paralisis pita suara

download paralisis pita suara

of 21

description

membahas mengenai paralisi pita suara, baik dalam pengertian, patofisiologi, dan penatalaksanaan

Transcript of paralisis pita suara

PARALISIS PITA SUARA

I. PENDAHULUAN

Pita suara terdapat pada laring.Walaupun laring biasanya dianggap sebagai organ penghasil suara, namun ternyata mempunyai tiga fungsi utama yaitu proteksi jalan nafas, respirasi dan fonasi. Pita suara ini memproduksi suara ketika udara berada dalam paru dilepaskan dan melewati pita suara yang tertutup, sehingga mengakibatkan pita suara tersebut akan bergetar. Namun, pembentukan suara agaknya merupakan fungsi laring yang paling kompleks dan paling baik diteliti. Korda vokalis sejati yang teraduksi, kini diduga berfungsi sebagai suatu alat bunyi pasif yang bergetar akibat udara yang dipaksa antara korda vokalis sebagai akibat kontraksi otot-otot ekspirasi. Nada dasar yang dihasilkan dapat dimodifikasi dengan berbagai cara. Otot intrinsik laring dan krikotiroideus berperan penting dalam penyesuaian tinggi nada.Tiap penyakit yang mempengaruhi kerja otot intrinsik dan ekstrinsik laring (paralisis saraf, trauma, pembedahan) atau terdapat massa pada korda vokalis sejati akan mempengarui fungsi laring, akibatnya akan terjadi gangguan menelan ataupun perubahan suara. 1,2

Paralisis pita suara merupakan gangguan suara ketika salah satu ataupun kedua pita suara tidak dapat membuka maupun menutup dengan semestinya. Paralisis pita suara adalah suatu gangguan yang sering terjadi dengan gejala klinis yang bervariasi, dari ringan hingga mengancam nyawa penderita. Paralisis pita suara dapat mengakibatkan masalah dalam mengeluarkan suara dan mungkin dalam bernapas serta menelan.2

Kelumpuhan pita suara dapat terjadi pada anak-anak ataupun orang dewasa. Kelumpuhan ini pun dapat dikategorikan dalam kelumpuhan kongenital dan kelumpuhan yang didapat. Satu atau kedua pita suara dapat terlibat, namun kelumpuhan bilateral atau dua sisi lebih sering terjadi.3

Paralisis pita suara sendiri hingga kini masih menjadi masalah yang serius dalam bidang THT. Hal ini dikarenakan kerusakan yang terjadi terhadap sarafnya bersifat permanen. Berbagai tindakan intervensi pun mulai dikembangkan untuk meminimalkan kerusakan yang terjadi.1,2II. INSIDENSI

Perkiraan frekuensi terjadinya kelumpuhan pita suara berkisar antara 1,5 - 23% kejadian. Menurut beberapa penulis, paralisis pita suara menempati urutan kedua dalam kelompok lesi congenital pada laring. Menurut Holinger dan rekan lesi congenital lebih banyak terjadi daripada lesi yang didapat.3III. ANATOMI

III. 1. Struktur Penyangga Laring

Laring adalah suatu struktur berbentuk tabung yang terbentuk dari suatu sistem yang kompleks yang terdiri dari otot, kartilago, jaringan ikat. Laring menggantung dari tulang hyoid, yang merupakan satu-satunya tulang di dalam tubuh yang tidak berartikulasi dengan tulang lain. Kerangka dari laring tersusun atas 3 kartilago yang berpasangan dan 3 kartilago yang tidak berpasangan. Kartilago tiroid merupakan kartilago tidak berpasangan yang terbesar, terletak dibawah os hioideum dan menggantung pada ligamentum tirohioideum adalah dua alae atau sayap kartilago tiroidea yang berbentuk seperti perisai. Bagian paling anterior dari kartilago ini sering menonjol pada beberapa pria, dan biasa disebut sebagai Adams apple. Pada tepi posterior masing-masing alae, terdapat kornu superior dan inferior. Artikulatio kornu inferior dengan kartilago krikoidea, memungkinkan sedikit pergeseran atau gerakan antarakartilago tiroidea dan krikoidea. Kartilago tidak berpasangan yang kedua adalah kartilago krikoid, yang juga mudah teraba di bawah kulit, melekat pada kartilago tiroidea lewat ligamentum krikotiroideum, bentuknya sering digambarkan sebagai sebuah signet ring yang berbentuk lingkaran penuh dan tak mampu mengembang.Intubasi endotrakea yang lama sering kali merusak lapisan mukosa cincin dan dapat menyebabkan stenosis subglotis didapat. Kartilago ketiga yang tidak berpasangan adalah kartilago epiglotika, yang berbentuk seperti sebuah bat pingpong. Pegangan atau petioles melekat melalui suatu ligamentum penden pada kartilago tiroidea tepat diatas korda vokalis, sementara bagia racquent meluas ke atas di belakang korpus hioideum ke dalam lumen faring, memisahkan pangkal lidah dan laring. Perlekatan dari epiglotis memungkinkan kartilago tersebut untuk invert, sebuah gerakan yang dapat membentuk untuk mendorong makanan dan cairan secara langsung ke dalam esofagus dan melindungi korda vokalis dan jalan pernapasan selama proses menelan.1,2,3,4

Gambar (1)

