PEM

30
PROTEIN ENERGI MALNUTRISI (PEM) A. DEFINISI Protein Energi Malnutrisi (PEM) atau Kurang Energi Protein (KEP) adalah gangguan gizi yang disebabkan oleh kekurangan protein dan kalori, serta sering disertai dengan kekurangan zat gizi lain. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mendefinisikan kekurangan gizi sebagai “ketidakseimbangan seluler antara pasokan nutrisi dan energi dan kebutuhan tubuh bagi mereka untuk menjamin pertumbuhan, pemeliharaan, dan fungsi tertentu.” Kurang Energi Protein (KEP) berlaku untuk sekelompok gangguan terkait yang termasuk marasmus, kwashiorkor dan marasmus-kwashiorkor. (1) B. EPIDEMOLOGI Pada umumnya masyarakat Indonesia telah mampu mengkonsumsi makanan yang cukup secara kuantitatif. Namun dari segi kualitatif masih cukup banyak yang belum mampu mencukupi kebutuhan gizi minimum. Departemen Kesehatan juga telah melakukan pemetaan, dan 1 | Page

description

tri

Transcript of PEM

Page 1: PEM

PROTEIN ENERGI MALNUTRISI (PEM)

A. DEFINISI

Protein Energi Malnutrisi (PEM) atau Kurang Energi Protein (KEP)

adalah gangguan gizi yang disebabkan oleh kekurangan protein dan kalori, serta

sering disertai dengan kekurangan zat gizi lain. Organisasi Kesehatan Dunia

(WHO)  mendefinisikan kekurangan gizi sebagai “ketidakseimbangan seluler

antara pasokan nutrisi dan energi dan kebutuhan tubuh bagi mereka untuk

menjamin pertumbuhan, pemeliharaan, dan fungsi tertentu.” Kurang Energi

Protein (KEP) berlaku untuk sekelompok gangguan terkait yang termasuk

marasmus, kwashiorkor dan marasmus-kwashiorkor. (1)

B. EPIDEMOLOGI

Pada umumnya masyarakat Indonesia telah mampu mengkonsumsi

makanan yang cukup secara kuantitatif. Namun dari segi kualitatif masih cukup

banyak yang belum mampu mencukupi kebutuhan gizi minimum. Departemen

Kesehatan juga telah melakukan pemetaan, dan hasilnya menunjukan bahwa

penderita gizi kurang ditemukan di 72% kabupaten di Indonesia. Indikasinya 2 – 4

dari 10 balita di Indonesia menderita gizi kurang. (2)

Sesuai dengan survai di lapangan, insiden gizi buruk dan gizi kurang pada

anak balita yang dirawat inap di rumah sakit masih tinggi. 935 (38%) penderita

malnutrisi dari 2453 anak balita yang dirawat di RSU Dr. Pirngadi Medan.

Mereka terdiri dari 67% gizi kurang dan 33% gizi buruk. Penderita gizi buruk

yang paling banyak dijumpai ialah tipe marasmus. Arif di RS. Dr. Sutomo

Surabaya mendapatkan 47% dan Barus di RS Dr. Pirngadi Medan sebanyak 42%.

1 | P a g e

Page 2: PEM

Hal ini dapat dipahami karena marasmus sering berhubungan dengan keadaan

kepadatan penduduk dan higiene yang kurang di daerah perkotaan yang sedang

membangun dan serta terjadinya krisis ekonomi di lndonesia.(2)

Kasus ini sering dijumpai di daerah miskin, persediaan makanan yang

terbatas, dan tingkat pendidikan yang rendah. Penyakit ini menjadi masalah di

negara-negara miskin dan berkembang di Afrika, Amerika Tengah, Amerika

Selatan dan Asia Selatan. Di negara maju sepeti Amerika Serikat kwashiorkor

merupakan kasus yang langka. Berdasarkan SUSENAS (2002), 26% balita di

Indonesia menderita gizi kurang dan 8% balita menderita gizi buruk (marasmus,

kwashiorkor, marasmus-kwashiorkor). (3)

C. ETIOLOGI

Penyebab marasmik – kwashiorkor dapat dibagi menjadi dua penyebab

yaitu malnutrisi primer dan malnutrisi sekunder. Malnutrisi primer adalah keadaan

kekurangan gizi yang disebabkan oleh asupan protein maupun energi yang tidak

adekuat. Malnutrisi sekunder adalah malnutrisi yang terjadi karena kebutuhan

yang meningkat, menurunnya absorbsi dan/atau peningkatan kehilangan protein

maupun energi dari tubuh.

