patofis+dapus skenario 3

7
FISIOLOGI MENELAN DAN BERSUARA A. Menelan Menelan dilakukan setelah mengunyah, dan dapat dilukiskan dalam tiga tahap. Gerakan membentuk makanan menjadi sebuah lobus dengan bantuan lidah dan pipi, dan melalui bagian belakang mulut masuk ke dalam faring. Setelah makanan masuk faring, palatum lunak naik untutuk menutup nars posterior, glottis menutup oleh kontraksi otot-ototnya, dan otot kontriktor faring menangkap makanan dan mendorongnya masuk oesofagus, pada saat ini pernafasan berhenti, kalau tidak maka akan tersedak. Orang tak dapat menelan dan bernafas pada saat yang sama. Gerakan pada bagian ini merupakan gerakan refleks. Setelah cairan diambil ke dalam mulut dari cangkir atau dengan sedotan, bolus cair diadakan di bagian anterior dari lantai mulut atau pada permukaan lidah pada langit-langit keras yang dikelilingi oleh atas lengkungan gigi (gigi atas). Rongga mulut disegel posterior oleh langit-langit lunak dan lidah kontak untuk mencegah bolus cair yang bocor ke orofaring sebelum menelan. Selama minum cairan, rongga mulut posterior disegel oleh kontak lidah-langit-langit selama tahap persiapan lisan ketika bolus diadakan di rongga mulut. Sebaliknya, selama pemrosesan makanan, lidah dan langit-langit lunak bergerak siklis dalam hubungannya dengan gerakan rahang, permitting

description

ske 3

Transcript of patofis+dapus skenario 3

FISIOLOGI MENELAN DAN BERSUARA

A. Menelan

Menelan dilakukan setelah mengunyah, dan dapat dilukiskan dalam tiga tahap. Gerakan membentuk makanan menjadi sebuah lobus dengan bantuan lidah dan pipi, dan melalui bagian belakang mulut masuk ke dalam faring. Setelah makanan masuk faring, palatum lunak naik untutuk menutup nars posterior, glottis menutup oleh kontraksi otot-ototnya, dan otot kontriktor faring menangkap makanan dan mendorongnya masuk oesofagus, pada saat ini pernafasan berhenti, kalau tidak maka akan tersedak. Orang tak dapat menelan dan bernafas pada saat yang sama. Gerakan pada bagian ini merupakan gerakan refleks.

Setelah cairan diambil ke dalam mulut dari cangkir atau dengan sedotan, bolus cair diadakan di bagian anterior dari lantai mulut atau pada permukaan lidah pada langit-langit keras yang dikelilingi oleh atas lengkungan gigi (gigi atas). Rongga mulut disegel posterior oleh langit-langit lunak dan lidah kontak untuk mencegah bolus cair yang bocor ke orofaring sebelum menelan. Selama minum cairan, rongga mulut posterior disegel oleh kontak lidah-langit-langit selama tahap persiapan lisan ketika bolus diadakan di rongga mulut. Sebaliknya, selama pemrosesan makanan, lidah dan langit-langit lunak bergerak siklis dalam hubungannya dengan gerakan rahang, permitting komunikasi yang terbuka antara rongga mulut dan pharynx. Sebab itu, ada tidak ada penyegelan rongga mulut posterior selama makan. Gerakan rahang dan lidah pompa udara ke dalam rongga hidung melalui faring, memberikan aroma makanan untuk chemoreceptors di hidung.B. Bersuara

Fungsi laring antara lain adalah untuk bersuara dan bernapas. Pada stadium respirasi kedua dorda vokalis ditarik ke lateral oleh muskulus golongan abductor sehingga rima glottis membuka, sedangkan pada stadium fonasi, korda vokalis degerakan ke medial oleh muskulus golongan aduktor sehingga rima glottis menutup. Suara terbentuk karena tiupan udara dari paru yang mengetarkan dorda vokalis. Korda vokalis akan membuka dan menutup secara sekali sehingga timbul gataran suara. Selain itu, ada neurochronaxi yang mengatakan perlu ada rangsangan saraf rekurens ke otot intrinsic laring supaya bergetar. Agar dapat mengerluarkan suara bernada tinggi, korda vokalis harus dapt ditipiskan detegangkan, dan dipanjangkan. Dan dipendekan. Kemampuan manusia untuk bersuara sempurna ini karena adanya kelima pasang otot aduktor. Setelah suara terbentuk di laring, maka suara akan diubah menjadi huruf-huruf untuk bicara oleh mulut gigi, bibir, palatum, lidah, dengan demikian laring hanya sebagai sumber suaura yang oleh mulut dan lain lain akan diubah menjadi kata kata pembicara. 1. PATOFISIOLOGI DARI MANIFESTASI KLINIS YANG DIDERITA PASIENKeluhan badan panas merupakan salah satu tanda adanya peradangan (inflamasi). Demam disebabkan oleh adanya pirogen yang dihasilkan oleh kuman (eksogen) atau akibat sekresi fagositik (endogen). Pirogen akan menyebabkan sekresi prostaglandin di dalam hipotalamus sebagi pengatur suhu untuk menaikkan termostat sehingga akan terjadi pengeluaran panas yang berlebihan. Suhu yang lebih tinggi meningkatkan proses fagositosis dan kecepatan aktivitas peradangan yang bergantung pada enzim (Sherwood, 2001).

