Pedoman Untuk Penulis - lp2m.umnaw.ac.idlp2m.umnaw.ac.id/file_data/artikel/00 Pendahuluan.pdfmaupun...

41

Transcript of Pedoman Untuk Penulis - lp2m.umnaw.ac.idlp2m.umnaw.ac.id/file_data/artikel/00 Pendahuluan.pdfmaupun...

Page 1: Pedoman Untuk Penulis - lp2m.umnaw.ac.idlp2m.umnaw.ac.id/file_data/artikel/00 Pendahuluan.pdfmaupun laporan kasus (case report) dalam bahasa Indonesia atau Inggris. Jika artikel menggunakan
Page 2: Pedoman Untuk Penulis - lp2m.umnaw.ac.idlp2m.umnaw.ac.id/file_data/artikel/00 Pendahuluan.pdfmaupun laporan kasus (case report) dalam bahasa Indonesia atau Inggris. Jika artikel menggunakan

“PEDAGOGIK” JURNAL ILMU KEPENDIDIKAN KOPERTIS WILAYAH I

SUMATERA UTARA

Dewan Redaksi :

Pelindung : Koordinator Kopertis Wilayah I Aceh Sumatera Utara

Prof. Dian Armanto, M.Pd., MA., M.Sc., Ph.D.

Pembina : Sekretaris Pelaksana : Drs. Rudi K. Nababan, M.Si.

Kabag. Umum : Rahmayati, SH., MAP.

Kabid. Kelembagaan dan Sist. Informasi : M. Rajali, SH.

Kabid. Akademik, Kemahasiswaan dan

Ketenagaan : Heriyanto, S.Sos.

Ketua Pengarah : Dr. Ahmad Laut Hasibuan, M,Pd. (Univ. Muslim Nusantara Al Washliyah)

Sekretaris : Drs. Sorgang Siagian, M.Pd. (Universitas Darma Agung)

Ketua Penyunting : Drs. Edward, M.Si. (Universitas Karo)

Sekretaris : Drs. Hidayat, M.Ed. (Univ. Muslim Nusantara Al Washliyah)

Bendahara : Dra. Sukmawarti (Univ. Muslim Nusantara Al Washliyah)

Anggota 1 Dr. Tagor Pangaribuan, M.Pd. (Univ. HKBP Nommensen P. Siantar)

2. Dr. Abdul Murad, M.Pd. (Universitas Islam Sumatera Utara)

3. Drs. Firmansyah, M.Si. (Univ. Muslim Nusantara Al Washliyah)

4. Drs. Yusmin Siahaan, M.Si. (STKIP Riama)

5. Drs. M. Ayyub Lubis, M.Pd. (Univ. Muslim Nusantara Al Washliyah)

6. Drs. Anderson Situngkir (Universitas Karo)

7. Drs. Daniel Sitanggang, SE. (STIE Teladan)

8. Dr. Alesyanti, M.Pd. (Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara)

Disainer/Illustrator: Hendra Armayadi, ST (Staf Kopertis Wilayah I)

Sirkulasi : Drs. Mat Sofyan

Pairin

Page 3: Pedoman Untuk Penulis - lp2m.umnaw.ac.idlp2m.umnaw.ac.id/file_data/artikel/00 Pendahuluan.pdfmaupun laporan kasus (case report) dalam bahasa Indonesia atau Inggris. Jika artikel menggunakan

ii

Prakata

Pedagogik merupakan jurnal ilmiah dalam bidang Ilmu Kependidikan Kopertis Wilayah I (Sumatera

Utara) Pedagogik terbit dua kali setahun (bulan Mei dan Nopember) untuk menyahuti kebutuhan para

pedidik dan praktisi dalam rangka mempublikasikan karya ilmiah (artikel) berupa, telaah kritis, hasil

penelitian atau resensi buku.

Setiap penerbitannya Pedagogik menerima artikel dari kalangan dosen, guru dan praktisi pendidikan,

dan juga menawarkan berlangganan jurnal kepada khalayak. Untuk berlangganan kami mintakan bapak/ibu

mengisi formulir yang telah disediakan. Untuk keterangan lebih lanjut hubungi sdr. Hidayat (081265544833)

atau email [email protected].

Medan, Mei 2016 Penyunting

Page 4: Pedoman Untuk Penulis - lp2m.umnaw.ac.idlp2m.umnaw.ac.id/file_data/artikel/00 Pendahuluan.pdfmaupun laporan kasus (case report) dalam bahasa Indonesia atau Inggris. Jika artikel menggunakan

iii

Pedoman Untuk Penulis

Jurnal ilmu kependidikan PEDAGOGIK adalah publikasi ilmiah yang terbit setiap semester (2 kali dalam

setahun, yaitu pada bulan Mei dan Nopember) dan menerima setiap tulisan ilmiah di bidang kependidikan,

baik laporan penelitian (original article/ research paper), makalah ilmiah (review paper) berupa olah fikir

maupun laporan kasus (case report) dalam bahasa Indonesia atau Inggris. Jika artikel menggunakan

bahasa Indonesia dan terdapat di dalamnya bahasa asing, maka bahasa asing tersebut ditulis dengan Italic

style (cetak miring).

Pengiriman makalah

Makalah yang dikirimkan untuk dimuat dalam Jurnal Ilmu Kependidikan Kopertis Wilayah I Sumatera

Utara belum pernah dipublikasikan dan tidak dikirimkan ke penerbitan lain pada waktu yang bersamaan.

Naskah dikirim dalam bentuk print out sebanyak rangkap 2 (dua), dan dalam bentuk soft copy pada CD,

serta diketik dengan mengunakan Microsoft Word for Windows.

Persiapan teknis makalah

Naskah diketik pada kertas 8,5 11" (letter), dengan batas tepi (margin) 1", font: Times New Roman,

besar huruf (font size) 12 point dan menggunakan spasi rangkap 2 (dua) (double space). Setiap naskah

dimulai dari judul, abstrak dan kata kunci (key words), teks keseluruhan, daftar pustaka, (jika ada tabel dan

gambar dapat disisipkan langsung setelah teks yang bersesuaian). Nomor halaman dicantumkan secara

berurutan dimulai dari halaman judul pada sudut sebelah tengah bawah.

Judul

Judul (halaman pertama) harus mencakup judul artikel yang dibuat sesingkat mungkin, spesfik

informatif; b) nama dan perguruan tinggi, nama departemen/ jurusan dan lembaga;

Abstrak dan kata kunci

Halaman kedua memuat abastrak yang tidak terstruktur dan tidak lebih dari 200 kata yang ditulis dalam

bahasa Indonesia dan Inggris. Abstrak laporan penelitian harus berisikan latar belakang, tujuan penelitian,

metode, hasil dan kesimpulan. Abstrak dibuat singkat, informatif dengan menekankan aspek baru dan

penting dari laporan penelitian. Kata kunci dicantumkan di bawah abstrak pada halaman yang sama paling

banyak 3 kata.

Teks

Teks makalah laporan penelitian dibagi dalam beberapa bagian dengan judul sebagai berikut:

Pendahuluan (Introduction), Metode (Methods), Hasil (Result) dan Diskusi (Discussion). Uraikan teknik

statistika secara rinci pada metode untuk memudahkan para pembaca memeriksa kembali hasil yang

dilaporkan. Teks makalah ilmiah dibagi dalam Pendahuluan, Isi, Pembahasan, dan Simpulan.

Biodata Penulis

Penulis diharapkan mengisi biodata berupa nama, alamat, nomor telepon. HP, nomor faksimile, dan

alamat email penulis untuk korespondensi.

Daftar Pustaka

Daftar pustaka ditulis sesuai dengan cara penulisan APA Style dan hanya mencantumkan kepustakaan

yang dipakai dan relevan. Hindarkan penggunakan abstrak sebagai rujukan. Rujukan yang telah diterima

suatu jurnal tetapi belum dipublikasikan harus ditambahkan perkataan “in press”.

Page 5: Pedoman Untuk Penulis - lp2m.umnaw.ac.idlp2m.umnaw.ac.id/file_data/artikel/00 Pendahuluan.pdfmaupun laporan kasus (case report) dalam bahasa Indonesia atau Inggris. Jika artikel menggunakan

iv

Naskah yang diterima redaksi akan dibahas oleh pengasuh dan redaksi berhak memperbaiki susunan

bahasa tanpa mengubah isinya. Penggunakan istilah asing sedapat mungkin dihindari atau disertai

terjemahan penjelasannya. Usulan perbaikan naskah (terutama menyangkut substansi) akan disampaikan

kepada penulis yang bersangkutan.

Naskah dikirim ke:

Hendra Armayadi Sahputra, ST

d/a Kantor Kopertis Wilayah I

Jln. Setia Budi Tanjung Sari Medan 20132

Telepon 8214878 – 8210360 Fax

Atau

Drs. Hidayat, M.Ed Drs. Edward, M.Si.

d/a Universitas Muslim Nusantara Alwashliyah d/a. Universitas Karo

Jln. Garu II No. 93 Medan 20147 Jln. Jamin Ginting Kaban Jahe

Telepon: (061) 7867044 Fax: 7862747

Email: [email protected]

Page 6: Pedoman Untuk Penulis - lp2m.umnaw.ac.idlp2m.umnaw.ac.id/file_data/artikel/00 Pendahuluan.pdfmaupun laporan kasus (case report) dalam bahasa Indonesia atau Inggris. Jika artikel menggunakan

v

Daftar Verifikasi Makalah (Manuscripts Checklist)

Sebelum sejawat mengirimkan naskah kepada Jurnal Ilmu Kependidikan Kopertis Wilayah I Sumatera Utara, mohon bantuan untuk mengisi daftar verifikasi makalah di bawah ini untuk mengkaji item-item yang diperlukan, dan harap lampirkan 1 copy daftar tersebut yang sudah sejawat isi bersama naskah yang akan dikirim. Terima kasih atas bantuannya.

No. Keterangan Tanda

1 Naskah asli beserta 1 (satu) copy dan dalam bentuk soft copy pada CD

2 Naskah diketik dalam 1 (dua) spasi pada kertas berukuran kuarto dan margin 2,5 cm

3 Pada halaman judul tuliskan judul makalah, nama lengkap para penulis serta institusi masing-masing an alamat lengkap penulis utama

4 Nama dan alamat korespondensi secara lengkap, nomor teleponm faksi,ile, termasuk alamat email

5 Abstrak dalam bahasa Indonesia dan Inggris, serta kata kunci (keywords)

6 Teks, tabel, gambar dan foto dibuat pada halaman baru dan terpisah

7 Naskah laporan penelitian terdiri dari pendahuluan, metode, hasil dan diskusi serta ucapan terima kasih. Naskah laporan kasus terdiri dari pendahuluhan, riwayat kasus, pembahasan dan kesimpulan. Sedangkan naskah makalah ilmiah dibagi dalam pendahuluan, isi, pembahasan, dan kesimpulan..

8 Daftar pustaka ditulis sesuai menurut aturan APA Style sesuai dengan pedoman untuk penulis, teliti kembali cara penulisan. Dalam naskah rujukan ditulis menggunakan angka Arab dalam tanda kurung. Hanya rujukan yang digunakan ditulis dalam Daftar Pustaka

* Beri tanda untuk verifikasi makalah yang akan dikirimkan kepada Jurnal Ilmu Kependidikan Kopertis

Wilayah I Sumatera Utara. Semua penulis sudah membaca naskah akhir yang berjudul :

................................................................................................................................................................................

................................................................................................................................................................................

................................................................................................................................................................................ Dan menyetujui untuk dipublikasikan ke Jurnal Ilmu Kependidikan Kopertis Wilayah I Sumatera Utara. ......................................., ...................................... 20..... tanda tangan penulis utama ________________________ (Nama Jelas)

Page 7: Pedoman Untuk Penulis - lp2m.umnaw.ac.idlp2m.umnaw.ac.id/file_data/artikel/00 Pendahuluan.pdfmaupun laporan kasus (case report) dalam bahasa Indonesia atau Inggris. Jika artikel menggunakan

vi

DAFTAR ISI UPAYA MENINGKATKAN PERKEMBANGAN KOGNITIF ANAK USIA DINI KELOMPOK A MELALUI BERMAIN BALOK DI TK AISYIYAH BUSTANUL ATHFAL 21 MEDAN DENAI Mahdalena dan Darajat Rangkuti (Mahasiswa UMN Al Washliyah dan Dosen Kopertis Wilayah I dpk FKIP Universitas Muslim Nusantara Al Washliyah) ..................................................................................... 1 – 9

UPAYA MENINGKATKAN HASIL BELAJAR BAHASA INDONESIA DENGAN MENERAPKAN MODEL KOOPERATIF LEARNING TIPE STAD DI KELAS VII B SMP NEGERI 2 SATU ATAP LUMUT KECAMATAN LUMUT KABUPATEN TAPANULI TENGAH TAHUN PELAJARAN 2014/2015 Erniwati (Guru SMP Negeri 2 Satu Atap Lumut Kecamatan Lumut Kabupaten Tapanuli Tengah) ................... 10 – 22

PENGARUH MODEL PERMAINAN EDUKATIF TERHADAP KETERAMPILAN MATEMATIKA ANAK PADA PAUD JUWITA MEDAN Sukmawarti (Dosen Kopertis Wilayah I dpk FKIP Universitas Muslim Nusantara Alwashliyah) ........................... 23 – 30

UPAYA MENGATASI PERMASALAHAN BELAJAR MELALUI KONSELING EKLEKTIK DENGAN PERILAKU ATTENDING PADA SISWA KELAS IX SMP NEGERI 1 PINANGSORI TAHUN PELAJARAN 2014/2015 Halimah Hanim (Guru SMP Negeri 1 Pinangsori Kabupaten Tapanuli Tengah) ......................................................... 31 – 42

UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERKOMUNIKASI ANAK USIA DINI KELOMPOK B MELALUI BERMAIN PESAN BERSAMBUNG DI TK MANSHURIN PANTAI CERMIN Rita Malowa dan Faqih Hakim Hasibuan (Mahasiswa UMN Al Washliyah dan Dosen FKIP UMN Al Washliyah) .............................................. 43 – 51

PENERAPAN PEMBELAJARAN QUANTUM TEACHING (QC) PADA MATA PELAJARAN PKN UNTUK MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR SISWA KELAS V SD NEGERI 157017 PINANGSORI 11 KECAMATAN PINANGSORI KABUPATEN TAPANULI TENGAH TAHUN PELAJARAN 2015/2016 Resianna Silalahi (SD Negeri 157017 Pinangsori 11 Kabupaten Tapanuli Tengah) ....................................................... 52 – 63

UPAYA MENINGKATKAN HASIL BELAJAR IPS DENGAN MENERAPKAN METODE DISCOVERY LEARNING DENGAN METODE DISKUSI PADA SISWA KELAS VIII 4 SMP NEGERI 1 SARUDIK KECAMATAN SARUDIK KABUPATEN TAPANULI TENGAH TAHUN PELAJARAN 2012/2013 Herry Batubara (Guru SMP Negeri 1 Sarudik Kabupaten Tapanuli Tengah) .............................................................. 64 – 76

