PEMAHAMAN HADIS-HADIS TENTANG MENANGIS (KAJIAN...
Transcript of PEMAHAMAN HADIS-HADIS TENTANG MENANGIS (KAJIAN...
PEMAHAMAN HADIS-HADIS TENTANG MENANGIS
(KAJIAN HADĪTS MAUḎŪ’I)
SKRIPSI
Diajukan Kepada Fakultas Ushuluddin
Untuk Memenuhi Persyaratan Dalam Memperoleh
Gelar Sarjana Agama (S.Ag)
Oleh:
Feby Saputra
1113034000183
PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR
FAKULTAS USHULUDDIN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1440 H./2019 M
LEⅣIBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk
memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata satu di UN
Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya
cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
3. Jika kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya
atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia
menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta,Desember 2018
Feby Saputra
iv
PEDOMAN TRANSLITERASI
Transliterasi Arab-Latin yang digunakan dalam skripsi ini
berpedoman pada buku Pedoman Penulisan Skripsi yang diterbitkan oleh
Fakultas Ushuluddin Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
tahun 2015.
1. Konsonan
Huruf Arab Huruf Latin Keterangan
a tidak dilambangkan ا
b Be ب
t Te ت
ts te dan es ث
j Je ج
ḫ ح h dengan garis di bawah
kh ka dan ha خ
d De د
dz de dan zet ذ
r Er ر
z Zet ز
s Es س
sy es dan ye ش
S es dengan garis di bawah ص
Ḏ de dengan garis di bawah ض
ṯ ط te dengan garis di bawah
ẕ ظ zet dengan garis di bawah
koma terbalik di atas hadap kanan „ ع
gh ge dan ha غ
f Ef ف
q Ki ق
k Ka ك
l El ل
m Em م
n En ن
w We و
h Ha ه
Apostrof ` ء
y ye ي
v
2. Vokal Tunggal
Vokal dalam bahasa Arab, seperti vokal bahasa Indonesia, terdiri
dari vokal tunggal atau monoftong dan vokal rangkap atau diftong. Untuk
vokal tunggal alih aksaranya adalah sebagai berikut:
Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan
A Fathah
I Kasrah
U Ḏammah و
Adapun untuk vokal rangkap, ketentuan alih aksaranya sebagai berikut:
Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan
Ai a dan i ي
Au a dan u و
3. Vokal panjang
Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan
Ā a dengan garis di atas ا
Ī i dengan daris di atas ي
Ū u dengan garis di atas و
4. Kata Sandang
Kata sandang yang dalam sistem aksara Arab dilambangkan dengan
huruf, yaitu alif dan lam, dialih aksarakan menjadi huruf /l/, baik diikuti
huruf syamsiyyah maupun qamariyyah. Contoh: al-syamsiyyah bukan
asy-syamsiyyah, al-rijāl bukan ar-rijāl.
5. Tasydīd
Huruf yang ber-tasydīd ditulis dengan dua huruf serupa secara
berturut-turut, seperti السنة = al-sunnah.
vi
6. Ta marbūṯ ah
Jika ta marbūṯ ah terdapat pada kata yang berdiri sendiri, maka
huruf tersebut dialih-aksarakan menjadi huruf /h/, seperti أبو هريرة = Abū
Hurairah.
7. Huruf Kapital
Huruf kapital digunakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku
dalam Ejaan Yang Disempurnakan (EYD). Jika nama didahulukan oleh
kata sandang, maka yang ditulis dengan huruf kapital tetap huruf awal
nama diri tersebut, bukan huruf awal atau kata sandangnya, seperti
.al-Bukhāri = الجخبري
vii
KATA PENGANTAR
ثطم اهلل الر ؽمن الرؽيم
Segala puji bagi Allah SWT Tuhan semesta alam yang telah mencurahkan kasih
sayang, kesehatan dan ridho-Nya serta memberikan istiqomah, keikhlasan dan kesabaran
sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul: Pemahaman Hadis-Hadis
Tentang Menangis (Kajian Hadīts MauḎū‟i). Shalawat dan salam kepada Nabi Muhammad
Saw junjungan para umat yang berpikir, dimana mencari sebuah kebenaran dalam sebuah
konsep ketuhanan yang telah dikonsep secara rapi dan sistematis untuk umatnya hingga akhir
zaman.
Penulis sangat bersyukur atas selesainya tugas akhir untuk jenjang pendidikan Strata
Satu (S1) yang penulis tempuh. Penulis yakin di dalam penulisan skripsi ini pasti banyak
kekurangan di dalam menyelesaikannya. Maka dari itu penulis menyadari dan mempunyai
kewajiban untuk menghaturkan permintaan maaf kepada pembaca atas ketidaksempurnaan
yang memang itu telah kodrat bagi manusia itu sendiri.
Selanjutnya penulis menyadari bahwa skripsi ini tidaklah mungkin dapat tercapai tanpa
dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Maka dari itu sebagai ungkapan rasa hormat,
penulis mengucapkan terima kasih kepada yang terhormat:
1. Segenap civitas akademika Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta: Bapak Prof. Dede Rosyada, MA. Selaku Rektor UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta beserta jajarannya dan Bapak Prof. Dr. Masri Mansoer,
MA. Selaku Dekan Fakultas Ushuluddin, Ibu Dr. Lilik Ummi Kultsum, MA.
Selaku Ketua Jurusan Ilmu al-Qur`an dan Tafsir dan Ibu Dra. Banun
Binaningrum, M.Pd. selaku Sekretaris Jurusan Ilmu al-Qur`an dan Tafsir.
2. Bapak Dr. Muhammad Zuhdi M.Ag, selaku dosen pembimbing penulis yang
telah memberikan arahan, saran dan dukungan kepada penulis, sehingga skripsi
dapat terselesaikan. Mohon maaf yang sebesar-besarnya jika selama proses
bimbingan penulis banyak merepotkan. Semoga bapak selalu sehat dan
diberikan kelancaran dalam segala urusannya. Aamiin.
3. Seluruh dosen pada Fakultas Ushuluddin khususnya di Program Studi Ilmu al-
Qur`an dan Tafsir atas segala motivasi, ilmu pengetahuan, bimbingan wawasan
viii
dan pengalaman yang telah diberikan. Kepada seluruh staf dan karyawan
Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
4. Pimpinan dan segenap karyawan Perpustakaan Umum, Perpustakaan Fakultas
Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
5. Terkhusus kepada kedua orang tua yang sangat saya cintai dan sayangi
ayahanda Bapak Ramdani dan ibunda tercinta Ibu Supriati yang selalu
memberikan masukan kepada penulis untuk selalu semangat dan sabar dalam
menyelesaikan skripsi ini dan tidak lupa mereka selalu mendoakan penulis agar
selalu diberikan kesehatan dan waktu luang agar dapat mengerjakan skripsi ini
dengan baik dan benar. Kedua orang tua adalah sumber inspirasi dan semangat
bagi penulis dalam menjalankan hidup dan menyelesaikan skripsi ini, semoga
Allah selalu melimpahkan rahmat dan karunia-Nya kepada mereka berdua.
Aamiin.
6. Kepada saudara-saudara penulis yang tersayang Putri Meilany Humairah,
Ghozali al-Rofi, dan Rany Syamila serta keluarga besar penulis yang selalu
memberikan semangat dan mendoakan penulis dalam penyelesaian penulisan
skripsi ini.
7. Kepada Kaum Jenggot (Fauzan, Haikal, Aristo, Fauzi, dan As‟ad), yang telah
membantu serta menjadi penghibur disaat penulis sedang pusing dalam
penelitian ini, terkhusus kepada Fauzan, Haikal dan Aristo yang sudah menjadi
guru pembimbing kedua bagi penulis dari semester satu hingga akhir dan dalam
penulisan skripsi ini semoga kalian semua selalu dirahmati Allah. Aamiin.
8. Teman-teman seperjuangan. Kepada seluruh teman-teman Jurusan Tafsir Hadis
angkatan 2013, Mohamad Fauzan, Zulhuzay, Salman dan lainnya. Yang telah
sama-sama saling memberikan semangat dan motivasi bagi penulis. Maafkan
penulis tidak dapat menuliskan seluruh nama-nama kalian seangkatan, tapi
percayalah pertemanan kita akan selalu dikenang.
9. Kepada dr. Sri Juliati Adji. Sp.M, yang ikut membantu memberikan masukan
dan saran untuk penulisan skripsi penulis, semoga selalu diberikan kesehatan
dan kelancaran dalam segala urusannya. Aamiin.
10. Kepada teman-teman nongkrong penulis di lingkungan rumah yang sudah
banyak memberikan dorongan motivasi dan semangat kepada penulis untuk
segera menyelesaikan masa studi penulis.
ix
11. Kepada Teman-Teman KKN SERSAN, kebersamaan dengan kalian selama
kurang lebih sebulan banyak memberi saya pelajaran yang sangat berharga,
serta memberi banyak masukan kepada penulis dalam penulisan skripsi ini.
12. Dan kepada seluruh teman-teman lainnya yang penulis tidak dapat sebutkan
namanya satu persatu yang selalu memberikan semangat dan motivasi penulis
dalam menyelasaikan karya ilmiah ini.
Semoga amal baik mereka semua dibalas berlipat ganda oleh Allah SWT.Sungguh
hanya Allah SWT yang dapat membalas kebaikan mereka dengan kebaikan yang berlipat
ganda.
Jakarta, Desember 2018
Feby Saputra
x
ABSTRAK
Feby Saputra
Pemahaman Hadis-Hadis Tentang Menangis (Kajian Hadīts MauḎū’i)
Menangis adalah sebuah aktivitas fisik yang dilakukan ketika
manusia sedang merasakan sedih, stres, takut, harap atau bahkan
ketika sedang bergembira karena haru.Namun menangis juga banyak
disalah artikan sebagai suatu hal yang mengindikasikan kelemahan
atau kecengengan bagi sebagian manusia, sehingga banyak dari
mereka tidak mengetahui faedah dan hikmah yang dapat diperoleh
dari keluarnya air mata.Hal ini sangat bersebrangan apabila kita
merujuk ke dalam al-Qur‟an dan hadis yang banyak dijelaskan
manfaat serta berbagai macam kebaikan dalam menangis. Rasulullah
pun banyak memberikan contoh tangisan-tangisan yang sarat dengan
makna dan dalam situasi yang berbeda-beda guna memberikan
pemahaman dan i‟tibar untuk umat muslim agar selalu dapat
mendekatkan diri kepada Allah melalui aktivitas menangis. Dari
latar belakang yang dikemukakan di atas maka timbullah rumusan
masalah yang akan diangkat dalam penelitian ini yaitu: Bagaimana
memahami hadis-hadis tentang menangis yang dikaji dengan metode
hadis mauḎū‟i?
Penelitian skripsi ini merupakan jenis penelitian kepustakaan
(library research) dan Pembahasan di dalam skripsi ini bersifat
deskriptif analitis, yaitu suatu penjelasan melalui pengumpulan data-
data dan pendapat (syarah) ahli hadis, kemudian ditelaah dan
dianalisis sehingga menjadi sebuah kesimpulan. Untuk itu digunakan
bahan-bahan kepustakaan dengan sumber primer dari Sunan at-
Tirmidzī, Sahih al-Bukhārī, Sahih Muslim, Sunan an-Nasāi, Musnad
Ahmad ibn Hanbal, Sunan Abu Daud, serta kitab takhrij yang
penulis ambil dari kitab Miftah al-Kunuz al-Sunnah, alasan penulis
mentakhrij dengan kitab ini adalah karena kitab Miftah al-Kunuz al-
Sunnah lah yang mempunyai sistem takhrij dengan metode mauḎū‟i.
Dan sumber sekunder berasal dari kitab-kitab syarah hadis, tesis,
skripsi, artikel, dan tulisan yang mengenai pembahasan tentang
menangis. kitab-kitab syarahnya dirujuk dari Tuhfatul Ahwadzī, Fath
al-Bārī, Syarah Sahih Muslim, Syuruh Sunan Ibnu Majah dan „Aunul
Ma‟bud. Dalam mengolah data, langkah pertama adalah menjelaskan
metode penelitian dalam kajian hadis mauḎū‟i, kemudian langkah
kedua mencari hadis mauḎū‟i tentang menangis, lalu ditakhrij untuk
mengetahui validitas dari hadis tersebut, dan langkah ketiga
dilakukan metode syarah hadis guna mengetahui penjelasan dari ahli
hadis (ulama hadis).
Dari skripsi ini disimpulkan bahwa ternyata ditemukan
makna-makna positif dalam menangis yang dilakukan Rasulullah
xi
dalam sudut pandang agama (al-Qur‟an dan hadis). Rasulullah Saw
telah memberikan contoh bahwa dengan menangis yang ikhlas
karena Allah ta‟ala dan dilakukan dalam batas yang wajar akan
melahirkan nilai-nilai kebaikan dalam agama, dan juga bermanfaat
bagi jiwa dan raga. maka dari itu penulis tidak menemukan satu
hadis pun yang menceritakan bahwa ada tangisan Rasulullah yang
bernilai buruk.
KataKunci: Menangis, Hadis MauḎū‟i
xii
DAFTAR ISI
LEMBAR PERNYATAAN
PEDOMAN TRANSLITERASI ......................................................................... iv
KATA PENGANTAR ......................................................................................... vii
ABSTRAK ............................................................................................................. x
DAFTAR ISI ........................................................................................................ xii
BAB I ...................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN .................................................................................................. 1
A. Latar Belakang Masalah ...................................................................... 1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah.................................................. 8
C. Tujuan Masalah ................................................................................. 10
D. Tinjauan Pustaka ............................................................................... 10
E. Metodologi Penelitian ....................................................................... 12
F. Sistematika Penelitian ....................................................................... 14
BAB II .................................................................................................................. 15
KAJIAN HADĪTS MAUḎŪ’I DAN LINGUISTIK KATA MENANGIS
DALAM BAHASA ARAB .................................................................................. 15
A. Pengertian Dan Metode Dalam Hadīts MauḎū‟i .............................. 15
B. Pengertian Takhrij al-Hadīts ............................................................. 19
C. Kajian Linguistik Kata Menangis Dalam Bahasa Arab .................... 21
BAB III ................................................................................................................. 30
TAKHRIJ DAN SYARAH HADĪTS MAUḎŪ’I TENTANG MENANGIS ... 30
A. Takhrij Hadīts MauḎū‟i Tentang Menangis ..................................... 30
xiii
B. Syarah Hadis Tentang Menangis ...................................................... 41
C. Substansi Dari Kajian Hadis Menangis Nabi Saw ............................ 62
BAB IV ................................................................................................................. 72
PENUTUP ............................................................................................................ 72
A. Kesimpulan ....................................................................................... 72
B. Saran .................................................................................................. 73
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 74
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Menangis adalah sesuatu yang tidak bisa dihindari, bahkan para
Nabi pun yang merupakan hamba terdekat dengan Allah Subhānahuwata‟ālā
juga menangis. Nabi Adam „alayhis-salām menangis selama empat puluh
tahun ketika dikeluarkan dari surga, sedang ia adalah bapaknya para
manusia, pemilik kehormatan yang terjaga. Nabi Ya‟qub „alayhis-salām
menangisi putranya yaitu Nabi Yusuf „alayhis-salām hingga matanya
tampak memutih karena kesedihannya yang sangat mendalam. Nabi Dawud
„alayhis-salām menangis selama empat puluh hari atas kesalahannya, dan
tidak berani mengangkat kepalanya ke langit karena malu.1
Menangis dalam sudut pandang etimologi terdiri dari dua kata, jika
ditulis dengan metode pemenggalan baku bahasa Indonesia menjadi me-
tangis, jadi kata dasar dari menangis adalah tangis. Kata tangis adalah kata
benda, kemudian diimbuhi awalan me-yang merubah kedudukannya
menjadi kata kerja yaitu menjadi “menangis”. Sedangkan dalam pengertian
terminologi sebagaimana disebutkan dalam KBBI disebutkan bahwa kata
“tangis” atau “menangis” diartikan sebagai ungkapan perasaan sedih
(kecewa, menyesal, dan sebagainya) dengan mencucurkan air mata dan
1Al-Habib Muhammad ibn „Alwi Alaydrus.“Apa Yang Anda Ketahui Tentang
Menangis?” dengan judul asli “Mādzā Ta‟rif „anil Bukā‟?”. Penerjemah, Eko Prayitno.
(Yogyakarta: CV. Layar Creativa Mediatama, 2017). Hal, x.
2
mengeluarkan suara (tersedu-sedu, menjerit-jerit, dan sebagainya).2 Abdul
Mujib menambahkan bahwa ekspresi menangis terkadang diwujudkan oleh
gejala-gejala lahiriah, seperti cucuran air mata, isakan atau lengkingan suara
yang keluar dari mulut, mata berkaca-kaca, keluarnya ingus dari hidung,
ataupun gerakan-gerakan tangan, kaki, atau kepala yang tak beraturan dan
tak bertujuan. Terkadang ekspresi menangis terpendam dalam batin, yang
tampak hanyalah kemurungan dan kelesuan wajah.3
Sedangkan menurut hemat penulis sendiri menangis adalah suatu
gejala fisik yang berawal dari gejala batin berupa emosi jiwa akibat
merasakan suatu perasaan sedih yang kemudian melahirkan air mata. Bila
dirincikan mekanismenya, menangis itu dimulai dari perasaan (emosi)
kemudian emosi tersebut dihantarkan menuju otak untuk dicerna dan
difikirkan jenis tangisan apa yang akan dikelurkan, dan kemudian otak
memerintahkan mata untuk mengerluarkan air matanya.
Jika berbicara tentang menangis tentulah mata menjadi hal yang
sangat mendasar, karena mata adalah bagian inti dari tangisan tersebut.Mata
manusia adalah alat penglihatan yang terdiri atas bola mata, saraf
penglihatan, dan alat-alat tambahan mata.4 Mata manusia berbentuk agak
bulat hampir seperti telur ayam dan memiliki fungsi hampir sama seperti
kamera. Dalam proses kerja mata ada cairan yang sangat penting untuk
menunjang kegiatan mata yang disebut air mata. Air mata normal adalah
2 Tim Penyusun, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2002),
Cet.II, hal. 1139 3 Abdul Mujib, Apa Arti Tangisan Anda?, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,
2002), Cet.I, hal. 1 4 Iriani Indri Hapsari dkk, Psikologi Faal, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya,
2012), hal. 66
3
selaput tiga lapis yang melumasi mata. Lapisan musin (glikoprotein yang
dihasilkan sel selaput lendir) teratas dibuat dalam kelopak mata dan di
permukaan mata. Lapisan tengah yang berair adalah hasil sekresi kelenjar
lakrimal yang terletak di atas mata.Sementara lapisan berminyak terluar
dibuat di kelenjar meibomian dalam kelopak mata. Dalam bidang kesehatan,
keluarnya air mata atau bisa disebut dengan istilah “menangis” bermanfaat
untuk kesehatan tubuh diantaranya adalah membantu penglihatan,
membunuh bakteri, mengeluarkan racun, mengurangi stres, dan
mempercepat penyembuhan radang sendi/reumatik.5
Ketika kita memperhatikan beragam hasil ciptaan Allah Swt,
nyatalah bahwa manusia merupakan sosok makhluk yang paling sempurna
sekaligus unik ketimbang makhluk lainnya.Apa yang ada dalam jasad
makhluk yang dinamakan manusia baik secara fisik maupun psikis,
senantiasa menarik untuk dikaji. Satu diantara banyak hal yang menarik itu
adalah “Menangis”.6 Karena al-Qur‟ān pun telah memaparkan dengan
implisit didalam QS.Fussilat/41:53 :
5Flullerena, Menangis Dalam Perspektif al-Qur‟an dan Kesehatan, dalam
http//FlullerenaBlogspot.Com/2012/08-Menangis-Dalam-Perspektif-Alquran-dan-
Kesehatan. diunduh pada 11 April 2015 6 Abdul Muiz. Tesis tentang “Menangis Dalam Konsep Hadis” (Jakarta: Uin
Syarif Hidayatullah, 2007) , hal. 25
4
“Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda
(kekuasaan) Kami di segala wilayah bumi dan pada diri mereka
sendiri, hingga jelas bagi mereka bahwa Al Quran itu adalah
benar.Tiadakah cukup bahwa Sesungguhnya Tuhanmu menjadi saksi
atas segala sesuatu?”