Dikutip dari kepustakaan 4

Ketiga kartilago yang berpasangan antara lain aritenoid, kuneiformis, dan kornikulatus. Aritenoid berbentuk seperti piramid dan karena mereka melekat pada korda vokalis, membiarkan terjadinya gerakan membuka dan menutup dari korda vokalis yang penting untuk respirasi dan bersuara. Kuneiformis dan kornikulatus berukuran sangat kecil dan tidak memiliki fungsi yang jelas.2

Gambar(2)Dikutip dari kepustakaan 4III. 2 . Muskulus

Otot-otot laring terdiri dari dua kelompok utama yaitu otot-otot ekstrinsik dan otot-otot intrinsik. Otot-otot ekstrinsik laring adalah otot-otot dari kompleks laryngohyoid yang berfungsi untuk menaikkan, menurunkan, atau menstabilkan laring. Disebut otot ekstrinsik karena otot ini di satu pihak melekat pada laring dan juga melekat di luar laring. Sedangkan otot-otot intrinsic adalah otot yang secara anatomi terbatas pada otot yang melekat tepat pada laring. Otot-otot intrinsic memodifikasi ukuran pembukaan pada glottis bersama dengan panjang dan ketegangan pada lipatan pita suara.1,2,3,4,6,,8 Otot Ekstrinsik

Otot ekstrinsik melekat pada pemukaan laring dan permukaan luar laring. Otot ekstrinsik berfungsi menggerakkan laring. Karena os hyoideum dihubungkan dengan laring oleh membrana hyoithyroidea dan oleh epiglottis maka otot-otot yang menggerakkan os. Hyoideum juga akan menggerakkan laring. Ada 8 otot ekstrinsik laring, terbagi menjadi:21. Otot Suprahioid.Berfungsi mengangkat laring ke arah atas. Terdiri atas M.Stylohyoid, M.Mylohyoid, M.Geniohyoid, dan M.Digastric.22. Otot Infrahioid.Berfungsi menarik laring ke arah bawah. Terdiri atas M.Sternotyroid, M.Sternohyoid, M.Thyrohyoid, dan M.Omohyoid.2

Otot-otot ini berperan pada gerakan dan fiksasi laring secara keseluruhan. Terdiri dari kelompok otot elevator dan depresor. Kelompok otot depresor terdiri dari mm.tirohioid, sternohioid, dan omohioid yang dipersarafi oleh ansa hipoglosus dari C2 dan C3. Kelompok otot elevator terdiri dari mm.digastrikus anterior dan posterior, stilohioid, geniohioid dan milohioid yang dipersarafi oleh nervus kranial V,VII dan IX. Kelompok ini penting pada fungsi menelan dan fonasi dengan mengangkat laring dibawah dasar lidah.

Otot Intrinsik

Kontraksi otot intrinsik berhubungan dengan gerak pita suara. Otot instrinsik laring berfungsi mempertahankan dan mengontrol jalan udara pernafasan melalui laring, mengontrol tahanan terhadap udara ekspirasi selama fonasi dan membantu fungsi sfingter dalam mencegah aspirasi benda asing selama proses menelan. Otot-otot intrinsic terdiri dari M.Cricoarytenoid posterior, M. Interaarytenoid Lateral, M.Cricotyroid dan M. Tyroarytenoid.

Gambar (3)

Dikutip dari kepustakaan 4

M.cricotiroid terletak dipermukaan depan laring, antara sisi lateral krikoid dan kartilago tiroid. Otot ini berfungsi untuk menyempitkan ruang krikotiroid di anterior dan gerakan ini memperbesar jarak antara kartilago tiroid dan kartilago aritenoid, yang menumpang pada krikoid. Perlekatan anterior dan posterior ligamentum vokalis terpisah makin jauh. Hasil akhirnya adalah pemanjangan dan peregangan pita suara.

Kontraksi m.krikoaritenoid posterior membawa prosesus muskularis aritenoid ke belakang dan memutar prosesus vokalis ke lateral. Otot ini berfungsi sebagai abduktor utama pita suara. m.crikoaritenoid lateral melakukan gerak adduksi pita suara. M.tiroaritenoid eksterna bekerja untuk adduksi pita suara, dan juga mengubah tegangan dan ketebalan tepi bebas suara. Sfingter glotis menarik kartilago aritenoid ke depan untuk mengurangi tegangan ligamen vokalis dan memperbesar ketebalan pita suara. Otot ini dipersarafi secara bilateral oleh n.laringeal rekuren, karena itu tidak terjadi kelumpuhan akibat penyakit yang mengenai n.rekuren unilateral. Otot ini juga menerima persarafan motorik dari n.laringeus superior.

