pedoman-khusus-03-pembelajaran

50
PEDOMAN KHUSUS PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF KEGIATAN PEMBELAJARAN

description

contoh pedoman pembelajaran khusus

Transcript of pedoman-khusus-03-pembelajaran

Page 1: pedoman-khusus-03-pembelajaran

PEDOMAN KHUSUSPENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF

KEGIATAN PEMBELAJARAN

DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONALDIREKTORAT JENDERAL

MANAJEMEN PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAHDIREKTORAT PEMBINAAN SEKOLAH LUAR BIASA

Page 2: pedoman-khusus-03-pembelajaran

TAHUN 2007

1

Page 3: pedoman-khusus-03-pembelajaran

KATA PENGANTAR

Dalam rangka mensukseskan program Wajib Belajar Pendidikan Dasar Sembilan Tahun dan

perwujudan hak azasi manusia, layanan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus perlu lebih

ditingkatkan.

Selama ini pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus lebih banyak di selenggarakan secara

segregasi di Sekolah Luar Biasa (SLB) dan Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB). Sementara itu lokasi

SLB dan SDLB pada umumnya berada di ibu kota kabupaten, padahal anak-anak berkebutuhan khusus

banyak tersebar hampir di seluruh daerah (Kecamatan/Desa). Akibatnya sebagian anak berkebutuhan

khusus tersebut tidak bersekolah karena lokasi SLB dan SDLB yang ada jauh dari tempat tinggalnya,

sedangkan sekolah umum belum memiliki kesiapan untuk menerima anak berkebutuhan khusus

karena merasa tidak mampu untuk memberikan pelayanan kepada ABK di sekolahnya.

Untuk itu perlu dilakukan terobosan dengan memberikan kesempatan dan peluang kepada anak

berkebutuhan khusus untuk memperoleh pendidikan di sekolah umum (SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA,

dan SMK/MAK), yang disebut “Pendidikan Inklusif”. Untuk meningkatkan pengetahuan dan

keterampilan dalam implementasi pendidikan inklusif, maka pemerintah melalui Direktorat Pembinaan

Sekolah Luar Biasa menyusun naskah Prosedur Operasi Standar Pendidikan Inklusif. Selanjutnya,

dari naskah ini dikembangkan ke dalam beberapa pedoman, yaitu:

1. Pedoman Umum Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif

2. Pedoman Khusus Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif, yaitu:1. Pedoman Khusus Identifikasi Anak Berkebutuhan Khusus.2. Pedoman Khusus Pengembangan Kurikulum.3. Pedoman Khusus Kegiatan pembelajaran.4. Pedoman Khusus Penilaian.5. Pedoman Khusus Manajemen Sekolah.6. Pedoman Khusus Pengadaan dan Pembinaan Tenaga Pendidik.7. Pedoman Khusus Pemberdayaan Sarana dan Prasarana 8. Pedoman Khusus Pemberdayaan Masyarakat.9. Pedoman Khusus Bimbingan dan Konseling

3. Suplemen Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif, yaitu:1) Model Program Pembelajaran Individual2) Model Modifikasi Bahan Ajar3) Model Rencana Program Pembelajran4) Model Media Pembelajaran5) Model Program Tahunan6) Model Laporan Hasil Belajar (Raport)

Jakarta, Juni 2007Direktur Pembinaan Sekolah Luar Biasa

Ekodjatmiko SukarsoNIP. 130804827

KATA SAMBUTAN

1

Page 4: pedoman-khusus-03-pembelajaran

Kebijakan pemerintah dalam penuntasan Wajib Belajar Pendidikan Dasar Sembilan Tahun

disemangati oleh seruan Internasional Education For All (EFA) yang dikumandangkan UNESCO

sebagai kesepakatan global hasil World Education Forum di Dakar, Sinegal Tahun 2000, penuntasan

EFA diharapkan tercapai pada Tahun 2015.

Seruan ini senafas dengan semangat dan jiwa Pasal 31 UUD 1945 tentang hak setiap warga

negara untuk memperoleh pendidikan dan Pasal 32 UU Sisdiknas Nomor 20 Tahun 2003 tentang

Sistem Pendidikan Nasional yang mengatur mengenai pendidikan khusus dan pendidikan layanan

khusus.

Sedang pemerataan kesempatan belajar bagi anak berkebutuhan khusus dilandasi pernyataan

Salamanca Tahun 1994. Pernyataan Salamanca ini merupakan perluasan tujuan Education Fol All

dengan mempertimbangkan pergeseran kebijakan mendasar yang diperlukan untuk menggalakkan

pendekatan pendidikan inklusif. Melalui pendidikan inklusif ini diharapkan sekolah-sekolah reguler

dapat melayani semua anak, termasuk mereka yang memiliki kebutuhan pendidikan khusus. Di

Indonesia melalui Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 002/U/1986 telah dirintis

pengembangan sekolah penyelenggaraan pendidikan inklusif yang melayani Penuntasan Wajib

Belajar bagi peserta didik yang berkebutuhan khusus.

Pendidikan terpadu yang ada pada saat ini diarahkan untuk menuju pendidikan inklusif

sebagai wadah yang ideal yang diharapkan dapat mengakomodasikan pendidikan bagi semua,

terutama anak-anak yang memiliki kebutuhan pendidikan khusus selama ini masih belum terpenuhi

haknya untuk memperoleh pendidikan layaknya seperti anak-anak lain. Sebagai wadah yang ideal,

pendidikan inklusif memiliki empat karakteristik makna yaitu: (1) Pendidikan Inklusif adalah proses

yang berjalan terus dalam usahanya menemukan cara-cara merespon keragaman individu anak, (2)

Pendidikan inklusif berarti memperoleh cara-cara untuk mengatasi hambatan-hambatan anak dalam

belajar, (3) Pendidikan inklusif membawa makna bahwa anak mendapat kesempatan utuk hadir (di

sekolah), berpartisipasi dan mendapatkan hasil belajar yang bermakna dalam hidupnya, dan (4)

Pendidikan inklusif diperuntukkan bagi anak-anak yang tergolong marginal, esklusif dan membutuhkan

layanan pendidikan khusus dalam belajar.

Akses pendidikan dengan memperhatikan kriteria yang terkandung dalam makna inklusif

masih sangat sulit dipenuhi. Oleh karena itu kebijakan pemerintah dalam melaksanakan usaha

pemerataan kesempatan belajar bagi anak berkebutuhan khusus baru merupakan rintisan awal

menuju pendidikan inklusi. Sistem pendekatan pendidikan inklusif diharapkan dapat menjangkau

semua anak yang tersebar di seluruh nusantara.

Untuk itu, maka kebijakan Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah,

Departemen Pendidikan Nasional dalam penuntasan Wajib Belajar Pendidikan Dasar bagi anak yang

memerlukan layanan pendidikan khusus diakomodasi melalui pendekatan ”Pendidikan Inklusif”.

