peb

33
STATUS PASIEN II. ANAMNESA Tanggal : 15 September 2011 Didapatdari : Pasiensendiri (Autoanamnesa) 1. Keluhan utama : Hamil cukup bulan dengan darah tinggi 2. Riwayat kesehatan sekarang ±9 jam SMRS pasien mengeluh perut terasa mules yang menjalar sampai pinggang dan hilang timbul makin lama makin sering.Pasien mengaku adanya riwayat keluar darah dan lendir namun menyangkal adanya riwayat keluar air-air. Pasien lalu dibawa ke bidan dan dinyatakan darah tinggi, pada saat diperiksa tekanan darah pasien 170/110mmHg., lalu pasien dirujuk ke RSUAM. Riwayat darah tinggi selama kehamilan dan riwayat darah tinggi pada kehamilan sebelumnya diakui pasien, namun riwayat darah tinggi sebelum kehamilan dan riwayat darah tinggi pada keluarga disangkal pasien. Pasien juga menyangkal adanya keluhan nyeri pada daerah ulu hatinya, pandangan mata kabur, sakit kepala, dan mual muntah.Pasien memiliki riwayat SC 1x pada kehamilan sebelumnya ± 1 th yang lalu atas indikasi

description

peb

Transcript of peb

Page 1: peb

STATUS PASIEN

II. ANAMNESA

Tanggal : 15 September 2011

Didapatdari : Pasiensendiri (Autoanamnesa)

1. Keluhan utama : Hamil cukup bulan dengan darah tinggi

2. Riwayat kesehatan sekarang

±9 jam SMRS pasien mengeluh perut terasa mules yang menjalar sampai

pinggang dan hilang timbul makin lama makin sering.Pasien mengaku

adanya riwayat keluar darah dan lendir namun menyangkal adanya riwayat

keluar air-air. Pasien lalu dibawa ke bidan dan dinyatakan darah tinggi, pada

saat diperiksa tekanan darah pasien 170/110mmHg., lalu pasien dirujuk ke

RSUAM. Riwayat darah tinggi selama kehamilan dan riwayat darah tinggi

pada kehamilan sebelumnya diakui pasien, namun riwayat darah tinggi

sebelum kehamilan dan riwayat darah tinggi pada keluarga disangkal pasien.

Pasien juga menyangkal adanya keluhan nyeri pada daerah ulu hatinya,

pandangan mata kabur, sakit kepala, dan mual muntah.Pasien memiliki

riwayat SC 1x pada kehamilan sebelumnya ± 1 th yang lalu atas indikasi

kejang-kejang sebelum melahirkan. Pasien mengaku hamil cukup bulan dan

masih merasakan gerakan janin.

Menarche : 12tahun

Siklus haid : 28 hari

Lamanya : 6 hari

HPHT : 17 Desember 2010

TP : 24 September 2011

4. Riwayat perkawinan

Pernikahan pertama dan sudah berlangsung ± 2tahun

Page 2: peb

5. Riwayat kehamilan–persalinan – nifas terdahulu

Anak 1 : Laki-laki usia15 bulan, lahirdengan sectio caecaria atas indikasi

eklampsia, ditolong oleh dokter, sehat, 2400 gr.

6. Riwayat penyakit terdahulu

Pasien menderita penyakit darah tinggidisertai dengan kejang-kejang pada

kehamilan sebelumnya. Pasien tidak menderita penyakit jantung, penyakit

ginjal, asma dan kencing manis.

7. Riwayat penyakit keluarga

Riwayat darah tinggi, sakit jantung, ginjal, asma dan kencing manis dalam

keluarga disangkal.

8. Riwayat Operasi

Operasi Sectio Caecarian pada saat melahirkan anak pertamanya 1 tahun yg

lalu atas indikasi eklampsia.

9. Riwayat kontrasepsi

Pasien mengaku memiliki riwayat menggunakan KB jenis pil.

10.Riwayat imunisasi selama hamil

Pasien tidak pernah mendapat suntikan imunisasi selama kehamilan

III.PEMERIKSAAN FISIK

Status Present

KeadaanUmum : Tampaksakitsedang

Kesadaran : Compos mentis

Tekanandarah : 170/110 mmHg

Nadi : 80 x/menit

Pernafasan : 20 x/menit

Suhu : 36,5ºC

1

Page 3: peb

Status Generalis

Kulit : Chloasmagravidarum (-)

Mata : Konjungtiva ananemis, sclera anikterik

Gigi / mulut : Karies (+)

Thoraks : Dalambatas normal

Mammae : Mammae tegang dan membesar, glandula

Montgomery lebih jelas

Jantung : Bunyi jantung I-II regular, mur-mur (-), gallop(-)

Paru : Sonor, vesikuler, ronki -/-, wheezing -/-

Abdomen : Cembung, simetris, terdapat scar bekas insisi sectio

caecarian panjang 10 cm 2 jari diatas simpisis

Extremitas : Edema Pretibial +/+

IV. PEMERIKSAAN OBSTETRI

Pemeriksaan luar

Tinggi fundus uteri 3 jari bawah proc. Xyphoideus (32cm), letak

memanjang,punggung kiri, presentasi kepala, penurunan 5/5, his (+)1x/10’/20”,

DJJ 137x/mnt, TBJ 2945gram.

