PEM
-
Upload
hasbul-broonity-eagle -
Category
Documents
-
view
10 -
download
0
description
Transcript of PEM
PROTEIN ENERGI MALNUTRISI (PEM)
A. DEFINISI
Protein Energi Malnutrisi (PEM) atau Kurang Energi Protein (KEP)
adalah gangguan gizi yang disebabkan oleh kekurangan protein dan kalori, serta
sering disertai dengan kekurangan zat gizi lain. Organisasi Kesehatan Dunia
(WHO) mendefinisikan kekurangan gizi sebagai “ketidakseimbangan seluler
antara pasokan nutrisi dan energi dan kebutuhan tubuh bagi mereka untuk
menjamin pertumbuhan, pemeliharaan, dan fungsi tertentu.” Kurang Energi
Protein (KEP) berlaku untuk sekelompok gangguan terkait yang termasuk
marasmus, kwashiorkor dan marasmus-kwashiorkor. (1)
B. EPIDEMOLOGI
Pada umumnya masyarakat Indonesia telah mampu mengkonsumsi
makanan yang cukup secara kuantitatif. Namun dari segi kualitatif masih cukup
banyak yang belum mampu mencukupi kebutuhan gizi minimum. Departemen
Kesehatan juga telah melakukan pemetaan, dan hasilnya menunjukan bahwa
penderita gizi kurang ditemukan di 72% kabupaten di Indonesia. Indikasinya 2 – 4
dari 10 balita di Indonesia menderita gizi kurang. (2)
Sesuai dengan survai di lapangan, insiden gizi buruk dan gizi kurang pada
anak balita yang dirawat inap di rumah sakit masih tinggi. 935 (38%) penderita
malnutrisi dari 2453 anak balita yang dirawat di RSU Dr. Pirngadi Medan.
Mereka terdiri dari 67% gizi kurang dan 33% gizi buruk. Penderita gizi buruk
yang paling banyak dijumpai ialah tipe marasmus. Arif di RS. Dr. Sutomo
Surabaya mendapatkan 47% dan Barus di RS Dr. Pirngadi Medan sebanyak 42%.
1 | P a g e
Hal ini dapat dipahami karena marasmus sering berhubungan dengan keadaan
kepadatan penduduk dan higiene yang kurang di daerah perkotaan yang sedang
membangun dan serta terjadinya krisis ekonomi di lndonesia.(2)
Kasus ini sering dijumpai di daerah miskin, persediaan makanan yang
terbatas, dan tingkat pendidikan yang rendah. Penyakit ini menjadi masalah di
negara-negara miskin dan berkembang di Afrika, Amerika Tengah, Amerika
Selatan dan Asia Selatan. Di negara maju sepeti Amerika Serikat kwashiorkor
merupakan kasus yang langka. Berdasarkan SUSENAS (2002), 26% balita di
Indonesia menderita gizi kurang dan 8% balita menderita gizi buruk (marasmus,
kwashiorkor, marasmus-kwashiorkor). (3)
C. ETIOLOGI
Penyebab marasmik – kwashiorkor dapat dibagi menjadi dua penyebab
yaitu malnutrisi primer dan malnutrisi sekunder. Malnutrisi primer adalah keadaan
kekurangan gizi yang disebabkan oleh asupan protein maupun energi yang tidak
adekuat. Malnutrisi sekunder adalah malnutrisi yang terjadi karena kebutuhan
yang meningkat, menurunnya absorbsi dan/atau peningkatan kehilangan protein
maupun energi dari tubuh.
1. Marasmus (3,4,6,7,9)
Secara garis besar sebab-sebab marasmus ialah sebagai berikut: (3,4,6,7,9)
a) Pemasukan kalori yang tidak cukup. Marasmus terjadi akibat masukan
kalori yang sedikit, pemberian makanan yang tidak sesuai dengan yang
dianjurkan akibat dari ketidaktahuan orang tua si anak.