Satu diantara fenomena anfus yang tersirat dalam QS.Fussilat/41:53.
Adalah “menangis”.Dengan demikian, menangis (al-bukā) merupakan salah
satu sunnatullah (law of nature) terhadap kejiwaan manusia.7Menurut Imam
al-Qurthubi (w. 567 H.), sebagaimana yang juga dikutip oleh Imam „Ali al-
Sabūnī, bahwa yang dimaksud “anfus” di sini adalah mencakup
kelembutannya, hikmahnya, sampai saluran anus (dubur) dan air seninya
(qubul).Termasuk pula makna anfus di sini kedua bola mata yang dapat
meneteskan air mata (menangis) yang dapat digunakan untuk melihat segala
sesuatu.8 Oleh karena itu, mempelajari tangisan manusia merupakan salah
satu realisasi dari upaya pemahaman surat Fussilat ayat 53 di atas.9
Jika dalam pandangan mayoritas masyarakat selama ini menangis
diidentikkan dengan “kelemahan” atau “kecengengan” yang dapat dikatakan
sebuah predikat negatif di mata umum, namun tidaklah demikian dalam
perspektif al-Qur‟ān dan al-Hadis. Dan yang paling menarik, ternyata di
dalam al-Qur‟ān.Allah menyatakan bahwa para Nabi serta orang-orang yang
mendapatkan petunjuk dan terpilih, apabila mendengar ayat-ayat Allah
mereka menyungkur dengan bersujud sambil menangis.
7 Abdul Mujib. Apa Arti Tangisan Anda? (Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada,
2002), hal. 7 8 al-Qurthūbī, al-Jāmi‟ li Ahkām al-Qur‟ān, (Beīrūt: Dār al-Fikr, 1987), cet I, Juz
15, hal. 374-375; Muhammad „Ali al-Sabūnī, Safwah al-Tafāsīr, (Jakarta: Dār al-Kutub al-
Islamiyyah, 1999), cet I, jilid 3, hal. 128 9 Abdul Muiz. “Menangis Dalam Konsep Hadis” (Jakarta: Uin Syarif
Hidayatullah, 2007) , hal. 50
5
Menurut Syekh Muhammad „Ali al-Sabūni, hal ini terjadi karena di
dalam diri mereka timbul rasa takut (khasyyah) kepada Allah. Begitulah
keadaan orang yang mempunyai derajat yang tinggi dan kebersihan jiwa
(nafs) di sisi Allah Swt. Pernyataan Allah tersebut, ungkap Al-Qurthubi,
sekaligus menjadi petunjuk (dalālah) bahwa ayat-ayat al-Qur‟an mampu
memberikan pengaruh kepada kalbu manusia.10
Di dalam al-Qur‟an terdapat sekitar sembilan konteks ayat-ayat yang
terkait dengan tangisan, tetapi hanya terdapat dua ayat yang konteksnya
menggambarkan sifat hamba Allah yang menangis dikarenakan takut
kepada-Nya, yaitu di dalam (QS. al-Isrā/17:109 & QS.Maryam/19:58)11
“Dan mereka menyungkur atas muka mereka sambil menangis dan
mereka bertambah khusyu.”
“Mereka itu adalah orang-orang yang telah diberi nikmat oleh
Allah, Yaitu Para Nabi dari keturunan Adam, dan dari orang-orang
10
Muhammad „Ali al-Sabūni.Safwah al-Tafāsir, (Jakarta: Dār al-Kutub al-
Islamiyyah, 1999/1420), jilid 2, hlm.221 11
Al-Habib Muhammad ibn „Alwi Alaydrus.“Apa Yang Anda Ketahui Tentang
Menangis?” dengan judul asli “Mādzā Ta‟rif „anil Bukā‟?”. Penerjemah, Eko Prayitno.
(Yogyakarta: CV. Layar Creativa Mediatama, 2017). Hal, 2.
6
yang Kami angkat bersama Nuh, dan dari keturunan Ibrahim dan
Israil, dan dari orang-orang yang telah Kami beri petunjuk dan telah
Kami pilih. apabila dibacakan ayat-ayat Allah yang Maha Pemurah
kepada mereka, Maka mereka menyungkur dengan bersujud dan
menangis.”
Jika demikian pandangan al-Qur‟an secara umum yang dituangkan
dalam QS.al-Isrā/17:109 & QS.Maryam/19:58 tentang menangis, lalu
bagaimana peran Rasulullah Saw dalam menyampaikan hadis-hadisnya
tentang anjuran serta ajakan untuk menangis dalam mendekatkan diri
kepada Allah? Kajian tentang Pemahaman Hadis-Hadis Tentang Menangis
(Kajian Hadis Maudhū‟I) ini sangatlah menarik bila dikaji secara seksama
dan mendalam, karena Nabi Muhammad Saw bukan hanya menjadi figur
dari al-Qur‟ān saja, beliau pun mencontohkan dengan terperinci bagaimana
menjadi seorang muslim yang sungguh-sungguh dalam taat kepada Allah,
melalui sabda-sabdanya beliau senantiasa mengajarkan umatnya untuk
membiasakan menangis dalam mengisi saat-saat keberagamaan, takut
kepada Allah ketika ingin atau sedang bermaksiat, bukan dengan canda dan
gelak tawa.
Dari penjelasan diatas dapat diambil keterangan bahwa menangis
adalah hal yang perlu dan amat dibutuhkan oleh seorang muslim guna
mendekatkan diri kepada Sang Khalik, bukan saja melalui perantara ibadah
mahdhah tapi juga dapat dilakukan dengan ibadah ghairu mahdhah ataupun
hanya dengan merenungi beragam ciptaan Allah yang terlintas didepan
mata, karena semua hal itu ialah suatu jalan lurus seorang muslim untuk
menggapai keimanan serta meninggikan tingkat ketaqwaan kepada Allah
7
Swt. Dan juga menangis adalah suatu metode sebagai perekat keimanan
seorang hamba kepada Allah Swt dengan meninggikan rasa takutnya,
karena takut pada Allah adalah suatu jalan menuju kesempurnaan iman.
Sesuai judul dari apa yang penulis angkat tentunya penulis akan
mencantumkan sebuahhadīs yang se-tema yang menjadi landasan penelitian
kajian ini:
ثددب ؽددثصا جيبددت ؾبيددا لددنب لجيبددث ال دد ؽددثصاب حؾمددث ثبددن ثبددبرا ثابددثارد ثددب ؽددثصاب
بددا ثبددن لب ثبددن لجبددث الددرؽبمن لددنب ؽ بددرح لددنب الاجدد صدد ا ال دد صددما لددنب يثدد رر
دددب الب الب حدددب ددد دددد لدددب لدددب ددداب ددد لددد فدددمب ال ددد خد ضددد م ثدددب ضدددجب ل يبددد
ددد د لددد البمطدددب ح رعددددد ث بجددد بددد لددد لجدددب ح رثددد رع دددبت رؾبثدددب لددد شدددبة عث
عمدددب ا ل دددب احبدددريحد اد حاب دددتا رعددددد ة جزبددد رثدددب ل يبددد ر دددب ل يبددد اعبزم ال ددد
رعدددد ميادد دد حددب راب ب ددم شددمبل ددا ؽزددا لددب ر رعدددد ر ددث ي ب دد ي ددبل ال دد
بضذب ليبابه بليب ل كر ال
Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Basysyar Bundar
berkata, telah menceritakan kepada kami Yahya dari 'Ubaidullah
berkata, telah menceritakan kepadaku Khubaib bin 'Abdurrahman
dari Hafsh bin 'Ashim dari Abu Hurairah dari Nabi shallallahu 'alaihi
wasallam bersabda: "Ada tujuh golongan manusia yang akan
mendapat naungan Allah pada hari yang tidak ada naungan kecuali
naungan-Nya; pemimpin yang adil, seorang pemuda yang
menyibukkan dirinya dengan 'ibadah kepada Rabbnya, seorang laki-
laki yang hatinya terpaut dengan masjid, dua orang laki-laki yang
saling mencintai karena Allah; mereka tidak bertemu kecuali karena
Allah dan berpisah karena Allah, seorang laki-laki yang diajak
berbuat maksiat oleh seorang wanita kaya lagi cantik lalu dia
berkata, 'Aku takut kepada Allah', dan seorang yang bersedekah
dengan menyembunyikannya hingga tangan kirinya tidak
mengetahui apa yang diinfakkan oleh tangan kanannya, serta
seorang laki-laki yang berdzikir kepada Allah dengan mengasingkan
diri hingga kedua matanya basah karena menangis."
8
Dari pemaparan di atas dapat diambil kesimpulan bahwa menangis
ternyata menjadi sebuah „tradisi‟ orang-orang shalih yang diwariskan dari
seorang Nabi pilihan Muhammad Saw, yang tidak hanya menjadi sebuah
simbol negatif: kelemahan atau kecengengan. Namun jauh lebih banyak sisi
positif dari itu, sangat banyak makna positif yang dapat kita ambil dari suatu
kejadian alamiah fisik yang ada dalam diri kita ini (menangis).
Maka berdasarkan hal tersebut, masalah pokok dalam skripsi ini
yang akan penulis bahas adalah hadis-hadis Rasulullah yang berkaitan
dengan hal menangis dengan mencantumkan pula takhrijnya,kemudian
hadis tentang menangis tersebut dikaji dengan metode syarah hadis guna
memberikan penjelasan dalam hadis tersebut, maka penelitian ini diberi
judul : “Pemahaman Hadis-Hadis Tentang Menangis (Kajian Hadīts
MauḎū’i)”.
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
1. Pembatasan Masalah
Dengan mempertimbangkan latar belakang masalah di atas dan agar
dalam pembahasan nantinya lebih terarah dengan baik dalam menjelaskan
objek yang dimaksud. Maka peneliti perlu mengidentifikasi pokok masalah
yang akan menjadi objek pembahasan. Berikut perumusan masalah yang
akan penulis angkat :
Dari beberapa poin di atas tersebut peneliti akan berusaha memaparkan
dan mengorek dalam-dalam mengapa timbul pertanyaan-pertanyaan tersebut
9
dengan menggunakan kajian pustaka yang tentunya berpedoman pada al-
Qur‟ān dan al-Hadis (kitab-kitab hadis) serta buku, jurnal, artikel, majalah,
tabloid, surat kabar, jurnal dalam bentuk website dan kitab-kitab yang ada,
maka dari itu pembatasan masalah yang ada adalah:
a. Pertama penulis akan menjelaskan metode penelitian dalam
hadis mauḎū‟i
b. Kedua mencari hadis tentang menangis yang akan dikaji dengan
metode mauḎū‟i, karena skripsi ini menggunakan metode
mauḎū‟i maka penulis memilih kitab Miftah al-Kunuz al-
Sunnah yang di dalamnya menggunakan metode tematik
(mauḎū‟i)
c. Kemudian langkah ketiga mencoba mentakhrij hadis-hadis
tematik tersebut di dalam kitab Miftah al-Kunuz al-Sunnah dan
juga penulis tambahkan takhrij hadis dari kitab Mu‟jam al-
Mufahras sebagai pelengkap
d. Dan yang terakhir penulis tambahkan keterangan (syarah) hadis
dari ulama-ulama yang ahli dalam bidang hadis maupun dalam
bidang lainnya yang berkompeten dan sinkron dengan
pembahasan atau judul dari skripsi ini, dan selebihnya tentu
digunakan penalaran penulis sendiri.
2. Perumusan Masalah
Bagaimana memahami hadis-hadis tentang menangis dengan metode
mauḎū‟i?
10
C. Tujuan Masalah
Untuk mengetahui lebih jelas lagi makna dan pemahaman
dari hadis tersebut dengan metode hadis mauḎū‟i serta
menambahkan syarah dan pendapat para ulama
Untuk menambah lagi wawasan pengetahuan keagamaan
khususnya mengenai hadis tentang menangis atau anjuran
menangis dari Nabi Saw.
Untuk memenuhi tugas dan syarat dalam menyelesaikan
gelar sarjana Strata Satu (SI) pada Fakultas Ushuluddin
Universitas Islam Negeri ( UIN ) Syarif Hidayatullah Jakarta.
D. Tinjauan Pustaka
Untuk menghindari terjadinya kesamaan pembahasan pada skripsi
ini dengan skripsi lain, terlebih dahulu penulis menelusuri kajian-kajian
yang pernah dilakukan atau memiliki kesamaan. Selanjutnya hasil
penulusuran ini akan menjadi acuan penulis untuk tidak mengangkat
metodologi atau pendekatan yang sama, sehingga diharapkan kajian yang
penulis lakukan tidak plagiat dari kajian yang telah ada.
Berdasarkan pengamatan dan pencarian yang penulis lakukan,
penulis menemukan skripsi dan tesis yang membahas hadis tentang
menangis atau yang berkaitan (se-tema).Yang pertama penulis menemukan
tesis yang berjudul “Menangis Dalam Konsep Hadis” yang ditulis oleh
saudara Abdul Muiz.S.Ag. pada tahun 2007. Tesis ini cukup detail dalam
membahas hadis-hadis maupun ayat al-Qur‟ān tentang menangis bab per
bab. Kemudian penulis menemukan pula skripsi dengan judul “Makna
11
Menangis Pada Self-Awareness Dalam Religiusitas” yang ditulis oleh
Fatma Nur Aqmarina mahasiswa Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
pada tahun 2007. Dalam skripsinya saudari Fatma menjelaskan tentang
makna menangis dalam meningkatkan kesadaran diri di dalam agama, yang
secara garis besar menjelaskan bahwa menangis itu adalah suatu kebutuhan
untuk mendekatkan diri kepada Sang Pencipta dan sebagai metode
pengingat akan kesalahan-kesalahan (dosa) yang ada dalam diri untuk
kembali ke jalan tuntunan agama yang benar yang disajikan dengan
perspektif ilmu psikologi.
Untuk menghindari plagiat penulis dapat mempertanggung jawabkan
apa yang ditulis dalam skripsi ini nantinya dan menjadi pembeda antara
skripsi penulis dengan tesis saudara Abdul Muiz dan juga skripsi saudari
Fatma Nur Aqmarina. Jika penulis telaah yang membedakan antara skripsi
ini dengan skripsi saudari Fatma Nur Aqmarina terletak di pokok ilmu yang
dibahas, jika saudari Fatma membahas menangis dalam disiplin ilmu
psikolgi maka penulis membahas menangis dalam perspektif ilmu hadis,
kemudian juga dalam perbedaan pembahasannya karena penulis hanya
membahas pemahaman-pemahaman tentang apakah menangis itu, berbeda
dengan skripsi saudari Fatma yang menerangkan skripsinya dengan survey
di lapangan dengan metode analisa kasus ke beberapa orang.
Kemudian hal yang membedakan antara skripsi penulis dengan tesis
saudara Abdul Muiz adalah terletak pada penelitian denganmetode hadis
maudhū‟i. Setelah penulis membaca tesis saudara Abdul Muiz penulis
menyimpulkan bahwa beliau lebih banyak menjelaskan menangis dari segi
12
perspektif al-Qur‟an, macam-macam menangis, beragam tangisan
Rasulullah dan hukum menangis dalam Islam. Dengan kata lain bahwa tesis
yang di tulis oleh saudara Abdul Muiz itu lebih bertendensi kepada hukum
dari tangisan tersebut yang dijelaskan dalam al-Qur‟an dan hadis dan beliau
tidak memakai metode hadis mauḎū‟i dalam penelitiannya. Dan penulis rasa
perihal yang telah dijelaskan itu cukup sebagai penguat skripsi ini, dan
sebagai pembeda dengan skripsi yang di tulis oleh saudari Fatma Nur
Aqmarina dan tesis oleh saudara Abdul Muiz.
E. Metodologi Penelitian
Untuk menyelesaikan Skripsi ini, penulis menempuh tiga metode
yaitu:
1. Pengumupulan Data
Dalam upaya pengumpulan data penulis menggunakan metode
library research (kajian pustaka) yaitu dengan cara mengumpulkan buku
atau tulisan yang ada kaitan dengan tema penelitian kemudian data
dokumen-dokumen tersebut digali sesuai dengan masalah dan tujuan
penelitian. Sumbernya pun tidak terbatas pada buku saja, bisa bersumber dari
jurnal penelitian, literatur, artikel, majalah serta sumber lainnya yang
memuat informasi dan data yang valid seputar tentang pembahasan yang
penulis kaji.
2. Analisa Data
a. Mencari data melalui akar kata yaitu menangis (al-bukā) dengan
menggunakan kitab kamus hadis Miftah al-Kunuz al-Sunnah secara
13
tematik dan Mu‟jam al-Mufahras yang menggunakan akar kata
dalam mencari hadisnya
b. Mencari data-data yang sudah diperoleh dari kitab kamus tersebut
dan kemudian merujuk pada kitab asli yang datanya sudah dicari
dalam kitab kamus hadis
c. Mendeskripsikan pengertian dan langkah-langkah yang dilakukan
dalam penelitian hadis mauḎū‟i, pengertian takhrij hadis dan
mengkaji kata “menangis” dalam literatur bahasa arab.
d. Mentakhrij hadis-hadis yang se-tema (tematik) tentang menangisnya
Nabi Saw dalam kitab Miftah al-Kunuz al-Sunnah dan Mu‟jam al-
Mufahras
e. Kemudian langkah akhir dari penelitian penulis adalah menganalisa
hadis yang terkait yaitu: menjelaskan syarah hadis guna memberikan
pemahaman hadis-hadis tersebut yang dikutip dari pendapat para
ulama.
f. Memberi kesimpulan dari hasil penelitian.
3. Pengolahan Data
Pembahasan di dalam skripsi ini bersifat deskriptif analitis, yaitu
suatu penjelasan melalui pengumpulan data-data dan pendapat para ahli,
kemudian ditelaah dan dianalisis sehingga menjadi sebuah kesimpulan.
Sedangkan teknik penulisan skripsi ini mengacu pada buku pedoman
penulisan Skripsi, Tesis dan Disertasi yang diterbitkan oleh UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta tahun 2013/2014.
14
F. Sistematika Penelitian
Untuk memudahkan pemahaman dalam tulisan ini, maka penulis
susun dengan sistematika sebagai berikut:
Bab pertama merupakan Pendahuluan, didalam bab ini penulis
menjelaskan latar belakang masalah, pembatasan dan perumusan masalah,
tujuan penelitian, tinjauan pustaka, metodologi penelitian dan sistematika
penelitian.
Bab kedua penulis akan menjelaskan tentang metode penelitian
hadis mauḎū‟i, pengertian takhrij hadis dan mengkaji kata “menangis”
dalam literatur bahasa arab.
Bab ketiga penulis akan menguraikan takhrij hadis tematik tentang
menangis dalam kitab Miftah al-Kunuz al-Sunnah dan Mu‟jam al-Mufahras
kemudian mencari syarah dari tiap tema hadisnya guna menjelaskan makna
dari hadis-hadis yang dicantumkan agar menjadi sebuah pemahaman yang
kompleks dan yang terakhir dijelaskan pula substansi dari kajian tentang
hadis menangis dalam skripsi ini.
Bab keempat merupakan penutup, di dalam bab ini meliputi
kesimpulan dari keseluruhan pembahasan yang dibuat oleh penulis, serta
saran-saran yang insya Allah mendapat manfaatnya.
