Paradigma Hukum Di Tinjau Dari Ideologi Pancasila

15
PARADIGMA HUKUM DI TINJAU DARI IDEOLOGI PANCASILA Makalah ini di susun guna memenuhi tugas mata kuliah pendidikan pancasila dan kewarganegaraan Dosen pengampu: Drs.H.Fahmi, M.Hum Disusun Oleh: Ali Farhan arek Lamongan 07530028 FAKULTAS USHULUDDIN JURUSAN TAFSIR HADITS 1

Transcript of Paradigma Hukum Di Tinjau Dari Ideologi Pancasila

Page 1: Paradigma Hukum Di Tinjau Dari Ideologi Pancasila

PARADIGMA HUKUM DI TINJAU DARI IDEOLOGI PANCASILA

Makalah ini di susun guna memenuhi tugas mata kuliah pendidikan pancasila dan kewarganegaraan

Dosen pengampu: Drs.H.Fahmi, M.Hum

Disusun Oleh:

Ali Farhan arek Lamongan07530028

FAKULTAS USHULUDDINJURUSAN TAFSIR HADITS

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALI JAGA YOGYAKARTA

2007

1

Page 2: Paradigma Hukum Di Tinjau Dari Ideologi Pancasila

BAB I

PENDAHULUAN

Dalam perkembangan keyakinan dan sikap-sikap kita tersendiri, kita di

pengaruhi oleh berbagai sistem keyakinan – misalnya pandangan keagamaan atau

politis tentang dunia yang kita yakini di dalam batin kita sebagai benar dan secara

sadar dianut oleh banyak orang; system keyakinan kita namakan idiologi. kita

dapat menerima sebagian dari idiologi-idiologi semata-mata karena kita telah

diajari untuk memberikan reaksi secara positif atau negative terhadap kata-kata

yang menggambarkan idiologi tersebut, misalnya, seseorang lahir dan besar di

jaman Orde Baru mungkin sekali akan mengatakan bahwa demokrasi adalah suatu

idiologi yang benar, sedangakan komunisme adalah buruk, kita memberikan

reaksi keoada kata-kata, karena kata-kata itu isi emosional meskipun kata-kata

tersebut tidak mempunyai isi intelektual. Memang sebagian besar orang

mempunyai pandangan emosional dan intelektual tertentu untuk sebagian besar

kata-kata penting.

Kadang-kadang kita semua memberikan reaksi atas dasar suatu idiologi

sedang dilain waktu kita mem berikan reaksi seolah-olah kita idiologi tersebut

secara keseluruhan, meskipun kita tidak menerima sam sekali semua sikap dan

keyakinan dan membentuk idiologi itu. Sebaliknya ada orang yang sering

dinamakan sebagai idiologis atau penganut sejati, yang kelihatanya menafsirkan

semua fenomena dari sudut pandang idiologi mereka. Pandangan mereka tentang

dunia serta jawaban mereka terhadap semua pertanyaan mereka turunkan dari

idiologi mereka. Mungkin sampai sekarang masih banyak yang perbedaan di

kalangan ahli ilmu politik, sosiologi, dan ilmuawan lainnya mengenai makna dan

pengaruh idologi.1

Perlu kiranya di jelaskan, tentang kehidupan hukum, maka yang dimaksud

adalah kehidupan hukum dalam lingkup yang lebih terbatas, yaitu kehidupan

hukum tertulis, kehidupan perundang-undangan, baik perundang-undangan dalam

arti proses pembentukan maupun perundang undangan dalam arti produknya yang

1 Lyman Tower Sargent, Ideologi-Ideologi Politik Kontemporer, Erlangga, Jakarta,1987, hal 2

2

Page 3: Paradigma Hukum Di Tinjau Dari Ideologi Pancasila

berupa peraturan perundang-undangan (wetgevingsregels) ataupun peraturan –

peraturan kebijakan(beleidsregels).

