PEMANFAATA SUBSTRAT MOLASSES DAN UREA PADA … · Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar...
Transcript of PEMANFAATA SUBSTRAT MOLASSES DAN UREA PADA … · Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar...
i
PEMANFAATA SUBSTRAT MOLASSES DAN UREA PADA PRODUKSI BIOPESTISIDA OLEH BAKTERI ENDOFIT (Pseudomonas putida)
MENGGUNAKAN BIOREAKTOR KOLOM GELEMBUNG
Oleh :
PRIMA WIDYA PRATIWI
F34052831
2010
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
ii
PEMANFAATA SUBSTRAT MOLASSES DAN UREA PADA PRODUKSI BIOPESTISIDA OLEH BAKTERI ENDOFIT (Pseudomonas putida)
MENGGUNAKAN BIOREAKTOR KOLOM GELEMBUNG
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Teknologi Pertanian Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian
Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor
Oleh :
PRIMA WIDYA PRATIWI
F34052831
2010
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
iii
Judul Skripsi : Pemanfaatan Substrat Molasses dan Urea Pada Produksi Biopestisida oleh Bakteri Endofit (Pseudomonas putida) Menggunakan Bioreaktor Kolom Gelembung
Nama : Prima Widya Pratiwi
NRP : F34052831
Menyetujui
Pembimbing I Pembimbing II
Prof. Dr. Ir. Khaswar Syamsu, MSc Dra. Rita Harni, MSi NIP. 19630817 198803 1 003 NIP. 19660827 199803 2 002
Mengetahui :
Ketua Departemen
Prof. Dr. Ir. Nastiti Siswi Indrasti NIP. 19621009 198903 2 001
Tanggal Lulus :
iv
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan pada tanggal 24 Mei 1987 di Cirebon dan merupakan anak
pertama dari dua bersaudara. Orang tua penulis adalah Toto Maryanto dan Titin
Sugihartini yang bertempat tinggal di Cirebon. Penulis menempuh pendidikan di
SDN Kebon Baru IV Cirebon, SLTPN 1 Cirebon dan SMUN 1 Cirebon. Pada
tahun 2005, penulis diterima di IPB melalui jalur USMI (Undangan Seleksi
Masuk IPB) dan setahun berikutnya penulis diterima di Jurusan Teknologi
Industri Pertanian.
Selama perkuliahan, penulis aktif mengikuti berbagai kegiatan
ekstrakokurikuler seperti tergabung dalam beberapa kepanitiaan dan pengurus
himpunan profesi Teknologi Industri Pertanian (HIMALOGIN) sebagai Sek.
Dept. Profesi selama kepengurusan tahun 2006/2007. Pada tahun 2008, penulis
melakukan praktek lapang di PT PG Rajawali II Unit PSA. Palimanan dengan
judul Mempelajari Aspek Teknologi Proses Produksi dan Pengawasan Mutu di PT
PG Rajawali II Unit PSA Palimanan.
v
KATA PENGANTAR
Puji dan Syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya
sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Penulis mengucapkan terima kasih
kepada:
1. Prof. Dr. Ir. Khaswar Syamsu, MSc sebagai dosen pembimbing utama
2. Dra. Rita Harni, MSi sebagai dosen pembimbing pendamping
3. Dr. Ir. Liesbetini Hartoto, MS sebagai dosen penguji
4. Ibu/Bapak dan adikku yang telah memberikan dorongan moril selama
penulis melakukan penelitian
5. Mbak Pepi, mbak Emi, mbak Eni, bu Ika, pak Asep, dan pak Iri yang
telah membantu kelancaran pelaksanaan penelitian di Lab serta teman-
teman Lab. Rekayasa Bioproses PAU (mbak Patma, mbak Yaya, mbak
Sherly, kak Daud dan Nunung) atas kebersamaannya dan bantuanya
selama pelaksanaan penelitian.
6. Teman-teman kost Harmony 1 (Bu Ani, Astrid, Dinia, Rara, Endah,
Marisa, Ana, Yona, Erna) yang telah memberikan dukungan moril dan
selalu bersedia ketika dibutuhkan.
7. Dan juga teman-teman satu bimbingan (Fitriana dan Nunung) serta TIN 42
atas kebersamaanya selama ini.
Bogor, Maret 2010
Penulis
PRIMA WIDYA PRATIWI. F34052831. Pemanfaatan Substrat Molasses dan Urea Pada Produksi Biopestisida oleh Bakteri Endofit (Pseudomonas putida) Menggunakan Bioreaktor Kolom Gelembung. Di bawah bimbingan Khaswar Syamsu dan Rita Harni. 2010
RINGKASAN
Kendala dalam budidaya nilam adalah menurunnya produksi setelah 3-4 kali panen. Hal ini disebabkan oleh adanya serangan penyakit terutama penyakit nematoda, jenis nematoda tersebut yakni Pratylenchus brachyurus. Selain menghambat pertumbuhan tanaman, infeksi P. brachyurus juga menurunkan kandungan klorofil dan kadar minyak nilam. Pengendalian biologi menggunakan bakteri endofit merupakan salah satu alternatif pengendalian yang dapat mengatasi hal tersebut. Demi kemudahan aplikasi di lapangan maka bakteri tersebut perlu diformulasi dan diperbanyak. Formulasi perbanyakan dilakukan dengan memodifikasi media kultivasi. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pemanfaatan molasses dan urea pada media pertumbuhan bakteri endofit (Pseudomonas putida) dengan menggunakan bioreaktor kolom gelembung, mendapatkan formulasi media kultivasi terbaik untuk menghasilkan bobot kering biomassa tertinggi, dan mengukur toksisitas filtrat bakteri hasil kultivasi terhadap nematoda (tingkat mortalitas target). Penelitian ini meliputi analisa pra kultivasi, proses selama kultivasi, dan pasca kulivasi menggunakan rancangan percobaan acak lengkap satu faktor. Faktor yang digunakan yakni kadar molasses yang terdiri dari 3 taraf (molasses 1%, 1.25%, dan 1.5%) dan kadar urea 1%. Kultivasi dilakukan pada bioreaktor kolom gelembung dengan suhu 25-30°C, pH awal 6.8-7.3 dan aerasi sebesar 0.5 v/v/m, pengamatan dilakukan setiap 6 jam selama 48 jam. Hasil penelitian menujukkan bahwa formulasi media berpengaruh terhadap perubahan pH, dan pembentukan biomassa. Kadar molasses 1.5% dan urea 1% memiliki nilai bobot kering biomassa tertinggi yaitu 3.495 (g/l). Nilai efisiensi penggunaan substrat tertinggi pada konsentrasi molasses 1.5% dan urea 1% sebesar 72.10 %, dengan parameter kinetika kultivasi tertinggi berupa µ maks sebesar 0.147 jam-1 dan td-x sebesar 4.714 jam. Nilai Yx/s tertinggi terjadi pada konsenstrasi molasses 1.5% dan urea 1% sebesar 0.257±0.067 g biomassa per g substrat. Tingkat mortalitas nematoda tertinggi terdapat pada konsentrasi molasses 1.5% dan urea 1% yang berkorelasi positif terhadap bobot kering biomassa.
Kata kunci : Pseudomonas putida, Pratylenchus brachyurus, bioreaktor kolom
gelembung
PRIMA WIDYA PRATIWI. F34052831. Utilization of Molases Substrate and Urea in the Biopesticide Production by Endophytic Bacteria (Pseudomonas putida) Using a Bubble Column Bioreactor. Supervised by Khaswar Syamsu and Rita Harni. 2010
SUMMARY
The main constraint in the cultivation of nilam (patchouli) is the decrease its production after being harvested 3-4 times. This is due to disease attacks, particularly nematode-a type of disease called Pratylenchus brachyurus. Besides inhibiting the plant growth, an infection of P. brachyurus also decreases the chlorophyll content and oil content of patchouli. A biological control using endophytic bacteria is one alternative to overcome this problem. For the ease of application in the field, the bacteria should be formulated and propagated. The propagation formulation is done by modifying cultivation media. This research aimed to study the utilization of molases and urea on the growth media of endophytic bacteria (Pseudomonas putida) by using a bubble column bioreactor, to get the best cultivation media formulation to produce the highest biomass dry weight, and to measure bacterial filtrate toxicity as a result of cultivation against nematodes (target mortality rate). This study included an analysis of pre-cultivation, during the cultivation process and post cultivation using a completely randomized experimental design of one factor. The factor used was the molases content consisting of 3 levels (molases of 1%, 1.25% and 1.5%) and urea content of 1%. The cultivation was carried out in a bubble column bioreactor with temperature of 25-30ºC, initial pH of 6.8-7.3 and aeration of 0.5v/v/m. The observation was conducted every 6 hours for 48 hours. The result showed that the formulation of media influenced the changes in pH and biomass formation. A molases content of 1.5% and urea content of 1% had the highest dry weight biomass, namely 3.495 (g/l). The efficiency value of the highest substrate utilization in a molases concentration of 1.5% and urea of 1% was 72.10%, with the highest cultivation kinetic parameters in the form of µmax of 0.147/hrs and a td-x of 4.714 hours. The highest value of Yx/s occurred at the molases concentration of 1.5% and urea of 1% for 0.257±0.067 g biomass per g substrate. The highest nematode mortality was at the molases concentration of 1.5% and urea of 1%, which had a positive correlation with dry weight biomass. Keywords: Pseudomonas putida, Pratylenchus brachyurus, bubble column
bioreactor
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakam bahwa skripsi berjudul Pemanfaatan Substrat Molases dan Urea Pada Produksi Biopestisida oleh Bakteri Endofit (Pseudomonas putida) Menggunakan Bioreaktor Kolom Gelembung adalah benar-benar hasil karya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan dalam teks dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, April 2010
Prima Widya Pratiwi NRP. F34052831
v
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR……………………………………………………………. iv
DAFTAR TABEL……………………………………………………………….... vii
DAFTAR GAMBAR……………………………………………………………... viii
DAFTAR LAMPIRAN………………………………………………………….... x
I. PENDAHULUAN………………………………………………………………... 1
A. LATAR BELAKANG……………………………………………………….... 1
B. TUJUAN……………………………………………………………………… 3
II. TINJAUAN PUSTAKA………………………………………………………..... 4
A. SEJARAH Pseudomonas putida………………………………………………….. 4
B. KARAKTERISTIK Pseudomonas putida……………………………………….. 4
C. MEKANISME KERJA BAKTERI ENDOFIT Pseudomonas putida………... 6
D. MOLASSES………………………………………………………………..... 6
E. UREA………………………………………………………………………... 8
F. BIOREAKTOR KOLOM GELEMBUNG ............................................…..... 9
G. NEMATODA PELUKA AKAR (Pratylenchus brachyurus)………………… 10
H. KINETIKA KULTIVASI…………………………………………………..... 11
III. BAHAN DAN METODE……………………………………………………..... 14
A. BAHAN…………………………………………………………………….. 14
B. ALAT……………………………………………………………………..... 14
C. METODE PENELITIAN…………………………………………………... 14
1. Persiapan kultivasi……………………………………………………... 14
vi
2. Pembuatan media kultivasi…………………………………………….. 15
3. Kultivasi………………………………………………………………... 16
4. Analisis parameter……………………………………………………... 17
5. Rancangan percobaan………………………………………………….. 18
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN……………………………………………….... 20
A. PENENTUAN KADAR C (KARBON) DAN KADAR N (NITROGEN) MEDIA KULTIVASI……………………………………..... 20
B. POLA PERUBAHAN pH…………………………………………………... 20
C. POLA PERTUMBUHAN Pseudomonas putida SELAMA KULTIVASI..... 22
D. POLA PEMBENTUKAN BOBOT KERING BIOMASSA………………... 26
E. PENGGUNAAN SUBSTRAT SELAMA KULTIVASI………………….... 27
F. KINETIKA KULTIVASI…………………………………………………... 30
G. PENGUJIAN TOKSISITAS CAIRAN KULTIVASI TERHADAP NEMATODA (BIOASSAY)……………………………………………….... 32
V. KESIMPULAN DAN SARAN………………………………………………….. 35
A. KESIMPULAN……………………………………………………………... 35
B. SARAN……………………………………………………………………... 35
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………......... 37
LAMPIRAN……………………………………………………………………........ 41
vii
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Klasifikasi ilmiah Pseudomonas putida……………………………………….. 5
Tabel 2. Komposisi kimiawi tetes tebu (molasses)………………………………..... 7
Tabel 3. Kandungan vitamin molasses…………………………………………….... 8
Table 4. Klasifikasi ilmiah Pratylenchus brachyurus………………………………….. 11
Tabel 5. Penentuan kadar C (karbon) dan kadar N (nitrogen) medium kultivasi…... 20
viii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Pseudomonas putida…………………………………………………….. 5
Gambar 2. Skema bioreaktor kolom gelembung……………………………… 9
Gambar 3. Diagram alir persiapan inokulum………………………………….. 15
Gambar 4. Diagram alir proses persiapan media kultivasi……………………. 16
Gambar 5. Diagram alir proses kultivasi……………………………………… 17
Gambar 6. Kurva perubahan pH medium selama kultivasi…………………… 21
Gambar 7. Pola pembentukan biomassa oleh Pseudomonas putida selama kultivasi dalam medium A1B (molasses 1%, urea 1%)…………… 23
Gambar 8. Pola pembentukan biomassa oleh Pseudomonas putida selama kultivasi dalam medium A2B (molasses 1.25%, urea 1%.............. 23
Gambar 9. Pola pembentukan biomassa oleh Pseudomonas putida selama kultivasi dalam medium A3B (molasses 1.5%, urea 1%)………… 24
Gambar 10. Pola pertumbuhan sel Pseudomonas putida pada setiap perlakuan………………………………………………………….
25
Gambar 11. Pengaruh konsentrasi molasses dan urea terhadap peningkatan bobot kering biomassa……………………………………………. 27
Gambar 12. Efisiensi penggunaan sumber karbon selama kultivasi………….... 28
Gambar 13. Pola penggunaan substrat pada setiap perlakuan…………………. 29
Gambar 14. Kurva peningkatan biomassa terhadap pengurangan penggunaan substrat selama kultivasi dalam medium A1B……………………. 29
Gambar 15. Kurva peningkatan biomassa terhadap pengurangan penggunaan substrat selama kultivasi dalam medium A2B…………………… 30
Gambar 16. Kurva peningkatan biomassa terhadap pengurangan penggunaan substrat selama kultivasi dalam medium A3B……………………. 30
Gambar 17. Pengaruh konsentrasi molasses dan urea terhadap konversi substrat menjadi biomassa (Yx/s)………………………………... 32
ix
Gambar 19. Tingkat mortalitas nematoda terhadap berbagai perlakuan media kultivasi yang diujikan pada pengenceran 20% cairan
kultivasi…………………………………………………………. .