M.ariepiglotik bekerja untuk menutupi sfingter laring superior, tetapi bentuknya kecil dan sering hampir tidak ada. Otot ini dapat menjadi hipertrofi jika fungsi pita suara palsu menggantikan fungsi pita suara asli.1,2III. 3. Persarafan, Perdarahan dan Drainase Limfatik Laring

Terdapat dua pasang saraf yang mempersarafi laring dengan persarafan sensorik dan motorik, yakni dua saraf laringeus superior dan dua inferior atau laringeus rekurens. Saraf laringeus merupakan cabang-cabang dari saraf vagus. Saraf laringeus superior meninggalkan trunkus vagalis tepat di bawah ganglion nodosum, melengkung ke anterior dan medial di bawah arteri karotis eksterna dan interna, dan bercabang dua menjadi suatu cabang sensorik interna dan cabang motorik eksterna. Cabang interna menembus membran tirohiodea untuk mengurus persarafan sensorik valekula, epiglotis, sinus piriformis, dan seluruh mukosa laring superior interna tepi bebas korda vokalis sejati. Masing-masing cabang eksterna merupakan suplai motorik untuk satu otot saja, yaitu otot krikotiroideus. Di sebelah inferior, saraf rekurens berjalan naik dalam alur di antara trakea dan esophagus, masuk ke dalam laring tepat di belakang artikulasio krikotiroideus, dan mengurus persarafan motorik semua otot intrinsik laring kecuali krikotiroideus. Saraf rekurens juga mengurus sensasi jaringan di bawah korda vokalis sejati (regio subglotis) dan trakea superior. Perjalanan saraf rekurens kanan dan kiri yang berbeda juga rnemperlihatkan jaras neural yang lebih tinggi dari persarafan laring. Karena perjalanan saraf rekurens kiri yang lebih panjang serta hubungannya dengan aorta, maka saraf ini lebih rentan cedera dibandingkan saraf yang kanan.

Gambar (4)Dikutip dari kepustakaan 4

Suplai arteri dan drainase venosus dari laring paralel dengan suplai sarafnya. Arteri dan vena laringea superior merupakan cabang-cabang arteri dan vena tiroidea superior, dan keduanya bergabung dengan cabang interna saraf laringeus superior untuk membentuk pedikulus neurovaskular superior. Arteri dan vena laringea inferior berasal dari pembuluh tiroidea inferior dan masuk ke laring bersama saraf laringeus rekurens.

Terdapat dua sistem drainase terpisah, superior dan inferior, di mana garis pemisah adalah korda vokalis sejati. Korda vokalis sendiri mempunyai suplai limfatik yang buruk. Di sebelah superior, aliran limfe menyertai pedikulus neurovaskular superior untuk bergabung dengan nodi limfatisi superiors dari rangkaian servikalis profunda setinggi os hioideus. Drainase subglotis lebih beragam, yaitu ke nodi limfatisi pretrakeales (satu kelenjar terletak tepat di depan krikoid dan disebut nodi Delphian), kelenjar getah bening servikalis profunda inferior, nodi suprakalvikularis dan bahkan nodi mediastinalis superior.2IV. FISIOLOGI

Laring merupakan organ penghasil suara, serta memiliki fungsi utama lainnya untuk proteksi jalan napas, respirasi dan fonasi. Suara adalah bunyi yang dihasilkan bila udara paru diekspirasi melalui pita suara yang agak berdekatan. Udara memaksa pemisahan pita suara sejati. Karena akan mengurangi tekanan subglotis, maka pita suara tersebut akan memantul untuk berdekatan lagi. Pengulangan cepat, 125 kali pada pria dan 250 kali pada wanita akan menyebabkan vibrasi udara faring, yang menimbulkan bunyi suara manusia.

Nada dasar suara ditentukan oleh panjang dan ketegangan pita suara. Nada bervariasi sesuai frekuensi vibrasinya. Kerasnya suara tergantung atas tekanan yang terbentuk di bawah pita suara. Suara yang dipancarkan laring membentuk huruf hidup. Huruf hidup berbeda ditentukan cara faring dan rongga mulut membentuknya untuk meresonansi suara.

Gambar (5)Dikutip dari kepustakaan 12

Tersedia mekanisme pengganti lainnya untuk membentuk kolom udara yang bervariasi di faring. Pada keadaan tertentu, sebagai contoh pasien dapat berbicara dengan medekatkan pita suara palsunya untuk bervibrasi. Setelah laringiektomi, pasien dapat berbicara dengan menelan udara ke esophagus dan membuatnya bervibrasi dengan jaringan faringoesophagus.

Suara diubah menjadi pembicaraan dengan cara menghentikan aliran udara untuk membentuk konsonan. Produksi ucapan yang dapat dipahami tergantung atas koordinasi neuromuskular antara korteks motorik dan serebelum serta sistem otot faring, palatum, lidah dan bibir. Alat-alat ini merupakan struktur yang menghentikan aliran udara.

Bernyanyi memerlukan pembentukan nada dan volume pada glotis yang terintegrasi harmonis, yang berhubungan dengan mekanika mulut dan faring, serta sesuai dengan irama yag dikehendaki. Kualitas bunyi pada suara, berbicara, dan terutama bernyanyi tergantung atas nada tambahan yang terbentuk dalam laring. Hal ini merupakan perkalian matematik frekuensi dasar struktur yang bervibrasi. Vibrasi pita suara bersifat kompleks dan kombinasi berbagai vibrasi serta berbagai macam nada tambahannya.1,3,5,6V. DEFINISI

Paralisis berarti terganggunya kemampuan anggota tubuh untuk bergerak dan berfungsi, yang biasanya diakibatkan karena kerusakan saraf. Paralisis dapat terjadi juga pada pita suara. Paralisis pita suara terjadi akibat hilangnya gerak aktif dari pita suara, Dapat terjadi pada salah satu atau kedua pita suara yang tidak dapat membuka ataupun menutup dengan semestinya.9,13VI. ETIOLOGI

Kelumpuhan pita suara dapat terjadi pada anak-anak ataupun orang dewasa. Kelumpuhan ini pun dapat dikategorikan dalam kelumpuhan kongenital dan kelumpuhan yang didapat. Satu atau kedua pita suara dapat terlibat, namun kelumpuhan bilateral atau dua sisi lebih sering terjadi. 3

Kelumpuhan pita suara pada anak-anak yang berasal dari lesi kongenital berhubungan erat dengan lesi pada sistem saraf pusat, termasuk hidrochepalus, meningomyolocele, Arnold-chiari malformation, meningocele, encephalocele, gangguan neuro muscular dan mistenia gravis.

