi / wortel / bayam / kacang hijau / santan/ minyak.

- Setiap hari makan diberikan:

o 6 bulan : 2 x 6 sdm peres.

o 7 bulan : 2-3 x 7 sdm peres.

o 8 bulan : 3 x 8 sdm peres.

3. Usia 9 – 12 bulan

- Teruskan pemberian ASI

- MP ASI diberikan lebih padat dan kasar seperti bubur nasi, nasi tim, nasi lembek.

- Tambahkan telur / ayam / ikan / tempe / tahu / bayam / santan / kacang hijau /

santan / minyak.

- Setiap hari pagi, siang dan malam diberikan:

o 9 bulan : 3 x 9 sdm peres.

o 10 bulan : 3 x 10 sdm peres.

o 11 bulan : 3 x 11 sdm peres.

- Berikan makanan selingan 2 kali sehari diantara waktu makan (buah, biskuit,

kue).

4. Usia 12 – 24 bulan

- Teruskan pemberian ASI.

- Berikan makanan keluarga secara bertahap sesuai dengan kemampuan anak.

- Porsi makan sebanyak 1/3 orang dewasa terdiri dari nasi, lauk pauk, sayur dan

buah.

- Makanan selingan kaya gizi sebanyak 2 kali sehari diantara waktu makan.

- Makanan harus bervariasi.

3. Segera setelah lahir bayi tidak menangis, skor APGAR 1 menit 3, dan menit kelima 5.

Dirawat di RS selama 10 hari karena susah bernafas.

3.1. Bagaimana Interpretasi skor APGAR pada bram ? 4,6,8

Page 7: Pembagian Anmal gapenting

3.2. Apa hubungan riwayat APGAR skor dengan keluhan yang dialami sekarang ?

6,8,10

Jawab:

Skor APGAR 1 menit 3, menit kelima 5 Asfiksia neonatorum

Dirawat di RS selama 10 hari karena susah bernapas Respiratory Distress

Syndrome (RDS)

Asfiksia neonatorum dan Respiratory Distress Syndrome (RDS) etiologi

Cerebral Palsy (CP)

Respiratory Distress Syndrome (RDS) perfusi Oksigen ke otak menurun

hipoksia serebri iskemik serebri Reactive oxygen species, Reactive nitrogen

species, nekrosis serebri kerusakan sel otak (oligodendrosit, dll)

perlambatan proses mielinisasi dan kerusakan jaringan otak (di area presentralis

(korteks motorik)) dan traktus piramidalis) hilangnya inhibisi sentral

desendens pada sel-sel fusimotor (neuron motor ɤ) yang mempersarafi spindel

otot dan perlambatan maturasi area motorik serta gangguan implus di area

motorik Spastisitas dan perlambatan perkembangan respon postural

gangguan perkembangan motorik halus dan kasar, gangguan bahasa, dll

Cerebral Palsy (CP)

(Hendy dan Soetjiningsih, 2013)

(Mathias Baaehr dan Michael Frotscher, 2010)

(Richard E. Behrman, Robert M. Kliegman, Ann M. Arvin, 1999)

4. Pemeriksaan Fisik :

5.1 Bagaimana interpretasi dan mekanisme yang abnormal dari

5.1.1 BMI dan lingkar kepala (Point 1) 8,10,2

Jawab :

Grafik CDC

Lingkar kepala:< persentil 5 interpretasi mikrosepali

LK 38 cm mikrocephali

Page 8: Pembagian Anmal gapenting

V. Hipotesis

Bram, laki-laki, 8 bulan diduga mengalami keterlambatan perkembangan motorik dan

ggn sosialisasi kemandirian bahasa (Global development delayed) karena cerebral

palsy quadriplegia tipe spastik dengan microchepaly.

VI. Template

1. Epidemiologi

Jawab:

Insidensi dari cerebral palsy sebanyak 2 kasus per 1000 kelahiran hidup, dimana 5

dari 1000 anak memperlihatkan defisit motorik yang sesuai dengan cerebral palsy.

Lima puluh persen kasus termasuk ringan dan 10% termasuk kasus berat. Yang

dimaksud ringan adalah penderita dapat mengurus dirinya sendiri dan yang tergolong

berat adalah penderita yang membutuhkan pelayanan khusus. Dua puluh lima persen

memiliki intelegensia (IQ) rata-rata normal sementara 30% kasus menunjukan IQ

dibawah 70. Tiga puluh lima persen disertai kejang dan 50% menunjukan gangguan

bicara. Laki-laki lebih banyak dari perempuan (1,4 : 1,0), dengan rata-rata 70 % ada

pada tipe spastik, 15% tipe atetotik, 5% ataksia, dan sisanya campuran (Utomo, AHP.

