Upaya Serta Peran ASEAN Dan Cina Dalam Penyelesaian Konflik Di Laut Cina Selatan
PEDOMAN PENYELESAIAN MASALAH CINA DI INDONESIA
Transcript of PEDOMAN PENYELESAIAN MASALAH CINA DI INDONESIA
',I
BADANKOORDIN4SI INTEWEN NEGARA
PEDOMAN PENYELESAIAN I' MASALAH CINA
., J
DI INDONESIA
Buku 1
DIIDMPUN DAN DISUSUN .OLEH
BADAN KOORDiNASÎ MASALAH CINA - BAKlN JAKARTA 1979
, ,
DAFfARISI
Halaman
1. Daftar Isi ............................................. 5 2. Kata Pengantar .......... :............................. 11 3. Kebijaksanaan Penyelesaian Masalah Cina ..... :........... 13 4. Petunjuk Tehnis: . . 24
a. Keimigrasian, clan Kependudukan, Kewarganegaraan 24 b. Perekonomian; Umum, Perburilhan, Perbankan, Perindustri- .
an, Perdagangari, Perpajakan ................. '. . . . . . . . .. 50 c. Sosial-Budaya; Pergaulari Kemasyarakatan, Pendidikan,
Agama/Kepercayaan dan adat istiadat, Pers/Mass-Media ... S4
5. H1rnpunan Per-Undang-Undangan mengenal Kebllaksanaan Dasar_ 56
- Umnm 61
1. Instruksi Presidium KabinetNo: 37/U/IN/6/67. Tentang Kebijaksariaan POk:ok Penyelesaian Masalah Cina .................................... ; ..... ~) 63 ( catatan: Lihat 80sial . Budaya, Asimilasi (U muD., No3) , -
2. Keputusan Presiden No. 240/1969 .. Tentang Kebijaksanaan pokok yarig menyangkut WNI keturunan Cina . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . ... . . . . . . . . . .. 68 (Ca!atan: Lihat Sösial Budaya, Asimilasi (Umnm) No.4)
3. Staatsblad 1909Nci. 250 jo. 19i7 No. 497 ps.6 No. 171. . Tentang Perkumpulan Rahasia Cina ....... : . . . . . . . . . 70
4. P.P. 41/1958. Te'1tang Penggunàan bendera asing .... 71 5. Undang-Undang No. 4/Pnps/1963.
Tentang Pengamanan barang-barang cetakan yang mengganggu Ketertiban Umum .... : :.. . . . . . . . . . . . . 14
6. Peraturan Presiden Nb. 14/1964. Tentang Lembaga Persahabatan antar bangsa di Indonesia ............................ '.' .•. ; . . . .. 77
- Kelmlgraslan81
1. Staatsblad 1916 No. 47 jo, 1949 No. 330. TentarÎg PenetIlpan ijin masnk ... ' ...... ' .... ; . . . .. . . 83
. 2. Staa.tsblad 1949.No. 331. Tentang ordonansi ijin masuk . 93 . • • I •
5
h·
3. Undang Undang No. 14/1959 .. Tentang Penetapan U.U. Dàrurat No. 40/1950, tentang Surat Perjalanan Rl ...............•.............. 97
~ Kependudukan. 107
1. U.U.No. 9/Drt/1953. Tentang Pengawasan Orang Asing ............................................ 109
2. UóU. liIo. 9/Drt/19SS. Tentang Kepel1dudukanOrang Asing .... : .. : .... ,.: .................. :......... 112
3. U.U:No. 3/1958. Teritarig Penempatan Tenaga Asing 0) 115 .
. - Kewarganegaraan.. 123
1. U.U.D. 1945 Bab X Ps. 26, 27. Tentang warganegara 125 2. U.U. 10 Februari 1910.
Tentang . Kekaulanegaraan "'Belanda bukan . Belanda 126 3. U.U. No. 3/1946.' .
. Tentang Warganegara dan Penduduk Negara ........ 129 4. H:u. No. 6/1947. Perubahan U.U. No. 3/1946 .. ..... 138 5. persetujuan . perih:a1 pembagian warganegara .. L.N.
1950 -:- '2;', TentangPtirsetujuanpembagian warga· negara antarà RlS dän Ketaj;.ru, Belanda ........ , 141
. 6. U. U. ,No .. 2/1958: Tentang Persetujuan Perjanjian· antaraRl dan RRC mengenài Dwi-kewarganegaraan .. 155
7. U.U. No. 62/19,58. Tentang Kewarganegaraan RI .... 156 8. U.U. No. 4/1969. Tentang Pemyataan tidak berlaku-
nya U.U. No.;21i958 ............................. 169 9. Kep)ltus~n J'residèn No. 7/i971. . ,
.l'ei::iJ.Yataan' diguna'kari ketentuan;ketentuari. U. U. No. , 3/1946 untuk menetapkan kewarganegaraan RI bagi penduduklrj.I\O Barat .. ...... .. .. . .. .. .. .. . . . .. .. .176
10. U.U.' N6.371976.Tel1tang'P,rubahan pasal 18 U.U. 62/1958. 180
,',1."
- Perekonomlan. 183
- Umom.
1. U.U.D. 1945 Bab XIV pasal33. , . Tentang Kesejahteraan Sosial ........ :. ; ........ '. .. 185
2. KetetapanMPR No; 'IViMPR/1978. T'?"tang GBHN ~ab IlI, Pola Umum Pembangunan, Jangka Panjang huruf B ....... '. . . .. . . . . . . . . . . . . .. 186
\.
3. U.U. BRO 1934, (2-2-1938) Lembaran Negara 86/1938. Tentang Penyaluran Perusahaan-perusahaan. (Bedryfsreglementerings-ordonantie). . 191
4. PeraturanPresiden No. 20/1963. (26-9-1963). Teritang Pemberiail fasilita. bagt proyek-proYek yang dibiayai dengan kredit L.N. atas dasar Production Sharing ..................................... ;... 200
5. U.U. No. 1/1967. Tentang Penanaman Modal Asing dan penj~lasannya ... ,............................ 204
6. U.U. No. 6/1968. Tentang Penanaman Modal Dalain'Negeri dengan pen-jelasannya. 220
7. Undang-Undang No. 11/1970. ' , Tentang Perubahan dan Tambahan U.U. No. '1/1967, \ tentang PMA ................. ; ..... ' ........... " 237
8. Undang-Undang No. 12/1970. T,mtang Perubahan dan Tambahan U.U. No. 6/1968, tentang PMDN : ....................... ; ......... 239
- Perburuhan. 243
1. Peraturan Pemerintah" U;mbarari Negara 461/1941. Tentang PeraturanPerbufuhan di perusaliaan.' perin-dustrian. ' . . . ' 245
2. Undang-Undang No. 2/1951. , Teritang Pernyataan berlakunya U.U. Kecèlakaan 1947
No. 33 dari Republik lndomisia untuk seluruh Indo-nesia:. 250
3. Undang~Undang No. 3/1958. Tentang Penempatail Tenaga Kerja Asing ......... 0) (Lihat Kependud"kan No. j) (Halaman sesuai dengan Kependudukan No. 3).
4. Undang-Undang No. 1/1970. Tentang Keselamatan Kerja: disertai 'penjelasannya . .. 268
- Perpajakan. 283
1. Undang-Undang No. 74/1958. (11-8:i958) . ,':TentangPenetapan ll .. U. Darurat NO.,16 tahun 1957.
1:entang Î'àjak .Bangsa Asing '" .....•.. ::. .. . . .. . .. 285
~ Perdagangan.
1. Peraturan Presiden No. 10/1959. Tentang laranganbagi usaha perdagangan keeU eeeran yang bersifat asing di luar' ibukota daerah Swatantra
299
Tingkat I, II,sena Keresidenan .. ' ........ : .. : ...... ' 301 2. Surat Kepûtusan Ménteri Perdagangan No. 129/Kp/
VII76. Tentang Perijin,an Usaha Dàgárig ........... , 306 3. Peraturan Pemerititah No. '36/1977.(29-12-1977).
Tentling Penga1chiran Kegiatan Usaha Asing' dalam , bidang Perdagangan , ....... ;.," .............. ' .. " 311
4. lnstruksi Presiden No. 6/1977. (1-4-1977). Tentang Program Bantuan Kredit Pem,bangunan dan Pemu-garan Pasar .. , ........... , ... ,. ........... '. . . . . . .. 324
~ Soslal-Budaya 329
~ Aslridlasl [Umuml. 331
1. Ketetàpan MPR No. IV/MPRl1978, Bab IV hurUf D. Agama, Kepereayaàri terhadap TuhilD YME, Sosial-Budaya angka tiga huruf e .................. ;..... 333
2., ResolJ1si M~RSNo;.II1/RES/MPRS/1966. "Tentang ~einbinaanKesatu!in Bangsa .............. 334
3. instr~ksi Presidium Kabinet' RI No. 37/U/IN/6/1967. Tentang Kebijáksanaan Pokok ..... " ............. 0)
, ,(Catl>.tan: ,Lihat ,Uinum No. 1) (Halaman sesuai , dengaii, pmumN,~. 1), , " ' " , 4. Keputusan Presiden RI No. 240/1967.
Tentang Kebijaksanaan Pokok yang menyangkut WNI keturunan Cina ......• ','" .............. : ... ' .. #)
, ,(Clltat,an: Lihat.umumNo. 2) " , , • ,L ,_,_ ' ••• , •• ,_ .,_.,
~ Aslmllasl dl bldang Pendidikan,. , ' 339
1. KeputüsanPresidenRI No. 34 tahun 1972.", Tentang Tanggung Jawab FungsionU Pendidikan dan' Latihan. 341
2. Kepiltusan Menteri P dan KNo. 072/,UI74. Tentang Peneabutan SK, Menteri Pendidikan 'dan Kabupaten 'No.15J68~" '
,TeiltllllgPeraturan Pelaksanaan penyelenggaraan SNPK dalam rangka men!lompungkehàtuhan pendidikan dan pengajaran segenapanak penduduk Indonesia ..... ',' 344
" d i
, ,
~ Pendldikan Asing di Indonesla.
Undang-Undang No. 48 prp/60. ' Tentang Pengawasan Pendidikan dan Pengajaran Asing , .......................................... 347
, .,... Agama/Kepereayaan.
Instruksi Presiden RI No. 14/1967.' . Tentang Agama, 'Kepereayaan dan adat istiadat Cipa . 360
~ Pers/Mass-Medla.
Keputusan MPRS No. XXXH/MPRS/66. Tentang PembináanPers . . . . . . . . . . . . . . . . .. . . . . . . .. 362
, ,
KATA PENGANTAR
Penyelesaian Masalah Cina adalah bagian daripada pembangunan bang.a dan pembinaan watak Bangu. Karena itu keseluruhan program· programnya menyangkut semua aspek kehidupan Bangsa dan Negara, serta saling jalin-menjalin satu dengan lainnya.
Mengingat luas. dan kait-mengkaitnya begitu· banyak permasalahan, maka dirasa perlu untuk menyusun dan menyajikan 'suatu pedoman yang dapat dipergunakan oleh senIUa Pejabat dan Petugas yang bidang tugasnya langsung dan! atau tidaI!:. langsung berhubungan dengan Masalah Cina tersebut.
Demikian pula, karena dalam rangka penyelesaian Masala:h· Cina itu telah digariskan berbagai kebijaksanaan yang tertuang dalam berbagai bentuk perundang-undangan, maka pedoman tersebut dilengkapi oleh suatu himpunan perundang-undangan yang disusun dengan sistematik sebagai berikut: 1. Kebijaksanaan Dasar,
yaitu kebijaksanaan-kebijaksanaan. yang menjadi landasan pokok bagi kebijaksanaan-kebijaksanaan pelak.anaan lebih lanjut;·
2. Pedoman Umum, yaitu berbagai pe<!oman untuk melaksanakan kebijaksanaan-kebijaksanaan tersebut diatas;
3. Petunjuk Pelaksanaan, yaitu pengatuan teknis yarig lebih terperinci .untuk melaksanakan pedoman-pedoman umum yang telah digaiiskan;
4. Organisasi Pelaksanaan, yaitu produk-produk yang mengatur pembentukan dan tata cara kerja berbagai aparat Pemerintahan yang disera:hi tugas' aalam penyelesaian Masala:h Cina. Berdasarkan sistematik tersebut di atas, maka Pedoman Penyele
saian Masalah Cina ini disusun dal.am satu rangkaian buku terdiri dari 3 buku yaitu:
a. Buku Kesatu, pada pokoknya berisi: - Kebijaksanaan Penyelesaian Masalah Cina. - Petunjuk teknis Penyelesaian Masala:h· Cina. ~ Himpunan I'erundang-undangan mengenai Kebijaksanaan Dasar.
b. Buku Kedua, pada pokoknya berisi Himpunan Peru~dang-undangan menge~ai Pedoman Umum.
\ 1 .
, Ket\~o--c, Buku Kegita. .
pada pokoknya berisi: --:- Himpunan Perundang-undangan mengenai petunjuk Pelaksa
naan; -:-' Hinipunan Perundang-uridangan mengenai Örganisasi' Pelak-
sanaan. , '. Demikianlah pedoman, Penyelesaian Masalah Cina beserta Him-'
punanPerundang-undangannya tersebut,di atas kami rangkai dan kami sajikan. untuk mempermudah, para Pejabat dan Petugas dalam peng-gunaanny,a sehari-hari. '
Semoga Allah selalu memberkahi kita semua. Amin'.
Jakarta. 1979. pARA PENYUSUN
KEBUAKSANAAN PENYELESAIAN MASALAH CINA
PENDAHULUAN ,
1. Penjajahan bangsa-bangsa Eropa, terhadap bangsa~bangsa Asia, 'begitu pula terhadap bangsa-bangsa lain di lain benua. merupakan pengalaman yang pahit sekalibagi bangsa-bangsa' yang terjajah. Tidak hanya bangsà-bangsa itu merasa terhina, kehilangan kemerdekaannyà dan menjadi warga klas kambing di dalam masyarakat dunia, tetapi juga bangsa-bangsa itu ,kehilangan kepercayaannya atas dirinya sendiri.
2. Baru setelah kemenangan Jepang terhadap Rusia dalam peperangannya pada' akhir abad ke-19, bangsa-bangsa terjajah tergugah oleh kenyataan bahwa bangsa Eropa dapat terkalahkan oleh bangsa Asia. Sejak saat itulah timbul kesadaran bam tentang konsep nasionali$me modem, di kaJangan bangsa-bangsa Asia yang terjajah, termasuk Indonesia. Sejarah 'bangsa Indonesia sendiri menunjuk!<a:1\ bèiltalikali berkobamya semangat membebaskan diri dari penjajah, dengan ,pembront!lkan-pembrontlli<an yang terjadi di mana-mana.Namun sema!l8at kebangsaan waktu itu.masih bersifat sempit,kebanyakan'
, hanya mencakup suku-suku bangsa yang bersangkutan tanpa adanya kerjasama yang berarti dengansuku-suku yang lain ataupun dengan unsur-Unsur masyarakat yang'lain.' , Begitu juga pembrontakan pènduduk, Cina terhadap Belanda dalam tahun 1740, yang sedikit banyakdidukung oleh Kerajaan Mataram ,tetapi,ditentang oleh .unsur'unsur yang lain.
3. Akhirliya disadari oleli bangsa Indonesia bahwa 'tanp~ pèisatuan dan kesatuandi antara semua unsur yangsenasili, perjuangan 'kemerdekàantak:akán 'berháSil. Titik tolak nasionalisme' modet:n IIidonesia ~dalah tahun i928 dimana waktu itu peniuka-pemuka
""muyarakat:lndonesia, jugayàng berásál 'dari keturunàÎi &Sing, .' men:gikatkan"diri 'dalaril perjuanganKenierdekaan Indonesia
::""»erdaSarkan pririsip SatlfTariah-air, Sátu Bangsa dari 'SatuBahasa, Indonesia. ',: ,J' ,': ," '
ii.i''Ièejadian itu yang terkenài sebagaiSumpáh 'Peniuda; 'pada dasamya . ' "tnierighendakihapusnya 'perliedaan'perbedaandi àntara SUKU 'bangsa
"\'ldáû 'uristir-unsllr,lain' .yáriié mengidentifikaSilcari 'dirinya' dimgan 13.
aspirasl bangsa Indonesia dan mengakui adanyá satu tanah-air sa ja_ Pula 'diakui pentingnya bahasa sebagai sarana pemersatu, selain sebagai sarana 'komunikasi yang praktis demi perkembangan kecerdasan dan kesejahteraan bangsa_
4_ Maka sejak tahun 1928 sebenarnya bangsa Indonesia sudah terbentuk dan S!'jak itu pula dimulainya pembangunan bangsa (nation-buüding) Indonesia dalam rangka de-kolonisasi. ' Froses dekolonisasi tidak terhenti dengan pengakuan K:emerdekaan bangsa Indonesia, tetapi hingga kini masihberlanjut dalam bentuk usaha-usaha pembangunan, 'antarl! lain: a) perombakan hukum kolonial dalam rangka pembangunan hukilm
nasional yang memenuhi aspirasi bangsa; b) perombakan tata-masyarakat kolonial dan membangun tata
rnasyarakat sesuai dengan ideologi Pancasila; c) perombakan tata-ekonomi kolonial ke arah tata-ekonomi nasional
sesuai dengan ,Pancasila dan tuntutan jaman_" ' Juga penyelesaian masalah-masalah kelompok-kelompok minoritas dalam masyarakat Indonesia yang majemuk itu., termas!1k keturunan asing, merupakan bagian yang integral di dalam pembangunan bangsa Indonesia.
5. Kalau dahulu dalam jaman penjajahan, diadakan pemisahan dan perbedaan-perbedaan perlakuan terhadap kelompok,kelompok ethnis di Indonesia, maka dekolonisasi maupun Sumpah Pemuda 1928 menghendaki hapusnya perbedaan-perbedaan itu, 'terutama perbedaan-perbedaan yang menghambat atau menghalang-halangi terwujudnya kehidupan masyarakat yang harmonis. Pembinaan bangsa mengarah pada persatuan dan kesatuan bangsa.
PIKIRAN DASAR
i. Sebagaimana seloka bangsa "Bhinneka Tunggal Ika", demikianlah memang sifat masyarakat Indonesia, berbeda antara Kelompok satu dengan yang lainnya tetapi tetap satu, satu dalam cita-cita membangun bangsa dan masyarakat yang adil dan makmur.
14
Semua unsur mempunyai peranan dan bagian di dalam nation,building itu, dan landasan yarig dipakainya adalah Pancasila. Filsafat Pancasila dalam pandangan dunianya menganggap manusia sebagai bagian yang integral dari seluruh a1am semesta, dan oleh karenanya menganggap bahwa sesungguhnya tidak ada perbedaan di antara sesama manusia sebagai makhluk Tuhan. Pancasila tidak mengenal perbedaan klas, perbedaan wama, kulit ataupun perbedaan agama dalam pandangan kemasyarakataimya. Dalam pandangan ,politiknya, Pancasila, m,enghendaki adanya
keseimbangan antara kepentingan perorangan (individualisme) ,dan kepentingan umuin (collectivisme), begitu pula hak-hak azasi bergandengan erat dengan kewajiban-kewajiban dalam'kehidupan masyarakat.
2. Maka dalam rangka nation-building itu, konsep kebangsaan bag! Indonesi'a bukanlah yang didasarkan pada agama, wama kulit ataupun keturunan, tetapi seperti apa yang oleh John Loeke diruniuskan sebagai "sekelompok manusia ,yang secara sukarela menyatukan diri karena perasaan senasib, aspirasi yang sama dan bersatu dalam memperjuangkan aspirasi itu", yangselanjutnya dipertegas dengan Sumpah Pemuda itu. .
3. Secara htikum kebangsaan Indonesia dirumuskan di dalam UUD 1945, Bab X pasal 26: ' (1) Yang menjadi Warga Negara ialah orang-orang bangsa Indonesia
asli dan orang-orang bangsa lain yang disahkan dengan UndangUndang sebagai Warga Negara.
(2) Syarat-syarat yang mengenai Kewargaan Negara ditetapkan dengan Undang-Undang.
Hak dan kewajiban pokok warga negara Indonesia dirtimuskan dalam pasal 27: (1) Segala Warga Negara bersamaan kedudukannya di dalam
Hukum dan Pemerintahan dan wajib menjunjung Hukum dan Pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.
(2) Tiap-Hap Warga Negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. '
Dengan demikian jelas bahwa Bangsa Indonesia terdiri dari yang asli berasal dari bumi Indonesia dan yang kemudian dengan undangundang menjadi bagian daripadanya sebagai warga negara. Bahwa juga bagi semua warga negara Indonesia sepenuhnya berlaku hak dan kewajiban yang sama.
4. Dengan uun 1945 sebagai landasan hukum yang tertinggi, MPRS dalam rangka' menyelesaikan konflik sosial yang timbul sebagai akibat Gestapu/PKI dalam 1965, menegaskan dalam Resolusi No. IIIIMPRS/1966, tentang Pembinaan Kesataan Bangsa, antara lain: "Merealisasi dengan' konsekwen larangan perangkapan kewarganegaraan dan mempercepat proses integrasi. melalui asi.milasi warga negara keturunan asing dan menghapuskan segala hambatan yang mengakibatkan yang tidak harmonis dengan warga negara asli".
Dari satu pasal ini dapat diketahui adanya 3 prinsip d,asar: a) tidak menghendaki adanya perangkapan kewarganegaraan;
15
b) menghendaki percepatan proses integrasÎ melalui asimilasi warga negara keturunan asing; ,
c) menghendaki hapusnya segala hambatan yang mengakibatkan kehidupan yang tidak harmonis antara yang asli dengan yang keturunan asing.
Sidang Umum MPR yang terakhir pun (1978) mengulangi lagi ketetapan kehendak politik di atas, dengan menyebutkannya lagi di dalam GBHN. Dalam ketentuan-ket~ntuan REPELITA-III, dalam
, bagian pembangunan Kebudayaan ad. 3.e. disebutkan "Usaha-usaha pembauran bangs': perlu, ditingkatkan di segala bidang kehidupan dalam rangka usaha memperkokoh kesatuan dan persatuan bangsa" .
5. Kehendak ,Politik Bangsa, yang dicetuskan lewat MPRS dan MPR di atas menandaskan bahwa tidaklah cukup orang menjadi WNI, kalau kewajiban-kewajiban yang bersamaan diperolehnya dengan hak-haknya sebagai warga negara tidak dipenuhinya. Bagi yang keturunán asing kewajiban-kewajiban itu; antara lain meliputi kesiapan mental' untuk benar-benar menanggalkan ikatanikàtan kewarganegaraan yang lama, sepenuhnya menyatukan diri dan mengidentifikasikan dirinya dengan Bangsa' Indonesia serta aspirasinya, dan ikut serta aktif dalam menghapuskan segala' hal yang ,dapat menghambat persatuan dan kesatuan bangsa. Di lain fihak bagi yang asli pun berlaku kewajiban-kewajiban, antara lain ilntuk' menerima: yang keturunan. asing sebagai sesama warga negara dengan status yang sama seperti mereka sendiri, bersamasama dengan yang keturunan asing menghapuskan segala sesuatu yang dapat menghambat prose. asimilasi itu. Kepada semua warga negara "baru" dari mana pun asal-keturwiannya harus diberikan "se"se of belo"g;"g ".
KEBUAKSANAANDASAR
1. Berlandaskan kehendak politik.bangsa tersebut di atas, Pemerintah ORDEBARUmeletakkan beberàpa kebijaksanaan pokok, yang semuanya: mengarah p~da pemisahan dan perlakuan yang tegas berbeda terhadap yang sudah menjadi WNI dan yang berstatus asing. Sebagai negara Hukum, setiap Pemerintahan Indonesia wajib menjamin dan melindungi hak-hak s"tiap warga negara tanpa kecuali, di samping ,berhak pula menuntut loyalitas dan kewajiban-kewajiban setiap warganya terhadap negara dan perundang-undangannya. Perlakuan terhadap orang asiÎlg di Indonesia, méskipun hak dan' kewajiban merekll tidak sama dengan yang dipunyai WNI, tetap harus wajar sesuai 'perundangan-undangan' yang berlaku bagi mereka. '
16
2. Dalam tahun 1966 Presidium Kabinet memerintahkan kepada Departemen Kehakiman untuk merombak Undang-Undang Catatan Sipil, sehingga catatan di Catatan Sipil hanya memuat kIItagorl WNI dan asing saja, ta"pa disebut lagi golongan menurut keturunan/ras: Eropa, orang-orang Ttmur Asing, dan Pribumi. Hapuslah, dengan demikian hukum yang memisah-misahkan sesama warga negara dan inenjadi penghalang bagi asimi\asi.
3. Instruksi Presidium berikutuya adalah No. 37/U/IN/6/1967, tentang kebijaksanaan pokok penyelesaian masalah Cina, khususnya terhadap yang masih berstatus asing dalam hubungannya deng/IU RRC. .'"
Instruksi itu mengatur, "ntara lain: a) Kedudukan orang asing di Indonesia, bahwa mereka boleh tinggal
dan bekerja di Indonesia hanya dengan izin Pemerintah Indonesia dan bahwa Pemerintah menganggap modal yang mereka peroleh dan dipertumbUhkan di Indonesia pada dasarnya adalah modal n.:Sional dan oleh karenanya harus 'dikerahkan dan dimanfaatkan untuk kepentingaiJ. Indonesia. Berdasarkan instruksi ini dalam tahun berikutnya diundangkan UU No. 6 tahun 1968 tentang Penanamàn Modal Dalam Negeri, yang selain hendak memanfaatkan modal, domestik juga bermaksud meneegah pelarian modal tersebut ke luar negerl.
b) Pendirian sekolah-sekolah asing hanya diperbolehkan bagi keperluan ke1uarga korps diplomatik dan konsuIer serta bagi keluarga orang-orang asing lainnya pend~duk sementara di Indonesia. Anak penduduk tetaplndonesia dianjurkan untuk masuk seko-lah-sekolah nasional. '
e) Warga negara asing yang bertempat di Indonesia, baik yang sementara maupun penduduk temp, diperkenank'!D mendirikan organisasi-organisasi yang bersifat lokal, tetapi terbatas pada bidang-bidang: - kesehatan; - keagamaan; , - kematian; - olah raga dan rekreasi.
d) Hubungan diplomatik dengan RRC akan diatur menurut kepen, tingan nasional Indonesia.
4. Khusus mengenai WNI keturunan asing dikeluarkan Keputusan Presiden No. 240 tahl1!1 1967 untuk menegaskan kedudukan dan pembinaan mereka. Ditegaskan antara lain bahwa kedudukan WNI keturunan asing adalah sama di dalam Hukum Pemerintahan dengan bangsa Indonesia lainnya, dan bahwa mereka tidak berbeda dalam
'17
hak dan kewajibannya dengan sesama warga negara'lainnya. Pembinaan WNI keturunan asingdijalankan dengan melalui proses asimilasi, terutama untuk mencegali terjadinya kehidupan yang eksklusif rasial. Demi proses asimilasi ini kepada WNI keturunan asing diberikan kesempatan yang sama dengan WNI asli dalam mengerahkan daya dan dananya di segala bidang untuk mempercepat pembangunan dan serta meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan Bangsa dan Negara.
5. Kelancaran proses asimilasi bangsa menghendaki kesediaan semua fihak untuk sàling menerima atas dasar kesamaan kedudukan dan dijalankan dIdam komunikasi (kontak sosial) yang bebas antar semua golongan penduduk. Dalam rangka ini pedu diberantas chauvinisme golongan, sikapsikap yang a-sosial dan cara-cara hidup yang eksklusif, di samping harus dikembangkan toleransi dan semangat tanggung jawab sosial (eivic responsibüities). Problema pembinaan masyarakat yang maje-' muk seperti masyarakat Indonesia mengandung aspek-aspek:
a) psikologis, karena saling kurang memahami adat istiadat masing· masing;
b) perbedaan latar belakang kebudayaan yang dapat merenggangkan komunikasi sosial dan mengakibatkan ketegangan-ketegang-an; , .
c) masalah-masalah dalam biclang ekonomi, sebagai warisan jaman kolonial yang masib mengandung kerawanim-kerawanan berhubung masih adanya perbedaan yang menyblok antara kedudukan ekonomi WNI keturunan asing dan kebanyakan bumiputra;
d) masalah keamanan dan politik, bila persoalan-persoalan di atas tak dapat dipecahk"n dengan baik.
Dari sekian 'banyak permasalahan yang menghambat asimilasi, permasalahan kebudayaan adalah yang paling komplex dan menentukan, berhubung tingkah laku manusia dikendalikan selain oleh
, angan-angannya juga oleh tata-nilai dari Iingkungan kebudayaan masing-masing. Maka pembinaan asimilasi dalam rangka mewujudkan kesatuan bangsa diarahkan pada terbeutuknya kesatuan tatani/ai.
6. Demi terwujudnya kesatuan tata-nilai, semua aspek afmitas kebuda; yaan yang bersumber di negeri leluhurnya pedu diputuskan, sehingga semua unsur kebudayaan yang hidup di Indonesia sempat untuk berkembang berdasarkanPancasila di dalam lingkungan alam dan aspirasi bangsa Indonesia. ' Berdasarkan atas pertimbangan di atas:
18
a) 'Ketetapan MPRS No. XXVII tahun 1966 tentang agama, pendidikan dan kebudayaan, antara lain' menetapkan: - Pancasila sebagai dasar pendidikan, dan bah",a tujuan pen
didikan adalah membentuk manusia Pancasilais sejati; , - Pendidikan agama menjadi keharusan' di dalam seluruh sistem
pendidikan nasional; , - Mempertinggi mental-moral-budi pekerti, kecerdasan dan ke
trampilan serta membina physik sehat dan kuat. b) Ketetapan MPRS No. XXXII/1966 tentang peinbinaan pers, yang
antara lain menetapkan: - pedunya segera adanya undang-undang pers; - bahwa kebebasan pers bukanlah kebebasan dalam arti libe-
ralisme dan erat hubungannya dengan keharusan pertanggungan jawab pada: Tuhan Yang Mahaesa. Kepentingan rakyat dan kedaulatan Negara. Moral dan tata-~usila. Kepribadian bangsa.
- bahwa penerbitan pers dalam bahasa asing bukan huruf latin (misalnya Tionghoa) hanya dimungkinkan satu penerbitan oleh Pemerintah.
Berdasarkan Keietapan MPR No. V /MPR/1973, kedua Ketetapan MPRS tersebut telah dicabut karena materinya telah tertampung dalam Ketetapan MPR No. IV/MPR/1978 tentang Garisgaris Besar Haluan Negara. Khusus mengenai penanggulangan subversi dan propaganda a;ing Cina, Presic;lium Kabinet menginstruksikan (Instruksi No. 49/U/ IN/8/1967) 'untuk meningkatkan daya-guna surat kabar berhuruf Cina "Harian Indonesia" dan penerangan-penerangan khusus dalam bahasa Inggris dan Cina oleh RRI.
c) Untuk memiIdahkan komunikasi sosial: Keputusan Presidium Ka- , binet No. 127/U/Kep/1211966 menetapkan tata-cara penggantian nama WNI keturunan asing agar lebib sesuai dengan nama-nama yang lazim dipakai WNI asli.
d) Instruksi Presiden No. 14/1967 menetapkan,kebijaksanaan pokok tentang agama, kepercayaan, dan adat-istia4at Cina, yang antara lain: - membatasi pelaksanaan tata-cara ibadat Cina yang memiliki
affinitas kultural pada negeri leluhumya, hanya secara intern dalam hubungan 1<;eluarga atau perorangan;
- melarang perayaan-perayaan pesta agama dan adat-istiadat Cina secara menyolok di, depan umum, melainkan dilakukan di dalam lingkungán keluarga.
,19
e) Selanjutnya setelah sekolah-se,kolah asing ditutup,j keeuali sekolah-sekolah yang diselenggarakan oleh Perwakilan Asing di Indonesia, kepada anak-didik asing penduduk tetap Indonesia diizinkan masuk sekolah/kursus negeri, dan kemudian kepada masyarakat diberikan kesempatan untuk mendirikan apa yang ciikenaI sebagai Sekolah-sekolah Nasional Proy,<-k Khusus (SNPK) guna menampung sisa al1ak-didik asing yang, tak tertampung di sekolah/kursus negeri.
Sesuai dengan namanya di sekolah-sekolah tersebut berlaku kurikulum nasionaI dan staf guru terdiri pula dari tenaga-tenaga nasional.
Setelah berjalan eukup memuaskan, SNPK tersebut ditingkatkan fungsinya sebagai wahana asimilasi dengan dirobahnya menjadi sekolah-sekolah swasta nasionaI biasa, dan ditingkatkan pula program asimilasi dengan meneampur-baurkan murid-murid berdasarkan perbandingan 60 : 40 antara warga negara dan yang masih berstatus asing, Sesuai Iingkungan daerah yang bersangkutan perbandingan antara WNI dan asing itu dengan sendlrlnya akan berbeda satu sama lainnya. Namun jelas di sini tujuan Pemerintah untuk menghapuskan kelompok-kelompok kebudayaan asing di tengah-tengah masyarakat, melalui pendidikan nasionaI dan kontak sosiaI sejak dari bangku sekolah. '
Kebijaksanaan ini dibarengi dengan penegasan lebih lanjut me-' ngenai kedudukan, hak dan kewajiban sekolah-sekolah kedutaan dan sekolah-sekolah asing swasta yang didirikan untuk kepentingan anak orang-orang asing yang sementara bertempat tinggaI di Indonesia. Selain itu kesempatan sekolah di luar negeri diba-
, tasi, baik bagi warga negara maupun bagi anak-anak asing pen-duduk tetap Indonesia. '
7. PasaI 9 Resolusi MPRS No. Ill/1966 di 'atas menyangkut perekonomian, di mana ditegaskan untuk "Meningkatkan usaha-usaha kesejahteraan rakyat, untuk menghilangkan kemiskinan, sehingga adanya keseimbangan tingkat kehidupan rakyat". PasaI 12 selanjutnya mempertegas lagi hal di atas deng,,:n "Meratakan pembangunan di segala bidang di selllrUh daerah".
20
'Para wakil rakyat dengan ini menghendaki demi kokohnya Kesatuan Bangsa, agar diusahakan tereapainya keseimbanganting~at kehidupan rakyat, bukan hanya antara golongan penduduk satu sama lainnya akan tetapi jnga di antara semua daerah. " PP 10/1959 yang melarang usaha perdagangan keeil dan eeeran yang bersifat asing di luar ibukota Daswati I dan II serta Karesidenan
tidak banyak berhasil untuk, meningkatkan kesejahteraan rakyat pedesaan. Faktor-faktor ekonomi nyata kurang memperoleh perhatian daIam PP tersebut, seperti tersedianya modal dan ketrampilan, sehingga dalam masa pembangunan sejak ORDE BARU suatn pendekatan baru diambil. Sebagai negara berkembang yang sedang membangun; semua dana ' dan daya masyarakat harus dapat dimanfaatkan, juga yang berada di tangan penduduk asing, maupun yang perlu didatangkan sebagai pelengkap dari negara-negara yang telah maju. ' Untuk menggairahkkan kehidupan ekonomi nasionaI, maka keluarlah UU No. 1 tahun 1967 (PMA) dan UV No. 6/1968 (PMD), di mana diatur gerak dan ketrampilan asing daIam keseimbangannya _ dengan modaI, dan ketrampilan nasiona!. Dan sejak 1978 sesuai ketentuan UV No. 6/1968, semua kegiatan perdagangan harus sudah beralih ke tangan nasional, termasuk bidang jasa yang erat hubungannya dengan perdagangan. DaIam pada itu ditentukan puÎa bahwa waktu berusaha bagï perusahaan-perusahaan asing dibàtast: a) daIam bidang industri berakhir pada tanggaI 31 Desember 1979; b) dan daIam bidang-bidang usaha lainnya akan ditentukan lebih
lanjut oleh Pemerintah dengan batas waktu antara 10 dan 30 tahun. '
PeraIihan fungsi-fungsi ekonomi itu dilalmkan dengan berangsurangsur bertambahnya jumlah' saham yang dimiliki oleh warga negara Indonesia, sampai sedikitnya 75% dari jumlah seluruh saham per-' usahaan yang bersangkutan.
8. Tujuan untuk menguasai dan mengelola sendiri seluruh roda perekonomian tidak akan tereapai bila seluruh bangsa tidak berusaha keras untuk mengembangkan modaI dan ketrampilannya. Dalam rangka meratakan kesejahteraan, dan sekaligus dalam rangka pemupukan modaI dan ketrampilan, Pemerintah membantu para pengusaha nasio~al untuk mengembangkan diri dan usahanya, dengan bermaeain,maeam program mufai dari kredit-kredit eandak-kulak, KIKlKMKP, macllln-maeam kredit lainnya, kursus ketrampilan, asuransi sampai dengan bantuilD pemasaran. Selain itu dianjurkan agar para pengusaha membangun kerjasama yang ent di antara
, mereka sendiri, baik di daIam bidang usaha masing-masing maupun kerjasama antara-bidang usaha. Penting sekaIi dalam rangka ioi usaha untuk mengembanghn kewiraswastaaJl (entrepreneurshipjdi kalangan pengusaha Bumiputra agar mereka meneapai' kemampuan dan keuietan daIam memperkembangkan usahanya.
9. WNI-asli dianjurkan dan didorong untuk terjun ke dalam dunia usaha. Selain bantuan fasilltas yang disediakan' Pemerintah UJituk
21
itu, sistem pen:didikan nasional harus mengarah pada pembentukan manusia Indonesia yang selain cerdas juga sanggup berdiri di atas kaki sendiri, produkili, dan mampu menciptakan kesempatan kerja bagi orang lain.' ' Di samping itu WNI keturunan asing dianjurkan dan didorong untuk beralih professi dari usaha-usaha yang spekulatif sifatuya ke peketjaan-peketjaan yang selain produktif juga yang mengikat kemampuan dan permodalan mereka. Pada dasamya semua bidang professi hams terbuka bagi semua unsur inE:>1'arakat, dan keliru kiranya bUa di dalam kehidupan masyarakatterdapatpembagian pekerjaan (division of labour) menurut garis-garis rasial.
STRATEG!
1. Masalah Cina dan masalah ketururian asing pada umumnya adalah ' masalahnasional, sungguhpun dalam wujudnya merupakan masalah sosial-budaya. Sebagai permasalahan sosial-budaya yang peka, penangànan masalah ini harus selalil didasarkan pada pertimbanganpertimbangal! politik-psikologis yang tepat. 'Oleh karena itÎ1 pemisahan yang tegas antara yang WNI dan yang masi.h berstatus asing , adalah merupakan usaha strategis yang pokok.
2. Sebagai bangsa yang pemah terjajah, Bangsa Indonesia menginginkan hapusnya semua bentilk diskriminasi, baik dalam kehidupan masyarakat dl dalam negeri sendiri maupun dalam hubungannya dengan dunia intemasional. Karena itu tertib hukum dan kepastian hukum penting sekali bagi pertumbuhan kesatuan bangsa, mengingat In~onesia adalah tempat berlindung bagi setiap warg;< negara.
3. Sebagaimana PaneasUa menghendaki adanya keseimbanganantara kepentingan perorangan cfungan kepentingan umum, begitu pula fU- , safat Cina kuno. Persamaan fUsafat itu perlu digunakan dalam membimbing kehidupanmasyarakat, sehingga terwujud kehidupan yang h~rmonis antar-semua golongan. Dalam rangka ini semangat gotong-royong dan semangat tanggung jawab sosial (civic responsibility) harus terus dibina dan ditumbilhkan.
4. Dalam konteks hubllflgan antar bangsa, Indonesia mendasarkan si- ' 'kap politik luar negerinya pada prinsip-prinsip ko-existensi sesuai dengan KonperensiBandung.' Prinsip-prinsip ko-existensi itu mem- . berikan batasan-batasan yang tegas mengen ai hak dan k~wajiban setiap bangsa dalam memelihara dan meli.ksanakan kedaulatannya.
2i
Dengan lain perkataan. 'prinsip-prinsipitu merupakan "code of behayiour ", norma-norma perUaku bangsa dalam hubungan antar '
bangsa demi meme\ihara perdamaian dan persahabatan serta meneegah pertentangan.
5. Dalam rangka mewujudkan prinsip-prinsip itu, di samping Indonesia mempertahankan hak-haknya yang wajar ([egitimate rights) , Indonesia pula wajib menghormati hak-hak yang wajar bangsa-bangsa lain. "
, Khusus dalam hubungannya dengan masalah Cina, Indonesi .. hanya . mengakui RRC .sebagai negeri Cina. Bahwa ada 2 kekuasaan Cina, RRC dan Taiwan yang masing-masing.mengàku berdaulat, 'hal itu dipandang sebagai pertentangan dalam negeriyang Indonesia tidakingin ikut campur. lndonesia pun tidak menghendald wUayahnya dipakai sebagai arena pertentangan antara 2 kekuasaan itu.
6. Berdasarkan atas prinsip-prinsip ko-existensi di atas, Indonesia mengarahkan hubungannya dengan RRC pada pengakuan kepentingan masing-masing dan terwujudnya "garis demarklisi" antara kepen-tingan-kepentingan nasional lndonesia dan RRC. ' Penting sekali dalam hal ini adalah, antara lain: a) Hapusnya perangkapan kewargariegaraan; b) Kedudukan hak dan kewajiban penduduk Cinaasing di Indo
nesia, 'yang mengaku warga negara RRC atau Taiwan, atau stateless;
e) Masalah Komunisme dan Subversi Komunisme; d) Keutuhan wilayah dan integritas Indonesia. ,
7. Tujuan akhir yang hèndak dicapai adalah terwujudnya màsyarakat adil daumakmur, di mana kebhinnekaan unsur-unsur bangsa tidak lagi merupakan pemisah, tetapi telah membangun kesamaan tatanilai kehidupan yang luhur bàgi kerukunàn dan kesatuan bangsa.
8. Tujuan antara adalah hapusnya unsur penduduk Cina dan keturunan , asing lainnya sebagai ''security risk" dan sebab keresahan masyar!lkat Indonesia, dengan hapusnya keeurigaan dan chauvinisme golongan dan makin bertumbuhnya toleransi antargolongan tanpa' hilangnya kewaspadaan bangsa terhadap subversi.
9. Sasaran, merobah cara berf'tkir dan, sikap hidup penduduk keturunan asing, khususnya yang telah menjadi WNI, agar mengidentifikasikan dirinya dengati kepentingan-kepentingan masyarakat dan negara In,donesia.
Jakarta, 23 Oktober 1978.
23
PETUl'iroK TEKNIS
KEIMlGRASlAN, KEPENDUDUKAN. DAN KEWARGANEGARAAN
KEIMlGRASIANDANKEPENDrJDUKAN
1. Pemerintah Kolonial Belanda dulu di dalam masalah orang asing menganut "opendeur politiek" ialah membuka pintu masuk selebarlebarnyabagi orang-orang asing yang mempunyai kehendak menetap di Indonesia dan kepada mereka itu diberikan kesempatan seluasluasnya untuk melakukan segala aktivitas di bidang perniagaan dan perburuhan, bahkan bukan saja membukakan pintu masuk bagi mereka itu, akali tetapimemang dengan segala jalan Pemerintah Kolonial Belanda berusàha menarik orang-orang asing sebanya!<' banyaknya sebab dengan jalan mempersilakan orang-orang asing itu . masuk di Indonrsia, Pemerintah Kolonial bermaksud dapat lebih banyak atilbil untung_ Berlainan halnya dengan keadaan sekarang,di mana klta.tidak lagi melanjutkan "pintu' terbuka" tèrhadap or~g asing mehiinkan dengan selective policy, sesuai. dengan kepentingan dari· Bangsa Indonesia_ Selective policy adalah politik saringan yang ditunjukan terhadap orang-orang asing, sehingga beradanya orang-orang asing di Indonesia .bukan saja' bergunabagi kèpentingan orang-orang asing itu sendiri, ta:pi teruta~a barus berguna bagi pembangunan Negara Republik Indonesia_ D( dalam hal,.in\,Iayani dan mengurangi jumlah orang.orahg asing
. Perilerintah RI .selalu menonjolkan sègi kebutuhan akan tetapi jangan sampai merugikan dalam segi security, yang berarti mencegah adanya perbuatan/unsur-unsur negatif di samping kita membutuhkan keahlianiJ.ya.
.2. SesiJaidengan politik pintu terbuka yang dianut oleh Pemerintah Kolonial dahulu pada waktu masih b.ereokol di burili· Indonesia,
.' ·tidak ada suatu peratU1'an tentang pengawasan orang asing, yang ada hanyalah peraturan-peraturan yang memuat ketentuan-ketentuan procedure bagi orang asing apabila ingiti mendapatkan izin masuk dan berdfam di Hindia Belanda yang jiwanya tentu gaja disesuaikan
. dcmgan 'maksud dan kepentingan penjajahan. . Penet!lpan lzin Masuk' (Toelatingsbe8luit) stb. 1916 No. 47 meskipun terakhir telah dirobah denganstb •. 1949 Nó. 330 belum juga merupa-,
kan suatu peraturan-peraturan yang memuat pembatasan dan pengawasan orang asing,.akan tetapi barn merupakan suatu petunjuk tentang bagaimana earanya apabila seorang asing ingin memperoleh izin masuk atau menjadi penduduk Indonesia. Di dalamnya masih terd~pat hal-hal yang tidak sesuai lagi dengan kepentingan bangsa Indonesia umpamanya dalam pasal18a dan 18byang pada tahun 1952 dilaksanakan dengan Keputusan Menteri Kehakiman . No. J.M. 2/1/12 tanggal 12 Januari 1952 di mana ditentukan quotum bagi pemasukan orang asing, sedangkan sekarang Pemerintah hanya memberi izin masuk kepada orang asing apabila ia beifaedah bagi kepentingan Negara Republik Indonesia. Oleh karena itu akan lebih baik apabila tindakan terhadap orang asing itu dilakukan berdasarkan peraturan-peraturan yang dibuat oleb Pemerintah RI ,sendiri, meskipun yurldis peraturan-peraturan yang dibuat oleh Pemerintah Kolonial dahulu masih berlaku.
3. Peraturan-peraturan mengenai orang asing yang dibuat oleh Pemerintah RI semuanya berlsikan soal-soal yang khusus dan memuat sanksi-sanksi yang berdiri sendiri, jelasnya bahwa tiap-tiap Peraturan/ Undang-Undang tentang orang asing yang berlaku masing-masing inemuat ketentuan mengenai satu segi dari kewajiban orang asittg terhadap Negara Republik Indonesia dengan disertai sanksi-sanksi apabila melanggamya. ' Pengawasan orang asing sekarang dilakukan berlandaskan Undang- . Undang 9 Drt.l1953, yang wewenangnya betada pada fihak Menteri Kehakiman. Semenjak Pemerintah Kolonial dahulu, wewenllng pengurusan orang asing ini berada dalam tangan Menteri Kehakiman (PenetapanIzin Masuk). di mana instansi lmigrasi sebagai Instansi . Pelaksana yang langsung melayani kepentingan-kepentingan orang asing di bidang immigratoir. Undang-Undang ini bukan petunjuk.petunjuk tentang keimigrasian, akan tetapi lebih banyakmengandung unsur-unsur politik dan
, keamanan. Yang penting adalah pengawasan Negara terha:dap perbuatan-perbuatan tidak bertanggung jawab dari orang-orang asing dan bukan pelayanan terhadap orang-orang asing sebagaimana dilakukan oleh Pemerintah Kolonial dahulu. .
4. Pendaftaran Orang Asing
Kepineangan sebagai akibat dari politik pintu terbuka dari Peme •. .rintah Penjajah Belanda yang sangat teras"a sekali ialah tidak adanya registrasi ya.ng tera:tur mengenai orang asing ini,sehingga sulitlah bagi Pemerintah kita untuk menetapkan jumlah, seluruh bangsa asing yang
. berada di Indonesia yang hal ini juga menYulitkan dalam pengawasan, ,Kemudian PemeJintahmeinbuat Peraturan Pemerintah No. 32/1954
25,
Lembaran Negara tahun 1954 No. 52 tentang Pendajtaran Drang ,Asing yang merupakan pelaksanaan darïUndang-Undang 9 Drt.!
1953 dan Instansi Imlgrasi ditunjuk sebagai Instansi pendaftar. Sejak tahun 1954 dimulai1ah pendaftaran orang asiug yang dilakukan oleh Instansi Imlgrasi Bagian POA (Pendaftaran Orang Asing), menurut 'adanya, sehiugga pada waktu pendaftaran diri itu orangorang asing yang bersangkutan hanya menyerahkan bukti-bukti yang ada pada waktu itu dan kadang~kadang terdapat juga orang-orang asing yang mengaku surat-suratnya telah hilang dan sebagainya. Pendaftaran ini disebut pendaftaran orang asiug Phase I (POA Phase I), kemudian kepada orang-orang asiug yang telah mendaftarkan diberi S. POA (Surat Pendaftaran Orang Asing) sebagai tanda bukti bahwa ia telah memenuhi PP 32/1954. _ Di daerah-daerah yang tidak terdapat Kantor Imigrasipendaftaran dilakukan oleh Pamongpraja setempat, kemudian hasilnya dikirimkan ke Kantor Imigrasi yang terdekat (menurut daerah hukumnya masing-masing). Kemudian diadakan pendaftaran orang asing Phase kedua (POA Phase II) ia/ah phasepenelitian tentang .tatu. keahlian dan lain-lain dari orang asing yang telah mendaftarkan diri pada POA Phase I. Tiap-tiap orang asing dipanggil dan diperiksa oleh suatu Panitia Penelitian bertempat di Instansi Imigrasi yang anggauta-anggautanya terdiri dari wakil-wakil Instansi Security' termasuk wakil dari Kejaksaan. ' Di da/am phase iuilah nasib se~rang asing ditentukan apakah ia 'dapat diizinkan terus berdiam di Indonesia atau' harus segera meniuggalkannya atau .surat-surat Imigrasi apakah yang diberikan kepadanya . apabila ia ,diizinkan terus berdiam di Indonesia (KIM, SKK). Setelah diadakan pendaftaran orang asing iui maka dapat dianggap bahwa tidak ada lagi orang asing yang tidák terdaftar dan Pemeriutah telah mempunyai pengetahuan tentang jumlah, status, dan di daerah mana orang-orang asiug itu berada dalam wilayah' RI, yang berarti telah memiliki bahan-bahan yang diperlukail.' Pengamanan Peraturan Pemerintah,ini berada pada Kejaksaan yang melakukan penuntutan terhadap orang-orang asiug yang melanggarnya (pasal 8 PP 32/1954).
5. Pengawasan Orang A.ing
Sebagai kelanjutan daripada penertiban di 'bidang orang asiug untuk memudahkan pengawasan, maka setelah, Pemeriutah mengetahui dengan pasti tentang jumlah, status, dan -temp at kediaman orang , asing, telah maju selangkah lagi ialah dengan dibuatnya Peraturan Pemerintah No. 54/1954 LN 1954 No. 58 tentang Pelaksanaan
26 :
Pengawasan Terhadap Drang Asing yang berada di lndone.ia. dan sebagai pelaksana,m dari Peraturan Pemerintah ini diserahkan kepada Kepolisian. Polisi diberi tugas mengawasi segala gerak-gerik dari semua orang asing, sehiugga Polisi juga harus mengetahui lebih dahulu tentang siapa-siapa orang asiug yang beràda di daerah hukumnya masing-masing dan apakah status mereka itu. Untuk keperluan ini telah dikeluarkan pengumuman wajib lapor diri 'ke Kantor Polisi setempat bagi semua orang asiug dan kepada orangorang asiug yang telah melapor diberikan STMD (Surat Tanda , ' Melaporkan Diri).
, Pengawasan yang pertama-tama dilakukan oleh Polisi ialah tentang lalu-lintas orang asing ialah tiap-tiap orang asing wajib melaporkan diri lebih dahulu kepada Polisi setempat apabl1a akan bepergian ke luar daerah dalam jangka waktu yang telah ditentukan dan dapat diperpanjang menurut kehendak yang bersangkutan dan atas pertimbangan Polisi sendiri, juga apabila orang-orang asiug itu pindah a1amat' di dalam daerah itu juga. Hal ini adalah sesuai dengan kepentingan bangsa Indonesia,I<arena apabila tidak demikian, maka dengan mudah seorang, asing dapat pindah dari suatn daerah ke daerah yang lain menurut kehendaknya sendiri apabila dianggapnya di iiaerah itu lebih mudah mencari nafkah yang berarti merugikan bagi masyarakat bangsa Indonesia di daerah itu. Di samping itu yang terpenting ialah orang-orang asing itu sendiri selalu dapat diawasi oleh a1at-alat keamanan. ' Tugas Kejaksanaan melakukan penuntutan terhadap orang-orang asiug yang melanggar PP45/1954 tetsebut.
6. Undang-Undang Pidana lmigrasi
Telah diuraikan bahwa kini semua orang asiug yang berada di Indonesia' s)ldah terdaftar dan gerak-gerik dari mereka itu selalu dalam pengawasan alat Negara. Dengan demlkian kemungkinan adanya orang-orang asing gelap adalah kurang sekali atau apabila ada dapat segera diketahu!. Akan tetàpi perlu diiugat, bahwa Indonesia adalah merupakan daerah menarik bagi para pengembl!l'a asing, bukan saja karena keadaan a1amnya yang subur dan indah dán, rakyatnya yang ramah-tamah, akan tetapi karena mereka orang-orang asing itu masih memimpikan' pengalamannya selama di Indonesia atau mungkin mendapatkan iuformasi-informasi dari fami1i-faml1inya yang masih berada di Indonesia tentang mudalmya mencari penghldupan apabila dibandiug dengan di Negara asal ,mereka" masingmasing. Untuk masuk di Indonesia mereka menempuh segala jalan legaal dan illegaal. Berhubung dengan itu Pemerintah memandang perlu segera membuat
27
Undang-Undang Pidana Jmigrasi ialah Undang-Undang 8 Drt.l1955, sebab ketentuan-ketentuan yang telah ada baik yang tercantuk dalam Penetapan Jzin Masuk maupun yang termaktub dalam KUHP tidak dapat menampung persoalan ini. Hal ini telah diterangkan di atas. Di dalam Undang-Undang ini ditegaskan bahwa penuntutan dilakukan terhadap orang-orang>' asing yang menyelundup dan terhadap, orang-orang yang menyelundupkan orang asing itu atau memberikan kesempatan kepada orang asing untuk menyelundup dan berdiain di Jndonesia. Untuk mengusut perkara ini selain menjadi tugas dari JnstansiJnstansi pengusut juga diwajibkan kepada pejabat-pejabat Jmigrasi, dan Kejaksaan sesuài.dengan kedudukannya melakukan penuntutan. Dengan demikian dasar;dasar yang diperlukan untuk mengawasi orang-orang asing itu telah lengkap.
7. Perizinan I
28
Seperti telah dapat disiinpulkan dari penjelasan-penjelasan di atas bahwa setiap orang asing yang masuk di Jndonesia, baikuntuk kunjungan pendek, berdiam sementara' atau menetap semuanya 'memerlukan izin sah dari pejabat-pejabat Jmigrasi. Hal ini cukup dijelaskan dalam Penetapan !zin Masuk dan ketentuanketentuan keimigrasian' lainnyà dan apabila ada orang-orang asing yang tidak memenuhi ketentuan-ketentuan tersebut maka orang asing dimaksud adalah merupakan penyelundup (illegale immigranten) dan harus mempertanggungjawabkan perbuatannya di muka Hakim.
a) Di, dalam melaksanakan tugasnya sehad-hari Jnstarisi Jmigrasi mempunyai satu pedoman yang merupakan petunjuk tentang macam-macaln visa, prosedure pemberian visa dan formulirformulir yang perlu düsi oleh pemohon visa.
b) Orang asing dapat pula merobah kunjungan pendeknya menjadi berdiam sementara. Jzin }>erdiam sementara terutama diberitahukan kepada tenaga-tenaga ahli yang dibutuhkan oleh Pemerintah, Perusahaan-perusahaan Negara atau oleh Perusahaan :Swasta apabila di Jndonesia tidak terdapat tenaga-tenaga ahli seperti itu. Jzin seperti di atas ini tidak memberikan hak kependudukan Jndonesia bagi orang-orang asing itu, akan tetapi mereka tetap sebagai penduduk sementara (pemegang temporaire visa) yang sewaktuwaktu' apabila diperlukan ,demi, kepentingan Negara, izin-izin tersebut dapat dicabut kembali dan yang bersangkutan dengan sendirinya harus meninggalkan Jndonesia tanpa perintah pengenyahan cukup dengan pemberitahuan dari Instansi Imigrasi saja.
c) Selain dari visa-visa seperti tersebut di atlls, seorang asing dapat
secara langsung metninta visa menetap di Jndonesia. Biasanya visa menetap diberikan kepada pemohon-pemohon dalam rangka penyatuan keluarga (gezinsverenigiitg) umpamanya seorang ayah atau ibu untuk bersatu dengan anaknya yang berada di Jndonesia atau sebaliknya, menurut kepentingannya masing-niasing (sekarang visa menetap untuk penyatuan keluarga hampir tidak dapat diberikan lagi selective policy) kepada mereka ini. Setelah ,mendarat dan mendaftarkan diri ke Kantor Jmigrasi (PP 32/1954) diberikan KJM (Karti Jzin Masuk) yang dalam Penetapan Jzin Masuk disebut "Surat Jzin Masuk" yang bertaku untuk paling lama 2 tahun dan dapat diperpanjang dengan 2 dan 6 tahun lagi sehingga menjadi 10 tahun (pasal 6 Penetapan Jzin Mas,uk).
d) Kenllidian orang asing dapat memohon menjadi penduduk Jndonesia. Tentang kependudukan orang asing ini diatur dalam Undang-Undang No. 9 Drt.l1955., Dengan dibuatnya' UndangUndang ini, maka pasal-pasal dalam Penetapan Jzin'Masuk yang menyangkut kependudukan sudah tidak berguna lagi. Jangka waktu berlakunya Surat !zin Masuk (sekarang KIM) menurut penetapan Jzin Masuk pasal 6 ayat 2 hanya 10 tahun kemudian selanjutnya yang bersangkutan berhak mengajukan p'ermohonan untuk mendapatkan Surat Jzin Penduduk (sekarang S,KK), sedangkan di dalam Undang-Undang No. 9 Drt.l1955, orangorang asing yang berhak menjadi penduduk/menetap di Jndonesia itu ialah orang asing yang secara berturut-turut telah 15 tahun berdiam di Jndonesia, sehingga pelaksanl!an pemberian perpanjangan KJM sekarang ialah 'pertama dengan 2 tahun kedua dengan 6 tahun dan yang terakhir, dengan 5 tahun.
,e) Kewajiban memiliki Surat Jzin Menetap bagi orang asing (sekarang SKK) lebibjelas dàlam Undang-Undang ini, disertai sanksinya dalam pasal 7 ayat 1 apabila terjadi suatu pelanggaran berbeda dengan pasal 11 Penetapan Jzin Masuk yang hanya memuat ketentuan-ketentuan tentang prosedure memperoleh Jzin menetap.
t) Setelah diadakan penelitian terhadap semuil orang asing yang berdiam di Jndonesia dalam POA Phase 11 seperti telah diuraikan terdahulu, kepada orang-orang asing tersebut perlu diberikan dokumen-dokumen Jmigrasi yang sesuai dengan status yang bersangkntan menurut lamanya oerada di Jndonesia berupa KJM (Kartu Jzin Masuk) bagi orang asing yang berdiam, di Jndonesia kurang dari 15 tahun dan SKK (Surat Keterangan Kependudukan) bagi orang-orang asing yang telah berdiam di Indonesia lebib dari 15 tahun.
29
SKK dibag! 2 ialah SKK-A bagi Kepala Keluarga dan SKK-B bag! anggota keluarga (istri dan anak-anaknya). Namun demikian dewasa fui masih banyak orang-orang asing yang sekalipun telah lama menetap di Indonesia tidak diberikan SKK, tetapi STP (Surat Tanda Penerimaan) . oleh Instansi Imigrasi. .
8 .. Pengendalian.
30
Dalam rangka melaksanakan seleetive policy seperti yang telah digariskan oleh Pemerintah, pertama-tama harus diusahakan agar jumiah orang-orang asing yang tidak berguna bagi pembangunan di Indonesia diperkecil dan diberikan kesempatan yang luas bag! tenaga-tenaga ahli bangsa asing yang ingin turut serta membangun Indonesia, baik. mereka ·yang diperiukan oleh Pemerintah maupun oleh perusahaan swasta dèngan pengertian bahwa ini pun sama sekali tidak merugikan bagi keamanan dan harus diSesuaikan dengan kebijaksanaan Pemerintah dalam bidang lainnya. Berbagai cara dapat dilakukanberdasarkan Undang-Undang/Peraturan-Peraturan yang telah ada dan dapat diatur sedemikian rupa, sehingga tidak menimbulkan kesan seolah-olah Pemerintah Republik Indonesia melakukan tindakan sewenang-wenang dan melanggar hak-hak Azasi Manusia yang universal itu. Secara ringkas caranya dapat diatur sebagai berikut: a) Menolak Permohonan Visa Masuk, Izin Tinggal, Izin Berdiam
Sementara dan Izin Menetap: - untuk mencegah agar jumlah orang asing penduduk Indonesia
tidak cepat bertambàh maka Instansi lmigrasi dewasa ini hanya memberikan visa kunjungan jangka pendek saja kepada orang-orang asJng pendatang, tapi jangka waktu ini masih· dapat diperpailjang apabila diperiukan asal tidak lebih dari tiga bulan. Ini pun, harus ada alasan-alasan yang cukup, bahwa kunjungan mereka itu menguntungkan Pell)erintah RI .. Apaliila kunjungannya itu bertentangan dengan kepentingan Pemerintah RI, maka permohonan perpanjangannya tidak mungkin dikabulkan. Penting atau tidak pentingnya sesuatu kunjungan dari orang asing dapat diketahui dari surat-surat keterangan yang mereka peroleh dari Instansi-Instansildengan lnstansi mana seseorang asing yang bersangkutan itu mempunyai hubungan kerja, umpamanya dari Departemen Perdagangan (bagi orang asing yang kedatangannya ke Indonesi~ untuk urusan ekspor). Departemen Kesehatan, Departemen Perindustrian dan \ainlain sesuai dengan kepentingannya masing-masing.
- Izin tinggal hanya: diberikan kepada tenaga-tenaga ahli yang telah dicheck keahliannya oleh Instansi-Instansi yang bersangkutan umpamanya untuk pertekstilan melalui Departemen Perindustrian dan lain-lain sebagainya. Mula-mula kepada yang bersangkutan diberikan izin dengan
. perjanjian ·bahwa selama bekerja di Indonesia harus mendidik tenaga ahli bangsa Indonesia, di samping itu harus memiliki izin kerja (wo.rking lieene) dari Instansi Penempatan Tenaga Asing/Departemen Perburuhan sesuai dengan U ndangUndang No. 3/1958. Keinudian. apabila waktu yang diperolehnya telah habis· sedangkan yang bersangkutan diperiukan terus bekerja di Indonesia, maka izin tinggalnya dapat diperpanjang dengan
. catatan bahwa yang bersangkutan tetap meinegang temporaire visa, jadi bukan penduduk Indonesia. Biasanya hasil karya dalam 2 tahun pertama diteliti lebih dahulu oleh Intansi yang berkepentingan dan disampaikan ke Departemen Perburuhan untilk dimintakan perpanjangan izin kerjanya. Permohonan-permohonan izin menetap dengan alasan penyatuan keluarga atau dengan alasan apa pun tidak akan dikabullain, sebagaimana diatur dalam Instruksi Presidium Kabinet No. 37/U/IN/6/1867 pasalla.
. - Instans! Imigrasi menolak sesuatu permohonan visa masuk Indonesia, meskipun tenaga ahli, apabila orang asing itu ternyata dicurigai sebag,li orang asing yang tidak dikehendaki kedatangannya/kedatangannya kembali ke Indonesi~ karena pernah melakukan perbuatan yang inerugikan Negara dan Bangsa Indonesia baik di dalam maupun di luar negeri.
b) Tidak memberikan reentry·permit atau mencabut reentry permit apabila sudah terianjur diberikan.
- Orang-orang asing pemegang KIM dan. SKK apabila hendak bepergian ke luar negeri lebih dahulu meminta reentry permit dari Instansi Imigrasi cq. Kantor Imigrasi setempat agar dapat kembali lagi ke Indonesia apabila kunjungannya di luar negeri telah selesai. Meninggalkan lndonesia (exit-permit) adalah hak dari mereka dan tidak dapat dihalang-halangi kecuali apabila dihambat karena sesuatu persoalan yang menyangkut dirinya belum selesai, sedangkan soal pemberian reentry permit pada hakekatnya merupakan hak mutiak dari Pemerintah, meskipun didalam peraturan-peraturan keimigrasian hak mendapatkan reentry permit bagi pemegang KIM dan SKK itu
31
32
diakui. 'Olelt karena' itu pemberian reentry permit pun harus disesuaikan dengan kepentingan bangsa Indonesia.
- Apabila ada orang asing yang telah meninggalkan Indonesia dengan mendapat exit-reentry permit lebib dahulu, akan tetapi ternyata ia selama berdiam di luar negeri melakukanperbuatan-perbuatan yang merugikan Bangsa dan Negara' Republik Indonesia, maka reentry permitnya dapat dicabut kembali dan ,diusahakan agar kedatangannya' kembali ke Indonesia dapat dicegah.
- Pada tahun 1951 Instansi Imigrasi mengadakan suatu tindakan tegas terhadap' orang-orang Cina yang akan. bepergian ke RRC, yaitu dengan jalan mengharuskan kepada' .
,mereka untuk berjanji tidak akan kembali ke Indonesia dan menyerahkan semua dokumeti-dokumen Imigrasi yang dimilikinya lebih da!mlu kepada Kantor Imigrasi tersebut. Selanjutnya dokumen-dokumen tersebut oleh Kantor-Kantor Imigrasi langsung diberlkan ke Kejaksaan Agung untuk didokumentir, sedangkan ke Instansi lniigrasi hanya dikirimkan tembusannya saja. ' Apa sebabnya pada waktu itu perlu adanya larangan beper-gian ke RRC? , ' Pada hakekatnya larangan itu tidak ada, adanya ketentuan di atas untuk membendung pengaruh-pengaruh tidak baik akibat menibajimya kembali pemuda-pemuda RRC kelak setelah mereka mendapatkan indoktrinasi di, negeri Cina yang hal ini akan mengakibatkan bertambahnya perang ideologi sesama bangsanya di Indonesia, yang untuk menghadapi soal ini diperluk'ln kest!,bilan politik di dalam negeri dan memerlukan pengawasan intensif dari alat-alat Negara. Hasilnya sangat memuaskan.
- Akan tetapi larangan tersebut pada tahun 1953 telah diperlunak oleh Menteri Kehakiman (Djody Gondokusumo, S.H.) dengan surat edarannya yang memuat ketentuan sebagai berikut: ' Orang-orang Tionghoa diperkenankan pergi ke RRC dengan
,sya'rat:
1. Pemegang SKK 2. Umur 35 tahun ke atas 3. Pajak minimum Rp. 25.000,- 1 tahtfn 5. Lanianya 5 bulan. Kemudian tahun 1955 lebib diperlunak lagi oleh Menteri Kehakiman (G.A. Maengkom) dan membolehkan warga
-I
negara Indonesia bepergian ke RRC. Hal ,ini sesuai dengan', , kemajuan Republik Indonesia di bidang politik. '
"";'"
c) Mengenyahkan orang asing dari wilayah Indonesia.
- Di atas telah dijelaskan bahwa orang-orang asing yang dianggap ,tidak berguna beradanya lebih lal)jut di lildonesia dapat dieegah kediamannya di Indonesia dengan jalan inenolak perpanjangan izin tinggalnya dan/ atau menolak permohonannya untuk menjadi penduduk Indonesia. Hal ini hanya dapat dilakukan terhadap orang-orang asing yang secara sah, menjadi penduduk Indonesia (bukan pemegang SKK). . Terhadap orang-orang asing yang memiliki KIM yang masa berlakunya' masih panjang, tindakan seperti di atas tidak dapat dilakukan dan mereka itu hanya dapat diusir apabila ternyata telah melakukan, perbuatan-perbuatan yang merugikan bangsa dan Negara Indonesia sete1ah perbuatannya itu diadili oleh Hakim.
d) Penunjukan tempat berdiam.
Orang-orang asing yang dipandang berbahaya untuk ketentraman, kesusilaan atau kejahatan umum atau tidak mengindahkan peraturan-peraturan yang diadakan bagi orang-orang asing yang berada di Indonesia oleli Menteri Kehakiman: - dapatdibaruskan untuk berdiam pada suatu tempat yang
tertentu di Indonesia. - dapat dilarang untuk berada di beberapa tempat yang tertentu
di Indonesia dari tempat-tempat ini mereka harus pergi, - dapat dikeluarkan dari Indonesia meskipun ia penduduk
negara. Jelas bahwa hal ini merupakan pembatasan kebebasan mereka, oleh karena mreka merugikan masyarakat dan negara.
KEWARGANEGARAAN.
1. Warga negara adalah salah satu unsur pokok daripada "Negara" . Dengan lahimya Negara Republik Indonesia, maka lahir pulalah apa yang dinamakan Warga Negara Republik Indonesia. Di samping Warga Negata Indonesia, maka di Negara Indonesia ini tinggal pula yang dinamakan Orang Asing dalam arti asing bagi negara Republik Indonesia. Atas dasar perbedaan ini dibedakan hakhak dan kewajiban warga negar,a'dan orang asing. Jadi sesuai dengan
33
bunyipasal20 Undang-Undang No. 62 Tahun 1958, maka barangsiapa bukan Warga Negarà Republik Indonesia·adalah orang asing, orang-orang yangmengaku Stateless/tanpa kewarganegaraan karena bukan warga negara RI termasuk juga orang asing.
. 2. Apabila dibicarakan tentang hak-hak dan kewajiban-kewajiban Warga Negara Indonesia pertama-tama perlu lihat bunyi Undangl!ndang Dasar 1945 pasal 27 .. a) Setiap Warga Negara Indonesia tidak dibedakan apakah dia
keturunan asing atati bukan berhak mendapat kedudukan hukum . dan perlakuan·hukum yang sama.
b) Demikian pula dalam bidang Pemerintahan. Setiap Warga Negara -Indonesia berhak menduduki jabatan-jabatan dalam pe-
. merintahan, tentu saja sesuai dengan keahlian dan menurut ketentuan-ketentuan yang ada, kecuali satu hal yang oleh Undang-Undang Dasàr 1945 dinyatakan secara tegas yaitu bahwa Presiden ialah orang Indonesia asli, pasal 6 ayat (1).
c) Setiap· Warga Negara Indonesia wajib menjunjung hukum dan Pemerintahan, berarti harus· tunduk kepada ketentuan hukum dan pemerintahan, tanpa kecuali.
3. Kemudian perlu diketahui, bahwa hanya Warga Negara Indonesia saja yang ·boleh ikut dalam Pemilihan Umum, baik sebagai calon yang dipilih maupun sebagai pemilih. Setiap Warga Negara Indonesia berhak aan berkewajiban tumt serta dengan sungguh-simgguh dalam mempertahankan Neg;ua. Setiap Warga Negara Indonesia sesuai dengan kecakapannya berhak atas pekerjaan yang layak bagi kemanusiaan. . Setiap Warga Negara Indonesia berhak mendapat pendidikan dan bebas memilih pendidikan. YlIng akan diikuti. Mengadakan pendidikan adalah bebas tanpa mengurangi pengawasan yang dilakukan oleh Pemerintah menurut ketentuan pemndang-undangan.
4. Hanya Warga Negara RI yang boleh mempunyai hak milik atas tanah. Jadi selain hak-hak dan kewajiban yang dimiliki oleh setiap orang sebagai manusia pribadi, maka seorang Warga Negara Indonesia masih memiliki hak dan kewajiban sebagai warga negara antara lain yang te1ah disebut tadi. .
5. Dengan adanya Negara maka orang-orang yang menjadi penduduk daripada negara tersebut dinamakan warga negara dari negara itu. Namun tidak semua penduduk negara adalah warga negara. Siapa warga· negara . dan siapa bukan warga negara diatur oleh negara yang bersangkutan~engan suatu peraturan perundang-undangan.
34
Demikian pula dengan Republik Indonesia. Negara RI menentukan juga siapa-siapa sebetulnya di antara orang, orang yang bertempat tinggal di sini adalah warga negaranya dengan melalui peraturan-peraturan kewarganegaraan, bahkan lebih luas lagi . mengatur juga carà-cara memperoleh kewarganegaraan· RI, cara-cara melepaskan kewarganegaraan RI, tindakan-tindakan apa yang dapat mengakibatkan hilangnya kewa,rganegaraan RI dil. Oleh karenaperaturan-peraturan . kewarganegaraan yang ada sekarang ini berpangkal tolak kepada peraturan-peraturan yang ada sebelumnya, maka apabila kita akan membicarakan kewarganegaraan RI dan peraturan-peraturannya mau tidak mau kita harus kembali kepadá ketentuan-ketentuan yang ·ada sebelum lahirnya Negara Republik Indonesia ini .
6. Pada zaman Hindia llelanda dahulu berdäsarkan undang-undang tanggal 10 Pebruari 1910 ditentiIkan· siapa-siapa yang fermasuk kaulanegara Belada. Jadi pada waktu itu hanya dikenal pengertian: Warga Negara Belanda dan orang asing. Siapa yang disebut kaulartègara Belanda menumt undang-undang ~ersebut pada dasamya adalah mereka yang lahir di Hindia Belanda, Suriname, dan Curacao dari orang tua yang menetap di situ. Pengertian menetap ini oleh: Menteri Kehakiman dalam suratnya kepada Dewan Menteri tanggal 28 Agustus 1958 No. J B 3170/23 ditafsirkan sebagai "berdiani sebagai kenyataan". . . Dengan demikian ·untuk. menentukan apakab seseorang dahUlu adalah Kaulanegara Belanda bukan orangBelanda ketur\man asing cukup ditanya apakah orang tersebut lahir di sini. Kemudian disebutkan pula bahwa anak,anak dan istri seorang kaulanegara Belanda adalah jnga kaulanegara Belanda.
7. Undang-Undang No. 3 tahun 1946,
Undang-Undang mengenai kewarganegara·an yang pertama-tama ada sesudah Indonesia Merdeka a'dalah Undang-UndangNo. 3 tahun
. 1946 tentang warga negara dan penduduk riegara, yang mulai berlaku sejak tanggal 17 Agustus 1945. Dalam undang-undang ini ditentukan siapa-siapa adalah warga negara Indonesia. Pada pokoknya warga: riegara Indonesia menumt undang-undang ini adalah: a) mereka yang asli dalam daerah Negara Indonesia.
. b} orang-orang lain bukan asli .yang lahir di Indonesia yang telah berumur 21 tahun· atau telah kawin dan pada tanggal17 Agustus 1945
:. telah bertempat tinggal yaug palingakhir sedikit-dikitnya s·5 tahun berturut-turiIt dalam daerah negara Indonesia.
c) Istri dan anak-anak dari ~ai:ga negara Indonesia.
35
laai dengan kata lain untuk menètapkan kewarganegaraan Indonesia waktu itudipakai sebagai dasar asas tempat kelahiran (ius soli) dan kemudian batu ditetapkanazaS hubungan darah (ius sanguinis) seperti
~ halnya dengan penentuan kekaulanegaraan Belanda. Azas-azas mana terus ~ dipertahankan sampai sekarang, namun dalam komposisi sebaliknya (azas hubungan' daran menjadi aZas dasar) sep~rti'
temyata pada uraian lebih lanjut. Dengan azas tempat kelahiran dimaksudkan bahwa kewarganegara~ an seseorang hanyall\h ditentukan oleh tempatlnegara di manaorang tersebut dilahirkan; tidak diperhatikan apa kewarganegaraan orang tuanya, dengan demikian orang tersebut memperoleh kewarganegaraan dari negara di mana ,dia dilahirkan. Sedang sebaliknya asas hubungan darah hanya menitik beratkan kepada keturunan, tanpa memperhatikan tempatlnegara di mana, seorang dilahirkan, jadi seseoralig memperoleh kewarganegaraan dari ayahnya apabila dia anak sah, disahkan iltau diakui atau dari ibunya apabila dia anak luar
, kawin. Penerapan asas-asasini masmg-masing secara mutlak dapat mengaklbatkan' seséorang memiliki kewarganegaraan rangkap atau sama sekali tidak memiliki kewarganegaraan, hal-bal demikian yang di beberapa"negara tidak dikehendaki dan sedapat mungkin dihindari, seperti 'halnya di Indonesia. '
, Perlu kita' catat juga bahwa undang-lIl!dang ini mengenal juga lembaga-Iembaganaturalisasi (pewarganegaraan) yang dilaksanakan dengan undang-undang. Kesérnpatan naturalisasi ini pernah dimanfaatkan juga oleh ~ beberapa orang untuk ,menjadi warga' negara Republik Indonesia. ,
8'. Konperensi Meja Bundar '
36
Pada tahun 1949 ada Konperensi Meja Bundar (KMB) yang antara lain melahirkan ketentuan baru dalam penentuan kewarganegaraan RI yang lazim kita sebut Persetujuan ~ Perihal Pembagian Warga negara antara Republik Indonesia Serikat danK~rajaan Belanda dimuat daiam Lembaran Negara Tahun 1950 No. 2. Dalam perjanjian tersebut diatur kembali siapa-siapa di antara penauduk Indonesia yang menjadi warga negara ~ RI dan_ siapa yang berhak' menolak atau mernilih kebangsaan Indonesia dalam masa antara tanggal 27 DeselJlber 1949 sampai 27 Desember 1951. Üntuk sampai kepada ,penjelasansiapa,-siapa yang berhak menolak atau memilih kebangsaan Indonesia dan siapa tetap menjadi warga negara RI, perlu )dta melihatsekilas tentang adanya penggoloriganpenggolongan pendudtrk yang diadakan ,oleh Pemerintah Hindia Belanda dahulu.
Secara garis besar penduduk ,Hindia Belanda ini dibagi dalam '3 golongan yaitu: golongan Eropah, golongan Bumiputra, dan golongan Timur Asing, penggolongan-penggolongan ini dipákai sebagai dasar penerapan hukum bagi mereka.
a) Penggolongan-penggolongan ini kemudian dipakai sebagai dasar juga untuk perientuan status kewarganegaraan sebagai ~ pelak- ' sana dari persetujuan tersebut di atas. ' ~ Hanya di sini ada sedikit perbedaan. Dalam persetujuan disebut adanya: - Belanda" - golongan penduduk orang-orang asli di Indonesia, - orang asing yimg kaulanegara Belanda - bukan orang
Belanda.
b) Yang, dimaksud dengan orang-orang Belanda yaitu merekayang warga negara Belanda, sedang siapa yang termasuk golongan penduduk orang-orang asli di Indonesia dirasa sudah jelas. Yang tèrmasuk sebagai orang asing yang kaulanegara Belanda bukan orang-orang asli di Indonesia, yaitu: - Ora!lg-orang Eropah selain Belanda, ' - Orang-orang eina, , ' - Orang-orangTimur' Asing yang lain, misalnya orang-orang
Arab dan India.
c) Persetujuan Perihal Pembàgian Warga negara alitara RIS' dan , Kerajaan Belandá tersebut pada pokoknya menêntukan »ahwa: - Orang ~ Belanda tetap berkewarganegaraan Be1anda,' tapi
~ apabila mereka lahir di Indonesia atáu telah bertempat tinggal di situ sekurang-kurangnya 6 bulan,padá tanggal27 Desember 1949 dapat menyatakan mernilih kebangsaan Indonesia dalam waktu 2 tahun setelah tanggal tersebut. ~
- Kaulanegara Belanda~ bukan orang Belanda, ketutunan asing yang lahir di Indonesia atau te1ah, bertempat tinggal di wilayah Republik Indonesia rnemperoleh kewarganegaraan RI, tapi dapat menyatakan menolak dalam waktu antara 27 Desember
, 1949 sampai 27 Desember 1951., ~ ,
d)Selain dari tiga hal tersebut diatur pula beberapa' variasi yang, terjadi akibat dari perbedaan ~tempat lahir, tempat tinggal, dan keturunan. ladi oleh icarena oràng-orang kaulanegara ,Belanda bukan orang Belanda keturunan eina termailuk dalam kategori ketiga tadi, \Ilaka rnereka betdasarkan PerSetujuan jtu memperoleh kewarganegaraali RI apabila tidak menoláknya. Dengan kata lain orang-orang keturunan eiD.a yang mèmperoleh kewarganegaraan RI adalahmereka yang:,
37
- kaulanegara 'Belanda, - lahir' di Indonesia atau bertempat tinggal di situ, - páda tanggal 27 Desember: 1949 sudah' dewasa' (berumur
18 tahun atau telah kawin), - tidak menolak kebangsaan Indonesia. '
e) Dalam Persetujuan itu disebut juga bahwa status istri mengikuti suaminya dan anak-anak yang belum dewasa mengikuti kebangsaan bapak atau ibunya, dengan demikian istri dan anak-anak
'belum dewasa pun ikut memperoleh kewarganegaraan RI: apabila suami atau ayabnya memenuhi syarat yang disebutkan tadi. Bagi anak.anak yang belum dewasa pada tanggal 27 Desember
, 1949 dan orang tuanya bukan kaulanegara Belanda atau men-' jelang fanggal itu telah meninggal dunia, ketentuan tentang memilih dan menolakkebangsaan' Indonesia dianggap, langsung berlaku bagi mèreka. Jadi mereka oleh walmya dapatditolakkan kebangsaan Indonesia
,nya atau méreka yang telah menjadi dewasa sementara masa opsi(antara 27 Desember 1949 sampaï 27 :Oesember 1951) berjalan, dapat menolak sendiri. Dengan demildan mereka yang menolak atau ditolakkan kebangsaan Indonesia rilenjadi oráng asing bagi negara RI. ' Sedang orang-orang eina yang karena tidak menoiak kebangsaan Indonesià, menjadi wargs. negara RI inilah yang kemudian menjadi subyek dari Perjanjian Dwi Kewarganegaraan antara RI dan ~e. . -",:
9. K~warganegaraan Rangkap. '
BagaiManakah kemudian dengan Undang-Undang No. 3 TahiJn 1946 yang sebelum ini telah disebutkan, dengan adanya Persetujuan Perihal Pembagian Warga Negara'itu? Oleh karena materinya sudáh diatur atau 'ditainpllilg oleh Per~etujuan antara RIS dan'Kerajaan 'Belanda itu, maka denglU\ berlakunya Persetujuan RIS -Belanda undang-undang· tersebut, sudah tidak berlaku lagi, sebagaimana juga: 'ditegaskan dalam pasal194 UndangUndang Dasar,RIS. Undang-Undang No. 62 Tahun 1958 tel)tarig kewarganegaraan.Republik Indonesia yang saatiniberlaku memakai
. asas hubungan darah .atau asas keturunan sebagai asas dasar. Sese<>rang Il)emperoleh: status kewarganegaraan. yang dimiliki oleh ayalinyaapabila dia.adalah!Ulak sah, disahkan atau diakui oleh ayah ' ters.byt, apabila dia anak luar kawin memperoleh kewarganegaraan . yang diJiilliki .Q1eh' ibunYa. . Dalm 'masalah kewarganegar~ hubungan 'hukum keke1uargaan antara ayah dengan anakbariI di-
'3~
anggap ada apabila ada hubungan perkawinan antara ayahdengan ibu si anak, atail anak tersebut telah diakui secara sah oleh ayah tersebut, sedang hubungan hilkum kekeluargaan antara anak derigan ibunya dianggap selalu ada. Apabila dalam pelaksanaan asas hubungan darah tersebut mengakibatkan timbulnya kewarganegaraan rangkap atau tanpa kewarganegaraan maka sedapat mungkin akibat tersebut dihindarkan:
a) Kewarganegaraan rangkap dapat terjadi apabila ada' dua negara atau lebih yang masing-masing menganut asas yang. berlainan, . misalnya seorang warga negara RI melahirkan. seorang anakdi New York (USA), sedang beradanya dia di sana bukan dalam rangka 'dinas negara. Anak yang dilahirkan itu berdasarkan ·perundang-undangan RI rilemperoleh kewarganegaraan RI, karena RI menganut asas hubungan darah, namun berdasarkan perundang-undangan negara Amerika Serikat oleh karena negara itu menganut asas tempat kelahiran. Dalam. hal demikian negara RI masih menganggap anak tersebut adalah warga negara selama dia tidak melakukan perbuatan-
, perbuatan yang menunjukkan bahwa dia adalah .wru:ga negara Amerika Serikat dan misalnya kemudian· dia: bertempat tinggal di Indonesia, dia dianggap hanya berkewarganegaraan RI.
b) Sebaliknya dapat terjadi pula misalnya seorang warga ~egara USA tinggal di Jakarta di luar dinas negara melahirkan. seorang anak. Mungkin anak ini berdasar!ca,n undang-undang negara USA tidak lJlemperoleh kewarganegaraan USA karena USA mehganut asas
. tempat kèlahiran. .e .. Apabila memang demikian maka anilk tersebuf akan menjadi tanpa kewarganegaraan. Hal mana tidak pula dikehendaki oleh negara RI. Untuk menghindarkan ini maka olehnegara RI dipakai asas tempat kelahiran untuk .memberikan kepada anak it\l kewarganegaraan l?donesia. Jadi jelas di sini bahwa asas tempat kelqhiran baru dipakai untuk menghindarkan orang menjtidi tanpa kewarganegaraan (Stateless) dan tidak akan dipakai apabila ,menga,kibatkan timbulnya kewarganegaraan rangkap.
I .: "
10. Undang-Undang No. 62 Tahun 1958 .
Secara singkat dapatIah disebutkan. bahwa Undang-Undang ,No. 62 Tahun 1958 adalah menganut asas:, - Hubungan darah atau keturunan sebagai asas pokok, - Tempat kelahiran sebagai "sas pelengkap, ~ Anti kewarganegaraan rangkap (non bipatride),
39
- Anti tanpa kewarganegaraan (non apatride), Undang;Undang No. 62 iahun 1958 ini mulai berlaku pada tanggal 1 Agustus 1958. Siapa·siapa yang menjadi warga negara RI pada tanggal tersebut, diatur dalam pasall huruf a. . a) Mereka yang berdasarkan' peraturan perundang.undangan atau'
perjanjian-perjanjian yang berlaku sejak proklamasi Kemerdekaan RI sudah menjadi warga negara RI oleh undang-undang ini dinyatakan tetap sebagai warga negara RI. Jadiorang-orang yang berdasarkan:
- Undang-Undang no. 3 tahun 1946: dengan jalan naturalisasi memperoleh kewarganegaran RI. tetap memiliki kewarganegaraan itu.
- Persetujuan Perihal ',Pembagian Warga Negara antara . Republik I.ndonesia Serikat dengan Kerajaan Belanda telah
meinperoleh kewarganegaraan RI tetap memiliki kewarganegaraan RI.
b) Pasal 1. dari undang-undàng ini juga mengatur orang-orang yang berdasarkan undang-undang itu' sendiri memperoleh kewarganegaraan Indonesia. Pada umumnya sebagai pelaksanaan dari. asas hubungan darah atau keturunan' dan penerapan asas tempat ,kelahiran untuk sekedar menghitldari orang menjadi tanpa kewàrganegaraan, yang semuanya juga telah kita bicarakan. Hanyà perlu dicatat di sini bahwa meskipun undang-undang ini dinyatakan berlaku mulai tanggall Agustus 1958 namun ada beberapa pasal yang diperlakukan surut sampai tanggal 27 Desembr 1949 terrnaslik ketentuan mengenai peneF.apan asas
. keturunan dan lain-lain tersebut tádi. Jadi asas keturunan/hubungan darah sebagai asas pokók mulai diterapkan sejak timggal27 Desember 1949 menggàntikan asas tempat kelahiran yang dipakai sebeluriÎriya. 'Méngenai hàl ini pertu ditekankan karena sering timbul kesalah'pahaman, ada yang beranggapan bahwa sesudah tanggal 27 Desembe~ 1949 masm dianutasas tempat kelahiran.
