PEMAHAMAN NADZIR TENTANG PERWAKAFAN DAN...
Transcript of PEMAHAMAN NADZIR TENTANG PERWAKAFAN DAN...
i
PEMAHAMAN NADZIR TENTANG PERWAKAFAN DAN
EFEKTIFITASNYA TERHADAP PENGELOLAAN WAKAF
DI YAYASAN AL-MUFLIHUN JETIS KELURAHAN
SIDOREJO LOR KECAMATAN SIDOREJO
KOTA SALATIGA
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
guna Memperoleh Gelar Sarjana dalam Hukum Islam
Oleh :N U R O H M A TNIM. 21208006
JURUSAN AHWAL AL-SYAKHSIYYAHFAKULTAS SYARI’AH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)SALATIGA
2015
ii
iii
iv
v
MOTTO
Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa,
dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran.
Dan bertakwalah kamu kepada Allah,
sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya
(QS. Al – Maidah : 2)
vi
PERSEMBAHAN
Dengan Ketulusan Hati Dan Cinta Kasih Yang Suci Kupersembahkan
Karyaku Ini Untuk Orang-Orang Yang Senantiasa Mewarnai Hari-Hariku
Di Sepanjang Perjalanan Hidupku
Ya Allah Terimakasih Engkau telah hadirkan orang-orang disekelilingku
yang senantiasa memberikan cinta, kasih sayang, perhatian tulus,
dukungan, nasehat yang tiada henti, kepadanyalah kupersembahkan
karyaku ini. Teriring doa semoga kebaikannya Engkau balas dengan
kebaikan yang berlimpah. Amiiiin.
Ayahanda dan Ibunda Tercinta yang selalu
memancarkan kasihnya, mendidikku, mengasihiku, membimbingku dengan
setulus hati.
Istriku tercinta yang selalu mendampingiku, memberi motivasi dan dorongan
dalam segala hal
Sahabat-sahabatku yang selama ini selalu mengingatkanku dan
membantuku dalam segala hal. Terimakasih telah memberikan Semangat,
Keceriaan, Kebahagiaan & Pengalaman kalian Kenangan Terindah
dalam Hidupku
vii
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT, Tuhan semesta alam pencipta langit dan
bumi beserta isinya yang telah memberikan segala rahmat, taufik dan hidayah-
Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini.
Shalawat serta salam penulis sampaikan kepada pemimpin umat dan
penutup para Rasul, Muhammad SAW yang telah membimbing dan mendidik
manusia dari masa kegelapan menuju masa yang sangat terang benderang dengan
syariatnya yang lurus.
Skripsi yang berjudul “Pemahaman Nadzir Tentang Perwakafan Dan
Efektifitasnya Terhadap Pengelolaan Wakaf di Yayasan Al-Muflihun Jetis
Kelurahan Sidorejo lor Kecamatan Sidorejo Kota Salatiga ini, diajukan untuk
memperoleh gelar Sarjana dalam Hukum Islam pada Institut Agama Islam Negeri
(IAIN) Salatiga.
Dalam skripsi ini, penulis akan memaparkan bagaimana pemahaman
Nadzir Yayasan Al-Muflihun Jetis Kelurahan Sidorejo lor Kecamatan Sidorejo
Kota Salatiga terhadap hukum perwakafan, bagaimana pengelolaan harta
wakaf yang ada di Yayasan Al-Muflihun Jetis Kelurahan Sidorejo lor
Kecamatan Sidorejo Kota Salatiga dan apakah pemahaman Nadzir tersebut
turut mempengaruhi efektifitas pengelolaan harta wakaf di Yayasan Al-
Muflihun jetis Kelurahan Sidorejo lor Kecamatan Sidorejo Kota Salatiga. Pada
kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Yang terhormat Rektor IAIN Salatiga Dr. Rahmat Hariyadi M.Pd.
2. Yang terhormat Dra. Siti Zumrotun M.Ag selaku Dosen Pembimbing yang
telah berkenan meluangkan waktu dan pikiran untuk membimbing penulis
dalam penulisan skripsi ini.
3. Yang terhormat Munajat Ph.D yang telah berkenan meluangkan waktu dan
pikiran untuk memberi masukan dan nasehat kepada penulis.
viii
4. Yang terhormat HM. Indi Sugandi, Rochmad Wibowo S.Kom, Darmadi
S.Pd selaku pengurus yayasan Al-Muflihun yang telah berkenan
meluangkan waktu untuk memberikan informasi dalam penulisan skripsi
ini.
5. Ayah dan Ibuku tercinta yang telah mengasuh, mendidik, membimbing
serta memotivasi kepada penulis, baik moral maupun spiritual.
6. Istriku tercinta dan tersayang yang senantiasa mendampingiku, memberi
motivasi dan semangat kepada penulis.
7. Pihak-pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan penulisan
skripsi ini dan teman-teman seperjuangan yang tidak tersebut namanya
satu persatu.
Semoga segala amal yang telah diperbuat akan menjadi amal saleh,
yang akan mendaptakan pahala yang setimpal dari Allah SWT, kelak
dikemudian hari.
Akhirnya, penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat. Amin,
Amin, Ya Rabbal ‘Alamin.
Salatiga, 07 September 2015
Penulis
N U R O H M A TNIM : 212 08 006
ix
ABSTRAK
Nurohmat . 2015. Pemahaman Nadzir Tentang Perwakafan Dan EfektifitasnyaTerhadap Pengelolaan Wakaf di Yayasan Al-Muflihun JetisKelurahan Sidorejo Lor Kecamatan Sidorejo Kota Salatiga.Skripsi. Jurusan Ahwal Al-Syakhsiyyah. Fakultas Syari’ah. InstitutAgama Islam Negeri (IAIN) Salatiga.
Kata kunci: Pemahaman, Nadzir dan Efektifitas Pengelolaan Wakaf
Penelitian ini membahas tentang Pemahaman Nadzir Tentang PerwakafanDan Efektifitasnya Terhadap Pengelolaan wakaf di Yayasan Al-Muflihun JetisKelurahan Sidorejo lor Kecamatan Sidorejo Kota Salatiga. Rumusan masalahyang dikaji dalam penelitian ini adalah bagaimana pemahaman Nadzir diyayasan Al-Muflihun Jetis Kelurahan Sidorejo Lor Kecamatan SidorejoKota Salatiga terhadap hukum perwakafan, bagaimana pengelolaan hartawakaf yang ada di Yayasan Al-Muflihun Jetis Kelurahan Sidorejo lorKecamatan Sidorejo Kota Salatiga dan apakah pemahaman Nadzir tersebutturut mempengaruhi efektifitas pengelolaan harta wakaf di Yayasan Al-Muflihun Jetis Kelurahan Sidorejo lor Kecamatan Sidorejo Kota Salatiga.
Sesuai dengan pendekatan kualitatif, maka kehadiran peneliti di lapangansangat penting sekali mengingat peneliti bertindak langsung sebagai pengumpuldata dari hasil observasi dalam penelitian. Data yang berbentuk kata-kata diambildari para informan/responden pada waktu mereka diwawancarai. Dengan kata laindata-data tersebut berupa keterangan dari para informan, sedangkan datatambahan berupa dokumen. Keseluruhan data tersebut selain wawancara diperolehdari observasi dan dokumentasi. Analisa data dilakukan dengan cara menelaahdata yang ada, lalu mengadakan reduksi data, penyajian data, dan tahap akhirmenganalisa data sehingga dapat ditarik kesimpulan.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pemahaman para Nadzir diYayasan Al-Muflihun paham tentang hukum perwakafan dan jika dilihat dari segiproduktifitas dalam hal pengelolaan harta wakaf yang berada di Yayasan Al-Muflihun maka penulis mendapatkan kesimpulan bahwa pemahaman nadzirtentang hukum wakaf mempengaruhi tingkat produktifitas pada Yayasan Al-Muflihun sehingga dapat dikatakan sudah efektif dalam mengelola harta wakaftersebut.
x
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .........................................................................................
HALAMAN NOTA PEMBIMBING.................................................................
HALAMAN PENGESAHAN ...........................................................................
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN.....................................................
HALAMAN MOTTO ........................................................................................
HALAMAN PERSEMBAHAN ........................................................................
KATA PENGANTAR .......................................................................................
ABSTRAK ......................................................................................................... x
DAFTAR ISI .....................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ....................................................................
B. Rumusan Masalah .............................................................................
C. Tujuan Penelitian ..............................................................................
D. Manfaat Penelitian ............................................................................
E. Penegasan Istilah ..............................................................................
F. Telaah Pustaka ..................................................................................
G. Metode Penelitian .............................................................................
1. Jenis Penelitian .............................................................................
2. Kehadiran Peneliti ........................................................................
3. Tempat dan Waktu Penelitian ......................................................
4. Sumber Penelitian.........................................................................
5. Teknik Pengumpulan Data ...........................................................
6. Teknik Analisis Data ....................................................................
7. Sistematika Penulisan ...................................................................
i
ii
iii
iv
v
vi
vii
ix
x
1
6
6
6
7
8
11
11
13
13
13
14
16
18
xi
BAB II LANDASAN TEORI
A. Pengertian Nadzir ..............................................................................
B. Pengertian Wakaf ………………………...…...................................
1. Pengertian Wakaf menurut Fiqih………………………………...
2. Pengertian Wakaf menurut Undang-undang ……………………
3. Pengertian Wakaf menurut Kompilasi Hukum Islam …………..
4. Dasar Hukum Wakaf ………………….………………………..
5. Macam-macam Wakaf ……………………………………….….
6. Rukun dan Syarat Wakaf ………………………………………..
7. Tujuan dan Fungsi Wakaf ………………………………………
C. Pengelolaan Wakaf …………………………………………...........
BAB III GAMBARAN UMUM YAYASAN Al-MUFLIHUN
A. Lokasi Penelitian ……………………..………………….………....
1. Profil Yayasan Al-Muflihun...…………………….…...………...
a. Sejarah Berdirinya Yayasan Al-Muflihun...…….……………
b. Letak Geografis ……………….…………………………...…
2. Visi dan Misi Yayasan Al-Muflihun.……………………............
3. Tujuan Yayasan Al-Muflihun………….………….…….……….
4. Struktur Organisasi …………………………………………..….
5. Tugas dan Wewenang Pengurus Yayasan ....................................
6. Ruang Lingkup dan Program Kerja……..………….…………....
7. Faktor Penghambat dalam pengelolaan dan Pengembangan
Wakaf di Yayasan Al-Muflihun..……………...…………….…..
B. Hasil Penelitian …………………………...……………………......
1. Identifikasi Nadzir dan Pemahaman Nadzir di Yayasan Al-
Muflihun……………………………............................................
2. Pengelolaan Harta Wakaf di Yayasan Al-Muflihun......................
3. Efektifitas Pengelolaan Harta Wakaf di Yayasan Al-Muflihun....
a. Masjid Al-Muflihun…………………………………………..
b. TPA dan PAUD Al-Muflihun………………………………...
20
24
24
27
29
30
34
36
46
47
49
49
49
50
51
52
52
53
56
57
58
58
62
65
65
68
xii
BAB IV ANALISIS DATA
A. Analisis Penelitian...........................................................................
1. Pemahaman Nadzir di Yayasan Al-Muflihun terhadap Hukum
Perwakafan.................................................................................
2. Pengelolaan Harta Wakaf di Yayasan Al-Muflihun
Salatiga.......................................................................................
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan.............................................................................................
B. Saran.......................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
LAMPIRAN-LAMPIRAN
70
71
72
78
80
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki jumlah penduduk
yang mayoritas agamanya muslim, ini memiliki potensi besar dalam
pemberdayaan ekonomi masyarakat dan pengembangan perekonomian
nasional. Salah satu contoh instrumen yang dapat dimanfaatkan adalah wakaf.
Berwakaf bagi masyarakat Muslim merupakan salah satu tuntunan ajaran
Islam yang menyangkut kehidupan bermasyarakat dalam rangka ibadah
ijtima’iyah (ibadah sosial) melalui harta benda yang dimilikinya, yaitu
dengan melepas harta benda yang dimilikinya untuk kepentingan umum.
Sejak terjadinya krisis multi dimensi dalam kehidupan masyarakat
Indonesia, peranan wakaf menjadi semakin penting sebagai salah satu
instrument untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Kesadaran
berwakaf menjadi perekat sosial bangsa Indonesia (Harahap, 2006:1). Karena
itu institusi wakaf dapat dikategorikan sebagai amal jariyah yang pahalanya
tidak pernah putus, wakaf sangat berperan penting dalam pengembangan
kegiatan-kegiatan sosial, ekonomi dan kebudayaan masyarakat seperti telah
banyak memfasilitasi para sarjana dan mahasiswa dengan berbagai sarana dan
prasarana yang memadai untuk melakukan riset dan pendidikan, sehingga
dapat mengurangi ketergantungan dana pada pemerintah.
2
Wakaf merupakan amalan yang terkandung dalam Islam yang
menghendaki agar harta wakaf itu tidak boleh hanya dipendam tanpa hasil
yang akan dinikmati oleh mauquf ‘alaih. Semakin banyak hasil harta wakaf
yang dapat dinikmati orang, akan semakin besar pula pahala yang akan
mengalir kepada pihak waqif. Berdasarkan hal tersebut, dari sisi hukum fiqih,
pengembangan harta wakaf secara produktif merupakan kewajiban yang
harus dilakukan oleh pengelola (nadzir)( Nasution, 2004:95).
Selain itu wakaf juga merupakan salah satu bentuk kegiatan ibadah
yang sangat dianjurkan untuk dilakukan oleh kaum muslimin, karena wakaf
akan selalu mengalirkan pahala bagi wakif (orang yang mewakafkan)
walaupun orang yang bersangkutan sudah meninggal dunia. Dengan
dianjurkannya wakaf, maka tidak sedikit orang yang mempunyai kelebihan
harta bendanya kemudian menginfestasikan sebagian hartanya tersebut di
jalan Allah melalui wakaf dengan berbagai macam bentuk.
Secara administratif wakaf dikelola oleh nadzir orang atau badan yang
memegang amanat untuk memelihara dan mengurus harta wakaf sebaik-
baiknya sesuai dengan wujud dan tujuannya. Contoh yang paling klasik dari
wakaf adalah tanah yang mana tanah itu atau benda itu tidak boleh dijual atau
dialih tangankan selain untuk kepentingan umat, yang diamanahkan oleh
waqif kepada nadzir waqaf (Ali, 1988:91).
Dengan demikian perwakafan dapat memberikan konstribusi dalam
meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan membantu pemerintah dalam
meningkatkan kesejahteraan dan taraf hidup masyarakat. Namun
3
kenyataannya institusi wakaf belum maksimal dalam memberikan konstribusi
terhadap pemberdayaan ekonomi masyarakat. Hal ini disebabkan dari tradisi
masyarakat muslim dalam pengelolaan harta wakaf yang masih bersifat
konsumtif, karena belum optimalnya fungsi harta wakaf dan dalam
pengelolaannya juga belum mengarah kepada pengelolaan yang bersifat
produktif, persepsi dalam memahami dan menafsiri wakaf sebagaimana yang
diharapkan, wakaf masih terikat dan tersekat dengan paham lama yang
hampir mendominasi pemikiran masyarakat muslim di Indonesia. Salah satu
faktor yang menyebabkan pemahaman tersebut adalah adanya hadits yang
menjadi rujukan dalam kegiatan wakaf yang diriwayatkan oleh Tarmizi dan
Muslim. Dalam hadits tersebut, Nabi SAW bersabda:
“Apabila manusia meninggal dunia, maka terhentilah kesempatannyauntuk mendapatkan nilai pahala dari amalannya, kecuali tiga hal, yaitu;sedekah yang mengalirkan pahala terus menerus (wakaf), ilmu yangdiajarkan dan bermanfaat bagi orang lain dan anak yang shaleh yangmendoakan kedua orang tuanya”. (H. R Muslim)( Muslim bin al Hujjaj binMuslim, Juz 3 halaman 73).
Dari rujukan hadits tersebut bahwa wakaf merupakan sedekah yang
pahalanya terus menerus mengalir kepada orang yang berwakaf. Hal ini
berarti benda yang diwakafkan haruslah tahan lama agar pahalanya terus
mengalir. Harta wakaf sebenarnya memiliki kemanfaatan yang banyak dan
lebih dari sekedar sedekah biasa. Namun, kemanfaatan ini belum didapatkan
4
karena wakaf selama ini masih berada seputar di rumah ibadah, kuburan dan
madrasah. Jika dilihat dari segi keagamaan, semangat ini tentunya baik,
karena wakaf yang ada dimanfaatkan sebagai rumah ibadah dan dapat
meningkatkan keimanan dari masyarakat. Namun, jika dilihat dari sisi
ekonomis, potensi itu masih jauh dari yang diharapkan.
Pengelolaan wakaf secara produktif tidak terlepas dari media yang
digunakan dalam menunaikan wakaf. Demikian juga dengan Undang-undang
No. 41 Tahun 2004 tentang wakaf, yang mengatur perwakafan baik dari
aspek materi wakaf maupun pengelolaannya, dimana benda wakaf mencakup
benda bergerak dan tidak bergerak, sementara pengelolaannya harus
dilakukan sesuai dengan prinsip syariah secara produktif sesuai dengan
tujuan, fungsi dan peruntukannya. Wakaf benda tidak bergerak seperti
bangunan, tanah dan perkebunan. Sedangkan wakaf benda bergerak antara
lain, buku/kitab, sajadah, kendaraan, dan sebagainya. Salah satu bentuk wakaf
benda bergerak adalah wakaf uang.
Dengan demikian, peluang dikelolanya wakaf secara produktif baik dari
aspek perundang-undangan maupun pemikiran mutakhir sangat
memungkinkan, hal ini mengandung pengertian bahwa wakaf tidak mutlak
harus selama-lamanya artinya wakaf bisa bersifat sementara, wakif
dimungkinkan memiliki hak atas harta wakafnya apabila tenggang waktu
wakaf telah berakhir, harta yang tidak berfungsi lagi ada kemungkinan
ditukar atau dijual untuk dibelikan harta yang lain sebagai penggantinya dan
pengelolaannya harus dilakukan secara produktif yang berarti Nadzir harus
5
memiliki kemampuan manajerial dan profesionalitas dalam mengelola wakaf.
