Pelestarian Orang Utan Secara Exsitu di Wildlife Rescue Centre Yogyakarta

44
KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL UNIVERSITAS GADJAH MADA FAKULTAS HUKUM PELESTARIAN ORANGUTAN SECARA EX-SITU DI WILDLIFE RESCUE CENTRE YOGYAKARTA Disusun Oleh : ANDRE BUDIMAN PANJAITAN 10/299097/HK/18432 BILAWAL ALHARIRI ANWAR 10/298962/HK/18419 BENNY WIJAYA 10/299080/HK/18430 CHANDRA PURNAMA PUTRA 10/298854/HK/18403 RIZKI AGUNG SAPUTRA 10/305005/HK/18579

description

Studi Kasus Hukum Kelestarian Lingkungan

Transcript of Pelestarian Orang Utan Secara Exsitu di Wildlife Rescue Centre Yogyakarta

Page 1: Pelestarian Orang Utan Secara Exsitu di Wildlife Rescue Centre Yogyakarta

KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL

UNIVERSITAS GADJAH MADA

FAKULTAS HUKUM

PELESTARIAN ORANGUTAN SECARA EX-SITU

DI WILDLIFE RESCUE CENTRE YOGYAKARTA

Disusun Oleh :

ANDRE BUDIMAN PANJAITAN 10/299097/HK/18432

BILAWAL ALHARIRI ANWAR 10/298962/HK/18419

BENNY WIJAYA 10/299080/HK/18430

CHANDRA PURNAMA PUTRA 10/298854/HK/18403

RIZKI AGUNG SAPUTRA 10/305005/HK/18579

YOGYAKARTA

2012

Page 2: Pelestarian Orang Utan Secara Exsitu di Wildlife Rescue Centre Yogyakarta

LATAR BELAKANG

Indonesia dikenal sebagai salah satu negara yang memiliki keanekaragaman hayati yang

tinggi. Keanekaragaman hayati ini didukung oleh Indonesia yang merupakan negara tropis.

Sebagai negara tropis Indonesia memiliki curah hujan yang tinggi sehingga menyebabkan

keberadaan jumlah hutan yang sangat sangat banyak. Hutan di Indonesia tersebar hampir di

seluruh pulau Indonesia, utamanya di Sumatra, Kalimantan dan Papua. Keberadaan hutan

tersebut membentuk suatu ekosistem ideal baik bagi hewan maupun tumbuhan. Di Sumatera dan

Kalimantan hutan dihuni oleh banyak tumbuhan dan hewan eksotis. Salah satunya adalah

Orangutan Sumatera (Pongo Abelii) dan Orangutan Kalimantan (Pongo Pygmeus)

Dibandingkan dengan kerabatnya di Kalimantan, Orangutan Sumatera menempati daerah

sebaran yang lebih sempit. Orangutan Sumatera di Sumatera hanya menempati bagian utara

pulau itu, mulai dari Timang Gajah, Aceh Tengah sampai Sitinjak di Tapanuli Selatan.

Sementara itu, di Kalimantan orangutan dapatditemukan di Sabah, Sarawak, dan hampir seluruh

hutan dataran rendah Kalimantan, kecuali Kalimantan Selatan dan Brunei Darussalam.

Populasi orangutan di habitatnya saat ini mengalami penurunan drastis, diperkirakan dalam

kurun waktu 10 tahun terakhir populasi tersebut telah menyusut 30-50%. Penurunan populasi itu

karena habitatnya telah rusak oleh penebangan liar, kebakaran hutan, tingginya perburuan liar

serta perluasan lahan perkebunan (Meijaard, 2001). Manusia dalam melakukan aktivitasnya tidak

memperdulikan keberlangsungan lingkungan sekitar. Dalam kasus perkebunan sawit misalnya,

baik di Sumatera maupun di Kalimantan manusia melakukan pembukaan lahan tanpa sesuai

ketentuan yang berlaku. Perbuatan manusia yang semata-mata demi keuntungan harus

mengorbankan habitat Orangutan.

Dengan begitu Orangutan semakin lama semakin terdesak oleh keberadaan manusia. Bahkan,

manusia banyak yang menganggap Orangutan sebagai hama pengganggu yang perlu

dimusnahkan. Tren lain yang berkembang di masyarakat adalah menjadikan Orangutan sebagai

Page 3: Pelestarian Orang Utan Secara Exsitu di Wildlife Rescue Centre Yogyakarta

hewan peliharaan. Orangutan dianggap binatang eksotis sehingga dapat meningkatkan prestise

terhadap pemiliknya. Fenomena tersebut menyebabkan perburuan dan perdagangan orangutan

marak karena orangutan dianggap komoditas yang menguntungkan.

Sebagai satwa asli Indonesia, keberadaan Orangutan dijamin oleh pemerintah. Orangutan

termasuk dalam Appendix I CITES yang artinya diakui sebagai satwa langka yang ternacam

punah sehingga perlu dilindungi. CITES ini telah diratifikasi oleh Pemerintah Republik

Indonesia dengan Undang-Undang No 43 Tahun 1978 Tentang ratifikasi CITES. Selain itu

Orangutan juga dilindungi dengan Undang-Undang No 5 Tahun 1990 tentang Konservasi

Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.

Untuk menjaga kelestariannya tetap berjalan serta berkesinambungan, maka diperlukan

upaya konservasi satwa dengan langkah-langkah yang benar. Upaya pelaksanaan konservasi

satwa meliputi juga unsur lingkungan atau ekosistem satwanya. Ekosistem ini memiliki fungsi

yang sangat penting sebagai unsur pembentuk lingkungan satwa, yang kehadirannya tidak dapat

diganti, harus disesuaikan dengan batas-batas daya dukung alam untuk terjaminnya keserasian,

keselarasan dan keseimbangan ekosistem satwa (Kuncoro : 2004)

Konservasi yang dilakukan dapat berupa konservasi ex-situ maupun in-situ. Konservasi in-

situ (dalam kawasan) adalah perlindungan populasi dan komunitas alami. Konservasi ex-situ

adalah kegiatan konservasi di luar habitat aslinya, dimana fauna tersebut diambil, dipelihara pada

suatu tempat tertentu yang dijaga keamanannya maupun kesesuaian ekologinya. Konservasi ex-

situ tersebut dilakukan dalam upaya pengelolaan jenis satwa yang memerlukan perlindungan dan

pelestarian (Johnson 2007).

Tujuan dari perlindungan dan pelestarian alam tidak hanya unruk menyelamatkan jenis

tumbuhan dan binatang dari ancaman kepunahan, akan tetapi mengusahakan terjaminnya

keanekaragaman hayati dan keseimbangan unsur-unsur ekosistem yang telah mengalami

gangguan akibat meningkatnya aktivitas manusia yang merambah kawasan hutan alam. Kawasan

konservasi ex-situ sama pentingnya dengan kawasan konservasi insitu dan mempunyai peran

yang saling melengkapi (Kuncoro, 2004)

Page 4: Pelestarian Orang Utan Secara Exsitu di Wildlife Rescue Centre Yogyakarta

Orangutan pada umumnya lebih senang tinggal di hutan hujan tropis dataran rendah sebagai

tempat hidupnya, sehingga perlindungan ekosistem tersebut sangat penting untuk menjamin

kelangsungan hidup satwa itu. Meskipun Pemerintah telah membangun sistem kawasan

konservasi seluas 6,5 juta hektar di Sumatera bagian utara dan Kalimantan Barat, Kalimantan

Tengah, Kalimantan Timur, upaya pengelolaan kawasan hutan yang menjadi habitat orangutan di

luar taman nasional dan cagar alam tidak kalah pentingnya.

