Pemampatan citra dengan menggunakan metode pemampatan ...... · terdapat gambar atau foto atau...
Transcript of Pemampatan citra dengan menggunakan metode pemampatan ...... · terdapat gambar atau foto atau...
Pemampatan citra dengan menggunakan
metode pemampatan kuantisasi
SKRIPSI
Oleh : Sumitomo Fajar Nugroho
M 0104062
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2010
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Akhir-akhir ini telah terjadi perubahan besar dalam kehidupan yaitu dalam
perkembangan komputer dan teknologi komunikasi. Industri telekomunikasi telah
berpindah dari analog ke digital yang disebabkan pesatnya perkembangan
internet. Internet dapat membuat komunikasi ke seluruh penjuru dunia hanya
dalam waktu sekejap. Dengan internet memungkinkan untuk mendapatkan data
apapun dari seluruh dunia. Internet dapat digunakan untuk melakukan transaksi
jual beli barang dari seluruh dunia.
Kecepatan perpindahan data dalam internet sangat ditentukan oleh
besarnya bandwith dan data yang dipindahkan. Data yang dipindahkan di dalam
internet biasanya berupa suatu halaman web. Dalam membuka sebuah halaman
web, akan terbuka dengan sangat cepat jika ukuran halaman web tersebut sangat
kecil. Ukuran besar kecilnya halaman web sangat ditentukan dengan isinya. Jika
isinya hanya berupa teks saja tentu ukurannya sangat kecil. Jika isinya banyak
terdapat gambar atau foto atau citra beresolusi tinggi, tentu ukuran halaman web
menjadi besar.
Oleh karena itu citra beresolusi tinggi tersebut perlu diperkecil ukurannya
agar halaman web menjadi kecil sehingga cepat dalam proses membukanya.
Ukurannya tersebut dapat diperkecil dengan menggunakan salah satu bagian dari
pengolahan citra yaitu pemampatan citra. Dengan pemampatan citra maka citra
beresolusi tinggi dapat diperkecil ukurannya tanpa mengurangi kualitasnya.
Menurut Sianipar dan Muliani (2003) karakteristik dari kebanyakan citra adalah
korelasi yang erat antara satu piksel dengan piksel tetangganya.
Metode pemampatan yang digunakan adalah metode pemampatan
kuantisasi. Menurut Munir (2004), setiap citra memiliki derajat keabuan. Metode
pemampatan kuantisasi menggunakan derajat keabuan untuk memampatkan citra.
Citra dimampatkan dengan cara mengurangi derajat keabuan citra.
Pemampatan suatu citra tidak selalu menghasilkan rasio pemampatan yang
maksimal. Kadang kala menghasilkan citra yang sangat mampat dengan hasil
yang minimal, tetapi kadang menghasilkan citra yang kurang mampat dengan
hasil yang maksimal. Oleh karena itu akan dicari level pemampatan yang
menghasilkan ukuran dan hasil yang memuaskan.
Setiap metode pemampatan pasti mempunyai kelebihan dan kekurangan.
Metode pemampatan kuantisasi akan dibandingkan dengan metode pemampatan
Jpeg untuk mengetahui kelebihan dan kekurangannya. Pada metode jpeg menurut
Acharya dan Tsai (2005) piksel yang berdekatan pada sebuah image berhubungan
erat sehingga memungkinkan mengambil informasi tentang sebuah piksel dari
nilai piksel tetangganya.
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah, dapat dirumuskan permasalahan
sebagai berikut:
1. bagaimana memampatkan citra dengan ukuran yang minimal dan dengan
derajat keabuan yang maksimal menggunakan metode pemampatan
kuantisasi?
2. bagaimana hasil metode pemampatan kuantisasi dibandingkan metode
pemampatan jpeg?
1.3 Batasan Masalah
Pada penulisan skripsi ini, masalah hanya terbatas pada obyek masukan
berupa citra yang bertipe bmp dan berformat 24 bit.
1.4 Tujuan Penulisan
Tujuan yang ingin diperoleh dari penulisan skripsi ini adalah:
1. dapat memampatkan citra dengan ukuran yang minimal dan dengan derajat
keabuan yang maksimal menggunakan metode pemampatan kuantisasi,
2. dapat membandingkan metode pemampatan kuantisasi dengan metode
pemampatan jpeg.
1.5 Manfaat Penulisan
Manfaat yang diharapkan dari penulisan skripsi ini adalah:
1. mengaplikasikan pengolahan citra khususnya tentang pemampatan citra
dalam kehidupan nyata,
2. menambah wawasan mengenai pemampatan citra khususnya tentang
metode pemampatan kuantisasi.
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1. Tinjauan Pustaka
Pada bagian ini akan dijelaskan mengenai citra, pengolahan citra,
pemampatan citra, dan metode pemampatan kuantisasi.
2.1.1 Citra
Menurut Munir (2004), citra (image) adalah gambar pada bidang dwimarta
(dua dimensi). Ditinjau dari sudut pandang matematis, citra merupakan fungsi
kontinu dari intensitas cahaya pada bidang dwimarta. Sumber cahaya menerangi
objek, objek memantulkan kembali sebagian dari berkas cahaya tersebut. Pantulan
cahaya ini ditangkap oleh alat-alat optik, misalnya mata pada manusia, kamera,
pemindai (scanner), dan sebagainya, sehingga bayangan objek yang disebut citra
tersebut terekam.
Citra yang dimaksudkan dalam skripsi ini adalah “citra diam” (still
images). Menurut Munir (2004), citra diam adalah citra tunggal yang tidak
bergerak. Untuk selanjutnya, citra diam kita sebut citra saja. Citra bergerak
(moving images) adalah rangkaian citra diam yang ditampilkan secara beruntun
(sekuensial) sehingga memberi kesan pada mata kita sebagai gambar yang
bergerak. Setiap citra di dalam rangkaian itu disebut frame. Gambar-gambar yang
tampak pada film layar lebar atau televisi pada hakikatnya terdiri atas ratusan
sampai ribuan frame.
Citra ada dua macam yaitu citra kontinu dan citra diskrit. Citra kontinu
dihasilkan dari sistem optik yang menerima sinyal analog, misalnya mata manusia
dan kamera analog. Citra diskrit dihasilkan melalui proses digitalisasi terhadap
citra kontinu. Beberapa sistem optik dilengkapi dengan fungsi digitalisasi
sehingga ia mampu menghasilkan citra diskrit, misalnya kamera digital dan
scanner. Citra diskrit disebut juga citra digital. Komputer digital yang umum
dipakai saat ini hanya dapat mengolah citra digital.
2.1.2 Citra Digital
Menurut Balza dan Firdausy (2005), setiap citra digital memiliki beberapa
karakteristik, antara lain ukuran citra, resolusi, dan format nilainya. Umumnya
citra digital berbentuk persegi panjang yang memiliki lebar dan tinggi tertentu.
Ukuran ini biasanya dinyatakan dalam banyaknya titik atau piksel, sehingga
ukuran citra selalu bernilai bulat.
Ukuran citra dapat juga dinyatakan secara fisik dalam satuan panjang
(misalnya mm atau inchi). Dalam hal ini tentu saja harus ada hubungan antara
ukuran titik penyusun citra dengan satuan panjang. Hal tersebut dinyatakan
dengan resolusi yang merupakan ukuran banyaknya piksel untuk setiap satuan
panjang. Biasanya satuan yang digunakan adalah dpi (dot per inchi). Makin besar
resolusi makin banyak titik yang terkandung dalam citra dengan ukuran fisik yang
sama. Hal ini memberikan efek penampakan citra menjadi semakin halus.
