Pemanfaatan Peluang Bermigrasi ke Luar Negeri: Respon ... Pujio Cs.pdfPudjio S. (dkk) ,...

13
Pudjio S. (dkk) , “Pemanfaatan Peluang Bermigrasi ke Luar Negeri: Respon Ketidakpastian Pendapatan Nelayan Desa Kepuh Kecamatan Tambak Bawean Kabupaten Gresik Jawa Timur” hal. 133-145. BioKultur, Vol.II/No.2/Juli-Desember 2013, hal. 133 Pemanfaatan Peluang Bermigrasi ke Luar Negeri: Respon Ketidakpastian Pendapatan Nelayan Desa Kepuh Kecamatan Tambak Bawean Kabupaten Gresik Jawa Timur Pudjio S.; L.Dyson; Budi Setiawan; Djoko Adi; M.Adib; Retno Andriati; Pinky S; Muaddib A [email protected] (Antropologi FISIP- Universitas Airlangga, Surabaya) Abstract The purpose of this study is to analyze migration abroad as alternative work opportunity for Kepuh-Bawean fishermen to overcome the vulnerability and uncertainty in their income. This study also investigate the con- flict among the fishermen, both local and outside fishermen (andon). The method employed in the study were qualitative method with in-depth interview to 13 informants who have been migrating aboard and those which never beeen but have particular experience as fishermen, such as boat maker and "ambulance fisher- men". In addition, this study also observed the fishermen's daily activities starting from the preparation of the fishing tools until their return to the shore and selling their catch in the market or to the broker. The result of this study showed that Kepuh fishermen is very vulnerable to the change of weather which could resulted in high waves and wind in the ocean. In addition, they still using traditional fishing equip- ments in order to preserve the fish in the Bawean seas. However, fishermen from the outside (andon) came with modern or even destructive tools such as fish bomb, pottasium, and large trawl which could harm the corals. This led to the conflict between local and outside fishermen. Whereas conflict among the local fisher- men almost never occured. Kepuh fishermen in average were able to bought boat from the work they had abroad or from one of their family member who worked abroad. Working abroad is an alternative which greatly support the fishermen's activities even when they are still using traditional fishing tools. Nev- ertheless, not all fishermen who had migrated abroad and returned home are willing to work abroad again, only young fishermen are willing to because they feel they have higher and secure income as well as new experiences. Keywords: vulnerability, fishermen, migration, conflict Abstrak Tujuan penelitian ini adalah menganalisis migrasi ke luar negeri sebagai peluang kerja alternatif bagi nelayan Kepuh Bawean untuk mengatasi kerentanan dan ketidakpastian pendapatannya. Studi ini juga menyelidiki konflik antarnelayan, baik lokal maupun nelayan luar (andon). Metode yang digunakan dalam penelitian adalah metode kualitatif dengan wawancara mendalam untuk 13 informan yang bermigrasi kapal dan orang-orang bukan nelayan tetapi memiliki pengalaman yang erat dengan kehidupan nelayan, seperti pembuat perahu dan "ambulans nelayan". Selain itu, kajian ini juga mengamati kegiatan sehari- hari para nelayan mulai persiapan alat memancing sampai kembali dan menjual tangkapan di pasar atau broker. Hasil studi ini menunjukkan bahwa Kepuh nelayan sangat rentan terhadap perubahan cuaca yang bisa menghasilkan tinggi gelombang dan angin di laut. Selain itu, mereka masih menggunakan pancing tradisional untuk menjaga ikan di laut Bawean. Namun, nelayan dari luar (andon) datang dengan alat-alat modern atau bahkan merusak seperti bom ikan, pottasium dan besar kan yang bisa membahayakan karang. Hal ini menyebabkan konflik antara nelayan lokal dan luar. Sedangkan konflik antara nelayan setempat hampir tidak pernah terjadi. Kepuh nelayan di rata-rata mampu untuk membeli perahu dari karya mereka telah di luar negeri atau dari salah satu anggota keluarga mereka yang bekerja di luar negeri. Bekerja di luar negeri merupakan alternatif yang sangat mendukung kegiatan nelayan bahkan ketika mereka masih menggunakan alat tradisional memancing. Namun demikian, tidak semua nelayan yang bermigrasi luar negeri dan pulang bersedia untuk bekerja di luar negeri lagi, hanya muda nelayan bersedia untuk karena mereka merasa bahwa mereka memiliki pendapatan lebih tinggi dan aman serta pengalaman baru. Kata kunci: kerentanan, nelayan, migrasi, konflik

Transcript of Pemanfaatan Peluang Bermigrasi ke Luar Negeri: Respon ... Pujio Cs.pdfPudjio S. (dkk) ,...

Page 1: Pemanfaatan Peluang Bermigrasi ke Luar Negeri: Respon ... Pujio Cs.pdfPudjio S. (dkk) , òPemanfaatan Peluang Bermigrasi ke Luar Negeri: Respon Ketidakpastian Pendapatan Nelayan Desa

Pudjio S. (dkk) , “Pemanfaatan Peluang Bermigrasi ke Luar Negeri: Respon Ketidakpastian Pendapatan Nelayan Desa Kepuh Kecamatan Tambak Bawean Kabupaten Gresik Jawa Timur” hal. 133-145.

BioKultur, Vol.II/No.2/Juli-Desember 2013, hal. 133

Pemanfaatan Peluang Bermigrasi ke Luar Negeri: Respon Ketidakpastian Pendapatan Nelayan Desa Kepuh Kecamatan Tambak

Bawean Kabupaten Gresik Jawa Timur

Pudjio S.; L.Dyson; Budi Setiawan; Djoko Adi; M.Adib; Retno Andriati; Pinky S; Muaddib A

[email protected]

(Antropologi FISIP- Universitas Airlangga, Surabaya)

Abstract The purpose of this study is to analyze migration abroad as alternative work opportunity for Kepuh-Bawean fishermen to overcome the vulnerability and uncertainty in their income. This study also investigate the con-flict among the fishermen, both local and outside fishermen (andon). The method employed in the study were qualitative method with in-depth interview to 13 informants who have been migrating aboard and those which never beeen but have particular experience as fishermen, such as boat maker and "ambulance fisher-men". In addition, this study also observed the fishermen's daily activities starting from the preparation of the fishing tools until their return to the shore and selling their catch in the market or to the broker. The result of this study showed that Kepuh fishermen is very vulnerable to the change of weather which could resulted in high waves and wind in the ocean. In addition, they still using traditional fishing equip-ments in order to preserve the fish in the Bawean seas. However, fishermen from the outside (andon) came with modern or even destructive tools such as fish bomb, pottasium, and large trawl which could harm the corals. This led to the conflict between local and outside fishermen. Whereas conflict among the local fisher-men almost never occured. Kepuh fishermen in average were able to bought boat from the work they had abroad or from one of their family member who worked abroad. Working abroad is an alternative which greatly support the fishermen's activities even when they are still using traditional fishing tools. Nev-ertheless, not all fishermen who had migrated abroad and returned home are willing to work abroad again, only young fishermen are willing to because they feel they have higher and secure income as well as new experiences.

