Pemanfaatan Biji Mangga Sebagai Inhibitor Korosi Pada Logam
-
Upload
farista-galuh-sandra -
Category
Documents
-
view
15 -
download
2
Transcript of Pemanfaatan Biji Mangga Sebagai Inhibitor Korosi Pada Logam
PEMANFAATAN BIJI MANGGA SEBAGAI INHIBITOR KOROSI PADA LOGAM by Edi Junedi
LATAR BELAKANG
Korosi merupakan proses alamiah, yang terjadi karena logam berusaha untuk kembali pada
bentuknya semula di alam. Jadi, proses korosi tidak bisa dihindari, dan karena proses ini
merugikan, maka manusia berusaha untuk merekayasa supaya korosi yang terjadi bisa berjalan
selambat mungkin. Penggunaan material logam dengan ketahan korosi yang lebih baik
merupakan salah satu pilihan yang bisa ditempuh. Hanya saja, cara ini biasanya jarang menjadi
pilihan utama bagi kebanyakan industri, karena peningkatan sifat material berarti pula disertai
kenaikan biaya.
Teknologi perlindungan logam yang telah dikenal saat ini menawarkan solusi yang lebih baik
dalam usaha melawan korosi. Karena biaya yang harus dikeluarkan dan penggunaan metode
yang tersedia bisa disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan. Beberapa metode tersebut
adalah proteksi katodik, proteksi anodik, coating, dan penggunaan inhibitor.
Proteksi katodik adalah metode pencegahan korosi pada logam dengan cara logam yang ingin
dilindungi dijadikan lebih bersifat katodik. Apabila dilakukan dengan arus listrik dari power suplai
maka disebut arus tanding, dan jika dihubungkan dengan logam lain disebut anoda korban.
Proteksi katodik sangat efektif untuk melindungi korosi eksternal pada pipa saluran yang berada
di bawah tanah atau dibawah air laut. Namun penggunaan metoda ini dapat menimbulkan
masalah baru yang harus dipertimbangkan, seperti arus sesat (stray-current) yang justru dapat
meningkatkan laju korosi pada logam lain di sekitar logam yang dilindungi, melepuhnya
permukaan logam (blistering), retak pada struktur, rusaknya lapisan cat, dan apabila dilakukan
pada alumunium maka dapat merusak lapisan pasif[1].
Proteksi anodik merupakan metoda perlindungan logam terhadap korosi dengan cara merubah
potensial logam menjadi lebih positif sehingga berada di daerah pasif pada diagram pourbaix.
Metoda ini digunakan untuk melindungi korosi internal pada tangki atau vessel, namun hanya
efektif jika logam dan lingkungan dapat membentuk lapisan pasif. Biaya instalasi, maintenance,
dan power yang cukup besar merupakan parameter yang harus dipertimbangkan ketika memilih
metoda ini.
Coating atau bisa juga disebut metoda pelapisan bisa dilakukan dengan cat (paint coating),
senyawa organik(organic coating), atau logam(metallic coating). Metoda ini sangat umum
digunakan karena ekonomis dan efektif. Namun penggunaannya pada perlindungan korosi
internal sangat terbatas karena untuk mendapatkan hasil pelapisan optimal material yang akan
dilapisi harus diberikan perlakuan khusus.
Inhibitor adalah senyawa kimia yang apabila ditambahkan kedalam lingkungan dalam jumlah
sedikit dapat menghambat laju korosi. Penggunaan inhibitor hingga saat ini masih menjadi
solusi terbaik untuk melindungi korosi internal pada logam, dan dijadikan sebagai pertahanan
utama industri proses dan ekstraksi minyak. Inhibitor merupakan metoda perlindungan yang
fleksibel, yaitu mampu memberikan perlindungan dari lingkungan yang kurang agresif sampai
pada lingkungan yang tingkat korosifitasnya sangat tinggi, mudah diaplikasikan (tinggal tetes),
dan tingkat keefektifan biayanya paling tinggi karena lapisan yang terbentuk sangat tipis
sehingga dalam jumlah kecil mampu memberikan perlindungan yang luas.
Inhibitor yang saat ini biasa digunakan adalah sodium nitrit, kromat, fosfat, dan garam seng[6].
Penggunaan sodium nitrit yang harus dengan konsentrasi besar (300-500 mg/l) menjadikannya
inhibitor yang tidak ekonomis[7], berdasarkan hasil penelitian[8][9] kromat dan seng ditemukan
bersifat toksik, dan fosfat merupakan senyawa yang dianggap sebagai polusi lingkungan,
karena menyebabkan peningkatan kadar fosforous dalam air[10]. Sehingga inhibitor-inhibitor
tersebut perlu digantikan dengan senyawa lain yang bersifat nontoksik dan mampu
terdegradasi secara biologis , namun tetap bernilai ekonomis dan mampu mengurangi laju
korosi secara signifikan.
