PARIWISATA BERKELANJUTAN 1

download PARIWISATA BERKELANJUTAN 1

of 24

Transcript of PARIWISATA BERKELANJUTAN 1

  • 8/10/2019 PARIWISATA BERKELANJUTAN 1

    1/24

    11

    Bab Dua

    Pengembangan Pariwisata Berkelanjutan dan

    Pariwisata Berbasis Masyarakat

    Pengantar

    Pembahasan bab ini terfokus untuk mengungkapkan

    beberapa perspektif teoritik yang digunakan sebagai titik berangkat

    dalam menjelaskan fenomena dan realitas masyarakat lokal dalam

    pengembangan pariwisata. Beberapa perspektif teoritik yang

    digunakan sesungguhnya lebih diarahkan untuk memotret(menggambarkan) obyek penelitian, sehingga dapat dipahami

    sebagai satu kesatuan teori. Dengan demikian ada dua konsep yang

    digunakan dalam tulisan ini, antara lain : konsep pembangunan

    pariwisata berkelanjutan (sustainable tourism development), konsep

    pariwisata berbasis masyarakat (community based tourism), yang di

    dalam konsep ini akan dijelaskan beberapa konsep lainnya yaitu,

    konsep pertisipasi masyarakat lokal, enterpreneursip dalam

    pariwisata, serta peran komunitas lokal (local community) dalam

    konservasi lingkungan dan konsep kepemimpinan lokal (local

    leader) dalam pengembangan pariwisata.

    Diskusi ini akan diawali dengan pengantar mengenai konsep-

    konsep umum dari pengembangan pariwisata di suatu daerah.

    Tujuan pembangunan di suatu negara atau daerah, pada hakekatnya

    untuk mensejahterakan kehidupan masyarakatnya. Pariwisata

    sebagai salah satu sektor pembangunan sudah selayaknya dijadikan

    prioritas untuk dikembangkan pemerintah dalam upaya pencapaian

    tujuan pembangunan, yaitu untuk mensejahterakan masyarakatnya.

    Pengembangan pariwisata yang telah dilakukan baik olehpemerintah maupun swasta telah meningkatkan jumlah kedatangan

    wisatawan dari satu daerah ke daerah lain. Kunjungan wisatawan

    akan merangsang interaksi sosial dengan penduduk di sekitar tempat

    wisata dan merangsang tanggapan masyarakat sekitarnya sesuai

    dengan kemampuan mereka dalam beradaptasi baik di bidang

  • 8/10/2019 PARIWISATA BERKELANJUTAN 1

    2/24

    12

    perekonomian, kemasyarakatan maupun kebudayaan mereka (Pitana

    et al. 2008)1.

    Pariwisata dengan segala aspek kehidupan yang terkait di

    dalamnya akan menuntut konsekuensi dari terjadinya pertemuan dua

    budaya atau lebih yang berbeda, yaitu budaya para wisatawan

    dengan budaya masyarakat sekitar obyek wisata. Budaya-budaya

    yang berbeda dan saling bersentuhan itu akan membawa pengaruh

    yang menimbulkan dampak terhadap segala aspek kehidupan dalam

    masyarakat sekitar obyek wisata (Yoeti 2008)2.

    Pada hakekatnya ada empat bidang pokok yang dipengaruhi

    oleh usaha pengembangan pariwisata, yaitu : ekonomi, sosial,budaya, dan lingkungan hidup. Dampak positif yang

    menguntungkan dalam bidang ekonomi yaitu bahwa kegiatan

    pariwisata mendatangkan pendapatan devisa negara dan terciptanya

    kesempatan kerja, serta adanya kemungkinan bagi masyarakat di

    daerah tujuan wisata untuk meningkatkan pendapatan dan standar

    hidup mereka. Dampak positif yang lain adalah perkembangan atau

    kemajuan kebudayaan, terutama pada unsur budaya teknologi dan

    sistem pengetahuan yang maju. Dampak negatif dari pengembangan

    pariwisata tampak menonjol pada bidang sosial, yaitu pada gayahidup masyarakat di daerah tujuan wisata. Gaya hidup ini meliputi

    perubahan sikap, tingkah laku, dan perilaku karena kontak langsung

    dengan para wisatawan yang berasal dari budaya berbeda3. Untuk

    pencapaian tersebut, dibutuhkan suatu perencanaan dan

    pengembangan sektor pariwisata yang terpadu dan terintegrasi

    dengan berbagai sektor pembangunan lainnya melalui kerjasama dan

    partisipasi dari seluruh pemangku kepentingan (stakeholder).

    Dalam rangka pencapaian tujuan pembangunan tersebut,

    maka pengembangan sektor pariwisata diharapkan tetap menjagakeberlangsungan (sustainable) serta kelestarian ekosistem

    lingkungan (environment) dengan tetap memperhatikan kondisi

    sosial budaya masyarakat lokal (local community), agar tetap

    1 Pitana, I Gde & Gayatri, G.Putu, 2005, Sosiologi Pariwisata, Penerbit Andi

    Yogyakarta,2008, Hal: 812 Yoeti, A.Oka,2008, Perencanaan dan Pengembangan Pariwisata Penerbit

    PT Pradnya Paramitha; Jakarta, 2008, Hal : 144.3

    Pendit, Nyoman S, 1990. Ilmu Pariwisata : Sebuah Pengantar Perdana ;Jakarta: PT. Pradana Paramita. Hlm : 80.

  • 8/10/2019 PARIWISATA BERKELANJUTAN 1

    3/24

    13

    dipertahankan dan dapat juga dinikmati oleh generasi yang akan

    datang. Dengan kata lain, pembangunan kepariwisataan

    berkelanjutan, harus dapat mengelola dan mengembangkan seluruhkualitas lingkungan daerah tujuan wisata dan warisan budaya serta

    menjamin manfaat aktivitas kepariwisataan dan distribusi ekonomi

    terhadap masyarakat secara luas dan dalam jangka waktu lama.

    Pengembangan Pariwisata Berkelanjutan(Sustainable

    tour ism development)

    Pada bagian ini, akan dibahas beberapa kajian teoritik daripengembangan pariwisata berkelanjutan. Sub bab ini akan

    menguraikan berbagai pandangan pakar dalam melihat atau

    mengkaji konsep pengembangan pariwisata. Diharapkan ketika

    konsep-konsep ini di paparkan, maka akan lebih jelas melihat

    essensi dari model pengembangan pariwisata berkelanjutan yang

    bermanfaat untuk saat ini, ataupun untuk keberlangungan generasi

    akan datang.

    Diskusi ini diawali dengan konsep sustainable tourismyang diperkenalkan oleh Word Commission on Environment and

    development (WCAD di Brunlad Report pada tahun 1987),

    disebutkan bahwa : Sustainable development is development that

    meets the needs of present without compromising the ability of

    future generation to meet their own needs4. Dari pernyataan

    tersebut dipahami bahwa sustainable development adalah bagian

    dari pembangunan berkelanjutan dengan mempertimbangkan

    kebutuhan pada saat ini dengan tidak mengabaikan kemampuan

    generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhannya. Demikian pula

    WTO (1993), mengedepankan prinsip-prinsip pembangunan yang

    mencakup, pertama, ecological sustainability; kedua, social and

    cultural sustainability; dan ketiga, economic sustainability, baik

    4 Lihat, Fagance, Michael, (2001) Integrated Planning for Sustainable Tourism

    Development; dalam Abdilah Fitra dan Leksmono, S Maharani, 2001,

    Pengembangan Kepariwisataan berkelanjutan, Jurnal Ilmu Pariwisata Vol.6,No. 1 juli 2001, hal :87.

