Pemahaman Dan Penggunaan Pemali Oleh Masyarakat Toraja Dalam Kaitannya Dengan Perilaku ... · 2016....

32
1 Pendahuluan Indonesia merupakan negara berkembang yang terdiri dari berbagai suku, agama dan ras. Kemajemukan inilah yang melatarbelakangi perkembangan budaya yang berefek pada pola tingkah laku dalam suatu kelompok masyarakat. Ada banyak hal menyangkut budaya yang sangat memengaruhi tingkah laku masyarakat, salah satunya adalah praktek penggunaan pemali dalam kehidupan sehari-hari. Dalam kehidupan bermasyarakat, pemali bukanlah hal yang asing di telinga masyarakat. Hal ini dibuktikan oleh hasil penelitian yang dilakukan oleh Imelda (2010) terhadap 83 orang dengan sampel acak melalui kusioner yang diisi secara online melalui website Polldaddy. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa semua responden pernah mendengar tentang pemali. Kebanyakan dari mereka sering atau pernah mendengar pemali dari orang tua yaitu 58 responden (41%), dari nenek atau kakek 39 responden (28%), dan dari teman 33 responden (23%), dan lainnya 11 responden (8%). Responden yang menyatakan pemali berhubungan dengan agama adalah 12 responden (15% ), responden yang menyatakan pemali tidak berhubungan dengan agama adalah 68 responden (83%), dan responden yang tidak menjawab adalah 2 responden (2%). Di Indonesia, budaya untuk menjaga dan melestarikan pemali masih terasa sangat kental, khususnya untuk beberapa lapisan masyarakat atau suku tertentu. Salah satu contoh nyata daerah dan masyarakat yang mayoritas penduduknya masih meyakini dan melestarikan pemali adalah masyarakat Toraja.

Transcript of Pemahaman Dan Penggunaan Pemali Oleh Masyarakat Toraja Dalam Kaitannya Dengan Perilaku ... · 2016....

Page 1: Pemahaman Dan Penggunaan Pemali Oleh Masyarakat Toraja Dalam Kaitannya Dengan Perilaku ... · 2016. 11. 29. · kegiatan manusia atau kebiasaan sosial yang dinyatakan sebagai suci

1

Pendahuluan

Indonesia merupakan negara berkembang yang terdiri dari berbagai suku,

agama dan ras. Kemajemukan inilah yang melatarbelakangi perkembangan

budaya yang berefek pada pola tingkah laku dalam suatu kelompok masyarakat.

Ada banyak hal menyangkut budaya yang sangat memengaruhi tingkah laku

masyarakat, salah satunya adalah praktek penggunaan pemali dalam kehidupan

sehari-hari. Dalam kehidupan bermasyarakat, pemali bukanlah hal yang asing di

telinga masyarakat. Hal ini dibuktikan oleh hasil penelitian yang dilakukan oleh

Imelda (2010) terhadap 83 orang dengan sampel acak melalui kusioner yang diisi

secara online melalui website Polldaddy. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa

semua responden pernah mendengar tentang pemali. Kebanyakan dari mereka

sering atau pernah mendengar pemali dari orang tua yaitu 58 responden (41%),

dari nenek atau kakek 39 responden (28%), dan dari teman 33 responden (23%),

dan lainnya 11 responden (8%). Responden yang menyatakan pemali

berhubungan dengan agama adalah 12 responden (15% ), responden yang

menyatakan pemali tidak berhubungan dengan agama adalah 68 responden (83%),

dan responden yang tidak menjawab adalah 2 responden (2%).

Di Indonesia, budaya untuk menjaga dan melestarikan pemali masih terasa

sangat kental, khususnya untuk beberapa lapisan masyarakat atau suku tertentu.

Salah satu contoh nyata daerah dan masyarakat yang mayoritas penduduknya

masih meyakini dan melestarikan pemali adalah masyarakat Toraja.

Page 2: Pemahaman Dan Penggunaan Pemali Oleh Masyarakat Toraja Dalam Kaitannya Dengan Perilaku ... · 2016. 11. 29. · kegiatan manusia atau kebiasaan sosial yang dinyatakan sebagai suci

2

Praktek penggunaan dan pengaruh pemali cukup kental terasa pada masyarakat di

Kabupaten Toraja Utara Provinsi Sulawesi Selatan.

Keyakinan masyarakat Toraja terhadap pemali diwujudkan dalam perilaku

taat dan tidak melanggar pemali yang diyakini dapat menghindarkan mereka dari

konsekuensi berupa penyakit, gagal panen, maupun kejadian-kejadian buruk

lainnya. Pandangan masyarakat mengenai pemali ialah sebuah ajaran yang

diturunkan atau diwariskan oleh leluhur, berisikan aturan-aturan etis dan ritus

serta simbol-simbol menghubungkan manusia secara khas dengan tatanan faktual,

baik dengan yang ilahi, maupun dengan sesama manusia dan alam. Kepercayaan

inilah yang membentuk pandangan hidup masyarakat Toraja dan menjadi budaya

yang melekat dengan begitu kuatnya.

Meskipun banyak dari masyarakat Toraja yang mengatakan bahwa pemali

tidak berlaku lagi seperti zaman dulu, karena sekarang orang telah memiliki

kepercayaan kepada Tuhan atau beragama, namun hingga kini dalam kehidupan

sehari–hari tanpa mereka sadari mereka tetap melakukannya. Salah satu bukti

nyata yaitu penerapan pemali dalam kehidupan sehari-hari ditunjukkan oleh

partisipan sebagai wujud ketaatan mereka terhadap pemali, yaitu dengan tidak

melakukan perbuatan ataupun mengkonsumsi beberapa jenis makanan yang

dianggap pemali. Tindakan tersebut didasari sebuah keyakinan yang menjadi

acuan mereka sampai saat ini, bahwa taat terhadap pemali khususnya jika mereka

tidak mengkonsumsi beberapa jenis daging yang dianggap pemali jika dicampur

secara bersamaan, dapat menghindarkan mereka dari jenis penyakit tertentu dan

kemalangan lainnya.

Page 3: Pemahaman Dan Penggunaan Pemali Oleh Masyarakat Toraja Dalam Kaitannya Dengan Perilaku ... · 2016. 11. 29. · kegiatan manusia atau kebiasaan sosial yang dinyatakan sebagai suci

3

Pola hidup tersebut terus berlangsung sampai saat ini, dan menjadi proses yang

berkesinambungan dari generasi ke generasi, karena partisipan mewariskannya

kepada anak dan cucu mereka.

Kajian Teoritik

Berikut akan dipaparkan teori-teori yang menjadi acuan dalam penelitian ini,

meliputi teori tentang pemali, perilaku kesehatan, regulasi diri, aluk todolo serta

penjelasan tentang suku Toraja.

Pemali

Pemali sering disebut dengan istilah taboo, berasal dari kata Polinesia.

Istilah tersebut pertama kali digunakan oleh kapten James Cook. Farberow (dalam

Evans, Averi, & Pederson, 1999) mengatakan bahwa dalam kata taboo

terkandung makna yakni diperbolehkan dan dilarang, yang harus dan tidak boleh

dilakukan, dimana pengembangannya dilakukan oleh masyarakat untuk para

anggotanya dengan tujuan untuk melindungi diri dan sebagai motivasi untuk

meningkatkan tradisi, sehingga dalam pemali terkandung konsep menjaga. Pemali

mempunyai dua makna yang berlawanan arah, pada satu sisi ia berarti kudus dan

suci, tetapi di sisi lain berarti aneh, berbahaya, terlarang, dan kotor.

Menurut Freud (2002) yang sedang kita hadapi adalah suatu bangsa primitif

yang menerapkan seperangkat batasan atas diri mereka sendiri, ini dan itu dilarang

tanpa alasan yang jelas.

