PBL blok 22

download PBL blok 22

If you can't read please download the document

description

kedokteran

Transcript of PBL blok 22

17

Depresi e.c Diabetes Melitus Tipe IIPrizilia Saimima102012061B7Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida WacanaJalan Arjuna Utara No. 6 Jakarta Barat 11510Telp. 021-56942061 Fax. 021-5631731e-mail : [email protected]

Pendahuluan

Depresi adalah satu masa terganggunya fungsi manusia yang berkaitan dengan alam perasaan yang sedih dan nafsu makan, psikomotor, konsentrasi, anhedonia, kelelahan, rasa putus asa dan tidak berdaya, serta bunuh diri. Faktor penyebab depresi terbagi atas faktor biologi, faktor genetic dan faktor psikososial. Ketiga faktor tersebut juga dapat saling mempengaruhi satu sama lain. Namun, yang paling banyak diteliti adalah penyebab dari faktor psikososial. Penyebab depresi dari faktor psikososial antara lain dikarenakan peristiwa kehidupan dan stress lingkunga, faktor psikoanalitik dan psikodinamik. Apabila pasien depresi menyadari bahwa mereka tidak hidup sesuai dengan yang dicita-citakannya, akan mengakibatkan rasa putus asa.Hal ini juga yang terjadi pada penderita DM tipe 2 dimana DM dapat menimbulkan perubahan psikologis antara lain perubahan konsep diri dan depresi. Stress psikologis dapat timbul pada saat seseorang menerima diagosa DM. mereka beranggapan bahwa penyakit DM ini akan banyak menimbulkan permasalahan seperti pengendalian diet serta terapi yang lama dan kompleks, biaya pengobatan yang mahal, komplikasi penyakit serta banyak kekhawatiran lain yang dapat menimbulkan potensi munculnya depresi.Pada skenario dikatakan bahwa seorang wanita berusia 66 tahun dikonsulkan ke bagian psikiatri karena mengamuk saat dirawat di RS. Pasien tersebut dirawat karena mengalami peningkatan GDS disertai luka pada kaki yang sudah berbau. Pasien mengalami DM tipe 2 sejak 25 tahun yang lalu, pasien selalu menjaga diet pola makan dan control teratur, namun akhir-akhir ini pasien bosan menjalani semua perawatan dan ingin menyusul suaminya saja yang sudah wafat. Beberapa bulan terakhir, pasien makan dengan porsi tinggi karbohidrat dan minum minuman manis, tidak berolahraga, lebih banyak tidur dan tidak mau melakukan kegiatan harian.

AnamnesisAnamnesis merupakan suatu bentuk wawancara antara dokter dan pasien dengan memperhatiakn petunjuk-petunjuk dengan memperhatikan petunjuk-petunjuk verbal dan non verbal mengenai riwayat penyakit pasien. Anamnesis bila dilakukan pada pasien itu sendiri yang disebut auti anamnesis apabila pasien dalam kondisi sadar dan baik, bisa juga melalui keluarga terdekat atau orang yang bersama pasien selama ia sakit apabila pasien dalam kondisi tidak sadar atau kesulitan berbicara disebut dengan allo anamnesis.1Dengan dilakukannya anamnesis maka 70% diagnosis dapat ditegakkan. Sedangkan 30%nya lagi didapatkan dari pemeriksaan fisik, lab dan radiologi (kalau diperlikan). Hal yang perlu ditanyakan dokter pada saat anamnesis psikiatri depresi antara lain:1Identitas pasien seperti nama, alamat, umur, dan pekerjaan.Keluahn utama pasien, hal utama yang membuat pasien datang menemui dokter. Dalam beberapa kasus yang berat ada kalanya kita tidak dapat menanyakan pada pasien karena pasien telah dalam keadaan gangguan kejiwaan yang berat, untuk itu kita juga dapat menanyakan hal ini kepada keluarganya.Setelah itu tanyakan bagaimana penyakit itu bermula, bagaimana awal mula gangguan kejiwaan itu terjadi, sejak kapan, dan bagaimana keberlangsungannya ini bermakna karena kebanyakan penyakit psikiatrik mengalami beberapa fase sebelum menjadi semakin parah.Riwayat penyakit terdahulu, apakah pasien pernah mengalami penyakit yang dapat memicu terjadinya gangguan kejiwaan seperti demam tinggi, riwayat trauma kepala, mengkonsumsi obat-obatan Parkinson, obat anti hipertensi dan kortikosteroid dalam jangka waktu lama.Riwayat pribadi mencakup mengenai riwayat kelahiran pasien, apakah dia cukup bulan atau tidak, proses dilahirkan melalui Caesar atau normal, dan apakah ada masalah saat dia dalam kandungan. Jika pasien telah menikah, tanyakan mengenai pernikahannya. Intinya pada segmen ini kita harus menggali mengenai pribadi pasien.Riwayat keluarga, tanyakan apakah di dalam keluarganya ada yang mengalami gangguan jiwa atau tidak.

Pada kasus, pasien tersebut menderita diabetes mellitus tipe 2 dan ulkus pedis, dapat jugaditanyakan beberapa pertanyaan berikut:Sejak kapan mengalami DM tipe 2?Apakah teratur dalam mengkonsumsi obat dan dalam melakukan diet?Obat apa yang dikonsumsi?Bagaimana cara melakukan diet?Apakah ada keluhan lain seperti luka pada kaki?Apakah lukanya sudah berbau dan berubah warna menjadi agak kehiyaman?

Sesuai dengan kasus pada anamnesis akan kita dapatkan informasi bahwa pasien tersebutmengamuk saat dirawat di RS. Pasien tersebut dirawat karena mengalami peningkatan GDS disertai luka pada kaki yang sudah berbau. Pasien mengalami DM tipe 2 sejak 25 tahun yang lalu, pasien selalu menjaga diet dan pola makan dan control teratur, namun akhir-akhir ini pasien bosan menjalani semua perawatan dan ingin menyusul suaminya saja yang sudah wafat. Beberapa bulan terakhir, pasien makan dengan porsi tinggi karbohidrat dan minum minuman manis, tidaki berolahraga, lebih banyak tidur dan tidak mau melakukan kegiatan harian.2

Pemeriksaan FisikMeliputi 3 bagian yaitu:Pemeriksaan umum1

Menilai keadaan umum pasien : baik/buruk, yang perlu diperiksa dan dicatat adalah tanda-tanda vital, yaitu :Kesadaran penderitaKesakitan yang dialami pasien, dapat dilihat dari raut wajah pasien dan keluhan ketika datang.Tanda vital seperti : tekanan darah, nadi, pernapasan, dan suhu.

Pemeriksaan lokal

Pemeriksaan lokal ini dapat kita lakukan guna untuk mengetahui keadaan luka pada kaki pasien.Inspeksi : inspeksi kaki untuk mengamati terdapat luka atau ulkus pada kulit atau jaringan tubuh pada kako, pemeriksaan sensasi vibrasi/rasa berkurang atau hilang,Palpasi : palpasi denyut nadi arteri dorsalis pedis menurun atau hilang.

Pemeriksaan psikiatri2

Penampilan saat pasien datang, dari penampilan dapat memberikan ciri khas pada beberapa penyakit psikiatrik, contohnya pada pasien mania biasanya mereka berpakaian dan berdandan berlebihan tidak sesuai dengan tempatnya. Contohnya mereka ke dokter seperti akan ke acara pernikahan.Cara bicara, perhatikan pasien saat bicara. Biasanya pada pasien depresi mereka cenderung tertutup dan kurang memberi informasi, sedangkan pada pasien mania, mereka berbicara terus-menerus tiada henti.Mood atau suasana hati.Pikiran seperti bagaimana perhatian pasien, daya memorinya apakah dia dapat menentukan sikap, serta cara berbahasa.Persepsi, tanyakan apakah pasien merasa ada yang berbisik, atau melihat sesuatu yang tidak dilihat oleh dokter untuk mengetahui apakah pasien mengalami halusinasi.Sensorium dimana pasien sering merasa kesemutan.

Pemeriksaan PenunjangPemeriksaan penunjang untuk depresi sampai saat ini tidak ada yang dapat menjadi patokan utama untuk diagnosis. Jadi untuk mendiagnosis pasien depresi cukup dapat kita terapi dari anamnesis dan pemeriksaan klinis dan mentalnya saja.Pemeriksaan penunjang pada DM umumnya akan diperkirakan bila ada keluhan khas DM berupa poliuria, polidipsia, polifagia, lemah, dan penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan pasien adalah kesemutan, gatal, mata kabur dan impotensia pada pasien pria, serta pruritus vulvae pada pasien wanita. Jika keluhan khas, pemeriksaan glukosa darah sewaktu >200 mg/dL sudah cukup untuk menegakkan diagnosis DM. Hasil pemeriksaan kadar glukosa darah puasa >126 mg/dL juga digunakan untuk patokan diagnosis DM. untuk kelompok tanpa keluhan khas DM, hasil pemeriksaan glukosa darah yang baru satu kali saja abnormal, belum cukup kuat untuk menegakkan diagnosis klinis DM. Diperlukan pemastian lebih lanjuy dengan mendapatkan sekali lagi angka abnormal, baik kadar glukosa darah puasa >126 mg/dL, kadar glukosa darah sewaktu >200 mg/dL pada hari yang lain, atau dari hasil tes toleransi glukosa oral (TTGO) yang abnormal.3Cara pelaksanaan TTGO (WHO 1985):33 hari sebelumnya makan seperti biasaKegaitan jasmani secukupnya, seperti yang biasa dilakukanPuasa semalam, selama 10-12 jamKadar glukosa darah puasa diperiksaDiberikan glukosa 75 gram atau 1,75 gram/kgBB, dilarutkan dalam air 250 ml dan diminum selama/dalam waktu 5 menit.Diperiksa kadar glukosa darah dau jam sesudah beban glukosa; selama pemeriksaan subyek yang diperiksatetap istirahat dan tidak merokok.

Pada penderita ulkus pedis salah satu pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukanAdalah pemeriksaan Doppler. Pemeriksaan Doppler ultrasound adalah penggunaan alat untuk memeriksa alirah darah arteri maupun vena. Pemeriskaan ini untuk mengidentifikasi tingkat gangguan pada pembuluh darah arteri maupun vena. Dengan pemeriksaan yang akurat dapat membantu proses perawatan yang tepat. Pemeriskaan ini sering disebut dengan Ankle Brachial Pressure Index. Pada kondisi normal, tekanan sistolik pada kaki sama dengan di tangan atau lebih tinggi sedikit. Pada kondisi terjadi gangguan di area kaki, vena maupun arteri, akan menghasilkan tekanan sistolik yang berbeda. Hasil pemeriksaan yang akurat dapat membantu diagnosis kea rah gangguan vena atau arteri sehingga menajemen perawatan juga berbeda.3

Working Diagnosisdepresi et causa ulkus diabetikum4,5Istilah kelainan afektif mencakup penyakit-penyakit dengan gangguan afek (mood) sebagai gejala primer, sedangkan semua gejala lain bersifat sekunder. Afek bisa terus menerus depresi atau gembira (dalam mania) dan kedua episode ini bisa timbul pada orang yang sama, karena itu dinamai psikosis manik-depresif. Penyakit dengan hanya satu jenis serangan disebut unipolar, dan jika episode manik dan depresif keduanya ada disebut bipolar.Mood merupakan subjetivitas peresapan emosi yang dialami dan dapat dutarakan oleh pasien dan terpantau oleh orang lain; termasuk sebagai contoh adalah depresi, elasi dan marah. Kepustakaan lain, mengemukakan mood, merupakan perasaan, atau nada perasaan hati seseorang, khususnya yang dihayati secara batiniah.Pasien dalam keadaan mood terdepresi memperlihatkan kehilangan energi dan minat, merasa bersalah, sulit berkonsentrasi, hilangnya nafsu makan, berpikir mati atau bunuh diri. Tanda dan gejala lain termasuk perubahan dalam tingkat aktivitas, kemampuan kognitif, bicara dan fungsi vegetative (termasuk tidur, aktivitas seksual dan ritme biologik yang lain). Gangguan ini hampir selalu menghasilkan hendaya (handicap) interpersonal, sosial dan fungsi pekerjaan.

Klasifikasi gangguan suasana perasaan (mood/afektif) menurut PPDGJ-III (Depkes RI,1993):6F30Episode ManikF30.0HipomaniaF30.1Mania tanpa gejala psikotikF30.8Mania dengan gejala psikotikF30.9Episode Manik YTTF31Gangguan Afektif BipolarF31.0Gangguan afektif bipolar, episode hipomanikF31.1Gangguan afektif bipolar, episode kini manik tanpa gejala psikotikF31.2Gangguan afektif bipolar, episode kini manik dengan gejala psikotikF31.3Gangguan afektif bipolar, episode kini depresif ringan atau sedang.30 Tanpa gejala somatik.31 Dengan gejala somatikF31.4Gangguan afektif bipolar, episode kini depresif berat tanpa gejala psikotikF31.5Gangguan afektif bipolar, episode kini depresif berat dengan gejala psikotikF31.6Gangguan afektif bipolar, episode kini campuranF31.7Gangguan afektif bipolar, episode kini dalam remisiF31.8Gangguan afektif bipolar lainnyaF31.9Gangguan afektif bipolar yttF32Episode DepresifF32.0Episode depresif ringan.00 Tanpa gejala somatik.01 Dengan gejala somatikF32.1Episode depresif sedang.10 Tanpa gejala somatik.11 Dengan gejala somatikF32.2Episode depresif berat tanpa gejala psikotikF32.3Episode depresif berat dengan gejala psikotikF32.8Episode depresif lainnyaF32.9Episode depresif YTTF33Gangguan Depresif BerulangF33.0Gangguan depresif berulang, episode kini ringan.00 Tanpa gejala somatik.01 Dengan gejala somatikF33.1Gangguan depresif berulang, episode kini sedang10 Tanpa gejala somatik.11 Dengan gejala somatikF33.2Gangguan depresif berulang, episode kini berat tanpa gejala psikotikF33.3Gangguan depresif berulang, episode kini berat dengan gejala psikotikF33.4Gangguan depresif berulang, kini dalam remisiF33.8Gangguan depresif berulang lainnyaF33.9Gangguan depresif berulang YTTF34Gangguan Suasana Perasaan (Mood/Afektif) MenetapF34.0SiklotimiaF34.1DistimiaF34.8Gangguan suasana perasaan (mood/afektif) menetap lainnyaF34.9Gangguan suasana perasaan (mood/afektif) menetap YTTF38Gangguan Suasana Perasaan (Mood/Afektif) LainnyaF38.0Gangguan suasana perasaan (mood/afektif) tunggal lainnya.00 Episode afektif campuranF38.1Gangguan suasana perasaan (mood/afektif) berulang lainnya.10 Gangguan depresif singkat berulangF38.8Gangguan suasana perasaan (mood/afektif) lainnya YDTF39Gangguan Suasana Perasaan (Mood/Afektif) YTT

Depresi adalah gangguan psikiatri yang menonjolkan mood sebagai masalahnya, dengan berbagai gambaran klinis yakni gangguan episode depresif, gangguan distimik, gangguan depresif mayor dan gangguan depresif unipolar serta bipolar. Depresi merupakan satu masa terganggunya fungsi manusia yang berkaitan dengan alam perasaan yang sedih dan gejala penyertanya, termasuk perubahan pada pola tidur dan nafsu makan, psikomotor, konsentrasi, anhedonia, kelelahan, rasa putus asa dan tak berdaya, serta gagasan bunuh diri.Jika gangguan depresif berjalan dalam waktu yang panjang (distimia) maka orang tersebut dikesankan sebagai pemurung, pemalas, menarik diri dari pergaulan, karena ia kehilangan minat hampir disemua aspek kehidupannya.

Etiologi4Penyebab pasti gangguan depresi secara umum masih belum diketahui, tetapi diduga faktor -faktor dibawah ini ikut berperan sebagai pencetus timbulnya depresi pada seseorang. a. Faktor Biologis Data yang dilaporkan paling konsisten dengan hipotesis bahwa gangguan depresi berat berhubungan dengan disregulasi heterogen pada amin biogenik ( norepinefrin dan serotonin ). Penurunan serotonin dapat mencetuskan depresi, dan pada beberapa pasien yang bunuh diri memiliki konsentrasi metabolik serotonin di dalam cairan serebrospinal yang rendah serta konsentrasi tempat ambilan serotonin yang rendah di trombosit. Faktor neurokimia lain seperti adenilate cyclase, phsphotidyl inositol, dan regulasi kalsium mungkin juga memiliki relevansi penyebab.Penelitian pada anak pra pubertas dengan gangguan depresif berat dan remaja-remaja dengan gangguan mood telah menemukan kelainan biologis.Anak pra pubertas dalam suatu episode gangguan depresif berat mensekresikan hormon pertumbuhan yang secara bermakna lebih banyak selama tidur dibandingkan dengan anak normal dan anak dengan gangguan mental nondepresi.b. Faktor GenetikaData genetik menyatakan bahwa sanak saudara derajat pertama dari pasien gangguan depresi berat kemungkinan 1,5 2,5 kali lebih besar daripada sanak saudara derajat pertama kontrol. Memiliki satu orang tua yang terdepresi kemungkinan meningkatkan resiko dua kali untuk keturunan, memiliki kedua orang tua terdepresi kemungkinan meningkatkan resiko empat kali bagi keturunan untuk terkena gangguan depresi sebelum usia 18 tahun.Faktor Psikososial

Peristiwa kehidupan dan stress lingkungan, suatu pengalaman klinis yang telah lama direplikasikan adalah bahwa peristiwa kehidupan yang menyebabkan stress lebih sering mendahului episode pertama gangguan mood daripada episode selanjutnya. Hubungan tersebut telah dilaporkan untuk gangguan depresi berat.Data yang paling mendukung menyatakan bahwa peristiwa kehidupan paling berhubungan dengan perkembangan depresi selanjutnya adalah kehilangan orang tua sebelum usia 13 tahun. Stressor lingkungan yang paling berhubungan dengan onset suatu episode depresi adalah kehilangan pasangan.Bebeapa artikel teoritik mempermasalakan hubungan antara fungsi keluarga dan onset serta perjalanan gangguan depresi berat. Selain itu, derajat psikopatologi di dalam keluarga mungkin mempergaruhi kecepatan pemulihan, berkurangnya gejala, dan penyesuaian pasien pasca pemulihan.

Epidemiologi5 Pada kelompok orang dengan diabetes, prevalensi gelaja-gejala depresi yang secara klinis bermakna adalah 31% dan untuk prevalensi ganggaun depresi mencapai 11%.Orang dengan gangguan depresi memiliki peningkatan resiko untuk mengalami diabetes sebanyak 65%.Prognosis diabetes dan depresi (terkait komplikasi, resisten terhadap pengobatan, dan kematian) memburuk ketika dua penyakit ini berkomorbiditas dibandingkan ketika keduanya terpisah

Klasifikasi Diabetes5DM diklasifikasikan berdasarkan proses pathogenesis yang menyebabkan hiperglikemik, dulunya pernah dikriteriakan berdasarkan onset atau tipe terapi yang diberikan. Dua kategori utama dari DM adalah tipe 1 dan tipe 2. DM tipe 1 merupakan ahsil dari komplit atau near tital insulin defisiensi. Sedangkan DM tipe 2 merupakan campuran kelainan yang heterogen seperti derajat resistensi insulin, kelainan sekresi insulin dan peningkatan produksi glukosa.Klasifikasi Ulkus Pedis3Untuk tujuan klinis praktis, kaki diabetika dapat dibagi menjadi 3 kategori, yaitu kaki diabetika neuropati, iskemia dan neuroiskemia. Pada umumnya kaki diabetika disebabkan oleh faktor :Diabetika neuropatiIskemiaNeurosikemia

Pada ulkus yang dilator belakangi neuropati ulkus biasanya bersifat kering, fisura, kulit hangat, kalus, warna kulit nomrla dan lokasi biasanya di plantar, lesi sering berupa punch out. Sedangkan lesi akibat iskemia bersifat sianotik, gangren, kulit dingin dan lokasi tersering adalah jari. Bentuk ulkus perlu digambarkan seperti; tepi, dasar, ada atau tidak pus, eksudat, edema, kalus, kedalaman ulkus perlu dinilai dengan probe steril. Probe dapat membantu untuk menentukan adanya sinus, mengetahui ulkus melibatkan tendon, tulang atau sendi. Diabetic iskemik pada DM dengan iskemik terjadi vaskuler iskemik sehingga terjadi pemyempitan pembuluh darah karena terbentuk plak aterosklerosis pada dinding pembuluh darah sehingga asupan darah berkurang menyebabkan agregat platelet juga berkurang sehingga proses penyembuhan luka sukar terjadi.Klasifikasi ulkus diabetika pada penderita diabetes melitius menurut Wagener, terdiri dari 6 tingkatan:0 = tidak ada luka terbuka, kulit utuh.1 = ulkus superfisialis, terbatas pada kulut.2 = ulkus lebih dalam sering dikaitkan dengan inflamasi jaringan3 = ulkus dalam yang melibatkan tulang, sendi dan formasi abses4 = ulkus dengan kematian jaringan tubuh terlokalisir seperti pada ibu jari kaki, bagian depan kaki atau tumit.5 = ulkus dengan kematian jaringan tubuh seluruh kaki

Diagnosis BandingDalam menegakkan suatu gangguan depresi, diagnosis lain perlu dipikirkan, seperti adanya gangguan organik, intoksikasi atau ketergantungan zat dan abstinensia, distimia, siklotimia, gangguan kepribadian, berkabung dan gangguan penyesuaian. Perubahan intrinsik yang berhubungan dengan epilepsi lobus temporalis dapat menyerupai gangguan depresi, khususnya jika fokus epileptik adalah sisi kanan.Berkabung merupakan suatu respon normal yang hebat, dan menyakitkan karena kehilangan, tetapi responsif terhadap dukungan dan empati dapat membuat berangsur mereda / sembuh seiring berjalanya waktu.7

Manifestasi KlinisCiri-ciri depresi versi American Psychology Association (APA):2Mood yang depresi hampir sepanjang hari dan hampir setiap hari. Dapat berupa mood yang mudah tersinggung.Penurunan kesenangan atau minat secara drastic dalam seluruh aktivitasnyaSuatu kehilangan atau pertambahan berat badan yang signifikan (5% dari berat tubuh dalam sebulan) atau suatu peningkatan atau penurunan selera makan yang drasticAgitasi yang berlebihan atau melambatnya respon gerakan hampir setiap hariPerasaan lelah atau kehilangan energi setiap hariPerasaan berharga atau salah tempat ataupun rasa bersalah yang berlebihan hampir setiap hariBerkurangnya kemampuan untuk berkonsetrasi atau berpikir jernih atau untuk membuat keputusanPikiran yang muncul berulang tentang kematian atau bunuh diri

Depresi sebagai suatu diagnose gangguan juwa adalah suatu keadaan jiwa dengan cirisedih, merasa sendirian, putus asa, rendah diri, disertai perlambatan psikomotorik, atau kadan malah agitasi, menarik diri dari hubungan sosial, dan teradapat gangguan vegetatif seperti anoreksia serta insomnia.Sedangkan manifestasi klinis pada DM tipe 2:Polidipsi (banyak minum)Poliphagia (banyak makan)Poliuria (sering buang air kecil)Penurunan berat badan tanpa sebab yang jelas

Tanda dan gejala ulkus diabetika yaitu:3Sering kesemutanNyeri kaki saat istirahatSensasi rasa berkurangKerusakan jaringan (nekrosis)Penurunan denyut nadi arteri dorsalis pedis, tibialis dan popliteaKaki menjadi atrofi, dingin dan kuku menebalKulit kering

PenatalaksanaanDepresi8Farmakologis: Golongan TCA

Mekanisme aksi: menghambat re-uptake serotonin dan norepinerfinContoh obat : amittiptilin, imipramin, klomipramin, desipraminGolongan SNRI

Mekanisme aksi: menghambat re-uptake serotonin dan norepinerfinContoh obat: venlafaksinGolongan SSRI

Mekanisme aksi: menghambat re-uptake serotonin secara selektifContoh obat: fluoksetin, sentralin, paroksetin, fluvoksaminGolongan MAOI

Mekanisme aksi: menghambat enzim monoamine oksidaseContoh obat : fenelzin, tranilsiprominGolongan aminoketon

Mekanisme aksi: menghambat re-uptake norepinerfin dan dopamineContoh obat: bupropionGolongan triazolopyridin

Mekanisme aksi: antagonis reseptor 5HT, 5HT2A atau menghambat re-uptake serotoninContoh obat: trazodon, nefazodonGolongan tetrasiklik

Mekanisme aksi: antagonis reseptor alfa 2 adrenergik atau 5HT presinaptikContoh obat: mirtazapinNo. Nama genericDosis anjuran1Amitriptilin 75-150 mg/hari2Amoksapin 200-300 mg/hari3Klomipramin 100-200 mg/hari4Imipramin 75-150 mg/hari5Moklobemid300-600 mg/hari6Maprotilin 75-150 mg/hari7Aminiptin 75-150 mg/hari8Mianserin30-60 mg/hari9Opipramol 50-150 mg/hari10Sertralin 50-100 mg/hari11Trazodon 100-200 mg/hari12Paroksetin20-40 mg/hari13Fluvaksamin 50-100 mg/hari14Fluoksetin 20-40 mg/hariTabel 2. Dosis antidepresansumber www.antidepresan-psikofarmaka.com

Non farmakologis:Terapi perilaku cognitif (cognitif behavioral therapy/CBT)

Dalam sebuah analisis terhadap empat studi komparasi, terapi perilaku kognitif memiliki efek yang sepadan dengan antidepresan dalam mengatasi depresi berat bagi banyak pasien. Sebagian besar keberhasilan terapi psikolois tergantung pada keterampilan terapi psikologis tergantung pada keterampilan terapis. Banyak penelitian menunjukkan bahwa terapi perilaku kognitif dengan antidepresan memberikan keuntungan terbesar bagi banyak pasien, khususnya untuk dhsthymia (depresi kronis). Bukti medis juga telah menemukan bahwa manfaat daru terapi kognitif bertahan setelah perawatan telah berakhir. Terapi perilaku kognitid telah terbukti untuk membantu mencegah upaya bunuh diri dimasa mendatang pada pasien dengan riwayat perilaku bunuh diri.Terapi kognitif mungkin sangat bermanfaat bagi pasien berikut:Pasien dengan depresi atipikalRemaja denagn gejala depresi berat ringanWanita dengan depresi postpartum, non-psikotikAnak-anak dari orang tua dengan gangguan dalam kasus ini, terapi harus melibatkan seluruh keluarga.

Terapi interpersonal (ITP)

Mendasarkan sebagian pada teori psikodinamik, terapi interpersonal mengakui adanya akar depresi pada masa kanak-kanak, tetapi tetap berfokus pada gejala dan masalah-masalah pada saat ini yang mungkin menyebabkan gangguan depresi. IPT tidak sebegitu spesifik seperti terapi kognitif atau perilaku. Terapis berusaha untuk mengalihkan perhatain pasien, yang telah terdistrodi oleh depresi, mengenai interaksi sosial pasien dan keluarga sehari-harinya secara rinci. Tujuan dari metode pengobatan ini adalah meningkatkan keterampilan komunikasi dan peningkatan harga diri dalam waktu singkat (3-4 bulan janji dengan pertemuan setiap minggu). Diantara bentuk depresi yang dapat diatasi dengan IPT adalh deprei yang disebabkan adanya suasana berkabung, konfilik terpendam dengan orang-orang yang memiliki hubungan yang dekat perunahan besar dalam hidup, dan keadaan terisolasi. Sebuah studi metaanlisa dari 13 hasil penelitian yang dilakukan pada kisaran 1974-2002 menunjukan bahwa dalam 9 penelitian, IPT lebih efektif daripada CBT. Namun kombinasi IPT dan obat-obatan tidak secara signifikan lebih efektif dibandingkan monoterapi obat untuk terapi akut atau terapi pencegahan.

Terapi elektrokonvulsif (ECT)

Terapi elektrokonvulsif (ECT) adalah prosedur yang digunakan untuk membantu mengobati penyakit-penyakit psikiatrik. Arus listrik dilewatkan melalui otak untuk memicu kejang (periode singkat aktivitas otak tidak teratur), beralngsung sekitar 40 detik. Pengobatan tertentu diberikan untuk mencegah kejang menyeluruh seluruh tubuh.ECT dapat dilakukan pada pasien-pasien depresi yang memiliki kondusi sebagai berikut:Depresi berat dengan insmomnia (sulit tidur), perubahan berat, perasaan putus asa atau rasa berasalah, dan pikiram untuk bunuh diri (menyakiti atau membunuh diri sendiri) atau pembunuhan (melukai atau membunuh orang lain)Depresi berat yang tidak merespon antidepresan (obat-obatan yang digunakan untuk mengobati depresi) atau konselingPada pasien depresi berat yang tidak bisa menggunakan antidepresan Mania berat yang tidak berespon terhadap pengobatan. Gejala mania parah antara lain termasuk agitasi, kebingungan, halusinasi atau delusi.Pasien schizophrenia yang tidak berespon terhadap pengobatan

Diabetes MelitusPenatalaksanaan DM disebut sebagai 4 pilar yang terdiri atas edukasi (pasien, keluarga), terapi gizi medis (food planning), latihan jasmani atau aktivitas fisik, dan intervensi farmakologis untuk menurunkan kadar glukosa darah (obat hipoglikemik oral/OHO maupun insulin). Pengelolaan DM dimulai denagn pengaturan makan dan latihan jasamani dalam jangka waktu antara 2-4 minggu. Apabila kadar glukosa darah belum mencapai sasaran, dilakukan intervensi farmakologis dengan obat hipoglikemik oral (OHO) atau dengan suntikam insulin. OHO dapat diberikan tunggal atau kombinasi. Untuk pencegahan hipoglikemia dapat dilakukan dengan jadwal makan yang teratur, hindari konsumsi alcohol, hindari olaharaga berlebihan, dan majan sanck sekitar 1 jam sebelum berolahraga.

Cara kerjaEfek sampingPenurunan HBA1CSulfonilureaMeningkatkan sekresi insulinBB naik, hipoglikemik1,5-2%Glinid Meningkatkan sekresi insulinBB naik, hipoglikemik-MetforminMenekan produksi glukosa dan menambah sensitvitas terhadap insulinDiare, dyspepsia, asidosis laktat1,5-2%Alfa glukonidase inhibitorMenghambat absorbs glukosaFlatulens, tinja lembek0,5-1,0%Tiazolidindion Menambah sensivitas terhadapa insulinEdema 1,3%InsulinMenekan produksi glukosa hati, stimulasi permanfaatan glukosaHipoglikemik, BB naikPotensial sampai normalTabel 2. Macam-macam OHO

Ulkus pedisPencegahan dan pengelolaan ulkus diabetic untuk mencegah komplikasi lebih lanjut adalah :Memperbaiki kelainan vaskulerMemperbaiki sirkulasiPengelolaan pada masalah yang timbul (infeksi, dll)Edukasi perawatan kakiPemberian obat-obat yang tepat untuk infeksi (menurut hasil laboratorium lengkap) dan obat vaskularisasi, obat untuk penurunan gula darah maupun menghilangkan keluhan/gejala dan penyulit DMOlaharaga teratur dan menjaga berat badan idealMenghentikan kebiasaan merokok dan alcoholMerawat kaki secara teratur setiap hari

Kesimpulan Depresi merupaka satu masa terganggunya fungsi manusia yang berkaitan dengan alamperasaan yang sedih dan gejala penyertanya. Deprei dapat disebabkan berbagai faktor, salah satunya faktor psikososial dan faktor biologic. Faktor psikososial dipengaruhi oleh peristiwa kehidupan dna stress lingkungan. Faktir biologic berhubungan dengan kadar serotonin di dalam tubuh. Serotonin secara tidak langsung berpengaruh terhadap pengaturan gula darah seseorang, dimana penurunan kadar gula darah akan mengurangi kadan serotonin. Penurunan kadar serotonin ini yang dapat mempengaruhi mood seseorang hingga dapat menimbulkan depresi, efek dari depresi ini juga dapat memperparah keadaan penderita diabetes sehingga dapat menyebabkan komplikasi seperti ulkus pedis. Penatalaksanaan yang tepat dan cepat sangat diperlukan untuk mengatasi penyakit ini

Daftar PustakaSantoso M. Pemeriksaan fisik diagnosis. Jakarta: Bidang penerbit yayasan diabetes Indonesia. 2005. H 56-7, 80-1Ingram IM, Timbury GC, Mowbray RM. Psikiatri: catatan kuliah. Jakarta: Penerbit EGC. 2005. H 5-7Sudoyo AW, Setyohadi B, Simadibrata MK, Setiati S. Buku ajar penyakit dalam. Edisi ke-5. Jilid ke-2. Jakarta:interna publishing;2009. H 1953-5Ismail A, Santoso H. Memahami krisis usia lanjut. Gunung Mulia. Jakarta:2009 h 101-2Powers CA. Diabetes mellitus. In: Longo DL, Fauci AS, Kasper DL, Hauser SL, Jameson JL, Loscalzo J [editor]. Harrisons principles of internal medicin. 18th Ed. Vol II Philadelphia: The McGraw-HillCompanies 2011. H 2968-3002Sadock BJ, Sadock VA. Psychosomatic medicine. In: Kaplan and Sadocks Synopsis of Psychiatry. 10th ed. Philadelpia: Lippincott Williams and Wilkins.2007 h. 813-38Kaplan, Harold I. ilmu kedokteran jiwa darurat. Widya medika. Jakarta:2005 h.23-5Teter CJ, Kando JC, Wells BG, Hayes PE. Depressive disorder, in: diPiro (eds): Pharmacotherarpy A pathophysycological Approach 7th ed, McGraw Hill. New York:2008 h. 1101