pblfix
-
Upload
alexander-sebastian -
Category
Documents
-
view
277 -
download
4
description
Transcript of pblfix
Laki-laki 42 Tahun dengan Kebas Pada
Kedua Tangannya
Dauri Prayogo
102011085
Fakultas Kedokteran
Universitas Krida wacana
Jl. Arjuna No.6 Kebon Jeruk- Jakarta Barat
Telp: 021-569422061
Pendahuluan
Hampir seluruh warga dunia melakukan kegiatan sehari-hari dengan berkerja. Tidak
memandang apa pekerjaanya pasti setiap pekerjaan mempunyai resiko. Salah satu resiko yang
dihasilkan dari pekerjaan ada sangkut pautnya dengan kesehatan. Resiko kesehatan dalam
pekerjaan bisa diakibatkan oleh paparan zat kimia, fisik, biologi, ergonomi atau fisiologi
kerja dan psikologi atau stres. Komunitas tenaga kerja di Indonesia yang jumlahnya lebih dari
110 juta orang membuuhkan layanan kedokteran okupasi sehubung dengan masalah medik
spesifik yaitu resiko kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja. Seiring berkembangnya
teknologi dan tuntutan masalah dalam kesehatan kerja melahirkanlah konsep Kedokteran
Okupasi sebagai upaya pelayanan serta perlindungan kesehatan dan keselamatan kerja yang
menyeluruh. Layanan kedokteran okupasi sesuai sesuai dengan kemajuan dan perkembangan
kedokteran yang pesat, memungkinkan profesi kedokteran menujukan secara faktual bahwa
pekerjaan dokter tidak hanya melayani masyarakat umum secara konvensional, tetapi juga
melayani dan memberi perlindungan kesehatan seutuhnya bagi masyarakat pekerja yang
seyogyanya merupakan komunitas yang sangat penting bagi kesehatan ekonomi sosial.
Pada kesempatan kali ini kita mendapatkan laki-laki berusia 42 tahun dengan keluhan
tangan kanan dan kiri baal. Sebagai dokter okupasi apa yang akan kita lakukan untuk
mengatasi masalahnya? Dan juga mencari apa penyebab dari hal tersebut, oleh karena itu
simaklah pembahasan dibawah ini.
1
Pembahasan
Untuk melaksanakan fungsi memberikan pertimbangan medis mengenai diagnosa
penyakit akibat kerja, dokter harus menguasai benar metoda diagnosa penyakit akibat kerja
serta juga mengethaui dan mendalami semua jenisdan macam penyakit akibat kerja berserta
perusahaan / tempat kerja yang padanya tenaga kerja dapat dikenai suatu penyakit akibat
kerja ;cara melakukan pemeriksaan kesehatan yang meliputi pengambilan anamnesa / riwayat
penyakit dan pekerjaan, pemeriksaan klinis, pemeriksaan penunjang; gejala/sindrom dan
tanda penyakit akibat kerja; dll. Dokter penasihat juga harus tahu benar indikator paparan dan
biologis yang bersangkutan dengan suatu penyakit akibat kerja tertentu serta kondisi tempat
kerja yang berhubungan dengan penyakit akibat kerja yang dimaksud. Pemeriksaan rekam
medis dan juga pemeriksaan ulang kesehatan hanya dapat dilaksanakan dengan baik apabila
persyaratan penguasaan metoda diagnosa penyakit dapat dipenuhi.
Diagnosa atau identifikasi suatu penyakit akibat hubungan kerja yang terjadi pada
suatu populasi pekerja dapat dilakukan dengan menggunakan dua pendekatan, yaitu
pendekatan epidemiologis dan pendekatan klinis.
1. Pendekatan epidemiologis
Pendekatan ini terutama digunakan apabila ditemukan adanya gangguan kesehatan
atau keluhan pada sekelompok pekerja. Pendekatan ini perlu untuk mengidentifikasi
adanya hubungan kausal atau suatu pajanan dengan penyakit. Sebagai hasil dari
penelitian epidemiologis makin banyak berhasil diidentifikasi pajanan yang dapat
menyebabkan penyakit. Identifikasi tersebut mempertimbangkan:1
Kekuatan asosiasi
Konsistensi
Spesifisitas
Adanya hubungan waktu dengan kejadian penyakit
Hubungan dosis
Penjelasan patafisiologis.
2. Pendekatan Klinis (Individual)
2
Pendekatan ini perlu dilakukan untuk menentukan apakah seseorang menderita
penyakit yang diakibatkan oleh pekerjaaan atau tidak. Tujuh langkah yang dilakukan
adalah:1
Menentukan diagnosis klinis
Menentukan pajanan yang dialami individu tersebut dalam pekerjaan
Menentukan apakah ada hubungan antara pajanan dengan penyakit
Menentukan apakah pajanan cukup besar
Menentukan apakah ada faktor-faktor individu yang berperan
Menetukan apakah ada faktor lain diluar pekerjaan
Menetukan diagnosis penyakit akibat hubungan kerja
Langkah pertama yang kita lakukan adalah tentukan apakah kita gunakan pendekatan
klinis atau pendekatan epidemiologi. Berhubung pada skenario diberi tahu keluhan ini hanya
dia saja yang merasakan, jadi kita gunakan pendekatan klinis sesuai 7 langkah yang telah
diberikan diatas. Untuk memperjelas masalah, berikut adalah skenarionya. Seorang laki-laki
berusia 42 tahun datang ke klinik dengan keluhan kedua tangannya kebas. Sekarang kita akan
membahas satu persatu langkah-langkah diagnosis pasien tersebut.
Diagnosa Klinis
Pada tahap diagnosa klinis yang perlu dilakukan adalah anamnesis, pemeriksaan fisik,
pemeriksaan penunjang dan bila perlu pemeriksaan tempat kerja.
1. Anamnesis
Pada anamnesis seperti biasa yang kita tanyakan terlebih dahulu adalah identitas
pasien tersebut mulai dari nama lengkap, umur, alamat, status dan pekerjaan.
