Peksos Industri

download Peksos Industri

of 42

Transcript of Peksos Industri

KATA PENGANTARRasa syukur yang dalam kami sampaikan ke hadiran Tuhan Yang Maha Pemurah, karena berkat kemurahanNya makalah ini dapat kami selesaikan sesuai yang diharapkan.Dalam makalah ini kami membahas Pekerja sosial industry. Masyarakat berkembang semakin kompleks. Sasaran, bidang garapan dan intervensi pekerjaan social juga semakin luas. Globalisasi dan industrialisasi telah membuka kesempatan bagi pekerja social untuk terlibat dalam bidang yang relative baru, yakni dunia industry. Dunia industry kini sedang menggali manfaat- manfaat positif dari adanya pekerja social industry, baik terhadap aspek financial ataupun relasi social dengan para pekerja dan masyarakat. Makalah ini dibuat dalam rangka memperdalam pemahaman masalah tentang pekerja kesejahteraan perusahaan.Ini di karenakan bidang utama yang digeluti pekerjaan sosial adalah bidangkesejahteraan yang menyangkut pengorganisasian pelayanan sosial dan pengembangan masyarakat. Dalam proses pendalaman materi bidang pekerjaan sosial, tentunya kami mendapatkan bimbingan, arahan, koreksi dan saran, untuk itu rasa terima kasih yang dalam-dalamnya kami sampaikan : ,selaku dosen mata kuliah Pengantar kesejahteraan sosial dan pekerja sosial Rekan-rekan kelompok yang telah banyak memberikan masukan untuk makalah ini. Demikian makalah ini saya buat semoga bermanfaat, Bandung, 7 April 2012 Penyusun,,

Nofri Norman NRP.11.04.382

Yasin Harsaini NRP.11.04.381

Guruh syah putra NRP.11.04.208

1

DAFTAR ISI

2

BAB I MENGENAL PEKERJAAN SOSIAL INDUSTRIA. Latar Belakang Sejarah dan Perkembangan Pekerjaan Sosial Industri Pekerjaan sosial industri terlahir dalam konteks pertumbuhan masyarakat industri. Pekerjaan sosial industri pertama kali muncul tahun 1800-an. Para pekerja sosial mulai terlibat di berbagai perusahaan Inggris, Jerman, dan Amerika Serikat sekitar tahun 1890, sedangkan di Perancis tahun 1920. Pada masa itu, beberapa perusahaan di sana menyewa apa yang disebut sekretaris kesejahteraan,pekerja kesejahteraan industri , atau sekretaris sosial. Di Jerman, pekerja sosial atau sosiater industri ini dikenal dengan nama arbeiter sozial, sedangkan di Perancis dinamakan consul de familie atau conseillers du travail (Suharto, 2006ab). Pekerja sosial memiliki peranan penting dalam pemberian pelayann sosial, baik yang bersifat pencegahan, penyembuhan maupun pengembangan dalam sebuah perusahaan. Tugas utamanya adalah menangani masalah kesejahteraan, kesehatan, keselamatan kerja, relaxi buruh dan majikan, serta perencanaan dan pengorganisasian program-program pengembangan masyarakat bagi komunitas yang ada di sekitar perusahaan (Suharto, 1997;2006b). Karena tugas utamanya menangani permasalahan sosial yang terkait dengan perusahaan, sosiawan industri ini dikenal pula dengan nama pekerja sosial kepegawaian atau occupational social worker (Strausser, 1989). Menurut Freud, fokus pekerjaan sosial harus menyentuh dunia kerja, karena ia memberi tempat aman bagi seseorang dalam realitas sebuah komunitas manusia (human community). Pada tahun 1975, seorang pioneer pekerjaan sosial, Bertha Reynolds memberi komentar atas pendapat Freud yang dikemukakan pada tahun 1930 itu. Menurut Reynolds, tempat kerja yang merupakan sebuah persimpangan kehidupan (the crossroads of life) sering kali diabaikan sebagai sebuah komunitas manusia. Pernyataan Reynolds tidak lagi berlaku dewasa ini. Sekarang ini kita telah menyaksikan peningkatan yang luar biasa dalam hal perhatian dan kehadiran profesi pekerjaan sosial di dunia kerja. Semenjak tahun 1970-an., pekerja sosial telah menemukan bahwa tempat kerja bukanlah untuk bekerja saja, tetapi merupakan sebuah tempat yang penting dan unik di mana para pegawainya perlu diberi informasi mengenai pelayanan-pelayanan yang tidak selalu terkait

3

dengan pekerjaan. Tempat kerja juga merupakan tempat dimana diagnosis aktual mengenai kebutuhan dan pelayanan sosial tertentu dapat diberikan. (suharto, 2006b) Banyak pelayanan sosial di tempat kerja yang dapat diberikan pekerjaan sosial industri berkisar pada domain-domain fungsi-fungsi pekerjaan sosial tradisional seperti konseling bagi para pegawai. Dengan semakin canggihnya pendidiksn pekerjaan sosial dalam bidang industri, ekonomi, perencanaan, dan analisis kebijakan, asesmen keorganisasian, penelitian, pengembangan masyarakat, membuat pekarjaan sosial berkiprah dalam bidang industri yang bersifat non-tradisional, seperti pengembangan SDM dan organisasi, tanggung jawab sosial, dan filantropis perusahaan. Dengan demikian seperangkat pengetahuan pekerjaan sosial yang begitu luas yang berpadu dengan kebutuhan kompleks tempat kerja serta semakin meningkatnya individu yang bekerja di dunia bisnis yang memilih pekerjaan sosial sebagai karir kedua telah meningkatkan peran pekerja sosial industri di dunia kerja. Industri merupakan salah satu bidang garapan profesi pekerjaan sosial yang paling muda. Namun, akar sejarah pekerjaan sosial industri di AS beranjak pada akhir abad ke-18 dan semakin dikenal pada awal abad ke-19 saat di mana istilah kapitalisme kesejahteraan (welfare capitakism) semakin populer dan saat sekretaris sosial (social secretaries) dipekerjakan di perusahaan. Kapitalisme kesejahteraan merujuk pada berbagai tunjangan dan pelayanan sosial yang disediakan secara sukarela oleh majikan dalam upaya mensosialisasikan, menjaga, dan mengontrol tenaga kerja kasar yang sangat dibutuhkan pada masa revolusi industri (Suharto, 2006b) Pemicu lain yang menyebabkan lahirnya pekerjaan sosial industri di AS yaitu berkaitan dengan upaya para majikan untuk mangatasi masalah yang diakibatkan oleh meningkatnya wanita yang memasuki dunia kerja setelah perang sipil. Menurut Brandes, permulaan pekerjaan sosial medis berakar pada suatu bentuk seksisme (sexism) akibat tumbuhnya bisnis dan majikan mengalami peningkatan pegawai wanita. Para majikan menghadapi kesulitan manangani masalah pegawai wanita yang ganjil karena pada saat itu, fenomena pekerja wanita masih sangat sedikit. Sebagai solusinya yaitu dengan menyewa seorang spesialis. Spesialis yang pertama yaitu ibu Anggie Dunn yang disewa pada tahun 1875 sebagai sekretaris sosial pada perusahaan H.J. Heinz di Pittsburg ( Suharto, 2006b). Dunn mungkin satu-satunya sekretaris kesejahteraan hingga tahun 1900 ketika banyak perusahaan mulai menyewa spesialis seperti dirinya. Pada tahun 1919, Biro Statistik Buruh melakukan survei terhadap 431perusahaan besar di As dan menemukan bahwa 141 perusahaan mempekerjakan sekretaris perusahaan secara full time, dan 154 perusahaan mempekerjakan

4

sekretaris perusahaan secara kontrak dari luar perusahaan. Tahun 1926, sebesar 80% dari 1500 perusahaan besar di AS memiliki beberapa jenis program kesejahteraan (people, 1981). Meskipun belum tahun 1920 sebagian besar tahun lulusan sekolah tinggi pekerjaan sosial New York ( New York School of Social Work) bekerja pada settimng industri daripada setting lainnya, pekerja sosial yang terlatih secara profesional masih sedikit jmlahnya. Sebagian besar sekretaris kesejahteraan adalah wanita yang berpendidikan sebagai guru atau perawat. Salah seorang perawat, ibu Marrion T. Brockway disewa sebagai ibu kerumahtanggaan/ perawat tatalaksana pada Perusahaan Asuransi Jiwa Metropolitan. Pada pengumuman mengenai penunjukan dia tanggal 3 September 1919, fiske, presiden perusahaan itu menjelaskan tugas-tugas ibu Brockway sebagai berikut (Strausser, 1989;4): Tugas ibu kerumahtanggaan akan dilakukan sesuai dengan sebutannya. Semua pegawai wanita dipersilakan berkonsultasi mengenai kesehatan kepegawaian, reklasi dengan rekan kerja, atasan atau anggota keluarga, dan urusan-urusan dan masalah-masalah pribadi jika ada. Ibu Brockway akan melihat kondisi-kondisi pelayanan sosial di kantor dan memberi nasihat berkenan dengan masalah-masalah di dalam dan luar perusahaan, penduduk sekitar perusahaan, serta dewan perusahaan ya g tinggal jauh dari para tetangga. Ide utama menunjuk seorang ibu kerumahtanggaan adalah para jurutulis wanita dapat memperoleh layanannya, meskipun ibu Brockway dapat pula memeberi nasihat pada jurutulis pria. Usia dewasa, pengalaman luas, kecerdasan, dan kapasitasnya bersimpati, membuat ibu brockway cocok bagi pegawai wanita maupun pria. Dan semua juru tulis kita menjadi senang berkonsultasi dengan dia. Dalam garis besar Carter mengelompokkan peranan sekretaris kesejahteraan ke dalam empat bidang tugas yang mencangkup(Suharto, 2005;2006b): 1. Kesejahteraan fisik: kesehatan, keamanan, sanitasi, dan perumahan pegawai. 2. Kesejahteraan budaya: rekreasi, perpustakaan, pendidikan, dan akulturasi dasar mengenai dunia kerja dan budaya Amerika. 3. Kesejahteraan personal: pelayanan casework (konseling perseorangan) bagi para pegawai dan keluarganya. 4. Kesejahteraan ekonomi: administrasi pinjaman dan pensiun dan bahkan perekrutan, pemecatan, dan penetapan gaji karyawan. Karena kombinasi berbagai kekuatan, seperti ketidakpuasan karyawan, perubahan ekonomi, peningkatan pelayanan sosial yang disediakan pekerja sosial masyarakat, dan pergeseran ideologi (Strausser dan Phillips,1988), kehadiran pekerjaan sosial industri menghilang dari setting industri pada tahun 1920-an dan baru muncul kembali setelah perang dunia II. Saat itu pekerjaan sosial

