peb
description
Transcript of peb
STATUS PASIEN
II. ANAMNESA
Tanggal : 15 September 2011
Didapatdari : Pasiensendiri (Autoanamnesa)
1. Keluhan utama : Hamil cukup bulan dengan darah tinggi
2. Riwayat kesehatan sekarang
±9 jam SMRS pasien mengeluh perut terasa mules yang menjalar sampai
pinggang dan hilang timbul makin lama makin sering.Pasien mengaku
adanya riwayat keluar darah dan lendir namun menyangkal adanya riwayat
keluar air-air. Pasien lalu dibawa ke bidan dan dinyatakan darah tinggi, pada
saat diperiksa tekanan darah pasien 170/110mmHg., lalu pasien dirujuk ke
RSUAM. Riwayat darah tinggi selama kehamilan dan riwayat darah tinggi
pada kehamilan sebelumnya diakui pasien, namun riwayat darah tinggi
sebelum kehamilan dan riwayat darah tinggi pada keluarga disangkal pasien.
Pasien juga menyangkal adanya keluhan nyeri pada daerah ulu hatinya,
pandangan mata kabur, sakit kepala, dan mual muntah.Pasien memiliki
riwayat SC 1x pada kehamilan sebelumnya ± 1 th yang lalu atas indikasi
kejang-kejang sebelum melahirkan. Pasien mengaku hamil cukup bulan dan
masih merasakan gerakan janin.
Menarche : 12tahun
Siklus haid : 28 hari
Lamanya : 6 hari
HPHT : 17 Desember 2010
TP : 24 September 2011
4. Riwayat perkawinan
Pernikahan pertama dan sudah berlangsung ± 2tahun
5. Riwayat kehamilan–persalinan – nifas terdahulu
Anak 1 : Laki-laki usia15 bulan, lahirdengan sectio caecaria atas indikasi
eklampsia, ditolong oleh dokter, sehat, 2400 gr.
6. Riwayat penyakit terdahulu
Pasien menderita penyakit darah tinggidisertai dengan kejang-kejang pada
kehamilan sebelumnya. Pasien tidak menderita penyakit jantung, penyakit
ginjal, asma dan kencing manis.
7. Riwayat penyakit keluarga
Riwayat darah tinggi, sakit jantung, ginjal, asma dan kencing manis dalam
keluarga disangkal.
8. Riwayat Operasi
Operasi Sectio Caecarian pada saat melahirkan anak pertamanya 1 tahun yg
lalu atas indikasi eklampsia.
9. Riwayat kontrasepsi
Pasien mengaku memiliki riwayat menggunakan KB jenis pil.
10.Riwayat imunisasi selama hamil
Pasien tidak pernah mendapat suntikan imunisasi selama kehamilan
III.PEMERIKSAAN FISIK
Status Present
KeadaanUmum : Tampaksakitsedang
Kesadaran : Compos mentis
Tekanandarah : 170/110 mmHg
Nadi : 80 x/menit
Pernafasan : 20 x/menit
Suhu : 36,5ºC
1
Status Generalis
Kulit : Chloasmagravidarum (-)
Mata : Konjungtiva ananemis, sclera anikterik
Gigi / mulut : Karies (+)
Thoraks : Dalambatas normal
Mammae : Mammae tegang dan membesar, glandula
Montgomery lebih jelas
Jantung : Bunyi jantung I-II regular, mur-mur (-), gallop(-)
Paru : Sonor, vesikuler, ronki -/-, wheezing -/-
Abdomen : Cembung, simetris, terdapat scar bekas insisi sectio
caecarian panjang 10 cm 2 jari diatas simpisis
Extremitas : Edema Pretibial +/+
IV. PEMERIKSAAN OBSTETRI
Pemeriksaan luar
Tinggi fundus uteri 3 jari bawah proc. Xyphoideus (32cm), letak
memanjang,punggung kiri, presentasi kepala, penurunan 5/5, his (+)1x/10’/20”,
DJJ 137x/mnt, TBJ 2945gram.
Pemeriksaan Dalam
Portio lunak, posterior,eff 75 %,pembukaan3cm, ketuban(+), terbawah kepala,
penunjuk belum dapat dinilai, penurunan kepala Hodge 1.