Mereka (bangsa primitif) juga tidak pernah mempertanyakan hal ini, sebab

kepatuhan mereka pada batasan-batasan ini adalah sesuatu hal yang wajar bagi

Page 4: Pemahaman Dan Penggunaan Pemali Oleh Masyarakat Toraja Dalam Kaitannya Dengan Perilaku ... · 2016. 11. 29. · kegiatan manusia atau kebiasaan sosial yang dinyatakan sebagai suci

4

mereka dan meyakini bahwa suatu pelanggaran secara otomatis akan

mendapatkan hukuman yang lebih berat. Sedangkan menurut Kamal (2009)

pemali adalah larangan sosial yang kuat, yang berkaitan dengan setiap area

kegiatan manusia atau kebiasaan sosial yang dinyatakan sebagai suci dan

terlarang. Orang Mesir kuno percaya bahwa pemali ditanamkan oleh dewa

khususnya pada benda, tindakan, bangunan, dan bahkan individu. Mereka

meyakini bahwa hanya pencipta yaitu dewa sendiri atau raja yang dapat

mengubah pemali, sehingga bagi masyarakat Mesir kuno pemali merupakan

gabungan dari agama, ritual larangan, dan penghindaran yang memengaruhi

semua aspek kehidupan mereka.

Bagi Margaret Mead (dalam Steiner, 1956) pemali dapat didefiniskan sebagai

sanksi negatif, siapa yang melakukan pelanggaran maka hasilnya akan otomatis

tanpa mediasi dengan manusia. Wardhaugh (dalam Chu, 2009) mengatakan

bahwa pemali ditetapkan karena orang percaya bahwa ketidaksesuaian akan

mendatangkan konsekuensi yang berbahaya bagi mereka, baik karena perilaku

non-verbal ataupun perilaku verbal, diakibatkan karena melanggar kode moral

masyarakat berdasarkan keyakinan supranatural. Kewenangan dibalik larangan-

larangan sering dikaitkan dengan kekuatan supranatural dan bahaya yang melekat

pada perilaku itu sendiri, sehingga melanggar pemali dapat membawa sial baik itu

untuk diri sendiri maupun bagi keluarga.

Page 5: Pemahaman Dan Penggunaan Pemali Oleh Masyarakat Toraja Dalam Kaitannya Dengan Perilaku ... · 2016. 11. 29. · kegiatan manusia atau kebiasaan sosial yang dinyatakan sebagai suci

5

Selanjutnya akan dijabarkan mengenai klasifikasi serta objek pemali menurut

beberapa tokoh. Kamal (2009) mengklasifikasikan taboo dalam masyarakat Mesir

kuno ke dalam dua bagian yaitu pemali mengkonsumsi makanan tertentu

diantaranya babi, ikan, dan madu. Pemali terhadap tindakan misalnya tindakan

yang dapat menyebabkan pencemaran di sungai nil, menerima suap atau sogokan,

tindakan kriminal seperti pencurian dan pembunuhan, mengkonsumsi hewan

kurban, merusak kesucian tempat yang dianggap suci.

Menurut Freud (2002) objek-objek dari pemali terdiri dari tiga bagian, yang

pertama yaitu pemali langsung yang dimaksudkan untuk melindungi orang

penting meliputi kepala suku, pendeta, dan barang-barang dari mara bahaya,

menjaga kaum yang lemah yaitu perempuan dan anak-anak dari mana (pengaruh

magis) yang kuat, melindungi diri dari bahaya yang muncul akibat memakan

makanan tertentu, mengamankan manusia dari murka atau kuasa dewa-dewa dan

roh–roh, mengamankan bayi yang belum lahir dan anak kecil yang memiliki

hubungan emosi yang khusus dengan orang tuanya dari akibat tindakan-tindakan

tertentu, dan yang lebih penting pengaruh-pengaruh makanan. Objek yang kedua,

yaitu pemali yang diberlakukan untuk melindungi kekayaan, alat–alat, dll, milik

seseorang dari curian. Objek yang ketiga, pemali yang umum diberlakukan di

suatu wilayah yang luas, sama dengan larangan gerejawi dan bisa berlaku lama.

Menurut Freud (2002) terdapat beberapa cakupan dari pemali, yaitu sifat suci

(atau kotor) dari orang atau benda, jenis larangan yang diakibatkan oleh sifat

tersebut, dan kesucian (atau kekotoran) yang diakibatkan oleh pelanggaran

terhadap larangan tersebut.

Page 6: Pemahaman Dan Penggunaan Pemali Oleh Masyarakat Toraja Dalam Kaitannya Dengan Perilaku ... · 2016. 11. 29. · kegiatan manusia atau kebiasaan sosial yang dinyatakan sebagai suci

6

Perilaku Kesehatan

Pada dasarnya setiap individu mempunyai keinginan untuk selalu berada

dalam kondisi yang sehat dan normal, sehingga jika merasa kondisi kesehatan

terancam atau terganggu diakibatkan oleh penyakit, maka mereka terdorong untuk

melakukan sebuah upaya guna untuk mengembalikan dan meningkatkan kondisi

kesehatan mereka. Pemahaman partisipan mengenai timbulnya penyakit tertentu

diakibatkan karena pelanggaran terhadap pemali. Pemahaman serta keyakinan

tersebut terbentuk berdasarkan pengalaman pribadi, serta informasi yang mereka

dapatkan dari lingkungan terdekat, dan kemudian mendorong mereka untuk

melakukan tindakan bertujuan untuk mempertahankan kondisi kesehatan mereka

terlebih untuk pencegahan. Untuk menjelaskan lebih rinci, maka digunakan teori

perilaku kesehatan dengan model regulasi diri dari Leventhal. Prinsip utama dari

model ini adalah setiap orang akan membentuk representasi kognitif terhadap

ancaman kesehatan, yang kemudian mengarahkan mereka untuk memilih sebuah

tindakan yang dapat mengatasi ancaman tersebut.

Gochman (dalam Conner, 2002) mendefinisikan perilaku kesehatan sebagai

pola perilaku, tindakan dan kebiasaan yang berhubungan dengan pemeliharaan

kesehatan, untuk pemulihan kesehatan serta peningkatan kesehatan. Menurut

Notoatmodjo (2005) perilaku kesehatan adalah semua aktivitas atau kegiatan

seseorang, baik yang dapat diamati (observable) maupun yang tidak dapat diamati

(unobservable), yang berkaitan dengan pemeliharaan dan peningkatan kesehatan.

Page 7: Pemahaman Dan Penggunaan Pemali Oleh Masyarakat Toraja Dalam Kaitannya Dengan Perilaku ... · 2016. 11. 29. · kegiatan manusia atau kebiasaan sosial yang dinyatakan sebagai suci

7

Pemeliharaan kesehatan mencakup pencegahan atau perlindungan diri dari

penyakit dan masalah kesehatan lain, meningkatkan kesehatan, dan mencari

peyembuhan apabila sakit atau terkena masalah terkait dengan kesehatan.

Menurut Saunders (dalam Foster & Anderson, 1986) munculnya berbagai

masyarakat menciptakan suatu strategi adaptasi baru dalam menghadapi penyakit,

suatu strategi yang memaksa manusia untuk menaruh perhatian utama pada

pencegahan dan pengobatan penyakit. Dalam usaha untuk menanggulangi

penyakit, manusia telah mengembangkan suatu kompleks luas dari pengetahuan,

kepercayaan, teknik, peran, norma-norma, nilai-nilai, ideologi, sikap, adat-

istiadat, upacara-upacara dan lambang-lambang yang saling berkaitan dan

membentuk suatu sistem yang saling menguatkan dan saling membantu.

Menurut Aguirre (dalam Foster & Anderson, 1986) pada umumnya tindakan

preventif merupakan tingkahlaku individu yang secara logis mengikuti konsep

tentang penyebab penyakit, sambil menjelaskan mengapa orang jatuh sakit,

sekaligus mengajarkan tentang apa yang harus dilakukan untuk menghindari

penyakit tersebut. Jika masyarakat percaya bahwa penyakit terjadi karena dikirim

oleh dewa-dewa atau leluhur yang marah untuk menghukum suatu dosa, prosedur

yang nyata untuk mencegahnya adalah pengakuan dosa, observasi yang cermat

tehadap pantangan-pantangan sosial dan pelaksanaan yang seksama atas ritus-ritus

serta upacara-upacara yang ditujukan terhadap dewa-dewa dan para leluhur.