Kemudian tanyakan juga riwayat penyakit sekarang, dahulu dan keluarga. Dan bisa
ditanyakan riwayat pekerjaanya seperti sudah berapa lama bekerja, riwayat pekerjaan
sebelumnya, waktu bekerja sehari, hubungan gejala waktu dengan kerja, apakah
pekerja yang lain juga mengalami hal yang sama. Pada skenario didapatkan
1. Nama pasien tidak diketahui, keterangan yang didapat adalah pekerjaan pasien
sebagai kurir pengantar obat
2. Keluhan pasien adalah kebas pada kedua tangan sudah 3 bulan
3. Gejala membaik apabila diistirahatkan dan suka mengkibas-kibaskan tangan
3
4. Tidak ditemukan riwaya penyakit dahulu dan keluarga serta riwayat penggunaan
obat
5. Pasien sudah bekerja selama 12 tahun dan pasien menggunakan motor produksi
tahun 2000 untuk mengantar kiriman
6. Bekerja 8 jam sehari
7. Pasien tidak mempunyai pekerjaan sampingan
Setelah melakukan anamnesis seharusnya kita mempunyai beberapa diagnosis untuk
pasien tersebut. Pada anamnesis didapatkan tangan kebas yang membaik apa bila tidak
menggunakan motor, hal tersebut yang menjadi kunci untuk membawa kita pada diagnosa.
Diagnosa kami sementara adalah Hand Arm Vibration Syndrome (HAVS), fenomena
Raynaud, sindrom terowongan karpal, diabetes melitus dan neuritis perifer akibat obat.
Namun yang mnejadi diagnosis kerja kami adalah HAVS namun tidak menutup
kemungkinan untuk diagnosa banding yang lain oleh karena itu kita lakukan pemeriksaan
fisik.
Hand Arm Vibration Syndrome (HAVS) adalah gangguan kesehatan akibat kerja
karena penggunaan alat bantu genggam yang menimbulkan gejala vibrasi dalam waktu yang
lama, seperti gergaji listrik, gerindra, bor bertenaga listrik atau tekanan udara, palu pemecah
batu dan lain-lain. Oleh karena vibrasi dari peralatan ini hanya ditransmisikan ke tangan dan
lengan maka disebut dengan istilah vibrasi segmental. Vibrasi ini harus dibedakan dari
vibrasi yang ditransmisikan pada seluruh tubuh, yang disebut dengan istilah wholebody
vibration, akibat dari vibrasi yang ditrasnmisikan pada individu yang duduk atau bekerja
dalam mesin/ kendaraan yang bergerak dan menimbulkan vibrasi pada seluruh tubuhnya
misalnya operator angkat berat dan pengemudi kendaraan bermotor niaga, terutama melalui
jalan-jalan yang rusak. Gangguan kesehatan akibat vibrasi segmental lebih berbahaya dan
lebih jelas tanda klinisnya dibandingkan dengan vibrasi yang terjadi pada seluruh tubuh.2
Hand Arm Vibration Syndrome merpakan fenomena kompleks dan patofisologinya
masih belum diketahui secara pasti, umumnya diduga akibat kerusakan saraf tepi dan lapisan
otot-otot halus pembuluh darah tangan. Sindroma ini ditandai dengan memucatnya ujung-
ujung jari, tangan yang disertai dengan rasa kesemuran dan baal/ matirasa akibat penggunaan
alat bantu genggam yang menimbulkan vibrasi dalam jangka waktu yang lama. Prevalensi
sindrom ini disektor industri penggergajian kayu berkisar 40-90% pada operator gergaji
listrik di Australia, Jepang, Selandia baru. Selain Hand Arm Vibration Syndrome (HAVS),
4
banyak nama lain yang digunakan untuk menyatakan gangguan kesehatan ini seperti
vibration-induced white finger(VWV), vibration syndrome, reynaud’s phenomeon of
occupational origin, dead hand, dead finger, white finger, occupational vasmotor traumatic
neurosis, dan vasospastic disease.2
Tabel: Pekiraan Stadium HAVS, Klasifikasi Taylor-Palmer.2
Stadium Kondisi Jari-jari Kaitannya dengan Pekerjaan
00 Tidak ada rasa kesemuta rasa
baal atau jari-jari yang
memucat
Tidak ada keluhan
OT Kesemutan yang intermiten Tidak ada kaitannya dengan
aktivitas
ON Rasa baal yang intermiten Tidak ada kaitannya dengan
aktivitas
OTN Kesemutan dan rasa baal
yang intermiten
Tidak ada kaitannya dengan
kativitas
1 Ujung jari memucat dengan
atau tanpa kesemutan dan
atau rasa baal
Tidak ada kaitannya dengan
aktivitas
2 Satu atau lebih ujung jari
memucat, melebihi ujung
jari, biasanya selama musim
dingin
Kemungkinan berkaitan
dengan aktivitas diluar
pekerjaan, tidak ada
kaitannya dengan kerja
3 Jari yang memucat semakin
luas, episode frkuensi terjadi
baik di musim panas atau
dingin
Pasti berkaitan dengan
bekerja, aktiitas dirumah dan
sosial, terjadi pembatasan
hobi
4 Jari yang memucat makin
banyak, episode frekuensi
terjadi baik di musim panas
atau dingin
Biasanya harus mengganti
pekerjaan, karena tanda dan
gejala klinis semakin berat
5
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik seperti biasanya hal yang pertama kita lakukan adalah pengukuran
tanda-tanda vital seperti keadaan umum, kesadaran pasien, tekanan darah, denyut nadi,
frekuensi pernafasan dan suhu.Riwayat penyakit dan pekerjaan merupakan komponen yang
paling penting pada diagnosis HAVS. Pemeriksaan fisik neurologis, tes klinis dan
pemeriksaan laboratorium hanya berguna sebagai penunjang diagnosis klinis, misalnya,
Untuk membantu menilai sensitivitas dan spesifikasi vaskular dapat dilakukan tes
Adson(rotasi leher) dan tes Allen (kompresi pergekangan tangan ulnar dan radial), Lewis
Prusik (kompresi pergelangan tangan ulnar dan radial) untuk gerakan hiperaduksi dan
kostoclavikular, penggunaan dopller, untuk mecatat tekanan darah sistolik dan pletismografi
pada jari-jari sebelum dan selama provokasi dingin serta dengan pencelupan ke dalam air
dingin.Untuk membantu menilai sensitivitas dan spesifikasi saraf sensoris dan
muskuloskeletal dapat dilakukan tes Tinel (ketukan pada trowongan karpal) dan tes Phalen
(fleksi pergelangan tangan), rotasi eksternal abduksi, kekuatan pegangan (dengan
dinamometer), persepsi ketajaman dengan tes diskriminasi 2 titik, serta tes vibrasi dengan tes
persepsi suhu, sesnitivitas rasa nyeri (tusukan jarum), sensitivitas rasa raba dengan
kapas.2Kemudian juga ditambahkan pemeriksaan fisik muskuloskeletal yang terdiri dari
inspeksi, palpasi dan pergerakan ekstremitas. Berikut penjelasan secara rinci pemeriksaan
fisik, tidak seluruhnya dijelaskan namun yang paling penting yang perlu diperiksa.