15
BAB II
KAJIAN HADĪTS MAUḎŪ’I DAN LINGUISTIK KATA MENANGIS
DALAM BAHASA ARAB
A. Pengertian Dan Metode Dalam Hadīts MauḎū’i
1. Pengertian
Metode mauḎū‟i adalah metode pembahasan hadis sesuai dengan tema
tertentu yang dikeluarkan dari sebuah buku hadis. Semua hadis yang
berkaitan dengan tema tertentu, ditelusuri dan dihimpun yang kemudian
dikaji secara mendalam dan tuntas dari berbagai aspek. Misalnya,
pendidikan menurut perspektif hadis dalam kitab karya al-Bukhari atau
wanita dalam kitab karya Muslim, atau menghimpun hadis-hadis yang
berbicara tentang puasa Ramadhan, ihsan (berbuat baik) dan lain
sebagainya. Tema-tema seperti ini sekarang sedang dikembangkan dalam
penulisan skripsi, tesis, dan disertasi di berbagai perguruan tinggi.1
Jika dikaitkan dengan penafsiran Al-Qur‟an, metode mauḎū‟i
merupakan salah satu cara mengkaji Al-Qur‟an dengan mengumpulkan
seluruh atau sebagian ayat-ayat Al-Qur‟an dalam tema tertentu, untuk
kemudian dikaitkan satu sama lain, hingga akhirnya diambil satu
1 Abdul Majid Khon, Takhrij & Metode Memahami Hadis, (Jakarta: Amzah,
2014), hal. 141
16
kesimpulan menyeluruh tentang masalah tersebut menurut prespektif Al-
Qur‟an.2
Sedangkan menurut Yusuf Qardhawi untuk dapat memahami as-Sunnah
dengan benar, kita harus menghimpun semua hadis shahih yang berkaitan
dengan suatu tema tertentu. Selanjutnya mengembalikan kandungannya
yang mutasyabih kepada yang muhkam, yang muthlaq dengan yang
muqayyad, yang „am dan yang khas. Sehingga dengan ini tidak ada hadis
yang bertentangan dan dapat diperoleh makna yang lebih jelas.3 Menurut
penulis pendapat dari Abdul Majid Khon dan Quraish Shihab adalah
pendapat yang paling efisien dan komperehensif, karena pada dasarnya
metode maudhu‟i adalah, metode mengumpulkan hadis-hadis atau ayat al-
Qur‟an yang satu tema kemudian dianalisa dengan berbagai aspek sehingga
membuahkan hasil akhir yang menyeluruh dari suatu tema yang dikaji
tersebut.
2. Langkah-langkah
Secara umum, langkah-langkah yang ditempuh dalam metode mauḎū‟i
adalah sebagai berikut:
a. Menentukan sebuah tema yang akan dibahas
b. Menghimpun hadis-hadis yang terjalin dalam tema yang
telah ditentukan
2 M. Quraish Shihab, Membumikan al-Qur‟an. Hal.87. Lihat juga Umar Shihab,
Kontekstualitas Al-Qur‟an : Kajian Tematik Atas Ayat-ayat Hukum dalam Al-Qur‟an
(Cet.5 ; Jakarta : Penamadani, 2008), hal. 13
3 Yusuf Qardhawi, Kaifa Nata‟amal ma‟a as-Sunnah an-Nabawiyyah.Hal. 106.
17
c. Menyusun kerangka pembahasan (outline) dan
mengklasifikasikan hadis-hadis yang telah terhimpun sesuai
dengan spesifik pembahasannya.
d. Menganalisis hadis-hadis tersebut dengan menggunakan
berbagai teknik dan pendekatan.
e. Meskipun metode ini tidak mengharuskan uraian tentang
pengertian kosa kata, namun kesempurnaannya dapat dicapai
jika pensyarah berusaha memahami kata-kata yang
terkandung dalam hadis, sehingga akan lebih baik jika
pensyarah menganalisis matan hadis yang mencakup
pengertian kosa kata, ungkapan, asbab al-wurud dan hal-hal
lain yang biasa dilakukan dalam metode tahlili.
f. Menjelaskan aspek-aspek yang terkait dengan hadis yang
dimaksud, seperti faedah dan pendapat para ulama (syarah)
mengenai hadis tersebut.4
g. Menarik kesimpulan makna yang utuh dari hasil analisis
terhadap hadis-hadis tersebut.
3. Kelebihan dan Kekurangan
Metode mauḎū‟i dapat diandalkan untuk memecahkan permasalahan
yang terdapat dalam masyarakat, karena metode ini memberikan
kesempatan kepada seseorang untuk berusaha memberikan jawaban bagi
4 http://melaselta.blogspot.com/2016/01/metode-pemahaman-hadis-maudhui.html?m=1.
18
permasalahan tersebut yang diambil dari petunjuk-petunjuk Al-Qur‟an dan
Hadis, disamping memperhatikan penemuan manusia. Sebagai hasilnya,
banyak bermunculan karya ilmiah yang membahas topik tertentu menurut
perspektif al-Qur‟an dan Hadis. Contohnya, perempuan dalam pandangan
Al-Qur‟an dan hadis, dan lain-lain.
Kelebihan metode mauḎū‟i selain karena dapat menjawab tantangan
zaman dengan permasalahannya yang semakin kompleks dan rumit, metode
ini juga memiliki kelebihan yang lain, diantaranya:5
a. Praktis dan Sistematis
Metode tematik disusun secara praktis dan sistematis dalam
memecahkan permasalahan yang timbul. Hal ini memungkinkan masyarakat
untuk mendapatkan petunjuk al-Qur‟an dan hadis dengan waktu yang lebih
efektif dan efesien.
b. Dinamis
Metode tematik membuat tafsir Al-Qur‟an dan hadis selalu dinamis
sesuai dengan tuntutan zaman. Sehingga, masyarakat akan terasa bahwa al-
Qur‟an dan hadis selalu aktual (updated), tak pernah ketinggalan zaman
(outdated) dan mereka tertarik untuk mengamalkan ajaran-ajarannya. Meski
tidak mustahil hal ini didapatkan dari ketiga metode yang lain, namun hal
itu bukan menjadi sasaran yang pokok.
c. Membuat Pemahaman Menjadi Utuh
5 Nashruddin Baidan, Metodologi Penafsiran al-Qur‟an, (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2005) hal. 165-167
19
Dengan ditetapkannya tema tertentu, maka pemahaman kita terhadap
hadis Nabi Saw menjadi utuh. Kita hanya perlu membahas segala aspek
yang berkaitan dengan tema tersebut tanpa perlu membahas hal-hal lain
diluar tema yang ditetapkan.
d. Penjelasan Antar Hadis Dalam Metode MauḎū‟i Bersifat Lebih
Integral dan Kesimpulan Yang Dihasilkan Mudah Dipahami.
Adapun kekurangannya ialah metode ini terikat pada tema yang telah
ditetapkannya dan tidak membahas lebih jauh hal-hal diluar dari tema
tersebut, sehingga metode ini kurang tepat bagi orang yang menginginkan
penjelasan yang terperinci mengenai suatu hadis dari segala aspek.6
B. Pengertian Takhrij al-Hadīts
Pengertian takhrij secara etimologi adalah mengeluarkan, menampakkan,
meriwayatkan, melatih, dan mengajarkan. Sementara itu menurut
terminologi, takhrij ialah berkembang sesuai dengan situasi dan kondisi.
Sedangkan Prof.Dr. Abdul Muhdi menjelaskan definisi takhrij sebagai
berikut:7
1. Menyebutkan beberapa hadis dengan sanadnya
2. Menyebutkan sanad-sanad lain beberapa hadis yang terdapat
dalam sebuah kitab. Penyebutan beberapa sanad tersebut
dalam suatu bab memperkuat posisi sanad dan menambah
ragam dalam matan.
6 http://melaselta.blogspot.com/2016/01/metode-pemahaman-hadis-maudhui.html?m=1.
7 Abdul Majid Khon, Takhrij & Metode Memahami Hadis, (Jakarta: Amzah, 2014), hal. 2
20
3. Menunjukkan asal beberapa hadis pada kitab-kitab yang ada
(kitab induk hadis) dengan menerangkan hukumnya.
(pengertian takhrij hadis setelah dibukukan)
1. Objek Takhrij al-Hadīts
Objek dari takhrij hadis adalah penelitian matan dan sanad, kedua objek
penelitian ini saling berkaitan karena matan dapat dianggap valid jika
disertai silsilah sanad yang valid pula. Studi pertama, yaitu penelitian matan,
biasanya menurut pakar hadis disebut studi internal hadis. Sementara studi
kedua, yaitu penelitian sanad disebut studi eksternal hadis. Studi internal
hadis yang tidak disertai silsilah sanad yang valid atau disertai silsilah sanad
tetapi perawi tidak memiliki kredibilitas yang tinggi hadisnya menjadi tidak
sahih dan dapat ditolak.
Studi internal hadis adalah tujuan studi, sedangkan studi eksternal hadis
adalah sarana proses validitas suatu matan. Studi internal hadis merupakan
output, sedangkan studi eksternal hadis merupakan input. Studi internal
hadis bertujuan pengamalan semata karena hadis merupakan sumber ajaran
Islam yang harus dipatuhi, sedangkan studi eksternal hadis bertujuan
pemeliharaan orisinalitas syariat Islam itu sendiri.
2. Tujuan Takhrij al-Hadīts:
1. Menemukan suatu hadis dari beberapa buku induk hadis
2. Mengetahui eksistensi suatu hadis, apakah hadis tersebut
benar-benar ada di dalam buku-buku hadis atau tidak.
21
3. Mengetahui berbagai redaksi matan dan sanad dari mukharrij
yang berbeda
4. Mengetahui kualitas dan kuantitas hadis, baik dari segi sanad
maupun matan. Dengan demikian, dapat ditetapkan apakah
hadis tersebut dapat diterima (makbul) atau tertolak (mardud)
5. Menemukan cacat dalam sanad atau matan, mengetahui
sanad yang bersambung (muttashil) atau terputus (munqathi‟)
dan mengetahui kemampuan periwayat dalam mengingat
hadis serta kejujurannya.
6. Mengetahui suatu hadis. Apabila sanad suatu hadis
hukumnya dha‟if kemudian melalui sanad lain hukumnya
sahih, akan meningkatkan status hadis tersebut yang awalnya
dha‟if menjadi hasan lighairihi atau dari hasan menjadi
shahih lighairihi
7. Mengetahui bagaimana ulama menilai hadis dan bagaimana
penilaian tersebut disampaikan.8
C. Kajian Linguistik Kata Menangis Dalam Bahasa Arab
Dalam memahami teks hadis dalam bahasa Arab dibutuhkan
pemahaman akar kata dalam hadis tersebut yang berkaitan dengan kata
bahasa Indonesia nya yaitu “menangis” agar memperoleh makna yang tepat.
Menangis bisa diartikan dengan banyak ragam kata dalam bahasa Arab,
8Abdul Majid Khon, Takhrij & Metode Memahami Hadis, (Jakarta: Amzah, 2014), hal. 4-5
22
contohnya “al-bukā (ratapan/tangisan), al-dzarf (mengalirkan/meneteskan),
„abrah (air mata), anīn (rintihan/tangisan)”. Semua kata tersebut memang
bukan hanya berarti “menangis” namun semuanya berkaitan dengan hal
menangis. Dalam al-Qur‟an dan hadis ditemukan beberapa istilah yang
digunakan untuk menunjuk kepada pengertian menangis ini. Berikut adalah
ulasan dari istilah-istilah diatas:
1. al-Bukā
Attabik Ali dan Ahmad Zuhdi Muhdlor dalam karyanya “Kamus
Kontemporer Arab-Indonesia” serta Ahmad Warson M dalam karyanya
“Kamus Al-Munawwir” menjelaskan kata “al-bukā” sebagai ratapan atau
tangisan.9 Menurut al-Farrā (w. 207 H), kata ini dapat dibaca panjang
(yumadd) dan dapat pula dibaca pendek (yuqassar). Jika dibaca panjang
الجكدب ) maka yang dimaksud adalah suara yang mengiringi tangisan ,(ثكدب )
maka artinya ,(ثكدا ) Sedangkan jika dibaca pendek .(ال داد الد ي كدات حد
adalah “air mata dan keluarnya air mata” (الثحاع رعفب).10
Adapun al-Habib Muhammad bin „Alwi Alaydrus berpendapat di
dalam kitabnya yang berjudul Mādzā Ta‟rif „Anil Bukā (Apa Yang Anda
Ketahui Tentang Menangis?) bahwa kata Bakā dari materi huruf (ba ya kaf):
bakā – yabkī – bukā‟an, dapat dibaca panjang dan pendek. Dibaca panjang
seperti ( ثكدب) ia bermakna suara tangisan. Jika dibaca pendek ( ثكدا) ia
9 Attabik Ali dan Ahmad Zuhdi Muhdlor, Kamus Kontemporer Arab-
Indonesia,(Yogyakarta: Penerbit Multi Karya Grafika, 1998), Cet V, h. 346; Ahmad
Warson M, Kamus Al-Munawwir,(Surabaya: Pustaka Progresif, 1997), Cet.XIV, h.103 10
Ibn Manzūr, Lisān al-„Arab, jilid 14, h. 82
23
bermakna air mata yang keluar. Bakāhu ( )ثكدبه dan bakā „alaihi ()ثكدا ل يبد
mempunyai arti membuatnya menangis, arti yang sama terdapat pula pada
lafadz abkāhu ( يثبكدبه( sedangkan istabkāhu ( ضبدزجبكبه( dan abkāhu ( يثبكدبه(
bermakna )رجدبكا( yaitu, pura-pura menangis.11
Orang yang sering menangis
disebut “bakiyyun” ( ثك) atau “bakka” (ثكب).12
Abu Zaid pernah menyenandungkan sebuah sya‟ir yang ditujukan
kepada Ka‟ab bin Malik:
ثكذ ليا ؽ لفب ثكبرب حب غاا الجكب ال الاد
“Mataku menitikkan air mata, dan itu memang haknya.Akan tetapi, tangisan
dan ratapan itu tidak memberikan arti apa-apa.”
Al-Khansa juga pernah juga pernah menyenandungkan sebuah sya‟ir
yang di dalamnya digunakan kata al-bukā yang dipanjangkan, yaitu ( الجكدب).
Sya‟ir tersebut berbunyi:
لذ ثك الخطاة يذ ؽ لمن اثل الخطت الغ يال
ا ثجؼ الجكب ل ا ثزيد ريذ ثكب ك الؾطن الغميال
“Aku serahkan segala urusan kepadamu saat engkau masih hidup
(setelah kematianmu) kepada siapakah segala urusan besar diserahkan?
Jika menangisi orang yang terbunuh dianggap buruk
11
Al-Habib Muhammad ibn „Alwi Alaydrus.“Apa Yang Anda Ketahui Tentang
Menangis?” dengan judul asli “Mādzā Ta‟rif „anil Bukā‟?”. Penerjemah, Eko Prayitno.
(Yogyakarta: CV. Layar Creativa Mediatama, 2017), h. 1 12
Ibn Manzūr, Lisān al-„Arab, jilid 14, h. 83
24
Maka aku yakin bahwa menangisi (kematian)-mu adalah baik dan indah”
Dari pengertian di atas, maka dapat dipahami bahwa menangis
dalam pengertian “al-bukā” meniscayakan adanya tetesan atau cucuran air
mata yang keluar dari kedua kelopak mata. Untuk memperjelas hal ini,
Syaikh Abu „Ali al-Fadl bin al-Hasan al-Tarbasi (w. 548 H.) mendefinisikan
“al-bukā” (menangis) sebagai berikut;13
ح ع برر لنب غم لا ابلباعب خثربي الثحابع ل ا البؽب د ر بجض
“Menangis (al-bukā) adalah suatu kondisi kemurungan hati yang
lahir atau tampak dari kedukaan di wajah yang disertai dengan
deraian air mata di atas pipi.”14
Dalam al-Qur‟an maupun hadis, nampaknya istilah inilah (al-bukā)
yang paling populer dan paling banyak digunakan. Di dalam al-Qur‟an
sendiri, kata “al-bukā” dengan segala bentuknya ditemukan dalam tujuh
surat, yaitu: QS.al-Taubah: 82, Yūsuf: 16, al-Isrā: 109, Maryam: 58, al-
Najm: 43 & 60, dan al-Dukhān: 29. Sebagai contoh, penulis hanya mengutip
dua dari ketujuh ayat di atas:
“Maka hendaklah mereka tertawa sedikit dan menangis banyak,
sebagai pembalasan dari apa yang selalu mereka kerjakan.” (QS.al-
Taubah: 82)
13Abdul Muiz. Menangis Dalam Konsep Hadis (Jakarta: Uin Syarif Hidayatullah,
2007) , h. 41
14
al-Tarbasi, Majma‟ al-Bayān fī Tafsīr al-Qur‟ān, juz 5 h. 90
25
“Mereka itu adalah orang-orang yang telah diberi nikmat oleh Allah,
Yaitu Para Nabi dari keturunan Adam, dan dari orang-orang yang
Kami angkat bersama Nuh, dan dari keturunan Ibrahim dan Israil,
dan dari orang-orang yang telah Kami beri petunjuk dan telah Kami
pilih. apabila dibacakan ayat-ayat Allah yang Maha Pemurah kepada
mereka, Maka mereka menyungkur dengan bersujud dan menangis.”
(QS. Maryam: 58)
2. al-Dzarf
Dalam kamus Lisān al-„Arab, al-Munjid, Kamus Kontemporer Arab-
Indonesia serta Kamus al-Munawwir, kata al-dzarf bermakna “sabb al-dam”
(mengalirkan atau meneteskan air mata). Dzarafa semakna dengan kata
“sāla” (mengalir). Sedangkan dzarafat al-„ain al-dam‟ bermakna “kelopak
matanya mengalirkan atau meneteskan air mata”.15
Dalam Kamus Ilyas al-„Ashri disebutkan bahwa “dzarafat al-„ain
dam‟aha” bermakna “to shed tears to water” yang artinya mencucurkan
atau meneteskan air mata.16
15
Ibn Manzūr, Lisān al-„Arab. Juz 9, h. 109; Lous Ma‟luf, al-Munjid fi al-Lughah
wa al-A‟lam, (Beirūt: Dār al-Masyriq, 2002), Cet. XXXIX, h. 235; Ahmad Warson M,
Kamus Al-Munawwir, h. 445; Attabik Ali dan Ahmad Zuhdi Muhdlor, Kamus Kontemporer
Arab-Indonesia, h. 931 16
Ilyas Anton dan Edwar Ilyas, Qamus Ilyas al-„Ashri: „Arabi-Injilizi, (Beirut: Dar
al-Habl, 1972), h. 231
26
Dalam sebuah hadis dari al-„Irbad ia berkata: “Rasulullah Saw
menyampaikan nasehat yang sangat berkesan kepada kami (mau‟izah
balighah) sehingga membuat yang mendengarnya mencucurkan air mata
(dzarafat minhā al-„uyūn).”17
Dalam al-Qur‟an kata ini tidak ditemukan penggunaannya.
Sedangkan dalam hadis yang menggunakan kata ini adalah sebagai berikut:
بيبت لنب لبصم ثبن لجيبث ؽثصاب حؾمث ثبن ثببرا ؽثصاب لجبث الرؽبمن ثبن حفبثي ؽثصاب ض
ض م ثجد لضبمبت ثب ل يب لنب الب بضم ثبن حؾمثا لنب لبئبخ يت الاج ص ا ال ن ال
ب جبك ي را را حيذد اتا ب عبثرا ل البجبة لنب اثبن ل ثب ليبابه ر برلبتح جبشا
را حيذد ثب يثا ليطا ض م ل يب لبئبخ ثبلاا ت يثب ثكبرا ثجد الاج ص ا ال
18ؽثش لبئبخ ؽثشد ؽطند صؾيؼد
Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Basyar, telah
menceritakan kepada kami Abdurrahman bin Mahdi, telah
menceritakan kepada kami Sufyan dari 'Ashim bin 'Ubaidillah dari
Al-Qasim bin Muhammad dari 'Aisyah bahwa Nabi shallallahu
'alaihi wasallam mencium Utsman bin Mazh'un ketika dia meninggal
sambil menangis, atau dia berkata; dan air matanya bercucuran.
Hadits semakna diriwayatkan dari Ibnu Abbas, Jabir dan
'Aisyah.Mereka berkata; "Abu Bakar mencium Nabi shallallahu
'alaihi wasallam ketika beliau meninggal."Abu 'Isa berkata; "Hadits
'Aisyah merupakan hadits hasan shahih."