33
Gambar 20. Bioreaktor kolom gelembung……………………………............... 72
x
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Metode analisa pra-kultivasi……………………………………... 42
Lampiran 2. Metode analisa selama kultivasi………………………………….. 44
Lampiran 3. Metode analisa pasca kultivasi (penentuan mortalitas biopestisida)……………………………………………………....
46
lampiran 4. Data perubahan pH medium selama kultivasi…………………..... 47
Lampiran 5. Data Optical Density (OD660nm) selama kultivasi……………… 47
Lampiran 6. Data bobot kering biomassa (g/l) selama kultivasi………………. 48
Lampiran 7. Data total gula sisa (g/l) selama kultivasi………………………… 48
Lampiran 8. Laju pertumbuhan………………………………………………… 49
Lampiran 9. Contoh perhitungan laju pertumbuhan maksimum (µ maks)…… 49
Lampiran 10. Kinetuka kultivasi………………………………………………. 51
Lampiran 11. Hasil pengujian mortalitas nematoda…………………………. 52
Lampiran 12. Hasil analisa ragam uji f dan uji lanjut duncan terhadap nilai pH A1B (alpha=0.05)…………………………………….. 53
Lampiran 13. Hasil analisa ragam uji f dan uji lanjut duncan terhadap nilai pH A2B (alpha=0.05)…………………………………….. 54
Lampiran 14. Hasil analisa ragam uji f dan uji lanjut duncan terhadap nilai pH A3B (alpha=0.05)……………………………………. 55
Lampiran 15. Hasil analisis ragam penurunan pH pada setiap formula media kultivasi (alpha=0.05)………………………………………….
56
Lampiran 16. Hasil analisis ragam nilai pH setiap formula media di tiap waktu..........................................................................................
56
Lampiran 17. Hasil analisa ragam nilai bobot kering biomassa pada setiap formula media (alpha=0.05)…………………………………...
59
Lampiran 18. Hasil analisis ragam terhadap nilai bobot kering biomassa pada setiap formula media di tiap waktu (alpha=0.05)……………
61
xi
Lampiran 19. Hasil analisis ragam setiap formula media terhadap nilai total gula sisa (alpha=0.05)…………………………………………
62
Lampiran 20. Hasil analisis ragam setiap formula media terhadap nilai total gula sisa di tiap waktu (alpha=0.05)……………………………
64
Lampiran 21. Hasil analisis ragam formula media terhadap nilai (s0-s)/s (alpha=0.05)...............................................................................
66
Lampiran 22. Hasil analisis ragam formula media terhadap nilai (s0-s)/s di tiap waktu (alpha=0.05)...............................................................
67
Lampiran 23. Hasil analisis ragam formula media terhadap yield (Yx/s) (alpha=0.05).................................................................................
68
Lampiran 24. Hasil analisis ragam setiap formula media terhadap yield (Yx/s) di tiap waktu (alpha =0.05)……………………………
70
Lampiran 25. Hasil analisis ragam formula media terhadap nilai toksik (alpha =0.05)………………………………………………………….
71
Lampiran 26. Dokumentasi………………………………………………….. 72
0
I. PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Penggunaan biopestisida merupakan salah satu cara alternatif
pengendalian nematoda pada tanaman nilam, diantara jenis nematoda
tersebut, Pratylenchus brachyurus sangat luas penyebarannya dan berperan
dalam menimbulkan penyakit pada tanaman nilam (Harni & Mustika, 2000).
Hal ini dapat dilihat dari menurunnya produksi nilam setelah 3-4 kali panen.
Selain menghambat pertumbuhan tanaman, infeksi P. brachyurus juga
menurunkan kandungan klorofil dan kadar minyak nilam (Sriwati, 1999).
Kondisi tersebut merupakan kendala dalam budidaya nilam, padahal nilam
(Pogostemon cablin Bent) adalah salah satu komoditas penghasil minyak
atsiri yang mempunyai nilai ekonomi tinggi baik sebagai penghasil devisa
negara maupun sebagai sumber pendapatan petani. Indonesia hingga sekarang
merupakan produsen utama minyak nilam dunia (Anonim, 2009). Ekspor
minyak nilam Indonesia pada tahun 2001 adalah sekitar 1.88 ton dan pada
tahun 2006 meningkat sebesar empat kali lipat yakni sekitar 4.984 ton.
Indonesia sebagai produsen nilam terbesar di dunia memasok 80% kebutuhan
minyak nilam Amerika (Anonim, 2009).
Pengendalian dengan biopestisida diawali dengan belum adanya hasil
yang memuaskan dari beberapa pengendalian yang telah dilakukan terhadap
nematoda. Beberapa pengendalian tersebut seperti penggunaan nematisida,
penambahan bahan organik ke tanah, kultur teknis dan penanaman kultivar
yang tahan/ resisten. Produksi biopestisida menggunakan bakteri endofit
Pseudomonas putida untuk mengendalikan nematoda dikenal dengan
pengendalian hayati. Bakteri endofit adalah bakteri yang hidup
mengkolonisasi jaringan bagian dalam tanaman tanpa menyebabkan
gangguan pada tanaman tersebut.
Mekanisme kerja bakteri endofit (Pseudomonas putida) adalah eksklusi,
yakni menghilangkan atau menekan populasi patogen baik dengan cara
antibiosis, kompetisi makanan, menghasilkan zat metabolik, parasit terhadap
1
patogen dan induksi ketahanan tanaman baik oleh sel hidup maupun produk
yang dihasilkannya (Supramana et al., 2008).
Dengan demikian, dalam produksi biopestisida diperlukan adanya
teknologi perbanyakan bakteri endofit (P. putida) salah satunya melalui
formulasi media dengan rasio karbon dan nitrogen pada medium
pertumbuhannya, karena unsur karbon dan nitrogen merupakan unsur makro
yang dibutuhkan bagi pertumbuhan dan perkembangan bakteri. Perbandingan
antara sumber karbon dan nitrogen sangat menentukan aktivitas
mikroorganisme. Kebutuhan sumber karbon dapat dipenuhi dari karbohidrat,
lemak dan asam-asam organik, sedangkan kebutuhan nitrogen dipenuhi dari
protein, amoniak dan nitrat.
Pada penelitian ini digunakan sumber karbon yang didapat dari molases
(tetes tebu) yang masih memiliki kandungan gula dapat terfermentasi
sebanyak 50-55%, sedangkan sumber nitrogen didapat dari urea. Alasan
penggunaan molases yakni sebagai pemanfaatan hasil samping pertanian dan
juga meningkatkan nilai tambah hasil pertanian secara keseluruhan.
Pemanfaatan molases sebagai sumber karbon dalam media kultivasi sangat
menguntungkan, karena ketersediaanya cukup banyak, harganya relatif murah
dan bisa digunakan oleh mikroorganisme untuk pertumbuhannya. Hal ini
sesuai dengan pernyataan Vandekar & Dulmage (1982), bahwa dalam
memilih bahan-bahan untuk medium kultivasi harus diperhatikan
ketersediaanya, harga dan bagaimana mikroorganisme memanfaatkannya.
Ketersediaan molases di Indonesia cukup besar, menurut data dari
Geocities (2005) bahwa daerah Jawa Timur memiliki ketersediaan molases
terbesar di Indonesia sebesar 499.050 ton/ tahun sedangkan untuk daerah
Jawa Barat sebesar 56.689 ton/tahun. Konversi tebu menjadi molases sebesar
5-6%, artinya pabrik gula dengan kapasitas 6000 ton tebu per hari
menghasilkan molases sekitar 300-360 ton per hari. Penggunaan molases
untuk produksi biopestisida skala industri sangat memadai, mengingat jumlah
pabrik gula di Indonesia cukup banyak.
Komposisi molases dari pabrik gula tidak sama karena kualitas molases
yang dihasilkan dari suatu pabrik gula dipengaruhi oleh pemurnian niranya,
2
bila kurang sempurna maka kotoran seperti kapur dan tanah banyak terdapat
dalam molases. Pada pemanfaatanya, molases terlebih dahulu dilakukan
pengenceran, karena pada konsentrasi molases yang terlalu tinggi
menyebabkan mikroorganisme tidak mampu tumbuh. Konsentrasi molases
yang digunakan, berdasarkan pada penelitian Wahyudi (2002) yakni pada
konsentrasi molases 1.25% sebagai nilai tengah perlakuan, karena dengan
nilai konsentrasi molases 1.25% dapat menggantikan dekstrosa 1% sebagai
medium pertumbuhan bakteri Bacillus sp dan juga mampu menghasilkan
bobot biomassa lebih tinggi.
Pemenuhan kebutuhan sumber nitrogen didapat dari pemanfaatan urea.
Penggunaan urea untuk pertumbuhan mikroorganisme telah dilaporkan
(Stanburry dan Whitaker, 1984) bahwa dapat mempertahankan pH medium
kultivasi, konsentrasi urea 1% juga merupakan konsentrasi sumber N yang
optimal untuk pertumbuhan bakteri. Urea mudah didapatkan sebagai pupuk
tanaman dan harganya terjangkau. Pada produksi biopestisida ini
menggunakan bioreaktor kolom gelembung karena bioreaktor tersebut dapat
menghasilkan biomassa dan yield metabolit sekunder yang lebih tinggi
(Hartoto dan Sailah, 1992), terutama pada pemanfaatan transfer oksigen yang
baik, karena P. putida merupakan bakteri aerob yang membutuhkan
ketersediaan oksigen dalam pertumbuhannya. Berbagai senyawa metabolit
sekunder yang dihasilkan P. putida tersebut bersifat toksik terhadap
nematoda kemudian dimanfaatkan sebagai senyawa biopestisida.
B. TUJUAN
Penelitian ini bertujuan untuk:
1. Mengkaji pemanfaatan molasses sebagai sumber karbon dan urea sebagai
sumber nitrogen pada media pertumbuhan bakteri endofit (Pseudomonas
putida) dengan menggunakan bioreaktor kolom gelembung
2. Mendapatkan formulasi media kultivasi terbaik untuk menghasilkan
bobot kering biomassa tertinggi
3. Mengukur toksisitas filtrat bakteri hasil kultivasi terhadap nematoda
parasit tanaman (tingkat mortalitas target)
3
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. BAKTERI Pseudomonas sp
Kelompok Pseudomonads merupakan kelompok kemoorganotrofik aerob,
mempunyai kemampuan denitrifikasi, berupa gram negatif, bersel tunggal,
berbentuk lurus atau bengkok, berukuran 0.5-1.0 µm x 1.5- 4.0 µm, dengan
flagella polar, tunggal atau majemuk dan tidak menghasilkan spora. Bakteri-
bakteri Pseudomonads hanya membutuhkan nutrien yang sederhana untuk
pertumbuhannya serta hidup pada kisaran pH netral dan suhu mesofilik.
Namun beberapa bakteri kelompok ini dapat pula dijumpai bertahan hidup
pada kondisi suhu, pH serta faktor-faktor fisik dan kimia yang ekstrim
(Fardiaz, 1988).
Perakaran tanaman banyak dikolonisasi oleh bakteri-bakteri yang
bermanfaat seperti Bacillus sp, Agrobacterium radiobacter dan Pseudomonas
sp. Berdasarkan kemampuanya dalam berfluoresensi, bakteri pseudomonas
dikelompokan menjadi dua yaitu bakteri Pseudomonas fluoresense dan non
fluoresense. Akhir-akhir ini bakteri yang banyak mendapat perhatian untuk
pengendalian penyakit tanaman adalah bakteri pengkolonisasi akar
(rhizobakteri) diantaranya adalah P. fluoresense dan P. putida. Beberapa sifat
yang dimiliki bakteri tersebut antara lain: (a) kemampuan mendominasi
dalam pemanfaatan eksudat yang dikeluarkan akar (b) cepat berkembang biak
dan (c) kemampuan untuk mengkolonisasi perakaran.
B. KARAKTERISTIK Pseudomonas putida
Bakteri P. putida termasuk ke dalam genus Pseudomonas yang berbentuk
lengkung, batang atau ramping, berukuran (0.5-1) x (1.5-5.0) µm dan
bergerak dengan satu atau beberapa flagellum polar, respirasi dengan
oksigen, tumbuh pada kondisi dengan kelembaban tinggi dan kaya bahan
organik, terutama pada rizosfer dan rizoplan sangat disukainya. Kemampuan
yang tinggi dalam mengkoloni akar karena tingkat pertumbuhan yang tinggi,
pergerakannya secara kemotaksis terutama terhadap eksudat akar yang
4
menyediakan unsur nutrisi seperti C, N dan Fe. Bakteri ini lebih efektif pada
kondisi tanah netral dan basah (Soesanto, 2008).
Selain itu, P. putida merupakan bakteri gram negatif yang tumbuh
optimal pada suhu ruang dan bersifat aerob (Mzoughi et al., 2004). Bakteri
P. putida adalah bakteri saprofit yang dapat ditemukan di air dan di tanah.
Bakteri ini memegang peranan penting pada proses dekomposisi,
biodegradasi siklus karbon dan nitrogen. Penggunaan P. putida lebih aman
karena tidak bersifat patogen pada manusia dan tanaman serta tidak
berbahaya seperti Pseudomonas aeroginousa yang bersifat patogen pada
manusia (Budihartono et al., 2009). Berikut ini disajikan klasifikasi ilmiah
dari Pseudomonas putida (Tabel 1).
Tabel 1. Klasifikasi ilmiah Pseudomonas putida
Klasifikasi ilmiah Kingdom Bakteri
Filum Proteobacteria
Kelas Gamma Proteobacteria
Ordo Pseudomonadales
Famili Pseudomonadaceae
Genus Pseudomonas
Spesies Pseudomonas putida
(Cornelis, 2008)
Gambar 1. Pseudomonas putida (www. vermicon.com, 2010)
5
C. MEKANISME KERJA BAKTERI ENDOFIT (Pseudomonas putida)
Bakteri Pseudomonas sp. mampu menghasilkan bermacam-macam
metabolit sekunder seperti antibiotik, HCN dan kompetisi pemanfaatan Fe
(III) melalui produksi siderofor yang dapat menekan pertumbuhan patogen
secara alami. P. putida juga menghasilkan asam-asam organik seperti asam
oksalat (Premono, 1994) yang dapat mengikat unsur P sehingga dapat
meningkatkan serapan fosfat oleh tanaman. Di samping itu bakteri ini juga
menghasilkan antibiotik seperti phenazines, pyrolnitrin, pyocyanin dan
phloroglucionol dan enzim ekstraselluler serta asam pseudomonat (Soesanto,
2008).
