PEMANFAATAN TUMBUHAN SEBAGAI HABITAT SEMUT...
Transcript of PEMANFAATAN TUMBUHAN SEBAGAI HABITAT SEMUT...
PEMANFAATAN TUMBUHAN SEBAGAI HABITAT
SEMUT RANGRANG Oecophylla smaragdina (Fabricius, 1775)
DI KAMPUS 1 UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
RIZKY APRIZAL
PROGRAM STUDI BIOLOGI
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2019/ 1441 H
PEMANFAATAN TUMBUHAN SEBAGAI HABITAT
SEMUT RANGRANG Oecophylla smaragdina (Fabricius, 1775)
DI KAMPUS 1 UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
SKRIPSI
Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sains
Pada Program Studi Biologi Fakultas Sains dan Teknologi
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
RIZKY APRIZAL
1113095000022
PROGRAM STUDI BIOLOGI
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2019/ 1441 H
i
ABSTRAK
Rizky Aprizal, Pemanfaatan Tumbuhan Sebagai Habitat Semut Rangrang
Oecophlla smaragdina (Fabricius, 1775) di Kampus 1 UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.Dibimbing oleh Dr. Iwan Amunudin, M. Si dan Narti
Fitriana, M.Si, 2019.
Bentuk tumbuhan yang berbeda dapat mempengaruhi struktur sarang semut
rangrang. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui morfologi struktur sarang
yang digunakan sebagai habitat bersarang semut rangrang di kampus 1 UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta. Penelitian ini dilakukan menggunakan metode survei.
Penentuan titik sampling dipilih menggunakan metode purposive sampling,
dibedakan menjadi 3 lokasi yaitu areal yang ditutupi oleh rumput (sekitar
Auditorium A.H. Nasution), tanpa tutupan vegetasi (sekitar Pusat Laboratorium
Terpadu) dan area yang ditutupi conblock. Sarang semut rangrang paling banyak
ditemukan pada area yang ditutupi oleh rumput (18 sarang) yaitu pada pohon
rukem (7 sarang), pohon mangga (3 sarang), pohon bringin (2 sarang), pohon
bisboll (3 sarang), pohon tanjung (2 sarang), pohon durian (1 sarang). Sarang
semut rangrang pada pohon rukam dengan bentuk daun membulat mempunyai
struktur sarang semut berbentuk bulat, kecil dengan rajutan sutera yang banyak,
sarang semut pada pohon mangga dan matoa berbentuk memanjang dengan
rajutan benang sutera yang lebih sedikit. Ketinggian sarang dari permukaan tanah
3±1,65 m. pada semua sarang ditemukan semua kasta semut meliputi ratu, jantan
produktif, pekerja dan pekerja dengan jumlah anggota yang bervariasi. Faktor
parameter mikroklimat yang mempengaruhi keberadaan semut rangrang adalah
intensitas cahaya, suhu udara, dan suhu tanah.
Kata kunci : Struktur sarang, semut rangrang, pohon buah, tutupan tanah
ii
ABSTRACT
Rizky Aprizal, Utilization of Plants as Habitat of Weaver Ants Oecophlla
smaragdina (Fabricius, 1775) at Campus 1 of UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta. Guided by Dr. Iwan Amunudin, M. Si and Narti Fitriana, M.Sc,
2019.
Different plant shapes can affect the structure of the waever ant nest. This study
aims to determine the morphology of the structure of the nest that is used as a
nesting habitat for weaver ant on campus 1 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. This
research was conducted using a survey method. Determination of the sampling
point was selected using the purposive sampling method, divided into 3 locations
namely the area covered by grass (around A.H. Nasution Auditorium), without
vegetation cover (around the Integrated Laboratory Center) and the area covered
by conblock. Weaver ant nests are most commonly found in areas covered by
grass (18 nests), namely in rukem trees (7 nests), mango trees (3 nests), bringin
trees (2 nests), bisboll trees (3 nests), cape trees (2 nests), durian trees (1 nest).
Rangrang ant nests on rukam trees with rounded leaves have a small and rounded
ant nest structure with many silk knits, ant nests on mango trees and elongated
matoa with more silk threads. The height of the nest from the ground surface is 3
± 1.65 m. in all nests, all caste ants include queens, productive males, workers and
workers with varying numbers of members. The microclimate parameter factors
that influence the existence of weaver ants are light intensity, air temperature, and
soil temperature.
Keywords: Nest structure, rangrang ants, fruit trees, soil cover
iii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT,
karena atas segala rahmat dan ridha-Nya penulis dapat menyelesaikan proposal
penelitian ini. Shalawat serta salam semoga tercurah pada nabi besar Muhammad
SAW, beserta keluarganya, sahabatnya, serta umatnya.
Penulis merasa tidak akan mampu menyelesaikan penelitian ini dengan baik
tanpa bantuan, bimbingan, dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu,
penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada :
1. Prof. Dr. Lily Surraya Eka Putri, M.Env.stud selaku Dekan Fakultas Sains dan
Teknologi (FST) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Dr. Priyanti, M.Si selaku Ketua Program Studi Biologi Fakultas Sains dan
Teknologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta beserta seluruh dosen di
lingkungan Program Studi Biologi yang telah memberikan ilmu serta
bimbingan selama menjalani masa pendidikan di Program Studi Biologi
Fakultas Sains dan Teknologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
3. Dr. Iwan Aminudin, M.Si, selaku dosen pembimbing I penelitian ini yang
telah memberikan bimbingan dan arahan teknis dalam pengerjaan penelitian
ini guna menyelesaikan penelitian ini dengan baik.
4. Narti Fitriana, M.Si selaku dosen pembimbing II yang telah memberikan
bimbingan serta saran dalam menyempurnakan penelitian penulis.
5. Kedua orang tua, Dedi Riswandi dan Teti Sunarti yang tiada hentinya
memberikan do’a dan kasih penulisng, memberikan nasihat dan semangat
hidup sehingga penulis dapat terus berjuang meraih mimpi-mimpi penulis.
Tak lupa kepada kakak penulis Shifa Gusditia yang memberikan dukungan,
dan juga seluruh keluarga besar penulis.
6. Dinda Rama Haribowo, S.Si dan seluruh staf Pusat Laboratorium Terpadu
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
vi
7. Seluruh Dosen Prodi Biologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarata dan civitas
akademik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
8. Heny Hermawati, Biologi angkatan 2013, Biologi angkatan 2010, biologi
angkatan 2011, Biologi angkatan 2012, Biologi angkatan 2015 dan segenap
sahabat kostn Herwandi, Maulana Malik, Aditya Pratama, Alby, Firdaus,
Rachma, Alfan, Rama, Mardiansyah, Ahmad Danial, Danang, Mamah Irul
Hajar, Hilal, Rizal, Iqbal, Reza, Fahlepi, Febi Irfanullah, Bapak Iwan Kostn,
Sohib Gowes.
Demikianlah skripsi ini disusun, semoga bermanfaat bagi para pembaca untuk
menambah bekal pengetahuan. Amin.
Jakarta, Agustus 2019
Penulis
v
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK ……………………………………………………………………………i
ABSTRACT…………………………………………………………………………...ii
KATA PENGANTAR………………………………………………………………iii
DAFTAR ISI ............................................................................................................... iv
DAFTAR GAMBAR ................................................................................................... v
DAFTAR TABEL ...................................................................................................... vi
DATAR LAMPIRAN………………………............................................................vii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ................................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................. 5
1.3 Tujuan Penelitian ............................................................................................... 5
1.4 Manfaat Penelitian ............................................................................................. 6
1.5 Kerangka Berpikir ............................................................................................. 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Biologi Semut Rangrang ................................................................................... 7
2.1.1 Semut Rangrang ...................................................................................... 8
2.1.2 Morfologi ................................................................................................ 8
2.1.3 Siklus Hidup Semut Rangrang ............................................................... 10
2.1.4 Struktur Sosial Semut Rangrang ........................................................... 12
2.1.5 Manfaat Semut Rangrang ....................................................................... 12
2.2 Tumbuhan yang dimanfaatkan Semut Rangrang ............................................. 13
2.3 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ..................................................................... 13
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ......................................................................... 14
3.2 Bahan dan Alat ................................................................................................ 15
3.3 Metode Penelitian ............................................................................................ 16
3.3.1 Teknik Pengoleksian Sampel …………………………………………...16
3.3.2 Parameter Pengamatan ............................................................................ 16
3.4 Analisis Data .................................................................................................... 17
3.4.1 Keanekaragaman Jenis Pohon ............................................................... 18
3.4.2 Analisis Hubungan Faktor Lingkungan dengan Keberadan Spesies
Semut Rangrang .............................................................................................. 21
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Komposisi Spesies tumbuhan…………………………………………...19
4.2 Tempat bersarang semut rangrang………………………………………23
4.3 Komposisi Kasta dan sarang..…………………………………………...26
4.4 Hubungan semut dengan tumbuan……………………………………....27
4.5 Hubungan semut dengan faktor fisik…………………………………....38
vi
BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan……………………………………………………………...39
5.2 Saran.……………………………………………………………………39
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………...40
LAMPIRAN………...……………………………………………………………...43
vii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1. Bagian-bagian semut ………………………………………….………………..8
2. Pupa semut rangrang…………..…………………………….………………...10
3. Kasta semut rangrang……………………………………….…………………12
4. Denah Loaksi pengambilan semut rangrang…………………………………..16
5. Sarang semut…………………………………………………………………..23
6. Komposisi kasta semut rangrang.……………………………...……………...28
7. Sarang semut yang berada di pohon di area PLT …………………………… 30
8. Sarang semut yang berada di student center ……………….………………....31
9. Sarang semut yang berada di area Auditorium A.H. Nasution ………………32
10. Hasil PCA pada aplikasi SPSS ………………………………………………34
vii
DAFTAR TABEL
Halaman
1. Jumlah family, spesies, invidividu stratiikasi vegetasi ……………………….20
2. Tanaman yang dimanfaatkan semut rangrang…………………………………25
3. Komposisi sarang dan kasta semut rangran……..…………………………….29
4. Nilai komponen matrix PCA…………………………………………………..34
vii
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1. Analisis data Pohon dan Faktor Mikroklimat………..………………….…….43
2. Analisis Vegetasi Tingkat Samai……………………………………………...45
3. Nilai KMO Analisis SPSS versi 22...………...…..…………………………...46
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Semut rangrang Oecophylla smaragdina (Fabricius,1775 ) termasuk serangga
dalam ordo Hymenoptera, famili Formicidae, semut ini tidak memiliki sengat dan
merupakan serangga sosial yang hidup dalam suatu koloni. Terdapat dua spesies
semut rangrang yaitu O. longinoda di benua Afrika dan O. smargdina yang tersebar
di Asia Tenggara sampai Australia (Holldobler 1990). Koloni semut rangrang terdiri
dari kasta reproduktif dan nonreproduktif. Ratu berukuran 15-16 mm dan jantan
berukuran 8-10 mm, keduanya memiliki sayap, sedangkan pekerjanya merupakan
betina nonreproduktif, tidak bersayap dan berukuran 5 mm (Borror & White, 1970)
Semut rangrang berperan sebagai polinator yang membantu persebaran
tumbuhan dan menjaga keseimbangan ekosistem Latumahina et al., (2015), memiliki
fungsi lain dalam ekologi sebagai pengganggu, menghalangi atau memangsa berbagai
jenis hama seperti kepik hijau, ulat pemakan daun dan serangga-serangga pemakan
buah. Populasi semut rangrang yang tinggi dapat mengurangi permasalahan hama
tungau, penyakit greening /citrus dieback yang ditularkan melalui kutu loncat pada
tanaman jeruk atau biokontrol Hölldobler, (1990). Semut ranrgang adalah serangga
sosial yang memiliki aktivitas harian, diantaranya perilaku menelisik (grooming),
trofalaksis, pencarian makan dan pemindahan koloni (Hölldobler, 1990).
Aktivitas pencarian makan dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu kebutuhan
internal, sumber makanan, dan lingkungan fisik. kondisi lingkungan fisik sangat
berpengaruh bagi semut untuk tetap menjalankan aktivitasnya Luch et al., (2010).
Makanan semut rangrang berupa serangga dan cairan gula. Semut rangrang bersifat
predator dan agresif, oleh karena itu semut rangrang digunakan sebagai agen
biokontrol dan agen dekomposer, memanfaatkan serasah atau sisa makanan dari
aktivitas manusia yang ada disekitarnya sebagai kebutuhan protein (Male et al.,
2004).
2
Semut ini memiliki perilaku bersarang yang bersifat absolut dan
spatialtemporal , teritori absolut yaitu wilayah yang dipertahankan dari ganguan yang
akan merusak sarang sepanjang waktu, sedangkan spatialtemporal adalah wilayah
yang dipertahankan pada waktu tertentu saja ketika ada yang mengancam. Semut
rangrang merupakan semut yang mendiami wilayah teritori yang bersifat absolut
(Holldobler 1990).