1. Marasmus (3,4,6,7,9)

  Secara garis besar sebab-sebab marasmus ialah sebagai berikut: (3,4,6,7,9)

a) Pemasukan kalori yang tidak cukup. Marasmus terjadi akibat masukan

kalori yang sedikit, pemberian makanan yang tidak sesuai dengan yang

dianjurkan akibat dari ketidaktahuan orang tua si anak.

2 | P a g e

Page 3: PEM

b) Kebiasaan makan yang tidak tepat. Seperti mereka yang mempunyai

hubungan orang tua-anak terganggu.

c) Kelainan metabolik. Misalnya: renal asidosis, idiopathic hypercalcemia,

galactosemia, lactose intolerance.

d) Malformasi kongenital. Misalnya: penyakit jantung bawaan, penyakit

Hirschprung, deformitas palatum, palatoschizis, micrognathia,

stenosispilorus, hiatus hernia, hidrosefalus, cystic fibrosis pankreas.

e) Penyakit infeksi kronik

2. Kwashiorkor (3,4,5,6,7,9)

Penyebab terjadinya kwashiorkor adalah intake protein yang tidak adekuat

yang berlangsung kronis. Faktor yang dapat menyebabkan kwashiorkor antara

lain. (3,4,5,6,7,9)

a. Pola makan

Protein adalah zat yang sangat dibutuhkan anak untuk tumbuh dan

berkembang. Meskipun intake makanan mengandung kalori yang cukup

tidak semua makanan mengandung protein yang memadai. Bayi yang

masih menyusui umumnya mendapatkan protein dari ASI yang diberikan

ibunya, namun bagi yang tidak memperoleh ASI, memperoleh protein dari

sumber-sumber lain seperti susu, telur, keju, tahu dan lain-lain sangatlah

dibutuhkan. Kurangnya pengetahuan ibu mengenai keseimbangan nutrisi

anak berperan penting terhadap terjadi kwashiorkhor, terutama pada masa

peralihan ASI. 9

3 | P a g e

Page 4: PEM

b. Faktor sosial

Hidup di negara dengan tingkat kepadatan penduduk yang tinggi,

keadaan sosial dan politik tidak stabil ataupun adanya pantangan untuk

menggunakan makanan tertentu dan sudah berlangsung turun-menurun

dapat menjadi hal yang menyebabkan terjadinya kwashiorkor.9

c. Faktor Ekonomi

Kemiskinan keluarga/penghasilan yang rendah yang tidak dapat

memenuhi kebutuhan berakibat pada keseimbangan nutrisi anak tidak

terpenuhi, saat dimana ibunya pun tidak dapat mencukupi kebutuhan

proteinnya. 9

d. faktor infeksi dan penyakit lain

Telah lama diketahui bahwa adanya interaksi sinergis antara KEP dan

infeksi. Infeksi derajat apapun dapat memperburuk keadaan gizi. Dan

sebaliknya KEP,walaupun dalam derajat ringan akan menurunkan imunitas

tubuh terhadap infeksi.