Enzim ekstraselluler yang dihasilkan bakteri endofit diantaranya adalah
kitinase, protease, dan selulase. Enzim kitinase merupakan enzim penting
yang dihasilkan bakteri antagonis untuk mengendalikan patogen tular tanah,
karena enzim ini dapat mendegradasi dinding sel patogen yang terdiri dari
kitin seperti dinding sel cendawan, nematoda dan serangga. Enzim protease
yang dihasilkan oleh bakteri endofit selain berperan dalam mendegradasi
dinding sel patogen, protease dapat digunakan oleh bakteri tersebut untuk
melakukan penetrasi secara aktif ke dalam jaringan tanaman. Benhamou et
al. (1996) melaporkan enzim selulase dan pektinase yang dihasilkan
Pseudomonas fluorescens dapat digunakan oleh bakteri tersebut untuk
mengkolonisasi daerah interselluler jaringan korteks akar, sehingga terjadi
penghambatan invasi patogen.
Di samping itu bakteri ini juga dapat menekan perkembangan penyakit
tanaman dengan persaingan ruang dan nutrisi (unsur karbon), merangsang
pertumbuhan tanaman dan menginduksi ketahanan tanaman. Satu agens
biokontrol kemungkinan memiliki lebih dari satu mekanisme (Supramana et
al., 2008).
D. MOLASES
Tetes tebu (molases) merupakan hasil samping proses pengolahan tebu
dari pabrik gula yang masih mengandung gula sebanyak 50-55%, serta
garam-garam dan bahan non gula. Komposisi tetes tebu dipengaruhi oleh
6
varietas, kematangan tebu, kondisi iklim dan tanah dan kondisi proses di
dalam pabrik gula (Paturau, 1982). Molases kaya akan kandungan mineral
yang terdiri atas karbonat, kalium, besi, fosfor, kalsium dan vitamin (Tabel 2
dan 3). Kisaran pH tetes tebu adalah 5.2-6.5 dan kekentalannya 82-84°Brix.
Tabel 2. Komposisi kimiawi tetes tebu (molases)
Unsur Kisaran (%) Rata-Rata (%) Air 17-25 20
Sukrosa 30-40 35
Dekstrosa (glukosa) 4-9 7
Laevulosa (fruktosa) 5-12 9
Bahan pereduksi lain 1-5 3
Karbohidrat lain 2-5 4
Abu 7-15 12
Unsur nitrogen 2-6 4.5
Unsur bukan
nitrogen
2-8 5
Lilin, sterol,
fosfolipid
0.1-1 0.4
Kalsium - 0.66
Fosfor - 0.4 Sumber : Paturau (1982)
Molases digunakan secara luas sebagai sumber karbon untuk denitrifikasi,
fermentasi anaerobik, pengolahan limbah aerobik, dan juga diaplikasikan
pada budidaya perairan (Kargi et al., 1980; Burford et al., 2003; Jimenez et
al., 2004; Quan et al., 2005).
7
Tabel 3. Kandungan vitamin molasses
Unsur Kandungan
(mg/kg molases)
Biotin 1.2-3.2
Asam folat 0.04
Inositol 6.0
Ca-pantotenat 54-64
Piridoksin 2.6-5.0
Riboflavin 2.5
Thiamin 1.8
Asam nikotinat 30-800
Cholin 600-800 Sumber : Paturau (1982)
E. UREA
Urea (H2NCONH2) merupakan salah satu sumber nitrogen yang berguna
sebagai makanan suplemen dalam pertumbuhan mikroorganisme. Substansi
kristalnya memiliki titik leleh pada suhu 132.7°C (27.1°F). Urea terbentuk
dari anhydrous ammonia (NH3) memiliki kadar nitrogen sebesar 46%, karbon
20%, hidrogen 6.71% dan oksigen 26.64 % dengan berat molekul 60.06
gram/mol. Urea dalam bentuk prills memiliki kandungan nitrogen sebesar 32
%. Urea ketika dilarutkan dalam air dan mengalami pemanasan pada suhu
tinggi akan berubah menjadi ammonium bikarbonat dan melepaskan basa
dengan reaksi sebagai berikut,
(NH2)2CO + 3H2O (NH4)2HCO3 + OH-
Proses ini akan berlangsung secara sempurna selama 48 jam. Reaksi
tersebut akan menyebabkan peningkatan nilai pH pada larutan hingga
mencapai nilai pH 8.5 dan ammonium (NH4+) yang terbentuk cenderung
dikonversi menjadi gas ammonia (NH3) (James, 1993). Menurut Stanburry
8
dan Whitaker (1984), ketika gas ammonia dibebaskan kemudian
dimanfaatkan sebagai sumber nitrogen alternatif oleh mikroorganisme.
Stanburry dan Whitaker (1984) menambahkan bahwa urea merupakan
sumber nitrogen yang sesuai untuk pertumbuhan mikroorganisme karena
kemampuanya untuk mempertahankan pH. Namun urea ini mempunyai sifat
yang tidak stabil selama proses sterilisasi, oleh karena itu penggunaanya
dibatasi.
Selain sumber karbon dan nitrogen, mikroorganisme juga memerlukan
mineral untuk pertumbuhan dan pembentukan produk metabolit. Kebutuhan
mineral bervariasi tergantung pada jenis mikroorganisme yang ditumbuhkan.
Menurut Dulmage & Rhodes (1971), garam-garam organik yang dibutuhkan
untuk pertumbuhan mikroorganisme meliputi K, Mg, P, S dan yang
diperlukan dalam jumlah sedikit seperti Ca, Zn, Fe, Co, Cu, Mo dan Mn.
F. BIOREAKTOR KOLOM GELEMBUNG
Bioreaktor kolom gelembung (Bubble Column Bioreactor) merupakan
bioreaktor yang berbentuk kolom yang dilengkapi dengan pemasok udara
dari bagian bawah dan tanpa pengadukan mekanis. Pada bioreaktor ini,
pencampuran semata-mata bergantung pada sirkulasi udara yang dimasukan
(Crueger, 1987).
gas keluar
D = diameter
Gambar 2. Skema bioreaktor kolom gelembung (Crueger, 1987).
tinggi
Cairan keluar
D
Gas masuk
sparger
Cairan masuk
9
Menurut Pons, et al. (1987), bioreaktor kolom gelembung menunjukan
proses pengadukan dan transfer oksigen yang baik. Selain itu, laju
perpindahan oksigen dapat mencapai nilai maksimum (Crueger, 1987).
Pergerakan gelembung-gelembung udara tersebut menurut Deckwer (1990)
dapat terjadi secara bersamaan atau gerakan bolak-balik sehingga
membentuk pola sirkulasi yang menyebabkan pengadukan yang intensif
dalam fase cairan.
Bioreaktor kolom gelembung merupakan bioreaktor yang mempunyai
konstruksi sederhana, mudah perawatannya, mempunyai sistem
pencampuran, sistem pindah panas maupun pindah massa yang sangat baik
(Deckwer, 1990). Selain itu, bioreaktor jenis ini membutuhkan pasokan
energi kurang dari 1,0 KW/m3, sedangkan bioreaktor tangki berpengaduk
membutuhkan energi 1,0-2,0 KW/m3. Selanjutnya, Hartoto dan Sailah
(1992) menyebutkan bila dibandingkan dengan bioreaktor teragitasi secara
mekanis, bioreaktor kolom gelembung dapat menghasilkan biomassa dan
yield metabolit sekunder yang lebih tinggi saat memproduksi PST.
G. NEMATODA PELUKA AKAR (Pratylenchus brachyurus)
Nematoda peluka akar (Pratylenchus brachyurus) merupakan nematoda
endoparasit migratori. Serangan nematoda Pratylenchus brachyurus pada
tanaman nilam menyebabkan pertumbuhan tanaman terhambat, warna daun
merah atau kekuning-kuningan dan menyebabkan luka nekrosis pada akar
rambut dan kadang-kadang akar membusuk (Mustika et al., 1995). Selain
menghambat pertumbuhan tanaman, infeksi P. brachyurus juga menurunkan
kandungan klorofil dan kadar minyak nilam (Sriwati, 1999). Kerusakan
akibat serangan nematoda tersebut pada tanaman nilam dapat menurunkan
hasil sampai 85% (Mustika et al., 1995). Berikut ini klasifikasi ilmiah dari
nematoda peluka akar (P. brachyurus) pada Tabel 4.
10
Tabel 4. Klasifikasi ilmiah Pratylenchus brachyurus
Klasifikasi
Kingdom Animalia
Filum Nematoda
Kelas Adenophorea
Subkelas Diplogasteria
Ordo Tylenchida
Famili Pratylenchidae
Subfamili Pratylenchinae
Genus Pratylenchus
Spesies Pratylenchus brachyurus
(Kleynhans, 1999)
H. KINETIKA KULTIVASI
Kinetika kultivasi menggambarkan pertumbuhan dan pembentukan produk
oleh mikroorganisme, serta menggambarkan kegiatan sel-sel istirahat dan
mati karena banyak produk yang diproduksi setelah pertumbuhan sel berhenti
(Gumbira-Said, 1987). Kinetika kultivasi secara umum dikaji berdasarkan
laju penggunaan substrat, pertumbuhan biomassa dan pembentukan produk.
Gumbira-Said (1987) menyatakan bahwa ciri-ciri pertumbuhan mikrobial
adalah waktu yang dibutuhkan untuk menggandakan massa atau jumlah sel.
Waktu ganda massa sel dapat berbeda dengan waktu ganda jumlah sel karena
massa sel dapat meningkat tanpa peningkatan jumlah sel.
Fase awal (lag) merupakan masa penyesuaian mikroba, sejak inokulasi sel
mikroba diinokulasi ke media biakan. Pada fase ini terjadi sintesis enzim oleh
sel yang diperlukan untuk metabolisme metabolit. Selama periode ini tak
terjadi penangkaran sel. Oleh karena itu,
X=Xo =tetap …………………..(1)
dengan Xo : konsentrasi sel pada t=0
Laju pertumbuhan (g/l.j) sama dengan nol.
11
rx = = 0……………….. …(2)
demikian pula laju pertumbuhan spesifik, µ (jam-1) adalah nol
. = µ = 0…………………..(3)
Setelah fase adaptasi selesai, mulai terjadi reproduksi selular. Konsentrasi
selular biomassa meningkat, mula-mula perlahan kemudian makin lama
makin meningkat. Dengan demikian laju produksi atau pertumbuhan (dx/dt)
dan laju pertumbuhan spesifik meningkat. Pada saat laju pertumbuhan dan
reproduksi selular mencapai titik maksimal, maka terjadi pertumbuhan sel
logaritmik atau eksponensial. Pada fase ini mikroba mencapai laju
pertumbuhan maksimum (µmax), dan pertumbuhan sel mikroba terjadi sangat
cepat. Pertumbuhan mikroba pada fase eksponensial dinyatakan dengan
persamaan di bawah ini:
= µmaxX……………………..(4)
Pengintegralan kesetimbangan persamaan (4) akan memberikan persamaan
berikut (Gumbira-Said, 1987):
= dt……..(5)
Jika laju pertumbuhan adalah tetap, maka kesetimbangan (5) dapat
menghasilkan persamaan sebagai berikut :
Ln( ) = µmax ………………………….(6)
Atau
Ln Xt = Ln Xo + µmax …………… (7)
Kesetimbangan (6) dapat diselesaikan untuk kasus = td, yaitu waktu yang
dibutuhkan untuk mendapatkan massa sel dua kali massa sel semula, Xt =
2Xo sehingga
12
td = ln2/ µmax = 0.693/ µmax
Keterangan : Xo = konsentrasi sel pada waktu t=0
Xt = konsentrasi sel pada waktu t=t
µmax = laju pertumbuhan spesifik
t = waktu
Koefisien hasil sel terhadap sumber karbon dinyatakan sebagai Yx/s,
sedangkan koefisien konversi nutrient dalam substrat menjadi produk pada
periode tertentu dinyatakan sebagai Yp/s (Wang et al., 1978). Perhitungan
yang biasa digunakan adalah menggunakan persamaan sebagai berikut :
Yx/s = ………………………(8)
Yp/s = ……………………….(9)
Koefisien konversi nutrient dalam substrat berhubungan dengan efisiensi
penggunaan substrat. Perhitungan yang biasa digunakan untuk menghitung
efisiensi penggunaan substrat adalah sebagai berikut (Said, 1987;
Mangunwijaya dan Suryani, 1994):
% penggunaan substrat = x 100%.....................(11)
13
III. BAHAN DAN METODE
A. BAHAN
Bahan yang digunakan adalah molases sebagai sumber karbon dan urea
sebagai sumber nitrogen, Tryptic Soy Agar (TSA), Tryptic Soy Broth (TSB)
dan mineral (MgSO4 7 H20 0.3%, MnSO4 7 H2O 0.02%, FeSO4 7 H2O
0.02% dan ZnSO4 7 H2O 0,02%, CaCO3 1%), H2SO4 pekat, buffer fosfat,
aquades, etanol 70%, spiritus, tisu, kapas, alumunium foil, isolat bakteri P.
putida, dan nematoda P. brachyurus dari koleksi Balittro.
B. ALAT
Alat-alat yang digunakan antara lain pH-meter, spektrofotometer, tabung
eppendorf, labu erlenmeyer, pipet, gelas ukur, gelas piala, tabung reaksi,
cawan porselin, rotary shaking incubator, otoklaf, oven, neraca analitik,
desikator, loop inokulasi, lemari pendingin, sentrifuse dan bioreaktor kolom
gelembung.
C. METODE PENELITIAN
1. Persiapan Kultivasi
a. Analisis Bahan Baku
Analisis ini bertujuan untuk mengetahui komposisi awal media yang
digunakan yaitu molases sebagai media sumber karbon dan urea sebagai
sumber nitrogen meliputi analisis kadar air, kadar abu, kadar C dan N.
b. Persiapan Inokulum
Inokulum (kultur bibit) kultivasi disiapkan secara bertahap
mengikuti cara Vandekar dan Dulmage (1982).
