PELATIHAN KULTUR MICROWORM SEBAGAI PAKAN ALAMI ... - Jurnal

14
Prosiding Seminar Nasional dan Call for Papers ”Pengembangan Sumber Daya Perdesaan dan Kearifan Lokal Berkelanjutan X” 6-7 Oktober 2020 Purwokerto ISBN 978-602-1643-65-5 314 Bidang 8: Pengabdian Kepada Masyarakat PELATIHAN KULTUR MICROWORM SEBAGAI PAKAN ALAMI PADA PEMBENIHAN IKAN GURAMI DI DESA KEBARONGAN KEMRANJEN BANYUMAS Hana 1 , Sorta Basar Ida Simanjuntak 1 , Untung Susilo 1 , Farida Nur Rachmawati 1 , Eko Setio Wibowo 1 dan Atang 1 1 Fakultas Biologi, Universitas Jenderal Soedirman ABSTRAK Pengembangan kegiatan wirausaha budidaya ikan gurami di salah satu kawasan minapolitan, yaitu desa Kebarongan, Kecamatan Kemranjen oleh Pokdakan Sumitra menjadi salah satu upaya pemerintah kabupaten Banyumas dalam rangka meningkatkan produksi gurami. Kegiatan pembenihan gurami selama ini terkendala oleh pasokan pakan alami Tubifex yang diskontinyu ketika memasuki musim penghujan. Kendala tersebut akan berpengaruh terhadap penurunan produksi benih gurami. Hal tersebut menjadi pemicu bagi pembudidaya untuk mencari alternatif pakan alami lain. Kultur microworm dapat menjadi salah satu solusi untuk mengatasi permasalahan tersebut. Tujuan pada Program Penerapan IPTEKS ini adalah meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan minat usaha kelompok pembudidaya Sumitra melalui kultur microworm pada pembenihan ikan gurami. Kegiatan transfer informasi yang dilaksanakan secara daring dan luring serta kegiatan pelatihan dapat meningkatkan pengetahuan dan keterampilan Pokdakan Sumitra dalam kultur microworm. Demonstrasi plot (demplot) berupa kultur microworm semi-massal dapat meningkatkan skala produksinya dan menghasilkan produk microworm yang dapat dipasarkan sekaligus sebagai pakan alami dalam pembenihan gurami. Demplot pemberian pakan microworm dalam pembenihan gurami juga dapat meningkatkan pertumbuhan dan produksi benih gurami. Kegiatan pendampingan dan evaluasi dalam kultur microworm berdampak positif bagi anggota Pokdakan Sumitra, yaitu dapat menekan biaya pakan yang dikeluarkan dalam pembenihan gurami serta meningkatkan minat usaha dengan memproduksi pakan alami microworm secara mandiri dan bersifat marketable. Kata kunci: Gurami; Kebarongan; Microworm; Pelatihan; Pokdakan Sumitra ABSTRACT The development of gouramy cultivation by Pokdakan Sumitra in one of the minapolitan areas, namely Kebarongan village, Kemranjen sub-district is one of the efforts of the Banyumas district government to increase gouramy production. Gouramy hatchery activities have been constrained by the discontinuous supply of natural feed from Tubifex when it enters the rainy season. These constraints will reduce gouramy production. This has become a trigger for farmers to look for other natural food alternatives. Microworm culture can be one solution to overcome this problem. The aim of the Science and Technology Implementation Program is to increase the knowledge, skills and business interests of the pokdakan Sumitra through microworm culture in gouramy hatcheries. Information transfer activities carried out online and offline as well as training activities can

Transcript of PELATIHAN KULTUR MICROWORM SEBAGAI PAKAN ALAMI ... - Jurnal

Page 1: PELATIHAN KULTUR MICROWORM SEBAGAI PAKAN ALAMI ... - Jurnal

Prosiding Seminar Nasional dan Call for Papers ”Pengembangan Sumber Daya Perdesaan dan Kearifan Lokal Berkelanjutan X”

6-7 Oktober 2020

Purwokerto

ISBN 978-602-1643-65-5

314

Bidang 8: Pengabdian Kepada Masyarakat

PELATIHAN KULTUR MICROWORM SEBAGAI PAKAN ALAMI PADA

PEMBENIHAN IKAN GURAMI DI DESA KEBARONGAN KEMRANJEN

BANYUMAS

Hana 1, Sorta Basar Ida Simanjuntak1, Untung Susilo1, Farida Nur Rachmawati1, Eko

Setio Wibowo1 dan Atang1

1Fakultas Biologi, Universitas Jenderal Soedirman

ABSTRAK

Pengembangan kegiatan wirausaha budidaya ikan gurami di salah satu kawasan minapolitan, yaitu desa Kebarongan, Kecamatan Kemranjen oleh Pokdakan Sumitra menjadi salah satu upaya

pemerintah kabupaten Banyumas dalam rangka meningkatkan produksi gurami. Kegiatan

pembenihan gurami selama ini terkendala oleh pasokan pakan alami Tubifex yang diskontinyu ketika memasuki musim penghujan. Kendala tersebut akan berpengaruh terhadap penurunan

produksi benih gurami. Hal tersebut menjadi pemicu bagi pembudidaya untuk mencari alternatif

pakan alami lain. Kultur microworm dapat menjadi salah satu solusi untuk mengatasi permasalahan

tersebut. Tujuan pada Program Penerapan IPTEKS ini adalah meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan minat usaha kelompok pembudidaya Sumitra melalui kultur microworm pada

pembenihan ikan gurami. Kegiatan transfer informasi yang dilaksanakan secara daring dan luring

serta kegiatan pelatihan dapat meningkatkan pengetahuan dan keterampilan Pokdakan Sumitra dalam kultur microworm. Demonstrasi plot (demplot) berupa kultur microworm semi-massal dapat

meningkatkan skala produksinya dan menghasilkan produk microworm yang dapat dipasarkan

sekaligus sebagai pakan alami dalam pembenihan gurami. Demplot pemberian pakan microworm dalam pembenihan gurami juga dapat meningkatkan pertumbuhan dan produksi benih gurami.

Kegiatan pendampingan dan evaluasi dalam kultur microworm berdampak positif bagi anggota

Pokdakan Sumitra, yaitu dapat menekan biaya pakan yang dikeluarkan dalam pembenihan gurami

serta meningkatkan minat usaha dengan memproduksi pakan alami microworm secara mandiri dan bersifat marketable.

Kata kunci: Gurami; Kebarongan; Microworm; Pelatihan; Pokdakan Sumitra

ABSTRACT

The development of gouramy cultivation by Pokdakan Sumitra in one of the minapolitan areas, namely Kebarongan village, Kemranjen sub-district is one of the efforts of the Banyumas district

government to increase gouramy production. Gouramy hatchery activities have been constrained by

the discontinuous supply of natural feed from Tubifex when it enters the rainy season. These constraints will reduce gouramy production. This has become a trigger for farmers to look for other

natural food alternatives. Microworm culture can be one solution to overcome this problem. The

aim of the Science and Technology Implementation Program is to increase the knowledge, skills and business interests of the pokdakan Sumitra through microworm culture in gouramy hatcheries.