Secara umum, mekanisme urutan inflamasi ialah :

1. Rubor (kemerahan) terjadi karena banyak darah mengalir ke dalam mikrosomal lokal pada tempat peradangan.

2. Kalor (panas) dikarenakan lebih banyak darah yang disalurkan pada tempat peradangan dari pada yang disalurkan ke daerah normal.

3. Dolor (Nyeri) dikarenakan pembengkakan jaringan mengakibatkan peningkatan tekanan lokal dan juga karena ada pengeluaran zat histamin dan zat kimia bioaktif lainnya.

4. Tumor (pembengkakan) pengeluaran ciran-cairan ke jaringan interstisial.

5. Functio laesa (perubahan fungsi) adalah terganggunya fungsi organ tubuh

Nyeri menelan (odinofagi) dapat terjadi pada ketidaknormalan setiap organ dalam proses menelan dan oleh karena kelainan/peradangan di daerah nasofaring, orofaring, dan laringofaring. Odinofagi pada pasien kemungkinan disebabkan oleh peradangan akibat invasi kuman pada mukosa faring. Pembesaran kelenjar leher pada penderita disebabkan oleh penjalaran infeksi secara limfogen ke nodi lymphoidei regional yang terdekat. Di regio kepala leher terdapat beberapa nodi lymphidei yang kemungkinan terbesar menyebabkan benjolan pada leher penderita yaitu nodi lymphoidei cervicales profundi, nodi lymphoidei cervicales superioris dan nodi lymphoidei submandibularis. Mengorok merupakan mekanisme fisiologis yang ditimbbulkan oleh aliran turbuler dari udara ekspirasi yang melewati kanal sempit. Kanal sempit tersebut bisa terbentuk karena adanya pembesaran organ regio faring atau jatuhnya lingua ke arah dorsal saat posisi tubuh tidur terlentang sehingga menutupi area orofaring.

Pada pemeriksaan laryng didapatkan plica vocalis oedema dan hiperemis. Hal ini menunjukkan adanya peradangan di laryng yang kemungkinan akibar perluasan (infeksi sekunder) dari faring. Plica oedema menyebabkan penderita mengalami suara serak. Plica vocalis pada anak sering/mudah terkena infeksi disebabkan oleh celah rima glottidis lebih sempit, banyak vascularisasi dan aliran limfe, dan mukosa lebih regang.

Adenoid tampak menonjol merupakan akibat dari hipertrofi adenoid yang kemudian menutup OPTAE, selain itu inflamasi akibat penjalaran infeksi yang ditandai oleh hiperemi adenoid. Mukosa faring hiperemis merupakan tanda terjadinya penjalaran infeksi dan inflamasi yang meluas ke daerah pharynx. Adanya detritus merupakan penanda dari sisa-sisa infeksi.

Hasil pemeriksaan ASTO didapatkan hasil positif. Pemeriksaan anti-streptolisin titer O (ASTO) merupakan pemeriksaan untuk menentukan adanya antibodi dari streptolisin O yang dihasilkan oleh strain Streptococcus. Streptolisin O kebanyakan dihasilkan oleh Streptococcus beta hemiliticus grup A dan beberapa oleh grup B dan G. Pemeriksaan ASTO dapat menentukan infeksi akut karena dapat diditeksi 4-8 minggu setelah infeksi. streptococcus beta-hemoliticus menghasilkan eksotoksin yaitu streptolisi yang terdiri atas dua macam (streptolisin S dan O). Streptolisin S bersifat non-antigenik sedangkan streptolisin O bersifat antigenik.

DAFTAR PUSTAKAAbbas, Abul K., Lichtman, Andrew H., Pillai,S. Celluler and Molecular Immunology. China: Saunders Elsevier. 2010.

Adams, George L. 1997. Penyakit-Penyakit Nasofaring dan Orofaring dalam Adams, George L. Boies, Lawrence R. Higler, Peter A. Boies: Buku Ajar Penyakit THT Edisi 6. Jakarta: EGC.

Baratawidjaya, Karnen G., Rengganis,. Imunologi Dasar. Edisi 9. Jakarta: Balai Penerbit FK UI. 2010.Hermani, Bambang. Abdurrachman, Hartono. Cahyono, Arie. 2007. Kelainan Laring dalam Soepardi, Efiaty A. Iskandar, Nurbaity. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala & Leher Edisi Keenam. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Kumar, V., Cotran, Ramzi S., Robbins, Stanley I., Buku Ajar Patologi. Edisi 7. Vol 1. Jakarta: EGC. 2007.

Mansjoer, A.,dkk. Kapita Selekta Kedokteran edisi 3 Vol. 1. Jakarta : Media Aesculapius.2001.

Murphy, K., Travers, P.,Walport, M. Janeways Immunobiology. Edisi 7th. America: T&F Informa. 2008.http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2597750/?tool=pmcentrezhttp://books.google.co.id/books?id=xdRd2-FuYWAC&pg=PA23&lpg=PA23&dq=fisiologi+bersuara&source=bl&ots=iySM67QNcb&sig=_0PcHFI3d_VxVVWnGM92ipaqMqg&hl=id&sa=X&ei=LrVeUIbRApHorQfo4YHIDw&ved=0CCsQ6AEwAA#v=onepage&q=fisiologi%20bersuara&f=falsehttp://books.google.co.id/books?id=xdRd2-FuYWAC&printsec=frontcover&hl=id#v=onepage&q&f=false

1