pbl_blok_19

49
PBL BLOK 19 Gagal Jantung Kronik di Sertai Riwayat Hipertensi, Diabetes dan Jantung Koroner Igri Septiani Ryska NIM : 102010318 Kelompok : B2 Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Alamat Korespondensi : Jl. Arjuna Utara No. 6, Jakarta Barat (11470) Pendahuluan Gagal jantung adalah keadaan patofisiologis ketika jantung sebagai pompa tidak mampu memenuhi kebutuhan darah untuk metabolisme jaringan. Ciri penting dari definisi adalah (1) gagal didefinisikan relatif terhadap kebutuhan metabolik tubuh, dan (2) penekanan arti gagal ditujukan pada fungsi pompa jantung secara keseluruhan. Istilah gagal miokardium ditujukan spesifik pada kelainan fungsi miokardium; gagal miokardium umumnya mengakibatkan gagal jantung, tetapi mekanisme kompensatorik sirkulasi dapat menunda atau bahkan mencegah berkembang menjadi kegagalan jantung sebagai suatu pompa. 1 Istilah gagal sirkulasi lebih bersifat umum dibandingkan dengan gagal jantung. Gagal sirkulasi menunjukkan ketidakmampuan sistem kardiovaskular untuk melakukan perfusi 1

description

zc

Transcript of pbl_blok_19

PBL BLOK 19Gagal Jantung Kronik di Sertai Riwayat Hipertensi, Diabetes dan Jantung KoronerIgri Septiani RyskaNIM : 102010318Kelompok : B2Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida WacanaAlamat Korespondensi: Jl. Arjuna Utara No. 6, Jakarta Barat (11470)

Pendahuluan Gagal jantung adalah keadaan patofisiologis ketika jantung sebagai pompa tidak mampu memenuhi kebutuhan darah untuk metabolisme jaringan. Ciri penting dari definisi adalah (1) gagal didefinisikan relatif terhadap kebutuhan metabolik tubuh, dan (2) penekanan arti gagal ditujukan pada fungsi pompa jantung secara keseluruhan. Istilah gagal miokardium ditujukan spesifik pada kelainan fungsi miokardium; gagal miokardium umumnya mengakibatkan gagal jantung, tetapi mekanisme kompensatorik sirkulasi dapat menunda atau bahkan mencegah berkembang menjadi kegagalan jantung sebagai suatu pompa.1 Istilah gagal sirkulasi lebih bersifat umum dibandingkan dengan gagal jantung. Gagal sirkulasi menunjukkan ketidakmampuan sistem kardiovaskular untuk melakukan perfusi jaringan dengan memadai. Definisi ini mencakup segala kelainan sirkulasi yang mengakibatkan tidak memadainya perfusi jaringan, termasuk perubahan volume daah, tonus vaskular, dan jantung. Gagal jantung kongestif adalah keadaan saat terjadi bendungan sirkulasi akibat gagal jantung dan mekanisme kompensatoriknya. Gagal jantung kongestif perlu dibedakan dari istilah yang lebih umum yaitu kongestif sirkulasi, yang hanya berarti kelebihan beban sirkulasi akibat bertambahnya volume darah pada gagal jantung atau akibat sebab-sebab di luar jantung (misal, transfusi berlebihan atau anuria). 1

Terminologi a. Gagal Jantung Sistolik vs Diastolik Gagal jantung sistolik adalah ketidakmampuan jantung untuk memompa darah sehingga curah jantung menurun sedangkan gagal jantung diastolik merupakan gangguan relaksasi dan gangguan pengisian ventrikel dengan kemampuan ventrikel kiri yang normal/mendekati normal. Kedua jenis ini terjadi secara tumpang tindih dan tidak dapat dibedakan dari pemeriksaan jasmani, foto toraks atau EKG dan hanya dapat dibedakan dengan eko-Droppler.2-4 b. Gagal Jantung Kiri vs Kanan Gagal jantung kiri secara klinis ditujukan pada kegagalan jantung kiri untuk memompa darah yang ditandai dengan gejala peningkatan tekanan dan kongesti dan vena-capilary pulmonalis yang ditandai dengan oedema paru dan orthopneu. Sedangkan gagal jantung kanan secara klinis ditujukan pada kegagalan jantung kanan untuk memompa darah yang ditandai dengan gejala peningkatan tekanan dan kongesti dan vena jugularis dan vena sistemik yang ditandai dengan edema perifer, hepatomegali, distensi vena jugularis. Tetapi karena perubahan biokimia gagal jantung terjadi pada miokard kedua ventriel, maka retensi cairan pada gagal jantung yang sudah berlangsung bulanan atau tahun tidak lagi berbeda.2,4 c. Low Output vs High OutputLow output HF disebabkan oleh hipertensi, kardiomiopati dilatasi, kelainan katup dan perikard. High out put HF ditemukan pada penurunan resistensi vaskular sistemik seperti hipertiroidisme, anemia, kehamilan, fistula A-V, beri-beri dan penyakit Paget. Secara praktis, kedua kelainan ini tidak dapat dibedakan.2,4 d. Gagal Jantung Akut vs Gagal Jantung Kronik Gagal jantung akut (GJA) didefinisikan sebagai serangan cepat/rapid/onset atau adanya perubahan pada gejala-gejala atau tanda-tanda (symtomps and signs) dari gagal jantung (GJ) yang berakibat diperlukannya tindakan atau terapi secara urgent. GJA dapat berupa serangan pertama GJ, atau perburukan dari gagal jantung kronik sebelumnya. Pasien dapat memperlihatkan kedaruratan medik seperti edema paru akut. Sedangkan gagal jantung kronik didefinisikan sebagai sindrom klinik yang komplek yang disertai keluhan gagal jantung berupa sesak, fatik, baik dalam keadaan istirahat atau latihan, edema dan tanda objektif adanya disfungsi jantung dalam keadaan istirahat. 4Anamnesis Penyakit yang mengenai sistem kardiovaskular bisa timbul dengan berbagai keluhan:1. Nyeri dada2. Sesak napas3. Edema4. Palpitasi5. Sinkop6. Kelelahan 7. Stroke8. Penyakit vaskular perifer51. Nyeri dada Nyeri seperti apa? Terasa di sebelah mana? Menjalar ke mana? Bagaimana onsetnya? Mendadak? Bertahap? Apa yang sedang dilakukan saat rasa nyeri timbul? Apa yang memperberat rasa nyeri? Apa yang meredakan? Seberapa berat rasa nyeri? Pernahkah terasa nyeri sebelumnya? Apa lagi yang dirasakan pasien? Mual? Muntah? Berkeringat? Palpitasi? Demam? Kecemasan? Batuk? Hemoptisis?5

Iskemia Jantung Secara klasik nyeri dada dirasakan di sentral dengan penjalaran ke lengan kiri, kedua lengan, dan/atau rahang (akan tetapi, seringkali penyakit timbul atipik). Pasien bisa menggambarlan nyeri tersebut sebagai rasa tertekan, tertindih beban berat, atau ,menusuk. Onsetnya bertahap, mungkin dipicu oleh kegiatan fisik, udara dingin, atau kecemasan. Bisa berkurang dengan beristirahat dan GTN.MI bisa memiliki gejala tambahan berupa mual, berkeringat, muntah, dan kecemasan (bahkan takut mati).5

Perikarditis Nyeri sentral, tajam, dan tidak berhubungan dengan aktivitas. Bisa berkurang bila duduk tegak. Bisa diperberat dengan inspirasi atau batuk.