Jelas bahwa fungsi dan tidak berfungsinya suatu wakaf tergantung dari peran
Nadzir, dimana dia berkewajiban untuk menjaga, mengembangkan dan
melestarikan manfaat dari harta yang diwakafkan bagi orang-orang yang
berhak menerimanya(Depag RI, 1998: 42-43).
Kota Salatiga adalah salah satu kota di wilayah Jawa Tengah yang
terdapat ratusan harta wakaf dan umumnya harta wakaf tersebut berupa tanah.
Sebagian besar tanah tersebut hanya diperuntukkan bagi tempat ibadah,
sekolah serta sarana sosial masyarakat lainnya. Ikrar wakaf umumnya hanya
bersifat lisan tanpa ada bukti tertulis sama sekali. Pelaksanaannyapun hanya
berdasarkan saling percaya dan tahu sama tahu. Artinya pemberi wakaf
mempercayakan sepenuhnya kepada Nadzir mengenai pengelolaannya, begitu
juga pemberitahuan kepada keluarganya hanya secara lisan saja
(http://depagkotasalatiga.wordpress.com, 23 Juni 2009, 7:13 am di akses pada
hari Rabu 15 Agustus 2013 Jam 20:30 WIB).
Hal itu menunjukkan bahwa pengelolaan wakaf produktif belum begitu
memasyarakat di Kota Salatiga. Persoalan yang menarik untuk diteliti adalah
pemahaman Nadzir di kota Salatiga terhadap wakaf masih terikat dan
terpengaruh dengan pemikiran dan pemahaman klasik, disamping terikat
dengan tradisi yang hidup dalam masyarakat. Sementara Undang-undang No.
41 Tahun 2004 tentang wakaf telah mengatur bahwa wakaf tidak hanya dapat
digunakan untuk pembangunan fisik saja. Harta wakaf dapat dikembangkan
sehingga kemanfaatannya justru akan lebih besar untuk kemaslahatan umat.
6
Atas dasar uraian diatas penulis bermaksud mengadakan penelitian
dengan judul “Pemahaman Nadzir Tentang Perwakafan dan
Efektifitasnya Terhadap Pengelolaan Wakaf di Yayasan Al-Muflihun
Jetis Kelurahan Sidorejo lor Kecamatan Sidorejo Kota Salatiga.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah dan permasalahan yang telah
dikemukakan di atas, maka yang menjadi pokok kajian dalam penelitian ini
adalah:
1. Bagaimana pemahaman Nadzir di Yayasan Al-Muflihun Jetis Kelurahan
Sidorejo lor Kecamatan Sidorejo Kota Salatiga terhadap hukum
perwakafan?
2. Bagaimana Pengelolaan harta wakaf yang ada di Yayasan Al-Muflihun
Jetis Kelurahan Sidorejo lor Kecamatan Sidorejo Kota Salatiga?
3. Apakah pemahaman Nadzir tersebut turut mempengaruhi efektifitas
pengelolaan harta wakaf di Yayasan Al-Muflihun Jetis Kelurahan Sidorejo
lor Kecamatan Sidorejo Kota Salatiga?
C. Tujuan Penelitian
1. Untuk Mengetahui pemahaman Nadzir di Yayasan Al-Muflihun Jetis
Kelurahan Sidorejo lor Kecamatan Sidorejo Kota Salatiga terhadap hukum
perwakafan.
2. Untuk mengetahui Pengelolaan harta wakaf yang ada di Yayasan Al-
Muflihun Jetis Kelurahan Sidorejo lor Kecamatan Sidorejo Kota Salatiga.
7
3. Untuk mengetahui pemahaman Nadzir tersebut pengaruhnya terhadap
efektifitas pengelolaan harta wakaf di Yayasan Al-Muflihun Jetis
Kelurahan Sidorejo lor Kecamatan Sidorejo Kota Salatiga.
D. Manfaat Penelitian
1. Akademis
a. Bisa memberikan sumbangan tentang perwakafan untuk bahan studi
lanjutan dan bahan kajian kearah pengembangan berikutnya
b. Bisa memberikan informasi tentang pengelolaan wakaf
2. Praktis
a. Bisa memberikan pengetahuan bagi nadzir dalam mengelola wakaf
kemudian dapat dikembangankan dengan pengelolaan yang lebih baik.
Sehingga dapat menanggulangi permasalahan-permasalahan.
b. Bisa menambah wawasan bagi masyarakat luas tentang perwakafan.
E. Penegasan Istilah
Sebelum memulai dalam penyusunan skripsi ini, perlu penulis
kemukakan bahwa judul skripsi ini adalah: Pemahaman Nadzir Tentang
Perwakafan dan Efektifitasnya Terhadap Pengelolaan Wakaf di Yayasan Al-
Muflihun Jetis Kelurahan Sidorejo Lor Kecamatan Sidorejo Kota Salatiga.
Untuk menghindari kekeliruan penafsiran dan kesalahpahaman serta
pengertian yang simpang siur, maka penulis kemukakan pengertian dan
penegasan judul skripsi ini sebagai berikut:
1. Pemahaman adalah kemampuan seseorang dalam mengartikan,
menafsirkan, menerjemahkan atau menyatakan sesuatu dengan caranya
8
sendiri tentang pengetahuan yang pernah diterimanya (Sadiman,
1999:206).
2. Nadzir adalah orang yang diserahi kekuasaan dan kewajiban untuk
mengurus dan memelihara harta wakaf (Al-Ramli, 1996:610).
3. Wakaf adalah menahan suatu benda yang menurut hukum tetap milik si
wakif dalam rangka mempergunakan manfaatnya untuk kebaikan.
Berdasarkan definisi itu maka pemilikan harta wakaf tidak lepas dari si
wakif bahkan ia dibenarkan menariknya kembali dan ia boleh menjualnya,
karena yang lebih kuat menurut pendapat abu hanifah adalah bahwa wakaf
hukumnya jaiz (boleh), tidak wajib sama halnya dengan pinjaman
(Wahbah Al-Zuhaili ,1989: 153).
4. Efektifitas adalah suatu ukuran yang menyatakan seberapa jauh target
(kuantitas, kualitas dan waktu) telah tercapai. Dimana makin besar
presentase target yang dicapai, makin tinggi efektifitasnya. (Hidayat,
1986:35). http://dansite.wordpress.com, 28 Maret 2009 di akses pada hari
Rabu 15 Agustus 2013 jam 21:00 WIB.
5. Pengelolaan adalah suatu proses memberikan pengawasan pada semua hal
yang terlibat dalam pelaksanaan kebijaksanaan dan pencapaian tujuan
tertentu. (Em Zul Fajr & Ratu Aprilia Senja, 2005:444)
F. Telaah Pustaka
Penelitian-penelitian yang berkenaan dengan wakaf cukup banyak.
Penelitian Muhyar Fanani dengan judul Kelanggengan Wujud Fisik Versus
Kelangganan Manfaat:Kunci sukses Manajemen Wakaf Produktif Pondok
9
Modern Darussalam Gontor, penelitian ini menjelaskan bahwa Gontor telah
membuktikan dirinya sebagai lembaga pendidikan yang menggantungkan
hidupnya pada pengelolaan aset-aset wakaf secara produktif. Kunci sukses
dari perwakafan di Gontor adalah manajemen. Manajemen Wakaf di Gontor
berpegang pada tiga hal, yaitu pembiayaan dalam bingkai proyek,
kesejahteraan nadzir, dan transparansi serta akuntabilitas publik. Dengan tiga
hal ini dalam jangka waktu 82 tahun aset wakaf Gontor tumbuh berlipat-lipat.
(Fanani, 2010:1 -23).
Peneliti yang lain yaitu Lukman Fauroni meneliti tentang Wakaf Untuk
Produktivitas Ekonomi Umat. penelitian ini menitikberatkan pada model-
model pengembangan wakaf. Peneliti berusaha memberikan pemahaman baru
berkaitan dengan kekhawatiran hilangnya harta wakaf jika diinvestasikan
sebagai wakaf produktif. Ada tiga alternatif untuk menginvestasikan harta
wakaf agar dapat dikembangkan bagi kesejahteraan umat menurut peneliti
yaitu melalui investasi bisnis yang minim resiko, melalui kerjasama
kemitraan dengan lembaga yang berpengalaman, dan lembaga-lemba
keuangan syariah.(Fauroni, 2010:25-38).
Dalam penelitian Khusnur Rofiq yang meneliti Wakaf Kolektif di PPTI
Al-falah Sidomukti Salatiga. Penelitian ini memfokuskan pada pengelolaan
wakaf kolektif dalam hal benda bergerak berupa uang di PPTI Al-Falah
Sidomukti Salatiga. Wakaf benda bergerak tersebut diwakafkan melalui
lembaga keuangan syariah. Di PPTI Al-Falah Sidomukti Salatiga termasuk
dalam wakaf bersyarat karena penggunaannya hanya dibolehkan untuk
10
membeli tanah. Dalam pengelolaan wakaf ini terjadi penyimpangan,
seharusnya yang mengelola harta wakaf adalah yayasan, tapi pada prakteknya
pengelolaan dilakukan oleh pengasuh yang sebenarnya tidak ada pelimpahan
wewenang dari yayasan kepada pengasuh.
Skripsi Siti Hanifah dengan judul Pelaksanaan Perwakafan Tanah
Milik di Desa Sruwen Kec. Tengaran. Penelitian ini menjelaskan tentang
banyaknya tanah wakaf yang belum bersertifikat di daerah tersebut, sejumlah
17 lokasi. Belum bersertifikat dikarenakan sikap ikhlas dalam pelaksanaan
wakaf yang tidak diimbangi dengan pentingnya administrasi. Kelalaian nadzir
belum memenuhi kewajiban tertib administrasi yang berkaitan dengan
pengelolaan tanah wakaf untuk dilaporkan kepada kepala KUA Kec.
Tengaran.
Skripsi Misranto berjudul Strategi Pengelolaan Tanah Wakaf di
Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Salatiga Tahun 2013, Berdasarkan
dengan adanya temuan fakta di lapangan, hasil penelitian menyimpulkan
bahwa pengelolaan wakaf yang ada di Pimpinan Daerah Muhammadiyah
Kota Salatiga masih bersifat sosial tradisional yang konsumtif, sehingga
harapannya untuk Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Salatiga dapat
menambah bidang ekonomi agar dapat lebih berperan dalam perwakafan.
Selain itu penelitian ini diharapkan dapat memberi sumbangan pemikiran bagi
pengembangan ilmu pengetahuan, meningkatkan kompetensi keilmuan
khususnya dibidang perwakafan, serta dapat memberikan pengetahuan
mengenai besarnya manfaat wakaf.
11
Dari telaah pustaka yang di peroleh penulis, maka permasalahan
mengenai Pemahaman Nadzir Tentang Perwakafan dan Efektifitasnya
Terhadap Pengelolaan Wakaf di Yayasan Al-Muflihun Jetis Kelurahan
Sidorejo lor Kecamatan Sidorejo Kota Salatiga sangat menarik untuk dikaji,
dan memang belum secara khusus dibahas dalam referensi-referensi tersebut
dan dari perbedaan dalam skripsi terdahulu terletak pada eksistensi petugas
pencataan wakaf tentang pengelolaan wakaf tersebut. Apakah sudah
memenuhi standar yang ditetapkan oleh peraturan-peraturan pencatatan benda
wakaf.
G. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif, yaitu
penelitian yang berusaha mendeskripsikan suatu gejala, peristiwa, kejadian
yang terjadi pada saat sekarang, (Nana, 1984:64) sehingga penelitian ini
mempunyai ciri khas yang terletak pada tujuannya, yakni mendeskripsikan
tentang segala sesuatu yang berkaitan dengan seluruh kegiatan, Pemilihan
pendekatan kualitatif deskriptif ini karena pada penelitian ini berusaha
meneliti status kelompok manusia, suatu obyek, suatu system pemikiran,
atau suatu peristiwa pada masa sekarang dengan tujuan membuat
deskripsi, gambaran atau lukisan sistematis, faktual dan akurat mengenai
fakta-fakta, sifat-sifat, serta hubungan antar fenomena yang diselidiki.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pemahaman Nadzir
di kecamatan sidorejo kota salatiga terhadap hukum perwakafan serta
12
pemahaman Nadzir tersebut turut mempengaruhi efektifitas
pengelolaan harta wakaf di Kecamatan Sidorejo Kota Salatiga, maka
penelitian ini penulisan menggunakan jenis data kualitatif, yang datanya
diperoleh dari hasil wawancara, respon yang berkaitan dengan masalah
yang penulis kemukakan, yaitu pemahaman Nadzir tentang hukum
Perwakafan dan peran nadzir tersebut efektifitasnya terhadap
pengelolaan wakaf. Penelitian ini menggunakan metode deskriftif
analisis, yakni berusaha menyajikan fakta-fakta yang objektif sesuai
dengan kondisi dan situasi yang sebenarnya terjadi pada saat penelitian
dilakukan. Pada penelitian ini penulisan menggunakan Pendekatan
kualitatif adalah jenis penelitian yang menghasilkan penemuan-penemuan
yang tidak dicapai (diperoleh) dengan menggunakan prosedur-prosedur
statistik atau dengan cara-cara lain dari kualifikasi (pengukuran)”(Djuanidi
Ghani,1997:11).
Dalam pendekatan kualitatif ini semua data diperoleh dalam bentuk
kata-kata lisan maupun tulisan yang bersumber dari manusia. Berkaitan
dengan hal tersebut, Lexy J. Moleong (2000:4-8) menyatakan Ciri-ciri
pendekatan kualitatif sebagai berikut:
a. Mempunyai latar alamiah
b. Manusia sebagai alat
c. Memakai metode kualitatif
d. Analisa data secara induktif
e. Lebih mementingkan proses daripada hasil
13
f. Penulisan bersifat deskriptif
g. Teori dari dasar (grounded thory)
h. Adanya khusus untuk keabsahan data
i. Desain yang bersifat sementara
j. Hasil penelitian dirundingkan dan disepakati bersama.
Menurut Suryabrata (1998:19), ” Penelitian deskriptif adalah
penelitian yang bermaksud untuk membuat pencandraan (uraian, paparan)
mengenai situasi kejadian-kejadian”. Sedangkan tujuan penelitian
deskriptif menurut Umar (1999:29), ” Tujuan penelitian deskriptif adalah
untuk menggambarkan sifat sesuatu yang tengah berlangsung pada saat
researh dilakukan dan untuk memeriksa sebab-sebab dari sesuatu gejala
tertentu”
2. Kehadiran Peneliti
Penulis terjun langsung di kantor Yayasan Al-Muflihun Jetis
Kelurahan Sidorejo lor Kecamatan Sidorejo Kota Salatiga dan Kantor
Urusan Agama yang penulis anggap dapat memberikan gambaran tentang
catatan kegiatan perwakafan. Sesuai dengan pendekatan kualitatif, maka
semua fakta berupa kata-kata maupun tulisan dari sumber data manusia
yang telah diamati dan dokumen yang terkait disajikan dan digambarkan
apa adanya untuk selanjutnya ditelaah guna menemukan makna.
3. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dimulai hari senin, 23 Desember 2014 – selesai. Lokasi
penelitian berada di Yayasan Al-Muflihun Jetis Kelurahan Sidorejo lor
14
Kecamatan Sidorejo Kota Salatiga dan Kantor Urusan Agama (KUA)
Salatiga.
4. Sumber Penelitian
Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sumber
data primer dan sumber data sekunder. Data primer adalah data yang
diperoleh atau dikumpulkan langsung di lapangan oleh orang yang
melakukan penelitian atau yang bersangkutan karena memerlukannya.
Data primer ini disebut juga data asli atau data baru. Artinya, data yang
diperoleh memang asli dari lapangan dan baru, bukan data yang sudah
usang/lama atau yang telah diolah. Sedangkan data sekunder adalah data
yang diperoleh atau dikumpulkan orang yang melakukan penelitian dari
sumber-sumber yang telah ada (M.Iqbal, 2002:82).
Sumber data primer, peneliti secara khusus peroleh dari kajian
langsung ke objek penelitian berupa hasil data observasi, dokumentasi, dan
interview dengan petugas KUA Sidorejo dan para Nadzir yang ada di
Yayasan Al-Muflihun Jetis Kelurahan Sidorejo lor Kecamatan Sidorejo
Kota Salatiga.
Sumber data sekunder, peneliti memperoleh data-data Nadzir dari
petugas KUA dan catatan-catatan yang sudah terdokumentasi di
Kecamatan Sidorejo. Sebagai data pendukung lainnya penulis
menggunakan buku-buku yang berhubungan dengan wakaf sebagai
referensi.
15
5. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data oleh penulis dengan cara, Penelitian
Lapangan/ Survey, sedangkan alat yang digunakan untuk mengumpulkan
data adalah :
a. Observasi.
Teknik observasi adalah pengamatan data dengan mencatat
secara sistematis fenomena-fenomena yang diselidiki (Hadi,
1983:136). Dengan kehadiran peneliti di Yayasan Al-Muflihun Jetis
Kelurahan Sidorejo lor Kecamatan Sidorejo Kota Salatiga dan KUA
Sidorejo termasuk kegiatan Observasi, karena dapat mengetahui
langsung kondisi dan berbagai aktifitas mengenai kegiatan perwakafan
di Area tersebut.
b. Wawancara (Interview)
Interview adalah usaha mengumpulkan informasi dengan
mengajukan sejumlah pertanyaan secara lisan, untuk dijawab secara
lisan pula. Atau secara sederhana interview diartikan sebagai alat
pengumpul data dengan mempergunakan tanya jawab antara pencari
informasi dan responden (Hadari, 2002:111).
Wawancara identik dengan pengumpulan data dengan bertanya
langsung, lisan maupun tertulis kepada nara sumber. Ciri utamanya
adalah kontak langsung dengan tatap muka antara penulis dengan
sumber informasi. Berikut nama-nama Nadzir sebagai informan yaitu
HM. Indi Sugandi. Kelahiran Ciamis, 20 Desember 1942.
16
c. Dokumentasi
Teknik dokumentasi adalah pencarian data mengenai hal-hal
atau variabel yang berupa catatan, struktur organisasi, transkrip,
buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat, agenda, dan lain
sebagainya (Suharsini, 2006:206)
Penulis dalam pengumpulan data melalui peninggalan
tertulis, terutama berupa arsip-arsip dan termasuk catatan-catatan
tentang perwakafan di Yayasan Al-Muflihun Jetis Kelurahan Sidorejo
lor Kecamatan Sidorejo Kota Salatiga dan di KUA Sidorejo yang
berhubungan dengan masalah penyelidikan.
