PELAKSANAAN MEDIASI DALAM PENYELESAIAN …... · PLN (PERSERO) DI DESA NGLEGI, ... Teman-teman...

download PELAKSANAAN MEDIASI DALAM PENYELESAIAN …... · PLN (PERSERO) DI DESA NGLEGI, ... Teman-teman magang di Ombudsman Republik Indonesia perwakilan DIY- ... proposal sampai dengan pendaftaran

If you can't read please download the document

Transcript of PELAKSANAAN MEDIASI DALAM PENYELESAIAN …... · PLN (PERSERO) DI DESA NGLEGI, ... Teman-teman...

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    i

    PELAKSANAAN MEDIASI DALAM PENYELESAIAN LAPORAN

    MASYARAKAT DI OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA

    (STUDI KASUS PEMBAYARAN GANTI RUGI DAN KOMPENSASI

    DARI PEMBANGUNAN JARINGAN SUTT OLEH PT. PLN (PERSERO)

    DI DESA NGLEGI, DESA BUNDER, DESA BEJI DAN DESA SALAM,

    KECAMATAN PATHUK, KABUPATEN GUNUNG KIDUL)

    Penulisan Hukum

    ( Skripsi )

    Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Sebagian Persyaratan guna

    Memperoleh Derajat Sarjana S1 dalam Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum

    Universitas Sebelas Maret Surakarta

    Oleh:

    DWI RETNO WULANDARI

    NIM. E0008144

    FAKULTAS HUKUM

    UNIVERSITAS SEBELAS MARET

    SURAKARTA

    2013

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    ii

    PERSETUJUAN PEMBIMBING

    Penulisan Hukum (Skripsi)

    PELAKSANAAN MEDIASI DALAM PENYELESAIAN LAPORAN

    MASYARAKAT DI OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA

    (STUDI KASUS PEMBAYARAN GANTI RUGI DAN KOMPENSASI

    DARI PEMBANGUNAN JARINGAN SUTT OLEH PT. PLN (PERSERO)

    DI DESA NGLEGI, DESA BUNDER, DESA BEJI DAN DESA SALAM,

    KECAMATAN PATHUK, KABUPATEN GUNUNG KIDUL)

    Oleh:

    Dwi Retno Wulandari

    NIM E0008144

    Disetujui untuk dipertahankan di hadapan Dewan Penguji Penulisan Hukum

    (Skripsi) Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta

    Surakarta, 10 Desember 2012

    Dosen Pembimbing

    Pius Triwahyudi, S.H., M.Si.

    NIP. 19560212 198503 1 004

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    iii

    PENGESAHAN PENGUJI

    Penulisan Hukum (Skripsi)

    PELAKSANAAN MEDIASI DALAM PENYELESAIAN LAPORAN

    MASYARAKAT DI OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA

    (STUDI KASUS PEMBAYARAN GANTI RUGI DAN KOMPENSASI

    DARI PEMBANGUNAN JARINGAN SUTT OLEH PT. PLN (PERSERO)

    DI DESA NGLEGI, DESA BUNDER, DESA BEJI DAN DESA SALAM,

    KECAMATAN PATHUK, KABUPATEN GUNUNG KIDUL)

    Oleh:

    Dwi Retno Wulandari NIM E0008144

    Telah diterima dan dipertahankan dihadapan Dewan Penguji Penulisan hukum

    (Skripsi) Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta Pada:

    Hari : Kamis Tanggal : 10 Januari 2013

    DEWAN PENGUJI

    1.

    Rahayu Subekti S.H., M.Hum.

    Ketua

    :

    2.

    Wida Astuti, S.H., M.H.

    Sekretaris

    :

    3.

    Pius Triwahyudi, S.H., M.Si.

    Anggota

    :

    Mengetahui

    Dekan,

    Prof. Dr. Hartiwiningsih, S.H., M.Hum. NIP. 19570203 198503 2 001

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    iv

    PERNYATAAN

    Nama : Dwi Retno Wulandari

    NIM : E0008144

    Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa penulisan hukum (skripsi) berjudul:

    PELAKSANAAN MEDIASI DALAM PENYELESAIAN LAPORAN

    MASYARAKAT DI OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA (STUDI

    KASUS PEMBAYARAN GANTI RUGI DAN KOMPENSASI DARI

    PEMBANGUNAN JARINGAN SUTT OLEH PT. PLN (PERSERO) DI

    DESA NGLEGI, DESA BUNDER, DESA BEJI DAN DESA SALAM,

    KECAMATAN PATHUK, KABUPATEN GUNUNG KIDUL) adalah betul-

    betul karya sendiri. Hal-hal yang bukan karya saya dalam penulisan hukum

    (skripsi) ini diberi tanda citasi dan ditujukan dalam daftar pustaka. Apabila

    kemudian hari terbukti pernyataan saya tidak benar, maka saya bersedia menerima

    sanksi akademik berupa pencabutan penulisan hukum (skripsi) dan gelar yang

    saya peroleh dari penulisan hukum (skripsi) ini.

    Surakarta, 10 Desember 2012

    Yang Membuat Pernyataan,

    DWI RETNO WULANDARI

    NIM. E0008144

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    v

    ABSTRAK

    Dwi Retno Wulandari, E0008144. 2012. PELAKSANAAN MEDIASI DALAM PENYELESAIAN LAPORAN MASYARAKAT DI OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA (STUDI KASUS PEMBAYARAN GANTI RUGI DAN KOMPENSASI DARI PEMBANGUNAN JARINGAN SUTT OLEH PT. PLN (PERSERO) DI DESA NGLEGI, DESA BUNDER, DESA BEJI DAN DESA SALAM, KECAMATAN PATHUK, KABUPATEN GUNUNG KIDUL). Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret.

    Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pelaksanaan mediasi dalam penyelesaian laporan masyarakat di Ombudsman Republik Indonesia dengan studi kasus pada pelaksanaan mediasi terkait pembayaran ganti rugi dan kompensasi dari pembangunan jaringan SUTT oleh PT. PLN (Persero) di Desa Nglegi, Desa Bunder, Desa Beji, dan Desa Salam, Kecamatan Pathuk, Kabupaten Gunung Kidul.

    Penelitian ini merupakan penelitian hukum doktrinal bersifat preskriptif dan terapan. Sifat perskriptif dapat terlihat dari keadaan senyatanya dan melihat aspek hukum mediasi di luar pengadilan di Indonesia yang berpedoman kepada Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2000 tentang Lembaga Penyedia Jasa Pelayanan Penyelesaian Sengketa Lingkungan Hidup di Luar Pengadilan, dan norma hukum lain berupa kebiasaan umum dalam mediasi berdasar pendapat ahli. Sedangkan terapan terlihat pada pelaksanaan mediasi dalam menyelesaikan sengketa pembayaran ganti rugi dan kompensasi dari pembangunan jaringan SUTT oleh PT. PLN (Persero) di Desa Nglegi, Desa Bunder, Desa Beji, dan Desa Salam, Kecamatan Pathuk, Kabupaten Gunung Kidul dan hasilnya bagi kedua belah pihak. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan undang-undang, pendekatan kasus dan pendekatan konseptual. Jenis data yang digunakan yaitu data sekunder yang mencakup bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan non hukum. Teknik pengumpulan data yang digunakan melalui study kepustakaan, pengamatan dan wawancara. Teknik analisa yang digunakan adalah metode silogisme deduktif dan intepretasi, yaitu berpangkal pada prinsip-prinsip dasar (premis mayor), kemudian peneliti menghadirkan obyek yang sedang diteliti (premis minor) kemudian di tarik kesimpulan.

    Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan mediasi dalam penyelesaian laporan masyarakat di Ombudsman sudah sesuai dengan norma-norma umum yang berlaku dalam mediasi di luar pengadilan (Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2000 tentang Lembaga Penyedia Jasa Pelayanan Penyelesaian Sengketa Lingkungan Hidup di Luar Pengadilan) namun terdapat kekhususan bila dibandingkan dengan mediasi umumnya. Kekhususan ini disebabkan mediasi yang dilakukan Ombudsman merupakan mediasi pada ranah sengketa pelayanan publik. Hasil yang dicapai dalam mediasi ini merupakan kesepakatan win-win solution bagi para pihak. Kata Kunci: Ombudsman, mediasi, pelayanan publik, win-win solution

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    vi

    ABSTRACT

    Dwi Retno Wulandari, E0008144. 2012. THE IMPLEMENTATION OF MEDIATION TO SOLVED THE PUBLIK COMPLAINT ON OMBUDSMAN REPUBLIK OF INDONESIA (A CASE STUDY OF COMPENSATION PAYMENT OF CONSTRUCTION SUTT BY PT. PLN (PERSERO) IN NGLEGI VILLAGE, BUNDER VILLAGE, BEJI VILLAGE, AND SALAM VILLAGE, DISTRICT OF PATHUK, REGENCY OF GUNUNG KIDUL. Faculty of Law Sebelas Maret University.

    This study aims to determine the implementation of mediation to solved the public complaint on Ombudsman Republic of Indonesia with a case study of payment compensation of construction SUTT by PT. PLN (Persero) in Nglegi Village, Bunder Village, Beji Village, And Salam Village, District of Pathuk, Regency of Gunung Kidul.

    This study is a doctrinal study of law with prescriptive and applied. Prescriptive nature can be seen from the actual situation and look at the legal aspect of Court-Anexxed Mediation in Indonesia which based on Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2000 tentang Lembaga Penyedia Jasa Pelayanan Penyelesaian Sengketa Lingkungan Hidup di Luar Pengadilan and other legal norms in the form of common mediation norm based on professionals opinion. Meanwhile, look at the implementation of mediation to solving the dispute of compensation payment of construction SUTT by PT. PLN (Persero) in Ngledi Village, Bunder Village, Beji Village and Salam Village, District of Pathuk, Regency of Gunung Kidul and the agreement for the parties. The approach used is legal approach, case approach and conceptual approaches. Type of data used are secondary data include primary legal materials, secondary legal materials and non-legal materials. Data collection used through the study of literature, observation and interview. Analysis of the data by using the method of syllogistic deduction, which stems from the basic principles (major premise), then the reseaecher presenting the object being studied (minor premise) and then draw conclusions.

    Based on the results of research can be concluded that the implementation of mediation to solved the public complaint on Ombudsman is in accordance common Court-Anexxed Mediation norm (Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2000 tentang Lembaga Penyedia Jasa Pelayanan Penyelesaian Sengketa Lingkungan Hidup di Luar Pengadilan), however the implementation of mediaton have special rules, because Ombudsman mediation in the land of public services dispute. The results of the mediation is a win-win solution for the parties. Key Words: Ombudsman, mediation, public services, win-win solution

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    vii

    MOTTO

    SESUNGGUHNYA ALLAH TIADA MERUBAH KEADAAN SUATU KAUM

    SEHINGGA MEREKA MERUBAH KEADAAN YANG ADA PADA DIRI

    -RAD: 11)

    MAN JADDA WAJADA

    -SUNGGUH PASTI AKAN MENUAI

    MAN SHABARA ZHAFIRA

    MAN SARA ALA DARBI WASHALA

    -NYA AKAN SAMPAI

    (THOMAS ALVA EDISON)

    HAL YANG LENGKAP DAN TIDAK DAPAT BERUBAH, DAN HANYA

    HILL)

    KEBAHAGIAAN DATANG DARI RASA SYUKUR

    (ANONIM)

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    viii

    PERSEMBAHAN

    Penulisan hukum (skripsi) ini penulis persembahkan untuk:

    1.

    kesabaran, cinta, motivasi, rizki dan nikmat-nikmat lain yang tak terhitung

    banyaknya yang telah Engkau berikan kepada hamba-Mu yang dzalim hingga

    akhirnya bisa menyelesaikan Skripsi ini.