Pada citra digital semua informasi tadi disimpan dalam bentuk angka,
sedangkan penampilan angka tersebut biasanya dikaitkan dengan warna. Citra
digital tersusun atas titik-titik yang biasanya berbentuk persegi panjang atau bujur
sangkar (pada beberapa sistem pencitraan, piksel-piksel penyusun citra ada pula
yang berbentuk segienam) yang secara beraturan membentuk baris-baris dan
kolom-kolom. Setiap titik memiliki koordinat sesuai dengan posisinya dalam
citra. Koordinat ini biasanya dinyatakan dalam bilangan bulat positif, yang dapat
dimulai dari 0 dan 1 bergantung pada sistem yang digunakan (dalam delphi
koordinat titik dalam citra dimulai dari 0). Setiap titik juga memiliki nilai berupa
angka digital yang merepresentasikan informasi yang diwakili titik tersebut. Pada
kebanyakan sistem pencitraan, nilai ini biasanya berupa bilangan bulat positif
juga. Format nilai piksel sama dengan format citra keseluruhan. Format citra
digital yang banyak dipakai adalah citra biner, skala keabuan, warna dan warna
berindeks.
2.1.3 Pengolahan Citra
Meskipun sebuah citra kaya informasi, namun seringkali citra yang kita
miliki mengalami penurunan mutu (degradasi), misalnya mengandung cacat atau
derau (noise), warnanya terlalu kontras, kurang tajam, kabur (blurring), dan
sebagainya. Tentu saja citra semacam ini menjadi lebih sulit diinterpretasi karena
informasi yang disampaikan oleh citra tersebut menjadi berkurang. Agar citra
yang mengalami gangguan mudah diinterpretasi (baik oleh manusia maupun
mesin), maka citra tersebut perlu dimanipulasi menjadi citra lain yang kualitasnya
lebih baik. Bidang studi yang menyangkut hal ini adalah pengolahan citra (image
processing). Menurut Munir (2004), pengolahan citra adalah pemrosesan citra,
khususnya dengan menggunakan komputer, menjadi citra yang kualitasnya lebih
baik.
Menurut Munir (2004), pengolahan citra bertujuan memperbaiki kualitas
citra agar mudah diinterpretasi oleh manusia atau mesin (dalam hal ini komputer).
Teknik-teknik pengolahan citra mentransformasikan citra menjadi citra lain. Jadi,
masukannya adalah citra dan keluarannya juga citra, namun citra keluaran
mempunyai kualitas lebih baik daripada citra masukan. Termasuk ke dalam
bidang ini juga adalah pemampatan citra (image compression).
Beberapa jenis operasi pengolahan citra menurut Munir (2004).
1. Perbaikan kualitas citra (image enhancement).
Jenis operasi ini bertujuan untuk memperbaiki kualitas citra dengan cara
memanipulasi parameter-parameter citra. Dengan operasi ini, ciri-ciri khusus
yang terdapat di dalam citra lebih ditonjolkan.
2. Pemugaran citra (image restoration).
Operasi ini bertujuan menghilangkan/meminimumkan cacat pada citra. Tujuan
pemugaran citra hampir sama dengan operasi perbaikan citra. Bedanya, pada
pemugaran citra penyebab degradasi gambar diketahui.
3. Pemampatan citra (image compression).
Jenis operasi ini dilakukan agar citra dapat direpresentasikan dalam bentuk
yang lebih kompak sehingga memerlukan memori yang lebih sedikit. Hal
penting yang harus diperhatikan dalam pemampatan adalah citra yang
dimampatkan harus tetap mempunyai kualitas gambar yang bagus.
4. Segmentasi citra (image segmentation).
Jenis operasi ini bertujuan untuk memecah suatu citra ke dalam beberapa
segmen dengan suatu kriteria tertentu.
5. Pengorakan citra (image analysis).
Jenis operasi ini bertujuan menghitung besaran kuantitif dari citra untuk
menghasilkan deskripsinya. Teknik pengorakan citra mengekstraksi ciri-ciri
tertentu yang membantu dalam identifikasi objek.
6. Rekonstruksi citra (image reconstruction).
Jenis operasi ini bertujuan untuk membentuk ulang objek dari beberapa citra
hasil proyeksi.
Beberapa jenis operasi pengolahan citra menurut Wijaya dan Prijono
(2007).
1. Perbaikan citra (image restoration)
2. Peningkatan kualitas citra (image enhancement)
3. Registrasi citra (image registration)
4. Pemampatan data citra (image data compaction)
5. Pemilahan citra (image segmentation)
2.1.4 Pemampatan Citra
Menurut Munir (2004), pemampatan citra atau kompresi citra (image
compression) bertujuan meminimalkan kebutuhan memori untuk
merepresentasikan citra digital. Prinsip umum yang digunakan pada proses
pemampatan citra adalah mengurangi duplikasi data di dalam citra sehingga
memori yang dibutuhkan untuk merepresentasikan citra menjadi lebih sedikit
daripada representasi citra semula. Ada dua proses utama dalam persoalan
pemampatan citra.
1. Pemampatan citra (image compression).
Pada proses ini, citra dalam representasi tidak mampat dikodekan dengan
representasi yang meminimumkan kebutuhan memori. Citra yang sudah
dimampatkan disimpan ke dalam arsip dengan format tertentu.
2. Penirmampatan citra (image decompression).
Pada proses ini, citra yang sudah dimampatkan harus dapat dikembalikan lagi
(decoding) menjadi representasi yang tidak mampat. Proses ini diperlukan jika
citra tersebut ditampilkan ke layar atau disimpan ke dalam arsip dengan format
tidak mampat.
Metode pemampatan citra dapat diklasifikasikan ke dalam dua kelompok besar.
1. Metode lossless.
Metode lossless selalu menghasilkan citra hasil penirmampatan yang tepat
sama dengan citra semula, pixel per pixel. Tidak ada informasi yang hilang
akibat pemampatan. Sayangnya nisbah (ratio) pemampatan citra metode
lossless sangat rendah. Metode lossless cocok untuk memampatkan citra yang
mengandung informasi penting yang tidak boleh rusak akibat pemampatan.
Misalnya memampatkan gambar hasil diagnosa medis.
2. Metode lossy.
Metode lossy menghasilkan citra hasil pemampatan yang hampir sama dengan
citra semula. Ada informasi yang hilang akibat pemampatan, tetapi dapat
ditolelir oleh persepsi mata. Mata tidak dapat membedakan perubahan kecil
pada gambar. Metode pemampatan lossy menghasilkan nisbah pemampatan
yang tinggi daripada metode lossless.
2.1.5 Kuantisasi
Menurut Gray dan Neuhoff (1998) kuantisasi mengubah analog ke digital.
Kuantisasi dapat dikembangkan dan dicoba pada audio, citra dan video.
Kuantisasi dalam pengolahan citra adalah salah satu teknik pemampatan lossy.
Dalam skema pemampatan, pemampatan diperoleh dari membuang beberapa data
dengan pemilahan. Kuantisasi adalah proses memetakan nilai kontinu ke dalam
himpunan nilai diskrit atau bulat yang relatif kecil atau terbatas. Sebagai contoh
membulatkan bilangan real dalam interval [0,100] ke bilangan bulat 0, 1, 2, ….,
100. Dengan kata lain, kuantisasi dapat didefinisikan sebagai pemetaan sebuah
interval kontinu terbatas I = [a,b], dengan sebuah nilai c, yang berada dalam
interval tersebut. Sebagai contoh, membulatkan nilai terdekat dengan
menggantikan interval [c-0.5, c+0.5) dengan nilai bilangan bulat c.