Di Daerah Istimewa Yogjakarta sendiri lembaga konservasi exsitu yaitu Wildlife Rescue

Centre Yogyakarta (WRC Yogyakarta). Program utama WRC Yogyakarta adalah rehabilitasi

dan pemeliharaan satwa terutama orangutan dengan program pendukung yakni pendidikan

konservasi, pengembangan ilmu pengetahuan dan kampanye konservasi satwa Indonesia.

Sebagai lembaga konservasi satwa maka WRC Yogyakarta mau tidak mau harus

memperhatikan peraturan perundang-undangan terkait konservasi satwa. Undang-undang

tersebut antara lain Undang-Undang No 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam

Hayati dan Ekosisitemnya, Peraturan Perundang-Undangan (PP) No 7 tahun 1999 tentang

Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa serta Peraturan Perundang-Undangan (PP) No 8 tahun

1999 tentang Pemanfaatan Jenis Tumbuhan dan Satwa Liar serta serta Peraturan Menteri

Kehutanan (Permenhut) P.53/Menhut-II/2006 tentang Lembaga Konservasi.

Page 5: Pelestarian Orang Utan Secara Exsitu di Wildlife Rescue Centre Yogyakarta

RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang tersebut rumusan masalah ditentukan sebagai berikut :

1. Apakah WRC Yogyakarta sudah memadai sebagai lembaga konservasi ditinjau dari

Peraturan Menteri Kehutanan P.53/Menhut-II/2006 Tentang Lembaga Konservasi?

2. Bagaimanakah proses pemeliharaan Orangutan di WRC Yogyakarta?

3. Apakah kendala yang dialami oleh WRC Yogyakarta serta bagaiman cara mengatasinya?

Page 6: Pelestarian Orang Utan Secara Exsitu di Wildlife Rescue Centre Yogyakarta

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Konservasi

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia disebutkan bahwa konservasi adalah pemeliharaan

dan perlindungan sesuatu secara teratur untuk mencegah kerusakan dan kemusnahan dengan

jalan mengawetkan. Konservasi itu sendiri merupakan berasal dari kata Conservation yang terdiri

atas kata con (together) dan servare (keep/save) yang memiliki pengertian mengenai upaya

memelihara apa yang kita punya (keep/save what you have), namun secara bijaksana (wise use).

Ide ini dikemukakan oleh Theodore Roosevelt (1902) yang merupakan orang Amerika pertama

yang mengemukakan tentang konsep konservasi. 1

Sedangkan menurut Rijksen (1981), konservasi merupakan suatu bentuk evolusi kultural

dimana pada saat dulu, upaya konservasi lebih buruk daripada saat sekarang. Konservasi juga

dapat dipandang dari segi ekonomi dan ekologi dimana konservasi dari segi ekonomi berarti

mencoba mengalokasikan sumberdaya alam untuk sekarang, sedangkan dari segi ekologi,

konservasi merupakan alokasi sumberdaya alam untuk sekarang dan masa yang akan datang.2

Apabila merujuk pada pengertiannya, konservasi didefinisikan dalam beberapa batasan,

sebagai berikut :

1. Konservasi adalah menggunakan sumberdaya alam untuk memenuhi keperluan manusia dalam

jumlah yang besar dalam waktu yang lama.

2. Konservasi adalah alokasi sumberdaya alam antar waktu (generasi) yang optimal secara sosial.

3. Konservasi merupakan manajemen udara, air, tanah, mineral ke organisme hidup termasuk

manusia sehingga dapat dicapai kualitas kehidupan manusia yang meningkat termasuk dalam

kegiatan manajemen adalah survai, penelitian, administrasi, preservasi, pendidikan, pemanfaatan

dan latihan.3

1 http://kuliahitukeren.blogspot.com/2011/03/konservasi-lahan.html diakses pada tanggal 27 November 2012 pukul 20.56 WIB2 http://diandaningeyil.blogspot.com/2011/07/konservasi-lahan.html diakses pada tanggal 27 November 2012 pukul 10.58 WIB3 ibid

Page 7: Pelestarian Orang Utan Secara Exsitu di Wildlife Rescue Centre Yogyakarta

4. Konservasi adalah manajemen penggunaan biosfer oleh manusia sehingga dapat memberikan

atau memenuhi keuntungan yang besar dan dapat diperbaharui untuk generasi-generasi yang

akan datang.

Pengertian konservasi sumber daya alam hayati menurut pasal 1 ayat (2) UU No 5 Tahun

1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya dirumuskan bahwa”

pengelolalaan sumber daya alam hayati yang pemanfaatanya dilakukan secara bijaksana untuk

menjamin kesinambungan persediannya dengan tetap memelihara dan meningkatkan kualitas

keanekaragaman dan nilainya”. Dengan demikian konservasi dalam undang-undang ini

mencakup pengelolaan sumber alam hayati, yang termasuk didalamnya hutan.

B. Tujuan Konservasi

Sasaran konservasi yang ingin dicapai menurut UU No. 5 Tahun 1990, yaitu:

1. Menjamin terpeliharanya proses ekologis yang menunjang sistem penyangga kehidupan bagi

kelangsungan pembangunan dan kesejahteraan manusia (perlindungan sistem penyangga

kehidupan);

2. Menjamin terpeliharanya keanekaragaman sumber genetik dan tipe-tipe ekosistemnya

sehingga mampu menunjang pembangunan, ilmu pengetahuan, dan teknologi yang

memungkinkan pemenuhan kebutuhan manusia yang menggunakan sumber daya alam hayati

bagi kesejahteraan (pengawetan sumber plasma nutfah);

3. Mengendalikan cara-cara pemanfaatan sumber daya alam hayati sehingga terjamin

kelestariannya. Akibat sampingan ilmu pengetahuan dan teknologi yang kurang bijaksana, belum

harmonisnya penggunaan dan peruntukan tanah serta belum berhasilnya sasaran konservasi

secara optimal, baik di darat maupun di perairan dapat mengakibatkan timbulnya gejala erosi

genetik, polusi, dan penurunan potensi sumber daya alam hayati (pemanfaatan secara lestari.

Page 8: Pelestarian Orang Utan Secara Exsitu di Wildlife Rescue Centre Yogyakarta

C. Kegiatan-Kegiatan Konservasi

Konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya menurut UU no.5 Tahun 1990

dilakukan melalui kegiatan:

1. Perlindungan Sistem Penyangga Kehidupan;

Perlindungan sistem penyangga kehidupan ditujukan bagi terpeliharanya proses ekologis

yang menunjang kelangsungan kehidupan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan

mutu kehidupan manusia.Untuk melaksanakan perlindungan sistem penyangga kehidupan , maka

Pemerintah menetapkan:

- wilayah tertentu sebagai wilayah perlindungan sistem penyangga kehidupan;

- pola dasar pembinaan wilayah perlindungan sistem penyangga kehidupan;

-pengaturan cara pemanfaatan wilayah pelindungan sistem penyangga kehidupan.

2. Pengawetan Keanekaragaman Jenis Tumbuhan dan Satwa Beserta Ekosistemnya;

Pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya, dilaksanakan

melalui kegiatan:

- pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya;

-pengawetan jenis tumbuhan dan satwa.

Pengawetan jenis tumbuhan dan satwa bertujuan untuk:

a. menghindarkan jenis tumbuhan dan satwa dari bahaya kepunahan;

b. menjaga kemurnian genetik dan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa;

c. memelihara keseimbangan dan kemantapan ekosistem yang ada;

Pengawetan jenis tumbuhan dan satwa dilakukan melalui upaya:

a. penetapan dan penggolongan yang dilindungi dan tidak dilindungi;

b. pengelolaan jenis tumbuhan dan satwa serta habitatnya;

c. pemeliharaan dan pengembangbiakan.