11. Cara memperoleh kewarganegaraan.
40
Cara memperoleh kewarganegaraan. ini ada dua macam yaitu: Pertama dengan jalán permohonan. Kedua, dengan jalan pemyataan. Cara yang pertama memperoleh kewarganegaraan RI dengan jalan permohonan ini adalahnaturalisasi. Perlu ditegaskan bahwakewarganegara RI yang diberikan atas permohonan ini adalah suatu' anugrah dari Pemerintah RI kepada o~ang asing; maka henda10lya anugerah
,ini dih,!yati sesuai dengan sumpah atau janjisetia yang diucapkan di Pengadiian Negeri. ' Cara yang kedua adalah dengan jalan menyatakan suatu keterangan didepanPengadilan Negeri untuk memperoleh kewarganegaraan RI. Orang-orang asing yang boleh menyatakan keterangan memperoleh kewarganegaraan RI adalah:
a) Wanita asing yang kawin dengan seorang warga negara RI. Seorang wanita asing yang k.a:win dengan warga negara RI tidak demikian saja terus otomatis memperoleh kewlrrganegaraan RI harus dilakukan suatu tindakan hukum agar kewarganegaraan RI tersebut dapat diperoleh; Di masa Ialu dan mungkin juga sekarang ini masih banyak orang yang beranggapan bahwa dengan melallgsungkan perkawinan dengan seorang warga negara RI .seorang wanita asing otomatis memperoleh kewarganegaraan RI.
. Anggal'an dèmikian patut dimaklumi karena stelsel yang demikian pernah dipakai di' riegara ini. Tapi perlu düngat bahwa stelsel istri mengikuti status kewarganegaraan suami sudah lama ditinggalkan oleh perundang-undangan kita. Sejak tanggal 27 Desember 1949 Indonesia sudah meninggalkan stelsel istri mengikuti status k~warganegaraan suami karena dianggap kurang memperhatikan kehendak bebas seorang wanita. Mulai tanggal itu seorl!l'g wanita asing yang kawindengan warga negara RI tetap memiliki kewarganegaraan asinguya dan sebaliknya seorang wanità warga negara RI yang kawin dengan seorang asing tetap memilikikewarganegaraan Indonesia. '.
Bagi mereka yang inenghendaki kewarganegaraan yang dimiliki oleh suami mereka, undang-undang memberikan kesempatan: - Bagi mereka yang kawin sesudah tanggal 1 Agustus 1958,
dapat menyatàkan keterangan mengikuti status kewarga, negaraan suaminyadalam wàktu satu tahun sesudah tanggal
1 Agustus 1958. . - Bagimerekayang kawin sesudah tanggal 1 Agustus 1958,
dapat menyatakan keterangan mengikuti status kewarganegaraan suaminya dalam waktu satu tahuft setelah dilangsungkan petkawinan. Jadi misalnya ada seorang wanita asing yang kawin dengan warga negara .RI tidak menyatakan keterangan untuk mengikuti status suaminya dalam waktu satu tahun, maka ia dianggap tidak mengheridai kewarganegaraan Indonesia. Waktu satu tahun diberikan untuk menentukan pilihan, apa mau tetap memegang kewarganegaraann~a sendiri atau
41
kewarganegaraan suaminya .. Pemyataan keterangan tersebut dilakukan di Pengadilan Negeri di mana wimifa tersebut bertempat tinggal. Tentu saja dengan membawa bukti·bukti berupa surat -surat yang bersangkutan.
b) Orang kedua yang dapat memperoleh kewarganegaraan RI -dengan jalan menyatakan keterangan adalah anak-anak yang menjadi asing karena ayahnya atau ibunya kehilangan kewarganegaraan RI anak -anak ini ikut kehilangan kewarganegaraan RI. Setelah mencapai muur 18 tahun dia dapat menyatakan keterangan 'kembali menjadi warga negara RI di depan Pengadilan Negeri di mana dia tinggal. Di sini juga ,diberi batas waktu, keterangan itu hanya dapat dinyatakan dalam waktu satu tahun seteiah dia mencapai umur 18 tahun. .
c) Akibat dari perkawinan yang dilangsungkan dengan seorang , laki-laki asing; seorang wanita warga riegara RI mungkin dapat ' pula' menjadi asing. Wanita yang demikian dapat menyatakan keterangan kembali menjadi warga negara RI sete1ah perkawinannya terputus. Selama perkawinannya belum terputus ia tetap tidak dapat memperoleh kembali kewarganegaraan RI. Juga di' sini keterangan hanya boleh dinyatakan dalam waktu satu tahun setelah putusnya perkawinan.
Dalam Undang-Undang No. 62 Tahun 1958 juga ditentukan bahwa kewarganegaraan RI '}'ang diperoleh oleh seorang laki-laki berlaku pula bagi istri dan anak-anaknya yang pada saat laki-laki tersebut (ayahnya) memperoleh kewarganegaraan RI masih di b!,wah umur 18 tahun dan belum kawin. '
, Jadi misalnya pada saat ayahi!ya memperoleh kewarganegaraan RI anaknya genap berumur 18 tahun atau pada umur 17 tahun sudah kaWin maka anak-anaknya yang demikian tidak ikut memperoleh kewarganegaraan RI. Hal yang demikian sering terjadi pada orang-orang yang mengajukJln permohonan naturalisasi. Pada saat mengajukan permohonan stimua anak-anaknya masih di bawah umur 18 tahun, namun pada tanggal keputusan Presiden yang mengabulkan permohonannya, ,anak-anak itu sudah ada yang berumur 18 tahun atau lebih. Anak-anak ini tetap tidak ikut memperoleh kewarganegaraan RI.
12. Kehilangan Kewarganegaraan
42
Seorang "'arga negara RI, dapat kehilangan kewarganegaraan RI-nya:
a) Apabila ia menyatakan keterangan melepaskan kewargangaraan Indonesia. , Keterangan mi hanya boleh dinyatakan apabila ia dengan melepaskan kewarganegaraan RI akai! memperoleh kewarganegaraan lain. Jadi sesuai dengan yang sudah dikemukakan undang-undang tidak menghendaki adanya orang-orang yang tanpa kewarganegaraan, kecuali hal itu tidak dapat lagi dihindari.
b) Orang juga dapat kehilangan kewarganegaraan RI -nya apabila melakukan tindakan-tindakan yang dianggap kurang menghargai kewarganegaraan RI atau melakukan tindakan, yang dapat disimpulkan bahwa ia menerima dan mengakui kewarganegaraan lain. '
Coi!toh yang sering kejadian adalah memiliki paspnr dari negara asing. Bagi negara pemberi paspor hal demikian memang dimungkinkan. Bagi si pemegang paspor mungkin dirasakan bahwa ia lebih leluasa bergerak dengan memiliki paspor asing itu dan sekaligus paspor 'Indonesia. Dengan memegang paspor asing atas namanya yang masihberlaku'maka seorang warga negara RI otoinàtis kehilangan kewarganegaraan RI -nya. ' Hal-hal lain yang menyebabkan juga kehilangan kewarganegaraan RI ialah:
a) memperoleh kewarganegaraan lain àtas kehendak sendiri; b) tidak menolak atau melepaskan kewarganegaraan lain, padahal
ia diberi kesempatan untuk itu; c) diakui oleliorang asing sebagaianliknya.
Kasus ini jliga sering kejadian dan seringkali o~ang tidak menyadari bahwa ia telah kehilangan kewarganegaraan RI -nya. Seperti dibicarakail tadi anak-anak luar kawin memperoleh status kewarganegaraan dari ibunya. Apabila ibunya warga negara RI ia pun memperoleli kewarganegaraan RI. Namun kemudiari apabila ia diakui oleh ayahnya yailg kebetulan orang asing, sejak saat pengakuaD. itu ia menjadi asing. Perlu diingatkan' disini bahwa pengakuan yang dilakukan sebelum anak itu berumur 18 tahun yang dapat mengakibafkan' kehilangan kewargariegaraan RI anak' tersebut, pengakuan yang dilakukan atas anak yang sudah berumur 18 tahun atau lebih hanya mengubah status kekeluargaan anak itu, dalain bidang kewarganegaraan tidak meuimbulkan akibat apa-apa;
d) diàngkat dengan, sah oleh orang asing sebagai anliknya, apabila pengangkatan dilakukan sebelUm anak itu berumur 5 tahun:
e) . dinyatakan hilang oletl Menteri Kehakiman;
f) masuk dalam dinas tentara asing tanpa izin terlebih dahulu dari Menteri Kehakiman;
. g) tanpa izin terlebih dahulu dari Menteri Kehakiman masuk dalam dinas -negara asing atau dinas suatu organisasi antarnegara yang tidak dimasuki oleh Republik lndonesia sebagai anggauta, jika jabatan dinas negara yang dipangkunya itu menurut peraturan Republik Indonesia hanya dapat dipangku oleh warga negara atau jabatan dalam organisasi antarnegara· tersebut memerlukan sumpah atau janji jabatan;
h) .mengangkat sumpah atau menyatakan janji setia kepada negara asing atau bagian dari negara ilsing itu;
. i) tanpa ada kewajiban, turut serta dalam pemilihan sesuatu yang bersifat ketatanegaraan untuk suatu negara asing _ Misalnya seorang warga negara Rl ikut memberikan suara dalam Pemi-Iihan Presiden di negara lain; .
j) kecuali untuk dinas Negara, selama 5 tahun berturut-turut berteinpat tinggal di IUar negeri tanpe. menyatakan keinginannya untuk tetap menjadi warga negara sebelum waktu itll lampau aan seterusnya tiap-tiap 2 tahun. Keinginan itu harus dinyatakan ' kepada Perviakilan Rl·· di maná orang yang bersangkutan bertempat tinggal. Bagi anak'anak yang belum berumur 18 tahun dan belum kawin jangka waktu 5 tallun atau 2 tahun itu dihitung sejak ia berumur 18 tahun .atau sejak ia melakukan perkawinan di bawah umur 18 tahun: sampai denrlkian dianggap cukup berat. Undangundang ingin memperoleh kepaSti~ apakah mungkin orang itu telah memiliki kewarganegaraan 'Iain . atau sudah tidak menghendaki kewarganegaraan. Rl. Derigan tidak . menyatakan kèinginan seperti yang disèbutkan tadi undang-undang menganggap .bahwa orang~orang Itu sudah tidak mau lagi menjadi warganegara . Rl atau niungkin. sudah mempunyai kewarga-negaraim laiiI.· . .. . Namun oleh karena hal ini dirasa berat maka orang~orang yang kehilangan kewarganegara!1n kárena tidak menyatakan keinginannya tetap menjadi wa.ga negára Rl itu dapatmemperoleh kembali kewarganegaraan Rl apabila ia kembali ke Indonesia, dengan jalán menyatakan keterangan. Keterangan itu dapat dinYl!-takan 4i l'engadilan Negeri tempat ia tinggal dalam waktu
. satil tahun setelah ia bertempat tinggal di Indonesia. Demikian Undang-Undaiig NE>. 6.2 Tahun 1958.
13. Perjanjian Dwi-Kewarganegar.aan Menurut·Perundang-undangan RRC orang-or~g keturunan. ~a
44
di Indonesia ini adalah warga negarà RRC, meskipun Indonesia juga mengakui mereka sebagai warga negaranya. Untuk menyelesaikan masalah ini kemudian lahir Perjanjian. DwiKewarganegaraan . Rl - RRC, yang disahkan dengan UndangUndang No. 2 Tahun 1958. Jadi tujuan dari Perjanjian ini adalah untuk memberi kesempatan kepada orang-orang yang dianggap serempak mempunyai kewarganegaraan Rl dan RRC supaya menetukan pilihannya apakah mau tetap menjadi warga negara Rl atau menjadi warga negara RRC. Mereka yang menghendak kewarganegaraan Rl harus melepaskan kewarganegaraim MC demikian pula sebaliknya. Jadi merek,i"yang dapat memilih kewarganegaraan RI adalah:
a) Orang-orang yang sebelumberlakunya Perjanjian sudah menjadi warga negara Rl yaitu mereka yang semula Kaulanegara Belanda dan tidak menolak kebangsaan ·fudonesia.
b) Anak-.anak mereka (tersebutangka a) yang pada tanggal 20 Januari 1960 sudah mencapai umur 18 tahun. Anak-anak mereka (tersebut a) yang padatanggal 20 Januari 1960 beillm mencapai umur 18 tahun mengikuti pilihan orang tuanya, .selama belum dewasa (18 tahlll1). Setelah mereka dewasa boleh menyatakan pilihan mau tetap men~kuti pilihan orimgorang tuanya atau mau berubah kewarganegaraan.
c) Orang-orang yang sebelum berlakunya Perjanjian sudah menjadi orang asing (RRC) oleh karena ayah-ibunya ·menolak kebangsaan Indonesia atau telah ditolakkan kebangsaan Indonesianya ·oleh orang tua/walinya pada masa QPsi (tanggal 27 Desember 1949' 27 Desember 1951).· Orang demikiari masih diberi kesempatan untuk menjadi warga negara Rl apabila mereka menghendakinya. .
Undang-Undang No. 4 Tallun 1969 menetapkan tidak berlakunya Undang-Undang No. 2 Tahun 1958 tentangpersetujuan perjanjian Rl dan RRCmengenasi soal ke-Dwi-Kewarganegaraan. UndangUndang No. 2 Tahun 1958 ini' sudah dinyatakan tidak bedaku lagi pada tanggal 10 April 1969. ..
Dengan demikian orang-orang yang dianggap memiliki kewarganegaraan rangkap Rl dan RRC mulaî tanggal tetsebut sudah tidak dapat lagi menyatakan pilihan. Mereka 'ini adalah .anak-anak yang mencapai umur 18 tahun yang orang, tuanya memilih kewargan~garaan Rl setelah mencapai umur .18 tahun tetap memiliki kewarganegaraan. Rl tidak lagi dapat kembali menjadi warga negara
. RRC dan sebaliknya mereka .yang orang tuiuiya.memi1ih kewarga
45
negaraan RRCtetap menjadi warga negaraRRC tidak dapat kembali menjadi warga negara, REC. Ini disebabkan oleh karena sejak tanggal 10 April 1969 tersebut sudah ditutup untuk mengadakàn pilih/ID. Meskipun Und~g~Und~ng No. 2 Tahun 1958 telahdinyatakan tidak berlaku, namun akibat dari berlakunya undang·undang itu tidaklah menjadi bataI .. Terbukti bahwa orang·orang yang dulu
,telàh melepaskan kewarganegaraan RRC-nya untuk tetap menjadi warga negara RI, tetap menjadiwarga negara RI.'
14.' Di samping adanya orang-orang yang harus menyatakan pilihan untuk tetàp menjadi ,warga negara RI ada juga orilDg-orang yang oleh Pemerintàh RI' dan Pemerintàh RRC tlianggap hanya mempunyai kewarganegaraan RI saja karena secara' implisit mereka dianggap telah melepaskan kewarganegaraa RRC-nya. Yang termasuk orang-orang demikian ini adalàh mereka yR;1lg pada
46
tanggal 20 Januari 1960: '
a) sudàh pemah bersumpàh' atau berjanji sètia kepada Republik Indonesia sebagai anggota sesuatu badan resmi;
b) telàh menjadianggota AIlgkatan Bersenjata RI (ABRI) atau telàh di)lerhentikan dengan horrnat dari keanggotaan ABRI tersebut; " ,
c) telàh menjadi Veteran Republik Indonesia;' d) telah menjadi pegawai daerah otonom atau telah diberhentikan
dengan berhak "menerima pensiun; _' ' e) ielàh, menjadi pegawai negeri atau telàh diberhentikan dengan
berhak menerima pensiun; 1) sudàh lebih dari satu kali mewakili Pemerintah RI dalam
lapangan politik, dan ,setelah mewakili Pemerintah RI tidak pemàh mewakili Pemerintàh RRC; , -,
g) sudàh lebih dari satu ,kali mewakili Pemerintah RI dalam lapangan' ekonomi, dan setelah mewakili' Pemeriittàh RI tidak pemàh mewakili Pelilerintah RRC;
h) sudàh lebih dari satu kali mewakili Republik Indonesia dalam Lapangan kebildayaan atau keolàhragaan yang bersifat perIombaan antamegara,' dan set~làh mewakili RI tidak pemah mewakili RRC;'
i) telah menjadi petani yang Iilenurut pendapat Menteri palam Negeri, Menteri Kehakiman, dan Menteri Agraria cara hidupnya dan pergaulannya dengan masyarakat Indonesia asli menunjukkan bahwa ia sebetulnya anak pribumi;
j) telah dengan, sàh turut -dalam, pemilihan umum untilk Dewan 'Perw,akilan Rakyat dan dapat membuktikan, hal itu kepada
Panitia Pemilihan Umum untuk DewanPerwakilan Rakyat Daeràh dan dapat membuktikan 'hal itu 'kepada Daeràh yang' bersangkutan. '
15. Bukti Kewarganegaraan
Dasar daripada diperolehnya kewarganegaraan RI adalah berbedabeda ditentukan' antara lain oleh keturunan, tempat kelahiran, adanya perkawinan, perbedaan golongan pendudilk, dan adanya permohonan atau pemyataan keterangan. Orang-orang yang mem- ' peroleh kewarganegaraall RI secara pasif dalam arti tanpa berbuat sesuatu, tid"k pernah memiliki suatu surat yang membilktikan kewarganegaraan RI-nya apabila mereka tidak pemàh memintanya kep~da. Instansi yang berwenang. Lain ha.1nya dengan mereka yang menJadt warga negara RI secara aktif dengan melakukan sesuatu tindakan hukum tertentu. Dari tindakan hilkum tersebut Instansi yang berwenang mengeluarkan suatu surat yang dapat dipergunakan sebagai bukti kewarganegaraan RI-nya. " Dari cara peroleh kewarganegaraan RI dapat ditentukan apa bukti kewarganegaraan orang yang bersangkutan: ' ' a) Orang-orang yang memperolehkewarganegaraan RI dengan jalan
menyatakan keterangan seperti tadi telah dijelaskan memper61eh Sura,t Catatan dari Pengadilan N~geri yang bersangkutan sebagai bilkti kewarganegaraan RI·nya. Contoh ,yang jelàsadalah wanita asing yang kawin dengan warga negara RI dan menyatakan keteranga;' memperoleh kewarganegaraan RI pada Pengadilan Negeri.- Pengadilan Negeri memberikan sehelai Surat Catatan yang mènerangkan bahwa wanita ' itu telah menjadi warga negara RI karena menyatakan keterangan memperoleh kewarganegaraan Rf mengikuti suaminya;
b) Orang-orang asing ya,:,g mengajukan permohonan Naturalisasi, setelah ,permohonannya dikabulkati dan mengitcapkan' sumpàh atau janji ,setia menjàdi warga negara RI .. Sehelai Petikan Keputusan Presiden atas namanya dan sehelai Berita Acara Sumpah dapat dipakai untuk membllktikan' kew~rganegaraannya, termasilk istri 'dan anak-anaknya yangpada tanggal Keputhsan Presiden itu belumcukup berumtir 18 tahun dallbelum kawin.
c) Khusus bagi orang-orang keturunan Cinayang semula sebetulnya banyak yang memperoleh kewarganegaraan RI sec ara pasif (karena dulu tidak '!Ilenolak kebangsaan Indonesia), karena kemudian harus menyatakan pilihan sesuai dengan Perjanjian 'Dwi-Kewarganegaraan RI - RRC, jadi secara aktif pun memperoleh sehelai Surat Catatan yang dapat dipakai untuk membukti-
47
kan kewarganegaraan Rl-nya, termasuk anak-anaknya, yang tereantum di situ. ' Catatan ini lazimnya disebut Formulir I/I A sampai dengan Formulir VI/VI A. Sampai saat ini Surat Keterangan demikian ,dapat juga dikeluarkan "leh Pengadilan Negeri di masing-masing daerah. Departemen Kehakiman bermaksud membuat satu bentuk surat Bukti Kewarganegaraan yang seragam untuk seluruh Indonesia dengan maksud dan tujuan lebib mempermudah pembuktian, menghindarkan keragu-raguan dan menyempurnakan administrasi, karena setiap Surat Keterangan yang dibuat di Departemen Kehakiman sudah tereatat segala keterangan dan bukti-bukti yang dianggap perlu, sehingga si pemegang Bukti Kewarganegaraan tidak akan mengalami kesulitan misalnya surat buktinya hilang. ' Perubahan Nama yang oleh kebanyakan orang tersebut sebagai Ganti Nama dan mengenak Akte-Akte Catatan Sipil, erat hubungannya dengan kewarganegaraan.
16. Anjuran Ganti Nama
48
Pemerintah, Indonesia mengajurkan kepada warga negilra:' RI Keturunan Cina' eepat mengintegrasikan diri dengan orang·orang Indonesia asti. Untuk mempereepat integrasi dan asimilasi itu antara lain dianjurkan dan diberi kesempatan kepada~ mereka . imtuk mengubah nalllanya sesuai _ de~gan kepribadian Indonesia. Ïl~l tersebut te~nyata sekali dengan dikeluarkannya Keputusan Presidium Kabinet tanggal27 Desember 1966 No. 127/16/Kep/12/ 1966, yang merupakan ketentuan khusus bagi warga negara RI keturunan Cina untut< mengganti namanya dengan prosedur yang singkat dan memakai waktu tidak begitu lama, eukup diajukan pernyataan ganti nama tersebut kepada Witlikota atau Bupati Kepala Daerah setempat. . Keputusan Presidium Kabinet itu sekarang sudah tidak berlaku lagi karena dalam keputusan' itu sendiri ditentukan batas waktunya sampaitanggal 31 Maret 1968 di-mana orang dapat meng?~nti namanya dengan prosedur singkat tersebut. Namun demlklan kesempatan untuk menggaitti atau mengubah nama masib tetap terbuka:
a) Dapat diajukan kepada Pengadilan Negeri setempat, tapi kh~sus hanya untuk perubahan nama keeil. Nama keluarga (She) tldak tidak dapat digantil diubah. Tapi waktunya dan prosesnya mungkin lebih eepat. .
b) Dapat diajukan kepada' Menteri Kehakiman berdasarkan Undang,-Undang No. 4 Tahun 1961, baik perubahan nama keeil ,maupun nama keluarga. Hanya untuk mengajukan permohonan ltu selain surat-surat yang berhubungan dengan kewarganegaraan Rl-nya, akte lahir dan lain-lain, harus pula melampirk~n surat tidak. berkeberatan atas perubahan nama itu dari Walikota/ Bupati Kepala Daerah dan dari Kepotisian setempat serta surat bukti pengumuman perubahan nama itu dalam Berita Negara. Perlu dijelaskan di sini bahwa dengan memperoleh surat dari Wallkota/Bupati Kepala Daerah itu orang yang bersangkutan belum resmi berganti nama, surat itu baru merupakan salah satu syarat yang harus dipenphi. Hal ini dikemukakan berhubung ada sementara orang yang mempergunakan surat pernyataan tidak keberatan dari Walikota/Bupati itu seakan-akan sebagai bukti bahwa orang yang bersangkutan telah berganti nama. Pendapat demikian adalah sama sekali keliru. Orang baru dapat seeara resmi mempergunakan nama Indonesiariya setelah memperoleh Keputusan Menteri Kehakinîan yang mengabulkan peimohonan perubahan nama tersebut.
e) Tentang Akte-Akte Catatall Sipil dapat disinggung hal-hal sebagai berikut: ' - Hendaknya dipakai nama dan tempat/tanggal lahir yang
tereantum dalam akte lahir dalam segala maeam keperluan, ' sehingga dapat keseragaman mengenai hal tersebut.
. Pemakaian, nama atau tanggal/tempàt lahir yangberubahubah akan menyulitkan dan akan menimbulkan keraguraguan atas identitas orang yang bersangkutan.
- Sete\ah berganti nama perubahan nama jtu hams dilaporkan , kepada Kantor Catatan Sipil agar dapat dieatat 'sebagai
catatan pinggir. Jadi pada Petikan Akte lahir masib tereantum nama' lama, tapi ditambahkan eatatan bahwa orang yang bersangkutan telah mengubah namanya. Suatu akte lahir atau akte kawin yang menghilangkan sama sekali nama lama adalah tidak benar.
- Karena pentiog akte-akte eatatan sipil, ini, perlu disimpan dengan baik; agar di ke~udian hari tidak menimbulkan kesulitan bagi diri sendiri maupun keturunannya yang bersangkutan. '
49
BIDANG EKONOMI
1. Di dalam melaksanakan segala peraturan-peraturanyang· ada dan berlaku dalambidang ekonomi harusselalu diingat kebijaksana<U1 Pemerintah di dalam usahanya menuju pada Masyarakat yang Adil dan Makmur, dan berpegang teguh pada Undang-Undang Dasar dan Ketetapan-Ketetapan MPR, khususnya yang tereantum dalam Garis-garis Besar Haluan Negara.
2. Sebagai dikat~kan di muka Pemerintah ·ingin meratakan kesejahteraan masyarakat dan meratakan pembangunan dalam segala bidang. Golongan ekonomi lemah, tanpa. pandang apakah mereka itu warga negara Indonesia asli atal\kah WNl keturunan asing, dit ngkatkan taraf hidupnya ke arah tingkat kesejahteraan yang layak.
3. Antara sesama warga negara Indonesia tidak diàdakan perbedaan perlakuan, namun latu halnya dengan warga negara asing. Terhadap warga negara maupun modal asing masih diberikan ruang gerak tertentu dalam roda perekonomian di Indonesia karena oagi pem.biayaan pembangunan masih diperlukiln pengikutsertaan mereka. Namun pengikutsertaan warga negara dan modal asing itu demikian rupa sehingga dapat diambil manfaat sebesar·besamya tanpa merugikan kepentingan umum masyarakát Indonesia.
4. Di. samping kekurilngan akal modal bagi pembangunan pula masih terdapat kekurangan peraturan -peraturan untuk menggantikan peraturan-peraturan. lama warisan zaman Kolonia!. Maka ada beberapa peraturan lama yang kini masih berlaku seperti Bedriifsreglementeringsordonnatie (BRO atau Undang-Undang penyaluran Perusahaan) dan Hinderordonnantie (HO atau Undang-Undang· tempat usaha) dimuat juga dalam Himpunan Peraturan ini. Di dalam peraturan-peraturan pelaksanaannya (seperti Peraturan Pemerintah No. 1 tahun 1957sebagai pelaksanaan dari BRO tahun 1934 itu) ketentuan-ketentuan lama itu telah disesuaikan dengan situasi dan kondisi Republik Indonesia setelah merdeka. Adapun yang dimuat dalam buku himpunan ini hanyalah peraturanperaturan yang relevan saPt di dalam perikehidupan ekonomi dewasa· ini.
50
5. Dalam bidang Perdagangan perlu diperhatikan bahwa menurut Undang-Undang No. 6 tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri bidang ini sejak tanggal 31 Desember 1977 telah tertutup bagi usaha asing dan hanya disediakan untuk pengusaha nasional lndonesia. Pelaksanaan ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah· No. 36 tahun 1977 di mana antara lain ada ketentuan bahwa orang domistik asing yang memiliki usaha dagang dan yang telah mengajukan permohonan naturàlisasi kepada Pengadilan, walaupun belumada ketetapan diterima menjadi warga negara Indonesia, masih dapat meneruskan usaha dagangnya. Selain itu pengusaha asing dalam bidang produksi masih pula diberi kelonggaran untuk membeli bahah das ar, suku eadang (spareparts) dan sebagainya bagi keperluan industrinya itu, serta pula penjualan hasil produksinya sendiri dan sebagainya. Jadi kenyataan di dalam praktek setelah t!lnggal1 Januari 1978 pun masih ada kegiatanasing yang diperbolehkan dalam bidang perdagangan. Maka petugas di daerah perlu waspada agar kesempatan demikian itu tidak disalahgunakan oieh pihak-pihak bersangkutan.
6. Di dalam menginipor bahan baku atau suku eadang dan lain-lainnya keperluan industri usaha asing perlu diteliti apakah barang-barang yang dümpor itu betul-betul barang yang diperlukan bagi produksinya dan apakah kwantiteit yang dilmpor tidak melebihi kebutuhannya. Lebih-Iebih dalam rangka Penanaman Modal Asing di mana olen Pemerintah diberikan fasilitas-fasilitas yang eukup luas, sering terjadi bahwa pengimporan barang dengan keringanan pajak-pajak itu dipergunakan bagi pengimpotan barang-barang yangbukan keperluan perusahaannya atau dalam jumlah yang jaUh melebihi kebutUhan, dengan maksud sisanya dijual secara bebas, dengan demiklan diperoleh keuntungan yang· banyak atas kerugian ngara.
7. Dalam bidang perkreditan nampak pula usaha Pemerintah RI untuk meningkatkan golongan ekonomi lemah, misalnya dengan dikeluárkannya Kredit Investasi Keeil, Kredit Modal Kerja Permanen, Kredit Candak Kulak, dan sebagainya. Keeuali untuk meruugkatkan pengusaha. golongan ekonomi I~mah tindakan itu juga ditujukan untuk menghindarkan mereka dari eengkeraman liritah darat. Sebagaldiketahui sUku bunga dalam perkreditin keeil itu dibuat sangat rendah di samping keringanan dalam hal agunan dan fasilitas
lain. 8. Dalam bidang perburUhan ada dimuat dalam himpunan ini beberapa
peraturan yang relevan untUk diketahui sebagai pegangan pelaksanaanmaupun pedoman pengawasannya oleh instasi yalig bersangkutan.
51
Di dalam usaha perataan kesejahteraan serta peningkatan, golongan ekonomi lemah Pemerintah' melindungi kepentingan golongan buruh, terutama golongan buruh keciI, terhadap tindakan sewenangwenang dari majikan, serta persaingan yang berat terhadap golongan yang telah lebih maju. Penggunaan tenaga kerja asing dalam perusahaan-perusahaan di Indonesia dibafasi seminimal mungkin sehingga diadakan peraturanperaturanperizinan yang mengikat baik fihak majikan maupun tenaga kerja asing itu sendiri. ' Di samping itu, sebagai tercantum dalam Undang-Undang penanaman modal asing maupun Undang-Undang penanaman modal dalam negeri, kepada pengusaha dibebankan kewajiban' untuk mengadakan pendidikan terhadap buruhnya sehingga semua pekerjaan yang masih diisi dengan tenaga kerja asing karena alasan belum adanya tenaga kerja Indonesia yang ahii untuk itu, nantinya dapat diisi dengan tenaga kerja Indonesia sendiri.
9. Dalam hal tenaga kerja asing ini perlu adanya pengawasan dan penelitian yang cermat karena banyak terjadi penyelundupan orangorang asing masuk Indonesia dengan dalih sebagai tenaga ahii untuk kemudian 'setelah berada di Indonesia menghilang ataupun dengan manipulasi secara tidak sah memperoleh tanda kewarganegaraan Indonesia. Dengan cara demikian Indonesia dapat kemasukan infiltrasi dari unsur-unsur yang tidak kita harapkan.
10. Mengenai Masalah perpajakan di dalam buku Himpunan Peraturan ini dimuat pula antara lain Undang-Undang Pajak Bangsa Asing (Undang-Undang ,No. 74 tahun 1958). Dari petugas-petugas yang berhubungan dengan pemungutan pajak di daerah sering tedengar keluhan tentang kurang lancamya pemungutan pajak bangsa asing. Keengganan mereka untuk membayar pajak itu ada kalanya d~sebabkan karena mereka memang tid~k mampu, tetapi dapat juga dlsebabkan karena kuranguya loyalitas terhadap Pemerintah Republik Indonesia.
52
Di samping itu ada lagi hal yang dapat menyebabkan seretnya pemungutan pajak pada umumnya, jadi tidak hanya pada pemungutan pajak bangsa asing saja, tetapi juga terhadap pajak-pajak yang lain, ialah sistem perpajakan ,yarig dianut di Indonesia, yaitu adanya 'wajib pung!lt pajak. Wajib pajak memang ada kewajiban untuk membayar pajak, akan tetapi apabila mereka menghindarkan diri dari kewajiban membayar pajak itl1, hal itu bukanlah merupakan suatu tindak pidana yang dapat dikenakan hukuman, lain halnya seperti di Amerika Serikat di mana orang yang tidak memenuhi kewajibannya untuk membayar pajak dapat dimasukkan 'penjara. Di Indonesia kelalaian membayar pajak hanya dikenakan tindakan
administratif dengan pemungutan denda 'jumlah tertentu di atas ketentuan pajak yang telah ditetapkan. Jadi masalahnya adalah untuk mengintensifkan pemungutan. Dengan diketahui masalah perpajakan itu oleh pejabat-pejabat di luar instansi pajak sendiri maka kiranya dapat diadakan pemikiran bersama guna mengadakan kesatuan tindakan di dalam mengintensifkan pemungutan pajak itu sehingga dengan demikian dapat ' dihindari adanya tunggakan-tunggakan pajak yang kian membubung atas kerugian negara dan pembángunan pada umumnya.
11. Selanjutnya dimuat dalam' himpunan ini berbagai peratuan yang nampaknya tidak ada sangkut-pautnya dengan masalah Cina ataupun
masalah orang asing, misalnya Peraturan Pelaksanaan tata-niaga Cengkeh, peraturan perizinan Produksi Kosmetika dan alat-alat kesehàtan, dan sebagainya, namun karena bidang usaha itu banyak dilakukan oleh golongan asing atau keturunan asing (Cina) maka relevansi iuga untuk dimuat untuk diketahui petugas yang' adá' hubungannya dengan hal-hal tersebut.
12. Sudah barang tentu tidak d~pat dimuat segala peraturan yang ada dalam bidang ekonomi karena terlalu luas dan kompleks, maka hanya diambil beberapa peraturan sajayang relevan, semoga dapat sekedar menjadi pedoman seperIunya. '
53
-:"
PERGAULANKEMASYARAKATAN, PENDIDIKAN AGAMA/ KEPERCAYAANDAN ADAT ISTIADAT, PERS/MASS MÈDIA
'UMUM
1. Kehendak politik 'b,angsa Indonesia sebagaimana dinyatakan baik melalui resolusi MPRS No. III/RES(MPRS/1966 yang' pada pokoknya menandaskan: - percepatan proses integrasi' melalui asimilasi warga negara
~eturunan as?,g dengan menghapuskan segala hambatan yang t1dak harmoUls dengan warga .asli;
maupun melalui Ketetapan MPR No. IV IMPRl1978 yang berbunyi: - usaha·usaha pembauran bangsa perlu ditingkatkan di segala
bidang kehidupan dalam rangkà usaha memperkokoh kesatuan dan persatuan bangsa;
Pelaksanaannya telah dijabarkan dan diatur dalam pelbagai bentuk perundang-undangan.
2. Ketetapan tersebut di atas dilaksanakan dengan sekaligus 'menggunakan· pola pendekatan negatif dari pola pendekatan positif, yaitu:
a. pola pendekatan negatif:
. de.ngan memoto~g "aftmitas kultural" warga negara keturunan asmg pada negerl dan budaya leluhumya semula;
b. Pola pendekatan po.itif:
dengan membina warga negara keturunan asing agar dengan' segala ketulu~an menghayati nilai-nilai budaya bangsa Indonesia
. seutuhnya, serta melaI.<sanakannya dalam kehidupan sehari-hari.
Dengan demikian diharapkan secara alamiah akan terjadi proses, di mana war~a negara k~turunan asing menanggalkan identitas asingnya dan se~aIigus menunJukkan sikap dan cara hidup sebagai bangsa Indonesla seutuhnya.
PENGATURANBIDANG-BIDANG KEHIlJUPAN
1. Dalam kehidllpan manusia serta kehidupan masyarakat umumnya . terdapat hal-hal yang mempunyai peranan menentukan dalan: pembentukan sik.a~ dan cara hidup, antara Iain: pergaulan kemasyarakatan, pendldikan, ag.ama/kepercayaan dan adat-istiadat dan pers/mass media. ' .
S4 •
Untuk bidang-bidang kehidupan tersebut masing-masing telah diadakan pengaturan yang kesemuanya bermuara· pada tujuan pembinaan kesatuan bangsa, baik dengan pola pèndekatan positif, maupun dengan pola pendekatan negatif, yaitu: .
. a. Pergaulan Kemasyarakatan Dengan Keputusan .presiden RI No. 240 tahun 1967, ditegaskan bahwa pembedaan perlakuan antara warga negara Indonesia asli dengan warga negara Indonesia: keturunan asing ditiadakan dan tidak dibenarkan. Dalam pada itu diadakan pengaturan untuk merangsang pergaulan antarsemua golongan, dengan antara lain menghilangkan faktor-faktor penghambatnya. Dalam hal ini perlu diperhatikan Keputusan Presidium Kabinet RI No. 127/Kep/12/ . 1967 tentang peraturan ganti iIama bag! WNI yang memakai nama Cina. Diharapkan agar dengan nama yang tidak berbunyi asing, dapat mempermudah pemakaiannya untuk berkoll)unikasi dengan sesama warga negara Indonesia lainnya.
b. Pendidikan Dalam rangka pendidikan nasional telah dikeluarkan serangkaian peraturan tentang asimilasi di bidang pendidikan, yang inti pelaksanaannya adalah penggunaan jalur administratif dan jalur teknisedukatif sekaligus, y.aitu:
- melalui jalur administratif dirangsang peningkatan kontak sosial antar semua' pelajar dari semua golongan penduduk
. Indonesia, dengan mengus,ahakan agar tidak terjadi pemusatan pelajar keturunan asing 'dalam satu sekolah/lembaga pendidikan; dan sejalan dengan itu pula diusahakan agar semua warga negara Indonesia dan warga negara asing penduduk tetap Indonesia di maria pun ia berada, terjangkau oleh pendidikan nasional; .
- melalui jalur teknis-edukatif dilakukan pembinaan penghayatan nilai-nilai budaya Indonesia kepada semua warga negara Indonesia dan warga negara asing penduduk Indonesia, baik melalui program,program secara kurikular, maupun melalui p.rogram-program ekstra kurikular.
Sëj8tandengan kebijaksanaan tentang pendidikannasional ini juga diattir pendidikan asing, di mana adanya sekolah-sekolah asingdi
. Indonesia hanya dimungkinkan ,bag! warga negara asing pendatang yang berdiam sementara di. Indoensia; sedang warg.a negara Indoriesia dan warga negara asing penduduk tetap Indonesia dilarang memasukinya.
ss
c" Agama/Kepercayaan, dan adat-istiadat &:husus terhàdap masyarakat ketiIrunan Cina telah dibuat pengaturan agar dalam menjalankan kehidupan keagamaan/kepercayaan serta adat-istiadatnya, diatur sedemikian rupa agar semua upacara-upacara yang mengandung unsur "affinitas kultural" pada budaya Cina, hanya diIakukan secara tertutup dalam lingkungan keluarga saja. Sejalan dengan ketentuan ini Pemerintah juga teIah menggariskan bahwa ajaran Khonghucu adalah ajaran khas 'Cina dan bukan agama.
d. Pers/mass media Dalam bidang ini tidak dimungkinkan lagi terbitnya pers/mass media beraksara dan berbahasa Cina di Indonesia. Hanya satu surat kabar berbahasa dan beraksara èina yang dapat terbit di Indonesia, yaitu Harian Indonesia yang diterbitkan oleh Pemerintah sebagai sarana untnk menjangkau I)lasyarakat berbahasa Cina
. yang belum dapat lancar menggunakan bahasa Indonesià dalam penyampaian berita-berita serta penerangan tentang kebijaksanaan Pemerintah.
2. Pengaturan bidang-bidangkehidupan tersebut masing-masing ter-. tuang dalam sejumiah perundang-undangan meliputi pengaturan:
kebijaksanaan 'dasar, pedoman umum, petunjuk pelaksanaan dari organisasi pelaksanaan, yang keseinuanya terlampir dalam buku ini, yang untuk memudahkan penggunaaunya dapat dilihát dalam daftar tersebut di bawah ini.
DAFTAR PERUNDANG-UNDANGAN
1. PergauIan Kemasyarakatan
56
a. Kebijaksanaan Dasar 1) Resolusi MPRS No. III/RES/MPRS/1966, tentang Pembinaan
Kesatuan Bangsa. . 2) Keputusan Presiden RI No. 240/1967, teutang Kebijaksanaan
pokok yang menyangkut WNI keturunan Cina. b. Pedoman Umum
Keputusan Presidium Kabinet RI No. 127/Kep/12/1967, tentang Peraturan ganti nama bagi wNI yang memakai nama Cina.
c. Petunjuk Pelaksanaan . 1) Keputusan Presiden No. 123 tahun 1968, tentang Memper
panjang masa beriakunya peraturan ganti nama bagi WNI yang memakain nama Cina sebagai termaksud dalam Keputusan Presidium Kabinet RI No_ 127/U/Kep/12/1966.
. 2) Keputusan Meuteri Luar Negeri RI No_ 050/67/04, tentang Ketentuan . Pelaksánaan Keputusan Presidium Kabinet No. 127/U/Kep/12/1966.
. ,
2. Pendldlkan (asimUasl dl bldang pendldlkan) a. Kebijaksanaan Dasar. . • 1) Instruksi Presidium Kabinet RI No. 37/U/IN/6/1967, tentang
Kebijaksariaan Pokok Masalah Cina. ' 2) Keputusan Presiden RI No. 240 tahun 1967, tentang Kebijak-
sanaan pokok yang menyangkut WNI keturul).an Cina. . 3) Keputusan Presiden RI No. 34 tahun 1972, tentang Tanggung
Jawab fungsional pendidikan dan latihan. 4) Keputusan Menteri P dan K RI No. 072/U/1974, tentang
Pencabutan Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 015/68. tentang Peraturan Pelaksanaan penyelenggaraan SNPK dalam rangka menampung kebutuhan pendidikan dan pengajaran segenap anak penduduk Indonesia. .
5) Ketetapan MPR No. IV/MPR/1968 (Bab IV huruf D) Agama dan kepercayaan terhadap Tuhan YME, Sosial Budaya, angka 3 hurufE.
b) Pedoman Umum. . . . 1) Stirat Presiden RI No. B-12/Pres/1/1968, tentang Pelaksanaan
pasal 7, 8, 9 Instruksi Presidium Kabinet No. 37/U/IN/6/67. 2) Keputusan Menteri P dan K ,- RI No. 170/U175, tentang
Pedoman Pelaksanaan Asimilasi (pe)1lbauran) di bidang Pendidikan.
3) Keputusan Bersama Menlu dan Menteri P dan K ~ RI No. SP/562/BU/XI75; NO. ,0263/U/1976, tentang Pengaturan Pelajar fudonesia di Luar Negeri.
4) Keputusan Menteri PTIP No. 52/64, tentang Peraturan Syaratsyarat Pendaftaran dan Penerimaan Mahasiswa.
5) Pidato Menten P dan K - RI, pada pembukaan Rapat Kerja Nasional Asimilasi di bidang P,endidikan tanggal 20 Oktober 1977 di Pontianak. -.
c. Petunjuk Pelaksanaan. . 1) Instruksi Bersama Menlu dan Menteri P dan K - RI No. 6396/
01177; No. 2/U177, tentàng Pelaksanaan Pengaturan ,Pelajar ID.donesia di negara-negara Wilayah Asia Pasiftk. -
2) Keputusan Menteri P dan K - RI No. 0416/U/1977, tentang Kelengkapan syarat yang harus' dipenuhi oleh orang tua/wali .
, Pelajar Ind9nesia' yang mendapat izin belajar di luar negeri dengan tujuan negara-negara dalam wilayah Asia' Pasifik.
57
58
· 3) Surat Dirjen Pendidi!<an Dasar dan Menengah Departemen P dan K Ketna Team Pembantu Pelaksana Asimilasi di bidang Pendidikan dan Pengaturan Pendidikan Asing di Indonesia, tentang Penyaluran Pelajar-pelajar yang kembali dari Luar Negeri No. R-Ol/TP-PAPPA/1/1977.
4) Petunjuk Pelaksanaan Operasional Asimilasidi bidang Pendidikan, meliputi: (i) Pengantar; (ü) Kepl\tusan Ketua Team Pembantu Pelaksanaan Asimilasi
di bidang Pendidikan dan Pengaturan Pendidikan Asing di Indonesia. No. Kep-OllTP-PAPPA/IV 178, tentang Petunjuk Pelaksanaan Penggalangan untuk memperlancar Pelaksanaan Asimilasi di bidang Pendidikan.
(üi) Keputusan Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah Departemen P & K - RI No. 035a/C/I/KepI78, tentang Petunjuk Pelaksanaan Kurikulum 1975 dalam rangka Pelaksanaan Asimilasi di bidang Pendidikan dan Petunjuk Pelaksanaan kegiatan ekstra kurikular sebagai penunjang Pelaksanaan Asimilasi di bidang Pendidikan.
5) Kesimpulan-kesimpulan Pokok Rapat Kerja PersiapanPelaksanaan Asimilasi di bidang Pendidikan tanggal27- 28 November 1975 di Y ogyakarta.
6) Surat Menteri Dalam Negeri No. 866/SospoI/D-2IXII/1975 perihal Kesimpulan-kesimpulan Pokok Raker Persiapan Pelaksanaan Ásimilasi di bidang Pendidikan.
7) SiIrat Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah Departemen P da;" KNo. 1. 1. 0285. 76, perihal Pendidikan agama di sekolah-sekolah dalam rangka pelaksanaan Asimilasi.
8) S,urat Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah Departemen P dan K/Ketua TP/PAPPA di Indonesia No. R-048/TPPAPPA/XI77, tentang Masalah ajaran Khonghucu dalam hubungannya dengan EBTA di sekolah-sekolah.
9) Surat Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah Departemen P dan KNo. 1. 1. 0248. 75, tentang Pelaksanaan 'Asimilasi di bidang Pendidikan.
10) Surat Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah Departemen P dan KNo. 0125/CI/I/77, perihal Peningkatan Asimilasi di bidang Pendidikan.
11) Surat Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah/Ketua TPPAPPA Departemen P dan K.No. B-37/TP-PAPPAlII/1978, perihal Inventarisasi gedung-gedung' sekolah bekas sekolah Asing/Cina. '
12) Surat Edaran Irjen Departemen P dan KNo. 003/B/1978, tentang Masalah Gedung-Gedung bekas sekolah Asing Cina.
13) Surat Edaran Dirjen Agraria Departemen Dalam Negeri No. BTUK/8/3/P-78, perihal Tanah/bangunan milik Badan Hukum Perkumpulan atau perseorangan Belanda dan Cina.
14) Surat Direktur Pendidikan Tinggi No. 035/DPT/D/71, tentang kemungkinan penerimaan mahasiswa-mahasiswa asing sebagai mahasiswa biasa pada universitas-universitas/institut-institut di . Indonesia.
15) Kesimpulan Rapat Kerja Terbatas Pelaksanaan Asiinilasi di bidang Pendidikan tanggal 1 - 3 Agustus 1977 di Jakarta:
16) Uraian Dirjen PDM/Ketua TP-PAPPA di Indonesia pada jumpa Pers, tanggal 24 Nopember 1975 di Jakarta.
d. Organisasi Pelaksanaan 1) Keputusan Menteri P dan K- RI No. 044/P/1975, tentang
Pembentukan Team Pembantu Pelaksanaan Asimilasi di bidang Pendidikan dan Pengaturan Pendidikan Asing di Indonesia.
2) Keputusan Bersama Menteri Dalam Negeri dan Menteri P dan KNo. 054/1975;. No. 060a/P/1975, tentang Penunjukan Gubemur Kepala Daerah Tingkat I sebagai Penanggung Jawab Pengendalian Pelaksanaan Asimilasi di bidang Pendidikan di daeráh.
3. PendidIkan [Pengatw:an Pendldlkan AlIlng dl Indone.lal a. Kebijaksanaan Dasar
1) Undang-Undallg No. 48 prp/60, tentang Pengawasan Pendidikan dan Pengajaran Asing.
2) Instruksi Presidium Kabinet RI No. 37/U/IN/6/1967 (pasal 7, 8, 9,), tentang Kebijaksanaan Pokok Masalah Cina.
b. Pedoman Umum. 1) Keputusan Bersama Menlu, Menteri P dan K dan Menteri
Keuangan No. SP/817/PD/XII75; ,No. 060/0/75; No. Kep. 345a/MK/4/7, tentang Pendirian' dan Penyelenggaraan Sekolah Perwakilan Diplomatik, Sekolah Gabungan Perwakilan Diplomatik, dan Sekolah Internasional di Indonesia.
2) Keputusan Menteri P dan K - RI No. 0184/0/1975, tentang Pedoman Pelaksanaan Pendirian dan Penyelenggaraan Sekolah Perwakilan Diplomatik, Sekolah Gabullgan Perwakilan Diplomatik, dan Sekolah Intemasional di Indonesia.
3) Instruksi Presiden No. 10 Tahun 1968, tentalIg Pengawasan terhadap kegiatan WNA yang melakukan pekerjaan bebas di Indonesia.
59
"
4) Pidato Direktur Jendral Pendidikan Dasar dan Menengah Departemen P dan K pada Pembukaan Konperensi EARCOS.
c. Petunjuk Pelaksanaan 1) Surat Ketu~ TP-PAPPA di Indonesia, No. B-01/TP-PAPPAII/
1978, perihal Prosedur permohonan izin kerja tenaga guru ·WNA.
2) Keputusan Rapat Kerja Pembinaan, Pengajaran Bahasa Indo-. nesia dan I1mu Bumi Indonesia' di sekolah-sekolah Internasional tanggal 9 s/d 1fMei 1977 di Jakarta.
d. Organisasi Pelaksanaan . Keputusan Menteri P dan' KNo. 044/P/197S, tentang Pembentukan Team Pembantu Pelaksanaan Asimilasi di bidang Pendidikan dan Pengaturan Pendidikan Asing di Indonesia.
4. Agama/Kepercayaan dan Adat·Istiadat a. Kebijaksanaan Dasar
Instruksi Presiden RI No. 14/1967, tentang Agama, Kepercayaan dan Adat-istiadat Cina.
b. Pedoman Umum 1) Undang-Undang No. 1 pnps/196S, tentang Pencegahan Penya
.Iahgunaan dan/atau penodaan agama. 2) Surat Menteri Agama No. A/OS8/1978, tentang Pelaksanaan
Pelajaran agama di sekolah-sekolah.
S. Pers,(mass media
60
a. Kebijaksanaan Dasar Keputusan MPRS No. XXXII/MPRS/1966, tentang Pembinaan Pers.
b. Pedoman Peldksanaan Instruksi Presidium Kabinet RI No. 49/U/IN/8/1967, tentang Pendayagunaan mass media Berbahasa Cina.
Jakarta, 23 Nopember 1978.
UMUM
,
6 \.
INSTRUKSI PRESIDIUM KABINET No. 37/U/IN/6/1967
TENTANG KEBDAKSANAANPOKOK
PENYELESAIAN MASALAH CINA
KETUA PRESIDWM KABI~T,
Menimbang : 1. bahwa dalam rangka pembangunan pada saat ini perlu dibimpun dan dimanfaatkan segala daya dan dana nasional, termasuk yang berada di tangan penduduk warga negara asing; .""
2: bahwa dalam rangka mengembangkan kemampuan daya usaha, ketrampilan dan kecerdasan rakyat, serta mempercepat proses pembangunan negara dalam mencapai, kemakmuran dan kesejahteraan sosial, perlu meningkatkan daya dan usaha warga negara Indonesia dan di lain fmak menempatkan modal dan perusahaan penduduk warga negara asing pada fungsi dan proporsi yang wajar;
3. ,bahwa dengan dijiwai oleh fi1safat Pancasila, prinsip-, prinsip negara hukum dan terdorong oleh keinginan luhur bangsa Indonesia untuk menciptakan persahabatan dengan segenap bangsa dan negara dalam rangka pelaksanaan politik luar negert yang bebas aktif, perlu mengadakan penilaian, peninjauan dan penentuan kembali terhadap segenap kebijaksanaan Pemerintah mengenai masalah Orang Asing, khususnya masalah Cina.
Mendengar dan membaca: Progres Report Ketua Panitia Negara Perumus Kebijaksanaan Penye1esaian Masalah Cina:
Mengingat 1. Ketetapan MPRS No. XXIII/MPRS/1966; 2. Resolusi MPRS No. III/Res/ MPRSI1966; 3. Keputusan Presiden,RI No. 163 tahun 1966; 4. Keputusan Presiden RI No. 170 tahun 1966; 5. Keputusan Presidium Kabinet No. 102/U/KPP/4/1967
MENGINSTRUKSlKAN:
Kepada: Segenap badan dan alat' Pemerintah sipil maupun militer di Pusat maupun Daerah
63
Untuk : Sambil menunggu perori).bakaiJ.. peraturan-peraturan dan/atau perundang-undangan yang. menyangkut warga negara asing, khususnya warga Negara Asmg Cina, melaksanakan pokokpokok kebijaksanaan seb[igai berikut:
BAB I.
Penduduk warga negara asingCina.
Pasall
a. Padadasarnya Indonesia tidak mengeluarkan lagi izin t!nggal untuk bekerj~ dan berusaha bagi warga nogara asing Cina pendatang baru, keeual! anggota-anggota Korps Diplomatik dan KonsuIer beserta keluarganya selama masa penugasannya di Indonesia, dan tenagatena?a ~hli beserta istri dan anak sah di bawa!t umur, yang masib menJadl tanggungannya.
b. Istri dan'anak-anak tersebuttidak diperkenankan untuk berusaha dan bekerja di Indonesia.
c. Ketentuan-ketentuan serta syarat-syarat mengenai tenaga ..bli, diatur dan ditentukan tersendiri sesuai dengan kebutuhan. .
Pasal 2
Setiap penduduk warga negara asing (termasuk mereka yang stateless) yang beriktikad baik, diberi perlindungan dan jaminan keamanan yang meliputi jiwa, harta benda, dan usahanya.
Pasal 3
Setiap warga negara asing yang bekerja. dan berusaha di Indonesia harus me~i1iki izin kerja dan izin usaha yang sah. .
l'asal 4
. Terhadap orang asing yang terbukti melakukan tindak pidana subversi ataupuiJ. kriminil baik di bidang politik, ekonomi, maupun sosial-budaya diambil tin~ak~n hukum berdasarkan ketentuan-ketentuan hukum yang berlaku, baik tindakan hukum pidana, maupun tindakan pengasingan atau penglIsiran dari Indonesia. .
Pasal 5
. Berbeda de!lgan MODAL ASING seperti termaktub di dalam t:ndang-Undang ~o. 1 tahun 1967; maka modal yang diperoleh dan dtpertumbuhkan dl dalam wilayah Indonesia, yaitu modal domestik asing .
64
pada <iasarnya adalah kekayaan :nasional yang berada di tangan penduduk asing; dan oleh karena itu harus dikerahkan, dibina dan
- dimanfaatkan untuk kepentingan rehabUitasi dan pembangunan.
Pasal 6
Modal domestik asing tersebut pada pasal 5 di atas dilarang untuk ditransfer ke luar negeri. ..
Pasal 7
Keeuali sekolah-sekolah Kedutaan untuk keperluan keluargadari Korps Diplomatik 'dan Konsuler, tidak. diperkenankan adanya sekolahsekolah asing.
Pasal 8 .
Anak-anak warga negara asing yang menjadi penduduk Indonesia diaujurkàn menjadi murid sekolah-sekolah nasional, haik yang ~egeri maupun yang swasta. c, ,
Pasal 9
Di setiap sekolah nasional yang memiliki murid'murid warga negara asing, jumlah murid warga negara Indonesia secara keseluruhan maupun di setiap kelas harus lebib banyak daripada jumlah murid-murid warga negara asing.
. PasallO, .
Seizin dan dengan' pengawasan.l'~m.erintah sesuai' dengan jumlah penduduk warga negara asing, di kota-kota daerah~daerah tertentu dapat didirik,an suatu organisasi asing Ioj<aljika dianggap perlu, yang ruang geraknya, terbatas pada bidatig-biqang:' . (a) kesèb:atan, ".' (b) keagamaan, (e) kematian, (d) Olah-raga dan rekreasi.
Pasal H.
Setiappenduduk warga negara asing dapat memajukan permohonan untuk menjadi warga l)egara:Indon.sia, dengan syarat~syarat yang' disesuaikan dengan pentinguya arti status kewarganegaraim itu •.
65
BAB II
Hubungan dengan RRC
Pasa112
Selama Indonesia masih mengakui dan mempunyai hubungan diplomatik dengali 'RRC, maka Perwakilan RRC di Indonesia diperlakukan menurut norma-norma kesopanan konsuler/diplomatik_
Pasal 13
Sikap, sifat, dan tingkatan, hubungan Indonesia denagan RRC disesuaikan atas penilaian Indonesia dengan dasar pertimbangan pantas tidaknya negara itu diperlakukan sebagai negara yang berdaulat dan bersahabllt.
Pasal 14
Mengenai materi yang te~masuk di dalam perjanjian' Dwi kewarganegaraan RI-RRC akan diadakan pengaturan' kemba!i atas dasar pertimbangan kepentingan nasiona!.
BAB III
Pengawasan dali koordinasi pelaksanaan Kebijaksanaan Masalah Cina
Pasa! 15
(1) Pengawasan dan koordinasi Pelaksanaan Kebijaksanaan' masalah Cina seperti yang dimaksud dalam Instruksi ini ada pada Presidium K~bittet,yang sehari-hárinya dilakiikan oleh'Menteri Utaina bidang Politik.' , " " '
(2) Untuk: membantu~es~dium Kabinet d,h.i. h1enteri utama Bldang , Politik, dibentuk suatu Staf Khhstis yang pembentukannyadiattlr
dengan Keputusan tersendiri. '
BAB IV PENUTUP
PasaI16
Setiap kebijaksanaan yang telah dan akan diambil serta peraturanperaturan yang telah dan akan dikeluarkan supaya disesuaikan dengan instruksiîni. . .
66
Pasal 17
Instruksi ini mulai berlaku pada hari ditetapkan.
Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 7 Juni 1967
PRESIDEN KABINET AMPERA KETUA Cap/ttd.
SOEHARTO Jenderal TNI
67
ar;rU'1'USAN PRESIQENREPUBLIK INDÓNESIA NOMOR: 240 TAHUN 1967 . , tëntarig' .
KEBDAKSANAAN POKOK YANG MENYANGKUT W ARGA NEGARA-INDONESIA KETURuNAN ASING
KAMI, PElABAT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
Menimbang : bahwa dengan berasaskan falsafah Pancasila dan berpegang pada prinsip Negara hukum serta terdoro~g oleh cita-cita Bangsa Indonesia utituk membina persatuan dan kesatuan .Bangsa, perlu diadakan penegasan terhadap kedudukan dan pembinaan warga negara Indonesia keturunan asing;
Mengingat 1. Utidang-Undang Dasar 1945 Pasal 4 ayat 1 dan - pasal 27;
2. Resolusi MPRS No .. III/Res/MPRS/1966 pasal 4; 3. Kel?utusan Presiden No. 171 Tahun 1967 jo 163
tahun 1966; 4. Keputusan Presidium Kabinet No. 127/U/Kep/121
1966.
MEMUTUSKAN: Menetapl~an : Kebijaksanaan pokok yang menyangkut warga negara
Indonesia keturunan asing sebagai benkut :
BAB I
KEDUDUKAN WARGA NEGARA INDONESlA KETURUNAN ASING .
Pasall
Warga Negara Indonesia keturunan asing adalah sama kedudukannya di dalatn Hukum Pemerintahan dengan Bangsa Indonesia lainnya.
Pasal 2
Warga liIegara Indonesia keturunan asing adalah Bangsa Indonesia yang tidak berbeda dalam hak dan kewajiban dengan Bangsa Indonesia lainnya. . .
68
BAB II PEMBINAAN WARqA NEGARA INDONESIA KETURUNAN ASING
Pasal. 3 Pembinaan warga ';~gara keturunan asing dijalankan dengan melalui
proses assimilasi terutama untuk meneegah terjadinya kehidupan eksklusif rasia!.
Pasal 4 Pembedaan perlakuan antaráwarga negara Indonesia keturunati asing
dan warga negara Indonesia asli dltiadakan dan tidak dibenarkan.
Pasai 5
Khususterhádap warga negara Indonesia keturunan asing yang masih meniakai nama eina dianjurkan mengganti nama-namanya dengan nama Indonesia sesuai dengan ketentuan yang berlaku: .
P~sal 6 Warga negara Indonesia .keturunanasing diberi kesempatan yang
sama dengan wni asIi dalam mengerahkan daya dan dananya di segala bidang untuk mempercepat pembanguitan serta menmgkatkan kemakmurah dan kesejahteraan Bangsa danNegara •.
BAB III
PENGÀWASAN DAN KOORDINASI PELAKSANAAN KEBUAKSANAAN P0K:0K
Pasal 7
Pengawasan dan Koordinasi Pelaksanaan Kebijáksanaan' POlwk yang menyarigkut warga negara Indonesia keturunàn asing sepèrti yang dimaksud dalam Keputusan ini dibebankan pada Menteri Dàlam Negeri.
. Pasal 8 Kep!ltusan ini mulai beriaku padahari ditetapk~n.
Ditetapkan di: JAK ART A. Pada tanggal : 6 Desember 1967.
PEJABAT PREsimlN REPUSLIK INI>ONESIA,
ttd.· . SOEHARTO JENDERALTNI
69
. ORDONNANSI TENTANG PENANGGULANGAN PERKUMPULAN-PERKUM
PULANRAHASIA CINA (S.1909 No. 250jo S.1917No. 497 pasaI6No.I71)
Konsiderans :
Bahwa ketentuan.-ketentuan dalam Ordonansi tanggal16 Juni 1907 (Staatsblad No. 271), seb!1gaimana terakhir ditambah. dengan pasal 1 Ordominsi 7 Nopember i908 (Staatsblad No. 634), yang berlaku untuk daerah-daerah tersebut tentang Penanggulangail Perkumpulan-perkumpulan Rahasia eina, diras.a perlu untuk diperlakukan di seluruh ~dia Belanda.
Pasal 1
Dihukum kurungan selama-Iamanya tiga bulan atau denda setinggi-.tingginya seratus rupiah; seorang eina yang: ' 1. ketempatan suam dokwhen, tulisan, emblim atau stempel, diberikan
oleh atau berasal dart suatu Per.!cumpulan Rahasia Cina, atau untuk ia .sendiri, atau untuk 'orang lim; •..... .' .
2 .. menggunakan sesuatu tanda kenal atau ciri suatu Perkumpulan Rahasia eina sebagal pengenal-isyarat:
3. menyelenggarakan ·atau .mengatur pertemuan Perk)1mpulan . Rahasia eina atau dalam rumahlhalaman memberikan kesempatan pertemuan tersebut at~u' sedemikian rupa ;":emherikan· peluang atau atau mengetahui adanya pertemuan tersebut tidak melaporkannya kepada yang:be~ajib: ,'. . ... ' .
4. dengan suatu ,cara apa pun mengajak seseoranl! untuk memasu\d Per; . kumpulan ,Rahasia Cina; ..... . .' '.. .. .,..
5. memberikan bantuan uang kepada Perkumpulan Rah~sia eina atau mencarikannya untuk perkumpulari tersebut: .
'. 6. dalam bentuk apa pun juga'meiakukantinaakail-tindakanyangbernada membantu atau· memperluas Perkumpulan Rahasia eina.
. Pasal 2
Haklm dapat memerintllhkan.·· pengharieuran!1tau pengrusakan benda-benda tetsebut dalam pasall aYaf(I) ..
Pasal 3
Ordonnansi ini mulai'berlaku pada tanggall Juni 1909.
70
PERATURAN PEMERINTAH NO_ 41 TAHUN 1958 tentang
PENGGUNAAN BENDERA KEBANGSAAN ASING
PRE~IDEN REPUBLIK INnoNÈSIA
Menimbang : bahwa dl samping peraturan méngenai bendera kebangsaan' Republik Indonesja, perlu diadakan peraturan tentàng penggilnaan .. bendera kebangsaan asing di IndoJ:?esia.; ~ ., '. . _ .;.
Mengingat : Peraturan Pemerintah No., 40 tahun, 1958 ~entang bendera Keb~ngsaan. Republik Indonesia (Lembaran Negara 1958 No. 68) .
Mendengar : Dewan Menteri dalam rapatnya yang ke 107 pada tanggal 30 Mei 1958;
MEMUTUSK'AN
Menetapkan: PERATURAN PEMERINTAHTENTANG PENOOU-NAAN .. BENDERA KEBANGSAAN ASING. .'
Pasall
(1) Wargá negara asing dapát ihenggunakail bèndeta kebangsaarinya: a. pada hart kebangsaan dan hart'berkabung kebangsaan negàranya; b. pada waktu Kepala Negara, WakilKepala Negara atauPerdana
Menteri Negaranya berkunjung di lndonesia, di tempat-tempat yang didatangi.
. Penggunaan dimaksud sub a dan sub. b dilakukan. pada rumah dan/ atau di halaman kantomya atau di halamanjKantor itu. .
(2) Warga negara Indoensia .dapat menggunakan befldera kebangsaanasil1g .dalam hal dan di tempat-tempat tersebut dalámayat 1 sub b di atas, atas anjuran atau izin Kepala Daerah.
(3) bendéra kebangsaan asing dapat pula digunakan k~empat8nkesempatan lain dengan izin Kepala Daerah, jika menumt pendapatnya pada kesempatan-kesenipatan {tu' bendera kebangsaan asing layak digunakan, seperti pada pertemuan'pertemuan.intemasional.Penggunaan bendera kébangsaan asing itu dilakukan pada tempat-tempat di mana diadakan kesempatan-kesempatan tersebut.
(4) Yang dimaksud dengan menggunakanbendera:kebangsaan aSing . ialah men.gibarkan, memasang dan membawa bendera itu ciî mUka umum_
71 .
<Pasa:t 2.
(1) Di,makani kebormatan'kebangsaanasing dapat dikibarkan bendera kebailgsaannyä pada hari pecingatan nasional bagi mereka yang gugur.
(2) Den~an ketentuan menyimpang dari ketentuan dari pasal3 ayat 1, maka pengtbaran bendera kebangsaait asing dalam hal tersebut di ayat! tidak perlu didampi~i dengan bendera kebangsaarr Indonesia.
Pasal 3 . '_",''- I', . :". ; ",
. (1), Apabila beride~a kebatigsaan asing digunakan, maka bendera itu barus'diguriakan bersáma-sama dengan bendera Indonesia.
. (21 JiI<a bendera" kebangs~ \,sing dipasangsetengab tiang, maka . de~ga:nmen}'Ïmp~rig: dariketentuan tersebut daiarri ayat 1,· bendera kebangsaah Indonësia tidák dipasang. . . , ,
Pa:~aI 4
Dengan menyimpang dari ketentuan-ketentuan tersebut daIam pasal 1 dan. pasal 3, maka bendera kebangsaan asing dapat digunakan tersendiri.dan set/ap bi!ri: .. a) PadagèdlWg;gedurig Penvakilari Diplcimatik negara asing dail Per
waIdlan Konsuier negafa asmg dl tempàt-tempat di mana tidak ada perwakilan-diplomatik negara . asing yang bersangkutan dan di halaman-balaman gedurig-gedurig tersebut. .
b) padap~màl.t-~.umah j'!l.tat,andan' d,i balaman,ruma!J.,rumab jabatan dan:pa~a k~ndar"an,kelldaraan Kepaia· Perwlikilarï ,Diplomatik dan Kep,!la PerwaJ<,i1an K()nimI~r negara asing, di tempat-tempat di mana tidakada perWakilan~ons,!ler Diplgmatiknegaia asi)ig itu,.·
,Pasal 5
Cara penggunaan bèndeta kebangsaariasing bersama'sama dengan bendèra kebangsaan ·Indonesia dilaktikaninètlUrut keterituim-ketentuan tersebrit . 'daIam LPétattitan . Pemerintah tentartg· 'Bendera Kebangsaan Republik Indonesia.· " :. ,
PasaI ',6 . -', ~'.: : .
. ,Dengan t~dak .. mengurangibak penggunaan :bendera kebangsaan asmg .yang dll11aksud ,daIam'pasal 4 sub a dan sub ·b, maka Kepala Daerah dapa~ melarang ,penggunaan· bendera keb.angsaàn asing,. ilpabila me)1urut perbmbangannya penggunaan itu dapat'menyebahkan timbulnya gangguanketertiban dan keamanan·umum.· . " _.
72
·PasaI 7<. .Y'
Kapal-kapal Indonesia yang masuk pelabuban asing, dan selama berlabuh di pelabuban asing itu,mengibarkan bendera kebangsaan asing yang hers.angkutan,ke~uaIi 'iika peraturan negará asing yang bersang-kutan menentukan lain.· . .
PasaI 8
(1) Barangsiapa melanggar ketentuan-ketentuan tersebut dalam pasaI 1, pasaI 3, dan .pasaI ~;,atau melanggar ,larangan yang .dikeluarkan berdasarkan pas.al 6, dihukum dengan bukumankurungan selamalamanya, tiga pulan abm ,dengan dènda 'sebanya!<-banyaknya lima ratus rupiah... . ". ""
. (2) Perbuatan-perbuatan .tersebut dalam aya~ 1 dipandang seba,gai pelanggaran., ' .
pasalpenutup
Peraturan Penieriritah ini dapat disebut PeraturanBendera Asirig dan mulai berlaku pada bari diundangkan~ , '.,
Agar. supaya ·setiap . óràng dapat mengetahuinyi memerintabkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penetapan daIam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Diundangkan . ·Pada tanggal 10 Juli 1958. '
MENTERI KEHAKIMAN
ttd.
G.À.M,~NdKOM
Ditetapkandi JAKARTA Pada tanggal 26 Juni 1958.
Presiden Republik Iridonesia,
ttd.
SUKARNO
. PERDANA MEN~ERI, .
ttd.
·DJuANDA
LEMBARAN NE~ARA No. 69 TAHUN 1958
73
PENETAPANPRESIDEN REPUBLIKJNDONESIA NO.4T~1963
, . . tentang . . .. .' PENGAMANAN TERHADAi"liAIlANG·BARAN'G CETAKÄN
YANG ISlNYA DAPATMENGGÀNGGU KETERTIBAN UMUM
Menimbang : l.bahwa barang-.barang cetakan yang isinya dapat mengganggu ketertiban umumakan membawa pengaruh buruk terhàdap usaba-usaba mencapai tujuan revolusi,
. karenaituperlu diadakait pengamanan terhàdapnya; 2. babwa dianggap perlu Pemerintah dapat mengen
dalikan pengaruh asing yang disalurkan lewat barangbarang cetakan yang dimaksud ke ludonesiá dari luar negeri, dalam rangka menyèlamatkan jalannya revolusi • ludonesia; .
Menimbang : babwa pengaturan ini adalab dalam rangka pengamanan jalannya revolusi dalam mencapai tujuannya, sehingga dilakukan dengan.PenetapanPresiden;
MEMUTUSKAN: "
Menetapkan: PENETAPAN PRESIDEN TENTANG PENGAMANAN TERHADAP BARANG-BARANG·CETAKAN YANG ISINYA DAPAT MENGGANGGU KETERTIBAN
UMuM ..
Pasal 1
(1) Menteri Jaksa Agung berwenang untuk melarangberedarnya barang cetakan yang dianggap dapat menggang&Jl.ketertiban umum.
(2) Keputusan Menteri Jaksa Agunguntuk melarang beredainya barang cetakan. seperti tercantum dalani ayat 1 tersebtit dicantumkan dalam Benta Negara. . .
(3) Barangsiapa menyfmpan, memiliki, mengumpulkan, menyampaikan, menyebarkari, menempelkan, memperdagangkan, mencetak kembali barang cetakan yang terlarang, sete1ab diumumkannya larangan itu dihukum dengan hukuman kurungan setinggi-tingginya 1 'tabun atau denda setinggi-tingginya lima ribu rupiab.
'Pasal 2
(1) Dalam waktu empat puluh delapan jam setelab selesai dicetak maka pencetak wajib mengirim satu exemplar barang cetakan yang dicetak,
·74
yang jenisnya tercantum ·dalain ayat (3) kepada Kepala Kejaksanaan Negeri setempat detigan dibubuhi tanda tangan pencetak.
(2) Dalam hal barang c~takan dicetak diJuar 'negen tetapi diterbitkan di IndOliesia, maka kewajiban tersebut ayat.(l).di atasjatuh pada penerbitan di Indonesia. . . . '. .•
(3) Baráng cetakan yang dimaksud adalah buku-bukl!, brosur-brosur, bulletin-bulletin, surat-surat kabar harian, majalah-majalab penerbitan berkala, pamflet-pamflet, poster-poster, surat-surat yang dimaksud untuk disebarkan atau dipertunjukk:<n kepa,da khalayak ramai dan'barang-barang lainnya yang dapat dipersamakan dengan jenis barang cetakan yang ditentukan dalam pasal ini. .
(4) Pelanggaran atas ketentuan ini dihukum dengan hukuman denda setinggi-tingginya sepuluh ribu rupiah.
Pasal3·
(1) Setiap barang cetakan harus dibubuhi ·nama dan alamat si pencetak . dan penerbitnya. .
(2) Pencetak yang tidak memenuhi ketentuan dalam ayat (1) dihukum dengan hu~uman denda .setinggi-tingginya sepuluh ribu rupiah.
Pasal 4
Menteri J aksa Agung berwenang untuk menunjnk barang cetakan dari luar negeri yang tertentu untuk diperiksa terlebih dabulu sebelum diedarkan di· Indonesia.
Pasal 5
(1) Dengan suatu' .keputusan, Menteri Jaksa Agung dapat membatasi jenis-jenis barang cetakan yang dimasukkan ke Indonesia dari Luar
Negeri..:·,.::." .. (2) Yang dimaksudkan dengan jenis barang cetakan dalam pasal lm
ialah jenis yang didasarkan atas jenis babasa, llUruf, atau asal dari barang cetakan.·· ,
Pasal 6
Terhadap barang-barang cetakan yang dilarang, berdasarkan Penetapan ini dilakukan pensitaan oleh Kejaksaan, Kepolisian, atau alat negara lain yang mempunyai wewenang .memelihara ketertiban umum.
75
Pasal.7 .
Apabila ,Menteri ,Jaksa ~gung Hdak' menet~pkan lain; maka bararig-barang' cetakan terhirang berasal.dari luar negeriyang berada dalam kekuasaan kantor-kantor pos dikembaJiklin kepada' alamat si pengirimnya di luar negeri. ' . .
Pasal 8
Yang dimaksudkan' bhrang . cetakan dalam penetapan ini ialab tuIisan -tliisan dan gambar-gambar yang diperbanyak dengan mesin at'lll alat kimia. ' •
Pasal 9
. Baran? cetaka? yang dikeluarkan oleh ~tau untuk keperluan Negara d!kecuahkan dar! penetapan ini. .
Pasal 10
Semua ketentllan yang isinya' bertentangan atau telab diatur dalam penetapan ini dinyatakan tidak berlaku lagi.
"', , Pasal.!1
Penetapan Presiden ini inulai berlaku pada hari diundangkannya. Agar supaya setiap orang dapat mengetahuinya, . memerintahkan
pengundangan Penetapan Presiden ini dengan penempatan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Diundangkan di Jákarta Pada tanggal1963
SEKRETARIS NEGARA ttd.
MOHD. ICHSAN
Ditetapkan' di Jakarta Pada tanggal 23 April 1963.
PRE1;iIDEN REPUBLIK INDONESIA 'ttd.
SOEKARNO
LEMBARANNEGARA TAHUN 1963 No;'23:
76
LEMBARANNEGARAREPUBLIK INDONESIA
Peraturan. Presiden No. '14 Tabun 1964, tentang . Lembaga Persahabatan antarbangsa di Indonesia (Pènjelasan dalam Tambaban Lembaran Negara No,' 2642).'
PRESII)EN REPUBLIK INDONESIA
Menimbang:
a. babwa untuk memelihara politik luar negeri yang bebas dan aktif dari untuk mencegab pengarUh-pengarUh yang dapat merusak kepribadian Indonesia serta untuk kepentingan ketèrtiban umum dalam rangka persababatan antara Bangsa Judonesia dengan bangsa dari negara lain, perlu adanya peraturan yang mengatur tentang lembaga-Iembaga persahabatan 'antara Bangsa di Iridotiésia;
b. bahwildengan hapusnya Keadaari Bahaya, maka PeraturanPenguasa Perang Tertinggi No. lO/Peperti tabun 1962 (Lembaran Negara tabun 1962 No. 68) tentang Lembaga Persahabatan Antar Bang'sa di
- Indonesia tidak berlaku lagi, olehsebab hal ini perlu diatur kembali;
Mengingat : pasal 4 ayat 1 Undang-Undang Dasar;
Memutuskan
Menetapkan:
Peraturan Presiden tentang Lembaga Persahabatan Antar Bangsa di Indonesia.
UMUM
. Pasall
Yang dimaksild dengan Lembaga Persahaliat,ari Antar Bangsa dalam Peraturan- ini, selanjutuya" disebut Lembaga Persababatan, adalah organisasi swasta deng'an maksud dan tujuan seperti tersebut dalam pasal 3.
NAMA
Pasal 2
Setiap bentukkerjasama antara bangsa Indonesia' dengan bangsa dari negara lain yang maksud dan tujuannya seperti tersebut dalam pasal 3, memakai nama 'Lembaga ,Persababatan. ' .
77
Pasal 3
Lembaga'persahabatan bermaksud dan bertujuan:
a. mengadakan~erta mémelibara i?er~ahabatan antara Bangsa Indonesia dengan bangsa dari negara lain, atas dasar saling nienghargai dan bermanfaat bagi eratnya i)ubungan ,antara kedua bangsa dan negara yang bersangkutan; '" , ,
b. mengadakan kerjasània di lapangan sosial dan kebudayaan antara kedua bangsa dan ilegara di atas. ' " '
\
'TEMPAT KEDUDUKAN
Pasal 4
(1) Pusat Lembaga Persahabatan didirikal:\ ,di, ibukota, Republik Indonesia tempat kedudukan Perwakilan Dipl,omatk atau Perwakilan Konsuier suatu negara asing daripada bangsa yang bersangkutan di Indonèsia. ' '
(2) Cabang-cabangdari U;mbaga Persahabatan hanya dapl!t didirikan di Ibukota Daerah Tingkat I/Istimewa, di mana terdapat perwakilan Konsuier dari negara yang bersarigkutan. '
KEANGGOTAAN DAN SUSUNAN PENGURUS
PasaiS
(1) Keanggotaan Lembaga Persahabatan bersifat campuran dan terdiri dari warga negara lndonesia dan warga negara asing yang bersangkutan.
(2) Susunan Pengurus Lembaga Persàhabatan harus terdiri dari warga negara Indone,siadan wl!1'ga negara asing yang bersangkutan, dengan
, ketentuan bahwa ':seb,agian besar anggota Pengurus harus warga neg'l"a Indon!,sia terma~ui< Ketua serta Sekretaris.
KEUANGAN
Pasal 6
(1) Keuangan Lembaga Persahabatan"berasal dari: a.: iuran para anggota;
78
b sumbangan yang tidak mengikat; c. usaha-usaha lain yang sah.
(2) Penggunaan Keuangan Lembaga Persahabatan harus sesuai dengan maksud dan tujuan, yalah dalam bidang sosial dan keb~dayaa~. ,
KEGIATAN-KEGIATAN
Pasal 7
(1) Lembaga Persahabatan hanya ,mengadakan kegiatan-kegiatan di lapangan sosial dan kebudayaan" " ,
(2) Dengan tidak mengurangi ketentuan-ketentnan lain yang beriaku Lembaga Persahabatan dalam mengadakan kegiatan-kegiatannya tidak boleh', . " a. mencampuri politikdalam' negeri Republik Indonesia; b. bertentangan dengan politik luar negeri Republik Indonesia yang
bebas dan aktif; • , ',' ' c. menyelenggarakan hubungan langsung dengan Perwakilan asing
yang bersangkutan dan badan-badán atau organisasi-organisasi di luar negeri tanpa izin/pengetahuan terIebib dahulu dari Menteri Luar Negeri.
KEW AIlBAN MELAPOR
Pasal8
Lembaga Persahabat",n, secara berkala diwajibkan melaporkan kepada Menteri Luar Negeri tentang; a. keadaan organisasi; b. kegiatan-kegiatan atau program kerja; c. kekayaan/perbendaharaan dan sumber-sumbemya.
SYARAT-SYARAT PERAUHAN
Pasal 9
Lembaga Persahabatan didirikan atas syalat-syarat sebaga:i beriku~: (1) a. Apabila di negara asing yang bersangkutan sudah terdapat orgam
, saSi Lembaga persahabatan yang sifat dan tujuannya sama dengan Lembaga Persahabatan yang akan didirikan di Indonesia, atau
b. Apabila d:i,negara asing yang bersangkutan didirikan juga organisasi Lembaga Persahabatan yang sifat dan tnjuannya sama,
c. Setelah meridapat persetnjuan Menteri Luar Negeri. (2) Apabila dalam jangka waktn satn tahun di negara asing yang bersang
kutan belum juga didirikari organisasi Lembaga Persahabatan yang dimaksudkan di atas, maka kedudukan Lembaga Persahabatan di Indonesia akan ditinjau kembali.
79
\"}",~OelUm 1I!éniberikaàpèrsetiïjUana:t~s pendiriäncabäng-cabang tersebtifdaläiD pasaI'4ayat (2), Menièri Luar Negeri'mendengar juga Gubernur/Kepala Daerah Tingkat I yang be~sangkutan.
KETENTUAN PIDANA
PasallO
(1) Lembaga Persahabatan yang tidak memenuhi ketentuan-ketentuan dalam peraturan ini kegiatannya dapat dihenÜkan sementara -oleh MenteriLuar Negeri, dengan tidakmenutup kemungkinan bagi Jaksa Agung untuk menuntut Pengurus dan anggota-anggotauya menurut ketentuan-ketentuan yang berlaku.
(2) Lembaga PerSàhabatan tersebut dalam ayat (1) dapat dibubarkan oleh Jaksa Agung atas permintaan Menteri Luar Negeri. . . . .
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 11
Lembaga Persahabatan yang telah ada pada saat Peraturan Presiden ini mulai berlaku, dalam jangka waktu enam bulan terhitung mulai saat tersebut, diwajibkan menyesuaikan diri dengan ketentuan-ketentuan sebagai yang dimaksudkan dalam peraturan ini.
PENUTUP
Pasàl 12
Peraturan Presiden ini mulai berlàku pada hari ditetapkannya. Agar setiap orang dapat mengetahuinya memerintahka:n pengun
dangan' Peraturan Presiden ini dengan penempatan dalam Lembaran Nega"a Republik Indonesia. .
Diundangkan di Jàkarta .' pada tanggal18 April 1964.
Sekretaris Negara,
MOHD.ICHSAN
80
Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 18 April 1964.
Presiden Republik Indonesia,
'SUKARNO
KEIMIGRASIAN
PENETAPAN IZIN MASUK (Lembaran Negam 1916 No. 47 dlrobah dan ditambah)
LN. 1949 No. 330 ..
Pasalt.
1. a. Dihapuskan b. Orang-orang asing yang datang dari luar negeri hanyalah diper
bolehkan mendarat atau pindah kapal di pelabuhan-pelabuhan yang ditunjuk oleh Presiden:.
2. Untuk turun ke darat diperlukan suatu surat izin dari pegawai yang ditunjuk oleh Presiden yang dalam pekerjaannya disebut pejabat urusan pendaratan (Pejabat Imigrasi).
3. "Surat Izin Mendarat" ~ kecuali kalau mencukupi syarat-syarat yang ditentukan oleh Presiden - tidak diberikan kepada mereka yang ternyata gila, kurang ftkiran atau menderita suatu penyakit menalar yang dianggap mendatangkan bahaya bagi kesehatan umum, -ataupun kepada mereka yang karena keadaan tubuhnya niungkin akan jatuh miskin dan melarat.
4. "Surat Izin Mendarat" dapat ditolak bagi: a. Orang-orang yang tidak mempunyai dengari sah sebuah paspor
atau surat keterangan diri yang masih berlaku yang diberikan oleh atau atas nama pemerintahnya dan yang menyatakan siapa pemegangnnya dan dari mana datang mereka; .
b. Orang-orang asing, yang paspor atau surat keterangan dirinya tidak dibubuhi visum yang masih berlaku untuk perjalanan ke
. Indonesia; . c. Orang-orang asing tentang siapa tak dapat dipastikan, bahwa
mereka dapat kembali ke negeri temp at mereka làhir atau negeri dari mana mereka datang.
S. Untuk segolongan orang tidak diharuskan mempunyai sebuah paspor -atau surat keterangan diri ataupun sebuah visum untuk perjalanan ke Indonesia yang masih berlaku, jika mereka dalam hal ini dibebaskan oleh Presiden.
6. Penetapan-penetapan yang terdahulu tidak berlaku bagi mereka yang mempunyai dengan sah "Surat Izin Masuk" yang masih berlaku yang diberikan atas dasar "Penetapan Izin Masuk" ini.
Pasal2.
Nakhoda kapal yang membawapenumpang-penumpang dari luar
83
Indonesia yang langsung dibawa oleh kapal itu atau yang pindah dari kapal itu atau yang pindah dari kapallain, diwajibkan: a. Segera memberikan suatu daftar penumpang yang ditandatanganinya
kepada pejabat urusan pendaratan, sesudah kapalnya tiba di salah suatu pelabuhan yang tersebut pada pasalL
b. menghalangi penumpang·penumpang ini, jika mereka dikenakan peraturan-peraturan pada pasall, akan mendarat dengan tiada mendapat surat izin yang dime,stikan atau pindah kapal di pelabuhan· pelabuhan yang tiada disebut pada pasal 1.
Pasal3
1. "Surat Jzin Mendarat" diberikan di kapal dan dikenakan pembayaran uang Rp 150,- (Seratus lima puIuh rupiah).
2. Dihapuskim. 3. Dalam undang-undang ditetapkan dalam hal-halmana dan sampai
jumlah berapa uang pendarat~ dapat dikembalikan. ,
Pasal4
1. Jika tiada perintah lain dari pejabat urusan pendaratan, maka sesudah mendarat, imigran (mudhjairin) sendiri harus segera me· nyampaikan Surat Izin Mendarat-nya, kepada Kantor Imigran yang disebutkan dalam surat izin itu, untuk ditukar dengan "Surat Izin Masuk". "
2. Selain daripada alasan·àlasan yal)g disebut daiam ayat ketiga pasal 1 "Surat !zin Masuk" itu tidak diberikan kepada mereka yang nyata memberikan keterangan yang tidak benar tentang nama atau keadaan dirinya, atau dengan tipu muslihat lainnya telah mendapat sebuah paspor atau surat keterangan diri yang dimaksud dalam ayat ke empat pasail, àtaupun denganjalan itu puIa;elah memperoleh visum untuk perjalanan ke Indonesia yang tertulis di dalamnya' atau "Surat !zin Masuk" pencahariannya mengadakan atau memupuk percabulan. Karena berbuat salah telah dihukum di negeri asing dengan negeri mana: diadakan perjanjian' penyerahan orang berkesalahan dan menurut perjanjian itu penyerahan akan dapat dilakukan, sudah ditolak untuk berdiam di Indonesia, demikian juga tidak dapat menunjukkan bahwa 'pencahariannya menodai untuk dirinya dan ,keluarganya: dan dianggap akan mendatangkan bahaya bagi keten, traman dan keamanan umum.
84
"Surat !zin Masuk" dapat- ditolak karena alasan,alasan yang disebut dalam ayat ke empat pasall dan juga kepada mereka yang dihukum di Indonesia karena kejahatan. '
PasaIS Dihapuskan
PasalSa
Sesuai dengan syarat-syarat yang akan ditetapkan untuk itu ol~h 'Presiden di luar negeri dapat diberikan "Surat Izin ~asuk" ke ~ndonesla atas nama Perwakilan untuk urusan Indonesia, begttu pula dl tempattempat di luar Îndonesia di mana ada Perwakilannya, oleh Pejabat Jawatan Imigrasi Indonesia.
PasaI 6
1. Dengan tak' niengurangi apa yang telah ditetapk~ dalam pasal 12 "Surat !zin Masuk" memberi hak kepada si Pemegang yang sah, dengan mengingat peraturan·peraturan perjalanan dan kediap:tan, untuk tinggal di Indonesia selama,2 (dua) tahun.