Pemeriksaan Dalam

Portio lunak, posterior,eff 75 %,pembukaan3cm, ketuban(+), terbawah kepala,

penunjuk belum dapat dinilai, penurunan kepala Hodge 1.

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Laboratorium

Hb : 12,4 gr%

Leukosit : 9.400/ul

SGOT : 94 u/l

SGPT : 72 U/L

GDS : 122 mg/dl

2

Page 4: peb

Trombosit : 139.000/mm3

Urea : 24mg/dl

Kreatinin : 0,8 mg/dl

URINALISA

Protenuria 1000 mgdalam urine 24 jam atau +2

IndeksGestosis

Edema pretibial (+) : 1

Protein uri : 1

TD Sistol 170 (160-180) : 2

TD Diastol 110 mmhg : 2

V. DIAGNOSIS

G2P1A0hamil aterm dengan PEB+ riwayat SC 1x inpartu kala I fase laten JTH

Preskep + HELLP Syndrom

VI. PROGNOSIS

Quo ad vitam : dubia

Quo ad functionam : dubia

VII.Penatalaksanaan

Cegah kejang dengan perawatan pada kamar isolasi dan pemberian

MgSO4 sesuai posedur

Stabilisasi 1-3 jam

Observasi His, DJJ,tanda vital ibu

Katetermenetap, Catat input – output

Nifedipine 3 x 10 mg

Cek Laboratorium darah rutin, kimia darah, urin rutin,cross match

Konsul PDL, mata

R/ terminasi perabdominam

Persiapan Alat, bahan, dan SIO

FOLLOW UP

3

Page 5: peb

Waktu Pemeriksaan Tindakan / Terapi

14.09.1112.30 WIB

IG : 6

Kel:Mau melahirkan dengan darah tinggiSt. present KU sedang, sens : cm, TD 170/110 mmHg, N 80 x/m, RR 20 x/m, T 36,5oCPemeriksaan luar :Tifut 3jbpx (32cm), letak memanjang, puki, preskep, penurunan 5/5, HIS (+) 2x/10’(20”), DJJ 137x/mnt, TBJ 2945gr.pemeriksaan dalam :VT:Portio lunak, medial, eff 75%, pembukaan 3cm, ketuban (+), terbawah kepala, petunjuk belum dapat dinilai, penurunan kepala hodge I D/G2P1A0 hamil aterm dengan PEB+ riwayat SC 1x inpartu kala I fase laten JTH Preskep + HELLP Syndrom

- Rawat pada VK 9 (bed isolasi)

- Stabilisasi 1-3jam- Observasi DJJ, TVI, His- IVFD RL+MgSO4 15cc

gtt XX/mnt- Inj. Dexamethason

2x10mg- Kateter menetap catat

Intake, output- R/ terminasi

perabdominam- Persiapan operasi (SIO,

alat, dan darah)

14.09.1102.15 WIB

IG : 6

Kel:Mau melahirkan dengan darah tinggiSt. present KU sedang, sens : cm, TD 170/110 mmHg, N 80 x/m, RR 20 x/m, T 36,5oCPemeriksaan luar :Tifut 3jbpx (32cm), letak memanjang, puki, preskep, penurunan 5/5, HIS (+) 2x/10’(20”), DJJ 137x/mnt, TBJ 2945gr.pemeriksaan dalam :VT:Portio lunak, medial, eff 75%, pembukaan 3cm, ketuban (+), terbawah kepala, petunjuk belum dapat dinilai, penurunan kepala hodge I D/G2P1A0 hamil aterm dengan PEB+ riwayat SC 1x inpartu kala I fase laten JTH Preskep + HELLP Syndrom

- Operasi SSTP

14.09.1116.55 WIB

Kel:Kaki tidak dapat digerakan dan terasa kesemutan, sakit pada luka bekas operasiSt. present KU sedang, sens : cm, TD 170/110 mmHg, N 82 x/m, RR 20 x/m, T

- Obs. TVI- Kateter menetap, Catat

input – output- IVFD 15 ml MgSO4

dalam 500 ml RL xx gtt/mnt

4

Page 6: peb

36,5oCPemeriksaan luar :PL: Abd. Datar, FUT teraba 2 jari diatas sympisis pubis, luka operasi masih basah, belum tertutup, massa (-)Dx: P2A0 Post SSTP

