Pegawai Negeri dan Politik - IPB University

4
Just an Ordinary Teacher | Pegawai Negeri dan Politik Copyright Ali Mutasowifin [email protected] http://alimu.staff.ipb.ac.id/2016/09/15/pegawai-negeri-dan-politik/ Pegawai Negeri dan Politik Sebuah fakta menarik terungkap saat sidang mantan Sekjen Partai Nasdem Patrice Rio Capella di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, yakni terjadinya “perebutan” kursi satuan kerja perangkat daerah (SKPD) antara gubernur dan wakil gubernur Sumatera Utara yang berlainan partai. Fakta ini menunjukkan kondisi sesungguhnya bagaimana relasi kekuasaan dan birokrasi. Beragam peraturan memang dirancang untuk menjauhkan birokrasi dari hiruk pikuk perebutan kekuasaan politik. Namun, kondisi ini menjadikan birokrasi hanya sebagai objek atau penonton drama perebutan kekuasaan. Lihatlah ketika presiden telah terpilih dan menyusun jajaran pembantunya, tercium aroma transaksional yang sangat kuat. page 1 / 4

Transcript of Pegawai Negeri dan Politik - IPB University

Page 1: Pegawai Negeri dan Politik - IPB University

Just an Ordinary Teacher | Pegawai Negeri dan PolitikCopyright Ali Mutasowifin [email protected]://alimu.staff.ipb.ac.id/2016/09/15/pegawai-negeri-dan-politik/

Pegawai Negeri dan Politik

Sebuah fakta menarik terungkap saat sidang mantan Sekjen Partai Nasdem PatriceRio Capella di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, yakni terjadinya “perebutan” kursisatuan kerja perangkat daerah (SKPD) antara gubernur dan wakil gubernurSumatera Utara yang berlainan partai. Fakta ini menunjukkan kondisisesungguhnya bagaimana relasi kekuasaan dan birokrasi.

Beragam peraturan memang dirancang untuk menjauhkan birokrasi dari hiruk pikukperebutan kekuasaan politik. Namun, kondisi ini menjadikan birokrasi hanyasebagai objek atau penonton drama perebutan kekuasaan. Lihatlah ketika presidentelah terpilih dan menyusun jajaran pembantunya, tercium aroma transaksionalyang sangat kuat.

page 1 / 4

Page 2: Pegawai Negeri dan Politik - IPB University

Just an Ordinary Teacher | Pegawai Negeri dan PolitikCopyright Ali Mutasowifin [email protected]://alimu.staff.ipb.ac.id/2016/09/15/pegawai-negeri-dan-politik/

Kabinet kerap diisi politisi dan hanya sedikit yang berasal dari kalangan profesional,termasuk birokrasi. Padahal, selama ini banyak yang meragukan kompetensimenteri dari partai politik, atau kompetensi mereka dianggap tidak selaras denganbidang tugas kementeriannya. Setidaknya, kapasitas mereka dinilai jauh di bawahbanyak tokoh lain yang memiliki keahlian dalam bidang tersebut.

Yang terjadi, banyak pejabat eselon satu kementerian yang sebagian bahkanprofesor dan doktor lulusan perguruan tinggi ternama dunia serta diyakini amatmumpuni dan telah berkutat puluhan tahun dalam bidangnya, tiba-tiba saja haruspasrah menerima pimpinan baru lulusan sarjana atau magister dari perguruantinggi lokal yang bahkan acap hanya berakreditasikan “nyaris tak terdengar”.Kondisi menjadi lebih parah lagi bila latar belakang pendidikan sang menteri baruitu pun amat jauh keterkaitannya dengan mandat kementerian yang dipimpinnya.

Praktik bagi-bagi kekuasaan setiap pergantian kabinet dengan mengenyampingkankapabilitas seperti ini merupakan rutinitas kekecewaan yang harus ditanggungjajaran birokrasi. Belum lagi ditambah praktik serupa dalam penentuan jajarandireksi dan komisaris badan usaha milik negara (BUMN) yang lebih seringmemprioritaskan kedekatan afiliasi politik dan balas jasa daripada kompetensi danprofesionalitas.

Brain drain di partai politik

Undang-Undang No. 43 tahun 1999 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian, yangdiperkuat Peraturan Pemerintah No. 5 tahun 1999 memang menetapkan laranganpegawai negeri sipil menjadi anggota atau pengurus partai politik. Aturan-aturan inimembuat kondisi birokrasi dan partai politik serta hubungan keduanya menjadiberubah.