Page 9: Pelestarian Orang Utan Secara Exsitu di Wildlife Rescue Centre Yogyakarta

3. Pemanfaatan Secara Lestari Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.

D. Pengertian Lembaga Konservasi

Menurut PP no. 7 Tahun 1999 tentang pengawetan jenis tumbuhan dan satwa , Pengertian

Konservasi adalah lembaga yang bergerak di bidang konservasi tumbuhan dan atau satwa di luar

habitatnya (ex situ), baik berupa lembaga pemerintah maupun lembaga non pemerintah.

Lembaga Konservasi mempunyai fungsi utama yaitu pengembangbiakan dan atau penyelamatan

tumbuhan dan satwa dengan tetap mempertahankan kemurnian jenisnya. Disamping mempunyai

fungsi utama diatas Lembaga Konservasi juga berfungsi sebagai tempat pendidikan, peragaan

dan penelitian serta pengembangan ilmu pengetahuan.

Bentuk Lembaga Konservasi ada beberapa macam bentuknya dan kepentingan apa yang ada

didalamnya.

Menurut PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor :

P.31/Menhut-II/2012 TENTANG LEMBAGA KONSERVASI , Lembaga Konservasi dapat

berbentuk :

Kebun Binatang

Kebun binatang adalah tempat pemeliharaan satwa sekurang-kurangnya 3 (tiga) kelas taksa

pada areal dengan luasan sekurang-kurangnya 15 (lima belas) hektar dan pengunjung tidak

menggunakan kendaraan bermotor (motor atau mobil).

Taman Safari,

Taman safari adalah tempat pemeliharaan satwa sekurang-kurangnya 3 (tiga) kelas taksa

pada areal terbuka dengan luasan sekurang-kurangnya 50 (lima puluh) hektar, yang bisa

dikunjungi dengan menggunakan kendaraan roda empat (mobil) pribadi dan/atau kendaraan

roda empat (mobil) yang disediakan pengelola yang aman dari jangkauan satwa.

Taman Satwa,

Taman satwa adalah tempat pemeliharaan satwa sekurang-kurangnya 2 (dua) kelas taksa

pada areal dengan luasan sekurang-kurangnya 2 (dua) hektar.

Page 10: Pelestarian Orang Utan Secara Exsitu di Wildlife Rescue Centre Yogyakarta

Taman Satwa Khusus,

Taman satwa khusus adalah tempat pemeliharaan jenis satwa tertentu atau kelas taksa satwa

tertentu pada areal sekurang-kurangnya 2 (dua) hektar

Pusat Latihan Satwa Khusus,

Pusat latihan satwa khusus adalah tempat melatih satwa khusus spesies gajah agar menjadi

terampil sehingga dapat dimanfaatkan antara lain untuk kegiatan peragaan di dalam areal

pusat latihan gajah, patroli pengamanan kawasan hutan, sumber satwa bagi lembaga

konservasi lainnya dan/atau membantu kegiatan kemanusiaan dan pendidikan

Pusat Penyelamatan Satwa,

Pusat penyelamatan satwa adalah tempat untuk melakukan kegiatan pemeliharaan satwa hasil

sitaan atau temuan atau penyerahan dari masyarakat yang pengelolaannya bersifat sementara

sebelum adanya penetapan penyaluran satwa (animal disposal) lebih lanjut oleh Pemerintah.

Pusat Rehabilitasi Satwa,

Pusat rehabilitasi satwa adalah tempat untuk melakukan proses rehabilitasi, adaptasi satwa

dan pelepasliaran ke habitat alaminya

Museum Zoologi,

Museum zoologi adalah tempat koleksi berbagai spesimen satwa dalam keadaan mati, untuk

kepentingan pendidikan dan penelitian.

Kebun Botani,

Kebun botani adalah lokasi pemeliharaan berbagai jenis tumbuhan tertentu, untuk

dimanfaatkan sebagai sarana pendidikan, penelitian dan pengembangan bioteknologi,

rekreasi dan budidaya

Taman Tumbuhan Khusus,

Taman tumbuhan khusus adalah tempat pemeliharaan jenis tumbuhan liar tertentu atau kelas

taksa tumbuhan liar tertentu, untuk kepentingan sebagai sumber cadangan genetik,

pendidikan, budidaya, penelitian dan pengembangan bioteknologi

Herbarium

Herbarium adalah tempat koleksi berbagai spesimen tumbuhan dalam keadaan mati untuk

kepentingan pendidikan dan penelitian

Page 11: Pelestarian Orang Utan Secara Exsitu di Wildlife Rescue Centre Yogyakarta

Suatu pendirian Lembaga Konsevasi harus meminta Izin dari kementerian Kehutanan.

Adapun Izin Lembaga Konservasi dapat diberikan kepada :

Lembaga Pemerintah :

Badan Usaha Milik Negara yang bergerak di bidang konservasi,

Badan Usaha Milik Daerah yang bergerak di bidang konservasi,

Lembaga Penelitian yang kegiatannya meliputi penelitian tumbuhan dan satwa, dan

Lembaga Pendidikan Formal.

Lembaga Non Pemerintah :

Koperasi,

Badan Usaha Milik Swasta yang bergerak di bidang konservasi,

Badan Usaha Milik Perorangan yang bergerak di bidang konservasi, dan

Yayasan

Lembaga Konservasi dapat memperoleh spesimen jenis tumbuhan dan satwa untuk

koleksinya, dari :

-Hasil sitaan atau penyerahan dari pemerintah atau penyerahan dari masyarakat,

-Hibah atau pemberian atau sumbangan dari Lembaga Konservasi lainnya,

-Tukar menukar,

-Pembelian untuk jenis-jenis yang tidak dilindungi,

-Pengambilan atau penangkapan dari alam.4

Lembaga Konservasi sangatlah penting perannya dalam mealakukan upaya pengawetan jenis

tumbuhan dan hewan sebagaimana yang diamanatkan dalam PP No.7 Tahun 1999 . Lembaga

Konservasi merupakan suatu langkah konservasi Sumber Daya Hayati yang konkrit dan

langsung.

E. Pengertian Orang Utan

Orang utan (atau orangutan, nama lainnya adalah mawas) adalah sejenis kera besar dengan

lengan panjang dan berbulu kemerahan atau cokelat, yang hidup di hutan tropika Indonesia dan

4 http://bksdadiy.dephut.go.id/isi.php?top=3&id=13&ver= diakses pada tanggal 27 November 2012 Pukul 21.00

Page 12: Pelestarian Orang Utan Secara Exsitu di Wildlife Rescue Centre Yogyakarta

Malaysia, khususnya di Pulau Kalimantan dan Sumatera. 5 Istilah "orang utan" diambil dari kata

dalam bahasa Indonesia, yaitu 'orang' yang berarti manusia dan 'utan' yang berarti hutan.