Keywords: vulnerability, fishermen, migration, conflict

Abstrak Tujuan penelitian ini adalah menganalisis migrasi ke luar negeri sebagai peluang kerja alternatif bagi nelayan Kepuh Bawean untuk mengatasi kerentanan dan ketidakpastian pendapatannya. Studi ini juga menyelidiki konflik antarnelayan, baik lokal maupun nelayan luar (andon). Metode yang digunakan dalam penelitian adalah metode kualitatif dengan wawancara mendalam untuk 13 informan yang bermigrasi kapal dan orang-orang bukan nelayan tetapi memiliki pengalaman yang erat dengan kehidupan nelayan, seperti pembuat perahu dan "ambulans nelayan". Selain itu, kajian ini juga mengamati kegiatan sehari-hari para nelayan mulai persiapan alat memancing sampai kembali dan menjual tangkapan di pasar atau broker. Hasil studi ini menunjukkan bahwa Kepuh nelayan sangat rentan terhadap perubahan cuaca yang bisa menghasilkan tinggi gelombang dan angin di laut. Selain itu, mereka masih menggunakan pancing tradisional untuk menjaga ikan di laut Bawean. Namun, nelayan dari luar (andon) datang dengan alat-alat modern atau bahkan merusak seperti bom ikan, pottasium dan besar kan yang bisa membahayakan karang. Hal ini menyebabkan konflik antara nelayan lokal dan luar. Sedangkan konflik antara nelayan setempat hampir tidak pernah terjadi. Kepuh nelayan di rata-rata mampu untuk membeli perahu dari karya mereka telah di luar negeri atau dari salah satu anggota keluarga mereka yang bekerja di luar negeri. Bekerja di luar negeri merupakan alternatif yang sangat mendukung kegiatan nelayan bahkan ketika mereka masih menggunakan alat tradisional memancing. Namun demikian, tidak semua nelayan yang bermigrasi luar negeri dan pulang bersedia untuk bekerja di luar negeri lagi, hanya muda nelayan bersedia untuk karena mereka merasa bahwa mereka memiliki pendapatan lebih tinggi dan aman serta pengalaman baru. Kata kunci: kerentanan, nelayan, migrasi, konflik

Page 2: Pemanfaatan Peluang Bermigrasi ke Luar Negeri: Respon ... Pujio Cs.pdfPudjio S. (dkk) , òPemanfaatan Peluang Bermigrasi ke Luar Negeri: Respon Ketidakpastian Pendapatan Nelayan Desa

Pudjio S. (dkk) , “Pemanfaatan Peluang Bermigrasi ke Luar Negeri: Respon Ketidakpastian Pendapatan Nelayan Desa Kepuh Kecamatan Tambak Bawean Kabupaten Gresik Jawa Timur” hal. 133-145.

BioKultur, Vol.II/No.2/Juli-Desember 2013, hal. 134

odernisasi teknologi yang

dipaksakan oleh pemerintah

Indonesia, melalui kebijakan

pembangunan, telah dirasakan, baik oleh

petani yang dikenal dengan revolusi

hijau, maupun oleh nelayan yang dikenal

dengan revolusi biru. Modernisasi tek-

nologi tidak selamanya dirasakan man-

faatnya secara positif oleh semua lapisan

nelayan sepanjang hidupnya. Dalam fase

awal penerapannya sebagiannya dapat

dirasakan manfaatnya dalam meningkat-

kan taraf ekonomi rumahtangga. Namun

pada fase berikutnya ketika sumberdaya

perikanan telah dikuras sedemikian rupa

secara berlebih (over fishing), termasuk

juga penggunaan berbagai peralatan pe-

nangkapan yang sebelumnya belum per-

nah digunakan, maka mulai terasa betapa

modernisasi teknologi sangat merugikan.

Respon terhadap merosotnya pen-

dapatan dari sektor perikanan agar ter-

lepas dari jerat kemiskinan cukup be-

ragam. Di daerah yang dekat dengan wi-

layah perkotaan pilihan bekerja di sektor

informal menjadi pilihan yang menarik

bagi para nelayan. Namun bagi nelayan

yang jauh dari perkotaan akan tetap ber-

tahan hidup sebagai nelayan dengan kon-

disi yang boleh dikata jauh dari cukup ha-

nya agar bisa hidup saja. Hal yang berbe-

da dilakukan nelayan Bawean. Mereka

tidak menggantungkan hidupnya semata-

mata dari hasil tangkapan ikan yang ma-

kin tidak menentu. Pilihan bermigrasi dan

bekerja sebagai buruh migran di luar ne-

geri sangat diminati. Hal ini tidak terlepas

dari sejarah panjang yang telah dilakukan

sebagian besar penduduk pulau Bawean

sebelumnya yang telah meninggalkan

kampung halamannya menuju negara Ma-

laysia untuk bekerja sebagai pelaut atau

buruh bangunan. Ketika itu banyak laki-

laki di pulau Bawean yang bermigrasi

tanpa mengikutsertakan anggota keluar-

ga lainnya, sehingga yang tertinggal keba-

nyakan anak-anak dan perempuan (feno-

mena ini kemudian memberikan label

pada masyarakat pulau Bawean sebagai

pulau Putri atau pulau Bidadari).