GAGASAN
Daya inhibisi dari suatu senyawa organik terhadap korosi pada logam bergantung pada
kemampuannya melepas elektron, jumlah elektron yang tidak berpasangan, kabut π elektron,
sistem cincin aromatik, atau jenis grup fungsional yang mengandung unsur-unsur grup V dan VI
dalam table periodik. Grup fungsional yang biasanya dipakai sebagai inhibitor adalah gugus
hydroxi (-OH), epoxy (-C-O-C-), amine (-C-N-C-), amino (-NH2), thiol (-C=S-), dan gugus fungsi
lainnya terdapat dalam literatur[17]
Mangga merupakan buah yang sudah dikenal oleh masyarakat Indonesia, karena rasanya yang
khas, kaya akan nutrisi, dan harganya terjangkau oleh semua kalangan. Tanaman mangga
sebenarnya berasal dari India, jadi tak heran kalau hingga saat ini India merupakan negara
penghasil buah mangga terbesar di dunia. Klasifikasi tanaman mangga adalah sebagai
berikut :
Divisi : Spermatophyta
Sub divisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledonae
Keluarga : Anarcadiaceae
Genus : Mangifera
Spesies : Mangifera sp.
Berbagai jenis mangga yang biasanya ditanam di Indonesia adalah Mangifera Indica L. dan
Mangifera foetida, seperti mangga gedong, arummanis, golek, cengkir, manalagi, kemang, dan
kweni.
Indonesia merupakan penghasil buah mangga terbesar keenam di dunia, setelah India, RRC,
Meksiko, Thailand, dan Pakistan[1]. Dengan jumlah produksi dari 33 provinsi 1.621.997 ton
pertahun dan luas areal sebesar 195.503 hektar[2].
Daging buah mangga yang telah matang, umumnya langsung dikonsumsi atau diproses
menjadi manisan, dodol, selai, permen, sari buah, cocktail, dan produk makanan lainnya.
Sedangkan bagian biji dan kulit dari buah mangga langsung dibuang menjadi sampah (limbah).
Bagian biji memiliki berat antara 10-25% dari total berat buah tergantung varietasnya[3]. Dan
bagian inti biji mangga yang lunak mewakili 20% dari total
berat buah. Jadi dalam satu tahunnya, kita memproduksi lebih dari 300.000 ton sampah biji
mangga[4]. Apabila hal ini tetap dibiarkan, maka akan bisa menjadi masalah bagi lingkungan,
sehingga pemanfaatan biji mangga menjadi produk yang lebih bermanfaat merupakan hal yang
sangat penting.
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan terhadap buah mangga di Mesir[5], inti
buah mangga per 100 gram protein mengandung asam amino essensial sebesar 32.1 ± 2.2
gram, berupa leucine, isoleucine, methionine, phenylalanine, lysine, threonine, tyrosine, valine,
asam amino non esensial 52.2 ± 2.1gram, berupa aspartic, glutamic, serine, proline, glycine,
alanine, histidine, arginine (dalam 100 g serbuk kering mengandung protein 6,7% g).
Kandungan total polifenolnya sebesar 112 mg per 100 gram serbuk kering. Polifenol yang
terdapat pada inti buah mangga berupa tannin, gallic acid, caffeic acid, ferulic acid, cinnamic
acid, coumarin, dan mangiferin
Penemuan tentang kemampuan ekstrak tanaman menghambat laju korosi membuka peluang
baru bagi pencarian inhibitor yang lebih ramah lingkungan. Namun sayangnya, penelitian yang
dilakukan justru cenderung pada tanaman-tanaman yang memiliki nilai jual tinggi atau bagian-
bagian yang dikonsumsi oleh manusia, seperti daun teh, daun tembakau, dan buah
strawberry[11][12][13]. Sehingga apabila pemanfaatannya dialihkan menjadi bahan pembuatan
inhibitor, maka dapat mengakibatkan gangguan ketersediaan pasar, stabilitas harga atau
bahkan ketahanan pangan.
Biji mangga, dalam hal ini memiliki peluang yang besar untuk digunakan sebagai inhibitor
korosi, karena mengandung asam amino dan polifenol yang dapat mengurangi laju korosi[14]
[15][16], bahan tersedia melimpah, tidak bersifat toksik, dan pemanfaatannya membantu
mengurangi produksi sampah.