5

industri, tidak hanya memberikan pelayanan sosial untuk membantu orang beradaptasi secara personal terhadap dampak perang., tetapi juga pelayanan sosial yang memungkinkan mereka untuk lebih produktif pada saat produksi. Pekerjaan sosial bertugas sebagai pemberi pelayanan sosial langsung dalam setting serikat buruh (Kyle.1994 dan Ronalds 1963) di pemerintah militer dan federal dan kantor militer (Stanlley,1944) serta sejumlah perusahaan swasta seperti Macys di New York (Evans, 1940), RCA Victor di Indianapolis (Coyle,1944) , J.Lhudson Departement Store dan perusahaan asuransi jiwa Metopolitan (Palevsky, 1945). Perkembangan Pekerjaan sosial modern dimulai sejak tahun 1960-an pada saat pembentukan dua program terpisah yang bertujuan menangani kebutuhan kesehatan mental karyawan. Program yang dibentuk oleh perusahaan Polaroid di Boston dan perusahaan pakaian Amerika Amalgamasi di kota New York itu dikendalikan oleh para pekerja sosial profesional dan mampu mencatat kesuksesan (Kurzman,1988). Perkembangan pekerjaan sosial industri ini juga didorong dengan munculnya Pusat Kesejahteraan Sosial Industri (the Industrial Social Welfare Center) yang dibentuk tahun 1969 di sekolah pekerjaan sosial Columbia University di bawah arahan Hyman J. Weiner dan didanai oleh pelayanan sosial dan rehabilitasi, departemen Kesehatan, Departemen Pendidikan, dan Kesejahteraan AS. Lembaga ini memiliki 3 tujuan yaitu: a. Membangun bank pengetahuan dan informasi berkaitan dengan pemberian pelayanan sosial terhadap populasi para pegawai. b. Menyediakan bantuan teknis dan pelayanan konsultasi terhadap serikat buruh, perusahaan bisnis, dan lembaga-lembaga sosial. c. Memberi kontribusi pada pendidikan pekerja sosial dan profesi pertolongan lainnya (CUSSW dalam Suharto, 2006). Lembaga tersebut sangat berhasil dalam mencapai tujuan ini. Pada pertengahan tahun 1970-a, perkembangan pekerjaan sosial industri yang tadinya secara terkotak-kotak (terserak) mulai mengkerucut melalui gerakan yang terorganisir (Masi dalam Suharto 2006b). Kemajuan ini berasal dario beberapa sebab, antara lain: 1. Menurunkan afiliasi para pekerja sosial profesional dengan sektor publik (semula sebagian besar pekerja sosial di lembaga pemerintah); 2. Semakin banyaknya pekerja sosial yang membuka praktek mandiri (privat); 3. Perubahan angkatan kerja karena masuknya kaum wanita, minoritas, dan orang dengan kecacatan (ODK) ke dunia industri; 4. Disahkan sebagai peraturan dengan perundang-undang yang terkait dengan pekerjaan, seperti the Hughes Act, the Vocational Rehabilitation Act, The OCCUPATIONAL Safety and health

6

Act, the Employee Retirement Income Security ACT, the Age Discrimination in Employment Act, dan Title VII of the Civil Rights Act; 5. Meningkatnya kesadaran sosial mengenai dampak tempat kerja terhadap kesehatan mental dan kecanduan alcohol di kalangan pegawai. Selain lima kondisi di atas, semakin populernya pekerjaan sosial industri juga dipicu oleh profesionalisme pada program-program penanggulangan alkoholisme di tempat kerja, evolusi program-program bantuan bagi pegawai (Employee Asistance Programs/EAPs), serta dibentuknya program-program pelatihan di sejumlah sekolah pekerjaan sosial di seluruh AS dan Kanada yang ke;ak meningkatkan kesempatan kerja dan tersedianya pekerja sosial yang terlatih untuk posisi-posisi baru. Jumlah pekerja sosial saat ini belum diketahui secara pasti. Namun, Asosiasi National Pekerja Sosial (National Association of Social Workers) AS menghimpun daftar alamat surat sekitar 2200 individu sebagai bagian dari survey nasional pekerjaan sosial industri yang dilaksanakan lembaga ini tahun 1985. Pada tahun 1987, tercatat ada 614 pekerja sosial berlisensi yang menjadi anggota the Association of Labor Management Administrators and consultans on Alcoholism(ALMACA), sebuah organisasi profesional utama yang mewakili para pekerja sosial yang bekerja di program-program bantuan (EAPs) bagi pegawai. Seperti dinyatakan oleh Googins (1987;37). Para pekerja sosial memegang posisi-posisi pimpinan dan menjadi kelompok profesional terdepan di asosiasi-asosiasi dunia kerja, seperti ALMACA, EASNA (Employeeassistance Society of North America) dan IASISW (International Association of Industrial Social Workers). Pekerja sosial industri dewasa ini bekerja di sektor swasta, baik untuk organisasi laba maupun nir-laba di lembaga-lembaga pemerintah tingkat federal, negara bagian, dan lokal, di organisasi militer, dan serikat-serikat buruh. Survei national yang dilakukan di 39 sekolah pekerjaan sosial yang menyelenggarakan pelatihan-pelatihan pekerjaan sosial industri mengidentifikasikan bahwa 30% dari pekerja sosial industri bekerja di organisasi-organisasi swasta, 23% di kontraktor-kontraktor yang menyediakan pelayanan sosial bagi perusahaanperusahaan besar, 17% di lembaga-lembaga pemerintah negara bagian dan lokal, 15% di serikat buruh dan 15% di lembaga pemerintahan federal (Maiden dan Hardcastle, 1985). Pekerja sosial industri mampu memberikan beragam pelayanan sosial di berbagai macam setting. Namun, sebagian besar setting pekerjaan sosial industri adalah di bidang-bidang yang berkaitan dengan program-program bantuan pegawai (EAPs).

7

B. Definisi Pekerjaan Sosial Industri Pekerjaan sosial industri dapat didefinisikan sebagai lapangan praktik pekerjaan sosial yang secara khusus menangani kebutuhan-kebutuhan kemanusiaan dan sosial di dunia kerja melalui berbagai intervensi dan penerapan metoda pertolongan yang bertujuan untuk memelihara adaptasi optimal antara individu dan lingkungannya, terutama lingkungan kerja. Dalam konteks ini, pekerja sosial dapat menangani barbagai kebutuhan individu dan keluarga, relasi dalam perusahaan, serta relasi yang lebih luas antara tempat kerja dan masyarakat (NASW, 1987) atau yang lebih dikenal dengan istilah tanggung jawab perusahaan (corporate social responbility) (suharto, 2006b). Pekerjaan sosial industri menggunakan pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai pekerjaan sosial dalam pemberian pelayanan , program, dan kebijakan bagi para pegawai dan keluarganya, manajemen perusahaan, serikat-serikat buruh dan bahkan masyarakat yang berada di sekitar perusahaan. Inti pekerjaan sosial industri meliputi kebijakan, perencanaan, dan pelayanan sosial pada persinggungan antara pekerja sosial dan dunia kerja. (Suharto 2006b). Kegiatan pekerjaan sosial industri antara lain adalah program bantuan (bagi pegawai), promosi keshatan , manajemen perawatan kesehatan, tindakan alternatif affirmatif (pembelaan), penitipan anak, perawatan lanjut usia, pengembangan sumber daya manusia (SDM), pengembangan organisasi, pelatihan, dan pengembangan karir, konseling bagi penganggur atau yang terkena pemutusan hubungan kerja (PHK), tanggung jawab sosial perusahaan (corporate social responbility), tunjangan-tunjangan pegawai, keamanan dan keselamatan kerja, pengembangan jabatan, perencanaan sebelum dan sesudah pensiun serta bantuan pemindahan kerja. Konsep pekerjaan sosial industri lebih luas dari konsep tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) maupun masyarakat (community development). Pekerjaan sosial industri mencangkup pelayanan sosial yang bersifat internal dan eksternal, pekerjaan sosial industri melibatkan program-program bantuan bagi pegawai, seperti pelayanan konseling. Terapi kelompok, dan pengembangan sumber daya manusia. Secara eksternal, pekerjaan sosial industri, berwujud dalam berbagai bentuk program CSR termasuk di dalamnya strategi dan program pengembangan masyarakat, pengembangan kebijakan sosial, dan advokasi sosial. Pelayanan sosial internal Terapi individu, terapi kelompok, pengembangan sumber daya manusia

SPI

Pelayanan sosial eksternal Tanggung jawab sosial perusahaan, pengembangan masyarakat. Pengembangan kebijakan sosial, advokasi sosial

8

C. Bidang Garapan Pekerjaan Sosial Industri 1) Bidang Garapan Pekerja sosial Guna mengenal lebih jauh fungsi dan peranan pekerjaan sosial, di bawah ini disajikan beberapa contoh bidang garapan atau setting utama yang sering kali menjadi tempat berkiprah para pekerja sosial yaitu antara lain: 1. Keluarga dan pelayanan anak: penguatan keluarga, konseling keluarga, pemeliharaan anak, dan adopsi, perawatan harian, pencagahan penelantaran, dan kekerasan dalam rumah tangga. 2. Kesehatan dan rehabilitasi: pendampingan pasien di rumah sakit, pengembangan kesehatan masyarakat, kesehatan mental. Rehabilitasi vokational, rehabilitasi pecandu obat dan alkohol, pendampingan ODHA, harm reduction programmer. 3. Pengembangan masyarakat: perencanaan sosial, pengorganisasian masyarakat, revitalisasi ketetanggaan, perawatan lingkungan hidup, kehutanan sosial, penguatan modal sosial, penguatan ekonomi kecil. 4. Jaminan sosial: skema asuransi sosial, bantuan sosial, social fund, JKSM, jaringan pengaman sosial. 5. Pelayanan kedaruratan: pengorganisasian bantuan: manajemen krisis, informasi dan rujukan, integrasi pengungsi, pengembangan peringatan dini masyarakat. 6. Pekerjaan sosial sekolah: konseling penyesuaian sekolah, manajemen perilaku pelajar, manajemen tunjangan biaya pendidikan. Pengorganisasian makan siang murid, peningkatan partisipasi keluarga dan masyarakat dalam pendidikan. 7. Pekerjaan sosial industri: program bantuan pegawai, penanganan stress, dan burnout, penempatan dan relokasi kerja, perencanaan pensiun, tanggung jawab sosial perusahaan (corporate social responbility) 2) Masalah yang ditangani Pekerja Sosial Berawal dari abad ke-14 di Inggris, masyarakat industri sangat ditentukan sistem pebrik. Pada zaman merkantilisme ini, pada awalnya laki-laki dan wanita bekerja di ladang atau pada perusahaan-perusahaan keluarga (informal) (Johnson,1984; Kartono, 1994).Hal ini memisahkan orang dewasa yang sebagian besar waktunya bekerja di pabrik dengan anak-anak yang ditinggalkan di rumah bersama keluarga besar atau tanpa pengawasan sama sekali. Pemisahan ini menjadi awal bagi dinamika keluarga dan masyarakat termasuk bagi munculnya permasalahan sosial yang diakibatkannya. Retaknya relasi sosial antara pekerja dan keluarganya, kurangnya kesempatan anak dalam meniru model peranan orangtua dan munculnya alinasi atau keterasingan