14
Gambar 3. Diagram alir persiapan inokulum (Vandekar dan Dulmage, 1982)
2. Pembuatan Media Kultivasi
No Formula Komposisi (%)
Molases Urea
1. A1B 1% 1%
2. A2B 1.25% 1%
3. A3B 1.5% 1%
Ket : A = kadar molases B = kadar urea Medium kultivasi yang digunakan terdiri dari molases. Urea, buffer fosfat,
garam mineral (MgSO4 7 H20 0.3%, MnSO4 7 H2O 0.02%, FeSO4 7 H2O
0.02% dan ZnSO4 7 H2O 0,02%)
Satu lup biakan P. putida dari media TSA(Trypic Soy Agar)
Inokulasi dalam 16 ml medium TSB (Tryptic Soy Broth)
Inkubasi dalam rotary shaking incubator 200 rpm, 30°C, 24 jam
15
Gambar 4. Diagram alir proses persiapan media kultivasi (Vandekar dan Dulmage, 1982)
3. Kultivasi
Kultivasi dilakukan di dalam bioreaktor kolom gelembung bervolume 1.3
liter, berisi 0.8 liter media kultivasi dengan konsentrasi sumber karbon dan
nitrogen sesuai perlakuan, pH awal medium 6.8-7.2, kemudian diinokulasi
dengan kultur inokulum dari labu pembibitan sebanyak 2% secara aseptis.
Kultivasi dilakukan pada laju aerasi 0.5 v/v/m dan suhu 30°C selama 48 jam.
Pengamatan dilakukan dengan interval waktu 6 jam sekali.
Molases + CaCO3 Urea + trace element dalam buffer fosfat
Sterilisasi pada suhu 121°C selama 15 menit
Dimasukan ke dalam bioreaktor kolom gelembung secara aseptik
16
Gambar 5. Diagram alir proses kultivasi (Vandekar dan Dulmage, 1982)
Pengambilan contoh dilakukan sebanyak 9 kali dengan volume 8 ml
untuk setiap samplingnya. Sampling dilakukan pada waktu kultivasi jam ke-
0, 6, 12, 18, 24, 30, 36, 42 dan jam ke-48.
4. Analisis parameter
Analisis parameter dalam penelitian meliputi analisis pra kultivasi,
kultivasi dan pasca kultivasi.
Analisis pra kultivasi meliputi penentuan kadar C, kadar N, kadar gula
total, kadar air dan kadar abu dari media yang digunakan. Data analisis yang
dikumpulkan selama proses kultivas yaitu :
a) pH cairan kultivasi
b) Pertumbuhan sel dengan menggunakan OD660 nm dan bobot kering
biomassa (g/l) setiap 6 jam selama 48 jam
c) Kadar gula sisa dengan menggunakan metode fenol
Bioreaktor kolom gelembung 1.3 L diisi dengan medium
kultivasi 0.8 L
Inokulasi dengan inokulum dari labu pembibitan (2% dari volume
medium kultivasi)
Kultivasi pada bioreaktor kolom gelembung pada suhu 30°C selama
48 jam
Biakan diamati pada interval waktu 6 jam sekali
17
Data yang diperoleh selama kultivasi digunakan untuk menentukan
parameter kinetika kultivasi. Parameter kinetika kultivasi yang ditentukan
meliputi laju pertumbuhan maksimum (µmax), waktu ganda sel (tdx), efisiensi
penggunaan substrat, dan konversi substrat menjadi biomassa (Yx/s).
Analisis pasca kultivasi yakni pengukuran mortalitas nematoda dengan
menggunakan cairan hasil kultivasi dari masing-masing perlakuan. Nematoda
sebanyak 20 ekor dimasukan ke dalam gelas hitung yang berisi 5 ml cairan
hasil kultivasi, setiap perlakuan dilakukan sebanyak 5 ulangan kemudian
diamati setiap hari sampai hari keempat, dengan menggunakan blanko air dan
media kultivasi setiap perlakuan tanpa inokulum, sedangkan pengenceran
yang digunakan sebanyak 20% berdasarkan penelitian Athman (2006) bahwa
pada pengenceran 20% cairan kultivasi didapat nilai LC50 antara cairan
kultivasi yang dihasilkan Fusarium untuk target sejenis nematoda migratori
yakni Radopholus similis.
5. Rancangan Percobaan
Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap satu
faktor. Faktor yang dipakai yakni kadar molases yang terdiri dari 3 taraf dan
urea dengan satu taraf sebanyak 2 kali ulangan. Model yang digunakan untuk
rancangan ini adalah
Yij = µ + Ai +
dengan i = 1,2,3
j = 1,2
Ket :
Yij= variable respon (pH, biomassa, substrat, yield, toksik) dari hasil
observasi ke-j yang terjadi karena pengaruh taraf ke-i
µ = nilai tengah populasi
Ai = efek perlakuan ke-i
= efek unit eksperimen ke-j yang terjadi karena perlakuan ke-i
Data yang diperoleh dari pengukuran parameter, kemudian dianalisis
menggunakan analisis ragam uji F. Apabila hasilnya menunjukan perbedaan
18
yang nyata, analisis akan dilanjutkan dengan uji Duncan. Analisis ragam
tersebut dilakukan menggunakan software SPSS.
19
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. PENENTUAN KADAR C (KARBON) DAN KADAR N (NITROGEN)
MEDIA KULTIVASI Hasil analisis molases dan urea sebagai sumber karbon dan nitrogen
menggunakan metode Walkley-Black dan Kjeldahl, dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Hasil analisis karbon, nitrogen, kadar air dan kadar abu molases dan urea Bahan Kadar (%)
C(b/b) N(b/b) Kadar air Kadar abu
Molases 1% 0.54 0.04 99.08 0.08
Urea 0.07 45.11 Tidak diukur Tidak diukur
Keterangan :
C= karbon, N=Nitrogen
b/b = bobot/bobot
Analisis kadar karbon pada molases 1% yang ditunjukan pada Tabel 5, nilainya
lebih besar (0.54%) dari analisis kadar karbon dari molases 1% yang juga dilakukan
oleh Suastuti (1998) yakni sebesar 0.37%. Perbedaan ini disebabkan karena
komposisi molases dipengaruhi oleh varietas dan kematangan tebu, kondisi iklim dan
tanah. Di samping itu kondisi proses pada pabrik gula juga mempengaruhi komposisi
molases.
Kadar nitrogen dari urea yang dianalisis adalah sebesar 45.11% tidak berbeda
dengan kadar nitrogen pupuk urea buatan PT PUSRI Palembang yang umumnya
mengandung minimal 46% nitrogen (Chan dan Sumarna, 1986).
B. POLA PERUBAHAN pH
Nilai pH cairan kultur selama kultivasi P. putida berkisar antara 7.32-9.21. ada
Pada awal kultivasi pH medium mengalami penurunan pada jam ke-6 sampai jam ke-
12 kemudian nilai pH naik kembali dan cenderung stabil hingga akhir kultivasi (jam
ke-48). Berdasarkan analisis ragam (Lampiran 12, 13, 14), formula media kultivasi
20
berbeda nyata pada taraf nyata 5% untuk perubahan pH di tiap-tiap waktu
pengambilan sampel selama kultivasi dan formula media kultivasi memberikan beda
nyata pada taraf nyata 5% untuk penurunan pH antara nilai pH pada awal kultivasi
dengan nilai pH terendah selama kultivasi, jadi minimal ada satu formula yang
memberikan pengaruh berbeda dibanding formula yang lain pada taraf nyata 5%
(Lampiran 15). Pola perubahan pH cairan kultivasi dapat dilihat pada Gambar 6
berikut ini.
Gambar 6. Kurva perubahan pH medium selama kultivasi
Besarnya penurunan pH berbeda, tergantung kepada konsentrasi molases (tetes
tebu) yang digunakan. Semakin tinggi konsentrasi molases, semakin tinggi pula
penurunan pH. Menurut Hilwan et al. (2006), semakin banyak jumlah karbon yang
terdapat dalam media maka pembentukan asam piruvat di dalam cairan kultivasi
akan semakin meningkat. Terjadinya perubahan pH selama kultivasi adalah hal yang
umum terjadi. Hal ini juga sesuai dengan yang dinyatakan oleh Jenkins dalam
Cartledge (1992) dimana pH dari suatu kultur metabolisme tidak tetap sepanjang
waktu. Perubahan pH ini berhubungan dengan (1) degradasi protein dan senyawa
protein lain dengan membentuk ammonia atau produk alkalin lain (2) pengambilan
kation dan anion tertentu (3) metabolisme substrat karbon dengan membentuk asam
organik.
21
Terjadinya penurunan pH ini karena bakteri menggunakan sumber karbon dalam
metabolismenya yang menghasilkan senyawa metabolisme seperti asam asetat, asam
piruvat dan asam karboksilat. Hal ini dinyatakan juga oleh Jenkins dalam Cartledge
(1992) bahwa jika sumber karbon yang paling besar di dalam kultur medium adalah
suatu karbohidrat maka pH akan turun selama pertumbuhan eksponensial pada
kondisi aerob. Pada proses ini, asam organik jika berdisosiasi dalam air akan
menghasilkan H+ yang dapat menurunkan pH cairan kultivasi. Terbentuknya asam-
asam organik tersebut melalui proses katabolisme glukosa dan siklus asam
trikarboksilat (TCA) yang merupakan kelanjutan dari reaksi glikolisis. Asam-asam
ini merupakan substrat untuk anabolisme dalam sintesis asam amino dan
makromolekul lain (Dawes dan Sutherland, 1976).
Manfaat lain adanya asam-asam organik seperti asam oksalat yang dihasilkan P.
putida, juga akan menguntungkan tanaman dalam memperoleh unsur P dalam tanah,
terutama pada tanah masam yang tidak mampu menyediakan fosfat yang cukup bagi
tanaman. Pada tanah yang demikian, efisiensi pemupukan P menjadi sangat rendah
karena sebagian besar P yang diberikan terikat dengan alumunium, besi dan mangan
dengan membentuk senyawa yang sukar larut. Oleh karena itu, dengan adanya asam-
asam organik akan membentuk kompleks dengan Al, Fe, Mn sehingga fosfat tidak
terikat oleh ion-ion tersebut. Unsur P diperlukan oleh tanaman sebagai unsur makro
untuk pertumbuhan.
Peningkatan nilai pH cairan kultivasi disebabkan oleh penggunaan urea sebagai
sumber nitrogen. James (1993) seperti dikutip Wicaksono (2000) menyatakan bahwa
urea jika dilarutkan ke dalam air akan mengalami reaksi kimia dan berubah menjadi
ammonium bikarbonat. Reaksi kimia ini akan menyebabkan peningkatan pH larutan
dan reaksi ini berlangsung hingga jam ke-48 (akhir kultivasi). Kenaikan pH
disebabkan oleh terakumulasinya bahan-bahan alkalin hasil metabolisme urea.
C. POLA PERTUMBUHAN Pseudomonas putida SELAMA KULTIVASI
Pertumbuhan bakteri dapat dilihat dengan peningkatan kekeruhan (optical
density) dan bobot kering biomassa yang dihasilkan selama kultivasi. Pola
pertumbuhan P. putida selama proses kultivasi dapat dilihat pada Gambar 7, 8 dan 9
berikut ini.
22
Gambar 7. Pola pembentukan biomassa oleh Pseudomonas putida selama kultivasi dalam medium A1B (molases 1%, urea 1%)
Gambar 8. Pola pembentukan biomassa oleh Pseudomonas putida selama kultivasi pada medium A2B (molases 1.25%, urea 1%)
23
Gambar 9. Pola pembentukan biomassa oleh Pseudomonas putida selama kultivasi pada medium A3B (molases 1.5%, urea 1%)
Pola pertumbuhan sel pada ketiga perlakuan memiliki pola yang sama yaitu fase
adaptasi (lag), fase logaritmik (eksponensial) dan stasioner. Selain itu juga
menunjukan pola pertumbuhan diauksik yakni pola pertumbuhan yang dicirikan
oleh dua fase eksponensial yang dipisahkan dengan fase lag. Pertumbuhan diauksik
terjadi karena pengunaan dua sumber karbon yakni glukosa dan fruktosa
(monosakarida) dan sukrosa (disakarida). Sumber karbon yang mudah
dimetabolisme seperti monosakarida merupakan molekul gula sederhana akan
digunakan terlebih dahulu. Setelah sumber karbon yang pertama habis, sel akan
memasuki fase stasioner sampai suatu ketika laju pertumbuhannya akan meningkat
lagi. Dalam fase pertumbuhan kedua, P. putida akan menggunakan sumber karbon
yang lebih kompleks seperti sukrosa yang merupakan disakarida.
Pada setiap perlakuan, fase adaptasi pertumbuhan pertama pada konsentrasi
molasses 1% urea 1% (A1B) berlangsung relatif cepat karena sel bakteri dapat
menyesuaikan kondisi pertumbuhanya pada media kultivasi sedangkan pada
konsentrasi molases 1.25% urea 1% (A2B) dan konsentrasi molasses 1.5% urea 1%
(A3B) memiliki fase adaptasi yang berlangsung dari awal kultivasi sampai jam ke-
6, setelah fase adaptasi kemudian dilanjutkan oleh fase eksponensial pertama.
24
Pada konsentrasi molasses 1% urea 1% (A1B) fase eksponensial berlangsung
dari awal kultivasi sampai jam ke-6, sedangkan molases 1.25% urea 1% (A2B)
berlangsung dari jam ke-6 sampai jam ke-18 dan molasses 1.5% urea 1% fase
eksponensial berlangsung dari jam ke-6 sampai jam ke-12, setelah itu dilanjutkan
dengan fase stasioner. Fase stasioner ini sebagai awalan untuk mulai memasuki
fase adaptasi pada fase pertumbuhan kedua yang diikuti fase eksponensial dan fase
stasioner pertumbuhan kedua.
Pada konsentrasi molases 1% urea 1% fase eksponensial kedua dari jam ke-
12 hingga jam ke-18, pada konsentrasi 1.25% urea 1% (A2B) fase eksponensial
kedua terjadi dari jam ke-36 sampai jam ke-42 diikuti dengan fase stationer kedua
hingga akhir kultivasi. Pada konsentrasi 1.5% urea 1% (A3B) fase eksponensial
kedua dari jam ke-30 hingga jam ke-36 setelah itu terjadi fase stationer kedua
hingga jam ke-48. Berikut ini kurva antara ln[biomassa] terhadap lama kultivasi
yang menunjukan pola pertumbuhan sel (Gambar 10).
Gambar 10. Pola pertumbuhan sel Pseudomonas putida pada setiap perlakuan
A1 = molases 1%; A2 = molases 1.25%; A3 = molases 1.5%; B = urea 1%
Perbanyakan sel terjadi setelah fase adaptasi dengan meningkatnya konsentrasi
sel dalam cairan kultivasi. Pada fase ini laju pertumbuhan (dx/dt) meningkat. Saat
laju pertumbuhan mencapai titik maksimal maka pertumbuhan berlangsung secara
25
logaritmik (eksponensial). Semakin tinggi konsentrasi molases, berarti sumber
karbon semakin banyak, dengan demikian bakteri memiliki kebutuhan akan sumber
karbon juga semakin banyak, sehingga dapat memperpanjang fase eksponensial
bakteri, tetapi substrat yang berlebihan juga dapat menjadi penghambat
pertumbuhan bakteri.