Adapun mengenai kehidupan hukum tertulis dari bangsa Indonesia, antara

kehidupan hukum adatnya,selain mengingat proses pembentukan tidak tertulis dan

produknya berlainan karakteristiknya dari pada proses pembentukan dan produk

hukum tertulis, Seperti kita ketahui, kondisi masyarakat sejak permulan hidup

kenegaraan adalah serba majmuk. Masyarakat Indonesia bersifat multi etnis, multi

religius dan multi idiologis. Kemajmukan tersebut menunjukkan adanya berbagai

unsure yang saling berinteraksi. Berbagai unsur dalam bidang-bidang kehidupan

masyarakat merupakan benih-benih yang dapat memperkaya khasanah budaya

untuk membangun bangsa yang kuat, namun sebaliknya dapat memperlemah

kekuatan bangsa yang kuat, namun sebaliknya dapat memperlemah kekuatan

bangsa dengan berbagai percekcokan serta perselisihan. Oleh karena itu proses

hubungan social perlu diusahakan agar berjalan secara sentry sentrypetal, agar

terjadi apa yang menjadi popular dalam tahun-tahun pertama perjuangan:

“semenbumndeling van alle Krachten”. Disamping itu kemerdekaan bangsa

Indonesia dalam perjuangannya melawan penjajah dan mengusirnya dari bumi

Nusantara2.

2 Mordiono Dkk, Pancasila Sebagai Ideologi, BP-7 Pusat, Jakarta, 1990, hal 63

3

Page 4: Paradigma Hukum Di Tinjau Dari Ideologi Pancasila

BAB II

PANCASILA CITA HUKUM DALAM KEHIDUPAN HUKUM BANGSA

INDONESIA

A.Hukum Dan Kedudukanya Dalam Negara Repulik Indonesia

Dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, jelasnya dalam alenia ke

empat, tercantum anak kalimat yang khas, yang tidak terdapat dalam

mikoddimah Undang-undang Dasar sementara Republik Indonesia (1950).

Anak kalimat itu .berbunyi’..., maka disusnlah kemerdekaan kebangsaan

Indonesia itu dalam satu Undang-Umdang Dasar Negara Indonesia,...”maka

demi ini kami menyusun kemerdekaan kami itu dalam satu piagam Negara

yang ...’,sedangkan mukoddimah UUDS 1950 menyebutkan ‘maka demi ini

kami menyusun kemerdekaan kami itu suatu piagam Negara yang ...’). bahkan

apabila kita memperhatikan konsep pembukaan UUD 1945 itu pada masa-masa

sebelum penerimaannya oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia pada

tanggal 18 Agustus 1945, anak kalimat itu berbunyi ‘..., maka disususnlah

kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu hukum dasar Negara

Indonesia itu dalam suatu hukum dasar Negara Indonesia . . . . Apakah yang

dimaksud rumusan itu?

Untuk itu kita perlu menelusuri makna alenia-alenia dalam pembukaan

UUD 1945 tersebut setahap demi setahap. Alenia-alenia dalam pembukan UUD

1945 melukiskan berturut-turut, bahwa kemerdekaan ialah hak segala bangsa,

kerena kemerdekaan hak segala bangsa juga, bahwa perjuangan pergerakan

kemerdekaan Indonesia yang lama dan panjang itu telah mengantarkan rakyat

Indonesia ke depan pintu gerbang kemerdekaan Negara Indonesia yang menjadi

haknya itu; bahwa rakyat Indonesia pada tnggal 17 Agustus 1945 telah

menyatakan kemerdekaanya, yaitu telah merebut haknya yang selama beratus-

ratus tahun di rengguh penjajah dari padanya; dan bahwa untuk

menyelenggarakan fungsi-fungsinya serta untuk mencapai tujuan-tujuannya,

kemerdekaan kebangsaan Indonesia merupakan kedaulatannya itu, disusun

dalam suatu hukum dasar Negara Indonesia, yang sebut Undang-Undang Dasar

1945. dengan perkataan lain, akhir alinea itu menegaskan, bahwa kemerdekaan

4

Page 5: Paradigma Hukum Di Tinjau Dari Ideologi Pancasila

bangsa Indonesia yang terwujud dalam kedaulatan itu disusun kedalam hukum

dasar, di tuangkan ke dalam hukum dasar, kedalam hukum.

