PEB.doc

26
LAPORAN PENDAHULUAN SECTIO CESSARIA DENGAN PRE EKLAMSI BERAT (PEB) Disusun oleh : Arum Rakhmawati P17420213044 II B KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA POLITEKNIK KESEHATAN SEMARANG

Transcript of PEB.doc

LAPORAN PENDAHULUANSECTIO CESSARIA DENGAN PRE EKLAMSI BERAT (PEB)

Disusun oleh :

Arum Rakhmawati

P17420213044

II B

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEKNIK KESEHATAN SEMARANG

PRODI DIII KEPERAWATAN PURWOKERTO

2015

A. Latar belakang

Masa nifas dimulai setelah dan berakhir setelah kira-kira 6 minggu (Sarwono, 1999: 37). Nifas merupakan suatu hal yang selalu dilalui wanita setelah proses persalinan sampai organ-organ reproduksi kembali seperti ke keadaan semula dalam waktu 6 minggu. Sangat diperlukan perawatan yang benar pada masa nifas. Karena metode ini merupakan masa kritis. Diperkirakan bahwa 60 % kematian maternalakibat kehamilan terjadi setelah persalinan, dan 50 % kematian masa nifas terjadi dalam 24 jam. Dengan diberikan asuhan keperawatan pada masa nifas post SC dengan benar dan sesuai dengan kebutuhan pasien diharapkan masa nifas terlewati dengan lancar sehingga angka kematian dapat menurun.B. PengertianSectio caesarea adalah pembedahan untuk melahirkan janin dengan membuka dinding perut dan dinding uterus. (Sarwono, 2005)Sectio caesarea adalah suatu cara melahirkan janin dengan membuat sayatan pada dinding uterus melalui depan perut atau vagina. Atau disebut juga histerotomia untuk melahirkan janin dari dalam rahim. (Mochtar, 1998)

C. Etiologi

Menurut Mochtar (1998) faktor dari ibu dilakukannya sectio caesarea adalah plasenta previa , panggul sempit, partus lama, distosia serviks, pre eklamsi dan hipertensi. Sedangkan faktor dari janin adalah letak lintang dan letak bokong.

Menurut Manuaba (2001) indikasi ibu dilakukan sectio caesarea adalah ruptur uteri iminen, perdarahan antepartum, ketuban pecah dini. Sedangkan indikasi dari janin adalah fetal distres dan janin besar melebihi 4.000 gram. Dari beberapa faktor sectio caesarea diatas dapat diuraikan beberapa penyebab sectio caesarea sebagai berikut :

1. CPD (Chepalo Pelvik Disproportion)2. KPD (Ketuban Pecah Dini)

3. Janin Besar (Makrosomia)

4. Kelainan Letak Janin

5. Bayi kembar

6. Faktor hambatan jalan lahir

7. PEB (Pre-Eklamsi Berat)

Pre-eklamsi dan eklamsi merupakan kesatuan penyakit yang langsung disebabkan oleh kehamilan, sebab terjadinya masih belum jelas. Setelah perdarahan dan infeksi, pre-eklamsi dan eklamsi merupakan penyebab kematian maternal dan perinatal paling penting dalam ilmu kebidanan. Karena itu diagnosa dini amatlah penting, yaitu mampu mengenali dan mengobati agar tidak berlanjut menjadi eklamsi (Mochtar, 1998).

Pre-eklamsi ialah penyakit dengan tanda-tanda hipertensi, edema, dan proteinuria yang timbul karena kehamilan. Penyakit ini umumnya terjadi pada trimester III kehamilan, tetapi dapat terjadi sebelumnya, misalnya pada mola hidatidosa. Hipertensi biasanya timbul lebih dahulu dari pada tanda-tanda lain. Untuk menegakkan diagnosis pre-eklamsi, kenaikan tekanan sistolik harus 30 mmHg atau lebih diatas tekanan yang biasanya ditemukan, atau mencapai 140 mmHg atau lebih. Kenaikan tekanan diastolik sebenarnya lebih dapat dipercaya. Apabila tekanan diastolik naik dengan 15 mmHg atau lebih, atau menjadi 100 mmHg atau lebih, maka diagnosis hipertensi dapat dibuat. Penentuan tekanan darah dilakukan minimal 2 kali dengan jarak waktu 6 jam pada kedaan istirahat (Wiknjosastro, 2002).

