Pelaksanaan Nikah Ngodheh (Studi Komparasi Hukum Islam … · 2015-06-30 · secara psikis belum...

31
PANGGUNG HUKUM Vol.1, No.2, Juni 2015 Jurnal Perhimpunan Mahasiswa Hukum Indonesia Cabang Daerah Istimewa Yogyakarta Pelaksanaan Nikah Ngodheh (Studi Komparasi Hukum Islam Dengan Hukum Adat) di Desa Bangkes Kecamatan Kadur Kabupaten Pamekasan Madura By: Fikri Fawaid ** & Moh. Hasin Abd Hadi ** Abstract Based perundan statutory regulations, Act No. 1 of 1974 About the marriage, a marriage can only be done if the 19-year-old man and 16-year-old woman. If there are people who will do the marriage but has not reached the age of 21 years, then he must get permission from their parents. But marriage Pamekasan in Madura, East Java is still very thick with a custom of child marriage can be called with ngodheh marriage, was married at the age of ie not time, not yet reached the age required by Law No. 1 of 1974 on Marriage, but has baligh. From this study, authors obtain a conclusion that in the village of Bangkes implementation of early marriage to get a positive response from the public. People in the region consider that marriage at a young age is a tradition that must be maintained and preserved because it is a legacy inherited from their ancestors for generations. In the village itself Bangkes, Cleric majority allow married at a young age with a record already mencacapai age of puberty, and there is also a scholar who did not allow the grounds below the age of 19 or 21 with the psychological reasons can not do the wedding because it is still unstable. While young age marriage equality in terms of customary law and Islamic law, equally allow. Abstrak Berdasarkan peraturan perundan-undangan, UU No 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan, suatu perkawinan hanya boleh dilakukan jika pria telah berumur 19 tahun dan wanita telah berumur 16 tahun. Jika ada orang yang akan melakukan perkawinan tetapi belum mencapai umur 21 tahun, maka ia harus mendapat izin dari orang tuanya. Namun perkawinan di Kabupaten Pamekasan Madura Jawa Timur masih sangat kental dengan adat perkawinan usia muda yang bisa disebut dengan nikah ngodheh, adalah nikah pada usia belum waktunya yaitu, belum mencapai usia yang ditetapkan oleh UU No 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, tetapi sudah baligh. Dari penelitian ini penyusun mendapatkan sebuah kesimpulan ** Mahasiswa Fakultas Filsafat Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Email: [email protected] ** Mahasiswa Pascasarjana Universitas Syarif Hidayatullah Jakarta. Email: [email protected]

Transcript of Pelaksanaan Nikah Ngodheh (Studi Komparasi Hukum Islam … · 2015-06-30 · secara psikis belum...

Page 1: Pelaksanaan Nikah Ngodheh (Studi Komparasi Hukum Islam … · 2015-06-30 · secara psikis belum dapat melakukan pernikahan karena masih labil. Sedangkan persamaan pernikahan usia

PANGGUNG HUKUM Vol.1, No.2, Juni 2015 Jurnal Perhimpunan Mahasiswa Hukum Indonesia Cabang Daerah Istimewa Yogyakarta

Pelaksanaan Nikah Ngodheh (Studi Komparasi Hukum Islam Dengan Hukum Adat) di Desa Bangkes Kecamatan Kadur

Kabupaten Pamekasan Madura

By: Fikri Fawaid** & Moh. Hasin Abd Hadi **

Abstract Based perundan statutory regulations, Act No. 1 of 1974 About the marriage,

a marriage can only be done if the 19-year-old man and 16-year-old woman. If there are people who will do the marriage but has not reached the age of 21 years, then he must get permission from their parents. But marriage Pamekasan in Madura, East Java is still very thick with a custom of child marriage can be called with ngodheh marriage, was married at the age of ie not time, not yet reached the age required by Law No. 1 of 1974 on Marriage, but has baligh. From this study, authors obtain a conclusion that in the village of Bangkes implementation of early marriage to get a positive response from the public. People in the region consider that marriage at a young age is a tradition that must be maintained and preserved because it is a legacy inherited from their ancestors for generations. In the village itself Bangkes, Cleric majority allow married at a young age with a record already mencacapai age of puberty, and there is also a scholar who did not allow the grounds below the age of 19 or 21 with the psychological reasons can not do the wedding because it is still unstable. While young age marriage equality in terms of customary law and Islamic law, equally allow. Abstrak

Berdasarkan peraturan perundan-undangan, UU No 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan, suatu perkawinan hanya boleh dilakukan jika pria telah berumur 19 tahun dan wanita telah berumur 16 tahun. Jika ada orang yang akan melakukan perkawinan tetapi belum mencapai umur 21 tahun, maka ia harus mendapat izin dari orang tuanya. Namun perkawinan di Kabupaten Pamekasan Madura Jawa Timur masih sangat kental dengan adat perkawinan usia muda yang bisa disebut dengan nikah ngodheh, adalah nikah pada usia belum waktunya yaitu, belum mencapai usia yang ditetapkan oleh UU No 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, tetapi sudah baligh. Dari penelitian ini penyusun mendapatkan sebuah kesimpulan

**Mahasiswa Fakultas Filsafat Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Email:

[email protected] **Mahasiswa Pascasarjana Universitas Syarif Hidayatullah Jakarta. Email:

[email protected]

Page 2: Pelaksanaan Nikah Ngodheh (Studi Komparasi Hukum Islam … · 2015-06-30 · secara psikis belum dapat melakukan pernikahan karena masih labil. Sedangkan persamaan pernikahan usia

Fikri Fawaid & Moh. Hasin Abd Hadi: Pelaksanaan Nikah Ngodheh...

PANGGUNG HUKUM Vol.1, No.2, Juni 2015 Jurnal Perhimpunan Mahasiswa Hukum Indonesia Cabang Daerah Istimewa Yogyakarta

218

bahwa di Desa Bangkes pelaksanaan perkawinan usia muda mendapatkan respon yang positif dari masyarakat. Masyarakat di daerah tersebut menganggap bahwa pernikahan pada usia muda adalah suatu tradisi yang harus dijaga dan dilestarikan karena hal ini merupakan warisan dari nenek moyang yang diwarisi secara turun temurun. Di Desa Bangkes sendiri, Ulama mayoritas membolehkan menikah pada usia muda dengan catatan sudah mencacapai usia baligh, dan ada juga Ulama yang tidak membolehkan dengan alasan pada usia di bawah 19 atau 21 dengan alasan secara psikis belum dapat melakukan pernikahan karena masih labil. Sedangkan persamaan pernikahan usia muda dipandang dari segi hukum adat dan hukum Islam, sama-sama membolehkan.

Kata Kunci: Nikah Ngodheh dan Perkawinan Bawah Umur. A. Pendahuluan

Sudah menjadi sunatullah, bahwa setiap manusia yang berbeda di muka bumi ini pada umumnya selalu menginginkan bahagia dan berusaha agar kebahagiaan itu tetap menjadi miliknya. Tetapi kebahagiaan itu tidak dapat dicapai dengan mudah. Salah satu jalan mencapai kebahagiaan ialah dengan perkawinan. Perkawinan amat penting dalam kehidupan manusia, perseorangan maupun kelompok. Dengan perkawinan yang sah, pergaulan antara laki-laki dan perempuan terjadi secara terhormat sesuai kedudukan manusia sebagai makhluk yang berkehormatan. Pergaulan hidup berumah tangga dibina dalam suasana damai, tenteram dan rasa kasih sayang antara suami isteri. Anak keturunan dari hasil perkawinan yang sah menghiasi kehidupan keluarga dan sekaligus merupakan kelangsungan hidup manusia secara bersih dan berkehormatan pula.1 Perkawinan adalah pertalian yang sah antara seorang laki-laki dan seorang perempuan untuk waktu yang lama.2 Dan perkawinan merupakan sudut terpenting dalam kebutuhan manusia dan paling jauh jangkauannya dibanding dengan hukum sosial yang lainnya.

Dari segi agama, perkawinan merupakan sunnatullah yang harus dilakukan oleh umat Islam, dan menyendiri dengan tidak kawin merupakan perbuatan yang menyalahi sunnah Nabi. Perkawinan merupakan akad yang menghalalkan pergaulan serta menyebabkan terjadinya hak dan kewajiban serta tolong-menolong antara seorang laki-

1Ahmad Azhar Basyir, Hukum Perkawinan Islam, (Yogyakarta: Fakultas Hukum UII, 2000), hlm. 1.

2Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, cetakan XV, (Jakarta : Intermasa, 1980), hlm. 23.

Page 3: Pelaksanaan Nikah Ngodheh (Studi Komparasi Hukum Islam … · 2015-06-30 · secara psikis belum dapat melakukan pernikahan karena masih labil. Sedangkan persamaan pernikahan usia

Fikri Fawaid & Moh. Hasin Abd Hadi: Pelaksanaan Nikah Ngodheh...

PANGGUNG HUKUM Vol.1, No.2, Juni 2015 Jurnal Perhimpunan Mahasiswa Hukum Indonesia Cabang Daerah Istimewa Yogyakarta

219

laki dengan seorang perempuan yang bukan mahram.3 Dalam melaksanakan pernikahan itu agama menentukan unsur-unsur yang menurut istilah hukumnya disebut rukun dan masing-masing rukun memerlukan syarat sahnya perkawinan. Tujuan perkawinan adalah untuk membentuk keluarga yang bahagia, dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Seorang suami dan isteri hendaknya paham betul mengenai hak dan kewajibannya. Rumah tangga akan utuh apabila antara seorang suami dan isteri saling mengerti, memahami dan saling menghormati satu sama lain. Untuk menuju ke pernikahan yang diidamkan tersebut, kematangan seorang calon suami dan calon istreri adalah kunci utama. Seseorang akan paham betul tentang hak dan kewajibannya apabila orang tersebut telah dewasa. Mereka yang sudah dewasa akan memiliki beban fisik dan mental sehingga mereka akan benar-benar menjaga perkawinannya. Berbeda dengan seorang yang dipaksa kawin dalam usia yang belum tepat, usia yang masih sangat muda. Mereka tidak akan mengerti hak dan kewajiban suami ataupun isteri. Sehingga tidak jarang terjadi perceraian dikarenakan usia pernikahan yang masih sangat belia.

Dalam hukum adat mengenal sistem perkawinan endogamy dan exogami yang kebanyakan dianut oleh masyarakat adat bertali darah dan atau dengan sistem eleutherogami di lingkungan masyarakat adat Batak di bagian utara yang sebagian besar menganut agama Kristen masih tetap mempertahankan susunan kekerabatan. Sistem yang dianut adalah exogami dimana seorang pria harus mencari calon istri di luar marga ( klen-patrililinial ) dan di larang kawin dengan wanita yang semarga.4 Di beberapa lingkungan masyarakat adat tidak saja pertunangan dapat berlaku sejak masa “Bayi”, seperti berlaku di beberapa daerah di Indonesia seperti di ogan, Prabumulih Sumatra Selatan, masyarakat adat Toraja (Sulawesi Tengah), Kurinci (Jambi), Pulau Rote ( Nusa Tenggara Timur) dan Madura. Dalam hal ini penulis akan mengkaji adat penikahan di bawah umur. Masyarakat di sana mayoritas beragama Islam, lebih tepatnya Islam Nahdatul Ulama ( NU). Masyarakat di sana sangat agamis, mereka sangat antusias daam hal keagamaan. Selain itu tinggat sosialnya masih sangat tinggi, mereka semua adalah saudara.

3Sulaiman Rasyid, Fiqh Islam, Cet.Ke-34, (Bandung: Sinar Baru Algesindo,

2002),hlm. 374. 4Hilman Adi Kusuma,Hukum Perkawinan adat ,Cetakan ke-2 (Bandung: alumni,

1983), hlm. 68

Page 4: Pelaksanaan Nikah Ngodheh (Studi Komparasi Hukum Islam … · 2015-06-30 · secara psikis belum dapat melakukan pernikahan karena masih labil. Sedangkan persamaan pernikahan usia

Fikri Fawaid & Moh. Hasin Abd Hadi: Pelaksanaan Nikah Ngodheh...