2.1.6 Metode Pemampatan Kuantisasi
Menurut Munir (2004), metode ini mengurangi jumlah derajat keabuan,
yang tentu saja mengurangi jumlah bit yang dibutuhkan untuk merepresentasikan
citra. Misalkan P adalah jumlah piksel dalam citra semula, akan dimampatkan
menjadi n derajat keabuan. Algoritmanya adalah sebagai berikut.
1. Buat histogram citra semula (citra yang akan dimampatkan).
2. Identifikasi n buah kelompok di dalam histogram sedemikian sehingga setiap
kelompok mempunyai kira-kira P/n buah piksel.
3. Nyatakan setiap kelompok dengan derajat keabuan 0 sampai n-1. Setiap piksel
di dalam kelompok dikodekan kembali dengan nilai derajat keabuan yang baru.
2.1.7 Pemampatan Kuantisasi dengan Menggunakan Delphi 7
Menurut Fadlisyah dkk. (2008), di dalam Delphi 7, memampatan citra
dengan menggunakan metode pemampatan kuantisasi telah terdapat sintaks yang
mendukungnya. Pemampatan tersebut telah include di dalam Delphi 7 sehingga
hanya dengan menuliskannya bisa langsung didapatkan hasilnya. Sintaks tersebut
adalah dengan menuliskan pf…bit. Pada titik-titik bisa diisi dengan angka yang
dikehendaki yang didukung oleh Delphi 7. Misalnya pada skripsi ini saya
menggunakan pf4bit pada level 1, pf8bit pada level 2, pf15bit pada level 3.
Setelah pemampatan langsung diperoleh hasil pemampatan berupa citra dengan
ukuran berbeda.
2.2. Kerangka Pemikiran
Berdasarkan latar belakang masalah dan mengacu pada tinjauan pustaka di
atas, maka dapat dibuat kerangka pemikiran yang memungkinkan sebagai
tuntunan untuk memecahkan masalah penulisan skripsi.
Citra dimampatkan dengan menggunakan aplikasi pemampatan citra yang
telah dibuat sesuai algoritma metode pemampatan kuantisasi dengan
menggunakan bahasa pemrograman Delphi 7. Mencari nilai level pemampatan
yang menghasilkan citra yang memiliki ukuran yang minimal dan dengan derajat
keabuan yang maksimal. Selanjutnya membandingkan citra hasil pemampatan
yang memiliki ukuran yang minimal dan dengan derajat keabuan yang maksimal
dari metode pemampatan kuantisasi dengan metode pemampatan jpeg.
BAB II
LANDASAN TEORI
2.3. Tinjauan Pustaka
Pada bagian ini akan dijelaskan mengenai citra, pengolahan citra,
pemampatan citra, dan metode pemampatan kuantisasi.
2.1.8 Citra
Menurut Munir (2004), citra (image) adalah gambar pada bidang dwimarta
(dua dimensi). Ditinjau dari sudut pandang matematis, citra merupakan fungsi
kontinu dari intensitas cahaya pada bidang dwimarta. Sumber cahaya menerangi
objek, objek memantulkan kembali sebagian dari berkas cahaya tersebut. Pantulan
cahaya ini ditangkap oleh alat-alat optik, misalnya mata pada manusia, kamera,
pemindai (scanner), dan sebagainya, sehingga bayangan objek yang disebut citra
tersebut terekam.
Citra yang dimaksudkan dalam skripsi ini adalah “citra diam” (still
images). Menurut Munir (2004), citra diam adalah citra tunggal yang tidak
bergerak. Untuk selanjutnya, citra diam kita sebut citra saja. Citra bergerak
(moving images) adalah rangkaian citra diam yang ditampilkan secara beruntun
(sekuensial) sehingga memberi kesan pada mata kita sebagai gambar yang
bergerak. Setiap citra di dalam rangkaian itu disebut frame. Gambar-gambar yang
tampak pada film layar lebar atau televisi pada hakikatnya terdiri atas ratusan
sampai ribuan frame.
Citra ada dua macam yaitu citra kontinu dan citra diskrit. Citra kontinu
dihasilkan dari sistem optik yang menerima sinyal analog, misalnya mata manusia
dan kamera analog. Citra diskrit dihasilkan melalui proses digitalisasi terhadap
citra kontinu. Beberapa sistem optik dilengkapi dengan fungsi digitalisasi
sehingga ia mampu menghasilkan citra diskrit, misalnya kamera digital dan
scanner. Citra diskrit disebut juga citra digital. Komputer digital yang umum
dipakai saat ini hanya dapat mengolah citra digital.
2.1.9 Citra Digital
Menurut Balza dan Firdausy (2005), setiap citra digital memiliki beberapa
karakteristik, antara lain ukuran citra, resolusi, dan format nilainya. Umumnya
citra digital berbentuk persegi panjang yang memiliki lebar dan tinggi tertentu.
Ukuran ini biasanya dinyatakan dalam banyaknya titik atau piksel, sehingga
ukuran citra selalu bernilai bulat.
Ukuran citra dapat juga dinyatakan secara fisik dalam satuan panjang
(misalnya mm atau inchi). Dalam hal ini tentu saja harus ada hubungan antara
ukuran titik penyusun citra dengan satuan panjang. Hal tersebut dinyatakan
dengan resolusi yang merupakan ukuran banyaknya piksel untuk setiap satuan
panjang. Biasanya satuan yang digunakan adalah dpi (dot per inchi). Makin besar
resolusi makin banyak titik yang terkandung dalam citra dengan ukuran fisik yang
sama. Hal ini memberikan efek penampakan citra menjadi semakin halus.
Pada citra digital semua informasi tadi disimpan dalam bentuk angka,
sedangkan penampilan angka tersebut biasanya dikaitkan dengan warna. Citra
digital tersusun atas titik-titik yang biasanya berbentuk persegi panjang atau bujur
sangkar (pada beberapa sistem pencitraan, piksel-piksel penyusun citra ada pula
yang berbentuk segienam) yang secara beraturan membentuk baris-baris dan
kolom-kolom. Setiap titik memiliki koordinat sesuai dengan posisinya dalam
citra. Koordinat ini biasanya dinyatakan dalam bilangan bulat positif, yang dapat
dimulai dari 0 dan 1 bergantung pada sistem yang digunakan (dalam delphi
koordinat titik dalam citra dimulai dari 0). Setiap titik juga memiliki nilai berupa
angka digital yang merepresentasikan informasi yang diwakili titik tersebut. Pada
kebanyakan sistem pencitraan, nilai ini biasanya berupa bilangan bulat positif
juga. Format nilai piksel sama dengan format citra keseluruhan. Format citra
digital yang banyak dipakai adalah citra biner, skala keabuan, warna dan warna
berindeks.
2.1.10 Pengolahan Citra
Meskipun sebuah citra kaya informasi, namun seringkali citra yang kita
miliki mengalami penurunan mutu (degradasi), misalnya mengandung cacat atau
derau (noise), warnanya terlalu kontras, kurang tajam, kabur (blurring), dan
sebagainya. Tentu saja citra semacam ini menjadi lebih sulit diinterpretasi karena
informasi yang disampaikan oleh citra tersebut menjadi berkurang. Agar citra
yang mengalami gangguan mudah diinterpretasi (baik oleh manusia maupun
mesin), maka citra tersebut perlu dimanipulasi menjadi citra lain yang kualitasnya
lebih baik. Bidang studi yang menyangkut hal ini adalah pengolahan citra (image
processing). Menurut Munir (2004), pengolahan citra adalah pemrosesan citra,
khususnya dengan menggunakan komputer, menjadi citra yang kualitasnya lebih
baik.