    2. Orang tua Penulis Bapak (Lamidi Kartomihardjo Alm.) serta khususnya Ibu

    motivasi, pengorbanan, perhatian dan pengertian meskipun sudah mempunyai

    beban berat sebagai single parent, Love You Mom.

    3. Sahabat-sahabat di SMA yang menginspirasi, (Dwika Sastriana Putri, Dian

    Kusumawati, Riky Dwi P., Dhani Wirawan), dan khususnya Shinta Purniawati,

    terima kasih karena disela-sela kesibukannya telah memberikan support, doa,

    dan motivasi.

    4. Tri Sulistyanto yang telah memberikan dukungan moral dan materiil.

    5. Teman-teman magang di Ombudsman Republik Indonesia perwakilan DIY-

    Jateng (Ferawati Nainggolan, Noviana Daruwati Kusuma Adi, Tita Tri Yunita,

    Satria Adiyasa Sindhuwijaya).

    6. Semua Boss dan rekan kerja di beberapa tempat saya pernah bekerja, yang

    telah memberikan kesempatan untuk bekerja dan membutkan jadwal

    menyesuaikan jadwal kuliah.

    7. Costumers yang tidak bisa saya sebutkan namanya satu persatu yang telah

    memberikan kepercayaan dalam bisnis dan motivasi dalam penulisan hukum

    ini.

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    ix

    KATA PENGATAR

    Puji Syukur Penulis panjatkan kehadirat Allah SWT Yang Maha Pengasih

    dan Maha Penyayang atas limpahan nikmat-Nya sehingga penulis dapat

    menyelesaikan penulisan hukum (Skripsi) PELAKSANAAN

    MEDIASI DALAM PENYELESAIAN LAPORAN MASYARAKAT DI

    OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA (STUDI KASUS PEMBAYARAN

    GANTI RUGI DAN KOMPENSASI DARI PEMBANGUNAN JARINGAN

    SUTT OLEH PT. PLN (PERSERO) DI DESA NGLEGI, DESA BUNDER,

    DESA BEJI DAN DESA SALAM, KECAMATAN PATHUK, KABUPATEN

    Penulis menyadari tidak mungkin menyelesaikan penulisan hukum

    (skripsi) ini tanpa bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak. Maka dari itu, pada

    kesempatan ini dengan segala kerendahan hati penulis menyampaikan rasa terima

    kasih kepada:

    1. Prof. Dr. Ravik Karsidi, M.S., selaku Rektor Universitas Sebelas Maret

    beserta seluruh Pembantu Rektor;

    2. Prof. Dr. Hartiwiningsih, S.H., M.Hum., selaku Dekan Fakultas Hukum

    Universitas Sebelas Maret;

    3. Bapak Pius Triwahyudi, S.H., M.Si., selaku Pembimbing Sripsi sekaligus

    ketua bagian Hukum Administrasi Negara, yang didalam kesibukan beliau

    telah bersedia meluangkan waktu serta pikiran untuk memberikan bimbingan,

    nasehat, motivasi, dan petunjuk atas tersusunnya skripsi ini;

    4. Ibu Wida Astuti, S.H., M.H., selaku Ketua Pengelola Penulisan Hukum (PPH)

    dan segenap pegawai adminstrasi PPH yang telah membantu dalam mengurus

    segala administrasi skripsi dari mulai pengajuan judul, pelaksanaan seminar

    proposal sampai dengan pendaftaran ujian skripsi;

    5. Bapak Hernawan Hadi, S.H., M.Hum selaku Pembimbing Akademik Penulis.

    6. Segenap Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret

    Surakarta yang telah memberikan ilmu pengetahuan kepada penulis sehingga

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    x

    dapat dijadikan bekal dalam penulisan skripsi ini dan semoga kedepannya

    dapat penulis amalkan;

    7. Bapak Budhi Masthuri, S.H., Bapak Jaka Susila Wahyuana, S.H., Bapak

    Nurkholis Fahmi S.E., dan segenap Staff Ombudsman Perwakilan DIY-Jateng

    yang telah memberikan penulis kesempatan magang, menjadi nara sumber,

    memberikan informasi, dan data terkait dengan penulisan hukum ini;

    8. Tim Mediasi dari Ombudsman RI Pusat (Bapak Budi Santoso, S.H.,LLM,

    Bapak Tumpal Simanjuntak S.H., Yustus Yosep Maturbongs S.H.) yang telah

    memberikan kesempatan kepada penulis untuk ikut serta dalam identifikasi

    lapangan, memberikan informasi, dan data terkait dengan penulisan hukum

    ini;

    9. Segenap keluarga Penulis;

    10. Teman-Teman seperjuangan FH angkatan 2008 Ananda Megha Wiedar

    Saputri, Shinta Ayu Wulandari, Agnes Arti Citra Putri, Sinta Dewi Wijayanti

    teman-teman yang lain yang namanya tidak bisa saya sebutkan satu persatu.

    11. Semua Pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu yang telah

    membantu baik secara langsung maupun tidak langsung dalam menyelesaikan

    penulisan hukum ini.

    Penulis menyadari bahwa penulisan hukum ini masih terdapat banyak

    kekurangan, untuk itu penulis dengan besar hati menerima kritik dan saran yang

    membangun, sehingga dapat memperkaya penulisan hukum ini. Akhirnya,

    semoga penulisan hukum ini dapat bermanfaat dan mampu memberikan

    sumbangan ilmiah bagi perkembangan ilmu hukum.

    Surakarta, 10 Desember 2012

    Penulis

    Dwi Retno Wulandari

    NIM. E0008144

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    xi

    DAFTAR ISI

    HALAMAN JUDUL ....................................................................................... i HALAMAH PERSETUJUAN PEMBIMBING .............................................. ii HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI ........................................................ iii HALAMAN PERNYATAAN ......................................................................... iv ABSTRAK ....................................................................................................... v ABSTRACT .................................................................................................... vi

    vii PERSEMBAHAN ............................................................................................ viii KATA PENGANTAR ..................................................................................... ix DAFTAR ISI .................................................................................................... xi DAFTAR BAGAN .......................................................................................... xiv BAB I PENDAHULUAN ................................................................................ 1

    A. Latar Belakang Masalah ........................................................................ 1

    B. Rumusan Masalah ................................................................................... 6

    C. Tujuan Penelitian .................................................................................... 6

    D. Manfaat Penelitian .................................................................................. 7

    E. Metode Penelitian ................................................................................... 8

    F. Sistematika Penelitian ............................................................................. 12

    BAB II TINJAUAN PUSTAKA ...................................................................... 14 A. Kerangka Teori ...................................................................................... 14

    1. Tinjauan Umum tentang Mediasi ......................................................... 14

    a. Pengertian Mediasi .......................................................................... 14

    b. Pengertian, Syarat dan Tugas Mediator ........................................... 16

    c.Tipologi Mediator .............................................................................. 18

    d. Karakteristik Mediasi ....................................................................... 19

    e. Prinsip-Prinsip Mediasi .................................................................... . 20

    ......................................................... 22

    2. Tinjauan Umum tentang Ombudsman ................................................. 28

    a. Pengertian Ombudsma ................................................................... 28

    b. Sifat dan Tujuan Ombudsman ........................................................ 29

    c. Fungsi, Tugas, dan Wewenang Ombudsman ................................. 30

    d. Ruang Lingkup Pengawasan Ombudsman ..................................... 32

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    xii

    e. Proses Penanganan Laporan Masyarakat ....................................... 32

    3. Tinjauan Umum tentang Dampak Pembangunan SUTT ..................... 36

    a. Pengertian SUTT ........................................................................... 36

    b. Dampak Lingkungan Hidup di Bidang Kelistrikan....................... 36

    c. Jarak Aman SUTT dari Benda-benda Lain .................................. 38

    d. Dampak Radiasi Elektromagnetik terhadap Kesehatan ................ 39

    e. Ganti Rugi dan Kompensasi terhadap Pembangunan SUTT ........ 40

    B. Kerangka Pemikiran ............................................................................... 48

    BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ................................. 50 A. Pelaksanaan Mediasi Ombudsman dalam Menyelesaikan Laporan dari

    Masyarakat yang terkena Damapak Pembangunan SUTT 150 kV Bantul-

    Wonosari ................................................................................................ 50

    1. Penanganan Laporan dari Masyarakat yang Terkena Dampak

    Pembangunan SUTT 150 kV Bantul-Wonosari Sebelum Pelaksanaan

    Proses Mediasi ............................................................................... 52

    a. Penanganan Laporan Pertama dengan Substansi Laporan Berupa

    Keluhan Pelayanan ................................................................... 52

    b. Penanganan Laporan Kedua dengan Substansi Laporan Berupa

    Permintaan Pelaksanaan Mediasi ............................................. 58

    2. Pelaksanaan Mediasi Ombudsman ................................................. 62

    a. Deskripsi Mediasi Ombudsman ............................................... 62

    b. Tujuan Mediasi Ombudsman ................................................... 66

    c. Para Pihak yang Terlibat dalam Proses Mediasi ...................... 67

    d. Mediator ................................................................................... 68

    e. Tempat dan Biaya Mediasi ...................................................... 70

    f. Tahapan Mediasi ...................................................................... 71

    g. Waktu Pelaksanaan Mediasi .................................................... 77

    3. Tinjauan Pelaksanaan Mediasi Ombudsman Berdasarkan Norma-

    Norma Umum Mediasi di Luar Pengadilan dalam Peraturan

    Perundang-undangan ...................................................................... 77

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    xiii

    a. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan

    Alternatif Penyelesaian Sengketa ............................................. 77

    b. Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2000 tentang Lembaga

    Penyedia Jasa Pelayanan Penyelesaian Sengketa Lingkungan

    Hidup di Luar Pengadilan ........................................................ 83

    4. Tinjauan Pelaksanaan Mediasi Ombudsman Berdasarkan Pendapat

    Ahli ................................................................................................. 87

    a. Syahrizal Abbas ....................................................................... 88

    b. Takdir Rahmadi ........................................................................ 96

    B. Hasil Mediasi Ombudsman dalam Menyelesaikan Sengketa Ganti Rugi

    dan Kompensasi antara PT. PLN (Persero) dengan masyarakat yang

    terkena dampak pembangunan SUTT 150 kV Bantul-Wonosari .......... 102

    1. Pemasalahan dalam Pembayaran Ganti dan Kompensasi serta Hasil

    Kesepakatan yang Didapat setelah Mediasi ................................... 102

    2. Hasil Mediasi bagi Kedua Belah Pihak .......................................... 109

    BAB IV PENUTUP ......................................................................................... 117 A. Simpulan ................................................................................................. 117

    B. Saran ....................................................................................................... 120

    DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 118

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    xiv

    DAFTAR BAGAN

    Bagan 1. Kerangka Pemikiran.......................................................................... 49

    Bagan 2. Alur Penanganan Keluhan Masyarakat ............................................. 53

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang Masalah

    Tujuan dan cita-cita didirikannya Negara Republik Indonesia tertuang

    dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 diantaranya adalah untuk

    mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Demi mewujudkan

    tujuan dan cita-cita tersebut Indonesia selalu berupaya mewujudkan Good

    Governance. Namun dalam kenyataannya implementasi Good Governance

    menghadapi banyak masalah didalam keadaan masyarakat politik yang korup dan

    kekuatan civil society yang masih lemah, seperti yang selama ini terjadi di tanah

    air (Teten Masduki, 2005:43). Kalau civil society lemah, tidak punya kompetensi

    untuk mengontrol pemerintahan, maka penyimpangan kekuasaan menjadi tak

    terhindarkan (Teten Masduki, 2005:42) termasuk dalam penyelenggaraan

    pelayanan publik. Hal tersebut menimbulkan kebutuhan akan lembaga

    pengawasan eksternal yang bersifat independen untuk mengawasi

    penyelenggaraan tugas negara dan pemerintahan, maka dibentuklah Ombudsman

    di Indonesia.