Edema ialah penimbunan cairan secara umum dan berlebihan dalam jaringan tubuh, dan biasanya dapat diketahui dari kenaikan berat badan serta pembengkakan kaki, jari tangan, dan muka. Edema pretibial yang ringan sering ditemukan pada kehamilan biasa, sehingga tidak seberapa berarti untuk penentuan diagnosis pre-eklamsi. Kenaikan berat badan setengah kilo setiap minggu dalam kehamilan masih dapat dianggap normal, tetapi bila kenaikan satu kilo seminggu beberapa kali,hal ini perlu menimbulkan kewaspadaan terhadap timbulnya pre-eklamsia. Proteinuria berarti konsentrasi protein dalam air kencing yang melebihi 0,3 gram/liter dalam air 24 jam atau pemeriksaan kualitatif menunjukkan satu atau dua + atau satu gram per liter atau lebih dalam air kencing yang dikeluarkan dengan kateter yang diambil minimal 2 kali dengan jarak waktu 6 jam. Biasanya proteinuria timbul lebih lambat dari pada hipertensi dan kenaikan berat badan karena itu harus dianggap sebagai tanda yang cukup serius (Wiknjosastro, 2002).

Pada penatalaksanaan pre-eklamsia untuk pencegahan awal ialah pemeriksaan antenatal yag teratur dan bermutu serta teliti, mengenali tanda-tanda sedini mungkin, lalu diberikan pengobatan yang cukup supaya penyakit tidak menjadi lebih berat. Tujuan utama penanganan adalah untuk mencegah terjadinya pre-eklamsi dan eklamsi, hendaknya janin lahir hidup dan trauma pada janin seminimal mungkin (Mochtar, 1998).

Menurut (Manuaba, 1998) gejala pre-eklamsi berat dapat diketahui dengan pemeriksaan pada tekanan darah mencapai 160/110 mmHg, oliguria urin kurang 400 cc/24 jam, proteinuria lebih dari 3 gr/liter. Pada keluhan subjektif pasien mengeluh nyeri epigastrium, gangguan penglihatan dan nyeri kepala. Pada pemeriksaan di dapat kadar enzim hati meningkat disertai ikterus, perdarahan pada retina dan trombosit kurang dari 100.000/mm.

Pada ibu penderita pre-eklamsi berat, timbul konvulsi yang dapat diikuti oleh koma. Mencegah timbulnya eklamsi jauh lebih penting dari mengobatinya, karena sekali ibu mendapat serangan, maka prognosa akan jauh lebih buruk. Penatalaksanaan eklamsi bertujuan untuk menghentikan berulangnya serangan konvulsi dan mengakhiri kehamilan secepatnya dengan melakukan sectio caesarea yang aman agar mengurangi trauma pada janin seminimal mungkin (Mochtar, 1998).

D. Jenis - Jenis Operasi Sectio Caesarea (SC)

1. Abdomen (SC Abdominalis)

a. Sectio Caesarea Transperitonealis

Sectio caesarea klasik atau corporal: dengan insisi memanjang pada corpus uteri. Sectio caesarea profunda: dengan insisi pada segmen bawah uterus.

b. Sectio caesarea ekstraperitonealis

Merupakan sectio caesarea tanpa membuka peritoneum parietalis dan dengan demikian tidak membuka kavum abdominalis.

2. Vagina (sectio caesarea vaginalis)Menurut arah sayatan pada rahim, sectio caesaria dapat dilakukan apabila:

a. Sayatan memanjang (longitudinal)

b. Sayatan melintang (tranversal)

c. Sayatan huruf T (T Insisian)

3. Sectio Caesarea Klasik (korporal)Dilakukan dengan membuat sayatan memanjang pada korpus uteri kira-kira 10cm. Kelebihan:

a. Mengeluarkan janin lebih memanjang

b. Tidak menyebabkan komplikasi kandung kemih tertarik

c. Sayatan bisa diperpanjang proksimal atau distalKekurangan:

a. Infeksi mudah menyebar secara intraabdominal karena tidak ada reperitonial yang baik.

b. Untuk persalinan berikutnya lebih sering terjadi rupture uteri spontan.

c. Ruptura uteri karena luka bekas SC klasik lebih sering terjadi dibandingkan dengan luka SC profunda. Ruptur uteri karena luka bekas SC klasik sudah dapat terjadi pada akhir kehamilan, sedangkan pada luka bekas SC profunda biasanya baru terjadi dalam persalinan.

d. Untuk mengurangi kemungkinan ruptura uteri, dianjurkan supaya ibu yang telah mengalami SC jangan terlalu lekas hamil lagi. Sekurang -kurangnya dapat istirahat selama 2 tahun. Rasionalnya adalah memberikan kesempatan luka sembuh dengan baik. Untuk tujuan ini maka dipasang akor sebelum menutup luka rahim.

