PELATIHAN AHLI PERENCANAAN TEKNIS JEMBATAN (BRIDGE...

142
BDE – 02 = KOORDINASI PENGUMPULAN DAN PENGGUNAAN DATA TEKNIS Merepresentasikan Kode / Judul Unit Kompetensi Kode : INA.5212.113.01.02.07 Judul : Melakukan Koordinasi Untuk Pengumpulan Dan Penggunaan Data Teknis PELATIHAN AHLI PERENCANAAN TEKNIS JEMBATAN (BRIDGE DESIGN ENGINEER) 2007 DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM BADAN PEMBINAAN KONSTRUKSI DAN SUMBER DAYA MANUSIA PUSAT PEMBINAAN KOMPETENSI DAN PELATIHAN KONSTRUKSI

Transcript of PELATIHAN AHLI PERENCANAAN TEKNIS JEMBATAN (BRIDGE...

Page 1: PELATIHAN AHLI PERENCANAAN TEKNIS JEMBATAN (BRIDGE …sibima.pu.go.id/pluginfile.php/32446/mod_resource/content/1/2007-0… · BDE – 02 = KOORDINASI PENGUMPULAN DAN PENGGUNAAN DATA

BDE – 02 = KOORDINASI PENGUMPULAN DAN

PENGGUNAAN DATA TEKNIS

Merepresentasikan Kode / Judul Unit Kompetensi

Kode : INA.5212.113.01.02.07 Judul : Melakukan Koordinasi Untuk

Pengumpulan Dan Penggunaan Data Teknis

PELATIHAN AHLI PERENCANAAN TEKNIS JEMBATAN

(BRIDGE DESIGN ENGINEER)

2007

DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM BADAN PEMBINAAN KONSTRUKSI DAN SUMBER DAYA MANUSIA

PUSAT PEMBINAAN KOMPETENSI DAN PELATIHAN KONSTRUKSI

Page 2: PELATIHAN AHLI PERENCANAAN TEKNIS JEMBATAN (BRIDGE …sibima.pu.go.id/pluginfile.php/32446/mod_resource/content/1/2007-0… · BDE – 02 = KOORDINASI PENGUMPULAN DAN PENGGUNAAN DATA

Pelatihan Bridge Design Engineer Koordinasi Pengumpulan dan Penggunaan Data Teknis

i

KATA PENGANTAR

Pengembangan Sumber Daya Manusia di bidang Jasa Konstruksi bertujuan untuk

meningkatkan kompetensi sesuai bidang kerjanya, agar mereka mampu berkompetisi

dalam memperebutkan pasar kerja. Berbagai upaya dapat ditempuh, baik melalui

pendidikan formal, pelatihan secara berjenjang sampai pada tingkat pemagangan di lokasi

proyek atau kombinasi antara pelatihan dan pemagangan, sehingga tenaga kerja mampu

mewujudkan standar kinerja yang dipersyaratkan di tempat kerja.

Untuk meningkatkan kompetensi tersebut, Pusat Pembinaan Kompetensi dan Pelatihan

Konstruksi yang merupakan salah satu institusi pemerintah yang ditugasi untuk melakukan

pembinaan kompetensi, secara bertahap menyusun standar-standar kompetensi kerja yang

diperlukan oleh masyarakat jasa konstruksi. Kegiatan penyediaan kompetensi kerja

tersebut dimulai dengan analisa kompetensi dalam rangka menyusun suatu standar

kompetensi kerja yang dapat digunakan untuk mengukur kompetensi tenaga kerja di

bidang Jasa Konstruksi yang bertugas sesuai jabatan kerjanya sebagaimana dituntut dalam

Undang-Undang No. 18 tahun 1999, tentang Jasa Konstruksi dan peraturan

pelaksanaannya.

Sebagai alat untuk mengukur kompetensi tersebut, disusun dan dibakukan dalam bentuk

SKKNI (Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia) yang unit-unit kompetensinya

dikembangkan berdasarkan pola RMCS (Regional Model Competency Standard). Dari

standar kompetensi tersebut, pengembangan dilanjutkan menyusun Standar Latih

Kompetensi, Materi Uji Kompetensi, serta Materi Pelatihan yang berbasis kompetensi.

Modul/ Materi Pelatihan : BDE – 02 / Koordinasi Pengumpulan dan Penggunaan Data

Teknis, merepresentasikan unit kompetensi: “Melakukan koordinasi untuk pengumpulan

dan penggunaan data teknis” dengan elemen-elemen kompetensi terdiri dari :

1. Melakukan koordinasi untuk pengumpulan dan penggunaan data lalu lintas

2. Melakukan koordinasi untuk pengumpulan dan penggunaan data hidrologi dan

karakteristik sungai dan perlintasan dengan prasarana transportasi lainnya

3. Melakukan koordinasi untuk pengumpulan dan penggunaan data topografi

4. Melakukan koordinasi untuk pengumpulan dan penggunaan data geologi teknik dan

penyelidikan tanah

5. Melakukan koordinasi untuk pengumpulan dan penggunaan data kondisi lingkungan

sekitar

.

Page 3: PELATIHAN AHLI PERENCANAAN TEKNIS JEMBATAN (BRIDGE …sibima.pu.go.id/pluginfile.php/32446/mod_resource/content/1/2007-0… · BDE – 02 = KOORDINASI PENGUMPULAN DAN PENGGUNAAN DATA

Pelatihan Bridge Design Engineer Koordinasi Pengumpulan dan Penggunaan Data Teknis

ii

Uraian penjelasan bab per bab dan pencakupan materi latih ini merupakan representasi

dari elemen-elemen kompetensi tersebut, sedangkan setiap elemen kompetensi dianalisis

kriteria unjuk kerjanya sehingga materi latih ini secara keseluruhan merupakan penjelasan

dan penjabaran dari setiap kriteria unjuk kerja untuk menjawab tuntutan pengetahuan,

keterampilan dan sikap kerja yang dipersyaratkan pada indikator-indikator kinerja/

keberhasilan yang diinginkan dari setiap KUK (Kriteria Unjuk Kerja) dari masing-masing

elemen kompetensinya.

Modul ini merupakan salah satu sarana dasar yang digunakan dalam pelatihan sebagai

upaya meningkatkan kompetensi seorang pemangku jabatan kerja seperti tersebut diatas,

sehingga masih diperlukan materi-materi lainnya untuk mencapai kompetensi yang

dipersyaratkan setiap jabatan kerja.

Disisi lain, modul ini sudah barang tentu masih terdapat kekurangan dan keterbatasan,

sehingga diperlukan adanya perbaikan disana sini dan kepada semua pihak kiranya kami

mohon sumbangan saran demi penyempurnaan kedepan.

Jakarta, Oktober 2007

KEPALA PUSAT PEMBINAAN

KOMPETENSI DAN PELATIHAN KONSTRUKSI

Ir. DJOKO SUBARKAH, Dipl.HE NIP. : 110016435

Page 4: PELATIHAN AHLI PERENCANAAN TEKNIS JEMBATAN (BRIDGE …sibima.pu.go.id/pluginfile.php/32446/mod_resource/content/1/2007-0… · BDE – 02 = KOORDINASI PENGUMPULAN DAN PENGGUNAAN DATA

Pelatihan Bridge Design Engineer Koordinasi Pengumpulan dan Penggunaan Data Teknis

iii

PRA KATA

Modul ini berisi bahasan mengenai koordinasi pengumpulan dan penggunaan data teknis

jembatan. Data dimaksud mencakup data-data lalu lintas, hidrologi, karakteristik sungai,

perlintasan dengan prasarana transportasi lainnya, topografi, geologi teknik, penyelidikan

tanah, dan kondisi lingkungan sekitar. Yang melakukan pengumpulan data-data tersebut

adalah para tenaga ahli dan atau tenaga terampil terkait, sedangkan bridge design engineer

bertugas melakukan koordinasi pengumpulan dan penggunaan data-data dimaksud. Agar

bridge design engineer mempunyai arah yang lebih fokus di dalam melakukan koordinasi

pengumpulan dan penggunaan data-data untuk keperluan perencanaan jembatan

dimaksud, dalam modul ini dijelaskan prinsip-prinsip dasar aspek teknis data-data tersebut.

Selain aspek koordinasi yang disinggung di dalam Bab 1, aspek teknis diuraikan dalam Bab

2, 3, 4, 5, dan 6.

Kami menyadari bahwa modul ini masih jauh dari sempurna baik ditinjau dari segi materi,

sistematika penulisan maupun tata bahasanya. Untuk itu kami mengharapkan kritik dan

saran dari para peserta dan pembaca semua, dalam rangka penyempurnaan modul ini.

Demikian modul ini dipersiapkan untuk membekali seorang AHLI PERENCANAAN TEKNIS

JEMBATAN (Bridge Design Engineer) dengan pengetahuan yang berkaitan; mudah-

mudahan modul ini dapat bermanfaat bagi yang memerlukannya.

Jakarta, Oktober 2007

Penyusun

Page 5: PELATIHAN AHLI PERENCANAAN TEKNIS JEMBATAN (BRIDGE …sibima.pu.go.id/pluginfile.php/32446/mod_resource/content/1/2007-0… · BDE – 02 = KOORDINASI PENGUMPULAN DAN PENGGUNAAN DATA

Pelatihan Bridge Design Engineer Koordinasi Pengumpulan dan Penggunaan Data Teknis

iv

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .......................................................................................................... i

PRA KATA ........................................................................................................................ iii

DAFTAR ISI ....................................................................................................................... iv

SPESIFIKASI PELATIHAN ............................................................................................... vii

A. Tujuan Pelatihan .......................................................................................................... vii

B. Tujuan Pembelajaran ................................................................................................... vii

PANDUAN PEMBELAJARAN .......................................................................................... ix

A. Kualifikasi Pengajar/Instruktur ..................................................................................... ix

B. Penjelasan Singkat Modul ............................................................................................ ix

C. Proses Pembelajaran ................................................................................................... x

BAB 1 PENDAHULUAN .................................................................................................. 1-1

1.1. Umum ............................................................................................................ 1-1

1.2. Ringkasan Modul ........................................................................................... 1-2

1.3. Koordinasi ...................................................................................................... 1-4

1.3.1. Pengertian Koordinasi .......................................................................... 1-5

1.3.2. Ciri-ciri Koordinasi ................................................................................ 1-6

1.3.3. Hakikat Koordinasi ................................................................................ 1-6

1.3.4. Fungsi Koordinasi ................................................................................. 1-7

1.3.5. Metode dan Teknik Koordinasi ............................................................. 1-8

1.3.6. Jenis-jenis Koordinasi ......................................................................... 1-10

1.3.7. Koordinasi di Lingkungan Bridge Design Engineer ............................. 1-11

1.4 Batasan / Rentang Variabel..............................................................................1-12

1.4.1. Batasan / Rentang Variabel Unit Kompetensi .................................... 1-12

1.4.2. Batasan/Rentang Variabel Pelaksanaan Pelatihan............................ 1-13

1.5. Panduan Penilaian ........................................................................................ 1-13

1.5.1. Acuan Penilaian .................................................................................. 1-13

1.5.2 Kualifikasi Penilai ................................................................................ 1-14

1.5.3. Penilaian Mandiri ............................................................................... 1-16

1.6. Sumber Daya Pembelajaran ......................................................................... 1-16

BAB 2 KOORDINASI UNTUK PENGUMPULAN DAN PENGGUNAAN DATA

LALU LINTAS ....................................................................................................... 2-1

2.1. Umum ........................................................................................................... 2-1

Page 6: PELATIHAN AHLI PERENCANAAN TEKNIS JEMBATAN (BRIDGE …sibima.pu.go.id/pluginfile.php/32446/mod_resource/content/1/2007-0… · BDE – 02 = KOORDINASI PENGUMPULAN DAN PENGGUNAAN DATA

Pelatihan Bridge Design Engineer Koordinasi Pengumpulan dan Penggunaan Data Teknis

v

2.2. Analisa Data Lalu Lintas Hasil Survai ................................................................ 2-1

2.2.1. Survai Lalu Lintas ................................................................................. 2-1

2.2.2 Pos-pos Perhitungan Lalu Lintas .......................................................... 2-2

2.2.3 Periode Perhitungan ............................................................................. 2-3

2.2.4 Pengelompokkan Kendaraan (Routine Traffic Count – Manual) ........... 2-4

2.2.5 Pelaksanaan Survai versi IIRMS........................................................... 2-8

2.2.6 Evaluasi Hasil Survai Lalu Lintas ........................................................ 2-13

2.3. Prediksi Lalu Lintas Harian Rata-Rata Tahunan (Lhrt) ................................... 2-13

2.4. Koordinasi Pencacahan Jumlah Kendaraan Berat ......................................... 2-20

RANGKUMAN ............................................................................................... 2-24

LATIHAN / PENILAIAN MANDIRI .................................................................. 2-25

BAB 3 KOORDINASI UNTUK PENGUMPULAN DAN PENGGUNAAN DATA HIDROLOGI

DAN KARAKTERISTIK SUNGAI DAN PERLINTASAN LAINNYA ....................... 3-1

3.1 Umum ............................................................................................................. 3-1

3.2 Analisa Karakteristik Sungai ............................................................................ 3-1

3.2.1 Tipe Sungai di Daerah Aliran (River Basin) .......................................... 3-1

3.2.2 Sungai Alluvial dan Non-alluvial ........................................................... 3-4

3.2.3 Gerusan Sungai ................................................................................... 3-5

3.3 Perhitungan Debit Banjir Sungai ..................................................................... 3-6

3.3.1 Analisis Hidrologi ................................................................................. 3-6

3.3.2 Perhitungan Debit Banjir Berdasarkan Metode Rasional, Melchior,

Haspers dan Weduwen ……………………………………………………3-9

3.4 Penetapan Panjang Dan Tinggi Ruang Bebas Jembatan .............................. 3-19

3.5 Perlintasan Dengan Prasarana Transportasi Lainnya .................................... 3-21

3.5.1 Perlintasan (tak sebidang) dengan Jalan Raya .................................. 3-21

3.5.2 Perlintasan (tak sebidang) dengan Jalan Kereta Api ......................... 3-23

RANGKUMAN ............................................................................................... 3-27

LATIHAN / PENILAIAN MANDIRI ................................................................. 3-28

BAB 4 KOORDINASI UNTUK PENGUMPULAN DAN PENGGUNAAN DATA

TOPOGRAFI ........................................................................................................ 4-1

4.1 Umum ............................................................................................................. 4-1

4.2 Survai Pendahuluan ........................................................................................ 4-1

4.3 Survai Pengukuran Topografi Jembatan ......................................................... 4-4

4.4 Penetapan Lokasi Dan Geometrik Jembatan ................................................ 4-14

Page 7: PELATIHAN AHLI PERENCANAAN TEKNIS JEMBATAN (BRIDGE …sibima.pu.go.id/pluginfile.php/32446/mod_resource/content/1/2007-0… · BDE – 02 = KOORDINASI PENGUMPULAN DAN PENGGUNAAN DATA

Pelatihan Bridge Design Engineer Koordinasi Pengumpulan dan Penggunaan Data Teknis

vi

RANGKUMAN .................................................................................................... 4-18

LATIHAN / PENILAIAN MANDIRI ....................................................................... 4-19

BAB 5 KOORDINASI UNTUK PENGUMPULAN DAN PENGGUNAAN DATA GEOLOGI

TEKNIK DAN TATA PENYELIDIKAN TANAH ..................................................... 5-1

5.1. Umum ............................................................................................................ 5-1

5.2. Pemetaan Geologi Permukaan Detail ............................................................ 5-1

5.2.1 Pengertian tentang batuan ................................................................... 5-1

5.2.2. Klasifikasi batuan dasar ....................................................................... 5-2

5.2.3 Pemetaan Geologi ............................................................................... 5-3

5.3. Penggunaan Laporan Hasil Pemetaan Geologi Permukaan ............................ 5-5

5.3.1 Penentuan Lokasi dan Jumlah Titik Explorasi ....................................... 5-5

5.3.2 Survai sumber material (quarry) .......................................................... 5-11

5.4. Koordinasi Penyelidikan Tanah dan Pengujian Laboratorium ....................... 5-11

5.4.1 Pengukuran Lokasi Titik Bor dan Titik Sondir ..................................... 5-12

5.4.2 Penentuan Peralatan Yang Sesuai ..................................................... 5-13

5.4.3 Pengambilan Contoh Tanah Untuk Pengujian Laboratorium ............... 5-21

RANGKUMAN ............................................................................................... 5-27

LATIHAN / PENILAIAN MANDIRI ................................................................. 5-28

BAB 6 KOORDINASI UNTUK PENGUMPULAN DAN PENGGUNAAN DATA KONDISI

LINGKUNGAN SEKITAR ..................................................................................... 6-1

6.1.Umum .............................................................................................................. 6-1

6.2.Kondisi Lingkungan Sekitar .............................................................................. 6-1

6.2.1 Pendekatan Teknologi ............................................................................. 6-2

6.2.2 Pendekatan Ekonomi .............................................................................. 6-2

6.2.3 Pendekatan Institusional /Kelembagaan .................................................. 6-2

6.3. Pengaruh Kondisi Lingkungan Sekitar Terhadap Jembatan

Yang akan dibangun.............................................................................. ........... 6-3

6.4 Koreksi Terhadap Pemilihan Rencana Lokasi Jembatan ................................ 6-3

6.4.1 Lokasi jembatan dipertahankan ............................................................... 6-4

6.4.2 Lokasi jembatan dipindahkan (direlokasi) ................................................ 6-4

RANGKUMAN ............................................................................................... 6-5

LATIHAN / PENILAIAN MANDIRI ................................................................... 6-6

LAMPIRAN : KUNCI JAWABAN PENILAIAN MANDIRI

DAFTAR PUSTAKA

Page 8: PELATIHAN AHLI PERENCANAAN TEKNIS JEMBATAN (BRIDGE …sibima.pu.go.id/pluginfile.php/32446/mod_resource/content/1/2007-0… · BDE – 02 = KOORDINASI PENGUMPULAN DAN PENGGUNAAN DATA

Pelatihan Bridge Design Engineer Koordinasi Pengumpulan dan Penggunaan Data Teknis

vii

SPESIFIKASI PELATIHAN

A. Tujuan Pelatihan

Tujuan Umum Pelatihan

Setelah selesai mengikuti pelatihan peserta diharapkan mampu :

Melaksanakan pekerjaan perencanaan teknis jembatan berdasarkan standar

perencanaan jembatan jalan raya yang berlaku.

Tujuan Khusus Pelatihan

Setelah selesai mengikuti pelatihan peserta mampu :

1. Menerapkan ketentuan Undang-Undang Jasa Konstruksi (UUJK).

2. Melakukan koordinasi untuk pengumpulan dan penggunaan data teknis.

3. Merencanakan dan menerapkan standar-standar perencanaan teknis bangunan

atas jembatan.

4. Merencanakan bangunan bawah jembatan.

5. Merencanakan pondasi jembatan.

6. Merencanakan oprit (jalan pendekat), bangunan pelengkap dan pengaman

jembatan.

7. Membuat laporan perencanaan teknis jembatan.

B. Tujuan Pembelajaran dan Kriteria Penilaian

Seri / Judul Modul : BDE – 02 / Koordinasi Pengumpulan dan Penggunaan Data

Teknis, merepresentasikan unit kompetensi: “Melakukan koordinasi untuk

pengumpulan dan penggunaan data teknis”.

Tujuan Pembelajaran

Setelah modul ini dibahas diharapkan peserta :

Mampu melakukan koordinasi untuk pengumpulan dan penggunaan data lalu lintas,

hidrologi dan karakteristik sungai serta perlintasan lainnya, topografi, geologi teknik,

penyelidikan tanah dan kondisi lingkungan setempat.

Kriteria Penilaian

1. Kemampuan dalam melakukan koordinasi untuk pengumpulan dan penggunaan

data lalu lintas.

Page 9: PELATIHAN AHLI PERENCANAAN TEKNIS JEMBATAN (BRIDGE …sibima.pu.go.id/pluginfile.php/32446/mod_resource/content/1/2007-0… · BDE – 02 = KOORDINASI PENGUMPULAN DAN PENGGUNAAN DATA

Pelatihan Bridge Design Engineer Koordinasi Pengumpulan dan Penggunaan Data Teknis

viii

2. Kemampuan dalam melakukan koordinasi untuk pengumpulan dan penggunaan

data hidrologi dan karakteristik sungai serta perlintasan lainnya.

3. Kemampuan dalam melakukan koordinasi untuk pengumpulan dan penggunaan

data topografi.

4. Kemampuan dalam melakukan koordinasi untuk pengumpulan dan penggunaan

data geologi teknik dan penyelidikan tanah.

5. Kemampuan dalam melakukan koordinasi untuk pengumpulan dan penggunaan

data kondisi lingkungan sekitar.

Page 10: PELATIHAN AHLI PERENCANAAN TEKNIS JEMBATAN (BRIDGE …sibima.pu.go.id/pluginfile.php/32446/mod_resource/content/1/2007-0… · BDE – 02 = KOORDINASI PENGUMPULAN DAN PENGGUNAAN DATA

Pelatihan Bridge Design Engineer Koordinasi Pengumpulan dan Penggunaan Data Teknis

ix

PANDUAN PEMBELAJARAN

A. Kualifikasi Pengajar / Instruktur

Instruktur harus mampu mengajar, dibuktikan dengan sertifikat TOT (Training of

Trainer) atau sejenisnya.

Menguasai substansi teknis yang diajarkan secara mendalam.

Konsisten mengacu SKKNI dan SLK

Pembelajaran modul-modulnya disertai dengan inovasi dan improvisasi yang

relevan dengan metodologi yang tepat.

B. Penjelasan Singkat Modul

Modul-modul yang dibahas di dalam program pelatihan ini terdiri dari:

No. Kode Judul Modul

1. BDE – 01 UUJK, Sistem Manajemen K3 dan Sistem Manajemen Lingkungan

2. BDE – 02 Koordinasi Pengumpulan dan Penggunaan Data Teknis

3. BDE – 03 Perencanaan Bangunan Atas Jembatan

4. BDE – 04 Perencanaan Bangunan Bawah Jembatan

5. BDE – 05 Perencanaan Pondasi Jembatan

6. BDE – 06 Perencanaan Oprit (Jalan Pendekat), Bangunan Pelengkap dan Pengamat Jembatan

7. BDE – 07 Laporan Perencanaan Teknis Jembatan

Sedangkan modul yang akan diuraikan adalah:

Seri / Judul : BDE – 02 / Koordinasi Pengumpulan dan Penggunaan Data

Teknis

Deskripsi Modul : Koordinasi Pengumpulan dan Penggunaan Data Teknis

merupakan salah satu modul yang direncanakan untuk membekali Ahli

Perencanaan Teknis Jembatan (Bridge Design Engineer) dengan

pengetahuan, keterampilan dan sikap dalam melakukan koordinasi untuk

pengumpulan dan penggunaan data-data lalu lintas, hidrologi, karakteristik

sungai, perlintasan dengan prasarana transportasi lainnya, topografi, geologi

teknik, penyelidikan tanah, dan kondisi lingkungan sekitar dalam rangka

menyiapkan perencanaan teknis jembatan.

Page 11: PELATIHAN AHLI PERENCANAAN TEKNIS JEMBATAN (BRIDGE …sibima.pu.go.id/pluginfile.php/32446/mod_resource/content/1/2007-0… · BDE – 02 = KOORDINASI PENGUMPULAN DAN PENGGUNAAN DATA

Pelatihan Bridge Design Engineer Koordinasi Pengumpulan dan Penggunaan Data Teknis

x

C. Proses Pembelajaran

Kegiatan Instruktur Kegiatan Peserta Pendukung

1. Ceramah Pembukaan :

Menjelaskan Tujuan Pembelajaran.

Merangsang motivasi peserta

dengan pertanyaan atau pengalaman

melakukan koordinasi pengumpulan

dan penggunaan data teknis.

Waktu : 5 menit.

Mengikuti penjelasan

Mengajukan pertanyaan

apabila kurang jelas.

OHT – 1

2. Penjelasan Bab 1 : Pendahuluan.

Modul ini merepresentasikan unit

kompetensi.

Umum

Ringkasan Modul

Koordinasi

Batasan/Rentang Variabel

Panduan Penilaian

Panduan Pembelajaran

Waktu : 35 menit.

Mengikuti penjelasan

instruktur dengan tekun

dan aktif.

Mencatat hal-hal penting.

Mengajukan pertanyaan

bila perlu.

OHT – 2

3. Penjelasan Bab 2 : Koordinasi untuk

pengumpulan dan penggunaan data lalu

lintas

Umum

Analisa data lalu lintas hasil survai

Prediksi lalu lintas harian rata-rata

tahunan (LHRT)

Koordinasi pencacahan jumlah

kendaraan berat

Waktu : 75 menit.

Mengikuti penjelasan

instruktur dengan tekun

dan aktif.

Mencatat hal-hal penting.

Mengajukan pertanyaan

bila perlu.

OHT – 3

4. Penjelasan Bab 3 : Koordinasi untuk

pengumpulandan penggunaan data

hidrologi dan karakteristik sungai dan

perlintasan lainnya.

Umum

Analisa karakteristik sungai

Mengikuti penjelasan

instruktur dengan tekun

OHT – 4

Page 12: PELATIHAN AHLI PERENCANAAN TEKNIS JEMBATAN (BRIDGE …sibima.pu.go.id/pluginfile.php/32446/mod_resource/content/1/2007-0… · BDE – 02 = KOORDINASI PENGUMPULAN DAN PENGGUNAAN DATA

Pelatihan Bridge Design Engineer Koordinasi Pengumpulan dan Penggunaan Data Teknis

xi

Perhitungan debit banjir sungai

Penetapan panjang dan tinggi ruang

bebas jembatan

Perlintasan dengan prasarana

transportasi lainnya

Waktu : 75 menit.

dan aktif.

Mencatat hal-hal penting.

Mengajukan pertanyaan

bila perlu.

5. Penjelasan Bab 4 : Koordinasi untuk

pengumpulan dan penggunaan data

topografi.

Umum

Survai Pendahuluan

Survai Pengukuran topografi

jembatan

Pemetaan kondisi eksisting

Penetapan lokasi dan geometrik

jembatan

Waktu : 55 menit.

Mengikuti penjelasan

instruktur dengan tekun

dan aktif.

Mencatat hal-hal penting.

Mengajukan pertanyaan

bila perlu.

OHT – 5

6. Penjelasan Bab 5 : Koordinasi untuk

pengumpulan dan penggunaan data

geologi teknik dan data penyelidikan

tanah

Umum

Pemetaan geologi permukaan detail

Penentuan lokasi dan jumlah titik

explorasi

Survai sumber material (quarry)

Penyelidikan tanah

Pengambilan contoh untuk pengujian

laboratorium

Waktu : 70 menit.

Mengikuti penjelasan

instruktur dengan tekun

dan aktif.

Mencatat hal-hal penting.

Mengajukan pertanyaan

bila perlu.

OHT – 6

7. Penjelasan Bab 6 : Koordinasi untuk

pengumpulan dan penggunaan data

lingkungan sekitar

Umum

Kondisi lingkungan sekitar

Mengikuti penjelasan

instruktur dengan tekun

OHT – 7

Page 13: PELATIHAN AHLI PERENCANAAN TEKNIS JEMBATAN (BRIDGE …sibima.pu.go.id/pluginfile.php/32446/mod_resource/content/1/2007-0… · BDE – 02 = KOORDINASI PENGUMPULAN DAN PENGGUNAAN DATA

Pelatihan Bridge Design Engineer Koordinasi Pengumpulan dan Penggunaan Data Teknis

xii

Pengaruh kondisi lingkungan sekitar

terhadap jembatan yang akan

dibangun

Koreksi terhadap pemilihan rencana

lokasi jembatan

Waktu : 35 menit.

dan aktif.

Mencatat hal-hal penting.

Mengajukan pertanyaan

bila perlu.

8. Rangkuman dan Penutup.

Rangkuman

Tanya jawab.

Penutup.

Waktu : 10 menit.

Mengikuti penjelasan

instruktur dengan tekun

dan aktif.

Mencatat hal-hal penting.

Mengajukan pertanyaan

bila perlu.

OHT – 8

Page 14: PELATIHAN AHLI PERENCANAAN TEKNIS JEMBATAN (BRIDGE …sibima.pu.go.id/pluginfile.php/32446/mod_resource/content/1/2007-0… · BDE – 02 = KOORDINASI PENGUMPULAN DAN PENGGUNAAN DATA

Pelatihan Bridge Design Engineer Koordinasi Pengumpulan dan Penggunaan Data Teknis

1-1

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Umum

Modul BDE-02 : Koordinasi Pengumpulan dan Penggunaan Data Teknis

merepresentasikan salah satu unit kompetensi dari program pelatihan Ahli

Perencanaan Teknis Jembatan (Bridge Design Engineer).

Sebagai salah satu unsur, maka pembahasannya selalu memperhatikan unsur-

unsur lainnya, sehingga terjamin keterpaduan dan saling mengisi tetapi tidak terjadi

tumpang tindih (overlaping) terhadap unit-unit kompetensi lainnya yang

direpresentasikan sebagai modul-modul yang relevan.

Adapun Unit kompetensi untuk mendukung kinerja efektif yang diperlukan dalam

Perencanaan Teknis Jembatan adalah :

No. Kode Unit Judul Unit Kompetensi

I. Kompetensi Umum

1. INA.5212.113.01.01.07 Menerapkan ketentuan Undang-undang Jasa

Konstruksi (UUJK)

II.

Kompetensi Inti

1. INA.5212.113.01.02.07 Melakukan koordinasi untuk pengumpulan dan

penggunaan data teknis

2. INA.5212.113.01.03.07 Merencanakan bangunan atas jembatan dan / atau

menerapkan standar-standar perencanaan teknis

jembatan.

3. INA.5212.113.01.04.07 Merencanakan bangunan bawah jembatan

4. INA.5212.113.01.05.07 Merencanakan pondasi jembatan.

5. INA.5212.113.01.06.07 Merencanakan oprit (jalan pendekat), bangunan

pelengkap dan pengaman jembatan.

6. INA.5212.113.01.07.07 Membuat laporan perencanaan teknis jembatan

III. Kompetensi Pilihan -

Page 15: PELATIHAN AHLI PERENCANAAN TEKNIS JEMBATAN (BRIDGE …sibima.pu.go.id/pluginfile.php/32446/mod_resource/content/1/2007-0… · BDE – 02 = KOORDINASI PENGUMPULAN DAN PENGGUNAAN DATA

Pelatihan Bridge Design Engineer Koordinasi Pengumpulan dan Penggunaan Data Teknis

1-2

1.2. Ringkasan Modul

Ringkasan modul ini disusun konsisten dengan tuntutan atau isi unit kompetensi ada

judul unit, deskripsi unit, elemen kompetensi dan KUK (Kriteria Unjuk Kerja) dengan

uraian sebagai berikut :

a. Adapun unit kompetensi yang akan disusun modulnya:

KODE UNIT : INA.5212.113.01.02.07

JUDUL UNIT : Melakukan koordinasi untuk pengumpulan dan

penggunaan data teknis.

DESKRIPSI UNIT : Unit kompetensi ini mencakup pengetahuan,

keterampilan dan sikap perilaku yang diperlukan untuk

pengumpulan dan penggunaan data lapangan yang

diperlukan sebagai bahan masukan untuk perencanaan

teknis jembatan.

Direpresentasikan dalam modul seri/judul: BDE-02 Koordinasi Pengumpulan dan

Penggunaan Data Teknis.

b. Elemen Kompetensi dan KUK (Kriteria Unjuk Kerja) terdiri dari:

1. Melakukan koordinasi untuk pengumpulan dan penggunaan data lalu lintas,

direpresentasikan sebagai bab modul berjudul: Bab 2 Koordinasi

Pengumpulan dan Penggunaan Data Lalu Lintas.

Uraian detailnya mengacu KUK (Kriteria Unjuk Kerja) dapat menjadi sub bab

yang terdiri dari:

1.1 Data lalu lintas hasil survai dianalisis sesuai dengan prosedur teknis

yang berlaku.

1.2 LHRT (Lalu Lintas Harian Rata-rata Tahunan) diprediksi sesuai

dengan prosedur teknis yang berlaku.

1.3 Koordinasi pencacahan jumlah kendaraan berat dilakukan sesuai

dengan persyaratan teknis yang ditentukan.

2. Melakukan koordinasi untuk pengumpulan dan penggunaan data hidrologi

dan karakteristik sungai dan perlintasan dengan prasarana transportasi

lainnya, direpresentasikan sebagai bab modul berjudul : Bab 3 Koordinasi

Page 16: PELATIHAN AHLI PERENCANAAN TEKNIS JEMBATAN (BRIDGE …sibima.pu.go.id/pluginfile.php/32446/mod_resource/content/1/2007-0… · BDE – 02 = KOORDINASI PENGUMPULAN DAN PENGGUNAAN DATA

Pelatihan Bridge Design Engineer Koordinasi Pengumpulan dan Penggunaan Data Teknis

1-3

Pengumpulan dan Penggunaan Data Hidrologi dan Karakteristik

Sungai, dan Perlintasan Lainnya.

Uraian detailnya mengacu KUK (Kriteria Unjuk Kerja) dapat menjadi sub bab

yang terdiri dari:

2.1 Karakteristik sungai dan perlintasan dengan fasilitas transportasi

lainnya dianalisis sesuai dengan ketentuan teknis yang berlaku.

2.2 Debit banjir sungai diprediksi sesuai dengan ketentuan teknis yang

berlaku.

2.3 Panjang dan tinggi clearance (ruang bebas) jembatan yang melintasi

sungai diktetapkan sesuai dengan ketentuan teknis yang berlaku.

2.4 Panjang dan tinggi clearance (ruang bebas) jembatan yang melintasi

prasarana transportasi lainnya ditetapkan sesuai dengan ketentuan

teknis yang berlaku.

3. Melakukan koordinasi untuk pengumpulan dan penggunaan data topografi,

direpresentasikan sebagai bab modul berjudul: Bab 4 Koordinasi

Pengumpulan dan Penggunaan Data Topografi.

Uraian detailnya mengacu KUK (Kriteria Unjuk Kerja) dapat menjadi sub bab

yang terdiri dari:

3.1 Koordinasi survai pendahuluan untuk menetapkan alternatif-

alternatif lokasi jembatan dilakukan sesuai dengan persyaratan teknis

yang ditentukan.

3.2 Koordinasi survai pengukuran topografi dilakukan sesuai dengan

persyaratan teknis yang ditentukan.

3.3 Lokasi dan geometrik jembatan ditetapkan sesuai dengan ketentuan

teknis yang berlaku.

4. Melakukan koordinasi untuk pengumpulan dan penggunaan data geologi

teknik dan penyelidikan tanah, direpresentasikan sebagai bab modul

berjudul: Bab 5 Koordinasi Pengumpulan dan Penggunaan Data Geologi

Teknik dan Data Penyelidikan Tanah.

Uraian detailnya mengacu KUK (Kriteria Unjuk Kerja) dapat menjadi sub bab

yang terdiri dari

4.1 Koordinasi pemetaan geologi permukaan detail (termasuk quarry),

dan penentuan lokasi/jumlah titik explorasi/jenis penyelidikan tanah di

Page 17: PELATIHAN AHLI PERENCANAAN TEKNIS JEMBATAN (BRIDGE …sibima.pu.go.id/pluginfile.php/32446/mod_resource/content/1/2007-0… · BDE – 02 = KOORDINASI PENGUMPULAN DAN PENGGUNAAN DATA

Pelatihan Bridge Design Engineer Koordinasi Pengumpulan dan Penggunaan Data Teknis

1-4

lokasi jembatan dilakukan sesuai dengan persyaratan teknis yang

ditentukan.

4.2 Laporan hasil pemetaan geologi permukaan detail diidentifikasi untuk

digunakan sesuai dengan persyaratan teknis yang ditentukan.

4.3 Rekomendasi hasil penyelidikan tanah diidentifikasi untuk digunakan

sesuai dengan persyaratan teknis yang ditentukan.

5. Melakukan koordinasi untuk pengumpulan dan penggunaan data kondisi

lingkungan sekitar, direpresentasikan sebagai bab modul berjudul: Bab 6

Koordinasi Pengumpulan dan Penggunaan Data Kondisi Lingkungan

Sekitar.

Uraian detailnya mengacu KUK (Kriteria Unjuk Kerja) dapat menjadi sub bab

yang terdiri dari:

5.1 Kondisi lingkungan sekitar lokasi jembatan yang akan direncanakan

diidentifikasi untuk digunakan sesuai dengan persyaratan teknis yang

ditentukan.

5.2 Pengaruh kondisi lingkungan sekitar terhadap jembatan yang akan

direncanakan diidentifikasi untuk digunakan sesuai dengan

persyaratan teknis yang ditentukan.

5.3 Koreksi terhadap pemilihan rencana lokasi jembatan dilakukan sesuai

dengan ketentuan teknis yang berlaku.

Penulisan dan uraian isi modul secara detail betul-betul konsisten mengacu tuntutan

elemen kompetensi dan masing-masing KUK (Kriteria Unjuk Kerja) yang sudah

dianalisis indikator kinerja/keberhasilannya (IUK).

Berdasarkan IUK (Indikator Unjuk Kerja/Keberhasilan) sebagai dasar alat penilaian,

diharapkan uraian detail setiap modul pelatihan berbasis kompetensi betul-betul

mencakup pengetahuan, keterampilan dan sikap kerja yang mendukung

terwujudnya IUK, sehingga dapat dipergunakan untuk melatih tenaga kerja yang

hasilnya jelas, lugas dan terukur.

1.3. Koordinasi

Substansi inti dari modul BDE-02 ini terdiri dari 5 Bab yang seluruhnya diberi judul

”Koordinasi pengumpulan dan penggunaan data” sebagai berikut :

Page 18: PELATIHAN AHLI PERENCANAAN TEKNIS JEMBATAN (BRIDGE …sibima.pu.go.id/pluginfile.php/32446/mod_resource/content/1/2007-0… · BDE – 02 = KOORDINASI PENGUMPULAN DAN PENGGUNAAN DATA

Pelatihan Bridge Design Engineer Koordinasi Pengumpulan dan Penggunaan Data Teknis

1-5

lalu lintas,

hidrologi dan karakteristik sungai dan perlintasan dengan prasarana transportasi

lainnya,

topografi

geologi teknik dan penyelidikan tanah

kondisi lingkungan sekitar

Seorang bridge design engineer tidak disiapkan untuk mengumpulkan dan

mengevaluasi sendiri data-data tersebut di atas karena untuk dapat melakukan

pengumpulan dan evaluasi atas data-data dimaksud diperlukan bidang keahlian dan

keterampilan tersendiri. Akan tetapi seorang bridge design engineer harus mampu

melakukan koordinasi dengan pihak-pihak lain dalam kegiatan pengumpulan data

dan penggunaan data tersebut, sehingga dengan demikian apabila terjadi kesalahan

pengambilan data pada kurun waktu tersebut dapat segera dicarikan

pemecahannya.