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium
Hb : 12,4 gr%
Leukosit : 9.400/ul
SGOT : 94 u/l
SGPT : 72 U/L
GDS : 122 mg/dl
2
Trombosit : 139.000/mm3
Urea : 24mg/dl
Kreatinin : 0,8 mg/dl
URINALISA
Protenuria 1000 mgdalam urine 24 jam atau +2
IndeksGestosis
Edema pretibial (+) : 1
Protein uri : 1
TD Sistol 170 (160-180) : 2
TD Diastol 110 mmhg : 2
V. DIAGNOSIS
G2P1A0hamil aterm dengan PEB+ riwayat SC 1x inpartu kala I fase laten JTH
Preskep + HELLP Syndrom
VI. PROGNOSIS
Quo ad vitam : dubia
Quo ad functionam : dubia
VII.Penatalaksanaan
Cegah kejang dengan perawatan pada kamar isolasi dan pemberian
MgSO4 sesuai posedur
Stabilisasi 1-3 jam
Observasi His, DJJ,tanda vital ibu
Katetermenetap, Catat input – output
Nifedipine 3 x 10 mg
Cek Laboratorium darah rutin, kimia darah, urin rutin,cross match
Konsul PDL, mata
R/ terminasi perabdominam
Persiapan Alat, bahan, dan SIO
FOLLOW UP
3
Waktu Pemeriksaan Tindakan / Terapi
14.09.1112.30 WIB
IG : 6
Kel:Mau melahirkan dengan darah tinggiSt. present KU sedang, sens : cm, TD 170/110 mmHg, N 80 x/m, RR 20 x/m, T 36,5oCPemeriksaan luar :Tifut 3jbpx (32cm), letak memanjang, puki, preskep, penurunan 5/5, HIS (+) 2x/10’(20”), DJJ 137x/mnt, TBJ 2945gr.pemeriksaan dalam :VT:Portio lunak, medial, eff 75%, pembukaan 3cm, ketuban (+), terbawah kepala, petunjuk belum dapat dinilai, penurunan kepala hodge I D/G2P1A0 hamil aterm dengan PEB+ riwayat SC 1x inpartu kala I fase laten JTH Preskep + HELLP Syndrom
- Rawat pada VK 9 (bed isolasi)
- Stabilisasi 1-3jam- Observasi DJJ, TVI, His- IVFD RL+MgSO4 15cc
gtt XX/mnt- Inj. Dexamethason
2x10mg- Kateter menetap catat
Intake, output- R/ terminasi
perabdominam- Persiapan operasi (SIO,
alat, dan darah)
14.09.1102.15 WIB
IG : 6
Kel:Mau melahirkan dengan darah tinggiSt. present KU sedang, sens : cm, TD 170/110 mmHg, N 80 x/m, RR 20 x/m, T 36,5oCPemeriksaan luar :Tifut 3jbpx (32cm), letak memanjang, puki, preskep, penurunan 5/5, HIS (+) 2x/10’(20”), DJJ 137x/mnt, TBJ 2945gr.pemeriksaan dalam :VT:Portio lunak, medial, eff 75%, pembukaan 3cm, ketuban (+), terbawah kepala, petunjuk belum dapat dinilai, penurunan kepala hodge I D/G2P1A0 hamil aterm dengan PEB+ riwayat SC 1x inpartu kala I fase laten JTH Preskep + HELLP Syndrom
- Operasi SSTP
14.09.1116.55 WIB
Kel:Kaki tidak dapat digerakan dan terasa kesemutan, sakit pada luka bekas operasiSt. present KU sedang, sens : cm, TD 170/110 mmHg, N 82 x/m, RR 20 x/m, T
- Obs. TVI- Kateter menetap, Catat
input – output- IVFD 15 ml MgSO4
dalam 500 ml RL xx gtt/mnt
4
36,5oCPemeriksaan luar :PL: Abd. Datar, FUT teraba 2 jari diatas sympisis pubis, luka operasi masih basah, belum tertutup, massa (-)Dx: P2A0 Post SSTP
- Inj. Vicillin vial/8jam- Drip 1 amp ketorolac
dalam 500cc RL- Inj. Kalnex amp/8jam- Inj. Genta amp/12jam- Inj. Metronidazol
fl/12jam- Inj. Dexamethason
10mg/6jam- Hb post Op : 12,0 gr/dl- Diet biasa
15.09.1107.00WIB
Kel:Sakit pada luka bekas operasiSt. present KU sedang, sens : cm, TD 130/0 mmHg, N 82 x/m, RR 20 x/m, T 36,5oCPemeriksaan luar :PL: Abd. Datar, FUT teraba 2 jari diatas sympisis pubis, luka operasi masih basah, belum tertutup, massa (-)Dx: P2A0 Post SSTP
- Obs. TVI- Kateter menetap, Catat
input – output- IVFD 15 ml MgSO4
dalam 500 ml RL xx gtt/mnt
- Inj. Vicillin vial/8jam- Drip 1 amp ketorolac
dalam 500cc RL- Inj. Kalnex amp/8jam- Inj. Genta amp/12jam- Inj.Metronidazol fl/12j- Inj. Dexamethason
5mg/6j- Mobilisasi- Diet biasa