Orang utan mencakup dua spesies, yaitu orang utan sumatera (Pongo Abelii) dan orang utan

kalimantan (Borneo) (Pongo Pygmaeus). Yang unik adalah orang utan memiliki kekerabatan

dekat dengan manusia pada tingkat kingdom animalia, dimana orang utan memiliki tingkat

kesamaan DNA sebesar 96.4%. 6

Ciri-ciri orang utan antara lain :

1. Memiliki tubuh yang gemuk dan besar,

2. Berleher besar,

3. Lengan yang panjang dan kuat,

4. Kaki yang pendek dan tertunduk,

5. Tidak mempunyai ekor.

6. Memiliki tinggi sekitar 1.25-1.5 meter.

7. Tubuh orangutan diselimuti rambut merah kecoklatan.

8. Mereka mempunyai kepala yang besar dengan posisi mulut yang tinggi

9. Saat mencapai tingkat kematangan seksual, orangutan jantan memiliki pelipis yang gemuk

pada kedua sisi, ubun-ubun besar, rambut menjadi panjang dan janggut disekitar wajah.

10.Mereka mempunyai indera yang sama seperti manusia, yaitu pendengaran, penglihatan,

penciuman, pengecap, dan peraba.

11. Berat orangutan jantan sekitar 90 kg, sedangkan orangutan betina beratnya sekitar 60 kg.

12. Telapak tangan mereka mempunyai 4 jari-jari panjang ditambah 1 ibu jari.

13. Telapak kaki mereka juga memiliki susunan jari-jemari yang sangat mirip dengan manusia.

Orangutan masih termasuk dalam spesies kera besar seperti gorila dan simpanse.Golongan

kera besar masuk dalam klasifikasi mammalia, memiliki ukuran otak yang besar, mata yang

mengarah kedepan, dan tangan yang dapat melakukan genggaman.

5 http://id.wikipedia.org/wiki/Orang_utan diakses pada tanggal 27 November 2012 pukul 21.03 WIB6 Ibid

Page 13: Pelestarian Orang Utan Secara Exsitu di Wildlife Rescue Centre Yogyakarta

Ada 2 jenis spesies orangutan, yaitu Orangutan Kalimantan / Borneo (Pongo pygmaeus) dan

Orangutan Sumatra (Pongo abelii). 7 Orangutan ditemukan di wilayah hutan hujan tropis Asia

Tenggara, yaitu di pulau Borneo dan Sumatra di wilayah bagian negara Indonesia dan Malaysia.

Mereka biasa tinggal di pohon yang lebat dan membuat sarangnya dari dedaunan dan ranting

yang ada di pohon itu.Orangutan dapat hidup pada berbagai tipe hutan, mulai dari hutan kering,

perbukitan dan dataran rendah, daerah aliran sungai, hutan rawa air tawar, rawa gambut, tanah

kering di atas rawa bakau dan nipah, sampai ke hutan pegunungan.

Kasus Posisi

Lagi, Orangutan diselamatkan dari pemeliharaan ilegal8 Rabu, 24 November 2010, oleh Gloria Samantha

7 http://www.seaworld.org/animal- diakses pada tanggal 27 November 2012 pukul 21.09 WIB

Page 14: Pelestarian Orang Utan Secara Exsitu di Wildlife Rescue Centre Yogyakarta

Tim dari International Animal Rescue (IAR) menyelamatkan seekor orangutan berumur

13 tahun yang hidup dalam kandang di rumah seorang warga di Kalimantan Barat pada Jumat

(19/11). Inilah penyelamatan berikutnya setelah pada akhir Oktober lalu, IAR menyelamatkan

orangutan betina bernama Mely.

Orangutan bernama Monte itu menjalani hidup dalam kandang selama 12 tahun.

Walaupun kandang itu cukup besar agar ia bisa berdiri, Monte tetap dirantai. Pemiliknya

khawatir Monte, yang semakin dewasa, semakin kuat untuk mendobrak pagar kandang. Orang

yang memelihara Monte mengaku mendapatkannya dari seorang pemburu liar 12 tahun yang

lalu. 

Ia kini sudah berada di pusat rehabilitasi IAR di Ketapang, Kalimantan Barat, bersama

dengan 17 ekor orangutan lain. Mereka ditempatkan pada pusat transit sebelum dibawa ke lokasi

baru, tempat mereka akan direhabilitasi dan kemudian dilepasliarkan ke habitat alaminya.

Menurut Direktur Veteriner IAR Indonesia dr. Karmele Sanchez, Monte menderita

malnutrisi. "Saat tiba di Ketapang, untuk berjalan dan memanjat tali dalam kandang saja kakinya

bahkan gemetar," papar dr. Karmele.

Memelihara orangutan merupakan tindakan melanggar hukum. Menurut Undang-Undang

Republik Indonesia nomor 5 tahun 1990, orangutan adalah salah satu jenis satwa yang

dilindungi, dilarang untuk ditangkap, dilukai, disimpan, dipelihara, atau diangkut. Namun tetap

saja orangutan ditangkapi dari hutan. 

Argitoe Ranting dari tim rescue IAR mengatakan, "Kita harus lebih konsentrasi dalam

penegakan hukum." dr. Karmele mengajak LSM serta pemerintah Indonesia untuk bekerja sama

menjalankan penegakan hukum. "Kalau tidak, kita akan melihat orangutan habis dari  hutan

Kalimantan," imbuhnya

Populasi orangutan di Kalimantan diperkirakan berkurang 50 persen dalam 10 tahun

terakhir. Sementara menurut data Juni 2009 dari Yayasan Titian, jumlah orangutan liar yang

masih tersisa di Kalimantan Barat diperkirakan ada 6.675 individu dengan dua spesies utama

8 Sumber National Geographic Indonesia. “Lagi, orangutan diselamatkan dari pemeliharaan ilegal. http://nationalgeographic.co.id/berita/2010/11/lagi-orangutan-diselamatkan-dari-pemeliharaan-ilegal diakses pada tanggal 28 November 2012 Pukul 22.20

Page 15: Pelestarian Orang Utan Secara Exsitu di Wildlife Rescue Centre Yogyakarta

Pongo pygmaeus pygmaeus dan Pongo pygmaeus wurmbii. Hidup mereka sangat terancam

dengan semakin luasnya area hutan yang dibabat untuk perkebunan kelapa sawit dan industri

kayu.

Penyelamatan

Hari Jumat tanggal 19 november, satu tim berangkat dari Pontianak bersama satu tim

BKSDA Pontianak dan Singkawang, menuju ke lokasi Monte dipelihara, di Desa Monterado,

Kecamatan Monterado  Kabupaten Bengkayan.  Sebelum tim melakukan evakuasi, semua

dokumen penyitaan legal telah disiapkan. Dokter Karmele membius Monte agar dapat

dimasukkan ke dalam kandang transportasi untuk dibawa ke Pontianak. Monte tiba di Pontianak

pada malam hari sekitar pukul 20.00. Esoknya, Monte dibawa ke kargo Kalstar di Bandara

Supadio Pontianak dengan didampingi oleh dr. Karmele dan Taufik, polisi hutan dari

Singkawang. Mote tiba di Ketapang pukul 8 pagi dan langsung dibawa ke kandang transit IAR di

Ketapang.

Untuk menangkap anak orangutan, pemburunya harus membunuh induknya lebih dulu.

Monte dibeli ketika masih bayi. Saat masih kecil, Monte masih bebas di rumah Pak Cembe tapi

sejak 5 tahun yang lalu, orangutan ini menjadi besar dan kuat, sehingga harus dikurung di

kandang.

