pedoman-khusus-03-pembelajaran
-
Upload
foredi-manjakani -
Category
Documents
-
view
357 -
download
4
description
Transcript of pedoman-khusus-03-pembelajaran
PEDOMAN KHUSUSPENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF
KEGIATAN PEMBELAJARAN
DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONALDIREKTORAT JENDERAL
MANAJEMEN PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAHDIREKTORAT PEMBINAAN SEKOLAH LUAR BIASA
TAHUN 2007
1
KATA PENGANTAR
Dalam rangka mensukseskan program Wajib Belajar Pendidikan Dasar Sembilan Tahun dan
perwujudan hak azasi manusia, layanan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus perlu lebih
ditingkatkan.
Selama ini pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus lebih banyak di selenggarakan secara
segregasi di Sekolah Luar Biasa (SLB) dan Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB). Sementara itu lokasi
SLB dan SDLB pada umumnya berada di ibu kota kabupaten, padahal anak-anak berkebutuhan khusus
banyak tersebar hampir di seluruh daerah (Kecamatan/Desa). Akibatnya sebagian anak berkebutuhan
khusus tersebut tidak bersekolah karena lokasi SLB dan SDLB yang ada jauh dari tempat tinggalnya,
sedangkan sekolah umum belum memiliki kesiapan untuk menerima anak berkebutuhan khusus
karena merasa tidak mampu untuk memberikan pelayanan kepada ABK di sekolahnya.
Untuk itu perlu dilakukan terobosan dengan memberikan kesempatan dan peluang kepada anak
berkebutuhan khusus untuk memperoleh pendidikan di sekolah umum (SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA,
dan SMK/MAK), yang disebut “Pendidikan Inklusif”. Untuk meningkatkan pengetahuan dan
keterampilan dalam implementasi pendidikan inklusif, maka pemerintah melalui Direktorat Pembinaan
Sekolah Luar Biasa menyusun naskah Prosedur Operasi Standar Pendidikan Inklusif. Selanjutnya,
dari naskah ini dikembangkan ke dalam beberapa pedoman, yaitu:
1. Pedoman Umum Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif
2. Pedoman Khusus Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif, yaitu:1. Pedoman Khusus Identifikasi Anak Berkebutuhan Khusus.2. Pedoman Khusus Pengembangan Kurikulum.3. Pedoman Khusus Kegiatan pembelajaran.4. Pedoman Khusus Penilaian.5. Pedoman Khusus Manajemen Sekolah.6. Pedoman Khusus Pengadaan dan Pembinaan Tenaga Pendidik.7. Pedoman Khusus Pemberdayaan Sarana dan Prasarana 8. Pedoman Khusus Pemberdayaan Masyarakat.9. Pedoman Khusus Bimbingan dan Konseling
3. Suplemen Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif, yaitu:1) Model Program Pembelajaran Individual2) Model Modifikasi Bahan Ajar3) Model Rencana Program Pembelajran4) Model Media Pembelajaran5) Model Program Tahunan6) Model Laporan Hasil Belajar (Raport)
Jakarta, Juni 2007Direktur Pembinaan Sekolah Luar Biasa
Ekodjatmiko SukarsoNIP. 130804827
KATA SAMBUTAN
1
Kebijakan pemerintah dalam penuntasan Wajib Belajar Pendidikan Dasar Sembilan Tahun
disemangati oleh seruan Internasional Education For All (EFA) yang dikumandangkan UNESCO
sebagai kesepakatan global hasil World Education Forum di Dakar, Sinegal Tahun 2000, penuntasan
EFA diharapkan tercapai pada Tahun 2015.
Seruan ini senafas dengan semangat dan jiwa Pasal 31 UUD 1945 tentang hak setiap warga
negara untuk memperoleh pendidikan dan Pasal 32 UU Sisdiknas Nomor 20 Tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional yang mengatur mengenai pendidikan khusus dan pendidikan layanan
khusus.
Sedang pemerataan kesempatan belajar bagi anak berkebutuhan khusus dilandasi pernyataan
Salamanca Tahun 1994. Pernyataan Salamanca ini merupakan perluasan tujuan Education Fol All
dengan mempertimbangkan pergeseran kebijakan mendasar yang diperlukan untuk menggalakkan
pendekatan pendidikan inklusif. Melalui pendidikan inklusif ini diharapkan sekolah-sekolah reguler
dapat melayani semua anak, termasuk mereka yang memiliki kebutuhan pendidikan khusus. Di
Indonesia melalui Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 002/U/1986 telah dirintis
pengembangan sekolah penyelenggaraan pendidikan inklusif yang melayani Penuntasan Wajib
Belajar bagi peserta didik yang berkebutuhan khusus.
Pendidikan terpadu yang ada pada saat ini diarahkan untuk menuju pendidikan inklusif
sebagai wadah yang ideal yang diharapkan dapat mengakomodasikan pendidikan bagi semua,
terutama anak-anak yang memiliki kebutuhan pendidikan khusus selama ini masih belum terpenuhi
haknya untuk memperoleh pendidikan layaknya seperti anak-anak lain. Sebagai wadah yang ideal,
pendidikan inklusif memiliki empat karakteristik makna yaitu: (1) Pendidikan Inklusif adalah proses
yang berjalan terus dalam usahanya menemukan cara-cara merespon keragaman individu anak, (2)
Pendidikan inklusif berarti memperoleh cara-cara untuk mengatasi hambatan-hambatan anak dalam
belajar, (3) Pendidikan inklusif membawa makna bahwa anak mendapat kesempatan utuk hadir (di
sekolah), berpartisipasi dan mendapatkan hasil belajar yang bermakna dalam hidupnya, dan (4)
Pendidikan inklusif diperuntukkan bagi anak-anak yang tergolong marginal, esklusif dan membutuhkan
layanan pendidikan khusus dalam belajar.
Akses pendidikan dengan memperhatikan kriteria yang terkandung dalam makna inklusif
masih sangat sulit dipenuhi. Oleh karena itu kebijakan pemerintah dalam melaksanakan usaha
pemerataan kesempatan belajar bagi anak berkebutuhan khusus baru merupakan rintisan awal
menuju pendidikan inklusi. Sistem pendekatan pendidikan inklusif diharapkan dapat menjangkau
semua anak yang tersebar di seluruh nusantara.
Untuk itu, maka kebijakan Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah,
Departemen Pendidikan Nasional dalam penuntasan Wajib Belajar Pendidikan Dasar bagi anak yang
memerlukan layanan pendidikan khusus diakomodasi melalui pendekatan ”Pendidikan Inklusif”.
Melalui pendidikan ini, penuntasan Wajib Belajar dapat diakselerasikan dengan berpedoman pada
azas pemerataan serta peningkatan kepedulian terhadap penanganan anak yang memerlukan layanan
pendidikan khusus.