OPTIMALISASI KEMAMPUAN SOSIAL EMOSIONAL ANAK MELALUI MEDIA GAMBAR DI TK KARTIKA 1-18 AMPLAS Yenni Nurdin dan Umar Darwis (Mahasiswa UMN Al Washliyah dan Dosen FKIP UMN Al Washliyah) .............................................. 77 – 86

UPAYA MENINGKATKAN KOMPETENSI PEDAGOGIK GURU DALAM MENYUSUN RPP DENGAN MELAKASANAKAN KELOMPOK KERJA GURU (KKG) DI SD NEGERI DI KECAMATAN TAPIAN NAULI KABUPATEN TAPANULI TENGAH TAHUN PELAJARAN 2015/2016 Luriska Situmorang (Pengawas SD Kecamatan Tapian Nauli Kabupaten Tapanuli Tengah Sumatera Utara) ................. 87 – 99

UPAYA MENINGKATKAN KINERJA KEPALA SEKOLAH DALAM MENYUSUN RPS MELALUI METODE WORKSHOP DI SDN SEKECAMATAN LUMUT KABUPATEN TAPANULI TENGAH TAHUN PELAJARAN 2014/2015 Magdalena (Pengawas TK / SD Kecamatan Lumut Kabupaten Tapanuli Tengah) .............................................. 100 – 110

Page 8: Pedoman Untuk Penulis - lp2m.umnaw.ac.idlp2m.umnaw.ac.id/file_data/artikel/00 Pendahuluan.pdfmaupun laporan kasus (case report) dalam bahasa Indonesia atau Inggris. Jika artikel menggunakan

vii

PENGARUH LAYANAN BIMBINGAN KELOMPOK TERHADAP PEMBENTUKAN SIKAP EMPATI PADA SISWA KELAS XI SMK AL WASHLIYAH TELADAN MEDAN Azhar, Enny Fitriani, dan Zakiah Hasibuan (Dosen FKIP UMN Alwashliyah dan Mahasiswa UMN Al Washliyah) ................................................. 111 – 116

PENERAPAN PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR PKN PADA SISWA KELAS V SDN 155712 TUMBAJAE 2 KECAMATAN MANDUAMAS KABUPATEN TAPANULI TENGAH TAHUN PELAJARAN 2014/2015 Rosmaulianna Sihotang (Guru SDN 155712 Tumbajae 2 Manduamas Tapanuli Tengah) ........................................................ 117 – 125

Page 9: Pedoman Untuk Penulis - lp2m.umnaw.ac.idlp2m.umnaw.ac.id/file_data/artikel/00 Pendahuluan.pdfmaupun laporan kasus (case report) dalam bahasa Indonesia atau Inggris. Jika artikel menggunakan

Pedagogik Vol 11 No. 1, Mei 2016

43

UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERKOMUNIKASI ANAK USIA DINI

KELOMPOK B MELALUI BERMAIN PESAN BERSAMBUNG DI TK

MANSHURIN PANTAI CERMIN

Rita Malowa1) dan Faqih Hakim Hasibuan2)

1) Mahasiswa FKIP UMN Al Washliyah dan 2) Dosen FKIP UMN Al Washliyah

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan berkomunikasi anak

usia dini melalui permainan pesan bersambung di TK Manshurin Pantai Cermin.

Penelitian ini mengambil lokasi di Desa Kota Pari Dusun V Kecamatan Pantai

Cermin, Kabupaten Serdang Bedagai.

Jenis penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas. Subjek pada penelitian ini

adalah seluruh anak kelompok B TK Manshurin Pantai Cermin yang berjumlah

20 orang. Pengumpulan data dilakukan melalui observasi, dokumentasi dan

penugasan yang dilakukan langsung terhadap seluruh anak TK Manshurin Pantai

Cermin.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kemampuan berbicara anak usia dini

kelompok B melalui kegiatan bercerita di TK Manshurin Pantai Cermin pada

siklus I adalah: anak dapat berkomunikasi secara berurutan dengan benar sebesar

43,7% menjadi 88,7% pada siklus II; dapat merespon instruksi sebesar 35%,

menjadi 87,5% pada siklus II, dapat mengulang kalimat sebesar 35%, menjadi

86,2% pada siklus II; dapat mengingat pesan sebesar 36,2%, menjadi 85% pada

siklus II, dapat melanjutkan pesan sebesar 37,5%, menjadi 88,7% pada siklus II.

Dapat disimpulkan bahwa permainan pesan bersambung dapat meningkatkan

kemampuan berkomunikasi pada anak TK Manshurin Pantai Cermin

Kata Kunci: Kemampuan Berkomunikasi, Pesan Bersambung

Pendahuluan

Pendidikan anak usia dini merupakan salah satu bentuk penyelenggaraan pendidikan yang

menitikberatkan pada pendidikan dasar ke arah pertumbuhan dan perkembangan fisik,

kecerdasan, sosio-emosional, bahasa dan komunikasi, sesuai dengan keunikan dan tahap

perkembangan yang dilalui oleh anak usia dini. Taman Kanak-kanak adalah salah satu bentuk

satuan pendidikan anak usia dini pada tahap pendidikan formal yang menyelenggarakan

pendidikan bagi anak usia dini 4-6 tahun. Taman Kanak-kanak adalah salah satu bentuk awal

pendidikan yang dikenal oleh anak. Pendidikan Taman kanak-kanak dapat diikuti oleh anak didik

sebelum memasuki pendidikan dasar dan pendidikan. Taman Kanak-kanak sebagai landasan

pendidikan formal yang terendah juga harus mampu memberikan pengetahuan dan menanamkan

sikap kerja sama dengan orang lain dengan melakukan aktivitas dan kreativitas dalam melakukan

proses pembelajaran di sekolah.

Salah satu dari sekian banyak kemampuan yang perlu dikembangkan dan digali dari

perkembangan anak adalah kemampuan berkomunikasi. Komunikasi merupakan penyampaian

maksud, pikiran dan perasaan melalui proses komunikasi. Komunikasi merupakan kunci

Page 10: Pedoman Untuk Penulis - lp2m.umnaw.ac.idlp2m.umnaw.ac.id/file_data/artikel/00 Pendahuluan.pdfmaupun laporan kasus (case report) dalam bahasa Indonesia atau Inggris. Jika artikel menggunakan

Pedagogik Vol 11 No. 1, Mei 2016

44

kesuksesan dalam kehidupan keluarga, terutama pula hubungan orangtua dan anak, anak dengan

orang lain serta teman sebanyanya. Anak akan menyampaikan apa yang mereka inginkan kepada

orang dewasa dengan cara mengkomunikasikannya. Begitu juga sebaliknya orangtua

menyampaikan nasihat terhadap anak juga dengan cara mengkomunikasi katanya, sehingga pola

komunikasi akan terjadi dengan baik. Setiap yang menyangkut perkembangan anak tentu akan

menjadi perhatian orangtua dan guru baik perkembangan fisik, sosial emosional, bahasa dan

kognitif anak. Bahasa merupakan segala bentuk komunikasi dimana pikiran dan perasaan

seseorang disimbolisasikan sehingga apa yang dimaksudkan dapat disampaikan kepada orang

lain.

Kesempatan untuk berinteraksi dan bermain dengan teman sebayanya menjadi faktor yang

penting bagi perkembangan bahasa seorang anak. Hubungan dengan teman sebaya akan melatih

mereka untuk dapat berkomunikasi yang lebih dapat dimengerti. Sejalan dengan hal tersebut

maka kosa kata yang dimilikinyapun akan meningkat.

Selama masa prasekolah, anak secara bertahap menjadi lebih terampil dalam membuat pesan

lebih jelas, yaitu dengan cara menyesuaikan cara bicara mereka dengan kebutuhan para

pendengarnya. Mereka juga mulai memperhatikan apakah pendengar mereka memahami

pembicaraannya, dan kemudian tanpa diminta mereka akan mengulangi pembicaraannya bila

dibutuhkan. Tidak jarang anak-anak ini memiliki berbagai istilah yang popular di kalangan

mereka, misalnya “Hai lay“, dan lain sebagainya. Terkadang anak juga meniru ungkapan/gaya

pada film Boboiboy, seperti “serangan halilintar”, “terjangan petir” dan sebagainya. Sehingga

tanpa disadari terjadi komunikasi dan penambahan kosa kata yang mereka dengar baik dari teman

sebaya, siaran radio atau televisi di lingkungannya. Bahkan ada juga anak yang gagap dalam

berbicara kepada teman sebayanya. Hal inilah yang mengakibatkan anak tersebut merasa minder

berteman dan tak jarang pula dia dioloki oleh temannya.

Berdasarkan observasi awal di TK Manshurin Pantai Cermin pada anak kelompok B, terlihat

beberapa kekurangan anak dalam berkomunikasi dngan guru dan temannya. Banyak anak kurang

memahami pembicaraan guru dan temannya, anak kurang merespon pembicaraan guru dan

temannya, kurang mampu mengulang pembicaraan dari guru, kurang mampu menangkap perintah

guru dan kurang mampu mengingat pesan yang didengarnya.

Dari beberapa hal tersebut tentunya jika tidak mendapatkan perhatian dan tindakan dari guru

akan berakibat pada pembentukan bahasa anak yang tidak baik dalam berkomunikasi pada masa

depannya dan dapat mengakibatkan anak mudah minder dan kurang percaya diri dalam

mengemukakan pendapatnya dalam kehidupan sehari-hari.

Melalui permainan pesan bersambung merupakan metode yang digunakan pendidik dalam

berkomunikasi untuk meningkatkans kosa kata anak pada anak usia dini, karena permainan pesan

bersambung merupakan permainan yang menyenangkan dan memotivasi anak untuk

menyampaikan pikirannya dan keinginannya. Dalam permainan anak merespon pembicaraan

guru, yang disesuaikan dengan tema pembelajaran, lalu anak yang berikutnya merespon kata yang

disampaikan temannya. Begitulah seterusnya permainan tersebut dilakukan dalam meningkatkan

komunikasi anak.

Page 11: Pedoman Untuk Penulis - lp2m.umnaw.ac.idlp2m.umnaw.ac.id/file_data/artikel/00 Pendahuluan.pdfmaupun laporan kasus (case report) dalam bahasa Indonesia atau Inggris. Jika artikel menggunakan

Pedagogik Vol 11 No. 1, Mei 2016

45

Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana penerapan permainan pesan

bersambung dalam upaya meningkatkan kemampuan berkomunikasi anak usia dini kelompok B

di TK Manshurin Pantai Cermin?

Tinjauan Pustaka

Komunikasi merupakan salah satu hal yang penting dalam kehidupan setiap manusia.

Manusia menyampaikan maksud, pikiran dan perasaannya melalui proses komunikasi. Oleh

karena itu, perlu dipahami bahwa komunikasi merupakan elemen yang tidak terlepas dari

kehidupan manusia, baik bagi anak-anak, orangtua, maupun orang dewasa lainnya. Komunikasi

merupakan suatu aktivitas atau peristiwa penyaluran informasi. Komunikasi dapat terjadi antara

individu dan individu atau individu dan kelompok. Komunikasi biasa disampaikan melalui simbol

yang umum digunakan seperti pesan verbal (langsung) dan tulisan, serta melalui isyarat atau

simbol lainnya.

Menurut Yunita (2014:2), “komunikasi adalah penyampaian dan penerimaan pesan, informasi

diantara dua orang atau lebih dengan menggunakan simbol verbal dan nonverbal. Selanjutnya

Jovita (2014:2) juga mengemukakan bahwa komunikasi adalah penyampaian informasi melalui

bicara dan bahasa, tekanan dan kecepatan, informasi, kualitas suara, pendengaran dan

pemahaman, ekspresi muka dan gerak isyarat tangan. Dari tersebut dapat disimpulkan bahwa

komunikasi adalah proses penyampaian pesan oleh komunikator kepada komunikan melalui

media yang menimbulkan efek tertentu.

Kemampuan komunikasi merupakan kemampuan seseorang dalam mengirim pesan dan

menerima pesan informasi, ide, perasaan atau pesan kepada orang lain. Menurut Hildayani

(2004:114) kemampuan komunikasi merupakan kemampuan tingkah laku yang digunakan untuk

menyapa orang lain, untuk menarik dan mempertahankan perhatian orang lain dan untuk menjaga

pertukaran perhatian antara anak dan orang dewasa. Dengan komunikasi, seseorang akan dapat

menjalin kontak dengan orang lain. Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa kemampuan

berkomunikasi untuk mengembangkan potensi yang ada akan berkembang secara optimal dalam

penyampaian pesan yang diutarakan. Hal tersebut dapat diperjelas bahwa kemampuan

berkomunikasi terutama dengan anak, bertujuan agar pesan yang disampaikan dapat memotivasi

dan meningkatkan minat anak dalam belajar.

Menurut Hildayani (2004:116), Anak usia prasekolah membuat peningkatan pada kosa kata

dan tata bahasa. Pada usia 3 tahun, seorang anak diharapkan telah memiliki 900-1000 kata yang

berbeda. Ia bahkan dapat menggunakan sebanyak 12000 kata setiap hari. Di usianya yang ke-6,

anak dapat mengucapkan 2600 kata yang berbeda. Selanjutnya Hildayani (ibid:119), Penguasaan

kosa kata ini diperoleh anak melalui fast mapping, yaitu proses seorang anak menyerap arti dari

suatu kata baru setelah mendengarnya satu atau dua kali dalam sebuah percakapan. Kata benda

tampak lebih mudah di- fast map dibandingkan dengan kata sifat, yang tidak terlalu konkret.

Pada aspek tata bahasa, anak usia 4 – 6 tahun telah mampu untuk merangkai huruf menjadi

kata, dan kata menjadi sebuah kalimat bermakna. Di antara usia 4 – 5 tahun, rata-rata anak dapat

membuat kalimat yang terdiri dari 4 – 5 kata. Mereka juga mulai dapat mengeluarkan kalimat

Page 12: Pedoman Untuk Penulis - lp2m.umnaw.ac.idlp2m.umnaw.ac.id/file_data/artikel/00 Pendahuluan.pdfmaupun laporan kasus (case report) dalam bahasa Indonesia atau Inggris. Jika artikel menggunakan

Pedagogik Vol 11 No. 1, Mei 2016

46

negatif, kalimat tanya, dan kalimat pasif dengan tepat. Pada usia 4 tahun anak dapat

menggunakan kalimat kompleks dan multikausal (hubungan sebab-akibat. Di usia 5 – 7 tahun,

pembicaraan anak telah mendekati orang dewasa. Mereka telah dapat melakukan pembicaraan

yang lebih panjang dan dengan kalimat yang lebih berbelit.

Adanya berbagai gangguan bahasa baik secara umum maupun spesifik, memungkinkan orang

tua, terapis, dan guru dapat mengembangkan intervensi sesuai dengan kondisi gangguan anak.

Menurut Jovita (2014:182), ada beberapa prinsip yang harus diperhatikan guru, terapis, atau

orang tua untuk mengembangkan cara berkomunikasi.