D. PATOFISIOLOGI

Kekurangan energi protein (KEP) adalah manifestasi dari kurangnya asupan

protein dan energi, dalam makanan sehari-hari yang tidak memenuhi angka

kecukupan gizi (AKG), dan biasanya juga disertai adanya kekurangan dari

beberapa nutrisi lainnya. Disebut malnutrisi primer bila kejadian KEP akibat

kekurangan asupan nutrisi, yang pada umumnya didasari oleh masalah sosial

ekonomi, pendidikan serta rendahnya pengetahuan dibidang gizi. Malnutrisi

sekunder bila kondisi masalah nutrisi seperti diatas disebabkan karena adanya

4 | P a g e

Page 5: PEM

penyakit utama, seperti kelainan bawaan, infeksi kronis ataupun kelainan

pencernaan dan metabolik, yang mengakibatkan kebutuhan nutrisi meningkat,

penyerapan nutrisi yang menurun dan meningkatnya kehilangan nutrisi. Makanan

yang tidak adekuat, akan menyebabkan mobilisasi berbagai cadangan makanan

untuk menghasilkan kalori demi penyelamatan hidup, dimulai dengan

pembakaran cadangan karbohidrat kemudian cadangan lemak serta protein dengan

melalui proses katabolik. (4,5,6)

Jika terjadi stres katabolik maka kebutuhan akan protein akan meningkat,

sehingga dapat menyebabkan defisiensi protein yang relatif. Pada kondisi ini

penting peran radikal bebas dan antioksidan. Dengan demikian pada malnutrisi

dapat terjadi: gangguan pertumbuhan, atrofi otot, penurunan kadar albumin serum,

penurunan hemoglobin, penurunan sistem kekebalan tubuh, penurunan berbagai

sintesa enzim. (4)

Tanda khas pada penderita kwashiorkor adalah pitting edema yang

disebabkan oleh kurangnya protein, sehingga tekanan onkotik intravaskular

menurun. Jika hal ini terjadi, maka terjadi ekstravasasi plasma ke intertisial.

Plasma masuk ke intertisial, tidak ke intrasel karena pada penderita kwashiorkor

tidak ada kompensasi dari ginjal untuk reabsorsi natrium. Padahal natrium

berfungsi menjaga keseimbangan cairan tubuh. Pada penderita kwashiorkor,

selain defesiensi protein juga defesiensi malnutrien. Ketika ditekan, maka plasma

pada intertisial lari kearah sekitarnya karena tidak terfiksasi oleh membran sel dan

mengembalikannya membutuhkan waktu yang lama karena posisi sel yang rapat.

5 | P a g e

Page 6: PEM

Edema biasanya terjadi pada ekstremitas bawah karena pengaruh gaya gravitasi,

tekanan hidrostatik dan onkotik. (4,5,6,9,10)

E. GEJALA KLINIK

1. Marasmus(4,6,7,10)

Manifestasi klinis utama pada anak dengan malnutrisi berat adalah tubuh

sangat kurus dan lemah dengan BB/TB < -3 SD atau 70 % dari median menurut

jenis kelamin. Kehilangan massa otot dan simpanan lemak subkutan di konfirmasi

melalui pemeriksaan pandang dan raba dan pengukuran antropometrik.

Penampilan wajah seperti orang tua, kepala tampak besar, tetapi biasanya

sebanding dengan panjang tubuhnya. Edema tidak ada, anak pucat, kulit kering

dan tipis, dan rambut mungkin tipis, jarang, dan mudah dicabut. Anak marasmik

kadang apatis dan lemah. Bradikardi dan hipotermia menandai malnutrisi berat

dan mengancam jiwa. Biasanya terjadi atrofi papilla filliformis lidah, dan

stomatitis monilia juga cukup sering terjadi.

2. Kwashiorkor(4,6,7,10)

Kwashiorkor ditandai dengan edema pitting yang dimulai pada tungkai

bawah dan semakin meningkat dengan bertambahnya keparahan, disebabkan oleh

asupan protein yang tidak cukup meskipun asupan kalori cukup baik. BB/TB ≥ -

3 SD sampai < -2 SD atau 80 % dari median menurut jenis kelamin. Pemeriksaan

fisik menunjukkan jaringan adipose subkutan relative terpelihara dan atrofi massa