Sedangkan kelainan yang didapat paling sering disebabkan oleh trauma, infeksi dan neoplasma. Lesi traumatik lebih sering terjadi sekunder akibat trauma operasi pada kista bronkogenik, fistula trakheoeshophagus dan paten duktus arteriosus. Infeksi juga dapat menyebabkan kelumpuan pita suara, penyakit-penyakit menular seperti batuk rejan, ensefalitis, poliomyelitis, difteri, rabies, tetanus, sifilis walaupun sekarang jarang terjadi namun dapat menyebabkan kelumpuhan pita suara.3

Ada beberapa macam tipe kelumpuhan pita suara pada orang dewasa menurut saraf yang terkena, seperti :

Paralisis Pita Suara Unilateral

Unilateral Reccurent Laryngeal Paralysis.

Pada orang dewasa paralisis nervus laryngeus rekurens yang unilateral dapat terjadi akibat trauma bedah iatrogenic (misalnya pembedahan pada kepala, leher khususnya tirodektomi dan pembedahan pada dada). Hal ini juga bias disebabkan oleh karsinoma paru primer ataupun sekunder atu tumor ganas yang terdapat pada kerongkongan ataupun tiroid. Aneurisme aorta atau dilatasi atrium kiri (Ortner syndrome) dan trauma dapat mempengaruhi kelumpuhan ini. Etiologi juga dapat bersifat idiopatik.

Unilateral Complete Vagal Paralysis

Penyebab Paralisis komplit vagal unilateral adalah iatrogenic (seperti operasi tulang tengkorak), penyebab neurologic (seperti multiple sclerosis, syringomyelia dan ensefalitis), Dapat pula disebabkan oleh infark batang otak(wellenberg syndrome), pertumbuhan tumor ganas baik yang bersifat primer maupun sekunder dan juga dapat disebabkan karena inflamasi (osteomyelitis tulang tengkorak)

Paralisis Pita Suara Bilateral

Bilateral Reccurent Laryngeal Paralysis

Kelumpuhan bilateral nervus recurrent laringeus dapat pula disebabkan oleh pasca pembedahan tyroid dan keganasan tiroid.

Bilateral Complete Vagal Paralysis

Penyebab neurologic pada kelumpuhan bilateral komplit nerve vagal adalah yang tersering, Dapat pula disebabkan oleh Infark batang otak, multiple sklerosis dan penyakit saraf motorik (amyotropik lateral sklerosis).9 VII. PATOFISIOLOGI

Pada daerah laring, secara anatomis terdapat nervus vagus dan cabangnya yaitu nervus laringeus superior dan nervus laringeus inferior atau rekurens yang mempersarafi pita suara. Jika terjadi penekanan maupun kerusakan terhadap nervus ini maka akan terjadi paralisis pita suara, di mana pita suara tidak dapat beradduksi. Secara normal, ketika berfonasi, kedua pita suara beradduksi, tetapi karena terjadi paralisis salah satu atau kedua pita suara, maka vibrasi yang dihasilkan oleh pita suara tidak maksimal.

Gambar (6)Dikutip dari kepustakaan 2,4,13.

Secara umum terdapat lima posisi dari korda vokalis sesuai derajat ostium laringeus : median, paramedian, intermedia, sedikit abduksi dan adduksi penuh. Jika paralisis terjadi bilateral, posisi posisi ini ditandai dengan mengamati ukurran celah glotis. Jika paralisis terjadi unilateral maka pengamatan pertama tama harus memperkirakan posisi garis tengah sebenarnya kemudian menghubungkan dengan posisi korda vokalis.

Tiap lesi sepanjang perjalanan nervus laringeus rekurens dapat menimbulkan paralisis laring. Lesi intrakranial biasanya disertai gejala-gejala lain dan lebih bermanifestasi sebagai gangguan neurologis dan bukan gangguan suara atau artikulasi. Lesi batang otak terutama menimbulkan gangguan suara, namun dapat pula disertai tanda-tanda neurologis lain.

VII. 1. Posisi pita suara yang lumpuh

Posisi pita suara merupakan faktor tunggal yang paling penting, dan gejala klinik kelumpuhan bervariasi tergantung pada posisi pita suara. Pada pemeriksaan klinik terdapat lima macam posisi pita suara, yaitu :1. median