2
Sebagai embrio, pendidikan terpadu menuju pendidikan inklusif telah tumbuh di berbagai
kalangan masyarakat. Ini berarti bahwa tanggungjawab penuntasan wajib belajar utamanya bagi anak
yang memiliki kebutuhan pendidikan khusus telah menjadi kepedulian dari berbagai pihak sehingga
dapat membantu anak-anak yang berkebutuhan khusus dalam mengakses pendidikan melalui
”belajar untuk hidup bersama dalam masyarakat yang inklusif”.
Agar dalam pelaksanaan program pendidikan inklusif dapat berjalan sesuai dengan yang
diharapkan, maka Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah melalui Direktorat
Pembinaan Sekolah Luar Biasa telah menyusun pedoman pendidikan inklusif.
Akhirnya, ucapan terima kasih kami sampaikan kepada semua pihak yang telah membantu
dalam penyusunan buku pedoman ini dan semoga buku ini dapat bermanfaat serta berguna bagi
semua pihak.
Jakarta, Juni 2007Direktur Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan menengah
Prof. H. Suyanto, Ph. DNIP. 130606377
3
DAFTAR ISI
PRAKATA
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ………………………………………………………….
B. Tujuan Penulisan Buku …………………………………………………
BAB II. PERENCANAAN KEGIATAN BELAJAR
A. Rancangan Pembelajaran………………………………………………
B. Prinsip-prinsip Pembelajaran
BAB III. PELAKSANAAN KEGIATAN PEMBELAJARAN
A. Merencanakan Kegiatan pembelajaran
B. Pelaksanaan Kegiatan Pembelajaran
C. Membina Hubungan Antar Pribadi
BAB IV. PENUTUP
4
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kegiatan pembelajaran merupakan inti dari pelaksanaan
kurikulum. Mutu pendidikan dan atau mutu lulusan banyak
dipengaruhi oleh mutu kegiatan pembelajaran. Jika mutu
kegiatan pembelajarannya bagus, dapat diprediksi bahwa
mutu lulusan bagus; atau sebaliknya, jika mutu kegiatan
pembelajarannya tidak bagus, maka mutu lulusannya juga
tidak bagus. Oleh karena itu pelaksanaan kegiatan
pembelajaran harus dirancang dengan baik, disesuaikan
dengan kemampuan dan kebutuhan setiap individu siswa dan
didukung oleh kompetensi guru, media, sumber dan strategi
pembelajaran yang memadai, sesuai dengan Standar
Pelayanan Minimal.
Seiring dengan kemajuan jaman, sudah banyak pembaharuan
sistem strategi dan kelembagaan yang melayani peserta didik
berkebutuhan khusus. Pada masa-masa sebelumnya bentuk
kelembagaan yang melayani pendidikan bagi peserta didik
berkebutuhan khusus masih banyak yang bersifat segregasi
(eksklusi) yang terpisah dari masyarakat. Tetapi memasuki
akhir milenium dua, visi dan misi kelembagaan sudah
cenderung lebih humanis dan terintegrasi (inklusi) dengan
masyarakat.
Pendidikan inklusif adalah suatu bentuk sistem pendidikan di
mana peserta didik berkebutuhan khusus merupakan bagian
yang tidak terpisahkan dari masyarakat dan oleh karena itu
strategi pembelajarannya disesuaikan dengan kebutuhan dan
karekteristik individu peserta didik.
5
Fakta menunjukkan bahwa di sekolah penyelenggara
pendidikan inklusif para siswa memiliki kemampuan yang
heterogen, karena peserta didik di sekolah penyelenggara
pendidikan inklusif di samping anak-anak normal juga
terdapat anak-anak berkebutuhan khusus. Peserta didik
berkebutuhan khusus ini memiliki keragaman kelainan baik
fisik, intelektual, sosial, emosional, dan atau sensoris
neurologis.
Pembelajaran di sekolah penyelenggara pendidikan inklusif
yang kemampuan siswanya sangat heterogen, berbeda
dengan pembelajaran di sekolah umum yang memiliki
kemampuan homogen. Para guru umum, pada umumnya
tidak dipersiapkan untuk mengajar siswa yang mengalami
kelainan atau berkebutuhan khusus, sehingga sering kali
mengalami kesulitan ketika berhadapan dengan anak
berkebutuhan khusus.
Sehubungan dengan permasalahan di atas, maka sebagai
langkah awal perlu disusun Buku Pedoman Kegiatan
pembelajaran, yang diharapkan dapat dipergunakan oleh para
guru yang bertugas pada sekolah penyelenggara pendidikan
inklusif.
B. TUJUAN PENULISAN BUKU
Buku ini ditulis dengan tujuan sebagai bahan acuan bagi para
pembaca, terutama para pembina dan praktisi dalam
merancang, melaksanakan, dan mengevaluasi kegiatan
pembelajaran di sekolah – sekolah penyelenggara pendidikan
inklusif.
6
7
BAB II
PERENCANAAN KEGIATAN PEMBELAJARAN
A. Rancangan Pembelajaran
Kegiatan pembelajaran hendaknya dirancang sesuai dengan
kebutuhan peserta didik, kemampuan dan karakteristik peserta
didik, serta mengacu kepada kurikulum yang dikembangkan.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam merancang kegiatan
pembelajaran pada sekolah penyelenggara pendidikan inklusif
antara lain seperti di bawah ini.
1. Menyusun Rencana Pembelajaran
a. Menetapkan tujuan
b. Merencanakan pengelolaan kelas; termasuk mengatur
lingkungan fisik dan sosial
c. Menetapakan dan pengorganisasian bahan/materi; topik
apa yang ingin diajarkan kepada peserta didik
d. Merencanakan strategi pendekatan kegiatan
pembelajaran; bagaimana bentuk kegiatannya, apakah
peserta didik mendapat kesempatan untuk berperan aktif
dalam pembelajaran
e. Merencanakan prosedur kegiatan pembelajaran;
bagaimana bentuk dan urutan kegiatannya, apakah
kegiatan itu sesuai untuk semua peserta didik, dan
bagaimana peserta didik mencatat, mendokumentasikan,
dan menampilkan hasil belajarnya
f. Merencanakan penggunaan sumber dan media belajar;
sumber belajar mana yang akan digunakan, media apa
yang sesuai dan tidak membahayakan peserta didik.
g. Merencanakan penilaian; bagaimana cara peserta didik
telah menyelesaikan tugasnya dalam suatu proses
8
pembelajaran, dan apa bentuk tindak lanjut yang
diinginkan.