9

pekerja dalam kehidupan masyarakatnya adalah beberapa contoh masalah sosial yang timbul akibat industrialisasi. Mekanisme dan otyomatisasi melahirkan rutinitas pekerjaan dan membuat tenaga manusia tampak semakin tidak penting. Para pekerja kerah biru maupun kerah putih merasa tidak bermakna dan terancam karena kapan saja dapat digantikan oleh saingannya, yakni mesin. Perubahan teknologi, penggantian tenaga kerja (shift), dan pemutusan hubungan kerja yang semakin menjadi fenomena dalam kehidupan sehari-hari sering menimbulkan kecemasan bagi para pekerja. Proses otomatisasi di As menggantikan sekitar 2 juta pekerjaan setiap tahunnya. Para pekerja yang merasa tidak berguna dan tidak berdaya dalam pekerjaanya seringkali membawanya ke rumah dan masyarakat. Johnson (1948:261) mengklasifikasikan akibat akibat industrialisasi yang bersifat negatif terhadap kesejahteraan manusia ke dalam 5A yaitu: a. Alienation: perasaan keterasingan dari diri, keluarga, dan kelompok sosial yang menimbulkan apatis, marah, dan kecemasan. b. Alcoholism atau addiction: ketergantungan terhadap alkohol, obat-obat terlarang atau rokok yang dapat menurunkan produktivitas, meruasak kesehatan fisik dan psikis , dan kehidupan sosial seseorang. c. Absenteeism: kemangkiran kerja atau perilaku membolos kerja dikarenakan rendahnya motivasi pekerja, perasaan-perasaan malas, tidak berguna, tidak merasa memiliki perusahaan, atau sakit fisik dan psikis lainnya. d. Accidents: kecelakaan kerja yang diakibatkan oleh menurunnya konsentrasi pekerja atau oleh lemahnya sistem keselamaatan dan kesehatan lingkungan kerja. e. Abuse: bentuk-bentuk perlakuan salah terhadap anak-anak atau pasangan dalam keluarga (istri/suami), seperti memukul. Dan menghardik secara berlebihan yang ditimbulkan oleh frustasi, kebosanan, kelelahan di tempat pekerjaannya. Beberapa permasalahan lainnya yang terkait dengan masalah industrialisasi adalah: diskriminasi di tempat kerja atau tindakan-tindakan tidak adil terhadap wanita, kaum minoritas, imigran, remaja, pensiunan, dan para penyandang cacat. Beberapa industri dan perusahaan kerap menimbulkan dampak negatif terhadap masyarakat di sekitarnya,sepeti polusi (udara, air,suara) dan kerusakan-kerusakan fisik dan psikis para pekerjanya. Para pekerja sosial industri dapat membantu dunia industri untuk mengidentifikasi dan mengatasi berbagai biaya sosial (social care) yang ditimbulkan oleh perusahaan. 3) Tugas Pekerja Sosial Industri

10

Menurut Johnson (1984:263-264) ada 3 bidang tugas pekerja sosial yang bekerja di perusahaan antara lain: a. Kebijakan, perencanaan dan administrasi. Bidang ini umumnya tidak melibatkan pelayanan sosial secara langsung. Sebagai contoh, perumusan kebijakan untuk peningkatan karir, pengadministrasian program-program tindakan afirmatif, pengkoordinasian program-program jaminan sosial dan bantuan sosial bagi para pekerja, atau perencanaan kegiatan-kegiatan sosial dalam departemen perusahaan. b. Praktik langsung dengan individu, keluarga, dan populasi khusus. Tugas pekerja sosial dalam bidang ini meliputi intervensi krisis (crisis intervention), assesmen (penggalian) masalah-masalah personal, dan pelayanan rujukan, pemberian konseling bagi para pensiunan atau pekerja yang menjelang pensiun. c. Praktik yang mengkombinasikan pelayanan sosial langsung dan perumusan kebijakan sosial bagi perusahaan. Para pekerja sosial telah memberikan kontribusi penting dalam memanusiakan dunia kerja. Mereka umumnya terlibat dalam konseling di dalam maupun di luar perusahaan, pengorganisasianprogram-program personal, konsultasi dengan manajemen dan serikat-serikat kerja mengenai konsekuensi kebijakan-kebijakan perusahaan terhadap pekerja, serta bekerja dengan bagian kesehatan dan kepegawaian untuk meningkatkan kondisi lingkungan kerja dan kualitas tenaga kerja (Johnson,1994;Suharto,1997). D. Pekerjaan Sosial Dan Pembangunan Kesejahteraan Berkaitan dengan Pembangunan kesejahteraan sosial terdapat sub-bagian keprofesian yang disebut dengan Pekerja Sosial Industri (Social Worker Industry). Kemunculan profesi ini dilatar belakangi oleh industrialisasi dibeberapa Negara maju. Di Eropa, bidang ini muncul pada tahun 1920-an. Pelayanan sosial di dunia industri muncul pada Abad Pertengahan. Industri-industri rumah pada masa itu diasosiasikan dalam bentuk gilda (guild). Di AS, pekerja sosial industri pada mulanya dipekerjakan pada pabrik-pabrik tekstil di bagian selatan, di perusahaan International Harvester dan National Cash Register. Mereka melakukan dan atau mengorganisir beragam pelayanan sosial yang meliputi pendirian kamarkamar istirahat dan kebersihan, perbaikan sanitasi, penyediaan tenaga medis, serta penyediaan makanan, perumahan dan sekolah. Mereka juga mengatur program-program jaminan sosial dan keamanan, pengadaan perpustakaan, kursus menjahit dan memasak, dan pertolongan pertama pada kecelakaan (PPPK).

11

Terdapat definisi tersendiri mengenai PSI ini sebagaimana disampaikan Edi Suharto, Ph.D bahwa PSI adalah, lapangan praktik pekerjaan sosial yang secara khusus menangani kebutuhankebutuhan kemanusiaan dan sosial di dunia kerja melalui berbagai intervensi dan penerapan metoda pertolongan yang bertujuan untuk memelihara adaptasi optimal antara individu dan lingkungannya. Hal senada juga disampaikan oleh Shulamith L. A. Straussner yang dikutip oleh Edi Suharto, Ph. D dalam Membangun Masyarakat, Memberdayakan Rakyat bahwa terdapat lima tipologi model dalam setting Pekerjaan Sosial Industri ini, yaitu[3] : 1. The Emloyee Service, yaitu perencanaan dan implementasi program-program dan pelayanan sosial terutama ditujukan untuk memenuhi kebutuhan para pegawai suatu perusahaan secara individual. 2. The Employer-Work Organization Service, yaitu bantuan bagi manajemen perusahaan dalam mengidentifikasi dan mengembangkan kebijakan-kebijakan dan pelayanan yang berhubungan dengan dunia kerja. 3. The Consumer Service, yaitu pemenuhan kebutuhan-kebutuhan konsumen dari perusahaan. Bentuk pelayanan ini adalah pembelaan atas hak-hak konsumen untuk menerima pelayananpelayanan perusahaan yang berkualitas. 4. Corporate Social Investment, yaitu kepedulian perusahaan terhadap kehidupan masyarakat yang tinggal diseputar perusahaan dengan menberikan investasi dalam program-program sosial perusahaan yang berkesinambungan. 5. Work related Public Policy, yaitu cakupan terhadap formulasi, identifikasi, analisis dan advokasi bagi kebijakan, program dan pelayanan-pelayanan pemerintah yang langsung maupun tidak mempengaruhi dunia kerja. Sebagaimana disampaikan oleh Suharto tersebut, Corporate Social Responsibility, merupakan bagian dari Pekerjaan Sosial Industri. Sebenarnya terdapat banyak nama untuk kegiatan sosial perusahaan ini, sebagaimana Strategic Canada, menyampaikan bahwa CSR dinamakan juga dengan; Corporate Sustainability, Corporate Accountability, Corporate Responsibility, Corporate Citizenship, Corporate Stewardship,bahkan dewasa ini nama CSR digantikan dengan Corporate Social Investment (CSI). Melihat model tersebut, maka mengutip perkataan Akabas mengenai peran pekerja sosial (social worker) dalam bidang pekerjaan sosial industri adalah, inti pekerjaan sosial industri meliputui kebijakan, perencanaan dan pelayanan sosial yang bersinggungan antara pekerja sosial dan dunia kerja

12

BAB II MODEL PELAYANAN A. Lembaga Naungan Dalam melaksanakan fungsinya, pekerja sosial biasanya bekerja di bawah naungan serikat buruh, kelompok sejawat ( sebuah asosiasi individu di dalamperusahaan yang sama, namun tidak selalu menjadi anggota serikat buruh ), atau dibawah manajemenorganisasi swasta atau negeri ( misalnya, menjadi staf Human Resource Development ). Dalam beberapa kasus, meski relatif sedikit, pekerja sosial bekerja di bawah naungan lembaga yang secara bersama-sama dikendalikan oleh pegawai dan manajemen (Straussner, 1989). Program-program ketenagakerjaan dan pelayanan sosial dapat juga disponsori oleh organisasi dan perusahaan tunggal, atau melalui konsorsium dengan mana beberapa organisasi menghimpun sumber-sumber, baik finansial dan SDM mereka dan secara bersamamengembangkan atau mensponsori sebuah program. Aspek lainnya yang berkaitan dengan bentuk program. Dalam program berbentuk in-house atau internal, pekerja sosial secara langsung di pekerjakan oleh organisasi yang bersangkutan (Perusahaan atau serikat buruh yang mensponsori fungsi ini). Sementara itu dalam program yang bersifak kontraktual atau bentuk eksternal atau vendor, organisasi atau serikat buruh membuat sebuah perangkat kontrak dengan seorang pekerja sosial mandiri, sekelompok praktisi pekerjaan sosial, perusahaan-perusahaan kelas menengah, atau lembaga suka rela untuk menyediakan pelayanan sosial konsultasi yang menfokuskan pada program perawatan anak yang akan disponsori oleh konsorsium beberapa organisasi. Kasus lainnya adalah pekerja sosial dipekerjakan secara langsung oleh sebuah serikat buruh oleh rumah sakit swasta yang mengontrak manajemen beberapa bisnis lokal guna menyediakan program-program bantuan secara eksternal bagi pegawai mereka.

13

B. Tipologi Pelayanan Pekerjaan Sosial Industri Salah satu untuk mengkonseptualisasikan beragam pelayanan sosial yang diberikan pekerja sosial beserta peranan dan keterampilan yang dijalankannya adalah dengan membuat sebuah tipologi model setting PSI (Starussner,1989: 8-13),yaitu : 1. Model pelayanan sosial bagi pegawai (the employee service model) 2. Model pelayanan social bagi majikan atau organisasi perusahaan (the employer-work organization service model) 3. Model pelayanan social bagi konsumen (the consumer service model) 4. Model tanggung jawab social perusahaan (the corporate social responsibility model) atau model investasi social perusahaan (the corporate social invenstment) 5. Model kebijakan publik di bidang pekerjaan (the related public policy model) a) Model pelayanan social bagi pegawai merupakan bentuk atau tipe intervensi pekerjaan social yang paling umum dilakukan para pekerja social di perusahaan. Peranana-peranan pekerja social tradisional, seperti; konselor, mediator, konfrontator, konstruktif, pembela dan broker adalah beberapa peranan yang paling sering dimainkan oleh pekerja social (Suharto, 2006).

b) Peranan dan keahlian yang diperlukan dalam model pelayanan social bagimajikan atau organisasi perusahaan, meliputi; konsultan, analis atau evaluator, pelatih dan pengembang program. 1. Model pelayanan sosial bagi pegawai (the employee service model) Model ini meliputi perancangan dan pengimplementasian programpraogaram dan pelayanan-pelayanan sosial yang terutama ditujukan untuk memenuhi kebutuhan para pegawai suatu perusahaan secara individual.Selain bermanfaat bagi pegawai yang bersangkutan, model ini juga sangat bermanfaat bagi perusahaan karena dapat meningkatkan kepuasan kerja,produktivitas dan kesetiaan pegawai terhadap perusahaannya. Model pelayanan sosial bagi pegawai merupakan bentuk atau tipe intervensi pekerjaan sosial yang paling umum dilakukan para pekerja sosial di perusahaan. Peranan-peranan pekerjaan sosial tradisional, seperti konselor, mediator, konfrontator konstruktif, pembela dan broker adalah beberapa peranan-peranan yang paling sering dimainkan oleh pekerja sosial.

14

Konselor Sebagai konselor, pekerja sosial memberikan asesmen dan konseling terhadap individu, keluarga atau kelompok. Sosiater membantu mereka mengartikulasikan kebutuhan, mengidentifikasi dan mengklarifikasi masalah, memahami dinamika atau penyebab masalah, menggali berbagai alternatif dan solusi , dan mengembangkan kemampuan mereka secara lebih efektif dalam menghadapi permasalahan yang timbul.