PANGGUNG HUKUM Vol.1, No.2, Juni 2015 Jurnal Perhimpunan Mahasiswa Hukum Indonesia Cabang Daerah Istimewa Yogyakarta

220

Di sana masih sangat kental dengan adat perjodohan sejak dalam kandungan yang biasa disebut dengan Bhakal ekakoaghi atau dalam bahasa indonesia artinya adalah bakal (calon). Masyarakat adat di sana memandang adat perjodohan tersebut adalah sebagai budaya yang harus dilestariakan. Masyarakat adat di daerah tersebut mengangap menjodohkan anak yang masih dalam kandungan atau yang masih bayi tidak melanggar agama. Karena dalam Islam sendiri tidak ada dalil Al-Qu‟ran ataupun hadist yang mengatur tentang usia perjodohan atau usia perkawinan5. Tradisi perjodohan ini dilakukan dengan tujuan-tujuan yang sebenarnya sesuai dengan maqosid asy- syaria‟ah yaitu menjaga harta dan keturunan. Serta sikap kehati-hatian dalam memilih pendamping hidup. Mereka para orang tua sangatlah mengkhawatirkan anaknya apabila anaknya tersebit menikah dengan orang yang bukan orang madura yang tidak memiliki garis keturunan.

Keluarga yang terbentuk lewat perkawinan antara dua orang laki-laki dan perempuan, merupakan perpaduan dari dua orang tersebut yang setuju untuk meraih kebahagiaan. Karena itu, mencapai tujuan perkawinan pada prinsipnya sama dengan mencapai kebahagiaan anggota keluarga. Anggota keluarga pada awalnya adalah suami dan isteri. Setelah berketurunan mereka mempunyai anak, maka anggota keluarga bertambah dengan anak.6 Perkawinan juga merupakan ikatan yang sah untuk membina keluarga yang harmonis dan damai penuh kebahagian lahir dan batin yang diridhai oleh Allah SWT. Serta terjadinya kasih sayang antara suami istri. Sebagaimana firman Allah:

ذلك فى إى ورحوة هىدة بيٌكن وجعل لتسكٌىاإليها أزواجا أًفسكن هي لكن خلق أى آيته وهي

يتفكروى لقىم أليت7

Oleh karena itu, dalam pernikahan diharapkan tercipta sebuah rumah tangga bahagia, penuh cinta kasih, toleransi, tenggang rasa, tentram dan damai tenang untuk selama-lamanya. Ini menunjukkan bahwa langgengnya kehidupan dalam perkawinan merupakan satu tujuan yang sangat diinginkan oleh Islam. Perkawinan hendaknya dibina untuk selama-lamanya, agar suami istri bersama-sama dapat mewujudkan rumah tangga tempat berlindung, menikmati naungan kasih sayang dan dapat

5 Hasil wawancara dengan bapak mustari , kepala adat di Kecamatan Waru

Kabupaten Pamekasan Madura pada tanggal 15 agustus jam 13.00 6Khoiruddin Nasution, “Membangun Keluarga Bahagia (Smart)”, dalam Jurnal Al-

Ahwal Vol. 1, No. 1, Juli-Desember 2008, hlm. 2. 7 Ar-Ru m (30) : 21.

Page 5: Pelaksanaan Nikah Ngodheh (Studi Komparasi Hukum Islam … · 2015-06-30 · secara psikis belum dapat melakukan pernikahan karena masih labil. Sedangkan persamaan pernikahan usia

Fikri Fawaid & Moh. Hasin Abd Hadi: Pelaksanaan Nikah Ngodheh...

PANGGUNG HUKUM Vol.1, No.2, Juni 2015 Jurnal Perhimpunan Mahasiswa Hukum Indonesia Cabang Daerah Istimewa Yogyakarta

221

memelihara anak-anaknya dalam pertumbuhan yang baik. Perkawinan hanya dapat dilakukan oleh seorang pria dan seorang wanita jika telah mencapai usia tertentu. Jika pria dan atau wanita tersebut belum mencapai umur sesuai yang telah diatur dalam peraturan perundang-undangan, maka jika akan melakukan perkawinan harus mendapatkan izin terlebih dahulu. Berdasarkan peraturan perundang-undangan, suatu perkawinan hanya boleh dilakukan jika pria telah berumur 19 tahun dan wanita telah berumur 16 tahun. Dan jika ada orang yang akan melakukan perkawinan tetapi belum mencapai umur 21 tahun, maka ia harus mendapat izin dari orang tuanya. Maksud dan tujuan undang-undang memberikan batasan umur bagi pria dan wanita yang akan melangsungkan perkawinan adalah untuk terciptanya kemaslahatan keluarga dan rumah tangga.8

Namun perkawinan di Kabupaten Pamekasan Madura Jawa Timur masih sangat kental dengan adat perkawinan usia muda yang bisa disebut dengan nikah ngodheh artinya adalah nikah pada usia belum mencapai usia yang di tetapkan oleh UU No 1 Tahun 1974 tentang perkawinan, tetapi sudah baligh. Masyarakat di daerah tersebut menganggap bahwa pernikahan dalam usia muda adalah suatu tradisi yang harus dijaga dan dilestarikan karena hal ini merupakan warisan dari nenek moyang yang diwarisi secara turun temurun. Fenomena tersebut tentunya menyimpang dari ketentuan peraturan perundang-undangan tentang perkawinan terutama yang berkaitan dengan belum mencapai umur 19 tahun bagi pria dan belum mencapai 16 Tahun bagi wanita. Seorang pria dan wanita yang akan melangsungkan pernikahan akan tetapi usia belum mencapai 19 tahun dan 16 tahun, maka dapat mengajukan permohonan dispensasi kawin kepada Pengadilan setempat yang diajukan oleh kedua orang tua pihak laki-laki maupun dari pihak perempuan.9

B. Gambaran Umum Tentang Perkawinan dalam Hukum Positif dan Islam di Indonesia 1. Pengertian perkawinan

Pernikahan adalah merupakan kebutuhan manusia sebagai makhluk biologis dan sudah menjadi fitrah manusia sebagai kebutuhan jasmani yang berlaku kepada semua makhluk ciptaan Allah yang ada di muka bumi, baik itu manusia, hewan, tumbuh-tumbuhan. Pernikahan adalah

8Faisal Luqman Hakim, “Batas Minimum Usia Kawin Ideal Bagi Pria dan Wanita:

Studi atas 58 Penetapan Dispensasi Kawin di Pengadilan Agama Yogyakarta Tahun 2011” Jurnal Supremasi Hukum, Vol. 2, No. 1, Juni 2013, hlm. 218.

9Pasal 7 ayat (2) UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

Page 6: Pelaksanaan Nikah Ngodheh (Studi Komparasi Hukum Islam … · 2015-06-30 · secara psikis belum dapat melakukan pernikahan karena masih labil. Sedangkan persamaan pernikahan usia

Fikri Fawaid & Moh. Hasin Abd Hadi: Pelaksanaan Nikah Ngodheh...

PANGGUNG HUKUM Vol.1, No.2, Juni 2015 Jurnal Perhimpunan Mahasiswa Hukum Indonesia Cabang Daerah Istimewa Yogyakarta

222

cara yang dipilih Allah SWT sebagai media bagi hambanya untuk berkembang biak, guna melestarikan hidupnya10. Dalam kehidupan sehari-hari, kata nikah dan kawin digunkan secara bergantian dengan arti yang sama. Kamus Besar Indonesia mengertikan kata nikah sebagai (1) perkawinan dan (2) perjanjian antara laki-laki dan perempuan untuk bersuami istri dengan resmi. Dalam bahasa Arab, kata nikah memiliki dua arti, yaitu arti yang sebenarnya dan arti kiasan. Arti sebenarnya dari nikah

adalah d ammu, yaitu menghimpit, menindih, atau berkumpul, sedangkan

arti kiasan adalah sama dengan w atha a, yaitu bersetubuh11.

Secara arti kata nikah berarti bergabung “ ammu” hubungan kelamin

w at‟u dan juga berarti “akad” a qdun adanya dua kemungkinan yaitu hubungan kelamin dan akad nikah, meskipun ada dua kemungkinan arti kata “nakaha” terdapat perbedaan pendapat di kalangan ulama‟. Golongan Ulama Syafi‟iyah berpendapat bahwa kata nikah berarti akad dalam arti sebenarnya (hakiki); dapat berarti juga untuk hubungan kelamin, namun arti tidak sebenarnya (arti majazi). Sebaliknya, Ulama Hanifiah berpendapat bahawa kata nikah itu mengandung arti secara hakiki untuk hubungan kelamin12. Pengertian perkawinan menurut istilah ilmu fiqh sering memakai lafaz “nikah” dan “zawaj”. Menurut bahasa, nikah dapat mengandung makna haqiqi, yaitu “dam” , yang berarti menghimpit atau berkumpul dapat pula mengandung makana majazi, yaitu “wala‟, yang berarti bersetubuh atau aqad (mengadakan perjanjian pernikahan)13. Menurut syara‟, arti nikah adalah akad yang membolehkan seorang laki-laki bergaul bebas dengan perempuan tertentu dan pada waktu akad menggunakan lafaz “ nikah” atau “Tazwij”, atau terjemahannya. Adapun “ziwaj” atau “tazwij” bermakana sama dengan nikah14.

10 Slamet Abidin dan Aminudin, Fiqh Munakahat 1 ( Bandung: Pustaka setia, 1999

) hlm. 9.

11 A. W. Munawwir, Kamus al-Munawwir Arab-Indonesia Terlengkap, (Surabaya:

Pustaka Progresif, 2002), hlm. 146. 12 Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia Antara Fiqh Munakahat

dan Undang-Undang Perkawinan cet.ke.-I. (jakarta : kencana 2006), hlm. 36-37. 13 Kamal Muktar, Asas-asas Hukum Islam tentang Perkawinan, cet ke.-3 (Jakarta:

Bulan Bintang, 1993), hlm. 1. 14 Peunoh Daly, Hukum Perkawinan Islam Studi Perbandingan dalam Kalangan Ahlus

Sunnah dan Negara-negara Islam, cet. ke-19 (Jakarta: Bulan Bintang, 1988), hlm. 104.

Page 7: Pelaksanaan Nikah Ngodheh (Studi Komparasi Hukum Islam … · 2015-06-30 · secara psikis belum dapat melakukan pernikahan karena masih labil. Sedangkan persamaan pernikahan usia

Fikri Fawaid & Moh. Hasin Abd Hadi: Pelaksanaan Nikah Ngodheh...

PANGGUNG HUKUM Vol.1, No.2, Juni 2015 Jurnal Perhimpunan Mahasiswa Hukum Indonesia Cabang Daerah Istimewa Yogyakarta

223

Pernikahan secara definitif, masing-masing ulama fiqh berbeda dalam mengemukakan pendapatnya, antara lain sebagai berikut:15

1. Ulama Hanafiah, mendefinisikan pernikahan sebagai suatu akad yang berguna untuk memiliki mut‟ah dengan sengaja. Artinya seorang laki-laki dapat menguasai perempuan dengan seluruh anggota badannya untuk mendapatkan kesenangan dan kepuasan.

2. Ulama Syafi‟iyah, menyebutkan bahwa pernikahan adalah suatu akad dengan menggunakan lafal nikah atau zauj yang menyimpan arti memiliki. Artinya dengan pernikahan seseorang dapat memiliki atau mendapatkan kesenangan dari pasangannya.

3. Ulama Hanabilah, menyebutkan bahwa pernikahan adalah akad dengan menggunkan lafal “inkah” atau “tazwij” untuk mendapatkan kepuasan, artinya seorang laki-laki dapat memperoleh kepuasan dari seorang perempuan dan seorang perempuan dapat memperoleh kepuasan juga dari seorang laki-laki.

4. Menurut Undang-undang No 1 Tahun 1974 tentang perkawinan disebutkan bahwa perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wania sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.

5. Menurut kompilasi Hukum Islam Perkawinan adalah akad yang

sangat kuat atau mit saqan ghali an untuk mentaati perintah Allah dan melaksanakannya merupakan ibadah. Perkawinan bertujuan untuk mewujudkan kehidupan rumah tangga yang sakinah, mawaddah dan rahmah.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa arti perkawinan atau pernikahan adalah suatu akad perikatan untuk menghalalkan hubungan kelamin antara laki-laki dan perempuan dalam rangka mewujudkan kebahagian hidup keluarga yang diliputi rasa ketentraman serta kasih sayang dengan mencari ridha Allah SWT16. Perkawianan merupakan sesuatu ikatan yang suci yang dianggap luhur untuk dilakukan. oleh karena itu, apabila seseorang hendak melangsungkan perkawinan dengan tujuan yang mencari ridha Allah dan perintah agama sementara seolah-olah

15Slamet Abidin dan Aminudin, fiqh Munakahat 1 ( Bandung: Pustaka setia, 1999 ),

hlm.11. Baca juga Undang-Undang Perkawinan No. I Tahun 1974 Tentang Perkawianan. Bab I Pasal 2 ayat (2). Lihat juga Pasal 2-3 Kompilasi Hukum Islam.