2. Melaksanakan kegiatan pembelajaran
a. Melaksanakan apersepsi
b. Menyajikan materi/bahan pelajaran
c. Mengimplementasikan metode, sumber/media belajar,
dan bahan latihan yang sesuai dengan kemampuan awal
dan karakteristik siswa, serta sesuai dengan kompetensi
pembelajaran
d. Mendorong siswa untuk terlibat secara aktif
e. Mendemontrasikan penguasaan materi pelajaran dan
relevansinya dalam kehidupan
f. Mengelola pembelajaran kelompok yang kooperatif
g. Membina hubungan antarpribadi, bersikap terbuka,
toleran, dan simpati terhadap siswa, menampilkan
kegairahan dan kesungguhan, dan mengelola interaksi
antarpribadi.
3. Melaksanakan evaluasi
a. Melakukan penilaian selama kegiatan pembelajaran
berlangsung dan setelah kegiatan pembelajaran selesai,
baik secara lisan, tertulis, maupun melalui pengamatan
b. Bagi peserta didik yang memiliki kemampuan di bawah
rata-rata, penilaian dilakukan dengan membandingkan
prestasi yang telah dicapai dengan prestasi sebelumnya
c. Mengadakan tindak lanjut dalam bentuk remidi atau
pengayaan
B. Prinsip-prinsip Pembelajaran
9
Kegiatan pembelajaran dilaksanakan dengan maksud agar
peserta didik menguasai kompetensi dasar mata pelajaran. Agar
kompetensi dasar dapat tercapai secara tuntas guru perlu
memperhatikan prinsip-prinsip pembelajaran. Prinsip-prinsip
pembelajaran di kelas inklusi secara umum sama dengan prinsip-
prinsip pembelajaran yang berlaku bagi peserta didik pada
umumnya. Namun demikian, karena di dalam kelas inklusif
terdapat peserta didik dengan kebutuhan khusus yang
mengalami kelainan baik fisik, intelektual, sosial, emosional, dan
atau sensoris neurologis, maka guru yang mengajar di kelas
inklusif di samping menerapkan prinsip-prinsip umum
pembelajaran juga harus mengimplementasikan prinsip-prinsip
pembelajaran khusus sesuai dengan kebutuhan dan karakteristik
anak berkebutuhan khusus.
1. Prinsip Umum
a. Prinsip motivasi
Guru harus senantiasa memberikan motivasi kepada siswa
agar tetap memiliki gairah dan semangat yang tinggi
dalam mengikuti kegiatan pembelajaran.
b. Prinsip latar/konteks
Guru perlu mengenal siswa secara mendalam,
menggunakan contoh, memanfaatkan sumber belajar
yang ada di lingkungan sekitar, dan semaksimal mungkin
menghindari pengulangan-pengulangan materi pengajaran
yang sebenarnya tidak terlalu perlu bagi peserta didik.
c. Prinsip keterarahan
Setiap akan melakukan kegiatan pembelajaran, guru
harus merumuskan tujuan secara jelas, menyiapkan bahan
dan alat yang sesuai, serta mengembangkan strategi
pembelajaran yang tepat
d. Prinsip hubungan sosial
10
Dalam kegiatan pembelajaran, guru perlu mengembangkan
strategi pembelajaran yang mampu mengoptimalkan
interaksi antara guru dengan siswa, siswa dengan siswa,
interaksi dengan lingkungan, serta interaksi banyak arah.
e. Prinsip belajar sambil bekerja
Dalam kegiatan pembelajaran, guru harus banyak memberi
kesempatan kepada anak untuk melakukan praktek atau
percobaan, serta menemukan sesuatu melalui
pengamatan, penelitian, dan sebagainya.
f.Prinsip individulisasi
Guru perlu mengenal kemampuan awal dan karakteristik
setiap peserta didik secara mendalam, baik tingkat
kemampuan dalam menyerap materi pelajaran, kecepatan
dalam belajar, serta perilaku penting lainnya, sehingga
setiap kegiatan pembelajaran masing-masing peserta didik
mendapat perhatian dan perlakuan yang sesuai.
g. Prinsip menemukan
Guru perlu mengembangkan strategi pembelajaran yang
mampu mendorong anak untuk terlibat secara aktif, baik
fisik, mental, sosial, dan atau emosional.
h. Prinsip pemecahan masalah
Guru hendaknya sering mengajukan berbagai
persoalan/problem yang ada di lingkungan sekitar, dan
peserta didik terlatih untuk merumuskan, mencari data,
menganalisis, dan memecahkannya sesuai dengan
kemampuannnya.
2. Prinsip Khusus
a. Tunanetra
1) Prinsip Kekonkritan
11
Peserta didik Tunanetra belajar terutama melalui
pendengaran dan perabaan. Bagi mereka, untuk
mengerti dunia sekelilingnya harus bekerja dengan
benda–benda konkrit yang dapat diraba dan dapat
dimanipulasikan. Melalui observasi perabaan benda–
benda riil, dalam tempatnya yang alamiah, mereka
dapat memahami bentuk, ukuran, berat, kekerasan,
sifat–sifat permukaan, kelenturan, suhu dan sebagainya.
Dengan menyadari kondisi seperti ini, dalam proses
pembelajaran guru dituntut semaksimal mungkin dapat
menggunakan benda–benda konkrit sebagai alat bantu
atau media dan sumber pencapaian tujuan
pembelajaran.
2) Prinsip Pengalaman yang menyatu
Pengalaman visual cenderung menyatukan informasi.
Seorang peserta didik normal yang masuk ke toko, tidak
saja melihat rak–rak dan benda–benda riil, tetapi juga
dalam sekejap mampu melihat hubungan antara rak–rak
dengan benda–benda di ruangan. peserta didik
Tunanetra tidak mengerti hubungan–hubungan ini
kecuali jika guru menyajikannya dengan mengajar
peserta didik untuk ”mengalami” suasana tersebut
secara nyata dan menerangkan hubungan – hubungan
tersebut.
3) Prinsip belajar sambil melakukan
Prinsip ini sebenarnya tidak jauh berbeda dengan
prinsip belajar sambil bekerja. Perbedaannya adalah
bagi peserta didik Tunanetra melakukan sesuatu adalah
pengalaman nyata yang tidak mudah terlupakan seperti
anak normal melihat sesuatu sebagai kebutuhan utama
12
dalam menangkap informasi. Peserta didik normal
belajar mengenai keindahan lingkungan cukup hanya
dengan melihat gambar atau foto. Peserta didik
Tunanetra menuntut penjelasan dan pengalaman secara
langsung di lingkungan nyata.
Prinsip ini menuntut guru agar dalam proses
pembelajaran tidak hanya bersifat informatif akan tetapi
semaksimal mungkin peserta didik diajak ke dalam
situasi nyata sesuai dengan tuntutan tujuan yang ingin
dicapai dan karakter bahan yang diajarkannya.