Menurut Karmawati (2004) tumbuhan menjadi tempat yang sangat penting
bagi keberlangsungan hidup semut rangrang untuk melakukan segala jenis aktivitas
dari mencari makan hingga bersarang, tumbuhan yang dapat menghasilkan nektar
adalah salah satu sumber pakan bagi mangsa semut rangrang. Sumber pakan semut
rangrang adalah serangga yang memanfaatkan tumbuhan atau pohon itu sendiri.
Semut rangrang memiliki ciri hidup yang khas yaitu merajut daun-daun dengan sutera
yang dihasilkan oleh larva semut untuk membuat sarang Holldobler (1990). Bagian
tajuk pohon digunakan sebagai tempat bersarang bagi semut rangrang, dibentuk dari
jalinan beberapa helai daun muda dengan menggunakan sutra yang dikeluarkan dari
mulut larva, hal itu pula yang menyebabkan mengapa semut ini tidak membuat sarang
di dalam tanah (Holldobler 1990).
Sarang semut rangrang bersifat polydomous artinya satu koloni mendiami
banyak sarang dalam satu pohon atau dalam pohon yang berbeda, dalam satu sarang
ditemukan ratusan sampai ribuan semut pekerja. Semut rangrang menyukai tumbuhan
yang berdaun lebar dan lentur atau berdaun kecil dengan ukuran 5-15 cm tetapi
memiliki jumlah daun yang banyak dalam satu tangkainya, lebih menyukai pohon-
pohon yang tinggi untuk menghindari ancaman yang akan merusak sarangnya.
Tumbuhan kecil atau semak juga dipilih sebagai tempat bersarang. Sarang dapat
dijumpai pada tumbuhan buah nona liar (Annona giabra) atau pada semak-semak
atau tempat yang mudah mendapatkan embun madu dari kutu perisai atau kutu putih
sebagai makanan Mele et al., (2004), maka tempat yang ideal pembentukan koloni
semut rangrang tersedia tanaman yang berdaun cukup besar dan cukup lentur,
terhindar dari ganguan manusia, dan tersedianya cukup makanan. Pada wilayah
perkotaan alih fungsi lahan hijau menjadi perumahan dan jalan mengakibatkan
3
berkurangnya keberadaan tanaman. Perencanaan pembangunan seharusnya
mementingkan lahan terbuka hijau sebagai pendukung fungsi ekologis organisme lain
salah satunya semut rangrang.
Kampus 1 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta memiliki tumbuhan yang
beranekaragam yang berfungsi untuk penghijauan. Tumbuhan tersebut diharapkan
melengkapi fungsi klimatologis, hidrologis, pembersih udara, estetika dan juga
penunjang bagi kehidupan tidak terkecuali semut rangrang. Semut rangrang
menggunakan menggunakan pohon sebagai tempat bersarang dan mencari makan
Holldobler (1990). Pembangunan kampus tanpa perencanaan dapat memberikan
dampak berkurangnya area hijau karena dialihfungsikan menjadi bangunan gedung
tempat melakukan aktivitas perkuliahan dan lahan parkir. Beberapa area menjadi
ditutupi dengan conblock dan beton sehingga terjadi fragmentasi. Fragmentasi dapat
mempengaruhi pemilihan sarang bagi beberapa organisme termasuk semut rangrang.
Fragmentasi juga mempengaruhi mikroklimat, sementara itu komunitas semut sangta
bergantung kepada mikroklimat seperti suhu udara, kelembaban udara relatif dan
intensitas cahaya Latumahina (2011). Berdasarkan latar belakang tersebut maka perlu
adanya penelitian mengenai pemanfaatan tumbuhan sebagai habitat semut rangrang di
kampus 1 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
1.2 Rumusan Masalah
Bagaimanakah morfologi struktur sarang semut rangrang di kampus 1 UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta.
1.3 Tujuan Penelitian
Menentukan morfologi struktur sarang semut rangrang di kampus 1 UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta.
1.4 Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan memberikan informasi dan dijadikan acuan untuk
pengelolaan area hijau di kampus 1 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
4
1.5 Kerangka Berpikir
Penelitian ini mengetahui semut rangrang dan habitat alaminya, mengetahui
morfologi, aktifitas dan kecenderungan ciri khas mengenai keberadaan semut
rangrang melalui pustaka dan pengamatan di area kampus 1 UIN Syarif Hidatayullah
Jakarta. Pengamatan keberadaan dilakukan terhadap habitat semut rangrang dilokasi
ini. Pengamatan dilakukan terhadap tumbuhan yang dimanfaatkan bersarang, mencari
makan, dan aktivitas harian lainnya.
Tingkat pertumbuhan vegetasi diamati pada sratifikasi keberadaan sarang
semut rangrang. Keberadaan semut rangrang tidak terlepas dari mikroklimat sebagai
penunjang di habitatnya. dengan gambaran kerangka alur berikir sebagai berikut
(Gambar 1).
Gambar 1. Alur kerangka berfikir penelitian
Semut rangrang
(Oecophylla smaragdhina)
Tumbuhan yang dimanfaatkan
Tingkat pertumbuhan vegetasi sarang semut rangrang
Analisis hubungan mikroklimat dengan keberadaan semut rangrang
Hasil
Rekomendasi (Kampus UIN Syarif Hidayatullah Jakarta)
Sebagai informasi untuk pengelolaan lahan hijau
Habitat semut rangrang kampus 1 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Biologi Semut Rangrang
Menurut Gunsalam (1999), beberapa subfamili semut memilki daerah
penyebaran yang cukup luas, antara lain subfamili Formicinae. Selain itu semut
yang banyak menjadi hama rumah tangga banyak dari subfamili Dolichoderinae,
Formicinae, dan Myrmicinae. Myrmicinae merupakan subfamili yang memiliki
jumlah jenis terbesar dalam famili Formicidae Kwon & Lee (2015). Semut
rangrang termasuk ke dalam famili Formicidae dengan genus Oecophylla karena
memiliki ciri-ciri warna merah kehitaman, dengan abdomen bergaris kehitaman,
dan memiliki ukuran tubuh panjang 1-2 cm yang dilengkapi dengan protonom
yang melebar.
Semut rangrang lebih banyak ditemukan di area perkebunan dan hutan
hujan tropis, lebih banyak memakan kandungan protein dari mangsa yang didapat
sebagai semut predator, dan memiliki sifiat yang sangat agresif jika tertekan atau
mengalami ancaman baik terhadap koloninya ataupun sarang yang ditempatinya.
2.1.1. Semut Rangrang
Semut termasuk ordo Hymnoptera dan famili Formicidae. Formicidae
terdiri dari 21 subfamili dan 4 subfamili yang telah punah. Dianatara 21 subfamili
tersebut Nothomymeciinae, Myrmeciinae, Ponerinae, Dorylinae, Aneuritinae,
Aenictinae, Ecitoninae, Myrmicinae, Pseudomyrmicinae, Cerap achynae,
Leptanillinae, Leptanilloidinae, Dolichoderinae, dan Formicinae (Bolton, 2003).
Menurut Bolton (2003) Klasifikasi semut rangrang termasuk ke dalam
Filum: Arthropoda, Ordo: Hymenoptera, Famili: Formicidae, Genus: Oecophylla,
Spesies: O. smaragdhina. Semut ini merupakan salah satu spesies musuh alami,
memiliki cara hidup yang khas yaitu merajut daun-daun pada pohon untuk
membuat sarang, semut rangrang menyukai udara yang segar, semut ini dibagi
dalam dua nama berbeda di Asia semut ini diberikan nama Oecophylla
smaragdhina dan di Afrika diberikan nama Oecophylla longinoda. Mele et al.,
(2004). Berdasarkan sebarannya semut rangrang tersebar diberbagai negara, dapat
dijumpai di Afrika dan Asia-Pasifik.
6
2.1.2. Morfologi
Morfologi semut rangrang hampir sama dengan morfologi semut pada
umumya terbagi ke dalam tiga bagian yaitu kepala, toraks, dan abdomen.
Termasuk ke dalam ordo Hymenoptera yang ditandai dengan menyatunya segmen
pertama dari abdomen dengan segmen pada toraks yang disebut propodeum
sehingga terbentuk mesosom atau alitrunk. Bagian kepala terdiri dari beberapa
bagian. Bagian-bagian kepala semut digunakan sebagai identifikasi dilihat dari
antenna, kliperus, frontal, carina, mandibula. Semut rangrang juga memiliki
sensor yang biasa disebut dengan maxillary palps dan labiab palps. Abdomen
pada semut rangrang berbentuk bulat terdiri atas 4 segmen (Bolton, 2003).
Kepala semut terdiri atas beberapa bagian. Bagian-bagian kepala semut
yang digunakan dalam proses identifikasi diantaranya antenna, antennal, clypeus,
frontal carina, mandibula dan palp formula menurut Hashimoto (2000).
Mandibula(MD) semut merupakan bagian tubuh semut pada bagian mulut yang
terletak antara labrum dan maxilla. Bagian sisi mandibula biasanya terbentuk
triangular atau subtriangular.
Gambar 1. Bagian semut: a. Bentuk kepala dan Mandibula semut, b. mesosom, c.
abdomen (Hashimoto, 2000)
Mesosom merupakan bagian tubuh semut yang terdapat diantara kepala
dan abdomen. Mesosom terdiri atas tiga ruas thoraks yaitu, prothoraks,
mesothoraks dan metathoraks yang menyatu dengan propodeum (tergit ruas
abdomen pertama) membentuk suatu unit tunggal. Segmen kaki terdiri dari basal
coxa (BC) yang bersambungan dengan alitrunk, trochanter (TR), femur (FE),
tibia (TB) dan tarsus (TA). Bagian apikal kaki terdiri dari lima segmen yang
a b c
7
berukuran kecil disebut claw (CA). Tibia spurs (TBS) merupakan taji yang
terletak pada bagian apex dari tibia(Hashimoto, 2000).
Abdomen semut pekerja terdiri dari tujuh buah segmen (A1-A2). Segmen
abdomen pertama adalah propodeum (PPD.A1). Segmen yang kedua adalah
petiole (PT.A2). Segmen abdomen ketiga yang tidak mengalami reduksi disebut
post petiole (PPT). Segmen yang ke empat sampai ketujuh disebut dengan gaster
(GA). Tergit dari segmen ke tujuh abdomen disebut pigydium (HY). Pada ujung
Hypopygidium terdapat acidiopore yang merupakan saluran untuk mengeluarkan
asam formiat dan biasanya terdapat setae yang pendek (Hashimoto, 2000)
2.1.3. Siklus Hidup Semut Rangrang
Semut merupakan serangga yang mengalami metamorfosis sempurna,
siklus hidup semut mulai dari telur, larva, pupa dan semut dewasa. semut
rangrang merupakan semut yang melakukan metamorfosis secara sempurna (Mele
et al., 2004).
Gambar 2. Pupa dan larva pada semut rangrang (Mele et al., 2004)
Telur semut rangrang berwarna putih kecil dan berbentuk elips, berukuran
0.5 mm – 1 mm. Lama fase telur adalah 14 hari, warna larva semut rangrang
hampir sama dengan warna telur, larva sudah terbentuk mata dan mulut, terdiri
atas 13 segmen dan lama fase larva adalah 15 hari. Kemudian larva berkembang
menjadi pupa. Pupa menyerupai semut dewasa karena sudah mempunyai kaki,
mata, mulut, dan sayap tetapi warna tubuhnya masih putih dan tidak aktif, lama
8
fase pupa adalah 14 hari. Selanjutnya pupa akan menjadi semut dewasa yang
berubah warna sesuai dengan kastanya (Mele et al., 2004)
2.1.4. Struktur Sosial Semut Rangrang
Semut rangrang mempunyai kehidupan sosial seperti halnya semut lain
pada umumnya, berikut adalah kasta dari semut rangrang. Dalam tiap koloni yang
terdiri dari satu atau beberapa sarang dapat ditemukan satu atau beberapa ratu
semut.
Gambar 3. Kasta semut rangrang, semut prajurit, pekerja, ratu dan jantan
produktif (Male et al., 2004)
Ratu semut memiliki ciri morfologi dengan tubuh lebih besar, berwarna
hijau hingga coklat dengan abdomen yang berukuran besar dan menghasilkan
banyak telur. Ratu semut ditemukan pada tempat yang tidak terganggu untuk
keamanan menyimpan telur. Ratu semut pada umunya berada pada sarang dengan
daun-daun yang masih segar dan hijau. Semut jantan lebih kecil dari ratu semut,
berwarna kehitaman dan hidupnya singkat. Setelah mengawini ratu semut maka
semut jantan ini akan mati.
Dalam percobaan laboratorium semut jantan bisa hidup selama 1 minggu,
sedangkan ratu semut dan semut pekerja dapat hidup beberapa bulan Mele et al.,
(2004). Semut pekerja adalah semut betina yang tidak bisa menghasilkan
keturunan atau mandul. Semut pekerja tinggal didalam sarang dan merawat semut
muda. Semut prajurit merupakan anggota yang paling banyak jumlah dalam
9
koloninya dan bertanggung jawab untuk semua aktivitas dalam koloninya, bekerja
menjaga sarang, mengumpulkan dan membawa makanan, dan membangun sarang
serta mencukupi semua kebnutuhan untuk koloni.