2013).

Berdasarkan penelusuran rekam medis di Poliklinik Rawat Jalan Neurologi SMF

Kesehatan Anak RSF dalam kurun waktu 1 Januari 2008 sampai 31 Desember 2010,

didapatkan 191 pasien palsi serebral spastic. Rerata usia saat diagnosis palsi serebral

spastik ditegakkan 27,8 bulan dengan rentang usia 7-60 bulan. Didapatkan subjek

laki-laki dan perempuan dengan perbandingan 1:1,1. Berdasarkan riwayat kelahiran

didapatkan kelahiran spontan pada 160 subjek (83,8%), usia gestasi cukup bulan pada

151 subjek (79,1%) dan berat lahir normal didapatkan pada 147 subjek (77%).

(Alinda Rubiati Wibowo & Deddy Ria Saputra. 2012)

2. Etiologi

Jawab:

Page 9: Pembagian Anmal gapenting

Palsi serebral atau lumpuh otak disebabkan oleh banyak faktor yang terjadi pada

masa perkembangan otak baik pranatal, natal dan pasca natal. Penyebab dari

gangguan tersebut antara lain:

Etiologi dari Cerebral palsy dapat dibagi menjadi 3 bagian yaitu prenatal, perinatal,

dan pascanatal.

1. Prenatal

Infeksi terjadi dalam masa kandungan, menyebabkan kelainan pada janin,

misalnya oleh lues, toksoplasmosis, rubela dan penyakit inklusi sitomegalik.

Kelainan yang menonjol biasanya gangguan pergerakan dan retardasi mental.

Anoksia dalam kandungan (misalnya: solusio plasenta, plasenta previa, anoksi

maternal, atau tali pusat yang abnormal), terkena radiasi sinar-X dan

keracunan kehamilan dapat menimbulkan cerebral palsy.

Gangguan kromoson atau zat teratogenik yang terjadi pada 8 minggu pertama

kehamilan yang mengganggu embriogenesis dan mengakibatkan malformasi

organ yang berat.

Zat teratogenik yang mengganggu sesudah trimeter I kehamilan akan

mempengaruhi maturasi otak.

2. Perinatal

a. Anoksia

Penyebab terbanyak ditemukan dalam masa perinatal ialah brain injury.

Keadaan inillah yang menyebabkan terjadinya anoksia. Hal ini terdapat pada

kedaan presentasi bayi abnormal, disproporsi sefalo-pelvis, partus lama,

plasenta previa, infeksi plasenta, partus menggunakan bantuan instrument

tertentu dan lahir dengan secsio caesaria .

b. Perdarahan otak

Perdarahan ortak dan anoksia dapat terjadi bersama-sama, sehingga sukar

membedakannya, misalnya perdarahan yang mengelilingi batang otak,

mengganggu pusat pernapasan dan peredaran darah hingga terjadi anoksia.

Perdarahan dapat terjadi di ruang subarachnoid akan menyebabkan

pennyumbatan CSS sehingga mengakibatkan hidrosefalus. Perdarahan

Page 10: Pembagian Anmal gapenting

spatium subdural dapat menekan korteks serebri sehingga timbul kelumpuhan

spastis .

c. Prematuritas

Bayi kurang bulan mempunyai kemungkinan menderita perdarahan otak yang

lebih banyak dari pada bayi cukup bulan, karena pembuluh darah, enzim,

faktor pembekuan darah dan lain-lain masih belum sempurna .

d. Ikterus

Ikterus pada masa neonatus dapat menyebabkan kerusakan jaringan otak yang

permanen akibat masuknya bilirubin ke ganglia basal, misalnya pada kelainan

inkompatibilitas golongan darah.

e. Meningitis Purulenta

Meningitis purulenta pada masa bayi bila terlambat atau tidak tepat

pengobatannya akan mengakibatkan gejala sisa berupa Cerebral palsy.

f. Hipoksik iskemik dapat menyebabkan kelainan mikro anatomi sekunder

akibat migrasi neural crest dari neuron. Bila terjadi pada masa perinatal akan

mengakibatkan iskemi atau perdarahan otak yang kemudian mengakibatkan

infark otak.