Menurut Munir (2004), pengolahan citra bertujuan memperbaiki kualitas
citra agar mudah diinterpretasi oleh manusia atau mesin (dalam hal ini komputer).
Teknik-teknik pengolahan citra mentransformasikan citra menjadi citra lain. Jadi,
masukannya adalah citra dan keluarannya juga citra, namun citra keluaran
mempunyai kualitas lebih baik daripada citra masukan. Termasuk ke dalam
bidang ini juga adalah pemampatan citra (image compression).
Beberapa jenis operasi pengolahan citra menurut Munir (2004).
1. Perbaikan kualitas citra (image enhancement).
Jenis operasi ini bertujuan untuk memperbaiki kualitas citra dengan cara
memanipulasi parameter-parameter citra. Dengan operasi ini, ciri-ciri khusus
yang terdapat di dalam citra lebih ditonjolkan.
2. Pemugaran citra (image restoration).
Operasi ini bertujuan menghilangkan/meminimumkan cacat pada citra. Tujuan
pemugaran citra hampir sama dengan operasi perbaikan citra. Bedanya, pada
pemugaran citra penyebab degradasi gambar diketahui.
3. Pemampatan citra (image compression).
Jenis operasi ini dilakukan agar citra dapat direpresentasikan dalam bentuk
yang lebih kompak sehingga memerlukan memori yang lebih sedikit. Hal
penting yang harus diperhatikan dalam pemampatan adalah citra yang
dimampatkan harus tetap mempunyai kualitas gambar yang bagus.
4. Segmentasi citra (image segmentation).
Jenis operasi ini bertujuan untuk memecah suatu citra ke dalam beberapa
segmen dengan suatu kriteria tertentu.
5. Pengorakan citra (image analysis).
Jenis operasi ini bertujuan menghitung besaran kuantitif dari citra untuk
menghasilkan deskripsinya. Teknik pengorakan citra mengekstraksi ciri-ciri
tertentu yang membantu dalam identifikasi objek.
6. Rekonstruksi citra (image reconstruction).
Jenis operasi ini bertujuan untuk membentuk ulang objek dari beberapa citra
hasil proyeksi.
Beberapa jenis operasi pengolahan citra menurut Wijaya dan Prijono
(2007).
6. Perbaikan citra (image restoration)
7. Peningkatan kualitas citra (image enhancement)
8. Registrasi citra (image registration)
9. Pemampatan data citra (image data compaction)
10. Pemilahan citra (image segmentation)
2.1.11 Pemampatan Citra
Menurut Munir (2004), pemampatan citra atau kompresi citra (image
compression) bertujuan meminimalkan kebutuhan memori untuk
merepresentasikan citra digital. Prinsip umum yang digunakan pada proses
pemampatan citra adalah mengurangi duplikasi data di dalam citra sehingga
memori yang dibutuhkan untuk merepresentasikan citra menjadi lebih sedikit
daripada representasi citra semula. Ada dua proses utama dalam persoalan
pemampatan citra.
1. Pemampatan citra (image compression).
Pada proses ini, citra dalam representasi tidak mampat dikodekan dengan
representasi yang meminimumkan kebutuhan memori. Citra yang sudah
dimampatkan disimpan ke dalam arsip dengan format tertentu.
2. Penirmampatan citra (image decompression).
Pada proses ini, citra yang sudah dimampatkan harus dapat dikembalikan lagi
(decoding) menjadi representasi yang tidak mampat. Proses ini diperlukan jika
citra tersebut ditampilkan ke layar atau disimpan ke dalam arsip dengan format
tidak mampat.
Metode pemampatan citra dapat diklasifikasikan ke dalam dua kelompok besar.
1. Metode lossless.
Metode lossless selalu menghasilkan citra hasil penirmampatan yang tepat
sama dengan citra semula, pixel per pixel. Tidak ada informasi yang hilang
akibat pemampatan. Sayangnya nisbah (ratio) pemampatan citra metode
lossless sangat rendah. Metode lossless cocok untuk memampatkan citra yang
mengandung informasi penting yang tidak boleh rusak akibat pemampatan.
Misalnya memampatkan gambar hasil diagnosa medis.
2. Metode lossy.
Metode lossy menghasilkan citra hasil pemampatan yang hampir sama dengan
citra semula. Ada informasi yang hilang akibat pemampatan, tetapi dapat
ditolelir oleh persepsi mata. Mata tidak dapat membedakan perubahan kecil
pada gambar. Metode pemampatan lossy menghasilkan nisbah pemampatan
yang tinggi daripada metode lossless.
2.1.12 Kuantisasi
Menurut Gray dan Neuhoff (1998) kuantisasi mengubah analog ke digital.
Kuantisasi dapat dikembangkan dan dicoba pada audio, citra dan video.
Kuantisasi dalam pengolahan citra adalah salah satu teknik pemampatan lossy.
Dalam skema pemampatan, pemampatan diperoleh dari membuang beberapa data
dengan pemilahan. Kuantisasi adalah proses memetakan nilai kontinu ke dalam
himpunan nilai diskrit atau bulat yang relatif kecil atau terbatas. Sebagai contoh
membulatkan bilangan real dalam interval [0,100] ke bilangan bulat 0, 1, 2, ….,
100. Dengan kata lain, kuantisasi dapat didefinisikan sebagai pemetaan sebuah
interval kontinu terbatas I = [a,b], dengan sebuah nilai c, yang berada dalam
interval tersebut. Sebagai contoh, membulatkan nilai terdekat dengan
menggantikan interval [c-0.5, c+0.5) dengan nilai bilangan bulat c.
2.1.13 Metode Pemampatan Kuantisasi
Menurut Munir (2004), metode ini mengurangi jumlah derajat keabuan,
yang tentu saja mengurangi jumlah bit yang dibutuhkan untuk merepresentasikan
citra. Misalkan P adalah jumlah piksel dalam citra semula, akan dimampatkan
menjadi n derajat keabuan. Algoritmanya adalah sebagai berikut.
1. Buat histogram citra semula (citra yang akan dimampatkan).
2. Identifikasi n buah kelompok di dalam histogram sedemikian sehingga setiap
kelompok mempunyai kira-kira P/n buah piksel.
3. Nyatakan setiap kelompok dengan derajat keabuan 0 sampai n-1. Setiap piksel
di dalam kelompok dikodekan kembali dengan nilai derajat keabuan yang baru.
2.1.14 Pemampatan Kuantisasi dengan Menggunakan Delphi 7
Menurut Fadlisyah dkk. (2008), di dalam Delphi 7, memampatan citra
dengan menggunakan metode pemampatan kuantisasi telah terdapat sintaks yang
mendukungnya. Pemampatan tersebut telah include di dalam Delphi 7 sehingga
hanya dengan menuliskannya bisa langsung didapatkan hasilnya. Sintaks tersebut
adalah dengan menuliskan pf…bit. Pada titik-titik bisa diisi dengan angka yang
dikehendaki yang didukung oleh Delphi 7. Misalnya pada skripsi ini saya
menggunakan pf4bit pada level 1, pf8bit pada level 2, pf15bit pada level 3.
Setelah pemampatan langsung diperoleh hasil pemampatan berupa citra dengan
ukuran berbeda.
2.4. Kerangka Pemikiran
Berdasarkan latar belakang masalah dan mengacu pada tinjauan pustaka di
atas, maka dapat dibuat kerangka pemikiran yang memungkinkan sebagai
tuntunan untuk memecahkan masalah penulisan skripsi.