16Ahmad Azhar Basyir, Hukum Perkawinan Islam. cet. ke-9 (Yogyakarta: UII Prees, 1999), hlm. 11.

Page 8: Pelaksanaan Nikah Ngodheh (Studi Komparasi Hukum Islam … · 2015-06-30 · secara psikis belum dapat melakukan pernikahan karena masih labil. Sedangkan persamaan pernikahan usia

Fikri Fawaid & Moh. Hasin Abd Hadi: Pelaksanaan Nikah Ngodheh...

PANGGUNG HUKUM Vol.1, No.2, Juni 2015 Jurnal Perhimpunan Mahasiswa Hukum Indonesia Cabang Daerah Istimewa Yogyakarta

224

sebagai tindakan permainan, maka agama Islam tidak memperkenankannya. Perkawinan hendaknya dinilai sebagai sesuatu yang suci, yang hanya dilakukan oleh orang-orang dengan tujuan yang luhur dan suci. Hanya dengan demikian tujuan perkawinan dapat tercapai.17

Pengertian perkawinan dalam Pasal 1 UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Rumusan ini merupakan rumusan arti dan tujuan perkawinan. Yang dimaksud dengan arti perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri, sedangkan tujuan perkawinan adalah membentuk keluarga bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.

Menurut Wantjik Saleh, dengan „ikatan lahir batin‟ dimaksudkan bahwa perkawinan itu tidak hanya cukup dengan „ikatan lahir‟ atau „ikatan batin‟ saja, tapi harus kedua-duanya. Suatu „ikatan lahir‟ adalah ikatan yang dapat dilihat, yaitu adanya suatu hubungan hukum antara seorang pria dan wanita untuk hidup bersama, sebagai suami isteri, yang dapat disebut juga „ikatan formal‟. Hubungan formal ini mengikat bagi dirinya, maupun bagi orang lain atau masyarakat. Sebaliknya „ikatan batin‟ adalah merupakan hubungan yang tidak formal, yaitu ikatan yang tidak dapat dilihat, tapi harus ada karena tanpa adanya ikatan batin, ikatan lahir akan menjadi rapuh.18

Hubungan antara pria dan wanita dalam satu masa ikatan lahir batin itu hanya terjadi antara seorang pria dan seorang wanita saja, sedangkan suami isteri adalah fungsi masing-masing pihak sebagai akibat dari adanya ikatan lahir batin. Sementara dengan tujuan untuk membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa merupakan tujuan perkawinan.19 Dari pengertian perkawinan tersebut di atas, dapat dikatakan bahwa perkawinan mempunyai aspek yuridis, sosial dan religius.20 Aspek yuridis terdapat dalam ikatan lahir atau

17Lili Rasjidi, Pekawinan dan Perceraian di Malaysia dan Indonesia, (Bandung: PT

Remaja Rosda Karya,1991), hlm. 7. 18Wantjik Saleh, Hukum Perkawinan Indonesia, (Jakarta:Ghalia Indonesia, 1980),

hlm. 14-15. 19Abdul Kadir Muhammad, Hukum Perdata Indonesia, (Bandung: Citra Aditya Bakti,

1990), hlm. 74. 20Soemiyati, Hukum Perkawinan Islam dan Undang-Undang Perkawinan (Undang-undang

Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan), (Yogyakarta: Liberty, 1996), hlm. 9-11.

Page 9: Pelaksanaan Nikah Ngodheh (Studi Komparasi Hukum Islam … · 2015-06-30 · secara psikis belum dapat melakukan pernikahan karena masih labil. Sedangkan persamaan pernikahan usia

Fikri Fawaid & Moh. Hasin Abd Hadi: Pelaksanaan Nikah Ngodheh...

PANGGUNG HUKUM Vol.1, No.2, Juni 2015 Jurnal Perhimpunan Mahasiswa Hukum Indonesia Cabang Daerah Istimewa Yogyakarta

225

ikatan formal yang merupakan suatu hubungan hukum antara suami isteri, sementara hubungan yang mengikat diri mereka maupun orang lain atau masyarakat merupakan aspek sosial dari perkawinan. Aspek religius yaitu dengan adanya term „berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa‟ sebagai dasar pembentukan keluarga yang bahagia dan kekal. Hal ini sebagaimana dinyatakan dalam Penjelasan Pasal 1 UU Perkawinan, bahwa sebagai Negara yang berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa, maka perkawinan mempunyai hubungan yang erat sekali dengan agama/kerohanian, sehingga perkawinan bukan saja mempunyai unsur lahir/jasmani, tetapi unsur batin/ rohani juga mempunyai peranan yang penting.

Aspek religius ini juga terdapat dalam pasal-pasal lain, seperti dalam syarat sahnya perkawinan dan larangan-larangan perkawinan, karena perkawinan erat kaitannya dengan upaya membentuk rumah tangga, yaitu unit kecil dalam suatu masyarkat, suatu tempat dimana orang menyusun dan membina sebuah keluarga21. Dengan kata lain berkeluarga berarti memupuk sebuah keluarga baru antara suami istri melalui jenjang pernikahan, menyatukan watak yang berbeda antara keduanya, menjalin hubungan yang harmonis, bekerjasama untuk mencukupi kebutuhan jasmani dan rohani masing-masing. Membesarkan dan mendidik ana-anak yang akan lahir, menjalin persaudaraan antara keluarga besar dari pihak suami dengan keluarga besar pihak istri. Bersama-sama mengatasi kesulitan dan prolematika yang mungkin terjadi dan bersama-sama mentaati perintah agama.

2. Tujuan Perkawinan Sebagaimana hukum-hukum yang lain yang ditetapkan dengan

tujuan tertentu sesuai dengan pembentukannya demikian pula halnya dengan Syari‟at Islam, mensyari‟atkan perkawinan dengan tujuan-tujuan tertentu pula. Di antara tujuan-tujuan adalah sebagai berikut:22

a. Melanjutkan keturunan yang merupakan sambungan hidup dan penyambung cita-cita, membentuk keluarga-keluarga yang di dasari dengan rasa cinta dan kasih sayang.

b. Untuk menjaga diri dari perbuatan-perbuatan yang dilarang oleh Allah, menjaga mata, kemaluan, dari perbuatan maksiat.

21 Aisyah Dahlan , Membina Rumah Tangga , (Jakarta:Jammunu, 1969), hlm. 85. 22Kamal Muktar,Asas-asas Hukum Islam..., hlm.12. Baca juga Aisjah Dahlan,

Membina Rumah Tangga Bahagia dan Peranan Agama Dalam Rumah Tangga, (Jakarta : Penerbit Jamanu, 1969), hlm.13.

Page 10: Pelaksanaan Nikah Ngodheh (Studi Komparasi Hukum Islam … · 2015-06-30 · secara psikis belum dapat melakukan pernikahan karena masih labil. Sedangkan persamaan pernikahan usia

Fikri Fawaid & Moh. Hasin Abd Hadi: Pelaksanaan Nikah Ngodheh...

PANGGUNG HUKUM Vol.1, No.2, Juni 2015 Jurnal Perhimpunan Mahasiswa Hukum Indonesia Cabang Daerah Istimewa Yogyakarta

226

c. Untuk menimbulakan rasa cinta antara suami istri, menimbulkan rasa kasih sayang di antara keduanya, sehingga terwujud suatu rumah tangga yang di penuhi rasa nyaman dan tentram.

d. Untuk mengikuti sunnah Rasulallah, karena pernikahan merupakan perintah anjuran bahkan Rasullah sendiri bersabda dalam hadistnya” barang siapa yang benci kepada sunnahku bukanlah ia termasuk ummatku.

e. Untuk memperjelas atau membersihkan keturunan. Keturunan yang bersih, yang jelas ayah, kakek dan sebgainya hanya diperoleh dengan cara perkawinan. Dengan demikian akan jelas pula orang-orang yang bertanggungjawab terhadap anak-anak, yank akan memelihara dan mendidiknya sehingga menjadi seorang muslim yang diharapkan. Karena agama melarang perbuatan zina, dan menutup segala pintu yang mugkin melahirkan anak di luar perkawinan, yang tidak jelas asal-usulnya. Namun tujuan pernikahan secara terperinci dapat dikemukan sebagai berikut: (1) untuk memenuhi tuntutan naluri (2) untuk membentengi akhlak yang luhur (3) mengikuti Sunnah Nabi dan menjalankan perintah Allah.

3. Syarat Sah Perkawinan Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan Sebagai salah satu perbuatan hukum, perkawinan mempunyai akibat

hukum. Adanya akibat hukum penting sekali hubungannya dengan sahnya perbuatan hukum itu. Dalam Pasal 2 ayat 1 UU Perkawinan disebutkan bahwa perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu. Sedang pada ayat 2 menegaskan tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dari Pasal 2 ayat 1 ini dapat diketahui bahwa syarat sah perkawinan adalah dilaksanakan menurut agama dan kepercayaan masing-masing sebagaimana Penjelasan Pasal 2 yang menentukan bahwa tidak ada perkawinan di luar hukum masing-masing agama dan kepercayaannya itu, sesuai dengan Undang-Undang Dasar 1945. Yang dimaksud dengan hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu termasuk ketentuan perundang-undangan yang berlaku bagi golongan agamanya dan kepercayaannya itu sepanjang tidak bertentangan atau tidak ditentukan lain dalam UU Perkawinan.

Sementara Pasal 2 ayat 2 yang mengatur tentang pencatatan sebagai syarat sah perkawinan hanyalah bersifat administratif. Sebagaimana dinyatakan Wantjik Saleh bahwa perbuatan pencatatan itu tidaklah

Page 11: Pelaksanaan Nikah Ngodheh (Studi Komparasi Hukum Islam … · 2015-06-30 · secara psikis belum dapat melakukan pernikahan karena masih labil. Sedangkan persamaan pernikahan usia

Fikri Fawaid & Moh. Hasin Abd Hadi: Pelaksanaan Nikah Ngodheh...

PANGGUNG HUKUM Vol.1, No.2, Juni 2015 Jurnal Perhimpunan Mahasiswa Hukum Indonesia Cabang Daerah Istimewa Yogyakarta

227

menentukan „sah‟-nya suatu perkawinan, tetapi menyatakan bahwa peristiwa itu memang ada dan terjadi, jadi semata-mata bersifat administratif.23 Hal ini juga dinyatakan dalam Penjelasan Umum UU Perkawinan bahwa pencatatan tiap-tiap perkawinan adalah sama halnya dengan pencatatan peristiwa-peristiwa penting penting dalam kehidupan seseorang, seperti kelahiran atau kematian yang dinyatakan dengan surat-surat keterangan, suatu akta resmi yang juga dimuat dalam daftar catatan. Pencatatan perkawinan ini dilaksanakan di Kantor Urusan Agama bagi yang beragama Islam dan Kantor Catatan Sipil bagi yang tidak beragama Islam sebagaimana dinyatakan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan UU Perkawinanan. Adapun syarat-syarat perkawinan diatur dalam Pasal 6 hingga Pasal 11 UU Perkawinan, yaitu:

1. Adanya persetujuan kedua calon mempelai. 2. Adanya izin dari orang tua/wali bagi calon mempelai yang belum

berusia 21 tahun. 3. Umur calon mempelai pria sudah mencapai 19 tahun dan

mempelai wanita sudah mencapai usia 16 tahun. 4. Antara kedua calon mempelai tidak ada hubungan darah,

hubungan keluarga dan hubungan yang dilarang kawin oleh agama dan peraturan lain yang berlaku.

5. Tidak terikat hubungan perkawinan dengan orang lain. 6. Tidak bercerai untuk kedua kali dengan suami atau isteri yang

sama, yang hendak dikawini. 7. Bagi seorang wanita (janda) tidak dapat menikah lagi sebelum

lewat jangka waktu tunggu. 4. Konsep Pelaksanaan Perkawinan dalam Islam

Berdasarkan hukum Islam untuk menunjukkan makna perkawinan,

Al-Quran memakai istilah “Mits aqon Gholidzon”artinya perjanjian yang teguh. Istilah tersebut pertama-tama menunjuk pada perjanjian antara Allah dengan para nabi atau para rasulnya. Dengan menggunakan istilah

“Mits aqon Gho lidzon” untuk perkawinan, Al-Quran secara tidak langsung menunjukkan kesucian hubungan antara Allah dengan manusia yang dipilih-Nya. Dengan demikian maka dalam suatu perkawinan diyakini

23 Wantjik Saleh, Hukum Perkawinan Indonesia, (Jakarta:Ghalia Indonesia, 1980),hlm

17.

