PBL Konflik Sosial

download PBL Konflik Sosial

of 12

description

tugas

Transcript of PBL Konflik Sosial

Keterampilan Belajar dan Berpikir KritisPROBLEM BASED LEARNINGKETERAMPILAN BELAJAR DAN BERPIKIR KRITISPeran World View dalam Mengatasi Konfik Sosial di Desa BungaNi Wayan Mirah Wilayadi (NIM : 102011392)Kelompok C2Email : [email protected] Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Abstrak

Kehidupan manusia sebagai makhluk sosial selalu dihadapkan kepada masalah sosial (konflik sosial) yang tidak dapat dipisahkan dalam kehidupan. Masalah sosial ini timbul sebagai akibat dari hubungan dengan sesama manusia lainya dan akibat tingkah lakunya. Penanganan konflik yang dapat digunakan untuk menyelesaikan konflik sosial dalam skenario A blok 2 modul 1 adalah suatu pemahaman world view ke arah pemikiran yang baik dan maju. World view merupakan suatu asumsi-asumsi dasar dalam melihat realitas yang ada dibalik perilaku atau kepercayaan yang mana di dalamnya terdapat pendekatan-pendekatan mengenai agama, sosial budaya, hukum, etika dan psikologi yang dapat digunakan untuk menangani konflik sosial, sehingga terwujud suatu masyarakat madani.Kata kunci: world view, konflik sosial.PendahuluanKehidupan manusia sebagai makhluk sosial selalu dihadapkan kepada masalah sosial (konflik sosial) yang tidak dapat dipisahkan dalam kehidupan.1 Begitu banyak masalah pelik masih berlangsung melanda bangsa ini, mulai dari masalah sosial politik, pendidikan sampai perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, begitu kontras dengan negara-negara diluar negeri.2 Masalah sosial ini timbul sebagai akibat dari hubungan dengan sesama manusia lainya dan akibat tingkah lakunya. Masalah sosial ini tidaklah sama antara masyarakat yang satu dengan masyarakat yang lainnya karena perbedaan dalam tingkat perkembangan kebudayaan, sifat kependudukanya dan keadaan lingkunngan alamnya. Masalah-masalah sosial merupakan hambatan-hambatan dalam usaha untuk mencapai sesuatu yang diinginkan. Masalah-masalah tersebut dapat terwujud sebagai masalah sosial, masalah moral, masalah politik, masalah ekonomi, masalah agama atau masalah-masalah lainnya.1Yang membedakan masalah sosial dengan masalah yang lainya adalah bahwa masalah sosial selalu ada kaitannya dengan nilai-nilai moral dan pranata-pranata sosial serta ada kaitanaya dengan hubungan-hubungan manusia. Pemecahannya menggunakan cara-cara yang diketahui dan yang berlaku, tetapi aplikasinya menghadapi kenyataan hal yang biasanya berlaku telah berubah atau terhambat pelaksanaanya. Pemecahan masalah yang dapat digunakan untuk menyelesaikan masalah sosial mulai dari kesadaran diri, mediasi dan hukum. Semua itu dapat terwujud jika setiap orang memiliki suatu asumsi yang baik dan maju mengenai suatu masalah dan tidak ditanggapi dengan perasaan emosi.Sesuai ilustrasi Skenario A dalam PBL Blok 2 Modul 1, maka dalam hal ini saya akan membahas asumsi yang baik (world view) yang dapat digunakan dalam pemecahan masalah sosial (konflik sosial) yang timbul di masyarakat.Isi Ilustrasi Kasus Skenario A: Sebagai orang yang beragama anda dipercayakan oleh Pemerintah untuk bertugas di Desa Bunga, mendampingi masyarakat untuk memberikan bantuan berupa pandangan-pandangan atau pemikiran-pemikiran yang lebih baik dan maju kepada masyarakat tersebut yang baru saja mengalami konflik sosial yang mengakibatkan banyak rumah warga yang terbakar, menurunnya nilai-nilai iman dan traumatik yang berkepanjangan. Dalam kurun waktu 1 bulan anda dipercayakan untuk sedapat-dapatnya membantu masyarakat tersebut menyelesaikan masalah-masalah mereka.