Fase stasioner (pertumbuhan tetap) yang mana jumlah sel mati seimbang
dengan jumlah sel baru (tumbuh) dan populasinya stabil (Fardiaz, 1988; Tortora et
al., 1989; Schuler dan Kargi, 1992) Fase stasioner tidak selalu disebabkan oleh
kehabisan nutrisi esensial tetapi dapat disebabkan oleh perubahan pH medium
kultivasi yang dapat menghambat sintesis sel lebih jauh (Pritchard dan Tempest
dalam Mandelstam, 1986).
D. POLA PEMBENTUKAN BOBOT KERING BIOMASSA
Bobot kering biomassa yang dihasilkan tertinggi pada konsentrasi molases 1.5%
urea 1% (A2B) sebesar 3.495 (g/l) pada jam ke-48, konsentrasi molases 1.25%
urea 1% (A3B) sebesar 2.196 (g/l) pada jam ke-42 dan konsentrasi molases 1%
urea 1% (A1B) sebesar 1.951 (g/l) pada jam ke-42. Berdasarkan dengan analisis
ragam, formula media berbeda nyata dengan taraf 5% untuk peningkatan bobot
kering biomassa selama kultivasi (Lampiran 17), untuk jam ke-12 (W12), jam ke-
18 (W18), jam ke-24 (W24) dan jam ke-48 (W48) dapat dilihat pada Lampiran 18,
sehingga hanya pada waktu-waktu itulah formula media berpengaruh untuk bobot
kering biomassa. Pengaruh konsentrasi molases dan urea terhadap pertumbuhan sel
(peningkatan bobot kering biomassa) dapat dilihat pada gambar berikut ini
(Gambar 11).
26
Gambar 11. Pengaruh konsentrasi molases dan urea terhadap peningkatan bobot
kering biomassa Tingginya bobot kering biomassa pada konsentrasi molases 1.5% dan urea 1%
(A3B) menunjukan adanya kandungan kadar karbon lebih banyak yang dapat
termanfaatkan oleh P. putida untuk pertumbuhannya. Dalam hal ini pada setiap
perlakuan media kultivasi yang diujikan terdapat korelasi positif antara peningkatan
kadar karbon pada molases terhadap peningkatan bobot kering biomassa P. putida.
E. PENGGUNAAN SUBSTRAT SELAMA KULTIVASI
Selama kultivasi berlangsung, sel bakteri mengkonversi substrat menjadi
biomassa dan produk. Hal ini ditandai dengan berkurangnya konsentrasi sumber
karbon. Tinggi rendahnya total sisa gula dipengaruhi oleh kemampuan sel dalam
mengkonversi gula dari molases sebagai sumber karbon menjadi biomassa.
Efisiensi penggunaan substrat tertinggi adalah media A3B (konsentrasi molases
1.5% dan urea 1%) yakni 0.7210 (72.10%). Berikut ini grafik efisiensi penggunaan
sumber karbon dari setiap perlakuan (Gambar 12).
27
Gambar 12. Efisiensi penggunaan sumber karbon selama kultivasi (A1 = molases
1%; A2 = molases 1.25%; A3 = molases 1.5%; B = urea 1%)
Berdasarkan analisis ragam bahwa formula media berpengaruh nyata pada taraf
5% untuk pengurangan substrat selama kultivasi berlangsung (Lampiran 19), hal ini
terjadi pada jam ke-0 (W0), ke-6 (W6), ke-12 (W12) dan ke-24 (W24), maka pada
waktu-waktu itulah formula media berpengaruh untuk total sisa gula (Lampiran 20)..
Dan formula media berbeda nyata pada taraf 5% untuk nilai efisiensi penggunaan
sumber karbon (Lampiran 21), pada jam ke-6 (W6), ke-12 (W12) dan jam ke-24
(W24) (Lampiran 22) sehingga hanya pada waktu-waktu itulah formula media
berpengaruh untuk efisiensi penggunaan sumber karbon.
Kemampuan sel dalam menggunakan substrat juga dapat dipengaruhi oleh
kondisi lingkungan, misalnya suhu dan pH. Sumber karbon pada molases terdapat
dalam bentuk gula-gula sederhana yang dapat dimanfaatkan oleh mikroorganisme.
Molases mengandung sukrosa (30-40%), glukosa ( 4-9%) dan fruktosa (5-12%)
(Paturau, 1982).
28
Gambar 13. Pola penggunaan substrat pada setiap perlakuan (A1 = molases 1%;
A2 = molases 1.25%; A3 = molases 1.5%; B = urea 1%)
. Pada jam ke-48, total sisa gula dari setiap perlakuan belum semuanya habis
termanfaatkan, yakni hanya tersisa 2.704-4.500 (g/l), terjadinya kelebihan substrat
yang masih belum termanfaatkan pada jam ke-48 berhubungan dengan terbatasnya
jumlah bakteri yang masih hidup di dalam bioreaktor akibat dari terakumulasinya
senyawa metabolit sekunder seperti antibiotik, senyawa HCN dsb yang mengganggu
pertumbuhan P. putida sehingga berkurangnya bakteri tersebut dalam mengkonsumsi
substrat yang masih tersisa. Berikut ini, (Gambar 14, 15, 16) pola pengurangan dan
penggunaan substrat terhadap kenaikan bobot kering biomassa.
Gambar 14. Kurva peningkatan biomassa terhadap pengurangan penggunaan
substrat selama kultivasi dalam medium A1B (molases 1%, urea 1%)
29
Gambar 15. Kurva peningkatan biomassa terhadap pengurangan penggunaan
substrat selama kultivasi dalam medium A2B (molases 1.25%, urea 1%)
Gambar 16. Kurva peningkatan biomassa terhadap pengurangan penggunaan
substrat selama kultivasi dalam medium A3B (molases 1.5%, urea 1%
F. KINETIKA KULTIVASI
Parameter kinetika kultivasi dapat digunakan untuk menentukan kecepatan
pertumbuhan dari mikroorganisme, konsumsi substrat dan konversi pembentukan
menjadi biomassa.
30
Tabel 6. Parameter kinetika kultivasi
Parameter Kinetika
Kultivasi
A1B A2B A3B
Xmax (g/l) 1.951 2.196 3.495
µ maks1 (jam-1) 0.060 0.099 0.147
µ maks2 (jam-1) 0.086 0.032 0.089
tdx 1(jam) 11.550 7.000 4.714
tdx 2(jam) 8.058 21.656 7.787
Yx/s 0.193±0.026 0.181±0.033 0.257±0.067
(So-S)/So 0.699 0.711 0.721
Keterangan: A1 = molases 1%; A2 = molases 1.25%; A3 = molases 1.5% B = urea
1%
Tabel 6 menunjukan semakin tinggi konsentrasi molases yang digunakan maka
laju pertumbuhan maksimum (µmaks) semakin tinggi. Nilai tertinggi µmaks
pertumbuhan pertama terjadi pada medium dengan konsentrasi molases 1.5% urea
1% (A1B) yaitu sebesar 0.147/jam. Nilai µmaks digunakan untuk menghitung waktu
yang dibutuhkan oleh sel untuk memperbanyak diri dua kali dari massa sel semula.
Hasil perhitungan yang menunjukan waktu ganda sel tercepat berdasarkan massa sel
sebesar 4.714 jam.
Pada nilai rendemen biomassa terhadap substrat, nilai yang tertinggi terdapat pada
konsentrasi molases 1.5% dan urea 1%, karena pada konsentrasi tersebut kadar
karbon yang digunakan untuk pertumbuhan juga lebih tinggi.
31
Gambar 17. Pengaruh konsentrasi molases dan urea terhadap konversi substrat
menjadi biomassa (Yx/s)
Nilai Yx/s terbesar pada konsentrasi 1.5% dan urea 1% (A3B) sebesar
0.257±0.067 g biomassa/g substrat, sedangkan pada konsentrasi molases 1% dan
urea 1% (A1B) sebesar 0.193±0.026 g biomassa/g substrat, kemudian pada
konsentrasi 1.25% dan urea 1% (A2B) sebesar 0.181±0.033 g biomassa/g substrat.
Efesiensi penggunaan substrat pada konsentrasi molases 1.5% dan urea 1% (A3B)
sebesar 72.10%, konsentrasi molases 1.25% dan urea 1% (A2B) sebesar 71.12%,
sedangkan konsentrasi molases 1% dan urea 1% (A1B) sebesar 69.89%. Nilai
efesiensi penggunaan substrat tertinggi terdapat pada konsentrai molases 1.5% dan
urea 1% (A3B) begitu juga dengan nilai Yx/s tertinggi terjadi pada konsentrasi 1.5%
dan urea 1% (A3B). Berdasarkan analisis ragam, kosentrasi media berpengaruh
nyata terhadap (Yx/s) pada taraf 5% (Lampiran 23).
G. PENGUJIAN TOKSISITAS CAIRAN KULTIVASI TERHADAP NEMATODA
(BIOASSAY)
Bioassay merupakan salah satu cara yang dapat digunakan untuk menentukan
aktivitas bahan aktif biopestisida dengan menggunakan hewan target. Biopestisida
yang paling efektif adalah biopestisida yang mampu membunuh hewan target paling
32
banyak, yang ditunjukan oleh tingkat mortilitasnya. Dalam penelitian ini hewan
target yang digunakan adalah nematoda Pratylenchus brachyurus.
Pengujian toksisitas dilakukan dengan menggunakan filtrat bakteri P. putida hasil
kultivasi jam ke-48, dengan pengenceran 20% cairan kultivasi. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa konsentrasi molases 1.5% dan urea 1% (A3B) memiliki tingkat
mortalitas nematoda tertinggi sebesar 90%, konsentrasi molases 1.25% urea 1%
(A2B) sebesar 82% dan terendah pada konsentrasi molases 1% urea 1% (A1B)
sebesar 68%. Tingginya tingkat mortalitas nematoda pada perlakuan molasses 1.5%
dan urea 1% (A3B) berhubungan dengan tingginya bobot kering biomasa yang
dihasilkan yaitu sebesar 3.495 g/l, sedangkan pada perlakuan 1.25% urea 1% (A2B)
dan 1% urea 1% (A1B) sebesar 2.196 g/l dan 1.951 g/l. Berikut ini (Gambar 19)
menunjukan formula media terhadap persentase tingkat mortalitas nematoda.
Gambar 19. Tingkat mortalitas nematoda terhadap berbagai perlakuan media
kultivasi yang diujikan pada pengenceran 20% cairan kultivasi (A1B= molases 1% urea 1%, A2B= molases 1.25% urea 1%, A3B = molases 1.5% urea 1%)
33
Hasil uji toksisitas, menunjukan korelasi positif dengan peningkatan jumlah
sumber karbon (kadar molases), juga dengan peningkatan biomassa. Hal ini
disebabkan, bakteri P. putida memanfaatkan sumber karbon yang ada pada molases
untuk pembentukan biomassa dan produk. Dan secara statistik, pada uji toksisitas
(Lampiran 25) dengan taraf nyata 5% menunjukan formula media kultivasi tidak
berpengaruh nyata pada tingkat toksisitas.
34
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
Bakteri Pseudomonas putida dapat tumbuh dengan baik pada media
molases sebagai sumber karbon dan media urea sebagai sumber nitrogen.
Nilai pH selama kultivasi berada pada kisaran 7.32 - 9.21, nilai tersebut
masih berada pada kondisi baik pertumbuhan P. putida. Jumlah bobot
biomassa kering tertinggi terdapat pada konsentrasi molases 1.5% dan
urea 1% (A3B) pada jam ke-48 yaitu sebesar 3.495 (g/l).
Pada uji total gula sisa, konsentrasi molases 1.5% dan urea 1% (A3B)
memiliki nilai efisiensi penggunaan substrat yang lebih tinggi sebesar
0.7210 (72,10%), nilai tersebut sebanding dengan nilai Yx/s. Nilai Yx/s
tertinggi pada konsentrasi molases 1.5% urea 1% (A3B) sebesar 0.257±
0.067 g biomassa/ g substrat, sedangkan nilai efisiensi penggunaan
substrat terendah terdapat pada media molases 1.% dan urea 1% (A1B)
sebesar 0.6989 (69.89%) dengan nilai Yx/s sebesar 0.193±0.026 g
biomassa/ g substrat.
Laju pertumbuhan maksimum sel tertinggi berdasarkan massanya (µ
maks) terdapat pada media molases 1.5% dan urea 1% (A3B) yaitu
sebesar 0.147 (jam-1) maka waktu ganda sel tercepat juga terjadi pada
molases 1.5% dan urea 1% (A3B) sebesar 4.714 jam.
Tingkat mortalitas nematoda tertinggi dengan pengenceran 20%
terdapat pada konsentrasi molases 1.5% dan urea 1% (A3B) sebesar 90%,
tetapi tidak berbeda nyata dengan kosentrasi molasses 1.25% urea 1% dan
molasses 1% urea 1%. Nilai tingkat mortalitas tersebut berkorelasi positif
terhadap nilai peningkatan biomassa.
B. SARAN
Berdasarkan hasil dari penelitian yang dilakukan, maka disarankan
untuk melakukan penelitian lebih lanjut dengan pengenceran bertahap
35
pada uji bioassay mortalitas nematoda hingga didapat nilai LC50,
kemudian ditentukan juga nilai potensi ujinya.
Selain itu, dibuat variasi baru formulasi media mengenai pengaruh
rasio karbon dan nitrogen melalui peningkatan konsentrasi molases dan
variasi penambahan konsentrasi ureanya sebagai media kultivasi serta
pengaruhnya terhadap tingkat mortalitas pada nematoda.
36
DAFTAR PUSTAKA [Anonim]. 2009. Minyak Atsiri. Trubus Juni 2009. Vol 7. hal 161. AOAC. 1984. Official Methods of Analysis of The Association of Official
Agricultural Chemist. Washington, DC. Athman, S. Y. 2006. In Vitro Screening of Endophytic Fusarium Isolates Against
The Banana Burrowing Nematode, Radopholus similis (Cobb) Thorne. Thesis. University of Pretoria.
Badan Pusat Statistik. 2006. Statistik Ekspor. Buku I Badan Pusat Statistik
Jakarta. Hal 19. Benhamou N, Kloepper J.W, Quadt-Hallman A. Tuzun S. 1996. Induction of
Defense-related Ultrasructural Modification in Pea Root Tissue Inoculated with Endophtyc Bacteria. Plant Physiology 112, 919-929.
Budihartono, Sandy, Felycia E.S, Laurentia E.S, Nancy D.N, Raymond P.A.