Page 8: Pemahaman Dan Penggunaan Pemali Oleh Masyarakat Toraja Dalam Kaitannya Dengan Perilaku ... · 2016. 11. 29. · kegiatan manusia atau kebiasaan sosial yang dinyatakan sebagai suci

8

Menurut Leventhal (dalam Ogden, 2007) terdapat beberapa faktor–faktor yang

dapat memprediksikan perilaku sehat meliputi :

- Faktor sosial, meliputi norma-norma sosial. Norma sosial bersifat mengikat,

setiap norma yang terdapat dalam suatu masyarakat merupakan nilai-nilai

sosial, yang harus ditaati dan dipatuhi oleh masyarakat setempat.

- Faktor genetik.

- Faktor emosional, meliputi rasa takut, cemas, dan depresi. Faktor emosional

akan mengalami perubahan jika merasa dirinya dalam bahaya, sehingga

munimbulkan emosi-emosi negatif.

- Persepsi terhadap gejala, meliputi pandangan setiap individu terhadap

gejala-gejala suatu penyakit, banyak hal yang berperan dalam membentuk

persepsi individu salah satunya yaitu kognisi.

- Keyakinan atau kepercayaan, keyakinan setiap individu terhadap suatu

penyakit dapat memberi sumbangsih terhadap perkembangan penyakit serta

perilaku mereka.

Model Regulasi Diri

Menurut Carver, Scheier, Vohs dan Baumeister (dalam Wit & Ridder, 2006)

istilah regulasi diri sering digunakan untuk mengacu pada upaya manusia

mengubah pikiran, perasaan, keinginan, dan tindakan dalam mencapai tujuan

mereka. Leventhal (dalam Ogden, 2007) menjabarkan model regulasi diri ke

dalam tiga tahap yaitu interpretasi, koping, dan penilaian.

Page 9: Pemahaman Dan Penggunaan Pemali Oleh Masyarakat Toraja Dalam Kaitannya Dengan Perilaku ... · 2016. 11. 29. · kegiatan manusia atau kebiasaan sosial yang dinyatakan sebagai suci

9

Tahap pertama yaitu interpretasi, individu menginterpretasikan gejala suatu

penyakit yang timbul melalui dua jalur, yaitu persepsi gejala (symptom

perception) dan pesan sosial (social messages). Persepsi gejala (symptom

perception) dimana individu memahami dan menilai sebuah gejala berdasarkan

pengalaman mereka, selain itu informasi tentang sebuah penyakit diperoleh oleh

individu dari lingkungan sosial (keluarga, teman, tetangga, media). Persepsi

terhadap gejala penyakit memengaruhi bagaimana seorang individu menafsirkan

sebuah penyakit. Persepsi dipengaruhi oleh mood dan kognisi. Interpretasi

individu terhadap gejala penyakit atau masalah membentuk sebuah representasi

terhadap ancaman bagi kesehatan meliputi, identitas mencakup pemberian label

pada penyakit, penyebab dari penyakit, konsekuensi atau akibat yang

ditumbulkan, rentang waktu, dan pengobatan, selain hal tersebut, interpretasi

individu terhadap sebuah penyakit memunculkan atau menimbulkan respon

emosional terhadap ancaman kesehatan berupa rasa takut, cemas, dan depresi.

Sekali individu menerima informasi tentang kemungkinan dari suatu penyakit

melalui jalur yang telah disebutkan pada paragraf di atas, menurut teori

pemecahan masalah (problem solving) maka orang tersebut akan termotivasi

untuk kembali pada keadaan normal. Pada tahap selanjutnya individu mulai

mempertimbangkan dan mengembangkan strategi koping. Koping terdiri dari dua

kategori besar yaitu, pendekatan koping (mis. pergi ke dokter, beristirahat,

berbicara dengan kerabat terkait dengan emosi atau perasaan), penghindaran

koping (mis. Penolakan atau menyangkal, harapan kosong).

Page 10: Pemahaman Dan Penggunaan Pemali Oleh Masyarakat Toraja Dalam Kaitannya Dengan Perilaku ... · 2016. 11. 29. · kegiatan manusia atau kebiasaan sosial yang dinyatakan sebagai suci

10

Saat menghadapi penyakit, seseorang akan mengembangkan strategi koping untuk

kembali pada keadaan yang sehat dan normal.

Taylor dan rekannya (dalam Ogden, 2007) menguraikan tiga proses yang

dilakukan seseorang untuk menyesuaikan diri dalam kondisi yang mengancam

atau berbahaya (termasuk penyakit) meliputi mencari arti atau makna, mencari

keahlian, dan proses peningkatan atau perbaikan diri–saya lebih baik dari banyak

orang. Ketiga proses tersebut adalah inti untuk mengembangkan dan

mempertahankan khayalan, bahwa khayalan merupakan proses adaptasi kognitif.

Pada tahap yang terakhir orang akan mengevaluasi strategi koping yang mereka

gunakan apakah efektif atau sebaliknya. Jika dinilai efektif, maka strategi tersebut

tetap digunakan dan diteruskan, begitupun dengan sebaliknya jika strategi

tersebut dinilai tidak efektif maka orang akan termotivasi untuk mencari alternatif

lainnya.

Page 11: Pemahaman Dan Penggunaan Pemali Oleh Masyarakat Toraja Dalam Kaitannya Dengan Perilaku ... · 2016. 11. 29. · kegiatan manusia atau kebiasaan sosial yang dinyatakan sebagai suci

11

Bagan 1. Model regulasi diri dari Leventhal (dalam Ogden, 2007)

Tahap 3:

Penilaian

•Strategi

koping yang

efektif?

Respon emosional

terhadap ancaman

kesehatan

• Takut

• Kecemasan

• Depresi

Tahap 2: Koping

• Pendekatan

koping

•Penghindaran

koping

Tahap 1: Interpretasi

• Persepsi gejala

• Pesan sosial

→Penyimpangan

dari norma

Gambaran ancaman

kesehatan

• Identitas

• Penyebab

• Konsekuensi

• Rentang waktu

•Pengobatan

Page 12: Pemahaman Dan Penggunaan Pemali Oleh Masyarakat Toraja Dalam Kaitannya Dengan Perilaku ... · 2016. 11. 29. · kegiatan manusia atau kebiasaan sosial yang dinyatakan sebagai suci

12

Suku Toraja

Sebelum berganti nama, Toraja dikenal dengan tondok lepongan bulan

matarik allo. Pada umumnya suku Toraja menetap di pegunungan bagian utara

Sulawesi Selatan, Indonesia. Populasinya diperkirakan sekitar 650.000 jiwa,

dengan 450.000 di antaranya masih tinggal di Kabupaten Tana Toraja. Mayoritas

suku Toraja memeluk agama Kristen, sementara sebagian menganut Islam dan

kepercayaan yang dikenal dengan aluk to dolo. Kata Toraja berasal dari bahasa

Bugis, to riaja yang berarti orang yang berdiam di negeri atas. Pemerintah

kolonial Belanda menamai suku ini Toraja pada tahun 1909.

Suku Toraja terkenal akan ritual pemakaman, rumah adat tongkonan dan

ukiran kayunya. Ritual pemakaman Toraja merupakan peristiwa sosial yang

penting, biasanya dihadiri oleh ratusan orang dan berlangsung selama beberapa

hari. Sebelum abad ke-20, suku Toraja tinggal di desa-desa otonom. Mereka

masih menganut animisme dan belum tersentuh oleh dunia luar. Pada awal tahun

1900-an, misionaris Belanda datang dan menyebarkan agama Kristen. Masyarakat

Toraja sejak tahun 1990-an mengalami transformasi budaya, dari masyarakat

berkepercayaan tradisional dan agraris, menjadi masyarakat yang mayoritas

beragama Kristen dan mengandalkan sektor pariwisata yang terus meningkat.