- Inj. Vicillin vial/8jam- Drip 1 amp ketorolac

dalam 500cc RL- Inj. Kalnex amp/8jam- Inj. Genta amp/12jam- Inj. Metronidazol

fl/12jam- Inj. Dexamethason

10mg/6jam- Hb post Op : 12,0 gr/dl- Diet biasa

15.09.1107.00WIB

Kel:Sakit pada luka bekas operasiSt. present KU sedang, sens : cm, TD 130/0 mmHg, N 82 x/m, RR 20 x/m, T 36,5oCPemeriksaan luar :PL: Abd. Datar, FUT teraba 2 jari diatas sympisis pubis, luka operasi masih basah, belum tertutup, massa (-)Dx: P2A0 Post SSTP

- Obs. TVI- Kateter menetap, Catat

input – output- IVFD 15 ml MgSO4

dalam 500 ml RL xx gtt/mnt

- Inj. Vicillin vial/8jam- Drip 1 amp ketorolac

dalam 500cc RL- Inj. Kalnex amp/8jam- Inj. Genta amp/12jam- Inj.Metronidazol fl/12j- Inj. Dexamethason

5mg/6j- Mobilisasi- Diet biasa

LAPORAN OPERASI

Tanggal : 14 September 2011Nama pasien : Ny. JUmur : 26 tahunNarkose : : Spinal Anesthesia

Pukul 14.30 WIBOperasi Dimulai

Pasien ditidurkan dalam posisi litotomi dimeja operasi dalam keadaan SpinalAnestesi, dilakukan tindakan aseptic dan antiseptic pada daerah abdomen dan sekitarnya, lapangan operasi dipersempit dengan doek steril.Dilakukan insisi pfannenstiel, insisi diperdalam secara tajam dan tumpul sampai menembus peritoneum. Setelah peritoneum dibuka tampak uterus sebesar

5

Page 7: peb

kehamilan aterm.Diputuskan untuk melakukan SSTP dengan cara sebagai berikut :

Membuka dan memotong plika vesikouterina disisihkan kebawah dan dilindungi dengan hak besar

Insisi SBR secara corporal sepanjang ± 9 cm secara tajam kemudian bagian tengah ditembus secara tumpul dengan jari sampai menembus kavum uteri. Ketuban jernih, bau (-)

Anak dilahirkan dengan meluksir kepala dan diikuti dengan bagian tubuh yang lain.Pukul 14.35 WIB lahir bayi laki-laki dengan BB: 2200 gr, PB: 45 cm, A/S :6/8. Plasenta dilahirkan dengan tarikan ringan pada tali pusat.Plasenta lahir lengkapDilakukan pembersihan cavum uteri dengan kasa, dilanjutkan dengan :

Pemasangan Alat KB berupa IUD Penjahitan segmen bawah rahim secara jelujur dengan chromic catgut no 2.0 Perdarahan dirawat sebagaimana mestinya

Setelah diyakini tidak ada perdarahan lagi, kemudian dilakukan penutupan dinding abdomen lapis demi lapis, dengan cara :

Peritoneum dijahit secara jelujur dengan plain catgut no 2.0 Fascia dijahit secara jejujur dengan plain catgut no 2.0 Otot dijahit secara jelujur dengan plain catgut no 2.0 Subkutis dijahit secara terputus satu – satu dengan dexon no. 20 Kutis dijahit secara subkutikuler dengan dexon no 2.0

Luka operasi ditutup dengan kasa betadine, kasa steril, dan hipafix

Pukul 15.25 WIBOperasi Selesai

Diagnosa Pre Operasi :G2P1A0 hamil aterm dgn bekas SC 1x + PEB inpartu kala I fase laten JTH preskep + HELLP Syndrome

Diagnosa Post Operasi :P2A0 post SSTP a.i bekas SC 1x+PEB+ HELLP Syndrome

Instruksi Post Operasi 1. Observasi tanda vital 2. Transfusi bila HB< 10 gr%3. Obat – obatan :

IVFD RLXX gtt/menit Ampicilin 1g vial/8 jam Gentamicin amp/12jam Metronidazol fl/8jam Ketorolac amp/8jam

6

Page 8: peb

Kalnex amp/8jam MgSO4 sesuai protokol Dexamethason 10-10-5-5 tiap 6 jam

7

Page 9: peb

PERMASALAHAN

1. Apakah diagnosis pada kasus ini sudah tepat?

2. Apakah penatalaksanaan pada kasus ini tepat?

3. Apapenyebabtimbulnya preeklampsiapadakasusini?

4. Penyulit/komplikasi apa yang dapat terjadi pada pasien ini?

ANALISA KASUS

I. Apakah diagnosis pada kasus ini tepat?

Terminologi hipertensi dalam kehamilan (HDK) digunakan untuk

menggambarkan spektrum yang luas dari ibu hamil yang mengalami

peningkatan tekanan darah yang ringan atau berat dengan berbagai disfungsi

organ. Hipertensi dalam kehamilan merupakan sekelompok gejala yang dapat

terjadi dalam kehamilan. Angka kejadian hipertensi dalam kehamilan lebih

kurang 10% dimana angka kematian perinatal lebih kurang 50%, sedangkan

kematian maternal 33,3%.