LAPORAN OPERASI
Tanggal : 14 September 2011Nama pasien : Ny. JUmur : 26 tahunNarkose : : Spinal Anesthesia
Pukul 14.30 WIBOperasi Dimulai
Pasien ditidurkan dalam posisi litotomi dimeja operasi dalam keadaan SpinalAnestesi, dilakukan tindakan aseptic dan antiseptic pada daerah abdomen dan sekitarnya, lapangan operasi dipersempit dengan doek steril.Dilakukan insisi pfannenstiel, insisi diperdalam secara tajam dan tumpul sampai menembus peritoneum. Setelah peritoneum dibuka tampak uterus sebesar
5
kehamilan aterm.Diputuskan untuk melakukan SSTP dengan cara sebagai berikut :
Membuka dan memotong plika vesikouterina disisihkan kebawah dan dilindungi dengan hak besar
Insisi SBR secara corporal sepanjang ± 9 cm secara tajam kemudian bagian tengah ditembus secara tumpul dengan jari sampai menembus kavum uteri. Ketuban jernih, bau (-)
Anak dilahirkan dengan meluksir kepala dan diikuti dengan bagian tubuh yang lain.Pukul 14.35 WIB lahir bayi laki-laki dengan BB: 2200 gr, PB: 45 cm, A/S :6/8. Plasenta dilahirkan dengan tarikan ringan pada tali pusat.Plasenta lahir lengkapDilakukan pembersihan cavum uteri dengan kasa, dilanjutkan dengan :
Pemasangan Alat KB berupa IUD Penjahitan segmen bawah rahim secara jelujur dengan chromic catgut no 2.0 Perdarahan dirawat sebagaimana mestinya
Setelah diyakini tidak ada perdarahan lagi, kemudian dilakukan penutupan dinding abdomen lapis demi lapis, dengan cara :
Peritoneum dijahit secara jelujur dengan plain catgut no 2.0 Fascia dijahit secara jejujur dengan plain catgut no 2.0 Otot dijahit secara jelujur dengan plain catgut no 2.0 Subkutis dijahit secara terputus satu – satu dengan dexon no. 20 Kutis dijahit secara subkutikuler dengan dexon no 2.0
Luka operasi ditutup dengan kasa betadine, kasa steril, dan hipafix
Pukul 15.25 WIBOperasi Selesai
Diagnosa Pre Operasi :G2P1A0 hamil aterm dgn bekas SC 1x + PEB inpartu kala I fase laten JTH preskep + HELLP Syndrome
Diagnosa Post Operasi :P2A0 post SSTP a.i bekas SC 1x+PEB+ HELLP Syndrome
Instruksi Post Operasi 1. Observasi tanda vital 2. Transfusi bila HB< 10 gr%3. Obat – obatan :
IVFD RLXX gtt/menit Ampicilin 1g vial/8 jam Gentamicin amp/12jam Metronidazol fl/8jam Ketorolac amp/8jam
6
Kalnex amp/8jam MgSO4 sesuai protokol Dexamethason 10-10-5-5 tiap 6 jam
7
PERMASALAHAN
1. Apakah diagnosis pada kasus ini sudah tepat?
2. Apakah penatalaksanaan pada kasus ini tepat?
3. Apapenyebabtimbulnya preeklampsiapadakasusini?
4. Penyulit/komplikasi apa yang dapat terjadi pada pasien ini?
ANALISA KASUS
I. Apakah diagnosis pada kasus ini tepat?
Terminologi hipertensi dalam kehamilan (HDK) digunakan untuk
menggambarkan spektrum yang luas dari ibu hamil yang mengalami
peningkatan tekanan darah yang ringan atau berat dengan berbagai disfungsi
organ. Hipertensi dalam kehamilan merupakan sekelompok gejala yang dapat
terjadi dalam kehamilan. Angka kejadian hipertensi dalam kehamilan lebih
kurang 10% dimana angka kematian perinatal lebih kurang 50%, sedangkan
kematian maternal 33,3%.
Pada saat ini, untuk lebih menyederhanakan dan memudahkan The Working
Group Report dan High Blood Pressure ini Pregnancy (2000) menyarankan
klasifikasi hipertensi dalam kehamilan sebagai berikut :
1. Hipertensi gestasional : adalah kenaikan tekanan darah yang hanya dijumpai
dalam kehamilan sampai 12 minggu pasca persalinan, tidak dijumpai keluhan
dan tanda-tanda preeklampsia lainnya. Diagnosa akhir ditegakkan pasca
persalinan.