  • 8/10/2019 PARIWISATA BERKELANJUTAN 1

    4/24

    14

    untuk generasi yang sekarang maupun generasi yang akan datang

    (Suwena, 2010)5.

    Dalam perjalanan waktu, konsep pembangunan

    berkelanjutan (Sustainable development) diadopsi kedalam konsep

    pembangunan pariwisata berkelanjutan (sustainable tourism

    development). Pembangunan pariwisata berkelanjutan diartikan

    sebagai proses pembangunan pariwisata yang berorientasi kepada

    kelestarian sumber daya yang dibutuhkan untuk pembangunan pada

    masa mendatang, pengertian pembangunan pariwisata berkelanjutan

    ini pula diartikan Form of tourism that are consistent with natural,

    social, and community values and which allow both host and guest

    to enjoy positive and worthwhile interaction and shared experience

    (Eadington and Smith 1992:3)6. Selain itu, Wall (1993 dalam

    Suwena 2010)7, menekankan pembangunan pariwisata berkelanjutan

    tidak hanya pada ekologi dan ekonomi, tetapi juga berkelanjutan

    kebudayaan karena kebudayaan juga merupakan sumber daya

    penting dalam pembangunan pariwisata. Oleh karena itu, Suwena

    (2010), mengkategorikan suatu kegiatan wisata dianggap

    berkelanjutan apabila memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :

    Pertama, Secara ekologi berkelanjutan, yaitu pembangunanpariwisata tidak menimbulkan efek negatif terhadap ekosistem

    setempat. Selain itu, konservasi merupakan kebutuhan yang

    harus diupayakan untuk melindungi sumber daya alam dan

    lingkungan dari efek negatif kegiatan wisata ; Kedua, secara

    sosial dapat diterima, yaitu mengacu pada kemampuan

    penduduk lokal untuk menyerap usaha pariwisata (industri dan

    wisatawan) tanpa menimbulkan konflik sosial; Ketiga, secara

    kebudayaan dapat diterima, yaitu masyarakat lokal mampu

    beradaptasi dengan budaya wisatawan yang cukup berbeda

    (kultur wisatawan); Keempat, secara ekonomi menguntungkan,

    yaitu keuntungan yang didapati dari kegiatan pariwisata dapat

    meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

    5 Suwena, I Ketut, 2010. Format Pariwisata Masa Depan; dalam Pariwisata

    Berkelanjutan Dalam Pusaran Krisis Global. Denpasar : Penerbit Udayana

    University Press.6 Lihat Eadington, W.R. and Smith,V. 1992. The Emergence of Alternative

    Form of Tourism. dalam Smith,V. and Eadington, W.R. (ed). Tourism

    Alternative : Potencial and Problem in the Tourism Development. Philadelphia.

    Dalam tulisannya Suwena, I Ketut, 2010. Format Pariwisata Masa Depan,

    dalam Pariwisata Berkelanjutan Dalam Pusaran Krisis Global. Denpasar :

    Penerbit Udayana University Press. Hal 279.7 op.cit.Hal : 279

  • 8/10/2019 PARIWISATA BERKELANJUTAN 1

    5/24

    15

    Konsep pembangunan berkelanjutan kemudian oleh Burns

    dan Holder (1997),8diadaptasikan untuk bidang pariwisata sebagai

    sebuah model yang mengintegrasikan lingkungan fisik (place),lingkungan budaya (host community), dan wisatawan (visitor).

    Untuk memenuhi pencapaian pembangunan pariwisata yang

    berkelanjutan, maka oleh Burns dan Holder (1997 dalam Suwena,

    2010),9 mengkonstruksikan hal tersebut melalui 7 prinsip (acuan),

    antara lain:

    Pertama, lingkungan memiliki nilai hakiki yang juga bisa

    berfungsi sebagai asset wisata. Pemanfaatannya bukan hanya

    untuk kepentingan jangka pendek tetapi juga untuk kepentingan

    generasi mendatang; Kedua, pariwisata harus diperkenalkansebagai aktivitas yang positif yang memberikan keuntungan

    bersama kepada masyarakat, lingkungan, dan wisatawan itu

    sendiri; Ketiga, hubungan antara pariwisata dan lingkungan

    harus dibuat sedemikian rupa sehingga lingkungan tersebut

    berkelanjutan untuk jangka panjang. Pariwisata harus tidak

    merusak sumber daya alam supaya masih dapat dinikmati oleh

    generasi mendatang atau membawa dampak yang dapat

    diterima;Keempat, aktivitas pariwisata dan pembangunan harus

    peduli terhadap skala / ukuran alam dan karakter tempat-tempat

    kegiatan tersebut dilakukan; Kelima, pada lokasi lainnya,

    keharmonisan harus dibangun diantara kebutuhan-kebutuhan

    wisatawan, tempat / lingkungan, dan masyarakat; Keenam,

    dunia yang cenderung dinamis dan penuh dengan perubahan

    dapat selalu member keuntungan. Adaptasi terhadap perubahan,

    bagaimanapun juga, jangan sampai keluar dari prinsip-prinsip

    ini.Ketujuh, industri pariwisata, pemerintah lokal, dan lembaga

    swadaya masyarakat (LSM) pemerhati lingkungan, semuanya

    memiliki tugas untuk peduli pada prinsip-prinsip di atas dan

    bekerja sama untuk merealisasikannya.

    Sejalan dengan pandangan Burns dan Holder, konsep

    pariwisata berkelanjutan oleh Chucky (1999)

    10

    yang dimuat dalam

    8 Lihat Burns, P. and Holden, A. 1997. Tourism : A New Perspective, Prestice

    Hall International (UK) Limited, Hemel Hempstead . Dalam Suwena, I Ketut,

    2010. Format Pariwisata Masa Depan, dalam Pariwisata Berkelanjutan

    Dalam Pusaran Krisis Global. Denpasar : Penerbit Udayana University Press.

    Hal :280.9 Suwena, I Ketut, 2010. Format Pariwisata Masa Depan, dalam Pariwisata

    Berkelanjutan Dalam Pusaran Krisis Global. Denpasar : Penerbit Udayana

    University Press. Hal :281.10

    Chucky. 1999. Internasional Tourism : A Global Prespective. Word TourismOrganization (WTO). Madrid Spanyol. Sumber ini dikutip dari Yayu Indrawati

  • 8/10/2019 PARIWISATA BERKELANJUTAN 1

    6/24

  • 8/10/2019 PARIWISATA BERKELANJUTAN 1

    7/24

    17

    secara umum diterima sejak adanya kebutuhan untuk melindungi

    sumber daya alam dari dampak negatif kegiatan pariwisata. Kedua,

    Social Adaptability, sesuai dengan kemampuan kelompok untukmenyerap wisatawan tanpa menimbulkan ketidak-harmonisan

    hubungan sosial, baik antara anggota kelompok masyarakat tersebut

    dengan wisatawan, atau antara sesama anggota kelompok tersebut.

    Ketiga, Cultural Sustainability, dalam konteks ini mengasumsikan

    bahwa di dampak kehadiran wisatawan kesuatu daerah tujuan

    wisata, tidak membawa dampak negatif terhadap perkembangan

    budaya setempat, melainkan keberadaan budaya tersebut harus tetap

    dipertahankan untuk generasi yang akan datang.