1.Pemeriksaan Pergelangan Tangan dan Tangan
Inspeksi
Amati posisi kedua tangan ketika bergerak untuk melihat apakah gerakan tangan
tersebut terjadi secara lancar dan wajar. Dalam posisi intirahat, jari-jari tangan harus berada
dalam posisi sedikit fleksi dan segaris dengan kedudukan hampir sejajar. Lakukan ispeksi
terhadap permukaan palmaris dan dorsalis pergelangan tangan dengan seksama untuk
menemukan gejala pembengkakan pada persendia tersebut. Perhatikan setiap deformitas yang
terjadi pada pergelangan tangan, tangan dan tulang-tulang jari tangan disamping
memoerhatikan pula setiap angulasi dari deviasi radiar atau ulnar. Amati kontur telapak
tangan, yaitu eminesia thenar dan hipothenar. Perhatikan setiap penebalan pada tendon otot-
otot fleksor atau kontraktur fleksi pada jari-jari tangan.3
6
Palpasi
Pada pergelangan tangan, lakukan palpasi ujung distal os radius dan ulna pada
permukaan lateral serta medialnya. Lakukan palpasi sulkus pada setiap dorsum pergelangan
tangan pasien dengan menggunakan ibu jari tangan anda sementara jari tangan yang lain
berada di bawahnya. Perhatikan setiap pembengkakan, perabaan seperi spons, ataupun nyeri
tekan yang ada. Lakukan palpasi pada anatomic snuffbox, yaitu lekukan berongga yang
berada tepat disebelah distal prosesus stiloideus radius yang dibentuk oleh otot-otot abduktor
dan ekstensr ibu jari tangan. Daerah snuffbox tersebut akna terlihat lebih jeas dengan
melakukan ekstensi lateral ibu jaritangan untuk menjauhi tangan. Lakukan palpasi pada
delapan buah os karpal yang terletak disebelah distal pergelangan tangan dan kemudia juga
lakukan palpasi pada lima buah os metakarpal serta falang proksimal, medial, distal. Lakukan
palpasi di daerah lain yang anda curigai mengalami abnormalitas. Lakukan kompresi
artikulasi metakarpofalangeal dengan menekan tangan dari kedua sisi diantara ibu jari dari
tangan anda. Sebagian alternatif, gunakan ibujari tangan anda untuk meraba setiap artikulasio
metakarpofalangeal tepat dibelah distal setiap buku jari sementara jari telunjuk anda meraba
kaput metakarpal pada telapak tangan. Perhatikan tiap pembengkakan, perabaan seperti spons
atau nyeri tekan yang ada. Kini, lakukan pemeriksaan pada jari-jari tangan. Lakukan palpasi
pada permukaan medikal dan lateralsetiap artikulasio interfalangeal proksimal di antara ibu
jari tangan dan jari telunjuk anda; sekali lagi, periksa adanya pembengkakan, periksa adanya
pembengkakan, perabaan seperti spons, pembesaran tulang atau nyeri tekan. Dengan
menggunakan teknik yang sama, lakukan pemeriksaan pada artikulasio interfalanngeal distal.
Pada setiap daerah yang mengalami pembengkakan atau inflasi, lakukan palpasi disepanjang
tendon yang berinsersio pada ibu jari dan jari-jari tangan.3
Kisaran Gerak dan Manuver
Kini lakukan pemeriksaan untuk menilai gerakan pergelangan tangan, jari-jari tangan
dan ibu jari tangan. Pada pergelangan tangan, lakukan tes untuk menguji gerakan fleksi,
ekstensi dan deviasi ulnar serta radial.3
Fleksi, dengan bawah pasien yang distabilkan, tempatkan pergelangan tangannya
dalam posisi ekstensi dan letakan ujung-ujung jari tangan anda pada telapak tangan pasien.
Minta pasien untuk memfleksikan pergelangan tangannya melawan gravitasi dan kemudian
melawan tahanan dengan derajat yang bervariasi.3
7
Ekstensi, dengan lengan bawah pasien yang ditabilkan, tempatkan pergelangan
tangannya dalam posisi fleksi dan letakan tangan anda pada bagian dorsal os metakarpal
pasien. Minta pasien untuk mengekstensi pergelangan tangannya melawan gravitasi dan
kemudian melawan tahanan dengan derajat yang bervariasi.3
Deviasi ulnar dan radial, dengan telapak tangan menghadap ke bawah, minta pasien
untuk menggerakan pergelangannya tangannya ke lateral dan medial. 3
Lakukan pula tes untuk menguji gerakan fleksi, ekstensi, abduksi, dan adduksi jari-
jari tangan:3
1. Fleksi dan ekstensi, minta pasien untuk mengepalkan tiap-tiap tangannya dengan kuat,
ibu jari tangan menyilang buku-buku jari dan kemudian mengekstensikan serta
mengembangkan jari-jari tangannya. Jari tangan harus dapat menutup dan membuka
dengan lancar dan mudah. Pada artikulasio metakarpofalangeal, jari-jari tangan dapat
melakukan gerakan ekstensi diluar posisi netral. Lakukan juga tes untuk memeriksa
gerakan fleksi dan ekstensi pada artikulasio interfalangeal proksimal serta distal.