Information transfer activities carried out online and offline as well as training activities can

Page 2: PELATIHAN KULTUR MICROWORM SEBAGAI PAKAN ALAMI ... - Jurnal

Prosiding Seminar Nasional dan Call for Papers ”Pengembangan Sumber Daya Perdesaan dan Kearifan Lokal Berkelanjutan X”

6-7 Oktober 2020

Purwokerto

ISBN 978-602-1643-65-5

315

increase the knowledge and skills of Sumitra's Pokdakan in microworm culture. The demonstration plot of a semi-mass microworm culture can increase the scale of production and produce

microworm that can be marketed as well as natural feed in gouramy hatcheries. The demonstration

plot for feeding microworms in gouramy hatcheries can also increase the growth and production of gouramy fry. Mentoring and evaluation activities in microworm culture have a positive impact on

Sumitra Pokdakan that they can reduce feed costs incurred in gouramy hatcheries. This also

increase business interest by producing natural microworm feed independently and marketable.

Key words: Gurami; Kebarongan; Microworm; Training; Pokdakan Sumitra

PENDAHULUAN

Pengembangan kegiatan wirausaha budidaya ikan gurami (Osphronemus gouramy) di

beberapa kawasan minapolitan menjadi salah satu upaya pemerintah kabupaten Banyumas dalam

rangka meningkatkan produksi gurami. Desa Kebarongan, Kecamatan Kemranjen, menjadi salah

satu kawasan minapolitan yang mengembangkan pembenihan gurami di daerah Banyumas Selatan.

Budidaya perikanan di kawasan tersebut sangat prospektif dilihat dari kemudahan memperoleh

bibit ikan, daya dukung lingkungan berupa kualitas air baik, volume air yang tinggi dan suhu yang

sangat sesuai bagi perkembangan dan pertumbuhan benih ikan. Faktor pendukung lain berupa

akses jalan nasional jalur selatan yang sangat menguntungkan dalam hal pemasaran. Hal tersebut

memicu dibentuknya kelompok-kelompok usaha budidaya ikan gurami.

Salah satu kelompok pembudidaya yang aktif mengembangkan usaha budidaya gurami di

Desa Kebarongan Kecamatan Kemranjen Kabupaten Banyumas adalah Pokdakan “SUMITRA”.

Kemampuan produksi benih gurami dari Pokdakan Sumitra pada tahun 2018 baru mencapai

20.000-25.000 ekor per bulan per kelompok atau sekitar 1.000 - 5.000 ekor per bulan per orang.

Produksi benih maupun ikan konsumsi dari data terakhir yang didapat pada bulan Oktober 2019,

bahkan terus mengalami penurunan mencapai 20%. Permasalahan yang dihadapi oleh

pembudidaya antara lain musim dan suhu yang fluktuatif, kualitas air yang kurang baik, serangan

penyakit, serta harga pakan yang semakin mahal ternyata belum mendukung untuk peningkatan

kesehatan, kelangsungan hidup, pertumbuhan dan produksi benih ikan gurami.

Salah satu faktor utama yang sangat menunjang keberhasilan usaha budidaya ikan gurami

adalah pakan. Tubifex menjadi salah satu pakan alami untuk benih ikan (Yilmaz, 2005) gurami

yang biasa diberikan oleh pembudidaya di desa Kebarongan. Pakan alami tersebut biasanya

diberikan untuk larva gurami lepas kuning telur (umur 12 hari) sampai dengan benih ukuran biji

oyong (umur 30-40 hari). Namun, kesulitan memperoleh Tubifex dari pengepul karena

keterbatasan hasil tangkapan di alam, terutama pada musim penghujan (Kvale, 2006;

Simangunsong dan Soesanti, 2017) mendorong pembudidaya untuk mencari alternatif pakan alami

lain. Selain itu, keterbatasan teknik, keterampilan, sarana serta prasarana, hingga tingginya tingkat

kegagalan dalam kultur Tubifex berpengaruh terhadap penurunan produksi benih gurami. Hal

tersebut menjadi pemicu bagi pembudidaya untuk mencari alternatif pakan alami lain yang dapat

dikultur sendiri dengan teknologi yang sederhana, mudah dan murah. Kultur microworm dapat

menjadi salah satu solusi untuk mengatasi permasalahan tersebut.

Microworm atau cacing renik (Panagrellus redivivus) adalah jenis nematoda atau cacing

gelang berwarna putih transparan dan berukuran kecil sekitar 2 mm. Walaupun relatif kecil,

microworm mudah dilihat karena tampak berkilauan pada permukaan media kultur. Microworm

memiliki kandungan protein tinggi, yaitu 40-48%, lemak 19,5-21%, Glikogen 7%, asam organik

Page 3: PELATIHAN KULTUR MICROWORM SEBAGAI PAKAN ALAMI ... - Jurnal

Prosiding Seminar Nasional dan Call for Papers ”Pengembangan Sumber Daya Perdesaan dan Kearifan Lokal Berkelanjutan X”

6-7 Oktober 2020

Purwokerto

ISBN 978-602-1643-65-5

316

dan asam nukleat masing-masing 1%, sehingga sangat baik untuk memenuhi kebutuhan nutrisi bagi

larva ikan hias atau konsumsi yang baru menetas dan memasuki fase kritis, yaitu setelah cadangan

kuning telurnya habis (Kumlu et al., 1998; Schlechtriem et al., 2004; Brüggemann, 2012; Ndjonjip,

2018; Affandi et al., 2019; Ramee et al., 2019). Oleh karena itu, potensi kultur microworm,

terutama sebagai pakan alami benih gurami perlu dikembangkan. Hal tersebut karena microworm

merupakan makanan alami termurah yang dapat dikultur sendiri dengan mudah.

Informasi mengenai kultur microworm untuk pakan alami benih gurami sampai saat ini

masih sedikit diketahui oleh masyarakat awam, bahkan pembudidaya ikan Sumitra. Oleh karena

itu, perlu dilakukan kegiatan alih informasi dan teknologi kepada kelompok pembudidaya tersebut,

yakni berupa transfer informasi, pelatihan, demonstrasi dan pendampingan yang berkaitan dengan

kultur microworm. Tujuan dari kegiatan pengabdian masyarakat Penerapan Ipteks ini antara lain:

1. Meningkatkan pengetahuan kelompok pembudidaya Sumitra melalui kegiatan transfer

informasi atau penyuluhan tentang metode kultur microworm pada pembenihan ikan gurami di

desa Kebarongan, Kecamatan Kemranjen Banyumas.