2 | P a g e
b) Kebiasaan makan yang tidak tepat. Seperti mereka yang mempunyai
hubungan orang tua-anak terganggu.
c) Kelainan metabolik. Misalnya: renal asidosis, idiopathic hypercalcemia,
galactosemia, lactose intolerance.
d) Malformasi kongenital. Misalnya: penyakit jantung bawaan, penyakit
Hirschprung, deformitas palatum, palatoschizis, micrognathia,
stenosispilorus, hiatus hernia, hidrosefalus, cystic fibrosis pankreas.
e) Penyakit infeksi kronik
2. Kwashiorkor (3,4,5,6,7,9)
Penyebab terjadinya kwashiorkor adalah intake protein yang tidak adekuat
yang berlangsung kronis. Faktor yang dapat menyebabkan kwashiorkor antara
lain. (3,4,5,6,7,9)
a. Pola makan
Protein adalah zat yang sangat dibutuhkan anak untuk tumbuh dan
berkembang. Meskipun intake makanan mengandung kalori yang cukup
tidak semua makanan mengandung protein yang memadai. Bayi yang
masih menyusui umumnya mendapatkan protein dari ASI yang diberikan
ibunya, namun bagi yang tidak memperoleh ASI, memperoleh protein dari
sumber-sumber lain seperti susu, telur, keju, tahu dan lain-lain sangatlah
dibutuhkan. Kurangnya pengetahuan ibu mengenai keseimbangan nutrisi
anak berperan penting terhadap terjadi kwashiorkhor, terutama pada masa
peralihan ASI. 9
3 | P a g e
b. Faktor sosial
Hidup di negara dengan tingkat kepadatan penduduk yang tinggi,
keadaan sosial dan politik tidak stabil ataupun adanya pantangan untuk
menggunakan makanan tertentu dan sudah berlangsung turun-menurun
dapat menjadi hal yang menyebabkan terjadinya kwashiorkor.9
c. Faktor Ekonomi
Kemiskinan keluarga/penghasilan yang rendah yang tidak dapat
memenuhi kebutuhan berakibat pada keseimbangan nutrisi anak tidak
terpenuhi, saat dimana ibunya pun tidak dapat mencukupi kebutuhan
proteinnya. 9
d. faktor infeksi dan penyakit lain
Telah lama diketahui bahwa adanya interaksi sinergis antara KEP dan
infeksi. Infeksi derajat apapun dapat memperburuk keadaan gizi. Dan
sebaliknya KEP,walaupun dalam derajat ringan akan menurunkan imunitas
tubuh terhadap infeksi.
D. PATOFISIOLOGI
Kekurangan energi protein (KEP) adalah manifestasi dari kurangnya asupan
protein dan energi, dalam makanan sehari-hari yang tidak memenuhi angka
kecukupan gizi (AKG), dan biasanya juga disertai adanya kekurangan dari
beberapa nutrisi lainnya. Disebut malnutrisi primer bila kejadian KEP akibat
kekurangan asupan nutrisi, yang pada umumnya didasari oleh masalah sosial
ekonomi, pendidikan serta rendahnya pengetahuan dibidang gizi. Malnutrisi
sekunder bila kondisi masalah nutrisi seperti diatas disebabkan karena adanya
4 | P a g e
penyakit utama, seperti kelainan bawaan, infeksi kronis ataupun kelainan
pencernaan dan metabolik, yang mengakibatkan kebutuhan nutrisi meningkat,
penyerapan nutrisi yang menurun dan meningkatnya kehilangan nutrisi. Makanan
yang tidak adekuat, akan menyebabkan mobilisasi berbagai cadangan makanan
untuk menghasilkan kalori demi penyelamatan hidup, dimulai dengan
pembakaran cadangan karbohidrat kemudian cadangan lemak serta protein dengan
melalui proses katabolik. (4,5,6)
Jika terjadi stres katabolik maka kebutuhan akan protein akan meningkat,
sehingga dapat menyebabkan defisiensi protein yang relatif. Pada kondisi ini
penting peran radikal bebas dan antioksidan. Dengan demikian pada malnutrisi
dapat terjadi: gangguan pertumbuhan, atrofi otot, penurunan kadar albumin serum,
penurunan hemoglobin, penurunan sistem kekebalan tubuh, penurunan berbagai
sintesa enzim. (4)
Tanda khas pada penderita kwashiorkor adalah pitting edema yang
disebabkan oleh kurangnya protein, sehingga tekanan onkotik intravaskular
menurun. Jika hal ini terjadi, maka terjadi ekstravasasi plasma ke intertisial.