3. ‘Abrah (Air Mata)
Kata “abara” dapat memiliki beberapa arti, yaitu:
17
Ibn Manzūr, Lisān al-„Arab, juz 9, h. 109 18
al-Tirmidzi, Sunan al-Tirmidzi. Abwāb al-Janāiz „An Rasūlullāh Bāb Mā Jā-a fi
Taqbīl al-Mayyit. Hadis no. 910.Menurut Imam al-Tirmidzi kualitas hadis ini adalah hasan
sahih
27
a) „Abara bermakna tadabbara (merenungi/mengkaji). Jika dikatakan
‟abaral kitāb, maka maknanya adalah: ia merenungi isi kandungan
kitab itu tanpa mengeraskan bacaannya.
b) „Abara bermakna wazana (menimbang), contoh:
لجر المزبع الثرارم
Artinya : ia menimbang perhiasan dan dirham
c) Jika kata „abara ini berkembang menjadi i‟tabara minhu ( ,)لزجدر حاد
maka maknanya adalah ta‟ajjaba (takjub/heran)
d) I‟tabara ( لزجدر) dapat pula diartikan mengambil pelajaran, dan ibrah
artinya pelajaran. Dalam al-Qur‟an disebutkan:
“Maka ambillah (Kejadian itu) untuk menjadi pelajaran, Hai orang-
orang yang mempunyai wawasan.” (QS. Al-Hasyr: 2)
e) al-„Abūr = anak kambing
f) al-„Abīr = campuran minyak wangi yang dipadukan dengan za‟faran.
Adapula yang menyatakan bahwa yang dimaksud al-„abir adalah
za‟faran itu sendiri
g) „Abara )لجدر(dan ista‟bara )ضدزجر( bermakna “bakā” yang artinya
“menangis”. al-„Abrah bermakna “al-dam‟ah” yang artinya adalah
“air mata”.
28
Adapula yang mengartikan al-„abrah dengan:
1) Bercucuran air mata tanpa mendengar tangisan.
2) Air mata sebelum bercucuran
3) Gejolak (taraddud) tangisan di dalam dada
4) Kesedihan tanpa tangisan
Jama‟ dari kata „abrah adalah „abarāt atau „ibar. Dari sekian arti di
atas, makna yang paling sahih adalah yang pertama (al-dam‟ah).Jika
dikatakan “‟abarat „ainuh wasta‟barat” )لجددرد ليادد اضددزجرد( maka
maknanya adalah ( حدذ ) atau ( yang artinya “bercucuran air (عدرد لياد
matanya”. Sedangkan orang yang bercucuran air matanya disebut “al-„ābir”
19)البثر(
Dan contoh penggunaan kata “‟abrah” di dalam hadis Nabi Saw
adalah sebagai berikut:
زيب ض ش ض م الؾغر صم لن اثبن لمر ثب ضبز بجد رضاب اهلل ص ا اهلل ل يب
جبك ب لمر رفاب رطبكت ل يب جبك ب ل ب مر ثبن البخطبة ذ ل ارا ث بال صم البز ب ةا
جراد الب
Dari Ibnu „Umar r.a. ia berkata: Rasulullah Saw. menghadap hajar
(aswad) lalu beliau meletakkan kedua bibirnya di atas batu tersebut
sambil menangis cukup lama. Kemudian beliau berpaling dan tiba-
tiba saja ada „Umar bin Khattab yang juga menangis.lalu beliau
bersabda: “Ya „Umar, di sinilah air mata akan banyak bertetesan.”
(H.R. al-Bukhāri dan Ibnu Mājah)
19Abdul Muiz,“Menangis Dalam Konsep Hadis”(Jakarta: Uin Syarif Hidayatullah,
2007) , hal. 46
29
4. Anīn (Rintihan atau Tangisan)
Anīn berasal dari kata “anna-ya‟innu-anīnan” yang artinya merintih,
mengerang, atau mengaduh. Jika dikatakan “anna al-rajul min al-waja‟i”
maka artinya adalah “seseorang merintih atau )يت البرعددددب حدددن الباعددد (
mengerang karena sakit yang dideritanya.”20
Orang yang banyak merintih
disebut “annān-unān-unanah.”
20Ahmad Warson Munawwir, Kamus Al-Munawwir, h. 45; Ibn Manzūr, Lisān al-
„Arab. Juz 13, h. 28
30
BAB III
TAKHRIJ DAN SYARAH HADĪTS MAUḎŪ’I TENTANG
MENANGIS
A. Takhrij Hadīts MauḎū’i Tentang Menangis
Pada bab ini penulis akan menjabarkan takhrij hadis tentang menangis
dengan menggunakan kitab Miftah al-Kunuz al-Sunnah dan kitab Mu‟jam
al-Mufahras, penggunaan kitab Miftah al-Kunuz al-Sunnah ini penulis
anggap sebagai langkah yang paling tepat karena kitab ini menggunakan
metode takhrij hadis dengan metode tematik atau membahas hadis dari
sebuah tema tertentu, sedangkan penggunaan kitab Mu‟jam al-Mufahras
sebagai pelengkap dari pembahasan hadis menangis Nabi Saw. Yang
kemudian dijelaskan dan dikumpulkan hadis dibawahnya, berikut
penjelasannya :1
} الجكب{
ار يضب: الؾثا . الميذ
الجكب لا ال الح
1۵۱ة ٢ك –ثث
اضزؾجبة الجكب يصباب رالح ال رآت
1۷۱ة ۵ك –حظ
1 Muhammad Fuad Abdul Baqi, Miftah Kunuz as-Sunah, (Lahore: Idarah
Tarjuman al-Sunnah, 1978) hal. 81
31
ثكب الاج ص لمر لاث الؾغر األضا
٢۷ة ٢۵ك –حظ
حن كر اهلل بليب لبضذ ليبابه
1۱ة ٢٢ك –ثخ
كب الب حن اهللالج
1۱ة ۷۷ك –حظ
ب مات حب يل م الضؾكزم ث يال لجكيبزمب كضيبرا لا ر
1۱ة ۷۷ك –حظ
Dari kutipan takhrij di kitab Miftah al-Kunuz al-Sunnah tentang
menangis yang diambil dari kata al-Bukā ini penulis menemukan 6 tema
pembahasan yaitu :
1. Menangis dalam sholat :
(Sunan Abī Dāwud, Kitab ke 2, bab 156/ Kitab Salāh Bab Bukā‟i
Fi Salāh)
2. Keistimewaan menangis di tengah-tengah membaca al-Qur‟an :
(Sunan Ibnu Mājah, kitab ke 5 bab 176/ Kitab Iqāmati Salāh Wa
Sunnati Fīhā Bab Fī Husni Sawti Bi al-Qur‟ān)
3. Nabi Saw dan Umar R.A menangis ketika mencium hajar
aswad :
(Sunan Ibnu Mājah, kitab ke 25, bab ke 27/ Kitab Manasik Bab
Istilam al-Hajar)
32
4. Tangisan seseorang yang mengingat nama Allah dalam
kesendirian :
(Sahih al-Bukhāri, kitab ke 24, bab 16)
5. Menangis karena takut kepada Allah :
(Sunan Ibnu Mājah, kitab 37 bab 19/ Kitab al-Zuhd Bab al-Huzn
Wa al-Bukā)
6. Menangis ketika seeorang mengetahui sesuatu yang Nabi ketahui
niscaya mereka akan sedikit tertawa dan lebih banyak menangis :
(Sunan Ibnu Mājah, kitab 37, bab 19/ Kitab al-Zuhd Bab al-Huzn
Wa al-Bukā)
1. Menangis dalam shalat (Sunan Abī Dāwud, Kitab ke 2, bab 156/
Kitab Salāh Bab Bukā’i Fi Salāh)
با اثبن ر سث ا ؽثصاب ب ؽمب د ؽثصا لجبث الرؽبمن ثبن حؾمث ثبن ض ب برت ي بجر
ل يب ص ا ال بذ رضا ال ثب ري با اثبن ض مخ لنب صبثذا لنب حطرلا لنب يثي
ض ل يب ل صثبره يزسد ك زس الرؽا حنب البجكب ص ا ال مض م ٢
Telah menceritakan kepada kami Abdurrahman bin Muhammad bin
Salam telah menceritakan kepada kami Yazid yaitu Ibnu Harun telah
mengabarkan kepada kami Hammad yaitu Ibnu Salamah dari Tsabit
dari Mutharif dari ayahnya dia berkata; saya melihat Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam mengerjakan shalat, sedang dalam dada
beliau terdengar bunyi seperti batu penggiling gandum karena
tangisan beliau shallallahu 'alaihi wasallam."
2 Abī Dāwud, Sunan Abī Dāwud, (Amman, Bayt al-Afkar ad-Dawliyyah, t.t) hal. 116
33
2. Keistimewaan menangis di tengah-tengah membaca al-Qur’an
(Sunan Ibnu Mājah, kitab ke 5 bab 176/ Kitab Iqāmati Salāh Wa
Sunnati Fīhā Bab Fī Husni Sawti Bi al-Qur’ān)
ثبن يؽبمث ثبن ثبير ثبن كباات الثحبب ؽثصاب الباليث ثبن حطب ما ؽثص اب يثا ؽثصاب لجبث ال
بث ثبن يث رال ا لنب اثبن يث ح يبك ل يباب ض خ لنب لجبث الرؽبمن ثبن الطبئت ثب ثث
ل ب حربؽجب ثبثبن ي بذ ل بجربر ل ب حنب ي ثثب كف ث ره لط مبذ ل يب ثبصا
ب ك ؽطن ال ابد ثبلب ربآت ضم ا ت ث غا ي ض م ل يب ص ا ال ذ رضا ال
لمنب ل رغاابا ث س ثؾسبتا ل ا ثريبرماه لبثبكاا ل تب لمب رجبكاا لزجبكابا مب ر ا الب ربآت
ل يبص حاب زغن ث۷
Telah menceritakan kepada kami Abdullah bin Ahmad bin Basyir
bin Dzakwan Ad Dimasyqi berkata, telah menceritakan kepada kami
Al Walid bin Muslim berkata, telah menceritakan kepada kami Abu
Rafi' dari Ibnu Abu Mulaikah dari 'Abdurrahman bin As Sa`ib ia
berkata, " Sa'd bin Abu Waqash datang menemui kami sementara
matanya telah buta, maka aku pun mengucapkan salam kepadanya,
ia berkata, "Siapa kamu?" maka aku pun kabarkan kepadanya (siapa
kami). Ia pun berkata, "Selamat datang wahai anak saudaraku, telah
sampai kepadaku bahwa suaramu bagus ketika membaca Al Qur`an.
Aku mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Sesungguhnya Al Qur`an turun dengan kesedihan, jika kalian
membacanya maka bacalah dengan menangis, jika kalian tidak bisa
menangis maka berpura-puralah untuk menangis. Dan lagukanlah
dalam membaca, barangsiapa tidak melagukannya maka ia bukan
dari golongan kami. "
3. Nabi dan Umar menangis ketika mencium hajar aswad (Sunan
Ibnu Mājah, kitab ke 25, bab ke 27/ Kitab Manasik Bab Istilam
al-Hajar)
3 Ibnu Mājah. Sunan Ibnu Mājah. (Jordan: Bayt al-Afkar ad-Dauliyah, t.t) hal. 148
34
بل ا لنب اثبن لمر ثب ب ا لنب حؾمث ثبن لابتا لنب ؽثصاب ل ثبن حؾمثا ؽثصاب بل
ض م ل يب ص ا ال جبك ةا ب صم اضبز بجد رضا ال ل يب زيب ض ش البؾغر صم
جراد ب لمر ربراب رطبكت الب جبك ل ب مر ثبن البخطبة ذ ل ا را ث البز٢
Telah menceritakan kepada kami Ali bin Muhammad; telah
menceritakan kepada kami Pamanku, Ya'la dari Muhammad bin
'Aun dari Nafi' dari Ibnu 'Umar, ia berkata; "Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam menghadap Hajar Aswad kemudian meletakkan
kedua bibirnya kepadanya, dan beliau menangis lama sekali,
kemudian dia berpaling, dan ternyata dia menemukan 'Umar dalam
keadaan menangis pula, beliau bersabda: 'Wahai Umar, di sinilah
ditumpahkan air mata.'"
4. Tangisan seseorang yang mengingat nama Allah dalam
kesendirian ( Sahih al-Bukhāri, kitab ke 24, bab 16 )
ثب ؽثصا جيبت ثبن ل جبث ؽثصاب حؾمث ثبن ثببرا ثابثارد ثب ؽثصاب ؾبيا لنب لجيبث ال
ل يب برح لنب الاج ص ا ال با ثبن لبصما لنب يث رر ض م ثب الرؽبمن لنب ؽ
ب ل لجب ح شبة ب الب الب حب د لب لب اب ل فمب ال خد ضجب رث
ر ب ل يب اعبزم رع بت رؾبثب ل ال د ل البمطبعث ح رعدد رعدد ث بج رثب ل يب
ب م ا ؽزا لب ر رعدد ر ث ي ب ي بل ال عمب ا ل ب احبريحد اد حاب تا ة جزب
بضذب ليبابه بليب ل رعدد كر ال ميا حب راب شمبل
Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Basysyar Bundar
berkata, telah menceritakan kepada kami Yahya dari 'Ubaidullah
berkata, telah menceritakan kepadaku Khubaib bin 'Abdurrahman
dari Hafsh bin 'Ashim dari Abu Hurairah dari Nabi shallallahu 'alaihi
wasallam bersabda: "Ada tujuh golongan manusia yang akan
mendapat naungan Allah pada hari yang tidak ada naungan kecuali
naungan-Nya; pemimpin yang adil, seorang pemuda yang
menyibukkan dirinya dengan 'ibadah kepada Rabbnya, seorang laki-
4 Ibnu Mājah. Sunan Ibnu Mājah. (Jordan: Bayt al-Afkar ad-Dauliyah, t.t) hal. 320
35
laki yang hatinya terpaut dengan masjid, dua orang laki-laki yang
saling mencintai karena Allah; mereka tidak bertemu kecuali karena
Allah dan berpisah karena Allah, seorang laki-laki yang diajak
berbuat maksiat oleh seorang wanita kaya lagi cantik lalu dia
berkata, 'Aku takut kepada Allah', dan seorang yang bersedekah
dengan menyembunyikannya hingga tangan kirinya tidak
mengetahui apa yang diinfakkan oleh tangan kanannya, serta
seorang laki-laki yang berdzikir kepada Allah dengan mengasingkan
diri hingga kedua matanya basah karena menangis."
5. Menangis karena takut kepada Allah (Sunan Ibnu Mājah, kitab
37 bab 19/ Kitab al-Zuhd Bab al-Huzn Wa al-Bukā)
ثبراريم ثبن البماب ر ثبلب ؽثصاب اثبن يث بكا ؽثصاب لجبث الرؽبمن ثبن ثبراريم الثحبب لث
ا ا لنب ؽثصا ثبن لزبجخ ثبن حطب ؽمب ثبن يث ؽميبثا السرث لنب لابت ثبن لجبث ال
ض م حب حنب لجبثا ل يب ص ا ال ا ا ثب ثب رضا ال ثبن حطب لنب لجبث ال يثي
صم ر يت حؤبحنا خبرط حنب ليب تب كبت حضبد ريبش ال ثبة حنب ببيخ ال حاعد ايب
ل ا الابر ال لب ؽرح عبف شيبئب حنب ؽر 5
Telah menceritakan kepada kami Abdurrahman bin Ibrahim Ad
Dimasyqi dan Ibrahim bin Al Mundzir keduanya berkata; telah
menceritakan kepada kami Ibnu Abu Fudaik telah menceritakan
kepadaku Hammad bin Abu Humaid Az Zuraqi dari 'Aun bin
Abdullah bin 'Utbah bin Mas'ud dari Ayahnya dari Abdullah bin
Mas'ud dia berkata, "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam
bersabda: "Tidaklah seorang mukmin mengeluarkan air mata dari
kedua matanya walaupun sebesar kepala ekor lalat karena takut
kepada Allah, kemudian ia mengenai wajahnya melainkan Allah
akan membaskannya dari neraka."
6. Menangis ketika seeorang mengetahui sesuatu yang Nabi
ketahui niscaya mereka akan sedikit tertawa dan lebih banyak
menangis (Sunan Ibnu Mājah, kitab 37, bab 19/ Kitab al-Zuhd
Bab al-Huzn Wa al-Bukā)
5 Ibnu Mājah. Sunan Ibnu Mājah. (Jordan: Bayt al-Afkar ad-Dauliyah, t.t) hal. 453
36
د لنب ثزب ح لنب ؽثصاب حؾمث ثبن البمضاا ؽثصاب لجبث ال مث ثبن لجبث الباارس ؽث صاب رمب
ب مات حب يلب م لضؾكبزمب ض م لاب ر ل يب ص ا ال ص ثبن حبلكا ثب ثب رضا ال ي
لجكيبزمب كضيرا ث ي ب 6
Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Al Mutsanna telah
menceritakan kepada kami Abdus Shamad bin Abdul Warits telah
menceritakan kepada kami Hammam dari Qatadah dari Anas bin
Malik dia berkata, "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Sekiranya kalian mengetahui apa yang aku ketahui, sungguh kalian
akan sedikit tertawa dan banyak menangis."
Dan berikut takhrij hadis dari kitab al-Mu‟jam al-Mufahrās li Alfāẕ
al-Hadīts al-Nabawī yang metode takhrijnya menggunakan akar kata dalam
suatu hadis, penulis hanya membatasi takhrij ini dalam tiga tema hadis
menangis, berikut penjelasannya:
1. Hadis tidak akan masuk neraka orang yang menangis karena
takut kepada Allah.
Hadis yang diriwayatkan oleh Imām at-Tirmidzī:
ثبن البمجبرك لنب لجبث الرؽبمن ثبن لجبث ال ؽثصاب راب د ؽثصاب لجبث ال
ا ي لنب حؾمث ثبن لجبث الرؽبمن لنب ليطا ثبن برح البمطب ة بؾخ لنب يث رر
ظ الابر رعدد ثكا حنب ببيخ ض م لب ل يب ص ا ال ثب ثب رضا ال
بت عفام لب غبزم غجبرد ل ضجيد ال ا ال جن ل الضربع ؽزا ال ۷
اثبن لجبشا ثب ر ا ؽثشد ؽطند صؾيؼد ث خ بؾب ل البجبة لنب يث ر ب
6 Ibnu Mājah. Sunan Ibnu Mājah. (Jordan: Bayt al-Afkar ad-Dauliyah, t.t) hal.
452-453 7 al-Tirmidzī, Abū Isa Muhammad Ibn Musa al-Dahaq al-Sulami al-Bughi, Sunan
al-Tirmidzī, Abwāb al-Zuhd Bāb Mā Jā‟a fī Fadl al-Bukā min Khasy-yah al-Lāh (Riyadh:
Dar al-Salām, 1999) h. 382
37
بجخ ش ى لاب ص خد ر را حث حؾمث ثبن لجبث الرؽبمن را حابلا آ ة بؾخ
بيبت الضابري ض
“Telah menceritakan kepada kami Hannad telah menceritakan
kepada kami 'Abdullah bin Al Mubarak dari Abdurrahman bin
'Abdullah Al Mas'udi dari Muhammad bin Abdurrahman dari 'Isa
bin Thalhah dari Abu Hurairah berkata: Rasulullah Shallallahu
'alaihi wa salam bersabda: "Tidak masuk neraka orang yang
menangis karena takut kepada Allah hingga susu kembali lagi ke
teteknya dan tidaklah menyatu debu dijalan Allah dengan asap
neraka jahannam." Berkata Abu Isa: Dalam hal ini ada hadits serupa
dari Abu Raihanah dan Ibnu 'Abbas. Hadits ini hasan shahih.
Muhammad bin Abdurrahman adalah budak keluarga Thalhah, ia
orang Madinah, terpercaya, Syu'bah dan Sufyan ats-Tsauri
meriwayatkan darinya.”
Pada hadis pertama ini penulis menggunakan kamus hadis kitab al-
Mu‟jam al-Mufahras li Alfazi al-Hadīs, penulis menelusuri kata ثكا, dan
data yang diuraikan dalam kitab tersebut sebagai berikut:
۷8٢, 8د السرث,
٢۷۱, 8ت الغفب ,
, 5٠5, ٢ؽم 8
۷٢8
Dari keterangan di atas diketahui bahwa hadis tersebut terdapat
pada: Sunan al-Tirmidzī kitab zuhud bab 8 halaman 382, Sunan an-Nasāi
kitab Jihad bab 8 halaman 479, dan Musnad Ahmad ibn Hanbal Juz 2 no
hadis 505 halaman 748.
