pedo.docx
Transcript of pedo.docx
ETIOLOGI TRAUMA DENTAL Gigi yang sering terlibat pada trauma pada anak adalah gigi anterior. Penyebab terjadinya trauma pada gigi anterior ini beiasanya akibat dari kecelakaan lalu lintas, kecelakaan saat berolah raga, saat bermaim, tindakan kriminalitas, child abuse, kecelakaan dalam rumah tangga, perkelahian, dan bencana alam. 5 Beberapa faktor predisposisi untuk terjadinya trauma pada gigi anterior adalah posisi dan keadaan gigi tertentu misalnya maloklusi kelas I tipe 2 (Kelas I angle dengan anterior maksilla crowding), kelas II divisi 1 atau yang mengalami overjet lebih darii 3 mm, keadaan yang memperlemah gigi seperti hipoplasia enamel, kelompok anak penderita cerebral palsy, dan anak dengan kebiasaan buruk menghisap ibu jari yang menyebabkan gigi anterior protrusif sehingga tingkat kerentanan menjadi lebih tinggi daripada anak pada keadaan normal. 4,5
KLASIFIKASI TRAUMA GIGI Klasifikasi trauma pada gigi anterior perlu kita ketahui agar mempermudah penegakan suatu diagnosa. Terdapat banyak klasifikasi trauma gigi, namun yang telah diterima secara luas adalah klasifikasi menurut Ellis dan Davey (1970) dan klasifikasi dari WHO. Ellis dan Davey mengklasifikasikan trauma pada gigi anterior menurut banyaknya struktur gigi yang terlibat yaitu : Kelas 1 : Fraktur mahkota sederhana yang hanya melibatkan jaringan enamelKelas 2 : Fraktur mahkota yang lebih luas dan telah melibatkan jaringan dentin tetapi belum mencapai pulpa.Kelas 3 : Fraktur mahkota gigi yang melibatkan jaringan dentin dan telah menyebabkan pulpa terbuka.Kelas 4 : Trauma pada gigi yang menyebabkan gigi menjadi non vital dengan atau tanpa kehilangan struktur mahkota.Kelas 5 : Trauma pada gigi yang menyebabkan kehilangan gigi atau avulsiKelas 6 : Fraktur akar dengan atau tanpa kehilangan struktur mahkotaKelas 7 : Perubahan posisi atau displacement gigi (Luksasi, Intrusi, Ekstrusi)Kelas 8 : Trauma yang menyebabkan fraktur mahkota yang besar pada gigi (total destruction) tetapi gigi tetap pada tempatnya dan akar gigi tidak mengalami perubahanKelas 9 : Semua kerusakan pada gigi sulung akibat trauma.
Kemudian WHO mengklasifikasikan trauma pada anak yang meliputi jaringan keras gigi, jaringan periodontal dan jaringan lunak rongga mulut yang diterapkan baik pada gigi sulung maupun pada gigi tetap yaitu sebagai berikut : A. Kerusakan pada jaringan keras gigi.
1. Enamel infraction, yaitu suatu fraktur yang tidak sempurna pada enamel tanpa kehilangan sutruktur gigi dalam arah horizontal maupun vertikal.
2. Uncomplicated crown fracture, yaitu fraktur yang hanya mengenai lapisan enamel saja.3. Fraktur enamel-dentin, yaitu fraktur mahkota gigi yang hanya mengenai enamel dan dentin saja
tanpa melibatkan pulpa.(tipe)4. Complicated crown fracture, yaitu fraktur yang mengenai enamel, dentin, dan pulpa.
B. Kerusakan pada jaringan keras gigi, pulpa dan tulang alveolar
1. Fraktur mahkota-akar, yaitu fraktur yang mengenai enamel, denti, dan sementum.2. Fraktur akar, yaitu fraktur yang mengenai dentin, sementum dan pulpa tanpa melibatkan lapisan
enamel.3. Fraktur tulang alveolar, yaitu fraktur tulang alveolar yang melibatkan dinding soket labial atau
lingual, dibatasi oleh bagian fasial atau lingual dari dinding soket.4. Fraktur prosesus alveolaris, yaitu fraktur yang mengenai prosesus alveolaris dengan atau tanpa
melibatkan soket alveolar gigi.5. Fraktur korpus mandibula atau maksila, yaitu fraktur pada korpus mandibula atau maksila yang
melibatkan prosesua alvoelaris dengan atau tanpa melibatkan soket gigi.