2. paramedian

3. intermedian

4. abduksi sedikit

5. abduksi penuh

Gambar (7)Dikutip dari kepustakaan 1

Kelumpuhan pada posisi median, posisi ini biasanya sebagai tanda paralisis nervus rekurens laringeus yang terbatas. kelumpuhan pita suara yang tepat digaris tengah sangat jarang, dan posisi dengan bagian posterior pita suara kira-kira 1,5 mm lateral dari garis tengah, lebih sering ditemukan.Kelumpuhan unilateral diposisi median, ditemukan pada paralisis nervus rekurens yang telah berlangsung lama. Pada pemeriksaan, pita suara yang lumpuh tampak agak atrofi dan letaknya sedikit lebih rendah daripada pita suara yng normal, tetapi pada fonasi tampaknya hampir normal. Aritenoid pada sisi yang lumpuh condong kedepan. Gejalanya biasanya tidak jelas, dan suara normal pada pembicaraan. Tetapi, suara yang memerlukan perubahan tinggi nada yang luas, seperti pada waktu bernyanyi, akan terganggu. Pada latihan jasmani yang berat, akan terdapat sesak nafas dan stridorKelumpuhan unilateral pada posisi paramedian, merupakan akibat yang biasa terjadi pada kelumpuhan nervus rekurens yang baru. Derajat disfungsi sangat dipengaruhi oleh derajat kompensasi yang dicapai. Pada pemeriksaan laring tampak kelumpuhan pita suara pada posisi paramedian. Pita suara bagian membran biasanya agak melengkung dan letaknya lebih rendah daripada pita suara yang normal. Pita suara yang lumpuh tampak menggelembung ke atas pada fonasi dan bentuk glotis tetap agak lonjong. Aritenoid tampak melewati garis tengah dan bergerak dibelakang atau didepan aritenoid yang lumpuh, bila paralisis telah beberapa hari. Gejala pada kasus yang tidak mengalami kompensasi pada paralisis paramedian antara lain suara mendesah, parau, waktu fonasi memendek, volume suara dan tingkat nada berkurang, serta diplofonia. Bila terjadi kompensasi, maka gejalanya berkurang, dan beberapa kasus, suara akan menjadi normal kembali. Biasanya terdapat sedikit disfonia, dan pada beberapa kasus tinggi nada meninggi abnormal (falsetto), oleh karena usaha kompensasi untuk glotis yang lonjong itu. Biasanya pada orang tua tidak terjadi kompensasi pada posisi pita suara ini.

Kelumpuhan bilateral pada posisi paramedian merupakan akibat yang biasa ditemukan pada paralisis nervus rekurens bilateral yang baru saja terjadi. Gejalanya sangat bervariasi pada tiap individu dan berupa dispnea dan stridor. Disfonia berbanding terbalik dengan dispnea dan stridor. Disfonia ditandai oleh suara mendesah yang lemah, agak parau, disertai gangguan volume suara dan perubahan nada. Sebaiknya, dispnea tidak jelas pada waktu istirahat, tetapi bekerja fisik biasanya menyebabkan sedikit stridor inspirasi dan sukar bernafas. Dengan memeriksa laring keadaan ini dapat terungkap. Biasanyalebar glotis dikomisura posterior 3-4 mm. Pita suara biasanya agak melengkung lagi, serta pada ekspirasi dibagian superior menggelembung.Kelumpuhan bilateral pada posisi median, dapat terjadi segera setelah cedera pada keadaan nervus rekurens laringeus, atau dapat tertunda sampai 20 tahun. Gejala yang jelas ialah dispnea dan adanya stridor inspirasi. Pasien cenderung untuk mengurangi kegiatannya dan tetap diam untuk memperoleh oksigen yang cukup untuk kebutuhannya. Suatu infeksi saluran nafas atas dapat menyebabkan sumbatan laring total, seperti juga pada suatu rangsangan yang menyebabkan inspirasi dalam dengan tiba-tiba. Sumbatan tiba-tiba pada inspirasi disebabkan oleh adduksi pita suara, karena efek aerodinamik hembusan udara yang menerpa permukaan superior pita suara dan mendorongnya ke medial. Oleh karena bahaya ini, maka pasien biasanya bernafas dangkal dan perlahan, serta menghindari kerja fisik atau rangsangan. Suara tetap bagus, dan kebanyakan pasien menyangkal bahwa ada perubahan suara. Akan tetapi, fungsi suara yang halus, seperti bernyanyi, terganggu. Bila diperiksa ketika fonasi, laring tampaknya normal, tetapi pita suara tidak dapat berabduksi dari posisi digaris tengah pada waktu inspirasi, sehingga saluran nafas hanya berupa celah tipis berbentuk lonjong. Pada beberapa kasus saluran nafas secara subjektif adekuat, oleh karena perbedaan tinggi pita suara.Paralisis pita suara pada posisi intermedian, biasanya disebabkan oleh paralisis nervus rekurens dan nervus laringeus superior pada satu sisi, yang disebut paralisis gabungan. Mungkin disebabkan oleh paralisis bulbar atau vagus atas, tetapi yang paling sering menyebabkan kerusakan saraf ganda ini adalah cedera ketika melakukan tiroidektomi. Paralisis yang hanya mengenai nervus rekurens dapat menyebabkan posisi ini. Hal ini sangat mungkin pada kerusakan nervus rekurens di thorax. Paralisis nervus rekurens akut yang disebabkan oleh apapun dapat menyebabkan kelumpuhan pita suara yang awalnya pada posisi intermedian. Posisi intermedian ini biasanya untuk sementara, dan pita suara akan berpindah kearah garis tengah setelah beberapa hari, atau pada beberapa kasus, setelah beberapa bulan atau tahun. Gejalanya berupa ketidakmampuan glotis, suara lemah, mendesah, parau, waktu fonasi pendek, dan nafas pendek karena udara nafas banyak pada waktu berbicara. Pada mulanya kebanyakan pasien mengalami disfagi dan aspirasi pada waktu menelan, tetapi pada kebanyakan kasus terjadi kompensasi. Beberapa pasien, teruatama orang tua, gejalanya menetap karena kompensasi tidak adekuat. Pada pemeriksaan laring tampak letak pita suara yang lumpuh kira-kira 3,5 sampai 4 mm dari garis tengah. Pita suara melengkung kelateral dan masih terdapat celah glotik seluas 1 sampai 2 mm pada fonasi. Pada beberapa kasus paralisis gabungan, aritenoid prolaps ke aterior tidak sejelas yang terjadi pada posisi median dan paramedian. Kompensasi terjadi dalam dua bentuk: Pita suara yang normal melampaui garis tengah untuk mendekati pita suara yang lain.