13
b. Tunarungu/Gangguan Komunikasi
1) Prinsip keterarahan wajah
Siswa Tunarungu adalah peserta didik yang mengalami
gangguan pendengarannya (kurang dengar atau bahkan
tuli). Sehingga organ pendengarannya kurang/tidak
berfungsi dengan baik. Bagi yang sudah terlatih, mereka
dapat berkomunikasi dengan orang lain dengan cara
melihat gerak bibir (lip reading) lawan bicaranya. Oleh
karena itu ada yang menyebut peserta didik Tunarungu
dengan istilah ”permata”. Karena matanya seolah–olah
tanpa berkedip melihat gerak bibir lawan bicaranya.
Prinsip ini menuntut guru ketika memberi penjelasan
hendaknya menghadap ke peserta didik (face to face)
sehingga anak dapat melihat gerak bibir guru.
Demikian pula halnya dengan peserta didik yang
mengalami gangguan komunikasi, karena organ
bicaranya kurang berfungsi sempurna, akibatnya
bicaranya sulit dipahami (karena kurang sempurna) oleh
lawan bicaranya. Agar guru dapat memahaminya, maka
peserta didik diminta menghadap guru (face to face)
ketika berbicara.
2) Prinsip keterarahan suara
Setiap kali ada suara/bunyi, pasti ada sumber
suara/bunyinya. Dengan sisa pendengarannya, peserta
didik hendaknya dibiasakan mengkonsentrasikan sisa
pendengarannya ke arah sumber suara/bunyi, sehingga
peserta didik dapat merasakan adanya getaran suara.
Suara/bunyi yang dihayatinya sangat membantu proses
14
pembelajaran peserta didik terutama dalam
pembentukan sikap, pribadi, tingkah laku, dan
perkembangan bahasanya.
Dalam proses pembelajaran, ketika berbicara, guru
hendaknya menggunakan lafal/ejaan yang jelas dan
cukup keras, sehingga arah suaranya dapat dikenali
siswanya.
Demikian pula, bagi peserta didik yang mengalami
gangguan komunikasi, agar bicaranya dapat dipahami
oleh lawan bicaranya maka peserta didik hendaknya
ketika berbicara selalu menghadap ke arah lawan
bicaranya agar suaranya terarah.
3) Prinsip Keperagaan
Peserta didik tunarungu karena mengalami gangguan
organ pendengarannya maka mereka lebih banyak
menggunakan indera penglihatannya dalam belajar.
Oleh karaena itu, proses pembelajaran hendaknya
disertai peragaan (menggunakan alat peraga) agar lebih
mudah dipahami siswanya, disamping dapat menarik
perhatiannya
c. Anak Berbakat
1) Prinsip Percepatan (Akselerasi) Belajar
Anak berbakat adalah anak yang memiliki kemampuan
(inteligensi), kreativitas, dan tanggung jawab (task
commitment) terhadap tugas di atas rerata anak-anak
seusianya. Salah satu karakteristik yang sangat
menonjol adalah mereka memiliki kecepatan belajar di
15
atas kecepatan belajar anak seusianya. Dengan
mempelajari sekali saja, yang bersangkutan telah dapat
menangkap maksudnya; sementara siswa yang lainnya
masih perlu dijelaskan lagi oleh guru. Pada saat guru
mengulangi penjelasan kepada teman-temannya itu,
mereka memiliki waktu terluang. Bila tidak diantisipasi
oleh guru, kadang-kadang waktu luang tersebut
dimanfaatkan untuk aktivitas sekehendaknya, misalnya
melempar benda-benda kecil kepada teman dekatnya,
mencubit teman kanan-kirinya, dan sebagainya.
Untuk menghindari hal-hal yang tidak dikehendaki,
dalam proses pembelajaran hendaknya guru dapat
memanfaatkan waktu luang siswa berbakat dengan
memberi materi pelajaran tambahan (materi pelajaran
berikutnya). Sehingga kalau terakumulasi semua,
mungkin materi pelajaran selama satu semester dapat
selesai dalam waktu 4 bulan; materi 6 tahun selesai
dalam waktu 4 tahun. Hal ini disebut dengan istilah
percepatan (akselerasi) belajar.
2) Prinsip Pengayaan (Enrichment)
Ada peserta didik berbakat yang tidak tertarik dengan
program percepatan belajar. Mereka kurang berminat
mempelajari materi berikutnya dan mendahului teman-
temannya. Mereka merasa lebih menikmati dengan
tetap berada bersama dengan teman sekelasnya. Materi
yang diberikan lebih diperdalam dan diperluas dengan
mengembangkan proses berfikir tingkat tinggi (analisis,
sintesis, evaluasi, dan pemecahan masalah). Siswa
berbakat tidak hanya mengembangkan proses berfikir
tingkat rendah (pengetahuan dan pemahaman), tetapi
16
mereka lebih menonjol dalam proses berfikir tingkat
tinggi.
Hal ini menuntut guru agar dalam kegiatan
pembelajaran dapat memanfaatkan waktu luang dengan
cara memberi program-program pengayaan kepada
mereka, dengan mengembangkan proses berfikir
tingkat tinggi mereka.
d. Tunagrahita
1) Prinsip Kasih Sayang
Tunagrahita adalah peserta didik yang mengalami
kelainan dalam segi intelektual, inteligensi mereka di
bawah rata-rata. Akibatnya, dalam tugas-tugas
akademik yang menggunakan intelektual, mereka
sering mengalami kesulitan.
Dalam kegiatan pembelajaran, anak tunagrahita
membutuhkan kasih sayang yang tulus dari guru. Guru
hendaknya berbahasa yang lembut, sabar, rela
berkorban, dan memberi contoh perilaku yang baik,
ramah, dan supel, sehingga tumbuhl kepercayaan dari
siswa, yang pada akhirnya mereka memiliki semangat
untuk melakukan kegiatan dan menyelesaikan tugas-
tugas yang diberikan guru.
2) Prinsip Keperagaan
Kelemahan siswa tunagrahita antara lain adalah dalam
hal kemampuan berfikir abstrak, mereka sulit
membayangkan sesuatu. Dengan segala
17
keterbatasannya itu, siswa tunagrahita akan lebih
mudah tertarik perhatiannya apabila dalam kegiatan
pembelajaran menggunakan benda-benda konkrit
maupun berbagai alat peraga (model) yang sesuai.
Hal ini menuntut guru agar dalam kegiatan
pembelajaran selalu mengaitkan relevansinya dengan
kehidupan nyata sehari-hari. Oleh karena itu, peserta
didik perlu dibawa ke lingkungan sosial, maupun
lingkungan alam. Bila tidak memungkinkan, guru dapat
membawa berbagai alat peraga.