2. Hipertensi kronis : adalah hipertensi yang sudah dijumpai sebelum kehamilan,
selama kehamilan sampai sesudah masa nifas. Tidak ditemukan keluhan dan
tanda-tanda preeklampsia lainnya.
3. Superimposed preeklampsia : adalah gejala dan tanda-tanda preeklampsia
muncul sesudah kehamilan 20 minggu pada wanita yang sebelumnya
menderita hipertensi kronis.
8
4. Preeklampsia ringan, preeklampsia berat dan eklampsia : Dahulu, disebut PE
jika dijumpai trias tanda klinik yaitu : tekanan darah ≥ 140/90 mmHg,
proteinuria dan edema. Tapi sekarang edema tidak lagi dimasukkan dalam
kriteria diagnostik, karena edema juga dijumpai pada kehamilan normal.
Pengukuran tekanan darah harus diulang berselang 4 jam, tekanan darah
diastol ≥ 90 mmHg digunakan sebagai pedoman. Kelompok ini dibagi lagi
menjadi :
a. Preeklampsia ringan adalah jika tekanan darah ≥ 140/90 mmHg, tapi
<160/110 mmHg dan proteinuria +1.
b. Preeklampsia berat adalah jika tekanan darah > 160/110 mmHg, proteinuria ≥
+2, dapat disertai keluhan subjektif seperti nyeri epigastrium, sakit kepala,
gangguan penglihatan dan oliguria.
c. Eklamsia adalah kelainan akut pada wanita hamil dalam persalinan atau nifas
yang ditandai dengan timbulnya kejang dan atau koma. Sebelumnya wanita
ini menunjukkan gejala-gejala preeklampsia berat. (kejang timbul bukan
akibat kelainan neurologik).
Sindroma HELLP yang merupakan singkatan dari Hemolysis, Elevated
Liver Enzymes dan Low Platelet counts pertama sekali dilaporkan oleh
Louis Weinstein tahun 1982 pada penderita preeklampsia berat. Sindroma
9
ini merupakan kumpulan gejala multisistem pada penderita preeklampsia
berat dan eklampsia yang terutama ditandai dengan adanya hemolisis,
peningkatan kadar enzym hepar dan penurunan jumlah trombosit
(trombositopenia).
Insiden sindroma HELLP berkisar 2 –12 % dari pasien dengan
preeklampsia berat, dan berkisar 0,2 sampai 0,6 % dari seluruh kehamilan.
Gejala dapat muncul antepartum dan postpartum.Pada 69% kasus gejala
muncul antepartum, pada penderita postpartum onset bervariasi antara
beberapa jam sampai hari setelah persalinan, sebahagian besar muncul pada
48 jam postpartum. 2,9 Pada sindroma HELLP karena adanya
mikroangiopati yang menyebabkan aktifasi dan konsumsi yang meningkat
dari platelet terjadi penumpukan fibrin di sinusoid hepar,maka gejala yang
menonjol adalah rasa nyeri pada daerah epigastrium kanan, nyeri kepala,
mual, muntah, ikterus dan gangguan penglihatan. Sering dijumpai tanda-
tanda hemolisis berupa perdarahan gastrointestinal dan gusi, gangguan
fungsi hepar dan fungsi ginjal dan tanda-tanda koagulopati.
Pemeriksaan laboratorium pada sindroma HELLP sangat diperlukan, karena
diagnosa ditegakkan berdasarkan hasil laboratorium.Walaupun sampai saat
ini belum ada batasan yang tegas nilai batas untuk masing-masing
parameter.Hal ini terlihat dari banyaknya penelitian terhadap sindroma ini,
untuk membuat suatu keputusan nilai batas masing-masing
parameter.Gambaran laboratoriumnya adalah:
a. Hemolisis
Menurut Weinstein (1982) dan Sibai (1986) gambaran ini merupakan
gambaranyang spesifik pada sindroma HELLP. Hemoglobin bebas pada
sistim retikuloendotel akan berubah menjadi bilirubin. Peningkatan kadar
bilirubin menunjukkan terjadinya hemolisis. Hemolisis intravaskuler
menyebabkan sumsum tulang merespon dengan mengaktifkan proses
eritripoesis, yang mengakibatkan beredarnya sel darah merah yang imatur.
b. Peningkatan Kadar Enzim Hepar.