1. Allow (biarkan anak memilih).

Membiarkan anak memilih berarti memberikan kesempatan baginya untuk bereksplorasi dan

belajar seluas-luasnya serta membantunya mengembangkan kepercayaan diri.

2. Adapt (ikuti cara yang diinginkan anak).

Bila mengikuti cara yang diinginkan anak untuk mengisi waktunya, anak menjadi tahu bahwa

dia diperhatikan. Hal ini kemudian akan membuat anak juga lebih memerhatikan aktivitas

dan kata-kata.

3. Add (tambahkan sesuatu yang baru).

Menambahkan pengalaman dan kata-kata baru, sangat membantu anak untuk belajar

mengenai lingkungannya dan memiliki kata-kata baru. Lewat "mengalami" anak belajar

memahami hal tersebut dan akhirnya ia bisa memakai kata tersebut secara aktif.

Permainan merupakan interaksi yang sangat penting bagi anak-anak. Permainan

meningkatkan perkembangan kognitif, meningkatkan daya jelajah dan memberikan pengetahuan

dasar tentang kehidupan. Permainan juga meningkatkan kemampuan anak-anak berbicara dan

berinteraksi satu sama lain. Menurut Yulianty (2007:8), permainan merupakan suatu bentuk

penyesuaian diri manusia yang sangat berguna, menolong anak menguasai kecemasan dan

konflik. Anak-anak yang bermain akan mampu melepaskan tekanan sehingga mampu mengatasi

masalah dalam kehidupannya. Permainan memungkinkan anak melepaskan energi fisik yang

berlebihan dan membeaskan perasaan-perasaan terpendam. Selanjutnya menurut Yulianty

(2007:8), “permainan sebagai media yang meningkatkan perkembangan kognitif anak. Permainan

imajiner dan permainan kreatif juga mampu meningkatkan kognitif. Permainan merupakan suatu

alat bagi anak untuk menjelajahi dan memcari informasi baru secara aman, sesuatu yang mereka

tidak lakukan jika tidak bermain dan tidak melakukan permainan.

Banyak sekali jenis permainan yang dapat dimainkan oleh anak-anak usia dini. Baik itu

permainan yang dimainkan secara individual maupun secara berkelompok. Salah satu bentuk

permainan bagi anak usia dini yaitu permainan pesan bersambung atau permainan sambung kata.

Menurut Subhi (2014:142), permainan pesan bersambung merupakan bentuk permainan kreatif

untuk anak usia dini yang dapat membuat gembira, merangsang kemampuan motorik halus,

motorik kasar, kemampuan emosional, kemampuan bersosialisasi, berbicara dan daya pikir.

Sedangkan menurut Ayunita (2013:119), pesan bersambung adalah menyampaikan pesan yang

dilakukan secara lisan kepada satu orang atau lebih”.

Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa permainan pesan bersambung merupakan

permainan yang mengasah pemikiran dalam penguasaan kosa kata dan memahirkan ejaan anak

Page 13: Pedoman Untuk Penulis - lp2m.umnaw.ac.idlp2m.umnaw.ac.id/file_data/artikel/00 Pendahuluan.pdfmaupun laporan kasus (case report) dalam bahasa Indonesia atau Inggris. Jika artikel menggunakan

Pedagogik Vol 11 No. 1, Mei 2016

47

usia dini serta melatih pendengaran mereka dalam mendengar apa yang mereka dengar dengan

cara yang menyenangkan.

Permainan pesan bersambung ini dimulai dengan orang yang pertama menyatakan satu kata

dan dilanjutkan kata berikutnya oleh anak berikutnya, begitu selanjutnya sehingga satu kata

menjadi satu cerita panjang. Permainan berakhir ketika ada anak yang lupa dengan susunan kata-

kata di cerita dan tidak bisa melanjutkan kata-kata dari kalimat sebelumnya. Dan para pendidik

atau guru harus memastikan kalimat yang diucapkan anak nyambung atau tidak. Guru harus

memberi motivasi dan membimbing anak yang kurang mampu dalam permainan ini. Permainan

ini baik untuk memperlancar kemampuan berbicara anak dan bermanfaat bagi pertumbuhan otak

anak karena merangsang daya ingatnya.

Metode Penelitian

Jenis penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas atau Classroom Action Research yang

memiliki rangkaian yang berupa siklus. Rancangan masing-masing siklus terdiri dari empat tahap

yaitu perencanaan, pelaksanaan, observasi dan refleksi. Desain penelitian dapat digambarkan

pada bagan berikut:

Gambar 1. Model Kemmis dan Mc Taggart (dalam Arikunto, 2006:97)

Penelitian ini dilaksanakan di TK Manshurin Pantai Cermin dengan subjek penelitian anak

kelompok B sebanyak 20 orang anak yang terdiri dari 11 orang anak laki-laki dan 9 orang anak

perempuan. Objek penelitian kemampuan berkomunikasi anak usia dini melalui permainan pesan

bersambung pada tema pekerjaan di semester genap tahun ajaran 2014/2015.

Variabel dalam penelitian ini adalah kemampuan berkomunikasi. Adapun indikator dalam

penelitian ini adalah: 1) Kemampuan melakukan 3-5 perintah secara berurutan dengan benar; 2)

Kemampuan menirukan 3-5 urutan kata; 3) Kemampuan mengulang kalimat yang telah

didengarkan; 4) Kemampuan mendengar pesan yang didengar; ) Kemampuan melanjutkan pesan

yang didengar.

Page 14: Pedoman Untuk Penulis - lp2m.umnaw.ac.idlp2m.umnaw.ac.id/file_data/artikel/00 Pendahuluan.pdfmaupun laporan kasus (case report) dalam bahasa Indonesia atau Inggris. Jika artikel menggunakan

Pedagogik Vol 11 No. 1, Mei 2016

48

Alat pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah lembar observasi

kemampuan berkomunikasi anak, dan penugasan kepada anak saat pelaksanaan permainan pesan

bersambung

Data dianalisis menggunakan statistik sederhana dengan menghitung persentase ketercapaian

perkembangan komunikasi anak, menggunakan rumus sebagai berikut:

𝑃 = ∑ 𝑎𝑛𝑎𝑘 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑘𝑒𝑡𝑒𝑟𝑐𝑎𝑝𝑎𝑖𝑎𝑛 𝑝𝑒𝑟𝑘𝑒𝑚𝑏𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛

∑ 𝑎𝑛𝑎𝑘 x 100%

Hasil Penelitian

Siklus I

Hasil observasi yang dilakukan pada saat proses pembelajaran berlangsung pada siklus I

dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 1 Rekapitulasi Perkembangan Komunikasi Anak pada Siklus I

No Indikator BB MB BSH BSB Jumlah

1 Kemampuan berkomunikasi secara

berurutan 10 33,7 - - 43,7

2. Kemampuan merespon instruksi 15 20 - - 35

3. Kemampuan mengulang kalimat yang

telah didengarkan 15 20 - - 35

4. Kemampuan mengingat pesan yang

didengar. 13,7 22,2 - - 36,2

5. Kemampuan melanjutkan pesan yang

didengar 12,5 25,0 - - 37,5

Jumlah 187,4

Rata-rata 37,5

Berdasarkan hasil penilaian perkembangan anak dalam berkomunikasi pada tabel 1 di atas

terlihat bahwa kemampuan anak dalam berkomunikasi melalui pemainan pesan bersambung pada

tiap indikatornya masih jauh dari hasil yang diharapkan dan kurang memuaskan.

Dari apa yang telah terlihat di saat pembelajaran masih ada beberapa anak yang tidak senang

dengan permainan pesan bersambung. Dari hasil pada Siklus I ini menunjukkan hasil yang kurang

memuaskan, terlihat pada tabel 1. Maka dari itu peneliti bermaksud untuk mengatur strategi

pembelajaran yang lebih baik dan mengelola kelas sebaik mungkin agar anak termotivasi belajar

tanpa ada keterpaksaan dan tidak ada kejenuhan.

Siklus II

Hasil observasi yang dilakukan pada saat proses pembelajaran berlangsung pada siklus II

dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Page 15: Pedoman Untuk Penulis - lp2m.umnaw.ac.idlp2m.umnaw.ac.id/file_data/artikel/00 Pendahuluan.pdfmaupun laporan kasus (case report) dalam bahasa Indonesia atau Inggris. Jika artikel menggunakan

Pedagogik Vol 11 No. 1, Mei 2016

49

Tabel 1 Rekapitulasi Perkembangan Komunikasi Anak pada Siklus I

No Indikator BB MB BSH BSB Jumlah

1 Kemampuan berkomunikasi secara

berurutan - - 33,7 55 88.7

2. Kemampuan merespon instruksi - 2,5 30 55 87,5

3. Kemampuan mengulang kalimat yang

telah didengarkan - 2,5 33,7 50 86,2

4. Kemampuan mengingat pesan yang

didengar. - 5 30 50 85

5. Kemampuan melanjutkan pesan yang

didengar - - 33,7 55 88,7

Jumlah 436,1

Rata-rata 87,2

Berdasarkan hasil penilaian perkembangan anak dalam berkomunikasi pada siklus II di atas

terlihat bahwa kemampuan anak dalam berkomunikasi melalui pemainan pesan bersambung pada

tiap indikatornya sudah terlihat meningkat jika dibandingkan dengan siklus I.

Berdasarkan pelaksanaan kegiatan dan hasil analisis pada siklus II ini bahwa dari 20 orang

anak yang mengikuti pembelajaran dalam Permainan pesan bersambung, anak telah mencapai

tahap berkembang sesuai harapan dan berkembang sangat baik atau mencapai 87,2%. Hal ini

dapat terlihat dari meningkatnya keterampilan anak dari Siklus I mencapai 37,5% meningkat

menjadi 87,2%. Keberhasilan ini didukung oleh anak-anak TK Manshurin Pantai Cermin yang

antusias dan termotivasi dalam setiap kegiatan pembelajaran yang telah dirancang. Anak tidak

hanya mampu berkomunikasi secara berurutan benar, mampu mengulang pesan bahkan anak

sudah mampu merespon apa yang didengarnya.

Melalui permainan pesan bersambung kemampuan dan pengetahuan serta hasil belajar anak

dapat ditingkatkan khususnya pada peningkatan kemampuan berkomunikasi bagi anak usia dini

kelompok B di TK Manshurin Pantai Cermin. Berdasarkan hasil penelitian setelah diberikan

tindakan pada Siklus I melalui permainan pesan bersambung dimana guru mengenalkan bahasa

cara berkomunikasi disertai dengan media kartu kat dalam pembelajaran berkomunikasi. Hal ini

agar anak benar-benar dapat memahami perintah dan dapat mengulang kalimat dengan tepat dan

benar secara berurut atau mampu secara optimal agar pembelajaran bervariatif dan anak

termotivasi untuk belajar.

Perbandingan nilai yang diperoleh pada Siklus I dan Siklus II dapat dilhat pada diagram di

bawah ini.

Page 16: Pedoman Untuk Penulis - lp2m.umnaw.ac.idlp2m.umnaw.ac.id/file_data/artikel/00 Pendahuluan.pdfmaupun laporan kasus (case report) dalam bahasa Indonesia atau Inggris. Jika artikel menggunakan

Pedagogik Vol 11 No. 1, Mei 2016

50

Gambar 2 Persentase Penilaian Perkembangan Kemampuan Anak

Berdasarkan gambar di atas dapat dilihat bahwa hasil perbandingan nilai pada Siklus I

perkembangan anak dalam berkomunikasi mencapai 37,5%. Karena pencapaian hasil belajar

tersebut belum tercapai sebagaimana yang diharapkan maka tindakan selanjutnya diberikan

pembelajaran yang lebih meningkatkan motivasi anak dalam belajar dan memacu kreativitas guru

dalam menyampaikan pembelajaran yang bervariatif dilanjutkan pada Siklus II. Disini guru lebih

menarik lagi merancang pembelajaran bagi anak agar anak tidak mudah jenuh dalam belajar dan

tak lupa memberi pujian atau reward kepada anak demi meningkatnya kemampuan anak dalam

berkomunikasi. Hal ini terbukti pada Siklus II yang dilakukan dan mencapai niai rata-rata

meningkat mencapai 87,2% dan pencapaian pembelajaran sudah tercapai seperti yang diharapkan.

Hal ini menunjukkan bahwa pembelajaran melalui permainan pesan bersambung dapat

meningkatkan kemampuan berkomunikasi pada anak kelompok B di TK Manshurin Pantai

Cermin.

Gambaran hasil peningkatan terhadap aktivitas anak menunjukkan bahwa sebenarnya

kegiatan belajar anak lebih baik dengan pembiasaan kegiatan pembelajaran dengan permainan

pesan bersambung.

Simpulan dan Saran

Berdasarkan analisis data dapat disimpulkan bahwa metode permainan pesan bersambung

tepat digunakan untuk meningkatkan kemampuan berkomunikasi pada anak kelompok B di TK

Manshurin Pantai Cermin. Secara khusus dapat disimpulkan bahwa:

1. Penerapan metode permainan pesan bersambung dapat meningkatkan kemampuan

berkomunikasi pada anak kelompok B di TK Manshurin Pantai Cermin.

2. Pembelajaran dengan menggunakan metode permainan pesan bersambung juga mampu

mengasah kecerdasan berpikir dan emosi anak yang berkaitan dengan hubungan interaksi

dengan orang lain, karena metode ini membiasakan anak untuk bekerja sama dan

berkomunikasi dalam kelompok kecil dan pada orang lain.

Siklus I

Siklus II020406080

100

Siklus I

Siklus II

Page 17: Pedoman Untuk Penulis - lp2m.umnaw.ac.idlp2m.umnaw.ac.id/file_data/artikel/00 Pendahuluan.pdfmaupun laporan kasus (case report) dalam bahasa Indonesia atau Inggris. Jika artikel menggunakan

Pedagogik Vol 11 No. 1, Mei 2016

51

Berdasarkan kesimpulan di atas maka disarankan kepada guru hendaknya menerapkan

permainan bervariasi dalam mengajarkan bahasa pada anak usia dini melalui permainan pesan

bersambung.

Daftar Pustaka

Arikunto Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta.

Ayunita. 2013. Pedoman Lengkap Mencerdaskan Otak Kanan Anak. Yogyakarta: Araska.

Hildayani, Rini. 2004. Psikologi Perkembangan Anak. Jakarta: Universitas Terbuka.

Jovita. 2014. Meningkatkan Kemampuan Berkomunikasi Anak PAUD. Jakarta: Luxima.

Subhi, Muhammad. 2004. Anakku Hebat Penuh Bakat. Solo: Tayira Media.

Yulianty, Rani. 2007. Permainan yang Meningkatkan Kecerdasan Anak. Jakarta: Laskar Aksara.