2.1.5. Prilaku Semut Rangrang
Semut rangrang merupakan semut sosial yang hidup bekoloni, hal
tersebut sesuai dengan ayat Al-Qur’an Surat An-Naml yang menjelaskan
mengenai semut sebagai mahluk yang hidup dan melakukan segala aktivitasnya
secara sosial, tidak terkecuali semut rangrang yang melakukan aktivitas hariannya
antara lain menelisik, mencari makan, dan pemindahan koloni (Hölldobler, 1990).
Aktivitas makan berhubungan dengan daerah teritori. Daerah teritori bersifat
absolut dan spatial temporal. Teritori absolut yaitu daerah yang dipertahankan dan
menyusup sepanjang waktu.
Semut rangrang merupakan semut dengan teritori absolut (Hölldobler,
1990). Semut ini bersifat predator agresif karena hal tersebut semut rangrang
digunakan sebagai agen biokontrol alamiah yang bersifat simbiosis mutualisme
(Youngsteadt et al., 2009). Semut rangrang merupakan salah satu semut arboreal
dengan membentuk sarang dibagian tajuk pohon. Sarang dibentuk dari jalinan
beberapa helai daun muda dengan menggunakan sutra yang dikeluarkan dari
mulut larva. Serangga ini bersifat polydomous yaitu satu koloni menempati
banyak sarang dalam satu pohon atau dalam pohon yang berbeda. Dalam satu
sarang ditemukan ratusan sampai ribuan semut pekerja (Borror, 1992).
2.1.6. Manfaat Semut Rangrang dan Karakteristik Tempat Bersarang
Menurut Karmawati (2004) semut rangrang memiliki manfaat sebagai
polinator. Semut rangrang juga dapat dijadikan sebagai predator sehingga dapat
menekan pertumbuhan hama yang merusak pada tumbuhan, terutama hama pada
tanaman buah. Semut rangrang dapat meningkatkan kualitas buah yang dihasilkan
tanaman menjadi lebih segar dan menarik (Mele et al., 2004). Semut rangrang
memiliki manfaat untuk ekologi sebagai pengurai. Semut menguraikan bahan-
bahan organik seperti serasah bangkai atau sisa-sisa makanan. Penguraian yang
10
dilakukan semut berfungsi untuk menyuburkan tanah. Secara ekonomi telur semut
rangrang dimanfaatkan untuk pakan burung atau ikan (Mele et al., 2004).
Pembentukan sarang semut rangrang dilakukan oleh kasta prajurit dan
pekerja dengan cara merajut helaian daun dengan sutera yang di hasilkan oleh
larva semut semut dengan pembentukan sarang yang bervariasi ada yang
membulat panjang atau lonjong tergantung dari karakteristik daun yang dijadikan
tempat bersarang. Tumbuhan yang dimanfaatkan oleh semut rangrang sebagai
tempat bersarang adalah tumbuhan buah atau tumbuhan yang memiliki daun
lentur yang memudahkan semut ini untuk membangun sarang. Tumbuhan tersebut
berupa tumbuhan yang berbatang tinggi, pemilihan batang yang tinggi
dikarenakan untuk melindungi sarang dari gangguan predator yang dapat
mengancam keberadan sarang semut tersebut (Mele et al., 2004). Pemanfaatan
tumbuhan oleh semut rangrang bergantung pada makan yang tidak hanya
ditemukan pada batang ataupun daun dari tumbuhan tersebut terkadang terdapat
mangsa yang dimanfaatkan untuk makan pada tumbuhan bawah dan serasah di
sekitar pohon sarang (Seguni et al., 2011).
2.2.UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Kampus 1 UIN syarif Hidayatulla Jakarta terletak di Jalan Ir. H. Juanda 95
Ciputat Tangerang Selatan, Provinsi Banten, secara geografis kampus 1 UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta terletak pada 60° 18’ 24,26’ LS dan 106° 45’ 14,96’
BT. Kampus 1 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta memiliki luas sekitar 71.6202
(Anonimous, 2016). Pembangunan kampus menggunakan beton dan conblock
sebagai jalan yang begitu cepat menjadikan berkurangnya lahan bagi tumbuhan.
Alokasi pembangunan atau taman di kampus ini tidak terlepas dari rencana tata
ruang kampus yang sudah dibuat.
Terdapat berbagai jenis tumbuhan di area kampus 1 UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta memiliki berbagai fungsi, antara lain: menciptakan
lingkungan kampus yang lebih estetis dan memiliki suasana indah dan nyaman
dan konservasi keanearagaman hayati yang membentuk ekosistem hingga
terciptanya keseimbangan di sekitar lingkungan kampus 1 UIN Syarif
Hidayatullah. Pepohonan berbuah polong yang tumbuh di kampus 1 UIN Syarif
11
Hidayatullah Jakarta memiliki fungsi sebagai tanaman hias dan pohon peneduh di
lingkungan kampus (Irsyam & Priyanti, 2016). Studi pendahuluan yang dilakukan
terdapat vegetasi yang bervariasi mulai dari tumbuhan bawah hingga vegetasi
tingkat pohon yang terdapat di area kampus 1 UIN Syari Hidayatullah Jakarta.
Kampus 1 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta merupakan kampus dengan
hampir seluruh area tertutupi conblock, seluruh lokasi penunjan pembelajaran
mahasiswa berdiri bangunan yang kokoh dengan setiap bangunan fakultas terdiri
atas 7 lantai, terdapat Auditorium, ruangan untuk unit kegiatan mahasiwa dan
sarana pendidikan lainnya yang hampir semua ruang tersebut menggunakan beton.
12
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di kampus 1 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
terletak di Jalan Ir. H. Juamda 95 Ciputat, Tangerang Selatan, Provinsi Banten,
secara geografis terletak pada ordinat 60° 18’ 34,26’ LS 106° 45 14,96’ BT. Titik
sampling di kampus 1 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dapat dilihat pada Gambar
4. Pengamatan dilakukan pada bulan Maret sampai dengan Juni 2018.
Gambar 4. Denah Lokasi Pengambilan sampel semut rangrang di kampus 1 UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta.
Lokasi penelitian dibedakan dengan jenis tutupan tanah yang berebda yaitu
tutupan tanah, tutupan rumput dan tutupan conblock, karakteristik pembagian dari
ketiga loaksi tersebut berdasarkan lokasi yang ditemukan di Area kampus 1 UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta. Tutupan tanah bearada di area depan Pusat
Laboratorium Terpadu (PLT) UIN Syarif HIdayatullah Jakarta, lokasi sengan
13
tutupan rumput berada di area Auditorium A.H Nasution, dan lokasi tutupan
dengan conblock terdapat di area Student Center (SC). Lokasi pengambilan
sampel dibedakan berdasarkan titik warna pada denah, warna merah di tutupan
rumput, warna kuning area tutupan tanah dan warna biru area tutupan conblock.
Proses identifikasi tumbuhan dilakukan di Laboratorium Ekologi Pusat
Laboratorium Terpadu UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3.2 Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan untuk penelitian adalah semut rangrang dan alkohol
70%. Alat-alat yang digunakan dalam pelaksanaan penelitian adalah termometer,
higrometer, meteran, tali, piring, plastik, pinset, saringan, baki, GPS (Global
Positioning System), label, kamera, kotak koleksi, anemometer, lux meter, pH and
moisture soil tester, weathermeter, termometer tanah, clino meter, mikroskop
stereo, cawan petri, lembar monitoring (log book), buku catatan, alat tulis, dan
buku identifikasi semut Synopsis and Classification of Formicidae (Bolton, 2003).
3.3 Metode Penelitian
Penelitian ini dilakukan menggunakan metode survei. Penentuan titik
sampling dipilih menggunakan metode purposive sampling, dibedakan menjadi 3
lokasi yaitu areal yang ditutupi oleh rumput (sekitar auditorium A.H. Nasution),
tanpa tutupan vegetasi (sekitar Pusat Laboratorium Terpadu) dan area yang
ditutupi coonblock. Pada ketiga lokasi tersebut dibuat plot dan dilakukan analisis
vegetasi dengan mencatat setiap tumbuhan yang ditemukan di dalam plot.
Selanjutnya tumbuhan dikategorikan ke dalam semai, pancang, tiang, dan pohon.
Identifikasi tumbuhan dilakukan dengan membandingkan karakteristik sampel
tumbuhan dengan buku identifikasi Flora of Java. Identifkasi semut rangrang
yang terdapat pada tumbuhan dilakukan menggunakan buku identifikasi semut
Synopsis and Classification of Formicidea (Bolton, 2003).
Untuk menentukan tingkat permudaan pertumbuhan, digunakan kriteria
sebagai berikut:
a) Semai (seedling) : permudaan dari mulai kecambah sampai setinggi 1,5 m
b) Pancang (sapling) : permudaan yang tingginya ≥ 1,5 m sampai pohon
muda yang berdiameter ≤ 10 cm
14
c) Tiang (pole) : pohon muda yang berdiameter 10-20 cm
d) Pohon dewasa : pohon yang berdiameter lebih dar 20cm
Pengamatan dilakukan pada pohon yang ditemukan sarang semut rangrang.
Ketinggian sarang semut diukur dari atas permukaan tanah menggunakan
clinometer, dilihat komposisi kasta semut yang terdapat di dalam setiap sarang
dan ditentukan morfologi dari sarang semutnya. Untuk menghitung jumlah
individu setiap kasta yang mendiami sarang, dibuka 5 sarang dan dihitung jumlah
individu setiap kasta meliputi ratu, jantan produkti, pekerja dan prajurit.
Dilakukan juga pendataan faktor mikroklimat selama pengamatan berlangsung.
3.3.1 Teknik Pengoleksian Sampel
a. Semut
Teknik pengambilan sampel menggunakan handshorting, Pengambilan
sampel dilakukan dengan cara mengambil 5 sarang semut rangrang yang terdapat
pada pohon. Sarang semut dibuka dan dimasukan ke dalam wadah berupa kotak
yang terbuat dari bahan transparan. Penghitungan jumlah individu dari setiap
kasta semut dilakukan dengan cara mengambil dan memindahkan sarang ke dalam
kotak, selanjutnya sarang dibuka dan dihitung jumlah individu dari masing
masing kasta meliputi ratu, jantan produkti, pekerja dan prajurit. Dilakukan juga
pencatatan faktor mikroklimat meliputi derajat keasaman (pH), suhu udara,
kelembapan relatif udara, kelembapan relative tanah dan intensitas cahaya.
Pengukuran faktor mikroklimat dilakukan pada pukul 08.00-10.00 WIB dan
13.00-14.00 WIB selama pengamatan berlangsung.
b. Vegetasi
Data vegetasi diperoleh melalui pengamatan lapangan yang dilakukan di
setiap plot. Data yang diamati adalah vegetasi strata semai, pancang, tiang, dan
pohon. Parameter vegetasi yang diukur di lapangan secara langsung adalah nama
tumbuhan (lokal atau ilmiah); jumlah individu setiap spesies untuk
menghitung kerapatan; diameter batang untuk mengetahui luas bidang dasar
dan berguna untuk menghitung volume pohon; tinggi total, serta stratifikasi.
Menurut Setiadi (1989) ketentuan untuk pengukuran diameter batang
pohon dan perhitungan jumlah pohon sebagai berikut:
15
a) pengukuran dilakukan setinggi dada orang dewasa atau setinggi 130 cm
di atas permukaan tanah.
b) untuk pohon yang berbanir lebih dari 130 cm di atas tanah,
pengukuran dilakukan 20 cm di atas banir.
c) pohon yang bercabang, apabila letak percabangan lebih tinggi dari 130
cm maka pengukuran dilakukan setinggi 130 cm (pohon dianggap
satu), sedangkan apabila tinggi percabangan kurang dari 130 cm dari
permukaan tanah maka pengukuran dilakukan terhadap kedua cabangnya
(pohon dianggap dua).
d) pengukuran diameter batang yang berada pada permukaan tanah
yang miring dilakukan di sebelah atas searah dengan menurunnya lereng.
e) apabila setengah atau lebih dari garis menengah pohon tersebut masuk
ke dalam plot, maka pengukuran terhadap diameternya dilakukan, namun
jika sebaliknya tidak dilakukan.
f) khusus untuk bambu yang tumbuh dalam rumpun, baik pada strata pohon
maupun semak, maka setiap rumpun dihitung sebagai 1 individu.
c. Pembuatan Profil Vegetasi
Pembuatan profil vegetasi merupakan dasar untuk memperoleh gambaran
komposisi, struktur vertikal dan horizontal suatu vegetasi sehingga memberikan
informasi mengenai dinamika pohon dan kondisi ekologisnya. Profil vegetasi ini
untuk mengetahui interaksi antara masing-masing individu pohon dan
peranannya di dalam komunitas suatu ekosistem vegetasi dan untuk mengetahui
stratikasi pohon pada ekosistem yang ada di area tersebut (Setiadi, 1989).