2. Atas permintaan yang berkepentingan, waktu yang dimaksud dalam ayat 1 dapat diperpanjang pertama kali dengan 2 tahun dan kedua kalinya dengan 6 tahun oleh Kepala Kantor Imigrasi dalam ressort siapa terletak tempat kediamannya. Perpanjangan waktu tersebut dicatatoleh Kepala Kantor yang bersangkutan pada "Surat Izin Masuk". . .
3. Perpanjangan waktu itu dapat ditolak oleh Kepala Kantor .Imlg;a:1 dengan alasan sebagaimana yang termaksud dalam ayat 2 darl pasa .
4. "Surat Jzin Masuk" hilang hak berlakunya bila si pemegang meninggaIkan Jndonesia, kecuali jika,dala~ surat .ini oleh .Kepal~ Imigrasi dalam ressort siapa yang be~kepentmgan t1~ggal,. dlbu~uh~ pula !zin untuk kembaIi ke Indonesla dan kembaImya Itu telJadi dalam satu tahun sesudah tanggal izin berangkatnya.
Pasal7 Dihapuskan
Pasal8 Dihapuskan
Pasal8a.
1. Orang·orang yang dalam 6 minggu sesudah mendarat ditolak izin untuk masuknya, termasuk juga keluarganya, dipulangk~n ke tempat di mana ia balik kapal, oleh dan dengan perongkosan jawatan perkapalan atau perusahaan kapaI yang memiliki kapaI yang membawanya datang ke Indonesia.
85
2. Jika perl~, untuk pengembalian tersebut akan ditunjuk salah satu kapal dat! Jawatan perkapalan atau.perusahaan kapal itu oleh Kementrian Kehakim~. ataupun ~eorang yang berwajib yan~ ditunjuk olehnya untuk hal Im. Nakhoda dari kapal.yang ditunjuk berwajib menempa~kan ke kapalnya orang-orang yang akan dipulangkan itu termasuk Juga keluarga mereka selanjutnya menghalangi mereka ini mendarat ~i lndonesia ataupun memberi jaminan yang kuat atas pengemballan orang-oráng ini.
Pasal9
1. Mereka yang birmasuk dalam salah satu golongan orang-orang yang ma~sudkan pada ayat pertama pasal 1, yang diketemukan di Indo~esla den.gan tak mempunyai dengan sah "Surat lzin Masuk" atau Surat Izrn Masuk Sementara" yang masih berlaku, akan dibawa ke
muka Kepala Kantor Imigrasi, dalam ressQrt siapa ia diketemukan !.ang. akan membeJ:ikan lagi kepadanya "Surat !zin Masuk" kecuali !?,a la termasuk ~?Ionga~ mereka yang tak likan dapat diberikan
Surat lzin Masuk kalau la datang menghadap pada Kantor Imigrasi 2. menurut. yang ditetapkan dalam ayat 1 pasal 4.
Untuk, "Surat Izin Masuk'~ yang' diberikan menurut ayat tersebut di 'a~as dikenakan uang sebanyak Rp 150, - (Seratus lima pulllh ru" Plah), kecualijika mereka melanggar peraturan-peraturan pendaratan yang berlaku, dalam hal mana mereka dikenakan pembayaran sebany~ Rp 250,-:- (Dua ratus lima pulllh rupiah).
3. ApabUa ya~~ ber~~pentingan dengan sah telah mempunyai "Surat Izrn M.~s~k dan, Jlk.a keterangan-keterangan hU;mgnya "Surat Izin Masuk ttu dapat dlbenarkan oleh Kepala Kantor lmigrasi maka kepadanya diberikan salinan "Surat Izin Masuk". '
Pasal9a.
Kepada m,:reka yang tak memenllhi 'sesuatu pembayaran. menurut aturan ~:,rsebut ~I atas, kepala Kantor Imigrasi dapat menolak .. pemberian Surat Izrn Masuk" kepadanya.
Pasal9b
.1. Di dalam .wa~u 8 ha~ atas segala keputnsan-keputusan Kepala . Kanto~ lnugraslyang dlmaks~d dalam pasal2 tadi, diperkenankan mema!~an pe~o~onan pertimbangankepada. salah seoranan berwaJlb yang ditu11.1uk oleh Kementrian Kehakiman tersebut.
g y g
86
2. Permohonan pertimbangan itu dimajukan dengan perantaraan Kepala Kantodmigrasi yang bersangkutan. Selama belum ada keputusan tentang permohonan ini, Kepala Kantor termasuk memberikan suatu "Surat Izin Masuk Sementara' kepada yang berkepentingan, kecuali jika orang ini dimasukkan ke dalam tahanan.
Pasal9c
1. Jika permohonan pertimbangan' dianggap beralasan oleh yang termaksud dalam ayat 1 pasal 9b, barulah Kepala Kantor lmigrasi yang bersangkutan sedapat-dapatnya dengan mencabut kembali "Surat. Izin Masuk Sementara" tadi memberikan kepada yang berkepentingan suatu "Surat !zin Masuk" ataupun mengabulkan perpanjangan waktn yang diminta.
2. Jika permohonan itu tidak diluluskan, ataupun yang berkepentingan di dalam waktu delapan hari tidak menentang penolakan pemberian "Surat Izin Masu!," atau perpanjangan waktu yang diminta itu, maka yang berwajib termaksud dalam llyat 1 pasal 9binengeluarkan suatu "Surat Perintah Pengenyahan" orang itu dari Indonesia.
3. Jikadiminta kepada yang berkepentingan diberikan waktu seperlunya guna menyelesaikan segala urusannya.
PasaIlO
1. Jika orang-orang yang diizinkan masuk menurut yang ditetapkan dalam pasal 4, 9 atau 9c, dianggap berbahaya untuk keamanan dan ketertihan umum, atau semenjak kedatangannya di Indonesia dikenakan hukuman karena kejahatan, ataupun dengan· keterangan-keterangan yang tidak benar tenfang nama dan keadaan dirinya atau dengan tipu muslihat lainnya' telah berhasU mendapat "Surat !zin Masuk", maka "Surat Izin Masuk" orang-orang ini dapat dicabut kembalioleh Presiden serta dapat pula dikeluarkan suatu "Surat Perintah Peligenyahan" orang ini dari Indonesia.
2. Kepada yang berkepentingan, jika diminta,.diberikan waktu seperlunya guna menjèlaskan segala urusannya.
Pasal11
1. Mereka yang dikenai aturan-aturan penetapan ini, dianggap bukan penduduk Negara Indonesia, sebelum untuk itu mendapat surat Izin dari Kementrian Kehakiman ataupun dari seorang yang berwajib yang. ditunjuk oleh Kementrian Kehakiman tersebut.
87
2 .. Vntuk mendapat "Surat Izin Penduduk" di Indonesia, yang berkepentingan memajukan surat permohonan yang disertai "Surat Izin Masuknya" kepada Kementrian Kehakiman "ataupun kepada yang berwajib, termaksud dalam ayat pertama.
3. Surat Permohonan dan "Surat Izin Masuk" yang dimaksud dalam ayat 2" pasal ini, dalam keadaan tidak tertutup diserahkan oleh yang berkepentingan kepada Kepala Kantor lmigrasi di tempat tinggalnya atau jika di tempatnya tidak ada Kantor Imigrasi, kepada Kepala Pamong Praja pada tempat itu. " Pengantara-pengantara ini diwajibkan meneruskan surat-surat ini dengan segala kepada yang berwajib, setelah memberikan kepada yang berkepentingan suatu tanda penerimaan yang menurut di dalamnya singkatan isi Surat Permohonan dan "Surat Izin Masuk" tersebut.
4. Selama belum adakeputusan tentang perIriohonannya, tanda penerimaan termaksud dalam ayat 3 memberikan kepada yang berkepentingan hak-hak yang sama seperti "mempunyai suatu "Surat Izin Masuk".
5. Vntuk "Surat !zin Penduduk'-' dikenakan pembayarari Rp 300, (tiga ratus rupiah). Dalam surat izin ini termaksud juga keluarga pemohon, yaitu istri yang sah - yang tidak hidiIp berpisah - serta, anak-anak sah yang diakui sah yang masih di bawah umur, yang mempunyai tempat tinggal tetap di Indonesia pada waktu diberikan Izin tersebut.
Pasal12
1. "Surat Izin Penduduk" dapat ditolak gunakepentingan keamanan dan ketertiban" umum, selanjutnya pula jika yang berkepentingan dianggap tidak dapat membelanjai dirinya sendiri dan keluarganya dengan sepantasnya, atau jika ia semenjak kedatangannya di Indonesia dikenakan hukuman karena kejahatan.
2. Penolakan "Surat Izin Penduduk" disertai dan memuat pula perintah pengenyahan pérmohonan dari Indonesia.
3. Yang ditetapkan dalam ayat 2 pasallO juga berlaku dalam hal ini.
Pasal 13
Jika kepada seseorang ditolak pemherian "Surat Izin Masuk" , perpanjangan waktu "Surat Izin Masuk" ataupun "Surat Izin jadi penduduk",y'atau jika "Surat !zin Masuk" orang dicabut kembali, maka Kepala Kantor Imigrasi dapat menyerahkan mereka itu, yang ada di" dalam lingkungannya kepada pengawasan Polisi ataupun memasukkan mereka itu ke dalam tahanan.
88
Pasal14
1. Pelanggaran atas yang ditetapkan dalain ?asal 2 dikenakan d~nda Rp 200,- (dua ratus rupiah) untuk tiap-tiap orang, terhadap s!apa pelanggaran tetsebut dilakukan. " "
2. Kapal dapat dijadikan tanggungan denda yang dikenakan. 3. Imigrasi (mqhajirin) yang lalàÏ memenuhi yang diwajibkan kepada
, nya menurut ayat 1 pasal 4, dikenakan denda sebanyak-banyaknya Rp 1.000,- (seribu rupiah) atau hukuman tutupan selama-lamanya tiga bulan. "
4. Hal-hal yang,daIam pasal ini dikenakan hukuman, dianggap sebagai pelanggaran. -Mereka yang dihukum karena pelanggaran yang terl)'aksud dala~
" pasal 527 dar! Kitab Vndang-undang Hukum Pidana, d!enyahkan lag! dar! Indonesia setelah denda yang dikenakan dibayar ataupun hukumannya dijaIankan. ,
Pengenyahan ini tetap berlaku meskipun hak tuntutan hukuman dibatalkan oleh pembayaran dengan sendiri termaksu~ dalam pasa,! 82 ayat pertama dari Kitab Vndang-Vndang Hukum Pidana, dan Juga
", daIam pembatalan hukuman setelah keputusan hakim tertinggi.
PasaI16 Dihapuskan
PasaI17
" Aturan-aturan penetapan ini tidak dikenakanbagi: a. "Orang-orang yang dikirim oleh Pemerintah ke Indonesia dengan
keluarganya~
b. Pejabat-pejabat konsuIer dengan keluarganya. c. Opsir-opsir dan anak-anak kapaI dari kapaI Angkatan Laut di negara
negara lain. d. Nakhoda-Nakhoda, opsir-opsir dan anak-anak dari kapal-kapal
dagarig, kecuaIi jika perjanjian bekerja orang-orang itu habis pa.da waktu kapal itu tiba di suatu pelabuhan atau pada waktu kapal Itu berhenti di pelabuhan itu. "
e. Mereka yang belum mempunyai perjalanannya di Indonesia dengan mengingat yang ditetapkan baginya pada pasaI18.
Pasal18
1. Bilamana seseorang termasuk daIam golongan mereka yang termaksud pada bagian c pasal17, dipandang mendatangkan bahaya bagi ketentraman dan ketertiban umum, " maka dikeluarkan suatu
89
"Surat Perintah Pengenyahan orang.ini dari Indonesia oleh Kementrian Kehakiman atau orang yang wajib yang ditunjuk olehnya untuk itu.
2. Selama menunggu untuk naik kapal kembali, maka orang yang ber.sangkutan dapat diserahkan kepada pengawasan Polisi atau dimasukkan ke dalam tahanati oleh Kepala Kantor Imigrasi di dalam ressort siapa tinggal. '
Pasal18a
1. Tiap-tiap tahun ditetapkan dalam Peraturati Pemerintah: a. berapa jumlah orang asing, dan b. berapa orang asing dari tiap bangsa di dalam tahun almanak
berikutnya dapat düzinkan masuk, dengan tidak mengurangi syarat-syarat yang telah ditetapkan untuk izïnmasuk.
2. Jumlah orang-orang asing yang disebut dalam ayat tersebut di atas huruf b, untuk semua bangsa sama besamya.
.Pasal18b
1. Seláma dalam suatutahun-almanak jumlah orang-orang yang diizinkan masuk kurang dari apa yang ditetapkan dalam pasal 18a ayat 1 bagian a, maka menurut bagian b ayat itu, jumlah yang telah ditetapkan bagi tiap-tiap bangsa dapat melebihi dengan sebanyak-banyaknya 1/10 dari jumlah orang-orang asing bangsa yang bersangkutan, yang diizinkan masuk di Indonesia di dalam 10 tahun berturut-turut, sebelum tahun berlakunya penetapan ini.
2. Jika dalam pasal almanak yang sedang berjalan ·batas yang disebut dalampasal18a ayat 1 bagian a telah tercapaj, maka selanjutnya hanya akan diizinkan masuk orang-orang asing dari bangsa yang belum mencapai jumlah yang disebut dalam bagian b pasal itu yaitu hanya sebanyak-banyaknya jumlah yang kurang.
Pasal19
Presiden berkuasa memberikan kelonggaran terhadap aturan-aturán penetapan ini.
Pasal20
1. Jika di samping penetapan ini dan peraturan-peraturan yang berlaku masih ada tambahan-tambahan lain yang diperlukan untuk menjamin lancarnya .pekerjaan itu, maka hal ini ditetapkan oleh Presiden.
2. Presiden dapat membuat aturan-aturan yang khusus yang menyimpangdari penetapan ini, bagi kaum buruh yanghaknya disamakan dengan orang-orang Indonesia.
90
ATURAN PERALlHAN
I
1. Yang ditetapkan pada ayat pertama dan ayat kedua pasal 1 tidak . berlaku bagi' mereka yang mempunyai denjlan syah "Surat lzin Masuk" y~ng masih berlaku, yang diberikan sebelum berlakunya penetapan ini, berdasarkan' aturan-aturan yang berlaku pada waktu itu tentang izin masuk ke Indonesia bagi orang-orang asing.
2. "Surat !zin Masuk" semacam itu, selama masih berlaku menurut aturan yang lama, memberi hak yang serupa dan dapat dicabut kembali dengan alas/lll dan cara yang sama seperti "Surat Izin Masuk" yang diberikan menurut penetapan. Terhadap mereka yang "Surat Izin Masuk"-nya dicabut kembali, akan dikeluarkan oleh Presiden sebuah "Surat Perintah 'Penge-nyahan" dari Indonesia. . .
3. Yang ditetapkan dalam ayat2 dan 3 pasal 6 juga mengenai waktu yang dimaksudpada ayat tersebut di atas.
Il
Kecuali yang mtentukan pada sub. III di bawah mi, maka pasal '9 berlaku bagi orang-orang .yang termasuk dalam salah satu golongan yang dimaksud pada ayat pertama pasaI'I, ya~g sudah ada ~i Indo~e~i~ sebelum penetapan ini berlaku dan sesudah ItU terdapat dl negerl Int dengan tidak mempunyai dengan sah suatu "Surat !zin Masuk" yang berlaku. DaJam hal yang demiIdan untuk "Surat Izin Masuk" yang diberikan nienurut ayat pertama pasaJ 9· tersebut dikenakan pembayaran Rp 100,- (Seratus rupiah).
III
1. Pasal 9 tidak berlaku bagi mereka: . a. pada berlakunya penetapan ini, bertempat tinggal di diterah
Pulau Tujuh dari Karesidenan Riau dan daerah-daerah bawahannya hanya selama mereka tinggal di situ.
b .. Yang tidak termasuk dalam golongan mereka yang termaks~~ dalam ayat 2 pasal 20 penetapan ini, yang sebelum penetapan mI
91
berlaku menurut undang-undang tanggal 15 Juni 1892 (Berita Negara No. 138) tak usah mempunyai "Surat Izin Masuk" selama 'mereka tinggal di Karesidenan Sumatera Timur.
2. Jika diminta, mereka diberikàl1 "Surat Izin Masuk" menurut pasal 4. 3. Selama kepada mereka belum diberikan "Surat Izin Masuk" mereka
dapat dikeluarkan dari Indonesia dengan alasan tersebut dalam pasal18.
4. Apa yang ditentukan dalam ayat kedua dari pasallO dan ayat kedua dari pasal18, untuk ini boleh dilakukan.
ATURANPENUTUP
1. Penetapan ini, yang dapat dinamakan "PENETAPAN IZIN MASUK" mulai berlaku pada waktu yang akan ditentukan oleh Presiden. I
2. D,engan Peraturan Pemerintah dapat ditetapkan aturan-aturan yang menyimpang dari penetapan ini dalam hal mengenai: a. "Iziti Masuk" dan "Izin jildi Penduduk" untuk daerah Tanjung
Pinang dan Lingga dan unfuk Daerah Karimun dari Karesidenan Riau dan dari bawahannya yang terletak di luar daratan Sumatra.
92
b. "Izin Masuk" untuk bagian lain di Indonesia bagi orang-orang yang telah diizinkanmasuk atau telah jadi penduduk di daerah Karesidenan dán daerah bawahannya yang termasuk pada a.
/
UNDANG-UNDANG IZIN MASUK (Lembaran Negara 1949 No. 331)
Bahwa dianggap perlu akan memeriksa lagi aturan-aturan yang ada, supaya pelaksanaan' dan lancarnya pekerjaan dapat terjadi dalam menjalankan peraturan-peraturan menurut "Penetapan lzin Masuk" (Lembaran Negara 1916-47) seperti telah diubah dan ditambah.
Mengingat pasal 160 ayat 1 dari "Tata Negara" dan pasal 20 ayat 1 "Penetapan !zin Masuk". "
Dengan membatalkan "Undang-Undang !zin Masuk" (Lembaran Negara 1917 No. 693), seperti yang telah diubah dan ditambah menetapkan seperti berikut: -
Pasall
Dengan tidak mengurangi kewajiban dimaksudkan dalam Penet~pan !zin Masuk yang· diberatkan kepada mereka yang termasuk dalam tuntutan penetapan itu, maka diwajibkan kepada tiap orang yang datang dari luar negeri di sesuatu temp at di Indonesia dengan segera datang sendiri memberitahukan atas kedatangannya itu;
(1) a. jika ia datang pada suatu tempat yang termasuk Pelabuhanpelabuhan Pendaratan yang ditunjuk oleh Presiden menurut "Penetapan lzin Masuk" pasal1, maka ia harus memberitahukan kepada "Pejabat Jawatan lmigrasi" yang merangkap jawatan sebagai Pejabat Urusan Pendaratan itu.
b. jika ia datang di lain tempat dari Pelabuhan-pelabuhan Pendaratan yang dimaksud, maka ia harus memberitahukan kepada yang, berwajib yang tempatnya paling dekat dan yang ditunjukkan oleh Presiden untuk menerima pemberitahuan itu.
(2) Kewajiban yang dimaks,ud dalam ayat 1 tidak mengenai:
a., mereka yang telah -memberitahukan tentang kedatangannya kepada Pejabat' Urusan Pendaratan di atas kapal yang sedang membawanya atau yang telah membawanya masuk ke Indonesm.
b. penumpang-penumpang yang hanya singgah ~ Indonesia untuk meneruskanperjalanannya ke lain Negara dan tidak keluar' dari batas tempat yang diawasi oleh Jawatan Bea dan Cukai.
Pasal2
(1) Orang-orang datang dari Luar Negeri: a_ yang tidak mempunyai dengan sah sesuatu paspor/surat
kedatangan dari yang masih berlaku.
b. yang termasuk dalam salah satu di antara golongan-golongan, termasuk dalam' pasal 1 ayat 1 dari "Penetapaft; Izin Masuk" yang tidak mempunyai dengan sah suatu "Surat Izin Masuk" yang masih berlaku' dan yang datang memberitahukandirinya kepada atau diketemukan oleh salah ~eorang dari yang berwajib termasuk dalam pasall ayat 1 bagian' b, jika perlu dengan pertolongan pihak, kekuasaan-kekuasaan, harus diantarkan oleh yang berwajib tersebut kepadil Kepala: Kantor Imigrasi, ke dalam ressort siapa termasuknya tempat tinggal orang itu, terkenal terkecuali jika ia dengan segera berangkat ke luar' negeri atáu menuju sesuatu tempat Pe1abuhan Pendaratan yang dimaksud dalam pasal 1 dari "Penetapan !zin Masuk".
-(2) Orang-orang yang berwajib termaksud dalam pasal'l ayat 1 bagian b haruslah mengizinkan masuk dengan leluasa orang-orang yang datang dari luar negeri, yang tidak termasuk dalam ayat 1, terkecuali jika mereka ditahan karena hal-hallain di luar sebab yang ditentukan dalam ayat 1. Mereka yang tak dapat menyatakan dengan tegas kenegaraan bangsanya dianggap termasuk dalam ayat 1.
Pasal3
Pada waktu memasuki salah satu dari Pelabuhan Pendaratan yang ditunjuk oleh Presiden menurut pasal 1 "Penetapan ]zin Masuk '}akhoda kapaL yang l)1emua~ penumpang-penumpang yang langsung datang dari luar negeri atau yang telah berpindah ke kapaI, yang berniat menurunkan penumpang di pelabuhan itu, diwajibkan menyuruh mengibark.an dengan nyata, bendera isyarat internasional dengan tanda huruf "1'1", sampai Pejabat Urusan Pendaratan berada di atas kapal itu dan sampai selesai ,pekerjaannya.
Pasal4
Kepala Kantor Imigra:si berkewajiban untuk menyuruh datang ke-, padanya, jika peri u dengan pertololigan kekerasan, orang yang lalai
mengantarkan "Surat Izin Mendarat"nya ke Kantor Imigrasi untuk ' ditukar dengan "Surat Izin Masuk".
94
Pasal5
Mereka yang kebenaran keterangannya tak diterima oleh Kepala Kantor Imigrasi untuk düzinkan masuk, menunggu putusan, dengan perintah Kepala Kantor tersebut, boleh diserahkan kepada Pengawas polisi atau' dimasukkan ke dalam tahanan.
Pasal6
Jika mereka tak dapat düzinkan masuk, maka uang yang telah dibayarkan untuk Surat Izin Mendarat akan dikembalikan kepadanya oleh Kepala' Kantor Imigrasi yang bersangkutan, dikurangi dengan belanja yang telah dilakukan oleh !'Iegara untuk Rumah Tahanan serta uang untuk mengirimkan kembali, begitu' pula lain-Iain perhitungan yang mungkin ada yang harus dikembalikan kepada Negara.
Pasal7
Sambil menunggu keputusan, Kepala Kantor lmigrasi beri!ak memberikan Surat Izin Masuk Sementara kepada seseorang, terhadap siapa tak dengan segera dapat ditètapkan dengan kepastian yang sungguh, apakah ia düzinkan masuk atau tidak, akan tetapi hak berlakunya Surat Izin Masuk Sementara ini hanya 1 tahun.
Pasal8
(1l Untu!< Surat Izin Masuk yang dimaks!,d dalam pasal 5 dari Penetapan Izin Masuk dengan tidak melepaskan apa yang ditetapkan dalam ayat 2, dikenakan pembayaran uang sebesar Rp 150,- (se-ratus lima puluh rupiah). '
(2) Dihapuskan.
Pasal9
Seorang yang meninggalkan Indonesia, dalam 1 (satu) bulan sesudah kedatangannya mengembalikan Surat lzin Masuk atau Surat !zin Masuk Sementara dapat meminta pengembalian jumlah uang yang telah dibayarnya menurut ayat 1 pasal 3 Penetapan Izin Masuk guna pembayaran "Surat Izin Mendarat" atau jumlah uang yang dibayar menurut pasàl 8 "Undang"undang Izin Masuk" untuk pembayaran "Surat Izin Masuk" kepada Kepala Kantor Imigrasi dalam ressort siapa letaknya pelabuhan tempat kapal bertolak.
95
PasallO
Apabila oleh Kepala Kantor lmigrasi, ternyata, bahwa uang pembayaran menurut pásal 1 ayat 3 "Penetapan Izin Masuk" atau mellurut pasal 8 dari Undang-Undang ini, ialah untuk mendapatkan Surat Izin Mendarat atau Surat Izin Masuk yang . sebenarnya tak dibutuhkannya, maka Kepala Kantor tersebut akan mengembalikan uang yang dipungut dengan tak semestinya itu, kepada yang berkepentingan.
Pasal11
(1) Seseorang yang lalai dalam memenuhi kewajibannya menurut pasal 1 .dari Undang-undang ini akan dikenakan denda uang setinggitingginya Rp 1.000,- (seribu rupiah) atau hukuman kurungan selama-Iamanya 3 bulan. .
(2) Hukuman tersebut juga dikenakan kepada Nakhoda kapal yang melalaikan kewajibannya menurut pasal 3 dari Undang-undang ini.
(3) Kesalahan-kesalahan yang dimaksud dalam pasal ini dipandang sebagai pelanggaran.
Pasal12
Undang-undang ini dapat disebut "Undang-undang Izin Masuk" 1949 dan b~rIaku pada keesokan harinya sesudah hari pengumuman.
Supaya Jangan ada orang yang mellgemukakan tak mengetahuinya, maka Undang-undang ini akan dirnuat dalam Berita Negara.
96
No. 561959. SURAT PERIALANAN REPUBLIK INDONESIA.
Menimbang:
PENETAPAN MENJADI UNDANG-UNDANG. Undangundang Darurat No. 14 tahun 1959 tentang penetapan "Undang-undang Darurat No. 40 tahun 1950 tentang surat perjalanan Republik Indonesia (Lembaran Negara tahun 1950 No. 82) sebagai Undang.undang (Memori penjelasan dalam Tambahan Lembaran-Negara No. 1799).
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
a. bahwa Pemerintah berdasarkan pasal 96 ayat 1 Undang-undang Dasar Sementara Republik Indonesia telah menetapkan Undangundang Darurat, No. 40 tahun 1950 tentang Surat Perjalanan Republik Indonesia;
b. bahwa peraturan-peraturan yang termáktub dalam Undang-undang Darurat tersebut perlu ditetapkan sebagai Undang-undang dengan . beberapa perubahan;
Mengingat: a. pasal-pasal 33, 97 dan 89 Undang.undang .Dasar Sementara
Republik Indonesia; b. Undang-undang No. 29 tahun 1957 (Lembaran Negara tahun 1957
No. 101) Dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat:
Memutu5kan: Menetapkan:
Undang-undang tentang penetapan "Undang-undang Darurat No. 40 tahun 1950 tentang Surat Perjalan~n Republik Indonesia
(Lembaran Negara tahun 1950 No. 82) sebagai Undang,undang
Pasal I
Peraturan-peraturan yang termaktub dal am "UiIdang-undang Darurat No. 40 tahun 1950 tentang surat perjalanan Republik Indonesia
97
(Lembarail Negara tabun 19S0 No. 82) ditetapkan sebagai Undangundang dengan perubahan-perubahan, sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasall
Surat perjalanan Republik Indonesia terbagi atas: a. paspor diplomatik; b. paspor dinas; c. paspor biasa; d. paspor untuk orang asing; e. surat perjalanan laksana paspor.
Pasal2
(1) Paspor diploma,tik dan paspor dinas hanya diberikan, diperpanjang waktunya, ditambah atau dicabut oleh Menteri Luar Negeri atau pegawai-pegawai dinas luar negeri, yang ditunjuk oleh Menteri Luar Negeri;
(2) Pengeluaran paspor diplomatik oleh pejabat-pejabat tersebut dalam ayat (l) dilakukan atas nama Presiden;
(3) Bentuk paspor diplomatik dan paspor dinas, juga peraturan selanjutnya tentang pengeluaran, perpanjangan waktu, penambahan, perubahan atau pencabutan paspor-paspor itu ditetapkan oleh Menteri Luar Negeri.
Pasal3
Pengeluaran, perpanjangan waktu; penambahan, perubal1an dan pencahutan paspor biasa dan paspor untuk orang asing dan surat perjalanan laksana paspor yang lain dilakukan di Inilonesia oleh pegawái-pegawai yang ditunjuk untuk itu oleh Menteri Kehakimán dan di luar Indonesia oleh pegawai-pegawai Dinas Luar Negeri, yang ditunjuk oleh Menteri Luar Negeri.
Pasal4
(1) Kepadà warga-negara Indonesia yang berdiam di Indonesia yang tidak atau belutri mempunyai paspor tersebut dalam pasall dan yang berkehendak bepergian ke luar negeri dán berangkatnya, tidak ter- . ganggu oleh halangan-halangan.berdasarkan hukurn, dapat diberikan paspor biasa atau suràt perjalanan laksana paspor .
(2) Kepada warga negara Indonesia yang berada di luar negeri dan tidak atau belum mempunyai paspor tersebut dalam pasal 1, dapat diberikan paspor biasa atau surat perjalanan hIksana pa.por.
98
(3) Atas permintaan pemohon maka p~spor atau suráf perjalanan laksana paspor tersebut dapat beriaku juga untuk istri dan a,nakanaknya yang sab di bawah umur 16 (enam belas) tahun dan b~lum kawin.
PasaiS
(i) Kepada orang asing yang berdiam di Indonesia: dan ti~ak mempunyai paspor atausurat perjalanan yang sah dan masih beriaku dari suatu negl!ra asing, serta tidak sempat untuk me.mperoleh surat yang sedemikian itu dalam waktu yang dapat dlanggap ~ukup. lamanya, maka jikalau ia berkehendak pergl ke luar negetl dan berangkatnya tidak terganggu oleh halangan-halang:", berdasarkan huk urn., dapat iliberikan paspor untuk orang asmg . atau surat perjalanan laksana paspor . .
(2) Atas permintaan pern.ohon maka paspor atau surat perJalanan laksana paspor tersebut dapat berlaku juga untuk istri dan anakanaknya yang sab di bawah umur 16 (enam belas) tahun dan belum kawin.
Pasal6
Dengan tidak mengurangi yang ditetapkan dalam pasal 7 sub b maka: a. paspor biasa berlaku untuk paling lama 2 (dua) tahun, dapat diper
panjang untuk beberapa kali dengan selama-Iamanya 2 (dua) tabun: akan tetapi tidak dapat melebilii waktu 6 (enam) tahun setelah harl dikeluarkannya;
b. paspor untuk orang asing beriaku untuk paling lama 18 (delapan belas) bulan dan tidak dapat diperpanjang;
c. surat perjalanan laksana paspor hanya beriaku untuk satu perjalanan.
Pasal7
Menteri Kehakimán, di mana periu dengan kata sepakat Menteri Luar Negeri, dapat:· .
a. menolak pemberian dan perpanjangan waktu beriakunya paspor biasa, juga pemberian paspor untuk orang asing atau surat perjalanan laksana paspor , kepada orang-orang yang tertentu atau golongangolongan orang yang tertentu jika syarat-syarat tersebut dalam pasal 33 Undang-tJndang Dasar Sementara tidak dipenuhi.
b. membatasi berlakutiya paspor padadaerab dan negara tertentu dan/ atau memperpendek waktu berlakunya paspór tersebut yang akan diberikan kepada orang-orang atau golongan-golongan orang yang tertentu;
99
c. menetapkan bentuk paspor biasa paspor untuk orang asing dan surat perjalanan laksana paspor dan menetapkan' peraturan selanjutnya tentang 'pemberian, perpanjangan waktu penambahan, perubahan dan pembatalan.
Pasal8
Undang-undang ini tidak berlaku untuk pas jalan bagi yang n .. ik haji.
Pasal9
(1) Paspor atau surat perjalanan yang lain, tetap menjadi miIik negara. (2) Barangsiapa yang menyerabkan suatu paspor atau surat perjalanan
lainnya yang diberikan kepadanya, 'kepada orang lain dengan maksud dipergunakan dengan cara tidak berhak, akan dipidana dengan hukuman penjara setinggi-tingginya 1 (satu) tahun, atau dengan hukuman denda sebanyak-banyaknya Rp 10.000,- (sepuluh ribu rupiah).
'(3) Barangsiapa yang memakai dengan sengaja suatu paspor atau surat perjaIanan lainnya yang diberikan kepada orang lain akan dipidana dengan hukuman penjara setinggi-tingginya 1 (satu) tahun atau dengan hukuman denda sebanyak-banyaknya Rp 10.000,- (sepuluh ribu rupiah). ,
PasallO
Pejabat yang dengan sengaja dan deng;", m~lawan hukum memberikan atau memperpanjang berlakunya surat perjalanan Republik Indonesia untu~ orang Indonesia atau orang asing sedang ia tabu bahwa orang tersebut oleh Menteri Luar Negeri/Menteri Ke~akiman dinyatakan sebagai orang yang tidak berhak mendapat surat perJalanan akan dipidana dengan hukuman penjara setinggi-tingginya dua tabun.
Pasal U
(1) Barangsiapa mempergunakan paspor biasa yang sudah dinyatakan dicabutl dibatalkan berlakunya oleh Menteri Kehakiman/Menteri Luar Negeri akan dipidana dengan hukuman penjara setinggi-tingginya dua tahun.
(2) ~arangsia'p~ mempergunakan paspor biasa yang sudab dinyatakan dICabuti dtbatalkan oleh Menteri Luar Negeri akan dipidana dengan hukuman penjara setinggi-tingginya tiga tahun.
(3) Barangsiapa mempergunakan paspor diplomatik yang sudah dinyatak~~ dicabutl dibatalkan berlakunya oleh Menteri Luar Negeri akan dtptdana dengan hukuman penjara setinggi-tingginya, empat tabun.
100
Pasal 12
Barangsiapa pada waktu hendak minta surat perjalanan Rep~bIik Indonesia dengan sengaja memberikan keterangan yang tidak benar yang menentukan dalam pemberian surat perjalanan akan dipidana dengan hukuman penjara setinggi-tingginya dua tahun:
Pasal 13
Perbuatan yang tersebut dalam pasal 9 ayat 2 dan 3, pasallO, pasalU dan pasaI 12 dianggap sebagai kejahatan.
Pasal 14
Pelaksanaan Undang-Undang ini diIakukan oleh Menteri Luar Negeri
dan Menteri Kehakiman.
Pasal II
Undang-Undang ini dapat disebut "Undang-Undang paspor tahun 1959" dan mulai berlaku pada hari diundangkan.
Agar supaya seHap orang dapat ,mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatan dalam Lembaran Negara Republik ltidonesia.
Diundangkan pada tanggal4 Juli 1959
Menteri Kehakiman, G. A. MAENGKOM
Disahkan di Jakarta padatanggal26Juni1959
Pejabat Presiden Republik Indonesia,
SARTONO
Menteri Luar Negeri a.i., HARDI
Menteri Kehakiman G.A. MAENGKOM
101
No. 1799, SURAT PERJALANAN REPUBLIK JNDONESlA, PENETAPAN MEN. JAD! UNDANG·UNDANG. Memori penjelasan Undang.Undang No. 14 tahun 1959, tentang penetapan "Un. dang·Undang Darurat No. 40 tahun 1950 tentang surat perjalanan Repu. blik Jndonesia (Lembaran Negara tahun 1950 No. 82) sebagai Undang. Undang.'
MEMORI PENJELASAN MENGENAJ UNDANG-UNDANG No. 14 TAHUN 1959
tentang
PENETAPAN "UNDANG-UNDANG DARURATNO. 40 TAHUN 1950 TENTANG SURAT PERJALANAN REPUBLIK lNDONESlA
[LEMBARAN NEGARA TAHUN 1950 No. 82] SEBAGAI UNDANG-UNDANG
A. PENJELASAN UMUM
Sebagaimana telah sama diketahui, bahwa satu-satunya Undang. Undang. yang mengatur tentang surat-surat perjalanan Republik Jndonesla, atau dengan istilah yang lebih popuier disebut "Paspor Republik Jndonesia pada waktu terakbir ini hanyalah diatur oleh Undang-Undang Darurat tentang surat perjalanan Republik lndonesia No. 40 tahun 1950. Beberapa ketentuan-ketentuan dari Undang-Undang Darurat tersebut di atas, <I! dalam pengalaman temyata masih kedapatan b~berapa ket~ntuan yang Mak lagi sesuai dengan keadaan. Hal ini dapat klta maklu.nu, oleh karena Undang-Undang Darusat No. 40 tahun 1950 t~rsebut dlm~sudkan agar dahulunya supaya di dalam waktu yang smgkat sekall dapat mengganti segala ordonansi-ordonansi Hindi _ Belanda yang belum ditarik kembali (Staatsblad 1918 No. jo Staatsbl:d 1919 No. 406).
OIeh karena itu sif~t kes~mentaraan daripada Undang-Undang Darurat No. 40/1950 masih nampak di sana sini, bahkan beberapa pasal
102
sudah tidak aktuillagi untuk dipergunakan, umpamanya: penghapusan adanya paspor konsoIer pada Pasal t, Pasal 5 sub 2,. Pasal 9 keseluruhannya, PasallO sub 1 dan perubahan-perubahan redaksional pada pasal-pasallainnya.
Berhubung dengan soal-soal tersebut di atas, pedu diadakan peng· gantiannya, sete\ahdiadakan perubahan dan tambahan 'serta penghapusan pasal-pasal di sana-sini sepedunya, serta mengeluarkan sebagai Undang-Undang biasa, dengan adanya Undang-Undang Paspor Republik . Jndonesia ini diharapkan agar pelaksana-pelaksanaan yang sehingga dewasa ini masih bersuat sementara itu dapat ditertibkan saja.
B. PENJELASANPASALDEMlPASAL.
·Pasal 1
Pasal 1 menyebutkan beberapa jenis paspor yang dikeluarkan oleh Pemerintah Republik lndonesia. P"!'por diplomatik diberikan kepada mereka yang mendapat tugas negara untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan yang bersifat diplomatik atau kepada pejabat-pejabat negara yang oleh karena tugasnya mempunyai kedudukan diplomatik di Luar Negeri sedangkan paspor dinas diberikan kepada pegawai-pegawai negeri yang melakukan tugas jabatan ,!ntuk kepentingan Pemerintah ke luar negeri.
Pasal 2
Pasal iniadalah mengenai paspor diplomatik dan dinas. Pengeluaran, peqjanjangan waktu, penambahan, perubahan, dan pencabutan pasporpaspor dinas dan paspor-paspor diplomatik telah diatur dengan Keputusan MenteriLuar Negeri tanggall Juli 1955 No. 43780 VIII.
Pasal 3
Paspor-paspor biasa dan surat-surat perjalanan lainnya yang tersebut pada bagian terakhir dari pasal 1 diberikan atau diatur tentang ketentuan-ketentuan pengelu'!Xannya oleh Kepala Jawatan lmigrasi, yaitu sebagai pembesar yang ditunjuk oleh Menteri Kehakiman. Di luar lndonesia, hal ini adallih pada pegawai,pegawai dinas Luar Negeri dari perwakilan-perwakilan Republik lndonesia di Luar Negeri.
Pasal 4
Pasal 4 mengatur perhubungan dengan pelaksanaan daripada pasal 9 sub 2 dari Undang-Undang Dasar Sementara, dengan tidak mengurangi ketentuan tersebut pada pasal 33 Undang-Undang Dasar Sementara Republik lndonesia.
103
Pasal 5
Pasal 5 mengatur pemberian paspor-paspor Republik Indonesia Asing, yaitu kepada mereka yang 'bukan warga negara Indonesia dan orang-orang asing yang oleh karena keadaan, di dalam waktu yang dianggap cukup pantas tidak bisa memperoleh paspor kebangsaannya sendiri atau tak bisa memperoleh paspor dari negara asing lain -umpamanya: Orang asing dari sesuatu negara yang tidak mempunyai hubungan ,diplomatik dengan -Indonesia, dalam hal mana dapat dikeluarkan surat perjalanan lak sana paspor:
Pasal 6
Cukup jelas.
Pasal 7
Menteri Kehakiman dengan kata sepakat dari Menteri Luar Negeri, dapat menggantungkan pemberian perpanjangan danberlakunya sesuatu paspor atas nama ,seseorang, jika menyangkut keperitingan dan keamanan negara serta menghendakinya atas adanya tindakan tersebut. Dalam hal ini syarat-syarat tersebut dalam pasal 33 Undang-Undang Dasar Sementara diperhatikan pula.
Pasal 8
Oleh karena perjalanan naik haji telab ada ketentuan-ketentuannya sendiri yang diatur oleh Menteri Agama, dengan sendirinya Undang-Undang ini tidak berlaku untuk warga negara Indonesia yang memperoleh paspor haji (pas-Mekkah).
Pasal 9
Pasal 9 menentukan, baJ:!wa paspor-paspor atlUl surat-surat perjalan ,Ialnnya, selama masih berlaku, adalah tetap menjadi kepunyaan negara.
Demikian pula pasp& atau surat perjalanan yang lain yang dinyatakan dicabutl dibatalkan berlakunya oleh Menteri Kehakiman
, dan/atau Menteri Luar Negeri yang harus diSerabkan kembali kepada pegawai'yang ditunjuk untuk itu diatur pelaksanaannya dalam Peraturan Pemerintab atau surat keputusan Menteri.
Ketentuan ini amat penting, yaitu untuk menggantungkan adanya paspor-paspor atau surat-surat perjalanan itu, sebagai" haknya Pemerintab yang tidak 'dapat digànggu-gugat, untuk setiap kepentingan negara 'menghendakinya, mengubah-mencabut, membatalkan berlakunya sesuatupaspor, jika dianggap untuk itu ada a1asan-a1asannya.
104
Selain daripada itu, diadakan juga aticaman-ancaman hukum~n bagi barangsiapa y;mg mènyalabgunakan suatu paspor atau surat pel]alanan lainnya yang diberikan kepadanya (sub 2, 3).
Pasal 10
P al · . dimaksudkan untuk mencegab adatiya kemungkinan bahwa ,as Jru .' d' I . en a1abannakan . b t di Indoriesia atau dl perwakilan I uar negen m y ,,~
kiu:Saannya untuk memberikan paspor kepada or~g-orang tertentu yang sudab diketabui akan berbuat yang meruglkan Negara atau
Pemerintab yang sah.
Pasal 11 -Ketentuan yang mengatur ancaman hukuman terhadap 'p~ra pelangar
rlu sekali agar penyalabgunaan suatu paspor dapat dlce~ab atau :idak-tidaknya dikurangi sedangkan, hukuman yang ditentukan disesuaikan menurut sifat dan kedudukan paspor .
Pasal 12
Pal' . bermaksud memberikan ancaman hukuman tersendiri kep": or:g-orang, yang dengán sengaja memberikan ket~r:an ya~ tidak benar, yang sifatnya menentukan dalam pem an sura
perjalanan.
Pasal 13
Cukup jelas.
Pasal14
Cukup jelas.
Pasal 15
Segala ketentuan yang merupakan perubabari at~s Undang-Und~g Darurat No. 40 tabun 1950 dengan seridirinya mulal berlaku semenlak
diundangkan. , ' " TermasUk Lembaran Negara No. 56 tabun 1959.
Diketabui: Menteri Kehakiman, G. A. MAENGKOM
, .105
KEPENDUDUKAN
. {o9-.
· IO~-
UNDANG-UNDANG DARURAT NO. 9 TABUN 1953 tentang
PENGAWASAN ORANG ASlNG
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
Menimbang: a. bahwa perlu diadakan pengawasan "terhadap orangorang asing yang berada di Indonesia dan Organisasi Pengawas Orang Asing sebagai a1at perl~ngkapan yang khusus diberi tugas untuk melakukan pengawasan itu;
b. bahwa karena keadaan·keadaan yang mendesak per- " aturan ini perlu segera diadakan;
Mengingat pasal 33 dan pasal 96 Undang-Undang Dasar Sementara Republik Indonesia;
MEMUTUSKAN:
Menetapkan: UNDANG-UNDDANG DARURAT TENTANG PENGAWASAN ORANG ASING.
Pasall
Menteri Kehakiman melakukan pengawasan terhadap orang asing yang berada di Indonesia.
Pasal 2
Untuk menyelenggarakan pengawasan termaksud dalam pasal 1 Menteri Kehakiman dapat mengadakan' Organisasi Pengawas Orang Àsing, yang tugas dali kekuasaannya. diatur dengan Peraturan Peme-rintah. "
Pasal 3 Pelaksanaan pengawasan tersebut dalam pasal 2 diatur lebih lanjut
dengan Peraturan Pemerintah, yang dapat mengancam hukumanhukuman atas pelanggaran aturan-aturannya, berupa hukuman
" kurungan atau denda setinggi-tingginya masing-masing satu tahun atau seratus ribu rupiah.
Hal-hal yang diancam dengan hukuman-hukuman tersebut dianggap " sebagai kejahatan.
Pasal 4
Tiap-tiap orang asing yang berada di Indonesia diwajibkan memberikan segala keterangan atau bantuan yang diperlukan untuk mengenal dirinya. .
109
Pasal 5
(1) Orang-orang aslng yang berbahaya untu)<: ketenteraman, kesusilaan atau kesejahteraan umum atau yang tidak mengindahkan peraturanperaturan yang diadakan bagi orang-orang asing yang berada di Indonesia, oleh Menteri Kehakiman: , a. dapat diharuskan untuk berdiam pada suatu tempat yarig tertentu
di Indonesia; b. dapat dilarang untuk berada di beberapa temp at yang tertentu di
Indonesia dari mana ia harus pergi; c. dapat dikeluarkan dari Indonesia, meskipun ia penduduk Negara.
(2) Surat keputusan Menteri Kehakiman dalam menjalankan kekuasaannya menurut ayat 1 bermuat alasan-alasan dan pertimbanganpertimbangan .
(3) Sebelumnya orang aslng yang menurut ayat 1 huruf c pasal ini dikeluarkan dari Indonesia ia dimasukkan dalam tahanan dahulu dengan diberi kesempatan untuk membela diri, lamanya tahanan itu tidak boleh melebihi waktu satu tahun.
(4) Àyat 1 pasal ini tidak mengurangi hak orang asing untuk meninggaIkan Indonesia atas biaya sendiri jikalau ia tidak tersangkut lagi dalam perkara pidana dan ,semua'kewajiban-kewajibannya terhadap Republik Indonesia dipenuhinya.
Pasal 6
(1) Barangsiapa yang dikenakan pasal 5 ayat 1 dan mengaku dirinya warga negara Republik Indonesia, dapat mengajukan permohonan kepada Pengadilan yang daerah hukumnya meliputi tempat tinggalnya orang itu, untuk menetapkan, bahwa pasal tersebut tidak berlaku baginya.
(2) Pengadilan yang berhak menurut ayat 1 ialah Penga<!ilan Tinggi.
Pasal 7
Undang-undang Ini tidak berlaku bagi: a., pejabat-pejabat diplomatik dan konsoler asing; b. pegawai-pegawai organisasi-organisasi antamegara yang diberikan
kedudukan yang dapat disamakan dengan kedudukan mereka yang disebut pada huruf a.
Pasal 8
Undang-undang Daruratini disebut "Undang-Undang Pengawasan Orang Asing" dan mulai berlaku pada hari diundangkannya.
110
Agar supaya setiap orarig dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-tJndang Darurat ini dengan penempatan dalam Lembaran Negara Republik 111donesia.
Diundangkan, pada tanggal20 Oktober 1953.
MENTERI KEHAKIMAN, ltd.
DJODY GONDOKUSUMO
Ditetapkan di Jakarta, pada tanggal 16 Oktober 1953.
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
ltd.
SOEKARNO
MENTERI KEHAKIMAN, ltd.
DJODY GONDOKUSUMO
(DIMUAT DALAM LEMBARAN NEGARA NO. 64 TAHUN 1953)
UNDANG-uNnANG DARURAT NO_ 9 TAHUN 1955 TENTANG:
KEPENDUDUKAN ORANG ASlNG
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang: bliliwa p~rlu diadakan peraturan rnengenai kependudukan orang aSlng;
bahwa. k:u-ena keadaan-keadaan 'yang mendesak, p~raturan lID perlu segera diadakan.
Mengingat Pasal-pasal 6 dan 96 Undang-Undang Dasar Sernentara Repnblik Indonesia.
MEMUTUSKAN:
a. Mencabut k~tentuan:k~tentuan yang bertentangan dengan ketentuanketentuan dl bawah Irn.
b. Menetapkan:
UNDANG-UNDANGDARURAT TENTANG KEPENDUDUKAN ORANG ASING.
Pasall Jika di dalam salah satu pasal ben'k t d I U d u aam n ang-Undang Darurat ini dipakai perkataan:
a. "berternpa{ tinggal" artinya berada di Indonesia dengan izin rnasuk, menurut aturan-aturannya. ,
b. "anak" artinya anak yang sah,' disithkan, diakui, atau diangkat , ~eng~? s~, ya?g ~rnumya di bawah 18 tahun dan' belurn kawin.
c. Istn artlUya Istn yang sah dan ticjak bercerai rneja dengan suarninya. (van ttife/ en bed gescheiden).
Pasal 2
(1) ?rang asing ~enjadi penduduk Negara Indonesia, jikalau dan seiarna la rnenetap dl Indonesia. '
Pasal 3 (1) <?rang as.in~ ?,enetap di Indonesia, jika ia rnendapa:t izin bertempat
tlUgg~ dl SIUI setellili izin rnasuknya habis berlaku. S~lanJutnya izin itu disebut izin rnenetap. IzlU rnenetap itu hanya dapat diberikan kepada orang asing yang sudah 15 tahun berturut-turut bertempat tinggal di In' d . Ket t "'d oneSla.
en uan lUI ti ak rnengurangi ketentuan dalam pasal 6 ayat 2.
112
(2) Istri äàri orang'asingtersèbut di atas selama'dalamperkawinari: dianggap 'nienetap : dj 1ndonesia, sesudah ia bertempat ,tinggal di Indonesia. "
(3) Anak dari seorang bapak atau, jika ia tidak ataupun tidak I~gi
rnempunyai bapak, dari seorang ibu yang menetap di IndonesIa; dianggap menetap di Indonesia, sesudah ia 'bertempat tinggal dr Indonesia. ,
(4) Orang asingtidak mendapat izin menetap harus keluar atau dikeluar-kan dari Indonesia, ' .
Pasal 4
(1) Orang asing yang rnenetap di Indonesia, diwajibkan mempunyai , surat penduduk dari Menteri Kehakiman atau dari pejabat yang
ditunjuk oleh Menteri Kehakiman. (2) Untuk mendapat surat penduduk ini, ia harus membayar Rp 500,
(lima ratus rupiah) untuk diri sendiri dan Rp 300,- (tiga ratus rupiah) untuk masing-rnasing istri dan anak tersebut dala!" pasal 3 ayat 2 dan 3, ,
(3) Terhadap orang asing yang di bawah perwalian atau pengampuan k~wajiban meminta surat penduduk, terletak pada walinya atau pengampunya dengan ketentuan bliliwa apabila wali itu badan hukum maka kewajiban itu terletak pada pengurusnya.
Pasal 5
Orang asing tidak menetap lagi di Indonesia, apabila ia: ,a. Melepaskan hak menetap. b. Berada di luar negeri terus-menerus selama lebib dari 18 bulan, c, Tidak memenuhi kewajiban selama ia berada di luar negeri, mem
beritahukan dirinya kepada Perwakilan Republik Indonesia, menurut ketérituan Menteri Kehakiman,
d, Memperoleh kedudukan, di luar negeri yang serupa kedudukan menetap di Indonesia,
e, Dienyahkan. f. Berangkat ke lu"r negeri untuk mempersatukan diri dengan suarninya
yang tidak bertempat tinggal di Indonesia,
pasal 6
(1) Orang asing tersebut dalam pasal 3 ayat 1 yang tidak menetap lagi di Indonesia berdasarkan pasal 5, dapat memperoleh izin menetap setelah bertempat tinggal di Indonesia' lagi.
113
(2) ,Izin y~g dimak~ud dala,?, ,,:yat 1dapat diberikan sef1ap waktu. (3) Ketentuan.ket~l1tuan dalam pasa) 4, berlakujuga untuk orang.orang
yang memperoleh izin menetap tersebut dalam' ayat 1. ',' '
Pasal 7 (1) Barangsiapa melanggar ketentuan·ketentuan dalampasal4 clihukum
dengan hukuman kurungan selama·lamanya satu tahun dan/ atau hukuman, denda setinggi·tingginya seratus riburupiah.
(2) Perbuatan·perbuatan yang dapat dikenakan hukuman seperti yang tercantum dalam ayat 1 adalah kejahatan.
Pasal 8
Surat·surat imigrasi mengenai kependudukan yang diberikan sebelum Undang-undang Darurat ini berláku, tidak berlaku lagi pada waktu yang akan diteiItukan oleh Menteri Kehakiman.
Pasal 9 Undang'undang Darurat ini mulai berlaku pada hari diundangkan.
Agar supaya setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-U1ldang Dàrurat ini dengan penempatan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Diundangkan: Pada'tanggal 9 Juni 19~5
MENTERI KEHAKIMAN, ttd.
DJODY GONDOKUSUMO
Ditetapkan di Jakarta pada tanggal31 Mei 1955 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
ttd. SUKÀRNO
MENTERI KEHAKIMAN, ttd.
DJODY GONDOKUSUMO
MENTERI LUAR NEGERI, ttd.
SOENARIO,
LEMBARAN NEGARA NO. 33 TAHUN 1955
114
,', UNDANG-UNDANG , tentang
PENEMPATAN TENAGA ASING (UU No. 3 tahun 1958)
, .Konsiderans: bahw'a untuk menjamin bagian yang layak dari kesempatan kerja di Indonesia bagi warga Indonesia, perlu diadakan peraturan untuk mengatasi pemakaian tenaga bangsa asing di Indonesia.
MEMUTUSKAN:
Menetapkim: UNDANG-UNDANG TENTANG PENEMPATAN TE· , NAGA ASING.
Pasall,
Dalam undáng-undang ini yang dimaksud dengan: a. orang asing, ialah tiap orang bukan warga negara Republik Indonesia; b., Pekerjaan, iá\àh:
1. setiap pekerjaan yangdiJakukan di bawah pemerintah orang lain' dengan menerima upah átau tidak;
2. setiap pekerjaan yang dijalankan atas dasar borongan dala,m suatu perusahaan, baik oleh orang yang menjalankan pekerjaan itu sendiri maupun oleh orang yang membantu orang yang menjalan-kan pekerjaan itu; , .. ,
c. majikan, ialah setiap orang atau badan hukurn, yang mempekerjakan oratig lain, atau jika "majikari berkedudukan di luar Indonesia wakilnya yang sah atau menurut kenyataan bertindak sebagai wakilnya, yang berkedudukan di Indonesia;
d. Menteri, ialah Menteri PerburiIhan.
Pasal 2
1) Majikan diJarang mempekerjakan orang asing tanpa ,izin tertulis Menteri.
2) Menteri dapat menunjuk pejabat yang bertindak atas nama Menteri. 3) BiJa pasa waktu undang-undang ini mulai berlaku, niajikan mem·
pekerjakan orang (orang) asing, mengenai orang (orang) asing ini majikan yang ,bersangkutan dianggap te\ah memperoleh izin selama waktu enam bulan.
4) Dalam hal termaksud pada Ilyat (3) majikan yang bersangkutan berkewajiban memberi laporan teiltang orang-orang asing yang
115
dipekerjakan serta pekerjáan mérekamasing-masing dala~ waktu' dan menurut contoh yang ditetapkanoleh Menteri.
Pasal 3
(1) Dalam mengambil keputusan untuk memberi izin atau' tidak, Menteri atau pejabat· tersebtit pada pasal 2 ayat (2) berhak meminta bantuan dari kalangan burtih dan. majikanatau orang-orang yang dipandangnya periu. '. . ..
(2) Izin diberikan dengan memperhatikan keadaan dan perkem~ bangan pasar kerja serta aspirasi nasional untuk menduduki tempattempat yang penting dalam segala lapangim masyarakat yang disesuaikan dengan rencana pendidikan kejuruan dan rencana pembangunan yang konkrit.· . .
(3) Izin tersebut beriaku untuk waktu yang ditentukan dalam izin itu, waktu mana tiap-tiap kali dapat diperpanjang.
(4) Izin tersebut dapat diberikan untuk satu a:tau beberapa orang yang akan menjalankan pekerjaan-pekerjaan atau untuk jabatan-jabatan tertentu. .
(5) Dalam izin itu dapat ditetapkan syarat-syarat tertentu. (6) Izjn dapat dicabut kembali sewaktu-waktu, biIamana majikan
melanggar syarat-syarat yang ditetapkan.
Pasal 4
(1) Terhadap pénolakan permintaanizin .. tau permintaan untuk memperpanjang 'waktu. beriakunya izin oleh pejabat ter~aksuû pada pasal 2,.~alam wa:ktu 60 hariterl}itung mulai tanggal surat penolakan dapat dlajukan keberatan dengan surat kepada Menteri.
(2) Surat. keberat~n itu harus memuat'alasan-aiasan melIgapa penolakan dianggap bdak betul dan disertai turunan surat keputusan penolakan. '.
Pasal 5
(1) Sebelum mengambil keputusan Menteri te~lebih dahulu mitita pertimbangandari satu aewan yang dibentuk untuk keperluan itu.
(2) Dewan ~a.ng· ~ima~sud ~ada ayat ini (1) bersifat interdepartemental dan terdm darl wakil-wakil Kementrian Perburtihan, Kementrian
. So~ial, ,Kementrian Pendidikan Pengajaran dan Kebudayaan, Kementerlan Agama, Kementerian Perdagangan, Kementerian Perindustrian Kementerian Pertanian, Kementerian Pelayaran,' Kementerian Per: hubungan, dan Kementerian Dalam Negeri.
116
(3) Menteridan dewan tersebut di atas, dalam soal-soal yang bersifat 'sosial kultural dan religieusharus minta pertimbangan Menteri Sosial, Menteri Pendidikan Pengajarandan Kebudayaan, dan Menteri Agama dengan _pengertian bahwa, dalam 'perbedaan pendapat soalnya harus diajukan kepada Kabinet untuk diputuskan.
(4) Segala sesuatu mengenai dewan ini diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah. -
Pasal 6
Majikan yang mengajukan permohonan membayar biaya-biaya yang akan ditetapkan lebih lanjut dalam Peraturan Menteri.
Pasal 7
(1) Barangsiapa diminta bantuannya oleh l'ejabat termaksud pada pasal 2 at'\u dewan termaksud pada pasal 5, berkewajiban untuk mem-berikannya, jika periu di bawah 'sumpah; ,
(2) Merekayang mementihi permintaan bantuan menerima penggan- . tian kerugian dan ongkos jalan menurut p,eraturan yang ditetapkan oleh Menteri. . .
Pasal 8
Barangsiapa yang di dalam 'menjalankan tugas kewajibannya berdasarkan undang-undang ini mengetahui sesuatu yang harus dirahasiakan, wajib merahasiakannya kecuali jika dalam menjalankan tugas kewajiban itu, ia perlu memberitahukannya.
Pasal 9
(1) Màjikan yang melanggar pasal 2 ayat 1 atau ,tidak mementihi syarat-syarat termaksud pada pasal 3 ayat (4) atau tidak mementihi kewajiban termaksud pada pasal 2.ayat (4) dihukum kurungan selamalamanya tiga bulan atau denda sebanyak-banyaknya sepuluh ribu rupiah.
(2) Barangsiapa tidakmemenUhi kewajiban tèrmaksud pada pasal 7, dihtikum dengan hukumankurungan sèlama-lamanya satu bulali atau denda sebanyak-banyaknya tiga ribu rupiah. .
. PlIsallO (1) )i~rangsiapa dengan sengaja membuka rahasia yang dipercayakan
kepadanya menurut pasal 8, dihukum dengan ·hukuman penjara setinggitingginya enam.bulanatau denda sebanyak-banyliknya dua.pultihribu rupiah.
117
• (2) Bararigsiapa 'karena kekhilafannya menyebabkan" r3.ltasia itu terbuka dihukum ',dengan hukuman, kurungan:: setinggictingginya 'tiga bulan atau denda sebanyak-banyaknya sepuluh ribu rupiah.' '
(3) Tidak adatuntutan terhadap hal-hal pada ayat (1) dan (2) kecuaIi jika ada pengaduan dari yang berkepentingan.
Pasal 11
Hal-hal yang diancam dengan hukuman pada pasal 9 dan 10 ayat (2) dianggap sebagai pelariggaran dan yang diancam dengan hukuman pada pasal 10 ayat (1) dianggap sebagai kejahat,an.
Pasal 12 (1) Apabila ketika' diperbuat pelanggaran termaksud pada pasal 9
belum lewat dua tahun semenjak yang melanggar dikenakan hllkuman yang tidak dapat diubah lagi karena pelanggaran yang sama, maka hukuman yang setinggi-tingginya yang tersebut pada pasal it\l dapat ditambah sepertiga. '
(2) Terhaóap pelanggaran, yang terulang untuk keduà kalinya atau seterusnya, tiap-tiap kali têtjadi dalam waktu lima tähun setelah hukuman yang terakhir tidak dapat diubah lagi hanya dijatuhkan hukuman kurungan.
Pasal 13
(1) Jika sesuatu hal yang diancam dengan hukuman dalam undangundang ini dilakukan ,oleh sesuatu badanhukum atau perserikatan, maka tuntutan ditujukan serta hukuman dijatuhkan terhadap pengurus atau pemimpin-pemimpi!1 badan hukum atau perserikatan itu.
(2) Jika pemimpin badan hukum atau perserikatan dipegang oleh badan hukum perserikatan lain, maka ketentuan pada ayat (1) berlaku bagi pengurus badan hukum atau perserikatan yang memegang pimpinan itu.
"Pasal 14
(1) Selain daripada pegawai:pega~ai yang pada umumnya diwajibkan mengtIsut perbuatan-perbuatan yangdapat dikenakan hukuman, diwajibkan juga inengusut perbuatan-perbuatan yangdapat dikenakán hukuman menurut Undang-undang ini, pegawai-pegawai Kementerian Perburuhan yang ditunJuk oleh Menteri.,
(2) Pegawai-pegawai termaksud pada ayat (1) berkuasa untuk minta Iihat semuà surat-snrat yang<dipandangnya 'pedu untuk menjaiankan tugasnyadan mereka berhak ll1emasuki'semua tëmpat di mana dijalankan atau dapat diduga dijaiankan hai'hai yang dapat dikenakan hukuman menurut Undang-undang ini.
118
(3) Jikalau pegawai-pegawal termaksud pada a,yat (1) ditolak untuk , .memasuki tempat-tempaftermaksud pada ayat (2), walaupun, telah menunjukkan sura! keterangan atau surat perintah ya~~ berkenaan dengan tugasnya maka mereka dapat minta bantuan polISI agru; dapat memasuki tempat-tempat tersebut.
Pasai 15
Undang-undang ini tidak berlaku untuk pegawai diplomatik dan konsular dart perwakilan Negara Asing. '
Pasal 16
Undang-undang ini disebut "Undang-u~d~g tel)tang Penempatan Tenaga Asing" dan mulai berlaku pada han dlundangkan.
Lembaran Negara No. 8 Tahun 1958.
119
--" ". _"i PENJELASAN UNDANG-UNDAN-G Nr. 3 TAHUN 1958
. tentang PENEMPATANTENAGA ASING
Petljelasan Umum:
Baik uittuk menjamin bagian yang layak dari kesempatan kerja bagi warga negara Indonesia .I)laupun untuk memenubi hasrat bangsa Indonesia untuk menduduki tempat~tempat yang layak dalam' pelbagai lapangan kerja yang sampai sekarang kebanyakan masih diduduki oleh orang-orang asing. Pemerintah memandang perlu untuk mengatur pekerjaan-pekerjaan yang dapat dijalankan oleh tenaga asing dengan maksud untuk membatasinya dalam hal-hal yang dipandang perlu dan dengan demikian.'menyediakan kesempatan kerja itu bagi warga negara Indonesia sendiri.
Penempat'an tenaga asing sampai sekarang tidak banyak berbeda daripada sebelum kemerdekaan. Keadaan ini akan berlangsung terus, jika Pemerintah tidak mulai turut campur dalam penempatan tenaga itu dengan tegas. Di dalam melaksanakan penempatan tenaga-tenaga asing itu Pemerintah berpendapat bahwa khusus untuk menghilangkan unsurunsur kolonial dalam struktur ekqnomi negara kita dalam lapangan usaha yang vital bagi perekonomian nasional dan yang mempunyai sifatsifat tersebut pengawasan terhadap tenaga-tenaga asing harus diperkeras, di antaranya dengan menutup jabatan-jabatan tertentu untuk tenaga asing dan menyediakan khusus untuk tenaga-tenaga Indonesia dan antara tenaga Indonesia dan tenaga asing untuk pekerjaan yang sama sifat, nilai, dan tanggung jawabnya masih terdapat diskriminasi, hal mana oleh Pemerintah tid-ak diingini.
Sebaliknya "Indonesianisasi" itu pada sifatnya minta waktu, karena Pemerintah harus berusaha menyediakan dan mendidik ténaga-tenaga Indonesia untUK mengganti tenaga-tenaga asing itu. '
Selama orang-orang asing yang berada di Indonesia dapat pindah bekerja atau ganti pekerjaan tanpa pengawasan dari Pemerintah, usahausaha Pemerintah untuk mengatur pekerjaan orang asing dengan mengatur/ membatasi pemasukan orang asing pada hakekatuya tidak mungkin membawa hasil-hasil yang diharapkan: .
Karena itu dalam undang-undang ini dipergunakan "systeem" pemberian .izin untuk mempeketjakantiap-tiap orang asing. Dengan demikian,maka . semua pekerjaan orang asing (vreemdelingenarbeid) dapat diawasi oleh Pemerintah. .
Jadi izin masuk bagi orang asingyang hendak bekerja di Indonesia harus dihubungkan dengan izin untuk mempekerjakan orang asing itu.
120
PENJELASAN PASAL DEMI PASAL
Pasa!' 1
Dari pasal ini teranglah, bahwa diatur dalam undang-u~dang ini hanyalah pekerjaan dalam suatu hubungan kerja dengan menerllDa upa~ atau tidak dan pekerjaan borongan dalam. s~atu perusahaan. J~dl undarig-undang ini tidak berlaku misalnya t~rhadap or~~g:.?rang aslU~, yánghendak menjalankan sendiri suatu pekerJaa? bebas ( wyeberoepen seperti pengacara, dokter, akuntan, dan sebagalUya).
Pasal 2 Pemberian izin menurut ~ndang-unda~g ~i d!serahkan kepad~
penjabat-ll"njabat yang ditunjuk oleh Menten, balk dl Pusat maupun di
Daerah. . ' .. "Systeem" \zin menurut undang-undang lUI te~utama berlaku buat
pekerjaan-pekerjaan yang dilakukan oleh orang aSlUg sesudah berlakunya undang-undang ini.. . ..
Pekerjaan yang telah dilakukari sebelum berla~u und~ng-undan~ 1D1
masih' llerlangsung pada waktu undang-undang inl ,?ulal be~laku tldak luput pula dari pengawasan PeIilerintah. Akan tetapl sebagal .I'eraturan 'Peralihan dan untuk memudahkan administr~si, perlu dltetapk~n, bahwa majikan yang pada undang-undang mulal be~l~ku mempekerJakan tenaga-tenaga asing, dianggàp telah mendapat 1ZIU untuk selama-
lamanya 6 bulan. _.' Untuk memudahkan pengawasan, majikan diwaJlbkan memben
laporan tentang pekerjaan-pekerjaan yang _~jalankan oleh orang-orang asing sebelum berlakunya undang-undang lUI.
pasal 3
Sebelum mengambil keputusan diberikan izin atau tidak, penjabat yang bersangkutan berhak ininta bantuan dari kalangan buruh dan kalangan majikan àtau orang-orang yang dipandangnya perlu.
Dalam surat izin ditentukan waktu berlakunya dengan mengingat petkembangan pasar kerja. .
Demikian pula dapat ditetapkan ~arat-syarat tertentu, mlsalnya Ièewajiban majikan untuk mendidik tenaga Indonesia. Syarat-syarat selanjutuya ialah tidak boleh pindah dari pekerjaan untuk mana izin itu diberikan ..
121
PasaI 4, dan 5
. Bila permintaan izin ditolak oleh penjabat yang bersangkutan, maka majikan yang bersangkutan, maslh dapat diberi kesempatan untuk mengajukan keberatan kepada Menteri sendiri, yang dapat merobah keputusan penjabat tersebut.
Sebelum mengambil keputusan terakhir Menteri berwajib minta pertimbangan dari suatu Dewan yang dibentuk untuk keperluan itu.
Pertimbangan dari Dewan tidak mengikat Menteri.
PasaI 6
Karena permintaan untuk mempekerjakan tenaga asing langsung mengenai kepentingan pemohon daIam undang-undang ini ditetapkan, bahwa biaya berhubung dengan pemberian izin itu dipikul oleh majikan yang berkepentingan.
Besarnya biaya ini akan ditetapkan 'eblh lanjut oleh Menteri.
Pasal 7, dan 8
Tidak memerlukan penjelasan
Pasal9 s/d 14.
Pasal-pasaI ini yang mem.uat peraturan formal berhubung dengan pelanggaran dari undang-undanl; ini, tidak perlu dijelaskan lebih lanjut.
122
Pasal15 s/d 16
Pasal ini tidak memerlukan penjelasan.
KEWARGANEGARAAN
\'l~ -
UNDANG-UNDANG DASAR NEGARARÉPUBLIK INDONESIA
TAHUN1945
BAB-X WargaNegara
Pasal26
(1) Yang menjadi 'Yarga Negara ialah orang-orang bangsa Indonesia asli dan '1rang-orang bangsa laill yang disahkan dengan Undang-
. undang sebagai Warga Negra. .. . (2) Syarat-syarat yang mengenai kewargaan Negara ditetapkan dengan
Undang-undang.
Pasal27
(1) Segala Warga Negara bersamaan kedudukannya di dalaril Hukum dan Pemerintahan dan wajib menjunjung Hukum dan Pemerintahan itu d~ngan tidak ada kecualinya. .
(2) Tiap-tiap Warga Negáia berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.
Disalin sesuai dengan bunyi aslinyaoleh,
B.K.M.e. - BAKIN
125
UNDANG-UNDANG TANGGAL 10 PEBRUARI 1910
PERATURANTENTANGKEKAULANEGARAAN BELANDA BUKAN BELANDA
N_S.1910 - 55 jo 27 -175; Ind. S. 1910 - 296 jo 27 - 458
Considerans: Demikian setelah kami mempertimbangkan, bahwa perlu ditetapkan
ciri-ciri dari KekauIanegaraan Belanda buka,n Belanda; dst.
Pasal1. (Gew S. 27 - 418; 37 - 389 jo 392).
Barangsiapa yang tidak, berstatils 'B~landa menurut UU Kewarganegaraan Belanda dan Kependudukan, adalah Kaula" negara Belanda;
Ayat: Ie. Mereka yang lahir di Hindiá Belanda, Suriname, atau Curacao dari
orang tua yang menetap di sana, atau dalam' hal ayahnya tidak diketahui, dari ibunya yang menetap di sana, d.engan ketentuan bahwa peraturan ini tidak beriaku bagi anak-anak pejabat-pejabàt Konsulat asing atau pegawai-pegawai dari negara asing, yang olehpemerintahnya dibebani tugas resmi, jika anak-anali tsb. memiliki Kewarganegaraan asing berdasarkan kelahirannya.
2.e Mereka yang lahir di Hindia Belanda, Suriname, dan Curacao;
126
a. Yang orang tuanya tidak diketahui. b. Yang orang tuanya tidak menetàp di sana dan tanpa Kewarga-
negaraan. , c: Yang orang tuanya tidak menetap di sana dan Kewarganegaraan
nya tidak diketahui, selama Kewarganegaraannya belum diketa-hui. "
d. Yang ayahnya - meskipun tidak menetap di Hindia Belanda Suriname, Curacao, - adalah KauIa negara seperti yang dimak: sud dalam pasal ini.,
e. Ya~ ibunya, - meskipun tidak menetap di Hindia Belanda, Sunname, atau Curacao - adalah Kaula negara seperti yang dimaksud dalam pasal ini: Ie. Apabila ayahnya tanpa Kewarganegaraan; 2e. Iika ayahnya tidak diketahui atau Kewarganegaraan ayah
nya tidak diketahui hanya selama keadaan tsb. tidak diketahui. Seorang anak yang diketemukan di Hindia Belanda, Suriname, atau Curacao, dianggap lahir wiIayah di mana ia diketemukan sampai terdapat bukti-bukti sebaliknya.
3e.
4e.
Se.
Istri dari seorang KauIa Negara sebagaim,ma dimaksud dalam 'ayat Ie atau 2e pasal,ini; wanita yang karena atau sebagai akibat dari perkawinannya kehilangan Kewarganegaraan asalnya dan memperoleh KekauIanegaraan Belanda, kehilangan" KekauIanegaraan Belandanya sesudah putusnya perkawinan, jika atas permohonannya ia memperoleh kembali Kewarganegaraan asaInya. Anak-anak yang belum kawin dari seorang KauIa Negara seperti dimaksud dalam fatsal ini yang lahir di luar Hindia Belanda, Suriname Curacao selama ini dia belum berusia 18 tahun. . Anak 'yang lahir orang tua yang KauIa Negara menurut pasal ini yang lahir di luar Hindia Belanda, Suriname atau ,Curacao, apabila ia sesudah kawin atau setelah berusia 18 tahun menetap di Kerajaan, termasuk istrinya dananak-anaknya yang belum ,kawin dan masih belumberusia 18 tahunjika mereka sendiri turut menetap di Keraja
an.
Pasal2 (Gew. S. 37 -389 jo 392).
Kekaulanegaraan Belanda yang dimaksud dalam pasal 1 hilang:
Ie. Karena memperoleh Kewarganegaraan lain dengan jalan NaturaIi· sasi bagi seorang pria atau wamta yang tidak dalam kawin di negara
asing. Kehilangan kekaulanegaraan tsb. beriaku juga bagi: a. Istri dari orang yang dinaturalisasikan, kecuali jika dia dengan
naturaIisasi dari Suaminya tidak dapat ikut serta memperoleh kewarganegaraan Asing.
b. Anak-anak yang belum kawin, yang berumur 18 tahun jika karena Naturalisasi ayaimya, atau ibunya - jika ayahnya tidak diketahui atau meninggal - di negara Asing ikut serta menjadi warganegara Asing.
2e. Karena melangsungkan perkawinan dengan laki-Iaki, yang tidak termasuk dalam ketentuan pasall , ayat Ie, 2e atau 3e, kecuali jika pada waIctu melaksanakan perkawinan itu, wanita tersebut tidak dapat mengikuti kewarganegaraan Asing suaminya. (Gew. S. 27 -418). "
3e. Bagi orang-orang ,yang'tanpa IZin dari raja atau di Hindia Belanda, Suriname atau Curacao dari pejabat yang menjalankan pemerintahan atas nallla raja, masuk dalam dinas pemerintahan atau ketent araan negara Asing.
4e. (Gew. S. 29 - 294). Bagi orang yang tidak termasuk penduduk bumi putra dari Hindia
127
Belanda, karena disebabkan kediamannya di negara Asing, setelah ia dalam waktu,3 bulan sesudah kedatangannya Ialai melapor pada pegawai konsulat Belanda di Negara Asing tsb. dan Ialai mengulangi
. pemberitahuannya dalam waktu 3 bulan yang pertama dari tiap-tiap tahun kalender dalam hal ini terus-menerns bertempat tinggal di sana (Untuk orang Tionghoa lihat Bb. 7489):
5e. (Toeg. S. 37 - 389 jo 392). Bagi wanita, yang dalam keadaan seperti dimaksud dalam ayat Ie dan 2e dari pasal· ini tetap mempunyai Kekaulanegaraan Belanda, segera setelah ia memperoleh Kewarganegaraan Asing dari suaminya.
6e. (Toeg. S. 37 - 389 jo 392). - Bagi orang-orang yang lahir di luar Hindia Belanda, Suriname atau
Curacao atau lahir di dalam salah satu wilayah Kerajaan Belanda, ifli karena Kekaulanegaraannya dinyatakan batal oleh kami,· atau oleh Gubernur Jenderal atau Gubernur atas permohonan dari orangorang tsb, laki-Iaki dewasa, ataupun wanita dewasa yang tidakdalam perkawinan yang di samping Kekaulanegaraan Belandanya memiliki kewarganegaraan Asing, yang keduanya diperoleh tanpa pemyataan kehendaknya sendiri dan selama lima tahun yang terakhir berdiam dan mempunyai tempat tinggal utama di luar negeri. (Gew. S. 37 - 389 jo 392). Pemberitahuan tsb. dalam ayat 4 e oleh suami atau ayah untuk istri atau anak-anaknya dan oleh janda untuk anak-anaknya, berlaku sebagai pemberitahuan sendiri dari istri dan anak-anaknya.
128.
(Ing. S. 37 -389 jo 392). Wanita yang disebabkan oleh atau sebagai aki bat dari perkawinannya, . telah kehilangan Kekaûlanegaraan Belandanya, kembali menjadi Kaula Negara Belanda karena putusnya perkawinan, jika dia dalam jangka waktu 1 tahun sesudahnya, menyatakan keinginannya untuk memperoleh kembali Kekaula· negaraan Bela(lda kepada wali kota di tempat kediamannya di Kerajaan atau di Hindia Belanda, Suriflame, atau Curacao kepada pejabat yang ditunjuk oleh Gubemur Jenderal atau Gubemur atau kepada Perwakilan Belanda atau pegawai Konsulat Belanda di negara tempat tinggalnya. (Gew. S. 27 - 418; 37 - 389, 392). Barangsiapa yang menurut ketentuan sub 4e kehilangan kekaulanegaraan Belandanya dan kem~dian tidak berada kembalidalam keadaan sebagai dimaksud Ie, 2e atau 3e memperoleh kembali kekaulanegaraan Belandanya apabila dia menetap di Kerajaan. (Gew. S. 27 - 418). Undang-undang inijuga mengikat untuk Hindia Belanda, Suriname, dan Curacao.
UNDANG-UNDANG NO. 3 TAHUN 1946 . b h d Undang-undang No. 6 Tahun
(Setelah dirobah dan dltam a enga~ U N 11 Tahun 1948*) 1947, U.U. No. 8 Tahun 1947 dan . . o.
TENTANG
ARA DAN PENDUDUK NEGARA INDONESIA WARGANEG
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
bahwa untnk meneguhkan kedudukan Negara Republik Menimbang: Indonesia perlu sekali diadakan aturan yang me~e~p~
kàn kewargaan Negara dan kedudukan hukum pen u u Negara Republik Indonesia; al akan pasal 26 pasal 20 ayat 1, berhubung dengan pas
d Mengingat IV Aturan P~ralihan dari Undang-Undang Dasar an maklumat Wakil .Presiden, ter.tangga~ 16-10-1945 No. X;
. t· an Badan pekerja Komlte NaslOnal Pusat. Dengan perse uJu
MEMUTUSKAN:
Menetapkan peraturan sebGagTaEi NbeTr~Nu~ W ARGA NEGARA DAN UNDANG-UNDAN
PENDUDUK NEGERI INDONESIA
Pasall.
Warga Negara Indonesia ialah: . asli dalam daerah Negara IndonesIa; .
a. orang yang 6 ah 1947 b. dirobah deng.an UU N.:'k d~a,;:n olon~an tersebut di atas akan tetapi
Orang yang tldak mas . I g itu dan lahir, bertempat keduduk-
turudnan :~~ seo::~~,!: J~e~:a;;egara Indonesia; dan orang bukan an an e lam. ermaksud yang lahir dan bertempat keturunan seorang d~n golonglan t dikitnya 5 tahun berturut-turut kedudukan dan kedlaman se ama se. . t hÎh ber-
!in kb·· di dalam daerah Negara IndonesIa, yang e yangpa ga Ir. .
uinur 21 tahmunenadt:pUa!e!!~:g':~ Negara Indonesia dengan cara Na-c. orang yang .
turalisasi; . ah t diakui dengan cara yang sah oleh ba-d akyang sah dis kan a au . . . k an
. an 'd ktu lahirnya bapaknya mempunyal ewarga paknya, yang pa a wa
Negkara Ind~::aJalam 300 hari setelah bapaknya yang mempunyai e. ana yang . in al dunia·
kewargaan Negara IndonesIa, men gg , .
129
f. anakyang hanya oleh ibunya djakui dengan cara Y'l1l!1 sah, yang pada . waktu lahirnya mempunyai kewargaan Negara Indonesia;
g. anak yang diangkat dengan cara yang sah oleh seorang Warga Negara Indonesia;
h. anak yang lahir di dalam daerah Negara Indonesia, yang oleh bapak- !
nya ataupun ibunya tidak diakui dengan cara yang sah; i. anak yang lahir di dalam daerah Negara Indonesia, yang tidak diketa
hui siapa orang tuanya atau kewargaan negara orang tuanya; j. ditambah dengan UU No. 6 Tahun 1947.
badan hukum yang didirikan menurut 'hukum yang berlaku dalain Negara Indonesia dan bertempat kedudukan di dalam Daerah Negara Indonesia.
Pasal2 (1) Seorang perempuan selama di dalam perkawinan turnt kewargaan
negara suaminya. (2) Permohonan atau pernyataan untuk merubah kewargaan negara
tidak dapat diajukan oleh seorang istri.
Pasal3 (1) Kewargaan Negara Indonesia yang diberikan kepada seorang bapak
dengan sendi\'Îl1ya beriakujuga untók anak-anaknya yang sah, disahkan atau olehnya diakui dengan cara yang sah, dan anak-anak -angkatnya yang belum berumur 21 tahun ilan belum kawin.
(2) Kewargaan Negara Indonesia yang diberikan kepada seorang ibujanda dengan cara Naturalisasi dengan seridirinya berlaku jnga untuk anak-anaknya yang sah atau disahkan, yang belum berumur 21 tahun dan belum kawin.
(3) Kewargaan Negara Indonesia yang didapat oleh seorang ibli dengan sendirinya berlaku juga untuk anak-anaknya yang hanya olehnya diakui dengan cara yang sah, yang belum berumur 21 tahun dan belum kawin.
(4) Kehilangan kewargaan Negara Indonesia seorang bapak atau seorang Ibu 'menurut perincian di atas berlaku juga untuk anak-anaknya menurut perincian itu dan anak-anak angkatnya, hanya jika anak-anak itu turut mendapat kewargaan negara negeri rain.
(5) Kehilangan kewargaan Negara Indonesia seorang ibu karena atau sebagai akibat dari perkawinannya atau karena pernyataan sebagai tersebut dalam pasar 10 tidak berlaku untuk anak-anaknya.
Pasal3a (Ditambah dengan UU No. 6/47)
Seorang Warga Negara Indonesia tersebut dalam pasall bab b,yang . mempunyai kewargaan negara dari negeri lain, dapat melepaskan
130
d . dengan menyatakan kebetatan kewargaannya dari Neg"ra In. oneSla
. d' Warga Negara Jndonesla. menJa I. .
Pasal3b ' (Ditambah dengan UU No. 6/47)
Jndonesia tersebut dalam pasal 1 bab b Jika seorang Warga Negar~ 'h menyatakan keberatan menjadi
al d ia pada waktu la masl d I I meningg un '. maka dengan mengingat aturan a am pasa Warga Negara Jndonesla, 't d'lanJ'utkan buat anak-anaknya
k atakan keberatan I u I , ah I h 3a, hak untu meny .' d' kat dengan cara yang s ,0 e yang sah, di.sahkan,. dla~ul ~~:t ':=~!nya oleh dia sendiri, kecuali jika walinya masmg-masmg, an J t ebut dalam pasal 1 bab a, yang . d 'tu masih daIam golongan· ers . Jan a I. . J' di Warga Negara Jndonesla. .
. dalam hal ItU tetap men a .
Pasal4
d dang No 6 Tahun 1947); (1) (Dirobah dengan Un ang-u~ t dala~ pasal 3a harns disampaikan
Pernyataan keberatan t:e u . Kehakiman dalam waktu 1 tahun dengan tulisan kepada le;~r~ b berlaku buat orang yang bersang-setelah aturan dalam pasa a
kutan;. orang yang menyatakan harus (2) Bersama dengan surat pernyataan'k' embeti bukti-bukti yaitu;
menyampaikan atau bersan~gup a ~ m knya menurut petincian a. kelahirannya dan kelahlra~ ana .:~~ tahun dan belum kawin,
dalam pasal 3, yang belu7 e~um~ ti mereka dan dari istri-istri-. dengan nama-nama yang eng ap a .
nya; b. perkawinan-perkawinannya;. .
utusan perkawinan-perkawmannya, .' . c. perp . dalah' ga negara negerl lam. . d. bahwa mereka a war h menerima surat per';yataan itu
(3) Dengan selekas-lekasnya setela d ft rkan dan mengumumkan perMenteri Kehakiman ~arus mén ~ ta
h jika pernyataan itu disahkan nyataan itu dalam maJalah ~em~rI7 ~u' dan memberitahukan putus-
~~nt~::::gS~!~;:;:::ti~:n::~ade: :ra~g yang menyatakan.
PasaI 5 . d n an cara naturaIisasi diperoleh
(1) Kewargaan Negara Jndonesla d e g memberikan naturalisasi dengan berlakunya undang-un ang yang
itu. n Negara Jndonesia dengan cara (2) Yang dapat memperoleh ke~a~!~aberumur 21 tahun atau yang telah
. naturalisasi ialah orang yang e
131
kawin, yang telah bertempat kedudukan ataubertempat kediaman di, " dal~m dae~ah Negara Ind.onesia selama 5 tahun berturut-turut yang , : pahng akhlr dan yang cakap berbahasa Indonesia. '
(3) Den~an Unda~g.u~dang No. 6 tahun 1947 dirobah sehingga ber, buny!: ':'ntuk !lap-!lap naturalisasi harus dibayar kepada Kas Negeri
uang seJumlah Rp 200,- rupiah. '
(4) Permohonan. unluk mend.apat kewargaan Negara Indonesia dengan cara naturahsasl harus dlsampaikan dengan tulisan di atas kert yang b~rmaterai kepada Menteri Kehakiman dengan' perantara: Pengadilan Negeri dari daerah tempat kedudukan pemohon.
(5) Bersam~ dengan permohonan untuk naturalisasi pemohon harus menyampalkan atau bersanggup akan memberi bukti-bukti 'dari hal:
a. kelabirannya dan kelahiran anak-anaknya menurut perincian dalam pasal 3, yang belum berumur 21,tahun dan belum kawin dengan nama-nama yang lengkap dari inereka dan dari istri-istri: nya;
b. perkawinan-perkawinannya; c. perputusan perkawinan-perka";inannya; " d. telah bertempat kedudukan atau bertempat kediaman di dalam
~aerah ~egara Indonesia selama 5 tabun berturut-turut yang pahng akhlr ..
e. Kecakapan berbahasa Indonesia"
f. t~lah membayar untuk n!lturalisa~i uang s~jumlah yang ditetapkan dl atas kepada Kas Negeri Indonesia'
g. jika P.em?ho? it~ orang d~ii ?egeri a:ing, bahwa Undang-undang , negen aSIn!l. Itu !ldak menJadl halangan bagi naturalisasi tersebut.
(6) Setela~ menenma surat permohonan itu maka Pengadilan Negeri berwaJlb dengan selekas-selekasnya memeriksanya untuk menetapk~n apa.kah syarat-syarat yang ditetapkan oleh undang-undang irii dlpenuhl. "
Dengan s~lekas-Iekasnya setelah mengambil penetapan tentang permo?onan Itu m~ka Pengadilan Negeri berwajib mengirimkan salinan
, dan ~enetapan ItU disertai dengan surat permohonan dan surat-surat lampIrannya kepada Menteri Kehakiman.
(7) lika p~rmohon~n itu dikabulkan maka dengan selekas-Iekasnya Menten Kehaklman harus memberitahukannya kepada pemohon dengan' perantaraan ~etua Pengadilan Negeri yang bersangkutan.