Nyeri pleuritik Nyeri tajam yang diperberat oleh respirasi, pergerakan, dan batu. 2. Sesak Napas Sesak napas akibat penyakit jantung paling umum disebabkan oleh edema paru. Rasa sesak lebih jelas saat berbaring mendatar (ortopnea) atau bisa timbul tiba-tiba dimalam hari (PND) atau timbul dengan aktivitas ringan. Sesak napas bisa disertai dengan batuk dan mengi, dan jika sangat berat, disertai sputum merah muda berbusa.5 3. Edema (pembengakkan, biasanya akibat akumulasi cairan). Edema perier biasanya dipengaruhi hal lain, umumnya mengenai tungkai dan area sakral. Jika sangat berat, bisa terjadi edema yang lebih meluas.5 4. Palpitasi Mungkin terdapat sensai denyut cepat atau berdebar. Tentukan provokasi, onset, durasi, kecepatan, dan irama denyut jantung, serta frekuensi episode palpitasi. Apakah episode tersebut disertai nyeri dada, sinkop, dan sesak napas?5 5. Sinkop (kehilangan kesadaran mendadak dan singkat)Sinkop bisa terjadi akibat takiaritmia, bradikardia, atau kadang-kadang, diinduksi oleh aktivitas pada stenosis aorta (juga ditemukan pada keadaan neurologis seperti apilepsi). Apa yang dapat diingat oleh pasien? Apa yang sedang dilakukan? Adakah palpitasi, nyeri dada, atau gejala lain? Adakah saksi mata? Apa yang digambarkan oleh saksi mata? (apakah pasien tampak pucat, kemerahan saat mulai pulih, gerakan abnormal?), apakah pasien mengigit lidah, mengalami inkontinensia urin? Seberapa cepat pasien pulih?)56. Riwayat penyakit dahulu Tanyakan faktor-faktor risiko penyakit jantung iskemik (ischemic heart disease, IHD), misalnya merokok, hipertensi, diabetes, hiperlipidemia, IHD sebelumnya, penyakit serebrovaskular, atau penyakit vaskular perifer (peripheral vaskular disease, PVD). Tanyakan riwayat demam reuma. Tenyakan pengobatan gigi yang baru dilakukan (endokarditis infektif). Adakah murmur jantung yang telah diketahui? Adakah penyalahgunaan obat intravena?5 7. Riwayat Keluarga Adakah riwayat IHD, hiperlipidemia, kematian mendadak, kardiomiopati, atau penyakit jantung kongenital dalam keluarga? 8. Riwayat sosial Apakah pasien merokok atau pernah merokok? Bagaimana konsumsi alkohol psien?Apa pekerjaan pasien/Bagaimana kemampuan olahraga pasien?Adakan keterbatasan gaya hidup akibat penyakit? 9. Obat-obatan Tanyakan obat-obatan untuk penyakit jantung dan obat yang memiliki efek samping ke jantung.5

Pemeriksaan Fisik a. Pemeriksaan Umum Penilaian umum sistem kardiovaskular seharusnya dilakukan dengan memperhatikan usia dan jenis kelamin. Hal yang juga penting untuk diperhatikan adalah jika pasien : Menderita nyeri Mengalami sesak napas Batuk Pucat atau sianosis Mengalami retensi cairan Memiliki penampilan wajah mitral (dilatasi pembuluh-pembuluh yang terlihat sianotik diatas tulang pipi) Memiliki parut akibat operasi di dada Memiliki jemari yang terwarnai oleh tar Memiliki tanda-tanda hiperlipidemia (antara lain timbunan lemak dibawah kulit) Bagian tubuh pasien yang pertama kali bersentuh dengan dokter adalah tangannya sehingga temperatur dan warna tangan pasien perlu diperhatikan. Sianosis perifer tanpa disertai sianosis sentral menunjukkan tidak adekuatnya sirkulasi perifer seperti halnya jika bagian perifer teraba dingin. Clubbing finger (jari tubuh) yang ditemukan pada kelainan jantung menunjukkan adanya penyakit jantung sianotik kongenital atau endokarditis infektid. Splinter haemorrhages (bercak perdarahan dibawah kuku) menunjukkan adanya endokarditis infektif.6 b. Denyut Nadi Denyut nadi sebagaimana yang dirasakan pada arteri, merupakan hantaran gelombang tekanan yang dimulai dari sistol ventrikel, dan biasanya (tetapi tidak selalu) menggambarkan aliran darah dan curah jantung. Lima karakteristik utama yang harus diperhatikan ketika meraba denyut nadi adalah : Kecepatan Irama Volume Sifat Keadaan dinding pembuluh darah Ketika isi denyut nadi radialis diraba, perbandingan antara sisi kanan dan kiri sebaiknya dilakukan.6 c. Pemeriksaan Arteri Karotis Pada dengan gejala-geala serebrovaskular, pemeriksaan arteri karotis harus dilakukan karena intervensi bedah saraf mungkin diperlukan. Murmur atau getaran yang tidak ditransmisikan dari jantung (atau ketiadaan pulsasi) dapat menjadi petunuk adanya gangguan atau ketiadaan aliran darah. Kedua arteri karotis dipalpasi secara bergantian, dan ika tidak terdapat pulsasi pada plpasi yang pertama pastikan bahwa anda tidak melkukan penyumbatan pada waktu melakukan palpasi areti karotis.6 d. Perfusi Perifer Jika terdapat perfusi perifer yang buruk, kedua tangan dan kaki dapat terlihat kebiruan (karena peningkatan ekstrasi oksigen dari darah sehubungan dengan sirkulasi yang melambat). Ekstremitas dapat teraba dingin karena sirkulasi darah yang lambat tidak dapat menghantarkan panas ke perifer dengan baik. Umumnya, pemucatan kulit akibat penekanan dengan jari hanya berlangsung beberapa detik, tetapi pada keadaan dengan kegagalan sirkulasi perifer, waktu pemucatan kulit tersebut akan memanjang. Tekanan darah mungkin rendah (jika dapat diukur) pada arteri memperdarahi daerah yang terlibat.6

e. Iskemia ekstremitas akut Pada iskemia ekstremitas akut kemungkinan ditemukan adanya riwayat emboli, keadaan yang menjadi predisposisi hiperviokositas darah, atau kelainan vaskular yang berat. Ekstremitas yang terkena biasanya : Terasa sakit Pucat Pucat bila ditinggikan dan berwarna merah muda gelap atau kemerahan bila anggota gerak digantung Teraba dingin Memiliki denyut nadi lemah6 f. Iskemia ekstremitas kronik Pada iskemia ekstremitas kronik, riwayat yang ditemukan meliputi nyeri otot saat digerakkan dan berkurang dengan istirahat (klaudikasio), pada otot betis, paha, atau bokong sampai nyeri persisten atau ulkus dan gangren yang sulit sembuh. Denyut nadi pada pembuluh darah yang bersangkutan tidak teraba atau melemah.6 g. Vena Leher Vena jugularis interna mengallir secara langsung (tanpa melalui katup atau hambatan lainnya) ke dalam atrium kanan, dan peningkatan tekanan jugularis yang menetap dan bermakna menunjukan bahwa jantung kanan tidak mampu menampung darah vena yang kembali ke jantung. Ketika memeriksa vena jugularis, pasien harus berada dalam posisi 450 terhadap bidang horisontal. Denyut vena di leher (berbeda dengan denyut arterial) : Biasanya tidak dapat diraba (kecuali pada kasus insufisiensi trikuspid yang berat) Secara relatif mudah tersumbat (kecuali pada kasus insufisiensi trikuspid yang berat) Terlihat lebih jelas jika pasien berada dalam posisi berbaring Terdapat dua atau lebih hentakan (flickering) di setiap denyutan.6 Penyebab Peningkatan Tekanan Vena Jugularis1. Obstruksi mediastinum superior Oleh lesi tumor (space-occupying lesions) yang besar dapat menyebabkan tekanan vena jugularis meningkat, tetapi tidak berpulsasi.2. Gagal jantung kananYaitu jantung sebelah kanan tidak mampu mengatasi darah vena yang kembali ke jantung sehingga darah kembali masuk kedalam vena jugularis. Peningkatan tekanan vena jugulris ini akan memperbesar tekanan pengisian jantung yang dapat menyebabkan kegagalan jantung 3. Frekuensi jantung yang lambat Dapat memperlambat proses pengembalian darah vena sehingga meningkatkan tekanan vena jugularis. 4. Insufisiensi trikuspid menyebabkan darah yang berada di dalam ventrikel mengalir kembali ke dalam atrium kanan dan kemudian kembali ke dalam vena jugularis sehingga menyebabkan peningkatan tekanan vena jugularis.5. Pembatasan gerak jantungOleh perikardium atau cairan dalam perikardium (perikarditis konstriktiva dan tamponade jantung) akan mengahambat pengembalian darah vena sehingga tekanan vena jugularis dapat meningkat 6. Sirkulasi hiperdinamik Dapat menyebabkan darah yang kembali ke jantung menjadi berlebih sehingga meningkatkan tekanan vena jugukaris. Keadaan ini diumpai pada tirotosikosis, demam tinggi, dan pola kehamilan.7. Penambahan volume darah Dapat teradi pada pemberian cairan intravena yang berlebihan atau pada gagal ginal jika asupan cairan tidak dikurangi. Keadaan ini menyebabkan peningkatan tekanan vena jugularis.6 h. Pengukuran Tekanan Darah i. Pemeriksaan Jantung 1. Inspeksi dan Palpasi Jantung Palpasi Denyut Apeks Jantung 2. Perkusi Jantung 3. Auskultasi6 Pada beberapa pasien suara jantung ketiga (S3) dapat terdengar dan dipalpasi pada apex. Pasien dengan pembesaran atau hypertrophy ventrikel kanan dapat memiliki denyut oarasternal yang berkepanjangan meluas hingga systole. S3 (atau prodiastolic gallop) paling sering ditemukan pada pasien dengan volume overload yang juga mengalami takikardi dan takipneu, dan seringkali menandakan gangguan hemodinamika. Suara jantung keempat (S4) bukan indicator spesifik untuk gagal jantung namun biasa ditemukan pada pasien dengan disfungsi diastolik. Bising pada regurgitasi mitral dan trikuspid biasa ditemukan pada pasien dengan gagal jantung tahap lanjut.Pemeriksaan Penunjang 1. Pemeriksaan LaboratoriumPasien dengan onset gagal jantung yang baru atau dengan gagal jantung kronis dan dekompensasi akut sebaiknya melakukan pemeriksaan darah rutin lengkap, elektrolit, blood urean nitrogen (BUN), kreatinin serum, enzim hepatik, dan urinalisis. Pasien tertentu sebaiknya memiliki pemeriksaan tertentu seperti pada Diabetes Mellitus (gula darah puasa atau tes toleransi glukosa), dislipidemi (profil lipid), dan abnormaltas thyroid ( kadar TSH).7