Melalui pendidikan ini, penuntasan Wajib Belajar dapat diakselerasikan dengan berpedoman pada

azas pemerataan serta peningkatan kepedulian terhadap penanganan anak yang memerlukan layanan

pendidikan khusus.

2

Page 5: pedoman-khusus-03-pembelajaran

Sebagai embrio, pendidikan terpadu menuju pendidikan inklusif telah tumbuh di berbagai

kalangan masyarakat. Ini berarti bahwa tanggungjawab penuntasan wajib belajar utamanya bagi anak

yang memiliki kebutuhan pendidikan khusus telah menjadi kepedulian dari berbagai pihak sehingga

dapat membantu anak-anak yang berkebutuhan khusus dalam mengakses pendidikan melalui

”belajar untuk hidup bersama dalam masyarakat yang inklusif”.

Agar dalam pelaksanaan program pendidikan inklusif dapat berjalan sesuai dengan yang

diharapkan, maka Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah melalui Direktorat

Pembinaan Sekolah Luar Biasa telah menyusun pedoman pendidikan inklusif.

Akhirnya, ucapan terima kasih kami sampaikan kepada semua pihak yang telah membantu

dalam penyusunan buku pedoman ini dan semoga buku ini dapat bermanfaat serta berguna bagi

semua pihak.

Jakarta, Juni 2007Direktur Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan menengah

Prof. H. Suyanto, Ph. DNIP. 130606377

3

Page 6: pedoman-khusus-03-pembelajaran

DAFTAR ISI

PRAKATA

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ………………………………………………………….

B. Tujuan Penulisan Buku …………………………………………………

BAB II. PERENCANAAN KEGIATAN BELAJAR

A. Rancangan Pembelajaran………………………………………………

B. Prinsip-prinsip Pembelajaran

BAB III. PELAKSANAAN KEGIATAN PEMBELAJARAN

A. Merencanakan Kegiatan pembelajaran

B. Pelaksanaan Kegiatan Pembelajaran

C. Membina Hubungan Antar Pribadi

BAB IV. PENUTUP

4

Page 7: pedoman-khusus-03-pembelajaran

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kegiatan pembelajaran merupakan inti dari pelaksanaan

kurikulum. Mutu pendidikan dan atau mutu lulusan banyak

dipengaruhi oleh mutu kegiatan pembelajaran. Jika mutu

kegiatan pembelajarannya bagus, dapat diprediksi bahwa

mutu lulusan bagus; atau sebaliknya, jika mutu kegiatan

pembelajarannya tidak bagus, maka mutu lulusannya juga

tidak bagus. Oleh karena itu pelaksanaan kegiatan

pembelajaran harus dirancang dengan baik, disesuaikan

dengan kemampuan dan kebutuhan setiap individu siswa dan

didukung oleh kompetensi guru, media, sumber dan strategi

pembelajaran yang memadai, sesuai dengan Standar

Pelayanan Minimal.

Seiring dengan kemajuan jaman, sudah banyak pembaharuan

sistem strategi dan kelembagaan yang melayani peserta didik

berkebutuhan khusus. Pada masa-masa sebelumnya bentuk

kelembagaan yang melayani pendidikan bagi peserta didik

berkebutuhan khusus masih banyak yang bersifat segregasi

(eksklusi) yang terpisah dari masyarakat. Tetapi memasuki

akhir milenium dua, visi dan misi kelembagaan sudah

cenderung lebih humanis dan terintegrasi (inklusi) dengan

masyarakat.

Pendidikan inklusif adalah suatu bentuk sistem pendidikan di

mana peserta didik berkebutuhan khusus merupakan bagian

yang tidak terpisahkan dari masyarakat dan oleh karena itu

strategi pembelajarannya disesuaikan dengan kebutuhan dan

karekteristik individu peserta didik.

5

Page 8: pedoman-khusus-03-pembelajaran

Fakta menunjukkan bahwa di sekolah penyelenggara

pendidikan inklusif para siswa memiliki kemampuan yang

heterogen, karena peserta didik di sekolah penyelenggara

pendidikan inklusif di samping anak-anak normal juga

terdapat anak-anak berkebutuhan khusus. Peserta didik

berkebutuhan khusus ini memiliki keragaman kelainan baik

fisik, intelektual, sosial, emosional, dan atau sensoris

neurologis.

Pembelajaran di sekolah penyelenggara pendidikan inklusif

yang kemampuan siswanya sangat heterogen, berbeda

dengan pembelajaran di sekolah umum yang memiliki

kemampuan homogen. Para guru umum, pada umumnya

tidak dipersiapkan untuk mengajar siswa yang mengalami

kelainan atau berkebutuhan khusus, sehingga sering kali

mengalami kesulitan ketika berhadapan dengan anak

berkebutuhan khusus.

Sehubungan dengan permasalahan di atas, maka sebagai

langkah awal perlu disusun Buku Pedoman Kegiatan

pembelajaran, yang diharapkan dapat dipergunakan oleh para

guru yang bertugas pada sekolah penyelenggara pendidikan

inklusif.

B. TUJUAN PENULISAN BUKU

Buku ini ditulis dengan tujuan sebagai bahan acuan bagi para

pembaca, terutama para pembina dan praktisi dalam

merancang, melaksanakan, dan mengevaluasi kegiatan

pembelajaran di sekolah – sekolah penyelenggara pendidikan

inklusif.

6

Page 9: pedoman-khusus-03-pembelajaran

7

Page 10: pedoman-khusus-03-pembelajaran

BAB II

PERENCANAAN KEGIATAN PEMBELAJARAN

A. Rancangan Pembelajaran

Kegiatan pembelajaran hendaknya dirancang sesuai dengan

kebutuhan peserta didik, kemampuan dan karakteristik peserta

didik, serta mengacu kepada kurikulum yang dikembangkan.

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam merancang kegiatan

pembelajaran pada sekolah penyelenggara pendidikan inklusif

antara lain seperti di bawah ini.

1. Menyusun Rencana Pembelajaran

a. Menetapkan tujuan

b. Merencanakan pengelolaan kelas; termasuk mengatur

lingkungan fisik dan sosial

c. Menetapakan dan pengorganisasian bahan/materi; topik

apa yang ingin diajarkan kepada peserta didik

d. Merencanakan strategi pendekatan kegiatan

pembelajaran; bagaimana bentuk kegiatannya, apakah

peserta didik mendapat kesempatan untuk berperan aktif

dalam pembelajaran

e. Merencanakan prosedur kegiatan pembelajaran;

bagaimana bentuk dan urutan kegiatannya, apakah

kegiatan itu sesuai untuk semua peserta didik, dan

bagaimana peserta didik mencatat, mendokumentasikan,

dan menampilkan hasil belajarnya

f. Merencanakan penggunaan sumber dan media belajar;

sumber belajar mana yang akan digunakan, media apa

yang sesuai dan tidak membahayakan peserta didik.

g. Merencanakan penilaian; bagaimana cara peserta didik

telah menyelesaikan tugasnya dalam suatu proses

8

Page 11: pedoman-khusus-03-pembelajaran

pembelajaran, dan apa bentuk tindak lanjut yang

diinginkan.

