Pariwisata Merusak Budaya

download Pariwisata Merusak Budaya

of 24

Transcript of Pariwisata Merusak Budaya

Pariwisata Merusak BudayaKaum yang menentang pariwisata berbasis budaya berpendapat bahwa kedatangan turis ke daerah tujuan wisata dapat merusak keaslian atau keutuhan hayati suatu produk budaya. [4] Berbagai penelitian menunjukkan bahwa pariwisata telah merusak atau, menghancurkan kebudayaan lokal. [4]Pariwisata secara langsung memaksa ekspresi kebudayaan lokal untuk dimodifikasi, agar sesuai dengan kebutuhan pariwisata.[4] Ekspresi budaya dikomodifikasi agar dapat dijual kepada wisatawan.[4] Contoh kasusnya adalah Sendra Tari Ramayana, tidak lagi disajikan secara utuh, peranan skenario tidak berfungsi lagi. Selain itu, tari Kecak juga mengalami nasib serupa. Pertunjukkan tari Kecak yang mudah disaksikan di Bali, kelihatan nilai sakralnya sudah terpotong-potong karena harus disesuaikan dengan waktu wisatawan yang ingin menyaksikannya[sunting] Pariwisata Memperkuat BudayaWalaupun tidak sedikit pihak yang menentang perkembangan pariwisata berbasis budaya ini, namun banyak juga Sosiolog dan Antropolog yang justru melihat bahwa pariwisata (internasionalisasi) tidak merusak kebudayaan, melainkan justru memperkuat, karena terjadinya proses yang disebut involusi kebudayaan (cultural involution). Hal tersebut bisa dilihat dari kasus Bali. McKean (1978) mengatakan, ... meskipun perubahan sosial ekonomi sedang terjadi di Bali, semua itu terjadi secara bergandengan tangan dengan usaha konservasi kebudayaan tradisional Kepariwisataan pada kenyataannya telah memperkuat proses konservasi, reformasi, dan penciptaan kembali berbagai tradisi. Philip F. McKean (1973) bahkan menulis bahwa the traditions of Bali will prosper in direct proportion to the success of tourist industry (dikutip dalam Wood, 1979). Ahli lain berpendapat bahwa dampak kepariwisataan di Bali bersifat aditif, dan bukan substitutif. Artinya, dampak tersebut tidak menyebabkan transformasi secara struktural, melainkan terintegrasi dengan kehidupan tradisional masyarakat (Lansing, 1974).[sunting] Tidak Ada Budaya AsliTerlepas dari pro kontra diatas, Sosiolog Selo Soemardjan mengungkapkan pendapatnya.Menurutnya, kebudayaan akan terus berkembang, karena memang dengan sengaja atau tidak, memang terus berkembang, karena adanya rangsangan, seperti adanya perkembangan industri pariwisata. Proses saling mempengaruhi adalah gejala yang wajar dalam interaksi antar masyarakat. Melalui interaksi dengan berbagai masyarakat lain, bangsa Indonesia ataupun kelompok-kelompok masyarakat yang mendiami nusantara (sebelum Indonesia terbentuk) telah mengalami proses dipengaruhi dan mempengaruhi. Kemampuan berubah merupakan sifat yang penting dalam kebudayaan manusia. Tanpa itu kebudayaan tidak mampu menyesuaikan diri dengan keadaan yang senantiasa berubah, atau dengan kata lain budaya adalah suatu hal yang dinamis, yang terus berkembang seiring perputaran waktu, baik karena dipengaruhi pariwisata ataupun dipengaruhi masyarakat pemilik kebudayaan itu sendiri.[sunting] PerkembanganPada waktunya nanti, diramalkan objek wisata yang diminati wisman (wisatawan mancanegara)lebih banyak terpusat pada hasil kebudayaan suatu bangsa. Oleh karena itu dalam industri pariwisata nanti, hasil kebudayaan bangsa merupakan komoditi utama untuk menarik wisman berkunjung ke Indonesia. Di samping itu, berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh PATA tahun 1961 di Amerika Utara, diperoleh suatu kesimpulan bahwa lebih dari 50% wisman yang mengunjungi Asia dan daerah Pasifik, motivasi perjalanan wisata mereka adalah untuk melihat dan menyaksikan adat-istiadat, the way of life, peninggalan sejarah, bangunan-bangunan kuno yang tinggi nilainya. Pendapat tersebut tidaklah salah. Menurut penelitian Citra Pariwisata Indonesia pada tahun 2003, budaya merupakan elemen pariwisata yang paling menarik minat wisatawan mancanegara untuk datang ke Indonesia. Budaya mendapatkan skor 42,33 dari wisman dalam kategori sangat menarik dan berada di atas elemen lainnya seperti keindahan alam dan peninggalan sejarah, dengan skor masing-masing 39,42 dan 30,86. Hal tersebut membuktikan bahwa atraksi budaya merupakan hal yang paling disukai para turis dari pariwisata di Indonesia.