Page 12: Pelaksanaan Nikah Ngodheh (Studi Komparasi Hukum Islam … · 2015-06-30 · secara psikis belum dapat melakukan pernikahan karena masih labil. Sedangkan persamaan pernikahan usia

Fikri Fawaid & Moh. Hasin Abd Hadi: Pelaksanaan Nikah Ngodheh...

PANGGUNG HUKUM Vol.1, No.2, Juni 2015 Jurnal Perhimpunan Mahasiswa Hukum Indonesia Cabang Daerah Istimewa Yogyakarta

228

adanya campur tangan Allah didalamnya bahkan Al-Quran memandang perkawinan sebagai suatu hal dalam rangka mentaati agama (syariat).24

Sebuah Perkawinan merupakan perintah Allah walaupun perkawinan itu termasuk dalam bidang muamalat atau hubungan antara manusia dengan manusia. Nabi Muhammad dalam hadist menggarisbawahi pandangan sebagai “setengah ibadah” karena bukan hanya menyangkut perkara dunia semata-mata tetapi juga menyangkut Tuhan sehingga tidak mengherankan umat untuk berkeluarga. Perkawinan berdasarkan Hukum Islam adalah “ aqad” ( perikatan ) antara wali wanita calon isteri dengan pria calon suaminya. Aqad nikah itu harus diucapkan oleh wali wanita dengan jelas berupa “ijab” (serah ) dan “kabul” (diterima) oleh si calon suami, yang dilaksanakan dihadapan dua orang saksi yang memenuhi syarat. Jika tidak demikian maka perkawinan tidak sah. Diriwayatkan Ahmad yang menyatakan, tidak sah nikah kecuali dengan wali dan dua orang saksi yang adil.

Hal tersebut juga sama dikemukakan oleh Sayuti Thalib bahwa syara‟ (syariat), nikah pada hakekatnya adalah “aqad” antara seorang calon suami isteri untuk memperbolehkan keduanya bergaul sebagai suami isteri. Aqad artinya ikatan atau perjanjian untuk meningkatkan diri dalam perkawinan antara seorang pria dengan seorang wanita. Apa yang dijelaskan diatas, dapat disimpulkan bahwa dalam perkawinan menurut Hukum Islam terdapat hal-hal sebagai berikut:

a. Perkawinan adalah aqad (ijab, qubul ) antara seorang pria dengan seorang wanita.

b. Perkawinan itu harus dilakukan dengan adanya kemauan bebas dari kedua belah pihak untuk membentuk keluarga ( rumah tangga ).

c. Perkawinan itu bertujuan untuk memperoleh keturunan. d. Perkawinan itu merupakan syariat untuk mentaati agama karena

diyakini bahwa dalam perkawinan ada campur tangan Tuhan didalamnya.

e. Perkawinan bukan hanya merupakan hubungan antara manusia dengan manusia tetapi juga hubungan antara manusia dengan Tuhan.

24Hadiwardoyo, Al Purwa, Perkawinan Menurut Islam, Katholik, Implikasinya dalam

Kawin Campur, (Yogyakarta: Kanisius, 1995), hlm. 12-13.

Page 13: Pelaksanaan Nikah Ngodheh (Studi Komparasi Hukum Islam … · 2015-06-30 · secara psikis belum dapat melakukan pernikahan karena masih labil. Sedangkan persamaan pernikahan usia

Fikri Fawaid & Moh. Hasin Abd Hadi: Pelaksanaan Nikah Ngodheh...

PANGGUNG HUKUM Vol.1, No.2, Juni 2015 Jurnal Perhimpunan Mahasiswa Hukum Indonesia Cabang Daerah Istimewa Yogyakarta

229

C. Pelaksanaan Nikah Ngodheh di Desa Bangkes, Kecamatan Kadur, Kabupaten Pamekasan Madura. 1. Pengertian Nikah Ngodheh di Desa Bangkes, Kecamatan

Kadur, Kabupaten Pamekasan Madura. Perkawinan di bawah umur adalah perilaku seorang laki-laki dan

perempuan untuk membina suatu keluarga dengan suatu iktan pernikahan yang dilakukan pada usia sebelum dewasa, yang dimaksudkan disini pernikahan yang dilakukan di bawah batas usia perkawinan yang telah di jelaskan dalam undang-undang perkawinan tahun 1974 perundang-undangan tentang perkawinan terutama yang berkaitan dengan belum mencapai umur 19 tahun bagi pria dan belum mencapai 16 Tahun bagi wanita. Praktik ini dapat ditemui di dalam perkawinan adat, seperti halnya perilaku tentang perkawinan yang dilakukan oleh masyarakat Madura khususnya di Desa Bangkes ini berbeda dengan prektik perkawinan yang berada di luar Madura (jawa) karena pernikahan yang dilakukan masyarakat Madura pada dasarnya untuk menjaga suatu perbuatan yang dilarang oleh agama sehingga dalam praktiknya, masyarakat Mudura khususnya di Desa Bangkes, melangsungkan pernikahan disamping untuk memenuhi kebutuahn biologis, juga untuk menjaga dari perbuatan yang dilarang dalam agama sehingga masyarakat Madura lebih menjaga agama dan perilaku yang kurang etis, sehingga remaja yang sudah mampu dan siap untuk nikah diharapkan untuk melangsungkan pernikahan.25

Dalam praktiknya perkawinan di Desa Bangkes, di dahului dengan adanya pertunangan antara laki-laki dan perempauan dari kedua belah pihak yang dilakukan pada usia yang masih muda. Dalam hal pertunangan tanpa minta persetujuan anak laki-laki amaupun perempuan biasanya hal ini terjadi pada keluarga yang sama-sama mempunyai hubungan kekerabatan, praktik ini biasa dilakukan untuk menjaga hubungan keluarga dan supaya tali kekeluargaan tetap ada dalam hukum adat dikenal dengan endogamy dimana suatu perkawinan ini orang hanya hanya diperbolehkan kawin dengan seseorang dari suku keluarga sendiri. Kebanyakan masyarakat Madura dalam sistem perkawinan menganut sistem endogamy dalam kehidupan di masyarakat seperti yang praktik perkawinan di Madura tidak terkecuali di Desa Bangkes masih mempertahankan perkawinan sesama suku atau dari keluarga sendiri yang masih mempunyai hubungan kekeluargaan, Akan tetapi juga ada yang mempraktikkan perkawinan

25Hasil Wawancara Peneliti dengan Bapak M. H. Luthfi, S.H. Kepala Desa Desa

Bangkes, Kecamatan Kadur, Kabuparen Pamekasan Pada Tanggal 11 September 2014.

Page 14: Pelaksanaan Nikah Ngodheh (Studi Komparasi Hukum Islam … · 2015-06-30 · secara psikis belum dapat melakukan pernikahan karena masih labil. Sedangkan persamaan pernikahan usia

Fikri Fawaid & Moh. Hasin Abd Hadi: Pelaksanaan Nikah Ngodheh...

PANGGUNG HUKUM Vol.1, No.2, Juni 2015 Jurnal Perhimpunan Mahasiswa Hukum Indonesia Cabang Daerah Istimewa Yogyakarta

230

dengan di luar suku (eleutherogami) hal ini terjadi pada orang-orang yang tingkat pendidikannya sudah tinggi biasanya dilakukan oleh orang-orang yang hidupnya di perkotaan walaupun demikian tidak menutup kemungkinan orang perkotaan kawin dengan sesama sukunya, karena pada dasarnya perkawinan di Madura menganut sistem endogamy. Dan dalam susunan kekeluargaan suku Madura adalah parental pada system ini, kedua belah pihak laki-laki dan perempuan dapat masuk menjadi anggota keluarga keduanya, sehingga dapat dikatakan masing-masing mempunyai dua kelaurga, yaitu kerabat suami dan kerabat istri.26

Dalam perkawinan masyarakat Madura menganggap perkawinan adalah suatu proses untuk menjadi lebih dewasa dan bertanggungjawab, kaitannya dengan perkawinan di usia muda masyarakat Madura khususnya di Desa Bangkes dalam kontek perkawinan usia muda sudah sejak zaman dahulu, bahkan orang Bangkes pada masa dahulu kebanyakan masyarakatnya tidak berpendidikan, maksudnya tidak mengenyam pendidikan di sekolah karena pada waktu dahulu yang dapat sekolah hanya anak orang yang mempunyai kedudukan di Desa Bangkes, seperti anaknya lurah, kiai, pegawai dan sebagainya. Pada masa itu semua orang tua mengingginkan anak untuk bisa mandiri dan lebih dewasa, dan anak-anak pada usia sekolah diajari untuk bercocok tanam, hal ini terjadi karena dari keadaan ekonomi yang sangat tidak memungkinkan untuk menyekolahkan anaknya. Pada usia itu anak-anak yang sudah dianggap dewasa ditawari untuk menikah dengan kerabatnya dekatnya yang masih mempunyai hubungan kekeluargaan.27

Dari beberapa informan mengatkan perkawinan di usia muda adalah suatau pernikahan yang dilakukan pada saat mareka sudah dewasa (baligh) sekitar umur 15 tahun:28 “aneka e ewektoh ngodeh areyah ngajerih anak potoh makle taoh ka tengka ben mun akabin ki‟ ngu eh se nyareyah nafaqana keluarna ki‟ sehat “ Dari pernyataan di atas bahwa pernikahan yang dilakukan pada usia muda untuk mendidik anak-anaknya supaya lebih dewasa dan belajar bertanggunjawab dalam suatu kelaurga walaupun pada usia yang masih

26Yulies Tina Masriani, Pengantar Hukum Indonesia (Jakarta: Sinar Grafika, 2008),

hlm.137.

27Hasil Wawancara Peneliti dengan Kiai H SyafuddinToko Agama Desa Desa

Bangkes, Kecamatan Kadur, Kabuparen Pamekasan Pada Tanggal 26 September 2014. 28Hasil Wawancara Peneliti dengan Malia Ibu dari Pelaku Perkawinan Muda di

Desa Desa Bangkes, Kecamatan Kadur, Kabuparen Pamekasan Pada Tanggal 26 September 2014.

Page 15: Pelaksanaan Nikah Ngodheh (Studi Komparasi Hukum Islam … · 2015-06-30 · secara psikis belum dapat melakukan pernikahan karena masih labil. Sedangkan persamaan pernikahan usia

Fikri Fawaid & Moh. Hasin Abd Hadi: Pelaksanaan Nikah Ngodheh...

PANGGUNG HUKUM Vol.1, No.2, Juni 2015 Jurnal Perhimpunan Mahasiswa Hukum Indonesia Cabang Daerah Istimewa Yogyakarta

231

relative muda, karena waktu muda adalah waktu yang sehat untuk anak-anak sehingga untuk mencari nafkah kelaurga lebih mudah dari pada usia tua.

2. Faktor-faktor Terjadinya Nikah Ngodheh di Desa Bangkes, Kecamatan Kadur, Kabupaten Pamekasan Madura. Dalam perkawinan dalam membina keluarga yang bahagia tentaram

dalam berumah tangga dalam pelaksanaan perkawinan setidaknya ada sesuatu yang menjadikan dirinya berkeinginan untuk berumah tangga, karena dalam membina suatu rumah tangga tentunnya mempunyai maksud dan tujuan ynag diharapkan oleh keduanya sehingga dalam menjalani kehidupan berumah tangga dapat dilewati dengan kenahagian yang nyata, seperti masyarakat di Desa Bangkes yang melaksanakan perkawinan pada usia muda tentunya mempuyai motifasi untuk menikah pada usia muda oleh karena itu ada beberapa factor yang menyebabkan Masyarakat Desa Bangkes melakukan perkawinan usia muda sebagai berikut:

1) Pemahaman Terhadap Agama dan Para Tokoh Tidak dapat dipungkiri dalam suatu hal atau tingkah laku,

agama pasti ikut menentukan pengaruh dalam bermasyarkat, berkeluarga, dan berumah tangga hal ini bisa dilihat dari kesehariannya. Dalam pelaksanaan perkawinan pada usia muda agama juga menajdi factor terjadinya pernikahan di bawah umur, karena mereka memahami bahwa tiada ajaran agama Islam yang melarang menikah pada usia muda, bahkan mereka membenarkan bahwa pernikan di bawah umurpun tetap sah, karena mereka memahami prilaku Nabi Muhammad sebagai contoh bolehnya melakukan perkawinan di usia muda, karena Nabi ketika menikah dengan siti Aisyah, siti Aisyah berumur 6 tahun. Dalam al-Qur‟an tidak ada batasan usia pernikahan dengan demikian pernikahan sepanjang tidak menyalahi agama dapat dilaksanakan seperti pelaksanaan perkawinan usia muda yang terjadi di Desa Bangkes. Masyarakat disana memang sangat memetuhi perintah agama dan perkataan para tokoh atau kiai karena mereka dianggap wakil Nabi yang perkataannya dianggap benar karena memang tidak ada larangan dari agama dalam perkawinan di usia muda apalagi Nabi pernah melakukannya maka dengan demikian sebagian masyarakat menganggap sebagian dari sunnah Nabi yang harus di lestarikan dan di pegangi.