6. Teknik Analisis Data
Analisis data dapat diartikan sebagai proses yang menghubung-
hubungkan, memisah-misahkan dan mengelompokkan data yang ada
sehingga dapat ditarik kesimpulan yang benar.Analisis data yang
digunakan adalah analisis non-statistik, yaitu menggunakan analisis
deskriptif analitis, analisis yang diwujudkan bukan dalam bentuk angka
melainkan dalam bentuk laporan dan uraian deskriptif.
Adapun langkah-langkah dalam menganalisis data pada penelitian
kualitatif deskriptif mengacu pada langkah-langkah yang dikemukakan
oleh Mohammad Ali, yaitu:
a. Reduksi data
17
Reduksi data adalah proses memilih, menyederhanakan,
memfokuskan, mengabstraksikan dan mengubah data kasar ke dalam
catatan lapangan.
b. Display atau sajian data
Sajian data merupakan suatu cara merangkai data dalam suatu
organisasi-organisasi yang memudahkan untuk pembuatan
kesimpulan dan/atau tindakan yang diusulkan (Mohammad,
1993:167).
c. Verifikasi dan/atau penyimpulan data
Adapun verifikasi data adalah penjelasan tentang makna data
dalam suatu konfigurasi yang secara khas menunjukan alur kausalnya
sehingga dapat diajukan proposisi-proposisi yang terkait dengannya
(Kafemad, 2000:103).
Dalam menganalisi data ini, penulis menggunakan analisis data
kualitatif. Menurut Muhadjir (1996:104) mengatakan, “Analisis data
merupakan upaya untuk mencapai dan menata secara sistematis
catatan hasil observasi, wawancara dan lainya. Untuk meningkatkan
pemahaman penelitian tentang kasus yang diteliti dan menyajikanya
sebagi temuan bagi orang lain. Sedangkan untuk meningkatkan
pemahaman tersebut, analisis perlu dilanjutkan dengan berupaya
mancari makna”.
Dengan demikian, penulis akan menunjukkan laporan
penelitian berisi kutipan-kutipan data untuk memberikan gambaran
18
penyajian laporan tersebut. Data yang penulis mungkin berasal dari
naskah wawancara pendapat para Nadzir tentang wakaf, catatan
lapangan berupa catatan kegiatan Wakaf di Yayasan Al-Muflihun
Jetis Kelurahan Sidorejo lor Kecamatan Sidorejo Kota Salatiga,
dokumen pribadi dan sebagainya.
H. Sistematika Penulisan
Untuk memudahkan dalam penulisan, penulis menentukan sistematika
penulisan dengan menguraikan setiap point nya dan akan dituangkan dalam
Bab-bab sebagaimana diuraikan berikut ini : Bab I adalah Pendahuluan. Pada
Bab Pendahuluan berisi Latar Belakang, Rumusan Masalah, Tujuan
Penelitian, Manfaat Penelitian, Penegasan Istilah, Telaah Pustaka, Metode
Penelitian dan Sistematika Penelitian.
Setelah Bab I, dilanjutkan dengan Bab II yaitu Landasan Teori. Bab II
berisi: yang pertama adalah Pengertian Nadzir, yang kedua Pengertian Wakaf
yang meliputi Pengertian wakaf menurut Fiqih, Pengertian Wakaf menurut
Undang-undang, Pengelolaan Wakaf menurut Kompilasi Hukum Islam, Dasar
Hukum Wakaf, Macam-macam Wakaf, Rukun dan Syarat Wakaf dan Tujuan
dan Fungsi Wakaf. Dan yang ketiga atau yang terkahir dari Bab II adalah
membahas tentang Pengelolaan Wakaf.
Bab berikutnya adalah Bab III membahas Gambaran Umum Yayasan
Almuflihun. Penulis akan menggambarkan tentang objek penelitian yang
terbagi beberapa point yaitu Profil Yayasan, Visi dan Misi, Tujuan Yayasan,
Struktur Organisasi, Tugas dan Wewenang Pengurus Yayasan, Ruang
19
Lingkup dan Program Kerja Yayasan, Faktor Penghambat dalam Pengelolaan
dan pengembangan wakaf di Yayasan. Dalam Bab III juga membahas Hasil
Penelitian yang berisi Identifikasi dan Pemahaman Nadzir di Yayasan Al-
Muflihun Jetis Kelurahan Sidorejo lor Kecamatan Sidorejo Kota Salatiga
terhadap hukum perwakafan, pengelolaan harta wakaf di Yayasan Al-
Muflihun Jetis Kelurahan Sidorejo lor Kecamatan Sidorejo Kota Salatiga dan
efektifitas pengelolaan harta wakaf di Yayasan Al-Muflihun Jetis
Kelurahan Sidorejo lor Kecamatan Sidorejo Kota Salatiga. Pada Bab IV
membahas Analisis Data, yang pertama adalah Analisis Pemahaman
Nadzir di Yayasan Al-Muflihun Jetis Kelurahan Sidorejo lor Kecamatan
Sidorejo Kota Salatiga terhadap hukum perwakafan dan yang kedua
adalah Analisis pemahaman Nadzir tersebut terhadap efektifitas
pengelolaan harta wakaf di Yayasan Al-Muflihun Kelurahan Sidorejo
Lor Kecamatan Sidorejo Kota Salatiga.
Dalam Bab terakhir atau Bab V adalah penutup yang berisi kesimpulan
skripsi serta kritik dan saran.
20
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Pengertian Nadzir
Kata nadzir secara etimologi berasal dari kata kerja nazira – yandzaru
yang berarti “menjaga” dan “mengurus” (Hamami, 2003: 97). Di dalam kamus
Arab Indonesia disebutkan bahwa kata nadzir berarti; “yang melihat”,
“pemeriksa.”( Yunus, 1973:457).
Dalam terminologi fiqh, yang dimaksud dengan nadzir adalah orang
yang diserahi kekuasaan dan kewajiban untuk mengurus dan memelihara harta
wakaf (Al-Ramli, 1996:610). Jadi pengertian nadzir menurut istilah adalah
orang atau badan yang memegang amanat untuk memelihara dan mengurus
harta wakaf dengan sebaik-baiknya sesuai dengan wujud dan tujuan harta
wakaf (Ali, 1988:91).
Dalam Pasal 1 ayat (4) Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977
disebutkan nadzir adalah kelompok orang atau badan hukum yang diserahi
tugas pemeliharaan dan pengurusan benda wakaf. Menurut penjelasan Pasal I
ayat (4) peraturan tersebut yang dimaksud kelompok orang dalam rumusan itu
adalah kelompok orang-orang yang merupakan satu kesatuan atau merupakan
suatu pengurus, sedangkan badan hukum adalah badan hukum diluar
pengertian Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 1963 tantang badan hukum
yang memiliki hak atas tanah, tetapi badan hukum yang disahkan oleh Menteri
Kehakiman seperti yayasan keagamaan dan badan sosial lainnya
21
(Harsono,1993:20). Dibentuknya nadzir dimaksudkan untuk menjamin agar
tanah hak milik yang diwakafkan tetap dapat berfungsi sesuai dengan tujuan
wakaf.
Pasal 6 Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977 tentang
Perwakafan Tanah Milik, menyebutkan tentang syarat-syarat yang harus
dipenuhi oleh nadzir perorangan dan nadzir badan hukum. Untuk nadzir
perorangan, syarat-syaratnya adalah sebagai berikut : (1) warga Negara
Indonesia; (2) beragama Islam; (3) sudah dewasa; (4) sehat jasmaniah dan
rohaniah; (5) tidak berada di bawah pengampunan; (6) bertempat tinggal di
kecamatan tempat tinggal tempat letaknya tanah yang diwakafkan. Sedangkan
untuk nadzir badan hukum, syaratnya adalah : (1) badan hukum Indonesia,
berkedudukan di Indonesia; (2) mempunyai perwakilan di kecamatan tempat
letaknya tanah yang diwakafkan; (3) sudah disahkan oleh Menteri Kehakiman
dan dimuat dalam Berita Negara; (4) jenis tujuan dan usahanya untuk
kepentingan peribadatan atau keperluan umum lainnya sesuai dengan ajaran
Islam. Ketentuan lebih lanjut mengenai nadzir, adalah :
1. Nadzir wakaf, baik perorangan maupun badan hukum harus terdaftar pada
Kantor Urusan Agama Kecamatan setempat untuk mendapatkan pengesahan
dari Kepala Kantor Urusan Agama Kecamatan yang bertindak sebagai
Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf (Harsono, 1993:22 ).
2. Jika syarat-syarat nadzir perorangan seperti tersebut tidak terpenuhi, maka
hakim menunjuk orang lain yang mempunyai hubungan kerabat dengan
22
wakif, dengan prinsip hak pengawasan ada pada wakif sendiri (Suhadi,
1985:28).
3. Jumlah nadzir untuk suatu daerah tertentu ditetapkan oleh Menteri Agama.
Menurut Peraturan Menteri Agama Nomor 1 Tahun 1978, jumlah nadzir
perorangan untuk satu kecamatan adalah sama dengan jumlah desa yang
terdapat dalam kecamatan bersangkutan. Di dalam setiap desa hanya ada
satu nadzir kelompok perorangan. Kelompok perorangan itu terdiri dari
sekurang-kurangnya 3 (tiga) orang, salah seorang diantaranya menjadi ketua
(Ali, 1988:17).
4. Masa kerja nadzir perorangan tidaklah selama-lamanya. Seorang anggota
nadzir berhenti dari jabatannya apabila : (Suhadi, 1985:28) (a) meninggal
dunia; (b) mengundurkan diri; (c) dibatalkan kedudukannya sebagai nadzir
oleh Kepala Kantor Urusan Agama Kecamatan setempat, karena : (1) tidak
memenuhi syarat seperti diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 28
Tahun 1977 dan peraturan pelaksanaannya; (2) melakukan tindak pidana
kejahatan yang berhubungan dengan jabatan nadzir; (3) tidak dapat lagi
melakukan kewajibannya sebagai nadzir.
5. Dalam rangka mengekalkan manfaat benda wakaf agar sesuai dengan
tujuannya, para nadzir mempunyai kewajiban dan hak. Adapun kewajiban
nadzir adalah sebagai berikut : (Suhadi, 1985:l33).(a) mengurus dan
mengawasi harta kekayaan wakaf dan hasilnya; (b) memberi laporan kepada
Kepala Kantor Urusan Agama tentang : (1) hasil pencatatan perwakafan
tanah milik oleh pejabat Badan Pertanahan Nasional; (2) perubahan status
23
tanah milik yang telah diwakafkan dan perubahan penggunaannya karena
tidak sesuai lagi dengan tujuan wakaf seperti diikrarkan oleh wakif dan
untuk kepentingan umum; (3) pelaksanaan kewajiban mengurus dan
mengawasi harta kekayaan wakaf dan hasilnya tiap tahun sekali, pada akhir
bulan Desember tahun yang sedang berjalan; (c) melaporkan anggota nadzir
yang berhenti dari jabatannya; (d) mengusulkan kepada Kepala Kantor
Urusan Agama Kecamatan anggota pengganti yang berhenti itu untuk
disahkan keanggotannya. Sedangkan hak nadzir adalah sebagai berikut: (1)
menerima penghasilan dari hasil tanah wakaf yang besarnya tidak boleh
melebihi sepuluh persen (10%) dari hasil bersih tanah wakaf; (2)
menggunakan fasilitas sepanjang diperlukan dari tanah wakaf atau hasilnya
yang ditetapkan olah Kepala Seksi Urusan Agama Islam setempat.
6. Dalam hukum fiqih tradisional, nadzir tidak termasuk ke dalam rukun
(unsur-unsur) wakaf; setiap orang memenuhi syarat dapat saja menjadi
nadzir, apabila ia ditunjuk oleh wakif. Para ahli hukum Islam berpendapat
bahwa nadzir tidak harus orang lain atau kelompok orang. Orang yang
mewakafkan hartanya dapat menjadi nadzir harta yang diwakafkannya.
Oleh sebab itu pengaturan seperti yang terdapat dalam Peraturan Pemerintah
Nomor 28 Tahun 1977 tentang Perwakafan Tanah Milik merupakan
pengembangan hukum fikih Islam di Indonesia, demikian juga ketentuan
adanya keharusan kehadiran dua orang saksi, dibuatnya ikrar wakaf secara
tertulis dan dilakukannya dihadapan Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf
(PPAIW) (Suhadi, 1985: 39).
24
B. Pengertian wakaf
1. Pengertian Wakaf menurut fiqih
Wakaf, secara bahasa adalah al-habs (menahan). Kata al-waqf
adalah bentuk masdar dari ungkapan waqfu al-syai’, yang berarti menahan
sesuatu.
Perkataan waqf menjadi wakaf dalam bahasa Indonesia berasal dari
kata kerja bahasa Arab yang berarti ragu-ragu, berhenti,
meletakkan, memahami, mencegah, menahan, mengatakan,
memperlihatkan, meletakkan, memperhatikan, mengabdi dan tetap berdiri
(Munawwir, 1984:1683). Pengertian menghentikan ini (kalau)
dihubungkan dengan ilmu baca Al-Qur’an (ilmu tajwid) adalah tata cara
menyebut huruf-hurufnya, dari mana dimulai dan di mana harus berhenti.
Wakaf dalam pengertian ilmu tajwid ini mengandung makna
menghentikan bacaan, baik seterusnya maupun untuk mengambil nafas
sementara. Menurut aturannya seorang pembaca tidak boleh berhenti
dipertengahan suku kata, harus ada pada akhir kata di penghujung ayat
agar bacaannya sempurna. Pengertian wakaf dalam makna berdiam di
tempat, dikaitkan dengan wuquf yakni berdiam di Arafah pada tanggal 9
Zulhijjah ketika menunaikan ibadah haji. Tanpa wukuf di Arafah tidak ada
haji bagi seseorang (Ali, 1988:80).
Dalam istilah syara’ secara umum, wakaf adalah sejenis pemberian
yang pelaksanannya dilakukan dengan jalan menahan (pemilikan) asal,
lalu menjadikan manfaatnya berlaku umum. Adapun yang dimaksud
25
tahbisul ashli adalah menahan barang yang diwakafkan itu agar tidak
diwariskan, dijual, dihibahkan, digadaikan, disewakan dan sejenisnya.
Lebih lanjut, mengenai pemanfaatan wakaf adalah menggunakannya
sesuai dengan kehendak pemberi wakaf tanpa imbalan (Mughniyah,
1996:635).
Para Ulama berbeda pendapat tentang arti wakaf secara istilah
(hukum). Mereka mendefinisikan wakaf dengan definisi yang beragam,
sesuai dengan perbedaan mazhab yang mereka anut, baik dari segi
kelaziman dan ketidaklazimannya, syarat pendekatan di dalam masalah
wakaf ataupun posisi pemilik harta wakaf setelah diwakafkan. Selain itu,
juga perbedaan persepsi di dalam tata cara pelaksanaan wakaf, dan apa-apa
yang berkaitan dengan wakaf, seperti persyaratan serah terima secara
sempurna dan sebagainya.
Ketika mendefinisikan wakaf, para ulama merujuk kepada para
Imam mazhab, seperti Abu Hanifah, Imam Malik, Imam Syafi’I dan
imam-imam lainnya. Maka, yang terlintas di benak kita setelah membaca
definisi-definisi yang mereka buat, seolah-olah definisi tersebut adalah
kutipan dari mereka. Padahal, kenyataannya tidak demikian, karena
definisi itu hanyalah karangan ahli-hali fiqh yang datang sesudah mereka.
Ada beberapa pengertian wakaf menurut para ulama:
a. Menurut Abu Hanifah
Wakaf adalah menahan suatu benda yang menurut hukum tetap
milik si wakif dalam rangka mempergunakan manfaatnya untuk
26
kebaikan. Berdasarkan definisi itu maka pemilikan harta wakaf tidak
lepas dari si wakif bahkan ia dibenarkan menariknya kembali dan ia
boleh menjualnya, karena yang lebih kuat menurut pendapat abu
hanifah adalah bahwa wakaf hukumnya jaiz (boleh), tidak wajib sama
halnya dengan pinjaman (Wahbah Al-Zuhaili ,1989: 153).
b. Menurut Imam Syafi’i
Wakaf adalah suatu ibadah yang disyaratkan. Wakaf itu berlaku
sah, bilamana orang yang berwakaf telah menyatakan dengan
perkataan, “ Saya telah wakafkan (waqaftu)”, sekalipun tanpa diputus
oleh hakim (Khosyi’ah, 2010:19).
c. Menurut Jumhur
Wakaf adalah menahan suatu benda yang mungkin diambil
manfaatnya (hasilnya) sedang bendanya tidak terganggu. Dengan wakaf
itu hak pengguna si wakif dan orang lain menjadi terputus. Hasil benda
tersebut digunakan untuk kebaikan dalam rangka mendekatkan diri
kepada Allah SWT. Atas dasar itu, benda tersebut lepas dari pemilikan
si wakif dan menjadi hak Allah SWT. Kewenangan wakif atas harta itu
hilang, bahkan ia wajib menyedekahkan sesuai dengan tujuan wakaf.
d. Menurut Mazhab Maliki
Wakaf adalah perbuatan si wakif yang menjadikan manfaat
hartanya untuk digunakan oleh penerima wakaf, walaupun yang
dimiliki itu berbentuk upah atau menjadikan hasilnya untuk dapat
digunakan seperti mewakafkan uang. Wakaf dilakukan dengan
27
mengucapkan lafadz wakaf untuk masa tertentu sesuai dengan
keinginan pemilik. Dengan kata lain, pemilik harta menahan benda itu
dari penggunaan secara pemilikan tetapi membolehkan pemanfaatan
hasilnya untuk tujuan kebaikan, yaitu pemberian manfaat benda secara
wajar sedang benda itu tetap menjadi milik si wakif. Perwakafan ini
berlaku untuk suatu masa tertentu, dan karenanya tidak boleh
disyaratkan sebagai wakaf kekal (Khosyi’ah, 2010:19).