2. Abduksi dan adduksi, minta pasien untuk mengembangkan jari-jari tangannya
sehingga terpisah satu sama lain dan kemudian merapatkan kembali. Lakukan
pengecekan apakah gerakannya terjadi secara lancar dan terkoordinasi.
Pada ibu jari tangan, lakukan pemeriksaan untuk menilai gerakan fleksi, ekstensi,
abduksi, adduksi dan oposisi. Minta pasien untuk menggerakan ibu jarinya menghilang
telapak tangan sertamenyentuh basis kelingking guna menguji gerakan fleksi dan kemudian
menggerakan ibu jarinya kembali menyilang telapak tangan serta menjauhi jari-jari
tangannya guna menguji gerakan ekstensi. Selanjutnya, minta pasien untuk menempatkan
jari-jari tangan dan ibu jarinya dalam posisi netral dengan telapak tangan menghadap ke atas,
kemudian minta pasien untuk menggerakan ibu jari tangannya ke anterior menjauhi telapak
tangan guna menilai gerakan adduksi. Untuk menguji gerakan oposisi atau gerakan ibu jari
tangan menyilang telapak tangan, minta pasien atau menyentuhkan ibu jarinya dengan tiap-
tiap ujung jari tangan lain. Tes sensasi pada jari-jari tangan hanya dilakukan di sepanjang
permukaan lateral dan medialnya untuk mengisolasikan setiap perubahan pada nervus
digitalis. Tes fungsi nervus medianus, ulnaris dan radialis dikerjakan dengan mengecek
sensasi berikut.3
8
1. Otot jari telunjuk- nervus medianus.
2. Otot jari kelingking (digiti manus ke-5) nervus ulnaris.
3. Ruang jaringan dorsal ibu jari dan jari telunjuk-nervus radialis.
2. Tes Sensitivitas
Pemeriksaan rasa raba, sebagai perangsang dapat digunkan sepotong kapas, kertas,
kain dan ujungnya diusahakan sekecil mungkin. Hindarkan adanya tekanan atau
pembangkitan rasa nyeri. Periksa seluruh tubuhn dan bandingkan bagian-bagian yang
simetris. Thigmestisia berarti rasa raba halus. Bila rasa raba ini hilang disebut
thigmanesthesia.3
3.Tes Allen
Tes ini juga berguna untuk memastikan patnsi arteri ulnaris sebelum melakukan
pungsi arteri radialis guna mengambil sampe darah. Pasien harus duduk dengan kedua belah
tangannya diletakan diatas pangkuannya sementara teapak tangan menghadap keatas. Minta
pasien untuk mengepalkan salah satu tangannya kuat-kuat, kemudian lakukan penekanan
yang kuat pada arteri radialis dan ulnaris dengan menggunakan kedua ibu jari dan jari-jari
tangan anda. Selanjutnya, minta pasien untuk membuka tangannya dan membiarkannya
dalam posisi yang rileks serta sedikit fleksi. Telapak tangan akan terlihat pucat. Lepaskan
tekanan pada arteri ulnaris. Jika arteri ulnarisnya paten, telapak tangan akan tampak merah
kembali dalam waktu sekitar 3 hingga 5 detik. Patensi arteri radialis dapat diperiksa dengan
melepaskan tekanan pada arteri radialis sementara tekanan pada arteri ulnaris tetap
dipertahankan.3
4.Nail Press Test
Capillary refill adalah kecepatan daah mengisi ulang kapiler yang kosong. Capillary
refill time adalah tes yang cepat dan mudah yang dapat memberikan informasi penting
tentang perfusi kulit pada bayi atau anak. Perfusi abnormal kulit dapat mengindikasikan
beberapa kondisi medis yang mengkhwatirkan. Dengan menekan ujung jari tangan sampai
berwarna putih dengan durasi 5 detik dan diperhatikan berapa detik sampai kembali seperti
warna semula. Waktu isi ulang yang normal adalah kurang dari 2 detik.
9
Pada hasil pemeriksaan fisik pada skeario hanya dilaporkan tanda-tanda vital yang
normal. Biasanya pada pemeriksaan fisik untuk pasien HAVS didapatkan tangan yang
berwarna pucat dan juga tampak edema pada tahap awal.
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang dibagi menjadi 2 bagian yaitu pemeriksaan laboratorium dan
pemeriksaan pencritraan.
Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium yang dibutuhkan pada kasus ini adalah pemeriksaan darah
lengkap, pemeriksaan gula darah sewaktu, pemeriksaan profil lipid. Pemeriksaan gula
darah digunakan untuk menyingkirkan diagnosis banding diabetes melitus. Dan juga
bila perlu pemeriksaan laboratorium seperti faktor rheumatoid, anti nuklear serum
antibodi.2
Pemeriksaan Pencritraan
Penggunaan sinar x pada bagian metakarpal untuk melihat komplikasi osteoartritis
dapa diperlukan. penggunaan dopller, untuk mecatat tekanan darah sistolik dan
pletismografi pada jari-jari sebelum dan selama provokasi dingin serta dengan
pencelupan ke dalam air dingin. sinar x vertebrata sevikalis, tangan dan toraks dapat
digunakan untuk mecari diagnosis banding.2
Pajanan yang dialami
Seperti yang sudah dijelaskan penyebab HAVS oleh karena paparan getaran. Getaran
merupakan salah satu dari ke lima pajanan yaitu pajanan fisik.