Tak lama setelah aturan tersebut diberlakukan, para birokrat berbondong-bondongmeninggalkan partai politik, terutama Golkar. Terjadilah brain drain, karena parapengajar perguruan tinggi yang semula menyokong partai politik banyak yangmemilih kembali ke kampus. Jadilah, yang tersisa di partai politik adalah para kaderyang, dari segi kemampuan keilmuan, merupakan tingkatan kedua atau bahkanketiga, karena kelompok teratas memilih melanjutkan karier akademik di perguruantinggi.

page 2 / 4

Page 3: Pegawai Negeri dan Politik - IPB University

Just an Ordinary Teacher | Pegawai Negeri dan PolitikCopyright Ali Mutasowifin [email protected]://alimu.staff.ipb.ac.id/2016/09/15/pegawai-negeri-dan-politik/

Godaan partai politik

Sayangnya, regulasi yang memaksa para pegawai negeri tidak terlibat langsungdalam partai politik ini tidak dibarengi aturan tentang rekrutmen kepemimpinannasional yang lebih mendahulukan meritokrasi, sehingga memungkinkan birokratmemiliki kesempatan yang sama besarnya dengan pegiat partai politik untukmenduduki posisi puncak kementerian.

Pemilihan presiden secara langsung di tengah sistem politik multi partai jugamemaksa presiden memberikan konsesi besar kepada partai politik penyokongnya.Akibatnya, jatah terbesar kabinet pun kemudian jatuh kepada para kader partaipolitik pengusung presiden dan cenderung mengabaikan sumberdaya dari jajaranbirokrasi. Kecenderungan serupa juga terlihat pada praktik rekrutmen jajarankomisaris dan direksi BUMN.

Besarnya peran partai politik ini medorong birokrat, yang dengan malu-malu dansembunyi-sembunyi, sering mencari akses dan cantolan ke partai politik. Sistembirokrasi pun meliuk, karena promosi dan karier jabatan tidak lagi ditentukan olehkompetensi dan kinerja, namun oleh afiliasi politik yang dimiliki. Tentu saja, semuaitu dilakukan tidak dengan terang-terangan.

Dalam rekrutmen kepemimpinan nasional, tanpa dukungan partai politik, seorangbirokrat cerdas, mumpuni dan berdedikasi tinggi hanya akan mentok di posisieselon satu. Sebaliknya, keterikatan dan dukungan partai politik akanmemungkinkan seorang pegawai negeri dengan prestasi biasa-biasa saja membuatlompatan luar biasa menjadi petinggi negeri.

Membebaskan birokrasi berpolitik

Sudah menjadi rahasia umum, saat ini banyak pimpinan satuan kerja birokrasi yangdiam-diam menjalin afiliasi dengan satu atau bahkan beberapa partai politik. Praktikyang lazim terjadi, begitu terpilih ia akan membawa serta para koleganya yangmemiliki “visi” serupa. Sementara itu, birokrat yang setia memegang teguh aturanhanya mampu bermimpi untuk meraih posisi yang lebih tinggi.

page 3 / 4

Page 4: Pegawai Negeri dan Politik - IPB University

Just an Ordinary Teacher | Pegawai Negeri dan PolitikCopyright Ali Mutasowifin [email protected]://alimu.staff.ipb.ac.id/2016/09/15/pegawai-negeri-dan-politik/

Dalam sebuah tatanan demokrasi modern, rekrutmen kepemimpinan nasional yangutama adalah melalui partai politik. Sayangnya, dengan sistem yang sekarangberlaku, bangsa Indonesia telah menutup kesempatan memperoleh orang-orangberintegritas baik, berdedikasi tinggi, berilmu, mumpuni, serta berpengalaman luas,yang sedang berada di jajaran birokrasi untuk menduduki posisi tinggi yang diisimelalui rekrutmen politik.

Dengan sistem politik yang semakin transparan serta pengawasan yang semakinefektif dari parlemen dan masyarakat, telah tiba masanya meninjau kembalilarangan pegawai negeri terlibat dalam kegiatan politik praktis. Bila sebuah kabinetyang mencakup urusan seluruh negeri saja bisa bersumberkan dari beragam partai,mestinya tak ada yang perlu dikhawatirkan bila ada keragaman serupa di tingkatanpemerintahan yang lebih kecil.

Artikel ini telah pernah diterbitkan pada Harian Bogor Today 8 Desember 2015.

page 4 / 4