Page 16: Pelaksanaan Nikah Ngodheh (Studi Komparasi Hukum Islam … · 2015-06-30 · secara psikis belum dapat melakukan pernikahan karena masih labil. Sedangkan persamaan pernikahan usia

Fikri Fawaid & Moh. Hasin Abd Hadi: Pelaksanaan Nikah Ngodheh...

PANGGUNG HUKUM Vol.1, No.2, Juni 2015 Jurnal Perhimpunan Mahasiswa Hukum Indonesia Cabang Daerah Istimewa Yogyakarta

232

2) Pengaruh Adat dan Budaya Perkawinan usia muda pada masyarakat desa telah menjadi

suatu tradisi yang turun temurun, yang telah melekat dan sulit untuk dirubah, walaupun wawasan masyarakat telah mengalami perkembangan. Dorongan dan keinginan orang tua untuk cepat mendapatkan cucu atau menantu dan adanya persepsi yang mendarah daging dalam lingkungan masyarakat desa bahwa anak-anak yang sudah dipandang baligh tetapi belum mendapatkan pasangan hidup dianggap tidak laku dan di cap sebagai perawan atau jejaka tua. Dari sebab tersebut, yang terakhir merupakan sebab yang lebih besar pengaruhnya terhadap pelaksanaan perkawinan usia muda, yakni adanya persepsi status perawan dan jejaka tua. Anggapan seperti ini sudah mengakar dalam masyarkat Desa Bangkes, sehingga muncul perasaan malu pada orang tua dan masyarakat jika anaknya belum mendapatkan jodoh. Hal serupa juga dapat menimpa anak yang merasa terkucilkan karena perbedaan status yang mereka sandang dengan teman-teman sebayanya yang telah menikah. Lingkungan mereka yang sudah biasa dilakukan dengan perkawinan usia muda memunculkan keinginan pada anak untuk ikut segera menikah pada usia yang sama.29 Apa bila anak tidak berpengaruh oleh lingkungan budaya yang berkembang disekitar, umumnya orang tualah yang akan akan mengambil inisyatif dengan memberikan dorongan pada anak untuk segera menikah atau menggunakan hak ijbarnya untuk memaksa anak untuk segera menikah.

Salah satu langkah yang sering dilakukan orang tua untuk segera menikahkan anaknya adalah dengan jalan perjodohan. Orang tua dan masyarakat Desa pada umumnya tidak menganggap penting usia kedewasaan anak yang akan dikawinkan, karena berpandangan bahwa cinta akan tumbuh dengan sendirinya setelah anaknya hidup bersama dengan wanita atau laki-laki pilihan orang tua sebagai hubungan suami istri. Inisyatif aktif orang tua dalam kasus perjodohan ini menjadikan anak kurang mendapatkan haknya untuk menentukan pasangan

29Hasil Wawancara Peneliti dengan Bapak Latif bapak dari Pelaku Perkawinan

Muda di Desa Bangkes, Kecamatan Kadur, Kabuparen Pamekasan Pada Tanggal 26 September 2014.

Page 17: Pelaksanaan Nikah Ngodheh (Studi Komparasi Hukum Islam … · 2015-06-30 · secara psikis belum dapat melakukan pernikahan karena masih labil. Sedangkan persamaan pernikahan usia

Fikri Fawaid & Moh. Hasin Abd Hadi: Pelaksanaan Nikah Ngodheh...

PANGGUNG HUKUM Vol.1, No.2, Juni 2015 Jurnal Perhimpunan Mahasiswa Hukum Indonesia Cabang Daerah Istimewa Yogyakarta

233

hidup, sehingga meunculkan kasus ketidak harmunisan dalam keluarga.

3) Rendahnya Tingkat Pendidikan Faktor pendidikan sangat mempengaruhi pola fikir dan

tingkah laku seseorang dalam menentukan sikap. Pendidikan yang rendah pada seseorang menumbuhkan pola fikir yang sederhana, yang menjadikan mereka kurang berfikir jauh kedepan dalam melangsungkan perkawinan. Kurangnya persiapan secara materi dalam mengarungi kehidupan rumah tangga dan adanya kesan nekat merupakan sebuah gambaran terlalu sederhana pola fikir seseorang dalam menentukan jalan hidupnya karena wawasan dan pendidikan mereka yang rendah. Bagi mereka ukuran dalam melangsungkan perkawinan adalah kesiapan dalam arti fisik semata. Pernikahan usia muda di Desa Bangkes sudah bukanlah hal yang tabu lagi, bahkan mereka senang kalau anaknya segera menikah,” kalau punya anak yang masih belum menikah padahal sudah berusia belasan atau puluhan, rasanya terbebani, karena nanti menjadi omangan orang.

Pernikahan di usia muda atau nikah ngodheh di Desa Bangkes, sudah merupakan hal biasa dilakukan. Bahkan apabila ada anak gadis yang belum segera menikah ditakut-takuti” mendapatkan gelar perwan tua”,. Anak-anak gadis di Desa ini sangatlah takut untuk dikatakan perawan tua”pong-pong ki‟ be eh se alamar, anak binek tak tadhus mun bit-abit lemile bukkol, mun la bedhe se alamar pas tak etarema‟ah, mun ting latoah adhe oreng se endhe.30

Karena anggapan-anggapan dan berbagai predikat nigatif inilah, pernikahan di usia muda di Desa Bangkes ini tetap hidup dan bukanlah merupakan sesuatu yang janggal untuk dilakukan.” Pernikahan dibawah umur bagi saya sudah seperti warisan nenek moyang. Terserah mereka mau bilang apa, yang penting kalau menurut agama baik, saya yakin itu juga baik”.

4) Faktor Ekonomi Disamping karena pengaruh adat-istiadat, faktor ekonomi

juga salah satu penyebab dilakukannya sebuah pernikahan usia muda di Desa bangkes. Sebagaimana aktifitas pencaharian

30Hasil Wawancara Peneliti dengan Ali Gafur Bapak dari Pelaku Perkawinan Usia

Muda di Desa Bangkes, Kecamatan Kadur, Kabuparen Pamekasan Pada Tanggal 27 September 2014.

Page 18: Pelaksanaan Nikah Ngodheh (Studi Komparasi Hukum Islam … · 2015-06-30 · secara psikis belum dapat melakukan pernikahan karena masih labil. Sedangkan persamaan pernikahan usia

Fikri Fawaid & Moh. Hasin Abd Hadi: Pelaksanaan Nikah Ngodheh...

PANGGUNG HUKUM Vol.1, No.2, Juni 2015 Jurnal Perhimpunan Mahasiswa Hukum Indonesia Cabang Daerah Istimewa Yogyakarta

234

kesehariannya di sawah sebgai petani, sehingga omzet rata-rata rumah tangga disini relative rendah. Posisi seperti inilah yang merasa memikul tanggungjawab apabila telah menikahkan anaknya, sebagaimana disampaikan bapak latif” kalau sudaah menikahkan anak, berarti tanggung jawab orang tua kan sudah hilang, karena agama kita mengharuskan mengasuh anak sampai baligh, kalau sekolah ya sampai lulus, atau kalau paling tidak ya sampai menikah. Lebih cepat menikah, lebih awal kita lepas dari tanggung jawab, bukannya saya lari dari tanggung jawab, sebagai orang tua masih ada kewajiban mendidik dan mengarahkan supaya dalam kehidupan keluarganya berjalan dengan lancar seperti yang saya harapkan.31

Kebanyakan yang nikah ngodheh di Desa Bnagkes adalah anak perempuan, dan budaya masyarakat setempat adalah patriarkat, sehingga orang tua yang memiliki perempuan menikah di usia relative muda merasa khilangan beban tanggung jawab menghidupi anaknya lebih awal. Dengan demikian terjadinya pernikahan itu dan adanya budaya patriarkat , maka anak perempuan tersebut sudah menjadi tanggungan suami pasca dilaksanakannya akad pernikahan.

5) Faktor Perjodohan Di kalangan masyarakat pedesaan, masih berlaku tradisi

yang hampir mengambil semua hak kemerdekaan seorang gadis untuk memilih suaminya. Biasanya anak itu didekti untuk menikah dengan seseorang yang disenangi oleh orang tuanya, disamping itu juga karena kondisi masyarakat di tempat ia dibesarkan yang tidak membolehkan anak membantah kehendak orang tua atau walinya. Perkawinan yang demikian sering kali terjadi dan mengecewakan si anak merasakan kepahitan.

Di Desa Bngkes, faktor perjodohan menjadi salah satu sebab terjadinya pernikahan dini. Biasanya orang tua ingin menikahkan anaknya dengan anak temannya, agar hubungan kekerabatan (bisnis dan lain sebagainya) masih tetap terjalin. Bahkan konon katanya yang baru lahir saja sudah dipesan oleh temannya untuk dinikahkan dengan anaknya.”saya sudah

31Hasil Wawancara Peneliti dengan Bapak Latif orang Tua Pelaku Perkawinan

Muda di Desa Bangkes, Kecamatan Kadur, Kabuparen Pamekasan Pada Tanggal 28 September 2014.

Page 19: Pelaksanaan Nikah Ngodheh (Studi Komparasi Hukum Islam … · 2015-06-30 · secara psikis belum dapat melakukan pernikahan karena masih labil. Sedangkan persamaan pernikahan usia

Fikri Fawaid & Moh. Hasin Abd Hadi: Pelaksanaan Nikah Ngodheh...

PANGGUNG HUKUM Vol.1, No.2, Juni 2015 Jurnal Perhimpunan Mahasiswa Hukum Indonesia Cabang Daerah Istimewa Yogyakarta

235

menjodohkan anak saya dengan anak besan sudah sejak anak saya masih kecil, agar tidak kemana-kamana, maka akhirnya orang tua saya juga menikahkan saya dengan laki-laki pilihannya yang telah dijodohkan oleh orang tua kami sejak kami masih kecil.32

Pengaruh budaya patriarkat, mendesak anak untuk selalu patuh kepada keputusan bapak, kalau tidak patuh bisa kualat33. Kalau misalkan anak tersebut tidak patuh ketika sudah besar ternayta suka sama denga orang lain, artinya tidak suka dengan calonnya sendiri atau pasanagan pilihan orang tuanya. Maka orang tersebut biasanya datang ke kiai untuk memninta jampi-jampi atau meminta pertolongan untuk mendo‟akan agar anaknya bisa suka kepada pasangan pilahannya. Untuk mencegah hal ini orang tua harus segera menikahkan anaknya, kaerana yang masih kecil lebih mudah untuk dipengaruhi.” Ya kalau sudah dijodohkan segera dinikahkan, takut ada fitnah, lagian kalau anak masih kecil itu bisa disuruh-suruh”.

6) Faktor Keinginan Sendiri Pernikahan dini di Desa Bangkes, disamping karena factor

eksternal, sepeti pengaruh budaya dan orang tua, ada juga yang disebabkan oleh factor internal pribadi sendiri. Ada beberapa anak sejak sedang menunutrut ilmu di sekolah sudah berpacaran dengan lawan jenisnya. Mungkin karena sudah merasa saling cocok dan takut tergoda oleh hal-hal yang tidak diinginkan, akhirnya keduanya pun memohon kepada oramg tuanya untuk menikah.” Karena sudah saling kenal sejak SD, akhirnya pada kelas dua smp kami memohon kepada orang tua untu merestui untuk menikah.” Karena orang tua merestui kami menikah. Dari kasus pernikahan usia muda diantaranya disebabkan karena hasrat pribadi.” Saya dulu menikah muda karena takut hubungan kami terusik oleh orang lain, soalnya istri saya ini adalah bunga desa.34

32Hasil Wawancara Peneliti dengan Bapak Suja‟I Pelaku Perkawinan Muda di Desa

Bangkes, Kecamatan Kadur, Kabuparen Pamekasan Pada Tanggal 26 September 2014. 33Hasil Wawancara Peneliti dengan Juhayriyah Pelaku Perkawinan Muda di Desa

Bangkes, Kecamatan Kadur, Kabuparen Pamekasan Pada Tanggal 27 September 2014. 34Hasil Wawancara Peneliti dengan Bapak Abdullah pelaku Perkawinan Muda di

Desa Bangkes, Kecamatan Kadur, Kabuparen Pamekasan Pada Tanggal 27 September 2014.