Dalam memecahkan suatu masalah yang sering kita hadapi dalam kehidupan diperlukan suatu asumsi dasar dalam melihat suatu realitas. Worldview suatu asumsi-asumsi dasar dalam melihat realitas yang ada dibalik perilaku atau kepercayaan. Worldview berfungsi memberikan landasan untuk membangun suatu keputusan atau justifikasi rasional, mendasari keputusan apakah itu masuk akal atau tidak.Dalam ilustrasi diatas, wordview berfungsi berbagai aspek yang dapat digunakan untuk memecahakan masalah konflik sosial dengan cara pemberian pandangan hidup yang lebih baik dan maju mengenai asumsi masyarakat di Desa Bunga. Dalam pemecahan masalah tersebut diperlukan banyak bidang ilmu yang dapat mendukung, diantaranya: Religius (Agama) Sosial budaya Hukum Etika Psikologi, penjabarannya:

1. ReliguisAgama, dalam kaitananya dengan masyarakat, mempunyai dampak positif berupa daya penyatu (sentripetal) dan dampak negatif berupa daya pemecah (sentrifugal). Agama yang mempunyai sistem kepercayaan dimulai dengan penciptaan pandangan dunia baru yang didalam konsepsi lama dan penyembangannya bisa kehilangan dasar adanya. Meskipun ajaran pokok suatu agama bisa bersifat universal, namun mula-mula ditujukan kepada sekelompok orang yang sedikit-banyak homogen. Agama menjadi dasar solidaritas kelompok tertentu. Daya penyatu dan pemecah itu berlangsung sejak awal pertumbuhan sampai berkembangnya dan mekarnya suatu agama guna mencapai suatu sasarasn yang lebih tinggi dengan cara peningkatan dan intensifikasi dalam tubuh masyarakat agama. Mengenai agama dan stratifikasi sosial, pengertianya terletak pada kecendrungan keagamaan masing-masing kelas atau lapisan masyarakat. Misalnya dalam menentukan arah, ada yang menuju pada keselamatan, etika rasional, etika pembahasan, dan etika teologis. Konflik dalam lapisan sosial yang ada, tetapi biasanya ada pindahan konflik ke tingkat ekonomi atau politik. Agama dan integrasi sosial terwujud dalam ajaran tidak dibenarkan memaksakan keyakian dan kepercayaannya kepada orang lain yang berbeda keyakinannya. Mekanisme sosial lain, selain dari sumber ajaran agama itu sendiri, ialah integrasi sosial didukung oleh adanya perasaan berkebudayaan satu seperti peringatkan hari besar.1 Dari segi pola keagamaan biasanaya tidak terwujud secara langsung dalam bentuk sosial secara murni dan sebagainya cendrung seimbang, timbul individu dan kelompok tipe campuaran. Keberadaan agama tetap harus dilihat peran positifnya dalam membangun masyarakat, sebab agama dihadirkan kepada umat manusia untuk petunjuk, dan kalau konflik itu ada, jadikanlah rahmat bagi penganutnya. Dalam menghadapi pluralisme agama, John Hick menawarkan pendekatan lintas budaya (crooss-cultural). Pendekatan ini menegaskan bahwa ada satu Tuhan tidak terbatas (Maha Kuasa) yang ada di balik semua kesan dan pandangan agama yang berbeda. Oleh sebab itu menurut Hick, tidak beralasan bagi suatu agama yang mengklaim dirinya paling benar dan menganggap agama yang lain salah. Adalah tidak mungkin bahwa kesan paling lengkap atau kurang lengkap tentang Tuhan dilakukan dalam tradisi keagamaan yang berbeda. Dalam karyanya, On Grading Religions, Hick berusaha menilai agama-agama itu sebagai tradisi-tradisi yang utuh, (total) ketimbang melihatnya sebagai fenomena keagamaan yang partikular dan pada akhirnya merupakan kerja yang tidak realistik. Hick melihat tradisi perbedaan keagamaan dianggap sebagai sama-sama produktif (equally-productive) dalam mengubah manusia dari perhatian pada diri sendiri (Self-Centredness) menuju perhatian pada Tuhan (Reality-Centredness).32. Sosial Budaya Perbedaan latar belakang kebudayaan sehingga membentuk pribadi-pribadi yang berbeda. Seseorang sedikit banyak akan terpengaruh dengan pola-pola pemikiran dan pendirian kelompoknya. Pemikiran dan pendirian yang berbeda itu pada akhirnya akan menghasilkan perbedaan individu yang dapat memicu konflik.4 Gelombang budaya demokrasi liberal, konflik peradaban, pluaritas budaya, transformasi sosial budaya, perkembangan sains dan teknologi yang menyebabkan perubahan sosial budaya, berujung pada runtuhnya moral dan etika sosial masyarakat. Bukannya terjkadi kristalisasi yang semakin solid, melainkan munculnya egoisme moral, berupa kekerasan dan otoritas moral yang kidak terkontrol.1Indonesia terdiri dari berbagai suku bangsa yg masing-masing mempunyai