a) Pemeriksaan darahPada saat ini terdapat metoda baru yang mempu menentukan gagal jantung yaitu pemeriksaan laboratorium BNP (Brain Natriuretic Peptide) dan NT- pro BNP (N Terminal protein BNP). Protein NT-proBNP merupakan penanda sensitif untuk fungsi jantung. Menurut situs web Endolab Selandia Baru, kadar NT-proBNP orang sehat di bawah 40 pmol/L. Peningkatan kadar NT-proBNP di atas 220 pmol/L menunjukkan adanya gangguan fungsi jantung dalam tahap dini yang perlu pemeriksaan lebih lanjut. Tes NT-proBNP mampu mendeteksi gagal jantung tahap dini yang belum terdeteksi dengan pemeriksaan elektrokardiografi. Hal ini memungkinkan dokter membedakan gagal jantung dengan gangguan pada paru yang memiliki gejala serupa, sehingga pengobatan lebih terarah. Kadar NT- proBNP yang berkorelasi dalam darah itu bisa digunakan untuk mengidentifikasi pasien gagal jantung yang perlu pengobatan intensif serta memantau pasien risiko tinggi. Di sisi lain, kadar NT-proBNP bisa turun jika penderita minum obat, sehingga pemeriksaan rutin NT-proBNP bisa digunakan untuk mengetahui kemajuan pengobatan.7

2. Pemeriksaan RadiologiPemeriksaan ini memberikan informasi berguna mengenai ukuran jantung dan bentuknya, begitu pula keadaan vaskuler pulmoner dan dapat mengidentifikasi penyebab nonkardiak pada gejala pasien.Gambaran radiologis Pada sinar-X dada gambaranberikut dapat terlihat : Pembesaran jantung Penonjolan vaskuler pada lobus atas akibat meningkatnya tekanan vena pulmonalis. Efusi pleura : terlihat sebagai penumpulan sudut kostofrenikus, namun dengan semakin luasnya efusi, terdapat gambaran opak yang homogen di bagian basal dengan tepi bagian atas yang cekung. Edema pulmonal interstisial : pada awalnya, merupakan penonjolan pembuluh darah pada lobus atas dan penyempitan pembuluh darah pada lobus bawah. Seiring meningkatnya tekanan vena, terjadi edema interstisial dan cairan kemudian berkumpul di daerah interlobular dengan garis septal di bagian perifer (garis Kerley B) Edema pulmonal alveolus. Dengan meningkatnya tekanan vena, cairan melewati rongga alveolus (bayangan alveolus) dengan kekaburan dan gambaran berkabut pada regio perihilar; pada kasus yang berat, terjadi edema pulmonal di seluruh kedua lapangan paru. Sepertiga bagian luar paru dapat terpisah, edema sentral bilateral digambarkan sebagai bats wing (sayap kelawar).73. Pemeriksaan Elektrokardigram (EKG)Ekokardiografi merupakan pemeriksaan non-invasif yang sangat berguna pada gagal jantung. Ekokardiografi dapat menunjukkan gambaran obyektif mengenai struktur dan fungsi jantung. Penderita yang perlu dilakukan ekokardiografi adalah: semua pasien dengan tanda gagal jantung, susah bernafas yang berhubungan dengan murmur, sesak yang berhubungan dengan fibrilasi atrium, serta penderita dengan risiko disfungsi ventrikel kiri (infark miokard anterior, hipertensi tak terkontrol, atau aritmia). Ekokardiografi dapat mengidentifikasi gangguan fungsi sistolik, fungsi diastolik, mengetahui adanya gangguan katup, serta mengetahui risiko emboli.4

1. DIFFERENTIAL DIAGNOSISa) Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK)adalah penyakit paru dengan terjadinya sumbatan aliran udara pada paru yang berlangsung lama. Dalam istilah Inggrisnya dikenal sebagai Chronic Obstructive Pulmonary Disease [COPD].PPOK mempunyai 3 gejala umum utama, yaitu: Namun pada kasus yang ringan tidak menimbulkan gejalaapapun. Beberapa ciri dari PPOK yaitu: biasanya dialami oleh perokokberat, gejala muncul pada usia 40-an, gejala semakin lama semakinbertambah buruk, gejala memburuk pada musim hujan/dingin, dan tidak adahubungannya dengan alergi.4

b) Syok KardiogenikKardiogenik syok adalah syok yang disebabkan kegagalan jantung, metabolisme miokard. Apabila lebih dari 40% miokard ventrikel mengalami gangguan, maka akan tampak gangguan fungsi vital dan kolaps kardiovaskular. Kardiogenik syok karakteristik ditandai dengan tekanan sistolik rendah (kurang dari 90mHg), diikuti menurunnya aliran darah keorgan vital : 1. Produksi urin kurang dari 20 ml/jam 2. Gangguan mental, gelisah, sopourus 3. Akral dingin 4. Aritmia yang serius, berkurangnya aliran darah koroner, meningkatnya laktat kardial. 5. Meningkatnya adrenalin, glucose, free fatty acid cortisol, rennin, angiotensin plasma serta menurunnya kadar insulin plasma. Pada keadaan lanjut akan diikuti hipoksemia primer ataupun sekunder, terjadi karena ketidakseimbangan ventilasi-perfusi, hipovolemia, dan asidosis metabolic.4

c) Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS)Sindrom gagal pernafasan merupakan gagal pernafasan mendadak yang timbul pada penderita tanpa kelainan paru yang mendasari sebelumnya. Sindrom Gawat Nafas Dewasa (ARDS) juga dikenal dengan edema paru nonkardiogenik merupakan sindroma klinis yang ditandai penurunan progresif kandungan oksigen arteri yang terjadi setelah penyakit atau cedera serius.ARDS merupakan kondisi kedaruratan paru yang tiba-tiba dan bentuk kegagalan nafas berat, biasanya terjadi pada orang yang sebelumnya sehat yang telah terpajan pada berbagai penyebab pulmonal atau nonpulmonal. Beberapa factor pretipitasi meliputi tenggelam, emboli lemak, sepsis, aspirasi, pankretitis, emboli paru, perdarahan dan trauma berbagai bentuk. Dua kelompok yang tampak menjadi resiko besar untuk sindrom adalah yang mengalami sindrom sepsis dan yang mengalami aspirasi sejumlah besar cairan gaster dengan pH rendah. Kebanyakan kasus sepsis yang menyebabkan ARDS dan kegagalan organ multiple karena infeksi oleh basil aerobic gram negative.4d) Cor pulmonaleCor pulmonale didefinisikan sebagai perubahan dari struktur dan fungsi dari ventrikel kanan yang disebabkan oleh kelainan primer pada sistem pernafasan. Hipertensi pulmonal adalah kelainan yang menghubungkan antara dysfungsi paru dan jantung pada penderita cor pulmonal. Kegagalan jantung kanan yang dsebabkan oleh kelainan primer pada jantung bagian kiri maupun kelainan kongenital jantung tidak dapat disebut sebagai cor pulmonal.