Plasma masuk ke intertisial, tidak ke intrasel karena pada penderita kwashiorkor
tidak ada kompensasi dari ginjal untuk reabsorsi natrium. Padahal natrium
berfungsi menjaga keseimbangan cairan tubuh. Pada penderita kwashiorkor,
selain defesiensi protein juga defesiensi malnutrien. Ketika ditekan, maka plasma
pada intertisial lari kearah sekitarnya karena tidak terfiksasi oleh membran sel dan
mengembalikannya membutuhkan waktu yang lama karena posisi sel yang rapat.
5 | P a g e
Edema biasanya terjadi pada ekstremitas bawah karena pengaruh gaya gravitasi,
tekanan hidrostatik dan onkotik. (4,5,6,9,10)
E. GEJALA KLINIK
1. Marasmus(4,6,7,10)
Manifestasi klinis utama pada anak dengan malnutrisi berat adalah tubuh
sangat kurus dan lemah dengan BB/TB < -3 SD atau 70 % dari median menurut
jenis kelamin. Kehilangan massa otot dan simpanan lemak subkutan di konfirmasi
melalui pemeriksaan pandang dan raba dan pengukuran antropometrik.
Penampilan wajah seperti orang tua, kepala tampak besar, tetapi biasanya
sebanding dengan panjang tubuhnya. Edema tidak ada, anak pucat, kulit kering
dan tipis, dan rambut mungkin tipis, jarang, dan mudah dicabut. Anak marasmik
kadang apatis dan lemah. Bradikardi dan hipotermia menandai malnutrisi berat
dan mengancam jiwa. Biasanya terjadi atrofi papilla filliformis lidah, dan
stomatitis monilia juga cukup sering terjadi.
2. Kwashiorkor(4,6,7,10)
Kwashiorkor ditandai dengan edema pitting yang dimulai pada tungkai
bawah dan semakin meningkat dengan bertambahnya keparahan, disebabkan oleh
asupan protein yang tidak cukup meskipun asupan kalori cukup baik. BB/TB ≥ -
3 SD sampai < -2 SD atau 80 % dari median menurut jenis kelamin. Pemeriksaan
fisik menunjukkan jaringan adipose subkutan relative terpelihara dan atrofi massa
otot yang mencolok. Edema bervariasi dari pitting minor di punggung kaki sampai
edema menyeluruh dengan termasuk kelopak mata dan skrotum. Penampilan
wajah moon face, pucat, rambut jarang, mudah dicabut, dan tampak coklat, merah
6 | P a g e
kuning, atau kuning putih kusam. Asupan protein yang cukup akan
mengembalikan warna rambut (flag sign ), menyebabkan terdapatnya bagian
rambut dengan perubahan pigmentasi yang diikuti oleh bagian rambut dengan
pigmentasi normal. Perubahan kulit biasanya terjadi dan berkisar dari
hyperkeratosis, hiperpigmentasi sampai ruam macular eritematosus pada batang
tubuh dan ekstremitas CPD (crazy-pavement dermatosis). Pada bentuk
kwaskhiorkor yang paling berat, terjadi deskuamasi superficial pada permukaan
yang tertekan. Umumnya terjadi keilosis angular dan atrofi papilla filliformis
lidah. Stomatitis monilia sering terjadi. Pemeriksaan perut dapat menunjukkan
hepar yang membesar, lunak dengan tepi tidak jelas. Jaringan limpatik biasanya
atrofi. Pemeriksaan thorax menunjukkan ronkhi di basal. Perut kembung dan
suara usus cenderung hipoaktif. Limfosit T dan respon imun seluler menjadi
terganggu sehingga rentan terhadap infeksi akut dan kronik.
3. Marasmus-kwashiorkor(4,6,7,10)
Kwarsiorkor-marasmus adalah gabungan antara marasmus dan kwashiokor
ditandai dengan adanya pitting edema dengan atau tanpa lesi kulit, dan kaheksia
seperti pada marasmus, muka bulat rambut tipis, dan kulit pecah mengelupas.
F. DIAGNOSIS
Diagnosis ditegakkan dengan berdasarkan tanda dan gejala klinis serta
pengukuran antropometri. Anak didiagnosis gizi buruk apabila:
a) BB/TB < -3 SD atau , 70 % dari median (marasmus)
7 | P a g e
b) Edema pada kedua punggung kaki sampai seluruh tubuh
(kwashiorkor:BB/TB ≥ - 3 SD sampai < -2 SD atau marasmik
kwashiorkor: BB/TB < -3SD).