C. Kerusakan pada jaringan periodontal
1. Concussion, yaitu trauma yang mengenai jaringan pendukung gigi yang menyebabkan gigi lebih sensitif terhadap tekanan dan perkusi tanpa adanya mobiliti atau dislokasi gigi.
2. Subluxation, yaitu kegoyangan gigi tanpa disertai perubahan posisi gigi akibat trauma pada jaringan pendukung gigi.
3. Luksasi Ekstrusi (partial displacement), yaitu pelepasan sebagian gigi keluar dari soketnya. Ekstrusi menyebabkan mahkota gigi elongasi.
4. Luksasi, yaitu perubahan letak gigi yang terjadi karena pergerakan gigi ke arah labial, palatal, maupun lateral yang menyebabkan kerusakan atau fraktur pada soket gigi.
5. Luksasi Intrusi, yaitu pergerakan gigi ke dalam tulang alveolar sehingga dapat menyebabkan kerusakan atau fraktur soket alveolar. Intrusi menyebabkan mahkota terlihat lebih pendek.
D. Kerusakan pada jaringan lunak rongga mulut
1. Laserasi, yaitu suatu luka terbuka pada jaringan lunak yang disebakan oleh benda tajam seperti pisau atau pecahan luka. Luka dapat berupa diskontinuitas epital dan subepitel.
2. Contussio, yaitu luka memar yang disebabkan pukulan benda tumpul dan menyebabkan perdarahan pada daerah submukosa tanpa disertai robeknya daerah mukosa.
3. Luka abrasi, yaitu luka pada daerah superfisial yang disebabkan kerana gesekan atau goresan suatu benda sehingga terdapat permukaan yang bedarah atau lecet
4. lepasnya seluruh bagiangigi darisoket dikarenakan trauma atau yang biasa kita sebut dengan avulsi.
PEMBAHASAN Pemeriksaan darurat adalah pemeriksaan yang langsung ditujukan pada gigi yang mengalami trauma. Pemeriksaan ini berbeda dengan pemeriksaan pada pasien non trauma yang mengharuskan dilakukan pemeriksaan secara menyeluruh. Selain itu, dalam kasus trauma penanganannya harus diberikan secepat mungkin karena bertujuan mempertahankan vitalitas gigi. Oleh karena itu, prosedur pemeriksaan juga harus dilakukan secepat mungkin.
(Penunjang)Transilluminasi dilakukan dengan cara gigi disinari dengan cahaya khusus. Jika berkas cahaya menembus gigi maka dapat dipastikan adanya kerusakan pada pulpa yang ditandai dengan perdarahan sampai ke dentin. Pemeriksaan ini juga dapat dilakukan untuk melihat garis fraktur yang tidak terlihat dengan mata telanjang.
Prognosis dari trauma yang meliputi gigi dipengaruhi oleh 3 faktor yaitu tingkat kerusakan atauluas dari kerusakan yang dialami, apakah kerusakan yang dialami meliputi jaringanlain di sekitar gigi, seperti jaringan lunak maupun jaringan keras seperti tulangrahang, kualitas dan kesegeraan dari perawatan yang dilakukan setelah terjadi traumaserta evaluasi dari penatalaksanaan selama masa penyembuhan.
Finn SB. Clinical pedodontics. 2nd ed. Philadelphia: W.B. Saunders Company, 1962: 330-333. Braham RL, Morris ME. Textbook of pediatric dentistry. 1st ed. Baltimore: Williams &Wilkins, 1980:262-264. Heasman P. Master dentistry volume two: restorative dentistry, paediatric dentistry and orthodontics. 2nd ed. Philadelphia: Churchill Livingstone Elsevier, 2008. Pinkham JR. Pediatric dentistry: infancy through adolescence. 4th ed.Philadelpia: Elsevier Saunders, 2005: 236-243. Riyanti E. Penatalaksanaan trauma gigi pada anak. (29 November 2011). Parkin SF. Notes on paediatric dentistry. 1st ed. Oxford: Wright, 1991: 120-124. Andlaw RJ, Rock WP. Perawatan gigi anak: a manual of paedodontics. Alih Bahasa. Agus Djaya. 2nd ed. Jakarta: Widya Medika, 1992: 198-199.