[sunting] Pariwisata Berbasis Budaya di IndonesiaPenerapan kegiatan pariwisata berbasis budaya di Indonesia telah ditunjukkan oleh beberapa provinsi. Selain provinsi Bali, provinsi lain yang fokus dalam pelaksanaan sektor ini adalah Daerah Istimewa Jogjakarta khususnya kota Jogjakarta. [5] Sejak tahun 2008, daerah ini telah mencanangkan diri sebagai kota pariwisata berbasis budaya. Di Jogjakarta, pengembangan pariwisata disesuaikan dengan potensi yang ada dan berpusat pada budaya Jawa yang selaras dengan sejarah dan budaya Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat. Banyak rencana aksi telah dicanangkan untuk mendukung pelaksanaan program ini. Mulai dari pengembangan dan peningkatan kuantitas serta kualitas fasilitas, memperbanyak event-event wisata, seni ,dan budaya, sampai ke optimalisasi pemasaran program. Hasilnya pun mulai terlihat, salah satunya adalah keberadaan Taman Pintar yang tidak hanya memiliki arena permainan, tetapi juga mengajak pengunjung untuk mengenal sejarah dan budaya Jogjakarta.[6]

Leisure adalah kata Perancis kuno leisir yang berasal Latin licere, yang berarti " to be allowed or to be lawful." Kata itu merupakan akar kata yang sama untuk membentuk kata license. Dalam pengertian ini leisure berarti kebebasan untuk melakukan apa saja yang kita mau secara relatif tanpa rasa keterpaksaan Akar kata leisure yang lain adalah kata Yunani skole atau kata Latin schola, dari mana kata school (sekolah) berasal. Konteks pemakaian kata ini asalnya adalah dimana seseorang dibebaskan dari keharusan bekerja (yang dilakukan oleh budak), sehingga memiliki waktu luang yang bisa digunakan untuk hal-hal yang disukai/disenangi, untuk membangun diri pribadi. Dalam bahasa Indonesia, leisure sering disebut waktu senggang atau waktu luang. Leisure atau waktu senggang dilaksanakan bukan dalam pengertian sebagai waktu tidur atau waktu yang hampa. Leisure bukanlah kerja, sehingga ia memiliki beberapa sifat-sifat sebagai non-work yaitu non-competitive dan non-utilitarian. Selain itu, seharusnya leisure itu sendiri self rewarding dan intrinsically pleasurable. Stevens mengatakan "leisure is really a state of mind, a habit of the soul".Tujuan leisure. Menurut Ryken, tujuan leisure adalah: a.istirahat dari kerja dan tanggung-jawab rutin,b. relaxation,c. entertainment,d. celebration,e. self-fulfilment, danf. nurturing of family and social bonds.PEMBAHASAN

PlaningPada saat kita akan memanfaatkan waktu luang untuk melaksanakan kegiatan leisure, kita harus menentukan planning atau perencanaan mengenai kegiatan leisure apa yang kita lakukan di tempat leisure yang akan kita kunjungi. Disini kelompok kami akan melakukan kegiatan leisure di pantai Dreamland, kegiatan ini telah kami rencanakan 2 hari sebelum keberangkatan. Kami pun tidak lupa membawa bekal air minum untuk persiapan dipantai jika kami haus. Kami menggunakan motor untuk menuju ke pantai Dreamland dengan jarak tempuh kurang lebih 45 menit, selain itu kami kesana ber-enam. Tidaklupa kami mempersiapkan uang untuk tiket masuk dan hal-hal yang tidak terduga(Rp.50000), kami juga mempersiapkan baju ganti untuk salin baju setelah berenang dipantai.Kami juga merencanakan berangkat pada jam 15.00 wita atau jam 3 sore, hal ini dilakukan supaya bisa berlama-lama melakukan kegiatan disana, seperti berenang di pantai, jogging, ataupun mencari kerang-kerang ditepi pantai.

Choise of destinationAlasan kenapa kelompok kami memilih pantai Dreamland adalah karena pantai ini memiliki ombak yang bagus untuk wisatawan berenang ataupun berselancar, serta memiliki pemandangan matahari tenggelam yang sangat eksotis. Dan harga tiket masuk yang terjangkau cocok untuk keadaan keuangan mahasiswa, tidak hanya itu saja melainkan pasir pantai dream land masih bersih dan belum ramainya pantai tersebut sehingga kami bisa menikmati kegiatan Leisure dengan senang. Dreamland juga memiliki pengelola yang baik sehingga setiap wisatawan bisa merasa nyaman melakukan setiap kegiatannya, dan banyak alasan lagi kenapa kami memilih Dream land sebagai tempat melakukan Leisure.