Citra dimampatkan dengan menggunakan aplikasi pemampatan citra yang
telah dibuat sesuai algoritma metode pemampatan kuantisasi dengan
menggunakan bahasa pemrograman Delphi 7. Mencari nilai level pemampatan
yang menghasilkan citra yang memiliki ukuran yang minimal dan dengan derajat
keabuan yang maksimal. Selanjutnya membandingkan citra hasil pemampatan
yang memiliki ukuran yang minimal dan dengan derajat keabuan yang maksimal
dari metode pemampatan kuantisasi dengan metode pemampatan jpeg.
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1. Nisbah Pemampatan
Nisbah pemampatan adalah besarnya rasio pemampatan terhadap citra
yang ditunjukkan dalam bentuk persentase. Semakin besar persentase berarti
menunjukkan semakin besarnya rasio pemampatan. Rasio pemampatan
berbanding terbalik dengan kualitas citra. Semakin tinggi rasio pemampatan
Ukuran citra hasil pemampatan
Ukuran citra semula
berarti semakin buruk kualitas citra. Besarnya nisbah pemampatan citra dihitung
dengan rumus.
Nisbah Pemampatan = 100 % - ( x 100 % )
4.2. Derajat Keabuan
Citra pada setiap pikselnya terdapat nilai tingkat hitam putihnya antara 0
sampai 255. Terdapat sejumlah piksel yang memiliki nilai tingkat hitam putih
yang sama. Nilai-nilai yang ada antara 0 sampai 255 disebut derajat keabuan. Jika
semua nilai antara 0 sampai 255 ada pada piksel-piksel citra berarti citra tersebut
memiliki derajat keabuan 256.
4.3. Citra Uji
Citra uji adalah citra yang akan dimampatkan menggunakan aplikasi yang
dibuat dengan menggunakan bahasa pemrograman Delphi 7. Semua citra uji
bertipe bmp dan berformat 24 bit. Citra uji dipilih berdasarkan besarnya ukuran
piksel dan ukuran file. Ukuran file dan piksel dipilih dari ukuran kecil hingga
ukuran besar agar setiap tingkat ukuran file dan piksel terwakili oleh satu file
citra. Dipilih lima citra uji dengan berbagai ukuran file dan piksel yang berbeda-
beda. Diharapkan dari diambilnya citra dengan berbagai ukuran dari kecil ke besar
dapat memberikan hasil yang beragam. Diharapkan setiap citra yang dipilih dapat
mewakili ukuran file dan piksel dari citra yang memiliki ukuran file dan piksel
yang hampir sama. Citra uji yang dipilih adalah sebagai berikut.
1. Citra Bliss
Gambar 4.1. Citra Bliss
Citra Bliss merupakan citra terkecil dengan ukuran file 202.554 bytes dan
ukuran piksel 300 x 225. Citra ini mewakili citra ukuran kecil yaitu citra yang
berada pada ukuran di sekitar 200 kb.
2. Citra Kabut
Gambar 4.2. Citra Kabut
Citra Kabut merupakan citra terkecil kedua setelah citra Bliss. Citra ini
memiliki ukuran file 921.654 bytes dan ukuran piksel 640 x 480. Citra ini
mewakili citra ukuran file di sekitar 900 kb.
3. Citra Milan
Citra Milan merupakan citra pertengahan diantara lima citra yang dipilih. Citra
ini memiliki ukuran file 2.239.542 bytes dan ukuran piksel 1024 x 729. Citra
ini mewakili citra ukuran file di sekitar 2 mb.
Gambar 4.3. Citra Milan
4. Citra Img1
Gambar 4.4. Citra Img1
Citra Img1 memiliki ukuran file 8.294.454 bytes dan ukuran piksel 1920 x
1440. Citra ini mewakili citra yang memiliki ukuran di sekitar 8 mb.
5. Citra Candi
Gambar 4.5. Citra Candi
Citra Candi merupakan citra yang terbesar diantara citra uji yang dipilih. Citra
ini memiliki ukuran file dan ukuran piksel yang terbesar. Citra ini memiliki
ukuran file 15.116.598 bytes dan ukuran piksel 2592 x 1944. Citra ini
mewakili citra yang ukuran filenya di sekitar 15 mb. Perbandingan citra uji
bisa dilihat pada Tabel 4.1.
Tabel 4.1. Citra uji
Citra Ukuran file (bytes) Ukuran piksel
Bliss 202.554 300 x 225
Kabut 921.654 640 x 480
Milan 2.239.542 1024 x 729
Img1 8.294.454 1920 x 1440
Candi 15.116.598 2592 x 1944
4.4. Algoritma Metode Pemampatan Kuantisasi
Kuantisasi secara garis besar adalah mengubah nilai kontinu ke nilai
diskrit. Di dalam pemampatan citra, kuantisasi mengubah nilai intensitas citra
awal yang telah dibuat dalam suatu interval ke satu nilai pada setiap interval.
Algoritma yang digunakan untuk memampatkan citra adalah sebagai berikut.
1. Mengambil citra yang akan dimampatkan.
2. Membaca setiap piksel dalam citra tersebut.
3. Membuat histogram intensitas red green blue.
4. Mengelompokkan intensitas piksel-piksel.
a. Level 1 dibagi 4 kelompok, setiap kelompok terdiri dari 64 nilai.
b. Level 2 dibagi 16 kelompok, setiap kelompok terdiri dari 16 nilai.
c. Level 3 dibagi 32 kelompok, setiap kelompok terdiri dari 8 nilai.
5. Menentukan nilai intensitas baru pada setiap kelompok
a. Level 1 dimulai dari 0 kemudian pada setiap kelompok berikutnya naik 85
nilai sampai nilai terakhir 255.
b. Level 2 dimulai dari 0 kemudian pada setiap kelompok berikutnya naik 17
nilai sampai nilai terakhir 255.
c. Level 3 dimulai dari 0 kemudian naik dengan urutan 8, 8, 8, 9. Kenaikan
8, 8, 8, 9 diulang terus sampai nilai terakhir 255.
6. Nilai intensitas baru tersebut dituliskan kembali ke dalam citra sehingga
diperoleh citra baru yang lebih mampat.
4.5. Aplikasi Pemampatan Citra
Gambar 4.6. Tampilan awal aplikasi pemampatan citra.
Aplikasi pemampatan citra ini dibuat dengan menggunakan bahasa
pemrograman Delphi 7. Kode program dapat dilihat pada Lampiran 3. Pada
tampilan awal seperti terlihat pada Gambar 4.6, hanya satu tombol saja yang dapat
diakses yaitu tombol ambil citra, karena pada awalnya memang kita harus
mengambil suatu citra yang berformat bmp yang akan kita mampatkan dengan
menggunakan aplikasi pemampatan citra ini.
Setelah mengambil citra yang akan dimampatkan maka tombol
pemampatan menjadi dapat diakses untuk melakukan pemampatan. Citra akan
muncul pada kotak Citra Sebelum Pemampatan seperti tampak pada Gambar 4.7.
Dan juga akan muncul ukuran file dalam bytes dan derajat keabuan citra.
Terdapat dua pilihan mode ketika memampatkan citra yaitu mode manual
dan mode otomatis. Mode manual memampatkan citra secara manual, yaitu
mengubah nilai intensitas citra dengan cara menentukan sendiri nilai intensitas
barunya. Sedangkan untuk mode otomatis, citra akan termampatkan secara
otomatis tanpa menentukan nilai intensitas baru citra. Mode otomatis ini
menggunakan metode pemampatan kuantisasi yang telah include di dalam Delphi
7. Setelah mengambil citra, mode secara otomatis akan terpilih ke mode otomatis.
Gambar 4.7. Tampilan aplikasi pemampatan citra setelah mengambil citra.