Secara keseluruhan, sistematika penyusunan modul ini adalah sebagai berikut :

1. Pendahuluan

2. Koordinasi pengumpulan dan penggunaan data lalu lintas

3. Koordinasi pengumpulan dan penggunaan data hidrologi dan karakteristik sungai

dan perlintasan dengan prasarana transportasi lainnya

4. Koordinasi pengumpulan dan penggunaan data topografi

5. Koordinasi pengumpulan dan penggunaan data geologi teknik dan data

penyelidikan tanah

6. Koordinasi untuk pengumpulan dan penggunaan data kondisi lingkungan sekitar

Agar pengertian tentang koordinasi ini tidak berulang di setiap Bab yang tentu akan

mengganggu tulisan tentang substansi inti, maka di dalam Bab 1 Pendahuluan ini

diberikan uraian pengertian tentang koordinasi dan penggunaannya dalam konteks

hubungan koordinasi antara bridge design engineer dengan tenaga ahli maupun

tenaga terampil di lingkungan kerjanya.

1.3.1 Pengertian Koordinasi

Koordinasi adalah usaha menyatukan kegiatan-kegiatan dari satuan-

satuan kerja (unit-unit) organisasi, sehingga organisasi bergerak sebagai

kesatuan yang bulat guna melaksanakan seluruh tugas organisasi, untuk

mencapai tujuannya.

Page 19: PELATIHAN AHLI PERENCANAAN TEKNIS JEMBATAN (BRIDGE …sibima.pu.go.id/pluginfile.php/32446/mod_resource/content/1/2007-0… · BDE – 02 = KOORDINASI PENGUMPULAN DAN PENGGUNAAN DATA

Pelatihan Bridge Design Engineer Koordinasi Pengumpulan dan Penggunaan Data Teknis

1-6

Untuk membantu tercapainya koordinasi diperlukan adanya komunikasi

administrasi yang disebut sebagai hubungan kerja.

Dengan demikian koordinasi dan hubungan kerja merupakan dua

pengertian yang saling kait mengait, karena koordinasi hanya dapat

dicapai dengan sebaik-baiknya dengan melakukan hubungan kerja yang

efektif.

1.3.2 Ciri-ciri Koordinasi

Tanggung jawab koordinasi terletak pada pimpinan. Oleh karena itu

koordinasi menjadi wewenang dan tanggung jawab pimpinan. Dikatakan

bahwa pimpinan berhasil, karena ia telah melakukan koordinasi dengan

baik.

Koordinasi adalah suatu usaha kerjasama. Hal ini disebabkan karena

kerjasama merupakan syarat mutlak untuk terselenggarakannya

koordinasi dengan sebaik-baiknya.

Koordinasi adalah proses yang terus menerus. Artinya suatu proses yang

bersifat kesinambungan dalam rangka tercapainya tujuan organisasi.

Adanya pengaturan usaha kelompok secara teratur. Hal ini disebabkan

karena koordinasi adalah konsep yang diterapkan di dalam kelompok,

bukan terhadap usaha individu tetapi sejumlah individu yang

bekerjasama di dalam kelompok untuk mencapai tujuan bersama.

Konsep kesatuan tindakan. Kesatuan tindakan adalah inti daripada

koordinasi. Hal ini berarti bahwa pimpinan harus mengatur usaha-

usaha/tindakan-tindakan dari setiap tindakan individu sehingga diperoleh

adanya keserasian di dalam mencapai hasil bersama.

Tujuan koordinasi adalah tujuan bersama. Kesatuan usaha/tindakan

meminta kesadaran /pengertian kepada semua individu agar ikut serta

melaksanakan tujuan bersama sebagai kelompok di mana mereka

bekerja.

1.3.3 Hakikat Koordinasi

Koordinasi adalah akibat logis daripada adanya prinsip pembagian habis

tugas, di mana setiap satuan kerja (unit), hanyalah melaksanakan

sebagian tugas pokok organisasi secara keseluruhan.

Page 20: PELATIHAN AHLI PERENCANAAN TEKNIS JEMBATAN (BRIDGE …sibima.pu.go.id/pluginfile.php/32446/mod_resource/content/1/2007-0… · BDE – 02 = KOORDINASI PENGUMPULAN DAN PENGGUNAAN DATA

Pelatihan Bridge Design Engineer Koordinasi Pengumpulan dan Penggunaan Data Teknis

1-7

Koordinasi timbul karena adanya prinsip fungsionalisasi, di mana setiap

satuan kerja (unit) hanyalah melaksanakan sebagian fungsi dalam suatu

organisasi.

Koordinasi juga akibat adanya span of control, di mana pimpinan wajib

membina, membimbing, mengarahkan dan mengendalikan berbagai

kegiatan/usaha yang dilakukan sejumlah bawahan, di bawah wewenang

dan tanggung jawabnya.

Koordinasi sangat diperlukan dalam suatu organisasi yang besar dan

kompeks di mana berbagai fungsi dan kegiatan harus dilakukan oleh

berbagai satuan kerja (unit) yang harus dilakukan secara terpadu dan

simultan.

Koordinasi juga sangat diperlukan dalam suatu organisasi yang dibentuk

berdasarkan atas prinsip jalur lini dan staf, karena kelemahan yang pokok

dalam bentuk organisasi ini adalah masalah koordinasi.

Koordinasi hanya dapat berhasil dengan bantuan sarana komunikasi

yang baik.Oleh karena itu komunikasi administrasi yang disebut

hubungan kerja memegang peranan yang sangat penting bagi

tercapainya koordinasi.

Pada hakekatnya koordinasi adalah perwujudan dari kerjasama, saling

bantu-membantu dan menghargai atau menghayati tugas dan fungsi

serta tanggung jawab masing-masing. Hal ini disebabkan karena setiap

setiap satuan kerja dalam melaksanakan kegiatannya tergantung atas

bantuan satuan kerja yang lain. Jadi adanya saling ketergantungan atau

interdependensi inilah yang mendorong diperlukan adanya kerjasama.

1.3.4 Fungsi Koordinasi

Koordinasi adalah fungsi organik dari pimpinan. Sebagai fungsi organik

dari pimpinan, koordinasi memiliki keunikan tersendiri dibanding dengan

fungsi-fungsi lainnya seperti perencanaan, penyusunan pegawai,

pembinaan kerja, motivasi, pengawasan dan sebagainya.

Koordinasi merupakan usaha untuk menjamin kelancaran mekanisme

prosedur kerja dari berbagai komponen dalam organisasi. Kelancaran

mekanisme prosedur kerja harus dapat terjamin dalam rangka

pencapaian tujuan organisasi dengan menghindari seminimal mungkin

perselisihan yang timbul antar sesama komponen organisasi dan

Page 21: PELATIHAN AHLI PERENCANAAN TEKNIS JEMBATAN (BRIDGE …sibima.pu.go.id/pluginfile.php/32446/mod_resource/content/1/2007-0… · BDE – 02 = KOORDINASI PENGUMPULAN DAN PENGGUNAAN DATA

Pelatihan Bridge Design Engineer Koordinasi Pengumpulan dan Penggunaan Data Teknis

1-8

mengusahakan semaksimal mungkin kerjasama diantara komponen-

komponen tersebut.

Koordinasi adalah merupakan usaha yang mengarahkan dan

menyatukan kegiatan dari satuan kerja organisasi, sehingga organisasi

bergerak sebagai kesatuan yang bulat untuk mencapai tujuannya.

Jelasnya koordinasi mengandung makna adanya integrasi, dan dilakukan

secara serasi dan simultan dari seluruh tindakan yang dijalankan oleh

organisasi. Hal in i sesuai dengan prinsip : koordinasi, integrasi dan

koordinasi.

1.3.5 Metode dan Teknik Koordinasi

Metode dan teknik yang dapat dipakai dalam melakukan kegiatan koordinasi

dapat dibagi atas :

Koordinasi melalui kewenangan

Koordinasi melalui konsensus

Koordinasi melalui pedoman kerja

Koordinasi melalui suatu forum

Koordinasi melalui konferensi

a. Koordinasi melalui kewenangan

Beberapa pendapat mengatakan bahwa penggunaan wewenang

merupakan salah satu cara untuk menjamin terlaksananya koordinasi

dengan baik. Hal ini mungkin benar apabila organisasi tersebut bersifat

seragam atau yang disebut integrated type. Dalam organisasi yang

demikian itu koordinasi melalui kewenangan dapat dijalankan secara

efektif. Akan tetapi dalam kenyataannya organisasi yang betul-betul

seragam jarang ditemukan. Adapun yang banyak ditemukan adalah

organisasi yang bersifat heterogen atau disebut holding company type,

yaitu suatu organisasi yang mempunyai keanekaragaman jenis dan

fungsi, yang dapat diidentifikasikan pada struktur organisasinya. Dalam

organisasi yang demikian itu perlu dilakukan adanya integrasi dari

seluruh jenis dan fungsi-fungsi yang ada, karena setiap jenis dan fungsi

hanyalah merupakan sub sistem dari seluruh sistem pelaksanaan tugas

pokok organisasi secara keseluruhan.

Page 22: PELATIHAN AHLI PERENCANAAN TEKNIS JEMBATAN (BRIDGE …sibima.pu.go.id/pluginfile.php/32446/mod_resource/content/1/2007-0… · BDE – 02 = KOORDINASI PENGUMPULAN DAN PENGGUNAAN DATA

Pelatihan Bridge Design Engineer Koordinasi Pengumpulan dan Penggunaan Data Teknis

1-9

b. Koordinasi melalui konsensus

Ada 3 (tiga) pilihan yang ada pada koordinasi melalui konsensus, yaitu

konsensus melalui motivasi, konsensus melalui sistem timbal balik dan

konsensus melalui ide. Para ahli berpendapat bahwa motivasi

mempunyai peranan yang sangat penting dalam meningkatkan usaha-

usaha koordinasi, terutama dalamm organisasi besar dan kompleks yang

mempunyai jenis dan fungsi yang beraneka ragam. Pada konsensus

melalui sistem timbal balik, terdapat ciri-ciri keseimbangan antara

tuntutan organisasi (tercapainya koordinasi) dan tuntutan individual baik

yang bersifat material maupun yang bersifat non material. Sedangkan

pada konsensus melalui ide, setiap orang yang bekerja dalam organisasi

berusaha mengidentifikasikan dirinya dalam keanekaragaman tujuan

yang hendak dicapai oleh organisasi.

c. Koordinasi melalui Pedoman Kerja

Pada metode ini pedoman kerja dijadikan landasan berpijak dan

bertindak bagi setiap kegiatan, sehingga dapat diharapkan

terselenggarakannya koordinasi dengan cara yang sebaik-baiknya.

Pedoman kerja dalam hal ini merupakan sarana pengikat dan pengarah

berbagai kegiatan yang saling berkaitan, sehingga koordinasi dapat

diharapkan berjalan dengan sebaik-baiknya.

d. Koordinasi melalui forum

Pada metode ini koordinasi dilakukan dengan menggunakan suatu

wadah tertentu (wahana) yang dapat dipergunakan sebagai cara

mengadakan tukar-menukar informasi, mengadakan konsultasi,

mengadakan kerjasama dalam pemecahan suatu masalah dan

pengambilan keputusan bersama dalam pelaksanaan tugas bersama.

Contoh wahana dimaksud adalah : Tim Kerja, panitia, Satuan Tugas,

dapat bersifat internal organisasi ataupun bersifat eksternal organisasi.

e. Koordinasi melalui konferensi

Pada meode ini koordinasi diartikan dengan rapat-rapat atau sidang-

sidang yang dilakukan baik pada tingkat pimpinan maupun tingkat

pelaksana. Rapat-rapat atau sidang-sidang tersebut dapat digunakan

sebagai sarana dalam pengintegrasian seluruh fungsi yang ada dalam

Page 23: PELATIHAN AHLI PERENCANAAN TEKNIS JEMBATAN (BRIDGE …sibima.pu.go.id/pluginfile.php/32446/mod_resource/content/1/2007-0… · BDE – 02 = KOORDINASI PENGUMPULAN DAN PENGGUNAAN DATA

Pelatihan Bridge Design Engineer Koordinasi Pengumpulan dan Penggunaan Data Teknis

1-10

organisasi. Pertanyaannya sekarang ialah, siapa yang harus

memprakarsai konferensi yng demikian itu ? Tentunya pimpinan yang

bertanggungjawab dalam penyelesaian pelaksanaan tugas-tugas

organisasi.

1.3.6 Jenis-jenis Koordinasi

Berdasarkan hubungan kerja antara yang mengkoordinasikan dan yang

dikoordinasikan, ada 2 (dua) jenis koordinasi yaitu koordinasi intern dan

koordinasi ekstern.

a. Koordinasi intern

Koordinasi internal terdiri atas koordinasi vertikal, koordinasi horizontal

dan koordinasi diagonal

Koordinasi vertikal atau koordinasi struktural

Pada koordinasi jenis ini antara yang mengkoordinasikan dan yang

dikoordinasikan terdapat hubungan hirarkhis, karena satu dengan

yang lainnya berada pada satu garis komando.

Koordinasi horizontal (merupakan koordinasi fungsional)

Pada koordinasi jenis ini antara yang mengkoordinasikan dan yang

dikoordinasikan mempunyai kedudukan yang setingkat. Menurut

tugas dan fungsinya, keduanya mempunyai kaitan satu dengan yang

lainnya sehingga perlu dikoordinasi.

Koordinasi diagonal (merupakan koordinasi fungsional)

Pada koordinasi jenis ini yang mengkoordinasikan mempunyai

kedudukan yang lebih tinggi dibandingkan dengan yang

dikoordinasikan, tapi satu dengan yang lainnya tidak berada pada

satu garis komando.

b. Koordinasi ekstern

Koordinasi ekstern termasuk koordinasi fungsional, bisa bersifat

horizontal dan diagonal

Koordinasi ekstern yang bersifat horizontal

Pada koordinasi jenis ini antara yang mengkoordinasikan dan yang

dikoordinasikan mempunyai kedudukan yang setingkat, akan tetapi

satu sama lain tidak berada pada satu unit organisasi yang sama.

Page 24: PELATIHAN AHLI PERENCANAAN TEKNIS JEMBATAN (BRIDGE …sibima.pu.go.id/pluginfile.php/32446/mod_resource/content/1/2007-0… · BDE – 02 = KOORDINASI PENGUMPULAN DAN PENGGUNAAN DATA

Pelatihan Bridge Design Engineer Koordinasi Pengumpulan dan Penggunaan Data Teknis

1-11

Koordinasi ekstern yang bersifat diagonal

Pada koordinasi jenis ini yang mengkoordinasikan mempunyai

kedudukan yang lebih tinggi dibandingkan dengan yang

dikoordinasikan, tapi satu dengan yang lainnya tidak berada pada

satu unit organisasi yang sama.

1.3.7 Koordinasi di Lingkungan Bridge Design Engineer

Untuk dapat menjelaskan bagaimana koordinasi antara bridge design

engineer dengan tenaga ahli di sekitarnya, perlu dikenali lebih dahulu struktur

organisasi yang menunjukkan posisi masing-masing di dalam melakukan

hubungan kerja, sebagaimana tersebut di bawah:

Pada tipikal organisasi konsultan di atas, bridge design engineer berada

pada level ke-3, dimana level ke-1 adalah Team Leader sedangkan level ke-

2 adalah Engineering Manager. Ditinjau dari segi kualifikasi keahlian, level

ke-3 ini sama dengan Ahli Muda, level ke-2 sama dengan Ahli Madya

sedangkan level ke-1 sama dengan Ahli Utama.

Berikut ini diberikan tabel yang menunjukkan jenis hubungan koordinasi

yang dapat dilakukan oleh bridge design engineer dengan tenaga ahli

maupun tenaga terampil di lingkungan kerjanya:

Bridge Design

Engineer (Small

Structures)

Geotechnical

Engineer

Surveying

Engineer of

Bridges

Traffic

Engineer

Senior Bridge

Engineer

Hydrology

Engineer

TEAM LEADER

Teknisi

LaboratoriumJuru Gambar Juru Ukur

Teknisi

Hidrologi

Page 25: PELATIHAN AHLI PERENCANAAN TEKNIS JEMBATAN (BRIDGE …sibima.pu.go.id/pluginfile.php/32446/mod_resource/content/1/2007-0… · BDE – 02 = KOORDINASI PENGUMPULAN DAN PENGGUNAAN DATA

Pelatihan Bridge Design Engineer Koordinasi Pengumpulan dan Penggunaan Data Teknis

1-12

YANG

MENGKOORDINASIKAN

YANG

DIKOORDINASIKAN JENIS KOORDINASI

Team Leader Bridge Design Engineer Koordinasi intern - vertikal

Senior Bridge Engineer Bridge Design Engineer Koordinasi intern - diagonal

Bridge Design Engineer Geotechnical Engineer Koordinasi intern - horizontal

Bridge Design Engineer Surveying Engineer of

Bridge Koordinasi intern - horizontal

Bridge Design Engineer Traffic Engineer Koordinasi intern - horizontal

Bridge Design Engineer Hydrology Engineer Koordinasi intern - horizontal

Bridge Design Engineer Teknisi Laboratorium Koordinasi intern - diagonal

Bridge Design Engineer Juru Gambar Koordinasi intern - diagonal

Bridge Design Engineer Juru Ukur Koordinasi intern - diagonal

Bridge Design Engineer Petugas Survai Lalu Lintas Koordinasi intern - diagonal

Bridge Design Engineer Teknisi Hidrologi Koordinasi intern - diagonal

1.4. Batasan / Rentang Variabel

Batasan/rentang variabel adalah ruang lingkup, situasi dimana unjuk kerja

diterapkan. Mendefinisikan situasi dari unit kompetensi dan memberikan informasi

lebih jauh tentang tingkat otonomi perlengkapan dan materi yang mungkin

digunakan dan mengacu pada syarat-syarat yang ditetapkan termasuk peraturan

dan produk jasa yang dihasilkan

1.4.1 Batasan/Rentang Variabel Unit Kompetensi

Adapun batasan / rentang variabel untuk unit kompetensi ini adalah:

1. Kompetensi ini diterapkan dalam satuan kerja berkelompok;

2. Tersedia tenaga ahli dan tenaga terampil yang dapat dikoordinasikan

oleh ahli perencanaan teknis jembatan untuk pengumpulan data lalu

lintas, hidrologi dan karakteristik sungai, perlintasan dengan fasilitas

transportasi lainnya, topografi, geologi teknik, penyelidikan tanah dan

kondisi lingkungan sekitar;

3. Peralatan untuk pengumpulan data lapangan dan pengolahan data di

laboratorium mekanika tanah diaplikasikan.

Page 26: PELATIHAN AHLI PERENCANAAN TEKNIS JEMBATAN (BRIDGE …sibima.pu.go.id/pluginfile.php/32446/mod_resource/content/1/2007-0… · BDE – 02 = KOORDINASI PENGUMPULAN DAN PENGGUNAAN DATA

Pelatihan Bridge Design Engineer Koordinasi Pengumpulan dan Penggunaan Data Teknis

1-13

1.4.2 Batasan/Rentang Variabel Pelaksanaan Pelatihan

Adapun batasan / rentang variabel untuk pelaksanaan pelatihan adalah:

1. Seleksi calon peserta dievaluasi dengan kompetensi prasyarat yang

tertuang dalam SLK (Standar Latih Kompetensi) dan apabila terjadi

kondisi peserta kurang memenuhi syarat, maka proses dan waktu

pelaksanaan pelatihan disesuaikan dengan kondisi peserta, namun tetap

mengacu tercapainya tujuan pelatihan dan tujuan pembelajaran.

2. Persiapan pelaksanaan pelatihan termasuk prasarana dan sarana sudah

mantap.

3. Proses pembelajaran teori dan praktek dilaksanakan sampai tercapainya

kompetensi minimal yang dipersyaratkan.

4. Penilaian dan evaluasi hasil pembelajaran didukung juga dengan

batasan/rentang variable yang dipersyaratkan dalam unit kompetensi.

1.5. Panduan Penilaian

Untuk membantu menginterpretasikan dan menilai unit kompetensi dengan

mengkhususkan petunjuk nyata yang perlu dikumpulkan untuk memperagakan

kompetensi sesuai tingkat kecakapan yang digambarkan dalam setiap kriteria unjuk

kerja yang meliputi :

Pengetahuan, keterampilan dan sikap kerja yang dibutuhkan untuk seseorang

dinyatakan kompeten pada tingkatan tertentu.

Ruang lingkup pengujian menyatakan dimana, bagaimana dan dengan metode

apa pengujian seharusnya dilakukan.

Aspek penting dari pengujian menjelaskan hal-hal pokok dari pengujian dan

kunci pokok yang perlu dilihat pada waktu pengujian.

1.5.1. Acuan Penilaian

Adapun acuan untuk melakukan penilaian yang tertuang dalam SKKNI

adalah sebagai berikut:

a. Pengetahuan, keterampilan dan sikap perilaku untuk

mendemonstrasikan kompetensi ini terdiri dari:

1. Pemahaman terhadap: metoda analisis data lalu lintas, metoda

analisis data hidrologi dan karakteristik sungai, perlintasan dengan

fasilitas transportasi lainnya, batasan-batasan pengukuran topografi

Page 27: PELATIHAN AHLI PERENCANAAN TEKNIS JEMBATAN (BRIDGE …sibima.pu.go.id/pluginfile.php/32446/mod_resource/content/1/2007-0… · BDE – 02 = KOORDINASI PENGUMPULAN DAN PENGGUNAAN DATA

Pelatihan Bridge Design Engineer Koordinasi Pengumpulan dan Penggunaan Data Teknis

1-14

untuk jembatan, pembacaan peta-peta geologi teknik, rekomendasi

hasil penyelidikan tanah, dan kondisi lingkungan sekitar;

2. Penerapan data dan informasi tersebut butir 1 untuk keperluan

perencanaan teknis jembatan;

3. Cermat, teliti, tekun, obyektif, dan berfikir komprehensif dalam

menerima data lapangan sebelum digunakan untuk melakukan

perencanaan teknis jembatan.

b. Konteks Penilaian

1. Unit ini dapat dinilai di dalam maupun di luar tempat kerja yang

menyangkut pengetahuan teori

2. Penilaian harus mencakup aspek pengetahuan, keterampilan dan

sikap kerja/ perilaku.

3. Unit ini harus didukung oleh serangkaian metode untuk menilai

pengetahuan dan keterampilan yang ditetapkan dalam Materi Uji

Kompetensi (MUK).

c. Aspek Penting Penilaian

1. Ketelitian dan kecermatan dalam memahami dan menggunakan

ketentuan teknis, persyaratan teknis maupun data-data yang

diperlukan untuk melakukan koordinasi pengumpulann dan

penggunaan data teknis;

2. Kemampuan melakukan validasi terhadap data-data yang telah

dikumpulkan oleh para petugas lapangan untuk digunakan dalam

melaskukan koordinasi pengumpulann dan penggunaan data teknis.

1.5.2. Kualifikasi Penilai

a. Penilai harus kompeten paling tidak tentang unit-unit kompetensi sebagai

assesor (penilai) antara lain: mrencanakan penilaian, meaksanakan

penilaian dan mreview penilaian yang dibuktikan dengan sertifikat

assesor.

b. Penilai juga harus kompeten tentang teknis substansi dari unit-unit yang

akan didemonstrasikan dan bila ada syarat-syarat industri perusahaan

lainnya muncul, penilai bisa disyaratkan untuk :

Page 28: PELATIHAN AHLI PERENCANAAN TEKNIS JEMBATAN (BRIDGE …sibima.pu.go.id/pluginfile.php/32446/mod_resource/content/1/2007-0… · BDE – 02 = KOORDINASI PENGUMPULAN DAN PENGGUNAAN DATA

Pelatihan Bridge Design Engineer Koordinasi Pengumpulan dan Penggunaan Data Teknis

1-15

1. Mengetahui praktek-praktek /kebiasaan industri /perusahaan yang

ada sekarang dalam pekerjaan atau peranan yang kinerjanya sedang

dinilai.

2. Mempraktekkan kecakapan inter-personal seperlunya yang

diperlukan dalam proses penilaian.

c. Apabila terjadi kondisi Penilai (assesor) kurang menguasai teknis

substansi, dapat mengambil langkah menggunakan penilai yang

memenuhi syarat dalam berbagai konteks tempat kerja dan lembaga,

industri/perusahaan. Opsi-opsi tersebut termasuk :

1. Penilai di tempat kerja yang kompeten, teknis substansial yang

relevan dan dituntut memiliki pengetahuan tentang praktek-praktek/

kebiasaan industri/ perusahaan yang ada sekarang.

2. Suatu panel penilai yang didalamnya termasuk paling sedikit satu

orang yang kompeten dalam kompetensi subtansial yang relevan.

3. Pengawas tempat kerja dengan kompetensi dan pengalaman

subtansial yang relevan yang disarankan oleh penilai eksternal yang

kompeten menurut standar penilai.

4. Opsi-opsi ini memang memerlukan sumber daya, khususnya

penyediaan dana lebih besar (mahal)

Ikhtisar (gambaran umum) tentang proses untuk mengembangkan

sumber daya penilaian berdasar pada Standar Kompetensi Kerja (SKK)

perlu dipertimbangkan untuk memasukan sebuah flowchart pada proses

tersebut.

Sumber daya penilaian harus divalidasi untuk menjamin bahwa penilai

dapat mengumpulkan informasi yang cukup, valid dan terpercaya untuk

membuat keputusan penilaian yang betul-betul handal berdasar standar

kompetensi.

Page 29: PELATIHAN AHLI PERENCANAAN TEKNIS JEMBATAN (BRIDGE …sibima.pu.go.id/pluginfile.php/32446/mod_resource/content/1/2007-0… · BDE – 02 = KOORDINASI PENGUMPULAN DAN PENGGUNAAN DATA

Pelatihan Bridge Design Engineer Koordinasi Pengumpulan dan Penggunaan Data Teknis

1-16

KOMPETENSI ASESOR

1.5.3. Penilaian Mandiri

Penilaian mandiri merupakan suatu upaya untuk mengukur kapasitas

kemampuan peserta pelatihan terhadap pengasaan substansi materi

pelatihan yang sudah dibahas dalam proses pembelajaran teori maupun

praktek.

Penguasaan substansi materi diukur dengan IUK (Indikator Unjuk Kerja/

Indikator Kinerja/Keberhasilan) dari masing-masing KUK (Kriteri Unjuk Kerja),

dimana IUK merupakan hasil analisis setiap KUK yang dipergunakan untuk

mendesain/menyusun kurikulum silabus pelatihan.

Bentuk pelatihan mandiri antara lain:

a. Pertanyaan dan Kunci Jawaban, yaitu:

Menanyakan kemampuan apa saja yang telah dikuasai untuk

mewujudkan KUK (Kriteria Unjuk Kerja), kemudian dilengkapi dengan

”Kunci Jawaban” dimana kunci jawaban dimaksud adalah IUK (Indikator

Unjuk Kerja/ Indikator Kinerja/Keberhasilan) dari masing-masing KUK

(Kriteria Unjuk Kerja)

b. Tingkat Keberhasilan Pelatihan

Dari penilaian mandiri akan terungkap tingkat keberhasilan peserta

pelatihan dalam mengikuti proses pembelajaran.

Apabila tingkat keberhasilan rendah, perlu evaluasi terhadap:

Memiliki Kompetensi

bidang Substansi

Kompeten Memiliki

Kompetensi Assessment

Page 30: PELATIHAN AHLI PERENCANAAN TEKNIS JEMBATAN (BRIDGE …sibima.pu.go.id/pluginfile.php/32446/mod_resource/content/1/2007-0… · BDE – 02 = KOORDINASI PENGUMPULAN DAN PENGGUNAAN DATA

Pelatihan Bridge Design Engineer Koordinasi Pengumpulan dan Penggunaan Data Teknis

1-17

1. Peserta pelatihan terutama tentang pemenuhan kompetensi prasyarat

dan ketekunan serta kemampuan mengikuti proses pembelajaran.

2. Materi/modul pelatihannya apakah sudah mengikuti dan konsisten

mengacu tuntutan unit kompetensi, elemen kompetensi, KUK (Kriteria

Unjuk Kerja), maupun IUK IUK (Indikator Unjuk Kerja/ Indikator

Kinerja/Keberhasilan).

3. Instruktur/fasilitatornya, apakah konsisten dengan materi/modul yang

sudah valid mengacu tuntutan unit kompetensi beserta unsurnya

yang diwajibkan untuk dibahas dengan metodologi yang tepat.

4. Mungkin juga karena penyelenggaraan pelatihannya atau sebab lain.

1.6. Sumber Daya Pembelajaran

Sumber daya pembelajaran dikelompokan menjadi 2 (dua) yaitu :

a. Sumber daya pembelajaran teori :

- OHT dan OHP (Over Head Projector) atau LCD dan Laptop.

- Ruang kelas lengkap dengan fasilitasnya.

- Materi pembelajaran.

b. Sumber daya pembelajaran praktek :

- PC, lap top bagi yang yang sudah terbiasa dengan penggunaan komputer

atau kalkulator bagi yang belum terbiasa dengan penggunaan komputer.

- Alat tulis, kertas dan lain-lain yang diperlukan untuk membantu peserta

pelatihan dalam menghitung dan merencanakan bangunan atas jembatan.

c. Tenaga kepelatihan, instruktur/assesor dan tenaga pendukung penyelenggaraan

betul-betul kompeten.

Page 31: PELATIHAN AHLI PERENCANAAN TEKNIS JEMBATAN (BRIDGE …sibima.pu.go.id/pluginfile.php/32446/mod_resource/content/1/2007-0… · BDE – 02 = KOORDINASI PENGUMPULAN DAN PENGGUNAAN DATA

Pelatihan Bridge Design Engineer Koordinasi Pengumpulan dan Penggunaan Data Teknis

2-1

BAB 2

KOORDINASI UNTUK PENGUMPULAN

DAN PENGGUNAAN DATA LALU LINTAS

2.1. Umum

Bab ini menjelaskan koordinasi untuk pengumpulan dan penggunaan data lalu lintas

yang prinsip atau tata cara koordinasinya telah dijelaskan dalam Bab 1

Pendahuluan, Sub Bab 1.3 Koordinasi. Fokus tulisan ini dengan demikian dibatasi

pada substansi inti yang harus difahami oleh Bridge Design Engineer agar dapat

melakukan koordinasi dengan para pihak terkait berdasarkan batasan-batasan

teknis dalam rangka pengumpulan dan penggunaan data lalu lintas.

Koordinasi pengumpulan dan penggunaan data lalu lintas yang ditulis dalam modul

ini menjelaskan:

Analisis data lalu lintas hasil survai

Prediksi LHRT (Lalu Lintas harian Rata-rata Tahunan)

Koordinasi pencacahan sumbu kendaraan berat

2.2. Analisis Data Lalu Lintas Hasil Survai

2.2.1 Survai Lalu lintas

Survai ini dilakukan oleh para petugas survai yang telah mendapatkan

pelatihan sebelumnya, di bawah pengendalian traffic engineer. Tugas bridge

design engineer dalam hal ini adalah melakukan koordinasi dengan traffic

engineer untuk mendapatkan data-data survai lalu lintas sebagai data

pendukung perencanaan teknis jembatan. Data lalu lintas digunakan sebagai

masukan penetapan geometri oprit jembatan, penetapan lebar lantai

kendaraan, jumlah lajur lalu lintas dan kelas jembatan.

Survai lalu lintas yang dimaksudkan disini dilakukan dengan cara menghitung

secara manual jumlah dan jenis kendaraan yang lewat pada suatu ruas jalan

pada lokasi dekat jembatan yang akan direncanakan.

Ruang lingkup dari survai ini mencakup kebutuhan data untuk perencanaan

teknis jembatan yang terletak pada Jalan Nasional, Jalan Propinsi, Jalan

Kabupaten/Kotamadya, Jalan lainnya serta Jalan Tol, dengan kemungkinan

beberapa modifikasi bila diperlukan, terutama pelaksanaan jadual dan

periode perhitungan. Agar tidak menimbulkan penafsiran yang berbeda-beda

Page 32: PELATIHAN AHLI PERENCANAAN TEKNIS JEMBATAN (BRIDGE …sibima.pu.go.id/pluginfile.php/32446/mod_resource/content/1/2007-0… · BDE – 02 = KOORDINASI PENGUMPULAN DAN PENGGUNAAN DATA

Pelatihan Bridge Design Engineer Koordinasi Pengumpulan dan Penggunaan Data Teknis

2-2

tentang survai lalu lintas ini, yang dimaksud dengan survai lalu lintas dalam

tulisan ini adalah Survai Perhitungan Lalu Lintas Rutin.

Survai Perhitungan Lalu Lintas Rutin disingkat SPL (Routine Traffic Count,

RTC) adalah survai untuk mendapatkan data tentang jumlah dan jenis

kendaraan yang lewat pada suatu ruas jalan dengan sistem dan cara

tertentu.

Perhitungan lalu lintas rutin dapat dilaksanakan secara manual (dengan

tenaga manusia) dan secara otomatis dengan menggunakan alat

perhitungan lalu lintas otomatis. Jumlah kendaraan per kilometer yang lewat

mencerminkan tingkat kepadatan lalu lintas pada ruas jalan tersebut, yang

merupakan faktor penting dalam penyusunan dan program penanganan

jaringan jalan.

Panduan ini memberikan penjelasan mengenai sistem survai perhitungan

lalu lintas rutin secara manual dan merupakan pengembangan terhadap

sistem yang telah ada, disesuaikan dengan kebutuhan dan kemajuan

teknologi. Panduan survai ini tidak berlaku bagi perhitungan suatu

simpangan.

2.2.2 Pos-pos Perhitungan Lalu Lintas

1). Tipe pos :

Pos kelas A, yaitu pos perhitungan lalu lintas yang terletak pada

ruas jalan dengan jumlah lalu lintas yang tinggi dan mempunyai

LHR 10.000 kendaraan.

Pos kelas B, yaitu pos perhitungan lalu lintas yang terletak pada

ruas jalan dengan jumlah lalu lintas yang sedang dan mempunyai

5.000 < LHR < 10.000 kendaraan.

Pos kelas C, yaitu pos perhitungan lalu lintas yang terletak pada

ruas jalan dengan jumlah lalu lintas yang rendah dan mempunyai

LHR 5.000 kendaraan.

2). Pemilihan lokasi pos :

Lokasi pos harus mewakili jumlah lalu lintas harian rata-rata dari

ruas jalan tidak terpengaruh oleh angkutan ulang alik yang tidak

mewakili ruas (commuter traffic).

Lokasi pos harus mempunyai jarak pandang yang cukup untuk

kedua arah, sehingga memungkinkan pencatatan kendaraan

dengan mudah dan jelas.

Page 33: PELATIHAN AHLI PERENCANAAN TEKNIS JEMBATAN (BRIDGE …sibima.pu.go.id/pluginfile.php/32446/mod_resource/content/1/2007-0… · BDE – 02 = KOORDINASI PENGUMPULAN DAN PENGGUNAAN DATA

Pelatihan Bridge Design Engineer Koordinasi Pengumpulan dan Penggunaan Data Teknis

2-3

Lokasi pos tidak dapat ditempatkan pada persilangan jalan.

3). Tanda pengenal pos :

Setiap pos perhitungan lalu lintas rutin mempunyai nomor pengenal,

terdiri dari satu huruf besar dan diikuti oleh tiga digit angka. Huruf

besar A, B dan C memberikan identitas mengenai tipe kelas pos

perhitungan. Tiga digit angka berikutnya identik dengan nomor ruas

jalan dimana pos-pos tersebut terletak.

Apabila pada suatu ruas jalan mempunyai pos perhitungan lebih dari

satu, maka kode untuk pos kedua, digit pertama diganti dengan angka

3, dan untuk pemberian nomor pos ketiga, digit pertama diganti dengan

4 dan seterusnya. Urutan pos hendaknya dimulai dari kilometer kecil

kearah kilometer besar pada ruas jalan tersebut.

Contoh:

a. Di ruas jalan 002 ada beberapa pos kelas A penulisan nomor

posnya : A.002; A.302; A.402 sampai dengan A.902;

b. Di ruas jalan 157 ada beberapa pos kelas B, penulisan nomor

posnya : B.157; B.357; B.457 sampai dengan B.957.

c. Di ruas jalan 057 ada beberapa pos kelas C, penulisan nomor

posnya : C.057; C.357; C.457 sampai dengan C.957.

2.2.3 Periode Perhitungan

1). Pos kelas A :

Untuk pos-pos kelas A perhitungan dilakukan dengan periode 40 jam

selama 2 hari, mulai pukul 06.00 pagi pada hari pertama dan berakhir

pukul 22.00 pada hari kedua. Perhitungan ini diulang empat kali selama

satu tahun sesuai jadual yang telah ditentukan (lihat Lampiran 1.c dan

1.d).

Hari Pertama Hari Kedua

40 jam

06.00 24.00 06.00 22.00 24.00

Page 34: PELATIHAN AHLI PERENCANAAN TEKNIS JEMBATAN (BRIDGE …sibima.pu.go.id/pluginfile.php/32446/mod_resource/content/1/2007-0… · BDE – 02 = KOORDINASI PENGUMPULAN DAN PENGGUNAAN DATA

Pelatihan Bridge Design Engineer Koordinasi Pengumpulan dan Penggunaan Data Teknis

2-4

2). Pos kelas B :

Untuk pos-pos kelas B pelaksanaan perhitungan seperti pada pos

kelas A. Pelaksanaan perhitungan pada pos-pos kelas B sesuai jadual

yang telah ditentukan.

3). Pos kelas C :

Perhitungan dilakukan dengan periode 16 jam mulai pukul 06.00 pagi

dan berakhir pada pukul 22.00 pada hari yang sama yang ditetapkan

untuk pelaksanaan perhitungan. Perhitungan ini diulang empat kali

selama satu tahun sesuai jadual yang telah ditentukan.

Pada Hari Yang Sama

16 jam

6.00 22.00

2.2.4 Pengelompokan Kendaraan (Routine Traffic Count - Manual)

Versi IIRMS (Indonesian Integrated Roads management Systems)

Mengambil referensi dari buku panduan yang digunakan untuk survai IRMS,

untuk perhitungan lalu lintas, kendaraan dibagi dalam 8 kelompok mencakup

kendaraan bermotor dan kendaraan tidak bermotor.

Tabel 1.1 Pengelompokan Kendaraan Menurut IIRMS

Golongan/ Kelompok

Jenis Kendaraan yang masuk kelompok ini adalah

1. Sepeda motor, sekuter, sepeda kumbang dan kendaraan bermotor roda 3.

2. Sedan, jeep dan station wagon.

3. Opelet, pick-up opelet, suburban, combi dan minibus.

4. Pick-up, micro truck dan mobil hantaran atau pick-up box.

5a. Bus kecil

5b. Bus besar

6.a Truk 2 sumbu 4 roda

6.b Truk 2 sumbu 6 roda

7a. Truk 3 sumbu

7b. Truk gandengan

7c. Truk semi trailer

8. Kendaraan tidak bermotor; sepeda, becak, andong/dokar, gerobak sapi

Page 35: PELATIHAN AHLI PERENCANAAN TEKNIS JEMBATAN (BRIDGE …sibima.pu.go.id/pluginfile.php/32446/mod_resource/content/1/2007-0… · BDE – 02 = KOORDINASI PENGUMPULAN DAN PENGGUNAAN DATA

Pelatihan Bridge Design Engineer Koordinasi Pengumpulan dan Penggunaan Data Teknis

2-5

Pengenalan Ciri Kendaraan :

1. Sepeda kumbang : sepeda yang ditempeli mesin 75 cc (max).

2. Kendaraan bermotor roda 3 antara lain : bemo dan bajaj

3. Kecuali combi, umumnya sebagai kendaraan penumpang umum

maximal 12 tempat duduk seperti mikrolet, angkot, minibus, pick-up

yang diberi penaung kanvas/pelat dengan rute dalam kota dan

sekitarnya atau angkutan pedesaan.