otot yang mencolok. Edema bervariasi dari pitting minor di punggung kaki sampai

edema menyeluruh dengan termasuk kelopak mata dan skrotum. Penampilan

wajah moon face, pucat, rambut jarang, mudah dicabut, dan tampak coklat, merah

6 | P a g e

Page 7: PEM

kuning, atau kuning putih kusam. Asupan protein yang cukup akan

mengembalikan warna rambut (flag sign ), menyebabkan terdapatnya bagian

rambut dengan perubahan pigmentasi yang diikuti oleh bagian rambut dengan

pigmentasi normal. Perubahan kulit biasanya terjadi dan berkisar dari

hyperkeratosis, hiperpigmentasi sampai ruam macular eritematosus pada batang

tubuh dan ekstremitas CPD (crazy-pavement dermatosis). Pada bentuk

kwaskhiorkor yang paling berat, terjadi deskuamasi superficial pada permukaan

yang tertekan. Umumnya terjadi keilosis angular dan atrofi papilla filliformis

lidah. Stomatitis monilia sering terjadi. Pemeriksaan perut dapat menunjukkan

hepar yang membesar, lunak dengan tepi tidak jelas. Jaringan limpatik biasanya

atrofi. Pemeriksaan thorax menunjukkan ronkhi di basal. Perut kembung dan

suara usus cenderung hipoaktif. Limfosit T dan respon imun seluler menjadi

terganggu sehingga rentan terhadap infeksi akut dan kronik.

3. Marasmus-kwashiorkor(4,6,7,10)

Kwarsiorkor-marasmus adalah gabungan antara marasmus dan kwashiokor

ditandai dengan adanya pitting edema dengan atau tanpa lesi kulit, dan kaheksia

seperti pada marasmus, muka bulat rambut tipis, dan kulit pecah mengelupas.

F. DIAGNOSIS

Diagnosis ditegakkan dengan berdasarkan tanda dan gejala klinis serta

pengukuran antropometri. Anak didiagnosis gizi buruk apabila:

a) BB/TB < -3 SD atau , 70 % dari median (marasmus)

7 | P a g e

Page 8: PEM

b) Edema pada kedua punggung kaki sampai seluruh tubuh

(kwashiorkor:BB/TB ≥ - 3 SD sampai < -2 SD atau marasmik

kwashiorkor: BB/TB < -3SD).

Jika BB/TB tidak dapat diukur, gunakan tanda klinis berupa anak

tampak sangat kurus (visible severe wasting) dan tidak mempunyai jaringan lemak

bawah kulit terutama pada kedua bahu, lengan, pantat, paha, tulang iga terlihat

jelas, dengan atau tanpa adanya edema. (6,7,10)

Anak - anak dengan BB/U < 60% belum tentu gizi buruk, karena mungkin

anak tersebut pendek, sehingga tidak terlihat sangat kurus. Anak seperti itu

tidak membutuhkan perawatan di rumah sakit, kecuali jika ditemukan penyakit

lain yang berat. (6,8,9,10)

G. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Darah : Hb, leukosit, eritrosit, nilai absolute eritrosit, hematokrit (HT),

apusan darah tepi, albumin, protein total, ureum, kreatinin, kolesterol,

HDL, trigleserida, Fe, TIBC, transthyretin serum, eletrolit, glukosa,

bilirubin, indeks protrombin dan biakan. (10)

2. Urin

Rutin (aspek, pH, protein, dan sedimen kususnya leukosit)

Bila ada kecurigaan ISK (Infeksi Saluran Kemih) dilakukan biakan urin

3. Tinja

Khusus (adanya telur askaris, akilostoma, e, histolitika, intoleransi laktosa,

malabsospsi lemak)

8 | P a g e

Page 9: PEM

H. PENATALAKSANAAN

Penanganan umum meliputi 10 langkah dan terbagi dalam 4 fase yaitu: fase

stabilisasi, fase transisi, fase rehabilitasi dan fase tindak lanjut

9 | P a g e

Page 10: PEM

a. Fase Stabilisasi

Pada fase ini, peningkatan jumlah formula diberikan secara bertahap dengan

tujuan memberikan makanan awal supaya anak dalam kondisi stabil. Formula

hendaknya hipoosmolar rendah laktosa, porsi kecil, rendah serat dan sering.