Page 20: Pelaksanaan Nikah Ngodheh (Studi Komparasi Hukum Islam … · 2015-06-30 · secara psikis belum dapat melakukan pernikahan karena masih labil. Sedangkan persamaan pernikahan usia

Fikri Fawaid & Moh. Hasin Abd Hadi: Pelaksanaan Nikah Ngodheh...

PANGGUNG HUKUM Vol.1, No.2, Juni 2015 Jurnal Perhimpunan Mahasiswa Hukum Indonesia Cabang Daerah Istimewa Yogyakarta

236

7) Pemahaman tentang Agama Masyarakat Madura memandang seoarang kiai sebagai

khalifah yang wajib dipatuhi kata-katanya, dan setiap kata-katanya dianngap benar.jika menurut kiai buruk, maka masyarakat juga menggap buruk pula. Sangat disayangkan seorang kiai disamping cara berfikir yang parsial, cara berfikir kiai disini juga sangat sederhana, mereka merujuk langsung pada peristiwa-peristiwa yang terjadi pada masa Rasullah. Jadi kalau ditannya pernikahan usia muda, mereka langsung menjawab.” Tidak apa-apa , siti Aisyah saja menikah pada usia 6 tahun, yang penting syarat dan rukunya terpenuhi sudah selesai. Dalam ketentuan syarat dan rukun itu hanya disebut balig, tidak ada umur. Jadi nikah usia muda itu tidak apa-apa asal sudah baligh.”kalau saya tidak mengerti secara pasti yang penting kalu sudah boleh menurut kiai, maka boleh juga menurut Islam, karena kiai itu pewaris nabi35.

Masyarakat yang terlalu menggantungkan urusan agamanya kepada kiai yang cara berfkirnya paesial ini, membuat hukum pernikahan usia muda dalam perspektif masyarakat boleh-boleh saja, karena secara agama hanya ada ketentuan balig tidak ada mumayyiz.” Kata kiai tidak apa-apa , jadi menikah pada usia muda tidak di larang.

3. Pelaksanaan Nikah Ngodheh. a. Pelaksanaan Perjodohan

Di masyarakat Madura sebelum melakukan pernikahan tentunya ada tali yang mana antara laki-laki dan perempuan yang mau dinikahi didahului dengan pertunangan atau perjodohan. Perjodohan adalah suatau proses yang sebagian orang Madura menyebut dengan apekalan atau bisa disebut dengan tunangan, yang sering dilakukan untuk mengikat sebauh tali yaitu tali pertunangan untuk melaksanakan dalam perjodohan yang dilakukan oleh masyarakat Madura, karena seorang perempuan kalau memang disukai harus cepat di pinang atau memasang angin (maksudnya adalah membuat berita bahwa si A sudah ada yang punya) untuk menjaga supaya orang tua dari perempuan

35Hasil Wawancara Peneliti dengan Kiai H Burhanuddin Tokoh Agama di Desa

Bangkes, Kecamatan Kadur, Kabuparen Pamekasan Pada Tanggal 26 September 2014.

Page 21: Pelaksanaan Nikah Ngodheh (Studi Komparasi Hukum Islam … · 2015-06-30 · secara psikis belum dapat melakukan pernikahan karena masih labil. Sedangkan persamaan pernikahan usia

Fikri Fawaid & Moh. Hasin Abd Hadi: Pelaksanaan Nikah Ngodheh...

PANGGUNG HUKUM Vol.1, No.2, Juni 2015 Jurnal Perhimpunan Mahasiswa Hukum Indonesia Cabang Daerah Istimewa Yogyakarta

237

tidak ada orang yang meminang, mengganggu atau mengusiknya.36

Pada saat pertunangan seorang laki-laki harus datang melamar kerumah perempuan dengan membawa bingkisan akan tetapi bingkisan yang dibawa biasanya kebanyakan pisang yang sudah mateng, kerena pisang dalam masyarakat Madura mempunyai simbol bahwa anaknya sudah ada yang melamar, dan pisang dari laki-laki biasanya dibagai-bagikan kepada saudara-saudara dan tetangga dari perempuan dengan demikian orang tahu bahwa anaknya sudah ada yang punya. Pada saat bertunangan biasanya seorang ibu dari laki-laki memberikan cicin sebagai tanda dan lambang pengikat yang diharapkan cinta dan kasih sayang tetap seperti bundaran cincin yang tiada bertepi dan tiada ujungnya. Setelah pertunangan dari pihak laki-laki belum selesai sampai disitu akan tetapi setiap lebaran si calon harus dibelikan baju, atau kain sandal dan sebgainya dan setiap lebaran si calon harus main kerumahnya bagitu juga dengan laki-laki harus main kerumah mertua bahkan kerumah kerabat-kerabatnya yang mempunyai hubungan kerabat dengan mertuanya.37

b. Pelasaksanaan Nikah Ngodheh Prosesi pelaksanaan pernikahan nikah ngodheh di Desa

Bangkes Kecematan Kadur dalam pelaksanaanya sama seperti pernikahan pada umumnya yang sudah biasa terjadi di masyarakat Madura, akan tetapi dalam proess pelaksanaan yang berbeda yaitu biasanya dari pihak perempuan tidak mengundang dari kepala KUA karena tidak cukup umur untuk melaksanakan pernikahan, walaupun mengundang sama-sama hadir dalam pelaksanaannya akan tetapi mereka tidak mencatat pelaksanaan pernikahan akan tetapi di tangguhkan sampai usia kedua belah pihak cukup, baru mereka mendapatkan surat resmi surat nikah yang sah. Pernikahan cukup dengan mengundang seorang ulama

36Hasil Wawancara Peneliti dengan Bapak M Toyyib Pelaku Perkawinan Muda di

Desa Bangkes, Kecamatan Kadur, Kabuparen Pamekasan Pada Tanggal 26 September 2014.

37Hasil Wawancara Peneliti dengan Bapak Fatmawati Pelaku Perkawinan Muda di

Desa Bangkes, Kecamatan Kadur, Kabuparen Pamekasan Pada Tanggal 25 September 2014.

Page 22: Pelaksanaan Nikah Ngodheh (Studi Komparasi Hukum Islam … · 2015-06-30 · secara psikis belum dapat melakukan pernikahan karena masih labil. Sedangkan persamaan pernikahan usia

Fikri Fawaid & Moh. Hasin Abd Hadi: Pelaksanaan Nikah Ngodheh...

PANGGUNG HUKUM Vol.1, No.2, Juni 2015 Jurnal Perhimpunan Mahasiswa Hukum Indonesia Cabang Daerah Istimewa Yogyakarta

238

atau kiai yang dapat menikahkan dan mendoakannya saja sudah cukup bagi orang Madura.38

Orang Madura lebih mementingkan pernikahanya dari pada pencatat bahkan pencatatan itu tidak penting katanya itukan urusan Negara bukan urusan orang kecil sepertiku. Yang penting sah menurut agama karena segala hal dalam dunia ini yang mengatur adalah agama maka hukum agama yang lebih baik dari pada hukum manusia. Walaupun mereka sama-sama terikat pernikahan antara si perempuan dan dengan laki-laki akan tetapi mereka tetap masih belum bisa mendiri perlu pengarahan dan dukungan dari orang tua, orang tua biasanya tidak mempersoalkan harus bekerja atau harus pergi kesawah tidak yang penting bantu-bantu dirumah, bagi yang laki-laki membantu mertunya laki-lakinya biasa kesawah, ngarit atau mengembala kambing dan untuk perempuan biasanya bantu-bantu didapur itu saja dari setiap orang tua merasa bahagia jika meraka hidup bahagia walaupun dengan sederhana yang penting antara si laki-laki dan perempuan tidak bertengkar sebagai orang tua mereka cukup bahagia.39

4. Akibat Perkawinan Nikah Ngodheh. Semua perbuatam memikli akibat yang disebabkan

darinterjadinya perbuatan demikian juga pernikahan dini yang terjadi di Desa Bangkes ini adalah sebagai berikut: a. Meringankan Beban Ekonomi ORTU

Melalui pernikahan yang dilakukan saat usia sekolah, anak dapat meringankan bebabn orang tuanya, karena orang tua tidak lagi harus menanggung biaya hidup anak apalagi sekolah. Anak yang memutuskan dirinya untuk menikah muda harus berani menanggung keputusan yang diambil.”kalau anak sudah ada yang menanggung kan beban biaya untuk keperluaan sehari-hari berkurang.40

38Hasil Wawancara Peneliti dengan SuyyirahPelaku Perkawinan Muda d Desa

Bangkes, Kecamatan Kadur, Kabuparen Pamekasan Pada Tanggal 27 September 2014. 39Hasil Wawancara Peneliti dengan Kiai Burhanuddin Tokoh Agama di Desa

Bangkes, Kecamatan Kadur, Kabuparen Pamekasan Pada Tanggal 26 September 2014. 40Hasil Wawancara Peneliti dengan Bapak Ali Ghafur Orang Tua Pelaku

Perkawinan Muda Desa Bangkes, Kecamatan Kadur, Kabuparen Pamekasan Pada Tanggal 27 September 2014.

Page 23: Pelaksanaan Nikah Ngodheh (Studi Komparasi Hukum Islam … · 2015-06-30 · secara psikis belum dapat melakukan pernikahan karena masih labil. Sedangkan persamaan pernikahan usia

Fikri Fawaid & Moh. Hasin Abd Hadi: Pelaksanaan Nikah Ngodheh...

PANGGUNG HUKUM Vol.1, No.2, Juni 2015 Jurnal Perhimpunan Mahasiswa Hukum Indonesia Cabang Daerah Istimewa Yogyakarta

239

Pengaruh agama yang sangat kental membuat masyarakat Desa ini lebih memasrahkan diri kepada Tuhan dalam urusan ekonomi, masyarakat Desa meyakini bahwa tuhan sudah mengatur semua rizki hamb-hamnnya sejak dia belum lahir, apalagi kita sudah ada di dunia ini dan mau berusaha pasti tuahan akan memberikannya. Nikah masih muda tidak masalah, tuhan tidak menjadikan miskin hanya karena menikah justru tuhan berjanji mau mensejahterkan ummat-nya.41

b. Selamat dari Pengaruh Pergaulan Bebas Teknologi yang semakin maju juga memberiakan efek

kepada masyarakat Madura yaitu kekewatiran terhadap anaknya, melakukan hal-hal yang dilarang oleh agama seperti pergaulan bebas yang diawali dengan pacaran. Kondisi yang seperti ini yang ditakutkan oleh masyarakat Bangkes. Mereka takut anaknya menjadi bagian dari korban pergaulan. Karena ketakutan inilah orang tua berinisyatif untuk menikahkan anaknya walaupun dalam perekonomiannya masih mengandalkan mertuanya.42

D. Analisis Komparatif Pelaksanaan Perkawinan Usia Muda di

Desa Bangkes Kecamatan Kadur Kabupaten Pamekasan

Madura 1. Ketentuan Hukum Islam Tentang Pelaksanaan Perkawinan

usia Muda Perkawinan dalam Islam adalah suatu prosesi yang mengahalalkan

dari satatus seseorang dalam keadaan haram menjadi halal. Ketika sudah melakukan pernikahan dan sudah menjadi satatus suami istri yang sah, dan dapat menggauli antara istri atau suami sesuai dengan spirit ajaran agama Islam. Perkawinan yang dilakukan pada usia di usia muda yang sudah menjadi tradisi dalam masyarakat Madura, khususnya Desa Bangkes yang sudah ada dari nenek moyang mereka dan sudah biasa dengan pernikhanan di usia muda. Karena mereka meyakini bahwa pernikahan dalam usia muda dapat menjaga kehormatan keluarga dan dirinya dari perbuatan yang dilarang oleh agama.

41Hasil Wawancara Peneliti dengan Kiai H Burhanuddin Tokoh Agama d Desa

Bangkes, Kecamatan Kadur, Kabuparen Pamekasan Pada Tanggal 26 September 2014.

42Hasil Wawancara Peneliti dengan Rumsiyah Pelaku Pewrkawinan Muda di Desa

Bangkes, Kecamatan Kadur, Kabuparen Pamekasan Pada Tanggal 29 September 2014.

Page 24: Pelaksanaan Nikah Ngodheh (Studi Komparasi Hukum Islam … · 2015-06-30 · secara psikis belum dapat melakukan pernikahan karena masih labil. Sedangkan persamaan pernikahan usia

Fikri Fawaid & Moh. Hasin Abd Hadi: Pelaksanaan Nikah Ngodheh...