Page 18: Pedoman Untuk Penulis - lp2m.umnaw.ac.idlp2m.umnaw.ac.id/file_data/artikel/00 Pendahuluan.pdfmaupun laporan kasus (case report) dalam bahasa Indonesia atau Inggris. Jika artikel menggunakan

Pedagogik Vol 11 No. 1, Mei 2016

23

PENGARUH MODEL PERMAINAN EDUKATIF TERHADAP KETERAMPILAN

MATEMATIKA ANAK PADA PAUD JUWITA MEDAN

Sukmawarti

Dosen Kopertis Wilayah I dpk pada FKIP UMN alwashliyah Medan

Abstrak

Keterampilan matematika anak dapat membantu mengembangkan berbagai

potensi anak baik psikis dan fisik untuk siap memasuki pendidikan dasar.

Namun kenyataannya keterampilan matematika anak belum berkembang secara

optimal. Kecenderungan guru mengembangkan kemampuan anak terkesan

akademis. Target kemampuan akademik mengaburkan aspek bermain

mengakibatkan terdapatnya unsur pemaksaan belajar pada anak.

Stimulasi pembelajaran yang tepat dapat membantu mengembangkan

keterampilan matematika. Salah satu kegiatan pembelajaran yang dapat memicu

pencapaian keterampilan matematika adalah permainan edukatif.

Masalah pada penelitian ini adalah apakah permainan edukatif mempengaruhi

keterampilan matematika anak usia dini pada PAUD Juwita Medan?

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh permainan edukatif

terhadap keterampilan matematika anak pada PAUD Juwita Medan.

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen semu. Desain penelitian yang

digunakan adalah Pre-Experimental design dengan bentuk One-Group Pretest-

posttest Design. Teknik analisis yang digunakan untuk menguji hipotesis ialah

uji perbedaan dua rata-rata dependen.

Dari hasil analisis data diperoleh kesimpulan bahwa permainan edukatif

mempunyai pengaruh terhadap keterampilan matematika anak pada PAUD

Juwita Medan. Berdasarkan kesimpulan tersebut disarankan kepada guru PAUD

agar dapat menerapkan permainan edukatif dalam rangka

menumbuhkembangkan keterampilan matematika anak.

Kata Kunci: Permainan Edukatif, Keterampilan Matematika

Latar Belakang Masalah

Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) merupakan salah satu lembaga pendidikan yang

berperan dalam menumbuhkembangkan anak. Dalam upaya pencapaian pertumbuhan dan

perkembangan anak yang optimal, guru memegang peranan yang besar untuk mewujudkan hal

tersebut melalui proses pembelajaran di sekolah. Stimulasi pembelajaran yang tepat akan

mampu mengantarkan anak mencapai tahapan tumbuhkembangnya secara optimal.

Permasalahan pada AUD (Anak Usia Dini) yang masih terjadi adalah kurang optimalnya

perkembangan kognitif anak. Salah satu bagian dari aspek perkembangan kognitif adalah

keterampilan matematika. Saat ini keterampilan matematika anak masih kurang baik. Umumnya

anak sudah mempunyai kemampuan mencacah yang ditunjukkan dengan mampunya anak

menyebutkan nama bilangan dan konsep banyak. Namun kemampuan dari unsur mengurutkan,

anak masih menghadapi masalah. Anak belum mampu mengurutkan bilangan dan

Page 19: Pedoman Untuk Penulis - lp2m.umnaw.ac.idlp2m.umnaw.ac.id/file_data/artikel/00 Pendahuluan.pdfmaupun laporan kasus (case report) dalam bahasa Indonesia atau Inggris. Jika artikel menggunakan

Pedagogik Vol 11 No. 1, Mei 2016

24

menyambungnya. Selain unsur tersebut, kemampuan pada unsur pola/menyortir, ukuran dan

perkiraan juga masih mengalami masalah.

Selain permasalahan di atas, kecenderungan guru dalam mencapai tahap perkembangan anak

masih merupakan masalah. Tingkat perkembangan anak masih dimaknai sebagai suatu tingkat

pencapaian kecakapan akademik. Kenyataan yang ada menunjukkan arah perkembangan anak

lebih bersifat akademik, khususnya pada pencapaian perkembangan aspek kognitif dan bahasa.

Masih ada guru yang salah dalam menafsirkan pencapaian perkembangan kognitif dan bahasa

dengan kemampuan kemampuan membaca, menulis dan berhitung (calistung). Tuntutan terhadap

kecakapan akademik tersebut cenderung "memaksa" guru lebih fokus dalam mengembangkan

kemampuan yang terkesan akademis. Guru lebih menekankan hasil yang didapatkan anak

terhadap kemampuan tersebut, sehingga terkesan mengabaikan karakteristik anak dan proses

pembelajarannya. Hal yang memaksa guru melakukan ini antara lain karena: 1) adanya

"persyarataan" untuk masuk Sekolah Dasar yang mensyaratkan anak mampu berhitung, menulis

dan membaca; dan 2) tuntutan orang tua yang menginginkan anak mereka mempunyai

kemampuan membaca, menulis dan berhitung.

Beralihnya focus pencapaian perkembangan anak kepada kemampuan calistung tersebut

mengaburkan fokus kegiatan pembelajaran pada anak usia dini. Kegiatan pembelajaran umumnya

tidak menarik dan membosankan. Anak diberikan latihan menulis dan berhitung yang abstrak.

Melakukan pembelajaran dengan kegiatan menuliskan dan mengucapkan secara berulang-ulang,

tanpa pemahaman yang bermakna.Tuntutan terhadap kemampuan calistung menuntut anak untuk

dipaksa mengerjakan tugas-tugas akademis di sekolah maupun di rumah. Kegiatan pembelajaran

yang dilakukan bersifat prestatif dan skolastik, sehingga menyebabkan berkurangnya kesempatan

anak melibatkan diri dalam kegiatan bermain.

Target kemampuan akademik yang mengaburkan aspek bermain mengakibatkan terdapatnya

unsur pemaksaan belajar pada anak akan berpeluang menimbulkan masalah di kemudian hari.

Namun keterampilan matematika pada anak juga merupakan hal yang perlu dikembangkan.

Meskipun bukan merupakan fokus perkembangan anak, namun keterampilan matematika yang

baik akan mengembangkan berbagai potensi anak baik psikis dan fisik yang meliputi moral dan

nilai-nilai agama, sosial emosional, kognitif, bahasa, fisik/motorik, kemandirian dan seni untuk

siap memasuki pendidikan dasar.

Bermain adalah dunia anak usia dini dan menjadi hak setiap anak untuk bermain selain hak

untuk beristirahat, bersantai, dan turut serta dalam kegiatan rekreasi yang sesuai dengan usianya.

Setiap kegiatan yang dilakukan anak sebaiknya ada unsur permainan. Begitu juga halnya dalam

kegiatan pembelajaran. Dalam melakukan kegiatan belajar, anak bermain sambil belajar.

Bermain merupakan cara belajar yang sangat tepat bagi anak usia dini. Meskipun anak sudah

disiapkan untuk bermain dan permainan tersebut memiliki potensi yang baik bagi kecakapannya,

belum tentu anak akan mendapatkan pengalaman berharga di permainannya. Semua juga masih

sangat tergantung pada bagaimana cara permainan itu diberikan kepada anak.

Stimulasi pembelajaran yang tepat dapat membantu mengembangkan aspek perkembangan

anak. Begitu juga unsur keterampilan matematika dapat berkembang optimal jika dilakukan

melalui kegiatan pembelajaran yang tepat. Salah satu kegiatan pembelajaran yang dapat memicu

pencapaian keterampilan matematika yang optimal pada anak adalah permainan edukatif.

Page 20: Pedoman Untuk Penulis - lp2m.umnaw.ac.idlp2m.umnaw.ac.id/file_data/artikel/00 Pendahuluan.pdfmaupun laporan kasus (case report) dalam bahasa Indonesia atau Inggris. Jika artikel menggunakan

Pedagogik Vol 11 No. 1, Mei 2016

25

Permainan edukatif merupakan suatu kegiatan menyenangkan dan bersifat mendidik yang

memberikan pengalaman belajar kognitif, psikomotorik, dan afektif.

Rumusan Masalah

Masalah dalam penelitian ini adalah masalah keterampilan matematika anak terkait masalah

keterampilan matematika, yang meliputi mencacah, membuat pola/menyortir, mengurutkan,

konsep angka, serta ukuran dan perkiraan melalui permainan edukatif. Adapun rumusan masalah

pada penelitian ini adalah apakah permainan edukatif mempengaruhi keterampilan matematika

anak usia dini pada PAUD Juwita Medan?

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh permainan edukatif terhadap

keterampilan matematika anak pada PAUD Juwita Medan.

Kajian Teoretis

1. Keterampilan matematika

Keterampilan matematika sangat diperlukan dalam aktivitas kehidupan manusia, terutama

konsep bilangan maupun ukuran. Keterampilan matematika pada anak usia dini akan menjadi

dasar bagi pengembangan kemampuan matematikanya dalam mengikuti pendidikan dasar. Oleh

karena itu menjadi hal yang penting bagi anak usia dini mengembangkan keterampilan

matematikanya. Menurut Suyanto (dalam Khadijah, 2016) bahwa, tujuan pembelajaran

matematika untuk anak usia dini sebagai logicomathematical learning atau belajar berpikir logis

dan matematis dengan cara yang menyenangkan dan tidak rumit. Kemampuan ini akan mengantar

anak memahami bahasa matematis dan penggunaannya untuk berpikir. Jadi mengembangkan

keterampilan matematika pada anak bertujuan untuk melatih anak berpikir logis dan sistematis

sejak dini dan mengenalkan dasar-dasar pembelajaran matematika sehingga pada saatnya nanti

anak akan lebih siap mengikuti pembelajaran matematika pada jenjang selanjutnya.

Keberhasilan dalam tujuan pembelajaran matematika tersebut dipengaruhi oleh faktor

kematangan dan model belajar anak. Anak yang sudah berada pada masa kematangan untuk

belajar matematika, maka orang tua dan guru harus tanggap untuk segera memberikan layanan

terhadap kebutuhan tersebut agar dapat terpenuhi dan tersalurkan dengan sebaik-baiknya menuju

perkembangan keterampilan matematika yang optimal. Usia dini merupakan masa keemasan

untuk mengenalkan matematika, karena pada usia ini anak sangat peka terhadap rangsangan yang

diterima dari lingkungan.

Dalam pembelajaran matematika terdapat banyak keterampilan yang dapat dikuasai anak.

Adapun keterampilan yang dapat dikembangkan pada anak usia dini menurut Sujiono (2011)

antara lain: 1).mencacah, meliputi mengetahui nama bilangan, konsep banyak bilangan; 2)

membuat pola, meliputi urutan dari warna, bentuk, benda, suara atau gerakan-gerakan yang

dilakukan berulang kali; 3) menyortir dan mengelompokkan, meliputi menyortir dan

mengelompokkan berbagai bentuk, warna, dan ukuran.; 4) mengurutkan dan menyambung; 5)

konsep angka, meliputi kegiatan berhitung; 6) pemecahan masalah, meliputi proses penyelesaian

Page 21: Pedoman Untuk Penulis - lp2m.umnaw.ac.idlp2m.umnaw.ac.id/file_data/artikel/00 Pendahuluan.pdfmaupun laporan kasus (case report) dalam bahasa Indonesia atau Inggris. Jika artikel menggunakan

Pedagogik Vol 11 No. 1, Mei 2016

26

masalah yang berkaitan dengan keterampilan matematika dan konsep; 7) ukuran dan perkiraan; 8)

waktu, meliputi waktu sekarang, kemarin dan besok.

Menurut Sujiono (2011) mempelajari matematika membutuhkan begitu banyak hafalan,

hitungan atau melacak angka-angka. Keterampilan yang dibutuhkan anak untuk memahami

matematika adalah kemampuan untuk mengidentifikasi konsep-konsep matematika yang dapat

dipelajari anak melalui kegiatan bermain. Pada intinya, matematika merupakan salah satu cara

dalam melatih anak untuk berpikir dengan cara-cara yang logis dan sistematis.

2. Permainan Edukatif

Bermain merupakan bagian terbesar dalam kehidupan anak. Proses pendidikan pada anak

usia dini pada lembaga PAUD semestinya juga dilakukan dengan kegiatan bermain. Kegiatan

permainan yang dilakukan bertujuan untuk mengembangkan setiap aspek tumbuhkembang anak.

Pada kegiatan bermain anak akan bermain sambil belajar dan belajar melalui pengalaman

bermain. Belajar bagi anak adalah bermain, sehingga belajar melalui pengalaman merupakan cara

belajar terbaik bagi anak, karena anak dapat mengalami secara langsung apa yang dipelajarinya.

Bermain sering dikaitkan dengan kegiatan anak yang dilakukan secara spontan dan dalam suasana

riang gembira. Menurut Gordon dan Browne (1985), bermain merupakan pekerjaan masa kanak-

kanak dan cermin pertumbuhan anak. Bermain merupakan kegiatan yang memberikan

kesenangan dan dilaksanakan untuk kegiatan itu sendiri, lebih menekankan pada caranya daripada

hasil (Dworetsky, 1990). Sedangkan menurut Hildebrand (1986) bermain berarti berlatih,

mengeksploitasi, merekayasa,dan mengulang latihan yang dapat dilakukan untuk

mentransformasi secara imajinatif hal-hal yang sama dengan dunia orang dewasa.

Bermain mempunyai makna penting bagi pertumbuhan anak. Frank dan Theresa Caplan

(Hildebrand, 1986) mengemukakan nilai bermain bagi anak adalah: 1) membantu pertumbuhan

anak; 2) memberi kebebasan anak untuk bertindak; 3) memberikan dunia khayal yang dapat

dikuasai; 4) mempunyai unsur berpetualang; 5) meletakkan dasar pengembangan bahasa; 6)

mempunyai pengaruh dalam pembentukan hubungan antarpribadi; 7) memberi kesempatan untuk

menguasai diri secara fisik; 8) memperluas minat dan pemusatan perhatian; 9) untuk menyelidiki

sesuatu; 10) untuk mempelajari peran orang dewasa; 11) cara dinamis untuk belajar; 12)

menjernihkan pertimbangan anak; 13) dapat distruktur secara akademis; 14) merupakan kekuatan

hidup; dan 15) sesuatu yang esensial bagi kelestarian hidup manusia.

Salah satu kegiatan bermain yang dapat digunakan dalam pembelajaran matematika pada

anak usia dini adalah permainan edukatif. Menurut Subhi (2014) permainan edukatif adalah suatu

kegiatan yang sangat menyenangkan dan dapat merupakan cara atau alat pendidikan yang bersifat

mendidik dan bermanfaat untuk meningkatkan kemampuan berbahasa, berfikir serta bergaul

dengan lingkungan atau untuk menguatkan dan menterampilkan anggota badan si anak,

mengembangkan kepribadian, mendekatkan hubungan antara pengasuh dengan pendidik (anak

didik), kemudian menyalurkan kegiatan anak didik dan sebagainya. Permainan edukatif

merupakan permainan yang yang bersifat mendidik, merangsang daya pikir anak untuk belajar

memahami, menganalisa, dan mengamati dan bersifat alamiah. Bentuk-bentuk kegiatan

permainan edukatif yang dapat diterapkan dalam rangka mengembangkan keterampilan

matematika anak antara lain: 1) puzzle; 2) building block; 3) bentuk geometri; 3) kartu bilangan;

4) pola dan gambar; dan 5) alat ukur tidak standar.