Serum aminotranferase yaitu aspartat aminotranferase (SGOT) dan
glutamatpiruvat transaminase (SGPT) meningkat pada kerusakan sel
10
hepar.Padapreklampsia, SGOT dan SGPT meningkat pada seperlima
kasus, dimana 50%diantaranya adalah peningkatan SGOT. Peningkatan
SGOT dan SGPT dapat juga merupakan tanda terjadinya rupturkapsul
hepar.11Lactat dehidrogenase (LDH) adalah enzim katalase yang
bertanggung jawab terhadap proses oksidasi laktat menjadi piruvat. LDH
yang meningkat menggambarkan terjadinya kerusakan sel hepar.
Walaupun peningkatan kadar LDH juga merupakan tanda terjadinya
hemolisis. Peningkatan kadar LDH tanpa disertai peningkatan kadar
SGOT dan SGPT menunjukkan terjadinya hemolisis.
c. Jumlah Platelet yang Rendah
Pada kehamilan normal belum diketahui batasan jumlah platelet yang
spesifik.Sebagian besar laporan mengatakan jumlah platelet rata-rata
menurun selamakehamilan walaupun secara statistik tidak
signifikan.Kadar platelet dapatbervariasi dari < 50.000/ mm3 sampai >
150.000/ mm3.
Pada pasien ini, Pasien datang dengan keluhan mau melahirkan dengan
darah tinggi.Autoanamnesis terhadap pasien didapatkan, ±9 jam SMRS
pasien mengeluh perut terasa mules yang menjalar sampai pinggang dan
hilang timbul makin lama makin sering. Pasien mengaku adanya riwayat
keluar darah dan lendir namun menyangkal adanya riwayat keluar air-air.
Pasien lalu dibawa ke bidan dan dinyatakan darah tinggi, pada saat
diperiksa tekanan darah pasien 170/110mmHg., lalu pasien dirujuk ke
RSUAM. Riwayat darah tinggi selama kehamilan dan riwayat darah
tinggi pada kehamilan sebelumnya diakui pasien, namun riwayat darah
tinggi sebelum kehamilan dan riwayat darah tinggi pada keluarga
disangkal pasien. Pasien juga menyangkal adanya keluhan nyeri pada
daerah ulu hatinya, pandangan mata kabur, sakit kepala, dan mual
muntah. Pasien memiliki riwayat SC 1x pada kehamilan sebelumnya ± 1
th yang lalu atas indikasi kejang-kejang sebelum melahirkan. Pasien
mengaku hamil cukup bulan dan masih merasakan gerakan janin.
Saat dilakukan pemeriksaan fisik didapatkan kesadaran compos mentis,
tekanan darah 170/110 mmHg, nadi 80x/menit, pernapasan
11
20x/menit.Pada ekstremitas ditemukan edema pretibia. Pemeriksaan
pemeriksaan obstetri didapatkan tifut 3 jari bawah processus xyphoideus
(32 cm), memanjang, puka, terbawah kepala, his2x/10’/20”, denyut
jantung janin 137 x/m, taksiran berat janin 2945g.Pemeriksaan dalam
didapatkan porsio lunak, anterior, effacement 75 %, pembukaan 3 cm,
ketuban (+), kepala, penunjuk belum dapat dinilai.Pemeriksaan
laboratorium penunjang pada pasien ini menunjukkan hasil SGOT 94 U/L,
SGPT 72 U/L, sedangkan lain-lain dalam batas normal.
Berdasarkan pemeriksaan-pemeriksaan diatas penderita didiagnosis
dengan G2P1A0 hamil aterm dengan PEB + bekas SC 1x inpartu kala I
fase laten JTH preskep + HELLP Syndrome
I. Apakah penatalaksanaan pada kasus ini sudah tepat?
Pada kasus ini penderita masuk rumah sakit dengan diagnosisG2P1A0 hamil
aterm dengan PEB + bekas SC 1x inpartu kala I fase laten JTH preskep +
HELLP Syndrome
Tujuan pengelolaan dasar dari setiap kehamilan dengan preeklamsi adalah :
a. Terminasi kehamilan dengan trauma minimal pada ibu dan janin
b. Kelahiran bayi dengan selamat
c. Kembalinya kesehatan ibu seperti sebelum hamil
Sudah tepat. Direncanakan penatalaksanaan seperti dibawah ini, yaitu:
Rawat dalam bed isolasi
R/ terminasi perabdominam
Stabilisasi 1-3 jam
Observasi His, DJJ,tanda vital ibu
Katetermenetap, Catat input – output
Nifedipine 3 x 10 mg
Inj. Dexamethasin 2x10mg
IVFD 15 ml MgSO4 40 % dalam RL 500 cc gtt XX/menit
12
Cek Laboratorium darah rutin, kimia darah, urin rutin,cross match
Konsul PDL, mata
Pada penderita ini untuk mencegah timbulnya kejang diberikan anti kejang
MgSO4. Yeast dkk melaporkan bahwa MgSO4 tidak secara signifikan
mengubah tekanan koloid osmotik. Sebagai alternatif adalah diazepam dan
phenobarbital. Tetapi diazepam mempunyai efek menekan sistem saraf pusat
fetus sehingga tidak dianjurkan.