Hal yang menarik untuk dikaji da-

lam penelitian ini adalah sekalipun ber-

migrasi dan bekerja ke luar negeri, para

nelayan tidak lantas menghilangkan atau

menanggalkan profesinya sebagai nela-

yan ketika kembali ke daerah asal, atau

bahkan memutuskan untuk tetap tinggal

di luar negeri dengan memboyong selu-

ruh anggota keluarganya. Hasil pendapat-

an yang diperoleh di luar negeri sebagian

juga diinvestasikan untuk memperbaha-

rui perahu dan mesin. Dengan demikian

memahami makna hidup sebagai nelayan,

keluarga dan bekerja ke luar negeri men-

jadi bagian yang penting dalam penelitian

ini. Di samping itu dorongan untuk mela-

M

Page 3: Pemanfaatan Peluang Bermigrasi ke Luar Negeri: Respon ... Pujio Cs.pdfPudjio S. (dkk) , òPemanfaatan Peluang Bermigrasi ke Luar Negeri: Respon Ketidakpastian Pendapatan Nelayan Desa

Pudjio S. (dkk) , “Pemanfaatan Peluang Bermigrasi ke Luar Negeri: Respon Ketidakpastian Pendapatan Nelayan Desa Kepuh Kecamatan Tambak Bawean Kabupaten Gresik Jawa Timur” hal. 133-145.

BioKultur, Vol.II/No.2/Juli-Desember 2013, hal. 135

kukan migrasi ke luar negeri tidak terle-

pas dari sistem nilai budaya yang ada di

masyarakat tersebut. Sistem nilai budaya

tidak saja membingkai pengetahuan dan

tindakan anggota masyarakatnya untuk

melakukan atau tidak melakukan suatu

aktivitas migrasi para nelayan, namun ju-

ga mengatur kelakuan mereka dalam ber-

hubungan dengan nelayan lainnya dalam

penangkapan ikan di lautan.

Penelitian yang dilakukan Donald K.

Emerson (Mubyarto, dkk., 1984:18),

produktivitas tangkapan nelayan di Kabu-

paten Jepara Jawa Tengah mengalami pe-

nurunan secara signifikan sejak tahun

1973 hingga tahun 1977. Jika pada tahun

1963 setiap nelayan dapat memperoleh

rata-rata 670 ton, maka pada tahun 1973

menurun menjadi 363 ton dan 1977 ma-

kin menurun menjadi hanya 154 ton.

Pada tahun 1970-an pemerintah Indone-

sia mengeluarkan program motorisasi pe-

rahu-perahu nelayan. Dengan pengguna-

an motor tempel pada perahu setiap ne-

layan dapat ”menguasai” laut dalam area

yang lebih luas ketimbang saat mereka

hanya mengandalkan layar. Namun akibat

dari itu mereka makin serakah untuk me-

ngeruk sebanyak-banyaknya sumberdaya

perikanan yang ada di dalam laut.

Nelayan di Indramayu (sebagai

lumbung ikan di wilayah Jawa Barat), se-

bagaimana dipublikasikan Pikiran Rakyat,

7 Mei 2003 (dalam Kusnadi, 2003: 15-

16), tangkapan ikan makin sulit diperoleh

akibat kemerosotan daya dukung per-

airan. Nelayan mengaku setiap hari hanya

bisa memperoleh sekitar 15 kg, padahal

sekitar tahun 1970-an mereka bisa mem-

peroleh ikan setiap harinya sebanyak 2-3

blong atau sekitar 60-90 kg. Permasalah-

an ini dihadapi sama oleh banyak nelayan

di seluruh indonesia, khususnya di bagian

Barat indonesia yang mempunyai popula-

si paling banyak dibandingkan wilayah

Timur. Masalah kemiskinan kemudian

menjadi label yang senantiasa disandang

para nelayan tradisional dan kecil yang

jumlahnya sangat banyak dibandingkan

nelayan kaya yang mempunyai banyak

perahu dan peralatan tangkap yang sa-

ngat modern.

Menurut Masyhuri (1996: 154-5)

keadaan tangkap lebih (over fishing) yang

terjadi di wilayah dekat pantai, bahkan

pada akhir abad ke 19 isu over fishing

menjadi topik hangat yang dibicarakan.

Hal ini tidak terlepas dari imbas dikeluar-

kannya peraturan penghapusan sistem

sewa oleh Pemerintah Hindia Belanda.

Tidak adanya lembaga penyedia modal

bagi nelayan menyebabkan makin berku-

rangnya perahu-perahu besar (mayang)

yang mampu mencari ikan di lepas pantai

(offshore), dan sebagai gantinya makin

banyak perahu-perahu kecil (jukung)

Page 4: Pemanfaatan Peluang Bermigrasi ke Luar Negeri: Respon ... Pujio Cs.pdfPudjio S. (dkk) , òPemanfaatan Peluang Bermigrasi ke Luar Negeri: Respon Ketidakpastian Pendapatan Nelayan Desa

Pudjio S. (dkk) , “Pemanfaatan Peluang Bermigrasi ke Luar Negeri: Respon Ketidakpastian Pendapatan Nelayan Desa Kepuh Kecamatan Tambak Bawean Kabupaten Gresik Jawa Timur” hal. 133-145.

BioKultur, Vol.II/No.2/Juli-Desember 2013, hal. 136

yang hanya bisa mencari ikan di pinggir

pantai.

Masalah yang menjadi perhatian

tulisan ini adalah sebagai berikut: (i) Ba-

gaimana strategi yang dilakukan para ne-

layan dalam menghadapi ketidakpastian

hasil tangkapan ikan untuk keberlang-

sungan hidup keluarga?. (ii) Bagaimana

para nelayan memanfaatkan peluang ber-

migrasi ke luar negeri sebagai salah satu

jalan keluar dalam menghadapi ketidak-

pastian hidup yang mengandalkan hasil

tangkapan ikan? dan (iii) bagaimana ma-

syarakat setempat dalam mengelola kon-

flik yang timbul karena perebutan wila-

yah tangkapan ikan?

METODE

Lokasi penelitian ini terletak di Desa

Ke-puh Kecamatan Tambak-Bawean

Kabu-paten Gresik, Jawa Timur.

Pemilihan lo-kasi ini didasarkan pada

pertimbangan bahwa pertama, kondisi

Geografis Bawe-an yang dikelilingi oleh

banyak karang menyebabkan daerah

tersebut sangat po-tensial bagi rumah

ikan, selain itu masya-rakat di kawasan

Kepuh juga membuat rumpon (rumah

ikan yang terbuat dari bambu dan daun

kelapa) terutama para juragan, Kedua,

sebagai wilayah kepulau-an yang kecil

dengan luas ± 194,11 km2, dan memiliki

panjang pantai sekitar 40 km2 dengan

fishing ground seluas 27.000 km2, pulau

Bawean memiliki penduduk yang tinggal

di sepanjang pantai yang cu-kup banyak.