Page 22: Pedoman Untuk Penulis - lp2m.umnaw.ac.idlp2m.umnaw.ac.id/file_data/artikel/00 Pendahuluan.pdfmaupun laporan kasus (case report) dalam bahasa Indonesia atau Inggris. Jika artikel menggunakan

Pedagogik Vol 11 No. 1, Mei 2016

27

Secara umum permainan edukatif bertujuan agar anak dapat mengetahui dasar-dasar

pembelajaran matematika dalam suasana yang menarik, aman, nyaman dan menyenangkan,

sehingga anak memiliki keterampilan matematika yang nantinya diharapkan anak akan memiliki

kesiapan dalam mengikuti pembelajaran matematika yang sesungguhnya di Sekolah Dasar.

Secara khusus permainan edukatif bertujuan agar anak dapat memiliki kemampuan 1) berpikir

logis dan sistematis sejak dini melalui pengamatan terhadap benda-benda kongkrit, gambar-

gambar ataupun angka-angka yang terdapat disekitar anak; 2) menyesuaikan dan melibatkan diri

dalam kehidupan bermasyarakat yang dalam kesehariannya memerlukan keterampilan berhitung;

3) memahami konsep ruang dan waktu serta dapat memperkirakan kemungkinan urutan suatu

peristiwa yang terjadi disekitarnya; 4) melakukan suatu aktivitas melalui daya abstraksi, apresiasi

serta ketelitian yang tinggi; dan 5) berkreativitas dan berimajinasi dalam menciptakan sesuatu

secara spontan.

Permainan edukatif dalam matematika bermanfaat untuk: 1) membelajarkan anak

berdasarkan konsep matematika yang benar, menarik dan menyenangkan; 2) menghindari

ketakutan terhadap matematika sejak awal; dan 3) membantu anak belajar matematika secara

alami melalui kegiatan bermain. Manfaat tersebut dapat dicapai jika guru dapat mengemas

pembelajaran matematika dalam bentuk permainan edukatif yang tepat. Rancangan kegiatan

bermain yang disusun guru diharapkan dapat membangun rasa keingintahuan anak secara alami

tentang bentuk, ukuran, jumlah, dan konsep-konsep dasar lain dalam matematika.

Keterampilan matematika yang diperlukan bagi anak melalui kegiatan permainan edukatif

adalah: 1) mencacah; 2) membuat pola/menyortir; 3) mengurutkan; 4) konsep angka; dan 5)

ukuran dan perkiraan. Beberapa hal yang dapat membantu keterampilan matematika anak melalui

kegiatan permainan edukatif dalam pembelajaran adalah: 1) lingkungan yang baik/mendukung; 2)

tersedianya bahan-bahan atau alat yang dapat mendorong anak untuk melakukan kegiatan

bermain matematika; dan 3) terbukanya kesempatan untuk bermain dan bereksplorasi dengan

bebas.

Metode Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian Quasy Experiment. Desain penelitian yang digunakan

adalah Pre-Experimental design dengan bentuk One-Group Pretest-posttest Design,

dengan skema berikut ini.

Tabel 1. Desain Penelitian

Observasi Awal Perlakuan Observasi Akhir

Keterampilan Matematika

Awal Permainan Edukatif

Keterampilan Matematika

Akhir

Perlakuan dalam penelitian ini adalah kegiatan permainan edukatif. Permainan edukatif yang

dilakukan meliputi: 1) puzzle; 2) building block; 3) bentuk geometri; 3) kartu bilangan; 4) pola

dan gambar; dan 5) alat ukur tidak standar. Sedangkan variabel yang diamati adalah keterampilan

matematika anak usia dini, meliputi: 1) mencacah; 2) membuat pola/menyortir; 3) mengurutkan;

4) konsep angka; dan 5) ukuran dan perkiraan.

Page 23: Pedoman Untuk Penulis - lp2m.umnaw.ac.idlp2m.umnaw.ac.id/file_data/artikel/00 Pendahuluan.pdfmaupun laporan kasus (case report) dalam bahasa Indonesia atau Inggris. Jika artikel menggunakan

Pedagogik Vol 11 No. 1, Mei 2016

28

Penelitian ini dilaksanakan di PAUD Juwita Medan yang terletak di Jalan M. Yamin Gang

Bidan No. 24 Kecamatan Medan Perjuangan. Populasi pada penelitian ini adalah anak AUD .pada

anak PAUD Juwita Medan yang terdiri dari 2 kelompok A dan kelompok B. Sedangkan yang

menjadi sampel penelitian adalah anak kelompok B sebanyak 15 anak.

Data yang diperlukan dalam penelitian ini dijaring melalui lembar observasi keterampilan

matematika anak dan observasi tentang pelaksanaan kegiatan permainan matematika. Data

dianalisis secara kualitatif dan kuantitatif. Persentase ketercapaian keterampilan matematika

merupakan persentase anak yang telah mencapai tahap berkembang sesuai harapan (BSH).

Sedangkan ketercapaian setiap unsur keterampilan matematika dihitung dengan melihat skor hasil

pengamatan terhadap anak pada kriteria 1) belum berkembang (BB) sesuai indikator, perlu

bantuan guru; 2) mulai berkembang (MB) sesuai indicator; 3) sudah berkembang sesuai harapan

(BSH); dan 4) berkembang sangat baik (BSB).

Hipotesis yang diuji dalam penelitian ini adalah keterampilan matematika anak setelah

kegiatan permainan edukatif lebih baik dari pada sebelum kegiatan permainan edukatif. Teknik

analisis yang digunakan untuk menguji hipotesis tersebut ialah statistik t student, dengan uji

perbedaan dua rata-rata dependen. Pengujian hipotesis dilakukan pada taraf kepercayaan 95%.

Rumus yang digunakan:

)1(

)( 22

)(

nn

n

DD

Dt

hypD dengan n

DD

(Minium dkk, 1993:329)

Hasil Penelitian

Dari hasil observasi awal pada pembelajaran sebelum tindakan permainan edukatif, diperoleh

deskripsi keterampilan matematika anak sebagai berikut:

Tabel 2. Deskripsi Awal Keterampilan Matematika Anak

Sedangkan hasil observasi keterampilan matematika anak setelah penerapan kegiatan

permainan edukatif, diperoleh sebagai berikut:

No Keterampilan Matematika Persentase

Ketercapaian BB MB BSH BSB

1. Nama Bilangan 56.25 0.00 43.75 56.25 0.00

2. Konsep Banyak 0.00 18.75 81.25 0.00 0.00

3. Menyortir Berdasarkan Warna 37.50 6.25 56.25 37.50 0.00

4. Menyortir Berdasarkan Bentuk 6.25 43.75 50.00 6.25 0.00

5. Menyortir Berdasarkan Ukuran 0.00 81.25 18.75 0.00 0.00

6. Urutan Bilangan 6.25 43.75 50.00 6.25 0.00

7. Menyambung Bilangan 0.00 93.75 6.25 0.00 0.00

8. Konsep Angka 0.00 68.75 31.25 0.00 0.00

9. Kegiatan Mengukur 0.00 50.00 50.00 0.00 0.00

10. Lebih dan Kurang 0.00 25.00 75.00 0.00 0.00

Page 24: Pedoman Untuk Penulis - lp2m.umnaw.ac.idlp2m.umnaw.ac.id/file_data/artikel/00 Pendahuluan.pdfmaupun laporan kasus (case report) dalam bahasa Indonesia atau Inggris. Jika artikel menggunakan

Pedagogik Vol 11 No. 1, Mei 2016

29

Tabel 3. Deskripsi Keterampilan Matematika Anak melalui Permainan Matematika

Hasil analisis data keterampilan matematika anak dari hasil pengamatan awal dan hasil

pengamatan setelah dilakukan kegiatan permainan edukatif dapat dilihat dalam rangkuman pada

tabel berikut.

Tabel 4. Rangkuman Data Keterampilan Matematika Anak

Sebelum Perlakuan Sedudah

Permainan edukatif

Rata-rata 16.63 30.94

Simpangan baku 3.5940 3.6234

Varians 12.9167 13.1292

thitung 11.21776564

ttabel 1.76

Hasil pengujian menunjukkan bahwa keterampilan matematika anak melalui kegiatan

permainan edukatif lebih baik dari pada sebelum menggunakan permainan edukatif. Dapat

dikatakan bahwa bahwa permainan edukatif mempengaruhi keterampilan matematika anak secara

signifikan.

Berdasarkan hasil observasi diperoleh gambaran keterampilan matematika anak melalui

permainan edukatif umumnya sudah berkembang sesuai harapan. Beberapa unsur keterampilan

matematika anak bahkan sudah berkembang sangat baik. Dari semua unsur keterampilan

matematika hanya pada unsur menyortir berdasarkan bentuk dan berdasarkan ukuran masih

kurang dari 80% anak yang menunjukkan perkembangan belum sesuai indikator. Menyortir

berdasarkan bentuk masih terdapat 43,75% anak yang mulai berkembang. Begitu juga halnya

pada unsur menyortir berdasarkan ukuran masih 37,50% anak yang mulai berkembang.

Sedangkan unsur lainnya hanya 1 anak atau 2 anak saja yang masih berlu bantuan guru untuk

mengembangkan keterampilan matematikanya. Bahkan unsur menyortir berdasarkan warna,

kegiatan mengukur, serta lebih dari dan kurang dari sudah seluh anak berkembang sesuai

harapan.

No Keterampilan Matematika Persentase

Ketercapaian BB MB BSH BSB

1. Nama Bilangan 93.75 0.00 6.25 37.50 56.25

2. Konsep Banyak 81.25 0.00 18.75 62.50 18.75

3. Menyortir Berdasarkan Warna 100.00 0.00 0.00 43.75 56.25

4. Menyortir Berdasarkan Bentuk 56.25 0.00 43.75 56.25 0.00

5. Menyortir Berdasarkan Ukuran 62.50 0.00 37.50 56.25 6.25

6. Urutan Bilangan 87.50 0.00 12.50 75.00 12.50

7. Menyambung Bilangan 81.25 0.00 18.75 81.25 0.00

8. Konsep Angka 87.50 0.00 12.50 75.00 12.50

9. Kegiatan Mengukur 100.00 0.00 0.00 87.50 12.50

10. Lebih dan Kurang 100.00 0.00 0.00 31.25 68.75

Page 25: Pedoman Untuk Penulis - lp2m.umnaw.ac.idlp2m.umnaw.ac.id/file_data/artikel/00 Pendahuluan.pdfmaupun laporan kasus (case report) dalam bahasa Indonesia atau Inggris. Jika artikel menggunakan

Pedagogik Vol 11 No. 1, Mei 2016

30

Simpulan dan Saran

Dari hasil analisis data yang dilakukan diperoleh kesimpulan bahwa permainan edukatif

mempunyai pengaruh terhadap keterampilan matematika anak pada PAUD Juwita Medan.

Berdasarkan kesimpulan tersebut disarankan kepada guru PAUD agar dapat menerapkan

permainan edukatif dalam rangka menumbuhkembangkan keterampilan matematika anak.

Daftar Pustaka

Hildebrand, Verna. (1986), Introduction to Early Chilhood Education 4th ed. New York: Mac

Millan Publishing Company.

Khadijah, 2016. Pengembangan Kognitif Anak Usia Dini. Medan: Perdana Publishing.

Minium, Edward W, dkk. (1993). Statistical Reasoning in Psychology and Education 3rd Edition.

New York: John Wiley & Sons. Inc.

Subhi, Muhammad. 2004. Anakku Hebat Penuh Bakat. Solo: Tayira Media.

Sujiono, Yuliani Nurani. 2011. Metode Pengembangan Kognitif. Jakarta:Universitas Terbuka.

Page 26: Pedoman Untuk Penulis - lp2m.umnaw.ac.idlp2m.umnaw.ac.id/file_data/artikel/00 Pendahuluan.pdfmaupun laporan kasus (case report) dalam bahasa Indonesia atau Inggris. Jika artikel menggunakan

Pedagogik Vol 11 No. 1, Mei 2016

77

OPTIMALISASI KEMAMPUAN SOSIAL EMOSIONAL ANAK MELALUI

MEDIA GAMBAR DI TK KARTIKA 1-18 AMPLAS

Yenni Nurdin1) dan Umar Darwis2)

1)Mahasiswa FKIP UMN Al Washliyah dan 2)Dosen Kopertis Wilayah I dpk FKIP

UMN Al Washliyah

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk: 1) Mengetahui kemampuan sosial emosional anak

usia dini berusia 5-6 tahun sebelum menggunakan media gambar di TK Kartika

1-18 Amplas, 2) Mengetahui kemampuan emosional anak usia dini berusia 5-6

tahun sesudah menggunakan media gambar di TK Kartika 1-18 Amplas, dan 3)

Untuk mengetahui apakah kemampuan sosial emosional anak usia dini berusia 56

tahun dapat ditingkatkan melalui media gambar di TK Kartika 1-18 Amplas.

Metode penelitian ini menggunakan metode Penelitian Tindakan Kelas. Subjek

pada penelitian ini adalah seluruh anak kelompok B TK Kartika 1-18 Amplas

yang berjumlah 20 orang. Pengumpulan data dilakukan melalui observasi dan

dokumentasi.

Hasil penelitian yang menunjukkan pada saat pra siklus mencapai 46,07%

dengan rata-rata kemampuan 2,45, siklus I mencapai 55,36% dengan rata-rata

kemampuan 2,62 dan pada siklus II mencapai 90,72% dengan rata-rata

kemampuan 3,27

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kemampuan sosial emosional anak

usia dapat ditingkatkan melalui media gambar di TK Kartika 1-18 Amplas Tahun

Pembelajaran 2013/2014.

Kata Kunci: Sosial Emosional, Media Gambar

Pendahuluan

Pendidikan bagi anak usia diri adalah pemberian upaya untuk menstimulasi, membimbing

dan mengasuh serta pemberian kegiatan pembelajaran yang akan menghasilkan kemampuan dan

keterampilan anak. Pendidikan bagi anak usia dini pada dasarnya meliputi seluruh upaya dan

tindakan yang dilakukan oleh pendidik dan orang tua dalam proses perawatan, pengarahan dan

pendidikan pada anak dengan menciptakan aura dan lingkungan dimana anak dapat

mengeksplorasi pengalaman yang memberikan kesempatan kepadanya untuk mengetahui dan

memahami pengalaman belajar yang diperolehnya dari lingkungan melalui cara mengamati,

meniru, bereksperimen yang berlangsung secara berulang-ulang dan melibatkan seluruh potensi

dan kecerdasan anak.