Experience Pengalaman kami disana sangat mengasyikan karena dilakukan bersama teman dan bisa mengerjakan tugas tanpa merasa ada tugas. Hal itu dikarenakan mengerjakan tugasnya sambil melakukan kegiatan yang kita senangi. Serta bisa kami melihat sunset di ufuk barat yang berkenaan langit yang berwarna orange kemerah-merahan. Disamping itu kami berenang tanpa mengenal lelah sampai tidak terasa bahwa matahari tenggelam dan penjaga pantai meniupkan peluit bahwa tanda waktu untuk berenang telah usai. Kami pun bermain gitar dan bernyanyi tanpa dirasa kami telah sorotan pengunjung yang lain karena kehebohan, hal itu juga yang menyebabkan wisatawan local duduk bersama kami untuk menyanyikan beberapa lagu. Tapi sayang, hal-hal menarik yang kami lakukan disana tidak terdokumentasikan. Karena kami tidak membawa kamera atau handphone yang ada kameranya. Kamera tertinggal dikamar kost, itu akibat dari keteledoran kami yang sangat terburu-buru.Reminiscence and anticipation of next visitMeskipun kami tidak membawa kenang-kenangan berupa fisik, seperti : kerajinan tangan has daerah atau foto-foto. Tapi kami memiliki kenang-kenangan yang tak terlupakan yaitu bisa merasakan kegiatan leisure dengan menyenangkan, seperti : berenang, melihat sunset, ataupun bernyanyi bersama wisatawan yang berkunjung disana. Tapi memang kegiatan ini masih ada kekurangannya berupa, ketinggalan kamera karena keteledoran serta kurang banyaknya teman yang kami ajak dan keadaan keuangan untuk melakukan berbagai transaksi. Jadi untuk kedatangan kami selanjutnya kami harus lebih menyiapkan segalanya dari jumlah teman yang diajak, membawa kamera untuk dokumentasi, membawa bola supaya bisa bermain ditepi pantai dan membawa sun blok untuk mengindari kulit terbakar.Kesimpulan.Setiap aktivitas-aktivitas yang kita lakukan baik untuk kegiatan leisure atau sehari-hari harus memerlukan perencanaan yang baik. Supaya tidak ada kekacauan atau meminimaliskan kesalahan-kesalahan yang tidak diinginkan, bukan hanya soal perencanaan saja tapi pemilihan tempat juga bagian dimana kita menghabiskan aktivitas leisure. Pengalamaan ketika melakukan aktivitas bisa kita ceritakan kepada teman-teman ataupun keluarga, supaya teman kita bisa merasakan apa yang kita rasakan dan mungkin saja mengikuti apa yang telah kita lakukan. Suatu daerah pasti memiliki suatu ke khasan untuk dijadikan souvenir agar ada pembuktian bagi wisatawan bahwa wisatawan tersebut telah berkunjung kedaerah tersebut, dan melakukan antisipasi-antisipasi jika melakukan perjalan ulang kedaerah tersebut. Karena pengalaman adalah guru terbaik didalam kehidupan, dari pengalaman kita tahu apa yang kurang dari aktivitas ataupun perjalanan kita, sehingga kita bisa lebih sigap dalam kunjungan mendatang.ARTI KATA LEISURE Diskusi selalu dimulai dengan mendefinisikan istilah-istilah yang dipakai. Mendifinisikan apa itu leisure, lebih sulit dari mendefinisikan kerja, seperti diakui oleh Leland Ryken. Pada dasarnya, leisure adalah "non-work". Ada unsur "freedom" yang dominan disini. Paul Stevens mengatakan bahwa secara umum, leisure dimaksudkan sebagai "dibebaskan dari", umumnya dibebaskan dari tuntutan harus bekerja, walaupun demikian ia berpendapat, pengartian dibebaskan untuk lebih lengkap. G.K. Chesterton mengatakan bahwa kebebasan disini beragam, yaitu: freedom to do something, freedom to do anything, and freedom to do nothing. [Stevens, 576] Akar kata leisure adalah kata Perancis kuno leisir yang berasal Latin licere, yang berarti " to be allowed or to be lawful." Kata itu merupakan akar kata yang sama untuk membentuk kata license. Dalam pengertian ini leisure berarti kebebasan untuk melakukan apa saja yang kita mau secara relatif tanpa rasa keterpaksaan [24] Akar kata leisure yang lain adalah kata Yunani skole atau kata Latin schola, dari mana kata school (sekolah) berasal. Konteks pemakaian kata ini asalnya adalah dimana seseorang dibebaskan dari keharusan bekerja (yang dilakukan oleh budak), sehingga memiliki waktu luang yang bisa digunakan untuk hal-hal yang disukai/disenangi, untuk membangun diri pribadi. Dalam bahasa Indonesia, leisure sering disebut waktu senggang atau waktu luang. Leisure atau waktu senggang dilaksanakan bukan dalam pengertian sebagai waktu tidur atau waktu yang hampa. Leisure bukanlah kerja, sehingga ia memiliki beberapa sifat-sifat sebagai non-work yaitu non-competitive dan non-utilitarian. Selain itu, seharusnya leisure itu sendiri self rewarding dan intrinsically pleasurable. Stevens mengatakan "leisure is really a state of mind, a habit of the soul". Beberapa contoh penggunaan waktu senggang yang relatif "aktif" adalah olah raga, bermain (games), hobby, membaca, tamasya, kesenian, dll. Beberapa contoh leisure yang dilaksanakan relatif secara "pasif" adalah seperti memancing, menikmati musik, menyaksikan film atau opera, menikmati keindahan alam, dll Beberapa istilah