Getaran Mekanis Tangan-Lengan
Alat manual yang pada waktu bekerjanya bergetar dan mengakibatkan getaran
mekanis pada tangan dan lengan banyak terdapat dan lingkungan diperusahaan. Selama
pekerjaan dengan alat manual demikian sifatnya hanya sekali atau kadang-kadang saja atau
jarang, sedangkan getarannya tidak seberapa, peralatan seperti itu boleh dikatakan tidak
mendatangkan gangguan kesehatan atau kecelakaan. Tetapi perkerjaan dalam berbagai
industri manufaktur, perkebunan, kehutanan, kontruksi dan pertambangan, secara terus
menerus menggunakan mesin atau alat bergetar. Dalam pertambangan, alat demikian adalah
10
tukul yang secara mekanis dipukul alat pengebor, yang dinegara maju telah diganti mesin. Di
pabrik baja dan pengecoran logam, biasanya dipakai gerinda mesin sehingga pekerjaan
menggerida dapat dilakukan dengan mudah dan cepat. Tukul mekanis sering diganti dengan
mesin kempa, yang beroperasi secra otomatis. Pada pekerjaan kehutanan dipakai gergaji
mesin yang menimbulkan getaran tangan lengan kepada operatornya. Demikian pula mesin
pengeras jalan yang digunakan pada pekerjaan kontruksi dan pemeliharaan jalan.4
Dua gejala utama ditemukan sehubungan dengan pengaruh getaran mekanis kepada tangan
lengan tersebut sebagai berikut:4
a. Kelainan pada peredaran darah dan persarafan;
b. Kerusakan pada persendian dan tulang.
Gejala kelainan peredarah darah dan persarafan sangat mirip dengan fenomin Raynaud
yaitu keadaan pucat dan biru yang terjadi berulang-ulang pada tangan dengan mulai tampak
pada saat tenaga kerja berada pada lingkungan kerja dengan suhu udara dingin, tanpa adanya
secara klinis penyumbatan pepmbuluh darah tetapi serta kelainan gizi san bila kelainan itu
ada, hanya terbatas pada kelainan kuli saja. Gejala pertama fenomin tersebut adalah memucat
dan menjadi kakunya ujung-ujung jari yang dialami berulag kali secara tidak teratur, tetapi
sering kali pada tenaga kerja bekerja di suhu dingin. Mula-mula gejala dirasakan pada
sebelah tangan, tapi dapat kemudian meluas kepada kedua tangan secara asimetris serta
gejala menjadi semakin parah. Gejala datang hilang. Lamanya gejala berlangsung dari
beberapa menit sampai beberapa jam dengan tingkat yang berbeda dalam hal rasa sakit,
kehilangan daya pegang dan menurunnya kemampuan mengendalikan otot. Pada saat antara
dua peristiwa terjadinya gejala, kadang-kadang terdapat keluhan subyektif, walaupun tangan
terlihat normal, yaitu hangan dan kelihatan biasa tanpa adanya kelainan.4
Frekuensi terjadinya dan tingkat beratnya gangguan vasomotor yang telah diuraikan
tersebut biasanya mencapai tingkat paling parah sesudah beberapa tahun sejak timbulnya
gejala pertama. Masa laten bagi terjadinya gejala pertama sangat berbeda dari satu minggu
sampai 20 tahun, dengan rata-rata 3-4 tahun. Masa laten dimaksud nampaknya tidak
tergantung pada usia. Warna kulit tangan yang kebiru-biruan tidak ada kaitannya dengan
tingkat sakit, kadang-kadang sianosis dapat terjadi pada tahap permulaan sakit, namun
kadang-kadangbaru tumbul sesudah efek getaran mekasi berada pada fase yang lanjut.
menarik pula bahwa tenaga kerja berusia muda lebih sering memperlihatkan tanda sianosis
daripada orang tua.4
11
Pada kebanyakan tenaga kerja, tingkat akhir kelainan akibat getaran tangan lengan masih
memungkinkan yang bersangkutan bekerja dengan mesin atau alat yang bergetar. Namun
pada berbagai hal, kelainan yang disebabkan getaran tangan lengan keadaannya memburuk
sekali sehingga kapasitas kerja sama sekali terganggu dan tenaga kerja harus berhentu dari
pekerjaannya. Dari sudut kecacatan akibat kerja, perasaan nyeri kurang pentingnya
dibandingkan dengan hilangnya perasaan tangan yng tidak dapat digunakan lagi sebagai
mestinya. Hal ini benar terutama bagi tenaga kerja yang bekerja dengan tangan kanan dan
emmerlukan ketelitian terutama dengan menggunakan alat kecil yang berputar. Otot-otot
yang menjadi lemah biasanya abduktor jari keingking, otot-otot interossea dan fleksor dari
jari-jari.4
Gejala-gejala mengilang, manakala peredaran darah kembali normal. Hal ini dapat
dilakukan dengan pemanasan tangan dalam air hangat, pemijitan, menupkan udara panas ke
tangan dan menggerak-gerakan tangan secara berputar. Namun pemulihan sepenuhnya
biasanya belum terjadi dan gejala-gejala masih tetap ada, walaupun tenaga kerja tidak langi
mengalami getaran pada tangan dan lengannya.4
Mekasime fisiologis dari gejala ini belum diketahui sepenuhnya, walaupun ditemukan
pengerutan pembuluh-pembuluh darah nadi tangan. Penyebab terjadinya pengerutan
pembuluh darah masih belum jelas, tetapi hal itu mungkin merupakan akibat rangsangan
kepada reseptor pada dinding nadi. Selain itu, mungkin pula getaran mempengaruhi susudan
saraf otonom tangan.4
Tenaga kerja normal yaitu yang tidak mengalami gangguan getaran pada tangannya
memperlihatkan sedikit saja penurunan suhu kulit tepat sesudah bekerja mengalami getaran
dan suhu kulit tangannya akan naik 1-2 derajat sesudah terpapar getaran selama 5 menit.