Pada saat ini, untuk lebih menyederhanakan dan memudahkan The Working

Group Report dan High Blood Pressure ini Pregnancy (2000) menyarankan

klasifikasi hipertensi dalam kehamilan sebagai berikut :

1. Hipertensi gestasional : adalah kenaikan tekanan darah yang hanya dijumpai

dalam kehamilan sampai 12 minggu pasca persalinan, tidak dijumpai keluhan

dan tanda-tanda preeklampsia lainnya. Diagnosa akhir ditegakkan pasca

persalinan.

2. Hipertensi kronis : adalah hipertensi yang sudah dijumpai sebelum kehamilan,

selama kehamilan sampai sesudah masa nifas. Tidak ditemukan keluhan dan

tanda-tanda preeklampsia lainnya.

3. Superimposed preeklampsia : adalah gejala dan tanda-tanda preeklampsia

muncul sesudah kehamilan 20 minggu pada wanita yang sebelumnya

menderita hipertensi kronis.

8

Page 10: peb

4. Preeklampsia ringan, preeklampsia berat dan eklampsia : Dahulu, disebut PE

jika dijumpai trias tanda klinik yaitu : tekanan darah ≥ 140/90 mmHg,

proteinuria dan edema. Tapi sekarang edema tidak lagi dimasukkan dalam

kriteria diagnostik, karena edema juga dijumpai pada kehamilan normal.

Pengukuran tekanan darah harus diulang berselang 4 jam, tekanan darah

diastol ≥ 90 mmHg digunakan sebagai pedoman. Kelompok ini dibagi lagi

menjadi :

a. Preeklampsia ringan adalah jika tekanan darah ≥ 140/90 mmHg, tapi

<160/110 mmHg dan proteinuria +1.

b. Preeklampsia berat adalah jika tekanan darah > 160/110 mmHg, proteinuria ≥

+2, dapat disertai keluhan subjektif seperti nyeri epigastrium, sakit kepala,

gangguan penglihatan dan oliguria.

c. Eklamsia adalah kelainan akut pada wanita hamil dalam persalinan atau nifas

yang ditandai dengan timbulnya kejang dan atau koma. Sebelumnya wanita

ini menunjukkan gejala-gejala preeklampsia berat. (kejang timbul bukan

akibat kelainan neurologik).

Sindroma HELLP yang merupakan singkatan dari Hemolysis, Elevated

Liver Enzymes dan Low Platelet counts pertama sekali dilaporkan oleh

Louis Weinstein tahun 1982 pada penderita preeklampsia berat. Sindroma

9

Page 11: peb

ini merupakan kumpulan gejala multisistem pada penderita preeklampsia

berat dan eklampsia yang terutama ditandai dengan adanya hemolisis,

peningkatan kadar enzym hepar dan penurunan jumlah trombosit

(trombositopenia).

Insiden sindroma HELLP berkisar 2 –12 % dari pasien dengan

preeklampsia berat, dan berkisar 0,2 sampai 0,6 % dari seluruh kehamilan.

Gejala dapat muncul antepartum dan postpartum.Pada 69% kasus gejala

muncul antepartum, pada penderita postpartum onset bervariasi antara

beberapa jam sampai hari setelah persalinan, sebahagian besar muncul pada

48 jam postpartum. 2,9 Pada sindroma HELLP karena adanya

mikroangiopati yang menyebabkan aktifasi dan konsumsi yang meningkat

dari platelet terjadi penumpukan fibrin di sinusoid hepar,maka gejala yang

menonjol adalah rasa nyeri pada daerah epigastrium kanan, nyeri kepala,

mual, muntah, ikterus dan gangguan penglihatan. Sering dijumpai tanda-

tanda hemolisis berupa perdarahan gastrointestinal dan gusi, gangguan

fungsi hepar dan fungsi ginjal dan tanda-tanda koagulopati.

Pemeriksaan laboratorium pada sindroma HELLP sangat diperlukan, karena

diagnosa ditegakkan berdasarkan hasil laboratorium.Walaupun sampai saat

ini belum ada batasan yang tegas nilai batas untuk masing-masing

parameter.Hal ini terlihat dari banyaknya penelitian terhadap sindroma ini,

untuk membuat suatu keputusan nilai batas masing-masing

parameter.Gambaran laboratoriumnya adalah:

a. Hemolisis

Menurut Weinstein (1982) dan Sibai (1986) gambaran ini merupakan

gambaranyang spesifik pada sindroma HELLP. Hemoglobin bebas pada

sistim retikuloendotel akan berubah menjadi bilirubin. Peningkatan kadar

bilirubin menunjukkan terjadinya hemolisis. Hemolisis intravaskuler

menyebabkan sumsum tulang merespon dengan mengaktifkan proses

eritripoesis, yang mengakibatkan beredarnya sel darah merah yang imatur.

b. Peningkatan Kadar Enzim Hepar.