Analisis

Orang Utan adalah salah satu satwa liar yang dilindungi pemerintah. Hal ini termaktub di

dalam Lampiran Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1999 Tentang Pengawetan Jenis

Page 16: Pelestarian Orang Utan Secara Exsitu di Wildlife Rescue Centre Yogyakarta

Tumbuhan dan Satwa. Orang Utan yang bernama latin Pongo Pygmaeus (Orang Utan

Kalimantan) dan/atau Pongo Abelii (Orang Utan Sumatera) ini adalah satwa yang hampir habis

populasinya di Indonesia. Menurut data dari Kementerian Kehutanan pada Februari 2012,

populasi Orang Utan diperkirakan tinggal 51.300 ekor.9

Dalam status konservasi, Orang Utan termasuk binatang yang terancam dalam artian

populasinya hampir habis alias punah. Dalam kasus diatas, Orang Utan yang menjadi objek

sitaan adalah Orang Utan yang dipelihara secara pribadi oleh masyarakat. Dalam hal ini,

masyarakat tidak bisa disalahkan secara penuh karena memelihara Orang Utan yang notabene

merupakan satwa liar yang terancam punah dan dilindungi dengan Undang-Undang. Masyarakat

yang memelihara juga tidak bisa di generalisasi sebagai orang yang ikut mereduksi jumlah Orang

Utan menjadi sekarang ini.

Dalam kasus di atas, Orang Utan yang didapatkan oleh penduduk merupakan hasil

tangkapan dari pemburu dari hutan. Sehingga dalam hal ini edukasi dari Kementerian terkait

sebenarnya masih sangat diperlukan untuk mengedukasi masyarakat terhadap pentingnya

menjaga sumber daya alam hayati, khususnya Orang Utan. Undang-undang yang dibuat untuk

melindungi Orang Utan sebenarnya sudah cukup mumpuni dan mampu mengakomodir

penyelamatannya dari kepunahan. Akan tetapi dalam hal ini terlihat sanksi yang ada masih

belum bisa mengurangi angka penurunan jumlah Orang Utan.

Padahal di dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber

Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya memiliki sanksi tegas terhadap perniagaan satwa liar dari

pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda hingga Rp 100.000.000 (Seratus Juta

Rupiah). Terhadap sanksi memang seharusnya lebih ditekankan penerapannya, hal ini

dikarenakan masih banyak pemelihara dan pemburu satwa liar yang dilindungi yang masih lolos

dari jeratan hukum. Pemelihara satwa yang dilindungi juga masih jarang terkena sanksi pidana

maupun denda sebagaimana di dalam ketentuan Undang-Undang, padahal seharusnya mereka-

mereka ini juga harus terkena sanksi pidana maupun denda.

Selain itu, hal yang membuat tingginya perburuan orang utan adalah hobi. Di beberapa

kalangan masyarakat masih beranggapan bahwa memelihara satwa yang langka merupakan suatu

9 Orang Utan terancam Punah. http://metrotvnews.com/read/news/2012/02/20/82511/Orang-Utan-Terancam-Punah/6 Diakses pada tanggal 28 November 2012 Pukul 22.36

Page 17: Pelestarian Orang Utan Secara Exsitu di Wildlife Rescue Centre Yogyakarta

prestise atau kebanggaan bagi pemiliknya, sehingga mereka berusaha mencari satwa-satwa unik

dan langka diniagakan, salah satunya adalah orang utan. Sesuai dengan teori ekonomi, apabila

semakin tinggi permintaan, maka semakin tinggi penawaran. Hal ini juga yang terjadi dengan

populasi orang utan, akibat tingginya permintaan orang utan sebagai hewan peliharaan, akan

memungkinkan tingginya perburuan untuk diniagakan sebagai binatang peliharaan bak kucing

maupun anjing.

Memelihara binatang untuk pemeliharaan untuk kesenangan memang tidak dilarang, hal

ini tercantum dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999 Tentang

Pemanfaatan Jenis Tumbuhan dan Satwa Liar Pasal 3 huruf h, yakni sebagai salah satu cara

untuk pemanfaatan jenis tumbuhan dan satwa liar. Akan tetapi di pasal 37 ayat 2 menyatakan

bahwa pemeliharaan untuk kesenangan hanya dapat dilakukan terhadap jenis yang tidak

dilindungi. Dalam hal ini, Orang Utan dalam pasal 34 merupakan salah satu fauna yang untuk

pertukarannya harus dengan persetujuan presiden, dengan logika sempit bisa terlihat bahwa

orang utan merupakan satwa yang dilindungi sehingga tidak bisa dipelihara dengan tujuan

kesenangan oleh perorangan. Satwa liar yang masih bisa dipelihara untuk kesenangan adalah

satwa-satwa liar yang bisa diniagakan dan yang tidak dilindungi sebagaimana pasal 18.

Selain hal-hal diatas, orang utan berkurang juga diakibatkan karena berkurangnya jumlah

luas habitat mereka, yaitu hutan. Sebaran orang utan di Indonesia adalah di Pulau Kalimantan

dan Pulau Sumatera, dengan tingginya tingkat alih lahan dan perambahan hutan, membuat

berkurangnya tempat orang utan untuk hidup dan bertempat tinggal. Alih lahan hutan menjadi

lahan kebun kelapa sawit secara besar-besaran diduga menjadi akibatnya. Seperti diketahui,

Kelapa Sawit memiliki banyak sekali produk turunan yang hadir di dalam kehidupan manusia

sehari-hari. Produk-produk turunan kelapa sawit tadi antara lain adalah minyak goreng, mentega,

lemak nabati, sabun, deterjen, sampo, serta kosmetik lainnya yang dengan semakin tingginya

jumlah kelahiran dan jumlah manusia di dunia ini membuat kebutuhan akan produk turunan

sawit tadi tinggi karena memang vital digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Dengan tingginya

permintaan minyak sawit dan produk turunannya, membuat kebutuhan akan lahan sawit menjadi

meningkat sehingga lahan hutan dialih fungsikan kegunaannya10, termasuk dalam hal ini adalah

hutan yang menjadi habitat orang utan. Akibatnya, orang utan keluar dari sarangnya karena

10 http://atjehpost.com/read/2012/10/13/24042/8/8/Gawat-90-Perkebunan-Kelapa-Sawit-di-Kalimantan-Mengorbankan-Hutan Diakses pada tanggal 29 November 2012 Pukul 01.17

Page 18: Pelestarian Orang Utan Secara Exsitu di Wildlife Rescue Centre Yogyakarta

makin sempit lahan habitatnya sehingga masuk ke lahan-lahan yang dimukimi warga. Seperti

yang baru-baru ini terjadi di Kalimantan Barat, dimana seekor orang utan terbakar saat akan

diusir dari pohon oleh warga. Pada saat itu, warga takut jika orang utan yang muncul akan

merusak tanaman dan rumah mereka sehingga mengusirnya dengan membakar pohon tempat

orang utan bergelantungan.11

Tidak bisa dipungkiri bahwa Kelapa Sawit memberi harapan baru bagi petani-petani

rakyat di berbagai wilayah di Indonesia, sehingga pemerintah mendorong peningkatan lahan

sawit untuk meningkatkan kesejahteraan petani. Hingga saat ini, minat masyarakat untuk

menanam sawit masih cukup tinggi, hal ini didukung dengan tingginya harga sawit dan

permintaan12. Dan hal yang dilakukan untuk itu semua adalah dengan alih fungsi lahan hutan13

menjadi kebun sawit yang bukan merupakan habitat orang utan. Dalam hal ini, pertumbuhan

ekonomi berbanding lurus dengan kerusakan alam, dan berkurangnya luas habitat dan jumlah

satwa pada khususnya. Akan tetapi di lain pihak mengatakan tidak melulu kebun sawit merusak

lingkungan. Dengan metode yang benar dalam pengelolaan lingkungan, maka sinergi kebun

sawit dan alam akan berjalan dengan baik, seperti yang dilakukan penduduk Dosan, Kecamatan

Posako, Kabupaten Siak, Riau. 14

Lembaga konservasi dan penyelamatan menjadi elemen penting dalam urusan

penyelamatan satwa di masa sekarang. Dengan munculnya berbagai macam lembaga konservasi

dan penyelamatan diharapkan turunnya populasi satwa liar yang dilindungi, khususnya orang

utan bisa di reduksi karena orang utan merupakan salah satu biodiversity unik yang dimiliki

Indonesia sebagai negara tropis dengan tingkat keanekaragaman yang sangat tinggi. Sehingga

dalam hal ini dukungan terhadap lembaga konservasi dan penyelamatan harus diberikan secara

penuh karena mereka merupakan organisasi nirlaba yang bekerja tanpa mencari keuntungan.