3) Prinsip Habilitasi dan Rehabilitasi
Meskipun dalam bidang akademik anak tunagrahita
memiliki kemampuan yang terbatas, namun dalam
bidang-bidang lainnya mereka masih memiliki
kemampuan atau potensi yang masih dapat
dikembangkan.
Habilitasi adalah usaha yang dilakukan seseorang agar
anak menyadari bahwa mereka masih memiliki
kemampuan atau potensi yang dapat dikembangkan
meski kemampuan atau potensi tersebut terbatas.
Rehabilitasi adalah usaha yang dilakukan dengan
berbagai macam bentuk dan cara, sedikit demi sedikit
mengembalikan kemampuan yang hilang atau belum
berfungsi optimal. Dalam kegiatan pembelajaran, guru
hendaknya berusaha mengembangkan kemampuan
atau potensi anak seoptimal mungkin, melalui berbagai
cara yang dapat ditempuh.
18
d. Tunadaksa
Prinsip yang perlu diperhatikan dalam pembelajaran bagi
peserta didik tunadaksa tidak lepas dari tiga bentuk
pelayanan, yaitu:
1. Pelayanan Medik
Sebelum masa sekolah terlebih dahulu harus
mendapatkan rekomendasi dari dokter agar tidak salah
penempatan.Hal ini meliputi
a) Menentukan bentuk terapi dan frekuensi latihan.
b) Menjalin kerjasama dengan guru yang berkaitan
dengan bentuk-bentuk pelayanan dengan tepat.
Contoh : posisi duduk, posisi menulis, posisi jalan dan
lain-lain.
19
2. Pelayanan pendidikan
a) Mendorong siswa untuk pergi ke psikolog sampai
mendapatkan rekomendasi penempatan peserta didik
di sekolah. Contoh: Tunadaksa Ringan (D) atau
Tunadaksa Sedang (D1).
Sistem pendidikan yang berjenjang .
b) Pembuatan program pendidikan disesuaikan dengan
kondisi dan kebutuhan peserta didik.
3. Pelayanan Sosial dilakukan dalam upaya pengembangan
diri, dimana peserta didik dilatih bagaimana cara bergaul,
berkomunikasi. Sehingga peserta didik memiliki rasa
percaya diri.
e. Tunalaras
1) Prinsip Kebutuhan dan Keaktifan
Siswa Tunalaras selalu ingin memenuhi kebutuhan dan
keinginannya tanpa mempedulikan kepentingkan orang
lain. Untuk memenuhi kebutuhannya itu, ia menggunakan
kesempatan yang ada tanpa mengingat kepentingan orang
lain. Kalau perlu melanggar semua peraturan yang ada
meskipun ia harus mencuri misalnya. Hal ini jelas
merugikan baik diri sendiri maupun orang lain.
Oleh karena itu, guru hendaknya mendorong peserta didik
untuk lebih aktif agar dapat mengembangkan potensinya
secara optimal dengan mempertimbangkan norma-norma
sosial, agama, peraturan perundang-undangan yang
berlaku, sehingga dalam memenuhi kebutuhannya tidak
merugikan diri sendiri maupun orang lain.
20
2) Prinsip Kebebasan yang Terarah
Siswa Tunalaras memiliki sikap tidak mau dikekang. Ia
selalu menggunakan peluang untuk berbuat sesuatu. Oleh
karena itu, guru harus memperhitungkan tindakan yang
akan dilakukannya dalam membina peserta didik yang
tuna laras. Di samping itu, guru hendaknya mengarahkan
dan menyalurkan segala perilaku anak ke arah positif yang
berguna, baik untuk diri sendiri maupun untuk orang lain.
3) Prinsip Penggunaan Waktu Luang
Siswa Tunalaras biasanya tidak bisa diam. Ada saja yang
dikerjakan, bahkan seolah-oleh mereka kekurangan waktu
sehingga lupa tidur, istirahat dan sebagainya. Oleh karena
itu, guru harus membimbing siswa dengan mengisi waktu
luangnya untuk kegiatan-kegiatan yang bermanfaat.
4) Prinsip Kekeluargaan dan Kepatuhan
Peserta didik Tunalaras biasanya berasal dari keluarga
yang tidak harmonis, atau hubungan orang tua retak
(broken home). Akibatnya emosinya kurang stabil, jiwanya
tidak tenang, rasa kekeluargaannya tidak berkembang,
merasa hidupnya tidak berguna. Akibat lebih jauh mereka
bersifat perusak, dan benci kepada orang lain.
Oleh karena itu, guru harus dapat menyelami peserta didik,
di mana letak ketidakselarasan kehidupan emosinya.
Selanjutnya, mengembalikannya kepada kehidupan emosi
yang tenang, laras, sehingga rasa kekeluargaannya
menjadi pulih kembali. Misalnya siswa disuruh membaca
cerita yang edukatif, memelihara binatang, tumbuh-
tumbuhan, dan sebagainya.
5) Prinsip Setia Kawan dan Idola serta Perlindungan
Karena tinggal di rumah tidak tahan, peserta didik
Tunalaras biasanya lari keluar rumah. Kemudian ia
bertemu dengan orang-orang (kelompok) yang dirasa
21
dapat membuat dirinya merasa aman. Di dalam kelompok
tersebut ia merasa menemukan tempat berlindung
menggantikan orang tuanya, ia merasa tenteram, timbul
rasa setia kawan. Karena setianya kepada kelompok, ia
berbuat apa saja sesuai perintah ketua kelompoknya yang
dijadikan idolanya.
Oleh karena itu, guru hendaknya secara pelahan-lahan
berupaya menggantikan posisi ketua kelompoknya,
menjadi tokoh idola siswa, dengan cara melindungi siswa,
dan berangsur-angsur kelompoknya berganti dengan
teman-teman sekelasnya, dan setia kawannya berganti
kepada teman-teman sekelasnya, yang pada akhirnya
mereka akan merasa senang bersekolah.
6) Prinsip Minat dan Kemampuan
Guru harus memperhatikan minat dan kemampuan peserta
didik terutama yang berhubungan dengan pelajaran.
Jangan sampai karena tugas-tugas yang diberikan oleh
guru terlalu banyak, akhirnya justru mereka benci kepada
guru atau benci kepada pelajaran tertentu. Sebaliknya,
guru harus menggali minat dan kemampuan siswa
terhadap pelajaran, untuk dijadikan acuan untuk memberi
tugas-tugas tertentu. Dengan memberi tugas yang sesuai,
mereka akan merasa senang, yang pada akhirnya lama-
kelamaan mereka akan terbiasa belajar.
