PARONIKIA.docx

23
PARONIKIA I. PENDAHULUAN Paronikia adalah suatu reaksi peradangan mengenai lipatan kulit dan jaringan di sekitar kuku. Biasanya disebabkan oleh trauma karena maserasi pada tangan yang sering terkena air. Paronikia akut paling sering diakibatkan oleh infeksi bakteri, umumnya Staphylococcus aureus atau Pseudomonas aeruginosa, sedangkan, paronikia kronis disebabkan oleh jamur Candida albicans. 1 Paronikia ditandai dengan jaringan kuku menjadi lunak dan membengkak serta dapat mengeluarkan pus (nanah), kuku bertambah tebal dan berubah warna. Bila infeksi telah kronis, maka terdapat celah horizontal pada dasar kuku biasanya menyerang 1-3 jari. Penyakit ini selain diderita pada orang-orang yang tangannya lama terendam air, juga berkembang pada penderita diabetes dan kekurangan gizi. 1,2 Kasus paronikia lebih banyak terjadi pada wanita, pekerjaan bar, tukang cuci dan kadang-kadang penyakit ini muncul pada anak-anak, khususnya yang gemar menghisap jari tangannya. Setiap jari tangan dapat terkena, tetapi yang lebih sering adalah jari manis dan jari kelingking. 1,2 1

Transcript of PARONIKIA.docx

Page 1: PARONIKIA.docx

PARONIKIA

I. PENDAHULUAN

Paronikia adalah suatu reaksi peradangan mengenai lipatan kulit dan

jaringan di sekitar kuku. Biasanya disebabkan oleh trauma karena maserasi pada

tangan yang sering terkena air. Paronikia akut paling sering diakibatkan oleh

infeksi bakteri, umumnya Staphylococcus aureus  atau  Pseudomonas

aeruginosa, sedangkan, paronikia kronis disebabkan oleh jamur Candida

albicans.1

Paronikia ditandai dengan jaringan kuku menjadi lunak dan membengkak

serta dapat mengeluarkan pus (nanah), kuku bertambah tebal dan berubah warna.

Bila infeksi telah kronis, maka terdapat celah horizontal pada dasar kuku

biasanya menyerang 1-3 jari. Penyakit ini selain diderita pada orang-orang yang

tangannya lama terendam air, juga berkembang pada penderita diabetes dan

kekurangan gizi.1,2

Kasus paronikia lebih banyak terjadi pada wanita, pekerjaan bar, tukang

cuci dan kadang-kadang penyakit ini muncul pada anak-anak, khususnya yang

gemar menghisap jari tangannya. Setiap jari tangan dapat terkena, tetapi yang

lebih sering adalah jari manis dan jari kelingking.1,2

Gambar 1 – Anatomi Kuku.3

1

Page 2: PARONIKIA.docx

Keterangan :

a. lempeng kuku (nail plate)

b. lunula

c. eponikium

d. lipatan kuku posterior

e. lipatan kuku lateral

f. dasar kuku (nail bed)