Ketiga, dari 2 kecamatan (Sangkapura

dan Tambak) dan 30 desa, terdapat 19

desa yang memiliki penduduk ber-

matapencaharian sebagai nelayan

(mereka tinggal di sepanjang pantai Ba-

wean). Keempat, wilayah Kepuh (Desa Ke-

puhteluk dan Desa Kepuh Legundi) me-

miliki jumlah nelayan yang cukup banyak,

dan bahkan ada satu dusun (Pasir Pan-

jang) yang semua penduduknya memiliki

sarana penangkapan ikan berupa perahu

motor. Kelima, sebagian besar penduduk

desa Kepuh tidak terkecuali para nelayan

pernah atau bahkan sedang berada di luar

negeri (terutama Malaysia) untuk bekerja

sebagai buruh migran pada berbagai

bidang pekerjaan.

Pengumpulan data dilakukan de-

ngan wawancaran dan observasi. Perta-

ma, wawancara yang dilakukan dengan

mengacu pada pedoman wawancara yang

telah dibuat, yang meliputi karakteristik

informan subyek, peralatan penangkapan

ikan yang dimiliki, waktu untuk pergi me-

laut, pendapatan yang diperoleh setiap

bulan sebagai nelayan, pola adaptasi ne-

layan ketika musim paceklik, masalah

yang dihadapi dalam menangkap ikan di

laut, nilai-nilai budaya yang berkembang

di masyarakat sebagai pengendali konflik

Page 5: Pemanfaatan Peluang Bermigrasi ke Luar Negeri: Respon ... Pujio Cs.pdfPudjio S. (dkk) , òPemanfaatan Peluang Bermigrasi ke Luar Negeri: Respon Ketidakpastian Pendapatan Nelayan Desa

Pudjio S. (dkk) , “Pemanfaatan Peluang Bermigrasi ke Luar Negeri: Respon Ketidakpastian Pendapatan Nelayan Desa Kepuh Kecamatan Tambak Bawean Kabupaten Gresik Jawa Timur” hal. 133-145.

BioKultur, Vol.II/No.2/Juli-Desember 2013, hal. 137

sosial di antara para nelayan, peluang be-

kerja di luar negeri, pengalaman bekerja

di luar negeri, faktor-faktor yang mem-

pengaruhi keputusan untuk bermigrasi ke

luar negeri, makna bekerja ke luar negeri,

makna keluarga yang ditinggalkan, pola

remitansi pendapatan, dan pilihan untuk

tetap bertahan hidup sebagai nelayan.

Kedua, pengamatan (observasi). Penga-

matan dilakukan dalam kegiatan sehari-

hari manusia dengan menggunakan pan-

caindera mata sebagai alat bantu utama-

nya selain pancaindera lainnya seperti

telinga, penciuman, mulut, dan kulit. Da-

lam penelitian ini pengamatan dilakukan

melalui mata dan telinga, dalam arti men-

catat setiap kejadian atau peristiwa yang

tertangkap oleh mata dan terdengar oleh

telinga. Pengamatan yang dilakukan me-

liputi aktivitas para nelayan dalam beker-

ja menangkap ikan di laut yang meliputi

persiapan peralatan serta waktu untuk

melaut, hasil yang didapat dan proses

penjualan hasil yang tangkapan.

Penentuan informan, dilakukan

dengan memilih dengan cara purposive

yaitu memilih informan sesuai dengan tu-

juan. Informannya adalah mereka yang

mampu menjelaskan tentang proses pe-

nangkapan ikan di laut serta mereka yang

pernah atau akan malakukan migrasi ke

luar negeri. Informan, nelayan yang be-

lum pernah menjadi TKI, serta para nela-

yan yang memiliki keahlian khusus seper-

ti pembuat kapal, serta nelayan yang me-

miliki pekerjaan sampingan sebagai tu-

kang antar jemput mayat dengan meng-

gunakan kapalnya.

Teknik analisis data, dilakukan de-

ngan cara memilah-milah, mengelompok-

kan informasi agar dapat ditetapkan re-

lasi-relasi tertentu antara kategori data

yang satu dengan data yang lain. Proses

analisa data diawali dengan transkrip ha-

sil wawancara dan observasi. Berdasar-

kan transkripsi tersebut data dikategori-

sasi dan diklasifikasi sesuai dengan hal-

hal yang sama dan yang berbeda. Setelah

itu dilanjutkan dengan proses reduksi,

pemaparan data, dan kesimpulan. Proses

reduksi data adalah meruncingkan data

tersebut menjadi data yang terfokus pada

permasalahan penelitian. Setelah itu, pe-

neliti kemudian memaparkan data terse-

but dalam bentuk uraian, tabel, hubungan

kategori, dan sejenisnya.

HASIL

Nelayan yang ada di Kepuh Bawean

bersifat tradisional. Jenis perahu yang

digu-nakan berukuran kecil (Sampan,

Klotok, Jukung, Pajala). Tidak ada satu

pun nela-yan di Kepuh yang memiliki

perahu Porsein, Trawl, atau perahu Slerek

seperti yang banyak terdapat di Madura

dan Jawa. Penggunaan perahu dan alat

Page 6: Pemanfaatan Peluang Bermigrasi ke Luar Negeri: Respon ... Pujio Cs.pdfPudjio S. (dkk) , òPemanfaatan Peluang Bermigrasi ke Luar Negeri: Respon Ketidakpastian Pendapatan Nelayan Desa

Pudjio S. (dkk) , “Pemanfaatan Peluang Bermigrasi ke Luar Negeri: Respon Ketidakpastian Pendapatan Nelayan Desa Kepuh Kecamatan Tambak Bawean Kabupaten Gresik Jawa Timur” hal. 133-145.

BioKultur, Vol.II/No.2/Juli-Desember 2013, hal. 138

tangkap modern dimulai pada tahun

1970-an sejalan dengan program

pemerintah untuk meningkatkan produk-

tivitas perikanan. Akan tetapi program

modernisasi terse-but tidak diikuti oleh

nelayan Kepuh kecuali sebatas

penggunaan motor diesel pada perahun-

ya. Sedangkan ukuran pera-hu dan jaring

yang digunakan masih tetap mengikuti

cara lama, yakni dengan alat pancing,

jaring pantai, jaring pukat yang mempu-

nyai panjang sekitar 200 meter tinggi 1

meter dengan diameter lubang 3,5 senti-

meter, serta jaring payang. Keengganan

nelayan untuk tidak mengguna-kan

peralatan penangkapan modern bu-kan

karena tidak mampu secara finansial,

melainkan karena kearifan lokal (local

wisdom) yang tetap dipegang secara te-

guh. Kearifan lokal yang dimaksud adalah

keyakinan bahwa sumber kekayaan laut

adalah milik anak cucu yang harus kita

pelihara agar tidak habis.