Suku Toraja memiliki sedikit gagasan secara jelas mengenai diri mereka sebagai

sebuah kelompok etnis sebelum abad ke-20.

Kata Toraja pertama kali digunakan oleh penduduk dataran rendah untuk

memanggil penduduk dataran tinggi. Pada awalnya suku Toraja lebih banyak

memiliki hubungan perdagangan dengan orang luar seperti suku Bugis,

Page 13: Pemahaman Dan Penggunaan Pemali Oleh Masyarakat Toraja Dalam Kaitannya Dengan Perilaku ... · 2016. 11. 29. · kegiatan manusia atau kebiasaan sosial yang dinyatakan sebagai suci

13

suku Makassar, dan suku Mandar yang menghuni sebagian besar dataran rendah

di Sulawesi daripada dengan sesama suku di dataran tinggi. Kehadiran misionaris

Belanda di dataran tinggi Toraja memunculkan kesadaran etnis Toraja di wilayah

Sa'dan Toraja, dan identitas bersama ini tumbuh dengan bangkitnya pariwisata di

Tana Toraja. Sejak itu, Sulawesi Selatan memiliki empat kelompok etnis utama,

yaitu suku Bugis (kaum mayoritas, meliputi pembuat kapal dan pelaut), suku

Makassar (pedagang dan pelaut), suku Mandar (pedagang dan nelayan), dan suku

Toraja yang merupakan petani di dataran tinggi (Wikipedia, 2012).

Aluk Todolo

Di kala masyarakat Toraja belum mengenal agama samawi, mereka

mempercayai suatu keyakinan yang dikenal dengan aluk todolo. Aluk todolo

sering pula disebut dengan nama alukta, singkatan dari aluk todolo. Aluk dalam

bahasa Toraja artinya sama dengan agama, todolo dalam bahasa Toraja artinya

sama dengan nenek semula. Menurut kepercayaan aluk todolo, Tuhan yang tinggi

ialah Puang Matua, pencipta manusia pertama dan segala isinya. Totu Mampata

artinya yang menciptakan manusia dan yang dimaksudkan ialah Puang Matua.

Dalam bahasa sehari-hari seringkali orang berkata dalam merencanakan sesuatu:

“kenaeloranni Totu Mampata” artinya jika dikehendaki pencipta kita, ialah Tuhan

Allah.

Manusia diciptakan oleh Totu Mampata atau Puang Matua untuk hidup

bersama. Agar kehidupan manusia teratur, Puang Matua menurunkan aluk todolo

dengan segala persyaratan hukumnya.

Page 14: Pemahaman Dan Penggunaan Pemali Oleh Masyarakat Toraja Dalam Kaitannya Dengan Perilaku ... · 2016. 11. 29. · kegiatan manusia atau kebiasaan sosial yang dinyatakan sebagai suci

14

Pengawasan dan pertanggungjawab atas tertibnya kehidupan masyarakat, Puang

Matua memberi kuasa Puang Titanan Tallu (Tri Maha Tunggal) yang terdiri dari

puang banggai rante ialah dewata yang menguasai bumi dan isinya, tuang tulak

padang ialah dewata yang menguasai isi bumi dan air, gaung tikembong dewata

yang menguasai angkasa angin dan halilintar. Dewata adalah makhluk halus yang

diberi kuasa besar oleh Puang Matua untuk mengawasi manusia dalam hidupnya

di dunia ini dan menghukum siapa saja yang melanggar perintah Puang Matua.

Manusia, binatang dan tumbuh-tumbuhan dijaga oleh roh halus sehingga jika

dirusak maka dewata akan memberi hukuman malapetaka di dunia (Labuhari,

1997).

Setelah masuknya agama Kristen di Tana Toraja, situasi berangsur-angsur

mulai berubah terutama sikap dan tata cara hidup yang bermasyarakat, meskipun

belum seluruhnya meninggalkan tata cara hidup yang bersifat tradisional.

Kehadiran agama dalam kehidupan masyarakat masih tetap berdampingan dengan

kebiasaan-kebiasaan yang diturunkan oleh leluhur, seperti kepercayaan tentang

hari-hari baik dan hari buruk, kepercayaan terhadap penyebab malapetaka

misalnya melakukan perjalanan, menanam padi, dan melakukan perjalanan.

Menurut Tangdilintin (dalam Duli dan Hasanuddin, 2003) aluk todolo adalah

salah satu kepercayaan atau keyakinan yang diturunkan oleh Puang Matua (sang

pencipta). Adapun aturan agama dalam aluk todolo bahwa manusia dan segala isi

bumi harus menyembah. Penyembahan ditunjukkan pada Puang Matua sebagai

pencipta yang diwujudkan dalam bentuk sajian. Puang Matua sebagai sang

pencipta memberi kekuasaan kepada deata-deata (sang pemelihara).

Page 15: Pemahaman Dan Penggunaan Pemali Oleh Masyarakat Toraja Dalam Kaitannya Dengan Perilaku ... · 2016. 11. 29. · kegiatan manusia atau kebiasaan sosial yang dinyatakan sebagai suci

15

Manusia diwajibkan mempergunakan segala yang ada dalam dunia dan sekaligus

menyembah Puang Matua dan deata-deata.

Dalam ajaran aluk to dolo dikenal tiga golongan deata yaitu deata tangga

langi’ sang pemelihara di langit, deata kapadanganna sang pemelihara di bumi,

deata tangana padang pemelihara menguasai segala isi tanah. Selain ketiga

golongan deata dalam ajaran aluk to dolo sesuai ketentuan sukaran aluk, maka

manusia harus menyembah kepada tiga aturan yaitu Puang Matua, deata–deata,

tomembali puang. Ajaran aluk to dolo mengonsepsikan adanya struktur dewa-

dewa yang tersusun secara vertikal. Puang Matua dipandang sebagai dewa

tertinggi yang berperan sebagai pencipta seluruh alam, sedangkan di pihak lain

deata-deata berkedudukan sebagai pemelihara, penguasa, pengatur kehidupan

ciptaan Puang Matua, dan tomembali Puang berkedudukan sebagai pengawas

(Duli dan Hasanuddin, 2003).

Apabila salah seorang anggota keluarga dalam rumah selalu sakit, atau hidup

seseorang selalu sial maka dipanggillah pemimpin agama tominaa untuk massuru-

suru. Orang yang sakit atau orang tuanya yang merendahkan diri dan

merenungkan kiranya keluarga atau anggota yang bersangkutan pernah melanggar

aturan agama atau pernah berkhianat kepada orang tua, menyiksa binatang dan

merusak tanaman. Kemudian yang bersangkutan “mengaku komba” menyesali

perbuatan-perbuatan dan pemimpin agama tominaa mentarapkan yang dilakukan.

Tentu banyak perbuatan-perbuatan yang dianggap menyalahi norma agama tetapi

tominaa mencari yang paling menyalahi tujuan hidup sesuai aluk todolo.

Page 16: Pemahaman Dan Penggunaan Pemali Oleh Masyarakat Toraja Dalam Kaitannya Dengan Perilaku ... · 2016. 11. 29. · kegiatan manusia atau kebiasaan sosial yang dinyatakan sebagai suci

16

Dalam hal ini diadakan terkaan memakai biang, semacam rumput gajah dibelah di

tengah malam diantara keluarga dengan doa: lamangaku komba’ ki’ langan Puang

Totu Mampata. Ladi parokko mi tebiang, lama’ kada tongan diongbaliaran

ampa’ rantean tujo. Mantannako rara’ talingannako bulan, tang dipenduanni

tangdipetallunni”, artinya kiranya kita mengaku dengan tulus ikhlas dihadap

Allah. Biang ini akan berbicara benar dihamparan tikar di tengah kita. Demi saksi

kebenaran yang murni, tepat dan jitu, tidak diulang. Ajaran seperti ini sedikit demi

sedikit mulai ditinggalkan oleh masyarakat Toraja, walaupun orang-orang tua

masih tetap bertahan dan semakin bermunculan orang yang berpendidikan ingin

mempertahankan agama dan adat orang Toraja dengan adanya pengakuan juridis

yang mengakui kepercayaan terhadap Tuhan yang Maha Esa.