Konfrontatif konstruktifIni merupakan suatu peranan khusus yang biasanya dilakukan untuk membantu individu yang mengalami kecanduan obat atau alkohol. Para pecandu obat atau alkohol sering kali menyangkal perbuatannya. Sehingga diperlukan pendekatan konfrontatif yang secara khusus dikembangkan untuk menghadapi kenyataan ini. Misalnya, pekerja sosial memanggil supervisor, perwakilan serikat buruh, dan anggota keluarga pecandu tersebut untuk bersama-sama menghadapi si pecandu sambil membeberkan berbagai masalah yang diakibatkannya secara komprehensif. Selanjutnya pekerja sosial memberikan rencana penyembuhan terhadap pegawai yang kecanduan obat atau alkohol tersebut. Broker Ketika menjalankan peranan broker, pekerja sosial menghubungkan pegawai yang dibantunya dengan sumber-sumber yang terdapat didalam maupun diluar perusahaan. Pembela Sebagai pembela, pekerja sosial membantu pegawai memperoleh pelayanan dan sumbe, yang karena sesuatu sebab, tidakbisa diperolehnya sendiri. Dipinjam dari profesi di bidang hukum, peranan ini menuntut tugas dan aktivitas yang sangat dinamis dan aktif. Atas nama pegawai yang dibelanya, pekerja sosial memimpin pengumpulan data dan menghadapi peraturan-peraturan perusahaan untuk memodifikasi posisi-posisi yang ada atau mengubah kebijakan-kebijakan berlaku.

15

Mediator Tugas utama pekerja sosial dalam menjalankan peranan ini adalah menjembatani konflik antara dua atau lebih individu atau sistem serta memberikan jalan keluar yang dapat memuaskan semua pihak berdasarkan prinsip sama-sama diuntungkan (win-win solution). Pendidik atau Pelatih Pekerja sosial memberikan informasi dan penjelasan mengenai opini dan sikap-sikap tertentu yang diperlukan pegawai. Termasuk dalam peran ini adalah membari pelatihan mengenai manejemen stress, cara-cara berhebti merokok atau menunjukan contoh-contoh perilaku positif yang dapat ditiru oleh pegawai. 2. Model pelayanan social bagi majikan atau organisasi perusahaan (the employer-work organization service model) Dalam model ini yang menjadi klien perusahaan ini adalah pihak perusahaan, bukan individu atau kelompok pegawai. Tujuan utamanya adalah untuk membantu manejemen perusahaan dalam dan mengidentifikasi dan yang mengembangkan kebijakan-kebujakan pelayanan-pelayanan

berhubungan dengan dunia kerja. Sebagaimana dalam model pertama, sosiater yang menerapkan model ini bisa bekerja sebagai konsultan eksternal yang disewa perusahaan atau bisa pula menjadi bagian dari pegawai perusahaan yang bersangkutan. Beberapa peranan dan keahlian yang diperlukan dalam model ini meliputi: Konsultan Pekerja sosial bekerjasama dengan pihak lain untuk meningkatkan kemampuan pihak perusahaan dalam memahami berbagai aspek dinamika organisasi dan kemanusiaan, serta meningkatkan kemampuan mereka dalam mengatasi masalah. Analisis atau evaluator Pekerja sosial mengumpulkan informasi dan mengevaluasi dinamika organisasi, lingkungan, kebijakan-kebijakan atau peraturan-peraturan dan dampaknya terhadap perusahaan.

16

Pelatih Pekerja sosial berfungsi sebagai seorang guru atau pendidik yang membantu anggota-anggota organisasi perusahaan agar sadar atau sensitif terhadap permasalahan perusahaan. Pengembang program Dalam peranan ini, pekerja sosial mengidentifikasi dan menerapkan program-program baru guna memenuhi kebutuhan perusahaan. 3. Model pelayanan social bagi konsumen Model ini berfokus pada kebutuhan-kebutuhan konsumen dari perusahaan. Pelayanan ini biasanya diberikan sebagai bentuk pembelaan atas hak-hak konsumen untuk menerima pelayanan perusahaan yang berkualitas. Program ini diberikan dengan alasan bahwa para pelanggan tersebut rentan terhadap pemutusan pelayanan dikarenakan gangguan-gangguan fisik atau mental terkait dengan ketuaanya.Beberapa peran yang sering dimainkan para pekerja sosial dalam model ini adalah konselor,perencanaan dan pengembangan program,konsultan dan pembela. 4. Model tanggung jawab social perusahaan atau model investasi social perusahaan Model ini pada dasarnya menunjuk pada perluasan peran perusahaan yang tidak hanya mengurusi kesejahteraan pegawai dan kebutuhan konsumen saja. Melainkan, turut pula peduli akan kehidupan masyarakat yang tinggal di sekitar perusahaan. Pada model ini pekerja sosial membantu perusahaan dalam mengidentifikasi dan membuat komitmen usaha-usaha peningkatan standar hidup atau kondisi masyarakat yang tinggal disekitar perusahaan. Sementara masyarakat, asesmen itu, tugas-tugas pekerja permintaan dan sosial umumnya dari menyangkut kelompokserta pengidentifikasian dan hubungan perusahaan dengan pemuka-pemuka pengevaluasian sumbangan pengembangan kelompok kemasyarakatan dan organisasi-organisasi amal, pelaksanaan kebutuhan masyarakat, program peleyanan-pelayanan sosial baru. Beberapa peranan dan keterampilan pekerjaan sosial dalam model ini juga meliputi perencana dan analisis

17

kemasyarakatan, pengatur anggaran, pengembang program, broker, pembela, dan negosiator. 5. Model kebijakan publik di bidang pekerjaan Model ini mencakup formulasi, identifikasi, analisis, advokasi bagi kebijakan, serta program dan pelayanan-pelayanan pemerintah yang langsung maupun tidak langsung mempengaruhi dunia kerja. Pekerja sosial memegang peranan cukup penting dalam model ini, yakni sebagai perencana dan pengembang kebijakan, analisis kebijakan, advokat kebijakan. Peran sebagai analisis kebijakan menunjuk pada tugas-tugas pekerja sosial untuk menelaah konsekuensi-konsekuensi kebijakan sosial, baik yang akan maupun telah diterapkan oleh pemerintah. Sedangkan sebagai advokat kebijakan, pekerja sosial menjalankan peran mendesakan kebijakan kepada pemangku kepentingan (stakeholders) dan sasaran kebijakan (polcy audience).

18

BAB III KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA A. Kesejahteraan Buruh Tanggungjawab sosial perusahaan (corporate social responsibility/CSR) pada perusahaan seharusnya melingkupi segi lingkungan, kesehatan dan kenyamanan sehingga dapat mewariskan kondisi kehidupan yang layak bagi generasi muda mendatang yang bekerja di perusahaan tersebut ataupun bagi pekerja/pegawai yang saat ini sedang bekerja. Dengan melakukan stake holder dan community empowerment maka kenyamanan kerja tercapai dengan maksimal. Tetapi dalam kenyataannya, tingkat kesehatan dan keselamatan kerja (K3) pada perusahaan di Indonesia saat ini masih tergolong rendah. Dimana K3 mempunyai tujuan pokok dalam upaya memajukan dan mengembangkan proses industrialisasi, terutama dalam mewujudkan kesejahteraan dan keselamatan para tenaga kerja. Tujuan dari manajemen K3, antara lain untuk mencapai derajat kesehatan dan keselamatan tenaga kerja yang setinggi-tingginya, sebagai upaya pencegahan dan pemberantasan penyakit dan kecelakaan-kecelakaan akibat kerja, pemeliharaan, dan peningkatan kesehatan, dan gizi tenaga kerja, perawatan dan mempertinggi efisiensi dan daya produktivitas tenaga manusia, pemberantasan kelelahan kerja dan penglipat ganda kegairahan serta kenikmatan kerja. Selain itu juga dapat memberikan perlindungan bagi masyarakat sekitar suatu perusahaan agar terhindar dari bahaya limbah bahan-bahan proses industrialisasi yang bersangkutan, dan perlindungan masyarakat luas dari bahaya yang mungkin ditimbulkan oleh produk industri. Agar tenaga kerja dapat terjamin kesehatan dan keselamatan kerjanya, maka perlu keseimbangan yang menguntungkan dari faktor beban kerja, beban tambahan akibat lingkungan kerja dan kapasitas kerja. Beban tersebut mungkin berupa beban fisik, mental atau sosial. Faktor-faktor penyebab terjadinya kecelakaan kerja, baik dari aspek penyakit akibat kerja maupun kecelakaan kerja, dipengaruhi beberapa faktor, di antaranya : (1) Faktor fisik, yang meliputi penerangan, suhu udara, kelembaban, cepat rambat udara, suara, vibrasi mekanis, radiasi, tekanan udara, dan lain-lain; (2) Faktor kimia, yaitu berupa gas, uap, debu, kabut, fume, awan, cairan, dan bendabenda padat; (3) Faktor biologi, baik dari golongan hewan maupun dari tumbuh-tumbuhan; (4) Faktor fisiologis, seperti konstruksi mesin, sikap, dan cara kerja;

19

(5) Faktor mental-psikologis, yaitu susunan kerja, hubungan di antara pekerja atau dengan pengusaha, pemeliharaan kerja, dan sebagainya. Faktor-faktor tersebut tentu bisa mengganggu daya kerja seorang pekerja buruh, misalnya; penerangan yang kurang cukup intensitasnya biasanya akan berpengaruh pada kelelahan mata Kemudian kegaduhan dan kebisingan berpengaruh pula pada daya mengingat, termasuk konsentrasi pikiran. Akibatnya terjadi kelelahan psiko-logis, bahkan dapat menyebabkan ketulian. Lingkungan kesehatan tempat kerja yang buruk dapat menurunkan derajat kesehatan dan juga daya kerjanya. Dengan demikian sangat perlu adanya upaya pengendalian untuk dapat mencegah, mengurangi bahkan menekan terjadinya hal itu.Gangguan-gangguan pada kesehatan dan daya kerja akibat berbagai faktor dalam pekerjaan bisa dihindari. Asal saja pekerja dan pihak pengelola perusahaan ada kemauan dalam me-ngantisipasi terjadinya kecelakaan kerja. Tentunya perundangan tidak akan ada faedahnya, apalagi pemimpin perusahaan atau industri tidak melaksanakan ketetapan-ketetapan perundangan itu. Secara prinsip modal utama dalam upaya mensejahterakan para buruh, bukan saja terletak dari tingkat pendapatan (upah) yang diberikan pihak perusahaan. Namun, faktorfaktor lainnya cukup mempunyai peranan penting, yaitu adanya perhatian dari para pengusaha berkaitan dengan masalah kesehatan dan adanya jaminan keselamatan kerja. Kesegaran jasmani dan rohani adalah merupakan faktor penunjang untuk meningkatkan produktivitas seseorang dalam bekerja. Kesegaran tersebut dimulai sejak memasuki pekerjaan dan terus dipelihara selama be-kerja, bahkan sampai setelah berhenti bekerja. Kesegaran jasmani dan rohani tidak saja pencerminan kesehatan fisik dan mental, tetapi juga gambaran adanya keserasian penyesuaian seseorang dengan pekerjaannya, yang sangat dipengaruhi oleh kemampuan, pengalaman, pendidikan dan pengetahuan yang dimilikinya. Tingkat gizi, terutama bagi para buruh kasar dan berat adalah faktor penentu derajat produktivitas kerjanya. Makanan yang bergizi dan sehat bagi pekerja berat ibarat mesin untuk kendaraan bermotor. Beban kerja yang terlalu berat sering di-sertai penurunan berat badan. Manusia dan beban kerja serta faktor-faktor dalam lingkungan kerja merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan. Kesatuan seperti itu dinamakan roda keseimbangan dinamis. Apabila keseimbangan ini tidak me-nguntungkan, akan terjadi