Nelayan Kepuh sebagai sebuah in-

dikasi kerentanan dan ketidakpastian

peng-hasilan adalah: (1). Jumlah dan jenis

tangkapan ikan sangat dipengaruhi oleh

musim angin yang ada, yakni angin Timur

yang terjadi pada bulan Juni hingga No-

pember, nelayan panen ikan Layang. Pada

bulan Desember hingga awal April musim

angin Barat, nelayan pada umumnya me-

lakukan penangkapan ikan Tongkol, se-

bab pada musim angin barat ikan Tongkol

banyak yang melakukan migrasi ke pe-

rairan Bawean. Di luar bulan-bulan itu ne-

layan masih bisa berharap memperoleh

ikan sekalipun dalam jumlah yang tidak

menentu. Pada saat panen harga ikan

jatuh pada tingkat yang sangat mempri-

hatinkan, sementara pada saat paceklik

sekalipun harga jual mahal, namun untuk

memperoleh ikan dalam jumlah yang cu-

kup saja susah; (2) Gelombang laut yang

tinggi serta angin yang kencang acapkali

terjadi di perairan Bawean baik pada mu-

sim angin barat maupun angin timur. Se-

ringnya cuaca buruk tidak saja berdam-

pak pada berhentinya mereka mencari

ikan, namun juga langka dan mahalnya

harga solar sebagai bahan bakar motor

disel perahunya; (3) Pemasaran hasil

tangkapan yang masih tradisional dan

sangat tergantung pada musim. Penjualan

langsung di tengah laut pada nelayan an-

don asal Jawa (Tuban, Pekalongan, Tegal,

Lamongan), Madura, dan Kalimantan ter-

jadi jika ukuran ikan Layang cukup besar

dan jumlahnya melimpah. Di samping itu

penjualan juga dilakukan di darat untuk

konsumsi masyarakat sekitar Kepuh dan

pada para tengkulak yang biasanya telah

menunggu di tempat pendaratan ikan.

Terbatasnya akses pasar dan transportasi

karena letak pulau Bawean yang “ter-

isolir”; (4) Konflik nelayan Kepuh dengan

Page 7: Pemanfaatan Peluang Bermigrasi ke Luar Negeri: Respon ... Pujio Cs.pdfPudjio S. (dkk) , òPemanfaatan Peluang Bermigrasi ke Luar Negeri: Respon Ketidakpastian Pendapatan Nelayan Desa

Pudjio S. (dkk) , “Pemanfaatan Peluang Bermigrasi ke Luar Negeri: Respon Ketidakpastian Pendapatan Nelayan Desa Kepuh Kecamatan Tambak Bawean Kabupaten Gresik Jawa Timur” hal. 133-145.

BioKultur, Vol.II/No.2/Juli-Desember 2013, hal. 139

nelayan andon terjadi karena perebutan

daerah penangkapan ikan. Masyarakat lo-

kal menganggap perairan Bawean sejauh

50 mil dari pantai adalah miliknya, se-

mentara itu nelayan andon menganggap

seluruh perairan yang ada di Indonesia

tidak terkecuali perairan Bawean adalah

milik bersama (commons property) dan

olehkarena itu tidak ada larangan bagi

siapapun warga negara Indonesia untuk

menangkap ikan di wilayah tersebut. Di

samping itu perbedaan alat tangkap dan

cara pandang terhadap sumber daya per-

ikanan antara nelayan lokal dengan nela-

yan andon juga menjadi pemicu konflik.

Nelayan lokal (Kepuh) semuanya meng-

gunakan alat tangkap tradisional berupa

jaring payang dan pancing. Sedangkan ne-

layan andon menggunakan jaring pukat

harimau, pukat cincin, cantrang, bom ikan

dan racun untuk menguras sebanyak-ba-

nyaknya ikan. Nelayan lokal menganggap

sumberdaya perikanan harus dijaga ke-

lestariannya agar anak cucu dapat menik-

matinya kelak.

Migrasi orang Bawean ke luar ne-

geri baik ke Singapura maupun ke Ma-

laysia dapat dikata merupakan sejarah

panjang tentang Pulau Bawean di sam-

ping asal-usul etnis Bawean itu sendiri,

meskipun tidak jelas kapan dan dengan

alasan apa pertamakali mereka pergi ke

luar dari pulau Bawean. Namun berdasar-

kan sensus penduduk yang dilakukan pe-

merintah Singapura terhadap orang-

orang Bawean di Singapura pada tahun

1849 yang ter-muat dalam Census of the

Colony of Singapore 1849, jumlah pendu-

duk Bawean di Singapura sebanyak 763

orang yang terdiri 720 laki-laki dan 43

orang perempuan (Vredenbregt, 1990:

94). Selanjutnya dalam Census of Popula-

tion, 1957 (Vredenbregt, 1990) jumlah

orang Bawean yang ada di Singapura me-

ningkat menjadi 22.167 orang yang ter-

diri dari 11.580 laki-laki dan 10.587 per-

empuan. Berda-sarkan data tersebut da-

lam kurun waktu 108 tahun terjadi pe-

ningkatan jumlah penduduk Bawean yang

ada di Singapura sebesar 21.404 jiwa.

Angka tersebut bisa jadi merupakan pen-

duduk Bawean yang menetap secara per-

manen di Singapura. Sementara itu ba-

nyak orang Bawean yang tidak menetap

dan kembali lagi ke daerah asal setelah

bekerja selama beberapa tahun lamanya.

Strategi Menghadapi Ketidakpastian

Strategi untuk mempertahankan

hasil produksi ikan yang dilakukan oleh

para nelayan Kepuh dalam mengatasi

kerusak-an habitat ikan serta memu-

dahkan me-reka memperoleh hasil

tangkapan terutama jenis ikan Layang

adalah dengan me-masang rumpon.

Pemasangan rumpon dilakukan sekitar 6

Page 8: Pemanfaatan Peluang Bermigrasi ke Luar Negeri: Respon ... Pujio Cs.pdfPudjio S. (dkk) , òPemanfaatan Peluang Bermigrasi ke Luar Negeri: Respon Ketidakpastian Pendapatan Nelayan Desa

Pudjio S. (dkk) , “Pemanfaatan Peluang Bermigrasi ke Luar Negeri: Respon Ketidakpastian Pendapatan Nelayan Desa Kepuh Kecamatan Tambak Bawean Kabupaten Gresik Jawa Timur” hal. 133-145.