2. Pengertian Wakaf menurut Undang-undang
Menurut perundang-undangan Indonesia. Pengertian wakaf
menurut peraturan pemerintah nomor 28 tahun 1977 pasal 1 (1) adalah
perbuatan hukum seseorang atau badan hukum yang memisahkan sebagian
dari harta kekayaan untuk selama-lamanya untuk kepentingan peribadatan
atau keperluan umum lainnya sesuai dengan ajaran Islam (Peraturan
Menteri Agama RI No.1 Tahun 1978 Tentang Pelaksanaan PP No.28
Tahun 1977).
Pasal 215 instruksi presiden nomor 1 tahun 1991 menyatakan:
“wakaf adalah perbuatan hukum seseorang atau sekelompok orang atau
badan hukum yang memisahkan sebagian dari miliknya dan
melembagakannya untuk selama-lamanya guna kepentingan ibadat dan
keperluan umum lainnya sesuai dengan ajaran Islam “ (Peraturan Dirjen
Bimas Islam DEPAG RI No. Kep/D/75/1978 dan Inpres RI No. 1 Tahun
1991Tentang Kompilasi Hukum Islam (KHI)).
28
Menurut Undang-Undang nomor 41 tahun 2004 tentang wakaf
pasal 1 ayat 1: wakaf adalah perbuatan hukum wakif untuk memisahkan
dan/atau menyerahkan sebagian harta benda miliknya untuk dimanfaatkan
selamanya atau untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan kepentingannya
guna keperluan ibadah dan/atau kesejahteraan umum menurut syariah
(Undang-Undang Republik Indonesia nomor 41 tahun 2004 tentang
wakaf).
Saat ini di Indonesia sedang berkembang wakaf benda bergerak
berupa uang, hal ini diatur dalam UU No. 41 tahun 2004 Tentang Wakaf,
UU ini memberikan pengertian tentang harta benda wakaf. Harta benda
wakaf adalah harta benda yang memiliki daya tahan lama dan/atau
manfaat jangka panjang serta mempunyai nilai ekonomi menurut syariah
yang diwakafkan oleh wakif. Adapun harta benda wakaf tersebut terdiri
dari benda tidak bergerak dan benda bergerak. Salah satu benda bergerak
yang dapat diwakafkan adalah uang, wakaf uang yang dapat diwakafkan
adalah mata uang rupiah.
Dalam usaha memberikan ruang gerak kegiatan perwakafan dalam
era globalisasi, maka Bank Indonesia memberikan definisi wakaf tunai
(uang) sebagai “penyerahan aset wakaf berupa uang tunai yang tidak dapat
dipindahkan dan dibekukan untuk selain kepentingan umum yang tidak
mengurangi ataupun menghilangkan jumlah pokoknya”( Siregar, 2001: 1).
Wakaf adalah menahan sesuatu benda untuk diambil manfaatnya
sesuai dengan ajaran Islam (Ali, 1998:80).
29
Dari beberapa definisi wakaf yang telah disebutkan, dapat penulis
simpulkan bahwa yang dimaksud dengan wakaf adalah suatu perbuatan
hukum yang dilakukan seseorang dengan cara menahan harta bendanya
dengan mengambil manfaatnya untuk kesejahteraan umum menurut
syariah, Perbuatan wakaf ini adalah sebagai manifestasi kepatuhan
terhadap agama karena wakaf merupakan salah satu cara mendekatkan diri
kepada Allah SWT.
3. Pengertian wakaf menurut Kompilasi Hukum Islam
Wakaf adalah perbuatan hukum seseorang atau kelompok orang
atau badan hukum yang memisahkan sebagian dari benda miliknya dan
melembaganya untuk selama-lamanya guna kepentingan ibadat atau
keperluan umum lainnya sesuai dengan ajaran Islam (Departemen Agama
RI, 1998:99).
Adanya berbagai perumusan pengertian wakaf yang dikemukakan
oleh para ulama dan pakar keIslaman, menunjukkan kepada kita betapa
besarnya keragaman tentang pengertian wakaf. Meskipun berbeda dalam
redaksional, akan tetapi esensi dari pengertian wakaf tetaplah sama yakni
wakaf adalah suatu tindakan atau penahanan terhadap harta kekayaan
seseorang atau badan hukum dengan kekalnya benda tersebut untuk
diambil manfaatnya guna kepentingan ibadah atau keperluan umum
lainnya sesuai dengan ajaran Islam.
Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa harta yang
diwakafkan haruslah:
30
1) Benda yang kekal zatnya (tahan lama wujudnya), tidak lekas musnah
setelah dimanfaatkan.
2) Lepas dari kekuasaan orang-orang yang berwakaf.
3) Tidak dapat dialihkan kepada pihak lain, baik dengan jalan jual beli,
hibah maupun dengan warisan.
4) Untuk keperluan amal kebajikan sesuai dengan ajaran Islam
(Muhammad Daud Ali, Sistem Ekonomi Islam ; Zakat dan Wakaf,
Jakarta : UI Press, 1998,hlm. 84).
4. Dasar Hukum Wakaf
a. Dasar Hukum dari Al-Quran
Wakaf ialah menghentikan (menahan) perpindahan milik suatu
harta yang bermanfaat dan tahan lama, sehingga manfaat harta itu dapat
digunakan untuk mencari keridhaan Allah SWT. Adapun dasar yuridis
wakaf dapat dilihat dalam Al-Qur’an, diantaranya dalam Surat Al
Baqarah, 2: 267:
“Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah)sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apayang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu. Dan janganlah kamumemilih yang buruk-buruk lalu kamu nafkahkan daripadanya, padahalkamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memicingkanmata terhadapnya. Dan ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi MahaTerpuji”.(QS. Al Baqarah, 267).
31
Kata berasal dari kata yang berarti memberikan sesuatu
yang dimiliki kepada pihak lain. Di dalam kamus bahasa Indonesia kata
ini diartikan: “Pemberian (sumbangan) harta dan sebagainya (selain
zakat wajib) untuk kebaikan; sedekah, nafkah; menginfakkan;
menyumbangkan (harta) untuk kepentingan umum (Baidan, 2001:125.).
Surat Al-Baqarah, 2: 261:
“Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yangmenafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutirbenih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir: seratus biji.Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki.Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui”.(Departemen Agama RI, 1994:34) (QS. Al Baqarah, 261)
Surat Ali Imron, 3: 92:
“Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yangsempurna), sebelum kamu menafkahkan sebagian harta yang kamucintai. Dan apa saja yang kamu nafkahkan, maka sesungguhnya Allahmengetahuinya”. (QS. Ali Imron, 92).
Ayat-ayat Al-Qur’an tersebut, menurut pendapat para ahli, dapat
dipergunakan sebagai dasar umum lembaga wakaf (Ali, 1988:81).
32
b. Dasar Hukum dari Hadits
Adapun hadist yang secara umum menjelaskan wakaf yaitu:
“menceritakan kepadaku Yahya bin Ayyub, Qutaibah ( Ibnu Sa’id),dan Ibnu Hujrin mereka berkata, telah menceritakan kepada kamiIsma’il ( Ibnu Ja’far ) dari al’Allak dari ayahnya, dari Abi Hurairahsesungguhnya rasulallah SAW bersabda :” Apabila manusia meninggaldunia, maka putuslah amalnya, kecuali dari tiga perkara : shadaqahJariyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak shaleh yang mendoakanorang tuanya”.(HR. Muslim)( Imam Abi al Husain).
Adapun penafsiran shadaqah jariyah dalam hadits tersebut adalah:
“Hadits tersebut dikemukakan di dalam bab wakaf, karena paraulama menafsirkan shodaqah jariyah dengan wakaf”(DirektoratPengembangan Zakat Dan Wakaf, 2006:18)
Pada hadits di atas yang dimaksud dengan shadaqah jariyah
menurut penafsiran para ulama adalah waqaf (as-San'any,
1980:167).Sebab bentuk shadaqah seperti wakaf ini pahalanya akan
terus mengalir, tidak akan terputus sekalipun orangnya sudah
meninggal.
c. Dasar Hukum dari Perundang-undangan
Sedangkan Dasar hukum wakaf menurut peraturan perundang
undangan yang berlaku di Indonesia sebagai berikut:
33
1) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar
Pokok- Pokok Agraria.
2) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran
Tanah.
3) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 1977
Tentang
4) Perwakafan Tanah Milik (LNRI Nomor 38, 1977, TLNRI Nomor
3107).
5) Peraturan Menteri Agama Nomor 1 Tahun 1978 Tentang Peraturan
Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977 Tentang
Perwakafan Tanah Milik.
6) Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf.
7) Peraturan Pemerintah No. 42 Tahun 2006 Tentang Pelaksanaan
Undang- Undang No. 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf.
8) Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Nomor Dt.I.III/5/BA.03.
2/2772/2002 pada tanggal 11 Mei 2002 Tentang Wakaf Uang. Fatwa
yang ditetapkan oleh MUI menyatakan bahwa wakaf uang
hukumnya jawaz (boleh), nilai pokok wakaf uang harus dijamin
kelestariannya, tidak boleh dijual, dihibahkan, dan atau diwariskan
serta wakaf uang hanya boleh disalurkan dan digunakan untuk hal-
hal yang dibolehkan secara syari’ah
Kesimpulannya, Al-Quran dalam hal wakaf tidak menyebutkan
secara khusus, Al-Quran hanya membicarakan soal umum yaitu soal
34
menafkahkan harta pada jalan Allah. Cara menafkahkan harta pada
jalan Allah salah satunya dengan wakaf (Halim,2005:68).
5. Macam-Macam Wakaf
Ada dua macam wakaf yaitu:
a. Wakaf Ahli (Wakaf keluarga)
Wakaf ahli atau wakaf keluarga ialah wakaf yang diperuntukkan
khusus kepada orang-orang tertentu, seseorang atau lebih, keluarga
wakif atau bukan. Karena wakaf ini adalah wakaf yang diperuntukkan
bagi orang-orang khusus atau orang-orang tertentu, maka wakaf ini
disebut pula dengan wakaf khusus.
Wakaf keluarga ini adalah sama dengan wakaf umum, untuk
berbuat baik pada orang lain dalam rangka pelaksanaan amal
kebijakan menurut ajaran Islam, namun kemudian terjadilah
penyalahgunaan, di antaranya yaitu: Menjadikan wakaf keluarga itu
sebagai alat untuk menghindari pembagian atau pemecahan harta
kekayaan pada ahli waris yang berhak menerimanya, setelah wakif
meninggal dunia dan wakaf keluarga itu dijadikan alat untuk
mengelakkan tuntutan kreditur terhadap hutang-hutang yang dibuat
oleh seseorang, sebelum ia mewakafkan tanahnya itu (Ali, 1988:90).
Ditinjau dari segi manfaatnya dalam meningkatkan
perekonomian umat, wakaf keluarga tidak mempunyai peranan yang
berarti. Keberadaan wakaf semacam ini tidak disetujui oleh sebagian
fuqaha dan ulama lainnya karena Wakaf ini dianggap sebagai bid'ah
35
dan tidak sesuai dengan syara’. Lebih lanjut wakaf pada dasarnya
untuk kebijakan umum, bukan untuk individu apalagi untuk keluarga
sendiri. Hal ini memang beralasan, karena wakaf yang disebut sebagai
wakaf keluarga ini terasa sangat tidak relevan dan tidak beralasan
tepat. Segala tindakan atau perbuatan seseorang menggunakan barang
atau hartanya untuk dirinya sendiri, itu adalah sesuatu yang wajar,
tetapi tidak perlu mengatasnamakan wakaf.
b. Wakaf Khairi (Wakaf umum)
Wakaf Khairi (Wakaf umum) adalah wakaf yang diperuntukkan
bagi kepentingan atau kemaslahatan umum. Wakaf jenis ini jelas
sifatnya sebagai lembaga keagamaan dan lembaga sosial dalam bentuk
masjid, madrasah, pesantren, asrama, rumah sakit, rumah yatim-piatu,
tanah pekuburan dan lain sebagainya. Wakaf khairi atau wakaf umum
inilah yang paling sesuai dengan ajaran Islam dan dianjurkan pada
orang yang mempunyai harta untuk melakukannya guna memperoleh
pahala yang terus mengalir bagi orang yang bersangkutan kendatipun
ia telah meninggal dunia, selama wakaf itu masih dapat diambil
manfaatnya (Ali, 1988:91).
Wakaf khairi ini jelas merupakan wakaf yang benar-benar dapat
dinikmati manfaatnya oleh masyarakat dan merupakan salah satu
sarana penyelenggara kesejahteraan masyarakat baik dalam bidang
keagamaan maupun dalam bidang ekonomi, sosial, budaya dan
pendidikan.
36
6. Rukun dan Syarat Wakaf
Rukun berasal dari bahasa Arab yang secara etimologi, rukun biasa
diartikan dengan bagian yang terpenting dari sesuatu. Adapun, dalam
terminology fikih,rukun adalah suatu yang dianggap menentukan suatu
disiplin tertentu, dimana ia merupakan bagian integral dari disiplin itu
sendiri. Dengan kata lain rukun adalah penyempurnaan sesuatu, dimana ia
merupakan bagian dari sesuatu itu (al-Kabisi, 2004:87).
Dalam wakaf ada beberapa rukun yang harus dipenuhi berikut
syaratnya. Adapun rukun dan syarat wakaf tersebut adalah:
a. Wakif atau orang yang mewakafkan.
Wakif adalah pihak yang mewakafkan harta benda miliknya
(Depag, 1966:3). Adapun syarat wakif sebagaimana di jelaskan dalam
Pasal 8 Ayat 1 Undang-Undang 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf.
1) Wakif perseorangan sebagaimana di maksud dalam pasal (7) huruf
(a) hanya dapat melakukan wakaf apabila memenuhi persyaratan:
a) Dewasa.
b) Berakal sehat.
c) Tidak terhalang melakukan perbuatan hukum dan.
d) Pemilik sah harta benda wakaf (Departemen Agama RI,1966:6).
2) Wakif organisasi sebagaimana dimaksud dalam pasal 7 huruf b
hanya dapat melakukan wakaf apabila memenuhi ketentuan
organisasi untuk mewakafkan harta benda milik organisasi sesuai
dengan anggaran dasar organisasi yang bersangkutan.
37
3) Wakif badan hukum sebagaimana dimaksud dalam pasal 7 huruf c
hanya dapat melakukan wakaf apabila memenuhi ketentuan badan
hukum untuk mewakafkan harta benda milik badan hukum sesuai
dengan anggaran dasar badan hukum yang bersangkutan.
Pada hakekatnya amalan wakaf adalah tindakan tabarru’
(mendermakan harta benda), karena itu syarat seorang wakif adalah cakap
melakukan tindakan tabarru’. Artinya ia harus sehat akal, dalam keadaan
sadar, telah mencapai umur baligh dan tidak dalam keadaan terpaksa/
dipaksa. Dan wakif adalah benar-benar pemilik harta yang diwakafkan.
Oleh karena itu wakaf orang yang gila, anak-anak, dan orang terpaksa/
dipaksa tidak sah (Rofiq,1998:493).
Maksud dari kalimat “tidak dalam keadaan terpaksa/dipaksa” dapat
diartikan juga dengan orang merdeka, karena keadaan terpaksa dan
dipaksa identik dengan keadaan seorang budak, atau dalam bahasa
undang-undangnya tidak terhalang melakukan perbuatan hukum.
b. Mauquf atau benda yang diwakafkan
Harta benda wakaf adalah harta benda yang memiliki daya tahan
lama dan/atau manfaat jangka panjang serta mempunyai nilai ekonomi
menurut syariah yang diwakafkan oleh wakif. Dalam Pasal 15 Undang-
Undang No 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf, harta benda wakaf hanya
dapat diwakafkan apabila dimiliki dan dikuasai wakif secara sah. Dalam
Pasal 16 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004, harta benda wakaf
terdiri dari:
38
1) Benda tidak bergerak, meliputi:
a) Hak atas tanah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang
undangan yang berlaku baik yang sudah maupun yang belum
terdaftar;
b) Bangunan atau bagian bangunan yang terdiri di atas
sebagaimana dimaksud pada huruf 1;
c) Tanaman dan benda lain yang berkaitan dengan tanah;
d) Hak milik atas satuan rumah susun sesuai dengan ketentuan
syariah dan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
e) Benda tidak bergerak lain sesuai dengan ketentuan syariah dan
peraturan perundang-undangan yang berlaku;
2) Benda bergerak adalah harta yang tidak bisa habis karena
dikonsumsi, meliputi:
a) Uang,
b) Logam mulia,
c) Surat berharga,
d) Kendaraan,
e) Hak atas kekayaan intelektual,
f) Hak sewa, dan
g) Benda bergerak lain sesuai dengan ketentuan syariah dan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
39
Mauquf dipandang sah apabila merupakan harta bernilai, tahan
lama dipergunakan, dan hak milik wakif murni. Benda yang diwakafkan
dipandang sah apabila memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
1) Benda harus memiliki nilai guna
Tidak sah hukumnya sesuatu yang bukan benda, misalnya
hak-hak yang bersangkut paut dengan benda, seperti hak irigasi,
hak lewat, hak pakai dan lain sebagainya. Tidak sah pula
mewakafkan benda yang tidak berharga menurut syara', yaitu
benda yang tidak boleh diambil manfaatnya, seperti benda
memabukkan dan benda-benda haram lainnya.
2) Benda tetap atau benda bergerak
Secara garis umum yang dijadikan sandaran golongan
Syafi’iyyah dalam mewakafkan hartanya dilihat dari kekekalan
fungsi atau manfaat dari harta tersebut, baik berupa barang tak
bergerak, barang bergerak maupun barang kongsi (milik bersama).
3) Benda yang diwakafkan harus tertentu (diketahui) ketika terjadi
akad wakaf.
Penentuan benda tersebut bisa ditetapkan dengan jumlah
seperti seratus juta rupiah, atau bisa juga menyebutkan dengan
nishab terhadap benda tertentu, misalnya separuh tanah yang
dimiliki dan lain sebagainya. Wakaf yang tidak menyebutkan
secara jelas terhadap harta yang akan diwakafkan tidak sah
40
hukumnya seperti mewakafkan sebagian tanah yang dimiliki,
sejumlah buku, dan sebagainya.
Benda yang diwakafkan benar-benar telah menjadi milik
tetap si wakif (orang yang mewakafkan) ketika terjadi akad wakaf.
Dengan demikian, jika seseorang mewakafkan benda yang bukan
atau belum menjadi miliknya, walaupun nantinya akan menjadi
miliknya maka hukumnya tidak sah, seperti mewakafkan tanah
yang masih dalam sengketa atau jaminan jual beli dan lain
sebagainya.