4. Umumnya sebagai kendaraan barang maximal beban sumbu belakang

3,5 ton dengan bagian belakang sumbu tunggal roda tunggal (STRT).

5. a. Bus kecil adalah sebagai kendaraan penumpang umum dengan

tempat duduk antara 16 s/d 26 buah, seperti kopaja, metromini, elf

dengan bagian belakang sumbu tunggal roda ganda (STRG) dan

panjang kendaraan maximal 9 m dengan sebutan bus ¾.

b. Bus besar adalah sebagai kendaraan penumpang umum dengan

tempat duduk antara 30 - 50 buah seperti bus malam, bus kota dan

bus antar kota yang berukuran 12 m () dan STRG.

6. a. Truk 2 sumbu adalah sebagai kendaraan barang dengan beban

sumbu belakang antara 5 ton (MST 5, ton STRG) dengan masing-

masing sumbu terdapat 2 roda.

b. Truk 2 sumbu adalah sebagai kendaraan barang dengan beban

sumbu belakang antara 8 - 10 ton (MST 8, 10 ton STRG) dengan as

depan terdapat 2 roda dan as belakang 4 roda.

7. a. Truk 3 sumbu adalah sebagai kendaraan barang dengan 3 sumbu

yang tata letaknya STRT dan SGRG (sumbu ganda roda ganda).

b. Truk gandengan adalah sebagai kendaraan no. 6 atau 7 yang diberi

gandengan bak truk dan dihubungkan dengan batang besi segitiga.

Disebut juga Full Trailer Truck.

c. Truk semi trailer atau truk tempelan adalah sebagai kendaraan

yang terdiri dari kepala truk dengan 2-3 sumbu yang dihubungkan

secara sendi dengan pelat dan rangka bak yang beroda belakang

yang mempunyai 2 atau 3 sumbu pula.

Page 36: PELATIHAN AHLI PERENCANAAN TEKNIS JEMBATAN (BRIDGE …sibima.pu.go.id/pluginfile.php/32446/mod_resource/content/1/2007-0… · BDE – 02 = KOORDINASI PENGUMPULAN DAN PENGGUNAAN DATA

Pelatihan Bridge Design Engineer Koordinasi Pengumpulan dan Penggunaan Data Teknis

2-6

Versi Lainnya

Selain penggolongan lalu-lintas seperti tersebut di atas, terdapat paling tidak

3 versi lagi, yaitu berdasar Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997(Tabel

1.2.), berdasar Pedoman Teknis No. Pd.T-19-2004-B Survai pencacahan lalu

lintas dengan cara manual (Tabel 1.3.), dan berdasar PT. Jasa Marga

(Persero) lihat Tabel 1.4.

Tabel 1.2. : Penggolongan Kendaraan Berdasar MKJI.

No. Type kendaraan Golongan

1. Sedan, jeep, st. wagon 2

2. Pick-up, combi 3

3. Truck 2 as (L), micro truck, mobil hantaran 4

4. Bus kecil 5a

5. Bus besar 5b

6. Truck 2 as (H) 6

7. Truck 3 as 7a

8. Trailer 4 as, truck gandengan 7b

9. Truck s. trailer 7c

Tabel 1.3 : Penggolongan Kendaraan Berdasar Pedoman Teknis

No. Pd.T-19-2004-B

No. Jenis kendaraan yang masuk kelompok

ini adalah Golongan

1. Sedan, jeep, dan Station Wagon 2

2. Opelet, Pick-up opelet, Sub-urban, Combi, Minibus

3

3. Pick-up, Micro Truck dan Mobil hantaran atau Pick-up Box

4

4. Bus Kecil 5a

5. Bus Besar 5b

6. Truk ringan 2 sumbu 6a

7. Truk sedang 2 sumbu 6b

8. Truk 3 sumbu 7a

9. Truk Gandengan 7b

10. Truk Semi Trailer 7c

Page 37: PELATIHAN AHLI PERENCANAAN TEKNIS JEMBATAN (BRIDGE …sibima.pu.go.id/pluginfile.php/32446/mod_resource/content/1/2007-0… · BDE – 02 = KOORDINASI PENGUMPULAN DAN PENGGUNAAN DATA

Pelatihan Bridge Design Engineer Koordinasi Pengumpulan dan Penggunaan Data Teknis

2-7

Tabel 1.4. : Penggolongan Kendaraan Menurut PT. Jasa Marga (Persero)

No. Golongan kendaraan

1 Golongan 1

2 Golongan 1 au

3 Golongan 2 a

4 Golongan 2 a au

5 Golongan 2 b

Dari ketiga versi penggolongan diatas terlihat bahwa jika kita akan

melakukan kajian vehicle damage factor (VDF) dimana ada perbedaan

standar sistem penggolongan tersebut, seringkali tidak begitu mudah untuk

analisis lalu-lintas, akan dapat dilihat dalam traffic design yang terkait erat

ada hubungan antara Golongan kendaraan - LHR - Pertumbuhan lalu-lintas -

VDF, jika survai lalu-lintas tidak sesuai yang kita inginkan, akan menyulitkan

kita yang seharusnya tidak perlu terjadi. Sering terjadi dalam survai lalu-lintas

untuk golongan kendaraan yang lain ada tetapi untuk golongan yang lain lagi

tidak di-survai, apalagi jika terjadi secara matriks kekeliruan pada survai

pencacahan lalu-lintas dan survai beban gandar maka akan memperbesar

kesulitan dalam analisis lalu-lintas, ujung-ujungnya hasil kajian lalu-lintas

semakin tidak akurat.

Seringkali, dalam survai pencacahan lalu-lintas dan survai beban gandar,

team survai berjalan sendiri tanpa mengikuti kebutuhan sesuai golongan

kendaraan yang ditentukan oleh Pengguna Jasa / Pemberi Tugas. Untuk itu

kondisi ini perlu mendapat perhatian dan dihindari.

Data yang dibutuhkan untuk perencanaan dari parameter lalu-lintas harian

rata-rata dan pertumbuhan lalu-lintas tahunan, untuk memudahkan dalam

analisis, disajikan dalam suatu tabel (lihat Tabel 1.5.), dalam tabel ini

digabungkan sekalian data / parameter vehicle damage factor (VDF).

Page 38: PELATIHAN AHLI PERENCANAAN TEKNIS JEMBATAN (BRIDGE …sibima.pu.go.id/pluginfile.php/32446/mod_resource/content/1/2007-0… · BDE – 02 = KOORDINASI PENGUMPULAN DAN PENGGUNAAN DATA

Pelatihan Bridge Design Engineer Koordinasi Pengumpulan dan Penggunaan Data Teknis

2-8

Tabel 1.5. : Data / Parameter Golongan Kendaraan, LHR, Pertumbuhan Lalu-Lintas ( G ) & VDF.

No. Jenis kendaraan Gol

LHRT g (%) VDF

1. Sedan, jeep, dan Station Wagon 2

2. Opelet, Pick-up opelet, Sub-urban, Combi, Minibus

3

3. Pick-up, Micro Truck dan Mobil hantaran atau Pick-up Box

4

4. Bus Kecil 5a

5. Bus Besar 5b

6. Truk ringan 2 sumbu 6a

7. Truk sedang 2 sumbu 6b

8. Truk 3 sumbu 7a

9. Truk Gandengan 7b

10. Truk Semi Trailer 7c

Keterangan : Contoh di atas, penggolongan kendaraan mengacu pada Pedoman Teknis No. Pd.T-19-2004 B. LHRT : Jumlah lalu-lintas harian rata-rata (kendaraan) pada tahun survai / pada tahun

terakhir. g : Pertumbuhan lalu-lintas per tahun (%) VDF : Nilai damage factor

2.2.5 Pelaksanaan Survai versi IIRMS

Untuk selanjutnya, penggolongan kendaraan yang digunakan dalam modul

ini adalah penggolongan kendaraan versi IIRMS, karena seluruh jaringan

jalan baik yang berstatus sebagai jalan nasional maupun jalan propinsi di

Indonesia, program penanganannya diproses dengan menggunakan data

survai lalu lintas yang perolehaan datanya dilakukan dengan menggunakan

penggolongan kendaraan versi IIRMS. Dengan demikian pelaksanaan survai

yang dikoordinir oleh traffic engineer, dilakukan dengan menggunakan

formulir survai versi IIRMS dan hasilnya akan dikopikan untuk bridge design

engineer.

Peralatan dan Perlengkapan

Untuk pelaksanaan survai perhitungan lalu lintas secara manual tidak

diperlukan peralatan khusus. Perlengkapan survai yang diperlukan

meliputi :

1) Formulir perhitungan lalu lintas (Formulir SPL 2-1)

Page 39: PELATIHAN AHLI PERENCANAAN TEKNIS JEMBATAN (BRIDGE …sibima.pu.go.id/pluginfile.php/32446/mod_resource/content/1/2007-0… · BDE – 02 = KOORDINASI PENGUMPULAN DAN PENGGUNAAN DATA

Pelatihan Bridge Design Engineer Koordinasi Pengumpulan dan Penggunaan Data Teknis

2-9

2) Formulir himpunan perhitungan lalu lintas selama 24 jam, Formulir

Himpunan untuk laporan (Formulir SPL 2-2).

3) Alat penghitung (addocheck) bila diperlukan pada lalu lintas tinggi.

4) Alat pencatat waktu (jam)

5) Alat-alat tulis

Persiapan

Survai perhitungan lalu lintas rutin dilakukan pada pos-pos dan waktu

yang telah ditentukan, walaupun pada pos tersebut telah dipasang alat

perhitungan lalu lintas otomatis.

Pada dasarnya setiap ruas Jalan Nasional dan Jalan Propinsi harus

diwakili oleh adanya pos perhitungan lalu lintas yang dapat memberikan

gambaran mengenai karakteristik dan kepadatan lalu lintas pada ruas

jalan tersebut. Kelas dan lokasi pos perhitungan yang telah ditentukan

dapat ditinjau kembali berdasarkan perkembangan karakteristik dan

kepadatan lalu lintas.

Kelas dan lokasi pos-pos perhitungan lalu lintas ditentukan oleh

Penyelenggara Jalan Nasional. Perubahan dapat dilakukan dengan

memperhatikan persyaratan lokasi pos hasilnya dilaporkan ke

Penyelenggara Jalan Nasional.

Apabila terjadi perubahan kondisi pos sehingga tidak memenuhi

persyaratan, maka lokasi pos dapat dipindahkan dengan memperhatikan

syarat-syarat pemilihan lokasi.

Prosedur Pelaksanaan

1) Perhitungan dan pencatatan lalu lintas dilakukan dengan

menggunakan formulir perhitungan lalu lintas (Lampiran F1) dan

formulir himpunan (Lampiran F2). Kendaraan dicatat menurut

kelompok yang telah ditentukan.

2) Semua kendaraan yang lewat harus dihitung, kecuali kendaraan-

kendaraan khusus misalnya : mesin gilas, grader, kendaraan konvoi

militer, tank-tank baja, pemadam kebakaran dan lain-lain.

3) Perhitungan lalu lintas dilakukan dengan menggunakan formulir

tersendiri untuk setiap arah lalu lintas yang berbeda. Jumlah lembar

formulir yang digunakan tergantung pada jumlah kendaraan yang

dihitung serta kelompoknya.

Page 40: PELATIHAN AHLI PERENCANAAN TEKNIS JEMBATAN (BRIDGE …sibima.pu.go.id/pluginfile.php/32446/mod_resource/content/1/2007-0… · BDE – 02 = KOORDINASI PENGUMPULAN DAN PENGGUNAAN DATA

Pelatihan Bridge Design Engineer Koordinasi Pengumpulan dan Penggunaan Data Teknis

2-10

4) Setiap kendaraan yang lewat dihitung dengan membubuhkan garis

tegak didalam kotak pada kolom yang disediakan sesuai kelompok

kendaraan dimaksud, dan jam penghitungan pada formulir

perhitungan lalu lintas.

5) Garis tegak disusun berurutan dari kiri kekanan, dari hitungan ke satu

sampai hitungan ke empat. Untuk penghitungan kendaraan yang ke

lima dilakukan dengan membubuhkan garis miring dari sudut kiri atas

ke sudut kanan bawah didalam kotak yang sesuai.

6) Pengisian kotak yang menyatakan satuan kendaraan yang lewat

dilakukan berurutan dari sisi kiri ke sisi kanan pada kolom dimaksud.

7) Untuk pos A dan pos B satu formulir himpunan tiap arah lintas

kendaraan diisi yang mewakili jumlah per jam menurut kelompok

kendaraan dari pukul 06.00 hari pertama ke pukul 06.00 hari kedua.

Periode kedua yaitu dari pukul 06.00 hari kedua sampai pukul 22.00

hari kedua dimasukkan kedalam formulir himpunan lembar berikutnya

sehingga kolom periode dari pukul 22.00 sampai pukul 06.00 pada

formulir tersebut kosong.

8) Untuk pos C formulir himpunan diisi seperti pengisian formulir pada

periode kedua untuk pos A dan pos B.

Pelaporan

Laporan yang harus disampaikan oleh petugas penghitung lalu lintas

adalah :

1) Berkas formulir survai perhitungan lalu lintas yang telah dilakukan

(menggunakan formulir - Lampiran F1).

2) Berkas formulir himpunan perhitungan lalu lintas selama 24 jam

(menggunakan formulir Lampiran F2). Laporan dibundel dengan baik

sehingga tidak mudah lepas, dikelompokkan berdasarkan kelas pos.

Setelah diperiksa dan ditandatangani pengawas, laporan

disampaikan oleh petugas penghitung kepada penanggungjawab

yang ditunjuk, selambat-lambatnya 2 minggu setelah periode

perhitungan selesai.

Page 41: PELATIHAN AHLI PERENCANAAN TEKNIS JEMBATAN (BRIDGE …sibima.pu.go.id/pluginfile.php/32446/mod_resource/content/1/2007-0… · BDE – 02 = KOORDINASI PENGUMPULAN DAN PENGGUNAAN DATA

Pelatihan Bridge Design Engineer Koordinasi Pengumpulan dan Penggunaan Data Teknis

2-11

Departemen Pekerjaan Umum Lampiran F.1

Direktorat Jenderal Bina Marga Formulir SPL 1-2

Lembar ke …… dari …..

Nomor Propinsi :

Nama Propinsi :

Kelas dan Nomor Pos :

FORMULIR SURVEI PERHITUNGAN LALU LINTAS Lokasi Pos :

(FORMULIR LAPANGAN) Kelompok Hitung :

Periode :

Tanggal :

Arah Lalu Lintas, Dari : Ke : Tahun :

GOL. 1 2 3 4 5a 5b 6 7a 7b 7c 8

Pukul

Sepeda motor, sekuter Sedan, Opelet, pick-up-opelet, Pick-up, micro Bus Bus Truk Truk Truk Truk Kendaraan

sepeda kumbang dan jeep dan suburban, combi dan truk dan kecil besar 2 sumbu 3 sumbu Gandengan semi trailer tidak

roda 3 station w agon mini bus mobil hantaran bermotor

Budhi/Traffic-fo rm-ind.xls Pencatat :Pengawas :

Page 42: PELATIHAN AHLI PERENCANAAN TEKNIS JEMBATAN (BRIDGE …sibima.pu.go.id/pluginfile.php/32446/mod_resource/content/1/2007-0… · BDE – 02 = KOORDINASI PENGUMPULAN DAN PENGGUNAAN DATA

Pelatihan Bridge Design Engineer Koordinasi Pengumpulan dan Penggunaan Data Teknis

2-12

Lampiran F.2

Departemen Pekerjaan Umum Formulir SPL 2-2

Direktorat Jenderal Bina Marga Lembar ke …. dari ….

FORMULIR HIMPUNAN PERHITUNGAN LALU LINTAS

SELAMA 24 JAM (FORMULIR LAPORAN)

Nomor Propinsi

Nama Propinsi

Kelas/Nomor Pos

Lokasi Pos

Tanggal

(Hari) (Bulan) (Tahun) Arah Lalu Lintas

Kelompok Hitungan Dari

Periode Ke

Golongan 1 2 3 4 5a 5b 6 7a 7b 7c 8

Pukul

Sep

ed

a M

oto

r, S

ek

ute

r

dan

Ken

dara

an

Ro

da

Tig

a

Sed

an

, Je

ep

dan

Sta

tio

n W

ag

on

Op

ele

t, P

ick

-up

-op

ele

t,

Su

bu

rban

, C

om

bi

dan

Min

i b

us

Pic

k-u

p, M

icro

Tru

k d

an

Mo

bil

Han

tara

n

Bu

s

Kec

il

Bu

s

Besa

r

Tru

k

2 S

um

bu

Tru

k

3 S

um

bu

Tru

k

Gan

den

gan

Tru

k

Sem

i T

rail

er

Ken

dara

an

Tid

ak

Ber

mo

tor

06 - 07

07 - 08

08 - 09

09 - 10

10 - 11

11 - 12

12 - 13

13 - 14

14 - 15

15 - 16

16 - 17

17 - 18

18 - 19

19 - 20

20 - 21

21 - 22

22 - 23

23 - 24

24 - 01

01 - 02

02 - 03

03 - 04

04 - 05

05 - 06

Jumlah

Catatan

Pengawas :

( _______________)

Budhi/Summ-fo rm-ind.xls

Page 43: PELATIHAN AHLI PERENCANAAN TEKNIS JEMBATAN (BRIDGE …sibima.pu.go.id/pluginfile.php/32446/mod_resource/content/1/2007-0… · BDE – 02 = KOORDINASI PENGUMPULAN DAN PENGGUNAAN DATA

Pelatihan Bridge Design Engineer Koordinasi Pengumpulan dan Penggunaan Data Teknis

2-13

2.2.6 Evaluasi Hasil Survai Lalu Lintas

Evaluasi terhadap hasil survai lalu lintas dilakukan oleh traffic engineer,

akan tetapi karena yang menggunakan datanya adalah bridge design

engineer, maka bridge design engineer juga mempunyai kewajiban untuk

menerima atau menolak rekomendasi yang dibuat oleh traffic engineer.

Artinya, meskipun dalam skala yang tidak terlalu rinci, bridge design

engineer harus mempunyai ”tools” yang dapat digunakan untuk menerima

atau menolak rekomendasi tersebut. Untuk dapat menerima atau menolak

rekomendasi dimaksud, bridge design engineer dapat mengambil berbagai

referensi sebagai bahan pengambilan keputusan, ya atau tidak. Salah satu

referensi yang dapat digunakan oleh bridge design engineer adalah

metode dari IIRMS dalam menghitung LHRT (Lalu Lintas Harian Rata-rata

Tahunan) dengan menggunakan data survai lalu lintas 40 jam (Pos A atau

Pos B) atau survai 16 jam (Pos C).

2.3. Prediksi Lalu Lintas Harian Rata-Rata Tahunan (LHRT)

Secara teoritis LHRT dihitung dari jumlah lalu lintas yang melewati suatu ruas jalan

selama satu tahun dibagi dengan jumlah hari dalam satu tahun, dinyatakan dalam

satuan kendaraan per hari (kendaraan/hari) atau dikonversi menjadi satuan mobil

penumpang per hari (smp/hari). Menyelenggarakan survai lalu lintas untuk suatu

ruas jalan selama satu tahun penuh untuk suatu ruas jalan adalah merupakan suatu

hal yang tidak mungkin (kecuali untuk kepentingan penelitian lalu lintas), selain

karena pemborosan biaya juga karena ada metoda yang lebih efisien untuk

mengevaluasi data hasil survai lalu lintas dalam koridor waktu yang lebih singkat

namun dengan hasil yang dapat dipertanggungjawabkan.

Berikut ini diberikan contoh bagaimana menganalisis data hasil survai lalu lintas

menjadi LHRT untuk keperluan perencanaan teknis sebuah jembatan, misalnya

jembatan tersebut terletak pada ruas jalan Yogyakarta - Bantul. Dari bank data yang

ada di IIRMS dapat diambil contoh hasil survai lalu lintas pada ruas jalan Yogyakarta

- Bantul sebagai berikut :

Page 44: PELATIHAN AHLI PERENCANAAN TEKNIS JEMBATAN (BRIDGE …sibima.pu.go.id/pluginfile.php/32446/mod_resource/content/1/2007-0… · BDE – 02 = KOORDINASI PENGUMPULAN DAN PENGGUNAAN DATA

Pelatihan Bridge Design Engineer Koordinasi Pengumpulan dan Penggunaan Data Teknis

2-14

Departemen Pekerjaan Umum

Direktorat Jenderal Bina Marga Lembar ke 1 dari 4

FORMULIR HIMPUNAN PERHITUNGAN LALU LINTAS

SELAMA 24 JAM (FORMULIR LAPORAN)

Nomor Propinsi : 2 6

Nama Propinsi : D I . YOGYAKARTA

Nomor Pos : A - 0 0 9

Lokasi Pos : Y G Y 5 4 0 0

Wilayah Pengaruh : Km 3+79 ke Km 15+12

Tanggal : 1 0 0 7 9 8 Arah Lalu Lintas:

Tgl Bln Thn NORMAL / OPPOSITE (Coret yang tidak perlu)

Kelompok Hitungan : Dari Y O G Y A K A R T A

Periode : 2 Ke B A N T U L

Golongan 1 2 3 4 5a 5a 6a 6b 7a 7b 7c 8

Waktu

Sep

eda

Mo

tor,

Sek

ute

r

dan

Ken

dara

an R

od

a

Tig

a

Sed

an

, Je

ep

dan

Sta

tio

n W

ag

on

Op

ele

t, P

ick

-up

-op

ele

t,

Su

bu

rban

, C

om

bi

dan

Min

i b

us

Pic

k-u

p, M

icro

Tru

k d

an M

ob

il

Han

tara

n

Bu

s

Kecil

Bu

s

Bes

ar

Tru

k 2

Su

mb

u

4 R

od

a

Tru

k 2

Su

mb

u

6 R

od

a

Tru

k

3 S

um

bu

Tru

k

Gan

den

gan

Tru

k

Sem

i T

rail

er

Ken

dara

an

Tid

ak

Berm

oto

r

6 : 7

7 : 8

8 : 9

9 : 10

10 : 11

11 : 12

12 : 13

13 : 14

14 : 15

15 : 16

16 : 17

17 : 18

18 : 19

19 : 20

20 : 21

21 : 22

22 : 23

23 : 24

24 : 1

1 : 2

2 : 3

3 : 4

4 : 5

5 : 6

Sub Jumlah 1

Catatan

Arah Kendaraan: Pengawas :Normal: Kendaraan bergerak dari Km kecil ke Km besarOpposite: Kendaraan bergerak dari Km besar ke Km kecil

( _______________)

447

427

463

483

421

618

786

912

847

976

1112

1180

763

613

380

473

251

108

51

23

10

22

82

112

11560

33

49

70

94

116

123

151

144

123

106

146

152

136

106

99

84

65

25

18

11

8

7

9

15

1890

42

28

36

124

53

46

63

69

55

44

52

55

33

47

21

23

14

16

2

4

6

9

4

2

8

732

10

32

39

62

54

47

30

35

42

31

26

14

18

11

14

9

3

7

2

4

2

6

4

13

515

17

22

17

19

21

19

21

23

19

20

25

21

18

12

0

0

2

0

0

0

0

0

0

1

277

1

0

0

0

0

0

0

1

0

0

0

0

0

0

0

0

4

7

9

12

7

13

10

11

75

2

9

11

13

6

16

12

13

10

8

10

11

10

7

3

4

2

5

6

8

5

9

7

7

194

2

6

7

9

4

11

8

8

6

6

6

10

6

5

2

2

3

2

2

2

4

4

5

7

1

0

0

0

0

1

0

0

0

1

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

3

0

0

0

1

0

0

0

2

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

1

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

414613

7

279

133

96

83

57

17

168

135

129

138

122

147

181

268

488

658

549

353

43

14

8

27

43

Page 45: PELATIHAN AHLI PERENCANAAN TEKNIS JEMBATAN (BRIDGE …sibima.pu.go.id/pluginfile.php/32446/mod_resource/content/1/2007-0… · BDE – 02 = KOORDINASI PENGUMPULAN DAN PENGGUNAAN DATA

Pelatihan Bridge Design Engineer Koordinasi Pengumpulan dan Penggunaan Data Teknis

2-15

Departemen Pekerjaan Umum

Direktorat Jenderal Bina Marga Lembar ke 2 dari 4

FORMULIR HIMPUNAN PERHITUNGAN LALU LINTAS

SELAMA 24 JAM (FORMULIR LAPORAN)

Nomor Propinsi : 2 6

Nama Propinsi : D I . YOGYAKARTA

Nomor Pos : A - 0 0 9

Lokasi Pos : Y G Y 5 4 0 0

Wilayah Pengaruh : Km 3+79 ke Km 15+12

Tanggal : 1 0 0 7 9 8 Arah Lalu Lintas:

Tgl Bln Thn NORMAL / OPPOSITE (Coret yang tidak perlu)

Kelompok Hitungan : Dari Y O G Y A K A R T A

Periode : 2 Ke B A N T U L

Golongan 1 2 3 4 5a 5a 6a 6b 7a 7b 7c 8

Waktu

Sep

ed

a M

oto

r, S

eku

ter

dan

Ken

dar

aan

Ro

da

Tig

a

Sed

an, Je

ep

dan

Sta

tio

n W

ago

n

Op

ele

t, P

ick

-up

-op

ele

t,

Su

bu

rban

, Co

mb

i

dan

Min

i b

us

Pic

k-u

p, M

icro

Tru

k d

an

Mo

bil

Han

tara

n

Bu

s

Kec

il

Bu

s

Besa

r

Tru

k 2

Su

mb

u

4 R

od

a

Tru

k 2

Su

mb

u

6 R

od

a

Tru

k

3 S

um

bu

Tru

k

Gan

den

gan

Tru

k

Sem

i T

rail

er

Ken

dar

aan

Tid

ak B

erm

oto

r

6 : 7

7 : 8

8 : 9

9 : 10

10 : 11

11 : 12

12 : 13

13 : 14

14 : 15

15 : 16

16 : 17

17 : 18

18 : 19

19 : 20

20 : 21

21 : 22

23 : 24

24 : 1

1 : 2

2 : 3

3 : 4

4 : 5

5 : 6

Sub Jumlah 2

Catatan

Arah Kendaraan: Pengawas :Normal: Kendaraan bergerak dari Km kecil ke Km besarOpposite: Kendaraan bergerak dari Km besar ke Km kecil

( _______________)

454 45 40 17 23 2 4 2 2 0 0

437 42 37 26 20 0 7 5 0 0 0

458 63 30 32 19 0 9 6 0 0 0

453 87 41 56 17 0 12 8 0 1 0

427 110 57 64 24 0 7 5 0 0 0

610 127 54 54 21 0 13 9 1 0 0

779 145 72 37 18 0 10 7 0 0 0

922 147 64 30 19 1 11 7 0 2 2

856 132 55 33 16 0 10 7 0 0 0

967 101 48 24 17 0 10 6 3 0 0

1102 153 47 22 22 0 8 5 0 0 0

1172 144 43 17 18 0 8 6 0 0 0

774 142 27 20 14 0 7 5 0 0 0

820 112 26 14 13 0 6 4 0 0 0

392 89 20 17 0 0 4 3 0 0 0

467 94 17 7 0 0 3 2 0 0 0

11090 1733 678 470 261 3 129 87 6 3 2 3935

160

147

136

132

130

153

173

274

482

664

542

77

350

287

141

87

Page 46: PELATIHAN AHLI PERENCANAAN TEKNIS JEMBATAN (BRIDGE …sibima.pu.go.id/pluginfile.php/32446/mod_resource/content/1/2007-0… · BDE – 02 = KOORDINASI PENGUMPULAN DAN PENGGUNAAN DATA

Pelatihan Bridge Design Engineer Koordinasi Pengumpulan dan Penggunaan Data Teknis

2-16

Departemen Pekerjaan Umum

Direktorat Jenderal Bina Marga Lembar ke 3 dari 4

FORMULIR HIMPUNAN PERHITUNGAN LALU LINTAS

SELAMA 24 JAM (FORMULIR LAPORAN)

Nomor Propinsi : 2 6

Nama Propinsi : D I . YOGYAKARTA

Nomor Pos : A - 0 0 9

Lokasi Pos : Y G Y 5 4 0 0

Wilayah Pengaruh : Km 3+79 ke Km 15+12

Tanggal : 1 0 0 7 9 8 Arah Lalu Lintas:

Tgl Bln Thn NORMAL / OPPOSITE (Coret yang tidak perlu)

Kelompok Hitungan : Dari Y O G Y A K A R T A

Periode : 2 Ke B A N T U L

Golongan 1 2 3 4 5a 5a 6a 6b 7a 7b 7c 8

Waktu

Sep

ed

a M

oto

r, S

eku

ter

dan

Ken

dar

aan

Ro

da

Tig

a

Sed

an, Je

ep

dan

Sta

tio

n W

ago

n

Op

ele

t, P

ick

-up

-op

ele

t,

Su

bu

rban

, Co

mb

i

dan

Min

i b

us

Pic

k-u

p, M

icro

Tru

k d

an

Mo

bil

Han

tara

n

Bu

s

Kec

il

Bu

s

Besa

r

Tru

k 2

Su

mb

u

4 R

od

a

Tru

k 2

Su

mb

u

6 R

od

a

Tru

k

3 S

um

bu

Tru

k

Gan

den

gan

Tru

k

Sem

i T

rail

er

Ken

dar

aan

Tid

ak B

erm

oto

r

6 : 7

7 : 8

8 : 9

9 : 10

10 : 11

11 : 12

12 : 13

13 : 14

14 : 15

15 : 16

16 : 17

17 : 18

18 : 19

19 : 20

20 : 21

21 : 22

22 : 23

23 : 24

24 : 1

1 : 2

2 : 3

3 : 4

4 : 5

5 : 6

Sub Jumlah 3

Catatan

Arah Kendaraan: Pengawas :Normal: Kendaraan bergerak dari Km kecil ke Km besarOpposite: Kendaraan bergerak dari Km besar ke Km kecil

( _______________)

1447 120 87 14 30 0 11 8 2 0 0

1533 112 73 17 26 0 14 10 0 0 0

737 115 66 25 24 0 12 8 1 0 0

557 119 57 35 27 0 13 9 0 0 0

497 116 51 42 20 0 15 10 0 2 0

479 120 63 38 23 0 17 12 3 0 0

538 121 72 29 22 0 20 13 2 0 0

609 122 67 24 20 0 16 11 1 0 0

597 141 60 27 24 0 19 12 0 1 0

583 137 57 22 25 0 9 6 3 0 0

607 134 47 26 27 1 0 0 0 0 0

622 112 28 24 21 0 7 5 0 0 0

478 96 13 20 1 0 14 9 0 0 0

378 82 18 9 0 0 10 6 1 1 0

386 74 23 10 0 0 4 2 0 0 0

110 49 15 7 0 0 2 2 2 0 0

88 35 4 1 0 1 3 2 0 0 0

40 28 3 3 0 0 2 1 3 0 0

28 18 1 2 0 0 4 2 0 0 0

16 13 4 2 0 0 2 2 0 0 0

12 6 2 1 0 0 1 1 0 0 0

8 7 5 2 0 0 1 0 0 0 0

97 10 17 1 2 0 1 1 0 0 0

377 34 30 4 17 0 4 3 0 0 0

10824 1921 863 385 309 2 201 135 18 4 0 6787

1577

1524

1554

274

153

172

193

167

133

127

124

115

108

47

32

23

19

17

29

288

27

17

10

57

Page 47: PELATIHAN AHLI PERENCANAAN TEKNIS JEMBATAN (BRIDGE …sibima.pu.go.id/pluginfile.php/32446/mod_resource/content/1/2007-0… · BDE – 02 = KOORDINASI PENGUMPULAN DAN PENGGUNAAN DATA

Pelatihan Bridge Design Engineer Koordinasi Pengumpulan dan Penggunaan Data Teknis

2-17

Departemen Pekerjaan Umum

Direktorat Jenderal Bina Marga Lembar ke 4 dari 4

FORMULIR HIMPUNAN PERHITUNGAN LALU LINTAS

SELAMA 24 JAM (FORMULIR LAPORAN)

Nomor Propinsi : 2 6

Nama Propinsi : D I . YOGYAKARTA

Nomor Pos : A - 0 0 9

Lokasi Pos : Y G Y 5 4 0 0

Wilayah Pengaruh : Km 3+79 ke Km 15+12

Tanggal : 1 0 0 7 9 8 Arah Lalu Lintas:

Tgl Bln Thn NORMAL / OPPOSITE (Coret yang tidak perlu)

Kelompok Hitungan : Dari Y O G Y A K A R T A

Periode : 2 Ke B A N T U L

Golongan 1 2 3 4 5a 5a 6a 6b 7a 7b 7c 8

Waktu

Sep

ed

a M

oto

r, S

ek

ute

r

dan

Ken

dara

an

Ro

da

Tig

a

Sed

an

, Je

ep

dan

Sta

tio

n W

ag

on

Op

ele

t, P

ick

-up

-op

ele

t,

Su

bu

rban

, C

om

bi

dan

Min

i b

us

Pic

k-u

p, M

icro

Tru

k d

an

Mo

bil

Han

tara

n

Bu

s

Kecil

Bu

s

Besa

r

Tru

k 2

Su

mb

u

4 R

od

a

Tru

k 2

Su

mb

u

6 R

od

a

Tru

k

3 S

um

bu

Tru

k

Gan

den

gan

Tru

k

Sem

i T

rail

er

Ken

dara

an

Tid

ak

Berm

oto

r

6 : 7

7 : 8

8 : 9

9 : 10

10 : 11

11 : 12

12 : 13

13 : 14

14 : 15

15 : 16

16 : 17

17 : 18

18 : 19

19 : 20

20 : 21

21 : 22

22 : 23

23 : 24

24 : 1

1 : 2

2 : 3

3 : 4

4 : 5

5 : 6

Sub Jumlah 4

Catatan

Arah Kendaraan: Pengawas :Normal: Kendaraan bergerak dari Km kecil ke Km besarOpposite: Kendaraan bergerak dari Km besar ke Km kecil

( _______________)

1457 132 68 23 29 0 10 7 3 0 0

1523 120 78 15 23 0 12 8 0 0 0

743 110 79 20 26 0 13 9 2 0 0

544 116 63 27 24 0 13 8 0 0 0

489 122 62 36 23 0 14 9 0 3 0

473 127 61 42 27 0 16 11 2 0 0

545 125 76 44 25 0 18 12 1 0 0

614 126 70 36 22 0 14 10 2 0 0

588 147 65 22 28 0 17 11 0 1 0

574 146 64 25 29 0 10 7 2 0 0

600 142 37 30 24 2 0 0 0 0 0

634 117 35 21 19 0 8 6 0 0 0

488 107 24 15 3 0 12 8 0 0 0

366 98 20 7 0 0 11 7 1 2 0

275 65 17 9 0 0 4 3 0 0 0

118 57 16 6 0 0 3 2 1 0 0

10031 1857 835 378 302 2 175 118 14 6 0 6402

1568

1566

1564

269

164

167

188

176

140

122

129

124

102

58

45

20

Page 48: PELATIHAN AHLI PERENCANAAN TEKNIS JEMBATAN (BRIDGE …sibima.pu.go.id/pluginfile.php/32446/mod_resource/content/1/2007-0… · BDE – 02 = KOORDINASI PENGUMPULAN DAN PENGGUNAAN DATA

Pelatihan Bridge Design Engineer Koordinasi Pengumpulan dan Penggunaan Data Teknis

2-18

Menghitung hasil survai lalu lintas 40 jam

Dari contoh hasil survai lalu lintas di atas dapat dicatat hal-hal sebagai berikut:

Untuk perhitungan kapasitas jalan jenis kendaraan yang dicakup dalam perhitungan

hasil survai adalah kendaraan golongan 1, 2, 3,4, 5a, 5b, 6a, 6b, 7a, 7b dan 7c,

sedangkan untuk perhitungan perkerasan jalan adalah kendaraan golongan 2, 3,4,

5a, 5b, 6a, 6b, 7a, 7b dan 7c.

Berdasarkan hasil survai lalu lintas Yogyakarta – Bantul tanggal 10 Juli 1998,

diperoleh angka-angka tersebut di bawah:

Untuk keperluan perhitungan kapasitas jalan dimana jembatan terletak pada ruas

jalan dimaksud, maka LHR-nya adalah sebagai berikut:

Jumlah kendaraan (termasuk speda motor) = 58.777 kendaraan selama 40 jam.

Penggolongan Kendaraan Sub

Jumlah 1 Sub

Jumlah 2 Sub

Jumlah 3 Sub

Jumlah 4 Total

1 11860 11090 10824 10031 43805

2 1958 1733 1921 1857 7469

3 765 678 863 835 3141

4 546 470 385 378 3141

5a 278 261 309 302 1150

5b 137 3 2 2 144

6.a 236 129 201 175 741

6.b 148 87 135 118 488

7a 3 6 18 14 16

7b 3 3 4 6 41

7c 1 2 0 0 3

Total 15935

14462

14662

13718

58777

LHRT 1998 pada ruas jalan Yogakarta – Bantul = 0.55 x 58.777 kendaraan/hari =

30.327 kendaraan/hari (termasuk golongan kendaraan 1, tapi tidak termasuk

golongan kendaraan 8.

Jika kendaraan golongan 1 (sepeda motor, skooter, bajaj) dikeluarkan dari

perhitungan LHRT 1998, maka jumlah LHRT 1998 pada ruas jaolan Yogyakarta –

Bantul = 0.55 x (58.777 - 43.805) = 0.55 x 14.972 = 8.235 kendaraan/hari.

Page 49: PELATIHAN AHLI PERENCANAAN TEKNIS JEMBATAN (BRIDGE …sibima.pu.go.id/pluginfile.php/32446/mod_resource/content/1/2007-0… · BDE – 02 = KOORDINASI PENGUMPULAN DAN PENGGUNAAN DATA

Pelatihan Bridge Design Engineer Koordinasi Pengumpulan dan Penggunaan Data Teknis

2-19

Menghitung LHRT

Telah dijelaskan di depan bahwa survai lalu lintas untuk Pos A atau Pos B dilakukan

selama 40 jam dan untuk Pos C selama 16 jam. Untuk menghitung LHRT dengan

menggunakan data survai lalu lintas di Pos A, Pos B dan Pos C, dipakai faktor

pengali yang diambil dari IIRMS sebagai berikut:

Pos Faktor Pengali Thd Hasil Survai Untuk Perhitungan LHRT (= f)

Senin Selasa Rabu Kamis Jumat Sabtu Minggu

A, B 0.54 0.54 0.55 0.55 0.54 0.54 0.54

C 1.21 1.12 1.12 1.18 1.15 1.21 1.21

Untuk menghitung LHRT digunakan rumus di bawah:

LHRTA = f x Volume Lalu Lintas hasil survai 40 jam di Pos A.