A. Susunan riwayat hadis yang dikeluarkan Sunan at-Tirmidzī:
ثبن البمجبرك لنب لجبث الرؽبمن ؽثصاب راب د ؽثصاب لجبث ال ثبن لجبث ال
برح ا ي لنب حؾمث ثبن لجبث الرؽبمن لنب ليطا ثبن ة بؾخ لنب يث رر البمطب
8 A.J Wensinck, al-Mu‟jam al-Mufahras li Alfazi al-Hadīts al-Nabawiyah, juz 1,
hal. 211
38
ظ الابر رعدد ثكا حنب ببيخ ض م لب ل يب ص ا ال ثب ثب رضا ال
ا ؽزا بت عفامال لب غبزم غجبرد ل ضجيد ال ال جن ل الضربع ۱
اثبن لجبشا ثب ر ا ؽثشد ؽطند صؾيؼد خ بؾب ل البجبة لنب يث ر ثب
را ح بجخ حؾمث ثبن لجبث الرؽبمن را حابلا آ ة بؾخ ش ى لاب ص خد ر ث
بيبت الضابري ض
B. Susunan riwayat hadis yang dikeluarkan Sunan an-Nasāi:
ا ي لنب حؾمث ثبن لجبث ب راب ثبن الطري لن اثبن المجبرك لن البمطب ي بجر
الرؽبمن لنب ليطا ثبن ة بؾ ل يب برح ، لن الاج ص ا ال خ لنب يث رر
ا ال جن ـ ربلا ـ ؽزا ظ الابر رعدد ثكا حنب ببيخ ال ض م ثب : لب
برعفام بت لب غبزم غجبرد ل ضجيد ال ل الضربع
C. Susunan riwayat hadis yang dikeluarkan Musnad Ahmad bin
Hanbal:
اب ي، لنب حؾمثا ب البمطب بث : ي بجر س يثا لجبثالرؽبمن، ثب بثد، س ؽثصاب
برح، لن ال حابلا الط بؾخ، لنب ليبطا ثبن ة بؾخ، لنب يث ب رر اج ص ا ال
ا عد ؽزا لس ظ الابر يؽثد ثكا حنب ببيخ ال ض م ثب : لب ل يب
بت عفام، ل حابخري لب غبزم غجبرد ل ضجيد ال ال جن ل الضربع
احبرئا يثثا
9 al-Tirmidzī, Abū Isa Muhammad Ibn Musa al-Dahaq al-Sulami al-Bughi, Sunan
al-Tirmidzī, Abwāb al-Zuhd Bāb Mā Jā‟a fī Fadl al-Bukā min Khasy-yah al-Lāh (Riyadh:
Dar al-Salām, 1999) h. 382
39
2. Hadis ketika Nabi Saw menangis mendengarkan bacaan al-
Qur’an oleh Ibnu Mas’ud:
ثبن حرح، لنب را، لنب لمبر بتا لنب حطب يثاب كر ؽثصاب يثا ثكبر ثبن يث ب شيبجخ
ص ا ثبرا ريبم ثب ثب الاج ب ال اب ا ثبريب ل ض ل يب جبث اهلل ثبن حطب م ل
حنب غيبريب ثب ل ري ب يؽت يتب يضبم بس ؟ ثب ل يبك ي ثب يثبري ل يبك
} لكيبف ا ا عئباب حنب ك ضابرح الاطب لا ثابل حنب ي ل يب د احخا ثبفيبثا
عئباب ثك ل ا رؤ ال شفيبث { لجكا1٠
Telah menceritakan kepada kami Abū Bakar bin Abī Syaibah dan Abū
Kuraib dari Mis‟ar dari „Amr dan Ibn Murrah dari Ibrahim dia berkata:
“Nabi Saw pernah bersabda kepada Abdullah bin Mas‟ud r.a.: „Bacakanlah
untukku (al-Qur‟an)!‟ Ibnu Mas‟ud berkata: „Apakah aku akan
membacakannya untukmu, sedangkan ia diturunkan kepadamu?‟ Beliau
menjawab: „Sesungguhnya aku suka mendengarnya dari orang lain.‟ Lalu
Ibnu Mas‟ud membacakannya dari awal surat An-Nisa sehingga ketika
sampai pada ayat “(Maka bagaimanakah {halnya orang-orang kafir nanti},
apabila kami mendatangkan seorang saksi {Rasul} dari tiap-tiap umat dan
kami mendatangkan kamu {Muhammad} sebagai saksi atas mereka itu
{sebagai umatmu}”)-QS.al-Nisā: 41-beliaupun menangis.”
Pada hadis kedua ini penulis juga menggunakan kamus hadis kitab al-
Mu‟jam al-Mufahras li Alfazi al-Hadīs, penulis menelusuri kata لجكا dan
data yang diuraikan dalam kitab tersebut sebagai berikut:
حطبلرن، 11
۷6٠
Dari keterangan di atas dapat diketahui bahwa hadis tersebut
terdapat pada : Sahih Muslim Kitab Sholātul Musāfirīn wa Qosiruhā
halaman 360.
1. Susunan riwayat hadis yang dikeluarkan Sahih Muslim :
10 Muslim, Sahīh Muslim, juz 1, Kitāb Sholātul Musāfirīn wa Qosiruhā Bāb al-
Fadl Istimā‟ al-Qur‟ān wa Talab al-Qirā‟ah min Hāfidzihi al-Istimā‟ wa al-Bukā „inda al-
Qirā‟ah wa Tadabbur, (Beirut: Dārul Fikr, 2003), h. 360
11
A.J Wensinck, al-Mu‟jam al-Mufahras li Alfazi al-Hadīts al-Nabawiyah, juz 1,
hal. 211
40
بتا يثاب كر ثبن حرح، لنب ؽثصاب يثا ثكبر ثبن يث ب شيبجخ را، لنب لمبر لنب حطب
ص ا ثبرا ريبم ثب ثب الاج ب ال اب ا ثبريب ل ل يب جبث اهلل ثبن حطب ض م ل
حنب ب يؽت يتب يضبم بس ؟ ثب ل يبك ي غيبريب ثب ل ري ثب يثبري ل يبك
} لكيبف ا ا عئباب حنب كد احخا ثبفيبثا ضابرح الاطب لا ثابل حنب ي ل يب
عئباب ثك ل ا رؤ ال شفيبث { لجكا
3. Hadis ketika Nabi Saw menangis saat ziarah ke makam
ibunya:
زريبر ثبن ؽربةا ثب ؽثصاب حؾمثد اثبن لجيبث لنب ؽث صاب يثاب ثكبر ثبن يث ب شيبجخ
برح ثب زار اج ب ص ا ا لنب يث ب رر بث ثبن كيبطبت لنب يث ب ؽبز س ال ل يب
لجكا ر لفب ض م ثجبر يح بذ رث ب ل ب يتب يضبزغب ل ب اضبز ب يثبكا حنب ؽابل
فب با الب جابر ل بر بر ثجبررب ل ت ل ب لس ل ب يتب يز بز اضبز ب ل مب ؤب تب ل ب
ر كر البمابد1٢
Telah menceritakan kepada kami Abū Bakar bin Abī Syaībah dan
Zuhaīr bin Harb ia berkata Telah menceritakan kepada kami
Muhammad bin „Ubaīd dari Yazīd bin Kaisan dari Abī Hāzim dari
Abū Hurairah r.a ia berkata: “Nabi Saw pernah berziarah ke makam
ibunya lalu menangis dan membuat orang di sekitarnya ikut
menangis. lalu beliau bersabda: „Aku telah meminta izin kepada
Tuhanku untuk memohonkan ampunan baginya tetapi tidak
diberikan izin. Dan aku meminta izin kepada-Nya untuk berziarah ke
kuburannya, maka Dia-pun memberikan izin kepadaku. Oleh karena
itu, berziarahlah ke kuburan karena sesungguhnya ia mengingatkan
kepada kematian.‟”
12
Muslim, Sahih Muslim, juz 1, Kitāb al-Janāiz Bāb Isti‟dzān al-Nabī Saw Rabbah
„Azza wa Jalla fī Ziyārah Qabr Ummihi, (Beirut: Dārul Fikr, 2003) hal. 433-434
41
Yang terakhir pada hadis ketiga ini penulis juga menggunakan
kamus hadis kitab al-Mu‟jam al-Mufahras li Alfazi al-Hadīs, penulis
kembali menelusuri kata لجكا, dan data yang diuraikan dalam kitab tersebut
sebagai berikut:
، 1٠1ت عاب ز، 1۷
۷٢٢
Dari keterangan di atas dapat diketahui bahwa hadis tersebut
terdapat pada : Sunan an-Nasāi Kitab Janaiz bab 101 halaman 324.
1. Susunan riwayat hadis yang dikeluarkan Sunan an-Nasāi :
ا بث ثبن كيطبت لنب يث ب ؽبزب س ي بجرب ثزيبجخ ثب : ؽثصاب حؾمث ثبن لجيبثا لن
برح، ثب : زار رضا اهلل ص ا لنب يث ب رر ال ل يب ، لجكا ض م ثجبر يح
ر لفب ل مب عد ـ ل ب يتب يضبزغب بذ رث ب ـ لس ، ل ب : اضبز ب يثبكا حنب ؽابل
با الب ج بر بر ثجبررب ل ت ل ب لس بذ ل ب يتب يز اضبز ب فب ر كر كم ؤب تب ل ب ابر ل
البمابد
B. Syarah Hadis Tentang Menangis
1. Menangis dalam shalat )Sunan Abī Dāwud, Kitab ke 2, bab 156/
Kitab Salāh Bab Bukā’i Fi Salāh)
با اثبن سث ا ؽثصاب ب ؽثصا لجبث الرؽبمن ثبن حؾمث ثبن ض ب ربرت ي بجر
بذ رضا ال ثب ري با اثبن ض مخ لنب صبثذا لنب حطرلا لنب يثي ؽمب د
ل صثبره يزسد ك زس الرؽا حنب البجكب ص ا ض م ل يب ص ا ال
ض ل يب مال
13
A.J Wensinck, al-Mu‟jam al-Mufahras li Alfazi al-Hadīts al-Nabawiyah, juz 1,
hal. 211
42
Telah menceritakan kepada kami Abdurrahman bin Muhammad bin
Salam telah menceritakan kepada kami Yazid yaitu Ibnu Harun telah
mengabarkan kepada kami Hammad yaitu Ibnu Salamah dari Tsabit
dari Mutharif dari ayahnya dia berkata; saya melihat Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam mengerjakan shalat, sedang dalam dada
beliau terdengar bunyi seperti batu penggiling gandum karena
tangisan beliau shallallahu 'alaihi wasallam."
Telah berkata Ibnu Hajar al-Makki dalam Kitab Syarah Syamail,
lafadz al-bukā jika dibaca pendek maka maknanya adalah keluarnya air
mata beserta kesedihan, dan jika dibaca panjang maka maksudnya adalah
keluarnya air mata beserta suara yang tinggi. Seperti yang sudah dijelaskan
pada bab sebelumnya penjelasan dari Ibnu Hajar al-Makki ini berkaitan
dengan ilmu nahwu dalam kata al-bukā, Attabik Ali dan Ahmad Zuhdi
Muhdlor dalam karyanya “Kamus Kontemporer Arab-Indonesia” serta
Ahmad Warson M dalam karyanya “Kamus Al-Munawwir” menjelaskan
kata “al-bukā” sebagai ratapan atau tangisan.14
Menurut al-Farrā (w. 207 H),
kata ini dapat dibaca panjang (yumadd) dan dapat pula dibaca pendek
(yuqassar). Jika dibaca panjang ( ثكب), maka yang dimaksud adalah suara
yang mengiringi tangisan ( الجكب ال اد ال ي كات ح). Sedangkan jika
dibaca pendek (ثكا), maka artinya adalah “air mata dan keluarnya air mata”
15.(الثحاع رعفب)
Adapun al-Habib Muhammad bin „Alwi Alaydrus berpendapat di
dalam kitabnya yang berjudul Mādzā Ta‟rif „Anil Bukā, bahwa kata bakā
dari materi huruf (ba ya kaf): bakā – yabkī – bukā‟an, dapat dibaca panjang
14 Attabik Ali dan Ahmad Zuhdi Muhdlor, Kamus Kontemporer Arab-
Indonesia,(Yogyakarta: Penerbit Multi Karya Grafika, 1998), Cet V, h. 346; Ahmad
Warson M, Kamus Al-Munawwir,(Surabaya: Pustaka Progresif, 1997), Cet.XIV, h.103
15
Ibn Manzūr, Lisān al-„Arab, jilid 14, h. 82
43
dan pendek. Dibaca panjang seperti ( ثكب) ia bermakna suara tangisan. Jika
dibaca pendek (ثكا) ia bermakna air mata yang keluar. Hadis ini menjadi
dalil bahwasanya tangisan itu tidak membatalkan sholat baik tangisan
tersebut mengeluarkan dua huruf ataupun tidak. Dan dikatakan bahwa
tangisan yang takut karena Allah tidak membatalkan sholat.16
Menurut hemat penulis tangisan di dalam sholat adalah sebuah tanda
kekhusyukan sholat dan pengagungan tinggi akan keesaan Allah sehingga
saat hati merasakan kenikmatan sholat maka dengan otomatis ia mengirim
sinyal ke otak kemudian memerintahkan mata untuk menangis, itu adalah
sebuah gejala batin dalam jiwa manusia yang tidak dapat ditolak karena
sudah menjadi sunnatullah bahwa ketika manusia merasakan suatu
kenikmatan dari Tuhannya maka dia akan melampiaskannya dengan cara-
cara tertentu, berbeda dengan keluarnya gas dari dalam dubur atau
keluarnya zat-zat lain dari kemaluan yang dalam hukum fiqih sudah mutlak
bahwa jika zat itu keluar di saat seseorang sedang sholat maka batal
sholatnya.
2. Keistimewaan menangis di tengah-tengah membaca al-Qur’an
(Sunan Ibnu Mājah, kitab ke 5 bab 176/ Kitab Iqāmati Salāh Wa
Sunnati Fīhā Bab Fī Husni Sawti Bi al-Qur’ān)
ثبن يؽبمث ثبن ثبير ثبن كباات الثحبب ؽثصاب الباليث ثبن حطب ما ؽثص اب يثا ؽثصاب لجبث ال
بث ثبن يث رال ا لنب ل يباب ض اثبن يث ح يبكخ لنب لجبث الرؽبمن ثبن الطبئت ثب ثث
ل ب حربؽجب ثبثبن ي بذ ل بجربر ل ب حنب ي ثثب كف ث ره لط مبذ ل يب ثبصا
16 Abu Abdirrahman Syaroful Haq al-„Azhim Ābadi, „Unwanul Ma‟bud, (Beirut,
Dār Ibnu Hazm, 2005) Cet. Pertama, hal. 452
44
ك ؽطن ال اب ا ت ث غا ي ض م ل يب ص ا ال بذ رضا ال د ثبلب ربآت ضم
لمنب ل رغاابا ث س ثؾسبتا ل ا ثريبرماه لبثبكاا ل تب لمب رجبكاا لزجبكابا مب ر ا الب ربآت
ل يبص حاب زغن ث
Telah menceritakan kepada kami Abdullah bin Ahmad bin Basyir
bin Dzakwan Ad Dimasyqi berkata, telah menceritakan kepada kami
Al Walid bin Muslim berkata, telah menceritakan kepada kami Abu
Rafi' dari Ibnu Abu Mulaikah dari 'Abdurrahman bin As Sa`ib ia
berkata, " Sa'd bin Abu Waqash datang menemui kami sementara
matanya telah buta, maka aku pun mengucapkan salam kepadanya,
ia berkata, "Siapa kamu?" maka aku pun kabarkan kepadanya (siapa
kami). Ia pun berkata, "Selamat datang wahai anak saudaraku, telah
sampai kepadaku bahwa suaramu bagus ketika membaca Al Qur`an.
Aku mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Sesungguhnya Al Qur`an turun dengan kesedihan, jika kalian
membacanya maka bacalah dengan menangis, jika kalian tidak bisa
menangis maka berpura-puralah untuk menangis. Dan lagukanlah
dalam membaca, barangsiapa tidak melagukannya maka ia bukan
dari golongan kami. "
Perkataan Rasul bahwa al-Qur‟an turun dengan kesedihan disini
maksudnya adalah al-Qur‟an turun untuk menjadi sebab kesedihan karena
semua manusia akan takut dengan ancaman-ancamannya, dan semua kitab-
kitab Allah itu adalah peringatan. Allah berfirman dalam surah al-An‟am
ayat 96:
“Dia menyingsingkan pagi dan menjadikan malam untuk
beristirahat, dan (menjadikan) matahari dan bulan untuk perhitungan.
Itulah ketentuan Allah yang Maha Perkasa lagi Maha mengetahui.”
45
Alasan ini tidak bermaksud meniadakan kabar gembira bagi orang
mukmin karena alasan al-Qur‟an itu sebagai peringatan tidak nampak bagi
orang-orang kafir sedangkan kabar gembira itu bercabang bagi orang
mukmin, maka alasan yang lebih kuat al-Qur‟an itu diturunkan karena
peringatan.17
Maksud dari peringatan tidak nampak bagi orang-orang kafir
diatas adalah orang-orang kafir akan menutup mata dan hatinya atas segala
macam peringatan yang ada di dalam al-Qur‟an karena mereka tidak pernah
senang dan selalu mencemooh ayat-ayat al-Qur‟an seperti yang dijelaskan
dalam QS. Al-Jātsiyah 45:9 :
“Dan apabila Dia mengetahui barang sedikit tentang ayat-ayat Kami,
Maka ayat-ayat itu dijadikan olok-olok. Merekalah yang
memperoleh azab yang menghinakan.”
Seperti sebuah kisah tentang Abu Jahal yang mengolol-olok ayat al-
Qur‟an, ketika Abu Jahal mengetahui ayat tentang pohon zaqqum (makanan
penghuni neraka) dalam (QS. 44: 43-44) dia mengolok-olok ayat-ayat ini
dengan meminta kurma dan keju, seraya berkata kepada teman-temannya,
“Makanlah buah zaqqum ini, yang diancamkan Muhammad kepadamu itu
tidak lain adalah makanan yang manisnya seperti madu.” Dan dalam kisah
yang lain ketika mengetahui ayat tentang sembilan belas malaikat penjaga
neraka Saqor (QS. 74: 30) dia (Abu Jahal) berkata, “Kalau penjaganya
17 Rāid Shobri Abū Ulfah, Syuruh Sunan Ibnu Majah, (Amman, Baitul Afkar ad-
Dawliyyah, 2007) hal. 535
46
hanya sembilan belas, maka aku sendiri yang akan melemparkan mereka
itu.”18
3. Nabi dan Umar menangis ketika mencium hajar aswad (Sunan
Ibnu Mājah, kitab ke 25, bab ke 27/ Kitab Manasik Bab Istilam
al-Hajar)
بل ا لنب اثبن لمر ثب ب ا لنب حؾمث ثبن لابتا لنب ؽثصاب ل ثبن حؾمثا ؽثصاب بل
ل زيب ض ش ض م البؾغر صم ل يب ص ا ال جبك ةا ب صم اضبز بجد رضا ال يب
جراد ب لمر ربراب رطبكت الب جبك ل ب مر ثبن البخطبة ذ ل ا را ث البز
Telah menceritakan kepada kami Ali bin Muhammad; telah
menceritakan kepada kami Pamanku, Ya'la dari Muhammad
bin 'Aun dari Nafi' dari Ibnu 'Umar, ia berkata; "Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam menghadap Hajar Aswad
kemudian meletakkan kedua bibirnya kepadanya, dan beliau
menangis lama sekali, kemudian dia berpaling, dan ternyata
dia menemukan 'Umar dalam keadaan menangis pula, beliau
bersabda: 'Wahai Umar, di sinilah ditumpahkan air mata.'"
