Partisipasi Politk (Kel 4)
-
Upload
puti-fatimah -
Category
Documents
-
view
8 -
download
1
description
Transcript of Partisipasi Politk (Kel 4)
PENDAHULUAN
1 Latar Belakang
Berbicara dan membahas mengenai politik bagi sebagian orang orang atau kalangan bukan hal
yang asing terutama yang memang secara langsung mempelajari atau bahkan terjun langsung di
dalamnya. Politik hadir dalam interaksi masyarakat untuk menentukan siapa yang memegang
hak untuk mengatur atau otoritas menentukan kegiatan bersama. Di dalam politik terdapat
beberapa macam kegiatan sperti sosialisasi poltik, partisipasi politik, rekrutmen politik,
komunikasi politik dan mobilisasi politik. Semua kegiatan tersebut dilaksanakan untuk
mendukung berjalan baiknya kegiatan tersebut.
Namun dalam makalah ini kami akan membahas mengenai partisipasi politik, membahas baik
jenis-jenis partisipasi menurut system pemerintahan Negara dan juga jenis-jenis kelompok atau
lembaga yang membantu pastisipasi politik masyarakat.
Setelah membaca makalah ini, diharakan kita semua menyadari pentingnya pastisipasi politik
demi kelangsungan suatu Negara. Karena partisipasi politik merupakan suatu hal yang pokok
dalam kehidupan demokrasi dan politik suatu negara. Partisipasi politik sendiri dapat diartikan
sebagai suatu andil, keikutsertaan dan pengaruh warga negara terhadap seluk beluk kehidupan
politik dan negaranya. Pada dasarnya, partisipasi politik erat kaitanya dengan kesadaran warga
negara dalam kehidupan bernegara, dimana dalam kehidupan bernegara tak lain adalah mengenai
kehidupan sosial masyarakat yang selalau terkait dengan kepentingan bersama.
Sifat dan Definisi Partisipasi Politik
Sebagai definisi umum dapat dikatakan bahwa partisipasi politik adalah kegiatan seseorang atau
sekelompok orang untuk ikut serta secara aktif dalam kehidupan politik, antara lain dengan jalan
memilih pimpinan negara secara langsung atau tidak langsung, serta memengaruhi kebijakan
pemerintah (public policy). Kegiatan ini mencakup tindakan seperti memberikan suara dalam
pemilihan umum, menghadiri rapat umum, mengadakan hubungan (contacting) atau lobbying
dengan pejabat pemerintah atau anggota parlemen, menjadi anggota partai atau salah satu
gerakan sosial dengan direct actionnya, dan sebagainya.
Hebert McClosky berpendapat bahwa partisipasi politik adalah kegiatan-kegiatan sukarela dari
warga masyarakat dengan mengambil bagian dalam proses pemilihan penguasa, dan secara
langsung atau tidak langsung, dalam proses pembentukan kebijakan umum.
Di negara-negara demokrasi konsep partisipasi politik bertolak dari paham bahwa kedaulatan ada
ditangan rakyat, yang dilaksanakan melalui kegiatan bersama untuk menetapkan tujuan-tujuan
serta masa depan masyarakat itu dan untuk menentukan orang-orang yang akan memegang
tampuk pimpinan. Jadi, partisipasi politik merupakan pengejawantahan dari penyelenggaraan
kekuasaan politik yang absah oleh rakyat.
Selain itu, para sarjana yang mengamati masyarakat demokrasi barat juga cenderung
berpendapat bahwa yang dinamakan pertisipasi politik hanya sebatas pada kegiatan sukarela
saja, yaitu kegiatan yang dilakukan tanpa paksaan atau tekanan dari siapa pun. Ada pula
pendapat bahwa partisipasi politik hanya mencakup kegiatan positif. Akan tetapi Huntington dan
Nelson menganggap bahwa kegiatan yang ada unsur destruktifnya seperti demonstrasi, terror,
pembunuhan politik, dan lain-lain, merupakan suatu bentuk partisipasi.
PARTISIPASI POLITIK DI NEGARA DEMOKRASI
Partisipasi di negara demokrasi cenderung lebih besar di negara-negara yang belum menerapkan
sistem demokrasi karena masyarakat memiliki kebebasan dalam berpendapat. Berikut ini ada dua
pola partisipasi yang digambarkan sebagai piramida. Menurut Milbrath dan Goel masyarakat di
Amerika dibagi dalam tiga kategori: a. Pemain (Gladiators), b. Penonton (Spectators), dan c.