Umumnya cor pulmonal memiliki onset yang yang kronik dan progresif lambat. cor pulmonale biasanya disebabkan oleh COPD. Pada pasien dengan COPD, eksaserbasi akut atauinfeksi pulmonal dapat memicu terjadinya overload ventrikel kanan.Antara gejala-gejala klinis pada penderita cor pulmonale : awalnya cor pulmonale bersifat asimtomatik, walaupun pasien mengalami gejala yang signifikankarena kelainan paru mendasar (misal dispnea, kelemahan saat aktifitas). Kemudian setelahtekanan ventrikel kanan meningkat, gejala fisik baru terlihat (Suara jantung dua yangmengeras, murmur trikuspid dan insufisiensi pulmonal). Pada tahap lanjut dapat terjadi iramagalop saat inspirasi, pelebaran vena jugularis, hepatomegali dan edema ekstremitas bawah.4

Working Diagnosis Hipertensi Definisi hipertensi adalah tekanan darah sistolik 140mmHg dan tekanan darah diastolik 90mmHg, atau bila pasien memakaiobat antihipertensi. Hipertensi Sebagai Faktor Risiko Gagal Jantung Hipertensi merupakan salah satu faktor risiko berkembangnya gagal antung. Hal ini dapat terjadi melalui dua mekanisme yaitu diawali dengan terjadinya hipertrofi ventrikel kiri yang menyebabkan kepayahan otot jantung dalam memompa, maupun hipertensi itu sendiri yang merupakan faktor risiko penyakit jantung koroner yang akhirnya dapat berakhir pada gagal jantung. Berdasarkan analisa survei First National Health and Nutrition Examination, risiko relatif gagal jantung diantara pasien dengan hipertensi jika dibandingkan dengan populasi secara umum, diperkirakan 1,4 kali lebih besar. Pasien dengan tekanan darah berkisar antara 130-139 atau 80-89 mmHg sepanang hidupnya akan memiliki dua kali risiko menadi hipertensi dan mengalami penyakit kardiovasklar dari pada yang tekanan darahnya lebih rendah. Pada orang yang berumur lebih dari 50 tahun, tekanan darah sistolik >140mmHg merupakan faktor risiko yang lebih penting untuk terjadinya penyakit kardiovaskular dari pada tekanan darah diastolik. Risikopenyakit kardiovaskular dimulai pada tekanan darah 115/75 mmHg, meningkat dua kali dengan tiap kenaikan 20/10 mmHg.Patofisologi Peningkatan tekanan darah ateri sistemik kronik menyebabkan hipertrofi ventrikel kiri (Left Ventricular Hypertrophy/LVH). Hipertrofi ini mengalami perubahan dari fisiologis menjadi patologis.34 LVH merupakan kompensasi jantung dalam menghadapi tekanan darah tinggi ditambah dengan faktro neurohumoral. LVH ditandai dengan oenebalan konsentrik otot jantung (hipertrofi konsentrik). Fungsi diastolik uga akan mulai terganggu akibat dari gangguan relaksasi ventrikel kiri, sehingga disusul oleh dilatasi ventrikel kiri (hipertrofi eksentrik). Rangsangan simpatis dan aktivasi sistem renin-angiotensin-aldosteron memacu mekanisme Frank-Starling melalui penignkatan volume diastolik ventrikel sampai tahap tertentu dan pada akhirnya akan terjadi gangguan kontraksi miokard (penurunan atau gangguan fungsi sistolik).