g. lempeng kuku

II. ETIOLOGI

Gejala pertama karena adanya pemisahan lempeng kuku dari

eponikium, biasanya disebabkan oleh trauma karena maserasi pada tangan

yang sering kena air. Celah yang lembab itu kemudian terkontaminasi oleh

coccus pyogenic atau jamur. Jamur yang tersering adalah Candida

albicans, sedang bakteri adalah Staphylococcus atau Pseudomonas

aeruginosa.3

III. EPIDEMIOLOGI

Paronikia merupakan infeksi yang sering terjadi pada tangan,

memiliki angka kejadian sekitar 35% dari seluruh infeksi yang ada. Infeksi

ini terjadi khususnya pada orang-orang yang memiliki pekerjaan kontak

langsung dengan air dalam jangka waktu yang lama seperti pada pekerja

bar, tukang kebun dan ibu rumah tangga. Individu dengan keadaan

imunitas yang menurun seperti pada infeksi HIV, penderita diabetes dan

kekurangan gizi berpotensi mengalami paronikia. Infeksi ini lebih sering

ditemukan pada wanita dibandingkan pria, dengan perbandingan 3:1 dan

dapat dialami oleh semua golongan umur serta semua ras.1,3,4

IV. PATOGENESIS

Faktor predisposisi utama yang dapat diidentifikasi adalah

pemisahan dari eponikium terhadap lempeng kuku. Pemisahan ini

biasanya disebabkan oleh trauma sebagai dampak dari kelembaban

maserasi pada lipatan-lipatan kulit terhadap keseringan tangan dalam

keadaan basah. Alur yang lembab pada kuku dan lipatan kuku menjadi

2

Page 3: PARONIKIA.docx

daerah serbuan oleh coccus pyogenic dan ragi. Bakteri kausatif biasanya

berupa Staphylococcus Aureus, Streptococcus pyogenes, Pseudomonas sp.,

Proteus sp., atau bakteri anaerob lainnya. Dapat juga disebabkan oleh

Candida Albicans.5

Sebagaimana yang diketahui, faktor risiko yang paling banyak pada

paronikia akut adalah trauma ringan pada kutikula atau lipatan kuku

seperti pada saat cuci piring, onycopagia (menggigit kuku), memotong

kuku, keadaan kuku yang mengalami pertumbuhan kedalam, dan proses

manicure. Dengan adanya trauma dapat menyebabkan inokulasi bakteri

sehingga terjadi infeksi.6

Hal ini sesuai dengan laporan kasus Riesbeck Christian yang

menunjukkan bahwa paronikia disebabkan oleh bakteri Prevotellabivia

yang merupakan bakteri anaerob gram negatif, dimana infeksi oleh bakteri

ini dihubungkan dengan infeksi pada saluran genital wanita dan khususnya

pada infeksi oral. Sedangkan pada kronik disebabkan oleh bakteri patogen

dan jamur yaitu Candida albicans. Paronikia akut sering terjadi pada

pekerja laundry, pekerja rumah tangga, cleaning service dan perenang.

Beberapa kasus menunjukkan adanya kolonisasi Candida albicans atau

bakteri lainnya pada lesi. Paronikia kronik juga merupakan suatu

komplikasi dari paronikia akut pada pasien yang tidak mendapatkan

pengobtan yang adekuat.7

Proses patologis inflamasi di daerah kuku terutama mempengaruhi

matriks, dasar kuku, hyponychium, dan lipatan kuku. Perubahan lempeng

kuku terjadi setelah inflamasi di daerah kuku tersebut. Karena anatomi

yang unik dari kuku, ada sejumlah pola reaksi yang memungkinkan untuk

terjadinya proses inflamasi. Pola-pola reaksi mungkin memiliki fitur yang

berbeda dari yang terlihat di kulit, karena kuku menghasilkan produk

berupa lempeng kuku. Beberapa proses inflamasi dari matriks kuku dapat

menyebabkan kerusakan irreversible. Di sisi lain, proses yang

mempengaruhi dasar kuku dan hyponychium yang tidak mempengaruhi

pembentukan plat, dapat mempengaruhi bentuk atau kelengketan pada

3

Page 4: PARONIKIA.docx

kuku. Bantalan kuku yang mengalami cedera sehingga terjadi metaplastik,

yaitu dengan beralih dari keratinisasi onycholemmal (tanpa butiran

keratohyalin) untuk keratinisasi epidermoid. Kemudian menjadi

hiperplastik, hiperkeratosis, parakeratosis, hipergranulosis, spongiosis, dan

pembentukan krusta eksudat. Proses ini mengarah pada berubahnya bentuk

dan pola lempeng kuku yang umum untuk beberapa penyakit yang

mempengaruhi dasar kuku, seperti psoriasis, onikomikosis dan paronikia.8

V. GEJALA KLINIS

Pasien datang dengan riwayat memotong kuku terlalu pendek,

pernah trauma, memiliki kebiasaan menggigit kuku, menghisap jari atau

sering terendam air. Pasien yang memiliki penyakit diabetes akan lebih

sulit perawatannya. Keluhan tersering adalah pasien merasa nyeri dan

bengkak di sekitar kuku.1,2,3

Paronikia dapat dibagi:

Paronikia akut

Paronikia akut merupakan infeksi akut pada lipatan kuku.