Apatis (Apathetics).
PEMAIN (GLADIATORS)
5-7% populasi adalah gladiators, yaitu orang yang aktif di dunia politik.
PENONTON (SPECTATORS)
60% populasi adalah aktif namun dalam hal menggunakan hak suaranya saja untuk memilih.
APATIS (APATHETICS)
33% populasi termasuk apatis, yaitu orang yang tidak
aktif sama sekali dalam kegiatan politik.
Berikutnya ada piramida partisipasi politik yang
disampaikan oleh Dafid F Roth dan Frank L. Wilson,
mereka membagi masyarakat dalam empat bagian
yaitu: a. Aktivis (Activists), b. Partisipan (Participants),
c. Penonton (Onlookers), dan d. Apolitis (Apoliticals).
AKTIVIS (AKTIVISTS)
The Deviant (termasuk pembunuh, pembajak, teroris dalam maksud politik); Pejabat publik atau
calon pejabat publik; Fungsionaris parpol atau pimpinan
kelompok kepentingan.
PARTISIPAN (PARTICIPANTS)
Anggota partai aktif; Orang yang bekerja untuk kampanye;
Partisipan aktif dalam kelompok; Orang yang terlibat dalam
komunitas/proyek.
PENONTON (ONLOOKERS)
Anggota kelompok kepentingan; Pemilih; Orang yang
terlibat dalam diskusi politik; Pengamat dalam
pembangunan politik.
APOLITIS (APOLITICALS)
Pemain (Gladiators)
Penonton (Spectators)
Apatis (Apathetic)
Aktivis (Activists)
Partisipan (participants)
Penonton (Onlookers)
Apolitis (Apolitica ls)
Orang-orang yang tidak berminat sama sekali tentang politik; Tidak bersifat politis.
Namun ada penelitian lain mengenai warga Amerika tentang partisipasi politiknya oleh Verba
dan Nie, mereka membagi masyarakat dalam enam bagian:
a. 20% masyarakat amerika sama sekali tidak aktif dalam kehidupan politik, bahkan
memberikan suara dalam pemilu pun tidak. Kelompok ini terdiri dari tingkat sosial dan
ekonomi yang rendah, perempuan, kulit hitam, lansia dan anak muda.
b. 21% disebut juga ‘spesialis pemilih’ (voting spesialists) yang hanya aktif memberikan
suara namun tidak ikut serta dalam kegiatan politik. Kelompok ini terdiri dari golongan
sosial ekonomi yang rendah, orang kota, dan lansia.
c. 4% disebut partisipan parokial (parochial participants) yang hanya aktif mengontak
pejabat apabila menemui persoalan tertentu. Kebanyakan masyarakat ini adalah yang
ekonominya rendah dan beragama katolik di kota besar.
d. 20% disebut komunalis (communalists) yang mengontak pejabat partai dan pemerintahan
mengenai banyak isu, dan mereka bekerja sama menangani isu-isu tersebut. Kebanyakan
dari mereka menggunakan hak pilihnya namun tidak berpartisipasi dalam kampanye.
Mereka tergolong ekonomi kelas atas yang beragama protestan dan masyarakat di
pedesaan serta kota kecil, tetapi tidak di kota besar.
e. 15% disebut aktivis kampanye (campaigners) yang selalu memberikan suara dalam
pemilu dan aktif dalam kampanye pemilihan. Biasanya orang-orang seperti ini berasal
dari golongan atas dan berasal dari kota besar. Banyak orang kulit hitam dan katolik yang
masuk di dalamnya.
f. 11% disebut aktivis penuh (complete activists). Kelompok ini merupakan aktivis yang
aktif dalam seluruh kegiatan politik baik berkampanye, ketua parpol dan sebagainya.
Kebanyakan dari mereka berasal dari golongan sosial ekonomi atas, orang tua dan
golongan muda yang terwakili.
Bentuk partisipasi yang paling mudah diukur intensitasnya adalah perilaku warga negara dalam
pemilihan umum, antara lain melalui perhitungan persentase orang yang menggunakan hak
pilihnya (yang biasa disebut voter turnout) dibanding dengan jumlah seluruh warga negara yang
sudah memilih hak dalam memilih. Berikut tabel voter turnout di beberapa negara.