(8) Undang-undang yang mengabulkan pennohonan untuk naturalisasi akan berlaku pada hari pemohon di hadapan Pengadilan Negeri dari daerah tempat ~edudukannya bersumpah atau berjanji setia kepada
132
Negara Indonesla sebagai berikut: '
Saya bersumpah (berjanji), bahwa saya mengakui dan menerima kekuasaan yang tertinggi dari Negara Indonesia dan ~kan men~pati
kesetiaan kepadanya; bahwa saya akan menjunjung tinggi hukum: hukum Negara Indonesia; dan bahwa saya memikul kewajiban ini dengan rela hati dan tidak akan mengurangi sedikit pun.
(9) Dari penyumpahan atau pengambilan janji ini oleh penulis Pengadilan Negeri harus dibikin rencana.
(JO) Kepada orang yang telah bersumpah atau berjanji itu dan kepad,,: semua orang yang turuf terbawa dalam naturalisasi itu oleh Pengidilan Negeri seketika 'itu juga harus diberikan sehelai kartu bukti Warga Negara Indonesia menurut contoh yang ditetapkan oleh Menteri Kehakiinan.
(11) Dengan selekas-Iekasnya Pengadilan Negeri harus memberitahukan pemberian kanu bukti itu kepada Menteri Kehakiman.
(12) Dengan selekas-lekasnya setelah menerima pemberitahuan tersebut di atas maka Menteri Kehakiman harus mendaftarkan dan meng-umumkannya dalam majalah Pemerintah. ,
(13) lika pennohonan untuk naturalisasi tidak dikabulkan maka jumlah uáng yang dibayarkan kepada Kas Negeri Indonesia harus dikem-balikan lagi. '
Pasal6
(1) Bilamana anak yang mendapat kew~rgaan Negara Ind?nesia karena terbawa dalam naturalisasi bapak atau ibunya sampal berumur 21
. tahun atau sebelum itu kawin",maka dalam tahun yang' berikut ia boleh menyatakan bahwa ia tidak suka lagi terbawa dalam naturalisasi itu.
(2) _Pernyataan itu harus disampaikan kepada Menteri Kehakiman dengan tulisan. Bersama dengan surat pernyataan orang yang ~enyat~kan harus menyampaikan atau bersanggup akan memben buktl-bukti tentang: , a. kelahirannya dan kelahiran anak-anaknya menurut perincian
dalam pasal3, dengan nama-nama yang lengkap dari mereka dan dari istri-istrlnya; ,
b. kelahirannya ~ebelum bapak atau ibunya mendapat kewargaan Negara lndonesia dengan cara naturalisasi;
c. perkawinan-perkawinannya; d. perputusan perkawinan-perkawinannya; , " e. bahwa anak-anak tersebut di atas dengan pernyataan mI men-. dapat kewargaan Negara Negeri lain. ' .
(3) Dengan se)ekas-lekasnya setelah menerima surat pernyataan Itu maka Menteri Kehakiman harus mendaftarkan dan mengumumkan pernyataan itu dalam'majalah Pemerintah, jika pernyataan i~u disahkan dan untuk siapa pernyataan itu berlaku, dan membentahukan putusan tentang pernyataan itu kepada orang yang menyatakan_
133
Pasal7 (1) ~:t:::lisasi juga da?~t diberikau dengan beralasan kepentingan
g . Dalam hal mi maka peraturan·peraturan tersebut dalam t~;~ ~yat 2 sampai d~ng~n ayat (7) dan ayat (13) tidak berIaku.
g undang yang dlberikan naturalisasi itu tiap-tiap kali menetapkan syarat-syaratnya untuk naturalisasi ini.
Pasal 8 Kewargaan Negara Indonesia akan hilang:
1. oleh karèna menda~at kewargaan Negara dari negeri lain . 2. ~::u~~~~a ddeng~n tidak mendapat izin lebih dahulu d;ri Presiden
negeri I~in~ onesla masuk menjadi prajurit atau pegawai Negeri dari
Pasal 9
(1) Seorang perempuan yang disebabkan oleh atau sebagai akibat d . perkawlnannya kehilang~n kewargaan Negara Indonesia _ da a,:: memperoleh k~wargaan itu kern bali, jika dalam waktu i taIÎtm
Msetelat hriperka~annya terputus ia menyatakan kehenda. knya kepada
en e Kehakiman dengan tul' B tak Isan. ersama dengan surat pernya-an orang yang menyatakan harus men'k .
akan ineinberi bukti b kt' t . yampal an atau bersanggup a. perkawinannya;
- u I entang:
b. perputusan perkawinannya; .
~. ~at~~ ia sebelum kawin itu adalah Warga Negara Indonesia' . ~ a .lran d~ nama-nama yang lengkap dari anaknya ;an :ahlrkan dl luar perkawinan sesudahnya perkawinan termaksu~ Sah~tas 'terputus, yang hanya olehnya diakui dengan cara yang
(2) De~ganM sele~as-Ieka~nya setelah menerima surat pemyataan itu ma a enter! Kehaklman harus mendaftarkan dan k pernyataan . t dal . mengumum an kan dan I u . am maJalah Pemerintah, jika pernyataan itu disah,
untuk .. Iapa pemyataan itu berIaku, dan memberitahukan putusan tentang pernyataan itu kepada orang yang menyatakan.
PasallO (1) Seorang perempuan yan d' b bk .
P k .' g lSe a an oleh atau sebagai akibat dari
134
er :,~annyà mendapat 'kewargaan negara Indonesia teta :~~dl Wakrga.Negara Indonesia, kecuali jika dalam waktu i tahu~
per awmannya terputus ia t k kepada Menteri Kehakiman bh' . timd eknya aan. dengan tulisan . '. ' a wa la a suka lag! menjadi Warga
. Negara Indonesia. Bersama dengan surat pemyataan orang yang me. nyatakan harus menyampaikan atau sanggup akan memberi buktibukti tentang; a. perkawinannya; b. perputusan perkawlnannya; c. bahwa ia sebelum kawin itu bukan Warga Negara Indonesia.
(2) Dengan selekas-Iekasnya setelah menerima surat-pemyataan itu maka Menteri Kehakiman harus mendaft~kan dan mengumumkan pemyataan itu dalam majalah Pemeri1,1tah jika pemyataan itu disahkan, dan memberitahukan putusan tentang pernyataan itu kepada
.' orang y,mg menyatakan.
Pasal 11 (1) Anak Warga Negara Indonesia yang kehilangan .kewargaan Negara
Indonesia karena terbawa oleh bapak atau ibunya yang dengan cara naturitlisasi memperoleh kewargaan Negara dari negeri lain, dapat memperoleh kewargaan Negara Indonesia kembali, jika dalam waktu 1 tahun setelah ia berumur 21 tahun atau sebelumnya itu setelah ia kawln ia menyatakan kehendaknya kepada Menteri Kehakiman dengan tulisan; Bersama dengan surat pemyataan orang yang menyatakan harus menyampaikan atau bersanggup akan memberi bukti-bukti tentang: a, kelahirannya dan kelahiran anak-anaknya menurut perincian
dalam pasal3, dengan nama-nama yang lengkap dari mereka dan dari istri-istrinya; .
b. kelahirannya se1!elum bapak atau ibunya mendapat kewargaan Negara dari negeri lain deligan cara naturalisasi;
c. perkawlnannya; d. perputusan perkawinan-perkawinannya.
(2) Dengan selekas-Iekasnya setelah menerima surat pernyataan itu maka Menteri Kehakiman harus mendaftarkan dan mengumumkan pemyataan itu dalam majala)l Pemerintah, jika pernyataan itu disahkan dan untuk siapa pernyataan itu berlaku, dan memberitahukan putusan tentang penyataan itu kepada orang yang menyata-kan. / .
Pasal 11 a (Ditambah dengan UU No. 6/47)
(1) Surat pemyataan tersebut dalam pasal 4 ayat (1), pasal 6 ayat (2), pasal 9 ayat (1), pasal10 ayat (1), dan pasal11 ayat (1) harus disampaikan kepada Menteri Kehakiman dengan perantaraan Pengadilan Negeriyang daerah' hukumnya .meliputi teinpa~ kedudukan orang yang menyatakan.
135
\4J ,.)""elan ,menenmasurat pernyataan itu, maka ,l'engadilan Negeri ',berwajib dengan selekas"lekasnya memeriksanya,untuk menetapkan
apakah syarat"syarat yang ditetapkan oleh Undang-undang ini dipenuhi. Dengan selekas-lekasnya seteIah mengambil penetapan tentang pemyataan itri, maka l'engadilan Negeri harus mengirlrnkan salinan' dart penetapan itu kepada Menteri Kehakiman dis~rtai
dengan surat pernyataan dan' surat-surat lampirannya.
l'asal 12
Mènteri Kehakimán harus mengadakan dan memelihara dalam departemennya sebuah daftar guna pendaftaran-pendaftaran 'tersebut di atas.
l'asal 13
Barangsiapa bukan Warga Negara Indonesia, ialah orang asing.
l'asal 14
(1) l'enduduk Negara Indonesia, ialah tiap-tiap orang yang bertempat kedudukan di dalam daerah Negara Indonesia selama 1 tahun berturut-turut.
(2) Kedudukan hukum l'enduduk Negara Indonesia seseorang hHang dengan sendirinya oleh karena orang itu bertempat kedudukan di luar daerah Negara Indonesia.
(3) Seorang perempuan selama di dalam 'perkawinannya turut !<edu, dukan hukum penduduk negara suaminya.
(4) Anak yang belum berumur 21 tahun dan belum kawin dianggap sebagai penduduk negara Indonesia, jika bapak atau walinya mempunyai kedudukan hukum l'enduduk Negara Indonesia. Bilamana anak itu sampai berumur 21 tahun atau sebelum itu lçawin, maka ia tetap menjadi l'enduduk Negara Indonesia, jika ia bertempat kedudukan di dalam daerah Negara Indonesia. .
l'asal 14 a (Ditambah dengan UU No. 6/1947)
Segala sesuatu yang perlu untuk menjalankan aturan-aturan dalam Undang-undang ini diatur olèh l'emerintah. . . ,
l'asal 15 (Dirobah deitgan UU No. 6 Tahun 1947)
Undang-undang ini mulai berlakupada hart 17 Agustus 1945.
136
l'ERATURAN PERALIHAN , ' ab 1947
(Diubah dan ditambab, dengan Undang'undang No. 6 T un
dan UU No 8 Tabun 1947): . k 'dak . d aktu Undang-undang ini mulat beria u ti
1. Orang yan?bPa ak IWagt' dan p' ada waktu ,itu belum berumur 21 tabun mempunyal apa . 'ik b kn dan belum kawin adalab warga negru;a IndonesIa, J a apa ya
kt . al dun' la memenuhl syarat-syarat tersebut dalam
pada wa u menmgg ',. 'dalam 1 bab b. . 'k d at S lama belum berumur 21 tabun atau belum kaW1ll ma a yang ap ;enyatakan keberatan sebagai tersebut dalam pasal 3a buat orang
itu ialab walinya,. ,. 11948 Pemyataan itu ciapat diajukan sampal tanggal 10 Apn .' . .
d akt U dang-undang mi mulal II Seorang perempuan yang pa a w u n .' khi
. berlaku tidak mempunyai suami lagi karena suamm~~ yang a . r meninggal dunia, sedang suaminya Uu pada waktu menmggal dU~I~ memenuhi syarat-syarat tersebut dalam pasal 1 bah a at~u pas . bab b cian ia sendiri tidak, adalah Warga Negara IndonesIa .. Sampal tanggal 10 April 1948 ia dapat melepaskan kewargaanya dan Negara ,
Indonesia. ' , allO dan D~am hal ini beriaku aturan-aturan dalam pasal 3 a: pas pasal 11a, dengan perbedaan pasal 10 ayat (1) kallmat 2 bah c
menjadi: ' dal al 1 b b a bahwa ia tidak memenuhi syarat-syarat,tersebut am pas a
atau pasall bab b. " n ' ada waktu tanggal 10 April 1947 me!Uenuhl syarat-
lIl. ?:::~ Je:s;b~t dalam pasal 1 bab b atau berada dalam keadaan t~rtera dalam pasal 9 ayat (1), pasallO ayat ~l) atau .pasal11 ayat (1) dapat mempergunakan hak pernyata~n masmg-masmg dala~ wakt~ , 1 tahun setelah hari tersebut. Demiklan pula orang yang kehllanga
al ba ak atau suami tennaksud dalam pasal 3 bantara tangg 1/ Agustus 1945 dan 10 April 1947 dapat. mempergunakan ,hak pemyataan masing-masing dalam waktu tersebut.
"
137
- UNDANG'UNóANG 1947 No. 6 'TENTANG
W ARGANEGARA, PENDUDUK NEGARA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimhang: bahwa perlu, diadakan beberapa perubahàn dalam alam - Undang-VndangNo. 3_ tabun 1946 tentang Warga Negara
dan Penduduk Negara- Republik Indonesia: _ -Mengingat ; Pasal 20 ayat (1) Undang-Undang Dasar berhubung
dengan pasal IV Aturan Peralihan dari Undang-Undang Dasardan Maklumat Wakil Presiden tertanggaI16-10-1945 No. X;
Denganpersetujuan Badan Pekerja Komite Nasional ,Pusat:
MEMUTUSKAN:
Menetapkan peraturan seliagai berikut:
UNDANG-UNDANG TENTANG PERUBAHAN UNDANG-UNDANG NO. 3 TAHUN 1946 TENTANG WARGA NEGARA DAN PENDUDUK
NEQARA REPU.ijLIK INDONESIA
Pasall
Undang-undang No: 3 taliun 1946 tentaiJg Warga Negara dan Penduduk Negara Republik Indonesia diubab dan ditambah sebagai berikut:
a. Pasal 1 bab b harus dibaca: b. Orang yang tidak masuk dalam golongan tersebut di atas akan
tetapi turunan dari seorang dari golongan itu dan labir, bertempat kedudukan dan kediaman dalan daerah Negara Indonesia, dan orang bukan tUfunan seorang dari golongan termaksud yang labir danbertempat kedudukan ,dan kediaman selama sedikitnya 5 tabun b .. rturut-turut yang paling akhir di dalam daerah Negara IndonesIa, yang telab berumur 21 tahun atau telahkawin'
b._ Titik padaakhir kalimat pasall bab 1 diganti dengan titik koma' c. Pasal 1 ditambab dengan: '
j. badan-hukum yang didirikan menurut hukum yang berlaku dalam Negara Indonesia dan bertempat kedudukan di dalam daerah Negara Indonesia;
d. Antara pasal 3 dan pasal 4 ditambah:
138
Pasal3a Seorang Warga Negara Indonesia tersebut dalam pasall bab b, yang mempunyai kewarganegaraan negara dari negeri lain, dapat melepaskan kewarganegaraannya dari Negara Indonesia dengan menyatakan keberatan menjadi Warga Negara Indonesia.
Pasal3b Jika seorang Warga NegaraJndonesia tersebut dalam pasal 1 b~b ~
meninggal dunia pada waktu ià masih menyatakan keberatan menJadl Warga Negara Indonesia, maka dengan mengingat aturan dalam 'pasal 3a, hak untuk menyatakan ~ebe~atan i~i dilanjutkan, buat anak-anaknya yang sab, disahkan, dIakul atau dUll;.gkat dengan ca~a yang sab, oleh walinya masing-masing, dan buat Jandanya oleh dIa sendiri, kecuali jika janda itu masuk dalam golongan tersebut dalam pasal 1 bab a, yang dalam hal itu tetap menjadi Warga Negara Indonesia. -
e. Pasal 4 ayat (1) harus dibaca: , (1) Pemyataan keberatan tersebut dalam pasal 3a harus disampàikan
dengan tulisan kepada Menteri Kehakiman dalam waktu 1 tahun setelah aturan dalam pasal 1 bab b berlaku buat orang yang bersangkutan;
f. Pasal 5 ayat (3) harus dibaca: . (5) Untuk tiap-tiap naturalisasi harus dibayar kepada Kas -Negen
uang sejumlab 200 rupiab; g. Antara pasal 11 dan pasal 12 ditambab:
- Pasal11a (1) Sl\rat pemyataan tersebut dalam pasal 4 ayat (1), pasal 6 ayat (2), , -pasal 9 ayat (1), pasallO ayat (1), dan pasal 11 ayat (1) harus
disampaikan -kepada Menteri Kehakima~ d<:nga.n perantaraan Pengadilan Negeri yang daerab hukumnya mehputl tempat kedu-
dukan orang yang menyatakan. .-. (2) Setelah menerima surat pemyataan itu, maka Pengadtlan Negen
berwajib dengan selekas-lekasnya memeriksanya untuk menetapkan apakah syarat-syarat yang ditetapkan oleh Undang-.undang hti dipènuhi. Dengan sèlekas-lekasnya setela~ mengamb~ pene-
tapan tentang pemyataan itu, maka pengadilan Neger~ harns - ~engirimkan salinan dari penetapan itu kepada Menten Keha·
kiman disertai dengan surat pemyataan dan surat,surat lampirannya.
h.' Antara pasal 14 dan pasal 15 ditambah: Pasal 14a
Segala sesuatu yang perlu untuk menjalankan aturan-aturab. dalam Undang-uildang ini diatur oleh 'Pemerintab.
139
i. Pasal 15 harus dibaca:
Undang-undang lui mulai berlaku pada hari 17 Agustus 1945. j. Peraturan PeraIiban harus dibaca:
I. Orang yang padak waktu Undang-undang ini mulai berlaku tidak mempunyai bapak lagi dan pada waktu itu belUIn berumur 21 tahun dan belum kawin adalah Warga Negara Indonesia, jika bapaknya paäa waktu meninggal dunia memenuhi syarat-syarat . tersebut dalam pasaI 1 bab b. Selama belum berUlnur 21 tahun atau belum kawin maka yang dapat keberatan sebagai t~rsebut dalam pasal 3a buat orang itu iaIah waIinya. '
Il. Seorang perempuan yang pada waktu Undang-undang lui mulai . berlaku tidak mempunyai suami lagi karena suaminya yang akhir menmggal dunia, sedang suaminya 'itu pada waktu ineninggal
. dunia memenuhi syarat-syarat tersebut dalam pasall bab a atau pasall bab b dan ia sendiri tidak, adalah Warga Negara Indo- . nesia. Dalam waktu 1 tabun sesudah 10 April 1946 ia dapat melepaskan kewargaannya dari negara Indonesia. Dalam hal ini berlaku aturan-aturan daIam pasal 3a, pasalto, dan pasal 11a, dengan perbedaan pasallO ayat (1) kalimat 2 bab c menjadi: bahwa ia tidak memenuhi syarat-syarat tersebut dalam pasal 1 bab a atau pasal 1 bab b.
lIl. Orang yang pada wàktu tanggaI 10 April 1946 memenuhi syaratsyarat tersebut dalam pasaI 1 bab b atau berada dalam keadaan tertera dalam pasal 9 ayat (1), pasallO ayat (1), atau pasaUl ayat (1) dapat memperguuakan hak pemyataan masing-masing dalam waktu 1 tahun setelah hari tersebut. Demikian pula orang yang kehilangan bapak atau suami termaksud dalam pasal 3b antara tanggaI 17 Agustus 1945 dan 10 April 1946 dapat mempergunakan hak pet'nyataan' masing-masing dalam waktu tersebut.
.Pasal 2
Undang-undang inimulai berlaku pada hari 17 Agustus 1945.
Diumumkan pada tanggaI 3 Maret 1947
SEKRETARIAT NEGARA, A.G. PRINGGODIGDO
Ditetapkan di Yogyàkarta pada tanggal 27 Pebruari 1947.
PRESIDEN'REPUBLIK INDONESIA, ~OEKARNO
MENTERI KEHAKIMAN, Soesailto Tirtoprodjo
PERSETUJUAN PERIHAL PEMBAGIAN W ARGA NEGARA L.N.1950 No. 2
REPUBLIK INDONESIA SERIKAT DAN KERAJAAN NEDERLAND,
menimbang bahwa pada saat penyerahan kedaulatan bagi orangorang yang hingga saat itu kaula negara Kerajaan Nederland - terhadap kepada Republik Indonesia Serikat termasuk orang-orang yang menurnt perundang-undangan Republik Indonesia warga negara Republik tersebut - haruslah ditetapkan apakah mereka akan berkebangsaan Belanda ataukah bèrkebangsaan Indonesia,
bermupakat bahwa tentang hal tersebut pada saat itu berlaku penetapan yang berikut: .
Pasall Dalam arti peraturan ini yang disebut dewasa ialah me.reka yang
bernsia delapan belas tahun penuh atau yang telab kawih lebib dahulu. Jika telah berlangsung pemutusan pertaIian kawin sebelum mereka
berusia delapan belas tahun penuh, maka mereka itu tetap dewasa.
PasaI 2 Bagi Republik Indonesia Semat, bila persettijuan ini diperlakukan
kepada orang-orang 'yang warga negara Republik Indonesia menurnt pernndang-undangan kewarganegaraan Republik tersebut pada saat menjelang waklu penyerahan kedaulatan, maka di mana disebut, "memperoleh" atau "memiIib" kebangsaan Indonesia, kebangsaan' Republik akan diganti menjadi kebangsaan Indonesia, dan, di mana disebut "tetap memegang" ·kebangsaan Belanda atau "menolak" kebangsaan Indonesia, hilanglah kebangsaan Republik.
Pàsal 3 Orang-orang Belanda yang dewasa tetap memegang kebangsaan
Belanda, akan tetapi jika mereka dilahirkan di Indonesia atau bertempat tinggal di situ sekurang-kurangnya enam bulan, maka mereka berhak akan menyatakan di dalam waktu yang ditetapkan babwa mereka memilih kebangsaan Indonesia.
Pasal 4 (1) Melainkan apa yang ditentukan pada pasaI iiü ayat kedua, maka
kaula negara Belanda bukan-orang-Belanda yang dewasa, yang inenj~lang waktu penyerahan kedaulatan termàsuk golongan penduduk orang-orang asli di Indonesia, memperoleh kebangsaan Indonesia, akan tetapi, jika mereka labir di luar Indonesia dan bertempat
141
tinggal di Negeri Belanda atau di luar daerah peserta Uni mereka . berhak akan. ~enyatàkan di dalam waktu yang ditentuka~ bahwa
mereka memlllh kebangsaan Belanda. . (2) Kaulanegar~ Bela~da ~ang tersebut pada· ayat di atas, yang
be~.empat tinggal dl Suriname atau di Antillen Belanda: a. llka mereka lahir di luar daerah Kerajaan, maka mereka mem
peroleh kebangsaan Indonesia, akan tetapi mereka berhak akan menyatakan di dalam waktu yang ditentukan bahwa mereka memilih kebangsaan Belandà;· .
b. jika mereka lahir di daerah Kerajaan, maka mereka tetap memegang kebangsaan Belanda, akan tetapi mereka berhak akan men~a.takan di dalam waktu yang ditentukan bahwa mereka mem1ilh kebangsaan Indonesia. .
PasaiS Oràng-orang asing yang kaula negara Beland; bukan-orang-Belanda
ya~g t~lah dew~sa menjelang waktu penyerahan kedaulatan dan yang lahlr dl Indonesla atau bertempat tinggal di Republik Indonesia Serikat mendapat kebangsaan Indonesia, tetapi berhak menolaknya di dalam waktu yang ditetapkan itu; .
lika dalam hal· ini menjelang waktu penyerahan kedaulatan kebangs~annya tidak lain lagi daripada kebangsaan Belanda maka mer~ka ItU mendap,at kembali kebangsaan itu;. ' I
llka ·pada saat itu mereka mempunyai kebangsaan asing pula, maka sesudah menolak kebangsaan Indonesia mereka hanyalah mendapat kembah kebangsaan Belanda; jikalau mereka pada waktu itu juga menyatakan keterangan guna itu;
Pasal 6 Orang-orang asing yang kaula negara Belanda bukan-orang-Belanda
yang telah dewasa. menjelang waktu penyerahan kedaulatan, yang lahir lIdak dl Jndonesla dan bertempat tinggal di Kerajaan, tetap berk~bangsaan Belanda, tetap mereka berhak di dalam waktu yang dltetap~an menolak kebangsaan Belanda dan memilih kebangsaan Indonesla;
~jika mere"a itu pada saat tersebut mempunyai kebangsaan asing pula ~aka mereka berhak akan menolak kebangsaan Belanda dengan begit~ luga.
~a.k menolak kebangsaan Belanda itu, berhubung atau tidaK dengan memlllh kebangsaan Indonesia, tidaklah berlaku bagi penduduk Suriname yang berasal dari India atau Pakistan.
Pasal7 o . . I rang .aslng yang kaula negara Belanda hukan-orang-Belanda dari uar negerl yang telah dewasa menjelang waktu penyerahan Keda.ulatan
142
yang bertempat tinggal di lua,!: daerah peserta Uni dan yang lahir di negeri Belanda, Suriname atau Antillen Belanda, tetap berkebangsaan Belanda, tetapi, jika orang tua mereka kaula negara Belanda karena lahir di Indonesia, maka mereka berhak di dalam waktu yang ditetapkan memilih kebangsaan Indonesia dengan menolak kebangsaan Belanda itli;
jika pada sáat tersebut mereka berkebangsaan asing juga, maka mereka berhak menolak kebangsaan Belanda dengan begitu saja.
jika mereka lahir di luar daerah peserta Uni, maka berlakunya pasal . . ini atau pasal 5 baginya tergantung kepada tempat lahir bapaknya atau
ibunya, yaitu menurut pembedaan-pembedaan termaktub pada Undanllundang 1892 tentang kewarganegaraan Belanda dan penduduk, pasall; jika orang tua itu lahir pula di luar daerah peserta Uni, maka yang menentukan ialah tempat lahir bapaknya ataupun ibunya.
Pasal8 Yang belum dewasa mengikuti kebangsaan bapaknya ataupun ibunya
menurut pembedaan-pembedaan yang termaktub pada Undang-undang 1892 tadi, jikalau orang tua itu menjelang waktu penyerahan kedaulatan
. kaula negara Belanda dan masih hidup.
Pasal9 Aturan-aturan di atas langsung berlaku bagi yang belum dewasa yang
_ bapaknya atau ibunya, menurut pembedaan-pembedaan termaktub p,ada Undang-undang 1892 pasal 1 tersebut, menjelang waktu penyerahan kedaulatan bukan kaula negara Belanda atau telah meninggal, yakni dengan pengertian bahwa dalam hal yang berakhir itu tempat tinggainya yang sebenarnya akan dianggap tempat tinggalnya yang sah dan bahwa dalam kedua hal itu, di mana tersebut menyàtakan keterangan, maka keterangan itu dapatlah dinyatakan oleh wakilnya yang sah.
lika tidak ada wakil yang sah, .maka tempoh-tempoh yang ditentukan akan mulai sejak saat seotang wakil diangkat.
PasallO
Istri itu mengikuti kedudukan suaminya. Sesudah putus pertalian kawin maka selama waktu setahun sesudah itu yang perempuan berhak akan memperoleh atau menolak kebangsaan yang diperolehnya seandainya ia belum kawin pada saat penyerahan kedaulatan, ataupun yang dapat diperolehnya atau ditolaknya, ialah dengan jalan· menyatakan keterangan. .
Pasalll
Karena menjalankan hak memilih atau menolak kebangsaan. tidaklah menjadi batal sesuatu tindakan yang terlangsung sebelum itu yang· sekiranya akan menjadi sah seandainya hak itu tidak dijalankan.
143
KETENTuAN-KETENTUAN PENJALANKAN
,Pasal12
Keterang;m-keterangan tentang memiIih, atau menolak kebangsaan dapat dinyatakan oleh yang berhak di hadapan, ataupun dikirimkan berupa surat kepada baik Koniisaris-komisaris Agung kedua belab pihak, baik hakim harian biasa orang-orang bersangkutan itu, maupun pegawaipegawai yang lagi akan ditunjukkan untuk itu di kedua negara oleh tingkatan jawatan yang berkuasa. Di negeri asing keterangan ters.but boleh dinyat~an di hadapan ataupun dikirimkan berupa surat kepada pegawai-pegawai diplomatik atau konsul kedua beiah ipihak yang di daerahnya orang yang bersangkutan itu bertempat tinggaI.
Tanda tangan yang dibubuh di bawah surat penyatakan keterangan ataupun cap empujari harus dinyatakan sahnya (diiegaIisir). Barangsiapa yang menyatakan keterangan atau mengirimkannya berupa surat, dengan segera akan diberi atau dikirimi sepucuk surat bukti teritang itu. Sekalian keterangan yang dinyatakan dalam masa satu, bulan kalender diumumkan pada bulan yang berlkut pada surat Berita Negara penerbitan negara yang pegawainya sudah dipermaklumi keterangan tadi;
duplikat atau salinan yang sah keterangan tadi dikirimkan setiap bulan kepada ,pemerintah negara yang lain.
Kedua belah pihak berjanji akan inengumumkan dengan seluas-Iuasnya keleluasaan menyatakan keterangan tersebut. Keterangan itu serta surat bukti yang akan diberikan tentang itu bebas daripada materai dan biaya. ,.
Pasal13
Arti perkataan "waktu yang ditentukan" pada persetujuan ini ialah masa yang lamanya dua tahun sesudah penyerahan kedaulatan. '
Pasal14
Keputusan atas' hal melakukan atau rintangan melakukan hak opsi boleh diminta kepada hakim harian biasa pada tempat tinggal orang yang bersangkutan. Jikalau orallgitu bertempat tinggal di negeri asing, maka yang berkuasa ialah Pengadilan Arrondisemen di Amsterdam dan hakim harian biasa di' Jakarta (Batavia). Membantah putusan itu maka boleh diminta pengadilan lebiIJ- tinggi ataupun dipergunakan alat-alat pengadilan lain seperti untuk perkara sipil. Keputusan yang tidak dapat diubah lagi diberitahukan oleh Pemerintah negeriyang daerah hukumnya tempat keputusan itu diambil kepada Pemerintah pihak yang lain, Pemerintah Pihak yang lain mengakui keputusan itu.
144·
CA!I'ATAN
Tentang kebangsaan Penduduk Irian, (Nieuw Guinea) tidak diputuskan suatu apa: pun pada ketentuan-ketentuan di atas. ini, jikal~u kedaulatan atas daerah itu tidak berpindah kepada Republtk Indonesla Serikat.
145
PERATURAN PEMERINTAH PELAKSANAAN PEMBAGIAN W ARGA NEGARA
(Per. Pem. No. 1, tg!. 31 Jan. 1950) LN 1950·8 (Penjelasan TLN 2)
Konsiderans Menimbang: bahwa perlu diadakan ketentuan-ketentuan penjelasan
lebih lanjut untuk melaksanakan Persetujuan perihal Pembagian Warga negara, yang dilampirkan pada Persetujuan Perpindahan, yang tercapai pada Konperensi Meja Bundar di Den Haag pada Tanggal 2 Nopember 1949;
Mengingat : Pasal 141 a~at 1 Konstitusi:
_ I MEMIJTUSKAN
Menetapkan:
Peraturan Pemerintah tentang menjalankan hak memilih dan hak menolak kebangsaan Indonesia bagi orang yang menjelang waktu penyerahan kedaulatan negara Kerajaan Belanda.
Pasal 1 Keterangan tentang memilih atau menolak kebangsaan Indonesia
dapat dinyatakan, dengan bebas daripada meterai. dan biaya oleh orang yang bersangkutan sendiri atau, jika ia belum dewasa, oleh wakilnya yang sah dengan \isan di hadapan ataupim dengan surat kepada: 1. Hakim-perdata harian biasa orang yang bersangkutan, yang daerah
hukumnya me\iputi tempat tinggal orang itu, jika ia bertempat tinggal di pulau Jawa atau di pulau Madura;
2. Hakim-perdata tersebut di atas,.atau Bupati ataupun pejabat Pamong Praja lain sederajat Bupati, yang daerahnya me\iputi tempat tinggal orang yang bersangkutan, jika ia bertempat tinggal di .Indonesia, di luar pulau Jawa dan pulau Madura;
3. Komisaris Agung Repub\ik Indonesia Serikat pada pemerintah Kerajaan Belanda, jika orang yang bersangkutan bertempat tinggal di dalam daerah Kerajaan Belanda; .
4. Wakil diplomatik atau konsul Republik Indonesia Serikat atas pejabat lain yang diserahi mengurus kepentingan. Indonesia pada sesuatu negara asing, yang daerahnya me\iputi tempattinggal orang yang bersangkutan, jika ia bertempat tinggal di luar daerah peserta Uni;
5. Pengadilan Negeri (sekarang "Landgerecht") di Jakarta, jika orang yang bersangkutan bertempat tinggal di luar daerah peserta Uni dan tiada ada salah seorang pejabat tersebut pada angka 4 yang di daerahnya me\iputi tempat tinggalnya.
146
Pasal 2 . Keterangan yang dinyatakan, baik dengan \isan maupun deng~ surat, harus disertai pemberian-pemberian yan~ dapat cukup memben penunjukan sepintas lalu (summier) kep'ada peJabat, .~ahwa orang yang bersangkutan memenuhi syarat-syarat untuk memilih atau menol:uc kebangsaan Indonesia, dan jika keterangan dinyatakan oleh orang lam:. maka harus dibuktikan, bahwa orang ini adalah wakil yang sah dan orang yang bersangkutan.
Pasal 3
(1) Dari keterangan yang dinyahikan dengan Usan yang pemberiànpembe~ian atau buktinya termaksud dalam pasal 2 mencukupi, pejabat tersebut dalam pasal 1 membuat surat catatan dalam empat rangkap, yang ditandatanganinya, menurut model A, yang terlampir pada Peraturan Pemerintah ini.
(2) Keterangan tentang memilih atau menolak kebangsaan Indonesia yang dinyatakan dengan surat, harus dikirimkan dalam empat rangkap dan harus menyebutkan hal-hal tentang diri orang yang bersangkutan yang menunjukkan ia berhak memilih atau menolak k~bangsaan Indonesia, sebagaimana tertera dalam Model A, tersebut dl atas.
Tanda tangan atau cap (empu) jari yang dibubuhi di bawah surat pernyataan keterangan, harus dinyatakan sahnya menurut atnran-aturan yang berlaku untuk orang yang menyatakan keterangan.
(3) Jika hal-hal yang disebutkan dalam surat pernyataan keterangan menurut pendapat pejabat yang menerimanya cukup ditunjukkan sepitas lalu dengan pemberian-pemberian yang disertakan pada surat pet:nyataan keterangan, maka di bawah masing-masing lembar olehnya dibubuhi keterangan yang ditandatanganinya sebagai berikut:
. Diterima di ...................... (nama tempat kantor pejabat) pada tanggal ..................... (hari, bulan, dan tahun) ................................ (Jabatan) ......... '.' . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .. (tanda tangan pejabat). ................................ (nama pejabat) (4) Selembar surat catatan menyatakan keterangan atau selembar
surat pernyataan keterangan yang sudah dibubuhi keterangan-penerima-an oleh pejabat diberikan atau dikirimkan kepada orang yang menya-' takan keterangan dan berlaku sebagai bukti tentang keterangan.
Dua lembar dikirimkan kepada Menteri Kehakiman Indonesia Serikat, dan selembar lagi disimpan oleh pejabat dijahit dalam suatu berkas bersama dengan penyatakan keterangan yang lain, dengan dibed nomor unlu.eU!ur, pembuatan atau penerimaan.
Berkas itu jika sudah cukup tebal, setidak-tidaknya pada akhir tahun dijilid dengan diberi samak yang kuat.
Pasal 4
Jika pejabat menganggap pemberian-pemberian yang ciisertakan pacla keterangan tidak cukup memberikan penunjukan sepintas lalu akan hak· orang yang bersangkutan atau bukti akan hak orang yang menyatakan untuk orang lain, maka semua surat olehnya dikembalikan kepada yang m~nyatakan keterangan dengan membubuhi keterangan di bawah surat penyataan keterangan itu, sebagai berikut: . .
Dikembalikan karena _ ............ (a1asan pengembalian) di .............................. (nama tempat kantor pejabat) pada tanggal ..................... (hari, bulan, dan tahun) ............................... , (pejabat) .............. : ; ................ (tanda tangan pejabat) •............... : ................. (nama pejabat)
Pasal 5
Menteri Kehakiman di dalam kementerlannya dan masing-masing pejabat tersebut dalam pasal 1 dalam kantomya memelihara sebu~ daftar untuk pencatatan keterangan memilih, dan sebuah. daftar lagt untuk pencatatan keterangan menolak kebangsaan Indonesia, masingmasing disusun seperti model· B yang terlampir pada Peraturan Peme-rintah ini, hanya dengan perbedaan nama. .
Semua keterangan yang diterima, baik yang dinyatakan dengan hsan maupun yang dikirimkan dengan surat, segera setelah surat catatannya dibuat atau keterangan penerimaan termaksud dalam pasal 3 ayat 3 dibubuhi olehpejabat dicatat dalamdaftar.
Pasal 6 (1) Dari dua lembar surat (catatan) penyatakan· keterangan yang
diterima. Menteri Kehakiman memisahkan selembar untuk bersama dengan semua surat (catatan) penyatakan keterangan yang diterima dalam masa satu bulan kalender, disampaikan kepada Pemerintah Kerajaan Belanda dengan melalui Komisaris Agung Kerajaan Belanda padapemerintah Republik Indonesia Serikat, pada permulaanbulan yang berikutuya. .
Selembar lagi disimpan sebagaimana tertera dalam pasal 3 ayat 4 kalimat kedna dan ketiga.
(2) Ment~ri Kehakiman mengusahakan pemuatan semua ~eterangán . yang diterima dalam masa satu bulan kalender, dal~ Berita Negara Republik Indonesia Serikat, pada bulan yang berik~t.
148
Pasal 7
Jika Menteri Kehakiman dapat mengetahui, bahwa seorang yang keterangannya tentang memilihatau menolak kebangasaan Indonesia telah dite~a, sesungguhnya tidak memenuhi syarat, maka· segera la mengembalikan surat (catatan) penyatakan keterangan yang masjh ada dalam Kementriannya kepada orang yang menyatakan keter.angan, dengan melalui pajabat yang menerimanya agar supaya daftar dan berkasnya dibetulkan.
Hal ini oleh Menteri Kehakiman diberitahukan kepada Komisaris Agung Kerajaan Belanda pada Pemerintah Republik Indonesia Serikat, jika perlu; dan disiarkan juga di dalam Berita Negara.
Pasal 8
Pemilihan atau penolakan kebangsaan Indonesia mulai berlaku pada hari surat catatau jpenyatakan keterangan dubuat atau pada hari suatu penyatakan keterangan diterima olehpajabat.yang berwajib.
Jikalau dengan suatu keputusan hakim diputus, bahwa orang yang bersangkutan dan/ atau orang yang menyatakan keterangan, .yang tidak diterima oleh pejabat sesungguhnya memenuhi syarat-syarat, maka pemilihan atau penolakan kebangsaan Indonesia oleh orang itu berlaku juga mulai pada hari surat (catatan) tentang keterangan yang tidak diterima, seharusnya dibuat atau pada hari· surat pemyataan keterangannya diterima oleh pejabat itu.
Guna itu orang yang bersangkutan dapat mengirimkan tiga lebar salinan yang sah dari keputusan hakim itu kepada pejabat yang berwajib.
Pejabat tersebut dan Menteri Kehakiman berbuat dengan salinan keputusan hakim yang sah ini seperti dengan surat pernyataan keterangan, ·yang dibubuhi keterangan penerimaan.
Pas!!l 9
Peraturan Pemerintahini dapat disebut :"Perattiran Pemerintah pelaksanaan pembagian Warganegara".
Pasal 10
Peraturan Pemerintah ini segera berlak.iI dan berlaku surnt sampai pada waktu pemulihan kedaulatan.
149
PERSETUJUAN PERiHAL PEMBAGIAN WAiwA NEGARA (LN. i950No. 2)
'Republik Inclönesia Serikat ,dan Kerajaan Nederland menilitbang bahwa pada saat penyerahan kedaulatan bagi orang-orang. yang hiDgga saat itu kaula negara K~rajaan Nederland - terhadap kepada Republik Indonesia Serikat termasuk orang-oràng yáng menuruf perundang-undangan Republik Indonesia warga negara Republik tersebut haruslah ditetapkan apakah mereka akan, berkebangsaan Belanda ataukah,' berkebangsaan Iridonesia, bermufakat bahwa teniang hal saat itu berlaku penetapan yang berikut. .
Pasal l
Dalam ,arti peraturan ini yang disebut dewasa ialah mereka yang berusia delapan belas tahun penuh atau yang telah kawin lebih dahulu. Jikatelah berlangsung peinutusan pertalian kawin sebelum mereka beru.ia delapan belas tahun penuh, maka mereka itu tetap dewasa.
Pasal 2
Bagi Republik Indonesia Serikat, bila persetujuan ini diperlakukan kepada orang-orang yang warga negara Republik Indonesia menurut perundang-undangan kewargariegaraan Republik ,tersebut pada saat menjelang waktu penyerahan kedaulatan, maka di mana disebut "Memperoleh" atau "mèniilih" kebangsaan Indonesiá, 'kebangsaan Republik diganti dengan, menjadi kebangsaan Indonesia, dan di mane. disebut "tetap memegang" kebangsaan Belanda atau "menolák" kebangsaanIndonesia, hilanglah kebangsàan Republik.
Pasal 3
Orang-orang 13elanda yang dewasa tetap memegang kebangsaan Belanda. akan tetapi jika mereka dilahirkan di Indonesia atau bertempat' tinggal di situ sekurang-kurangnya enam bulan,maka mereka berhak akán menyatabn di dalam waktu' yang ditetapkan· bahwa mereka memilih kebangsaan Indoensia:
Pasal 4
, 1. Melainkan apa yaJ}-g ditentukan pada pasal ini ayat kedua, maka kaula negara Belanda bukan örang Belanda yang dewasa, yang menjelang waktu penyerahan kedaulatan terinásuk golongan penduduk orang-orang asli di Indonesia memperoleh kellangsaan Indonesia, akan tetapi Jika mereka lahir di luar Indonesia dan bertempat tinggal di Negeri Belanda atau di luar daerah peserta Uni, mereka berhak alCan menyatakan di
150
dalam waktu 'yang ditentukàn bahwa merekamemilih kebangsaan, Belanda.
2. Kaula negara Belanda yang tersebut pada ayat di atas, yarig bertempat tlnggal si Suriname atau di Antillen Belanda: ' a. Jika mereka lahir di luar daerah Kerajaan, maka mereka memperoleh
kebangsaan Indonesia, akan tetapi mereka berhak akan menyatakan di dalan waktu yang ditentukan bahwa mereka memilih kebangsaan Belanda.
b. jika mereka lahir di daerah Kerajaan, maka mereka tetap memegang kebangsaan Belanda, akan tetapi mereka. berhak akan menyatakan di dalam waktu yang ditentukan' bahwa mereka memilih kebangsaan Indonesia, '
PasalS Orang asing yang kaula negara Belanda bukan orang Belanda yang
telah dewasa menjelang waktu penyerahan kedaulatan dan yang lahir di Indonesia atau bertempat ,tinggál di Republik Indonesia Serikat mendapat kebangsaan Indonesià, tetapi berhak menolaknra, di dalam waktu yang ditetapkan itu; jika dalam halini menjelang waktu penyerahan kedaulat'lU kebangsaannya tidak lain lagi dari pada
, kebangsaan Belanda, maka mereka itu mendapat kembali kebangsaan itu;
Jika pada saat itu mereka mempunyai kebangsaan asing pula, maka sesudah menolak kebangsaan Indoensia mereka hanyalah mendapat kembali kebangsaan Belanda, jikalau mereka pada waktu itu juga menyatakan keterangan guna itu.
Pasal 6
Orang asing yang kaula negara BeIanda hukan orang ,Belanda yang te!!,h dewasa menjelang .wàktu penyerahan kedanlatan, yang lahirtidak dÜIndonesia dan bertempat tinggal di Kerajaan, tetap berkebangsaan Belanda, tetapi mereka berhak di dalam waktu yang ditetapkan menolak kebangsaan Belanda 'dan meniilih ',kebangsaan Indonesia;
Jika niereka pada sáat,tersebut mémpunyai kebangsaan asing pula, 'maka mereka berhak akan menolak kebangsaan Belanda begitu saja.
Hak menolak kebangsaan Belanda.itu, berhubung atau tidak dengan memilih kebangsaan Indonesia, tidaklah berlaku lagi pendu<!uk Suriname yang berasal dari India atau Pakistan.
Pasal 7
Orang asing yang kaula negara Belanda bukan orang Belanda dari lnar negeri yang tel~h dewasa menjelang' waktu penyerahan kedaulatau yang bertempat tinggal di luar daerah peserta Uni dan yang
151
lahir di Negeri Belanda,Silrinaine atau Antillen Belanda, tetap berkebangsaan Belanda, tetapi jika orang tua mereka kaula negara Belanda karena lahir di Indonesia, maka mereka berhak di dalam waktu yang ditetapkan memilih kebangsaan Indonesia dengan menolak kebangsaan Belancla Itu_ '
Jika pada saat tersebut mereka berkebangsaan asing juga, maka mereka berhak menolak kebangsaan Belanda dengan begitu sajli_
Jika'mereka lahir di luar daerah peserta Uni, maka berlakunya pasal ini ilt,au pasal 5 baginya tergantung kepacla tempat lahir bapaknya atau ibunya yaitu menurut pembedaan-pembedaan termaktub pada undang- , undang 1892 tentang Kewarganegaraan Belanda dan Penduduk, pasall;
rika ora:ng tua itu lahirpula di luar daerah peserta Uni, maka yang menentukan ialah tempat lahir bapaknya ataupun ibunya.
Pasal 8
Yang belum dewasa mengikuti kehangsaan bapaknya atupun ibunya menurut pembedaan-perilbedaan yang termaktub pada Undang-undang , 1892 tadi, jikalau orang tua itu menjelang - waktu penyerahan kedaulatankaula negara Belanda dan masih hidup. '
Pasal ~
Aturan-aturan di atas langsung berlaku bagi yang belum dewasa yang bapaknya atau ibunya, menurut pembedaan-pembedaan termaktub pada ,undang-undang 1892 pasal 1 tersebut, menjelang waktu penyerahan kedaulatan bukan kaula negara Belanda atau telah meninggal, yakni ' dengan pengertian bahwa dalam hal yang berakhir itu temp at tinggalnya yang sebenarnya akan dianggap tempat tinggalnya yang sah dan bahwa dalam I<edna hal itu, di mana tersebut menyatakan keterangan, ma~ keterangan itu dapatlahdinyatakan oleh wakilnya yang sah.
Jika tidak ada wakil yang sah, maka tempoh-tempoh yang ditentukan akan mulai sejak saat seorang wakil diangkat.
PasallO
Istri itu mengikuti kedudukan suaminya. Sesudah putus pertalian kawin maka selama waktu setahun sesuclah itu yang perempuan berhak
,akan memperoleh atau menolak kebangsaan, yang diperolehnya seandainya ia belum kawin pada saat penyerahan kedaulatan, ataupun yang dapat diperolehnya atau ditolaknya, ialah dengan jalan menyatakan keterangan.
152
Pasalll
Karena menjalankan hak memilih at!1u menoliik kebangsaan tidaklah 'rilenjadi ,batal sesuatu tindakan yang 'terlangsung sebelum itu yang' sekiranya akan nienjadi sah seandainya hak itu,tidak dijal&!J.kan.
Pasal 12
Keterangan-keterangan tentang memilih atau menolak kebangsaail dapat dinyatakan oleh yang berhak dihadapkan, ataupun, dikirirokan berupa surat kepada ba1k Komisaris-komisaris Agung kedua belah pihak, baik hakiro harian biasa orang-orang bersangkutan itu, maupun pegawaipegawal yang lagi akan ditunjukkan untuk itu di kedua negara oleh tingkatan jawatan yang berkuasa. Di negeri asing keterangan'tersebut boleh dinyatakan di hadapan ataupun dikirimkan berupa surat kepada pegawai-pegawai diplomatik atau konsul kedua belah pihak yang di daerahnya orang yang bersangkutan itu bertempat tinggal. Tanda tangan yang dibubuhi di bawah surat pernyataan keterangan ataupun cap empu jari harus dinyatakan sahnya (dilegalisir).
Barangsiapa yang menyatakan keterangan atau mengirimkan berupa surat, dengan segera akan diberi atau dikiriroi sepucuk surat bukti tentang itu. '
Sekalian keterangan yang dinyatakan dalam masa satu bulan kalender diumumkan pada btilan yang berikut pada Surat Berita Negara penerbitan Negara yang pegawainya sudah dipermaldumi keterangan tadi: duplikat atau salinan yang sah keterangan tadi dikirimkan setiap bulan kepada Pemerintah Negara yang laln.
Kedua belah pihak berjanji akan mengumumkan dengan seluasluasnya keleluasan menyatakan keterangan tersebut. Keterangan itu serta surat bukti yang akan diberikan tentang itu bebas daripada meterai dan biaya.
Pasal 13
Arti perkataan, "waktu yang ditentukan"'pada persetujuan ini ialah masa yang lamanya 2 tahun sesudah penyerahan kedaulatan.
Pasal 14
Keputusan atas hal melakukan atau rintangan melakukan hak-opsi boleh diminta kepada hakim harian biasa pada tempat tinggal orang'yang bersangkutan jikalau orang itu bertempat tinggal' di negeri asing, maka yang berkuasa ialah Pengadilan Arrondissemen di Amsterdam dan hakiro harian biasa di Jakarta (Batavia). Membantah putusan itu maka boleh
153
diminta pengadilan lebih .tinggi 'ataupun 'dipergunakan alat-akat pengadilan laiu, seperti untuk' perkara . sipil. Keputusan yang tidak dapat diubab lagi diberitabukan oleh Pemerintab Negeri yang daerab hukumnya tempat keputusan itu diambil kepada Pemerintab Pihak yang laiu; Pemerint'!h Pihak yang laiu mengakui keputusan itu.
,CATATAN:
Tentang kebangsaan pendudtik Irian (Nieuw-Guiuea) tidak diputuskan suatu apa punpada ketentuan-ketentuan di atas iui, jikalau kedaulatan atas daerab itu tiada berpiudab kepada Rèpublik Indonesia Serikat.
154
UNDANG-UNDANG NO. 2 TAHUN 1958 TENTANG
PERSETUJUAN PERJANJIAN ANTARA RI DAN RRT MENGENAI SOAL DWI-KEWARGANEGARAAN
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
Menimbang: bahwa perlu perjanjian antara Republik 'Indonesia dan Republik Rakyat Tiongkok 'mengenai soal dwi-kewarganegaraan disetujui dengan undang-undang;
Mengingat : a. pasal XIV perjanjian tersebut; b. pasal-pasal 89 dan 120 Undang·Undang Dasar Semen-
tara Republik Indonesia; , c. Undang-undang No. 29 tabun 1957 (Lembaran Negara
tabun 1957 No. 101). Dengan IJersetuan De~an Perwakilan Rakyat;
MEMUTUSKAN: Menetapkan: UNDANG-UNDANG TENTANG PERSETUJUAN PEN
JANllAN ANTARAREPUBLIK INDONESIA DAN REPUBLIK RAKYAT TIONGKOK MENGENAI SOAL' DWI-KEWARGANEGARAAN.
Pasall Perjanjiim antara Republik Indonesia dan Republik Rakyat TiOligkok
'mengenai soal dwi-kewarganegaraan tertanggal 22 April 1955, termasuk pertukaran nota antara Perdana Menteri AH Sastroamidjojo dan Perdana Menteri Chou En Lai tertanggal Pekiug 3 Juni 1955, yang saliuannya dilampirkan pada undang-undang iui, dengan iui disetujui.
Pasal 2 Perjanjian' tersebut di atas mulai berlaku pada tanggal penukaran
surat-surat pengesaban yang akan diIangsungkan di Pekiug. Pasal 3
Undang-undang iui mulài berlaku pada hari diundangkan. Agar supaya setiap orang dapat mengetabuiiIya, memerintabkan
'pengundangan undang-undang iui dengan penempatan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Disabkan di Jakarta pada tanggalll Januari 1958
D· d k PEJABAT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, IUn ang an , pada tanggal27 Januari 1958 SARTONO MENTERI KEHAKIMAN, MENTERI LUARNEGERI,
G.A. MAENGKOM SUBANDRIO ' LEMBARAN NEGARA No. 3 TAHUN 1958
155
i
I
VNDANG-VNDANG NO 62 TAHUN 1958 ,TEN'fANG
KEWARGANEGARAANREPUBLIKINDONESIA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbàng: bahwa perlu diadakan. Undang'undang kewarganegaraan Republik Indonesia;
Mengingat a. pasal-pasar 5 dan 144 Undang-Undang Dasar Sementara Republik Indonesia; .
b. pasal 89 Undang-Undang Dasar Sementara Republik Indonesià; .
Dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat;
MEMUTUSKAN:
Menetapkan: UNDANG-UNDANG TENTANG KEW ARGANEGARA- . AN REPUBLIK INDONESIA.
Pasal 1
Warga Negara Republik Indonesia ialah: a. orang-orang yang berdasarkan perundang-undangan dan/atau per
janjian-perjanjian. dan/atau 'peraturan-peraturan yang berlaku sejak proklamasi 17 Agustus 1945 sudah warga negara Republik Indonesia;
b. orang yang pada waktu lahirnya mempunyai hubungan hukum kekeluargaan dengan ayahnya, seorang warga negara Republik Indonesia, dengan pengertian bahwa kewarganegaraan Republik Indonesia tersebut dimulai sejak adanya hubungan hukum kekeluargaan termaksud, dan bahwa hubungan hukum kekeluargaan ini diadakan sebelum orang itu berumur 18 tahun atau sebelum ia kawin pada usia di bawah 18 tahun; .
c. aMk yang lahir dalam 300 hari setelah ayahnya meninggal dunia, apabila ayah itu pada waktu meninggai dunia warga negara Republik Indonesia;
d. orang yang pada waktu lahirnya ibunya warga negara Republik Indonesia, apabila ia' pada waktu itu tidak mempunyai hubungan hukum kekeluargaari dengan ayahnya;
e. orang yang pada waktu lahirnya ibunya ·warga negara Republik Indonesia, jika ayahnya tidak mempunyai kewarganegaraan, atau selama tidak diketah.ui kewarganegaraan ayahnya;'
f. orang yang lahir di dalam wilayah Republik Indonesia selama kedua orang tuanya tidak diketahui;
156
g. seorang anak yang diketemukan di dalam wiIayah Republik Indonesia ' selama tidak diketahui kedua orang tuanya;
h. orang yang lahir di dalam wilayah Republik Indonesia, jika kedua orang tuanya tidak mempunyai kewarganegaraan atau selam" kewarganegàraan kedua orang tuanya tidak diketahui;
i. orang yang lahir di dalam wilayah Republik Indonesia yang pada . waktu lahirnya tidak mendapat kewarganegaraan ayah atau ibunya, dan selama ia tidak mendapat .kewarganegaraan ayah atau ibunya itu;
j. orang yang memperoleh kewarganegaraan Republik Indonesia menurut :,turan-aturan Undang-undang ini.
Pasal 2
(1) Anak asing yang belum beitimur 5 tahun yang diangkat oleh oràng . warga negara Republik Indonesia, memperoleh kewarganegaraan Republik Indonesia, apabila pengangkatan itu dinyatakan sah oleh' pengadiIan Negeri dari tempat. tinggal orang yang mengangkat anak itu.
(2) Pemyataan sah oleh' Pengadilan Negeri termaksud harns dimintakan oleh orang yang mengangkat anak tersebut dalam 1 tahun setelah pengangkatan itu atau dalam 1 tahun setelah Undang-undang ini mulai berIaku. .
Pasal 3 (1) Anak diJuar perkawinan dari seorang ibu warga negara Republik
. Indonesia atau anak dari perkawinan sah, tetapi dalam perceraian oleh hakim anak tersebut deserahkan pada asuhan ibunya seorang warga negara· Republik Indonesia, yang. kewarganegaraannya ,turnt ayahnya seorang asing, boleh ' mèngajukan permohonan kepada Menteri Kehakiman untUk memperoleh kewamegaraan Republik Indonema, apabila ia setelah memperoleh kewarganegaraan Republik Indonesia tidak mempunyai kewarganegaraan lain atau menyertakan pernyataan menanggalkan kewarganegaraan lain menurut cara yang ditentukan '0100 ketentuan hukum dari negara asaInya danlatau menurut cara yang' ditentukan oleh perjanjian penyelesaian dwi-kewarganegaraan antara Republik dan negara yang bersangkutan.
(2) Permohonan tersebut di atas· harus diajukan dalam 1 tahun sesudah orang, yang hersangkutan berumur 18 tahun kepada Menteri Kehakiman 'melalui Pengadilan Negeri atau Perwakilan Republik Indonesia dari tempat tinggalnya. .
. (3) Menteri Kehakiman mengabuIkan atau menolak permohonan itu detigan persetujuan Dewan Menteri.. '
(4) Kewarganegaraan Republik Indonesia yang diperoleh atas permohonan itu mulai berIaku pada hari tanggal keputusan Menteri Kehakiman. .
157
PasaI 4
(1) Oral)g asing yang lahir dan bertempat tinggal di daIam wilayah Republik lndonesia yang ayah atau ibunya, apabila ia tidak mempunyai hubungan hukum kekeluargaan dengan ayahnya, juga lahir di dalam wilayah Republik Indonesia dan Penduduk Republik Indonesia, boleh mengajukan permohonan kepada Menteri Kehakiman untuk memperoleh .kewarganegaraari Republik Indonesia; apabila ia setelah memperoleh kewarganegaraan Republik Indonesia tidak mempunyài kewarganegaràan lain, atau pada saat mengajukan permohonan ia menyampaikan juga surat pemyataan' menanggaIkan kewarganegaraan lain yàng
. mungkin dimilikinya sesuai dengan ketentuan-ketentuan hukum yang berlaku di negara asalnya atau sesuai dengan ketentuan-ketentuan di dalam perjanjian penyelesaian dwi-kewarganegaraan antaraRepublik Indónesia. dan negara yang·bersangkutan.
(2) Permohonán tersebut di' atas harus diajukan daIam 1 tahun sesudah orang yang bersangkutan berumur 18 tahun kepada Menteri Kehakiman melaIui Pengadilan Negeri dari tempat tinggalnya.
(3) Menteri Kehakiman mengàbulkan iltau menolak permohonan itu dengan persetujuan Dewan Menteri.
(4) Kewarganegaraan Republik Indonesia yang diperoleh atas permohonan itu mulai berlaku pada hari tanggal keputusan Menteri Kehakiman.
Pasal S'
(1) Kewarganegaraan Republik Indonesia karena pewarganegaraan diperoleh dengan berlakunya keputusan Menteri Kel;1akiman yang memberikan pewarganegaraan itu.
(2) Untuk mengajukan permohonan pewarganegaraan permohonan harus: a. sudah .berumur 21 tahun; b. lahir dalam wÎlayah Republik Indonesia, atau pada waktu mengaju
kan permohonan bertempat tinggal daIam daerah itu selama sedikitdikitnya 5 tah un berturuHurut yang paling akhir atau sama sekali selama 10 tahun tidak berturut-turut;
c. - apabila ia seorang laki-Iaki yang kawin .:.... mendapat persetujuan istri (istri-istril-nya;' ',? .
d. cukup dapat berbahasa Indonesia dan mempunyai sekedar pengetahuan ten tang sejarah Indonesia serta tidak .pemah dibu,kum karena meIakukan suatu kejahatan yang merugik(ll1 Republik Indonesia; ,
e. dalam keadaan sehat rokhani dan jasmani; f. membayar pada Kas Negeri uang sejumlah antara Rp 500,- sampai
Rp 10.000,- yang ditentukan besarnya oleh Jawafan Pajak tempat
158
tinggall1ya berdasarkan penghasilannya tiap bulan yang nyata dengan ....... ketentuan tidak boleh melebibi. penghasilan nyata sebulan;
g. mempunyai mata pencaharian yang tetap; . h. tidak mempunyai kewarganegaraan, atau kehilangan kewarganegara
annya apabila ià memperoleb kewarganegaraan Republik Indonesia atau menyertakan pernyata'm menanggalkan kewarganegaraan lain menurut ketentuan hukum dari negara asalnya ,atau menurut ketentuan hukum perjanjian penyelesaian dwi-kewarganegaraan antara Republik Indonesia dan negara yang bersangkutan. .
Seorang perempuan selama daIam perkawinan tidak boleh mengajukan permohonan pewarganegaraan. (3) Permohonan untuk pewarganegaraan harus disampaikan dengan
tert~lis dan dibuhuhi meterai kepada Menteri Kehakiman melalui Pengadilan Negeri atau Perwakilan Republik Indonesia dari tempat tinggal pemohon; :
Permohonan harus ditulis dalam bahasa Indonesia dan bersama dengan permohonan itu harus disampaikan bukti-bukti tentang hal-hal tersebut dalam ayat 2 kecuali yang tersebut daIam huruf d.
Pengadilan Negeri atau perwakilan Republik Ind~nesia memberikan bukti-bukti itu akan kebenarannya dan menguji pemohon akan kecakapannya berbahasa Indonesia dan akan pengetahuannya tentang sejarah Indonesia.
(4) Menteri Kehakiman mengabulkan atau menolak permohonan pewarganegaraan dengan persetujuan De';'an Menteri. . ,
(5) Keputusan Menteri Kehakiman yang memberikan pewarganegaraan mulai berlakupada hari pemohon di hadapan pengadilan Negeri atau perwakilan Republik Indonesia dari tempat ~inggalny~ mengucapkan sumpah atau janji setia dan berlaku surut hmgga har. tanggal keputusan Menteri Kehakiman tersebut.
Stimpah atau janji setia itu 'adalah seperti berikut: . "Saya bersumpah '(berjanji): . bahwa saya meIepaskan ~eluruhnya segala kesebaan kepada kekuasaan asing; . . . . bahwa saya merigakui dan menerim" kekuasaan yang tertmggl dar. Republik Indonesia dan akan menepati kesetiaall kepadanya; bahwa saya akan menjunjung tinggi Undang-Undang Dasar dan hukum.hukum Republik Indonesia, dan akan membelanya deng'm sungguh-sungguh; .. .' , bahwa sayli memikul kewajiban ini dengan rela hab dan bdak akan mengurangi sedikit pun." .
(6) Setelah' pemohon mengucapkall sumpah atau janji setia termaksud di atas, Menteri Kehakiman mengumumkan pewargallegaraan
159
itu dengan menempatkan keputusannya ,dalam Berita Negara. , (7) Apabila sumpah atau janji setia tidak diucapkan dalam waktu tigr'"
bulan setelab hari tanggal keputusan Menteri Kehakiman, maka keputusan itu dengan sendirinya menjadi 'batal.
(8) Jumlah uailg yáng tersebilt dalam ayat 2 dibayarkan kembali, apabila permohonan pewarganegaraan tidak dikabulkan.,
(9) .Jika permohonan pewarganegaraan ditolak, maka pemolion dapat mengajukan permohonan kembali. • '
Pasal 6
Pewarganegaraan juga dapat diberikan dengan a1asan kepentingän Negara atau telah berjasa terhadap Negara oleh Pemerintab dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat. ' ,
Dalam hal ini dan ketentuan-ketentuan dalam pasaiS hanya berlaku ketentuan-ketentuan ayat 1, ayat 5, ayat 6, dan ayat 7. ' ,
Pasal'1
(1) Seorang. perempuan asing yang kawin dengan seorang warga negara .Republi!' Indonesia, memperoleh kewarganegaraan Republik Indonesla, apabila dan pada waktu ia dalam 1 tabun setelab perkawinannya ~erlangsung menyatakan keterangan untuk itu, kecuali jika ia apabila memperoleh kewarganegaraan Republik Indonesia masih ' mempunyai kewarganegaraan lain, dalam hal mana keterangan itu tidak boleh dinyatakan., , ,
(~) Dengan kekecualian tersebut dalam ayat 1 perelilpuan asing yang kawm dengan seorang warga negara Repilblik Indonesia juga memperol .. h kewarganegaraan Republik Indonesia satu tabun sesudah perka
, wmannya berIangsung, apabila dalam satu tabun itu sualilinya tidak menyat~kan keterangan untuk melepaskan, kewarganegaraan Republik Indoneslanya'. . Keterangan itu hanya boleh dinayatakan dan hanya mengakibatkan
hilangn!a kewarganegaraan Republik, Indonesia, apabila dengan kehilangan ltu suami tersebut tidak menjadi tanpa kewarganegaraan.
(3) Apabila salab satu dari keterangan tersebut dalam ayat 1 dan 2 s~dab dinyatakan, maka keterangan yang lainnya tidak boleh dmyatakan. , '
(4) ~eteranga~-keterang~n tersebut di atas harns dinyatakan kepada ~engadilan Negen atau Perwakilan Republik Indo.nesia dari tempat tmggal orang yang menyatakan keterangan itu. '
Pasal 8,
(1) Seorang perempuan warga negara Republik Indonesia yang ka~
160
dengan seorang asing kehilangan kewarganegaraan Republik Indonesianya, apabila dan pada waktu ia dalam 1 tahun setelah perkawinannya berIangsung menyatakan keterangan untuk itu, kecuali apabila ia dengan kehilangan kewarganegaraan' Repub1ik Indonesia itu menjadi tanpa kewarganegaraan. '
(2) Keterangan tersebut dalam ayat 1 harti~ dinyatakan kepada Pengadilan Negeri atau Perwakilan Republik Indonesia dari tempat tinggal orang yang menyatakan keterangan itu.
Pasal 9
'(1) Kewarganegaraan Republik Indonesia, yang diperoleh oleh seorang suami dengan sendirinya berIaku terhadap istrinya, kecuali apabila setelah memperoleh kewarganegaraan Republik Indonesia istri itu masih mempunyai kewarganegaraan lain.
(2) Kehilangan kewarganegaraan Republik Indonesia oleh seorang suami, dengan sendirinya berIaku terhadap istrinya, kecuali apabila istri itu akan menjadi tanpa kewarganegaraan.
PasallO
(1) Seorang perempuan dalam perkawinan tidak boleh mengajukan permohonan tersebut dalam pasal 3' dan pasal 4.
(2) Kehilangan kewarganegaraan Republik Indonesia oleh ' seorang istri dengan sendirinya beriaku terhadap suaminya, kecuali apabilà suaini itu, akan ~enjadi tanpa kewarganegaraan.
Pasal 11
(1) 'Seorang yang disebabkan oleh atau sebagai a!dbat dari per ka· winannya kehilangan kewarganegaraan Republik Indonesia, memperoleh kewarganegaraa", itu kembalijika dan pad" waktu ia setelah perkawinannya terputus menyatakan keterangan untuk itu.
Keterangan itu harns dinyatakan dalam waktu 1 tahun setelah perkawinan itu terputus kepada Pengadilan Negeri atau kepada Perwakilan Republik Indonesia dliri tempat tinggalnya. , (2) Ketentuan ayat 1 tidak berIaku dalam hal orang 'itu apabila
setelab memperoleh kembali kewarganegaraan Republik Irtdonesia masih me~punyai kewarganegaraan lain. '
Pasal12
(1) Seorang perempuan, yang disebabkan oleti atau sebagaiakibat perkawinannya memperoleh kewarganegaraan Republik Indonesia,
161
kehilangan kewaiganegaraan itu lagi, jika dan padá waktu ia setelah perkawinannya terputus menyatakan keterangan untuk itu.
Keterangan itu harus dinyatakan, dalam wa:ktu 1 tahun setelah perkawinan itu terputus kepada Pengadilan Negeri atau Perwakilan Republik Indonesia dari ternpat tinggalnya.
(2) Ketentuan ayat 1 tidak berlaku apabila orang itu dengan kehi· langan kewarganegaraan Republik Indonesianya menjadi tanpa kewarganegaraan.
Pasal 13
(1) Anak yang belum berumur 18 tahun dan be/urn kawin yang mempunyaihubungan hukum kekeluargaa:n dengan ayahnya sebelum ayah itu, memperoleh kewarganegaraan Republik Indonesia, turut memperoleh kewarganegaraan Republik Indonesia setelah ia bertempat tinggal dan berada di" Indonesia.
KetelÎtuan tentang bertempat tinggal dan berada di Indonesia itu tidak berlaku terhadap ,anak-anak yang karena ayahnya memperoleh kewarganegaraan Republik Indonesia menjadi tanpa kewarganegaraan.
(2) Kewarganegaraan Republik Indonesia yang diperoleh seorang ibu berlaku juga terhadap anak-anaknya yang tidak mempunyai hubungan hukum kekeluárgaan dengim ayahnya, yang belum berumur 18 tahun dan belum kawin setelah mereka bertempat tinggal dan berada di Indonesia.
- Apabila kewargánegaraan Republik Indonesia itu diperoleh dengan pewarganegaraan oleh seorang ibuyang telah menjadi janda karena suarninya meninggal maka anak -anak yang mempunyai hubungan hukum kekeluargaan dengan suarni itu, yang belum berumur 18 tahun dan 'beluril kawin' turut memperoleh kewarganegaraan' Republik Indonesia juga, setelah mereka b,ertempat tinggal dan berada di Indonesia.
Ketentuan t';ntang tèmpat tinggal dan berada di Indonesia itu tidak, berlaku terhadap anak-anaknya yang karena ibunya memperoleh kewarganegaraan Republik Indonesia menjadi tanpa kewarganegaraan.
Pasal 14
(1) Bilamana anak, termaksud dalam pasal 2 dan pasal 13 sarnpai berumur 21 táh un, maka ia kehilangan kewarganegaraan Republik Indonesia lagi, jika dan pada wàktu ia menyatakan keterangan untuk itu.
Keterangan itu harus dinyatakan dalam waktu 1 tahun setelah anák itu berumur 21 tahun kepada Pengadilan Negeri atau Perwakilan' Republik Indonesia dari ternpat tinggalnya. ,
162
(2) Ketenfuan ayat 1 tidak berlaku apabila anak itu dengan kehilangan kewarganegaraan Republik Indonesia menjadi tanpa kewarganegaraan.
PasaliS
(1) Kehilangan kewarganegaraan Republik Indonesia oleh seorang ayah berlaku juga terhadap anak-anaknya yang mempunyai hubungan hukum kekeluargaan dengan ayah itu, yang belum berumur 18 tahun dan belum kawin, kecuali jika dengan kehilangan kewarganegaraan Republik Indonesianyaanak-anak itu menjadi tanpa kewarganegaraan.
(2) Kehilangan kewarganegaraan Republik Indonesia oleh seorang 'ibu berlaku juga terhadap anak-anaknya yang tidak mempunyai hubungan hukum kekeluargaan dengan ayahnya, ke,cuali jika dengan kehilangan kewarganegaraan Republik Indonesia a.nak-anak itu menjadi tanpa kewarganegaraan.
(3) Apabila ibu itu kehilangan kewarganegaraan Republik Indonesia karena pewarganegaraan di lilar negeri dan 'ibu itu telah menjadi janda karena suaminya meninggi11, maka ketentuan-ketentuan dalam ayat ~ berlakujuga terhadap anak-anaknya yang mempunyai hubungan hukum kekeluargaan dengan suami itu" setelah anak-anak itu bertempat tinggal dan berada di luar negeri.
Pasal 16
(1) Seorang anak yang kehilangan kewarganegaraan Republik Indonesianya karena ayah atau ibunya kehilangan kewarganegaraan itu, memperoleh kewarganegaraan Republik Indonesia kernbali setelah anak, tersebut sampai berumur 18 tahun, jika dan pada waktu ia menyatakan keterangan untuk itu.
,- ,Keterangan termaksud harus dinyatakan dalam waktu 1 tahun setelah anak itu berumur 18 tahun kepada'Pengadilan Negeri atau Perwakilan Republik Indonesia dari teropat tinggalnya.
(2) Ketentuan ayat 1 tidak berlaku dalam hal anak itu - apabila setelah memperoleh kewarganegáraan Republik Indonesia - masih mempunyai kewarganegaraan lain.
Pasal 17
Kewarganegaraan Republik Indonesia: hilang karena: a. men:iperoleh kewarganegaraan' lain karenakemauannya sendiri,
dengan pengertiari' bahwa jikalau orang yang bersangkutan pada waktu n:iemperoleh' kewatganegaraan lain itu berada dalam wilayah
163
!<epublik Indonesia kewarganegaraan Republik Indonesianya baru dianggaphilang apabila Menteri Kehakiman dengan persetujuan Dewan Menteri atas kehendak sendiri atau atas permohonan· orang yang bersangkutan menyatakannya hilang;
b. tidak menolak atau melepaskan kewarganegaraan lain, sedangkan . orang yang bersangkutan mendapat kesempatan untuk itu;
c. diakui oleh orang asing sebagai anaknya, jika orang yang bersangkutan bel urn· berumur 18 tahun dart belum kawin dan dengan kehilangan kewarganegaraan Republik Indonesia.tidak menjadi tanpa kewarganégaraan;
d. anak yang diangkat dengan sah oleh orang asing sebagai anaknya, jika anak yang bersangkutan belum berumur 5 tahun dan dengan kehilangan kewarganegaraan Republik Indonesia tidak menjadi tanpa kewarganegaraan;
e. dinyatakan hilang oleh Menteri Kehakiman dengan persetujuan Dewan Menteri atas Jiermohonan orang yang bersangkutan, jika ia telah berumur 2.1 tahun, bertempat tinggal di luar negeri dan dengan dinyatakan hilang kewarganegaraan Republik Indonesianya tidak menjadi tanpa kewarganegaraan;
f. masuk dalam dinas tentara asing tanpa izin terlebih dahulu dari Menteri Kehakiman;
g. tanpa izin terlebih dahulu dari Menteri Kehakiman masuk dalam dinas negara asing atau dinas suatu organisasi antamegara yang tidak dimasuki oleh Republik Indonesia sebagai anggota, jika jabatan dinas negara yang dipangkunya menurut peraturan Republik IndoDesia hanya dapat dipangku oleh warga negara atau jabatan dalam dinas organisasi ·antamegara terseout memerlukan sumpah atau janji jabatan; .
h. mengangkat sumpah atau menyatakan janji setia kepada negara asing atau bagian daripadanya; .
i.. dengan tidak diwajibkan, turut serta dalam pemilihan sesuatu yang bersifat ketatanegaraan untuk n~gara asing;
j. mempunyai paspor atau surat yang bersifat paspor dari n~gara asing atas namanya yang masih berlaku;
k. lain dari untuk dinas negara, selama 5 tahun berturut-turut bertempat tinggal di luar negeri dengan tidak menyatakan keinginannya untuk tetap menjadi warga negara sebelum waktu itu lampau dan seterusnya tiap-tiap dua tahun; keinginan itu harus dinyatakan kepada Perwakilan Republik Indonesia dari tempat tinggalnya. Bagi warga negara Republik Indonesia yang beruniur di bawah 18 tahun terkecuali apabila ia sudah pernah kawin, masa lima dan dua tahun tersebut di atas mulai berlaku pada hari tanggal ia mencapai nmur 18 tahun. .
!64
Pasal 18 Seorang yang kenilangan kewarganegaraan Rep.ublik Indonesia
termasuk dalam pasal 17 huruf k memperoleh kewarganegaraan Republik Indonesia kembali jik,; ia bertempat tinggal di Indonesia berdasarkan Kartu Izin Masuk dan menyatakan keterangan untuk itu.
Keterangan itu harus dinyatakan kepada Pengadilan Negeri dari tempat tingga!nya dalam 1 tahun setelah orang itu bertempat tinggal di . Indonesia. .
Pasa! 19 Kewarganegaraan Republik Indonesia yang diberikan atau diperoleh
atas keterangan-keterangan yang tidak benar dapat dicabut kembali oleh instansi yang memberikannya atau oleh instansi yang menerima keterangan-keterangan itu.
Pasal 20
Barangsiapa buk,lll warga negara Republik Indonesia adalah orang asing.
PERATURAN PERALIHAN
. Pasal I Seorang perempuan 'yang berdasarkan pasa! 3 Peraturan Penguasa
Militer No. Prt/PM/09/1957 dan pasal 3 Peraturan Penguasa Perang Pusat No. Prt/Peperpu/014/1958 telah diperlakukan sebagai warga negara Republik .Indonesia, menjadi warga negara Republik Indonesia, apabila ia tidak mempunyai kewarganegaraan lain.
Pasa! II Seorang yang pada waktu Undang-undang ini mulai berIaku berada
dalam keadaan tertera dalam pasal 7 atau pasal 8, dapat menyatakan keterangan tersebut dalam pasal-pasal itu dalam waktu 1 tahun sesudah . mulai berlakunya Undang-undang ini, dengan pengertian bahwa suami
. seorang perempuan yang menjadi .warga negara Republik Indonesia termaksud dalam pasal I peraturan peralihan tidak dapat menyatakan· keterangan tersebut dalam pasal 7 ayat 2 lagi.
Pasal III Seorang perempuan yang menurut perundang-undangan yang
berlaku sebelum Undang-undang ini mulai berlaku dengan sendirinya warga negara Republik Indonesia seandainya ia tidak dalam perkawinan, memperoleh kewarganegaraan Republik Indonesia, jika dan pada .waktu ia dalam 1 tahun setellLh perkawinannya terputus atau dalam 1 tahun setelah Undang-undang ini mulai berlaku menyatakan keterangan untuk itu kepada Pengadilan Negeri atau kepada Perwakilan Republik Indonesia dari tempat tinggalnya.
165
Pasal IV Seoráng yang tidak turut dengan ayahnya atau ibunya memperoleh
kewarganegaraan Republik Indonesia dengan 'pemyataan keterangan menurut perundang-undangan yang berlaku sebelum Undang-undang ini berlaku, karena orang itu pada waktu ayahnya atau ibunya menyatakan
, keterangan itu sudah dewasa, sedangkan ia senooi tidak boleh menyatakan keterangan memilih kewarganegaraan Republik Indonesia, adalah warga negara ·Republik Indonesia jika !a dengan. ketentuan ini atau sebelumnya tidak mempunyai kewarganegaraan lain.
Kewarganeg,uaan Republik Indonesia yang diperoleh orang tersebut berlaku s"rut hingga waktu aYah/ibunya memperoleh kewarganegaraàn' itu. '
Pasal V Menyimpang dari ketentuan-ketentuan p'asal 4 ayat 1 dan 2 anak
anak yang antara tanggal 27 Desember 1949 sampai 27 Desember 1951 oleh orang tuanya 'ditolakkan kewarganegaraan 'Republik Indonesianya, dalam tempo satu tahun setelah Undang-undang ini mulai berlaku, dapat mengajukan permohonan kepada Menteri Kehakiman melalui Pengadilan Negeri dari tempat tinggalnya untuk memperoleh kewarganegaraan Republik Indonesia, apabila ia bernsia di báwah 28 tahun;, selanjutnya herlaku pasal 4 ayat 3 dan 4.
Pasal VI Seorang asing yang sebelum Undang-undang ini mulai berlaku
perli.ah masuk dalam·ketentaraan Republik Indonesia dan memenuhi ' syarat-syarat yang akan ditentukan oleh Menteri Pertahanan, memperoleh kewarganegaraan Republik Indonesia jika ia menyatakan kete. rangan untuk itu kepada Menteri Pertahanan atau kepada penjabat ya~g ditunjuk olehnya. Kewarganegaraan Republik Indonesia yang diperoléh orang te~sebut di atas berlaku surut hingga saat orang itu' masuk dalam ketentuan itu.
Pasal VIi, Seorang yang sebelum Undang-undang ini mulai berlaku ):Jerada
dalam dinas tentara asing termaksud dalam pasal17 huruf f atau berada dalam dinas negara asing atau dinas suatn organisasi antamegara termaksud dalam pasal 17 hUfUf g, dapat minta izln kepada Menteri Kehak4nan dalam wakiu l' tahun setelah Undang-undang ini mulai berlaku.
166
PERATURANPENUTUr
Pasal I
Sèorang warga negara Republik Indonesia yang berada di dalam
wilayah Republik Indonesia dianggap tidak mempunyai kewarganegaraan lain.
Pasal IJ
Dalam pengertian kewarganegaraan termasuk semua jenis lindungan oleh suatu negára. '
Pasal III Dalam melakukan Undang-undang ini anak yang belum berumur 18
tahun dan belum kawin dianggap turut bertempat tinggal dengan ayah atau ibunya meuurut perincian dalam pasal 1 huruf b, c, atau d.
Pasal IV Barangsiapa perlu membuktikan bahwa i~ warga negara Republik
lndonesia dan tidak mempunyai surat bukti yang menunjUkkan bahwa ia mempunyai atau memperoleh atau turnt mempunyai ata~ turut me,?,per: oleh kewarganegaraan itu, dapat minta kepa~a Pengadilan Negerl da.rl tempat tinggalnya untuk menetapkan apakah la warga negara Repubhk lndonesia atau tidak menurut acara perdata biasa.
Ketentuan ini tidak mengurangi ketentuan-ketentuan khusus dalam atau berdasarkan Undang-undang lain.
Pasal V
Dari pemyafaan-pernyataan keterangan yang menyebabkan diperolehnya atau hilangnya kewarganegaraan Republik Indonesia, ol~ penjabat yang bersangkutan disampaikan salinan kepada Menten Kehakiman.
Pasal VI
Menteri Kehakiman mengumumkan dalam Berita Negara namanama orang yang memperoleh atau kehilangan kewarganegaraan Republik Indonesia.
Pasal VII
Segala sesuatu yang diperlukan untuk melaksanakan kete~tuanketentuan Ondang-undang 'ini diatur dengan peraturan Pemermtah.
Pasal VIII
Undang-undang ini mulai berlaku pada had diundangkan de,ngan ketentuan bahwa'aturan-aturan paSal1 huruf b sampai huruf j, pasal 2, pasal 17 h.uruf a, c, dan h berlaku surut hingga tanggal 27 Desember 1949.
167
Agar supaya setiap oraug dapat -mengetahuinya, -- memerintahkan pengudangan Undang-unda;',g ini dengan penempatan dalamLembaran Negara Republik Indonesia.
Diundangkan pada tanggal1 Agustus i 958 MENTERI KEHAKIMAN,
G.A. MAENGKOM
168
Disabkan di Jakarta pada tanggal29 Juli 1958
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
SOEKARNO
MENTERI KEHAKIMAN,
G.A. MAENGKOM
UNDANG-UNDANG NOMOR4 TAlIUN 1969 TENTANG
PERNYATAAN TIDAK BERLAKUNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAlIUN 1958 TENTANG PERSETUJUAN PERJANJIAN
ANTARA REJ'UBLIK INDONESIA DAN RRC MENGENAI SOAL DWI-KEW ARGANEGARAAN (LEMBARAN NEGARA TAHUN 1958 NOMOR 5)
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHAESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang: bahwa atasdasar kepentingan Nasional, Undang-undang Nomer 2 tahun 1958 tentang Persetujuan Perjanjian antara Republik Indenesia dan RRC mengenai seal Dwikewarganegaraan dipandang perlu untuk dinyatakan tidak berlaku;
Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (1), pasal20 ayat (1), pasal26-dan pasal 27 ayat (1) Undäng-Undang Dasar 1945;
2. Undang-undang Nemer 62 tahun 1958 (Lembaran Negara Tahun 1958 Nomer 113, Tambahan Lembaran Negara Nemer 1647);
MEMUTUSKAN
Menetapkan: UNDANG-UNDANG TENTANG PERNYATAAN TIDAK BERLAKUNYA UNDANG-UNDANG NOMOR
. 2 TAHUN 1958 TENTANG PERSETUJUAN PERJANJIAN ANTARA REPUBLIK INDONÈSIA- DAN RRC MENGENAI SOAL DWI-KEWARGANEGARAAN (LEMBARAN NEGARATAHUN 1958 NOMOR 5J
Pasal 1 Undang-undang Nomer 2 tahun 1958 tentang Persetujuan Perjanjian
antara Republik Jndenesia dan RRt mengenai soal Dwi-kewarganegaraan beserta-peraturan-peraturan pelaksanaannya dinyatakan tidak -berlaku pada saat berlakunya Undang-undang ini.
Pasal 2
Orang-orang yang pada saat berlakunya Undang-undang inl telah _ mempunyai kewarganegaraan Republik Indonesia berdasarkan Undang
undang Nemor 2 tabun 1958 tentang Persetujuan Perjanjian antara Republik lndonesia dan RRC mengenai soal Dwi-kewarganegaraan, tetap berkewarganegaraan Republik Indonesia.
. 169
. Pasal 3 Orang-orang yang termaktub dalam pasal 2 yang belum dewasa pada
saat Undang-undang ini mulai berlaku, tetap berkewarganegaraan Republik Indonesia setelah menjitdi dewasa_
Pasal 4 Bagi orang-orang sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 2 dan 3
di atas, untuk selanjutuya berlaku ketentuan-ketentuan Undang-undang Nomor 62 lahun 1958 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia_
Pasal 5 Hal-hal yang belum cukup diatur dalam Undang-undang ini akan
diatur lebih lanjut oleh Menteri Kehakiman.
Pasal 6 Undang-undang ini mulai berlaku pada hari tanggal diundangkan. Agar supaya .setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan
pengundangan Undang-undang ini dengan penempatan dalam Lembaran Negara Rèpublik Indonesia.
. Disahkan diJakarta, . . pada tanggall0 April 1969.
DlUndangkan dl Jakarta, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA pada tanggall0 April 1969. '
SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA,
ALAMSJAH Mayor Jenderal TNI
SOEHARTO Jenderal TNI
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1969 NOMOR17
170
PENlELASAN ATAS
UNDANG-UNDANG NOMOR4 TABUN 1%9 TENTANG
PERNYATAANTIDAKBERLAKUNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TABUN 1958 TENTANG PERSETUJUAN PERJANJIAN
ANTARAREPUBLlKINDONESlADANRRC MENGENAI SOAL DWI-KEWARGANEGARAAN (LEMBARAN NEGARATAHUN 1958 NOMOR5)
A. UMUM:
1. Perjanjian antara Republik Indonesia dan Republik Rakyat Tiongkok mengen ai soal Dwi-kewarganegaraan tertanggal22 April 1955 sudah disetujui dengan Undang-undang Nomor 2 tahun 1958. Pada tanggal 15 Desember 1960 ditetapkan cara pelaksanaan Perjanjian mengenai soal Dwi-kewarganegaraan antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Republik Rakyat Tiongkok; .
2. Pelaksanaan Perjanjian itu antara lain telah dilakukan dengan Peraturan Peml'rintah nomor 20 tahun 1959 dan Peraturan Peme-rintah Nomor 5 tahun 1961; ,
3. Walaupun tujuan dari Perjanjian itu ialah untuk menyelesailcan persoalan Dwi-kewarganegaraan antara Republik Indonesia dan RepiIblik Rakyat Tiongkok namun dalam Perjanjian itu terdapat ketentuan-ketentuan yang . memberikan perlakuan khusus bagi golongan tertentu, terhadap mana berlaku Undang-undang Nomor 2 tahun 1958, untuk masa yang agak lama.
Ketentuan itu antara lain adalah:
a. Pasal VI Perjanjian, yang menyatakan babwa baraiIgsiapa yang . serempak mempunyai kewarganegaraan Republik Indonesia dan Republik Rakyat Tiongkok, beliIm. dewasa pada waktu perjanjian mulai berlak'l, harns memilih satu' di antara Kewarganegaraan Republik Indonesia dan Kewarganegaraan Republik ·Rakyat Tiongkok itu dalam waktu satu tahun setelah ia dewasa. Dalam pelaksanaannya, ini berarti bahwa sampai tahun 1978 akan ada orang yang menukar kewarganegaraan Republik . Tiongkoknya dengan Kewarganegaraan Republik Indonesia dan sebaliknya. lni akan memakan waktu, perhatian dan administrasi yang tidak sedikit dengan kemungkinan adanya penyeleivengan-penyelewengal! yang akan merugikan Republik Indonesia.
b. Pasal 1 ayat (2) dari "Cara pelaksanaanPerjlllliian" itu yang . menyatakiln bahwa orang yang daJam jangka. waktu antara . 27
111
Desembe,r tahun 1949 hingga 27 Desember 1952 masih belum . dewasa dan yang mengikuti orang tuanya atau oleh orang tuanya ditolakkan kewarganegaraan Republik Indonesianya dianggap masih mempunyai Dwi-kewarganegaraan dan mereka itu mempunyai hak untuk memilih satu di antara dua. kewarganegaraan itu. Perlakuan-perlakuan khusus yang menguntungkan berhubung
dengan hak-hak dan kemungkinah-kemungkinan eksepsional yang tidak dimiliki golongan lain dalam masyarakat ailalah bertentangan dengan l2.rinsip persamaan de depan hukum yang dijamin oleh Undang-Undang Dasar.