    Ombudsman berasal dari bahasa Swedia umbusmann yang artinya

    pengawasan. Ombudsman ini mengadopsi dari tata pemerintahan internasional,

    dimana negara-negara lain ternyata juga mengalami kondisi yang hampir sama

    dalam hal penyelenggaraan pelayanan publik. Diseluruh dunia sudah lebih dari

    130 negara yang mempunyai lembaga Ombudsman, dengan nama yang bervariasi,

    bahkan lebih dari 50 negara mencantumkan dalam konstitusi (Antonius Sujata,

    2009:31). Tujuan dibentuknya Ombudsman di semua negara adalah untuk

    melindungi masyarakat terhadap kearoganan pejabat atau pegawai penyelenggara

    sekaligus memantau, mengawasi, dan mengoreksi perilaku koruptif pejabat-

    pejabat tersebut, agar pelayanan kepada masyarakat menjadi lebih baik dan

    berjalan sebagaimana mestinya (Sunaryati Hartono, 2009:13).

    1

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    2

    Di Indonesia sendiri Ombudsman pertama didirikan dalam bentuk komisi

    yang lahirnya didasari dengan Keppres Nomor 44 Tahun 2000 yang dikeluarkan

    oleh Presiden Abdurrahman Wahid dengan nama Komisi Ombudsman Nasional.

    Seiring dengan berjalannya waktu sadar akan pentingnya keberadaan

    Ombudsman, untuk mengoptimalkan fungsi, tugas dan wewenang Ombudsman,

    maka disahkanlah Undang- Undang Nomor 37 Tahun 2008 Tentang Ombudsman

    Republik Indonesia, yang selanjutnya akan disebut Undang-Undang No. 37

    Tahun 2008. Dengan diundangkannya Undang-Undang No. 37 Tahun 2008 ini

    selain tugas dan kewenangannya yang diperluas struktur Ombudsman di negara

    Indonesia secara kelembagaan juga diperkuat, yang semula hanya berupa Komisi

    berubah menjadi Lembaga Negara.

    Ombudsman di Indonesia mempunyai fungsi sebagai pengawas pelayanan

    publik yang dilakukan oleh Penyelenggara Negara. Dalam menjalankan fungsinya

    sebagai pengawas pelayanan publik Ombudsman mempunyai tugas tertentu.

    Secara garis besar tugas Ombudsman disebutkan dalam Pasal 7 Undang-Undang

    No. 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman Republik Indonesia yaitu menerima,

    memeriksa, menindaklanjuti, melakukan investigasi terkait substansi laporan

    masyarakat serta melakukan koordinasi dengan lembaga-lembaga terkait guna

    mencegah terjadinya maladministrasi oleh Penyelenggara Negara.

    Dalam menjalankan fungsi dan tugasnya tersebut Ombudsman didukung

    dengan kewenangan yang tercantum dalam Pasal 8 Undang-Undang No. 37 Tahun

    2008. Kewenangan tersebut antara lain meminta keterangan, memeriksa dokumen,

    melakukan klarifikasi, melakukan pemanggilan, membuat rekomendasi,

    melakukan mediasi dan konsiliasi, serta mengumumkan hasil temuan atau

    kesimpulan yang didapat. Kewenangan yang dimiliki Ombudsman tersebut

    semuanya berkaitan dengan penyelesaian laporan masyarakat. Hal ini berkaitan

    dengan metode pengawasan yang digunakan Ombudsman yaitu sistem pelayanan

    berbasis masyarakat. Artinya Ombudsman melaksanakan pengawasannya

    terhadap pemberian pelayanan publik berdasarkan laporan dari masyarakat

    sebagai pengguna layanan yang merasa tidak mendapatkan pelayanan

    sebagaimana mestinya atau Penyelenggara Negara melakukan maladminstrasi

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    3

    dalam menjalankan tugasnya. Sistem tersebut digunakan karena masyarakat

    merupakan pihak yang bersentuhan langsung dengan penyelenggaraan pelayanan

    publik, sehingga data mengenai perbaikan yang perlu dilakukan lebih mutakhir

    dan sesuai dengan kondisi lapangan.

    Selain fungsi, tugas dan kewenangan yang diberikan oleh Undang-Undang

    Nomor 37 Tahun 2008 diatas, dengan diundangkannya Undang-Undang Nomor

    25 Tahun 2009 Tentang Pelayanan Publik (yang selanjutnya disebut Undang-

    Undang No. 25 Tahun 2009) fungsi, tugas dan kewenangan Ombudsman

    diperkuat juga terdapat penambahan kewenangan Ombudsman. Penambahan

    kewenangan ini diantaranya adalah dalam hal ganti rugi Ombudsman dapat

    melakukan mediasi, konsiliasi dan adjudikasi khusus, yang disebutkan dalam

    Pasal 50 ayat (5) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009.

    Terkait dengan kewenangan Ombudsman dalam melakukan mediasi yang

    diberikan oleh Undang-Undang No. 37 Tahun 2008 dan Undang-Undang No. 25

    Tahun 2009 diatas penulis tertarik untuk meneliti mengenai salah satu kasus

    dalam laporan masyarakat yang masuk ke Ombudsman RI Perwakilan DIY-Jawa

    Tengah terkait pembayaran ganti rugi dan kompensasi yang diselesaikan melalui

    mekanisme mediasi. Mediasi tersebut dilakukan antara PT. PLN (Persero) selaku

    pihak yang membangun transmisi SUTT yang melewati tanah milik warga dari

    beberapa desa di Kabupaten Bantul dengan beberapa orang perwakilan dari warga

    Desa Nglegi, Desa Bunder, Desa Beji, dan Desa Salam, Kecamatan Pathuk,

    Kabupaten Gunung Kidul, selaku pemilik lahan yang daerahnya dilalui transmisi

    SUTT untuk menyelesaikan masalah ketidaksepakatan dalam hal pemberian ganti

    rugi dan kompensasi. Dalam mediasi ini Ombudsman diminta bertindak sebagai

    mediator.

    Ombudsman dituntut untuk berperan ganda dalam menangani kasus ini

    disatu sisi sebagai Lembaga Negara yang bertugas mengawasi pelayanan publik

    yang dilakukan oleh Penyelenggara Negara dan disisi lain harus bertindak sebagai

    mediator yang harus membantu menyelesaikan sengketa ganti rugi. Fungsi

    Ombudsman sebagai pengawas pelayanan publik tentu saja sangat berbeda dengan

    fungsi Ombudsman sebagai mediator dalam membantu menyelesaikan sengketa

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    4

    ganti rugi tersebut. Untuk menggabungkan kedua fungsi tersebut sehingga

    menjadi mediasi dalam ranah pelayanan publik Ombudsman mempunyai

    mekanisme dan tata cara mediasi tersendiri yang tentu saja mempunyai perbedaan

    dengan mediasi pada umumnya.

    Mediasi yang berlaku di Indonesia terdiri dari proses mediasi di dalam

    pengadilan dan proses mediasi diluar pengadilan. Pengaturan untuk proses

    mediasi di Pengadilan diatur dalam Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun

    2008 tentang Proses Mediasi di Pengadilan, sedangkan untuk mediasi di luar

    pengadilan tidak diatur dalam peraturan perundang-undangan secara khusus.

    Hanya saja terdapat beberapa peraturan yang dapat dijadikan acuan dalam

    pelaksanaan mediasi di luar pengadilan. Peraturan tersebut adalah Undang-

    Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian

    Sengketa (selanjutnya disebut Undang-Undang No. 30 Tahun 1999) serta

    Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2000 tentang Lembaga Penyedia Jasa

    Pelayanan Penyelesaian Sengketa Lingkungan Hidup di Luar Pengadilan

    (selanjutnya disebut PP No. 54 Tahun 2000). PP No. 54 Tahun 2000 mengatur

    mediasi secara lebih terperinci dibandingkan dengan Undang-Undang No. 30

    tahun 1999, namun dalam kedua peraturan tersebut, penaturan mengenai mediasi

    belum dijabarkan secara lengkap. Oleh sebab itu, proses mediasi di luar

    pengadilan umumnya selain mengacu pada kedua peraturan diatas juga

    berpedoman pada hasil pengalaman dan penelitian para praktisi dalam mediasi.

    Pedoman proses mediasi di luar pengadilan yang bersumber dari

    pengalaman dan penelitian para praktisi banyak diuraikan dalam kepustakaan

    atau diajarkan dalam berbagai pelatihan mediasi. Pada umumnya bahan

    kepustakaan mediasi banyak didapat dari negara-negara yang masyarakatnya telah

    menggunakan mediasi sebagai pilihan utama dalam menyelesaikan sengketa

    seperti Amerika, Australia, Inggris, dan Jepang. Kerena mediasi tidak diatur

    dalam peraturan perundangan maka proses mediasi cenderung bersifat universal,

    sehingga proses mediasi yang diterapkan beberapa negara diatas dengan sedikit

    penyesuaian dapat juga diterapkan di Indonesia (Takdir Rahmadi, 2010:101).

    Penyesuaian tersebut dilakukan dengan mengambil norma kebiasaan mediasi yang

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    5

    berlaku universal dan memadukan dengan norma sosial yang hidup dan

    berkembang dalam masyarakat Indonesia. Norma-norma dengan penyesuaian

    tersebutlah yang kemudian diimplementasikan dalam pelaksanaan mediasi pada

    lembaga-lembaga mediasi di Indonesia dan menjadi norma-norma umum dalam

    mediasi di luar pengadilan.

    Pelaksanaan mediasi Ombudsman dalam ranah pelayanan publik untuk

    menyelesaikan sengketa ganti rugi dan kompensasi antara PT. PLN (Persero)

    selaku pihak yang membangun transmisi SUTT yang melewati tanah milik warga

    dengan warga Desa Nglegi, Desa Bunder, Desa Beji, dan Desa Salam, Kecamatan

    Pathuk, Kabupaten Gunung Kidul diharapkan dapat menghasilkan penyelesaian

    dengan hasil win-win solution bagi kedua belah pihak mengingat adanya

    perbedaan kekuatan diantara pihak-pihak yang bersengketa. Mediasi tersebut

    selain bertujuan untuk menyelesaikan sengketa juga bertujuan untuk memperbaiki

    pelayanan publik yang dilakukan PT. PLN (Persero) terkait masalah pemberian

    ganti rugi dan kompensasi.