Menurut peletak dasar ilmu Negara (staatslehre) yakni Georg Jel linek,

sebagaimana di kemukakan dalam bukunya yang terkenal Allgemeine

Staatslhre, kedaulatan (Souveranetat) ialah penafian atau peniadaan terhadap

setiap peniadaan terhadap setiap penyerahan atau pembatasan diri suatu Negara

terhadap sesuatu kekuasaan lain (die negation jeder Unterordnung oder

Beschrankung des staatesdurch eine andere gewalt). Jellinek menguraikan lebih

lanjut, kedaulatan mengandung tiga cirri, yaitu kekuasaan yang diatasnya tidak

ada kekuasaan lain, kerena itu merupakan kekuasaan yang keluar tidak

tergantung kepada kekuasaan lain; kedalam merupakan kekuasaan yang

tertinggi; dan kekuasaan itu mutlak (absolute). Terhadap kedaulatan, tidak

sesuatu kekuasaan dapat membatasinya, bahkan dirinya sendiripun tidak. Oleh

krena itu, agar kekuasaan yang dimiliki kedaulatan tidak berlangsung semau-

maunya, kedaulatan itu harus disusun dalam suatu keteraturan dalam hukum,

dalam hukum dasar , dalam hukum undang-undang dasar.

Oleh karena itu, juga adalah tidak tepat apabila hukum hanyalah diartikan

peraturan-peraturan yang dibangun sebagai upaya untuk menegakkan keadilan,

kebenaran, dan ktertiban hanyalah peraturan yang pembangunannya perlu lebih

di tingkatkan secara terarah dan terpadu, antara lain melalui kodifikasi dan

unifikasi; hanyalah peraturan-peraturan yang peningkatannya penegakannya

perlu terus dimantapkan dengan memantapkan kedudukan dan peranan badn-

badan penegak hukium; dan lain-lain sebagainya.

Singkatnya, hukuim tidaklah hanya peraturan-peraturan yang terletak pada

suatu aspek atau faset bidang pemabangunan nasional, yang menyebutkannya

disatu nafaskan dengan sector politik, aparatur pemerintah, penerangan dan

media masa, serta hubungan luar negeri3.

Apabila hukum memang menjadi dasar bagi kehidupan kenegaraan,

sebagaimana nampak dari wawasan Negara berdasar atas hukum

(rechtsstaatsgedachte) yang dianut oleh Negara kita, maka hukum tentunya

3 Ibid, 80

5

Page 6: Paradigma Hukum Di Tinjau Dari Ideologi Pancasila

harus diartikan lebih luas daripada yang disebutkan diatas. Bahkan hukum

adalah wujud penyusunan kemerdekaan dan kebangsan atau kedaulatan itu

sendiri kedalam Undang-Undang Dasar dan Hukum Dasar yang tidak tertulis.4

B. Peranan Cita Hukum Pancasila Dalam Kehidupan Hukum Tidak Tertulis

dan Hukum Tertulis

Dalam pembentukan tertulis dan pembentukan hukum tidak tertulis, cita

hukum berperan dengan cara yang berlainan. Pada yang pertama cita hukum

secara langsung mempengaruhi kesusilaan perorangan dan pada giliran

kesusilaan masyarakat dalam menghasilkan cara dan kesusilaan umum dalam

membentuk kebiasaan, tata kelakuan dan adat istiadat, dan hokum. Sedang pada

yang kedua cita hukum yang mempengaruhi perorangan dan masyarakat secara

tidak langsung. Dengan perkataan lain dalam pembentukan hukum tidak

tertulis, tahapan-tahapan dari cara kebiasaan, dari kebiasaan ketata kelakuan ke

adat istiadat, dan dari adat istiadat ke hukum, semuanya berlangsung melalui

endapan-endapan nilai yang berjenjang-jenjang, terjadi dibawah bimbingan cita

moral cita hukum yang yang ada dalam masyarakat. Sedangkan dalam

pembentukan hukum tertulis, tahapan-tahapan yang membentuk endapan-

endapan nilai tersebut tidak terjadi dan karena itu tidak kita temukan hukum

tidak langsung mengawasi pembentukan hukum lebih-lebih cita moral.