Tingkat pencapaian perkembangan mengantarkan pertumbuhan dan perkembangan yang

diharapkan dicapai anak pada rentang usia tertentu. Perkembangan anak yang dicapai merupakan

Page 27: Pedoman Untuk Penulis - lp2m.umnaw.ac.idlp2m.umnaw.ac.id/file_data/artikel/00 Pendahuluan.pdfmaupun laporan kasus (case report) dalam bahasa Indonesia atau Inggris. Jika artikel menggunakan

Pedagogik Vol 11 No. 1, Mei 2016

78

integrasi aspek pemahaman nilai-nilai agama, moral dan fisik, kognitif, bahasa dan sosio

emosional. Pengembangan program pembelajaran merupakan salah satu upaya untuk

mengoptimalkan perkembangan anak. Aspek perkembangan sosial emosional merupakan wahana

untuk membuat anak agar dapat mengendalikan emosinya secara wajar dan dapat berinteraksi

dengan sesamanya maupun dengan orang dewasa dengan baik, serta dapat menolong dirinya

sendiri dalam rangka kecakapan hidup.

Pada kenyataannya, berdasarkan pengamatan penulis terdapat permasalahan social emosional

anak di TK Kartika 1-18 Medan Amplas. Adanya anak yang kurang memiliki kemampuan sosial

terhadap teman-teman sepermainannya, kurang perbendaharaan kata dalam hal berkomunikasi

sehingga terlihat fakum dalam berinteraksi sesama temannya, anak juga terlihat kurang kerjasama

dengan teman-temannya saat bermain, anak terlihat kurang merespon apa yang dibicarakan dalam

permainan, anak kurang mampu dalam berbagi baik dalam hal makanan maupun dalam hal alas

permainan, dan anak kurang bersikap humoris.

Permasalahan ini jangan terlalu lama atau berlarut-larut dalam mengatasinya. Sikap dan

perilaku sosial emosional ini harus berusaha diatasi dan diubah agar jangan menjadi kebiasaan

yang buruk bagi anak di masa mendatang. Perlu dipahami bahwa anak memiliki potensi untuk

menjadi lebih baik di masa mendatang, namun potensi tersebut hanya dapat berkembang

manakala diberi rangsangan, bimbingan, bantuan dan perlakuan yang sesuai dengan tingkat

pertumbuhan dan perkembangannya yang berdasarkan pada minat, kebutuhan, dan kemampuan

sang anak.

Oleh karena itu, peran pendidik sangatlah penting. Pendidik harus mampu memfasilitasi

aktivitas anak dengan materi yang beragam, memberi kesempatan untuk dapat memicu

munculnya masa peka, memahami anak masih dalam masa egosentris, proses peniruan anak

terhadap segala sesuatu semakin meningkat, jangan membatasi anak dalam pergaulan dan

beradaptasi dengan perilaku dengan lingkungan sosialnya memahami pentingnya eksplorasi anak

dan tidak memarahi anak saat ia membangkang.

Dalam membangun pengetahuan pada anak tidak terlepas dari peran guru, kunci sukses

mendidik anak TK adalah harus menanamkan terlebih dahulu sikap formal tetapi bersahabat

dalam hubungan antara guru anak-anak didik sehingga situasi belajar sambil bermain dapat

tercipta dalam suasana yang akrab dan penuh kegembiraan. Melalui bermain, tuntutan akan

kebutuhan perkembangan dimensi motorik, kognitif, kreativitas, bahasa, emosi, interaksi sosial,

nilai-nilai dan sikap hidup dapat terpenuhi, karena diantara peran guru adalah sebagai motivator

dan fasilitator.

Pembelajaran pada anak usia dini haruslah menggunakan konsep belajar sambil bermain,

belajar sambil berbuat dan belajar melalui stimulasi. Bermain adalah dunia anak karena bermain

merupakan aktivitas yang sangat menyenangkan bagi anak. Dengan bermain anaik dapat belajar

mencapai perkembangan baik perkembangan fisik, emosi, intelektualitas maupun jiwa sosial

emosionalnya, saat bermain dapat dilihat perkembangan tersebut, bagaimana anak meningkatkan

kemampuan fisiknya, bagaimana perasaannya saat menang atau kalah dalam permainan

bagaimana kemampuan intelektualnya dalam memanfaatkan benda-benda sebagai mainan,

bagaimana pula kematangan sosial emosionalnya dalam bermain bersama.

Page 28: Pedoman Untuk Penulis - lp2m.umnaw.ac.idlp2m.umnaw.ac.id/file_data/artikel/00 Pendahuluan.pdfmaupun laporan kasus (case report) dalam bahasa Indonesia atau Inggris. Jika artikel menggunakan

Pedagogik Vol 11 No. 1, Mei 2016

79

Aktivitas bermain juga membutuhkan media sebagai sarana mengaktualisasikan potensi diri.

Salah satu media dalam pembelajaran adalah media gambar. Melalui media gambar anak dapat

mengembangkan pengetahuan sosial dimana anak dituntut untuk mempelajari dan memperankan

peran yang ada dalam gambar. Media gambar juga dapat digunakan sebagai alat bantu bagi anak

untuk memandang suatu masalah, sehingga diharapkan dapat membantu pemahaman sosial pada

diri anak dan diharapkan anak dapat meningkatkan sosialisasinya, bekerja sama, berkomunikasi

dan memahami sifat orang lain dalam kehidupan sehari, sehingga anak dapat berperilaku sosial

dan tercipta suasana yang menyenangkan.

Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah apakah kemampuan sosial emosional anak usia

dini berusia 5-6 tahun dapat ditingkatkan dengan menggunakan media gambar di TK Kartika 1-

18 Amplas?

Kajian Teori

Sebagai makhluk sosial, individu dituntut untuk mampu mengatasi segala permasalahan yang

timbul sebagai hasil dari interaksi dengan lingkungan sosial dan mampu menampilkan diri sesuai

aturan atau norma yang berlaku. Menurut Hildayani (2004:4.8) kemampuan sosial emosional

adalah kemampuan seseorang untuk dapat berbermain dengan orang lain, menyesuaikan diri

dengan kegiatan dan kebiasaan kelompok, dan dengan segala macam orang yang memiliki

karakteristik unik. Kemampuan sosial dapat dikuasai jika sejak usia dini dibimbing untuk

memiliki kemampuan, agar mampu mengembangkan dapat psikososial dengan optimal.

Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa kemampuan sosial emosional adalah

kemampuan anak untuk dapat berbagi, menunggu giliran sehingga ia belajar untuk bersabar diri

dan kemampuan memecahkan masalah yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari.

Menurut Iva (2010:96) dapat membagi kecerdasan ke dalam 9 kecerdasan interpersonal dan

lain-lain. Kecerdasan interpersonal sama halnya dengan kemampuan sosial. Hal ini berkaitan

dengan kemampuan untuk memahami dan berinteraksi secara efektif dengan orang lain, dengan

membedakan dan menanggapi suasana hati, perangai motivasi dan hasrat orang lain dengan cepat.

Dengan mengembangkan kemampuan sosial sejak dini, maka akan memudahkan anak dalam

memenuhi tugas-tugas perkembangan berikutnya sehingga ia dapat berkembang secara normal

dan sehat. Menurut Masitah (2004:2.13) perkembangan sosial emosional adalah perkembangan

perilaku anak dalam menyesuaikan diri dengan aturan-aturan masyarakat dimana anak itu berada.

Perkembangan sosial anak merupakan hasil belajar, bukan hanya sekadar hasil dari kematangan.

Perkembangan sosial emosional diperoleh anak melalui kematangan dan kesempatan belajar dari

berbagai respons terhadap dirinya.

Anak secara alamiah perkembangannya berbeda-beda, baik dalam bidang inteligensi, bakat,

minat, kreativitas, kematangan emosi, maupun keadaan pengalaman. Dunia anak adalah dunia

yang penuh dengan canda tawa dan kegembiraan sehingga orang dewasa akan ikut terhibur

dengan hanya melihat tingkah polah mereka. Anak usia dini memiliki karakteristik yang khas.

Page 29: Pedoman Untuk Penulis - lp2m.umnaw.ac.idlp2m.umnaw.ac.id/file_data/artikel/00 Pendahuluan.pdfmaupun laporan kasus (case report) dalam bahasa Indonesia atau Inggris. Jika artikel menggunakan

Pedagogik Vol 11 No. 1, Mei 2016

80

Menurut Hartati dalam Aisyah (2007: 1-4) ada beberapa karakteristik untuk anak usia dini yaitu:

"1) Memiliki rasa ingin tahu yang besar, 2) Merupakan pribadi yang unik, 3) Suka berfantasi dan

berimajinasi, 4) Masa paling potensial untuk belajar, 5) Menunjukkan sikap egosentris, 6)

Memiliki rentang daya konsentrasi yang pendek, 7) Sebagai bagian dari makhluk sosial."

Dari hal yang dikemukakan di atas dapatlah dipahami bahwa anak usia dini tertarik dengan

dunia sekitamya. Dia ingin mengetahui segala sesuatu yang terjadi di sekelilingnya. Anak usia

dini sangat suka membayangkan dan mengembangkan berbagai hal jauh melampaui kondisi

nyata. Anak usia mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang sangat pesat pada berbagai

aspek. Oleh karena itu usia dini adalah masa yang paling peka dan potensial bagi anak untuk

mempelajari sesuatu. Menurut Aisyah (2007:1-9) ada berapa titik kritis yang perlu diperhatikan

pada anak usia dini yang berada dengan anak sesudah. Titik kritis tersebut adalah sebagai : "1)

Membutuhkan rasa aman, istirahat dan makanan yang baik, 2) Datang ke dunia yang di program

untuk meniru, 3) Membutuhkan latihan dan kreativitas, 4) Memiliki kebutuhan untuk banyak

bertanya dan memperoleh jawaban, 5) Cara berpikir anak berbeda dengan orang dewasa, 6)

Membutuhkan pengalaman langsung, 7) Trial and error menjadi hal pokok dalam belajar, 8)

Bermain merupakan dunia masa kanak-kanak".

Pendidik perlu memberikan berbagai stimulasi yang tepat agar masa peka ini tidak

terlewatkan begitu saja, tetapi diisi dengan hal-hal yang dapat mengoptimalkan tumbuh kembang

anaksesuai dengan dunia anak, yakni bermain. Melalui permainan nak dapat memahami,

mengekspresikan dan belajar mengendalikan emosinya seiring dengan pertumbuhan dan

perkembangan anak. Emosi anak perlu dipahami para guru agar dapat mengarahkan emosi negatif

menjadi emosi positif sesuai dengan harapan sosial. Untuk merealisasikan kemampuan sosial

emosional anak diperlukan faktor-faktor pendukung diantaranya adalah dengan menggunakan

media.

Salah satu media yang dianggap tepat bagi anak TK adalah media gambar. Gambar

merupakan salah satu media pembelajaran yang sangat dikenal di dalam setiap kegiatan

pembelajaran. Media gambar merupakan media yang mempunyai peranan penting untuk melatih

kinerja otak kanan sehingga kartu gambar dapat menyeimbangkan antara otak kanan dan otak

kiri. Gambar sederhana merupakan salah satu media yang tepat untuk mempermudah berhitung

dan tidak perlu diproyeksikan untuk mengamatinya. Melalui gambar dapat ditunjukkan sesuatu

yang jauh dari jangkauan pengalaman anak. Selain itu, juga dapat memberikan gambaran tentang

maksud bacaan yang ada, didalamnya. Media gambar yang disajikan berupa gambar-gambar yang

dilengkapi dengan kata-kata dan memperlihatkan berbagai kegiatan lingkungan anak.Melalui

gambar guru dapat menerjemahkan ide-ide, abstrak dalam bentuk yang lebih nyata.

Metode Penelitian

Penelitian ini dilakuan di TK Kartika 1-18 Amplas. Penelitian dilaksanakan pada Semester

Ganjil Tahun Pelajaran 2015/2016. Subjek penelitian adalah anak kelompok B TK Kartika 1-18

Amplas sebanyak 20 orang. Objek penelitian ini adalah kemampuan sosial emosional anak.

Jenis penelitian yang akan dilaksanakan adalah Penelitian Tindakan Kelas (Classroom Action

Research). Prosedur penelitian tindakan kelas untuk Siklus I dan Siklus II seperti terlihat pada

Page 30: Pedoman Untuk Penulis - lp2m.umnaw.ac.idlp2m.umnaw.ac.id/file_data/artikel/00 Pendahuluan.pdfmaupun laporan kasus (case report) dalam bahasa Indonesia atau Inggris. Jika artikel menggunakan

Pedagogik Vol 11 No. 1, Mei 2016

81

bagan di bawah ini.

Gambar 1. Model Kemmis dan Mc Taggart (dalam Arikunto, 2010:97)

Alat pengumpul data yang digunakan penelitian ini adalah wawancara dan observasi. Analisis

data pada penelitian ini adalah analisis deskriptif. Analisis ini dihitung dengan menggunakan

skala Likers 4 untuk anak yang berkembang sangat baik (BSB), 3 untuk anak berkembang sesuai

harapan (BSH), 2 untuk anak mulai berkembang (MB), dan 1 untuk belum berkembang (BB).

Hasil Penelitian

Siklus I

Kemampuan sosial emosional anak pada siklus I ini merupakan kemampuan sosial emosional

setelah mengikuti pembelajaran tema lingkungan dengan menggunakan media gambar yang

menarik yang dirancang sedemikian rupa dalam memberi stimulus pembelajaran kepada anak TK

Kartika 1-18 Amplas Medan. Perilaku anak selama belajar dan saat bermain dengan temannya

masih belum mencapai perkembangan yang diharapkan dan anak masih banyak cuek dan

mementingkan diri sendiri tanpa perduli dengan temannya, serta anak belum terbiasa berprilaku

yang lebih baik.

Hasil observasi kemampuan sosial emosional anak pada siklus I dapat dilihat pada table

berikut.

Page 31: Pedoman Untuk Penulis - lp2m.umnaw.ac.idlp2m.umnaw.ac.id/file_data/artikel/00 Pendahuluan.pdfmaupun laporan kasus (case report) dalam bahasa Indonesia atau Inggris. Jika artikel menggunakan

Pedagogik Vol 11 No. 1, Mei 2016

82

Tabel 1. Kemampuan Sosial Emosional Anak pada Siklus I

No Aspek Pengamatan Hasil Pengamatan Rata-

rata Persentase

BB MB BSH BSB Jumlah

1 Dapat bekerja sama dengan

teman 4 4 7 5 53 2,65 60%

2 Mau berbagi dengan teman 3 4 10 3 53 2,65 65%

3 Mau meminjamkan miliknya 4 6 8 2 48 2,4 50%

4 Sabar menunggu giliran 3 7 8 2 49 2,45 50%

5 Antusias ketika melakukan

kegiatan 4 5 6 5 52 2,6 55%

6 Berbicara dengan tidak

berteriak 3 6 4 7 55 2,75 55%

7 Datang ke sekolah tepat

waktu 3 3 7 7 58 2,9 70%

8 Mentaati aturan permainan 3 5 6 6 55 2,75 60%

9 Suka menolong 5 6 5 4 48 2,4 45%

10 Melakukan tugas sendiri

sampai selesai 4 3 6 7 56 2,8 65%

11 Bertanggung jawab akan

tugasnya 4 4 5 7 55 2,75 60%

12 Menunjukkankebanggaan

akan tugasnya 4 6 4 6 52 2,6 50%

13 Dapat memuji teman 5 7 4 4 47 2,35 40%

14 Menghargai keunggulan

orang lain 3 7 4 6 53 2,65 50%

Berdasarkan data di atas diketahui bahwa pada siklus I dengan 14 indikator penilaian bahwa

pencapaian perkembangan secara keseluruhan baru sebesar 55,56%. Rata-rata kemampuan anak

mencapai 2,62. Ternyata kemampuan sosial emosional anak masih belum memadai dari yang

diharapkan dan akan melanjutkan ke siklus berikutnya yaitu siklus II. Hal ini dimungkinkan guru

dan anak belum terbiasa dalam metode bermain melalui media gambar dan pembelajaran yang

diberikan selama ini kurang variatif.