Patogenesis dari paronikia akut ini paling sering adalah infeksi oleh

bakteri, difasilitasi oleh kerusakan kutikula, sering pada herpes

simpleks, jarang pada iatrogenik. Dari pemeriksaan, akan tampak

pinggir kuku kemerahan, bengkak dan nyeri. Kutikula biasa tidak

ditemukan. Pada saat kuku ditekan bisa keluar nanah. Bengkak dan

kemerahan pada tepi kuku disebabkan oleh penumpukan nanah di

bawah kulit.9

Trauma minimal merupakan salah satu penyebab terbanyak dari

paronikia akut dan perlu dilakukan penatalaksanaan berupa operasi.

Infeksi mungkin saja menimbulkan retakan pada kulit (sebagai contoh:

jika bintil kuku terkoyak), serpihan dibawah tepi kuku, tusukan dari

duri pada pinggir lekukan atau terkadang berasal dari infeksi sekunder

subungual sampai perdarahan.10

4

Page 5: PARONIKIA.docx

Infeksi dimulai pada bagian pinggir area paronikia dengan

kemerahan disekitarnya, bengkak dan nyeri. Pada fase ini, pengobatan

dilakukan: kompres basah (contohnya dengan menggunakan larutan

aluminium asetat Burrow) dan pengobatan antiobiotik sistemik yang

tepat juga diberikan. Karena pemberian antibiotik secara terus menerus

dapat menyembunyikan proses patologis yang semakin berkembang

sehingga dapat menyebabkan kerusakan struktur kuku, jika paronikia

akut tidak menunjukkan tanda-tanda yang jelas berupa respon yang

baik selama 2 hari, maka tindakan operasi harus dilakukan dengan

menggunakan anastesi lokal. Reaksi purulen dapat memakan waktu

beberapa hari utnuk melokalisir dan selama waktu tersebut nyeri yang

berdenyut sering menjadi gejala utama. Kumpulan pus dapat dengan

mudah terlihat pada kuku atau pada lipatan paronikial. Terkadang pus

dapat tumbuh pada bagian lekukan periungual. Dengan tidak

terlihatnya pus, kumpulan tersebut akan meningkatkan tekanan dan

lesinya di insisi pada daerah dengan nyeri yang hebat, tidak dilakukan

pada daerah dengan pembengkakan yang besar. 10

Gambar 2 - Paronikia akut kausa bakteri. 10

5

Page 6: PARONIKIA.docx

Gambar 3 - Paronikia akut kausa bakteri, tamapak pus disepanjang lipatan kuku lateral. 10

Gambar 4 - Lipatan kuku proksimal memerah dan edema disertai pus pada paronikia

akut.11

Paronikia kronik

Paronikia kronik adalah penyakit inflamasi pada bagian proksimal

lipatan kuku, khususnya pada tangan yang terus menerus terpapar

dengan lingkungan yang lembab atau basah dan diikuti dengan trauma

minimal sehingga menyebabkan kerusakan pada lapisan kutikula.

Ketika kutikula rusak atau terkikis, pelindung epidermal pada lipatan

kuku proksimal melemah dan lipatan kuku kemudian akan lebih

mudah terpapar pada bahaya atau resiko lingkungan. Iritan dan alergen

akan dengan mudah penetrasi kebagian proksimal lipatan kuku dan

menimbulkan dermatitis kontak yang akan menuju pada inflamasi

6

Page 7: PARONIKIA.docx

kronik. Jenis dari reaksi hipersensitivitas cepat (tipe I) pada bahan-

bahan makanan dapat terjadi. Terkadang dapat didahului oleh reaksi

iritan.10

Paronikia kronik sangat umum terjadi, utamanya pada pasien

wanita dengan usia 30-60 tahun. Faktor utama dari penyakit ini adalah

karena sering terkena air dan kerusakan kutikula. Agen kausatif yang

sering ditemukan adalah candida albicans. Pasien dengan gejala yang

menetap lebih dari 6 minggu perlu dicurigai sebagai paronikia kronik.