    Berdasarkan latar belakang masalah tersebut penulis merasa tertarik untuk

    mengadakan penelitian terhadap pelaksanaan mediasi yang dilakukan

    Ombudsman tersebut karena ruang lingkupnya berada pada ranah pelayanan

    publik sehingga berbeda dengan mediasi pada umumnya dan menyusun kedalam

    penulisan hukum dengan judul:

    PELAKSANAAN MEDIASI DALAM PENYELESAIAN LAPORAN

    MASYARAKAT DI OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA (STUDI

    KASUS PEMBAYARAN GANTI RUGI DAN KOMPENSASI DARI

    PEMBANGUNAN JARINGAN SUTT OLEH PT. PLN (PERSERO) DI DESA

    NGLEGI, DESA BUNDER, DESA BEJI DAN DESA SALAM, KECAMATAN

    PATHUK, KABUPATEN GUNUNG KIDUL)

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    6

    B. Rumusan Masalah

    Berdasarkan latar belakang masalah diatas dalam penelitian ini penulis

    merumuskan masalah sebagai berikut:

    1. Apakah pelaksanaan mediasi dalam penyelesaian laporan masyarakat di

    Ombudsman Republik Indonesia terkait pembayaran ganti rugi dan

    kompensasi dari Pembangunan SUTT oleh PT PLN Persero sudah sesuai

    dengan norma-norma umum yang berlaku dalam mediasi di luar pengadilan?

    2. Apakah hasil mediasi Ombudsman dalam menyelesaikan sengketa ganti rugi

    dan kompensasi antara PT. PLN (Persero) dengan masyarakat yang terkena

    dampak pembangunan SUTT 150 kV Bantul-Wonosari merupakan

    kesepakatan win-win solution bagi kedua belah pihak?

    C. Tujuan Penelitian

    Setiap penelitian pasti mempunyai tujuan tertentu yang ingin dicapai,

    untuk menjadi arahan dalam melaksanakan penelitian tersebut, sehingga

    mendapatkan hasil yang maksimal dalam menjawab permasalahan yang ada.

    Adapun tujuan yang ingin dicapai penulis:

    1. Tujuan Obyektif

    a. Mengetahui kesesuaian pelaksanaan mediasi yang dilakukan Ombudsman

    Republik Indonesia dalam menyelesaikan laporan masyarakat korban

    pembangunan SUTT oleh PT PLN Persero dengan norma-norma umum

    mediasi diluar pengadilan.

    b. Mengetahui hasil pelaksanaan mediasi Ombudsman Republik Indonesia

    dalam penyelesaian laporan masyarakat terkait ganti rugi dan kompensasi

    dari dampak pembangunan jaringan SUTT 150 kV Bantul Wonosari oleh

    PT. PLN Persero di Bantul bagi kedua belah pihak.

    2. Tujuan Subyektif

    a. Menambah pengetahuan dan pemahaman penulis dalam penelitian hukum

    di bidang Administrasi Negara, pada khusunya bidang pelayanan publik

    mengenai peran ombudsman dalam menyelesaikan laporan masyarakat

    melalui mediasi

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    7

    b. Memenuhi persyaratan akademis guna mencapai gelar sarjana hukum pada

    bidang ilmu hukum di Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret.

    c. Untuk memberikan sumbangan pikiran bagi ilmu hukum agar dapat

    memberikan wawasaan dan manfaat bagi masyarakat dan civitas academia

    pada umumnya, serta bagi penulis pada khususnya.

    D. Manfaat Penelitian

    Sebuah penulisan hukum diharapkan dapat memberikan manfaat yang

    berguna bagi perkembangan ilmu hukum itu sendiri juga dapat diterapkan dalam

    praktek. Adapun manfaat yang diharapkan penulis adalah:

    1. Manfaat Teoritis

    a. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran dan

    manfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan di bidang hukum pada

    umumnya dan hukum administrasi negara pada khususnya.

    b. Diharapkan hasil penelitian ini dapat memperkaya referensi dan literatur

    dalam dunia kepustakaan serta sebagai acuan terhadap panelitian sejenis

    dimasa yang akan datang.

    2. Manfaat Praktis

    a. Memberikan informasi dan gambaran kepada masyarakat pada umumnya

    dan semua pihak yang berkepentingan pada khususnya mengenai mediasi

    Ombudsaman dalam menyelesaikan laporan masyarakat.

    b. Penelitian ini diharapkan dapat mengembangkan penalaran, pola pikir

    dinamis dan untuk mengetahui kemampuan penulis dalam menerapkan

    ilmu hukum yang diperoleh selama perkuliahan.

    c. Penelitian ini diharapkan dapat membantu, memberikan tambahan

    masukan dan pengetahuan kepada pihak-pihak terkait dengan masalah

    yang diteliti, juga kepada berbagai pihak yang berminat pada

    permasalahan yang sama.

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    8

    E. Metode Penelitian

    Penelitian hukum merupakan suatu proses untuk menemukan aturan

    hukum, prinsip-prinsip hukum, maupun doktrin-doktrin hukum guna menjawab

    isu hukum yang dihadapi (Peter Mahmud Marzuki, 2005:35)

    1. Jenis Penelitian

    Berdasarkan penelitian permasalahan yang diajukan dalam penelitian

    hukum ini penulis menggunakan penelitian hukum doktrinal atau normatif.

    Penelitian hukum doktrinal adalah penelitian hukum yang bersifat preskriptif

    bukan deskriptif sebagaimana ilmu sosial dan ilmu alam (Peter Mahmud

    Marzuki, 2006: 33).

    2. Sifat Penelitian

    Penelitian ini merupakan penelitian yang dikategorikan sebagai

    penelitian yang bersifat preskriptif dan terapan. Ilmu hukum mempunyai sifat

    sebagai ilmu yang preskriptif, artinya ilmu hukum mempelajari tujuan hukum,

    konsep- konsep hukum, dan norma-norma hukum. Sebagai ilmu terapan ilmu

    hukum menetapkan standart prosedur, ketentuan-ketentuan, rambu-rambu

    dalam melaksanakan aturan hukum (Peter Mahmud Marzuki, 2006:22).

    Sifat perskriptif dapat terlihat dari keadaan senyatanya dan melihat

    aspek hukum mediasi di Indonesia yang berpedoman kepada Undang-Undang

    Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian

    Sengketa, Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2000 tentang Lembaga

    Penyedia Jasa Pelayanan Penyelesaian Sengketa Lingkungan Hidup di Luar

    Pengadilan, dan norma hukum lain berupa kebiasaan umum dalam mediasi

    berdasar pendapat para ahli. Sedangkan terapan terlihat pada pelaksanaan

    mediasi dalam menyelesaikan sengketa pembayaran ganti rugi dan

    kompensasi dari pembangunan jaringan SUTT oleh PT. PLN (Persero) di

    Desa Nglegi, Desa Bunder, Desa Beji, dan Desa Salam, Kecamatan Pathuk,

    Kabupaten Gunung Kidul dan hasilnya bagi kedua belah pihak.

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    9

    3. Pendekatan Penelitian

    Pendekatan yang digunakan dalam penelitian hukum adalah

    pendekatan perundang-undangan (Statue Approach), pendekatan historis

    (Historical Approach), pendekatan kasus (Case Approach) dan pendekatan

    konseptual (Conceptual Approach) (Peter Mahmud Marzuki, 2005:93).

    Dalam pelaksanaan penelitian ini penulis menggunakan pendekatan

    perundang-undangan (Statue Approach), Pendekatan Kasus (Case Approach),

    dan Pendekatan Konseptual (Conceptual Approach). Pendekatan perundang-

    undangan (Statue Approach) dilakukan dengan menelaah semua undang-

    undang dan regulasi yang bersangkut paut dengan masalah mediasi dalam

    penyelesaian laporan masyarakat di Ombudsman Republik Indonesia

    khususnya berkaitan dengan pemberian ganti rugi dan kompensasi dari

    dampak pembangunan SUTT, sedangkan Pendekatan Kasus (Case Approach)

    dilakukan dengan menelaah hasil kesepakatan yang didapat dari hasil mediasi

    yang dilakukan Ombudsman terhadap PT PLN Persero selaku pembangun

    jaringan SUTT dengan warga Desa Nglegi, Desa Bunder, Desa Beji, Dan

    Desa Salam Kabupaten Gunung Kidul sebagai korban pembangunan SUTT

    150 kV Bantul-Wonosari terkait masalah pemberian ganti rugi dan

    kompensasi.

    4. Jenis dan Sumber Bahan Hukum

    Penelitian ini merupakan penelitian normatif atau penelitian doktrinal,

    maka bahan hukum yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

    a. Bahan hukum primer

    1) Undang- Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan

    Pengelolaan Lingkungan Hidup;

    2) Undang- Undang Nomor 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan;

    3) Undang- Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik;

    4) Undang- Undang Nomor 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman Repulik

    Indonesia;

    5) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2002 tentang Ketenagalistrikan;

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    10

    6) Undang- Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan

    Alternatif Penyelesaian Sengketa;

    7) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-

    Pokok Agraria;

    8) Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah

    Bagi Pelaksanaan Kepentingan Umum;

    9) Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2000 tentang Lembaga

    Penyedia Jasa Pelayanan Penyelesaian Sengketa Lingkungan Hidup di

    Luar Pengadilan;

    10) Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 11 Tahun 2006 Tentang

    Jenis Usaha dan atau Kegiatan yang Wajib Dilengkapi dengan Analisis

    Mengenai Dampak Lingkungan Hidup;

    11) Peraturan Menteri Pertambangan dan Energi Nomor

    01.P/47/MPE/1992 tentang Ruang Bebas SUTT dan SUTET serta

    Keputusan Menteri Pertambangan dan Energi Nomer

    975.K/47/MPE/1999 tentang Perubahan Terhadap Peraturan Menteri

    Pertambangan dan Energi Nomor 01.P/47/MPE/1992 tentang Ruang

    Bebas SUTT dan SUTET;

    12) Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2003 yang kemudian

    direvisi menjadi Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2008

    tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan;

    13) Peraturan Ombudsman Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2009

    Tentang Cara Pemeriksaan dan Penyelesaian Laporan.

    b. Bahan hukum sekunder

    Bahan hukum sekunder berupa bahan hukum yang bukan

    merupakan dokumen-dokumen resmi (Peter Mahmud Marzuki, 2005:14).

    Bahan hukum sekunder terdiri dari buku- buku teks yang ditulis para ahli

    hukum, pandangan ahli hukum (doktrin), hasil penelitian hukum, kamus

    hukum, ensiklopedia hukum, artikel, internet, dan sumber lainnya yang

    memiliki korelasi untuk mendukung penelitian ini. Bahan hukum sekunder

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    11

    memberikan penjelasan terhadap bahan hukum primer yang memberikan

    penunjuk kearah mana penulis akan melangkah.

    c. Bahan non hukum

    Bahan non hukum merupakan bahan penelitian bukan dari disiplin

    ilmu hukum yang terdiri dari buku teks, artikel, jurnal, internet dan sumber

    lainnya yang memiliki korelasi dengan penelitian.

    5. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum

    Teknik pengumpulan data adalah suatu cara yang digunakan untuk

    memperoleh data yang berkaitan dengan masalah yang diteliti. Pengumpulan

    data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

    a. Studi Dokumen atau Bahan Pustaka

    Penulis mengumpulkan, membaca dan mengkaji dokumen, buku-

    buku, peraturan perundang-undangan, majalah dan bahan pustaka lainnya

    berbentuk data tertulis yang diperoleh di lokasi penelitian atau tempat lain.

    b. Pengamatan atau observasi

    Pengamatan atau observasi penelitian ini dilakukan dengan mengamati

    secara langsung proses dan hasil mediasi yang berlangsung antara PT.