4. Pada hakekatnya ketentuan ini membolehkan orang asing menjadi Warga negara Republik Indonesia t.anpa memberi hak kepada Pemerintah Republik Indonesia untuk mengadakan saringan, hal mena dapat membahayakan keselamatan Republik Indonesia.
5. Dengan dhiyatakannya tidak berlakunya, Undang-undang Nomor.2 tahun 1958 beserta semua peraturan pelaksanaannya, maka keten· tuan-ketentuan dalam peraturan·peraturan tersebut tidak dapat digunakan lagi. .
6. Orang yang telah melakukan pilihan kewarganegaraan menurut ketentuan perjanjian itu tetap memiliki kewarganegaraan yang telah dipilihnya.
Akan tetapi anak yang pada saat berlakunya Undang-undang ini masih belum dewasa, setelah dewasa tidak deperbolehkan lagi memilih Ke>varganegaraan dan Kewarganegaraannya mengikuti Kewarga negaraan orang tuanya. Hal ini tidak menutup kemungkinan bagi orang bersangkutan untuk merubah Kewarganegaraannya menurut ketentuan-ketentua hukum yang berlaku.
7. Penanggyhan hubungan diplomatik-konsuler antara Republik Iridonesia dengan Republik Rakyat Tiongkok memang mempunyai effek dan mempengaruhi bahkan menghindarkan pelaksanaan Perjanjian Dwi-kewarganegaraan tersebut.
B. PASALDEMIPASAL
Pasal 1 Cukup jelas.
Pasal 2
Selain dari orang yang memilih Kewarganegaraan Republik Indonesia dengan menyatakan keterangan di Pengadilan Negeri dan Perwakilan Republik Indonesia di luar Negeri, termasuk juga dalam pasal.ini orang
172
yang mendapat pormulir C dan D berdasarkan ketentuan-ketentuan dari Peraturan Pemerintah Nomor 20 tahun 1959 dan Peraturan Pemerintah Nomor 5 tahun 1961.
Pasal3 ..
Lihat Penjelasan Umum No. 6 kalimat kedua.
Pasal4.
Karena semua orang yang dimaksudkan dalam pasal 2 dan 3 adalah Warga Negara RepubIik Indonesia, maka bagi mereka berlaku sepenuhnya ketentuan-ketentuan dalam Undang-undang Nomor 62 tahun 1958 tetang Kewarganegaraan Republik Indonesia. Iuga ketentuan mengenalkehilangan Kewarganeraan Republik Indonesia.
Pasal5 dan 6.
Cukup jelas.
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2891.
173
'. 'SURAT MENTERI KEHAKIMAN KE1>ADA SËMUAKETuAPENGADILANNEGERI
NO. DTB/16/4
TENTANG
PENYELESAlANPERNYATAANMEMILIHKEWARGANEGARAANRI BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NO.2
TAHUN1958
Jakarta, 24 April 1969. Nomor: DTB/16/4. Lampiran: 1 (satu). Kepada Perihal: Penyelesaian pemyataan
memilih kewarganegaraan RI' berdasarkan Undang-Undang No. 2 Tahun 1958.
Semua Ketua Pengadilan Negeri di lndonesia dan
Semua Perwakilan Republik lndonesia di Luar Negeri.
SURAT-EDARAN
1. Undang-undang tentang Pemyataan tidak berlakunya Undangundang No. 2 tahun 1958 tèntang Persetujuan Perjanjian antara RI dan RRC mengenai soal Dwi-kewarganegaraan, yaitu Undang-undang No. 4 tahun 1969 sudah diundangkan pada tanggal 10 April 1969.
2. Dengan diundangkan Undang-undang itu' maka Perjanjian antara RI dan RRC mengenai soal Dwi-kewarganegaraan tidak dapat dilaksanakan lagi.
3. Semua peraturan pelaksanaan Undang-undang No. 2 tahun 1958, seperti Cara-cara Pelaksanaan Perjanjian Mengenai Soal Dwi-kewarganegaraan antara Pemerintah RI dan RRC, Peraturan Pemerintah No. 20 tahun 1959, Peraturan Pemerintah no. 5 tahun 1961, semua Keputusan dan lnstr~si Menteri Kehakiman, mulai tanggal diundangkannya undang-undang tersebut tidak dapat digunakan lagi. lni berarti, bahwa mulai dari tanggal tersebut Pengadilan Negeril Perwakilan RI di luar negeri, tidak diperbolehkan lagi menerima pernyataan-pernyataan memilih kewarganegaraan RI sebagaimana dimaksud dalam Perjanjian antara RI dan RRC mengenai soal Dwikewarganegaraan itu.
4. Pada tanggal Undang-unda.ng tersebut diundangkan Pengadilan NegerilPerwakilan RI dan tidak diperbolehkan lagi menerima pernyataan-pemyataan baru.
5. Pemyataan -pemyataan yang telah diterima di PengadilanIPerwakilan RI sebelum Undang-undang tersebut diundangkan harus diselesaikan secepat mungkin dan formulir-formulirnya dikirimkan ke Departemen Kehakiman.
174
6. Secepat mungkin Pengadilan' NegerilPerwakilan RI mengirirukan laporan kepadaDepartemenKehakiman mengenaijumlah orang yang telah menyatakan keterangan I)lemilih kewarganegaraan RI semenjak tanggal 20 Januari 1960.
7. Orang-orang yang sudah memilih kewarganegaraan RI berdasarkan Undang-undang No. 2 tahun 1958, tetap berkewarganegaraan RI. Demikian juga anak-anak yang belum dewasa, yang selama belum dewasa memiliki kewarganegaraan RI. Bagi mereka, buat selanjutnya berlaku sepenuhnya Undang-undang No. 62 tahun 1958.
8. Apabila yang belum dewasa dimaksud di atas menghendaki bukti tersendiri mengenai kewarganegaraannya, kepada mereka dapat diberikan sarat keterangan yang disimpulkan dari ponrtulir-pormulir ora'!g tuanya. Tentu saja pelilbuktlan dengan mempergunakan pasal IV Peratnran Penutup Undang-undang No. 62 1958 ieIaIu dapat dIIaknkan. -
9. Bagi Wanita RRT yang kawin dengan pria warganegara RI sebagai)llana dimaksud dalam pasal X Perjanjian antar RI dan RRT mengenai soal Dwi-kewarganegaraan, sesudah Undang-undang itudiundangkan, berlaku sepenuhnya pasal 7 Undang-undang No. 62 tahun 1958. Dan pria RRT yang kawin dengan wanità RI, yang ingin menjadi Warganegara RI dapat mengajukan permohonan melalui pasal 5 Undang-undang No. 62 tahun 1958.
10. Bersama ini kami lampirkan l-(satu) eksemplar Undang-undang No. 4 tahun 1969.
A.n; MENTERI KEHAKlMAN: Direktur Direktorat Tatanegara dan Antar Negara,
B. DT. lNTAN SATl, S.H.
·175
KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLlKJNDONESIA NOMOR 7 TABUN 1971
TENTANG PERNYATAAN ,DIGUNAKANNYÁ KETENTUAN-KETENTUAN DALAM UNDANG,UNDANG NOMOR 3 TABUN 1946 TENTANG WARGA NEGARA DAN PENDUDUK NEGARA REPUBLIK INDONESIA UNTUK MENETAPKANKEW ARGANEGARAAN REPUBLIK INDONESIA UNTUK MENETAPKAN KEWARGANEGARAAN REPUBLIK JNDONESIA BAGI PENDUDUK IRIAN BARAT
PRESIDEN REPUBLlK INDONESIA,
Menimbang; a. bahwa berdasarkan pasal XIV Persetujuan antara Republik Indonesia dan Kerajaau Nederland, maka sejak Idan Barat diserahkan sepenuhnya kepada Republik Indonesia berlaku pulalah di wilayah itu Undang-undang Nomor 62 Tahun1958;
b. bahwa menurut pasal 1 sub a Undang-undang Nomor 62 Tahun 1958, pada saat berlakunya Undang-undaug itu warganegara Republik lndonesia ialah orang-orang yang berdasarkan perundang-undangan dan/atau perjanjiau-perjaujian danlatau peraturau-peraturau yang beriaku sejak 17 Agustus 1945 sudah warga negara Republik Indonesia;
c. bahwa untuk kepastian hukum perlu menetapkan ketentuan-ketentuan dari Undang-undang Nomor 3 Tahun 1946 tentang Warga Negara dan Penduduk Negara Republik Indonesia untuk menetapkan kewarganegaraan Republik Indonesia bagi penduduk Idan Barat.
Mengingat 1. Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945;
2. PasaI XIV Persetujuan antara Republik Indonesia dan Kerajaan Nederland mengenai lrian Barat;
3. Undang-undang Nomor 3 Tahun 1946 tentang Warga Negaradan Penduduk Negara Republik Indonesia;
4. Undaug-undang Nomor 62 Tahun 1958 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia. '
MEMUTUSKAN
Menetapkan; KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLlK INDONESIA TENTANG PERNYATAAN DIGUNAKANNYA KETENTUAN-KETENTUAN DALAM UNDANG-
176
UNDANG NOMOR 3 TAHUN 1946 TENTANG WARGA NEGARA DAN PENDUDUK NEGARA' REPUBLlK INDONESlA 'UNTUK MENETAPKAN KEWARGANEGARAAN REPUBLlK INDONESIA BAG! PENDUDUK IRIAN BARAT.
PasaI1
Untuk menentukan kewarganegaraan Republik Indonesia sebagaimana yang dimaksudkan dalam pasal f sub a Undang-undang Nomor 62 .Tahun 1958 bagi· penduduk lrian Barat digunakan ketentuanketentuan U)1dang-undang Nomor 3 Tahun 1946 tentang Vlarga Negara dan Penduduk Negara Republik Indonesia, sebagaimaua yang telah ditambah dan dirobah dengan Undang-undang Nomor 6 Tahun 1947, Undaug-undang Nomor 8 Tahun 1947 dan Undang,undang Nomor 11· . Tahun 1948.
Pasal2
Segala pemyatilan yang berhubungan dengan kewarganegaraan Indonesia yang <llsebutkan dalam Undang-Ilndang Nomor 3 Tahun 1946
. tentang Warga Negara dan Penduduk Negara sebagaimana yang dimaksudkan daIam Pl\saI 1 Keputusan Presiden ini dapat diajukan daIam waktu 1 tahun terhitung tanggal ditetapkannya Keputusan Presiden ini.
Pasal3
Pelaksanaan Keputusan Presiden ini akan diatur lebih lanjut oleh Menteri Kehakiman.
Pasal4
Keputusan Presiden ini .mulai beriaku pada tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di Jakarta, pada tanggaI 17 Pebruari 1971.
PRESIDEN REPUBLlK INDONESIA,
SOEHARTO
Jenderal TNI
177
. PENJELASAN ATAS
KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1971
TENTANG
PERNYATAAN DIGUNAKANNYA KETENTUAN·KETENTUAN DALAM UNDANG·UNDANG NOMOR 3 TAHUN 1946 TENTANG WARGA NEGARA DAN PENDUDUK' NEGARA REPUBLIK INDONESIA UNTUK MENETAPKAN KEW ÀRGANEGARAAN REPUBLIK INDONESIA BAG! PENDUDUK IRIAN BARAT
Dengan diserahkannya Irian Barat kepada Repnblik Indonesia timbnllah pertanyaan Undang·nndang rnanakah yang mengatur kewar· g!,negaraan Penduduk lrian Barat dan siapakah yang warga negara Republik Indonesia di lrian Barat. .
Pasal XIV Persetujuan antara Republik Indonesia dan Kerajaan Nederland menyatakan bahwa setelah penyerahan tanggung jawab pemerintahan sepenuhnya Undang.undang dan peraturan·peraturan nasional Indonesia sebagai dasar akan berlaku di wiI"yah lrian Barat.
Uildang-undang nasional Indonesia yang mengatur kewarganegaraan ialah Undang-undang Nomor 62 Tahun 1958 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia, dan déngan demikian iejak lrian Barat diserahk'lU kepada Republik Indonesia maka Undang-undang tetsebutlah yang berlaku di Irian Batat. Pasal 1 sub a Undang-undang Nomor 62 Tahun 1958 mengatakan bahwa yang warga negara Republik Indonesia pada saat Undang-undang tersebut mulai berlaku, ialah orang-orang yang berdasarkari perundang-undangan dan/atau perjanjian-perjanjian dan! atau peraturan-peraturan yang berlaku sejak Proklamasi 17 Agustus 1945 sudah warga negara Republik Indonesia.
Maka untuk menentukan' siapa yarig sudah warga negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam pasal 1 sub a Undang-undang Nomor 62 Tahun 1958 digunakan ketentuan-ketentuan dalam Undangundang Nomor 3 Tahun 1946.
Sudah sepantasnya bahwa orang asli bangsa. Indonesia dan keturunannya menjadi warga negara Indonesia, seperti disebutkan dalam pasall sub a dan b Undang-nndang Nomor 3 Tahun 1946. Orang
. asing yang lahir dan bertempat kedndukan dan kediaman di lrian Barat sedikitnya 5 tahnn berturut'turut ·yàng paling akbir juga warga negara Republik Indonesia, akan. tetapi Undang-undang Nomor 3 Tahun 1946 memberi kesempatan kepada mereka untuk menolak kewarganegaraan Indonesia itu, jika mereka mempunyai kewarganegaraan lain. .
178
Oleh karena dalam kenyataannya kesempatan untuk menolak kewarganegaraan Indonesia itu belum dapat digunakannya, maka sepantasnyalah apabila kesenipatan itu. sekarang diberikan kepada mereka.· .
Jangka waktunya ialah 1 tahun sejak Keputusan Ftesiden ini mulai berlaku.
179
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1976
. TENTANG PERUBAHAN PASAL 18 UNDA:NG-UNDANG NOMOR 62 TAHUN 1958 TENTANG KEW ARGANEGARAAN REPUBLIK INDONESIA
DENGAN RAKHMAT TUBAN YANG MAHAESA . PRESlDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang: a. babwa berk~naan d~ngan adanya orang-orang yang bertempat tmggal dl luar negeri yang kehilangan kewarganegaraan Republik Indonesia karena tidak melaporkan diri disebabkan hal-hal di luar kesalahannya dan menyatakan keinginan tetap menjadi warganegara Republik Indonesia; .
b. babwa berkenaan dengan itu perlu diberikan kesempatan kepada mereka untuk memperoleh kembali kewarganegaraan Republik Indonesia;
c. bahwa berhubung dengan itu dipandang perlu untuk mengubab ketentuan Pasal18 Undang-undang Nomor 62 Tahun 1958;' .
Mengingat 1. Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 20 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945;
2. Undang-undang .Nomor 62 tabun 1958 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia (Lembaran Negara Tabun 1958 Nomor 113, Tambaban Lembaran Negara. Nomor 1647);
Dengan persétujuan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia,
MEMUTUSKAN:.
Menetapkan: UNDANG-UNDANG TENTANG PERUBAHAN PASAL 18 UNDANG-UNDANG NOMOR 62 TAHUN 1958 TENTANG KEWARGANEGARAAN REPUBLIK INNESIA.
Pasal I. . Pasal 18 Unda~g-undang Nomor 62 Tabun 1958 diubab sehingga
seluruhnya berbunyI .sebagai berikut:
Pasal18
. (1) Seorang yang kehilangan kewarganegaraan Republik Indonesia ter-
180
maksud dalam Pasal 17 huruf k memperoleh kewarganegaraan Republik Indonesia kembali jika ia bertempat tinggal di Indonesia berdasarkan Kartu Izin Masuk dan menyatakan keterangan untuk itu. . Keterangan itu harus dinyatakan kepada Pengadilan Negeri dari tempat tinggaID.ya dalam 1 tabun setelah orang itu bertempat tinggal di Indonesia.
(2) Seor~ng yang bertempat tinggal di luar negeri, yang telah kehilangan kewarganegaraan Republik Indonesia terinaksud dalam Pasal 17 huruf k, karena sebab-sebab di luarkesalahannya, sebagai akibat dari keadaan di negara tempat tinggalnya yang menyebabkan tidak dapat dilaksanakannya kewajiban sebagaimana diatur dalam ketentuan tersebut, dapat memperoleh kembali kewarganegaraan Republik Indonesia; a. jika ia melaporkan diri dan menyatakan ketèrangan untuk itu
kepada Perwakilan Republik Indonesia di negara tempat tinggalnya dalam jangka waktu 1 tabun terhitung sejak tanggal diundangkannya 'Undang-undang ini;
b. jika la melaporkan diri dan menyatakan keterangan. untuk itu . kepada Perwakilan Republik Indonesia di negara yang terdekat
dari tempat tinggalnya dalam jangka ivaktu 2 tahun setelah berlakunya Undang-undang ini;
(3) Selain menyatakan keterangan untuk memperoleh kembali kewarganegaraan Republik Indonesia yang seperti tersebut dalam ayat (2), orang yang bersallgkutan harus: a. menunjukkan keinginan yang sungguh-sungguh untuk menjadi
warga negara Republik Indonesia; b. telah menunjukkan kesetiannya terhadap Negara Republik Indo
nesia. (4) Seorang yang telah menyatakan keterangan sesuai dengan ketentuan
dalam ayat (2), memperoleh kembali kewarganegaraan Republik Indonesia dalam waktu 1 tahun setelah melaporkan diri dan menyatakan keterangan serta ternyata memenuhi syarat-syarat tersebut dalamayat (3) dan setelah mendapat Keputusan. Menteri Ke-hakiman. .
. Keputusan Menteri Xehakiman yang memberikan' kembali kewarganegaraan Republik Indonesia mulai berlaku pada hari pemohon menyatakan sumpah atau janji setia di hadapan Perwakilan Republik Indonesia dan berlaku surut hingga dari tanggal Keputusan Menteri Kehakiman tersebut. Sumpah atau janji setia itu adalah sebagai berikut:
"Saya bersumpah (berjanji): bahwa saya untuk memperoleh kembali kewarganegaraan Repub-
181
lik Indonèsia, akan setia kèpada Negara Republik Indonesia yang berazaskan Pancasila; bahwa saya akan menjunjung tinggi Undang-undang Dasar 1945 dan Hukum Republik Indonesia; serta bahwa saya akan membelanya dengan sungguh-sungguh; bahwa saya dengan tulus ikhlas akan memikul kewajiban ini ° dengan rola hati."
(5) Seorang hanya memperoleh kembali kewarganegaraan Republik Indonesia menurut ketentuan di atas, °apabila ia pada saat itu tidak memiliki kewarganegaraan lain atau apabila setelah ia memperoleh
° kewarganegaraan Indonesia ia tidak mempunyai kewarganegaraan lain. °
(6) Kewarganegaraan Repilblik Indonesia yang diperoleh oleh seorang suami dengan cara seperti yang tersebut dalam ayat (4) berlaku bagi istrinya,kecualisetelah memperoleh kewarganegaraan Republik Indonesia ia masih mempunyai kewarganegaraan lain. .
(7) Kewarganegaraan Republik Indonesia yang diperoleh oleh seorang ayah dengan cara seperti dalam ayat (4) berlaku bagi anak-anaknya yang belum berumur 18 tahun dan belum kawin.
(8) Segala sesuatu yang diperlukan untuk melaksanakan ketentuanketentuan ayat (1) sampai dengan ayat (7) diatur lebib lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal II.
Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengu1)dangan Undang-undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Disahkan di Jakarta °pada"tanggal5 Apri11976.
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Diundangkan di Jakarta .
pada tanggal 5 Apri11976. MENTERI/SEKRETARIS NEGARA
REPUBLIK INDONESlA,
t.t.d.
° SUDHARMONO, S.H.
t.t.d.
SOEHARTO
Ienderal TNI
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1976 NOMOR20
182
PEREKONOMIAN UMUM
KlItipan: Undang.Undang D_ .RI tahllll 1945
BABXIV
Kesejahteraan Sosial
pasal 33
(1) Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas· . kekeluargaan.
(2) Cabang-cabang produksi yang penting bag! Negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh Negara.
(3) Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan, untuk sebesar-besar kemakmuran untuk Rakyat. .
Kudpandarl. Gario~ Haluan Nepta [Ketatapan MPR No. IV 1MPR/1978)
B. ARAH PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG
1. Pembangunan Nasional'dilaksànakan di dalam rangka pembangunan Manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan seluruh Masyarakat Indonesia. ' Hal mi berarti hahwa pembangunan itu tidak hal1ya mengejar kemajuan lahiriah, seperti pangan, sandang, perumahan, kesehatan, dan 'sebagainya, atau kepuasan batiniah seperti pendidikan, rasa aman, bebas mengeluarkan pendapat yang bertanggung jawab, rasa keadilan dan sebagainya, melainkan keselarasan, keserasian, dan keseimbangàn antara , keduanya," bahwa pembangunan itu merata di seluruh Tanah, Air; bahwa bukan hanya untuk sesuatu golongan atau sebagian dari masyarakat, tetapi untuk seluruh masyarakat dan harus benar-benar dirasakan oleh seluruh Rakyat sebagai perbaikan tingkat hidup, yang berkeadilan sosial,' yang menjadi tujuan dan eita-eita kemerdekaan kita. Bangsa Indonesia menghendaki keselarasan hubungan antara manusia dengan Tuhannya, antara sesama manusia serta lingkungan alam sekitarnya, keserasian hubungan' antara bangsabangsa dan juga keselarasan antara elta-elta hidup di dunia dan mengejarkebahagiaan di akhirat, karena kehidupan manusia dan masyarakat yang serba selaras adalah tujuan akhir Pembangunan Nasional; secara ringkas disebut masyarakat, maju, adil dan makmur berdasarkan Pancasila.
2. Pembangunan Jangka Panjang dilaksanakanseeara bertahap. Adapun' tujuan setiap tahap pembangunan adalah: untuk meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan seluruh rakyat serta meletakkan landasa)l yang kuat untuk pembangunan tahap berikutnya.
3. Sasaran utama Pembangunan jangka Panjang' adalah terciptanya landasan yang kuat bagi Bangsa Indonesia untuk tumbuh dan berkembang atas kekuatannya sendiri menuju masyarakat yang adil dan makmur betdasarkan Pancasila. Sedangkan titik berat dalam Pembangunan Jangka Panjang adalah pembangunan bidang ekonomi dengan sasaran utama untuk ,meneapai keséimbangan antara bidang pertanian dan bidang industri, serta terpenuhinya kebutuhan pokok Rakyat, yang ber~rti bahwa sebagian besar dari usaha pembángunan diarahkan kepada pembangunan ekonomi, sedangkan pembangunan, di bic;lang-biilang'lainnya bersif<lt menunjang dan melengkapi llidang ekonomi.
186
Sejalari 'dengan pembangunan bidang ekonomi maka pembangunan bidang politik diarahkan pada peningkatan kesadaran bemegara bagi seluruh Rakyat sesuai dengan UUD 1945. Pembangunan di luar bidang ekonomi' tersebut dilaksanakan seirama dan serasi dengan kemajuan-kemajuan yang dieapai dalam bidang ekonomi. Sedangkan sebaliknya dengan peningkatanhasilhasU dalam bidang ekonomi, maka tersedialah sumber-sumber pembangunan yang lebib' luas 'bagi peningkatan pembangunan di bidang-bidang sosial budaya, politik, dan Pertahaitan Keamanan Nasiona!. "
4. Pelaksanaan Pembangunan Nasional harus berjalan bersamjl-sama dengan pembinaan dan pemelibaraan stabilitas nasional yang sehat , dan dInamis, baik di bidang politik maupun di pidang ekonomi, karena kegotieangan-kègoneangan, dalam masyarakat dan kegoneangan~kegoneangan ekonomi akan menghambat pembangunan.
,Dèngim demikian dapat ditegaskan bahwa stabilitas nasional, memperlanear pembangunan nasional dan pembangunan nasional memperkuat stabilitasnasional.
5. Pelaksanaan pembangunan di samping meningkatkan pendapatan nasional, sekaligus harus menjamin pembagian pendapatan Y,ang merata bagi seluruh Rakyat sesuai dengan rasa keadilan, dalam rangka diwujudkannya asaskeadilan sosial sehiligga. di satu pibak pembangunan itu tidak hanya ditujukan untuk me~tngkatkan ~rodUKSi, melainkan sekaligus meneegah melebamya Jurang pemls~ antara yang kaya dan yang miskin dengan menumbuhk~ asas hldup sederhana dan wajar; liukan saja untuk meneapai masyarakat yang makmur, melalnkan juga untuk mewujudkan masyarakat yang adil. Di lain pibak partisipasi aktif segenap lapisan masya~akat da,lam pembangunan harus semakin meluas dan merata, baik 'dalam memikul beban pemhangunan, maupun dalain pe.rtanggungjawa?an atas pelaksanaan pembangunan ataupun pula dl dalam menenma ke~bali haSll pembangiJnan. Untukitu perlu diciptakansuasana kemasyarak:!tan yang mendukung elta-elta pembangonan, serta terwujudnya kreativitas ,dan otoaktivit.ls di kalangan Rakyat.
6. Dalam pelaksariaan: penibangunan Nasional segenap kemampuan modal dan potensi' dalam negeri hárus 'dimanfaatkan dengan disertai kebijaksanaan serta langkah-Iangkah guna' membantu, membimbing 'pertumbuhan dan meningkatkan kemampu~ yang lebib besar ba81 golongan ekonomi lemah untuk berpartlSlpasi dalam proses 'pembangunilil sehingga dapat berdiri sendiri antar~ lain dengan peningkatan kegiatan koperaSi, agar mampu memamkan peranan yang sesungguhnya dalam tata ekonomi. ~ndonesia: sesuai dengan priusip pereaya kepada kemamp~~ sendIn. Untuk ItU, ko-
187
perasi sebagai salab . satu bentuk badan ~saha yang sesuai dengan . ketentuan UUD 1945, harus diberikan' kesempatan· seluas-Iuasnya dan ditingkatkan pembinaannya, sehingga benar-benar mampu menunaikan peranan yang sesungguhnya dalam pembangunan. Kebijaksanaan ini harus diarnbil' dalam rangka memecabkan ketidak selarasan di dalam masyarakat, karena adanya selapisan kecil masyarakat dengan kedudukan ekonomi yang sangat kuat dan menguasai sebagian terbesar kehidupali ekonómi nasional, sedang di lain pihak bagian terbesar dari masyarakat berada dalam keadaan ekonomi yang lemah dan belum pemah dapat menjalankan peranannya yang besar dalam kegiatan perekoriornian nasional.
7. Pelaksanaan Pembangunan Jangka panjang di samping meningkatkan produksi nasional, maka pertumbuhan ekonomi hariIs mempercepat pula pertumbuhan lapangan kerja, karena pemberantasan pengangguran dengan 'jalan memperluas kesempatan kerja merupakan sasaran pentingbagi Pembangunan Jangka Panjang, bukan saja karena kesempatan kerja memiliki nilai ekonomis, melainkan juga karena mengandung nilai kemanusiaan dengan menumbuhkan rasa harga diri, sehingga dengan demikian memberi isi kepada asas kemanusiaan. . . Untuk mengisi lapangan kerja yang akan tersediadiperlukan tenaga kerja yang memiliki kecakapan dan ketrampilan yang sesuai dengan keperluau pembangunan, sehingga perluasan iapangan kerja dan pembinaan sistem pendidikan yang sesuaj dengan keperluan pembangunan, atau yarig .mampu menghasUkan tenaga kerja yang diperl,!kan untuk pembangunan, harus dUa)<sanakan secara bersa-ma dan serasi. . .
8. Agar pembangunan ekonomi dan peningkatan kesejabteraan Rakyat dapat terlaksana dengan cepat, harus dibarengi dengan pengaturan pertumbuhan jurnlah penduduk melahii program keluarga beren- ' cana, yang mutlak harus dilaksànaican dengan berhasil, karena kegagalan pelaksanaan keluarga berencana akan mengakibatkan hasi! ,usaba pembangunan menjadi tidak berarti dan dapat mem-babayakan generasi yang akan datang., . ., Pelaksanaan keluarga berencana ditempuh dengan cara,cara sukarela, dengan mempertimbangkan "ni!ai-niIai Agama dan Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Di samping itu diperlukan pula usaha penyebaran penduduk yang lebih wajar melalui transmigrasi sel1agai sarana dalam meningkatkan kegiatan pembangunan secara merata di seluruh Tanab Air.
9. Pembangunan Jangka Panjang harus pula mampu membawa pe-' rubahan-perubaban fundamental dalam struktur ekonomi Indonesia sehingga produksi. nasional yang berasal dari sektor-sektor , '
188
di luar pertanian akan merupakan bagian yang semakin besar, dan industri inenjadi tulangpunggung ekonomi; bagi penduduk yáng hidup dari sektor-sektor di luar pertanian semakin bertambab dan komposisi ekspor akan berubah sehingga ekspor Indonesia akan semakin banyak terdiri dari baban-baban yang telab, diolah dan barang-barang jadi. Dengan demikian akan berarti meningkatnya ketabanan ekonomi Indonesia terhadap perubahan-perubaban keadaanalam dan kegoncangan-kegoncangan ekonomi dunia.
10. Dalam peJaksanaan pembangunan, sumber-sumber alam Indonesia harus digunakan secara rasional. Penggalian sumber kekayaan alam tersebut harus diusahakan agar tidak merusak tata lingkungan hidup manusia, dUaksanakan dengan kebijaksan"l!n yang menyeluruh dan d,mgan memperhitungkan kebutuhan generasi-generasi yang akan datang.
11. Pembangunan Nasional, memerlukan investasi dalam jurnlab yang besar, yang pelaksanaannya harus berlandaskan kemarnpuan sendiri, sedangkan bantuan luar negeri merupakan pelengkap. Oleh karena itu diperlukan usaha yang sungguh-sungguh untuk mengerabkan dana-dana investasi yang bersumber pada taburigan 'masyarakat, tabungan Pemerintab serta penerimaan devisa yang berasal dari ekspor dan jasa-jasa. Pengeraban dari dana-dana investasi tersebut harus ditingkatkan dengan cepat sehingga peranan bantuàn luar negeri yang merupakan pelengkap tersebut semakin berkurang dan pada akhirnya mampu membiayai sendiri seluruh pembangunan.
12. Pembangunan ekonomi menipunyai ar!i pengolahan kekuatan ekonomi potensial menjadi kekuatan ekonomi riU melalui penanaman modaI, penggunaan teknologi serta melalui penambahan kemampuan berorganisasi dan managemen. Maka selama Indonesia belum memiliki faktor-faktor tersebut, dapat dirnanfaatkan potensipotensi modal asing, teknologi dan keablian dari luar negeri sepanjang tidak mengakibatkan ketergantungan yang terus menerus serta tidak merugikan kepentingan Nasional.
13. Pemanfaatan teknologi dàn i!mu pengetabuan dalam pelaksanaan pembangunan dUakukan dengan memperhatikan syarat-syarat; tetap memberikan kesempatan kerja yang banyak,meningkatkan produktivitas tenaga kerja, menggunakan alat-alat yang sebanyak mungkin <jihasilkan sendiri dan marnpu untuk dipelihara sendiri,
, mendukung tercapainya sasaran pembangunan dan mempertinggi 'keterampi!an untuk menggunakan teknologi yang lebib maju di kemudian hari.
.189
14. Pem~angunan .konomi. yang didasarkan kepada Demokrasi .Eko'nomlmenentukan bahwa masyarakat harus' memegang peranan
190
aktif dalam kegiatan pembangunan. ' Oleh karenanya maka Pemerhttah berk""';ajiban' memberikan pengarahan dan bimbingan tethadap pertumbuhan ekonomi serta menciptakan iklim yang sehat bagi perkembangan dunia usaha' sebaliknya dunia usaha perlu memberikan tanggapan terhada~ pengarahan dan bimbingan serta:_penciptaan iklim tersebut dengan' kegiatan-kegiatan yang nyata. _
a. Demokrasi Ekonomi' yang menjadi dasar pelaksanaan pembangunan memiliki ciri-ciri positif sebagai berikut: 1) Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas'
kekeluargaan. ' 2) Cabang:cabang próduksi yang penting bagi Negara dan me
nguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh Negara. 3) Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di da
lamnya. dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besamya kemakmuran Rakyat.
4) Sumber-sumber kekayaan dan keuangan Negara digunakan dengan permufakatan Lembaga-Iembaga Perwakilan Rakyat, serta pengawasan terhadap kebijaksanaannya ada pada Lembaga-Iembaga Perwakilan Rakyat pula.
5) Warga Negara memiliki kebebasan dalain memilih pekerjaan yang dikehendaki serta mempunyai ha~ akan pekerjaan dan penghidupan yang layak.
6) Hak milik perorangan diakui dan pemanfaatannya tidak boleh bertentangan dengan kepentingan masyarakat.
7) Potensi, inisiatif dan daya kreasi seHap Warga Negara diperkembangkan sepenuhnya dalam batas-batas yang tidak merugikan kepentingan umum.
8) Fakir-miskin dan anak-anak yang terlantar dipelihara oleh Negara.
b. ·Dalam Demokrasi Ekonomi harus dihindarkan ciri-ciri negatif sebagai berikut:, , 1) Sistem free light Iiberalls;"'yang menumbuhkan eksploi
tasi terhadap manusia dan bangsa lain yang dalam sejarahnya di Indonesia telah menimbulkan dan mempertahankan kelemahan-kelemahan struktural posisi Indonesia ,dalam ekonomi dunia.
2) Sistem etatisme dalam mana Negara beserta aparatur ekonomi Negara . bersifat dominan serta mendesak dan mematikan potensi dan daya kreasi unit-unit ekonomi di luar sektor' Negara.
3) Pemusatan kekuatan ekonomi pada, satu kelompok dalam bentuk monopoli yang merugikan masyarakat.
15. Sasaran -sasaran' yang hendak dicapai dalam berbagai bidang dengan pelaksanaan Pembangunan Jangka Panjang adalah sebagai berikut: ' a. Bldang Ekonomi
Struktur ekonomi yang seimbang di mana terdapat kemampuan dan kekuatan industri yang maju yang didukung oleh kekuatan dan kemampuan pertanian yang tangguh. Dengan prinsip bahwa Repelita yang terdahulu mempunyai sasaran untuk menaikkan tingkat hidup dan kesejahteraan Rakyat banyak serta untuk menciptakan landasan bagi Repelita berikutuya,' maka struktur ekonomi yang seimbang itu akan dapat dicapai secara bertahap melalui' pelaksanaan serangkaian, Repelita-repelita ialah: ' - RepeUta Pertama: meletakkan titik berat pada sektor pertani
an dan industri yang mendukung sektor pertanian. ~ RepeUta Kedua: meletakkan titik berat pada sektor pertanian , dengan meningkatkan industri yang mengolah bahan mentah
menjadi bahan baku. - RepeUta, Ketiga: meletakkan titik berat pada sektor pertanian
menuju swasembada pangan dan meningkatkan industri yang mengolah bahan bakumenjadi barang jadi.
- Repelita Keempat: meletakkan titik berat pada sektor pertanian untuk melanjutkan usaha-usaha 'menuju swasembada pangan dengan meningkatkan industri yang dapat menghasilkan mesin-mesin indtistri sendiri, baik industri berat maupun industri ringan .yang akan terus dikembangkan dalam Repelita'repeUta selanjutnya.
Dengan meningkatkan bidang industri dan pertanian secara bertahap seperti tersebut di atas, akan terpenuhilah kebutuhan pokok rakyat dan akan tercapailah struktur ekonomi yang seimbang, ialah struktur ekonomi dengan titik perat kekuatan industri yang didukung oleh bidang pertanian yang kuat, setelah dilampaui Pembangunan Lima Tahun yang Kelima atau yang Kee~am akan menjadi landasan bidang ekonomi untukmencapai tujuan nasional, ialah masy;orakat adil dan makmur berdasarkan PancaSiIa.
I1.a. UNDANG-UNDANG PENY ALURAN PERUSAHAAN 1934 (BEDRIJFSREGLEMENTERINGSORDONNNANTIE 1934).
Keputusan Presi<!ep tanggal 2 Pebruari 1938 No. 13 diundangkan dalam Stbl 1938 No. 86 yo Stb11948 No • .224. .
191
Gelet op het besluit ,van 30 Desember 1937 No, 19 (Stbl No, 689); Te bepalen, dat de geldende tekst van de "Bedrijfsreglementeringsordonnantie 1934" (Stbl 1934 No, 695, jis,1937 No. 567 en 689) zal Worden bekend gmaakt door plaatsing in het Staatsblad van Indonesie van dit OOOOOOOO met den daarbij gevoegden vorenbedoelen tekst.
Afschrift, enz.
Ter ordonnantie van den Gouverneur-General van Indonesie:
De fd Algemeene Secretaris, J.RAMAER.
Uitgegeven de vijftiende Februari 38 De fd Algemeene Secretaris
J.RAMAER.
UNDANG-UNDANG PENYALURAN PERUSÀHAAN 193,4
BABI Tentang Penyalnran Perusahaan-perusahaan.
Pasall
Untuk memperlakukan Bab ini, serta aturan-aturan pelaksanaan y~ng akan ditetapkan berdasarkan Bab ini maka' yang dimaksud dengan: a. Perusahaan, ialah perusahaan yang bukan kepunyaan negara serta
yang termasuk dalam suatu cabang usaha seperti yang ditunjuk oleh pasal2; ,
b. Mendirikan. perusahaan, memulai menjalankan perusahaan, atau millai kembali menjalankan perusahaan yang telah ditutup; (18b)
c. Menutup perusahaan, ialah menghentikan semua atau sebagian besar, usaha-usaha ya~g terpenting dalam jangka waktu lama kecuali jika hal ini terjadi karena keadaan memaksa (overmacht). (18b).
d. Luasnya perusahaan, ialah besarnya perusahaan yang ditentukan oleh jumlah macam dan kekuatan mesin-mesin atau alat-alat yang terp enting yang' digimakan di dalain perusahaan tersebut dan/ atau oleh rata-rata produksi atau pekerjaan yangdiperolehnya selama suatu jangka waktu yang berlaku sebelum,diperlakukannya undangundang ini atau yang ditentukan o1..eh kepentingan yang layak dari 'perusahaan térsebut ke dalam ,mana ia termasuk yang satu sama lain;'ya dengan inelihat ataupun tidak cara bekerja yang lazim dilakukan di dalam perusahaan tersebut.
192
e. Direktur, ialah Menteri Perekonomian. f., Pengusaha, ialah orang atau badan hukum ataupun wakilnya yang,
sah atas pertanggung jawab siapa perusahaan itu dijalankan.
Pasal1 (1) Berdasarkan Undang-undang ini akan, dibentuk suatu Dewan
Penyaluran perusahaan di Jakarta yang ketuanya serta anggota-anggotanya diangkat serta diberhentikan oleh Presiden dengan ketentuan
, bahwa: a. selaku anggota merangkap sekretaris akan ditunjuk seorang dari
pejabat dari Departemen Perekonomian_ b. selaku anggota akan diangkat sebanyak-banyaknya tujuh orang yang
menurut hemat Presiden orang-orang tersebut dipandang ahli dalam dunia 'perusahaan. . ,
(2) OIeh Presiden akan ditetapkan lebih lanjut ketentuan-ketentuan mengenai tugas dan pekerjaan dari Dewan Penyaluran Perusahaan.
Pasal2
(1) Dengan peraturan pemerintah dapat ditetapkan bahwa, aturanaturan dari pasal ini berlaku di sduruh atau di beberapa bagian daerilh Indonesia baik untuk waktu yang tertentu atau selaqlanya terhadap perusahaan yang termasuk cabang usaha yang ditunjuk oIeh peraturan pemerintah tersebut. .
(2) Dengan penetrapan (toepasselijkverklarIng) peraturan pemermtah tersebut dapat ditetapkan, bahwa peraturan tersebut tidak berlaku terhadap perusahaan-perusahaan yang luasnya lebih dari luas yang ditentukan dalam peraturan pemerintah tersebut. Kemudian disamping itu dapat selanjutnya ditetapkan sejauh mana penetrapan tersebut tidak diperlakukan terhadap perusahaan-perusahaan yang dalam usahanya tidak memenuhi. kebutuhan publik, dan Menteri, Dewan Penyaluran Perusahaah berhak membebaskan perusahaan-perusahaan untuk mana penetrapan tersebut dimaksudkan.
(3) Suatu Peraturan Pemerintah seperti dimaksud di dalam, ayat 1, di atas tidak akan diteta pkan, sebel urn sesudahnya mendengar advis Dew'an Penyaluran Perusahaan serta sedapat-dapatuya setdah diadakan perundLngan dengan yang: berkepentingan. . '.
(4) Peraturan Pemerintah seperti termaktub dl dalam ayat 1 tldak akan dirobah atau dicabut sebeium, dimintanya advis dari Dewan Penyaluran Perusahaan serta sedapat mungkin diadakan 'perundingan dengan komisi ahli yang dibentukuntuk cabang perusahaan tersebut.,
Pasal3 (1) 'Dengan tidak mengurangi izin-izin yang diharuskan oleh keten
tuan perundang-undangan lainnya, maka u'ntuk menjalankan perusaha-
193
aIi-perusahaan yang telah ada pada ,waktu berlakunya Peraturan Pemerintah yang bersangkutan diwajibkan memperolehlisensi dari Direktur. " "
(2) Lisensi ini tidak akan ditolak jika diminta dengan iktiqad baik -selama tiga bulan sesudah berlakunya peraturan pemerintah tersebut.
Pasal4
(1) Dengan tidak mengurangt Izm-lZm yang diharuskan oleh ketentuan perundang-undangan lainnya, maka untuk sesudah berlakunya peraturan pemerintah yang bersangkutan, untuk mendirikan suatu perusahaan diwajibkan mendapat izin dari Menteri.
(2) Dengan tidak mengurangi izin-izin yang diharuskan oleh ketentuan perundang-undangan yang lain, dengan peraturan pemeritah seperti termaksud dalam pasal 2 dapat ditetapkan bahwa untuk memperluas perusahaan, seporti termaksud di dalam pasal 3 ayat 1 dan untuk perusahaan-perusahaanyang menurut ayat di muka telah mendapat izin mendirikannya, baik atas permohonan atau)'un tidak, wajib mendapat izin dari Menteri.
(3) Izin-izin yang dimaksud di dalam ayat 1 dan 2 h,mya dapat ditolak, jika menurut hemat Menteri, pendirian atau perluasan dari perusahaan dapat dianggap bertentangan dengan kepentingan perekonomian Negara.
(4) Jika ayat 2 ditetapkan maka Menteri memberikan lisensi termaksud dl dalam pasal 3 ayat 1 dan izin seperti termaksud di dalam ayat 2 dari pas~l ini, seperti izin yang dimaksud oleh ayat-ayat dari pasal ini, untuk menetapkan luas dari perusahaan yang bersangkutan.
(S) izin untuk memperluas perusahaan seperti termaksud dalam ayat 2 dari pasal ini dapat diberikan sementara atau,untuk selamanya.
(6) Jika izin diberikan tidak atas permohonan, maka izin-izin itu juga harus diberikan kepada perusahaan-perusahaan menurut kepentingan yang layak dengan memperhatikan luasnya perusahaan tersebut; kesemuanya menurut pertimbangan Direktur.
Pasal5
(1) Permohonan-permohonan untuk memperoleh lisensi yang di maksud dalam pasal 3 ~erta izin-izin yang diwajibkan menurut pasal 4 harus diajukan kepada pegawai pemerintah yang ditunjuk oleh peraturan-peraturan pemerintah yang akan mengerjakan hal tersebut sesuai dengan atau berdasarkan aturan-aturan termaksud.
(2) Pada permohonan tersebut ,harus dilampirkan keteranganketerangan yang oleh Menteri dianggap perlu untuk mengambil keputusan terhadap permohonan tersebut.
194
(3) Jika keterangan-keterangan seperti termaksud dalam ayat di muka tidak diberikan dalam tempo yangditetapkan oleh Direktur, maka permohanan tersebut dianggap bata!.
Pasal6
(1) Lisensi serta izin ditulis atas nama pengusaha (2) bersangkutaQ, (2) . Kepada pemegang lisensi dan izin oleh Menteri dapat ditetapkan
syarat-syarat. (3) Syarat-syarat seperti termaksud dalam ayat di muka juga dapat
mengenai: a. Kebangsaan ~aripada pekerja-pekerja atau orang-orang yang diker
jakan dan pembeli . bahan-bahan mentah, barang-barang serta. mesin-mesin dari pertisahaa1l.-perusahaan yang didirikan di Indonesia
b. Syarat-syarat bekerja bagi personilnya. c. Sustinan daripada moda!.
Pasal7
(1) Untuk mengalihkan suatu lisensi atau izin diperlukan persetujuan Menteri seperti yang tersebut di atas yang pada persetujuan mana dapat ditetapkan syarat-syarat.
(2) Permohonan uutuk memperoleh persetujuan seperti termaksud dalam ayat di muka dapat disampaikan (angsung kepada Menteri.
Pasal8
Lisensi atau izin dicabut oleh Menteri, jika dan apabila menurut pendapatuya perusahaan bersangkutan tidak berjalan lagi ..
Pasal9
Lisensi atau izin dapat dicabut oleh Menteri: a. jika menurui pendapat Menteri syarat-syarat yang ditetapkan tidak
dipenuhi. b. jika oleh karèna temyata keterangan-keterangan yang tidak benar
dan telah dijatuhi hukuman menurut pasal 14 ayat 1. c. jika perusahaan tersèbut telah dialihkan tanpa adanya persetujuan
seperti termaksud dalam pasal 7.
PasallO
Jika suatu perusahaan, seperti termaksud dalam pasal3 ayat 1: a. berjalan tanpa adanya lisensi. b. didirikan. atau diperluas tanpa izin yang diharuskanmenurut
updang-undang ini. .
195
c;" dialihka:n tanpaadanya persètujuan "yang dimaksdd pada pasal 7 mengenai penyerahan lisensi atau" izin tersebut ke tangan lain.
d. masih dijalankan sesudab lisensi dan izinnya dièabut, maka Menteri atau pegawai yang ditunjuk dengan Peraturan Pemerintah dapat menutup perusahaan tersebut dan menyegel atau dengan cara lain bertindak agar bangunan, mesin-mesin, perkakas serta alat-alat penolong lainnya tidak dapat digunakan.
Pasalll
Terhadap penolakan atau pencabutan lisènsi atau izin atau penolakan dari persetujuan termaksud dalam pasal 7 maka di dalam 3 bulan sesudah diterimanya ketetapan tersebut dibuka kemungkinan " banding kepada Presiden." "
Pasal12
(1) Demi pelaksan"an dari ketentuan-kètentuan dari Bab ini atau penyelenggaraan dari aturan yang didasarkan atas kètentuan-ketentuan tersebut, maka orang-orang (petugas-petugas) yang dimaksudkan di dalam pasal 16 dapat memasuki (merneriksa) lapangan dan bangunan-bangunan "dari perusabaan tersebut. "
(2) Jika mereká ditolak, jika perlu mereka dapat masuk dengan bantuan alat-alat negara.
Pasal13
Setiap orang yang di dalam jabatannya atau pekerjaannya mengurusi pelaksanaan dari kètentuan-ketentuan dari aturan-aturan di muka atau yang bersangkutan dengan itu dilarang mengtimumkan lebib lanjut hal-hal yang dikètahuinya selain daripada yang diperlukan untuk menjalankan aturan-aturan yang di muka tersebut.
Pasal14
(1) Pengusaba yang:
a. menjalankan" perusabaan, dengan tak mempunyai lisensi yang diwajibkan sedangkan seharusnya menurut pasal 3 wajib mempunyai lisensi tersebut,
b. mendirikan, memperluas atau menjalankan perusabaan tanpa mempunyai izin yaitu yang diwajibkan, sedangkan menurut pasal 4 dibaruskan adanya suatu izin.
c. menjalankan terus suatu perusabaan sesudabnya lisensi atau izinnya dicabut serta terhadap pencabutan tersebut tak diadakan banding lagi ataupun banding tadi ditolak. " "
196
d. sengaja "memberi kèterangan yang tak benar seperti termaksud dalam pasal 5 atau dengan sengaja ikut berbuat ke arab itu.
e. tidak memenuhi syarat-syarat yang ditentukan menurut pasal 6 ayat 2 atau pasal 7 ayat 1.
f. mengalihkan atau mengambilalih suatu perusahaan tanpa mempero· leh persetujuan termaksud pasal 7,
dihukum kurungan selama-Iamanya 1 tahun atau didenda setinggi-tingginya Rp 10.000,- "
"(2) Gedung-gedung, mesin-mesin, dan perkakas-perkakas yang digunakan untuk melakukan perbuatan pidana itu dapat disita.
(3) Perbuatan-perbuatan yang dilarang menurut ayat 1 dipandang sebagai kejabatan.
(4) Jika perbuatan pidana itu dilakukan oleh suatu badan hukum maka tuntutan dilakukan serta pidana dijatuhkan terhadap anggautaanggauta pengurus yang berada di Indonesia atau jika mereka tidak ada hal tersebut dilakukan terhadap wakil dari badan hukum itu ataupun terhadap pimpinan atau pemegang kuasa dari perusabaan tersebut.
(5) Hal-hal yang ditetapkan pada ayat di muka dipérlakukan juga terhadap badan-badan hukum yang bertindak sebagai pengurus atau wakil dari badan hukum yang lam. '
Pasal 15
(1) Mereka yang dengan sengaja membuka rahasia yang dipercayakan kepadanya betdasar pasal 13, dipidana dengan hukuman penjara setinggi-tingginya 6 bulan atau didenda sebanyak-banyaknya Rp 600,
(2) Mereka yang oleh karena kesalabannya pembukaan rahasia tersebut, dipidana deJJ.gan hukuman kurungan selama-Iamanya 3 bulan atau denda sebanyak-banyaknya Rp 5.000,-"
(3) Tuntutan tidak diad8.kan kecuali atas pengaduan dari mereka yang rabasianya telab terbuka.
(4) Perbuatan-perbuatan yan$ di dalam pasal ini diancam dengan\ pidana dipandang sebagai kejabatau.
Pasal16 Pengusutan terhadap perlJUatan-perbuatan yang diancam dengan
pidana menurut pasal 14, selain dibebankan kepada petugas-petugas yang umumnya diserabi pekerjaan pengusutan perbuatan pidana, juga dibebankan kepada pegawai-pegawai atau pejaba:t yang aka:n ditunjuk dengan peraturan pemerintab.
Pasal 16a Pengusaba-pengusaba nutuk mereka, ~li warisnya atau orang-orang
yang berhak dianggap telah memiliki tempat kediamannya di dae~ab Jawa dan Madura di tempa! kantor kepala Kabupaten dan selanjutuya
197
di· tempat kantor kepala Wilayab ,di mana perusabaan mereka. didirikan untuk mereka sendirf berkenàan dengan diperlakukannya Bab 1 undang-undang ini dan aturan-aturan pelaksanaan berdasarkan undang-undang lni.
Pasal ini àalam prakteknya sekarang harus ditafsirkan bahwa perubaban-perubaban, ahli-abli waris atau orang-orang yang berhak memilih tempat . kediamaunya pada Pengadilan Negeri setempat di daerab hukum mana mereka bertempat tinggal di seluruh Indonesia.
Pasal 17 Untuk setiap cabang perusabaan, yang peraturan-peraturan di muka
dinyatakan berlaku terhadapnya dibentuk satu atau lebib konilii ahli; yang memberikan adpis mengenai penetapan tersebut kepada Direhur yang hal-hal tersebut akan diatur dengan peraturan peinerintab.
Pasal17a. (1) Pembesar-pembesar dari persekutuan h\ikum yang diangkat
berdasarkan pasal-pasal 119 sainpai 123 dari Indische Staatsregeling, juga meinberikan bantuannya untuk penyelenggaraan dari peraturanperaturan di muka dalam hal-hal dan dengan cara yang ditetapkan
. dengan peraturan pemerintab. (2) Penggantian oleh negara atas pengeluaran luar biasa terhadap
persekutuan hukum yang dimaksud dalam ayat pertama di dalam memberikan bantuannya tersebut diatur dengan peraturan pemerintah.
Pasal18
Dengan atau berdasarkan peraturll:l' pemerintah. akan ditetapkan aturan-aturan lebib lanjut mengenai cara-cara bagaimana menjalankan ketentuan-ketentuan di atas, beserta juga tentang ketetapan-ketetapan jumlab uang yang dimasukkan ke dalam anggaran belanjanya instansi bersangkutan guna menjalankan aturan-aturan iersebut.
PasaliBa.
Dengan peraturan pemerintab d,!pat dilarang pendirian atau perluasan perusahaan yang melebihi luas yang telah ditetapkan bagi peru sabaan yang bergerak untuk kepentingan orang banyak termasuk cabang perusabaan yáng ditunjuk oleh peraturan itu. .
Pasal18b. TerhadaP istilah-istilah di dalam Bab ini mengenai "mendirikan
perus~aan",·"penutupan-perusahaan", "luasnya perusahaanH, Menteri
dan pengusaha diartikan sama dengan ketentuan-ketentuan mengenai hal-hal tersebut di dalam Bab I. o' •
198
Pasall8c.
Suatu peraturan pemerintah seperti termaksud oleh pasal 18a, tidak akan ditetapkan sebelum sesudabnya mendengar advis dari Dewan Pembatasan Perusahaan.
Pasal18d.
Pasal-pasal 13 dan 15 mendapat periakuan yang sama dalam menjalankan aturan-aturan dari Bab ini.
Pasal18e.
Pasal-pasal 13 dan 15 mendapat. perlakuan yang sama dalam menjalankan aturan-aturan dari Bab ini.
CATATAN:
Ordonanntie diganti Undang-undang. Gouverneur General diganti dengan Presiden.
XXX. XXX. o Ekonomische Zaken diganti dengan Departemen Perekonomi
an . xxxx. Dahu/u Perindustrian.
Dahulu Pertambangan di bawah Dep. Perekonomian Dahu/u Pertanian Dahu/u Koperasi
XXXXX. Sekretaris diganti dengan Menteri. Bahan yang dipakai untuk terjemahan ini: 1. Kitab Himpunan Perundang-undangan Negara RI Jilid III (1960). 2. Pedo man perizinan Perusahaan Industri dan Perdagangan o/eh Mr.
Chairu/ Anwar (J 961).
199
! f'
r
ijl J'J,
PERATURAN PRESIDEN NO. 20 TAHUN 1963. tentaDg ,
PEMBERIAN FASllJTAS BAGI PROYEK·PROYEKYANG DmIAYAI DENGAN KREDITLUARNEGERI
ATAS DASAR "PRODUCTION SBARING"
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
Menimhang: bahwa kredit luar negeri atas dasar "Production Skaring" adalah suatu sumber untuk membiayai proyek'proyek Pembangunan Nasional Semesta Berencana yang perlu digiatkan dan 'memperoleh fasiIitas-fasiIitas tertentu;
Men'gingat : 1. Pasal 4 ayat 1 Undang-undang Dasar; , 2. Undang-undang No. 11 tahun 1953 (Lembaran Negara
tahun 1953 No. 40) tentang Penetapan Undang-undang Pokok Bank Indonesia;
3. Keputusan Presiden No. 26/PLMT tahun 1962 tentang Komando Tertinggi Operasi Ekonomi;
4. Amanat Presiden tentang garis-garis besar pimpinan Ekonomi Nasional tahun 1962 menjelang pembebasan lrian Barat pada tanggal 18 Mei 1962;
5. Pasal 10 Instruksi Presiden No. INSTR/2/Ko. TOE tahun' 1962 untuk memperkuat Front Ekonomi tahun 1962;
6. Pemyataan Presiden mengenai pinjamän atau kredit ataS dasar Production Sharing pada tanggal 3 Agustus 1962;
7. Keputusan Menteri PertamaiWakiI Panglima Besar Komando Tertinggi Operasi 'Ekonomi No. Kpts-l/ Opekon-PLM/1962 tahun 1962 tentang Panitia Kredit atas dasar Production Sharing;
8. Deklarasi Ekonomi 28 Maret 1963 (ps 23-e); 9. Amanat Presiden tentang "Ambeg PARAMA-ARTA"
15 Mei 1963; 10. Resolusi MPRS No. 1/Res/MPRS/1963 (ps 23-3); 11. Keputusan Presiden No. 201 tahun 1963 tentang Patiitia
Menteri Urnsan Kredit Luar Negeri atas dasar "Production Shl'ring";
Mendengar : 1. Menteri Pertama;
200
2. WakiI Menteri Pertama bidang Distribusi; 3. Waki! Menteri Pertama Bidang Luar Negeri; 4. WakiI Menteri Pertama Bidang KeJlangan; S. WakiI' Menteri Penama Bidang ,Produksi; 6. Menteri Urusan Bank Sentral;
7. Menteri Urusan anggaran Negara; 8. Menteri Perindustrian dasar dan Pertambangan; 9. Menteri Perindustriati rakyat;
10.' Menteri Pertanian dan Agraria; 11. Ketua Panitia Production Sharing;
MEMUTUSKAN
Menetapkan: Peraturan Presiden tentang pemberian fasilitas bagi proyek-proyek,yang dibiayai dengan kredit Luar Negeri atas dasar "Production Skaring ".
Pasall
Badan-badan yang bersangkutan dapat dibebaskan dari kewajiban untuk meiubayar niIai lawan HPN, HPN, tambahan, bea masuk alat-alat, barang-barang dan sebagainya yang diimpor untuk keperluan pembangunan proyek-proyek yang dibiayai dengan kredit luar negeri atas dasar production skaring.
Pasal2
Kepada badan-badan penyelenggara proyek atas dasar production Skaring dapat diberikan "tax holiday", yaitu pembebasan pajak perusahaan selama maksimum '5 tahun, setelah proyek yang bersangkutan memperoleh sesuatu hasiI menurut rencana.
Pasal3
Proyek-proyek tersebut memperoleh kesempatan untuk mengurangi labanya dengan penyusutan (depreciation) dalam bentuk tiskal atas alatalat perusahaan setelah masa fax holiday berakhir.
Pasal4
(1) Pembayaran kembali kredit luarnegeri atas dasar production skaring diambiI dari hasiI devisen/produksi dalam iillai devisen yang dihasiIkan oleh proyek yang dibangun itu.
(2) Pembayaran kembali yang diinaksud diatpr menurnt peraturan devi.sen yang berlaku pada saat, pembayaran itu dilakukan.
(3) Besamya bagian dari devisen/produksi dalam 'niIai devisen yang dipergànakan untuk pembayaran kembali, ditetapkan berdasarkan perhitungan (cost accounting) sesuai dengan macam dan sifat proyek yang bersangkutan.
201
PasalS .
(1) Apabila keadaan keuangan negara mengizinkan, maka biaya proyek Pemerintah dibebankan pada anggaran BeliIDja Penibangunan.
Dalam hal ini harus terlebih dahulu diperoleh persetujuan dari Wakil Menteri PeJ.:tama bidang Keuangan.
Khususnya proyek.proyek swasta yang dibiayai dengan kredit luar negeri atas dasar Production Skaring; pengeluaran·pengeluaran rupiah sejauh mungkin didasarkan atas pengerilhan fimd< and forces.
(2) Untuk membantu belanja Rupiah buat biaya·biaya lokal guna membangun proyek tersebut dapat diusahakan pengimporan' serta penjualan barang·barang konsumsi dan lain·lain yang dibutuhkan oleh pasaran .Indonesia, dimana barang·barang tersebut dapat dimasukkan sebagai bagian daripada proyek keseluruhnya. .
Pasal6
Jaminan Bank bagi perusahaan yang didirikan dengan kredit luar negeri atas dasarproduction skaring tidak diberikan secara otomatis oleh Bank Indonesia. Keperluan akan jaminan dimaksud diperiksa setiap kali dengan mengindahkan Undang·undang Pokok Bank Indonesia, yang melarang pemberian jaminan blanko.
Pasal7
Karena bedit luar negeri atas dasar production skaring pada hakekatnya mempunyai prinsip dan pengertian yang sama dengan kredit yang ilidapat dari luar negeri, maka perusahaan yang bersangkutan harus sejak semula dimiliki oleh pihak Indonesia.
Pasal8
(1) Pimpinan (Management) dari proyek·proyek tersebut harus pada pokokn ya dipegang oleh pihak Indonesia.
(2) Pihak asing da,pat dükutsertakan dalam management, atau dalam bentuk lain misalnya sebagai team ahli tehnis/pembantu pimpinan.
(3) Di mana tenaga pihak asing sangat diperlukan untuk sepenuhnya turut serta di dalam pimpinan, maka izin dari Panitia Menterl Urusan Kredit Luar Negeri atas dasar "Production Skaring" harus diperoleh terlebih dahulu.
Pasal9
Peraturan Presiden ini mulai berlaku pada hari ditetapkan. Agar supaya setiap orang dapat mengetahuinya memerintahkan
202 /
, ~
pengundangan Peraturan ·Presiden mi dengan penempatan dalam I;embaran Negara Republik Indonesia.
Diundangkan di Jakarta pada tanggal 26 September 1962. Sekretaris Negara,
ttd. W. SURJOADININGRAT, S.H.;
Ditetapkan di Jakarta; pada tanggal 26 September 1963 PRESIDEN RI . .
SUKARNO
203
UNDANG.UNDANG NO.l TAHUN 1967 tenWJg
PENANAMAN MODAL ASING
DENGAN RAHMAT TUHAN YANGMAHAESA PRESlDENREPUBLIK INDONESIA,
Menimbang: a. bahwa kekuatan ekonomi potensial yang dengan kumia Tuhan yang Mahaesa terdapat banyak di seluruh wiiJlyah tanah air yang belum diolah untuk dijadikan kekuatan ekonomi rül, yang antara lain disebabkan oieh karena ketiadaan modaI, pengalaman, dan teknologi;
204
b. bahwa Pancasila adalah landasan ldial dalani membina sistem ekonomi Indonesia dan yang senantiasa harus tercermin dalam setiap kebijaksanaan ekonomi;
c. bahwa pembangunan ekonorirl berarti pengolanan kekuatan ekonomi potensial menjadi kekuatan ekonomi rül melalui penanaman modaI, penggunaan teknologi, penambahan pengetahuan, peningkatan ketrampilan, penambahan kemampuan berorganisasi dan management;.
d. bahwa penanggulangan kemerosotan ekonomi serta pembangunan lebih lanjut dari potensi ekonomi harus didasarkan kepada kemampuan serta kesanggupan rakyat Indonesia sendiri; .
e. bahwa dalam pada itu asas untuk mendasarkan kepada kemampuan serta kesanggupan sendiri tidák boleh menimbulkan keseganan untuk rnemanfaatkan potensipotensi modal, teknologi dan skill yang tersedia dari luar negeri, selama segala sesuatu benar-benar diabdikan kepada kepentingan ekonomi Rakyat tanpa mengakibatkan ketergantungan terhadap luar negeri;
f. bahwa penggunaan modal asing perlu dimanfaatkan secara maksimal untuk mempercepat pembangunan ekonomi Indonesia serta digunakan dalam bidangbidang dan sektor-sektor yang dalam waktu dekat
. belum dan atau tidak dapat dilaksan.akan· oleh modal Indonesia sendiri;
g. bahwa perlu diadakan ketentuan-ketentuan yang jelas . untuk memenuhi kebutuhan akan modal guna pembangunan nasional, di samping menghindarkan keraguraguan dari iI1tak modal asing;
Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (1), pasal 20 ayat (1), pasal 27 ayat (2) dan pasal 33 Undang-undang Dasar;
2. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara Republik Indonesia No. XXIII/MPRS/1966 tentang pembaharuan Kebijaksanaan Landasan Ekonomi, Keuangan, dan Penibangunan;
3. Nota I MPRS/1966 tentang Politik Luar Negeri berdasarkan Panc.asila;
4. Undang-undang No. S tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria;
5. Undang-undang No. 37 Prp tahun 1960 tentang Pertambangan dan Undang-undang No. 44 Prp tahun 1960
. tentang Pertambangan Minyak dan Gas Bumi; 6 .. Undang-undang No. 32 tahun 1964 tentang Peraturan
Lalu Lintas Devisa; Dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong;
MEMUTUSKAN:
Menetapkan: UNDANG-UNDANG TENTANG PENANAMAN.MODAL ASING.
BABI PENGERTIAN PENANAMAN
MODALASING
Pasall
Pengertian penanaman modal asing di dalam Undang-undang ini hanyaIah meliputi penanaman modal asing secara langsung yang dilakukan menurut . atau berdasarkan. ketentuan-ketentuan Undangundang ini dan yang digunakan' untuk menjaIaukan perusahaan di Indonesia, daIam arti bahwa pemilik modal secara langsung menanggung resiko dari penanaman modal ters.ebut:· .
. PasaI2
Pengertian modal asing daIam Undang'undang ini ialah: a; alat pembayaran luar negeri yang tidak merupakan bagian dari keka
yaan devisa Indonesia, yang dengan persetujuan Pemerintah digunakan untuk pembiayaan perusahaan di Indonesia.
b. alat-alat untuk perusahaan, termasuk 'penemuan-penemuan barn mUik orang asing dan bahan-bahan, yang dimasukkan dari luar ke dalam wilayah Indonesia, selama aIat-aiat tersebut tidak dibiayai dari kekayaan devisa Indoriesia.
c. bagian dari hasil perusahaan yang berdasarkan Undang-undang lni
205
diperkenankanditransfer, tetapi dipergunakan untnk membiayai perusah"an di Indonesia.
BABII BENTUK HUKUM, KEpUDlTKAN DAN
DAERAH BERUSAHA
Pasal 3
(1) Perusahaan yang dimaksud dalam pasal 1 yang dijalal)kan untuk seluruhnya atau sèbagian terbesiu di lndonesia sebagai kesatuan perusahaan tersendiri harus . berbentnk Badan Hukum. menurut Hukum lndonesia dan berkedudukan di Indonesia.
(2) Pemerintah menetapkan apakah sesuatu perusahaan <Îijalankan untuk seluruhnya atau bagian terbesar di lndonesia sebagai kesatnan perusahaan tersendiri.
Pasal4
Pemerintah menetapkan daerah berusaha perusahaan-perusahaan modal asing di lndonesia dengan memperhatikan perkembangan ekonomi nasional maupun ekonomi daerah, macam perusahaan, besarnya .penanaman moda!, dan keinginan pemilik modal asing sesuai dengan rencana pembangunan Ekonomi Nasional dan Daerah.
BAB III BIDANG USAHA MODAL ASING
Pasal 5
(1) Pemerintah mel1etapkan perincian bidang-bidang usaha yang terbuka bagi moda! asing l:\lenurut urutan prioritas dan menentnkan syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh pananaman modal asing dalam tiap-tiap usaha: tersebut. .
(2) Perincian menurut urutan prioritas ditetapkan tiap kali pada waktn Pemerintah menyusun rencana-rencana pembangunan jangka menengah dan jangka panjang, dengan memperhatikanperkembangari ekonomi serta tekhnologi.
Pasal 6
(1) Bidang-bidang usaha yang tertutnp untnk ·penanaman modal asing secara pengusahaan penuh ialah bidang-bidang yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup rakyat banyak sebagai berikut: a. pelabuhan-pelabuhan, b. produksi, transmisi, dan distribusi tenaga /istrik untuk umum;
206
/
c. telekomuni.kasi; d. pelayaran; e. penerbangan; f. alt minum; g. kereta api umum; h. pembangkitan tenaga atom;
. i. mass media; . (2) Bidang-bidangyang menduduki peranan penting dalam pertahanan
Negara, antara lain produksi senjata, mesiu, alat-alat peledak, dan peralatan perang dilarang sama sekali bagi modal asing.
Pasal7
Selain yang tersebut pada pasal 6 ayat (1) Pemerintah dapat menetapkan bidang-bidang usaha tertentn di mana tidak boleh lagi ditanam modill asing.
Pasal 8
(1) P'enanaman modal asing di bidang pertambangan didasarkan pada suatu kerja sama dengan Pemerintah atas dasar kontrak karya atau bentuk lain sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.
(2) Sistem kerja sama atas dasar kontrak karya atau dalam bentuk lain dapat dil;ti<sanakan dalam bidang-bidang usaha lain yang akan ditentukan oleh Pemerintah.
BABIV TENAGA KERJA
Pasal9
Pemilik moda! mempunyai wewenang sepenuhnya untuk menentukan direksi perusahaan-)lerusahaan dimana . modalnya ditanam.
Pasall0
Perusabaan-perusahaan moda! asing wajib memenuhi kebutuhan akan tenaga kerjanya dengan warga negara Indonesia kecua/i dalam hal-hal tersebut pada pasal 11.
Pasal 11
Perusahaan-perusahaan modal asing düzinkan mendatangkan atau menggunakan tenaga-tenaga ahli warga negara asing bagi jabatanjabatan yang belum dapat diisi dengan tenaga kerja warga negara Indonesia.
207
Pasal li 'Perusahaan-perusahàan modal asing berkewajibari menyelengga
rakan dan/atau menyediakan fasilitas-fasilitas latihan dan pendidikan di dalam dan/atau di luar negeri seCara teratur dan terarah bagi warga negara Jndonesia dengan tujuan agar barangsur-angsur tenaga'tenaga warga negara asing dapat diganti oleh tenaga-tenaga warga negara Jndonesia. '
Pasal 13 Pemerintah mengawasi pelaksanaan ketentuan-ketentuan dalam
pasal-pasal 9, 10, 11, dim 12.
BAB V PEMAKAIAN TANAH
PasaI.14
.' Untuk keperluan perusahaan-perusahaan modal asing dapat diberikan tanah dengan hak guna bangunan, hak guna usaha dan hak pakai menurut peraturan perundangan yang berlaku.
BAB VI. KELONGGARAN-KELONGGARAN PERPAJAKAN DAN
PUNGUTAN-PUNGUTANLAJN
Pasal 15
Kepada perusahaan-perusahaan modal asing diberikan kelonggaran- , kelonggaran perpajakan dan pungutan lainnya sebagai berikut: a. Pembebasan diri:
1. Pajak perseroän atas keuntungan untukjangka waktu tertentu yang tidak. melebibi jangka waktu 5 (lima) tahun terhitung dari saat usaha tersebut mulai berproduksi;
2. Pajak devis"en atas bagian laba yang dibayarkan kepada pemegang saham,sejauh laba tersebut diperoleh dalam jangka waktn yang tidak melebibi waktu 5 (Ii)lla) tahun dari saat usaha tersebut mulai berproduksi;
3. Pajak persetoan atas keuntungan termaksud dalam pasál i9 sub a, yang ditanam kembali dalam perusahaan bersangkutan di Jndonesia, untuk jangka waktu tertentu yang tidak melebibi jangka waktu 5 Oima) tahun terhitung dari saat penanaman kembali;
4. Bea masuk pada waktu pemasukkan barang-barang perlengkapan tetap ke dalam wilayah Jndonesia seperti. mesin-mesin, a1at-alat kerja atau pesawat-pesawat yang diperlukan untuk menjalankan perusahaan itu; ,
208
5. Bea Meterai Modal atas pene)llpatan modal yang berasaI dari penanaman modal asing.
b. keringanan: 1. Atas pengenaan pajak perseroan dengan suatu tarip yang
proporsional setinggi-tingginya lIma puluh perseratus untuk jangka waktu yáng tidak melebihi 5 Oima) tahun sesudaIi jangka waktu pembebasan sebagai yang dimaksud dalam ad a jlUgka 1 tersebut di atas;
2. Dengan cara memperhitungkan 'kerugian yang diderita selama jangka waktu pembebasan yang dimaksud pada huruf a angka 1, dengan keuntungan yang harus dikenakan pajak setelah jangka waktu tersebut di a.tas; ,
3. riengan mengizinkan penyusutan yang dipercepat atas aIat-alat : perlengkapan tetap.
PaSal 16
(1) Pemberian kelonggaran-kelonggaran perpajakan dan pungutanpungutan laintersebut dalam pasal 15 dilakukan dengan mengingat prioritas mengenai bidang-bidang usaha sebagaimana yang dimaksud dalam pasalS.
(2) Se"iin kelonggaran-kelonggaran perpajakan dan pu~gutan-pungutan lain tersebut dalam ayat (1) pasal ini maka dengan Peraturan Pemerintah dapat diberikan tambahan kelonggaran-kelonggaran itu kepada sesuatu perusahaan modal asing yang sangat diperIukan bagi pertumbuhan ekonomi.
Pasal 17 Pelaksanaan ketentuan-ketentuan dalam pasal 15 dan 16 ditetapkan oleh Pemerintah.
BAB VII
JANGKA WAKTU PENANAMAN MODAL ASJNG HAK TRANSFER DAN REPATRIASJ
Pasal 18
Dalam setiap izin penanaman modal asing ditentukan jangka waktu berlakunya yang tidak melebihi, 30 (tiga pul uh) tahun.
Pasal 19.
(1) Kepada perusahaan modal asing diberikan hak transfer daIam valuta , asli dari modal atas dasar nilai tukar yang berlaku untuk:
a. keuntungan yang diperoleh modal sesudah dikurangi pajak-pajak dan kewajiban:kewajiban pembayaran lain di Jndonesia;
209
b. biaya-biaya yang berhubungan dengan tenaga asing ~ang
dipekerjakan di Indonesia; c. biaya-biaya lain yang ditentukan lebib lanjut d. penyusutan atas alat-aIat perlengkapan tetap e. Kompensasi dalam hal nasionaIisasi.
(2) Pelaksanaan transfer ditentukan lebib lanjut oleh Pemerintab.
Pasal 20
Transfer yang bersifat ·repatriasi modal tidak dapat diizinkan selama kelonggaran-kelonggaran perpajakan dan pungutan-pungutan lain yang tersebut padapasaI 15 masib berlaku. Pelaksanaan lebib lanjut diatur oleh Pemerintah.
BAB VIII NASIONALISASI DAN KONPENSASI
PasaI 21 Pemerintah tidak akan melakukan tindakan nasionaIisasi/ pencabutan
hak milik secara menyeluruh atas perusahaan-perusahaan modaI asing atau tindakan-tindakan yang mengurangi hak menguasai dan/atau mengurus perusabaan yang bersangkutan. kecuaU jika dengan Undangundang dinyatakan kepentingan Negara menghendaki tindakan demikian.
PasaI 22
(1) Jikalau' diadakan tindakan seperti tersebut pada pasal 21maka Pemerintab wajib memberikan kompensasil ganti rugi yang jumlab dan cara pembayarannya disetujui oleh kedua belab fihak sesual dengan asas-asas hukuni intemasionaI yang berlaku.
(2) JikaIau antara kedua belah flhak tidak tercapal persetujuan mengenal jumlah. macam dan cara pembayaran kompensasi tersebut maka akan diadakan arbitrase yang putusannya mengikatkedua belab flhak. .
(3) Badan arbitrase terdiri dari tiga orang yang dipilib oleh Pemerint$ dan pemilik modal màsing-masing satu orang. dan orang ketiga sebagai ketuanya yang dipilib bersama-sama oleh Pemerintab. dan pemilik modaI.
BABIX KERJA SAMA MODALASING DAN MODAL NASIONAL . .
PasaI23 (1) DaIam bidang-bidang usana yang terbuka bagi modaI asing dapat'
diadakan kerja sarna antara modaI asing deugan modaI nasionaI dengan méngingat ketentuan daIam pasal 3.
210.
(2) Pemerintah menetapkan lebih lanjut bidang:bidang usaba. bentukbentuk dan cara-cara kerja sama antara modal asing dan madal nasional dengan memanfaatkan modal dan keahtian asing dalam bidang ekspor serta produksi barang-barang dan jasa-jasa.
Pasal24 Keuntungan yang dipèroleh perusahaan modal asing sebagai hasil
kerja sama antara modal asing dan modal nasional tersebut pada pasal i3 setelah dikurangi pajak-pajak serta kewajiban-kewajiban lain yang harus dibayar di Indonesia. düzinkan untuk ditransfer dalam valuta asti dari modal asing yang bersangkutan seimbang dengan bagian modal asing . yang ditanam. .
Pasal2S Ketentuan-ketentuan dalam Undang-undang ini mengenai kelonggar
an perpajakan dan jaminan terhadap nasionaIisasi inaupun pemberian kómpensasi berlaku pula untuk modal asing tersebut dalam pasal 23.
BABX KEW AJIBAN-KEW AJIBAN LAIN BAG! PENANAM
MODALASING
Pasal26
Perusahaan-perusahaan modal asing wajib mengurus dan mengendatikari perusahaannya sesuai dengan asas-asas ekonomi perusahaan dengan tidak merugikan kepentingan negara.
Pasal27 (1) Perusahaan . tersebut pada pasal 3 yang seluruh modalnya adalah
modal asing wajib memberikan kesempatan partisipasi bagi ,modal nasional secara effektif setelah jangka waktu tertentu dan menurut imbangan yang ditetapkan oleh Pemerintah.
(2) Jikalau partisipasi termaksud dalam ayat (1) pasal ini dilaklikan dengan penjualan sabam-saham yang telah ada maka hasil penjualan tersebut dapat ditransfer dalam valuta asU dari modal asing yang bersangkutan.
BABXI KETENTUAN-KETENTUAN LAIN
Pasal28 (1) Dalam pelaksanaan ketentuan-ketentuan Undang-undang ini harus
ada koordinasi autara badan-badan Pemerintah yarig bersangkutan untuk .menjamin keserasian daripada kebijaksanaan Pemerintah terhadáp modal asing.
211
(2) Cara-cara penyelenggaraan koordinasi tersebut a!<an ditentukan lebib lanjut oleh Pemerintah_
Pasal29
Ket~ntuan-ketentuan Undang-undang ini berlaku bagi penanaman modal asing yang dilakukan setelah berlakunya Undang-undang ini baik dalam perusahaan baru maupun dalam perusahaan-perusahaan yang telah ada untuk menyeleng.garakan petluasan dan/ atau .
. pembaharuan_
BABXIl KETENTUAN PERALIHAN
Pasal30
Hal-hal yang belum diatur daiam Undang-undang ini akan ditetapkan lebib lanjut oleh Pemerintah.
BABXIII KETENTUANPENUTUP
Pasal31
Undang-undang ini mulai berlaku pada hari diundangkan. Agar supaya setiap orang dapat mengetahuinya· memerintahkait
pengundangan Undang-undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Diundangkan di Jakarta . pada tanggal 10 Januari 1967
Sekretaris Negara, ttd.
MOCHD. ICHSAN
Disahkan di Jakarta pada tanggal 10 Januari 1967.
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, . ttd,
SUKARNO
Lembaran Negara tahun 1967 No. 1.
212
PENJELASAN ATAS
UNDANG-UNDANG NO. 1 TAHUN 1967 tentang
PENANAMAN MODALASlNG
PENJELASAN UMUM
Keadaan ekononii kita sejak beberapa tahun ditandai oleh kemerosotan daya beli Rakyat secara terus-menerus dan perbedaan tmgkat hidup yang makin menonjol. Keadaan yang menyedihkan ini tidak dapat dibiarkan berlangsung terus dan harus segera dihentikan.
Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara telah .menetapkan bahwa kepada masalah perbaikan ekonomi Rakyat harus diberikan prioritas utama di antara soal-soal Nasional dan bahwa cara menghadapi masalah-masalah ekononii harus didasarkan kepada prinsip-prinsip ekononii yang rasionil dan realistis.
Dengan berpegang teguh kepada Ketetapan MPRS ini maka segera harus diambil langkah-Iangkah untuk memperbaiki násib ekonomi Rakyat. Masalah ekonomi adalah masalah meningkatkan kemakmuran Rakyat dengan menambah produksi barang dan jasa, sedang selanjutnya adalah màsalah mengusahakan pembagian yang lidil dari barang dan jasa hasi! produksi.
Peningkatan produksi dapat tercapai melalui penanaman modal, penggunaan teknologi, penambahan pengetahuan, peningkatan ketram.pi!ait, penambahan kemampuan berorganisasi, dan management. Dalam rangka ini penanaman modal memegang peranan yang sangat penting.
Dalam menghentikan kemerosotan ekonomi dan melaksanakan pembangunan ekon9nii maka asas p~nting yang harus dipegang teguh ialah bahwa usaha harns didasarkan kepada kemampuan serta kesanggupan Rakyat Indonesia sendiri. Namun begitu asas ini tidak boleh menimbulkan keseganan untuk memanfaatkan potensi-potensi modal, teknologi dan skiII yang tersedia dari luar negeri, selama segala sesuatu benar-benar diabdikan kepada kepentingan ekonomi Rakyat tanpa mengakibatkan ketergantungan terhadap luar negeri.
Berdasarkan pangkal tolak yang rasional dan. realistis sebagaimana diuraikan di atas maka ditetapkan Undang-undang tentang Penanaman Modal Asing.
Untuk mencapai maksud tersebut di atas, maka dengan Undangundang kepada modal asing diberikan pembebasanlkelonggaran perpajakan dan fasilitas-fasilitas lain.
Dalam pada itu Undan,g-undang ini tidak membuka seluruh lapaitgan usaha bagi modal asing.
Domipasi modal asing seperti dikenal dalam· zanian penjajahan
213
I
'I
dengan sendirinya harus dieegah. Perusahaan-perusahaan vital yang meriguasai hajat hidup orang banyak tetap teI".tutup bagi modal asing (pasal 6). Dan dalam tiap izinpenanaman modal asing ditentukan jangka waktu berlakunya yang tidak lebih dari 30 tahun.
Keeuali itu di dalam menentnkan bidang-bidang usaha mana modal asing diperbolehkan, Pemerintah sepenuhnya memperhatikan kekuatan modal nasional yang ada dan reneana-reneana pembangunan yapg akan distlsun oleh Pemerintah (pasaiS). .
Dalam hal ini tidak boleh dilupakan bahwa tanah, kekayaan alam dan itikad baik negara dan bangsa· Indonesia juga dapat diperhitungkan sebagai modal yang berharga.
Penanaman' modal asing menurut Undang-undang ini dapat dilakukan dalam bentuk perusahaan yang dari semula modalnya seratus persen terdiri dari modal asing ataupun dalam bentuk kerjá sama antara modal asing dan niodal nasional,
Berhubungdalam . ketentuan dalam pasal 27 Pemerintah akan menentukali pula bidang-bidang usaha mana yang hanya dapat diusahakan dalam bentuk ~erja SI/ma dengan modal nasional (pasal 5 ayat 1).
PENJELASAN PASAL DEMI PASAL
Pasall
Berbeda daripada kredit yang risiko penggunaannya ditanggung oleh peminjam maka di dalam penanaman modal asing risiko penggunaannya menjadi tanggungan penanam. Undang-undang ini hanya mengatnr hal penanaman modal asing dan tidak mengatur hal kredit.
Berhubung dengan" itu maka perIu dikemukakan kemungkinan adanya modal asing yang digunakan dalam sesuatu "usaha sepenuhnya, dan adanya modal asing yang dimanfaatkan dalam sesuatu usaha dalam kerja sama dengan modal nasional. "
Pasal2
Modal asing dalam undang-undangini tidak hanya berbentuk valuta asing tetapi meliputi pula alat-alat perIengkapan" tetap yang diperiukan untuk menjalankan perusahaan di Indonesia, penemuan-penemuan mUik orang/badan asing yang dipergunakan dalam perusahaan di Indonesia dan keuntungan yang boleh ditransfer ke luar negeri tetapi dipergunakan kembali di Indonesia.
214
Pasal3
Penanaman modalasing oleh seorangasing, dalam statusnya sebagai orang perseorangan, dapat menimbuikan kesulitan/ketidak tegasan di bidang hukum intemasiona!. "
Dengan mewajibkan bentuk badan hukum maka d~an demikian akan mendapat ketegasan mengenai statns hukumnya, yaitu badan hukum Indonesia yang tunduk pada hukum Indonesia. Sebagai badan hukum terdap,at ketegasan tentang modal yá"g ditanam di Indonesia,
Pasal4
. Dengan ketentnan ini maka dapat diusahakan pembangunan yang merata di seluruh wilayah Indonesia dengan memperhatikan dilerahdaerah minus, sesuai dengan reneana pembangunan ekonomi nasIOnaf dan :daerah,
PasaiS
Cukup jelas.
Pasal6 Cukup jelas.
Pasal7 Cukupjelas,
Pasal8
Untuk memperIanear pelaksanaan pembangunan ekonomi maka Pemerintah menentukan bentuk-bentuk kerja sama antara modal asing dan modal nasionàl yang paling menguntungkan untnk tiap bidarig usaha.
Mungkin bentnk kerja sama ini berwujud kontrak karya, joint venture atau bentuk Iainnya, " .
Pasal9
Kepad" oemilik modal asing diperkenankan sepenuhnya menetapkan direksi perusahaannya. Kiranya hal iirl demikian itu sudah sewajamya karena penanaman modal asing ingin menyerahkan pengurusan modal kepada orang yang dipereayainya. Dalam hal kerja sama antar;!. modal asing dan modal nasional, direksi ditetapkan bersama-sama.
Pasal 10 dan 11 Cukup jelas, "
215
Pasal12
Kecuali ,memberikan pendidikan dalam bidang teknik, maka perusabaan modal asing diwajibkan menyelenggarakan dan/atau menyediakan fasilitas-fasilitas latihan dan pendidikan dalam bidang pemasaran dalam dan luar negeri.
Pasal13
Pengawasan oleh Pemerintah dilaksanakan secara aktif dan effektif.
Pasal14
1. Ketentuan pasal ini yang memungkinkan diberikannya tanah kepada perusahaan-perusahaan yang ,bermodal asing bukan saja dengan hak pakai, tetapi juga dengan hak,guna bangunan dan hak guna usaha, merupakan penegasan dari apa yang ditentukan di dalam pas al 55 ' ayat 2 Undang-Undang Pokok Agraria, berhubungan dengan pasaIlO, ' 62, dan 64 Ketetapan MPRS No. XIII/MPRS/1966.
2, Sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Pokok Agraria pasal 35, pasal 29 dan pasal 41, maka hak guna bangunan tersebut dapat diberikan dengan jangka wakt!! paling lama 30 tahun, yang mengingat keadaan perusahaan dan bangunannya dapat diperpanjang dengan waktu paling lama 20 tabun. , Hak guna usaha dapat diberikan dengan jangka waktu paling lama 25 tabun. ' Kepada perusabaan-perusahaan yang berhubungan dengan macam tanaman yang diusabakannya memerlukan waktu yang lebih lama dapat diberikan hak guna usaha dengan jangka waktu hak guna usaha tersebut dapat diperpanjang paling lamà 25 tahun.
Hak pakai d~berikan dengall jangka waktu menurut keperluannya, dengan mengmgat pembatasan-pembatasan bagi hak guna bangunan dan hak usaba tersebut di atas. '
Pasal15
a. Pembebasan.
216
1. Karena usaba sesuatu perusahaan itu beraneka ragam dan dengan demikian juga 'kemungkinan berproduksinya maka jangka waktu pembebasan pajak dapat diatur sesuai dengan itu. Jangka waktu maksimal 5 tabun dianggap cukup untuk memberi kQmpensasi terhadap pengeluaran yang dilakukan sebelum usaha bersangkutan berproduksi. Menurut pengertian internasional saat permulaan berproduksi
adalah saat sesuatu usaba baru mulai berproduksi dalam jumlah yang dapat disalurkan di pasaran.
2. Pembagian laba yang diperoleh selama waktu pembebasan pajak wajar dibebaskan juga dari pengenaan pajak deviden.
3. Keuntungan yang ditanam kembali, diperlukan sebagai penanaman modal asing baru.
4. Cukup jelas. 5. Dalam rangka pemberian pembebasan pa jak kepada modal asing
maka tidak diadakan pungutan sub a No. 5, karena tergolong biaya sebelum sesuatu usaha baru berproduksi.
b; Keringanan. 1. Dengan menyimpang dari tarif pajak perseroan marginal sebesar
enam puluh perseratus dari juml,ah laba bersih, sebagaimana ditentukan dalam Ordonansi Pajak Perseroan 1925 maka untuk jangka waktti yang tidak melebihi 5 tahun sesudab jangka waktu pembebasan diberikan suatu penurunan tarip pajak, dengan memperhatikan bidang-bidang usaha menurut urutan prioritas yang dimaksud dalam pasalS ayat (1). J umlah pájak dalam jangka waktu tersebut als:an berupa suatu tarip proporsional setinggi-tingginya lima puluh 'Perseratus dari laba tahunan bersih.