A. Perawatan Gawat Darurat Gigi Avulsi
Perawatan yang disarankan untuk gigi avulsi menurut Weine (2004) dibagi menjadi tiga tahap, yaitu
perawatan darurat pada daerah yang terkena trauma, perawat darurat di tempat praktek dokter gigi, dan
penyelesaian perawatan endodontic.
1) Tindakan darurat di tempat kejadian
Kerusakan yang terjadi pada attachment apparatus akibat trauma tidak dapat dicegah, tetapi dapat
diminimalisasi. Tindakan utama yang dilakukan dimaksudkan untuk meminimalkan nekrosis yang terjadi di
ligamentum periodontal, sementara gigi lepas dari rongga mulut. (Trope, 2002).
Gigi yang mengalami avulsi harus cepat dikembalikan pada soketnya atau yang sering disebut dengan
istilah replantasi. Faktor yang paling penting untuk memastikan keberhasilan dari replantasi adalah
kecepatan gigi tersebut dikembalikan ke dalam soketnya. Sangat penting untuk mencegah agar gigi yang
avulsi tidak kering. Kondisi gigi yang kering akan menyebabkan hilangnya metabolisme fisiologis normal
dan morfologi sel-sel ligamentum periodontal. Oleh karena itu waktu yang diperlukan untuk mengembalikan
gigi pada soketnya tidak boleh lebih dari 15-20 menit. Apabila dalam jangka waktu tersebut gigi tidak dapat
dikembalikan pada soketnya, maka gigi harus cepat disimpan dalam media yang sesuai sampai pasien bisa
ke klinik gigi untuk replantasi. (Trope, 2002).
Perawatan gawat darurat pada daerah yang terkena trauma ada beberapa hal yang perlu diperhatikan,
yaitu:
1. Hasil yang bagus diperoleh bila gigi di replantasi segera setelah terjadi avulsi. Gigi yang mengalami
avulsi harus cepat dikembalikan pada soketnya atau yang sering disebut dengan istilah replantasi. Faktor
yang paling penting untuk memastikan keberhasilan dari replantasi adalah kecepatan gigi tersebut
dikembalikan ke dalam soketnya. Sangat penting untuk mencegah agar gigi yang avulsi tidak kering.
Kondisi gigi yang kering akan menyebabkan hilangnya metabolisme fisiologis normal dan morfologi
sel-sel ligamentum periodontal. Oleh karena itu waktu yang diperlukan untuk mengembalikan gigi pada
soketnya tidak boleh lebih dari 15-20 menit. (Trope, 2002).
Orang tua, guru, atau orang dewasa lain yang bertanggungjawab sebaiknya secepat mungkin
menempatkan kembali gigi yang mengalami avulsi ke soketnya. Pengembalian ini sangat membantu
proses penyembuhan pasien. Apabila seseorang menelpon anda dan mengatakan bahwa ada seseorang
yang giginya luksasi, cobalah meminta orang dewasa di sana untuk mengembalikan gigi ke soketnya.
Bahkan bila gigi tersebut sudah terkontaminasi, karena tercampur lumpur atau terkena kotoran hewan,
cobalah meminta orang dewasa untuk mengembalikan gigi tersebut ke soket, tanpa disterilisasi terlebih
dahulu, tidak boleh dibersihkan dengan sabun atau detergen. Gigi harus dibersihkan di bawah air yang
mengalir sehingga kotoran hilang, tetapi tidak boleh ada jaringan gigi yang hilang (Weine, 2004).
2. Setelah dibersihkan, jika dibutuhkan, gigi dengan lembut dan cepat dikembalikan ke dalam soketnya
dengan memegang hanya pada bagian mahkotanya saja. Dokter gigi harus segera dihubungi dan pasien
harus datang ke tempat praktek dokter gigi secepat mungkin. Handuk kecil atau sesuatu yang lembut
bisa diletakkan pada bagian oklusal atau incisal gigi yang telah di replantasi dan ditahan supaya gigi
tetap pada soketnya selama perjalanan menuju tempat praktek dokter gigi (Weine, 2004).
