patogen pada jamur bulai jagung
-
Upload
desti-diana-putri -
Category
Education
-
view
673 -
download
4
description
Transcript of patogen pada jamur bulai jagung
PENGAMATAN PATOGEN TANAMAN
(Laporan Praktikum Pengendalian Penyakit Tanaman)
Oleh
Desti Diana Putri
1214121050
‘
LABORATORIUM PENYAKIT TANAMAN
JURUSAN AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
2014
I. PENDAHULUAN
1. 1.Latar Belakang
Jagung (Zea mays L.) merupakan makanan pokok ketiga di dunia setelah padi dan
gandum. Sedangkan di Indonesia, jagung termasuk makanan pokok kedua setelah
padi. Tanaman jagung tersebar luar di sentra produksi Indonesia karena memiliki
daya adaptasi tinggi dalam berbagai tingkat kesuburan tanah. Salah satu kendala
dalam produksi tanaman jagung yaitu dalam hal serangan penyakit yang dapat
menurunkan produktivitas tanaman jagung.
Penyakit bulai merupakan salah satu penyakit penting pada tanaman jagung yang
disebabkan oleh Peronosclerospora maydis karena dapat mengakibatkan kerugian
sampai 90%. Di berbagai negara penyakit bulai dapat disebabkan oleh spesies
yang berbeda. Pada umumnya yang menyerang negara Indonesia adalah
Peronosclerospora maydis sedangkan di Sulawesi Utara spesies yang menyerang
adalah Peronosclerospora philippinensi (Semangun, 1968). Selain penyakit bulai,
di tanaman jagung jugasering ditemui penyakit hawar daun jagung yang
disebabkan oleh Helminthosporium sp.. Penyakit ini dapat menurunkan produksi
hingga 59%, terutama bila infeksi terjadi sebelum bunga betina keluar. Penyakit
ini merupakan penyakit penting kedua setelah bulai. Penyakit bercak daun ini
mampu menurunkan produktivitas sama halnya dengan penyakit bulai.
Dalam praktikum ini, tidak hanya penyakit bulai dan hawar daun pada tanaman
jagung. Namun, akan dilakukan juga pengamatan terhadap penyakit antraknosa
pada tanaman hias Sansivieria. Untuk mengetahui gejala serangan dan bentuk –
bentuk dari beberapa spora ketiga penyakit ini, maka dilakukan pengamatan gejala
dan bentuk spora masing – masing penyakit dengan menggunakan mikroskop
majemuk.
1. 2.Tujuan
Tujuan dalam praktikum ini adalah
1. Untuk mengetahui gejala serangan penyakit bulai, hawar daun jagung dan
antraknosa sansivera.
2. Untuk mengetahui bentuk spora jamur penyebab penyakit bulai, hawar daun
jagung dan antraknosa sansivera.
II. METODOLOGI PERCOBAAN
2.1. Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam praktikum ini antara lain meja preparat, gelas penutup
praparat, jarum dan mikroskop majemuk.
Sedangkan bahan yang digunakan antara lain air, daun jagung yang terserang
penyakit bulai, daun jagung yang terserang bercak daun dan tanaman hias
Sansevieria yang terserang antraknosa.
2.2. Prosedur Kerja
Langkah – langkah dalam praktikum ini adalah pertama disiapkan kaca praparat
dan dibersihkan dengan menggunakan tisu. Diambil spora jamur
Peronosclerospora maydis pada bagian bawah daun jagung kemudian diletakkan
di kaca preparat dilanjutkan dengan ditetesi air. Lalu kaca preparat ditutup dengan
gelas penutup dan diamati di bawah mikroskop majemuk. Lakukan langkah yang
sama dengan menggunakan spora Helminthosporium maydis pada daun jagung
dan Colletotrichum sansevieriae pada pelepah tanaman hias Sanseviera
III. HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN.
1. Penyakit bulai tanaman jagung (Peronosclerospora maydis)
Klasifikasi dan morfologi jamur
Klasifikasi dari patogen penyebab bulai adalah
Kingdom : Fungi
Filum : Oomycota
Kelas : Oomycetes
Ordo : Sclerosoprales
Famili : Sclerosporaceae
Genus : Peronosclerospora
Spesies : Peronosclerospora maydis
Konidia hialin yang berdinding tipis berukurab 24 – 46,6 x 12 – 20 mikron.
Konidiofor berukuran 132 – 261 mikron. Oogonia berwarna coklat kemerahan
dan berbetuk elips tidak beraturan. Pada umumnya konidiofor bercabang 3 atau 4.
Cabang terakhir membentuk stigma (Gambar 1). Konidium masih muda
berbentuk bulat, sedangkan yang sudah masak berbentuk jorong (Semangun,
1968).
Gambar 1. Spora Peronosclerospora maydis
Daun hidup patogen
Spora berkembang apabila kondisi kelembaban lingkungan mendukung yaitu pada
malam hari. Konidia akan menginfeksi tanaman dan melakukan penetrasi
langsung melalui kutikula. Ini terjadi pada malam hari dimana kelembaban sangat
tinggi. Kemudian konidia akan berkembang dan membentuk spora di permukaan
bawah daun sehingga muncul beledu tepung. Beledu tepung ini sangat banyak
ditemui pada pagi hari dimana hasil penetrasi spora jamur pada malam harinya.
Gejala dan tanda
Gejala yang ditimbulkan dapat berupa gejala lokal dan sistemik. Gejala lokal
hanya berupa garis – garis klorotik sedangkan gejala sistemik akan meluas ke
seluruh bagian tanaman. Tanaman yang terserang daunnya akan meruncing dan
kecil. Bila infeksi terjadi pada tanaman yang lebih tua makan tanaman dapat
tumbuh dan embentuk buah. Buah sering bertongkol panjang, dengan kelobot
tidak tertutup ujungnya dan hanya membentuk sedikit biji. Pada tanaman yang
masih muda daun daun yang baru terbuka mempunyai bercak klorosis kecil –
kecil kemudian berkembang menjadi jalur yang sejajar dengan tulang induk daun.
Pada sisi bawah daun akan ditemukan beledu putih yang nampak jelas pada pagi
hari (Semangun, 2000).
Pengendalian
Pengendalian dapat dilakukan dengan beberapa cara, antara lain :
a) Penanaman varietas tahan seperti Arjuno, Pioner 12 dan Abimanyu
b) Segera mencabut tanaman yang menunjukan gejala penyakit
c) Merawat benih dengan metalaksil untuk melindungi benih jagung dari
serangan penyakit (Tjahjadi, 2005).
2. Penyakit bercak daun jagung (Helminthosporium maydis)
Klasifikasi dan biologi
Klasifikasi dari patogen penyebab bercak daun jagung adalah
Kingdom : Plantae
Divisio : Amastigomyceta
Kelas : Deuteromycetes
Ordo : Hypales
Famili : Dematiaceae
Genus : Helminthosporium
Spesies : Helminthosporium turcicum
Jamur ini membentuk konidiofor yang keluar dari mulut daun dalam kelompok
memiliki bentuk lurus dan lentur, berwarna coklat. Panjangnya hingga 300 mikron
dan tebal 7 – 11 mikron. Terkadang konidium lurus atau agak melengkung, jorong
ataupun gada terbalik. Memiliki konidiofor tegak dan kuat, berwarna coklat.
Konidium seperti kumparan seperti gada panjang, agak bengkok serta memiliki
sekat banyak yang berwarna coklat. Konidium jamur ini berdinding tebal
(Gambar 2). Konidium mempunyai hilum menonjol dengan jelas (Semangun,
1991).
Gambar 2. Spora Helminthosporium sp.
Daur hidup patogen
Jamur Helminthosporium sp. mampu bertahan pada jagung yang masih hidup,
termasuk tanaman sorgum, pada sisa – sisa tanaman jagung sakit, serta pada biji
jagung. Konidium tersebar oleh angin dan tersebar banyak pada tengah hari.
Konidium berkecambah membentuk apresorium kemudian menginfeksi melalui
mulut kulit atau mengadakan penetrasi secara langsung. Lalu membentuk bercak
dan berkembang. Siklus hidup cendawan ini berlangsung 2 – 3 hari. Dalam 72
jam satu bercak mampu menghasilkan 100 – 300 konidia.
Gejala dan tanda
Gejala awal serangan akibat patogen Helminthosporium sp. yaitu adanya bercak –
bercak kecil, jorong, berwarna hijau tua atau hijau kelabu kebasahan. Kemudian,
bercak – bercak tadii berubah warna menjadi coklat kehijauan yang membesar dan
memiliki bentuk yang khas yaitu berupa kumparan atau perahu. Lebar bercak
dapat mencapai 5 cm dan panjangnya 15 cm. Konidianya banyak terbentuk pada
bagian sisi bercak pada suasana banyak embun dan menimbulkan beledu
berwarna hijau tua. Bercak – bercak kecil dapat menyatu dan menjadi bercak yang
besar sehingga mampu mematikan jaringan tanaman jagung (Semangun, 1991).
Pengendalian
Pengendalian penyakit ini dapat dilakukan dengan beberapa cara :
a. Kultur teknis , dengan menggunkan benih yang sehat dan tahan sepeti
Kalingga, Arjuna dan Hibrida C1. Selain itu, dapat dilakukan pemenaman sisa
panen untuk mengurangi sumber inokulum.
b. Secara biologis , dengan menggunakan mikroorgaisme antagonis seperti Secara
biologis , dengan menggunakan mikroorgaisme antagonis seperti
Trichosporum sp. dan Pseudomonas cepacia.
c. Secara kimia , dengan fungisida yang berbahan aktif carbendazin 6,2% dan
mankozeb 738%.
d. Pestisida nabati dari tanaman seperti daun jarak, sirih dan daun nimba.
3. Penyakit antraknosa pada tanaman hias Sansevieria (Colletotrichum
sansevieriae)
Klasifikasi dan biologi
Klasifikasi patogen penyebab antraknosa adalah
Kingdom : Plantae
Divisi : Mycota
Kelas : Deuteromycetes
Ordo : Melanconiales
Family : Melanconiaceae
Genus : Celletotrichum
Spesies : Colletotrichum sansevieriae
Konidium berbentuk silinder dengan ujung tumpul dan kadang agak jorong
dengan ujung yang membulat, berwarna hialin. Tidak memiliki sekat serta berinti
satu. Panjang dan lebarnya 9 – 24 mikron x 3 – 6 mikron. Konidia berbentuk
tunggal dan tidak bercabang (gambar 3).
Gambar 3.Spora Colletotrichum sansevieriae
Daur hidup patogen
Konidia bereproduksi dari sel pembelahan mitosis dan hasilnya identik dengan sel
induknya. Konidia bereproduksi dalam jumlah yang besar dan merupakan satu
bentukan dari jamur untuk mempertahankan diri. Spora tersebar melalui udara
yang lembab dan percikan air hujan. Pada mulanya konidia akan menginfeksi
tanaman dan berkecambah membentuk apresoria. Kemudian akan melakukan
penetrasi langsung menembus kutikula dan merusak dinding sel pada tanaman
lalu jamur akan berkembang kemudian menimbulkan gejala pada tanamam yang
mula – mula kloroplas akan rusak dan diikuti dengan rusaknya mitokondria
(Semangun, 2000).
Gejala dan tanda
Karakteristik dari antraknosa adalah adanya bercak daun yang berebntuk oval atau
tidak beraturan pada permukaan daun. Daun muda tampak lemas berwarna hitam
dan keriput, bagian ujungnya mati dan menggulung akhirnya gugur. Pada daun
tua tampak bercak coklat atau hitam kemudian menjadi lubang, mengeriput dan
sebagian ujungnya mati. Garis tengah bercak sekitar 1 – 2 mm dan bisa melebar si
permukaan daun. Kemudian pada kerusakan yang berat, tanaman akan mengering
dan keriput.
Pengendalian
Pengendlaian Colletotrichum sansevieria dapat dilakukan dengang :
a. Kultur teknis, dengan menaman bibit yang sehat.
b. Secara mekanik, membuang bagian tanaman yang terserang supaya tidak
menyebar di tanaman lain.
c. Secara kimia, dengan fungsida yang digunakan dengan dosis yang sesuai.
IV. KESIMPULAN
Kesimpulan dari praktikum yang telah dilakukan antara lain :
1. Gejala yang ditimbulkan penyakit bulai dapat berupa adaya bercak dengan
beledu tepung dipermukaan bawah dau, pada penyakit hawar daun terdapat
bercak – bercak yang menyempit, serta pada gejala antraknosa adanya bercak
coklat kehitaman.
2. Bentuk spora Peronosclerospora maydis bulat dengan konidiofor yang
bercabang, pada spora Helminthosporium sp. memiliki bentuk jorong dan
berdinding tebal, serta pada spora Colletotrichum sansevieriae memiliki bentuk
silinder yang berinti satu.
DAFTAR PUSTAKA
Semangun, H. 1968. Penelitian tentang penyakit bulai (Sclerospora maydis) pada jagung, khususnya mengenai cara bertahannya cendawan, Universitas Gajah Mada, Yogyakarta, 113 hlm.
Semangun, Hartono. 1991. Penyakit-Penyakit Tanaman Pangan di Indonesia. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.
Semangun, H. 2000. Penyakit-Penyakit Tanaman Perkebunan di Indonesia. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. 835p.
Tjahjadi, N. 2005. Hama dan Penyakit Tanaman. Kanisius. Yogyakarta.
L A M P I R A N