Jumhur fuqaha berpendapat harta wakaf tidak lagi menjadi
milik wakif melainkan secara hukum menjadi milik Allah atau
dalam terminology sosiologis harta wakaf menjadi milik
masyarakat umum. Wakif tidak boleh menariknya kembali
(Mas’adi, 2002:12.).
Rumusan tentang benda-benda yang boleh diwakafkan
sangat penting dan diperlukan, perumusan tersebut kemudian
disosialisasikan kepada umat Islam. Dengan demikian wakaf dapat
berkembang secara produktif dan hasilnya dapat dipergunakan
untuk mewujudkan kesejahteraan umat. Dalam hal ini yang perlu
diperhatikan adalah bahwa tanah yang diwakafkan adalah
seharusnya tanah yang letaknya strategis (baik) atau subur.
Sehingga akan dapat dimanfaatkan sebagai kepentingan umum
dengan sebaik-baiknya.
41
c. Mauquf ‘alaih atau tujuan wakaf.
Tujuan utama dari wakaf adalah diperuntukkan untuk kepentingan
umum, dan untuk kebaikan mencari ridha Allah dan mendekatkan diri
kepada-Nya. Oleh karena itu tujuan wakaf tidak bisa digunakan untuk
kepentingan maksiat, atau membantu, mendukung, atau yang mungkin
diperuntukkan untuk kepentingan maksiat. Jadi, menyerahkan wakaf
kepada seseorang yang tidak jelas identitasnya adalah tidak sah (Rofiq,
1998:496).
Dalam Undang-Undang No. 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf,
dijelaskan bahwa wakaf bertujuan memanfaatkan harta benda wakaf
sesuai dengan fungsinya, yakni mewujudkan potensi dan manfaat
ekonomis harta benda wakaf untuk kepentingan ibadah dan untuk
memajukan kesejahteraan umum.
Di dalam Pasal 22 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004,
disebutkan dalam rangka mencapai tujuan dan fungsi wakaf, harta
benda hanya dapat diperuntukkan bagi;
1) Sarana dan kegiatan ibadah,
2) Sarana dan kegiatan pendidikan serta kesehatan,
3) Bantuan kepada fakir miskin, anak terlantar, yatim piatu, bea siswa,
4) Kemajuan dan peningkatan ekonomi umat, dan/atau
5) Kemajuan kesejahteraan umum lainnya yang tidak bertentangan
dengan syariah dan peraturan perundang-undangan.
42
d. Sigat atau ikrar/ pernyataan wakaf.
Ikrar wakaf adalah tindakan hukum yang bersifat deklaratif
(sepihak), untuk itu tidak diperlukan adanya qobul (penerimaan) dari
orang yang menikmati manfaat wakaf tersebut. Namun demikian, demi
tertib hukum dan administrasi guna menghindari penyalahgunaan benda
wakaf, pemerintah mengeluarkan peraturan perundang-undangan yang
secara otentik mengatur perwakafan.
Sighat (lafadz) atau pernyataan wakaf dapat dikemukakan dengan
tulisan, lisan atau dengan suatu isyarat yang dapat dipahami
maksudnya. Pernyataan dengan tulisan atau lisan dapat digunakan
menyatakan wakaf oleh siapa saja, sedangkan cara isyarat hanya bagi
orang yang tidak dapat menggunakan dengan cara tulisan atau lisan.
Tentu pernyataan dengan isyarat tersebut harus sampai benar-benar di
mengerti pihak penerima wakaf agar dapat menghindari persengketaan
di kemudian hari (Sari,2006:62).
Setiap pernyataan ikrar wakaf dilaksanakan oleh Wakif kepada
Nadzir di hadapan Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf (PPAIW) dengan
disaksikan oleh 2 (dua) orang saksi. Adapun syarat menjadi saksi dalam
ikrar wakif adalah:
1) Dewasa,
2) Beragama Islam,
3) Berakal sehat, dan
4) Tidak berhalangan melakukan perbuatan hukum.
43
e. Nadzir wakaf atau pengelola wakaf.
Adapun persyaratan untuk menjadi seorang nadzir berdasarkan
Undang-Undang No.41 Tahun 2004 pasal 10 haruslah memenuhi syarat
sebagai berikut:
1) Nadzir perseorangan
a. Warga negara Indonesia.
b. Beragama Islam.
c. Dewasa.
d. Amanah.
e. Mampu secara jasmani dan rohani
f. Tidak terhalang melakukan perbuatan hukum
2) Nadzir organisasi
a. Pengurus organisasi yang bersangkutan memenuhi persyaratan
nadzir perseorangan.
b. Organisasi yang bergerak di bidang sosial, pendidikan,
kemasyarakatan dan/atau keagamaan Islam.
3) Nadzir badan hukum
a. Pengurus badan hukum yang bersangkutan memenuhi
persyaratan nadzir perseorangan
b. Badan hukum Indonesia yang dibentuk sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku, dan
c. Badan hukum yang bersangkutan bergerak di bidang sosial,
pendidikan, kemasyarakatan, dan/atau keagamaan Islam.
44
Adapun syarat-syarat nadzir menurut pasal 219 KHI adalah
sebagai berikut:
1) Nadzir sebagaimana dimaksud dalam pasal 215 ayat (4) terdiri dari
perorangan yang harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
a) Warga negara Indonesia.
b) Beragama Islam.
c) Sudah dewasa.
d) Sehat jasmaniah dan rohaniah.
e) Tidak berada pada pengampuan.
f) Bertempat tinggal di kecamatan tempat letak benda yang
diwakafkannya.
2) Jika berbentuk badan hukum maka nadzir harus memenuhi
persyaratan sebagai berikut:
a) Badan hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia.
b) Mempunyai perwakilan di Kecamatan tempat letak benda yang
diwakafkannya.
Pada dasarnya siapapun dapat saja menjadi nadzir asalkan ia tidak
terhalang melakukan tindakan hukum. Akan tetapi karena fungsi nadzir
sangat penting dalam perwakafan maka diberlakukan syarat-syarat
nadzir. Para Imam mazhab sepakat bahwa nadzir harus memenuhi
syarat adil dan mampu. Para ulama berbeda pendapat mengenai ukuran
adil. Jumhur ulama berpendapat bahwa yang dimaksud adil adalah
45
mengerjakan yang diperintahkan dan menjauhi yang dilarang syari’at
(Al-Munawar,2004:161).
f. Jangka waktu wakaf.
Dalam buku-buku maupun Peraturan Perundangan Wakaf sebelum
munculnya Undang-Undang No. 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf tidak
di cantumkan rukun wakaf mengenai adanya jangka waktu pelaksanaan
wakaf, hal ini merupakan terobosan baru yang dilakukan pemerintah,
mengingat manfaat wakaf pada dasarnya adalah untuk kesejahteraan
umat.
Dalam Pasal 1 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 dinyatakan
bahwa wakaf adalah perbuatan hukum wakif untuk memisahkan dan
atau menyerahkan sebagian harta benda miliknya untuk dimanfaatkan
selamanya atau untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan
kepentingannya guna keperluan ibadah dan/atau kesejahteraan umum
menurut syariah. Maka berdasarkan pasal di atas wakaf sementara
diperbolehkan asalkan sesuai dengan kepentingannya.
Sedangkan dalam Pasal 215 Kompilasi Hukum Islam bahwa wakaf
adalah perbuatan hukum seseorang atau kelompok orang atau badan
hukum yang memisahkan sebagian dari benda miliknya dan
melembagakan untuk selama-lamanya guna kepentingan ibadah atau
keperluan umum lainnya sesuai dengan ajaran Islam maka berdasarkan
pasal di atas wakaf sementara adalah tidak sah.
46
Jangka waktu wakaf sebagaimana tercantum dalam Pasal 6
Undang- Undang Wakaf No 41 Tahun 2004, yakni wakif diperbolehkan
membatasi waktu wakafnya, artinya wakif hanya mewakafkan manfaat
dari benda yang diwakafkannya, dan setelah jangka waktu tersebut
habis wakif diperbolehkan meminta kembali benda yang
diwakafkannya.
7. Tujuan dan Fungsi Wakaf
Dalam Pasal 1 dan Pasal 2 Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun
1977 disebutkan bahwa tujuan perwakafan tanah milik adalah untuk
kepentingan peribadatan atau kepentingan umum lainnya sesuai dengan
ajaran Islam. Untuk kepentingan peribadatan berarti untuk hak-hak yang
berhubungan langsung dengan Allah SWT secara vertikal, misalnya untuk
masjid, mushalla atau sarana-sarana peribadatan berarti untuk kepentingan
kemasyarakatan pada umumnya, misalnya untuk rumah sakit, lembaga
pendidikan, perkantoran, lapangan olahraga dan sebagainya. Disebutkan
pula fungsi Wakaf adalah mengekalkan manfaat benda wakif sesuai
dengan tujuan wakaf (Depag RI, 1998:100).
Agar benda wakaf itu tetap dapat bermanfaat bagi peribadatan atau
keperluan umum lainnya, maka ia harus dikelola oleh suatu badan yang
bertanggung jawab baik kepada wakif, masyarakat, maupun kepada Allah
yang menjadi pemilik mutlak benda wakaf itu. Salah satu upaya agar
pengelolaan wakaf sesuai dengan tujuan wakaf maka di dalam Peraturan
47
Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977 diatur mengenai tata cara perwakafan
dan pendaftaran wakaf tanah milik.
C. Pengelolaan Wakaf
Pengelolaan perwakafan setelah PP No. 28 Tahun 1977 telah dilakukan
oleh Departemen Agama, yaitu :
1. Mendata seluruh tanah wakaf hak milik
2. Memberikan sertifikat tanah wakaf yang belum disertifikasi dan
memberikan bantuan advokasi terhadap tanah wakaf yang bermasalah.
Adapun proses sertifikasi tanah sesuai dengan PP No. 28 Tahun
1977 adalah sebagai berikut :
a. Calon wakif (orang yang akan mewakafkan) bersama saksi dan nadzir
yang telah ditunjuk datang ke KUA bertemu dengan Kepala KUA
setempat selaku Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf.
b. PPAIW memeriksa persyaratan wakaf dan selanjutnya mengesahkan
nadzir (pengelola wakaf).
c. Wakif mengucapkan ikrar wakaf di depan saksi-saksi, untuk
selanjutnya PPAIW membuat akta ikrar wakaf dan salinannya
d. PPAIW atas nama nadzir wakaf menuju ke kantor pertanahan
Kabupaten/Kodia dengan membawa berkas permohonan pendaftaran
tanah wakaf.
e. Kantor pertanahan memproses sertifikat tanah wakaf
48
f. Kepala Kantor Pertanahan menyerahkan sertifikat tanah wakaf kepada
nadzir dan selanjutnya ditujukan kepada PPAIW untuk dicatat dalam
daftar akta ikrar wakaf.
Seperti yang telah kita ketahui bahwa harta benda wakaf yang telah
diwakafkan berubah kedudukannya menjadi hak milik Allah SWT. Adapun
pemanfaatannya digunakan untuk kepentingan umum atau menurut tujuan yang
diinginkan oleh wakif. Yang perlu dipahami adalah bahwa yang dapat dimiliki
oleh penerima wakaf adalah terbatas pada manfaatnya saja. Sementara benda
itu sendiri tidak lagi dapat dimiliki, karena itu di dalam hadits disebutkan
bahwa harta wakaf tidak bisa dihibahkan, diperjualbelikan, atau diwariskan
(Rofiq, 1998:502.).
Kendatipun demikian, meski tidak dimiliki pengelolaan benda wakaf
tersebut menjadi tanggung jawab nadzir yang ditunjuk, baik oleh wakif
maupun melalui PPAIW menurut perundang-undangan. Jadi, harta benda
wakaf dikelola oleh nadzir wakaf yang telah ditunjuk oleh wakif atau oleh
PPAIW, dalam hal ini adalah pejabat KUA.
49
BAB III
GAMBARAN UMUM YAYASAN AL-MUFLIHUN
A. Lokasi Penelitian
1. Profil Yayasan Al-Muflihun
a. Sejarah Berdirinya Yayasan Al-Muflihun
Sebelum berdiri yayasan Al-Muflihun pada tahun 1970 M. di
lingkungan RW 10 Jetis Kelurahan Sidorejo Lor belum ada tempat
ibadah, beberapa kegiatan keagamaan banyak dimotori oleh salah
seorang ulama setempat yang bernama HM. Indi Sugandi untuk
membuat mushala di tempat kontrakannya yang berada di lingkungan
RW 10 Jetis Kelurahan Sidorejo Kota Salatiga, mulai dari situ mushala
tersebut dijadikan sebagai tempat kegiatan masyarakat sekitar untuk
shalat berjamaah shalat lima waktu, shalat tarawih, shalat eid, untuk
TPA, dan pengajian setiap malam jumat. Kegiatan itu berlangsung
kurang lebih 10 tahun.
Kemudian sekitar tahun 1980 datanglah seorang ulama yang
bernama H. Imam Qoelyoebi BM, setelah kedatangannya menambah
kekokohan umat Islam di lingkungan sekitar, sehingga kegiatan
keagamaan semakin berkembang dan merekrut ustadz-ustadz, setelah
itu kegiatan pengajian yang semula hanya bertempat di mushala Bpk.
Indi Sugandi kemudian dilakukan secara bergilir dari rumah ke rumah.
Dari situlah muncul gagasan atau ide dari Bpk. Indi Sugandi
untuk membuat wadah atau tempat sebagai pusat kegiatan masyarakat.
50
Karena situasi saat itu tempat/rumah yang di jadikan sebagai sarana
sudah tidak mencukupi untuk menampung kurang lebih 300 jamaah.
Maka pada tahun 1992 M didirikanlah sebuah wadah atau tempat
untuk menampungnya yaitu yayasan dan dinamailah yayasan tersebut
dengan nama “Al-Muflihun”. Kata tersebut di ambil dari nama sebuah
masjid yang berada di asal tempat kelahiran Bpk. Indi Sugandi yang
tak lain merupakan tokoh penting dalam proses berdiri dan
berkembangnya Yayasan Al-Muflihun. (wawancara pribadi dengan
HM. Indi Sugandi pada tanggal 27 September 2015 jam 07.00 WIB)
b. Letak Geografis
1) Letak wilayah
Berdasarkan Akta Notaris Muhammad Fauzan SH No. 5 tanggal 10
Juli 1992. yayasan Al-muflihun berada di wilayah Kecamatan
Sidorejo dengan beralamat di Jalan Osamaliki 525 Jetis Barat RT
04 RW 10 Sidorejo Lor Kec. Sidorejo Kota Salatiga.
2) Topografi
Dilihat dari topografinya, di tempat berdirinya Yayasan Al-
Muflihun Jetis Kelurahan Sidorejo lor Kecamatan Sidorejo Kota
Salatiga Kecamatan Sidorejo termasuk daerah bergelombang dan
daerah miring.
3) Keadaan Iklim
Secara umum Kecamatan Sidorejo berada pada ketinggian
antara 450-675 dpi dan beriklim tropis, berhawa sejuk dengan
51
curah hujan cukup tinggi. Sedangkan suhu tertinggi 31,8˚ celcius
dan suhu terendah ada pada suhu 23,89˚ celcius.
2. Visi dan Misi Yayasan Al-Muflihun
a. Visi Yayasan Al-Muflihun
“Menjadikan yayasan sebagai bagian dari komponen masyarakat yang
turut serta dalam pembangunan nasional Indonesia dalam bidang
pendidikan, sosial dan keagamaan, dalam rangka mencerdaskan
kehidupan bangsa dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan
membentuk manusia yang beriman dan bertaqwa serta berahlak mulia
dan mempunyai rasa tanggung jawab terhadap masyarakat menuju
keridhoan Allah SWT dunia dan akherat”
b. Misi Yayasan Al-Muflihun
1) Meningkatkan pendidikan dan pengajaran unggulan pada semua
unit pendidikan di bawah Yayasan.
2) Membangun pusat dakwah, sosial dan pendidikan yang berbasis
pada pemberdayaan masyarakat.
3) Meningkatkan kegiatan pengembangan Pendidikan Agama Islam
dan kualitas sumber daya manusia dalam mencerdaskan kehidupan
masyarakat dan bangsa.
4) Mengembangkan potensi siswa untuk menghafal, menghayati dan
mengamalkan Al-Qur’an agar menjadi pribadi yang berahlakul
karimah
5) Membangun citra/kepribadian yang mencintai/bangga menjadi
bangsa Indonesia dan menjadikan Islam sebagai pedoman
hidupnya.
6) Menyelenggarakan berbagai layanan sosial dalam membantu
pemberdayaan umat Islam.
52
3. Tujuan Yayasan Al-Muflihun
a. Meningkatkan SDM dan fasilitas pendidikan, pendidikan yang memiliki
keunggulan kompetitif dan komparatif yang diandalkan masyarakat.
b. Mengembangkan dakwah amar makruf nahi munkar di masyarakat
demi terciptanya manusia unggul, taqwa, berbudi luhur, berpengetahuan
luas, cakap, terampil dan bertanggung jawab terhadap agama, bangsa
dan negara.
c. Meningkatkan kesadaran umat akan cinta/ bangga/ berkarakter/
berkepribadian menjadi bangsa Indonesia dengan pedoman landasan
Islam.