Berkata Imam as-Sanadi: ditumpahkannya air mata di hajar aswad
adalah karena kerinduan, ketakutan dan malu kepada Allah Ta‟ala19
4. Tangisan seseorang yang mengingat nama Allah dalam
kesendirian (Sahih al-Bukhāri, kitab ke 24, bab 16)
ثب ؽثصا جيبت ثبن ل جبث ؽثصاب حؾمث ثبن ثببرا ثابثارد ثب ؽثصاب ؾبيا لنب لجيبث ال
برح لنب الاج با ثبن لبصما لنب يث رر ض م ثب الرؽبمن لنب ؽ ل يب ص ا ال
ب ل لجب ح شبة ب الب الب حب د لب لب اب ل فمب ال خد ضجب رث
اعبز رع بت رؾبثب ل ال د ل البمطبعث ح رعدد رعدد ث بج رثب ل يب ر ب ل يب م
18 Abdullah al-Musthofa,
https://m.hidayatullah.com/artikel/tsaqafah/read/2016/10/16/102689/orang-kafir-megolok-olok-al-quran-1.html
19 Rāid Shobri Abū Ulfah, Syuruh Sunan Ibnu Majah, (Amman, Baitul Afkar ad-
Dawliyyah, 2007) hal. 1114
47
ب م ا ؽزا لب ر رعدد ر ث ي ب ي بل ال عمب ا ل ب احبريحد اد حاب تا ة جزب
بضذب ليبابه بليب ل رعدد كر ال ميا حب راب شمبل
Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Basysyar Bundar
berkata, telah menceritakan kepada kami Yahya dari 'Ubaidullah
berkata, telah menceritakan kepadaku Khubaib bin 'Abdurrahman
dari Hafsh bin 'Ashim dari Abu Hurairah dari Nabi shallallahu 'alaihi
wasallam bersabda: "Ada tujuh golongan manusia yang akan
mendapat naungan Allah pada hari yang tidak ada naungan kecuali
naungan-Nya; pemimpin yang adil, seorang pemuda yang
menyibukkan dirinya dengan 'ibadah kepada Rabbnya, seorang laki-
laki yang hatinya terpaut dengan masjid, dua orang laki-laki yang
saling mencintai karena Allah; mereka tidak bertemu kecuali karena
Allah dan berpisah karena Allah, seorang laki-laki yang diajak
berbuat maksiat oleh seorang wanita kaya lagi cantik lalu dia
berkata, 'Aku takut kepada Allah', dan seorang yang bersedekah
dengan menyembunyikannya hingga tangan kirinya tidak
mengetahui apa yang diinfakkan oleh tangan kanannya, serta
seorang laki-laki yang berdzikir kepada Allah dengan mengasingkan
diri hingga kedua matanya basah karena menangis."
Berkata Imam Qurthubi: sebab bercucuran air mata tersebut adalah
karena dia sedang berdzikir dan karena Allah telah membuka baginya pintu
taubat. Maka karena sifat keagungan Allah seorang hamba menangis, takut
terhadapnya, dan karena sifat keindahan Allah seorang hamba menangis
karena rindu menghadap-Nya.20
5. Menangis karena takut kepada Allah (Sunan Ibnu Mājah, kitab
37 bab 19/ Kitab al-Zuhd Bab al-Huzn Wa al-Bukā)
ثبراريم ثبن البماب ر ثبلب ؽثصاب اثبن يث بكا ؽثصاب لجبث الرؽبمن ثبن ثبراريم الثحبب لث
ا ا لنب ؽثصا ؽمب ثبن يث ؽميبثا السرث ثبن لزبجخ ثبن حطب لنب لابت ثبن لجبث ال
ض م حب حنب لجبثا ل يب ص ا ال ا ا ثب ثب رضا ال ثبن حطب لنب لجبث ال يثي
20
Ibnu Hajar al-Asqolani, Fathul Bāri, (Beirut, Dar Ihya al-Turats, 1348 H) hal. 116
48
تب كبت حضبد ريب حاعد صم ر يت حؤبحنا خبرط حنب ليبايب ش ال ثبة حنب ببيخ ال
ل ا الابر ال لب ؽرح عبف شيبئب حنب ؽر
Telah menceritakan kepada kami Abdurrahman bin Ibrahim Ad
Dimasyqi dan Ibrahim bin Al Mundzir keduanya berkata; telah
menceritakan kepada kami Ibnu Abu Fudaik telah menceritakan
kepadaku Hammad bin Abu Humaid Az Zuraqi dari 'Aun bin
Abdullah bin 'Utbah bin Mas'ud dari Ayahnya dari Abdullah bin
Mas'ud dia berkata, "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam
bersabda: "Tidaklah seorang mukmin mengeluarkan air mata dari
kedua matanya walaupun sebesar kepala ekor lalat karena takut
kepada Allah, kemudian ia mengenai wajahnya melainkan Allah
akan membaskannya dari neraka."
Tidak penulis temukan syarah hadis tersebut di dalam Syuruh
Sunan Ibnu Majah, akan tetapi penulis mendapatkan pengertian dari
hadis dengan tema yang serupa yaitu hadis tentang menangis karena
takut kepada Allah namun dalam periwayatan dan matan yang
berbeda:
ثبن البمجبرك لنب لجب ا ي ؽثصاب راب د ؽثصاب لجبث ال البمطب ث الرؽبمن ثبن لجبث ال
برح ثب ثب رضا لنب حؾمث ثبن لجبث الرؽبمن لنب ليطا ثبن ة بؾخ لنب يث رر
ظ الابر رعدد ثكا حنب ببيخ ال ض م لب ل يب ص ا ال ا ال جن ال ؽزا
بت عفام لب غبزم غجبرد ل ضجيد ال ل الضربع ٢1ل البجبة لنب يث ثب
حؾمث ثبن لجبث الرؽبمن را اثبن لجبشا ثب ر ا ؽثشد ؽطند صؾيؼد خ بؾب ر
بيبت الضابريحابلا آ ة ب ض بجخ ش ى لاب ص خد ر را حث ؾخ
“Telah menceritakan kepada kami Hannad telah menceritakan
kepada kami 'Abdullah bin Al Mubarak dari Abdurrahman bin
21
al-Tirmidzī, Abū Isa Muhammad Ibn Musa al-Dahaq al-Sulami al-Bughi, Sunan
al-Tirmidzī, Abwāb al-Zuhd Bāb Mā Jā‟a fī Fadl al-Bukā min Khasy-yah al-Lāh (Riyadh:
Dar al-Salām, 1999) h. 382
49
'Abdullah Al Mas'udi dari Muhammad bin Abdurrahman dari 'Isa
bin Thalhah dari Abu Hurairah berkata: Rasulullah Shallallahu
'alaihi wa salam bersabda: "Tidak masuk neraka orang yang
menangis karena takut kepada Allah hingga susu kembali lagi ke
teteknya dan tidaklah menyatu debu dijalan Allah dengan asap
neraka jahannam." Berkata Abu Isa: Dalam hal ini ada hadits serupa
dari Abu Raihanah dan Ibnu 'Abbas. Hadits ini hasan shahih.
Muhammad bin Abdurrahman adalah budak keluarga Thalhah, ia
orang Madinah, terpercaya, Syu'bah dan Sufyan Ats Tsauri
meriwayatkan darinya.”
Telah dijelaskan dalam kitab Tuhfatul Ahwadzī karya al-Imam
al-Hafidz Abul Ulā Muhammad „Abd ar-Rahman bin „Abd ar-Rahim al-
Mubarakfury, bahwa seorang laki-laki yang menangis karena takut
kepada Allah itu tidak masuk neraka sampai susu itu kembali lagi ke
dalam tetek, maka sesungguhnya menangis karena takut kepada Allah
itu merupakan perintah ketaatan dan menjauhi kemaksiatan. ا ؽزا
seperti (ini merupakan bab pengandaian yang mustahil) ال جن ل الضربع
firman Allah ta‟ala dalam surah al-A‟raf ayat 40 berikut:
“Hingga unta masuk ke lubang jarum”
Artinya bahwa mustahil seekor unta itu masuk ke dalam lubang
jarum, dan tidaklah menyatu debu dijalan Allah dengan asap neraka
jahanam, artinya kedua hal tersebut merupakan sesuatu yang berbeda
yang tidak bakal menyatu seperti dunia dan akhirat yang mempunyai
50
perbedaan yang sangat signifikan.22
Adapun penjelasan tersebut
bermaksud sama dengan matan dari hadis yang sebelumnya yaitu dalam
kalimat: "Tidaklah seorang mukmin mengeluarkan air mata dari kedua
matanya walaupun sebesar kepala ekor lalat karena takut kepada Allah,
kemudian ia mengenai wajahnya melainkan Allah akan membaskannya
dari neraka." Yang mana makna dari ibarat „sebesar kepala kepala ekor
lalat‟ adalah makna pengandaian.
6. Menangis ketika seseorang mengetahui sesuatu yang Nabi
ketahui niscaya mereka akan sedikit tertawa dan lebih banyak
menangis (Sunan Ibnu Mājah, kitab 37, bab 19/ Kitab al-Zuhd
Bab al-Huzn Wa al-Bukā)
د لنب ثزب ح ل نب ؽثصاب حؾمث ثبن البمضاا ؽثصاب لجبث ال مث ثبن لجبث الباارس ؽثصاب رمب
ص ا ال ص ثبن حبلكا ثب ثب رضا ال ب مات حب يلب م لضؾكبزمب ي ض م لاب ر ل يب
لجكيبزمب كضيرا ث ي ب
Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Al Mutsanna telah
menceritakan kepada kami Abdus Shamad bin Abdul Warits telah
menceritakan kepada kami Hammam dari Qatadah dari Anas bin
Malik dia berkata, "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Sekiranya kalian mengetahui apa yang aku ketahui, sungguh kalian
akan sedikit tertawa dan banyak menangis."
Syarah hadis dari kitab Mu‟jam al-Mufahras:
1. Hadis tidak akan masuk neraka orang yang menangis
karena takut kepada Allah:
22
al-Imam al-Hafidz Abul Ula Muhammad, Tuhfatul Ahwadzī (Kairo: Dārul Fiqr,
tth) hal. 260
51
ا ي البمطب ثبن البمجبرك لنب لجبث الرؽبمن ثبن لجبث ال ؽثصاب راب د ؽثصاب لجبث ال
برح ثب ثب رضا لنب حؾمث ثبن لجبث الرؽبمن لنب ليطا ثبن ة بؾخ لنب يث رر
ل ص ا ال ا ال جن ال ؽزا ظ الابر رعدد ثكا حنب ببيخ ال ض م لب يب
بت عفام لب غبزم غجبرد ل ضجيد ال ل الضربع ٢۷ل البجبة لنب يث ثب
اثبن لجبشا ثب ر ا ؽثشد خ بؾب حؾمث ثبن لجبث الرؽبمن را ر ؽطند صؾيؼد
بيبت الضابري ض بجخ ش ى لاب ص خد ر را حث حابلا آ ة بؾخ
“Telah menceritakan kepada kami Hannad telah menceritakan
kepada kami 'Abdullah bin Al Mubarak dari Abdurrahman bin
'Abdullah Al Mas'udi dari Muhammad bin Abdurrahman dari 'Isa
bin Thalhah dari Abu Hurairah berkata: Rasulullah Shallallahu
'alaihi wa salam bersabda: "Tidak masuk neraka orang yang
menangis karena takut kepada Allah hingga susu kembali lagi ke
teteknya dan tidaklah menyatu debu dijalan Allah dengan asap
neraka jahannam." Berkata Abu Isa: Dalam hal ini ada hadits serupa
dari Abu Raihanah dan Ibnu 'Abbas. Hadits ini hasan shahih.
Muhammad bin Abdurrahman adalah budak keluarga Thalhah, ia
orang Madinah, terpercaya, Syu'bah dan Sufyan Ats Tsauri
meriwayatkan darinya.”
Dari hadis di atas penulis menemukan syarah (penjelasan) dari
kitab Tuhfatul Ahwadzī karya al-Imam al-Hafidz Abul Ulā Muhammad
„Abd ar-Rahman bin „Abd ar-Rahim al-Mubarakfury. Beliau
menjelaskan bahwa seorang laki-laki yang menangis karena takut
kepada Allah itu tidak masuk neraka sampai susu itu kembali lagi ke
dalam tetek, maka sesungguhnya menangis karena takut kepada Allah
itu merupakan perintah ketaatan dan menjauhi kemaksiatan. ا ؽز ا
23
al-Tirmidzī, Abū Isa Muhammad Ibn Musa al-Dahaq al-Sulami al-Bughi, Sunan
al-Tirmidzī, Abwāb al-Zuhd Bāb Mā Jā‟a fī Fadl al-Bukā min Khasy-yah al-Lāh (Riyadh:
Dar al-Salām, 1999) h. 382
52
seperti (ini merupakan bab pengandaian yang mustahil) ال جن ل الضربع
firman Allah ta‟ala dalam surah al-A‟raf ayat 40 berikut:
“Hingga unta masuk ke lubang jarum”
Artinya bahwa mustahil seekor unta itu masuk ke dalam lubang
jarum, dan tidaklah menyatu debu dijalan Allah dengan asap neraka
jahanam, artinya kedua hal tersebut merupakan sesuatu yang berbeda
yang tidak bakal menyatu seperti dunia dan akhirat yang mempunyai
perbedaan yang sangat signifikan.24
2. Hadis ketika Nabi Saw menangis mendengarkan bacaan al-
Qur’an oleh Ibnu Mas’ud:
ثبن حرح، لنب را، لنب لمبر بتا لنب حطب يثاب كر ؽثصاب يثا ثكبر ثبن يث ب شيبجخ
ص ا ثبرا ريبم ثب ثب الاج ب ال اب ا ثبريب ل ثب ل يب جبث اهلل ثبن حطب ض م ل
حنب حنب غيبريب ثب ل ري ل يب ب يؽت يتب يضبم بس ؟ ثب ل يبك ي يثبري ل يبك
} لكيبف ا ا ع ضابرح الاطب لا ثابل عئباب ثك ل ا ي ئباب حنب كد احخا ثبفيبثا
رؤ ال شفيبثا { لجكا٢5
Telah menceritakan kepada kami Abū Bakar bin Abī Syaibah
dan Abū Kuraib dari Mis‟ar dari „Amr dan Ibn Murrah dari
24 al-Imam al-Hafidz Abul Ula Muhammad, Tuhfatul Ahwadzī (Kairo: Dārul Fiqr,
tth) hal. 260
25
Muslim, Sahīh Muslim, juz 1, Kitāb Sholātul Musāfirīn wa Qosiruhā Bāb al-
Fadl Istimā‟ al-Qur‟ān wa Talab al-Qirā‟ah min Hāfidzihi al-Istimā‟ wa al-Bukā „inda al-
Qirā‟ah wa Tadabbur, (Beirut: Dārul Fikr, 2003), h. 360
53
Ibrahim dia berkata: “Nabi Saw pernah bersabda kepada
Abdullah bin Mas‟ud r.a.: „Bacakanlah untukku (al-Qur‟an)!‟
Ibnu Mas‟ud berkata: „Apakah aku akan membacakannya
untukmu, sedangkan ia diturunkan kepadamu?‟ Beliau
menjawab: „Sesungguhnya aku suka mendengarnya dari
orang lain.‟ Lalu Ibnu Mas‟ud membacakannya dari awal
surat An-Nisa sehingga ketika sampai pada ayat “(Maka
bagaimanakah {halnya orang-orang kafir nanti}, apabila kami
mendatangkan seorang saksi {Rasul} dari tiap-tiap umat dan
kami mendatangkan kamu {Muhammad} sebagai saksi atas
mereka itu {sebagai umatmu}”)-QS.al-Nisā: 41-beliaupun
menangis.”
Pada hadis kedua ini penulis menemukan syarah (penjelasan)
dari kitab Fāthul Bārī karya al-Imam al-Hafidz Ahmad bin „Ali bin
Hajar al-Asqolany26
. Imam Nawawi berpendapat bahwa menangis ketika
membaca al-Qur‟an itu merupakan sifat orang-orang arif dan syiar-
syiarnya orang-orang shalih sebagaimana Allah berfirman di dalam surat
al-Kahfi ayat 109. Artinya orang-orang arif dan orang-orang shalih
menyungkurkan atau menundukkan wajahnya sambil menangis dengan
penuh keimanan dan kepercayaan terhadap ayat suci al-Qur‟an. Imam
al-Ghozali berpendapat bahwa menangis saat membaca al-Qur‟an itu
disunnahkan, caranya adalah menghadirkan hatinya dengan penuh
kesedihan dan ketakutan kepada Allah Swt dengan mentadaburkan
kandungan yang ada dalam al-Qur‟an seperti ancaman yang sangat
pedih dan perjanjian-perjanjian, kemudian memandang keteledoran yang
ada dalam diri, dan jika tidak menghadirkan kesedihan di dalam hati
maka tangisilah dirimu karena ketiadaan rasa sedih dan bahwasanya itu
merupakan musibah yang sangat besar.
26 al-Imam al-Hafidz Ahmad bin „Ali bin Hajar al-Asqolany, Fāthul Bārī (Riyadh:
al-Jāmi‟atul Islamiyyah, Cet. Pertama: 2001) hal. 729
54
Saat Nabi berada di atas mimbar Ibnu Mas‟ud diminta untuk
membacakan ayat suci al-Qur‟an untuknya ketika sampai di surat an-
Nisā ayat 41 kemudian Nabi menangis sampai janggutnya basah
kemudian Nabi bersabda ayat ini untuk orang-orang yang bersamaku
maka bagaimana jika orang-orang yang tidak melihatku. Ibnul Mubarak
di dalam kitab az-Zuhd berpendapat ia berkata bukanlah termasuk dari
golongan umatnya Nabi apabila mereka menghindarkan atau tidak
istiqomah dalam menjalankan ajaran Nabi, oleh karena itu orang yang
termasuk umatnya Nabi adalah orang yang menyaksikannya dan
menjalankan ajarannya dengan sebenar-benarnya. Kemudian Ibnu
Bathol mengatakan “sesungguhnya Rasulullah Saw menangis ketika
membaca ayat ini karena bahwasanya nanti di hari kiamat ada kejadian
yang sangat menakutkan untuk umatnya sampai suatu ketika ia menjadi
persaksian untuk umatnya dengan kebenaran dan memintakannya
syafaat bagi umatnya saat itu, dan Nabi selalu menangis ketika
memikirkan umatnya dan dzahir menangisnya Nabi Muhammad itu
sebagai rahmat bagi umatnya karena bahwasanya Nabi Muhammad itu
mengetahui bahwa dia benar-benar harus menyaksikan akan perbuatan
umatnya dan terkadang umatnya mengabaikannya hingga mereka
mendapatkan azab.27
Imam al-Qurthubi menjelaskan bahwa para ulama mengatakan
“Diwajibkan bagi pembaca al-Qur‟an untuk menghadiri hatinya serta
27 Kejadian perkara tersebut ketika Nabi dan Ibnu Mas‟ud beserta para sahabat
yang lainnya berkunjung ke Bani Dzafar pada saat itu Nabi memerintahkan Ibnu Mas‟ud
membacakan ayat tersebut.
55
bertafakur (merenungkan) saat membacanya, karena dia sedang
membaca kitab (firman) Allah yang ditujukan kepada hamba-
hambaNya. Oleh karena itu, barang siapa yang membaca al-Qur‟an
dengan tidak bertafakur padanya sedang ia termasuk orang yang
mempunyai kemampuan untuk memahami dan mentadaburinya maka
dia sama seperti orang yang tidak membacanya dan tidak sampai pada
tujuan dari bacaannya itu.28
Sedangkan dalam kitab syarah sahih muslim Imam Nawawi
menjelaskan bahwa dalam hadis ini ada beberapa faidah diantaranya
adalah dianjurkannya mendengarkan bacaan Qur‟an dan menangis
karena mentadaburi bacaan tersebut dan dianjurkan pula minta
dibacakan al-Qur‟an dari orang lain supaya ia mendengarkannya karena
dengan cara tersebut lebih bisa memahami dan mentadaburi ayat al-
Qur‟an dari pada membacanya sendiri.29
Tetesan air mata yang Nabi
Saw keluarkan saat membaca atau mendengarkan al-Qur‟an itu menurut
para ulama sebagaimana yang dikutip oleh Imam Ibnu Hajar al-
Asqalānī, Imam al-Ghazali, Imam al-Qurthubi maupun Imam Muslim
adalah bentuk dari cerminan keadaan hati Nabi Saw yang merasakan dan
mentadaburi betapa agungnya isi kansungan ayat tersebut, yaitu
pemandangan yang mencekam dan keadaan yang menyeramkan di hari
kiamat nanti dimana pada saat itu para Nabi akan dihadirkan sebagai
28 Khumais as-Sa‟id, Menangislah Sebagaimana Rasulullah SAW dan Para
Sahabat Menangis, (Bogor: Pustaka Ibnu Katsir, 2005) hal. 51
29
al-Imam an-Nawawi, Syarah Sahih Muslim (Kairo: Dārus Sya‟ab, tth) hal. 455
56
saksi atas umat mereka sendiri. Sedangkan Nabi Saw akan dihadirkan
sebagai saksi bagi umatnya dan umat yang lain.
