Pasca Ratifikasi Pekerja Migran Dan Anggota Keluarganya

4
KONVENSI INTERNASIONAL TENTANG PERLINDUNGAN HAK-HAK SELURUH PEKERJA MIGRAN DAN ANGGOTA KELUARGANYA Pada tanggal 12 April 2012 Indonesia telah meratifikasi Konvensi PBB Tahun 1990 tentang Perlindungan Hak-Hak Seluruh Pekerja Migran dan Anggota Keluarganya,(selanjutnya disebut Konvensi Pekerja Migran). Konvensi ini pertama kali dideklarasikan di New York pada tanggal 18 Desember 1990 dan diberlakukan sebagai hukum internasional pada tanggal 1 Juli 2003. Indonesia telah menandatangani Konvensi ini pada tanggal 22 September 2004. Negara yang telah meratifikasi Konvensi ini baru 35 negara dan di wilayah ASEAN baru Philipina dan Indonesia. Indonesia sebagai salah satu negara pengirim tenaga kerja terbesar ke luar negeri sudah selayaknya meratifikasi Konvensi ini, meskipun negara- negara tujuan penempatan pekerja migran Indonesia belum ada yang meratifikasi, misalnya Malaysia dan Arab Saudi. Ratifikasi Konvensi ini sangat penting karena dapat menunjukkan pada dunia internasioal tentang komitmen suatu negara dalam melakukan perlindungan bagi pekerjanya yang bekerja di luar negeri. Di sisi lain, dengan meratifikasi Konvensi berarti Pemerintah berkewajiban untuk memberikan peluang dan kesempatan yang sama bagi tenaga kerja asing/pekerja migran dan anggota keluarganya yang bekerja di Indonesia termasuk apabila mereka terkena PHK dan berkewajiban untuk memberikan tunjangan pengangguran. Konvensi ini juga mengatur permasalahan minimnya standar perlindungan hak-hak sipil, ekonomi, sosial dan budaya pekerja migran dan anggota keluarganya. Oleh karena itu Konvensi ini sebagai langkah 1

description

ratifikasi

Transcript of Pasca Ratifikasi Pekerja Migran Dan Anggota Keluarganya

Page 1: Pasca Ratifikasi Pekerja Migran Dan Anggota Keluarganya

KONVENSI INTERNASIONAL TENTANG PERLINDUNGAN HAK-HAK SELURUH PEKERJA MIGRAN DAN ANGGOTA KELUARGANYA

Pada tanggal 12 April 2012 Indonesia telah meratifikasi Konvensi PBB Tahun 1990

tentang Perlindungan Hak-Hak Seluruh Pekerja Migran dan Anggota Keluarganya,

(selanjutnya disebut Konvensi Pekerja Migran). Konvensi ini pertama kali dideklarasikan

di New York pada tanggal 18 Desember 1990 dan diberlakukan sebagai hukum

internasional pada tanggal 1 Juli 2003. Indonesia telah menandatangani Konvensi ini

pada tanggal 22 September 2004. Negara yang telah meratifikasi Konvensi ini baru 35

negara dan di wilayah ASEAN baru Philipina dan Indonesia. Indonesia sebagai salah

satu negara pengirim tenaga kerja terbesar ke luar negeri sudah selayaknya meratifikasi

Konvensi ini, meskipun negara-negara tujuan penempatan pekerja migran Indonesia

belum ada yang meratifikasi, misalnya Malaysia dan Arab Saudi. Ratifikasi Konvensi ini

sangat penting karena dapat menunjukkan pada dunia internasioal tentang komitmen

suatu negara dalam melakukan perlindungan bagi pekerjanya yang bekerja di luar

negeri.