    Selanjutnya, untuk mencapai tujuan sustainable tourism

    development, maka dibutuhkan dua pendekatan dalam

    keterkaitannya dalam pariwisata. Fagence (2001)13

    , menunjukkan

    dua model keterkaitan itu, antara lain : Pertama, keterkaitan

    Horisontal (horizontal lingkage), pendekatan ini mengandung

    pengertian bahwa kepariwisataan merupakan fasilitator terhadap

    berbagai program dan kebijakan yang akan dilaksanakan. Agar

    proses yang terjadi menjadi efisien, diperlukan berbagai komponen

    kebijakan yang saling mendukung untuk dapat memahami persoalan

    secara jernih, mendefinisikan visi dan misi pembangunan,pemahaman terhadap hirarki tujuan dan sasaran program, serta

    pengorganisasian proses secara baik. Pada pendekatan ini

    kepariwisataan merupakan komponen dari proses yang berjalan

    sejajar dengan bidang lain sehingga diperlukan kolektivitas.

    Kedua, Keterkaitan Vertikal (vertical lingkage). Tujuan dari

    hubungan pendekatan ini adalah untuk mencari keseimbangan

    penggabungan komponen-komponen penting dari aktivitas

    kepariwisataan dan pembangunan serta melindungi berbagai

    terobosan cemerlang dalam pengambilan keputusan. Karakteristik

    hubungan vertikal adalah sebagai berikut : Pertama, pada

    pendekatan ini, kepariwisataan merupakan bagian dari pembangunan

    yang berfungsi sebagai bagian dari strategis dalam penyusunan

    kebijakan, sehingga berada di atas dan berpengaruh terhadap sektor

    lain; Kedua, elemen strategis dari perencanaan kebijakan harus

    13Abdilah Fitra dan Leksmono, S Maharani, 2001, Pengembangan

    Kepariwisataan berkelanjutan, Jurnal Ilmu Pariwisata Vol.6, No. 1 Juli 2001,hal :87.

  • 8/10/2019 PARIWISATA BERKELANJUTAN 1

    8/24

    18

    mencakup penyediaan sarana dan prasaranaa kepariwisataan;Ketiga,

    pengembangan kepariwisataan khusus, mencakup akomodasi, dalam

    berbagai tipe, hotel, motel, dsb; Kelima, prakiraan dampak(mencakup kajian carrying capacity) pembangunan kepariwisataan

    ditinjau dari sisi ekonomi, lingkungan, sosial ekonomi masyarakat

    lokal, budaya dan warisan; Keenam, pembiayaan, pemasaran,

    promosi, dan system informasi; Ketujuh, kampanye Sadar Wisata

    bagi masyarakat.

    Dari penjelasan di atas Veresci (2001)14

    , menyimpulkan

    bahwa, untuk mencapai pembangunan kepariwisataan berkelanjutan

    diperlukan strategi untuk menghindari / melawan empat faktor yang

    saling terkait sebagai berikut : Pertama, perencanaan kondisi

    lingkungan yang sensitif terhadap perubahan serta beberapa

    komponen budaya dari masyarakat lokal.Kedua, perencanaan dalam

    mengatasi semua perbedaan antar sektor yang berkepentingan.

    Ketiga, perencanaan untuk mengatasi dan melawan pengaruh negatif

    dari program kepariwisataan secara massal. Keempat, perencanaan

    dalam menghadapi perubahan kondisi lingkungan yang tidak dapat

    berbalik (irreversible changes)15

    .

    Dengan demikian dari berbagai pandangan dan kajiankonseptual tentang pengembangan pariwisata berkelanjutan, konsep

    yang ditawarkan oleh Burns dan Holder menjadi pilihan acuan

    dalam pengembangan pariwisata berkelanjutan (sustainable tourism

    development) yang berbasis komunitas masyarakat (community

    based tourism). Atau dengan kata lain, pariwisata berkelanjutan

    merupakan suatu konsep pariwisata yang dicita-citakan oleh

    masyarakat yang memahami pentingnya arti keberlanjutan itu

    sendiri, yang menekankan pada keberlanjutan pengembangan suatu

    kawasan pariwisata pada tiga aspek yaitu, ekologi, sosial budaya,

    dan ekonomi. Oleh sebab itu, dibutuhkan strategis perencanaan yang

    baik dan terpadu oleh semua stakeholder dalam pelaksanaannya.

    14 Lihat Vereczi, Gabor,2001. Guiding Principles for Local Authorities in

    Planning for Sustainable Tourism Development.; Dalam, Abdilah Fitra dan

    Leksmono, S Maharani, 2001,Pengembangan Kepariwisataan

    Berkelanjutan, Jurnal Ilmu Pariwisata Vol.6, No. 1 Juli 2001, hal : 9215

    Lihat, Fagance, Michael, 2001. Integrated Planning for Sustainable Tourism

    Development, dalam Abdilah Fitra dan Leksmono, S Maharani, 2001,

    Pengembangan Kepariwisataan Berkelanjutan, Jurnal Ilmu Pariwisata Vol.6,No. 1 juli 2001, hal : 92

  • 8/10/2019 PARIWISATA BERKELANJUTAN 1

    9/24

    19

    Sehingga, menurut peneliti, dari keempat strategi perencanaan dari

    model Veresci tersebut apabila dapat diintegrasikan ke dalam suatu

    perencanaan terpadu maka diyakini dapat menghasilkan apa yangdisebut sebagai pembangunan kepariwisataan berkelanjutan

    (sustainable tourism development).

    Pariwisata Berbasis Masyarakat (Community Based

    Tourism)

    Salah satu point penting dalam konsep pengembangan

    pariwisata berkelanjutan, yaitu bagaimana masyarakat lokal dapatdiberdayakan dan diikut sertakan dalam aktivitas kegiatan pariwisata

    itu sendiri dalam rangka memperoleh kemanfaatan dari kegiatan

    pariwisata. Selain itu mengingat peran masyarakat begitu penting

    dalam menjaga kondisi lingkungan dimana obyek wisata itu berada,

    maka pada sub bagian ini, peneliti akan menampilkan beberapa

    konsep (definisi) dari beberapa teori mengenai konsep

    pengembangan pariwisata berbasis masyarakat (community based

    tourism). Kemudian juga akan dibahas beberapa konsep mengenai

    partisipasi masyarakat dalam kegiatan pariwisata, antara lain :kewirausahaan dalam pariwisata (entrepreneurship in tourism),

    peran komunitas dalam menjaga lingkungan dan peran pemimpin

    lokal (local leader) dalam suatu komunitas masyarakat.

    Partisipasi Masyarakat dalam Pariwisata

    Pengembangan pariwisata tentunya tidak dapat dipisahkandengan partisipasi. Masyarakat tidak lagi ditempatkan sebagai objek

    yang hanya menerima apa yang diputuskan dari atas (pemerintah),

    tetapi masyarakat pada saat ini juga harus dilibatkan sebagai subjek

    dalam kerangka mengembangkan pariwisata.16

    Keterlibatan

    masyarakat dalam mengembangkan pariwisata akan menyebabkan

    16 Manafe, Adi Hendrik, 2003. Wisatawan dan Penerimaan Masyarakat Lokal

    Nemberala ; Salatiga: Tesis Master Program Pascasarjana UKSW Salatiga. Hal21

  • 8/10/2019 PARIWISATA BERKELANJUTAN 1

    10/24

    20

    timbulnya rasa memiliki dan rasa ingin turut memelihara potensi

    pariwisata yang berada di daerahnya.