Selanjutnya dapat diketahui stratifikasi sarang semut rangrang pada pohon di
areal penamatan.
Seluruh pohon yang ada pada setiap petak contoh diberi nomor dan
diukur diameter pohon setinggi dada orang dewasa atau 130 cm di atas
permukaan tanah, tinggi pohon, batas tajuk, dan proyeksi tajuk pohon.
Grafik profil vegetasi dibuat pada kertas milimeter dengan skala 1 : 1000 cm.
Hasil-hasil pengukuran pohon tersebut diproyeksikan untuk tinggi pohon dan
arsitektur pohon secara horizontal (Setiadi, 1989).
16
3.3.2 Parameter Pengamatan
Adapun parameter-parameter yang diukur dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut :
a) Analisis vegetasi dengan teknik sampling kuadran bertingkat untuk
tumbuhan yang dimanfaatkan oleh semut rangrang dalam plot 1 x 1 m, 5 x
5 m, 10 x 10 m, 25x 25 m.
b) Jumlah individu setiap kasta dari sarang semut rangrang dihitung jumlah
individu semut rangrang selama pengkoleksian dengan menggunakan
handshorting. Tinggi sarang semut rangrang dari permukaan tanah diukur
menggunakan clino meter. Cara pengukuran dilakukan menggunakan
teorama Pythagoras maka akan diketahui panjang sisi miring pada sebuah
segitiga.
c) Pengukuran diagram profil pohon terhadap semut rangrang dilakukan
untuk mengetahui melihat stratifikasi pohon yang dimanfaatkan semut
rangrang untuk bersarang
d) Jumlah individu semut dalam sarang pada setiap pohon dihitung jumlah
individu dan di dasar semut rangrang dengan interval 10 menit selama
jam. Penghitungan dilakukan hanya pada jenis tumbuhan yang berada
dalam plot yang sudah di tentukan.
3.4. Analisis Data
Analisis data dalam penelitian ini menggunakan analisis keakaragaman
Janis pohon untuk vegetasi yang ditemukan. Analisis berikutnya adalah hubungan
mikroklimat dengan menggunakan apliaksi SPSS versi 22.
3.4.1. Keanekaragaman Jenis Pohon
Keanekaragaman jenis pohon dianalisis dengan menggunakan indeks
Shannon-Wiener (Krebs, 2014):
H’ = -Σ (Pi log Pi)
Keterangan :
H’ = Indeks keankaragaman jenis
Pi = ni/N
Ni = Jumlah individu jenis ke 1
N = Jumlah individu semua jenis
17
Dengan ketentuan penilaian sebagai berikut : jika H’ < 1 maka
keanekaragaman individu rendah; jika 1 < H’ < 3 maka keanekaragaman individu
sedang; dan jika H’ > 3 maka keanekaragaman individu tinggi.
Tabel 1. Kategori kondisi struktur komunitas berdasarkan nilai indeks
keanekaragaman jenis.
Nilai Indeks
Keanekaragaman Jenis
Kondisi struktur
komunitas
Kategori Skala
>2,41 Sangat stabil Sangat baik 5
1,82-2,40 Lebih stabil Baik 4
1,21-1,81 Stabil Sedang 3
0,61-1,20 Cukup stabil Buruk 2
<0,60 Tidak stabil Sangat buruk 1
3.4.2. Analisis Hubungan Faktor mikroklimat dengan Keberadaan Semut
Oecophylla smaraghina
Uji hubungan faktor mikroklimat terhadap keberadaan semut
menggunakan Principal Component Analysis (PCA). Analisis ini dilakukan
menggunakan program SPSS versi 22. Pembuatan tabel dulakukan menggunakan
Microsoft Excel 2010, dimasukan ke dalam aplikasi SPSS untuk dilanjutkan
dengan PCA. Analisis ini bertujuan untuk mengubah sekumpulan variabel
pengamatan menjadi kumpulan variabel yang lebih kecil yang saling berhubungan
dengan variabel lainnya, sehingga dapat meringkas pola korelasi antar variabel
yang diobservasi
Menurut Umar (2009) nilai standar kelayakan dari mikroklimat ini adalah
nilai KMO harus di atas 0,6, dikatakan layak untuk penggunaan data mikroklimat
tersebut Output dari hasil analisis ini adalah tabel dan grafik Oordinasi,
keterkaitan antar faktor mikroklimat dengan keberadaan semut rangrang pada
grafik Oordinasi akan mennjukan keberpengaruhan antar faktor mikroklimat
apakah saling berkaitan secara positif ataupun negative.
18
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Komposisi Spesies Tumbuhan
Area kampus 1 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta sebagian besar digunakan
sebagai sarana pendukung akademik seperti laboratorium, gedung akademik,
gedung perkuliahan, gedung perpustakaan dan sarana kegiatan mahasiswa. Area
tersebut dihubungkan oleh jalan lingkar kampus dan terdapat beberapa area hijau
yang dimanfaatkan untuk taman dan fungsi estetika di lingkungan kampus 1 UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta. Untuk setiap tipe tutupan tanah memiliki komposisi
stratifikasi tumbuhan yang berbeda. Pada ketiga tipe tutupan tanah yang diamati,
telah teridentifikasi sebanyak 33 famili, 38 genus, 38 spesies dengan total 724
individu. Jumlah tersebut tersebar pada berbagai macam tingkat pertumbuhan
meliputi semai, pancang, tiang dan pohon. Hasil analisis vegetasi pada
pengamatan lokasi ini dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Jumlah famili, spesies, dan individu tingkat pertumbuhan semai,
pancang, tiang, pohon di area kampus 1 UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta
Tingkat Kategori Lokasi Pengambilan Sempel Keberadaan
Sarang Pertumbuhan Tanah Conblock Rumput
Semai Famili 3 4 6 Tidak
ditemukan Genus 7 4 6
Spesies 7 4 7
Individu 296 59 319
Pancang Famili 0 2 0 Tidak
ditemukan Genus 0 2 0
Spesies 0 2 0
Individu 0 5 0
Tiang Famili 0 2 1 Tidak
ditemukan Genus 0 2 1
Spesies 0 2 1
Individu 0 13 3
Pohon Famili 3 4 8 Ditemukan Genus 4 4 8
Spesies 4 4 8
Individu 14 14 11
19
Tingkat pertumbuhan yang diamati pada penelitian ini meliputi semai,
pancang, tiang dan pohon. Pada tiga tipe tutupan tanah yang berbeda hampir
semuanya ditemukan vegetasi tumbuhan dengan tingkat pertumbuhan semai.
Tingkat pertumbuhan semai dan tumbuhan bawah di lokasi pengamatan tanpa
tutupan di sekitar PLT tergolong ke dalam 3 famili (Asteraceae, Cyoeraceae,
Poacea), 7 genus (Brachia,Cyoerus, Digitaria, Emilia, Laportea, Pennisetum,
Synedrella,), 7 spesies (Brachia decumbens, Cyorus rotundu, Digitaria eriantha,
Emilia sonchiolia, Laportea stimulans, Pennisetum purpureum, Synedrella
nodiflora,) dengan total 296 individu. Jumlah individu terbanyak ditemukan pada
tumbuhan tapak (Elephantopus) dan teh-tehan (Acalypha) masing-masing 40
individu (Lampiran 2). Tumbuhan semai yang terdapat di lokasi ini berada di
bawah naungan kanopi pohon bintaro. Pohon bintaro (Carbera manghas) yang
sudah tumbuh tinggi (lebih dari 2 m) dengan jarak yang relatif teratur (berkisar
antara 2-3 meter), menjadikan area tidak langsung terpapar cahaya matahari.
Intensitas cahaya yang diukur di aera ini berkisar antara 463-1127 Klux
(Lampiran 1). Tumbuhnya teh-tehan ini banyak ditemukan karena penanaman
oleh pihak kampus yang bertujuan untuk menambah estetika taman atau area hijau
di lingkungan kampus 1 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Lokasi pengambilan
data pada vegetasi yang awalnya hanya tanah saja kemudian ditutupi conblock
didapatkan tingkat pertumbuhan semai yang tergolong ke dalam 4 famili
(Euphorbiaceae, Nyctaginacea, Poaceae, Solanaceae), 4 genus (Acalypha,
Bougenvillea, Capsicum,Pennisetum), 4 spesies (Acalypha, Bougenvillea sp,
Capsicum L, Pennisetum purpureum) dengan total 59 individu. Jumlah individu
terbanyak ditemukan adalah rumput gajah mini (Pennisetum purpureum) dengan
jumlah 203 individu. Dari ketiga tipe tutupan tanah di lokasi pengamatan, tingkat
pertumbuhan semai ditemukan paling banyak jumlah individunya pada tutupan
tanah berupa rumput.
Lokasi pengambilan data pada area tutupan tanah berupa rumput
merupakan area lahan hijau yang paling luas di dalam kawasan kampus. Semai
dan tumbuhan bawah yang terdapat di lokasi ini tergolong ke dalam 6 famili
(Asteraceae, Cyperacea, Euphorbiacea, Marsilaceae, Poaceae), 7 genus
(Acalypha, Ageratum, Cyperus, Digitaria, Elephantopus,Marsilea, Pennisetum),
20
dan 7 spesies (Acalypha, Ageratum, Cyperus L., Digitaria eriantha, Elephanotus,
Marsilea, Pennisetum purpureum) dengan total 319 individu, didominasi oleh
rumput gajah (Lampiran 2). Hasil pengamatan dengan tingkat pertumbuhan
pancang hanya ditemukan pada tipe tutupan conblock sebanyak 2 famili
(Aracaceae, Rubiaceae), 2 genus (Chrysalidocarpus, Morinda), dan 2 spesies
(Morinda citrifolia L., C. lutescens) dengan total 5 individu, individu terbanyak
adalah palem mini kuning (Chrysalidocarpus lutescens) dengan total 4 individu.
Hal tersebut dikarenakan penanaman yang dilakukan oleh pihak kampus menurut
masterplain sebagai tumbuhan penghijau dan menambah nilai estetika di area
tersebut. Diduga penanaman palem mini dilakukan karena sifatnya yang lebih
sedikit menyerap air dan mudah perawatannya(Pangemanan et al.,2008).
Hasil pengamatan berikutnya adalah tingkat pertumbuhan tiang yang
hanya ditemukan di dua tipe tutupan yaitu conblock dan rumput. Tingkat
pertumbuhan tiang pada area yang tertutupi conblock ditemukan total 13 individu,
2 famili (Aracacea, Sapotaceae), 2 genus (Chrysalidocarpus, Manilkara,), dan 2
spesies (Manilkara kauki, C. lutescens) dengan total individu terbanyak adalah
palem (8 individu). Tingkat pertumbuhan tiang dengan tipe tutupan tanah
conblock didapatkan 1 famili (Anacardiacea), 1 genus (Mangiera), dan 1 spesies
(Mangifera indica) dengan total 3 individu. Sedikitnya jumlah individu tingkat
pertumbuhan tiang ini data disebabkan oleh usia pertumbuhan yang lama dan
adaptasi tumbuhan terhadap faktor lingkungan. Pada lokasi ini pernah dilakukan
penanaman pohon oleh mahasiswa Program Studi Biologi, Fakultas Sains dan
Teknologi, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta periode 2013-2014 namun pohonnya
tidak tumbuh. Pohon mangga ditanam di sekitar area auditorium A.H. Nasution
dengan tujuan sebagai penghijaun yang dimanfaatkan sebagai taman sesuai
dengan rencana tata ruang pengelola kampus 1 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Selain itu, pemilihan tumbuhan mangga ini bertujuan untuk memanfaatkan
buahnya serta mudah dalam perawatannya (Pangemanan et al.,2008).
Pengamatan tingkat pertumbuhan pohon pada loaksi pengamatan
ditemukan sebanyak 39 individu. Pada area dengan tutupan tanah ditemukan 3
famili (Annonacea, Sapindaceae, Sapotaceae), 4 genus (Dimocarpus, Manilkara,
Polyaltia, Pometia), dan 4 spesies (Dimocarpus longan, Manilkara kauki,
21
Polyaltia longifolia, Pometia pinnata). Jumlah individu paling banyak ditemukan
yaitu matoa dengan total 11 individu. Pohon matoa (Pometia pinnata) sudah lama
ditanam oleh pengelola UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, kurang lebih sejak 15
tahun yang lalu (Anonimous, 2016). Pengamatan pada tingkat pertumbuhan
pohon dengan tipe tutupan tanah menggunakan conblock ditemukan sebanyak 4
famili (Anacardiaceae, Annonacea, Fabaceae, Sapindaceae) 4 genus (Leucaena,
Mangifera, Polyalthia, Pometia), dan 4 spesies (Leucaena leucocepala,
Mangifera indica, Polyalthia longifola, Pometia pinnata), dengan total 14
individu. Jumlah individu terbanyak ditemukan pada pohon matoa (6 individu).
Pertumbuhan pada tingkat pohon paling banyak ditemukan pada tipe tutupan
tanah yang ditutupi rumput di sekitar Auditorium A.H. Nasution (11 individu).