Dalam hal pembentukan hukum tidak tertulis, hubungan antara cita hukum

dan system norma hukum tidak terjadi desintegrasi kerena system norma

hokum terbentuk dari endapan-endapan nilai yang telah tersaring oleh perilaku

masyarakat sendiri, melalui penerimaan individu-individu dalam keluarga,

keluarga-keluarga dalam suku dalam marga, serta marga-marga dalam Negara.

Lain halnya dengan pembentukan hukum tertulis. Hukum dan system

norma hukum dibentuk oleh perorangan atau kelompok perorangan, sebagi

pejabat-pejabat maupun sebagai wakil-wakil rakyat. Hubungn antara cuta

hukum dan system norma hukum bergantung kepada kesadaran dan

penghayatan para pejabat dan para wakil rakyat tersebut terhadap cita hukum

4 Alex Lanur, Pancasila Sebagai Ideologi Terbuka, Kanisius, Yogyakarta, 1995

6

Page 7: Paradigma Hukum Di Tinjau Dari Ideologi Pancasila

yang ada dalam masyarakat, yang memang mempunyai fungsi konstitutif dan

regulative dalam pembentukan hukum tersebut. Dan karena pembentukan

hukum tertulis tidak berlangsung melalui tahapan-tahapan endapan nilai. Maka

kemungkinan terjadinya disintegasi antara cita hukum dan system norma

hukum besar sekali.

Uraian diatas berlaku pula mutatis mutandis pada peranan cita hukum

tidak tetrtulis dan hukum tertulis di negara kita.5

C. Mengoperasikan Cita Hukum Pancasila dan Norma Fundamental Negara

Pancasila dalam Pembentukan Perundangan-Perundangan

Sebagaiman dikemukakan oleh Benjamin Akzin dalam krucut struktur

norma dalam hubungannya dengan kerucut strukutur lembaga-lembaga dalam

satu Negara, pembentukan norma hukum public bergantung pada pejabat

Negara dan pejabat pemerintahan yang merupakan supra structural dalam

kerucut tersebut. Sedangkan pembentukan norma hukum perdata dan hukum

perikatan bergantung pada rakyat sendiri merupakan infra structur dalam

kerucut yang dimaksud . maka menurut Akzin, yang juga yang juga salah satu

murid Kelsen, pembentukan norma public oleh para pejabat Negara dan pejabat

pemerintahan mungkin tidak penting untuk Negara dengan system yang liberal

tetapi sangat penting untuk Negara dengan system totaliter. Tingkat dan kadar

penting atau setidaknya supra structural tersebut bergantung pada letak system

pemerintahan suatu Negara terhadap dua kutup yang liberal dan totaliter ( The

superstructure itslf,. . .will be quantitatively insignificant in

a”liberal”state ......but will gan in mass the more regime approaches

totalitarianism).

Dalm mengutip pendapat Benjamin akzin, bahwa makin dekat suatu

pemerintahan kepad system totaliter makin sedikit pula partisipasi infra

structural dalam pembentukan hukum, kita dapat juga menerapkan pendapat

tersebut dalam pembentukan hukum tertulis yang di bentuk oleh pejabat Negara

dan pejabat pemeritahan serta wakil rakyat. Meskipun system pemerintahan 5 Mordiono Dkk, Pancasila Sebagai Ideologi, BP-7 Pusat, Jakarta, 1990, hal 82

7

Page 8: Paradigma Hukum Di Tinjau Dari Ideologi Pancasila

Negara yang bersangkutan tidak mempunyai hubungan dengan liberalisme atau

dengan totalitarisme.