2009. Pengaruh Perbedaan Bakteri dan Nutrien terhadap Penurunan Konsentrasi Cr (VI) di Tanah Menggunakan Metode Slurry Phase Bioremediation. Prosiding Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya.
Burford, M.A., Thompson, P.J., McIntosh, R.P., Bauman, R.H., Pearson, D.C.,
2003. Nutrient and Microbial Dynamics in High-Intensity, Zeroexchange Shrimp Ponds in Belize. Aquaculture 219 (1–4), 393–411.
Chan, H. A dan A. Sumarna. 1986. Intisari Pengetahuan Barang. Departemen
Perindustrian. Sekolah Menengah Analisis Kimia. Bogor.
Cornelis P. 2008. Pseudomonas: Genomics and Molecular Biology. Caister Academic Press
Crueger, W. 1987. Physical Aspect of Bioreactor Performance. Dechema, Frankfrut.
Dawes, I.W dan I. W Sutherland. 1976. Microbial Physiology. John Wiley and
Sons. New York. Toronto, Deckwer, W.D. 1990. Bubble Column Reactor. Fachbereich Chemie, Fachgebiet
Technishe, Universitat Oldenburg, Oldenburg.
37
Dulmage, H.T dan R.A Rhodes. 1971. Production of Pathogens in Artificial Media, PP. 507-540. Di dalam H.D Burges dan N.W Hussey [editor] Microbial Control of Insect and Mites. Acad. Press, NY.
Fardiaz, S. 1988. Fisiologi Fermentasi. PAU Institut Pertanian Bogor
Bekerjasama dengan Lembaga Sumberdaya Informasi. Institut Pertanian Bogor.
Gumbira-Said, E. 1987. Bioindustri Penerapan Teknologi Fermentasi. Penebar Swadaya, Jakarta.
Harni R, Mustika I. 2000. Pengaruh Infestasi Pratylenchus brachyurus, Meloidogyne incognita dan Radopholus similis Pada Tanaman Nilam. Buletin Balitro. Vol. XI No. 2. P. 47-54.
Harni R, Munif A, Supramana, Mustika I. 2006. Pemanfaatan Bakteri Endofit untuk Mengendalikan Nematoda Peluka Akar (Pratylenchus brachyurus) Pada Tanaman Nilam. Jurnal Hayati. Vol 14 No.1. 7-12.
Hartoto, L dan Sailah , I. 1992. Sistem Bioreaktor. PAU Bioteknologi, IPB-Bogor. Hilwan, R. Mulyorini, Khaswar Syamsu dan Rini Purnawati. 2006. Kajian
Produksi Bioinsektisida oleh Bacillus thuringiensis var israelensis untuk Pencegahan Wabah Demam Berdarah. Pusat Penelitian Sumber Daya Hayati & Bioteknologi Institut Pertanian Bogor.
James, D.W. 1993. Urea: A Low Cost Nitrogen Fertilizer with Special
Management Requirement. Utah Fertilizer Fact Sheet. AG 283. Utah State University.
Jenkins, R. O.1992. Control of Environment Factors in Fluencing Growth. Dalam
Cartledge, T. G. (Ed) In Vitro Cultivation of Microorganisme. Kent. Butterworth-Heiremann Ltd.
Jimenez, A.M., Borja, R., Martin, A., 2004. A Comparative Kinetic Evaluation of The Anaerobic Digestion of Untreated Molases and Molases Previously Fermented with Penicillium Decumbens in Batch Reactors. Biochemical Engineering Journal 18 (2), 121–132.
Kargi, F., Shuler, M.L., Vashon,R., Seeley, H.W., Henry, A., Austic, R. E. 1980.
Continuous Aerobic Conversion of Poultry Waste into Single-Cell Protein Using A Single Reactor: Kinetic Analysis and Determination. Biotechnology and Bioengineering 22 (8), 1567–1600.
Kleynhans, K. P. N. 1999. Collecting and Preserving Nematodes A Manual for
Nematology. Ultra Litho (Ltd), Heriotdale, Johannesburg.
38
Mangunwijaya, D dan A. Suryani. 1994. Teknologi Bioproses. Penebar Swadaya, Jakarta.
Mustika I, Nuryani Y, Rostiana O. 1991. Nematoda Parasit Pada Beberapa
Kultivar Nilam di Jawa Barat. Buletin Litro. VI (I): 9-14.
Mustika I, Rahmat A, Suyanto. 1995. Pengaruh Pupuk, Pestisida dan Bahan Organik terhadap pH Tanah, Populasi Nematoda dan Produksi Nilam. Medkom. Penelitian dan Pengembangan Tantri. 15: 70-74.
Mzoughi, F.-X. Weillc, N. Mahdhaouib, Y. Ben Salema, H. Sbouib, F. Grimontc,
P.A.D.Grimon. 2004. Outbreak of Pseudomonas putida Bacteraemia in Neonatal Intensive Care Unit. Journal of Hospital Infection 57. 88-91.
Paturau, J. M. 1982. By Product of The Cane Sugar Industry. An Introduction to
Their Industrial Utilization. Sugar Series, 3. Elsevier Scientific Publishing Company, Amsterdam.
Pons, A., L.G Dussap dan J.B Gross. 1987. Comparison of Bubble Column and
Stirred Tank Fermentor Performance for Xanthan Gum Production. Prod. 4th, European Congress of Biotechnology.
Premono, M. E. 1994. Jasad Renik Pelarut Fosfat: Pengaruhnya terhadap P Tanah
dan Efisiensi Tanaman Tebu. Makalah Seminar Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor
Pritchard, R. H dan D. W. Tempest. 1986. Growth: Cells and Population. Dalam
Mandelstam J., K. Mc. Quillen dan I. Dawes (Eds) Biochemistry of Bacterial Growth. 3rd. Blackwell Scientific Publication. Oxford. London. Edinburgh. Boston. Polo alto Melbroune.
Quan, Z.-X., Jin, Y.-S., Yin, C.-R., Lee, J.J., Lee, S.-T., 2005. Hydrolyzed Molases as An External Carbon Source in Biological Nitrogen Removal. Bioresource Technology 96 (15), 1690–1695.
Said, G. E. 1987. Bioindustri Penerapan Teknologi Fermentasi. PAU-
Bioteknologi. Institut Pertanian Bogor Bekerjasama dengan PT Mediyatama Sarana Perkasa, Jakarta.
Schuler, M. L dan F. Kargi. 1992. Bioprocess, Engineering Basic Concepts.
Prentice Hall, Englewood, Cliffs, New Jersey 07632.
Soesanto, L. 2008. Pengantar Pangendalian Hayati Penyakit Tanaman. Rajawali Press, Jakarta.
39
Sriwati, R. 1999. Ketahanan Beberapa Kultivar Nilam (Pogostemon cablin Benth) terhadap Pratylenchus brachyurus (Godfrey) Flipjev & Stekhoven [tesis]. Bogor. Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
Stanburry, P. F dan A. Whitaker. 1984. Principles of Fermentation Technology.
Pergamon Press. New York. Suastuti, N. G. A. M. D. A. 1998. Pemanfaatan Hasil Samping Industri Pertanian
(Molases dan Limbah Cair Tahu) sebagai Sumber Karbon dan Nitrogen untuk Produksi Biosurfaktan oleh Bacillus sp. Galur Komersial dan Lokal [tesis]. Bogor. Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
Supramana, Supriadi, R. Harni. 2008. Seleksi dan Karakterisasi Bakteri Endofit untuk Mengendalikan Nematoda Peluka Akar (Pratylenchus brachyurus) Pada Tanaman Nilam. Laporan Hasil Penelitian Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat. Institut Pertanian Bogor.
Tortora, G. J, B. R Funke dan C. L Case. 1989. Microbiology an Introduction
Third Edition. The Benjamin/Cummings Publishing Company. Inc.
Vandekar, M and H. T. Dulmage .1982. Guidelines for Production of Bacillus thuringiensis H-14. Special Programme for Research and Training in Tropical Diseases. Geneva, Switzerland.
Walkley, A. dan I. A. Black. 1934. An Examination of The Degtjareff Method for Determining Soil Organic Matter and A Proposed Modification of The Chromic Acid Titration Method. Soil Sci. 37: 29-38.
Wang, D. I. C, C. L Cooney, L. Demain, P. Dunhill, A. E Humprey dan M. D. Lily. 1978. Fermentation and Enzyme Technology. John Wiley and Sons, New York.
Wahyudi, S. 2002. Produksi Bioinsektisida oleh Mutan Bacillus thuringiensis
subspecies israelensis dengan Substrat Molases dan Urea. [Skripsi]. FATETA IPB, Bogor.
Wicaksono, Y. 2000. Pemanfaatan Onggok Tapioka dan Urea sebagai Media
Sumber Karbon dan Nitrogen dalam Produksi Bioinsektisida oleh Bacillus thuringiensis subs. Kurstaki. [Skripsi]. Bogor. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor.
www. geocities.com/prod_05.htm [28 Maret 2010]
www. vermicon.com/Fotopages/Pseudomonas putida [1 Maret 2010].
40
LAMPIRAN
41
Lampiran 1. Metode analisis pra-kultivasi
1. Analisis Kadar Air (AOAC, 1984)
Cawan alumunium kosong dipanaskan dalam oven pada suhu
105°C selama 15 menit, kemudian didinginkan dalam desikator selama
30 menit dan ditimbang. Prosedur pengeringan cawan ini diulang
sampai didapatkan bobot tetap. Sampel sebanyak 4-5 gram ditimbang
dalam cawan tersebut, kemudian dipanaskan dalam oven pada suhu
105°C selama 3-5 jam. Setelah itu cawan dikeluarkan dari oven dan
didinginkan, diulangi sampai didapatkan bobot tetap bahan. Persentase
kadar air dihitung dengan rumus sebagai berikut :
Kadar air (%b/b) = x 100%
Keterangan :
W1 = berat sampel sebelum dikeringkan (g)
W2 = berat sampel setelah dikeringkan (g)
2. Analisis kadar abu (AOAC, 1984).
Contoh bahan sebanyak 4-5 gram ditimbang dalam cawan yang
bobotnya konstan. Dibakar sampai tak berasap di atas Bunsen dengan
api kecil, kemudian dimasukan ke dalam tanur pada suhu 600°C
sampai menjadi abu. Cawan didinginkan dalam desikator selama 15
menit kemudian ditimbang. Pengabuan diulangi dengan cara
dimasukan kembali dalam tanur pada suhu 600°C selama 1 jam sampai
didapat bobot tetap. Persentase kadar abu dapat dihitung dengan
menggunakan rumus :
Kadar Abu (%b/b) = A-B x 100%
W Keterangan : A = berat cawan + contoh setelah pengabuan B = berat cawan setelah pengeringan W= berat contoh setelah pengeringan
42
3. Analisis kadar nitrogen (Kjedahl) (AOAC, 1984)
Sampel ditimbang sebanyak 0.2 gram ditambahkan dengan 1 gram
CuSO4, 1.2 gram Na2SO4 dan larutan H2SO4 pekat dan didestruksi
dalam labu kjedahl selama 1 jam sampai berwarna hijau jernih .
Setelah dingin, ditambahkan larutan NaOH 50% sebanyak 15 ml dan
didestilasi. Destilat ditampung dalam erlenmeyer yang berisi 25 ml
larutan H3BO3 4%. Destilat dititrasi dengan larutan HCl 0.1N. yang
digunakan untuk titrasi.
Blanko disiapkan seperti prosedur penentuan kadar nitrogen
dengan metode Kjedhal dengan aquades bebas nitrogen sebagai
sampel. Penentuan kadar nitrogen dihitung berdasarkan rumus sebagai
berikut :
% total N = ( mlHClsampel-mlHCl blanko) x N HCl 0.1N x 14 x FP
Gram contoh
Ket : FP = Faktor Pengenceran
4. Analisis kadar karbon (Walkley-Black, 1934)
Prinsipnya adalah karbon organik dioksidasi oleh asam khromat
panas. Sejumlah panas standar diberikan pada sampel pada
pemanasan dalam bak asam sulfat. Setelah itu dioksidasi dengan asam
kromat dan asam kromat sisa kemudian ditentukan oleh titrasi
dengan ferrous ammonium sulfat untuk menentukan banyaknya
karbon organik yang teroksidasi.Prosedur :
Sampel sebanyak 0.5-1 gram dimasukan dalam erlenmeyer 250 ml.
Kemudian, ditambahkan 10 ml asam khromat dan panaskan selama
120 detik pada bak asam sulfat 180°C. Suhu bak akan turun hingga
170°C selama 2 menit pemanasan. Panaskan kembali hingga 180°C
sebelum sampel berikunya yang akan dipanaskan.
Setelah itu, didinginkan dan ditambahkan 150 ml air. Kemudian
ditambahkan 5 ml asam sulfat dan tetsekan indikator sebanyak 3 tetes
43
sebelum titrasi dengan larutan ferrous ammonium sulfat. Banyaknya
larutan titrasi yang dipakai, merupakan pengurangan dengan blanko,
berarti pula banyaknya asam kromat yang tereduksi oleh organik
karbon.
Lampiran 2. Metode analisis selama kultivasi
1. Prosedur pengukuran pH
Pengukuran pH cairan kultur dilakukan dengan menggunakan pH-
meter yang telah dikalibrasi dengan menggunakan larutan buffer
standar ( 4, 7 dan 10). Sampel cairan kultur langsung diukur dengan
pH-meter tanpa dilakukan pengenceran terlebih dahulu.
2. Prosedur pengukuran pertumbuhan sel dengan metode kerapatan optik atau Optical Density (OD)
Kerapatan optik sampel cairan kultur diukur dengan menggunakan
alat spektrofotometer. Sampel cairan kultur diukur pada panjang
gelombang 660nm. Blangko yang digunakan adalah media steril.
3. Prosedur pengukuran bobot kering biomassa
Tabung eppendorf kosong dipanaskan pada suhu 70°C selama 1
jam (sampai berat konstan), kemudian didinginkan di dalam desikator
selama 30 menit dan ditimbang. Sebanyak 1 ml sampel cairan kultur
fermentasi dimasukan ke dalam tabung eppendorf, kemudian
disentrifugasi dengan kecepatan 4500 rpm selama 30 menit. Filtrat dari
sampel yang telah disentrifugasi disimpan di dalam tabung film untuk
dilakukan perhitungan substrat sisa (kadar gula sisa). Endapan yang
terdapat di dalam tabung eppendorf dipanaskan dalam oven pada suhu
80°C selama 4-5 jam (sampai berat konstan). Kemudian didinginkan
di dalam desikator selama 30 menit dan ditimbang. Bobot kering
biomassa dapat dihitung dengan menggunakan rumus :
Bobot kering biomassa = bobot eppendorf akhir-bobot eppendorf awal
44
4. Penentuan kadar gula sisa dengan metode fenol
Supernatan cairan fermentasi sebanyak 2 ml ditambahkan 1 ml
larutan fenol 5% kemudian ditambahkan 5 ml H2SO4 pekat dan
didihkan selama 15 menit, setelah itu didinginkan kemudian diukur
dengan menggunakan spektrofotometer pada 490nm.