Pohon yang ditemukan tergolong ke dalam 8 famili (Anacardiaceae,
Combreyaceae, Flacourtiaceae, Ebenaceae, Moraceae, Myrtaeae, Sapotaceae), 8
genus (Diospyros, Egunia, Ficus, Flacourtia, Mangifera, Mimusops, Murraya,
Terminalia), dan 8 spesies (Diospyros discolor, Eguenia aqua, Ficus benjamina,
Flacourtia rukam, Mangiera indica, Mimusops elengi, Terminalia catappa),
dengan jumlah 11 individu. Suatu jenis dikategorikan dominan apabila jenis
tersebut terdapat di daerah pengamatan dengan jumlah paling banyak, tersebar
merata ke seluruh area dan berdiameter besar sehingga penetapan suatu jenis
dominan dapat dilakukan dengan menghitung indeks yang merupakan gabungan
dari nilai kerapatan, frekuensi dan nilai dominansi (Sutisna, 1981). Tumbuhan
pada tingkat pertumbuhan pohon yang ditemukan pada ketiga lokasi pengambilan
sampel didapatkan total 39 individu pohon.
Keberadaan sarang semut rangrang dari ke 4 startivikasi vegetasi hanya
ditemukan pada stratifikasi tingkat pohon, vegetasi pohon ini lebih banyak
ditemukan pohon dengan jenis pohon buah, sedengankan pada pohon dengan jenis
yang tidak berbuah tidak ditemukan sarang semut rangrang seperti pada pohon
Glodokan Tiang ( Polyalthia longifolia). Komposisi spesies tumbuhan merupakan
salah satu faktor yang mempengaruhi keberadaan serangga dalam suatu
ekosistem. Semakin sempit suatu ekosistem maka akan semakin sensitif pula
organisme yang menempati ekositem tersebut (Odum, 1993).
22
4.2. Tempat Bersarang Semut Rangrang
Setiap organisme memiliki sifat hidup yang berbeda-beda, baik dalam
menjalankan kesehariannya, pencarian makan bertahan hidup, maupun cara
bersarang. Setiap organisme memiliki tempat atau sarang sebagai tempat
menjalankan aktivitasnya baik itu sebagai tempat beristirahat maupun tempat
perlindungan. Hal ini juga berlaku pada semut rangrang yang lebih banyak
ditemukan sarangnya pada tingkat pertumbuhan pohon. Semut rangrang di lokasi
pengamatan mempunyai sifat arboreal, lebih banyak melakukan aktifitasnya di
atas pohon. Semut rangrang membuat sarang di atas pohon berbuah seperti pohon
mangga, rukam, matoa dan bisboll. Pohon rukam (Flacourtia rukam) dengan
ketinggian pohon sekitar 3 m menjadi pohon dengan jumlah paling banyak
ditemukan sarang semut rangrang dengan jumlah 7 sarang. Sarang semut pada
pohon ini berada pada ketinggian antara 1,3-1,7 m di atas permukaan tanah.
Karakteristik sarang semut rangrang pada pohon ini memiliki bentuk yang lebih
membulat dan rajutan sutera yang terlihat banyak hal tersebut dikarenakan bentuk
daun dari tumbuhan rukam lebih membulat lonjong seperti telur memiliki ukuran
yang kecil antara 8-12 cm pada penampang panjang daun (lamina) tetapi pada
pohon ini jumlah sarang ditemukan lebih banyak. Tumbuhan rukam mampu
tumbuh di daerah tropis, pohon ini tumbuh di tempat teduh, tumbuhan subur di
bawah kondisi tropis yang panas dan lembap (Verheij & Coronel, 1992).
Tumbuhan rukam menjadi tempat yang baik untuk semut rangrang
membuat sarang seperti yang ditemukan pada area tutupan rumput, terdapat 18
sarang pada pohon rukam, hingga terbentuklah sebuah hubungan atau simbiosis.
Hubungan antara pohon rukam dan semut rangrang bersifat oportunistik
(mutualisme) yaitu saling menguntungkan kedua belah pihak, antara semut dan
tumbuhan tersebut. Pemanfaatan yang dilakukan semut rangrang untuk bertahan
hidup atau mencari makan tidak hanya dari protein yang didapat dari serangga
lain yang dimangsa, melainkan 20% lainnya berasal dari gula atau nektar yang
didapatkan dari tumbuhan yang ditempati (Harlan, 2006).
Hubungan mutualisme yang terjadi tidak hanya menguntungkan bagi semut
rangrang melainkan untuk tumbuhan yang ditempatinya. Keuntungan lain yang
diperoleh oleh tumbuhan dengan adanya interaksi ini berkaitan dengan jangkauan
23
penyebaran biji kesuburan buah dan tersedianya tempat yang baik untuk
perkecambahan tumbuhan bawah menurut Rahayu (2007). Sarang semut rangrang
ditemukan pada pohon mangga sebanyak 3 sarang dengan tinggi sarang berkisar
antara 2-2,5 meter, memiliki bentuk sarang yang oval memanjang dengan sedikit
rajutan sutera didalamnya hal tersebut dikarenakan karakter dari daun mangga
yang memanjang dan lentur, tipe daun mangga yang tunggal, keberadaan sarang
ini terbilang pendek dari permukaan tanah, ukuran tinggi sarang yang relatif
pendek untuk sarang semut rangrang tetapi digunakan semut rangrang untuk
bersarang karakteristik dari pohon mangga ini memilki helai daun yang lentur
memudahkan semut rangrang untuk membuat sarang, merajut daun-daun mangga
yang memiliki halain daun yang mudah untuk dibuat sarang. Tumbuhan mangga
juga merupakan tumbuhan penghasil buah yang dimanfaatkan semut rangrang .
Hal tersebut dikarenakan terdapatnya kandungan nektar dari tumbuhan mangga
walaupun kecil atau masih dalam tingkat pertumbuhan tiang tumbuhan ini tidak
mendapat gangguan dari aktivitas manusia (Mele et al., 2004).
Selain sebagai tempat membuat sarang, pohon tersebut digunakan oleh
semut rangrang sebagai area untuk mendapatkan makanan (foraging area).
Pemilihan tempat bersarang (nesting area) pada tumbuhan berbuah
memungkinkan semut rangrang kasta prajurit mudah menemukan makanan yang
akan dibawa ke sarangnya. Hal serupa telah dilaporkan oleh Mele et al., (2004)
yang menuliskan bahwa semut pekerja ditemukan mencari makan pada tumbuhan
mangga. Pemilihan sarang semut rangrang pada tumbuhan berbuah selain untuk
mempermudah dalam memperoleh makanan juga agar terhindar dari bahaya baik
berupa predator maupun gangguan organisme lainnya yang mengancam
keberadaan koloninya (Mele et al., 2004).
Dalam dunia serangga, sarang tidak hanya digunakan sebagai tempat
bertahan hidup atau berlindung dari predator. Sarang bagi semut rangrang pada
penelitian ini digunakan sebagai tempat untuk menjalankan aktivitas lainnya
seperti melanjutkan generasi. Pada beberapa sarang telah ditemukan stadium larva
sebagai indikasi bahwa sarang digunakan bereproduksi. Sarang semut rangrang
hanya ditemukan pada tingkat vegetasi berupa pohon terutama kelompok buah.
24
Bentuk sarang semut rangrang yang ditemukan di lokasi penelitian berbeda pada
setiap pohon (Tabel 2).
Semut rangrang merajut daun dengan benang sutera yang dihasilkannya
untuk membuat sarang. Pekerjaan ini dilakukan oleh semut dengan tipe kasta
prajurit (Gambar 5). Fenomenan ini ditemukan pada semua pohon yang dijadikan
sebagai tempat bersarang. Pemilihan pohon sebagai tempat bersarang dilakukan
oleh semut rangrang dengan tujuan agar memudahkan mendapatkan makanan dan
terhindar dari predator. Dalam pemilihan pohon sebagai tempat betsarang, semut
rangrang memilih pohon dengan daun yang lentur dan permukaan daun yang
cenderung luas. Semut rangrang memiliki kriteria ideal untuk membuat sarang
dilihat dari kemampuan adaptasi terhadap perubahan mikroklimat dan bahan
makanan yang tersedia seperti adanya mangsa dan serangga penghasil embun
madu, tersedia tumbuhan yang berdaun cukup besar dan lentur untuk membuat
sarang serta jauh dari ganguan organisme lainnya (Mele et al., 2004).
Gambar 5. Sarang semut rangrang berbentuk memanjang pada pohon mangga
sebelum dibuka (a) dan setelah dibuka (b)
Semut rangrang memiliki ciri yang berbeda dengan semut lainnya, terutama
dalam membuat sarang. Penempatan sarang yang berada di atas pohon dengan
a
b
25
cara merajut helaian daun menggunakan benang sutera yang dihasilkan oleh larva
salnjutnya didistribusikan oleh semut kasta prajurit, sampai terbentuk suatu
rangkaian daun yang membentuk bangun ruang berupa bangun tiga dimensi.
Bentuk sarang yang dibuat oleh semut rangrang pada vegetasi tingkat pohon di
lokasi penelitian adalah berbentuk bulat ditemukan pada pohon sawo. Sarang
berbentuk memanjang ditemukan pada pohon mangga. Sarang semut rangrang
yang ditemukan pada pohon rukam mempunyai bentuk membulat namun dengan
ukuran yang lebih kecil dibandingkan dengan sarang di pohon mangga.
Kemungkinan hal ini disebabkan karena ukuran daun mangga yang lebih besar
dibandingkan dengan daun rukam. Sarang semut rangrang pada pohon matoa
berbentuk memanjang dengan panjang berkisar antara 19-24 cm dan lebar 6-7 cm
(Tabel 3). Pemilihan jenis pohon, ketinggain sarang dari atas permukaaan tanah
dapat dilihat pada Tabel 2 dengan nilai rata-rata tinggi sarang dari permukaan
tanah 3±1,65 m. Panjang dan diameter sarang semut rangrang tercantum pada
Tabel 3.
Pemilihan ketinggian sarang semut rangrang pada beberapa jenis pohon
berbuah berkisar antara 1,3 - 7,0 m. Pembuatan sarang pada ketinggian tersebut
dimaksudkan untuk menghindari diri dari predator atau gangguan lainnya. Area
tutupan tanah berupa rumput merupakan area pemilihan utama oleh semut
rangrang dalam membuat sarang. Pada area tutupan tanah oleh rumput ditemukan
sarang semut rangrang sebanyak 18 sarang di area ini, kemudian banyak semut
rangrang kasta prajurit yang turun ke tanah. Semut kasta prajurit di area tersebut,
teramati mencari makan dan membawa sisa makanan berupa tulang, nasi, serpihan
roti dan material organik lainnya. Material organik ini dibawa ke sarang yang
berada di atas pohon sebagai cadangan makanan koloni semut rangrang. Faktor
ketersediaan material organik merupakan salah satu penyebab pemilihan
pembuatan sarang lebih banyak di area dengan tutupan tanah berupa rumput.
Pada area tanah tanpa tutupan (sekitar PLT), semut rangrang memilih
pohon sawo dan matoa sebagai tempat membuat sarang. Di area ini ditemukan
tumpukan serasah dan sampah yang terdiri dari material organik. Potongan
serasah yang terdapat di permukaan tanah, dibawa oleh semut rangrang kasta
prajurit ke sarangnya. Ketersediaan makanan di lokasi ini merupakan salah satu
26
faktor yang menentukan lokasi ini dipilih sebagi tempat membuat sarang oleh
koloni semut rangrang. Bentuk sarang yang ditemukan pada pohon matoa di area
ini berbentuk memanjang sedangkan pada pohon sawo berbentuk membulat.
Perbedaan bentuk sarang pada kedua pohon ini dapat dipengaruhi oleh tipe daun
yang berbeda. Daun pohon matoa berbentuk memanjang dan merupakan daun
majemuk. Daunnya tersusun berselang seling, jumlah anak daun berkisar antara
antara 4-12 pasang anak daun. Sarang yang ditemukan pada pohon matoa
mempunyai panjang berkisar antara 19-24 cm dengan lebar berkisar antara 6-7
cm. Sarang semut rangrang pada pohon matoa juga lebih panjang dibandingkan
dengan sarang pada pohon sawo (Tabel 3).