Setiap 100 ml mengandung 75 kal dan protein 0,9 gram. Diberikan makanan

formula 75 (F 75). Resomal dapat diberikan apabila anak diare/ muntah/

dehidrasi, 2 jam pertama setiap ½ jam selanjutnya 10 jam berikutnya diselang

seling dengan F75. Pada fase ini diberikan ½ TKTP (80% kebutuhan normal). (6,7)

Tabel 1. Kebutuhan zat gizi fase stabilisasi.(8)

Zat Gizi Stabilisasi (hari ke 1-7)Energi ProteinCairan Fe

Vitamin A- Bayi < 6 bulan- Bayi 6-11 bulan- Balita 12-60 bulanVitamin lain Zinc- Kalium- Natrium- MagnesiumMineral lain- Vitamin C- Vitamin B kompleks- Asam folat

80-100 kkal/kgBB/hari 1-1,5 gram/kgBB/haricairan 130ml/kgBB/hariSulfas ferosus 200mg + 0,25 mgasam folat, sirup besi 150 ml. ½ kapsul vitamin A dosis 100.000 SI (warna biru)1 kapsul vitamin A dosis 100.000 SI (warna biru)1 kapsul vitamin A dosis 200.000 SI (warna merah)

Pemberiannya dicampur dengan F75, F100 dan F135

10 | P a g e

Page 11: PEM

b. Fase Transisi

Pada fase ini anak mulai stabil dan memperbaiki jaringan tubuh yang rusak

(cathup). Diberikan F100, setiap 100 ml F100 mengandung 100 kal dan protein

2,9 gram. Pada masa transisi diberi makanan ¾ TKTP (150% kebutuhan normal).

Tabel 2. Kebutuhan zat gizi fase transisi.(8)

Zat Gizi Transisi (hari ke 8-14)Energi Protein Cairan Fe

Vitamin A- Bayi < 6 bulan- Bayi 6-11 bulan- Balita 12-60 bulanVitamin lain- Vitamin C- Vitamin B kompleks- Asam folatMineral lain- Zinc- Kalium- Natrium- Magnesium

100-150 kkal/kgBB/hari2-3 gram/kgBB/hari150ml/kgBB/hari Sulfas ferosus 200mg + 0,25 mg asam folat, sirup besi 150 ml.

½ kapsul vitamin A dosis 100.000 SI (warna biru)1 kapsul vitamin A dosis 100.000 SI (warna biru)1 kapsul vitamin A dosis 200.000 SI (warna merah)Diberikan sebagai multivitamin Diawali 5 mg, selanjutnya 1mg/hari

Pemberiannya dicampur dengan F75, F100 dan F135

c. Fase Rehabilitasi

Terapi nutrisi fase ini adalah untuk mengejar pertumbuhan anak. Diberikan

setelah anak sudah bisa makan. Makanan padat diberikan pada fase rehabilitasi

berdasarkan BB< 7 kg diberi MP ASI dan BB ≥ 7 kg diberi makanan balita.

Diberikan makanan formula 135 (F 135) dengan nilai gizi setiap 100 ml F135

11 | P a g e

Page 12: PEM

mengandung energi 135 kal dan protein 3,3 gram. Pada tahap ini diberi makanan

TKTP penuh (150-200% kebutuhan normal) .(7,8)

Tabel 3. Kebutuhan zat gizi fase rehabilitasi.(8)

Zat Gizi Rehabilitasi (minggu ke 2-6)Energi ProteinCairan Fe Vitamin A- Bayi < 6 bulan- Bayi 6-11 bulan- Balita 12-60 bulanVitamin lain- Vitamin C- Vitamin B kompleks- Asam folatMineral lain- Zinc- Kalium- Natrium- Magnesium

150-200 kkal/kgBB/hari 3-4 gram/kgBB/hari150 – 200 ml/kgBB/hariBerikan awal selama 4 minggu.