20

keadaan labil dan menyebabkan gangguan kesehatan, bahkan penyakit, cacat, dan kematian. Untuk mencegah gangguan kesehatan dan daya kerja, ada beberapa usaha yang dapat dilakukan agar para buruh tetap produktif dan mendapatkan ja-minan perlindungan keselamatan kerja, yaitu; (1) Pemeriksaan kesehatan sebelum bekerja. Kemudian pemeriksaan kesehatan calon pekerja untuk mengetahui, apakah calon tersebut serasi dengan pekerjaan yang akan diberikan kepadanya, baik fisik, maupun mentalnya; (2) Pemeriksaan kesehatan berkala/ulangan, yaitu untuk evaluasi. Apakah faktorfaktor penyebab itu telah menimbulkan gangguan-gangguan atau kelainan-kelainan kepada tubuh pekerja atau tidak; (3) Pendidikan tentang kesehatan dan keselamatan kepada para buruh secara kontinu. Itu penting agar mereka tetap waspada dalam menjalankan pekerjaannya. (4) Penerangan sebelum bekerja, agar mereka mengetahui dan mentaati peraturan-peraturan, dan lebih berhati-hati; (5) Pakaian pelindung, misalnya; masker, kaca mata, sarung tangan, sepatu, topi pakaian, dan sebagainya; (6) Isolasi, yaitu mengisolasi operasi atau proses dalam perusahaan yang membahayakan, misalnya isolasi mesin yang sangat hiruk agar tidak menjadi gangguan. Contoh lain, ialah isolasi pencampuran bensin dengan tetra-etil-timah hitam; (7) Ventilasi setempat (local exhauster), ialah alat untuk menghisap udara di suatu tempat kerja tertentu, agar bahan-bahan dari suatu tempat dihisap dan dialirkan keluar. (8) Substitusi, yaitu mengganti bahan yang lebih bahaya dengan bahan yang kurang bahaya atau tidak berbahaya sama sekali, misalnya Carbontetrachlorida diganti dengan trichlor etilen. (9) Ventilasi umum, yaitu mengalirkan udara sebanyak menurut perhitungan kedalam ruang kerja. Itu bertujuan, agar kadar dari bahan-bahan yang berbahaya oleh pemasukan udara ini bisa lebih rendah mencapai Nilai Ambang Batas (NAB). Dengan berbagai langkah tersebut, diharapkan kesehatan dan keselamatan para buruh akan lebih terjamin, dan kecelakaan kerja bisa dihindarkan. Inilah sebenarnya modal utama kesejahteraan para buruh. Salah satu penyebab hal itu dapat terjadi adalah rendahnya kesadaran para pekerja maupun pengusaha dalam melaksanakan K3 (diatur dalam UU Nomor 1 Tahun 1970).

21

Adanya UU yang mengatur tentang otonomi daerah, juga dapat menimbulkan masalah baru dalam hal penegakan K3 yaitu pemerintah pusat tidak dapat melakukan intervensi dalam penegakan K3 di kabupaten/kota, padahal standar K3 harus berlaku sama didaerah manapun di Indonesia. Hal lain yang menyebabkan angka K3 di Indonesia sangat tinggi ialah kurangnya pemahaman para pengusaha ataupun pekerja dalam manejemen risiko (risk management). Risiko dalam bekerja dapat dilihat dari sumber risiko, peluang terjadinya risiko serta konsekuensi yang ditimbulkan. Sumber risiko dapat berasal dari faktor manusia, peralatan, proses serta lingkungan kerja. Semua itu seharusnya tercatat dan dikalkulasikan dalam anggaran sehingga dapat diukur peluang dan besarnya terjadinya K3. Selain faktor tersebut K3 juga dapat terjadi karena pengusaha memilih lebih baik meberikan santunan kematian bagi pekerja/pegawainya daripada membeli alatalat keselamatan kerja. Oleh karena itu sebaiknya audit K3 seharusnya dilakukan secara komprehensif baik pada aspek teknis maupun nonteknis. Jika audit K3 tidak dilakukan secara menyeluruh maka k3 akan tetap terjadi. B. Hal-Hal Yang Dilakukan Pekerja Sosial Industri Pekerja sosial industri memahami faktor apa yang menyebabkan K3 dapat terjadi dan membantu pekerja/pegawai beserta keluarga agar bisa menerima dan mampu menghadapi akibat dari risiko yang ditimbulkan K3 misal : mencarikan jaminan sosial, melakukan perubahan di tempat kerja dll. Pekerja sosial industri melakukan assessement, penelitian dan pengawasan terhadap tempat kerja, risiko lingkungan termasuk teknik modifikasi lingkungan.Pekerja sosial industri memberikan intervensi dukungan terhadap dampak kasus hukum yang tidak terselesaikan bagi kehidupan sosial dan ekonomi.Pekerja sosial industri mengusahakn perubahan pada kebijakan serta kualitas pelayanan bagi pekerja/pegawai di perusahaan Pekerja sosial industri sebaiknya mengkombinasikan pengetahuan dan ketrampilan mengenai faktor sosial, ekonomi dan politik yang mempengaruhi organisasi ketenagakerjaan dan dampaknya terhadap K3 pekerja/pegawai beserta keluarganya.Pekerja sosial industri sebagai pembela yang membantu memperluas akses terhadap pelayanan yang harus pekerja/pegawai terima.

22

BAB IV TERAPI INDIVIDUA. KONSELING Konseling adalah salah satu teknik dalam gugus pendekatan pekerjaan sosial dengan individu (social work with individual) yang dikenal dengan nama metode casework atau terapi perseorangan. Terapi perseorangan melibatkan serangkaian strategi dan teknik pekerjaan sosial yang ditujukan untuk membantu indiidu-individu yang mengalami masalah secara perseorangan atau berdasarkan relasi satu per satu (ono-to-one relation). Beberapa kegiatan yang termasuk dalam terapi perseorangan yang relevan untuk dunia industri antara lain: 1. Memberikan bimbingan sosial kepada orang yang mengalami disfungsi seksual, orang yang menderita penyakit parah (terminal illness), pegawai yang mengalami burnout (kejenuhan) dan stress. 2.Membantu para pegawai yang menghadapi pemutusan hubungan kerja (PHK) dalam memperoleh pelatihan dan pekerjaan baru. 3.Memberikan bimbingan sosial kepada pasangan muda yang baru menikah atau pelatihan parenting skills kepada pasangan yang baru memiliki anak. 4.Merancang program penitipan anak (daycare) bagi pegawai yang tidak memiliki pengasuh anak di rumahnya. 5.Pemberian pelayanan perlindungan terhadap pegawai yang mengalami diskriminasi di tempat kerjanya. 6.Membantu para pecandu alkohol atau narkoba menghilangkan ketergantungannya. B. KONSELING PROFESIONAL Setiap pegawai pada suatu ketika pastilah mengalami masalah-masalah pribadi yang tidak dapat dipecahkan oleh dirinya sendiri. Terdapat situasi-situasi tertentu di mana kita memerlukan pertolongan dari seseorang yang memiliki keahlian khusus dan berpijak pada kode etik professional dalam setiap langkah pertolongannya. Pertolongan yang diberikan oleh seorang professional senantiasa memperhatikan situasi ini. Pekerja sosial yang telah memiliki pengetahuan dan pengalaman dalam menerapkan teknik konseling akan menghindari sejauh mungkin bias-bias subjektivitas dan interest pribadi. Metoda

23

dan teknik yang diterapkan didasarkan pada kaidah-kaidah ilmiah dan standar professional yang telah teruji secar empirik. Konseling pada dasarnya metrupakan suatu keahlian yang diperoleh melalui pendidikan dan pelatihan khusus. Orang professional yang karena pelatihan dan pengalamannya, tentu saja memiliki kemungkinan berhasil yang lebih tinggi ketimbang orang kebanyakan. Tetapi hal yang perlu dicatat adalah bahwa kompetensi dan hubungan baik merupakan dua aspek penting yang menentukan keberhasilan konseling daripada sekedar gelar atau sertifikat. C. PROSES KONSELING Zastrow dalam dua bukunya, The Practice of Social Work (1999) dan Introduction to Social Welfare (2000), menjelaskan bahwa proses konseling dapat dilihat dari dua perspektif, yakni: 1. Konseling Berdasarkan Perspektif Pekerja Sosial Membangun Relasi Pekerja sosial dituntut untuk membangun suasana yang kondusif dan menyenangkan, sehingga klien tidak memiliki keraguan atau bahkan ketakutan dalam mengemukakan masalahnya. Pekerja sosial tidak boleh arogan, sombong, atau bersikap moralistik, melainkan harus tenang, tidak tertawa, dan tidak menilai (non-judge-mental) manakala klien mulai membuka percakapan. Menggali Masalah Secara Mendalam Dimensi masalah yang perlu digali pada tahap ini berkisar pada: jenis masalah yang dialami klien, tingkat masalahnya, lama masalah tersebut telah terjadi, penyebabnya, perasaan klien mengenai masalah tersebut, dan kekuatan serta kemampuan fisik dan mental klien dalam menghadapi masalah yang dialaminya. Menggali Solusi Alternatif Tahap berikutnya yang perlu dilakukan pekerja sosial dan klien adalah menggali berbagai kemungkinan yang dapat dijadikan alternatif pemecahan masalah. Prinsip yang perlu diperhatikan dalam tahap ini adalah bahwa klien memiliki hak mementukan nasibnya sendiri (the right to self determination), yakni untuk memilih sendiri beberapa alternatif yang paling sesuai dengan aspirasi dan keadaanya. Karenanya istilah yang tepat adalah konseling dengan klien dan bukan konseling untuk klien. Tugas pekerja sosial adalah membantu klien memahami dan memperjelas konsekuensi-konsekuensi dari masing-masing

24

alternatif yang tersedia, dan umumnya bukan memberi saran atau pilihan secara sepihak kepada klien. Bilamana pekerja sosial secara sepihak menentukan pilihan tindakan bagi klien: alternatif tidak sesuai dengan keinginan dan kemampuan klien sehingga klien menyalahkan pekerja sosial, keadaan ini jelas mengganggu relasi yang telah terjalin. Alternatif yang diambil sesuai dengan aspirasi klien, hal ini tentunya bermanfaat bagi klien. 2. Konseling Berdasrkan Perspektif Klien Kesadaran masalah (Problem Awareness) Klien harus memiliki keyakinan bahwa dirinya memiliki masalah.Pekerja sosial perlu mencari jalan agar klien memiliki kesadaran mengakui bahwa ia memiliki masalah yang perlu dipecahkan Relasi dengan Konselor (Relation to Conselor) Tahap berikutnya adalah terjalinnya relasi yang baik antara klien dengan pekerja sosial.Pada tahap ini klien perlu memiliki keyakinan bahwa pekerja sosial yang akan membantu dirinya memiliki kemampuan dalam memecahkan masalah yang dialaminya. Motivasi (Motivation) Konselor perlu membantu klien untuk memiliki keyakinan bahwa dia dapat memperbaiki situasi. Karena tanpa motivasi, konseling tidak akan mencapai hasil yang diharapkan. Konseptualisasi Masalah (Conceptualizing the Problem) Agar konseling berjalan efektif, klien harus mengakui dan memahami bahwa, sebenarnya masalah itu memiliki komponen-komponen khusus yang dapat dirubah setahap demi setahap. Pekerja sosial harus dapat membantu klien dalam memilah masalah ke dalam beberapa bagian sehingga mudah untuk menentukan prioritas masalah yang perlu terlebih dahulu dipecahkan. Menurut Max Siporin (1975), cara pemilihan masalah ke dalam beberapa segmen masalah disebut teknik partialisasi (partialization). Penggalian Stategi-Strategi Pemecahan Masalah (Exploring Resolution Strategies) Klien harus yakin bahwa ada beberapa pilihan tindakan yang dapat di lakukannya dalam memecahkan masalah. Pekerja sosial harus dapat membantu klien memperjelas beberapa strategi pemecahan masalah yang mungkin tepat dilaksanakan oleh klien. Setiap klien memiliki latar belakang budaya,