yang sering dijumpai dalam diskusi tentang leisure dapat dilihat pada appendix A. Tujuan leisure. Menurut Ryken, tujuan leisure paling tidak adalah: a. istirahat dari kerja dan tanggung-jawab rutin,b. relaxation,c. entertainment,d. celebration,e. self-fulfilment, danf. nurturing of family and social bonds. KATEGORI PELAKSANAAN LEISURE Dengan mengikuti kategori yang disediakan oleh G.K. Chesterton diatas, kita akan mengutip pembahasan Paul Stevens tentang kategori pelaksanaan leisure. Freedom to do something. Ini adalah leisure dalam bentuk yang aktif dan result-oriented. Contohnya adalah berbagai permainan olah-raga, rekreasi dan pelaksanaan hobby. Biasanya leisure jenis ini relatif terencana dan membutuhkan usaha (seperti jogging dan gardening), atau ketrampilan tertentu (misalnya saja berenang, main musik, menjahit, fotografi, memasak). Dalam beberapa hal, mungkin tidak memiliki kegunaan atau arti penting untuk orang lain yang tidak melakukannya (misalnya hobby mengumpulkan serangga kering). Kegiatan leisure ini sangat potensial bersifat restoratif, dipilih secara sengaja, secara masak-masak dan dilaksanakan secara reguler. Freedom to do anything. Bisa juga leisure dilaksanakan tanpa dengan rencana yang spesifik, melainkan dengan satu tujuan untuk membebaskan diri dari rutinitas. Misalnya saja para penghuni kota yang berlibur ke daerah pegunungan, pantai atau pedesaan untuk sekedar beristirahat dan menikmati alam. Di tempat-tempat itu, ia bisa bebas memilih mau mengerjakan apa saja yang nanti menarik hatinya. Freedom to do nothing. Biasanya orang kristen sangat takut melakukan leisure dengan kategori ketiga ini. Sering muncul adanya rasa bersalah jika kita "tidak mengerjakan apa-apa". Walaupun demikian, tidak berbuat apa-apa tidak perlu selalu dianggap sebagai sloth (lihat glossary) jika hal itu dilakukan dengan pemahaman bahwa Tuhan tetap bekerja dan memelihara kita. Walaupun mungkin tidak produktif dilihat dari sudut pandang utilitarian, namun tidak berbuat apa-apa, menurut Stevens, bisa memiliki kegunaannya sendiri. Kegunaan ini ada empat tahap, yang makin lama makin mendalam, sebagai berikut: a. Sebagai suatu kebebasan dari kegiatan rutin.b. Relaxation dan istirahatc. Restoratif: memberi kesempatan bagi pemikiran kreatif dan perspektif barud. Kegunaan yang paling dalam adalah transformatif, dimana kita secara terus menerus berbalik menjadi seperti anak-anak dihadapan Allah, menikmati Allah dan ciptaanNya. PANGGILAN TERHADAP LEISURE Pernyataan Alkitabiah umum tentang leisure adalah bahwa leisure sama pentingnya dengan kerja. Alkitab menunjukkan kepada kita untuk memiliki keduanya, dan tidak menganggap yang satu lebih utama dari yang lain. Stevens mengatakan bahwa landasan Alkitabiah untuk leisure paling tidak ada tiga, yaitu mandat ciptaan, teologi anugerah dan teologi waktu. [578, 579] Tuhan yang bekerja dan menikmati hasil karyaNya. Tuhan memberi contoh bahwa Dia Kita memiliki Tuhan yang adalah pribadi pekerja, dan kita sebagai gambarNya juga melihat kerja sebagai sifat hakiki kita. Namun kita sering lupa dan tidak menyadari bahwa Tuhan "beristirahat dari kerja" (Kejadian 2:3) dan "disegarkan" oleh istirahatnya itu (Keluaran 31:17) dan bahwa Tuhan menikmati ciptaanNya itu (Kejadian 1:31). Dengan kata lain, Tuhan juga tidak menginginkan kita menjadi budak pekerjaan kita dan Ia menciptakan istirahat untuk memberi irama dalam hidup kita. Tuhan mencukupkan semua kebutuhan kita. Jikalau sekali waktu leisure yang dipilih adalah berupa doing nothing, maka itu harus dilaksanakan sebagai hasil pemahaman bahwa Tuhan-lah pemeran utama dalam kelestarian hidup kita dan dunia ini. Karena walaupun kita tidak sedang bekerja, Ia akan memastikan bahwa kebutuhan kita akan Ia penuhi. Perhatikan kata Tuhan Yesus waktu Ia memakai bunga bakung yang walaupun tidak berusaha apa-apa namun Allah memberikan pakaian kepadanya yang lebih indah dari pakaian raja Salomo Istirahat sebagai suatu mandat. Tuhan memberi perintah kepada umatNya untuk beristirahat, yang pada jaman Israel dinyatakan dalam bentuk Sabbath. Pengertian ini sangat berhubungan dengan prinsip bahwa Tuhan mencukupkan semua kebutuhan kita dan bahwa Tuhan ingin kita menikmati hidup ini. Dengan demikian, alkitab mengisyaratkan kepada kita untuk membuang waktu secara kudus (wasting time in a holy way). Tuhan ingin kita menikmati hidup ini. Aspek lain dalam memandang leisure adalah sebagai tanggung-jawab kita memenuhi panggilan Tuhan bagi kita untuk mengikuti teladanNya, sama dengan respon kita terhadap panggilan untuk bekerja. (Ryken, 207) Jadi sebenarnya panggilan mandat budaya yang utuh memiliki dua dimensi: kerja dan menikmati. Tuhan menciptakan semuanya ini untuk dinikmati (selain di atur, dikembang-kan dan dipelihara). Ia bukanlah pribadi kill-joy yang tidak suka melihat kita senang. Ini adalah konsep yang salah tentang siapa Allah kita. Menikmati