    Pandangan Razak, dalam sebuah Seminar PengembanganSuatu Kawasan Bahari, (2000 dalam Manafe, 2003)

    17,

    mengungkapkan bahwa pembangunan pariwisata harus dikaitkan

    dengan karakteristik sosial ekonomi masyarakat lokal sehingga

    kemajuan pariwisata akan terintegrasi dengan perekonomian

    masyarakat lokal. Selanjutnya untuk menganalisis siapa yang

    berpartisipasi, Cohen dan Uthoff (Pramono: 2000 dalam Manafe,

    2003)18

    , menyarankan agar mengidentifikasi ciri-ciri khusus, mereka

    itu adalah: pertama, penduduk setempat, kedua, pemimpin

    masyarakat baik secara formal maupun non formal, ketiga, pejabatpemerintah, keempat, orang asing. Khusus kategori satu yaitu

    penduduk setempat, penting untuk pengelompokan menurut umur,

    jenis kelamin, status keluarga, pendidikan, pekerjaan, pendapatan,

    tempat tinggal. Dimensi yang cukup penting untuk diperhatikan

    adalah bagaimana partisipasi itu berlangsung pertama, Apakah

    inisiatif itu datang dari administrator atau penduduk setempat,

    kedua, apakah dorongan partisipasi itu sukarela atau paksaan, ketiga,

    struktur partisipasinya, keempat, saluran partisipasinya, kelima,

    durasi partisipasinya, keenam, ruang lingkup partisipasinya, ketujuh,

    pemberian kuasa, yang meliputi bagaimana keterlibatan pengarahpada hasil yang diharapkan. Dalam mengukur partisipasi, harus

    digunakan indikator sikap dan perbuatan.

    Selain itu, menurut Nengah (2006)19

    , masyarakat merupakan

    sekelompok orang yang berada di suatu wilayah geografi yang sama

    dan memanfaatkan sumber daya alam lokal yang ada di sekitarnya.

    Di negara-negara maju dan berkembang pada umumnya pariwisata

    dikelola oleh kalangan swasta yang memiliki modal usaha yang

    besar yang berasal dari luar daerah dan bahkan luar negeri. Sehinggamasyarakat lokal yang berada di suatu daerah destinasi pariwisata

    tidak dapat terlibat langsung dalam kegiatan pariwisata. Ketidak

    terlibatan masyarakat lokal dalam kegiatan pariwisata sering kali

    17 op.cit.Hal : 22

    18 op.cit.Hal : 24

    19 Subadra, I Nengah. 2006. Ekowisata Hutan Mangrove Dalam Pembangunan

    Pariwisata Berkelanjutan: Studi Kasus di Mangrove Information Center, Desa

    Pemogan, Kecamatan Denpasar Selatan, Kota Denpasar. (tesis) S2 KajianPariwisata: Universitas Udayana.

  • 8/10/2019 PARIWISATA BERKELANJUTAN 1

    11/24

    21

    menimbulkan opini bahwa masyarakat lokal bukan termasuk

    stakeholders dari pariwisata dan merupakan kelompok yang

    termarjinalisasi dari kesempatan bisnis dalam bidang pariwisata.

    Pada dasarnya masyarakat lokal memiliki pengetahuan

    tentang fenomena alam dan budaya yang ada di sekitarnya. Namun

    mereka tidak memiliki kemampuan secara finansial dan keahlian

    yang berkualitas untuk mengelolanya atau terlibat langsung dalam

    kegiatan pariwisata yang berbasiskan alam dan budaya. Sejak

    beberapa tahun terakhir ini, potensi-potensi yang dimiliki oleh

    masyarakat lokal tersebut dimanfaatkan oleh para pengelola wilayah

    yang dilindungi (protected area) dan pengusaha pariwisata untuk

    diikutsertakan dalam menjaga kelestarian alam dan biodiversitas

    yang ada di daerahnya. Masyarakat lokal harus terlibat secara aktif

    dalam pengembangan pariwisata. Lebih jauh, pariwisata juga

    diharapkan memberikan peluang dan akses kepada masyarakat lokal

    untuk mengembangkan usaha pendukung pariwisata seperti; toko

    kerajinan, toko cindramata (souvenir), warung makan dan lain-lain

    agar masyarakat lokalnya memperoleh manfaat ekonomi yang lebih

    banyak dan secara langsung dari wisatawan yang digunakan untuk

    meningkatkan kesejahteraan dan taraf hidupnya. Tingkat

    keterlibatan masyarakat dalam pariwisata sangat berbeda dan initergantung dari jenis potensi, pengalaman, pengetahuan dan keahlian

    yang dimiliki oleh individu atau masyarakat lokal tersebut (Nengah,

    2006)20

    .

    Dari penelitian Nengah (2006) juga mengungkapkan bahwa

    Keterlibatan masyarakat lokal dalam pengembangan pariwisata

    dapat dilakukan dengan cara : Pertama, menyewakan tanahnya

    kepada operator pariwisata untuk dikembangkan sebagai obyek dan

    daya tarik pariwisata serta turut serta memantau dampak-dampak

    yang ditimbulkan sehubungan dengan pengembangan pariwisata

    tersebut;Kedua, bekerja sebagai karyawan tetap atau paruh waktu di

    perusahaan operator pariwisata tersebut; Ketiga, menyediakan

    pelayanan jasa kepada operator pariwisata seperti; pelayanan

    makanan, transportasi, akomodasi dan panduan berwisata (guiding);

    Keempat,membentuk usaha patungan (joint venture) dengan pihak

    20 Subadra, I Nengah. 2006. Ekowisata Hutan Mangrove dalam Pembangunan

    Pariwisata Berkelanjutan: Studi Kasus di Mangrove Information Center, Desa

    Pemogan, Kecamatan Denpasar Selatan, Kota Denpasar. (Tesis) S2 KajianPariwisata: Universitas Udayana.

  • 8/10/2019 PARIWISATA BERKELANJUTAN 1

    12/24

    22

    swasta, yang mana masyarakat lokal menyediakan lokasi dan

    pelayanan jasanya sedangkan pihak swasta menangani masalah

    pemasaran produk dan manajemen perusahaan; Kelima,mengembangkan pariwisata secara mandiri dengan mengutamakan

    pengembangan pariwisata berbasiskan kemasyarakatan (community-

    based tourism).

    Dalam Teori Community-Based Resources Management,

    Korten (1986, dalam Pitana 1999)21

    , mengemukakan tiga alasan

    mengapa community based management sangat penting

    dilaksanakan sebagai rancangan dasar dalam pembangunan, yaitu:

    Pertama, adanya sumber daya lokal (local resources) yang secara

    tradisional dikuasai dan dikelola oleh masyarakat lokal; Kedua,

    adanya tanggung jawab lokal (local accountability), artinya

    pengelolaan yang dilakikan oleh masyarakat setempat biasanya lebih

    bertanggung jawab, karena kegiatan yang mereka lakukan secara

    langsung akan mempengaruhi hidup mereka. Orang luar dipandang

    tidak mempunyai kedekatan moral dengan masyarakat lokal,

    sehingga tidak merasa memiliki tanggung jawab. Ketiga, adanya

    variasi antar daerah (local variety), sehingga daerah yang satu

    dengan daerah yang lain tidak boleh diperlakukan sama dan

    menuntut adanya sistem pengelolaan yang berbeda.