Serum aminotranferase yaitu aspartat aminotranferase (SGOT) dan

glutamatpiruvat transaminase (SGPT) meningkat pada kerusakan sel

10

Page 12: peb

hepar.Padapreklampsia, SGOT dan SGPT meningkat pada seperlima

kasus, dimana 50%diantaranya adalah peningkatan SGOT. Peningkatan

SGOT dan SGPT dapat juga merupakan tanda terjadinya rupturkapsul

hepar.11Lactat dehidrogenase (LDH) adalah enzim katalase yang

bertanggung jawab terhadap proses oksidasi laktat menjadi piruvat. LDH

yang meningkat menggambarkan terjadinya kerusakan sel hepar.

Walaupun peningkatan kadar LDH juga merupakan tanda terjadinya

hemolisis. Peningkatan kadar LDH tanpa disertai peningkatan kadar

SGOT dan SGPT menunjukkan terjadinya hemolisis.

c. Jumlah Platelet yang Rendah

Pada kehamilan normal belum diketahui batasan jumlah platelet yang

spesifik.Sebagian besar laporan mengatakan jumlah platelet rata-rata

menurun selamakehamilan walaupun secara statistik tidak

signifikan.Kadar platelet dapatbervariasi dari < 50.000/ mm3 sampai >

150.000/ mm3.

Pada pasien ini, Pasien datang dengan keluhan mau melahirkan dengan

darah tinggi.Autoanamnesis terhadap pasien didapatkan, ±9 jam SMRS

pasien mengeluh perut terasa mules yang menjalar sampai pinggang dan

hilang timbul makin lama makin sering. Pasien mengaku adanya riwayat

keluar darah dan lendir namun menyangkal adanya riwayat keluar air-air.

Pasien lalu dibawa ke bidan dan dinyatakan darah tinggi, pada saat

diperiksa tekanan darah pasien 170/110mmHg., lalu pasien dirujuk ke

RSUAM. Riwayat darah tinggi selama kehamilan dan riwayat darah

tinggi pada kehamilan sebelumnya diakui pasien, namun riwayat darah

tinggi sebelum kehamilan dan riwayat darah tinggi pada keluarga

disangkal pasien. Pasien juga menyangkal adanya keluhan nyeri pada

daerah ulu hatinya, pandangan mata kabur, sakit kepala, dan mual

muntah. Pasien memiliki riwayat SC 1x pada kehamilan sebelumnya ± 1

th yang lalu atas indikasi kejang-kejang sebelum melahirkan. Pasien

mengaku hamil cukup bulan dan masih merasakan gerakan janin.

Saat dilakukan pemeriksaan fisik didapatkan kesadaran compos mentis,

tekanan darah 170/110 mmHg, nadi 80x/menit, pernapasan

11

Page 13: peb

20x/menit.Pada ekstremitas ditemukan edema pretibia. Pemeriksaan

pemeriksaan obstetri didapatkan tifut 3 jari bawah processus xyphoideus

(32 cm), memanjang, puka, terbawah kepala, his2x/10’/20”, denyut

jantung janin 137 x/m, taksiran berat janin 2945g.Pemeriksaan dalam

didapatkan porsio lunak, anterior, effacement 75 %, pembukaan 3 cm,

ketuban (+), kepala, penunjuk belum dapat dinilai.Pemeriksaan

laboratorium penunjang pada pasien ini menunjukkan hasil SGOT 94 U/L,

SGPT 72 U/L, sedangkan lain-lain dalam batas normal.

Berdasarkan pemeriksaan-pemeriksaan diatas penderita didiagnosis

dengan G2P1A0 hamil aterm dengan PEB + bekas SC 1x inpartu kala I

fase laten JTH preskep + HELLP Syndrome

I. Apakah penatalaksanaan pada kasus ini sudah tepat?

Pada kasus ini penderita masuk rumah sakit dengan diagnosisG2P1A0 hamil

aterm dengan PEB + bekas SC 1x inpartu kala I fase laten JTH preskep +

HELLP Syndrome

Tujuan pengelolaan dasar dari setiap kehamilan dengan preeklamsi adalah :

a. Terminasi kehamilan dengan trauma minimal pada ibu dan janin

b. Kelahiran bayi dengan selamat

c. Kembalinya kesehatan ibu seperti sebelum hamil

Sudah tepat. Direncanakan penatalaksanaan seperti dibawah ini, yaitu:

Rawat dalam bed isolasi

R/ terminasi perabdominam

Stabilisasi 1-3 jam

Observasi His, DJJ,tanda vital ibu

Katetermenetap, Catat input – output

Nifedipine 3 x 10 mg

Inj. Dexamethasin 2x10mg

IVFD 15 ml MgSO4 40 % dalam RL 500 cc gtt XX/menit

12

Page 14: peb

Cek Laboratorium darah rutin, kimia darah, urin rutin,cross match

Konsul PDL, mata

Pada penderita ini untuk mencegah timbulnya kejang diberikan anti kejang

MgSO4. Yeast dkk melaporkan bahwa MgSO4 tidak secara signifikan

mengubah tekanan koloid osmotik. Sebagai alternatif adalah diazepam dan

phenobarbital. Tetapi diazepam mempunyai efek menekan sistem saraf pusat

fetus sehingga tidak dianjurkan.

Pada saat masuk rumah sakit penderita datang dengan tekanan darah sistolik

170 mmHg dan diastolik 110 mmHg. Nifedipin dapat digunakan untuk

hipertensi akut dan kronis. Nifedipin sampai saat ini masih yang terpilih karena

murah, kerja cepat, aman untuk janin dan mudah didapat.

Penatalaksanaansuatukasustergantung diagnosis yang ditegakkan. Penanganan

pada Preeklampsi berat adalah sebagai berikut :

A. PengobatanMedisinal

1. Tirah Baring

2. Oksigen

3. Kateter menetap

4. IVFD : Ringer Asetat, Ringer Laktat, Kolloid

Jumlah input cairan : 2000 ml/24 jam, berpedomanpada diuresis,

insensible water loss dan CVP. Awasibalanscairan.

5. Magnesium Sulfat

Initial dose :

- Loading dose : 4 gr magnesium sulfat 20% IV (4-5 menit)

- 8 gr MS 40% IM, 4 gr bokongkanan, 4 gr bokongkiri.

Maintenance dose : 4 gr magnesium sulfat40% IM setiap 4 jam

Magnesiumsulfat maintenance dapatjugadiberikansecaraintravenus.

6. Antihipertensi diberikan jika tekanan darah diastole > 110 mmHg.

Dapatdiberikannifedipin sublingual 10 mg. Setelah 1 jam,

jikatekanandarahmasihtinggidapatdiberikannifedipinulangan 5-10 mg

sublingual atau oral denganinterval 1 jam, 2 jam atau 3 jam

13

Page 15: peb

sesuaikebutuhan. Penurunantekanandarahtidakbolehterlaluagresif.

Tekanandarahdiastoljangankurang dari 90 mmHg,

penurunantekanandarahmaksimal 30%.

Penggunaannifedipinesangatdianjurkankarenaharganyamurah,

mudahdidapat dan mudahpengaturandosisnyadenganefektifitas yang

cukupbaik.

7. Diuretikumtidakdiberikankecualijika ada :

- Edema paru

- Gagal jantung kongestif

- Edema anasarka

8. N-Acetyl Cystein 3 x 600 mg.

9. Jika pasien koma, diberikan perawatan koma di ICU

10. Konsul ke Bagian Interna, Hematologi, Mata, Neurologi jika perlu.

11. Jajaki kemungkinan terjadinya komplikasi Sindroma HELLP, gagal

ginjal, edema paru, solusio plasenta, DIC, stroke, dll

12. Jika dijumpai Sindroma HELLP, beri deksametason 10 mg / 12 jam IV

2x sebelum persalinan, dilanjutkan dengan deksametason 10, 10, 5, 5

mg / jam IV dengan interval 6 jam postpartum. Kelahiran bayi diharapkan

terjadi dalam 48 jam setelah pemberian deksametason pertama.

Catatan:

Syarat pemberian Magnesium Sulfat:

Harus tersedia antidotum Magnesium Sulfat yaitu Kalsium Glukonas

10%, diberikan iv secara perlahan.

Refleks patella (+)

Frekuensi pernafasan > 16 kali / menit.

Produksi urin > 100 cc dalam 4 jam sebelumnya ( 0,5 cc/ kg BB/ jam)

Pemberian Magnesium Sulfat sampai 20 gr tidak perlu

mempertimbangkan diurese.

14

Page 16: peb

B. Penanganan Obstetri

Pada keadaan ibu sudah stabil, tetapkan suatu keputusan apakah dilakukan

terminasi kehamilan atau tindakan konservatif dengan mempertimbangkan

usia kehamilan dan keadaan janin.

Penanganan konservatif bisa dilakukan pada keadaan :

Tekanan darah terkontrol < 160/110 mmHg

Oliguria respon dengan pemberian cairan

Tidak dijumpai nyeri epigastrik

Usia kehamilan < 34 minggu

Kalau penyakit berkembang menjadi Sindroma HELLP murni

cenderung dilakukan tindakan penanganan aktif

Jika serviks sudah matang dan tidak ada kontra indikasi obstetrik,

dilakukan induksi persalinan dengan oksitosin drips dan amniotomi.