Pada saat masuk rumah sakit penderita datang dengan tekanan darah sistolik
170 mmHg dan diastolik 110 mmHg. Nifedipin dapat digunakan untuk
hipertensi akut dan kronis. Nifedipin sampai saat ini masih yang terpilih karena
murah, kerja cepat, aman untuk janin dan mudah didapat.
Penatalaksanaansuatukasustergantung diagnosis yang ditegakkan. Penanganan
pada Preeklampsi berat adalah sebagai berikut :
A. PengobatanMedisinal
1. Tirah Baring
2. Oksigen
3. Kateter menetap
4. IVFD : Ringer Asetat, Ringer Laktat, Kolloid
Jumlah input cairan : 2000 ml/24 jam, berpedomanpada diuresis,
insensible water loss dan CVP. Awasibalanscairan.
5. Magnesium Sulfat
Initial dose :
- Loading dose : 4 gr magnesium sulfat 20% IV (4-5 menit)
- 8 gr MS 40% IM, 4 gr bokongkanan, 4 gr bokongkiri.
Maintenance dose : 4 gr magnesium sulfat40% IM setiap 4 jam
Magnesiumsulfat maintenance dapatjugadiberikansecaraintravenus.
6. Antihipertensi diberikan jika tekanan darah diastole > 110 mmHg.
Dapatdiberikannifedipin sublingual 10 mg. Setelah 1 jam,
jikatekanandarahmasihtinggidapatdiberikannifedipinulangan 5-10 mg
sublingual atau oral denganinterval 1 jam, 2 jam atau 3 jam
13
sesuaikebutuhan. Penurunantekanandarahtidakbolehterlaluagresif.
Tekanandarahdiastoljangankurang dari 90 mmHg,
penurunantekanandarahmaksimal 30%.
Penggunaannifedipinesangatdianjurkankarenaharganyamurah,
mudahdidapat dan mudahpengaturandosisnyadenganefektifitas yang
cukupbaik.
7. Diuretikumtidakdiberikankecualijika ada :
- Edema paru
- Gagal jantung kongestif
- Edema anasarka
8. N-Acetyl Cystein 3 x 600 mg.
9. Jika pasien koma, diberikan perawatan koma di ICU
10. Konsul ke Bagian Interna, Hematologi, Mata, Neurologi jika perlu.
11. Jajaki kemungkinan terjadinya komplikasi Sindroma HELLP, gagal
ginjal, edema paru, solusio plasenta, DIC, stroke, dll
12. Jika dijumpai Sindroma HELLP, beri deksametason 10 mg / 12 jam IV
2x sebelum persalinan, dilanjutkan dengan deksametason 10, 10, 5, 5
mg / jam IV dengan interval 6 jam postpartum. Kelahiran bayi diharapkan
terjadi dalam 48 jam setelah pemberian deksametason pertama.
Catatan:
Syarat pemberian Magnesium Sulfat:
Harus tersedia antidotum Magnesium Sulfat yaitu Kalsium Glukonas
10%, diberikan iv secara perlahan.
Refleks patella (+)
Frekuensi pernafasan > 16 kali / menit.
Produksi urin > 100 cc dalam 4 jam sebelumnya ( 0,5 cc/ kg BB/ jam)
Pemberian Magnesium Sulfat sampai 20 gr tidak perlu
mempertimbangkan diurese.
14
B. Penanganan Obstetri
Pada keadaan ibu sudah stabil, tetapkan suatu keputusan apakah dilakukan
terminasi kehamilan atau tindakan konservatif dengan mempertimbangkan
usia kehamilan dan keadaan janin.
Penanganan konservatif bisa dilakukan pada keadaan :
Tekanan darah terkontrol < 160/110 mmHg
Oliguria respon dengan pemberian cairan
Tidak dijumpai nyeri epigastrik
Usia kehamilan < 34 minggu
Kalau penyakit berkembang menjadi Sindroma HELLP murni
cenderung dilakukan tindakan penanganan aktif
Jika serviks sudah matang dan tidak ada kontra indikasi obstetrik,
dilakukan induksi persalinan dengan oksitosin drips dan amniotomi.
Kala II dipercepat dengan EV / EF.
Seksio sesarea dilakukan pada :
Skor pelvik dibawah 5.