½ kapsul vitamin A dosis 100.000 SI (warna biru)1 kapsul vitamin A dosis 100.000 SI (warna biru)1 kapsul vitamin A dosis 200.000 SI (warna merah)Diberikan sebagai multivitamin

Pemberiannya dicampur dengan F75, F100 dan F135

d. Fase tindak lanjut

Dilakukan di rumah setelah anak dinyatakan sembuh, bila BB/TB atau

BB/PB ≥ -2 SD, tidak ada gejala klinis dan memenuhi kriteria selera makan sudah

baik, makanan yang diberikan dapat dihabiskan, ada perbaikan kondisi mental,

anak sudah dapat tersenyum, duduk, merangkak, berdiri atau berjalan sesuai

umurnya, suhu tubuh berkisar antara 36,5 – 37, 7 °C, tidak muntah atau diare,

tidak ada edema, terdapat kenaikan BB sekitar 50g/kg BB/minggu selama 2

minggu berturut-turut. Mineral Mix dapat diberikan sebagai nutrisi gizi buruk

yang terbuat dari bahan yang terdiri dari KCl, tripotasium citrat, MgCl2.6H2O, Zn

12 | P a g e

Page 13: PEM

asetat 2H2O dan CuSO4.5H2O, bahan ini dijadikan larutan. Mineral mix ini

dikembangkan oleh WHO dan telah diadaptasi menjadi pedoman Tatalaksana

Anak Gizi Buruk di Indonesia. Mineral mix digunakan sebagai bahan tambahan

untuk membuat Rehydration Solution for Malnutrition (ReSoMal) dan Formula

WHO. (7,8)

Tabel 4. Komposis Mix Campuran.(7,8)

Zat Gizi Kadar Satuan

KCl Tripotasium CitratMgCl2.6H2O Zn asetat 2H2O CuSO4.5H2O

1,7920,6480,6080,06560,0112

GramGram Gram GramGram

Tabel 5. Tiap kemasan dimaksudkan untuk membuat 20ml larutan (8).

Bahan Makanan Per 1000 ml F75 F100 F135Formula WHOSusu skim bubuk Gula pasir Minyak sayur Larutan elektrolit Tambahkan airs/dNilai GiziEnergi Protien Laktosa Kalium Natrium Magnesium Seng Tembaga % Energi Protein % Energi Lemak - Osmolaritas

MgMgMgMlMl

KkalGG

MmolMmolMmol

MgMg

--

Mosml

251003020

1000

750913366

4,3202,5536413

85506020

1000

100029 4259197,3232,51263419

90657527

1000

1350334863228303,41067508

13 | P a g e

Page 14: PEM

(1) Mencegah dan mengatasi hipoglikemi.

Hipoglikemi jika kadar gula darah < 54 mg/dl atau ditandai suhu tubuh

sangat rendah, kesadaran menurun, lemah, kejang, keluar keringat dingin, pucat.

Pengelolaan berikan segera cairan gula: 50 ml dekstrosa 10% atau gula 1 sendok

teh dicampurkan ke air 3,5 sendok makan, penderita diberi makan tiap 2 jam,

antibotik, jika penderita tidak sadar, lewat sonde. Dilakukan evaluasi setelah 30

menit, jika masih dijumpai tanda-tanda hipoglikemi maka ulang pemberian cairan

gula tersebut. (7,8)

(2) Mencegah dan mengatasi hipotermi.

Hipotermi jika suhu tubuh anak < 35°C , aksila 3 menit atau rectal 1 menit.

Pengelolaannya ruang penderita harus hangat, tidak ada lubang angin dan bersih,

sering diberi makan, anak diberi pakaian, tutup kepala, sarung tangan dan kaos

kaki, anak dihangatkan dalam dekapan ibunya (metode kanguru), cepat ganti

popok basah, antibiotik. Dilakukan pengukuran suhu rectal tiap 2 jam sampai

suhu > 36,5°C, pastikan anak memakai pakaian, tutup kepala, kaos kaki. (7,8)

(3) Mencegah dan mengatasi dehidrasi.