Tombol pemampatan terbagi menjadi tiga level. Ini dikarenakan citra
ketika dimampatkan bisa dihasilkan citra hasil pemampatan yang berbeda-beda
tergantung level pemampatan yang digunakan. Level pemampatan citra bisa
sangat mampat bisa juga kurang mampat dan tentu juga menghasilkan citra hasil
pemampatan yang berbeda-beda. Jika suatu citra dimampatkan sangat mampat
sekali tentu hasil citra yang diperoleh juga jelek. Tapi sebaliknya jika diperoleh
citra hasil yang sangat baik maka rasio atau nisbah pemampatannya sangat
rendah. Maka akan dibahas dalam skripsi ini mendapatkan citra yang baik tapi
juga mampat.
4.6. Derajat Keabuan Citra Uji Sebelum Pemampatan
Citra uji sebelum pemampatan atau citra asli memiliki kualitas yang sangat
bagus karena citra masih asli atau belum mengalami perubahan apapun. Terlihat
pada Tabel 4.2. derajat keabuan citra asli dari citra uji memiliki derajat keabuan
yang tinggi yaitu mendekati atau berada pada nilai 256. Hanya citra Bliss dan
Img1 yang memiliki derajat keabuan agak jauh dari 256. Tetapi nilai 248 dan 249
dalam skala 256 termasuk tinggi. Jadi derajat keabuan dapat digunakan untuk
menentukan kualitas suatu citra.
Tabel 4.2. Derajat keabuan citra uji sebelum pemampatan.
Citra Derajat Keabuan
Bliss 248
Kabut 256
Milan 256
Img1 249
Candi 255
4.7. Cara Kerja Program
Untuk mengetahui cara kerja program akan diambil citra uji Bliss. Agar
dapat dimampatkan secara manual maka citra uji Bliss diperkecil ukurannya
menjadi 10 x 13 dengan menggunakan software ACD See Pro. Diperoleh nilai
red, green dan blue pada setiap piksel sebagai berikut.
Red
78 93 98 72 58 69 111 159 89 36 54 163 160
92 83 70 88 80 55 52 90 80 32 26 46 68
113 119 135 113 95 79 87 80 52 91 129 49 95
139 136 163 137 110 104 154 157 120 160 218 172 103
162 155 138 131 135 126 117 127 170 160 168 184 178
140 136 128 116 109 100 93 85 91 101 118 127 123
86 92 98 103 104 107 109 105 98 91 80 70 66
38 43 46 52 56 60 64 73 81 84 88 86 81
46 50 52 53 54 56 55 54 51 48 46 44 43
51 51 52 52 52 52 53 53 53 51 50 49 51
Green
137 144 145 125 115 120 147 181 129 92 104 185 185
148 140 130 139 133 115 111 134 127 96 92 105 120
164 166 174 158 145 132 137 131 112 138 165 112 143
184 181 195 176 158 152 183 184 157 184 225 196 148
199 192 176 167 166 157 151 159 190 185 193 205 200
179 175 165 151 142 131 122 112 112 119 134 142 138
117 126 133 139 142 145 146 144 137 128 115 103 97
52 55 58 68 77 84 89 99 108 110 114 111 105
62 66 70 72 74 76 76 74 71 68 65 63 61
73 73 74 74 74 75 76 76 75 73 72 70 72
Blue
241 241 240 238 237 238 239 242 235 227 229 240 240
243 242 241 240 239 239 238 238 237 234 233 234 235
242 241 241 239 239 238 238 238 237 239 240 238 240
245 248 252 252 251 248 246 243 238 238 240 239 237
234 219 201 194 194 205 218 233 244 251 255 255 253
49 35 25 26 26 30 40 57 74 97 129 155 170
16 17 20 23 23 26 28 25 21 17 14 15 20
21 25 25 24 21 21 22 25 28 30 31 32 32
21 21 20 19 19 19 18 18 18 18 18 17 17
10 9 9 8 10 11 12 11 12 13 12 13 14
Histogram citra sebelum pemampatan bisa dilihat pada Lampiran 1.
Citra yang telah diperkecil ukurannya ini kemudian dimampatkan.
Pemampatan dilakukan dengan membagi histogram menjadi 32 bagian yang
sama, sehingga tiap kelompok mempunyai 8 piksel. Kemudian tiap kelompok
dikodekan dengan nilai intensitas baru. Intensitas baru dimulai dari 0 kemudian
naik 8, 8, 8 dan 9. Kenaikan 8, 8, 8 dan 9 diulang terus sampai mencapai pada
intensitas 255. Pengkodean intensitas baru untuk lebih jelasnya bisa dilihat pada
Lampiran 2.
Citra setelah dimampatkan memiliki intensitas baru. Intensitas baru pada
setiap pikselnya setelah dimampatkan menjadi sebagai berikut.
Red
74 90 99 74 57 66 107 156 90 33 49 165 165
90 82 66 90 82 49 49 90 82 33 24 41 66
115 115 132 115 90 74 82 82 49 90 132 49 90
140 140 165 140 107 107 156 156 123 165 222 173 99
165 156 140 132 132 123 115 123 173 165 173 189 181
140 140 132 115 107 99 90 82 90 99 115 123 123
82 90 99 99 107 107 107 107 99 90 82 66 66
33 41 41 49 57 57 66 74 82 82 90 82 82
41 49 49 49 49 57 49 49 49 49 41 41 41
49 49 49 49 49 49 49 49 49 49 49 49 49
Green
140 148 148 123 115 123 148 181 132 90 107 189 189
148 140 132 140 132 115 107 132 123 99 90 107 123
165 165 173 156 148 132 140 132 115 140 165 115 140
189 181 198 181 156 156 181 189 156 189 231 198 148
198 198 181 165 165 156 148 156 189 189 198 206 206
181 173 165 148 140 132 123 115 115 115 132 140 140
115 123 132 140 140 148 148 148 140 132 115 99 99
49 49 57 66 74 82 90 99 107 107 115 107 107
57 66 66 74 74 74 74 74 66 66 66 57 57
74 74 74 74 74 74 74 74 74 74 74 66 74
Blue
247 247 247 239 239 239 239 247 239 231 231 247 247
247 247 247 247 239 239 239 239 239 239 239 239 239
247 247 247 239 239 239 239 239 239 239 247 239 247
247 255 255 255 255 255 247 247 239 239 247 239 239
239 222 206 198 198 206 222 239 247 255 255 255 255
49 33 24 24 24 24 41 57 74 99 132 156 173
16 16 16 16 16 24 24 24 16 16 8 8 16
16 24 24 24 16 16 16 24 24 24 24 33 33
16 16 16 16 16 16 16 16 16 16 16 16 16
8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8
4.8. Pemampatan Terhadap Citra Uji
4.8.1. Citra Uji Bliss
Pemampatan dilakukan terhadap citra Bliss yang merupakan citra terkecil.
Pemampatan dilakukan secara urut dari citra berukuran kecil lebih dahulu ke citra
berukuran besar. Citra hasil pemampatan pada level 1 seperti terlihat pada
Gambar 4.8. terlihat cukup jelek dan terdapat banyak noise atau gangguan dalam
citra. Sedangkan pada level 2 Gambar 4.9. hasil pemampatan terlihat lebih bagus
daripada level 1, noisenya telah berkurang hanya terlihat sedikit yang berarti
masih terlihat ada noisenya. Citra hasil pemampatan pada level 3 Gambar 4.10.
terlihat sangat bagus mendekati gambar aslinya.