4. Sectio Caesarea (Ismika Profunda)Dilakukan dengan membuat sayatan melintang konkaf pada segmen bawah rahim kira-kira 10cmKelebihan:

a. Penjahitan luka lebih mudah

b. Penutupan luka dengan reperitonialisasi yang baik

c. Tumpang tindih dari peritoneal flap baik sekali untuk menahan isi uterus ke rongga perineum

d. Perdarahan kurang

e. Dibandingkan dengan cara klasik kemungkinan ruptur uteri spontan lebih kecilKekurangan:

a. Luka dapat melebar ke kiri, ke kanan dan bawah sehingga dapat menyebabkan arteri uteri putus yang akan menyebabkan perdarahan yang banyak.

b. Keluhan utama pada kandung kemih post operatif tinggi.

E. Tanda dan GejalaJenis - Jenis Operasi Sectio Caesarea (SC)1) Abdomen (SC Abdominalis)a. Sectio Caesarea TransperitonealisSectio caesarea klasik atau corporal: dengan insisi memanjang pada corpus uteri. Sectio caesarea profunda: dengan insisi pada segmen bawah uterus.b. Sectio caesarea ekstraperitonealisMerupakan sectio caesarea tanpa membuka peritoneum parietalis dan dengan demikian tidak membuka kavum abdominalis.

2) Vagina (sectio caesarea vaginalis)Menurut arah sayatan pada rahim, sectio caesaria dapat dilakukan apabila:a. Sayatan memanjang (longitudinal)

b. Sayatan melintang (tranversal)

c. Sayatan huruf T (T Insisian)

3) Sectio Caesarea Klasik (korporal)Dilakukan dengan membuat sayatan memanjang pada korpus uteri kira-kira 10cm.Kelebihan:a. Mengeluarkan janin lebih memanjang

b. Tidak menyebabkan komplikasi kandung kemih tertarik

c. Sayatan bisa diperpanjang proksimal atau distalKekurangan:

a. Infeksi mudah menyebar secara intraabdominal karena tidak ada reperitonial yang baik.

b. Untuk persalinan berikutnya lebih sering terjadi rupture uteri spontan.

c. Ruptura uteri karena luka bekas SC klasik lebih sering terjadi dibandingkan dengan luka SC profunda. Ruptur uteri karena luka bekas SC klasik sudah dapat terjadi pada akhir kehamilan, sedangkan pada luka bekas SC profunda biasanya baru terjadi dalam persalinan.

d. Untuk mengurangi kemungkinan ruptura uteri, dianjurkan supaya ibu yang telah mengalami SC jangan terlalu lekas hamil lagi. Sekurang -kurangnya dapat istirahat selama 2 tahun. Rasionalnya adalah memberikan kesempatan luka sembuh dengan baik. Untuk tujuan ini maka dipasang akor sebelum menutup luka rahim.

4) Sectio Caesarea (Ismika Profunda)Dilakukan dengan membuat sayatan melintang konkaf pada segmen bawah rahim kira-kira 10cmKelebihan:a. Penjahitan luka lebih mudah

b. Penutupan luka dengan reperitonialisasi yang baik

c. Tumpang tindih dari peritoneal flap baik sekali untuk menahan isi uterus ke rongga perineum

d. Perdarahan kurang

e. Dibandingkan dengan cara klasik kemungkinan ruptur uteri spontan lebih kecil

Kekurangan:

a. Luka dapat melebar ke kiri, ke kanan dan bawah sehingga dapat menyebabkan arteri uteri putus yang akan menyebabkan perdarahan yang banyak.

b. Keluhan utama pada kandung kemih post operatif tinggi.