LHRTB = f x Volume Lalu Lintas hasil survai 40 jam di Pos B.

LHRTC = f x Volume Lalu Lintas hasil survai 16 jam di Pos C.

Pertanyaannya sekarang adalah LHRT yang mana yang akan digunakan sebagai

pertimbangan dalam menentukan lebar lantai kendaraan? Sebagaimana kita

ketahui, lebar lantai kendaraan pada jembatan ditentukan sesuai dengan lebar

perkerasan jalan di kiri kanan jembatan. Jika lebar jalan di kiri-kanan jembatan 7.00

meter misalnya, maka lebar lantai kendaraan juga diambil = 7.00 meter.

Penetapan lebar perkerasan jalan atau lebar lantai kendaraan pada jembatan

membawa konsekwensi harus mampu menampung lalu lintas selama umur

pelayanan. Jika ditetapkan umur rencana jalan = 10 tahun, maka lebar lantai

kendaraan pada jembatan setidak-tidaknya juga dapat menampung lalu lintas

sampai dengan umur rencana 10 tahun berakhir. Dengan demikian jika jembatan

dimaksud dianggap sebagai bagian dari jalan yang direncanakan dengan umur

rencana 10 tahun, maka untuk menetapkan lebar lantai kendaraan pada jembatan

diperlukan data LHRT tahun ke-10 terhitung sejak jalan dibuka untuk umum. Artinya,

lebar lantai kendaraan tidak ditentukan oleh LHRT pada tahun survai, akan tetapi

LHRT tahun survai tersebut digunakan sebagai bahan masukan awal untuk

menghitung LHRT tahun ke-10 terhitung sejak jalan dibuka untuk umum. Untuk

dapat menghitung LHRT tahun ke-10 perlu diketahui ”growth rate” dari lalu lintas

mulai dari tahun ke-1 sejak jembatan dibuka untuk lalu lintas sampai dengan tahun

ke-10. (Catatan : Penetapan traffic growth rate merupakan tugas traffic engineer)

Page 50: PELATIHAN AHLI PERENCANAAN TEKNIS JEMBATAN (BRIDGE …sibima.pu.go.id/pluginfile.php/32446/mod_resource/content/1/2007-0… · BDE – 02 = KOORDINASI PENGUMPULAN DAN PENGGUNAAN DATA

Pelatihan Bridge Design Engineer Koordinasi Pengumpulan dan Penggunaan Data Teknis

2-20

Penggunaan LHRT untuk menetapkan lebar lantai kendaraan dapat dijelaskan lebih

lanjut sebagai berikut:

LHRT Rencana

LHRT Rencana, yaitu LHRT yang diperhitungkan dapat memberikan gambaran

angka LHR yang mungkin terjadi selama umur rencana, besarnya diperkirakan

dengan mempertimbangkan pertumbuhan lalu lintas.

VJR (Volume Jam Rencana)

VJR adalah volume lalu lintas selama 1 jam pada jam sibuk, yang nilainya

direncanakan sebesar persentase tertentu terhadap LHRT Rencana. VJR

digunakan untuk menghitung jumlah lajur jalan dan fasilitas lalu lintas lainnya,

sebagai acuan untuk menetapkan lebar lantai kendaraan pada jembatan,

dirumuskan sebagai berikut:

F

KLHRTVJR

rencana

Untuk jembatan-jembatan standar di Indonesia, pada umumnya dikenal opsi-

opsi lebar jembatan sebagai berikut:

Jembatan Kelas A, opsi lebar jembatan adalah 1.00m (trottoir) + 7.00m

(lantai kendaraan) + 1.00m (trottoir).

Jembatan Kelas B, opsi lebar jembatan adalah 0.50m (trottoir) + 6.00m

(lantai kendaraan) + 0.50m (trottoir).

Jembatan Kelas C, opsi lebar jembatan adalah 0.50m (trottoir) + 4.50m

(lantai kendaraan) + 0.50m (trottoir).

2.4. Koordinasi Pencacahan Jumlah Kendaraan Berat

Yang dimaksudkan dengan kendaraan berat adalah kendaraan bermotor yang

termasuk dalam penggolongan : 5a, 5b, 6a, 6b, 7a, 7b, dan 7c.

5a. Bus kecil adalah sebagai kendaraan penumpang umum dengan tempat duduk

antara 16 s/d 26 buah, seperti kopaja, metromin.i, elf dengan bagian belakang

sumbu tunggal roda ganda (STRG) dan panjang kendaraan maximal 9 m

dengan sebutan bus ¾.

5b. Bus besar adalah sebagai kendaraan penumpang umum dengan tempat

duduk antara 30 - 50 buah seperti bus malam, bus kota dan bus antar kota

Page 51: PELATIHAN AHLI PERENCANAAN TEKNIS JEMBATAN (BRIDGE …sibima.pu.go.id/pluginfile.php/32446/mod_resource/content/1/2007-0… · BDE – 02 = KOORDINASI PENGUMPULAN DAN PENGGUNAAN DATA

Pelatihan Bridge Design Engineer Koordinasi Pengumpulan dan Penggunaan Data Teknis

2-21

yang berukuran 12 m () dan STRG.

6a. Truk 2 sumbu adalah sebagai kendaraan barang dengan beban sumbu

belakang antara 5 ton (MST 5, ton STRG) dengan masing-masing sumbu

terdapat 2 roda.

6b. Truk 2 sumbu adalah sebagai kendaraan barang dengan beban sumbu

belakang antara 8 - 10 ton (MST 8, 10 ton STRG) dengan as depan terdapat 2

roda dan as belakang 4 roda.

7a. Truk 3 sumbu adalah sebagai kendaraan barang dengan 3 sumbu yang tata

letaknya STRT dan SGRG (sumbu ganda roda ganda).

7b. Truk gandengan adalah sebagai kendaraan no. 6 atau 7 yang diberi

gandengan bak truk dan dihubungkan dengan batang besi segitiga. Disebut

juga Full Trailer Truck.

7c. Truk semi trailer atau truk tempelan adalah sebagai kendaraan yang terdiri

dari kepala truk dengan 2-3 sumbu yang dihubungkan secara sendi dengan

pelat dan rangka bak yang beroda belakang yang mempunyai 2 atau 3 sumbu

pula.

Pencacahan kendaraan berat tersebut merupakan bagian dari survai lalu lintas,

diharapkan hasilnya dapat memberikan informasi yang akurat sebagai bahan untuk

menghitung kendaraan berat yang akan melewati jembatan (yang akan dibangun) di

masa yang akan datang.

Dengan diketahuinya jenis dan jumlah kendaraan berat, langkah berikutnya yang

perlu dilakukan adalah menghitung jumlah ekivalen sumbu kendaraan terberat dari

masing-masing jenis kendaraan.

Angka ekivalen beban sumbu kendaraan adalah angka yang menyatakan

perbandingan tingkat kerusakan yang ditimbulkan oleh suatu lintasan beban sumbu

tunggal / ganda kendaraan terhadap tingkat kerusakan yang ditimbulkan oleh satu

lintasan beban standar sumbu tunggal seberat 8,16 ton (18.000 lb).

Angka Ekivalen (E) masing-masing golongan beban sumbu (setiap kendaraan)

ditentukan menurut rumus dibawah ini :

Sumbu tunggal =

4

8160

Kg dalam tunggal sumbu satu Beban

Sumbu ganda = 0,086

4

8160

Kg dalam gandasumbu satu

Beban

Page 52: PELATIHAN AHLI PERENCANAAN TEKNIS JEMBATAN (BRIDGE …sibima.pu.go.id/pluginfile.php/32446/mod_resource/content/1/2007-0… · BDE – 02 = KOORDINASI PENGUMPULAN DAN PENGGUNAAN DATA

Pelatihan Bridge Design Engineer Koordinasi Pengumpulan dan Penggunaan Data Teknis

2-22

Vehicle Damage Factor (VDF) jika dihitung berdasarkan formula di atas dengan

konfigurasi sumbu pada Tabel 2.2 serta untuk muatan sumbu terberat 10 ton

hasilnya diberikan pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1. : Vehicle Damage Factor Berdasar Bina Marga MST-10.

No. Type kendaraan & golongan Nilai VDF

1 Sedan, jeep, st. wagon 2 Gol-1 1.1 0,0005

2 Pick-up, combi 3 Gol-2 1.2 0,2174

3 Truck 2 as (L), micro truck, mobil hantaran

4 Gol-2 1.2L 0,2174

4 Bus kecil 5a Gol-2 1.2 0,2174

5 Bus besar 5b Gol-9 1.2 0,3006

6 Truck 2 as (H) 6 Gol-3 1.2H 2,4159

7. Truck 3 as 7a Gol-4 1.2.2 2,7416

8. Trailer 4 as, truck gandengan 7b Gol-6 1.2+2.2 3,9083

9. Truck s. trailer 7c Gol-8 1.2.2+2.2 4,1718

Ada 2 (dua) muatan sumbu yang dikenal yaitu MST 8 ton dan MST 10 ton. MST 10

ton, dimaksudkan sebagai damage factor yang didasarkan pada muatan sumbu

terberat sebesar 10 ton. MST 8 ton, dimaksudkan sebagai damage faktor yang

didasarkan pada muatan sumbu terberat sebesar 8 ton.

Konfigurasi beban sumbu pada berbagai jenis kendaraan beserta angka ekivalen

kendaraan dalam keadaan kosong (min) dan dalam keadaan bermuatan (max),

dapat dilihat pada Tabel 2.2.

Page 53: PELATIHAN AHLI PERENCANAAN TEKNIS JEMBATAN (BRIDGE …sibima.pu.go.id/pluginfile.php/32446/mod_resource/content/1/2007-0… · BDE – 02 = KOORDINASI PENGUMPULAN DAN PENGGUNAAN DATA

Pelatihan Bridge Design Engineer Koordinasi Pengumpulan dan Penggunaan Data Teknis

2-23

Tabel 2.2. : Konfigurasi Beban Sumbu

KO

NF

IGU

RA

SI S

UM

BU

& T

IPE

BE

RA

T K

OS

ON

G

(ton

)

BE

BA

N M

UA

TA

N

MA

KS

IMU

M (

ton)

BE

RA

T T

OT

AL

MA

KS

IMU

M (

ton)

UE

18

KS

AL

KO

SO

NG

UE

18

KS

AL

MA

KS

IMU

M

1,1

HP 1,5 0,5 2,0 0,0001 0,0005

1,2

BUS 3 6 9 0,0037 0,3006

1,2L

TRUK 2,3 6 8,3 0,0013 0,2174

1,2H

TRUK 4,2 14 18,2 0,0143 5,0264

1,22

TRUK 5 20 25 0,0044 2,7416

1,2+2,2

TRAILER 6,4 25 31,4 0,0085 3,9083

1,2-2

TRAILER 6,2 20 26,2 0,0192 6,1179

1,2-2,2

TRAILER 10 32 42 0,0327 10,1830

(Sumber : Manual Perkerasan Jalan dengan alat Benkelman beam No. 01/MN/BM/83).

Dengan rumus dan tabel-tabel di atas akan dapat dihitung jumlah ekivalen sumbu

terberat dari masing-masing jenis kendaraan. Dari angka-angka yang dihasilkan

akan dapat diketahui apakah kendaraan berat yang akan melewati jembatan selama

umur pelayanan, mempunyai beban roda ganda (dual wheel load) yang masih dapat

dicakup dalam MST 10 ton.

RODA TUNGGAL PADA UJUNG SUMBU

RODA GANDA PADA UJUNG SUMBU

50% 50%

34% 66%

34% 66%

34% 66%

25% 75%

18% 28% 27% 27%

18% 41% 41%

18% 28% 54% 27% 27%

Page 54: PELATIHAN AHLI PERENCANAAN TEKNIS JEMBATAN (BRIDGE …sibima.pu.go.id/pluginfile.php/32446/mod_resource/content/1/2007-0… · BDE – 02 = KOORDINASI PENGUMPULAN DAN PENGGUNAAN DATA

Pelatihan Bridge Design Engineer Koordinasi Pengumpulan dan Penggunaan Data Teknis

2-24

RANGKUMAN

a. Koordinasi untuk pengumpulan dan penggunaan data lalu lintas mencakup 3 (tiga)

substansi inti yaitu analisis data lalu lintas hasil survai, prediksi lalu lintas harian rata-

rata tahunan (LHRT) dan koordinasi pencacahan jumlah kendaraan berat.

b. Analisis data lalu lintas hasil survai menjelaskan pengertian tentang survai lalu lintas

rutin secara manual dan merupakan pengembangan sistem yang telah ada, pemilihan

lokasi survai berdasarkan Pos-pos Perhitungan Lalu Lintas yang lazim digunakan

(Pos Kelas A, Pos Kelas B, Pos Kelas C), periode perhitungan survai (40 jam selama

2 hari untuk Pos Kelas A atau B, 16 jam untuk Pos Kelas C), pengelompokan jenis

kendaraan, pelaksanaan survai versi IIRMS, dan evaluasi hasil survai lalu lintas.

c. Prediksi lalu lintas harian rata-rata tahunan (LHRT) menggambarkan bagaimana

menganalisis hasil survai lalu lintas menjadi LHRT untuk keperluan bahan masukan

bagi perencanaan teknis sebuah jembatan yang terletak pada suatu ruas jalan.

d. Koordinasi pencacahan kendaraan berat dimaksudkan untuk mendapatkan informasi

yang akurat tentang jumlah ekivalen sumbu terberat dari masing-masing jenis

kendaraan berat yang melewati suatu jembatan, dimaksudkan ujntuk mengetahui

apakah kendaraan berat yang akan melewati jembatan dimaksud selama umur

pelayanan mempunyai beban roda ganda (dual wheel load) yang masih dapat dicakup

dalam MST 10 ton.

Page 55: PELATIHAN AHLI PERENCANAAN TEKNIS JEMBATAN (BRIDGE …sibima.pu.go.id/pluginfile.php/32446/mod_resource/content/1/2007-0… · BDE – 02 = KOORDINASI PENGUMPULAN DAN PENGGUNAAN DATA

Pelatihan Bridge Design Engineer Koordinasi Pengumpulan dan Penggunaan Data Teknis

2-25

LATIHAN / PENILAIAN MANDIRI

Latihan atau penilaian mandiri menjadi sangat penting untuk mengukur diri atas

tercapainya tujuan pembelajaran yang disampaikan oleh para pengajar/ instruktur, maka

pertanyaan dibawah perlu dijawab secara cermat, tepat dan terukur.

Kode/ Judul Unit Kompetensi :

INA.5212.113.01.02.07 : Melakukan koordinasi Pengumpulan dan Penggunaan Data

Teknis

Soal :

No. Elemen Kompetensi / KUK (Kriteria Unjuk

Kerja) Pertanyaan

Jawaban:

Ya Tdk

Apabila ”Ya” sebutkan butir-

butir kemampuan anda

1. Melakukan koordinasi untuk pengumpulan dan penggunaan data lalu lintas

1.1. Data lalu lintas hasil survai dianalisis sesuai dengan prosedur teknis yang berlaku

1.1. Apakah anda mampu menganalisis data lalu lintas yang diperoleh dari hasil survai lalu lintas?

a. .........................

b. .........................

c. .........................

dst.

1.2. LHRT (Lalu Lintas Harian Rata-rata Tahunan) diprediksi sesuai dengan prosedur teknis yang berlaku

1.2. Apakah anda mampu memprediksi LHRT (Lalu Lintas Harian Rata-rata Tahunan) sesuai dengan prosedur teknis yang berlaku?

a. .........................

b. .........................

c. .........................

dst.

1.3. Koordinasi

pencacahan jumlah

kendaraan berat dilakukan sesuai dengan persyaratan teknis yang ditentukan

1.3. Apakah anda mampu melakukan koordinasi pencacahan jumlah kendaraan berat sesuai dengan klasifikasi yang berlaku?

a. .........................

b. .........................

c. .........................

dst.

Page 56: PELATIHAN AHLI PERENCANAAN TEKNIS JEMBATAN (BRIDGE …sibima.pu.go.id/pluginfile.php/32446/mod_resource/content/1/2007-0… · BDE – 02 = KOORDINASI PENGUMPULAN DAN PENGGUNAAN DATA

Pelatihan Bridge Design Engineer Koordinasi Pengumpulan dan Penggunaan Data Teknis

3-1

BAB 3

KOORDINASI UNTUK PENGUMPULAN

DAN PENGGUNAAN DATA HIDROLOGI, KARAKTERISTIK SUNGAI

DAN PERLINTASAN LAINNYA

3.1 Umum

Bab ini menjelaskan koordinasi untuk pengumpulan dan penggunaan data hidrologi

dan karakteristik sungai dan perlintasan lainnya yang prinsip atau tata cara

koordinasinya telah dijelaskan dalam Bab 1 Pendahuluan, Sub Bab 1.3 Koordinasi.

Fokus tulisan ini dengan demikian dibatasi pada substansi inti yang harus difahami

oleh Bridge Design Engineer agar dapat melakukan koordinasi dengan para pihak

terkait berdasarkan batasan-batasan teknis dalam rangka pengumpulan dan

penggunaan data hidrologi dan karakteristik sungai dan perlintasan lainnya.

Koordinasi pengumpulan dan penggunaan data hidrologi dan karakteristik sungai dan

perlintasan lainnya yang ditulis dalam modul ini menjelaskan :

Analisis karakteristik sungai

Prediksi debit banjir sungai

Penetapan panjang dan tinggi clearance (ruang bebas) jembatan yang melintasi

sungai

Penetapan panjang dan tinggi clearance (ruang bebas) jembatan yang melintasi

prasarana transportasi lainnya.

3.2 Analisis Karakteristik Sungai

3.2.1 Tipe Sungai di Daerah Aliran (River Basin)

Secara umum sistem sungai di daerah aliran dapat dibagi menjadi tiga bagian

(lihat Gambar 3.1): bagian gerusan di hulu dimana sedimen biasanya

diproduksi, bagian tengah dimana sedimen diangkut dan pada saat yang

bersamaan terjadi proses-proses gerusan dan pengendapan/deposisi dan

bagian pengendapan sedimen di daerah hilir. Dalam kenyataannya situasinya

lebih kompleks karena terdapatnya kontrol geologi atau faktor-faktor lain

sehingga dapat saja terjadi pengendapan lokal di bagian hulu dan gerusan

lokal di daerah hilir.

Page 57: PELATIHAN AHLI PERENCANAAN TEKNIS JEMBATAN (BRIDGE …sibima.pu.go.id/pluginfile.php/32446/mod_resource/content/1/2007-0… · BDE – 02 = KOORDINASI PENGUMPULAN DAN PENGGUNAAN DATA

Pelatihan Bridge Design Engineer Koordinasi Pengumpulan dan Penggunaan Data Teknis

3-2

Gambar 3-1 Sistem Sungai

Sungai Torensial (Mountain Torrent)

Sungai-sungai torensial berada di ruas hulu yang umumnya berupa daerah

pegunungan. Sungai-sungai ini mempunyai kecepatan aliran tinggi karena

kemiringan dasar curam dan sering dijumpai terjunan-terjunan (drops) yang

dikontrol oleh bongkahan batu besar, pohon-pohon yang jatuh dan lain-lain.

Material dasar sungai umumnya besar berupa bongkahan-bongkahan

(boulder).

Kipas Aluvial (Alluvial Fan)

Kipas alluvial umumnya terjadi pada daerah dimana aliran berubah dari

daerah pengunungan ke daerah datar. Pada daerah ini terjadi

pengendapan material aluvial dan terbentuk sungai-sungai ganda yang

sering berpindah. Kipas alluvial jarang terjadi pada sungai-sungai di

Indonesia.

Page 58: PELATIHAN AHLI PERENCANAAN TEKNIS JEMBATAN (BRIDGE …sibima.pu.go.id/pluginfile.php/32446/mod_resource/content/1/2007-0… · BDE – 02 = KOORDINASI PENGUMPULAN DAN PENGGUNAAN DATA

Pelatihan Bridge Design Engineer Koordinasi Pengumpulan dan Penggunaan Data Teknis

3-3

Sungai Berjalin (Braided River)

Sungai berjalin terdiri dari jaringan sungai yang berjalin (interlocking) dan

mempunyai gosong-gosong dan pulau-pulau di tengah alur. Sungai ini

umumnya dijumpai di daerah ruas hulu dan tengah suatu daerah aliran.

Material dasar umumnya terdiri dari kerikil (gravel) atau kerakal (cobble),

namun kadang-kadang dijumpai juga pasir. Angkutan material dasar tinggi,

paling tidak pada saat banjir.

Sungai Alluvial Bermeander (Meandering Alluvial River)

Sungai ini biasanya terdapat di ruas tengah dan bawah daerah aliran.

Sungai bermeander mempunyai bentuk datar berliku dan mengalami

proses gerusan ke arah bantaran banjir pada sisi tikungan luar dan proses

pembentukan bantaran banjir baru pada sisi tikungan dalam sehingga

terjadi pergeseran meander. Dalam kondisi tak terganggu, pergeseran

sungai dimasa depan dapat diperkirakan dengan membandingkan peta-

peta maupun foto udara yang diambil secara berurutan. Material dasar

umumnya terdiri dari pasir atau kerikil.

Delta

Delta dalam beberapa hal dapat dipandang sebagai kipas alluvial namun

terjadi didaerah rendah dimana suatu sungai melepaskan sejumlah besar

sedimen ke dalam badan air yang tenang seperti muara dan kemudian

mengendapkan semua atau sebagian besar muatan sedimennya. Dalam

kondisi alamiah sungai dapat membelah menjadi beberapa anak sungai.

Page 59: PELATIHAN AHLI PERENCANAAN TEKNIS JEMBATAN (BRIDGE …sibima.pu.go.id/pluginfile.php/32446/mod_resource/content/1/2007-0… · BDE – 02 = KOORDINASI PENGUMPULAN DAN PENGGUNAAN DATA

Pelatihan Bridge Design Engineer Koordinasi Pengumpulan dan Penggunaan Data Teknis

3-4

Tabel 3/1 Tipe-tipe sungai beserta karakteristik masalah kestabilannya

Tipe sungai Karakteristik Masalah stabilitas

Sungai torensial kemiringan dasar curam

material dasar berupa

bongkahan (boulder)

sering dijumpai terjunan

gerusan dasar dan

degradasi

Kipas alluvial

(Alluvial fan)

sungai berganda

endapan material

berdiameter kasar

pergeseran sungai tiba-tiba

pengendapan

degradasi

Sungai berjalin

(Braided river)

sungai berjalin

biasanya material dasar

berdiameter kasar berupa

kerikil dan kerakal

muatan sedimen dasar tinggi

sungai utama sering

berpindah

penggerusan dan

pengendapan

Sungai

bermeander

(Meandering

river)

sungai berliku

kemiringan dasar landai

bantaran banjir lebar

material dasar pasir dan

kerikil

gerusan tebing

perpindahan meander

penggerusan (scour) dan

pengendapan

Delta sungai berganda

endapan material halus

berupa lanau dan lempung

pergeseran sungai

pengendapan dan

pertumbuhan kehilir

(extension)

3.2.2 Sungai Alluvial dan Non-alluvial

Sungai Alluvial

Sungai aluvial adalah sungai yang seluruh materialnya berupa aluvium

(endapan lempung, lanau, pasir, dan kerikil) sehingga mudah tergerus

dan mudah berubah dimensi, bentuk, pola dan kemiringan sebagai akibat

perubahan kemiringan, suplai sedimen ataupun debit. Sungai aluvial

Secara alamiah bersifat dinamik, artinya sungai selalu berubah baik posisi

maupun bentuknya karena selalu terjadi proses gerusan, pengangkutan

Page 60: PELATIHAN AHLI PERENCANAAN TEKNIS JEMBATAN (BRIDGE …sibima.pu.go.id/pluginfile.php/32446/mod_resource/content/1/2007-0… · BDE – 02 = KOORDINASI PENGUMPULAN DAN PENGGUNAAN DATA

Pelatihan Bridge Design Engineer Koordinasi Pengumpulan dan Penggunaan Data Teknis

3-5

dan pengendapan (deposition) butiran sedimen sebagai akibat gaya-gaya

hidraulik yang bekerja pada dasar maupun tebing sungai. Sedimen yang

terangkut oleh aliran dapat berasal dari material hasil gerusan di daerah

aliran dan bantaran banjir yang masuk ke sungai maupun material hasil

gerusan dasar dan tebing sungai sendiri. Secara umum sungai aluvial tidak

stabil karena potensi kelongsoran tebing dapat terjadi akibat perubahan-

perubahan sungai dalam arah lateral maupun arah vertikal. Umumnya,

banyak jalan dibangun disisi atau melintang sungai aluvial. Oleh

karenanya, banyak jalan menghadapi potensi bahaya kerusakan akibat

kelongsoran tebing sungai. Jembatan yang dibangun melintang sungai

aluvial juga menghadapai masalah penggerusan di sekitar pilar dan

abutment dan hal ini dapat membahayakan keamanan jembatan.

Sungai Non-Alluvial

Material dasar dan tebing sungai non-aluvial terdiri dari batuan atau butiran

sangat kasar seperti kerakal (cobbles) dan bongkahan batu besar

(boulders) yang tidak akan terbawa oleh aliran kecuali pada kondisi aliran

sangat besar. Secara umum, sungai non-aluvial relatif stabil dan oleh

karenanya jalan yang dibangun disisi ataupun jembatan yang melintang

sungai non-aluvial relatif aman, namun kajian kestabilan sungai perlu

dilakukan Secara hati-hati terutama pada kondisi aliran besar atau banjir.

3.2.3 Gerusan Sungai

Proses Gerusan Sungai terjadi akibat adanya tekanan dari air sungai baik

besar maupun kecil yang berlangsung secara terus menerus ke daerah

struktur jalan maupun jembatan sehingga mengakibatkan kerusakan.

Gerusan sungai yang terjadi disekitar konstruksi jalan dan jembatan juga

dapat terjadi akibat tindakan manusia, umumnya disebabkan oleh

rusaknya ekosistem lingkungan sehingga mempengaruhi dan merusak

konstruksi jalan dan jembatan. Sementara tindakan manusia yang dapat

mengakibatkan terjadinya gerusan diantaranya adalah :

1. Penambangan Material Galian Golongan C

2. Penebangan hutan yang tak terkendali sehingga mengakibatkan banjir

3. Benturan-benturan kapal pada dinding konstruksi (sungai besar)

Page 61: PELATIHAN AHLI PERENCANAAN TEKNIS JEMBATAN (BRIDGE …sibima.pu.go.id/pluginfile.php/32446/mod_resource/content/1/2007-0… · BDE – 02 = KOORDINASI PENGUMPULAN DAN PENGGUNAAN DATA

Pelatihan Bridge Design Engineer Koordinasi Pengumpulan dan Penggunaan Data Teknis

3-6

Perencanaan jembatan yang melintasi sungai, terutama untuk penempatan

bangunan bawah dan pondasi dengan demikian harus mempertimbangkan

karakteristik sungai untuk mengetahui stabil atau tidak stabilnya sungai.

Jika sungai yang akan dilintasi ternyata tidak stabil atau mempunyai

karakteristik rentan terhadap gerusan akibat tekanan air sungai, maka

perencanaan jembatan dimaksud perlu dilengkapi dengan perencanaan

bangunan pengaman terhadap gerusan air sungai.

3.3 Perhitungan Debit Banjir Sungai

Yang dimaksud dengan perhitungan debit banjir sungai disini adalah ”debit banjir

rencana”, yang perhitungannya tergantung pada data yang tersedia :

Jika data debit yang tersedia cukup panjang, maka debit banjir rencana dapat

dihitung langsung dengan menggunakan cara-cara statistik.

Jika data debit yang tersedia tidak cukup panjang akan tetapi tersedia data hujan

yang cukup panjang, maka debit rencana tidak dapat dihitung dengan cara

langsung. Langkah yang dilakukan adalah dengan dimulai menghitung ”hujan

rencana” dengan menggunakan cara-cara statistik. Kemudian debit rencana

dihitung dengan menggunakan metode-metode pokok yang lazim digunakan untuk

menghitung debit banjir sungai di Indonesia (cara Rational, cara Melchior, cara

Weduwen, cara Haspers).

Jika data debit dan data hujan yang tersedia tidak cukup panjang, maka debit

rencana dipat diprediksi dengan cara perhitungan regional analyses.

Uraian lebih lanjut akan difokuskan pada kondisi ”data debit yang tersedia tidak cukup

panjang akan tetapi tersedia data hujan yang cukup panjang”, dimulai dengan Analisis

Hidrologi yang pada intinya adalah mengolah data hujan dengan metode statistik.

3.3.1 Analisis Hidrologi

Tujuan

Menentukan level banjir untuk periode ulang tertentu (pada umumnya

untuk perencanaan jembatan diambil 50 tahun).

Menetapkan elevasi terendah tepi bawah bangunan atas jembatan

berdasarkan pertimbangan :

o Lalu lintas air

o Pola perilaku sungai dan kecepatannya

o Stabilitas sungai (sungai berpindah atau tidak)

Page 62: PELATIHAN AHLI PERENCANAAN TEKNIS JEMBATAN (BRIDGE …sibima.pu.go.id/pluginfile.php/32446/mod_resource/content/1/2007-0… · BDE – 02 = KOORDINASI PENGUMPULAN DAN PENGGUNAAN DATA

Pelatihan Bridge Design Engineer Koordinasi Pengumpulan dan Penggunaan Data Teknis

3-7

rcRC

RrB

RB

RrA

RA

Rr

3

1

Penetapan bentanga jembatan.

Jenis jembatan

Pemilihan jenis bangunan bawah.

Analisis Data Hujan

Menggunakan data hujan harian maksimum.

Minimal data 10 tahun terakhir.

Station-station hujan yang terdekat lokasi jembatan.

Data yang tidak lengkap harus dilengkapi dengan menggunakan data

pengamatan hujan yang menggunakan data station pengamatan yang

berdekatan (3 buah) dan mengelilingi station yang datang tidak

lengkap.

Kalau selisih antara hujang-hujan tahunan normal lebih kecil 10 %

perkiraan data yang hilang, data tersebut dirata-ratakan.

Kalau selisih > 10 %, gunakan metode rasio normal.

Notasi

R = Curah hujan rata-rata setahun di tempat pengamatan yang

datanya harus dilengkapi.

rA, rB, rC = adalah curah-curah hujan di tempat-tempat pengamatan

RA,RB,RC.

RA, RB, RC = adalah curah hujan rata-rata setahun di A,B, dan C.

Notasi :

R = Curah hujan rata-rata setahun di tempat pengamatan yang

datanya harus dilengkapi.

rA,rB,rC = adalah curah-curah hujan di tempat-tempat pengamatan RA,RB,RC.

RA,RB,RC = adalah curah hujan rata-rata setahun di A,B, dan C.

Page 63: PELATIHAN AHLI PERENCANAAN TEKNIS JEMBATAN (BRIDGE …sibima.pu.go.id/pluginfile.php/32446/mod_resource/content/1/2007-0… · BDE – 02 = KOORDINASI PENGUMPULAN DAN PENGGUNAAN DATA

Pelatihan Bridge Design Engineer Koordinasi Pengumpulan dan Penggunaan Data Teknis

3-8

Prosedur Perhitungan Hidrologi

SURVEY PENDAHULUAN

Data Primer

Data sekunder

Mencari data hujan harian Maksimum,

Minimum 10 tahun terakhir Analisa penampang sungai

KELENGKAPAN

DATA

ya

tidak

Melengkapi data hujan

R=1/3XR(rA /RA/rB+RB+rC/RC)

Analisa data hujan menggunakan

metode Thiessen - Gumbel

R (t th) = R-0,45XS-0,78XSXln(ln(t/(t-1)))

atau menggunakan metode lain

Menetapkan intensitas hujan untuk periode

ulang tertentu

Menetapkan luas catchment area

Untuk lokasi jembatan tersebut

Tetapkan nilai koefisien pengairan dan

koefisien lain sesuai metode yang digunakan

untuk catchment area tersebut

Hitung debit untuk periode ulang tersebut (umumnya 50

th) menggunkan perumusan yang sesuai untuk kondisi

areal tersebut (Q1) lihat sub. bab 4.3.4.

Metoda Rasional Q=0.278xCxlxA

Metoda Weduwen Q=Dari Chart untuk R-70

Metoda Haspers Q=CxBxR

Metoda Melchior Q=B1xR1xA

Hitung kemingringan saluran (S)

berdasarkan peta topografi pada

catchment area tersebut

Coba kedalaman

Y = tertentu

Hitung luas penampang = A

Hitung keliling penampang = P

Hitung debit

Q2 = V*A

V = 1/n * R^(2/3)* S ^ (1/2)

R = A/P

Q1 = Q2

ya

Level banjir

Y = didapat

tidak

Page 64: PELATIHAN AHLI PERENCANAAN TEKNIS JEMBATAN (BRIDGE …sibima.pu.go.id/pluginfile.php/32446/mod_resource/content/1/2007-0… · BDE – 02 = KOORDINASI PENGUMPULAN DAN PENGGUNAAN DATA

Pelatihan Bridge Design Engineer Koordinasi Pengumpulan dan Penggunaan Data Teknis

3-9

Penggambaran Catchment Area

Catchment Area (daerah tangkapan hujan) ditentukan berdasarkan peta

kontur, dimana daerah aliran sungai dibatasi oleh punggung-punggung

gunung/bukit sampai pada batas daerah aliran sungai lainnya. Sebagai

contoh dapat dilihat gambar di bawah :

Gambar 3-2 Catchment Area

Daerah di dalam garis putus-putus merupakan daerah tangkapan hujan

untuk lokasi-lokasi jembatan tersebut.

3.3.2 Perhitungan Debit Banjir Berdasarkan Metode Rasional, Melchior,

Haspers dan Weduwen

Untuk menentukan besarnya debit sungai berdasarkan hujan, perlu kita tinjau

hubungan antara hujan dan aliran sungai, dimana besarnya aliran di dalam

sungai ditentukan terutama oleh besarnya hujan, intensitas hujan, lama waktu

hujan, luas daerah aliran sungai dan ciri-ciri daerah aliran itu. Untuk keperluan

tersebut dapat digunakan beberapa metode sebagai berikut :

Page 65: PELATIHAN AHLI PERENCANAAN TEKNIS JEMBATAN (BRIDGE …sibima.pu.go.id/pluginfile.php/32446/mod_resource/content/1/2007-0… · BDE – 02 = KOORDINASI PENGUMPULAN DAN PENGGUNAAN DATA

Pelatihan Bridge Design Engineer Koordinasi Pengumpulan dan Penggunaan Data Teknis

3-10

bt

aI

IIIn

ItIItIa

2

22

IIIn

tIntIIb

2

2

menits

tc )77,0(1

0195,0

AICQ ..6.3

1

Metoda Rasional

Untuk menentukan banjir maksimum pada daerah aliran sungai kecil (<

25 km2)

Q = Debit banjir sungai (m3/detik)

C = Koefisien Aliran

I = Intensitas hujan selama ”time of concentration” (mm/jam)

A = Luas daerah tangkapan (catchment area) – km2

Penentuan intensitas hujan sering dilakukan dengan menggunakan

rumus empiris yang menyatakan hubungan antara intensitas hujan dan

lama waktu hujan.

Untuk hujan-hujan selama 5 menit sampai 2 jam, rumus yang

digunakan dari type umum adalah :

Banyak pengamatan biasanya diambil tak kurang dari 8 (delapan). Dari

hujan-hujan itu dihitung intensitasnya 11, 12, 13,…1n, dinyatakan

dengan mm/jam maka kita dapatkan n persamaan dengan dua

bilangan yang dicari, sdang lebih besar daripada banyaknya bilangan

yang dicari itu. Penyelesaiannya kita lakukan dengan menggunakan

metoda kuadrat terkecil, koefisien a dan b kita dapatkan.

Waktu konsentrasi secara empiris dapat dihitung dengan menggunakan

rumus :

Page 66: PELATIHAN AHLI PERENCANAAN TEKNIS JEMBATAN (BRIDGE …sibima.pu.go.id/pluginfile.php/32446/mod_resource/content/1/2007-0… · BDE – 02 = KOORDINASI PENGUMPULAN DAN PENGGUNAAN DATA

Pelatihan Bridge Design Engineer Koordinasi Pengumpulan dan Penggunaan Data Teknis

3-11

dimana S tergantung pada L dan H, penjelasan lihat pada notasi

berikut:

L = panjang jarak dari tempat terjauh di daerah aliran sungai tempat

pengamatan banjirnya, diukur menurut jalannya sungai (M).

H = selisih ketinggian antara tempat terjauh tadi dan tempat

pengamatan (M).

S = perbandingan selisih tinggi antara tempat terjauh tadi dari

tempat pengamatan terhadap L, yaitu H : L atau sama dengan

ketinggian rata-rata dari daerah alirannya.

Dari grafik kurva intensitas vs. waktu dapat ditetapkan intensitas curah

hujan (mm) untuk waktu konsentrasi tertentu.

Metoda Melchior (untuk luas daerah aliran sungai < 200 km2)

Prinsip dari metode ini adalah “rational” dengan bentuk persamaan

yang diambil dari persamaan Pascher:

Qmax = α.β.q.F

dimana:

Qmax = debit banjir sungai maksimum

α = run off coefficient

β = reduction coefficient = (hujan rata-rata) : (hujan maksimum)

pada daerah dan waktu yang sama

q = intensitas hujan (m3/km2/detik)

F = luas daerah aliran (km2)

Perhitungan debit banjir dengan menggunakan cara Melchior biasanya

dibantu dengan nomogram yang menunjukkan hubungan antara luas

daerah aliran (F – dalam km2), intensitas hujan (q – dalam

m3/km2/detik) dan kemiringan sungai i = beda tinggi h antara hulu

sungai sampai dengan lokasi jembatan (dalam meter) dibagi dengan

0.9 x panjang sungai L dari hulu sungai sampai dengan lokasi jembatan

(dalam meter). Yang dapat diperoleh dari penggunaan nomogram

adalah kecepatan aliran v (dalam m/detik). Nomogram Melchior

disusun berdasarkan α = 0,52, untuk harga α lain, maka harga v yang

didapatkan dari Nomogram harus dikalikan :

2,0

52,0

.

Page 67: PELATIHAN AHLI PERENCANAAN TEKNIS JEMBATAN (BRIDGE …sibima.pu.go.id/pluginfile.php/32446/mod_resource/content/1/2007-0… · BDE – 02 = KOORDINASI PENGUMPULAN DAN PENGGUNAAN DATA

Pelatihan Bridge Design Engineer Koordinasi Pengumpulan dan Penggunaan Data Teknis

3-12

0480.035300

1700i

Untuk lebih mudah memahami metode Melchior ini, berikut ini diberikan

contoh perhitungan banjir sungai.

Direncanakan membangun jembatan yang melintasi sungai dengan

data-data sebagai berikut :

o Luas daerah aliran F = 169 km2

o Setelah digambarkan ellips yang mengelilingi daerah aliran,

diketahui sumbu panjang ellips = 28.4 km dan sumbu pendek ellips

dianggap = 4.283

2x km = 18.9 km.