4. Struktur Organisasi Yayasan Al-Muflihun
Berdasarkan Akta Notaris No. 5 tanggal 10 Juli 1992 yang
beralamat di Jl. Osamaliki No. 525 Salatiga 50714. Struktur pengurus
Yayasan Al-Muflihun saat ini adalah:
a. Ketua Umum yaitu HM. Indi Sugandi
b. Sekretaris Umum yaitu Rochmad Wibowo S.Kom dan Taqiyudin
Riyadh. SH.
c. Bendahara Umum yaitu Darmadi S.Pd
d. Ketua Seksi Bidang Pendidikan yaitu Drs. Suliostio T
e. Ketua Seksi Bidang Dakwah yaitu Ir. Abdul Wahid
f. Ketua Seksi Bidang Sosial yaitu H. Abdul Halim
g. Ketua TPA yaitu dr. Hj. Supartinah Sp. THT.
h. Ketua PAUD yaitu Anik S.Pd.
i. Takmir Masjid Al-Muflihun yaitu Drs. Wahid Hasyim
j. Ketua Pengajian Al-Muflihun yaitu Karyono S.Ag
k. Ketua Pengajian Al-Muflihat yaitu Dra. Binti muflikah
53
5. Tugas dan Wewenang Pengurus Yayasan Al-Muflihun
a. Ketua Umum
1) Memimpin dan mengendalikan kegiatan para anggota pengurus
dalam melaksanakan tugasnya, sehingga mereka tetap berada pada
kedudukan atau fungsinya masing-masing;
2) Mewakili yayasan ke luar dan ke dalam
3) Melaksanakan program dan mengamankan kebijaksanaan
pemerintah sesuai dengan peraturan yang berlaku;
4) Menandatangani surat-surat penting, termasuk surat atau nota
pengeluaran uang/ dana/ harta kekayaan yayasan;
5) Mengatasi segala permasalahan atas pelaksanaan tugas yang
dijalankan oleh para pengurus;
6) Mengevaluasi semua kegiatan yang dilaksanakan oleh para
pengurus; dan
7) Melaporkan dan mempertanggungjawabkan pelaksanaan seluruh
tugas yayasan kepada jamaah.
b. Sekretaris
1) Mewakili ketua dan wakil ketua apabila yang bersangkutan tidak
hadir atau tidak ada di tempat;
2) Memberikan pelayanan teknis dan administrative;
3) Membuat dan mendistribusikan undangan;
4) Membuat daftar hadir rapat/ pertemuan;
5) Mencatat dan menyusun notulen rapat/ pertemuan; dan
54
6) Mengerjakan seluruh pekerjaan sekretariat, yang mencakup:
a) membuat surat menyurat dan pengarsipannya;
b) memelihara daftar jamaah/ guru ngaji/ majelis taklim;
c) membuat laporan yayasan (bulanan, triwulan, dan tahunan)
termasuk musyawarah-musyawarah pengurus dan masjid
(musyawarah jamaah);
7) Melaporkan dan mempertanggungjawabkan pelaksanaan tugasnya
kepada ketua/ wakil ketua.
c. Bendahara
1) Memegang dan memelihara harta kekayaan oragnisasi, baik berupa
uang, barang-barang investaris, maupun tagihan;
2) Merencanakan dan mengusahakan masuknya dana masjid serta
mengendalikan pelaksanaan Rencana Anggaran Belanja Masjid
sesuai dengan ketentuan;
3) Menerima, menyimpan, dan membukukan keungan, barang, tagihan,
dan surat-surat berharga;
4) Mengeluarkan uang sesuai dengan keperluan atau kebutuhan
berdasarkan persetujuan ketua;
5) Menyimpan surat bukti penerimaan dan pengeluaran uang,
6) Membuat laporan keuangan rutin atau pembangunan (bulanan,
triwulan, dan tahunan) atau laporan khusus; dan
7) Melaporkan dan mempertanggungjawabkan pelaksanaan tugasnya
kepada ketua.
55
d. Seksi Pendidikan Dan Dakwah
1) Merencanakan, mengatur, dan melaksanakan kegiatan pendidikan
dan dakwah yang meliputi:
a) Peringatan hari besar Islam, kegiatan majelis taklim dan
pengajian-pengajian;
b) Jadwal imam dan khatib Jum’at;
c) Jadwal muazin dan bilal Jum’at;
d) Shalat Idul Fitri dan Idul Adha;
2) Mengkoordinir kegiatan shalat Jum’at:
a) Mengumumkan petugas khatib, imam, muazin, dan bilal Jum’at;
b) Mengumumkan kegiatan-kegiatan yang ada hubungannya dengan
unit kerja intern dan ekstern,
c) Mengendalikan kegiatan remaja masjid, ibu-ibu, dan anak-anak;
d) Melaksanakan tugas khusus yang diberikan oleh ketua; dan
e) Melaporkan dan mempertanggungjawabkan pelaksanaan tugasnya
kepada ketua.
e. Ketua Seksi Bidang Sosial
1) Merencanakan, mengatur, dan melaksanakan kegiatan social dan
kemasyarakatan yang meliputi:
a) Santunan kepada yatim piatu, janda, jompo, dan orang terlantar,
b) Khitanan massal
c) Pernikahan
d) Kematian
56
e) Qurban/ akikah;
2) Melakukan koordinasi dengan pengurus RT/RW dan pemuka agama/
tokoh masyarakat dalam pelaksanaan tugas;
3) Melaksanakan kegiatan khusus yang diberikan oleh ketua;
4) Melaporkan dan mempertanggungjawabkan pelaksanaan tugasnya
kepada ketua.
6. Ruang Lingkup dan Program Kerja Yayasan Al-Muflihun
Berdasarkan Akta Notaris No. 5 tanggal 10 Juli 1992 yang
beralamat di Jl. Osamaliki No. 525 Salatiga 50714 bahwa ruang lingkup
dan program kerja Yayasan adalah di bidang pendidikan, sosial
kemanusiaan dan keagamaan.
a. Bidang Pendidikan
1) Madrasah Diniyah atau TPA
2) Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD)
b. Bidang Sosial Keagamaan
Memperhatikan amanat undang-undang tersebut, maka selain
kegiatan pelaksanan ibadah sholat, baik sholat lima waktu, sholat
jum’at, shalat tarawih maupun sholat idhul fitri dan shalat idhul adha,
ada banyak kegiatan yang berkaitan dengan takmir masjid merupakan
kegiatan-kegiatan yang bersifat rutin, baik yang bersifat harian,
mingguan maupun bulanan.
57
7. Faktor yang Menghambat dalam Pengelolaan dan Pengembangan
Wakaf di Yayasan Al-Muflihun.
Selama mengelola dan mengembangkan Yayasan Al-Muflihun
sejak berdirinya tahun 1992, tentu pengurus yayasan selaku Nadzir telah
mengalami kendala-kendala dalam pengelolaan dan pengembangannya,
diantaranya :
a. Kurangnya perhatian dari pemerintah terhadap pengembangan lembaga
wakaf. Kurangnya bantuan dari pemerintah cukup dirasakan oleh
pengurus yayasan. Diantaranya dalam pengurusan sertifikasi tanah
wakaf yayasan Al-Muflihun seluruh biaya yang dikeluarkan ditanggung
sepenuhnya oleh pihak yayasan. Begitu pula pendidikan dan pelatihan
dari pemerintah bagi Nadzir wakaf masih dirasa kurang oleh pengurus
yayasan.
b. Kurangnya permodalan (biaya) dalam setiap kali melakukan
pengembangan yayasan terutama dalam setiap pembangunan fisik yang
dilakukan,sehingga seringkali dalam setiap pembangunan suatu gedung
dilaksanakan dalam jangka waktu yang cukup lama hingga sampai
beberapa tahun.
c. Sampai saat ini belum adanya lembaga Badan Wakaf Indonesia untuk
tingkat Propinsi Jawa Tengah, apalagi untuk tingkat Kota Salatiga,
dimana BWI merupakan lembaga sebagaimana yang diamanatkan oleh
Undang-undang wakaf yang memiliki tugas melakukan pembinaan
terhadap Nadzir dalam mengelola dan mengembangkan harta benda
58
wakaf. (Wawancara khusus pada ketua yayasan HM. Indi Sugandi pada
tanggal 27 September 2015 jam 07.00 WIB)
B. Hasil Penelitian
1. Identifikasi Nadzir dan Pemahaman Nadzir di Yayasan Al-
Muflihun Jetis Kelurahan Sidorejo lor Kecamatan Sidorejo Kota
Salatiga terhadap hukum perwakafan
a. Nadzir atau ketua umum Yayasan Al-Muflihun yang menjadi informan
dalam penulisan ini adalah HM. Indi Sugandi, lahir di Ciamis pada
tanggal 20 Desember 1942.
1) Pengertian Wakaf
Berdasarkan wawancara pada tanggal 27 September jam
07.00 WIB, menurut HM. Indi Sugandi wakaf adalah pemberian
untuk di manfaatkan untuk kepentingan umum.
2) Syarat dan Rukun Wakaf
Menurut HM. Indi Sugandi wawancara pada tanggal 27
September 2015 jam 07.00 WIB Syarat dan rukun wakaf adalah:
Pertama. Adanya wakif(orang yang mewakafkan), Kedua. Mauquf
(benda yang diwakafkan), syarat benda tersebut harus tetap dan
tahan lama, Ketiga. Mauquf ‘alaih atau tujuan wakaf, Keempat.
Sigat atau ikrar/ pernyataan wakaf, Kelima. Nadzir wakaf atau
pengelola wakaf.
59
3) Harta yang Diwakafkan
Menurut HM. Indi Sugandi wawancara pada tanggal 27
September 2015 jam 07.00 WIB harta yang di wakafkan adalah
semua benda bisa di wakafkan dengan syarat benda tersebut
berwujud dan tetap. Jadi wakaf itu tidak harus berwujud tanah tapi
bisa berwujud benda yang yang bergerak seperti kendaraan.
4) Hak dan Kewajiban Nadzir
Menurut HM. Indi Sugandi wawancara pada tanggal 27
September jam 07.00 WIB, Kalau hak Nadzir biasanya di dasari rasa
ikhlas jadi tidak pernah menuntut hak. Sedangkan kewajiban, yaitu
memelihara, merawat semaksimal mungkin agar benda wakaf
tersebut tidak rusak. Jangan sampai menghilangkan niat wakif
semula.
b. Nadzir yang kedua atau sekretaris umum Yayasan Al-Muflihun yang
menjadi informan dalam penulisan ini adalah Rochmad Wibowo
S.Kom, lahir di Salatiga pada tanggal 16 Maret 1972. Jabatan dalam
struktural Yayasan Al-Muflihun adalah sebagai sekretaris umum.
1) Pengertian Wakaf
Berdasarkan wawancara pada tanggal 27 September jam
08.00 WIB, menurut Rochmad Wibowo. S.Kom wakaf adalah
memisahkan sebagian dari harta benda hak milik untuk selama-
lamanya guna kepentingan ibadah atau keperluan umum lainnya
sesuai dengan syariat Islam.
60
2) Syarat dan Rukun Wakaf
Menurut Rochmad Wibowo. S.Kom wawancara pada tanggal
27 September 2015 jam 08.00 WIB Syarat dan rukun wakaf adalah:
Pertama. Adanya wakif yaitu orang yang mewakafkan, Kedua.
Mauquf yaitu benda yang diwakafkan. Ketiga. Mauquf ‘alaih yaitu
wakaf harus mempunyai tujuan yang jelas, Keempat. Ikrar
pernyataan wakaf, Kelima. Nadzir wakaf yaitu Orang yang
diamanati untuk mengelola harta wakaf.
3) Harta yang Diwakafkan
Menurut Rochmad Wibowo. S.Kom wawancara pada tanggal
27 September 2015 jam 08.00 WIB harta yang di wakafkan adalah
secara garis besar objek wakaf yang dapat diwakafkan adalah benda
bergerak dan benda tidak bergerak yang dimiliki. Contoh: tidak
bergerak seperti tanah, rumah. Sementara objek wakaf benda
bergerak dapat berupa kendaraan.
4) Hak dan Kewajiban Nadzir
Menurut Rochmad Wibowo. S.Kom wawancara pada tanggal
27 September jam 08.00 WIB, Kalau hak Nadzir biasanya boleh
mengambil sedikit dari penghasilan wakaf tersebut asal tidak lebih
dari 10 %. Sedangkan kewajiban, yaitu memelihara, merawat
semaksimal mungkin agar benda wakaf tersebut tidak rusak dan
tetap bisa bermanfaat bagi semua umat.
61
c. Nadzir yang ketiga yang menjadi informan dalam penulisan ini adalah
Darmadi S.Pd, lahir di Surakarta pada tanggal 23 April 1948. Di
Yayasan Al-Muflihun menjabat sebagai bendahara umum.
1) Pengertian Wakaf
Berdasarkan wawancara pada tanggal 27 September jam
09.00 WIB, menurut Darmadi S.Pd wakaf adalah Wakaf adalah
memberikan harta kita untuk selama-lamanya dengan niat ibadah
kepada Allah SWT agar kita dapat memperoleh pahala secara terus
menerus atau bisa juga disebut Sedekah Jariyah.
2) Syarat dan Rukun Wakaf
Menurut Darmadi S.Pd wawancara pada tanggal 27
September 2015 jam 09.00 WIB Syarat itu sesuatu yang harus
terpenuhi sebelum terjadinya wakaf. Yang pertama harus adanya
wakif. Wakif adalah orang yang mewakafkan Harta wakaf,
selanjutnya harus adanya Mauquf. Mauquf adalah Harta/benda yang
diwakafkan, yang ketiga Mauquf ‘alaih. Mauquf ‘alaih adalah tujuan
dari wakaf itu, yang keempat Sigat. Sigat adalah ikrar/ pernyataan
wakaf, dalam ikrar disini tidak membutuhkan Qobul (terima) dari
nadzir, yang terakhir Nadzir wakaf yaitu orang yang diamanati untuk
mengelola wakaf tersebut.
3) Harta yang Diwakafkan
Menurut Darmadi S.Pd wawancara pada tanggal 27
September 2015 jam 09.00 WIB, secara garis besar benda wakaf
62
yang dapat diwakafkan adalah benda bergerak dan benda tidak
bergerak yang dimiliki. Contoh: tidak bergerak seperti tanah, rumah.
Sementara objek wakaf benda bergerak dapat berupa kendaraan.
4) Hak dan Kewajiban Nadzir
Menurut Darmadi S.Pd wawancara pada tanggal 27
September jam 09.00 WIB, Kewajiban Nadzir adalah mengurus dan
mengawasi harta kekayaan wakaf dan hasilnya, antara lain:
a) Menyimpan dengan baik lembar kedua salinan Akta Ikrar Wakaf
b) Memelihara dan memanfaatkan tanah wakaf serta berusaha
meningkatkan hasilnya
c) Menggunakan hasil wakaf sesuai dengan ikrar wakafnya.
2. Pengelolaan harta wakaf di Yayasan Al-Muflihun Jetis Kelurahan
Sidorejo lor Kecamatan Sidorejo Kota Salatiga
Dalam konteks pengelolaan yang dilakukan oleh nadzir atau
pengurus Yayasan Al-Muflihun, berbagai upaya yang telah dilakukan
adalah :
a. Pengadministrasian Tanah Wakaf
Setelah mendata tanah-tanah wakaf secara nasional, maka hal
yang perlu dilakukan dalam rangka pengamanan tanah-tanah tersebut
adalah dengan segera memberikan sertifikat tanah wakaf yang ada di
seluruh pelosok tanah air. Secara teknis, pemberian sertifikat tanah
wakaf memang membutuhkan keteguhan para nadzir dan biaya yang
tidak sedikit. Sehingga diperlukan peran semua pihak yang
63
berkepentingan, khususnya peran Badan Pertanahan Nasional (BPN)
dan pemerintah daerah agar memudahkan pengurusannya.
Sebagaimana diamanatkan dalam pasal 11 Undang-undang
Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf bahwa salah satu tugas nadzir
wakaf adalah melakukan pengadministrasian harta benda wakaf, maka
pengurus Yayasan Al-Muflihun berupaya melakukan hal yang sama.
Upaya awal yang dilakukan adalah mengurus administrasi wakaf pada
Kantor Urusan Agama Kecamatan Sidorejo, yaitu untuk mengurus Akta
Ikrar Wakaf, Ikrar Wakaf dan Surat Pengesahan Nazhir wakaf. Setelah
pengurusan Akta Ikrar Wakaf tersebut selesai, selanjutnya demi
kepastian hukum di masa mendatang, maka oleh pengurus yayasan
dirasa perlu untuk lebih meningkatkan tidak hanya sampai pada Akta
Ikrar Wakaf saja, namun perlu untuk segera diurus untuk menjadi
sertifikat wakaf. Maka selanjutnya diuruslah sertifikat wakaf tanah
wakaf yayasan tersebut pada Kantor Pertanahan Kota Salatiga, sehingga
akhirnya telah terbit sertifikat wakaf tersebut. Merumuskan Visi dan
Misi Yayasan serta Tugas Pokok dan Fungsi (Tupoksi) para
Pelaksana/Pegawai Yayasan.
Salah satu hal yang dilaksanakan para Nadzir Yayasan Al-
Muflihun pada tahap awal pendiriannya adalah menyusun visi dan misi
yayasan. Hal ini dirasa amat penting mengingat sebuah visi merupakan
suatu tujuan, impian atau keinginan ideal yang hendak dicapai dari
suatu organisasi. Sedangkan misi adalah tahapan-tahapan yang disusun
64
dan dilaksanakan sebagai sebuah proses untuk mencapai visi atau
impian tersebut. Dan akhirnya para nadzirpun bersepakat untuk
merumuskan dan menetapkan visi dan misi Yayasan Pendidikan Islam
At-Taqwa sebagaimana yang telah dipaparkan pada bab sebelumnya.
Termasuk hal penting selanjutnya adalah menyusun Tupoksi para
pelaksana/pegawai yayasan, sebagai kerangka acuan (job description)
bagi mereka dalam bekerja.
b. Mengangkat Para Pelaksana Yayasan yang Berkompeten di bidangnya
Para guru yang diangkat/ditugaskan mengajar pada lembaga-
lembaga pendidikan yang ada (Madrasah Diniyah dan PAUD)
diupayakan direkrut mereka yang memiliki kompetensi yang cukup
untuk mengajar. Pada MADIN/TPA dan PAUD saat ini jumlah
pengajarnya ada 7 (lima) orang guru. Dari lima orang guru tersebut
mengajar di TPA, sedangkan yang dua mengajar di PAUD semua
berpendidikan Sarjana Strata Satu S1 Kependidikan.
c. Mengembangkan Yayasan Al-Muflihun
Dalam hal pengembangan Yayasan Al-Muflihun berbagai upaya
yang dilakukan para nadzir/pengurus yayasan adalah :
Pembangunan Sarana dan Prasarana yang Berkelanjutan
Pembangunan sarana terutama sarana pendidikan merupakan salah satu
indikator perkembangan Yayasan Al-Muflihun yang diupayakan nadzir.