F. Patofisiologi

Adanya beberapa kelainan/hambatan pada proses persalinan yang menyebabkan bayi tidak dapat lahir secara normal / spontan, misalnya pre-eklamsia dengan hipertensi. Kondisi tersebut menyebabkan perlu adanya suatu tindakan pembedahan yaitu Sectio Caesarea (SC).

Dalam proses operasinya dilakukan tindakan anestesi yang akan menyebabkan pasien mengalami imobilisasi sehingga akan menimbulkan masalah intoleransi aktivitas. Adanya kelumpuhan sementara dan kelemahan fisik akan menyebabkan pasien tidak mampu melakukan aktivitas perawatan diri pasien secara mandiri sehingga timbul masalah defisit perawatan diri.

Kurangnya informasi mengenai proses pembedahan, penyembuhan, dan perawatan post operasi akan menimbulkan masalah ansietas pada pasien. Selain itu, dalam proses pembedahan juga akan dilakukan tindakan insisi pada dinding abdomen sehingga menyebabkan terputusnya inkontinuitas jaringan, pembuluh darah, dan saraf - saraf di sekitar daerah insisi. Hal ini akan merangsang pengeluaran histamin dan prostaglandin yang akan menimbulkan rasa nyeri (nyeri akut). Setelah proses pembedahan berakhir, daerah insisi akan ditutup dan menimbulkan luka post op, yang bila tidak dirawat dengan baik akan menimbulkan masalah risiko infeksi.

G. Komplikasi

1. Infeksi Puerperalisini bersifat ringan, seperti kenaikan suhu selama beberapa hari dalam masa nifas atau dapat juga bersifat berat, misalnya peritonitis, sepsis dan lain-lain. Infeksi post operasi terjadi apabila sebelum pembedahan sudah ada gejala - gejala infeksi intrapartum atau ada faktor - faktor yang merupakan predisposisi terhadap kelainan itu (partus lama khususnya setelah ketuban pecah, tindakan vaginal sebelumnya). Bahaya infeksi dapat diperkecil dengan pemberian antibiotika, tetapi tidak dapat dihilangkan sama sekali, terutama SC klasik dalam hal ini lebih berbahaya daripada SC transperitonealis profunda.

2. PerdarahanPerdarahan banyak bisa timbul pada waktu pembedahan jika cabang arteria uterina ikut terbuka atau karena atonia uteri

3. Luka kandung kemih

4. Embolisme paru - paru

5. Suatu komplikasi yang baru kemudian tampak ialah kurang kuatnya perut pada dinding uterus, sehingga pada kehamilan berikutnya bisa terjadi ruptura uteri. Kemungkinan hal ini lebih banyak ditemukan sesudah sectio caesarea klasik.H. Pathway

I. Pemeriksaan Penunjang

1. Hemoglobin atau hematokrit (HB/Ht) untuk mengkaji perubahan dari kadar pra operasi dan mengevaluasi efek kehilangan darah pada pembedahan.

2. Leukosit (WBC) mengidentifikasi adanya infeksi

3. Tes golongan darah, lama perdarahan, waktu pembekuan darah

4. Urinalisis / kultur urine

5. Pemeriksaan elektrolit

Konsep Dasar Asuhan Keperawatan

I. Pengkajian data umum

1) Identitas klien dan penanggung

2) Keluhan utama klien saat ini

3) Riwayat kehamilan, persalinan, dan nifas sebelumnya bagi klien multipara

4) Riwayat penyakit keluarga

5) Keadaan klien meliputi:

6) SirkulasiHipertensi dan pendarahan vagina yang mungkin terjadi. Kemungkinan kehilangan darah selama prosedur pembedahan kira-kira 600-800 mL

7) Integritas egoDapat menunjukkan prosedur yang diantisipasi sebagai tanda kegagalan dan atau refleksi negatif pada kemampuan sebagai wanita. Menunjukkan labilitas emosional dari kegembiraan, ketakutan, menarik diri, atau kecemasan.

8) Makanan dan cairanAbdomen lunak dengan tidak ada distensi (diet ditentukan).

9) NeurosensoriKerusakan gerakan dan sensasi di bawah tingkat anestesi spinal epidural.

10) Nyeri / ketidaknyamananMungkin mengeluh nyeri dari berbagai sumber karena trauma bedah, distensi kandung kemih , efek - efek anesthesia, nyeri tekan uterus mungkin ada.