    Pandangan Korten inilah yang oleh Pitana (2000 dalam

    Arismayanti 2010)22

    , memunculkan konsep pariwisata kerakyatan

    yang memiliki karakteristik ideal, antara lain :Pertama, skala usaha

    yang dikembangkan adalah skala kecil sehingga lebih mudah

    dijangkau oleh masyarakat menengah ke bawah di dalam

    penguasaannya; Kedua, pelakunya adalah masyarakat menengah ke

    bawah atau biasanya didominasi oleh masyarakat lokal (locally

    owned and managed); Ketiga, inputyang digunakan, baik sewaktu

    konstruksi maupun operasional berasal dari daerah setempat atau

    21 Pitana, I Gede. 2009. Pelangi Pariwisata Bali. Denpasar: Bali Post ;

    Dikutip dari Arismayanti, Ni Ketut, 2010. Arah Pembangunan Dan

    Pengembangan Pariwisata Berkelanjutan di Bali ; Dalam Pariwisata

    Berkelanjutan Dalam Pusaran Krisis Global. Denpasar : Penerbit Udayana

    University Press, Hal 264.22

    Arismayanti, Ni Ketut, 2010. Arah Pembangunan Dan Pengembangan

    Pariwisata Berkelanjutan di Bali ; Dalam Pariwisata Berkelanjutan Dalam

    Pusaran Krisis Global. Denpasar : Penerbit Udayana University Press, Hal264.

  • 8/10/2019 PARIWISATA BERKELANJUTAN 1

    13/24

    23

    komponen importnya kecil; Keempat, aktivitas berantai (spin off

    activity) yang ditimbulkan sangat banyak, baik secara individu

    maupun melembaga akan semakin besar yang konsekuensinyamemberikan manfaat langsung bagi masyarakat lokal; Kelima,

    berbasis kebudayaan lokal karena pelakunya adalah masyarakat

    lokal; Keenam, ramah lingkungan, karena terkait dengan tidak

    adanya konversi lahan secara besar-besaran serta tidak adanya

    pengubahan bentang alam yang berarti; Ketujuh, tidak seragam,

    karena bercirikan keunikan daerah setempat; Kedelapan, menyebar

    di berbagai daerah.

    Enterpreneurship masyarakat lokal dalam pengembangan

    pariwisata

    Perkembangan pariwisata di suatu daerah secara tidak

    langsung akan membawa pengaruh positif terhadap daerah itu

    sendiri. Bardgett (2000 dalam Wowor 2011)23

    , menjelaskan bahwa

    aktivitas pembangunan pariwisata dapat menciptakan lapangan

    pekerjaan. Itu bisa disaksikan melalui penyerapan tenaga kerja pada

    sektor perhotelan, restoran, rumah makan, dan sebagainya. Selain

    itu, Alloc dan Tetsu (2006)24 melihat bahwa pariwisata dapat

    menjadi bagian integrasi pembangunan ekonomi di suatu negara jika

    dapat menggerakan sektor pembangunan lainnya. Misalnya,

    berbagai hotel membutuhkan beras dan sayur, ikan dan daging yang

    biasanya disediakan oleh petani, nelayan dan peternak lokal. Ketika

    hubungan ini berjalan dengan baik atau ada hubunga simbiosis maka

    oleh para ekonom menyebutkannya dengan istilah multiplier effect-

    efek multiplier / efek pengganda - (Meyer 2006)25

    . Ketika efekmultiplier ini dijalankan dengan mekanisme yang baik, maka

    diyakini akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat danperekonomian daerah.

    Selain itu, perkembangan pariwisata juga akan menggerakan

    aktivitas masyarakat lokal untuk mengembangkan dirinya sebagai

    23 Wowor, Alexander Johannes, 2011. Pariwisata Bagi Masyarakat Lokal

    ;Salatiga : Disertasi Doktor Program Pascasarjana Studi Pembangunan UKSW.24

    Op.cit25

    Wowor, Alexander Johannes, 2011. Pariwisata Bagi Masyarakat Lokal;Salatiga : Disertasi Doktor Program Pascasarjana Studi Pembangunan UKSW.

  • 8/10/2019 PARIWISATA BERKELANJUTAN 1

    14/24

    24

    entrepreneur lokal. Konsep entrepreneur (kewirausahaan), akhir-

    akhir ini ramai dibicarakan mengingat perannya dalam mendukung

    perekonomian negara, dalam hal meningkatkan iklim usaha dikalangan komunitas usahawan menengah ke bawah. Dilain pihak

    peran kewirausahaan dalam menciptakan lapangan pekerjaan, di luar

    sektor formal.

    Dalam bukunya Nitisusastro (2010 dalam Doirebo 2011)26

    ,

    ada tiga hal yang menentukan kesuksesan seorang wirausahawan

    yaitu; pertama, seorang yang disebut wirausaha (harus) menaruh

    perhatian yang serius terhadap usahanya. kedua, seorang wirausaha

    memiliki kemampuan menejeman yang baik dalam menjalankan

    mengoperasionalkan - usahanya; Terakhir (ketiga), seorang

    wirausaha (harus) memiliki kompetensi. Selain itu, menurut

    Amelia (2010 dalam Doirebo 2011)27

    ada dua faktor yang lebih

    mendasar yang mendorong seseorang melakukan wirausaha. Dua

    faktor itu yaitu, pertama, faktor lingkungan atau motivasi yang

    bersumber dari lingkungan, baik yang bersifat positif maupun yang

    bersifat negatif memiliki pengaruh yang kuat dalam mendorong

    pekerja berwirausaha. Dorongan positif contohnya adalah dorongan

    dari teman / keluarga untuk berwirausaha (having positive pull).

    Sedangkan dorongan yang bersifat negatif contohnya sepertikesulitan mencari pekerjaan ataupun ketidakpuasan kerja masing-

    masing. Faktor yang keduayaitu, faktor psikologis. Artinya bahwa

    pekerja berwirasaha dapat disebabkan karena memang secara

    psikologis memiliki keinginan untuk berwirausaha atau mereka

    secara pribadi memiliki kemauan untuk berwirausaha dan yakin

    bahwa wirausaha adalah wujud kemerdekaan diri terlepas dari satu

    sistem pekerjaan yang tertentu.

    26 Nitisusastro, H. Mulyadi, 2010, Kewirausahaan Dan Menejemen Usaha

    Kecil. Bandung : Penerbit Alfabeta. Diikutip dari Doirebo, Hans, 2012.

    Kumpulan Anotasi Tentang Kewirausahaan ; Salatiga. Belum

    dipublikasikan.27

    Reni Amalia, (2010), Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pekerja

    Untuk Berwirausaha Di Kota Pekanbaru. Universitas Indonesia, Jakarta.

    Diikutip dari Doirebo, Hans, 2012. Kumpulan Anotasi TentangKewirausahaan ; Salatiga. Belum dipublikasikan.

  • 8/10/2019 PARIWISATA BERKELANJUTAN 1

    15/24

    25

    Dalam konteksnya terhadap peran entrepreneur local dalam

    pengembangan pariwisata, Meyer (2006 dalam Wowor 2011)28

    dalam penelitiannya di Negara-negara Karibia menemukan bahwapembangunan pariwisata mempunyai dampak langsung terhadap

    perekonomian lokal jika masyarakat lokal dapat berpartisipasi dalam

    kegiatan pariwisata. Misalnya, para pengusaha jasa wisata yang

    berkembang di suatu kawasan wisata harus mendukung usaha lokal

    yang dijalankan oleh masyarakat melalui (memprioritaskan)

    membeli prodak (barang dan jasa) yang dihasilkan oleh masyarakat

    setempat para pelaku usaha lokal. Ketika ini dilakukan maka

    pengusaha lokal akan dianggap sebagai mitra usaha pengusaha

    besar.