2. Pasai 7 Ordonansi Pajak Perseroan 1925 menentukan bahwa kerugian yang diderita dalam sesuatu tabun hanya dapat diperhitungkan dengan laba dalam 2 tahun berikutnya. Menurut ketentuan dalam arigka2 sub b ini maka kerugian yang diderita selama jangka waktu pembebasan tersebut sub a angka 1, dapat diperhitungkan dengan laba yang diperoleh setelah jangka waktu sehingga kerugian tersebut dapat diperhitungkan penuh.
3. Menteri Keuangan akan mengatur sesuatu tabel penyusutan untuk barang perlengkapan tetap perusahaan baru modal asing dengan memperhatikan bidang-bidang usaha menurut urutan prioritas yang disebut dalam pasal 5 ayat (1).
Pasal16
1. 'Besarnya kelonggaran-kelonggaran perpajakan dan pungutan-pungutan lain tersebut dalam' pasal' 15 'ditentukan sesuai dengan prioritas mengenai bidang-bidang usaha sebagaimana dimaksudkan dalam pasalSdan sesuai pula dengan berat ringannya usaba.
2. Ada kemungkinan sesuatu perusabaan modal asing yang sangat diperlukan bagi pertumbuhan ekonomi Jndonesia dapat. membuktikan bahwa kelonggaran-kelonggaran perpajakan dan pungutan-pungutan
217
lain sep·erti tersebut dalam ayat (1) masih belum cukup untuk berusaha secara eftsien dan efektif. .. Hal yang demikian itu dapat terjadi apabila perusahaan tersebut memerlukan modal yang sangat besar untuk investasi atau untuk biaya "overhead". I?alam keadaan yang demikian Pemerintah dapat
. memberikan kelonggaran-ke1onggaran itu kepada setiap perusahaan yang dianggap pantas untuk diberikan. Tiap-tiap keputusan Pemerintah itu harus dituangkan dalam suatu peraturan Pemerintah. Apabila Pemerintah membuat Peraturan Pemerintah yang dimaksud dalam pasal 16 ayat (2) . maka Pemerintah .. kan menghubungkan Dewan Perwakilan Rakyat. . Ketentuan-ketentuan mengenai kelonggaran-kelonggaran perpajakan dan pungutan-pungutan lain yang dimaksud dalam BAB VI Undangundang ini akan dilakukan juga bagi modal domestic asing dalani bidang-bidang usaha yang sama.
Pasal 17
Dlilam peraturan-peraturan yang dikeluarkan oleh Pemerintah nanti akan ditentukan lebih lanjut pelaksanaan administratip perpajakan.
Pasal 18
Selanjutnya diadakan ketentuan-ketentuan sebagai .berikut: 1. Perusahaan modal asing harus mengadakan pembukuan tersendiri
dari modal asinguya. . 2. Untuk menetapkan besamya modal asing. jumlahnya harus di
kurangi dengan jumlah-jumlah yang dengan jalan repatriasi telah ditransfer.
3. Tiap tahuli perusahaan diwajibkan menyampaikan kepada Pemerintah suatu ikhtisar dari modal asinguya. .
Pasal 19 dan 20
Perusahaan modal asing diberikan izin transfer dalam valuta asiinya setelah bekerja beberapa waktu menurot penetapan Pemerintah. Hak transfer merupakan suatu perangsang untuk menarik penanaman modal asing. Realisasi transfer termaksud ditetapkan lebih lanjut oleh Pemerintah. Semua transfer selain yang diperkenankan berdasarkan pasal 19 huruf a, b dan c dipandang sebagai repatriasi modal asing. Dirasakan adil apabila perusahaan-perusahaan yang menggunakan modal asing tidak diperbolehkan merepatriasi modalnya/mentransfer penyusutan modalnya selama perusahaan-perusahaan itu masih memperoleh kelonggaran-kelonggaran perpajakan dan pungutan-pungutan lain.
218
Pedu diterangkan bahwa transfer keuntungan modal asing dapat dilakukan juga selama perusahaan itu memperoleh kelonggarankelonggaran perpajakan dan pungutan-pungutan lain.
Pasal 21 dan 22
Untuk menjamin ketenangan bekerja modal asing yang ditanam df Indonesia maka dalam pasal ini ditetapkan bahwa Pemerintah tidak akan melakukan nasionalisasi terhadap perusahaan modal· asing, kecuali jika kepentingan . Negara menghendakinya. Tindakan demikian itu hanya dapat dilakukan dengan Undang-undang serta dengan· pemberian kompensasi ruenurut prinsip-prinsip Hukum Intemasiona!.
Pasal 23
Pengertian modal nasional dalam Undang-undang ini meliputi modal Pemerintah Pusàt dan Daerah, Koperasi, dan modal swasta nasional.
Pasal 24 dan 25
Cukup jelas.
Pasal 26
Maksud ketentuan ini adalah untuk mencegah jangan sampai perusahaan modal asing yang bersangkutan melakukan tindakantindakan yang merugikan kepentingan Negara ataupun tidak melakukan sepenuhnya tindakan-tindakilD yang dipedukan untuk menyelenggarakan perusahaan secara efektif dan. eftsien sesuai dengan tujuan pemberian kesempatan menanam modal asing di Indonesia.
Pasal 27
C!1kup jelas.
Pasal 28
Dalam melaksanakan Undang-undang ini tersangkut bidang berbagai Departemen. Karena itu perlu diadakan badan koordinasi yang sederhana yang dapat berbentuk dewan yang terdiri dari Menteri-mebteri yang bersangkutan.
Cukup jelas. Pasal 29,30, dan 31
Tambahan Lembaran Negara No. 2818. I
219
UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TABUN 1968 TENTANG
PENANAMAN MODAL DALAMNEGERl DENGANRAHMATTUBAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menlmbang: a. bahwa di dalam penye1enggaraan pembangunan ekonomi nasional yang bertujuan untuk mempertinggi kemakmuran rakyat, modal merupakan faktor yang sangat penting dan menentukan;
220
\
b. bahwa berhubung dengan itu, perlu diselenggarakan pemupukan dan pemanfaatan modal dalam negeri secara maksimal, yang terutama diarahkan kepacla usaha-usaha rehabilitasi, pembaharuan, perluasan dan pembangunan baru dalam bidang produksi barangbarang dan jasa-jasa;
c. bahwa untuk itu perlu diciptakan iklim yang baik, dan ditetapkan ketentuan-ketentuan peransang bagi para penanam modal daIam negeri;
d. bahwa di dalam sistem ekonomi nasionaI yang idü1, berlandasan Pancasila, kecuali bidang-bidang yang dikhususkan bagi usaha Negara di dalam batas-batas ketentuan dan jiwa Undang-Undang Dasar 1945, terbuka lapangan yang luas bagi usaha-usaha swasta;
e. bahwa pada dasarnya pembangunan ekonomi nasional harus disandarkan kepada kemampuan dan kesanggupan rakyat Indonesia sendiri;
f. bahwa· dalam pada itu, khususnya dalam tingkat perkembangan ekonomi dan potensi nasional dewasa ini perlu dimanfaatkanjuga modal dalam negeri yang dimiliki oleh orang asing (domestik), sepanjang tidak merugikan perkembangan ekonomi dan pertumbuhan golongan pengusaha nasional;
g. bahwa dalam rangka pemanfaatan modal daIam negeri yang dimaksudkan itu, selain diberikan ketentuanketentuan· perangsang, perlu ditetapkan juga batas waktu bernsaha bagi perusahaan-perusahaan asing (domestik) yang menggunakan modal dalam negeri, agar diperoleh pegangan yang jelas bagi semua pihak 'yang berkepentingan, sehingga dengan pembatasan itu tertampung pula jiwa dari PP 10 Tahun 1959;
M:engingat : 1. PasaI 5 ayat I, pasal 20 ayat I, pasal 27 dan pasaf 23 Undang-UndangDasar 1945, beserta penjelasannya;
/
2. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara No. XXIII/MPRS/1966 tentang Pembaharuan Kebijaksanaan Landasan Ekonomi, Keuangan, dan Pembangunan, dan khususnya pasal 63;
3. Undang-undang No. 1 tahun 1967 tentang Penanaman ModaI Asing;
DENGAN PERSETUJUAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT GOTONG ROYONG;
MEMUTUSKAN:
Menetapkan: UNDANG-UNDANG TENTANG PENANAMAN. MODAL DALAM NEGERI.
BAB I PENGERTIAN PENANAMAN MODAL DALAM NEGERI
Pasall , (1) Yang dimaksud dalam Undang-undang ini.dengan "ModaI Dalam
negeri" ialah: bagian daripada kekayaan masyarakat Indonesia, termasuk hak-hak dan benda-benda, baik yang dirniliki oleh Negara, maupun swásta nasional atau swasta asing yang berdomisili .di Indonesia, yang disisÜtkan!disediakan guna menjaIankan sesuatu usaha sepanjang modal tersebut tidak diatur oleh ketentuan Pasal 2 Undang-undang No. 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing.
(2) PÜtak swasta yang memiliki modal dalani negeri tersebut dalam ayat 1 pasaI ini dapat terdiri atas perorangan dan! atau badan hukum yang didirikan berdasarkan hukum yang berlaku di Indonesia.
PasaI 2
Yang dirnaksud dalam undang-undang ini dengan "penanaman modaI daIam negeri" ialah:
penggunaan bagian daripada kekayaan seperti tersebut dalam pasal I, baik secara langsung atau tidak langsung, untuk menjalankan usaha menurut atau berdasarkan ketentuan-ketentuan Undang-undang ini.
BAB II PENGERTIAN PERUSAHAAN NASIONAL
DAN PERUSAHAAN ASlNG
Pasal 3
(1) Perusahaan nasional adalah perusahaan yang sekurang-ktirangnya 51% daripada modal dalam negeri yang ditanam di dalamnya
221
dimiliki oleh Negara dan/atau Swasta nasiorial. Persentase . itu senantiàsa harus diting'katkan sehingga pada tanggall Januari 1974 menjadi tidak kurang dari 75%.
(2) Perusahaan asing adalah perusahaan yang tidak memenuhi ketentuan dalam ayat 1 pasal ini.
(3) Jika usaha yang dimaksudkan dalam ayat·l pasal ini berbentuk perseroan terbatas maka sekurang-kurangnya persentase tersebut dalam ayat 1 dari jumlah saham harus atas nama.
BAB III BIDANG USAHA
Pasal 4
(1) Semua bidang usaha pada asasnya terbuka bagi swasta, Kegiatan negara yang bersangkutan dengan pembinaan bidang usaha swasta meliputi pllla bidang-bidang yang perlu dipelopori atau dirintis oleh Pemerintah.
(2) Bidang usaha Negara meliputi terutama bidang-bidang yang pengusahaanriya wajib dilaksanakan oleh Pemerintah.
BAB IV IZIN USAHA
Pasal 5
(1) Ketentuan-ketentuan mengenai izin usaha diatur oleh Pemerintah, kecuali yang diatur oleh Undang-undang.
(2) Dalam setlap izin usaha yang diberikan kepada perusahaan asing yang menggnnakan modal dalam negeri, ditentukan jangka waktu berlakunya dengan mengingat ketentuan-ketentuan dalam BAB V.
BAB V BATAS WAKTU BERUSAHA
Pasal 6
Waktu berusaha bagi perusahaan asing, baik perusahaan baru maupun lama, dibatasi sebagai berikut:
a. dalam bidàng perdagangan berakhir pada tanggal 31 Desember Tahun 1977; .
. b. dalam bidang industri berakhir pada tanggal 31 Desember ·Tahun 1997; ,
c. dalam) bidang-bidang usaha lainnya akan ditentukan lebih lanjut oleh Pe~erintah Mngan batas waktu antara 10 dan 30 Tahun.
222
Pasal 7
(1) Jikalau jangka waktu berusaha yang ditentukari ,bagi perusahaan asing berakhir, maka warganegara asing yang bersangkutan dapat melanjutkan berusaha dengan jalan antara lain: . a. mengalihkan modalnyake bidang usaha lain yang batas waktu
berusahanya belurn. b~rakhir; b. mengadakan usaha gabungan dengan perusa)1aan nasional. .
(2) Setelah waktuberusaha untuk perusahaan asing berakhir, milka perusahaan atau modal yang dimiliki oleh warga negara . asing yang· bersangkutan harus dialihkan kepada warga negara Indonesia.
(3) Jika setelah diberi peringatan secara tertulis sekurang-kurangnyà dua . kali oleh instansi yarig berwenang, warga negara asing yang berkepentingan di dalam waktu satutahun sejak berakhirnya jangka. waktu berusaha yang dimaksud dalam pasal 5 ayat 2 dan pasal 6, tidak memenuhi ketentuan-ketentuan dalam ayat 1 dan 2 pasal ini, maka Pemerintah atau instansi yang ditunjuknya berhak melakukan likwidasi terhadap perusahaan asing yang bersangkutan.
Pasal 8
Pemerintah berkewajiban untuk mengambil tindakan-tindakan dan menyelenggarakan usaha-usaha, . agar· pada waktunya perusahaanperusahaan nasional dapat menampung dan melakukan fnngsi dan kegiatan-kegiatan perusahaari-perusahaan asing yang batas . waktu berusahanya telah berakhir.
BAB VI PEMBEBASAN DAN KERINGANAN PERPAJAKAN
Pasal 9
(1) Modal yang ditanam dalam usaha-usaha rehabilitasi, pembaharuan, perluasan dan pembangnnan barn di bidang-bidang pertanian,· perkebunan, kehutanan, pèrik;lUan, petemakan, pertambangan, perindustrian, pengangkutan, perumahan rakyat, kepariwisataan, prasarana, dan usaha-usaha produktip lainnya menurot .ketentuan Pemerintah oleh instansi Pajak tidak diusut asal-usulnya dari tidak dikenakan pajak.
(2) Kelonggaran tersebut pada ayat 1 pasal ini berlaku untuk jangka waktu Iima tahun dari berlakunya Undang-undang ini.
Pasal 10
(1) Modal yang ditanam dalam usaha-usaha di bidang-bidang termaksud dalam pasal 9 ayat 1 dibl'baskan dari pengenaan Pajak Kekayaan.
223
(2) Deposito dan tabungan yang disimpan dalam bank sekurangkurangnya satu tahun, dibebaskan pllla .çlari pengenaan Pajak Kekayaan.
Pasal 11
Penempatan modal dalam usaha-usabà di bidang tersebut dalam , pasal 9 ayat 1 dibebaskan dari Bea Meterai Modal.
Pasal 12
(1) kepada perusahaan-perusahaan yang menanam modal baru dalam usaba-usaha di' bidang termaksud dalam pasal 9 ayat 1 diberi-kan pembebasan dari pengenaan Pajak Perseroan atas labanya, dan kepada para pemegang sabam dari perusahaan termaksud di atas diberikan pembebasan dari pengenaan Pajak Deviden atas bagian laba yang dibayarkan, untuk jangka waktu dua tahun, terhitung dari saattermaksud mulai berproduksi. Jangka waktu dua tabun ini dapat diperpanjang apabila dipe)luhi ketentuan-ketentuan tersebut dalam ayat-ayat selanjutnya dari pasal ini.
(2) Apabila penanaman modal tersebut dalam ayat 1 pasal ini dapat menambah atau menghemat devisa yang jumlahnya berarti, diberikan tambahan pembebasan pajak untuk satu tabun.
(3) Apabila penanaman modal tersebut dalam ayat 1 pasal ini dilakukan di luar Jawa, diberikan tambahan pembebasan pajak untuk 1 tahun.
(4) Apabila penanaman modal tersebut dalam ayat 1 pasal ini memerlukan modal besar, diberikan tamhahan pembebasan pajak untuk 1 tabun.
(5) Apabila penanaman modal tersebut dalam ayat 1 pasal ini dilakukan di bidang p;asarana, diberikan tambahan untuk 1 tahun.
Pasal 13
Pemerintah dapat membedkan keringanan Pajak Perseroan kepada perusahaan-perusahaan yang berusaha dalam bidang-bidang yang mendapat prioritas sesuai dengan Rencana Pembangunan Pemedntab.
Pasal 14
(1) Bagian labaperusahaan yang ditanam (kembali) dalam usaha-usaha di bidang-bidang tersebut dalam pasal 9 ayat 1 dikecualikan dalam perhitungan laba yang' dikenakan pajak untuk tahun pajak yang bersangkutan.
(2) Ketentuan termaksud pada ayat 1 pasal ini hanya berIaku selama jangka wakfu 5 tahun sejak diundangkannya Undang-undang ini.
224
Perpanjangan waktu jangka waktu tersebut diatur oleh Menteri Keuangan.
(3) Bagi perusabaan-perusabaan yang memperoleh pembebasan dari pengenaan Pajak Perseroanatau Pajak Pendapatan, baik berdasarkan pasal 12 Undang-undang ini 'maupun J>erdasarkan peraturan pelaksanaan Undang-undang No. 27 Tahun 1964, ketentuan tersebut pada ayat 1 pasal ini berIaku selama jangka waktu 5 tahun setelah berakhirnya pembebasan dari pengenaan Pajak Perseroan atau Pajak Pendapatan tersebut di atas. Perpanjangan jangka waktu tersebut diatur oleh Menteri Keuangan.
Pasal 15
Pengimporan barang-barang modal (termasuk alat-alat dan perIengkapan yang diperIukan untuk usaha-usaha pembangunan baru dan rehabilitasi dalam bidang-bidang tersebut dalam pasal 9 ayat 1 dapat diberikan keringanan-keringanan Bea Masuk.
Pasal 16
Terhadap modal dalam negeri yang dimiliki oleh negara dan/atau swasta nasional yang bekerja sama dengan modal asing seperti dimaksud
, dalam Undang-undang No. 1 tahun 1967 dalam usaha gabungan berlaku kelonggaran-kelonggaran/keringanan-keringanan yang ditetapkan dalam BAB VI Undang-U/ldang tersebut, serta pasal 9 dan 10 dari Undangundang ini.
Pasal 17
Pelaksanaan dari ketentuan-ketentuan yang dimaksud dalam pasal 9 ayat 1 dan 2 ,Pasal 10 ayat 1 dan 2, Pasal 11, pasal 12 ayat 1 s/d 5, pasal 13, pasal 14 ayat 1 s/d 3, pasal IS, dan pasal 16 dilakukan oleh Menteri Keuangan. '
BAB VII TENAGA KERJA
Pasal 18
Pemilikmodal mempunyai wewenang sepenuhnya untuk menentukan direksi perusahaan di mana modalnya ditanam.
225
Pasal 19
Perusahaan-perusahaan baik nasional maupun asilig, wajib menggunakan tenaga ahli bangsa Indonesia, kecuali apabila jabatan-jabatan yang diperlukan belum dapat diisi dengan tenaga bangsa Indonesia, dalam hal.mana dipat digunakan tenaga ahli warga negara asilig satu dàn laili menurut ketentuan Pemerintah. Penggunaan tenaga kerja warga negara asing penduduk lndonesia harus mementihi ketentuan-ketentuan Pemerilitah.
Pasal 20
Perusahaan-perusahaan, baik nasional maupun asilig, wajib menye: lenggarakan dan/atau menyediakan fasilitas:fasilitas latihan dan pendidikan bila dipandang perlu oleh Pemerintah.
BAB VIII KEW AJIBAN-KEW AJlBAN LAIN
Pasal 21
Perubahan pemilikan modal dari perusahaan nasional yang meng. akibalkan kurang dari persenlase modalnya yang disebut dalam pasal 3 aya! 1 merupakan miIik negara dan! atau swasta nasional, wajib dilaporkan kepada ilistansi yang l!J.emberikan izin usaha. Jika hal ilii tidak dilaporkan dalam waktu tiga bulan, maka izili usahanya dicabut.
Pasal 22
Perusahaan-perusahaan, baik nasional maupun asilig, wajib mementihi ketentuan pendaftaran yang ditentukan oleh Pemerintah.
BAB IX KETENTUAN-KETENTUAN LAIN
Pasal 23
(1) Perusahaan asilig tidak diperkenankan mengadakan usaha gabungan dengan modal asilig seperti dimaksud dalam Undang-undang No. f Tahun 1967.
(2) Terhadap modal dalam negeri yang dimiliki orang asilig yang
226
berdomisili di luar Indonesia, berlaku peraturan-peraturan dan ketentuan-ketentuan yang ada sebelum berlaknnya Undang-undang ini.
Pasal 24
Pada saat berlaknnya Undang-nndang ini tidak berlaku lagi: a. UU No. 26 Tahun 1964 tentang Pembertan Perailgsang Penanaman
Modal; b. UU No. 27 Tahnn 1964 tentang Pemberian Pembebasan Pajak
Perseroan/Pajak Pendapatan; c. Semua ketentuan-ketentuan dalam 'pernndang-undangan yang ber
tentangan dengan apa yang ditentukan dalam Undang-undang ilii, kecuali ketentuan seperti tercanturn dalam pasal 23 ayat 2.
BAB X KETENTUANPENUTUP
Pasal 25
(1) Hal-hal yang belum atau belum cukup diatur dalam Undang-undang ilii akan diatur lebib lanjut oleh Pemerintah.
(2) Undang-undang ilii mulai berlaku pada hari diundangkan. Agar setiap orang dapat mengetahuiliya mçmerintahkan pengun
dangan Undang-undang ilii dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia,
Diund,mgkan di Jakarta pada tanggaI3-7-1968
SEKRETARIS NEGARA RI,
t.t.d. ALAMSJAH Maj. Jen. TNI
Disahkan di Jakarta pada tanggal3-7 -1968
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, !.t.d
SOEHARTO Jenderal TNI
LEMBARAN NEGARA NO: 33 TAHUN 1968
\
227
PENJELASAN ATAS UU NOMOR 6 T~ 1968 TENTANG
PENANAMAN MODAL DALAM NEGERt
• PENJELASAN UMUM:
Dalam Demokrasi Pancasila modal harus diberi tempat yang sewajarnya, sesuai dengan arti dan pentingnya faktor tersebut dal.am pembangunan masyarakat yang adi! dan makmur. Pembangu.nan tl?~k akan mungkin taupa adauya pemupukan modal dalam negerl sendm secara besar-besaran, sedangkan penggunaan modal tersebut harus diatur dan disalurkan hingga timbul kegiatan-kegiatan ekonomi yang produktif dan efisien.
Setiap negeri yang belum maju mengalami kemerosotan ata~ kemandekan perkembangan ekonomi karena kelemahan masyarakat ttu untuk memupuk modalnya sendiri. Hal ini juga disebabkan karena le~a~nya kemampuan' para pengusaha, baik dari pihak swasta maupun darl pihak Pemerintah. Karena itu perlu diadakan ketentuan-ketentuan dan pengaturan-pengaturan yang dapat memperbesar kemampuan masyarakat lndonesia untuk berusaha secara produktif. Kelemahan-kelemahan tersebut maslh lagi ditambah dengan kesulitan dengan adanya dominasi perekonomian lndonesia pada umumnya dan dominasi modal khususnya oleh orang-orang asing yang memiliki dan berusaha dengan modal dalam negeri. Keadaan ini telah berlangsung berabad-abad lamanya dan sekarang tiba waktunya untuk mengakhiri keadaan tersebut. .
Sebaliknya justru adanya dominasi tersebut sangat membatasl kemampuan-kemampuan Pemerintah pada dewasa ini untuk bertindak. secara radikal dalam waktu yang sangat singkat.
Sesuai dengan semangat Pancasila maka yang selalu dipentingkan di atas segala-galanya adalah perbaikan nasib rakyat. .
Karena itu pengakhiran dominasi orang asing atas perekonom~an Indonesia, harus dilaksanakan dengan cara memanfaatkan orang asmg dan modalnya; tanpa meninggalkan realitas-realitas yang berlaku. '
Mengingat hal-hal tersebut di atas maka perlu diadakan pemisahan yang tegas antara perlakuan terl)adap modal dan perlakuan terhadap perusahaan. Seluruh modal yang berada di lndonesia yang tidak memenuhi ketentuan-ketentuan pusal '2 Undang-undang No. 1 Tahun 1967 tentang Penanainan Modal Asing adalah modal dalam negeri. Walaupun modal dalam negeri dapat dimiliki oleh berbagai pihak termasuk orang , asing, namun terhadap seluruh modal dalam negeri tidak diadakan pembedaan perlakuan.
228
Pembedaan perlakuan diadakan secara tegas terhadap orang-orang asing dan perusahaannya yang menguasai dan memiliki modal dalam negeri.
,Pada prinsipnya orang asing tidak dibolehkan berusaha dengan modal dalam negeri, akan tetapi mengingat keadaan-,keadaan perekonomian dan masyarakat Indonesia, maka orang-orang asing dengan
'modalnya perlu dimanfaatkan dengan memberikan kepada mereka ketentuan-ketentuan dan kepastian atas dasar mana mereka dapat bekerja secara produktif dan bermanfaat bagi seluruh masyarakat Indonesia.
Lebih penting lagi ialah adanya ketentuan-ketentuan dan kepastian daya kreatif rakyat . dapat menimbulkan akumulasi modal yang digunakan untuk kegiatan-kegiatan produktif. Hanya dengan keadaan demikian itulah pembangunan ekqnomi dapat dilaksanakan. Dalam hal ini Pemerintah memegang peranan yang sangat vital sebagai pemimpin dan pelopor dari pembangunan.
Dengan penanaman-penanaman modal secara berencana dalam jumlah-jumiah yang cukup besar maka Pemerintah dapat merintis dan merangsang penanaman modal dari pihak masyarakat pada uniumnya.
Pembangunan yang sungguh-sungguh dapat dirasakan olehRakyat hanya dapat dicapai dengan mobilisasi modal dari seluruh masyarakat. Karena itu Undang-undang tentang Penanaman modal Dalam Negeri ini mengandung ketentuan-ketentuan yang dapat merangsang dan menjamin' pemupukan modal baik yang kecil maupun yang besar. Antara lain pemupukan modal dengan cara tabungan-tabungan, deposito-deposito berjangka, pembelian kertas-kertas berharga, mendapat perangsangperangsang supaya makin lama makin menjadi sumber-sumber modal yang berarti. .
Undang-undang ini sesungguhnya tidak hanya mengatur modal dalam negeri, akan tetapi juga mengatur dalam garis besar pengusahapengusaha dan perusahaan-perusahaannya. Sejalan dengan itu, maka dalam Undang-undang inijuga terdapat,ketentuan-ketentuan yang pada hakekatnya merupakan pembaharuan dan 'peningkatan. daripada Peraturan Pemerintah No. 10 Tahun 1959:Karena itu undang-undang ini seyogyanya dijadikan undang-undang pokok yang dapat dipakai sebagai landasan 'untuk semua ketentuan-ketentuan yang mengatur hal-hal dal~m berbagai hal bidang usaha.
PENJELASAN PASAL DÈMI PASAL
Pasal 1
Modal dalam negeri diartikan sebagaisuinber produktif dari masya-
229
rakat Indonesia yang dapat dipergunakan bagi pembangunan ekonomi pada umumnya. Modal dalam negeri adalah modal yang me1,'1lpakan bagian dari kekayaan masyarakat Indonesia, termasuk hak·hak dan benda·benda (bergerak dan tidak bergerak), yang dapat disisihkiml
, disediakan untuk menjalankim suatu usaha/perusahaan: (Contoh dari kekayaan termaksud adalah tanah, bangunan, kayu di hutan, dan lain·lain). Kekayaan tersebut dapat dimiliki oleh Negara (pemerintah) dan Wasta. Kekayaan yang dlmllikl oleh pihak swasta selanjutnya dapat dibagi lagi menjadi: a. yang dimiliki oleh swasta nasional (warga negara Indonesia), baik
perorangan maupuiJ. badan hukum, termasuk koperasi; bi yang dimiliki oleh swasta asipg (warga negara asing), baik per
orangan maupun badan hukum. Di samping itu alat·alat pembayaran,luar negeri yang dimiliki oleh
Negara dan Swasta nasional yang disisihkan/disediakan uutuk menjalan. kan usahanya di Indonesia termasuk pula sebagai modal dalam negeri.
Pasal 2
Yang dimaksud dengan penanaman modal dalam negeri ialah penggunaan modal tersebut dalam pasal 1 bagi ,usaha·usaha yang mendorong' pembangunan ekonomi pada umumnya. Penanaman tersebilt dapat dilakukan secara langsung, yakni óleh pemiIiknya se~iri, atau tidak langsung, yakni melalui pembelian obligasi·obligasi, surat-surat kertaS perbendaharaan negara, emisi-emisi lainnya (saham. saham) yang dikeluarkan oieh perus.ihaan, serta deposito dan tabungan yang berjangka sekurang-kurangnya satu tahun.
Pasal 3
Perusahaan yang menggunakan modal dalam negeri dapat dibedakan antara perusahaan nasional dan perusahaan asing. '
Perusahaan nasional dapat dimiliki seluruhnya oleh Negara dan/atau Swasta nasional, ataupun, sebagai usaha gabungan antara Neg"ra dan/ atau swasta nasional dengan swasta asing, dengan pengertian bahwa sekurang-kurangnya 51% dari modahiya dimilikioleh Negara dan/atau swasta naiional. Jumlah 51% inisudah dianggap cukup mengingat kesanggupan dari swast'! nasional pada dewasa ini. Dimaksudkan b,ahwa jumlah yang dimiliki oleh Negara dan/atau, swasta nasional secara bertahap menjadi lebih besar, yakni bahwa pada tanggall Januari 1974 persentase modal tersebut tidak boleh kurang dari 75%,
Jika perusahaan itu berbentuk Perseroan Terbatas persentase ini adalah terhadap modal yang ditempatkan. Pembuktian bahwa sekurangkurangnya 51% dari modal yang ditanam adalah milik Negara dan/atau
230
swasta nasional, dilakukan dengan menunjukkan antara lain saham atas ' nama" akte-akte notaris, dan sebagainya.
. ~pabila pemb~ktiannya tidak cukup, mak.. perusahaan termaksud dltetapkan sebagal perusahaan asing. Dalam hal kerja seperti tèrsebut di atas seyogyany~ usaha itu dijalankan dalam bentuk Perseroan Terbatas. Alasan untuk tldak mengharuskan semua saham dikeluarkan atas nama, adalah urituk memperluas pasaran modal, dan dengan derilÎkian memperbesar kemungkinan pihak nasional untuk memperkuat modal dan usahanya.
Pasal 4
Pemberian kebebasàn bagi swasta untuk berusaha di semua sektor perekonomian ini, kecuali dÎ bidang-bidang yang menguasai hajat hidu rakyat banyak dan strategis, pada prinsipnya adalah untuk 'merangsan~
, dan mengarahkan daya kreatif dan dinamik masyarakat kepada usahausaha J?roduktif yang dapat mempercepat pembangunan ekonomi I~done~la. Dal~m usaha mengatur penanaman modal dalam negeri perlu dlpakal sebagal landasan pokok Ketetapan MPRS No. XXIII/MPRS/ 1966 tentang Pembaharuan Kebijaksanaan Landasan Ekonomi Keu~ngan,.dan Pembl!ngunan, di mana dalam demokrasi 'ekonomi 'tidak dtkenal ststem "free fight liberalisme", sisterm "etatisme", dan monopoli yang merugikan masyarakat.
Berhu~ungan dengan itu maka tiap penanaman modal tidak boleh m~mbatast pertUl~buhannya potensi inisiatif dan daya kreasi rakyat, mtsalnya denga? t.unbulnya berbaga.i macam monopoli yang merugikan masyarakat, balk t!u datangnya dart negara maupun dari fihak swasta. , Pasal 46 Ketetapan MPRS No. XXIlI/MPRS/1966 mengatàkan. Perkemb~ngan us.aha swasta tidak boleh menyimpang dari asas demokrasl ekonomt ~ang merupakan ciri dan sistem ekonomi terpimpin berdasarkan Pancasila. Tanpa mengingkari prinsip-prinsip effi' . k .. ah " Slenst, ma a or~anlSaSt us a swasta harus memungkinkan perkembangan demokrast ekonomi di dalam lingkungannya. U ntuk ini diperlukan pengawasan dari aparatur Pemerintah. '
Di lain pihak demi perkembangan kegiatannya, maka golongan Swasta Nasiona~ berhak memperoleh palayana~, pengayoman, dan bantuan yang walar dari aparatur Pemerintah. Dalam hubungan ini perlu adanya satu forum sw~sta. Bidang-bidang usaha negara yang wajib dilaks~nakan oleh Pemermtah adalah bidang-bidang usaha seperti yang dtmaksudkan oleh pasal 33 ayat 2 Undang-Undang Dasar 1945 dan Ketetapan-ketetapan MPRS yang mengharuskannya.
231
Pasal 5
Izin usaha pada umumnya diatur oleh Pemerintah, akan tetapi ada yang diatur oleh Undang-undang, misalnya "kuasa pertambangan", yang diatur dalam Undang-undangNo. 11 Tahun 1967 tentang Pertambangan. Pemberian izin usaha kepada perusahaan asing dilakukan oleh atau atas nama Menteri yang bersangkutan. Berdasarkan atas usul Kepala Pemerintahan yang bersangkutan maka Menteri dapat menutup sesuatu bidang usaha bagi perusahaan-perusahaan asing sebelum batas waktu yang tercantum dalam pasal 6. Menteri juga ,dapat mengeluarkan keputusan, setelah mendengar pendapat Kepala Pemerintahan yang bersangkutan, untuk menutup sesuatu daerah terhadap kegiatan perdagangan orang-orang atau perusahaan-perusahaan asing. Yang demikian itu adalah dalam rangka memberi arti yang lebih positif terhadap penampungan inti materi PP No. 10 Tahun 1959.
Pasal 6 Dalam perekonomian Indonesia ada kenyataan bahwa modal dalam
negeri untuk bagian yang sangat penting dikuasai oleh orang asing. Keadaan ini yang telah berlangsung berabad-abad, tidak boleh dibiarkan berlarut-larut. Sebaiknya tidak pula boleh diabaikan kenyataan' bahwa keadaan tersebut tidak bisa diakhiri dalam waktu yang singkat. Untuk menghilangkan dominasi asing atas modal dan perekonomian Indonesia, mulai sekarang sudah harus diadakan persiapan-persiapan. Persiapan-persiapan tersebut adalah kewajiban masyarakat Indonesia, baik swasta nasional maupun Pemerintah, yang harus jelas memberikan fasilitas-fasilitas untuk menjamin kepada pihak nasionaI. Karena itu pada prinsipnya orang asing tidak diperbolehkan berusaha dengan modal dalam negeri, akan tetapi mengingat perkembangan tersebut di atas, orang asing masih diperbolehkan berusaha dengan batas waktu, yaitu antara 10 tahun untuk perdagangan dan 30 tahun untuk industri. Tidak ditentukannya batas waktu yang lebih pendek, adalah karena mengingat kepentingan kelancaran jalannya perekonomian, sedangkan kemampuan-kemampuan sesungguhnya dari pihak nasional masih sangat terbatas dalam segala bidang. ' ,
Dalam bidang-bidang lain, termasuk jasa-jasa yang sangat diperIukan bagi rakyat banyak, Pemerintah dapat menentukan batas waktu antara 10 tahun dan 30 tahun. lni tidak berarti bahwa sebelum berakhirnya batas waktu itu tidak dapat diadakan peralihan kekuasaan atas modaI. Batas-batas waktu tersebut berlaku u.l1tuk semua p~rusahaan asing, baik yang baru maupun yang lama.
232
Pasal 7
Ketentuan-ketentuan ini mengandung dua maksud: ,Pertama: supaya modal dalam negeri pada umumnya dan yang dimiliki
oleh orang asing khususnya tidak terlalu tertarik kepada bidang perdagangan atau lain-lain bidang yang kurang penting bagi perkembangan ekononii. Dengan begini modal akan lebih diberi perangsang untuk ditanam dalam bidang produksi umumnya dan industri khususnya.
Kedua supaya modal yang dikuasai oleh orang asing diberi perangsang untuk kerja sama dengan swasta nasional dan memperkuat usaha nasionaL
Dengan penyelesaian secara bertahap maka dominasi modal dalam negeri oleh orang asing dapat diakhiri tanpa menghambat kelancaran berkembangnya perekonomian Indonesia.
Pasal 8
Sejak beberapa tahun Pemerintah maupun swasta nasional menjalankan berbagai usaha untuk mengakhiri dominasi modal dan perekonomian Indonesia oleh orang asing. Bahkan berbagai Peraturanperaturan Pemerintah dan tindakan-tindakan/kebijaksanaan pengnasapenguasa di daerah telah dikeluarkan dan, dilaksanakan untuk mengainbil alih kekuasaan dalam ekonomi, akan tetapi semua itu tidak atau belum membawa hasil yang memuaskan. Tiap kali ternyata bahwa persiapan-persiapan tidak ada sehingga tindakan tersebut lebih banyak menimbulkan kegoncangan (kemunduran-kemunduran) daripada kemajuan. Untuk ini mema.ng perlu diadakan tindakan-tindakan persiapan yang konkrit dan memerlukan cukup waktu.
Dalam persiapan-persiapan ini Pemerintah memegang peranan dan tanggung jawab untuk mempersiapkan pihak nasional secara tegas dan berencana.
Pihak nasional baik Pemerintah maupun swasta, harus telah siap dengan kemampuan yang cukup baik secara ekonomis (keuangan dan lain-lain fasilitas) maupun mental (management, organisasi, dan lain-lain) jika waktunya telah datang untuk mengakhiri dominasi ekonomi Indonesia oleh orang asing.
(
Pasal 9
Di samping untuk pembangunan baru, , dianggap perlu untuk memberi perangsang di bidang perpajakan kepada usaha-usaha rehabili-
233
. tasi, pembaharuan, dan perluasan dari kapasitas produksi yang sudah ada, karena usaha termaksud dapat dilaksanakan dalam waktu yang agak singkat dan dengan biaya yang lebih rendah daripada pembangunan baru. Modal baru yang ditanam dalam bidang-bidang yang disebut dalam pasal il:ti diberikan fasilitas dalam bidang perpajakan, yang lazim disebut "peinutihan" modal, yakni tidak' diadakan pengusutan oleh instansi pajak terhadap asal-usulnya serta tidak dikenakan pajak. Jangka waktu lima tahun sejak berlakunya Undang-undang ini dimaksud agar proses penanaman modal dipercepat. Modal yang diputihkan menurut ketentuan-ketentuan inl di kemudian hari tetap tidak diusut akan' asalusulnya serta tidak dikenakan pajak. Modal yang ditanam dalam bidang perdagangan iidak diberi kelonggaran ini karena tidak perlu diberi perangsang lagi.
Pasal 10
Maksud dari ketentuan dalam pasal iniadalah untuk lebih mengarahkan penanaman modal ke bidang-bidang tersebut dalam pasal 9.ayat 1. Deposito dan tabungan yang sekurang-kurangnya berjangka waktu 1 tahun dianggap cukup lama untuk dimanfaatkan oleh bank sebagai pemupukan modal. Dengan bank dimaksud semua bank, baik yang milik Negara maupun yang milik swasta, yang didirikan berdasarkan Undangundang yang berlaku.
Pasal 11
Seperti didam pasal sebelumnya maksudnya adalah untuk tidak membebani modal yang ditanam dalam usaha-usaha di bidang-bidang yang produktif. .
Pasal 12
Pembebasan pajak (tax holiday) yang dimaksud adalah pembebasan dari pengenaan Pajak Perseroan yang dikenakan atas laba dari Perusahaan, baik yang berbentuk Perseroan Terbatas maupun perseroanperseroan lain, serta daripada Pajak Devidend atas bagian laba yang dibayarkan kepada pemegang saham. Pembebasan pajak terrnaksud, diberikan untuk sekurang-kurangnya dua tahun dan untuk selamalamanya 6 .tahun tergantung dari dipenuhinya ketentuan-ketentuan untuk memperoleh tambahan seperti tercantum dalam ayat 2, 3, 4, dan 5 pasal ini. \
Pembebasan pajak termaksud' merupakan hak dari yang bersangkutan. Yang dimaksud dengan pembebasa~ pajak termaksud di atas
234
adalah mengenai bagian laba berdasarkan keseimbangan antara modal . baru yang ditanam dan modal lama.
Pasal 13
Keringanan Pajak Perseroan dapat· berbentuk tarip selektif, sistem penyusutan yang bermanfaat bagi perusahaan, dan lain-lain.
Pasal 14
Maksud dari' pasal ini selain untuk memberi perangsang bagi penanam modal dalam usaha-usaha .di bidang-bidang tersebut dal.am pasal 9 ayat 1 adalah juga untuk memberi imbangan terhadap fasilitas yang diberikan dalam pasal 9, dengan kecualian bagian laba perusahaan yang ditanam (kembali) dalam perhitungan laba yang dikcmakan pa jak. Yang diartikan dengan pengecualian dalam perhitungan laba termaksud adalah pengurangan jumlah seluruh laba dengan bagian laba yang ditanam (kembali). Dalam hal ini perhitungan pendapatan perorangan yang dikenakan pajak pendapatan, diperlakukan sama dengan laba Perusahaan yang dikenakan Pajak Persero.an sebagaimana diuraikan tersebut di atas.
Pasal 15 Departemen yang bersangkutan harus menjámin bahwa alat-alat itu
digunakan untuk pembangunan baru atati rehabilitasi dalam bidatlgbidang tersebut dalam pasal 9 ayat 1 untuk mencegah penyalahgunaan.
Keringanan Bea masuk ditentukan oleh Menteri Keuangan setelah mendengar Metiteri yang bersangkutan. Menteri Keuangan menentukan jumlah keringanan berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tertentu.
Pasal 16
Dalam hal koperasi diperkenankan merigadakan kerja ·sama dengan modal asing seperti dimaksud dalam Undang-undang No. 1 Tahun 1967, dalam bentuk usaha gahungan, maka baginya' pun diperlakukan
ketentuan pasall6. Pasal 17
Cukup jelas. Pasal 18
Sewajamya pemilik modal mempunyai wewenang untuk menentukan direksinya, karena pemilik modal ingin menyerahkan pengurusan modalnya kepada orang yang dipercayainya.
Pasal 19 Ketentuan-ketentuan Pemerintah itu dilandaskan kepada ketentuan'
ketentuan perundangan yang berlaku.
235.
Pasal 20 Cukup jelas.
Pasal 21
Maksud pelaporan ini adalah agar perobahan status da"ri perusahaan seperti disebut dalam pasal 3, dapat diketahui.
Pasal 22
Pendaftaran termaksud merupakan bahan penting bagi berbagai aktivitas Pemerintahan, antara lain penyusunan rencana pembangunan, sehingga perIu dilaksanakari setelah Pemerintah selesai dengan mempersiapkan aparatur yang diperIukan.
Pasal 23
(1) Maksud pasal ini adalah untuk mengerahkan supay~· modal dalam negeri rriilik orang asing bekerja sama dengan perusahaan nasional, sebaIiknya supaya modal asing yang dhnaksud dalam Undangundang No. 1 Tahutf 1967 hanya melakukan usaha gabungan dengan perusahaan nasiona!.
(2) Perusahaan yang pada waktu yang lalu statusnya perusahaan asing berdasarkan peraturan-peraturan yang berIaku di antaranya yang pernah dikuasai Pemerintah,.tetap dijamin hak-hak khusus berdasarkan peraturan-peraturan dan ketentuan-ketentuan yang berlaku bagi mereka.
Pasal 24
Materie Undang-undang No. 26 dan 27 tahun 1964 sudah ditampung daIam Undang-undang ini. "
236
Pasal 25
Cukup jelas.
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK JNDONESJA NOMOR: 2853.
PERUBAHAN DAN TAMBAHAN VU No. 1/1967 Ttg. PMA
Perubahan dan Tambahan Undang-undang No. 1/1967 tentang Penanaman Modal Asing ini telah disahkan menjadi Undang·Undang No. 11/1970 tg!. 10-8-1970 oleh Presiden Republik Jndonesia Soeharto.
Perubahan dan tambahan sebagai berikut: Pasall sampai dengan pasal 14 tidak.ada perobahan. Pasal 15: Kepada perusahaan-perusahaan modal asing yang bergerak di
bidang-bidang usaha termasuk dalam pasal 5 diberikan kelonggaran-kelonggaran perpajakan sebagai berikut:
Ke - 1. BEA METERAJ MODAL: Pembebasan bea meterai modal atas penempatan modal yang berasal dari penanaman modal asing.
Ke - 2. BEA MASUK DAN PAIAK PENJUALAN: Pembebasan atau keringanan bea masuk dan pembebasan pajak penjualan (impor) papa waktu pemasukan barangbarang perIengkapan tetap ke dalam wilayah Jndonesia seperti mesin-mesin, alat-alat kerja atau pesawat-pesawat yang diperlukan untuk menjalankan perusahaan itu.
Ke - 3. BEA BÀLIK NAMA: Pembebasan Bea Balik Nama atas akte pendaftaran kapal untuk pertama kalinya di Jndonesia yang dilakukan dalam masa sampai dengan 2 (dua) tahun setelah saat mulai berproduksi satu dan lain dengan memperhatikan jenis us ahanya.
Ke - 4. PAIAK PERSEROAN: Kelonggaran-kelonggaran di bidang pajak perseroan: a. Kompensasi kerugian seperti yang diatur dalani pasal 7
ayat (1) Ordonansi Pajak Perseroan 1925. " b. Kompensasi kerugian yang diderita selama 6 (enam) tahun
pertama sejak pendirian seperti yang diatur dalam pasal 7 ayat (2) Ordonansi Pajak Perseroan 1925.
c. Penghapusan dipercepat seperti yang diatur lebih-Iebih jauh sesuai dengan pasal 4 ayat (4) Ordonansi Pajak Perseroan 1925.
d. Perangsang penanaman seperti yang diatur dal am pasal 4b Ordonansi Pajak Perseroan 1925.
237
Ke - 5. PAJAK DIVIDEN: a.Pembebas~n pajak dividen selama 2-,(dua) tahun terhitung
dari saat berproduksi atas bagian laba yang dibayarkan kepada para pemegang saham, sejauh dividen tersebut di negara si penedma tidak dikenakan pajak atas laba atau pendapatan. _
b. Jangka waktu 2 tahun tersebut dapat diperpanjang dengan tambahan masa bebas pajak sebagaimana yang diatur dalam pasal16 ayat (2)., "
, Pasal 16: (1) Kepada badan-badan baru, yang menanam modalnya di bidang produksi yang mendapat prioritas dari pemerintah, Menteri Keuangan berwenang memberikan pembebasan pajak perseroan untuk jangka waktu 2 (dua) tahun (masa bebas pajak) terhitung ,dari saat perusahaan tersebut mulai berproduksi.
(2) Menteri Keuangan dapat memperpanjang jangka. waktu masa bebas pajak termaksud pada ayat (1). pasal ini dalam hal dipenuhi ketentuan-ketentuan sebagai berikut: a. Apabila penanaman modal tersebutdapat menambah
dan menghemat devisa Negara secara berarti, diberikan tambahan masa bebas pajak 1 (satu) tahun; ,
b. Apabila penanaman modal tersebut dilakukan di luar Jawa, diberikan tambahan masa bebas pajak 1 (satu tahun;
c. Apabila penanaman modal tersebut memerlukim modal yang besar, karena keperluan membangun prasarana dan/ atau menghadàpi resiko yang lebib besar dari yang sewajamya, diberikan tambahan masa bebas pajak 1 (satu) tahun;
d. Dalam hal-hal yang ,oleh Pemerintah diprioritaskan secara khusus diberikan tambahan masa bebas pajak 1 (satu) tahun;
(3) Selain kelonggaran-kelonggaran perpajakan termaksud dalam pasal 15 dan pada ayat (1) dan ayat (2) pasal ini, dengan peraturan Pemerintah dapat diberikan tambahan kelonggaran-kelonggaran lain kepada suatu perusahaan modal asing yang sangat diperlukan bagi pertumbuhan ekonomi.
Pasal 17: Pelaksanaan ketentuan-ketentuan dalam pasal 15 dan pasal 16 ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan oleh Menteri Keuangan. KETENTUAN PERALIHAN:
2-38
a. Ketentuan-ketentuan lama dapat diberlakukan sepenuhnya atas permintaan yang bersangkutan, dal~m hal per-
- mohonan-permohonan untuk penanaman telàh diajukan sebelum Undang-Undang ini berlàku dan atas itu belum diainbiI keputusan oleh Panitia Penanaman Modal.
b. Untuk penanaman'penanaman yang telah mendapat fasilitas-fasilitas perpajakan menurut pasal 16 ayat 2, dapat ditinjau kembali secara keseluruhan sesuai dengan ketentuan-ketentuan baru, apabila untuk itu diàjukan permohonan oleh yang bersangkutan.
Pasal 18 dan seterusnya tidak ada perobahan.
No. 47, 1970. UNDANG-UNDANG NO. 6 TAHUN 1968. PENANAMAN MODAL DALAM NEGER!. PERUBAHAN DAN TAMBAHAN. Undang-Undang No. 12 Tahun 1970. tent~g Perubahan dan Tambahan Undang-Undang No. 6 tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara No. 2944).
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA. PRESIDEN REPUBLIK INDONESlA,
Mengingat
Mengingat
a. bahwa garis besar politik perpajakan Negara dalam menghadapi pembangunan meliputi: peningkatan ta· bungan Pemerintah melalui peningkatan penerimaan, merangsang 'tabungan masyarakat, mendorong investasi dan produksi serta membantu redistribusi penghasilan ke arah yang lebih seimbang dan mudah di dalam administrasinya;
b. bahwa guna meningkatkan pembangunan di Indon~sia, perlu segera diciptakan suatu ikIim fiskal ,yang baik bagi pengusaha-pengusaha, khususnya bagi pe~ nanam-penanam moda1;
c. bahwa berhubung dengan perubahan~perubahan yang dilàkukan dalam' Ordonansi Pajak Perseroan 192-5, maka Undang-undang No. 6 tahun 1968 tentang Pe· nanaman Modal Dalam Negeri perlu disesuaikan dengan pertibahan-perubahan tersebut.
1. Und~ng-Undang Dasar 1945 pasalS ayat (1), pasal 20 ayat (1) dan pasal 2-3 ayat (2);
2. Ketetapan MajeIis Permusyawaratan Ràkyat Sementara No. XXIIl/MPRS/1966.
2-39
3. Undang·undang No. 6 Tahun 1968 tentang Penanam· an Modal Dalam Negeri.
4. Ordonansi Pajak Perseroan 1925 'sebagaimana telah diubah dan ditambah, terakhir dengan Undang· undang No. 8 tahun 1970 (Lembaran Negara tahun 1970 No. 43).
Dengan persetujuari Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong:
MEMUTUSKAN
Menetapkan: Undang·undang tentang Perubahan dan Tambithan Uno dang·undang No. 6 Tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri.
Pasall
Undang·undang No. 6 tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri diubah dan ditambah sebagai berikut: I. PasallO ditambah dengan satu ayat batu ayat (3) yang berbunyi
sebagai berikut: (3) "Kelonggaran tersebut, pada ayat (1) dan ayat (2) pasal ini
berlaku untuk jangka waktu 5 (lInia) tahun sejak berlakunya Undang-Undang ini."
U. Pasal 11 dibapuskan. UI. Pasal 12 diubah seluruhnya sehingga berbunyi sebagai beriknt: "Kepada Perusahaan-perusahaan yang menanam modalnya dalam usaha-usaha di bidang termaksud 'dalam p~sal 9 ayat (1) diberikan kelonggaran-kelonggaran perpajakan sebagai berikut: ~ ke-1 Bea Meterai Modal:
240
Pembebasan bea meterai modal. ke-2 Bea Masuk dan Pajak Penjualan: Pembebasan atau keringanan bea masuk dan pembebasan pajak atau kering'lllan bea masuk dan, pembebasan pajak penjualan (impor) pada waktu pemasukan barang-barang modal (terrilasuk alatalat perlengkapan), yang diperlukan untuk usaha-usaha pembangunan dan rehabilitasi, ke dalam wilayah Indonesia. ke-3 Bea Balik Nama: Pembebasan Bea Balik Nama atas akte pendaftaran kapal untuk pertama kalinya di Indonesia yang dilakukan dalam masa sampai dengan 2 (dua) tahun sete1ah saat mulai berproduksi, satu dan lain dengan memperhatikan jenis usahanya. ke-4 Pajak Perseroan:
; Kelonggaran"kelonggaran di dalam'pajak perseroan: a. Kompensasi :kerugian seperti yang diatur dalaril pasal 7 ayat (1)
Ordonansi PajakPerseroan 1925;' b. Kompensasi kerugian yang diderita selama 6 (enam) tahun perta
ma 'ejak pendirian seperti yang diatur dalam pasal 7 ayat (2) Ordonansi Pajak Perseroan 1925;
c. Penghapusan dipercepat seperti yang diatur lebib, jauh sesuai dengan pasal 4 ayat (4) Ordonansi Pajak Perseroan 1925;
d. Perangsang penanaman seperti yang diaturdalam pasal 4b Ordonansi Pajak Perseroan 1925;
ke-S Pajak Dividèn: a. Pembebasan pajak dividen selama 2 (dua) tahun terhitung da~i
saat mulai berproduksi atás bagian laba yang dibayarkan kepada para pemegang saham.
b. Jangka waktu 2 tàhun tersebut dapat diperî>anjang dengan tambahanmasa bebas pajak sebagàimana yang diatur dalam p'asal 13 ayat (2)".. ' '.
IV. Pasal13 diubah seluruhnya sehingga berbunyi sebagai berikui: (1) Kepada badan-badan ba~u yang menanam modalnya di bidang pro
duksi yang mendapat I'rioritas dari Pemerintah, Menteri Keuangan berwenang memberikan pèmbebasan pajak perseroan untilk jangka waktu 2 (dua) tahun (masa bebas pajak) terhitungdari saat' perusahaan tersebut ,mulai berproduksi.
(2) Menteri keuangari dapat meinperpanjang jangkawaktu rilasa bebas pajak termaksud pada ayat (1) pasal ini dalam hal-hal dipenuhi ke-tentuan-ketentuan sebagai berikut: ' a. apabila' penanaman modal tersebut dapat menambah dan meng
hemat devisa Negara secara berarti, diberikan tambahan masa bebas pajak 1 (satu) tahun;
b, apabila penanaman modal tersebut dilakukan di luar Jawa, diberikan tambahan masa bebas pajak 1 (satu) tahun.
c. apabilapenanaman modal tersebut memerlukan modal yang besar, karena keperluan membangun prasarana dan/atau menghadapi risiko yang lebib besar dariyang sewajarnya, diberikan tambahan masa bebas pajak 1 (satu) tahun;
d. dalam hal-hal yang oleh Pemerintah diprioritaskan sec ara kh usus diberikan tambahan masa bebas pajak 1 (satu) tahun.
(3)' Se1ain ke1onggaran-kelonggaran perpajakan termaksud dalam pasal 12 dan pada ayat (1) dan' ayat (2) pasal ini dapat diberikan tambahan kelonggaran-kelonggaran lain kepada suatu perusahaan yang sangat diperlukan bagi pertumbuhan ekonomi".
V. Pasal15 dihapuskan.
241
VI. Pasal 17 diubah seluruhnya sehingga berbunyi sebagai berikut: "Pelaksanaan dari ketentuan-ketentuan yang dimaksud dalam pasal 9, pasallO, pasal12, pasal13, pasal.14, pada pasaliS dan pasal16 dilakUkan oleh Menteri Keuangan".
Pasal2
Ketentuan-ketentuan lama dapat diberiakUkan sepenuhnya atas permintaan yang bersangkutan, dalam hal permohonan-permohonan untuk penanaman telah diajukan sebelum Undang-undang ini berlaku dan atas itu belum diambil keputusan oleh Panitia Penanaman Modal.
Pasal3
. Undang-undang ini mulai berlaku pada hari diundangkan. Agar supaya setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan
pengundangan Undang-undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Diundangkan di Jakarta pada tanggal 7 Agustus 1970
Sekretaris Negara Republik Indonesia;
242
Alamsyah Mayjen TNI
Disahkan di Jakarta pada tanggal 7 Agustus 1970.
PRESIDEN REPUBLIK INDONESlA, ttd.
SOEHARTO
Jenderal TNI
PERBURUHAN
PERATURAN PERBURUHAN DI PERUSAHAAN , PERlNDUSTRIAN
LN 1941 No. 467 - ARBEIDSREGELING NUVERHEIDS-BEDRIJVEN.. Regelen betreffende de arbeidstoestanden . en de arbeidsvoorwaarden in: bepaalde nijverheidsbedrijvén· ("Arbeidsregeling Nijverheidsberijven").
IN NAAM DER KONINGIN!
DE GOUVERNEUR - GENERAL VAN NEDERI,ANDSCH INDIE
Allen, die deze zullen zien of hooren lezdn,' salut!
Dat Hij, het wenschelijk achtende eénige regele!l te stellen betreffende dè arbeidstoestanden en de arbeidsvoorwaarden· in bepaalde nijverheidsbedrijven: Den Raad van Nederlandsch-Indie gehoord en in overeenstemming met den Volksraad: Helf goegevonden en verstaan:
Pàsall . Untuk menjalimkanPeraturan ini dan peraturan pelaksanaannya
yang dimaksud dèngan: a. perusahaan, ialah suatu perusahaan perindustpan yang diurus
tersendiri Ïltaupun tjdak, yang termasuk jenisperusahaan ditunjuk menurut pasal 3 sepanjang tidak dikecualikan pada p~al 2:
. b. majikati, ialah pemilik, wakilnya, dan pengurus perusahaan; c. buruh, ialali orang Indonesia !ltau Timur Asing yang tidak terkena
pasal 1603 x a1ineapertama KUHPer Y8ng bekerja di perusahaan dan bukan dipandang sebagai majikan.
PaSal 2 Ketentuan dalam Peraturan ini tidak berlaku terhadap:
a. Perusahaan di luar Jawa dm Madura di· mana bu:ruh bekerja di. bawah kekuasaan stbl. 1911 nr. 540, sub Kedua;
b. perusahaïm negara. ..
Pasal 3
(1) Kepala Departemen Sosial (sekarang Menteri Perburuhan) menenetapkan jenis perusahaan yang. dikenakan ketentuan dalam Peraturan ini.
245
(2) Kepálà 'Departemén Sosiàldapaf' mènetàpkán báhwa berlákunya Peraturan ini untuk beberapa daerah- tertentu .dibatasi sampai perusabaan yang besarnya tertentu saja, kecuali bila Kepala Bagian Perburuhan Deparlemen Sosial terhadap satu atau beberapa perusabaan tertentu menetapkan lain. ·Dalam menetapkàn besar-kecilnya perusabaan, suatu ·kelompok perusabaan atau bagian perusabaan yang bekerja dalam hubungan kerja sama dan merupakan satu jenis perusabaan, dipandang sebagai satu perusahaan.
Catatan: Tingkatan wewenang seperti tersebut di atas tidak sesuai dengan sistem pemerintaban Negara Indonesia sekarang.
Pasal 4
-Mengenai penyelesaiankeuangan dengan buruhnya, majikan wajib memelibara b1iku pembayaran àtau buku lainnya menurut cara yang ditetapkan atau disetujuioleh Kepala Bagian Perburuhan Departemen' Sosial (sekarang Menteri Perburuhan cq. Kepala Pengawasan Perburuhan. (ps. 11)
PasaiS
(1) Majikan wajib menjaga agar seluruh jumlah upab berupa uang dibayarkan kepada buruh secara, teratur dan sedikit-dikitnya sebulan sekali. .
(2) Terhadap upab- berupa uang itu, kecuáli pemotongan termaksud pada pasal 23 Peraturan Pajak Upah,. hanya boleh dilákukàn. pemotongan ïllitnk pinjaman dari majikan atau denda yalig dijatuhkan majikandan untuk iuran dàna yang memenuhi keteittuan pemndang'undangan 'àt'àu yangillsetujui oleh Kepala Ba~an Perburuhan Departémen' SosUil (sekarang: Menteri Perburuhan cq. Kepaia PengawaSaii Perburuhan (KUHPer ps.' 1602r). -
(3)Pemotongan termaksud' pad,,' ayat yang lalu ini, semuanyatidak boleh berjumlah lebib dari seperempat upab berupa uang yang diterima buruh sejak pembayaran upah paling akhir (KUHPer ps.1602r). _ .. ...
(4) Kepala Ba~anPérbut'uhan_Departemèn .Sosial (sekarang Menterl Peri:iuruh~) -, dapat· . mengijlnkan penyimpangan· dari ket;entuan pada ayat (3) bagi perusahaan atau jenis perusabaan tertentu.' .
(5) Májikan dilarang menjatuhkan denda dalam wáktu tujuh hari sampai suatu jumlab lebib dari sepersepuluh dari upáh bempa uang yang . diterima selama masa· -itu. : Denda ini tidak . boleh menjadi keuntungan majikan pribadi" baik langsung maupun tidak langsung.
246
(ó) Kepala Bagian Perburuhan Departemen Sosial (sekarang Menteri Perburuhan) berwenang bagi perusáhaan atau jenis, perusáhaan tertentu mengadákan ketentuan di mana ditetapkan dalam hal mana
lal} dan sampai jumláh berapaláh, dengan memperhatikan jumláh máksirnum tersebut padaayat (5), denda boleh dijatnhkan pada buruh.
Pasal6
(1) Majikan ditarang langsung atau tidák langsung: a. minta dari buruh bunga atas uang pinjaman atau persekot yang
diberikan. ., ' b. minta dari buruh pembayaran atas pemákaian báhan atau alat
atau pemelibaraan' milik perusáhaan· ataupunsebagai bantuan untuk biaya perusáhaan.
c. menjuat kepada buruh barang dengan harga yang lebib tinggi daripada harga setempat yang berláku.(KUHPer ps. 1602r angka 5). ,
d. mewajibkan buruh menggunákan upáhnya atau sebagian untuk keperluan tertentu, kecuali dalam hal buruh secara sukarela ikut serta dalam suatu dana termáksud pada pasal 5 ayat (2). (KUHPer ps. 1601 sj.
e. minta tanggung jawab dari seorang buruh untuk kewajiban buruh lain terhadap majikan.
f. menetapkan upáh lain daripada berupa uang, Kepala Bagian perburuhan Departemen Sosial (sekarang Menteri Perburuhan) ber
. wenang mengizinkanpenyimpangandari ·ketentuan ini deng~ syarat yang ditentukanny~ (KUHPers ps 1601 pl.
(2) Tiap janji yang bèrtentángandengan ketentuait pada ayat (1) di atas ini, adalah bataI.
Pasal7 ", '" ' .. ,' : .', . \" .,'
(1) Majikan wajib menjagl\ agar buruhdalam waktu 24 jam berturutturut tidak melakukan pekerjllll,n. untUkkepeJltmgan. majikan lebib dari sembitan jam dan agar buruh menikmatibariistiráhat minggu-aD. .' . ", ".. .' . ' Catatál\: Ayat ini mengatur perlindunganburuh. Karena Undang
undang Kerja 1948 teláh mengatur wáktu kerja ,dJlIl istiráhat mingguan yang telab dinyatákan berlaku, máka pasal 7· ayat (1) di atas, tidák berláku II\gi (Iibat hal 270). (2) (Teláh ti4a~ berláku lagi). (3) (Telab tidak berláku ,lagi):
247
Pasal8 Kepala Bagian Perburuhan Uepartemen Sosial (sekarang Menteri
Perburuhan) berhak untuk perusahaan atau jenis perusahaan tertentu mengadakan ketentuan mengena! syarat kèsehatan dan kebersihan bagi tempat kerja dan mengenai keadaan .perburuhan.
Catatan: Berdasarkan pasal 8 ini Menteri Perburuhan telah menetapkan Peraturan Menteri Perburuhan nr. 7 tahun 1964 tentang Syatat Kesehatan, Kebersihan serta Penerangan dalam Tempat Kerja (Iihat hal 312).
.Pasal9 (1) Jika majikan langsung atau tidak langsung memberi perumahan
kepada .buruh, maka ia wajib mengusahakan perumahan yang layak (ps. 6 ay ... t (1) sub f, KUHPer 1601 pl.
(2) Kepala Bagian Perburuhan Departemen Sosial (sekarang Menteri Perburuhan) berhak untuk perusahaan atau jenis perusahaan tertentu mengadakan ketentuan mengena! perusahaan itu.
PasaIlO Majikan wajib. kepada pegawai dari Pamong Praja dan dari
Pengawasan Perburuhan serta-merta memperlihatkan semua surat yang diharuskan oleh atau berdasarkan Peraturan ini dan memberi segala keteranganyang berkenaan dengan pelaksanaan Peraturan ini diminta oleh pegawa! tersebut. '
Pasalll (1) Dengán kurungan sei~a,lamat,ya satu bulan atau denda sebanyak
banyaknya sèratus rupiah (= seribu lima iat1\s rupiah) dipidana seoran, majikan yang tidak memenUhi ketentuan termaksud pada pasal4,5 ayat (1), (2), (3) dan (5), 6 ayat (1),7 ayat (1), 9 ayat (1) dan 10 serta ketentuan yang oleh Kepala Bagian Perburuhari' Departemen Sosial (sekarang Menteri Perburuhan) diadakan berdasarkan' l'asal ~ ayat (4) dan (6),8 dan9ayat.(2), ataupun suatu syarat yang dilekatkan pada izin: menurut pasal 6 ayat (1) sub. f. TiÏtdak pidana
.. termaksud di sini dipandarig sebagai pelanggarari. ' . (2) Jika majikan adalah Bàdan' Hukum;' tuntutan dilàkukan dan pidana
diputuskan terhàdap pengurus. . . (3) Jikalau pengurus ba<lan hukum itu diserahkan kepada badan hukum
lalnnya, ketentuan pada'.'ayat di ,atas itu berlilku bagi pengurus badan hJikum yangméngurus.
Pasal12 (1) Selain pegawai yang berkewajiban mengusut pelanggaran pada
umumnya, pegawai Pengawasan Perburuhan ditugaskan untuk
248
menjaga supaya Peratutanini ditaati, untuk membantu pelaksanaannya dan untuk mengusut pelanggaran.
(2) Pegawa! tersebut pada ayat di atas ini dengan pembantunya yang menyertainy", selalu berhak memasuki tempat di mana buruh dipekerjakan dan memasilkigedung di mana buruh bertinggal atau dirawat. Jikalau mereka ditolak, mereka memasukinya jika perlu dengan baiItuan polis!.·
Pasal U Apa yang maslli perlu diatur selanjutnya mengenai pelaksanaan dan
. kepatuhari terhadap Peraturan ini, ditetapkan dengan atau berdasarkan peraturan pemerintah.
Pasal14 Peraturan ini dan aturan pelaksanaannya yang akan ditetapkan juga
berlaku bagi orang lndonesia di daerah yang langsung diperintah oleh Gubernement tetapi tunduk kepada pengadilan asli.
Catatan: Pasal ini karena tidak sesua! dengan keadaan' jaman sékarang,harus dipandang tidak berlaku lagi.
PasaliS . Peraturan Kepala Bagian Perburuhan Departemen Sosial (sekarang
Menteri Perburuhan) sepanjang ber!<enaan dengan jenis perusahaan, diumumkan dalam Lembaran Negara.
Pasd 16
(1) Peraturan ini disebut "Peraturan Perburuhan di Perusàhaan Perindustrian" .
(2) Peratutan ini mula! berlaku pada tanggal yang akan ditetapkan oleh Pemerintah. Catatat,: Meriurut keputusan tanggal21 Juni 1948 nr. 16, stbl nr 163
berlaku mulai tanggal1 Agustus 1948. ' En opdat niemand hiervan onwetendheid voorwende, zal deze in het Staatsblad van Nederlandsch-Indie worden geplaatst.
GedaaD te Cipanas, den'13den Octo~er.1941 A.W.L. TJA.RDA VAN STARKENIlORGH
De Algemeene Secretaris, J.M. KIVERON
Uitgegeven den een en twintigsten October 1941 De Algemeene Secretaris J,M. KIVERON (Besluit van den Gouverneur-Generaal van 13 October 1941 No. 22).
249
UNDANG-UNDANG No. 2 TAHUN 1951 TENTANG ,;
PERNYATAAN BERLAKUNYA UNDANG-UNDANG KECELAKAAN 1947 No. 33 DAR! REPUBLIK INnQNESIA
'UNTUK SELURUH INDONESIA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
Menimbang: bahwa dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia belum adaperundang-undangan perburuhan yang sesuai dengan keadaan sekarang: 'bahwa ketiadaanperundang-uridal!8-an itu sangatdifasakan dan oleh karenanya perlu dengan segera mengadakannya: bahwa dengan menunggli selesainya pekerjaan tersebut terlebib dahulu perlu dijalankan Undimg-undang perburuhanRepublik: Indonesia yang sudahada: " ", bahwa' ':Undimg-undang Kecelakaan 1947" ialah salah satu Undang-undang yang dibutuhkan,dail oleh'karenanya perlu lekas dijalankan untuk seluruh Indonesia: "
Mengingat : pasal 36 dan 89 Undang-undang Dasar Sementara Republik Indonesia:
, DeiJgan persetujuan D,ewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia: ' "
MEMUTUSKAN: Dengan membatalkan segala peraturan yang berlawanan dengan
Undang-undang ini
Menetapkan: , UNDANG-UNDANG TENTÀNG'PERNYATAAN BERLAKUNYA UNDANG-UNDANG KECELAKAAN 1947 No. 33 DARI REPUBLIK INDONESIA UNTUK SELURUH INDONESIA.
Pasall , 1,.,
Menyatakan berlaku untuk' seluruh Indonesia Undang-undang Kecelakaan tanggal 18 Oktober 1947 _~o. 33 dari Republik Indonesia y81!8 bunyiny,! sebagai berikut: '
BAGIANI Ataran-ataran Umum
'pasall
(1) Di },erusahaan yang diwajibkan ,memberi tnnjangan, majikan berwaJlb membayar ganti kerugian kepada buruh yang mèndapat kecelakaan berhubung dengan hubungan kerja pada perusahaan itu, menurut yang ditetapkan dalam Undang-undang'iirl.
250
(2) Penyakit yang timbulkarena' hubungan kerja dipandang sebagai , kecelakaan. ,"', ;" , ' (3) Jikalau buruh me"inggal dunia 'karena akibat kecelakaanyaiJg demi
kian itu, maka kewajib~n membayar 'kerugian itu bedaku terhadap keluarga yang ditinggalkannya. ' , , ' '
(4) Jikalau hak atas perusahaan yang diwajibkan memberi tunjangan itu beralib pada majikan lain,. 'buruh dan keluarganya buruh yang ditinggalkan tetap mempunyai bk-hak, seperti yang ditetapkan dalam Undang-undang ini yang harus dipenuhi oleh majikanbaru.
,. ,- , ,
Pasal2
(1) Yang diwajibkan menjadi tunjangan yaitu perusahaan: 1. yang mempergunakan satu atau beberapa tenaga mesin; 2. yang mempergunakan gas-gas yang telah dicairkan, dikempa atau
yang ja:di cair karena tekanan: ' " , 3. yarig' mempergunakan zat-zat, baik padat, baik éair, maupun gas
yang amat titiggi pänasilya átau mudah terbakar atau menggigit, mudah meletus, mengandung racun, menimbulkan'penyakit atau dengan cara yang láin berbahaya atau dapat merusak kesehatan;,
4. yang mefubangkitkan, 'mengobah;membagi-bagi, mengalirkan atali mengumpulkantenaga listrik; "
5. yang mencari atau yang mengeluarkan barang galian dari tanah: 6. yang fuenjalánkan pengangkûtan órang àtau barang-baraug: 7. yang fuenjalankan pekerjaan memliat dan membongkarbarang-
barang: , -', 8. yang menjalankan pekerjaau 'men,dirikan, ~engobah, membetui:
kan àtau meinboilgkar bangunan-baugunan, baik dalam atau di atas tanah, maupitn dallim air, mémbliat saluran-salurl!,ll dalam tanah danjaláti-jalan:' ,
9. yang mengU~ahakan hutàn; , 10. yang merigusahákan siaran radio; 11. yang mengusahakan, pertanian; '12. "yang mèngusahakan perkebunan;
, 13. yang 'mengusahakan perikanan;' " , ' ' , (2) jikalau suatu macam' perusahaan, belum terfuasnk dalam llyat (1), , , temyata berbahaya bagi buruhnya, makadengail Undang-undang
macam perusahaan tersebut dapaf diwajibkan memberi turijangan.
Pasal3 '
Yang din~makandengan pengertian perusahaan dalam Undangundang :ini ialah perusahaan'perusahaan, baik milik Negara, maupun bukan dan jawatan-jawatan Negeri yang mèmpekerjakan seorang buruh atau lebib.
251
Pasal4
Yang dimaksudkan dengan kata majikan dalain Undang-undang ini ialah tiap-tiap orang atau badan hukum yang mempekerjakan seorang buruh atau lebih di perusahaan , yang diwajibkan memberi tunjangan.
PasaIS
Yang dimaksudkan dengan kata pengurus dalam Undang-undang ini ialah orang yang diwajibkan, memimpinperusahaan yang diwajibkan memberi tunjangan, seluruhnya atau, memimpin sebagian dari perusahaan itu yang berdiri sendiri.
Pasal6
(1) Yang dimaksudkan dengan kata buruh dalam Undang-undang ini ialah tiap-tiap orang yang bekerja pada majikan di perusahaan yang diwajibkan memberi tunjangan dengan mendapat upah, kecuali halhal tersebut dalam ayat (3) dari pasal ini.
(2) Dalam Undang-undang ini dianggap sebagai buruh: a. magang, murid dan sebagainya yang bekerja pada perusahaan
yang diwajibkan memberr tunjangan, juga dalam hal mereka tidak menerima upah: ,
b. mereka yang memborong pekerjaan, yang biasa dikerjakan di perusahaan yang diwajibkan memberi tunjangan, kecuali jikalau mereka yang memborong itu sendiri menjalankan per\lsahaan yang dhvajibkan memberi tunjangan:
c. mereka: yang bekerja pada seorang yang memborong pekerjaan , yang biasa dikerjakan di perusahaan yang diwajibkan memberi tunjangan, mereka itu dianggap bekerja di perusahaannya majikan yang memborongkan pekerjaan itu, kecuali jikalau perusahaan yang diwajibkan memberi tunjangan dalam mana' ,pekerjaan yang diborong itu dikerjakan: ' ,
d. orang-orang hukuman yang bekerja di perusahaan yang diwàjibkan meinberi tunjangan, akan tetapi mereka tidak berhak mendapatganti kerugian k,arena kecelakaan selama mereka itu menjalankan hukumannya.
(3) Bukan buruh menurut Undang-uDdang ini ialah:
2S2
a. pegawai-pegawai, dan pekerja-pekerja Negeri atau, dari Badan' badan Pemerintah didirikan atas Undang-undang Pemerintah, yang dilindungi oleh Perusahaan peraturan Pemerintah, jikalau mereka dapat kecelakaan.
b. b~ yang dilindungi oleh Undang-undang kecelakaan yang ,berlaku di luar daerah Negara Republik Indonesia:
c. buruh yang bekerja di rumahnya sendiri,untuk perusahaan yang diwajibkan memberi tWijangan dan dalam menjalaukan pekerjaan itu tidak dipergunakan gas-gas yang dicairkan, dikempa atau
, gas-gas dalam keadaan cair' karena tekanan, zat-zat baik yang padat, maupun yang cair atau berupà gas yang derajat panasnya tinggi, mudah terbakar atau memakan barang,barang yang keras, misalnya air keras, mudah meletus, mengandung racun, menimb!llkanpenyakit atau karena cara lain berbahaya atau merusak kesehatan.
Pasal7
(1) , Yang dimaksudkan dengan kata upah dalam Undang-l1ÏIdang ini ialah: . a, tiap-tiap pembayaran berupa uang yang diterima oleh btiruh se-
bagai ganti pekerjaan: " b. perumahan, makan, bahan-bahan makanan dan pakaian per
cuma, yang nilainya. ditaksir menurut harga umum di tempat ' itu.
(2) Orang-orang yang ,dimaksudkan dalam' pasal 6, ayat (2) a, dalam ,Undang-undang ini, dianggap menerima upah yang jumlahnya sama dengan upah yang terendah dari buruh yang bekerja di perusahaan itu yang mengerjakan pekerjaan sama hampir sama dengàn pekerja-
, an yang dikerjàkan oleh mereka. (3) upaIi dari orang-orang yang dimaksudkan dalam pasal 6, ayat (2) b,
dalam Undang-undang ini,. dianggap sama dengan upah dati buruh yang bekerja pada perusahaan majikan atau perusahaan semacam itu sekurang-kurangnya selama satu tahun dan yang mengerjakan pekerjaan orang-orang itu. ,
(4) Orang-orang hukuman yang dimaksudkan dalam pasaI' 6, ayat (2d), dalam Undang-undang ini dianggap menerima 'upahsama dengan upah,dari ;buruh biasa yang bekerja di perusahaan itu atau perusahaan yang semacam itu atau mengerjakan pekerjaan Yang sama
, atau hampir sama dengan pekerjaan mereka.
Pasal8
(1) Yang dimaks,ud dengan kata upah sehari daiam Unding-undang ini: a. jikalau upah itu'ditetapkan harian ialah upah yang harus
dibayar untuk satu hari: ' b. jikalau upah itu ditetapkan mingguan, ialah upah yang harus
dibayar untuk satu minggu dibagi 7; . c. jikalau upah itu .. ditetapkan bulanan, ialah upah yang harns di
bayar untuk satu bulan dibagi 30.
253
(2) Jikalau upah itu ditentukan laIn darlpada harian, mingguan atau bulanan,maka· banyaknya upah itudalam Vndang-undang ini
'ditetapkan oleh pegawai-pengawas yang dimaksudkan dalam pasal 9 dengan mengingat . pertimbangan majikandan buruh. Jikalau dalam penetapan ini .terda pat perselisihan paham, maka yang berkepentingan dalam waktu satu minggu dapat memajukan hal ini kepada Menteri Perburuhan untuk diberi putusan.
(3) Jikalau buruh sesudah dapat kecelakaan masih menerlma bagianbagian dari upah Yang <jimaksud!Gln dalam pasal 7, ayat. (1) b, maka selama bagian-bagian upah itu diterlma oleh .buruh, bagianbagian itu tidak dipakai untuk menghitung banyaknya upah seharl guna tnenentukan besarnya glll1ti kerugian.
(4) Jikalau banyaknya upah lebih darl Rp 20,- (dua puluh rupiah) seharl, maka. kelebihlll1 tidak dipakai guna menetapkan besamya ganti kerugiati.· . . .
Pasal 9
Dengan atau berdasarkan atas Peraturan-peraturan Pemerintah untuk menjalankan Vndang-undang ini ditetapkan dokter-dokter penasehat dan pegawai-pegawai pengawas yang daerah. jabatannya ditentukan pula. .
BAGIAN 11 Macam clan besarnya gant! kerugJan
PasaIlO
Ganti kerugian yang dimaksudkan dalam pasal 1 ialah: a. biaya pengàngkutan buruh yang mendapat kecelakaan ke rumahnya
àtau ke tumahsakit; b. biaya pengobatan dan perawatan buruh yang dapat 'kecelakaan, ter,
masuk juga biaya peinberian obat-obat dan a1at:alat penibalut sejak kecelakaan terjadi sampai berakhimyá 'keadaan sementara tidak mampu bekerja;
c. biaya untuk mengubur buruh yang meninggal dunia karena kecelaka.an banyaknya Rp 125,~ (seratus dua puluh lima rupiah);
d. uàng tunja~gan yang ditentukan dalam pasal-pasal berikut ini.
Pasalll
(1) Majikan diwajibkan membèri uang tunjangan kèpada buruh yang karena kecelakaan:
254
a. sementara tidak mampu bekerja. VlII1g tunjangan karena ini besarnya sama dengan upah seharl untuk tiap hàri, terhitung mulai pada hàri buruh tidàk nienenma upah lagi, baik penuh maupun sehagian dan dibayar paling lama 120 had. Jikalau sesudah Iiw'at 120 hàri·buruh itu belumniampubekerja, makauang tunjàngan demildan itu dikurangi menjadi SO% dari upah sehàri untuk tiap-tiap hari dan dibayitr selama buruh tidak mampu bekerja;
b. selal1'a-lamanya tidak mampu bekerja sebagian. Vang tunjangan karena ini ditetapkan sekian persen dàri upah sehàri untuk tiap-tiapbari; menutut daftar yang dilampirkan pada Vndang-undlll1g ini dimulai setelah pem1>ayaranuang tunjangan yang dimàksudkan dalam 1\ berakhir dan. dibayar selaina buruh tidàk mampubekerja sebagian;
c. bercacat' bádan selama-Iámanya yang tidÜ: .disebut dalam daftar yang dilampirkan pada Vndang-undarig ini. Banyakiiyapersenan dàri upah sehari itu ditetapkan oleh pegawai pengawas dengan persetujuan dokter'dokter penasehat dalam daerah kecelàkaan itu terjadi. . .. Jika terdapat persèlisihan pahamdalam hal mimetapkan besamya persenan itu, maka Menteri Perbutuhan merientukannYa dengan mèngingat pertimbangannya Menteri Kesehatan tentang hal ini;
d. selama-Iamanya tidak mampu bekerja sama sekali dan brena itu sekali-kali tidàk dapat làgi mengerjàkan sesuatu pekerjaan dengan mendapat upah yang biasa dikerjàkannya sebelum buruh itu mendapat kecelakaan.. . Vpah tunjanganJçatena itrl besarnya So"!odàri upah,sehàriuntuk tiap-tiap hàri dan jumlah tersebut <jitambah menjadi70%, jikalau kecelàkaan itu menyebabkan butuh terus-menerus memerlukan pertolongannya orang lain. Tunjangan itu dimulai setelah t!'!1j~ngan yang dimaksudican dalama dari ayat ini beràkhir dan dibayar s.e1ama buruh tidàk mampu bekerja sama sekali.
(2) Sellimà" rilenurut pertimbangan dokter penasehat helum dapat ditentuklll1 tentang hal . tidàk mampu bekerja sebagian atalÎ sama sekali seperti yang dimàksudkari ayat (1) b, cclan d, màka berlàku-
.Iah yang ditentukan dalam ayat (1) a. ' .. , (3) Pembayaran uang tunjangan yang dimàksudkan ayat (1) a, b, c, dan
d dilàkukan pada tiap-tiap wàktu buruh menerima upahnya, kectiali jikalau antara majikan dan buruh dibuat perjanjian lain daripada itn.
Pasal12
(1) Jikalau buruh meninggal dunla karena kecelakaan, maka keluarga yang ditinggalkannya dapat uang tunjangan sebesar: . a. 30'1'. dari upahsehari untuk tiap·tiap hari bagi janda atau janda
janda yang nafkah hidupnya semua atau sebagian besar dicarikan oleh buruh itu. Begitupun pula bagi jand.a laki-Iaki yang' tidak mampu bekerja dan natkilh hidupnya selUua atau sebagian besar ditanggung oleh hriruh tadi. . . Dalam hal terdapat lebib dari seorang janda maka uang tunjang-an itu dibagi rata dan sama banyaknya antara mereka; .
b. 15'1'. dari upah sehari untuk tiap-tiap hari bagi seorang anak yang sah atau disahkan,' yang berumur di bawah 16 tahun dan bclum kawin. Jikalau anak' itu karena meninggalnya buruh menjadi yatim piatu, maka banyaknya tunjangan tadi ditambah menjadi 20'1'. dari upah buruh sehariuntuk tiap-tiap hari; .
c. paling banyak 30% dari upah sehari untuk tiap-tiap hari bagi bapak dan ibu atauJikalau buruh itu tidàk punya bapakdan ibu .Iagi kepada kakek dan nenek yang nafkah hidupnya s'eluruhnya atau sebàgian pesar dicarikan 91eh buruh itu; ,
d. paling banyak 20'1'. dari upah sehari untuk cucu yang tidak berorang tua lagi dan nafkah hidupnya seluruhnya atau sebagian besar dicarikan oleh buruh itu;
e. paling banyak 30% dari upah sehari untuk mertua laki-Iaki dan mertua perempuan yang nafkah hidupnya seluruhnya atau sebagi
. an ,besar dicarikan oleh buruh itu.
(2) Jumlah tunjangan-tunjangan yarig dimaksudkan dalam ayat (1) a, b, c, d, dan e, besarnya paling banyak 60% dari upah sehari untuk tiap-tiap hari dan dijalankan seperti berikut: Vang tunjàngan kepada anggota keluarga yang dimaksudkan dalam ayat (1) e hanya dibayarkan, jikalau anggota keluarga yáng dimaksudkan dalam ayat (1) a, b, c, dan d telah menerima uang tunjangan penuh., " Vang tunjangan kepada anggcita keluarga yang dimakstidkan dalam ayat (1) a, b, dan c'telah 'menerima uang tunjangan penuhdan Vang tunjangan kepada anggota keluarga yang dimaksudkan. dalam ayat (1) c dibayarkan, jikalau' anggota keltiarga yang dimaksudkait' dalam ayat (1) a dan b telah menerinia uang tunjaitgan penuh.
(3) Jikalau JUmlah tunjangan-tunjangan yang dimaksudkan dalam ayat (1) a dan blebib dari upah sehari, maka uang tunjangan bagi keluarga-keluarga itu akan dikurangi, sehingga bagian masingmasing seimbang dengan jumlah yang ditetapkan untuk tiap-tiap golongan keluarga yang ditetapkan menurut ayat tersebut.
256
(4) Pembayaran tunjangan yang dimaksudkan dalam ayat (1) a, b, c, d, dan e dilak'fkan tiap-tiap bulan.
Pasal13
(1) Dengan persetujuannya pegawai pengawasan, tunjangan berkala yang dimaksudkan dalam pasal 11 ayat (1) b, c, dan d dan pasal 12 ayat (1) a, b, c, d, dan e dirobah menjadi tunjangan yang dibayarkan sekaligus: .
a. jikalau dapat jaminan bahwa buruh atau keluarga ditinggalkannya, setclah menerima tunjangan sekaligus, tidak akan terlantar hidupnya;
b. jikalau buruh atau keluarga yang ditinggalkannya meninggalkan dáerah Negara Republik Indonesia. '
(2) Tunjangan berkala yang dimaksudkan dalam ayat ~) dari pasal ini dirobah menjadi tunjangan yang dibayar seka)igus:
a. jikalau majikan yang diwajibkan memberi uang tunjangan itu meninggal dunia dan ahliwarisnya menerima harta peninggalannya dengan perjanjian harta peninggalan itu harus didaftarkan;
b. jikalau majikan itu suatu badan hukum yang dibubarkan.
(3) Besarnya tunjangan sekaligus yang dimaksudkan dalam ayat (1) dan (2) ialah:
a. 48 kali darl tunjangan yang diterima tiap-tiap, bulan jikalau tunjangan berkala itu telah dibayar selama kurang dari 1 tahun;
,40 kali dari tunjangari yang diterinia tiap·tiap bulan, jikalau tunjangan-tunjangan berkala itu telah dibayar selama 1 tahun atau lebib tetapi kurang dari 2 tahun;
c.32 kali dari tunjangan yang diterima tiap-tiap bulan, jikalau tunjangan berkala itu dibayar selama 2 tahun atau lebib, tetapi kurang dari 3 tahun;
d. 24 kali dari tunjangan yang diterima tiap-tiap bulan, jikalau tunjangan berkala itu dibayar selama 3 tahun atau lebib.
Pasal 14
Jikalau janda, atau janda laki-Iaki dari buruh yang meninggal karena kecelakaan kawin lagi, maka setelah terdapat persetujuan dari pegawai pengawas, majikan boleh menghentikanpembayaran tunjangan yang dimaksudkan dalam pasal 12 ayat (1) a sesudah ia membayar kepada janda atau janda laki-Iaki itu uang tunjangan yang harus dibayar sekaligus sebesar 24 kali dari tunjangan yang diterima tiap-tiap bulan.
257
BAGIAN III
Tentang pembebasan kewajlban membayar gantl kernglan, menunda pembaY&ran dan merobah gantl kernglan.