Luas ellips nF= 22 4229.184.28

4

1kmkmxxx

o Panjang sungai L = 39.2 km. Dengan mengabaikan 1/10 L, panjang

sungai yang diperhitungkan menjadi = 0.9 x 39.2 km = 35.3 km.

o Perbedaan tinggi h = 1700 m, sehingga kemiringan sungai adalah =

o Curah hujan maksimum pada 4 stasion pengamat hujan di dalam

dan sedikit di luar daerah aliran berturut-turut adalah 146, 165, 244

dan 236 mm/24 jam, sehingga curah hujan maksimum rata-rata

menjadi = (146+165+244+236) : 4 = 198 mm/24 jam.

Diminta menghitung debit banjir sungai yang harus diperhitungkan

untuk menentukan panjang jembatan.

Untuk menghitung debit banjir sungai dengan cara Melchior, gunakan

nomogram di halaman 3-16 dan 3-17.

Menaksir nilai q (intensitas hujan dalam m3/km2/detik)

Dilakukan dengan trial and error, gunakan tabel tersebut di bawah :

nF q nF q nF q

0.144 29.60 144 4.75 720 2.30

0.72 22.45 216 4.00 1080 1.85

1.44 19.90 288 3.60 1440 1.53

7.2 14.15 360 3.30 2160 1.20

14.0 11.85 432 3.05 2880 1.00

29.0 9.00 504 2.85 4320 0.70

72.0 6.25 576 2.65 5760 0.54

108.0 5.24 548 2.45 7200 0.48 nF = luas ellips, dalam km2 q = intensitas hujan dalam m3/km2/detik

Page 68: PELATIHAN AHLI PERENCANAAN TEKNIS JEMBATAN (BRIDGE …sibima.pu.go.id/pluginfile.php/32446/mod_resource/content/1/2007-0… · BDE – 02 = KOORDINASI PENGUMPULAN DAN PENGGUNAAN DATA

Pelatihan Bridge Design Engineer Koordinasi Pengumpulan dan Penggunaan Data Teknis

3-13

Dari tabel dapat diketahui, dengan nF = 422 km2 maka diperoleh q =

3.0 m3/km2/detik.

Dari nomogram, dengan i = 0.048 dan Fxq = 169 x 3 = 507, diperoleh v

= 1.35 m/detik.

Dengan diketahuinya v = 1.35 m/detik, dapat dihitung time of

concentration T sbb: 48435.160

39200

60

1000

xv

LT menit = 8 jam.

Dari nomogram yang memberikan korelasi antara T, nF dan q, dengan

T = 8 jam, nF = 422km2 diperoleh q = 3.75 m3/km2/detik.

Dari nomogram, dengan i = 0.048 dan Fxq = 169 x 3.75 = 634,

diperoleh v = 1.42 m/detik.

Dengan diketahuinya v = 1.42 m/detik, dapat dihitung time of

concentration T sbb: 46042.160

39200

60

1000

xv

LT menit = 7.67 jam.

Dari nomogram yang memberikan korelasi antara T, nF dan q, dengan

T = 7.67 jam, nF = 422km2 diperoleh q = 3.95 m3/km2/detik.

Dari nomogram, dengan i = 0.048 dan Fxq = 169 x 3.95 = 668,

diperoleh v = 1.44 m/detik, hampir sama dengan perhitungan di atas.

Jika perhitungan dilanjutkan akan diperoleh q sekitar 3.95 m3/km2/detik.

Jadi sekarang kita mempunyai hasil perhitungan q = 3.95 m3/km2/detik

dan T = 460 menit. Selanjutnya lihat tabel tersebut di bawah:

T Kenaikan

dalam % T

Kenaikan

dalam % T

Kenaikan

dalam %

40 2 895 – 980 13 1860 - 1950 24

40 – 115 3 980 - 1070 14 1950 – 2035 25

115 - 190 4 1070 - 1155 15 2035 – 2120 26

190 – 270 5 1155 – 1240 16 2120 - 2210 27

270 – 360 6 1240 - 1330 17 2210 – 2295 28

360 – 450 7 1330 – 1420 18 2295 – 2380 29

450 - 540 8 1420 – 1510 19 2380 – 2465 30

540 - 630 9 1510 – 1595 20 2465 – 2550 31

630 – 720 10 1595 – 1680 21 2550 – 2640 32

720 – 810 11 1680 – 1770 22 2640 - 2725 33

810 - 895 12 1770 - 1860 23

Page 69: PELATIHAN AHLI PERENCANAAN TEKNIS JEMBATAN (BRIDGE …sibima.pu.go.id/pluginfile.php/32446/mod_resource/content/1/2007-0… · BDE – 02 = KOORDINASI PENGUMPULAN DAN PENGGUNAAN DATA

Pelatihan Bridge Design Engineer Koordinasi Pengumpulan dan Penggunaan Data Teknis

3-14

Untuk T = 460 menit, ada faktor kenaikan = 8%, q = 1.08 x 3.95

m3/km2/detik = 4.27 m3/km2/detik.

Curah hujan maksimum rata-rata = 198 mm/24 jam, karena nomogram

dibuat untuk hujan 200 mm/24 jam, maka nilai q harus dikalikan dengan

198/200. Dengan demikian q = 198/200 x 4.27 m3/km2/detik = 4.23

m3/km2/detik.

Debit banjir maksimum Q = α.F.q = 0.52 x 169 x 4.23 m3 = 371.73 m3.

Jika α tidak sama dengan 0.52, misalnya 0.62, maka Q = 0.62 x 169 x

4.23 m3 = 443.22 m3.

Metoda Haspers (untuk daerah aliran sungai > 200 Km2)

Prinsip dari metode ini adalah “rational” dengan bentuk persamaan

sebagai berikut:

Qmax = α.β.q.F

dimana:

Qmax = debit banjir sungai maksimum

α = run off coefficient

β = reduction coefficient = (hujan rata-rata) : (hujan maksimum)

pada daerah dan waktu yang sama

q = intensitas hujan (m3/km2/detik)

F = luas daerah aliran (km2)

Prosedur perhitungan

α = 7.0

7.0

.075.01

.012.01

F

F

1/ β = 1 + 12)15(

)107.3( 75.0

2

4.0 Fx

t

xt t

3.08.01.0 iLt

t

pq

6.3 ……jika t dalam jam

t

pq

4.86 ....... jika t dalam hari

Page 70: PELATIHAN AHLI PERENCANAAN TEKNIS JEMBATAN (BRIDGE …sibima.pu.go.id/pluginfile.php/32446/mod_resource/content/1/2007-0… · BDE – 02 = KOORDINASI PENGUMPULAN DAN PENGGUNAAN DATA

Pelatihan Bridge Design Engineer Koordinasi Pengumpulan dan Penggunaan Data Teknis

3-15

2)2)(260(008.01 tRt

tRp

..... untuk t < 2 jam

1t

tRp ……. untuk 2 jam < t < 19 jam

1707.0 tRp …… untuk 19 jam < t < 30 hari.

Metode Weduwen (untuk luas daerah aliran < 100 km2)

Perhitungan debit banjir sungai dengan metode ini dilakukan dengan

menggunakan nomogram berikut. Dengan bantuan Nomogram dan

data-data:

o A = luas daerah aliran dalam Km2

o S = kemiringan dasar sungai rata-rata

o T = periode ulang (th)

o R = hujan rencana untuk n tahunan (mm)

akan dapat dihitung debit banjir pada periode ulang yang dikehendaki.

Untuk memudahkan penggunaan nomogram, kita ambil contoh sebagai

berikut:

Luas daerah aliran sungai = 24 Km2 , kemiringan dasar sungai rata-

rata = 0.005, hujan rencana 40 tahunan sebesar 205 mm. Pertanyaan,

berapa besarnya debit maksimum dengan periode ulang 5 tahunan?

Dari nomogram kiri atas terdapat R70th = 225 mm. Dari grafik kita

dapatkan R = 7.71 m3/km2/detik.

Dari nomogram:

Q70th = 7.71 x 24 x (225 : 240) = 173.4 m3/detik.

Q5th = 0.602 x 173.4 = 104.4 m3/detik.

Selanjutnya lihat nomogram pada halaman 3-18.

Page 71: PELATIHAN AHLI PERENCANAAN TEKNIS JEMBATAN (BRIDGE …sibima.pu.go.id/pluginfile.php/32446/mod_resource/content/1/2007-0… · BDE – 02 = KOORDINASI PENGUMPULAN DAN PENGGUNAAN DATA

Pelatihan Bridge Design Engineer Koordinasi Pengumpulan dan Penggunaan Data Teknis

3-16

Page 72: PELATIHAN AHLI PERENCANAAN TEKNIS JEMBATAN (BRIDGE …sibima.pu.go.id/pluginfile.php/32446/mod_resource/content/1/2007-0… · BDE – 02 = KOORDINASI PENGUMPULAN DAN PENGGUNAAN DATA

Pelatihan Bridge Design Engineer Koordinasi Pengumpulan dan Penggunaan Data Teknis

3-17

Page 73: PELATIHAN AHLI PERENCANAAN TEKNIS JEMBATAN (BRIDGE …sibima.pu.go.id/pluginfile.php/32446/mod_resource/content/1/2007-0… · BDE – 02 = KOORDINASI PENGUMPULAN DAN PENGGUNAAN DATA

Pelatihan Bridge Design Engineer Koordinasi Pengumpulan dan Penggunaan Data Teknis

3-18

Page 74: PELATIHAN AHLI PERENCANAAN TEKNIS JEMBATAN (BRIDGE …sibima.pu.go.id/pluginfile.php/32446/mod_resource/content/1/2007-0… · BDE – 02 = KOORDINASI PENGUMPULAN DAN PENGGUNAAN DATA

Pelatihan Bridge Design Engineer Koordinasi Pengumpulan dan Penggunaan Data Teknis

3-19

P

AR

21

321SR

nV

3.4 Penetapan Panjang dan Tinggi Ruang Bebas Jembatan

Analisis Penampang Sungai

Detail penampang sungai dapat digambarkan berdasarkan hasil pengukuran/

pemetaan topografi, sehingga dapat dihitung luas penampang basah yang ada pada

banjir rencana tertentu (untuk periode ulang 50 tahun, 100 tahun atau sesuai

kebutuhan).

Berdasarkan analisis penampang sungai, dapat ditetapkan letak dari abutment

sehingga tidak mengganggu alur jalan air dan luas penampang sungai untuk aliran

air.

Adapun perhitungan hidrolika untuk Analisis Penampang ini dapat diuraikan sebagai

berikut :

Dimana :

V = Kecepatan aliran m/det

n = Koefisien kekasaran saluran (manning)

R = Jari-jari Hidrolis penampang (m)

S = slope/kemiringan rata-rata dari saluran

A = Luas penampang basah sungai (m)

P = Keliling basah penampang sungai

Untuk mendapatkan elevasi banjir yang terjadi untuk periode ulang tertentu pada

penampang tersebut digunakan rumus berikut:

AVQ xrencanabanjir

Selanjutnya “Y = kedalaman /elevasi sungai” akan didapat dengan cara trial and

error.

Sedangkan luas penampang basah yang tidak beraturan dapat didekati dengan cara

perjumlahan untuk masing-masing irisan elemen luas sebagai berikut :

Page 75: PELATIHAN AHLI PERENCANAAN TEKNIS JEMBATAN (BRIDGE …sibima.pu.go.id/pluginfile.php/32446/mod_resource/content/1/2007-0… · BDE – 02 = KOORDINASI PENGUMPULAN DAN PENGGUNAAN DATA

Pelatihan Bridge Design Engineer Koordinasi Pengumpulan dan Penggunaan Data Teknis

3-20

No. Titik

Koordinat X (m)

Koordinat Y (m)

Koordinat Y' (m)

Luas Irisan (m2)

1

2

3

4

n

Berdasarkan analisis penampangan sungai ini dapat ditetapkan tinggi muka air

banjir rencana untuk periode ulang tertentu (50 tahun, 100 tahun atau sesuai

kebutuhan), sehingga dapat detetapkan elevasi terendah dari bangunan atas

jembatan dengan tambahan ruang bebas (free board) tertentu (1 meter, 1,2 meter

atau sesui kebutuhan) dengan pertimbangan benda-benda hanyutan, lalu lintas air

dan pertimbangan lainnya.

Sesuai gambaran dapat dijelaskan dengan gambar berikut ini :

Gambar 3-3 Clearance Jembatan

Clearance Jembatan

Page 76: PELATIHAN AHLI PERENCANAAN TEKNIS JEMBATAN (BRIDGE …sibima.pu.go.id/pluginfile.php/32446/mod_resource/content/1/2007-0… · BDE – 02 = KOORDINASI PENGUMPULAN DAN PENGGUNAAN DATA

Pelatihan Bridge Design Engineer Koordinasi Pengumpulan dan Penggunaan Data Teknis

3-21

3.5 Perlintasan dengan Prasarana Transportasi Lainnya

Selain melintasi sungai, sering diperlukan perencanaan teknis jembatan yang

melintasi jalan raya lainnya atau jalan kereta api. Baik untuk jembatan yang

melintasi jalan raya, jalan kereta api, maupun sungai, prinsip dasar perencanaannya

sama, yaitu penentuan panjang jembatan, penentuan bentang jembatan,

penggunaan peraturan perencanaan dan pembebanan jembatan jalan raya sebagai

acuan, penetapan lokasi abutment dan pilar, penetapan bangunan atas jembatan,

dan penetapan pondasi jembatan, clearance jembatan dan oprit 9jalan pendekat)

jembatan. Selain data lalu lintas, data topografi, data geologi dan geoteknik, berikut

ini adalah jenis data pendukung yang membedakan keperluan jenis data untuk

masing-masing lokasi jembatan, yaitu :

o Untuk jembatan yang lokasinya melintasi sungai, diperlukan data hidrologi dan

karakteristik sungai.

o Untuk jembatan yang lokasinya melintasi jalan raya, diperlukan data potongan

melintang jalan raya yang akan dilintasinya, lebar jalan, bahu jalan dan median

(jika ada) diprediksi sampai akhir umur rencana jalan raya dimaksud.

o Untuk jembatan yang lokasinya melintasi jalan kereta api, diperlukan data

potongan melintang jalan kereta api.

3.5.1 Perlintasan (tak sebidang) dengan Jalan Raya

Untuk jembatan yang direncanakan melintasi jalan raya di bawahnya, perlu

diperhatikan bahwa penempatan abutment maupun pilar tidak boleh mengganggu

kelancaran arus lalu lintas di bawah jembatan.

Setelah panjang jembatan ditentukan, yang perlu dipertimbangkan adalah apakah

akan digunakan single span atau multi span. Jika digunakan multi span, ruang yang

mungkin perlu dimanfaatkan untuk penempatan pilar adalah ruang di luar ambang

pengaman (bisa di median dan atau sebelah luar batas RUMAJA) agar tidak

mengganggu lalu lintas di bawah jembatan.

Untuk dapat menentukan lokasi jembatan di atas jalan raya (over pass) perlu

diketahui terlebih dahulu batas-batas ruang manfaat jalan. Ruang Manfaat Jalan

(RUMAJA) adalah ruang yang meliputi seluruh badan jalan, saluran tepi jalan dan

ambang pengaman. Badan jalan meliputi jalur lalu lintas dengan atau tanpa jalur

pemisah dan bahu jalan. Ruang manfaat jalan dibatasi oleh :

o Lebar antara batas ambang pengaman jalan di kedua sisi jalan

o Tinggi 5 meter diatas permukaan perkerasan pada sumbu jalan.

Page 77: PELATIHAN AHLI PERENCANAAN TEKNIS JEMBATAN (BRIDGE …sibima.pu.go.id/pluginfile.php/32446/mod_resource/content/1/2007-0… · BDE – 02 = KOORDINASI PENGUMPULAN DAN PENGGUNAAN DATA

Pelatihan Bridge Design Engineer Koordinasi Pengumpulan dan Penggunaan Data Teknis

3-22

Ambang Pengamaman Ambang Pengaman

o Kedalaman ruang bebas 1,5 meter dibawah permukaan perkerasan jalan.

(gambar 3-4, 3-5).

Gambar 3-4 Ruang bebas jalan antar kota

Gambar 3-5 Ruang bebas jalan dalam kota

(Ruang bebas untuk jalur lalu lintas dengan bahu jalan)

(Ruang bebas jalur lalu lintas pada jembatan

dengan bentang 50m atau lebih atau pada terowongan)

RUMAJA

Page 78: PELATIHAN AHLI PERENCANAAN TEKNIS JEMBATAN (BRIDGE …sibima.pu.go.id/pluginfile.php/32446/mod_resource/content/1/2007-0… · BDE – 02 = KOORDINASI PENGUMPULAN DAN PENGGUNAAN DATA

Pelatihan Bridge Design Engineer Koordinasi Pengumpulan dan Penggunaan Data Teknis

3-23

(Ruang bebas untuk jalur lalu lintas pada jalan tidak ada bahunya)

3.5.2. Perlintasan Tidak Sebidang dengan Jalur Kereta Api

Beberapa hal yang perlu diperhatikan didalam membangun perlintasan tidak

sebidang dengan jalur kereta api adalah:

o Ruang Bebas = 6,50 meter terhitung dari kepala Rel (Gambar 3-6.)

o Sedangkan Ruang bebas minimum merupakan ruangan yang dibutuhkan kereta

untuk sarana dan prasarana yang dibutuhkan dalam melintas. (Gambar 3-7 s/d

3-10)

o Kontruksi Jembatan harus mengikuti ketentuan teknis jembatan jalan raya.

o Jarak Pondasi Pilar dari as rel jalur tunggal (single track) minimal 10 meter dan

untuk Jalur ganda (double track) 10 meter dihitung dari as rel paling luar.

o Penggunaan Utilitas minimal dengan ketinggian sebesar 2 meter dari permukaan

rel yang ada.

o Pemasangan pilar jembatan harus mengantisipasi rencana jalur ganda (Double

Track) pada jalur Kereta api dan rencana elektrifikasi.

Keterangan: H= 5,10m untuk jalan

tipe I klas 1 dan 2 tipe II klas 2 dan 3

H= 4,60m untuk jalan tipe II klas 4 a = 1,0 m atau lebih kecil dari lebar bahu b = 4,60 m untuk H = 5,10 m b = 4,10 m untuk H = 4,10 d = 0,75 m untuk jalan tipe I d = 0,50 untuk jalam tipe II

Page 79: PELATIHAN AHLI PERENCANAAN TEKNIS JEMBATAN (BRIDGE …sibima.pu.go.id/pluginfile.php/32446/mod_resource/content/1/2007-0… · BDE – 02 = KOORDINASI PENGUMPULAN DAN PENGGUNAAN DATA

Pelatihan Bridge Design Engineer Koordinasi Pengumpulan dan Penggunaan Data Teknis

3-24

+6.500 mm

> 10.000 mm

> 2.000 mm

K.R. 0.000

1:1,5

1:2

AS TRACK

Gambar 3-6 Ruang Bebas Kendaraan pada Perlintasan Tidak Sebidang

dengan jalur kereta api

Page 80: PELATIHAN AHLI PERENCANAAN TEKNIS JEMBATAN (BRIDGE …sibima.pu.go.id/pluginfile.php/32446/mod_resource/content/1/2007-0… · BDE – 02 = KOORDINASI PENGUMPULAN DAN PENGGUNAAN DATA

Pelatihan Bridge Design Engineer Koordinasi Pengumpulan dan Penggunaan Data Teknis

3-25

Gambar 3-7 Ruang Bebas Rel Tunggal di Tikungan

Gambar 3-8 Ruang Bebas Rel Tunggal Lurus

Page 81: PELATIHAN AHLI PERENCANAAN TEKNIS JEMBATAN (BRIDGE …sibima.pu.go.id/pluginfile.php/32446/mod_resource/content/1/2007-0… · BDE – 02 = KOORDINASI PENGUMPULAN DAN PENGGUNAAN DATA

Pelatihan Bridge Design Engineer Koordinasi Pengumpulan dan Penggunaan Data Teknis

3-26

Gambar 3-9 Ruang Bebas Rel Ganda Lurus

Gambar 3-10 Ruang Bebas Rel Ganda di Tikungan

Page 82: PELATIHAN AHLI PERENCANAAN TEKNIS JEMBATAN (BRIDGE …sibima.pu.go.id/pluginfile.php/32446/mod_resource/content/1/2007-0… · BDE – 02 = KOORDINASI PENGUMPULAN DAN PENGGUNAAN DATA

Pelatihan Bridge Design Engineer Koordinasi Pengumpulan dan Penggunaan Data Teknis

3-27

RANGKUMAN

a. Koordinasi pengumpulan dan penggunaan data hidrologi dan karakteristik sungai dan

perlintasan lainnya yang ditulis dalam modul ini menjelaskan analisis karakteristik

sungai, prediksi debit banjir sungai, penetapan panjang dan tinggi clearance (ruang

bebas) jembatan yang melintasi sungai serta penetapan panjang dan tinggi clearance

(ruang bebas) jembatan yang melintasi prasarana transportasi lainnya.

b. Analisis karakteristik sungai menjelaskan tipe sungai di daerah aliran (river basin),

sungai aluvial dan non aluvial, dan gerusan sungai.

c. Prediksi debit banjir sungai menjelaskan perhitungan debit banjir rencana berdasarkan

data yang tersedia, dilakukan dengan menggunakan prosedur perhitungan hidrologi.

Tergantung pada ketersediaan data, perhitungan debit banjir rencana dapat dilakukan

secara langsung dengan menggunakan cara-cara statistik, atau secara tidak langsung

dengan cara Rational, cara Melchior, cara Weduwen, cara Haspers, atau diprediksi

dengan cara perhitungan regional analyses.

d. Penetapan panjang dan tinggi clearance (ruang bebas) jembatan yang melintasi sungai

menjelaskan cara menghitung penampang basah sungai berdasarkan periode ulang

tertentu misalnya 50 tahun dan kegunaannya untuk menetapkan tinggi muka air banjir

serta penetapan ruang bebas jembatan sesuai ketentuan. Dengan diketahuinya posisi

tinggi muka air banjir dan clearance, maka tepi bawah bangunan atas jembatan dapat

ditentukan, selanjutnya panjang jembatan dapat dihitung dengan diketahuinya titik-titik

potong antara garis tepi bawah bangunan atas jembatan dengan profil sungai.

e. Penetapan panjang dan tinggi clearance (ruang bebas) jembatan yang melintasi

prasarana transportasi lainnya menjelaskan bagaimana menetapkan panjang jembatan

berdasarkan profil ruang bebas jembatan yang melintasi jalan raya atau melintasi jalan

kereta api.

Page 83: PELATIHAN AHLI PERENCANAAN TEKNIS JEMBATAN (BRIDGE …sibima.pu.go.id/pluginfile.php/32446/mod_resource/content/1/2007-0… · BDE – 02 = KOORDINASI PENGUMPULAN DAN PENGGUNAAN DATA

Pelatihan Bridge Design Engineer Koordinasi Pengumpulan dan Penggunaan Data Teknis

3-28

LATIHAN / PENILAIAN MANDIRI

Latihan atau penilaian mandiri menjadi sangat penting untuk mengukur diri atas tercapainya

tujuan pembelajaran yang disampaikan oleh para pengajar/instruktur, maka pertanyaan

dibawah perlu dijawab secara cermat, tepat dan terukur.

Kode/ Judul Unit Kompetensi :

INA.5212.113.01.02.07 : Melakukan Koordinasi Untuk Pengumpulan dan Penggunaan

Data Teknis

Soal :

No. Elemen Kompetensi / KUK (Kriteria Unjuk

Kerja) Pertanyaan

Jawaban:

Ya Tdk

Apabila ”Ya” sebutkan butir-

butir kemampuan anda

1. Melakukan koordinasi untuk pengumpulan dan penggunaan data lalu lintas

Sudah dibuat soalnya di Bab 2

2. Melakukan koordinasi untuk pengumpulan dan penggunaan data hidrologi, karakteristik sungai dan perlintasan dengan prasarana transportasi lainnya

2.1. Karakteristik sungai dianalisis sesuai dengan ketentuan teknis yang berlaku

2.1. Apakah anda mampu menganalisis karakteristik sungai sesuai dengan ketentuan yang berlaku?

a. .........................

b. .........................

c. .........................

dst.

2.2. Debit banjir sungai diprediksi sesuai dengan ketentuan teknis yang berlaku

2.2. Apakah anda mampu memprediksi debit banjir sungai?

a. .........................

b. .........................

c. .........................

dst.

2.3. Panjang dan tinggi clearance (ruang bebas) jembatan yang melintasi sungai ditetapkan

2.3. Apakah anda mampu menetapkan panjang dan tinggi clearance (ruang bebas) jembatan yang

a. .........................

b. .........................

c. .........................

Page 84: PELATIHAN AHLI PERENCANAAN TEKNIS JEMBATAN (BRIDGE …sibima.pu.go.id/pluginfile.php/32446/mod_resource/content/1/2007-0… · BDE – 02 = KOORDINASI PENGUMPULAN DAN PENGGUNAAN DATA

Pelatihan Bridge Design Engineer Koordinasi Pengumpulan dan Penggunaan Data Teknis

3-29

sesuai dengan ketentuan teknis yang berlaku

melintasi sungai?

dst.

2.4. Panjang dan tinggi clearance (ruang bebas) jembatan yang melintasi prasarana transportasi lainnya ditetapkan sesuai dengan ketentuan teknis yang berlaku

2.4. Apakah anda mampu menetapkan panjang dan tinggi clearance (ruang bebas) jembatan yang melintasi prasarana transportasi lainnya?

a. .........................

b. .........................

c. .........................

dst.

Page 85: PELATIHAN AHLI PERENCANAAN TEKNIS JEMBATAN (BRIDGE …sibima.pu.go.id/pluginfile.php/32446/mod_resource/content/1/2007-0… · BDE – 02 = KOORDINASI PENGUMPULAN DAN PENGGUNAAN DATA

Pelatihan Bridge Design Engineer Koordinasi Pengumpulan dan Penggunaan Data Teknis

4-1

BAB 4

KOORDINASI UNTUK PENGUMPULAN

DAN PENGGUNAAN DATA TOPOGRAFI

4.1 Umum

Bab ini menjelaskan koordinasi untuk pengumpulan dan penggunaan data topografi

yang prinsip atau tata cara koordinasinya telah dijelaskan dalam Bab 1 Pendahuluan,

Sub Bab 1.3 Koordinasi. Fokus tulisan ini dengan demikian dibatasi pada substansi

inti yang harus difahami oleh Bridge Design Engineer agar dapat melakukan

koordinasi dengan para pihak terkait berdasarkan batasan-batasan teknis dalam

rangka pengumpulan dan penggunaan data topografi.

Koordinasi pengumpulan dan penggunaan data topografi yang ditulis dalam modul ini

menjelaskan survai pendahuluan, survai pengukuran topografi jembatan, pemetaan

kondisi eksisting dan penetapan lokasi dan geometrik jembatan.

4.2 Survai Pendahuluan

Survai Pendahuluan dilakukan terutama untuk menetapkan alternatif-alternatif

pemilihan lokasi jembatan. Secara umum dapat dikatakan bahwa ada 2 (dua) kegiatan

yang harus dilakukan sebelum menetapkan lokasi jembatan yaitu kegiatan pra Survai

dan kemudian dilanjutkan dengan kegiatan Survai Pendahuluan. Lihat uraian

selanjutnya yang diberikan dalam bentuk tabel agar secara cepat dapat dengan

mudah diterapkan penggunaannya di lapangan.

Kegiatan Pra Survai

Item Kegiatan Sumber Data Tindakan Keterangan

Persiapan Pra Survai

- mempelajari Gambar Proyek Kerangka Acuan Kerja Pelajari ---

- Penyiapan Peta-peta Topografi, Geologi dan Foto Udara (kalau ada)

Direktorat Geologi, Studi-studi terdahulu

Pelajari dan Buat Alinyemen Perkiraan untuk Survai

---

- Persiapan Kriteria Desain Kerangka Acuan Kerja Pelajari dan Tetapkan

---

- Persiapan Fungsi Jembatan Kerangka Acuan Kerja Pelajari dan Tetapkan

---

Page 86: PELATIHAN AHLI PERENCANAAN TEKNIS JEMBATAN (BRIDGE …sibima.pu.go.id/pluginfile.php/32446/mod_resource/content/1/2007-0… · BDE – 02 = KOORDINASI PENGUMPULAN DAN PENGGUNAAN DATA

Pelatihan Bridge Design Engineer Koordinasi Pengumpulan dan Penggunaan Data Teknis

4-2

Kegiatan Survai Pendahuluan

Item Kegiatan Sumber Data Tindakan Keterangan

Data Primer

- Inventarisasi Jembatan (Existing)

Lapangan dan Dinas Terkait

Pengisian Form Survai disesuaikan dengan formulir Reconnaisance Survai

- Bahan dan Material Yang Ada (Quarry)

Lapangan dan Dinas Teknik propinsi atau kabupaten / kota

Pencarian lokasi quarry yang dekat dengan lokasi jembatan yang direncanakan yang memenuhi syarat kualitas dan kuantitas.

Diberi penjelasan jenis material, kualitas, kuantitas dan kondisi jalan masuk ke quarry

- Penampang Melintang Sungai

Lapangan Pengukuran lebar atas dan bawah penampang sungai serta tinggi penampang dan tinggi air normal dan digambarkan pada form Survai

Untuk perkiraan bentang rencana

- Banjir Tertinggi yang Pernah Terjadi

Lapangan Berdasarkan keterangan penduduk di sekitar lokasi jembatan serta pengamatan visual dari bekas batas air atau hanyutan, dll.

Untuk menentukan ambang bawah bangunan atas jembatan.

- Situasi Jembatan Lapangan Penggambaran sket situasi jembatan serta arah aliran sungai dengan mencantumkan arah angin dan didokumentasikan dengan foto dari 4 posisi yang berbeda.

Untuk menentukan bentang rencana dan menentukan bangunan pengaman

- Jenis Tanah Lapangan dan studi terdahulu dinas teknik propinsi atau kabupaten / kota

Perkiraan secara visual kondisi tanah dasar untuk penempatan abutment dan jenis pondasi yang akan digunakan berdasarkan data jembatan tersebut atau yang berdekatan.

Page 87: PELATIHAN AHLI PERENCANAAN TEKNIS JEMBATAN (BRIDGE …sibima.pu.go.id/pluginfile.php/32446/mod_resource/content/1/2007-0… · BDE – 02 = KOORDINASI PENGUMPULAN DAN PENGGUNAAN DATA

Pelatihan Bridge Design Engineer Koordinasi Pengumpulan dan Penggunaan Data Teknis

4-3

Item Kegiatan Sumber Data Tindakan Keterangan

- Perkiraan Realinyemen Jembatan Baru (Kalau perlu)

Lapangan, dinas teknik propinsi , kabupaten atau kota

Dicari beberapa alternatif lokasi jembatan berdasarkan pertimbangan-pertimbangan teknis, disesuaikan dengan rencana program penanganan jalan dan rencana noemalisasi sungai

Untuk diajukan sebagai konsep pendahuluan

- Kondisi Lingkungan Sepanjang Aliran Sungai

Lapangan Pengamatan kondisi lingkungan sebagai bahan pertimbangan perencanaan seperti penetapan koefisien pengaliran dll.

Untuk diajukan sebagai konsep pendahuluan

- Pengukuran Kecepatan Aliran dan Arah serta Pola Aliran

Lapangan dan Dinas Pengairan

Memperkirakan kecepatan aliran dengan pengamatan sederhana

- Pengamatan Benda-Benda Hanyutan

Lapangan dan Dinas Pengairan

Pengamatan benda-benda hanyutan dan beban yang akan mempengaruhi perencanaan bangunan bawah

Untuk menetapkan ruang bebas (Free Board) di bawah level terendah bangunan atas

- Lalu-Lintas Air Yang Melalui Sungai (kapal terbesar)

Lapangan dan Direktorat Angkutan Sungai, Danau dan Feri

Pengamatan lalu lintas air yang melalui sungai tersebut`

Untuk menetapkan ruang bebas (Free Board) di bawah level terendah bangunan atas

Data Sekunder

- Harga Satuan Upah dan Bahan untuk Loasi tersebut

Dinas teknik propinsi, kabupaten atau kota

Mendapatkan data harga satuan upah dan bahan untuk lokasi setempat

Untuk menghitung analisa harga satuan

- Data Curah Hujan Harian Maksimum Untuk Minimal 10 Tahun Terakhir

Dinas/Sub Dinas Pengairan,

Mendapatkan data curah hujan harian maksimum untuk minimal 10 tahun terakhir

Untuk perencanaan hidrologi

- Peta Topografi Skala 1:25.000, 1: 50.000 tergantung keperluan.

BAPPEDA TK II, Dinas PU Direktorat Geologi

Mendapatkan peta topografi sebagai acuan perencanaan awal

Untuk konsep pendahuluan.

Page 88: PELATIHAN AHLI PERENCANAAN TEKNIS JEMBATAN (BRIDGE …sibima.pu.go.id/pluginfile.php/32446/mod_resource/content/1/2007-0… · BDE – 02 = KOORDINASI PENGUMPULAN DAN PENGGUNAAN DATA

Pelatihan Bridge Design Engineer Koordinasi Pengumpulan dan Penggunaan Data Teknis

4-4

Item Kegiatan Sumber Data Tindakan Keterangan

- Studi Kelayakan / Studi-studi Terdahulu

Dinas teknik atau Bappeda

Mendapatkan studi yang telah dilakukan yang berkaitan dengan jembatan tersebut.

Sebagai informasi tambahan untuk perencanaan

- Pengaruh lainnya.

4.3. Survai Pengukuran Topografi Jembatan

Pengukuran topografi jembatan dilakukan untuk mengetahui posisi rencana jembatan,

kedalaman serta lebar sungainya.

Tahapan kegiatan pengukuran jembatan pada dasarnya sama seperti dengan tahapan

pengukuran jalan, yaitu terdiri dari kegiatan persiapan, survai pendahuluan,

pemasangan patok BM dan CP dan patok kayu, pengukuran kerangka kontrol vertikal,

pengukuran kerangka kontrol horizontal, pengukuran situasi, pengukuran penampang

memanjang jalan, pengukuran melintang jalan, pengukuran penampang melintang

sungai dan pengukuran detail situasi (lihat Gambar 4.1)

Pekerjaan persiapan dan Survai Pendahuluan pengukuran perencanaan jembatan.

sama dengan pekerjaan pengukuran perencanaan jalan.

Gambar 4.1: Gambar pengukuran jembatan

Page 89: PELATIHAN AHLI PERENCANAAN TEKNIS JEMBATAN (BRIDGE …sibima.pu.go.id/pluginfile.php/32446/mod_resource/content/1/2007-0… · BDE – 02 = KOORDINASI PENGUMPULAN DAN PENGGUNAAN DATA

Pelatihan Bridge Design Engineer Koordinasi Pengumpulan dan Penggunaan Data Teknis

4-5

Pemasangan monumen

Monumen yang dipasang pada pengukuran jembatan terdiri dari patok BM

(Bench Mark) / CP (Control Point) dan patok kayu. BM / CP dipasang disekitar

rencana jembatan, pada masing-masing tepi sungai yang berseberangan.

Spesifikasi BM maupun CP dapat dilihat pada Gambar 4.2

Gambar 4.2 :Patok BM (Bench Mark) / CP (Control Point) dan Patok Kayu

Patok kayu dipasang dengan interval jarak 25 meter sepanjang 100 meter dari

masing-masing tepi sungai ke arah as rencana jalan. Patok kayu juga

Page 90: PELATIHAN AHLI PERENCANAAN TEKNIS JEMBATAN (BRIDGE …sibima.pu.go.id/pluginfile.php/32446/mod_resource/content/1/2007-0… · BDE – 02 = KOORDINASI PENGUMPULAN DAN PENGGUNAAN DATA

Pelatihan Bridge Design Engineer Koordinasi Pengumpulan dan Penggunaan Data Teknis

4-6

dipasang di tepi sungai dengan interval jarak setiap 25 meter sepanjang 125

meter ke arah hulu dan ke arah hilir sungai (lihat Gambar 4.1).

Patok kayu dibuat sepanjang 40 cm dari kayu ukuran 3 cm x 4 cm, pada

bagian atasnya dipasang paku, diberi nomor sesuai urutannya dan dicat warna

kuning.

Setiap pemasangan patok CP dan patok kayu dicatat dalam formulir dan

dibuatkan sketsanya dan perkiraan pola konturnya.

Pengukuran kerangka kontrol vertikal

Pengukuran kerangka kontrol vertikal jembatan dilakukan dengan metode sipat

datar terhadap semua patok CP dan patok kayu

Pengukuran sipat datar dilakukan pergi-pulang pada setiap seksi dan

dilakukan pengukuran kring tertutup, dengan ketelitian 10 mm D. Dimana D =

jumlah jarak dalam Km.

Pengukuran sipat datar harus menggunakan alat sipat datar otomatis atau

yang sederajat, pembacaan rambu harus dilakukan pada 3 benang silang yaitu

benang atas (ba), nenang tengah (bt) dan benang bawah (bb).

Rambu ukur harus dilengkapi nivo kotak untuk pengecekan vertikalnya rambu.

Syarat dan cara pengukuran kerangka kontrol vertikal jembatan sama dengan

pengukuran kerangka kontrol vertikal pekerjaan jalan.

Pengukuran kerangka kontrol horizontal

Pengukuran kerangka kontrol horizontal dilakukan dengan metode poligon

tertutup (kring), yaitu dimulai dan diakhiri dari BM/CP yang sama.

Azimut awal / akhir poligon didapatkan dari pengamatan matahari.

Pengamatan matahari dilakukan dengan sisitem tinggi matahari, dilakukan

pengamatan pagi dan sore.

Peralatan, dan tatacara pengukuran kerangka kontrol horizontal jembatan

sama dengan pengukuran kerangka kontrol horizontal pekerjaan jalan, yaitu

pengukuran kerangka kontrol horizontal melewati semua BM / CP dan patok

kayu, sehingga BM, CP dan patok kayu terletak dalam satu rangkaian titik-titik

poligon. Pengukuran sudut tiap titik poligon dilakukan dengan teodolit dengan

ketelitian 1 “ dilakukan pengukuran dengan sistem satu seri rangkap (4 kali

sudut).

Page 91: PELATIHAN AHLI PERENCANAAN TEKNIS JEMBATAN (BRIDGE …sibima.pu.go.id/pluginfile.php/32446/mod_resource/content/1/2007-0… · BDE – 02 = KOORDINASI PENGUMPULAN DAN PENGGUNAAN DATA

Pelatihan Bridge Design Engineer Koordinasi Pengumpulan dan Penggunaan Data Teknis

4-7

Pengukuran penampang memanjang jalan

Pengukuran penampang memanjang jalan dilakukan dengan alat ukur sipat

datar atau dengan menggunakan teodolit dengan ketelitian bacaan 20 “.

Pengambilan data dilakukan pada setiap perubahan permukaan tanah pada as

jalan exsiting /rencana sepanjang 100 m.