Jika BB/TB tidak dapat diukur, gunakan tanda klinis berupa anak
tampak sangat kurus (visible severe wasting) dan tidak mempunyai jaringan lemak
bawah kulit terutama pada kedua bahu, lengan, pantat, paha, tulang iga terlihat
jelas, dengan atau tanpa adanya edema. (6,7,10)
Anak - anak dengan BB/U < 60% belum tentu gizi buruk, karena mungkin
anak tersebut pendek, sehingga tidak terlihat sangat kurus. Anak seperti itu
tidak membutuhkan perawatan di rumah sakit, kecuali jika ditemukan penyakit
lain yang berat. (6,8,9,10)
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Darah : Hb, leukosit, eritrosit, nilai absolute eritrosit, hematokrit (HT),
apusan darah tepi, albumin, protein total, ureum, kreatinin, kolesterol,
HDL, trigleserida, Fe, TIBC, transthyretin serum, eletrolit, glukosa,
bilirubin, indeks protrombin dan biakan. (10)
2. Urin
Rutin (aspek, pH, protein, dan sedimen kususnya leukosit)
Bila ada kecurigaan ISK (Infeksi Saluran Kemih) dilakukan biakan urin
3. Tinja
Khusus (adanya telur askaris, akilostoma, e, histolitika, intoleransi laktosa,
malabsospsi lemak)
8 | P a g e
H. PENATALAKSANAAN
Penanganan umum meliputi 10 langkah dan terbagi dalam 4 fase yaitu: fase
stabilisasi, fase transisi, fase rehabilitasi dan fase tindak lanjut
9 | P a g e
a. Fase Stabilisasi
Pada fase ini, peningkatan jumlah formula diberikan secara bertahap dengan
tujuan memberikan makanan awal supaya anak dalam kondisi stabil. Formula
hendaknya hipoosmolar rendah laktosa, porsi kecil, rendah serat dan sering.
Setiap 100 ml mengandung 75 kal dan protein 0,9 gram. Diberikan makanan
formula 75 (F 75). Resomal dapat diberikan apabila anak diare/ muntah/
dehidrasi, 2 jam pertama setiap ½ jam selanjutnya 10 jam berikutnya diselang
seling dengan F75. Pada fase ini diberikan ½ TKTP (80% kebutuhan normal). (6,7)
Tabel 1. Kebutuhan zat gizi fase stabilisasi.(8)
Zat Gizi Stabilisasi (hari ke 1-7)Energi ProteinCairan Fe
Vitamin A- Bayi < 6 bulan- Bayi 6-11 bulan- Balita 12-60 bulanVitamin lain Zinc- Kalium- Natrium- MagnesiumMineral lain- Vitamin C- Vitamin B kompleks- Asam folat
80-100 kkal/kgBB/hari 1-1,5 gram/kgBB/haricairan 130ml/kgBB/hariSulfas ferosus 200mg + 0,25 mgasam folat, sirup besi 150 ml. ½ kapsul vitamin A dosis 100.000 SI (warna biru)1 kapsul vitamin A dosis 100.000 SI (warna biru)1 kapsul vitamin A dosis 200.000 SI (warna merah)
Pemberiannya dicampur dengan F75, F100 dan F135
10 | P a g e
b. Fase Transisi
Pada fase ini anak mulai stabil dan memperbaiki jaringan tubuh yang rusak
(cathup). Diberikan F100, setiap 100 ml F100 mengandung 100 kal dan protein
2,9 gram. Pada masa transisi diberi makanan ¾ TKTP (150% kebutuhan normal).
Tabel 2. Kebutuhan zat gizi fase transisi.(8)
Zat Gizi Transisi (hari ke 8-14)Energi Protein Cairan Fe
Vitamin A- Bayi < 6 bulan- Bayi 6-11 bulan- Balita 12-60 bulanVitamin lain- Vitamin C- Vitamin B kompleks- Asam folatMineral lain- Zinc- Kalium- Natrium- Magnesium
100-150 kkal/kgBB/hari2-3 gram/kgBB/hari150ml/kgBB/hari Sulfas ferosus 200mg + 0,25 mg asam folat, sirup besi 150 ml.
½ kapsul vitamin A dosis 100.000 SI (warna biru)1 kapsul vitamin A dosis 100.000 SI (warna biru)1 kapsul vitamin A dosis 200.000 SI (warna merah)Diberikan sebagai multivitamin Diawali 5 mg, selanjutnya 1mg/hari
Pemberiannya dicampur dengan F75, F100 dan F135
c. Fase Rehabilitasi
Terapi nutrisi fase ini adalah untuk mengejar pertumbuhan anak. Diberikan
setelah anak sudah bisa makan. Makanan padat diberikan pada fase rehabilitasi
berdasarkan BB< 7 kg diberi MP ASI dan BB ≥ 7 kg diberi makanan balita.