2. Melaksanakan kegiatan pembelajaran

a. Melaksanakan apersepsi

b. Menyajikan materi/bahan pelajaran

c. Mengimplementasikan metode, sumber/media belajar,

dan bahan latihan yang sesuai dengan kemampuan awal

dan karakteristik siswa, serta sesuai dengan kompetensi

pembelajaran

d. Mendorong siswa untuk terlibat secara aktif

e. Mendemontrasikan penguasaan materi pelajaran dan

relevansinya dalam kehidupan

f. Mengelola pembelajaran kelompok yang kooperatif

g. Membina hubungan antarpribadi, bersikap terbuka,

toleran, dan simpati terhadap siswa, menampilkan

kegairahan dan kesungguhan, dan mengelola interaksi

antarpribadi.

3. Melaksanakan evaluasi

a. Melakukan penilaian selama kegiatan pembelajaran

berlangsung dan setelah kegiatan pembelajaran selesai,

baik secara lisan, tertulis, maupun melalui pengamatan

b. Bagi peserta didik yang memiliki kemampuan di bawah

rata-rata, penilaian dilakukan dengan membandingkan

prestasi yang telah dicapai dengan prestasi sebelumnya

c. Mengadakan tindak lanjut dalam bentuk remidi atau

pengayaan

B. Prinsip-prinsip Pembelajaran

9

Page 12: pedoman-khusus-03-pembelajaran

Kegiatan pembelajaran dilaksanakan dengan maksud agar

peserta didik menguasai kompetensi dasar mata pelajaran. Agar

kompetensi dasar dapat tercapai secara tuntas guru perlu

memperhatikan prinsip-prinsip pembelajaran. Prinsip-prinsip

pembelajaran di kelas inklusi secara umum sama dengan prinsip-

prinsip pembelajaran yang berlaku bagi peserta didik pada

umumnya. Namun demikian, karena di dalam kelas inklusif

terdapat peserta didik dengan kebutuhan khusus yang

mengalami kelainan baik fisik, intelektual, sosial, emosional, dan

atau sensoris neurologis, maka guru yang mengajar di kelas

inklusif di samping menerapkan prinsip-prinsip umum

pembelajaran juga harus mengimplementasikan prinsip-prinsip

pembelajaran khusus sesuai dengan kebutuhan dan karakteristik

anak berkebutuhan khusus.

1. Prinsip Umum

a. Prinsip motivasi

Guru harus senantiasa memberikan motivasi kepada siswa

agar tetap memiliki gairah dan semangat yang tinggi

dalam mengikuti kegiatan pembelajaran.

b. Prinsip latar/konteks

Guru perlu mengenal siswa secara mendalam,

menggunakan contoh, memanfaatkan sumber belajar

yang ada di lingkungan sekitar, dan semaksimal mungkin

menghindari pengulangan-pengulangan materi pengajaran

yang sebenarnya tidak terlalu perlu bagi peserta didik.

c. Prinsip keterarahan

Setiap akan melakukan kegiatan pembelajaran, guru

harus merumuskan tujuan secara jelas, menyiapkan bahan

dan alat yang sesuai, serta mengembangkan strategi

pembelajaran yang tepat

d. Prinsip hubungan sosial

10

Page 13: pedoman-khusus-03-pembelajaran

Dalam kegiatan pembelajaran, guru perlu mengembangkan

strategi pembelajaran yang mampu mengoptimalkan

interaksi antara guru dengan siswa, siswa dengan siswa,

interaksi dengan lingkungan, serta interaksi banyak arah.

e. Prinsip belajar sambil bekerja

Dalam kegiatan pembelajaran, guru harus banyak memberi

kesempatan kepada anak untuk melakukan praktek atau

percobaan, serta menemukan sesuatu melalui

pengamatan, penelitian, dan sebagainya.

f.Prinsip individulisasi

Guru perlu mengenal kemampuan awal dan karakteristik

setiap peserta didik secara mendalam, baik tingkat

kemampuan dalam menyerap materi pelajaran, kecepatan

dalam belajar, serta perilaku penting lainnya, sehingga

setiap kegiatan pembelajaran masing-masing peserta didik

mendapat perhatian dan perlakuan yang sesuai.

g. Prinsip menemukan

Guru perlu mengembangkan strategi pembelajaran yang

mampu mendorong anak untuk terlibat secara aktif, baik

fisik, mental, sosial, dan atau emosional.

h. Prinsip pemecahan masalah

Guru hendaknya sering mengajukan berbagai

persoalan/problem yang ada di lingkungan sekitar, dan

peserta didik terlatih untuk merumuskan, mencari data,

menganalisis, dan memecahkannya sesuai dengan

kemampuannnya.

2. Prinsip Khusus

a. Tunanetra

1) Prinsip Kekonkritan

11

Page 14: pedoman-khusus-03-pembelajaran

Peserta didik Tunanetra belajar terutama melalui

pendengaran dan perabaan. Bagi mereka, untuk

mengerti dunia sekelilingnya harus bekerja dengan

benda–benda konkrit yang dapat diraba dan dapat

dimanipulasikan. Melalui observasi perabaan benda–

benda riil, dalam tempatnya yang alamiah, mereka

dapat memahami bentuk, ukuran, berat, kekerasan,

sifat–sifat permukaan, kelenturan, suhu dan sebagainya.

Dengan menyadari kondisi seperti ini, dalam proses

pembelajaran guru dituntut semaksimal mungkin dapat

menggunakan benda–benda konkrit sebagai alat bantu

atau media dan sumber pencapaian tujuan

pembelajaran.

2) Prinsip Pengalaman yang menyatu

Pengalaman visual cenderung menyatukan informasi.

Seorang peserta didik normal yang masuk ke toko, tidak

saja melihat rak–rak dan benda–benda riil, tetapi juga

dalam sekejap mampu melihat hubungan antara rak–rak

dengan benda–benda di ruangan. peserta didik

Tunanetra tidak mengerti hubungan–hubungan ini

kecuali jika guru menyajikannya dengan mengajar

peserta didik untuk ”mengalami” suasana tersebut

secara nyata dan menerangkan hubungan – hubungan

tersebut.

3) Prinsip belajar sambil melakukan

Prinsip ini sebenarnya tidak jauh berbeda dengan

prinsip belajar sambil bekerja. Perbedaannya adalah

bagi peserta didik Tunanetra melakukan sesuatu adalah

pengalaman nyata yang tidak mudah terlupakan seperti

anak normal melihat sesuatu sebagai kebutuhan utama

12

Page 15: pedoman-khusus-03-pembelajaran

dalam menangkap informasi. Peserta didik normal

belajar mengenai keindahan lingkungan cukup hanya

dengan melihat gambar atau foto. Peserta didik

Tunanetra menuntut penjelasan dan pengalaman secara

langsung di lingkungan nyata.