NO. NEGARA VOTER TURNOUT (%) TAHUN PEMILU
1. Australia 94,69 2004
2. Singapura 94 2006
3. Indonesia (masa orba) 95 1992
4. Jerman 90 1992
5. Indonesia (masa reformasi) 84 2004
6. Norwegia 76,6 2005
7. Prancis 64,6 dan 60,7 2002
8. Thailand 70 2001
9. Malaysia 69,5 1999
10. Inggris 61,3 2005
11. Federasi Rusia 60,5 1999
12. Korea Selatan 60 2004
13. India <60 2004
14. Amerika Serikat 55,3 2004
15. Polandia 53,4 1990
Sumber: http://www.ipu.org/parline-e/reports/
Dan berikut ini adalah karakteristik sosial para pemilih di Amerika Serikat yang menjawab
apakah ada faktor (sosial ekonomi contohnya) yang memengaruhi sikap pemilih. Sebetulnya
sudah banyak kajian komparatif pada masa 1970-an hingga 1980-an. Dan tabel ini adalah salah
satu hasil dari studi tersebut.
KATEGORI PARTISIPASI LEBIH TINGGI PARTISIPASI LEBIH
RENDAH
Pendapatan Pendapatan tinggi Pendapatan rendah
Pendidikan Pendidikan tinggi Pendidikan rendah
Pekerjaan Orang bisnis; karyawan kantor;
pegawai pemerintah; petani yang
berdagang; buruh tambang
Buruh kasar; PRT; karyawan
dinas pelayanan; petani kecil
Ras Kulit putih Kulit hitam
Jenis Kelamin Pria Wanita
Umur Setengah baya (35-55 tahun); tua
(55 tahun ke atas)
Di bawah 35 tahun
Status Menikah Bujangan/belum menikah
Organisasi Anggota organisasi Orang yang hidup menyendiri
(tidak terikat)
Sumber: Seymour Martin Lipset, Political Man: the Social Bases of Politics, 1960
Partisipasi Politik di Negara Otoriter
Di negara otoriter seperti komunis di masa lampau, partisipasi politik yang besar adalah hal yang
sewajarnya, karena secara formal, kekuasaan ada di tangan rakyat. Namun tujuan utama dari
partisipasi massa ini ialah agar masyarakat yang terbelakang menjadi modern, produktif, kuat,
dan berideologi kuat. Dan itu membutuhkan disiplin dan pengarahan ketat dari monopoli partai
politik.
Presentase partai politik menjadi tinggi di sini sebab rezim yang ada benar-benar ingin
menunjukan ke absahannya. Uni Soviet adalah salah satu negara yang berhasil mencapai
persentase voter turnout (persentase orang yang menggunakan hak pilihnya) yang sangat tinggi,
yaitu selalu mencapai 99%. Namun, bertolak belakang dengan negara demokrasi. hanya ada satu
calon dari setiap kursi untuk di perebutkan. Dan para calon tersebut harus melewati proses
penyaringan yang di selnggarakan oleh partai komunis.
Partisipasi politik juga dapat dilakukan dengan memasuki organisasi-organisasi yang berada
dalam kontrol partai. Pemerintah juga menghadapi dilema tentang bagaimana memperluas
partisipasi tanpa mengendorkan kontrol. Sebab akan ada bahaya timbulnya konflik yang merusak
Partisipasi Politik di Negara Berkembang
Kebanyakan negara berkembang ingin cepat-cepat melaksanakan pembangunan untuk mengejar
keterbelakangannya karena dianggap bahwa berhasil atau tidaknya pembangunan banyak
bergantung pada partisipasi rakyat.
Di beberapa negara berkembang, partisipasi yang bersifat otonom (lahir dari diri mereka sendiri)
masih terbatas. Hal ini menyebabkan pemerintah menghadapai masalah bagaimana untuk
meningkatkan partispasi itu, sebab jika partisipasi mengalami jalan buntu, dapat terjadi dua hal,
yaitu menimbulkan ”anomi” atau justru ”revolusi”. Masalah lain adalah di beberapa negara
berkembang yang proses pembangunannya agak lancar. Di sana perluasan urbanisasi serta
jaringan pendidikan dan meningkatnya komunikasi menggerakkan banyak kelompok untuk aktif
dalam proses politik sehingga terjadi peningkatan tuntutan terhadap pemerintah yang sangat
mencolok. Kesenjangan antara tujuan sosial dan cara-cara mencapai tujuan itu dapat
menimbulkan perilaku ekstrem seperti teror dan pembunuhan.