PANGGUNG HUKUM Vol.1, No.2, Juni 2015 Jurnal Perhimpunan Mahasiswa Hukum Indonesia Cabang Daerah Istimewa Yogyakarta

240

Pada Teori yang kami pakai dalam mengkaji pelaksanaan perkawinan di usia muda memang para ulama berbeda pendapat, ada yang membolehkan dan ada pula yang tidak membolehkan, masing-masing seling memberikan argumentasi dalam pelaksanaan perkawinan pada usia muda. Para ulama yang membolehkan pernikahan di usia muda beralasan dengan beberapa ayat al-Qur‟an yang menjelaskan masalah perkawinan . berikut beberpa dasar yang membolehkan kawin dalam usia muda atau di bawah umur sebagai berikut:

واالت يحضه نم ونئي أشهر ثهثة فعدجهه ارجبحم إن وسآئكم مه انمحيض مه يئسه وانئى

يسرا أمري مه نً يجعم هللا يحق ومه حمههه يضعه أن اجههه األحمبل43

Pada ayat ini, Husein Muhammad memberikan alasan lain terhadap

ayat ini, ia mengertikan bahwa masa tunggu bagi wanita yang diceraikan untuk melakukan perkawinan adalah tiga bulan, baik itu ia telah mengalami menstruasi atau juga belum. Kata lam yahid menunjukkan bahwa yang belum mentruasi, jika diceraikan harus menunggu tiga bulan untuk melangsungkan perkawianan kedua kalinya. Muhammad menjelskan lagi bahwa secara tidak langsung ayat ini mengandung pengertian bahwa perkawinan dapat dilaksanakan bagi perempuan belia (belum mengalami menstruasi), karena iddah hanya dapat dikenakan bagi seseorang yang telah melangsungkan perkawinan44. Dalam ayat lain disebutkan:

فضهً مه هللا يغىهم فقرآء يكىوىا وأن وإمبئكم عببدكم مه وانصهحيه مىكم وأوكحىااأليبمى

عهيم واسع وهللا45

Kata la-ayama menunjukkan kata yang berlaku umum karena

mempunyai arti yang belum menikah termasuk dalam katagori ini adalah perempuan yang belum baligh. Secara eksplisit ayat ini menyeruh atau menyarankan bagi seorang wali untuk menikahkan anak-anak perempuannya walaupun belum baligh (dewasa) atau juga masih usia belia.46 Di samping mengambil dalil pada ayat-ayat di atas yang sering dijadikan alasan untuk menikah di usia muda adalah mengambil dari peristiwa parkawinan Nabi dengan Siti „Aisyah r.a yang masih belia dan

43At-Talaq (65):4

44Husein Muhammad, Fiqh Perempuan : Refleksi Kiai atas Wawanacara Aagama dan

Gender cet. Ke-IV (Yogyakarta: LKis,2007),hlm.92. 45Annur (24):32 46Husein Muhammad, Fiqh Perempuan : Refleksi Kiai atas Wawanacara Aagama dan

Gender cet. Ke-IV (Yogyakarta: LKis,2007),hlm.92

Page 25: Pelaksanaan Nikah Ngodheh (Studi Komparasi Hukum Islam … · 2015-06-30 · secara psikis belum dapat melakukan pernikahan karena masih labil. Sedangkan persamaan pernikahan usia

Fikri Fawaid & Moh. Hasin Abd Hadi: Pelaksanaan Nikah Ngodheh...

PANGGUNG HUKUM Vol.1, No.2, Juni 2015 Jurnal Perhimpunan Mahasiswa Hukum Indonesia Cabang Daerah Istimewa Yogyakarta

241

mengambil peristiwa sahabat yang menikahkan putra-putrinya. Sebagaimana ungkapan „Aisyah r.a berikut:

سىيه جسع بي وبىى سىيه سث بىثوأوب وسهم عهيً صهى انىبي جزوجىي47

Selain itu, nabi pernah menikahkan anak perempuan pamannya

(Hamzah) dengan anak laki-laki Abu Salamah. Keduanya ketika itu masih berusia muda belia. Dikalangan sahabatpun ada yang menikahkan putra-putrinya atau keponakannya yang masih berusia muda-belia. „Ali bin Abu Talib misalnya, mengawinkan anak perempuannya yang bernama ummi kulsum masih muda. Urwah bin Zubair juga mengawinkan anak perempuan saudaranya dengan anak laki-laki saudaranya yang lain. Kedua keponkannya itu masih usia muda48.Ulama Fiqh sepakat bahwa baligh adalah masa kedewasaan hidup seseorang. Tanda-tanda mulai dewasa ketika mulai mimpi basah bagi anak laki-laki dan haid bagi anak perempuan, jika hal ini terjadi maka anak tersebut sudah dikatakan mukallaf dan mimpi basah adalah suatu tanda yang jelas kedewasaannya.

Ulama fiqh berbeda pendapat dalam batas umur dikatakan sebagai mukallaf orang yang sudah cakap dalam hukum, sebagai berikut:

1) Mazhab Hanafiyah dalam qaul yang masyhur berpendapat bahwa seorang anak dapat dikatakan sudah cukup umur jika sudah mencapai usia18 (delapan belas tahun)17 (tujuh belas tahun) bagi perempuan.

2) Ma hab Syafi‟iyah dan Hanabilah berpendapat bahwa seorang anak dapat dikatakan sudah cukup umur atau mukallaf jika sudah berumur 15 Tahun pendapat ini mengambil dalil dari hadist Ibnu Umar tentang umurnya pada saat perang khandaq.

3) Ibnu subrumah dalam Husein Muhammad mengatakan bahwa agama melarang pernikahan di bawah umur (pernikahan sebelum usia baligh). Menurutnya, nilai esensial pernikahan adalah memenuhi kebutuhan biologis, dan melanggengkan keturunan. Sementara dua hal ini tidak terdapat pada anak yang belum baligh.

Di masyarakat Desa Bangkes perkawinan pada usia muda tidak berdasarkan baligh atau tidaknya. Akan tetapi lebih kepada kesanggupan dari pihak laki-laki untuk menafkahi, walaupun tidak nutup kemungkinan orang tua dari laki-laki ikut membantu dalam ekonomi, seperti yang diungkapakan oleh bapak Lidin:Pada dasarnya pelaksanaan perkawinan

47Ibnu Majah, Sunan Ibn Majah an-Nikah Bab Isti‟mar al-Bikr Wa Sayyib (Bairut:Dar

al-Fikr,t.t),I:hlm.81. Hadist diriwayatkan dari Jubair dan Ibn „Abbas. 48Wahbah Zuhayli, Al-Fiqhal- Islam ,IX (Damaskus: Dar al-fikr, 1997),hlm.683

Page 26: Pelaksanaan Nikah Ngodheh (Studi Komparasi Hukum Islam … · 2015-06-30 · secara psikis belum dapat melakukan pernikahan karena masih labil. Sedangkan persamaan pernikahan usia

Fikri Fawaid & Moh. Hasin Abd Hadi: Pelaksanaan Nikah Ngodheh...

PANGGUNG HUKUM Vol.1, No.2, Juni 2015 Jurnal Perhimpunan Mahasiswa Hukum Indonesia Cabang Daerah Istimewa Yogyakarta

242

dibawah umur itu, adalah perkawianan yang tidak mencukup umur, belum dapat mengmban tanggung jawab karena emosinya belum stabil masih dalam keadaan labil, memang dalam islam tidak ada batas usia akan tetapi dalam suatu pernikahan dalam pelaksanaannya harus dilakukan dengan benar-benar mengikuti perinta Allah semata bukan hanya untuk hawa nafsu, lebih kepada tanggung jawab. Dalam hal pelaksanaan perkawinan yang pantas pada usia nikah antara kelas tiga smp sekitar umur 15 tahunan. Karena orang desa lebih terarah didikanya dan disIni kalau sudah smp sudah bisa untuk memberikan nafkah kepada istrinya.49

Dalam ajaran Islam tidak ada batasan usia untuk melangsungkan perkawinan jelas sebagaimana yang diungkapkan para ulama pada usia baligh mereka juga berbeda pendapat. Analis kami dalam menganalisa permasalahan ini untuk pelaksanaan perkawinan di usia muda ketentuannya dalam Islam secara sekilas tidak ada masalah, akan tetapi jika dikaji secara lebih dalam lagi ternyata baligh bukan ukuran kebolehan dalam melaksanaan pernikahan. Dalam zaman modern sperti sekarang ini jika baligh dijadikan kebolehan dalam melaksankan suatu pernikahan tidak cukup karena dalam pernikahan ada tanggung jawab yang besar yang harus diemban, dengan demikian anak yang baligh bukan syarat utama dalam melakasankan perkawinan akan tetapi kesiapan fisik mental dan rasa tanggung jawab yang harus dijalankan. Produk fiqh yang telah berkembang pada saat ini sebagian tidak sesuai dengan kondisi masyarakat pada zaman dahulu oleh Karena itu sebagai orang yang modern yang hidup pada era dimana pada saat ini seorang ulama muslim harus mengkodifikasi memperbaharui hukum-hukum yang sudah sekian abat fakum dari berkembang sebuah produk fiqh yang baru yang sesuai dengan perkembangan masyarakat yang semakin maju.

2. Ketentuan Hukum Adat Tentang Pelaksanaan Perkawinan Usia Muda Adat secara umum dapat dilihat dalam pendapat yang dikemukan

oleh Kusmadi Pudjosewojo pada mulanya suatu tindakan yang diikuti sebagai suatu kebiasaan yang kemudian berangsur-angsur tertanam dalam kehidupan masyarakat, yang kerenanya memberikan perasaan keputusan. Berbeda dengan Moh. Koesnoe beliau memaparkan bahwa adat keseluruhan ajaran nilai dan implementasinya yang mengatur cara hidup masyarakat, dan yang telah lahir dari konsep masyarakat tentang manusia

49Hasil Wawancara Peneliti dengan Bapak M. H. Luthfi, S.H. Kepala Desa Desa

Bangkes, Kecamatan Kadur, Kabuparen Pamekasan Pada Tanggal 11 September 2014.

Page 27: Pelaksanaan Nikah Ngodheh (Studi Komparasi Hukum Islam … · 2015-06-30 · secara psikis belum dapat melakukan pernikahan karena masih labil. Sedangkan persamaan pernikahan usia

Fikri Fawaid & Moh. Hasin Abd Hadi: Pelaksanaan Nikah Ngodheh...

PANGGUNG HUKUM Vol.1, No.2, Juni 2015 Jurnal Perhimpunan Mahasiswa Hukum Indonesia Cabang Daerah Istimewa Yogyakarta

243

dan dunia. Sedangkan Hazairin berpendapat adat adalah jalan hidup yang lahir dari rasa etiknya, sebagai norma umum yang mencakup keseluruhan hidup manusia.50

Pada dasarnya dalam hukum adat tidak ada penjelasan secara terang tentang tradisi perkawinan pada usia muda. Dalam wilayah yang sangat luas hukum adat tumbuh dan berkembang dalam suatu masyarakat sesuai dengan etika social dan norma yang berlaku dalam suatu masyarakat dimana ia tinggali sehingga kehidupan masyarakat tidak melepas dari norma-norma yang berlaku dalam masyarakat itu sendiri karena dianggap bagian dari hukum yang harus dipatuhi dan dihormati.