Prinsip ini menuntut guru agar dalam proses

pembelajaran tidak hanya bersifat informatif akan tetapi

semaksimal mungkin peserta didik diajak ke dalam

situasi nyata sesuai dengan tuntutan tujuan yang ingin

dicapai dan karakter bahan yang diajarkannya.

13

Page 16: pedoman-khusus-03-pembelajaran

b. Tunarungu/Gangguan Komunikasi

1) Prinsip keterarahan wajah

Siswa Tunarungu adalah peserta didik yang mengalami

gangguan pendengarannya (kurang dengar atau bahkan

tuli). Sehingga organ pendengarannya kurang/tidak

berfungsi dengan baik. Bagi yang sudah terlatih, mereka

dapat berkomunikasi dengan orang lain dengan cara

melihat gerak bibir (lip reading) lawan bicaranya. Oleh

karena itu ada yang menyebut peserta didik Tunarungu

dengan istilah ”permata”. Karena matanya seolah–olah

tanpa berkedip melihat gerak bibir lawan bicaranya.

Prinsip ini menuntut guru ketika memberi penjelasan

hendaknya menghadap ke peserta didik (face to face)

sehingga anak dapat melihat gerak bibir guru.

Demikian pula halnya dengan peserta didik yang

mengalami gangguan komunikasi, karena organ

bicaranya kurang berfungsi sempurna, akibatnya

bicaranya sulit dipahami (karena kurang sempurna) oleh

lawan bicaranya. Agar guru dapat memahaminya, maka

peserta didik diminta menghadap guru (face to face)

ketika berbicara.

2) Prinsip keterarahan suara

Setiap kali ada suara/bunyi, pasti ada sumber

suara/bunyinya. Dengan sisa pendengarannya, peserta

didik hendaknya dibiasakan mengkonsentrasikan sisa

pendengarannya ke arah sumber suara/bunyi, sehingga

peserta didik dapat merasakan adanya getaran suara.

Suara/bunyi yang dihayatinya sangat membantu proses

14

Page 17: pedoman-khusus-03-pembelajaran

pembelajaran peserta didik terutama dalam

pembentukan sikap, pribadi, tingkah laku, dan

perkembangan bahasanya.

Dalam proses pembelajaran, ketika berbicara, guru

hendaknya menggunakan lafal/ejaan yang jelas dan

cukup keras, sehingga arah suaranya dapat dikenali

siswanya.

Demikian pula, bagi peserta didik yang mengalami

gangguan komunikasi, agar bicaranya dapat dipahami

oleh lawan bicaranya maka peserta didik hendaknya

ketika berbicara selalu menghadap ke arah lawan

bicaranya agar suaranya terarah.

3) Prinsip Keperagaan

Peserta didik tunarungu karena mengalami gangguan

organ pendengarannya maka mereka lebih banyak

menggunakan indera penglihatannya dalam belajar.

Oleh karaena itu, proses pembelajaran hendaknya

disertai peragaan (menggunakan alat peraga) agar lebih

mudah dipahami siswanya, disamping dapat menarik

perhatiannya

c. Anak Berbakat

1) Prinsip Percepatan (Akselerasi) Belajar

Anak berbakat adalah anak yang memiliki kemampuan

(inteligensi), kreativitas, dan tanggung jawab (task

commitment) terhadap tugas di atas rerata anak-anak

seusianya. Salah satu karakteristik yang sangat

menonjol adalah mereka memiliki kecepatan belajar di

15

Page 18: pedoman-khusus-03-pembelajaran

atas kecepatan belajar anak seusianya. Dengan

mempelajari sekali saja, yang bersangkutan telah dapat

menangkap maksudnya; sementara siswa yang lainnya

masih perlu dijelaskan lagi oleh guru. Pada saat guru

mengulangi penjelasan kepada teman-temannya itu,

mereka memiliki waktu terluang. Bila tidak diantisipasi

oleh guru, kadang-kadang waktu luang tersebut

dimanfaatkan untuk aktivitas sekehendaknya, misalnya

melempar benda-benda kecil kepada teman dekatnya,

mencubit teman kanan-kirinya, dan sebagainya.

Untuk menghindari hal-hal yang tidak dikehendaki,

dalam proses pembelajaran hendaknya guru dapat

memanfaatkan waktu luang siswa berbakat dengan

memberi materi pelajaran tambahan (materi pelajaran

berikutnya). Sehingga kalau terakumulasi semua,

mungkin materi pelajaran selama satu semester dapat

selesai dalam waktu 4 bulan; materi 6 tahun selesai

dalam waktu 4 tahun. Hal ini disebut dengan istilah

percepatan (akselerasi) belajar.

2) Prinsip Pengayaan (Enrichment)

Ada peserta didik berbakat yang tidak tertarik dengan

program percepatan belajar. Mereka kurang berminat

mempelajari materi berikutnya dan mendahului teman-

temannya. Mereka merasa lebih menikmati dengan

tetap berada bersama dengan teman sekelasnya. Materi

yang diberikan lebih diperdalam dan diperluas dengan

mengembangkan proses berfikir tingkat tinggi (analisis,

sintesis, evaluasi, dan pemecahan masalah). Siswa

berbakat tidak hanya mengembangkan proses berfikir

tingkat rendah (pengetahuan dan pemahaman), tetapi

16

Page 19: pedoman-khusus-03-pembelajaran

mereka lebih menonjol dalam proses berfikir tingkat

tinggi.

Hal ini menuntut guru agar dalam kegiatan

pembelajaran dapat memanfaatkan waktu luang dengan

cara memberi program-program pengayaan kepada

mereka, dengan mengembangkan proses berfikir

tingkat tinggi mereka.

d. Tunagrahita

1) Prinsip Kasih Sayang

Tunagrahita adalah peserta didik yang mengalami

kelainan dalam segi intelektual, inteligensi mereka di

bawah rata-rata. Akibatnya, dalam tugas-tugas

akademik yang menggunakan intelektual, mereka

sering mengalami kesulitan.

Dalam kegiatan pembelajaran, anak tunagrahita

membutuhkan kasih sayang yang tulus dari guru. Guru

hendaknya berbahasa yang lembut, sabar, rela

berkorban, dan memberi contoh perilaku yang baik,

ramah, dan supel, sehingga tumbuhl kepercayaan dari

siswa, yang pada akhirnya mereka memiliki semangat

untuk melakukan kegiatan dan menyelesaikan tugas-

tugas yang diberikan guru.

2) Prinsip Keperagaan

Kelemahan siswa tunagrahita antara lain adalah dalam

hal kemampuan berfikir abstrak, mereka sulit

membayangkan sesuatu. Dengan segala

17

Page 20: pedoman-khusus-03-pembelajaran

keterbatasannya itu, siswa tunagrahita akan lebih

mudah tertarik perhatiannya apabila dalam kegiatan

pembelajaran menggunakan benda-benda konkrit

maupun berbagai alat peraga (model) yang sesuai.

Hal ini menuntut guru agar dalam kegiatan

pembelajaran selalu mengaitkan relevansinya dengan

kehidupan nyata sehari-hari. Oleh karena itu, peserta

didik perlu dibawa ke lingkungan sosial, maupun

lingkungan alam. Bila tidak memungkinkan, guru dapat

membawa berbagai alat peraga.