Jalan yang paling baik untuk mengatasi krisis partisipasi adalah peningkatan inkremental dan
bertahap seperti yang dilakukan Inggris pada abad ke-19. cara demikian akan memberikan
kesempatan dan waktu kepada institusi maupun kepada rakyat untuk menyesuaikan diri.
Di negara-negara berkembang, setiap usaha pembangunan akan selalu dibarengi dengan gejala-
gejala sosial. Kalaupun stabilitas berhasil dicapai, sifatnya mungkin akan tetap kurang stabil bila
dibandingkan dengan negara-negara yang sudah kuat dan mantap kehidupan politiknya.
Partisipasi Politik Melalui New Social Movements (NSM) dan Kelompok-Kelelompok
Kepentingan
(tugasnya rangga, belom masuk )
Beberapa Jenis Kelompok
Gabriel A. Almond dan Bongham G. Powell dalam buku Comparative Politics Today: A world
View (1992) yang diedit bersama, membagi kelompok kepentingan dalam empat kategori, yaitu:
Kelompok Anomi
Kelompok-kelompok ini tidak memiliki organisasi, tetapi individu-individu yang terlibat
merasa mempunyai perasaan frustasi dan ketidakpuasan yang sama. Sekalipun tidak
terorganisir dengan rapih, dapat saja kelompok-kelompok ini secara spontan mengadakan
aksi masal jika tiba-tiba muncul frustasi dan kekecewaan mengenai suatu masalah.
Ketidakpuasan ini diungkapkan melalui demonstrasi dan pemogokan yang tak terkontrol,
yang kadang-kadang berakhir dengan kekerasan. Ledakan emosi ini yang sering tanpa
rencana yang matang, dapat saja tiba-tiba muncul tetapi dapat juga cepat mereda. Akan
tetapi jika keresahan tidak segera diatasi, maka masyarakat akan memasuki keadaan anomi,
yaitu situasi chaos dan lawlessness yang diakibatkan runtuhnya perangkat nilai dan norma
yang sudah menjadi tradisi, tanpa diganti nilai-nilai baru yang dapat diterima secara umum.
Hal ini tercermin dalam kejadian seperti pemberontakan di Berlin Timur dan Hungaria
(tahun 1950-an) dan Polandia (tahun 1980-an), demonstrasi di Tiananmen Square (1989),
dan demonstrasi-demonstrasi mengutuk kartun Nabi Muhammad SAW di Denmark
(2006), dan dibeberapa negara di dunia.
Kelompok Nonasosiasional
Kelompok kepentingan ini tumbuh berdasarkan rasa solidaritas pada sanak saudara,
kerabat, agama, wilayah, kelompok etnis, dan pekerjaan. Kelompok-kelompok ini biasanya
tidak aktif secara politik dan tidak mempunyai organisasi ketat, walaupun lebih
mempunyai ikatan daripada kelompok anomi. Anggota-anggotanya merasa mempunyai
hubungan batin karena mempunyai hubungan ekonomi, massa konsumen, kelompok etnis,
dan kedaerahan. Contoh di Indonesia: Paguyuban Pasundan, kelompok penggemar kopi
dan lain-lain.
Kelompok Institusional
Kelompok-kelompok formal yang berada dalam atau bekerja sama secara erat dengan
pemerintahan seperti birokrasi dan kelompok militer. Contoh di Amerika: military
industrial complex dimana Pentagon bekerjasama dengan industri pertahanan. Contoh di
Indonesia: Darma Wanita, KORPRI, Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI).
Kelompok Aasosiasional
Terdiri atas serikat buruh, kamar dagang, asosiasi etnis dan agama. Organisasi-organisasi
ini dibentuk dengan suatu tujuan yang eksplisit, mempunyai organisasi yang baik dengan
staf efektif daripada kelompok-kelompok lain dalam memperjuangkan tujuannya. Contoh
di Indonesia: Federasi Persatuan Serikat Pekerja Seluruh Indonesia, Himpunan Kerukunan
Petani Indonesia (HKTI), Ikatan Dokter Indonesia (IDI), dan Kamar Dagang Indonesia
(KADIN).
Lembaga Swadaya Masyarakat
(tugas egi & toni, belom masuk )