kebudayaan sebagai suatu yang dapat membedakan antara daerah satu dengan yang lain,yang mana cendrung untuk setia dan mengagungkan budaya sendiri. Keanekaragaman kebudayaan, suku, agama, ras, dan golongan yang ada di Indonesia dan aspek-aspek tersebut berbeda-beda, maka akan menyebabkan konflik sosial-budaya antar kebudayaan dan ciri khas daerah setempat. Konflik yang disebabkan oleh perbedaan ras atau yang kita sebut rasisme merupakan dominasi satu kelompok ras tertentu terhadap kelompok lainnya atau perasaan superioritas yang berlebihan terhadap kelompok sosial tertentu. Terdapat pula beberapa faktor yang mempengaruhi konflik sosial-budaya, yaitu : Gelar BudayaGegar budaya adalah perubahan nilai dari tradisional ke modern yang terkadang membuat orang menyikapinya secara berlebihan sehingga terjadi benturan sosial. Selain itu, tidak semua masyarakat dapat menerima perubahan tersebut. Sensitifitas yang tinggiOrang-orang semakin sensitif dan mudah tersinggung jika merasa terganggu atau dirugikan karena hidup yang semakin sulit, harga naik melambung tinngi, dan semakin tingginya tuntutan hidup. Agama dan kepercayaanSetiap agama mengajarkan kebaikan dan menghindari kejahatan, baik antar umat beragama maupun sesama mahkluk lainnya. Akan tetapi, cara pandang yang sempit dan terbatas kadang menimbulkan nilai-nilai yang berbeda. Setiap orang merasa bahwa dia dan golongannya adalah yang terbaik. Kesenjangan ekonomiPerbedaan antara masyarakat menengah atas dan kaum papa sangat mencolok dalam perekonomian. Kaum papa hanya dapat melihat orang kaya yang hidup dengan enak. Oleh karena itu semakin banyak tindak kriminalitas yang terjadi di masyarakat.Oleh karena perbedaan yang begitu berpengaruh terhadap kehidupan masyarakat dan untuk menghindari terjadinya konflik sosial-budaya antar daerah, maka kita harus menghargai keragaman suku bangsa dan budaya dalam masyarakat dengan cara:a. Ikut memelihara, melestarikan, dan mengembangkan tradisi dan budaya yang ada dalam masyarakat. b. Melakukan dialog antarsuku, agama, dan golongan. Dialog ini dapat mengurangi rasa saling curiga dan permusuhan. c. Tidak menganggap suku sendiri yang paling baik dan suku yang lain jelek. d. Tidak meremehkan dan menghina adat istiadat, kebiasaan, dan hasil kesenian suku bangsa lain. e. Menghormati suku, agama, budaya, dan adat istiadat orang lain. f. Kalau menjadi pemimpin masyarakat, kita harus melindungi semua golongan yang ada dalam masyarakat.53. Hukum Negara merupakan alat (agency) atau wewenang (authority) yang mengatur atau mengendalikan persoalan-persoalan bersama atas nama masyarakat. Dalam pengertian negara,masyarakat diintergrasikan sehingga mempunyai wewenang yang bersifat memaksa lebih kuat dari pada individu atau kelompok yang merupakan bagian dari masyarakat. Negara sebagai organisasi dalam suatu wilayah dapat memaksakan kekuasaannya secara sah terhadap semua golongan dan warga negara serta menetapkan cara-cara atau batasan-batasan, sampai mana kekuasaan dapat digunakan dalam kehidupan bersama baik oleh warga negara maupun oleh golongan atau warga negara sendiri. Oleh karena itu negara memiliki dua tugas:a. Mengatur dan mengendalikan gejala-gejala kekuasaan yang asosial, artinya yang bertentangan satu sama lain supaya tidak menjadi antagonisme yang membahayakan.b. Mengorganisai dan mengintergrasikan kegiatan manusai san golongan-golongan ke arah tercapainya tujuan-tujuan dari masyarakat seluruhnya atau tujuan sosial.Pengendalian ini dilakuakan berdasarkan sistem hukum dan dengan perantaraan pemerintah beserta lembaga-lembaganya. Kekuasaan negara mempunyai organisasi yang teratur dan paling kuat. Oleh kerena itu semua golongan atau asosiasi yang memperjuangkan kekuasaan harus dapat menempatkan dirinya dalam rangka ini. Pentingnya sistem hukum ini adalah sebagai perlindungan bagi kepentingan-kepentingan yang telah dilindungi kaidah agama, kesusilaan dan kesopanan. Meskipun kaidah-kaidah tersebut ikut berusaha menyelenggarakan dan melindungi kepentingan orang dalam msayarakat, tetapi belum cukup kuat untuk melindunginya mengingat terdapatnya kepentingan-kepentingan yang tidak teratur. Hukum mengatur kehidupan masyarakat dan nyata berlaku dalam masyarakat disebut hukum positif. Istilah hukum positif dimaksudkan untuk menandai diferensi dan hukum terhadap kaidah-kaidah lain dalam masyarakat