Selain itu, edukasi pada masyarakat juga harus ditekankan dalam hal ini sehingga

masyarakat tidak lagi bertindak terhadap orang utan dengan cara yang kurang benar apabila

11 http://www.memobee.com/index.php?do=c.every_body_is_journalist&idej=5569 Diakses pada tanggal 29 November 2012 Pukul 00.4712 http://www.metrotvnews.com/metronews/news/2012/09/30/108004/Minat-Berkebun-Sawit-Picu-Kenaikan-Harga-Lahan/6 Diakses pada tanggal 29 November 2012 Pukul 01.0413 http://www.unisosdem.org/article_detail.php?aid=5488&coid=1&caid=23&gid=3 Diakses pada tanggal 29 November 2012 Pukul 01.0514 http://www.beritasatu.com/mobile/bisnis/62730-kebun-kelapa-sawit-tak-sepenuhnya-bom-waktu-perusakan-hutan.html diakses pada tanggal 29 November 2012 Pukul 01.11

Page 19: Pelestarian Orang Utan Secara Exsitu di Wildlife Rescue Centre Yogyakarta

makhluk-makhluk tersebut mulai masuk dan mengganggu masyarakat. Hal lain adalah sanksi

yang tegas. Jika peraturan dibuat dengan ancaman sanksi tegas namun tidak atau jarang

menjatuhkan sanksi tersebut pada pelanggarnya maka hal yang terjadi adalah pelanggaran yang

berulang-ulang, sehingga sanksi tegas seharusnya diberikan secara tanpa pandang bulu sebagai

shock theraphy bagi masyarakat yang lain.

PEMBAHASAN

A. WRC Yogyakarta Sebagai Lembaga Konservasi

Page 20: Pelestarian Orang Utan Secara Exsitu di Wildlife Rescue Centre Yogyakarta

Berdasarkan hasil wawancara dengan Ibu Rosa dari bagian Public Relations WRC, Ibu Rosa

mengungkapkan bahwa WRC Yogyakarta merupakan sebuah Lembaga Konservasi, yang

khususnya adalah Taman Satwa. Berdasarkan kriteria taman satwa yang termuat dalam pasal 7

Peraturan Menteri Kehutanan Nomor: P.53/Menhut-II/2006, kriteria taman satwa meliputi:

1. Koleksi satwa yang dipelihara sekurang-kurangnya 2 (dua) kelas, baik yang dilindungi

maupun yang tidak dilindungi Undang-Undang dan atau ketentuan Convention Trade on

Endangered Spesies of Flora Fauna (CITES);

2. Memiliki lahan sekurang-kurangnya 1 (satu) hektar;

3. Memiliki ketersediaan sumber air dan pakan yang cukup;

4. Memiliki sarana pemeliharaan satwa, antara lain : kandang pemeliharaan, kandang

perawatan, kandang karantina, kandang pengembangbiakan/pembesaran dan prasarana

pendukung pengelolaan satwa lain;

5. Memiliki kantor pengelola dan sarana pengelolaan pengunjung;

6. Tersedia tenaga kerja sesuai bidang keahliannya antara lain dokter hewan, ahli biologi

atau konservasi, perawat, dan tenaga keamanan

Berdasarkan hasil penelitian di WRC Yogyakarta, maka WRC Yogyakarta dapat

dikategorikan sebagai Taman Satwa. Hal tersebut dikarenakan:

1. WRC Yogyakarta mempunyai kurang lebih 150 satwa liar, baik yang termasuk dilindungi

maupun tidak dilindungi.

2. WRC Yogyakarta memiliki lahan seluas 13,9 Hektar.

3. WRC Yogyakarta memiliki ketersediaan sumber air dan pakan yang cukup.

4. WRC Yogyakarta memiliki kandang pemeliharaan, kandang perawatan, kandang

karantina, kandang pengembangbiakan/ pembesaran dan prasarana pendukung

pengelolaan satwa yang lain yakni ruang otopsi dan krematoir. (Foto Terlampir)

5. Memiliki kantor pengelola dan sarana pengelolaan pengunjung.

6. WRC Yogyakarta memiliki satu dokter hewan dan satu ahli nutrisi yang mengurusi pakan

satwa, serta memiliki 5 orang animal keeper dan satpam.

Page 21: Pelestarian Orang Utan Secara Exsitu di Wildlife Rescue Centre Yogyakarta

Sebenarnya, jika mengacu pada pasal 10 dan pasal 11 Menteri Kehutanan Nomor:

P.53/Menhut-II/2006 WRC Yogyakarta juga dapat dikategorikan sebagai Pusat Penyelamatan

Satwa dan Pusat Rehabilitasi Satwa.

B. Pelestarian Orang Utan di WRC Yogyakarta

Di WRC Yogyakarta saat ini terdapat 5 ekor Orangutan yang semuanya merupakan jenis

Orangutan Kalimantan (Pongo Pygmeaus). Mereka adalah :

1. Boni, laki-laki, usia 17 tahun

2. Gogon, laki-laki, usia 15 tahun

3. Dedek, laki-laki, usia 13 tahun

4. Joko, laki-laki, usia 8 tahun

5. Ucok, perempuan, usia 10 tahun

Boni didapatkan sekitar 6 tahun dengan cara diselamatkan oleh BKSDA di Muntilan

dariseorang Kepala Desa. Gogon dan Dedek didapatkan dengan cara diserahkan secara sukarela

oleh pemiliknya, seorang polisi yang berasal dari Semarang. Joko dan Ucok juga didapatkan

dengan cara yang sama yakni pemiliknya yang merupakan seorang pengusaha restoran di Solo,

menyerahkannya secara sukarela.

Di WRC Yogyakarta, Untuk pertama kalinya masing-masing Orangutan tersebut dilakukan

pendataan atau identifikasi terlebih dahulu. Proses identifikasi ini sangat bergantung kepada

kerjasama pemilik sebelumnya. Apabila pemilik mau bekerjasama untuk memberikan data-data

yang valid maka proses identifikasi akan menjadi lebih mudah. Akan tetapi apabila pemilik

tidak mau bekerjasama maka pihak WRC Yogyakarta melakukan pendataan atau identifikasi

mandiri. Hal ini seperti pemeriksaan oleh dokter hewan terhadap kondisi Orangutan seperti

pemeriksaan kelengkapan anggota-anggota tubuh. Selain itu juga dilakukan tes darah untuk

mengetahui apakah Orangutan tersebut mengidap penyakit seperti Hepatitis, Herpes, TBC

ataupun AIDS.

Page 22: Pelestarian Orang Utan Secara Exsitu di Wildlife Rescue Centre Yogyakarta

Setelah itu akan dilakukan proses karantina terhadap Orangutan. Lama proses karantina ini

tergantung pada kesiapan masing-masing Orangutan. Tujuannya adalah Orangutan tersebut bisa

beradaptasi dengan kondisi lingkungan baru.