Dengan drips oksitosin, setelah 12 jam belum ada tanda-tanda janin
akan lahir pervaginam.
Indikasi obstetrik.
Bayi ditangani oleh Subbagian Perinatologi dan jika perlu dirawat di
Neonatal Intensive Care Unit.
Pada kasus ini pasien memiliki riwayat SC pada kehamilan sebelumnya
dengan jarak kurand dari 2 tahun. Oleh karena itu pada pasien ini dilakukan
terminasi perabdominam dengan SSTP. Selain itu, karena pada pasien ini
terdapat HELLP syndrome maka dilakukan management aktif dengan
SSTP.
III. Apa penyebab timbul preeklampsia pada kasus ini?
15
Seorang gravida cenderung dan mudah mengalami preeklampsia/eklampsia
jika mempunyai faktor predisposisi sebagai berikut:
a. Primigravida
b. Hyperplasentosis:
- Molahidatidosa
- Kehamilan multiple
- Diabetes mellitus
- Hydropsfetalis
- Bayi besar
c. Umur yang ekstrim
d. Riwayat pernah preeclampsia/eclampsia
e. Penyakit - penyakit ginjal dan hipertensi yang sudah ada sebelum hamil.
Kemungkinan pada pasien ini terjadi preeklampsia dikarenakan karena
faktor memiliki riwayat preeclampsia
Etiologi dari preeklampsia belum diketahui dengan pasti. Banyak sekali
teori yang diajukan mengenai kemungkinan etiologi dari preeklampsia.
Berdasarkan pengalaman klinis penderita-penderita preeklampsia
didapatkan beberapa hal penting yang dianggap berkaitan dengan terjadinya
preeklampsia.
1. Trofoblast.
Pada preeclampsia, kehamilan tidak perlu terjadi didalam uterus dan tidak
perlu adanya janin. Syarat utama ialah adanya trofoblast dan ini didukung
pula oleh kenyataan bahwa preeklampsia membaik setelah plasenta lahir.
Makin banyak jumlah trofoblast, makin besar kemungkinan terjadinya
preeklampsia, bahkan preeklampsia dapat terjadi pada akhir trimester ke 2
kehamilan.
2. Immunologik
16
Preeklampsia sering terjadi pada kehamilan pertama dan tidak timbul lagi
pada kehamilan berikutnya. Keadaan ini diterangkan secara immunologik
bahwa pada kehamilan pertama pembentukan “blocking antibodies”
terhadap antigen plasenta tidak sempurna sehingga timbul respons immun
yang tidak menguntungkan terhadap histoinkompatibilitas plasenta. Pada
kehamilan berikutnya pembentukan blocking antibodies ini iebih banyak
akibat respons anamnestis pada kehamilan pertama yang lalu.
3. Predisposisi Famillial
Preeklampsia hanya terjadi pada manusia (Chesley 1976, 36 — 37). Pada
beberapa penderita terdapat faktor predisposisi yang bersifat genetik,
walaupun belum diketahui dengan pasti apakah faktor ini juga ditemukan
pada penderita-penderita lain.
4. Faktor hormon
Bila preeklampsia hanya terjadi pada manusia, bukanIah berarti faktor
hormon paling berperan. Tatapi tidak dapat disangkal bahwa hormon
steroid yang diproduksi oleh plasenta manusia jauh lebih banyak jumlahnya
dibandingkan dengan binatang. Steroid utama yang didapatkan dalam
jumlah besar adalah estriol.
5. Faktorgizi
Chesley 1978, menduga bahwa faktor nutrisi memegang peranan. Diet yang
kurang mengandung asam lemak essential terutama arachidonic acid
(precursor sintesa prostaglandin), dapat menyebabkan loss angiotensin
refractoriness yang kemudianmenimbulkan preeklampsia.
Beberapa teori yang menjelaskan patogenesis terjadinya hipertensi dalam
kehamilan antara lain:
1. Kerusakan Sel Endotel
Kerusakan primer pada sel-sel endotel menyebabkan
penurunan produksi prostasiklin yang berpotensi sebagai vasodilator dan
peningkatan produksi tromboksan A2 yang relatif sebagai vasokonstriktor.
17
2. Respon Imun
Ketidakmampuan antibodi ibu untuk merespon allograft (pemindahan
jaringan individu berbeda genotipe) dari fetus menghasilkan kerusakan
pembuluh darah dari kompleks sistem imun. Teori ini didukung oleh
adanya peningkatan prevalensi penyakit pada kehamilan dengan ekspos
antigen pertama kali (nullipara muda) dam pada situasi dengan antigen
fetus yang berlebihan (gemeli, molar pregnancy, hydrops fetalis, dan
diabetes dengan plasenta yang lebar)
3. Circulating toxins
Substansi-substansi vasokonstriktor dilaporkan juga dapat dihasilkan oleh
darah, cairan amnion, dan plasenta pada wanita dengan preeklamsi.