Gambar 4.8. Citra hasil pemampatan Bliss pada level 1.
Gambar 4.9. Citra hasil pemampatan Bliss pada level 2.
Gambar 4.10. Citra hasil pemampatan Bliss pada level 3.
Tabel 4.3. Hasil pemampatan pada citra Bliss.
Level
Pemampatan
Derajat
Keabuan
Persentase Derajat
Keabuan ( % )
Nisbah Pemampatan
( % )
1 44 17,18 83,057
2 72 28,12 66,143
3 196 76,56 33,318
Citra Bliss memiliki derajat keabuan sebelum pemampatan terendah
dibandingkan citra lainnya yaitu sebesar 248. Mungkin karena citra Bliss
merupakan citra dengan ukuran terkecil sehingga kemungkinan untuk
mendapatkan derajat keabuan yang maksimal seperti citra lainnya juga kecil.
Dilihat dari Tabel 4.3, derajat keabuan pada level 3 memiliki derajat keabuan
tertinggi sedangkan nisbah pemampatannya terendah. Perbandingan penurunan
derajat keabuan dan nisbah pemampatan pada ketiga level tersebut menunjukkan
bahwa pemampatan terbaik berada pada level 3.
4.8.2. Citra Uji Kabut
Gambar 4.11. Citra hasil pemampatan Kabut pada level 1.
Gambar 4.12. Citra hasil pemampatan Kabut pada level 2.
Gambar 4.13. Citra hasil pemampatan Kabut pada level 3.
Pada citra Kabut dilihat sekilas ketiga foto pada Gambar 4.11., Gambar
4.12. dan Gambar 4.13. memberikan hasil yang sama seperti pada citra Bliss yaitu
pada level 1 terlihat jelek, level 2 terdapat sedikit noise dan level 3 tidak terlihat
adanya noise.
Tabel 4.4. Hasil pemampatan pada citra Kabut.
Level
Pemampatan
Derajat
Keabuan
Persentase Derajat
Keabuan ( % )
Nisbah Pemampatan
( % )
1 54 21,09 83,321
2 61 23,82 66,551
3 254 99,22 33,330
Dilihat dari hasil pemampatan pada citra Kabut Tabel 4.4. derajat keabuan
pada level 3 sangat tinggi hampir mendekati sempurna yaitu hanya terpaut 2 nilai
dari derajat keabuan tertinggi yaitu 256. Berarti derajat keabuannya hanya
berkurang 0,78 % tetapi nisbah pemampatannya berkurang 33 %. Dibandingkan
dengan citra Bliss pada level 3 mempunyai nilai nisbah pemampatan yang sama
yaitu 33 % tetapi derajat keabuannya jauh lebih tinggi citra Kabut yaitu 196 pada
citra Bliss dan 254 pada citra Kabut.
4.8.3. Citra Uji Milan
Gambar 4.14. Citra hasil pemampatan Milan pada level 1.
Gambar 4.15. Citra hasil pemampatan Milan pada level 2.
Gambar 4.16. Citra hasil pemampatan Milan pada level 3.
Tabel 4.5. Hasil pemampatan pada citra Milan.
Level
Pemampatan
Derajat
Keabuan
Persentase Derajat
Keabuan ( % )
Nisbah Pemampatan
( % )
1 83 32,42 83,328
2 124 48,43 66,619
3 254 99,22 33,331
Dari Tabel 4.5 citra uji Milan memiliki nilai derajat keabuan yang tertinggi
pada masing-masing level yaitu pada level 1 sebesar 83 tertinggi diantara citra uji
lainnya dengan nisbah pemampatan yang sama sebesar 83 %, citra hasil
pemampatan bisa dilihat pada Gambar 4.14. Pada level 2 sebesar 124 hampir
mendekati 128 separuh nilai derajat keabuan tertinggi dengan nisbah pemampatan
yang sama sebesar 66 %, citranya pada Gambar 4.15. Sedangkan pada level 3
sama nilainya dengan citra Kabut dan Candi yang merupakan nilai tertinggi pada
level 3 yaitu 254, citra hasil bisa dilihat pada Gambar 4.16.
4.8.4. Citra Uji Img1
Gambar 4.17. Citra hasil pemampatan Img1 pada level 1.
Gambar 4.18. Citra hasil pemampatan Img1 pada level 2.
Gambar 4.19. Citra hasil pemampatan Img1 pada level 3.
Tabel 4.6. Hasil pemampatan pada citra Img1.
Level
Pemampatan
Derajat
Keabuan
Persentase Derajat
Keabuan ( % )
Nisbah Pemampatan
( % )
1 10 3,91 83,332
2 27 10,54 66,653
3 48 18,75 33,332
Citra Img1 memiliki derajat keabuan yang paling rendah diantara citra uji
lainnya pada masing-masing level seperti terlihat pada Tabel 4.6. Tetapi nisbah
pemampatannya sama pada masing-masing level. Citra Img1 memiliki derajat
keabuan yang sangat rendah karena merupakan citra hitam putih. Gambar hasil
pemampatan bisa dilihat pada Gambar 4.17, Gambar 4.18 dan Gambar 4.19.
4.8.5. Citra Uji Candi
Gambar 4.20. Citra hasil pemampatan Candi pada level 1.
Gambar 4.21. Citra hasil pemampatan Candi pada level 2.
Gambar 4.22. Citra hasil pemampatan Candi pada level 3.
Pada citra Candi level 2, Gambar 4.21, terlihat paling bagus dibandingkan
citra level 2 pada citra uji lainnya. Noisenya terlihat paling sedikit diantara citra
uji level 2 lainnya. Tetapi citra terbaiknya tetap citra level 3, Gambar 4.22, hanya
terlihat sedikit perbedaan. Sedangkan pada level 1, Gambar 4.20 sama seperti citra
lainnya. Derajat keabuan citra Candi level 3 pada Tabel 4.7 sebesar 254 atau
hanya turun satu nilai dari derajat keabuan citra sebelum pemampatan yaitu 255.
Tabel 4.7. Hasil pemampatan pada citra Candi.
Level
Pemampatan
Derajat
Keabuan
Persentase Derajat
Keabuan ( % )
Nisbah Pemampatan
( % )
1 62 24,21 83,332
2 98 38,28 66,659
3 254 99,22 33,333
Semua hasil pemampatan pada semua citra uji menghasilkan nisbah
pemampatan yang sama pada masing-masing level yaitu sebesar 83 % pada level
1, 66 % pada level 2 dan 33 % pada level 3. Ini berarti besarnya rasio
pemampatan sama pada semua citra uji pada masing-masing level, karena alokasi
bit pada masing-masing level juga sama . Tetapi menghasilkan derajat keabuan
yang berbeda-beda pada semua citra uji.
4.9. Metode Pemampatan Jpeg
Metode pemampatan kuantisasi yang menghasilkan pemampatan yang
terbaik akan dibandingkan dengan metode pemampatan jpeg. Metode
pemampatan jpeg merupakan standar pemampatan citra saat ini. Metode
pemampatan jpeg merupakan metode pemampatan lossy. Menurut Smith (2003),
Metode pemampatan jpeg menggunakan Discrete Cosine Transform dalam
memampatkan citra. Sedangkan metode pemampatan kuantisasi menggunakan
Red Green Blue atau derajat keabuan dalam memampatkan citra. Citra uji yang
akan digunakan untuk dibandingkan dengan metode pemampatan jpeg adalah citra
hasil pemampatan metode pemampatan kuantisasi yang terbaik yaitu citra Milan.