ciptaan Tuhan, yaitu hal sehari-hari disekitar kita. Alkitab menga-jarkan kepada kita akan adanya dimensi rohani dari hal-hal sehari-hari dan untuk menikmatinya (Pengkhotbah 3:13 & 5:18). Bahkan Alkitab juga mengajarkan pada kita untuk menikmati ciptaanNya dalam tubuh jasmani manusia, seperti sexual pleasure (baca Kidung Agung) Dosa mempengaruhi pelaksanaan leisure. Tetapi pada waktu manusia jatuh dalam dosa, maka leisure juga dipengaruhi oleh kuasa kejatuhan itu. Menikmati leisure seringkali jadi merosot menjadi mengexploatasi alam, merusak karakter diri sendiri ataupun member-halakan leisure. Hal ini akan dibahas lebih lanjut dalam bagian Issue-Issue Seputar Leisure. Leisure tidak meniadakan tanggung-jawab. Satu hal yang harus disadari adalah bahwa pada waktu kita melaksanakan leisure, kita melakukannya sebagai respon seorang steward kepada Allah yang adalah pemilik baik diri kita dan waktu kita. Kita hidup dan berbuat segala sesuatu dihadirat Allah (Coram Deo), sehingga dengan demikian pelaksanaan leisure tersebut juga harus bertanggung-jawab, tidak bisa dilakukan seenak kita sendiri, tanpa kontrrol dan tanpa dilandasi oleh prinsip-prinsip Firman Tuhan. SIKAP DALAM MELAKUKAN LEISURE Leisure apakah yang baik bagi saya? pertanyaan ini sama sulit dijawabnya dengan pertanyaan: jenis pekerjaan apakah yang tepat buat saya? Leisure sangat bervariasi dan Paul Stevens memberikan beberapa perspektif dalam pelaksanaan leisure. Tetap menyadari identitas kita sebagai image of God, yaitu bahwa status dan kedudukan kita ada diatas alam semesta. Kita bertugas untuk menafsirkan alam semesta. Sehingga dengan demikian kita: a. Tidak larut atau hanyut menjadi satu dengannya.b. Harus bisa mengambil jarak dengan object yang dinikmati.c. Tidak kehilangan self-control

Menyadari bahwa kita hidup dihadapan Tuhan (Coram Deo): kita melakukan segala sesuatu dalam hadirat Allah. Sehingga dengan demikian kita harus: a. Tetap berpegang pada prinsip firman Tuhan.b. Melakukan leisure dengan penuh ucapan syukur.

Menyadari providensia (penyertaan & pemeliharaan) Tuhan. a. Menyadari bahwa kita adalah makhluk yang terbatas.b. Melakukan leisure dengan relax

Sikap non-utilitarian. Leisure dilakukan bukan untuk mencari untung. Leisure adalah self-rewarding. Kegiatan leisure seperti memancing, misalnya, tidaklah harus diberi label "non-produktif"? Kita harus let leisure be a leisure kata Ryken [] Adanya kesadaran akan pentingnya kwalitas leisure itu sendiri. Seperti juga pada waktu kita melakukan kerja sebagai suatu panggilan Allah, maka melaksanaan leisure (yang adalah juga panggilan Allah) memiliki dimensi kwalitas dan excellence (walaupun bukan dimotivasi secara utilitarian). Dalam pengertian dan semangat itulah ungkapan ini harus dibaca dan dimengerti: "adalah suatu dosa jika kita makan es-krim kwalitas rendah" Harap pernyataan ini jangan dihubungkan dengan pemborosan yang tidak bertanggung-jawab. Adanya moderasi dan keseimbangan. Sampai dimana leisure menjadi terlalu sedikit (kurang) atau berlebihan? hal ini memang relatif dan tidak mudah dipatok. Salah satu ukuran yang bisa dipakai adalah melihat apakah pelaksanaan leisure itu sendiri sudah mencapai tujuannya. Dalam segi waktu, Ryken menyarankan bahwa sebaiknya waktu leisure untuk diri sendiri tidak melebihi waktu yang dipakai untuk bersama keluarga, teman dan pelayanan. Walaupun demikian, kata Stevens, Not everything must be useful, sensible and balanced. Neither Jesus nor Paul lived a balanced life. Occasional extravagence (Mk 14:6) and taking holy risks (Mt 25:24-27) reflect living for and loving a God of plenty, joy, generosity and exuberance ISSUE-ISSUE SEPUTAR LEISURE: ETIKA LEISURE Seperti juga dosa dalam diri kita mempengaruhi pelaksanaan kerja, demikian juga dosa akan mempengaruhi pelaksanaan leisure. Dalam melaksanakan leisure, kita tetap harus ingat bahwa kita adalah God's steward untuk waktu, uang, performance kerja, dll Dalam bagian ini akan dikemukakan beberapa issue dan keprihatinan yang suka muncul pada waktu kita melaksanakan leisure. Kecanduan leisure. Rasul Paulus mengatakan agar kita selalu 'dipenuhi Roh" dan bukan anggur. Ada pelaksanaan leisure yang menyebabkan kita lupa akan kerja dan tanggung jawab lainnya. Ada pula memprioritaskan leisure secara luar biasa, sehingga leisure itu menuntut kwalitas dan kesetiaan yang sebenarnya adalah ciri-ciri suatu agama. Misalnya saja hal ini bisa kita jumpai dalam professional sports dan pelbagai bentuk judi dewasa ini. Selain itu kita bisa menemukan banyak para pemuja-pemuja (worshippers) dari pelbagai barang, misalnya saja pemuja mobil, para pemuja musik, para pemuja makan, dll Leisure dan karakter Kristen. Pelaksanaan leisure tidak menghilangkan tanggung-jawab. Ada paling tidak lima bidang dimana kita harus bertanggung-jawab dalam melak-sanakan leisure. Waktu. Dalam melaksanakan leisure kita melatih diri