    PLN Persero dengan warga yang tanah beserta benda- benda diatasnya

    terpaksa dilalui oleh jaringan transmisi SUTT dimana Ombudsman RI

    yang ditunjuk sebagai mediator oleh kedua belah pihak.

    c. Wawancara

    Wawancara adalah situasi dimana terjadi interaksi antara pewawancara

    dan yang diwawancarai dengan pedoman wawancara berdasarkan pada

    hasil tugas/tes yang telah diberikan kepada yang diwawancarai.

    Wawancara ini digunakan untuk memperoleh data primer yang terbaik

    sesuai dengan maksud dan tujuan penelitian Narasumber dalam

    wawancara ini adalah Mediator dari Ombudsman RI, Perwakilan Warga

    dari Desa Nglegi, Desa Bunder, Desa Beji, dan Desa Salam di Kabupaten

    Gunung Kidul dan Manager PLN Jawa-Bali UPK JJP III.

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    12

    6. Teknik Analisa Data

    Teknik analisa penelitian ini menggunakan metode silogisme deduktif

    yaitu dengan cara berpikir pada prinsip-prinsip dasar, kemudian penelitian

    menghadirkan objek yang akan diteliti yang akan digunakan untuk menarik

    kesimpulan terhadap fakta-fakta yang bersifat khusus. Seperti halnya dengan

    premis mayor yang diintepretasikan terhadap pelaksanaan mediasi

    Ombudsman yang berlangsung antara PT. PLN Persero dengan warga yang

    tanah beserta benda- benda diatasnya terpaksa dilalui oleh jaringan transmisi

    SUTT dimana Ombudsman RI yang ditunjuk sebagai mediator oleh kedua

    belah pihak, kemudian diintepretasikan kembali dan menuju fakta hukum

    yang ada pada premis minor setlah itu menghasilkan kesimpulan.

    F. Sistematika Penulisan

    Sistemaika Penulisan Hukum disajikan guna memberi gambaran secara

    keseluruhan mengenai pembahasan yang akan dirumuskan sesuai dengan kaidah

    atau aturan baku penulisan suatu karya ilmiah. Adapun sistematika dalam

    penulisan hukum ini adalah:

    BAB I : PENDAHULUAN

    Dalam bab ini penulis menguraikan latar belakang masalah,

    perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode

    penelitian, jadwal penelitian dan sistematika penelitian.

    BAB II : TINJAUAN PUSTAKA

    Dalam bab ini penulis meguraikan kerangka teori dan kerangka

    pemikiran. Kerangka teori terdiri dari teori-teori yang relevan

    dengan penelitian hukum ini, yaitu: Tinjauan Umum tentang

    Mediasi, Tinjauan Umum tentang Ombudsman, Tinjauan Umum

    tentang Dampak Pembangunan SUTT. Kerangka pemikiran

    digunakan untuk mempermudah pemahaman dalam alur berpikir.

    BAB III : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    13

    Pada bab ini penulis akan menguraikan hasil penelitian dan

    pembahasan guna menjawab pertanyaan-pertanyaan Pelaksanaan

    Mediasi Ombudsman dalam Menyelesaikan Laporan dari

    Masyarakat yang terkena Damapak Pembangunan SUTT 150 kV

    Bantul- Wonosari dan Hasil Mediasi Ombudsman dalam

    Menyelesaikan Sengketa Ganti Rugi dan Kompensasi antara PT.

    PLN (Persero) dengan masyarakat yang terkena dampak

    pembangunan SUTT 150 kV Bantul-Wonosari

    BAB IV : PENUTUP

    Dalam bab ini, penulis akan menguraikan simpulan hasil

    penelitian dan pembahasan serta saran-saran yang diajukan

    penulis sebagai implikasi dari simpulan yang didapat.

    DAFTAR PUSTAKA

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    14

    BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    A. Kerangka Teori

    1. Tinjauan Umum tentang Mediasi

    a. Pengertian Mediasi

    Mediasi merupakan salah satu cara menyelesaikan sengketa diluar

    pengadilan. Di Indonesia mediasi diluar pengadilan diatur dalam Undang-

    Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif

    Penyelesaian Sengketa dan Peraturan Pemerintah Nomor 54 tahun 2000

    Tentang Lembaga Penyedia Jasa Pelayanan Penyelesaian Sengketa

    Lingkungan Hidup di Luar Pengadilan. Namun kedua peraturan

    perundang-undangan tersebut tidak menyebutkan mengenai pengertian

    mediasi. Beberapa pengertian mediasi didapat dari beberapa sumber lain,

    yaitu:

    1) Mediasi berasal dari bahasa Inggris mediation, yang artinya negosiasi

    untuk menyelesaikan perbedaan yang dilakukan oleh beberapa

    imparsial partai (http://id.w3dictionary.org/index.php?q=mediation).

    2) Istilah mediation

    artinya proses mengikutsertakan pihak ketiga dalam penyelesaian suatu

    perselisihan sebagai penasehat (Kamus Besar Bahasa Indonesia).

    3) Dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 Tentang Pelayanan

    Publik disebutkan bahwa mediasi adalah penyelesaian sengketa

    pelayanan publik melalui bantuan, baik oleh ombudsman sendiri

    maupun melalui mediator yang dibentuk oleh ombudsman .

    4) Dalam Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2003 yang

    kemudian direvisi menjadi Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1

    Tahun 2008 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan menyebutkan

    14

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    15

    perundingan untuk memperoleh kesepakatan para pihak dengan

    5) tkan

    informal dispute resolution process in witch a neutral third person, the

    mediator, help disputing parties to reach an agreement. The mediator

    (Gunawan

    Widjaja, 2005: 90-91).

    6) Mediasi merupakan cara penyelesaian sengketa melalui perundingan

    berdasarkan pendekatan mufakat atau konsensus para pihak, yang

    dalam prosesnya dibantu oleh mediator. Mediator tidak memiliki

    kewenangan memutus, tetapi hanya membantu para pihak yang

    bersengketa dalam mencari penyelesaian yang dapat diterima (Takdir

    Rahmadi, 2010: 13).

    7) Mediasi adalah penyelesaian sengketa secara damai dengan bantuan

    pihak ketiga yang disebut mediator dan dalam menjalankan ia harus

    bersikap adil, netral (tidak memihak) serta ia tidak berwenang

    memutuskan karena hanya berperan sebagai fasilitator (Muhammad

    Saifullah, 2009: 76-77).

    8) Menurut Gary Goodpaster, mediasi adalah proses negosiasi pemecahan

    masalah dimana pihak luar yang tidak memihak (impartial) dan netral

    bekerja dengan pihak yang bersengketa untuk membantu mereka

    memperoleh kesepakatan (Syahrizal Abbas, 2011:5).

    9) Mediation is a common form of conflict management in international relation. In structural terms, it can be conceived of as extension of negotiations in witch a third party enters a conflict between two or more states or other actors to effect the course of it and help them find a mutually acceptable solution (Tetsuro Iji and Hideki Fuchinoue, 2009: 137). (Mediasi merupakan sebuah bentuk umum dari managemen konflik

    pada hubungan internasional. Secara struktural mediasi bisa diterima

    sebagai bentuk lebih lanjut dari negosiasi yang dalam hal ini pihak

    ketiga masuk dalam konflik yang terjadi antara dua atau lebih negara

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    16

    atau pihak lain yang terkait dengan kasus tersebut dan membantu

    untuk menemukan solusi terbaik yang bisa diterima para pihak)

    b. Pengertian, Syarat dan Tugas Mediator

    Menurut Pasal 1 angka 6 Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1

    Tahun 2008 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan, Mediator adalah

    pihak netral yang membantu para pihak dalam proses perundingan guna

    mencari berbagai kemungkinan penyelesaian sengketa tanpa menggunakan

    cara memutus atau memaksakan sebuah penyelesaian. Mengenai netralitas

    mediator ini, Adam T. Rick berpendapat because truly neutral mediation

    is impossible (karena pelaksanaan mediasi yang benar-benar netral adalah

    tidak mungkin), dia menyarankan mediators remain free to define their

    own styles, so long as they properly inform the parties of the process and

    of that underlying impossibility (mediator dipersilahkan memilih gaya

    mereka sendiri sepanjang mediator tersebut memberitahu prosesnya

    secara menyeluruh kepada para pihak dan dasar ketidakmungkinannya)

    (Adam T. Rick, 2009:1). Sedangkan pada Peraturan Pemerintah Nomor 54

    tahun 2000 Tentang Lembaga Penyedia Jasa Pelayanan Penyelesaian

    atau Pihak ketiga lainnya adalah seorang atau lebih yang ditunjuk dan

    diterima oleh para pihak yang bersengketa dalam rangka penyelesaian

    sengketa lingkungan hidup yang tidak memiliki kewenangan mengambil

    Pada Pasal 6 ayat (4) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999

    tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, membedakan

    mediator berdasarkan yang menunjuknya ada 2 (dua), yaitu:

    1) Mediator yang ditunjuk secara bersama oleh para pihak

    2) Mediator yang ditunjuk oleh lembaga arbitrase atau lembaga alternatif

    penyelesaian sengketa yang ditunjuk oleh para pihak

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    17

    Gunawan Wijaya mengacu pada syarat penunjukan mediator pada

    Peraturan Pemerintah Nomor 54 tahun 2000 Tentang Lembaga Penyedia

    Jasa Pelayanan Penyelesaian Sengketa Lingkungan Hidup di Luar

    Pengadilan, bahwa mediator yang ditunjuk oleh pihak-pihak yang

    bersengketa tersebut haruslah memenuhi persyaratan sebagai berikut:

    1) disetujui pihak-pihak yang bersengketa

    2) tidak mempunyai hubungan sedarah atau semenda sampai sederajat

    dengan salah satu pihak yang bersengketa

    3) tidak memiliki hubungan kerja dengan salah satu pihak yang

    bersengketa

    4) tidak memiliki kepentingan finansial atau kepentingan lain terhadap

    kesepakatan para pihak

    5) tidak mempunyai kepentingan terhadap proses perundingan yang

    berlangsung maupun hasilnya (Gunawan Wijaya, 2005:34-35)

    Tugas mediator berdasarkan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1

    Tahun 2008 adalah:

    1) mempersiapkan jadwal pertemuan mediasi kepada para pihak

    2) mendorong para pihak untuk secara langsung berperan dalam proses

    mediasi

    3) mendorong para pihak atau principal untuk berperan serta dalam

    proses mediasi

    4) melakukan kaukus bila mana perlu

    5) mendorong para pihak untuk menelusuri dan menggali kepentingan

    mereka

    6) mencari berbagai pilihan atau opsi-opsi penyelesaian yang terbaik bagi

    para pihak

    Mediator memiliki peran yang sangat menentukan terhadap

    berhasil atau tidaknya suatu proses mediasi karena mediator merupakan

    pihak yang aktif menjembatani komunikasi yang terjadi antara para pihak

    yang bersengketa. Adapun peran mediator antara lain:

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    18

    1) Menumbuhkan dan mempertahankan kepercayaan diri antara para pihak;

    2) Menerangkan para pihak dan mendidik para pihak dalam hal komunikasi dan menguatkan suasana baik;

    3) Membantu para pihak untuk menghadapi situasi atau kenyataan; 4) Mengajar para pihak dalam proses dan keterampilan tawar-

    menawar; dan 5) Membantu para pihak mengumpulkan informasi penting, dan

    menciptakan pilihan-pilihan untuk memudahkan penyelesaian problem. (Syahrizal Abbas, 2011:80)

    c. Tipologi Mediator

    Dalam menjalankan proses mediasi, mediator memperlihatkan

    sejumlah sikap yang mencerminkan tipe mediator. Dari sikap mediator

    tersebut Syahrizal Abbas mengidentifikasi tipologi mediator antara lain:

    1) Mediator Otoritatif

    Dalam mediasi mempunyai kekuatan yang besar dalam

    memimpin dan mengontrol mediasi. Keberlangsungan pertemuan para

    pihak sangat tergantung pada mediator, sehingga peran para pihak

    sangat terbatas dalam mencari dan merumuskan penyelesaian sengketa

    mereka. Mediator tipe ini dapat pula menghentikan pertemuan antara

    para pihak, jika ia merasa pertemuan tersebut tidak berjalan efektif,

    tanpa meminta pertimbangan para pihak. Dalam proses mediasi,

    mediator tipe ini berperan aktif dalam menggali informasi dari para

    pihak. Mediator tipe ini juga aktif menawarkan solusi kepada para

    pihak sehingga leluasa memilih opsi tersebut. Namun tindakan

    mediator ini berpeluang bagi gagalnya mediasi, karena para pihak

    terkesan tidak bebas dalam merumuskan opsi bagi penyelesaian

    sengketa mereka.