tampil lebih jelas, tegas dan didukung oleh perlengkapan yang cukup agar diikut oleh anggota masyarakat.1 Agar masyarakat siap memahami hukum positif, perlu mempelajari manajemen hukum dan kultur hukum. Sebab sistem hukum terurai dalam tiga komponen yaitu: subtansi, struktur dan kultur. Hukum tidak dapat dipahami tanpa memperhatikan faktor sosial budaya dan struktur negara, dan masyarakat tidak mungkin bermakna dan berada dalam hukum. Bagi masyarakat modern atau masyarakat primitif hukum akan selalu berfungsi, sebab hukum dapat diartikan sebagai hukum tertulis atau tidak tertulis. Tidak tertulisnya hukum dalam bentuk peraturan perundang-undangan tidak mengurangi kehadiran hukum. Hanya bentuk, perwujudan dan penampilannya yang tidak dapat dibayangkan seperti masyarakat sekarang.1 Apakah hukum itu dalam embrionya bertubuh cara (usage) menuju kebiasaaan (folk-ways), terus ke tata kelakuan (custom), untuk kemudian ke hukum adat, dan entah dari tahap mana dan kapan hukum tertulis menampakkan diri. Hukum sebagai kerangka luar, lebih banyak membuat stereotipe perbuatan daripada deskripsi mengenai perbuatan itu sendiri, akan berhadapan dengan tatanan di dalam daripada kehidupan sosial yang lebih substansial sifatnya, sehingga orang cendrung untuk memberikan penafsiran sendiri terhadpa hukum dan yang demikian lalu hanya berfungsi sebagai pedoman saja. Penafsiran ini membuat hukum menjadi terang terhadap keadaan kongkret dalam masyarakat.2Antara penyimpangan sosial dan hukum terdapat hubungan yang erat dan disanalah hukum diminta bantuan untuk mencegah dan menindak terjadinya penyimpangan. Ancaman pidana terhadap pencurian, pembunuhan, penggelapan, dan sebagainya adalah contoh-contoh dari pengangkatan prilaku sosial yang menyimpang dalam hukum. Tetapi tidak semua bentuk penyimpangan sosial dapat diangkat menjadi hukum, sebab ada persyaratan minimum etis, artinya ada ambang bagi pencantumannya ke dalam hukum seperti prilaku keberadaan anak muda. Akhirnya dapat dikatakan, tidak mudah untuk menilai hukum, perlu waktu panjang, berhadapan dan hukum ingin memanusiakan manusia itu sendiri.14. Etika Etika sosial sangat luas menyangkut hubungan manusia dengan manusia baik secara langsung, maupun delam bentuk kelembagaan, juga sikap kritis terhadap pandangan dunia dan ideologi serta tanggung jawab terhadap lingkungan. Ada beberapa pertimbangan mengapa etika sosial perlu dibangun di Indonesia kembali. Pertama mengenai berkembanganya tesis-tesis masa depan peradaban dan kedua mengenai realitas kehidupan masyarakat. Tesis Huntingkon mengatakan bahwa sumber fundamental konflik dalam dunia baru ini tidak lagi ideologi atau ekonomi melainkan budaya, yang menarik tesis dari Francis Fukuyama yang lebih terkait dengan etika sosial. Pandangan tersebut sekaligus mengukur betapa menentukanya masalah etika sosial dalam hal ini adalah kejujuran, nilai-nilai sosialisasi, nilai-nilai keluarga dan nilai-nilai moralitas. Demikian pula realitas kehidupan masyarakat, dimana ada empat alasan peran etika semakin penting, yaitu:Pertama, kehidupan masyarakat semakin plualistik menyebabkan nilai-nilai moralpun semakin heterogen. Tatanan normatif dan pandangan moral saling bertentangan dan mengajukan klaim, sehingga membingungkan moralitas mana yang akan diikuti. Budaya munafik, vested interest, terpisahnya ucapan dengan perbuatan kelompok elit penguasa, menyebabkan semakin bingunya norma sosial.Kedua, saat ini hidup pada masa tranformasi masyarakat, menyebabkan terjadinya perubahan berpikir radikal, rasionalisme, individualisme, nasionalisme, sekularisme, kepercayaan akan kemajuan, konsumenisme, pluarisme, religius serta sistem pendidikan yang mengubah lingkungan kita. Tiga tahapan transformasi yaitu: strktural, orientasi ke arah maju (attitudial) dan spesialisai fungsional proses sosial (processual), tidak terencana dengan jelas, transformasi struktural mengarah pada pemusatan kekuasaan, orientasi ke arah maju yang titik tolaknya tidak berbasis pada budaya lokal, sehingga melemahkan nilai-nilai budaya sendiri. Transformasi prosessual l;ebih banyak dimanipulasi tidak maknawi, bahkan dilakukan dengan intimidasi dan ancaman hak asasi manusia.Ketiga, pada saat ini sedang menghadapi proses perubahan sosial budaya dan moral. Proses pembangunan dengan introduksi teknologi syarat nilai yang aklan berbenturan