Pengobatan Pasien dengan Hipertensi dan Gagal Jantung Tekanan darah (sistolik dan rata-rata) pasien gagal jantung menjadi faktor risiko pada berkembangnya hipertrofi Left Ventricular (LV), meningkatnya konsumsi oksigen miokard, arterosklerosis koroner, gagal antung berikutnya. Kontrol tekanan darah menjadi penting untuk mencegah berkembangnya disfungsi ventrikel kiri. Pada pasien hipertensi dengan riwayat disfungsi LV, khususnya pada disfungsi LV yang sehubungan dengan gejala dan tanda gagal jantung, terapi bertujuan untuk menurunkan tekanan darah pada level paling rendah yang dapat dicapai tanpa efek samping. Semuaa antihipertensi yang diberikan secara efektif dapat mengembalikan hipertrofi ventrikel kiri pada paien gagal jantung, namun uji klinis membuktikan bahwa inhibisi system renin-angiotensin-aldosteron dengan menggunakan ACE-Inhibitor atau ARB adalah yang paling efektif. Penurunan tekanan yang adekuat biasanya memerlukan dua atau lebih obat dengan mekanisme aksi yang berbeda. Pada pasien hipertensi dengan gagal jantung dan ventrikel dilatasi, terapi bukan bertujuan utama pada tekanan tapi pada tahanan vaskular dan remodeling struktur otot jantung. Rekomendasi pengobatan pada hipertrofi LV asimtomatik atau simtomatik atau disfungsi LV tanpa dilatasi : Tekanan darah dikontrol secaraagresif untuk menurunkan tekanan sistolik dan diastolik. Target tekanan darah saat istirahat 130/80 mmHg, beri peningkatan dosis antagonis kalsium atau antihipertensi lain. (Strength of Evidence=C)Gagal Jantung Kronik Gagal jantung adalah suatu kondisi patofisiologi, di mana terdapat kegagalan jantung memompa darah yang sesuai dengan kebutuhan jaringaan. Sautu definisi objektif yang sederhana untuk menentukan batasan gagal jantung kronik hampir tidak mungkin dibuat karena tidak terdapat nilai batas yang tegas pada disfungsi ventrikel. Guna kepentingan praktis, gagal jantung, gagal jantung kronik didefinisikan sebagai sindrom klinik yang komplek yang disertai keluhan gagal jantung berupa sesak, fatik, baik dalam keadaan istirahat atau latihan, odema dan tanda objektif adanya disfungsi jantung dalam keadaan istirahat. 4 Etiologi Gagal jantung adalah komplikasi tersering dari segala jenis penyakit jantung kongenital maupun didapat. Mekanisme fisiologis yang menyebabkan gagal jantung meliputi keadaan-keadaan yang (1) meningkatkan beban awal, (2) meningkatkan beban akhir, atau menurunkan kontraktilitas miokardium. Keadaan-keadaan yang meningkatkan beban awal meliputi regurgitasi aorta, dan cacat septum ventrikel; dan beban akhir meningkat pada keadaan-keadaan seperti stenosis aorta dan hipertensi sistemik. Kontraktilitas miokardium dapat menurun pada infark miokardium dan kardiomiopati. Selain ketiga mekanisme fisiologis yang menyebabkan gagal jantung, terdapat faktor-faktor fisiologis lain yang dapat menyebabkan jantung gagal bekerja pompa. Faktor-faktor yang mengganggu pengisian ventrikel (misal, stenosis katup atrioventrikularis) dapat menyebabkan gagal jantung. Keadaan-keadaan seperti perikarditis konstriktif dan tamponade jantung mengakibatkan gagal jantung melalui kombinasi beberapa efek seperti gangguan pada pengisian ventrikel dan ejeksi ventrikel. Dengan demikian jelas sekali bahwa tidak ada satupun mekanisme fisiologik atau kombinasi berbagai mekanisme yang bertanggung jawab atas terjadinya gagal jantung; efektivitas jantung sebagai pompa dapat dipengaruhi oleh berbagai gangguan patofisiologis (kotak 33-1). Penelitian terbaru menekankan pada peranan TNF dalam perkembangan gagal jantung. Jantung normal tidak menghasilkan TNF, namun jantung mengalami kegagalan menghasilkan TNF dalam jumlah banyak.1 Demikian juga, tidak satupun penjelasan biokimiawi yang diketahui berperan dalam mekanisme dasar terjadinya gagal jantung. Kelainan yang mengakibatkan gangguan kontraktilitas miokardium juga tidak diketahui. Diperkirakan penyebabnya kelainan hantaran kalsium dalam sarkomer, atau dalam sintesis atau fungsi protein kontraktil.1 Faktor-faktor yang dapat memicu terjadinya gagal jantung melalui penekanan sirkulasi yang mendadak dapat berupa (1) disritmia, (2) infeksi sistemik dan infeksi paru-paru, dan (3) emboli paru. Disritmia akan menganggu fungsi mekanis jantung dengan mengubah ransangan listrik yang memulai respons mekanis; respons mekanis yang sinkron dan efektif tidak akan dihasilkan tanpa adanya ritme jantung yang stabil. Respons tubuh terhadap infeksi akan memaksa jantung untuk memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh yang meningkat. Emboli paru secara mendadak akan meningkatkan resistensi terhadap ejeksi ventrikel kanan, memicu terjadinya gagal jantung kanan. Penanganan gagal jantung yang efektif membutuhkan pengenalan dan penanganan tidak saja terhadap mekanisme fisiologis penyakit yang mendasari, tetapi juga terhadap faktor-faktor yang memicu terjadinya gagal jantung.1 Di Eropa dan Amerika disfungsi miokard, yang merupakan penyebab paling sering pada usia kurang dari 75 tahun, disusul hipertensi dan diabetes. Sedangkan di Indonesia belum ada data yang pasti, sementara data rumah sakit di plaembang menunjukkan hipertensi sebagai penyebab terbanyak, disusul penyakit jantung kroroner dan katup.4 Epidemiologi Di Eropa kejadian gagal jantung berkisar 0,4%-2% dan meningkat pada usia yang lebih lanjut, dengan rata-rata umur 74 tahun. Ramalan dari gagal jantung akan jelek bila dasar atau penyebabnya tidak dapat diperbaiki. Setengah dari populasi pasien gagal jantung akan meninggal dalam 4 tahun sejak diagnosis ditegakkan, dan pada keadaan gagal jantung berat lebih dari 50% akan meninggal dalam tahun pertama.4 Manifestasi KlinisGagal jantung sendiri dibagi menjadi 2 kategori yaitu:a. Gagal jantung kananSekalipun kegagalan ventrikel kanan dapat timbul karena penyakit paru, seperti PPOK, tetapi penyebab utama biasanya adalah kegagalan jantung kiri. Oleh karena itu, kegagalan ventrikel kanan jarang terjadi sendirian, biasanya disertai dengan gagal ventrikel kiri.Pada kegagalan ventrikel kanan, ventrikel ini mengadakan kompensasi sebagai respons terhadap peningkatan tekanan dari arteria pulmonal.Jantung menjadi kurang efektif dan tidak mampu mempertahankan curahnya yang cukup terhadap tahanan yang meningkat.Akibatnya, darah terbendung dan kembali ke dalam sirkulasi sistemis dan menimbulkan edema pitting perifer.Edema pitting ini timbul pada bagian-bagian tubuh, seperti kedua kaki dan bagian sacrum.Mulai dari kedua kaki, edema dapat sampai ke kedua paha, genitalia eksterna, dan tubuh bagian bawah. Edema yang berat ini dapat membuat cairan merembes melalui kulit yang retak dan disebut weeping edema.4,8Hati juga membesar karena menahan banyak cairan.Pasien merasa nyeri pada abdomen atas kanan. Semakin berat stasis darah vena, tekanan pada sistem portal juga makin meningkat dan cairan terkumpul dalam rongga abdomen. Rongga abdomen dapat terisi sampai 10liter cairan yang menekan diafragma. Tekanan pada diafragma akan membuat pasien menjadi sulit dan dapat timbul gawat napas.4,8b. Gagal jantung kiriVentrikel kiri tidak dapat memompakan darah yang kaya oksigen dari paru-paru dalam volume yang volume yang diperlukan tubuh.Gejala-gejala yang timbul adalah akibat dari kongesti pulmonal ketika cairan masuk ke dalam jaringan paru-paru dan mengakibatkan edema pulmonal atau efusi pleura.Kelebihan cairan juga terdapat dalam kantong alveoli dan bronkiale.4,8Gejala dan tanda yang dapat muncul adalah:Dispnea adalah gejala pertama yang dirasakan pasien, akibat terganggunya pertukaran oksigen dan karbon dioksida dalam alveoli yang berisi cairan. Dispnea akan diperberat dengan melakukan aktivitas, seperti naik tangga dan mengangkat barang yang berat.4,8Ortopnea. Ortopnea adalah kesulitan bernapas apabila berbaring terlentang. Pasien ini tidur dengan tiga bantal atau setengah duduk. Kadang-kadang ortopnea timbul beberapa jam setelah pasien tidur dan membuatnya terbangun dengan rasa panik karena ia merasa seperti mau tenggelam. Rasa mau tenggelam disertai dengan dispnea berat dan batuk. Dispnea yang timbul secara tiba-tiba waktu pasien tidur disebut dispnea nocturnal paroksimal terjadi karena akumulasi cairan dalam paru ketika pasien tidur.4,8Batuk yang tidak mau hilang. Batuk sering menyertai kegagalan jantung kiri. Batuk ini produktif dengan banyak sputum yang berbuih, kadang-kadang bercampur sedikit darah. Batuk ini disebabkan oleh kongesti cairan yang mengadakan rangsangan pada bronki. Pada auskultasi terdapat krekels atau rales pada akhir inspirasi.4,8Kelelahan. Pasien ini merasa lelah melakukan kegiatan yang biasanya tidak membuatnya lelah. Kelelahan ini disebabkan otot-otot tidak menerima cukup darah karena curah jantung yang kurang. Kurangnya oksigen membuat produksi ATP berkurang. ATP adalah sumber energy utama untuk kontraksi otot-otot.4,8Patofisiologi Mekanisme Dasar Kelainan intrinsik pada kontraktilitas miokardium yang khas pada gagal jantung akibat penyakit jantung iskemik, mengganggu kemampuan pengosongan ventrikel efektif. Kontraktilitas ventrikel kiri yang menurun mengurangi volume sekuncup, dan meningkatkan volume residu ventrikel. Dengan meningkatnya EDV (volume akhir diastolik) ventrikel, terjadi peningkatan tekanan akhir diastolik ventrikel kiri (LVEDP). Derajat peningkatan tekanan bergantung pada kelenturan ventrikel. Dengan meningkatnya LVDEP, terjadi pula peningkatan tekanan atrium kiri (LAP) karena atrium dan ventrikel berhubungan langsung selamsa diastol. Peningkatan LAP diteruskan ke belakang ke dalam pembuluh darah paru-paru, meningkatkan tekanan kapiler dan vena paru-paru. Apabila tekanan hidrostatik anyaman kapiler paru-paru melebihi tekanan onkotik pembuluh darah, akan terjadi transudasi cairan ke dalam interstisial. Jika kecepatan transudasi cairan melebihi kecepatan drainase limfatik, akan terjadi edema interstisial. Peningkatan tekanan lebih lanjut dapat mengakibatkan cairan merembes ke dalam alveoli dan terjadilah edema paru (gambar.1).1

Gambar 1. Edema paru pada gagal jantung kiri.1Tekanan arteri paru-paru dapat meningkat akibat peningkatan kronis tekanan vena paru. Hipertensi pulmonalis meningkatkan tahanan terhadap ejeksi ventrikel kanan. Serangkaian kejadian seperti yang terjadi pada jantung kiri, juga akan terjadi pada jantung kanan yang akhirnya akan menyebabkan edema dan kongesti istemik. Perkembangan dari edema dan kongesti sistemik atau paru dapat diperberat oleh regurgitasi fungsional dari katup-katup trikuspidalis atau mitralis secara bergantian. Regusgitasi fungsional dapat disebabkan oleh dilatasi anulus katup atroventrikularis, atau perubahan orientasi otot papilaris dan korda tendinae akibat dilatasi ruang.1