2. Meningkatkan keterampilan kelompok pembudidaya Sumitra melalui kegiatan transfer

teknologi atau pelatihan kultur microworm pada pembenihan ikan gurami di desa Kebarongan,

Kecamatan Kemranjen Banyumas.

3. Meningkatkan minat usaha dan pendapatan kelompok pembudidaya Sumitra dengan

memproduksi microworm yang diaplikasikan pada kegiatan demplot dan pendampingan pada

pembenihan ikan gurami di desa Kebarongan, Kecamatan Kemranjen Banyumas.

METODE KEGIATAN

Waktu dan Tempat Pelaksanaan Kegiatan

Kegiatan dilaksanakan di rumah anggota Pokdakan Sumitra, yaitu bapak Hadi Santoso dan Ahmad

Nabil Adha pada bulan Maret 2020 sampai dengan Oktober 2020. Kegiatan terdiri dari 3 tahap

yaitu transfer materi melalui kegiatan penyuluhan kultur microworm, transfer teknologi melalui

kegiatan pelatihan kultur microworm serta demonstrasi plot dan pendampingan kultur microworm

skala semi massal dan pembenihan gurami.

Metode Pelaksanaan Kegiatan

Metode yang digunakan dalam kegiatan pengabdian kepada masyarakat Penerapan Ipteks ini

meliputi:

1. Transfer materi melalui kegiatan penyuluhan

Penyampaian materi secara teoritis melalui kegiatan penyuluhan dilakukan dengan metode

ceramah dan diskusi. Kegiatan ini dimaksudkan untuk memberikan bekal ilmu pengetahuan

serta teknologi kultur microworm kepada peserta. Adapun isi dari materi penyuluhan terdiri

dari: kebutuhan nutrisi dan jenis pakan ikan pada tahap benih, permasalahan dalam pengadaan

pakan alami Tubifex, pengenalan dan keunggulan microworm sebagai pakan alami serta

metode memperoleh starter atau bibit dan kulturnya, tujuan dan manfaat kultur microworm,

analisis usaha kultur microworm dibandingkan pengadaan Tubifex pada pembenihan gurami,

serta gambaran dan jadwal kegiatan dalam pelaksanaan penerapan Ipteks. Pada kegiatan ini

Page 4: PELATIHAN KULTUR MICROWORM SEBAGAI PAKAN ALAMI ... - Jurnal

Prosiding Seminar Nasional dan Call for Papers ”Pengembangan Sumber Daya Perdesaan dan Kearifan Lokal Berkelanjutan X”

6-7 Oktober 2020

Purwokerto

ISBN 978-602-1643-65-5

317

peserta dibagikan lembar kuisioner mengenai materi kegiatan penyuluhan untuk mengetahui

persentase tingkat pemahaman peserta pada awal dan akhir kegiatan.

2. Transfer teknologi melalui kegiatan pelatihan

Transfer teknologi dilakukan melalui kegiatan pelatihan kultur microworm. Buku panduan

kultur microworm dibagikan kepada peserta sebagai protokol dalam kegiatan pelatihan dan

buku logbook kegiatan pelatihan juga diberikan dan harus diisi oleh masing-masing peserta

sebagai bukti telah melaksanakan setiap tahapan kegiatan kultur microworm secara urut dan

benar. Pada tahap awal pelatihan, peserta dilatih dalam menyiapkan alat dan bahan yang akan

digunakan dalam kultur microworm, seperti starter microworm, bahan baku kultur, media

kultur roti tawar, wadah kultur dan sebagainya. Pada saat pelatihan, peserta harus memahami

metode kultur microworm dan berperan aktif dalam pelaksanaan kegiatan tersebut. Pada

kegiatan ini peserta dibagikan lembar kuisioner mengenai materi kegiatan pelatihan untuk

mengetahui persentase tingkat keterampilan peserta pada awal dan akhir kegiatan.

3. Demonstrasi plot dan pendamping

Sebagai puncak kegiatan penerapan IPTEKS yang dilakukan di desa kebarongan adalah

demonstrasi plot sebagai sarana untuk menerapkan semua pengetahuan baik teori maupun

pelatihan dalam bentuk nyata. Demplot berupa perbanyakan produksi microworm pada media

kultur dalam skala semi massal menggunakan wadah besar dan kecil, masing-masing untuk

pakan benih gurami pada masing-masing kolam pembudidaya atau kolam kelompok dan untuk

dipasarkan. Pemberian pakan microworm dilakukan secara adlibitum sampai masa panen

benih. Demplot pembenihan gurami dilakukan menggunakan 4 kolam dengan perbedaan

manajemen pemberian pakan, yaitu: Kolam 1: Pemberian pakan alami microworm pada benih

gurami umur 11-40 hari (30 hari); Kolam 2: Pemberian pakan alami microworm pada benih

gurami umur 11-30 hari (20 hari) dan Tubifex pada umur 31-40 hari (10 hari); Kolam 3:

Pemberian pakan alami microworm pada benih gurami umur 11-20 hari (10 hari) dan Tubifex

pada umur 21-40 hari (20 hari); dan Kolam 4: Pemberian pakan alami Tubifex pada benih

gurami umur 11-40 hari (30 hari). Pada masa pemanenan benih gurami ketika berumur 40

hari, peserta menimbang berat benih gurami serta membandingkan dengan berat benih gurami

yang diberi pakan Tubifex. Selama kegiatan berlangsung, beberapa peserta yang ditunjuk

sebagai kader bertanggung jawab terhadap kegiatan demplot tersebut. Untuk membantu

meningkatkan keberhasilan kader dalam melakukan kegiatan IPTEKS tersebut Tim penyuluh

secara berkala ikut mendampingi sekaligus memantau kegiatan Demplot yang dilakukan. Pada

kegiatan ini peserta dibagikan lembar kuisioner mengenai materi kegiatan demplot untuk

mengetahui persentase tingkat keterampilan peserta pada awal dan akhir kegiatan.

4. Evaluasi kegiatan

Pada akhir kegiatan, peserta dilatih melakukan analisis usaha dan evaluasi berdasarkan

kegiatan produksi microworm skala semi massal dan kegiatan demplot pemberian pakan pada

pembenihan gurami. Sementara evaluasi perubahan pemahaman pengetahuan dan keterampilan

peserta di awal dan di akhir kegiatan dilakukan oleh tim pengabdi. Hasil evaluasi tersebut

direkapitulasi berdasarkan lembar kuisioner kegiatan yang dibagikan kepada peserta dan diisi

oleh peserta pada awal dan akhir masing-masing kegiatan yaitu penyuluhan, pelatihan dan

demonstrasi plot.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Page 5: PELATIHAN KULTUR MICROWORM SEBAGAI PAKAN ALAMI ... - Jurnal

Prosiding Seminar Nasional dan Call for Papers ”Pengembangan Sumber Daya Perdesaan dan Kearifan Lokal Berkelanjutan X”

6-7 Oktober 2020

Purwokerto

ISBN 978-602-1643-65-5

318

Hasil kegiatan yang dicapai pada kegiatan Penerapan Ipteks yang dilaksanakan untuk mitra sasaran

Pokdakan Sumitra adalah sebagai berikut:

Transfer Informasi Kultur Microworm

Sosialisasi mengenai kultur microworm sebagai pakan alami dalam budidaya benih gurami

dilaksanakan melalui penyampaian materi teori dengan metode penyuluhan ceramah dan diskusi.