Pembuatan kurva standar :
Larutan glukosa dengan konsentrasi 0, 10, 20, 30, 40, 50, 60 mg/l
diambil sebanyak 2 ml dan masing-masing dimasukan ke dalam
tabung reaksi. Ditambahnkan 1ml fenol 5% + 5 ml H2SO4 dibiarkan
selama 10 menit kemudian dipanaskan dalam penangas air selama 15
menit, diukur absorbansinya.
Konsentrasi
glukosa
(µgram/2ml)
Abs490nm
0 0
10 0.073
20 0.152
30 0.235
40 0.315
50 0.389
60 0.466
45
Lampiran 3. Metode analisis pasca kultivasi (penentuan mortalitas biopestisida)
Sampel cairan kultivasi sebanyak 5 ml dilakukan pengenceran
dan tanpa pengenceran. Sebanyak 20 ekor cacing nematoda
ditempatkan di dalam cup yang berisi cairan kultivasi. Jumlah
nematoda yang mati diamati sampai hari keempat dan dihitung LC50
(konsentasri cairan kultivasi yang menyebabkan 50% nematoda uji
mati).
46
Lampiran 4. Data perubahan pH medium selama kultivasi
Waktu
(jam)
A1B A2B A3B
0 8.15 8.06 8.22
6 7.90 7.69 7.32
12 7.65 7.60 7.56
18 7.72 8.10 7.59
24 8.10 8.48 7.80
30 8.27 8.58 8.06
36 8.58 8.63 8.52
42 9.16 8.64 8.79
48 9.21 8.18 8.95
Keterangan : A1 = molases 1%; A2 = molases 1.25%; A3 = molases 1.5%; B = urea 1%
Lampiran 5. Data optical density (OD660nm) selama kultivasi
Waktu (jam)
A1B A2B A3B
0 0.189 0.285 0.195
6 0.389 0.314 0.201
12 0.410 0.656 0.434
18 0.633 0.793 0.516
24 0.776 0.824 0.425
30 0.846 0.770 0.479
36 0.890 0.789 0.793
42 0.972 0.934 0.913
48 0.917 0.924 1.013
Keterangan : A1 = molases 1%; A2 = molases 1.25%; A3 = molases 1.5%; B = urea 1%
47
Lampiran 6. Data bobot kering biomassa (g/l) selama kultivasi
Waktu (jam)
A1B A2B A3B
0 0.471 0.478 0.564
6 0.676 0.554 0.586
12 0.722 1.460 1.421
18 1.210 1.823 1.741
24 1.522 1.95 1.388
30 1.675 1.762 1.582
36 1.771 1.812 2.707
42 1.951 2.196 3.136
48 1.831 2.170 3.495
Keterangan : A1 = molases 1%; A2 = molases 1.25%; A3 = molases 1.5%; B = urea 1%
Lampiran 7. Data total gula sisa (g/l) selama kultivasi
Waktu
(jam)
A1B A2B A3B
0 10.533 13.429 16.071
6 5.160 12.319 13.750
12 5.268 6.343 8.957
18 4.325 6.550 8.582
24 4.175 6.029 8.043
30 3.946 5.682 7.246
36 3.900 5.293 6.250
42 3.121 3.908 5.614
48 2.704 3.004 4.500
Keterangan : A1 = molases 1%; A2 = molases 1.25%; A3 = molases 1.5%; B = urea 1%
48
Lampiran 8. Laju pertumbuhan
Waktu (jam)
X (A1B) X(A2B) X(A3B) lnX (A1B)
lnX (A2B)
lnX (A3B)
lnXt-lnXo (A1B)
lnXt-lnXo (A2B)
lnXt-lnXo (A3B)
µ A1B µ A2B µ A3B
0 0.471 0.478 0.564 -0.753 -0.738 -0.573 6 0.676 0.554 0.586 -0.392 -0.591 -0.534 0.361 0.148 0.038 0.060 0.025 0.006 12 0.722 0.915 1.421 -0.326 -0.089 0.351 0.066 0.502 0.886 0.011 0.084 0.148 18 1.210 1.823 1.741 0.191 0.600 0.554 0.516 0.689 0.203 0.086 0.115 0.034 24 1.522 1.95 1.388 0.420 0.668 0.328 0.229 0.067 -0.227 0.038 0.011 -0.038 30 1.675 1.762 1.582 0.516 0.566 0.459 0.096 -0.101 0.131 0.016 -0.017 0.022 36 1.771 1.812 2.707 0.572 0.594 0.996 0.056 0.028 0.537 0.009 0.005 0.090 42 1.951 2.196 3.136 0.668 0.787 1.143 0.097 0.192 0.147 0.016 0.032 0.025 48 1.831 2.170 3.495 0.605 0.775 1.251 -0.063 -0.012 0.108 -0.011 -0.002 0.018
Ket : = fase eksponensial pertumbuhan pertama = fase eksponensial pertumbuhan kedua Lampiran 9. Contoh perhitungan laju pertumbuhan maksimum (µ maks) Fase eksponensial dapat dideskripsikan dengan persamaan :
= µx X pengintegralan keseimbangan menjadi Xt = Xo eµt ……..(1)
Menggunakan logaritma, maka persamaan (1) menjadi lnXt = ln Xo + µt ……(2)
Persamaan (2) merupakan plot logaritma dari konsentrasi biomassa terhadap waktu, dimana slope/kemiringan sama dengan nilai (µ)
Y = a + bx……………..(3)
Persamaan (2) berkorelasi dengan persamaan (3)
Y = lnXt
a = ln Xo
49
bx = µt , b dan µ adalah slope nilai konsentrasi biomassa terhadap waktu. Dengan demikian µ maks fase logaritmik sama dengan
nilai b pada regresi linier.
Jadi nilai µ maks (jam-1) = 0.099 (fase eksponensial pertama)
50
Lampiran 10. Kinetika kultivasi Formulasi media kultivasi
X Xo X-Xo S So So-S Yx/s (So-S)/So
Xmax (g/l)
µ maks (jam-1)
I
tdx (jam)
I
µ maks (jam-1)
II
tdx (jam)
II
A1B 1.951 0.471 1.592 3.121 10.533 7.412 0.193±0.014 0.699 1.951 0.060 11.550 0.086 8.058
A2B 2.196 0.478 1.718 3.908 13.429 9.521 0.181±0.009 0.711 2.196 0.099 7.000 0.032 21.656
A3B 3.495 0.564 2.931 4.500 16.071 11.571 0.257 0.721 3.495 0.147 4.714 0.089 7.787
Keterangan: A1=molases1%; A2=molases1.25%; A3=molases1.5%; B=urea1% I = fase eksponensial pertumbuhan pertama, II = fase eksponensial pertumbuhan kedua
51
Lampiran 11. Hasil pengujian mortalitas nematoda
Keterangan : A1B= molases 1% urea 1%, A2B= molases 1.25% urea 1%, A3B = molases 1.5%
urea 1%)
Jenis Perlakuan
Mortalitas (%) Pada Konsentrasi tanpa
pengenceran dengan
pengenceran20%
Ulangan 1 2 3 4 5 Rata-Rata (%)
A1B 100 65 75 50 100 50 68±20.8
A2B 100 90 80 100 70 70 82±13.04
A3B 100 100 90 80 90 90 90±7.07
Kontrol (air) 0 - - - - - Blanko (A1B) 0 - - - - - Blanko (A2B) 1 - - - - - Blanko (A3B) 1 - - - - -
52
Lampiran 12. Hasil analisis ragam uji f dan uji lanjut duncan terhadap nilai pH (alpha=0.05)
1. Formula A1B (molases 1% dan urea 1%)
Variabel tak bebas: pH
Sumber Keragaman Jumlah kuadrat Derajat bebas Kuadrat tengah F Sig.
Faktor terkoreksi 5.235(a) 8 .654 688.765 .000 Konstanta 1240.850 1 1240.850 1306158.04
1 .000
waktu 5.235 8 .654 688.765 .000 Galat .009 9 .001 Total 1246.093 18
Total terkoreksi 5.243 17 a R Kuadrat = .998 (Adjusted R Squared = .997)
pH
Duncana,b
2 7.65002 7.72002 7.90002 8.10002 8.15002 8.26502 8.57502 9.15502 9.2100
1.000 1.000 1.000 .139 1.000 1.000 .108
waktujam ke-12jam ke-18jam ke-6jam ke-24jam ke-0jam ke-30jam ke-36jam ke-42jam ke-48Sig.
N 1 2 3 4 5 6 7Subset
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.Based on Type III Sum of SquaresThe error term is Mean Square(Error) = .001.
Uses Harmonic Mean Sample Size = 2.000.a.
Alpha = .05.b.
53
Lampiran 13. Hasil analisis ragam uji f dan uji lanjut duncan terhadap nilai pH (alpha=0.05)
2. Formula A2B (molases 1.25% dan urea 1%)
Variabel tak bebas: pH
Sumber keragaman Jumlah kuadrat Derajat bebas Kuadrat tengah F Sig.
Factor terkoreksi 2.348(a) 8 .294 5870.500 .000 Konstanta 1216.724 1 1216.724 24334489.0
00 .000
waktu 2.348 8 .294 5870.500 .000 Galat .000 9 5.00E-005 Total 1219.073 18
Total terkoreksi 2.349 17 a R kuadrat = 1.000 (Adjusted R Squared = 1.000)
pH
Duncana,b
2 7.66002 7.68502 8.06002 8.09502 8.18002 8.47502 8.57502 8.62502 8.6400
1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 .063
waktujam ke-18jam ke-12jam ke-6jam ke-24jam ke-0jam ke-30jam ke-36jam ke-42jam ke-48Sig.
N 1 2 3 4 5 6 7 8Subset
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.Based on Type III Sum of SquaresThe error term is Mean Square(Error) = 5.00E-005.
Uses Harmonic Mean Sample Size = 2.000.a.
Alpha = .05.b.
54
Lampiran 14. Hasil analisis ragam uji f dan uji lanjut duncan terhadap nilai pH (alpha=0.05)
3. Formula A3B (molases 1.5% dan urea 1%)
Variabel Tak bebas: pH
Sumber keragaman Jumlah kuadrat Derajat bebas Kuadrat tengah F Sig.
Faktor terkoreksi 5.223(a) 8 .653 2670.648 .000 Konstanta 1175.155 1 1175.155 4807453.09
1 .000
waktu 5.223 8 .653 2670.648 .000 Error .002 9 .000 Total 1180.380 18
Total terkoreksi 5.225 17 a R kuadrat = 1.000 (Adjusted R Squared = .999)
pH
Duncana,b
2 7.31502 7.55502 7.58502 7.78502 8.05002 8.21002 8.51002 8.77002 8.9400
1.000 .087 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000
waktujam ke-6jam ke-12jam ke-18jam ke-24jam ke-30jam ke-0jam ke-36jam ke-42jam ke-48Sig.
N 1 2 3 4 5 6 7 8Subset
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.Based on Type III Sum of SquaresThe error term is Mean Square(Error) = .000.
Uses Harmonic Mean Sample Size = 2.000.a.
Alpha = .05.b.
55
Lampiran 15. Hasil analisis ragam penurunan pH pada setiap formula media kultivasi (alpha=0.05)
Penurunan pH
Jumlah kuadrat
Derajat bebas
Kuadrat tengah F Sig.
Antara grup .198 2 .099 1188.200 .000 Dalam grup .000 3 .000 Total .198 5
Uji Lanjut Duncan Penurunan pH Duncan
Formula
N alpha = .05
1 2 1 A1B 2 .5000 A2B 2 .5200 A3B 2 .8950Sig. .116 1.000
Lampiran 16. Hasil analisis ragam nilai pH setiap formula media di tiap waktu
Jumlah kuadrat
Derajat bebas
Kuadrat tengah F Sig.
W0 Antara Group .004 2 .002 27.000 .012 Dalam Group .000 3 .000 Total .004 5
W6 Antara Group .615 2 .308 3691.400 .000 Dalam Group .000 3 .000 Total .615 5
W12 Antara Group .018 2 .009 90.500 .002 Dalam Group .000 3 .000 Total .018 5
W18 Antara Group .018 2 .009 549.000 .000 Dalam Group .000 3 .000 Total .018 5
W24 Antara Group .130 2 .065 150.269 .001 Dalam Group .001 3 .000 Total .132 5
W30 Antara Group .181 2 .090 387.071 .000 Dalam Group .001 3 .000 Total .181 5
W36 Antara Group .006 2 .003 28.167 .011
56
Dalam Group .000 3 .000 Total .006 5
W42 Antara Group .300 2 .150 65.239 .003 Dalam Group .007 3 .002 Total .307 5
W48 Antara Group .325 2 .163 406.500 .000 Dalam Group .001 3 .000 Total .326 5
Uji Lanjut Duncan W0 Duncan
Formula
N Subset for alpha = .05
1 2 3 1 A1B 2 8.1500 A2B 2 8.1800 A3B 2 8.2100Sig. 1.000 1.000 1.000
W6 Duncan
Formula
N Subset for alpha = .05
1 2 3 1 A3B 2 7.3150 A1B 2 7.9000 A2B 2 8.0600Sig. 1.000 1.000 1.000
W12 Duncan
Formula
N Subset for alpha = .05
1 2 3 1 A3B 2 7.5550 A1B 2 7.6500 A2B 2 7.6850Sig. 1.000 1.000 1.000
57
W18 Duncan
Formula
N Subset for alpha = .05
1 2 3 1 A3B 2 7.5850 A2B 2 7.6600 A1B 2 7.7200Sig. 1.000 1.000 1.000
. W24 Duncan
Formula
N Subset for alpha = .05
1 2 1 A3B 2 7.7850 A2B 2 8.0950A1B 2 8.1000Sig. 1.000 .826
W30 Duncan
Formula
N Subset for alpha = .05
1 2 3 1 A3B 2 8.0500 A1B 2 8.2650 A2B 2 8.4750Sig. 1.000 1.000 1.000
W36 Duncan
Formula
N Subset for alpha = .05
1 2 1 A3B 2 8.5100 A1B 2 8.5750A2B 2 8.5750Sig. 1.000 1.000
58
W42 Duncan
Formula
N Subset for alpha = .05
1 2 1 A2B 2 8.6250 A3B 2 8.7700 A1B 2 9.1550Sig. .057 1.000
W48 Duncan
Formula
N Subset for alpha = .05
1 2 3 1 A2B 2 8.6400 A3B 2 8.9400 A1B 2 9.2100Sig. 1.000 1.000 1.000
Lampiran 17. Hasil analisis ragam nilai bobot kering biomassa pada setiap formula media (alpha=0.05)
Jumlah kuadrat
Derajat bebas
Kuadrat tengah F Sig.