sebagai seorang penatalayan (steward) atas waktu yang dipercayakan oleh Tuhan kepada kita. menjadi steward atas waktu berarti memakainya dengan memperhatikan apa yang yang menjadi interest pemiliknya, yaitu Allah. "To use the time well begins with Concern not simply for the quantity of time we have at our disposal but also the quality of it." Dunia adalah milik Allah. Allah tidak hanya minta kita menguasai dunia (Kejadian 1:28), melainkan juga untuk melindungi dan menjaganya dari kerusakan atau kehancuran (Kejadian 2:15) Keindahan. Hal ini mencakup baik keindahan alamiah maupun keindahan yang kita temukan dalam kreativitas kerja manusia dalam seni dan budaya. Tubuh jasmani dan emosi kita. Jenis pekerjaan rutin kita akan menentukan jenis aktivitas fisik yang terbaik buat kita. Bagi mereka yang secara fisik sangat aktif dalam kerja nya, maka jenis rekreasi yang aktif tidaklah terlalu penting; sebaliknya bagi mereka yang bekerja duduk dibelakang meja sepenjang hari, maka ia membutuhkan latihan fisik untuk menjaga kesehatan dan kebugaran tubuhnya. Pikiran dan imajinasi. Jenis leisure yang "bermanfaat' dan berlabel Kristen? Haruskah kita selalu memilih leisure yang "mendidik" dan "bermanfaat" dan yang berlabel Kristen saja? jawabnya, tidak perlu selalu harus demikian. Walaupun disarankan bahwa passion terhadap Tuhan merupakan cara untuk melawan pelaksanaan leisure yang keliru, namun bukan berarti kita hanya dapat dan boleh menikmati segala bentuk leisure yang berlabel Kristen saja (musik Kristen, film Kristen, taman Kristen, buku Kristen, dll). Religionizing of leisure seperti itu, tidaklah perlu, sebab seharusnya kita bisa menemukan Tuhan dalam hal-hal biasa sehari-hari (ordinary). Kita harus bisa menemukan dan menikmati, baik pernyataan umum maupun pernyataan khusus dari Tuhan (general revelation & special revelation). Leisure sebagai appendage kerja. Kita melakukan leisure hanya agar setelah itu kita bisa "fresh" untuk bekerja lagi. Seringkali pelaksanaan leisure merosot sebagai suatu kerja (utilitarian). Membaca jadi "homework", olah-raga jadi "working-out". Contoh lain adalah, bahwa dalam bermain games misalnya, sikap kompetitif menjadi sangat mendominasi dan terlalu fokus pada kemenangan. Leisure sebagai pelayanan bagi diri kita sendiri. Mencintai diri sendiri tidaklah keliru (perintah yang utama di Markus 12:31) dan Alkitab tidak pernah menyalahkan adanya keinginan untuk mencari kesenangan peribadi dan pemenuhan kebutuhan kita secara umum. Bahkan Yesus pun pada waktu Ia memikul salibNya menekuninya untuk "untuk sukacita yang tersedia bagiNya" (Ibrani 12:2) Menjaga diri dari pelaksanaan leisure yang keliru. Richard Baxter mengatakan bahwa antidote untuk itu semua diatas adalah passion for God, zeal for the people of God, a deep, intelligent and willful hunger to know God. Jadi jika memang pusat perhatian hidup kita adalah Tuhan, maka dengan sendirinya prinsip dan keinginan kita untuk memuliakan Tuhan hadir dalam pelaksanaan leisure. Paul Stevens mengajukan beberapa ide agar kita dapat life-playfuly sebab Christian life is fun. Its not always fun, but certainly its not boring, sebagai berikut: a. Pilihlah waktu luang dibandingkan extra moneyb. Laksanakan baik leisure maupun sabbathc. Pilihlah edifying leisure dan bukan debilitating pleasuresd. Pilihlah leisure yang mengandung nilai-nilai keluarga dan laksanakan hal itu sebagai pendidikan keluargae. Temukan kegiatan leisure pribadi yang bersifat memperbaiki diri (restoratif) INTERAKSI ANTARA LEISURE DAN KERJA Seperti telah disebutkan dalam bagian terdahulu, kerja dan leisure merupakan dua unsur penting dalam hidup seseorang. Keduanya berjalan secara berirama dan saling berinteraksi, saling mendukung satu sama lain. jika demikian, bagaimanakah kita harus melihat interaksi antara keduanya? Ryken paling tidak melihat ada tiga model. Spillover or identity or extension model of leisure. Disini kerja dilihat sebagai perpanjangan leisure, sebab mereka menemukan kesukaan dalam melaksanakan kerja nya dan mengalami kwalitas leisure dalam kerjanya. Seseorang dengan posisi ini tidak membedakan antara kerja dan leisure. Compensatory or opposition model. Disini kerja dan leisure dipisahkan atau dikontraskan. Leisure idianggap sebagai kompensasi kerja. Seseorang dengan posisi ini secara serius mencari leisure yang sangat berbeda dengan aktivitas rutin nya, sebab mereka perlu jeda atau istirahat. Separation or neutrality model. Disini kerja dan leisure dianggap sebagai entitas yang terpisah. Masing-masing dihargai secara terpisah dan belum tentu yang satu dianggap lebih penting dari yang lain. Kerja dan laisure terpisah dalam diri seseorang dengan posisi ini. Yang manakah dari ketiga model diatas yang akan kita adopsi sebagai model hubungan antara kerja dan leisure untuk kita? Ryken lebih melihat bahwa kita kita memilih model-model diatas sesuai dengan