    Peran masyarakat lokal dalam konservasi lingkungan hidup

    Pada bagian ini, akan dibahas beberapa konsep mengenai

    peran komunitas masyarakat dalam konservasi lingkungan.

    Pembahasan ini menjadi urgen, mengingat aktivitas pariwisata tidak

    bisa dipisahkan dengan daya dukung lingkungan itu sendiri. Oleh

    sebab itu, menjaga kondisi lingkungan agar tetap terpelihara dan

    dijaga kelestariannya, menjadi penting untuk dibahas, agar kelak

    dapat bermanfaat untuk saat ini dan waktu yang akan datang.

    Krisis lingkungan global menjadi salah satu persoalan

    mendasar dan penting yang sudah seharusnya dibicarakan (dibahas)

    bersama dalam penyelesaiannya. Krisis global tengah terjadi akibat

    pembangunan yang terus meningkat. Semenjak revolusi industri,

    yang dimulai tahun 1750-an, telah terjadi banyak perubahan yang

    menyebabkan manusia dengan teknologi semakin menguasai alam

    (Baiquni, 2010)29

    . Selain itu Baiquni (2010)30

    , mengungkapkanbahwa penerapan modernisasi dalam pembangunan telah

    menyebabkan perubahan dalam hal kualitas hidup manusia dan gaya

    28 Wowor, Alexander Johannes, 2011. Pariwisata Bagi Masyarakat Lokal

    ;Salatiga : Disertasi Doktor Program Pascasarjana Studi Pembangunan UKSW.29

    Baiquni, M, 2010. Pariwisata dan Krisis lingkungan Global dalam

    Pariwisata Berkelanjutan Dalam Pusaran Krisis Global. Denpasar :

    Penerbit Udayana University Press.30

    Baiquni, M, 2010. Pariwisata dan Krisis lingkungan Global dalam

    Pariwisata Berkelanjutan Dalam Pusaran Krisis Global. Denpasar :Penerbit Udayana University Press.

  • 8/10/2019 PARIWISATA BERKELANJUTAN 1

    16/24

    26

    hidup konsumtifnya maupun peningkatan kualitas penduduk yang

    memerlukan dukungan dan sumber daya yang tinggi.

    Dalam kaitannya dengan krisis lingkungan global, sektor

    pariwisata secara tidak disadari telah ikut berpartisipasi dalam

    memperburuk kondisi lingkungan. Implikasi dari kemajuan atau

    berkembangnya pariwisata di daerah bisa dilihat dari terjadinya

    degradasi kondisi lingkungan. Sebagai contoh konkrit adalah

    bagaimana perkembangan pariwisata yang terjadi di Bali dan

    Sulawesi Utara. Dalam beberapa penelitian dijumpai bahwa akibat

    pengembangan pariwisata di Bali, menyebabkan terjadinya krisis

    lahan, krisis air bersih dan beberapa persoalan-persoalan

    pembangunan lainnya yang disebabkan oleh pembangunan-

    pembangunan fisik, seperti pembangunan hotel, restoran, lapangan

    golf dan sebagainya. Salah satu penelitian yang dilakukan oleh

    Arida (2010)31

    , menemukan bahwa konsekuensi dari dibukanya Bali

    bagi pengembangan pariwisata massal berakibat pada terjadinya

    degradasi lingkungan dalam berbagai ranah, seperti berkurangnya

    ruang publik di pantai, perusakan sempadan sungai oleh

    pembangunan hotel atau villa, pengambilan air tanah secara

    berlebihan, untuk lapangan golf, dan seterusnya. Atau dengan kata

    lain menutur Arida (2010), bahwa sektor pariwisata menyumbangcukup besar terhadap degradasi lingkungan alam Bali.

    Kasus pengembangan pariwisata di Taman Nasional

    Bunaken di Sulawesi Utara juga ikut berimbas akibat kondisi

    lingkungan yang kurang terjaga akibat faktor kelalaian manusia

    dalam menjaga kebersihan dan kondisi lingkungan alam. Dalam

    penelitian Wowor (2011)32

    , dijumpai bahwa persoalan lingkungan

    teristimewa persoalan sampah - menjadi salah satu faktor yang

    menjadi momok bagi masyarakat lokal di Bunaken. Ketika sampah

    terdampar di Bunaken bukan saja menjadi beban penduduk Bunaken

    sekarang, tetapi dalam jangka panjang akan menjadi masalah bagi

    pengembangan pariwisata itu sendiri.

    31 Arida, Nyoman Sukma, 2010. Strategis Alternatif Untuk Keberlanjutan

    Pariwisata Bali ; dalam Pariwisata Berkelanjutan Dalam Pusaran Krisis

    Global. Denpasar : Penerbit : Udayana University Press.32

    Wowor, Alexander Johannes, 2011. Pariwisata Bagi Masyarakat Lokal;Salatiga : Disertasi Doktor Program Pascasarjana Studi Pembangunan UKSW.

  • 8/10/2019 PARIWISATA BERKELANJUTAN 1

    17/24

    27

    Oleh sebab itu, untuk meminimalkan persoalan-persoalan

    tersebut ada beberapa prinsip penting yang dikemukakan dalam

    pengelolaan pariwisata, di antaranya adalah perlunya penekananpada konsep local control atau kontrol oleh masyarakat setempat

    (Arismayanti 2010)33

    . Keberlanjutan pengembangan pariwisata

    sangat tergantung pada besarnya kontrol masyarakat lokal terhadap

    daerahnya. Ini menjadi penting mengingat masyarakat lebih

    mengetahui dan mengenal kondisi daerahnya dibandingkan dengan

    orang lain di luar komunitasnya. Akhir-akhir ini peran masyarakat

    lokal dalam partisipasinya mengontrol lingkungan tempat tinggalnya

    semakin minim, sehingga berakibat terhadap (semakin)

    termarjinalisasi masyarakat lokal, atau semakin terdesaknyamasyarakat lokal dari prosedur pengambilan keputusan, dan semakin

    menghawatirkan keberlanjutan pembangunan pariwisata itu

    (Arismayanti, 2010)34

    .

    Berdasarkan kajian ekologi manusia, ada juga teori yang

    menyatakan bahwa masyarakat lokal mempunyai kearifan-kearifan

    tradisional atau ethnoscience. Ethnoscience ini tumbuh dan

    berkembang serta terpelihara secara turun temurun dalam

    masyarakat berdasarkan atas pengalaman ratusan tahun dan

    umumnya sangat ramah lingkungan, karena konsep dasar yang adapada masyarakat tradisonal adalah penyelerasan diri dengan alam

    dengan memanfaatkan alam seperlunya untuk kehidupan sekarang

    dan dapat berkelanjutan untuk generasi mendatang (Arismayanti

    2010)35

    . Oleh sebab itu, pembangunan pariwisata berkelanjutan

    dapat diwujudkan kalau tingkat pemenfaatan sumberdaya tidak

    melampaui kemampuan regenerasi sumber daya tersebut. Ini

    dimungkinkan untuk dilakukan apabila beberapa syarat

    dimungkinkan untuk dilakukan dalam setiap pembangunan

    pariwisata, di antaranya adalah agar manfaat pembangunan ekonomiterdistribusi secara adil, dan adanya keterlibatan masyarakat lokal

    secara langsung dalam pembangunan kepariwisataan, termasuk di

    dalam menikmati manfaat ekonomi kepariwisataan.