3. Pascanatal

Setiap kerusakan pada jaringan otak yang mengganggu perkembangan dapat

menyebabkan cerbral palsy antara lain :

a) Trauma kapitis dan luka parut pada otak pasca-operasi.

b) Infeksi misalnya meningitis bakterial, abses

serebri,tromboplebitis,ensefalomielitis.

c) Kern icterus. Seperti kasus pada gejala sekuele neurogik dari eritroblastosis

fetal atau defisiensi enzim hati. (Utomo, AHP. 2013).

d) Pada masa pascanatal penyebabnya adalah infeksi, meningoensefalitis, trauma

kepala, toksin dan lainnya. Oleh berbagai sebab di atas bila yang terkena

korteks motorik akan timbul kelainan yang disebut palsi serebral suatu

kelainan yang ditandai dengan lambatnya perkembangan motorik, kelainan

sikap tubuh atau gerakan, dan tonus otot. (Oka Lely AA & Soetjiningsih.

2000)

Page 11: Pembagian Anmal gapenting

3. Tata Laksana

Jawab:

Penderita Cerebral palsy mempunyai banyak kelainan sesuai dengan lesi yang

terjadi di otak, bersama-sama dengan gangguan motorik. Dengan kondisi tersebut

penanganan penderita CP memerlukan kerjasama yang baik dan merupakan satu tim

yang terdiri atas dokter anak, neurolog, psikiater, dokter mata, dokter THT, ahli

ortopedi, fisioterapis, okupasional terapis, dokter gigi dan ahli gizi. (Hendy dan

Soetjiningsih, 2013)

Tujuan utama terapi adalah meminimalisasi kecacatan dan meningkatkan

kemampuan untuk beraktifitas mandiri, fungsi sosial dan intelektual. Tujuan

pengobatan bukan membuat anak menjadi seperti anak normal lainnya, tetapi

mengembangkan sisa kemampuan yang ada pada anak tersebut seooptimal mungkin,

sehingga diharapkan anak dapat melakukan aktifitas sehari-hari tanpa bantuan atau

dengan sedikit bantuan. (Hendy dan Soetjiningsih, 2013)

Dalam menangani penderita CP, harus memperhatikan berbagai aspek dan

diperlukan kerjasama multidisiplin seperti disiplin anak, saraf, mata, THT, bedah

ortopedi, bedah saraf, psikologi, rehabilitasi medis, ahli wicara, pekerja social, guru

sekolah luar biasa. Disamping itu juga harus disertakan peranan orang tua dan

masyarakat. (Hendy dan Soetjiningsih, 2013)

Prinsip manajemen :

a. Komunikasi-Informasi-Edukasi

b. Terapi nutrisi

c. Stimulasi

d. Fisioterapi

e. Farmakologi

f. Operatif (Hendy dan Soetjiningsih, 2013)

1. Aspek medis

a. Aspek medis umum:

Page 12: Pembagian Anmal gapenting

1. Gizi: gizi yang baik perlu bagi setiap anak, khususnya bagi penderita ini.

Karena sering terdapat kelainan pada gigi, kesulitan menelan, sukar untuk

menyatakan keinginan untuk makan. Pencatatan rutin perkembangan BB

anak perlu dilaksanakan. (Hendy dan Soetjiningsih, 2013)

Nutrisi diberikan per oral dalam bentuk yang tidak perlu diproses

mekanik. Untuk rentang usia 1-3 tahun, Kebutuhan energy 100

kkal/kgBB/hari, kebutuhan protein 2 gr/hari. (Hendy dan Soetjiningsih,

2013)

2. Hal-hal lain yang sewajarnya perlu dilaksanakan, seperti imunisasi,

perawatan kesehatan, dan lain-lain. (Hendy dan Soetjiningsih, 2013)

3. Konstipasi sering terjadi pada anak CP. Dekubitus terjadi pada anak-anak

yang tidak sering berpindah-pindah posisi. (Hendy dan Soetjiningsih,

2013)

b. Terapi dengan obat-obatan

Sesuai kebutuhan anak (tergantung gejala), seperti obat-obatan untuk

relaksasi otot (untuk spastisitas bisa diberikan baclofen dan diazepam; bila

gejala berupa rigiditas bisa diberikan levodopa; Botolinum toxin (Botox)

intramuskuler bisa mengurangi spastisitas untuk 3-6 bulan. Hal ini akan

meningkatkan luas gerak sendi (ROM), menurunkan deformitas,

meningkatkan respon terhadap fisioterapi dan okupasional terapi dan

mengurangi tindakan operasi untuk spastisitas.), anti kejang, athetosis, ataksia,

psikotropik, dan lain-lain. (Hendy dan Soetjiningsih, 2013)

• Baclofen ( golongan skeletal muscle relaxant) cara kerjanya: analog

GABA yang menginhibisi influks Ca ke terminal presinaptik dan

mensupresi neurotransmitter eksitasi.