Orang-orang dengan fenomin Raynaud memperlihatkan suhu tangan yang lebih rendah dan
masa pemulihannya berlangsung normal lebih lama. Demikian pula halnya dengan
menurunnya kekuatan memegang. Gejala-gejala atau tanda-tanda ini dapat digunakan untuk
mencari kasus-kasus tenaga kerja yang telah terkena efek getaran kepada tangan dan lengan
mereka.4
Para teknisi banyak memberikan perhatian terhadap frekuensi getaran yang
menyebabkan fenomin Raynaud. Nampaknya frekuensi sekitar 30-40Hz adalah penyebab
terjandinya gejala. Fenomin Raynaud tidak timbul pada frekuensi kurang dari 35Hz.
Frekuensi diatas 160 Hz mengakibatkan bukan gejala demikian, melainkan gejala iritasi
12
saraf, manakala amplitudo kurang dari 100 um. Adapun frekuensi yang ditimbulkan alat-alat
yang dioperasikan manual berkisar antara 25-150 Hz dengan amplitudo besar mengakibatkan
kerusakan tulang dan persendian.4
Kelainan persendian dan tulang pada pekerja dengan tukul pnematik dan alat-alat
yang getarannnya berfrekuensi rendah adalah fenomin yang mekanismenya berlainan dengan
fenomin Raynaud. Sebab utama kerusakan persendian atau tulang adalah akibat kekerasan
kepada tulang rawan yang dikarenakan oleh getaran. Gejala subjektifnya adalah rasa nyeri
dan keterbatasan gerak pada sendi-sendi. Kelainan klinis yang ditemukan mungkin
osteokondrosis dissekans, kerusakan kepala tulang radius dan persendian karpometakarpal
pertama, rangsangan otot beserta perkapuran pada muka depan humerus dan osteoatritis pada
sendi bahu. Juga terjadi pada dekalsifikasi. Namun sendi bahu jarang terganggu dibandingkan
dengan sendi-sendi pergelangan tangan dan siku.4
Parameter besarnya resiko bahaya getaran mekasi berfrekuensi rendah adalah tenaga
yang disalurkan kepada tangan dan terbesar adalah dari frekunsi 30 Hz. Maka terdapat
kesulitan, oleh karena untuk pencegahan dan perlindungan terhadap fenomin Raynaud
disyaratkan peredam dengan frekuensi yang rendah, sedangkan untuk mencegah efek buruk
pada persendian dianjurkan frekuensi yang lebih tinggi. Maka dari sudut getaean, dapat
ditinggikan frekuensi dengan dikurangi amplitudo. Tetapi peralatan sering memberika suatu
amplitudo minimum, agar kualitas kerja dan hasil kerja tetap pada kondisi yang sebaik-
baiknya.4
Hubungan Pajanan dengan Gejala Klinis
Sampai saat ini, etiologi HAVS belum dapat dijelaskan dengan memuaskan, dulu
diduga rasa dingin yang hebat atau vibrasi dibagian tangan akan mengakibatkan spasme
diarteri digitalis yang memperdarahi ujung sarad simpatis jari-jari tangan, sehingga
bisamenyebabkan pucatnya jari-jari tangan tersebut. Beberapa peneliti seperti
Pyyko&Gemma, Ekenvall dan Okada melaporkan bahwa pajanan vibrasi untuk jangka waktu
yang lama pada lenga/tangan tidak mengakibatkan terjadinya spasme pembuluh darah ,
melainkan menyababkan penebalan lapisan intima dan fibrosis periartrial yang akan
mengakibatkan a.digitalis menyempit dan akhirnya tersumbat. Gambaran histologis ini
meyakinkan pengamatan secara klinis bahwa bertambah lamanya pajanan vibrasi bukan lagi
dalam bentuk makin bertmbah lamanya episode memucatnya ujung-ujung dari, tetapi sianosis
13
pada jari-jari tersebut makin lama makin menjadi berat, sirkulasi darah dan asupan nutrisi
yang buruk, yang pada akhirnya menyebabkan ulserasi pada jari-jari tersebut. Peniliti lain
melaporkan bahwa pajanan vibrasi yang lama akan mengakibatkna terjadinya neuropati
akibat kerusakan mekanoreseptor pada ujung-ujung saraf tepi, kehilangan pembungkus
mielin dan kerusakan akson terutama pada n.medianus dan n.ulnaris disekiar pergelangan
tangan. Terjadinya gangguan pada saraf-saraf tepi di lengan dan tangan akan menyulitkan
untuk membedakan dengan kasus repetitive strain injury, apalagi kedua kelainan ini dapat
pula terjadi secara bersamaan.2
Jumlah Pajanan
Nilai ambang batas menurut Peraturan Menteri No.PER.13/MEN/X/2011, getaran
mekanis untuk pemaparan tangan-lengan dengan parameter percepatan pada sumbu yang
dominan adalah 4 meter/detik2 atau 0,40 gravitasi. Dalam hal intensitas getaran mekanis
tangan lengan melebih NABnya, dapat dilakukan upaya pengendalian dengan mengurangi
waktu pemaparan yang diatur menurut nilai percepatan getaran mekanis pada tangan lengan.4
Alat untuk mengukur percepatan getaran mekanis pada tengan langan yang
dikarenakan oleh pekerjaan yang menggunakan mesin atau peralatan yang bergetar adalah
akselerometer atau tranducer yaitu sensor untuk mengatur percepatan yang disebabkan oleh
getaran. Bekerjanya alat pengukur adalah merubah energi percepatan getaran menjadi energi
listrik, kemudian energi listrik dalam bentuk arus menggerakan jarum skala atau dengan alat
digital dengan demikian perubahan angka yang ditunjukan jarum dapat langsung dibaca.
Sebelum digunakan akselerometer harus dikaliberasi. Frekuensi yang alat tersebut peka untuk
mengukurnya adalah 5-1500 Hz. Akselerometer dipasang pada pegangan tangan atau alat.