Setiap pembacaan rambu harus dilakukan pada ketiga benang silang

horizontalnya yaitu benang atas (ba), benang tengah (bt) dan benang bawah

(bb) untuk kontrol bacaan.

Pengambilan data dilakukan sepanjang ruas jalan pada setiap perubahan

muka tanah. Setiap pembacaan rambu harus dilakukan pada ketiga benang

silang horizontalnya yaitu benang atas (ba), benang tengah (bt) dan benang

bawah (bb).

Tatacara pengukurannya sama dengan cara pengukuran penampang

memanjang jalan

Pengukuran penampang melintang jalan di kiri-kanan jembatan

Pengukuran penampang melintang jalan dilakukan dengan menggunakan alat

ukur sipat datar atau dengan menggunakan teodolit dengan ketelitian bacaan

20“ (detik). Pengambilan data dilakukan setiap interval jarak 25 m sepanjang

100 m dari tepi masing-masing sungai ke arah rencana jalan/jalan eksisting,

dengan koridor 50 m as rencana jalan/exsisting. Lihat Gambar 4.3

Gambar 4.3: Gambar penampang melintang jalan

Page 92: PELATIHAN AHLI PERENCANAAN TEKNIS JEMBATAN (BRIDGE …sibima.pu.go.id/pluginfile.php/32446/mod_resource/content/1/2007-0… · BDE – 02 = KOORDINASI PENGUMPULAN DAN PENGGUNAAN DATA

Pelatihan Bridge Design Engineer Koordinasi Pengumpulan dan Penggunaan Data Teknis

4-8

Tatacara pengukurannya sama dengan cara pengukuran perencanaan jalan,

yaitu pengambilan data penampang melintang jalan harus tegak lurus dengan

as jalan. Sketsa penampang melintang tidak boleh terbalik antara sisi kiri

dengan sisi kanan.

Pembacaan rambu harus dilakukan pada ketiga benang silang mendatar yaitu

benang atas (ba), benang tengah (bt) dan benang bawah (bb) sebagai kontrol

bacaan.

Setiap rinci data yang diambil harus dibuat sketsanya.

Tatacara pengukurannya sama dengan cara pengukuran penampang

melintang jalan

Pengukuran penampang melintang sungai

Koridor pengukuran kearah hulu dan hilir masing-masing 125 meter dari as

rencana jembatan, dengan interval pengukuran tiap 25 meter.

Pengukuran penampang melintang sungai untuk mengetahui topografi dasar

sungai dilakukan dengan menggunakan rambu ukur atau bandul zonding jika

kedalaman air kurang dari 5 m dan arus tidak deras, jika arus deras dan

kedalaman air lebih dari 5 m pengukuran dilakukan dengan alat echo

sounding. Pengukuran penampang melintang sungai dimulai dari tepi atas, tepi

bawah, alur sungai, dan setiap interval 5m untuk sungai dengan lebar antara 5

– 20 m. Bila lebar sungai lebih dari 20m, maka kerapatan pengambilan data

dasar sungai dilakukan setiap interval 10 m.

Bila pengukuran melintang sungai dilakukan dengan pengukuran dengan

echo-sounding, maka tahapan yang dilakukan (lihat Gambar 3.4) adalah :

1. siapkan echo-sounder dengan perahu di sungai.

2. bentangkan tali dari patok tepi sungai, atau arahkan dengan menggunakan

alat ukur teodolit sejajar kedua patok yang terdapat pada dua tepi sungai

(misal patok B dan patok C)

3. siapkan perahu pada jalur BC, dan alat echo-sounder siap digunakan untuk

pengukuran.

4. pasang teodolit pada pada titik A yang terletak tegak lurus dari garis BC,

dan terletak pada tepi sungai yang sama, kemudian arahkan teropong

pada titik B, baca piringan horizontal serta ukur jarak AB, catat jarak ukur

dan hasil bacaan.

5. lakukan pengukuran sounding mulai bagian tepi sungai, misal dari titik 1.

Page 93: PELATIHAN AHLI PERENCANAAN TEKNIS JEMBATAN (BRIDGE …sibima.pu.go.id/pluginfile.php/32446/mod_resource/content/1/2007-0… · BDE – 02 = KOORDINASI PENGUMPULAN DAN PENGGUNAAN DATA

Pelatihan Bridge Design Engineer Koordinasi Pengumpulan dan Penggunaan Data Teknis

4-9

A

B C

θ

► Jalur

pengukuran

1 2 3 4

6. arahkan teropong ke titik 1 (echo-sounder), baca dan catat bacaan sudut

horizontal. Sudut 1AB adalah ø, maka jarak dari B ke perahu adalah AB

tan ø.

7. pindahkan kapal 10 meter ke arah 2 (posisi 2), lakukan sounding, arahkan

teodolit ke titik 2, hitung sudut 2AB (ø2), maka jarak A2 = AB tan ø2.

8. ulangi pekerjaan sounding untuk titik yang lain sepanjang garis BC sampai

ketepi bagian C.

9. kemudian pasang rambu ukur secara vertikal pada permukaan air sungai

untuk mengukur beda tinggi antara muka air terhadap tinggi patok tepi

sungai (B), baca dan catat benang atas (ba), benang tengah (bt),benang

bawah (bb) dan sudut vertikal, pindahkan rambu ke titik B, baca dan catat

bacaan benang atas (ba), benang tengah (bt), benang bawah (bb) dan

sudut vertikal.

10. Ulangi lagi pekerjaan sounding untuk jalur yang lain dengan interval antar

jalur sebesar 25 m

Gambar 4.4: Pengukuran kedalaman sungai dengan sounding

Pengukuran situasi

Pengukuran situasi sisi darat dilakukan dengan menggunakan teodolit dengan

metode tachimetri, mencakup semua obyek bentukan alam dan buatan

manusia yang ada disekitar jembatan seperti posisi pier dan abutmen exsisting

bila ada, tambatan perahu/dermaga, bentuk tepi sungai, posisi talud, rumah

atau bangunan lain yang ada di sekitar sungai. Dalam pengambilan data harus

Page 94: PELATIHAN AHLI PERENCANAAN TEKNIS JEMBATAN (BRIDGE …sibima.pu.go.id/pluginfile.php/32446/mod_resource/content/1/2007-0… · BDE – 02 = KOORDINASI PENGUMPULAN DAN PENGGUNAAN DATA

Pelatihan Bridge Design Engineer Koordinasi Pengumpulan dan Penggunaan Data Teknis

4-10

diperhatikan kerapatan detail yang diambil sehingga cukup mewakili kondisi

sebenarnya (lihat Gambar 4.5).

Gambar 4.5: Pengukuran detail situasi

Pembacaan rambu harus dilakukan pada ketiga benang silang mendatar yaitu

benang atas (ba), benang tengah (bt) dan benang bawah (bb).

Semua pengukuran titik detail harus dibuat sketsa (arah utara dan sketsa

situasi).

Tahapan pengukuran situasi sekitar sungai adalah sebagai berikut:

1. pasang alat ukur teodolit tepat diatas patok (yang diketahui koordinatnya)

pengukuran jalan.

2. atur sumbu satu vertikal.

3. ukur tinggi alat.

4. arahkan teropong ke titik pengukuran lain yang diketahui koordinatnya

(patok nomor sebelumnya atau nomor sesudahnya), tepatkan pada target,

baca dan catat bacaan sudut horizontalnya.

5. tempatkan rambu ukur secara vertikal pada titik detai yang akan diukur.

6. arahkan teropong pada rambu tersebut kuatkan klem vertikal dan

horizontal, tepatkan dengan penggerak halus verikal dan horizontal. Baca

dan catat bacaan rambu meliputi benang atas benang tengah dan benang

bawah. Baca dan catat juga bacaan sudut vertikal dan horizontalnya.

7. pindahkan rambu ke titik detail lain yang akan diukur.

8. lepas klem vertikal dan horizontal, arahkan teodolit ke rambu.

9. arahkan teropong pada rambu tersebut kuatkan klem vertikal dan

horizontal, tepatkan dengan penggerak halus verikal dan horizontal. Baca

Page 95: PELATIHAN AHLI PERENCANAAN TEKNIS JEMBATAN (BRIDGE …sibima.pu.go.id/pluginfile.php/32446/mod_resource/content/1/2007-0… · BDE – 02 = KOORDINASI PENGUMPULAN DAN PENGGUNAAN DATA

Pelatihan Bridge Design Engineer Koordinasi Pengumpulan dan Penggunaan Data Teknis

4-11

dan catat bacaan rambu meliputi benang atas benang tengah dan benang

bawah. Baca dan catat juga bacaan sudut vertikal dan horizontalnya.

10. ulangi untuk titik detail yang lain, setiap mengukur titik detail harus dibuat

sketsanya.

Pemetaan Kondisi Eksisting

Penggambaran

Penggambaran dapat dilakukan dengan dua cara yaitu penggambaran

secara manual dan penggambaran secara digital. Penggambaran secara

manual dilakukan berdasarkan hasil pengukuran lapangan yang dilakukan

dengan cara manual diatas kertas milimeter dengan masukan data dari

hitungan manual. Penggambaran secara digital dilakukan dengan

menggunakan perangkat lunak komputer dan plotter dengan data masukan

dari hasil hitungan menggunakan spreadsheet ataupun download data dari

pengukuran digital yang kemudian diproses dengan perangkat lunak

topografi.

Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam proses penggambaran antara

lain :

pemilihan skala peta yaitu 1 : 1000 untuk peta situasi dan 1 : 500 untuk

situasi khusus

grid koordinat pada umumnya dilakukan setiap 10 cm

garis kontur normal yaitu 1/2000 X skala peta dan kontur indeks setiap

kelipatan 5 dari kontur normal,

gambar dan cara penulisan kontur index, penggambaran legenda,

penulisan huruf tegak dan huruf miring dan ukuran huruf.

Penggambaran secara manual

Penggambaran secara manual dilakukan dengan tangan menggunakan

alat bantu penggaris/mistar, busur derajat, pensil, rapido dan scriber

dengan cara plotting hasil pengukuran berupa koordinat, sudut dan jarak,

serta data tinggi masing-masing obeyek/detail di atas kertas milimeter.

Hasil akhir dari proses penggambaran hanya sampai draft milimeter

(obrah). Editing data situasi dan garis kontur dapat dilakukan secara

langsung di atas kertas, dengan demikian proses penggambaran secara

manual cukup sederhana dan cepat. Ketelitian hasil penggambaran sangat

Page 96: PELATIHAN AHLI PERENCANAAN TEKNIS JEMBATAN (BRIDGE …sibima.pu.go.id/pluginfile.php/32446/mod_resource/content/1/2007-0… · BDE – 02 = KOORDINASI PENGUMPULAN DAN PENGGUNAAN DATA

Pelatihan Bridge Design Engineer Koordinasi Pengumpulan dan Penggunaan Data Teknis

4-12

tergantung pada ketelitian interpolasi busur derajat, penggaris/mistar,

besar kecilnya mata pensil yang digunakan. Hasil gambar secara manual

tidak dapat diperbanyak dan disimpan dalam bentuk file.

Pemilihan skala peta

Pemilihan skala peta erat kaitannya dengan kebutuhan dari pengukuran.

Skala peta adalah perbandingan antara jarak sesungguhnya dengan jarak

di peta.

Skala peta pada pengukuran jalan dan jembatan yang ditujukan untuk

perencanaan biasanya menggunakan skala besar seperti 1 : 1000 sampai

skala 1 : 500. Gambar penampang memanjang, skala horizontal 1: 1.000

dan skala vertikal 1: 100. Gambar penampang melintang skala horizontal

1: 200 skala vertikal 1 : 100

Ploting grid dan koordinat poligon

Untuk peta situasi skala 1 : 1000, grid pada peta dibuat pada setiap interval

10 cm pada arah absis (X) maupun ordinat (Y) dengan nilai 100 m untuk

masing-masing absis dan ordinat. Angka grid koordinat dituliskan pada tepi

peta bagian bawah untuk absis dan tepi kiri peta untuk angka ordinat.

Kemudian ploting koordinat dan elevasi titik-titik BM, patok CP, titik poligon

dari hasil hitungan koordinat kerangka kontrol horizontal dan hitungan

kerangka kontrol vertikal.

Ploting data situasi

Ploting data situasi didasarkan pada jarak dan sudut dari titik-titik kontrol

horizontal dan vertikal ke titik detail.

Data jarak, sudut horizontal yang diperoleh dari pengukuran situasi,

kemudian di ploting dengan bantuan mistar/penggaris dan busur derajat.

Data ketinggian untuk semua detail hasil pengukuran detail situasi dan

tinggi titik kontrol, angka ketinggiannya diplotkan di peta manuskrip.

Ketelitian gambar situasi sangat tergantung saat melakukan interpolasi

sudut horizontal dengan busur derajat dan interpolasi jarak dengan

menggunakan mistar/penggaris.

Data-data situasi yang telah dilengkapi dengan elevasi dan

atribut/diskripsinya diplotkan ke peta manuskrip (obrah). Semua detail

situasi seperti sungai, bangunan existing, jalan existing yang terukur harus

di gambarkan di atas peta.

Page 97: PELATIHAN AHLI PERENCANAAN TEKNIS JEMBATAN (BRIDGE …sibima.pu.go.id/pluginfile.php/32446/mod_resource/content/1/2007-0… · BDE – 02 = KOORDINASI PENGUMPULAN DAN PENGGUNAAN DATA

Pelatihan Bridge Design Engineer Koordinasi Pengumpulan dan Penggunaan Data Teknis

4-13

Penggambaran garis kontur

Garis kontur adalah garis yang menghubungkan titik-titik yang mempunyai

ketinggian yang sama.

Penggambaran garis kontur dilakukan berdasarkan ploting tinggi titik detail.

Dari nilai tinggi titik-titik tersebut dilakukan penarikan garis kontur dengan

cara interpolasi.

Interval kontur normal adalah 1 / 2.000 kali skala peta, sedangkan kontur

indeks adalah setiap kelipatan 5 dari kontur normal.

Penarikan/penggambaran garis kontur sebaiknya dilakukan terhadap

kontur indeks terlebih dahulu. Hal ini untuk mengetahui secara umum pola

kontur yang terdapat dalam peta situasi.

Kontur indeks digambarkan dengan garis yang lebih tebal dari garis kontur

biasa, dan diberi warna yang berbeda dengan kontur normal.

Penggambaran arah utara peta dan legenda

Penggambaran arah utara dibuat searah dengan sumbu Y, dan sebaiknya di

gambar pada setiap lembar peta untuk memudahkan orientasi pada saat

membaca peta. Legenda dibuat berdasarkan aturan dan standar yang berlaku

(lihat Gambar 4.6).

Gambar 4.6: Contoh-contoh legenda

Page 98: PELATIHAN AHLI PERENCANAAN TEKNIS JEMBATAN (BRIDGE …sibima.pu.go.id/pluginfile.php/32446/mod_resource/content/1/2007-0… · BDE – 02 = KOORDINASI PENGUMPULAN DAN PENGGUNAAN DATA

Pelatihan Bridge Design Engineer Koordinasi Pengumpulan dan Penggunaan Data Teknis

4-14

Es

Ls Ls

Rc

Rc

K

½ Rc ½

Lc

c

4.4 Penetapan LokasiI Dan Geometrik Jembatan

Jembatan merupakan bagian dari jalan, oleh karena itu penetapan lokasi jembatan

tidak terlepas dari pertimbangan-pertimbangan geometrik jalan yang melewati lokasi

jembatan.

Berikut ini adalah beberapa hal yang perlu dijadikan pertimbangan dalam menetapkan

lokasi jembatan:

Dari sisi alinyemen horizontal sepanjang memungkinkan agar diupayakan trase

jembatan terletak pada bagian lurus. Hal ini dimaksudkan agar ditinjau dari

potongan melintang jembatan, kita akan mendapati normal crown dari lantai

kendaraan. Kendaraan yang melewati jembatan tidak akan terkena gaya

centrifugal karena alinyemen horizontal jembatan berada pada posisi “tangen”.

Dengan demikian pada kondisi normal, kendaraan yang melaju di atas jembatan

kecil kemungkinan terpelanting karena gaya centrifugal.

Masih dari sisi alinyemen horizontal, sepanjang memungkinkan agar diupayakan

trase jembatan tidak terletak pada tikungan, artinya upayakan trase jembatan tidak

menjadi bagian dari kurva tikungan yang terdiri dari Spiral-Circle-Spiral, atau Full

Circle, atau Spiral-Spiral.

Jika digambarkan secara skematis, LOKASI YANG SEBAIKNYA DIHINDARKAN

untuk menempatkan jembatan adalah lokasi-lokasi tikungan sebagaimana tersebut

pada sketsa di bawah:

Page 99: PELATIHAN AHLI PERENCANAAN TEKNIS JEMBATAN (BRIDGE …sibima.pu.go.id/pluginfile.php/32446/mod_resource/content/1/2007-0… · BDE – 02 = KOORDINASI PENGUMPULAN DAN PENGGUNAAN DATA

Pelatihan Bridge Design Engineer Koordinasi Pengumpulan dan Penggunaan Data Teknis

4-15

T E T

TC

R

L

R ½ ½

PI

CT

Page 100: PELATIHAN AHLI PERENCANAAN TEKNIS JEMBATAN (BRIDGE …sibima.pu.go.id/pluginfile.php/32446/mod_resource/content/1/2007-0… · BDE – 02 = KOORDINASI PENGUMPULAN DAN PENGGUNAAN DATA

Pelatihan Bridge Design Engineer Koordinasi Pengumpulan dan Penggunaan Data Teknis

4-16

R2

R3

R1

Lengkung

Bundar

Lengkung Bundar

R1 R2

R3

Page 101: PELATIHAN AHLI PERENCANAAN TEKNIS JEMBATAN (BRIDGE …sibima.pu.go.id/pluginfile.php/32446/mod_resource/content/1/2007-0… · BDE – 02 = KOORDINASI PENGUMPULAN DAN PENGGUNAAN DATA

Pelatihan Bridge Design Engineer Koordinasi Pengumpulan dan Penggunaan Data Teknis

4-17

Dari sisi alinyemen vertikal, sepanjang memungkinkan agar diupayakan vertikal

grade pada as jembatan = 0, sehingga tidak diperlukan lengkung parabola untuk

vertikal grade seperti pada desain jalan. Hal ini bukan hanya untuk memudahkan

perencanaan akan tetapi terutama agar tidak menyulitkan pelaksanaan.

Hal lain yang perlu diperhatikan, jembatan tidak boleh diletakkan di dasar statu

lengkung vertikal (sag curve) atau di puncaak lengkung cembung (crest curve)

Dari sisi alinyemen vertikal, elevasi lantai kendaraan tergantung pada tinggi

gelegar induk dan elevasi tepi bawah jembatan terhadap muka air banjir. Ada

kemungkinan elevasi lantai kendaraan cukup tinggi sehingga untuk mencapai

perpindahan dari elevasi jalan ke elevasi jembatan diperlukan oprit yang cukup

panjang. Dalam hal ini perencanaan alinyemen vertikal untuk oprit jembatan

memerlukan perpindahan yang mulus dari elevasi jalan ke elevasi jembatan

sehingga tetap memberikan keamanan dan kenyamanan bagi pengemudi

kendaraan bermotor pada waktu memasuki jembatan. Akhir lengkung vertikal

(parabola sederhana) sebaiknya tidak tepat di atas abutment akan tetapi berada di

luar abutment ke arah ke jalan raya.

Terhadap arus sungai, paling ekonomis jika trase jembatan berada tegak lurus

aliran sungai, artinya bentang yang harus disediakan menjadi relatif pendek.

Kesimpulan

Penetapan lokasi jembatan harus memperhitungkan aspek geometri, aspek

kemudahan perencanaan dan aspek kemudahan pelaksanaan.

Selain itu, perlu diupayakan agar pemilihan lokasi jembatan dilakukan dengan

mempertimbangkan nilai-nilai ekonomis, misalnya trase jembatan jika

memungkinkan tegak lurus terhadap arah arah aliran sungai.

Page 102: PELATIHAN AHLI PERENCANAAN TEKNIS JEMBATAN (BRIDGE …sibima.pu.go.id/pluginfile.php/32446/mod_resource/content/1/2007-0… · BDE – 02 = KOORDINASI PENGUMPULAN DAN PENGGUNAAN DATA

Pelatihan Bridge Design Engineer Koordinasi Pengumpulan dan Penggunaan Data Teknis

4-18

RANGKUMAN

a. Koordinasi pengumpulan dan penggunaan data topografi yang ditulis dalam modul ini

menjelaskan survai pendahuluan, survai pengukuran topografi jembatan, pemetaan

kondisi eksisting dan penetapan lokasi dan geometrik jembatan.

b. Survai pendahuluan menjelaskan penetapan alternatif-alternatif pemilihan lokasi

jembatan dengan urutan kegiatan pra Survai dan kemudian dilanjutkan dengan kegiatan

Survai Pendahuluan. Cakupan kegiatan pra Survai adalah mempelajari gambar proyek,

penyiapan peta-peta topografi, geologi dan foto udara (kalau ada), persiapan kriteria

desain, dan persiapan fungsi jembatan. Sedangkan cakupan Survai Pendahuluan

adalah pengumpulan data primer dan data sekunder jembatan.

c. Survai pengukuran topografi jembatan menjelaskan pemasangan patok BM (Bench

Mark) / CP (Control Point) dan patok kayu yang dipasang disekitar rencana jembatan,

pengukuran kerangka kontrol vertikal, pengukuran kerangka kontrol horizontal,

pengukuran penampang memanjang jalan, pengukuran penampang memanjang jalan di

kiri kanan jembatan, pengukuran penampang melintang sungai, dan pengukuran situasi

d. Pemetaan kondisi eksisting menjelaskan penggambaran peta situasi, pemilihan skala

peta, ploting grid dan koordinat poligon, ploting data situasi, penggambaran garis

kontour dan penggambaran arah utara peta dan legenda.

e. Penetapan lokasi dan geometrik jembatan menjelaskan batasan-batasan aspek

geometrik yang harus dijadikan pertimbangan dalam perencanaan jembatan baik

ditinjau dari segi alinyemen horizontal maupun alinyemen vertikal agar trase jembatan

dapat menjamin keamanan dan kenyaman bagi pengemudi.

Page 103: PELATIHAN AHLI PERENCANAAN TEKNIS JEMBATAN (BRIDGE …sibima.pu.go.id/pluginfile.php/32446/mod_resource/content/1/2007-0… · BDE – 02 = KOORDINASI PENGUMPULAN DAN PENGGUNAAN DATA

Pelatihan Bridge Design Engineer Koordinasi Pengumpulan dan Penggunaan Data Teknis

4-19

LATIHAN / PENILAIAN MANDIRI

Latihan atau penilaian mandiri menjadi sangat penting untuk mengukur diri atas tercapainya

tujuan pembelajaran yang disampaikan oleh para pengajar/ instruktur, maka pertanyaan

dibawah perlu dijawab secara cermat, tepat dan terukur.

Kode/ Judul Unit Kompetensi :

INA.5212.113.01.02.07 : Melakukan Koordinasi Untuk Pengumpulan dan Penggunaan

Data Teknis

Soal :

No. Elemen Kompetensi / KUK (Kriteria Unjuk

Kerja) Pertanyaan

Jawaban:

Ya Tdk

Apabila ”Ya” sebutkan butir-

butir kemampuan anda

1. Melakukan koordinasi untuk pengumpulan dan penggunaan data lalu lintas

Sudah dibuat soalnya di Bab 2

2. Melakukan koordinasi untuk pengumpulan dan penggunaan data hidrologi, karakteristik

sungai dan perlintasan dengan prasarana

transportasi lainnya

Sudah dibuat soalnya di Bab 3

3. Melakukan koordinasi untuk pengumpulan dan penggunaan data topografi

3.1. Koordinasi survai pendahuluan untuk menetapkan alternatif-alternatif lokasi jembatan dilakukan sesuai dengan persyaratan teknis yang ditentukan

3.1. Apakah anda mampu menetapkan alternatif-alternatif pemilihan lokasi jembatan dengan mempertimbangkan hasil survai pendahuluan?

a. .........................

b. .........................

c. .........................

dst.

3.2. Koordinasi survai pengukuran topografi dilakukan sesuai

3.2. Apakah anda mampu melakukan koordinasi dalam

a. ..........................

b. ..........................

Page 104: PELATIHAN AHLI PERENCANAAN TEKNIS JEMBATAN (BRIDGE …sibima.pu.go.id/pluginfile.php/32446/mod_resource/content/1/2007-0… · BDE – 02 = KOORDINASI PENGUMPULAN DAN PENGGUNAAN DATA

Pelatihan Bridge Design Engineer Koordinasi Pengumpulan dan Penggunaan Data Teknis

4-20

dengan persyaratan teknis yang ditentukan

rangka pelaksanaan survai topografi?

c. ..........................

dst.

3.3. Lokasi dan geometrik jembatan ditetapkan sesuai dengan ketentuan teknis yang berlaku

3.3. Apakah anda mampu menetapkan lokasi dan geometrik jembatan berdasarkan data hasil pengukuran topografi?

a. ..........................

b. ..........................

c. ..........................

dst.

Page 105: PELATIHAN AHLI PERENCANAAN TEKNIS JEMBATAN (BRIDGE …sibima.pu.go.id/pluginfile.php/32446/mod_resource/content/1/2007-0… · BDE – 02 = KOORDINASI PENGUMPULAN DAN PENGGUNAAN DATA

Pelatihan Bridge Design Engineer Koordinasi Pengumpulan dan Penggunaan Data Teknis

5-1

BAB 5

KOORDINASI UNTUK PENGUMPULAN

DAN PENGGUNAAN DATA GEOLOGI TEKNIK

DAN DATA PENYELIDIKAN TANAH

5.1. Umum

Bab ini menjelaskan koordinasi untuk pengumpulan maupun penggunaan data geologi

teknik dan data penyelidikan tanah dalam rangka perencanaan jembatan yang prinsip

atau tata cara koordinasinya telah dijelaskan dalam Bab 1 Pendahuluan, Sub Bab 1.3

Koordinasi. Fokus tulisan ini dengan demikian dibatasi pada substansi inti yang harus

difahami oleh Bridge Design Engineer agar dapat melakukan koordinasi dengan para

pihak terkait berdasarkan batasan-batasan teknis dalam rangka pengumpulan

maupun penggunaan data geologi teknik dan data penyelidikan tanah.

Koordinasi pengumpulan maupun penggunaan data geologi teknik dan data

penyelidikan tanah yang ditulis dalam modul ini menjelaskan pemetaan permukaan

detail, penentuan lokasi dan jumlah titik explorasi, survai sumber material (quarry),

penyelidikan tanah dan pengambilan contoh tanah untuk pengujian laboratorium.

5.2. Pemetaan Geologi Permukaan Detail

5.2.1 Pengertian tentang batuan

Menurut pengertian geologi, yang dimaksud dengan batuan adalah semua

bahan pembentuk kerak bumi, baik yang membatu maupun yang tidak

membatu (lepas). Batuan yang membentuk kerak bumi dibedakan atas batuan

penutup dan batuan dasar. Batuan dasar (bedrock) adalah batuan dalam arti

bahan yang membentuk kerak bumi yang telah membatu. Akibat proses fisik,

kimiawi dan biologis batuan dapat berubah menjadi tanah. Teknik Sipil dengan

ilmu mekanika tanah memberi arti tanah sebagai material penutup batuan yang

bersifat lepas, tidak membatu sebagian.

Berdasarkan dua macam pandangan di atas maka pengertian tanah dalam arti

teknik adalah identik dengan pengertian batuan penutup menurut pengertian

ahli geologi. Jadi tanah dapat didefinisikan sebagai material bumi lepas atau

membatu sebagian yang menutupi batuan dasar.

Page 106: PELATIHAN AHLI PERENCANAAN TEKNIS JEMBATAN (BRIDGE …sibima.pu.go.id/pluginfile.php/32446/mod_resource/content/1/2007-0… · BDE – 02 = KOORDINASI PENGUMPULAN DAN PENGGUNAAN DATA

Pelatihan Bridge Design Engineer Koordinasi Pengumpulan dan Penggunaan Data Teknis

5-2

5.2.2. Klasifikasi batuan dasar

Semua batuan diduga berasal dari magma, karena perubahan kondisi, magma

mengalir menuju ke permukaan atau ke dekat permukaan bumi, kemudian

mendingin dan membeku, maka terjadilah batuan beku. Kecepatan

pendinginan dan macam magma menentukan sifat dari batuan tersebut.

Perubahan yang terjadi kemudian pada batuan beku karena panas, tekanan,

pelapukan kimiawi dan mekanis (karena mencair, membeku, abrasi, angin dan

air) menyebabkan terbentuknya dua jenis batuan lain yaitu batuan

metamorfosa dan batuan sedimen. Dengan demikian batuan dikelompokkan

ke dalam tiga kelompok utama yaitu batuan beku, batuan sedimen dan batuan

metamorfosa.

Tiap kelompok batuan tersebut dibagi lagi menjadi bermacam-macam batuan

berdasarkan struktur, tekstur, warna, kandungan mineral, dan sifat-sifat khas

yang dimilikinya.

Permukan bumi kurang lebih 75% tertutup oleh batuan sedimen, sedangkan

sisanya sebesar 25% tertutup oleh jenis batuan lainnya, oleh karena itu

mempelajari batuan sedimen lebih penting dari jenis batuan yang lain.

Walaupun demikian harus dicatat bahwa batuan sedimen membentuk lapisan

yang relatif tipis di atas batuan kristalin yang tebal sekali. Diduga tebal dari

kerak bumi adalah 16 km, 95% terdiri dari batuan kristalin dan 5% terdiri dari

batuan sedimen.

Batuan beku, batuan metamorfosa ataupun batuan sedimen sebelumnya dapat

mengalami proses pelapukan, erosi pengangkutan, dan pengendapan kembali

oleh aliran air, angin dan gletser sehingga terbentuk sedimen. Apabila sedimen

tersebut mengalami proses pembatuan maka akan terbentuk batuan sedimen.

Batuan sedimen tersebut disebut sedimen klastik apabila dari kumpulan

partikel / pecahan batuan terdahulu dan sedimen non klastik apabila terbentuk

dari pengendapan secara kimia atau biologi.

Batuan sedimen klastik terbentuk sebagai hasil akibat proses mekanis seperti

erosi, pengangkutan dan pengendapan oleh angin, air atau gletser. Sedimen

ini pada saat pengendapannya bersifat lepas dan tidak teratur, kemudian

secara perlahan-lahan mengeras akibat pemadatan, sementasi atau

rekristalisasi.

Penamaan batuan sedimen klastik didasarkan atas ukuran butir dari partikel

yang tersemen sebagai berikut:

Page 107: PELATIHAN AHLI PERENCANAAN TEKNIS JEMBATAN (BRIDGE …sibima.pu.go.id/pluginfile.php/32446/mod_resource/content/1/2007-0… · BDE – 02 = KOORDINASI PENGUMPULAN DAN PENGGUNAAN DATA

Pelatihan Bridge Design Engineer Koordinasi Pengumpulan dan Penggunaan Data Teknis

5-3

Ukuran butir dari partikel yang tersemen

Nama batuan

Kerikil atau lebih besat Breksi (partikel menyudut) Konglomerat (partikel membulat)

Pasir Batu pasir

Lanau Batu lanau

Lempung Batu lempung Serpih (berstruktur laminasi)

Istilah kerikil, pasir, lanau dan lempung seperti di atas merupakan istilah untuk

ukuran butir, dalam praktek sehari-hari istilah tersebut digunakan untuk

menyebut nama jenis tanah.

Istilah serpih dimaksudkan sebagai batu lempung yang mempunyai struktur

laminasi yaitu terdiri dari lembaran-lembaran tipis yang cenderung mudah

pecah jika diganggu atau jika kena udara. Kekuatan batuann serpih di tempat

satu dan tempat lain berbeda-beda, hal ini sangat tergantung dari komposisi

mineral dan kadar airnya. Dengan demikian istilah serpih tidak dapat

digunakan sebagai petunjuk kekuatan.

Serpih merupakan endapan laut dalam, sebagai hasil konsolidasi dari endapan

yang sangat halus. Penambahan tekanan karena endapan-endapan di atasnya

atau gerakan-gerakan kerak bumi, menyebabkan berkurangnya kadar air dan

menambah kepadatan. Sedangkan sedimen berbutir kasar seperti kerakal,

kerikil dan pasir merupakan endapan sungai (terrestrial) atau endapan pantai.

Endapan berbutir kasar menunjukkan endapan tersebut dekat dengan sumber

bauan aslinya.

Bahan penyemen sedimen berbutir kasar dapat merupakan silika, oksida besi,

kalsium karbonat.

Batuan sedimen non klastik diklasifikasikan berdasarkan komposisi kimia dan

mineralnya. Pada umumnyasedimen kimia ditemukan dalam keadaan

membatu (kekecualian humus/peat yang merupakan material organis).

5.2.3 Pemetaan Geologi

Peta geologi adalah peta yang memberikan gambaran tentang macam,

struktur, susunan perlapisan dan umur batuan yang dijumpai pada suatu

daerah tertentu. Peta ini dikelompokkan berdasarkan litologi, lingkungan

pengendapan, struktur maupun umurnya. Pengelompokan tersebut dapat

merupakan formasi, anggota atau lapisan. Formasi adalah satuan paling kecil

yang umumnya dipetakan pada peta geologi regional. Untuk kepentingan

pemetaan yang lebih detail diperlukan pemetaan sampai anggota atau lapisan.

Page 108: PELATIHAN AHLI PERENCANAAN TEKNIS JEMBATAN (BRIDGE …sibima.pu.go.id/pluginfile.php/32446/mod_resource/content/1/2007-0… · BDE – 02 = KOORDINASI PENGUMPULAN DAN PENGGUNAAN DATA

Pelatihan Bridge Design Engineer Koordinasi Pengumpulan dan Penggunaan Data Teknis

5-4

Di dalam peta geologi biasanya diberikan kolom-kolom stratigrafi yang

menunjukkan susunan, ketebalan, jenis dan umur lapisan batuan yang

dijumpai di daerah tersebut secara umum.

Disamping itu di dalam peta geologi juga diberikan beberapa penampang yang

memberikan gambaran grafis dari bermacam-macam lapisan batuan

sepanjang garis potongan tersebut. Perlu diperhatikan disini bahwa gambaran

perlapisan batuan pada penampang tersebut bersifat pendugaan dari data

permukaan, sehingga harus hati-hati dalam pendugaannya.

Peta geologi ditambah dengan data geoteknik akan menghasilkan peta geologi

teknik. Keterangan-keterangan teknik yang dapat diperoleh dari peta geologi

regional dan peta geologi teknik sebaiknya digunakan untuk perencanaan

pendahuluan. Untuk perencanaan akhir dan pelaksanaan diperlukan peta

geologi teknik untuk perencanaan yang sifatnya lokal dan terinci.

Pembuatan peta geologi teknik untuk perencanaan didasarkan atas prinsip-

prinsip pemetaan geologi konvensional ditambah dengan data geoteknik yang

diperlukan untuk perencanaan pondasi jembatan. Sebagai peta dasar

umumnya digunakan peta situasi yang dilengkapi dengan garis ketinggian

dengan skala 1 : 2000 atau lebih besar.

Peta geologi teknik untuk perencanaan lengkap harus memuat :

Aspek geologi yang meliputi:

Satuan-satuan yang dapat dipetakan.

Batas-batas geologi (menyangkut satuan peta, struktur tertentu, dan

lain-lain).

Macam batuan dan tanah, tingkat pelapukan dan perubahannya.

Adanya singkapan.

Adanya gejala ketidakstabilan, misalnya longsor dan sebagainya.

Aspek hidrogeologi, yang meliputi ketinggian muka air piezometer, angka

rembesan dan lain-lain.

Aspek geomorfologi, misalnya kemiringan lereng, bentuk lereng,

kecuraman lereng, daerah erosi dan pengendapan, dan lain-lain.

Letak titik penyelidikan dan pemeriksaan lapangan.

Penampang tanah/penampang geologi yang dapat menunjukkan sifat-sifat

teknik tiap lapisan tanah/batuan.

Page 109: PELATIHAN AHLI PERENCANAAN TEKNIS JEMBATAN (BRIDGE …sibima.pu.go.id/pluginfile.php/32446/mod_resource/content/1/2007-0… · BDE – 02 = KOORDINASI PENGUMPULAN DAN PENGGUNAAN DATA

Pelatihan Bridge Design Engineer Koordinasi Pengumpulan dan Penggunaan Data Teknis

5-5

5.3. Penggunaan Laporan Hasil Pemetaan Geologi Permukaan

Laporan hasil pemetaan geologi permukaan akan digunakan oleh Bridge Design

Engineer untuk penentuan lokasi dan jumlah titik explorasi dan mengkaji tentang

informasi sumber material (quarry) yang akan digunakan sebagai bahan baku

pembangunan jembatan.

5.3.1 Penentuan Lokasi dan Jumlah Titik Explorasi

A. Survai Pendahuluan

Yang dimaksud dengan titik explorasi adalah titik sondir dan titik bor.

Untuk dapat menentukan lokasi titik sondir dan bor perlu dilakukan survai

pendahuluan. Survai pendahuluan ini berupa tinjauan ke lokasi/lapangan

tempat jembatan akan direncanakan. Pelaksanaan survai pendahuluan

dilakukan setelah tinjauan data yang ada selesai diolah, pengolahan

dilakukan oleh ahli teknik tanah dan pondasi dan dimulai dengan

mengumpulkan semua informasi tentang ”tanah” yang diperoleh dari data

geologi teknik. Dalam hal penyelidikan memerlukan pemboran mesin, ahli

teknik tersebut sebaiknya disertai kepala tim pemboran.

Survai pendahuluan tersebut dilakukan oleh Tim penyelidikan lapangan

dengan cakupan tugas sebagai berikut :

pemilihan peralatan dan perlengkapannya

penentuan jumlah dan letak titik sondir,

penentuan jumlah dan letak titik bor

pembuatan rencana kerja terutama persiapan waktu dan persiapan

alat.

B. Hal-Hal Yang Perlu Diperhatikan Dalam Survai Pendahuluan

Rencana Letak Kepala Jembatan dan Pilar

Letak kepala jembatan dan pilar, baik vertical maupun horisontal

harus diperhatikan. Apabila diperkirakan akan timbul kesulitan yang

mungkin terjadi kemudian dan sulit dihindari maka penggeseran letak

bangunan bawah dapat disarankan sedini mungkin. Sebagai contoh

antara lain:

Page 110: PELATIHAN AHLI PERENCANAAN TEKNIS JEMBATAN (BRIDGE …sibima.pu.go.id/pluginfile.php/32446/mod_resource/content/1/2007-0… · BDE – 02 = KOORDINASI PENGUMPULAN DAN PENGGUNAAN DATA

Pelatihan Bridge Design Engineer Koordinasi Pengumpulan dan Penggunaan Data Teknis

5-6

a. rencana letak kepala jembatan pada tepi sungai yang

stabilitasnya diragukan (kemungkinan longsor, penggerusan dsb),

dapat disarankan penggeseran kearah lokasi yang lebih mantap.

b. rencana oprit jembatan pada daerah rawa-rawa,di atas tanah

lembek, dan tanah kompresibel yang akan menimbulkan

persoalan stabilitas dan penurunan, maka dapat disarankan

penambahan panjang bentang jembatan, perbaikan tanah atau

kemungkinan cara penanggulangan lainnya.