Dosisnya: 10-15 mg/hari PO dinaikkan 5 mg/hari. Tidak > 60 mg/hari

(Hendy dan Soetjiningsih, 2013)

• Diazepam (golongan Benzodiazepine) untuk memicu relaksasi otot

Dosisnya 0,8-0,12 mg/kg PO (Hendy dan Soetjiningsih, 2013)

Page 13: Pembagian Anmal gapenting

• Botox cara kerjanya: memblok asetilkolin di neuromuskular junction

12 U/kg, max 400U, masing-masing otot kecil menerima 1-2 U/kg dan

otot besar 4-6 U/kg, injeksi (Hendy dan Soetjiningsih, 2013)

c. Terapi melalui pembedahan ortopedi

Banyak hal yang dapat dibantu dengan tindakan ortopedi, misalnya tendon

yang memendek akibat kekakuan/spastisitas otot, rasa sakit yang terlalu

mengganggu dan lain-lain yang dengan fisioterapi tidak berhasil. Tujuan dari

tindakan bedah adalah untuk stabilitas, melemahkan otot yang terlalu kuat

atau untuk transfer dari fungsi. Pada beberapa kasus, untuk membebaskan

kontraktur persendian yang semakin memburuk akibat kekakuan otot,

mungkin perlu dilakukan pembedahan.

Pembedahan juga perlu dilakukan untuk memasang selang makanan dan

untuk mengendalikan refluks gastroesofageal. (Hendy dan Soetjiningsih,

2013)

d. Terapi rehabilitasi meliputi:

1. Fisioterapi

a. Teknik tradisional : latihan luas gerak sendi, “stretching”, latihan

penguatan dan peningkatan daya tahan otot, latihan duduk, latihan

berdiri, latihan pindah, latihan jalan. Contohnya adalah teknik dari

Deaver. (Hendy dan Soetjiningsih, 2013)

b. “Motor function training” dengan menggunakan system khusus, yang

umumnya dikelompokkan sebagai “neuromuscular facilitation

exercise”. Dimana digunakan pengetahuan neurofisiologi dan

neuropatologi dari refleks didalam latihan, untuk mencapai suatu

postur dan gerak yang dikehendaki. Secara umum konsep latihan ini

berdasarkan prinsip bahwa dengan beberapa bentuk stimulasi akan

ditimbulkan reaksi otot yang dikehendaki, yang kemudian bila ini

dilakukan berulang-ulang akan berintegrasi ke dalam pola gerak

motorik yang bersangkutan. (Hendy dan Soetjiningsih, 2013)

Page 14: Pembagian Anmal gapenting

Contohnya adalah teknik dari Phelps, Fay-Doman, Bobath,

Brunnstrom, Kabat-Knott-Vos. (Hendy dan Soetjiningsih, 2013)

2. Okupasional terapi

Terutama untuk latihan melakukan aktivitas sehari-hari, evaluasi

penggunaan alat-alat bantu, latihan keterampilan tangan dan aktivitas

“bimanual”. Latihan “bimanual” ini dimaksudkan agar menghasilkan pola

dominan pada salah satu sisi hemisfer otak. (Hendy dan Soetjiningsih,

2013)

3. Ortotik

Dengan penggunaan bracing, bertujuan untuk mengurangi beban aksial,

stabilisasi serta untuk pencegahan dan koreksi deformitas. (Hendy dan

Soetjiningsih, 2013)

4. Terapi wicara

Gangguan bicara disini dapat berupa disfonia, disritmia, disartria, disfasia,

dan bentuk campuran. Bertujuan untuk mengembangkan anak dapat

berbahasa secara pasif dan aktif. (Hendy dan Soetjiningsih, 2013)

5. Nightsplinting

Mengambil keuntungan dari tonus yang menurun yang terjadi selama tidur

untuk menambah regangan otot antagonis yang lemah. (Hendy dan

Soetjiningsih, 2013)

6. Pemakaian alat bantu

Berupa kruk ketiak, rollator, walker dan kursi roda manual/listrik. (Hendy

dan Soetjiningsih, 2013)

II. Aspek non medis

a. Pendidikan

Mengingat selain kecacatan motorik, juga sering disertai kecacatan mental,

maka pada umumnya pendidikannya memerlukan pendidikan khusus (SLB

D). (Hendy dan Soetjiningsih, 2013)

b. Pekerjaan

Page 15: Pembagian Anmal gapenting

Tujuan yang ideal dari suatu usaha rehabilitasi adalah agar penderita dapat

bekerja secara produktif, sehingga dapat berpenghasilan untuk membiayai

hidupnya. Mengingat kecacatannya, sering kali tujuan tersebut sulit dicapai.