BioKultur, Vol.II/No.2/Juli-Desember 2013, hal. 140

– 10 mil jauhnya dari pantai. Rumpon

yang terbuat dari tali yang diberi daun

kelapa menjulur ke ba-wah berfungsi

untuk menggoda ikan agar mendekati dan

tinggal di tempat tersebut, dan selalu

ditambah daun kelapa setiap 15 hari.

Penambahan daun kelapa dimaksudkan

agar ikan lebih banyak yang datang dan

berkumpul di lokasi tersebut. Rumpon-

rumpon yang dipasang oleh para nelayan

ini mempunyai ijin dari pemerintah ka-

bupaten Gresik, sehingga apabila rusak

tersangkut jangkar kapal besar yang ingin

berlindung dari badai pada musim angin

barat bisa dimintakan ganti rugi.

Besarnya ganti rugi sekitar 1 juta sampai

2 juta per rumpon tergantung ke-

mampuan pemilik kapal dan dilakukan

secara musyawarah, di samping juga usia

rumpon tersebut. Artinya semakin lama

usia rumpon tersebut dan senantiasa di-

rawat, maka semakin mahal nilai ganti

ruginya, bahkan ada yang mencapai 10 –

15 juta rupiah. Kerugian yang dialami ne-

layan akibat rumpon rusak tersebut bu-

kan saja dari nilai tali dan daun kelapa

saja, melainkan ikan yang terkumpul di

lokasi tersebut membutuhkan waktu

yang lama untuk mau kembali lagi ke

tempat rumpon baru.

Strategi yang dilakukan adalah be-

kerja sebagai pembuat perahu, memper-

baiki perahu dan menyewakan perahu-

nya. Hanya ada 1 informan yang bekerja

sebagai petani dan berkebun selepas me-

laut. Cukup menarik dari data yang di-

peroleh ada satu informan yang mempu-

nyai pekerjaan sampingan sebagai peng-

antar/penjemput jenasah yang meninggal

di luar Bawean. Perlu diketahui kapal

transportasi yang melayani penyeberang-

an Gresik-Bawean menolak membawa

jenasah, sementara tidak sedikit pen-

duduk Bawean yang meninggal di luar

Bawean entah karena sedang melakukan

perawatan di Rumah Sakit di Gresik atau

Surabaya, ataupun yang tinggal menetap

di Jawa kemudian meninggal dunia dan

ingin dimakamkan di Bawean. Guna me-

ngatasi persoalan ini ada beberapa nela-

yan di Bawean yang memberanikan diri

untuk melayani jasa pengangkutan. Salah

satunya adalah pak Suhan seorang ne-

layan dari desa Kepuh yang juga merupa-

kan informan penelitian. Oleh penduduk

desa pak Suhan diberi sebutan nelayan

ambulan jenasah karena profesi samping-

annya. Tarip yang dipatok pak Suhan un-

tuk sekali mengangkut jenasah sekitar 7-

9 juta rupiah. Jumlah ini memang besar

namun resiko keselamat-an nelayan juga

besar karena ganasnya gelombang perair-

an Bawean dan utara Jawa.

Untuk mengatasi kebutuhan hidup

sehari-hari, strategi yang dilakukan me-

ngandalkan sistem mekanisme sosial-

Page 9: Pemanfaatan Peluang Bermigrasi ke Luar Negeri: Respon ... Pujio Cs.pdfPudjio S. (dkk) , òPemanfaatan Peluang Bermigrasi ke Luar Negeri: Respon Ketidakpastian Pendapatan Nelayan Desa

Pudjio S. (dkk) , “Pemanfaatan Peluang Bermigrasi ke Luar Negeri: Respon Ketidakpastian Pendapatan Nelayan Desa Kepuh Kecamatan Tambak Bawean Kabupaten Gresik Jawa Timur” hal. 133-145.

BioKultur, Vol.II/No.2/Juli-Desember 2013, hal. 141

budaya yang terdapat di desa. Sistem

yang dimaksud adalah memberikan pin-

jaman hutang (terutama solar) pada saat

nelayan mengalami paceklik, dan dilunasi

ketika musim ikan. Sikap kebersamaan

dan gotongroyong yang dimiliki masya-

rakat desa Kepuh tampaknya mampu me-

ncegah para nelayan yang mengalami ke-

sulitan hidup akibat kerentanan yang

dihadapi pada saat paceklik.

Strategi dalam pemasaran hasil

tang-kapan ikan diperankan oleh perem-

puan/isteri nelayan. Mereka mengelola

hasil tangkapan para suami/kerabat serta

mengolah menjadi bahan-bahan lainnya

seperti kerupuk, pentol, ikan asin untuk

konsumsi keluarga jika ikan yang diper-

oleh tidak habis terjual atau jika melim-

pah mereka mengambil sebagian untuk

keperluan keluarga.

Alternatif penghasilan para nela-yan

diperoleh pada saat musim angin ba-rat

(Januari sampai Maret). Ganasnya om-bak

lautan di perairan Bawean memaksa

kapal-kapal Purse seine dari Jawa, Madura

dan Kalimantan mencari perlindungan di

wilayah Kepuh. Jumlah mereka mencapai

100 kapal lebih. Jika setiap kapal memiliki

ABK 20 orang, setidaknya di musim itu

ada sekitar 2.000 orang yang berteduh di

wilayah Kepuh. Keberadaan mereka ini

direspon oleh para perempuan di sana

untuk mendirikan warung dadakan. Di

samping itu warga juga ada menyediakan

tempat mandi di rumahnya untuk dipakai

ABK. Olehkarena jumlah dan waktu yang

dihabiskan ABK Purse seine ini cukup la-

ma (hingga cuaca membaik), maka peng-

hasilan tambahan para istri nelayan di

Kepuh cukup membantu keuangan ru-

mahtangga di saat para suami berhenti

melaut akibat cuaca yang buruk tersebut.