dengan nilai-nilai budaya lokal tradisional. Apabila kemandirian nilai dari etika diperlukan untuk mengukuhkan nilai-nilai dan pedoman hidup yang bersumber dari agama. Pada kemunculannya agama sering tampil dalam wajah yang eksklusif.1Etika dan ajaran moral bangsa kita perlu reaktualisasi dan revitalisasi kembali. Etika diartikan sebgai filsafat atau pemikiran kritis dan mendasar tentang ajaran-ajaran dan pandangan-pandangan moral adalah untuk mengerti mengapa kita harus mengikuti ajaran moral dan bagaimana kita dapat mengambil sikap dan tanggung jawab berhadapan dengan berbangai ajaran moral. Yang terjadi sekarang mengapa bangsa ini tidak mengerti ajaran moral seperti prilaku menjarah, tindakan kekerasan dan lain-lain. Sedangkan ajaran moral adalah ajaran-ajaran, patokan-patokan, kumpulan peraturan dan ketetapam entah tertulis atau lisan tentang bagaimana manusia harus bertindak agar menjadi manusia yang baik. Sumber langsung ajaran moral adalah masyarakat-lembaga, ideologi dan peran moral sendiri. Sumber moral lembaga bagi individu pada saat ini banyak terjadi distorsi. Misi lembaga atau seseorang sebagai upaya mengejaeantahkan aspirasi, cita, tujuan bahkan hati nurani, ternyata banyak diselewengkan menjasi sapirasi personal atau kelompok.2Untuk membangun kembali etika sosial, maka modal sosial yang ada perlu direaktulasi kembali, sehingga aspek jaringan sosial berbagai norma dan kepercayaan atau kejujuran dapat diungkapkan dan dapat dijadikan model untuk menyelesaikan berbagai problem etika sosial. Akibat konflik yang terjadi yang menghancurkan etika sosial, maka bagaimana merehabilitasi kerusakan modal sosialnya, melalui pembanguan komunitas dengan pengembangan hubungan dekat, partisipasi demokrasi dan penekanan pada rasa memiliki komunitas serta kepercayaan. Modal sosial yang diperlukan adalah sikap dan sifat untuk saling percaya dan bisa dipercaya baik dalam bentuk relasi vertikal maupun relasi horisontal, sehingga masyarakat memiliki tuingkat kepercayaan yang tinggi, sebagai masyarakat memiliki tingkat kepercayaan yang tinggi.5. PsikologiPsikologi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari perilaku manusia dalam hubungan dengan lingkungannya.6 Menurut para ahli psikologi modern manusia adalah makhluk ciptaan tuhan selain dipandang sebagai makhluk biologis juga makhluk yang berbeda dengan makhluk di muka bumi. Manusia berperan sebagai subjek dan objek serta makhluk sosial dan individual. Manusia umumnya tidak bersifat pasif yaitu menerima keadaan dan tunduk pada suratan takdir, melainkan bersifat akhif untuk menjadikan dirinya sesuatu. Manusia dibekali cipta, karsa dan rasa yang dapat digunakan untuk mengatur kepentingan hidupnya sehingga timbul kebudayaan dengan macam corak dan bentuk yang membedakan dimuka bumi.7 Psikologi sosial diartikan sebagai pengkhususan psikologi yang mempelajari hubungan timbal balik antara manusia dan masyarakat, khususnya faktor-faktor yang mendorong manusia untuk berperan dalam ikatan kelompok atau golongan.8 Sedangkan seperti yang diketahui, Indonesia memiliki berbagai ragam golongan di setiap kepulauannya. Pertemuan budaya antar daerah satu dengan daerah lain atau antara satu bangsa dengan bangsa lain dapat berlangsung secara damai atau sebaliknya. Apabila terjadi konflik budaya dapat menimbulkan kecemasan, ketakutan, serta trauma yang berkepanjangan.Dalam kesehariannya, psikologi sosial mengamati kegiatan manusia dari segi ekstern (lingkungan sosial, fisik, peristiwa-peristiwa, dan gerakan massa), maupun dari segi intern (kesehatan fisik perorangan, semangat, dan emosi). Hal itu akan bermanfaat bagi kita untuk mengenal pribadi masyarakat yang berbeda-beda dan memberi kemudahan kepada kita untuk mengatasi masyarakat yang mengalami masalah seperti konflik sosial.7 Para psikolog sosial telah berhasil mengidentifikasi empat kondisi eksternal yang harus dipenuhi sebelum konflik antar kelompok terjadi :1. Kedua kelompok harus memiliki status hukum, peluang ekonomi, dan kekuasaan yang sama.2. Ototritas yang ada serta lembaga masyarakat harus mendorong norma-norma egaliter dan menyediakan dukungan moral dan legitimasi untuk kedua pihak.3. Kedua pihak harus memiliki peluang untuk bekerja dan bersosialisasi bersama, baik formal maupun informal.4. Kedua kelompok harus bekerja sama untuk mencapai tujuan bersama.9