Kegiatan transfer informasi berupa penyuluhan ini dilakukan secara luring sebanyak 2 tahap.

Peserta yang melaksanakan kegiatan ini sebanyak 13 peserta. Kegiatan transfer informasi tahap ke-

3 dilakukan secara daring menggunakan google meeting. Peserta yang melaksanakan kegiatan ini

sebanyak 11 peserta.

Hasil yang didapatkan dari kegiatan transfer informasi tahap I adalah mitra peserta kegiatan

mendapatkan bekal pengetahuan secara teoritis tentang kebutuhan pakan ikan gurami pada tahap

benih, pengenalan microworm, tujuan dan manfaat kultur microworm, keunggulan kultur

microworm, pengenalan metode pembuatan starter atau bibit microworm, serta gambaran dan

jadwal kegiatan dalam pelaksanaan penerapan Ipteks. Dalam kegiatan tersebut peserta kegiatan

penerapan Ipteks dilibatkan dalam diskusi, yang meliputi penentuan lokasi dan waktu kegiatan

pelatihan dan transfer teknologi kultur microworm serta persiapan kolam demplot. Pada kegiatan

ini mitra menerima bantuan terpal untuk pembuatan kolam demplot pemeliharaan benih gurami

(Gambar 1).

Hasil yang diperoleh dari kegiatan transfer informasi tahap II berupa penyuluhan teoritis

beberapa metode dalam kultur microworm setelah memperoleh bibit microworm, serta aplikasi

kultur microworm untuk meningkatkan pertumbuhan, kelangsungan hidup ikan dan produksi benih

gurami. Pada kegiatan transfer informasi tahap II ini juga dilakukan pelatihan pembuatan starter

atau bibit microworm dengan menggunakan kentang. Peserta mulai membuat kolam demplot untuk

pemeliharaan benih gurami sebanyak empat buah (Gambar 5b).Kegiatan transfer informasi atau

Gambar 2. Alat, Bahan dan Panduan untuk Kultur Microworm

Gambar 1. Kegiatan Transfer Informasi Kultur Microworm dan Pemberian Bantuan Terpal untuk Kolam Demplot Pembenihan Gurami untuk Pokdakan Sumitra.

Page 6: PELATIHAN KULTUR MICROWORM SEBAGAI PAKAN ALAMI ... - Jurnal

Prosiding Seminar Nasional dan Call for Papers ”Pengembangan Sumber Daya Perdesaan dan Kearifan Lokal Berkelanjutan X”

6-7 Oktober 2020

Purwokerto

ISBN 978-602-1643-65-5

319

penyuluhan tahap III dilakukan secara daring. Peserta diberikan pengarahan dalam persiapan dalam

pelatihan kultur microworm tahap I dan persiapan pemesanan telur ikan gurami, persiapan

pelaksanaan kegiatan demonstrasi plot berupa pemberian pakan microworm dan pemeliharaan

benih gurami sampai berumur 14 hari pasca egg yolk. Pada penyuluhan tahap III ini peserta

sebanyak 11 orang berkumpul di rumah Bapak Hadi Santosa dan diberikan materi penyuluhan serta

melakukan diskusi melalui link yang dibagikan via google meeting, yaitu

https://meet.google.com/vwc-tbqf-ogf?authuser=1.

Transfer Teknologi dan Pelatihan Kultur Microworm

Kegiatan transfer teknologi dibagi menjadi tiga kegiatan pelatihan, yaitu pelatihan

pembuatan starter atau bibit microworm, kultur microworm tahap I dan kultur microworm tahap II

yang telah dilaksanakan oleh peserta pelatihan, yaitu anggota Pokdakan Sumitra (Gambar 3). Pada

kegiatan pelatihan kultur microworm tahap I dan II mitra diberikan bantuan berupa bahan baku

pembuatan starter microworm (kentang), starter microworm, wadah kultur, dan media kultur

microworm. Peserta pelatihan dibekali buku panduan kultur microworm sebagai protokol dalam

kegiatan pelatihan. Buku logbook kegiatan pelatihan juga diberikan dan diisi oleh masing-masing

peserta sebagai bukti telah melaksanakan setiap tahapan kegiatan kultur microworm secara urut dan

benar.

Logbook kegiatan berisi tiga tahap kegiatan transfer teknologi, antara lain tahapan-tahapan

dalam pembuatan starter, kultur microworm tahap I dari starter kentang dan kultur microworm

tahap II dari starter kultur microworm tahap I. Pada masing-masing tahapan, peserta juga mengisi

kuisioner pada awal dan akhir kegiatan pelatihan yang berisi pertanyaan-pertanyaan yang harus

dijawab oleh peserta pelatihan dan jawaban dari peserta akan menunjukkan tingkat atau skor

keterampilan peserta dalam pelaksanaan masing-masing pelatihan tersebut. Skor yang diperoleh

dari masing-masing peserta pelatihan dianalisis secara deskriptif dan data perubahan tingkat

keterampilan peserta pada awal dan akhir kegiatan ditabulasikan dalam bentuk tabel. Hasil evaluasi

berupa persentase (%) jumlah peserta dengan skor tingkat keterampilan dari ketiga kegiatan

pelatihan dapat dilihat pada Tabel 4.

Pada tahap awal pelatihan pembuatan starter atau bibit microworm, peserta dilatih dalam

menyiapkan alat dan bahan yang akan digunakan dalam kultur microworm, seperti kentang sebagai

bahan baku pembuatan starter microworm, pisau, dan tanah. Pada saat pelatihan, peserta harus

memahami metode pembuatan starter microworm dan berperan aktif dalam pelaksanaan kegiatan

tersebut. Pelatihan pembuatan starter microworm dilakukan oleh peserta dengan menggunakan

bahan baku kentang mentah. Peserta membuat starter microworm dengan langkah sebagai berikut:

1. Kentang sebanyak 10 kg dibelah menjadi dua, kira-kira dipotong 1/3 bagian.

2. Kentang dilubangi dengan bentuk bulat dengan kedalaman +/- 5 cm.

Tabel 1. Komposisi Bahan Baku Media Kultur Microworm

Bahan Baku Satuan Jumlah Bahan dalam Wadah Kultur

300 mL 750 mL 5 L 15 L

Roti tawar Buah 0,5 1 5 10

Ragi mL 1,25 2,5 5 10

Starter microworm mL 5 10 50 100

Page 7: PELATIHAN KULTUR MICROWORM SEBAGAI PAKAN ALAMI ... - Jurnal

Prosiding Seminar Nasional dan Call for Papers ”Pengembangan Sumber Daya Perdesaan dan Kearifan Lokal Berkelanjutan X”

6-7 Oktober 2020

Purwokerto

ISBN 978-602-1643-65-5

320

3. Lokasi tanah gembur yang terdapat banyak akar tumbuhan atau pepohonan dicari untuk

memendam kentang.