Grafik pencapaian perkembangan anak dapat dilihat di bawah ini.

Gambar 2. Grafik Kemampuan Sosial Emosional Anak pada Siklus I

Page 32: Pedoman Untuk Penulis - lp2m.umnaw.ac.idlp2m.umnaw.ac.id/file_data/artikel/00 Pendahuluan.pdfmaupun laporan kasus (case report) dalam bahasa Indonesia atau Inggris. Jika artikel menggunakan

Pedagogik Vol 11 No. 1, Mei 2016

83

Berdasarkan grafik di atas secara keseluruhan kemampuan sosial emosional anak kelompok B

TK Kartika 1-18 Amplas Medan yang diamati bahwa anak yang belum berkembang (BB)

sebanyak 2 orang (10%), mulai berkembang (MB) sebanyak 6 orang anak (30%), anak

berkembang sesuai harapan (BSH) sebanyak 8 orang (40%) dan anak yang berkembang sangat

baik (BSB) sebanyak 4 orang (20%).

Berdasarkan pelaksanaan kegiatan yang dilaksanakan pada siklus pertama dan observasi yang

dilaksanakan selama pembelajaran didapatkan data bahwa masih banyak anak belum terlatih dan

terbiasa bersikap sabar dalam beraktivitas, kurang mau bekerja sam dengan temannya, kurang

mau berbagi dalam hal apapun, tidak mau meminjamkan miliknya kepada temannya, tidak

semangat belajar dan bermain, kurang menghargai hasil karya temannya, bahkan masih ada

terlihat perilaku anak yang suka mengganggu temannya dan memukul temannya serta mencoret-

coret buku temannya.

Berdasarkan hal tersebut guru masih perlu membenahi metode pengajaran dan meningkatkan

kualitas serta kreativitas mengajar. Dalam memberikan motivasi dan arahan atau bimbingan di

saat ini sangat diperlukan pendekatan guru agar lebih diutamakan. Dengan demikian, pada siklus

selanjutnya yaitu siklus kedua, perbaikan metode mengajar terletak pada motivasi dan semangat

dari guru agar anak lebih termotivasi belajarnya dan mau bertanya serta berani mengungkapkan

pikirannya tanpa paksaan dari pihak manapun. Jadi yang lebih utama bagi guru adalah memahami

benar karakteristik peserta didik.

Siklus II

Sebelum proses pembelajaran dilaksanakan terlebih dahulu peneliti mempersiapkan alat

peraga berupa media gambar yang digunakan untuk mengoptimalisasikan kemampuan sosial

emosional anak baik dalam belajar maupun diwaktu bermain bersama teman-temannya. Adapun

alat peraga berupa media gambar, peneliti rancang menggunakan gambar-gambar yang sesuai

dengan tema lingkungan yang berhubungan dengan sosial emosional anak yang dimodifikasi

dengan warna yang menarik yang dilekatkan pada tiap kardus agar lebih mudah mengajarkannya

kepada anak dan anak dapat lebih jelas melihat gambar tersebut. Hal ini guna merangsang anak

untuk lebih meningkatkan kerjasama, suka menolong, melatih kesabarannya dan memahami

aturan bermain terhadap teman-temannya.

Observasi yang dilakukan pada proses pembelajaran pada Siklus II dapat dilihat pada tabel

berikut.

Page 33: Pedoman Untuk Penulis - lp2m.umnaw.ac.idlp2m.umnaw.ac.id/file_data/artikel/00 Pendahuluan.pdfmaupun laporan kasus (case report) dalam bahasa Indonesia atau Inggris. Jika artikel menggunakan

Pedagogik Vol 11 No. 1, Mei 2016

84

Tabel 2. Kemampuan Sosial Emosional Anak pada Siklus II

No Aspek Pengamatan Hasil Pengamatan Rata-

rata Persentase

BB MB BSH BSB Jumlah

1 Dapat bekerja sama dengan

teman - 4 12 4 60 3 80%

2 Mau berbagi dengan teman - 3 14 3 60 3 85%

3 Mau meminjamkan miliknya - 2 12 6 64 3,2 90%

4 Sabar menunggu giliran - - 11 9 69 3,45 100%

5 Antusias ketika melakukan

kegiatan - 2 8 10 68 3,4 90%

6 Berbicara dengan tidak

berteriak - 1 9 10 69 3,45 95%

7 Datang ke sekolah tepat

waktu - 5 10 5 60 3 75%

8 Mentaati aturan permainan - 2 8 10 68 3,4 90%

9 Suka menolong - 2 11 7 65 3,25 90%

10 Melakukan tugas sendiri

sampai selesai - 2 8 10 68 3,4 90%

11 Bertanggung jawab akan

tugasnya - 1 12 7 66 3,3 95%

12 Menunjukkankebanggaan

akan tugasnya - 1 11 8 67 3,35 95%

13 Dapat memuji teman - - 11 9 69 3,45 100%

14 Menghargai keunggulan

orang lain - 1 13 6 65 3,25 95%

Berdasarkan data di atas dapat diketahui bahwa pada siklus II pencapaian perkembangan

kemampuan sosial emosional anak secara keseluruhan sudah mencapai 90,72%. Hal ini terlihat

kemajuan dari metode bermain melalui media gambar pada anak kelompok B di TK Kartika 1-18

Amplas Medan, sedangkan rata-rata kemampuan anak adalah 3,27.

Grafik pencapaian perkembangan anak dapat dilihat di bawah ini.

Gambar 3. Grafik Kemampuan Sosial Emosional Anak pada Siklus II

Page 34: Pedoman Untuk Penulis - lp2m.umnaw.ac.idlp2m.umnaw.ac.id/file_data/artikel/00 Pendahuluan.pdfmaupun laporan kasus (case report) dalam bahasa Indonesia atau Inggris. Jika artikel menggunakan

Pedagogik Vol 11 No. 1, Mei 2016

85

Berdasarkan grafik di atas secara keseluruhan kemampuan sosial emosional anak kelompok B

TK Kartika 1-18 Amplas Medan yang diamati bahwa anak yang belum berkembang (BB)

sebanyak 0 orang (0%), mulai berkembang (MB) sebanyak 2 orang anak (10%), anak

berkembang sesuai harapan (BSH) sebanyak 10 orang (50%) dan anak yang berkembang sangat

baik (BSB) sebanyak 8 orang (40%). Jadi kemampuan sosial emosional anak pada siklus II ini

telah mencapai perkembangan yang diharapkan.

Kegiatan pada siklus II ini berlangsung dengan baik. Hal ini disebabkan karena kegiatan

media gambar ini belum pernah diterapkan sebelumnya, sehingga mampu menarik perhatian dan

minat anak untuk mengikuti proses belajar mengajar. Begitu pula saat gurumemperagaakan

gambar, anak-anak terlihat serius mengikuti kegiatan tersebut dan sesekali anak mengeluarkan

pertanyaan dan pendapat.Berdasarkan pelaksanaan kegiatan yang dilaksanakan pada siklus kedua

ini didapatkan rata-rata kemampuan sosial emosional anak melalui media gambar mencapai 3,27

atau sebesar 90,72%. Hasil ini menunjukkan bahwa pembelajaran dengan menggunakan media

gambar dapat meningkatkan kemampuan sosial emosional anak dalam berperilaku baik dalam

berbagi, bersabar, bekerja sama, menghargai orang lain, sehingga peneliti tidak perlu lagi

mengadakan perbaikan tindakan untuk melanjutkan pada siklus berikutnya. Keberhasilan ini

terkait dengan mulai terbiasanya guru dan siswa dalam menggunakan media gambar ata pada

pembelajaran pengoptimalisasian kemampuan sosial emosional anak.

Pada pelaksanaan Siklus II guru juga memberikan kegiatan dalam pembelajaran yang

menggunakan media gambar dan lembar kegiatan siswa. Namun, bila dibandingkan hasil yang

dicapai oleh siswa pada siklus I, mengalami peningkatan walaupun belum mencapai 90%.

Dengan mempedomani tes awal, siklus I dan siklus II, maka menunjukkan bahwa hambatn dan

kendala yang dihadapi anak dalam berinteraksi, bersabar, berbagi, antusias bekerja dan

sebagainya.

Simpulan dan Saran

Berdasarkan analisis data yang dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa media gambar

dapat mengoptimalisasikan kemampuan sosial emosional anak Kelompok B di TK Kartika 1-18

Amplas Medan. Secara khusus dapat disimpulkan bahwa:

1. Penerapan media gambar dapat mengoptimalisasikan kemampuan sosial emosional pada anak

kelompok B di TK Kartika 1-18 Amplas Medan. Hal ini ditunjukkan dari hasil penelitian

yang didapatkan bahwa pada siklus I mencapai 55,36% dengan rata-rata kemampuan 2,62

dan pada siklus II mencapai 90,72% dengan rata-rata kemampuan 3,27.

2. Pembelajaran dengan menggunakan media gambar juga mampu mengasah kecerdasan emosi

anak yang berkaitan dengan hubungan berinteraksi dengan orang lain, karena membiasakan

anak anak untuk bekerja sama dengan orang lain dan teman sebayanya.

Berdasarkan kesimpulan di atas, maka disarankan:

1. Guru sebaiknya menggunakan media gambar dalam mengembangkan social emosional anak

2. Sekolah sebaiknya memfasilitasi media pembelajaran yang dibutuhkan guru dalam

menunjang keberhasilan proses perkembangan anak.

Page 35: Pedoman Untuk Penulis - lp2m.umnaw.ac.idlp2m.umnaw.ac.id/file_data/artikel/00 Pendahuluan.pdfmaupun laporan kasus (case report) dalam bahasa Indonesia atau Inggris. Jika artikel menggunakan

Pedagogik Vol 11 No. 1, Mei 2016

86

Daftar Pustaka

Aisyah, Siti. 2007. Perkembangan dan Konsep Dalam Pengembangan Anak Usia Dini. Jakarta:

Universitas Terbuka.

Arikunto. 2010. Penelitian Tindakan Kelas, Jakarta: Bumi Aksara.

Hildayani, Rini. 2004. Psikologi Perkembangan Anak. Jakarta: Universitas Terbuka.

Masitoh dkk. Strategi Pembelajaran TK. Jakarta: Universitas Terbuka.

Iva, Noor Laila. 2010. PAUD. Yogyakarta: Pinus.

Yuliani, 2009. Konsep Dasar Pendidikan Anak Usia Dini. Jakarta: Indeks.

Page 36: Pedoman Untuk Penulis - lp2m.umnaw.ac.idlp2m.umnaw.ac.id/file_data/artikel/00 Pendahuluan.pdfmaupun laporan kasus (case report) dalam bahasa Indonesia atau Inggris. Jika artikel menggunakan

Pedagogik Vol 11 No. 1, Mei 2016

111

PENGARUH LAYANAN BIMBINGAN KELOMPOK TERHADAP

PEMBENTUKAN SIKAP EMPATI PADA SISWA KELAS XI

SMK AL WASHLIYAH TELADAN MEDAN

Azhar, Enny Fitriani1) dan Zakiah Hasibuan2)

1)Dosen FKIP UMN Alwashliyah dan 2)Mahasiswa UMN Al Washliyah

Abstrak

Peneliti ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh bimbingan kelompok terhadap

pembentukan sikap empati pada siswa kelas XI SMK Al Washliyah Teladan

Medan Tahun Ajaran 2016/2017. Sampel dalam penelitian ini adalah siswa kelas

XI SMK Al Washliyah Teladan Medan Tahun Ajaran 2016/2017 yang berjumlah

10 siswa. Desain penelitian yang digunakan yaitu desain pre-test dan post-test.

Untuk memperoleh data peneliti menggunakan intrumen skala sikap empati yang

berjumlah 30 butir, namun setelah di uji cobakan ternyata terdapat 3 butir angket

yang tidak valid, sehingga angket yang digunakan dalam penelitian ini hanya 27

butir. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pembentukan sikap empati

sebelum diberikan layanan bimbingan kelompok pada siswa kelas X SMK Al

Washliyah Teladan Medan berada pada kategori rendah, hal ini dapat dilihat

berdasarkan nilai rata-rata skor sikap emapti siswa sebelum diberi layanan

sebesar = 76,5.. Selanjutnya, pembentukan sikap empati siswa setelah diberikan

layanan bimbingan kelompok pada siswa kelas X SMK Al Washliyah Teladan

Medan hal ini dapat dilihat berdasarkan nilai rata-rata skor pembentukan sikap

empati siswa setelah diberi layanan sebesar =121,2 , maka disimpulkan bahwa

pembentukan sikap empati siswa kelas XI SMK Al Washliyah Teladan Medan

berada pada kategori tinggi. Berdasarkan hasil perhitungan diketahui bahwa nilai

thitung > ttabel = (7,844> 2,262), dengan demikian hipotesis yang berbunyi ada

pengaruh yang signifikan bimbingan kelompok terhadap pembentukan sikap

empati pada siswa kelas XI SMK Al Washliyah Teladan Medan Tahun Ajaran

2016/2017 dapat diterima kebenarannya.

Kata Kunci: Layanan Bimbingan Kelompok, Pembentukan Sikap Empati

Pendahuluan

Sekolah sebagai lembaga pendidikan formal terdiri dari tiga komponen yang merupakan sub

sistem, meliputi bidang administrasi dan supervisi, bidang pengajaran serta bidang bimbingan dan

konseling. Ketiga komponen ini bertujuan untuk mencapai tujuan pendidikan sekolah.Mengingat

banyaknya siswa yang kurang memiliki sikap empati terhadap sesama teman di sekolah maka

perlu diberikan bantuan kepada siswa berupa bimbingan, baik itu dari guru bidang studi ataupun

dari guru pembimbing. Namun diharapkan peran yang lebih besar yaitu peran guru pembimbing

itu sendiri. Salah satu bantuan yang dapat diberikan oleh sekolah yaitu melalui pelayanan yang

dilakukan oleh guru bimbingan dan konseling yaitu layanan bimbingan dan kelompok.