7) Prinsip Emosional, Sosial, dan Perilaku
Karena problem emosi yang disandang peserta didik
tunalaras, maka ia mengalami ketidaksinambungan emosi.
Akibatnya siswa berperilaku menyimpang baik secara
individual maupun secara sosial dalam pergaulan hidup
bermasyarakat.
Oleh karena itu, guru harus berusaha mengidentifikasi
problem emosi yang disandang anak, kemudian berupaya
menghilangkannya untuk diganti dengan sifat-sifat yang
22
baik sesuai dengan norma-norma yang berlaku di
masyarakat, dengan cara diberi tugas-tugas tertentu, baik
secara individual maupun secara kelompok.
23
8) Prinsip Disiplin
Pada umumnya siswa Tunalaras ingin memanfaatkan
kesempatan yang ada untuk memenuhi keinginannya,
tanpa mengindahkan norma-norma yang berlaku, sehingga
ia hidup lepas dari disiplin. Sikap ketidaktaatan dan lepas
dari aturan merupakan sikap hidupnya sehari-hari.
Oleh karena itu, guru perlu membiasakan siswa untuk
hidup teratur dengan selalu diberi keteladanan dan
pembinaan dengan sabar.
9) Prinsip Kasih Sayang
Siswa Tunalaras umumnya haus akan kasih sayang, baik
dari orang tua maupun dari keluarganya. Akibatnya siswa
akan selalu mencari kasih sayang dan menumpahkan
keluhannya di luar rumah. Kalau ia tidak menemukannya
akan menjadi agresif, cenderung hiperaktif, atau
sebaliknya ia menjadi rendah diri, pendiam, atau
menyendiri.
Oleh karena itu, pendekatan kasih sayang, dan kesabaran
yang dilakukan guru diharapkan dapat mengisi
kekosongan jiwa anak. Dengan pendekatan kasih sayang
akan membuat peserta didik merasa nyaman sehingga
mereka akan rajin ke sekolah dan merasa ada tempat
untuk mencurahkan perasaannya yang pada akhirnya
mereka akan patuh pada guru.
24
BAB III
PELAKSANAAN KEGIATAN PEMBELAJARAN
Pelaksanaan kegiatan pembelajaran pada seting inklusif secara
umum sama dengan pelaksanaan kegiatan pembelajaran di kelas
umum. Namun demikian, karena di dalam seting inklusif terdapat
peserta didik yang sangat heterogen, maka dalam kegiatan
pembelajarannya di samping menerapkan prinsip-prinsip umum
juga harus mengimplementasikan prinsip-prinsip khusus sesuai
dengan kelainan peserta didik.
Kegiatan pembelajaran dalam seting inklusif akan berbeda baik
dalam strategi, kegiatan, media, dan metode. Dalam seting inklusif,
guru hendaknya dapat mengakomodasi semua kebutuhan siswa di
kelas yang bersangkutan termasuk membantu mereka memperoleh
pemahaman yang sesuai dengan gaya belajarnya masing-masing.
Hambatan belajar dapat berasal dari kesulitan menentukan strategi
belajar dan metode belajar lainnya sebagai akibat dari faktor-faktor
biologis, psikologis, lingkungan, atau gabungan dari beberapa faktor
tersebut. Sebagai contoh gangguan sensoris seperti hilangnya
penglihatan atau pendengaran, merupakan hambatan dalam
memperoleh masukan informasi dari luar. Disfungsi minimal otak
mungkin akan berakibat yang cukup serius terhadap konsentrasi.
Pelaksanaan kegiatan pembelajaran pada model kelas tertentu
mungkin berbeda dengan pelaksanaan kegiatan pembelajaran pada
model kelas yang lain. Pada model Kelas Reguler, bahan belajar
antara anak luar biasa dengan anak normal mungkin tidak berbeda
secara signifikan; namun pada model Kelas Reguler dengan Cluster,
bahan belajar antara siswa luar biasa dengan siswa normal biasanya
25
tidak sama, bahkan antara sesama siswa luar biasa pun dapat
berbeda.
Oleh karena itu, setelah ditetapkan model penempatan siswa luar
biasa, yang perlu dilakukan berikutnya dalam pelaksanaan kegiatan
pembelajaran pada kelas inklusif antara lain seperti di bawah ini.
A. Merencanakan Kegiatan pembelajaran
1. Menetapkan Tujuan
Tujuan yang ingin dicapai merupakan tahap awal
merencanakan kegiatan pembelajaran.
2. Merencanakan Pengelolaan Kelas
a. Menentukan penataan ruang kelas sesuai dengan tujuan
pembelajaran;
b. Menentukan cara pengorganisasian siswa agar setiap
siswa dapat terlibat secara aktif dalam kegiatan
pembelajaran, misalnya:
1) Individual
2) Berpasangan
3) Kelompok kecil
4) Klasikal
3. Merencanakan Pengorganisasian Bahan
a. Menetapkan bahan utama (pokok) yang akan diajarkan;
b. Menentukan bahan pengayaan untuk siswa yang pandai;
c. Menentukan bahan remidi untuk siswa yang kurang
pandai
4. Merencanakan Pengelolaan Kegiatan
pembelajaran
a. Merumuskan tujuan pembelajaran;
b. Menentukan metode mengajar;
26
c. Menentukan urutan/langkah-langkah mengajar, misalnya;
1) Pembukaan/apersepsi
2) Kegiatan inti
3) Penutup/evaluasi
27
5. Merencanakan Penggunaan Sumber Belajar
a. Menentukan sumber bahan pelajaran (misalnya
Buku Paket, Buku Pelengkap, dan sebagainya)
b. Menentukan sumber belajar (misalnya globe,
foto, benda asli, benda tiruan, lingkungan alam, dan
sebagainya)
6. Merencanakan Penilaian
a. Menentukan bentuk penilaian (misalnya tes
lisan, tes tertulis, tes perbuatan);
b. Membuat alat penilaian (menuliskan soal-
soalnya);
c. Menentukan tindak lanjut
B. Melaksanakan Kegiatan pembelajaran
1. Berkomunikasi dengan siswa
a. Melakukan appersepsi;
b. Menjelaskan tujuan mengajar;
c. Menjelaskan isi/materi pelajaran;
d. Mengklarifikasi penjelasan apabila siswa salah mengerti
atau belum paham;
e. Menanggapi respon atau pertanyaan siswa;
f. Menutup pelajaran (misalnya merangkum, meringkas,
menyimpulkan, dan sebagainya).