Pada hadis ini begitu ditekankan sifat tadabur Nabi Saw dalam
membaca atau mendengarkan bacaan al-Qur‟an sehingga Nabi dapat
menyelami intisari-instisari dan lautan keagungan yang ada di dalam al-
Qur‟an hingga beliau menangis, namun apakah makna “tadabur‟ itu
sendiri? Menurut Sa‟id Abu Ukasyah tadabur diambil dari kata ثر yang
secara bahasa menunjukkan kepada makna: akhir dari sesuatu.
Sedangkan tadabbur (رثثر) menunjukkan kepada makna memperhatikan
kesudahan dari suatu perkara, dan memikirkan akibatnya. Dan kata
tadabbur digunakan untuk setiap bentuk merenungkan sesuatu, bagian-
bagiannya, perkara yang mendahuluinya, perkara yang mengikutinya
atau akibat suatu perkara. Oleh karena itu Syaikh al-Utsaimin
rahimahullah mendefinisikan tadabbur sebagai berikut:
األ لبظ ل اصا لا حب يفبالز حد ل
“Merenungkan lafal-lafal untuk sampai kepada kandungan-
kandungan maknanya”
Kata tadabbur berasal dari wazan at-Tafa‟ul (الزد( yang
berfungsi menunjukkan kepada makna membebani perbuatan dan
meraih sesuatu setelah mengerahkan usaha yang sungguh-sungguh.
Dengan demikian, orang yang bertadabur adalah orang yang
memperhatikan suatu perkara secara berulang-ulang atau dari berbagai
57
sisi.30
Pada asalnya mentadaburi al-Qur‟an itu setelah paham maknanya,
karena tidak mungkin seseorang dituntut untuk mentadaburi ucapan
yang ia tidak pahami maknanya, dengan demikian mentadaburi al-
Qur‟an itu pada asalnya setelah seseorang paham maknanya, atau
dengan kata lain ia paham tafsirnya baru bisa merenungi berbagai
pelajaran yang bisa diambil darinya (al-Qur‟an).31
Sedangkan Imam al-Qurthubi berpendapat di dalam tafsirnya
tentang surat an-Nisā ayat 4132
, beliau menjelaskan bahwa huruf fa‟,
(pada kalimat fakaifa) difathahkan karena bertemunya dua huruf yang
sama-sama berharakat sukun, sedangkan kata adalah zharaf zaman ا
(keterangan waktu), adapun „amilnya adalah kata عئباب. Abu Laits as-
Samarqandi berkata: “Ibnu Māni‟ menceritakan kepada kami, ia berkata:
Abu Kamil menceritakan kepada kami, ia berkata: Fudhail menceritakan
kepada kami, dari Yunus bin Muhammad bin Fudhallah, dari ayahnya:
bahwa Rasulullah SAW mendatangi mereka di kediaman Bani Zhafar33
,
lantas beliau duduk di atas batu besar yang ada di tempat itu, pada saat
itu beliau ditemani oleh Ibnu Mas‟ud, Muadz dan beberapa sahabat yang
lainnya, lalu beliau memerintahkan seseorang untuk membaca firman
Allah, sehingga ketika sampai pada ayat berikut ini:
30 Diringkas dan disimpulkan dari Kitab Mahfumut Tafsir wat Ta‟wil wal Istinbath
wal Mufassir karya Dr. Musa‟id bin Sulaiman Ath-Thayyār, hal. 185 dan Ushulun fī Tafsīr
karya Syaikh al-Utsaimin, hal. 23
31
https://muslim.or.id/29799-apakah-kita-termasuk-orang-yang-mentadaburi-al-
quran-1.html. Diposting pada tanggal 17 April 2017
32
Imam al-Qurthubi, Tafsir al-Qurthubi (Ta‟liq: Muhammad Ibrahim al-Hifnawi,
Takhrij: Mahmud Hamid Usman, (Jakarta: Pustaka Azzam, cet. Pertama Juni 2008) hal.
465-466
33
Bani Zhafar ada dua, dari kalangan Anshar dan Bani Tamim. Lihatlah Lisān al-
„Arab hal. 2750, dan Qamus al-Muhīt (2/81).
58
“Maka bagaimanakah (halnya orang-orang kafir nanti), apabila
kami mendatangkan seorang saksi (Rasul) dari tiap-tiap umat dan kami
mendatangkan kamu (Muhammad) sebagai saksi atas mereka itu
(sebagai umatmu)” Beliau SAW menangis sampai kedua pipinya basah,
lalu beliau berkata, “Ya Rabbi, (aku) akan menjadi (saksi) orang-orang
yang berada di sekitarku, lalu bagaimana (nantinya kalau aku menjadi
saksi) atas orang-orang yang tidak pernah aku lihat.”34
Ulama kita (madzhab Maliki) berkata, “Tangisan Nabi SAW itu
disebabkan oleh esensi ayat ini, (yaitu) begitu dahsyatnya (kejadian)
pada hari kiamat nanti, dan perkara yang akan dihadapi, ketika para
Nabi didatangkan untuk menjadi saksi atas umat-umatnya, (yaitu)
dengan mengatakan benar atau bohong (atas ucapan mereka), dan
Rasulullah SAW juga didatangkan pada hari kiamat untuk menjadi
saksi.”35
Adapun isyarat pada firman-Nya “atas mereka itu”,
ditujukan pada kafir Quraisy dan orang-orang kafir yang lain,
penyebutan kafir Quraisy secara khusus disini adalah disebabkan azab
34 Hadits ini disebutkan oleh Ibnu Kātsir dalam tafsirnya (1/498), dari riwayat Ibnu
Abi Hatim.
35
Imam al-Qurthubi, Tafsir al-Qurthubi (Ta‟liq: Muhammad Ibrahim al-Hifnawi,
Takhrij: Mahmud Hamid Usman, (Jakarta: Pustaka Azzam, cet. Pertama Juni 2008) hal.
467
59
yang akan menimpa mereka itu lebih dahsyat dibandingkan dengan azab
yang akan menimpa orang-orang kafir lainnya, ini karena kedurhakaan
dan penentangan mereka ketika melihat mukjizat (kenabian), dan begitu
pula kejadian-kejaidan luar biasa yang Allah tampakkan lewat Nabi-
Nya. Maknanya adalah, „lantas bagaimanakah kondisi orang-orang kafir
pada hari kiamat nanti?‟,
“Maka bagaimanakah (halnya orang-orang kafir nanti), apabila kami
mendatangkan seorang saksi (Rasul) dari tiap-tiap umat dan kami
mendatangkan kamu (Muhammad) sebagai saksi atas mereka itu (sebagai
umatmu)”. apakah mereka itu akan mendapatkan azab ataukah kenikmatan?
Pertanyaan seperti ini mengandung makna celaan. Pendapat lain
mengatakan bahwa isyarat tadi ditujukan untuk semua umat Beliau SAW.36
Kata kaifa disini dalam bentuk nashab, dan yang
menashabkannya adalah kata kerja yang tersembunyi. Jadi, fakaifa
yakūnu hāluhum (maka bagaimanakah kondisi mereka),
sebagaimana yang kami sebutkan, dan kata kerja yang tersembunyi
itu terkadang menggantikan kata idzā, adapun yang menjadi „amil
pada kata ا ا عئباددب dan شددفيبثا adalah hāl (yang menerangkan kondisi).
Adapun hukum fikih yang dapat diambil dari hadis itu adalah
36 Imam al-Qurthubi, Tafsir al-Qurthubi (Ta‟liq: Muhammad Ibrahim al-Hifnawi,
Takhrij: Mahmud Hamid Usman, (Jakarta: Pustaka Azzam, cet. Pertama Juni 2008) hal.
467-468
60
diperbolehkannya seorang murid untuk membaca kitab dihadapan
syaikhnya, dan membaca (atau memperdengarkan) hafalannya di
depan syaikhnya ataupun sebaliknya.37
3. Hadis ketika Nabi Saw menangis saat berziarah ke makam
ibunya:
زر بث ثبن ؽثصاب يثاب ثكبر ثبن يث ب شيبجخ س يبر ثبن ؽربةا ثب ؽثصاب حؾمثد اثبن لجيبث لنب
برح ثب زار اج ب ص ا ا لنب يث ب رر كيبطبت لنب يث ب ؽبز ال ل يب ض م ثجبر يح
بذ ل ب اضبز ب يثبكا حنب ؽابل لجكا بز اضبز ب ر لفب ل مب ؤب تب ل ب رث ب ل ب يتب يضبزغب
فب ر كر البمابد با الب جابر ل بر بر ثجبررب ل ت ل ب لس ل ب يتب يز۷8
Telah menceritakan kepada kami Abū Bakar bin Abī Syaībah
dan Zuhaīr bin Harb ia berkata Telah menceritakan kepada
kami Muhammad bin „Ubaīd dari Yazīd bin Kaisan dari Abī
Hāzim dari Abū Hurairah r.a ia berkata: “Nabi Saw pernah
berziarah ke makam ibunya lalu menangis dan membuat
orang di sekitarnya ikut menangis. lalu beliau bersabda: „Aku
telah meminta izin kepada Tuhanku untuk memohonkan
ampunan baginya tetapi tidak diberikan izin. Dan aku
meminta izin kepada-Nya untuk berziarah ke kuburannya,
maka Dia-pun memberikan izin kepadaku. Oleh karena itu,
berziarahlah ke kuburan karena sesungguhnya ia
mengingatkan kepada kematian.‟”
Alam kubur atau alam barzakh adalah suatu masa tanpa batas
tertentu yang akan dialami oleh semua manusia tanpa terkecuali. Dan
menurut pandangan Ahlus Sunnah wal Jama‟ah bahwa ketika manusia
37 Imam al-Qurthubi, Tafsir al-Qurthubi (Ta‟liq: Muhammad Ibrahim al-Hifnawi,
Takhrij: Mahmud Hamid Usman, (Jakarta: Pustaka Azzam, cet. Pertama Juni 2008) hal.
468
38
Muslim, Sahih Muslim, juz 1, Kitāb al-Janāiz Bāb Isti‟dzān al-Nabī Saw
Rabbah „Azza wa Jalla fī Ziyārah Qabr Ummihi, (Beirut: Dārul Fikr, 2003) hal. 433-434
61
telah meninggal dunia pasti ia akan ditanya oleh malaikat Munkar dan
Nakir baik mayat itu dikuburkan atau tidak.39
Bahagia dan sengsaranya
seseorang di alam kubur sangat ditentukan oleh amal ketika ia hidup di
dunia. Jika baik amalnya maka kenikmatan akan didapatnya, jika buruk
amalnya maka siksa pedih yang akan ditanggungnya, itulah mengapa
Rasulullah mengingatkan kepada umatnya agar senantiasa mengingat
dan berlindung dari siksa kubur dengan cara melakukan hal-hal yang
diperintahkan oleh Allah dan Rasul-Nya serta menjauhi larangan-
larangan-Nya. Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Abū
Huraīrah Nabi Saw bersabda:
بزال ؽثصاب ؽطبت ثبن لطي خ ؽثصا زريبر ثبن ؽربةا ؽثصاب الباليث ثبن حطب ما ؽثصا الب
ؽثصا حؾمث ثبن يث ل ل يب ص ا ال الب ثب رضا ال برح ضم يثب رر بئبخ ي
حنب يربث ا حنب ل اة عفام ا ب ثبل حنب لض م ا لرغ يؽثكمب حنب الزبفث البآ ر ل بيز
حنب لزبا البؾكم ثبن حا اة الب جبر حنب شر البمطيؼ الثعب ؽثصاي البممبد خ البمؾبيب
با اثبن اص ب ليطا ا ي بجر ب ا ثب ػ ؽثصاب ل ثبن ببر ضا ؽثصاب ر بد ثبن ز
بزال ثف ا الب ب لنب الب بكرب البآ رعمي لمب ثب ا لرغ يؽثكمب حنب الزبفث ضباب ٢٠
“Telah menceritakan kepadaku Zuhair bin Harb telah menceritakan kepa
da kami Al Walid bin Muslim telah menceritakan kepadaku Auza'i tela
h menceritakan kepada kami Hasan bin 'Athiyyah telah menceritakan ke
padaku Muhammad bin Abu 'Aisyah, ia mendengar Abu Hurairah berka
ta; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Jika salah seorang
diantara kalian selesai dari tasyahhud akhir, maka mintalah perlindunga
n kepada Allah dari empat perkara, yaitu; siksa jahannam, siksa kubur, f
itnah kehidupan dan kematian, dan keburukan Al Masih Ad Dajjal." Da
n telah menceritakan kepadaku Al Hakam bin Musa telah menceritakan
39 Sayid Sabiq, Aqidah Islam, (Bandung: CV. Diponegor, 1999) hal. 389-390
40
Muslim, Sahih Muslim, Juz 1, Kitab al-Masājid wa Mawādi‟ al-Salāh Bāb
Yusta‟adzu minh al-Salāh, hal. 237
62
kepada kami Hiql bin Ziyad dia berkata, (Dan diriwayatkan dari jalur la
in) telah menceritakan kepada kami Ali bin Khasyram telah mengabark
an kepada kami Isa yaitu Ibnu Yunus semuanya dari Auza'I dengan isna
d ini, dia berkata; "Jika salah seorang diantara kalian selesai tasyahhud.
" Dan Auza'i tidak memakai redaksi akhir.”
dan syarah (penjelasan) dari hadis ketiga ini penulis dapatkan
dari kitab Syarah Sahih Muslim: يثبكا حنب ؽابل kemudian Nabi) لجكا
menangis dan orang-orang di sekitarnyapun ikut menangis) telah berkata
al-Qadhi: menangisnya Nabi Saw itu terhadap sesuatu yang di mana
hari-harinya Nabi Muhammad itu tanpa seorang ibu di sisinya.
C. Substansi Dari Kajian Hadis Menangis Nabi Saw
Setelah banyak dijelaskan menangis dalam perpektif hadis Nabi Saw di
atas yang beragam baik dalam suasana maupun sebab yang melatar
belakangi munculnya hadis tersebut, maka kemudian lahirlah hikmah,
i‟tibar (pelajaran) dan uswah hasanah (suri tauladan yan baik) yang Nabi
Saw berikan kepada umatnya dengan cara atau anjuran untuk menangis
yang baik dan benar menurut agama, jika menangis dalam pandangan
Rasulullah Saw diperbolehkan bahkan dianjurkan, maka tentunya hal ini
banyak mengandung hikmah atau keutamaan yang besar bagi umatnya
untuk meraih kebahagiaan hakiki di dunia dan akhirat. oleh karena itu dalam
hal ini menangis pun memiliki keutamaan-keutamaan yaitu:
1. Menangis dapat memotivasi seseorang untuk banyak merenungi
makna kehidupan sehingga ia akan tekun beribadah.
63
Dalam berbagai riwayat disebutkan bahwa Rasulullah Saw bersabda:
“Seandainya kalian mengetahui apa yang aku ketahui, niscaya kalian akan
sedikit tertawa dan banyak menangis.”
د لنب ثزب ح ل نب ؽثصاب حؾمث ثبن البمضاا ؽثصاب لجبث ال مث ثبن لجبث الباارس ؽثصاب رمب
ص ا ال ص ثبن حبلكا ثب ثب رضا ال ب مات حب يلب م لضؾكبزمب ي ض م لاب ر ل يب
لجكيبزمب كضيرا ث ي ب ٢1
Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Al Mutsanna telah
menceritakan kepada kami Abdus Shamad bin Abdul Warits telah
menceritakan kepada kami Hammam dari Qatadah dari Anas bin
Malik dia berkata, "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Sekiranya kalian mengetahui apa yang aku ketahui, sungguh kalian
akan sedikit tertawa dan banyak menangis."
Melalui hadis di atas, Nabi Muhammad Saw ingin
menegaskan bahwa seandainya manusia mengetahui berbagai
siksaan dan kepedihan yang Allah berikan kepada para pendurhaka
serta hiruk pikuknya hari penghitungan kelak, pasti mereka akan
sedikit tertawa dan lebih banyak menangis. Artinya, rasa takut
(khauf) mereka berada di atas rasa harap (rajā) mereka. Menurut al-
Hāfiz, bahwa yang dimaksud dengan pengetahuan di sini adalah hal
terkait dengan keagungan Allah, siksa bagi para pendurhaka, huru-
hara atau kepelikan yang terjadi saat kematian, saat di alam kubur,
dan hari kiamat kelak.42
41 Ibnu Mājah. Sunan Ibnu Mājah. (Jordan: Bayt al-Afkar ad-Dauliyah, t.t) hal.
452-453 42
Muhammad Abdurrahman al-Mubarakfūrī, Tuhfah al-Ahwadzī, Juz 6, hal. 603
64
2. Menangis dapat menyebabkan seseorang mendapatkan naungan
Allah di hari kiamat.
Dalam sebuah riwayat disebutkan:
ثب ؽثصا جيبت ثبن لجبث ؽثصاب حؾمث ثبن ثببرا ثابثارد ثب ؽثصاب ؾبيا لنب لجيبث ال
ض م ثب ل يب برح لنب الاج ص ا ال با ثبن لبصما لنب يث رر الرؽبمن لنب ؽ
ب ل لجب ح شبة ب الب الب حب د لب لب اب ل فمب ال خد ضجب رث
ر رثب ل يب ر ب ل يب اعبزم رع بت رؾبثب ل ال د ل البمطبعث ح عدد رعدد ث بج
ب م ا ؽزا لب ر رعدد ر ث ي ب ي بل ال عمب ا ل ب احبريحد اد حاب تا ة جزب
بضذب ليبابهش بليب ل رعدد كر ال ميا حب راب مبل
Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Basysyar Bundar
berkata, telah menceritakan kepada kami Yahya dari 'Ubaidullah
berkata, telah menceritakan kepadaku Khubaib bin 'Abdurrahman
dari Hafsh bin 'Ashim dari Abu Hurairah dari Nabi shallallahu 'alaihi
wasallam bersabda: "Ada tujuh golongan manusia yang akan
mendapat naungan Allah pada hari yang tidak ada naungan kecuali
naungan-Nya; pemimpin yang adil, seorang pemuda yang
menyibukkan dirinya dengan 'ibadah kepada Rabbnya, seorang laki-
laki yang hatinya terpaut dengan masjid, dua orang laki-laki yang
saling mencintai karena Allah; mereka tidak bertemu kecuali karena
Allah dan berpisah karena Allah, seorang laki-laki yang diajak
berbuat maksiat oleh seorang wanita kaya lagi cantik lalu dia
berkata, 'Aku takut kepada Allah', dan seorang yang bersedekah
dengan menyembunyikannya hingga tangan kirinya tidak
mengetahui apa yang diinfakkan oleh tangan kanannya, serta
seorang laki-laki yang berdzikir kepada Allah dengan mengasingkan
diri hingga kedua matanya basah karena menangis."
Seorang muslim yang menyendiri dengan Rabb-nya dengan
mengakui segala kemaksiatan, kejahatan, dan berbagai dosa yang
telah dilakukannya, mengingat dan menyebut Pencipta dan Penguasa
dirinya seraya bersimpuh memohon ampun-Nya, bertaubat di
65
hadapan-Nya, dan benar-benar sangat menyesal. Siapa saja orang
yang berperilaku seperti tersebut, maka tetesan air matanya akan
mengalir karena keikhlasan dirinya bersimpuh di hadapan Sang
Khaliq. Dengan demikian, dzikir dalam kesendirian dapat
melembutkan dan mencairkan kebekuan hati. Berdzikirlah dengan
dzikir yang mencucurkan air mata dan melembutkan kejumudan
mata. Dzikir jugalah yang hanya mampu memberikan ketenangan
dan kedamaian hati seorang muslim.43
3. Menangis yang dilakukan karena takut kepada Allah akan
membebaskan pelakunya dari siksa api neraka. Hal ini sebagaimana
yang telah dijelaskan di atas.
4. Menangis dapat membantu seseorang dalam mentadabburi al-
Qur‟an.
Allah memang menganjurkan kepada umat Islam untuk
mentadabburi ayat-ayat al-Qur‟an (QS. Muhammad/ 47:24):
“Maka Apakah mereka tidak memperhatikan Al Quran
ataukah hati mereka terkunci?”