Pita suara palsu mengambila alih fungsi fonasi dan fungsi sfingter, dan terjadilah disfonia plika ventrikularis.

Jarang terjadi kelumpuhan bilateral diposisi intermedian yang menetap, karena hal ini biasanya disebabkan oleh lesi bulbar bilateral dan lesi vagus atas, yang tidak memungkinkan untuk terus hidup.

Paralisis pita suara dalam abduksi jarang sekali ditemukan. Hal ini dapat terjadi oleh karena lesi korteks difus yang disebabkan oleh truma, tetapi tidak terjadi kelumpuhan flaksid, hanya kelumpuhan spastik. Kelumpuhan itu cenderung bilateral dan gejalanya sama dengan kelumpuhan pada posisi intermedian, tetapi lebih jelas.Kelumpuhan yang menyebabkan hilangnya ketegangan pita suara (abduksi penuh) dan celah glotik miring serta aritenoid agak prolaps dan sedikit berputar ke medial, disebabkan oleh paralisis cabang eksternal nervus laringeus superior. Pada keadaan ini terdapat kesukaran mempertahankan, menaikkan dan mengatur tinggi nada. Kelumpuhan ini umumnya unilateral dan tidak jarang terjadi.VII. 2. Klasifikasi dan Manifestasi Klinis

Paralisis Pita Suara Unilateral

Pasien dengan paralisis pita suara unilateral biasanya bermanifestasi klinis dengan adanya disfonia low-pitched, suara terasa berat dan lemah, yang terjadi secara tiba-tiba. Dalam beberapa kasus, disfonia dapat high-pitched karena adanya kompensasi falsetto. Seringkali, paralisis ini berhubungan dengan disfagia, khususnya dengan cairan, karena adanya ketidakmampuan glotis dapat menyebabkan aspirasi. Hal ini terjadi jika paralisis pada n.laringeal superior dan kedua n.laringeal rekuren. Kadang-kadang, perubahan suara akan disertai dengan batuk saat proses menelan, terutama ketika meminum cairan. Manifestasi lanjut menyebabkan anestesia pada faring, sehingga pasien mengalami disfagia dan meningkatnya resiko terhadap aspirasi. Pasien dengan paralisis pita suara unilateral seringkali memiliki gejala napas pendek atau perasaan kekurangan udara. Pengaruh fisiologikal negatif pada fungsi pulmoner sangat jarang terjadi pada pasien dengan paralisis pita suara. Bagaimanapun, karena ketidakmampuan glotis, pasien akan mengalami kekurangan udara yang signifikan dan akan mengalami sensasi napas menjadi pendek dan keluarnya udara selama berbicara. Sebagai tambahan, penutupan glotis diperlukan oleh individu untuk menciptakan tekanan ekspirasi akhir positif (PEEP). Dengan demikian, beberapa pasien postoperatif dengan segera akan mengalami penurunan fungsi pulmoner karena hilangnya PEEP alami yang terjadi saat penutupan glotis.3Paralisis Laringeal Rekurens Unilateral

Paralisis ini terjadi akibat terganggunya nervus vagus ataupun karena adanya kerusakan pada nervus laringeal rekurens. Paralisis pita suara terjadi pada posisi paramedian. Paralisis pita suara kiri lebih sering terjadi daripada paralisis pita suara kanan. Kebanyakan paralisis pita suara dikarenakan efek samping dari pembedahan.7

Paralisis Komplit Nervus Vagal UnilateralParalisis komplit vagal unilateral ini terjadi karena proses pembedahan misalnya pada pembedahan bagian bawah tengkorak. Penyebab lainnya karena gangguan neurologik seperti multiple sclerosis, siringomelia, dan encefalitis. Infark brainstem, inflamasi maupun proses malignansi juga menjadi kausa lainnya dalam paralisis komplit vagal unilateral ini.7Paralisis Pita Suara Bilateral

Pada paralisis pita suara bilateral keluhan khas yang sering timbul adalah hilangnya suara secara tiba-tiba biasanya setelah operasi tiroidektomi total atau paratiroidektomi. Suara menjadi lemah untuk beberapa bulan pada awalnya. Lalu suara menjadi seperti Mickey Mouse untuk beberapa minggu. Kemudian suara pun membaik hingga hampir normal atau suara mungkin menjadi sedikit tidak dapat diprediksi dengan adanya suara yang tidak biasanya pada waktu yang tidak terduga. Lalu pernapasan menjadi berat dengan adanya latihan. Terdapat episode dimana pasien tidak dapat bernapas, sering akibat spasme laring, suara dengan nada tinggi terdengar ketika sedang berusaha untuk bernapas. Seringkali terdapat suara yang sangat berisik pada malam hari.3,6,7Paralisis Nervus Laringeal Rekuren Bilateral