Kala II dipercepat dengan EV / EF.

Seksio sesarea dilakukan pada :

Skor pelvik dibawah 5.

Dengan drips oksitosin, setelah 12 jam belum ada tanda-tanda janin

akan lahir pervaginam.

Indikasi obstetrik.

Bayi ditangani oleh Subbagian Perinatologi dan jika perlu dirawat di

Neonatal Intensive Care Unit.

Pada kasus ini pasien memiliki riwayat SC pada kehamilan sebelumnya

dengan jarak kurand dari 2 tahun. Oleh karena itu pada pasien ini dilakukan

terminasi perabdominam dengan SSTP. Selain itu, karena pada pasien ini

terdapat HELLP syndrome maka dilakukan management aktif dengan

SSTP.

III. Apa penyebab timbul preeklampsia pada kasus ini?

15

Page 17: peb

Seorang gravida cenderung dan mudah mengalami preeklampsia/eklampsia

jika mempunyai faktor predisposisi sebagai berikut:

a. Primigravida

b. Hyperplasentosis:

- Molahidatidosa

- Kehamilan multiple

- Diabetes mellitus

- Hydropsfetalis

- Bayi besar

c. Umur yang ekstrim

d. Riwayat pernah preeclampsia/eclampsia

e. Penyakit - penyakit ginjal dan hipertensi yang sudah ada sebelum hamil.

Kemungkinan pada pasien ini terjadi preeklampsia dikarenakan karena

faktor memiliki riwayat preeclampsia

Etiologi dari preeklampsia belum diketahui dengan pasti. Banyak sekali

teori yang diajukan mengenai kemungkinan etiologi dari preeklampsia.

Berdasarkan pengalaman klinis penderita-penderita preeklampsia

didapatkan beberapa hal penting yang dianggap berkaitan dengan terjadinya

preeklampsia.

1. Trofoblast.

Pada preeclampsia, kehamilan tidak perlu terjadi didalam uterus dan tidak

perlu adanya janin. Syarat utama ialah adanya trofoblast dan ini didukung

pula oleh kenyataan bahwa preeklampsia membaik setelah plasenta lahir.

Makin banyak jumlah trofoblast, makin besar kemungkinan terjadinya

preeklampsia, bahkan preeklampsia dapat terjadi pada akhir trimester ke 2

kehamilan.

2. Immunologik

16

Page 18: peb

Preeklampsia sering terjadi pada kehamilan pertama dan tidak timbul lagi

pada kehamilan berikutnya. Keadaan ini diterangkan secara immunologik

bahwa pada kehamilan pertama pembentukan “blocking antibodies”

terhadap antigen plasenta tidak sempurna sehingga timbul respons immun

yang tidak menguntungkan terhadap histoinkompatibilitas plasenta. Pada

kehamilan berikutnya pembentukan blocking antibodies ini iebih banyak

akibat respons anamnestis pada kehamilan pertama yang lalu.

3. Predisposisi Famillial

Preeklampsia hanya terjadi pada manusia (Chesley 1976, 36 — 37). Pada

beberapa penderita terdapat faktor predisposisi yang bersifat genetik,

walaupun belum diketahui dengan pasti apakah faktor ini juga ditemukan

pada penderita-penderita lain.

4. Faktor hormon

Bila preeklampsia hanya terjadi pada manusia, bukanIah berarti faktor

hormon paling berperan. Tatapi tidak dapat disangkal bahwa hormon

steroid yang diproduksi oleh plasenta manusia jauh lebih banyak jumlahnya

dibandingkan dengan binatang. Steroid utama yang didapatkan dalam

jumlah besar adalah estriol.

5. Faktorgizi

Chesley 1978, menduga bahwa faktor nutrisi memegang peranan. Diet yang

kurang mengandung asam lemak essential terutama arachidonic acid

(precursor sintesa prostaglandin), dapat menyebabkan loss angiotensin

refractoriness yang kemudianmenimbulkan preeklampsia.

Beberapa teori yang menjelaskan patogenesis terjadinya hipertensi dalam

kehamilan antara lain:

1. Kerusakan Sel Endotel

Kerusakan primer pada sel-sel endotel menyebabkan

penurunan produksi prostasiklin yang berpotensi sebagai vasodilator dan

peningkatan produksi tromboksan A2 yang relatif sebagai vasokonstriktor.

17

Page 19: peb

2. Respon Imun

Ketidakmampuan antibodi ibu untuk merespon allograft (pemindahan

jaringan individu berbeda genotipe) dari fetus menghasilkan kerusakan

pembuluh darah dari kompleks sistem imun. Teori ini didukung oleh

adanya peningkatan prevalensi penyakit pada kehamilan dengan ekspos

antigen pertama kali (nullipara muda) dam pada situasi dengan antigen

fetus yang berlebihan (gemeli, molar pregnancy, hydrops fetalis, dan

diabetes dengan plasenta yang lebar)

3. Circulating toxins

Substansi-substansi vasokonstriktor dilaporkan juga dapat dihasilkan oleh

darah, cairan amnion, dan plasenta pada wanita dengan preeklamsi.