11) PernapasanBunyi paru - paru vesikuler dan terdengar jelas.

12) KeamananBalutan abdomen dapat tampak sedikit noda / kering dan utuh.

13) SeksualitasFundus kontraksi kuat dan terletak di umbilikus. Aliran lokhea sedang.

II. Diagnosa Keperawatan

1) Nyeri akut berhubungan dengan pelepasan mediator nyeri (histamin, prostaglandin) akibat trauma jaringan dalam pembedahan (section caesarea)

2) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh; hipoalbuminemia berhubungan dengan proteinuri.3) Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan trauma jaringan / luka kering bekas operasi

4) Deficit pengetahuan (tentang perawatan bayi) berhubungan dengan keterbatasasn paparan, kurangnya informasi5) Ketidakefektifan pemberian asi b.d kurang pengetahuan6) Intoleransi aktivitas b/d tindakan anestesiIII. Intervensi

1. Nyeri yang berhubungan dengan injuri fisik (tindakan operasi).

NOC: Kontrol nyeri.kriteria hasil :

1) Klien melaporkan nyeri berkurang / terkontrol

2) Wajah tidak tampak meringis

3) Klien tampak rileks, dapat berisitirahat, dan beraktivitas sesuai kemampuan

NIC: Manajemen nyeri.1) Kaji nyeri secara konfrehensip: lokasi, karakteristik, durasi dan frekuensi.

2) Observasi respon nonverbal.

3) Kontrol faktor lingkungan yang menyebabkan ketidaknyamanan.

4) Gunakan teknik nonpharmakologi (hypnosis, guide imagery).

5) Turunkan nyeri dengan analgetic.

2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh; hipoalbuminemia berhubungan dengan proteinuri.NOC:Status nutrisi: serum albumin dalam batas normal, hematokrit dalam batas normalNIC:1) Kaji dan pantau nilai laboratorium terutama kadar albumin serum.2) Berikan informasi tentang nutrisi adekuat untuk ibu hamil dengan preeklampsia3) Anjurkan pasien untuk meningkatkan intake makanan yang mengandung protein, besi dan vitamin C, seperti: juice buah atau buah segar.4) Kurangi garam, gunakan rempah-rembah dan lada sebagai alternatif lain5) Pertahankan berat badan sesuai dengan berat badan normal.3. Risiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan trauma jaringan / luka bekas operasi (SC)NOC : Risk control

Setelah di lakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan resiko infeksi tidak terjadi dengan KH :

1) WBC/leukosit tetap di pertahankan dalam batas normal

2) TTV normal

3) Luka tetap kering

4) Tidak muncul tanda-tanda infeksi seperti (color,dolor,rubor,tumor)

NIC : Infection control

1) Tinjau ulang kondisi dasar / faktor risiko yang ada sebelumnya. Catat waktu pecah ketuban.

2) Kaji adanya tanda infeksi (kalor, rubor, dolor, tumor, fungsio laesa)

3) Lakukan perawatan luka dengan teknik aseptik

4) Inspeksi balutan abdominal terhadap eksudat / rembesan. Lepaskan balutan sesuai indikasi

5) Anjurkan klien dan keluarga untuk mencuci tangan sebelum / sesudah menyentuh luka

6) Pantau peningkatan suhu, nadi, dan pemeriksaan laboratorium jumlah WBC / sel darah putih

7) Kolaborasi untuk pemeriksaan Hb dan Ht. Catat perkiraan kehilangan darah selama prosedur pembedahan

8) Anjurkan intake nutrisi yang cukup

9) Kolaborasi penggunaan antibiotik sesuai indikasi4. Deficit pengetahuan (tentang perawatan bayi) berhubungan dengan keterbatasasn paparan, kurangnya informasiSetelah di lakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan kurang pengetahuan tentang perawatan payudara teratasi dengan KH : 1) Pasien paham, dan mau merawat payudaranya agar ASI agar lancar dengan mandiri / di bantu perawat2) Pasien dapat menjawab pertanyaan perawat mengenai perawatan payudara yang benar

NIC : Knowledge : Pengetahuan perawatan payudara

1) Lakukan penilaian tingkat pengetahuan pasien mengenai perawatan payudara yang benar