2. Mengimplementasikan Metode, Sumber Belajar, dan
Bahan Latihan yang sesuai dengan Tujuan
Pembelajaran
a. Menggunakan metode mengajar yang bervariasi
(misalnya ceramah, tanya jawab, diskusi, pemberian tugas,
dan sebagainya);
28
b. Menggunakan berbagai sumber belajar (misalnya globe,
foto, benda asli, benda tiruan, lingkungan alam, dan
sebagainya);
c. Memberikan tugas/latihan dengan memperhatikan
perbedaan individual;
d. Menggunakan ekspresi lisan dan atau penjelasan tertulis
yang dapat mempermudah siswa untuk memahami materi
yang diajarkan.
3. Mendorong siswa untuk terlibat secara aktif
a. Memberi kesempatan kepada siswa untuk terlibat secara
aktif (misalnya dengan mengajukan pertanyaan, memberi
tugas tertentu, mengadakan percobaan, berdiskusi secara
berpasangan atau dalam kelompok kecil, belajar
berkooperatif).
b. Memberi penguatan kepada siswa agar terus terlibat
secara aktif;
c. Memberikan pengayaan (tugas-tugas tambahan) kepada
siswa yang pandai;
d. Memberikan latihan-latihan khusus (remidi) bagi siswa
yang dianggap memerlukan
4. Mendemontrasikan penguasaan materi dan
relevansinya dalam kehidupan
a. Mendemontrasikan penguasaan materi pelajaran secara
meyakinkan (tidak ragu-ragu); dengan menggunakan
media yang sesuai.
b. Menjelaskan relevansinya materi pelajaran yang sedang
dipelajari dengan kehidupan sehari-hari
5. Mengelola waktu, ruang, bahan, dan perlengkapan
pengajaran
29
a. Menggunakan waktu pengajaran secara efektif sesuai
dengan yang direncanakan;
b. Mengelola ruang kelas sesuai dengan karakteristik siswa
dan tujuan pembelajaran;
c. Menggunakan bahan pengajaran (misalnya bahan
praktikum) secara efesien;
d. Menggunakan perlengkapan pengajaran (misalnya
peralatan percobaan) secara efektif dan efesien.
6. Mengelola Pembelajaran Kelompok yang Kooperatif
Pembelajaran yang efektif berarti mengkombinasikan
berbagai pendekatan dalam pembelajaran yang disesuaikan
dengan kebutuhan peserta didik. Pembelajaran seperti ini
diharapkan dapat menjadikan kelas lebih hidup, penuh
tantangan dan menyenangkan.
Berbagai pendekatan dalam kelompok:
a. Pembelajaran langsung pada seluruh kelas
Pendekatan ini cocok untuk memperkenalkan berbagai
topik. Guru menyiapkan beberapa pertanyaan untuk
dijawab peserta didik sesuai dengan kemampuannya. Guru
dapat menggunakan kelas untuk bercerita atau
menunjukkan karya mereka seperti membuat puisi, lagu,
bercerita atau membuat permainan secara bersama-sama.
Guru harus berupaya menciptakan strategi pembelajaran
dengan materi yang sesuai yang dapat mengakomodasi
semua keragaman. Untuk dapat mendorong semua siswa
aktif, guru dapat memberikan tugas yang berbeda pada
setiap kelompok atau memberikan tugas yang sama
dengan hasil yang diharapkan berbeda.
b. Pembelajaran Individual
30
Pembelajaran individual diberikan pada peserta didik
tertentu untuk membantu mereka menyelesaikan
masalahnya seperti pada peserta didik berbakat dengan
mendorong mereka memberikan tugas yang lebih
menantang.
c. Pembelajaran untuk kelompok kecil
Guru membagi peserta didik dalam kelompok kecil dengan
menggunakan strategi yang efektif yang dapat memenuhi
semua kebutuhan peserta didik. Guru dapat mendorong
peserta didik agar dapat bekerja lebih kooperatif.
Pembelajaran yang kooperatif
Pembelajaran yang kooperatif terjadi ketika peserta didik
berbagi tanggungjawab untuk mencapai tujuan bersama.
Guru hendaknya berupaya menghindari pembelajaran yang
kompetitif. Dalam pembelajaran kooperatif, guru
memegang peranan penting untuk menciptakan
lingkungan yang mendukung aktivitas belajar sehingga
peserta didik merasa mampu mengatasi permasalahan
mereka sendiri dan merasa dihargai.
Pembelajaran yang kooperatif dapat membantu peserta
didik meningkatkan pemahaman dan rasa senang memiliki
sikap positif terhadap diri sendiri, terhadap kelompoknya,
dan terhadap pekerjaannya. Setiap peserta didik
hendaknya diberi kesempatan untuk mengembangkan
berbagai keterampilannya seperti peserta didik perempuan
menjadi presenter, dan peserta didik laki-laki menjadi
notulis dan kegiatan lainnya sehingga mereka dapat
mengambil manfaat dari aktivitas kerja kelompok yang
kooperatif.
31
7. Melakukan evaluasi
e. Melakukan penilaian selama proses kegiatan pembelajaran
berlangsung (baik secara lisan, tertulis, maupun
pengamatan);
f. Mengadakan tindak lanjut hasil penilaian. Tindak lanjut
diselenggarakan untuk jalan keluar agar kompetensi yang
ditargetkan tercapai.
C. Membina Hubungan Antar Pribadi
Layanan pembelajaran harus disertai dengan pembinaan
hubungan antar pribadi agar peserta didik sekaligus terpupuk
rasa kebersamaan, toleransi dan pengembangan diri lebih lanjut.
Hubungan antar pribadi yang baik yang dilakukan oleh guru akan
melancarkan proses pendidikan dan pemecahan masalah.
Bentuk-bentuk hubungan antar pribadi dapat diwujudkan dalam
bentuk:
1. Bersikap terbuka, toleran, dan simpati
terhadap siswa
a. Menunjukkan sikap terbuka (misalnya mendengarkan,
menerima, dan sebagainya) terhadap pendapat siswa;
b. Menunjukkan sikap toleran (mau mengerti) terhadap
siswa;
c. Menunjukkan sikap simpati (misalnya menunjukkan
hasrat untuk memberikan bantuan) terhadap
permasalahan/kesulitan yang dihadapi siswa;
d. Menunjukkan sikap santun tidak kasar (tidak mudah
marah) dan kasih sayang terhadap siswa
e. Menunjukan sikap kejujuran dalam melayani peserta
didik
32
2. Menampilkan kegairahan dan
kesungguhan
a. Menunjukkan kegairahan dalam mengajar;
b. Merangsang minat siswa untuk belajar;
c. Memberikan kesan kepada siswa bahwa ia menguasai
bahan yang diajarkan
d. Memberikan kesan di hadapan siswa bahwa guru
sungguh-sungguh akan memberikan bantuan kepada
peserta didik
3. Mengelola interaksi antarpribadi
a. Memberikan penghargaan (reward) terhadap siswa yang
berhasil;
b. Memberikan bimbingan khusus terhadap siswa yang
belum berhasil;
c. Memberikan dorongan agar terjadi interaksi antar siswa;
d. Memberikan dorongan agar terjadi interaksi antara siswa
dengan guru
BAB IVEVALUASI KEGIATAN PEMBELAJARAN
A. Pengertian
Kegiatan penyelenggaraan pembelajaran disamping dievaluasi
dari aspek pencapaian dalam bentuk hasil belajar peserta didik,
juga harus pula dievaluasi program kegiatan pembelajaran itu
sendiri sebagai kegiatan yang dilaksanakan oleh guru. Dengan
33
demikian evaluasi kegiatan pembelajaran lebih ditujukan untuk
menilai apakah desain kegiatan tersebut efektif dan tepat
dijalankan agar menghasilkan sistem penyelenggaraan
pendidikan yang bermutu.