    33 Arismayanti, Ni Ketut. 2010. Arah Pembangunan dan Pengembangan

    Pariwisata Berkelanjutan di Bali , dalam Pariwisata Berkelanjutan Dalam

    Pusaran Krisis Global. Denpasar : Penerbit : Udayana University Press.34

    Arismayanti, Ni Ketut. 2010 Arah Pembangunan dan Pengembangan

    Pariwisata Berkelanjutan di Bali , dalam Pariwisata Berkelanjutan Dalam

    Pusaran Krisis Global. Denpasar : Penerbit : Udayana University Press.35 op.cit.

  • 8/10/2019 PARIWISATA BERKELANJUTAN 1

    18/24

    28

    Keterlibatan masyarakat lokal (community-based approach)

    merupakan prasyarat mutlat tercapainya pembangunan pariwisata

    berkelanjutan. Pembangunan harus mampu mengangkat kembalitradisional knowledge, local knowledge atau etnoscience, yang

    sudah eksis di masyarakat lokal selama puluhan tahun bahkan

    ratusan tahun yang merupakan adaptasi ekologi masyarakat

    setempat. Ini menjadi penting. Sebagai contoh konkrit peran

    komunitas dalam konservasi lingkungan hidup selama ini telah

    dilakukan antara lain budaya Sasi di Maluku dan Papua. Budaya

    Sasi36

    di kalangan masyarakat Maluku dan Papua dilakukan dalam

    hal menjaga kondisi alamnya. Prosesnya tidak hanya dengan

    menggunakan pendekatan budaya, dalam menjaga sumberdayaalam. Misalnya, penerapan Sasipada beberapa lokasi budidaya ikan.

    Dimana kondisi lingkungan dimana keberadaan ikan-ikan tersebut,

    tidak boleh diambil atau dipanen sampai pada waktu yang telah

    ditentukan. Apabila dikemudian hari terdapat anggota masyarakat

    yang kedapatan mengambil ikan di luar dari waktu yang disepakati,

    maka anggota masyarakat tersebut akan dijatuhi hukuman adat atau

    agama oleh pemimpin adat setempat sesuai dengan aturan yang

    berlaku dalam budaya tersebut.

    Sudah bukan menjadi rahasia lagi, bahwa peran komunitaslokal dalam menjaga lingkungan hidup tetap dibutuhkan dalam

    kondisi kekininankrisis lingkungan global -, yang sedang melanda

    berbagai negara saat ini. Oleh sebab itu, dalam konferensi

    InternasionalEarth Summit (KTT Bumi) di Rio de Jenero Brasil

    pada tahun 199237

    , salah satu deklarasinya, mengamanatkan

    memberikan penekanan - kepada pemerintah tentang pentingnya

    pembangunan yang meminimalkan kerusakan lingkungan. Salah

    satu cara yang diamanatkan dalam KTT tersebut adalah dengan

    melibatkan peran komunitas lokal di dalammya. Oleh karena itu,untuk dapat menjaga dan meminimalkan krisis lingkungan global,

    dibutuhkan peran dan tanggung jawab komunitas lokal dalam

    partisipasi dalam menjaga konservasi lingkungan.

    36 Dalam tulisan ini, peneliti tidak membahas budaya Sasisecara mendetail. Sasi

    hanya dijadikan sebagai salah satu contoh bagaimana masyarakat lokal

    memanfaatkan kearifan lokal dalam menjaga ekosistem alam.37

    Sudiaarta, I Nyoman, 2010. Pemasaran Pariwisata Berkelanjutan ; dalam

    Pariwisata Berkelanjutan Dalam Pusaran Krisis Global. Denpasar :

    Penerbit : Udayana University Press. Hal: 241.

  • 8/10/2019 PARIWISATA BERKELANJUTAN 1

    19/24

    29

    Peran Pemimpin Lokal (Local Leader) dalam dalampengembangan pariwisata

    Pada bagian ini akan dijelaskan beberapa konsep teoritis

    dalam tataran abstrak maupun empirik mengenai definisi

    kepemimpinan (pemimpin). Pembahasan ini akan diawali dengan

    menjelaskan beberapa konsep (abstrak) kepemimpinan oleh berbagai

    pakar, yang mengulas berbagai macam karakteristik yang wajib

    dimiliki oleh seorang pemimpin dalam sebuah organisasi, baik itu

    formal maupun non formal. Akhir dari sub bab ini akan memberikan

    sebuah contoh kasus (kajian emprik) mengenai peran pemimpinlokal dalam sebuah komunitas dalam menjalankan dan

    memanfaatkan sumberdaya yang ada untuk mencapai suatu tujuan

    pembangunan di aras lokal.

    Dalam suatu organisasi faktor kepemimpinan menjadi sangat

    penting dalam menentukan pencapaian tujuan suatu organisasi.

    Mengingat peran kepemimpinan sangat sentral dalam suatu

    organisasi, maka oleh Tohar dan Robbins mendefinisikan

    kepemimpinan sebagai suatu aktivitas untuk mempengaruhi perilaku

    orang lain agar supaya mereka (anggota) mau diarahkan untuk

    mencapai tujuan tertentu (dalam Soares 2010).38

    Sedangkan, oleh

    Purwanto (1991) dalam Soares (2010), mengartikan kepemimpinan

    sebagai sekumpulan dari serangkaian kemampuan dan sifat-sifat

    kepribadian, termasuk di dalamnya kewibawaan untuk dijadikan

    sebagai sarana dalam rangka menyakinkan yang dipimpinnya agar

    mereka mau dan dapat melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan

    kepadanya dengan rela, penuh semangat, ada kegembiraan batin,

    serta tidak merasa terpaksa.

    Sama halnya dengan pandangan-pandangan di atas,

    Pygmalion dalam Neuschel (2008)39

    , mengungkapkan bahwa cara

    seseorang melihat pembentuk kinerja yang baik, ditentukan oleh

    cara pemimpin menampilkan dirinya dihadapan pengikutnya. Cara

    38 Soares, Januario, 2010. Klandestin Dalam Perjuangan Kemerdekaan Timor

    Leste ; Salatiga : Tesis Master Program Pascasarjana Studi Pembangunan

    UKSW39

    Neuschel, P Roberth, 2008. Pemimpin Yang Melayani; Jakarta : PenerbitAkademia.

  • 8/10/2019 PARIWISATA BERKELANJUTAN 1

    20/24

  • 8/10/2019 PARIWISATA BERKELANJUTAN 1

    21/24

    31

    komprehensif yang memungkinkan orang berubah ke tingkat

    pengalaman dan kinerja yang baru.

    Pemimpin (aktor) mempunyai peranan penting untuk

    menentukan keberhasilan suatu kegiatan (tindakan) yang dilakukan.

    Burns (dalam Neuschel, 2008), menyebutkan peran itu sesuatu yang

    mengubah pergerakan arah yang berbeda atau mengubah budaya

    atau metode operasi. Seorang pemimpin harus memiliki kekuatan

    karakter yang solid (Neuschel 2008)45

    . Sehingga, menjadi catatan

    bahwa, kecerdasan bukan (menjadi) faktor terkuat yang memotifasi

    orang untuk mengikuti dan berbaris di belakang pemimpin, tetapi

    yang menjadi daya tarik adalah menyangkut kualitas dari sifat dari

    pemimpin itu sendiri, seperti; integritas, kematangan, konsisten,

    antusiasme dan keuletan. Atau dalam pandangan Thomas (dalam

    Neuschel 2008)46

    , mengatakan bahwa, keberhasilan dan kegagalan

    dalam suatu organisasi, dapat diketahui dari seberapa baik organisasi

    memanfaatkan energi besar dan bakat hebat orang-orangnya.