Respons Kompensatorik Sebagai respons terhadap gagal jantung, ada tiga mekanisme primer yang dapat dilihat ; (1) menigkatnya aktivitas adregenik simpatis, (2) meningkatkannya beban awal akibat aktivitasi sistem renin-angiotensin-aldosteron, dan (3) hipertrofi ventrikel. Ketiga respons kompensatorik ini mencerminkan usaha untuk mempertahankan curah jantung. Mekanisme ini mungkin memadai untuk mempertahankan curah jantung. Mekanisme ini mungkin memadai untuk mempertahankan curah jantung pada tingkat normal atau hampir normal pada awal perjalanan gagal jantung, dan pada keadaan istirahat. Namun, kelainan kerja ventrikel dan menurunnya curah jantung biasanya tampak saat beraktivitas. Denan berlanjutnya gagal jantung, kompensasi menjadi semakin kurang elektif.1

Peningkatan Aktivitas Adrenergik Simpatis Menurunnya volume sekuncup pada gagal jantung akan membangkitkan respons simpatis kompensatorik. Meningkatnya aktivitas adrenergik simpatik merangsang pengeluaran katekolamin dari saraf-saraf adrenergik jantung dan medula adrenal. Denyut jantung dan kekuatan kontraksi akan meningkat untuk menambah curah jantung. Selain itu juga terjadi vasokontriksi arteri perifer untuk menstabilkan tekanan arteri dan redistribusi volume darah dengan mengurangi aliran darah ke organ-organ yang metabolismenya rendah (misal, kulit dan ginjal) untuk mempertahankan perfusi ke jantung dan otak. Venokonstriksi akan meningkatkan aliran balik vena ke sisi kanan jantung, untuk selanjutnya menambah kekuatan kontraksi sesuai dengan hukum starling.1 Seperti yang diharapkan, kadar katekolamin dalam darah akan menigkat pada gagal jantung, terutama selama latihan. Jantung akan semakin bergantung pada katekolamin yang beredar dalam darah untuk mempertahankan kerja ventrikel. Namun pada akhirnya respons miokardium terhadap rangsangan simpatis akan menurun; katekolamin akan berkurang pengaruhnya terhadap kerja ventrikel. Perubahan ini paling tepat dengan melihat kurva fungsi ventrikel (gambar. 2) Gambar 2. Kurva fungsi ventrikel.1Dalam keadaan normal, katekolamin menghasilkan efek inotropik positif pada ventikel sehingga menggeser kurva ke atas dan ke kiri. Berkurangnya respons ventrikel yang gagal terhadap rangsangan katekolamin menyebabkan berkurangnya derajat pergeseran akibat rangsangan ini. perubahan ini mungkin berkaitan dengan observasi yang menunjukkan bahwa cadangan noreepinefrin pada miokardium menjadi berkurang pada gagal jantung kronis.1 Peningkatan Beban Awal Melalui Aktivasi Sistem Renin-Angiotensin-Aldosteron Aktivasi sistem renin-angiotensin-aldosteron menyebabkan retensi natrium dan air oleh ginjal, meningkatkan volume ventrikel dan regangan serabut. Peningkatan beban awal ini akan menambah kontraktilitas miokardium sesuai dengan hukum starling. Mekanisme pasti yang mengakibatkan aktivasi sistem renin-angiotensin-aldosteron pada gagal jantung masih belum jelas. Namun, diperkirakan terdapat sejumlah faktor seperti rangsangan simpatis adregenik pada reseptor beta didalam aparatus jukstaglomerulus, respons reseptor makula densa terhadap perubahan pelepasan natrium ke tubulus distal, dan respons baroreseptor terhadap perubahan volume dan tekanan darah sirkulasi.1 Apapun mekanisme pastinya, penurunan curah jantung pada gagal jantung akan memulai serangkaian peristiwa berikut : (1) penurunan aliran darah ginjal dan akhirnya laju filtrasi glomerulus, (2) pelepasan renin dari aparatus jukstaglomerulus, (3) interaksi renin dengan angiotensinogen dalam darah untuk menghasilkan angiotensin I, (4) konversi angiotensin I menjadi angiotensin II, (5) ransangan sekresi aldosteron dari kelenjar adrenal, dan (6) retensi natrium dan air pada tubulus distal dan duktus pengumpulna (gambar 3). Angiotensin II juga mengahsilkan efek vasokonstriksi yang meningkatkan tekanan darah. Gambar 3. Sistem renin-angiotensin-aldosteron1 Pada gagal jantung berat, kombinasi antara kongesti vena sistemik dan menurunnya perfusi hati akan menggangu metabolisme aldosteron di hati, sehingga kadar aldosteron dalam darah meningkat. Kadar hormon antidiuretik akan meningkatkan absorpsi air pada duktus pengumpul. Saat ini sedang diselidiki adanya peranan faktor natriuretik atrium (atrial natriuretik factor, ANF) pada gagal jantung ANF adalah hormon yang disintesis pad jaringan atrium. Peptida natriuetik tipe B (BNP) terutama disekresi melalui ventrikel. Natriuetik peptida dilepaskan akibat meningkatnya tekanan atau volume intrakardia dan menekan sistem renin-angiotensin-aldosteron. Konsentrasi peptida dalam plasma lebih tinggi dibandingkan dengan nilai normalnya pada penderita gagal jantung dan pada penderita gangguan jantung yang tidak bergejala. Hormon memberikan efek diuretik dan natriuetik dan merelaksasi otot polos. Namun demikian, efek diuretik dan natriuetik dipengaruhifaktor kompensatorik yang kebih kuat yang menyebabkan retensi garam dan air serta vasokonstriksi.1

Hipertrofi Ventrikel Respons kompensatorik terakhir pada gagal jantung adalah hipertrofi miokardium atau bertambahnya tebal dinding. Hipertrofi meningkatkan jumlah sarkomer dalam sel-sel miokardium;sarkomer dapat bertambah secara paralel atau serial bergantung pada jenis beban hemodinamik yang meningkatkan gagal jantung. Sebagai contoh, suatu beban tekanan yang ditimbulkan stenosis aorta akandisertai dengan meningkatnya ketebalan dinding tanpa penambahan ukuran ruang dalam. Respons miokardium terhadao beban volume, seperti pada regurgitasi aorta, ditandai dengan dilatasidan bertambahnya ketebalan dinding. Kombinasi ini diduga terjadi akibat bertambahnya jumlah sarkomer yang tersusun secara serial. Kedua pola hipertrofi ini disebut hipertrofi konsentris dan hipertrofi eksentris (gambar 4). Apapun susunan pasti sarkomernya, hipertrofi miokardium aka meningkatkan kekuatan kontraksi ventrikel.1

Gambar 4. Pola hipertrofi ventrikel1

Mekanisme Kompensatorik LainnyaMekanisme lain bekerja pada tingkat jaringan untuk meningktkan hantaran oksigen ke jaringan. Kadar 2,3-difosfogliserat (2,3-DPG) plasma meningkat sehingga mengurangi afinitas hemglobin dengan oksigen. Akibatnya, kurva disosiasi oksigen-hemoglobin bergeser kekanan, mempercepat pelepasan dan ambilan oksigen oleh jaringan. Ekstraksi oksigen dari darah ditingkatkan untuk mempertahankan suplai oksigen ke aringan pada saat curah jantung rendah.1