4. Tanah digali dengan kedalaman +/- 70 cm dari permukaan tanah.

5. Kentang dipendam pada tanah galian tersebut dengan posisi kentang yang dilubangi ke arah

dalam dan tanah ditutup kembali. Tanda diberikan pada lokasi pemenadaman

6. Setelah tanam, dibiarkan selama 7 sampai 10 hari.

7. Setelah 7-10 hari dan mengalami pembusukan, tanah digali dan kentang dikeluarkan kemudian

dilihat kemunculan cacing-cacing kecil di dalam lubang kentang berbau busuk tersebut.

Gambar 3. Pelatihan dan Demonstrasi Plot Kultur Microworm

Gambar 4. Produk Microworm dari Pelatihan dan Demplot Kultur Microworm

Page 8: PELATIHAN KULTUR MICROWORM SEBAGAI PAKAN ALAMI ... - Jurnal

Prosiding Seminar Nasional dan Call for Papers ”Pengembangan Sumber Daya Perdesaan dan Kearifan Lokal Berkelanjutan X”

6-7 Oktober 2020

Purwokerto

ISBN 978-602-1643-65-5

321

8. Tanda keberhasilan adalah microworm mudah dilihat dengan gerakan meliuk-liuk dan bergerak

aktif jika disorot menggunakan senter

Keberhasilan dalam kegiatan ini adalah 85% dihasilkan bibit microworm yang tumbuh di dalam

kentang busuk tersebut.

Kegiatan transfer teknologi berikutnya adalah kultur microworm tahap I. Pada kegiatan ini

peserta dilatih dalam menyiapkan alat dan bahan yang akan digunakan dalam kultur microworm,

seperti starter microworm yang diperoleh dari kentang, media kultur roti tawar, ragi roti, dan wadah

kultur (Gambar 2). Pada kegiatan kultur microworm ini menggunakan media roti tawar yang

difermentasikan oleh ragi dan ditambahkan bibit microworm dalam media tersebut.

Tahapan kultur microworm dengan media roti tawar di dalam wadah ukuran 650-750 mL

(Tabel 1) adalah sebagai berikut:

Tabel 3. Evaluasi kegiatan demonstrasi plot pada pembenihan gurami di Kebarongan Kemranjen

Banyumas

Parameter Kolam 1 Kolam 2 Kolam 3 Kolam 4

Berat Awal (g) 0,02 0,02 0,02 0,02

Panjang Awal (cm) 1 1 1 1

Berat Akhir (g) 0,25 0,27 0,32 0,33

Panjang Akhir (cm) 1,7 1,8 2 2,2

Pertambahan Berat (g) 0,23 0,25 0,29 0,31

Pertambahan Panjang (cm) 0,7 0,8 1 1,2

Laju Pertumbuhan Spesifik (%) 8,4 8,7 9,1 9,3

Kualitas Pertumbuhan Cukup Cukup Baik Baik Kelangsungan Hidup (%) 70 85 90 90

Jumlah Pakan Microworm (g) Ad libitum Ad libitum Ad libitum -

Jumlah Pakan Tubifex (gelas) - 2 4 6

Harga Pakan Microworm (Rp) 12.000,00 6.000,00 10.000,00 -

Harga Pakan Tubifex (Rp) - 17.000,00 34.000,00 51.000,00

Harga Pakan Total (Rp) 12.000,00 23.000,00 37.600,00 51.000,00

Efisiensi Harga Pakan (%) 76 55 26 0

Harga Beli Telur Gurami (Rp) 70.000,00 70.000,00 70.000,00 70.000,00

Jumlah Produksi Gurami (ekor) 700 850 900 900

Berat Biomassa Produksi Gurami

(g)

175 216 288 297

Optimasi Produksi Gurami (%) 41 62 87 90

Kualitas Produksi Gurami Kurang Cukup Baik Baik

Biaya Produksi Gurami (Rp) 82.000,00 93.000,00 107.600,00 121.000,00

Harga Jual Benih Gurami (Rp) 210.000,00 240.000,00 270.000,00 270.000,00

Pendapatan Bersih (Rp) 128.000,00 147.000,00 162.400,00 149.000,00

Keterangan:

Kolam 1: Pemberian pakan alami microworm pada benih gurami umur 11-40 hari (30 hari)

Kolam 2: Pemberian pakan alami microworm pada benih gurami umur 11-30 hari (20 hari) dan Tubifex

pada umur 31-40 hari (10 hari) Kolam 3: Pemberian pakan alami microworm pada benih gurami umur 11-20 hari (10 hari) dan Tubifex

pada umur 21-40 hari (20 hari)

Kolam 4: Pemberian pakan alami Tubifex pada benih gurami umur 11-40 hari (30 hari)

Page 9: PELATIHAN KULTUR MICROWORM SEBAGAI PAKAN ALAMI ... - Jurnal

Prosiding Seminar Nasional dan Call for Papers ”Pengembangan Sumber Daya Perdesaan dan Kearifan Lokal Berkelanjutan X”

6-7 Oktober 2020

Purwokerto

ISBN 978-602-1643-65-5

322

1. Roti tawar (1 buah) dicelupkan pada air kemudian diangkat, diperas dan dimasukan pada

wadah kultur ukuran 650-750 mL

2. Ragi roti ditaburkan sebanyak 1/4 sendok teh (2,5 mL) pada roti untuk ukuran wadah 650-750

mL

3. Starter microworm sebanyak 10 mL dimasukkan dalam media kultur secara merata

4. Air ditambahkan sebanyak 1 sendok teh

5. Wadah kultur ditutup rapat, namun diberi lubang kecil pada bagian atasnya untuk

memperlancar sirkulasi oksigen.

6. Media kultur disimpan di dalam tempat tertutup dengan suhu ruangan, terhindar dari sinar

matahari dan hewan lain yang mengganggu selama 3 hari.

7. Setelah 3 hari microworm akan tumbuh dalam jumlah banyak yang diindikasikan dengan

pembentukan lapisan koloni berwarna putih dan akan naik pada dinding wadah, Semakin lama

koloni tersebut akan memenuhi seluruh wadah kultur (Gambar 4b).