Pengukuran percepatan dilakukan pada 2-3 sumbu koordinat. Arah percepatan getaran
mekanis tangan lengan diukur dengan menggunakan 1 dari 2 sistem koeerdinat yaitu sistem
biodinamis dan basisentris. Sistem basisentris menunjukan arah percepatan pada pegangan
alat atau mesin, sedangkan sistem biodinamis menunjukan arah percepatan pada tangan. 4
Tabel 2 :Pengendalian Waktu Pemaparan Menurut Nilai Percepatan Getaran Mekanis
Tangan-lengan.2
Waktu Pemaparan per hari
kerja (jam)
Nilai percepatan
(meter/detik2)
Nilai Percepatan
(g m0,61eter/detik2)
4 <8 jam 4 0,40
14
2 - <4 jam 6 0,61
1 - <2 jam 8 0,81
<1 jam 12 1,22
Faktor Individu
Status kesehatan fisik : tidak ada riwayat alergi, kebiasaan berolahraga
Status kesehatan mental : tidak diketahui
Riwayat penyakit : tidak ada riwayat penyakit serupa dan penyakit kronis
Riwayat penyakit keluarga : tidak ada riwayat penyakit serupa penyakit kronis
Higiene peorangan : tidak diketahui
Faktor Lain Diluar Pekerjaan
Hobi/kebiasaan : tidak ada riwayat merokok, alkohol
Pajanan-pajanan lain di rumah atau tempat lain selain di tempat bekerja.
Diagnosis Okupasi
Setelah melihat langkah diatas ditemukan bahwa pasien laki-laki berusia 42 tahun
mengalami Hand Arm Vibration Syndrome akibat kerja. Dimana menurut klasifikasi ILO
tahun 1992 hal tersebut merupakan penyakit akibat kerja.
Diagnosis Banding
Fenomena Raynaud
Fenomena raynaud ditandai oleh iskemia digital episodik, secara klinis ditandai dengan
timbulnya pucatnya jari-jari, sianosis dan rubor jari tangan atau jari kaki setelah pemajanan
15
pada dingin dan selanjutnya hangat. Stress emosiaonal juga cepat menimbulak fenomena
raynaud. Perubahan warna juga mempunyai batas yang jelas dan terbatas pada jari tangan
atau kaki. Yang khas satu atau lebih jari tampak putih ketika pasien terpajan pada lingkungan
yang dingin atau menyentuh objek yang dingin.menjadi pucat atau wajah pucat, menunjukan
fase iskemik dari fenomena dan sekunder dari vasospasme arteri digitalis. Selama fase
iskemik kapiler dan venula berdilatasi dan sianosis disebabkan oleh dara yang deoksigenasi
yang terdapat dalam pembuluh darah. Sensasi rasa dingin, mati rasa, atau parastesia jari-jari
seringkali menyertai fase sianosis pucat.5
Dengan penghangatan kembali, vasospasme digitalis membaik dan aliran darah kedalam
arteriol dan kapiler yang berdilatasi menignkat secara dramatis. Hiperemia reaktif ini
memberikan warna merah terang pada jari-jari, selain rubor dan hangat pasien sering kali
mengalami rasa berdenyut, sensasi nyeri selama fase hiperemi. Meskipun respon warna
trifasik khas pada fenomena raynaud, beberapa pasien hanya mengalami pucat dan sianosis,
pasin lainnya hanya mendapat sianosis.5
Raynaud mengajukan bahwa mula-mula bahwa iskemia digital episodik yang
diinduksi oleh dingin bersifat sekunder terhadap refleks vasokontriksi simpatetik yang
berlebihan. Teori ini didukung oleh kenyataan bahwa obat penghambat adrenergik juga
simpatektomi menurunkan frekuensi dan menurunkan beratnya fenomena Raynaud pada
beberapa pasien. Hipotesis alternatif adalah adanya peningkatan respon vaskuler terhadap
dingin atau stimulus simpatetik yang normal juga mungkin tumpang tindih dengan penyakit
vaskular digital lokal atau terdapat peningkatan aktivitas adrenergik neuroefektor. Fenomena
Raynaud dibagi dalam dua kategori: jenis idioptik yang disebut penyakit Raynaud dan jenis
sekunder, yang disertai dengan keadaan Penyakit lain atau sebab spasme yang diketahui.5
Pemeriksaan rasa raba, sebagai perangsang dapat digunkan sepotong kapas, kertas,
kain dan ujungnya diusahakan sekecil mungkin. Hindarkan adanya tekanan atau
pembangkitan rasa nyeri. Periksa seluruh tubuh dan bandingkan bagian-bagian yang simetris.
Thigmestisia berarti rasa raba halus. Bila rasa raba ini hilang disebut thigmanesthesia.5
Carpal Tunnel Syndrome
Kawasan sensorik n.medianus bervariasi terutama pada permukaan volar. Dan pola itu
sesuai dengan variasi antara tiga jaricdampai 4 jari kawasan radial telapak tangan. Pada
permukaan dorsum manus, kawasan sensorik n.medianus bervariasi antar 2 sampai 3 falang
16
distal jari ke dua. Ketiga dan keempat. Diterowongan karpal n.medianus sering terjepit,
sehingga menghasilkan kesemutan yang mneyakiti juga. Itulah parastesia atau hiperestesia
carpa tunner syndrome. Karena kerja tangan terlaku keras , n medianus mengalami iritasi di
dekat kaput m.pronator teres. Karena itu, maka nyeri terasa dilipatan siku itu melua ke
kawasan n.medianus ditangan bila mana kaput m.pronator teres ditekan.6
Neuritis Perifer
Neuritis adalah istilah umum untuk menggambarkan inflamasi pada sebuah saraf atau
inflamasi pada sistem saraf perifer. Gejalanya tergantung pada saraf mana yang terkena tetapi
termasuk di dalamnya nyeri, parastesia (pins & needles) - kesemutan, paresis (kelemahan),
hipoestesia (numbness), anestesia, paralisis, dan hilangnya refleks.