25

pendidikan, pengalaman, dan situasi-situasi problematik yang berbeda. Perbedaan ini tentunya harus dipertimbangkan dalam memilih strategi yang sesuai. Pemilihan Strategi (Selection of Strategy) Klien dan konselor perlu mendiskusikan strategi mana yang paling cocok untuk dilaksanakan. Setelah klien yakin akan strategi yang dipilihnya, klien harus memiliki komitmen yang kuat untuk melaksanakan pilihan tindakan tersebut. Implementasi Strategi (Implementation of Strategy) Konseling akan mencapai hasil yang maksimal apabila klien memiliki komitmen dan meyakini terhadap strategi yang dilaksanakannya. Evaluasi (Evaluation) Apabila pelaksanaan usaha-usaha perubahan telah berjalan secara permanen, klien harus menyimpulkan bahwa, Meskipun pendekatan ini telah banyak menguras waktu dan tenaga saya, usaha dan pengorbanan saya tidaklah sia-sia. Jika tidak dapat menyimpulkan dengan baik maka diperlukan alternatif tindakan yang lain perlu dikembangkan dan dilaksanakan. D. PENDEKATAN KONSELING Seorang pekerja sosial professional untuk memiliki pengetahuan dan keterampilan dapat diperoleh melalui lembaga pendidikan pekerjaan sosial atau psikologi, pelatihanpelatihan, maupun melalui serangkaian pengalaman praktek. Terdapat tiga area kemampuan yang perlu dimiliki oleh konselor, yaitu: 1. Kemampuan Membangun Relasi Kerjasama Konselor harus memiliki kemampuan menunjukkan sikap tidak menilai dan respek terhadap nilai-nilai klien tanpa berusaha untuk memaksakan kehendak dan nilai-nilai yang dianutnya kepada klien. 2. Kemampuan Menggali Masalah Secara Mendalam Agar menjadi konselor yang kompeten, konselor perlu memiliki: ketrampilan mendengarkan melihat apa yang dikatakan klien dari perspektif klien yang bersangkutan, sikap empati yakin kemampuan untuk menunjukkan bahwa konselor memahami dan menghargai apa yang dipikirkan dan dirasakan klien, pengetahuan mengenai tingkahlaku manusia yakni pengetahuan mengenai bagaimana orang berfikir dan merasa dalam menanggapi setiap peristiwa yang terjadi.

26

3. Kemampuan Menggali Alternatif Pemecahan Masalah Pekerja sosial harus memiliki tiga kemampuan diatas, para sosiater ini juga dituntut untuk memahami berbagai pendekatan pentumbuhan dalam konseling. Zastrow dalam bukunya The Practice of social work (1999) menjelaskan beberapa pendekatan konseling tersebut secara lengkap dan terperinci.terdapat pula beberapa pendekatan yang secara khusus ditujukan untuk menangani masalah-masalah khusus tertentu, misalnya sexual therapy untuk mengatasi masalah-masalah seksual,assertive training untuk mengatasi orang yang agresif atau pemalu, parent effectivenss training untuk meningkatkan kemampuan menjadi orangtua, specialized drug counseling approaches bagi pecandu narkoba. Apa yang harus dilakukan oleh konselor adalah memperdalam pengetahuan ini melalui pendidikan formal lanjutan (S2,S3), pelatihan ditempat kerja (in-service training), pelatihan paruh waktu diluar tempat kerja (sandwich course), mengikuti seminar dan pertemuan ilmiah mengenai pendekatan-pendekatan konseling yang diminati. Yang jelas, pekerja sosial harus terus belajar dan mempraktekkan berbagai pendekatan ini sehingga dia memiliki gaya atau kiat sendiri (bag of tricks) yang disesuaikan dengan keunikan masalah klien.

27

BAB V TERAPI KELOMPOK

A. PENGERTIAN Terapi kelompok adalah salah satu metode pekerjaan sosial yang menggunakan kelompok sebagai media dalam proses pertolongan profesionalnya. Metoda ini sering disebut sebagai group work atau group therapy. Di AS, metode ini telah di terapkan dari setengah abad yang lalu. Pada saat itu para pekerja sosial menyakini bahwa intervensi pekerjaan sosial yang berbasis pada kelompok sangat efektif dan efesian dalam memecahkan masalah individu maupun masalah sosial. Masalah-masalah yang ditangani terapi kelomppok mirip dengan masalah-masalah yang ditangani oleh terapi individu seperti konseling. Yang membedakan dengan terapi individu adalah pendekatannya. Terapi kelompok tidak menggunakan pendekatan yang bersifat perseorangan, melainkan menggunakan kelompok sebagai media penyembuhan. individu-individu yang mengalami masalah sejenis disatukan dalam kelompok penyembuhan dan kemudian dilakukan terapi dengan dibimbing atau didampingi oleh seorang atau satu tim pekerja sosial. Orang-orang yang terlibat dalam kelompok terlibat relasi, interaksi, dan saling mempengaruhi satu sama lain.mereka saling berbagi pengelaman berbagi tujuan, dan berbagi cara mengatasi suatu masalah. Metode ini lebih efisien dilihat dari segi waktu, tenaga, dan dana karena proses pemecahan masalah tidak dilakukan secara satu persatu, melainkan bersama-sama. Terdapat beberapa definisi formal mengenai terapi kelompok, antara lain : 1. Terapi kelompok adalah metode pekerjaan sosial dengan pengalaman-pengalaman kelompok digunakan oleh pekerja social sebagai medium praktek utama yang bertujuan untuk mempengaruhi keberfungsian, pertumbuhan atau perubahan anggota-anggota kelompok (Margared E. Hartford). 2.Terapi kelompok adalah suatu pelayanan kepada kelompok yang tujuan utamanya untuk membantu anggota-anggota kelompokan memperbaiki penyesuaian sosial mereka, dan tujuan keduanya untuk membantu kelompok mencapai tujuan-tujuan yang disepakati oleh masyarakat (National Association Of Social Work).

28

3.Terapi kelompok adalah suatu metode khusus yang memberikan kesempatankesempatan kepada individu-individu dan kelompok-kelompok untuk tumbuh dalam seting-seting fungsional pekerjaan sosial, rekreasi dan pendidikan (Harleigh B. Trecker). 4.Terapi kelompok memungkinkan berbagai jenis kelompok berfungsi sedemikian rupa, sehingga interaksi kelompok dan kegiatan-kegiatan program memberikan kontribusi pada pertumbuhan individu-individu dalam pencapaian tujuan-tujuan sosial yang di inginkan (American Association Of Group Worker & Grace L. Coyle). 5.Terapi kelompok terutama mengkonsentrasikan diri pada pemberian pengalamanpengalaman kelompok untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan perkembangan secara normal, membantu mencegah perpecahan sosial, memudahkan tujuan-tujuan korektif dan rehabilitative, serta mendorong keterlibatan dan tanggung jawab penduduk dalam aksi sosial.

B. TUJUAN TERAPI KELOMPOK Menurut Hartford dan Alissi metoda terapi kelompok digunakan untuk memelihara atau memperbaiki keberfungsian personal dan sosial para anggota kelompok dalam beragam tujuan, yakni tujuan korektif, tujuan prefentif, tujuan pertumbuhan sosial normal, tujuan peningkatan personal, tujuan peningkatan partisipasi dan tangung jawab masyarakat (Suharto 1997). Menurut Gisela Konofka, tujuan terapi kelompok adalah: individualisasi, mengembangkan rasa memiliki, mengembangkan kememampuan dasar untuk berpartisipasi, meningkatkan kemampuan untuk memberikan kontribusi pada keputusankeputusan melalui pemikiran rasional dan penjelasan kelompok, meningkatkan respek terhadap keberbedaan orang lain, mengembangkan iklim sosial yang hangat dan penuh penerimaan (Suharto 1997). C. JENIS-JENIS KELOMPOK 1. Kelompok percakapan sosial Kelompok ini merupakan tipe yang paling terbuka dan informal. Tidak memiliki rencana kegiatan yang dirumuskan secara jelas dan formal. Tujuan utama para anggotanya adalah untuk mencari kenalan dan tujuan tersebut tidak harus menjadi tujuan kelompok. Dalam penerapan metode PSI, kelompok digunakan sebagai sarana

29

pengujian untuk menentukan seberapa dalam relasi dapat dikembangkan terhadap orang-orang yang tidak mengenal satu sama lain. 2. Kelompok rekreasi. Tujuan kelompok ini adalah untuk menyelenggarakan kegiatan rekreasi atau latihan olahraga.kelompok ini tidak memiliki pemimpin formal. Dasar pemimpinan dibentuknya kelompok ini adalah suatu keyakinan bahwasanya kegiatan rekreasi dan interaksi yang terjadi dalam kelompok ini dapat membantu membangun karakter yang dapat mencegah perilaku-perilaku maladaptif. 3. Kelompok ketrampilan rekreasi Tujuan kelompok ini untuk meningkatkan ketrampilan tertentu diantara para anggotanya. Kelompok ini memiliki penasihat, pelatih atau instruktur serta memiliki orientasi tugas yang lebih jelas. 4. Kelompok pendidikan. Fokus kelompok ini adalah untuk memperoleh pengetahuan dan keterampilanketerampilan yang lebih kompleks. Pimpinan kelompok ini biasanya berasal dari seorang professional yang menguasai keahlian tertentu. Beberapa kegiatan kependidikan dari kelompok ini, antara lain: praktek perawatan anak, pelatihan untuk menjadi orang tua yang lebih baik, persiapan untuk menjadi orang tua adopsi atau pelatihan bagi para volunteer agar mampu melaksanakan tugas-tugas tertentu di suatu lembaga pelayanan sosial. 5. Kelompok pemecahan masalah dan pembuatan keputusan. Bagi klien, tujuan bergabungnya dengan kelompok ini adalah untuk menemukan pendekatan-pendekatan yang dapat digunakan untuk menemukan sumber-sumber baru dalam memenuhi kebutuhan baru. Sedangkan bagi para pemberi pelayanan, kelompok ini dijadikan sarana untuk mengembangkan rencana penyembuhan bagi klien atau sekelompok klien, merumuskan keputusan dalam mengalokasikan sumbersumber pelayanan yang terbatas, memperbaiki kualitas pelayanan, menyempurnakan kebijakan-kebijakan lembaga, atau memperoleh masukan untuk meningkatkan koordinasi dengan lembaga-lembaga lain. 6. Kelompok mandiri Kelompok mandiri menekankan pada: pengakuan para anggotanya terhadap kelompok bahwa mereka memiliki masalah, pernyataan para anggotanya kepada kelompok-kelompok mengenai pengalaman-pengalaman masalahnya di masa lalu dan rencana-rencana pemecahan masalah di masa depan, apabila salah seorang

30

anggota kelompok berada pada krisis, anggota kelompok tersebut disarankan untuk menghubungi anggota lain yang kemudian mendampinginya sampai krisis tersebut berkurang. Kelompok mandiri banyak mengalami keberhasilan dalam memecahkan masalah anggotanya, karena para anggotanya memiliki pemahaman diri mengenai masalahnya yang membantu dia dalam membantu orang lain. Para angota mendapat manfaat berdasarkan prinsip-prinsip terapi, para penolong mendapatkan kepuasan psikologis dengan menolong orang lain. Keuntungan memasuki kelompok mandiri adalah biayanya relatif lebih murah. 7. Kelompok sosialisasi. Tujuannya adalah untuk mengembangkan atau merubah sikap-sikap dan perilaku para anggota kelompok agar lebih dapat diterima secara sosial. Kelompok sosialisasi biasanya memfokuskan pada pengembangan keterampilan sosial, peningkatan kepercayaan diri, dan perencanaan masa depan. 8. Kelompok penyembuhan. Kelompok beranggotakan orang-orang yang mengalami masalah personal dan emosional yang berat atau serius. Pemimpin kelompok ini dituntut memiliki pengetahuan dan keterampilan yang handal mengenai tingkah laku manusia dan dinamika kelompok, konseling kelompok, penggunaan kelompok sebagai sarana pengubahan tingkah laku. Tujuan kelompok adalah mengupayakan agar para anggota kelompok mampu menggali masalahnya secara mendalam, dan kemudian mengembangkan satu atau lebih strategi pemecahan masalah. 9. Kelompok sensitivitas. Dikenal dengan nama kelompok pertemuan (encounter group) atau kelompok pelatihan (training group). Setiap anggota berinteraksi satu sama lain secara mendalam dan saling mengungkapkan masalahnya sendiri secara terbuka. Tujuannya adalah untuk meningkatkan kesadaran interpersonal yang kemudian dijadikan titik tolak pengubahan sikap dan tingkah laku. Menurut Tubb dan Baird perubahan sikap dan tingkah laku terjadi dalam tiga tahap: pemecahan kebekuan (unfreezing), pengubahan (change), pembekuan kembali (refreezing) sikap dan tingkah laku yang telah melekat agar menjadi bagian dari kepribadian yang diharapkan.