Di sisi lain, dengan meratifikasi Konvensi berarti Pemerintah berkewajiban untuk

memberikan peluang dan kesempatan yang sama bagi tenaga kerja asing/pekerja

migran dan anggota keluarganya yang bekerja di Indonesia termasuk apabila mereka

terkena PHK dan berkewajiban untuk memberikan tunjangan pengangguran. Konvensi

ini juga mengatur permasalahan minimnya standar perlindungan hak-hak sipil, ekonomi,

sosial dan budaya pekerja migran dan anggota keluarganya. Oleh karena itu Konvensi

ini sebagai langkah awal besar guna perbaikan menyeluruh tentang penyelenggaraan

perlindungan pekerja migran.

Konvensi ini mengatur beberapa hal penting, seperti:

1. Mengatur mengenai standar minimum perlindungan hak-hak sipil, politik, ekonomi,

sosial dan budaya seluruh pekerja migran dan anggota keluarganya. Konvensi ini

mendorong negara agar menyelaraskan perundang-undangannya dengan standar

universal yang termaktub dalam Konvensi.

1

Page 2: Pasca Ratifikasi Pekerja Migran Dan Anggota Keluarganya

2. Mengakui adanya kontribusi yang disumbangkan oleh pekerja migran terhadap

ekonomi dan masyarakat negara tempat mereka bekerja serta pembangunan negara

asal mereka.

3. Mencantumkan serangkaian standar untuk perlindungan pekerja migran dan

kewajiban negara yang terkait, meliputi negara asal, transit dan negara tempat

bekerja.

4. Mencegah dan menghapuskan eksploitasi seluruh pekerja migran dan anggota

keluarganya di seluruh proses migrasi, termasuk mencegah terjadinya perdagangan

manusia.

5. Konvensi ini tidak hanya melindungi para pekerja migran, tapi juga melindungi

kepentingan negara penerima pekerja migran terkait dengan pembatasan akses

kategori pekerjaan guna melindungi warga negaranya.

Dengan telah diratifikasinya Konvensi Pekerja Migran, maka Pemerintah harus segera

mengambil langkah-langkah harmonisasi peraturan perundang-undangan terkait

penyelenggaraan perlindungan bagi pekerja migran. Oleh karena itu, Konvensi ini harus

dijadikan dasar acuan melakukan revisi Undang-undang Nomor 39 Tahun 2004 tentang

Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia yang Bekerja di Luar Negeri.

Melalui Konvensi ini, Indonesia dapat memainkan diplomasinya dan meningkatkan posisi

tawar untuk mendorong negara-negara penerima agar lebih menghormati aturan

Konvensi. Untuk harmonisasi peraturan perundang-undangan terkait dengan

penyelenggaraan perlindungan pekerja migran, Pemerintah selain perlu melakukan revisi

Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga

Kerja yang Bekerja di Luar Negeri, juga perlu mengevaluasi 13 MOU yang selama ini

sudah ditandatangani dengan negara penerima, terutama yang belum selaras dan masih

banyak kelemahan-kelemahan dalam hal perlindungan HAM bagi pekerja migran.

Dalam memberikan pelayanan kepada pekerja migran Pemerintah harus mengacu

Konvensi ini, sehingga tidak ada lagi kasus-kasus seperti penelantaran atau pemalsuan

dokumen untuk pekerja migran. Jika selama ini pengaturan dan hukuman kepada

2

Page 3: Pasca Ratifikasi Pekerja Migran Dan Anggota Keluarganya

pekerja migran bermasalah masih lemah, nantinya melalui Konvensi ini harus dijadikan

momen penegakkan hukum bagi pelaku pelanggaran Pekerja Migran.

Ratifikasi ini tidak menimbulkan kerugian bagi Indonesia. Sebaliknya, ratifikasi ini dapat

dijadikan modal untuk menggalang kekuatan internasional untuk menjalankan

perlindungan pekerja migran Indonesia di luar negeri. Dan, seperti kita ketahui bahwa

sebagian besar pekerja migran kita adalah perempuan, dan sebagian besar yang

bermasalah adalah juga perempuan. Untuk itu, Kementerian Pemberdayaan

Perempuan dan Perlindungan Anak peduli!

3