    2) Mediator Sosial Network

    Mediator sosial network adalah tipe mediator dimana ia

    memiliki jaringan sosial yang luas untuk mendukung kegiatannya

    dalam menyelesaikan sengketa. Mediator ini memiliki hubungan sosial

    dengan sejumlah kelompok sosial yang bertugas membantu

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    19

    masyarakat dalam penyelesaian sengketa, dan menggunakan jaringan

    sosial ini untuk membantu para pihak menyelesaikan sengketa.

    Keberadaan mediator ini cukup penting terutama ketika proses mediasi

    mengalami jalan buntu. Jaringan sosial yang dimiliki akan

    mempermudah mempertahankan mediasi yang sedang berlangsung.

    3) Mediator Independen

    Mediator independen adalah mediator dimana ia tidak terkait

    dengan lembaga sosial dan institusi apapun. Ia betul-betul terbebas dari

    pengaruh manapun, sehingga sangat leluasa dalam menjalankan tugas

    mediasi. Mediator jenis ini dipilih langsung oleh para pihak karena

    mempunyai skill dalam penyelesaian sengketa. Independensi mediator

    juga tampak dalam menjembatani, negosiasi, dan mencari opsi bagi

    penyelesaian sengketa para pihak. Mediator ini memfokuskan diri pada

    upaya strategis yang dapat diambil untuk mengakhiri sengketa para

    pihak sehingga sangat bebas menciptakan kreasi dan sejumlah opsi

    tanpa tergantung pihak manapun. (Syahrizal Abbas, 2011:74-77)

    d. Karakteristik Mediasi

    Karakteristik mediasi yang membedakan mediasi dengan alternatif

    penyelesaian sengketa lainya adalah:

    1) Dalam setiap proses mediasi terdapat metode dimana para pihak

    dan/atau perwakilannya dibantu pihak ketiga sebagai mediator,

    berusaha melakukan diskusi dan perundingan untuk mendapatkan

    keputusan yang dapat disetujui para pihak.

    2) Secara singkat mediasi dapat dianggap sebagai suatu proses

    pengambilan keputusan dengan bantuan pihak tertentu (facilitated

    decision-making atau facilitated negotiation)

    3) Mediasi juga dapat digambarkan sebagai suatu sistem dimana mediator

    yang mengatur proses perundingan, dan para pihak yang mengontrol

    hasil akhir, meskipun ini agaknya terlalu menyederhanakan kegiatan

    mediasi. (Syahrizal Abbas, 2011:30-31)

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    20

    e. Prinsip- prinsip Mediasi

    Yudho Taruno Muryanto mengutip pendapat Susanti Nugroho

    menguraikan beberapa prinsip-prinsip dalam mediasi antara lain:

    1) Mediasi bersifat sukarela, yang mana artinya inisiatif penyelesaian

    sengketa melalui mediasi tunduk pada kesepakatan para pihak. Hal ini

    dapat dilihat dari sifat kekuatan mengikat dari kesepakatan hasil

    mediasi didasarkan pada kekuatan kesepakatan berdasarkan pada pasal

    1338 KUHPerdata. Dengan demikian mediasi tidak dapat dilaksanakan

    apabila ada salah satu pihak yang tidak menginginkannya.

    2) Lingkup sengketa pada prinsipnya bersifat keperdataan, artinya semua

    persoalan dapat diselesaikan melalui mediasi asal sengketanya adalah

    keperdataan, hal ini tidak menutup kemungkinan kearah pidana. Hal

    ini di karenakan sifat ultimatum remidium dalam sanksi pidana yang

    bermakna bila sanksi perdata dan administrasi dapat diterapkan maka

    tidak diperlukan sanksi pidana. Hal ini diterapkan dalam kasus

    perbankan atau bidang ekonomi lainnya.

    3) Proses sederhana artinya mediasi memberikan keleluasaan kepada para

    pihak untuk menentukan mekanismenya sendiri yang mereka inginkan

    sesuai dengan kehendak dan kondisi para pihak sehingga sengketa bisa

    selesai dengan cepat.

    4) Mediasi menjaga kerahasiaan sengketa para pihak, artinya mediasi

    dilaksanakan secara tertutup sehingga tidak setiap orang dapat

    menghadiri sesi-sesi perundingan mediasi.

    5) Mediator bersifat menengahi, artinya melalui mediasi mediator yang

    secara aktif membantu para pihak memberikan pemahaman yang benar

    tentang sengketa yang mereka hadapi dan memberikan solusi terbaik

    buat mereka. (Yudho Taruno Muryanto, 2011:6)

    Menurut pandangan John Michael Hoynes, Cretchen L. Haynes

    dan Larry Sun Fang dalam Syahrizal Abbas, prinsip dasar mediasi adalah

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    21

    landasan filosofis diselenggarakannya mediasi. Prinsip atau filosofi ini

    merupakan kerangka kerja yang harus diketahui oleh meditor, sehingga

    dalam menjalankan mediasi tidak keluar dari arah filosofi yang melatar

    belakangi lahirnya institusi mediasi (Syahrizal Abbas, 2011:28). Syahrizal

    Abbas mengutip pendapat David Spencer dan Michael Brogan yang

    merujuk pada pandangan Ruth Carlton mengenai lima prisnsip umum

    mediasi, kelima prinsip tersebut adalah:

    1) Kerahasiaan (Confidentiality) yang dimaksud disini adalah bahwa

    segala sesuatu yang terjadi pada saat mediasi berlangsung tidak boleh

    diungkapkan kepada publik atau pers oleh para pihak dan mediator

    yang menangani kasus tersebut. Mediator juga tidak dapat dipanggil

    bersaksi dipengadilan untuk kasus yang ia prakarsai penyelesaiannya.

    Kerahasiaan ini diharapkan dapat dihormati masing-masing pihak.

    Jaminan ini harus diberikan sehingga mereka dapat langsung

    mengungkapkan masalahnya secara terbuka agar dapat megetahui

    kebutuhan para pihak secara nyata.

    2) Sukarela (volunteer), masing-masing pihak datang dan melaksanakan

    mediasi atas keinginan dan kemauan mereka sendiri secara sukarela,

    tanpa paksaan dan tekanan dari pihak lain maupun pihak luar. Prinsip

    ini dibangun atas dasar bahwa orang akan mau bekerja sama untuk

    menemukan jalan keluar dari persengketaan mereka, bila mereka

    datang ke tempat perundingan atas pilihan mereka sendiri

    3) Pemberdayaan atau (empowerment), prinsip ini didasarkan pada

    asumsi bahwa orang yang mau datang ke mediasi sebenarnya mampu

    menegosiasikan masalah mereka sendiri dan dapat mencapai

    kesepakatan yang mereka inginkan. Penyelesaian sengketa harus

    muncul dari pemberdayaan terhadap masing-masing pihak, sehingga

    lebih memungkinkan para pihak menerima solusinya.

    4) Netralitas (neutrality) netralitas disini mengacu pada peran mediator.

    Mediator hanya memfasilitasi pertemuan saja, dan isinya tetap menjadi

    milik para pihak yang bersengketa. Disini mediator hanya mengontrol

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    22

    berjalannya proses mediasi, mediator tidak berhak mengambil

    keputusan atau berpihak pada salah satu pihak.

    5) Solusi yang unik (a unique solution) disini berarti solusi yang

    dihasilkan dari mediasi tidak harus sesuai dengan standart legal, tetapi

    dapat dihasilkan dari kreatifitas, sehingga dimungkinkan penyelesaian

    masalah lebih bisa mengikuti keinginan kedua belah pihak.

    f. Prosedur Mediasi

    Penyelesaian sengketa melalui mediasi dapat ditempuh dengan dua

    cara di pengadilan dan diluar pengadilan (Syahrizal Abbas, 2011:2).

    Mediasi yang dilaksanakan di pengadilan prosedurnya diatur dalam

    Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2003 yang kemudian

    diperbaharui dengan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 tahun 2008

    tentang Prosedur Mediasi di Peradilan Mahkamah Agung Republik

    Indonesia. Sedangkan mediasi yang dilaksanakan diluar pengadilan

    prosedurnya diserahkan kepada masing-masing lembaga dengan

    memperhatikan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase

    dan Alternatif Penyelesaian Sengketa.

    1) Prosedur Mediasi di Pengadilan

    Mediasi di pengadilan diatur dalam Peraturan Mahkamah

    Agung Nomor 1 Tahun 2008. Dalam Pasal 1 angka 9 disebutkan

    bahwa Prosedur mediasi adalah tahapan proses mediasi sebagaimana

    diatur dalam peraturan ini. Prosedur mediasi dapat dibedakan dalam 5

    (lima) ketentuan, yaitu:

    a) Tahap Pra Mediasi

    Tahap pra mediasi meliputi langkah-langkah berikut:

    (1) Pertama, hakim atau ketua majelis hakim mewajibkan para

    pihak untuk menempuh mediasi dalam sidang yang dihadiri

    para pihak.

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    23

    (2) Kedua, hakim ketua menjelaskan prosedur mediasi kepada para

    pihak sesuai dengan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1

    Tahun 2008.

    (3) Ketiga, para pihak dalam waktu paling lama tiga hari

    melakukan pemilihan seorang atau lebih mediator diantara

    pilihan-pilihan yang tersedia.

    (4) Keempat, jika setelah tiga hari para pihak tidak dapat

    bersepakat dalam memilih mediator, ketua majelis hakim

    segera menunjuk hakim bukan pemeriksa perkara yang

    bersertifikat mediator dan jika tidak ada hakim bukan

    pemeriksa perkara yang bersertifikat, hakim pemeriksa perkara

    dengan atau tanpa sertifikat wajib menjalankan fungsi

    mediator. (Takdir Rahmadi, 2010: 184)

    b) Tahap Proses Mediasi

    Proses mediasi meliputi langkah-langkah berikut:

    (1) Pertama para pihak menyerahkan resume perkara satu sama

    lain dan kepada mediator. Hal ini bukan kewajiban tapi

    merupakan anjuran, dengan tujuan memudahkan para pihak

    dan mediator untuk memahami posisi dan kepentingan para

    pihak, serta pokok masalah sengketa dan perkara.