kebutuhan kita, yang mungkin saja bervariasi sesuai dengan kemungkinan adanya dinamika dalam kerja kita. Oleh sebab itu, dengan cara berpikir seperti diatas, ketiga model tersebut bisa saja bersifat kristiani. Pemilihan model sangat tergantung dari si-kon tiap-tiap orang. Ryken menyim-pulkan bahwa "we should avoid trying to find the Christian model of the relationship between work and leisure. There are too many variables to allow for a single right relationship. That relationship varies according to the person, type of work, and even day of the week." Kerja dan leisure bagian-bagian yang saling komplementer dari harmony kudus dan jika kita memahami bahwa keduanya sama penting, hal itu akan menolong kita untuk tidak menjadikan keduanya sebagai berhala, yang jika demikian akan dapat menuntut devosi mutlak kita kepadanya. KESIMPULAN Leisure merupakan bagian dari hidup kita yang sangat penting. Walaupun seringkali tidak secara explisit, Alkitab memuat panggilan Allah untuk melaksanakan leisure dan kita sendiri juga sangat merasakan kebutuhannya. Sikap keliru yang sering dibuat oleh gereja-gereja adalah dengan tidak mengambil sikap atau tidak mengajarkannya dengan baik. Selain itu, adalah suatu sikap yang tidak bertanggung jawab jika kita hanya menerima semua jenis leisure dan entertaiment apa saja yang disodorkan oleh dunia tanpa dibarengi dengan sikap kritis. Lebih jauh lagi, adalah tugas kita sebagai ciptaan Tuhan yang memiliki satu sifat penting Tuhan: kreativitas, untuk memikirkan dan mengembangkan jenis-jenis leisure dan permainan yang menarik dan membangun dalam arti seluas-luasnya. REFERENSI DAN BACAAN LANJUT 1. Verkuyl, Johannes (1960) Etika Kristen: KEBUDAYAAN. BPK.2. Ryken, Leland (1987) Work and Leisure in Christian Perspective. Multnomah3. Ryken, Leland (1995) Redeeming the Time: A Christian Approach to Work and Leisure. Baker4. Huizinga, Johan (1955) Homo Ludens: element of play in society. Beacon Pr.5. Banks, Robert (1993) Redeeming the Routine: Bringing Theology Back to Life. Bridgepoints6. Banks, Robert & Stevens, Paul (1998) The Complete Book of Everyday Christianity. IVP (lihat topik: Leisure, Play, Work)7. Johnson, Robert (1983). The Christian at Play. Eerdmans. CATATAN:Referensi dan kutipan-kutipan belum dicantumkan (masih amburadul) APPENDIX A GLOSSARY Hedonism. (berasal dari kata Yunani hedone - pleasure) Adalah suatu gaya hidup yang didasari oleh keyakinan bahwa kenikmatan adalah tujuan hidup tertinggi. Homo-ludens. Arti kata latin ini adalah "manusia yang bermain-main". Manusia memiliki unsur ini dalam dirinya. Self-Abasement. Adalah suatu tindakan merendahkan diri dengan tujuan yang positif dan tindakan tersebut biasanya dilakukan dalam konteks keagamaan. Contohnya adalah waktu Kristus mencuci kaki murid-muridNya. Sloth. Sloth adalah kemalasan, keengganan bekerja dan maunya bersenang-senang saja ("an averseness to labor, through a carnal love of ease, or indulgence to the flesh"). Sloth dapat dikenali dalam diri seseorang dari ciri-ciri sebagai berikut: a. jika kerja dalam pengertian mendalam terasa tidak menyenangkanb. jika kemudahan sangat menarikc. jika bagian mudah dari pekerjaan kitad. jika anda bekerja dengan pikiran yang capai secara terus-meneruse. jika anda secara terus-menerus mengemukakan alasan untuk menunda atau menolak kerjaf. jika hambatan sedikit saja sudah membuat anda berhenti bekerja

Ketika Anda berhenti untuk berpikir tentang hal ini, manusia selalu menikmati beberapa jenis luang dan rekreasi, sehingga sejarah waktu luang dan rekreasi kembali cara yang sangat panjang. The Romans had the Coliseum, where they watched chariot races and other entertainment. Bangsa Romawi memiliki Coliseum, dimana mereka melihat ras kereta dan hiburan lainnya. The Greeks had amphitheaters where they viewed drama and comedy, and of course they invented the Olympics, one of the greatest entertainment sport spectacles on earth. Orang-orang Yunani amphitheaters mana mereka memandang drama dan komedi, dan tentu saja mereka menemukan Olimpiade, salah satu kacamata hiburan olahraga terbesar di bumi. The list goes on. Daftar goes on. Even the Bible discusses singing, dancing, music, and other forms of acceptable recreation, so even the most ancient civilizations enjoyed entertainment and recreation of some sort. Bahkan Alkitab membahas menyanyi, menari, musik, dan bentuk lain dari rekreasi diterima, bahkan peradaban yang paling kuno menikmati hiburan dan rekreasi dari beberapa macam. The Middle Ages Abad Pertengahan Life for most people in the Middle Ages was dark and difficult. Hidup bagi kebanyakan orang di Abad Pertengahan itu gelap dan sulit. More emphasis was put on work, and there was little time for leisure. penekanan lebih diletakkan pada pekerjaan, dan ada waktu untuk bersantai. However, jousting tournaments, hunting tournaments, and the earliest forms of chess, checkers, and