Untuk dapat menangani masyarakat yang baru saja mengalami konflik sosial perlu diberikan pemahaman yang mendalam untuk memulihkan keadaan masyarakat dan tidak terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan, seperti: rumah terbakar, penurunan nilai-nilai iman dan traumatik yang berkepanjang seperti yang terilustrasi di diharapka setelah Desa Bunga. Diharapkan setelah masyarakat disana mendapat pemulihan keadaan berupa adanya pemikiran baik dan lebih maju mengenai kehidupan akan tercipta masyarakat yang madani.

KesimpulanDengan adanya world view mengenai asumsi-asumsi seseorang yang dapat menulihkan ke arah yang positif dari pendekatan religius (agama), sosial budaya, hukum, etika dan psikologi dapat digunakan untuk penanganan konflik yang ada di Desa Bunga.

Daftar Pustaka

1. Soelaeman MM. Ilmu sosial dasar, teori dan konsep ilmu sosial. Edisi ke-5: Bandung: PT Refika Aditama; 2006.2. Bertens K. Perspektif etika baru. Edisi ke-5. Yogyakarta: Penerbit Kanisius; 2009.3. Thomas Dean, ed. Religious Pluralism and Truth Essays on Cross-Cultural Philosophy of Religion. (State University of New York, 1985), 92; Hick, John Problem of Religious Pluralism (London: The Macmillan Press, 1985), 534. Konflik. Wikipedia; 2011[update 28 Oktober 2011]. Diunduh pada tanggal 4 Nopember 2011 dari: http://id.wikipedia.org/wiki/Konflik.5. Menghargai keragaman suku, budaya dan bangsa. Crayonpedia;2011[ update tanggal 23 Agustus 2011 ]. Diunduh pada tanggal 3 Nopember 2011 dari: http://www.crayonpedia.org/mw/Halaman_Utama6. Psikologi. Wikipedia; 2011[update tanggal 21 Oktober 2011]. Diunduh tanggal 4 Nopember 2011 dari: http://id.wikipedia.org/wiki/Psikologi.7. Gunarsa SD. Psikologi praktis:anak, remaja, keluarga. Jakarta: Gunung Mulia; 2004.8. Budiardjio M. Dasar-dasar Ilmu Politik (edisi revisi): Jakarta: Gramedia Pustaka Utama; 2008, Hal 33-4.9. Wade C, Travis. Psikologi. Edisi ke-9. Jakarta: Erlangga.h 322-3.

10