Dalam aluk todolo terdapat beberapa hukum yang harus dipatuhi oleh

penganutnya yang disebut dengan pemali, meliputi :

- Pemali urrusak pote dibolong, artinya tidak boleh mengganggu upacara

penguburan orang mati.

- Pemali ma’ pangan buni, tidak boleh berzinah.

- Pemali unromok tatanan pasak, tidak boleh mengacau dipasar

- Pemali unteka’ palanduan, golongan budak dilarang kawin dengan

golongan tomakaka dan tokapua (bangsawan).

- Pemali massape-ao’, tidak boleh berangkat meninggalkan rumah pada hari

yang sama dengan arah yang berbeda.

- Pemali boko, tidak boleh mencuri.

Page 17: Pemahaman Dan Penggunaan Pemali Oleh Masyarakat Toraja Dalam Kaitannya Dengan Perilaku ... · 2016. 11. 29. · kegiatan manusia atau kebiasaan sosial yang dinyatakan sebagai suci

17

- Pemali umboko sunga’ na pedanta tolino, jangan membunuh sesama

manusia.

- Pemali ma’ kada penduan, tidak boleh berdusta.

- Pemali unkasirisan deata misanta, jangan mengkhianati orang tua.

- Pemali ungkattai bubun, jangan berak di sumur.

- Pemali umbala’ bala’ tomanglaa, jangan menyiksa anak gembala.

- Pemali meloko, dilarang mengambil barang di kuburan.

- Pemali umbala - bala’ patuoan, jangan menyiksa binatang ternak.

Sanksi yang dikenakan pada pelanggaran pemali berbeda menurut berat

ringannya pelanggaran, seperti sanksi yang berat ialah sangsi membunuh dimana

semua keluarga dari yang menjadi korban pembunuhan bersumpah turun temurun

tidak boleh berhubungan dalam bentuk apapun dengan keluarga pembunuh

(sisallang). Seorang hamba yang kawin dengan golongan bangsawan diusir

seumur hidup dari lingkungan Toraja. Sanksinya sama dengan orang yang

mencuri benda milik orang meninggal dari kubur. Orang berpisah dari satu rumah

pada hari yang sama dengan arah yang berlawanan, tidak ada sanksi hukumnya

tetapi biasanya salah seorang anggota keluarga mendapat celaka (Labuhari, 1997).

Page 18: Pemahaman Dan Penggunaan Pemali Oleh Masyarakat Toraja Dalam Kaitannya Dengan Perilaku ... · 2016. 11. 29. · kegiatan manusia atau kebiasaan sosial yang dinyatakan sebagai suci

18

Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif. Penelitian ini

melibatkan lima partisipan, yang terdiri dari dua laki-laki dan tiga perempuan.

Kelima partisipan berasal dan tinggal di kabupaten Toraja Utara, provinsi

Sulawesi Selatan. Adapun karakteristik partisipan yaitu salah satu dari partisipan

merupakan ketua adat dalam lingkungan Toraja, dikarenakan ketua adat

merupakan orang yang lebih tahu mengenai latar belakang dan seluk beluk

tentang pemali di Toraja. Partisipan merupakan masyarakat biasa yang masih

meyakini dan menerapkan pemali dalam kehidupan sehari-hari. Metode

pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu wawancara dan

observasi. Dilakukan wawancara mendalam terhadap semua partisipan, selain itu

peneliti melihat dan mengamati perilaku yang nampak dari partisipan. Data yang

diperoleh dalam penelitian ini akan dianalisa dengan menggunakan teknik analisa

data kualitatif seperti yang diungkapkan oleh Miles dan Huberman (dalam

Herdiansyah, 2010) yang terdiri dari pengumpulan data, reduksi data, display

data, kesimpulan.

Page 19: Pemahaman Dan Penggunaan Pemali Oleh Masyarakat Toraja Dalam Kaitannya Dengan Perilaku ... · 2016. 11. 29. · kegiatan manusia atau kebiasaan sosial yang dinyatakan sebagai suci

19

Hasil Penelitian

Semua partisipan dalam penelitian ini adalah masyarakat keturunan asli

Toraja dari latar belakang keuturunan bangsawan yang bertempat tinggal di

Kabupaten Toraja Utara. P1 merupakan ketua adat, sedangkan P2 hingga P5

merupakan masyarakat Toraja yang percaya dan taat terhadap pemali. Semua

partisipan mendapatkan ajaran tentang pemali dari orang tua sejak mereka kecil.

Mereka tumbuh dalam keluarga yang taat dan percaya terhadap pemali. Kelima

partisipan memperoleh ajaran tentang pemali dari orang tua mereka, tergambarkan

dalam situasi yang sama yaitu dalam situasi santai sehabis makan malam saat

mereka sedang duduk di ruang tamu. Ajaran serta perilaku yang ditunjukkan

lingkungan terdekat yang mencerminkan ketaatan terhadap pemali, menjadi dasar

bagi partisipan untuk mulai memahami tentang pemali dan kemudian

menggunakannya sesuai dengan konteksnya.

Seperti yang telah dijelaskan pada paragraf di atas, bahwa semua partisipan

memperoleh ajaran tentang pemali sejak mereka kecil. Semua partisipan

memahami dan menerapkan pemali sesuai dengan konteksnya, ketika mereka

mulai beranjak remaja dan dewasa. P1 percaya terhadap pemali dan

menerapkannya sejak usia 25 tahun, P2 dan P3 percaya terhadap pemali sejak usia

18 dan 15 tahun, sedangkan P4 dan P5 percaya dan menerapkan pemali sejak usia

13 tahun. Pada usia tersebut semua partisipan mulai memahami baik itu tujuan

maupun manfaat pemali bagi kehidupan mereka hingga saat ini.

Page 20: Pemahaman Dan Penggunaan Pemali Oleh Masyarakat Toraja Dalam Kaitannya Dengan Perilaku ... · 2016. 11. 29. · kegiatan manusia atau kebiasaan sosial yang dinyatakan sebagai suci

20

Bagi mereka pemali mempunyai tujuan yang baik, yaitu untuk menghindarkan

mereka dari penyakit dan kejadian–kejadian buruk lainnya, serta untuk mengatur

kehidupan mereka menjadi lebih baik. Berawal dari pemahaman tersebut,

partisipan kemudian menerapkan pemali dalam kehidupan sehari-hari.

Bagi kelima partisipan, pemali merupakan ketentuan yang berisikan larangan–

larangan pada perbuatan dan jenis makanan tertentu untuk dilakukan. Semua

partisipan meyakini bahwa pemali berasal dari nenek moyang orang Toraja.

Mereka membentuk dan menetapkan pemali sebagai sebuah ketentuan

berdasarkan keyakinan yang mereka peluk saat itu yang dikenal dengan aluk

todolo, kepercayaan yang tertuju kepada Tuhan Yang Maha Esa (Puang Matua).

Mereka juga percaya bahwa pada zaman nenek moyang orang Toraja, terdapat

pengantara yang menjadi penghubung manusia dengan Tuhan yaitu deata, bagi

mereka deata mempunyai kedudukan yang sama dengan Tuhan Yesus.

Pernyataan tersebut tampak berbeda dengan pernyataan yang diungkapkan oleh

P2. Menurut P2 keyakinan nenek moyang orang Toraja pada zaman dahulu yaitu

keyakinan tertuju kepada setan, sehingga ia percaya bahwa keyakinan tersebut

menjadi landasan nenek moyang orang Toraja untuk membentuk dan menetapkan

pemali.