Keterangan-keterangan tersebut perlu diketahui oleh tim penyelidikan

lapangan sebelum diberangkatkan ke lokasi / lapangan.

Tanah Permukaan

Tanah permukaan mudah dilihat dengan mengupas penutupnya

(dengan cangkul, belincong dan lain-lain); biasanya dengan

mengenal tanah permukaan dapat ditunjukkan sifat-sifat daripada

formasi lapisan bawahnya. Bila ada singkapan batuan (outcrop) yang

ada disekitar daerah rencana perlu diketahui dan dipelajari apakah

singkapan tersebut merupakan lapisan yang menerus, maka perlu

dilakukan pengukuran jurus dan kemiringannya, sehingga dapat

diketahui apakah alinyemen jalan pada oprit jembatan akan terletak

diatas batuan tadi atau tidak. Penjelasan mengenai pengertian jurus

dan kemiringan lapisan bisa didapat dari pelajaran geologi.

Alur-alur, Galian, Parit, Lereng-lereng, Tebing Sungai

Jenis-jenis tanah dan batuan sampai kedalaman tertentu kadang-

kadang dapat dipelajari lebih baik pada lereng-lereng terjal, tebing

sungai, parit, galian atau sumur. Keterangan ini sangat membantu

untuk menambah keterangan mengenai kondisi tanah/batuan

ditempat tersebut, yang perlu dituangkan didalam bentuk sketsa dan

penampang geologi permukaan.

Air-permukaan dan Air-tanah

Air-permukaan dan fluktuasi air-tanah merupakan faktor yang penting

diketahui baik dalam rencana penyelidikan lapangan

(pemboran,sumur uji, dsb), untuk perencanaan jalan karena tinggi

muka air tanah dapat mempengaruhi kekuatan daya dukung tanah

Page 111: PELATIHAN AHLI PERENCANAAN TEKNIS JEMBATAN (BRIDGE …sibima.pu.go.id/pluginfile.php/32446/mod_resource/content/1/2007-0… · BDE – 02 = KOORDINASI PENGUMPULAN DAN PENGGUNAAN DATA

Pelatihan Bridge Design Engineer Koordinasi Pengumpulan dan Penggunaan Data Teknis

5-7

dasar. Semua aliran air-permukaan, fluktuasi tinggi muka air-tanah

selama periode tertentu dalam sumur serta lubang galian lainnya

harus diperhatikan dan dicatat.

Keadaan Topografi dan Tumbuh-tumbuhan

a. Topografi yang menunjukkan keadaan permukaan mempunyai

arti penting karena hal ini erat hubungannya dengan batuan yang

dijumpai di daerah tersebut dan persiapan peralatan lapangan

yang akan digunakan. Sebagai contoh antara lain;

sungai yang sempit dan curam menunjukkan tanah - penutup

tipis dan letak lapisan batuannya dekat permukaan

daerah yang relatif datar dan lebar biasanya me nunjukkan

aluvial yang tebal dan letak lapisan batuannya dijumpai cukup

dalam.

catatan topografi ini juga penting dalam mempersiapkan

peralatan pemboran, misalnya untuk lereng yang curam akan

diperlukan peralatan yang ringan dan mudah dibawa,serta

mudah dipindahkan.

b. Tumbuh-tumbuhan sering menunjukkan gambaran keadaan air-

tanah dan keadaan tanah/batuan setempat,sebagai contoh antara

lain;

tumbuh-tumbuhan yang lebat menunjukkan adanya air tanah

yang merembes didekat permukaan tanah

selain itu tumbuhan atau semak-semak tertentu dapat

menunjukkan tanah penutup yang tipis dan batuan dekat

permukaan.

Penafsiran hubungan air tanah dan keadaan bawah permukaan

(tanah penutup, batuan) dengan tumbuh tumbuhan memerlukan

bantuan tenaga biologi yang berpengalaman.

Bangunan yang ada

Bangunan atau jembatan lama yang ada disekitar daerah

penyelidikan dapat merupakan sumber keterangan yang baik.

Dengan melakukan pengamatan pondasi/penurunan yang mungkin

terlihat retak-retak pada bangunan bawah pembebanan yang ada,

Page 112: PELATIHAN AHLI PERENCANAAN TEKNIS JEMBATAN (BRIDGE …sibima.pu.go.id/pluginfile.php/32446/mod_resource/content/1/2007-0… · BDE – 02 = KOORDINASI PENGUMPULAN DAN PENGGUNAAN DATA

Pelatihan Bridge Design Engineer Koordinasi Pengumpulan dan Penggunaan Data Teknis

5-8

lokasi, umur dan lain-lain akan diperoleh data yang dapat digunakan

untuk perencanaan penyelidikan dan perencanaan pondasi.

C. Jenis Peralatan Dan Perlengkapan Penyelidikan Lapangan

Dalam rangka mempersiapkan peralatan penyelidikan lapangan dengan

sebaik-baiknya, maka diperlukan keterangan keadaan setempat sebagai

berikut:

keadaan tanah dan batuan setempat, sehingga dapat dipersiapkan

peralatan penyelidikan lapangan yang sesuai (sondir, bor tangan,

geofisika, sumur uji/test pit, pemboran mesin dan lain-lain).

untuk pemboran putar dan pemboran semprot,lokasi sumber air yang

terdekat sangat membantu untuk mempersiapkan perlengkapan

seperti mesin pompa, selang/pipa, dan sebagainya.

sifat tanah/batuan penting dalam mempersiapkan peralatan dan

perlengkapan seperti pipa lindung, mata bor,alat pengambil

contoh,alat pemeriksaan setempat dan lain-lain.

D. Titik Ikat Pengukuran

Pengikatan titik rencana penyelidikan sangat penting artinya, karena

itu sebaiknya ditentukan terlebih dahulu titik ikat pengukuran untuk

titik-titik penyelidikan lapangan.

Sebagai titik ikat pengukuran biasanya digunakan titik tetap (bench

mark) atau bidang atas kepala jembatan lama yang masih utuh dan

mantap. Selanjutnya letak rencana titik-titik penyelidikan harus di beri

patok yang diukur secara tepat kedudukannya terhadap titik-titik ikat

tersebut (dilakukan dengan Teodolit atau alat lainnya).

E. Bangunan Utilitas Yang Ada Dibawah Tanah

Disekitar lokasi penyelidikan lapangan kadang kadang dijumpai

bangunan utilitas seperti pipa air, pipa gas, kabel listrik, kabel telepon

dan sebagainya.

Tanpa adanya keterangan yang pasti, akan dapat menyebabkan

kerusakan pada bangunan utilitas tersebut dan kecelakaan yang tidak

diinginkan.

Page 113: PELATIHAN AHLI PERENCANAAN TEKNIS JEMBATAN (BRIDGE …sibima.pu.go.id/pluginfile.php/32446/mod_resource/content/1/2007-0… · BDE – 02 = KOORDINASI PENGUMPULAN DAN PENGGUNAAN DATA

Pelatihan Bridge Design Engineer Koordinasi Pengumpulan dan Penggunaan Data Teknis

5-9

Keterangan-keterangan yang didapat dari peta sebaiknya dibuktikan

dengan kenyataan di lapangan karena seringkali letaknya tidak tepat

seperti yang ditunjukkan dalam peta.

F. Penyelidikan Geofisika

Survai pendahuluan bila perlu dapat dibantu dengan menggunakan

alat geofisika misalnya geolistrik dan geoseismik, untuk mendapatkan

keterangan-keterangan bawah permukaan. Cara geofisika ini dapat

memberikan keterangan mengenai pendugaan kedalaman

homogenitas dan jenis tanah/batuan yang, ada, yang dapat

digunakan untuk melengkapi rencana pemboran (jumlah titik dan

kedalaman).

Pelaksanaan penyelidikan geofisika ini harus disertai dengan

pemetaan topografi dan peta geologi teknik.

G. Laporan Survai Pendahuluan

Hasil survai pendahuluan dicantumkan kedalam Formulir lapangan

Survai Pendahuluan. Keterangan-keterangan survai pendahuluan

sangat berarti dalam menentukan langkah penyelidikan selanjutnya.

Dengan demikian pelaksanaan survai pendahuluan harus mencatat

keterangan-keterangan tentang apa yang diamati dalam survai

pendahuluan ini, dan mampu memberi saran-saran selanjutnya.

Sebaiknya pelaksana ini harus mempunyai dasar pengetahuan

geologi, teknik tanah, teknik pondasi ataupun teknik jembatan

Apabila dari hasil survai pendahuluan lokasi jembatan tidak dapat

dipertahankan maka dapat disarankan peninjauan kembali rencana

lokasi jembatan semula.

Apabila hasil survai pendahuluan menunjukkan bahwa hasil

penyelidikan tanah yang tersedia (ex laporan perencanaan teknis

jembatan) dinilai kurang memadai, maka disarankan untuk melakukan

penyelidikan tanah ulang di titik-titik sondir dan titik-titik bor yang

dipertimbangkan dapat merepresentasikan kondisi tanah yang harus

digunakan dalam perhitungan pondasi jembatan.

Page 114: PELATIHAN AHLI PERENCANAAN TEKNIS JEMBATAN (BRIDGE …sibima.pu.go.id/pluginfile.php/32446/mod_resource/content/1/2007-0… · BDE – 02 = KOORDINASI PENGUMPULAN DAN PENGGUNAAN DATA

Pelatihan Bridge Design Engineer Koordinasi Pengumpulan dan Penggunaan Data Teknis

5-10

H. Rencana Letak Titik Sondir Dan Titik Bor

Dalam memilih rancangan pondasi jembatan, diperlukan data-data

lapangan yang diperoleh dari test sondir, bor-log lapangan dan bor-log

akhir. Test sondir dimaksudkan untuk mendapatkan data tentang

perlawanan tanah terhadap ujung konus dan lekatan tanah terhadap

selimut bikonus. Data-data tersebut diperoleh dengan cara menekan

konus dan bikonus ke dalam lapisan tanah yang diselidiki, digambarkan

ke dalam suatu grafik yang menunjukkan hubungan antara kedalaman

ujung konus (m) dengan tekanan konus (kg/cm2) dan antara kedalaman

ujung konus (m) dengan hambatan pelekat (kg/cm). Sedangkan bor log

merupakan hasil uji pemboran berupa penampang yang menggambarkan

lapisan-lapisan tanah disertai dengan keterangan-keterangan yang

diperlukan untuk menganalisa kondisi tanah/batuan yang harus

dipertimbangkan untuk perencanaan pondasi jembatan. Bor-log lapangan

merupakan catatan-catatan berdasarkan fakta-fakta lapangan sedangkan

bor-log akhir dibuat berdasarkan bor-log lapangan dan hasil-hasil

pengujian laboratorium.

Dari penjelasan di atas dapat diambil kesimpulan bahwa data-data yang

diperoleh dari test sondir, bor-log lapangan dan bor-log akhir harus

memberikan informasi yang tepat dan akurat guna kepentingan

perhitungan pondasi jembatan. Ini berarti bahwa letak titik sondir dan bor

harus sedemikian sehingga hasil pengolahan dan evaluasi data tanah

yang dibuat dapat merepresentasikan informasi tentang properties tanah

yang diperlukan dalam perhitungan pondasi jembatan.

Letak titik sondir dan titik bor kadang-kadang tidak dapat tepat pada

rencana letak bangunan mengingat situasi-lapangan yang sulit. Oleh

karena itu penting diketahui sampai beberapa jauh dapat diadakan

penggeseran, relokasi, pengurangan atau penambahan titik penyelidikan.

Untuk pemboran mesin perlu juga ditinjau jalan masuk kelokasi.

Jumlah dan letak titik sondir dan titik bor (contoh)

Jika jembatan dengan bangunan-bangunan atas diletakkan di 1 (satu)

abutment kiri, dan 2 (dua) pilar dan 1 (satu) abutment kanan, serta

direncanakan berdasarkan data sondir dan bor yang lengkap, maka

Page 115: PELATIHAN AHLI PERENCANAAN TEKNIS JEMBATAN (BRIDGE …sibima.pu.go.id/pluginfile.php/32446/mod_resource/content/1/2007-0… · BDE – 02 = KOORDINASI PENGUMPULAN DAN PENGGUNAAN DATA

Pelatihan Bridge Design Engineer Koordinasi Pengumpulan dan Penggunaan Data Teknis

5-11

pekerjaan sondir dan bor yang harus dilakukan adalah sebagai

berikut:

a. Penyelidikan tanah untuk 2 titik sondir di abutmen kiri, 8 titik

sondir di dasar sungai/lembah, 2 titik sondir di abutmen kanan.

Dalam hal ini sebanyak 6 titik sondir berada di sebelah kiri as

jembatan dan 6 titik sondir berada di sebelah kanan as jembatan.

b. Penyelidikan tanah untuk 1 titik bor di abutmen kiri, 4 titik bor di

dasar sungai/lembah, 1 titik bor di abutmen kanan. Lokasi titik-

titik bor tersebut berada kurang lebih tepat di bawah as jembatan.

Yang harus dipastikan adalah apakah rencana pelaksanaan

pekerjaan sondir dan bor yang akan digunakan dalam perencanaan

pondasi jembatan jumlah dan letaknya memenuhi persyaratan

perencanaan dan dapat dipastikan tingkat akurasinya;

5.3.2 Survai Sumber Material (Quarry)

Lingkup kegiatan dan tujuan survai sumber material (quarry) ini adalah:

Menyelidiki lokasi, jalur pengangkutan dan volume potensial material

konstruksi yang tersedia

Menyelidiki mutu material konstruksi melalui pengujian laboratorium.

Kegiatan yang dilakukan adalah untuk memberikan informasi tentang lokasi

sumber material yang ada disekitar lokasi rencana pembangunan jembatan,

menyangkut jenis, komposisi, kondisi beserta perkiraan jumlah dan lain-

lainnya, yang dapat digunakan sebagai bahan konstruksi yang proporsional

untuk pekerjaan struktur dan oprit jembatan dan akan dibuat petanya untuk

dimasukkan ke dalam gambar rencana.

Material untuk konstruksi yang diperiksa adalah : tanah untuk timbunan, batu

pecah, pasir, aspal, termasuk material untuk pekerjaan struktur.

5.4. Koordinasi Penyelidikan Tanah dan Pengujian Laboratorium

Setelah lokasi titik-titik explorasi ditentukan, langkah selanjutnya yang perlu

dilakukan adalah koordinasi pelaksanaan penyelidikan tanah dan pengujian

laboratorium. Dalam hal ini diperlukan jaminan kepastian tentang ketepatan lokasi

titik-titik explorasi yang akan diambil data tanahnya, peralatan yang digunakan

Page 116: PELATIHAN AHLI PERENCANAAN TEKNIS JEMBATAN (BRIDGE …sibima.pu.go.id/pluginfile.php/32446/mod_resource/content/1/2007-0… · BDE – 02 = KOORDINASI PENGUMPULAN DAN PENGGUNAAN DATA

Pelatihan Bridge Design Engineer Koordinasi Pengumpulan dan Penggunaan Data Teknis

5-12

maupun pengujian laboratorium yang akan dilakukan terhadap sampling tanah yang

diambil dari lapangan.

5.4.1 Pengukuran Lokasi Titik Sondir Dan Titik Bor

Apabila letak titik sondir dan titik bor belum ditetapkan pada waktu survai

pendahuluan maka letak titik titik penyelidikan tersebut harus diukur dengan

tepat dan dicantumkan pada peta/sketsa situasi.

Apabila peta situasi dan penampang melintang sungai pada as rencana

jembatan belum tersedia, maka perlu dilakukan pengukuran dengan cara

sederhana atau khusus tergantung keadaan medan.

Pengukuran cara sederhana (untuk medan sederhana dan sempit) misalnya

menggunakan kompas dan peta ukur, sipat datar (water pass) dengan slang

plastik diisi air dan sebagainya. Pengukuran cara khusus (untuk medan berat

dan luas) dilakukan dengan alat ukur presisi.

Bentuk penampang sungai sedikit banyak mempengaruhi rencana

penyelidikan dan rencana peletakan pondasi terhadap tebing baik horizontal

maupun vertikal, sehingga penampang sungai perlu diukur dan digambar

yang mencakup;

a. tinggi lereng

b. sudut/kemiringan lereng - muka air banjir

c. muka air terendah

d. dasar sungai terdalam dan lain-lain.

Sebagai titik nol diambil lantai atau bidang atas kepala jembatan yang ada.

Untuk daerah yang belum ada jembatan, titik nol ini harus dibuat lebih dahulu

berupa patok beton permanen yang menunjukkan ketinggian dari

orientasinya dan letaknya tidak terganggu pada waktu pembangunan

jembatan tersebut. Letak titik-titik penyelidikan harus diberi patok sesuai

dengan rencana penyelidikan dan diberi nomer urut.

Apabila diperlukan titik-titik penyelidikan tambahan sesuai dengan

kebutuhan. maka harus dilakukan pula pematokan tambahan dan diberi

nomor urut juga.

Kontrol Vertikal

Untuk mencatat hasil-hasil penyelidikan bawah permukaan diperlukan

adanya titik tetap sebagai dasar pengukuran ketinggian titik penyelidikan

Page 117: PELATIHAN AHLI PERENCANAAN TEKNIS JEMBATAN (BRIDGE …sibima.pu.go.id/pluginfile.php/32446/mod_resource/content/1/2007-0… · BDE – 02 = KOORDINASI PENGUMPULAN DAN PENGGUNAAN DATA

Pelatihan Bridge Design Engineer Koordinasi Pengumpulan dan Penggunaan Data Teknis

5-13

dan kedalaman yang dicapai. Ketinggian titik penyelidikan dapat diukur

terhadap titik nol yang telah ditentukan untuk suatu daerah penyelidikan.

Untuk penyelidikan yang dilakukan:

o Di darat, ketinggian titik penyelidikan diukur dari muka tanah

setempat terhadap titik nol.

o Di air dengan menggunakan lantai kerja,ketinggian titik penyelidikan

diukur dari permukaan lantai kerja terhadap titik nol.

o Di air dengan menggunakan ponton/rakit, ketinggian titik penyelidikan

diukur dari permukaan lantai ponton/rakit terhadap titik nol.

Apabila permukaan air mempunyai fluktuasi yang cukup besar, maka

pengukuran ketinggian titik penyelidikan harus dilakukan secara periodik.

Pengukuran ketinggian penyelidikan terhadap titik nol dapat dilakukan

secara langsung atau dengan perantaraan tanda-tanda tetap yang

sengaja dipasang. Batas toleransi pengukuran ketinggian titik

penyelidikan maksimum adalah 0,05 meter.

Toleransi Perubahan Letak Titik Penyelidikan

Letak dan jumlah titik penyelidikan (sondir dan bor) harus diusahakan

tepat sesuai dengan yang telah direncanakan, dengan toleransi radius

0,50 meter dari titik rencana semula. Dalam keadaan tertentu letak dan

jumlah titik penyelidikan dapat digeser atau ditambah dengan

berpedoman pada peta situasi.

Penambahan jumlah dan penggeseran titik penyelidikan diluar ketentuan

yang ada harus ditentukan oleh ahli teknik tanah atau ahli geologi yang

bertanggung jawab dalam pekerjaan tersebut, dengan memperhatikan

kondisi tanah/batuan setempat.

Lokasi penggeseran atau penambahan titik penyelidikan harus

dicantumkan dalam peta situasi. Alasan penggeseran atau penambahan

titik penyelidikan harus dicatat dalam laporan pekerjaan lapangan.

5.4.2 Penentuan Peralatan Yang Sesuai

A. Peralatan Untuk Pekerjaan Sondir

Sondir merupakan salah satu uji lapangan yang populer di tanah air

karena beberapa keunggulan antara lain, (a) penggunaan yang

sederhana, (b) dapat memberi gambaran tanah dengan cepat dan (c)

Page 118: PELATIHAN AHLI PERENCANAAN TEKNIS JEMBATAN (BRIDGE …sibima.pu.go.id/pluginfile.php/32446/mod_resource/content/1/2007-0… · BDE – 02 = KOORDINASI PENGUMPULAN DAN PENGGUNAAN DATA

Pelatihan Bridge Design Engineer Koordinasi Pengumpulan dan Penggunaan Data Teknis

5-14

memberi profil kekuatan Tanah secara menerus. Kelemahan Sondir

adalah tidak dapat melihat contoh tanah. Ada 2 (dua) jenis peralatan

sondir yang dikenal yaitu Sondir Mekanis dan Sondir Elektrik

sebagaimana dijelaskan di bawah :

Sondir Mekanis

Sondir mekanis dilakukan dengan mendorong ke dalam tanah sebuah

konus dengan luas proyeksi sebesar 10 cm2 bersudut kemiringan 60

derajat. Tekanan yang dibutuhkan untuk mendorong konus disebut

tekanan konus (cone resistance, qc). Pada sondir jenis bikonus terdapat

selubung gesek dibelakang konus dengan luas selimut sebesar 150 cm2.

Tekanan yang dibutuhkan untuk mendorong selubung gesek disebut

tekanan friksi (local friction,fs). Penetrasi sondir dilakukan dengan

kecepatan standar yaitu 20 mm per detik. Pengukuran tekanan konus

dan tekanan friksi pada jenis sondir mekanik dilakukan setiap 20 cm.

Standar prosedur pengujian sondir dan ukuran standard konus yang

dianjurkan dapat dipelajari pada ASTM D3441.

Untuk tanah liat yang lunak dan uji sondir dengan kedalaman besar,

berat tiang tekan dalam (inner rods) akan lebih besar dari pada daya

dukung tanah. Oleh karena itu, tekanan konus dan friksi harus dikoreksi

dengan berat tiang. Pembersihan berkala untuk tiang tekan dan bikonus

harus dilakukan untuk mengurangi gesekan yang dapat memberi hasil uji

yang cenderung membesar.

Sondir Elektrik

Belakangan ini telah terdapat sondir elektrik untuk mengukur tekanan

konus dan tekanan friksi secara menerus dengan akurasi jauh lebih baik

dari pada sondir mekanik. Koreksi berat tiang tekan seperti yang

dilakukan untuk sondir mekanik tidak perlu dilakukan untuk sondir listrik

karena sensor tepat berada diujung konus. Dengan demikian, sondir

elektrik cukup sensitif untuk tanah liat sangat lunak sehingga baik

digunakan untuk proyek-proyek reklamasi.

Untuk sondir elektrik, telah diciptakan pula sensor untuk mengukur

tekanan air pori yang sangat berguna untuk penentuan jenis tanah, yaitu

(a) tekanan air pori yang cenderung sama dengan tekanan air hidrostatis

Page 119: PELATIHAN AHLI PERENCANAAN TEKNIS JEMBATAN (BRIDGE …sibima.pu.go.id/pluginfile.php/32446/mod_resource/content/1/2007-0… · BDE – 02 = KOORDINASI PENGUMPULAN DAN PENGGUNAAN DATA

Pelatihan Bridge Design Engineer Koordinasi Pengumpulan dan Penggunaan Data Teknis

5-15

menunjukkan tanah jenis pasiran, (b) tekanan air pori yang lebih besar

dari tekanan hidrostatis menunjukan tanah liat lunak hingga sedang, dan

(c) untuk tanah liat atau pasir sangat padat; tekanan air pori cenderung

lebih kecil dari pada tekanan hidrostatis. Uji dissipation yang

menghentikan penetrasi sondir dan membiarkan air pori kembali ke

kondisi hidrostatis sangat berguna untuk rnempelajari kecepatan

konsolidasi (rate of consolidation). Apabila tekanan air pori dibiarkan

terus sampai stabil, tekanan air tersebut menunjukkan tekanan

hidrostatisnya.

Korelasi Umum Hasil Sondir

Hasil sondir biasanya ditampilkan dalam grafik tekanan konus (qc),

tekanan friksi (fs) serta perbandingan friksi dan konus (FR = fs/qc x

100%) dengan kedalaman. Untuk sondir elektrik, grafik tegangan air pori

juga ditampilkan dengan kedalaman. Dari grafik sondir, dapat diperoleh

korelasi dengan jenis tanah serta sifat mekanis lainnya. Penggunaan

tabel korelasi tersebut perlu diverifikasi dengan data pengeboran untuk

memastikan akurasi.

Penggunaan dan Batasan Sondir

Sondir digunakan untuk mengetahui profil tanah dan mencari kuat geser

tanah melalui korelasi empiris. Sondir elektrik dengan uji disipasi berguna

untuk mencari koefisien konsolidasi tanah lateral yang sering dipakai

pada perencanaan reklamasi dengan vertical drains.

Penyelidikan tanah dengan sondir tanpa dibarengi pengeboran sangat

tidak dianjurkan terutama pada daerah baru tanpa pengalaman yang

memadai karena Sondir tidak dapat memperoleh contoh tanah. Sondir

yang tidak dapat menembus tanah keras bukan jaminan bahwa lapisan

keras tersebut cukup tebal. Oleh karena itu, Sondir hanya dilakukan

sebagai pelengkap penyelidikan yang dikombinasikan dengan

pengeboran dan pengambilan contoh tanah.

Sondir mekanis kurang sensitif pada tanah liat sangat lunak dan

dianjurkan untuk menggunakan sondir elektrik. Sondir juga tidak dapat

dipakai pada tanah berbatuan atau berkerikil.

Page 120: PELATIHAN AHLI PERENCANAAN TEKNIS JEMBATAN (BRIDGE …sibima.pu.go.id/pluginfile.php/32446/mod_resource/content/1/2007-0… · BDE – 02 = KOORDINASI PENGUMPULAN DAN PENGGUNAAN DATA

Pelatihan Bridge Design Engineer Koordinasi Pengumpulan dan Penggunaan Data Teknis

5-16

Kelemahan Sondir elektrik adalah mahalnya investasi serta mudah

rusaknya komponen elektronik. Tidak terdapatnya pusat reparasi lokal

dengan dukungan komponen elektronik yang memadai sering

menghambat progress penyelidikan tanah bila Sondir elektriknya rusak.

Pada penggunaan Sondir elektrik, posisi filter untuk pengukuran tekanan

air pori perlu diperhatikan karena berbeda untuk Sondir elektrik yang satu

dengan yang lain tergantung dari produsen. Respon tekanan air pori

akan berbeda-beda tergantung pada posisi filter. Oleh karena itu,

penggunaan korelasi yang didapat dari tulisan ilmiah harus diperhatikan

apakah konus yang dipakai adalah sejenis. Seperti halnya pada semua

korelasi empiris, pengalaman setempat dibutuhkan sehingga korelasi

tersebut tidak dapat dipakai secara universal.

B. Peralatan Untuk Pekerjaan Pemboran

Pemilihan peralatan untuk pemboran, akan tergantung pada metoda

pemboran, kemudahan mencapai lokasi, kondisi tanah/batuan,

kedalaman yang dikehendaki serta kondisi air tanah. Pada bagian ini

akan diutarakan secara umum mengenai metoda pemboran beserta

peralatan dan penggunaannya untuk memberikan gambaran dalam

memilih peralatan pemboran.

Pemboran Putar (Rotary Drilling)

Pemboran dengan sistim Putar sampai saat ini dianggap yang paling

cocok untuk penyelidikan tanah bawah permukaan. Dengan metoda ini

praktis semua jenis tanah/batuan dapat diselidiki dengan baik termasuk

pengambilan contoh dan klasifikasinya. Semua alat pengambil sample uji

cocok dengan metoda ini.

Kerugiannya yang utama adalah: metoda ini memerlukan air/lumpur

pembilas dan perlengkapan yang relatif berat.

Dengan menggunakan peralatan yang sesuai pemboran dengan sistim

putar dapat digunakan untuk pengambilan contoh tanah asli, contoh inti,

contoh cutting dan pemeriksaan setempat yang berhubungan dengan

penentuan sifat teknis tanah/batuan. Keberhasilan dan ketelitian data

yang diperoleh dengan pemboran putar ini sebagian besar tergantung

kepada ketepatan penggunaan alat pengambilan contoh, alat

Page 121: PELATIHAN AHLI PERENCANAAN TEKNIS JEMBATAN (BRIDGE …sibima.pu.go.id/pluginfile.php/32446/mod_resource/content/1/2007-0… · BDE – 02 = KOORDINASI PENGUMPULAN DAN PENGGUNAAN DATA

Pelatihan Bridge Design Engineer Koordinasi Pengumpulan dan Penggunaan Data Teknis

5-17

pemeriksaan lapangan (SPT, Vane dan sebagainya), prosentase contoh

atau inti yang terambil, pengalaman pelaksana pemboran, ketelitian

pencatatan penampang dan keterangan pemboran (logging), ketepatan

memilih prosedur yang diikuti serta disesuaikan dengan keadaan

tanah/batuan yang dijumpai.

Dalam pengambilan contoh inti, yang dimaksudkan dengan prosentase

inti terambil (core recovery) adalah prosentase panjang contoh yang

terambil dibandingkan dengan panjang tabung penginti yang masuk

kedalam tanah/batuan yang ditembus. Prosentase inti terambil dapat

digunakan sebagai petunjuk didalam mengevaluasi sifat fisis

tanah/batuan yang dijumpai. Pada umumnya contoh inti yang hancur dan

tidak dapat diangkat keatas permukaan tanah akan menunjukan batuan

lunak, rapuh, lepas atau remuk. Sedangkan bagian inti utuh menunjukan

lapisan tanah keras atau padat.

Contoh-contoh inti dapat menunjukan susunan dan sifat berbagai lapisan,

struktur dan tekstur dari batuan yang dijumpai. Cengan alat ini dapat

digunakan metoda pengambil contoh inti menerus (continous coring).

Cara umum untuk menilai mutu batuan adalah dengan RQD (Rock

Quality Designation). RQD bertujuan menggambarkan mutu batuan yaitu

banyak retakan dan alterasi dari contoh inti tersebut.

Prosedurnya adalah dengan menjumlahkan panjang potongan-potongan

inti yang berukuran lebih besar atau sama dengan 10c, selanjutnya

panjang jumlah potongan-potongan ini dibandingkan terhadap panjang

inti yang seharusnya didapat dan dinyatakan dalam persen (%).

Hubungan antara RQD dengan mutu batuan adalah sebagai berikut :

R.Q.D. (%) Mutu Batuan

0 - 25 sangat jelek

25 - 50 jelek

50 - 75 cukup

75 - 90 baik

90 - 100 sangat baik

Pemboran Auger (Auger Drilling).

Cara pemboran ini baik dipergunakan bila yang dibutuhkan adalah

pengambilan contoh tanah tidak asli dan akan lebih tepat untuk jenis

Page 122: PELATIHAN AHLI PERENCANAAN TEKNIS JEMBATAN (BRIDGE …sibima.pu.go.id/pluginfile.php/32446/mod_resource/content/1/2007-0… · BDE – 02 = KOORDINASI PENGUMPULAN DAN PENGGUNAAN DATA

Pelatihan Bridge Design Engineer Koordinasi Pengumpulan dan Penggunaan Data Teknis

5-18

tanah yang mempunyai sifat kohesi. Contoh tanah dapat diambil dari

material yang melekat pada mata bor (auger) yang digunakan.

Keuntungan cara ini antara lain; pekerjaan pemboran cepat dan tidak

menggunakan air pembilas. Dengan cara ini dapat pula dilakukan

pengambilan contoh asli dan pemeriksaan setempat lainnya dengan

dibantu alet-alat khusus (tabung contoh, tabung belah/split barrel dan

sebagainya). Cara ini lebih banyak digunakan untuk mengetahui

penyebaran lapis an tanah kearah lateral.

Beberapa faktor yang mempengaruhi keterbatasan penggunaan bor

auger antara lain:

kekerasan lapisan tanah yang ditembus. Kedalaman yang dicapai

dengan bor auger sangat tergantungkepada letak kedalaman lapisan

tanah keras.

lapisan tanah yang berbutir besar (mengandung ke rikil dan atau

kerakal! sangat sulit ditembus dengan bor auger.

untuk lokasi pemboran yang mempunyai permukaan air tanah tinggi

dapat menyebabkan tanah yang melekat pada mata mata bor mudah

lepas dan contoh tanah sulit diambil.

cara ini tidak cocok untuk pemboran yang dilakukan di atas

ponton/rakit.

Bila menggunakan "hollow stem auger" pada lapisan pasir dibawah

permukaan air tanah, perlu dipertahankan keseimbangan permukaan air

tanah didalam lubang bor terhadap sekitarnya, agar pasir tidak masuk

kedalam 'hollow stem". Bila ini terjadi maka untuk keperluan pemeriksaan

penetrasi standar dasar lubang bor harus dibersihkan terlebih dahulu.

Pemboran Semprot (Wash Boring)

Istilah pemboran semprot (wash boring) menunjukkan dua prosedur

pemboran yang berbeda. Pengertian pertama menunjukkan pemboran

dimana sebuah pipa dimasukkan kedalam tanah dengan atau tanpa pipa

lindung (casing), bersamaan dengan penyemprotan air pada ujung

bawahnya.

Pelaksanaannya dilakukan dengan tangan. Contoh yang didapat

hanyalah contoh cucian. Bila pemboran sudah cukup dalam, maka harus

Page 123: PELATIHAN AHLI PERENCANAAN TEKNIS JEMBATAN (BRIDGE …sibima.pu.go.id/pluginfile.php/32446/mod_resource/content/1/2007-0… · BDE – 02 = KOORDINASI PENGUMPULAN DAN PENGGUNAAN DATA

Pelatihan Bridge Design Engineer Koordinasi Pengumpulan dan Penggunaan Data Teknis

5-19

hati-hati dalam menentukan permukaan lapisan tanah yang ditembus,

karena harus dipertimbangkan adanya waktu angkut contoh cucian

(contoh cucian dari dasar lubang bor sampai kepermukaan memerlukan

waktu yang lamanya bergantung pada kecepatan air pembilas). Cara ini

merupakan cara yang tidak teliti, oleh karena itu harus hati-hati dalam

menginterpretasikan hasilnya dan hanya boleh digunakan bila telah

benar-benar dipertimbangkan maksud dan tujuan pemboran yang akan

dilakukan.

Pengertian kedua adalah cara pemboran dimana kemajuan pemboran

pada interval pengambilan contoh dilakukan dengan tenaga semprotan

dan pemotongan oleh mata bor.

Pemboran dengan mengambil contoh menerus (Continuous Sampling)

Pada metoda ini sama sekali tidak digunakan air pembilas, semua alat

pengambil contoh hanya di tekan/ditumbuk/diputar secara kering untuk

pengambilan contoh tanah yang menerus.

Alat pengambil contoh, tabung penginti, tabung contoh asli, split barrel

dan sebagainya ditekan, di putar atau ditumbuk sampai kedalaman

tertentu (biasanya tidak lebih dari 0,75 meter), kemudian diangkat dan

isinya dikeluarkan. Alat tersebut dipasang pada mesin bor, sondir atau

langsung ditumbuk.

Contoh-contoh yang diperoleh dapat digunakan untuk pemeriksaan

lapangan ataupun laboratorium. Bila dikehendaki contoh tidak terganggu

untuk pemeriksaan laboratorium, maka tabung contoh harus ditutup

segera misalnya dengan parafin agar diperoleh contoh dalam keadaan

yang seasli mungkin dengan kadar air yang relative tetap.

Cara ini merupakan cara yang sangat tepat dan teliti untuk mendapatkan

keterangan mengenai tanah bawah permukaan digunakan pada

penyelidikan oprit dan stabilitas lereng karena seluruh kedalaman lubang

bor dapat diperiksa, tetnpi cara ini mahaldan lingkup penggunannya

terbatas. Umumnya cara penekanan ini hanya berhasil untuk lapisan

lempung dan lanau yang lembek sampai sedang.

Page 124: PELATIHAN AHLI PERENCANAAN TEKNIS JEMBATAN (BRIDGE …sibima.pu.go.id/pluginfile.php/32446/mod_resource/content/1/2007-0… · BDE – 02 = KOORDINASI PENGUMPULAN DAN PENGGUNAAN DATA

Pelatihan Bridge Design Engineer Koordinasi Pengumpulan dan Penggunaan Data Teknis

5-20

Pemboran Tangan.

Metoda ini menggunakan macam-macam mata bor tanah seperti mata

bor iwan jurret dan spiral. Lubang bor dibuat dengan jalan memutar

rangkaian tangkai pemutar batang bor dan mata bor tanah dengan

tangan dan dilakukan sedikit demi sedikit sesuai dengan panjang mata

bor yang digunakan. Tanah yang di-bor akan melekat didalam atau diluar

mata bor yang digunakan.

Penggunaan ini sangat terbatas untuk lapisan tanah yang lembek sampai

sangat kenyal dengan kedalaman yang dapat dicapai kurang lebih 10

meter atau 15 meter bila dibantu dengan penggunaan "tripod" (menara

kaki tiga).

Untuk menembus tanah keras/batuan lunak dapat dibantu dengan

penumbukan, yang menggunakan mata bor tumbuk seberat 25 sampai

40 kg. Untuk menembus lapisan tanah lepas dapat digunakan pipa

lindung yang diameternya sesuai dengan mata bor tanah yang

digunakan, sedangkan untuk mengangkat tanah yang berada didalam

pipa lindung dapat digunakan bor peluru (sand bailer), bor katup atau

pompa pasir (sand pump). Dengan pemboran ini dapat juga dilakukan

pengambilan contoh tanah tidak terganggu dan pemeriksaan tanah

setempat lainnya.

Pemboran Tumbuk

Pemboran tumbuk ada 2 macam yaitu:

Pemboran tumbuk dengan tangan

Pemboran tumbuk dengan mesin

Pemboran tumbuk dengan tangan dapat membantu pemboran tangan

dalam menembus lapisan tanah keras/ batuan lunak dan membantu

penyondiran dalam menembus lensa tanah keras/batuan lunak ataupun

mengetahui ketebalan lapisan tanah keras dengan tekanan 150 kg/cm2.

Pemboran tumbuk dengan mesin jarang digunakan dalam penyelidikan

tanah untuk pondasi jembatan, umumnya digunakan untuk pembuatan

sumur bor air. Hal ini disebabkan oleh beberapa factor antara lain

kesulitan dalam mendapatkan contoh tidak terganggu sangat

Page 125: PELATIHAN AHLI PERENCANAAN TEKNIS JEMBATAN (BRIDGE …sibima.pu.go.id/pluginfile.php/32446/mod_resource/content/1/2007-0… · BDE – 02 = KOORDINASI PENGUMPULAN DAN PENGGUNAAN DATA

Pelatihan Bridge Design Engineer Koordinasi Pengumpulan dan Penggunaan Data Teknis

5-21

terganggunya lapisan tanah/batuan yang akan diperiksa setempat, tidak

dapatnya diperoleh contoh inti dan sebagainya.

5.4.3 Pengambilan Contoh Tanah Untuk Pengujian Laboratorium

Dalam penyelidikan geoteknik untuk perencanaan jembatan diperlukan

contoh-contoh tanah/batuan guna identifikasi, klasifikasi, pemeriksaan

lapangan atau laboratorium.