Hukum adat pada umumnya tidak mengatur tentang batas umur usia seseorang boleh untuk menikah atau untuk melaksanakan perkawinan. Hadikusuma menyatakan bahwa kedewasaan seseorang di dalam hukum adat diukur dengan tanda-tanda tubuh. Bagi anak wanita dikatakan sudah dewasa apabila sudah haid (menstruasai), dan buah dada sudah menonjol. Bagi anak laki-laki ukuranya hanya dilihat dari perubahan suara, dan sudah mengeluarkan air mani atau sudah mempnyai nafsu seks.51

Perkawinan dalam adat Madura adalah suatu prosesi yang agung dan sakral. Hanya dilakukan sekali seumur hidup jika ditakdirkan menjadi jodoh, dengan demikian perkawinan walaupun para ahli hukum adat menjelaskan bahwa kebolehannya untuk menikah ketika haid untuk perempuan dan mimpi basah atau keluar mani bagi laki-laki itu bukan suatu hukum yang final akan tetapi hukum adat di Madura. khususnya di Desa Bangkes. Di sana masih melihat pantas tidaknya, bisa bertanggung jawab atau tidak, sudah punya pemikiran dewasa atau belum, karena banyak pada saat sekarang umur sudah tua tapi belum bisa bertanggungjawab, bahkan menjaga dirinya belum bisa maka orang tersebut harus dipertimbangkan terlebih dahulu untuk melangsungkan pernikahan. Adat di Desa bangkes tidak melihat umur akan tetapi kepatutan dalam lingkungan adat. Walaupun sudah tua dan sudah dianggap dewasa jika mereka belum dewasa secara phisikolagis juga tidak dianggap dewasa masih dikatagorikan belum patut atau pantas untuk melaksanakan suatu perkawinan. Anak yang didik dari kecil sudah dilatih untuk bekerja membantu orang tua di sawah, mencari rumput sehingga pekerjaan seperti itu sudah biasa dilakukan seorang anak yang terlibat

50Ratno Lokito, Tradisi HukumIndonesia, (Cianjur:IMR Press,2013). hlm.4 51Hilman Hadikusuma, Hukum Perkawinan Indonesia, (Bandung: Mandar Maju

1990),hlm.53

Page 28: Pelaksanaan Nikah Ngodheh (Studi Komparasi Hukum Islam … · 2015-06-30 · secara psikis belum dapat melakukan pernikahan karena masih labil. Sedangkan persamaan pernikahan usia

Fikri Fawaid & Moh. Hasin Abd Hadi: Pelaksanaan Nikah Ngodheh...

PANGGUNG HUKUM Vol.1, No.2, Juni 2015 Jurnal Perhimpunan Mahasiswa Hukum Indonesia Cabang Daerah Istimewa Yogyakarta

244

dalam pekerjaan rumah tangga. Seperti membantu orang tua kesawah, atau keladang itu lebih cepat mempunyai pemikiran yang dewasa dan anak itu dapat merasakan betapa susahnya cari uang sehingga mengarti sulitnya mencari unag dan sang anak tanpa tersa akan berfikir lebih dewasa and didikannya lebih terarah. E. Penutup

Konsep pelaksanaan nikah ngodheh atau usia muda dilihat dari hukum Islam dan adat, yaitu Islam memberikan respon positif atas perkembangan masyarakat yang selalu berubah-ubah mengenai berbagai permasalahan yang timbul di kalangan masyarakat. Salah satunya adalah perkawinan usia muda. Mengenai pelaksanaan perkawinan, ulama‟ memiliki pendapat berbeda, ada yang membolehkan dan ada pula yang tidak. Adaupun yang membolehkan, ulama‟ perpegang kepada peristiwa pelaksanaan perkawinan Nabi dengan Siti Aisyah, dan ada sebagian ulama‟ yang berpendapat, pada usia baligh seorang sudah dikatakan mukallaf sehingga segala perbuatannya sudah dianggap cakap dalam hukum. Di sini ulama berpendapat bahwa usia baligh bagi laki-laki 18 tahun dan bagi anak perempuan 17 tahun. Dengan demikian seorang anak yang sudah mencapai umur di atas umur tersebut sudah dikatakan melakukan pernikahan. Sedangkan Ulama‟ yang tidak membolehkan karena pernikahan adalah suatu tanggung jawab yang harus dijalankan atas kelaurga baik lahir maupun batin. Hukum adat juga sama membolehkan untuk melakukan pernikahan pada saat usia muda dengan catatan sudah baligh. Adapun persamaan sama-sama membolehkan akan menikah pada usia muda dengan catatan sudah menjacapai usia baligh, dan perbedaannya dalam hal pelaksanaannya yaitu dalam prosedur pelaksanaan pernikahan tanpa dicatatkan ke KUA melainkan hanya dengan mengundang para tokoh masyarakat kiai, saudara dan tetangga.

Persamaan dan perbedaan pernikahan di usia muda dipandang dari segi hukum adat dan hukum Islam, sama-sama membolehkan dalam teorinya akan tetapi dalam kehidupan sehari-hari yang berkembang dalm masyarakat tidak seperti yang dikemukakan oleh para ulama‟ atau para tokoh ilmuan hukum adat. Hukum adat lebih melihat pada realita yang berkembang di masyarakat. Dalam pelaksanaan perkawinan antara hukum adat dengan hukum Islam sama-sama mempunyai syarat sah atau tidaknya suatu pernikahan di antaranya adalah adanya dua calon mempelai laki-laki dan perempuan, dua orang saksi , ijab dan qabul.

Page 29: Pelaksanaan Nikah Ngodheh (Studi Komparasi Hukum Islam … · 2015-06-30 · secara psikis belum dapat melakukan pernikahan karena masih labil. Sedangkan persamaan pernikahan usia

Fikri Fawaid & Moh. Hasin Abd Hadi: Pelaksanaan Nikah Ngodheh...

PANGGUNG HUKUM Vol.1, No.2, Juni 2015 Jurnal Perhimpunan Mahasiswa Hukum Indonesia Cabang Daerah Istimewa Yogyakarta

245

DAFTAR PUSTAKA

Abidin, Slamet dan Aminudin, Fiqh Munakahat 1 Bandung: Pustaka setia, 1999

Al Purwa, Hadiwardoyo, Perkawinan Menurut Islam, Katholik, Implikasinya dalamKawin Campur, Yogyakarta: Kanisius, 1995

Al-Asqalani, Ibnu Hajar Bulughul Maram dan Dalil-dalil Hukum cet ke-I Jakarta:Gema Insani, 2013.

Al-Hadhrami, Salim Bin sameer, Safinatun Najah, ter. Abdul Kadir Al-Jufri Surabaya: Mutiara Ilmu,1994

Amin, Hendra Fahrudi “Pertimbangan Hukum Dispensasi nikah oleh Hakim Pengadilan Agama Yogyakarta bagi pasangan calon pengantin usia dini tahun 2007-2009”, skripsi Fakultas Syari‟ah universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga yogykarta tahun 2010

As-Shobuni, Muhammad Ali, Rawaa‟iul al-Bayan Tafsir Ayat al-ahkam Minal Qur‟an, Juz II Makkatul Mukarramah: Kulliatu al-Asyariah waddirasati al-islamiyah, 1391 H

Athibi, Ukasyah, Wanita Mengapa Merosot Akhlaknya, Jakarta: Gema Insani, 1998

Basyir, Ahmad Azhar, Hukum Perkawinan Islam, Yogyakarta: Fakultas Hukum UII, 2000.

Dahlan , Aisyah, Membina Rumah Tangga , Jakarta:Jammunu, 1969 Daly,Peunoh, Hukum Perkawinan Islam Studi Perbandingan dalam Kalangan

Ahlus Sunnah dan Negara-negara Islam, cet ke-19 Jakarta: Bulan Bintang, 1988

Departemen Agama RI, Al-Qur‟an an Terjemahnya, Jakarta: Yayasan Penerjemah Al-Qur‟an, 1999.

Djazuli, H. A,Kaidah-kaidah Fikih Hukum Islam dalam Menyelesaikan Masalah yang Praktis cet. ke-4 Jakarta : Kencana,2011

Faridl, Miftah 150 Masalah nikaah dan Keluarga, jakarta: Gema Insani, 1999 Hadi, Sutrisni, Metodologi research, cet. XXVII, Yogyakarta : Andi Offset,

1994. Hadikusuma,Hilman, Hukum Perkawinan di Indonesia Menurut Hukum Adat,

Agama dan Udang-Undang, Bandung : Mandar Maju,1990 Hakim Addul Hamid, Mabadiy Auliyah Fi Ushul al-Fiqh Wal-Qawa‟i al-Fiqh

Jakarta: Sa‟adiyah Putra.1927 Hakim, Arif, “Pernikahan Dini Karena Paksaan Orang Tua (Studi Kasus

di Dusun Menco Kelurahan Berahan Wetan Kecamatan Demak)”,

Page 30: Pelaksanaan Nikah Ngodheh (Studi Komparasi Hukum Islam … · 2015-06-30 · secara psikis belum dapat melakukan pernikahan karena masih labil. Sedangkan persamaan pernikahan usia

Fikri Fawaid & Moh. Hasin Abd Hadi: Pelaksanaan Nikah Ngodheh...

PANGGUNG HUKUM Vol.1, No.2, Juni 2015 Jurnal Perhimpunan Mahasiswa Hukum Indonesia Cabang Daerah Istimewa Yogyakarta

246

Skripsi Yogyakarta: Syariah dan Hukum UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2009

Hakim, Faisal Luqman, “Batas Minimum Usia Kawin Ideal Bagi Pria dan Wanita: Studi atas 58 Penetapan Dispensasi Kawin di Pengadilan Agama Yogyakarta Tahun 2011” Jurnal Supremasi Hukum, Vol. 2, No. 1, Juni 2013

Hastuti,Anis Puji “Nikah Lusan di Desa Srimbit Sidoharjo Kabupaten Sragen dalam Perspektif Hukum Islam dan Hukum Adat”, Skripsi Yogyakarta : Syariah dan Hukum UIN sunan Kalijaga Yogyakarta, 2011)

Kamal, Abu Malik Bin Sayyid Salim, Fiqh Sunnah Untuk Wanita cet. Ke-5 Jakarta : Al-I‟stishom Cahaya Ummat,2007

Karisyati Septi “Tradisi Bhāākāl Ekakoãghĭ (Perjodohan Sejak Dalam Kandungan) di Desa Sana Laok, Kecamatan Waru, Pamekasan, Madura dalam Perspektif Hukum Adat dan Hukum Islam)”, Skripsi Yogyakarta: Syariah dan Hukum UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2014

Khalaf, Abdul wahhab, Ilmu Ushul Fiqh, Alih bahasa Masdar Helmy, cet. ke-7 Bandung : Gema Risalah Press

Lokito, Ratno, Tradisi HukumIndonesia, Cianjur:IMR Press,2013 Majah , Ibnu, Sunan Ibn Majah an-Nikah Bab Isti‟mar al-Bikr Wa Sayyib,

Bairut:Dar al-Fikr,t.t. Masriani, Yulies Tina, Pengantar Hukum Indonesia Jakarta: Sinar Grafika,

2008 Moleong, Lexy J., Metodologi Penelitian Kualitatif edisi revisi Bandung : PT

Remaja Rosdakarya.2011 Muhammad, Abdul Kadir, Hukum Perdata Indonesia, Bandung: Citra Aditya

Bakti, 1990 Muktar,Kamal Asas-asas Hukum Islam tentang Perkawinan, cet. ke-3 Jakarta:

Bulan Bintang, 1993 Munawwir, A. W. Kamus al-Munawwir Arab-Indonesia Terlengkap,(Surabaya:

Pustaka Progresif, 2002 Nasution, Khoiruddin, “Membangun Keluarga Bahagia (Smart)”, dalam

Jurnal Al-Ahwal Vol. 1, No. 1, Juli-Desember 2008 Nur Zain, Umar dan Vincent Djuhari, perkawianan Remaja, Jakarta; Sinar

Harapan, 1984.

Page 31: Pelaksanaan Nikah Ngodheh (Studi Komparasi Hukum Islam … · 2015-06-30 · secara psikis belum dapat melakukan pernikahan karena masih labil. Sedangkan persamaan pernikahan usia

Fikri Fawaid & Moh. Hasin Abd Hadi: Pelaksanaan Nikah Ngodheh...

PANGGUNG HUKUM Vol.1, No.2, Juni 2015 Jurnal Perhimpunan Mahasiswa Hukum Indonesia Cabang Daerah Istimewa Yogyakarta

247

Nuruddin, Amiur, dkk, Hukum Perdata Islam di Indonesia Studi Kritis Perkembangan Hukum Islam dari Fikih UU No 1/1974bsampai KHI (Jakarta: Kencana, 2004

Rasjidi, Lili, Pekawinan dan Perceraian di Malaysia dan Indonesia, Bandung: PT Remaja Rosda Karya,1991

Saleh, Wantjik, Hukum Perkawinan Indonesia, Jakarta:Ghalia Indonesia, 1980 Santoso, Punung Arwan,”Dispensasi Perkawinan dalam Usia Muda dan

Akibatnya di Kabupaten Sleman Tahun 1998-1999”, Skripsi tidak diterbitkan, Fakultas Syari‟ah, IAIN Sunan kalijaga Yogyakarta.

Sobari, Abu Asep, Fiqih Sunah Untuk Wanita, Jakarta: Al-I‟tishom Cahaya Ummat, 2007

Sodiqin,, Ali Fiqih Ushul Fiqih: Sejarah, Metodologi, dan Implementasinya di Indonesia, Yogyakarta: Beranda, 2012

Soemadinigrat Otje Salman, Rekonseptualisasi Hukum Adat Kontemporer Bandung: PT Alumni, 2011