Penyebabnya dapat terjadi karena berbagai hal seperti;7
1. Beriberi (defisiensi vitamin B1)
2. Defisiensi vitamin B12
3. Kelainan metabolik
4. Diabetes melitus
5. Herpes zooster
6. Infeksi bakteri
7. Autoimmun terutama multiple sklerosis dan Guillain-Barre syndrom
8. Alkohol dan lain sebagainya
Defisiensi/kekurangan vitamin B6 pada orang dewasa dapat menimbulkan gejala
neuritis perfier pada ekstremitas atas maupun bawah, peradangan pada kulit, gangguan
iritabilitas, serta gangguan depresi.
Gejala-gejala toksisitas dari INH adalah sebagai berikut :7
1. Neuritis perifer
2. Nausea
3. Muntah-muntah
4. Abdominal pain
17
5. Kehilangan nafsu makan
6. Fungsi hati dan ginjal
7. Sideroblastic anemia
8. SLE like syndrom
9. Mild CNS efek
10. Metabolik asidosis dan lain sebagainya.
Tatalaksana
Pengendalian teknik terhadap HAVS dititikberatkan pada desain alat bantu genggam dan
eliminasi vibrasi. Sampai saat ini, belum ditemukan pengobatan HAVS yang tepat.2
1. Pengobatan terutama bersifat paliatif . fisioterapi dalam bentuk termoterapi “paraffin
bath”, inframerah, dan terapi frekuensi rendah sering digunakan di Jepang.
2. Tindakan pembedahan dalam bentuk simpatektomi blokade gangglion cervical dan
pembebasan saraf tepi yang terjepit, dulu sering digunakan tetapi hasilnya kurang
memuaskan.
3. Medika mentosa dengn menngunakan preparat kalsium antagonis sebagai vasodilator,
kemoterapi untuk mengurangi adhesi dan agregasi sel-sel pembeku (trombosit), serta
dengan preparat untuk mengurangi vsikositas darah dan pembentukan emboli.
Pada kasus HAVS stadium 1 dan awal stadium 2 sebaiknya dilakukan tindakan paliatif
yaitu disarankan menghindari tempat-tempat dingin dan pajanan dingin secara langsung pada
tangan yang sakit, berolahraga untuk memulihkan aliran darah, serta mengurangi pajanan
vibrasi yang memenuhi standar NBL (dalam hal intensitas maupun waktu). Pada HAVS
stadium 2, pajanan vibrasi harus benar benar dihindarkan. Jika penderita terpaksa tidak dapat
menghindari pajanan vibrasi perlu dipertimbangkan untuk vasodilator secara terbatas, seperti
nifedipine. Oleh karena stadium awal dari HAVS bersifat sementara, maka pemantauan
medis yang rutin terhadap populasi yang terpajan vibrasi disuatu tempat kerja harus
senantiasa dilaksanakan, sehingga tanda-tanda kelainan dini dapat diditeksi.2
Pencegahan
18
Beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya/bertambah beratnya HAVS perlu
diperhatikan pada pelaksanaan tindakan pencegahan yaitu :2
1. Tindakan vibrasi atau intensitas dan frekuensinya. Frekuensi yang berbahaya adalah
30-300 Hz.
2. Lamanya pajanan. Ada korelasi yang postif antara beratnya kerusakan dalan lamanya
pajanan.
3. Vibrasi yang terus menerus akan mempercepat itmbulnya HAVS. Perlu diberikan
waktu istirahat selama 20 menit setiap pajanan vibrasi yang terus menerus.
4. Bertambah kerasnya kekuatan untuk menggenggam alat, maka semakin banyak energi
yang ditransfer ke tangan dengan resiko kerusakan pada arteri, nervus, persendian dan
otot.
5. Pengurangan berat dari alat-alat yang menimbulkan vibarasi, akan mengurangi kerja
yang berlebihan pada persendia siku, bahu. Tetapi energi yang ditransfer ke tangan
akan bertambah.
6. Sarung tangan berguna sebagai pelindung terhadap bahaya kerja vibrasi, tetapi kurang
kuat untuk memegang peralatan.
7. Kerentanan individu.
8. Pengendalian dan Pengobatan
Penutup
Setelah melihat dan memahami pembahasan diatas pada akhirnya kita menmeukan
satu diagnosis yaitu Hand Arm Vibration Syndrome atau biasa disingkat HAVS. Penyakit
19
tersebut merupakan penyakit akibat akibat kerja yang ditimbulkan oleh getarahn, umumnya
getara melebihi 35Hz. Peran kita sebagai dokter okupasi adalah tidak hanya sekedar
menyembuhkan namun harus mencari apa penyebab dari kejadian tersebut, adakah
hubungannya dengan pekerjaan atau tidak. Penentuan diagnosis penyakit kerja sangatlah
penting karena ini berhubungan dengan perusahaan tempat pasien tersebut bekerja dan pasien
sendiri berkenaan dengan masalah biaya itu sendiri. Oleh karena itu sebagai dokter okupasi
yang baik kita dimapukan untuk menegakan diagnosa secara tepat dengan mengetahui
metoda yang telah ada kemudian mencegah timbulnya penyakit-penyakit akibat kerja yang
lain agar tercipta produktivitas tenaka kerja yang baik.
Daftar Pustaka
1. Buchari. 2007. Penyakit akibat kerja dan penyakit terkait kerja. USU repository.
Diunduh dari: http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/1432/1/07002746.pdf
2. Harrianto R. Buku ajar kesehatan kerja. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC;
2009.H.238-44.
3. Bickley LS. Buku ajar pemeriksaan fisik dan riwayat kesehatan. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC;2009.H.507-11, 467.
4. Suma’mur. Higiene perusahan dan kesehatan kerja (hiperkes). Jakarta: Sagung Seto;
2009.h.195-99.
5. Creager MA, Dzau VJ.Harrison prinsip-prinsip ilmu penyakit dalam. Volume 3.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2004.H.1280-1.
6. Mardjono M, Sidharta P. Neurologi klinis dasar. Jakarta: Penerbit Dian Rakyat;
2012.H.108-9.
7. Munaf S. Prinsip Farmakogenetik. Kumpulan kuliah Farmakologi. Ed II. Jakarta :
Penerbit buku kedokteran EGC ; 2009.h.305-6.
20