Diberikan makanan formula 135 (F 135) dengan nilai gizi setiap 100 ml F135
11 | P a g e
mengandung energi 135 kal dan protein 3,3 gram. Pada tahap ini diberi makanan
TKTP penuh (150-200% kebutuhan normal) .(7,8)
Tabel 3. Kebutuhan zat gizi fase rehabilitasi.(8)
Zat Gizi Rehabilitasi (minggu ke 2-6)Energi ProteinCairan Fe Vitamin A- Bayi < 6 bulan- Bayi 6-11 bulan- Balita 12-60 bulanVitamin lain- Vitamin C- Vitamin B kompleks- Asam folatMineral lain- Zinc- Kalium- Natrium- Magnesium
150-200 kkal/kgBB/hari 3-4 gram/kgBB/hari150 – 200 ml/kgBB/hariBerikan awal selama 4 minggu.
½ kapsul vitamin A dosis 100.000 SI (warna biru)1 kapsul vitamin A dosis 100.000 SI (warna biru)1 kapsul vitamin A dosis 200.000 SI (warna merah)Diberikan sebagai multivitamin
Pemberiannya dicampur dengan F75, F100 dan F135
d. Fase tindak lanjut
Dilakukan di rumah setelah anak dinyatakan sembuh, bila BB/TB atau
BB/PB ≥ -2 SD, tidak ada gejala klinis dan memenuhi kriteria selera makan sudah
baik, makanan yang diberikan dapat dihabiskan, ada perbaikan kondisi mental,
anak sudah dapat tersenyum, duduk, merangkak, berdiri atau berjalan sesuai
umurnya, suhu tubuh berkisar antara 36,5 – 37, 7 °C, tidak muntah atau diare,
tidak ada edema, terdapat kenaikan BB sekitar 50g/kg BB/minggu selama 2
minggu berturut-turut. Mineral Mix dapat diberikan sebagai nutrisi gizi buruk
yang terbuat dari bahan yang terdiri dari KCl, tripotasium citrat, MgCl2.6H2O, Zn
12 | P a g e
asetat 2H2O dan CuSO4.5H2O, bahan ini dijadikan larutan. Mineral mix ini
dikembangkan oleh WHO dan telah diadaptasi menjadi pedoman Tatalaksana
Anak Gizi Buruk di Indonesia. Mineral mix digunakan sebagai bahan tambahan
untuk membuat Rehydration Solution for Malnutrition (ReSoMal) dan Formula
WHO. (7,8)
Tabel 4. Komposis Mix Campuran.(7,8)
Zat Gizi Kadar Satuan
KCl Tripotasium CitratMgCl2.6H2O Zn asetat 2H2O CuSO4.5H2O
1,7920,6480,6080,06560,0112
GramGram Gram GramGram
Tabel 5. Tiap kemasan dimaksudkan untuk membuat 20ml larutan (8).
Bahan Makanan Per 1000 ml F75 F100 F135Formula WHOSusu skim bubuk Gula pasir Minyak sayur Larutan elektrolit Tambahkan airs/dNilai GiziEnergi Protien Laktosa Kalium Natrium Magnesium Seng Tembaga % Energi Protein % Energi Lemak - Osmolaritas
MgMgMgMlMl
KkalGG
MmolMmolMmol
MgMg
--
Mosml
251003020
1000
750913366
4,3202,5536413
85506020
1000
100029 4259197,3232,51263419
90657527
1000
1350334863228303,41067508
13 | P a g e
(1) Mencegah dan mengatasi hipoglikemi.
Hipoglikemi jika kadar gula darah < 54 mg/dl atau ditandai suhu tubuh
sangat rendah, kesadaran menurun, lemah, kejang, keluar keringat dingin, pucat.
Pengelolaan berikan segera cairan gula: 50 ml dekstrosa 10% atau gula 1 sendok
teh dicampurkan ke air 3,5 sendok makan, penderita diberi makan tiap 2 jam,
antibotik, jika penderita tidak sadar, lewat sonde. Dilakukan evaluasi setelah 30
menit, jika masih dijumpai tanda-tanda hipoglikemi maka ulang pemberian cairan
gula tersebut. (7,8)
(2) Mencegah dan mengatasi hipotermi.