Pemanfaatan Peluang Bermigrasi

Hampir setiap keluarga yang ada di

wilayah Kepuh ada salah satu anggotanya

yang pernah dan sedang melakukan mi-

grasi ke Luar Negeri. Diperoleh 11 in-

forman yang pernah merantau ke Luar

Negeri, semuanya ke Malaysia. Mereka

merantau ke Malaysia bukan sekedar

karena alasan ekonomi namun juga men-

cari pengalaman, sebab kondisi yang ada

di Bawean dianggap sangat tidak mendu-

kung seseorang untuk bisa memperoleh

ketrampilan dan keahlian di luar sebagai

petani atau nelayan. Tidak cukup banyak

peluang pekerjaan alternatif di luar itu

yang bisa diakses mereka. Sementara

meskipun pada awalnya mereka tidak

mempunyai ketrampilan sebagai tukang

kayu atau bangunan, namun ketika di Ma-

laysia semua ketrampilan tersebut dapat

diperoleh karena bidang pekerjaan itulah

yang banyak tersedia di sana. Selain itu

beberapa orang juga bisa memanfaatkan

Page 10: Pemanfaatan Peluang Bermigrasi ke Luar Negeri: Respon ... Pujio Cs.pdfPudjio S. (dkk) , òPemanfaatan Peluang Bermigrasi ke Luar Negeri: Respon Ketidakpastian Pendapatan Nelayan Desa

Pudjio S. (dkk) , “Pemanfaatan Peluang Bermigrasi ke Luar Negeri: Respon Ketidakpastian Pendapatan Nelayan Desa Kepuh Kecamatan Tambak Bawean Kabupaten Gresik Jawa Timur” hal. 133-145.

BioKultur, Vol.II/No.2/Juli-Desember 2013, hal. 142

peluang sebagai tukang pijat sekalipun

awalnya juga tidak mempunyai ketram-

pilan itu. Pada saat penelitian ini ber-

langsung peneliti berkenalan dengan dua

orang Bawean yang baru saja kembali da-

ri Malaysia. Dua orang ini sudah memiliki

KTP Malaysia dan bisa pulang pergi ke

Malaysia tanpa rasa kuatir ditangkap pi-

hak Imigrasi di sana. Mereka mengaku

jika di Malaysia ia bekerja sebagai tukang

pijat serta yang satu merangkap sebagai

buruh bangunan. Sebagai tukang pijat ia

dapat memperoleh penghasilan sekitar

75 hingga 150 ringgit sehari, dan itupun

hanya memijat 2 orang saja. Sementara

itu istrinya bekerja sebagai pembantu ru-

mahtangga paruh waktu.

Ekonomi bukan satu-satunya alas-an

yang cukup kuat untuk menarik mere-ka

pergi merantau, namun pengalaman dan

pergaulan yang lebih terbuka di luar

negeri juga patut diperhitungkan. Di sam-

ping itu gengsi atau prestise yang diukur

dari kekayaan yang tampak dari bangunan

rumah juga alasan kuat mereka untuk me-

rantau. Hal ini sesuai dengan pendapat

Kato (2005) bahwa aktivitas merantau

tidak dimaksudkan untuk menetap di ne-

gara tujuan dan alasannya juga bukan saja

ekonomi melainkan pengalaman, pengeta-

huan/ketrampilan, dan prestise/kema-

syuran. Demikian pula pendapat yang di-

kemukakan Vredenbregt (1990) bahwa

jika di masa lalu emigrasi ke luar negeri

lebih dikarenakan faktor ekonomi dan

penawaran yang menguntungkan di dae-

rah tujuan, namun sekarang kurang tepat

lagi. Di samping kondisi pulau Bawean

yang saat ini mengalami kemajuan yang

pesat dibandingkan tahun 1960-an seperti

yang dikemukakan Vredenbregt (1990),

banyak pemuda-pemudi Bawean yang me-

rantau ke kota-kota besar di Jawa seperti

Jakarta dan Surabaya untuk mencari kerja

dan pendidikan. Artinya keinginan untuk

merantau ke luar negeri sudah berubah

sekalipun masih menjadi idaman bebe-

rapa orang karena ikatan kultural di dae-

rah asal dan daerah tujuan yang telah

berlangsung berabad-abad lamanya.

Konflik Wilayah Tangkapan Ikan

Konflik antar nelayan sesungguhnya

terjadi karena perebutan sumber daya

perikanan yang makin langka akibat sifat

rakus dan eksploitatif sebagian nelayan

yang bermodal besar dan bisa menjang-

kau seluruh perairan yang kaya ikan. Per-

bedaan cara pandang terhadap sumber

daya perikanan yang ada dimana di satu

pihak memandang sumber daya perikan-

an yang ada di seluruh perairan Indonesia

sangat kaya dan tumbuh terus sekalipun

diambil secara terus menerus. Untuk itu

dibutuhkan peralatan dan teknologi yang

canggih. Tanpa maksimalisasi penangkap-

Page 11: Pemanfaatan Peluang Bermigrasi ke Luar Negeri: Respon ... Pujio Cs.pdfPudjio S. (dkk) , òPemanfaatan Peluang Bermigrasi ke Luar Negeri: Respon Ketidakpastian Pendapatan Nelayan Desa

Pudjio S. (dkk) , “Pemanfaatan Peluang Bermigrasi ke Luar Negeri: Respon Ketidakpastian Pendapatan Nelayan Desa Kepuh Kecamatan Tambak Bawean Kabupaten Gresik Jawa Timur” hal. 133-145.

BioKultur, Vol.II/No.2/Juli-Desember 2013, hal. 143

an tidak akan bisa diperoleh produktivitas

ikan baik dalam skala regional maupun

nasional, bahkan untuk kebutuhan ekspor

pun tak akan dapat dicapai. Sedangkan di

sisi mikro, kebutuhan rumahtangga nela-

yan juga akan tetap miskin dan tak ber-

daya. Sementara itu di sisi lain, para nela-

yan tradisional dan nelayan buruh yang

merupakan nelayan lokal memandang

sumber daya perikanan yang ada itu harus

dijaga kelestariannya agar tidak rusak dan

di masa mendatang anak cucunya masih

dapat menikmati lezatnya hasil perikanan

yang terdapat di wilayah tempat tinggal-

nya. Untuk itu para nelayan tradisional

akan menggunakan cara-cara yang akrab

dengan lingkungan perairan laut seperti

perahu motor yang kecil, menggunakan

jaring payang dan pancing. Perbedaan

cara pandang inilah yang acapkali memicu

konflik seperti yang terjadi di Kepuh an-

tara nelayan lokal yang tradisional dengan

nelayan andon yang modern.