Paralisis ini kebanyakan disebabkan oleh proses pembedahan tiroid, terutama total tiroidektomi. Penyebab lainnya yang jarang adalah karena pertumbuhan tumor tiroid yang malignan.7Paralisis Komplit Nervus Vagal Bilateral

Paralisis ini biasanya melibatkan nervus kranialis, yakni nervus glosofaringeus dan nervus hipoglosus. Pada paralisis ini terjadi imobilasasi dari pita suara yang berlokasi pada posisi intermediate dengan pelebaran celah glotis.7VIII. DIAGNOSIS

Untuk menunjang diagnosis paralisis pita suara, maka dilakukan beberapa tahapan pemeriksaan di antaranya adalah:

Anamnesa dan pemeriksaan fisik, termasuk pendengaran terhadap suara dan jalan napas bergantung pada riwayat gejala yang ada.

Pemeriksaan penunjang

PencitraanKarena gangguan ini disebabkan oleh kerusakan saraf, maka diperlukan tambahan tes untuk mencari penyebab paralisis. Untuk itu maka dapat digunakan X-ray, MRI maupun CT-scan.

Endoskopi

Dilakukan untuk melihat pita suara yang ditampilkan pada monitor agar bisa terlihat salah satu atau kedua pita suara yang terkena.

Laringeal elektromiografi

Dalam pemeriksaan ini dilakukan pemasukkan jarum kecil ke dalam otot pita suara dan digunakan untuk menemukan kelainan yang terjadi serta langkah terapi selanjutnya.

IX. PENATALAKSANAANAda beberapa terapi untuk paralisis pita suara, antara lain:

1. Medikasi

Terapi dengan medikasi biasanya dipakai saat ada kelainan penyerta seperti refluks gastroesofagus (antacid, proton pump inhibitor), sinonasal alergi (antihistamin).

2. Voice therapy

Terapi dapat dilakukan sendiri atau dengan dikombinasikan dengan terapi pembedahan. Pemilihan voice therapy ini sebagai terapi sendiri karena dalam beberapa kasus suara dapat kembali normal tanpa terapi pada tahun pertama terjadinya kerusakan sehingga tidak memerlukan pembedahan, jika pasien tidak bisa atau menolak pembedahan.

Untuk terapi yang dilakukan dengan pembedahan biasa dilakukan pada saat pre-operatif 1-2 sesi dan post-operatif 2-3 sesi, pada terapi pre-operatif dapat menurukan muscle tension dysphonia (MTD) sekunder dan untuk terapi post-operatif nya dapat meningkatkan kekuatan, koordinasi, dan daya tahan otot.

3. Pembedahan.

Pada paralisis bilateral pita suara biasanya pasien membutuhkan penanganan yang segera akibat hilangnya fungsi abduksiyang menyebabkan obstruksi jalan nafas. Trakheostomi sebaiknya dilakukan pada pasien ini. Karena merupakan penatalaksanaan yang efektif dan langsung melewati tempat obstruksi. Trakheostomi jangka panjang biasanya kurang menarik, sehingga trakheostomi dilakukan pada akut bilateral paralisis.3

Pembedahan untuk terapi paralisis pita suara juga dapat dikategorikan sebagai :

a. TemporaryDengan endoskopik injeksi dari material yang dapat diresorpsi pada pita suara yang rusak, di samping otot thyroaritenoid di rongga paraglotis. Dan hasilnya adalah medialisasi dari pita suara yang paralisis, sehingga dapat meningkatkan kualitas suara dan meningkatkan fungsi menelan. Ada banyak materi injeksi yang dapat digunakan, antara lain :

1. Radiesse voice gel

2. Asam Hialuronik

3. Cymetra

4. Gelfoam

5. Zyplast/Zyderm

b. Permanen

Dapat dibagi menjadi injeksi permanen dan laryngeal framework surgery. Pada teknik injeksi permanen, teknik-tekniknya sama dengan yang injeksi temporary, hanya materialnya yang berbeda, untuk injeksi permanen ini digunakan material yang lebih permanen, seperti lemak, fascia, CaHA, Teflon.

Walaupun peningkatan popularitas dan ketersediaan material untuk injeksi permanen, laryngeal framework surgery masih menjadi kriteria standar untuk terapi jangka panjang pada paralisis pita suara.

Untuk terapi pembedahannya, medialisasi thyroplasty/laringoplasty adalah medialisasi pita suara yang paralisis dari approach eksternal dan dikerjakan melalui kartilago tiroid. Dibuat jendela insisi kecil dan pisahkan kartilago tiroidnya dan implan dipasang melalui jendela insisi kearah medial sehingga dapat memedialisasi pita suara yang paralisis. Implan yang biasa dipakai adalah silastic block, Gore-Tex. Untuk Gore-Tex penggunaannya sangat meningkat pada tahun-tahun belakangan ini karena kemampuannya untuk dapat disesuaikan dengan mudah pada saat prosedur pembedahan dan Gore-Tex aman dan dapat ditoleransi dengan baik oleh tubuh.