31

D. TERBENTUKNYA KELOMPOK Garland, Jones dan Kolodny menurutnya kelompok terbentuk melalui lima tahap: 1. Tahap Pra Affiliasi Pada tahap awal ini para anggotanya bersikap ambivalent (mendua) terhadap kelompok yang membuat para anggota saling menguji satu sama lain tingkah laku mendekati dan menghindari. Tahap ini berakhir manakala para anggota kelompok mulai merasa nyaman dan aman berada dalam kelompok. Membangun komitmen emosional tentative dengan kelompok, karena kelompok dipandang akan memberi banyak manfaat. 2. Tahap Kekuasaan dan Kontrol Masing-masing anggota menunjukkan kekuasaannya sebagian untuk melindung dirinya dan sebagian lagi untuk mengendalikan (mengontrol) sesuatu manfaat yang diperolehnya dari kelompok. 3. Keintiman Terdapat perasaan kesatuan dalam kelompok, dan para anggota merasa bebas untuk mengungkapkan usaha-usaha perubahan masalah personal, sikap-sikap dan perhatian-perhatiannya. Perjuangan individu berubah menjadi perjuangan kelompok dimana para anggota mulai berusaha untuk melakukan perubahan-perubahan yang telah disepakati bersama. 4. Perbedaan Kelompok mampu mengorganisasi diri secara efisien. Kepemimpinan mulai dibagi secara nerata. Keputusan dibuat berdasarkan pertimbangan para angota menghargai perbedaan masing-masing. Relasi berjalan secara seimbang dan masing-masing anggota saling mendukung. 5. Pemisahan Tahap ini merupakan tahap perakhiran (terminasi) kelompok. Tujuan kelompok telah tercapai dan para anggotanya telah mampu belajar pola-pola tingkahlaku yang baru dan konstruktif. Para anggota seringkali enggan untuk berpisah dengan kelompok. Para pemimpin harus mampu memberikan dukungan emosional serta memberikan informasi menbgenai sumber-sumber dan bantuan pendukung lain kepada mereka yang enggan meninggalkan kelompok sangatlah bermanfaat.

32

E. PROSES TERAPI KELOMPOK Tahap-tahap dalam melakukan terapi kelompok yaitu : 1. Tahap intake. Tahap ini diawali oleh adanya pengakuan mengenai masalah spesifik yang mungkin tepat dipecahkan melalui pendekatan kelompok. 2. Tahap asesmen dan perencanaan intervensi. Pemimpin kelompok bersama dengan anggota kelompok mengidentifikasi permasalahan, tujuan-tujuan kelompok serta merancang rencana tindakan pemecahan masalah. Dalam kenyataannya, hakikat kelompok senantiasa berjalan secara dinamis sehingga memerlukan penyesuaian tujuan-tujuan dan rencana intervensi. 3. Tahap penyeleksian angota. Penyeleksian anggota kelompok didasarkan pada pertimbangan bahwa orang tersebut akan mampu memberikan kontribusi terhadap kelompok. Factor-faktor seperti komposisi kelompok perlu dipertimbangkan serta minat dan ketertarikan individu terhadap kelompok. 4. Tahap pengembangan kelompok. Norma-norma, harapan-harapan, nilai-nilai, dan tujuan-tujuan kelompok akan muncul pada tahap ini, dan akan mempengaruhi serta di pengaruhi oleh aktifitas-aktifitas serta relasi-relasi yang berkembang dalam kelompok. 5. Tahap evaluasi dan terminasi. Evaluasi dapat kita artikan sebagai pengidentifikasian atau pengukuran terhadap proses dan hasil kegiatan kelompok secara menyeluruh. Sementara itu, pemantuan proses dan keberhasilan kelompok yang dilakukan pada setiap fase dapat diistilahkan dengan monitoring. Berdasarkan hasil evaluasi dan monitoring tersebut, dilakukanlah terminasi. Terminasi dilakukan berdasarkan pertimbangan dan alasan sebagai berikut: tujuan individu maupun kelompok telah tercapai, waktu yang ditetapkan telah berakhir, kelompok gagal mencapai tujuan-tujuannya keberlanjutan kelompok dapat membahayakan satu atau lebih anggota kelompok.

33

F. PRINSIP-PRINSIP TERAPI KELOMPOK. Ada beberapa prinsip-prinsip terapi dalam kelompok : 1. Pertimbangkan karakteristik kelompok secara tepat dan proporsional. 2. Usahakan agar setiap anggota kelompok mengenal satu sama lain.

3. Identifikasi tujuan personal dan tujuan kelompok. 4. Tumbuhkan fungsi kepemimpinan diantara anggota kelompok. 5. Gunakan prosedur pembuatan keputusan yang paling sesuai dengan jenis danmasalah kelompok. 6. Tumbuhkan suasana kerjasama dari pada kompetitif 7. Tumbuhkan pemahaman bahwa keberbedaan dan konflik merupakan hal yang wajar dan alamiah 8. Usahakan agar anggota kelompok yang menunjukan sikap destruktif dan bermusuhan dapat dikurangi. 9. Ciptakan suasana komunikasi yang terbuka dan jujur. 10. Berikan perhatian yang seksama terhadap sesi pengakhiran.

34

BAB VI BURNOUT DAN STRESSA. BURNOUTBurnout (kejenuhan) atau yang dalam bahasa gaul disebut bete,kini semakin disadari sebagai suatu masalah serius yang mempengaruhi manusia.Burnout ternyata bukan saja dialami oleh pegawai pada perusahaan industri,melainkan pula sering terjadi pada mereka yang bekerja di lembaga pelayanan kesejahteraan sosial,termasuk pekerja sosial dan psikolog (zastrow,1999). Maslach dan Pines (1977:110-101) telah melakukan studi yang mendalam mengenai burnout ini terhadap beberapa profesi seperti pekerja sosial,psikiater,psikolog,petugas penjara,perawat psikiater,pengacara,dokter,perawat anak,guruh,pendeta,dan konselor. Berdasarkan penelitian tersebut Maslach dan Pines memberikan pengertian mengenai burnout dan menyimpulkan beberapa gejala yang menyertainya. Burnout dalah hilangnya perhatian terhadap orang yang sedang ditolongnya.Selain ditandai oleh kelelahan fisik dan penyakit fisik,burnout juga ditandai oleh kelelahan emosional sehingga para profesional tidak lagi memiliki perasaanperasaan positif,simpati atau respek terhadap klien atau pasien yang ditolongnya. B. STRESS Stress merupakan suatu faktor yang sangat berpengaruh terhadap berbagai penyakit,seperti serangan jantung,sakit kepala,diabetes,alergi,dll. Stress juga merupakan faktor yang mempengaruhi gangguan emosional dan perilaku.Dengan demikian,kemampuan mencegah stress dapat dipandang sebagai cara yang efektif untuk mencegah gangguan-gangguan emosional dan fisik. Stress dapat didefinisikan sebagai reaksi psikologis emosional terhadap stressors. Stressors (sumber/penyebab stress) dapat berupatuntutan,situasi atau keadaan yang mengganggu keseimbang seseorang. Terdapat sejumlah stressor yang mudah dikenali,antara lain kerumunan,keributan,kematian teman,demam yang berlebihan,kehilangan pekerjaan,keracunan dan pertengkaran. C. PENYEBAB STRUKTURAL Edelwich (Suharto, 1997) mengedintifikasi beberapa faktor struktural yang berkaitan dengan pekerjaan yang pada gilirannya menyebabkan stress dan brunout :

35

1. Terlalu banyak jam kerja. 2. Karir buntu atau tidak dapat berkembang. 3. Terlalu banyak pekerjaan atau kertas kerja yang harus diselesaikan. 4. Tidak memadainya pelatihan kerja. 5. Tidak dihargai klien. 6. Tidak dihargai oleh penyelia (supervisor). 7. Tidak digaji secara layak. 8. Tidak adanya dukungan dalam membuat keputusan penting. 9. Tidak memiliki kewenangan (powerleness) . 10. Sistem tidak responsif terhadap kebutuhan klien. 11. Kondisi dan situasi kerja yang buruk. 12. Adanya diskriminasi berdasarkan jenis kelamin. 13. Terlalu banyak perjalanan ke luar kota. 14. Terisolasi dari teman dan sahabat. 15. Tidak memiliki kehidupan sosial. D. STRATEGI PENANGANAN BURNOUT DAN STRESS Burnout tidak saja merugikan pekerja sosial yang mengalaminya,melainkan pula menggangu dan bahkan merusak hubungan profesional antara konselor dan klien. Selain burnout dapat menimbulkan gangguan fisik dan emosional,burnout juga menurunkan produktivitas,kinerja,dan kualitas pelayanan lembaga.Ada beberapa cara atau kiat untuk mencegah dan mengurangi stress,maupun burnout : 1. Perumusan tujuan dan pengaturan waktu. 2. Berfikir positif. 3. Mengubah pemikiran yang menimbulkan burnout. 4. Teknik-teknik relaksasi. 5. Melakukan latihan olahraga. 6. Melakukan kegiatan luar dan hobi. 7. Melakukan hal-hal yang menyenangkan. 8. Sistem dukungan sosial. 9. Variasi kerja 10. Humor 11. Mengubah atau menyesuaikan dengan kejadian-kejadian yang membuat stress.