3) Prinsip Habilitasi dan Rehabilitasi

Meskipun dalam bidang akademik anak tunagrahita

memiliki kemampuan yang terbatas, namun dalam

bidang-bidang lainnya mereka masih memiliki

kemampuan atau potensi yang masih dapat

dikembangkan.

Habilitasi adalah usaha yang dilakukan seseorang agar

anak menyadari bahwa mereka masih memiliki

kemampuan atau potensi yang dapat dikembangkan

meski kemampuan atau potensi tersebut terbatas.

Rehabilitasi adalah usaha yang dilakukan dengan

berbagai macam bentuk dan cara, sedikit demi sedikit

mengembalikan kemampuan yang hilang atau belum

berfungsi optimal. Dalam kegiatan pembelajaran, guru

hendaknya berusaha mengembangkan kemampuan

atau potensi anak seoptimal mungkin, melalui berbagai

cara yang dapat ditempuh.

18

Page 21: pedoman-khusus-03-pembelajaran

d. Tunadaksa

Prinsip yang perlu diperhatikan dalam pembelajaran bagi

peserta didik tunadaksa tidak lepas dari tiga bentuk

pelayanan, yaitu:

1. Pelayanan Medik

Sebelum masa sekolah terlebih dahulu harus

mendapatkan rekomendasi dari dokter agar tidak salah

penempatan.Hal ini meliputi

a) Menentukan bentuk terapi dan frekuensi latihan.

b) Menjalin kerjasama dengan guru yang berkaitan

dengan bentuk-bentuk pelayanan dengan tepat.

Contoh : posisi duduk, posisi menulis, posisi jalan dan

lain-lain.

19

Page 22: pedoman-khusus-03-pembelajaran

2. Pelayanan pendidikan

a) Mendorong siswa untuk pergi ke psikolog sampai

mendapatkan rekomendasi penempatan peserta didik

di sekolah. Contoh: Tunadaksa Ringan (D) atau

Tunadaksa Sedang (D1).

Sistem pendidikan yang berjenjang .

b) Pembuatan program pendidikan disesuaikan dengan

kondisi dan kebutuhan peserta didik.

3. Pelayanan Sosial dilakukan dalam upaya pengembangan

diri, dimana peserta didik dilatih bagaimana cara bergaul,

berkomunikasi. Sehingga peserta didik memiliki rasa

percaya diri.

e. Tunalaras

1) Prinsip Kebutuhan dan Keaktifan

Siswa Tunalaras selalu ingin memenuhi kebutuhan dan

keinginannya tanpa mempedulikan kepentingkan orang

lain. Untuk memenuhi kebutuhannya itu, ia menggunakan

kesempatan yang ada tanpa mengingat kepentingan orang

lain. Kalau perlu melanggar semua peraturan yang ada

meskipun ia harus mencuri misalnya. Hal ini jelas

merugikan baik diri sendiri maupun orang lain.

Oleh karena itu, guru hendaknya mendorong peserta didik

untuk lebih aktif agar dapat mengembangkan potensinya

secara optimal dengan mempertimbangkan norma-norma

sosial, agama, peraturan perundang-undangan yang

berlaku, sehingga dalam memenuhi kebutuhannya tidak

merugikan diri sendiri maupun orang lain.

20

Page 23: pedoman-khusus-03-pembelajaran

2) Prinsip Kebebasan yang Terarah

Siswa Tunalaras memiliki sikap tidak mau dikekang. Ia

selalu menggunakan peluang untuk berbuat sesuatu. Oleh

karena itu, guru harus memperhitungkan tindakan yang

akan dilakukannya dalam membina peserta didik yang

tuna laras. Di samping itu, guru hendaknya mengarahkan

dan menyalurkan segala perilaku anak ke arah positif yang

berguna, baik untuk diri sendiri maupun untuk orang lain.

3) Prinsip Penggunaan Waktu Luang

Siswa Tunalaras biasanya tidak bisa diam. Ada saja yang

dikerjakan, bahkan seolah-oleh mereka kekurangan waktu

sehingga lupa tidur, istirahat dan sebagainya. Oleh karena

itu, guru harus membimbing siswa dengan mengisi waktu

luangnya untuk kegiatan-kegiatan yang bermanfaat.

4) Prinsip Kekeluargaan dan Kepatuhan

Peserta didik Tunalaras biasanya berasal dari keluarga

yang tidak harmonis, atau hubungan orang tua retak

(broken home). Akibatnya emosinya kurang stabil, jiwanya

tidak tenang, rasa kekeluargaannya tidak berkembang,

merasa hidupnya tidak berguna. Akibat lebih jauh mereka

bersifat perusak, dan benci kepada orang lain.

Oleh karena itu, guru harus dapat menyelami peserta didik,

di mana letak ketidakselarasan kehidupan emosinya.

Selanjutnya, mengembalikannya kepada kehidupan emosi

yang tenang, laras, sehingga rasa kekeluargaannya

menjadi pulih kembali. Misalnya siswa disuruh membaca

cerita yang edukatif, memelihara binatang, tumbuh-

tumbuhan, dan sebagainya.

5) Prinsip Setia Kawan dan Idola serta Perlindungan

Karena tinggal di rumah tidak tahan, peserta didik

Tunalaras biasanya lari keluar rumah. Kemudian ia

bertemu dengan orang-orang (kelompok) yang dirasa

21

Page 24: pedoman-khusus-03-pembelajaran

dapat membuat dirinya merasa aman. Di dalam kelompok

tersebut ia merasa menemukan tempat berlindung

menggantikan orang tuanya, ia merasa tenteram, timbul

rasa setia kawan. Karena setianya kepada kelompok, ia

berbuat apa saja sesuai perintah ketua kelompoknya yang

dijadikan idolanya.

Oleh karena itu, guru hendaknya secara pelahan-lahan

berupaya menggantikan posisi ketua kelompoknya,

menjadi tokoh idola siswa, dengan cara melindungi siswa,

dan berangsur-angsur kelompoknya berganti dengan

teman-teman sekelasnya, dan setia kawannya berganti

kepada teman-teman sekelasnya, yang pada akhirnya

mereka akan merasa senang bersekolah.

6) Prinsip Minat dan Kemampuan

Guru harus memperhatikan minat dan kemampuan peserta

didik terutama yang berhubungan dengan pelajaran.

Jangan sampai karena tugas-tugas yang diberikan oleh

guru terlalu banyak, akhirnya justru mereka benci kepada

guru atau benci kepada pelajaran tertentu. Sebaliknya,

guru harus menggali minat dan kemampuan siswa

terhadap pelajaran, untuk dijadikan acuan untuk memberi

tugas-tugas tertentu. Dengan memberi tugas yang sesuai,

mereka akan merasa senang, yang pada akhirnya lama-

kelamaan mereka akan terbiasa belajar.