Itulah sebabnya, imam al-Qurthubi (w. 567 H.) mengatakan: “Para
ulama mengatakan: „Diwajibkan bagi pembaca al-Qur‟an untuk
43 Abdul Muiz. “Menangis Dalam Konsep Hadis” (Jakarta: Uin Syarif
Hidayatullah, 2007) , hal. 160
66
menghadirkan hatinya serta bertafakkur (merenungkan saat membacanya,
karena dia sedang membaca khitāb (firman) Allah yang ditujukan kepada
hamba-hambanya. “Oleh karena itu, barangsiapa yang membaca al-Qur‟an
dengan tidak bertafakkur padanya, sedang dia termasuk orang yang
mempunyai kemampuan untuk memahami dan mentafakkurinya, maka dia
sama seperti orang yang tidak membacanya dan tidak sampai pada tujuan
dari bacaannya itu.44
Rasulullah Saw setiap kali mendengarkan atau membaca Kitabullah
senantiasa menyaksikannya dengan hati dan pemahaman, tidak lengah dan
tidak lalai. Kondisi inilah yang memberikan pengaruh kuat kepada beliau
sehingga tatkala al-Qur‟an dibacakan, maka beliau akan diliputi rasa takut
dan akhirnya meneteskan air mata.
Ibn Hajar al-Asqalānī (w. 852 H.) mengutip pandangan Imam al-
Ghazali (w. 505 H.) yang menyatakan: “Disunnahkan menangis saat
membaca al-Qur‟an . dan cara menghadirkan tangis saat membaca al-Qur‟an
adalah dengan menghadirkan kepada kalbunya rasa sedih dan rasa takut,
dengan merenungi segala ancaman yang keras dan janji-janji di dalamnya.
Kemudian mengingatkan segala pelanggaran yang dia lakukan dalam hal
tersebut. Jika dia tidak bisa menghadirkan kesedihan, maka hendaklah dia
menangis atas hilangnya kemampuan untuk itu dan menilai hal itu sebagai
musibah yang paling parah.”45
44 Khumais as-Sa‟id, Menangislah Sebagaimana Rasulullah Saw Dan Para
Sahabat Menangis, hal. 51 45
Ibn Hajar al-Asqalānī, Fath al-Bārī, Juz 10, hal. 121
67
Imam Ibnu Mājah juga meriwayatkan hadis yang menganjurkan
menangis saat membaca al-Qur‟an:
ثبن يؽبمث ثبن ثبير ثبن كباات الثحبب ؽثصاب الباليث ثبن حطب ما ؽثص اب يثا ؽثصاب لجبث ال
بث ثبن ل يباب ض يث رال ا لنب اثبن يث ح يبكخ لنب لجبث الرؽبمن ثبن الطبئت ثب ثث
ل ب حربؽجب ثبثبن ي بذ ل بجربر ل ب حنب ي ثثب كف ث ره لط مبذ ل يب ثبصا
ا ت ض م ل يب ص ا ال بذ رضا ال ك ؽطن ال ابد ثبلب ربآت ضم ث غا ي
لمنب لمب ر ا الب رغاابا ث س ثؾسبتا ل ا ثريبرماه لبثبكاا ل تب لمب رجبكاا لزجبكابا ربآت
ل يبص حاب زغن ث٢6
Telah menceritakan kepada kami Abdullah bin Ahmad bin
Basyir bin Dzakwan Ad Dimasyqi berkata, telah menceritakan
kepada kami Al Walid bin Muslim berkata, telah menceritakan
kepada kami Abu Rafi' dari Ibnu Abu Mulaikah dari
'Abdurrahman bin As Sa`ib ia berkata, " Sa'd bin Abu Waqash
datang menemui kami sementara matanya telah buta, maka aku
pun mengucapkan salam kepadanya, ia berkata, "Siapa kamu?"
maka aku pun kabarkan kepadanya (siapa kami). Ia pun
berkata, "Selamat datang wahai anak saudaraku, telah sampai
kepadaku bahwa suaramu bagus ketika membaca Al Qur`an.
Aku mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam
bersabda: "Sesungguhnya Al Qur`an turun dengan kesedihan,
jika kalian membacanya maka bacalah dengan menangis, jika
kalian tidak bisa menangis maka berpura-puralah untuk
menangis. Dan lagukanlah dalam membaca, barangsiapa tidak
melagukannya maka ia bukan dari golongan kami. "
Dan menurut Imam al-Nawawī, menangis saat membaca al-Qur‟an
adalah sifat para arifin dan syi‟ar para shalihin.47
46
Ibnu Mājah. Sunan Ibnu Mājah. (Jordan: Bayt al-Afkar ad-Dauliyah, t.t) hal. 148
47
Ibn Hajar al-Asqalānī, Fath al-Bārī, Juz 10, hal. 121
68
5. Menangisi segala kesalahan merupakan salah satu kiat meraih
kesuksesan
Seluruh umat Islam, tanpa terkecuali, pasti mengidamkan
kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat yang kekal abadi dalam
bentuk surga yang penuh dengan kenikmatan. Sedangkan neraka
yang penuh dengan beragam siksa yang memedihkan dan
menghinakan membuat semua orang tidak pernah
mengharapkannya, bahkan semuanya berdoa agar dihindari dari
siksa api neraka. Akan tetapi, kenikmatan dunia yang penuh
kesemuan telah menterlenakan dan menipu manusia dari tujuan
hidup yang sebenarnya. Dorongan nafsu dan bisikan setan telah
menyebabkan seseorang tidak lagi melihat akhirat dan
menjadikannya sebagai orientasi hidup dalam jangka panjang.
Orientasi hidupnya hanyalah terbatas pada kehidupan jangka
pendek, yaitu yang hanya memberikan kenikmatan sesaat. Mereka
menjual kenikmatan yang kekal abadi dengan materi dunia yang
tiada berarti.
Dalam kondisi seperti ini, muhasabah (introspeksi diri)
menjadi sedemikian penting dan berarti dalam kehidupan setiap
manusia. Muhasabah adalah upaya untuk introspeksi diri,
menghitung-hitung, atau menimbang amal-amal yang telah kita
lakukan. Aktivitas ini lazimnya dilakukan setiap hari saat seseorang
hendak memejamkan matanya menuju peraduannya. Ia kembali
mengenang segala peristiwa yang terjadi pada hari itu. Ada bahagia
69
dan sengsara, ada suka ada duka, ada senang dan marah, ada damai
dan gundah, ada tenang dan hiruk pikuk, dan sebagainya. Saat itu,
seorang muslim akan menimbang berapa banyak dosa yang sudah ia
lakukan sehingga menimbulkan murka Sang Khaliq dan karenanya
ia harus beristighfar. Dan berapa banyak pula kebaikan yang telah
berhasil ia persembahkan sehingga patut disyukuri.
Salah seorang ulama berkata: “Para orang tua kami selalu
menghisab diri dari apa yang mereka perbuat dan apa yang mereka
ucapkan, kemudian mereka menulisnya dalam sebuah daftar. Jika
shalat isya telah usai, mereka mengeluarkan daftar amal dan
ucapannya kemudian menghisabnya. Jika amalan yang diperbuat
adalah amalan buruk yang perlu istighfar, maka mereka bertaubat
dan berisitghfar. Namun jika amalannya adalah amalan yang baik
dan perlu disyukuri, maka merekapun bersyukur kepada Allah
hingga mereka tertidur. Dan kamipun mengikuti jejak mereka. Kami
mencatat apa yang kami perbuat dan kami menghisabnya.48
Dikisahkan bahwa pada suatu malam seseorang sedang tidur
di atas tikar bersama anaknya. Tiba-tiba tubuh anaknya menggigil.
Si ayah pun bertanya: “Hai anakku, apakah engkau sakit?”
Anak itu menjawab: “Tidak ayah, Ayah, besok adalah hari
kamis, di mana ustadz akan memeriksa ilmu yang kudapati dalam
seminggu. Aku khawatir ustadz akan menemukan kesalahan dariku
sehingga ia memarahi ataupun memukulku”. Kemudian sang ayah
48
Abdurrahman as-Sinjari, Menangis Karena Takut Kepada Allah, hal. 33-34
70
bangkin dari tidurnya seraya berkata: “Wahai anakku, aku lebih
layak untuk takut menghadapi hari yang ditampakkannya amalanku
di hadapan Allah dengan dosa-dosa yang telah aku perbuat di dunia,
sebagaimana firman Allah,‟Dan mereka akan dibawa ke hadapan
Rabb-mu dengan berbaris. Sesungguhnya kamu datang kepada kami
sebagaimana kami menciptakan kamu pada kali pertama. Bahkan
kamu mengatakan bahwa kami sekali-kali tidak menetapkan bagi
kamu waktu (memenuhi) perjanjian. (QS. al-Kahfi/18:48)”49
“Dan mereka akan dibawa ke hadapan Tuhanmu dengan berbaris.
Sesungguhnya kamu datang kepada Kami, sebagaimana Kami menciptakan kamu
pada kali yang pertama; bahkan kamu mengatakan bahwa Kami sekali-kali tidak
akan menetapkan bagi kamu waktu (memenuhi) perjanjian.”
Oleh karena itu, dalam sebuah kesempatan Rasulullah Saw
menganjurkan agar seseorang selalu menangisi segala dosa dan
kesalahannya, bahkan menangis seperti ini dipandang sebagai salah
satu kiat agar dapat meraih kesuksesan.50
Dalam sebuah hadis
disebutkan:
ؽثصاب اثبن البمجبرك ب اثبن البمجبرك لنب ؽثصاب صبلؼ ثبن لجبث ال بثد ي بجر ػ ؽثصاب ضا
سث لنب الب بضم لنب يث يحبحخ ثبن زؽبرا لنب ل ثبن اة لنب لجيبث ال ؾبيا ثبن ي
49
Abdurrahman as-Sinjari, Menangis Karena Takut Kepada Allah, hal. 34-35
50
Abdul Muiz. “Menangis Dalam Konsep Hadis” (Jakarta: Uin Syarif
Hidayatullah, 2007) , hal. 166
71
حب الاغبح ث ب رضا ال بك لنب ل بجخ ثبن لبحرا ثب ث بذ لبيط ك ب يحبطكب ل يبك لطب
اثبك ل ا طيئزك ثب يثا ليطا ر ا ؽثشد ؽطن ثيبزك 51
Telah menceritakan kepada kami Shalih bin Abdullah telah
menceritakan kepada kami Ibnu Al Mubarak, dan telah menceritakan
kepada kami Suwaid telah menceritakan kepada kami Ibnu Al
Mubarak dari Yahya bin Ayyub dari 'Ubaidillah bin Zahr dari 'Ali
bin Yazid dari Al Qasim dari Abu Umamah dari 'Uqbah bin 'Amir
berkata, Aku bertanya: Wahai Rasulullah bagaimana supaya
selamat? beliau menjawab: "Jagalah lisanmu, hendaklah rumahmu
membuatmu lapang dan menangislah karena dosa dosamu." Abu Isa
berkata: Hadits ini hasan.
51 Al-Tirmidzī, Sunan al-Tirmidzī, Juz 3, Abwāb al-Zuhd Bāb Mā Jā‟a fi Hifz al-
Lisān , No. Hadis 2517, hal. 31
72
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Setelah dikaji secara seksama dalam bab per bab yang sudah
dijelaskan di atas maka dapat dipetik kesimpulan bahwa menangis
adalah suatu hal yang lazim bagi manusia, menangis adalah sunnatullah
yang tidak bisa dihindarkan dari tiap mata manusia dari awal kehidup
hingga kematian menjemputnya menangis adalah suatu hal yang wajar
untuk dilakukan, namun menangis yang dilakukan Nabi Saw adalah
menangis yang penuh kebaikan dan pelajaran yang dapat diambil di
dalamnya mulai dari tangisan beliau ketika sedang shalat hingga
tangisan beliau ketika sedang berziarah ke makam ibunya, berdasarkan
penelitian penulis terhadap hadis-hadis beliau, dapat dipastikan bahwa
tidak ada tangisan beliau yang bernilai buruk. Dengan demikian,
menangis tidak bebas nilai, baik dan buruknya nilai tangisan sangat
ditentukan dari motif yang melatarbelakanginya. Jika motifnya baik,
maka tangisannya pun baik, dan jika motifnya buruk, maka tangisan
yang dihasilkan pun akan buruk dan tidak baik dalam norma agama.
Oleh karena itu penulis kembali menegaskan bahwa, tetesan air
mata yang terjadi pada diri Rasulullah Saw adalah karena kelembutan
dan kejernihan hati beliau, dan karenanya jadi bernilai ibadah di sisi
Allah. Tangisan beliau adalah tangisan hamba yang shalih. Dengan
73
demikian, menangis adalah salah satu karakteristik orang-orang salih.
Sepanjang sejarah, orang-orang yang salih senantiasa mencucurkan air
mata dalam banyak kesempatan.
B. Saran
1. Sebagai seorang muslim, hendaklah kita meningkatkan selalu
ketaqwaan kepada Allah Swt serta menjadikan al-Qur‟an dan hadis
sebagai pedoman dalam kehidupan sehari-hari, sehingga apa yang
diajarkan oleh baginda Nabi Muhammad Saw terutama anjurannya
untuk menangis dalam mendekatkan diri kepada Allah dapat
diaktualisasikan dalam kehidupan sehari-hari guna memperoleh
kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat.
2. Menangis adalah sunnatullah bagi seluruh makhluk hidup yang
memiliki perasaan dan lazim dilakukan, namun hendaknya tidaklah
berlebihan dalam menyikapi sesuatu dengan tangisan yang
berangsur-angsur karena selain memiliki banyak dampak buruk bagi
kesehatan, juga terdapat dampak buruk bagi kejiwaan dan norma
dalam agama.
3. Studi tentang menangis ini perlu diperbanyak dan diperluas
kajiannya baik dalam majelis-majelis ilmu yang terdapat di masjid,
maupun dalam bentuk tulisan. Karena menurut penulis pembahasan
tentang menangis ini sangatlah menarik dan penting untuk dipahami
oleh masyarakat umum.
74
DAFTAR PUSTAKA
Alaydrus, Al-Habib Muhammad ibn „Alwi. Apa Yang Anda Ketahui
Tentang Menangis?dengan judul asli Mādzā Ta‟rif „anil Bukā‟?.
Penerjemah, Eko Prayitno. Yogyakarta: CV. Layar Creativa
Mediatama, 2017.
Ali, Attabik dan Ahmad Zuhdi Muhdlor, Kamus Kontemporer Arab-
Indonesia, Yogyakarta:Penerbit Multi Karya Grafika, 1998, Cet V.
Anton, Ilyas dan Edwar Ilyas, Qamus Ilyas al-„Ashri: „Arabi-Injilizī,
Beirūt: Dār al-Halb,1972.
Al-„Asqalānī, Ahmad bin „Ali bin Hajar, Fath al-Bārī, Riyadh: al-
Jāmi‟atul Islamiyyah, Cet.Pertama: 2001.
Aqmarina, Fatma Nur. Makna Menangis Pada Self-Awareness Dalam
Religiusitas, Jakarta:Uin Syarif Hidayatullah, 2007.
Bastaman, Hanna Djumhana. Meraih Hidup Bermakna: Kisah Pribadi
Dengan Pengalaman Tragis, Jakarta: Paramadina, 1996.
Al-Bukhārī, Muhammad bin Ismā‟il bin Ibrāhim al-Ja‟fī, Sahih Bukhārī,
Kairo: al-Mathba‟ah al-Salafiyyah, 1400 H.
Deane B, Judd. Color in Business, Sciense and Industry, Willey Series
in Pure and AppliedOptics, Wyszecki: Günter, 1975.
Harold, Ellis. A Revision and Applied Anatomy for Clinical Students
Eleventh Edition,Massachusetts: Blackwell Publishing,Inc, 2006.
Hutapea, Albert M. Keajaiban-Keajaiban Dalam Tubuh Manusia, Jakarta:
GramediaPustaka Utama, 2005.
Ibrahim Siraj, Muhammad. Menangislah Jika Memang Ada Alasan
Untuk Menangis, Qum:Shaf, 2015.
Indri Hapsari, Iriani, Psikologi Faal, Bandung: PT Remaja
Rosdakarya,2012.
Al-Jauziyyah, Ibn Qayyim. Zād al-Ma‟ād fī Hady Khair al-„Ibād, Beirut:
Mu‟assasah al-Risālah, 1998, Cet. Ke-3.
Juan, Stephen. Tubuh Ajaib; Membuka Misteri-Misteri Aneh dan
Menakjubkan Tubuh Kita, penerjemah: T. Hermaya, Jakarta: PT.
Gramedia Pustaka Utama, 2005.
75
Kamal Abdul Aziz, Muhammad. Ensiklopedia Keajaiban Tubuh Manusia
Berdasarkan al-Qur‟an dan Sains, penerjemah: Imron Rosidi,
Yogyakarta: Citra Risalah, 2008.
Maksum, Muhammad Syukron. The Power Of Air Mata,
Yogyakarta:Mutiara Media, 2009.
Ma‟luf, Louis. al-Munjid fi al-Lughah wa al-A‟lam, (Beirūt: Dār al-
Masyriq, 2002), Cet. Ke-39.
Manzūr, Ibn. Lisān al-„Arab, Beirūt: Dār al-Fikr, 1990.
Muhdiyyin, Muhammad. Tangis Rindu Padamu; Merajut Kebahagiaan
dan Kesuksesan dengan Air Mata Spiritual, Bandung: Mizania,
2008.
Muiz, Abdul, Menangis Dalam Konsep Hadis, Jakarta: Uin Syarif
Hidayatullah, 2007.
Mujib, Abdul, Apa Arti Tangisan Anda?, (Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada, 2002), Cet.I.
Munawwir, Ahmad Warson. Kamus Al-Munawwir, Surabaya: Pustaka
Progresif, 1997, Cet. Ke-14.
Al-Nawawī, Abu Zakaria Muhyiddin, Syarah Sahih Muslim, Kairo: Dār
as-Sya‟ab, tth.
Al-Naisaburī, Abī Al-Husayn Muslim bin Al-Hajjaj Al-Qusyayrī, Sahih
Muslim, Beirut: Dārul Fikr, 2003.
Puspitawati, Ira, Iriani Indri Hapsari & Ratna Dyah Suryaratri,
Psikologi Faal Tinjauan Psikologi dan Fisiologi Dalam Memahami
Perilaku Manusia, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, cet. Pertama,
2012.
Penyusun, Tim. Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai
Pustaka, 2002. Cet.II.
Al-Qurthubī, al-Jāmi‟ li Ahkām al-Qur‟ān, Beīrūt: Dār al-Fikr, 1987,
cet I.
Al-Qurthubī, Tafsir al-Qurthubī , Ta‟liq: Muhammad Ibrahim al- Hifnawi,
Takhrij: Mahmud Hamid Usman, Jakarta: Pustaka Azzam, cet.
Pertama Juni 2008.
Sabiq, Sayid. Aqidah Islam, Bandung: CV. Diponegoro, 1999.
76
Al-Sabūnī, M. „Ali, Safwah al-Tafāsīr, Jakarta: Dār al-Kutub al-
Islamiyyah, 1999/1420, cet I.
As-Sa‟id, Khumais. Menangislah Sebagaimana Rasulullah SAW dan
Para Sahabat Menangis, Bogor: Pustaka Ibnu Katsir, 2005.
Al-Tarbasi, Majma‟ al-Bayān fī Tafsīr al-Qur‟ān, Beirūt: Dār al-Fikr,
1414 H/ 1994 M.
Al-Tirmidzī, Abū Isa Muhammad Ibn Musa al-Dahaq al-Sulami al- Bughi,
Sunan al-Tirmidzī, Riyadh: Dār al-Salām, 1999.
Al-Ulā Muhammad, Abu. Tuhfatul Ahwadzī, Kairo: Dārul Fiqr, tth.
Wensinck, A.J. al-Mu‟jam al-Mufahras li Alfazi al-Hadīts al-
Nabawiyyah, Leiden: Briel, 1969.
Website:Abdullahal-Musthofa,
https://m.hidayatullah.com/artikel/tsaqafah/read/2016/10/16/102689/o
rang-kafir-megolok-olok-al-quran-1.html