Tabel 2. Jenis tumbuhan yang digunakan, tinggi, diameter pohon dan ketinggian
sarang semut rangrang di area Kampus 1 UIN Syarif Hidayatullah
Lokasi
pengamatan
Jenis
Tumbuhan
Bentuk sarang Tinggi
Pohon
(m)
Diameter
(cm)
Jumlah
Sarang
Ketinggian
sarang dari
permukaan
tanah (m)
Tutupan
Tanah Sawo 2
Membulat
kecil 11,0 24,7 1 6,0
Matoa 1 Memanjang 12,0 21,7 1 7,0
Matoa 2 Memanjang 7,0 7,0 1 3,0
Matoa 3 Memanjang 11,0 11,1 1 3,0
Tutupan
Rumput
Mangga 2 Oval 2,5 8,0 2 1,3-1,7
Mangga 3 Oval 2,0 8,0 1 1,7
Rukam Membulat
kecil 3,0 8,6 7 2,5-3,5
Bringin Membulat
kecil 25,3 58,3 2 2,1-2,5
Tanjung Membulat
kecil 14,6 27,4 2 2,3-2,5
Durian Membulat
kecil 12,6 30,4 1 2,8
Bisboll Oval kecil 11,3 30,5 3 2-4,5
Tutupan
Conblock
Matoa 1 Memanjang 23,0 35,7 1 5,0
Matoa 6 Memanjang 17,4 33,4 2 2,1-2,8
Palem Memanjang
kecil 2,2 6,4 1 2,0
Matoa 7 Memanjang 2,2 6,4 1 2,0
27
Pohon matoa sebagai tempat bersarang semut rangrang di area ini sedang
berbuah saat pengamatan dilakukan. Sebagian diantaranya masih mempunyai
bunga. Bunga yang menghasilkan nektar, merupakan sumber pakan bagi semut
rangrang. Semut rangrang juga memperoleh sumber protein dengan cara
memangsa serangga pengunjung yang datang ke bunga atau buah dari tumbuhan,
karena semut rangrang merupakan serangga yang tergolong predator. Hal ini
sejalan dengan penelitian yang dilaporkan oleh Karmawati (2004) yang
menyatakan bahwa semut rangrang memanfaatkan sumber protein dari serangga
lain yang mengunjungi tumbuhan tempat sarangnya dibuat. Kondisi pohon yang
sedang berbunga dan berbuah merupakan salah satu alasan sebagai pemilihan
tempat membuat sarang oleh koloni semut rangrang.
Mele et al (2004) menjelaskan semut rangrang lebih menyukai tumbuhan
yang mempunyai ranting dengan susunan daun yang banyak dan lentur, baik
berukuran kecil maupun lebar. Pemilihan tempat bersarang juga dilakukan supaya
koloni semut rangrang terhindar dari gangguan atau ancaman, karena itu sarang
sering kali ditemukan pada tempat yang relatif tinggi dari permukaan tanah.
Namun, sarang semut rangrang juga dapat ditemukan pada vegetasi tingkat semai
dengan vegetasi yang relatif pendek namun dirasa aman dari gangguan. Selama
pengamatan berlangsung di area sekitar Auditorium A.H. Nasution, semut
rangrang teramati sedang melakukan pemangsaan terhadap nyamuk yang sudah
mati. Keberadaan sarang semut rangrang di lokasi pengamatan dapat berperan
sebagai kontrol biologis dalam proses dekomposisi material organik.
Pada pohon mangga dan matoa yang tumbuh di area ini, ditemukan adanya
serangga polinator pada tumbuhan buah yang tergolong ke dalam famili Apidae
(serangga lebah). Apidae yang ditemukan di pohon mangga dan matoa ditemukan
sebagai sumber makanan bagi semut rangrang. Serangga pengunjung dan
penyerbuk pada bunga matoa dan mangga merupakan sumber protein bagi koloni
semut rangrang karena semut rangrang bersifat predator. Serangga lain yang
tergolong hama merupakan anggota dari ordo Hemiptera juga teramati dijadikan
makanan oleh semut rangrang. Hal yang sama juga dilaporkan oleh Karmawati
(2004) yang menuliskan bahwa keberadaan semut rangrang dapat digunakan
28
sebagai biokontrol terhadap populasi serangga hama pada pucuk tumbuhan
(Helopeltis spp.) tanpa menggunakan insektisida.
Lokasi pengamatan sarang semut rangrang berikutnya terdapat pada
pohon di area tutupan conblock diperoleh hasil dengan jumlah pohon sarang
ditemukan sebanyak 4 pohon, 2 spesies dengan total 5 sarang. Pohon matoa
dengan tinggi berkisar antara 17-23 m, menjadi pohon sarang bagi semut rangrang
pada area ini dikarenakan matoa juga termasuk ke dalam tumbuhan buah yang
memiliki bentuk daun oval memanjang serta meruncing di ujung dan pangkal
daun, bersifat lentur karena tersusun berdasarkan tulang daun yang menyirip,
serta ketinggian pohon yang cukup jauh dari gangguan manusia memudahkan
semut rangrang untuk membuat sarang. Hal tersebut sejalan dengan penelitian
Latumahina (2011) yang mengamati pengaruh alih fungsi lahan terhadap
keanearagaman semut di Hutan Sirimau Ambon.
4.3. Komposisi Kasta dan Sarang
Semut rangrang merupakan kelompok serangga sosial. Dalam dunia
serangga social terdapat stratikasi kasta yang menjalankan fungsi serta aktivitas
keseharian yang berbeda di dalam koloninya. Stratifikasi kasta semut rangrang
tersebut terdiri dari kasta semut ratu, semut jantan produktif, semut pekerja, dan
semut prajurit. Setiap kasta memiliki fungsi dan peran yang berbeda, tetapi
merupakan suatu kesatuan yang saling bekerja sama untuk setiap koloninya. Kasta
ratu berperan untuk melanjutkan generasinya dengan tugas menghasilkan telur.
Kasta prajurit berperan sebagai penjaga sarang dan mencari makan. Kasta pekerja
bertanggung jawab untuk menyediakan makanan untuk ratu di dalam sarang.
Kasta jantan produktif berperan untuk membuahi ratu, kasta ini akan mati setelah
kopulasi (Mele et al., 2004).
Komposisi stratifikasi kasta semut rangrang dalam membangun sarang
dilakukan dengan cara bekerja sama antar kasta prajurit dalam satu koloninya
(Gambar 6.a). Kasta prajurit memberikan koordinasi untuk menarik daun secara
bersamaan, sementara semut yang lain merajut lembaran daun. Rajutan ini dibuat
menggunakan benang-benang halus menyerupai serat sutera yang dihasilkan oleh
larva. Penyelesaian pembuatan sarang semut rangrang ini membutuhkan waktu
dan sutera bervariasi tergantung dari ukuran daun yang digunakan. Selama
29
pengamatan berlangsung, sarang semut pada pohon dengan ukiuran daun lebih
kecil, terlihat lebih banyak benang sutera yang dibutuhkan. Hal ini terlihat pada
sarang yang dibuat semut rangrang pada pohon rukam dan sawo. Holldobler
(1990) melaporkan hal yang sama dengan menemukan benang sutera yang lebih
banyak dibutuhkan oleh semut rangrang dalam membuat sarangnya di pohon
kemuning. Tumbuhan kemuning merupakan tumbuhan yang memiliki ukuran
daun lebih kecil.
Komposisi sarang semut rangrang dan kasta yang terdapat di kampus 1
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta menunjukan hasil secara keseluruhan kasta ratu
dengan jumlah yang lebih sedikit dibandingkan dengan kasta yang lainnya. Setiap
sarang terdapat satu atau beberapa ratu semut (Gambar 6.d) tergantung dari
musim yang sedang berlangsung. Ratu semut memiliki bentuk morfologi tubuh
yang lebih besar dan berwarna hijau hingga coklat (Gambar 6.d). Ratu semut
mempunyai sayap seperti semut jantan produktif tetapi saat kawin sayapnya akan
terlepas. Pada sarang, kasta ratu ini berada pada posisi paling aman, dengan
tempat yang terlapisi sutera yang lebih tebal didalam sarang. Pada pengamatan
yang dilakukan kasta ratu yang berada dalam sarang di kelilingi oleh kasta jantan
produktif dan kasta semut pekerja, serta dilindungi oleh kasta yang lain. Dalam
sarang, ratu semut akan berada pada posisi yang lebih aman dari gangguan (Mele
et al., 2004).
Gambar 6. Komposisi kasta semut rangrang di area kampus 1 UIN Jakarta yang
terdiri dari prajurit (a), jantan produktif (b), semut pekerja (c), ratu (d)
30
Kasta pejantan produktif (Gambar 6.b) lebih banyak ditemukan di dalam
sarang dengan bentuk morfologi semut jantan lebih kecil dari betina, memiliki
sayap dan berwarna hitam. Pejantan ini bertugas mengawini ratu lalu kemudian
mati. Kasta semut pekerja dari setiap lokasi ditemukan dengan jumlah 50-92
individu. Pekerjaan semut dalam kasta ini adalah tinggal di dalam sarang dan
merawat semut-semut muda.
Semut kasta prajurit ditemukan berada di dalam dan di luar sarang yang
bertanggung jawab untuk semua aktivitas dalam koloninya, seperti menjaga
sarang dari gangguan, membawa makanan untuk koloni dalam sarang serta
membangun sarang. Pada kondisi tertentu kasta semut ini dapat memindahakan
semut muda dengan mandibulanya ke tempat yang aman dan dapat meletakan
telur seperti ratu (Mele et al., 2004).
Tabel 3. Komposisi Sarang dan Kasta Semut Rangrang di Area Kampus 1 UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta
Jumlah koloni semut yang ditemukan di tipe tutupan tanah berupa rumput
atau di sekitar Auditorium A.H. Nasution, lebih banyak dibandingkan dengan dua
tutupan tanah lainnya. Tutupan tanah dengan rumput memudahkan semut prajurit
lebih leluasa bergerak dan mencari makanan. Selain dari tutupan tanah yang
berumput, pengamatan dilakukan terhadap jenis pohon buah yang dimanfaatkan
untuk bersarang di area ini. Pengamatan terhadap sarang semut di pohon,
diperoleh 6 sarang semut rangrang yang diamati pada pohon matoa, rukam dan
bisbol. Hasil sarang yang dibuka atau dibongkar diantaranya pada pohon mangga
dengan lebar sarang 8 cm dan panjang 15 cm, yang terdiri dari 10 individu ratu,
Lokasi Pohon Ratu Pekerja Prajurit Jantan Larva
Panjang
sarang
(cm)
Lebar
sarang
(cm)
Audit Mangga 1 10 50 60 423 0 15 8,0
Audit Mangga 2 5 92 135 472 0 17 9,0
Audit Rukam 4 55 143 76 34 9 7,0
Audit Bisboll 6 53 121 325 0 7 8,6
SC Matoa 8 52 198 84 47 19 6,0
PLT Matoa 12 50 232 70 52 24 7,0
31
50 individu semut pekerja, 60 individu prajurit, dan 423 individu kasta jantan di
lihat pada Tabel 3, terdapatnya jumlah ratu yang lebih banyak pada koloni ini.
Pada sarang semut rangrang jumlah individu semut dalam satu sarang bervariasi,
rata-rata antara 4000 sampai dengan 6000 individu. Dalam satu koloni semut
rangrang terdapat sekitar 500.000 individu semut dewasa Mele et al.,(2004).
Kebaradan jumlah individu setiap kasta yang ada di area ini bisa dikarenakan oleh
jumlah makanan yang melimpah dari pohon mangga yang saat itu sedang berbuah
dan dimanfaatkan serangga nektar pemakan buah yang mengunjungi untuk
dimangsa, semut rangrang memangsa serangga tumbuhan pemakan nektar (Peng
et al., 1999).
Lokasi pengambilan sampel berikutnya berada di area lantai tanah yang
ditutupi conblock (area gedung Student Center). Di area ini terdapat sarang pada
pohon matoa dengan lebar sarang 6 cm, panjang sarang 19 cm, dan ditemukan
kasta ratu dengan jumlah 8 individu, pekerja 52 individu, prajurit 198 individu,
jantan 84 individu, serta larva sebanyak 47 individu. Pada hasil pengambilan data
sarang di area PLT, pohon matoa yang terdapat sarang semut rangrang dengan
lebar sarang 7cm, panjang sarang 24 cm, ditemukan kasta ratu berjumlah 12
individu, pekerja 50 individu, prajurit 232 individu jantan 70 individu dan larva
52 individu. Perbedaan dari jumlah komposisi masing-masing sarang salah
satunya adalah ketersedian pakan dan lingkungan menurut Holldobler (1990).
Pada kasta ratu perbedaan jumlah bisa dipengaruhi oleh musim, ketika musim
hujan tiba jumlah ratu akan meningkat seiring dengan meningkatnya ketersedian
pakan (Mele et al., 2004).
Sarang semut rangrang pada umunya memiliki jumlah ratu lebih sedikit
dibandingkan dengan kasta lainnya. Pada setiap sarang yang terlihat biasanya
hanya semut pekerja dan prajuritnya saja, sedangkan posisi jantan produktif yang
membuahi sang ratu berada tertutup di dalam sarang. Pada data hasil dari
komposisi sarang menunjukan jumlah individu jantan produktif paling banyak
ditemukan di lantai tanah dengan tutupan rumput (area sekitar Auditorium A.H.
Nasution) ditemukan pada pada pohon mangga, hal ini disebabkan pada musim
pengambilan sample sifat sarang ini sedang tidak produktif hal tersebut terlihat
dari tidak ditemukanna larva pada sarang, berbeda dengan sarang pada pohon
32
matoa yanga ada di area tanah tanpa tutupan di area PLT terlihat data hasil dengan
jumlah komposisi larva lebih banyak berbanding terbalik dengan data sebelumnya
yang terdapat di area auditorium, hal tersebut disebabkan sarang pada area tutupan
tanah PLT ini sedang dalam fase prodiktif, bisa di sebabkan iklim dan ketersedian
pakan di sekitar sarang (Mele et al., 2004).