Pada saat pelatihan, peserta harus memahami metode kultur microworm dan berperan aktif dalam

pelaksanaan kegiatan tersebut. Hasil yang diperoleh adalah mitra peserta kegiatan memperoleh

keterampilan dalam mengkultur microworm. Berdasarkan hasil pelatihan tersebut, maka luaran

yang dihasilkan berupa metode kultur microworm dengan media roti tawar dan produk microworm.

Gambar 5. Kegiatan Demplot Pemberian Makan Microworm pada Pembenihan Gurami

Page 10: PELATIHAN KULTUR MICROWORM SEBAGAI PAKAN ALAMI ... - Jurnal

Prosiding Seminar Nasional dan Call for Papers ”Pengembangan Sumber Daya Perdesaan dan Kearifan Lokal Berkelanjutan X”

6-7 Oktober 2020

Purwokerto

ISBN 978-602-1643-65-5

323

Pelatihan kultur microworm tahap II merupakan kegiatan transfer teknologi lanjutan dari

kegiatan kultur microworm tahap I. Kegiatan yang dilakukan adalah melakukan pemanenan

Tabel 4. Evaluasi Tingkat Pemahaman Pengetahuan dan Keterampilan Pokdakan Sumitra dalam Kegiatan

Pengabdian Masyarakat Penerapan Ipteks melalui Kultur Microworm sebagai pakan alami pada

Pembenihan Gurami di desa Kebarongan Kemranjen Banyumas

No. Parameter Kegiatan Persentase (%) Jumlah Peserta dengan Skor Tingkat

Pemahaman Pengetahuan/Keterampilan

Sebelum Kegiatan Setelah Kegiatan

1 2 3 4 1 2 3 4

A. Transfer Informasi

1. Pengetahuan dasar biologi microworm 85 15 38 62

2. Pengetahuan tentang kandungan nutrisi

microworm 85 15 54 46

3. Pengetahuan tentang keungulan dan kelemahan

microworm sebagai pakan alami 85 15 23 77

4. Pengetahuan tentang bahan baku bibit

microworm dan metode pembuatannya 100 23 77

5. Pengetahuan tentang bahan dan alat dalam

kultur microworm 100 100

6. Pengetahuan tentang metode kultur microworm 100 31 69

7. Pengetahuan tentang metode pemanenan microworm

100 31 69

8. Pengetahuan tentang metode peremajaan kultur

microworm 100 38 62

9. Pengetahuan tentang metode dan manajemen

pemberian pakan benih gurami 100 23 77

10. Pengetahuan tentang metode mengevaluasi hasil

kegiatan demplot 100 38 62

B. Transfer Teknologi/Pelatihan

1. Keterampilan mempersiapkan bahan baku bibit

microworm 23 77 23 77

2. Keterampilan membuat bibit microworm 100 23 77

3. Keterampilan mempersiapkan bahan dan alat

untuk mengkultur microworm 23 77 15 85

4. Keterampilan mengkultur microworm 31 69 15 85

5. Keterampilan memanen microworm 31 69 15 85

6. Keterampilan meremajakan kultur microworm 38 62 15 85

C. Demonstrasi Plot

1. Keterampilan menghasilkan produk microworm

skala semi massal untuk pakan benih gurami

23 77 100

2. Keterampilan menghasilkan produk microworm

skala semi massal untuk pemasaran

23 77 100

3. Keterampilan pemberian pakan microworm

dalam pembenihan gurami

15 85 15 85

4. Keterampilan mengevaluasi hasil kegiatan

demplot kultur microworm semi massal

38 62 23 77

5. Keterampilan mengevaluasi hasil kegiatan demplot pembenihan gurami

46 54 23 77

Keterangan:

Skor 1: Kurang paham/terampil

Skor2: Cukup paham/terampil

Skor 3: Paham/terampil

Skor 4: Sangat paham/terampil

Page 11: PELATIHAN KULTUR MICROWORM SEBAGAI PAKAN ALAMI ... - Jurnal

Prosiding Seminar Nasional dan Call for Papers ”Pengembangan Sumber Daya Perdesaan dan Kearifan Lokal Berkelanjutan X”

6-7 Oktober 2020

Purwokerto

ISBN 978-602-1643-65-5

324

microworm dari hasil kultur di tahap I. Pemanenan microworm dilakukan dengan tahapan sebagai

berikut:

1. Microworm di bagian dinding dan tutup wadah yang sudah berumur 6 hari, dengan kriteria

sudah ditumbuhi dan dipenuhi oleh koloni berwarna putih diperiksa kesiapannya untuk

pemanenan (Gambar 4b).

2. Microworm yang merayap dipanen dengan cara diambil pada bagian dinding atau tutupnya

menggunakan pisau tumpul, stik es krim, atau serok lembut yan g kecil.

Sebagian hasil panen microworm tersebut digunakan sebagai pakan alami benih gurami berumur 10

hari dari masa penetasan yang telah ditebar di kolam demplot. Sedangkan sebagian lainnya, yaitu

media kultur yang telah terfermentasi digunakan sebagai starter untuk kultur microworm tahap II.

Tahapan langkah kultur tahap II sama dengan kultur microworm tahap I, kecuali starter yang

digunakan dan kapasitas wadah kulturnya. Media yang digunakan pada kultur microworm tahap I

ketika sudah berumur 6 hari memiliki tanda-tanda sudah mulai menjadi bubur dan agak mencair.

Media tersebut dipindahkan dan dikultur pada wadah kultur berukuran 5 L. Komposisi bahan baku

sebagai media pertumbuhan microw orm untuk kapasitas wadah kultur 5 L terdapat pada Tabel 1.

Luaran metode kultur microworm yang menghasilkan produk microworm dari kegiatan pelatihan

tahap II (Gambar 4) digunakan sebagai protokol pengembangan dan perbanyakan kultur

microworm pada kegiatan demonstrasi plot dengan skala yang lebih besar atau skala semi massal.

Demonstrasi Plot dan Pendampingan

Kegiatan demonstrasi plot (demplot) yang telah dilaksanakan oleh peserta pelatihan berupa

perbanyakan produksi microworm pada media kultur dalam skala semi massal pada wadah ukuran

15 L (Gambar 3) untuk pakan benih gurami pada masing-masing kolam pembenihan. Bibit

microworm diperoleh dari media yang digunakan pada kultur microworm tahap I ketika sudah

berumur 6 hari. Sementara perbanyakan produksi microworm dalam gelas-gelas kecil ukuran 300

mL dan 500 mL dapat dipasarkan oleh mitra dengan harga Rp 10.000,00 dan Rp 15.000,00 untuk

menambah pemasukan kas pokdakan Sumitra. Komposisi bahan baku yang digunakan sebagai

media kultur microworm untuk kapasitas wadah kultur 15 L dan 300 mL terdapat pada Tabel 1.