Di Negara kita republic Indonesia, hukum tertulis sehari demi sehari

memang mendesak hokum tidak tertulis. Apabila pengamatan hukum ini benar,

maka hal itu berarti, bahwa pembentukan hukum oleh infra structur sendiri.

Dengan perkataan lain, meskipun system suatu pemerintahan Negara tidak

‘mendekati’ kutub totalitasme, sebagi di kemumkakan Akzin, namun

pendesakan suatu system norma hukum tertulisdapat juga menyebabkan

kedudukan para pejabat Negara, pejabat pemerintahan, dara para wakil rakyat

sebagai supra structural dalam kehidupan hukum masyarakat menjadi sangat

penting.

Dalam kedudukan seperti tersebut diatas, maka kesadaran dan

penghayatan para pejabat dan para wakil rakyat akan cita hukum dalam

pembentukan hukum tertulis atau pembentukan peraturan peraturan perundang-

undangan menjadi sangat penting. Para pejabat dan wakil rakyat menentukan

pembentukan, tertulis.

Dalam pembentukan peraturan perundang-undangan Indonesia yang

mempunyai cita hukum Pancasila dengan kedua fungsinya konstitutif dan

regulative, dan yang mempunyai Norma Fundamental Negara yang berupa

Pancasila juga, keberhasilan apakah hukum yang dibentuk akan bersifat adil

atau tidak, kesemuanya itu tergantung dan berpulang kepada kesadaran dan

penghayatan terhadap Pancasila yang diyakini oleh para pejabat Negara,

pejabat pemerintahan, dan para wakil wakil rakyat yang melakukan

pembentukan peraturan perundang-undangan tersebut. Makin tinggi tingkat

kesadaran dan penghayatan terhadap Cita Hukum dan norma fundamental

negara, peraturan perundang-undangan yang dai bentuknya makun mendekati

nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila. Demikian juga kebalikannya,

makin rendah tingkat kesadaran dan penghayatan tersebut, makin jauh

peraturan itu dari nilai-nilai dimaksud.6

BAB III6 Ibid, 82

8

Page 9: Paradigma Hukum Di Tinjau Dari Ideologi Pancasila

KESIMPULAN

Sebagai penutup dapat disampaikan beberapa kesimpulan dari uraian

tersebut diatas sebagai berikut;

a. Apabila kita masih tetap ingin berpegang kepada apa yang telah digariskan

oleh para pendiri Negara Republik Indonesia dra penyusun UUD 1945, maka

kita tidak dapat melepaskan diri dari wawasan, bahwa pokok-pokok pikiran

yang terkandung dalam pembukaan UUD 1945 adalah dasar dari pada

kehidupan rakyat Indonesia dalam bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

b.Dalam System Hukum Indonesia terdapat Cita Hukum yang tidak lain

melainkan pancasila, yang berfungsi konstitutif dan regulative terhadap

System Norma Hukum Indonesia dengan Norma Fundamerntal Negara yang

tidak lain melainkan Pancasila juga.

c. Mengartikan ‘Pancasila adalah sumber dari segala sumber hukum’

sebagaimana tercantum dalam TAP. M.P.R.S. No. XX/MPRS/ 1966,tidak

boleh lebih luas dari pada sumber-sumber hukum rakyat Indonesia dalam

bermsyarakat, berbangsa dan bernegara. Menafsirkannya lebih dari pada itu

adalah tidak benar.

DAFTAR PUSTAKA

9

Page 10: Paradigma Hukum Di Tinjau Dari Ideologi Pancasila

Alex Lanur, Pancasila Sebagai Ideologi Terbuka, Kanisius, Yogyakarta, 1995

Lyman Tower Sargent, Ideologi-Ideologi Politik Kontemporer, Erlangga,

Jakarta,1987,

Mordiono Dkk, Pancasila Sebagai Ideologi, BP-7 Pusat, Jakarta, 1990

10