4.4. Hubungan Semut dengan Tumbuhan
Kampus 1 UIN Syarif Hidatyatullah Jakarta merupakan Universitas yang
terletak dalam kawasan padat penduduk dengan kondisi kampus yang hampir
semua area tertutupi bangunan dan conblock. Terdapat beberapa area kampus
yang masih hijau bervegetasi dan dimanfaatkan selain tempat berteduh oleh
manusia juga dimanfaatkan organisme lain termasuk semut rangrang untuk
bersarang. Semut rangrang di kampus 1 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
memanfaatkan stratikasi tumbuhan dalam tingkat pohon untuk membuat sarang.
Sarang yang ditemukan dilokasi dengan tutupan tanah sebanyak 4 sarang tingkat
pohon yang dimanfaatkan semut rangrang memilkik tingkat stratum C dengan
ketinggian pohon berkisar antara 5-12 m (Gambar 7).
Gambar 7. Profil vegetasi pohon dengan sarang semut rangrang di area tutupan
tanah
33
Semut rangrang menyukai pohon yang tinggi untuk bersarang agar
terhindar dari serangan predator, spesies pohon yang dimanfaatkan merupakan
tumbuhan buah yang bisa dimanfaatkan oleh semut rangrang untuk mencari
makan. Semut rangrang memangsa predator pemakan nektar atau madu dari
tumbuhan yang ditempatinya (Mele et al., 2004). Selain ketersediaan makanan
pohon tempat bersarang semut rangrang memiliki bentuk daun yang memudahkan
semut untuk membangun sarang, diantarnya pohon matoa dan sawo yang
memiliki bentuk daun lebar dan memiliki tesktur daun yang elasits. Keberadaan
sarang semut tersebut juga di asumsikan dari ditemukannya beberapa bahan
organik limbah makanan yang berada di dekat vegetasi tepat bersarang semut
rangrang tersebut, bahan organik dari sisa makanan seperti tulang sisa atau sisa
makan lainya yang mengandung protein dimanfaatkan semut rangrang sebagai
makanan, 75% makanan semut rangrang merupakan protein (Mele et al., 2004).
Lokasi pengambilan data berikutnya terdapat pada tutupan tanah dengan
conblock di area student center spesies tumbuhan yang ditemukan di sera ini
dalam tingkat pertumbuhan pohon adalah spesies matoa, palem, mangga dan pete
cina berada pada stratum C-D dengan ketinggian vegetasi 1-23 m (Gambar 8).
Pada pohon matoa 6 (mt6) ditemukan terdapat dua sarang semut
denganketinggian sekitar 7 m, ketinggian sarang semut rangrang ini kemungkinan
untuk minghindari dari gangguan dan ancaman sarang. Salah satu aktivitas
manusia yang mengancam keberadaan semut rangrang dilokasi ini adalah
pengambilan sarang semut rangrang oleh pencari keroto (telur semut rangrang)
yang dimanfaatkan sebagai pakan burung.
Aktifitas manusia di area ini tergolong banyak karena dekat dengan pusat
kegiatan mahasiwa yang menjalankan rutinitasnya di kampus ini, berbeda dengan
sarang yang dibuat semut rangrang di tutupan rumput. Pembuatan sarang pada
pohon matoa dimungkinkan karena bentuk daun matoa yang lebar dan bertekstur
elastis memudahkan semut rangrang. Mele et al.,(2004) berpendapat semut
rangrang membuat sarang di pohon yang tinggi antara lain agar terhindar dari
predator dan gangguan aktifitas lainnya yang bisa membahayakan sarang, semut
rangrang lebih menyukai tumbuhan dengan bentuk daun yang melebar dan tekstur
34
daun yang elastis agar memudahkan merajut dalam pembuatan sarang dipengaruhi
oleh kondisi lingkungan di area pohon tersebut.
Gambar 8. Profil vegetasi pohon dengan sarang semut rangrang di area tutupan
conblock
Lokasi pengambilan sampel berikutnya adalah tutupan tanah oleh rumput
dengan spesies pohon mangga, ketapang, jambu air, rukam, brimgin, tanjung, dan
bisboll. Stratifikasi di lokasi ini termasuk dalam stratum C dan D (Gambar 9)
dengan ketinggian vegetasi antara 1-25 m tempat bersarang semut rangrang
biasanya dipengaruhi oleh keadan mikroklimat yang mendukung seperti
ketersedian pakan, salah satunya adalah ketersedian protein dari sisa makanan
yang dibuang oleh mahasiswa di area sekitar pengabilan sampel. Pohon rukam
ditemukan jumlah sarang yang lebih banyak dibandingkan dengan pohon yang
lain hal ini disebabkan pohon tersebut sedang berbuah, hal ini dimanfaatkan semut
rangrang sebagai area dengan ketersedian makanan, berasal dari nektar tumbuhan
buah ataupun serangga lain yang dimangsa oleh semut rangrang hal tersebut sesai
dengan pernyataan Mele et al.,(2004) semut rangrang memangsa 20% gula dan
75% protein yang didapatkan dari sisa makanan ataupun serangga yang dimangsa
Hubungan semut dengan vegetasi yang ada di kampus 1 UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta menjadi salah satu indikasi kesehatan ekosistem, kehadiran semut
35
rangrang dapat menjadi indikator kesehatan ekosistem dan memberikan gambaran
tentang kehadiran organisme lain, karena banyaknya interaksi semut dengan
berbagai tumbuhan maupun hewan (Holldobler, 1990).
Gambar 9. Profil vegetasi pohon dengan sarang semut rangrang diarea tutupan
rumput
Keberadaan sarang semut rangrang pada lokasi dengan tutupan rumput
lebih banyak dibandingkan dengan dua lokasi lainnya hal tersebut dikarenakan
lokasi tersebut berada pada stratum C, D dan E dengan ketinggian vegetasi yang
bervariasi maka karakteristik dari lokasi ini berbeda dengan yang lainnya.
Perbedaan keberadaan sarang dan jumlah sarang semut yang berbeda dari tiga tipe
tutupan tanah yang berbeda memiliki hasil yang bervariasi, hal tersebut
diasumsikan dari berbedanya kondisi lingkungan secara mikro ataupun kondisi
vegetasi yang ditempati berbeda seperti pada kondisi lantai tanah dari ketiga
lokasi yang berbeda, pada area PLT lantai tanah yang tidak ditutupi apapun, akan
berbeda kondisi abiotik di bandingkan dengan dua area dengan kondisi tutupan
tanah tertutup conblock (student center) dan tertutupi rumput (Auditorium A.H
Nasution). Perbedaan tersebut juga bisa disebabkan oleh keberadaan bangunan
kampus sehingga mempengaruhi faktor mikroklimat dari setiap lokasi terhadap
vegetasi dan semut yang ditemukan, karena semut mempunyai hubungan dengan
variabel ekosistem yakni vegetasi, iklim mikro, tanah, dan fauna (Latumahina et
al., 2015).
36
4.5. Hubungan semut dengan faktor mikroklimat
Pada penelitian ini, faktor mikroklimat yang diamati meliputi intensitas
cahaya, suhu udara, suhu tanah, kelembapan relative udara, kelembapan relative
tanah dan derajat keasaman tanah. Pengamatan faktor mikroklimat dilakukan
untuk mengetahui parameter yang menentukan keberadaan semut rangrang di
lokasi pengamatan. Data yang dianalisis dengan metode PCA menggunakan
aplikasi SPSS versi 22 tersaji pada Tabel 4
Pengukuran faktor mikroklimat tersebut harus memiliki kecukupan
sampling (sampling adiquecy) indeks ini mengukur kecukupan sampling hal
tersebut berlaku untuk pengambilan faktor abiotik yang dilakukan di kampus 1
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dengan angka KMO sebesar 0,713 (Tabel 4.) jika
nilai KMO > 0,5 maka kecukupan sampling terpenuhi (Umar, 2009) berdasarkan
Principal Component Analysis (PCA).
Intensitas cahaya, suhu tanah, dan suhu udara merupakan faktor
mikroklimat yang memperngaruhi keberadaan semut rangrang (Gambar 10). Hal
ini menjadikan adanya pengaruh parameter mikroklimat terhadap keberadaan
semut rangrang. Pengukuran faktor parameter mikroklimat didapatkan dari hasil
PCA dengan nilai intial eigen values sebesar 63,740% (Lampiran 4). Dari
komponen matrik didapatkan bahwa faktor parameter mikroklimat yang paling
mempengaruhi adalah intensitas cahaya dengan nilai component 0,928. Nilai
dengan angka mendekati 1 merupakan faktor parameter mikroklimat paling
berpengaruh untuk mengetahui hubungan antara keberadaan semut rangrang
dengan faktor parameter mikroklimat (Umar, 2009).
Tabel 4. nilai component matrix anslisis PCA dengan aplikasi SPSS
Component Matrixa
Component
1 2
suhu_udara ,895 -,333
suhu_tanah ,894 -,199
ph_tanah ,380 ,825
intensitas_cahaya ,928 ,205
kelembapan_udara -,913 -,251
kelembapan_tanah -,620 ,415
37
Extraction Method: Principal
Component Analysis.
a. 2 components extracted.
Intentis cahaya yang berkisar antara 315-4550 klx merupakan intensitas
cahaya yang optimal untuk menunjang keberadaan semut rangrang. Holldobler
(1990) menyatakan bahwa semut rangrang merupakan spesies semut yang sangat
sensitif terhadap perubahan lingkungan. Hasil dari pengukuran hubungan semut
dengan faktor parameter mikroklimat ditemukan bahwa suhu udara
mempengaruhi keberadaan semut rangrang. Area pengambilan sampel berada
pada kisaran suhu udara yang nyaman (optimum) dan mendukung semut rangrang
untuk hidup yaitu berkisar antara 27-32⁰C. Keadaan lingkungan dengan suhu
udara paling kecil adalah pada area tutupan tanah 28-29 ⁰C keadan tersebut
dipengaruhi oleh intensitas cahaya yang lebih sedikit akibat tertutupi oleh kanopi
pohon matoa yang rimbun di area tersebut. Kelembapan udara relative pada area
ini berkisar antara 78-82% (Lampiran 1). Hal tersebut menjadi tempat yang ideal
bagi semut rangrang yang hidup pada kisaran 65-87 % (Anderson et al., 2004).
Suhu udara berkorelasi positif dengan suhu tanah, kondisi lingkungan
dengan suhu udara paling tinggi di Auditorium A.H Nasution dengan suhu udara
antara 31-32,⁰C (Lampiran 1), hal ini sebabkan karena lokasi tersebut berada di
luar jangkaun kanopi dari vegetasi. Suhu tanah berkisar antara 31-32⁰C. kondisi
suhu udara dan suhu tanah tersebut optimal untuk semut rangrang menjalankan
aktivitasnya dikarenakan terdapat pula vegetasi timbuhan bawah yang menutupi
area tersebut. Hal ini sejalan dengan penelitian Harlan (2006) yang menyatakan
bahwa pengukuran pH tanah memiliki hasil yang berkaitan dengan keberadaan
semut rangrang di kampus 1 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Hal tersebut terlihat
dari rapatnya sudut yang terbentuk dengan garis oordinasi PCA yang ditampilkan
pada Gambar 10.
Derajat keasaman tanah di lokasi pengamatan berkisar antara 4-7
(Lampiran 1). Pengukuran faktor parameter mikroklimat tersebut dimungkinkan
memiliki kaitan dengan terdapatnya bahan sisa dari makanan atau tumpukan
sampah yang bersifat organik yang dimanfaatkan oleh vegetasi di sekitar
keberadaan semut rangrang tersebut, hubungan faktor lingkungan bagi semut
38
rangrang berpengaruh terhadap aktifitas pencarian makan dan menjalankan segala
aktifitasnya (Latumahina, 2015).
Gambar 10. Gambar ordinasi PCA pengukuran faktor abiotik terhadap keberadaan
semut rangrang di Kampus 1 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
dengan aplikasi SPSS
Faktor parameter mikroklimat berupa kelembapan tanah mempengaruhi
keberadaan semut rangrang di kampus 1 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Hal
tersebut terlihat dari kerapatan sudut garis oordinasi yang ditampilkan, memiliki
hasil berpengaruh negatif dengan suhu udara dan suhu tanah. Hal tersebut dapat
disebabkan karena terdapatnya material organik sisa sampah atau pun pembakaran
serasah yang terdekomposisi di area tersebut. Faktor parameter mikroklimat
mempengaruhi kehadiran semut di kampus 1 UIN Syarif HIdayatullah Jakarta
sebagai indikatior bagi lingkungan yang di tempatinya, semut dapat menjadi
indikator biologi untuk menilai perubahan lingkungan karena mudah dikoleksi,
dan sensitif terhadap perubahan lingkungan (Agosti et al., 2000).