    (2) Kedua, mediator menyelenggarakan sesi-sesi pertemuan

    mediasi. Proses mediasi berlangsung paling lama 40 hari sejak

    mediator ditunjuk, dan dapat diperpanjang maksimal 14 hari.

    Bila perlu mediator dapat mengadakan kaukus dengan salah

    satu pihak. Kaukus adalah pertemuan mediator dengan salah

    satu pihak saja.

    (3) Akhir dari proses mediasi menghasilkan dua kemungkina yaitu

    para pihak mencapai kesepakatan perdamaian atau gagal

    mencapai kesepakatan perdamaian. (Takdir Rahmadi,

    2010:184-186)

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    24

    c) Tahap Mediasi Menghasilkan Kesepakatan Mediasi

    Bila para pihak berhasil mencapai kesepakatan para pihak

    diwajibkan untuk:

    (1) Merumuskan kesepakatan perdamaian secara tertulis dan

    menandatanganinya

    (2) Menyatakan persetujuan tertulis atas kesepakatan perdamaian

    jika dalam proses mediasi para pihak diwakili oleh kuasa

    hukum

    (3) Menghadap kembali kepada hakim pada hari sidang yang

    ditentukan untuk memberitahukan kesepakatan perdamaian.

    Selain kewajiban diatas, para pihak diberikan pilihan

    untukmengajukan kesepakatan perdamaina agar dikukuhkan dalam

    bentuk akta perdamaian (Takdir Rahmadi, 2010:187)

    d) Tahap Mediasi Gagal Menghasilkan Kesepakatan Mediasi

    (1) Pertama Mediasi dianggap gagal jika melebihi batas waktu

    maksimal yang ditentukan. Jika ini terjadi mediator wajib

    menyatakan secara tertulis bahwa mediasi telah gagal dan

    memberitahukan kepada hakim boleh pemeriksa perkara.

    (2) Kedua, mediator menyatakan mediasi gagal jika salah satu

    pihak atau kuasa hukumnya tidak hadir dua kali berturut-turut

    pada pertemuan mediasi sesuai jadwal yang telah disepakati

    atau setelah mediasi berjalan mediator memahami bahwa

    sengketa berkaitan dengan harta kekayaan atau kepentingan

    pihak lain yang tidak disebutkan dalam gugatan.

    e) Tahap Pengulangan Proses Mediasi

    Setelah kegagalan upaya mediasi pada tahap sebelum

    proses pemeriksaan perkara, peluang bagi para pihak untuk

    menempuh lagi mediasi atau upaya perdamaian tidak tertutup.

    Dalam Pasal 18 ayat (1) PERMA No. 1 Tahun 2008 disebutkan

    tetap berwenang untuk mendorong atau mengusahakan perdamaian

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    25

    semangat untuk memberikan peluang penyelesaian sengketa secara

    damai.

    Pasal tersebut juga menunjukan bahwa upaya perdamaian

    masih dapat ditempuh tidak hanya pada Pengadilan Ttingkat

    Pertama, tetapi juga pada saat sedang dalam proses banding,

    kasasi, atau peninjauan kembali.

    2) Prosedur Mediasi di Luar Pengadilan

    Ketentuan mengenai pelaksanaan mediasi diluar pengadilan

    sebagaimana diatur dalam Pasal 6 ayat (3) sampai Pasal 6 ayat (9)

    Udang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 adalah:

    3) Dalam hal sengketa atau beda pendapat sebagaimana

    dimaksud dalam ayat (2) tidak dapat diselesaikan, maka atas kesepakatan tertulis para pihak, sengketa atau beda pendapat diselesaikan melalui bantuan seorang atau lebih penasehat ahli maupun melalui seorang mediator.

    4) Apabila para pihak tersebut dalam waktu paling lama 14 (empat belas) hari dengan bantuan seorang atau lebih penasehat ahli maupun melalui seorang mediator tidak berhasil mencapai kata sepakat, atau mediator tidak berhasil mempertemukan kedua belah pihak, maka para pihak dapat menghubungi sebuah lembaga arbitrase atau lembaga alternatif penyelesaian sengketa untuk menunjuk seorang mediator.

    5) Setelah penunjukan mediator oleh lembaga arbitrase atau lembaga alternatif penyelesaian sengketa, dalam waktu paling lama 7 (tujuh) hari usaha mediasi harus sudah dapat dimulai.

    6) Usaha penyelesaian sengketa atau beda pendapat melalui mediator sebagaimana dimaksud dalam ayat (5) dengan memegang teguh kerahasiaan, dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari harus tercapai kesepakatan dalam bentuk tertulis yang ditandatangani oleh semua pihak yang terkait.

    7) Kesepakatan penyelesaian sengketa atau beda pendapat secara tertulis adalah final dan mengikat para pihak untuk dilaksanakan dengan itikad baik serta wajib didaftarkan di Pengadilan Negeri dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak penandatanganan.

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    26

    8) Kesepakatan penyelesaian sengketa atau beda pendapat sebagaimana dimaksud dalam ayat (7) wajib selesai dilaksanakan dalam waktu paling lama 30 ( tiga puluh) hari sejak pendaftaran.

    9) Apabila usaha perdamaian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) sampai dengan ayat (6) tidak dapat dicapai, maka para pihak berdasarkan kesepakatan secara tertulis dapat mengajukan usaha penyelesaiannya melalui lembaga arbitrase atau arbitrase ad hoc.

    Proses mediasi di luar pengadilan tidak diatur dalam peraturan

    perundang-undangan, tetapi lebih didasarkan pada pengalaman para

    praktisi mediasi dan penelitian para ahli. Tidak adanya pengaturan

    mediasi dalam peraturan perundang- undangan merupakan kekuatan

    sekaligus kelemahan dalam proses mediasi. Tidak adanya peraturan

    menjadi kekuatan mediasi karena keadaan ini menyediakan

    keleluasaan (flexibility) bagi para pihak maupun mediator untuk dapat

    menyelenggarakan mediasi sesuai dengan kebutuhan para pihak atau

    yang paling sesuai dengan permasalahan yang ingin diselesaikan.

    Sedangkan hal tersebut juga menjadi kelamahan karena tidak adanya

    peraturan memperlihatkan tidak adanya standarisasi dan kepastian.

    Secara umum mediasi dapat dibagi dalam 3 (tiga) tahap yaitu,

    tahap pra mediasi, tahap pelaksanaan mediasi, dan tahap implementasi

    hasil mediasi.

    a) Tahap Pramediasi

    Tahap ini merupakan tahap yang sangat penting karena

    tahap inilah yang menentukan mediasi berikutnya berjalan atau

    tidaknya proses mediasi selanjutnya. Pada tahap ini mediator

    melakukan beberapa langkah yaitu, membangun kepercayaan diri,

    menghubungi para pihak, menggali dan memberikan informasi

    awal mediasi, mengajak para pihak untuk fokus pada masa depan,

    mengordinasikan para pihak yang bertikai, mewasapadai

    perbedaan budaya, menentukan siapa saja yang boleh hadir,

    menentukan tujuan pertemuan, kesepakatan waktu dan tempat,

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    27

    dan menciptakan rasa aman bagi keduabelah pihak untuk bertemu

    dan membicarakan perselisihan mereka (Syahrizal Abbas, 2009:

    37).

    b) Tahap Pelaksanaan Mediasi

    Pada tahap ini para pihak yang bertikai sudah berhadapan

    dan memulai proses mediasi. Dalam tahap ini terdapat beberapa

    langkah penting yaitu, sambutan pendahuluan mediator,

    perkenalan para pihak, menjelaskan langkah-langkah yang akan

    ditempuh dalam mediasi tersebut, menjelaskan posisi mediator,

    menjelesakan tata cara dan aturan yang berlaku, presentasi dan

    pemaparan kisah dari para pihak, mengurutkan dan menjernihkan

    permasalahan, berdiskusi dan negosiasi permasalahan yang

    disepakati, menciptakan opsi-opsi, menemukan butir kesepakatan

    dan merumuskan keputusan, mencatat dan menuturkan kembali

    keputusan dan penutup mediasi (Syahrizal Abbas, 2011: 44).

    c) Tahap Implementasi Hasil Mediasi

    Tahap ini adalah tahap dimana para pihak harus

    menjalankan hasil-hasil kesapakatan, yang telah mereka sepakati

    bersama dan dituangkan dalam suatu perjanjian tertulis. Umumnya

    pelaksanaan mediasi dilakukan oleh para pihak sendiri, tetapi tidak

    menutup kemungkinan ada bantuan dari pihak lain untuk

    mewujudkan perjanjian tertulis. Keberadaan pihak lain disini hanya

    membantu para pihak melaksanakan kesepakatan tertulis, setelah ia

    mendapat persetujuan dari para pihak. (Syahrizal Abbas, 2011: 54).

    Mediasi diluar pengadilan yang telah menghasilkan

    kesepakatan bisa didaftarkan untuk memperoleh akta perdamaian dari

    Pengadilan Tingkat Pertama. Hal ini diatur dalam Pasal 23 ayat (1),

    (2), dan (3) Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2008.

    Prosedurnya adalah dengan cara mengajukan gugatan yang dilampiri

    dengan naskah atau dokumen perdamaian dan kesepakatan perdamaian

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    28

    tersebut merupakan kesepakatan para pihak yang diperoleh dengan

    jalan mediasi atau dibantu mediator.

    Pihak yang mengajukan gugatan adalah pihak yang dirugikan

    dalam sengketa tersebut. Meskipun telah dicapai kesepakatan

    perdamian gugatan masih harus dibuat dan diajukan ke pengadilan.

    Syarat ini harus dipenuhi karena pengadilan terikat pada aturan

    prosedural dalam sistem hukum Indonesia bahwa pengadilan hanya

    dapat menjalankan fungsinya atas dasar adanya gugatan untuk

    sengketa dan permohonan untuk masalah yang bukan sengketa.

    Terhadap kesepakatan hasil mediasi diluar pengadilan yang

    telah menghasilkan kesepakatan dan telah memperoleh akta

    perdamaian dari Pengadilan Tingkat Pertama, apabila ternyata ada

    salah satu pihak yang tidak mematuhi hasil kesepakatan tersebut maka

    bagi pihak lainya dapat mengajukan upaya hukum banding dan kasasi

    ke pengadilan.

    Pihak-pihak yang berhasil meyelesaikan sengketa secara

    perdamaian diluar pengadilan dan belum mendapatkan akta pengadilan

    tingkat pertama, tetapi masih memiliki kekhawatiran jika salah satu

    pihak tidak menepati janji kesepakatan damai itu, maka upaya hukum

    yang dapat ditempuh adalah dengan mengajukan gugatan wanpresasi.

    Alasannya adalah karena kesepakatan damai tanpa akta perdamaian

    dari pengadilan berstatus sebagai perjanjian saja.

    2. Tinjauan Umum tentang Ombudsman

    a. Pengertian Ombudsman

    Istilah Ombudsman pertama kali dikenalkan dalam konstitusi

    Swedia tahun 1718 dengan sebutan umbudsman yang berarti perwakilan

    yaitu menunjuk seorang pejabat atau badan independen yang bertugas

    menampung keluhan warga negara atas penyimpangan atau pekerjaan

    buruk yang dilakukan pejabat atau lembaga pemerintah (Antonius Sujata,

    2002:11).