other games developed during this time. Namun, turnamen jousting, berburu turnamen, dan bentuk-bentuk awal catur, catur, dan permainan lainnya yang dikembangkan selama ini. The people worked hard, the Church forbade many forms of entertainment, but there were still leisure pastimes to help develop the growing history of leisure and recreation. Orang-orang bekerja keras, Gereja melarang berbagai bentuk hiburan, tetapi masih ada waktu luang hiburan untuk membantu mengembangkan sejarah tumbuh waktu luang dan rekreasi. The Industrial Revolution Revolusi Industri This history of leisure and recreation goes far back in time, but leisure and recreation really took off when the Industrial Revolution hit Great Britain in the 1700s. Ini sejarah waktu luang dan rekreasi pergi jauh ke masa lalu, tapi benar-benar bersantai dan rekreasi melepas ketika Revolusi Industri hit Britania Raya pada 1700-an. The Industrial Revolution revolutionized work in the modern world, and helped create the modern factory environment. Revolusi Industri merevolusi bekerja di dunia modern, dan membantu menciptakan lingkungan pabrik modern. Machines mechanized the manufacture of fabric and fibers, and this ultimately led to more leisure time for the workers. Mesin mekanik pembuatan kain dan serat, dan ini pada akhirnya menyebabkan lebih banyak waktu luang untuk para pekerja. They worked long hours in the factories, but they also had time off, and most employers gave at least some holidays off. Mereka bekerja berjam-jam di pabrik-pabrik, tetapi mereka juga memiliki waktu istirahat, dan pengusaha paling memberi setidaknya beberapa hari libur off. Thus, people who had labored from dawn to dusk on farms in rural England, moved to the big city, got jobs in factories, and had leisure time away from their jobs. Jadi, orang yang telah bekerja keras dari fajar hingga senja di peternakan di pedesaan Inggris, pindah ke kota besar, mendapat pekerjaan di pabrik-pabrik, dan punya waktu luang dari pekerjaan mereka. The Industrial Revolution helped create the notion of leisure time, and it helped create a different view of work and leisure. Revolusi Industri membantu menciptakan pengertian tentang waktu luang, dan membantu menciptakan pandangan yang berbeda dari pekerjaan dan rekreasi. The 20th Century Abad ke-20 If the Industrial Revolution helped create the history of leisure and recreation, the 20th century helped cement it. Jika Revolusi Industri membantu menciptakan sejarah waktu luang dan rekreasi, abad ke-20 membantu semen itu. Workers demanded shorter working hours, paid vacations and holidays, and weekends off, leading to even more leisure time for the world's workforce. Pekerja menuntut jam kerja lebih pendek, dibayar liburan dan hari libur, dan akhir pekan pergi, menyebabkan waktu luang lebih untuk tenaga kerja di dunia. Today, work and leisure are still strictly separated, but leisure time and recreation are some of the most important aspect of modern life, showing how the history of leisure and recreation has altered throughout time, and become increasingly popular as people gain more freedom from work and toil. Saat ini, kerja dan liburan masih sangat terpisah, tapi waktu luang dan rekreasi adalah beberapa aspek yang paling penting dari kehidupan modern, menunjukkan bagaimana sejarah waktu luang dan rekreasi telah berubah sepanjang waktu, dan menjadi semakin populer sebagai orang memperoleh lebih banyak kebebasan dari kerja dan kerja keras. Tribal Warfare Tribal Warfare It's interesting to note that the wide separation between work and leisure in our modern society is something that wasn't necessary in early, tribal cultures. Sungguh menarik untuk dicatat bahwa pemisahan lebar antara pekerjaan dan waktu senggang dalam masyarakat modern kita adalah sesuatu yang tidak diperlukan pada awal, budaya suku. Early man (and woman), worked when it was necessary to find food or to create items they needed to live, but they did not work continually, they interspersed work with pleasure or leisure, something our society not longer enjoys. Awal pria (dan wanita), bekerja ketika diperlukan untuk menemukan makanan atau untuk membuat item yang mereka butuhkan untuk hidup, tapi mereka tidak bekerja terus-menerus, mereka diselingi bekerja dengan senang atau bersantai, sesuatu masyarakat kita tidak lagi menikmati. For example, in Native American societies, boys "played" at war and warfare, but this play taught them how to use a bow and arrow, useful for hunting as well as defending the tribe. Sebagai contoh, dalam masyarakat asli Amerika, anak-anak "bermain" pada perang dan perang, tetapi bermain ini mengajar mereka cara menggunakan busur dan anak panah, berguna untuk berburu serta membela suku. Work became play, while today, the two terms are decidedly distinct. Pekerjaan menjadi bermain, sementara hari ini, dua istilah yang jelas berbeda.