7) Prinsip Emosional, Sosial, dan Perilaku

Karena problem emosi yang disandang peserta didik

tunalaras, maka ia mengalami ketidaksinambungan emosi.

Akibatnya siswa berperilaku menyimpang baik secara

individual maupun secara sosial dalam pergaulan hidup

bermasyarakat.

Oleh karena itu, guru harus berusaha mengidentifikasi

problem emosi yang disandang anak, kemudian berupaya

menghilangkannya untuk diganti dengan sifat-sifat yang

22

Page 25: pedoman-khusus-03-pembelajaran

baik sesuai dengan norma-norma yang berlaku di

masyarakat, dengan cara diberi tugas-tugas tertentu, baik

secara individual maupun secara kelompok.

23

Page 26: pedoman-khusus-03-pembelajaran

8) Prinsip Disiplin

Pada umumnya siswa Tunalaras ingin memanfaatkan

kesempatan yang ada untuk memenuhi keinginannya,

tanpa mengindahkan norma-norma yang berlaku, sehingga

ia hidup lepas dari disiplin. Sikap ketidaktaatan dan lepas

dari aturan merupakan sikap hidupnya sehari-hari.

Oleh karena itu, guru perlu membiasakan siswa untuk

hidup teratur dengan selalu diberi keteladanan dan

pembinaan dengan sabar.

9) Prinsip Kasih Sayang

Siswa Tunalaras umumnya haus akan kasih sayang, baik

dari orang tua maupun dari keluarganya. Akibatnya siswa

akan selalu mencari kasih sayang dan menumpahkan

keluhannya di luar rumah. Kalau ia tidak menemukannya

akan menjadi agresif, cenderung hiperaktif, atau

sebaliknya ia menjadi rendah diri, pendiam, atau

menyendiri.

Oleh karena itu, pendekatan kasih sayang, dan kesabaran

yang dilakukan guru diharapkan dapat mengisi

kekosongan jiwa anak. Dengan pendekatan kasih sayang

akan membuat peserta didik merasa nyaman sehingga

mereka akan rajin ke sekolah dan merasa ada tempat

untuk mencurahkan perasaannya yang pada akhirnya

mereka akan patuh pada guru.

24

Page 27: pedoman-khusus-03-pembelajaran

BAB III

PELAKSANAAN KEGIATAN PEMBELAJARAN

Pelaksanaan kegiatan pembelajaran pada seting inklusif secara

umum sama dengan pelaksanaan kegiatan pembelajaran di kelas

umum. Namun demikian, karena di dalam seting inklusif terdapat

peserta didik yang sangat heterogen, maka dalam kegiatan

pembelajarannya di samping menerapkan prinsip-prinsip umum

juga harus mengimplementasikan prinsip-prinsip khusus sesuai

dengan kelainan peserta didik.

Kegiatan pembelajaran dalam seting inklusif akan berbeda baik

dalam strategi, kegiatan, media, dan metode. Dalam seting inklusif,

guru hendaknya dapat mengakomodasi semua kebutuhan siswa di

kelas yang bersangkutan termasuk membantu mereka memperoleh

pemahaman yang sesuai dengan gaya belajarnya masing-masing.

Hambatan belajar dapat berasal dari kesulitan menentukan strategi

belajar dan metode belajar lainnya sebagai akibat dari faktor-faktor

biologis, psikologis, lingkungan, atau gabungan dari beberapa faktor

tersebut. Sebagai contoh gangguan sensoris seperti hilangnya

penglihatan atau pendengaran, merupakan hambatan dalam

memperoleh masukan informasi dari luar. Disfungsi minimal otak

mungkin akan berakibat yang cukup serius terhadap konsentrasi.

Pelaksanaan kegiatan pembelajaran pada model kelas tertentu

mungkin berbeda dengan pelaksanaan kegiatan pembelajaran pada

model kelas yang lain. Pada model Kelas Reguler, bahan belajar

antara anak luar biasa dengan anak normal mungkin tidak berbeda

secara signifikan; namun pada model Kelas Reguler dengan Cluster,

bahan belajar antara siswa luar biasa dengan siswa normal biasanya

25

Page 28: pedoman-khusus-03-pembelajaran

tidak sama, bahkan antara sesama siswa luar biasa pun dapat

berbeda.

Oleh karena itu, setelah ditetapkan model penempatan siswa luar

biasa, yang perlu dilakukan berikutnya dalam pelaksanaan kegiatan

pembelajaran pada kelas inklusif antara lain seperti di bawah ini.

A. Merencanakan Kegiatan pembelajaran

1. Menetapkan Tujuan

Tujuan yang ingin dicapai merupakan tahap awal

merencanakan kegiatan pembelajaran.

2. Merencanakan Pengelolaan Kelas

a. Menentukan penataan ruang kelas sesuai dengan tujuan

pembelajaran;

b. Menentukan cara pengorganisasian siswa agar setiap

siswa dapat terlibat secara aktif dalam kegiatan

pembelajaran, misalnya:

1) Individual

2) Berpasangan

3) Kelompok kecil

4) Klasikal

3. Merencanakan Pengorganisasian Bahan

a. Menetapkan bahan utama (pokok) yang akan diajarkan;

b. Menentukan bahan pengayaan untuk siswa yang pandai;

c. Menentukan bahan remidi untuk siswa yang kurang

pandai

4. Merencanakan Pengelolaan Kegiatan

pembelajaran

a. Merumuskan tujuan pembelajaran;

b. Menentukan metode mengajar;

26

Page 29: pedoman-khusus-03-pembelajaran

c. Menentukan urutan/langkah-langkah mengajar, misalnya;

1) Pembukaan/apersepsi

2) Kegiatan inti

3) Penutup/evaluasi

27

Page 30: pedoman-khusus-03-pembelajaran

5. Merencanakan Penggunaan Sumber Belajar

a. Menentukan sumber bahan pelajaran (misalnya

Buku Paket, Buku Pelengkap, dan sebagainya)

b. Menentukan sumber belajar (misalnya globe,

foto, benda asli, benda tiruan, lingkungan alam, dan

sebagainya)

6. Merencanakan Penilaian

a. Menentukan bentuk penilaian (misalnya tes

lisan, tes tertulis, tes perbuatan);

b. Membuat alat penilaian (menuliskan soal-

soalnya);

c. Menentukan tindak lanjut

B. Melaksanakan Kegiatan pembelajaran

1. Berkomunikasi dengan siswa

a. Melakukan appersepsi;

b. Menjelaskan tujuan mengajar;

c. Menjelaskan isi/materi pelajaran;

d. Mengklarifikasi penjelasan apabila siswa salah mengerti

atau belum paham;

e. Menanggapi respon atau pertanyaan siswa;

f. Menutup pelajaran (misalnya merangkum, meringkas,

menyimpulkan, dan sebagainya).