Pemali tumbuh dan berkembang dalam lingkungan masyarakat Toraja,

sehingga telah menjadi bagian dari budaya Toraja. Bagi P1 selaku ketua adat,

seseorang yang mempunyai anggapan bahwa pemali tidak berlaku lagi seperti

zaman dahulu karena sekarang orang telah memiliki kepercayaan kepada Tuhan

atau beragama, baginya orang tersebut tidak memiliki budaya dalam dirinya.

Page 21: Pemahaman Dan Penggunaan Pemali Oleh Masyarakat Toraja Dalam Kaitannya Dengan Perilaku ... · 2016. 11. 29. · kegiatan manusia atau kebiasaan sosial yang dinyatakan sebagai suci

21

Bagi P1 sudah layak dan sepantasnya selaku generasi penerus untuk menjaga dan

melestarikan warisan dari leluhur yang merupakan bagian dari budaya Toraja.

Contoh–contoh pemali yang diutarakan oleh semua partisipan kecuali

partisipan keempat, yaitu pemali membawa pulang bambu ataupun kayu yang

digunakan untuk membawa peti ke makam, pemali membongkar bangunan tempat

menyimpan jenazah di lapangan upacara kematian, pemali memasak daging yang

berasal dari acara kedukaan dengan daging yang berasal dari acara syukuran

secara bersamaan dalam satu wadah, pemali memakan daging kerbau bersama

sayur paku secara bersamaan, pemali berkunjung ke makam saat padi mulai

tumbuh. Kelima partisipan meyakini bahwa pelanggaran terhadap pemali dapat

menimbulkan konsekuensi berupa dosa dan karma, dalam bentuk penyakit, gagal

panen, serta kejadian buruk lainnya.

Pengalaman pernah menyaksikan konsekuensi yang timbul akibat pelanggaran

pemali berupa gagal panen dan penyakit, pernah disaksikan oleh P2 dan P3,

sedangkan pengalaman pernah merasakan sendiri konsekuensi yang timbul akibat

pelanggaran pemali berupa penyakit yaitu pada bagian perut, kaki, dan pundak

dialami oleh P3 dan P5. Beda halnya dengan P1 dan P4 yang belum pernah

menyaksikan konsekuensi yang timbul akibat pelanggaran pemali, baik itu berupa

penyakit ataupun gagal panen. Motivasi kelima partisipan untuk percaya dan taat

terhadap pemali yaitu karena takut terhadap konsekuensi yang akan timbul baik

itu berupa penyakit dan kejadian-kejadian buruk lainnya. Pesan dari orang tua

menjadi sebuah peringatan kepada kelima partisipan untuk tidak melanggar

pemali.

Page 22: Pemahaman Dan Penggunaan Pemali Oleh Masyarakat Toraja Dalam Kaitannya Dengan Perilaku ... · 2016. 11. 29. · kegiatan manusia atau kebiasaan sosial yang dinyatakan sebagai suci

22

Bagi kelima partisipan pesan dari orang tua terkait dengan pemali, menjadi tanda

atau bukti bahwa mereka yang dalam hal ini adalah orang tua para partisipan

pernah menyaksikan dampak tersebut, sehingga pemali menjadi sebuah pesan dari

orang tua kepada anak–anaknya. Keyakinan serta pandangan tersebut semakin

diperkuat oleh pengalaman partisipan yang pernah menyaksikan dan mengalami

dampak secara langsung, sehingga bagi mereka pesan tersebut benar.

Beberapa contoh-contoh pemali yang berbeda yang diutarakan oleh kelima

partisipan. Bagi P, pemali mengambil benda–benda orang yang telah meninggal

baik itu benda yang dikenakan pada badan orang yang telah meninggal maupun

benda yang diletakkan di dalam makam, baginya benda-benda orang yang telah

meninggal tidak boleh dibawa ke dalam kehidupan orang yang hidup, pemali

selingkuh dengan saudara kandung dan selingkuh dengan orang tua. Adapun

contoh pemali lainnya yang diutarakan P2 yaitu pemali memasak telur ataupun

menggoreng telur, serta mengupas kelapa menjelang musim panen padi. Contoh

lainnya yang diutarakan oleh P3, yaitu pemali melakukan kegiatan yang berkaitan

dengan acara kedukaan dan acara syukuran tanpa adanya peristiwa yang nyata

menggambarkan kedua peristiwa tersebut. Contoh yang berbeda diutarakan oleh

P4, yaitu pemali menyapu di dalam rumah pada malam hari, pemali bertopang

dagu, pemali tidur pada jam lima sore ke atas. Contoh lain diutarakan oleh

partisipan kelima, yaitu pemali memakan kepala babi, pemali bagi sepasang suami

istri memotong ayam bersama–sama, pemali memukul anak menggunakan

tangkai pohon bambu, dan pemali memakan daging anjing.

Page 23: Pemahaman Dan Penggunaan Pemali Oleh Masyarakat Toraja Dalam Kaitannya Dengan Perilaku ... · 2016. 11. 29. · kegiatan manusia atau kebiasaan sosial yang dinyatakan sebagai suci

23

Semua partisipan meyakini bahwa pelanggaran terhadap pemali akan

menimbulkan dampak, oleh karena itu harus berujung pada sebuah pengakuan

sebagai wujud penyesalan dan pertobatan serta memohon pengampunan kepada

Tuhan. Tindakan tersebut merupakan sebuah upaya yang diyakini partisipan dapat

menyembuhkan mereka dari penyakit.

Pembahasan

Fokus penelitian ini adalah untuk melihat bagaimana pemahaman dan

penggunaan pemali oleh masyarakat Toraja dalam kaitannya dengan perilaku

kesehatan. Untuk memahami proses tersebut, penting untuk mengetahui terlebih

dahulu tentang perilaku kesehatan. Menurut Leventhal (dalam Ogden, 2007)

faktor–faktor yang memprediksikan perilaku sehat yaitu faktor sosial, meliputi

norma-norma sosial, meniru, penguatan, dan belajar. Norma sosial bersifat

mengikat, setiap norma yang terdapat dalam suatu masyarakat merupakan nilai-

nilai sosial yang harus ditaati dan dipatuhi oleh masyarakat setempat. Perilaku

yang ditunjukkan oleh kedua orang tua dan lingkungan terdekat mereka yang

mencerminkan ketaatan terhadap pemali, perlahan-lahan mereka tiru dan

aplikasikan dalam kehidupan sehari–hari, hingga pada akhirnya menjadi sebuah

nilai yang menjadi acuan mereka dalam berperilaku.

Faktor kedua faktor emosional, meliputi rasa takut, cemas, dan depresi.

Faktor emosional akan mengalami perubahan jika merasa dirinya dalam bahaya,

sehingga menimbulkan emosi-emosi negatif.

Page 24: Pemahaman Dan Penggunaan Pemali Oleh Masyarakat Toraja Dalam Kaitannya Dengan Perilaku ... · 2016. 11. 29. · kegiatan manusia atau kebiasaan sosial yang dinyatakan sebagai suci

24

Rasa takut dan cemas timbul dalam diri partisipan saat membayangkan

kemungkinan-kemungkinan buruk yang akan terjadi pada diri mereka jika

melanggar pemali. Emosi tersebut timbul saat mereka berada dalam situasi

berbahaya, yaitu sebuah situasi yang dihadapkan pada partisipan jika dilakukan

maka terjadi pelanggaran pemali. “Rasa takut, kalau diperbuat itu nanti betul-

betul terjadi bagaimana mi kita nanti”. Emosi negatif berupa rasa takut dan

cemas akan hilang jika partisipan mengambil sebuah tindakan yaitu tidak

melanggar pemali, dengan sebuah keyakinan yang mereka pegang bahwa jika

mereka taat dan tidak melanggar pemali maka dampak buruk tidak akan menimpa

mereka. Menurut Leventhal dkk (1980) jika ketakutan memainkan peranan dalam

tindakan jangka panjang kemungkinan karena memiliki pengaruh pada ingatan.