Hal ini dikarenakan pada awal didirikannya, hanya berdiri sebuah
masjid saja, namun saat ini telah ada berbagai gedung sebagai sarana
65
pendidikan dan sosial keagamaan yang mendukung berjalannya
yayasan. Adapun berbagai pembangunan secara fisik atau berupa
sarana dan prasarana yang telah direalisasikan yaitu: Pembangunan
masjid Jami’ Al-Muflihun dan Pembangunan gedung Madrasah
Diniyah/TPA dan PAUD Al-Muflihun.
d. Subsidi pendidikan Madrasah Diniyah Al-Muflihun (Pendidikan gratis
Madrasah Diniyah)
Pengurus Yayasan Pendidikan Islam At-Taqwa selaku nazhir
wakaf menyadari bahwa tujuan dari pengelolaan wakaf adalah demi
kemaslahatan umat, dan salah satunya adalah untuk pengembangan
pendidikan. Mengingat hal tersebut maka pengurus yayasan
memutuskan untuk menggratiskan seluruh biaya pendidikan pada
Madrasah Diniyah Al-Muflihun, yang notabene berada dibawah
naungan yayasan Al-Muflihun.
3. Efektifitas Pengelolaan Harta Wakaf di Yayasan Al-Muflihun
a. Masjid Al-Muflihun
1) Sejarah Masjid Al-muflihun
Setelah berdirinya Yayasan Al-Muflihun dengan akta notaris
M. Fauzan SH. Nomor 5, tanggal 10 Juli 1992, dan telah terdaftar di
Pengadilan Negeri Salatiga dengan nomor 6/Y/VII/1992/PNSal.,
tanggal 27 Juli 1992. Yayasan Al-Muflihun mendapat kepercayaan
mengelola sebidang tanah wakaf seluas 514 M2 dengan Sertifikat
nomor: HM. No. 2875.
66
Kemudian tanah wakaf tersebut diatasnya dibangun,
bangunan masjid dan balai serba guna. Secara keseluruhan bangunan
berbentuk gedung tingkat dua, bercirikan paduan arsitektur Jawa dan
Islam. Hal ini disesuaikan dengan tata letak dan fungsi bangunan.
Dua bangunan yang menyatu yaitu Masjid dan balai serba
guna, melambangkan “Syahadatain” (dua kalimat syahadat). Masjid
yang terletak di lantai dua mengandung makna hubungan vertikal
makhluk dengan Al Khaliq, sedangkan balai Pendidikan/Pertemuan
serbaguna memanjang ke utara pada lantai dasar, menyiratkan
horisontal sesama makhluk, sehingga keseluruhan bangunan
mencerminkan keseimbangan antara: “Hablu min Allah dengan
Hablu min An-nas”.
2) Fungsi dan Tujuan Bangunan Masjid Al-Muflihun
Bertolak dari dasar filsafat bentuk bangunan masjid tersebut, maka
fungsinya adalah
a) Masjid yang terletak dilantai dua sebagai masjid jami’,
perpustakaan, serta sarana pengembangan syi’ar Islam melalui
pengajian khusus.
b) Balai serbaguna yang terletak dilantai dasar sebagai tempat
penyelenggaraan Taman Pendidikan Al Qur’an, tempat
penyelenggaraan Pendidikan ketrampilan, dan pusat pengendali
pelaksanaan kegiatan yayasan, yang dapat dimanfaatkan
masyarakat sekitar sebagai balai pertemuan.
67
3) Sruktur Organisasi Ketakmiran Masjid Al-Muflihun
Saat ini ketua takmir masjid Al-Muflihun adalah Bpk. Drs.
Wahid hasyim M.pdi. dengan di bantu sekretaris yaitu yulianto dan
Bendahara Masjid yaitu Bpk. Purwanto.
4) Sistem Administrasi
Pengelolaan keuangan masjid bersifat terbuka, hal itu
terbukti setiap seminggu sekali bendahara melaporkan kepada ketua
secara tertulis. Meskipun sudah di tulis di papan pengumuman
masjid tentang laporan uang masuk dan uang keluar serta sisa saldo
akhir. Ketua takmir juga menyampaikan pada masyarakat umum
pada saat sebelum shalat jum’at.
5) Kegiatan Ketakmiran Masjid Al-Muflihun
Kegiatan Takmir Masjid Meliputi:
a) Pengajian Tafsir Al-Qur’an yang rutin dilaksanakan pada setiap
hari selasa malam rabu dengan di asuh oleh Bpk. Drs. Wahid
Hasyim M.Pdi
b) Pengajian Bapak-bapak jama’ah Al-Muflihun yang rutin
dilaksanakan setiap jumat malam sabtu dengan di asuh oleh Bpk.
Karyono S.Ag, Drs. Wahid Hasyim, HM. Indi Sugandi.
c) Pengajian Ibu-ibu jama’ah Al-Muflihat yang rutin dilaksanakan
setiap ahad sore dengan di asuh oleh Dra. Binti muflikah, dr.
Supartinah Sp. THT. dan Hj. Animah Chomsun.
68
b. TPA/PAUD Al-Muflihun
1) Sejarah TPA/PAUD Al-Muflihun
Setelah berdirinya Yayasan Al-Muflihun dengan akta notaris
M. Fauzan SH. Nomor 5, tanggal 10 Juli 1992, dan telah terdaftar di
Pengadilan Negeri Salatiga dengan nomor 6/Y/VII/1992/PNSal.,
tanggal 27 Juli 1992. Dan setelah berdirinya Masjid Jami’ Al-
Muflihun, dalam hal pengembangan yayasan terutama dalam bidang
pendidikan karena sarana dan prasarana sudah tidak mencukupi di
dalam gedung serbaguna, yayasan kami telah mendapat kepercayaan
untuk mengelola sebidang tanah wakaf seluas 217 m2 dengan
sertifikat Tanah Wakaf No. 11 yang rencananya akan didirikan
gedung TPA dan PAUD pada tanah wakaf tersebut. Pada tanggal 17
Juni 2012 dimulailah pembangunan gedung dengan peletakan batu
pertama secara simbolis oleh wali kota salatiga yaitu Yuliyanto SE.
M.M.
2) Struktur Organisasi TPA/PAUD Al-Muflihun
Saat ini ketua TPA/PAUD Al-Muflihun adalah dr. Supartinah
Sp. THT dengan di bantu sekretaris yaitu Sudarsoyo dan Bendahara
TPA/PAUD yaitu Ibu Fatimah.
3) Sistem Administrasi TPA/PAUD Al-Muflihun
Pengelolaan keuangan TPA/PAUD bersifat terbuka, hal itu
terbukti setiap sebulan sekali bendahara melaporkan kepada ketua
secara tertulis.
69
4) Kegiatan TPA/PAUD Al-Muflihun
Program kerja PAUD adalah sebagai berikut :
Program kerja jangka pendek :
a) Melaksanakan penerimaan murid baru pada setiap tahun ajaran
baru.
b) Mengirimkan pengurus yayasan, Kepala Sekolah dan Guru-guru
untuk mengikuti penataran yang diloaksanakan oleh Dinas
Pendidikan.
c) Mengadakan dan menyempurnakan alat-alat peraga dan bermain
serta menyempurnakan tata ruang belajar yang sesuai dengan
keadaan murid serta ketentuan yang berlaku.
d) Meningkatkan usaha kesehatan anak dengan hubungan
Puskesmas, dokter serta psikolog.
e) Mengadakan perluasan kerjasama, baik dengan pemerintah
maupun swasta, demi terwujudnya sekolah yang ideal.
f) Melaksanakan studi banding pada sekolah lain demi meningkatkan
kualitas sekolah.
Program Jangka Panjang :
a) Menyempurnakan fasilitas-fasilitas yang diperlukan, khususnya
penggantian/perbaikan alat-alat sekolah dan untuk keperluan
guru.
b) Membangun/memperluas areal sekolah.
70
BAB IV
ANALISIS DATA
A. Analisis Penelitian
Dalam bab IV ini dikemukakan tentang analisis data dan
pembahasan temuan penelitian. Seperti telah dikemukakan di bab III,
data yang terkumpul dalam penelitian ini diperoleh dengan menggunakan
dua teknik pengumpulan data yaitu teknik observasi dan wawancara. Alat tes
yang digunakan adalah tes pemahaman tentang hukum wakaf dan
bagaimana cara pengelolaannya dengan teknik wawancara secara langsung
terhadap para Nadzir.
Teknik observasi dilakukan dengan cara melakukan pengamatan
terhadap pelaksanaan perwakafan menggunakan model data yang terkumpul
dari hasil observasi ini berupa data kualitatif yang diperoleh dari hasil
wawancara dengan para Nadzir. Teknik ini digunakan untuk mengumpulkan
data berupa pendapat, tanggapan, kesan, dan pelaksanaan terhadap
pengelolaan harta wakaf tersebut. Teknik wawancara ini dilakukan dengan
menggunakan instrumen pedoman wawancara yang berisi beberapa
pertanyaan yang harus dijawab oleh para Nadzir.
Berikut dipaparkan analisis data dan pembahasan hasil temuan dalam
penelitian ini.
71
1. Pemahaman Nadzir di Yayasan Al-Muflihun Jetis Kelurahan
Sidorejo Lor kecamatan Sidorejo Kota Salatiga terhadap
hukum perwakafan.
Berdasarkan hasil wawancara dengan Nadzir sekaligus Ketua
umum Yayasan Al-muflihun yang penulis paparkan di bab III, yaitu Bpk.
Indi Sugandi, Pria kelahiran Ciamis pada tanggal 20 Desember 1942.
Maka penulis menyimpulkan bahwa Nadzir paham dengan hukum
perwakafan karena Nadzir tersebut dari segi latar belakang merupakan
lulusan podok pesantren, dari segi lingkungan hidup nadzir tersebut
merupakan tokoh agama setempat, kemudian dari segi pengalaman, jika
dilihat dari usia yang sudah berumur 73 tahun, dan menjadi nadzir sejak
tahun 1992 maka nadzir tersebut sudah cukup pengalaman untuk bisa
mengelola dan menjaga harta wakaf tersebut.
Dari hasil wawancara dengan Nadzir yang kedua yaitu Bpk.
Rochmad Wibowo, sekretaris umum Yayasan Al-Muflihun yang penulis
paparkan di bab III, Pria kelahiran Salatiga pada tanggal 16 maret 1972.
Maka penulis menyimpulkan bahwa Nadzir paham dengan hukum
perwakafan karena Nadzir tersebut dari segi latar belakang pendidikan
terakhir adalah Sarjana, dari segi lingkungan hidup nadzir tersebut
merupakan tokoh agama setempat, kemudian dari segi pengalaman, nadzir
tersebut dari muda sudah aktif dalam organisasi di Yayasan Al-Muflihun,
maka nadzir tersebut sudah cukup pengalaman untuk bisa mengelola dan
menjaga harta wakaf bersama-sama dengan Nadzir yang lain.
72
Nadzir Yang Ketiga yang penulis wawancarai adalah Bpk.
Darmadi S.pd. Di Yayasan Al-Muflihun menjabat sebagai bendahara
umum yayasan, sebgaimana telah penulis paparkan di bab III, yaitu Bpk.
Darmadi S.Pd merupakan Pria kelahiran surakarta pada tanggal 23 April
1948. Maka penulis menyimpulkan bahwa Nadzir paham dengan hukum
perwakafan karena Nadzir tersebut dari segi latar belakang pendidikan
merupakan lulusan sarjana, dari segi lingkungan hidup nadzir tersebut
merupakan tokoh agama setempat, kemudian dari segi pengalaman, jika
dilihat dari usia yang sudah berumur 67 tahun, dan menjadi nadzir sejak
tahun 1992 maka nadzir tersebut sudah cukup pengalaman untuk bisa
mengelola dan menjaga harta wakaf menjadi lebih berdaya guna dan
bermanfaat untuk kepentingan umat Islam.
Dari pemahaman ketiga nadzir tersebut menurut penulis
pemahaman mereka terhadap hukum perwakafan dipengaruhi oleh
beberapa faktor seperti faktor pendidikan nadzir baik itu formal maupun
non formal, faktor lingkungan hidup dan faktor pengalaman menjadi
nadzir/pengurus.
2. Pengelolaan harta wakaf di Yayasan Al-Muflihun Jetis
Kelurahan Sidorejo Lor kecamatan Sidorejo Kota Salatiga
Dalam rangka pengelolaan harta wakaf di Yayasan Al-Muflihun,
para nazhir/pengurus yayasan telah melakukan hal-hal sebagai berikut :
a. Pengadministrasian tanah wakaf
73
b. Merumuskan visi dan misi yayasan, serta tugas pokok dan fungsi para
pelaksana/pegawai yayasan
c. Mengangkat pelaksana yayasan yang berkompeten di bidangnya
d. Melakukan Pengawasan dan Evaluasi Kerja Para Pelaksana/Pegawai
Yayasan Pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf merupakan
tugas dan kewajiban nadzir sebagai pihak yang secara yuridis diberikan
kuasa pengelolaannya oleh wakif.
Hal ini sebagaimana disebutkan dalam pasal 42 Undang-undang
Nomor 41 Tahun 2004: “Nadzir wajib mengelola dan mengembangkan
harta benda wakaf sesuai dengan tujuan, fungsi dan peruntukannya”.
Demikian pula dalam pasal 11 disebutkan bahwa Nadzir sebagai pengelola
wakaf mempunyai tugas:
a. Melakukan pengadministrasian harta benda wakaf;
b. Mengelola dan mengembangkan harta benda wakaf sesuai dengan
tujuan, fungsi dan peruntukannya;
c. Mengawasi dan melindungi harta benda wakaf;
d. Melaporkan pelaksanaan tugas kepada Badan Wakaf Indonesia.
Bila dilihat dari tugas yang diamanatkan undang-undang
sebagaimana tersebut diatas, maka apa yang telah dilakukan para nadzir
dalam rangka pengelolaan tanah wakaf Yayasan Al-Muflihun nampaknya
telah sesuai dengan aturan. Point pertama yaitu pengadministrasian tanah
wakaf yayasan jelas selaras dengan aturan undang-undang. Upaya
pengadministrasian yang dimaksud adalah nadzir yayasan pada awalnya
74
mengurus Akta Ikrar Wakaf (AIW) tanah wakaf tersebut pada Kantor
Urusan Agama Kecamatan setempat, disamping juga mengurus berbagai
administrasi lain yang berkaitan, seperti Surat Pengesahan Nadzir, Ikrar
Wakaf, Surat Keterangan Kepala Desa setempat dan lain sebagainya.
Bahkan suatu upaya administratif yang cukup signifikan yang dilakukan
selanjutnya adalah upaya pensertifikatan tanah wakaf tersebut, sehingga
kekuatan hukum dari status tanah wakaf tersebut menjadi lebih kuat dan
tidak dapat diganggu gugat lagi oleh siapapun pada masa mendatang. Hal
ini menurut hemat penulis merupakan hal yang sangat bagus dan positif,
mengingat masih banyaknya tanah-tanah wakaf yang belum berstatus
sertifikat wakaf, dan nadzir Yayasan al-Muflihunpun telah mengeluarkan
dana yang tidak sedikit dan waktu yang relatif lama dalam rangka
pengurusan sertifikat tersebut. Upaya selanjutnya yang dilakukan adalah
merumuskan visi dan misi yayasan serta tugas pokok dan fungsi (Tupoksi)
para pelaksana atau pegawai yayasan. hal ini amat penting dilakukan
mengingat visi dan misi merupakan cita-cita, keinginan ideal dan langkah-
langkah yang harus ditempuh dalam rangka mencapai cita-cita atau
keinginan tersebut. Visi Yayasan Al-Muflihun yang telah dirumuskan
adalah : “Menjadikan yayasan sebagai bagian dari komponen masyarakat
yang turut serta dalam pembangunan nasional Indonesia dalam bidang
pendidikan, sosial dan keagamaan, dalam rangka mencerdaskan
kehidupan bangsa dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan
membentuk manusia yang beriman dan bertaqwa serta berahlak mulia dan
75
mempunyai rasa tanggung jawab terhadap masyarakat menuju keridhoan
Allah SWT dunia dan akherat” Dari visi tersebut jelas nampak keinginan
ideal untuk menjadikan yayasan sebagai bagian masyarakat dan bangsa
Indonesia yang turut serta mencerdaskan bangsa dan meningkatkan
kesejahteraan masyarakat. Hal itu senada dengan tujuan dan peruntukan
wakaf sebagaimana yang disebutkan dalam pasal 22 Undang-undang
Nomor 41 Tahun 2004, yaitu diantaranya untuk sarana dan kegiatan
pendidikan, beasiswa, serta kemajuan dan peningkatan ekonomi umat.
Mengangkat para pelaksana/pegawai yayasan yang berkompeten di
bidangnya merupakan hal cukup penting, mengingat ruang lingkup
yayasan yang cukup luas mencakup bidang pendidikan dan sosial
keagamaan yang tentunya keseluruhannya itu tidak dapat secara langsung
ditangani oleh para nadzir/pengurus. Dalam hal ini para nadzir bertindak
sebagai manajer yang memberikan tugas kepada para pegawai serta
mengawasi kinerja mereka. Dengan demikian pengawasan dan evaluasi
terhadap kinerja para pegawai yayasan amat penting, mengingat
keberhasilan para pegawai dalam mengelola yayasan dapat juga berarti
keberhasilan para nadzir, juga sebaliknya.
Dalam hal pemanfaatan hasil pengelolaan dan pengembangan
wakaf di Yayasan Al-Muflihun dapat penulis kategorikan menjadi dua
bagian yaitu :
76
1) Pemanfaatan secara internal
Yang dimaksud dengan pemanfaatan internal adalah
pemanfaatan yang ditujukan kedalam yayasan itu sendiri dan hasilnya
dirasakan dalam internal yayasan. Yang termasuk pemanfaatan kategori
internal adalah pemanfaatan untuk biaya operasional yayasan dan
pemanfaatan untuk dijadikan sebagai modal pembangunan sarana dan
prasarana dalam rangka pengembangan yayasan.
2) Pemanfaatan secara eksternal
Yang dimaksud dengan pemanfaatan ini adalah manfaat yang
dirasakan oleh komponen masyarakat diluar yayasan. yang termasuk
dalam kategori ini adalah pemanfaatan untuk subsidi
pendidikan/beasiswa untuk seluruh Madrasah Diniyah/ TPA Al-
Muflihun, dimana mereka sama sekali tidak dikenakan biaya selama
mengikuti pendidikan pada MADIN/TPA tersebut. Selain itu juga
manfaat lain yang dapat dirasakan masyarakat sekitar adalah dengan
tumbuh dan berkembangnya Yayasan Al-Muflihun dapat membuka
lowongan pekerjaan untuk masyarakat di lingkungan yayasan.