36

BAB VII KEBIJAKAN SOSIAL A. Kebijakan Sosial dan Kebijakan Publik Kebijakan Sosial adalah salah satu bentuk dari kebijakan publik. kebijakan sosial merupakan ketetapan pemerintah yang dibuat untuk merespon isu-isu yang bersifat publik, yakni mengatasi masalah sosial atau memenuhi kebutuhan masyarakat banyak. kebijakan sosial menunjuk pada apa yang dilakukan oleh pemerintah sebagai upaya untuk emningkatkan kualitas hidup manusia melalui pemberian beragam tunjangan pendapatan, pelayanan kemasyarakatan, dan program-program tunjangan sosial lainnya. Sebagai sebuah kebijakan publik, kebijakan sosial memiliki fungsi preventif (pencegahan), kuratif (penyembuhan), dan pengembangan (developmental). kebijakan sosial adalah ketetapan yang didesain secara kolektif untuk mencegah terjadinya masalah sosial (fungsi preventif), mengatasi masalah sosial (fungsi kuratif), dan mempromosikan kesejahteraan sosial (fungsi pengembangan) sebagai wujud kewajiban negara (state obligation) dalam memenuhi hak-hak sosial warganya (Suharto, 2005) Dalam gari besar, kebijakan sosial diwujudkan dalam tiga kategori, yakni perundangundangan, program pelayanan sosial, dan sistem perpajakan. berdasarkan kategori ini, maka dapat dinyatakan bahwa setiap perundang-undangan, hukum atau peraturan daerah yang menyangkut masalah dan kehidupan sosial adalah wujud dari kebijakan sosial. namun, tidak semua kebijakan sosial berbentuk perundang-undangan. Kategori kebijakan sosial : 1. Peraturan dan perundang-undangan. pemerintah memiliki kewenangan membuat kebijakan publik yang mengatur pengusaha, lembaga pendidikan, perusahaan swasta agar mengadopsi ketetapan-ketetapan yang berdampak langsung pada kesejahteraan. 2. Program pelayanan sosial. sebagian besar kebijakan diwujudkan dan diaplikasikan dalam bentuk pelayanan sosial yang berupa bantuan barang, tunjangan uang, perluasan kesempatan, perlindungan sosial, dan bimbingan sosial (konseling, advokasi, pendampingan). 3. Sistem perpajakan. Dikenal sebagai kesejahteraan fiskal. Selain sebagai sumber utama pendanaan kebijakan sosial, pajak juga sekaligus merupakan instrumen kebijakan yang bertujuan langsung mencapai distribusi pendapatan yang adil.

37

Kebijakan sosial seringkali melibatkan program-program bantuak yang sulit diraba atau dilihat secara kasat mata (intangible aids). Karenanya, masyarakat luas kadangkadang sulit mengenali kebijakan sosial dan membedakannya dengan kebijakan publik lainnya. Secara umum, kebijakan publik lebih luas dari pada kebijakan sosial. Kebijakan transportasi, jalan raya, air bersih, pertahanan dan keamanan merupakan beberapa contoh kebijakan publik. Sedangkan kebijakan mengenai jaminan sosial, seperti bantuan sosial dan asuransi sosial yang umumnya diberikan bagi kelompok miskin atau rentan, adalah contoh kebijakan sosial. Kebijakan sosial sejatinya merupakan kebijakan kesejahteraan (welfare policy), yakni kebijakan pemerintah yang secara khusus melibatkan program-program pelayanan sosial bagi kelompok-kelompok kurang beruntung (disedvantage groups), yakni para Pemerlu Pelayanan Kesejahteraan Sosial (PPKS), seperti keluarga miskin, anak terlantar, pekerja anak, korban HIV/AID, peyalahgunaan. Narkoba dan kelompok-kelompok rentan lainnya, baik secara ekonomi maupun psikososial.Setiap negara memiliki perbedaan dalam mengkategorikan kebijakan publik dan kebijakan sosial. di Inggris misalnya, kebijakan mengenai air bersih termasuk pada kebijakan sosial. di China, kebijakan sosial mencakup pemberian makanan dan pakaian kepada masyarakat yang kurang mampu, sedangan di Belanda, kegiatan-kegiatan kebudayaan (culture activities) merupakan bagian penting dari kebijakan sosial. B. Hukum, Kebijakan Sosial, dan kebijakan Lembaga Hukum, atau perundang-undangan merupakan salah satu bentuk kebijakan, meskipun tidak semua kebijakan berbentuk hukum. Dalam perspektif lain, hukum bisa juga dipisahkan dari kebijakan, hukum dipandang sebagai pondasi atau landasan konstitusional bagi kebijakan sosial. Dalam konteks ini, kebijakan dirumuskan berdasarkan amanat konstitusi.

C. Masalah sosial dan Pelayanan sosial1. Masalah sosial Para sosiolog biasanya memandang masalah sosial sebagai situasi tertentu yang tidak sesuai dengan nilai-nilai yang dianut sebagian besar orang yang setuju bahwa tindakan harus dilakukan untuk mengubah situasi itu. Para pekerja sosial seringkali mendefinisikan masalah sosial sebagai terganggunya keberfungsian sosial individu, kelompok atau komunitas sehingga mempengaruhi kemampuan mereka dalam

38

memenuhi kebutuhan, merealisikan nilai-nilai yang dianutnya, serta menjalankan peranan-peranan masyarakat. Masalah sosial bisa juga diartikan sebagai sebuah kondisi yang dipandang oleh sejumlah orang dalam masyarakat sebagai sesuatu yang tdidak diharapkan. Kemiskinan, pengangguran, penyebaran HIV/AIDS, perceraian, kenakalan remaja, misalnya, adalah contoh masalah sosial, karena merupakan kondisi atau keadaan yang tidak diinginkan oleh hampir semua orang. Masalah sosial tertentu mungkin hanya dipandang sebagai masalah atau kondisi yang tidak menyenangkan oleh sebagian orang saja. Sebuah fenomena dikanatan sebagai sebuah masalah sosial biasanya karena menjadi perhatian publik. Peran media massa disini sangat penting. Karena media massa seperti koran, televisi atau radio merupakan sarana komunikasi yang bisa menjadi ukuran apakah fenomena itu menjadi perhatian publik atau tidak. Kriminalitas dalam rumah tanga, perlakuan salah terhadap anak (child abuse), penyalahgunaan obat-obat terlarang, kerusakan lingkungan, polusi, kelangkaan air bersih, penyebaran flu burung, adalah beberapa contoh masalah sosial karena sering disiarkan oleh media massa. Karakteristik masalah sosial :

Kondisi yang dirasakan banyak orang. Suatu masalah baru dapat dikatakan sebagai maslaah sosial apabila kondisinya dirasakan oleh banyak orang. Namun demikian, tidak ada batasan berapa jumlah orang yang harus merasakan masalah tersebut. Jika suatu masalah mendapat perhatian dan menjadi pembijaraan lebih dari satu orang, masalah tersebut adalah masalah sosial.

Kondisi yang dinilai tidak menyenangkan Orang senantiasa menghindari masalah, karena masalah selalu tidak menyenangkan. penilaian masyarakat sangat penting dalam menentukan suatu kondisi sebagai masalah sosial. Suatu kondisi dapat dianggap sebagai masalah sosial oleh masyarakat tertentu tetapi tidak oleh masyarakat lainnya. Ukuran baik atau buruknya tergantung pada nilai atau norma yang dianut masyarakat.

Kondisi yang menuntut pemecahan Umumnya suatu kondisi dianggap perlu dipecahkan jika masyarakat merasa bahwa kondisi tersebut memang dapat dipecahkan. Pada waktu lalu, masalah kemiskinan tidak dikategorikan sebagai masalah sosial, karena waktu itu

39

masyarakat menganggap kemiskinan sebagai sesuatu yang alamiah dan masyarakat belum memiliki kemampuan untuk memcahkannya. Sekarang setelah masyarakat memiliki pengetahuan dan keterampilan untuk menanggulangi kemiskinan, kemiskinan ramai diperbincangkan dan diseminarkan untuk dicarikan jalan pemecahannya, karenanya dianggap sebagai masalah sosial.

Pemecahan tersebut harus dapat dilakukan melalui aksi sosial secara koletif. Masalah sosial berbeda dengan masalah individu. Masalah individu dapat diatasi secara perseorangan, tetapi masalh sosial hanya dapat diatasi melalui rekayasa sosial (social engineering) seperti aksi sosial, kebijakan sosial atau perencanaan sosial, karena penyebab dan akibatnya bersifat multidimensional dan menyangkut banak orang.

2. Pelayanan Sosial Pelayanan sosial merupakan aksi atau tindakan untuk mengatasi masalah sosial. Pelayanan sosial dapat diartikan seperangkat program yang ditunjukn untuk membantu individu atau kelompok yang mengalami hambatan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Jika keadaan individu atau kelompok tesebut dibiarkan, maka akan menimbulkan masalah soisal. Pelayanan sosial dapat didefinisikan sebagai salah satu bentuk kebijakan sosial yang ditunjukan untuk mempromosikan kesejahteraan. Namun demikian, pemberian pelayanan sosial bukan merupakan satu-satunya stategi untuk meningkatkan kesejahteraan penduduk. Ia hanyalah salah satu stategi kebijakan sosial dalam mencapai tujuannya. Secara ideologis, pelayanan sosial didasari keyakinan bahwa tindakan sosial dan pengorganisasian sosial merupakan suatu wujud nyata dari kebijakan sosial sebagai representasi kehendak publik dalam mempromosikan kesejahteraan warga negara. Selain itu, pentingnya pelayanan sosial dilandasi oleh keyakinan bahwa kebijakan ekonomi dan kebijakan publik lainnya tidak selalu mampu mengatasi masalah sosial secara efektif. D. Jenis dan Cakupan Pelayanan Sosial Di negara-negara industri maju seperti AS, Inggris, Australia, dan Selandia Baru, secara tradisi kebijakan sosial mencakup ketetapan atau regulasi pemerintah mengenai lima bidang pelayanan sosial, yaitu jaminan sosial, pelayanan perumahan, kesehatan, pendidikan, dan pelayanan atau perawatan sosial personal.

40

Jaminan Sosial Jaminan Sosial (social security) menunjuk pada sistem atau skema pemberian tunjangan yang menyangkut pemeliharaaan penghasilan (income maintenance). Sebagai pelayanan publik, jaminan sosial merupakan perangkat negara yang didesain untuk menjamin bahwa setiap orang sekurang-kurangnya memiliki pendapatan minimum yang cukup untuk memenuhi kebutuhan dasarnya. jaminan sosialmmerupakan sektor kunci dari sistem Negara Kesejahteraan berdasarkan prinsip bahwa negara harus berusaha dan mampu menjamin bahwa jaring pengaman pendapatan (financial safety net) bagi mereka yang tidak memiliki sumber pendapatan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.

Perumahan Rumah atau tempat tinggal merupakan kebutuhan dasar manusia. Negara memiliki kewajiban asasi untuk menyediakan perumahan bagi warganya. khususnya bagi mereka yang tergolong kurang mampu.

Kesehatan Pelayanan kesehatan dapat dipandang sebagai aspek penting dalam kebijakan sosial. Kesehatan merupakan faktor penentu bagi kesejahteraan sosial. Orang yang sejahteran bukan saja orang yang memiliki pendapatan atau rumah memadai melainkan pula orang yang sehat, baik secara jasmani maupun rohani. Skema pelayanan kesehatan publik biasanya erat kaitannya dengan sistem jaminan sosial, terutama asuransi sosial, karena sebagian pelayannya menyangkut atau berbentuk asuransi kesehatan. Para pekerja sosial yang bekerja dirumah sakit biasanya disebut sebagai Pekerja Sosial Medis (medis social work). Para pekerja sosial medis biasanya memfokuskan pertolongannya kepada aspek-aspek psikososial pasien dan perngorganisasian sistem pembiayaan bagi pasien-pasien yang tidak mampu.

Pendidikan Pendidikan merupakan perangkat penting dalam meningkatkan kesejahteraan warga melalui penguasaan pengetahuan informasi, dan teknologi sebagai prasarat masyarakat modern. Pelayanan pendidikan dalam konteks kebijakan sosial bukan saja ditunjukan untuk menyiapkan dan menyediakan angkatan kerja yang sangat diperlukan oleh dunia kerja, melainkan untuk mencapai tujuan-tujuan sosial dalam arti luas, yakni membebaskan masyarakat dari kebodohan dan ketertinggalan.

41

DAFTAR PUSTAKA

42