2) Ikut sertakan pasien lain/anggota keluarga lain jika memungkinkan

3) Berikan penkes tentang breastcare

4) Demonstrasikan cara perawatan payudara yang benar dan lakukan langsung ke pasien biar ASInya mau keluar

5. Ketidakefektifan pemberian asi b.d kurang pengetahuanTujuan : Setelah dilakukan tindakan kepersawatan selama 3x24 jam diharapkan, pengetahuan pasien tentang pemberian asi bertambah

Kriteria hasil :

1) Klien mempertahankan pemberian asi

2) Pengeluaran asi produktif atau lancer

NOC : Knowledge : Mempertahankan pemberian asi

NIC : Manajemen laktasi

Intervensi :

1) Beri penjelasan pada klien tentang manfaat ASI Keuntungan menyusui Perawatan payudara

Kebutuhan diit khusus

Faktor-faktor yang menghambat proses menyusui1) Lakukan breast care pada klien

2) Anjurkan klien mengkonsumsi makan makanan bergizi untuk kelancaran asi dan untuk pemulihan sang ibu

3) Anjurkan klien menyusui bayinya setiap 2 jam sekali6. Intoleransi aktivitas b/d tindakan anestesiTujuan : Setelah dilakukan tindakan kepersawatan selama 3x24 jam diharapkan, klien sedikit demi sedikit dapat beraktivitas

NOC : Self Care : ADLsKriteria hasil:

1) Setelah 1 hari pertama klien tidak mengeluh nyeri2) Ekspresio wajah tidak meringis3) Setelah 3 hari pertama perawatan klien dapat melakukan aktivitas secara mandiri.Intervensi :1) observasi kehilangan/ gangguan keseimbangan gaya jalan dan kelemahan otot

2) observasi TTV

3) berikan lingkungan tenang batasi pengunjung dan kurangi suara bising, pertahankan tirah baring bila di indikasikan

4) anjurkan klien istirahat bila terjadi kelelahan dan kelemahan,anjurkan pasien melakukan aktivitas semampunya

5) kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian terapi infuse.IV. Implementasi

Setelah rencana tindakan keperawatan disusun secara sistemik. Selanjutnya rencana tindakan tersebut diterapkan dalam bentuk kegiatan yang nyata dan terpadu guna memenuhi kebutuhan dan mencapai tujuan yang diharapkan (Reeder, dkk. 2011).V. Evaluasi

Evaluasi adalah langkah akhir dari proses keperawatan :1. Tindakan pengukuran antara keberhasilan dan rencana 2. Tujuan evaluasi untuk mengetahui sejauh mana keberhasilan tindakan yang dilakukan .Dalam evaluasi harus dicantumkan jugaS : Data Subyektif

Menggambarkan pendokumentasian hasil melalui anamnesesO : Data ObyektifMenggambarkan pendokumentasian laboratorium tes, diagnosa yang dirumuskan dalam data focus untuk mendukung asaament.A : AssasmentMenggambarkan hasil analisa data dan interpretasi data subyektif dan obyektif dalam suatu identifikasi1. Diagnose/masalah2. Antisipasi diagnose lain/masalah potensialP : menggambarkan pendokumentasian, perencanaan, tindakan, evaluasi berdasarkan assasment DAFTAR PUSTAKA

Doengoes, Marylinn. 2001. Rencana Asuhan Keperawatan Maternal / Bayi. Jakarta : EGC

Manuaba, I.B. 2001. Kapita Selekta Penatalaksanaan Rutin Obstetri Ginekologi dan KB. Jakarta : EGC

Manuaba, I.B. 1999. Operasi Kebidanan Kandungan Dan Keluarga Berencana Untuk Dokter Umum. Jakarta : EGC

Mochtar, Rustam. 1998. Sinopsis Obstetri, Edisi 2, Jilid 2. Jakarta : EGCReeder, dkk. 2011. Keperawatan maternitas Ed 18. Jakarta : EGC

Sarwono, Prawiroharjo,. 2005. Ilmu Kandungan, Cetakan ke-4. Jakarta : PT Gramedi

Wilkinson M. Judith. 2006. Buku Saku Diagnosa Keperawatan dengan Intervensi NIC dan Kriteria Hasil NOC, Edisi 7. Jakarta:EGC

Prawirohardjo, S. 2000. Buku acuan nasional pelayanan kesehatan maternal dan neonatal. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka.