Patofisiologi Dan Tatalaksana Sindroma HELLP
-
Upload
nurul-ilmia -
Category
Documents
-
view
505 -
download
123
description
Transcript of Patofisiologi Dan Tatalaksana Sindroma HELLP
REFERAT
SINDROMA HELLP
DOKTER PEMBIMBING
dr. Citra Rencana Perangin Angin, Sp. An
DISUSUN OLEH
Maria Donata Keli (11-2015-058)
Nurul Ilmia (11-2015-080)
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA
JAKARTA
2015
Periode 23 November – 12 Desember 2015
Dokter Pembimbing
dr. Citra Rencana Perangin Angin, Sp. An
Pendahuluan
Sindroma HELLP yang merupakan singkatan dari haemolysis (H), elevatedliver enzymes (EL)
dan low platelet counts (LP).1 Sindroma HELLP merupakan suatu kondisi pada wanita hamil yang
perlu benar-benar diperhatikan dalam kaitannya dengan proses patologis pada sistim target maternal
dibalik tanda-tanda klasik preeklampsia dan eklampsia. terdiri dari:1,2
- Hemolisis (penghancuran sel darah merah)
- Peningkatan enzim hati (yang menunjukkan adanya kerusakan hati)
- Penurunan jumlah trombosit
Sindroma ini juga dihubungkan dengan keadaan penyakit yang berat atau akan berkembang
menjadi lebih berat serta dengan prognosa maternal dan luaran perinatal yang lebih jelek, walaupun
angka-angka kematian maternal dan perinatal yang dikemukakan masih sangat bervariasi mengingat
perbedaan kriteria diagnostik yang digunakan serta saat diagnosa ditegakkan.2
Sindroma ini selalu dianggap sebagai varian dari preeklampsia, tetapi sindroma ini juga dapat
berdiri sendiri. Sindroma ini dapat muncul pada preeklampsia ringan, namun hipertensi akan muncul
dan menjadi berat apabila kehamilannya tidak segera diakhiri.3 Karena sindroma HELLP
berhubungan dengan morbiditas dan mortalitas ibu dan janin maka diperlukan diagnosa yang tepat
dan penanganan yang cepat untuk sindroma ini.2,3
Etiologi dan Patofisiologi
Etiologi dan patogenesis dari sindroma HELLP ini selalu dihubungkan dengan preeklampsia,
walaupun etiologi dan patogenesis dari preeklampsia sampai saat ini juga belum dapat diketahui
dengan pasti.4,5
Sindrom HELLP menyebabkan terjadinya kerusakan endotelial mikrovaskuler dan aktivasi
platelet intravaskuler. Aktivasi platelet akan menyebabkan pelepasan tromboksan A dan serotonin,
dan menyebabkan terjadinya vasospasme, aglutinasi, agregasi platelet, serta kerusakan endotelial
lebih lanjut. Kaskade ini hanya bisa dihentikan dengan terminasi kehamilan. Sel-sel darah merah
yang mengalami hemolisis yang didefiniskan sebagai anemia hemolitik mikroangiopati. Sel darah
merah terfragmentasi saat melewati pembuluh darah kecil yang endotelnya rusak dengan timbunan
fibrin. Pada gambaran darah tepi terlihat gambaran spherocytes, schistocytes, triangular cell dan burr
cell. Adanya timbunan fibrin di sinusoid akan mengakibatkan hambatan aliran darah hepar, akibatnya
REFERAT SINROMA HELLP-FK UKRIDA 2
enzim hepar akan meningkat. Proses ini terutama terjadi di hati, dan dapat menyebabkan terjadinya
iskemia yang mengarah kepada nekrosis periportal dan pada kasus berat dapat terjadi perdarahan
intrahepati, hematom subskapular atau ruptur hati.2,4,6
Ada beberapa kondisi yang diduga sebagai penyebab terjadinya eklampsia dan pre eklampsia.
Salah satunya adalah adanya peningkatan sintesis bahan vasokonstriktor (angiotensin dan
tromboksan A2) dan sintesis bahan vasodilator yang menurun (prostasiklin), yang mengakibatkan
terjadinya kerusakan endotel yang luas. Manifestasinya adalah vasospasme arteriol, retensi Na dan
air, serta perubahan koagulasi.2,3 Penyebab lain eklampsia diduga terjadi akibat iskemia plasenta,
hubungan antara lipoprotein dengan densitas yang rendah dengan pencegahan keracunan, perubahan
sistem imun, dan perubahan genetik.2
Trombositopeni ditandai dengan peningkatan pemakaian dan atau destruksi trombosit.
Banyak yang menganggap sindrom HELLP sebagai suatu variasi dari disseminated intravascular
coagulopaty (DIC), karena nilai parameter koagulasi sepertu waktu prothrombin (PT), waktu parsial
thromboplastin (PTT), dan serum fibrinogen normal. Semua pasien sindrom HELLP mungkin
mempunyai kelainan dasar koagulopati yang biasanya tidak terdeteksi.
Gambar 1. Schistocytes dan Spherocytes dan Burr Cell7
REFERAT SINROMA HELLP-FK UKRIDA 3
Manifestasi Klinis
Pasien sindroma HELLP dapat mempunyai gejala dan tanda yang sangat bervariasi, dari yang
berniali dignostik sampai semua gejala dan tanda pada pasien preeklampsi-eklampsi yang tidak
menderita sindrom HELLP.1
Pasien biasanya muncul dengan keluhan nyeri epigastrium atau nyeri perut kanan atas (90%),
beberapa mengeluh mual dan muntah (50%), yang lain bergejala seperti infeksi virus. Sebagian besar
pasien (90%) mempunyai riwayat malaise selama beberapa hari sebelum tanda lain. Mual dan atau
muntah dan nyeri epigastrium diperkirakan akibat obstruksi aliran darah di sinusoid hati, yang
dihambat oleh deposit fibrin intravaskuler. Pasien sindrom HELLP biasanya menunjukkan peningkatan berat badan
yang bermakna dengan edema menyeluruh. Hal yang penting adalah bahwa hipertensi berat
(sistolik160 mmHg, diastolik 110 mmHg) tidak selalu ditemukan.2
Diagnosis
Kriteria diagnosis sindroma HELLP berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium antara lain
klasifikasi Mississippi dan Tennessee. Bila dikombinasikan kedua klasifikasi ini maka klas 1
termasuk kelompok sindroma HELLP komplit sedangkan klas 2 dan 3 merupakan sindroma HELLP
parsial. 2
Tabel 1. Kriteria Diagnosis Sindroma HELLP 2
Sistem Mississippi Sistem Tennessee
- Klas 1 Trombosit ≤ 50 K/mm3
- Klas 2 Trombosit > 50 - ≤100 K/mm3
- Klas 3 Trombosit >100 - ≤ 150 K/mm3
Sindrom Komplit:
Hemolisis (gambaran sel abnormal)
AST ≥ 70 IU/L
Platelet < 100 K/mm3
LDH ≥ 600 IU/L
- AST dan atau ALT ≥ 40IU/L
- Hemolisis (gambaran sel abnormal)
Sindroma Parsial:
Terdapat satu atau dua tanda diatas
- LDH ≥ 600 IU/L
REFERAT SINROMA HELLP-FK UKRIDA 4
Tatalaksana2,3,7
Pasien sindrom HELLP harus dirujuk ke pusat pelayanan kesehatan tersier pada penanganan
awal harus diterapi sama seperti pasien preeklamsi. Prioritas pertama adalah menilai dan
menstabilkan kondisi ibu, khususnya kelainan pembekuan darah.
Tabel 3. Penatalaksanaan sndrom HELLP pada umur kehamilan < 35 minggu (stabilisasi kondisi ibu)
1. Menilai dan menstabilkan kondisi ibu
a. Jika ada DIC, atasi koagulopati
b. Profilaksis anti kejang dengan MgSO4
c. Terapi hipertensi berat
d. Rujuk ke pusat kesehatan tersier
e. Computerised tomography (CT scan) atau Ultrasonografi (USG) abdomen bila diduga hematoma
subskapular hati
2. Evaluasi kesejahteraan janin
a. Non stress test/ test tanpa kontraksi (NST)
b. Profil biofisik
c. USG
3. Evaluasi kematangan paru janin jika umur kehamilan < 35 minggu
a. Jika matur, segera akhiri kehamilan
b. Jika immatur, beri kortikosteroid, lalu akhiri kehamilan
Pasien sindrom HELLP harus diterapi profilaksis MgSO4 untuk mencegah kejang, baik
dengan atau tanpa hipertensi. Bolus 4-6 g MgSO4 20% sebagai dosis awal, diikuti dengan infus 2
g/jam. Pemberian infus ini harus dititrasi sesuai produksi urin dan diobservasi terhadap tanda dan
gejala keracunan MgSO4. Jika terjadi keracunan, berikan 10-20 ml kalsium glukonat 10% iv.
Terapi anti hipertensi harus dimulai jika tekanan darah menetap >160/110 mmHg di samping
penggunaan MgSO4. Hal ini berguna menurunkan resikoperdarahan otak, solusio plasenta dan kejang
pada ibu. Tujuannya mempertahankan tekanan darah diastolik 90-100 mmHg. Anti hipertensi yang
sering digunakan adalah hydralazine iv dalam dosis kecil 2,5-5 mg (dosis awal 5 mg) tiap 15-20
menit sampai tekanan darah yang diinginkan tercapai. Labetakol dan nifedipin jugan digunakan dan
memberikan hasil baik. Karena efek potensiasi, harus hari-hati bila nifedipin dan MgSO4 diberikan
bersamaan. Diuretik dapat menganggu perfusi plasenta sehingga tdak dapat digunakan.
Langkah selanjutnya ialah mengevaluasi kesejahteraan bayi dengan menggunakan tes tanpa
tekanan, atau profilbiofisik, biometri USG untuk menilai pertumbuhanjanin terhambat. Terakhir,
REFERAT SINROMA HELLP-FK UKRIDA 5
harus diputuskan apakah perlu segera mengakhiri kehamilan. Amniosintesis dapat dilakukan pada
pasien tanpa resiko perdarahan. Beberapa penulis menganggap sindrom ini merupakan indikasi untuk
segera mengakhiri kehamilan dengan seksio sesarea., namun yang lain merekomendasikan
pendekatan lebih konservatif untuk memperpanjang kehamilan pada kasus janin immatur.
Perpanjangan kehamilan akan memperpendek masa perawatan bayi di NICU (Neonatal Intensive
Care Unit), menurunkan insiden nekrosis enterokolitis, sindromgangguan pernafasan. Beberapa
bentuk terapi sindrom HELLP yang diuraikan dalam literatur sebagian besar mirip dengan
penanganan preeklamsi berat.
Jika sindrom ini timbul pada saat atau lebih dari umur kehamilan 35 minggu. Atau jika ada
bukti bahwa paru janin sudah matur, atau janin dan ibu dalam kondisi berbahaya, maka tetapi
definitive ialah mengakhiri kehamilan. Jika tanpa bukti laboraturium adanya DIC dan paru janin
belum matur, dapat diberikan 2 dosis steroid untuk akselerasi pematangan paru janin, dan kehamilan
diakhiri 48 jam kemudian. Namun kondisi ibu dan janin harus dipantau secara kontinu selama
periode ini.
Deksametason 10mg/12 jam iv lebih baik dibandingkan dengan betametason 12 mg/24 jam
im, karena deksametason tidak hanya mempercepat pematangan paru janin tapi juga menstabilkan
sindrom HELLP. Pasien yang diterapi dengan deksametason mengalami penurunan aktifitas AST
yang lebih cepat, penurunan tekanan arteri rata-rata (MAP) dan peningkatan produksi urin yang
cepat, sehingga pengobatan anti hipertensi dan terapi cairan dapat dikurangi. Tanda vital dan
produksi urine harus dipantau tiap 6-8 jam. Terapi kortikosteroid dihentikan jika gejala nyeri kepala,
mual, muntah, dan nyeri epigastrium hilang dengan tekanan darah stabil <169/110 mmHg tanpa
terapi anti hipertensi akut serta produksi urine sudah stabil yaitu >40ml/jam.
Sindrom ini bukan indikasi seksio sesarea, kecuali jika ada hal-hal yang mengganggu
kesehatan ibu dan janin. Pasien tanpa kontraindikasi obstetric harus diizinkan partus pervaginam.
Sebaliknya. Pada semua pasien dengan umur > 32 minggu persalinan dapat dimulai dengan infus
oksitosin seperti induksi, sedangkan untuk pasien <32 minggu serviks harus memenuhi syarat untuk
induksi. Pada pasien dengan serviks belum matang dan umur kehamilan < 32 minggu. Seksio
sesarea elektif merupakan cara terbaik.
Analgesia ibu selama persalinan dapat menggunakan dosis kecil meperidin iv (25-50 mg)
intermiten. Anestesi local infiltrasi dapat digunakan untuk semua persalinan pervainaan. Anestesi
REFERAT SINROMA HELLP-FK UKRIDA 6
blok pudendal atau epidural merupakan kontraindikasi karena resiko pendarahan di area ini.
Anestesi umum merupakan metode terpilih pada seksio sesarea. Pasien dengan nyeri bahu, syok,
asites massif atau efusi pleura harus di USG atau CT scan hepar untuk evaluasi adanya hematom
subkapsular hati.
Rupture hematon subkapsular hari merupakan komplikasi yang mengancam jiwa. Yang
paling sering adalah rupture lobus kanan didahului oleh hematon parenkim. Kondisi ini biasanya
ditandai dengan nyeri epigastrium hebat yang berlangsung beberapa jam sebelum kolaps sirkulasi.
Pasien sering merasakan nyeri bahu, syok, atau asites yang massif, kesulitan bernafas atau efusi
pleura dan biasanya dengan janin yang sudah meninggal.
Rupture hematom subkapsuler hati yang berakibat syok, memerlukan pembedahan
emergensi dan melibatkan multidisplin. Resusitasi harus terdiri dari tranfusi darah massif, koreksi
koagulasi dengan plasma segar beku (FFP) dan trombosit serta laparatomi segera. Pilihan tindakan
pada laparatomi meliputi: packing & draining, ligase segmen yang mengalami perdarahan,
embolisasi arteri hepatica pada segmen hati yang terkena dan atau penjahitan omentum atau
penjahitan hati. Walaupun dengan pemanganan tepat, kematian ibu dan bayi lebih dari 50%
terutama karena eksaguinisasi dan pembekuan. Resiko berikutnya adalah sindrom gangguan
pernafasan, udem paru, dan gagal ginjal akut pasca operasi.
Pembedahan direkomendasikan untuk pendarahan hati tanpa rupture; namun pengalaman
akhir-akhir ini menunjukkan bahwa komplikasi ini dapat ditangani secara konservatif pada pasien
yang hemodinamikanya masih stabil. Penanganan harus meliputi : pemantauan ketat keadaan
hemodinamik dan koagulopati.
Diperlukan pemeriksaan serial USG atau CT scan terhadap hematoma subkapsuler,
penanganan segera bila terjadi rupture atau keadaan ibu memburuk. Yang terpenting dalam
penanganan konservatif adalah menghindari trauma luar biasa terhadap hati seperti: palpasi
abdomen, kejang atau muntah dan hati-hati dalam transportasi pasien. Peningkatan tekanan
intraabdominal yang tiba-tiba berpotensi menyebabkan rupture hematom subskapular. Pasien harus
ditangani di unit perawatan intensif (ICU) dengan pemantauan ketat terhadap semua parameter
hemodinamik dan cairan untuk mencegah udem paru dan atau kelainan respiratorik.
REFERAT SINROMA HELLP-FK UKRIDA 7
Transfusi trombosit diindikasikan baik sebelum maupun sesudah persalinan, jika hitung
trombosit <20.000/mm3. Namun tidak perlu diulang karena pemakainnya terjadi dengan cepat dan
efeknya sementara. Setelah persalinan, pasien harus diawasi ketat di ICU paling sedikit 48 jam.
Sebagian pasien akan membaik selama 48 jam post partum; beberapa, khususnya DIC, dapat
terlambat membaik atau bahkan memburuk. Pasien demikian memerlukan pemantauan lebih intensif
untuk beberapa hari.
ALGORITMA TATALAKSANA SINDROMA HELLP 5
REFERAT SINROMA HELLP-FK UKRIDA 8
Terminasi Pantau pasien di fasilitas pusat
perawatan tersier
Kondisi pasien membaik
Kondisi pasien memburuk
Transfer pasien kefasilitas pusat perawatan tersier yang mempunyai NICU
Konsul pasien untuk mendapatkan pertolongan jika kehamilan dilanjutkan 2 minggu/lebih untuk kematangan paru janin
Pantau pasien di fasilitas pusat
perawatan tersier
Terminasi
Kondisi pasien stabil
Kondisi pasien memburuk
Pemberian Kortikosteroid
Terminasi Penanganan konservatifObservasi respon klinik
Pemberian Kortikosteroid
Umur kehamilan> 34 minggu
Umur kehamilan 32 – 34 minggu
Umur kehamilan< 32 minggu
Daftar Pustaka
1. Cuningham FG, Mac Donald PC, Gant NF, etal. Hypertensive Disorders in Pregnancy.
William Obstetrics . Ed. 20th. Conecticut : Appleton & Lange 1997 : 693 – 744.
2. Jayakusuma A. Sindroma HELLP Parsial Pada Kehamilan Prematur. FK – UNUD. 2005. 25
– 43.
3. Padden MO. HELLP Syndrome : Recognation and Perinatal Management. Available at :
http ://www.findarticles.com.
4. Dekker GA, Walker JJ. Maternal Assesment in Pregnancy Induced Hypertensive Disorder :
Special Investigation and Their Pathophysiological Basis. In : Walker ©2003 Digitized by
USU digital library 38 JJ, Gant NF. Hypertension in pregnancy. London : Chapman&Hall.
1997 :107 – 62.
5. Lockwood CJ, Paidas MJ. Preeclampsia and Hypertensive Disorders. In : Cohen WR.
Complication in Pregnancy. Ed. 5th. Philadelphia : Lippicott Williams & Wilkins. 2000 : 207
– 26.
6. Walker J. Current Toughts on the Pathophysiology of Preeclampsia /Eclampsia. In : Studd J.
Progress in Obtetrics and Gynecology. London : Churchill Livingstone.1998 : 177 – 89.
7. Weinstein L. Syndrome of Hemolysis, Elevated Liver Enzymes and Low Trombosit counts :
A Severe Consequence of Hypertension in Pregnancy. AmJ Obstet Gynecol 1982 ; 142 : 159
– 67.
REFERAT SINROMA HELLP-FK UKRIDA 9