Setelah dilakukan karantina Orangutan akan ditempatkan di kandang-kandang yang telah

disiapkan untuk proses rehabilitasi. Sebelumnya kandang-kandang ini telah dipersiapkan dengan

cara memberi fasilitas bagi satwa (enrichment) seperti dahan atau ban bekas untuk bermain.

Lama proses rehabilitasi ini tidak dapat ditentukan karena tergantung pada setiap Orangutan.

Dari proses rehabilitasi inilah dapat diketahui mana Orangutan yang mempunyai potensi untuk

dilepas kembali ke alam, menjadi penghuni tetap hingga akhir hayatnya, dan mana yang terpaksa

harus dimusnahkan dengan cara disuntik mati (etanasia)

Selama dalam proses rehabilitasi kondisi Orangutan sangat diperhatikan. Pemberian makan

dilakukan dua kali sehari yakni pagi dan siang, dengan menu yang ditentukan oleh dokter nutrisi.

Untuk sekali makan Orangutan diberikan porsi sebanyak 10% dari berat tubuhnya. Jadi apabila

Orangutan tersebut beratnya 200 kg maka makanannya sebanyak 20 kg campuran buah-buahan,

telu, vitamin ataupun sayur.

Pemeriksaan kesehatan terhadap satwa juga dilakukan secara berkala oleh manajemen WRC

Yogyakarta. Pemeriksaan ini meliputi cek darah ulang ataupun cek kotoran satwa (veses). Dari

kegiatan inilah kesehatan satwa dapat diketahui secara pasti dan berkala. Kebersihan kandang

juga sangat diperhatikan. Setiap hari akan dilakukan pembersihan kandang seperti membersihkan

kotoran satwa maupun pembersihan bak air minum.

Selama proses rehabilitasi tersebut keseharian perilaku Orangutan juga diamati. Hasil

pengamatan terhadap baik itu Orangutan atuaupun satwa lainnya secara 3 bulan sekali akan

dilaporkan kepada Badan Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA Yogyakarta) dan para

Orangtua asuh. Dari pengamatan inilah dapat diketahui mana Orangutan yang potensial untuk

dilepaskan ke alam liar dan mana yang harus menetap hingga akhir hayatnya.

Page 23: Pelestarian Orang Utan Secara Exsitu di Wildlife Rescue Centre Yogyakarta

Untuk Orangutan di WRC Yogyakarta yakni Boni dan Gogon sudah tidak memungkinkan

untuk dilepas kembali ke alam liar. Hal ini dikarenakan Boni dan Gogon sudah terlalu tua

usianya. Untuk Dedek, Joko dan Ucok masih ada potensi untuk dilepas kembali ke alam. Hal

inilah yang paling baik karena alam adalah habitat terbaik bagi satwa. Akan tetapi ketiadaan

lahan hutan yang memadai menjadi kendala utama.

Menurut data dari Forest Watch Indonesia, pada rentang waktu 2000 hingga 2009

deforestasi hutan di Sumatera mencapai 3.711.797, 45 hektar. Sedangkan untuk di daerah

Kalimantan pada rentang waktu yang sama telah terjadi deforestasi sebesar 5.505.863,93 hektar.

Pada tahun 2008 yang lalu Indonesia di anugerahi Certificate Guinnes World Records sebagai

Perusak Hutan Tercepat di Dunia. Berdasarkan data-data dari Perserikatan Bangsa Bangsa

(PBB), tahun 2000 hingga 2005, rata-rata perhari 51,km2 hutan Indonesia hilang (rusak) Dengan

menghitung rata-rata kerusakan hutan Indonesia pada tahun 2002. PBB, merilis Hutan Sumatera

dan Hutan Kalimantan akan punah pada tahun 2032. (Forest Watch Indonesia : 2011)

Dari data-data tersebut sangat jelas bahwa ketersediaan hutan untuk pelepasan kembali ke

alam bagi Orangutan merupakan tantangan yang berat. Menurut keterangan dari Bu Ross

narasumber kami, jumlah Orangutan di Taman Konservasi Orangutan di Kalimantan yang sudah

siap untuk dikembalikan ke alam berjumlah setidaknya 300 ekor. Akan tetapi tidak adanya hutan

menghambat proses tersebut.

C. Kendala Yang Dialami WRC Yogyakarta

Page 24: Pelestarian Orang Utan Secara Exsitu di Wildlife Rescue Centre Yogyakarta

Kendala yang dialamai oleh WRC Yogyakarta adalah dana. Sebagai lembaga konservasi

yang mempunyai luas 13,9 hektar dan memelihara ratusan satwa dana yang dibutuhkan sangatlah

besar. Untuk biaya pakan 150 satwa pihak manejemen harus mengeluarkan dana sebesar 20 juta

rupiah perhari. Dana tersebut hanya untuk biaya pakan satwa saja belum termasuk untuk

pemeriksaan kesehatan satwa, biaya operasional ataupun gaji para karyawan.

Banyak cara yang dilakukan oleh pihak manajemen untuk mengatasi masalah tersebut salah

satunya adalah dengan beternak tikus/mencit sebagai pakan satwa. Peternakan tikus ini mampu

menghasilkan sekitar 60 ekor tikus perhari. Sehingga dapat menghemat sejumlah biaya pakan.

Tikus-tikus ini biasanya digunakan sebagai pakan burung Elang.

Dalam memenuhi kebutuhan operasional harian, WRC Yogyakarta melakukan aktivitas

penggalangan dana baik dari donatur maupun dengan menyediakan fasilitas ruang pertemuan,

penginapan, jasa outbound training, serta ekowisata. Fasilitas tersebut diwujudkan dengan

pemanfaatan lokasi dengan dikembangkannya Penginapan baik berupa hotel maupun Pondok

dengan biaya yang terjangkau, Fasilitas camping serta outbond yang didukung dengan

kelengkapan arena seperti flying fox, serta fasilitas pengenalan satwa yang terdapat Di WRC

Yogyakarta dengan biaya yang terjangkau yaitu Rp 12.500 perorang. Pemanfaatan fasilitas

tersebut diwujudkan di dalam 4 kategori paket wisata yaitu Animal care, Detektif Pohon,

Detektif Serangga, dan Detektif Air yang dapat dimanfaatkan pengunjung.

Selain itu untuk menggalang dana sebagian dari area konservasi digunakan untuk membuka

fasilitas penginapan dan jasa outbond. Manejemen WRC juga membuka program volunteer

yakni mempersilahkan orang untuk mendapatkan pengalaman baru yakni merawat satwa dengan

membayar sejumlah uang. Program volunteer ini terhitung masih baru dan menargetkan

wisatawan asing, sehingga tarif yang diberlakukan pun dalam kurs dollar. Untuk program

volunteer selama 1 minggu tarif yang dikenakan sebesar 770 USD, sedangkan untuk paket

volunter dengan durasi waktu 8 minggu dikenakan tarif sebesar 2000 USD. Keseluruhan dana

akan digunakan untuk kesejahteraan satwa dan akomodasi volunteer selama program

berlangsung.

Page 25: Pelestarian Orang Utan Secara Exsitu di Wildlife Rescue Centre Yogyakarta

WRC Yogyakarta juga menawarkan program adopsi satwa. Program ini dikhususkan bagi

mereka yang ingin menjadi orang tua asuh dari satwa yang ada di WRC Yogyakarta. Dengan

biaya adopsi sekitar 10 USD perbulan kita bisa membantu menjamin kesejahteraan satwa. Masa

kontrak program adopsi satwa ini minimal 6 bulan. Kontraprestasi dari program ini adalah

sertifikat, laporan periodik 3 bulan sekali dan update foto satwa adopsi.