2. Mengimplementasikan Metode, Sumber Belajar, dan

Bahan Latihan yang sesuai dengan Tujuan

Pembelajaran

a. Menggunakan metode mengajar yang bervariasi

(misalnya ceramah, tanya jawab, diskusi, pemberian tugas,

dan sebagainya);

28

Page 31: pedoman-khusus-03-pembelajaran

b. Menggunakan berbagai sumber belajar (misalnya globe,

foto, benda asli, benda tiruan, lingkungan alam, dan

sebagainya);

c. Memberikan tugas/latihan dengan memperhatikan

perbedaan individual;

d. Menggunakan ekspresi lisan dan atau penjelasan tertulis

yang dapat mempermudah siswa untuk memahami materi

yang diajarkan.

3. Mendorong siswa untuk terlibat secara aktif

a. Memberi kesempatan kepada siswa untuk terlibat secara

aktif (misalnya dengan mengajukan pertanyaan, memberi

tugas tertentu, mengadakan percobaan, berdiskusi secara

berpasangan atau dalam kelompok kecil, belajar

berkooperatif).

b. Memberi penguatan kepada siswa agar terus terlibat

secara aktif;

c. Memberikan pengayaan (tugas-tugas tambahan) kepada

siswa yang pandai;

d. Memberikan latihan-latihan khusus (remidi) bagi siswa

yang dianggap memerlukan

4. Mendemontrasikan penguasaan materi dan

relevansinya dalam kehidupan

a. Mendemontrasikan penguasaan materi pelajaran secara

meyakinkan (tidak ragu-ragu); dengan menggunakan

media yang sesuai.

b. Menjelaskan relevansinya materi pelajaran yang sedang

dipelajari dengan kehidupan sehari-hari

5. Mengelola waktu, ruang, bahan, dan perlengkapan

pengajaran

29

Page 32: pedoman-khusus-03-pembelajaran

a. Menggunakan waktu pengajaran secara efektif sesuai

dengan yang direncanakan;

b. Mengelola ruang kelas sesuai dengan karakteristik siswa

dan tujuan pembelajaran;

c. Menggunakan bahan pengajaran (misalnya bahan

praktikum) secara efesien;

d. Menggunakan perlengkapan pengajaran (misalnya

peralatan percobaan) secara efektif dan efesien.

6. Mengelola Pembelajaran Kelompok yang Kooperatif

Pembelajaran yang efektif berarti mengkombinasikan

berbagai pendekatan dalam pembelajaran yang disesuaikan

dengan kebutuhan peserta didik. Pembelajaran seperti ini

diharapkan dapat menjadikan kelas lebih hidup, penuh

tantangan dan menyenangkan.

Berbagai pendekatan dalam kelompok:

a. Pembelajaran langsung pada seluruh kelas

Pendekatan ini cocok untuk memperkenalkan berbagai

topik. Guru menyiapkan beberapa pertanyaan untuk

dijawab peserta didik sesuai dengan kemampuannya. Guru

dapat menggunakan kelas untuk bercerita atau

menunjukkan karya mereka seperti membuat puisi, lagu,

bercerita atau membuat permainan secara bersama-sama.

Guru harus berupaya menciptakan strategi pembelajaran

dengan materi yang sesuai yang dapat mengakomodasi

semua keragaman. Untuk dapat mendorong semua siswa

aktif, guru dapat memberikan tugas yang berbeda pada

setiap kelompok atau memberikan tugas yang sama

dengan hasil yang diharapkan berbeda.

b. Pembelajaran Individual

30

Page 33: pedoman-khusus-03-pembelajaran

Pembelajaran individual diberikan pada peserta didik

tertentu untuk membantu mereka menyelesaikan

masalahnya seperti pada peserta didik berbakat dengan

mendorong mereka memberikan tugas yang lebih

menantang.

c. Pembelajaran untuk kelompok kecil

Guru membagi peserta didik dalam kelompok kecil dengan

menggunakan strategi yang efektif yang dapat memenuhi

semua kebutuhan peserta didik. Guru dapat mendorong

peserta didik agar dapat bekerja lebih kooperatif.

Pembelajaran yang kooperatif

Pembelajaran yang kooperatif terjadi ketika peserta didik

berbagi tanggungjawab untuk mencapai tujuan bersama.

Guru hendaknya berupaya menghindari pembelajaran yang

kompetitif. Dalam pembelajaran kooperatif, guru

memegang peranan penting untuk menciptakan

lingkungan yang mendukung aktivitas belajar sehingga

peserta didik merasa mampu mengatasi permasalahan

mereka sendiri dan merasa dihargai.

Pembelajaran yang kooperatif dapat membantu peserta

didik meningkatkan pemahaman dan rasa senang memiliki

sikap positif terhadap diri sendiri, terhadap kelompoknya,

dan terhadap pekerjaannya. Setiap peserta didik

hendaknya diberi kesempatan untuk mengembangkan

berbagai keterampilannya seperti peserta didik perempuan

menjadi presenter, dan peserta didik laki-laki menjadi

notulis dan kegiatan lainnya sehingga mereka dapat

mengambil manfaat dari aktivitas kerja kelompok yang

kooperatif.

31

Page 34: pedoman-khusus-03-pembelajaran

7. Melakukan evaluasi

e. Melakukan penilaian selama proses kegiatan pembelajaran

berlangsung (baik secara lisan, tertulis, maupun

pengamatan);

f. Mengadakan tindak lanjut hasil penilaian. Tindak lanjut

diselenggarakan untuk jalan keluar agar kompetensi yang

ditargetkan tercapai.

C. Membina Hubungan Antar Pribadi

Layanan pembelajaran harus disertai dengan pembinaan

hubungan antar pribadi agar peserta didik sekaligus terpupuk

rasa kebersamaan, toleransi dan pengembangan diri lebih lanjut.

Hubungan antar pribadi yang baik yang dilakukan oleh guru akan

melancarkan proses pendidikan dan pemecahan masalah.

Bentuk-bentuk hubungan antar pribadi dapat diwujudkan dalam

bentuk:

1. Bersikap terbuka, toleran, dan simpati

terhadap siswa

a. Menunjukkan sikap terbuka (misalnya mendengarkan,

menerima, dan sebagainya) terhadap pendapat siswa;

b. Menunjukkan sikap toleran (mau mengerti) terhadap

siswa;

c. Menunjukkan sikap simpati (misalnya menunjukkan

hasrat untuk memberikan bantuan) terhadap

permasalahan/kesulitan yang dihadapi siswa;

d. Menunjukkan sikap santun tidak kasar (tidak mudah

marah) dan kasih sayang terhadap siswa

e. Menunjukan sikap kejujuran dalam melayani peserta

didik

32

Page 35: pedoman-khusus-03-pembelajaran

2. Menampilkan kegairahan dan

kesungguhan

a. Menunjukkan kegairahan dalam mengajar;

b. Merangsang minat siswa untuk belajar;

c. Memberikan kesan kepada siswa bahwa ia menguasai

bahan yang diajarkan

d. Memberikan kesan di hadapan siswa bahwa guru

sungguh-sungguh akan memberikan bantuan kepada

peserta didik

3. Mengelola interaksi antarpribadi

a. Memberikan penghargaan (reward) terhadap siswa yang

berhasil;

b. Memberikan bimbingan khusus terhadap siswa yang

belum berhasil;

c. Memberikan dorongan agar terjadi interaksi antar siswa;

d. Memberikan dorongan agar terjadi interaksi antara siswa

dengan guru

BAB IVEVALUASI KEGIATAN PEMBELAJARAN

A. Pengertian

Kegiatan penyelenggaraan pembelajaran disamping dievaluasi

dari aspek pencapaian dalam bentuk hasil belajar peserta didik,

juga harus pula dievaluasi program kegiatan pembelajaran itu

sendiri sebagai kegiatan yang dilaksanakan oleh guru. Dengan

33

Page 36: pedoman-khusus-03-pembelajaran

demikian evaluasi kegiatan pembelajaran lebih ditujukan untuk

menilai apakah desain kegiatan tersebut efektif dan tepat

dijalankan agar menghasilkan sistem penyelenggaraan

pendidikan yang bermutu.