Kuku cenderung kering, bengkak dan kemerahan tidak begitu nyata

pada paronikia kronik. Kuku tampak menebal dan berwarna pucat dan

bisa terpisah sehingga tampak ada ruang diantara kuku dengan nail

bed. 9

Gambar 5 - Paronikia kronik akibat paparan air terus menerus.10

Gambar 6 - Candida albicans pada paronikia kronik.12

7

Page 8: PARONIKIA.docx

Gambar 7 - Perubahan warna pada lempeng kuku akibat Pseudomonas pyocyanea.2

VI. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Tes Laboratorium

Tes laboratorium yang tepat untuk paronikia antara lain

pemeriksaan mikroskopik, pemeriksaan potassium hydroxide (KOH),

merupakan pemeriksaan yang cepat dan mudah dilakukan untuk

menemukan adanya jamur yang menyebabkan infeksi. Bila dalam infeksi

terdeteksi adanya spesies jamur maka dianjurkan untuk melakukan kultur

jamur. Jika infeksi jamur dicurigai tanpa adanya faktor mikologi maka

untuk mengetahui spesies dari jamur potongan kuku yang terinfeksi,

kerokan Nail bed (bantalan kuku), atau biopsi kuku dapat dikirim untuk

dilakukan histopatologi dan pewarnaan dengan PAS. Namun bila dicurigai

terinfeksi oleh bakteri, kultur bakteri dan sensifitas harus dilakukan

sehingga dapat mengidentifikasi bakteri yang ada kemudian memberikan

antibakteri yang sesuai.13

Staphylococcus aureus merupakan bakteri Gram-positif, nonmotile

dan fakultatif anaerob yang membentuk karakteristik seperti kelompok

cocci terlihat dalam warna ungu pada pewarnaan gram.1

8

Page 9: PARONIKIA.docx

Gambar 8 - Pewarnaan gram pada bakteri Staphylococcus Aureus.

Biopsi Kuku

Ketika anamnesis dan pemeriksaan fisis saja tidak menghasilkan

diagnosis yang pasti, maka biopsi kuku harus dipertimbangkan untuk

dilakukan. Lokasi untuk dilakukan biopsi kuku tergantung pada bagian

mana dari struktur kuku yang terlihat patologis. Proses patologis pada

lempeng kuku paling sering terjadi di matrix kuku atau terdapat ruang lesi

pada lipatan kuku (Nail fold).13

Pemeriksaan mikrobiologi dapat juga membantu dalam

menegakkan diagnose pada penyakit ini. Kultur dari sampel yang diambil

dari tempat infeksi dapat membantu mengidentifikasi jenis bakteri yang

menyebabkan infeksi pada pasien tersebut dimana pada kasus paronikia

biasanya ditemukan bakteri Staphylococcus aureus.3,5

VII. DIAGNOSIS

Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan hasil anamnesis,

pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang yang dilakukan. Untuk

menentukan penyebabnya, dilakukan pembiakan pus di laboratorium. Pada

pasien dengan infeksi berat atau abses, dilakukan pengambilan spesimen

untuk mengidentifikasi bakteri patogen penyebab infeksi.6

9

Page 10: PARONIKIA.docx

VIII. DIAGNOSIS BANDING

Herpetik whitlow

Herpetik whitlow biasa terjadi pada perawat sebagai akibat inokulasi

topikal. Kondisi ini juga dapat terjadi pada anak-anak yang sudah sembuh

setelah terinfeksi herpes oral. Pada penyakit terlihat adanya lepuhan

seperti sarang lebah di sekitar kuku. Diagnosis dapat ditegakkan dengan

melakukan Tzanck test. Herpetik whitlow sangat kontraindikasi untuk

dilakukan insisi dan drainase.2

Gambar 9 - Herpetik withlow.14

Onikomikosis

Infeksi jamur pada kuku meningkat sering dengan umur- anak-

anak jarang terkena. Kuku ibu jari, terkhusus pada jari yang besar akan

berkembang lebih dari jari yang lain. Prosesnya selalu dimulai dari distal

kuku dan mengenai sampai batas proksimal sampai keseluruhan kuku.

Kuku terpisah dari dasar kuku, lempeng kuku menebal, bergelombang dan

kekuningan, tampak subungual keratosis. Beberapa dari kuku jari kaki

mungkin berkembang. Sering terdapat tinea pedis dan jika kuku jari

tangan terkena infeksi tinea rubrum biasanya terlihat.12

10

Page 11: PARONIKIA.docx

Gambar 10 - Onikomikosis pada kuku.12

Liken Planus Kuku

Liken planus pada kuku dapat timbul tanpa kelainan kulit.