3. Apabila tidak memungkinkan untuk melakukan replantasi, sebaiknya gigi diletakkan pada suatu media
untuk menyimpan gigi atau transport medium dan di bawa ke tempat praktek dokter gigi. Media yang
bisa digunakan adalah Hank’s Balanced Salt Solution (HBSS), Via span, saliva, susu, dan air.
a. HBSS merupakan media yang paling sering digunakan. 85,3% gigi yang avulse berhasil dilakukan
replantasi dengan menyimpan gigi pada media tersebut. HBSS terdiri dari sodium klorid, glukosa,
potassium klorida, sodium bikarbonat, sodium fosfat, kalsium klorid, magnesium klorid, dan
magnesium sulfat. HBSS mampu menjaga dan mempertahankan sel-sel jaringan perodiontal yang
menempel pada gigi.
b. Via span digunakan karena mampu menjaga vitalitas fibroblas.
c. Saliva digunakan sebagai media, sebab saliva merupakan cairan yang kerap berkontak dengan gigi
dan bagian dari rongga mulut. Gigi yang avulse dapat diletakan di dalam rongga mulut atau di dasar
lidah. Tetapi teknik ini sebaiknya digunakan pada orang dewasa atau remaja, sebab jika dilakukan
pada anak-anak dikhawatirkan gigi tersebut akan tertelan.
d. Susu terdiri dari berbagai macam antigen yang dapat melawan reaksi negatif ..
e. Air adalah media yang dapat digunakan kapan pun dan di mana pun. Air mampu menurunkan
kecepatan kematian jaringan periodontal.
2) Tindakan yang dilakukan di klinik gigi
Emergency visit
Tujuan dari emergency visit (tindakan darurat) adalah untuk mereplantasi gigi dengan kerusakan sel
yang seminimal mungkin karena akan menyebabkan inflamasi dan memaksimalkan jumlah sel ligamen
periodontal yang memiliki potensi untuk meregenerasi dan memperbaiki kerusakan pada permukaan akar
(Trope, 2002).
Diagnosis and Treatment Planning
Pemeriksaan gigi yang avulsi
Suatu media khusus yang dapat digunakan untuk menyimpan gigi sebelum direplantasi adalah Hank's
Balanced Salt Solution (HBSS). Media ini terbukti dapat mempertahankan vialbilitas serabut periodontal
dalam jangka waktu yang lama. Selain itu dapat juga digunakan susu atau salin fisiologis (Trope, 2002).
Pemeriksaan Soket dan Tulang Alveolar
Pemeriksaan soket dilakukan untuk meyakinkan bahwa kondisinya masih bagus dan memungkinkan
untuk dilakukan replantasi. Pemeriksaan ini dilakukan dengan cara menekan (palpasi) pada permukaan
fasial dan palatal dari soket. Selanjutnya, soket dibersihkan dengan larutan salin dan ketika gumpalan darah
dan debris yang berada di dalamnya sudah bersih, periksa dinding soket apakah terjadi abses atau kolaps.
Penting juga dilakukan pemeriksaan tulang alveolar untuk mengetahui apakah terjadi fraktur atau tidak
(Trope, 2002).
Dianjurkan pula untuk melakukan pemeriksaan radiografis pada soket dan daerah sekitarnya,
termasuk jaringan lunak. Three vertical angulation diperlukan untuk mendiagnosis fraktur horizontal pada
akar gigi (Trope, 2002).
Tahap kedua adalah perawatan gawat darurat saat pasien sudah di tempat praktek dokter gigi. Pada
tahap ini hal-hal yang perlu diperhatikan adalah:
1. Ketika pasien sampai di tempat praktek, gigi diletakkan di gelas yang berisi larutan saline (sedikit
garam dimasukkan pada air akan menghasilkan salinitas sekitar 0,7%). Seperti prosedur pada umumnya,
perlu dilakukan anamnesis untuk mengetahui riwayat kesehatan psien, periksa area gigi dan lakukan
rontgen gigi secepat mungkin. Apabila gigi sudah dikembalikan ke soketnya, dan tempatnya sudah
sesuai, nyaman, maka gigi tersebut tinggal di splinting saja (Weine, 2004).
2. Apabila gigi belum direplantasi, dokter gigi tidak boleh mengkuretase gigi atau mensterilisasi bagian
akar atau soket gigi. Gigi dipegang sepanjang waktu pada bagian mahkotanya saja dengan sponge yang
telah diberi saline. Buang dengan lembut debris pada permukaan akar dengan sponge basah. Irigasi
soket dengan saline dan jangan membuat akses untuk kavitas, jangan memotong bagian akar serta
jangan sampai terjadi apikal penestrasi (Weine, 2004).