Hipotermi jika suhu tubuh anak < 35°C , aksila 3 menit atau rectal 1 menit.
Pengelolaannya ruang penderita harus hangat, tidak ada lubang angin dan bersih,
sering diberi makan, anak diberi pakaian, tutup kepala, sarung tangan dan kaos
kaki, anak dihangatkan dalam dekapan ibunya (metode kanguru), cepat ganti
popok basah, antibiotik. Dilakukan pengukuran suhu rectal tiap 2 jam sampai
suhu > 36,5°C, pastikan anak memakai pakaian, tutup kepala, kaos kaki. (7,8)
(3) Mencegah dan mengatasi dehidrasi.
Pengelolaannya diberikan cairan Resomal (Rehydration Solution for
Malnutrition) 70-100 ml/kgBB dalam 12 jam atau mulai dengan 5 ml/kgBB
setiap 30 menit secara oral dalam 2 jam pertama. Selanjutnya 5-10 ml/kgBB
untuk 4-10 jam berikutnya, jumlahnya disesuaikan seberapa banyak anak mau,
feses yang keluar dan muntah. Penggantian jumlah Resomal pada jam 4,6,8,10
dengan F75 jika rehidrasi masih dilanjutkan pada saat itu. Monitoring tanda vital,
diuresis, frekuensi berak dan muntah, pemberian cairan dievaluasi jika RR dan
14 | P a g e
nadi menjadi cepat, tekanan vena jugularis meningkat, jika anak dengan edem,
edemnya bertambah. (7,8)
(4)Koreksi gangguan elektrolit.
Berikan ekstra Kalium 150-300mg/kgBB/hari, ekstra Mg 0,4- 0,6
mmol/kgBB/hari dan rehidrasi cairan rendah garam (Resomal) .(7,8)
(5)Mencegah dan mengatasi infeksi.
Antibiotik (bila tidak ada komplikasi : kotrimoksazol 5 hari, bila ada
komplikasi amoksisilin 15 mg/kgBB tiap 8 jam 5 hari. Monitoring komplikasi
infeksi seperti hipoglikemia atau hipotermi .(7,8)
(6)Mulai pemberian makan
Segera setelah dirawat, untuk mencegah hipoglikemi, hipotermi dan
mencukupi kebutuhan energi dan protein. Prinsip pemberian makanan fase
stabilisasi yaitu porsi kecil, sering, secara oral atau sonde, energi 100
kkal/kgBB/hari, protein 1-1,5 g/kgBB/hari, cairan 130 ml/kgBB/hari untuk
penderita marasmus, marasmik kwashiorkor atau kwashiorkor dengan edem
derajat 1,2, jika derajat 3 berikan cairan 100 ml/kgBB/hari. (7,8)
(7)Koreksi kekurangan zat gizi mikro
Berikan setiap hari minimal 2 minggu suplemen multivitamin, asam folat
(5mg hari 1, selanjutnya 1 mg), zinc 2 mg/kgBB/hari, cooper 0,3 mg/kgBB/hari,
besi 1-3 Fe elemental/kgBB/hari sesudah 2 minggu perawatan, vitamin A hari 1
(<6 bulan 50.000 IU, 6-12 bulan 100.000 IU, >1 tahun 200.000 IU). Jangan
memberikan zat besi pada masa stabilisasi karena dapat memperburuk keadaan
15 | P a g e
infeksi, diberikan pada saat anak sudah mau makan dan berat badannya sudah
mulai naik. (7,8)
(8) Memberikan makanan untuk tumbuh kejar Satu minggu perawatan fase
rehabilitasi, berikan F100 yang mengandung 100 kkal dan 2,9 g protein/100ml,
modifikasi makanan keluarga dengan energi dan protein sebanding, porsi kecil,
sering dan padat gizi, cukup minyak dan protein.
(9) Memberikan stimulasi untuk tumbuh kembang
Mainan digunakan sebagai stimulasi, macamnya tergantung kondisi, umur
dan perkembangan anak sebelumnya. Diharapkan dapat terjadi stimulasi
psikologis, baik mental, motorik dan kognitif.
(10) Mempersiapkan untuk tindak lanjut di rumah.