Perubahan pada kuku berupa belah longitudinal, lipatan kuku yang

mengembung (pterigium kuku), kadang-kadang anonikia. Lempeng kuku

menipis dan papul liken planus dapat mengenai lempeng kuku. Pada

pemeriksaan histopatologik terdapat : hiperkeratosis, degenerasi sel basal,

dan infiltrat limfosit dan histiosit yang seperti susu.3

Gambar 11 & 12 – Liken Planus.1

Psoriasis Kuku

Gejala berupa adanya pits, terowongan, dan cekungan yang

transversal (Beau’s line) leukonikia dengan permukaan yang kasar atau

licin. Pada dasar kuku terdapat perdarahan dan berwarna merah. Hiponikia

berwarna hijau kekuningan pada daerah onikolisis. Karena adanya

keratosis subungual zat tanduk di bawah lempeng kuku dapat menjadi

medium untuk pertumbuhan bakteri atau jamur. 3

11

Page 12: PARONIKIA.docx

Gambar 13 & 14 – Psoriasis Kuku.10

IX. PENATALAKSANAAN

Paronikia akut

Pada kondisi ini dapat digambarkan sebagai kondisi lipatan kuku

yang menebal dan juga nyeri. Penatalaksanaan dari paronikia akut adalah

tergantung pada derajat peradangan yang terjadi, jika tidak terjadi abses,

cukup kompres dengan menggunakan air panas kemudian olesi dengan

12

Page 13: PARONIKIA.docx

Burrow’s solution (aluminium asetat). Acetaminophen atau obat anti

inflamasi non-steroid harus dipertimbangkan untuk digunakan bila

keadaan sudah menunjukkan gejala yang nyata. Pada kasus yang ringan

cukup diberikan antibiotik topikal, contohnya salep mupirocin (bactroban)

2-4 kali sehari selama 5-10 hari, salep gentamicin 3-4 kali sehari selama 5-

10 hari, bacitracin/neomycin/polymicin B (Neosporin) 3 kali sehari selama

5-10 hari, atau dapat juga dikombinasikan dengan kortikosteroid seperti

betamethason 0,05% 2 kali sehari selama 1-2 minggu merupakan

pengobatan yang aman dan efektif untuk paronikia akut. Untuk lesi yang

parah, pemberian antibiotik oral yang digunakan setelah dikompres pada

lesi. Pasien yang memiliki kebiasaan menghisap jari atau menggigit kuku

harus ditangani dengan antibiotik oral spectrum seperti amoxicillin 500 mg

3x1 selama 7 hari atau clavulanate 125 mg 2x1 selama 7 hari, clindamysin

150-450 mg 3-4x1 selama 7 hari, karena tidak menutup kemungkinan

bakteri Staphylococcus aureus dan bakteri lainnya resisten terhadap

penicillin dan ampicillin.6

Paronikia kronik

Paronikia kronik dapat ditangani dengan perlindungan yang ekstra

pada bagian lesi. pengobatan anti jamur topikal yang berspektrum luas

bisa digunakan untuk mengatasi kondisi ini dan mencegah rekurensi.