Tetapi meskipun dari segi ekonomis tidak menguntungkan, pemberian

kesempatan kerja tetap diperlukan, agar dapat menimbulkan harga diri bagi

penderita yang bersangkutan. (Hendy dan Soetjiningsih, 2013)

c. Problem social

Bila terdapat masalah social, diperlukan pekerja social untuk membantu

menyelesaikannya. (Hendy dan Soetjiningsih, 2013)

d. Lain-lain

Hal-hal lain seperti rekreasi, olahraga, kesenian dan aktifitas-aktifitas

kemasyarakatan perlu juga dilaksanakan oleh penderita ini. (Hendy dan

Soetjiningsih, 2013)

VII. Learning Issue

1. CEREBRAL PALSY

Definisi

Cerebral palsy adalah terminologi yang digunakan untuk mendeskripsikan kelompok penyakit

kronik yang mengenai pusat pengendalian pergerakan dengan manifestasi klinis yang tampak

pada beberapa tahun pertama kehidupan dan secara umum tidak akan bertambah memburuk pada

usia selanjutnya. Pada penyakit ini terjadi kerusakan pada sel-sel motorik yang sedang tumbuh

atau belum selesai tumbuh dan akan mengganggu kemampuan otak untuk mengontrol

pergerakan dan postur secara adekuat.

Etiologi

a. Pranatal :

1) Infeksi intrauterine : TORCH dan sifilis

2) Radiasi

Page 16: Pembagian Anmal gapenting

3) Asfiksia intrauterine (abrupsio plasenta, plasenta previa, anoksia maternal, kelainan

umbilicus, perdarahan plasenta, ibu hipertensi, dll.)

4) Toksemia gravidarum.

5) DIC karena kematian prenatal pada salah satu bayi kembar

b. Natal :

1) Anoksial hipoksia

2) Perdarahan otak/ intra cranial

3) Trauma lahir.

4) Prematuritas.

5) Postmaturitas

6) Hiperbilirubinemia

7) Bayi kembar

c. Postnatal :

1) Trauma kapitis.

2) Infeksi misalnya : meningitis bakterial, abses serebri, tromboplebitis,

ensefalomielitis yang terjadi 6 bulan pertama kehidupan

3) Racun : logam berat, CO

4) Kern icterus.

Faktor resiko

10 kali lebih sering ditemukan pada bayi premature

Very low birth weight < 1500g

Kehamilan letak sungsang

Kehamilan kembar

Kepala kecil(mikrosefali)

Hipertensi dalam kehamilan

Kejang segera setelah lahir

Epidemiologi

Angka kejadian 1-5/1000 anak. Lebih banyak laki-laki. Sering terdapat pada anak pertama.

Angka kejadian lebih tinggi pada bayi BBLR dan gemeli.

Page 17: Pembagian Anmal gapenting

Cerebral Palsy dapat terjadi selama kehamilan (75 %), selama persalinan (5 %) atau setelah lahir

(15 %) sampai sekitar usia tiga tahun.

Klasifikasi

Cerebral Palsy dapat diklasifikasikan berdasarkan gambaran klinis yang nampak yaitu

berdasarkan pergerakan:

Tipe Spastik (65%)

Pada tipe ini gambaran khas yang dapat ditemukan adalah paralisis spastik atau dengan

paralisis pada pergerakan volunter dan peningkatan tonus otot (hipertoni, spastisitas,

peningkatan refleks tendo dan klonus). Gangguan pergerakan volunter disebabkan

kesulitan dalam mengkoordinasi gerakan otot. Bila anak menggapai atau mengangkat

sesuatu, terjadi kontraksi otot secara bersamaan sehingga pada pergerakan terjadi retriksi

dan membutuhkan tenaga yang banyak.