Bagi guru, evaluasi tidak terbatas pada penilaian hasil belajar

saja tetapi juga penilaian program kegiatan pembelajaran.

Sehingga penilaian dalam hal ini berhubungan dengan

perancangan pembelajaran dari sisi program.

B. Strategi evaluasi kegiatan pembelajaran.

Kegiatan pembelajaran harus dievaluasi apakah materi bahan

ajar telah sesuai, strategi penyajiannya cocok dengan bahan

ajar dan karakter siswa, apakah gurunya telah melaksanakan

kegiatan pembelajaran sesuai dengan kaidah dan sebagainya

sehingga kegiatan pembelajaran yang diprogramkan memang

benar-benar sesuai dengan tuntutan.

Strategi evaluasi kegiatan yang bisa ditempuh misalnya dengan

secara sederhana menggunakan instrumen yang dapat

dikembangkan sendiri. Contoh misalnya untuk mengevaluasi

apakah kegiatan pembelajaran yang telah dijalani sudah

menerapkan pembelajaran aktif, maka dengan instrumen di

bawah ini dapat dievaluasi. Adapun contoh instrumen evaluasi

yang dimaksud adalah sebagai berikut:

34

Page 37: pedoman-khusus-03-pembelajaran

INTRUMEN INDIKATOR ADANYA PEMBELAJARAN AKTIF

Petunjuk:Isilah kolom di bawah ini dengan ya atau tidak sesuai dengan hasil amatan Bapak/ibu terhadap guru yang sedang mengajar.

Nama guru : Sekolah :Mata pelajaran : Kelas :Tanggal : Nama Pengawas:

Pertanyaan Ya Tidak

1. apakah susunan meja kursi siswa lurus ke depan (konvensional) bukan tapal kuda, berkelompok atau

leter U2. apakah meja guru persis di depan kelas/meja murid3. apakah guru lebih banyak waktu duduk di kursi

daripada berjalan-jalan di kelas4. apakah guru dalam mengajar dilakukan dari atas podium atau didepan kelas tidak secara berkeliling 5. apakah materi ajar dapat dan boleh diakses oleh siswa6. apakah materi yang disiapkan menekankan pembelajaran Individual7. apakah materi yang dicakup dalam kurikulum telah sesuai dengan tujuan umum yang direncanakan8. apakah guru dalam menanggapi komplen/protes siswa sering kurang perhatian dan terlihat bosan9. apakah guru juga melakukan pengembangan prosedur, metode, rekayasa untuk membantu siswa menguasai materi pelajaran10. apakah guru menampakan sikap mengecilkan arti interaksi antara guru dengan siswanya11. apakah guru kurang memperhatikan terjadinya interaksi antar siswa dalam kelas12. apakah guru menutup pintu sehingga tidak terjadi interaksi dengan luar kelas

35

Page 38: pedoman-khusus-03-pembelajaran

CEKLIS PENYAJIAN PELAJARAN

Petunjuk:Isilah dengan ya atau tidak kolom di bawah ini secara lengkap selanjutnya jumlahkanlah ceklist ya dan ceklist tidak ketika guru yang Bapak/Ibu/sdr observasi sedang mengajar.

Nama guru : Sekolah :Mata pelajaran : Kelas :Tanggal : Nama Pengawas:

No PERNYATAAN YA Tidak

1. SELEKSI SUMBER BELAJAR- Sesuai dengan tujuan- Terkait dengan kemampuan siswa- Menarik perhatian- Bervariasi sesuai dengan perbedaan siswa- Akurat dan up to date

- Mudah ditemukan oleh siswa dan murahSELEKSI DALAM STRATEGI MENGAJAR- benar dan sesuai dengan karakter siswa- sesuai dengan kemampuan guru- cocok dengan mata pelajaran- cocok dengan waktu yang tersedia

- sesuai dengan tujuanPENYELENGGARAAN PELAJARAN- ada perencanaan yang tertulis- guru memperlihatkan percaya diri- guru memahami apa yang terjadi seluruh

kelas- guru mengkomunikasikan tujuan kepada

siswa- diikuti dengan kegiatan belajar di luar kelas- siswa sibuk dengan tugas kegiatan

pembelajaran- materi dan perlengkapan belajar siap

tersedia- guru mengembangkan skill pada siswa- guru memberikan peluang untuk feedback

dan mau menindaklanjuti- guru menggunakan pertanyaan secara efektif- guru bervariasi dalam mengajar- guru membuat aktivitas kelompok dan

individual dalam kelas- guru memberikan tugas sesuai dengan

perbedaan individu siswa

36

Page 39: pedoman-khusus-03-pembelajaran

- guru dalam mengajar memanfaatkan tidak hanya satu sensor penerima pelajaran

tahuimatrik yang membandingkan antara kegiatan yang telah dijalani dengan standar yang ideal. Pembandingan antara kegiatan

BAB VPENUTUP

Tugas utama guru dalam penyelenggaraan kegiatan pembelajaran

adalah mendesain kegiatan pembelajaran yang sesuai dengan

penempatan yang dipilih serta standar yang ditargetkan. Dalam

melaksanakan desain kegiatan pembelajaran ini prinsip-prinsip yang

ada harus diperhatikan secara penuh agar model kegiatan

pembelajaran mempunyai karakter sebagai bentuk layanan

pendidikan bagi peserta didik yang mempunyai kebutuhan khusus.

Mengabaikan karakter peserta didik dalam perancangan kegiatan

pembelajaan akan berakibat layanan pembelajaran tidak lagi

bercorak inklusi dan akibat lebih lanjut adalah peserta didik yang

berkebutuhan khusus tidak mampu mengikuti kegiatan

pembelajaran sekolah umum.

Dalam desain kegiatan pembelajaran, guru mengawali dengan

merumuskan tujuan, menetapkan materi yang nantinya disesuaikan

dengan peserta didik dengan kebutuhan khusus, menentukan

strategi penyampaian materi dengan menggunakan secara

maksimal sumber daya yang tersedia serta melakukan evaluasi

dengan disertai tindak lanjut.

37