Peran pemerintah dalam hal dukungan dana adalah nihil. Pemerintah baik itu pemerintah

pusat ataupun daerah sama sekali tidak memberikan bantuan dana kepada WRC Yogyakarta.

Padahal negara juga bertanggung jawab sekaligus berkepentingan untuk menjaga

keberlangsungan satwa, utamanya satwa langka semisal Orangutan. Pemerintah dalam hal ini

hanya membantu urusan legal seperti pengurusan surat-surat dan pengawasan dalam hal ini yang

berperan adalah BKSDA Yogyakarta.

KESIMPULAN DAN SARAN

Page 26: Pelestarian Orang Utan Secara Exsitu di Wildlife Rescue Centre Yogyakarta

Kesimpulan :

1. WRC Yogyakarta cukup representatif dalam menjalankan peranannya sebagai lembaga

konservasi. Hal tersebut terbukti karena, WRC Yogyakarta telah memenuhi kriteria yang

termuat dalam Peraturan Menteri Kehutanan Nomor: P.53/Menhut-II/2006. Disamping

itu, WRC Yogyakarta juga telah mendapatkan bantuan dari lembaga terkait seperti Badan

Konservasi Sumber Daya Alam DIY.

2. Pelestarian Orangutan di WRC Yogyakarta dimulai dengan proses identifikasi. Kemudian

dilanjutkan dengan proses rehabilitasi untuk menentukan mana yang potensial untuk

dilepaskan kembali kealam dan mana yang haus tetap tinggal di WRC Yogyakarta.

3. Permasalahan yang dihadapi adalah masalah dana. Pihak menejemen berusaha

menggalang dana dengan cara menggalang donasi, menyewakan fasilitas, program

volunteer dan adopsi satwa. Pemerintah tidak mendukung dari segi dana akan tetapi dari

segi perizinan dan persuratan

Saran :

Seharusnya pemerintah mendukung Lembaga Konservasi seperti WRC Yogyakarta tidak

secara setengah-setengah. Bentuk dukungan harus berupa moriil maupun materiil. Dukungan

materiil yang berupa dana seharusnya juga diberikan oleh pemerintah. Pemerintah sebagai stake

holder yang utama berkepentingan untuk menjaga keberlanjutan satwa utamanya satwa langka

yang dilindungi seperti Orangutan.

DAFTAR PUSTAKA

Forest Watch Indonesia, 2011, Potret Keadaan Hutan Indonesia Periode Tahun 2000-2009

Page 27: Pelestarian Orang Utan Secara Exsitu di Wildlife Rescue Centre Yogyakarta

Johnson, JR Thorstrom, 2007, Systematics and Conservation of the Hook-Billed Kite including

The Island Taxa from Cuba and Grenada. Animal Conservation

Kuncoro, 2004, Aktivitas Harian Pongo Pygmaeus Rehabilitany di Hutan Lindung Pegunungan

Meratu Kalimantan Timur, Skripsi Universitas Udayana

Meijaard, E; HD Rijksen, 2001, Di Ambang Kepunahan! Kondisi Orangutan Liar di Awal Abad

ke 21. Penyunting SN Kartikasari, The Gibbon Foundation, Jakarta

UU No 5 Tahun 1990 Tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya

PP No 7 Tahun 1999 Tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa

PP No 8 Tahun 1999 Tentang Pemanfaatan Jenis Tumbuhan dan Satwa Liar

P.53/Menhut-II/2006 Tentang Lembaga Konservasi

http://kuliahitukeren.blogspot.com/2011/03/konservasi-lahan.html diakses 27 November 2012

http://diandaningeyil.blogspot.com/2011/07/konservasi-lahan.html diakses 27 November 2012

http://bksdadiy.dephut.go.id/isi.php?top=3&id=13&ver= diakses 27 November 2012

http://id.wikipedia.org/wiki/Orang_utan diakses 27 November 2012

http://www.seaworld.org/animal- diakses 27 November 2012

http://metrotvnews.com/read/news/2012/02/20/82511/Orang-Utan-Terancam-Punah/6 Diakses 28

November 2012

http://www.beritasatu.com/mobile/bisnis/62730-kebun-kelapa-sawit-tak-sepenuhnya-bom-waktu-

perusakan-hutan.html diakses tanggal 29 November 2012

http://www.metrotvnews.com/metronews/news/2012/09/30/108004/Minat-Berkebun-Sawit-Picu-

Kenaikan-Harga-Lahan/6 Diakses tanggal 29 November 2012

http://www.unisosdem.org/article_detail.php?aid=5488&coid=1&caid=23&gid=3 Diakses pada tanggal

29 November 2012 Pukul 01.05

LAMPIRAN

Page 28: Pelestarian Orang Utan Secara Exsitu di Wildlife Rescue Centre Yogyakarta

Tema Penelitian : Pelestarian Orang Utan Di Luar Habitat

Tempat Penelitian : Wildlife Rescue Centre (WRC) Yogyakarta

DAFTAR PERTANYAAN

1. Berapa jumlah Orang Utan yang ada di WRC? 2. Apakah ada pendataan bagi setiap Orang Utan yang ada? Seperti apa?3. Bagaimana Orang Utan tersebut didapatkan?4. Bagaimana cara menentukan kriteria Orang Utan yang sehat / bermasalah?5. Masalah apa yang sering ditemukan pada Orang Utan yang dikirim disini?6. Apabila ada Orang Utan yang bermasalah apakah dilakukan rehabilitasi? Seperti apa?7. Berapa lama waktu rehabilitasi yang diperlukan?8. Apakah kendala pada saat rehabilitasi & bagaimana solusinya?9. Apakah Orang Utan akan dikembalikan kembali ke alam atau tetap disini?10. Bagaimana kriteria Orang Utan yang dilepas & yang tetap dipelihara di WRC? 11. Apakah tempat WRC sudah representatif untuk konservasi Orang Utan? 12. Berapakah jumlah pegawai yang dipunyai WRC (tenaga ahli & relawan)?13. Apakah ada pelatihan khusus bagi para pegawai ?14. Bagaimana proses pemeliharaan Orang Utan di WRC?15. Adakah hal-hal yang harus diperhatikan terkait pemeliharaan Orang Utan?16. Apakah kendala pada pemeliharaan Orang Utan & bagaimana solusinya?17. Bagaimana perlakuan terhadap Orang Utan yang sedang sakit? 18. Apakah dilakukan pengembangbiakan pula? Berapa banyak?19. Seperti apa cara pengembangbiakan Orang Utan?20. Apakah di WRC dilakukan penelitian terkait Orang Utan? Bila ya, seperti apa?21. Apa yang dilakukan terhadap hasil penelitian tersebut?22. Apakah WRC melakukan kerjasama dengan lembaga-lembaga lain terkait Orang Utan?23. Seperti apa bentuk kerjasamanya? 24. Bagaimana peran pemerintah (pusat & daerah) terhadap WRC ini?25. Apakah ada program atau kampanye tentang satwa yang dilakukan?26. Bagaimana peran masyarakat terhadap WRC ini?27. Kendala-kendala apa yang dialami WRC selama ini?28. Bagaimana upaya untuk mengatasi kendala tersebut

Adakah buku-buku atau jurnal terkait dengan Orang Utan untuk sumber referensi kami?

TERIMA KASIH

Page 29: Pelestarian Orang Utan Secara Exsitu di Wildlife Rescue Centre Yogyakarta

Foto Bersama Narasumber (Bu Rossa) Animal Keeper Menyiapkan Makan Siang Satwa

Kandang Orangutan Penjelasan dari Narasumber Terkait Satwa