Tabel 4.8. Perbandingan metode kuantisasi dengan metode jpeg berdasarkan
ukuran file.
Metode pemampatan Ukuran (bytes) Nisbah pemampatan ( % )
Kuantisasi 1.493.058 33,33
Jpeg 336.272 84,98
Pengamatan dilakukan terhadap ukuran file dan nisbah pemampatan yang
dihasilkan dari masing-masing metode pemampatan. Dari Tabel 4.8. menunjukkan
bahwa metode pemampatan jpeg lebih unggul dari pada metode pemampatan
kuantisasi. Pengujian terhadap citra Milan menunjukkan bahwa pemampatan citra
menggunakan metode pemampatan kuantisasi belum bisa menggantikan metode
pemampatan jpeg sebagai standar pemampatan saat ini. Dilihat dari nisbah
pemampatan yang dihasilkan, pemampatan citra menggunakan metode
pemampatan kuantisasi masih berada di bawah metode pemampatan jpeg.
Metode pemampatan kuantisasi memang kalah dibandingkan metode jpeg
dalam hal besarnya ukuran file, tetapi dalam hal kecepatan proses pemampatan
metode kuantisasi lebih unggul dibandingkan metode jpeg seperti terlihat dalam
Tabel 4.9.
Tabel 4.9. Perbandingan metode kuantisasi dengan metode jpeg berdasarkan
kecepatan proses pemampatan.
Metode Kuantisasi (seconds) Citra Uji
Metode Jpeg
(seconds) Level 1 Level 2 Level 3
Bliss 0,032 0,015 0,010 0,005
Kabut 0,141 0,057 0,021 0,015
Milan 0,375 0,172 0,046 0,031
Img1 1,265 0,609 0,140 0,125
Candi 2,453 1,187 0,344 0,265
Pada Tabel 4.9. terlihat bahwa metode pemampatan kuantisasi lebih
unggul dibandingkan metode jpeg dalam hal kecepatan proses pemampatan. Pada
citra Bliss yaitu citra yang memiliki ukuran yang paling kecil telah terlihat
perbedaannya, seiring dengan bertambahnya ukuran citra maka semakin lama
proses pemampatannya. Metode kuantisasi pada level 1 yaitu level yang memiliki
kecepatan paling lambat lebih cepat setengahnya dibandingkan dengan metode
jpeg. Sedangkan pada level pemampatan terbaik pada metode pemampatan
kuantisasi yaitu level 3 memiliki kecepatan yang lebih baik dari metode jpeg. Jika
dilihat pada citra Candi metode jpeg jauh tertinggal dibandingkan pemampatan
terbaik pada metode kuantisasi yaitu level 3. Dapat dilihat dari Tabel 4.9. bahwa
semakin besar ukuran file, metode jpeg dibandingkan dengan metode kuantisasi
level 3 maka metode jpeg akan semakin jauh tertinggal.
Selain unggul dalam hal kecepatan proses pemampatan, metode
pemampatan kuantisasi juga unggul dalam hal selisih piksel (rgb) antara citra asli
dengan citra hasil pemampatan. Selisih piksel disini menunjukkan perubahan yang
terjadi dari citra asli menjadi citra hasil pemampatan dilihat dari intensitas setiap
piksel yang ada. Semakin kecil selisih pikselnya maka citra hasil pemampatan
tersebut semakin mendekati aslinya. Sebagaimana terlihat dalam Tabel 4.10.
berikut ini.
Tabel 4.10. Perbandingan metode kuantisasi dengan metode jpeg berdasarkan
selisih piksel antara citra asli dengan citra hasil pemampatan.
Metode Kuantisasi Citra Metode Jpeg
Level 1 Level 2 Level 3
Bliss 3,175 40,804 13,053 2,715
Kabut 1,136 3,484 0,784 0,607
Milan 1,222 3,775 0,547 0,282
Img1 1,138 0,587 0,059 0,090
Candi 2,197 0,297 0,073 0,050
Dari Tabel 4.10. di atas terlihat metode pemampatan kuantisasi lebih
unggul dibandingkan dengan metode jpeg. Pada level 3 semua citra hasil
pemampatan metode pemampatan kuantisasi lebih unggul dibandingkan metode
jpeg. Semakin besar ukuran gambar metode pemampatan kuantisasi semakin
terlihat unggul dibandingkan metode jpeg. Dimulai dari citra terkecil ukurannya
yaitu citra Bliss metode pemampatan kuantisasi hanya unggul pada level 3 saja,
tetapi semakin besar ukurannya metode pemampatan kuantisasi semakin
mendominasi, yaitu dimulai dari citra Kabut yang mulai unggul pada 2 level yaitu
level 2 dan 3, hal yang sama terjadi pada citra Milan yang juga unggul pada level
2 dan 3, sedangkan pada citra Img1 dan citra Candi metode pemampatan
kuantisasi unggul pada semua level. Jadi meskipun metode pemampatan
kuantisasi kalah dalam hal ukuran file tetapi metode pemampatan kuantisasi
unggul dalam hal kecepatan proses pemampatan dan juga citra hasil pemampatan.
BAB V
PENUTUP
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan diperoleh kesimpulan sebagai berikut.
1. Diperoleh hasil pemampatan citra dengan ukuran yang minimal dan derajat
keabuan yang maksimal dengan metode pemampatan kuantisasi pada level 3.
2. Metode pemampatan jpeg lebih baik dibandingkan metode pemampatan
kuantisasi berdasarkan pada ukuran file, metode pemampatan kuantisasi lebih
baik dibandingkan metode jpeg berdasarkan pada kecepatan proses
pemampatan dan kualitas citra hasil pemampatan yang diketahui dengan cara
dihitung selisih piksel antara citra asli dan citra hasil pemampatan.
5.2. Saran
Dalam skripsi ini penulis membahas pemampatan citra yang menghasilkan
citra yang mampat dan juga berderajat keabuan tinggi dengan metode
pemampatan kuantisasi. Untuk pembahasan selanjutnya dapat digunakan metode
pemampatan lainnya.
DAFTAR PUSTAKA
Acharya, Tinku dan Tsai, Ping-Sing. (2005). JPEG2000 Standard for Image
Compression concepts, Algorithms and VLSI Architectures. Wiley-
Interscience, Hoboken.
Achmad, Balza dan Firdausy, Kartika. (2005). Teknik Pengolahan Citra Digital
Menggunakan Delphi. Ardhi Publishing, Yogyakarta.
Fadlisyah., Taufiq., Zulfikar., dan Fauzan. (2008). Pengolahan Citra
Menggunakan Delphi. Graha Ilmu, Yogyakarta.
Gray, Robert dan Neuhoff, David. (1998). Quantization. IEEE Transactions On
Information Theory, Vol. 44, No. 6, October 1998.
Munir, Rinaldi. (2004). Pengolahan Citra Digital dengan Pendekatan Algoritmik.
Informatika, Bandung.
Sianipar, Rismon Hasiholan, dan Muliani, Sri. (2003). Kompresi Citra Digital
Berbasis Wavelet : Tinjauan PSNR dan Laju Bit.
www.petra.ac.id/~puslit/journals/request.php?PublishedID=INF03040205
Smith, Steven W. (2003). Digital Signal Processing - A Practical Guide for
Engineers and Scientists. Newnes, New York.
Wijaya, Marvin Ch., dan Prijono, Agus. (2007). Pengolahan Citra Digital
Menggunakan Matlab. Informatika, Bandung.