    Sehingga oleh Thomas, menekankan, bahwa dalam rangka

    pencapaian suatu keberhasilan dalam membuat kebijakan ditentukan

    oleh aspek manusia dan sumber daya manusia. Oleh sebab itu

    mengingat peran dan tanggung jawab sumber daya manusia inilah

    maka, dapat dipastikan bahwa organisasi mampu mencapaikeberhasilan untuk melakukan suatu perubahan (Sedarmayanti

    2010)47

    .

    Dalam konteks empirik, ada sebuah hasil penelitian yang

    secara konkrit, menggambarkan peran ketokohan atau

    kepemimpinan lokal dalam sebuah komunitas masyarakat yang

    secara positif membawa perubahan dalam suatu proses

    pembangunan. Sugianto (2011)48

    , dalam disertasinya, menemukan

    bahwa ada peran pemimpin lokal dalam diri bapak Stevanus sebagai

    45 Neuschel, P Roberth, 2008. Pemimpin Yang Melayani; Jakarta : Penerbit

    Akademia.46

    op.cit.47

    Sedarmayanti, Hj, 2010. Manajemen Sumber Daya Manusia; Jakarta : PT.

    Rafika Aditama.48

    Sugianto, Helena Anggraeni Tjondro, 2011. Modal Spiritual Kekuatan

    Tersebunyi Di Balik Kemampuan Membangun ; Potret Kekerabatan Warga

    Kampung Mondo, Manggarai Timur, NTT; Salatiga : Disertasi DoktorProgram Pascasarjana UKSW, 2011. Penerbit Pertapaan Shanti Bhuana.

  • 8/10/2019 PARIWISATA BERKELANJUTAN 1

    22/24

    32

    Tua Golo49

    dalam memimpin komunitas warga kampung Mondo di

    Manggarai NTT, dalam menjalankan aktivitas pembangunan di

    kampungnya. Walaupun tanpa adanya peran negara dalampembangunan di kampung Mondo peran Tua Golosangat dominan

    dalam memimpin komunitas masyarakatnya untuk melakukan dan

    menjalankan aktivitas pembangunan di kampung Mondo.

    Sebagai contoh, dengan pendekatan modal spiritual,

    kepemimpinan Tua Golo, masih menggunakan sifat otoriter sebagai

    seorang bapak terhadap anaknya masih tampak dalam

    kepemimpinannya. Selain itu, beberapa contoh kepemimpinan bapak

    Stevanus sebagai Tua Golo, dapat dilihat dari contoh berikut :

    Contoh kasus yang menunjukkan orientasinya kepada yang

    lemah dan kepentingan orang banyak adalah ketika Stevanus

    menerima bantuan babi untuk program babi bergulir, ia

    mengutamakan warganya yang miskin untuk mendapatkan babi-

    babi tersebut lebih dahulu, dan menempatkan dirinya digiliran

    terakhir. Jika ketika ia memutuskan rute jalur pipa untuk saluran

    jalan air bersih, rumahnya sendiri mendapatkan kesempatan

    terakhir karena jalur pipa dibuat berakhir di sekitar rumahnya

    (Sugianto 2011 : 298)50

    .

    Hal inilah yang oleh Sugiantoro (2011)51

    , dalam Disertasinyamenemukan bahwa, ada dua hal kekhasan (unik) dari kepemimpinan

    lokal di Mondo. Kekhasan yang dimiliki pemimpin lokal itu antara

    lain, Pertama kekerabatan disana dipengaruhi oleh eksistensi

    pemimpin yang kuat. Selain itu, kedua, pola kepemimpinan

    cenderung otoriter namun karena dilandasi nilai kesatria yang

    membela kaum lemah, kepemimpinan tersebut justru menguatkan

    nilai komunal di kalangan warga. Kedua, nilai ksatria dan komunal

    49 Tua Golomerupakan istilah atau sebutan bagi kepala kampung Mondo. Lihat

    Sugianto, Helena Anggraeni Tjondro, 2011. Modal Spiritual Kekuatan

    Tersebunyi Di Balik Kemampuan Membangun ; Potret Kekerabatan Warga

    Kampung Mondo, Manggarai Timur, NTT; Salatiga : Disertasi DoktorProgram Pascasarjana UKSW, 2011. Penerbit Pertapaan Shanti Bhuana. hal

    58.50

    Sugianto, Helena Anggraeni Tjondro, 2011. Modal Spiritual Kekuatan

    Tersebunyi Di Balik Kemampuan Membangun ; Potret Kekerabatan Warga

    Kampung Mondo, Manggarai Timur, NTT; Salatiga : Disertasi Doktor

    Program Pascasarjana UKSW, 2011. Penerbit Pertapaan Shanti Bhuana.51 op.cit.

  • 8/10/2019 PARIWISATA BERKELANJUTAN 1

    23/24

    33

    ini tak lepas dari penghayatan spiritual para pemimpin Mondo dan

    warganya yang sangat menghargai leluhur.

    Kesimpulan

    Posisi tinjauan teroritis yang telah diuraikan sebelumnya,

    merupakan pijakan (titik tolak) dari empat konsep besar sintesa.

    Konsep-konsep tersebut antara lain, pariwisata berkelanjutan,

    pariwisata berbasis masyarakat yang didalamnya memuat, konsep

    partisipasi komunitas dalam menjaga lingkungan, kewirausahaan,

    dan peran pemimpin lokal. Keterkaitan antara konsep konseptersebut dapat dijadikan sebagai acuan dalam melihat (menjelaskan)

    bagaimana komunitas masyarakat lokal dalam pengembangan

    pariwisata dalam konteks pariwisata berkelanjutan. Tujuan mulia

    pembangunan pariwisata berkelanjutan sejatinya adalah, bahwa

    pembangunan kepariwisataan (harus) berpijak padapertama, prinsip

    keberlangsungan ekologi lingkungan dimana obyek wisata itu

    berada;Kedua, menjaga kelangsungan sosial budaya masyarakat. Ini

    menjadi penting mengingat bahwa selain daya dukung lingkungan

    alam, keberlangsungan sosial budaya masyarakat menjadi pilarutama dalam daya tarik pariwisata; Ketiga, kelangsungan ekonomi,

    menjadi hal yang mutlak didapati (diperoleh) oleh masyarakat dan

    daerah akibatpositif - dari pengembangan pariwisata tersebut; dan

    keempat, kemanfaatan baik untuk generasi sekarang maupun

    generasi yang akan datang.

    Untuk pencapaian tersebut dibutuhkan kerjasama semua

    pihak (Stakeholder) untuk bekerjasama dalam pencapaiannya.

    Dalam konteks ini, peran serta komunitas masyarakat menjadi fokus

    kajiannya. Peran komunitas masyarakat dalam pengembanganpariwisata, menjadi sesuatu yang urgen untuk diterapkan saat ini

    dalam mengembangkan pariwisata berkelanjutan. Pentingnya peran

    komunitas masyarakat lokal tersebut dalam pengembangkan

    pariwisata disebabkan karena, masyarakatlah yang lebih tahu seluk

    beluk dan kondisi lingkungan dimana mereka tempati, dibandingkan

    oleh orang lain di luar komunitasnya (Arismayanti 2010). Oleh

    sebab itu, menjadi penting untuk dikembangkan konsep pariwisata

    berkelanjutan dengan pendekatan komunitas lokal di dalammya.

    Sehingga apa yang menjadi cita-cita (tujuan) pengembangan

  • 8/10/2019 PARIWISATA BERKELANJUTAN 1

    24/24