Aplikasi dari emollient lotion yang diolesi pada daerah kutikel di tangan

yang terhadi peradangan, biasanya sangat berguna. Suatu percobaan pada

orang dewasa umur 45 tahun dengan paronikia kronik yang dialaminya,

melakukan pengobatan dengan kelompok antifungal sistemik seperti

Itraconazole (Sporanox) 200 mg 2x1 selama 7 hari atau terbinafen

(Lamisin) atau krim topikal steroid seperti metylprednisolon dalam 3

minggu, setelah 9 minggu dampak dari pengobatan topikal steroid baru

mulai terlihat. Kortikosteroid sistemik dapat digunakan pada paronikia

yang sudah terjadi inflamasi pada beberapa kuku jari.6

13

Page 14: PARONIKIA.docx

Pengobatan steroid pada paronikia kronik yang disebabkan oleh

jamur (Candida) sangat tidak efektif, sedangkan dengan topikal steroid

menjadi pilihan utama pada infeksi paronikia akut mengingat risiko dan

harga yang murah dibandingkan dengan pengobatan antifungal sistemik,

atau pengobatan kombinasi topikal steroid dengan kelompok antijamur

dapat juga digunakan pada pasien dengan paronikia kronis yang sederhana

walaupun belum ada data yang akurat tentang ini. Penggunaan

kortikosteroid dapat juga digunakan pada kasus-kasus intralesi. Apabila

tindakan terapi yang diberikan tidak responsif, maka alternatid terakhir

dapat dilakukan dengan pembedahan.4,7

Gambar 15 - Tindakan insisi pada paronikia.15

X. PROGNOSIS

Pada umumnya prognosis paronikia baik dengan penanganan yang

tepat dan menghindari komplikasinya.

Komplikasi yang mungkin terjadi ialah infeksi yang makin meluas,

bila bakteri masuk ke dalam aliran darah bisa menimbulkan sepsis yang

sukar ditangani, walaupun hal ini jarang terjadi. Bakteri dapat menembus

tulang menimbulkan infeksi tulang atau osteomyelitis.9

DAFTAR PUSTAKA

1. Tosti A, Piraccini BM, Biology of Nails and Nails Disorders, in: Wolff K,

Goldsmith AL, Katz IS, Gilchrest AB, Paller SA, Leffel JD editors.

14

Page 15: PARONIKIA.docx

Fitzpatrick’s Dermatology In General Medecine 8th Edition. New York:

Mc Grew Hill Medical; 2010. p.1016-30

2. Berker D.A.R. D, Baran R, Disorders of Nails, in: Burns T, Breathnach S,

Cox N, Griffiths C editors. Rook’s Textbook of Dermatology 8th Edition.

United Kingdom: Willey-Blackwell; 2010. p.65.21-2

3. Budimulja U. Paronikia, Kelainan Kuku, in: Djuanda A, Hamzah M,

Aisah S editors. Ilmu Penyakit Kulit Dan Kelamin 5th Edition. Jakarta:

Balai Penerbit FKUI Jakarta. p.312-6

4. Paronychia. (online). 2009. [cities 2013 02 14]. [screens]. Available from:

http://emedicine.medscape.com/article/1106062-overview

5. James DW, Berger GT, Elston MD. Andrew’s Disease of The Skin 10th

Edition. United Kingdom: Elsvier Saunders; 2006. p.254

6. Rigopaulus D, Larios G, et al. Acute and Chronic Paronychia; et

American Family Physician. Athens: 2008. p.339-46

7. Raflizar, Paronikia Gambaran Klinis dan Penatalsanaannya. (online).

2001. [cited 2013 02 14]. [screens]. Available from:

http://www.kalbe.co.id/files/10paronikiagambaranklinisdanpenatalaksanaa

nnya.html

8. Elder D, et al. Inflammatory Disease of The Nail. In: Lever’s

Histopathology of The Skin. Chief: 2005. p.158

9. Stery W, Paus R, Burgdorf W. Dermatology. Germany: Thieme Clinical

Companions; 2006. p.85-6

10. Baran R, Periungual Tissue Disorders, in: Baran R, Dawber RP, Haneke E,

Tosti A, Bristow I. Nail Disorder 3rd edition. London, New York: Martin

Dunitz; 2003. p.114-22

11. Wolff K, Johnson RA. Fitzpatrick’s Color Atlas & Synopsis of Clinical

Dermatology 6th edition. New York: McGraw-Hill;2009. p. 1002-7,1014-5

12. Gawkrodger DJ. Dermatology 3rd edition. United Kingdom: Churchill

Livingstone; 2002. p.64-5

13. Nail Anatomy and Basic Science. In: Rich, Phobe, Rhicard K. An Atlas of

Disease of Nail. 2003. p.178

15

Page 16: PARONIKIA.docx

14. Habif, Thomas P. Nail Disease. In: Clinical Dermatology 4th edition. 2003.

25.12-20

15. Rockwell P. Acute and Chronic Paronychia. University of Michigan

Medical School: 2001. p.1113-5

16

Page 17: PARONIKIA.docx

LAMPIRAN

17