Bagi guru, evaluasi tidak terbatas pada penilaian hasil belajar
saja tetapi juga penilaian program kegiatan pembelajaran.
Sehingga penilaian dalam hal ini berhubungan dengan
perancangan pembelajaran dari sisi program.
B. Strategi evaluasi kegiatan pembelajaran.
Kegiatan pembelajaran harus dievaluasi apakah materi bahan
ajar telah sesuai, strategi penyajiannya cocok dengan bahan
ajar dan karakter siswa, apakah gurunya telah melaksanakan
kegiatan pembelajaran sesuai dengan kaidah dan sebagainya
sehingga kegiatan pembelajaran yang diprogramkan memang
benar-benar sesuai dengan tuntutan.
Strategi evaluasi kegiatan yang bisa ditempuh misalnya dengan
secara sederhana menggunakan instrumen yang dapat
dikembangkan sendiri. Contoh misalnya untuk mengevaluasi
apakah kegiatan pembelajaran yang telah dijalani sudah
menerapkan pembelajaran aktif, maka dengan instrumen di
bawah ini dapat dievaluasi. Adapun contoh instrumen evaluasi
yang dimaksud adalah sebagai berikut:
34
INTRUMEN INDIKATOR ADANYA PEMBELAJARAN AKTIF
Petunjuk:Isilah kolom di bawah ini dengan ya atau tidak sesuai dengan hasil amatan Bapak/ibu terhadap guru yang sedang mengajar.
Nama guru : Sekolah :Mata pelajaran : Kelas :Tanggal : Nama Pengawas:
Pertanyaan Ya Tidak
1. apakah susunan meja kursi siswa lurus ke depan (konvensional) bukan tapal kuda, berkelompok atau
leter U2. apakah meja guru persis di depan kelas/meja murid3. apakah guru lebih banyak waktu duduk di kursi
daripada berjalan-jalan di kelas4. apakah guru dalam mengajar dilakukan dari atas podium atau didepan kelas tidak secara berkeliling 5. apakah materi ajar dapat dan boleh diakses oleh siswa6. apakah materi yang disiapkan menekankan pembelajaran Individual7. apakah materi yang dicakup dalam kurikulum telah sesuai dengan tujuan umum yang direncanakan8. apakah guru dalam menanggapi komplen/protes siswa sering kurang perhatian dan terlihat bosan9. apakah guru juga melakukan pengembangan prosedur, metode, rekayasa untuk membantu siswa menguasai materi pelajaran10. apakah guru menampakan sikap mengecilkan arti interaksi antara guru dengan siswanya11. apakah guru kurang memperhatikan terjadinya interaksi antar siswa dalam kelas12. apakah guru menutup pintu sehingga tidak terjadi interaksi dengan luar kelas
35
CEKLIS PENYAJIAN PELAJARAN
Petunjuk:Isilah dengan ya atau tidak kolom di bawah ini secara lengkap selanjutnya jumlahkanlah ceklist ya dan ceklist tidak ketika guru yang Bapak/Ibu/sdr observasi sedang mengajar.
Nama guru : Sekolah :Mata pelajaran : Kelas :Tanggal : Nama Pengawas:
No PERNYATAAN YA Tidak
1. SELEKSI SUMBER BELAJAR- Sesuai dengan tujuan- Terkait dengan kemampuan siswa- Menarik perhatian- Bervariasi sesuai dengan perbedaan siswa- Akurat dan up to date
- Mudah ditemukan oleh siswa dan murahSELEKSI DALAM STRATEGI MENGAJAR- benar dan sesuai dengan karakter siswa- sesuai dengan kemampuan guru- cocok dengan mata pelajaran- cocok dengan waktu yang tersedia
- sesuai dengan tujuanPENYELENGGARAAN PELAJARAN- ada perencanaan yang tertulis- guru memperlihatkan percaya diri- guru memahami apa yang terjadi seluruh
kelas- guru mengkomunikasikan tujuan kepada
siswa- diikuti dengan kegiatan belajar di luar kelas- siswa sibuk dengan tugas kegiatan
pembelajaran- materi dan perlengkapan belajar siap
tersedia- guru mengembangkan skill pada siswa- guru memberikan peluang untuk feedback
dan mau menindaklanjuti- guru menggunakan pertanyaan secara efektif- guru bervariasi dalam mengajar- guru membuat aktivitas kelompok dan
individual dalam kelas- guru memberikan tugas sesuai dengan
perbedaan individu siswa
36
- guru dalam mengajar memanfaatkan tidak hanya satu sensor penerima pelajaran
tahuimatrik yang membandingkan antara kegiatan yang telah dijalani dengan standar yang ideal. Pembandingan antara kegiatan
BAB VPENUTUP
Tugas utama guru dalam penyelenggaraan kegiatan pembelajaran
adalah mendesain kegiatan pembelajaran yang sesuai dengan
penempatan yang dipilih serta standar yang ditargetkan. Dalam
melaksanakan desain kegiatan pembelajaran ini prinsip-prinsip yang
ada harus diperhatikan secara penuh agar model kegiatan
pembelajaran mempunyai karakter sebagai bentuk layanan
pendidikan bagi peserta didik yang mempunyai kebutuhan khusus.
Mengabaikan karakter peserta didik dalam perancangan kegiatan
pembelajaan akan berakibat layanan pembelajaran tidak lagi
bercorak inklusi dan akibat lebih lanjut adalah peserta didik yang
berkebutuhan khusus tidak mampu mengikuti kegiatan
pembelajaran sekolah umum.
Dalam desain kegiatan pembelajaran, guru mengawali dengan
merumuskan tujuan, menetapkan materi yang nantinya disesuaikan
dengan peserta didik dengan kebutuhan khusus, menentukan
strategi penyampaian materi dengan menggunakan secara
maksimal sumber daya yang tersedia serta melakukan evaluasi
dengan disertai tindak lanjut.
37