Contoh-contoh yang diambil harus benar-benar mewakili lapisan

tanah/batuan yang dijumpai, karena contoh yang tidak mewakili dapat

menghasilkan kesimpulan-kesimpulan yang salah.

Contoh tanah terdiri dari:

Contoh terganggu, adalah contoh yang diambil dengan tidak menjaga

keutuhan struktur aslinya dari tanah/batuan tersebut. Contoh-contoh ini

dipergunakan untuk pengamatan umum pemeriksaan visual, klasifikasi

dan pemeriksaan-pemeriksaan laboratorium yang tidak mementingkan

struktur asli dari tanah/batuan.

Contoh tidak terganggu, adalah contoh yang relatif tidak terganggu, baik

struktur maupun kadar airnya. Contoh-contoh ini selain digunakan untuk

pemeriksaan klasifikasi dapat juga dipergunakan untuk pemeriksaan-

pemeriksaan antara lain kepadatan, kadar air, konsolidasi, triaxial, kuat

tekan bebas dan kuat geser langsung. Faktor penting yang harus

diperhatikan dalam pengambilan contoh asli ialah tinggi muka air didalam

pipa lindung harus sama atau lebih tinggi dari pada muka air tanah

ditempat pemboran dilaksanakan. Ini dimaksudkan agar kadar air contoh

yang didapat tidak dipengaruhi oleh air disekitar tempat pengambilan

contoh, karena jika ketinggian muka air dalam pipa lindung turun dibawah

muka air tanah, disekitarnya akan terjadi keadaan "quick" atau "running".

Terjadinya kondisi "running" ini terutama disebabkan oleh prosedur

pemboran dan dalam hal ini terjadi data yang diperoleh kurang dapat

dipercaya.

Tingkat ketergantungan contoh tergantung kepada beberapa faktor

antara lain jenis tanah yang diambil, alat pengambilan contoh serta

perlengkapan yang digunakan dan keterampilan pelaksana lapangan.

Pengaruh udara luar yang cukup lama sebagai akibat terbukanya contoh

Page 126: PELATIHAN AHLI PERENCANAAN TEKNIS JEMBATAN (BRIDGE …sibima.pu.go.id/pluginfile.php/32446/mod_resource/content/1/2007-0… · BDE – 02 = KOORDINASI PENGUMPULAN DAN PENGGUNAAN DATA

Pelatihan Bridge Design Engineer Koordinasi Pengumpulan dan Penggunaan Data Teknis

5-22

akan merubah contoh tidak terganggu menjadi contoh yang tidak

mewakili, karena itu cara pengambilan dan pemeliharaan contoh yang

mewakili tidak boleh dikesampingkan. Pengambilan contoh harus

dikaitkan dengan pemeriksaan penetrasi standar, karena kedua-duanya

dapat saling melengkapi, antara lain dapat dikorelasikannya hasil

laboratorium dengan harga N dari penetrasi standar, terutama bila

dipertimbangkan akan digunakan pondasi langsung atau pondasi tiang

lekat.

Perlu diketahui bahwa pemeriksaan penetrasi standar lebih dapat

dipercaya untuk lapisan pasir daripada untuk lapisan lempung, karena itu

data yang digunakan untuk desain pondasi pada lapisan lempung dan

lanau plastis lebih akurat dengan uji lapangan sondir atau vane shear

dan dari hasil pemeriksaan laboratorium dari hasil pengambilan sample

terhadap contoh-contoh tidak terganggu. Macam-macam pengambilan

contoh akan digunakan dibawah ini.

A. Pengambilan Contoh dengan Tabung Contoh berdinding Tipis

Tabung contoh berdinding tipis (shelby tube) atau tabung tekan (push

barrel) digunakan untuk me ngambil contoh tanah tidak terganggu

guna pameriksaan laboratorium. Pengambilan contoh dilakukan

dengan menekan tabung tersebut kedalam lapisan tanah pada

kedalaman yang dikehendaki. Diameter contoh tidak terganggu yang

dapat diambil dengan tabung ini berkisar an tara 50,80 mm - 127,00

mm. Pengambilan contoh dengan tabung ini lebih tepat untuk jenis

tanah kohesif (lempung atau lanau) yang bersifat teguh (firm) sampai

kenyal (stiff).

Untuk memperoleh prosentase contoh terambil yang lebih tinggi pada

tanah lembek yang bersifat agak lepas (kepasiran, kelanauan) di

kepala tabung dipasang bola (ball check valve), yang harus dapat

bekerja dengan baik.

B. Pengambilan Contoh dengan Tabung Bertorak (Piston Sampler)

Pengambilan contoh ini dilakukan dengan tabung berdinding tipis

yang dilengkapi dengan torak didalamnya yang bersifat stationer

dalam kerjanya.

Page 127: PELATIHAN AHLI PERENCANAAN TEKNIS JEMBATAN (BRIDGE …sibima.pu.go.id/pluginfile.php/32446/mod_resource/content/1/2007-0… · BDE – 02 = KOORDINASI PENGUMPULAN DAN PENGGUNAAN DATA

Pelatihan Bridge Design Engineer Koordinasi Pengumpulan dan Penggunaan Data Teknis

5-23

Bila alat ini dipergunakan untuk mengambil contoh pasir lepas maka

yang perlu diperhatikan ialah terjadinya kompresi terhadap contoh.

Bila tabung contoh ditekan kedalarm lapisan pasir tadi sedalam lebih

dari 5 kali tabung yang di pergunakan, maka akan terjadi pemadatan

karena adanya geseran (friction) yang berlebihan antara contoh

dengan permukaan dalam tabung contoh.

Untuk mendapatkan contoh pasir yang sangat lepas (N<5) alat ini

telah dikembangkan oleh Matsubara (1977), berupa tabung bertorak

yang dilengkapi.dengan tabung baja disebelah luarnya dan

mempunyai tabung karet (rubber tube) pada ujung - bawahnya

mencegah terjadinya kehilangan contoh. Dengan cara ini contoh

terambil umumnya dapat menca pai 95%, walaupun ada

kemungkinan dapat mencapai 100%. Hal ini tidak menjamin tidak

terjadinya perubahan struktur atau kepadatan (density).

C. Pengambilan Contoh dengan Tabung Belah (Split Barrel)

Tabung belah (split barrel atau split spoon) dengan diameter luar 5

cm dan diameter dalam 3,5 cm disamping digunakan untuk

pemeriksaan penetrasi standar dapat pula digunakan untuk

pengambilan contoh.

Contoh-contoh yang didapat dari tabung belah ini bukan merupakan

conntoh tidak terganggu, walaupun demikian sebagian struktur asli

dari tanah yang diambil masih dapat dipertahankan, sehingga dapat

digunakan untuk pemeriksaan visual dan klasifikasi.

Sebagian contoh-contoh tersebut biasanya disimpan dalam tabung

gelas/plastik untuk arsip dan sebagian lagi untuk pemeriksaan

laboratorium (seperti kadar air, berat jenis, atterberg limit, analisa

butir dan sebagainya).

Khusus untuk pemeriksaan kadar air harus ditutup serapat mungkin,

sehinaga tidak ada kehilangan air. Pengambil contoh tabung belah

(split barrel sample) dapat diperoleh dalam beberapa ukuran. Ukuran

yang paling umum digunakan adalah ukuran seperti tersebut diatas.

Page 128: PELATIHAN AHLI PERENCANAAN TEKNIS JEMBATAN (BRIDGE …sibima.pu.go.id/pluginfile.php/32446/mod_resource/content/1/2007-0… · BDE – 02 = KOORDINASI PENGUMPULAN DAN PENGGUNAAN DATA

Pelatihan Bridge Design Engineer Koordinasi Pengumpulan dan Penggunaan Data Teknis

5-24

D. Pengambilan Contoh dengan Tabung Penginti Tunggal (Single Core

Barrel)

Metoda ini dimaksudkan untuk memperoleh contoh klasifikasi visual

dan membuat bor-log. Contoh inti yang didapat pada umumnya

terganggu, akibat tekanan bor pada waktu pemotongan dan

pemasukan inti kedalam tabung tersebut. Pengambilan contoh

dengan menggunakan tabung Penginti tunggal akan menghasilkan

inti yang baik hanya untuk batuan yang keras dan padat, disamping

diperlukan kecermatan pembor.

Bila Pengambilan contoh dengan cara ini digunakan untuk semua

jenis tanah (kecuali lempung yang sangat lembek dan pasir) maka

akan dihasilkan contoh-contoh yang mempunyai komponen-

komponen yang sama dengan aslinya.

E. Pengambilan Contoh dengan Tabung Penginti Ganda (Double Core

Barrel)

Pada umumnya Pengambilan contoh dengan tabung penginti ganda

(double core barrel) lebih luas penggunaannya dan akan memberikan

hasil yang lebih baik dari pada menggunakan tabung penginti tunggal,

karena dapat digunakan untuk mengambil contoh semua jenis

tanah/batuan yang diperlukan untuk pemeriksaan laboratorium.

Pengambil contoh ini terdiri atas tabung luar dan tabung dalam,

dimana air/lumpur pembilas bersirkulasi (masuk lewat diantara kedua

tabung).

Ada beberapa versi tabung penginti ganda ini yang desainnya

bergantung kepada sifat material yang akan diambil contohnya. Untuk

batuan tidak keras digunakan jenis pengambil contoh yang

mempunyai lembaran logam tipis sebagai pelapis bagian dalam

tabung dalam. Pelapis ini berguna untuk memudahkan pengambilan

inti dan merupakan pelindung contoh inti asli sewaktu diangkut ke

laboratorium. Untuk batuan keras pelapis logam tidak diperlukan

karena batuan tersebut sudah cukup kuat tanpa dilindungi pelapis.

Beberapa macam batuan misalnya batu gamping lunak dan serpih

lunak harus dibungkus dalam kemasan yang kedap air, karena ke

kuatannya akan berubah bila menjadi kering.

Page 129: PELATIHAN AHLI PERENCANAAN TEKNIS JEMBATAN (BRIDGE …sibima.pu.go.id/pluginfile.php/32446/mod_resource/content/1/2007-0… · BDE – 02 = KOORDINASI PENGUMPULAN DAN PENGGUNAAN DATA

Pelatihan Bridge Design Engineer Koordinasi Pengumpulan dan Penggunaan Data Teknis

5-25

F. Pengambilan Contoh dengan Tabung Penginti Rangkap Tiga

(Tripple Core Barrel)

Metoda pengambilan contoh jenis ini lebih teliti dan luas

penggunaannya dari pada metoda pengambilan contoh dengan

tabung penginti tunggal dan ganda, dimana "core recovery" yang

didapat lebih tinggi dan dapat digunakan untuk semua jenis

tanah/batuan. Jenis pengambil contoh ini terdiri dari tabung luar,

tabung dalam dan tabung paling dalam.

Prinsip kerja air/lumpur pembilas dalam tipe ini sama dengan tabung

penginti ganda, yaitu cairan pembilas masuk/lewat diantara tabung

luar dan dalam. Contoh inti terletak pada tabung yang paling dalam

dan tidak ikut berputar pada waktu pemboran. Keutuhan contoh pada

tabung penginti rangkap tiga lebih terjamin dari pada tabung penginti

ganda, karena contoh tidak terganggu oleh semprotan cairan

pembilas pada ujung mata bor. Jenis tabung penginti rangkap tiga ini

ada yang dikombinasikan dengan tabung retraktor yang menarik inti

kedalam (tripple tube retraktor core barrel). Tabung retraktor ini

digunakan untuk mengambil contoh material yang bersifat lunak dan

lepas.

G. Pengambilan Contoh Bilasan (Wash Sampling)

Pengambilan contoh tanah dengan pembilasan adalah untuk

mendapatkan contoh tanah tidak asli dari suatu lapisan tanah/batuan

yang ikut terbawa air pembilas yang digunakan dalam pemboran.

Pengambilan contoh dengan cara ini tidak dianjurkan, kecuali bila

sangat terpaksa, karena contoh yang terambil sangat terganggu

walaupun demikian semua contoh bilasan harus dikumpulkan untuk

seluruh kedalaman.

Penggambaran yang hanya berdasarkan pada contoh yang terbawa

air pembilas sering menghasilkan kesimpulan yang keliru.

Pengamatan contoh yang didapat dengan pembilasan hanya berguna

untuk melihat perubahan macam lapisan tanah/batuan.

Page 130: PELATIHAN AHLI PERENCANAAN TEKNIS JEMBATAN (BRIDGE …sibima.pu.go.id/pluginfile.php/32446/mod_resource/content/1/2007-0… · BDE – 02 = KOORDINASI PENGUMPULAN DAN PENGGUNAAN DATA

Pelatihan Bridge Design Engineer Koordinasi Pengumpulan dan Penggunaan Data Teknis

5-26

H. Pengambilan Contoh Kubus

Metoda ini dilakukan untuk memperoleh contoh kubus dari tanah

keras/batuan yang relatif dangkal dengan membuat sumur uji

(trench). Umumnya ukuran kubus 20x20x20 cm3.

Metoda ini dapat dilakukan dengan mudah, bila lokasi pengambilan

contoh kubus terletak diatas muka air tanah. Untuk lokasi dibawah

muka air tanah, maka peralatan penggalian harus dilengkapi dengan

pompa isap untuk mengeringkan dasar lubang galian. Contoh kubus

digunakan untuk pemeriksaan lengkap dilaboratorium. Contoh diambil

dengan cara ini relatif tidak terganggu.

I. Perlindungan dan Pengangkutan Contoh

Contoh tanah atau batuan sebagai hasil penyelidikan dilapangan

dikumpulkan kemudian diangkut ke laboratorium untuk pemeriksaan

selanjutnya.

Harus diingat bahwa contoh-contoh tersebut mudah rusak, sehingga

harus benar-benar diperhatikan cara/melindungi dan pengepakan

didalam pengangkutan ke laboratorium. Perlu disadari bahwa

pemakaian data dan hasil pemeriksaan contoh yang telah rusak

seringkali lebih jelek dibandingkan dengan tidak ada contoh sama

sekali.

Page 131: PELATIHAN AHLI PERENCANAAN TEKNIS JEMBATAN (BRIDGE …sibima.pu.go.id/pluginfile.php/32446/mod_resource/content/1/2007-0… · BDE – 02 = KOORDINASI PENGUMPULAN DAN PENGGUNAAN DATA

Pelatihan Bridge Design Engineer Koordinasi Pengumpulan dan Penggunaan Data Teknis

5-27

RANGKUMAN

a. Koordinasi pengumpulan maupun penggunaan data geologi teknik dan data

penyelidikan tanah yang ditulis dalam modul ini menjelaskan pemetaan permukaan

detail, penentuan lokasi dan jumlah titik explorasi, survai sumber material (quarry),

koordinasi pelaksanaan penyelidikan tanah dan pengambilan contoh tanah untuk

pengujian laboratorium.

b. Pemetaan permukaan detail menjelaskan pengertian tentang batuan, klasifikasi batuan

dasar dan pemetaan geologi

c. Penentuan lokasi dan jumlah titik explorasi menjelaskan dasar-dasar penentuan titik

explorasi yang mencakup survai pendahuluan, jenis peralatan dan perlengkapan

penyelidikan lapangan, titik ikat pengukuran, pengumpulan data dan informasi tentang

bangunan utilitas yang ada di bawah tanah di sekitar lokasi rencana jembatan,

penyelidikan geofisika, penyiapan laporan survai pendahuluan dan penentuan rencana

letak titik sondir dan titik bor.

d. Survai sumber material (quarry) menjelaskan kegiatan untuk memberikan informasi

tentang lokasi sumber material yang ada disekitar lokasi rencana pembangunan

jembatan, menyangkut jenis, komposisi, kondisi beserta perkiraan jumlah dan lain-

lainnya, yang dapat digunakan sebagai bahan konstruksi yang proporsional untuk

pekerjaan struktur dan oprit jembatan dan akan dibuat petanya untuk dimasukkan ke

dalam gambar rencana

e. Koordinasi pelaksanaan penyelidikan tanah menjelaskan kepastian tentang ketepatan

lokasi titik-titik explorasi yang akan diambil data tanahnya, peralatan yang digunakan

maupun pengujian laboratorium yang akan dilakukan terhadap sampling tanah yang

diambil dari lapangan.

f. Pengambilan contoh tanah untuk pengujian laboratorium menjelaskan bahwa dalam

penyelidikan geoteknik untuk perencanaan jembatan diperlukan contoh-contoh

tanah/batuan guna identifikasi, klasifikasi, pemeriksaan lapangan atau laboratorium.

Contoh-contoh yang diambil harus benar-benar mewakili lapisan tanah/batuan yang

dijumpai, karena contoh yang tidak mewakili dapat menghasilkan kesimpulan-

kesimpulan yang salah.

Page 132: PELATIHAN AHLI PERENCANAAN TEKNIS JEMBATAN (BRIDGE …sibima.pu.go.id/pluginfile.php/32446/mod_resource/content/1/2007-0… · BDE – 02 = KOORDINASI PENGUMPULAN DAN PENGGUNAAN DATA

Pelatihan Bridge Design Engineer Koordinasi Pengumpulan dan Penggunaan Data Teknis

5-28

LATIHAN / PENILAIAN MANDIRI

Latihan atau penilaian mandiri menjadi sangat penting untuk mengukur diri atas tercapainya

tujuan pembelajaran yang disampaikan oleh para pengajar/ instruktur, maka pertanyaan

dibawah perlu dijawab secara cermat, tepat dan terukur.

Kode/ Judul Unit Kompetensi :

INA.5212.113.01.02.07 : Melakukan Koordinasi Untuk Pengumpulan dan Penggunaan

Data Teknis

Soal :

No. Elemen Kompetensi / KUK (Kriteria Unjuk

Kerja) Pertanyaan

Jawaban:

Ya Tdk

Apabila ”Ya” sebutkan butir-

butir kemampuan anda

1. Melakukan koordinasi untuk pengumpulan dan penggunaan data lalu lintas

Sudah dibuat soalnya di Bab 2

2. Melakukan koordinasi untuk pengumpulan dan penggunaan data hidrologi, karakteristik

sungai dan perlintasan

dengan prasarana transportasi lainnya

Sudah dibuat soalnya di Bab 3

3. Melakukan koordinasi untuk pengumpulan dan penggunaan data topografi

Sudah dibuat soalnya di Bab 4

4. Melakukan koordinasi untuk pengumpulan dan penggunaan data geologi teknik dan penyelidikan tanah

4.1. Koordinasi pemetaan geologi permukaan detail (termasuk quarry), dan

4.3. Apakah anda mampu menentukan penggunaan peta geologi permukaan

a. ..........................

b. ..........................

c. ..........................

Page 133: PELATIHAN AHLI PERENCANAAN TEKNIS JEMBATAN (BRIDGE …sibima.pu.go.id/pluginfile.php/32446/mod_resource/content/1/2007-0… · BDE – 02 = KOORDINASI PENGUMPULAN DAN PENGGUNAAN DATA

Pelatihan Bridge Design Engineer Koordinasi Pengumpulan dan Penggunaan Data Teknis

5-29

penentuan lokasi/jumlah titik explorasi/jenis penyelidikan tanah di lokasi jembatan dilakukan sesuai dengan persyaratan teknis yang ditentukan.

dan memastikan lokasi/jumlah titik explorasi di lokasi rencana penempatan jembatan?

dst.

4.2. Laporan hasil pemetaan geologi permukaan detail diidentifikasi untuk digunakan sesuai dengan persyaratan teknis yang ditentukan.

4.2. Apakah anda mampu mengidentifikasi hasil pemetaan geologi permukaan detail untuk keperluan perencanaan jembatan?

a. ..........................

b. ..........................

c. ..........................

dst.

4.3. Rekomendasi hasil penyelidikan tanah diidentifikasi untuk digunakan sesuai dengan persyaratan teknis yang ditentukan.

4.3. Apakah anda mampu mengidentifikasi rekomendasi hasil penyilidikan tanah untuk keperluan perencanaan jembatan?

a. ..........................

b. ..........................

c. ..........................

dst.

Page 134: PELATIHAN AHLI PERENCANAAN TEKNIS JEMBATAN (BRIDGE …sibima.pu.go.id/pluginfile.php/32446/mod_resource/content/1/2007-0… · BDE – 02 = KOORDINASI PENGUMPULAN DAN PENGGUNAAN DATA

Pelatihan Bridge Design Engineer Koordinasi Pengumpulan dan Penggunaan Data Teknis

6-1

BAB 6

KOORDINASI UNTUK PENGUMPULAN DAN

PENGGUNAAN DATA KONDISI LINGKUNGAN SEKITAR

6.1. Umum

Bab ini menjelaskan koordinasi untuk pengumpulan maupun penggunaan data

kondisi lingkungan sekitar dalam rangka perencanaan jembatan yang prinsip atau

tata cara koordinasinya telah dijelaskan dalam Bab 1 Pendahuluan, Sub Bab 1.3

Koordinasi. Fokus tulisan ini dengan demikian dibatasi pada substansi inti yang

harus difahami oleh Bridge Design Engineer agar dapat melakukan koordinasi

dengan para pihak terkait berdasarkan batasan-batasan teknis dalam rangka

pengumpulan maupun penggunaan data kondisi lingkungan sekitar.

Koordinasi pengumpulan maupun penggunaan data kondisi lingkungan sekitar yang

ditulis dalam modul ini menjelaskan rencana pemantauan kondisi lingkungan sekitar,

pengaruh kondisi lingkungan sekitar terhadap jembatan yang akan dibangun dan

koreksi terhadap pemilihan rencana lokasi jembatan jika dianggap perlu.

6.2. Kondisi Lingkungan Sekitar

Dalam proses perencanaan jembatan, bridge design engineer perlu melakukan

rencana pemantauan kondisi lingkungan sekitar, dengan mempertimbangkan

kemungkinan melakukan pendekatan teknologi, yang kemudian harus dapat

dipadukan dengan pendekatan ekonomi, serta pendekatan institusional.

Peran bridge design engineer dalam hal ini adalah memberikan masukan-masukan

tentang kondisi lingkungan sekitar kepada Ahli Teknik Lingkungan (Environment

Engineer), kemudian minta pendapat Ahli Teknik Lingkungan tentang hal-hal apa

yang perlu mendapatkan perhatian untuk dapat memastikan ada atau tidak adanya

pengaruh lingkungan sekitar terhadap jembatan yang akan direncanakan. Atas

data-data awal yang diinformasikan oleh bridge design engineer tersebut, Ahli

Teknik Lingkungan diharapkan dapat memberikan pemecahan permasalahannya

yang dikemas melalui pendekatan teknologi, pendekatan ekonomi serta pendekatan

institusional sebagai berikut :

6.2.1. Pendekatan Teknologi

Page 135: PELATIHAN AHLI PERENCANAAN TEKNIS JEMBATAN (BRIDGE …sibima.pu.go.id/pluginfile.php/32446/mod_resource/content/1/2007-0… · BDE – 02 = KOORDINASI PENGUMPULAN DAN PENGGUNAAN DATA

Pelatihan Bridge Design Engineer Koordinasi Pengumpulan dan Penggunaan Data Teknis

6-2

Berupa tata cara teknologi yang dapat dipergunakan untuk melakukan

pemantauan lingkungan, seperti :

a. Menanggulangi kerusakan lingkungan, antara lain dengan :

1) Melakukan reklamasi lahan yang rusak.

2) Memperkecil erosi dengan sistem terasering dan penghijauan.

3) Penanaman kembali pohon-pohon pada lokasi bekas quarry dan

tanah kosong.

4) Tata cara pelaksanaan konstruksi yang tepat.

b. Menanggulangi limbah dan pencemaran lingkungan, antara lain dengan :

1) Mendaur ulang limbah, hingga dapat memperkecil volume limbah.

2) Mengencerkan kadar limbah, baik secara alamiah maupun secara

engineering.

3) Menyempurnakan design peralatan/mesin dan prosesnya, sehingga

kadar pencemar yang dihasilkan berkurang.

6.2.2. Pendekatan Ekonomi

Pendekatan ekonomi yang dapat dipakai dalam pengelolaan lingkungan

antara lain:

a. Kemudahan dan keringanan dalam proses pengadaan peralatan untuk

pengelolaan lingkungan.

b. Pemberian ganti rugi atau kompensasi yang wajar terhadap masyarakat

yang terkena dampak.

c. Pemberdayaan masyarakat dalam proses pelaksanaan kegiatan dan

penggunaan tenaga kerja.

d. Penerapan teknologi yang layak ditinjau dari segi ekonomi.

6.2.3. Pendekatan Institusional /Kelembagaan

Pendekatan institusional yang dipakai dalam pemantauan lingkungan, antara

lain :

a. Meningkatkan koordinasi dan kerjasama dengan instansi terkait, dan

masyarakat setempat dalam pemantauan lingkungan.

b. Melengkapi peraturan, dan ketentuan serta persyaratan yang nantinya

diperlukan untuk pengelolaan lingkungan termasuk sanksi-sanksinya.

c. Penerapan teknologi yang dapat didukung oleh institusi yang ada.

Page 136: PELATIHAN AHLI PERENCANAAN TEKNIS JEMBATAN (BRIDGE …sibima.pu.go.id/pluginfile.php/32446/mod_resource/content/1/2007-0… · BDE – 02 = KOORDINASI PENGUMPULAN DAN PENGGUNAAN DATA

Pelatihan Bridge Design Engineer Koordinasi Pengumpulan dan Penggunaan Data Teknis

6-3

Rekomendasi yang diajukan oleh Ahli Teknik Lingkungan tersebut diharapkan dapat

menjadi pertimbangan bagi bridge design engineer untuk melakukan penyesuaian-

penyesuaian dalam proses perencanaan teknis jembatan. Penyesuaian-

penyesuaian dimaksud dapat mengakibatkan harus dimunculkannya kegiatan-

kegiatan yang berkaitan dengan kondisi lingkungan sekitar, sebagai upaya untuk

membentengi jembatan dari pengaruh negatif lingkungan sekitar. Muara dari

persoalan lingkungan ini adalah biaya yang harus disediakan, apakah dianggap

pantas atau terlalu mahal ditinjau dari aspek kepentingan pembangunan jembatan.

Jika ternyata pembiayaan untuk pengelolaan kondisi lingkungan tersebut relatif

tinggi dibandingkan dengan biaya pembangunan jembatan, bisa saja perencana

mengambil usulan memindahkan rencana lokasi jembatan.

6.3. Pengaruh Kondisi Lingkungan Sekitar Terhadap Jembatan Yang Akan

Dibangun

Kondisi lingkungan sekitar jembatan yang akan dibangun bisa saja mempunyai

dampak negatif terhadap jembatan yang akan dibangun. Misalnya kita

merencanakan jembatan yang akan dibangun melintasi sungai, ternyata pada

aliran sungai tersebut terjadi gerusan di sekitar lokasi jembatan akibat rusaknya

ekosistem di sebelah hulu sungai. Ekosistem rusak akibat tindakan manusia

melakukan penggundulan hutan, banjir di sebelah hilir terjadi dengan arus air

yang membawa log-log kayu yang bisa menghantam pilar atau abutment

jembatan.

Jika kemungkinan terjadinya banjir dengan membawa batang-batang kayu yang

akan menghantam bangunan bawah jembatan dapat diprediksi, maka

perencanaan bangunan bawah jembatan perlu ditambah pengaman dengan

pembuatan fender

Secara umum tindakan manusia yang dapat mengakibatkan terjadinya gerusan

tebing sungai diantaranya adalah :

1. Penambangan Material Galian Golongan C

2. Penebangan hutan yang tak terkendali sehingga mengakibatkan banjir

3. Benturan-benturan kapal pada dinding konstruksi (sungai besar)

Jika dikaitkan dengan jenis material yang akan disediakan untuk jembatan yang

akan dibangun, maka pemilihan jembatan baja untuk perencanaan jembatan

yang lokasinya dekat dengan laut akan dihadapkan pada kemungkinan

terjadinya korosi terhadap baja. Untuk itu perlu ada alternatif-alternatif pilihan

Page 137: PELATIHAN AHLI PERENCANAAN TEKNIS JEMBATAN (BRIDGE …sibima.pu.go.id/pluginfile.php/32446/mod_resource/content/1/2007-0… · BDE – 02 = KOORDINASI PENGUMPULAN DAN PENGGUNAAN DATA

Pelatihan Bridge Design Engineer Koordinasi Pengumpulan dan Penggunaan Data Teknis

6-4

lainnya yang bebas dari korosi, atau jika terpaksa mungkin perlu jaminan

”treatment” anti karat untuk baja yang akan digunakan.

6.4. Koreksi Terhadap Pemilihan Rencana Lokasi Jembatan

Koreksi terhadap pemilihan rencana lokasi jembatan perlu dilakukan jika ternyata

penempatan jembatan berada pada lokasi yang tidak stabil. Ada 2 (dua) pilihan

koreksi yang perlu dipertimbangkan dengan sebaik-baiknya yaitu:

apakah kita akan tetap mempertahankan lokasi jembatan dengan mencegah

penyebab ketidakstabilan tanah pada lokasi jembatan, atau

apakah kita perlu merelokasi jembatan dengan mempertimbangkan bahwa biaya

yang harus dikeluarkan untuk mencegah penyebab ketidakstabilan tanah pada

lokasi jembatan dinilai cukup besar dibandingkan dengan biaya pembangunan

jembatan.

6.4.1. Lokasi jembatan dipertahankan

Jika jembatan ditempatkan pada lokasi dekat tebing yang tergerus

karena aliran air, maka pada tebing sungai tersebut perlu dibuat

bangunan pengaman tebing. Uraian tentang bangunan pengaman tebing

ini akan diberikan pada modul lain.

6.4.2. Lokasi jembatan dipindahkan (direlokasi)

Jika alternatif ini yang dipilih maka yang perlu dipertimbangkan adalah

pemilihan panjang jembatan yang sependek mungkin (misalnya as

jembatan ditetapkan tegak lurus aliran sungai). Hal ini dimaksudkan agar

biaya konstruksi jalan dan pembebasan tanah untuk melakukan relokasi

alinyemen jalan sehubungan dengan pemindahan lokasi jembatan

ditambah dengan biaya pembangunan jembatan masih lebih kecil

dibandingkan dengan biaya pembuatan bangunan-bangunan pengaman

tebing.

Tentang pemilihan panjang jembatan, lihat Bab 3, butir 3.4. Penetapan

Panjang Dan Tinggi Ruang Bebas Jembatan dan butir 3.5. Perlintasan

Dengan Prasarana Transportasi Lainnya.

Page 138: PELATIHAN AHLI PERENCANAAN TEKNIS JEMBATAN (BRIDGE …sibima.pu.go.id/pluginfile.php/32446/mod_resource/content/1/2007-0… · BDE – 02 = KOORDINASI PENGUMPULAN DAN PENGGUNAAN DATA

Pelatihan Bridge Design Engineer Koordinasi Pengumpulan dan Penggunaan Data Teknis

6-5

RANGKUMAN

a. Koordinasi pengumpulan maupun penggunaan data kondisi lingkungan sekitar yang

ditulis dalam modul ini menjelaskan rencana pemantauan kondisi lingkungan sekitar,

pengaruh kondisi lingkungan sekitar terhadap jembatan yang akan dibangun dan

koreksi terhadap pemilihan rencana lokasi jembatan jika dianggap perlu.

b. Rencana pemantauan kondisi lingkungan sekitar menjelaskan tata cara teknologi yang

dapat dipergunakan untuk melakukan pemantauan lingkungan, pendekatan ekonomi

yang dapat dipakai untuk pengelolaan lingkungan dan pendekatan kelembagaan yang

dipakai dalam pemantauan lingkungan.

c. Pengaruh kondisi lingkungan sekitar terhadap jembatan yang akan dibangun

menjelaskan kemungkinan-kemungkinan rusaknya jembatan yang dibangun jika

ternyata jembatan dibuat melintasi sungai yang di wilayah hulunya sudah rusak karena

penggundulan hutan. Dalam hal ini perlu dibuat bangunan pengaman untuk mencegah

runtuhnya pilar-pilar atau abutment jembatan karena dihantam oleh log-log kayu yang

hanyut mengikuti aliran air sungai.

d. Koreksi terhadap pemilihan rencana lokasi jembatan menjelaskan dalam kondisi apa

kita dapat mempertahankan rencana lokasi jembatan dan dalam kondisi apa kita harus

merelokasi jembatan.

Page 139: PELATIHAN AHLI PERENCANAAN TEKNIS JEMBATAN (BRIDGE …sibima.pu.go.id/pluginfile.php/32446/mod_resource/content/1/2007-0… · BDE – 02 = KOORDINASI PENGUMPULAN DAN PENGGUNAAN DATA

Pelatihan Bridge Design Engineer Koordinasi Pengumpulan dan Penggunaan Data Teknis

6-6

LATIHAN / PENILAIAN MANDIRI

Latihan atau penilaian mandiri menjadi sangat penting untuk mengukur diri atas tercapainya

tujuan pembelajaran yang disampaikan oleh para pengajar/ instruktur, maka pertanyaan

dibawah perlu dijawab secara cermat, tepat dan terukur.

Kode/ Judul Unit Kompetensi :

INA.5212.113.01.02.07 : Melakukan Koordinasi Untuk Pengumpulan dan Penggunaan

Data Teknis

Soal :

No. Elemen Kompetensi / KUK (Kriteria Unjuk

Kerja) Pertanyaan

Jawaban:

Ya Tdk

Apabila ”Ya” sebutkan butir-

butir kemampuan anda

1. Melakukan koordinasi untuk pengumpulan dan penggunaan data lalu lintas

Sudah dibuat soalnya di Bab 2

2. Melakukan koordinasi untuk pengumpulan dan penggunaan data hidrologi, karakteristik

sungai dan perlintasan

dengan prasarana

transportasi lainnya

Sudah dibuat soalnya di Bab 3

3. Melakukan koordinasi untuk pengumpulan dan penggunaan data topografi

Sudah dibuat soalnya di Bab 4

4. Melakukan koordinasi untuk pengumpulan dan penggunaan data geologi teknik dan penyelidikan tanah

Sudah dibuat soalnya di Bab 5

5. Melakukan koordinasi untuk pengumpulan dan penggunaan data kondisi lingkungan sekitar

Page 140: PELATIHAN AHLI PERENCANAAN TEKNIS JEMBATAN (BRIDGE …sibima.pu.go.id/pluginfile.php/32446/mod_resource/content/1/2007-0… · BDE – 02 = KOORDINASI PENGUMPULAN DAN PENGGUNAAN DATA

Pelatihan Bridge Design Engineer Koordinasi Pengumpulan dan Penggunaan Data Teknis

6-7

5.1. Kondisi lingkungan sekitar lokasi jembatan yang akan direncanakan diidentifikasi untuk digunakan sesuai dengan persyaratan teknis yang ditentukan.

5.1. Apakah anda mampu mengidentifikasi kondisi lingkungan sekitar lokasi jembatan yang akan direncanakan?

a. ..........................

b. ..........................

c. ..........................

dst.

5.2. Pengaruh kondisi lingkungan sekitar terhadap jembatan yang akan direncanakan diidentifikasi untuk digunakan sesuai dengan persyaratan teknis yang ditentukan.

5.2. Apakah anda mampu mengidentifikasi pengaruh kondisi lingkungan sekitar terhadap jembatan yang akan direncanakan?

a. ..........................

b. ..........................

c. ..........................

dst.

5.3. Koreksi terhadap pemilihan rencana lokasi jembatan dilakukan sesuai dengan ketentuan teknis yang berlaku

5.3. Apakah anda mampu melakukan koreksi terhadap pemilihan rencana lokasi jembatan dengan mempertimbangkan kondisi lingkungan sekitar?

a. ..........................

b. ..........................

c. ..........................

dst.

Page 141: PELATIHAN AHLI PERENCANAAN TEKNIS JEMBATAN (BRIDGE …sibima.pu.go.id/pluginfile.php/32446/mod_resource/content/1/2007-0… · BDE – 02 = KOORDINASI PENGUMPULAN DAN PENGGUNAAN DATA

Pelatihan Bridge Design Engineer Koordinasi Pengumpulan dan Penggunaan Data Teknis

DAFTAR PUSTAKA

1. Teknik Fondasi II, Hary Christady Hardiyatmo – 2003.

2. Teknik Fondasi I, Hary Christady Hardiyatmo – 2002

3. Penuntun Praktis Perencanaan Teknik Jalan Raya, Hendarsin, Shirley L., Politeknik

Negeri Bandung -Jurusan Teknik Sipil, Bandung, 2000

4. Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI), Departemen Pekerjaan Umum, Direktorat

Jenderal Bina Marga, Jakarta, Februari 1997.

5. Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota, Departemen Pekerjaan

Umum, Direktorat Jenderal Bina Marga, Jakarta, September 1997.

6. Standar Perencanaan Geometrik Untuk Jalan Perkotaan, Direktorat Jenderal Bina

Marga, 1992.

7. Cara Menghitung Design Flood, Departemen Pekerjaan Umum – 1992.

8. Sifat-sifat Fisis dan Geoteknis Tanah, Joseph E. Bowls/Johan K. Hainim – 1991.

9. Tata Cara Pemetaan Geologi Teknik lapangan, Depaartemen Pekerjaan Umum, SK

SNI T-17-1991-03

10. A Policy on Geometric Design of Highway and Streets, American Assosiation of

State Highway and Transportation Officials, Washington DC, 1990.

11. Mekanika Tanah, L.D. Wesley – 1988.

12. Pedoman Perencanaan Pembebanan Jembatan Jalan Raya, Departemen

Pekerjaan Umum, 1987.

13. Highway Capacity Manual, Special Report, Transporttion Research Board, National

Research Council, Washington DC, 1985.

14. Pondasi Tiang Pancang, Ir. Sardjono HS – 1984.

15. Manual Penyelidikan Geoteknik Untuk Perencanaan Pondasi Jembatan,

Departemen Pekerjaan Umum, Direktorat Jenderal Bina Marga – 1983.

Page 142: PELATIHAN AHLI PERENCANAAN TEKNIS JEMBATAN (BRIDGE …sibima.pu.go.id/pluginfile.php/32446/mod_resource/content/1/2007-0… · BDE – 02 = KOORDINASI PENGUMPULAN DAN PENGGUNAAN DATA

Pelatihan Bridge Design Engineer Koordinasi Pengumpulan dan Penggunaan Data Teknis

16. Mekanika Tanah & Teknik Pondasi, Ir. Suyono sosrodarsono – Kazuto Nakazawa –

Ir. Taulu dkk. 1981.

17. Foundation Design, Wayne C. Teng – 1979.

18. Traffic Engineering and Transport Planning, Kadiyali, L.R., Kanna Publisher, Delhi,

1978.

19. Grafik, Nomogram dan Tabel Perencanaan Saluran, Departemen Pekerjaan Umum

dan Tenaga Listrik, Direktorat Jenderal Pengairan, Direktorat Penyelidikan Masalah

Air, Badan Penerbit Pekerjaan Umum – 1972.

20. Route Surveying and Design, Meyer, Carl F., 4th ed. International Texbook

Company, Pennsylvania, 1971

21. Oglesby, Clarkson H., and Lawrence I. Heves, Highway Engineering, 2nd ed., John

Wiley & Sons, Inc., California, 1966.

22. Soil Mechanics, Foundation and Earth Structures, Tschebotarioff – 1951.