Pada kegiatan tersebut, mitra diberi pendampingan mengenai cara peremajaan media kultur untuk

memperpanjang masa hidup microworm dan pemanenan microworm yang digunakan sebagai

pakan benih gurami. Mitra juga diberikan pendampingan dalam kegiatan produksi dan pemasaran

microworm.

Kegiatan demplot berupa aplikasi pemberian pakan microworm untuk benih gurami selepas

egg yolk atau kuning telur (umur 11 hari) sampai ukuran biji oyong (umur 40 hari) pada kolam

pembenihan juga telah dilaksanakan oleh mitra (Gambar 5). Kegiatan demonstrasi plot

dilaksanakan di salah satu pekarangan anggota Sumitra bernama Ahmad Nabil Adha. Pada tahapan

persiapan demonstrasi plot, telur gurami berjumlah 4000 ekor terlebih dahulu dipelihara di dalam

bokor (Gambar 5a) tanpa diberi pakan sampai habis masa kuning telurnya (umur 10 hari).

Sementara, sebanyak 4 kolam pembenihan dipersiapkan terlebih dahulu untuk pemeliharaan benih

gurami (Gambar 5b). Penebaran larva gurami dari bokor ke dalam empat kolam pembenihan

(masing-masing 1000 ekor larva per kolam) setelah produk microworm hasil kultur semi massal

dihasilkan (Gambar 5b). Ketika larva gurami sudah pada periode habis kuning telurnya (umur 11

hari) dan siap diberi makanan dari luar (Gambar 5e), maka diberi pakan alami microworm yang

telah dipanen dari pelatihan tahap I. Microworm diberikan secara ad libitum, yaitu sesuai

Page 12: PELATIHAN KULTUR MICROWORM SEBAGAI PAKAN ALAMI ... - Jurnal

Prosiding Seminar Nasional dan Call for Papers ”Pengembangan Sumber Daya Perdesaan dan Kearifan Lokal Berkelanjutan X”

6-7 Oktober 2020

Purwokerto

ISBN 978-602-1643-65-5

325

kebutuhan benih gurami. Pemberian microworm dilakukan pada kolam I, II dan III sedangkan

kolam IV sebagai kontrol, yaitu diberi pakan cacing Tubifex (Gambar 5c dan 5d).

Kegiatan demplot di kolam 1 adalah kegiatan pemberian microworm pada benih gurami

sampai umur 20 hari. Sementara demplot di kolam 2, benih gurami diberi pakan microworm

sampai umur 30 hari. Demplot di kolam 3, yaitu benih gurami diberi pakan microworm sampai

umur 40 hari. Sementara demplot di kolam 4, benih gurami diberi pakan cacing Tubifex.

Pemberian Tubifex dilakukan sebagai pembanding keberhasilan penggunaan microworm sebagai

pakan alternatif bagi benih gurami. Seluruh kegiatan demplot pemeliharaan benih gurami dilakukan

sampai 40 hari.

Selama dilakukan kegiatan demplot aplikasi pemberian pakan microworm pada kegiatan

pembenihan gurami, mitra diberikan pendampingan mengenai cara pemberian pakannya secara

tepat dan benar serta penimbangan berat dan panjang awal benih gurami sebelum ditebarkan ke

dalam kolam pembenihan serta penimbangan akhir, yaitu setelah pemanenan benih. Mitra

diberikan arahan dan dilatih untuk mencatat data ukuran tubuh benih gurami awal, akhir,

pertumbuhan, produksi, dan sintasan (Tabel 3) serta jadwal pemberian pakannya dalam suatu

logbook kegiatan demplot. Selama pemeliharaan, dilakukan monitoring melalui pengamatan dan

pengukuran kelangsungan hidup dan pertumbuhan benih gurami setiap 10 hari sekali (Gambar 5f).

Gambar 5f menunjukkan rerata berat benih gurami pada umur 20 hari. Selama kegiatan

berlangsung, beberapa peserta yang ditunjuk sebagai kader bertanggung jawab terhadap kegiatan

demplot tersebut.

Peserta yang melaksanakan kegiatan demplot juga mengisi kuisioner pada awal dan akhir

kegiatan. Kuisioner berisi pertanyaan yang harus dijawab oleh peserta dan jawaban dari peserta

akan menunjukkan tingkat atau skor keterampilan peserta dalam pelaksanaan demplot tersebut.

Skor yang diperoleh dari masing-masing peserta pelatihan dianalisis secara deskriptif dan data

perubahan tingkat keterampilan peserta pada awal dan akhir kegiatan ditabulasikan dalam bentuk

tabel. Hasil evaluasi berupa persentase (%) jumlah peserta dengan skor tingkat keterampilan dari

kegiatan demplot dapat dilihat pada Tabel 4.

Manajemen pemberian pakan yang dilakukan berdasarkan demplot pada kolam 3

menghasilkan pertumbuhan, kelangsungan hidup dan produksi benih gurami yang lebih tinggi

dibandingkan dengan kolam 1 dan 2 (Tabel 3). Hal tersebut mengindikasikan bahwa pemberian

microworm akan optimal ketika diberikan untuk benih gurami sampai dengan umur 20 hari. Setelah

benih gurami berumur di atas 20 hari mulai membutuhkan pakan alami dengan ukuran yang lebih

besar dan kandungan protein yang lebih tinggi dari microworm, sehingga pemberian pakan Tubifex

lebih cocok dan perlu dilakukan sampai benih mencapai umur 40 hari.

Evaluasi Kegiatan

Evaluasi kegiatan berdasarkan hasil yang diperoleh dari demplot yang telah dilaksanakan

oleh pokdakan Sumitra di desa Kebarongan Kemranjen Banyumas. Evaluasi kegiatan yang

dilakukan meliputi evaluasi demplot kultur microworm semi massal melalui kalkulasi harga modal

dan harga jual dari produk microworm, evaluasi manajemen pemberian pakan pada kegiatan

pembenihan gurami dan evaluasi perubahan tingkat pemahaman pengetahuan dan keterampilan

pokdakan Sumitra.

Melalui kegiatan demplot microworm semi massal, Pokdakan Sumitra dapat memasarkan

produk microworm dengan harga per cup (ukuran 300 mL) yaitu Rp 10.000,00. Harga modal yang

diperlukan untuk menghasilkan produk microworm sebanyak 10 cup adalah Rp 31.000,00,

Page 13: PELATIHAN KULTUR MICROWORM SEBAGAI PAKAN ALAMI ... - Jurnal

Prosiding Seminar Nasional dan Call for Papers ”Pengembangan Sumber Daya Perdesaan dan Kearifan Lokal Berkelanjutan X”

6-7 Oktober 2020

Purwokerto

ISBN 978-602-1643-65-5

326

sehingga dengan harga jual Rp 100.000,00 per 10 cup, maka pokdakan Sumitra menghasilkan

pendapatan bersih sebesar Rp 69.000,00. Pada kegiatan produksi microworm selanjutnya, harga

modal dapat ditekan karena tidak memerlukan kentang sebagai bahan baku starternya. Starter yang

digunakan berasal dari hasil kultur sebelumnya sehingga tidak ada biaya modal yang dikeluarkan

untuk starter dalam memproduksi microworm pada siklus berikutnya. Jadi, hanya dengan

bermodalkan Rp 1.600,00 per cup, pokdakan Sumitra dapat menghasilkan pendapatan bersih Rp

8.400,00 per cup dengan harga jual yang sama.