Pengelolaannya diberikan cairan Resomal (Rehydration Solution for

Malnutrition) 70-100 ml/kgBB dalam 12 jam atau mulai dengan 5 ml/kgBB

setiap 30 menit secara oral dalam 2 jam pertama. Selanjutnya 5-10 ml/kgBB

untuk 4-10 jam berikutnya, jumlahnya disesuaikan seberapa banyak anak mau,

feses yang keluar dan muntah. Penggantian jumlah Resomal pada jam 4,6,8,10

dengan F75 jika rehidrasi masih dilanjutkan pada saat itu. Monitoring tanda vital,

diuresis, frekuensi berak dan muntah, pemberian cairan dievaluasi jika RR dan

14 | P a g e

Page 15: PEM

nadi menjadi cepat, tekanan vena jugularis meningkat, jika anak dengan edem,

edemnya bertambah. (7,8)

(4)Koreksi gangguan elektrolit.

Berikan ekstra Kalium 150-300mg/kgBB/hari, ekstra Mg 0,4- 0,6

mmol/kgBB/hari dan rehidrasi cairan rendah garam (Resomal) .(7,8)

(5)Mencegah dan mengatasi infeksi.

Antibiotik (bila tidak ada komplikasi : kotrimoksazol 5 hari, bila ada

komplikasi amoksisilin 15 mg/kgBB tiap 8 jam 5 hari. Monitoring komplikasi

infeksi seperti hipoglikemia atau hipotermi .(7,8)

(6)Mulai pemberian makan

Segera setelah dirawat, untuk mencegah hipoglikemi, hipotermi dan

mencukupi kebutuhan energi dan protein. Prinsip pemberian makanan fase

stabilisasi yaitu porsi kecil, sering, secara oral atau sonde, energi 100

kkal/kgBB/hari, protein 1-1,5 g/kgBB/hari, cairan 130 ml/kgBB/hari untuk

penderita marasmus, marasmik kwashiorkor atau kwashiorkor dengan edem

derajat 1,2, jika derajat 3 berikan cairan 100 ml/kgBB/hari. (7,8)

(7)Koreksi kekurangan zat gizi mikro

Berikan setiap hari minimal 2 minggu suplemen multivitamin, asam folat

(5mg hari 1, selanjutnya 1 mg), zinc 2 mg/kgBB/hari, cooper 0,3 mg/kgBB/hari,

besi 1-3 Fe elemental/kgBB/hari sesudah 2 minggu perawatan, vitamin A hari 1

(<6 bulan 50.000 IU, 6-12 bulan 100.000 IU, >1 tahun 200.000 IU). Jangan

memberikan zat besi pada masa stabilisasi karena dapat memperburuk keadaan

15 | P a g e

Page 16: PEM

infeksi, diberikan pada saat anak sudah mau makan dan berat badannya sudah

mulai naik. (7,8)

(8) Memberikan makanan untuk tumbuh kejar Satu minggu perawatan fase

rehabilitasi, berikan F100 yang mengandung 100 kkal dan 2,9 g protein/100ml,

modifikasi makanan keluarga dengan energi dan protein sebanding, porsi kecil,

sering dan padat gizi, cukup minyak dan protein.

(9) Memberikan stimulasi untuk tumbuh kembang

Mainan digunakan sebagai stimulasi, macamnya tergantung kondisi, umur

dan perkembangan anak sebelumnya. Diharapkan dapat terjadi stimulasi

psikologis, baik mental, motorik dan kognitif.

(10) Mempersiapkan untuk tindak lanjut di rumah.