Efek Negatif Respons Kompensatorik Awalnya, respons kompensatorik sirkulasi memiliki efek yang menguntungkan; namun akhirnya mekanisme kompensatorik dapat menimbulkan gejala, meningkatkan kerja jantung, dan memperburuk derajat gagal jantung. Retensi cairan yang bertujuan untuk meningkatkan kekuatan kontraktilitas menyebabkan terbentuknya edema dan kongesti vena paru dan sistemik. Vasokonstriksi arteri dan redistribusi aliran darah mengganggu perfusi jaringan pada anyaman vaskular yang terkena, serta menimbulkan gejala dan tanda (misal, berkurangnya jumlah keluaran urine dan kelemahan tubuh). Vasokonstriksi arteri juga meningkatkan beban akhir dengan memperbesar resistensi terhadap ejeksi ventrikel;beban akhir juga meningkat karena dilatasi ruang jantung. Akibatnya, kerja jantung dan kebutuhan oksigen miokardium (MVO2) juga meningkat. Hipertrofi miokardiumdan rangsangan simpatis lebih lanjut akan meningkatkan kebutuhan MVO2. Jika peningkatan MVO2 ini tidak dapat dipenuhi dengan meningkatkan suplai oksigen miokardium, akan terjadi iskemia miokardium dan gangguan miokardium lainnya. hasil akhir peristiwa yang saling berkaitan ini adalah meningkatnya beban miokardium dan terus berlangsungnya gagal jantung.1 Upaya Pencegahan Pencegahan gagal jantung,harus selalu menjadi objektif primer terutama pada kelompok dengan risiko tinggi. Obati penyebab potensial dari kerusakan miokard, faktor risiko jantung koroner Pengobatan infark jantung segera di triase, serta pencegahan infark ulangan Pengobatan hipertensi yang agresif Koreksi kelainan kongenital serta penyakit jantung katup Memerlukan pembahasan khusus Bila sudah ada disfungsi miokard, upayakan eliminasi penyebab yang mendasari, selain modulasi progresi dari disfungsi asimtomatik menjadi gagal jantung.4 Penanganan Gagal Jantung Kronik Pendekatan terapi pada gagal jantung dalam hal ini disfungsi sistolik dapat berupa :a. Saran umum, tanpa obat-obatan b. Pemakaian obat-obatan c. Pemakaian alat, dan tindakan bedah a. Saran umum, tanpa obat-obatan Edukasi mengenai gagal jantung, penyebab, dan bagaimana mengenal serta upaya bila timbul keluhan, dan dasar pengobatan. Istirahat, olahraga, aktivitas sehari-hari, edukasi aktivitas seksual, serta rehabilitasi Edukasi pola diet, kontrol asupan garam, air dan kebiasaan alkohol Monitor berat badan, hati-hati dengan kenaikan badan yang tiba-tiba. Mengurangi berat badan pada pasien dengan obesitas Hentikan kebiasaan merokok Pada perjalanan jauh dengan pesawat, ketinggian, udara panas dan humiditas memerlukan perhatian khusus Konseling mengenai obat-obat tertentu seperti NSAID, antiaritmia klas I, verapamil, diltiazem, dihiropiridin efek cepat, antidepresan trisiklik, steroidb. Terapi Farmakologi Angiotensin-converting enzyme inhibitors/penyekat enzim konversi angiotensin Dianjurkan sebagai obat lini pertama baik dengan atau tanpa keluhan dengan fraksi ejeksi 40-45% untuk meningkatkan survival, memperbaiki simtom, mengurangi kekerapan rawat inap dirumah sakit. Harus diberikan sebagai terapi awal bila tidak ditemui retensi cairan. Bila disertai retensi cairan harus diberikan bersama diuretik. Harus segera diberikan bila ditemui tanda dan gejala gagal jantung, segera sesudah infark jantung, untuk meningkatkan survival, menurunkan angka reinfark serta kekerapan rawat inap. Harus dititrasi sampai dosis yang dianggap bermanfaat sesuai dengan bukti klinis, bukan berdasarkan perbaikan gejala.

Tabel 1. Dosis penyekat enzim konversi angiotensin yang terbukti efektif berdasarkan uji klinik yang Besar pada Gagal Jantung dan Disfungsi Ventrikel Kiri.4

Tabel 2. Dosis Obat Penyekat Enzim Konversi Angiotensin yang Dianjurkan4

1. Diuretik Loop diuretik, tiazid, metolazon (tabel 3) Penting untuk pengobatan simtomatik bila ditemukan beban cairan berlebihan, kongesti paru dan edema perifer. Tidak ada bukti dalam memperbaiki survival, dan harus dikombinasi dengan penyekat enzim konversi angiotensin atau penyekat beta.4

2. Blocker (obat penyekat beta) direkomendasikan pada semua gagal jantung ringan, sedang, dan berat yang stabil baik karena iskemi atau kardiomiopati non iskemi dalam pengobatan standar seperti diureti atau penyekat enzim konversi angiotensin. Dengan syarat tidak ditemukan adanya kontraindikasi terhadap penyakit beta. Terbukti menurunkan angka masuk rumah sakit, meningkatkan klasifikasi fungsi Pada disfungsi jantung sistolik sesudah suatu infark miokard baik simtomatik atau asimtomatik, penambahan penyekat beta jangka panjang pada pemakaian penyekat enzim konversi angiotensin terbukti menurunkan mortalitas. Sampai saat ini hanya beberapa penyekat beta yang direkomendasikan yaitu bisoprolol, karvedilol, metoprolol suksinat, dan nebivolol.

3. Antagonist Reseptor Aldosteron Penambahan terhadap penyekat enzim konversi angiotensin, penyekat beta, diuretik pada gagal jantung berat (NYHA III-IV) dapat menurunkan morbiditas dan mortalitas Sebagai tambahan terhadap obat penyekat enzim konversi angiotensin dan penyekat beta pada gagal jantung sesudah infark jantung, atau diabetes, menurunkan morbiditas dan mortalitas. 4. Antagonis Penyekat Angiotensin II Masih merupakan alternatif bila pasien tidak toleran terhadap penyekat enzim konversi angiotensin. Penyekat angiotensin II sama efektif dengan penyekat enzim konversi angiotensin pada gagal jantung kronik dalam menurunkan mortalitas dan morbiditas. Pada infark miokard akut dengan gagal jatung atau disfungsi ventrikel, penyekat angiotensin II sama efektif dengan penyekat enzim konversi angiotensin dalam menurunkan mortalitas. Dapat dipertimbangkan penambahan penyekat angiotensin II pada pemakaian penyekat enzim konversi angiotensin pada pasien yang simtomatik guna menurunkan mortalitas. 5. Glikosida Jantung (digitalis) Merupakan indikasi pada fibrilasi atrium pada berbagai derajat gagal jantung, terlepas apakah gagal jantung bukan atau sebagai penyebab. Kombinasi digoksin dan penyekat beta lebih superior dibandingkn bila dipakai sendiri-sendiri tanpa kombinasi. Tidak mempunyai efek tehadap mortalitas, tetapi dapat menurunkan angka kekerapan rawat inap. 6. Vasodilator Tidak ada peran spesifik vasodilator direk pada gagal jantung kronik. 7. Hidralazin-isosorbid dinitrat Dapat dipakai sebagai tambahan, pada keadaandimana pasien tidak toleran terhadap penyekat enzim konversi angiotensin atau penyekat angiotensin II. Dosis besar hidralazin (300 mg) dengan kombinasi isosorbid dinitrat 160 mg tanpa penyekat enzim konversi angiotensin dikatakan dapat menurunkan mortalitas. Pada kelompok pasien Afrika-Amerika pemakaian kombinasi isosorbid dinitrat 20 mg dan hidralazin 37.5 mg, tiga kali sehari dapat menurunkan morbiditas dan mortalitas dan memperbaiki kualitas hidup.8. Nitrat Sebagai tambahan bila ada keluhan angina atau sesak, jangka panjang tidak terbukti memperbaiki simtom gagal jantung. Dengan pemakaian dosis yang sering, dapat terjadi toleran (takipilaksis), oleh larena itu dianjurkan interval 8 atau 12 jam, atau kombinasi dengan penyekat enzim konversi angiotensin. 9. Obat Penyekat Kalsium Pada gagal jantung sistolik penyekat kalsium tidak direkomendasi, dan dikontraindikasikan pemakaian kombinasi dengan penyekat beta. Felodipin dan amlodipin tidak memberikan efek yang lebih baik untuk survival bila digabung dengan obat penyekat enzim konversi angiotensin dan diuretik. Data jangka panjang menunjukkan efek netral terhadap suvival, dapat dipertimbangkan sebagai tambahan obat hiertensi bila kontrol tekanan darah sulit dengan pemakaian nitrat atau penyekat beta. 10. Neslritid Merupakan klas obat vasodilatator baru, merupakan rekombinan otak manusia yang dikenal sebagai natriuretik peptida tipe B. Obat ini identik dengan hromon endogen dari ventrikel, yang mempunyai efek dilatasi arteri, vena dan koroner, dan menurunkan pre dan afterload, meningkatkan curah jantung tanpa efek inotropik. Sejauh ini belum banyak data klinis yang menyokong pemakaian obat ini. 11. Inotropik Positif Pemakaian jangka panjang dan berulang tidak dianjurkan karena meningkatkan mortalitas Pemakaian intravena pada kasus berat sering digunakan, namun tidak ada bukti manfaat, justru komplikasi lebih sering muncul. Penyekat fosfodiesterase, seperti milrinon, enoksimon efektif bila digabung dengan penyekat beta, dan mempunyai efek vasodilatasi perifer dan koroner. Namun disertai juga dengan efek takiaritmia atrial dan ventrikel dan vasodilatasi berlebihan dengan menimbulkan hipotensi. Levosimendan, merupakan sensitisai kalsium yang baru, mempunyai efek vasodilatasi namun tidak seperti penyekat fosfodiesterase, tidak menimbulkan hipotensi. Uji klinis menunjukkan efek yang lebih baik dibandingkan dobutamin. 12. Anti Trombotik Pada gagal jantung kronik yang disertai fibrilasi atrium, riwayat fenomena tromboemboli, bukti adanya trombus yang mobil, pemakaian antikoagulan sangat dianjurkan. Pada gagal jantung kronik dengan penyakit jantung kororner, dianjurkan pemakainan antiplatelet. Aspirin juga dihindari pada perawatan rumah sakit berulang dengan gagal jantung yang memburuk.13. Anti Aritmia Pemakaian selain penyekat beta tidak dianjurkan pada gagal jantung kronik, kecuali pada atrial fibrilasi dan ventrikel takikardi Obat aritmia klas I tidak dianjurkan Obat anti aritmia klas II (penyekat beta) terbukti menurunkan kejadian mati mendadak dapat dipergunakan sendiri atau kombinasi dengan amiodaron. Anti aritmia klas III, amiodaron efektif untuk supraventrikel danventrikel aritmia amiodaron rutin pada gagal jantung tidak dianjurkan.4