Cara-cara mengatasi konflik yang

terjadi pada masyarakat nelayan acapkali

melalui lembaga adat melalui musyawa-

rah, dan apabila tidak tercapai kata se-

pakat tidak jarang cara-cara kekerasan

yang dipergunakan yakni dengan memba-

kar perahu andon. Di beberapa tempat se-

perti nelayan Pasuruan, Probolinggo de-

ngan nelayan dari Muncar atau Madura

sering terjadi pertikaian fisik di tengah

lautan akibat perebutan wilayah kekua-

saan yang dianggap potensial. Cara-cara

kekerasan ini diambil karena mereka me-

nganggap aparat yang berwenang menin-

dak para nelayan yang mencari ikan de-

ngan cara ilegal atau bertentangan dengan

peraturan pemerintah tidak pernah sung-

guh-sungguh. Demikian pula yang terjadi

pada nelayan Kepuh, berkali-kali mereka

melaporkan pelanggaran yang dilakukan

baik oleh nelayan andon maupun nelayan

masker kepada petugas Ditpolair (Direk-

torat Kepolisian Air) namun tidak pernah

ada tindak lanjutnya. Ketika masyarakat

mulai hilang kepercayaan terhadap aparat

penegak hukum dan merusak perahu yang

bermasalah tersebut, malah justru mereka

ditangkap dan dipenjara.

Kesimpulan

Pertama, masyarakat nelayan di

wilayah Kepuh seperti halnya penduduk

Bawean lainnya pernah setidaknya sekali

dalam hidupnya untuk jangka waktu

tertentu melakukan migrasi atau bahasa

setempat merantau ke luar negeri baik

Singapura maupun Malaysia. Dorongan

merantau ke luar negeri bukan semata

karena kondisi ekonomi yang serba

terbatas, namun juga kebutuhan akan

pengalaman, penambah-an ketrampilan,

prestise ekonomi, dan suasana pergaulan

yang lebih maju.

Page 12: Pemanfaatan Peluang Bermigrasi ke Luar Negeri: Respon ... Pujio Cs.pdfPudjio S. (dkk) , òPemanfaatan Peluang Bermigrasi ke Luar Negeri: Respon Ketidakpastian Pendapatan Nelayan Desa

Pudjio S. (dkk) , “Pemanfaatan Peluang Bermigrasi ke Luar Negeri: Respon Ketidakpastian Pendapatan Nelayan Desa Kepuh Kecamatan Tambak Bawean Kabupaten Gresik Jawa Timur” hal. 133-145.

BioKultur, Vol.II/No.2/Juli-Desember 2013, hal. 144

Kedua, proses merantau tersebut

acapkali tidak didukung oleh kesesuaian

pasar kerja di luar negeri dengan pendi-

dikan dan ketrampilan. Sekalipun pen-

didikannya setingkat SMA bahkan PT,

namun pasar kerja yang tersedia banyak

di luar negeri adalah sebagai buruh ba-

ngunan atau pekerjaan kasar lainnya, na-

mun hal itu bukan masalah bagi mereka.

Ketiga, pengalaman merantau ke lu-

ar negeri setidaknya memberi manfaat

ekonomi bagi keluarga yang ditinggal-

kannya melalui pengiriman uang (remi-

tances), yang bisa dipakai membangun

rumah dan membeli perahu untuk modal

kelak jika pulang kembali ke daerah asal.

Keempat, peluang bekerja ke luar

negeri masih terbuka untuk jenis peker-

jaan kasar dan serabutan seperti buruh

bangunan, pembantu rumahtangga, tu-

kang pijat, dan buruh perkebunan sawit.

Sekalipun terbuka peluang tersebut na-

mun nelayan tidak lagi meresponnya.

Faktor usia yang lanjut, kondisi fisik yang

tidak kuat, tidak bisa meninggalkan ke-

luarga terlalu lama, dan beratnya tugas-

tugas yang harus dikerjakan serta tun-

tutan disiplin yang ketat merupakan alas-

an mereka yang tidak ingin kembali me-

rantau ke luar negeri. Sedangkan mereka

yang masih menginginkan pergi ke luar

negeri karena gaji yang besar dan pasti,

serta pengalaman kerja di luar negeri ti-

dak mungkin diperoleh kalau mereka te-

tap di Bawean.

Kelima, sifat kekeluargaan dan go-

tongroyong yang ada di lingkungan ma-

syarakat nelayan Kepuh mampu menjaga

keharmonisan dan saling tolong-meno-

long di antara mereka dalam mengatasi

kesulitan dan ketidakpastian hidup se-

bagai nelayan. Selain itu peran perempu-

an dalam membantu perekonomian ke-

luarga dengan bertindak sebagai penjual

ikan hasil tangkapan ke pasar serta me-

ngolah menjadi produk olahan untuk kon-

sumsi keluarga karena sisa-sisa ikan yang

tidak terjual.

Keenam, kurangnya peran peme-

rintah dalam membantu pemberdayaan

masyarakat nelayan, utamanya yang ber-

basis institusi lokal berupa budaya dan

adat kebiasaan masyarakat Bawean.

Daftar Pustaka

Kato, T., G. Asuan & A.Iwata (2005), Adat Minangkabau dan Merantau Dalam Perspektif Sejarah. Jakarta: Balai Pustaka.

Kusnadi. (2002), Konflik Sosial Nelayan: Kemiskinan dan Perebutan Sumber Daya Perikanan. Yogyakarta: LkiS.

Masyhuri (1996), Menyisir Pantai Utara. Usaha dan Perekonomian Nelayan di Jawa dan Madura 1850-1940. Yogyakarta: Yayasan Pustaka Nu-satama.

Mubyarto, Loekman Soetrisno & Michael Dove (1984), Nelayan dan Kemis-kinan: Studi Ekonomi dan Antro-

Page 13: Pemanfaatan Peluang Bermigrasi ke Luar Negeri: Respon ... Pujio Cs.pdfPudjio S. (dkk) , òPemanfaatan Peluang Bermigrasi ke Luar Negeri: Respon Ketidakpastian Pendapatan Nelayan Desa

Pudjio S. (dkk) , “Pemanfaatan Peluang Bermigrasi ke Luar Negeri: Respon Ketidakpastian Pendapatan Nelayan Desa Kepuh Kecamatan Tambak Bawean Kabupaten Gresik Jawa Timur” hal. 133-145.

BioKultur, Vol.II/No.2/Juli-Desember 2013, hal. 145

pologi di Dua Desa Pantai. Jakarta: CV Rajawali.

Vredenbregt, Jacob (1990), Bawean dan Islam (terj.). Jakarta: INIS.