4. Endogenous vasoconstrictors
Peningkatan sensitivitas terhadap vasopresin, epinefrine, dan norepinefrine
juga telah dilaporkan, serta hilangnya resistensi terhadap angiotensin II
pada trimester ketiga.
5. Primary disseminated intravascular coagulation
Pembentukan dan deposisi trombin pada pembuluh darah kecil
menyebabkan kerusakan penbuluh darah terutama pada ginjal dan plasenta.
IV. Penyulit/komplikasi apa yang dapat terjadi pada pasien ini?
Penyulit/komplikasi bisa terjadi pada ibu maupun janin. Pada ibu bisa
terjadi gangguan pada sistem saraf pusat yaitu perdarahan intrakranial,
trombosis vena sentral, hipertensi ensefalopati, edema serebri, edema
retina, macular atau retina detachment; pada gastrointestinal-hepatik
yaitu subcapsular hematoma hepar dan ruptur capsul hepar; pada ginjal
bisa terjadi gagal ginjal akut dan nekrosis tubular akut; pada
hematologik terjadi DIC dan trombositopeni; pada kardiopulmoner bisa
terjadi edema paru, depresi pernafasan, cardiac arrest dan iskemik
18
miokardium. Penyulit pada janin bisa terjadi IUGR, solutio plasenta,
IUFD, kematian neonatal, cerebral palsy. Hal ini berpengaruh terhadap
prognosis pasien.
19
KESIMPULAN1. Diagnosis padakasusinisudahtepat.
Sehinggapenatalaksanaannyasudahadekuat
2. Padapasieniniterjadi preeclampsia mungkin predispose primigravida.
20
DAFTAR PUSTAKA
Angsar DM. Hipertensi dalam Kehamilan. Dalam : Ilmu Kebidanan. Jakarta :
Bina Pustaka, 2008.
Arias F. Practical Guide to Highrisk Pregnancy and Dellivary. Mosby Year Book,
1999, Ed.2 : 183 –279.
Cunningham GF, Bloom SL, Leveno JK, Hauth JC, Rouse DJ, Spong YC.
Williams obstetrics 23th ed. New York : The McGraw-Hill Companies, 2010
.p. 402-06
Editor Utama : Sulistia G. Ganiswara : Farmakologi Dan Terapi Edisi 4, Bag.
Farmakologi FKUI, Jakarta, 1995 hal 323— 329.
Evans T.A. Manual of Obstetrics.7th ed. Philadelphia: Lippincott Williams
Wilkins, 2007
Hohllagschwandtner M, Todesca DB. Hellp (hemolysis, elevated liver enzymes
and low platelet counts) Needs Help. AmJ Obstet Gynecol 2000:182 (5)
Panduan Pengelolaan Hipertensi dalam Kehamilan di Indonesia, Satgas gestosis,
POGI, hal 8 -21.
Protap Departemen Kebidanan dan Kandungan RS Moh. Hoesin Palembang.
Roeshadi H. Hipertensi dalam Kehamilan. Dalam : Ilmu Kedokteran
Fetomaternal. Himpunan Kedokteran Fetomaternal Persatuan Obstetri dan
Ginekologi Indonesia. Surabaya, 2004.
SarwonoPrawirohardjo, Prof, Dr, DSOG dan HanifaWinkjosastro, Prof, Dr,
DSOG : IlmuKebidanan, YBD-SP; edisiketiga, cetakanke lima FKUI.
Jakarta 1999, Hal 287—294,91
Sciara J.J, eds. Obstetrics and Gynecology. Vol III. Philadelphia : Lippincot-
Ravern, 1997.
Sibai BM. Hypertension disorders in women. New York: WB Saunders, 2001;
25-48
21
Sibai BM. The HELLP Syndrome (hemolysis, elevated l,iver enzymes, and low
platelet): much do about nothing?. Am J Obstet Gynecol 1999; 162: 311-316
William’sObstetri, AIihbahasa: JokoSuyono, AndriHartono, DistosiaKelainan
pada presentasi, PenerbitBukuKedokteran EGC Edisi 18, Jakarta 1995 Hal
421
22
Daftar Isi
STATUS PASIEN.......................................................................................................1
LAPORAN OPERASI.................................................................................................7
PERMASALAHAN....................................................................................................9
ANALISA KASUS......................................................................................................9
KESIMPULAN..........................................................................................................21
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................22
vb
23