Pada masa pemanenan benih gurami ketika berumur 40 hari, peserta dilatih untuk

membandingkan dan mengevaluasi hasil kegiatan pembenihan gurami antar kolam

demplot, kemudian dibandingkan pula antara kolam demplot yang diberi pakan

microworm dengan yang diberi pakan Tubifex. Hasil pengukuran, perhitungan dan

evaluasi kegiatan demplot pembenihan gurami terdapat pada Tabel 3.

Berdasarkan hasil yang diperoleh dari kegiatan pembenihan gurami dengan pemberian

pakan alami yang berbeda antar kolam demplot, produksi benih gurami tertinggi adalah kolam

demplot 4, yaitu benih yang diberi pakan Tubifex menghasilkan 297 g dari 900 ekor benih.

Selanjutnya kolam 3 menghasilkan produksi benih gurami yang hampir sama dan mendekati

produksi benih pada kolam 4, yaitu sebesar 288 g dari 900 ekor. Produksi benih pada kolam 2

hanya 216 g dari 850 ekor dan yang paling rendah adalah kolam 1 (175 g dari 700 ekor). Produksi

gurami yang dihasilkan dari masing-masing kolam demplot berpengaruh dan berbanding lurus pula

terhadap harga jual benihnya, sehingga harga jual tertinggi adalah benih yang diberi pakan Tubifex

(kolam demplot 4), diikuti dengan kolam 3, kolam 2 dan terendah adalah benih yang diberi pakan

microworm selama 40 hari pemeliharaan pada kolam demplot 1 (Tabel 3).

Tingginya pertumbuhan, kelangsungan hidup, produksi benih gurami yang mengkonsumsi

Tubifex sampai umur 40 hari (kolam 4) hampir sama dengan benih yang mengkonsumsi

microworm sampai umur 10 hari dan Tubifex 40 hari (kolam 3). Hal ini disebabkan pakan alami

tersebut sama-sama memiliki kandungan nutrisi, terutama protein yang tinggi, yaitu 48% pada

microworm dan 57% pada Tubifex. Asam amino yang terkandung dalam microworm dan Tubifex,

selain berfungsi untuk memenuhi kebutuhan nutrisi benih gurami juga mampu meningkatkan nafsu

atau respon makannya. Senyawa tersebut berfungsi sebagai atraktan yang merangsang indera

penciumannya karena adanya mekanisme kemoreseptor (Khasani, 2013). Selain itu, kedua jenis

pakan alami tersebut mudah dicerna oleh benih, menarik bagi benih secara visual dan memiliki

pergerakan yang tidak terlalu aktif sehingga cocok bagi benih gurami.

KESIMPULAN

Kegiatan pengabdian kepada masyarakat penerapan ipteks yang telah dilaksanakan di desa

Kebarongan, Kecamatan Kemranjen Kabupaten Banyumas dapat meningkatkan pengetahuan dan

keterampilan serta minat usaha Pokdakan Sumitra melalui kegiatan transfer informasi dan pelatihan

kultur microworm serta demonstrasi plot dan pendampingan dalam produksi microworm semi

massal, pemeliharaan dan pemberian pakan microworm pada benih gurami.

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis mengucapkan terima kasih kepada kepada Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada

Masyarakat Universitas Jenderal Soedirman atas pembiayaan kegiatan pengabdian kepada

Page 14: PELATIHAN KULTUR MICROWORM SEBAGAI PAKAN ALAMI ... - Jurnal

Prosiding Seminar Nasional dan Call for Papers ”Pengembangan Sumber Daya Perdesaan dan Kearifan Lokal Berkelanjutan X”

6-7 Oktober 2020

Purwokerto

ISBN 978-602-1643-65-5

327

masyarakat skim Penerapan IPTEKS Tahun 2020 ini melalui Hibah Pengabdian BLU Universitas

Jenderal Soedirman.

DAFTAR PUSTAKA

Affandi, I, M. Ikhwanuddina, M. Syahnona, A-B. Abol-Munaf. 2019. Growth and survival of

enriched free-living nematode, Panagrellus redivivus as exogenous feeding for larvae of

blue swimming crab, Portunus pelagicus. Aquaculture Report, 15: 100211

Brüggemann, J. 2012. Nematodes as Live Food in Larviculture-A Review. Journal of The World Aquaculture Society. 43(6): 739-763.

Khasani, I. 2013. Atraktan Pada Pakan Ikan: Jenis, Fungsi, dan Respons Ikan. Media Akuakultur. 8

(2): 127-133. Kumlu, M., D. Fletcher, and C. Fisher. 1998. Larval pigmentation, survival and growth of Penaeus

indicus fed the nematode Panagrellus redivivus enriched with astaxanthin and various

lipids.” Aquacult Nutr. 4:193–200 Kvåle, A., 2006. Weaning of Atlantic Cod (Gadus morhua) and Atlantic Halibut (Hippoglossus

hippoglossus). Studying Effects of Dietary Hydrolysed Protein and Intestinal Maturation

as a Marker for Readiness for Weaning. Dissertation for the degree of doctor scientiarum.

University of Bergen, Bergen, Norway, pp. 82. Ndjonjip, Y. M. 2018. Effect of live feed on growth and survival of Arctic charr (Salvelinus

alpinus) juveniles. United Nations University Fisheries Training programme, Iceland final

project. http://www.unuftp.is/static/fellows/document/Yves17prf.pdf

Ramee S. W., T. N. Lipscomb, and M. A. DiMaggio. 2019. Microworm Culture for Use in

Freshwater Ornamental Aquaculture. FA214. UF/IFAS Extension, University of Florida

Schlechtriem , C. M. Ricci , U. Focken and K. Becker. 2004. The suitability of the free‐living nematode Panagrellus redivivus as live food for first‐feeding fish larvae. Journal of Applied

Ichthyology, 20 (3): 161-168

Simangunsong, T.L dan Soesanti, A. 2017. Aplikasi Sistem Wadah Bertingkat dalam Budidaya Cacing Sutra Di Desa Pungpungan Bojonegoro. Jurnal Sinergitas PkM & CSR. 2 (1): 32-41

Yilmaz, E. 2005. The Effects of Two Chemo-attractants and Different First Feeds on the Growth

Performances of African Catfish (Clarias gariepinus, Burchell, 1822) at Different Larval Stages. Turk. J. Vet. Anim. Sci. 29: 309-314.