Setelah BB/PB mencapai -1 SD dikatakan sembuh, tunjukkan kepada orang
tua frekuensi dan jumlah makanan, berikan terapi bermain anak, pastikan
pemberian imunisasi boster dan vitamin A tiap 6 bulan. (9)
I. KOMPLIKASI
Anak kurang gizi lebih rentan terhadap infeksi , terutama sepsis, pneumonia,
dan gastroenteritis. Hipoglikemi biasa terjadi sesudah masa puasa berat, tetapi
dapat juga merupakan tanda sepsis, Hipotermia dapat menandai infeksi atau,
dengan bradikardi dapat menandai penurunan kecepatan metabolik untuk
menghemat energi. Bradikardi dan curah jantung yang buruk memberi
kecenderungan pada anak kurang gizi untuk menderita gagal jantung, yang
diperburuk oleh beban cairan atau zat terlarut akut. Defesiensi vitamin dapat juga
16 | P a g e
mempersulit malnutrisi. Defesiensi vitamin A biasa terjadi dinegara berkembang
dan merupakan penyebab penting perubahan respons imun dan peningkatan
morbiditas (misalnya, infeksi dan kebutaan) dan mortalitas (terutama akibat
campak). Bergantung pada usia onset dan durasi malnutrisi, anak kurang gizi
dapat menderita pertumbuhan kerdil permanen (dari malnutrisi dalam rahim, masa
bayi atau remaja). Kehilangan lingkungan (sosial) dapat berinteraksi dengan
pengaruh malnutrisi hingga terjadi gangguan perkembangan dan fungsi kognitif
lebih lanjut.(7,810)
J. PROGNOSIS
Malnutrisi yang hebat mempunyai angka kematian yang tinggi, kematian
sering disebabkan oleh karena infeksi, sering tidak dapat dibedakan antara
kematian karena infeksi atau karena malnutrisi sendiri. Prognosis tergantung dari
stadium saat pengobatan mulai dilaksanakan. Dalam beberapa hal walaupun
kelihatannya pengobatan adekuat, bila penyakitnya progesif kematian tidak dapat
dihindari,mungkin disebabkan perubahan yang irreversibel dari set-sel tubuh.(6,8,9)
17 | P a g e
DAFTAR PUSTAKA
1. Judarwanto, Widodo. 2012. Penanganan Malnutrisi Kurang Energi Protein
(KEP) Pada Anak. Children Grow Up Clinic Jakarta Indonesia. [Cited : 10 Juni
2013].Avalaible :http://pickyeaterschild.wordpress.com/2012/10/31/ penanganan-
malnutrisi-kurang-energi-protein-kep-pada-anak/
2. Yaszero. 2011. Epidemiologi Penanggulangan Marasmus. [Cited: 10 Juni
2013].Available: http://epiders.blogspot.com/2011/11/epidemiologi
penanggulangan- marasmus.html
3. Nyoman , Dewa . bachyar. Dan fajar ,ibnu. 2002. Penilaian status gizi. EGC.
Jakarta Indonesia.
4. Hidajat B, Irawan R, Hidjati S. Kurang Energi Protein (KEP)
http://pediatrik.com/pdt/07110-rswg255.html
5. Wahab samik. 2000. NELSON ILMU KESEHATAN ANAK EDISI 15 VOLUME
3. EGC. Jakarta ;indonesia
6. Tershakovec, AM dan Stallings VA. 2010. Nutrisi Pediatri dan Gangguan
Nutrisi. Dalam Nelson Esensi Pediatri Ed. 4. EGC. Jakarta.
7. Almatsier sunita . 2005 . Prinsip Dasar Ilmu Gizi. GM . jakarta indonesia
8. Dr . arisman , MB. 2010. Buku ajar ilmu gizi “gizi dalam daur kehidupan.
EGC. Jakarta : Indonesia
9. Razak Adni A , Made I A, G, Budiningsar Dwi .2009. Pola asuh ibu sebagai
faktor risiko kejadian kurang energi protein (KEP) pada anak balita.
UGM ;Yogyakarta. . [Cited : 22 mei 2013].( http://www.ijcn.or.id/index.php?
option=com_content&view=article&id=52&Itemid=55).
18 | P a g e
10. Bagian Ilmu Kesehatan Anak. Standar pelayanan medik. Makassar :FK
UNHAS/SMF Anak RS DR. Wahidin sudirohusodo. 2009.
19 | P a g e