39
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan terhadap keberadaan semut
rangrang dalam memanfaatkan tumbuhan sebagai habitat bersarang di kampus 1
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dapat disimpulkan struktur Morfologi dari
sarang semut rangrang memiliki ukuran dan bentuk yang berbeda tergantung dari
bentuk daun yang dijadikan sarang semut tersebut.
5.2 Saran
Melestarikan tumbuhan dalam tingkat vegetasi pohon buah yang ada di
Kampus 1 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, tidak menutup lantai tanah dengan
conblock pada area hijau atau terdapat tumbuhan dalam tingkat pohon dan
menanam tumbuhan buah di area kampus 1 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
40
DAFTAR PUSTAKA
Abtar, Hasriyanti, & Burhanudin S. (2013). Komunitas Semut (Hymnoptera:
Formicidae) Pada Tanaman Padi, Jagung, Dan Bawang Merah. Jurnal
Agrotekbis. 1 (2) : 109-112
Agosti D., Jonathan D. M., Leeanne E. A., & Ted R. S. (2000). Standard methods
for measuring and monitoring biodiversity. Smithsonian Institution Press.
Washington and London.
Bolton, B. (1994). Identification Guide to the Ant Genera of the World. American
Entomological Institute. Avenue Gainesville
Bolton, B. (2003). Synopsis and classification of Formicidae. Memoirs of the
American Entomological Institute.Gainesville.
Borror, & Delong, S. (2003). Introduction to the study o insect. The Ohio State
University. Newyork
Fachrul, M. (2012). Metode Sampling Bioekologi. PT. Bumi Aksara. Jakarta.
Fitriana, N. (2015). Diversitas Capung (Odonata) di Situ Kuru, Situ Pamulang, dan
Situ Gintung Tangerang Selatan. Puslitpen LP2M UIN Jakarta. Jakarta
Gunsalam, G. (1999). A preliminary survey and assessment of ant ( Formicidae :
Hymenoptera ) Fauna of Bario. Kelabit Highlands Sarawak, (October), 1–6.
Harlan, I. (2006). Aktivitas Pencarian makan pemindahan larva Semut
rangrang.[skripsi]. Institut Pertanian Bogor.Bogor
Hashimoto, Y. (2000). Identification Guide To the Ant. Inventory & Collection Total
Protocol for Understanding of Biodiversity, (2000), 89–162.
Hölldobler Bert, E. O. (1990). The Ants. USA: Harvard University Press. United
States of America
Irsyam, A. S. ., & Priyanti. (2016). Suku Fabaceae Di Kampus Universitas Islam
Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah, Jakarta, Bagian 1: Tumbuhan Polong
Berperawakan Pohon Fabaceae in Islamic State University (Uin) Syarif
Hidayatullah, Jakarta, Part 1: Legume Trees. Al-Kauiyah Jurnal Biologi, 9(1),
44–56.
Karmawati, E. (2004). Peranan Oecophylla smaragdina dalam jambu mete. LITRI,
10(1), 1–40.
41
Kwon, T. S., & Lee, C. M. (2015). Prediction of abundance of ants according to
climate change scenarios RCP 4.5 and 8.5 in South Korea. Journal of Asia-
Pacific Biodiversity, 8(1), 49–65.Soutuh Korea
Latumahina, F. (2011). Pengaruh alih fungsi lahan terhadap keanekaragaman semut
alam hutan lindung Gunung Nona-Ambon. Journal Agroforestry, 6, 19–
22.Program Doktor Ilmu Kesehatan. UGM. Yogyakarta.
Latumahina, F., Susetya, N., Agro, J., Bulaksumur, N., Yogyakarta, S., Kehutanan,
F., … Yogyakarta, S. (2015). Respon semut terhadap kerusakan antropogenik
dalam hutan lindung sirimau ambon ( Ants Response to Damage Anthropogenic
in Sirimau Forest Ambon ). Program Doktor Ilmu Kehutanan . UGM.
Yogyakarta
Leps Jan., & Smilauer P. (2003). Multivariate analysis of ecological data ucsing
CANOCO. University of South Bohemia. Czech Republic.
Lori Lach., Catherine L.Parr., Kirsti L. (2010). Ant Ecology.Oxford University Press.
New York.
Mele, P. Van, Thi, N., Cuc, T., & Rahayu, S. (2004). Semut Sahabat Petani. Worlg
Agroforestri Centre.
Noor, M. F., & Raffiudin, R. (2006). Eksplorasi keragaman spesies semut di
ekosistem terganggu kawasan cagar alam telaga warna Jawa Barat. Seminar
Nasional X Pendidikan Biologi FKIP UNS, (2000), 1–6.
Pangemanan, L., Komalig, & C., Kaligis, T. (2008) Beberapa jenis Palem yang
berpotensi sebagai tanaman pengisi ruang terbuka hijau. Journal Ekoton, 8,49-
52.
Peng, R., Christian, K., & Gibb, K. (1999). The effect of levels of green ant,
Oecophylla smaragdina (F.) colonisation on cashew yield in northern Australia.
Symposium on Biological Control in the Tropics, Serdang, Malaysia, 24–28.
Pierre, E. M., & Azarae.( 2013). Studies on the predatory activities of Oecophylla
smaragdina (Hymenoptera: Formicidae) on Pteroma pendula (Lepidoptera:
Psychidae) in oil palm plantations in Teluk Intan, Perak (Malaysia).Malaysia.
Ramdani, Y. (2017). Jenis-jenis serangga pengunjung bunga markisa. [skripsi].
Universitas Andalas. Padang.
Sahabudin., (2011). Effect of Land Use Change on Ecosystem Function of Dung
Beetles: Exsperimental Evidence From Wallacea Region in Sulawesi. Indonesia
Jurnal Biodiversitas, 3:177-181
42
Seguni, Z. S. K., Way, M. J., & Van Mele, P. (2011). The effect of ground vegetation
management on competition between the ants Oecophylla longinoda and
Pheidole megacephala and implications for conservation biological control.
Crop Protection, 30(6), 713–717.
Setiadi, D. I. Muhadiono dan A. Yusron. ( 1989). Penuntun Praktikum Ekologi.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Pusat Antar Universitas Ilmu Hayat, Institut Pertanian Bogor. Bogor
Umar, H.B. (2009). Principal Component Analysis (PCA) dan aplikasinya dengan
SPSS. Journal Kesehatan Masyarakat, 8, No.2.
Verheij, E.W.M & Coronel, R.E. (1992). Edible Fruits and Nuts. PROSEA. Bogor.
Indonesia
Youngsteadt, E., Baca, J. A., Osborne, J., & Schal, C. (2009). Species-Specific Seed
Dispersal in an Obligate Ant-Plant Mutualism. PLoS ONE, 4(2), e4335.
Lokasi Plot Nama
Lokal Nama Latin
Suhu udara
(°C) Suhu Tanah
(°C) pH Tanah
Intensitas Cahaya
(Klx)
Kelembapan
relatif udara(%)
Kelembapan
Tanah (%)
PLT (Tanah) plot 3 sawo 1 Minalkara kauki 28,8 30,5 5,3 3554 78,1 6,3
plot 3 sawo 2 Minalkara kauki 29,3 30,1 5,2 3021 78,3 6
plot 3 sawo 3 Minalkara kauki 29,2 30,2 5 3230 80,2 6
plot 3 matoa 1 Pometia pinnata 28 30 5,1 2300 82,1 6
plot 3 matoa 2 Pometia pinnata 29 30 5 1891 82 6,3
plot 2 matoa 3 Pometia pinnata 28,9 30,1 5,4 1922 81,6 6,3
plot 2 matoa 4 Pometia pinnata 28 30 5 1892 83 6
plot 2 matoa 5 Pometia pinnata 29 30,2 5 2002 82,7 6,2
plot 1 lengkeng 1 Dimocarpus longan 28 30 5 1981 81,5 6,3
plot 1 lengkeng 2 Dimocarpus longan 29 30 5,4 1821 83 6,3
plot 1 lengkeng 3 Dimocarpus longan 28 30 5,3 1911 80,5 6,5
Audit
(Rumput) plot 1 mangga 1 Mangifera indica 31,9 32 6 35633 67,3 5,5
plot 1 mangga 2 Mangifera indica 32 31 5,6 26871 66 5
plot 1 mangga 3 Mangifera indica 30,8 32 6 45567 60,2 5
plot 1 ketapang 1 Terminalia catappa 31 31,2 6,2 55821 61,3 5,1
plot 2 jambu air 1 Syzygium aqueum 32,2 33 5 15327 64,3 5
plot 3
kemuning
1 Murraya paniculata 31 31 5,1 19621 65,5 5,2
plot 3 rukem 1 Flacourtia rukam 31 32 5 35128 65 6
plot 1 bringin 1 Ficus benjamina 30,1 31 5,7 25681 63,2 5,8
plot 3 tanjung Mimusops elengi 32 31 5,3 18875 63,5 5,5
Lampiran 1. Analisis vegetasi tingkat pohon dan Faktor Mikrokliat di kampus 1 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
43
plot 2 bisboll 1 Diospyros blancoi 32 32 5 16727 64,5 5
SC
(Conblock) plot 3 matoa 1 Pometia pinnata 32 31 5 2921 77,2 5
plot 3 matoa 2 Pometia pinnata 31,4 31 5,1 5647 78,5 5
plot 3 matoa 3 Pometia pinnata 32 32 5,1 40212 68,2 5,7
plot 3 matoa 4 Pometia pinnata 31 32 5,1 35261 67,8 5,7
plot 2 matoa 5 Pometia pinnata 32 32 5,1 39482 67,3 6
plot 2 matoa 6 Pometia pinnata 31,4 32 5 40021 67,1 6,2
plot 2 palem 1 Chrysaldocarpus lutescens 31 32,1 5,2 35000 67,3 6
plot 1 matoa 7 Pometia pinnata 31 31 5 3675 80,1 5
plot 1 mangga 1 mangifera indica 31 31,2 5,1 5652 81,3 5,1
plot 1 mangga 2 mangifera indica 30,5 31 5 2934 78,1 4,9
plot 1 pete cina laucaena leucocephala 31 31 5 6781 79,2 5,2
44
Lokasi Lokal Ilmiah ∑
Individu KR(%) FR(%) INP H' E
Tutupan Tanah Rumput Gajah
Pennisetum
purpureum 68 23,00 16,67 39,64 0,34 0,17
Rumput Teki Cyoerus rotundus 61 20,60 16,67 37,27 0,33 0,17
Digitaria Digitaria eriantha 68 23,00 16,67 39,64 0,34 0,17
Daun Pulus Laportea stimulans 10 3,40 8,33 11,71 0,11 0,06
Lagetan Synedrella nodiflora 32 10,80 16,67 27,48 0,24 0,12
Temu wiyang Emilia sonchiolia 12 4,10 8,33 12,39 0,13 0,07
Rumput kaleng Bracharia
decumbens 45 15,20 16,67 31,87 0,29 0,15
296 100 100 200 1,77 0,91
Tutupan Conblock Rumput Gajah
Pennisetum
purpureum 43 72,88 25,00 97,88 0,23 0,17
Bougenvile Bougenvillea sp 2 3,39 25,00 28,39 0,11 0,08
Cabe Capsicum L 2 3,39 25,00 28,39 0,11 0,08
Tehtehan Acalypha 12 20,34 25,00 45,34 0,32 0,23
59 100 100 200 0,78 0,57
Tutupan Rumput Rumput Gajah
Pennisetum
purpureum 203 63,64 23,08 86,71 0,29 0,15
Digitaria Digitaria eriantha 7 2,19 7,69 9,89 0,08 0,04
Tapak Elephantopus 40 12,54 7,69 20,23 0,26 0,13
Paku Semanggi Marsilea 20 6,27 15,38 21,65 0,17 0,09
Tehtehan Acalypha 40 12,54 23,08 35,62 0,26 0,13
badotan Ageratum 5 1,57 15,38 16,95 0,07 0,03
Rumput Teki Cyperus L 4 1,25 7,69 8,95 0,05 0,03
319 100 100 200 1,19 0,61
Lampiran 2. Analisis vegetasi tingkat semai di kampus 1 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
45
KMO and Bartlett's Test
Kaiser-Meyer-Olkin Measure of Sampling Adequacy. ,713
Bartlett's Test of Sphericity Approx. Chi-Square 168,830
df 15
Sig. ,000
Total Variance Explained
Component
Initial Eigenvalues Extraction Sums of Squared Loadings Rotation Sums of Squared Loadings
Total % of Variance Cumulative % Total % of Variance Cumulative % Total % of Variance Cumulative %
1 3,824 63,740 63,740 3,824 63,740 63,740 3,222 53,706 53,706
2 1,107 18,458 82,198 1,107 18,458 82,198 1,709 28,491 82,198
3 ,737 12,278 94,475
4 ,152 2,541 97,016
5 ,129 2,153 99,169
6 ,050 ,831 100,000
Extraction Method: Principal Component Analysis.
Lampiran 3. Nilai KMO dan Eigen Veliues uji analisis PCA
46