Faktor ketiga yaitu persepsi simtom–simtom, meliputi pandangan setiap

individu terhadap gejala-gejala suatu penyakit, banyak hal yang berperan dalam

membentuk persepsi individu salah satunya yaitu kognisi. Pengalaman di masa

lalu serta pesan dari orang tua mengenai pemali menjadi hal yang penting, karena

pengalaman serta pesan yang mereka dapatkan dari orang tua menjadi

pertimbangan bagi mereka untuk mempersepsikan gejala suatu penyakit. Faktor

keempat yaitu keyakinan atau kepercayaan, keyakinan setiap individu terhadap

suatu penyakit dapat berdampak terhadap perkembangan penyakit serta perilaku

mereka. Hal tersebut tercermin pada partisipan yang memiliki pengalaman pernah

merasakan sakit pada bagian kaki, perut, dan bahu, dengan meyakini bahwa

penyakit tersebut timbul akibat melanggar pemali, sehingga bagi mereka penyakit

yang timbul akibat pelanggaran pemali tidak dapat disembuhkan dengan bantuan

Page 25: Pemahaman Dan Penggunaan Pemali Oleh Masyarakat Toraja Dalam Kaitannya Dengan Perilaku ... · 2016. 11. 29. · kegiatan manusia atau kebiasaan sosial yang dinyatakan sebagai suci

25

medis berupa obat-obatan melainkan dengan pengakuan. Pengalaman tersebut

menjadi sebuah bukti pembenaran terhadap pesan yang diajarkan oleh orang tua

mereka “ Karena saya sudah coba to, na benar-benar mau ada akibatnya ’’.

Menurut Carver, Scheier, Vohs dan Baumeister (dalam Wit & Ridder, 2006 )

istilah regulasi diri sering digunakan untuk mengacu pada upaya manusia untuk

mengubah pikiran, perasaan, keinginan, dan tindakan, dalam mencapai tujuan

mereka. Menurut Hagger dan Orbell (wearden & Peters, 2008) model regulasi diri

memberikan kerangka untuk membantu memahami peran faktor kognitif dan

persepsi dalam menanggapi dan mengelola berbagai penyakit kronis dan ancaman

lain terhadap kesehatan.

Keterkaitan antara pemali dengan perilaku kesehatan dapat dijelaskan dengan

model regulasi diri dari Leventhal, terdiri dari tiga tahap yaitu interpretasi, koping,

dan penilaian. Tahap yang pertama yaitu tahap dimana individu

menginterpretasikan gejala suatu penyakit. Semua partisipan meyakini bahwa

penyebab timbulnya penyakit tertentu diakibatkan pelanggaran terhadap pemali.

Salah satu contoh jenis penyakit yang diyakini oleh partisipan dapat timbul jika

mencampur daging yang berasal dari acara kedukaan yaitu daging babi dan kerbau

dengan daging yang berasal dari acara syukuran yaitu daging ayam dan daging

babi, jika daging tersebut dicampur maka akan menyebabkan timbulnya penyakit

ayan. Informasi tersebut mereka dapatkan melalui pesan yang disampaikan oleh

orang tua partisipan. Persepsi terhadap sebuah gejala penyakit memengaruhi

bagaimana seorang individu menafsirkan sebuah penyakit.

Page 26: Pemahaman Dan Penggunaan Pemali Oleh Masyarakat Toraja Dalam Kaitannya Dengan Perilaku ... · 2016. 11. 29. · kegiatan manusia atau kebiasaan sosial yang dinyatakan sebagai suci

26

Konsekuensi berupa penyakit tidak hanya berlaku pada pemali tersebut, namun

bagi partisipan hampir semua pelanggaran pada contoh pemali lainnya dapat

menimbulkan penyakit. “Sebab kita tidak lihat itu kita kenna’ apakah mata kita

buta, apakah kita pincang, apakah perut kita bengkak, banyak macam”.

Hasil dari pengolahan informasi menurut model regulasi diri (Benyamini,

Gozlan, & Kokia, 2004) adalah representasi kognitif terhadap ancaman kesehatan

(identitas, penyebab, konsekuensi, rentang waktu, dan pengobatan) serta respons

emosional berupa takut dan cemas. Rasa takut yang timbul pada diri partisipan,

berlandaskan pada sebuah keyakinan yang mereka pegang bahwa jika melanggar

pemali, maka dampak yang akan timbul menimpa mereka yaitu berupa penyakit.

Selain itu, rasa takut terhadap penyakit yang akan timbul yang dapat berujung

pada kematian, menjadi landasan timbulnya munculnya emosi-emosi negatif. “

Ada rasa takut, takut nanti kita sakit atau kita mati”. Untuk mengatasi ancaman

terhadap kesehatan serta untuk menurunkan respons emosi, maka partisipan

terdorong untuk melakukan sebuah upaya guna mencegah dari penyakit serta

meningkatkan kesehatan mereka yaitu dengan taat terhadap pemali.

Bagi partisipan penyakit yang timbul akibat pelanggaran pemali, tidak

dapat disembuhkan dengan bantuan medis, sehingga upaya yang dilakukan ialah

mengadakan sebuah pengakuan sebagai bentuk penyesalan dan pertobatan serta

memohon ampun kepada Tuhan. “ Iya kalau itu terjadi kita itu mulai koreksi diri,

mungkin ada pelanggaran pemali yang saya perbuat ini. Kita pergi sama orang

yang dituakan itu di dalam masyarakat, tanya-tanya saya pernah melanggar

pemali apa yang harus saya perbuat.

Page 27: Pemahaman Dan Penggunaan Pemali Oleh Masyarakat Toraja Dalam Kaitannya Dengan Perilaku ... · 2016. 11. 29. · kegiatan manusia atau kebiasaan sosial yang dinyatakan sebagai suci

27

Di situ kita dikasih tahu, pergi di tongkonan mengaku di tongkonan bahwa ini

tidak saya sengaja, tapi ini kelalaian saya, saya perbuat saya mengaku mohon

Tuhan dengarkan doa saya”.

Semua partisipan meyakini bahwa upaya yang mereka lakukan untuk

menghindarkan diri atau pencegahan dari konsekuensi berupa penyakit yaitu

dengan percaya dan taat terhadap pemali. Bagi mereka taat terhadap pemali

merupakan sebuah tindakan yang efektif yang dapat mencegah timbulnya

penyakit yang akan menimpa diri mereka, yang kemudian mereka terapkan dalam

kehidupan sehari-hari “ Memang itu sudah pengalaman, orang yang taat kepada

pemali-pemali itu banyak manfaatnya, tapi orang yang sudah tidak menghiraukan

pemali lagi, itu nampak juga dalam hidupnya itu, pasti ada hukum karmanya

itu”. Bagi partisipan tindakan tersebut efektif untuk mencegah penyakit, sehingga

mereka menerapkannya guna menjaga kondisi mereka untuk tetap sehat dan

mencegah timbulnya penyakit. Keyakinan dan tindakan tersebut kemudian

mereka teruskan dan ajarkan kepada anggota keluarga.

Contoh-contoh pemali yang disebutkan oleh partisipan, kebanyakan

mengacu kepada mayat. Hal tersebut diduga karena di dalam adat Toraja sendiri

menganggap bahwa mereka yang telah meninggal masih hidup dan dihormati.

Pernyataan dari salah satu partisipan yang mengatakan bahwa barang orang yang

telah meninggal tidak boleh di bawah ke dalam dunia orang yang masih hidup,

menandakan bahwa segala sesuatu yang menyangkut mayat khususnya benda-

benda milik orang yang telah meninggal, pantang jika disentuh karena dianggap

sebagai sesuatu yang berbahaya.

Page 28: Pemahaman Dan Penggunaan Pemali Oleh Masyarakat Toraja Dalam Kaitannya Dengan Perilaku ... · 2016. 11. 29. · kegiatan manusia atau kebiasaan sosial yang dinyatakan sebagai suci

28

Penghormatan kepada hal-hal yang berbahaya merupakan sebuah upaya yang

dilakukan oleh partisipan agar tidak terkontaminasi dengan penyakit yang dapat

mengancam kesehatan mereka.