Setelah BB/PB mencapai -1 SD dikatakan sembuh, tunjukkan kepada orang

tua frekuensi dan jumlah makanan, berikan terapi bermain anak, pastikan

pemberian imunisasi boster dan vitamin A tiap 6 bulan. (9)

I. KOMPLIKASI

Anak kurang gizi lebih rentan terhadap infeksi , terutama sepsis, pneumonia,

dan gastroenteritis. Hipoglikemi biasa terjadi sesudah masa puasa berat, tetapi

dapat juga merupakan tanda sepsis, Hipotermia dapat menandai infeksi atau,

dengan bradikardi dapat menandai penurunan kecepatan metabolik untuk

menghemat energi. Bradikardi dan curah jantung yang buruk memberi

kecenderungan pada anak kurang gizi untuk menderita gagal jantung, yang

diperburuk oleh beban cairan atau zat terlarut akut. Defesiensi vitamin dapat juga

16 | P a g e

Page 17: PEM

mempersulit malnutrisi. Defesiensi vitamin A biasa terjadi dinegara berkembang

dan merupakan penyebab penting perubahan respons imun dan peningkatan

morbiditas (misalnya, infeksi dan kebutaan) dan mortalitas (terutama akibat

campak). Bergantung pada usia onset dan durasi malnutrisi, anak kurang gizi

dapat menderita pertumbuhan kerdil permanen (dari malnutrisi dalam rahim, masa

bayi atau remaja). Kehilangan lingkungan (sosial) dapat berinteraksi dengan

pengaruh malnutrisi hingga terjadi gangguan perkembangan dan fungsi kognitif

lebih lanjut.(7,810)

J. PROGNOSIS

Malnutrisi yang hebat mempunyai angka kematian yang tinggi, kematian

sering disebabkan oleh karena infeksi, sering tidak dapat dibedakan antara

kematian karena infeksi atau karena malnutrisi sendiri. Prognosis tergantung dari

stadium saat pengobatan mulai dilaksanakan. Dalam beberapa hal walaupun

kelihatannya pengobatan adekuat, bila penyakitnya progesif kematian tidak dapat

dihindari,mungkin disebabkan perubahan yang irreversibel dari set-sel tubuh.(6,8,9)

17 | P a g e

Page 18: PEM

DAFTAR PUSTAKA

1. Judarwanto, Widodo. 2012. Penanganan Malnutrisi Kurang Energi Protein

(KEP) Pada Anak. Children Grow Up Clinic Jakarta Indonesia. [Cited : 10 Juni

2013].Avalaible :http://pickyeaterschild.wordpress.com/2012/10/31/ penanganan-

malnutrisi-kurang-energi-protein-kep-pada-anak/

2. Yaszero. 2011. Epidemiologi Penanggulangan Marasmus. [Cited: 10 Juni

2013].Available: http://epiders.blogspot.com/2011/11/epidemiologi

penanggulangan- marasmus.html

3. Nyoman , Dewa . bachyar. Dan fajar ,ibnu. 2002. Penilaian status gizi. EGC.

Jakarta Indonesia.

4. Hidajat B, Irawan R, Hidjati S. Kurang Energi Protein (KEP)

http://pediatrik.com/pdt/07110-rswg255.html

5. Wahab samik. 2000. NELSON ILMU KESEHATAN ANAK EDISI 15 VOLUME

3. EGC. Jakarta ;indonesia

6. Tershakovec, AM dan Stallings VA. 2010. Nutrisi Pediatri dan Gangguan

Nutrisi. Dalam Nelson Esensi Pediatri Ed. 4. EGC. Jakarta.

7. Almatsier sunita . 2005 . Prinsip Dasar Ilmu Gizi. GM . jakarta indonesia

8. Dr . arisman , MB. 2010. Buku ajar ilmu gizi “gizi dalam daur kehidupan.

EGC. Jakarta : Indonesia

9. Razak Adni A , Made I A, G, Budiningsar Dwi .2009. Pola asuh ibu sebagai

faktor risiko kejadian kurang energi protein (KEP) pada anak balita.

UGM ;Yogyakarta. . [Cited : 22 mei 2013].( http://www.ijcn.or.id/index.php?

option=com_content&view=article&id=52&Itemid=55).

18 | P a g e

Page 19: PEM

10. Bagian Ilmu Kesehatan Anak. Standar pelayanan medik. Makassar :FK

UNHAS/SMF Anak RS DR. Wahidin sudirohusodo. 2009.

19 | P a g e