Lowongan pekerjaan yang dimaksud adalah untuk posisi guru, baik
pada MADIN dan PAUD. Bahkan nilai ekonomis lain yang masyarakat
rasakan adalah mereka dapat berjualan beraneka makanan dan minuman
untuk anak-anak di sekitar yayasan, bahkan dengan bekerja sama
dengan yasasan dapat membuka kantin sekolah yang berisi aneka
makanan. Apa yang telah dilakukan oleh nazhir/pengurus yayasan
77
tersebut merupakan implementasi konkrit dari amanat Undang-undang
Nomor 41 Tentang Wakaf, dimana pada pasal 22 disebutkan :
Dalam rangka mencapai tujuan dan fungsi wakaf, harta benda
wakaf hanya dapat diperuntukkan bagi: Sarana dan kegiatan ibadah;
Sarana dan kegiatan pendidikan serta kesehatan; Bantuan kepada fakir
miskin, anak terlantar, yatim piatu, beasiswa; Kemajuan dan
peningkatan ekonomi umat; dan/atau Kemajuan kesejahteraan umum
lainya yang tidak bertentangan dengan syariah dan peraturan
perundang-undangan. Selanjutnya melihat adanya beberapa hambatan
yang dihadapi oleh para pengurus Yayasan Al-Muflihun selama dalam
pengelolaan dan pengembangan yayasan, hal itu rupanya tidak
dijadikan alasan bagi pengurus untuk mengendurkan semangat dalam
mengembangkan yayasan, bahkan sebaliknya berbagai hambatan
tersebut dianggap sebagai tantangan bagi mereka untuk lebih berinovasi
dan berkreasi yang dapat memacu semangat mereka. Hal ini terbukti
dengan eksistensi Yayasan Al-Muflihun saat ini yang dapat dikatakan
sebagai yayasan wakaf yang relatif besar dan produktif.
78
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan tentang pemahaman
nadzir tentang hukum wakaf dalam mengelola harta wakaf dan
Efektifitasnya dalam pengelolaaan Harta Wakaf di Yayasan Al-Muflihun
Jetis Kelurahan Sidorejo lor Kecamatan Sidorejo Kota Salatiga dapat diambil
kesimpulan dan dikemukakan saran-saran sebagai berikut:
1. Dalam hal pemahaman Nadzir di Yayasan Al-Muflihun Jetis Kelurahan
Sidorejo lor Kecamatan Sidorejo Kota Salatiga, penulis menyimpulkan
bahwa Nadzir-nadzir di yayasan Al-Muflihun paham terhadap hukum
perwakafan. Indikatornya adalah Nadzir ketika diwawancarai dapat
menjawab semua pertanyaan yang diajukan oleh penulis sesuai dengan
ketentuan syari’at Islam.
2. Upaya yang telah dilakukan para Nadzir dalam rangka pengelolaan
Yayasan terdiri dari :
a. pengadministrasian tanah wakaf,
b. merumuskan visi dan misi yayasan serta menyusun tugas pokok dan
fungsi (tupoksi) para pelaksana/pegawai yayasan,
c. mengangkat para pelaksana/pegawai yang berkompeten dibidangnya,
d. melakukan pengawasan dan evaluasi terhadap kinerja para pelaksana.
Sedangkan dalam rangka pengembangan Yayasan Al-Muflihun,
upaya yang telah dilakukan adalah :
79
a. pembangunan sarana dan prasarana yang berkelanjutan,
b. meningkatkan profesionalitas dan keahlian para pengurus dan
pelaksana,
c. memperluas usaha/kegiatan yayasan. Namun demikian dalam
prakteknya belumlah mencapai sepenuhnya seperti apa yang terdapat
dalam wacana hukum Islam maupun hukum positif. Hal ini dikarenakan
masih adanya hambatan-hambatan atau permasalahan dalam
aplikasinya di lapangan, baik hambatan yang berasal dari masalah
internal yayasan maupun eksternal. Namun demikian peranan Nadzir
wakaf dalam hal ini para pengurus Yayasan Al-Muflihun cukup besar
dalam pengelolaan dan pengembangan Yayasan Al-Muflihun. Hal ini
terbukti dengan telah menjadi besar dan berkembangnya yayasan
tersebut dibanding ketika awal berdirinya, dimana dari hanya ada
sebuah masjid ketika berdirinya, sampai akhirnya memiliki berbagai
asset seperti gedung TPA dan PAUD. Dalam hal pemanfaatan hasil
pengelolaan dan pengembangan yayasan, pengurus/Nadzir
menyalurkannya kepada 3 (tiga) sektor. Pertama untuk menutupi biaya
operasional yayasan, Kedua sebagai modal pengembangan yayasan.
Dan ketiga untuk tujuan sosial, yaitu pendidikan gratis (beasiswa) bagi
seluruh siswa/i Madrasah Diniyah Yayasan Al-Muflihun.
3. Berdasarkan hasil hasil pemahaman nadzir yang paham terhadap hukum
perwakafan dan jika dilihat dari segi produktifitas dalam hal pengelolaan
harta wakaf yang berada di Yayasan Al-Muflihun maka penulis
80
mendapatkan kesimpulan bahwa pemahaman nadzir tentang hukum
wakaf mempengaruhi tingkat produktifitas pada Yayasan Al-Muflihun
sehingga dapat dikatakan sudah efektif dalam mengelola harta wakaf
tersebut.
Hal ini dapat dilihat dari upaya pembangunan sarana dan
prasarana yang telah dilakukan oleh nadzir Yayasan Al-Muflihun jelas
menggambarkan perkembangan/kemajuan yayasan dari waktu ke waktu.
Indikatornya adalah bahwa saat ini telah berdiri berbagai bangunan baru
yang mendukung jalannya yayasan, baik untuk sarana pendidikan gedung
TPA dan PAUD, serta sosial keagamaan (bangunan masjid jami’ dan
gedung serbaguna sekretariat yayasan Al-Muflihun).
B. Saran-saran
Adapun saran-saran penulis untuk kemajuan dalam mengelola harta
wakaf yang ada agar lebih efektif dan produktif, adalah sebagai berikut:
1. Kepada Pengurus Yayasan Al-Muflihun agar terus berupaya agar yayasan
yang saat ini sudah berkembang besar saat ini dapat terus berkembang
dimasa mendatang. Memang diperlukan semangat, kerja cerdas dan ikhlas,
kreatifitas dan inovasi dalam upaya pengelolaan dan pengembangan
yayasan,terutama dalam masa globalisasi saat ini yang sangat kompetitif
dalam segala hal.
2. Kepada masyarakat terutama yang berada di lingkungan lembaga wakaf,
seperti wakaf Yayasan Al-Muflihun agar lebih memberikan dukungan dan
partisipasi aktif dalam pengembangan lembaga wakaf. Dengan turut serta
81
dalam kegiatan yang dikelola yayasan Al-Muflihun, semisal turut
menyekolahkan anak pada lembaga pendidikan yang dikelola yayasan,
dan/atau turut memberikan donasi dalam pengembangan yayasan, tentu
sangat berarti dan bermanfaat.
3. Bagi Kementrian Agama
a. Memberikan penyuluhan, pembinaan, pelatihan singkat
ataupun sosialisasi secara penuh kepada para Nadzir wakaf secara
khusus ataupun secara umum masyarakat mengenai pentingnya
pendaftaran tanah wakaf
b. Sebaiknya lebih sering mengadakan pelatihan-pelatihan manajemen
modern, khusunya manajemen perwakafan untuk para Nadzir agar para
Nadzir lebih dapat produktif dan efektif dalam mengelola harta wakaf.
4. Kepada pemerintah, baik pusat maupun daerah, agar lebih memperhatikan
dan memberikan bantuan lebih banyak kepada lembaga wakaf, semisal
wakaf di Yayasan Al-Muflihun ini. Juga agar dipertimbangkan untuk
segera mendirikan Badan Wakaf Indonesia minimal pada tingkat Kota,
agar pembinaan kepada para Nadzir menjadi lebih terfokus dan terarah.
Hal lain yang dapat disampaikan kepada pemerintah adalah agar lebih
banyak upaya sosialisasi wakaf tunai kepada seluas-luasnya lapisan
masyarakat, agar wakaf tunai tidak hanya menjadi wacana ilmiah saja,
namun dapat terealisasi di masyarakat luas, yang pada akhirnya diharapkan
dapat menjadi salah satu modal besar dalam pengembangan wakaf
produktif di Indonesia.
82
DAFTAR PUSTAKA
Ali, Mohammad Daud. 1988. Sistem Ekonomi Islam, Zakat Dan Wakaf . Jakarta : IU
Press.
As-San'any, Muhammad Ibnu Ismail. 1980. Subulus Salam, Juz III, Beirut : Dar al-
Kitab al- Ilmiyah.
Al-Kabisi, Muhammad Abid Abdullah . 2004. Hukum Wakaf, Kajian Kontemporer
Pertama dan Terlengkap tentang Fungsi dan Pengelolaan Wakaf serta
Penyelesaian atas Sengketa Wakaf, terjemah, Jakarta: Dompet Dhuafa
Republika.
Al-Munawar, Said Agil Husain .2004. Hukum Islam dan Pluralitas Sosial, Jakarta:
Penamadani.
Al-Ramli, Ibnu Syihab . 1996.Nihayah al-Muhtaj, Juz IV, Beirut: Daar al-Kitab al-
Alamiyah.
Basyir, Ahmad Azhar. 1987.Hukum Islam tentang Wakaf, Ijarah Syirkah. Bandung.
P'T. Alma'arif.
Baidan, Nashruddin. 2001. Tafsir Maudhu’i, Solusi Qur’ani atas Masalah
Kontemporer, Yogyakarta, Pustaka Pelajar.
Departemen Agama RI. 1998. Kompilasi Hukum Islam; Direktorat Jenderal
Pembinaan Kelembagaan Agama Islam.
Depdikbud. 1990. Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta : Balai Pustaka.
Direktorat Jendral Perkembangan Masyarakat Islam dan Penyelenggaraan Haji.
2003. Perkembangan Pengelolaan Wakaf di Indonesia. Jakarta : Proyek
Peningkatan Zakat dan Wakaf.
Direktorat Pengembangan Zakat Dan Wakaf Dirjen Bimbingan Masyarakat Islam
Dan Penyelenggaraan Haji. 2006. Panduan Pemberdayaan Tanah Wakaf
Produktif Strategis di Indonesia.
83
Ghani, Djunaidi. 1997. Dasar-dasar Pendidikan Kualitatif: Prosedur, Tehnik dan
Teori. Surabaya: PT. Bila Ilmu.
Hadi Sutrisno. 1983. Metodologi Research Jilid 1. Yogyakarta: Fak. Psikologi UGM
Hadari Nawawi. 2002. Metode Penelitian Bidang Sosial. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press
Halim, Abdul .2005. Hukum Perwakafan di Indonesia. Jakarta: Ciputat Press.
Harsono, Boedi. 1993. Hukum Agraria Indonesia. Jakarta : Jambatan.
Harahap, Sumuran dkk. 2006. Pedoman Pengelolaan Wakaf Tunai. Jakarta:
Direktorat Pemberdayaan Wakaf “Direktorat Jendral Bimbingan Masyarakaf
Islam.
Hamami, Taufiq. 2003. Perwakafan Tanah dalam Politik Hukum Agraria Nasional,
Jakarta: Tatanusa.
Imam Abi al Husain Muslim bin al Hujjaj bin Muslim, Al Jami’ al Shahih al
Mushamma Shahih Muslim, Semarang: Toha Putra, Juz 3.
Kafemad, Dadang, dan Maman Abd. Djaliel. 2000. Metodologi Penelitian Agama.
Bandung: Pustaka Setia
Khosyi’ah, Siah. 2010. Wakaf dan Hibah (Perspektif Ulama Fiqh dan
perkembanganya di Indinesia). Bandung: CV. Pustaka Setia
M.Iqbal Hasan. 2002. Pokok-Pokok Materi Metodologi Penelitian dan Aplikasinya.
Jakarta: Jfilia Indonesia
Mohammad Ali. 1993. Strategi Penelitian Pendidikan. Bandung : Angkasa
Mughniyah, Muhammad Jawad. 1996. Fiqh Lima Mazhab, Penerjemah Masyukur A.
B, dkk. Jakarta: Lentera.
Mas’adi, Ghufron A. 2002. Fiqh Muamalah Kontekstual, Jakarta, PT. Raja Grafindo
Persada.
Munawwir, Ahmad Warson . 1984. al-Munawir Kamus Arab – Indonesia,
Yogyakarta : Unit Pengadaan Buku-buku Ilmiah Keagamaan Pondok
Pesantren "al-Munawir".
Moleong, Lely J. 2000. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT.Remaja
Rosdakarya.
84
Muhadjir, Noeng. 1996. Metodologi Penelitian Kualitatif. Yogyakarta: Rake Sarasin.
Milles, Mattew B. dkk. 1992. Analisis data Kualitatif. Jakarta: PT. UI Press.
Nana Sujana dan Ibrahim. 1984. Penelitian dan Penelitian Pendidikan. Bandung:
Sinar baru
Nawawi, Hadari. 1990. Metode Penelitian Bidang Sosial. Yogyakarta: Gajah Mada
University Press.
Nasution, Mustofa Edwin dkk. 2004. Wakaf Tunai Inovasi FinanSial Islam. Jakarta:
Universitas Indonesia Press.
Peraturan Menteri Agama RI No.1 Tahun 1978 Tentang Pelaksanaan PP No.28
Tahun 1977.
Peraturan Dirjen Bimas Islam DEPAG RI No. Kep/D/75/1978 dan Inpres RI No. 1
Tahun 1991Tentang Kompilasi Hukum Islam (KHI).
Pentashih, Lajnah. Mushaf Al-Qur’an Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan
Terjemahnya.
Sabiq, Sayyid. 1987. Fikih Sunnah jilid 14. Bandung: PT. Alma’arif.
Suprayogo, Imam dan Tobroni. 2001. Metode Penelitian Sosial Agama. Bandung:
PT.Remaja Rosdakarya.
Suhadi, Imam. 1985. Hukum Wakaf di Indonesia.Yogyakarta : Dua Dimensi
Suharsini Arikunto. 2006. Prosedur Penelitian atau Pendekatan Praktik. Jakarta:
Rineka Cipta
Surakhmad, Winarto. 1980. Pengantar Penelitian Ilmiah. Bandung : Tarsito.
Suryabrata, Sumadi. 1998. Metodologi Penelitian. Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada.
Siregar, Mulya.2001.Peranan Perbankan Syariah Dalam Wakaf Tunai (Sebuah
Kajian Konseptual). Jakarta: Biro Perbankan Syariah Bank Indonesia.
Sari, Elsi Kartika. Pengantar Hukum Zakat dan Wakaf, Jakarta, PT. Grasindo.
Rofiq, Ahmad . 1998. Hukum Islam di Indonesia, Jakarta: PT Grafindo Persada.
Undang-Undang Republik Indonesia nomor 41 tahun 2004 tentang wakaf
Umar , Husain. 1999. Metodologi Penelitian Aplikasi dalam Pemasaran. Jakarta:PT.
Gramedia Pustaka Utama.
85
Wahbah Al-Zuhaili, Al-Fiqh al-Islam Wa Adillatuhu, terj. Indonesia. Beirut: Dar al-
Fikr,1989), cet. 3, juz 8.
Yunus, Muhammad.1973. Kamus Arab Indonesia, Jakarta: Yayasan Penyelenggara
Penterjemah/Pentafsir al Qur’an.
Sadiman, Arif Sukadi. 1999. Beberapa Aspek Pengembangan Sumber Belajar,
Jakarta: Mediyatama Sarana Perkasa.
Em Zul Fajri, Ratu aprilia, Senja. 2008. Kamus Lengkap Bahasa Indonesia.
Semarang: Difa publiser.
Fanani, Muhyar. 2008. Kelanggengan Wujud Fisik Versus Kelanggengan Manfaat:
Kunci Sukses Manajemen Wakaf Produktif Pondok Modern Darussalam
Gontor. Salatiga. STAIN
Fauroni, Lukman. 2008. Wakaf untuk Produktifitas Ekonomi Umat. Salatiga. STAIN
Khotimah, khusnul. Http://depagkotasalatiga. Wordpress.com, 23 Juni 2009, 7:13 am
di akses pada hari Rabu 15 Agustus 2012 jam 20:30 WIB. Pada artikel
Ratusan Tanah Wakaf Belum Disertifikasi
Http://Dansite.Wordpress.Com, 28 Maret 2009 di akses pada hari Rabu 15 Agustus
2013 jam 21:00 WIB. Pada artikel Definisi/Pengertian efektifitas.
86
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
DATA PRIBADI :
1. Nama Lengkap : Nurohmat2. Tempat,Tanggal Lahir : Grobogan, 12 Juni 19883. Alamat : Deras, RT 002/006 Kec. Kedungjati,
Kab. Grobogan4. Jenis Kelamin : Laki-Laki5. Agama : Islam6. Status : Sudah Menikah7. Tinggi/Berat Badan : 169cm/70kg8. Telepon : 085-727-652-6529. Email : [email protected]
RIWAYAT PENDIDIKAN:
A. Pendidikan Formal:1. (2000) Lulus SD Negeri 1 Deras - Kab. Grobogan2. (2003) Lulus SLTP Negeri 1 Kedungjati - Kab. Grobogan3. (2006) Lulus SMA Negeri 1 Bringin - Kab. Semarang
B. Pendidikan Non-Formal:1. (2010) Pelatihan Komputerisasi akuntansi Bersertifikat2. (2011) Pelatihan Mengemudi Bersertifikat
KEMAMPUAN:
1. Mengoperasikan komputer (Ws.Word, Ms. Excel, Power Point)2. Merakit komputer & Teknisi Komputer3. Instruktur Stir Mobil
PENGALAMAN KERJA:
1. (2008) Kantor Notaris PPAT Ngatipah SH. Karanggede, Boyolali2. (2009) Koperasi Muslimat NU Salatiga3. (2010) Computer Servis HandComp4. (2012) LPK Aquarius Cabang Salatiga
Demikian surat daftar riwayat hidup ini saya buat dengan sebenar-benarnyasebagai bahan referensi dan pertimbangan Bapak/Ibu. Atas perhatiannya sayaucapkan terimakasih.
Hormat Saya
Nurohmat
87
88
89
90
91