Kesimpulan dan Saran

Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis data yang dilakukan, maka diperoleh

kesimpulan mengenai pemahaman dan penggunaan pemali oleh masyarakat

Toraja dalan kepentingannya dengan perilaku kesehatan sebagai berikut. Pemali

merupakan sebuah ajaran yang diturunkan oleh nenek moyang orang Toraja,

berisikan larangan-larangan pada perbuatan dan objek tertentu, jika dilanggar

dapat menimbulkan dampak berupa penyakit, gagal panen, serta kejadian-kejadian

buruk lainnya. Bagi kelima partisipan, pemali mempunyai tujuan dan manfaat

yang baik yaitu untuk menghindarkan mereka dari kemalangan-kemalangan

khususnya penyakit, serta untuk mengatur kehidupan mereka untuk menjadi lebih

baik. Kelima partisipan memiliki pemahaman bahwa ketidaktaatan terhadap

pemali dapat menimbulkan dampak berupa penyakit, sehingga upaya yang mereka

lakukan untuk mencegah timbulnya dampak tersebut yaitu dengan percaya dan

taat terhadap pemali. Rasa takut dan cemas terhadap penyakit yang akan timbul

kerap kali mewarnai kehidupan partisipan. Hal tersebut kemudian menjadi

motivasi partisipan untuk taat dan patuh terhadap pemali.

Pemahaman partisipan mengenai penyakit yang timbul akibat pelanggaran

pemali, didasari dengan sebuah pandangan pribadi mereka yang tergambarkan

Page 29: Pemahaman Dan Penggunaan Pemali Oleh Masyarakat Toraja Dalam Kaitannya Dengan Perilaku ... · 2016. 11. 29. · kegiatan manusia atau kebiasaan sosial yang dinyatakan sebagai suci

29

lewat pengalaman serta informasi yang mereka dapatkan dari orang-orang

terdekat. Berawal dari pemahaman tersebut kemudian mendorong mereka untuk

menerapkannya. Tindakan tersebut merupakan sebuah upaya yang membuat

mereka keluar dari kondisi takut dan cemas. Pandangan partisipan terhadap

sebuah penyakit khususnya menjadi penyebab timbulnya penyakit, menjadi dasar

perkembangan penyakit itu sendiri serta menjadi acuan bagi individu untuk

memilih sebuah langkah yang dapat mengobati terlebih untuk mencegah

timbulnya penyakit.

Dari hasil penelitian yang diperoleh, saran yang dapat diberikan peneliti

dari penelitian ini yaitu :

1. Bagi ketua adat dan tokoh-tokoh masyarakat Toraja, diharapkan untuk

selalu mengupayakan dan mengajak masyarakat Toraja untuk menjaga

nilai-nilai yang terkadung dalam pemali yang dianggap masih relevan

dengan situasi saat ini, pemali-pemali yang dapat diterima secara umum

oleh masyarakat Toraja, contohnya yaitu pemali untuk melakukan

tindakan kriminal, serta pemali-pemali yang bertujuan untuk menjaga

budaya dan adat Toraja.

2. Bagi peneliti selanjutnya yaitu untuk melakukan penelitian dengan

memfokuskan pada alasan logis atau ilmiah terkait dengan hal-hal yang

dijadikan sebagai objek pemali, selain hal tersebut peneliti selanjutnya

dapat mengkaji lebih dalam terkait dengan pemali menjelang pernikahan,

dan pemali khusus untuk upacara kedukaan.

Page 30: Pemahaman Dan Penggunaan Pemali Oleh Masyarakat Toraja Dalam Kaitannya Dengan Perilaku ... · 2016. 11. 29. · kegiatan manusia atau kebiasaan sosial yang dinyatakan sebagai suci

30

3. Bagi pembaca secara umum hasil penelitian ini dapat memberikan

gambaran mengenai pemahaman dan penggunaan pemali oleh masyarakat

Toraja dalam kaitannya dengan perilaku kesehatan.

Page 31: Pemahaman Dan Penggunaan Pemali Oleh Masyarakat Toraja Dalam Kaitannya Dengan Perilaku ... · 2016. 11. 29. · kegiatan manusia atau kebiasaan sosial yang dinyatakan sebagai suci

31

Daftar Pustaka

Benyamini, Y., Gozlan, M., & Kokia, E. (2004). On the Self-Regulation of a

Health Threat:Cognitions, Coping, and Emotions Among Women

Undergoing Treatment for Infertility. Cognitive Therapy and Research, 28,

5. Diakses Agustus, 06, 2014 dari :

http://link.springer.com/article/10.1023/B%3ACOTR.0000045566.97966.22

Chu, M. P. (2009). Chinese cultural taboos that affect their language and behavior

choices. Asian culture and history, 1, 2. Diakses Agustus 16, 2013, dari

www.ccsenet.org/journal.html.

Conner, M. (2002). Health behaviors. University of Leeds UK.

Duli, A., & Hasanuddin. ( 2003). Toraja Dulu dan Kini. Makassar : Pustaka

Refleksi.

Evans, W. R., Averi, G. P., & Pederson, V. P. (1999). Taboo topics: Cultural

restraint on teaching social issue. The social Studies, 90, 5. Diakses Agustus

07, 2014 dari : http://web.b.ebscohost.com/ehost/detail/detail?sid=9e3b00b0-

1140-4925-86f8-

0e9d2d8e80d0%40sessionmgr111&vid=0&hid=112&bdata=JnNpdGU9ZWh

vc3QtbGl2ZQ%3d%3d#db=pbh&AN=2215244

Foster. G. M., & Anderson, B. A. (1986). Antropologi Kesehatan. Jakarta :

Universitas Indonesia.

Freud, S.(2002). Totem and Tabu. Yogyakarta : Jendela.

Herdiansyah, H. (2010). Metodologi penelitian kualitatif. Jakarta: Salemba

humanika

Imelda, D. (2010). Pemali dan Logikanya. Diakses Agustus 19, 2013 dari:

http://www.google.com/#hl=en&q=pamali+dan+logikanya+daisy+imelda&spell=

1&s

Kalua, A, R. (2010). Toraja Tallu Lembangna. Jakarta : Keluarga Besar Tallu

Lembangna.

Kamal, S. M. (2009). Taboos in Ancient Egypt. 3rd IRT International scientific

conference integrated relational tourism–territories and development in the

mediterranean area. Diakses Januari 23, 2014 dari :

http://www.arces.it/public/Pubblicazioni_Ricerche/Turismo_Relazionale/I

rt_conference/Paper%20Book/Vol%201/Paper%20Book_Vol1_12.pdf

Labuhari, T. M. U. (1997). Budaya Toraja. Jakarta : Yayasan Maraya.

Page 32: Pemahaman Dan Penggunaan Pemali Oleh Masyarakat Toraja Dalam Kaitannya Dengan Perilaku ... · 2016. 11. 29. · kegiatan manusia atau kebiasaan sosial yang dinyatakan sebagai suci

32

Leventhal, H., Meyer, D., & Nerenz, D. (1980). The common sense representation

of

illnes danger. Medical Psychology, 11. Diakses Mei 27, 2014 dari :

http://www.academia.edu/259452/The_Common_Sense_Representation_o

f_Illness_Danger.

Notoatmodjo, S. (2005). Promosi Kesehatan Teori dan Aplikasinya. Jakarta : PT

Rineka Cipta.

Ogden, J. ( 2007). Health Psychology (Fourth edition). New York : Two Penn

Plaza.

Steiner, F. (1956). Taboo. Australia : Penguin Books.

Wearden, A., & Peters, S. (2008). Therapeutic techniques for interventions based

on Leventhal’s common sense model. Health Psychology, 13, 189-193.

Diakses Agustus 06, 2014 dari : www.bpsjournals.co.uk

Wikipedia.(2013). Suku Toraja. Diakses Agustus 16, 2013, dari:

http://id.wikipedia.org/wiki/Suku_Toraja