Asam amino memiliki cincin alifatik atau aromatik yang berikatan dengan grup amine dan asam
karboksilik, polifenol juga memiliki cincin aromatik yang berikatan dengan gugus hidroksil.
Dibawah ini adalah gambar struktur beberapa senyawa yang terdapat dalam inti biji mangga.
valine
leucin
isoleucin
n = 1, aspartic n = 2 glutamic
caffeic acid
gallic acid
ferulic acid
Perlindungan logam oleh polifenol dan asam amino terjadi melalui tiga mekanisme, yaitu
adsorpsi secara fisika, adsorpsi secara kimia, dan pembentukan lapisan pada permukaan
logam. Adsorpsi secara fisika berlangsung dengan cepat, karena interaksi elektrostatik antara
permukaan logam yang memiliki charge positif dengan polifenol yang memiliki charge negatif,
reaksi yang terjadi bersifat reversible. Adsorpsi secara fisika ini mudah terlepas akibat
gangguan mekanis dan peningkatan temperatur. Sedangkan adsorpsi secara kimia bersifat
lebih stabil, tidak sepenuhnya reversible, dan berlangsung dengan lambat. Semakin tinggi
temperatur biasanya mengakibatkan peningkatan adsorpsi dan inhibisi. Adsorpsi secara kimia
merupakan aktivitas transfer atau berbagi elektron antara polifenol atau asam amio dan
permukaan logam, sehingga menentukan kemampuan inhibisi.
DAFTAR PUSTAKA1. Wikipedia.org
2. Statistik Pertanian 2007. Badan Pusat Statistik dan Direktorat Jenderal Hortikultur. Indonesia.
3. Hemavathy J, Prabhakar JV, Sen DP. 1988. Drying and storage behaviour of mango (Mangifera
indica) and Composition of kernel fat. Asian Food Journal, 4, 59–63.
4. Arogba SS. 1997. Physical, Chemical and Functional Properties of Nigerian mango (Mangifera
indica) kernel and its processed flour. Journal of the Science of Food and Agriculture, 73, 321–328.
5. Abdalla AEM, Darwish SM, Ayad EHE, El-amahmy RM. Egyptian mango by-product 1,
Compositional quality of mango seed kernel. Food Chemistry 103 (2007) 1134–1140.
6. Hatch GB, Nathan CC. Corrosion Inhibitor. National Association for Corrosion Engineers. page :
126-147.
7. Conoby JF, SwainTM. 1967. Nitrite as a CorrosionInhibitor. Controlling Depletion of Sodium Nitrite,
Mat. Pro.,6,55-58.
8. Goulart de Medeiros MAP. 2003. Genotoxicity of Chromium Compounds. Laboratory of Toxicology
of the Faculty of Pharmacy of the University of Lisbon.
9. Finn J. 1940. Saving Fish from Metal Poisons. Eng. News-Record,125,9
10. Marcus P, Mansfeld F. 2006. Analytical Methods In Corrosion Science and Engineering. CRC
press.
11. Ilim dan Hermawan B. 2008. Studi Penggunaan Ekstrak Buah Lada, Buah Pinang, dan Daun Teh
sebagai Inhibitor Korosi pada Baja Lunak dalam Medium Air LAut Buatan yang Jenuh CO2. Seminar
Nasional Science dan Teknologi II. UNILA.
12. Ilim. 2006. Studi Penggunaan Ekstrak Tumbuhan sebagai Inhibitor Korosi Baja Lunak. Laporan
Penelitian DINA PNBP. UNILA.
13. Eddy NO, Odoemelam SA, Odiongenyi, AO. 2009. Ethanol Extract of Musa Species Peels as A
Green Corrosion Inhibitor for Mild Steel. Electric Journal of Environmental, Agricultural and Food
Chemistry.
14. Shreir LL, Jarman RA, Burstein GT. 2000. Corrosion, Metal/Environment Reaction 3rd editon.
Butterworth-Heinemann. page 2:158.
15. Shreir LL, Jarman RA, Burstein GT. 2000. Corrosion, Corrosion Control 3rd edition. Butterworth-
Heinemann. page 11:19.
16. Rahim AA, Kassim J. 2008. Recent Development of Vegetal Tannins in Corrosion Protection of Iron
and Steel. Recent Patents on Materials Science.
17. Papavinasam S, Winston Revie R. 2000. Uhlig’s Corrosion Handbook. John Willey and Son Inc.
page : 1085-1105.