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    29

    Di Indonesia Ombudsman lahir melalui Keputusan Presiden

    Nomor 44 Tahun 2000 tentang Komisi Ombudsman Nasional, yang

    kemudian struktur kelembagaanya diperkuat dari Komisi menjadi

    Lembaga Negara dengan disyahkannya Undang-Undang Nomor 37 Tahun

    2008 tentang Ombudsman Republik Indonesia dan kemudian

    kewenangannya diperluas dengan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009

    tentang Pelayanan Publik.

    Pengertian Ombudsman berdasarkan Pasal 1 angka 1 Undang-

    undang Nomor 37 tahun 2008 tentang Ombudsman Republik Indonesia

    yaitu:

    Ombudsman Republik Indonesia yang selanjutnya disebut Ombudsman adalah lembaga negara yang mempunyai kewenangan mengawasi penyelenggaraan pelayanan publik baik yang diselenggarakan oleh penyelenggara negara dan pemerintahan termasuk yang diselenggarakan oleh Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, dan Badan Hukum Milik Negara serta badan swasta atau perseorangan yang diberi tugas menyelenggarakan pelayanan publik tertentu yang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara dan/atau anggaran pendapatan dan belanja daerah.

    b. Sifat dan Tujuan Ombudsman

    Seperti diatur dalam Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2008

    tentang Ombudsman Republik Indonesia yang dinyatakan dalam Pasal 2,

    Ombudsman merupakan lembaga negara yang bersifat mandiri dan tidak

    memiliki hubungan organik dengan lembaga negara dan instansi

    pemerintahan lainnya, serta dalam menjalankan tugas dan wewenangnya

    bebas dari campur tangan kekuasaan lainnya.

    Sedangkan dalam Pasal 3 diatur mengenai tujuan Ombudsman yaitu:

    1) mewujudkan negara hukum yang demokratis, adil, dan sejahtera;

    2) mendorong penyelenggaraan negara dan pemerintahan yang efektif

    dan efisien, jujur, terbuka, bersih, serta bebas dari korupsi, kolusi, dan

    nepotisme;

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    30

    3) meningkatkan mutu pelayanan negara di segala bidang agar setiap

    warga negara dan penduduk memperoleh keadilan, rasa aman, dan

    kesejahteraan yang semakin baik;

    4) membantu menciptakan dan meningkatkan upaya untuk

    pemberantasan dan pencegahan praktek-praktek Maladministrasi,

    diskriminasi, kolusi, korupsi, serta nepotisme;

    5) meningkatkan budaya hukum nasional, kesadaran hukum masyarakat,

    dan supremasi hukum yang berintikan kebenaran serta keadilan.

    c. Fungsi, Tugas, dan Wewenang Ombudsman

    Fungsi, tugas, dan kewenangan Ombudsman sebagaimana diatur

    dalam Pasal 6, 7, dan 8 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2008 tentang

    Ombudsman Republik Indonesia adalah sebagai berikut: 1) Fungsi

    Ombudsman berfungsi mengawasi penyelenggaraan pelayanan publik

    yang diselenggarakan oleh Penyelenggara Negara dan pemerintahan

    baik di pusat maupun di daerah termasuk yang diselenggarakan oleh

    Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, dan Badan

    Hukum Milik Negara serta badan swasta atau perseorangan yang diberi

    tugas menyelenggarakan pelayanan publik tertentu.

    2) Tugas

    Ombudsman bertugas:

    a) menerima Laporan atas dugaan Maladministrasi dalam

    penyelenggaraan pelayanan publik;

    b) melakukan pemeriksaan substansi atas Laporan;

    c) menindaklanjuti Laporan yang tercakup dalam ruang lingkup

    kewenangan Ombudsman;

    d) melakukan investigasi atas prakarsa sendiri terhadap dugaan

    Maladministrasi dalam penyelenggaraan pelayanan publik;

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    31

    e) melakukan koordinasi dan kerja sama dengan lembaga negara atau

    lembaga pemerintahan lainnya serta lembaga kemasyarakatan dan

    perseorangan;

    f) membangun jaringan kerja;

    g) melakukan upaya pencegahan Maladministrasi dalam

    penyelenggaraan pelayanan publik; dan

    h) melakukan tugas lain yang diberikan oleh undang-undang.

    3) Wewenang

    Dalam menjalankan fungsi dan tugas sebagaimana dimaksud dalam

    Pasal 6 dan Pasal 7, Ombudsman berwenang:

    a) meminta keterangan secara lisan dan/atau tertulis dari Pelapor,

    Terlapor, atau pihak lain yang terkait mengenai Laporan yang

    disampaikan kepada Ombudsman;

    b) memeriksa keputusan, surat-menyurat, atau dokumen lain yang ada

    pada Pelapor ataupun Terlapor untuk mendapatkan kebenaran

    suatu Laporan;

    c) meminta klarifikasi dan/atau salinan atau fotokopi dokumen yang

    diperlukan dari instansi mana pun untuk pemeriksaan Laporan dari

    instansi Terlapor;

    d) melakukan pemanggilan terhadap Pelapor, Terlapor, dan pihak

    lain yang terkait dengan Laporan;

    e) menyelesaikan laporan melalui mediasi dan konsiliasi atas

    permintaan para pihak;

    f) membuat Rekomendasi mengenai penyelesaian Laporan, termasuk

    Rekomendasi untuk membayar ganti rugi dan/atau rehabilitasi

    kepada pihak yang dirugikan;

    g) demi kepentingan umum mengumumkan hasil temuan,

    kesimpulan, dan Rekomendasi.

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    32

    h) menyampaikan saran kepada Presiden, kepala daerah, atau

    pimpinan Penyelenggara Negara lainnya guna perbaikan dan

    penyempurnaan organisasi dan/atau prosedur pelayanan publik;

    i) menyampaikan saran kepada Dewan Perwakilan Rakyat dan/atau

    Presiden, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dan/atau kepala

    daerah agar terhadap undang-undang dan peraturan perundang-

    undangan lainnya diadakan perubahan dalam rangka mencegah

    Maladministrasi.

    d. Ruang Lingkup Pengawasan Ombudsman

    Ombudsman dalam melakukan pengawasan pelayanan publik

    berdasarkan UU Ombudsman dan UU Pelayanan Publik. Berdasarkan UU

    Ombudsman, Ombudsman mempunyai ruang lingkup pengawasan berupa

    tindakan maladministrasi yang dilakukan oleh pejabat atau aparat

    penyelenggara negara dalam menjalankan tugasnya sebagai pelayan

    masyarakat. Yang dimaksud dengan Maladministrasi disebutkan dalam

    Pasal 1 angka 3 UU Ombudsman yaitu:

    Maladministrasi adalah perilaku atau perbuatan melawan hukum, melampaui wewenang, menggunakan wewenang untuk tujuan lain dari yang menjadi tujuan wewenang tersebut, termasuk kelalaian atau pengabaian kewajiban hukum dalam penyelenggaraan pelayanan public yang dilakukan oleh Penyelenggara Negara atau Pemerintah yang menimbulkan kerugian materiil dan atau immaterial bagi masyarakat atau perorangan.

    Dengan diundangkannya UU Pelayanan Publik ruang lingkup pengawasan

    Ombudsman diperluas meliputi pelayanan barang publik, pelayanan jasa

    publik dan pelayanan administratif.

    e. Proses Penanganan Laporan Masyarakat

    Salah satu tugas Ombudsman adalah menerima dan menangani

    laporan masyarakat terkait tindakan Maladministrasi yang dilakukan oleh

    penyelenggara Negara. Tugas tersebut dilaksanakan dengan sistem

    pengawasan berbasis masyarakat dan investigasi own motion. Sistem

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    33

    pengawasan berbasis masyarakat artinya Ombudsman mendasarkan

    pengawasannya berdasarkan dari laporan masyarakat yang masuk ke

    Ombudsman. Pihak yang terlibat dalam laporan adalah Pelapor dan

    Terlapor. Dalam Pasal 1 UU Ombudsman d alah

    warga negara Indonesia atau penduduk yang memberikan Laporan kepada

    pemerintahan yang melakukan Maladministrasi dan dilaporkan kepada

    Dalam menagani laporan masyarakat tersebut prosedur

    penanganan laporan Ombudsman adalah sebagai berikut:

    1) Melakukan registrasi setiap laporan masyarakat yang masuk.

    Registrasi dilaksanakan paling lambat 3 (tiga) hari setelah laporan

    diterima.

    2) Laporan masyarakat dapat disampaikan kepada Ombudsman secara

    langsung dengan datang ke kantor pusat Ombudsman maupun kantor

    perwakilannya, atau bisa juga disampaikan melalui surat pos,

    faximaile, e-mail.

    3) Selain berasal dari laporan masyarakat, Ombudsman bisa melakukan

    follow-up terhadap dugaan maladministrasi yang dilakukan Lembaga

    Negara berdasarkan inisiatif Ombudsman sendiri.

    4) Seleksi Laporan oleh Petugas Administrasi meliputi identitas pelapor,

    terlapor, kronologi laporan, dan bukti-bukti terkait dengan laporan.

    Petugas administrasi dapat menanyakan secara informal misalnya

    melalui telephon kepada Pelapor guna melengkapi laporannya. Pada

    tahap registrasi, laporan diseleksi dan dipilah. Seleksi ini merupakan

    seleksi administratif. Agar dapat ditindak lanjuti laporan yang masuk

    ke Ombudsman harus memenuhi syarat seperti yang tercantum dalam

    Pasal 24 ayat (1) UU Ombudsman, yaitu:

    a. memuat nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, status perkawinan, pekerjaan dan alamat lengkap Pelapor;

    b. memuat uraian peristiwa, tindakan, atau keputusan yang dilaporkan secara rinci;

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    34

    c. sudah menyampaikan Laporan secara langsung kepada pihak Terlapor atau atasannya, tetapi Laporan tersebut tidak mendapat penyelesaian sebagaimana mestinya.

    Selain syarat diatas pada Peraturan Ombudsman No. 2 Tahun 2009

    diuraikan lebih jelas mengenai syarat materiil dan syarat formil

    laporan. Mengenai syarat formil laporan dicantumakan dalam Pasal 4

    Peraturan Ombudsman No. 2 Tahun 2009, yaitu:

    a. Identitas pelapor meliputi nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, status perkawinan, pekerjaan, alamat lengkap pelapor serta dilengkapi dengan fotokopi identitas.

    b. Uraian keluhan, peristiwa, tindakan, kelalaian atau keputusan yang dilaporkan jelas dan rinci

    c. Uraian kerugian materiil dan immaterial yang diderita d. Permintaan penyelesaian yang diajukan e. Uraian yang menjelaskan bahwa pelapor sebelumnya telah

    menyampaikan keluhan secara tertulis atau lisan kepada pihak terlapor atau atasannya dan tidak memperoleh tindak lanjut sebagai mana mestinya

    f. Tempat, waktu penyampaian dan tanda tangan

    Syarat materiil Laporan tercantum dalam Pasal 5 Peraturan

    Ombudsman No. 2 Tahun 2009, yaitu:

    a. Substansi keluhan yang dilaporkan belum melampaui waktu dua tahun sejak dilaporkan kepada Ombudsman

    b. Substansi yang dilaporkan tidak sedang atau telah menjadi objek pemeriksaan pengadilan, kecuali laporan tersebut menyangkut tindakan maladministrasi dalam proses pemeriksaan di pengadilan

    c. Substansi keluhan yang dilaporkan tida