Suatu data survei di Eropa menunjukkan bahwa pemakaian obat-obat pada gagal jantung kronik masih belum maksimal, demikian juga yang terjadi dalam praktek sehari-hari di Indonesia. Sebagai acuan praktis dari ESC guidelnes 2005, strategi pemilihan kombinasi obat pada berbagai keadaan gagal jantung secara sistematis dapat dilihat pada tabel 7 dan tabel 8.

c. Pemakaian Alat dan Tindakan Bedah Revaskularisasi (perkutan,bedah) Operasi katup mitral Aneurismektomi Kardiomioplasti External cardiac support Pacu jantung, konvensional, renkronisasi pacu jantung biventrikular Implantable cardioverter defibrillators (ICD) Heart transplantation, ventricular assist devices, artificial heart Ultrafiltrasi, hemodialisis4Komplikasi 1. Tromboembolisme2. Edema paru3. Stroke 4. Komplikasi 5. Emboli pulmonal 6. Infark miokard 7. Penyakit katup jantung Prognosis Klasifikasi Gagal Jantung 1. Klasifikasi gagal jantung menurut New York Heart Association (NYHA) a. NYHA kelas I Para penderita penyakit jantung tanpa pembatasan dalam kegiatan fisik serta tidak menunjukkan gejala-gejala penyakit jantung seperti cepat lelah, sesak nafas atau berdebar-debar, apabila mereka melakukan kegiatan biasa. b. NYHA kelas II Penderita dengan sedikit pembatasan dalam kegiatan fisik. Mereka tidak mengeluh apa-apa waktu istirahat, akan tetapi kegiatan fisik yang biasa menimbulkann gejala-gejala insufisiensi jantung seperti kelelahan, jantung berdebar, sesak nafas atau nyeri dada. c. NYHA kelas III Penderita penyakit jantung dengan banyak pembatasan dalam kegiatan fisik. Mereka tidak mengeluh apa-apa waktu istirahat, akan tetapi kegaitan fisik yang kurang dari kegiatan biasa sudah menimbulkan gejala-gejala insufisiensi jantung seperti yang tersebut diatasd. NYHA kelas IVPenderita tidak mampu melakukan kegiatan fisik apapun tanoa menumbulkan keluhan. Waktu istirahat juga dapat menimbulkan gejala-gejala infusiensi jantung, yang bertambah apabila mereka melakukan kegaitan fisik meskipun sangat ringan. 2. Klasifikasi berdasarkan American College of Cardiology and the American heart Association.

a. Tahap A Mempunyai risiko tinggi terhadap perkembangan gagal jantung tetapi tidak menunjukkan struktur abnormal dari jantung.b. Tahap B Adanya struktur yang abnormal pada jantung pasien tetapi tidak bergejala c. Tahap C Adanya struktural yang abnormal dari pasien dengan gejala awal gagal jantung d. Pasien dengan gejala tahap akhir gagal jantung sulit diterapi dengan pengobatan standar. Prognosis gagal jantung tergantung dari derajat disfungsi miokardium. Menurut New York Heart Assosiation, gagal jantung kelas I-III didapatkan mrtalitas 1 dan 5 tahun masing-masing 25% dan 52%. Sedangakan kelas IV mortalitas 1 tahunadalah sekitar 40-50%.

Kesimpulan Tuan D usia 60 tahun dengan keluhan sesak napas saat aktivitas, kakinya sering bengkak dan ada riwayat diabetes mellitus, hipertensi dan jantung koroner menderita gagal jantung koroner. Dengan melihat manifestasi klinis serta hasil pemeriksaan yang telah dilakukan.

Daftar Pustaka 1. Hartanto H,Wulansari P, Susi N,dkk. Patofisiologi:konsep klinis proses-proses penyakit,Ed.6,Vol.1.Jakarta: EGC; 2005.h.630-402. Kurniadhi D,Tjang YS,Soedjarwo SR,dkk. Cardiovascular system 2. Jakarta: FK UKRIDA; 2012. 3. Alwi I, Nasution SA, Ranitya R. Pendekatan holistik penyakit kardiovaskular VII. Jakarta: FKUI;2008.h. 79-834. Sudoyo AW,Setiyohadi B, Alwi I, dkk. Buku ajar ilmu penyakit dalam, Ed V.Jakarta: InternalPublishing; 2009.h. 1583-1596. 5. Safitri A. At a glance anamnesis dan pemeriksaan fisik. Jakarta: Erlangga; 2005.h. 23-5. 6. Dany F, Jaya DP. Pemeriksaan fisik dan anamnesis klinis.Jakarta: EGC; 2009.h.27-55.7. Mubin H. Kedaruratan penyakit dalam: diagnosis dan terapi. Jakarta: EGC; 2009. h.53-66.8. Dany F. Patofisiologi penyakit: pengantar menuju kedokteran klinis,Ed.5. Jakarta: EGC; 2010.h. 293-301.Skenario CASE IITn D, 60 tahun datang dibawa berobat ke RS dengan keluhan sering sesak saat aktifitas. Keluhan tidak disertai batuk, demam dan nyeri dada. Pasien merasa nafasnya sering tersengal-sengal sejak 6 bulan lalu, terutama bila berjalan agak jauh, dan sangat mengganggu kesehariannya namun saat istirahat sesaknya jauh berkurang. Saat malam hari pasien juga lebih merasa enak bila tidur dengan bantal yang agak tinggi. Pasien juga mengeluhkan bahwa selama 2 bulanan ini kakinya sering bengkak. Riwayat merokok tidak ada, Riwayat penyakit kencing manis sejak usia 40 tahun, penyakit darah tinggi sejak usia 36 tahun, penyakit jantung koroner diketahui sejak 2 tahun lalu, dan sudah menjalani CABG

PF: keadaan umum: tampak sakit berat, kesadaran: cm, TB: 167 cm, BB: 85kg, TD: 160/90mmHg, N:100x/mnt, T: afebris, RR: 22x/menit, thorak: cor: BJ 1-2 murni regular, murmur-, gallop +, pulmo: SN vesikuler, Ronki basah halus -/-. Wh-/-, ekstremitas: oedema +/+, pitting+, akral hangatEKG:

Mind mapping

Fisik

penunjangPemeriksaananamnesis

prognosisWD

etiologikomplikasiPencegahanpenatalaksanaanpatofisiologiManifestasi KlinisepidemiologiDDdiagnosisTn. D 60 tahun sesak napas saat beraktifitas, kaki sering bengkak dan ada riwayat DM, hipertensi, jantung koroner. 22