Pasal 15
(1) Majikan tidak diwajibkan memberi tunjangan kepada buruh atau_ seorang keluarga yang ditinggalkan dalam hal-hal seperti berikut: a. jikalau kecelakaan yang menimpa buruh itu dengan terjadinya
disengaja, olehnya; b. jikalau buruh yang ditimpa kecelakaan itu dengan tidak ada
alasan yang sah menolak dirinya, diperiksa atau diobati oleh dokter yang berhak yang ditentukan oleh majikan;
c. jikalau buruh sebelumnya sembuh, menolak pertolongan tersebut di 'b dengan tidak ada a1asan yang sah;
d. jikalau buruh yang ditimpa kecelakaan pergi ke tempat lain sehingga dokter yang berhak yang ditetapkan oleh majikan, tidak dapat memberi pertolongan yang dianggap perlu untuk mengembalikan kesehatannya buruh itu.
(2) Sebagai alasan yang sah yang dimaksudkan dalam b dan c dari ayat (1) ialah antara lain takut akan pembedahan yang menurut dokter, penasehat termasuk pembedahan yang berbahaya.
(3) Buruh yang ditimpa kecelakaan atau keluarga yang ditinggalkannya gugur haknya menerima tunjangan berkala selama mereka menjalani hukuman penjara yang lamanya 3 bulan atau lebih. Detnikan pula selama mereka ditempatkan di rumah pendidikan anak-anak nakal yang didirikan oleh Pemerintah.
Pasal 16
Majikan boleh menunda pembayaran tunjangan yang dimaksudkan dalam pasall1 ayat (1) a, sampai paling lama lima hari terhitung mulai dari kecelakaan itu terjadi, jikalau bnruh yang ditimpa kecelákaan dirawat tidak djll!gan perantaraan perusahaan atau jikalau belum didapat surat keterangan dokter yang berhak, yang menerangkan, bahwa buruh itu tidak dapat bekerja karena ditimpa decelakaan.
Pasal 17
(1) Jikalau buruh, dalam .waktu kecelakaan terjadi, sedang di bawah pengaruh miniIman keras atau pengaruh barang-barang lain yang memabokkan maka dengan persetujuali pegawai pengawas, majikan boleh mengurangi besamya tunjangan dengan sebanyak-banyaknya 50%. Tentang putusan pegawai pengawas dalam hal ini, sebelum
258
Iiwat 1 (satu) minggu, boleh diminta putusan yang lebih tinggi kepada Menteri Perburuhan.
(2) Jikalau buruh yang ditimpa kecelakaan dipekerjakan' kembali dalam perusahaan dengan mendapat upah, maka majikan boleh mengurangi tunjangan yang dimaksudkan dalam pasall1, ayat (1) a, b, dan c, sehingga jumlah upah sesudah ditimpa kecelakaan dan tunjangan itu tidak kurang dari upah yang diterima buriih pada waktu kecelakaan terjadi.
(3) fIkalau buruh atau keluarga yang dilinggalkan mendapat uang ganti kerugian atau .uang tunjangan atau mendapat pensiun janda dan pensiun piatu karena buruh yang ditimpa kecelakaan itu, berhubung dengan perjanjian bekerja atau berhubung dengan sesuatu asuransi yang dimasuki oleh majikan, atau karena buruh itu berhubungan dengan perjanjian bekerja menjadi anggauta dari sesuatu fonds; maka majikan berhak mengurangi tunjangan yang hartis dibayar menurut yang ditetapkan oleh bagian di muka ini ' dengan ganti kerugian atau tulijangan tersebut di atas. Pengurangan tunjangan demikian itu hanya dapat dijalankan setelah didapat persetujuan dari pegawai-pengawas. Menteri Perburuhan berhak memberi putusan tentang hal inI, jika tidak didapat persetujuan.
Pasal 18
(1) Baik buruh yang ditimpa kecelakaan, maupun majikan sebelum , Iiwat 3 tahun setelah kecelakaan itu terjadi boleh memajukan
Permintaan kepada pegawai, pengawas untiIk mendapatkan lagi jumlah uang tunjangan yang telah ditetapkan menurut keterangan Bagian Il, jikalau dalam keadaan selama-Iamanya tidak mampu bekerja itu terdapat perobahan yang nyata. Dalam hal ini pegawai-pengawas tiiIak akan memberi putusan sebelum dapat pers~ujuan dari dokter penasehat. Jikalau antara pegawai-pengawas dan dokter penasehat ·ada perselisihan paham, maka hal itu diputuskan oleh Menteri Perburuhan.
(2) Jikalau tunjangan itu telah dibayarkan sekaligus, maka perobahan yang dimaksudkan dalam ayat (1) hanya dapat dijalankan, jikalau ke~daan tidak mampu bekerja ini ditambah.
(3) Perobahan yang dimaksudkan dalam pasal ini tidak mengenai keadaa,n bertambah tidak mampunya bekerja yang disengaja oleh buruh' atat. karenanya akibatuya kecelakaan baru.
259
BAGIAN IV
Hal administrasi, pengawa5an dan menJalankan perkara jikalau tlmbul perselisihan.
Pasal 19
(1) Majikan atau pengurus, jikalau pengurus ditetapkan, diwajibkan melaporkan kepada pegawai-pengawas atau instansi yang dit~njuk oleh Mentri .. Perburuban tiap-tiap kecelakaan yang memmpa seseorang buruh dalam perusahaannya selekas-Iekasnya, tidak lebih dari 2 kali 24 jam.
(2) di samping kewajiban yang ditentukan dalam ayat (1) tersebut di atas majikan atau pengurus, jikalau pengur)ls ditetapkan, diwajibkan memberitahukan kecelakaan itu dengan surat· tercatat kepada pegawai-pengawas dalam waktu 2 kali 24 jam_
(3) Bmuh yang ditimpa kecelakaan, keluarganya, kawan-kawannya sekerja atau serikat-serikat boleh memberitahukan kecelakaan yang menimpa buruh itu kepada pegawai-pengawas.
Pasal 20
(1) Majikan atau pengurus perusahaan diwajibkan mengadakan daftar kecelakaan di perusahaan atau bagian yang berdiri sendiri_ . Daftar ini harus dibuat yang ditetapkan oleh Menteri Perburuhan.
(2) Majikan atau pengurus perusahaan diwajibkan mencatat dengan cara yang benar pembayaran uang ganti kerugian yang telab dijalankan dan perobahan-perobáhan pembayaran uang ganti kerugian yang dimaksudkan dalani pasallO, 11, 12, 13, 14, dan 15 dalam daftar tersebut dalam ayat (1) atau dalam daftar lain yang mengenai hal-hallairt.
(3) Majikan atau pengurus diwajibkan membuat daftar keluarga sebagai dimaksud dalam pasal 12 Undang-undang ini.
Pasal 21
(1) Setelah kecelakaimterjadi, majikan· atau pengurus perusahaan diwajibkan selekas-lekasnya membuat perhitungan banyaknya uang tunjangan berdasarkan Undang-.undang ini untuk buruh yarig ditimpa kecelakaan atau keluarga yang ditinggalkannya .•.........
(2) Jikalau buruh yang ditimpa kecelakaan meninggal dunia atau luka .parah, maka majikan .at au pengurus perusahaan harus· memberitahukan hal ini selekas-lekasnya kepada keluarga buruh itu.
260
Pasal 22
(1) Setelah menerima pemberitahuan yang dimaksudkan dalam pasal19 dengan selekas-lekasnya pegawai-pengawas menjalankan pengusutan di tempat kecelakaan tentang sebab-sebab kecelakaan dan akibat kecelakaan itu.
(2) orang-orang yang diminta memberi keterangab atau memberi bantuan keakhliannya oleh pegawai-pengawas berhubung dengan pengusutan ·itu diwajibkan memenuhi permintaan itu.
(3) Majikari atau pengurus perusahaan diwajibkan memberikan bantuan pegawai. pengawas daftar kecelakaan yang dimaksudkan dal am pasal 20 dan semua daftar yang memuat keteranganketerangan yang dibutuhkan untuk membuat perhitungan ganti-
(4) Sesudah pegawai-pengawas mengadakan pemeriksaan ia diwajibkan , mengusulkan kepada Jawatan Pengawasan Kesehatan Kerja, supaya
diadakan tindakan:tindakan sehingga kece1akaan-kece1akaan tersebut dalam pasal 1-9 Undang-undang ini jangan terulang lagi.
Pasal 23
perselisihan paham dalam menjalankan peraturan-peraturan yang ditetapkan dalam atau berdasarkan Undang-undang ini, kecuali pasal-pasal yang mengenai pelanggaran· dan kejahatan, sedapat mungkin dicegah dan dise1esaikan oleh pegawai. pengawas dengan jalan damai.
·Pasal 24
(1) Jikalau dalam suatu perselisihan paham tentang kewajiban memberi tunjangan diminta putusan hakim, dalam keadaan mendesak dengan menunggu putusan itu, pegawai pengawas berhak mewajibkan majikan: a. memberi pertolongan daiam hal pengobatan dan perawatan; b. memberi biaya penguburan menurut yang ditetapkan dalam pasal
lOc; , c. memberi tunjangan untuk sementara kepada buruh atau keluarga
yang ditinggalkannya yang besamya dit"tapkan oleh pegawai pengawas.
(2) Kewajiban yang dimaksudkan dalam sub c ayat (1), hanya boleh dituntut, jikalau antara kedua fIhak telah didapat persetujuan tentang pemberian uang tunjangan itu.
(3) Jikalau pemberian ganti-kerugian telah ditetapkan dengan persetujuan hakim yang sudah dapat dijalankan, maka pembayaran untuk sementara yang ditetapkan oleh pegawai pengawas tersebut 'dalam . ayat (1), diperhitungkandengan ganti kerugian itu. .
261
(4) Jikalau jumlah uang ganti kerugian yang dimaksudkan dalam ayat (3) kurang daripada uang pembàyaran -untuk sementara yang telah dijalankan atau jikalau dengan putusan hakim yang sudah dapat dijalankan, ditetapkan bahwa ganti kerugian tidak diwajibkan, maka uang kelebihan pembayaran atau pembayaran untuk sementara itu dibayar kembali oleh Pemerintah kepada majikan.
Pasal 25
Jikalau di antara kedua fihak telah ada persetujuan tentang hal besamya uang tunjangan itu, akan tetapi sungguhpun demikian majikan tetap tidak membayar tunjangan yang telah ditetapkan itu pada waktu tersebut dalam pasal 11 ayat (3) dan pasal 12 ayat (4), maka pegawai pengawas berhak mewajibkan majikan seketika itu juga membayar tunjangan yang telah ditetapkan.
Pasal 26 (1) Hal menuntut pembayaran uang tunjangan yang berdasarkan
Undang.undang ini gugur bagi buruh, setelah Iiwat 1 (satu) tahun sejak kecelakaan terjadi dan bagi keluarga yang ditinggalkannya setelah 1 (satu) tahun _ sejak ia menerima pemberian buruh itu meninggal dunia.
(2) Uang tunjangan itu tidak dapat ditagih lagi, setelah lewat 1 (satu) tahun dihitung mulai pada hari pertama sejak uang tunjangan dapat ditagih.
(3) Sungguhpun waktu yang ditetapkan dalam ayat (1) dan (2) telah Iiwat, pembayaran uang ganti kerugian itu dapat juga dilakukan, apabila yang berkepentingan memberi keterangan-keterangan yang dapat diterima oleh hakim, bahwa ia (yang berkepentingan), karena sebab-sebab cIi luar kesalahannya, tidak menuntut hakhaknya dalam waktu yang ditetapkan dalam ayat (1) dan (2) itu.
BAGIAN V
Aturan-aturan hukuman dan taugguugjawab berdasarkan hukum perdata
Pasal 27
Barangsiapa tidak memenuhi kewajiban yang c1itetapkan dalam pasal19, ayat (1) dan (2), pasa120, 21, pasal 22 ayat (2) dan (3), pasal24_ ayat (1) dan pasal 25, clihukum dengan hukuman kurungan setinggi- . tingginya 3 bulan atau dengan denda sebanyak-banyaknya Rp 500,-:.
262
(Iimaratus rupiah), kecualijikalau ia menurut atau berdasarkan Undangundang ini dibebaskan dari kewajiban itu.
Pasal 28
Dihukum dengan hukuman penjara setinggi-tingginya 4 bulan atau dengan denda sebanyák-banyaknya Rp 800,- (delapan ratus rupiah); 1. barangsiapa yang dengan sengaja membujuk seorang buruh yang
ditimpa kecelakaan atau keluarga yang c1itinggalkannya, supaya tidak memberitahukan kecelakaan itu kepada pegawai-pengawas;
2. barangsiapa yang dengan sengaja membujuk seorang buruh yang ditimpa kecelaka.in atau keluarga yang ditinggalkannya dengan jalan yang tersebut dal.lm Undang-undang Hukum Pidana pasal 35 ayat (1) pada 2e, supaya jangan menuntut hak·haknya yang diberikan oleh Undang-undang ini;
3. barangsiapa yang dengan sengaja memberi keterangan yang tidak benar pada pegawai-pengawas tentang hal-hal yang berhubungan dengan sesuatu kecelakaan dan akibatuya.
Pasal 29
Perbuatan-perbuatan yang dapat clikenakan hukuman menurut pasal 27, dianggap pelanggaran dan yang dapat clikenakan hukuman menurut pasal 28, dianggap kejahatan.
Pasal 30
(1) Jikalau perbuatan-perbuatan yang dapat dikenakan hukuman menurut pasal 27 dilakukan oleh badan hukum, maka yang dituntut di muka pengadilan dan yang dikenakan hukuman ialah anggautaanggauta pengurus yang berkedudukari di daerah Negara Republik Indonesia atau jikalau anggauta-anggauta itu tidak ada, wakil badan hukum itu yang berkedudukan di daerah Republik Indonesia.
(2) Yang telah ditetapkan dalam ayat (1) berlaku pula dalam hal·hal jilkalau badan-hukilm itu bertindak sebagai pengurus atau wakil dari badan hukum lain.
Pasal 31
(1) Yang c1iwajibkan mengurus perbuatan-perbuatan yang dapat dikenakan hukuman menurut Undang-undang ini selain daripada pegawai-pegawai yang pada umumnya diwajibkan mengusut perbuatan-perbuatan yang dapat clikenakan hukuman, juga- pegawaipegawai yang c1itentukan dengan Peraturan Pemerintah.
263
(2) Pegawai-pegawai tersebut dalam ayat (1) berhak, jikalau perlu dengan bantuan polisi, sewaktu-waktu masuk di tempat buruh bekerja dan bangunan-bangunan dari perusahaan yang dipakai untuk merawat buruh. .
Pasal 32 Tiap-tiap perjanjian, yang dibuat untuk membebaskan majikan dari
tanggung jawab atau mengurangi tanggung jawab majikan berhubung dengan berlakunya Undang-undang ini, tidak sah.
Pasal 33
Majikan dibebaskan dari tanggungan· membayar ganti kerugian kepada buruh yang ditimpa kecelakaan menurut Hukum Perdata, jikalau untuk kecelakaan itu telah dibayar ganti kerugian berdasarkan Undang-undang ini.
BAGIAN VI
Aturan-aturan penntnp
Pasal 34
(1) Hal untuk ·mendapat ganti kerugian berdasarkan Undang-undang ini tidak boleh diserahkan kepada orang lain, digadaikan atau dibuat tanggungan pinjaman, pun tidak boleh disita untuk menjalankan putusan hakim atau sementara menanti putnsan hakim ataupun untuk menjalaukan faillissement.
(2) Perintah untuk membayar sesuatu ganti· kerugian sewaktu-waktu dapat dicabut kembali. Segala perjanjian yang bertentangan dengan ini, tidak sab.
Pasal 35
Segala surat-menyurat yang dibuat berhubungan dengan dijalankannya Undang-undang ini bebas dan biaya meterai.
Pasal 36
(1) Dengan sesuatu Peraturan Pemerintah, perusahaan-perusahaan yang diwajibkan membayar ganti kerugian berdasarkan Undang-
264
undang ini, diwajibkan dengan· Peraturan Pemerintah itu untuk membayar iuran guna mendirikan suatu fonds. Dalam hal-hal yang dite~tukan dalam Peraturan Pemerintah itu, ganti kerugian akan dibayar dari fonds tersebut.
(2) Se1ama yang ditetapkan dalam ayat (1) belum dijalankan, ganti kerugian karena yang harus dibayar oleh majikan yang dinyatakan failliet atau karena sebab-sebab lain tidak mampu memberi tunjangan, dibayar oleh Negara kepada orang yang berhak menerimanya menurut peraturan-peraturan yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
(3) Karena pembayaran seperti termaksud dalam ayat (2) itu, maka segala hak-hak penuntutan hak buruh yang bersangkutan terhadap majikan yang failliet atau tidak mampu membayar, dengan sendirinya pindah pada Negeri. .
Pasal 37
Segala peraturan yang masih diperlukan untuk melaksanakan Undang-undang ini, ditetapkan dengan atau berdasarkan atas Peraturan Pemerintah.
Pasal II
Undang-undang ini mulai beriaku pada hari diundangkan.
Agar supaya setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-undang ini dengan penempatan dalam Lembaran Negara Republik !ndonesia.
Diundangkan di Jakarta , paaa tanggal 8 Januari 1951 MENTERI KEHAKIMAN
. WONGSONEGORO
Disahkan di Jakarta pada tanggal6 Januari 1951
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA SOEKARNO
MENTERI PERBURUHAN SOEROSO
265
DAFTAR LAMPIRAN
UNDANG·UNDANG No. 2 TAHUN 1951 TENTANG
PERNYATAAN BERLAKUNYA UNDANG·UNDANG KECELAKAAN 19471NO. 33 DARl REPUBLIK INDONESlA
UNTUK SELURUB INDONESIA
Yang dimaksudkan dalam pasal 11, ayat (1) b selama-Iamanya ta'. mampu Tunjangan berapa '10 bekerja sebagian karena dari upah kehilangan:
lengan kanan dari sendi bahu ke bawah ...................... . lengan kiri dari sendi bahu ke bawah ......................... . lengan kanan dari atau dari atas siku ke bawah ................ . lengan kid dari atau dari atas siku ke bawah ................ . tangan kanan dari atau dari atas pergelangan ke bawah ......... . tangan kiri dari ata.u dari atas pergelangan ke bawah ........... . ked ua belah kaki dari pangkal paha ke bawah .. ; .............. . sebelah kaki dari pangkal paha ke bawah ..................... . kedua belah kaki dari mata kaki ke bawah .................... . sebelah kaki dari mata kaki ke bawah ........................ . kedua belah mata ......................................... . sebelah rnata ...... , .. , , . , , , , , . , , . , .. , , , .. , , , , , . , , , . , , .. , , , . pendengaran pada kedua belah telinga """""""""""" pendengaran pada sebelah telinga "", ... """".",.",.", ~bu ~ar~ tangan k~an " .. ',' .. ' .. , .. "" .. " .... , .. ', .. ", .. Ibu Jarl tangan km .. '.""'.', .... ", ... '" .. ','.'",,,,'.' telunjuk tangan kanan """"""""""""""""""" salah satujari lain dari tangan kanan .,'.' .. , ..... ' .. ',' .. "" salah satujari lain dari tangan kiri .. " .. ", .... " .. " .... , .. " salah satu ibu jari kaki, .. , .. , '." , , , .. , , , , .. , , ....... , , .... , , salah satu jari kaki yang lain , ... , ............... ,,. .. ,, .... , ..
266
40 35 35 30 30 28 70 35 50 25 70 30 40 10 15 12
7 4 3 3 2
Keterangan:
1. Buat orang kidal, kalau kehilangan saIah satu lengan tangan ata~ jari, rnaka keterangan kruian dan kid yang tersebut' dalam daftar dl atas ini dipertukarkan letaknya. .
2. Dalam hal kehilangan bebarapa. anggauta badan yang tersebut di atas inl, rnaka besamya tunjangan ditetapkan dengan rnenjurn1abkan banyak persen dari tiap-tiap anggauta badan Itu. Jurn1ah tunjangan yang didapat tidak boleh lebib dari 70'1o.dari upah sehari.
3. Anggauta badan yang tidak dapat dipakai sama sekali karena lurnpuh, dianggap sebagal hilang.
267
UNDANG-UNDANG NO_ 1 TAHUN 1970 TENTANG
KESELAMATAN KERJA (L.N_ No_ 1 TAHUN 1970, TLN No_ 2918)
DENGANRAHMATTUHANYANGMAHAESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
Menimbang: a. bahwa setiap tenaga kerja berhak mendapat perlindungan atas keselamatannya dalam melakukan pekerjaan untuk kesejahteraan hidup' dan meningkatkan produksi serta produktivitas Nasional;
b. bahwa setiap orang iainnya yang berada di tempat kerja perlu terjamin puia keselamatannya;
c. bahwa setiap sumber produksi perlu dipakai dan diper- ' gunakan secara aman dan effisien;
d. bahwa berhubung dengan itu p~rlu diadakan segala daya-upaya untuk membina norma-norma perlindungan kerja.
e. bahwij pembinaan norma-norma itu perlu diwujudkan dalam Undang-undang yang memuat ketentuan-ketentuan umum tentang keselamatan kerja yang sesuai
,dengan perkembangan masyarakat, industrialisasi, teknik dan teknologi.
Mengingat 1. Pasal-pasal 5, 20, dan 27 Undang-Undang Dasar 1945; 2. Pasal-pasal 9 dan 10 Undang-undang No. H tahun
1969 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok mengenai Tenaga Kerja (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 1969 No. SS, Tambahan Lembaran Negara No. 2912). Dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong;
MEMUTUSKAN:
1. Mencabut: Veiligheidsreglement tahun 1910 '(Stbl No. 406). 2. Menetapkan: Undang-undang tent~ng Keselamatan Kerja.
BAB I TENTANG ISTILAH-ISTILAH
Pasall Dalam Undang-undang ini yang dimaksudkan dengan:
(1) "tempat kerja" ialah tiap ruangan, atau lapangan, tertutup atau terbuka, bergerak atau tetap di mana tenaga kerja bekerja, 'atau yang
268
sering dimasuki tenaga kerja untuk keperluan suatu usaha dan di mana terdapat sumber atau sumber-sumber bahaya sebagaimana diperinci dalam pasal 2; termasuk tempat kerja ialah semua ruangan, lapangan, halaman dan sekelilingnya yang merupakan bagian-bagian atau yang berhubungan dengan tempat kerja tersebut;
, (2) "pengurus" ialah orang yang mempunyai tugas memimpin langsung sesuatu tempat kerja atau bagiannya yang berdiri sendiri;
(3) "pengusaha" ialah: a. orang atau badan hukum yang menjalankan sesuatu usaha milik
sendiri dan untuk keperluan itu mempergunakan tempat kerja; b. orang atau badan hukum yang secara berdiri sendiri menjalankan
sesuatu usaba bukan miliknya dan untuk keperluan itu memperguriakan tempat kerja;
c. orang atau badan hukuin, yang di Indonesia mewakili orang atau badan hukum termaksud pada (a) dan (b), jikalau yang diwakili berkedudukan di luar Indonesia.
(4) "direktur" ialah pejabat yang ditunjuk oleh Menteri Tenaga Kerja untuk melaksanakan Undang-undang ini;
(5) "pegawai pengawas" ialah' pegawai tehnis berkeahlian khusus dari Departemen Tenaga Kerja yang ditunjuk oleh Menteri Tenaga Kerja;
(6) "ahli keselamatan kerja" ialah tenaga tehnis berkeahlian khusus dari luar Departemen Tenaga Kerja yang ditunjuk oleh Menteri Teriaga Kerja untuk mengawasi ditaatinya Undang-undang ini.
BAB II
RUANG LINGKUP
Pasal 2
(1) Yang diatur oleh Undang-undang ini ialah keselamatan kerja dalam segala tempat kerja, baik di darat, di dalam tanah, di permukaan air, di dalam air, maupun di udara yang berada di dalam wilayah kekuasaan hiIkum Republik Indonesia.
, (2) ketentuan-ketentuan dalam ayat (1) tersebut berlaku dalam tempat kerja di mana: a. dibuat, dicoba, dipakai atau dipergunakan mesin, pesawat, alat,
perkakas, peralatan atau instalasi yang berbahaya atau dapat menimbulkan kecelakaan, kebakaran atau peledakan;
b. dibuat, diolah, dipakai, dipergunakan, diperdagangkan, diangkut atau disiropan bahan atau barang yang: dapat meledak, mudah terbakar, menggigit, beracun, menimbulkan infeksi, bersuhu tinggi;
269
c. dikerjakan pembangunan, perbaikan, perawatan, pembersihan atau pembongkaran rumah, gedung atau bangunan lainnya, termasuk bangunan pengairan, saluran atau terowongan di bawah tanah dan sebagainya atau di mana dilakukan pekerjaan persiapan;
d. dilakukan usaha: pertanian, perkebunan, pembukaan hutan, penger· jaan hutan, pengolahan kayu atau hasil hutan lainnya, petemakan, perikanan, dan lapangan kesehatan;
e. dilakukan usaha pertambangan dan pengolahan: emas, perak, logam atau 'bijih logam lainnya, batu·batuan, gas, minyak atau mineral lainnya, baik di permukaan atau di dalam bumi, maupun di dasar perairan;
f. dilakukan pengangkutan barang, binatang atau manusia, baik di daratan, melalui terowongan, di permukaan air, dalam air, maupun di udara;
g. dikerjakan bongkar-muat barang muatan di kapal, perahu, dermaga, dok, stasiun, atau gudang;
h. dilakukan penyelaman, pengambilan benda dan pekerjaan lain di' dalam air;
i. dilakukan pekerjaan dalam ketinggian di atas permukaan tanah atau perairan;
j. dilakukan pekerjaan di bawah tekanan udara atau suhu yang tinggi ataurendah;
k. dilakukan pekerjaan yang mengandung bahaya tertimbun tanah, kejatuhan, terkena pelantingan benda, terjatuh atau terperosok, hanyut atau terpelanting;
1. dilakukan pekerjaan dalam tangki, sumur, atau lobang; m. terdapat atau menyebar suhu, kelembaban, debu, kotoran, api, asap
nap, gas; hembusan angin, cuaca, sinar atau radiasi, suara atau getaran;
n. dilakukan pembangunan atau pemusnahan sampah atau limbah; o. dilakukan pemancaran, penyiaran atau penerimaan radio, radar;
televisi, atau telepon; , p. dilakukan pendidikan, pembinaan, percobaan, penyelidikan, atau
riset (penelitian) yang menggunakan a1at tehnis; q. dibangkitkan, dirobah, dikumpulkan, disimpan; dibagi-bagikan
atau disalurkan listrik, gas, minyak, atau air; r. diputar mm, dipertunjukkan sandiwara atau diselenggarakan rekreasi
lainnya yang memakai peralàtan, instalasi listrik atau mekanik. (3) Dengan peraturan perundangan dapat ditunjuk sebagai tempat
kerja, ruangan-ruangan atau lapangan-Iapangan lainnya yang dapat membahayakan keselamatan atau kesehatan yang bekerja dan atau yang berada 'di ruangan atau lapangan itu dan dapat dirubah perincian tersebut dalam ayat (2).
270
BAB III
SYARAT-SYARAT KESELAMATAN KERJA
Pasal 3 (1) Dengan peraturan perundangan ditetapkan syarat-syarat kese
lamatan kerja untuk: a. mencegah dan mengurangi kecelakaan; b. mencegah, mengurangi, dan memadamkan kebakaran; c. mencegah dan mengurangi bahaya peledakan; d. memberi kesempatan atau jalan menyelamatkan diri pada waktu
kebakaran atau kejadian-kejadian lain yang berbahaya; e. memberi pertolongan pada kece1akaan; f. memberi alát-a1at perlindungan diri pada para pekerja; g. mencegah dan mengendalikan, timbul atau menyebar luasnya suhu,
I kelembaban debu, kotoran, asap, uap, gas, hembusan angin 'cuaca sinar atau radiasi, suara dan getaran; ,"
h. m~n~egah dan mengendalikan timbulnya penyakit akibat kerja, baik . phlSlk maupun psychis, peracutian, infeksi dan penularan; I. memperoleh penerangan yang cukup dan sesuai; j. menyelenggarakan suhu dan lembab udara yang baik; k. menyelenggarakan penyegaran udara yang cukup; 1. memelihara kebersihan, kesehatan, dan ketertiban; m. memperoleh keserasian antara tenaga kerja, alat kerja, lingkungan,
cara, dan proses kerjanya; n. mengamankan dan memperlancar pengangkutan orang, binatang,
tanaman, atau barang; " o. mengamankan dan memeliharasegala jenis barigunan; p. mengamankan dan memperlancar pekerjaan bongkar muat, perla
kuan, dan penyimpanan, barang; q. mencegah. terkena aliran listrik yang berbahaya; , r. menyesuaikan dan menyempumakan pengamanan pada pekerjaan
yang berbahaya kecelakaannya menjadi bertambah tinggi.
(2) Dengan peraturan perundangan dapat dirobah perincian sepertl terse~ut dalam ayat ~1) sesuai dengan perkembangan i1mu pengetahuan, tehUIk dan tehnologl serta pendapatan-pendapatan barn di kemudian hari.
Pasal 4
(1) Dengan peraturan perundangan ditetapkan syarat-syarat keselamatan kerja dalam perencanaan, pembuatan, pengangkutan, peredaran, perd~gangan, pemasangan, pemakaian, penggunaan, pemeliharaan, dan penyunpanan bahan, barang, produk tehnis, dan aparat prodliksi yang mengaildung dan dapat menimbulkan bahaya, kecelakaan.
271
(2) syarat-syarat tersebut memuat prinsip-prinsip tehni~ ilmiah menjadi suatu kumpulan ketentuan yang disusun s~eara teratur, Jelas dan praktis yang meneakup bidang· kontruksi, bahan, pengol~an, dan pembuatan, perlengkapan alat-alat perlindungan, ?enguJlan dan mengesahkan pengepakan atau pembungkusan, pember!an tanda:tanda pengenal atas bahan, barang, produksit~hnis d~n. aparat produksl guna menjamin· keselamatan barang-barang Itu sendm, keselamatan tenaga kerja yang melakukannya dan kese1amatan umum. .. . .
(3) Dengan peraturan perundangan -dapat dirobah pennelan sepertI tersebut dalam ayat· (1) dan (2); dengan peraturan peru?dangan ditetapkan siapa yang berkewajiban memenuhi dan mentaatI syarat
. syarat keselamatan tersebut.
BAB IV PENGAWASAN
PasaIS
(1) Direktur me1akukan pelaksanaan umum terhad.ap Undang-unda~g ini, sedangkan para pegawai pengawa.s dan ahh keselamat~n k.erJa
ditugaskan menjalankan pengawasan langsung terhadap dItaatmya Undang-undang ini dan membantu pelaks~naannya. .
(2) Wewenang dan kewajiban direktur, pegawru pengawas dan. ~h ~eselamatan kerja dalrun melaksanakan Undang-undang Im dlatur dengan peraturan perundangan.
Pasal 6 (1) Barangsiapa tidak dapat menerima. keputusan Direktur dapat
mengajukan permohonan banding kepada Panit.i~ Bandin~. (2) Tata-cara permohonan banding, susunan Pamtla Band~g, tugas
. Panitia Banding dan lain-lainnya ditetapkan oleh Menterl Tenaga
Kerja. . . . (3) Keputusan Panitia Banding tidak dapat dlbandmg lag!.
Pasal 7
Unt,!k pengawasan berdasarkan· Undang-undang ini pengusaha ~aru~ membayar retribusi menurut ketentuan-ketentuan yang akan dlatur dengan peraturan perundang.
Pasal 8· (1) Pengurus diwajibkan memberika~ kesehatan badan, kond~si ,!,ental.- .
.dan kemampuan tisik dari tenaga kerja yang. akan dl~enmanya. maupun akan dipindahkan sesuai dengan sifat'slfat pekerJaan yang diberikan padanya.
272
(2) Pengurus diwajibkan memeriksakan semua tenaga kerja yang berada di bawah pimpinannya,- secara berkala padadokter yang ditunjuk
. oleh pengusaha dan dibenarkan oleh direktur. (3) Norma-norma mengenai pengujian kesehatan ditetapkan dengan
peraturan ·perundangan.
BABV PEMBINAAN
Pasal9
(1) Pengurus diwajibkan menunjukkan dan menjelaskan pada tiap tenaga kerja baru tèntang: a. Kondisi-kondisi dan bahaya-bahaya sèrta yang dapat timbul dalam
tempat kerja; b. Semua pengamanan dan alat-alat perlindungan yang diharuskan da
lam tempat kerjanya;· c. Alat-alat perlindungan diri bagi tenaga kerja yang bersangkutan; d. Cara-cara dan sikap yang aman dalam. melaksanakan pekerjaannya.
(2) Pengurus hanya dapat mempekerjakan tenaga kerja yang bersangkutan setelah ia yakin bahwa tenaga kerja tersebut teIith memahami syarat-syarat tersebut di atas.
·(3) Pengurus diwajibkan menyelenggarakan pembinaan bagi semua tenaga kerja yang berada di .bawah pimpinannya, dalam peneegahan kecelakaan dan pemberantasan kebakaran serta peningkatan keselamat· an dan kesehatan kerja, pula dal am pemberian pertolongan pertama pada kecelakaan.
(4) Pengurus diwajibkan memenuhi dan mentaati semua syarat~yarat dan kettlntuan-ketentuan yang berlaku bagi usaha dan tempat kerja yang dijalankannya.
BABVI . PANITIA PEMBINA KESELAMA TAN DAN
KESEHATAN KERJA
PasallO (1) Menteri Tenaga Kerja berwenang membentuk Panitia Pembina
Keselamatan dan Kesehatan Kerja guna memperkembangkan kerja sama, saUng pengertian dan partisipasi efektif dari pengusaha atau pengurus dan tenaga kerja dalam tempat-tempat kerja untuk melaksanakan tugas dan kewajiban bersruna di bidang keselamatan dan kesehatan kerja, dalam rangka melancarkan usaha berproduksi.
(2) Susunan Panitia Pembina Keselaniatan dan Kesehatan Kerja, tugas dan lain-Iainnya ditetapkanoleh Menteri Tenaga Kerja.
273
BABVII . KECELAKAAN
Pasai 11
(1) Pengurus diwajibkan melaporkan tiap kecelakaan yang terjadi dalam tempat kerja yang dipimpinnya, pada pejabat yang ditunjuk oleh Menteri Tenaga Kerja. '.
(2) Tata-cara pelaporan dan pemeriksaan kecelakaan oleh pegawal termaksud dalam ayat (1) diatur dengan peraturan perundangan.
BAB VIII KEW AJIBAN DAN HAK TENAGA KERJA
Pasal12
Dengan peraturan perundangan diatur kewajiban dan atau hak tenaga kerja untuk: a. Memberikan keterangan yang benar bila diminta oleh pegawai peng
awas dan atau ahli keselamatan kerja; b. Memakai alat-alat perlindungaiI diri yang diwajibkan; c. Memenubi dan mentaati semua syarat-syarat keselamatan dan kese
hatan kerja yang diwajibkan; d. Meminta pada pengurus agar dilaksanakan semua syarat keselamatan
dan kesehatan kerja yang diwajibkan; . e. Menyatakan keberatan kerja pada pekerjaan di mana syarat kesela
matan dan kesehatan kerja serta alat-alat perlindungan diri yang diwajibkan diragukan olehnya kecuali dalam hal-hal. khusus ditentukan lain oleh pegawai pengawas dalam batas-batas yang masih dapat di-pertanggungjawabkan. .
BABIX KEWAJIBAN BILA MEMASUKI TEMPAT KERJA
Pasal13
Barangsiapa akan memasuki sesuatu tempat kerja, diwajibkan mentaati semua petunjuk keselamatan kerja dan memakai alat-alat perlindungan diri yang diwajibkan.
BABX KEW AJIBAN PENGURUS
Pasa114 Pengurus diwajibkan: . :
a. Secara tertulis menempatkan dalam tempat kerja yaog dipimpinnya, semua syarat keselamataÎt kerja yang diwajibkan, sehelai undang-
274.
undang ini dan semua peraturan pelaksanaannya yang berlaku bagi . teropat kerja yang bersangkutan, pada tempat-tempat yang mudah dilihat dan terbaèa dan menurut petunjuk pegawai pengawas atau ahli keselamatan kerja;
b. Memasang dalam tempat kerja yang dipimpinnya, semua gambar keselamatan kerja yang diwajibkan dan semua bahan pembinaan lainnya, pada tempat-tempat yang mudah dilihat dan terbaca menurut. .petunjuk pegawai pengawas atau ahH keselamatan kerja.
c. Menyediakan secara cuma-cuma, semua alat perlindungan diri yang diwajibkan pada tenaga kerja yang berada di bawah pimpinannya dau menyediakan bagi setiap orang lain yang memasuki tempat kerja tersebut, disertai dengan petunjuk-petunjuk yang diperlukan menurut petunjuk pegawai pengawas atau ahli keselamatan kerja.
BABXI KETENTUAN-KETENTUAN PENUTUP
Pasal15
(1) Pelaksanaan ketentuan tersebut pada pasal-pasal di atas diatur . lebih lanjut dengan peraturan perundangan.
(2) Peraturan Perundangan tersebut pada ayat (1) dapat memberikan ancaman pidana atas pelanggaran peraturannya dengan ii iIkuman kurungan selama-Iamanya 3 (tiga) bulan atau' denda setinggi-tingginya Rp 100.000,- (seratus ribu rupiah).
(3) Tindak pidana tersebut adal~h pelanggaran.
Pasal16
Pengusaha yang mempergunakan tempat-tempat kerja yang sudah ada pada waktu Undang-undang ini mulai berlaku wajib mengusahakan di dalam satu tahun sesudah Undang-undang ini mulai berlaku, untuk memenuhi ketentuan-ketentuan menurut atau berdasarkan Undangundang ini.
Pasal17 Selama peraturan perundangan untuk melaksanakan ketentuan
dalam Undang-undang ini belum dikeluarkan, maka peraturan dalam bidang keselamatan kerja yang ada pada waktu Undang-undang ini mulai berlaku, tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Undang-undang ini.
Pasal18
Undang-undang ini disebut "Undang-undang Keselamatan Kerja" dan mulai berlaku pada hari diundangkan.
275
A ar su ayasetiap orang dapat !l1enget ah uinya , !l1e!l1erintahkan peng~nd,mian Unda~g:u~dang ini dengan penempatan dalam Lembaran
Negara Republik Indonesta.
Diundangkan di Jakarta. pada tanggal12 Januari 1970. .
Sekretaris Negara Republik Indonesta, ALAMSJAH
Mayor Jenderal TNJ
276
Disahkan di Jakarta. pada tanggal12 J:muari 197.0' Presiden Republik Jndonesta
SOEHARTO Jenderal TNI
PENJELASAN ATAS
UNDANG-UNDANG No. 1 TAHUN 1970 tentang
KESELAMATAN KERJA
PENJELASAN UMUM
Veiligheidsreglement yang ada sekarang'dan berlaku mulai 1910 (Stbl No. 406) dan semenjak itu di sana' sini mengalami perobahan II1engenai soal-soal yang tidak begitu berarti, temyata dalam banyak,hal yang sudah terbekalatig dan begitu perlu diperbaharui sesuai dengan perkembangan peraturan perlindungan tenaga kerja laintiya dan perkembangan serta kemajuan tehnik tehnologi dan industrialisasi di negara kita dewasa ini dlfn untuk selanjutnya. ' .
Mesin-mesin, alat-alat, pesawat-pesawat baru, dan sebagainya yang serba pelik bany..:k. dipakai sekarang hii, bahan-bahan tèhnis baru banyak diolah dan dipergunakan, sedangkan mekanisasi dan elektrifikasi diperluas di mana-mana.
Dengan majunya industrtalisasi, mekanisasi, elektrifikasi dan modernisasi, maka dalàm kebanyakan hal berlangsung pulalah peningkatan intensitet kerja operasional dan témpo kerja para pekerja .
. Hal-hal ini memerlukan pengerahan' tenaga secara intensief pula dari. para pekerja. Kelelahan, kurang perhatian akan hal-hallain, kehilangan keseimbangan, dan lain-Iain merupakan ..:kibat daripallanyadan menjadi sebab terjadinya kecelakaan. '
Bahan-bahan yang mengandung racuit, mesin-mesin,'alat-alat, pesawat-pesawat, dan sebagainya yang serba pelik serta cara-cara kerja yang buruk, kekurangan ketrampilan dan latihan kerja, tidak adaya pengetahuan tentang sumber bahaya yang baru, senantiasa merupakan sumber-sumber bahaya danpenyakit-penyakit ..:kibat kerja. Maka dapatlah dipahami perlu adanya pengetahuan keselam"tan kerja dan kesehatan kerja yang maju dan tep'1-t. .
Selanjutnya dengan 'peraturan yang maju akan dicapai keamanan yang baik dan kegairahan kerja pada tenaga kerja yang bersangkutan dan hal ini dapat'mempertinggi mutu pèkerjaan, meningkatkan proiiuksi dan produktivitas k,erja. '
Pengawasan berdasarkan Veiligheidsreglement seluruhnya bersifat represier.
Dalam· undang-undang ini diadakan perobahan prinsipiil dengan. merobahnya menjadi lebih diarahkan pada sifat preventief.
Dalatri praktek dan pengalaman dirasakan perlu adanya pengaturan , Yi'ng baik sebelum perusahaan-perusahaan, pabrik-pabrik atau beitgkelbengkel didirikan, karen a amatlah sukar untuk merobah atau merombak
277
kembali apa yang telah dibangun: dan terpasang di dalamnya guna memenuhi syarat-syarat keselamatan kerja yang bersangkutan. Peraturan baru ini dibandingkan dengan yang lama, banyàl< mendapatkan pero- , bahan-perobahan yang penting, baik dalam isi maupun bentuk dan sistematikanya.
Pembaharuan dan perluasannya adalah mengenai: 1. PerI uasan ruang lingkup. 2. Perobahan pengawasan represief menjadi preventief. 3. Perumusan tehnis yang lebih tegas. 4. Penyesuaiàn tata usaha sebagaimana diperlukan bagi pelaksanaan
pengawasan. 5., Tambahan pengaturan pembinaan Keselamatan kerja bagi mana
gement dan tenaga kerja. 6. Tambahan pengaturan mendirikan Panitia Pembina Keselamatan
Kerja dan Kesehatan Kerja. , 7. Tambahan Pengaturan pemungutan retribusi tahunan.
PENJELASAN PASAL DEMI PASAL
Pasall
Ayat (1) Dengan perumusan ini ruang lingkup bagi berIakunya Undang
undang ini jelas ditentukan oleh tiga unsur: 1. Tempat di mana dilakukan pekerjaan bagi sesuatu u2~ha, 2. Adanya tenaga kerja yang bekerja di sana, -' - J
3. Adanya bahaya kerja di tempat itu. " Tidak selalu tenaga kerja harus sehari-hari bekerja dalam suatu
tempat kerja. ' ' Sering pula mereka untuk waktu-waktu tertentu harus memasuki
ruangan-ruangan untuk mengobrol, menyetel, menjalankan instalasiinstalasi, setelah mana mereka keluar' dan bekerja selanjutnya di lain tempat. " , ,
Instalasi-instalasi itu dapat merupakan sumber-sumber bahaya dan dengan demikian .haruslah memenuhi syarat-syarat keselamatan kerja
, yang berlaku baginya, agar setiap orang termasuk tenaglt kerja yang memasukinya dan atau.untuk mengerjakan sesuatu di sana, walaupun untuk jangka waktu pendek, terjamin keselamatannya.
Instalasi-instalasi demikian itu' misalnya rumah-rumah, tranfomator, instalasi, pompa, air yang setelah dihidupkan berjalan otomatis, ruangan-ruangan instalasi radio, listrik tegangan tinggi, dan sebagainya. Sumber bahaya adakalanya mempunyai daerah pengaruh yang meluas.: Dengan ,ketentuan dalam ayat ini praktis daerah pengaruh ini tercakup
278
dan dapatlah diambil tindakan-tindakan penyelamatan yang diperlukan. Hal ini sekaligus menjamin kepentingan umum.
Misalnyasuatu pabrik di mana diolah bahan-bahan kimia yang' berb,ahaya dan dipakai serta dibuang banyak air yang mengandung zatzat yang berbahaya.
Bila air buangan demikian itu dialirkan atau dibuang begitu saja ke dalam sungai maka air sungai itu menjadi berbahaya, akan dapat mengganggu kesehatan manusia. ternak ikan dan pertumbuhan tanamtanaman.
Karena itu untuk air buangan itu harus diadakan penampungannya tersendiri atau dikerjakan pengolahannya terdahulu, di mana zat-zat kimia di dalamnya dihilangkan atau dinetralisir, sehingga airnya itu tidak berbahaya lagi dan dapat qialirkan ke dalam sungaL
Dalam pelaksanaan Undang-undang ini dipakai pengertian tentang tenaga kerja sebagaimana dimuat dalam undang-undang tentang ketentuan-ketentuan Pokok Mengenai Tenaga Kerja, maka dipandang tidak perlu lagi dimuat difmisi itu 'dalam undang-undang ini.'
Usaha-usaha yang dimaksud dalam undang-undang ini tidak harus selalu mempunyai motief ekonomi atau motief keuntungan, tapi dapat merupakan usaha-usaha sosial seperti perbengkelan di sekolah-sekolah tehnik, usaha rekreasi dan di rumah-rumah sakit, di mana dipergunakan instalasi-instalasi listrik dan atau mekanik yang berbahaya. Ayat (2) euku p jelas. Ayat (3) cukup jelas. Ayat (4) eukup jelas. Ayat (5) cukup jelas. Ayat (6)
Guna pelaksanaan undang-undang ini diperlukan pengawasan dan untuk ini diperlukan staf-staf tenaga-tenaga pengawas yang quantitatief cukup besar serta bermutu.
Tidak saja dipedukan keahlian dan penguasaan teoritis bidangbidang spèsialisasi yang. beranekl! ragam, tapi mereka harus pula mempunyai banyak pengalaman di bidangnya. Staf demikian itu tidak didapatnya dan sukar dihasilkan, di Departemen Tenaga Kerja saja.
Karena itu dengan ketentuan dalam ayat ini Menteri Tenaga Kerja dapat menunjuk tenaga-tenaga akhli dimaksud yang berada di Instansiinstansi Pemerintah dan atau Swasta untuk dapat memformeer Personalia operasional yáng tepat. ' '
Maka dengan demikian Menteri Tenaga Kerja dapat mendesentralisir pelaksanaan pengawasan atas ditaatinya undang-undang ini secara mel)Jas, sedangkan Poliey Nasionàlnya tetap menjadi tanggung jawabnya dan berada di tangannya, sehingga terjamin pelaksanaannya secara _ seragam dan serasi bagi seluruh Indonesia.
279
Pasal2
Ayat (1) Materi yang diatur dalam Undang-undang ini mengikuti perkem
bangan masyarakat teknik, tehnologi serta senantiasa akan dapat sesuai dengan perkembangan proses industrialisasi Negara kita dalam rangka Pembangunan NasionaI.
Selanjutnya akan dikeluarkan per,üuran-peraturan organiknya, terbagi baik atas dasar pembidangan teknis maupun atas dasar pembidangan industri secara sektoraI. '
Setelah Undang-undang ini, diadakanlah Peraturan-peraturan perunciangan Keselamatan Kerja bidang Listrik, Uap, Radiasi dan sebagainya, pula peraturan perundangan Keselamatan Kerja sektoral, baik di darat, di laut maupun di udara. Ayat (2)
Dalam ayat ini diperinci sumber-sumber bahaya yang dikenal dewasa ini yang bertalian dengan: 1. Keadaan mesin-mesin, pesawat-pesawat, alat-alat kerja serta peralat-
an lainnya, bahan-bahan dan sebagainya. 2. Lingkungan. 3. Sifat pekerjaan. 4. Cara kerja. S. Proses produksi. Ayat (3)
Dengan ,ketentuan dalam ayat ini dimungkinkan diadakan perobahan-perobahan atas perincian yang dimaksud sesuai dengan pendapatan-pendapatan baru kelak kèmudian hari, sehingga Undangundang ini dalam pelaksanaannya tetap berkembang;
Pasal3
Ayat (1) , Dalam ayat ini dicantumkan arah dan sasaran-sasaran secara konkrit
yang harus dipenulii oleh syarat-syarat keselamafan kerja yang akan dikeluarkan. Ayat (2) cukup jelas.
" '
Pasal4
Syarat-'syarat keselamatan kerja 'yang menyangkut perencanaan dan pembuatan, diberikan pertama-tama paila perusahaan pembuat atau produsen dari barang-barang tersebut sehinggà kelak dalam pengangkutan dan sebagainya .itu barang-barang itu sendiri tidak berbahaya bagi tenaga kerja yang bèrsangkutan dan bagi umum, kemudian pada perusahaan-perusahaan yang memperlakukannya selanjutnya yakni yang
mengangkutnya, yang mengedarkannya, memperdagangkannya, mema, sangnya, memakainya atau mempergunakannya, memeliharanya, dan menyimpannya. Syarat-syarat tersebut di atas berlaku pula bagi barang-barang yang didatangkan dari luar negeri. Ayat (2)
Dalam ayat ini ditetapkan secara konkrit ketentuan-ketentuan yang harus dipenuhi oleh syarat-syarat yang dimaksud. Ayat (3) cukup jelas.
PasalS
Cukupjelas
Pasal6
Panitia Banding ialah Panitia Teknis yang anggota-anggotanya terdiri dari ahli-ahli bidang yang diperlukan.
Pasal 7
Cukup jelas
Pasal8
Cukup jelas.
Pasal9
Cukup jelas.
PasallO Ayat (1)
Panitya pembina keselamatan dan Kesehatan Kerja bertugas memberi pertimbangan dan dapat membantu pelaksanaan usaha pencegahan kecelakaan dalam perusahaan yang bersangkutan serta dapat memberikan penjelasan dan penerangan efektif pada para pekerja yang bersangkutan. Ayat(2)
Panitya pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja merupakan suatu Badan yang terdiri dari unsur-unsur penerima kerja, pemberi dan pemerintah (tripartite).
Pasalll
Cukup jelas.
:Lsl
Pas al 12
Cukupjelas
Pasal13
Yang dimaksud dengan barang siapa ialah setiap orang baik yang bersangkutan maupun tidak bersangkutan dengan pekerjaan di tempat kerja itu.
Pasal14
Cukup jelas.
Pasal15
Cukup jelas.
Pasal16
Cukup jelas.
Pasal17
Peraturan-peraturan Keselamatan Kerja yang ditetapkan berdasarkan 'Veiligheidsreglement 1910 dianggap ditetapkan berdasarkan Undang-undang ini sepanjang tidak bertentangan' dengannya.
Pasal18
Cukup jelas.
(Termasuk Lembaran Negara tahun 1970 No. 1)
282
PERPAJAKAN
UNDANG-UNDANG NO. 74 TAHUN 1958 TENTANG
PENETAPAN UNDANG-UNDANG DARURAT NO. 16 TABUN 1957 TENTANG PAJAK BANGSA ASlNG (LEMBARAN NEGARA
TABUN 1957 NO. 63)SEBAGAI UNDANG-UNDANG
. . PRESIDEN REPUBLIK INDONESlA , Menimbang: a. bahwa Pemerintah berdasarkan pasal 96 ayat 1
Undang-Undang Dasar Sementara Republik Indonesia, telah menetapkan Undang·Undang Darurat No. 16. Tahun 1957, tentang Pajak Asing: (Lembaran Negara Tahun 1957 no. 63).
b. bahwa peraturan-peraturan yang termaktub. dalam Undang·undang Darurat tersebut perIu ditetapkan sebagai undang-undang;
.. Mengingat : Pasal-pasal 89, 97, dan 117 Undang-Undang Dasar Sementara. Republik Indonesia; Dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat;
MEMUTUSKÁN:
Menetapkan: UNDANG-UNDANG TENTANG PENETAPAN UNDANG-UNDANG DARURAT NO. 16 TAHUN 1957 TENTANG PAJAK BANGSA ASING (LEMBARAN NEGARA TAHUN 1957 NO. 63) SEBAGAI UNDANGUNDANG.
Pasall Peraturan·peraturan yang termaktub daiam Undangnndang Darurat No. 16 Tahun 1957 tentang "Pajak Bangsa Asing" (Lembaran Negara No. 16 tahun 1957 No. 63) ditetapkan sebagai undang-undang dengan tambahan-tambahan dan perobahan-perobahan, sehingga berbunyi sebagai berikut:
BAB I SUBYEK, OBYEK, STATUS, KEBANGSAAN, TEMPAT TINGGAL
Pasai 1
Dengan nama "Pajak Bangsa Asing" dikenakan pajak atas orang-orang bangsa asing yang bertempat tinggai di Indonesia. .
Pasal 2 . (1) Yang dimaksud dengan orang bangsa asing, iaiah mereka yang
tidak mempunyai kewarganegaraan Indonesia. .
i ,: "
r .I
(2) Untuk melakukan undang-undang ini, seorang wanita yang kawin dianggap mempunyai kebangsaan atau kewàrganegaraan suaminya sejak saat perkawinan.
(3) Untuk melakukan Undang-undang ini, hubungan antara wanita warga negara Indonesia dengan laki-Iaki bangsa asing yang óleh masyarakat dipandang sebagai hidup bersama, dianggap juga sebagai kawin seperti dimaksudkan pada ayat 2.
(4) Anak-anak yang belum cukup umuor, termasuk juga anak angkat, dianggap mempunyai kebangsaan ayàhnya atau ayah angkatnya.
(5) Anak-anak yang belum cukup umur ialàh mereka yang sebelum mencapai umur itu, telah kawin.
(6) Seorang wanita, setelah putusnya perkawinan tetap memiliki kebangsaan atau kewarganegaraan yang diperoleh dalam perkawinan itu, kecuali jika ia kawin lagi dengan seorang yang mempunyai kewarganegaraan atau kebangsaan yang berlainan dengan suami yang dahuIu, atau dalam satu tahun setelàh pemutusan perkawinannya memberikan pernyataan bahwao ia akan kembali lagi ke Kebangsaan atau kewarganegaraannya yang semula.
(7) Dalam 0 hal terdapat keragu-raguan atau perselisilian tentang kebangsaan atau kewarganegaraan, diputuskan oleh pengadilan Negeri setempat.
o Pasal 3
(1) Yang dimaksud dengan kepala keluarga ialàh:
286
a. suami, untuk istri dan anak-anak, anak-anak tiri, anak-anak angkat, dan anak-anak lainnya yang belum cukup umur yang merupakan keluarga sedarah atau semenda dari si suami.
b. wanita dewasa yang tidak (Iagi) bersuami atau janda, untuk anak-anak, anak-anak tiri, anak-anak angkat, dan anak-anak lainnya yang belum cukup umur yang' merupakan keluarga sedarah atau semenda dari bekasosuaminya.
c. Ielaki atau wanita, yang meskipun belum cukup umur, tetapi sudah mempunyai pendapatan sendiri, dan/ atau tidak dapat membuktikan bahwa kehidupannya ditanggung oleh orang tuanya.
d. lel aki atau wanita yang sudah (pemah) kawin, juga dalam hal umur mereka kurang dari dua puluh satu tahun. 0
e. istri yang kawin dengan perjanjian menurut pasal' 140 Kitab Undang-undang Hukum Sipil atau perjanjian-perjanjian yang mempunyai kekuatan menurut hukum sama atau mendekati pasal 140 Kitab Undang-undang Hukum Sipil, untuk diriny?sendiri.
f. lela~i dan wanitayang sudàh cukup umur, bagi dirinya masing- 0
masmg;
g. wali. untuk ~nak-anak dimaksud pada pasal 5 ayat 3; h. wamta kawm yang hidup inperati menurut hukum dimaksud
pada pasal 5 ayat 2; ,
(2) Yang dimaksud dengan anggota keluarga ialàh: a. istri, anak-anak, anak-anak tiri, anak-anak angkat, dan anak
anak yang belum cukup timur yang kehidupannya menjadi beban kepala keluarga dimaksud dalam ayat 1 di bawah a dan b.
b. lela~i 0 dan wanita .ya?g meskipun sudàh cukup umur: yang kehldupannya menJadl beban dari kepala keluarga dimaksud pada ayat 1 di bawàh a dan b, dengan catatan bahwa keluarga s~darah dan sem~nda dalam garis lurus ke atas tidak dapat dlanggap sebagal anggota keluarga dari seseorang kepala 0
keluarga.
(3) Dalam hal-hal yang meragukan Menteri Keuangan dapat mengambil ketentuan.
Pasal 3a
Apakàh seseoràng bertempat tinggal di Indonesia ditentukan menurut keadaan, dengan pengertian bahwa: a. mer~ka yang"berada di Indonesia untuk sementara waktu tidak lebih
dari tiga bulan, tidàk dianggap sebagai bertempat tinggal di Indonesia. 0
b. mereka yang meninggalkan Indonesia untuk sementara waktu masih d~anggap sebagai bertempat tinggal di Indonesia, jika ,be:adanya dl, ~uar negeri itu tidak melebihi waktu dua belas bulan, dihitung darl saat mereka meninggalkan Indonesia.
BAB 11
MASA PAJAK, WAJIB PAJAK, PENANGGUNG PAJAK
Pasal 4
(1) Pajak dikenakan seliap kali untuk masa liga tahuli, be~dasarkan keadaan pada awal masa itu. 0
(2) M,asa itu dinamakan masa pajak dan untuk pertama kalinya dimulai pada tanggall Januari 1957. 0
(3) Bagi mereka yang kewajiban pajaknya mulai setelah awal masa pajak, maka pajakdikenakan untuk sebagian dari masa pajak itti berdasarkan keadaan pada saat mereka menjadi wajib pajak.
(4) Kewajiban pajak: . dimulai: pada saat bangsa asmg: a. diIahirkan di Indonesia: b. bertempat tinggal di Indonesia: da.n
d bertempat tinggal di c. pada saat warga negara In onesla y~ng Indonesia, memperoleh kebangsaan asmg:
berakhir: pada saat bangsa asing: . a. meninggalkan bangsa Indonesia untuk seIama-lamanya, b meninggal dunia: . c: memperoleh .kebangsaan atau kewarganegaraan IndonesIa:
PasaiS
(1) Pa]ak dikenakan kepada kepala keluarga atau. p~da oran~ .yang dian a demikian berdasarkan Undang-undang mI untuk dmnya sen- , 'd,.gl·gdaPnjïka ada untuk istri dan untuk seluruh anggota keluarganya. u' . k d' ksud pada
(2) Seorang wanita kawin yang pa~a awal masa pajaal 41ma
at 3 hidup pasal 4 ayat 2 atau pada saat dlmaksud .pada pas . ay , terpisah menurut hukum, dikenakan pajak tersendin. .
(3) Anak-anak bangsa asing yang belum dewasa. dan tak berayah-Ibu: dikenakan pajak pada walinya menurut tarlp yang berlaku bagl
anak-anak.
BAB III
PENDAFTARAN,PEMBERlTAHUAN,MEMBERIKAN' KETERANGAN
Pasal 6
(1) Mereka yang mulai menjadi wajib pajak diwajibkan m~ndaftarkan diri dan anggota-anggota keluarganya pada inspeksl ~euanga~ dalam wiIayah mana ia bertempat tinggal, dalam waktu t1ga pulu hari sesudah saat menjadi wajib pajak deng~n ~atatan bahwa bangsdi~
. I ti'dak akan lebib dan t1ga bulan bera<!a asmg yang semu a . Indonesia akan tetapi disebabka~ apa pu~ juga mem~:rp~~~r! waktu kediamannya hingga lebib darl t1g~ bulan, Iwaj~ a_ mendaftarkan diri pada saat ketentuan perpanjangan waktu dlmak
sud diarnbiI. ' (2) guna pengenaan Pajak, kepada kepala k~luarga atau orang yang
dianggap demikian diberikan ,surat pemberltahuan. . k Bentuk surat pemberitahuan ditetapkan oleh .kepala Ja~atan/pa}: k
(3) Surat pemberitahuan harus diisi dengan jelas: pa~1 dan .tl a bersyarat menurut keadaan sebenarnya, ditandatangam dl\U dlkem-
288
balikan kepada Inspeksi Keuangan yang bersangkutan, dalam jangka waktu tiga puluh hari setelah tanggal pemberiannya, jika dikehendaki maka diberikan surat tanda penerimaan kembali dengan cuma-cuma. (
(4) Atas pennintaan tertulis dari wajib pajak atau kuasanya, kepada inspeksi Keuangan dapat memperpanjang waktu dimaksud dalam ayat 3 dengan paling lama dua bulan.
(5) perubahan-perubahan dalam susunan 'keluarga, berkenaan dengan dimulainya atau berakhirnya kewajiban pajak, harus diberitahukan secara tertulis kepada Inspeksi keuangan yang bersangkutan dalam janJka waktu tiga puluh hari sesudah perubahan terjadi. '
Pasal 7
(1) rlka diminta, kepal" keluarga wajib memberikan keteranganketerangan mengenai surat pemberitahuan yang dimasukkan dan segala sesudah hubungan dengan itu, yang diperlukan oleh penjabat yang dibebanl dengan ketetapan pajak.
(2) Jika kewajiban-kewajiban dimaksud pada ayat 1 dan pada pasal 6 ayat 1 dan 5 tidak sepenuhnya dicukupi, atau jika surat pemberitahuan dimaksud pada pasal 6 ayat 3, walaupun telah ditegur dengan surat tercatat, tidak dirnasukkan dalam waktu yang, ditentukan pada teguran itu, pajak ditetapkan ,karena jabatan, dengan ditambah seratus peratus dari jurnlab p;tjak yang ditetapkan menurut tafsiran yang dianggap benar oleh pejabat yang dibebani dengan ketetapan pajak.
(3) Kepada Jawatan Pajak atau Pejabat yang ditunjuk olehnya setelab diyakinkan oleh yang bersangkutan, berwenang atas alasan kesehatan atau kelalaian yang dapat dimaafkan, untuk mengurangi atau membataIkan tambahan dimaksud pada ayat 2.
BAB IV
KETETAPAN PAJAK .
Pasal 8
(1) 'Ketetapan pajak dilakukan oleh Kepala Inspeksi Keuangan kepada Kepala Keluarga, yang pada awal masa dimaksud pada pasal4 ayat I, atau ayat 3 bertempat tinggal di wiIilyahnya.' '
(2) Dalam hal seorang tidak mempunyai tempat tinggal te~entu, maka ketetapan pajaknya ditetapkan oleh Kepala Inspeksl Keuangan
. Jakarta. . (3) Ketetapan pajak dilakukan selekas mungkin seteiah awal masa pajak . dimaksud pada pasal 4 ayat 1 atau setelah saat dimaksud pada pasal
4_3. . (4) Dalam hal ketetapan pajak belum dapatditetapkan, dapat dlkena-
kan ketetapan pajak sementara. (5) Ketetapan sementara dipandang sebagai ketetapan pajak dalam arti
kata Undáng-undang ini, kecuali terhadap ketentuan-ketentuan dimaksud pada pasal 12 dan pasal 13. .
(6) Dari ketetapan pajak seperti dimaksud pada ayat 3 suatu Jumlah besarnya sama dengan ketetapan sementara tidak ditagilikan. .
(7) Jika jumlah ketetapan pajak seperti dimaksud pada ayat 3 leblh rendah dari jumlah ketetapan sementara jumlah ketetapan seluruhnya tidak ditagih dan ketetapan sementara dikurangi dengan bedanya. .
(8) Jumlah pengurangan menurut ayat 7 diberi rata menurut jumlah angsuran ketetapan pajak sementara yang belum dilunasi.
(9) Jika besamya ketetapan pajak seperti dimaksud pada ayat 3 sama dengan atau lebili rendah daripada ketetapan sementara, maka kepada kepala keluarga dibetikan surat pemberitahuan tentang hal itu, dengan dicatat tanggal pemberiannya.
Pasal 9
(1) (1) Mereka yang menjadi wajib pajak sesudah awal masa pajak atau berakhir menjadi wajib pajak dalam masa pajak, pajaknya untuk tahun dalam mana perubahan terjadi ditetapkan atau dlhitung kembali.
(2) Penetapan atau perhitungan kembali pajak dimaksud pada ayat 1 . untuk sesuatu pajak dilakukan dengan imbangan buJan penuh yang masili ada bagi wajib pajak. .
(3) Untuk melakukan ayat 2 di atas, bulan perubahan kepala keluarga atau anggota keluarga yang muJai pada tanggall, dianggap sebagai sebuJan penuh.
(4). Jika selama masa pajak atau sebagian masa pajak t~rdapat perubahan-perubahan dalam susunan keiuarga yang mengakibatkan perubahan jumlah pajak, atas permintaan tertulis kepala keluarga atau kuasanya, ketetapan pajak dapat dikurangi sesuai dengan ketentuan pada ayat 2 dan 3.
(5) Seorang anggota keluarga yang dalam masa pajak ·atau sebagiati
290
Il)asa pajak menjadi kepala keluarga dikenakan ketetapan pajak sesuai dengan ketentuan pada ayat 2 dan 3.
(6) Jumlah pajak dibulatkan ke bawah sampai jumlah rupiah penuh.
BAB V
PENGECUALIAN PERORANGAN
PasallO
(1) Tidak dikenakan pajak ialah: a .. Orang bangsa asing yang bekerja pada pemerintah Republik
Indonesia .. Dianggap sebagai bekerja pada Pemerintah Republik
Indonesia ialah mereka yang secara teratur mendapat pembayaran gaji honorarium yang langsring dibebankan pada keuangan Negara karena melakukan pekerjaan dalam hubungan jabatan. Dalam keuangan negara termasuk juga keuangan daerah swatantra dan swapraja.
b. Wakil Diplomatik, konsuler, dan lain-lain wakil negara asing, beserta pembantu-pembantunya dan mereka yang bekerja pada dan bertempat kediaman bersama-sama dengan mereka, asal mereka tidak melakukan perusahaan pekerjaan bebas di Indonesia.
c. Pegawai Sipil dan Militer dari Angkatan Darat, Angkatan Laut, dan Angkatan Udara dari Negara Asing. .
d. Wakil Organisasi Internàsional yang ditunjuk oleh Menteri' Keuangan;
e. Orang Bangsa Asing yang ada di Indonesia untuk sementara waktu, termasuk juga pelancong-pelancong, asal tidak melebihi jangka waktu tiga bulan, dihitung sejak saat kedatangannya di Indonesia;
f. Orang bangsa asing yang menjalankan research di Indonesia untuk kepentingan ilniu pengetahuan yang menurut Keputusan Menteri Keuangan tidak untuk kepentingan komersi!.
g. Orang bangsa asing bekas pegawai Republik Indonesia dan janda bekas pegawai tersebut, yang menerima tunjangan atau pensiun Republik Indonesia dengan syarat bahwa mereka tidak mendapat penghasilan lain yang berasal dari pèrusahain atau pekerjaan bebas atau hubungan dinas. Dengan pengèrtian, bahwa pengecualian yang diberikan kepada
. orang bangsa asing meliputi juga istri dan anggota-anggota keluarganya, dimaksud pada pasal 3 ayat 2 dengan syarat bahwa
mereka tidak me~dapat penghasilan yang berasal dari perusahaan atau pekerjaan bebas atau hubungan dinas.
(2) Untuk golongan a dimaksud pada ayat 1 pengeeualian diperluas hingga meliputi keluarga sedarah dan semenda dalam garis lurus· ke atas, yang kehidupannya menjadi tanggungannya.
BAB VI
mMLAH PAIAK, KEBERATAN, TAGIHAN KEMUDIAN
Pasal 11
Pajak berjumlab untuk tiap-tiap tahun, untuk: a. Kepala keluarga atau orang yang dianggap sedemikian ... Rp 1.500,-b. istri atau istri-istri kepala keluarga beserta anggota keluarga yang
sudab dewasa, tiap orang ........................... Rp 750,-e. ànak-anak yang belum cukup uinur dan anggota keluarga selain
dimaksud di bawah b di atas, tiap orang .............. Rp 375,-
Pasal 12
Ketentuan dalam ordonansi Pajak Pendapatan 1944, pasal 13, 14, 14a, dan 14b, mengenai keberatan-keberatan terhadap ketetapan pajak, berlaku sesuai.
Pasal 13
(1) Jikalan dengan tidak ada kelalaian atau kesalaban dari pejabat yang berwenang menetapkan pajak, ketetapan pajak telab dilakukan kerendaban, atau telab diputuskan' untuk tidak dikenakan pajak atau penetapan pajak secara salah dikurangkan atau dibatalkan, maka pajak yang kurang dipungut dapat ditagih kemudi";l1' asaIkan. . penetapan tagihan itu dilakukan dalam waktu tiga tabun dihitung . sejak tanggal pemberian surat ketetapan, keputusan pengurangan atau pembatalan paiak atau sejak saat diambilnya keputusan untuk tidak mengenakan pajak. .
(2) Pajak tertnll1iuk dalam suatu ketetapan tagihan kemudian ditambab . dengan seratus peratus dari jumlab ketetapan tagihan pajak itu.
(3) Tambaban itu tidak terhutang jika dan sepanjang tagihan kemudian . itu merupakan akibat dari pemberitabuan tambaban sukarela, . tertulis atau tidak dari kepala keluarga .yang bersangkutan.
292
(4) Kepala Jawatan Pajak, setelab diyakinkan oleh yang bersangkutan, berwenang atas alasan ke sesuatu atau kelalaian yang dapat dimaafkan, untuk mengurangi atau membatalkan tambahan dimaksud pada ayat 2. Barang siapa keberatan terhadap tagihan kemudian yang dikenakan kepadanya, dalam waktu tiga bulan sesudab tanggal pemberian surat Ketetapan tagihan kemudian, dapat mohon banding kepada Majelis Pertimbangan Pajak menurut cara yang ditentukan dalam Peraturan Pertimbangan Urusan Pajak.
BAB VII
PENAGIHAN
Pasal 15
(1) Ketetapan pajak serta tambaban yang ditetapkan dimuat dalam kohir, keeuali ketetapan pajak yang sama dengan atau leblb rendab daripada ketetapan sementara.
(2) Kohir ditetapkan oleh Kepala Inspeksi Keuangan dimaksud pada pasal 8 ayat 1 atau ayat 2.
(3) Kepala Inspeksi Keuangan menguruspungutan pajak yang terhutang menurut kohir yang ditetapkan olehnya dan pelaksanaan yang saksama dari apa yang ditentukan pada ayat 4.
(4) Segera setelab kohir ditetapkan, kepada kepala keluarga diberitabukan tentang ketetapan pajak yang dimuat dalam kohir itu, dengan jalan pemberian surat ketetapan pajak, tanggal pemberian dieatat pada kohir dan pada surat ketetapan pajak.
Pasal 16
(1) Ketetapan pajak terhutang oleh kepala keluarga yang namanya tereantum pada kohir.
(2) Ketetapan pajak ditagih dalam empat angsuran bulanan yang sama besamya, berturut-turut dan dimulai dengan bulan yang mengikuti bulan pemberian surat ketetapan pajak, untuk tahun-tahun dari masapajak atau bagian dari masa .pajak sampai dengan tabun penetapan. Dalam hal-hal !ain, dimulai dengan bulan kedua, dari tahun tal<Win yang bersangkutan.
(3) Pada tanggal lima belas dari tiap-tiap bulan dimaksud pada ayat dua jatuh satu angsuran.
Pembayaran angsuran yang terlambat dilakukan dikenakan dendà sebesar 5% dari jumlah yang terlambat dibayarnya.
(4) Pembayaran angsuran yang terlambat dilakukan dikenakan denda sebesar 5% dari jumIah yang terlambat dibayarnya.
(5) Ketetapan pajak ditagih sekaligus: . ,a. jika suatu jumlah yang lebih besar dari dua angsuran yang telah
lewat tidak dibayar. b. jika kepala keluarga dinyatakan pailit, begitu pula dalam hal
penyitaan baral1g·barang gerak atau barang·barang tak gerak atas kuasa pemerintah ataudalam hal penjualan barang·barang ltu oleh karena penyitaan atasnama fihak ketiga;
c. jika kepala keluarga meninggalkan Indonesia untuk selama· lamanya atau untuk sementara;- atau mempuriyai niat yang sedemikian, atau tidak lagi menjadi kepala keluarga.
(6) Kepala Inspeksi Keuangan atas permintaan tertulis dari kepala keluarga atau kuasanya, jika terdapat alasan·alasan yang mendesak dapat memperkenankan penundaan pembayaran.
"
Pasal 17
(1) Pajak dap~t ditagih atas barang·barang milik keluarga, barang· barang milik istri, milik anggota keluarga, dan atas barang·barang milik anak·ànak dimaksud pada pasal 5 ayat 3 baik barang bergerak maupun barang tak bergerak. .
(2) Negara mempunyai hak utama atas barang bergeOik dan barang tak bergerak yang dimaksudkan pada ayat 1.
(3) Hak utama yang dibenkan dalam ayat 2 mendahului segala hak, kecuali terhadap piutang. tersebut dalam pasal 1139 No. 1 dan 4, dan pasal 1149 No. 1 dari Kitab Undang·undang Hukum Sipil dan pasal·pasal 80, dan 81 Kitab Undang·undang Hukum Dagang, jaminan panen, gadai, dan dihip'otik yang diadakan sebelum awal tahun yang bersangkutan; dalam hal diberikan diadakan sesudah saat itt" sepanjang untuk itu . diberikan suatu keterangan hipotik sebagaimana dimaksudkan pada ayat 6 pasal ini.
(4) Hak utama dimaksud pada ayat 3 hilang sesudàh lewat dua tàh\ln dari tàhun·tahun pajak yang bersangkutan, kecuali jikalau surat ketetapan pajak diberikan sesudah tàhun takwin kedua dar! sesuatu masa pajak. Dalam hal dimaksud terakhir'hak utama hilang sesudah lewat dua tahun sejak tanggal surat ketetapan pajak dikirimkan kepada kepala keluarga.
(5) Dalam hak diberikan pènundaan pembayaran, saat permulaan dua
294
tahun dimaksud pada ayat 4 di atas karena hukum diperpanjang .dengan waktunya penundaan tersebut.
(6) Sebelum atau sesudah diadakan sesuatu hipotik, pembelian hipotik dapatminta suatu keterangan, bahwa hipotik itu mendàhului hak utama untuk pajak·pajak atas tàhun.tahun, sebelum diadakan hipotik itu. Keterangan itu dapat diminta dari Kepala Inspeksi Keuangan dala?, wiIayah siapa pemberi hipotik bertempat tinggal, Kepala .Inspeksl Keuangan memberikan keterangan Jtu, kalau tidak ada suatu pajak yang mendahului hipotik tersebut, atau bila menurut pendapatnya ada jaminan, bàhwa pajak yang mendahului hipotik itu akan dilunasi. Dalam keterangan itu disebut tàhun·tàhun yang bersangkutan, dalam hal keterangan tidak diberikan maka pemberi hipotik dapat memajukan keberatannya kepada Kepala Jawatan Pajak, yang bila menurut pendapatnya alasan·alasan masih aka'; menyuruh memberikan keterangan itu. Terhadap eredietverband ketentuan ini berlaku sesuai.
Pasal 18
(1) Peraturan·peraturan dalam Undang·undang ini tentang terhutang. nya dan tentang hak utama meliputi pajak, denda dan biaya tuntutannya.
(2) Piutang pajak kedaluwarsa setelàh lewat lima tahun dihitung: a. jika kohir ditetapkan dalam masa pajak atau bagian masa, pajak
yang bersangkutan, dari awal tahun· dalam mana penetapan dilakukan, bagi pajak yang 'tçrhutang untuk tàhun·tàhun dari masa pajak sampai dengan tahun penetapan, dan selainnya mulai awal tàhun takwin untuk mana pajak terhutang.
b. jika kohir diterangkan sesudàh masa pajak atau bagian masa pajak yang bersangkutan, mulai awal tahun takwin dalam mana kohir ditetapkan.
BAB VIII
PERATURAN PIDANA
Pasal 19
(1) Barangsiapa dengan sengaja, untuk diri sendiri atau untuk orang lain mengisi surat pemberitàhuan sepertl dimaksudkan pada pasal 6 ayat 3 dengan keterangan·keterangan yang tidak benar atau tidak
lengkap sehingga oleh karenanya negara dapat di~ugikan, dapat -dibukum dengan hukuman penjara paling lama enam bulan atau hukuman denda setinggi-tingginya sepuluh ribu rupiah.
(2) Ketentuan pada ayat satu tidak berlaku bila yang memberitahukan atau kuasanya atas kehendak sendiri melakukan lagi pemberitahuan yang benar dan lengkap, asal kejaksaan belum mengetahui -Iebib dahulu dan ketetapan pajak belum ditetapkan.
(3) Peristiwa yang dapat dituntut ini dianggap sebagai kejahatan.
BAB IX
PERATURAN-PERATURAN ISTIMEWA DAN PENUTUP
Pasal 20
(1) Kepala Inspeksi Keuangan karena jabatan atau atas permintaan kepala keluarga atilU kuasanya, dapat membetulkan kesalahan tulis dan kesalahan hitung yang terjadi pembuatan kohir atau surat ketetapan pajak, dan dapat mengurangkan atau membatalkan ketetapan yang salah dftetapkan, berdasarkan kekhilafan-kekhHafan dalam peristiwa.
(2) Wewenang yang diberikan pada ayat 1 hHang, jika telah lewat waktu dua tahun sesudah tanggal pemberian surat keterangan pajak, kec!,ali jika dalam jangka waktu oleh yang bersangkutan diajukan permohonan dengan surat untuk melaksanakan wewenang itu.
(3) Kepala JawatanPajak, karena jabatan dapat mengurangkan atau membatalkan ketetapan pajak yang salah.
Pasal 21
Menteri Keuangan berwenang membebaskan atau mengurangkan pajak dalam hal pengenaan pajak dirasa kurang adiI.
Pasal 22
Untuk penetapan pajak pendapatan jumlah pa jak bangsa asing akan datang dikurangi dari pendapatan penanggungan pa jak sebagai badan perorangan;
a. untuk tahun-tahun dari masa pajak yang sudah lampau sampai dengan tahun penetapan, dari pendapatan tahun penetapan.
b. untull: tahun-tahun masa pajak lainnya, dari pendapatan tahun takwin yang bersangkutan.
296
Pasal 23
Me?teri Keuangan -berWenang mengeluarkan peraturan-peraturan yang dlperlukan untuk melakukan Undang-Undang ini. _ -
Paal n Undang-undang ini dapat disebut sebagai Undang-undang Pajak
Bangsa Asing tahun 1957 disingkat PB 1957. Undang-undang ini mulai berlaku pada saat diundangkannya dan
mempunyai daya surut sampai tanggall Januari 1957. . Agar setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan undang-undangini dengan penempatan dalamLembaran Negara Republik Indonesia.
Diundangkan: Pada tanggal29 - IX - -1958
MENTERI KEHAKIMAN ttd.
(G.A. MAENGKOM)
Disahkan di JAKARTA Pada tanggalll-VIII tahun 1958
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
ttd. SUKARNO
MENTERI KEHAKIMAN, ttd.
(G.A. MAENGKOM)
LEMBARAN NEGARA No. 108-TAHUN 1958
PERDAGANGAN
PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NO. 10 TAHUN 1959
TENTANG LARANGAN BAG! USAHA PERDAGANGAN KECIL DAN ECERAN YANG BERSIFAT ASING DI LUAR IBU KOTA DAERAH SWA
TANTRA TINGKAT I DAN n SERTA KARESIDENAN
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA.
Menimbang: a. bahwa dalam rangka melaksanakan Indonesianisasi usaha-usaha perdagangan pada umumnya dan 80-
sialisasi aparatur distribusi pada khususnya. sesuai dengan perkembangan usaha-usaha nasiona! dan dengan program Kabinet Kerja dianggap perlu menetapkan peraturan tentang usaha-usaha perdagangan· kecill eceran bangsa asing;
b. bahwa perlu diambil langkah-langkah yang konkrit ke arah pelaksanaan politik. sebagaimana digariskan dalam Amanat Presiden pada hari peringatan ulang tahun ke-XIV Proklamasi Kemerdekaan Indonesia pada tanggal17 Agustus 1959. mengenai dimobilisÏJ;nya modal dan tenaga yang bercorak progressif dan yang akan diikutsertakan di lapangan pembangunan;
Mengingat 1. Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Dasar; 2. Bedrijfsreglementerings-Ordonnantie 1934; 3. Peraturan Pemerintah No. 1 tahun 1957; 4. Surat Keputusan bersama Menteri Perindustriandan
Menteri Perdagangan No. 2077/M/Perin. tangga! 3 September 1957; No. 2430/M/Perdag.
5. Undang-undang No. 79 tahun 1958; 6. Surat Keputusan Menteti Perdagangan No 2933/M
tangga!14 Mei 1959; 7. Pengumuman Pemerintah No. 1 tangga! 2 September
1959; Mendengar : Musyawarah Kabinet Kerja pada tangga! 3 Nopember
1959;
MEMUTUSKAN:
M~netapkan: PERATURAN PRESIDEN TENTANG LARANGAN BAG! USAHA PERDAGANGAN KECIL DAN ECERAN YANG BERSIEAT ASING DI LUAR IBU KOTA DAERAH SWATAN'FRA TINGKAT I DAN 11 SERTA KARESIDENAN.
301
,~., '. 'i::~;;i.·· ,-j," ·'B.A-B.:'l:'I;',,~:-~,_;- i_'"
DEFINISI PERUSAHAAN PERDAGANGAN KECILIECERAN ASING
Pasal 1
Yang dimaksud dengan' "perusahaan perdagangan keei! dan eeeran yang bersifat asing" dalam Peraturan Presiden ini ialah perusahaanperusahaan yang dikenakan larangan ,berdasarkan Surat Keputusan Menteri Perdagangan tanggar 14 Mei 1959 No. i933/M, yaitu perusahaan-perusahaa" yang: 1. meneari keuntungan dari penibelian dan penjualan barang tanpa
mengadakan perubahan teknis pada barang itu; 2. melakukan perdagangan penyebaran, yaitu menjadi penghubung
terakhir untuk menyampaikan barang-barang langsung kepada, . kO!I~;umen; " .
3. melakukan perdagangan pengumpulan, yaitu membeli barang-barang dari produsen-produsen keei! untuk diteruskan kepada alat-alat perantara selanjutnya yang: a. tidak dimiliki oleh warga negara Indonesia, b. berbadan hukum atau berbentuk hukum lain, yang seorang atau
beberapa órang pemegang' sahamnya atau pesertanya bukan warga negara Indonesia, dengan pengertian bahwa perusahaanperusahaan yang memberi jása dengan menerima pembayaran dikeeualikan dari ketentuan tersebut di atas.
BAB IJ
LIKWIDASI PERUSAHAAN PERDAGANGAN KECILIECERAN ASING
Pasal 2
Perusahaan-perusahaan perdagangan keei! dan eeeran yang bersifat asing yang' terkena larangan beroasarkan "Surat Keputusan Menteri Perdagangan tanggal 14' Mei 1959 No. 2933/M sudah harus tutup selambat-Iambatnyapada tanggal 1 Januari ~960, dengan eatatan: 1. bahwa terhitung mulai tanggal berlakunya Peraturan Presiden ini
diambi! langkah-Iangkah ke arah Iikwidasi perusahaan-perusahaan termaksud;
2. bahwa ketentuan tersebut ticlak berarti bahwa orang-orang asing yang bersangkutan harus meninggalkari tempat tinggalnya, keeuali kalau penguasa Perang Daerah berhubung dengan keadaan 'keamanan menetapkannya.
Kepada perusahaan-perusahaan termaksud pada pasal2 diberi'ganti
302
kerugian, yang jumlahnya ditetapkan dengan mengingat kela~imán setempat oleh suatu panitia"yang dibentuk oleh. ~epal~ Daerah, Tm.gkat IJ (Bti'átj) yang"bers'lIigkuian dan yang terdm dan Camat (Asisten Wedata) y,mg bersangkutan sebagai Ketua, BODM setempat dan ~rang: orang yang ditunjuk oleh Jawatan Perdagangan pala~ Negen, dan Departemen Perdagangan dan Jawatan Koperasi dan Departemen Transmigrasi, Koperasi dan Pembangunan Masyarakat Des~ atau oleh in~ansi-instansi di daerah yang dikuasakan oleh kedua Jawatan tersebut sebagai anggota-anggota.
Pasal 4
(1) Ganti kerugian termaksud pada pasal 3 diberikan kepada perusahaan-perusahaan tersebut pada pasal 2 dalam bentuk: a. uang tunai; atilUpun b. pinjaman., , ) 'I"
(2) Jumlah uang tunai dan pinjaman tersebut pada ayat (1 pasa mi ditetapkan dengan mengingat modal perusahaan tersebut,pada pasal 2, baik yang berupa uarig, maupun barang dag~ng~n, bangunan dan k~kayaan lainnya, yang' secara sukarela dapat dlpergunaka~ oleh organisasi yang ditunjuk untuk mener~skan usaha dagang keed dan eeeran setempat.
(3) Pinjaman termaksud pada ayat (1) dan (2) pasal ini diperkenankan untuk jangka waktu selambat-Iambatnya satu tahun dan dengan bunga sebanyak-banyaknya 9% setahun, segala sesuat~ menurut pedoman-pedoman yang diberikan oleh Jawatan Koperasl.
BAB III
PEMINDAHAN HAK DAN TEMPAT PERUSAHAAN-PERUSAHAAN PERDAGANGAN KECIL/ECERAN ASING
Pasal 5
Pemindahan hak perusahaan-perusahaan term!,ksud pada pasal 2 kepada pengusaha-pengusaha nasion'll atau pemindahan tempat dagang keei! dan eceran oleh perusahaan-perusahaan termaksud pada,pasal2 ke temp at baru harus di!akukan dengan izin Jawatan Perdagangan Dalam Negeri.
Pasal 6
Yang diperkenankan menerima' pemindahan hak dan yang ditunjuk mengisitempat dagang keei! dan eeeran yang terluang termaksud ?ad.a pasal 5 ialah pengusaha-pengusaha nasional yang menyusun orgamsasl-nya atas dasar koperasi. •
303
Pasal 7
Usaha di bidang koperasi guna menampurig pekerjaan-pekerjaan termaksud pada pasal 6 dUakukari dengan jalan sebagai berikut: a. mempergunakan koperasi yang telah ada; b. menyusun koperasi baru di mana belum ada koperasi; c. mengorganisir warung-warUng/toko-toko yang, telah ada menjadi
koperasi; d. mengadakan pUot project pertokoan di kecamatan, yang akhirnya
harus diselenggarakan oleh suatu organisasi koperasi.
Pasal 8
(1) Jika sesuatu tempat belum terdapat suatu koperasi, maka sa)1lbU menunggu terbentuknya organisasi tersebut, Camat (Assisten Wedana) dengan bantuan BODM membentUk suatu panitia, yang terdiri dari Kepala desa yang bersangkutan sebagai ketua dan dua atau beberapa orang penduduk desanya sebagai anggota-anggota, untuk lI).enerima pemindahan hak dan/ atau meneruskan usaha dagang "ecU dan eceran termaksud pada pasal-pasal 5 dan 6.
(2) Segera sesudah terbentuk suatu koperasi, maka panitia termaksud pada ayat (1) pasal ini menyerahkan pekerjaannya kepada organisasi tersebut, sedang panitia sendiri kemudian dibubarkan oleh, Camat (Assisten Wedana) yang bersangkutan.
Pasal 9
(1) Tenaga-tenaga dari perusahaan-perusahaan termaksud pada pasal 2 yang telah ditutup sedapat-dapatnya diturutsertakan secara sUkarela sebagai pegawai dalam organisasi-organisasi setempat termaksud pada pasal-pasal 6, 7, dan 8. '
(2) Penampungan tenaga-tenaga termaksud pada ayat 1 pasal ini dUaksanakan secara bijaksana dengan mempèrhatikan segi-segi peri-' kemanusiaan.
(3) 'Dalam melaksanakan usaha tersebut pada ayat-ayat yang terdahuiu pasal ini harus dihindarkan perbuatan-perbuatan at/iu tindakan· tindakan yang dapat tnengeruhkan suasana di dàerah-daeah yang bersangkutan.