4. Endogenous vasoconstrictors

Peningkatan sensitivitas terhadap vasopresin, epinefrine, dan norepinefrine

juga telah dilaporkan, serta hilangnya resistensi terhadap angiotensin II

pada trimester ketiga.

5. Primary disseminated intravascular coagulation

Pembentukan dan deposisi trombin pada pembuluh darah kecil

menyebabkan kerusakan penbuluh darah terutama pada ginjal dan plasenta.

IV. Penyulit/komplikasi apa yang dapat terjadi pada pasien ini?

Penyulit/komplikasi bisa terjadi pada ibu maupun janin. Pada ibu bisa

terjadi gangguan pada sistem saraf pusat yaitu perdarahan intrakranial,

trombosis vena sentral, hipertensi ensefalopati, edema serebri, edema

retina, macular atau retina detachment; pada gastrointestinal-hepatik

yaitu subcapsular hematoma hepar dan ruptur capsul hepar; pada ginjal

bisa terjadi gagal ginjal akut dan nekrosis tubular akut; pada

hematologik terjadi DIC dan trombositopeni; pada kardiopulmoner bisa

terjadi edema paru, depresi pernafasan, cardiac arrest dan iskemik

18

Page 20: peb

miokardium. Penyulit pada janin bisa terjadi IUGR, solutio plasenta,

IUFD, kematian neonatal, cerebral palsy. Hal ini berpengaruh terhadap

prognosis pasien.

19

Page 21: peb

KESIMPULAN1. Diagnosis padakasusinisudahtepat.

Sehinggapenatalaksanaannyasudahadekuat

2. Padapasieniniterjadi preeclampsia mungkin predispose primigravida.

20

Page 22: peb

DAFTAR PUSTAKA

Angsar DM. Hipertensi dalam Kehamilan. Dalam : Ilmu Kebidanan. Jakarta :

Bina Pustaka, 2008.

Arias F. Practical Guide to Highrisk Pregnancy and Dellivary. Mosby Year Book,

1999, Ed.2 : 183 –279.

Cunningham GF, Bloom SL, Leveno JK, Hauth JC, Rouse DJ, Spong YC.

Williams obstetrics 23th ed. New York : The McGraw-Hill Companies, 2010

.p. 402-06

Editor Utama : Sulistia G. Ganiswara : Farmakologi Dan Terapi Edisi 4, Bag.

Farmakologi FKUI, Jakarta, 1995 hal 323— 329.

Evans T.A. Manual of Obstetrics.7th ed. Philadelphia: Lippincott Williams

Wilkins, 2007

Hohllagschwandtner M, Todesca DB. Hellp (hemolysis, elevated liver enzymes

and low platelet counts) Needs Help. AmJ Obstet Gynecol 2000:182 (5)

Panduan Pengelolaan Hipertensi dalam Kehamilan di Indonesia, Satgas gestosis,

POGI, hal 8 -21.

Protap Departemen Kebidanan dan Kandungan RS Moh. Hoesin Palembang.

Roeshadi H. Hipertensi dalam Kehamilan. Dalam : Ilmu Kedokteran

Fetomaternal. Himpunan Kedokteran Fetomaternal Persatuan Obstetri dan

Ginekologi Indonesia. Surabaya, 2004.

SarwonoPrawirohardjo, Prof, Dr, DSOG dan HanifaWinkjosastro, Prof, Dr,

DSOG : IlmuKebidanan, YBD-SP; edisiketiga, cetakanke lima FKUI.

Jakarta 1999, Hal 287—294,91

Sciara J.J, eds. Obstetrics and Gynecology. Vol III. Philadelphia : Lippincot-

Ravern, 1997.

Sibai BM. Hypertension disorders in women. New York: WB Saunders, 2001;

25-48

21

Page 23: peb

Sibai BM. The HELLP Syndrome (hemolysis, elevated l,iver enzymes, and low

platelet): much do about nothing?. Am J Obstet Gynecol 1999; 162: 311-316

William’sObstetri, AIihbahasa: JokoSuyono, AndriHartono, DistosiaKelainan

pada presentasi, PenerbitBukuKedokteran EGC Edisi 18, Jakarta 1995 Hal

421

22

Page 24: peb

Daftar Isi

STATUS PASIEN.......................................................................................................1

LAPORAN OPERASI.................................................................................................7

PERMASALAHAN....................................................................................................9

ANALISA KASUS......................................................................................................9

KESIMPULAN..........................................................................................................21

DAFTAR PUSTAKA................................................................................................22

vb

23