Paralisis akan mengenai sejumlah otot-otot, tetapi derajat paralisis berbeda-beda, sehingga

didapat ketidakseimbangan dalam tarikan otot dan akan menghasilkan suatu deformitas

tertentu, sehingga pada spastik Cerebral Palsy deformitas akan berupa: fleksi, aduksi, dan

internal rotasi. Gambaran khas spastic gait berupa kekakuan dan kejang-kejang yang

mengenai anggota gerak yang terjadi di luar kontrol karena adanya deformitas posisi dan

tampak nyata pada saat penderita berjalan ataupun berlari. Paralisis spastik yang mengenai

otot bicara menyebabkan kesulitan pengucapan kata secara jelas. Paralisis spastik pada otot

menelan menyebabkan hipersekresi saliva yang berlebihan sehingga air liur tampak

menetes.

Tergantung dari luasnya lesi pada korteks serebral dapat terjadi spastik paralisis, yang

dapat di bagi menjadi :

Monoplegia :

Mengenai salah satu anggota gerak.

Hemiplegia

Mengenai anggota gerak atas dan bawah pada salah satu sisi.

Diplegia

Mengenai anggota gerak bawah.

Quadriplegia/tetraplegia

Page 18: Pembagian Anmal gapenting

Mengenai seluruh anggota gerak.

Pasien dengan tipe spastik biasanya mengalami kerusakan pada korteks motorik ataupun traktus

piramidalis.

Tipe Atetoid (20%)

Gambaran khas atetosis adalah gerakan involunter yang tidak terkontrol pada otot muka

dan seluruh anggota gerak. Gerakan otot atetotik menyebabkan perputaran, gerakan

menggeliat pada anggota gerak dan muka sehingga penderita tampak menyeringai dan bila

mengenai otot yang digunakan untuk berbicara maka akan timbul kesulitan berkomunikasi

untuk menyampaikan keinginan ataupun kebutuhannya.

Tipe atetosis pada pergerakan tangan dan lengan nampak sebagai getaran yang bersifat

regular atau spasme yang tiba-tiba. Terkadang pergerakan tidak mempunyai tujuan,

ataupun ketika ingin melalukan sesuatu maka anggota badannya akan bergerak terlalu cepat

dan terlalu jauh. Keseimbangannya juga sangat buruk sehingga ia juga akan mudah

terjatuh. Pada tipe ini kerusakan terjadi pada sistem motorik ekstrapiramidal atau hingga ke

ganglia basalis.

Tipe Ataksia (5 %)

Gambaran khas berupa ataksia serebral karena adanya gangguan koordinasi otot dan

hilangnya keseimbangan. Cara berjalan pada anak bersifat tidak stabil dan sering terjatuh

walaupun telah menggunakan tangan untuk mempertahankan keseimbangan. Pada lesi

sereberal primer terjadi spastisitas dan atetosis tanpa disertai gangguan intelegensi. Anak

yang menderita tipe ataksia mengalami kesulitan ketika mulai duduk atau berdiri. Lesi

biasanya mengenai serebelum, sehingga intelegensia tidak terganggu.

Page 19: Pembagian Anmal gapenting

Berdasarkan derajat kemampuan fungsional.

1) Ringan:

Penderita masih bisa melakukan pekerjaanlaktifitas sehari- hari sehingga sama sekali tidak atau

hanya sedikit sekali membutuhkan bantuan khusus.

2) Sedang:

Aktifitas sangat terbatas. Penderita membutuhkan bermacam-macam bantuan khusus atau

pendidikan khusus agar dapat mengurus dirinya sendiri, dapat bergerak atau berbicara. Dengan

pertolongan secara khusus, diharapkan penderita dapat mengurus diri sendiri, berjalan atau

berbicara sehingga dapat bergerak, bergaul, hidup di tengah masyarakat dengan baik.

3) Berat:

Penderita sama sekali tidak bisa melakukan aktifitas fisik dan tidak mungkin dapat hidup tanpa

pertolongan orang lain. Pertolongan atau pendidikan khusus yang diberikan sangat Sedikit

hasilnya. Sebaiknya penderita seperti ini ditampung dalam rumah perawatan khusus. Rumah

perawatan khusus ini hanya untuk penderita dengan retardasi mental berat, atau yang akan

menimbulkan gangguan sosial-emosional baik bagi keluarganya maupun lingkungannya.

Page 20: Pembagian Anmal gapenting

DAFTAR PUSTAKA

1. Kliegman RM, Stanton BF, St. Geme III JW, Schor NF, Behrman RE. Nelson textbook of

pediatrics. 19th ed. Philadelphia: Elsevier; 2011.

Page 21: Pembagian Anmal gapenting