Tohirin. (2013:164). Menyatakan bahwa “Bimbingan kelompok merupakan suatu cara

memberikan bantuan (bimbingan) kepada individu (siswa) melalui kegiatan kelompok”. Dalam

Page 37: Pedoman Untuk Penulis - lp2m.umnaw.ac.idlp2m.umnaw.ac.id/file_data/artikel/00 Pendahuluan.pdfmaupun laporan kasus (case report) dalam bahasa Indonesia atau Inggris. Jika artikel menggunakan

Pedagogik Vol 11 No. 1, Mei 2016

112

layanan bimbingan kelompok, aktivitas, dan dinamika kelompok harus diwujudkan untuk

membahas sebagai hal yang berguna bagi pengembangan atau pemecahan masalah individu

(siswa) yang menjadi peserta layanan.

Sesuai dengan pernyataan di atas layanan bimbingan kelompok merupakan salah satu jenis

layanan yang tepat digunakan untuk mencegah berkembangnya masalah-masalah yang dihadapi

siswa secara berkelompok. Bimbingan kelompok juga merupakan lingkungan yang kondusif yang

dapat memberikan kesempatan bagi anggotanya untuk menambah penerimaan diri dan orang lain,

memberikan ide, perasaan, dukungan bantuan alternatif (pemecahan masalah) dan mengambil

keputusan yang tepat. Suasana ini dapat menumbuhkan perasaaan berarti bagi anggota yang

selanjutnya juga dapat menambah kean yang positif.

Layanan bimbingan kelompok memiliki kelebihan diantaranya dapat membantu siswa di

dalam memecahkan masalah-masalah pendidikan, mengatasi kelemahan dan usaha-usaha

penanggulangannya, mengembangkan bakat dan minat siswa. Sedangkan kelemahannya adalah

tidak semua masalah yang dihadapi oleh anak dapat teratasi. Namun demikian, dengan adanya

layanan bimbingan kelompok ada kecenderungan siswa akan lebih mampu beradaptasi sesuai

dengan situasi dan kondisi yang ada atau dengan kata lain siswa akan lebih mampu berperilaku

dan bersikap secara wajar, seperti memiliki sikap mental yang baik, sikap kepedulian terhadap

orang lain (solidaritas), dan berusaha untuk ikut merasakan apa yang dirasakan oleh orang lain

(empati).

Diharapkan layanan bimbingan kelompok ini dijadikan suatu sarana dalam menumbuhkan

pemahaman nilai-nilai positif bagi siswa khususnya sikap kean yang dibentuk dengan pendekatan

secara personal dan secara kelompok. Mereka juga merasa mendapat pembinaan dan informasi

untuk mengembangkan keannya.

Dalam buku Psikologi Remaja dijelaskan bahwa: “Sikap empati adalah kecenderungan

seseorang untuk merasa apa yang dirasakan oleh orang lain, seperti: merasa sedih melihat

teman/orang lain yang mendapatkan suatu musibah dan menghindari masa bodoh” (Sujanto, 2001

: 39). Sementara itu dalam dalam buku Ledakan EQ dijelaskan bahwa: “Empati adalah

kemampuan untuk menyadari, memahami, dan menghargai perasaan dan pikiran orang lain”

(Stein dan Book, 2002 : 139).

Dari kedua pendapat tersebut, maka yang dimaksud dengan sikap empati adalah suatu

kesediaan/kecenderungan dalam menyadari, memahami, menghargai dan merasakan apa yang

dirasakan oleh orang lain, apakah ikut merasa senang, susah maupun bahagia.

Sehubungan dengan penelitian ini, maka yang dimaksud dengan sikap empati adalah

kesediaan atau kecenderungan siswa dalam menyadari, memahami, menghargai dan merasakan

apa yang dirasakan oleh orang lain, apakah ikut merasa senang, susah maupun bahagia pada

siswa SMK Al Washliyah..

Berdasarkan pengamatan saya dan hasil wawancara melaksanakan PPL di bulan Juli sampai

September tahun 2015 dengan guru bimbingan dan konseling (BK) di SMA Prayatna Medan di

sekolah kenyataan yang terjadi saat di lapangan, menunjukkan adanya gejala bervariasi, dimana

ada para siswa yang mendapatkan layanan bimbingan kelompok, akan cenderung memiliki sikap

empati yang lebih baik dibandingkan dengan para siswa yang tidak mendapatkan layanan

Page 38: Pedoman Untuk Penulis - lp2m.umnaw.ac.idlp2m.umnaw.ac.id/file_data/artikel/00 Pendahuluan.pdfmaupun laporan kasus (case report) dalam bahasa Indonesia atau Inggris. Jika artikel menggunakan

Pedagogik Vol 11 No. 1, Mei 2016

113

bimbingan kelompok, seperti siswa menunjukkan sikap yang prihatin apabila ada salah seorang

temannya mendapatkan suatu musibah dan ikut merasa gembira dan bahagia apabila ada

temannya mendapatkan suatu prestasi dan sebagainya. Pada sisi lain, ada pula para siswa yang

mendapatkan layanan bimbingan kelompok tidak mengalami perubahan yang lebih baik, dengan

kata lain tidak memiliki sikap empati terhadap orang lain, karena menunjukkan sikap yang iri

apabila ada temannya mendapatkan suatu prestasi dan suka cuek apabila ada temannya

mendapatkan suatu musibah dan sebagainya.

Sikap empati yang merupakan kecenderungan seseorang dalam ikut merasakan apa yang

dirasakan orang lain merupakan faktor kesuksesan dalam belajar siswa dan dalam melakukan

interaksi sosial. Oleh sebab itu sikap empati tersebut harus dikembangkan pada diri siswa. Guru

bimbingan konseling mempunyai peran yang sangat penting dalam mengembangkan sikap empati

siswa tersebut dengan memberikan pengarahan kepada siswa akan pentingnya memahami apa

yang sedang dirasakan oleh temannya. Mulai dari teman satu meja, teman satu kelas sampai pada

teman satu sekolah. Sikap empati yang telah terbangun di lingkungan sekolah tersebut akan

berkembang dan juga terbawa ketika siswa berada dalam lingkungan sosial mereka dan

berpengaruh pada keberhasilan mereka dalam berinteraksi ketika mereka berada di lingkungan

sosial.

Kemampuan dalam memahami dan mengerti apa yang dirasakan orang lain akan akan sangat

berpengaruh pada keakraban siswa dengan teman-teman nya. Seorang siswa yang mampu

memahami teman-teman di sekitarnya akan lebih disukai dan akan menonjol dalam interaksi

sosial dari pada siswa yang kurang peka terhadap perasaan dan apa yang terjadi pada temannya.

Dengan demikian menumbuhkan sikap empati pada diri siswa adalah sangat penting dalam

menciptakan siswa yang memiliki katakter yang baik.

Metode Penelitian

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif. Desain yang

digunakan dalam penelitian ini adalah desain pre-test dan post-test group yang polanya seperti

berikut:

Tabel 1. Desain Penelitian

Pre Test Perlakuan Post Test

O1 X O2

Keterangan:

O1 : Pre-test diberikan sebelum melakukan layanan bimbingan kelompok.

X : Perlakuan/treatment (layanan bimbingan kelompok).

O2 : Post-test diberikan setelah melakukan layanan bimbingan kelompok.

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek/subyek yang mempunyai

kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian

ditarik kesimpulannya.

Page 39: Pedoman Untuk Penulis - lp2m.umnaw.ac.idlp2m.umnaw.ac.id/file_data/artikel/00 Pendahuluan.pdfmaupun laporan kasus (case report) dalam bahasa Indonesia atau Inggris. Jika artikel menggunakan

Pedagogik Vol 11 No. 1, Mei 2016

114

Adapun populasi dari penelitian ini adalah seluruh siswa kelas XI di SMK Al-Washliyah

Teladan Medan tahun ajaran 2016-2017 sebanyak lima kelas.

Tabel 2 Populasi Siswa Tiap Kelas XI

No Kelas Jumlah

1 XI AK 1 30 Siswa

2 XI AK 2 30 Siswa

3 XI AP 1 27 Siswa

4 XI AP 2 28 Siswa

5 XI AP 3 25 Siswa

Jumlah 140 Siswa

Sampel adalah sebagian yang diambil dari populasi dan harus representatif dalam arti segala

karakteristik populasi hendaknya harus tercerminkan pula dalam sampel yang diambil.

Adapun jumlah sampel dalam penelitian ini adalah sebesar 10 orang berdasarkan

pertimbangan-pertimbangan yang dilakukan oleh peneliti.

Teknik Analisis Data

Analisis data adalah suatu cara untuk menganalis atau mengolah data yang diperoleh selama

peneliti mengadakan penelitian. Menggunakan one group pre-test and posttest design, maka

rumus yang digunakan adalah:

)1(

2

d

Mdt

x

Keterangan:

Md : Mean dari defiasi (d) antara post-test dan pre-test.

Xd : Perbedaan devisi dengan mean deviasi.

N : Banyaknya subjek

df : Atau db adalah N – 1 (Arikunto, 2010:139)

Hasil Penelitian dan Pembahasan

Berdasarkan hasil analisis data, menunjukkan bahwa terdapat peningkatan Sikap empati

setelah memperoleh layanan bimbingan kelompok. Dari analisis data penelitian, diketahui bahwa

rata-rata tingkat konsep diri setelah memperoleh layanan bimbingan kelompok lebih tinggi

dibandingkan dengan sebelum memperoleh layanan bimbingan kelompok yang didalamnya

membahas tentang sikap empati, berdasarkan hasil analisis data, terbukti bahwa ada pengaruh

yang signifikan antara pemberian layanan bimbingan kelompok terhadap sikap empati siswa

SMK Al Washliyah Teladan Medan. Hal ini di tunjukkan dengan perhitungan uji t (thutung > ttabel

atau ( 7,844 > 2,262)

Page 40: Pedoman Untuk Penulis - lp2m.umnaw.ac.idlp2m.umnaw.ac.id/file_data/artikel/00 Pendahuluan.pdfmaupun laporan kasus (case report) dalam bahasa Indonesia atau Inggris. Jika artikel menggunakan

Pedagogik Vol 11 No. 1, Mei 2016

115

Dari hasil analisis data test awal (pre-test) diperoleh skor rata-rata sikap emapti =76,5 ,

sedangkan setelah pemberian layanan bimbingan kelompok (post-test) diperoleh rata-rata sikap

empati =121,2 , artinya rata-rata konsep diri siswa setelah mendapat layanan layanan bimbingan

kelompok lebih tinggi dari pada sebelum mendapat layanan bimbingan kelompok (post test > pre

tes), artinya ada pengaruh yang signifikan antara pemberian layanan bimbingan kelompok

terhadap sikap empati siswa SMK Al Washliyah teladan Medan.

Dalam hal ini semakin sering dilakukan layanan bimbingan kelompok maka akan semakin

baik terhadap pembentukan sikap emapti siswa SMK Al Washliyah Teladan Medan. Maka

hipotesis ini menyatakan “adakah pengaruh fositif dan signifikan pelaksanaan bimbingan

kelompok terhadap pembentukan sikap empati siswa SMK Al Washliyah Teladan Medan” dapat

diterima.

Kesimpulan dan Saran

Berdasarkan hasil penelitian disimpulkan bahwa ada Pengaruh Terhadap Pemberian Layanan

Bimbingan Kelompok Terhadap Pembentukan Sikap Empati Siswa Kelas X SMK Al Washliyah

Teladan Medan TA. 2016-2017.

Saran yang dapat dikemukakan dari peneliti yang telah dilaksanakan di SMK Al Washliyah

Teladan Medan adalah: 1. Guru pembimbing hendaknya mengaktifkan kegiatan layanan

bimbingan kelompok dalam usaha meningkatkan wawasan mengenai Sikap Empati sehingga

siswa dapat bersikap terbuka dan berempati. 2.Guru pembimbing hendaknya lebih mendekatkan

diri dengan peserta didik agar peserta didik dapat secara terbuka menyampaikan empatinya

ataupun lebih membuka diri kepada orang lain disekitarnya. 3. Bagi siswa diharapkan agar

melalui bimbingan kelompok yang diberika perlakuan sikap empati yang ada pada dirinya dapat

bertambah. 4. Bagi peneliti berikutnya yang ingin meneliti tentang sikap emapti siswa dapat

meneliti lebih lanjut hal-hal yang mungkin memiliki pengaruh terhadap variabel tersebut dengan

subjek peneliti yang berbeda serta bisa sebagai bahan referensi tentang konsep diri dan dapat

digunakan untuk mengembangkan karya tulis dimasa yang akan datang.

Daftar Pustaka

Arikunto, Suharsimi. 2012. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi aksara.

Arikunto, Suharsimi. 2013. Prosedur Penelitian suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka

Cipta.

Daryanto, 2005, Kamus Umum Besar Bahasa Indonesia, PN. Balai Pustaka, Jakarta.

Gerungan, WA, 2000, Psikologi Sosial, PT. Eresco, Bandung.

Gunarsa, Ny. Y. Singgih dan Singgih D. Gunarsa, 2002, Psikologi Untuk Membimbing, BPK

Gunung Mulia, Jakarta.

http://repository.ubaya.ac.id/3480/1/Menumbuhkan Rasa Empati.

Page 41: Pedoman Untuk Penulis - lp2m.umnaw.ac.idlp2m.umnaw.ac.id/file_data/artikel/00 Pendahuluan.pdfmaupun laporan kasus (case report) dalam bahasa Indonesia atau Inggris. Jika artikel menggunakan

Pedagogik Vol 11 No. 1, Mei 2016

116

Margono, S, 2004, Metodologi Penelitian Pendidikan, Rineka Cipta, Jakarta.

Nasution, Ahmad Sukri. Dkk. 2013. Pedoman Penulisan Skripsi Mahasiswa Fakultas Keguruan

Dan ilmu pendidikan UMN Al-Washliyah. Medan: Universitas Muslim Nusantara Al-

Washliyah.

Nasution, S, 2000, Metodologi Research Penelitian Ilmiah, Bumi Aksara, Jakarta .

Nawawi, Hadari, 2006, Psikologi Kean, Gunung Agung, Jakarta.

Prayitno, 2008, Wawasan Bimbingan dan Konseling di Sekolah, Depdikbud, Jakarta

Prayitno. Amti Erman. 2004. Dasar-Dasar Bimbingan Dan Konseling. Jakarta. Rineka Cipta.

Saam , Zulfan. 2013. Psikologi konseling. Jakarta: rajawali Grafindo.

Sedanayasa, Gede. 2004. Pengembangan Pribadi Konselor. Graha Ilmu. Jakarta.

Soepomo, 2002, Statistik Inferensial, Usaha Nasional, Surabaya.

Sugiono. 2012. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif Dan R & D. Bandung: Alfabeta.

Sugiyono, 2003, Statistik Non Parametris Untuk Penelitian, CV. Alfabeta, Bandung

Sujanto, Agus, 2001, Psikologi Remaja, Rajawali Press, Jakarta.

Taufik, 2013.Empati.Rajawali Press.Jakarta.

Tohirin. 2013. Bimbingan dan Konseling di Sekolah dan Madrasah (Berbasi Integrasi). Jakarta:

raja Grafindo Persada.

Winkel & Sri Hastuti. 2004. Konseling di Institusi Pendidikan. Yogyakarta: Media Abadi.