Pasal 10 Pedagang-pedagang besar dan pedagang-pedagang perantara diwa
jibkan secara berangsur-angsur sebelum tanggal 1 Januari 1960 menghentikan penyaluran barang-barang kepada perusah/l,an-perusahàan ,,' termaksud pada pasal 2 dan harus memindahkannya kepada pengusahapengusaha nasional setempllt termaksud pada 'pasal-pasal 6, 7; dati':8. '
304 •
BAB iv
KETENTUAN-KETENTUAN PELAKSANAAN
Pasal 11 .- ;-:'p.-
(1) Menteri Muda Perdagangan di mana pedu bersama-s'amaderig' Menteri Muda T~ansm.igrasi/koperasilPembangunan Masyarák:~' Desa mengatur lebili lanjut pelaksanaan ketentuan-ketentuan dala Peraturan Presiden ini, dan berhak mengadakan peraturan-peratu: " an khusus untuk daerah-daerah yang dipandang pedu.
(2) Instansi Penerangan Pemerintahmemberikan penerangan seluasluasnya guna menyadarkan rakyat akan kepentingan melakukan usaha dagang keci! dan eeeran setempat dengan berkoperasi.
BAB V
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 12
Peraturan Presiden ini dinamakan "Peraturan Pedagang Keei! dan Eceran" atau dengan singkat "PPKE", yang mulai beriaku pada hari ditetapkannya dan mempunyai daya surut sampai tanggal 10 Juli 1959.
Agar supaya setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Presiden ini dengan penempatan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta pada tanggal16 Nopember 1959
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
Diundangkan di Jakarta pada tanggal16 Nopember 1959
MENTERI MUDA KEHAKIMAN, ttd.
SAHARDJO
ttd. SOEKARNO
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NO. 128, 1959
305
KEPUTUSAN MENTERI PERDAGANGAN No •• 129/Kp/VII76.
Tentang. PENYEMPURNAAN DIKTUM KEDUA KEPUTUSAN MENTERI
PERDAGANGAN No. 17/Kpl7/68 TENTANG USAHA PERDAGANGAN BAGI PERUSAHAAN·PERUSAHAAN YANG
DIDIRIKAN BERDASARKAN UNDANG·UNDANG No. 1 TAIIUN 1967 TENTANG PENANAMAN MODAL ASING
MENTERIPERDAGANGAN,
Menimhang: bahwa uutuk menyediakan sarana pemasaran bagi pedagang terutama golongan ekonomi lemah dalam rangka ·menciptakan iklim yang menunjang pengembangan dunia usaha dihubungkan dengan kebijaksanaan guna peningkatan partisipasi nasional dikaitkan dengan usaha penyebaran kegiatan serta pemerataan pendapatan di sektor perdagangan, maka dipandang perIu mempertegas pengertian· usaha Supermarket/Departement Store sebagaimana dimaksud diktum KEDUA Keputusan Menteri Perdagangan No. 17 /Kpl7 /68.
Mengingat : 1. Undang-Undang No. 1 Tahun 1967· jo Undang-Undang No. 11 Tahun 1970;
2. Bedrijfsreglementerings Ordonnantie 1934; 3. Keputusan Presiden RI No. 21 Tahun 1973; 4. Keputusan Presiden RI No. 45 Tahun 1974; 5. Keputusan Menteri Perdagangan No. 17/Kpl7 /68; 6. Keputusan Menteri perdagangan No. 314/Kp/XIII70.
Memperhatikan: Memorandum Ketua Badan Koordinasi Penanaman Modal kepada Menteri Perdagangan No. M-145/A/BKPM/IIII74 tanggal 24 Maret 1974.
MEMUTUSKAN
Menetapkan: Pertama: Mernbah dan menyempumakan ketentuan diktum KEDUA Keputusan Menteri Perdagangan liIo. 17 /Kpl7 /68, sehingga menjadi sebagai berikut: (1) Pembangunan dan pengusahaan gedung pertokoan diperkenankan
untuk dilakukan oleh perusahaan yang didirikan berdasarkan Undang-Undang No. 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing.
306
T..Jsaha dimaksud harns berbentnk joint venture dengan modal nasional dan diperkenankan didirikan hanya di . ibnkota-ibukota Daerah Tingkat I.
(2) Penyelenggaraan Supermarket/Department Store sebagai sarana pemasaran harus ditangan/oleh perusahaan dan/atau Ilengüsaha nasiona!.
Kedua: Hal-hal yang belum diatur dalam keputusan ini akan ditetapkan lebih lanjut oleh Direktur·Jenderal Perdagangan Dálam Negeri. Ketiga: Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di: JAKARTA. Pada tanggal: 23 JUNI 1976.
MENTERIPERDAGANGAN RADIUS PRA WIRO
KEPUTUSAN MENTERI PERDAGANGAN.
No. 17 /Kpl7 /68
TENTANG
USAHA PERDAGANGAN BAG! PERUSAHAAN.PERUSAHAAN YANG DIDIRIKAN BERDASARKAN UNDANG-UNDANG .
No. 1 TAHUN 1967 TENTANGPENANAMAN MODAL ASING
MENTERI PERDAGANGAN,
Menimbang: a. bahwa dalarn rangka Undang·undang Penanaman Modal Asing, perlu ditetapkan kebijaksanaan pelak~ sanaan Undang.undang tersebut di bidang perdagang. an;
b. bahwa bidang usaha yang diutamakan untuk pena. naman modal asing adalah bidang pertanian, industri, dan sebagáinya, dan bahwa perlu diadakan bantuan terhadap pengusaha nasional, sehingga usaha perda. gangan yang terbuka untuk penanaman modal asing di bidang pertanian dan industri dan lain sebagainya tersebut serta di bidang Supermarket dan· Department Store.
Mengingat : 1. Undang.undang No. 1 Tahun 1967 tentang Penanam. an Modal Asing;
308.
2. Instruksi Presidium Kabinet No. 06/EK/IN/1/1967 tertanggal 27 Januari 1967 tentang Petunjuk Pelak. sanaan Kebijaksanaan Penanaman Modal Asing di Indonesia;
3. Keputusan Presidium Kabinet No. 104/EK/KEP/4/ 1967 tertanggal'-';8 April 1967 tentang Prosedure Penyelesaian Permohonan Penanaman Modal Asing;
4. Keputusan Menteri Perdagangan No. 102/SK/VIII/ 67 tertanggal 14 Agustus 1967 tentang Ketentuan Pelaksanll'ln Kebijaksanaan dalam bidang Ekspor dan Pemasaran Barang-Barang/Hasil-hasil Bumi Indonesia;
S. Instruksi Direktur Jenderal Urusan Perdagangan Luar Negeri No. 10/lnstr/DPLN/1967 tanggal 18 Oktober 1967 tentang Penyelesaian semua Permohonan-Permohonan Pengakuan Im portir.
MEMUTUSKAN.
Menetapkan: KEPUTUSAN TENTANG USAHA PERDAGANGAN BAG! PERUSAHAAN-PERUSAHAAN YANG DI. DIRIKAN BERDASARKAN UNDANG-UNDANG No. 1 TAHUN 1967 TENTANG PENANAMAN MODAL ASING.
Pertama TerhadilP Perusahaan-perusahaan yang didirikan berdasarkan Undang-undang Penanaman Modal Asing dan· yang telah mendapat persetujuan dari Pemerintah, diper-kenankan~ . a. untuk bergerak di bidang perdagangan ekspor barang
barang hasil produksinya sendiri; b. untuk bergerak di bidang impor bahan-bahan baku,
a1at-alat produksi dan spare-parts untuk keperluan produksinya sendiri;
c. untuk bergerak di bidang pembelian bahan-bahan baku di dalam negeri guna pemakaian dalam proses . produksinya sendiri.
Kedua Terhadap Perusahaan Asing yang didirikan berdasarkan undang-undang Penanaman Modal Asing diperkenankan pula bergerak dalam bidang Perdagangan,. khususnya hanya dalam ·usaha "Supermarket" atau "Department Store". Usaha ini harus terbentuk joint~enterprice sebagai bentuk kerja sama dengan modal dalam negeridan diperkenarikan didirikan hanya di ibukota-ibukota Daerah Tingkat I.
Ketiga Perusahaan-perusahaan tersebut pada pasal pertama. dan e. Pasal Kedua di atas serta yang bergerak puIa dalam bidang perdagangan diwajibkan memillki izin· dagang dengan prosedure k)1usus, serta dapat diberikan angka pengenal impor, atau angka pengenal ekspor menurut ketentuan-ketentuan yang berlaku.
Keempat ; Ketentuan tersebut dalam pasal 4 ayat 2 sub 2, 3 .dari Keputusan Menteri Perdagangan No. 102lSK/VIII/67 tertanggal14 Agustus 1967, tidak berlaku untuk perusahl'-an-perusahaan tersebut pada pasal Pertama dan pasal Kedua di atas. . ..
Kelima Pelaksanaan Keputusa"n ini dilakukan oleh Direktur ·Jenderal Urusan Perdagangan Dalam Negeri dan Direktur Jenderal Uru.an Perdagangan Luar Negeri.
Keenam : Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Agar supaya setiap orang mengetahui memerintahkan pengundangan Surat Keputusan ini dengan penempatan dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta. Pada tanggal15 Juli 1968,
MENTERI PERDAGANGAN, ttd.
(SUMITRO DlOlOHADIKUSUMO)
Disalinan .sesuai dengan aslinya. BIRO CHUSUS DEPDAG.
ttd.
(M. MACHBUB HASNI, S.H.)
310
\
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 1977
TENTANG PENGAKHIRAN KEGIATAN USAHA ASING DALAM DIDANG
PERDAGANGAN
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
Mellimballg: bahwa dalam rangka pembangunan ekonomi nasional dan dalam rangka pelaksanaan Undang-undang Nomor 6 Tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri jo. Undang-undang Nomor 12 Tahun 1970 tentang Perubahan dan Tambahan Undang-undang No. 6 Tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam·Negeri, perlu mengatur Pelaksanaan pengakhiran kegiatan usaha asing dalam bidang perdagangim.
Mellgillgat 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945; 2. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik
Indonesia Nomor IV /MPR/1973 tentang Garis-garis Besar Haluan Negara;
3. Bedrijfsreglementerings Ordonnantie 1934 (Stbl. 1938 Nomor 86) sebagaimana telah diubah dan ditambah;
4. Undang-undang nomor 7 Drt. Tahun 1955 tentang Pengusutan, Penuntutan, dan Peradilan Tindak Pidana Ekonomi· (Lembaran Negara Tahun 1955 Nomor 27);
5. Undang-undang Nomor 3 Tahun 1958 tentang Penempatan Tenaga Asing (Lembaran Negara Tahun 1958 No. 8); '-'
6. Undang-undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing (Lembaran Negara Tahun 1967 Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2818 jo. Undang-undang Nomor 11 Tahun 1970 tentang Perubahan dan Tambahan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanamam Modal Asing (Lembaran Negara Tahun 1967 Nomor 46, Tambahan Lembaran Negara NO!1lor 2943);
7·. Undang-undarig Nomor 6 Tahun 1968 tentang Penambahan Modal Dalam Negeri (Lembaran Negara Tahun 1968 Nomor 33, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2353) jo: Undang-undang Nomor 12 Tahun 1970 tentang Perubahan dan T'Iltlbahan Undang-undang Nomor 6 Tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam
Negeri (Lembaran Negara Tabun 1970· Nomar 47, Tambaban Lembaran Negara No. 2944);
8. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokokpokok Pemerintahan di Daerab (Lembaran Negara Tabun 1974 Nomor 38, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3037);
9. Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 1957 tentang Penyaluran Perusabaan-perusabaan (Lembaran Negara Tahun 1957 Nomor 7, Tambaban Lembaran Negara . Nomor 1144). .
MEMUTUSKAN:
Menetapkan: PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PENGAKHlRAN KEGIATAN USAHA ASING DALAM BIDANG PERDAGANGAN.
BABI KETENTUANUMUM
Pasal1
Dalam Peraturan Pemerintab ini yang dimaksud dengan: 1. Perdagangan adalah kegiatan jual beli barang atau jasa yang dilaku
kan secara terus-menerus dengan tujuan pengalihan hak atas barang atau jasa dengan disertai imbalan atau kompensasi.
2. Perdagangan impor adalah perdagangan dengan cara memasukkan barang atau jasa dari luar ke dalam wilayah pabean Indonesia dengan memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
3. Perdagangan ekspor adalah perdagangan dengan cara mengeluarkan barang atau jasa dari dalam ke luar wilayab pabean Indonesia dengan memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
4. Perusabaan hasional adalab perusabaan sebagaimaná dimaksud . dalam Pasal3 ayat (1) Undang-Undang Nomor 6 Tabun 1968 tentang
Penanaman Modal Dalam Negeri. 5. Perusabaan Asing adalab perusabaan yangtidak memenuhi ketentuan
tersebut dalam angka 4 dan yang dimiliki oleh perusabaan dan atau warga negara asing di luarnege!t . . .
6. PerusabaanAsing Domestik adalab perusabaan yang tidak memenuhi ketentuan tersebut dalam angka 4 dan yang dimiliki oleh warga negara asing atau orang tidak berkewarglll).egaraan (stateless) pemegang Surat Keterangan .Kependudukan yang berdomisili di Indonesia.
7. Perusabaan Perdagangan Nasional adalab Perusahaan Nasional yang melakukan kegiatan perdagangan. .
312
8. Perusabaan Perdagangan Asing adalah Perusahaan Asing yang melakukan kegiatan perdagangan.
9. Peru sabaan Perdagangan Asing Domestik adalah Perusabaan Asing Domestik yang melakukan kegiatan. perdagangan.
10. Perusabaan Nasional Di Bidang Produksi adalah Perusahaan Nasional yang melakukan kegiatan produksi baik dalam rangka maupun di luar Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri. > •
11. Perusahaan Asing Di Bidang Produksi adalab Perusabaan A~ng yang melakukan kegiatan produksi baik dalam rangka maupun di luar Undang-undang Nomär 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing.
12. Perusabaa!l Asing Domestik Di bidang Produksi adalab Perusabaan Asing Domestik yang melakukan kegiatan produksi baik dalam rangka maupundi luar Undang-Undang Nomor 6 Tabun 1968 tentang Penanaman Dalam Negeri.
13. Perwakilan Perusabaan Perdagangan Asing adalab Perorangan Warga Negara Indonesia atau Perusahaan Perdagangan Nasional atilu Perorangan Warga Negara Asing yang ditunjuk oleh Perusabaan Asing. atau gabungan Perusahaan Asing di luar negeri sebagai perwakilannya di Indonesia.
14. Menteri adalab Menteri yangbertanggung jawab dalam bidang perdagangan.
BABII KEBllAKSANAANBIDANGPERDAGANGAN
Pasal2
(1) Bidang usaba perdagangan diselenggarakan oleh perorangan Warga Negara I!ldonesia. Perusabaan Perdagangan Nasional, dan Perusabaan Nasional di Bidang Produksi terbatas pada hasil produksinya sendiri. .
(2) Bidang usaba perdagangan' tertutup bagi Perorangan Warga Negara Asing. Perusabaan Perdagangan Asing, Perusabaan Perdágangan Asing Domestik, Perusabaan Asing Di Bidang Produksi dan Perusaba8.n Asing Domestik di Bidang Produksi.
(3) Menteri menetapkan bidang usaba perdagangan tertentu yang terbuka bagi Perusabaan Asing di Bidang Produksi dan Perusahaan Asing Domestik di Bidang Produksi seteIah konsultasi dengan MenteriMenteri yang membina bidang-bidang produksi yang bersangkuta?, sepanjang macam kegiatan produksi, permodalan, teknologi, ketrampilan usaba, atau pengelolaan memerlukannya.
Pasal3
(1) Perusahaan Asing di Bidang Produksi dan Perusahaan Asing Domestik di Bidang Produksi dapat melakukan kegiatan: a. Impor mesin-mesin, suku cadang (spare parts), bahan/peralatan
bangunan, dan bahan baku/bahan penolong guna pemakaian dalam proses produksi sendiri.
b, Pembelian mesin-mesin, suku cadang (spare sparts), bahan/peralatan bangunan dan bahan baku/bahan penolong di dalam negeri guna pemakaian dalam proses produksi sendiri;
c. Ekspor hasiJ produksi sendiri; d. Promosi, penelitian pasar, dan pengawasan penjualan hasiJ produksi
sendiri; e. Penjualan hasiJ produksi sendiri kepada perusahaan lain yang meng
gunakan hasiJ produksi tersebut sebagai barang modal, suku cadang, bahan/peralatan bangunan dan bahan baku/bahan penolongbagi proses pioduksinya. (2) Perusahaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat
melakukan penjualan hasiJ produksinya sendiri untuk pasaran di dalam negeri dengan ketentuan wajib menunjuk Perusahaan Perdagangan Nasional sebagai penyalur/agen.
Pasal4
Perusahaan Nasional di Bidang Produksi dapat melakukan kegiatan: a. Impor mesin-mesin, suku cadang (spare parts), bahan/peralatan
bangunan, dan bahan baku/bahan penolong gun" pemakaian dalam proses produksi sendiri;
b. Pembelian mesin-mesin, suku cadang (sparea parts), bahan/peralatan bangunan, dan bahan baku/bahan penolong di dalam negeri guna pemakaian dalam proses produksi sendiri;
c. Ekspor hasiJ produksi sendiri; d. Penjualan, promosi, penelitian pasar, dan peugawasan penjualan
hasiJ produksi sendiri untuk pasaran dalam negeri.
PasaIS
(1) Setiap perusahaan yang melakukan kegiatan perdagangan diwajibkan memiliki Surat Izin Usaha Perdagangan menurut tatacara dan ketentuan-ketentuan -yang ditetapkan oleh Menteri.
(2). Dalam menetapkan ketentuan-ketentuan izin usaha perdagangan bagi kegiatan perdagangan dari perusahaan yang berada dalam pembinaan Menteri lain, Menteri berkonsultasi dengan Menteri yang bersangkutan.
314
Pasal6
Kegiatan usaha asing dalam bidang perdagangan harus sudah berakhir selambat-Iambatnya pada tanggal 31 Desember 1977.
BABIII PENGAKHIRAN KEGIATAN USAHA ASING
DALAM BIDANG PERDAGANGAN
Pasal7
Pengakhiran kegiatan usaha asing dalam bidang perdagangan dapat dilakukan dengan memilih cara sebagai beriJmt: 1. Bagi Perusahaan Perdagangan Asing dengan:
a. mengalihkan kegiatan usahanya ke bidang industri atau bidang produksi lainnya yang masih terbuka sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
b. mengalihkan pemilikan atas perusahaan kepada Perusahaan Perdagangan Nasional atau perorangan Warga Negara Indonesia; atau
c. apabiJa ada induk perusahaannya di luar negeri, menunjuk Perusahaán Perdagangan Nasional sebagai penyalur/agen dan atau membuka Perwakilan Perusahaan Perdagangan Asing; atau
d. membubarkan perusahaan. 2. Bagi Perusahaan Perdagangan Asing Domestik dengan:
a. mengalihkan kegiatan usàhanya ke bidang industri atau bidang produksi lainnya yang masih terbuka sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku; atau
b. mengalihkan pemilikan atas perusahaan kepada Perusahaan Perdagangan Nasional atau perorangan Warga Negera Indonesia; atau
c. membubarkan perusahaan. 3. Bagi' Perusahaan Asing di Bidang Produksi dan Perusahaan Asing
Domestik di Bidang Produksi dengan menunjuk Perusahaan Perdagangan Naslonal atau Perorangan Warga Negara Indonesia sebagaipenyalur/agen.
Pasal8
Terhadap Perusahaan .Perdagangan Asing dan Perusahaan Perdagangan Asing Domestik-yarig tidak nielaksanakan pengakhiran kegiatan usaha perdagangannya dalam batas waktu sebagalmana dimaksud dalam Pasal 6, maka Pemerintah atau instansi yang ditunjuknya dapat melakukan Iikwidasi terhadap perusahaan bersangkutan.
BABIV PENGALIHAN KEGIATAN USAHA ASING
DALAM BIDANG PERDAGANGAN
Pasal9 (1) Pengalihan kegiatan usaha PerJlsahaan' Perdagangan Asing dan Per
usahaan Perdagangan Asing Domestik ke bidang industri atau bidang produksi lainnya dapat dilakukan dengan menggunakan atau tanpa menggunakan fasilitas penanaman modal sesuai dengan kebijaksanaan Pemerintah di bidang usaha yang bersangkutan.
(2) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut oleh Menteri bersama Menteri yang bertanggung jawab dalam bidang yang bersangkutan.
BABV PENGALlHAN PEMILIKAN PERUSAHAAN ASING
DALAM BIDANG PERDAGANGAN
PasallO
(1) Pengalihan pemilikan perusahaan asing dalam bidang perdagangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) dan ayat (2) dapat dilakukan dengan cara menjual atau menghi&ahkan perusahaan.
(2) Penjualan atau penghibahan perusahaan sebagaimana dimaksud ' dalam ayat (1) hanya dapat dilakukan kepada Warga Negara Indonesia kecuali kepada wanita Warga Negara -Indonesia yang bersuamikan Warga Negara Asing.
(3) Penjualan perusahaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dilakukan dengan cara sebagai berikut: a. bagi perusahaan perorangan dengan menggunakan akte jual-beli
yang dibuat di hadapan Notaris; b. bagi Firma dan Perseroan Komanditer (CV) dengan menggunakali
akte pengalihan hak dan kewajiban/ aktè ke luar masuk perseroan yang dibuat di hadapan Notaris;_
c. bagi Perseroan Terbatas dengan penjualan saham sesuai ketentuan yang berlaku bagi Perseroan Terbatas tersebut.
(4) Penghibahan perusahaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) yang dilakukan oleh perusahaan perorangan, Firma, perseroang Komanditer (CV), dan Perseroan Terbatas harns dilakukan dengan menggunakan akte yang dibuat di hadapan notaris.
(S) Pembubaran perusahaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) dan (2) dilakukan' oleh perusahaan perorangan, Firma, Perseroan Komanditer (CV), dan Perseroan terbatas dengan cara yang berlaku bagi membubarkan perusahaan dengan menggunakan akte yang dibuat di hadapan Notaris.
316
(6) Dalam hal tidak dilakukan di hadapan Notaris, maka penjualan, penghibahan, dan pembubaran perusahaan perorangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3), (4), dan (S) dilakukan di hadapan Camat setempat.
Pasalll
Tindakan pengakhiran kegiatan usaha asing dàlam bidang perdagangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 harus dilaporkan oleh pemilik perusahaan' dan atau pengurusnya kepada Menteri atau pejabat yang ditunjuknya.
BABVI KETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal12
(1) Warga negara asing yang bekerja pada Perusahaan Perdagan,gan Nasional dalam rangka pengakhiran kegiatan usaha asing di bidang perdagangan berdasarkan Peraturan Pemerintah ini, wajib memiliki izin kerja.
(2) Pengaturan tentang izin kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur oleh Menteri bersama Menteri yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan dan Menteri yang bertanggung jawab dalam' bidang keimigrasian.
Pasàl13
(1)' Izin tempat usaha yang barn tidak diberikan lagi kepada Perusahaan Perdagangan Asing dan Perusahaan Asing Domestik yang akan mem-buka usaha perdagangan. -
(2) Perpanjangan izin tempat usaha bagi Perusahaan Perdagangan Asing hanya dapat diberikan sampai dengan tanggal 31 Desember 1977.
(3) Pengaturan tentang izin tempat usaha dalam rangkapengakhiran kegiatan usaha asing dalam bidang perdagangan berdasarkan Peraturan Pemerintah ini, ditetapkan lebih1anjut oleh Menteri Dalam Negeri.
BABVII KETENTUAN PIDANA
317
Pasal14
Pelanggaran terhadapketentuan PasaIS, 6, 7, 8,9, dan 10 Peraturan Pemerintah ini dan Peraturan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah ini adalah kejahatan dan merupakan tindak pidana ekonomi.
.318
BABVIII KETENTUAN PERALIHAN
Pasal15
(1) Perusahaan Perdagangan Asing Domestik yang telah mempunyai Surat Izin Usaha Perdagangan, yang pemiliknya oleh Pengadilan Negeri dalarri lingkungan tempat 'tinggalnya telah dinyafakan mengajllkan permohonan pewarganegaraan,. dapat melanjutkan kegiatan usahanya setelah tanggal 31 Desember 1977 dengan syarat bahwa perusahaannya tidak diperluas dan tidak dijual atau dihibahkan kepada pihak asing. -
(2) Pemilik sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) yang permohonan pewarganegaraannya dikabulkan oleh Presiden Republik Indonesia dapat melanjutkan kegiatan usaha perdagangan dengan ketentuan bahwa setelah disumpah oleh Pengadilan Negeri setempat seJ>agai Warga Negara Indonesia, yang bersangkutan harus melaporkan dan meminta persetujuan Menteri.
(3) Pemilik sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) yang memperoleh keputusan penolakan permohonan pewarganegaraannya, harus mengakhiri kegiatan.usaha perdagangannya dengan tatacara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2), dalam waktu 3 (tiga) bulan sejak diketahuinya keputusan penolakan tersebut.
(4) Pemilik sebagalmana dimaksud dalam ayat (1) yang memperoleh keputusan penolakan perm,!honan pewarganegaraannya, yang hendak mengalihkan kegiatan usahanya ke bidang industri atau' bidang produksi lainnya diberikan kesempatan selama waktu 6 (enam) bulan sejak diketahuinya keputusan penolakan.tersebut.
(5) Pengakhiran kegiatan usaha perdagangan tersebut dalam ayat (3) harus dilaporkan oleh pemilik perusahaan kepada Menteri selàmbatlambatnya dalam waktu 10 (sepuluh) hari setelah dilakukannya pengakhiran tersebut.
BABIX KETENTUAN PENUTUP
Pasal16
Ketentuan-ketentuan· pelaksanaan dan hal-hal yang. belum cukup diatur dalam Peraturan Pem~riritah ini diatur lebih lanjut oleh MenteriMenteri yang bersangkutan sesuai bidangnya masmg-masing di bawah koordmasi Menteri Negara Ekonomi, Keuangan, dan IndustrilKetua Badan Perencanaan Pembangunan N asional.
319
Pasal17
Peraturan Pemer~ntah ini mulai beriaku pada tanggal diundangkan. Agar supaya sehap orang mengetahuinya, memerintahkan peng.
undangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta . Pada tanggal: 29 Desember 1977
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA SOEHARTO Diundangkan di Jakarta
Pada tanggal 30 Desember 1977
MENTERI/SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA:
SUDHARMONO. S.H.
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1977 NOMOR 60
PENJELASAN
UMUM , ?alam rangka peningkatan partisipasi nasional demi penyebaran
keglata~ dan pemer~taan pendapatan sesuai dengan tujuan pembangun. an naslOnal sebagalmana dimaksud dalam Garis·garis Besar Haluan ~egara (GBHN) dan Rencana Pembangunan Lima Tahun (REPELITA), bldang perdagangan sebagai wadah kesempatan kerja dan sumber pem~p.ukan mod~1 periu mendapat perhatian yang lebih seksama. Hal lUl adalah seJalan dengan Undang-undang Nomor 6 Tahun 1968 ten~ang Penanaman. Modal Dalam Negeri yang menetapkan, bahwa keglatan usaha asing dalam bidang perdagangan berakhir pada tanggal 31 Desember 1977.
Dengan pengakhiran ini maka: a. penyaluran. dan penyampaian barang hasil pembangunan kepada
seluruh laplSa? masyarakat akan berada di tangan Perusahaan Perdagangan Nas~onal atau perorangali Warga Negara Indonesia;
b. us.aha d~lam bldang perdagangan yang relatifIebih mudah dan murah (dl~andmgka~ dengan usaha dalam bidang produksi) akan terbuka leblh luas bagl pengusaha nasional;
320
c. akan terjadi pemerataan pendapatan dalam bentuk pergeseran dari perputaran penjualan dari produsen asing ke tangan Perusahaan Perdagangan Nasional atau perorangan Warga Negara Indonesia;
d. modal asing untuk selanjutnya akan diarahkan untuk bergerak dalam bidang produksi. Usaha peningkatan partisipasi nasional melalui pengakhiran kegiatan
usaha asing dalam bidang perdagangan hendaknya dilaksanakan sedemikian rupa sehingga tetap terpelihara iklhn usaha yang dapat menunjang penanaman modal dengan memperhatikan aspek,aspek sosial politik dan keamanan dan ketertiban masyarakat (KAMTIBMAS) unttik mencegah timbulnya kegoncangan-kegoncangan yang dapat menganggu stabilitas yang telah dicapai di berbagai bidang. .
Usaha di atas menyangkut berbagai aspek yang secara fungsional berada di bawah kewenangan Departemenlinstansi lain dan oleh karena itu menghendaki penanganan yang terkoordinasi dan sinkron.
Untuk mencapai sasaran peningkatan partisipasi nasional d1maksud perlu ditetapkan kebijaksanaan dan program pengakhiran kegiatan usaha asing dalam bidang perdagangan dalam suatu Peraturan Pemerintah.
Pencapaian sasaran program pengakhiran kegiatan usaha asing dafam bidang perdagangan guna peningkatan partisipasi nasional dihubungkan dengan permasalahannya menyangkut berbagai aspek seperti pewarganegaraan, hnigrasi, ketenagakerjaan, dan sebagainya yang berada dalam wewenang berbagai DepartemenlInstansi, maka untuk itu pelaksanaan dari Peraturan Pemerintah ini perlu diatur lebih lanjut oleh Departemen/lnstansi yang bersangkutan.
Angka 1 Cukup jelas.
An:gka 2
PASAL DEMI PASAL
Pasall
Yang dimaksud dengan dari luar ke dalam wilayah pabean adafah ,';,:. 'dari luar negeri dan dari pelabuhan bebas (freeport), daerah perdagangan bebas [freeport zone], bonded warehOUle, entJepot Ul!lwiJf,'!:» untuk impor, pelabuhan transito dan sebagainya. ' '. '~;';.;i§fr~\
~'_ ,,~,;,;~ \Re"_" .
~~~,:;i\,,~,,: ; ".:1,):("; '). __ "
Angka 3 Yang dimaksud dengan dari dalam ke luar wilayah pabean Indonesia
adalah dari wilayah pabean ke luar negeri dan ke pelabuhan bebas daerah perdagangan bebas, dan sebagainya.
Angka·angka 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, dan 12 Cukup jelas.
Angka 13 ' Perwakilan Perusahaan Perdagangan Asing dapat berbentuk agen
penjualan [seUng agent], agen pabrik [manuf8ctarer'. agent] dan agen pembelian [bnylng agent].
Angka 14 Cukup jelas.
Pasal 2 Perdagangan yang meliputi impor, ekspor, distribusi barang·barang
eks·impor dan hasil produksi dalam negeri dan jasa disediakan untuk diselenggarakan oleh perorangan Warga negara Indonesia dan atau Perusahaan Perdagangan Nasional dan tertutup bagi asing. Sesuai dengan prógram pengembangan perdagangan dihubungkan ,dengan aspek·aspek permodalan, teknologi, ketrampilan usaha, dan sebagainya. Menteri Perdagangan mempunyai wewenang untuk menetapkan bidang· bidang usaha tertentu dalam bidang perdagangan seperti usaha yang
. menunjang ekspor, pengembangan usaha niaga, pengadaan dan penyaluran barang:barang kebutuhan pokok penting, dan sebagainya yang terbuka untuk mendapatkan fasilitas berdasarkan Ulidang-undàng Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing dan Undangundang Nomor 6 Tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri serta di luar Undang-undang Penanaman Modal.
Pasal 3
Penunjukan Perusahaan Perdagangan Nasional sebagai penyalurl agen harus sesuai dengan kebijaksanaan Menteri Perdagangan.
Pasal 4
Cukup jelas.
322
Ayat (1) dan (2)
Cukup jelas.
Cukup jelas.
PasalS
pasal 6, 7, 8, 9, dan 10
Pasal 11
Agar program pengakhiran kegiatan 'usaha asing dalam bidang perdagangan dapat mencapai sasarannya sesuai dengan harapan Pemerintah, maka tindakan pengakhirannya menurut bentuk dan cara sebagaimana ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah ini, perlu diikuti perkembangannya.
Oleh karena itu mereka yang terkena Peraturan Pemerintah ini harus, melaporkan kepada Menteri atau pejabat yang ditunjuknya. Ketentuan mengenai pejabat yang akan ditunjuk oleh Menteri akan diatur'lebih lanjut.
Pasal 12
Warga negara asing yang wajib memiliki izin kerja adalah Warga negara Asing Domestik, sedangkan bagi warga negara Asing pendatang sudah diatur dalam Keputusan Presiden No. 23 Tahun 1974, Kepu~usan Menteri Tenaga Kerja, Tr'!Usmigrasi dan Koperasi Nomor 2047/Men175 dan Keputusan Bersama Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri, Direktur Jenderal Pembinaan dan Penggunaan Tenaga Kerja dan Direktur Jenderal Imigrasi Nomor 05/DJ Dagri/Kep/10/1975, Nomor 70/SKlDJ.II75, dan Nomor 93/Vist/SSI7S.
Pasal-pasal 13, 14, 15, 16, dan 17.
Cukup jelas.
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPULIK INDONESIA NOMOR 3113
INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIKINDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1977
TENTANG PROGRAM BANTUAN KREDIT PEMBANGUNAN DAN
PEMUGARAN PASAR
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang: a. bahwa untuk menyediakan tempat-tempat berjualan bagi para pedagang khususny,a bagi para pedagang golongan ekonomi lemah, dipandang perlu untuk meningkatkan pembangunan dan pemugaran pasarpasar;
Mengingat
Kepada:
b. bahwa agar sewa pasar dapat ditetapkan seringan mungkin diperlukan dana kredit dengan syarat-syarat ringan untuk pembangunan dan pemugaran pasar;
c. bahwa agar hal-hal tersebut di atas dapat terlaksana secara sebaik-baiknya dipandang perlu untuk mengeluarkan Instruksi Presiden tentang Program Bantuan 'Kredit Pembangunan dan Pemugaran Pasar;
1. Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945; 2. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok
pokok Pemerintahan Di Daerah (Lembaran Negara Tahun 1974 Nomor 38" Tambahan Lembaran Negara Nomor 3037);
3. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1977 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 1977/1978 (Lembaran Negara Tahun 1~77 Nomor 10, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3097);
4. Keputusan Presiden Nomor 9 Tahun 1973 tentang Pembubaran Kabinet Pembangunan I dan Pembentukan Kabinet Pembangunan II; ,
5. 'Keputusari Presiden Nomor 11 Tahun 1974 tentang Rencana Pembangunan lima Tahun Kedua (REPELITA II) Tahun 1974/75 - 1978/79;
6. Keputusan Presiden Nomor 12 Tahun 1977 tentang Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan ' Belanja Negara;
MENGINSTRUKSIKAN:
1. Menteri Dalam Negeri; 2. Menteri Perdagangan;
324
3. Menteri Keuangan; 4. Menteri Negara Ekonomi, Keuangan dan Industri/Ketua Badan
Pereitcanaan Pembangunan Nasional; 5. Gubernur Bank Indonesia. Untuk: Pertama: Menggunakan ketentuan-ketentuan seperti tercantum dalam Lampiran Instruksi Presiden ini dalam pelaksanaan Program Bantuan Kredit Pembangunan dan Pemugaran Pasar.
Kedua: Instruksi Presiden ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan dan dilaksanakan sebaik-baiknya serta penuh tanggung jawab.
Ditetapkan diJ akarta pada tanggall A priJ 1977
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA SOEHARTO
LAMPIRAN INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESlA NOMOR 6 TAHUN 1977 TANGGAL 1 APRIL 1977.
PEDOMAN PELAKSANAAN PROGRAM BANTUAN KREDIT PEMBANGUNAN DAN PEMUGARAN PASAR
BABI UMUM
Pasall
Yang dimaksud dengan Program Bantuan Kredit Pembangunan dan Pemugaran Pasar dalam Pedoman Pelaksanaan ini adalah bantuan kredit dengan syarat-syarat ringan kepada Pemerintah-Pemerintah Daerah Tingkat II Kabupaten/Kotamadya dan Pemerintah Daerah Tingkat I DKI Jakarta Raya untuk keperluan pembangunan dan pemugaran pasar.
Pasal2
Bantuan tersebut pada Pasal 1 Pedoman Pelaksanaan ini ,diberikan dengan tujuan untuk membantu pembangunan dan pemugaran: pasárpasar di Kotamadya dan Ibukota Kabupaten yang' sangat memerlukan·
325
nya serta di Wilayah DKI Jakarta Raya, agar supaya sewa pasar dapat ditetapkan seringan mungkin, sehingga pasar-pasar tersebut benarbenar dapat dimanfaatkan oleh para pedagang golongan ekonomi lemah.
BABIl PENYEDIAAN DAN PENYALURAN DANA BANTUAN KREDIT
Pasal3
Untuk pelaksanaan Program Bantuan Kredit Pembangunan dan pemugaranPasar dalam tahun anggaran 1977/1978 disediakan dana bantuan kredit sebesar Rp 25.000.000.000,- (dua puluh lima milyar rupiah).
Pasal4
Bank Rakyat Indonesia menyalurkan' dana bantuan Kredit ,untuk pembangunan d,an' pemugaran pasar kepada Pemerintah Daerah Tingkat Il KabupateniKotamadya yang ditetapkan oleh masing-masing Gubemur Kepala Daerah Tingkat I dan kepada _-Pemerintah Daerah Tingkat I DKI Jakarta Raya.
PasalS
Dana bantuan kredit tersebut pada Pasal 3 merupakan pinjaman kepada masing-masing Pemerintah Daerah Tingkat Il Kabupaten/Kotamadya dan Pemerintah Daerah Tingkat I DKI Jakarta Raya dari Bank Rakyat Indonesia dengan syarat-syarat pinjaman sebagai beljkut: a., Jangka waktu pinjaman: 10 (sepuluh) tahun, termasuk tenggang
waktu 2 (dua) tahun; b. Bunga: 00/0 (nol persen) setahun.
Pasal6
Penentuan jumlah dana bantuan kredit untuk pembangunan dan pemugaran pasar bagi masing-masing Daerah Tingkat I, dilakukan bersama oleh Menteri Perdagangan, Menteri Dalam Negeri, Menteri Keuangan dan Menteri Negara Ekonomi, Keuangan dan Industril Ketua Badan Perencanaah Pembangunan Nasional.
Pasal7 Atas dasar jumlah dana bantuan kredit yang ditetapkan' bagi
masing-masing. Daerah Tingkat I, setelah mendengar pendapat Kepala Kantor Wilayah Departemen Perdagangan, Gubemur Kepala Daerah
326
Tingkat I menetapkan jumlah dana bantuan kredit untuk masingmasing Daerah Tingkat Il yang sangat memerIukannya dan Gubemur' Kepala Daerah'Tingkat I DKI Jakarta Raya menetapkan jumlah dana bantuan kredit untuk masing-masing pasar yang akan dibangun atau dipugar <li wilayah DKI Jakarta Raya.
BAB III PELAKSANAAN PINJAMAN
Pasal8
(1) Atas dasar jumlah dana bantuan kredit yang ditetapkan bagi , masing-masing Daerah Tingkat Il, Bupati/Walikotamadya Kepala
Daerah Tingkat Il mengajukan rencana pembangunan dan atau pemugaran pasar kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah masingmasing untuk memperoleh persetujuan pinjaman yang diperlukan. Setelah memperoleh persetujuan pinjaman yang diperlukan. Setelah memperoleh persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah masing- -masing rencana tersebut diajukan kepada Gubernur Kepala Daerah Tmgkat 1.
(2) Rencana yang telah disetujui oleh Gubemur Kepala Daerah Tingkat I sèperti tersebut pada ayat (1) diajukan oleh BupatilWalikotamadya Kepala Daerah Tingkat Il kepada Bank Rakyat Indonesia untuk memperoleh pinjaman.
(3) Atas dasar jumlah dana bantuan kredit yang ditetapkan bagi daerah Tingkat I DKI Jakarta Raya; Gubemur Kepala Daerah Tingkat I pKI Jakarta Raya mengajukan rencana pembangunan dan pemugaran pasar kepada Bauk Rakyat Indonesia untuk memperoleh pinjaman.
Pasal9
Pelaksanaan pmJaman dari Bank _Rakyat Indonesia untuk pembangunan dan pemugaran pasar oleh Pemerintah Daerah Tingkat Il dan Pemerintah Daerah Tingkat I DKI Jakarta Raya dilakukan sesudah ada pengesahan Menteri Dalam Negeri.
BABIV KEW AIIBAN DAN TANGGUNG JA WAB PEMERINTAH DAERAH
pasallO
(1) Gubemur Kepala Daerah Tingkat I bertanggung jawab atas pem'binaan, pengawasan dan pelaporan pelaksanaan pembangunan dan pemugaran pasar.
327
(2) Bupati/Walikotamadya Kepala Daerab Tingkat 11 dan Gubemur Kepala Daerab l'"tngkat I DKI Jakarta Raya bertanggung jawab atas:
, a. perencanaan serta pelaksanaan pembangunan dan pemugaran pasar;
b. penyewaan ruangan pasar kepada para pedagang golongan eko· norni lemab sesuai dengan maksud dan tujuan Program Bantuan Kredit Pembangunan dan Pemugaran Pasar;
c. pengelolaan pasar, termasuk hal-hal yang berhubungan 'dengan pemeliharaan, kebersihan, dan keamanan;
d. pembayaran kembali jumlab pinjaman kepada Bank Rakyat , Indonesia sesuai dengan syarat-syarat pinjaman yang ditetapkan.
Pasall1 Bentuk dan konstruksi bangunan, tata letak' dan 'penentuan jenis
ruangan dalam pasar yang dibangun direncanakan sedemikian rupa sehingga jumlab sewa untuk masing-masing jenis ruangan dapat ditetapkan serendab mungkin dan para pedagang e/conomi lemab dapat memperoleh tempat yang layak.
Pasal12 Pengaturan penyewaan ruangan pasar ditetapkan sedemiklan rupa
sehingga tujuan membantu golongan ekonomi lemab dapat benar-benar tercapai. '
BABV LAIN-LAIN
PàSal13 Penye~an dana bantuan kredit untuk pembangunan dan
pemugaran pasar tersebut pada Pedoman Pelaksanaan ini tidak meniadakan dan atau mengurangi kewajiban masing-masing Pemerintab Daerab untuk membangun dan memugar pasar-pasar yang màSih belum dicakup dáIam Program Bantuan ini.
Pasal14 Hal-hal yang belum diatur dalam Pedoman Pelaksanaan ini akan
diatur lebih lanjut, baik secara bersama-sama maupun sendiri-sendiri oleh Menteri-Menteri yang bersangkutan dan oleh Gubemur Bank Indonesia.
328
Ditetapkan di Jakarta pada tanggal1 April 1977
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA SOEBARTO
SOSlAL BUDAYA
',;',"
ASIMILASI. (UMUM)
,I 331,
KETETAPAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT
No.IV./MPR/1978 TENTANG
GARlS·GARIS BESAR HALUAN NEGARA
Bab IV huruf D. Agama, Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, Sosial.Budaya angka tiga .huruf e:
Usaha·usaha pembauran bangsa perlu lebih ditingkatkan di segala bidang kehidupan dalam rangka usaha memperkokoh kesatuan dan persatuan bangsa.
RESOLUSI MAJELISPERMUSYAWARATANRAKYATSEMENTARA
REPUBLIK IN))ONESIA No.: m/Res/MPRS/1966
TENTANG PEMBINAAN KESATUAN BANGSA
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHÁ ESA MAJELIS PERMUSYAW ARATAN RAKYAT SEMENTARA
REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang: a. Bahwa persatuan dan kesatuan Bangsa, kunei rahasianya terletak di dalam ketahanan mental yarig didasarkan atas sistem pendidU<an Pancasila;
b. Bahwa sudah menjadi kenyataan, Dasar Negara Pan-' casila dan Haluan Negara Manipol telah diselewengkan dan dinodai oleh ajaran-ajaran asing yang tidak sesuai dengan kepribadian Bangsa Indonesia;
c. Bahwa Negara Republik Indonesia yang merupakan kepulauan, mencakup di dalamnya bermacam-macam suku bangsa, yang dengan tegas berjiwa Bhinneka Tunggal Ika; .
d. Bahwa dengan kenyataan adanya dalam masyarakat warga negera keturunan asing yang mengarah kepada exclusivisme;
e. Bahwa kemelaratan dan kemerosotan tingkat hidup, masih menyolok dalam masyarakat; .
f. Bahwa tragedi nasional yang diakibatkan oleh perebutan kekuasaan gerakan kontra revolusi G 30 S/PKI telah menimbulkan benih-benih keretakan dan kegelisahan dalam masyarakat, dan belum diaturnya nasib . keluarga dan anak-anak dari orang-orang yang langsung. ataupun tidak langsung terlibat dalam gerakan kontra revolusi G 30-S/PKI;
g. Bahwa ada gejala-gejala negatif dalam pelaksanaan Demokrasi terpimpin.
Mengingat : 1. Undang-Undang Dasar 1945; 2. Ketetapan MPRS No. IX/MPRS/1966.
Mendengar : Permusyawaratan dalam rapat-rapat MPRS dari tanggal 20 Juni sampai dengan tanggal S Juli 1966.
0-',
MEMUTUSKAN
, Menyatakan:
BABI IDIIL
Pasall
. Sesuai dengan Sistem Pendidikan Pancasila: . . (1) Mengintensifkan pendidikan Agama sebagai unsur mutlak untuk.
nation and character building di semua sekolah dan lembaga pen-didikan, dengan memberikan kesempatan yang seimbang.. .
(2) Melarang usaha penumbuhan dan pengembangan doktrtn-doktnn yang berteritangan dengan Pancasila, antara lain Marxisme-Leninisme (Komunisme).
Pasal2 .
Meningkatkan penggunaan Bahasa Indonesiasebagai alat pemersatu
yang ampuh.
Pasal3
Menyuburkan pertumbuhan kebudayaan-kebudayaan daerah yang menjadi unsur kebudayaan Jndonesia.
Pasal4
Merealisasi dengan konsekwen larangan perangkapan kewarganegaraan dan mempercepat. proses integrasi melalui asimilasi warga negara keturunan asing, dengan menghapuskan segala hambatanhambatan yang mengakibatkan yang tidak harmonis dengan warga negara asli.
PasalS
Melaksanakan dèngan pasti Demokrasi Terpimpin, sesuai dengan ketentuan dalam Mukadimah Undang-Undang Dasar 1945, yaitu kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebiiaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan.
Pasal6
Meningkatkan kecerdasan Rakyat secara merata.
BABn
MATERIAL
Pasal7
Memperkokoh persatuan dan kesatuan bangsa, dengan menyadari perlu tercerminnya ke-Bhinneka Tunggal Ika-an dalam kehidupan masyarakat dan kenegaraan.
PasaIS
Menggiatkan pelaksanaan transmigrasi gaya baru, dengan mengusahakan selalu terciptanya pergaulan hidup yang harmonis ..
Pasal9
Meningkatkan usaha-usaha kesejahteraan Rakyat, untuk meng~
hilangkan kemiskinan, sehingga ada keseimbangan tingkat kehidupan rakyat.
PasaIlO
Melaksanakan tindak lanjut Ifollow-up) terhadap peristiwa gerakan kontra revolusi G-30-S/PKI, dengan mengadakan: (a) Pengaturan ierhadap bek;ls orang-orang yang menjadi Anggota
PKI dan Ormas-ormasnya, serta terlibat dalam peristiwa gerakan kontra revolusi G 30 S/PKI langsung atau tidak langsung termasuk keluarganya;
(b) Pemberian bimbingan dalam mencapai ketertiban aksi-aksi Rakyat dalam membantu Pemerintah untuk membersihkan unsur gerakan kontra revolusi G 30 S/}'KI.
Pasalll
Memupuk kekuatan-kekuatan Pancasilais dengan mencegah pertentangan-pertentangan physik, terutama di kalangan generasi muda.
Pasal12
Meratakan pembangunan di segala bidang di seluruh daerah.
336
Ditetapkan di Jakarta Pada tanggal 5 Juli 1966.
MAJELIS PERMVSYAWARATAN RAKYAT SEMENTARA REPVBLIK INDONESIA
WakllKetua, ttd.
(Osa Maliki)
WakHKetua, . ttd.
(M. Siregar)
Ketua ttd.
(Dr. A.H. Nasution) Jenderal TNI
Wakil Ketua, ttd.
(H.M. Subchan, Z.E.)
Waki! Ketua, ttd.
(Mashudi)
Brig. Jen. TNI
Sesuai dengan aslinya Administrator Sidang Vmum ke-IV MPRS
ttd.
(Wilujo Puspo Judo)
May. Jen. TNI
-'
ASIMILASI DI BIDANG PENDIDIKAN
KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 1972
TENTANG TANGGUNG.JAW AB FUNGSIONAL PEmlIDIKAN DAN
LATIBAN
PRESIDEN REPUBLIK lNDONESIA,
Menimbang: bahwa untuk lebih mengefektifkan pelaksanaan kebijaksanaan Pemerintah di bidang penyelenggaraan pendidikan dan latihan, dipandang perlu untuk mempertegas mang lingkup pembidangan tugas pembinaan secara fungsional mengenai pendidikan dan latihan yang diselenggarakan oleh Departemen-Departemen yang bersangkutan.
Mengingat : 1. Pasal4 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945; 2. Undang-undang Nomor 7 Prps. Tahun 1959: 3. Undang-undang Nomor 12 Tahun 1954: 4. Undang-undang Nomor 22 Tahun 1961; 5. Undang-undang Nomor 14 Tahun 1969; 6. Keputusan Presiden Republik Indonesia' Namor 64
Tahun 1971 yo. Keputusan Presiden Republik lndonesia Nomor 183 Tahun 1968;
7. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 5 . \;i Tahun 1971.
MEMUTUSKAN. Menetapkan: KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK lNDONESIA
TENTANG TANGGUNG JAWAB FUNGSIONAL PENDIDIKAN DAN LATlHAN.
Pasall Pembinaan Pendidikan dan Latihan diselenggarakan dengan:
(1) Merencanakan berbagai jenispendidikan dan latihan yang dibutuhkan termasuk perencanaan' anggarannya.
(2) Mengatur standardisasi lembaga pendidikan dan latihan yang meliputi isi dan kwalitas pelajarail guna.disesuaikan dengan kebutuhan pembangunan.
(3) Mengatur akreditasi/penilaian lembaga pendidikan dan/ atau latihan.
(4) Mengatur dan mengawasi izin pendirian sesuatu lembaga pendidik- . an dan latihan.
~A1
Pasal2.
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan bertugas dan bertanggung jawab atas pembinaanpendidikan dan latihan secara menyelurub, baik yang diselenggarakan oleh Pemerintab maupun Swasta.
Pasal3
Ruang Iingkup pembidangan tugas dan tanggung jawab dalam· melaksanakan pembinaan pendidikan dan latihan dimaksud dalam Pasal 1 Keputusan Presideii ini diatur sebagai berikut: a. Menteri Pendidikan dan Kebudayaan bertugas dan bertanggung
jawab atas pembinaan pendidikan umum dan kejuruan; b. Menteri Tenaga Kerja bertugas dan bertanggung jawab ata pembina
an latihan keahlian dan kejuruan tenaga kerja bukan Pegawai Negeri c. Ketua Lembaga Administrasi Negera bertugas dan bertanggung
jawab atas pembinaan pendidikan dan latihan khusus untuk Pegawai Negeri. ~
Pasal4
Hubungan tata-kerja secara fungsional dan koordinasi dalam melaksanakan bidang tugas dan tanggung jawab dimaksud dalam Pasal 3 Keputusan Presiden ini ditetapkan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, setelah mendengar Menteri Tenaga Kerja dan Ketua Lembaga Administrasi Negara.
Pasal 5
Pelaksaliaan Keputusan Presiden ini dilakukan secara bertabap dan selambat-Iambatnya pada tanggal 1 April 1972 sudab mulai berjalan.
Pasal6
Pendidikan dan latihan di lingkungan DepartemenlLembaga Pemerintah di luar Departemen Pendidikart dan Kebudayaan, Departemen Tenaga Kerja dan· Lembaga Administrasi Negara yang telab· ada sebelum ditetapkatinya Keputusan Presiden iui, masih disele.nggarakan oleh ma$1g-masing· DepartemenlLembaga Pemerintah yang bersangkutan sanipai ada pengaturan lebih larijut.
Pasal7
Hal-hal yang belum diatur dalam Keputusan Presidenini akan ditetapkan dengan Keputusan tersendiri.
Pasa18
Keputusan Presiden in! mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di jakarta pada tanggal18 April 1972
PRESIDEN REPUBLIK INDONESlA ttd.
SOEHARTO
Jenderal TNt
343
. KEPUTUSAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
REPUBLIK INDONESIA No.072/U/1974
tentang
PENCABUTAN KEPUTUSAN MENTERI PENDIDIKAN DAN· 0. BUDAYAAN No. 015/1968 TENTANG PERATURAN PELAKSANA. AN PENYEL:ENGGARAAN SEKOLAH NASIONAL PROYEK KHU. SUS DALAM RANGKAMENAMPUNG KEBUTUHAN PENDIDIK. AN. DAN Pl))NGAJARAN SEGENAP ANAK PENDUDUK .INDO. NESIA.
MENTERI PENDlDIKAN DAN KEBUDAYAAN
Menimbang: a. bahwa sebenamya Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan tanggal 21 Pebruari ·1968 No. 015/1968 tentang Peraturan Pelaksanaan Penyelenggaraan Sesekolah Nasional Proyek Khusus dalam rangka menampung kebutuhan pendidikan dan pengajaran segenap anak penduduk Indonesia, hanyalah bersifat sementara sejauh diperlukan dalam usaha memperce-pat proses asimilasi; I
b. bahwa usaha mempercepat proses asimilasi yang di-. maksud dalam surat Presiden Republik Indonesia
kepada Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dan Menteri Dalam Negeri tanggal 7 Januari 1968 No. B-12/Pres/I/1968 sudah saatnya untuk ditingkatkan pelaksanaannya;
c. bahwa berhubung dengan hal-hal tersebut di atas dipandang perlu men cab ut Keputusan Menteri Pen: didikan dan Kebudayaan tersebut dan menetapkan Keputusan yang baru sebagai tindak lanjutnya.
Mengingat : a. Pasal II Aturan Peralihan Undang-Undang Dasar 1945;
344
b. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia No. IV IMPR/1973' .
c. Undang-undang No. <I tahun i950 (RI Negara Bagian) yo No. 12 tahun 1954;
d. Keputusan Presiden Republik Indonesia; 1. No. 9 tahun 1973;
2. No. 6/M tahun 1974; e. Instruksi Presidium Kabinet Republik Indonesia
tanggal 7 Juni 1967 No. 37/U/IN/1967' ,
Menetapkan: Pertama:
. f. Surat Presiden Republik Indonesia kepada Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dan Menteri Dalam Negeri tangal 17 Januari 1968 No. B-12/Pres/II1968;
g. Keputusan Menteri Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan tanggal 6 Juli 1966 No. 016/1966.
MEMUTUSKAN:
Mencabut Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan tanggal 21 Pebruari 1968 No. 015/1968 tentang Peraturan Pelaksanaan Penyelenggaraan Sekolah Nasional Proyek Khusus dalam rangka menampung kebutuhan Pendidikan .dan pengajaran segenap anak penduduk Indonesia dengan segenap ketentuan-ketentuan pelaksanaannya.
Kedua: Sekolah Nasional Proyek Khusus yang sekarang ada, diubah statusnya menjadi Sekolah Nasional Swasta, dengan ketentuan sebagai berikut: 1. Pembinaan, pengawasan, dan pengendalian bidang teknis edukatif
dilakukan oleh Pemerintah dalam hal ini Menteri Pendidikan dan Kebudayaan;
2. Kurikulum yang digunakan ialah kurikulum Sekolah Negeri: 3. Kepala Sekolah dan Guru diangkat dan diberhentikan oleh Yayasan
dengan persetujuan Pemerintah dalam hal ini Menteri Pendidikan dan Kebudayaan;
4. Administrasi sekolah dan penyediaan perlengkapan pendidikan dan pengajaran dilaksanakan oleh pihak Yayasan.
Ketiga: 1. Peningkatan integrasi melalui asimilasi (pembauran) anak penduduk
·Ind.onesia akan dilaksanakan secara bertahap dalam seluruh sistem pendidikan nasional;
2. Cara pembauran tersebut pada ayat 1 untuk sèluruh sistem pen: didikan nasional akan diatur kemudian oleh Pemerintah dalam hal ini Menteri Pendidikan dan Kebudayaan;
3. Pelaksanaan tersebut pada ayat 2 sesuai dengan situasi dan kondisi setempat akan diatur oleh Pemerintah dalam hal ini Menteri Pendidikan dan Kebudayaan.
Keempat: Hal-hal lain yang belum diatur dalam Keputusan ini akan diatur tersendiri oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan.
:345
Kelima: Keputusan ini muIai bërlaku pada had ditetapkan dan berlaku surut . térhitung mulai tanggal 1 Maret 1974.
346
Ditetapkan di Jakarta Pada tanggal18 Maret 1974.
MENTERI PENDiDIKAN DAN KEBUDAYAAN, ttd.
(SJARIF THAJEB)
PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG
NO. 48 TAHUN 1960. TENTANG
PENGAWASAN PENDID1KAN DAN PENGAJARAN ASlNG
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang: a. bahwa perlu mengadakan ketentuan-ketentuan tentang pengawasan pendidikan dan pengajaran asing di lndonesia;
b. bahwa berhubung dengan berakhirnya masa berlaku· nya Peraturan Penguasa Perang Pusat/Kepala Staf Angkatan Darat No. Prt/Peperpu/09/1958 tanggal
. 4 April 1958 dan Penguasa Perang Pusat/Kepala Staf Angkatan Laut No. Z 1/1/10 tanggal 16 April 1958 pada tanggal 16 Desember 1960, .perlu menetapkan peraturan tentang pengawasan pendidikan dan pengajaran asing itu dengan Undang-undang;
c. bahwa karena keadaan yang memaksa soal tersebut diatur dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang.
Mengingat : 1. Pasal 22 ayat (1), pasal 31 dan Aturan Peralihan pasal 11 Undang-undang Dasar Republik lndonesia.
2. Ordonansi Pengawasan Pengajaran Partikelir (Stbl. 1932 No. 494) sebagaimana diubah dan ditambah terakhir dengan ordonansi tersebut dalam Staatsblad 1940 No. 3;
3. Undang-undang tentang Dasar-dasar Pendidikan dan Pengajaran di Sekolah 1959 (Undang-undang RI No. 4 tahun 1950, diundangkan untuk seluruh Indonesia dan termuat dal am Lembaran Negar" 1954 No. 38) pasalpasall, 13, 14, dan 27;
Mendengar : Musyawarah Kabinet KeJja pada tanggal 31 Agustus 1960. .
MEMUTUSKAN:
Menetapkan:
. PERATURAN PEMERINTAH.PENGGANTI UNDANG-UNDANG TENTANG PENGAWASAN
PENDIDIKAN DAN PENGAJARAN ASING
0) dengan UU No. 1 tahun 1961 ditetapkan menjad. Undang·Undang.
BABI KETENTUAN UMUM
Pasall·
(1) Yang dimaksud dalam peraturan ini dengan: a. pendidikan dan pengajaran asing ialah pendidikan dan pengajar
an yang diberikan pada sekolah asing dan kursus asing (sélanjutnya disingkat sekolah asing);
b. sekolah asing ialah sekolah swasta yang menggunakan bahasa asing sebagai bahasa pengantar dan/ atau menggunakan rencana pelajaran asing;
c. kursus asing ialah kursus untuk menambah pengetahuan bagi orang dewasa, dan diselenggarakan untuk memenuhi kebutuhan masy;irakat yang menggunakan bahasa asing sebagai bahasa
. pengantar 'dan/ atau menggunakan rencana pelajaran asing; (2) Sekolah Swasta yang seperdua dari jumlah pengajarnya atau lebih
terdiri atas orang asing, dianggap dan diperlakukan sebagai sekolah asing.
BABII HAL PENGAJARAN
Pasal2 (1) Setiap orang asing yang mengajar .pada sekolah asing atau sekolah
swasta lain, diwajibkan memperoleh izin dari Menteri Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan, selanjutnya disebut Menteri, atau pejabat yang ditunjuk olehnya.
(2) Setiap warga Ilegara Indonesia, selanjutnya disebut warga negara, yang mengajar pada sekolah asing diwajibkan memperoleh izin dari Menteri.
BAB III SEKOLAH
Pasal3 (1) Sekolah asing hanya dapat didirikan dan! atau diselenggarakan oleh
suatu badan hukum yang 'berkedudukan di Jndonesia, setelah mem-peroleh izin untuk itu dari Menteri. .
(2) Pendirian dan! atau penyelenggaraan sekolah swasta lain oleh bukan warga negara hanya dapat dilakukan oleh suatu badan hukum yang
. berkedudiIkan di Jndonesia setelah memperoleh izin untuk itu dari Menteri. .
(3) !zin untuk mendirikan sekolah asing baru tidak diadakan, kecuali dalam halluar biasa yang ditentukan oleh Menteri.
348
'.'.
.' ,"
Pasal4 Permohonan izin untuk mendirikan dan/ atau menyelenggarakan
sekolah termaksud dalam pasal 3 harus disertai bukti-bukti yang sah tentang kedudukan hukum badan hukum, pengawas badan hukum, pengurus sekolah, para pengajar ,murid-murid, jenis dan tingkat sekolah, dan dUakukan oleh pengurus badan hukum.
PasaiS (1) Sekolah asing tidak diperkenankan nienyelenggarakan pendidikan
dan pengajaran lebih tinggi dari pendidikan dan pengajaran tingkat menengah.
(2) Menyimpang daripada ayat (1) untuk keperluan tertentu suatu badan 'hukum dapat diizinkan mendirikan dan/ atau menyelenggarakan sekolah asing di atas tingkat menengah untuk pendidikan dan pengajaran kejuruan khusus dengan lama belajar paling lama nominal satu tahun, segala sesuatu dengan ·persetujuan Pemerintah.
Pasal6
(1) Sekolah asing pada asasnya diselenggarakan semata-mata bagi orang asing;
(2) Dalam jumlah dan waktu yang sangat terbatas beberapa sekQlah asing tertentu dapat diizinican oleh Menteri menerima murid warga negara.
Pasal7 (1) Sekolah asing diwajibkan membuktikan dengan keterangan-ke
terangan yang sah bahwa murid-muridnyaberkewarga negaraan asing. .
(2) SambU menunggu keputusan instansi yang berwajib mengenai kedudukan hukum kewarganegaraan asingnya, Menteri berhak melarang sekolah asing menerima dan/atau mempunyai murid yang kebenaran kewarganegaraan asingnya diragukan.
Pasal8 Ketentuan termuat pada pasal 6 dan pasal 7 tidak berlaku bagi
kursus asing yang dimaksud dalam pasall ayat (1) huruf c.
Pasal9 Sekolah asing hanya dapat mempergunakan keputusan pengajaran
yang sesuai dengan pedoman Menteri.
PasaIlO Pada sekolah asing tidak diperkenankaii. menyelenggarakan
pendidikan dan pengajaran yang dapat membahayakan atau mengganggu ketenteraman dan ketertiban umum dan hal-hal yang berunsur politik.
349
BABIV WEWENANG MENTERI
• Pasalll
Menteri berhak menunjuk penjabat-penjabat di daerah atau instansi lain untuk menjalankan tugas dalam pengawasan pendidikan· dan pengajaran asing, dengan ketentuan bahwa dalam hal melarang seseorang mengajar dan menutup sesuatu sekolah harus mendapat persetujuan lebih dulu dad Menteri.
Pasal12
Menteri menentukan di tempat-tempat mana dapat didirikan dan/ atau diselenggarakan sekolah asing.
Pasal13
(1) Gedung, ruangan, halaman, dan perlengkapan sekolah asing yang dianggap tidak dipergunakan dan/ atau diperlakukan lagi karena pelaksanaan peraturan ini, ditentukan oleh Menteri untuk segala usaha penampungan murid-murid yang berasal dari sekolah asing dan/ atau diperuntukkan bagi kepentingan pendidikan dan pengajaran.
(2) ~dung, r~angan, halaman, dan perlengkapan sekolah asing yang dltutup balk karena peraturan ini, atau tindakan pemerintah maupun karena hal-hallain dipergunakan untuk sekolah Nasional yang ditetapkan oleh Menteri. . .
BABV BEAIZIN
Pasal14
Semua izin . untuk mengajar dan menyelenggarakan sekolah dikenakan bea, ialah: 1. Bagi pengajar yang dimaksudkan pada pasal 2:
a. Pada sekolah tingkat pendidikan dan pengajaran rendah termasuk pengajaran taman kanak-kanak lima ratus rupiah;
b. pada sekolah tingkat pendidikan dan pengajaran lanjutan umum atau lanjutan kejuruan seribu rupiah;
c. pada sekolah tingkat pendidikan dan pengajaran lanjutan seribu lima ratus rupiah;
2. Untuk mendirikan atau menyelenggarakan sekolah yang dimaksudkan pada pasal 3:
350
a. bagi sekolah tingkat pendidikan dan pengajaran rendah termasuk pengajaran taman kanak-kanak Iimaribu rupiah;
b. bagi sekolah tingkat pendidikan dan pengajaran lanjutan umum ataulanjutan kejuruan sepuluh ribu rupiah;
c. bagi sekolah di atas pendidikan dan pengajaran lanjutan lima belas nou rupiah;
BABVI HOKUMAN
Pasal15
.Barangsiapa melanjut!Can usaha meluaskan pendidikan dan pengajaran asing kepada para murid warga negara Inoonesia dan suatu sekolah asing yang ditutup atau dilarang berdasarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang lui dipecah-pecah menjadi beberapa rombongan kurang dari sepuluh orang murid, sehingga
. maksud Peraturan ini tiqak tercapai, diancam dengan hukuman kurungan selama-Iamanya . lima belas bulan atau denda sebanyakbanyaknya tujuli puluh lima ribu rupiah.
Pasal16
(1) Diancam dengan hukuman kurungan selama-Iamanya lima belas bulan atau denda sebanyak-banyaknya tujuh puluh Iima ribu rupiah, barangsiapa melanggar ketentuan yang dimaksud pada pasal 2, 3, 7, 9, 12, ·dan 20;
(2) Jika pelanggaran tersebut pada ayat (1) dan pàsal 15 dilakukan oleh atau atas nama suatu badan hukurn, sesuatu perserikatan atau suatu yayasan, maka tuntutan dilakukan dan hukuman dijatuhkan: a. terhàdap badan hukum, perserikatan, atau yayasan itu, atau b. terhadap mereka yang memberi perintah atau melakukan ke
. wajiban sehingga mengakibatkan pelanggaran tadi atau yang bertindak sebagai pemimpin dalam perbuatan pelanggaran tadi, atau
c. terhadap kedua-duanya. (3) Selain dikenakan hukuman tersebut pada ayat (1) dan pasal 15 Pe
langgaran terhadap pasal 3 dan pasal 5 diancam dengan penutupan dan pelarangan sekolah.
! Pasal17 !
Perbuatan J,>idana tersebut dalam pasal 15 dan 16 adalah pelanggaran.
351
BAB VII KETENTUAN PERALIHAN DAN PENllTUP
Pasal18
(1) Keadaan pada bidang pendidikan dan pengajaran asing yang telah ada berdasarkan Peraturan Penguasa Perang Pusat Angkatan Darat tanggal14 April 1958 No. Prt/Peperpu/o9/1958 dan Peraturan Pe· nguasa Perang Pusat/Kepala Staf Angkatan Laut tanggal 16 April 1958 No. Z.1/1/10 tentang Pengawasan Pengajaran Asing pada saat mulai berlakunya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang ini tetap diakui dan berlaku, selama dan sekedar tidak bertentangan dengan peraturan ini atau ditentukan lain.
(2) Semua ketentuan atau peraturan mengenai sekalah asing yang ada dan tidak bertentangan dengan ataupun tidak terdapat dalam ketentuan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-urtdang ini tetap berlaku.
Pasal19
(1) Guna mengatur lebib lanjutdan melaksanakan ketentuan-ketentuan . termuat dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang ini, Menteri berwenang menetapkan peraturan-peraturan, ketentuan-ketentuan dan mengambil tindakan seperlunya.
(2) Dalam melaksanakan Peraturan Pemerintah Pengganti Undangundang ini Menteri atau Pejabat yang ditunjuknya dapat minta bantuan dari dan kerja sama dengan Penguasa-penguasa Keadaan Bahaya daerah selama Negara/Daerah dinyatakan dalam keadaan bahaya dan/atau Gubernur/BupatilWalikota Kepala Daerah yang bersangkutan.
Pasal20
Setiap pendiri, penyelenggara, pemimpin sekolah dan/ atau pelJgajar yang termasuk dalam pengertian atau bersangkutan dengan peraturan ini, diwajibkan memberikan bantuan secukupnya dalam pelaksanaan peraturan ini.
Pasal21
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang ini dinamakan "PERATURAN PENGAWASAN PENDlDlKAN DAN PENGAJARAN ASING 1960" dan mulai berlaku pada tanggal 16 Desember 1960.
352
Agar supaya setiap orang mengetahu.inya, memeiintah~~n pengundangan Peraturan Pemerintah Penggantl Undang-undang lUI dengan penetapan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta 'Pada tanggal14 Desember 1960
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
ttd.
SUKARNO
Diundangkan di Jakarta Pada tanggal14 Desember 1960
PEJABAT SEKRETARIS NEGARA .. ttd.
SANTOSO
LEMBARAN NEGARA TAHUN 1960 NOMOR 155
PENJELASAN ATAS PERATURAN PÈMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NO_ 48 TAHUN 1960
TENTANG PENGAWASAN PENDIDIKAN DAN PENGAJARAN ASING
PENJELASAN UMUM
Sejak berakhirnya masa penjajahal).di Indonesia, pertumbuhan dan perkembangan sekolah-sekolah swasta sedemikian pesatnya, sehingga perlu diperhatikan dan diadakan pengawasan seperlunya.
Pengawasan itn lebih-Iebih diperlukan, kar.na sebagai akibat dari perobahan ketatanegaraan, pada lapangan pengajaran swasta timbul persoalan baru. Di samping sekolah swasta yang mengikuti ren~ati.a pelajaran Pemerintah dan meng~akan bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar, telah banyak pula didirikan dan diselenggarakan sekolah-sekolah swasta yang mengikuti reneana pelajarilU yang berlainan sekali dan menggunakan bahasa asing sebagai bahasa ' pengantar. '
Sekolah-sekolah tersebut kemudian ini pada umumnya didirikan dan diselenggaraRan baik oleh badan-badan atau orang-orang 'asing pen~~duk Indonesia maupun oleh' warga negara Indonesia khususnya terdm atas warga negara keturunan asing, yang tersebar di seluruh wilayah Republik Indonesia sampai ke tempat-tempat yang amat terpeneil letaknya.
Sekolah-sekolah itu bukan dikunjungi oleh murid-murid asing saja, melainkan jiIga oleh pelajar-pelajar warga negara Indonesia, bahkan ,di p~lbagai ten;tpat mereka ini merupakan bagian yang terbesar, sehingga di sekolah ttu mereka dengan sendirinya menerima pendidikan dan pengajaran asing, karena tiap negara mempunyai sistem pendidikan dan pengajaran senciiri yang berbeda d.ngan sistem pendidikan dan pengajaran Indonesia sebagaimana ,tereantum dalam Undang-undang tentang dasar-dasar pendidikan dan pengajaran di sekolah (Undangunda,ng No. 4 tahun '1950 jo Undang-undang No. 12 tahun 1954).
,Selain daripada itu, sesuai dengan asas-asas demokrasi sekolahsekolah ini didirikan dan diselenggarakanoleh badan-badan dan orangorang yang menganut pendirian ketatanegaraan,yang berlainan, bahkan saling bertentangan sehingga' sekolah-sekolah itu merupakan lapangan dansasaranpertengkaran politik yang dapat menimbulkan hal-hal yang tidak dikehendaki oleh Pemerintah.
Keadaan tersebut di atas tak dapat diatasi dengan peraturan perundangan yang ada, karena satu-satunya peraturan yang dapat
354
digunakan yaitu "Toezicht ordonnantie Particulier Onderwijs", Staatsblad 1932 No. 494 dengan perobahannya dan tidak meneakup penyelesaian masalah pengawasan sekolah asing.
Keadaan yang demikian itu mendesak Penguasa Perang Pusat segera mengambil tindakan sesuai dengan keadaan perang untuk menetapkan' peraturan guna menyalurkan pertumbuhan sekolah tersebut ke arah yang menguntungkan atau sekurang-kurangnya tidak merugikan negara dan masyarakat, kebijaksanaan mana sudah dirintis oleh Penguasa Perang Militer Pertahanan <jahulu (Peraturan No. 989/PMT/1957 tanggal 6 Nopember 1957 yang pada tanggal 17 April, 1958 tidak berlaku lagi menurut hukum berdasarkan Undang-undang Keadaan Bahaya 1957 pasal 60).
Sifat pengawasan itu seperti telah diuraikan di atas adalah tetap selama Pemerintah masih berkewajiban mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pengajaran nasional.
Karena berdasarkan pasal 61 Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang No. 23 tahun 1959 (Lembaran Negara 1959 No. 139) tentang keadaan bahaya dan perobahannya peraturan pengawasan pengajaran asing dari Penguasa Perang Pusat akan segera berakhir masa berlakunya, maka perlu dalam waktu yang singkat isi dari peraturan itu ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang.
Peraturan ini tidak berlaku bagi sekolah'selolah yang semata-mata mengajarkansesuatu agama, madzab keagamaan atau persiapan bagi pengajaran 1çeagamaan. '
PENJELASAN PASAL DEMI PASAL
BAB I
Pasal 1
(1) a. Cukup jelas. b. Dengan reneana pelajaran asing dimaksud pula tiap-tiap reneana
pelajaran yang sangat berlainan dengan yang digunakan di sekolah-sekolah Indonesia yang setingkat.
e. Yang dianggap kursus asing ialah penyelenggaraan pengajaran yang menggunakan bahasa asing sebagai bahasa pengantar dan/ atau menggunakan reneana pelajaran asing yang: a) diperuntukkan melulu bagi orang dewasa; b) mempunyai reneana pelajaran yang amat terbatas; tei:jadi
atas satu mata pelajaran pokok dan beberapa mata pelajaran bantu yang berhubungan erat dengan mata pelajaran pokok;
e) bersifat memberikan pelajaran keeerdasan umum;
355
e) tidak memberikan' lebib dan 12 jam pelajaran dalam seminggu. Misalnya kursus bahasa dalam bahasa asing, kursus mengetik dalam bahasll asing, kursus memegang buku dalam bahasa asing, dan lain sebagainya.
(2) Iika seperdua atau lebib dari jumlah pengajar pada sesuatu sekolah swasta "Nasional" terdiri atas orang asing, maka sukar untuk dikatakan bahwa sekolah itu masib "Nasional" , karena pengaruh dialirkan dari atas ke bawah, dari guru ke murid, unsur dan pengaruh asing dari sekolah itu adalah terlalu besar untuk dapat dipertahankan dan dijamin jiwa, sifat, dan eorak nasionalnya. Itulah sebabnya maka sekolah yang demikian dianggap dan diper· "Iakukan sebagai sekolah asing.
BAB II
Pasal 2
(1) Yang dimaksud dengan sekolah swasta ialah sekolah yang didirikan danl atau diselenggarakan oleh pibak swasta, baik yang menerima ataupun tidak menerima bantuan dari Pemerintah Pusat atau Pemerinl:ah Daerah.
(2) Cukup jelas.
BAB III
Pasal 3
(1) Izin mendirikan dan menyelenggarakan sekolah asing hanya diberikan kepàda sekolah asing yang telah ada dan memenuhi syarat, kecuali dalam hal luar biasa, apabila dalam sesuatu tempat kebutuhan akan pendidikan dan pengajaran bag! warga negara asing sangat mendesak, sedangkan sekolah-sekolah yang ada tidak dapat menampunguya, dapat düzinkanmendirikan sekolah asing.
Untuk meneegah didirikannya sekolah-sekolah oleh perseorangan yang kurang dapat dipertanggungjawabkandari sudut pendidikan dan pengajaran. Karena tidak sedikit sekolah dipakai alaf untuk mencapai tujuan 4alam bidang lain daripada pendidikan dan pengajaran.
Maka.sebaiknyalah sekolah-sekolah tersebut hanya dapat didirikan oleh suatu badan hukum yang tunduk pada hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia. Dengan ketentuan bahwa badan hukum itu bukan bersifat perdagangan melainkan yang' melulu didirikan untuk tujuan amal dan sosial.
(2) Ketentuan dalam ayat ini ditujukan unt~k badan-b~~an asini: ,yang mempunyai kewajiban sosial dalam bldang pendld~an te~hadap buruh-buruhnya yang berkewarganegaraan Indonesla, mlsalnya Stanvae, Caltex, dan sebagainya, dengan ketentuan bahwa untuk menyelenggarakan sekolah itu harus dibentuk bad~ hukum yang khusus menyelenggarakan sekolah itu dan yang ditanggung oleh badan-badan asing itu. "
(3) Yang dimaksud dalam hdlluar biasa itu ~ah ~en~idikan ~ekol~ asing baru yang diperlukan untuk member.ikan Jauunan S~slal bagt keluarga-keluarga dari tenaga bangsa asmg yang bekerja, untuk Pemerintah Indonesia untuk waktu yang tertentu.
Pasal 3 Permohonan izin harus disertai bukti-bukt! yang sah dari Pengadilan
Negeri atau Instansiresmi lain, demikian ju~a syarat-syarat lain .yang
diperlukan antara lain mengenai reneana pelaJaran. dan buku p~laJa:~ yang dipakai, guna memudahkan pemeriksaan, sehmgga pembenan lZm dapat berjalan dengan lanear. ' .
Yang dimaksud dengan "jenis" dan "tingkat" Sekolah ialah sebagal
berikut: a. jenis sekolah ialah pendidikan dan pengajaran .kejuruan atau umum. b tingkat sekolah ialah pendidikan dan pengaJaran Taman Kanak-
. kanak, Sekolah Rendah, .Sekolah-sekolah Lanjutan Tingkat Pertama, Sekolah Lanjutan Tingkat Atas, misalnya: Taman Kanak-kanak,
SD, SMP, SMA.
Pasal 5 Ketentuan ini meneègah didirikaruiya Perguruan Tinggi asing" ata~
Akademi asing yang karena kedudukannya akan ternyata mempunyal pengaruh lebib luas dan mendalam daripada sekolah rendah dan menengah. , '
Dipandang tidaklah sesuai dengan kepentingan negara dan masyarakat untuk mengizinkan adanya s"kolah asing yang menyelenggarakan pengajaran di atas tingkat menengah. "" .
'Orang asing dapat melanjutkah pelajarannya pada PerguruanTmggl Nasional, asalkan memenuhi syarat-syarat penerimaan, atau menerus-kan pelajarannya di luar negeri. .. .
Penyimpanan tersebut, dalam ayat (2) lUl dlrasa ~er1u untuk memberikan' kemungkinan kepada badan hukum asmg tertentu menyelenggarakan pengajaran kejuruan khusus setahun ~i atas tingkat
, menengah. Mengîngat bahwa perusahaan-perusaha~ aSI?g besar yan~ membutuhkan tenaga bangsa Indonesia untuk dlpekerjakan sebagal tenaga 'ahli atau staf dalam, perusahaannya.
357
Pasal 6,
Pada asasnya izin mendirikan dan menyelenggarakan sekolah asmg semata-mata untuk memenuhi kebutuhan -pendldikan dan pengajaran warga negara asing penduduk Jndonesia sesuai dengan dasar-dasar pendidikan dan pengajaran mereka sendiri, asalkan' tidak mengganggu keamanan dan ketertiban umum_
Dengan mengingat kebutuhan pendidikan dan pengajaran bagi keluarga pejabat perwakilan Jndonesia atau pejabat lain yang karena pekerjaannya kerapkali. berada dan menetap di luar negeri untuk beberapa tahun lamanya serta mengingat kemungkinan sesuatu
'keluarga Jndonesia, karena pekerjaannya bertempat tinggal jauh terpeneil dari sekolah-sekolah nasional, sehingga terpaksa memasukkan anak-anaknya pada sekolah asing yang dekat, 'maka pada sekolah~ekolah asing tertentu dapat diizinkan menerima' murid warga negara Jndonesia dalam jumlah yang sangat terbatas. '
Pasal 7 Ketentuan ini bermaksud memberi tanggung jawab kepada penye- '
lenggara atau pemimpin sekolah agar mereka dengan teliti memerlksa kewarganegaraan setiap murid atau ealon murid yang ada pada sekolahnya.
Pasal 8 Guna menghindarkan dimasukkannya hal-hal yang dapat meng
ganggu keamanan dan ketertiban umum, sekolah asing hanya diperkenankan memakai buku-buku pelajaran, brosur-brosur, majalahmajalah, atau penerbitan lain yang sesuai denian pëdoman Menteri yang akan;.ditetapkan kemudian, antara lain yang ditetapkan dalam surat edaran Menteri tanggal 13 Januari 1955 No. 141/Sek. B JII dan larangan-Iarangan buku yang telah ditetapkan oleh Perdana Menteri dan Menteri.
Cuku p jelas.
Cukup jelas.
Pasal. 9
PasallO
BAB IV
Pasal 11 Guna melanearkan pekerjaan pengawasan sekolah asing, Menteri
diberi hak menunjuk pejabat-pejabat lain untuk menjalankan sebagian tugas dan kekuasaannya.
358
Ketentuan ini bermaksud untuk memusatkan sekolah-sekolah asing pada tempat-tempat yang Bangat dirasa' perlu kebutuhannya dan yang· mduah didatangi oleh para petugas agar pengawasan dapat dipernlUdah sehingga kepentingan negara dan masyarakat lebih terjamin.
Pasal 13
(1) Ketentuan ini perlu untuk menegaskan wewenang' Menteri untuk me-requereer gedung-gedung atau, peralatan sekolah lain yang kareua akibat 'pelaksanaan peraturan ini sekolah ditutup. Serta untuk niencegah penggunaan gedung dan peralatan sekolah tersebut,
, bagi kepentingan lain. . . . . (2) Yang diniaksud dengan tindakan Pemenntah dalam ayat lUl lalah
misalnya berhubungan adanya tindakan Pèmerintah dalam bidang 'perekonomian' yang mengakibatkan pengurangan jumlah warga neeara a.inl> vam! berada dalam suatu daerah. '
Cukup jelas.
Cukup jelas
Cukup jelas.
Cukup jelas
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Cukup jelas
Cukup jelas.
BAB V
Pasal14
BAB VI
Pasal 15
Pasal 16
Pasal 17
BAB VII Pasal 18
Pasal 19
J;'asal 20
Pasal 21
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA NO. i103
INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 14 TAHUN 1967
TENTANG AGAMA, KEPERCAYAAN DAN ADAT IS'I'IADAT CINA
KAMI, PENJABATPRESIDEN REPUBLIK INDON:ESIA,
Menimbang:
bahwa agama, kepercayaan, dan adat istiadat Cina di Indonesia yang berpusat pada negeri leluburnya, yang dalam manifestasinya dapat menimbulkan pengarub. psychologis, mental, dan moral yang kurang wajar terhadap warga negara Iridonesia sehingga merupakan hambatan terhadap proses assimilasi, perlu diatur serta ditempatkan fungsinya pada proporsi yang wajar.
Mengingat:
1. Undang-Undang Dasar 1945 pasal 4 ayat 1 dan Pasal 29; 2. Ketetapan MPRS No. XXVII/MPRS/1966 Bab III pasal 7 dan
Penjelasannya pasall ·ayat (1); 3. Instruksi Presidium Kabinet No.: 37/U/IN/6/1967; 4. Keputusan Presiden No.: 171 tahun 1967, yo 163 tahun 1966 ..
MENGINSTRUKSIKAN:
Kepada: 1. Menteri Agama,. 2. Menteri Dalam Negeri, 3. Segenap Badan dan Alat Pemerintah di Pusat dan Daerah.
Untuk: Melaksanakan kebijaksanaan pokok mengenai agama, kepercayaan, dan adat istiadat Cina sebagai berikut:
Pertama:
Tanpa mengurangi jaminan keleluasaan memeluk agama dan menuaaikan ibadatnya, tata-cara ibadat Cina yang memiliki aspek affinitas kultural yang berpusat pada negeti leluburnya,. pelaksanaannya harus dilakukan secara intern dalam hubungan keluarga atau perorangan.
360
Kedua: Perayaan-perayaan pesta agama dan adat istiadat Cina dilakukan secara tidak menyolok di depan umum, melainkan dilakukan dalam
. lingkungan keluarga.
Ketlga: Penentuan kategori agama· dan kepercayaan maupun Ilelaksanaán cara-cara ibadat agama,. kepercayaan, dan adat istiadat Cina diatur oleh Menteri Agama setelab mendengar pertimbangan Jaksa Agung (PAKEM).
Keempat: Pengamanan dan penertiban terhadap pelaksanaan kebijaksanaan pokok ini diatur oleh Menteri Dalam Negeri bersama-sama Jaksa
Agung.
KeUma: Instruksi ini mulai berlaku pada hari ditetapkan.
Ditetapkan di Jakarta Pada tanggal, 6 Desember 1967.
PEJABAT PRESIDEN REPUBLIK INDONESlA,
ttd. SOEHARTO
Jenderal TNI
KETETAPAN MPRS NO. XXXH/1966
tentang PEMBINAAN PERS
OENGAN RAHMAT tuHAN YANG MAHA ESA MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT SEMENTARA
REPUBLIK INDONESIA,
Menimhang:
a. Bahwa mengeluarkan pendapat dan pikiran melalui media pers adalah hak asasi tiap-tiap warga negara;
b. Bahwa pers merupakan alat Revolusi, alat sosial-kontrol, alat pendidik, alat penyalur dan pembentuk pendapat umum, serta alat penggerak massa;
c_ Bahwa pers mempunyai pertanggungan jawab "agi pembinaan Rakyat Indonesia menjadi warga negara yang mengamankan dan mengamalkan Pancasila.
Mengingat:
1. Pembukaan Undang-Undang Oasar 1945; 2. Undang-Undang Oasar 1945 Bab X Pasal 28; 3. Ketetapan MPRS No. II/MPRS/1960 Lampiran A; '4. Resolusi No. I1Res/MPRS/1963.
Mendengar:
Permusyawatatan dalam rapat-rapat MPRS dari tanggal 20 Juni sampai dengan tanggal 5 Juli 1966.
MEMUTUSKAN:
Menetapkan:
KETETAPAN TENTANG PEMBINAAN PERS.
Pasal 1
Mutlak p~r1u segera adanya perundang-undangan tentang pers, sesuai dengan bunyi pasal28 Undang-Undang Osar .1945 dan Ketetapan MPRS No. II/MPRS/1960 lampiran A.
Pasal 2
(1) Kebebasan per~ berhubungan erat dengan keharusan. adanya pertanggungan jawab kepada:
362
a. Tuhan Yang Maha Esa; b. Kepentingan Ral<.yat dan kese1amatan ne~ara;. . c. Kelangsungan dan penyelesaian Revolusl sehlngga terwuJudnya
tiga segi Kerangka Tujuan Revolusi; d. Moral dan tata susila; e. Kepribadian Bangsa.
(2) Kebebasan pers Indonesia adalah kebebasan untuk menyatakan serta menegakkan kebenaran dan keadilan, dan bukanlah kebebasan dalam pengertian liberalisme.
Pasal 3
Penerbitan pers yang bertentangan dengan Pancasila seperti halnya yang bertolak dm faham komunisme/Marxisme-Leninisme, dilarang untuk selama-Iamanya.
Pasal 4
Penerbitan pers dalam bahasa asing bukan huruf lati~ (misalnya TIonghoa) hanya dimungkinkan satu penerbitan oleh Pemermtah.
Pasal 5
Bilamana masih dipandang pedu, masih dimungkinkan adanya Kantor Berita, di samping Kantor Berita Nasional sebagaima~a yang dimaksudkan oleh Ketetapan MPRS No. II/MPRS/1960 lamptran A.
Ditetapkan di Jakarta Tanggal 5 Juli 1966.
lli1