A1B Antara Group 5.069 8 .634 294.871 .000 Dalam Group .019 9 .002 Total 5.088 17
A2B Antara Group 7.475 8 .934 52.827 .000 Dalam Group .159 9 .018 Total 7.634 17
A3B Antara Group 17.652 8 2.206 4.688 .016 Dalam Group 4.236 9 .471 Total 21.887 17
Uji Lanjut Duncan A1B Duncan
Waktu
N Subset for alpha = .05
1 2 3 4 5 6 7 1 W0 2 .4710 W6 2 .6761 W12 2 .7221 W18 2 1.2097
59
W24 2 1.5223 W30 2 1.6748 W36 2 1.7715 1.7715 W48 2 1.8306 W42 2 1.9510Sig. 1.000 .348 1.000 1.000 .066 .235 1.000
A2B Duncan
Waktu
N Subset for alpha = .05
1 2 3 4 1 W0 2 .4780 W6 2 .5540 W12 2 .9150 W30 2 1.7620 W36 2 1.8120 W18 2 1.9005 1.9005W24 2 1.9500 1.9500W48 2 2.1700W42 2 2.1960Sig. .582 1.000 .218 .067
A3B Duncan
Waktu
N Subset for alpha = .05
1 2 3 4 1 W0 2 .5645 W6 2 .5860 W24 2 1.3880 1.3880 W12 2 1.4210 1.4210 W30 2 1.5820 1.5820 1.5820 W18 2 1.7410 1.7410 1.7410 W36 2 2.7065 2.7065 2.7065W42 2 3.1364 3.1364W48 2 3.4950Sig. .149 .110 .063 .300
60
Lampiran 18. Hasil analisis ragam terhadap nilai bobot kering biomassa pada setiap formula media di tiap waktu (alpha=0.05)
Jumlah Kuadrat
Derajat bebas
Kuadrat tengah F Sig.
W0 Antara Group .011 2 .005 .922 .487 Dalam Group .018 3 .006 Total .028 5
W6 Antara Group .016 2 .008 8.921 .055 Dalam Group .003 3 .001 Total .019 5
W12 Antara Group .521 2 .261 68.953 .003 Dalam Group .011 3 .004 Total .532 5
W18 Antara Group .443 2 .222 123.478 .001 Dalam Group .005 3 .002 Total .449 5
W24 Antara Group .345 2 .172 54.080 .004 Dalam Group .010 3 .003 Total .354 5
W30 Antara Group .032 2 .016 1.131 .431 Dalam Group .043 3 .014 Total .075 5
W36 Antara Group 1.117 2 .559 1.421 .368 Dalam Group 1.180 3 .393 Total 2.297 5
W42 Antara Group 1.566 2 .783 .832 .516 Dalam Group 2.825 3 .942 Total 4.391 5
W48 Antara Group 3.094 2 1.547 15.400 .026 Dalam Group .301 3 .100 Total 3.396 5
Uji Lanjut Duncan W12 Duncan
Formula
N Subset for alpha = .05
1 2 1 A1B 2 .7221 A2B 2 .9150 A3B 2 1.4210Sig. .052 1.000
61
W18 Duncan
Formula
N Subset for alpha = .05
1 2 1 A1B 2 1.2097 A3B 2 1.7410A2B 2 1.8230Sig. 1.000 .148
W24 Duncan
Formula
N Subset for alpha = .05
1 2 1 A3B 2 1.3880 A1B 2 1.5223 A2B 2 1.9500Sig. .098 1.000
W48 Duncan
Formula
N Subset for alpha = .05
1 2 1 A1B 2 1.8306 A2B 2 2.1700 A3B 2 3.4950Sig. .363 1.000
Lampiran 19. Hasil analisis ragam setiap formula media terhadap nilai total gula sisa (alpha=0.05)
Jumlah kuadrat
Derajat bebas
Kuadrat tengah F Sig.
A1B Antara Group 89.888 8 11.236 17.486 .000 Dalam Group 5.783 9 .643 Total 95.672 17
A2B Antara Group 189.848 8 23.731 50.561 .000 Dalam Group 4.224 9 .469 Total 194.072 17
A3B Antara Group 231.139 8 28.892 44.849 .000 Dalam Group 5.798 9 .644 Total 236.937 17
62
Uji Lanjut Duncan A1B Duncan
Waktu
N Subset for alpha = .05
1 2 3 1 W42 2 3.3143 W48 2 3.3768 W36 2 3.9000 3.9000 W30 2 3.9232 3.9232 W24 2 4.3482 4.3482 W18 2 5.1339 5.1339 W6 2 5.6268 W12 2 5.6696 W0 2 11.0000Sig. .068 .074 1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 2.000. A2B Duncan
Waktu
N Subset for alpha = .05
1 2 3 1 W42 2 3.9080 W48 2 3.9120 W36 2 5.2930 5.2930 W30 2 5.6820 W24 2 6.0290 W12 2 6.3430 W18 2 6.5500 W6 2 12.3190W0 2 13.4290Sig. .085 .124 .140
A3B
Duncan
Waktu
N Subset for alpha = .05
1 2 3 4 5 6 1 W48 2 4.5000 W42 2 5.6140 5.6140 W36 2 6.2500 6.2500 6.2500 W30 2 7.2460 7.2460 7.2460 W24 2 8.0430 8.0430 W18 2 8.5820 W12 2 8.9570
63
W6 2 13.7500 W0 2 16.0710 Sig. .066 .083 .061 .077 1.000 1.000
Lampiran 20. Hasil analisis ragam setiap formula media terhadap nilai total gula sisa di tiap waktu (alpha=0.05)
Jumlah kuadrat
Derajat bebas
Kuadrat tengah F Sig.
W0 Antara Group 25.730 2 12.865 32.101 .009 Dalam Group 1.202 3 .401 Total 26.932 5
W6 Antara Group 75.213 2 37.607 57.081 .004 Dalam Group 1.976 3 .659 Total 77.190 5
W12 Antara Group 12.062 2 6.031 51.860 .005 Dalam Group .349 3 .116 Total 12.411 5
W18 Antara Group 12.016 2 6.008 9.120 .053 Dalam Group 1.976 3 .659 Total 13.992 5
W24 Antara Group 13.688 2 6.844 307.696 .000 Dalam Group .067 3 .022 Total 13.755 5
W30 Antara Group 11.054 2 5.527 8.192 .061 Dalam Group 2.024 3 .675 Total 13.078 5
W36 Antara Group 5.586 2 2.793 2.724 .212 Dalam Group 3.076 3 1.025 Total 8.662 5
W42 Antara Group 5.701 2 2.851 4.621 .121 Dalam Group 1.851 3 .617 Total 7.552 5
W48 Antara Group 1.263 2 .631 .577 .614 Dalam Group 3.284 3 1.095 Total 4.546 5
64
Uji lanjut Duncan W0 Duncan
Formula
N Subset for alpha = .05
1 2 3 1 A1B 2 11.0000 A2B 2 13.4290 A3B 2 16.0710Sig. 1.000 1.000 1.000
W6 Duncan
Formula
N Subset for alpha = .05
1 2 1 A1B 2 5.6268 A2B 2 12.3190A3B 2 13.7500Sig. 1.000 .176
W12 Duncan
Formula
N Subset for alpha = .05
1 2 1 A1B 2 5.6696 A2B 2 6.3430 A3B 2 8.9570Sig. .143 1.000
W24 Duncan
Formula
N Subset for alpha = .05
1 2 3 1 A1B 2 4.3482 A2B 2 6.0290 A3B 2 8.0430Sig. 1.000 1.000 1.000
65
Lampiran 21. Hasil analisis ragam formula media terhadap nilai (s0-s)/s (alpha=0.05)
Jumlah kuadrat
Derajat bebas
Kuadrat tengah F Sig.
A1B Antara Group .104 7 .015 3.249 .060 Dalam Group .036 8 .005 Total .140 15
A2B Antara Group .548 7 .078 58.404 .000 Dalam Group .011 8 .001 Total .559 15
A3B Antara Group .432 7 .062 31.048 .000 Dalam Group .016 8 .002 Total .448 15
Uji Lanjut Duncan A2B Duncan
Waktu
N Subset for alpha = .05
1 2 3 4 1 W6 2 .0822 W18 2 .5132 W12 2 .5272 .5272 W24 2 .5505 .5505 W30 2 .5782 .5782 W36 2 .6057 W48 2 .7090W42 2 .7112Sig. 1.000 .133 .079 .953
A3B Duncan
Waktu
N Subset for alpha = .05
1 2 3 4 1 W6 2 .1450 W12 2 .4426 W18 2 .4659 W24 2 .4994 W30 2 .5498 .5498 W36 2 .6117 W42 2 .6508 .6508W48 2 .7210Sig. 1.000 .054 .061 .154
66
Lampiran 22. Hasil analisis ragam formula media terhadap nilai (s0-s)/s di tiap waktu (alpha=0.05)
Jumlah kuadrat
Derajat bebas
Kuadrat tengah F Sig.
W6 Antara Group .192 2 .096 80.645 .002 Dalam Group .004 3 .001 Total .196 5
W12 Antara Group .007 2 .004 16.251 .025 Dalam Group .001 3 .000 Total .008 5
W18 Antara Group .005 2 .003 1.149 .426 Dalam Group .007 3 .002 Total .012 5
W24 Antara Group .011 2 .006 26.987 .012 Dalam Group .001 3 .000 Total .012 5
W30 Antara Group .009 2 .005 2.269 .251 Dalam Group .006 3 .002 Total .015 5
W36 Antara Group .001 2 .001 .076 .928 Dalam Group .027 3 .009 Total .028 5
W42 Antara Group .004 2 .002 .932 .484 Dalam Group .007 3 .002 Total .011 5
W48 Antara Group .001 2 .000 .083 .922 Dalam Group .012 3 .004 Total .013 5
Uji Lanjut Duncan W6 Duncan
Formula
N Subset for alpha = .05
1 2 1 A2B 2 .0822 A3B 2 .1450 A1B 2 .4893Sig. .166 1.000
67
W12 Duncan
Formula
N Subset for alpha = .05
1 2 1 A3B 2 .4426 A1B 2 .4852 .4852A2B 2 .5272Sig. .064 .066
. W24 Duncan
Formula
N Subset for alpha = .05
1 2 3 1 A3B 2 .4994 A2B 2 .5505 A1B 2 .6046Sig. 1.000 1.000 1.000
Lampiran 23. Hasil analisis ragam formula media terhadap yield (Yx/s) (alpha=0.05)
Jumlah kuadrat
Derajat bebas
Kuadrat tengah F Sig.
A1B Antara Group .089 8 .011 18.501 .000 Dalam Group .005 9 .001 Total .095 17
A2B Antara Group .088 8 .011 22.101 .000 Dalam Group .004 9 .000 Total .093 17
A3B Antara Group .141 8 .018 3.521 .039 Dalam Group .045 9 .005 Total .186 17
Uji Lanjut Duncan A1B Duncan
Waktu
N Subset for alpha = .05
1 2 3 1 W0 2 .0000 W6 2 .0382 W12 2 .0470
68
W18 2 .1261 W24 2 .1586 .1586W30 2 .1707 .1707W48 2 .1784 .1784W36 2 .1931W42 2 .1933Sig. .100 .077 .223
A2B Duncan
Waktu
N Subset for alpha = .05
1 2 3 1 W0 2 .0000 W12 2 .0616 W6 2 .0620 W36 2 .1643W30 2 .1657W48 2 .1782W42 2 .1814W24 2 .1991W18 2 .2068Sig. 1.000 .986 .115
A3B Duncan
Waktu
N Subset for alpha = .05
1 2 1 W0 2 .0000 W6 2 .0100 W24 2 .1025 .1025W30 2 .1155 .1155W12 2 .1205 .1205W18 2 .1571 .1571W36 2 .2214W42 2 .2459W48 2 .2566Sig. .073 .079
69
Lampiran 24. Hasil analisis ragam setiap formula media terhadap yield (Yx/s) di tiap waktu (alpha =0.05)
Jumlah kuadrat
Derajat bebas
Kuadrat tengah F Sig.
W0 Antara Group .000 2 .000 . . Dalam Group .000 3 .000 Total .000 5
W6 Antara Group .003 2 .001 1.380 .376 Dalam Group .003 3 .001 Total .006 5
W12 Antara Group .006 2 .003 647.112 .000 Dalam Group .000 3 .000 Total .006 5
W18 Antara Group .007 2 .003 583.261 .000 Dalam Group .000 3 .000 Total .007 5
W24 Antara Group .009 2 .005 38.866 .007 Dalam Group .000 3 .000 Total .010 5
W30 Antara Group .004 2 .002 38.321 .007 Dalam Group .000 3 .000 Total .004 5
W36 Antara Group .003 2 .002 .255 .790 Dalam Group .019 3 .006 Total .023 5
W42 Antara Group .005 2 .002 .259 .788 Dalam Group .027 3 .009 Total .032 5
W48 Antara Group .008 2 .004 2.492 .230 Dalam Group .005 3 .002 Total .013 5
Uji Lanjut Duncan W12 Duncan
Formula
N Subset for alpha = .05
1 2 3 1 A1B 2 .0470 A2B 2 .0616 A3B 2 .1205Sig. 1.000 1.000 1.000
70
W18 Duncan
Formula
N Subset for alpha = .05
1 2 3 1 A1B 2 .1261 A3B 2 .1571 A2B 2 .2068Sig. 1.000 1.000 1.000
W24 Duncan
Formula
N Subset for alpha = .05
1 2 3 1 A3B 2 .1025 A1B 2 .1586 A2B 2 .1991Sig. 1.000 1.000 1.000
W30 Duncan
Formula
N Subset for alpha = .05
1 2 1 A3B 2 .1155 A2B 2 .1657A1B 2 .1707Sig. 1.000 .524
Lampiran 25. Hasil analisis ragam formula media terhadap nilai toksik (alpha =0.05) toksik
Jumlah kuadrat
Derajat bebas
Kuadrat tengah F Sig.
Antara Group 1240.000 2 620.000 2.851 .097 Dalam Group 2610.000 12 217.500 Total 3850.000 14
71
Lampiran 26. Dokumentasi
Gambar 20. Bioreaktor kolom gelembung
Bioreaktor kolom gelembung
Penyangga kayu
Flowmeter
Selang saluran sampel
Filter udara