3. Secepat mungkin, gigi avulsi direplantasi pada soket dengan sponge. Cek gigi tesebut dengan rontgen.
Lakukan splinting dengan soft arch wire dan dengan etsa asam. Pasien diberi informasi untuk
mengkonsumsi makanan lunak dahulu (tidak boleh makan makanan seperti apel, cangkang
udang/kepiting, sandwich tertentu). Makanan yang dianjurkan seperti ice cream, ice milk, hamburger
yang lunak (Weine, 2004). Teknik splinting memungkinkan gerakan fisologis gigi selama selama
penyembuhan dan akan mengurangi insidensi ankylosis. Teknik splinting yang direkomendasikan
adalah fiksasi semi-rigid selama 7-10 hari (Trope 2002)
Gigi yang mengalami avulsi perlu dilakukan perawatan endodontik. Penyelesaian perawatan
endodontic tersebut meliputi:
1. Satu minggu setelah replantasi, siapkan akses kavitas, lakukan saluran akar debridement dan preparasi
berdasarkan panjang akar dari foto rontgen yang telah dilakukan sebelumnya, lalu tumpat dengan
tumpatan sementara seperti ZOE. Pada gigi dengan apikal yang belum tertutup sempurna, maka tidak
dilakukan ekstirpasi karena pulpa tersebut akan mengalami revitalisasi untuk melanjutkan
perkembangan apikal. Bila pulpa tersebut kemudian menjadi nekrosis, maka canal debridement dan
prosedur apeksifikasi dapat dilakukan. Untuk mencegah ankilosis, ambil splin pada akhir perawatan.
2. Dua minggu setelah replantasi, tempatkan pasta kalsium hidroksida pada saluran akar untuk mencegah
dan mengurangi eksternal resorpsi. Bila pasta kalsium hidroksida ditempatkan terlalu cepat, sebelum
ligamen periodontal mengalami regenerasi, hal ini dapat meningkatkan resorpsi.
3. Setelah ligamen periodontal dan apek terlihat terbentuk kembali pada pemeriksaan radiograf, di mana
biasanya memakan waktu 3-6 bulan, buka kembali gigi tersebut. Bersihkan kembali dinding saluran
akar dengan sedikit preparasi dan isi dengan gutta-percha dan sealer. Inisial kontrol pada bulan pertama,
kemudian dilanjutkan setiap tiga bulan. Eksternal resorpsi biasanya terjadi pada tahun pertama.
B. Replantasi setelah periode ekstraoral
Pada beberapa kasus, terkadang memang sulit untuk menempatkan kembali secara cepat gigi yang
avulsi. Seringkali gigi tidak ditemukan hingga beberapa jam atau beberapa hari kemudian. Kemungkinan
karena kecelakaan yang terjadi berada jauh dari tempat praktek gigi terdekat. Bila gigi tidak dapat
ditemukan dalam beberapa jam, maka treatment endodontik dapat dilakukan sebelum replantasi. Namun,
ada juga yang berpendapat bahwa semakin cepat gigi dikembalikan ke tempat asalnya, itu akan lebih baik.
Jaringan pulpa mungkin akan hilang dan hal ini dapat ditanggulangi dengan treatment seperti yang telah
dijelaskan pada awal tahap ke-3, yaitu dengan menyimpan gigi yang avulsi pada suatu media.
C. Perawatan endodontik pada gigi avulsi
1. Gigi dengan apeks terbuka dan telah berada di luat mulut selama kurang dari 2 jam
Replantasi dilakukan dalam usaha untuk merevitaslisasi pulpa
Kontrol tiap 3-4 minggu untuk mendeteksi adanya keganasan
Jika terdapat keganasan, bersihkan saluran akar dan isi dengan kalsium hidroksida (apeksifikasi)
2. Gigi dengan apeks terbuka dan telah berada di luat mulut selama lebih dari 2 jam
Bersihkan saluran akar dan isi dengan kalsium hidroksida
Kontrol dalam 6-8 minggu
3. Gigi dengan apeks tertutup sempurna atau sebagian dan berada di luar mulut kurang dari 2 jam
Ambil jaringan pulpa dalam 7-14 hari
Medikasi saluran akar dengan kalsium hidroksida
Obturasi dengan gutta percha dan sealer setelah 7-14 hari medikasi
4. Gigi dengan apeks tertutup sempurna atau sebagian dan berada di luar mulut lebih dari 2 jam
Perawatan saluran akar baik intraoral maupun ekstraoral
Jika dilakukan secara ekstraoral, hindari cedera kimiawi maupun mekanis pada permukaan akar