Ada teknik terbaru untuk terapi pembedahan dengan laryngeal framework surgery dan mencakup manipulasi dari kartilago arytenoids, disebut arytenoid adduction, dengan melakukan jahitan melalui otot untuk mecapai kartilago arytenoids dan menjahitnya kearah anterior laring (arytenoid adduction). Terapi pembedahan dengan kartilago arytenoid dapat mengembalikan panjang dan ketegangan dari pita suara yang paralisis dan untuk memedialkan glottis posterior.

Sekarang digunakan kombinasi dari kedua teknik pembedahan ini, dengan arytenoid adduction dan medialisasi laringoplasty disebut dapat memaksimalkan rehabilitasi vokal. Dan ini terbukti karena fungsi dari medialisasi laringoplasty adalah mengembalikan posisi dan menebalkan pita suara yang paralisis dan arytenoid adduction untuk mengembalikan ketegangan dan panjang dari pita suara yang paralisis.3X. PROGNOSIS

Hasil dari terapi pada paralisis pita suara adalah sangat baik. Kebanyakan pasien dapat kembali berbicara hampir normal dan bahkan normal dan dengan minimal atau tanpa limitasi dari fungsi berbicara untuk kebutuhan berbicara sehari-hari. Tetapi untuk bernyanyi, kemungkinan tidak akan bisa dengan sempurna, karena kemampuan pita suara sudah terbatas.12XI. KOMPLIKASI

Komplikasi dari terapi pembedahan adalah suara yang kurang baik, kesulitan bernafas, dan migrasi dari implan. Pada saat pembedahan yang mencakup manipulasi dari saluran nafas, faktor seperti hematoma, edema dapat menyebabkan kesulitan bernafas, dan untuk mencegah dari komplikasi ini maka pada saat operasi harus dilakukan dengan tepat dan sangat hati-hati serta dengan pemberian kortikosteroid pre dan post-operatif, dan resiko akan lebih besar jika proses pembedahan adalah bilateral.

Walaupun pembedahan sangat penting jika ada disfagia, kebanyakan pembedahan dilakukan untuk memperbaiki kualitas suara, dan jika tidak ada perbaikan kualitas suara, maka terjadi komplikasi saat prosedur. Sering kualitas suara yang buruk atau tidak ada perbaikan setelah operasi dapat diperbaiki dengan pengulangan medialisasi laringoplasty dengan atau tanpa arytenoid adduction.

Dan sebab yang paling sering menyebabkan kualitas suara yang buruk setelah operasi adalah kesalahan penempatan implan, penempatannya terlalu kearah anterior/superior, implan terlalu kecil/besar. Hal ini dapat menyebabkan edema intraoperatif, dapat dicegah dengan penggunaan kortikosteroid untuk meminimalkan edema sebelum dapat dilakukan kembali penggantian implan. Migrasi dari implan dapat terjadi post-operatif, baik kearah medial saluran nafas atau ke arah lateral ke leher.12,13DAFTAR PUSTAKA

1. George L. Adams, Lawrence R. Boeis, Peter A. Highler. Dalam BOEIS Buku Ajar Penyakit THT. Edisi 6. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran ECG; 1997. Hal 369-396

2. J. Dance Jr, Milton. Anatomy and Physiology of the Voice. [online]. Available from: http://www.gbmc.org/voice/anatomyphysiologyofthelarynx.cfm. [Cited Apr, 05 2011]3. James B. Snow, John Jacob Ballenger. In Ballengers Otorhinolaryngology Head and Neck Surgery. 16th Edition. Spain: BC Decker Inc; 2003. Page 1090-12364. John T. Hansen, David R. Lambert. In Netters Clinical Anatomy. 1 st Edition. USA: Medimedia; 2005. Chapter 8

5. R. S. Dhillon, C. A. East. In Ear, Nose, and Throat and Head and Neck Surgery. 2nd Edition. UK ; Harcourt Publishers; 2000. Page 56-606. Thomas R. Van De Water, Hinrich Staecker. In Otolaryngology Basic Science and Clinical Review. 1st Edition. New York: Thieme Medical Publisher; 2005. Page 505-5237. Efianty A., Nurbaity Iskandar, Jenny B, Ratna D, Dalam Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga, Hidung Tenggorok Kepala dan Leher. Edisi 6. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2007. Hal 241-28. Charles W. Cummings, Paul W. Flint, Bruce H. Haughey, K.Thomas Robbins, J. Regan Thomas, Lee A. Harker, Mark A. Richardson, and David E. Schuller. In Cummings Otolaryngology Head and Neck Surgery. 4th Edition. USA: Mosby Inc; 2005. Part 79. Anil K. Lalwani. In Current Diagnosis and Treatment Otolaryngology Head and Neck Surgery. 2nd Edition. New York: Mc Graw Hill Lange; 2007. Chapter 3110. Lucian Sulica, Andrew Blitzer. In Vocal Fold Paralysis. 1st Edition. New York: Springer Berlin Heidelberg; 2006. Page 35-9311. Thomas L.Carrol. In Vocal Cord Paralysis. [Online] Available from: http://emedicine.medscape.com/article/863779-overview. [cited Apr,5 2011]12. Mayo Foundation for Medical Education and Research.In Vocal Cord Paralysis.[online] Available from: http://www.entnet.org/HealthInformation/vocalChordParalysis.cfm. [Cited Apr, 5 2011]

13. Greater Baltimore Medical Center. In Vocal Cord Paralysis.[Online]. Tersedia dari: http://www.nidcd.nih.gov/health/voice/vocalparal.htm#1. [Cited Apr,5 2011]1